volume 2, nomor 1, oktober 2014 - fmi

172

Upload: others

Post on 20-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI
Page 2: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI
Page 3: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014

PENGUMUMAN STOCK BUYBACK DAN REAKSI PASAR SAHAM (STUDI KASUS PERUSAHAAN DI BURSA

EFEK INDONESIA)

Adhi Suwanto, I Made Sudana

ANALISA PERANCANGAN ULANG (REDESAIN) MODEL OPERASIONALISASI PROGRAM BANTUAN

OPERASIONAL SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

DAN MEMENUHI HARAPAN MASYARAKAT

Hesti Maheswari, Luna Haningsih

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP) STUDI PADA

PERUSAHAAN KEMASAN

Eko Purwanto. Prasetyohadi, dan Firman Dwilaksana Rahardianto

PERANCANGAN MODEL BISNIS CAFE ZAPATERIA

Peggy Hariwan. Inggi Silviatni

MODEL PENGEMBANGAN PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONCIBILITY (CSR) MELALUI

PEMBERDAYAAN MODAL INTELEKTUAL DALAM UPAYA PENINGKATAN PEMERATAAN PENDIDIKAN

(SURVEY DI KOTA BANDUNG)

Wa Ode Zusnita. Ernie Tisnawati, dan Layinaturrobaniyah

DIVERSIVIKASI USAHA DAN STRUKTUR MODAL

Wisudanto, Sugiarto

FACTORS FROM UNDERWRITER THAT INFLUENCE INITIAL RETURN OF THE COMPANIES DOING INITIAL

PUBLIC OFFERINGS IN INDONESIA STOCK EXCHANGE IN THE PERIOD OF 2004-2011

Ferry Sugianto, Liliana Inggrit Wijaya

PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PADA KOPERASI KOPERASI KARYAWAAN REDRYING

DENGAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD DAN ANALITICAL HIERARCHICAL PROCESS

DI BOJONEGORO

Indrianawati Usman, Mohammad Agung Laksono

MAPPING OF TABLET PC BASED ON CONSUMER PERCEPTION (CASE STUDY OF BANDUNG

ELECTRONIC CENTER VISITORS)

Dini Turipanam Alamanda, Gamal Argi, Arif Partono

MEDIASI CITY BRANDING PADA PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, DAN KESAN

KUALITAS TERHADAP KEPUTUSAN MEMILIH PERGURUAN TINGGI NEGERI DI SURABAYA

Ria Astuti Andrayani, Sri Setyo Iriani

1–19

20–37

38-52

53-67

68-76

77-89

90-103

104-123

124-135

136-153

Page 4: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI
Page 5: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

1

PENGUMUMAN STOCK BUYBACK DAN REAKSI PASAR SAHAM

(STUDI KASUS PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA)

Adhi Suwanto E-mail: [email protected]

I Made Sudana E-mail: [email protected]

Program Magister Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga

ABSTRACT

This study aims to examine the stock market reaction to the announcement of the stock buy

back with two indicators of AAR and CAAR. The sample taken is a company that does the

announcement of stock buy back in the period 2008 - 2013. Study also tested the market

reaction between two groups of companies announcing stock buyback based on BAPEPAM-

LK regulations are used. The first group are companies conducting announcements of stock

but back by BAPEPAM-LK regulations number XI.B.2 which is rules on stock buy back under

normal conditions and the second group by BAPEPAM-LK regulation number XI.B.3 which

is rules on stock buy back on market conditions potentially crisis. The results showed that

there was a significant positive market reaction around the announcement of the stock buy

back as indicated by the value of AAR and CAAR are significant. The results also showed

that there were significant differences in market reaction between companies that stock buy

back announcements reference to BAPEPAM -LK regulations number XI.B.2 with the

companies referring to BAPEPAM -LK regulations number XI.B.3. Market reaction to the

company that conducting stock buy back announcements with reference to the rules

BAPEPAM-LK number XI.B.2 have been reacted all positively, whereas the company that

refers to BAPEPAM -LK regulation number XI.B.3 there are some that have been reacted

negatively.

Keywords : Buy back, Abnormal return, BAPEPAM-LK Regulation,.

Page 6: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

2

PENDAHULUAN

Ada dua cara bagi perusahaan dalam memperlakukan keuntungan bersih yang didapat

perusahan, yaitu menhanan di perusahaan dalam bentuk laba ditahan (retained earning) dan

dibagikan kepada pemegang saham (payout policy). Payout policy ini bisa dilakukan dengan

dua cara juga yaitu dibagikan dalam bentuk deviden (cash devidend), dan melakukan

pembelian kembali saham yang beredar (stock buyback). Sebagai salah satu alternatif

pendistribusian dana kas kepada pemegang saham, pembelian kembali saham semakin

banyak dilakukan oleh perusahaan sebagai alternatif pengganti pembayaran deviden.

Perusahaan akan melakukan pembelian saham kembali apabila memiliki dana lebih

(excessive cash) yang diperoleh dari keuntungan perusahaan dan peluang investasi kedepan

yang relatif kurang menjanjikan. Hasil pembelian saham kembali oleh perusahaan dapat

disimpan sebagai treasury stock dengan tujuan untuk dijual kembali apabila harga saham

perusahaan sudah sesuai dengan nilai seharusnya.

Pada tahun 2008, saat krisis ekonomi di Amerika Serikat membawa dampak ke hampir semua

negara-negara di dunia termasuk di Indonesia. Di Indonesia, dampak dari krisis tersebut

adalah terjadi penurunan yang signifikan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek

Indonesia. Hampir semua harga saham perusahaan-perusahaan yang tercatat di BEI

mengalami koreksi yang cukup tajam terutama saham-saham papan atas (blue chips),

sehingga mengakibatkan IHSG turun hingga 51.17 % dari 2.830 menjadi 1.340.

BAPEPAM-LK sebagai otoritas bursa waktu itu merespon dengan mengeluarkan peraturan

No. XI.B.3 pada tanggal 10 Oktober 2008 tentang pembelian kembali saham oleh emiten atau

perusahaan publik dalam kondisi pasar yang berpotensi krisis sebagai pengganti peraturan

tentang pembelian kembali saham No. XI.B.2. Dengan dikeluarkannya peraturan baru tentang

stock buy back tersebut diharapkan dapat mengurangi penurunan indeks harga saham

gabungan di bursa sebagai dampak dari krisis keuangan global yang melanda pasar modal di

seluruh dunia. Dalam peraturan No. XI.B.3 tersebut BAPEPAM-LK memperlonggar aturan

dalam pembelian saham kembali, seperti tidak wajib mendapat persetujuan rapat umum

pemegang saham, batas maksimal pembelian saham menjadi 20% dari modal disetor, serta

tidak adanya pembatasan besarnya volume pembelian kembali saham dalam satu hari.

Peraturan baru yang mempermudah tata cara pembelian kembali saham tersebut direspon

dengan baik oleh beberapa perusahaan yang ditandai dengan melonjaknya jumlah perusahaan

yang melakukan pengumuman pembelian saham kembali pada periode tahun 2008 sampai

tahun 2009. Setelah kondisi harga saham membaik, maka peraturan No. XI.B.3 ini kembali

dicabut oleh BAPEPAM-LK pada tanggal 10 April 2010 dan memberlakukan kembali

peraturan No. XI.B.2. Selama periode tahun 2008 - tahun 2013 terdapat 90 perusahaan yang

melakukan pengumuman pembelian kembali saham, terdiri atas 49 perusahaan mengacu pada

peraturan No. XI.B.3 dan 41 perusahaan mengacu pada peraturan No. XI.B.2 Dampak dari

pengumuman pembelian kembali saham tampak pada reaksi pasar yang salah satunya diukur

dengan abnormal return saham pada hari-hari selama pengamatan (Ariyanto dan

Rinaningtias, 2009).

Menurut penelitian sebelumnya pengumuman pembelian kembali saham memberikan sinyal

positif bagi investor, sehingga meningkatkan minat investor terhadap saham perusahaan yang

melakukan buy back. (Stephens & Maxwell, 2003; Rahma, 2009; Nishikawa et al, 2011;

Rasbrant, 2011; Junizar, 2013).

Page 7: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

3

Pada penelitian ini di samping menguji reaksi pasar terhadap pengumuman pembelian

kembali saham pada semua perusahaan yang termasuk dalam sampel penelitian, juga akan

membandingkan perbedaan reaksi pasar pada perusahaan yang dalam pembelian kembali

sahamnya mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dengan perusahaan yang

mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 pada periode tahun 2008 – tahun 2013.

TINJAUAN PUSTAKA

Penelitian sebelumnya

Maxwell dan Stephens (2003) meneliti dampak pengumuman buy back terhadap pasar saham

dan pasar obligasi. Pada penelitian tersebut dilakukan pengamatan terhadap perubahan

peringkat obligasi di sekitar tanggal pengumuman untuk melihat apakah terjadi wealth

transfer dari pemegang obigasi ke pemegang saham. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa

abnormal return saham bernilai positif, sedangkan untuk return obligasi bernilai negatif

walaupun tidak signifikan.

Lestari (2008) meneliti dampak pengumuman pembelian kembali saham terhadap return

saham berdasarkan alasan perusahaan melakukan pembelian kembali saham. Perusahaan

dikelompokkan menjadi dua kelompok berdasarkan alasan melakukan buy back, yaitu

meningkatkan harga saham melalui peningkatan laba bersih perlembar saham dan

meningkatkan harga saham melalui peningkatan dividen perlembar saham. Dalam penelitian

tersebut perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham juga diuji berdasarkan tingkat

pertumbuhannya dengan menggunakan Tobin Q, dimana perusahaan juga dibagi menjadi

dua kelompok perusahaan berdasarkan nilai Tobin Q yaitu kelompok perusahaan dengan

pertumbuhan tinggi dan kelompok perusahaan dengan pertumbuhan rendah. Hasil penelitian

yang didapat adalah bahwa tidak terjadi perbedaan yang signifikan pada pengelompokan

perusahaan berdasarkan alasan melakukan pembelian kembali saham. Pada pengelompokan

perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham berdasarkan tingkat nilai Tobin Q

terjadi perbedaan yang signifikan antara perusahaan dengan tingkat pertumbuhan tinggi

dengan perusahaan dengan tingkat pertumbuhan rendah.

Penelitian tentang buy back juga dilakukan oleh Mulia (2009), yang menguji pengaruh

pengumuman pembelian kembali saham terhadap bondholder, stockholder dan value

perusahaan. Data yang digunakan adalah 30 pengumuman pembelian kembali saham pada

periode 2001-2007. Dari hasil penelitian ditemukan, bahwa nilai average abnormal return

dan cummulative abnormal return yang secara signifikan bernilai positif disekitar tanggal

pengumuman, yang mengindikasikan terjadinya wealth effect kepada pemegang saham. Di

samping itu ditemukan bahwa cashflow dan undervaluation berpengaruh signifikan terhadap

besar CAR. Dari sisi peringkat obligasi baik prediksi maupun aktual, sebagian besar tidak

menunjukkan adanya penurunan peringkat setelah pengumuman buy back. Begitu juga

dengan value perusahaan mengalami peningkatan, sehingga menguntungkan pemegang

saham.

Nishikawa et al (2011) melakukan penelitian untuk menguji dampak wealth transfer dari

pemegang obligasi ke pemegang saham dengan adanya program pembelian kembali saham

dengan cara pembelian melalui pasar terbuka (open market). Dampak pembelian kembali

tersebut dilihat melalui reaksi pasar saham dan obligasi, serta memeriksa wealth effect

Page 8: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

4

transfer dengan mengklasifikasikan subsampel berdasarkan atribut sensitif terhadap dampak

transfer kekayaan, termasuk peringkat obligasi, ukuran pembelian kembali, keberadaan

perjanjian dividen, dan pendapatan saham. Hasilnya adalah terjadi perubahan abnormal

return saham positif secara signifikan, sedangkan untuk instrumen obligasi menunjukkan

penurunan harga negatif secara signifikan.

Rasbrant (2011) melakukan penelitian untuk melihat pengaruh dari pengumuman transaksi

buy back dengan metode open market repurchase terhadap reaksi pasar bursa di Swedia

dengan data yang diperoleh dari NASDAQ OMX Stockholm. Reaksi pasar diproksikan

dengan abnormal return dan uji melalui metode event study. Hasil penelitian

mendokumentasikan bahwa pengumuman informasi buy back berpengaruh signifikan

menaikkan abnormal return perusahaan-perusahaan Swedia yang melakukan buy back

sebesar 1,94 %, adapun return perusahaan juga mengalami kenaikan positif.

Penelitian tentang buy back selanjutnya dilakukan oleh Nittayagasetwat et al (2013) dengan

mengambil sampel 78 pengumuman di stock exchange of Thailand (SET). Metode penelitian

untuk mengamati reaksi pasar yang digunakan adalah dengan event study. Penelitian tersebut

ditujukan untuk mengetahui efek pengumuman pembelian kembali saham terhadap abnormal

return perusahaan disekitar tanggal pengumuman. Hasil penelitian yang didapat adalah

terdapat abnormal return positif sebesar rata-rata 2.23%, dengan level of significance 1%.

Penelitian mengenai pengaruh suatu event atau kejadian terhadap reaksi pasar antara lain juga

dilakukan oleh Junizar (2013). Dalam penelitian tersebut data yang digunakan sebagai sampel

akhir adalah 20 pengumuman pembelian kembali saham. Sebagaimana penelitian yang lain

metode penelitian yang digunakan untuk mengetahui reaksi pasar di sekitar pengumuman

adalah event study. Hasil penelitian tersebut menemukan adanya peningkatan positif

signifikan terhadap variabel abnormal return dan trading volume activity di sekitar

pengumuman. Pada penelitian tersebut juga ditemukan bahwa terjadi perbedaan average

abnormal return (AAR) dan average trading volume activity (ATVA) yang signifikan pada 5

hari sebelum dengan 5 hari setelah pengumuman buy back dilakukan.

Tinjauan Teoritis

Pendapatan Saham

Pendapatan merupakan hasil yang diperoleh dari sebuah investasi saham yang berupa

pendapatan aktual (actual return) atau pendapatan ekpektasi (expected return). Pendapatan

aktual merupakan pendapatan yang sudah terjadi maka perhitungannya didasarkan pada data

historis harga saham. Pendapatan aktual merupakan salah satu pengukur kinerja perusahaan

dan data historis dari pendapatan aktual dapat dipergunakan sebagai dasar dalam penentuan

pendapatan ekspektasi. Pendapatan aktual merupakan pendapatan keseluruhan dari suatu

investasi dalam suatu periode tertentu. Pendapatan aktual terdiri dari keuntungan modal

(capital gain) atau kerugian modal (capital loss) dan yield. Pendapatan aktual biasa disebut

juga dengan return saja dan dinyatakan dalam rumusan :

Return = Capital Gain (Loss) + Yield . . . . . . . . . . . . . . . . 1)

Page 9: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

5

Capital gain (loss) merupakan selisih dari harga investasi sekarang relatif dengan harga

periode lalu. Jika harga investasi sekarang (Pt) lebih tinggi dari harga investasi periode lalu

(Pt-1) berarti terjadi keuntungan modal, jika sebaliknya maka terjadi kerugian modal. Yield

merupakan persentase penerimaan kas periodik terhadap harga investasi periode tertentu.

Untuk saham, yield adalah persentase deviden terhadap harga saham periode sebelumnya.

Pada penelitian ini pendapatan saham hanya memperhitungkan capiatal gain saja, yang

dihitung berdasarkan harga penutupan harian. Pendapatan aktual dapat diformulasikan

sebagai berikut :

………………..2)

Keterangan :

Rit = Pendapatan saham i pada hari t

Pt = harga sekuritas pada periode t

Pt-1= harga sekuritas pada periode t-1

Penelitian yang dilakukan Brown dan Warner (dalam Bahrum, 2009) menyatakan bahwa

pendapatan ekspektasi merupakan return yang harus diestimasi. Mengestimasi pendapatan

ekspektasi dapat menggunakan 3 model yaitu mean-adjusted model, market model, dan

market adjusted model. Pada penelitian ini pendapatan yang diharapkan diukur

dengan market adjusted model sebagai berikut:

……………….3)

Pendapatan pasar (RMt) diukur dengan rumus:

…………………4)

Keterangan:

IHSGt = Indeks hagra saham gabunga pada hari t

IHSGt-1 = Indeks harga saham gabungan hari t-1

Pendapatan abnormal atau abnormal return merupakan selisih antara pendapatan yang

sesungguhnya terjadi (actual return) dengan pendapatan ekspektasi (expected return)

(Jogianto, 2001). Menurut Jogiyanto (2005), studi peristiwa menganalisis abnormal return

Page 10: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

6

dari sekuritas yang mungkin terjadi disekitar pengumuman dari suatu peristiwa. Abnormal

return atau excess return merupakan kelebihan dari return yang sesungguhnya terjadi

terhadap return normal. Abnormal return dapat dihitung dengan rumus:

ARit = Rit - E(Rit). . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5)

Keterangan :

ARit : Abnormal return saham i pada hari t

Rit : Tingkat pengembalian i aktual saham i pada hari t

E(Rit) : Tingkat pengembalian yang diharapkan saham i pada hari t

Pengujian adanya abnormal return tidak dilakukan untuk masing-masing sekuritas, tetapi

dilakukan secara agregat dengan menguji rata-rata abnormal return seluruh sekuritas secara

cross section untuk tiap-tiap hari di periode peristiwa (event periode).

……………………………….6)

Keterangan :

AAR,t : Average abnormal return pada hari ke-t

ARi,t : Abnormal return untuk saham i pada hari ke-t

N : Jumlah sekuritas

Akumulasi rata-rata pendapatan tidak normal atau cummulative average abnormal return

merupakan penjumlahan rata-rata pendapatan tidak normal (average abnormal return) untuk

hari sebelumnya. Cummulative average abnormal return dirumuskan sebagai berikut :

CAAR = ∑ AAR,t . . . . . . . . . . . . . . . . . . .7)

Keterangan :

CAAR : akumulasi rata-rata pendapatan tidak normal (average abnormal

return) pada hari ke-t

Page 11: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

7

Efisiensi Pasar Modal

Fama (1970) mengklasifikasikan bentuk pasar yang efisien ke dalam tiga efficient market

hypothesis (EMH), yaitu:

1. Efisiensi Pasar Bentuk Lemah (weak form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk lemah jika harga surat berharga saat ini betul-betul

menggambarkan seluruh informasi yang terkandung dalam harga-harga surat berharga di

masa-masa lalu. Informasi masa lalu merupakan informasi yang sudah terjadi. Jika pasar

efisien dalam bentuk lemah, maka nilai-nilai masa lalu tidak dapat dipergunakan untuk

memprediksi harga sekarang. Ini berarti bahwa untuk pasar yang efisien dalam bentuk

lemah investor tidak dapat menggunakan informasi masa lalu untuk mendapatkan

abnormal return.

