wacana feminisme pada rubrik fashion & style dalam situs...

18
Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs Online Perempuan Fimela Oleh : Nadia Firdaus (071211531027)− B Email : [email protected] ABSTRAK Penelitian ini mengkaji tentang wacana feminisme liberal pada situs online perempuan Fimela. Fimela adalah anak perusahaan dari KapanLagi Network yang situsnya bertemakan gaya hidup perempuan, baik fashion, relationship, maupun dunia kerja perempuan. Fimela membidik pembaca perempuan dewasa yang memiliki mobilitas tinggi namun ingin mengakses informasi dengan mudah dan cepat. Feminisme sendiri adalah isu yang saat ini sedang hangat dibicarakan, meskipun gerakan ini sudah ada bertahun-tahun yang lalu. Penelitian ini ingin mengeksplorasi bagaimana perempuan diwacanakan dalam situs online Fimela, dengan meneliti artikel-artikel pada rubrik Fashion & Style. Penelitian ini akan menganalisis teks artikel rubrik Fashion & Style, praktik wacana, dan prakatik sosial budaya pada Fimela dengan menggunakan model Norman Fairclough. Bedasarkan hasil analisis, Fimela selaku situs online perempuan masih bias dalam menggambarkan perempuan pada artikel-artikelnya. Sehingga Fimela masih terjebak dengan stereotype-stereotype masyarakat terhadap perempuan terkait dalam dunia fashion. Kata Kunci: Wacana, Feminisme liberal, Fimela PENDAHULUAN Penelitian ini berfokus pada wacana feminisme dalam situs media online perempuan, Fimela. Peneliti tertarik meneliti topik ini karena Fimela adalah situs khusus perempuan yang relatif baru. Situs Fimela lekat dengan kehidupan perempuan masa kini yang dinamis, mandiri, dan stylish. Sedangkan selama ini perempuan selalu diidentikkan dengan kaum yang lemah, tidak bisa berdiri sendiri, dan tergantung dengan laki-laki, hal ini berkaitan erat dengan dominasi sistem patriarki dalam masyarakat. Patriarki adalah bentuk kepercayaan bahwa kedudukan laki-laki lebih tinggi dan membuat keputusan penting. Perempuan yang berkedudukan sebagai kaum subkordinat digambarkan sebagai sosok kedua. Hal ini tidak lepas dari pengaruh media massa yang bersifat informatif sering kali membuat wacana- wacana tertentu yang mengakibatkan bias gender. Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas dari berbagai peristiwa hingga menjadi cerita yang memiliki makna. Dalam sebuah wacana terdapat bahasa yang memepengaruhi konstruksi realitas, dari pemilihan kata hingga cara

Upload: others

Post on 06-Jul-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs Online Perempuan

Fimela

Oleh : Nadia Firdaus (071211531027)− B

Email : [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini mengkaji tentang wacana feminisme liberal pada situs online

perempuan Fimela. Fimela adalah anak perusahaan dari KapanLagi Network yang situsnya

bertemakan gaya hidup perempuan, baik fashion, relationship, maupun dunia kerja

perempuan. Fimela membidik pembaca perempuan dewasa yang memiliki mobilitas tinggi

namun ingin mengakses informasi dengan mudah dan cepat. Feminisme sendiri adalah isu

yang saat ini sedang hangat dibicarakan, meskipun gerakan ini sudah ada bertahun-tahun

yang lalu.

Penelitian ini ingin mengeksplorasi bagaimana perempuan diwacanakan dalam situs

online Fimela, dengan meneliti artikel-artikel pada rubrik Fashion & Style. Penelitian ini

akan menganalisis teks artikel rubrik Fashion & Style, praktik wacana, dan prakatik sosial

budaya pada Fimela dengan menggunakan model Norman Fairclough. Bedasarkan hasil

analisis, Fimela selaku situs online perempuan masih bias dalam menggambarkan perempuan

pada artikel-artikelnya. Sehingga Fimela masih terjebak dengan stereotype-stereotype

masyarakat terhadap perempuan terkait dalam dunia fashion.

Kata Kunci: Wacana, Feminisme liberal, Fimela

PENDAHULUAN

Penelitian ini berfokus pada wacana feminisme dalam situs media online perempuan,

Fimela. Peneliti tertarik meneliti topik ini karena Fimela adalah situs khusus perempuan yang

relatif baru. Situs Fimela lekat dengan kehidupan perempuan masa kini yang dinamis,

mandiri, dan stylish. Sedangkan selama ini perempuan selalu diidentikkan dengan kaum yang

lemah, tidak bisa berdiri sendiri, dan tergantung dengan laki-laki, hal ini berkaitan erat

dengan dominasi sistem patriarki dalam masyarakat. Patriarki adalah bentuk kepercayaan

bahwa kedudukan laki-laki lebih tinggi dan membuat keputusan penting. Perempuan yang

berkedudukan sebagai kaum subkordinat digambarkan sebagai sosok kedua. Hal ini tidak

lepas dari pengaruh media massa yang bersifat informatif sering kali membuat wacana-

wacana tertentu yang mengakibatkan bias gender.

Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

dari berbagai peristiwa hingga menjadi cerita yang memiliki makna. Dalam sebuah wacana

terdapat bahasa yang memepengaruhi konstruksi realitas, dari pemilihan kata hingga cara

Page 2: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

penyajian kata. Dalam Fimela, perempuan digambarkan sebagai pribadi yang madiri, bebas,

dan pekerja keras. Disamping itu perempuan dalam situs tersebut digambarkan sebagai

pribadi yang tahu cara ‘merayakan’ tubuhnya dan pikirannya. Penggambaran-penggambaran

mengenai kemandirian, kesuksesan, ataupun kebebasan perempuan adalah tujuan adanya

pergerakan feminisme.

Feminisme sendiri adalah gerakan perempuan yang menuntut emansipasi dan

persamaan hak dengan laki-laki. Emansipasi sendiri berbeda dengan Feminsime, menurut

Sofia dan Sugihastutik (dalam https://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/kritik-

sastra-feminisme/, akses 9 Desember 2016), emansipasi lebih menekankan pada partisipasi

perempuan dalam pembangunan tanpa mempersoalkan hak serta kepentingan mereka yang

dinilai tidak adil, sedangkan feminisme memandang perempuan memiliki aktivitas dan

inisiatif sendiri untuk mempergunakan hak dan kepentingan tersebut dalam berbagai gerakan.

