volume tri

47
BAB VIII METODE TITRIMETRI (VOLUMETRI) UNTUK ANALISA Analisis titrimetri merupakan salah satu bagian utama kimia analisa dan perhitungan yang digunakan didasarkan pada hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi kimia. Analisa volumetri didasarkan pada pengukuran volume sejumlah larutan pereaksi yang diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang hendak ditentukan. Kelebihan analisa titrimetri dari analisa gravimetri : - Mengukur volume lebih cepat dari pada menimbang. - Akurasinya sama dengan analisa gravimetri. - Analisa yang dilakukan lebih cepat. Metode yang dilakukan pada analisa gravimetri : Zat yang akan dianalisa dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Larutan perekasi yang digunakan untuk penentuan volumetri disebut larutan baku. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung. Syarat-syarat analisa titrimetri : 1. Reaksi antara larutan baku dan zat yang hendak ditentukan harus berjalan secara kuantitatif dan stoikiometrik. 48

Upload: andika-purnomo

Post on 14-Nov-2015

149 views

Category:

Documents


14 download

DESCRIPTION

farmasi

TRANSCRIPT

BAB VII

BAB VIIIMETODE TITRIMETRI (VOLUMETRI) UNTUK ANALISA

Analisis titrimetri merupakan salah satu bagian utama kimia analisa dan perhitungan yang digunakan didasarkan pada hubungan stoikiometri sederhana dari reaksi kimia. Analisa volumetri didasarkan pada pengukuran volume sejumlah larutan pereaksi yang diperlukan untuk bereaksi dengan senyawa yang hendak ditentukan.

Kelebihan analisa titrimetri dari analisa gravimetri :

Mengukur volume lebih cepat dari pada menimbang.

Akurasinya sama dengan analisa gravimetri.

Analisa yang dilakukan lebih cepat.

Metode yang dilakukan pada analisa gravimetri :

Zat yang akan dianalisa dibiarkan bereaksi dengan zat lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan. Larutan perekasi yang digunakan untuk penentuan volumetri disebut larutan baku. Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung.

Syarat-syarat analisa titrimetri :

1. Reaksi antara larutan baku dan zat yang hendak ditentukan harus berjalan secara kuantitatif dan stoikiometrik.

2. Reaksi harus berjalan cepat, yaitu secara praktis hanya sekejap.

3. Konsentrasi senyawa dalam larutan baku harus betul-betul diketahui atau harus dapat ditentukan dengan percobaan blanko.

4. Titik akhir penentuan titrimetrik harus dapat ditentukan dengan indikator visual atau secara elektrometrik.

Suatu metode titrimetri untuk analisa didasarkan pada suatu reaksi kimia seperti ,

aA + tT

produk

dimana a molekul analit A, bereaksi dengan t molekul reagensia T. Reagensia T (titran) ditambahkan sedikit demi sedikit (secara inkremental) dalam buret, dalam bentuk larutan yang konsentrasinya diketahui. Titran (larutan standar) dapat diketahui konsentrasinya dengan penetapan oleh suatu proses yang disebut standardisasi.

Penambahan titran diteruskan sampai telah dimasukkan sejumlah T yang secara kimia setara dengan A. Maka dikatakan telah tercapai titik ekivalen.

Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu harus dihentikan digunakan suatu zat yang disebut indikator, yang menanggapi munculnya kelebihan titran dengan perubahan warna.

Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik ekivalen. Titik dalam titrasi pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Tentu saja diinginkan agar titik akhir sedekat mungkin ke titik ekivalen. Dengan memilih indikator untuk mengimpitkan kedua titik itu )atau mengkoreksi selisih antara keduanya) merupakan salah satu aspek yang pentik dari analisa titrimetri.

Reaksi yang digunakan untuk titrasi

Reaksi kimia yang dapat berperan sebagai dasar untuk penetapan titrimetri dikelompokkan dalam 4 (empat) jenis,

1. Titrasi Asam Basa

Meliputi reaksi asam dan basa kuat maupun lemah.

Jika HA = asam dan BOH = basa, malka reaksinya adalah :

HA + OH-

A- + H2O

dan

BOH + H3O+

B+ + 2H2O

Umumnya titran adalah larutan standar elektrolit kuat, seperti natrium hidroksida (NaOH) dan asam klorida (HCl).

2. Titrasi Redoks

Adalah titrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasi reduksi. Misalnya,

Besi dalam keadaan oksidasi +2 dapat dititrasi dengan suatu larutan standar serium (IV) sulfat.

Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+ Kalium permanganat, KmnO4 dengan besi (II) dalam larutan asam.

5Fe2+ + MnO4- + 8H+ 5Fe3+ + Mn2+ + 4H2O

3. Titrasi Pengendapan

Pengendapan kation perak dengan anion halogen merupakan titrimetri pengendapan yang sering digunakan. Reaksinya adalah,

Ag+ + X-

AgX (s)

Dimana X- dapat berupa klorida, bromida, iodida atau tiosianat (SCN-).

4. Titrasi Kompleksometri (pembentukan kompleks)

Sebagian besar meliputi titrasi EDTA (asam etilenadiamina tetraasetat)

Semua metode titrimetri tergantung pada larutan standar yang mengandung sejumlah reagen persatuan volume larutan dengan ketetapan yang tinggi.

Konsentrasi dinyatakan dalam normalitas (gr.ek/L).

Larutan standar disiapkan dengan menimbang reagen murni secara tepat, karena tidak semua standar tersedia dalam keadaan murni. Oleh karena itu dikenal standar primer, yaitu zat yang tersedia dalam komposisi kimia yang jelas dan murni.

Larutan tersebut hanya bereaksi pada kondisi titrasi dan tidak melakukan reaksi samping, tidak berubah ataupun bereaksi ditempat terbuka (atmosfer).

Garam terhidrat tidak baik untuk larutan standar primer.

Berat ekivalennya sebaiknya besar, untuk menghindarkan kesalahan akibat penimbangan.

Bila suatu asam atau basa maka hendaknya mempunyai tetapan ionisasi yang besar.