2. Efisiensi Pasar Bentuk Setengah Kuat (semi strong form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk setengah kuat jika harga-harga surat berharga betul-

betul menggambarkan seluruh informasi yang dipublikasikan.

Jadi tak seorang pun investor yang mampu memperoleh tingkat pengembalian yang

berlebihan dengan hanya menggunakan sumber-sumber informasi yang dipublikasikan.

Termasuk jenis informasi ini adalah laporan tahunan perusahaan atau informasi yang

disajikan dalam prospektus, informasi mengenai posisi perusahaan pesaing, maupun

harga saham historis.

3. Efisiensi Pasar Bentuk Kuat (strong form)

Pasar dikatakan efisien dalam bentuk kuat jika harga sekuritas secara penuh

mencerminkan semua informasi yang tersedia, termasuk informasi yang privat. Jika pasar

modal efisien dalam bentuk ini maka tidak ada individual atau grup dari investor yang

dapat memperoleh abnornal return.

MODEL ANALISIS

Untuk mengukur reaksi pasar terhadap suatu peristiwa yang terjadi pada perusahaan salah

satu metode yang digunakan adalah event study. Event window ditentukan selama 7 (tujuh)

dari sebelum event date (H-7) sampai dengan 7 (tujuh) hari setelah event date (H+7).

Page 12: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

8

Kerangka pemikiran

PERUMUSAN HIPOTESIS

Pengumuman program pembelian saham kembali adalah sinyal yang berharga ke pasar. Jika

pasar modal adalah semi-efisien, harga ekuilibrium baru harus segera sepenuhnya

mencerminkan nilai yang “benar” dari informasi baru (Rasbrant, 2011). Transaksi buy back

sebagai suatu event yang dianggap memiliki pengaruh penting ini diharapkan akan

memberikan suatu dampak atau reaksi kepada return saham. Penelitian yang dilakukan

Maxwell dan Stephens (2003) dan Nishikawa et al., (2011) menyimpulkan bahwa buy back

memiliki kandungan informasi yang menguntungkan (good news) bagi pemegang saham,

sehingga abnormal return saham akan cenderung bergerak ke arah positif, sejalan dengan

signaling theory yang menyatakan bahwa informasi yang dianggap menguntungkan akan

memberikan reaksi pasar yang positif Junizar (2013).

H1 : Terdapat reaksi pasar yang positif atas pengumuman stock buy back di sekitar tanggal

pengumuman pembelian kembali saham yang ditunjukkan oleh abnormal return yang

siginifikan.

Dengan dikeluarkannya peraturan baru tentang pembelian kembali saham dalam kondisi

pasar berpotensi krisis yaitu peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 yaitu diharapkan dapat

membawa dampak pengurangan penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG). Sesuai

dengan hipotesis sinyal informasi bahwa perusahaan yang melakukan pembelian saham

kembali bertujuan untuk memberikan informasi atau sinyal positif kepada para pemegang

saham mengenai kondisi perusahaan. Akan tetapi ketika kondisi suatu negara menghadapi

ancaman krisis keuangan, maka tingkat kepercayaan investor terhadap faktor fundamental

Pengumuman pembelian

kembali saham

Pengumuman pembelian

kembali saham mengacu

peraturan XI.B.2

Pengumuman pembelian

kembali saham mengacu

peraturan XI.B.3

AAR2 dan CAAR2

Uji Beda

AAR1 dan CAAR1

Page 13: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

9

ekonomi secara keseluruhan akan lebih berpengaruh daripada sinyal informasi yang

dikeluarkan oleh perusahaan dalam bentuk pengumuman pembelian kembali saham.

H2 : Terdapat perbedaan rata-rata abnormal return yang signifikan antara pengumuman

stock buyback perusahaan yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2

dengan pengumuman stock buyback perusahaan yang mengacu pada peraturan

BAPEPAM-LK No. XI.B.3.

METODE PENELITIAN

Definisi Operasional Variabel

Abnormal return (AR) , yaitu selisih antara pendapatan actual dengan pendapatan yang

diharapkan dan diukur dengan rumus no. 5)

Untuk menguji rekasi pasar atas pengumuman pembelian kembali saham setiap hari selama

periode uji digunakan average abnormal return (AAR) yang diukur dengan rumus 6) dan

cummulative average abnormal return (CAAR) yang diukur dengan rumus 7)

Prosedur Penentuan Sampel

Dalam penelitian ini digunakan metode purposive sampling. Data yang digunakan diseleksi

berdasarkan kriteria-kriteria, yaitu :

1. Data penelitian yang digunakan adalah data-data dari perusahaan yang tercatat pada Bursa

Efek Indonesia pada periode tahun 2008 - tahun 2013 yang melakukan buy back.

2. Event date dibedakan menjadi dua, yaitu :

a. Perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham dengan mengacu

pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 adalah tanggal persetujuan dari rapat umum

pemegang saham luar biasa atas rencana perusahaan untuk melakukan stock buy back.

b. Perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham dengan mengacu

pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 adalah tanggal pengumuman rencana

pembelian kembali saham kepada PT. Bursa Efek Indonesia.

3. Saham perusahaan yang diteliti diperdagangkan secara aktif selama periode penelitian.

4. Perusahaan yang diteliti tidak melakukan aksi korporasi lain selain buy back saham seperti

pembagian deviden, stock split, stock reverse, dan lain-lain pada periode pengamatan.

Page 14: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

10

GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

Pengelompokan Perusahaan yang Melakukan Pembelian Saham Berdasarkan

Peraturan BAPEPAM-LK yang Digunakan

Perusahaan yang melakukan pembelian kembali saham yang mengacu pada peraturan

BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dikelompokkan dalam kelompok 1 dan perusahaan yang

melakukan pengumuman pembelian kembali saham dengan mengacu pada peraturan

BAPEPAM-LK No. XI.B.3 dikelompokkan dalam kelompok 2.

Tabel 1. Pengelompokkan Perusahaan yang Melakukan Pengumuman Pembelian

Kembali Saham Berdasarkan Peraturan BAPEPAM-LK yang Digunakan.

No. Kode

Emiten

Tanggal

Pengumuman No.

Kode

Emiten

Tanggal

Pengumuman

KELOMPOK

1

KELOMPOK

2

1 PNLF 28 Juni 2008 1 TLKM 12 Okt 2008

2 PNIN 28 Juni 2008 2 BUMI 13 Nop 2008

3 PNIN 18 Sept 2013 3 SCMA 13 Okt 2008

4 TLKM 20 Juni 2008 4 SGRO 11 Okt 2008

5 TLKM 25 Mei 2011 5 LSIP 12 Okt 2008

6 MEDC 17 Aprl 2008 6 WIKA 11 Okt 2008

7 BUMI 12 Juni 2008 7 ELSA 17 Des 2008

8 BUMI 23 Agst 2011 8 SMGR 12 Okt 2008

9 TBLA 30 April 2008 9 ANTM 12 Okt 2008

10 LSIP 23 April 2013 10 JSMR 12 Okt 2008

11 LPKR 15 Nop 2011 11 ADHI 12 Okt 2008

12 LPKR 13 Jan 2012 12 PGAS 22 Des 2008

13 AKPI 1 Juli 2011 13 APOL 12 Okt 2008

14 KPIG 26 Jan 2011 14 BUDI 16 Okt 2008

15 KPIG 23 Pebr 2012 15 TINS 12 Okt 2008

Page 15: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

11

16 CTRP 9 Mei 2011 16 BTEL 15 Okt 2008

17 CTRP 10 Juni 2012 17 ELTY 14 Okt 2008

18 PTBA 3 Juli 2012 18 ACES 20 Okt 2008

19 SIMP 23 April 2013 19 JTPE 27 Okt 2008

20 WINS 21 Mei 2013 20 JPRT 15 Okt 2008

21 BMTR 29 Agst 2013 21 MICE 15 Okt 2008

22 BCAP 29 Agst 2013 22 BLTA 12 Okt 2008

23 BHIT 29 Agst 2013 23 MNCN 17 Okt 2008

24 PNBN 3 Sept 2013 24 PKPK 15 Okt 2008

25 CMNP 5 Sept 2013 25 INDF 1 Des2008

26 RBMS 10 Sept 2013 26 AKPI 19 Peb 2010

27 SSIA 11 Sept 2013 27 CPIN 19 Okt 2010

28 MSKY 13 Sept 2013

29 SMBR 16 Sept 2013

30 DILD 17 Sept 2013

31 MLIA 22 Okt 2013

32 ECII 27 Nop 2013

33 BBRM 16 Des 2013

Sumber: www.idx.com diolah

Diskripsi hasil penelitian

Diskripsi pendapatan aktual saham perusahaan berdasarkan pengelompokan penggunaan

peraturan BAPEPAM-LK dalam pembelian kembali saham, hasilnya dipaparkan pada Tabel

2.

Page 16: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

12

Tabel 2: Pendapatan Aktual Saham Perusahaan Yang Melakukan Buy Back Saham

Berdasarkan Pengelompokan Penggunaan Peraturan BAPEPAM-LK

Hari Kelompok 1 Kelompok 2

Ke- Min Max Mean Min Max Mean

H-7 -0.1000 0.0684 -0.0094 -0.1304 0.0526 -0.0195

H-6 -0.0435 0.1157 0.0141 -0.1200 0.0548 -0.0210

H-5 -0.1857 0.0595 -0.0076 -0.0721 0.1234 0.0006

H-4 -0.1316 0.1111 0.0045 -0.2816 0.0200 -0.0842

H-3 -0.0235 0.2121 0.0170 -0.2030 0.0430 -0.0621

H-2 -0.1622 0.0821 -0.0102 -0.0994 0.1000 0.0069

H-1 -0.0656 0.1143 0.0128 -0.0966 0.0130 -0.0200

H0 -0.0735 0.0621 0.0012 -0.1724 0.0705 -0.0288

H+1 -0.0409 0.2261 0.0351 -0.1000 0.0973 0.0065

H+2 -0.0194 0.1348 0.0128 -0.0973 0.0999 0.0401

H+3 -0.0563 0.1571 0.0049 -0.1000 0.0994 0.0060

H+4 -0.0448 0.0313 -0.0012 -0.1765 0.0870 -0.0300

H+5 -0.0272 0.3600 0.0154 -0.1838 0.0884 -0.0429

H+6 -0.0435 0.0391 -0.0075 -0.1875 0.0252 -0.0422

H+7 -1.0000 0.0476 -0.0449 -0.0956 0.1449 -0.0056

Sumber: Data diolah

Pada kelompok 1, actual return tertinggi ditemukan pada H+5 dengan nilai 0.3600 dan actual

return terendah ditemukan pada H-7 dengan nilai -1.000. Untuk average actual return

tertinggi ditemukan pada H+1 dengan nilai 0.0643 dan average actual return terendah

ditemukan pada H+7 dengan nilai -0.0001. Pada kelompok 2, actual return tertinggi

ditemukan pada H+7 dengan nilai 0.1449 dan actual return terendah ditemukan pada H-4

dengan nilai -0.2816. Untuk average actual return tertinggi ditemukan pada H+2 dengan

nilai 0.0401 dan average actual return terendah ditemukan pada H-3 dengan nilai -0.0621.

Page 17: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

13

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Reaksi pasar terhadap pengumuman pembelian kembali saham diukur dengan melakukan

pengujian abnormal return selama periode uji (event windows). Abnormal return ini diukur

dengan menggunakan indikator AAR dan CAAR. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan

reaksi pasar yang signifikan antara pengumuman pembelian kembali saham perusahaan yang

mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dengan yang mengacu pada peraturan

BAPEPAM-LK No. XI.B.3, maka dilakukan pengelompokan sampel berdasarkan dua jenis

perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian saham kembali. Kemudian dengan

menggunakan indikator AAR dan CAAR masing-masing kelompok tersebut dilakukan uji t

dua sampel dua arah dengan (α) = 5 %.

Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Pembelian Kembali Saham

Hasil analisis dan pengujian hipotesis reaksi pasar terhadap pengumuman pembelian kembali

saham untuk keseluruhan sampel dipaparkan pada Tabel 3.

Tabel 3: Average Abnormal Return (AAR) dan Cummulative Average Abnormal

Return(CAAR)

Hari ke AAR Sig. 1-tailed CAAR Sig. 1-tailed

H-7 0.0189 0.0010* 0.0189 0.0013*

H-6 0.0300 0.0000* 0.0489 0.0000*

H-5 0.0221 0.0000* 0.0709 0.0000*

H-4 -0.0009 0.9300 0.0701 0.0001*

H-3 0.0111 0.1130 0.0812 0.0000*

H-2 0.0114 0.0130* 0.0926 0.0000*

H-1 0.0187 0.0070* 0.1113 0.0000*

H0 0.0184 0.0010* 0.1297 0.0000*

H+1 0.0392 0.0000* 0.1689 0.0000*

H+2 0.0297 0.0000* 0.1986 0.0000*

H+3 0.0255 0.0010* 0.2241 0.0000*

H+4 0.0114 0.0160* 0.2355 0.0000*

H+5 0.0190 0.0210* 0.2544 0.0000*

H+6 0.0107 0.0330* 0.2651 0.0000*

H+7 0.0005 0.9750 0.2657 0.0000*

Sumber: Data diolah *) significant (α) 5%

Page 18: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

14

Berdasarkan Tabel 3. memperlihatkan bahwa reaksi pasar atas pengumuman pembelian

kembali saham yang diukur dengan AAR, menunjukkan pasar bereaksi positif signifikan

pada 12 hari selama periode event windows dan 3 hari lainnya pasar bereaksi tidak signifikan.

Berdasarkan indikator CAAR, pengumuman pembelian kembali direaksi pasar positif

signifikan pada semua hari dalam periode event window. Dengan demikian berdasarkan

indikator AAR, hasil pengujian hipotesis (H1) terbukti pada 12 hari pengujian, dan

berdasarkan indikator CAAR terbukti pada 15 hari pengujian, artinya hipotesis H1 diterima

pada sebagian besar hari pengujian.

Perbandingan Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Kembali Saham Perusahaan Yang

Mengacu Pada Peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dan Peraturan BAPEPAM-LK

No. XI.B.3

Berdasarkan indikator AAR dan CAAR selama event windows, menunjukkan adanya reaksi

pasar yang signifikan terhadap pengumuman pembelian kembali saham. Dalam melakukan

pembelian kembali saham, ada perusahaan yang melakukannya dengan mengacu pada pada

peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 sebagai kelompok 1 dan peraturan BAPEPAM-LK No.

XI.B.3 sebagai kelompok 2. Untuk mengetahui perbedaan reaksi pasar pada pengumuman

pembelian kembali saham berdasarkan kelompok penggunaan peraturan BAPEPAM-LK

dapat diuji dengan membandingan AAR dan CAAR pada kedua kelompok perusahaan tersebut

dengan menggunakan uji t dua sampel independen dua arah dan α = 5 %, yang hasilnya dipaparkan pada Tabel 4.

Pada kelompok 1, average abnormal return (AAR) tertinggi pada H+1 terjadi akibat adanya

abnormal return positif yang cukup tinggi pada beberapa perusahaan yang melakukan

pengumuman kembali saham pada hari tersebut. AAR terendah pada H+7 terjadi akibat

adanya abnormal return negatif yang cukup rendah pada beberapa perusahaan yang

melakukan pengumuman kembali saham pada hari tersebut.

Pada kelompok 2, average abnormal return (AAR) tertinggi pada H+2 terjadi akibat adanya

abnormal return positif yang cukup tinggi pada beberapa perusahaan yang melakukan

pengumuman pembelian kembali saham pada hari tersebut. AAR terendah pada H-4 terjadi

akibat adanya abnormal return negatif yang cukup rendah pada beberapa perusahaan yang

melakukan pengumuman kembali saham pada hari tersebut.

Berdasarkan Tabel 4. hasil uji t dua dua kelompok sampel memperlihatkan bahwa terdapat

perbedaan AAR secara signifikan pada 11 hari periode event windows dan 4 hari lainnya tidak

terdapat perbedaan yang signifikan. Hal ini berarti berdasarkan indikator AAR, hipotesis H2

terbukti pada 11 hari pengujian, sedangkan 4 hari pengujian tidak terbukti, dengan kata lain

hipotesis H2 diterima pada sebagian besar hari pengujian.

Page 19: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

15

Tabel 4. Perbandingan Data AAR dan CAAR Hasil Uji Signifikansi Sekitar Tanggal

Pengumuman Pembelian Kembali Saham Berdasarkan Kelompok Perusahaan

Hari

Ke -

AAR CAAR

Kelompok

1

Kelompok

2

Sig. 2-

tailed

Kelompok

1

Kelompok

2

Sig. 2-

tailed

H-7 0.0306 0.0046 0.0196* 0.0306 0.0046 0.0196*

H-6 0.0456 0.0109 0.0100* 0.0762 0.0155 0.0012*

H-5 0.0248 0.0187 0.5977 0.1010 0.0342 0.0045*

H-4 0.0263 -0.0341 0.0001* 0.1274 0.0001 0.0000*

H-3 0.0338 -0.0165 0.0002* 0.1611 -0.0164 0.0000*

H-2 0.0207 0.0000 0.0198* 0.1818 -0.0164 0.0000*

H-1 0.0463 -0.0152 0.0000* 0.2282 -0.0315 0.0000*

H0 0.0373 -0.0046 0.0001* 0.2654 -0.0361 0.0000*

H+1 0.0590 0.0150 0.0065* 0.3244 -0.0212 0.0000*

H+2 0.0360 0.0221 0.1451 0.3604 0.0009 0.0000*

H+3 0.0283 0.0220 0.6718 0.3887 0.0230 0.0000*

H+4 0.0252 -0.0056 0.0005* 0.4139 0.0174 0.0000*

H+5 0.0371 -0.0032 0.0111* 0.4510 0.0142 0.0000*

H+6 0.0313 -0.0144 0.0000* 0.4822 -0.0002 0.0000*

H+7 0.0011 -0.0001 0.9714 0.4833 -0.0004 0.0000*

Sumber: Data diolah. *) Significant (α) 5%

.Berdasarkan indikator CAAR kelompok 1 mengindikasikan pasar bereaksi positif

disekitar tanggal pengumuman pembelian kembali saham. Pada kelompok 2, nilai CAAR

berfluktuasi sangat tipis dengan perbandingan nilai positif dan negatif yang seimbang. Hasil

uji hipotesis menunjukkan bahwa berdasarkan indikator CAAR terdapat perbedaan yang

signifikan antara kelompok 1 dan kelompok 2 pada semua hari pengujian. Hal ini berarti

hipotesis H2 terbukti pada semua hari pengujian, dengan kata lain hipotesis H2 dapat diterima.