Titik berat feminisme adalah kesetaraan, maka laki-laki juga diuntungkan dengan adanya

gerakan ini. Laki-laki selama ini juga merasa dirugikan dengan adanya dominasi, eksploitasi,

representasi tidak adil oleh masyarakat. Sehingga inti pergerakan feminisme bukan hanya

untuk memperjuangkan hak perempuan saja, namun untuk ‘memperbaiki’ struktur sosial

yang tidak adil antara perempuan dan laki-laki. Meski secara garis besar feminisme adalah

gerakan yang membawa ide mengenai kesetaraan, namun ada delapan kategori kelompok

besar pemikiran feminis (Tong, 2006) yaitu feminisme liberal, radikal, marxis sosialis,

psikoanalisis, eksistensi, postmodern, global dan multikultural, dan ekofeminisme.

Label menyiratkan kepada publik yang luas bahwa feminisme bukanlah ideologi yang

monopolitik, bahwa feminis tidak berpikiran sama, dan bahwa seperti semua modus berpikir

yang dihargai waktu, pemikiran feminis memiliki masa lalu, masa kini serta masa depan

(Tong, 2006). Feminisme lahir dari situasi tertentu baik budaya, agama, ras, etnik, atau

sejarah. Jika feminisme adalah ideologi milik laki-laki dan perempuan, sikap patriarkal juga

bisa dimiliki oleh perempuan maupun laki-laki. Selama ini perempuan memang secara

diskursus selalu dikonstruksikan sebagai objek hasrat laki-laki (phallus), namun perempuan

sendiri juga mengkonstruksi kesubjektifitasnya sebagai subjek yang berhasrat untuk dijadikan

objek phallic. Sehingga identitas perempuan adalah identifikasi dari hasrat laki-laki.

Sehingga ketidak-setaraan laki-laki dan perempuan terjadi. Di Indonesia, masuk dan

berkembangnya feminisme dipengaruhi oleh budaya Indonesia itu sendiri yang erat dengan

budaya patriarki. Contohnya pada budaya Jawa yang mewajibkan patuh dan tunduk pada

Page 3: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

suami, berada di rumah untuk mengurusi rumah tangga, tidak diberi kesempatan untuk

mengembangkan diri diluar sektor domestik dan lain sebagainya.

Media massa juga tidak ketinggalan menyuarakan pergerakan feminisme, baik

elektronik maupun cetak. Internet adalah salah satu wadah yang tepat dalam menyuarakan

hak-hak perempuan. Masyarakat merasa internet adalah ruang yang ideal untuk menyebarkan

kesadaran mengenai feminisme. Di internet entah melalui website atau situs online resmi

maupun pribadi, terjadi pergulatan wacama kritis mengenai feminisme, entah itu pro atau

kontra terhadap pergerakan tersebut.

Sedangkan Fimela sebagai situs online perempuan adalah tempat dimana informasi

yang berisi persoalan mengenai dunia perempuan dan ditujukan khusus untuk perempuan.

Secara isi Fimela memang tidak jauh berbeda dengan majalah perempuan konvensional yang

bertemakan gaya hidup perempuan, hanya saja bentuknya berupa digital (diakses lewat web).

Namun kelebihannya terletak pada kecepatan berita yang dihadirkan kepada pembaca

dibandingkan majalah.

Dalam Fimela, perempuan diwacanakan memiliki independensi yang selama ini lekat

dan dimiliki oleh laki-laki. Fimela juga mengklaim bahwa portal beritanya dikhususkan untuk

perempuan Indonesia yang modern dan memilki mobilitas tinggi. Dalam rubrik fashion and

style banyak dicantumkan tokoh-tokoh perempuan yang menginspirasi perempuan Indonesia.

Fashion sendiri berkaitan erat dengan citra dan identitas perempuan. Citra dan identitas

sendiri bukanlah sesuatu yang hakiki. Citra dan identitas ada karena konstruksi masyarakat,

contohnya secara kultural atau agama. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),

identitas memiliki makna: ciri-ciri atau keadaan khusus seseorang. Sedangkan fashion punya

arti yang luas, tidak hanya sebagai pakaian tapi juga dandanan dan gaya. Menurut Polhemus

dan Procter (dalam Badara, 2007) dalam dunia barat, fashion digunakan sebagai sinonim dari

istilah ‘gaya’, ‘dandanan’, dan ‘busana’, juga digunakan sebagai sinonim ‘pakaian’ atau

‘menggenakan pakaian’. Pakaian sering kali diidentikkan dengan identitas seseorang.

Seseorang memilih atau membeli baju tidak hanya semata-mata fungsi namun juga hal-hal

yang merepresentasikan dirinya. Baju atau busana adalah penanda paling jelas dari

penampilan luar, yang dengannya orang dapat menempatkan diri mereka terpisah dari yang

lain, dan selanjutnya diidentifikasi sebagai suatu kelompok tertentu (Van Dijk, 1997).

Menurut Rouse (dalam Barnard, 1996: 159) fashion dan pakaian adalah instrumen

dalam proses sosialisasi peran bedasarkan jenis kelamin dan gender. Fashion bukan hanya

merefleksikan identitas jenis kelamin dan gender saja, namun juga citra dari laki-laki dan

Page 4: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

perempuan yang dibuat dan diproduksi di masyarakat. Dalam dunia fashion, fashion ‘milik’

laki-laki dan perempuan jelas berbeda. Pada jaman dahulu para feminis ekstrem menolak

adanya fashion (anti-fashion) karena mereka yakin bahwa fashion dan pakaian sejalan dengan

stereotype feminitas. Fashion juga menjadi sarana untuk mengukuhkan keinferioran

perempuan. Hal ini juga diperkuat oleh pernyataan Berger yang berkaitan erat dengan hal ini,

yaitu ‘laki-laki bertindak, perempuan tampil’ (dalam Barnard, 2007). Bahkan dalam bukunya

Bernard (2007) mengatakan bahwa perempuan memiliki sifat narsistik dan ekshibisionis, dan

hal ini berkaitan dengan bagaimana sistem fashion merancang pakaian untuk perempuan.