Standar primer yang biasa digunakan dalam analisa titrimetri adalah :

a. Asam: C6H4(COOK)(COOH), C6H5COOH, HCl, H2SO4,

SO2(NH2)OH, KHIO3.

b. Basa: Na2CO3, MgO dan Na3B4O7.

c. Oksidator : K2Cr2O7, (NH4)2 Ce(NO3)6, KBrO3, KIO3, KH(IO3)2, I2.

d. Reduktor: Na2C2O4, Fe(N2H4N2H6)(SO4)2.4H2OFe, K4Fe(CN)6.

e. Lain-lain: NaCl, KCl

BAB IX

TITRASI ASAM BASSATitrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekivalen antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada tirasi asam atau basa lemah jika pentitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104. Selama titrasi asam basa, pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara drastis bila volume titrannya mencapai titik ekivalen. Kecuraman perubahan pH untuk tiga asam yang berbeda terlihat pada kurva titrsi pada gambar dibawah ini. Kesalahan titik akhir dan pH pada titik ekivalen merupakan tujuan pembuatan kurva titrasi. Kurva ini dapat dimodifikasi dengan menggunakan pelarut bukan air.

Pada reaksi asam basa, proton di tranfer dari suatu molekul ke molekul lain. Dalam air, proton biasanya tersolvasi sebagai HO. Reaksi asam basa bersifat reversiblel. Reaksi dapat digambarkan sebagai berikut:

HA + H2O

H3O+ + A-

air sebagai basa

B + H2O

BH+ + OH-

air sebagai asam

Di sini [A-] adalah basa konjugasi, H+B adalah asam konjugasi. Berarti secara umum:

Asam + basa

basa konjugasi + asam konjugasi

CH3COOH + H2O

CH3COO- + H3O+

[basa]

CH3COO- + H2O

CH3COOH + OH-

[asam]

Disini

dan

Jika

adalah hasil kali ionik air, maka adalah mungkin untuk menyatakan H+ dalam persamaan yang mengandung suku Ka, Kb dan Kw untuk kombinasi berbagai tipe asam kuat dan lemah serta basa.

Titrasi [H+]Pendekatan

Umum

Ka ( [H+]

Asam kuat basa kuat

Ka ( [OH-]

Basa kuat asam lemah

[HA] = [OH-]

Asam kuat basa lemah

[B] = [H+]

Asam lemah basa lemah

[B] = [HA]

Asam lemah berbasa dua

[H3A] = [A-]

Adalah mungkin untuk menyatakan H+ dalam persamaan yang mengandung suku Ka, Kb dan Kw untuk kombinasi berbagai tipe asam kuat dan lemah serta basa. Sebagian besar titrasi asam basa dilakukan pada temperatur kamar, kecuali titrasi yang meliputi basa-basa yang mengandung CO2. Jadi titrasi dengan Na2CO3 dilakukan pada temperatur 00C. Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa. pH dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. Ka akan bertambah besar dengan kenaikan temperatur sampai suatu batas tertentu, kemudian akan turun kembali pada kenaikan lebih lanjut. Ini sesuai dengan turunnya tetapan dielektrikum air dengan kenaikan temperatur sehingga air sulit untuk memisahkan muatan ionik. Jika tetapan ionisasi semakin kecil, maka makin tergantung pada temperatur.

Kurva Titrasi Asam-Basa

Hal ini berguna untuk membentuk kurva titrasi dengan mempertimbangkan aspek kesetimbangan dari reaksi asam-basa. Pada kurva tersebut kita mengamati perubahan terhadap pH baik sebelum maupun sesudah titik ekivalen dan perubahan drastis pada sekitar titik ekivalen dengan hanya penambahan sedikit volume titran. Kita akan membahas sedikit tipe kurva titrasi:

a. asam kuat dan basa kuat

Contoh:

Jika 50 mL 0,1 M HCl dititrasi terhadap 0,1 N NaOH, hitung pH pada saat mulai titrasi dan setelah penambahan 10, 50, 60 mL NaOH. Lukiskan perubahan demikian dengan kurva titrasi yang sesuai.

Jawab:

1) pH mula-mula:

Karena HCl asam kuat ia terurai sempurna menjadi [H3O+] = 0,1

pH = - log [0,1] = 1

2) pH setelah penambahan 10 mL basa

[R] VT =

Dimana: VR = volume pereaksi

VT = volume titran

MR = molaritas pereaksi

MT = molaritas titran

[H3O+] = = 6,67 ( 10-2 M

pH = -log [6,67 ( 10-2] = 2 log 6,67 = 1,18

3) pH pada titik ekivalen: titik ini tercapai pada 50 mL NaOH ditambahkan sehingga larutan menjadi netral [H3O+] = [OH-] = 1 ( 10-7, sehingga pH = 7,0 (karena = 1 ( 10-14)

4) pH setelah penambahan 60 mL basa.

[R] VT =

= 0,0091 M = [OH-]

pOH = - log [0,0091] = 3 log 9,1

pH = 14 3 + log 9,1 = 11,96

Ml NaOHVolume total (mL)[H3O+]pH

0500,11,0

10600,06671,18

20700,04291,37

30800,0251,60

40900,01111,95

501001 ( 10-77,0

50,1100,10,000110

601100,009111,96

701200,016712,22

801300,023112,36

901400,028612,46

1001500,033312,52

1101600,037512,57

1201700,041212,61

b. basa kuat dan asam lemah

Contoh:

Jika 50 mL asam lemah 0,1 M HB (Ka = 10-5) dititrasi terhadap 0,1 N NaOH. Hitung pH pada saat mulai titrasi dan setelah penambahan 10, 50, 60 mL NaOH. Lukiskan perubahan demikian dengan kurva titrasi yang sesuai.

Jawab:

Kita harus mempertimbangkan berbagai disosiasi seperti:

HB + H2O

H3O+ + B-

Ka = 1 ( 10-5 (disosiasi basa lemah)

B- + H2O

HB + OH-

Kb = 1 ( 10-9 (disosiasi basa lemah)

2H2O

H3O+ + OH-

Kw = 1 ( 10-14 (disosiasi air)

HB + OH-

B- + H2O Kt = 1 ( 10+9 (kebalikan reaksi titrasi)

Maka Ka ( Kb = Kw

dan Kt = 1/Kb

1) pH mula-mula:

[H3O+] = [B-]

[HB] = 0,1 - [H3O+] = 0,1

Ka =

1 ( 10-5 =

[H3O+] =

pH = - log [1 ( 10-3] = 3,0

2) pH setelah penambahan 10 mL basa. Jika berlangsung baik, Kt = 1 ( 10+9[R] VR = =

Ka = 1 ( 10-5 = = sehingga larutan

[H3O+] = 4 ( 10-5

pH = - log [4 ( 10-5] = 5 log 4 = 4,40atau pH = pKa log

3) pH pada titik ekivalen: titik ini tercapai pada 50 mL NaOH [B-] = 0,05

karena [HB] = [OH-]

kita menggunakan sebuah ekspresi untuk Kb sebagai,

Kb = 1 ( 10-9 =

= [OH-]2

[OH-] =

pOH = - log [7,07 ( 10-6] = 5,15

pH = 14 5,15 = 8,85

4) pH setelah penambahan 60 mL basa, kita sekarang mempunyai kelebihan NaOH.