Page 20: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

16

PEMBAHASAN

Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Pembelian Kembali Saham

Berdasarkan hasil analisis Tabel 3 menunjukkan bahwa untuk keseluruhan sampel hasil uji

AAR sebagian besar mengindikasikan terjadi reaksi pasar yang positif, kecuali pada H-4

terjadi reaksi pasar negatif. Hasil uji statistik menunjukkan 12 hari selama periode uji terjadi

AAR yang signifikan sedangkan 3 hari tidak signifikan. Ditinjau dari indikator CAAR

menunjukkan bahwa selama periode uji keseluruhan CAAR mengindikasikan reaksi pasar

yang positif signifikan.

Hal ini terjadi karena pengumuman pembelian kembali saham merupakan tindakan korporasi

yang akan berdampak pada peningkatan harga saham di pasar modal. Peningkatan harga

saham akan berakibat pada peningkatan pendapatan saham (actual return) yang pada

akhirnya akan meningkatkan AAR. Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang

dilakukan oleh Rasbrant (2011), Nittayagasetwat et al (2013) dan Junizar (2013) yang

menemukan adanya abnormal return yang positif secara signifikan disekitar tanggal

pengumuman pembelian kembali saham.

Perbandingan Reaksi Pasar Terhadap Pengumuman Kembali Saham Perusahaan Yang

Mengacu Pada Peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dan Peraturan BAPEPAM-LK

No. XI.B.3

Berdasarkan hasil analisis perbandingan Tabel 4, menunjukkan bahwa pengumuman

pembelian kembali saham yang berdasarkan peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2

(kelompok 1) selalu direaksi pasar secara positif selama periode pengujian baik dilihat dari

indikator AAR maupun CAAR, dibandingkan dengan pengumuman pembelian kembali

saham yang berdasarkan peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 (kelompok 2) yang

menunjukkan terdapat reaksi pasar negatif selama periode pengujian.

Hal ini terjadi karena peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.2 dikeluarkan untuk perusahaan

yang melakukan pembelian kembali saham pada kondisi normal, sehingga memberikan

sinyal yang positif bagi investor. Dalam kondisi normal dengan adanya pengumuman

pembelian kembali saham, investor berharap terjadi kenaikan harga saham, karena jumlah

saham yang beredar akan berkurang. Apabila permintaan terhadap saham tetap, maka harga

saham akan naik sehingga meningkatkan pendapatan saham.

Pengumuman pembelian kembali saham yang berdasarkan peraturan BAPEPAM-LK No.

XI.B.3 dikeluarkan sebagai respon atas krisis global tahun 2008 yang berdampak pada

turunnya indeks harga saham gabungan (IHSG) di bursa efek Indonesia.

Dengan demikian pengumuman pembelian kembali saham berdasarkan peraturan

BAPEPAM-LK No. XI.B.3 tidak semata-mata untuk kepentingan perusahaan secara

individu, tetapi juga untuk meningkatkan IHSG yang saat itu sedang turun secara drastis.

Oleh karena itu terjadi reaksi pasar berbeda dibandingkan dengan pengumuman pembelian

kembali saham pada kondisi pasar yang normal. Pada kondisi krisis, pengumuman pembelian

kembali saham tidak bisa meningkatkan harga saham sebagaimana pada kondisi normal,

sehingga masih terjadi AAR maupun CAAR yang negatif ketika kondisi krisis.

Bila dilihat dari perusahaan yang tergabung pada kelompok 2, dapat dilihat bahwa

perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali saham yang dijadikan sampel

Page 21: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

17

penelitian mayoritas adalah perusahaan yang melakukan pengumuman pembelian kembali

saham pada tahun 2008 yaitu 25 perusahaan dan hanya 2 perusahaan saja yang melakukan

pengumuman pembelian kembali saham pada tahun 2010. Tahun 2008 adalah tahun dimana

Indonesia menghadapi ancaman krisis keuangan akibat krisis keuangan yang terjadi di luar

negeri, sehingga lebih berpengaruh daripada sinyal informasi yang dikeluarkan oleh

perusahaan dalam bentuk pengumuman pembelian kembali saham.

Dengan demikian perusahaan sebaiknya melakukan pengumuman pembelian kembali saham

jika kondisi ekonomi normal. Hal ini karena pada kondisi ekonomi yang normal reaksi pasar

terhadap pengumuman pembelian kembali saham adalh positif, sedangkan pada kondisi krisis

cendrung direaksi negatif.

SIMPULAN

Berdasarkan analisis dan pembahasan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil

beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Terjadi reaksi pasar positif signifikan di sekitar pengumuman pembelian kembali saham

yang ditunjukkan dengan nilai AAR dan CAAR yang siginifikan.

2. Terdapat perbedaan reaksi pasar yang signifikan antara perusahaan yang melakukan

pengumuman pembelian kembali saham dengan mengacu pada peraturan BAPEPAM-

LK No. XI.B.2 tentang pembelian kembali saham emiten pada kondisi normal dengan

yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK No. XI.B.3 tentang pembelian kembali

saham emiten pada kondisi pasar berpotensi krisis, ditunjukkan dengan adanya

perbedaan AAR dan CAAR yang signifikan antara dua kelompok perusahaan tersebut.

3. Reaksi pasar terhadap perusahaan pada kelompok 1 yaitu perusahaan yang melakukan

pengumuman pembelian kembali saham dengan mengacu pada peraturan BAPEPAM-

LK No. XI.B.2 seluruhanya direaksi positif, sedangkan perusahaan pada kelompok 2

yaitu perusahaan yang mengacu pada peraturan BAPEPAM-LK no. XI.B.3 ada sebagian

yang direaksi negatif.

4. Pengumuman pembelian kembali saham sebaiknya dilakukan pada kondisi ekonomi

yang normal, karena direaksi positif oleh pasar.

Page 22: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

18

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Nur S. 2010. “Reaksi Pasar atas Pengumuman PROPER Terhadap Abnormal Return

dan Volume Perdagangan Saham”. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang.

Ariyanto, Budi. 2009. “Pengaruh Merger atau Akuisisi Terhadap Volume Perdagangan dan Harga Saham.” Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang.

Asquith, Paul, and David W. Mullins, Jr. 1986. “Signaling with Dividends, Stock epurchases,

and Equity Issues”. Financial Management. p. 27-44.

Bahrum, Devina. 2009. ”Pengaruh Pengumuman Marger dan Akuisisi Terhadap Reaksi Pasar pada Perusahaan di Bursa Efek Indonesia”. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro, Semarang.

Elton. E.J dan M. Gruber, 1995, Modern Portfolio Theory and Investment Analysis, Ed.5,

John Willy and Sons Inc, Toronto.

Fama F. Eugene, 1991, Efficient Capital Market II, Journal of Finance, Vol.XLVI No. 5,

December.

Grullon, Gustavo, and Roni Michaely. 2002. “Dividends, Share Repurchases and the

Substitution Hypothesis”. Journal of Finance 57, h. 1649-1684.

Muhammad Luky Junizar dan Aditya Septiani,2013, “Pengaruh Pengumuman Pembelian

Kembali Saham (Buy Back) Terhadap Respon Pasar: Studi Pada Perusahaan Yang

Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”, Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis

Universitas Diponegoro, Semarang.

Jogiyanto Hartono, 2008, Teori Portofolio dan Analisis Investasi, BPFEYogyakarta,

Edisi Kelima, Yogyakarta.

Jogiyanto Hartono, 2005, Pasar Efisien secara Keputusan, PT Gramedia Pustaka Utama,

Jakarta.

Mackinlay, A. Craig, 1997. Event Studies in Economics and Finance, Journal ofEconomic

Literature, Vol.XXXV (March), p.13-39.

Maxwell, William F. And Stephens Clifford P. 2003. ”The Wealth Effects of Repurchases on

Bondholders.” The Journal of Finance, Vol. LVIII, No.2,h. 895-919.

Mulia, Rahma M. 2009. “Pengaruh Stock Repurchase Terhadap Stockholder , Bondholder,

dan Value Perusahan di Indonesia Periode 2001-2007”. Skripsi Fakultas Ekonomi Univetsitas Indonesia, Jakarta.

Nishikawa, Takeshi, Prevost, Andrew K., Rao, Ramesh P. 2011. “ Bond Market Reaction to

Stock Repurchases : is There a Wealth Transfer Effect?” The Journal of Financial Research, Vol. XXXIV, No. 3, p. 503-522.

Peterson, Pamela. P. 1998. Event Studies: A Review of Issues and Methodology, Quarterly,

Journal of Business and Economics, Vol.28, No.3, Summer.

Page 23: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Adhi Suwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

I Made Sudana Vol.2, Nomor 1, Oct 2014

19

Rasbrant, Jonas. 2011. ”The Price Impact of Open Market Share Repurchases”, Department of Industrial Economics and Management, KTH Royal Institute of Technology,

Sweden.

Rinaningtias, Resti D. 2009. ”Reaksi Pasar Modal Terhadap Peristiwa Bom J.W. Marriott dan Ritz Carlton 17 Juli 2009”. Skripsi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang.

Rudi Hermawan. 2004. “Reaksi Pasar terhadap Pergantian Presiden”, Tesis (tidak

dipublikasikan), Magister Manajemen Universitas Airlangga, Semarang

Samsul, Mohammad. 2006. “Pasar Modal dan Manajemen Portofolio”. Erlangga, Surabaya.

Saud Husnan. 2005. “Dasar-dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas”. Edisi Kelima, BPFE, Yogyakarta.

Sant, Rajiv dan Ferris, Stephen, 1994, Seasoned Equity Offering: The Cases of All Equity

Firm, Journal of Business Finance and Accounting (JBFA), 21 (3),April, p.429-444

Sudana, I Made. 2011. “Manajemen Keuangan Perusahaan, Teori dan Praktek”. Erlangga, Jakarta.

Tandelilin, Eduardus. 2001. “Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio”. BPFE UGM: Yogyakarta.

Treisye Arience Lamasigi. 2002. “Reaksi Pasar Modal Terhadap PeristiwaPergantian

Presiden Republik Indonesia 23 Juli 2001: Kajian TerhadapReturn Saham LQ-45 di

PT. Bursa efek Jakarta”, Simposium NasionalAkuntansi IV, 5-6 September, Semarang.

Vermaelen, T. (1981). Common stock repurchases and market signaling. Journal of

Financial Economics, 9(2), 139-183.

Wansley, James W., William R. Lane, and Salil Sarkar. (1989). Management’s View on Share Repurchase and Tender Offer Premiums. Financial Management. 91-110.

WiyadaNittayagasetwat and Aekkachai Nittayagasetwat, 2013,Common Stock Repurchases:

Case of Stock Exchange of Thailand, International Journal of Business and Social

Science, Vol. 4 No. 2 (February)

Page 24: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

20

ANALISA PERANCANGAN ULANG (REDESAIN) MODEL OPERASIONALISASI

PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN

EFEKTIVITAS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN MEMENUHI

HARAPAN MASYARAKAT

Hesti Maheswari (Universitas Mercu Buana)

Luna Haningsih (Universitas Mercu Buana) [email protected]

ABSTRACT

This study aims to establish a model operationalization BOS program, through the analysis of

Quality Function Deployment. This study was based on the presence of a variety of

complaints that come from the communities to the BOS program that they can not benefit

from the one hand, and the other side the Government felt that the implementation of BOS has

reached three rights are the right time, the right amount, and on target. Public dissatisfaction

conditions to the program evidenced by the high dropout rates.The extent to which the BOS

program helps students in education funding, in turn raises a big question mark because of

government policies and rhetoric seem apparent.Because it was the children of farmers,

laborers, street vendors, low class servants, janitors still do not get the ease and lightness in

education.Free school which echoed the Government would make society under increasingly

sad to hear that.

The first results of this study is the expectationof the people to the BOS program, namely:most

of BOS funds can be used to offset the cost of student transportation, schools have adequate

science laboratories and maximum usage, quality textbooks provided by the school, BOS

program can ease the burden of school, students can discuss with the teacher outside of

school hours, andSchool Committee oversees use of the funds. From this analysis known gap

formed between community expectations with the level of BOS concept is still very high, both

western and central regions Indonesia.Researchers feel that there is no proper policy of the

Government to secure the nation's ideals in improving quality through Learning Program 9

years.Therefore, we need strategies to be more comprehensive to narrow the gap between

idealism with the realities on the ground, so that education becomes more obvious problems

'roots' and more 'effective and efficient' ways to overcome. Redesigns recommended are

monitoring and evaluation, increase teacher motivation, integrated management system,

operational guidelines for use of the funds, supervision attached, and additional facilities. To

accomplish these results it is necessary to continue the research terms, that is for two eastern

Indonesia: Maluku and Papua.

Keywords: recommendation of operationalization model BOS program, quality function

deployment

Page 25: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

21

I. PENDAHULUAN

Keinginan pemerintah untuk meningkatkan kualitas SDM melalui pendidikan dapat kita lihat

salah satunya melalui pemberlakuan wajib belajar (wajar) 9 tahun. Dengan program ini

diharapkan tidak akan ada SDM bangsa yang tidak berpendidikan di tanah air, minimal

pendidikan dasar. Pemerintah menargetkan program ini tuntas tahun depan. Hal ini didukung

dengan Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang

mengamanatkan bahwa setiap warga negara yang berusia 7–15 tahun wajib mengikuti

pendidikan dasar. Pasal 34 ayat 2 menyebutkan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah

menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa

memungut biaya, sedangkan dalam ayat 3 menyebutkan bahwa wajib belajar merupakan

tanggung jawab negara yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan pemerintah,

pemerintah daerah dan masyarakat. Secara umum Program BOS bertujuan untuk

meringankan beban masyarakat terhadap pembiayaan pendidikan dalam rangka wajar 9 tahun

yang bermutu. Secara khusus program BOS bertujuan untuk: 1) Menggratiskan seluruh siswa

miskin di tingkat pendidikan dasar dari beban biaya operasional sekolah, baik di sekolah

negeri maupun sekolah swasta; 2) Menggratiskan seluruh siswa SD dan SMP negeri terhadap

biaya operasional sekolah, kecuali pada rintisan sekolah bertaraf internasional dan sekolah

bertaraf internasional; 3) Meringankan beban biaya operasional sekolah bagi siswa di sekolah

swasta.

Faktanya di lapangan, terlihat strategi ini tampaknya masih menghadapi persoalan.Salah

satunya, kenaikan biaya pendidikan yang terkesan tidak terkendali, yaitu ada pembebasan

biaya disatu komponen semisal SPP, namun banyak komponen lain yang harus dibayar dalam

jumlah yang tidak murah,misalnya, pakaian seragam, uang pangkal, biaya ulangan umum atau

ujian, dan lainnya, sehingga, terutama bagi masyarakat miskin, memenuhi standar pendidikan

wajar 9 tahun bukan persoalan mudah. Keterpurukan ekonomi tidak boleh dijadikan alasan

pemerintah untuk membiarkan biaya pendidikan menjadi tidak terkendali seperti saat ini,

setidaknya strategi ini harus diamankan untuk wajar 9 tahun. Angka partisipasi murni SD saat

ini sudah mencapai 90 persen lebih, sedangkan SMP di angka 60-an persen dengan

kecenderungan membaik setiap tahun. Namun, jumlah anak putus sekolah SD setiap tahun

rata-rata berjumlah 600.000 hingga 700.000 siswa.Sementara itu, jumlah mereka yang tidak

menyelesaikan sekolahnya di SMP sekitar 150.000 sampai 200.000 orang (Litbang Kompas,

Januari 2009).Tidak ada yang salah dengan ProgramBOS, hanya saja perlu dipahami, bahwa

pertama;persepsi masyarakat yang berbeda tentang BOS dan harus secepatnya

diluruskan.Masyarakat berpikir bahwa dengan adanya BOS, biaya sekolah benar-benar gratis

seratus persen. Kedua,para pelaksana di lapangan sengajamemperbesarRencana Anggaran dan

Pendapatan Belanja Sekolah, sehingga mereka mempunyai alasan untuk tetap memungut

sejumlah dana.

Tujuan mulia saja dari program BOS tidak cukup untuk menjadikannya sebuah kebijakan

yang baik.Pada kenyataannya, BOS dikelilingi beberapa persoalan yang jika tidak diatasi

secara arif berpotensi mengurangi keberhasilan pencapaian tujuan mulia tersebut.Masalah

utama terkait dengan program BOS sebenarnya terletak pada pengendalian dan

pengawasannya.Ada dua level pengawasan yang diperlukan, yakni pengawasan penggunaan

dana BOS dan pengawasan terhadap efektivitas program BOS. Idealnya, komite sekolah

sebagai representasi masyarakat/orangtua diberi otoritas untuk mengawasi penggunaan BOS

Page 26: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

22

di sekolah.Pemerintah perlu pula mengawasi apakah mekanisme pengawasan oleh komite

sekolah berjalan, atau justru terjadi kolusi di antara keduanya. Sejauh mana efektivitas

program BOS membantu siswa dalam pembiayaan pendidikan begitu juga bantuan-bantuan

pembiayaan lainnya, pada akhirnya menimbulkan tanda tanya besar. Dalam upaya

memaksimalkan manfaat Program BOS maka sebaiknya ada pihak yang aktif mengevaluasi

pelaksanaan BOS dengan melihat langsung pada fenomena yang ada dilapangan yaitu pada

masyarakat yang menikmati dana BOS.

Oleh karena itu, penelitian ini mempunyai tujuan khusus, yaitu :

1. Mendapatkan gambaran harapan masyarakat terhadap program BOS. Dalam hal ini

peneliti ingin mendapatkan gambaran secara komprehensif tentang harapan, persepsi dan

pandangan masyarakat terhadap Program BOS, sehingga Pemerintah dapat

merealisasikannya.

