wahana komunikasi pendidikan2c+a.d... · 2018. 3. 16. · kerja nyata (kkn) semester gasal tahun...

6
Wahana Komunikasi Pendidikan g !

Upload: others

Post on 05-Feb-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • Wahana Komunikasi Pendidikan

    g !

  • EDITORIAL

    People Development:Tirmbuhkan Passion Belaj ar-Mengaj ar

    ?err/ala 1/Ar44 8,/dir44a"r,

    Edisi perdana tahun 2018 ini menyajikan topik seputar peningkatan kemampuan SumberDaya Manusia atau yang dalam hari studi di Wisma Syantikara tahun lalu di sebut denganPeople Deuelopment. Kata kuncinya adalah inovasi, seperti diawali oleh tulisan dari VidodoDamai, berdasarkan pengalaman-pengalamannya mendampingi siswa-siswi sekolah Thrsisiusdi Jakarta.

    Tema tersebut dilanjutkan pembahasannya oleh Dr. Markus Budiraharjo dalam pembela-jaran, khususnya bagaimana membangun kepercayaan diri murid lewat metode High PowerPase. Sebuah metode yang tidak sulit dipahami dan diterapkan dalam praksis pembelajaransehari-hari.

    Diperkaya oleh tulisan Sr. Yustiana CB, yang meminta perhatian bersama utamanya terkaitdengan bagaimana para guru mesti beradaptasi mendekat dengan murid-murid oleh karenaperbedaan generasi (generation gap).

    Selain sajian utama, dua peristiwa penting yang kami rekam adalah pesra emas SekolahTinggi Tarakanita (dh. STIKS trakanita), dan Dies ke-63 Universitas Parahyangan. Ked-ua lembaga pendidikan tinggi itu menularkan garam dan terang dalam keragaman bangsa,sembari tetap memegang teguh nilai-nilai katolisitas yang menjadi pedoman.

    Berita lain adalah dari Papua, Sekolah Don Bosco Medan, SMA Frateran dengan prestasipaduan suara, serta HUT ke-92 yayasan Karmel di Jawa Timur. Serta berita lain dari daerahdan dari Jakarta tentang upaya mengatasi penyusupan gerakan radikal di sekolah-sekolah.

    Akhirnya, selamat menyimak - semoga membawa secercah inspirasi.

    LBambangSadewa

    EDT]CARElSSN: 2087-5223

    DITERBITKAN OLEH Komisi Pendidikan KWI . Pelindung Mgr. Martinus D. Situmorang, OFMCap . Perintis ,,,g'. ,/ :-1=Cosmas Angkur, OFM, Heribertus Sumarjo, FIC . Pemimpin Redaksi/ Penanggungjawab R.P Dr. C. Kur::-: -: j-Wakil Pemimpin Redaksi Sr. Dr. Yustiana W. lswanti, CB . Redaktur Pelaksana Laurentius B Sadewa. S.-. . 5e

  • Opi ni Bebas

    FU NGSI KRITIS U N IVERSITAS& PEMAHAMAN KITA

    A.D.S. Nugraha

    ^r^ara memahami fungsi kritis pendidikan tinggi

    I 'dapat dimulai dengan usaha mengonstruksi\ lgagasan tentang konteks penyelenggaraanp.tidit * tinggi itu sendiri. Melanie W'alker (2006)dalam Higher Education Pedagogies sudah menuntunkita untuk mempertimbangkan gagasan mendasartentang cara mengonsrul,rsi konteks tersebut.Dalam pandangan \Talker entitas penyelenggaraanpendidikan tinggi tidak lahir dari ruang hampa dantidak bertumbuh-kembang tanpa adanya jalinanketerikatan dengan entitas penyerta lain. Melaluikontekslah setidaknya akan didapatkan intisari entitas

    penyelenggaraan pendidikan tinggi. Selanjutnya,'Walker mengingatkan agar usaha mengonstruksikonteks penyelenggaraan pendidikan tinggi tidaktercerabut dari aspek-aspek lokalitas. Upaya tersebutperlu ditanggapi dengan arif yakni dengan memahamifungsi kritis Universitas Cq. Sanata Dharma dalamkonteks pendidikan di Indones.la. Secara sederhana,tulisan ini berusaha menjelaskan fungsi kritis tersebutdengan menghadirkan pembahasan tentang (a) situasi

    aktual yang berkembang dewasa ini, yang menjadiarena hidup dan berkaryanya universitas dan (b) potensi

    universitas di tengah fenomena "disintermediasi" (atau

    rnenghilangnya peran).