Fashion laki-laki lebih sederhana, tidak menekankan keunikan dan hal-hal berbau dekoratif,

tapi membuat pemakainya (laki-laki) leluasa bergerak. Hal ini dikarenakan adanya Gerakan

Penolakan Maskulin atau Great Masculin Renunciation (GMR) yang menolak kerumitan dan

kemewahan fashion laki-laki, sehingga fashion laki-laki lebih sederhana, dan mengakibatkan

terhambatnya hasrat narsistik dan ekshibisionis laki-laki (Barnard, 2007). Sebab Fashion

dinilai sebagai identitas seseorang, sehingga identitas baik sosial, kelas, status, dan seksual,

yang sudah melekat pada diri perempuan dijadikan komoditas untuk meraup untung

sebanyak-banyaknya. Tanpa sadar kaum perempuan menjadi diperbudak oleh fashion karena

mengira signifikansi kehadirannya bisa diakui dengan penampilannya. Pembeda sistem

fashion dan identitas gender inilah yang membuat para pemikir feminisme awal menjadi anti-

fashion.

Namun, dewasa ini fashion yang awalnya ditolak, menjadi salah satu alat untuk

merombak kembali wacana identitas perempuan sekaligus menyampaikan sebuah ide dari

feminisme. Sehingga fashion adalah salah satu bidang yang diperjuangkan oleh kaum feminis

mengenai kebebasan berpakaian dan berekspresi. Oleh karena itu seiring berjalannya waktu,

perempuan yang awalnya lekat dengan rok, korset, dan renda mulai ‘mengenal’ celana

panjang atau jas yang awalnya untuk laki-laki. Fashion yang awalnya sangat stereotype

antara fashion laki-laki dan perempuan menjadi bercampur. Oakley mengatakan (dalam

Barnard, 1996: 193),

“Berbusana seperti pria adalah bentuk kebalikan, yang dimaksud agar

memungkinkan wanita menunjukkan bahwa mereka memiliki apa yang sejak dulu

dianggap sebagai kualitas dan kemampuan maskulin, namun ditolak kode fashion

yang di dominasi pria.”

Sehingga ada definisi ulang nilai maskulin dan feminin, dimana para feminis

membalikkan identitas juga posisi laki-laki dan perempuan. Dimana nilai maskulin

Page 5: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

dipandang sebagai penampil dan membuat perempuan lebih aktif sebagai spektator atau

penonton. Perempuan lebih bebas mengunggkapkan identitas dan jati dirinya. Perempuan

tidak lagi terbelenggu oleh sistem sistem fashion dan lebih leluasa merayakan tubuhnya.

Kebebasan berekspresi perempuan dalam merayakan tubuhnya tergambar jelas di

Fimela. Perempuan bisa berekspresi dengan bebas, contoh dalam fashion. Tren androgini

tidak lagi menjadi hal yang aneh, melainkan menjadi suatu gaya berbusana baru bagi

perempuan yang dinamis. Androgini juga sering dijadikan sebagai pergerakan bagi feminis

untuk menghancurkan barrier laki-laki dan perempuan, khususnya pada nilai-nilai feminitas

dalam berpakaian. Menurut Featherstone, (seperti dikutip Prabasmoro, 2006: 400) gaya hidup

adalah sesuatu yang berhubungan dengan “individualtas, ekspresi diri serta kesadaran diri

yang stylistik”, sehingga fashion bukan hanya membicarakan pakaian yang layak dan tidak

layak, pantas dan tidak pantas, melainkan untuk merayakan tubuh dan pribadinya. Atau bisa

juga disebut sebagai pernyataan pribadi mengenai dirinya sendiri. Perempuan dihadapkan

oleh dua pilihan yaitu melekatkan ‘atribut’ untuk menjadi diri sendiri supaya dia merasa

bebas, ataukah melekatkan ‘atribut’ supaya perempuan dapat berbaur atau fit in walaupun

sebenarnya atribut tersebut bukan dirinya.

Fimela membidik perempuan dewasa muda golongan pekerja dengan mobilitas tinggi.

Meskipun internet sudah lama hadir, namun situs online khusus perempuan masih minim,

sedangkan jumlah perempuan pekerja semakin banyak dan kebutuhan akan bacaan

perempuan yang mudah diakses dan murah meningkat. Secara tidak langsung wacana-

wacana yang ditampilkan media membuat perempuan sadar akan ketimpangan posisi dalam

masyarakat dan dunia kerja yang didominasi oleh laki-laki. Situs-situs inilah yang menggeser

kepopuleran majalah perempuan, seakan-akan situs-situs tersebut memberi jawaban atas

ketidak-puasan dan sedikitnya ruang bicara ataupun berpendapat. Meskipun Fimela berasal

dari Indonesia, namun penggambaran figur perempuan di Fimela jauh dari kesan Indonesia.

Kecantikkan perempuan Indonesia tidak banyak ditunjukkan, lebih banyak memakai model-

model yang memenuhi standar kecantikan Eropa atau caucassian. Hal itu bertentangan

dengan karakteristik kecantikan perempuan Indonesia.

Teks atau bacaan-bacaan yang mengusung tema yang ‘sangat perempuan’ masih di

perdebatkan akan keterlibatannya memberi ruang dan tempat untuk perempuan. Seperti yang

sudah disinggung sebelumnya, masih saja ada ketidak-seimbangan realita dan media massa.

Seperti ada ketertinggalan antara potret media massa dengan kenyataan, sedangkan media

Page 6: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

massa yang bertugas sebagai pusat informasi sudah terlanjur dijadikan pusat refleksi oleh

masyarakat. Media berurusan dengan masalah perempuan beserta representasi-

representasinya secara tak adil, tidak seimbang, dan eksploitatif, dalam konteks suatu

kerangka ketidaksetaraan dan penindasan gender secara lebih umum. (Strinati, 2007).

Pengisian rubrik-rubrik berupa feature memiliki kelebihan, yaitu tidak terbatas waktu, artinya

dapat dibaca meskipun waktu pembuatannya sudah lama. Namun disisi lain ada kesan jika

perempuan belum mampu, dan hard news dianggap tidak menjual karena bukan favorit kaum

perempuan. Fimela memang tidak akan mampu menangkap citra perempuan secara

menyeluruh, namun dengan hal-hal yang tertulis diatas mengaburkan visi misi awal yang

ingin diusung dan diperlihatkan oleh Fimela khususnya pada rubrik Fashion and Style yang

dijadikan sebagai bahan penelitian ini.