2. Mendapatkan gambaran kepuasan masyarakat terhadap Program BOS. Seberapa jauh

mereka merasa terbantu dalam membiayai sekolah anak-anaknya dengan adanya program

ini.

3. Mendapatkan gambaran karakteristik teknis dari Program BOS yang sebenarnya.

Definisi, batasan, ruang lingkup dan model Program BOS, sehingga masyarakat dapat

mengetahui dengan tepat dan jelas maksud dan tujuan dengan adanya Program BOS.

4. Mendapatkan gambaran antara idealisme pemerintah dalam tataran „konsep‟ dan „realitas pelaksanaan‟ Program BOS di lapangan, sehingga dapat diketahui seberapa jauh Program BOS ini sudah benar-benar tepat sasaran dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh anak

bangsa, sesuai visi, misi dan tujuannya.

5. Merumuskan modeloperasionalisasi dan kebijakan-kebijakan yang harus dilakukan oleh

Pemerintah, agar tujuan Program BOS tercapai sesuai diamantkan dalam UU No. 20 ayat

2 dan 3.

II. KAJIAN PUSTAKA

BOS adalah program pemerintah untuk penyediaan pendanaan biaya nonpersonalia bagi

satuan pendidikan dasar sebagai pelaksana program wajib belajar. Indikator utama efektivitas

pelaksanaan Program BOS adalah (1) mayoritas anak usia pendidikan dasar bersekolah APM

> 95%, (2) berkurangnya Angka Putus Sekolah, dan (3) berkurangnya beban orangtua untuk

menyekolahkan anaknya di pendidikan dasar. Untuk kepentingan ini Pemerintah sebagai

pemilik program harus mengkaji, mengawasi, termasuk mengendalikan pelaksanaan

programnya. Proses pengawasan yang paling mudah adalah dengan mengetahui kepuasan

masyarakat terhadap program ini. Informasi ini kemudian dipadukan dalam desain Program

BOS, bagaimana agar tiap area fungsional dapat memahami dan melaksanakannya. Dengan

matriks house of quality (metode QFD), kita dapat mengetahui seberapa besar gap atau

penyimpangan dari apa yang diharapkan dengan apa yang dirasakan oleh masyarakat. Dari

matriks ini kita dapat melihat apakah karakteristik yang menjadi keunggulan sebuah Program

BOS telah dapat memuaskan masyarakat sesuai dengan tujuan Program BOS.Pada tahap

Page 27: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

23

pertama penelitian, analisis dilakukan hingga ruang 3 bagan house of quality, yang

menggambarkan harapan masyarakat terhadap program BOS, kepuasan masyarakat terhadap

program tersebut, dan karakteristik teknis program BOS. Pada tahap kedua penelitian,

penelitian akan dilanjutkan 3 langkah lagi, yaitu: 1) menganalisis hubungan harapan

masyarakat terhadap program BOS dengan karakteristik teknis yaitu keunggulan dari program

BOS yang memang Pemerintah Indonesia berikan untuk masyarakat. 2) Menghubungkan

masing-masing karakteristik teknis untuk kepentingan perbaikan karakteristik yang satu

dengan karakteristik lainnya. 3) Menentukan karakteristik teknis yang harus didesain ulang

karena tidak sesuai dengan harapan masyarakat, yang kemudian akan diusulkan sebagai

perbaikan pelaksanaan program BOS.

III. PEMBAHASAN

Harapan dan Persepsi Masyarakat Terhadap Program BOS

Dari hasil telaah terhadap kuesioner terbuka maka ditemukanrata-rata kebutuhan masyarakat

terhadap sekolah yang nota bene memperoleh dana BOS untuk ketiga wilayah Indonesia,

yaitu : 1) Murid mendapat kursi dan meja belajar; 2) Sirkulasi udara di ruang kelas baik; 3)

Taman sekolah sebagai paru-paru sekolah; 4) Terdapat peralatan laboratorium IPA; 5) Sarana

olahraga; 6) Buku-buku pelajaran tersedia; 7) Sanitary sekolah bersih; 8) Tulisan pada papan

tulis terbaca; 9) Siswa berseragam dengan baik; 10) Masyarakat tidak dipungut uang

pangkal/uang gedung; 11)Sekolah bebas dari iuran bulanan; 12) Kegiatan ekstra kurikuler

tidak dipungut biaya; 13) Sekolah bebas biaya UTS; 14) Bebas biaya UAS; 15) Buku-buku

dipinjamkan; 16) Lembar kerja siswa (LKS) diberikan cuma-cuma; 17) Program BOS

meringankan beban biaya sekolah; 18) Pembebanan biaya melihat kemampuan keuangan

masing-masing; 19) Kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kalender akademik; 20) Sekolah

tidak pernah memulangkan siswa lebih cepat dari jadwalnya; 21) Guru menguasi materi

pelajaran; 22) Kemauan mengajar guru; 23) Guru banyak memberikan soal-soal latihan; 24)

Guru membahas seluruh soal yang diberikan; 25) Guru seorang sarjana pendidikan; 26) Guru

mengenal baik setiap siswa; 27) Siswa dapat berdiskusi dengan gurunya di luar jam belajar;

28) Materi yang disampaikan sesuai dengan satuan acara pelajaran/silabi; 29) Guru mengajar

hingga siswa paham; 30) Guru membahas seluruh soal latihan yang diberikan; 31) Kurikulum

sekolah sesuai dengan kurikulum pemerintah; 32) Guru memberikan pendalaman materi

kepada siswa; 33) Program BOS meringankan beban biaya sekolah; 34) Sebagian dana BOS

digunakan untuk meringankan biaya transportasi siswa ke sekolah; 35) Tidak ada pungutan

sekolah yang harus dibayar; 36) Orang tua terlibatdalam penyusunan RAPBS; 37) Orang tua

terlibat dalam pengawasan penggunaan dana BOS; 38) Komite sekolah mengawasi

penggunaan dana BOS; dan 39) Kegiatan ekstra kurikuler terlaksana dengan baik

Gambaran Kepuasan Masyarakat Terhadap Program BOS

Populasi pada penelitian ini adalah Orang tua siswa dan siswa SDN dan SMPN di seluruh

Indonesia yang terbagi dalam wilayah Indonesia Barat, Indonesia Tengah, dan Indonesia

Timur dengan teknik penarikan sampel yaitu dengan metode convenience sampling. Dari hasil

uji validitas tingkat kepentingan dan kepuasan (SD) terdapat 8 dan 6 atribut invalid untuk

digunakan sebagai alat ukur, sehingga tidak dapat dijadikan instrumen dalam penelitian ini.

Sedangkan untuk hasil uji validitas tingkat kepentingan dan kepuasan (SMP), terdapat 9 dan 2

Page 28: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

24

atribut yang tidak valid. Hasil pengujian reliabilitas instrument, instrumen penelitian reliable

untuk kedua jenis sekolah.

Tabel 1.Analisa GAP Kepuasan Masyarakat SD Terhadap Program BOS

N

o

.

Atribut Pelayanan GAP

IB

GAP

IT

GAP

KB

1 Sirkulasi udara di ruang kelas baik -1,4 -0,3 -1,3

2 Sekolah memiliki peralatan laboratorium IPA -2,7 -3,2 -2,0

3 Buku-buku pelajaran disediakan oleh sekolah -2,6 -2,8 -1,7

4 Sanitary sekolah bersih -1,6 -0,7 -0,8

5 Tulisan pada papan tulis dapat terbaca dari tempat duduk

siswa

-2,2 -1,6 -2,0

6 Siswa berseragam dengan baik -0,8 -0,7 0,2

7 Anda tidak dipungut uang pangkal/uang gedung oleh sekolah -1,9 -0,6 0

8 Sekolah bebas dari iuran bulanan seperti SPP atau BP3 -2,2 -0,2 0

9 Kegiatan ekstra kurikuler tidak dipungut biaya oleh sekolah -2,1 -1,9 -1,4

1

0

Sekolah ini bebas biaya ulangan tengah semester -1,6 0 0

1

1

Siswa dibebaskan dari biaya ulangan akhir semester -1,4 -0,8 0

1

2

Buku-buku dipinjamkan oleh sekolah kepada siswanya -1,2 -2,8 -0,3

1

3

Lembar kerja siswa (LKS) diberikan cuma-Cuma -2,2 -3,7 -2,0

1

4

Program BOS meringankan beban biaya sekolah yang harus

Anda bayar

-2,4 -0,9 0

1

5

Pembebanan biaya dari sekolah tidak sama rata pada setiap

murid, namun melihat kemampuan keuangan masing-masing

-2,4 -1,8 -2,0

1

6

Guru menguasi materi pelajaran yang diberikan kepada siswa -2,2 -1,2 -1,9

Page 29: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

25

17 Guru mempunyai kemauan yang keras untuk mengajar -2,1 -2,7 -1,8

18 Guru banyak memberikan soal-soal latihan -2,3 -2,8 -1,4

19 Guru membahas seluruh soal yang diberikan -2,2 -3,3 -2,5

20 Siswa dapat berdiskusi materi pelajaran dengan gurunya di

luar jam belajar pada hari sekolah

-2,5 -2,2 -1,4

21 Materi yang disampaikan sesuai dengan satuan acara

pelajaran/silabi

-2,2 -0,4 -1,0

22 Guru mengajar hingga siswa paham -2,3 -2,7 -1,4

23 Guru memberikan pendalaman materi kepada siswa yang

terlambat dalam menyerap materi

-2,3 -3,7 -0,4

24 Program BOS meringankan beban biaya sekolah anak Anda -2,6 -1,4 0

25 Sebagian dana BOS digunakan untuk meringankan biaya

transportasi siswa ke sekolah

-2,8 -3,1 -2,3

26 Orang tua terlibat dalam penyusunan RAPBS -2,0 -2,8 -1,1

27 Orang tua terlibat dalam pengawasan penggunaan dana BOS -1,9 -2,8 -1,2

28 Komite sekolah mengawasi penggunaan dana BOS -2,5 -1,9 -1,4

-

2,093

-

1,899

-

1,099

Sumber : data diolah Peneliti

Temuan hasil penelitian pada tahap pertama (Indonesia Barat) menunjukkan bahwa program

BOS yang diharapkan oleh masyarakat (SD) adalah program yang harus dapat menyelesaikan

masalah mereka mulai dari mereka berangkat sekolah, mendapat pelajaran di sekolah sampai

dengan kembali lagi ke rumah (-2,8). Tingginya angka putus sekolah jelas bukan karena

biaya sekolah seperti biaya ekskul, LKS, dan kegiatan-kegiatan lain, namun karena tidak

adanya uang untuk biaya transportasi anak menuju sekolah. Pengadaan dan penggunaan

laboratorium IPA juga belum memadai(-2,7). Dari hasil wawancara pada level, ditemukan

bahwa laboratorium IPA memang ada di sekolah namun sekolah tidak memanfaatkannya

untuk praktek karena takut cepat rusak.Buku-buku sekolah elektronik memang dibagikan

sekolah(-2,6), namun kualitasnya yang kurang memadai menyebabkan guru lebih senang

menggunakan buku-buku dengan penerbit yang lebih terkenal karena banyak contoh-contoh

soal sekaligus pembahasan disamping kualitas kertas dan lem kertas yang lebih kuat sehingga

tidak mudah rusak.

Page 30: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

26

Sekolah dapat menyelenggarakan bimbingan kepada siswa-siswinya yang menghadapi

berbagai masalah baik masalah pribadi yang mungkin dapat mengganggu konsentrasi belajar

maupun masalah pelajaran sekolah hanyalah angan-angan semata (-2,5).Guru seperti

karyawan pabrik yang ingin cepat-cepat pulang setelah jam kerjanya habis. Begitu bel pulang

sekolah berbunyi banyak guru yang ikut bergegas pulang bersama siswa-siswinya.

Orang tua mendampingi sekolah dalam mengawasi penggunaan dana BOS sebagai komite

sekolah (-2,5) tidak pernah ideal pelaksanaannya. Menurut hasil wawancara, komite sekolah

masih sangat jauh dari fungsi sesungguhnya. Komite sekolah hanya menjadi pihak yang

harus menandatangani seluruh dokumen terkait penggunaan dana BOS dan bukan

mengawasinya. Kesempatan untuk mengevaluasipun tidak diberikan. Memaksa untuk

melakukan tugasnya dengan baik sama dengan membuka masalah baru antara sekolah dengan

orang tua siswa sebagai komite sekolah yang berdampak buruk terhadap anak pengurus

komite sekolah.

Indonesia Tengah, ditemukan kasus-kasus lemahnya daya tangkap siswa di daerah pedalaman

karena lambatnya daerah menyerap teknologi akibat akses yang sangat sulit terjangkau.

Masyarakat Indonesia Tengah membutuhkan guru yang berdedikasi tinggi, sehingga mau

memberikan bimbingan lebih kepada siswa-siswi ini sehingga dapat mengejar

ketertinggalannya dengan siswa-siswi yang ada di pusat-pusat kota besar. Sementara

Program BOS ternyata belum mampu memotivasi guru untuk memberikan yang terbaik

kepada anak didiknya. Pelajaran tambahan hanya diberikan kepada siswa yang akan

menghadapi ujian nasional, padahal juklak memberikan bimbingan belajar untuk seluruh level

kelas sebenarnya sudah ada pada program BOS. Lembar kerja siswa (LKS) sebagai sarana

belajar yang cukup efektif, digunakan oleh beberapa sekolah sebagai alat pengumpul uang

dengan menaikkan harganya.

Juklak pemberian dana transportasi bagi siswa-siswi dengan kondisi ekonomi yang sangat

parah sudah ada, namun tidak tersalurkan. Banyak dari mereka akhirnya putus sekolah karena

kondisi seperti ini berlangsung cukup lama dan mereka akhirnya putus asa menghadapinya.

Pelajaran sekolah semakin banyak tertinggal, kondisi ekonomi terus melilit.Pilihan antara

sekolah atau membantu orang tua mencari nafkah untuk menyambung hidup adalah bukan

pilihan yang sulit bagi mereka. Teriakan perut dirinya dan jika mungkin adik-adiknya

membuat mereka dapat dengan cepat memutuskan untuk keluar dari bangku sekolah.

Pada kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, dan Semarang ternyata memberikan

hasil analisa GAP yang berbeda dalam mengukur kepuasan masyarakat terhadap program

BOS. Ketidakpuasan yang paling besar adalah pada atribut 19, Guru membahas seluruh soal

yang diberikan. Soal-soal memang diberikan melalui lembar kerja siswa (LKS) namun LKS

tersebut jarang sekali dijamah guru. Idealnya LKS dikerjakan di rumah agar tidak banyak

membuang waktu, kemudian dibahas di sekolah bersama guru. Namun pada kenyataannya

guru biasanya mengerjakan pekerjaan lain namun tetap di dalam kelas, sedangkan siswa

diinstruksikan untuk mengerjakan LKS sendiri.

Kondisi ekonomi yang timpang satu dengan lainnyadi kota besar seperti DKI Jakartajuga

menjadi masalah, di satu sisi anak ingin bersekolah dan bermain dengan temannya, namun

disisi lain lain mereka harus bekerja membantu orang tua memenuhi kebutuhan hidup. Maka

tak heran jika DKI Jakarta sebagai kota besar mempunyai angka putus sekolah lebih dari 5%.

Page 31: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

27

Gap pada kota besar (-1,099) memang lebih kecil dibandingkan wilayahbarat (-2,093) dan

Tengah (-1,899). Pengawasan pelaksanaan program BOS di kota-kota besar bisa jadi lebih

mudah dilakukan oleh pemerintah, sehingga penyimpangan yang terjadi juga lebih kecil.

Komisi pemberantasan korupsi kerap membayang-bayangi mereka yang akan menyimpang.

Sedangkan untuk daerah yang jauh dari kota dan cukup sulit untuk dijangkau oleh pengawas,

memberi kesempatan kepada pihak pengemban amanat untuk mengalihkan ke kebutuhan

yang lain yang bisa saja sebenarnya dibutuhkan oleh sekolah atau sebaliknya malah

diselewengkan.

Hasil penelitian analisa gap kepuasan masyarakat terhadap program BOS pada level

pendidikan SMP rerata wilayah Indonesia Barat menunjukkan bahwa seluruh atribut

menghasilkan gap yang negatif. Orang tua siswa dan siswa itu sendiri mempunyai

kepentingan yang ternyata jauh lebih tinggi dibandingkan realitas kinerja yang diberikan

sekolah sebagai pengemban amanat program BOS. Ketidakpuasan masyarakat adalah pada

guru kurang memberikan soal latihan di kelas sehingga siswa cenderung tidak terlatih dan

tidak trampil. Guru di sekolah bukan seorang sarjana pendidikan sehingga mereka tidak

memahami pendekatan proses pengajaran yang efektif, seperti bagaimana mengajar

matematika yang menyenangkan bagi siswa. Guru tidak membahas seluruh soal latihan yang

diberikan sehingga siswa tidak tahu jawaban yang benar, Program BOS belum sepenuhnya

meringankan beban biaya sekolah. Siswa sulit berdiskusi materi pelajaran dengan gurunya di

luar jam belajar dan pendalaman materi bagi siswa yang sangat lambat dalam menyerap

materi menjadi atribut yang tidak memuaskan berikutnya.

Tabel 2.Analisa GAP Kepuasan Masyarakat (SMP)Terhadap Program BOS

No.