[R]VT ==0,0091 M = [OH-]

pOH = - log [0,0091] = 3 log 9,1

pH = 14 3 + log 9,1 = 11,96

mL NaOHVolume total (mL)[H3O+]pH

0501 ( 10-33,0

10604 ( 10-54,40

20701,5 ( 10-64,82

30806,67 ( 10-65,17

40902,5 ( 10-65,60

501005 ( 10-11 (OH-)8,85

50,1100,19,9 ( 10-5 (OH-)10

601109,1 ( 10-3 (OH-)11,96

701201,67 ( 10-2 (OH-)12,22

801302,31 ( 10-2 (OH-)12,36

901402,86 ( 10-2 (OH-)12,46

1001503,33 ( 10-2 (OH-)12,52

1101603,75 ( 10-2 (OH-)12,57

1201704,12 ( 10-2 (OH-)12,61

Pada kedua kurva titrasi diatas diamati perubahan pH yang bertahap sebelum dan sesudah titik ekivalen. Perubahan drastis terlihat pada titik ekivalen titrasi asam kuat dengan basa kuat. Untuk titrasi asam lemah dengan basa kuat, perubahan pH pada titik ekivalen makin kurang tajam bila asamnya semakin lemah. Ini disebabkan reaksi netralisasinya tidak selengkap reaksi netralisasi asam kuat basa kuat.

Tetapan kesetimbangan Kt untuk reaksi:

HB + OH-

B- + H2O

Lebih kecil asam lemah HB. Ketajaman perubahan pH pada titik ekivalen ini berhubungan juga dengan perubahan warnaindikator dan presisi penentuan titik akhir.

Indikator Asam Basa

Adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu rang (trayek) pH tertentu.

Indikator asam basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH.

Zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat organik.

Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada range pH yang berbeda.

Indikator asam basa secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan:

a). Indikator ftalein dan indikator sulfoftalein

Indikator ftalein dibuat dengan kondensasi anhidrida ftalein dengan fenol, fenolftalein. Pada pH 8,0 9,8 berubah warnanya menjadi merah. Anggota-nggota lainnya: thymol-ftalein, (-naftolftalein.

Indikator sulfoftalein dibuat dari kondensasi anhidrida ftalein dan sulfonat. Yang termasuk dalam kelas ini: thymol blue, bromofenol red, bromofenol blue, bromocresol red.

b). Indikator Azo

Diperoleh dari reaksi amina romatik dengan garam dizonium, misal: methyl yellow atau dimetil azo benzena. Indikator yang masuk kelas ini adalah methyl yellow, methyl red dan tropaelino.

c). Indikator trifenilmetana

Yang termasuk golongan ini adalah malachite green, methyl violet, kristal violet.

Indikator Campuran

Pada titrasi H3PO4 oleh basa kuat ataupun NaHCO3 oleh asam, pengendalian pH yang seksama mutlak diperlukan. Untuk titrasi demikian indikator campuran yang berubah warnanya pada range pH yang sempit sangatlah bermanfaat. Contohnya: campuran bromocresol green (pK 4,9) dan methyl red (pK 5) memberikan transisi yang tajam pada pH = 5,1 yaitu berwarna abu-abu yang disebabkan hasil komplementer dari kedua indikator tersebut.

Beberapa Indikator Campuran

No.Indikator (I) + Indikator (II)Perbandingan Warna pH Pelarut

1Methyl yellow + methylene blue1 : 1B H3,25Alkohol

2Methyl orange + bromocresol green1 : 5J BH4,3Air

3Methyl orange + xylene cyanol FF2 : 3M H3,8Alkohol

4Methyl red + bromocresol green2 : 3M H5,1Alkohol

5Fenol red + bromotyhmol1 : 1K U7,5Air

6Tyhmol blue + fenolftalein1 : 3K U9,0alkohol

B = biru; H = hijau; M = merah; K = kuning; U = ungu, BH = biru-hijau; J = jingga

Indikator Fluoresen

Indikator asam basa tidak dapat digunakan pada larutan yang warnanya pekat atau larutan yang keruh. Untuk larutan tersebut biasanya digunakan indikator yang menunjukkan pendar-fluor (fluoroscene), misal (-naftilamin. Indikator ini menunjukkan penda-fluor biru pada sinar ultraviolet. Kelebihan indikator ini adalah pengamatan titik akhir titrasi sangat mudah meskipun warna titrannya sendiri cukup kuat, bahkan seorang yang buta warna dapat mengamati proses pendar-fluor.

Beberapa Indikator Fluoresen

No.Nama Indikator Trayek pHBentuk AsamBentuk Basa

1Rosin 0 3,0-Hijau

2Asam salisilat0,2 4,0-Biru

3(-naftilamin3,4 4,8 -Biru

4Diklorofluorosein 4,0 6,6-Hijau

5(-naftol8,0 9,0 -Biru

6Kuinin 9,5 10,0Biru ungu-

7Kuinolin 6,2 7,2Biru -

Soal-soal:

1. Berapa banyak NaOH 0,6 N harus ditambahkan pada 750 mL NaOH 0,2 N untuk memperoleh larutan 0,3 N.

2. Jika 0,5 g campuran K2CO3 dan Li2CO3 memerlukan 30 mL 0,25 N larutan asam untuk netralisasi, berapakah komposisi campuran tersebut.

3. Jika 1,2 g sampel campuran Na2CO3 + NaHCO3 dilarutkan dan dititrasi dengan HCl ternyata indikator fenolftalein menunjukkan titik akhirnya adalah 15 mL, sedangkan titik akhir kedua teramati 22 mL dengan indikator methyl orange. Hitung persentase komposisi campuran.

4. Berapa volume 0,1421 N Lithium hidroksida yang diperlukan untuk menetralkan 13, 72 mL 0,06860 N asam fosfat.

5. Suatu sampel H2SO4 mengandung SO2 dan SO3 beratnya 1,0 g memerlukan 23,4 mL 1 N alkali untuk netralisasi. Diketahui kadar SO2 adalah 1,3%, hitung persen SO3 bebas, H2SO4 dan SO3 terikat dalam sampel.

6. Suatu campuran mengandung Li2CO3 + BaCO3 beratnya 1,0 g dan memerlukan 15 mL 1 N asam HCl untuk netralisasi. Berapa persen BaCO3 dalam sampel.