Fimela ingin menampilakan sebuah wacana fashion yang dianggap bersebrangan

dengan feminisme menjadi salah satu alat yang memperkuat perempuan. Fimela malah

menekankan standar baru tentang menjadi perempuan yang sama tidak berimbangnya dan

tidak adil seperti bagaimana media menggambarkan perempuan. Wilson mengatakan (dalam

Barnard, 1996) bahwa standar yang dilebih lebihkan dan sewenang-wenang (atas kecantikan)

bisa melemahkan dan menyerang.

PEMBAHASAN

Analisis yang digunakan adalah analisis wacana kritis model Norman Fairclough.

Fokus analisis model ini ada 3 hal yaitu, teks, discourse practise atau praktik diskursif, dan

sosiocultural practice atau praktik sosial (Eriyanto, 2001). Tujuan dari penelitian dengan

wacana kritis sendiri bukan hanya untuk melihat namun juga mengkritik ketimpangan

hubungan sosial. Fairclough berusaha membangun suatu model analisis wacana yang

mempunyai kontribusi dalam analisis sosial dan budaya, sehingga ia mengkombinasikan

tradisi analisis teksktual (yang selalu melihat bahasa sebagai ruang tertutup) dengan konteks

masyarakat yang lebih luas (Eriyanto, 2001).

Pada artikel 1 , ‘Gaya Maskulin yang Chic Pada Koleksi Resort 2017 Rag & Bone’. Artikel

pada rubrik Fashion & Style Fimela yang berjudul ‘Gaya Maskulin yang Chic Pada Koleksi

Resort 2017 Rag & Bone’ yang dirilis pada 22 Juli 2016, ditulis oleh Wisnu Genu. Artikel ini

berisi tentang koleksi terbaru dari Rag & Bone dengan tema maskulin dan chic. Maskulin

sendiri memiliki arti bersifat kelaki-lakian. Sedangkan chic, yang berasal dari kata Prancis

chique, memiliki arti keterampilan dan keanggunan. Dalam dunia fashion sendiri, chic

Page 7: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

mengarah pada makna menjadi stylish tanpa menjadi budak fashion, dan istilah chic juga erat

dengan penggambaran perempuan-perempuan yang tidak hanya stylish tapi juga cerdas dan

modern. Perempuan chic digambarkan sebagai perempuan yang mengembangkan gaya

modern namun mengikuti tren dengan kritis. Meskipun tren busana ataupun artikel fashion

menentukkan mana yang sedang ‘in’ dan mana yang ‘out’, perempuan bergaya chic

cenderung memiliki gaya abadi dan pintar memadu padankan pakaian lama dan baru

sehingga menghemat anggaran. Menggunakan kata chic menunjukkan bahwa perempuan

juga bisa kritis dalam memandang suatu fenomena, tidak sekedar menerima tren begitu saja.

Sayangnya dengan menggunakan kata maskulin menegaskan bahwa, untuk menjadi kritis,

perempuan harus memiliki sifat kelaki-lakian.

Artikel dibuka dengan lead ‘Seperti melihat para perempuan pekerja pabrik yang

stylish di negeri beriklim dingin’. Kata seperti ‘melihat para pekerja pabrik’ mengacu pada

perempuan yang bekerja di sektor industrial yang ‘sulit’, karena pabrik lekat dengan

perkerjaan laki-laki. Sebelumnya perempuan tidak dilibatkan dalam keindustrian dan hanya

berada di sektor domestik. Pekerjaan di pabrik adalah pekerjaan yang melelahkan dan berat,

juga mempunyai ruang gerak yang terbatas sehingga baju yang diciptakan haruslah

mengedepankan kenyamanan. Tagline tersebut ingin menunjukkan bahwa karya terbaru milik

lini pakaian Rag & Bone membebaskan pemakainya (perempuan) bergerak bebas karena

model dan bahan nyaman digunakan. Dalam artikel tertulis,

“Enam belas look yang trendy dari koleksi resort 2017 Rag & Bone memang sangat

versatile. Dengan kombinasi latar belakang foto yang tak biasa, seperti berada pada

pabrik kayu seakan menjelaskan konsep perempuan urban yang penuh dengan

aktivitas.” (fimela.com)

Koleksi Resort 2017 Rag & Bone (diakses melalui fimela.com)

Page 8: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

Dalam artikel tertulis bahwa bukan hanya trendy namun pakaian dari Rag & Bone ini

adalah pakaian yang versatile. Versatile sendiri memiliki arti cakap dilapangan, dapat

beradaptasi di segala situasi dan kondisi (Wojowasito dan Poerwadarminta, 2007). Gaya

maskulin dianggap sebagai jalan keluar bagi perempuan pekerja, yang selama ini dianggap

tidak praktis dalam berpakaian. . Bukan hanya itu, Fimela juga merasa bahwa konsep

perempuan urban penuh aktivitas juga adalah fenomena baru yang tidak biasa, sehingga

pakaian yang mereka sebut versatile ini bukan hanya unik, namun juga menjawab kebutuhan

perempuan yang dikategorikan sebagai konsep ‘perempuan urban penuh aktivitas’. Fimela

juga menekankan bahwa style yanga maskulin begitu lekat dengan kedinamisan, sehingga

perempuan yang ingin dinamis atau mudah bergerak sebaiknya berpakaian secara maskulin

dan memiliki’ sentuhan atletis’ (menurut potongan artikel dibawah ini).

“Koleksi resort bergaya urban dengan sentuhan aksen maskulin yang kental dan

sangat dinamis. Dua tiga look yang kami perhatikan memiliki sentuhan atletis yang

terasa dengan padanan luaran jaket olahraga dan aksesori penutup kepala, beanie hat.

Atasan oversized dengan layering yang chic buat koleksi Rag & Bone ini terasa sekali

bergaya modest (bisa kamu jadikan inspirasi tampil keren selama Ramadhan,

mungkin?).”

“Setelan olahraga yang dikombinasikan dengan long coat, sampai setelan kemeja

dengan jaket baseball cukup buat kita terpana. Knitwear dengan kemeja panjang

sampai celana panjang potongan lebar detail belahan pada mata kaki pun melengkapi

koleksi perempuan versatile dikoleksi Rag & Bone resort kali ini.”

Fimela mengisyarakkan bahwa pakaian tersebut tetap melekatkan sisi keperempuanan

bergaya chic seperti makeup minimalis, penggunaan mini slingbag dan juga sepatu hak

tinggi (seperti yang ada di foto). Fimela kembali mengulang kata versatile di paragraf

terakhir. Selain membuktikan keserbagunaan pakaian ini, disisi lain fimela ingin

menggambarkan bahwa selama ini fashion atau style perempuan memang jauh dari kata

praktis dan tepat guna, dan karena itu fashion perempuan dianggap sebelah mata saat

digunakan untuk kegiatan yang dinamis.