Atribut

Atribut Pelayanan GAP

IB

GAP

IT

GAP

KB

1 Sirkulasi udara di ruang kelas baik -0,9 -0,8 -0,6

2 Sekolah memiliki peralatan laboratorium IPA -1,9 -2,2 -0,2

3 Sekolah mempunyai sarana olahraga -1,9 -3,3 -0,2

4 Buku-buku pelajaran disediakan oleh sekolah -1,7 -2,2 -0,4

5 Sanitary sekolah bersih -1,5 -0,2 -1,5

6 Siswa berseragam dengan baik -0,7 -0,5 0

7 Anda tidak dipungut uang pangkal/uang gedung oleh

sekolah

-2,2 -1,1 0,8

8 Sekolah bebas dari iuran bulanan seperti SPP atau BP3 -2,2 0 0

9 Sekolah ini bebas biaya ulangan tengah semester -2,9 -1,2 0

Page 32: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

28

10 Siswa dibebaskan dari biaya ulangan akhir semester -2,3 -1,5 0,5

11 Buku-buku dipinjamkan oleh sekolah kepada siswanya -1,3 -0,2 0,5

12 Program BOS meringankan beban biaya sekolah yang

harus Anda bayar

-2,5 -0,8 0

13 Pembebanan biaya dari sekolah tidak sama rata pada

setiap murid, namun melihat kemampuan keuangan

masing-masing

-2,3 -1,9 -1,2

14 Kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kalender

akademik

-1,7 0,1 0,4

15 Sekolah tidak pernah memulangkan siswa lebih cepat

dari jadwalnya

-1,6 -0,8 -0,2

16 Guru menguasi materi pelajaran yang diberikan kepada

siswa

-2,0 -0,4 -1,0

17 Guru mempunyai kemauan yang keras untuk mengajar -1,5 -0,6 -1,2

18 Guru banyak memberikan soal-soal latihan -2,6 -0,8 0

19 Guru membahas seluruh soal yang diberikan -2,1 -3,2 -1,2

20 Guru disekolah seorang sarjana pendidikan -2,6 -0,4 -0,8

21 Guru mengenal dengan baik setiap siswa di kelas -2,1 -0,8 -1,4

22 Siswa dapat berdiskusi materi pelajaran dengan

gurunya di luar jam belajar pada hari sekolah

-2,5 -1,9 -1,2

23 Guru mengajar hingga siswa paham -1,8 -1,8 -0,9

24 Guru memberikan pendalaman materi kepada siswa

yang terlambat dalam menyerap materi

-2,4 -2,3 -1,4

25 Program BOS meringankan beban biaya sekolah anak

Anda

-2,6 -1,7 0

26 Sebagian dana BOS digunakan untuk meringankan

biaya transportasi siswa ke sekolah

-2,3 -3,8 -1,2

27 Orang tua terlibat dalam penyusunan RAPBS -2,3 -3,6 0,1

Page 33: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

29

28 Orang tua terlibat dalam pengawasan penggunaan dana

BOS

-2,1 -3,0 0,2

29 Komite sekolah mengawasi penggunaan dana BOS -2,2 -2,8 -0,8

RATA-RATA -2,05 -1,50 -0,49

Sumber : data diolah Peneliti

Wilayah Indonesia Tengah (Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Kalimantan Selatan, Kalimantan

Tengah, dan Kalimantan Timur) memberikan hasil yang agak berbeda dengan wilayah

Indonesia Barat.Ternyata wilayah ini bersih dari pungutan SPP dan atau BP3 kepada siswa

didiknya dan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kalender akademik pemerintah

memberikan nilai positif (memuaskan). Sedangkan Ketidakpuasan tertinggi terhadap

pelayanan sekolah adalah: Lagi-lagi masyarakat mengeluhkan tidak adanya subsidi

pemerintah berupa dana transportasi siswa menuju sekolah, seperti terjadi pada masyarakat

bagian barat Indonesia (-3,8).Tidak ada sama sekali keterlibatan orang tua dalam penyusunan

RAPBS (-3,6). Padahal mereka berharap agar dapat duduk dalam pengurus Komite Sekolah

dan memasukkan mata anggaran biaya transportasi bagi siswa tidak mampu dalam RAPBS.

Pengawasan penggunaan dana BOS pun sulit dilakukan oleh pihak yang disebut sebagai

Komite Sekolah. Masyarakat juga menyarankanbesarnya subsidi ini seharusnya tidak sama

pada setiap wilayah, karena ketimpangan kondisi ekonomi antara di kota besar dan daerah

pedalaman sangat tinggi.

Penelitian ini juga menemukan minimnya sarana olahraga standar (ketidaksesuaian ukuran,

tidak ada sarana lempar lembing, tolak peluru dan lempar cakram) (-3,3), padahal pelajaran

olah raga adalah pelajaran favorit siswa karena pelajaran ini identik dengan bermain. Gap

kepuasan masyarakat terhadap program BOS untuk empat kota besar pada level SMP sangat

kecil yaitu -0,49, namun masih ada atribut yang tidak memuaskanyaitu guru membahas

seluruh soal latihan yang diberikan (-1,8), sanitary sekolah bersih (-1,5), guru memberikan

pendalaman materi bagi siswa yang terlambat menyerap materi pelajaran dan guru mengenal

baik seluruh siswa dengan gap (-1,4). Pembebanan biaya dari sekolah tidak sama rata pada

setiap murid, namun melihat kemampuan keuangan masing-masing, Guru mempunyai

kemauan yang keras untuk mengajar, Guru membahas seluruh soal yang diberikan, dan

Sebagian dana BOS digunakan untuk meringankan biaya transportasi siswa ke sekolah (-1,2).

Di kota-kota besar, pihak sekolah sangat takut memungut iuran dalam bentuk apapun kepada

masyarakat, apalagi dengan judul uang gedung, uang pangkal, dan uang ulangan. Sarana dan

prasarana sekolah sudah dibiayai pemerintah lewat dana RKB, selain masyarakat yang sudah

pintar, maju dalam hal teknologi informasi yang akan dengan cepat melaporkan jika terdapat

kecurangan dana BOS. Orang tua dalam wadah komite sekolah berperan aktif membantu

sekolah dalam berbagai hal yang berkaitan dengan penghimpunan dana tambahan untuk

mendukung proses belajar mengajar. Ditambah lagi inisiatif orang tua siswa memberikan

kursus bimbingan belajar untuk anaknya, karena mereka merasa sekolah tidak maksimal

proses belajar mengajarnya.

Page 34: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

30

Technical Characteristics (3rd

Room)

Adapun karakteristik teknispelayanan SD dan SMP penerima dana BOS adalah sebagai

berikut: 1) Seluruh dana BOSdisalurkan ke seluruh sekolah; 2) Sistem pengawasan melekat;

3) Sistem pengelolaan terpadu antara sekolah, komite sekolah dan pemerintah; 4)

Penyusunan, penggandaan & penyebaran juklaksebagai pedoman pelaksanaan program BOS;

5) Sosialisasi program tentang mekanisme pelaksanaan; 6) Standarisasi sistem database; 7)

Monitoring dan Evaluasi; 8) Peningkatan motivasi guru; 9) Pelayanan pengaduan masyarakat;

10) Juklak penggunaan dana BOS; 11) Juklak pengorganisasian BOS di sekolah; 12)

Menggratiskan seluruh siswa miskin; 13) Meringankan beban biaya operasional sekolah di

sekolah swasta; 14) Menambah fasilitas sekolah; 15) Berkurangnya angka putus sekolah; 16)

Berkurangnya beban orang tua.

Technical Correlations (5th

room)

Technical correlation yang menunjukkan hubungan yang kuat antara karakteristik teknis

berarti perbaikan pada item yang satu memberi dampak pada perbaikan item yang lain,

bahkan bisa menyebabkan multiplier efect.

Prioritas Redesain Program BOS (6th

room)

Menurut hasil analisis dengan bagan house of quality, desain ulang terhadap karakteristik

teknis program BOS untuk wilayah barat dan tengah Indonesia adalah sebagai berikut:

1. Monitoring dan Evaluasi

Karakteristik teknis yang pertama kali harus didesain ulang adalah Monitoring dan

Evaluasi. Beberapa hal yang direkomendasikan terkait dengan monitoring dan evaluasi

adalah:

a) Membentuk komite sekolah dari pegawai kelurahan dan atau kecamatan atau pemuka

agama agar pengawasannya dapat maksimal dan tidak takut terjadi intervensi

terhadap siswa.

b) Mengadakan pelatihan atau bimbingan teknis kepada para komite sekolah, sehingga

mereka memahami juklak peruntukkan dana BOS

c) Mensahkan setiap rencana pengeluaran yang sesuai dengan juklak peruntukkan dana

BOS dan tidak mau mensahkan laporan pertanggungjawaban jika transaksi tanpa

pengesahan terlebih dahulu.

2. Sistem pengelolaan terpadu antara sekolah, komite sekolah, dan pemerintah, berarti

membuat mekanisme bersama agar ketiga pihak ini transparan dalam menjalankan

perannya masing-masing. Beberapa hal yang direkomendasikan terkait dengan sistem

pengelolaan terpadu adalah:

a) Setelah menerima dana BOS informasikan waktu penerimaan, jumlah, dan rencana

penggunaan dana tersebut kepada komite sekolah.

Page 35: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

31

b) Sebelum menggunakan uang untuk membayar bahan atau kegiatan operasional,

sekolah harus meminta persetujuan terlebih dulu kepada komite sekolah.

c) Laporan pertanggungjawaban akhir yang diberikan ke pemerintah harus ditembuskan

ke komite sekolah.

3. Motivasi guru dalam melayani siswa didik seharunya meningkat searah dengan

peningkatan dana BOS yang diberikan pemerintah. Namun kenyataannya program BOS

telah menyebabkan sekolah sibuk mengikuti mekanisme program. Karena harus

membuat laporan pertanggungjawaban yang sangat merepotkan Bendahara BOS dan

pejabat lainnya yang juga bertugas sebagai guru, tidak sempat lagi mencari terobosan

baru dalam mengajar dengan cara yang menarik dan menyenangkan.

4. Beberapa hal yang direkomendasikan terkait dengan motivasi guru adalah:

a) Pekerjaan yang terkait dengan program BOS, seperti misalnya Bendahara BOS tidak

boleh dipegang oleh seorang guru. Sekolah menunjuk pegawai tata usaha bagian

keuangan untuk membuat laporan ini yang diawasi oleh Kepala Sekolah.

b) Sekolah menunjuk anggota komite sekolah sebagai bendahara BOS atau asisten

bendahara BOS. Mekanismen ini sekaligus mengawasi penggunaan dana BOS

c) Menambah jam kerja guru di sekolah. Guru tidak pulang pada saat jam sekolah

berakhir, namun tetap di sekolah hingga pukul 16.00 agar guru dapat melayani siswa

didik yang bermasalah.

d) Pelatihan cara mengajar yang baik, menarik, dan menyenangkan harus dilakukan

terutama untuk guru yang mengajar mata pelajaran yang sulit seperti Matematika,

Bahasa Indonesia, dan IPA.

e) Memberikan reward khusus kepada guru favorit siswa, agar guru lebih termotivasi

melayani siswa didiknya.

5. Juklak penggunaan dana BOS sangat jelas dan dengan mekanisme yang sangat teratur

rapi. Namun karena keteraturannya ini terkesan sangat rumit. Rekomendasi: Membuat

mekanisme yang lebih sederhana namun tetap terawasi, misalnya dengan membuat

semacam kartu kredit, dimana didalamnya terdapat sejumlah dana BOS yang seharusnya

dimiliki oleh sekolah. Kartu tersebut dapat dipakai untuk berbelanja atau diambil tunai

yang besarnya mengikuti ketentuan batas per mata anggran. Jika satu mata anggaran

sudah habis saldonya, maka pembelian baru untuk mata anggaran yang sama tidak akan

pernah bisa dibayar oleh kartu tersebut.

6. Sistem pengawasan melekat oleh pemerintah berarti mengawasi penggunaan dana BOS

seutuhnya agar program tepat sasaran. Rekomendasi:

a) Pemerintah menggali informasi tentang penduduk usia sekolah dasar di wilayahnya

masing-masing. Apakah di wilayahnya semua penduduk usia sekolah bersekolah

Page 36: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

32

Page 37: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

33

Page 38: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

34

b) Pemerintah mendeteksi kondisi ekonomi setiap keluarga yang mempunyai anak usia

sekolah. Jika tidak mampu membiayai anaknya untuk berangkat kesekolah, maka harus

diteruskan informasi ini ke sekolah terdekat dengan tempat tinggal calon siswa ini

kemudian mewajibkan pihak sekolah menyisihkan dana BOS untuk biaya transportasi

calon siswa ini.

7. Penambahan fasilitas sekolah, Sekolah harus memperhatikan fasilitas pendidikan

diantaranya Hal yang direkomendasikan untuk penambahan fasilitas sekolah penggunaan

dana RKB dan pemerintah dalam dinas pendidikan melalui pengawas sekolah

menginventarisir fasilitas sekolah.

8. Menggratiskan seluruh siswa miskin di tingkat pendidikan dasar dari biaya operasional

sekolah. Beberapa hal yang direkomendasikan adalah:

a) Memisahkan kondisi ekonomi setiap siswa dengan tingkat ketelitian tinggi

b) Membedakan proporsi subsidi untuk siswa yang satu dengan siswa lain tergantung pada

kondisi ekonomi siswa tersebut.

c) Pemerintah membuat klasifikasi kondisi ekonomi siswa dan batasan subsidi sesuai

dengan klasifikasi tersebut. Pemerintah harus tahu kelompok masyarakat yang harus

diberikan subsidi penuh.

9. Meringankan beban atau biaya operasional sekolah di sekolah swasta. Pengawasan

seharusnya lebih ketat kepada kelompok sekolah swasta yang diizinkan memungut biaya

walaupun sekolah menerima dana BOS. Pastikan biaya yang dipungut benar-benar untuk

pengembangan sekolah, penambahan fasilitas sekolah yang menyebabkan sekolah nyaman.

10. Untuk mengurangi angka putus sekolah Pemerintah harus meningkatkan keakuratan data

usia sekolah hingga ke daerah pedalaman kemudian Pemerintah Pusat

menginstruksikankepada Pemerintah Daerah yang kemudian diteruskan hingga lingkungan

rukun warga dan rukun tetangga.

11. Berkurangnya beban orang tua untuk menyekolahkan anaknya di tingkat pendidikan dasar.

Beban orang tua dalam menyekolahkan anaknya akan berkurang jika semua pihak terkait

dengan penyaluran dana BOS benar-benar menjalankan fungsinya dan tidak melakukan

kecurangan.

12. Pengaduan masyarakat akibat penyelenggaraan sekolah gratis harus dibuka seluas-luasnya,

agar pemerintah dapat mengevaluasi berjalannya proses pendidikan.

13. Seluruh dana BOS disalurkan ke seluruh sekolah yang ada di Indonesia. Pemerintah harus

instrospeksi kembali tentang waktu penyalurannya yang sangat sering terlambat dan

Page 39: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

35

14. menyebabkan mekanisme sekolah terkait pembayaran honor guru dan lain-lain menjadi

kacau.

15. Hal yang perlu direkomendasikan terkait juklak pengorganisasian BOS di sekolah adalah

tidak menunjuk seorang guru menjadi bendahara BOS. Lebih baik lagi jika bendahara BOS

dipegang oleh anggota komite sekolah, agar pengawasan bisa lebih melekat.

16. Walapaun standarisasi sistem data basedterus dilakukan namun data di setiap sekolah belum

seragam, terutama untuk sekolah-sekolah swasta kecil karena kurangnya tenaga profesional

untuk melakukan tugas ini. Hal yang direkomendasikan untuk kondisi ini adalah pemerintah

memberikan bimbingan teknis atau pelatihan terpadu.

IV. SIMPULAN

Simpulan

a. Harapan masyarakatpada level pendidikan SD dan SMP terhadap Program BOS:

Terdapat 28 harapan masyarakat terhadap pelayanan pendidikan SD di sekolah-sekolah

penerima program BOS. Sedangkan untuk level pendidikan SMP, ditemukan 29 tuntutan

masyarakat terhadap pelayanan sekolah-sekolah peneriman Program BOS

b. Ketidakpuasan masyarakat terhadap program BOS dan menjadi harapan masyarakat adalah

sebagai berikut:

- Harapan terbesar orang tua siswa dan siswa SDadalah sebagai berikut:1) Sebagian dana

BOS dapat digunakan untuk biaya transportasi, 2) Sekolah memiliki dan memaksimalkan

penggunaan Laboratorium IPA 3) Buku-buku berkualitas tersedia& Program BOS dapat

meringankan beban biaya sekolah , 4) Siswa dapat berdiskusi dengan gurunya di luar jam

belajar, 5) Komite sekolah mengawasi penggunaan dana BOS, 6) Guru bersedia

memberikan pendalaman materi kepada siswa yang lambat menyerap materi, 2) Lembar

kerja siswa (LKS) diberikan, 3) Guru membahas seluruh soal yang diberikan.

- Harapan terbesar orang tua siswa dan siswa SMPadalah sebagai berikut: 1) Sekolah

sepenuhnya membebaskan pungutan, 2) Program BOS meringankan biaya transportasi, 3)

Guru banyak memberikan soal-soal latihan, 4) Guru membahas seluruh soal-soal, 5) Guru

seorang sarjana pendidikan sehingga paham dalammendidik dan tahu cara yang tepat

dalam mengajar. 6) Orang tua terlibat dalam penyusunan RAPBS, 7) Sekolah

mempunyai sarana olahraga, 8) Orang tua terlibat aktif dalam pengawasan penggunaan

dana BOS, 9) Sanitary sekolah bersih, 10) Guru memberikan pendalaman materi, 11)

Guru mengenal baik seluruh siswa, 12) Pembebanan biaya dari sekolah tidak sama rata

pada setiap murid, dan 13) Guru mempunyai kemauan yang keras untuk mengajar.

c. Karakteristik teknis program BOS yang harus didesain ulang dan yang harus dipertahankan

terdiri atas: 1) Seluruh dana BOS disalurkan ke seluruh sekolah,2) Sistem pengawasan

Page 40: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

36

terpadu, 3) Sistem pengelolaan terpadu antara sekolah, komite sekolah dan pemerintah, 4)

Penyusunan, penggandaan & penyebaran petunjuk pelaksanaan program sebagai pedoman

pelaksanaan program BOS, 5) Sosialisasi program tentang mekanisme pelaksanaan, 6)

Standarisasi sistem database, 7) Monitoring dan Evaluasi, 8) Peningkatan motivasi guru 9)

Pelayanan pengaduan masyarakat, 10) Juklak penggunaan dana BOS, 11) Juklak

pengorganisasian BOS, 12) Menggratiskan seluruh siswa miskin, 13) Meringankan beban

biaya operasional sekolah di sekolah swasta, 14) Penambahan fasilitas sekolah

15)Berkurangnya angka putus sekolah, 16) Berkurangnya beban orang tua

d. Desain ulang yang direkomendasikan untuk karakteristik teknis program BOS diuraikan

pada akhir bab lima. Desain besar harus dilakukan pada lima karakteristik dengan angka

absolute dan relative importance terbesar yaitu 1) Monitoring dan Evaluasi, 2) Peningkatan

Motivasi guru dalam melayani siswa didik, 3) Sistem pengelolaan terpadu antara sekolah,

komite sekolah, dan pemerintah, 4) Juklak penggunaan dana BOS, dan 5) Sistem

pengawasan melekat oleh Pemerintah

Saran

a. Pemerintah dapat mewujudkan berkurangnya angka putus sekolah bersamaan dengan

meningkatnya angka partsipasi murni anak usia sekolah bersekolah jika mekanisme

penyaluran dana BOS tidak hanya digunakan untuk keperluan bahan-bahan habis pakai

namun utnuk membantu biaya transportasi siswa menuju sekolah.

b. Pemerintah tidak boleh menyamaratakan kondisi ekonomi seluruh masyarakat begitu saja.