7. Berapa volume H2SO4 6 N dan 3 N harus dicampur untuk memperoleh satu liter H2SO4 3 N.

BAB X

TITRASI ARGENTOMETRI

Titrasi argentometri adalah cara penentuan kadar suatu zat dengan menggunakan Ag+.Perbedaan titik ekivalen dengan titik akhir :

Titik ekivalen

Bila suatu larutan A dititrasi dengan larutan B akan dicapai suatu keadaan dimana persenyawaan B tepat cukup jumlahnya untuk bereaksi dengan semua persenyawaan A. Keadaan ini disebut titik ekivalen (suatu titik akhir teoritis dari titrasi tersebut).

Titik akhir titrasi

Pada saat berubahnya suatu indikator dimana penambahan larutan B berhenti.

Indikator adalah zat yang ditambahkan dalam suatu titrasi untuk melihat titik akhir.

Tidak selalu titik ekivalen sama dengan titik akhir titrasi, karena itu perlu indikator yang tepat.

Penentuan titik akhir titrasi pada argentometri

I. Kekeruhan

Ada 2 macam, yaitu :

a. Menghilangkan kekeruhan, disebut cara Gay Lussac.

Pada larutan Ag+ ditambahkan larutan baku NaCl sejumlah kurang sedikit dari jumlah yang diperlukan untuk mencapai titik ekivalen, kocok sampai berbentuk AgCl yang menggumpal. Kecepatan menggumpalnya AgCl ini menunjukkan apakah titik ekivalen sudah dekat atau belum. Kemudian diamkan sebentar sampai semua endapan mengendap ke bawah.

Pada supernatant liquid (larutan bening diatas endapan) ditambahkan sedikit NaCl (yang konsentrasinya larutan baku), kalau masih ada Ag+ bebas, maka pada supernatant liquid masih ada kekeruhan. Penambahan NaCl ini sampai tak ada kekeruhan.

Kekurangan :

Waktu yang diperlukan lama.

Sukar mengamati endapan yang terjadi.

Contoh :

50 mL larutan 0,1 M NaCl dititrasi dengan larutan 0,1 M AgNO3. Ksp AgCl = 10-10. Berapa mL larutan AgNO3 yang diperlukan ?

mL AgNO3

pCl-0

semua pCl- = -log 10-1 = 1

10

sisa NaCl, [Cl-] =

pCl- = 1,176

20 [Cl-] =

pCl- = 1,37

30

pCl- = 1,60

40

pCl- = 1,96

49

pCl- = 3

50

pCl- = 5

50,1

Ag+ yang berlebih :

[Ag+] = ( 10-4

pAg+ = 4maka pCl- = 10 4 = 6

51

pCl- = 10 3 = 7

60

pCl- = 7,96

b. Terjadinya kekeruhan, disebut cara Liebig.

Digunakan pada penentuan CN- dengan Ag+. Reaksi yang terjadi:

i. Mula-mula

: CN- + Ag+AgCN

ii. CN- berlebih

: AgCN + CN- Ag(CN)2-iii. Pada titik ekivalen: Ag+ + Ag(CN)2

Ag[Ag(CN)2]

(titik akhir tercapai) AgCN

II. Memakai Indikator

Yang membentuk suatu endapan berwarna dengan suatu reagen.

A. Titrasi Argentometri cara Mohr

B. Titrasi Argentometri cara Volhard

C. Titrasi Argentometri cara Fajans

:

A. Titrasi Argentometri cara Mohr

Indikator yang digunakan KCrO4.

Reaksi :2Ag+ + CrO42-

Ag2CrO4merah daging

Dengan Ksp Ag2CrO4 = 9 ( 10-12 dibandingkan dengan Ksp AgCl = 1,56 ( 10-10. Sehingga AgCl lebih dulu mengendap dari pada Ag2CrO4.

Ksp Ag2CrO4 = [Ag+]2 [CrO42-]

Ksp AgCl = [Ag+] [Cl-]

9 ( 10-12 = [Ag+]2 [CrO42-]

1,56 ( 10-10 = [Ag+] [Cl-]

[Ag+] =

[Ag+] =

Jadi [Ag+] = =

=

Dari Ksp AgCl didaapat [Cl-] =

bila dikehendaki Ag2CrO4 harus mengendap pada waktu [Cl-] =1,249 ( 10-5 maka konsentrasi CrO42- adalah :

maka [CrO42-] = 5,77 ( 10-2 = 0,058 M

Umumnya harga 0,058 M tak dapat dipakai karena K2CrO4 adalah garam yang berwarna kuning tua, pada konsentrasi 0,058 M warnanya sangat kuning, sehingga perubahan warna (titik akhir titrasi) sulit dilihat. Biasanya dipakai konsentrasi K2CrO4 antara 0,005 - 0,01 M.

Selain itu harus diperhatikan pula bahwa titrasi Mohr harus dilakukan dalam suasana netral atau basa lemah, yaitu pH 610. Karena indikator K2CrO4 yang berada dalam air akan terionisasi menjadi :

K2CrO4

2K+ + CrO42-dan CrO42- adalah sisa asam dari asam lemah H2CrO4 yaitu

CrO42- + H+

H2CrO4(terisolasi lemah)

Kalau dalam suasana asam (pH < 6) berarti ada penambahan H+ yang banyak, karena itu CrO42- didesak menjadi H2CrO4 hingga [CrO42-] sangat kecil, hingga juga pada titik ekivalen tak dapat melampaui harga Ksp Ag2CrO4. Jadi Ag2CrO4 tak mengendap.

Karena itu perlu Ag+ yang harus banyak, yang berarti Titik Akhir Titrasi (TAT) yang didapat jauh melampaui Titik Ekivalen (TE) yang seharusnya.

Cara menanggulangi Titrasi Mohr bila larutan terlampau asam :

1. Tambah NaOH dulu, lalu CH3COOH sampai pH masih lebih besar dari 6.

Kelemahan : bila NaOH yang ditambahkan terlau banyak, maka CH3COOH perlu banyak juga, hingga menggangu titrasi.

2. Tambah NaHCO3 (hanya oleh dipakai bila larutan tak terlampau asam).

Ag+ + H2CO3

Ag2CO3 Ag2O

3. Penetralan dengan cara BORAK, yaitu penambahan Na4B4O3.

(cara terbaik karena tidak mengganggu titrasi).

Titrasi Mohr tidak boleh terlampau basa (pH >10), sebab

Ag+ + OH- AgOH, berarti dapat terjadi endapan AgOH sebelum AgCrO4 (mengendap).

Bila terlampau basa ( pH > 10), netralkan dulu dengan CH3COOH.