Pada artikel kedua Perempuan Karier dengan Semangat Kartini Tidak Canggung

Pakai Setelan Beludru ditulis oleh Jessica dan dirilis pada 21 April 2017 bertepatan dengan

Hari Kartini. Artikel ini berisikan tentang perempuan karir yang dinamis dan stylish dengan

setelan beludru. Dalam KBBI perempuan memiliki arti orang (manusia) yang mempunyai

puki, dapat menstruasi, hamil. Melahirkan anak, dan menyusui. Sedangkan karier memiliki

arti perkembangan dan kemajuan dalam kehidupan, pekerjaan, jabatan, dan sebagainya. Oleh

Page 9: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

karena itu karier berkaitan erat dengan uang dan kuasa, bisa juga karena panggilan hidup.

Pemilihan kata perempuan bukan wanita sendiri ada nilai tersendiri.

Sebelumnya, perempuan selalu dikaitkan sebagai sesuatu yang nakal.

Sedangkan wanita dalam persepsi jawa dipahami sebagai ‘wani ditata’ atau berani atau

bersedia diatur. Wanita sendiri adalah kata serapan dari bahasa jawa, yaitu wanito. Meskipun

ada era dimana penggunaan kata perempuan merujuk pada hal yang negatif, namun

perempuan memiliki arti orang yang mahir atau ahli, berkuasa, kata ini diambil dari kata

empu. Kata ini berarti memiliki arti bahwa perempuan memilki tubuhnya sendiri secara utuh.

Termasuk menentukan apa yang dia pakai.

“Mungkin Amerika sudah merayakan tercetusnya emansipasi perempuan jauh

sebelum R.A Kartini memprakarsai konsep itu sendiri. Seleb Hollywood dengan gaya

yang dinamis dan memulai trend bisa jadi bukti.”

Lead diatas menunjukkan jika Amerika lebih dulu daripada Indonesia dalam hal emansipasi,

dibuktikan dengan kemampuannya memulai trend dan bergaya dinamis. Pemilihan kata

merayakan menandakan bahwa emansipasi memang ditunggu ‘keadaannya’ di Amerika .

menurut KBBI merayakan memiliki arti memuliakan, memperingati, memestakan. Fimela

menggambarkan ‘perayaan’ emansipasi dibuktikan atau ditunjukkan dengan memulai trend

dan bergaya dinamis. Trend sendiri berarti yang paling baru, modern, sehingga sesuatu yang

tidak terpikirkan sebelumnya dilakukan pertama kali sehingga dikenal luas oleh umum,

bukan hanya sebuah style namun juga emansipasi. Pemilihan kata merayakan dirasa pantas,

karena emansipasi sendiri memiliki arti pembebasan atau pelepasan yang sebelumnya

membatasi seseorang berkembang dan maju. Dan pembebasan pastinya mengandung nilai-

nilai perjuangan yang panjang (untuk kasus perempuan) dan layak untuk dimuliakan dan di

peringati.

“Selamat hari Kartini, perempuan Indonesia! Jika sewaktu kecil kita merayakan hari

penting ini dengan memakai baju adat, rasanya kurang relevan jika kita

mempraktekannya untuk sehari-hari. Menghargai hari emansipasi perempuan tak

perlu dengan cara yang berbelit-belit. We know exactly how to be powerful in our own

way. Salah satunya, mungkin dengan berpakaian yang dapat menunjukkan pengaruh

kita di sekitar.”

Menurut KBBI relevan memiliki arti kait-mengait; bersangkut-paut; berguna secara langsung.

Baju adat perempuan dianggap kurang berguna secara langsung, karena dianggap berbelit-

belit. Hal ini menunjukkan bahwa gaya berpakaian perempuan dulu tidak praktis bahkan

dianggap kurang berguna dalam kehidupan sehari-hari. Jika kita menoleh kebelakang, baju

Page 10: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

adat perempuan memiliki model yang lebih rumit dan tidak sesimpel laki-laki. Lalu Fimela

‘menganjurkan’ untuk merayakan hari emansipasi dengan cara ‘kita’ sendiri dalam

berpakaian, karena menurut Fimela hal yang membuat kita dianggap memiliki pengaruh

adalah lewat pakaian kita, seperti apa yang dituliskan diatas. Mungkin dengan pakaian,

perempuan lebih dipandang secara profesional. Penggunaan kata mungkin sendiri

menunjukkan bahwa Fimela masih ragu, apakah dengan cara tersebut perempuan sudah bisa

dianggap profesional dalam lapangan pekerjaan. Kinerja perempuan tidak lagi dilihat dari

kemampuan perempuan dalam menyelesaikan pekerjaan saja, namun yang paling penting

adalah dari penampilan.

Meskipun pada paragraf diatas perempuan dianggap tahu bagaimana menjadi powerful

dengan cara mereka sendiri, namun perempuan masih diatur-atur bagaimana untuk menjadi

powerful, dengan cara mencontek gaya seleb hollywood.

“Contek gaya Michelle Monaghan berikut. Menjadi bold adalah cara tepat untuk

tampil stand-out. Dengan begitu, kita akan jadi pusat perhatian dan bisa menunjukkan

kekuatan kita.”

Contek adalah mengambil, mengutip milik orang lain. Kata ini bertentangan dengan kalimat

sebelumnya bahwa perempuan ‘tahu’ bagaimana menajdi powerful dengan cara kita sendiri.

Dalam dunia fashion kata bold mengacu pada tampil beda dan bersifat eksperimental. namun,

dalam paragraf diatas, perempuan digambarkan ingin menonjol dan bersifat eksperimental

karena ingin menjadi pusat perhatian. Perempuan kembali dijadikan objek, bahkan dengan

sesama perempuan. Statement ini diperkuat oleh kalimat selanjutnya.

“Perempuan karier bisa jatuhkan pilihan pada velvet suit dengan printed shirt yang

menambah kharisma saat sedang berbicara di antara kolega.”