Pemerintah harus mempunyai mekanisme pengawasan agar siswa yang cukup mampu

mendapat porsi subsidi lebih kecil dibandingkan siswa yang tidak mampu sehingga sekolah

dapat menyelenggarakan pendidikan berkualitas tanpa membebani siswa yang tidak mampu.

Page 41: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Hesti Maheswari Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Luna Haningsih Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

37

REFERENSI

Berita Antara, 7 Juli 2007

Dikti, 2010, Petunjuk Pelaksanaan BOS

Evans, Lindsay, 2013, Managing for Quality and Performance Excellence, Cengage Learning,

South Western

Foster, 2013, Managing Quality Integrating The Suplly Chain, Pearson, England

Heizer, Jay. & Barry. Render. (2012). Manajemen Operasi, Edisi tujuh, Jakarta : Salemba

Empat.

SMERU, 2013,

Suara Pembaharuan, Februari 2009

UU Pendidikan Dasar, 2004 No. 20 pasal 34 ayat 2 dan 3

Zikmund, 2013, Babin, Carr, Business Reseacrh Methods, Cengage Learning, South Western

BIODATA PENULIS

Hesti Maheswari, Sarjana Ekonomi, Jurusan Manajemen Universitas Jenderal Soedirman, lulus

tahun 1994. Memperoleh gelar Magister Sains Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Manajmen

Universitas Padjajaran, lulus tahun 2002, Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Mercu Buana.

Luna Haningsih, Sarjana Ekonomi, Jurusan Manajemen Universitas Gadjah Mada, lulus tahun

1991. Memperoleh gelar Magister Sains Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Manajmen

Universitas Indonesia, lulus tahun 2000, Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Mercu Buana.

BIODATA PENULIS

Hesti Maheswari, Sarjana Ekonomi, Jurusan Manajemen Universitas Jenderal Soedirman, lulus

tahun 1994. Memperoleh gelar Magister Sains Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Manajmen

Universitas Padjajaran, lulus tahun 2002, Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Universitas Mercu Buana.

Luna Haningsih, Sarjana Ekonomi, Jurusan Manajemen Universitas Gadjah Mada, lulus tahun

1991. Memperoleh gelar Magister Sains Program Pasca Sarjana Magister Ilmu Manajmen

Universitas Indonesia, lulus tahun 2000, Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Mercu Buana.

Page 42: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

38

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI

ENTERPRISE RESOURCE PLANNING (ERP)

STUDI PADA PERUSAHAAN KEMASAN

Eko Purwanto, Prasetyohadi, dan Firman Dwilaksono Rahardianto

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

PASCASARJANAN UPN “VETERAN” Jawa Timur e-mail: [email protected]

ABSTRACT

The purpose of this research is to test the influences of critical success factors of ERP

implementation. The use of variables based on the results of previous research, which

directly influences the Top management support, Business Process Reengineering, Effective

Project Management and Education and training toward critical success factors of ERP

Implementation. The use of these variables can solve the problems in determining

appropriate strategies for the successful ERP Implementation. According to Martin (1998)

90% of ERP implementation has been delayed and the success rate is only about 33%.

The population used in this research were all ERP users at a packaging company and the

sample size is 57 people. Data collection techniques in this research using questionnaires

and data analysis technique using Partial Least Square (PLS) which is run with the help of

Smart PLS 2.0 M3 software.

The analysis showed that Top Management Support and Education and training influence the

success of ERP implementation, while the other variables such as Business Process

Reengineering and Effective Project Management does not affect the successful

implementation of ERP. To increase the success rate of ERP implementation, users on the

companies that are or have implemented ERP systems should consider some factors such as

Top Management Support and Education and training because these factors shown to affect

the success rate of ERP implementation.

Keywords : ERP, Implementation, Information Technology and PLS.

Page 43: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

39

PENDAHULUAN

Sistem ERP (Enterprise Resource Planning) dapat dianggap sebagai pengembang utama

dalam penggunaan teknologi informasi di tahun 1990-an (Davenport, 1998). Implementasi

ERP biasanya merupakan suatu proyek besar, kompleks, melibatkan kelompok orang dan

sumber daya lain dalam jumlah yang besar, bekerja bersama di bawah ketatnya jadwal waktu

sesuai dengan yang telah ditetapkan dan menghadapi banyak pengembangan yang tak terduga

(customization), tidak mengherankan, jika banyak dari implementasi ternyata lebih banyak

mencapai kegagalan dibanding mencapai keberhasilan sesuai dengan yang diharapkan

(Davenport 1998; Avnet 1999; Buckhout et al, 1999).

Banyak bukti yang kuat bahwa proyek implementasi sistem ERP tidak dapat diselesaikan

tepat pada waktunya dan sesuai dengan anggaran yang ada (Parr, Shanks dan Darke 1999)

dan juga dilaporkan secara lengkap bahwa implementasi ERP banyak mengalami kegagalan

(James 1997), tetapi jika sekali sistem ERP berhasil diterapkan, manfaat penting seperti

peningkatan layanan pelanggan, penjadwalan produksi yang lebih baik dan pengurangan

biaya pabrikasi dapat diperoleh. Walaupun tingkat keberhasilan dalam implementasi ERP

rendah, akan tetapi perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan ERP memperoleh

banyak manfaat dari ERP dan telah memanfaatkan sepenuhnya potensi ERP dalam

organisasi. Sekitar 90% implementasi ERP (Martin 1998) mengalami keterlambatan atau

melampaui batas anggaran yang telah ditetapkan dan tingkat keberhasilan dalam

implementasi ERP hanya sekitar 33%.

Berdasarkan hal tersebut, beberapa tahun yang lalu, sejumlah penelitian telah dilakukan

dengan mengacu pada faktor-faktor penentu keberhasilan atau Critical Success Factors

(CSF) untuk implementasi ERP (Holland & Light 1999; Summer 1999; Willcocks & Sykes

2000) dan implementasi IT secara umum (Reel 1999; Marble 2000). Penelitian menunjukkan

bahwa faktor-faktor penentu keberhasilan adalah hal penting dalam implementasi ERP.

Faktor-faktor penentu keberhasilan akan menjaga agar implementasi selesai tepat sesuai

jadwal, sesuai anggaran, memberikan kepuasan pada pemakai, dan seterusnya.

Beberapa faktor penentu telah ditemukan dari penelitian terdahulu, peneliti memilih 4 faktor

dari faktor-faktor penentu keberhasilan tersebut yaitu Top Management Support, Business

Process Reengineering, Effective Project Management serta Education and Training. Adapun

alasan dari pemilihan ke 4 faktor tersebut karena menurut penelitian terdahulu faktor-faktor

tersebut termasuk faktor-faktor yang dominan dalam keberhasilan implementasi aplikasi

sistem ERP

perusahaan kemasan sebagai obyek penelitian karena selama ini beberapa industri kemasan

mulai menerapkan Enterprise Resource Planning (ERP) sebagai implikasi dari tekanan

persaingan yang begitu tajam dan secara umum perusahaan kemasan yang diteliti telah

berhasil mengimplementasikan dan mengambil manfaat dari sistem ERP.

Enterprise Resource Planning (ERP)

Enterprise Resource Planning (ERP) adalah sistem yang berbasis komputer yang didesain

untuk memproses transaksi dan memfasilitasi planning secara terintegrasi dan real time, serta

respon dari customer, sistem dalam ERP diasumsikan memiliki karakteristik tertentu (O‟leary 2000). ERP identik dengan penggunaan teknologi, khususnya mengenai teknologi informasi.

Page 44: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

40

ERP merupakan integrasi perencanaan dari berbagai fungsi manajemen di dalam perusahaan

seperti marketing dan penjualan, pelayanan lapangan, desain dan pengembangan produk,

desain dan pengembangan proses, pengendalian persediaan, pembelian, distribusi, sumber

daya manusia, peramalan, dan sebagainya.

Integrasi dari sekian banyak fungsi manajemen dan bisnis hanya dapat dilakukan dengan baik

apabila menggunakan teknologi informasi yang mutakhir, oleh karena itu ERP sangat

berhubungan dengan penggunakan teknologi, khususnya teknologi informasi. Kemampuan

sistem untuk mengintegrasikan dari berbagai fungsi bisnis dimungkinkan oleh penggunaan

dan pengembangan teknologi informasi dan komputer. Eckartz et al. (2009) mendefinisikan 3

dimensi dari manfaat dalam implementasi ERP yaitu :

1. Keuntungan Operasional, manajerial dan stratejik.

2. Keuntungan dalam perspektif Balanced Scorecard (Proses, customer, financial dan

inovasi).

3. Keuntungan dalam infrastruktur Teknologi Informasi dan organisasi

Critical Success Factor (CSF)

Faktor-faktor Penentu keberhasilan adalah sejumlah faktor-faktor utama yang dianggap oleh

para eksekutif sebagai hal penting untuk kesuksesan perusahaan, hal ini sangat penting

karena keberhasilan kinerja akan mendorong keberhasilan organisasi dalam mencapai

tujuannya.

Faktor-faktor penentu keberhasilan digambarkan sebagai sebuah jalan untuk membantu

mendefinisikan kebutuhan dalam manajemen organisasi (Gates 2010). Metode Faktor-faktor

Penentu Keberhasilan mengusulkan strategi terbaik bagi organisasi yang didasarkan pada

identifikasi unsur-unsur lingkungan operasional organisasi yang kritis atau yang ditunjukkan

karena adanya suatu ancaman bagi perusahaan.

Berikut daftar 29 critical success factors (CSF) atau faktor-faktor penentu keberhasilan

implementasi ERP (Cooray 2004) :

1. Appropriate decision making framework, 2. Management Structure, 3. Top Management

support, 4. External expertise (use of consultants), 5. Balanced project team, 6. Research, 7.

Clear goals, focus and scope, 8. Effective Project Management, 9. Change Management, 10.

User Participation, 11. Education and Training, 12. Presence of a champion, 13. Minimal

customization, 14. Business process reengineering, 15. Discipline and standardization, 16.

Effective communications, 17. Best people full time planning of this, 18. Technical and

business knowledge, 19. Culture, 20. Monitoring and evaluating of performance, 21.

Software development testing and troubleshooting, 22. Management of expectations, 23.

Vendor customer partnerships, 24. Use of vendors development tools, 25. Vendor package

selection, 26. Interdepartmental cooperation and communication, 27. Hardware issues, 28.

Information and access security, 29. Implementation approach

Page 45: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

41

Top Management Support

Top Management Support menduduki peringkat ketiga dari survey 13 faktor CSF dalam

Information System (IS) Implementation Success Factor (Jiang et al, 1996). Menurut survey

dari Somers dan Nelson‟s, (2001), Top Management Support menduduki ranking pertama

dari 22 faktor.

Zhang et al (2003) dalam penelitian menyatakan Top Management harus menciptakan

lingkungan untuk penerapan sistem ERP dan hasil yang diperoleh harus dilihat sebagai

bagian dalam pelaksanaannya. Top Management Support dalam implementasi ERP memiliki

beberapa aspek utama yaitu: kepemimpinan dan menyediakan sumber daya yang diperlukan.

Dalam penerapan sistem ERP yang lancar dan sukses perusahaan memerlukan sebuah komite

pengarah untuk berpartisipasi dalam mengadakan pertemuan rutin, memantau upaya

pelaksanaan dan memberikan arah yang jelas untuk keberhasilan proyek. Kesediaan untuk

menyediakan sumber daya yang diperlukan adalah indikator lain dari komitmen Top

Management untuk proyek ERP. Pelaksanaannya bisa mengalami kegagalan jika beberapa

sumber daya yang penting seperti sumber daya manusia, dana dan peralatan tidak dipenuhi.

Slevin dan Pinto (1987) juga mengidentifikasikan Top Management Support sebagai

kemauan dari Top Management untuk menyediakan segala sumber daya yang diperlukan dan

juga mempunyai kekuatan atau otoritas yang tinggi untuk kesuksesan implementasi ERP,

kemauan untuk menyediakan segala sumber daya yang diperlukan merupakan indikator yang

paling utama dari Top Management untuk keberhasilan implementasi ERP.

Peran Top Management Support tidak hanya sebatas menyediakan fasilitas sumber daya,

kepemimpinan ataupun otoritas yang tinggi dalam proyek ERP, akan tetapi harus mengawal

secara penuh implementasi Sistem ERP (Jarrar et al, 2000). Top Management harus secara

kontinu memonitor dan memberikan pengarahan yang dibutuhkan kepada tim pelaksana ERP

(Sawaridass 2007).

Business Process Reengineering

Business Process Reengineering (BPR) atau rekayasa ulang proses bisnis digambarkan oleh

Hammer and Champy (1993) sebagai “pemikiran kembali dan pendesainan ulang proses bisnis untuk meningkatkan kinerja perusahaan dalam hal biaya, kualitas, kecepatan dan

layanan”.

Pemikiran fundamental dari Business Process pertanyaan yang seharusnya muncul adalah

“why do we do what we do”. Hal ini dapat membuat organisasi berpikir kembali tentang

aturan-aturan dan asumsi-asumsi organisasi dalam menjalankan bisnisnya, sehingga pada

akhirnya akan membantu organisasi dalam mengidentifikasi aturan dan asumsi yang sudah

usang dan tidak cocok untuk kemudian tidak disertakan pada desain yang baru.

Selama Business Process Reengineering langkah-langkah radikal harus diambil. Konsep

Reengineering disini adalah menciptakan kembali sebuah sistem organisasi, bukan

memperbaiki atau meningkatkannya. Struktur dan prosedur yang sudah lama mungkin harus

diabaikan dan cara-cara baru untuk bekerja harus diciptakan. Jika kebutuhan perusahaan atau

organisasi hanya suatu perbaikan kecil maka yang diperlukan hanya perbaikan proses, bukan

Reeingineering. Reengineering digunakan untuk perbaikan dalam skala besar. Dalam

Page 46: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

42

Reengineering diharuskan berfokus pada proses dan bukan pada aktivitas-aktivitas

perusahaan atau organisasi.

Carr (1995) mendefinisikan Business Process Reengineering sebagai teknik yang

berkonsentrasi pada proses untuk membawa perubahan radikal dalam organisasi seperti

memfasilitasi peningkatan kinerja yang signifikan dalam inti proses bisnis untuk mencapai

keunggulan kompetitif. Definisi ini juga mencakup gagasan utama dari Business Process

Reengineering yaitu membuat ulang proses bisnis untuk meningkatkan kinerja organisasi.

Setiap penerapan sistem ERP selalu melibatkan Business Process Reengineering yang ada

menjadi suatu standar proses bisnis yang baik (Holland dan Light 1999). Salah satu alasan

utama mengapa sistem ERP dan sistem teknologi canggih besar lainnya gagal adalah bahwa

organisasi meremehkan pemikiran bagaimana dan sejauh mana organisasi harus berubah serta

penerapan Business Process Reengineering yang ada untuk mengakomodasi pembelian.

Sistem ERP dibangun berdasarkan pada praktik terbaik yang diimplementasikan di industri.

Semua proses dalam sebuah perusahaan harus sesuai dengan model ERP.

Beberapa dimensi mengenai Business Process Reengineering ini adalah (Zhang et al, 2003) :

1. Kesediaan perusahaan untuk Reengineering

Studi sebelumnya mengklaim bahwa semakin mau suatu organisasi untuk berubah

maka semakin sukses pula implementasinya.

2. Kesiapan perusahaan untuk adanya perubahan

Organisasi harus disiapkan dan siap untuk perubahan fundamental untuk menjamin

keberhasilan BPR. Harus ada kepercayaan antara Top Management dan staf dalam

perusahaan, yang semua itu akan membantu proses perubahan

3. Kemampuan perusahaan untuk adanya Reengineering

Perusahaan harus mampu melaksanakan rekayasa ulang dalam arti bahwa proses

memerlukan banyak waktu, biaya/modal dan sumber daya dalam perubahan proses

bisnisnya

4. Komunikasi

Adalah faktor determinan lain yang mempengaruhi pelaksanaan Business Process

Reengineering seperti desain ulang budaya perusahaan saat ini, struktur, dan proses.

Jika orang dalam perusahaan tidak diberi informasi yang cukup tentang tujuan

Business Process Reengineering, maka orang akan merasakan suatu ketidakpastian

tentang pekerjaannya sehingga menghambat kemajuan proses Reengineering.

Manajemen harus menjawab setiap pertanyaan karyawan dan mengadakan rapat

untuk membuat strategi yang dipahami oleh setiap orang.

Effective Project Management

Mengacu pendapat Dennis Lock (1996), yang menyatakan bahwa "aktifitas manajemen

proyek akan semakin meningkat ketika menerapkan perencanaan, koordinasi dan

pengendalian aktivitas yang berbeda dan kompleks dari proyek-proyek komersial dan industri

modern".

Page 47: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

43

Pelaksanaan proyek ERP melibatkan berbagai fungsi manajemen yang mengarah ke tingkat

yang berbeda pada reorganisasi manajemen (Shi 2010). Kesuksesan Project Management

ditentukan bagaimana mengelola risiko. Project Management adalah penerapan pengetahuan,

keterampilan, peralatan, dan teknik untuk aktivitas proyek untuk memenuhi persyaratan

proyek. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan Project Management Structure (PMS).

Salah satu PMS yang terkenal didunia adalah project management body of knowledge

(PMBOK), yang dikembangkan oleh Project Management Institute (PMI). Metodologi ini

meliputi 5 proses/tahapan Project Management seperti proyek inisiasi, perencanaan,

pelaksanaan, pengendalian, dan penutup. Juga terdiri oleh 9 bidang pengetahuan seperti

Project Integration Management, Project Scope Management, Project Time Management,

Project Cost Management, Project Quality Management, Project Human Resources

Management, Project Communications Management, Project Risk Management, and Project

Procurement Management. Hasil dari studi tentang strategi Project Management dibawah

kerangka kerja PMBOK oleh Fergal et-al (Carton et al, 2008), menggambarkan bahwa

pentingnya tata kelola proyek dan kebutuhan struktur multi-level mencakup tingkat corporate

sampai tingkat lokal.

Perlu direncanakan metode proyek yang terstruktur dengan kemudahan adaptasi untuk

menghasilkan pendekatan baru dalam mengelola proyek oleh Alleman (Alleman 2002).