Dalam titrasi Mohr, zat yang dipakai harus bebas halogenida lain (Br-, I-, ...), Karena

Ag+ + Br- AgBr

Ag+ + I- AgI

Pengganggu Titrasi Mohr

1. Ion NH4+Jika ada Ion NH4+, maka pH harus antara 6,37,2 karena bila pH>7,2 dan Ion NH4+ besar, maka akan terjadi:

NH4+ + AgCl

Ag(NH3)2Cl

senyawa komplek yang larut, jadi AgCl akan larut

2. Kation yang berwarna

a. Cu2+ berwarna biru

b. Ni2+ berwarna hijau

c. Co2+ berwarna lembayung coklat

Warna-warna itu harus hilang, jadi harus ditambah CO3 agar mengendap sebagai garam karbonat, lalu disaring.

3. Kation-kation yang mudah terhidrolisa

Terutama halogenida dari AI, Fe, Bi, Sn, Zn dan Sb, misalnya :

BiCl3 + H2O

BiOCl + 2Cl- + 2H+Karena itu tidak dapat dititrasi dengan cara Mohr.

4. Ion-Ion Pb2+ dan Ba2+Karena Pb2+ + CrO42- PbCrO4 kuning muda

Ba2+

BaCrO4Jadi harus ditambah SO42- dulu, saring, baru dilakukan titrasi Mohr.

B. Titrasi Argentometri cara Volhard

Prinsip : memakai indikator sehingga terjadi persenyawaan kompleks yang larut dengan reagen.

Indikator yang digunakan : Fe(Al)4SO4 (Ferri Aluminium Sulfat = Ferri Aluin).Misal titrasi argentometri cara Volhard dengan cara tidak langsung.

Cl- + AgNO3 (berlebih)

AgCl

Kelebihan AgNO3 bereaksi dengan CNS- :

AgNO3 + CNS-

AgCNS

dan kelebihan CNS- bereaksi dengan indikator Fe3+CNS- + Fe3+

FeCNS2+(merah darah)

Harus diperhatikan :

Cl- + Ag+

AgCl

Ksp = 1,56 ( 10-10CNS- + Ag+

AgCNSKsp = 1,16 ( 10-12Jadi AgCNS lebih sukar larut dari pada AgCl. Karena Ksp AgCNS < Ksp AgCl. Maka dapat pula terjadi :

AgCl + CNS- AgCNS + Cl-Maka TAT tercapai jauh sesudah TE.

Pencegahan :

1. Pada waktu penambahan AgNO3 terjadi AgCl, saring dulu, baru filtrat dititrasi dengan CNS-.

2. Tambahkan masking agent NITROBENZE, karena nitrobenzen lebih berat dari air maka terjadi,

Catatan : nitrobenzen sangat beracun, jangan pilih cara ini.

3. Konsentrasi Fe3+ dibesarkan.

Konsentrasi Fe3+ menjadi 0,2 M hingga TAT dapat tercapai dengan [CNS-] yang rendah.

Contoh : Titrasi Argentometri cara Volhard tidak langsung

25 mL larutan Cl- dengan konsentrasi A, ditambahkan 50 mL larutan Ag+ dengan konsentrasi B, lalu diencerkan dengan air 100 mL, saring. Ambil 25 mL filtrat, titrasi dengan larutan CNS- dengan konsentrasi C (indikator Ferri Aluin).

Reaksi :

Cl- + Ag+

AgCl

saring

CNS- + Ag+(berlebih) AgCNS

Jadi AgCNS lebih sukar larut dari pada AgCl. Karena Ksp AgCNS < Ksp AgCl. Maka dapat pula terjadi :

CNS-+ Fe3+ FeCNS (merah darah)

Perhitungan :

25 mL Cl- dari A

= 25 mL ( A mgrek/mL = 25A mgrek

50 mL Ag+ dari B= 50 mL ( B mgrek/mL = 50B mgrek

Ag+ = (50B 25A) mgrek ................. (1)

Dari titrasi didapat :

25 mL filtrat ( V ( C mgrek CNS-Jadi dari 100 mL filtrat

= mgrek CNS- yang ekivalen dengan Ag+ ......(2)

(1) = (2)

4VC = 50B 25 A(maka C dapat dihitung).

C. Titrasi Argentometri cara Fajans

Prinsip : Menggunakan indikator absorbsi yaitu zat warna asam/ zat warna basa yang akan berubah warnanya bila diabsorbsi oleh endapan pada titik akhir.

Mekanisme kerja indikator absorbsi :

a. Mula-mula indikator asam

H indikator

H+ + Ind-Cl- + Ag+

AgCl

Mula-mula terjadi endapan AgCl yang cenderung menyerap ion sejenisnya yaitu Cl-.

Membentuk lapis dua listrik

b. Pada titik akhir

Cl- + Ag+

AgCl

Karena Ag+ atau Cl- tak dalam keadaan berlebih, maka hanya terjadi endapan AgCl biasa.

c. Sesudah titik akhir, ion yang berlebih adalah Ag+, NO3- dan Ind-.Lalu terjadi : NO3- dan Ind-.ditarik oleh lapis listrik menjadi

Karena indikator yang terserap lebih luat bentuk Ind- ya maka terjadi perubahan warna.

Indikator absorpsi yang digunakan :

1. Fluoroscene

Indikator untuk larutan yang warnanya pekat atau lautan yang keruh. Indikator ini menunjukkan pendar-fluor (fluoroscene) biru pada sinar ultraviolet. Kelebihannya pengamatan titik akhir titrasi sangat mudah meskipun warna titrannya sendiri cukup kuat, bahkan seorang yang buta warna dapat mengamati proses pendar-fluor ini.

Warna tak terabsorpsi yaitu berwarna hijau, sedangkan warna terabsorpsi adalah rose (pink).

Indikator fluoroscene merupakan asam lemah dengan pKa = 8. Baik untuk Cl-, Br- dan I- tapi tak dapat dipakai untuk larutan yang sangat asam.

2. Dikhloro Fluorescene

Dalam keadaan terabsorpsi eosin berwarna jingga, dapat untuk asam lemah dengan pH > 4,5.

Tak dapat dipakai untuk titrasi Cl- karena

H eosin

H+ + eosinat

Ternyata eosinat lebih kuat terserap dari Cl-, artinya eosinat menggantikan Cl- pada lapis pertama listrik, hingga titik akkhir terjadi jauh sebelum terjadi titik ekivalen.

3. Fenosafranin

Baik untuk titrasi Cl- dan Br- dengan mekanisme :

Fenosafranin sudah terabsorpsi pada mula-mula titrasi dengan warna rose, lalu menjadi berubah warnanya pada titrasi :

a. Menjadi ungu muda (lila)

b. Menjadi ungu tua pada titrasi Br-.