Kosakata yang digunakan pada teks diatas secara tidak langsung meragukan perempuan yang

berkarir. Kata kharisma sendiri menurut kbbi memiliki makna keadaan atau bakat yang

dihubungkan dengan kemampuan yang luar biasa dalam hal kepemimpinan seseorang untuk

membangkitkan pemujaan dan rasa kagum dari masyarakat terhadap dirinya; atribut

kepemimpinan yang didasarkan atas kualitas kepribadian individu. Namun pemujaan dan

kepemimpinan perempuan karir dikukur hanya dari penampilan luar saja dalam kasus ini dari

gaya berpakaian.

Page 11: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

diakses melalui fimela.com

Jika dilihat dari gambar diatas, penampilan perempuan karir yang digambarkan oleh

Fimela adalah pakaian yang bergaya maskulin. Fimela menggambarkan bahwa nilai-nilai

untuk dianggap profesional dan berkharisma di depan kolega adalah perempuan yang

berdandan layaknya laki-laki, seperti penggunaan jas. Secara tidak sadar Fimela ingin

menunjukkan nilai-nilai bahwa perempuan seharusnya seperti laki-laki dan meninggikan

budaya maskulin, karena fashion perempuan dianggap tidak profesional karena merepotkan

dan dinilai tidak praktis.

Artikel ketiga berjudul ‘Hot Designer : Racil Chalhoub, Designer Toxedo Mewah

Favorit Hollywood’ dirilis pada 10 Januari 2017 oleh Stanley Dirgapradja. Artikel ini berisi

mengenai profil singkat seorang designer kelahiran Beirut yang merancang tuxedo khusus

perempuan. Racil menjadi pusat perhatian karena idenya yang dianggap tidak biasa, yaitu

menciptakan tuxedo khusus perempuan yang bergaya mewah, simple dan nyaman digunakan.

“Suka dengan penampilan simple dan bisa dipakai day to night, jadi

inspirasi Racil untuk membuat tuxedo bagi perempuan dengan gaya dan

detail mewah.”

Istilah day to night pada lead berita sendiri adalah jenis pakaian multifungsi yang bisa

digunakan saat resmi (bekerja) dan casual (selepas kerja) disaat bersamaan. Istilah ini muncul

karena adanya fenomena perempuan pekerja dengan mobilitas tinggi yang seringkali tidak

sempat pulang kerumah hanya untuk sekedar berganti baju untuk menghadiri suatu acara

tertentu selepas dari kantor. Berger (1972) merujuk mengenai situasi perempuan dan laki-laki

dengan istilah pria bertindak, perempuan tampil (men act, woman appear) (Barnard, 2007).

Hal ini berlaku dalam style berpakaian perempuan yang lebih dekoratif karena dalam posisi

Page 12: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

ini perempuan adalah pihak yang dilihat. Sedangkan style berpakaian laki-laki lebih praktis

dan simple, sering kali mengeliminasi dekorasi-dekorasi pada pakaian atas nama kenyamanan

karena laki-laki adalah pihak yang bertindak dan yang memandang.

diakses melalui fimela.com

Fimela menampilkan contoh busana untuk menegaskan kesederhanaan. Tuxedo

perempuan yang dibuat Racil tidak jauh beda dengan tuxedo yang selama ini dipakai oleh

laki-laki. Perbedaannya ada pada penggunaan warna-warna terang dan bahan kain yang

digunakan, contohnya sutra dan velvet.

“Mungkin kita jarang melihat perempuan memakai tuxedo untuk outfit sehari-hari,

karena kesannya formal dan boyish.”

Formal menurut KBBI, formal memilki arti: sesuai dengan peraturan yang sah;

menurut adat kebiasaan yang berlaku. Sedangkan dalam dunia fashion boyish merujuk pada

gaya berpakaian perempuan yang ke-laki-lakian namun masih ada hint atau sisi femininnya.

Tuxedo sendiri umumnya digunakan oleh laki-laki untuk menghadiri acara resmi, sehingga

terkesan kaku jika digunakan diacara non-formal atau bekerja. Citra resmi dan kaku membuat

tuxedo jarang digunakan sehari-hari, baik oleh laki-laki maupun perempuan.

Dalam artikel, keputusan Racil merancang tuxedo perempuan karena ia melihat opsi

lain dari ‘kebutuhan’ perempuan dalam berpakaian, yang bukan hanya sesuai dengan tubuh

mereka, namun juga untuk bereksperimen agar tidak bosan dengan gaya feminin. Pada

kalimat membutuhkan tuxedo yang sesuai dengan tubuh mereka menjelaskan bahwa selama

ini pakaian dan fashion perempuan masih mengabaikan kenyamanan, dan sering kali

Page 13: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

memperdaya perempuan dengan cara memberikan ekspetasi-ekspetasi yang tidak benar atas

tubuh mereka sendiri. Ditambah, kebutuhan sang desainer sendiri untuk sebuah tuxedo yang

sesuai dengan personal style-nya memperkuat bahwa ia adalah salah satu perempuan yang

‘butuh’ opsi lain dari gaya berpakaian perempuan. Meskipun berbagai macam merk pakaian

tersebar di seluruh dunia, perempuan masih saja diberikan opsi terbatas atas pakaian yang

ideal untuk tubuh mereka sendiri.

"I design for the woman of today, one that has a hectic lifestyle, works hard and is

always on the go," Racil memiliki pandangan sendiri terhadap fashion. Menurutnya

sebuah pakaian itu harus nyaman, stylish dan tidak repot.”

Kalimat ini merangkum tujuan Racil dan keseluruhan artikel. Penggunaan kata

women of today merujuk pada keadaan atau fenomena perempuan masa kini yang memiliki

hectic lifestyle. Perempuan masa kini tidak lagi hanya berada di rumah. Perempuan masa kini

adalah perempuan yang punya etos kerja tinggi dan pekerja keras, sehingga perempuan perlu

pakaian yang wearable untuk bekerja, bukan hanya mengutamakan keglamoran seperti yang

selama ini ditampilkan. Kata versatile kembali dimunculkan dalam artikel ini, namun

memilki arti yang agak berbeda. Pada artikel sebelumnya versatile dimaksud sebagai serba

guna, jika diartikel ini diartikan bisa dipakai terpisah, sehingga memungkinkan setelan

tuxedo ini dipadu-padankan dengan fashion items lainnya seperti yang diinginkan Racil.