    Nova, Anggi, dan Situasi Terkini

    "Saya ingin berhenti kuliah, Pak. Ayah saya diMedan sedang sakit. Mamak saya bekerja sendirian.Adik saya tiga orang membutuhkan pendidikan,"demikian Nova bertutur menahan isak tangis. "Saya

    merasa tidak berbakti, Pak. Harusnya saya tidakegois kuliah di Yogya. Harusnya saya kuliah di sanasaja sambil bekerja untuk membantu orang tua."Demikianlah siang itu bergulir hingga keheninganmenyapa dan berakhir dengan permenungan.

    20

    Berbeda dari kisah Nova, Anggi adalah pemudasopan yang pekerja keras. Selain mengikuti kelas, iamemanfaatkan waktu luang untuk bekerja di bengkelmotor. "Saya konseptor modifikasi motor kelas teri,Pak. Per sketsa dihargai dua ratus ribu. Lumayan,bisa saya pakai untuk membeli makan kalau-kalaukiriman dari Ibu telat." Sepenggal kisah tersebuthanyalah noktah dari banyaknya persoalan-persoalanyang dihadapi mahasiswa. Masalah-masalah yangsesungguhnya adalah pintu masuk untuk memahamisituasi aktual yang berdampingan dengan hadirnyauniversitas. Seturut Bambang Irawan (2017) dalamI{ebebasan Akademik, Pedagogi Pembebasan, dan Narasi.

    Sosial, Nova dan Anggi tidak lagi mahasiswa yanghanya "mbrakoti" dan "ngunthal" (gulp d.own) seluruhilmu bangku kuliah tanpa sisa. Agaknya, model-modelmereka itulah yang dimaksud adagium noru scholae sed

    uitae discimus, sekolah bukan hanya untuk nilai/skor,melainkan untuk kehidupan.

    Beranjak dari dua potret peristiwa tersebut, marilah

    mencoba memahami situasi aktual dalam kerangkaberpikir pelalaanaan tri dharma universitas. Pertamaberkaitan dengan situasi yang berkenaan dengankarya pengajaran. Dengan latar belakang yang seperti

    itu, pengajar harus berupaya menyampaikan materikepada mahasiswa. Semangat yang senantiasa dicoba

    dihidupi oleh pengajar adalah mendekatkan teori-teori keilmuan menuju praktik kehidupan sehari-hari.Sebagai contoh, prinsip-prinsip santun berbahasasebagai dasar komunikasi dengan keluarga, teman,dan masyarakat secara umum. Sebagai bagian darigenerasi digital, prinsip-prinsip berbahasa semacamitu penting untuk diajarkan dengan intensif. Jadi,pada hakikatnya, aspek pengajaran tidak boleh terlepas

    jauh dari realitas kehidupan mahasiswa. Praktik baikpengajar akan memengaruhi mahasiswa. Bolehlah kita

    EDUCARE I 01 | XVI I Januari 2018

  • bersepakat dengan Sindhunata (2017) dalam AncamdnWdbdh Kebencian bahwa manusia ini (mahasiswa)adalah makhluk yang meniru, manusia belajar denganmeniru.

    Kedua berkaitan dengan situasi yang berkenaandengan karya penelitian. Apa yang dapat direnungkandari data yang akhir-akhir ini dirilis oleh alatpengindeks Scopus? Bagaimanakah kira menempatkandiri di antara beragam jenis alat pengindeks baik secaranasional maLrpun internasional untuk menentuankualitas publikasi penelitian yang dihasilkan universitas?Banyak pakar berpendapat bahwa standardisasi yangbaru-baru ini dibuat tidak relevan dengan fungsiuniversitas. Kualitas penelitian sebuah universitassesungguhnya tidak akan goyah dengan hadirnyaberagam alat pengindeks. Apabila secara substansialpeneiitian dilakukan dengan baik, semestinya hal-haladministratif seperri itu dapat diatasi. Nampaknyabenar yang disampaikan oleh Jeffrey R. Di Leo dan PeterHitchcock (2016) dalam 7he New Public Intellectual:Politics, Tbeory, and Zhe Public Sphere: "standarcls ofacaclemic quality are determined within the academiccommunity and uary fiom discipline to disciplineaccording to priorities in respectiue felds."