Metode ini didasarkan pada pendekatan venture capitalist yang meliputi: staged investment,

manajemen risiko & manusia (tim yang terlibat). Alleman menemukan bahwa Model

Traditional IT Project Management Waterfall yang meliputi perencanaan, perubahan dan

stabilitas memiliki beberapa asumsi yang keliru. Namun ia menyarankan bahwa melalui

perencanaan ditengah ketidakpastian, menghindari hubungan disfungsional dan tuntutan yang

tidak benar dapat mengatasi kelemahan dalam pendekatan tradisional. Alleman mengusulkan

prinsip-prinsip berikut untuk mengelola proyek ERP : menerapkan kesederhanaan,

mendukung perubahan, usaha perubahan tambahan, memaksimalkan nilai stakeholder,

memiliki beberapa pandangan, umpan balik yang cepat dan memastikan perangkat lunak

yang bekerja dengan baik sebagai tujuan utama (Alleman 2002).

Sistem implementasi ERP adalah serangkaian kegiatan yang kompleks, melibatkan seluruh

fungsi manajemen bisnis dan membutuhkan waktu antara satu dan dua tahun, sehingga

perusahaan harus memiliki strategi Project Management yang efektif untuk mengontrol

proses pelaksanaan, menghindari anggaran yang berlebih dan memastikan pelaksanaan sesuai

jadwal.

Menurut Zhang et al (2003) terdapat lima bagian utama dari keefektifan Project Management

yaitu :

1. Mempunyai suatu perencanaan implementasi secara formal

Perencanaan formal dalam implementasi proyek digambarkan sebagai aktivitas

proyek, komitmen personil terhadap aktivitas tersebut, dan dukungan promosi

organisatoris melalui pengaturan proses implementasi.

2. Menetapkan suatu batasan waktu yang realistis

Penetapan suatu batasan waktu yang realistis sangat penting. Jika jadwal waktu

penyelesaian target tidak realistik, terlalu pendek/singkat, akan timbul tekanan untuk

dapat mengakhiri implementasi dengan cepat sehingga akan mengakibatkan

Page 48: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

44

implementasi akan diselesaikan secara terburu-buru. Pada sisi lain, jika waktu untuk

implementasi terlalu panjang, orang akan cenderung merasa tidak sabar / bosan.

3. Melaksanakan pertemuan-pertemuan secara berkala untuk memantau status proyek

Dimana dalam pertemuan tersebut masing-masing anggota tim akan melaporkan

kemajuan dan permasalahan yang ada. Hal ini merupakan suatu alat yang tidak

ternilai untuk mengevaluasi kemajuan implementasi ERP

4. Menetapkan seorang pimpinan proyek yang berpengalaman

Pemilihan pimpinan proyek adalah juga merupakan hal yang penting untuk

keberhasilan proyek implementasi

Education and Training

Pendidikan dan pelatihan mengacu pada proses persiapan bagi karyawan dan manajemen

melalui penjelasan-penjelasan tentang logika dan keseluruhan konsep dari sistem ERP (Sum

et al, 1997), dengan demikian, orang akan dapat memahami dengan lebih baik bagaimana

suatu pekerjaan berhubungan dengan area fungsional lain di dalam perusahaan itu. User /

pemakai adalah orang yang menghasilkan hasil dan bertanggung jawab agar sistem dapat

terlaksana sesuai dengan yang diharapkan.

Pendidikan dan pelatihan sangat penting dalam sebuah proyek implementasi ERP tidak hanya

sebagai sarana pengguna untuk beradaptasi dengan sistem ERP baru, tetapi juga untuk

membantu dalam proses perubahan organisasi.

Menurut Zhang et al (2003) terdapat tiga aspek penting tentang pelatihan antara lain :

1. Konsep dan logika ERP

2. Konsep dari pelatihan akan menunjukkan pada setiap orang mengapa sistem

ERP diterapkan dan mengapa penggunaan sistem ERP perlu dilakukan.

3. Pemahaman terhadap fasilitas-fasilitas yang dimiliki teknologi ERP

4. Pelatihan langsung fungsional (pelatihan langsung) membantu menghilangkan

rasa takut dengan penggunaan sistem komputer dari para manajer yang merasa

sama sekali tidak memahami komputer dan akan kehilangan kekuasaan jika

tenaga kerja dikurangi berkaitan dengan komputerisasi.

Keberhasilan Implementasi ERP

Menurut Delone dan Mclean, ketika penggunaan sistem informasi yang baru diwajibkan,

pengukuran pada kualitas sistem, penggunaan sistem dan kualitas informasi pada sistem

sebelumnya menjadi kurang bermanfaat. Kepuasan pemakai digunakan untuk mengukur

interaksi para pemakai dengan sistem informasi tersebut. Ginzberg (1981) mengdopsi

kepuasan pemakai untuk mengukur keberhasilan implementasi sistem informasi. Powers dan

Dickson (1973) menggunakan kepuasan pemakai untuk mengukur keberhasilan proyek MIS.

Dampak bagi individu dan dampak bagi organisasi merupakan dua ukuran yang digunakan

untuk menandai kontribusi sistim informasi bagi para pemakai/user dan kinerja organisasi,

yang tampaknya sulit dapat mencapai suatu kesimpulan tanpa mengacu pada beberapa

dokumen dari Delone dan Mclean.

Page 49: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

45

Perkembangan selanjutnya, DeLone dan McLean (2003) akhirnya membagi keberhasilan

implementasi sistem informasi menjadi tiga kategori, yaitu :

1. Kualitas.

Merupakan gabungan dari kualitas informasi (information quality), kualitas sistem

(systems quality) dan kualitas pelayanan (service quality)..

2. Penggunaan sistem

Pemakaian sistem atau user/pemakai sistem saling berhubungan erat. Umumnya

penggunaan sistem harus didahului oleh kepuasan user/pemakai dalam sebuah proses,

tetapi secara positif penggunaan sistem akan mendorong menuju ke arah kepuasan

user/pemakai dan berhubungan kausalitas. Artinya peningkatan kepuasan user/

pemakai akan mendorong peningkatan keinginan untuk menggunakan system.

3. Net benefit

Merupakan kombinasi dari pengaruh individu (individual impact) dan pengaruh

perusahaan (organizational impact). Net benefit ini memunculkan tiga masalah yang

harus dipertimbangkan, yaitu apa kualifikasi dari “benefit”, untuk siapa dan seberapa besar analisa yang dibutuhkan. Manfaat net benefit kemungkinan merupakan

descriptor yang paling akurat dari keberhasilan akhir suatu variabel.

Berdasarkan dasar teori tersebut maka Kerangka konseptual penelitian dapat dilihat pada

gambar dibawah ini :

Gambar 1 Kerangka Konsep Penelitian

Keberhasilan

Implementasi

ERP (Y)

Top Management

Support (X1)

Business Process

Reengineering

(X2)

Project

Management

(X3)

Education and

Training (X4)

Page 50: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

46

Dengan memperhatikan perumusan masalah, landasan teori dan kerangka pemikiran, maka

untuk menjawab permasalahan tentang seberapa besar Critical Success Faktor terhadap

Implementasi ERP, diambil hipotesis sebagai berikut :

Hipotesis 1 : Semakin besar Top Management Support semakin besar keberhasilan dalam

implementasi ERP

Hipotesis 2 : Semakin baik Business Process Reengineering yang dilakukan perusahaan

semakin besar keberhasilan implementasi ERP

Hipotesis 3 : Semakin efektif Project Management semakin besar keberhasilan dalam

implementasi ERP

Hipotesis 4 : Semakin baik penyelenggaraan Education and Training semakin besar

keberhasilan implementasi ERP

METODE PENELITIAN

Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan pada penelitian ini adalah seluruh pengguna ERP pada suatu

perusahaan kemasan sejumlah 133 orang.

Setelah mengidentifikasi populasinya, selanjutnya ditentukan pemilihan sampel. Sampel yang

dimaksud adalah bagian dari populasi yaitu seluruh pengguna ERP pada suatu perusahaan

kemasan. Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan objek dalam penelitian ini,

dan dianggap dapat mewakili seluruh populasi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan

adalah menggunakan model pemilihan (purposive), yaitu orang yang terlibat secara langsung

dalam penerapan system ERP. Yang terdiri dari pengguna dan sekaligus tim ERP yang

berjumlah 57 orang.

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan

bantuan software Smart PLS 2.0 M3.

Berikut diagram model penelitian berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan

Page 51: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

47

Gambar 2 Model Penelitian

HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN

Analisa Top Management Support terhadap Keberhasilan Implementasi ERP

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (Path Coefficients) yang telah dilakukan untuk

menganalisa pengaruh Top Management Support terhadap keberhasilan implementasi ERP,

diperoleh hasil bahwa Top Management Support berpengaruh signifikan (positif) terhadap

keberhasilan implementasi ERP dan mempunyai pengaruh terbesar dibanding variabel

lainnya, artinya semakin baik Top Management Support maka tingkat keberhasilan

implementasi ERP meningkat. Berdasarkan hasil kuesioner penelitian menunjukkan bahwa

kepemimpinan dari Top Management merupakan dasar utama keberhasilan implementasi

ERP, kepemimpinan disini adalah bagaimana Top Management memanfaatkan otoritas yang

dimiliki agar tim ERP tetap berada pada tujuan keberhasilan implementasi ERP dengan

memanfaatkan sumber daya yang ada secara efektif dan seefisien mungkin dengan cara

mengawal dan mengevaluasi pelaksanaan ERP dari awal sampai akhir. Harapan kedepannya

adalah Top Management lebih memberikan pengawasan dan pengarahan untuk keberhasilan

implementasi ERP, dalam hal ini adalah ikut andilnya Top Management dalam mengarahkan

tim ERP agar dapat mengimplementasikan ERP secara tepat waktu dan membantu

Kepemimpinan (X1.1)

Keberhasilan

Implementasi ERP

(Y)

Top Management

Support (X1)

Business Process

Reengineering (X2)

Project

Management

Education and

Training (X4)

Penyedia dari sumber

daya (X1.2)

Pengawasan dan

pengarahan (X1.3)

Kemampuan untuk

adanya

reengineering (X2.1)

Kesiapan untuk

adanya perubahan

(X2.2)

Komunikasi (X2.3)

Memiliki rencana

implementasi (X3.1)

Batasan waktu yang

realistis (X3.2)

Keterampilan Kepala

Proyek (X3.3)

Konsep dan Logika

ERP (X4.1)

Pemahaman

terhadap fasilitas

Pelatihan langsung

(X4.3)

Kualitas (Y1)

Penggunaan sistem

(Y2)

Net Benefit (Y3)

Page 52: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

48

menyelesaikan masalah-masalah yang kerap ditemui dalam implementasi ERP seperti

permasalahan sumber daya, dana dan koordinasi antar bagian dalam tim ERP.

Analisa Business Process Reengineering terhadap Keberhasilan Implementasi ERP

Pengujian model struktural (inner model) pada koefisien path (Path Coefficients) yang telah

dilakukan untuk menganalisa pengaruh Business Process Reengineering terhadap

Keberhasilan implementasi ERP, diperoleh hasil bahwa Business Process Reengineering

berpengaruh Non signifikan (positif) terhadap keberhasilan implementasi ERP artinya tidak

ada pengaruh yang signifikan antara Business Process Reengineering dan keberhasilan

implementasi ERP, ini disebabkan perusahaan selama ini belum melakukan Business Process

Reengineering. Perubahan sistem atau rekayasa sistem yang pernah dilakukan hanya

perubahan sistem manual ke komputerisasi, itupun tidak merubah sistem secara keseluruhan.

Pengujian model Outer Weights menunjukkan sebagian besar responden menganggap

keberhasilan Business Process Reengineering tidak ditentukan dari kesiapan organisasi untuk

menghadapi perubahan, kemampuan merekayasa ulang ataupun komunikasi dikarenakan

responden kurang mengetahui proses rekayasa ulang dan tindakan-tindakan yang dilakukan

Top Management dalam hal perubahan sistem seperti komunikasi serta koordinasi proses

antar bagian. Hasil penelitian menunjukkan apabila Business Process Reengineering

mengalami kemajuan maka keberhasilan implementasi ERP akan meningkat pula begitupun

sebaliknya. Berdasarkan hasil kuesioner penelitian menunjukkan bahwa pada saat penelitian

maupun kedepannya komunikasi antar bagian dari tim ERP merupakan dasar utama dalam

keberhasilan merekayasa ulang sistem meskipun itu tidak berpengaruh signifikan terhadap

keberhasilan implementasi ERP.

Analisa Effective Project Management terhadap Keberhasilan Implementasi ERP

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (Path Coefficients) yang telah dilakukan untuk

menganalisa pengaruh Effective Project Management terhadap keberhasilan implementasi

ERP, diperoleh hasil bahwa Effective Project Management berpengaruh non signifikan

(negatif) terhadap keberhasilan implementasi ERP artinya semakin efektif Project

Management dalam suatu perusahaan maka akan meningkatkan keberhasilan implementasi

ERP tidak terbukti dalam penelitian ini, ini disebabkan Project Management tidak mengikuti

keseluruhan 5 metodologi dari PMBOK yaitu inisiasi, perencanaan, pelaksanaan,

pengendalian dan penutup dikarenakan kurangnya personil dari Project Management serta

hanya berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari Top Management dimana hanya fokus

pada teknis pelaksanaan dan pengembangan ERP. Hasil kuesioner menunjukkan bahwa saat

ini pengaruh Project Management ada pada keterampilan kepala proyek dalam memimpin

teknis pelaksanaan ERP, sedangkan untuk kedepannya Project Management juga dituntut

memberikan batasan waktu yang lebih realistis baik kepada vendor ataupun pengguna ERP.

Keterampilan kepala proyek dan batasan waktu yang diberikan Project Management tidak

memiliki pengaruh terhadap terhadap keberhasilan implementasi ERP. Hal ini menunjukkan

bahwa Project Management di perusahaan cenderung lemah, sehingga kurang memberikan

kontribusi terhadap keberhasilan implementasi ERP.

Page 53: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

49

Analisa Education and training terhadap Keberhasilan Implementasi ERP

Berdasarkan hasil pengujian hipotesis (Path Coefficients) yang telah dilakukan untuk

menganalisa pengaruh Education and training terhadap keberhasilan implementasi ERP,

diperoleh hasil bahwa Education and training berpengaruh signifikan (positif) terhadap

keberhasilan implementasi ERP, artinya semakin baik Education and training yang dilakukan

maka tingkat keberhasilan implementasi ERP meningkat. Berdasarkan hasil kuesioner

penelitian menunjukkan bahwa pada saat penelitian dan kedepannya pelaksanaan pelatihan

secara praktek langsung kepada pengguna dapat membantu dalam penerapan implementasi

ERP. Peran tenaga pengajar yang kompeten dan berkualitas disini sangat penting. Tenaga

pengajar yang berkualitas adalah tenaga pengajar yang bisa berfungsi sebagai penghubung

antara masalah yang dihadapi perusahaan dengan keunggulan yang dimiliki oleh sistem ERP.

Sebagian besar pengguna ERP tidak suka materi pelatihan yang berupa konsep dan teoritis.

Pelatihan secara praktek langsung terbukti lebih disukai dan efektif bagi pengguna atau calon

pengguna ERP, dikarenakan pengguna akan lebih mudah mempelajari fungsi – fungsi yang

ada dan langsung terjun kedalam sistem ERP itu sendiri. Pengguna juga akan dapat

memahami dengan lebih baik bagaimana hubungan suatu pekerjaan dengan area fungsional

lain di dalam perusahaan itu.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Top Management Support merupakan faktor yang memiliki kontribusi terhadap

keberhasilan implementasi ERP, artinya semakin tinggi dukungan Top Management

maka tingkat keberhasilan implementasi ERP semakin tinggi.

2. Ternyata Business Process Reengineering bukan menjadi faktor penentu terhadap

keberhasilan implementasi ERP. Kemampuan perusahaan dalam melakukan rekayasa

ulang sistem bukan merupakan faktor keberhasilan implementasi ERP.

3. Efektifitas Project Management juga bukan merupakan faktor yang mempunyai

kontribusi terhadap keberhasilan implementasi ERP. Project Management yang baik

seperti keterampilan kepala proyek tidak cukup untuk mencapai keberhasilan

implementasi ERP.

4. Education and training merupakan faktor yang menetukan dalam keberhasilan

implementasi ERP, artinya semakin baik Education and training yang dilakukan

perusahaan maka harapan tingkat keberhasilan implementasi ERP semakin tinggi..

Saran Manajerial

1. Top Management Support diharapkan lebih aktif dan progresif terlibat langsung dalam

proses implementasi ERP, yaitu dengan cara melakukan pengawasan dan pengarahan

secara terus menerus, sehingga setiap saat terdapat kendala dan timbul masalah dapat

segera terselesaikan.

2. Faktor Pendidikan dan pelatihan memiliki peran yang penting dalam keberhasilan

implementasi ERP, oleh sebab itu perusahaan diharapkan selalu mengikut sertakan

sumberdaya manusia yang mempunyai kompetensi di bidang ERP dalam kegiatan

Page 54: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

50

kegiatan seminar, workshop dan lainnya agar dapat menularkan kepada karyawan dalam

perusahaan.

3. Penelitian berikut agar lebih focus Critical Success Factor selain Business Process

Reengineering, misalnya dalam hal pemilihan vendor, pemilihan perangkat keras dan

lunak serta obyek penelitian yang telah melaksanakan Business Process Reengineering

secara baik, sehingga faktor keberhasilan implementasi ERP dapat dianalisa lebih terinci

dan akurat.

Page 55: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

51

DAFTAR PUSTAKA

Alleman. G.B. 2002. Agile Project Management Methods for ERP: How to Apply Agile

Processes to Complex COTS Projects and Live to Tell About It. In XP/Agile Universe

LNCS 2418.

Avnet. 1999. ERP Not Living up to Promise. Global Supply Chain 2 (1), 7.Furtwengler, D.

2002.

Bingi, P.; Sharma, M K. dan Godla, J K. 1999. Critical issues affecting an ERP

implementation. Information Systems Management, Summer99, Vol. 16 Issue 3, p7,

8p.

Buckhout SE Frey dan Nemec, J. JR. 1999. Making ERP Succeed; Turning Fear into

Promise. Strategy and Business 2nd Quarter Booz-Allen and HamiltonGibson, J.L.,

J.M. Ivancevich dan J.H. Donnelly, Jr. 2006.