4. Indikator asam basa

Indikator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu range pH tertentu.zat-zat indikator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil dn menunjukkan perubahan warna yang kuat serta biasanya adalah zat organik.perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron. Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka menunjukkan warna pada rnge pH yang berbeda.

Indikator asam basa secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan :

a. Indikator ftalein dan indikator sulfoftalein.

Indikator ftalein dibuat dengan kondensasi anhidrida ftalein dengan fenol, yaitu fenolftalein. Pada pH 8,0-9,8 berubah warnanya menjadi merah. Macam-macam indikator ftalein: o-cresolftalein, thimolftalein, (-naftolftalein.

Indikator sulfoftlaein dibuat dari kondensat anhidrida ftalein dan sulfonat. Yang termasuk indikator sulfoftalein : thymol blue, m-cresolpurple, chlorofenolred, bromofenolred, bromofenolblue, bromocresolred.

b. Indikator azo.

Indikator azo diperoleh dari reaksi amina romatik dengan garam dizonium. Yang termasuk indikator azo: methylyellow atau p-dimetil amino azo benzena, methylred dan tropaelino.

c. Indikator trifenilmetana, malachite green, metil violet, kristal violet.

Jika pH < 4 pakai Brom Phenol Blue paling baik, untuk Cl-, I-, Br-, CNS-, Ag+ atau Hg+.5. Indikator Turunan Chrysoidin, misalnya zat warna Azo.

Paling banyak dipakai : p-etoksi, chrysoidin untuk penentuan I-.

Hal-hal yang perlu diperhatikan pada titrasi Fajans :

1. Karena perubahan warna terjadi pada permukaan endapan maka diperlukan permukaan yang luas, agar warna yang terjadi lebih nyata. Permukaan endapan akan luas, bila makin kecil butir-butir endapan, yaitu dalam keadaan koloid terflokulasi.

2. Larutan halogenida yang sangat encer tak dapat dititrasi secara fajans, sebab endapan yang terjadi adalah sedikit sekali, sehingga warna akan tidk jelas. Ternyata larutan Cl- konsenstrasi < 0,05 N tak dapat dititrasi secara fajans.

3. Kekuatan terabsorpsinya indikator absorpsi berbeda-beda, jadi harus dipilih tak terlalu kuat tapi tak terlalu lemah.

Yang ideal:

Mulai diabsorpsi disekitar titik ekivalen dan pada titik ekivalen terserapnya paling banyak.

Juga ternyata tarikan listrik antara dua ion tak hanya disebabkan oleh absorpsi, tapi juga disebabkan sifat polarnya. Semakin polar suatu ion atau molekul semakin kuat terabsorpsi.

Lambang polar

Lambang non polar

Ternyata kekuatan terabsorpsinya zat pada titik ekivalen, tergantung pada

kepolarannya. Anion dari indikator absorpsi dapat diabsorpsi oleh endapan yang netral, endapan yang muatannya negatif atau menggantikan ion negatif yang telah terabsorpsi terlebih dulu.

4. Indikator absorspi umumnya merupakan basa lemah / asam lemah, hingga pH sangat mempengaruhi, karena yang dibutuhkan adalah sisa indikatornya.

Bila larutan asam :

H ind

H+ + Ind+

H+ larutan asam

Hingga Ind- sangat kecil maka perubahan warna tak akan kelihatan.

Misal pada indikator fluorescein dengan K = 10-8 pada pH < 7.

Maka :

HFL

H+ + Fl-Karena FL- kecil maka tak terjadi perubahan warna.

Kalau tetap ingin dititrasi maka halogenida + AgNO3 berlebih, kelebihan Ag+ dititrasi dengan Cl- dan dipakai indikator kationik.

5. Ion-ion indikator harus bermuatan berlawanan dengan ion pereaksi.

Hingga absorpsi indikator tak akan terjadi sebelum pereaksi dalam keadaan berlebihan.

Cara menghitung kesalahan pada titrasi argentometri

Contoh pada titrasi Mohr, misalnya Cl- dititrasi dengan Ag+, Indikator CrO42-.

1. Bila CrO42- konsentrasinya pekat, maka lebih cepat terbentuk warna, berarti TAT jauh sebelum TE

hasil titrasi salah.

2. Bila CrO42- konsentrasinya encer, maka TAT tercapai sesudah TE

hasil titrasi salah.

Hal ini karena :

Cl- + Ag+

AgCl

2Ag+ + CrO42-

Ag2CrO4

Bila [CrO42-] pekat maka akan lebih cepat melampaui Ksp nya.

Bila [CrO42-] encer maka lambat Ksp dilampaui.

BAB XI

TITRASI PENGENDAPANTitrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi titrasinya berupa endapan atau garam yang sukar larut.

Prinsip dasar :

Reaksi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan pada setiap penambahan titran.

Tidak ada pengotor yang mengganggu.

Diperlukan indikator untuk melihat titik akhir.

Kelemahan metode argentometri

Sulit memperoleh indikator yang sesuai untuk menentukan titik akhir pengendapan.

Komposisi endapan tidak selalu diketahui.

Teori kurva pengendapan

Contoh

Jika 50 mL NaCl 0,1 M dititrasi dengan 0,1 M AgNO3, hitung konsentrasi ion klorida selama titrasi pada (a) pada waktu mula-mula titrasi (b) setelah penambahan 10 mL larutan 0,1 M AgNO3 (c) setelah penambahan 49,9 mL larutan 0,1 M AgNO3 (d) pada titik ekivalen (e) pada penambahan 60 mL larutan 0,1 M AgNO3. (Diketahui Ksp AgCl = 1,56 ( 10-10).

Jawab:

Molaritas NaCl = Normalitas NaCl = 0,1

Molaritas AgNO3 = Normalitas AgNO3 = 0,1

Penentuan titik ekivalen:

50 mL ( 0,1 N = VT ( 0,1 N

VT =

a). Pada waktu mula-mula titrasi [Cl-] = 0,1

sehingga pCl = - log [Cl-] = - log [0,1] = 1

b). Setelah penambahan 10 mL (VT) pada 50 mL (VR) kita dapatkan:

[Cl-] =

pCl = - log [0,067] = 1,17

karena pCl + pAg = 9,8 maka pAg = 9,8 1,17 = 8,63

sehingga pAg = - log [Ag+] = 8,63

[Ag+] = e-8,63 = 2,34 ( 10-9.

dalam persamaan di atas VR = volume reaktan, VT = volume titran, MR = molaritas reaktan dan MT = molaritas titran.

c). Setelah penambahan 49,9 mL larutan 0,1 M AgNO3[Cl-] =

pCl = - log [1 ( 10-4] = 4,0

d). Pada titik ekivalen

[Ag+] = [Cl-]

[Cl-][Cl-] = [Cl-]2[Cl-]2 = [1,56 ( 10-10] sehingga [Cl-] = 1,249 ( 10-5.