    Ketiga berkaitan dengan situasi yang berkenaandengan karya pengabdian masyarakar. Dalamsambutan yang disampaikan pada Lokakarya KuliahKerja Nyata (KKN) Semester Gasal Tahun Ajaran201712018 (Jumat, 03 November 2017) di Yogyakarta,Drs. J. Eka Priyatma, Ph.D., rektor USD dengantegas mengingatkan bahwa sejauh ini, situasi aktualdi masyarakat cenderung belum terakomodasi melaluikegiatan KKN. Inti pelaksanaan KKN masih jauh darikebutuhan masyarakat. Belum lagi, kegiatan KKNyang semestinya menjadi bagian dari tugas dharmapengabdian, belum terintegrasi dengan tugas dharmapengajaran dan penelitian. Pada ac^ra yang bebeda,Seminar Internasional Perremuan Ilmiah Bahasa danSastra Indonesia (7 November 2017) di Semarang,Prof. Dr. Okky Karna Rajasa, M.Sc., direktur DRPMKemenristekdikti, memaparkan data bahwa pengabdiandosen sejauh ini belum sebanding dengan jumlahpublikasinya dan publikasi dharma penelitian. Idealnya,semua pelaksanaan pengabdian hendaknya disesuaikandengan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) gunameningkatkan salah satu indeks kompetensi nasionalyang fuktuatif dan cenderung menurun berdasarkan

    EDUCARE I 01 | XVI I Januari 2018

    Opini Bebasdata dari 7he GlobalCompetitiaeness Report 2017-2018dari \Morld Economic Forum.

    Pengutamaan Tugas Tri Dharma

    Bagaimanakah kita dapat menjawab perranyaanberikut-: seiring dengan berlangsungnya fenomena"disintermediasi" (atau menghilangnya peran) diberbagai wilayah yang berurusan dengan pendidikan,di locus manakah kehadiran perguruan tinggi yangterus menyimpan porensi berkenaan dengan fungsikritis universitas? Dengan sedikit melihat fenomenayang terjadi, misalnya pencabutan izin terhadapbeberapa universitas yang tidak memenuhi standaroperasional (Kompas, 13 Oktober 2017), dugaantentang fenomena "disintermediasi" itu memangterjadi di beberapa institusi. Berdasarkan indikator-indikator pencabutan i2in, memang tampak bahwamayoritas universitas tersebut tidak memenuhi standar.Beberapa pihak menilai universitas tersebut tidakbertanggung jawab dan mengorbankan masa depanmahasiswanya. Pada titik tersebut, kita dapat melihatbahwa fenomena "disintermediasi" memang benar-benar terjadi. Berkaitan dengan fenomena tersebur,James Arvanitakis dan David J. Hornsby (2014) dalamUniuersities, The Citizeru Scholar, arud. The Future ofH i gh e r E du c at i o n mengatakan,

    The truth is that traditionally we do not dovery well at it. Universities are 1,000-year-oldinstitutions based on distinct disciplines thatstudents select before they enter and oftencontinue on a journey of speciaiisation untilthey graduate. \7hile the world has changeddrastically over the last few decades requiringmulti-disciplinary and modal thinking, thevast majority of universities tend to maintaina philosophy of education similar ro thar arthe turn of the twentieth cenruryr delivery ofdisciplinary-based conten t. (p.7)

    Dengan mempertimbangkan fenomena tersebut,penulis berpendapat bahwa hcus yang hendaknyadioptimalkan adalah rugas rri dharma itu sendiri.Langkah pertama yang dapat dilakukan adalahmelalui pengutamaan pengajaran. Tidak lain dan

    I71

  • Opini Bebastidak bukan, dengan megutamakan tugas pengajaran,kehadiran universitas di tengah masyarakat semakinkokoh. Bukankah masyarakat lebih mengenali fungsiuniversitas sebagai lembaga pendidikan tempardisemaikannya ilmu pengetahuan melalui pengajaran?Secara khusus, dalam pelaksanaan tugas tersebut,universitas hendaknya menghindari prediksi Jeffrey R.Di Leo (2013) dalam Corporate Humanities iru HigherEducation yang mengidentifikasi : academic cubure inthe age of neoliberalism fauors students and facuhy thatare passiue, docile, and compliant.