Discourse practise atau praktik diskusif sendiri meneliti proses kewacanaan. Penulis

artikel pertama adalah Wisnu Genu yang juga menjabat sebagai Editor fashion. Begitupun

Stanley Dirgapradja yang tidak hanya wartawan namun merangkap sebagai redaktur

pelaksana Fimela. Berbeda dengan kedua penulis diatas, Jessica hanya bagian dari kru

wartawan di Fimela. Ketiganya memang dekat dengan dunia Fashion di Indonesia. Bahkan

nama Wisnu Genu sudah tidak asing karena selain bertindak sebagai Editor Fashion di

Fimela ia juga dikenal sebagai model androgini indonesia. Fimela sendiri adalah salah satu

anak perusahaan dari KapanLagi Network. KapanLagi berdiri pada tahun 2003, dan pada

awalnya dikenal sebagai portal berita infotaiment. Fimela sekarang ini dipimpin oleh Dian M.

Muljadi pemilik Mugi Rekso Abadi (MRA) bersama Ben Soebiakto. Karena Fimela bernaung

dengan majalah-majalah high-end seperti Cosmopolitan, Harper's Bazaar dan Cosmogirl,

pembaca kadang bisa melihat sedikit kemiripan cara penulisan, desain, bahkan artikel yang

ada. Penyebaran teks dilakukan dengan melalui internet. Saat internet menjadi pesaing

Page 14: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

majalah cetak, disamping keefisienannya, internet juga murah. Oleh sebab itu efek atau

dampak yang ditimbulkann lebih kuat karena bukan hanya visual dan suara, namun juga

kekekalan waktu yang lebih baik dari televisi dan visual dan suara lebih baik dari surat kabar.

Meskipun ada banyak situs berita online di luar sana, namun Fimela mengklaim sebagai situs

berita online perempuan yang terdepan untuk masalah Fashion. Dian M. Muljadi sendiri

adalah salah satu Governor Asian Couture Federation atau ACF. ACF sendiri adalah

organisasi non profit pertama di Asia yang ingin mendukung, mengedepankan dan

mempromosikan pecerancang coutier Asia.

Dalam penulisan suatu berita, baik wartawan-wartawannya juga memantau

perkembangan televisi, namun lebih banyak lewat Internet. Dengan begitu mereka

mendapatkan ide dan arahan berita apa terkait fashion dan style yang saat ini sedang ini.

Seperti contohnya Genu tidak langsung mengunjungi Rag & Bone untuk melihat koleksi-

koleksinya saat menulis artikel mengenai rancangan resort Rag & Bone. Ide ini muncul

setelah adanya brainstorming di ruang redaksi. Genu yang memang dekat dengan style

androgini, tertarik untuk menulis rancangan baru dari lini Rag & Bone. Sebagai model

androgini, Genu bukan hanya memposisikan dirinya sebagai pembuat berita, namun sebagai

pecinta style androgini.

Begitupun Jessica yang menulis mengenai setelan beludru sebagai opsi berpakaian

untuk perempuan karir. Artikel ini juga diterbitkan bertepatan pada hari Kartini, sehingga

Jessica ingin menunjukkan jika perempuan karir harus berani tampil beda atas nama

emansipasi. Jessica, yang notabene perempuan merasa selama ini perempuan karir memiliki

gaya yang monoton. ia tidak sekedar memandang dirinya sebagai pembuat berita, namun juga

sebagai perempuan karir yang perlu opsi-opsi lain dalam mengekspresikan dirinya lewat

pakaian. Ia merasa perempuan membutuhkan ikon dan contoh agar berani bermain khususnya

dalam hal fashion. Sedangkan Stanley menuliskan tentang profil singkat Racil Chalhoub

designer asal Lebanon. Designer-designer Timur-Tengah kali ini mulai naik daun, contohnya

sepert Elie Saab dan Zuhair Murad, membuatnya tertarik dengan Racil. Selain itu keunikan

Racil yang mengkhususkan dirinya sebagai designer tuxedo perempuan yang sebelumnya

belum pernah ada. Yang menarik lagi adalah bukan saja designernya yang seorang

perempuan namun juga pemiliknya. Sehingga tuxedo yang semula digunakan untuk laki-laki

mengalami pergeseran dan modifikasi, digunakan untuk perempuan, juga diciptakan dari

Page 15: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

sudut pandang perempuan. Meskipun terlihat sama, namun ada muatan politik tubuh yang

dicoba di kosntruksi ulang. Faktor sosial menjadi pengaruh besar pada pembentukan wacana

berita, begitupun pada Fimela. Tahapan ini memang tidak langsung berhubungan dengan

produksi teks tapi menentukan bagaimana teks diproduksi dan dipahami (Eriyanto, 2001).

Fashion erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, meskipun ada yang masih beranggapan

fashion bukan hal yang penting. Namun penelitian ini menemukan sebaliknya. Meskipun

fashion, style, pakaian, dianggap remeh tanpa kita sadari mereka telah masuk ke segala aspek

kehidupan manusia. Contohnya, saat melamar pekerjaan, penampilan menarik selalu menjadi

syarat utama setelah standar IPK seseorang. Pakaian bukan hanya menjadi hiasan saja, tapi

menjadi sarana seseorang menilai seseorang. Meskipun. Hal tersebut terkesan tidak adil,

namun tidak bisa dipungkiri bahwa pakaian merupakan alat semiotika, mesin komunikasi

(Eco dalam Barnard, 2009). Sehingga fashion menjadi lahan perebutan antara ideologi

tertentu, dari kapitalisme hingga feminisme, karena jika dimanfaatkan dengan baik, fashion

dapat ‘berbicara’ melalui simbol-simbol yang di lekatkan kepada konsumer.

Busana dimetaforakan sebagai kulit sosial dan budaya kita (our social and cultural

skin) (Nordholt pada Barnard, 2009) sehingga bisa dikatakan busana sebagai perpanjangan

tubuh, bukan hanya menghubungkan dengan dunia sosial namun juga memisahkannya

(Wilson pada Barnard, 2009). Dalam artikel ini, fashion membuat sesorang terhubung

sekaligus terpisahkan dari suatu kelompok. Bagaimana lini pakaian Rag & Bone

mendefinisikan pakaiannya untuk perempuan urban, sekaligus memisahkan atau lebih

tepatnya mengelompokkan ‘perempuan urban’ ini dengan sesama perempuan urban lainnya

lewat identifikasi pakaian. Perempuan dianggap tidak serius dan membuang-buang waktu,

dan salah satu ketidak seriusannya adalah fashion dan pakaian (Barnard, 2009). Fenomena ini

membuat perempuan seakan ingin membuktikan dirinya, bukan hanya penampilan saja

namun juga dalam pekerjaan. adanya fenomena ini, menurut Friedan sebenarnya adalah

bentuk perlawanan dari kecenderungan masyarakat yang hirarkis dan bipolar dalam

memandang dan menilai sifat maskulin dan feminin (Tong, 2006), yang begitu bias gender.