Pada titik ekivalen tidak ada ion Cl- ataupun Ag+ yang tersisa (berlebih) konsentrasi didapat dari Ksp.

Ksp = [Ag+][Cl-] sehingga [Ag+] = [Cl-] =

e). Setelah penambahan 60 mL AgNO3 0,1 M, konsentrasi dari ion Ag+ adalah

[Ag+] =

pAg = - log [9,1 ( 10-3] = 2,04

karena pCl + pAg = 9,8 maka pCl = 9,8 2,04 = 7,76

Data-data tersebut dapat disusun menjadi tabel kurva titrasi dan dari tabel ini dapat dibuat kurva titrasi pengendapannya.

Titik akhir dan titik ekivalen stoikiometrinya harus berimpit, berarti pada titik akhir konsentrasi ion Cl- dalam batas .

Kurva titrasi tidak hanya untuk menentukan itik ekivalen, tetapi juga untuk menghitung konsentrasi kation atau anion pada setiap saat selama titrasi berlangsung.

Tabel Kurva Titrasi

mL AgNO3[Cl-]pClPAg[Ag+]

00,11,0--

106,7 ( 10-21,188,622,38 ( 10-9

204,3 ( 10-21,378,433,70 ( 10-9

302,5 ( 10-21,608,206,34 ( 10-9

401,1 ( 10-21,957,851,43 ( 10-8

501,249 ( 10-54,904,91,249 ( 10-5

50,11 ( 10-6649,99 ( 10-5

601,74 ( 10-87,762,049,091 ( 10-3

709,51 ( 10-98,021,781,67 ( 10-2

806,87 ( 10-98,161,642,31 ( 10-2

905,55 ( 10-98,261,542,86 ( 10-2

1004,76 ( 10-98,321,483,33 ( 10-2

1104,23 ( 10-98,371,433,75 ( 10-2

1203,85 ( 10-98,411,394,12 ( 10-2

1303,57 ( 10-98,451,354,44 ( 10-2

1403,35 ( 10-98,481,324,74 ( 10-2

1503,1 7 ( 10-98,501,305 ( 10-2

Faktor-faktor yang mempengaruhi kelarutan

a) Temperatur: Kelarutan bertambah dengan naiknya temperatur. Endapan yang baik terbentuk pada larutan panas, tetapi jangan dilakukan penyaringan terhadap larutan panas karena pengendapan dipengaruhi oleh faktor suhu.

b) Sifat pelarut: Garam-garam anorganik lebih larut dalam air. Berkurangnya kelarutan di dalam pelarut organik dapat digunakan sebagai dasar pemisahan dua zat.

c) Efek ion sejenis: Kelarutan endapan dalam air berkurang jika larutan tersebut mengandung satu dari ion-ion penyusun endapan, sebab pembatasan Ksp (konstanta hasil kali kelarutan). Baik kation atau anion yang ditambahkan, mengurangi konsentrasi ion penyusun endapan sehingga endapan garam bertambah. Pada analisis kuantitatif, ion sejenis ini digunakan untuk mencuci larutan selama penyaringan.

d) Efek ion-ion lain: Beberapa endapan bertambah kelarutannya bila dalam larutan terdapat garam-garam yang berbeda dengan endapan. Hal ini disebut sebagai efek garam netral atau efek aktivitas. Semakin kecil koefisien aktivitas dari dua buah ion, semakin besar hasil kali konsentrasi molar ion-ion yang dihasilkan.

e) Pengaruh pH: Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan.

f) Pengaruh hidrolisis: Jika garam dari asam lemah dilarutkan dalam air, akan menghasilkan perubahan (H+). Kation dari spesies garam mengalami hidrolisis sehingga menambah kelarutannya.

g) Pengaruh kompleks: Kelarutan garam yang sedikit larut merupakan fungsi konsentrasi zat lain yang membentuk kompleks dengan kation garam tersebut.

Syarat titrasi pengendapan:

1. Reaksi pengendapan harus berlangsung cepat dan kuantitatif serta titik akhir dapat dideteksi.

2. Beberapa reaksi pengendapan berlangsung lambat dan mengalami keadaan lewat jenuh.

3. Titrasi pengendapan tidak dapat menunggu sampai pengendapan berlangsung sempurna.

4. Hasil kali kelarutan (Ksp) harus cukup kecil sehingga pengendapan bersifat kuantitatif dalam batas kesalahan eksperimen.

5. Reaksi samping tidak boleh terjadi.

Titrasi dengan kekeruhan tanpa indikator

Untuk larutan yang mengandung Ag+, jika ditambahkan NaCl maka mula-mula terbentuk suspensi yang kemudian terkoagulasi (membeku). Laju terjadinya koagulasi menyatakan mendekatnya titik ekivalen. Penambahan NaCl diteruskan sampai titik akhir tercapai. Perubahan ini dilihat dengan tidak terbentuknya endapan AgCl pada cairan supernatan (cairan bening diatas endapan). Akan tetapi NaCl harus ditambahkan untuk menyempurnakan titik akhir, yaitu keadaan dimana:

[Ag+] = [Cl-] =

Penentuan Ag+ sebagai AgCl dapat dilakukan dengan pengukuran turbidimetri yaitu dengan pembauran sinar.