    Sejalan dengan pengutamaan dharma pendidikan,pada 5 November 2017, Dr. Ir. ParistiyantiNurwardani, Direktur Pembelajaran, Ditjen Belmawa,Kemenristekdikti, menyampaikan sosialisasi t€ntangProgram Rintisan \7orld Class University di RektoratUSD. Beliau dengan jelas menyampaikan tawaran baiktersebut kepada civitas Universitas Sanata Dharma,karena secara kelembagaan, USD sudah memilikireputasi dan terindeks dalam sepuluh besar PTS secaranasional. Alasan pemilihan tersebut sangat mendasar,yakni tata kelola, kurikulum, sumber daya manusiamumpuni dan dapat diandalkan. Bila disimak lagi,peluang yang ditawarkan Kemenristekdikti tersebutdapat disambut dengan sigap.

    Langkah kedua yang dapat dilakukan adalahmelalui pengutamaan penelitian. Beberapa universirasdi Indonesia memiliki tingkat frekuensi publikasihasil penelitian yang sangat tinggi. Frekuensi tersebutberbeda jauh dari beberapa uniVersitas yang direktoratLPPM-nya masih terkendala dengan berbagai persoalanteknis maupun regulasi. Belum lagi, di beberapa tempatdosen-dosen belum melihat pentingnya pelaksanaandharma penelitian. Secara teoretis, dengan melakukanpenelitian sesungguhnya kepakaran seorang dosen kiandisemaikan. Apabila dalam suatu universitas terdapatbanyak pakar, tidak lain reputasi universitas punsemakin meningkat. Mari kita simak arahan ]effrey R.Di Leo dan Peter Hitchcock (2016) dalam The NewPublic Intellectual: Politics, Theory, and Zhe PablicSphere:

    Intellectuals who enter the marketplace of ideashave more media oudets and markets availableto them today than at any other time in

    history. This is due primarily to the rise of r-rervtechnologies that allow for the circulation andrecirculation of ideas to increasingly rvider andmore heterogeneous audiences. As a result, as theintellectual influence of public intellectuals overother intellectuals (i.e., non-public intellectuals)wanes, the market for their ideas and theirentertainment vaiue correspondingly expands.(p x)

    Langkah ketiga yang dapat dilakukan adalahpengutamaan pengabdian masyarakat. Posisi yangcenderung dihindari adalah tercerabutnya fokusdharma pengabdian masyarakat dari konteks yangsesungguhnya dibutuhkan. Thntangan yang dihadapiuniversitas adalah kurang memberikan perhatianpada pelaksanaan dharma pengabdian masyarakat.Secara teoretis, apabila dharma pengabdian dapatdiselaraskan dengan dharma pengajaran dan dharmapenelitian, masyarakat akan merasakan dampak daripenyelenggaraan pendidikan tinggi. Dengan demikian,hal yang dicemaskan Johanes Eka Priyatma (2016)dalam Transaksi Daring dalam Pendiclikanbahwa gejaladisintermediasi yang dipahami sebagai pihak yangberfungsi sebagai mediator atau perantara (universitas)jadi kurang relevan dan akhirnya tersingkir, dapatdireduksi.

    Alhirnya, demikianlah sedikit gagasan penulisberkaitan dengan fungsi kritis universitas. Penting danmendasar untuk senantiasa diingat pesan A. BagusLaksana (2015) dalam Pdnlo Freire: Mendidik Hasratbahwa ketidakparipurnaan manusia menjadi dasar danalasan terdalam bagi ikhtiar penciidikan: manusia irubisa dididik (educable) karena rnanusia adalah makhlukyang tak atau belum paripurna. Sekian dan Salam! (*)

    A.D.S. Nugraha, Penulismengajar pada Prodi PendidikanBahasa dan Sastra lndonesia,Fakultas Keguruan dan llmuPendi di kan, U nive rsi tas SanataDharma.

    22 EDUCARE I 01 I XVI I Januari 2018