Page 16: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Strinati, Dominic. 2007. Popular Culture: Pengantar Menuju Teori Budaya Populer.

Bandung: Penerbit Jejak.

Tong, Rosemarie Putnam. 2008. Feminist Thought: Pengantar Paling Komperhensif Kepada

Arus Utama Pemikiran Feminis. Yogyakarta & Bandung: Jalan Sutera.

Hollows, Joanne. 2010. Feminisme, Feminitas, & Budaya Populer. Yogyakarta: Jalan Sutera.

Ida, Rachma. 2014. Studi Media dan Kajian Budaya. Jakarta: Kencana Prenanda Group.

Eriyanto. 2001. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LkiS

Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, ideologi, dan Politik Media. Yogyakarta: LkiS

Nuurdin. 2011. Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Thornaham, Sue. 2010. Teori Feminis dan Cultural Studies. Yogyakarta: Jalansutera

Prabasmoro, Aquarini Priyatn. 2007. Kajian Budaya Feminis: Tubuh, Sastra, dan Budaya

Pop. Yogyakarta: Jalansutera

El-Sadawi, Nawal 2001. Perempuan dalam Budaya Patriarki. Pustaka Pelajar: Jogjakarta.

Barnard, Malcolm 2009. Fashion sebagai Komunikasi Cara Mengomunikasikan Identitas

Sosial, Seksual, Kelas, dan Gender. Jalan Sutra: Yogjakarta.

Ibrahim, Idi Subandi 2007. Budaya Populer sebagai Komunikasi. Jalan Sutra: Yogjakarta.

Nugroho, Dr.Riant 2008. Gender dan Strategi Pengarus-Utamaannya Di Indonesia. Pustaka

Pelajar: Yogyakarta.

Graddol, D dan Swann, J 2003. Gender Voices: Telaah Kritis Relasi Bahasa-Jender. Pustaka

Pedati: Pasuruan.

Storey, John 2007. Cutural Studies dan Kajian Budaya Pop. Jalan Sutra: Yogyakarta.

Flew, Terry 2005. New Media. Oxford University Press

Fidler, Roger 2003. Mediamorfosis. Bentang Budaya: Yogyakarta.

Bakardjieva, Maria 2006. Internet Society:The Internet in Everyday Life. SAGE: New Delhi.

Gillespie, Maria dan Toynbee, Jason 2006. Analysing Media Text. Open University Press:

New York.

Jorgesen, Marianne .W dan Phillips, Louise J. 2007. Analisis Wacana Teori & Metode.

Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Badara, Dr. Aris 2012. Analisis Wacana Teori, Metode, dan Penerapannya pada Wacana

Media. Kencana Prenanda Media Group: Jakarta.

Page 17: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

Website

http://materipmii.blogspot.co.id/2013/10/analisis-wacana.html

http://www.hamitukita.com/page/apa-hubungan-fashion-dengan-feminisme

http://mappellawa.blogspot.co.id/2008/11/feminisme-vs-fashion.html

http://thesmartestteacher.blogspot.co.id/2012/04/sejarah-muncul-dab-berkembangnya.html

http://www.hamitukita.com/page/apa-hubungan-fashion-dengan-feminisme

http://valuklik.com/fimela-indonesian-online-fashion-lifestyle-magazine/

http://www.kompasiana.com/1371502020/perkembangan-jurnalistik-media-online-di-

indonesia_568c9f8bd17a6168048b4598

https://en.wikipedia.org/wiki/New_media

http://www.sejarawan.com/290-kongres-perempuan-pertama-22-desember-1928-a.html

http://www.sejarawan.com/290-kongres-perempuan-pertama-22-desember-1928-a.html

https://id.wikipedia.org/wiki/Feminisme

https://diantaraduahati.wordpress.com/2011/05/22/isme-sebagai-ideologi-dan-tool-of-

analysis/

http://www.sejarawan.com/290-kongres-perempuan-pertama-22-desember-1928-a.html

http://www.fimela.com/fashion-style/gaya-maskulin-yang-chic-pada-koleksi-resort-2017-rag-

bone-160621m.html

https://www.fimela.com/fashion-style/hot-designer-racil-chalhoub-desainer-tuxedo-mewah-

favorit-hollywood-170210o.html

https://www.fimela.com/fashion-style/perempuan-karier-dengan-semangat-kartini-tak-

canggung-pakai-setelan-beludru-1604211.html

Jurnal dan Skripsi

Sarukkai, S. (1997). The 'Other' in Antropology and Philosophy. Economic and

Political Weekly , 1406 - 1409.

Setijowati, Adi dan Kawan-Kawan (Ed). 2010. Sastra dan Budaya Urban dalam Kajian Lintas

Media. Surabaya: Airlangga University Press.

Pawanti, Mutia Hastiti (2013). Masyarakat Konsumeris Menurut Konsep Pemikiran Jean

Baudillard. Jurnal Universitas Indonesia, Depok. diambil 26 April 2017

Wilson, Elisabeth (1987). “Fashion and Popular Culture”, dalam Adorned in Dreams,

Fashion and Modernity. Virago Press. Diambil 26 April 2017

Page 18: Wacana Feminisme pada Rubrik Fashion & Style dalam Situs ...repository.unair.ac.id/67900/3/Sec.pdf · Wacana yang melekat pada masyarakat tidak lepas dari media yang menyusun realitas

Permana, Andika. (2014). "STUDI FANDOM JKT48 SEBAGAI POP CULTURE". Jurnal

Univeristas Airlangga Surabaya. diambil 2 juni 2017

MASKULINITAS: Posisi Laki-Laki dalam Masyarakat Patriarkis

Muhadjir Darwin (1999). Jurnal Universitas Gajah Mada, Jogjakarta. diambil tgl 10 mei 2017

Diyah Rachmawati N (2009). Studi Korelasi Terpaan Media Televisi, Status Ekonomi, Dan

Tingkat Religiusitas Dengan Persepsi Terhadap Budaya Pop Di Kalangan Mahasiswa Jurusan

Ilmu Komunikasi FISIP UNS. skrips : Universitas Sebelas Maret Surakarta.