Titrasi Pengendapan Metode Volhard

Yaitu pembentukkan zat warna di dalam larutan. Contohnya: titrasi Ag+ dengan NH4SCN dengan garam Fe(III) sebagai indikator. Selama titrasi, Ag(SCN) terbentuk sedangkan titik akhir tercapai bila NH4SCN yang berlebih bereaksi dengan Fe(III) membentuk warna merah gelap [FeSCN]++. Jumlah thiosianat yang menghasilkan warna harus sangat kecil. Jadi kesalahan pada titik akhir sangat kecil, tetapi larutan harus dikocok dengan kuat pada titik akhir, agar Ag+ yang teradsorpsi pada endapan dapat didesorpsi. Pada metode Volhard, untuk menentukan ion klorida, suasana haruslah asam karena pada suasana basa Fe akan terhidrolisis. AgNO3 berlebih yang ditambahkan ke larutan klorida tentunya tidak bereaksi. Larutan Ag+ tersebut kemudian dititrasi balik dengan menggunakan Fe(III) sebagai indikator, tetapi cara ini menghasilkan suatu kesalahan, karena AgSCN kurang larut dibandingkan AgCl sehingga:

AgCl + SCN-AgSCN + Cl-Akibatnya lebih banyak NH4SCN diperlukan sehingga kandungan Cl- seakan-akan rendah (~2% kesalahan). Kesalahan ini dapat dikurangi dengan mengeluarkan endapan AgCl sebelum titrasi balik berlangsung atau menambahkan sedikit nitrobenzen, sehingga melindungi AgCl dengan thiosianat tetapi nitrobenzen akan memperlambat reaksi. Hal ini dapat dihindari jika Fe(NO3)3 dan sedikit NH4SCN yang diketahui ditambahkan dahulu ke larutan bersama-sama HNO3, kemudian campuran tersebut dititrasi dengan AgNO3 sampai warna merah hilang.

Titrasi Pengendapan Metode Mohr

Pada metode ini titrasi halida dengan AgNO3 dilakukan dengan indikator Na2CrO4-. Pada titrasi ini akan terbentuk endapan baru yang berwarna. Pada titik akir titrasi, ion Ag yan berlebih diendapkan sebagai Ag2CrO4 yang berwarna merah bata. Larutan harus bersifat netral atau sedikit basa, tetapi tidak boleh terlalu basa sebab Ag+ akan diendapkan sebagai Ag(OH)2. Jika larutan terlalu asam, maka titik akhir titrasi tidak terlihat sebab konsentreasi CrO42- berkurang, yaitu dengan terjadinya reaksi H+ + CrO42- HCrO4-

pada kondisi yang cocok, metode Mohr cukup akurat dan dapat digunakan pada konsentrasi klorida yang rendah. Pada jenis titrasi ini, endapan indikator berwarna harus lebih larut dibanding endapan utama yang terbentuk selama titrasi. Akan tetapi tidak boleh terlalu banyak larut, karena akan dipergunakan lebih banyak pereaksi dari yang seharusnya.Pereaksi organik yang digunakan sebagai indikator antara lain Na-rhodizonat dan garam Na-hidroksikuinon. Indikator tersebut biasanya digunakan pada titrasi sulfat dengan BaCl2, dengan titik akhir ditentukan oleh terbentuknya endapan garam Ba berwarna merah.

Indikator Adsorpsi pada Titrasi Pengendapan (cara Fajans)

Jika AgNO3 ditambahkan ke NaCl yang mengandung zat berpendar fluor, titik akhir ditentukan dengan berubahnya warna dari kuning menjadi merah jingga. Jika didiamkan, tampak endapan berwarna, sedangkan lauan tidak berwarna disebabkan adanya adsorpsi indikator pada endapan AgCl. Warna zat yang terbentuk dapat berubah akibat adsorpsi pada permukaan.

Dengan indikator anion, reaksi tersebut:

Cl- berlebih: (AgCl)Cl- + FL tidak bereaksi

(jika FL = C20H11O5 yaitu zat berpendar fluor)

Ag+ berlebih: (AgCl)Ag+ + FL (AgCl)(AgFL) adsorpsi

Dengan indikator kation, reaksi tersebut:

Cl- berlebih: (AgCl)Cl- + (MV)+ (AgCl)(Cl-MV+) adsorpsi

Ag+ berlebih: (AgCl)Ag+ + (MV)+

tidak bereaksi

(MV = metil ungu)

Soal:

1,5 gram feldspar dilarutkan dan menghsilkan 0,1801 g campuran natrium klorida (NaCl) dan kalium klorida (KCl). Garam-garam tersebut dilarutkan dengan air, dicampurkan dengan 50 mL 0,08333 N AgNO3 sehingga menghasilkan endapan AgCl yang tidak larut. AgNO3 yang berlebih dititrasi dengan 0,1 N amonium thiosianat (NH4SCN) dan titik akhhir tercapai pada 16,47 mL. Hitung persen oksida natrium dan kalium pada campuran.

Jawab:

Berat KCl = x gram, berat NaCl = (0,1801 x) gram, Mr KCl = 74,6 ; NaCl = 58,5 ; K2O = 94,2 ; Na2O = 62

Mili ekivalen halida campuran:

= (mL AgNO3 ( N AgNO3) (mL NH4SCN ( N NH4SCN)

= (50 ( 0,083330) (16,47 ( 0,10)

Sehingga didapat: x = 0,152 gram KCl, berat NaCl = 0,1801 0,152 = 0,0281 gram

Faktor konversi untuk:

2 KCl = K2O adalah

2 NaCl = Na2O adalah

% K2O =

% Na2O =

EMBED MSGraph.Chart.8 \s

EMBED MSGraph.Chart.8 \s

Cl-

Cl-

Cl-

Cl-

Cl-

Cl-

Cl-

Cl-

AgCl

Ind-

Ind-

Ind-

Ind-

Ind-

Ind-

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

AgCl

Ind-

Ind-

Ind-

Ind-

Ind-

Ind-

Ind-

Ind-

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

Ag+

AgCl

Titik Akhir Titrasi

Titik Ekivalen

PAGE 83

_1177256725.unknown

_1177257173.unknown

_1177260771.unknown

_1177261037.unknown

_1177266564.unknown

_1177266574.unknown

_1177266580.unknown

_1177266550.unknown

_1177264653.xls

_1177260979.unknown

_1177260992.unknown

_1177260943.unknown

_1177260971.unknown

_1177260787.unknown

_1177257688.unknown

_1177257727.unknown

_1177258035.unknown

_1177257700.unknown

_1177257670.unknown

_1177257678.unknown

_1177257651.unknown

_1177257659.unknown

_1177257184.unknown

_1177256798.unknown

_1177256854.unknown

_1177257150.unknown

_1177256813.unknown

_1177256768.unknown

_1177256786.unknown

_1177256754.unknown

_1175134531.unknown

_1177254265.unknown

_1177256689.unknown

_1177256709.unknown

_1177254280.unknown

_1177254231.unknown

_1177254249.unknown

_1177253951.xls

_1177254090.xls

_1175135801.unknown

_1175134390.unknown

_1175134467.unknown

_1175134480.unknown

_1175134456.unknown

_1175134407.unknown

_1170370903.unknown

_1172631492.unknown

_1175134351.unknown

_1172632359.unknown

_1172593700.unknown

_1172631247.unknown

_1171393907.unknown

_1172593676.unknown

_1169720708.unknown

_1169721012.unknown

_1169720623.unknown