Carr, K David. 1995. Best Practices in Reengineering : What Works and What doesn't in

the Reengineering Process. McGraw-Hill, New York.

Carton. F., Adam F., Sammon D. 2008. Project management: a case study of a successful

ERP implementation. International Journal of Managing Projects in Business, Vol. 1

Iss: 1, pp.106 – 1 24.

Cooray, M.D.P. 2004. Framework for Successful ERP Implementation. Department of

Computer Science and Engineering University of Moratuwa December 2004.

Davenport , T. 1998. Putting the Enterprise into the Enterprise System. Harvard Business

Review July-August 121-131.

DeLone, W.H. and McLean, E.R. 2003. The DeLone and McLean Model of Information

Systems Success: A Ten-Year Update. Journal of Management Information Systems /

Spring 2003, Vol. 19, No. 4, pp. 9–30.

Earl, Michael, Sampler. J., Short. J.1995. Strategies for Reengineering: Different ways of

Initiating and Implementing Business Process Change. Centre for Research in

Information Management, London Business School.

Eckartz, S., Daneva, M., Wieringa R., van Hillegersberg, J. 2009. A conceptual framework

for ERP benefit classification: a literature review. Technical Report TR-CTIT-09-04,

Centre for Telematics and Information Technology, University of Twente, Enschede,

the Netherlands (ISSN 1381-3625).

Gates, Linda Parker. 2010. Strategic Planning with Critical Success Factors and Future

Scenarios: An Integrated Strategic Planning Framework. Software Engineering

Institute (2010).

Hammer, Michael dan Champy, James. 1993. Reengineering the Corporation: A Manifesto

for Business Revolution. Harper Business New York.

Holland, CP. dan Light, B. 1999. A critical success factors model for ERP implementation.

IEEE Software 16, 30–36.

James, G. 1997. IT fiascos and how to avoid them. Datamation, November, 1997.

Jeanne, Ross. 1999. Surprising Facts About Implementing ERP. IT Pro, pp. 65–68.

Page 56: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Eko Purwanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Prasetyo Hadi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Firman Dwilaksono Rahardianto

52

Marble, RP. 2000. Operationalising the implementation puzzle: an argument for

eclecticism in research and in practice. European Journal of Information Systems 9,

132–147.

Martin, MH. 1998. An ERP Strategy. Fortune, February 1998, pp. 95-97.

O‟Leary, D. 2000. Enterprise Resource Planning Systems: Systems, Life Cycle, Electronic

Commerce, and Risk. New York: Cambridge University Press, 2000.

Parr, A., Shanks, G. dan Darke, P., 1999. Identification of necessary factors for successful

implementation of ERP systems. New Information Technologies in Organisational

Processes, O. Ngwenyama, L.D. Introna, M.D. Myers and J.I. DeCross, Eds. Boston:

Kluwer Academic Publishers, 1999, pp. 99-119.

Reel, JS. 1999. Critical success factors in software projects. IEEE Software 16 18–23.

Sawaridass Arokiasamy. 2007. Critical Success Factors for successful implementation of

Enterprise Resource Planning systems in manufacturing organizations. International

journal of business Information Systems Volume 2 Issue 3, November 2007 Pages 276-

297.

Shi. Y. 2010. Application research of project management in ERP system implementation

process. Emergency Management and Management Sciences (ICEMMS), 2010 IEEE

International Conference on, pp: 68 - 71.

Sum, C.C., Ang, J.S.K., dan Yeo, L.N. 1997. Contextual Elements of Critical Success

Factors in MRP Implementation. Production and Inventory Management Journal (3),

1997, pp. 77-83.

Tsai. W.H., S hen. Y. S., L ee. P. L., K uo.L. 2009. An empirical investigation of the impacts

of ERP consultant selections and project management on ERP is success assessment.

Industrial Engineering and Engineering Management, 2009, IEEM. IEEE International

Conference on, pp: 568-572, Hong Kong.

Willcocks, LP. dan Sykes, R. 2000. The role of the CIO and IT function in ERP.

Communications of the ACM 43, 33–38.

Zhang, L., Lee, Matthew K.O., Zhang, Zhe, Banerjee, Probir. 2003. Critical Success Factors

of Enterprise Resource Planning Systems Implementation Success in China.

Department of Information Systems, City University of Hong Kong, Hong Kong,

China.

Page 57: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

53

PERANCANGAN MODEL BISNIS CAFE ZAPATERIA

Peggy Hariwan

Inggi Silviatni

Administrsi Bisnis, Telkom University

Jl. Telekomunikasi No. 1 Ters. Buahbatu – Dayeuh Kolot

email: peggyhariwan@gmail .com

ABSTRACT

The aim of this research is to plan business model for Zapateria’s cafe using BMC framework. Zapateria will be presented as example of development service cafe system

which offer coziness, the simplicity of eat and shop which never been offered by other cafe.

Moreover, the data exist showed the sum of people who visit Bandung for culinary and

shopping with the number increase time to time. Those things are the reasons why this

research made which are business model for cafe and shoes shop at one blow.

Knowing the responses from the prospect of customers, which are adults, tourists,

community, and shoes lover is the main aim of this research as a support in making business

model plan that will be established. Qualitative method is the methodology used by the

research which also triangulasi theory which are practitioners, expertise of cafe business,

and experts in business field as data source. Direct interview to all source become technique

to gather the data. The results analyzed and become indicator in empathy map.

From the results of interview held show there are disappointment for miss delivery order and

willingness of improvement for service offered by the exist cafe in Bandung by music

performance in weekend and using gadget for integrated order from customer to the kitchen

to reduce mistaken order and missing order. Final plan made from this research be expected

can help development of business idea in Zapateria and other cafe.

Keywords: Business Model, Business Model Canvas (BMC), Cafe, and Shoes

Page 58: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

54

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Pada mulanya budaya minum kopi di Indonesia merupakan kebiasaan yang dilakukan oleh

pemerintah Belanda pada jaman tanam paksa. Namun, seiring perkembangannya masyarakat

Indonesia pun mulai gemar meminum kopi. Kehadiran kedai kopi atau cafe di Indonesia,

mengubah gaya hidup masyarakat Indonesia dalam meminum kopi. Meminum kopi tidak lagi

menjadi kebiasaan orang dewasa hanya untuk mengurangi kantuk, tetapi juga anak muda baik

pria maupun wanita. Dulu kedai kopi atau cafe identik dengan tempat yang kurang nyaman,

tidak terlihat menarik dengan suasana yang monoton. Kini cafe identik dengan tempat yang

nyaman, suasana yang cozy, fasilitas yang lengkap seperti lounge,bar, AC (Air

Conditioner), Wi-Fi, bahkan mulai bermunculan cafe dengan desain interior yang unik yang

belum pernah ada sebelumnya. Sehingga tidak aneh apabila saat ini masyarakat merasa

nyaman untuk menghabiskan banyak waktubersama kerabat di kedai kopi atau cafe.

Dengan berbagai sarana dan prasarana yang ditawarkan oleh cafe saat ini, masyarakat

menjadikan cafe sebagai tempat yang nyaman untuk melakukan berbagai aktivitas seperti

tempat untuk bertemu dengan sahabat, teman lama, keluarga, ataupun kolega bisnis. Tidak

jarang konsumen cafe datang untuk mengerjakan tugas kuliah, tugas kantor, atau sekedar

memperoleh informasi terbaru dengan memanfaatkan fasilitas jaringan Wi-Fi yang

disediakan oleh cafe tersebut, sambil mencicipi berbagai jenis minuman dan makanan yang

ditawarkan.

Bandung sebagai salah satu simbol wisata kuliner, tidak ketinggalan dalam perkembangan

bisnis cafe. Sejak tahun 2006 di bandung mulai banyak bermunculan kedai kopi lokal yang

sejenis dengan kedai kopi asing seperti Starbucks Coffee, Gloria jean’s Coffee, dan The Coffee Bean and Tea Leaf. Kedai kopi ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat

akan budaya minum kopi dengan sarana dan prasarana yang sangat memberikan kenyamanan

bagi konsumennya, seperti tempat duduk yang nyaman serta kemudahan akses internet.

Menurut Kotler (dalam Tjiptono et al., 2006:28) agar dapat mengikuti perkembangan dan

unggul dalam persaingan, perusahaan dituntut untuk dapat memberikan kepuasan kepada

pelanggannya dengan memberikan suatu produk atau jasa dengan mutu yang lebih baik dan

harga lebih murah serta kepastian ketersediaan. Suatu usaha juga akan mengalami tantangan

tersendiri dan dituntut mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki pesaing. Hal ini berlaku

di semua jenis bisnis terlebih industri yang merabah seperti industri kuliner dan fashion. Oleh

karena itu, peneliti memiliki ide dalam perencanaan bisnis cafe yang belum ada sebelumnya

yakni penggabungan antara bidang kuliner dan fashion (sepatu).

Sepatu dipilih karena sepatu termasuk unsur penting pembentuk self image seseorang.

Membuat penggunanya makin percaya diri dan nyaman ketika berinteraksi dengan orang

lain. Jika self imagenya positif, maka akan berdampak pada terbangunnya konsep diri yang

positif pula. Dengan konsep diri positif, maka individu tersebut akan bahagia dengan hidup

yang dijalaninya.

Apalagi pada momen pesta atau acara sosial yang membuat penampilan mereka terekspos

oleh banyak orang. Keberadaan sepatu jadi penting untuk dipadukan dengan busana yang

dipakai. Ungkapan ini dikemukan oleh Linda O‟Keeffe dalam sebuah bukunya yang berjudul Shoes.

Page 59: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

55

Dalam buku kecil namun menarik isinya tersebut, O‟Keeffe mengungkapkan bagaimana sepatu wanita punya banyak hal esensial dalam kehidupan yang bisa digali. Mulai dari ranah

psikologi, folklore (cerita rakyat), hingga sejarah sosial, dapat dikupas secara

mendalam. Berkaitan dengan folklore, di dalam bukunya O‟Keeffe menyatakan keberadaan sepatu wanita dapat dilihat pada dongeng Cinderella. Kisah fiktif terkenal itu menceritakan

bagaimana sepasang sepatu kaca dapat mengubah nasib seorang wanita secara drastis. Dari

wanita terjajah dan terhina, menjadi wanita yang dipuja dan didamba semua orang.

Ada pun perbincangan mengenai sejarah sepatu dalam konteks sosial, akan mengarah pada

bagaimana awal mulanya keberadaan sepatu dan perkembangannya hingga menjadi bagian

dari fashion tak terpisahkan. Salah satu sumber lengkap untuk melihat hal tersebut adalah

dengan mengunjungi berbagai museum sepatu wanita yang tersebar di berbagai kota di dunia.

Yaitu Clarks Museum, Bally Shoe Museum, The Bata Shoe Museum, Charles Jourdan

Museum, dan Museo Salvatore Ferragamo.

Seperti yang diketahui, Bandung adalah tempat bagi mereka yang mencari sensasi berkuliner

dan belanja, serta menilai kepuasan dalam melewati kehidupan sosial, berkeluarga dan

kebersamaan. Kota Bandung sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di

tengah-tengah provinsi Jawa Barat dan mempunyai nilai strategis terhadap daerah-daerah di

sekitarnya terutama DKI Jakarta. Berkat dataran tinggi dan gunung-gunung di sekelilingnya,

Kota Bandung memiliki hawa yang sejuk dan panorama alam yang indah.

Kota Bandung juga merupakan pusat perkembangan dan industri, karena itu Bandung juga

mempunyai daya tarik untuk para kaum urban untuk mencari pekerjaan. Banyaknya

pendatang dari berbagai daerah ke Kota Bandung untuk menuntut ilmu atau mencari

pekerjaan, menjadikan penduduk Kota Bandung sangat heterogen. Pada Tahun 2012, Kota

Bandung memiliki penduduk sebanyak 2.455.517 jiwa (BPS Kota Bandung 2012), dengan

laju pertumbuhan penduduk 1,26 % dan tingkat kepadatan penduduk mencapai 14.676 orang

per km2. Heteroginitas masyarakat Kota Bandung tersebut selain merupakan tantangan bagi

Kota Bandung dalam mengelola jumlah penduduk yang besar, juga memberi peluang bagi

perkembangan khasanah kekayaan kuliner nusantara di Kota Bandung yang dapat

dimanfaatkan sebagai daya tarik destinasi wisatawan dari luar Bandung khususnya dari

Ibukota DKI Jakarta.

Page 60: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

56

Tabel 1Penduduk Kota Bandung Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2012

Sumber: BPS Kota Bandung

Selain terkenal dengan daerah wisata belanja, Bandung juga terkenal sebagai pusat kuliner,

baik kuliner lokal maupun internasional. Bandung memiliki tempat kuliner yang eksklusif,

mewah dan mahal sampai tempat kuliner yang unik dan tradisional, begitu juga tempat

kuliner nongkrong anak muda sampai tempat kuliner di pinggiran jalan semuanya tersedia di

Kota Bandung.

Maka dari itu Kota Bandung merupakan salah satu kota wisata yang digemari bidang kuliner

dan fashionnya, terbukti dengan adanya kenaikan yang signifikan pada kunjungan wisatawan

ke Bandung setiap tahunnya. Bandung memiliki berbagai pilihan kuliner unik dan fashion

yang beragam sehingga wisatawan tidak pernah bosan untuk berkunjung ke Bandung,

terlebih lagi disaat weekend dan libur panjang. Kenaikan jumlah wisatawan ke Kota Bandung

diiringi dengan meningkatnya jumlah cafe atau tempat makan sejenis lainnya.

Page 61: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

57

Tabel 2Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Nusantara ke Objek Wisata Kota BandungTahun 2007 -

2011

Tahun Jumlah Wisman Tahun Jumlah Wisnus

2007 137.268 2007 2.420.105

2008 150.995 2008 2.662.115

2009 185.076 2009 7.515.255

2010 228.449 2010 4.951.439

2011 225.585 2011 6.487.239

Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bandung

Dari data diatas, dapat disimpulkan bahwa terdapat peningkatan jumlah wisatawan ke

Bandung dari tahun ke tahun, hal ini dilihat sebagai peluang bagi pengusaha untuk

menciptakan bisnis baru yang dicari wisatawan. Melihat kondisi persaingan yang semakin

ketat, setiap perusahaan perlu meningkatkan kekuatan yang ada dalam perusahaannya dengan

cara memunculkan faktor pembeda atau keunikan yang dimiliki perusahaan dibandingkan

dengan pesaing untuk dapat menarik konsumen. Bermunculannya restoran-restoran baru di

Bandung yang semakin banyak membuat persaingan menjadi ketat, mendorong usaha baru

atau usaha yang sudah ada harus memiliki daya tarik yang berbeda dari yang lain.

Tabel 3 Usaha Cafe di Kota Bandung

Tahun Jumlah Cafe Presentase Kenaikan

2008 156

2009 186 19,23%

2010 191 2,68%

2011 196 2,61%

2012 235 19,89%

Sumber ; http://bandung.go.id

Page 62: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

58

Tabel 3 memperlihatkan bahwa dari tahun 2008 sampai 2012 terdapat peningkatan jumlah

cafe yang mengakibatkan persaingan dalam bidang restoran di Kota Bandung meningkat

juga, sehingga perusahaan harus mempunyai ciri khas sendiri untuk dapat bersaing dengan

perusahaan yang menawarkan produk sejenis. Oleh karena itu penulis menuangkan ide dalam

pembuatan bisnis baru di bidang kuliner dan fashion yang belum pernah ada di Kota Bandung

sebelumnya pada sebuah penelitian yang berjudul “Perancangan Model Bisnis Cafe Zapateria”.

Rumusan Masalah Penelitian

Bagaimana rancangan desain atau model bisnis Zapateria menggunakan toolBusiness Model

Canvas.

Pernyataan tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menyiapkan rancangan desain atau model bisnis

Zapateria dengan menggunakan Business Model Canvas untuk menjelaskan model bisnis ini.

LANDASAN TEORI

Tinjauan Pustaka

Bisnis Model Kanvas dan Peta Empati merupakan hal penting untuk membangun sebuah

bisnis model.Peta empati sendiri merupakan alat bantu visual yang membantu kita untuk

dapat membuat profil pelanggan dengan cara yang sangat mudah dan sederhana. Peta empati

sangat penting karena banyak perusahaan berinvestasi sangat besar dalam riset pasar,

meskipun pada saat mendesain produk, layanan, dan model bisnis sering kali mengabaikan

perspektif pelanggan. Desain model bisnis yang baik akan menghindari kesalahan seperti ini.

Model Bisnis Kanvas

Menurut Eisenmann (2002:12), Model Bisnis adalah hipotesis tentang bagaimana perusahaan

menghasilkan uang dalam jangka panjang: apa yang perusahaan akan jual, dan kepada siapa,

bagaimana perusahaan akan mengumpulkan pendapatan, teknologi apa yang akan digunakan,

kapan perusahaan akan bergantung pada mitra bisnisnya serta bagaimana dengan hal biaya.

Definisi lain mengenai model bisnis yaitu “Sebuah model bisnis menggambarkan dasar

pemikiran tentang bagaimana organisasi menciptakan, memberikan, dan menangkap nilai.” (Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur, 2012:14).

Menurut Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur dalam bukunya Business Model

Generation ada sembilan blok bangunan dasar pada sebuah bisnis model yang

memperlihatkan cara berpikir tentang bagaimana sebuah perusahaan menghasilkan uang,

gabungan kesembilan blok tersebut disebut Business Model Canvas (BMC). Kesembilan blok

tersebut mencangkup empat bidang utama pada suatu bisnis, yaitu pelanggan, penawaran,

infrastruktur, dan kelangsungan finansial (Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur,

2012:15)

Page 63: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

59

Gambar 1 Model Bisnis Kanvas

Sumber: Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur (2012:44)

2.1. Kerangka Pemikiran

Perkembangan dunia bisnis membuat banyaknya ide-ide baru yang bermunculan sebagai

bentuk antusiasme dari dunia bisnis itu sendiri. Dari berbagai macam ide yang muncul,

terdapat tools yang dapat mewadahi ide-ide tersebut untuk dilakukan perancangan bisnis

awal. Dan tools Business Model Canvas menjadi salah satu pilihan untuk membuat rancangan

bisnis awal dari ide-ide tersebut. Rancangan bisnis awal yang muncul akan dituangkan

kedalam sebuah pertanyaan yang terdapat pada tools Empaty Map dan kemudian hasil

jawaban dari pertanyaan yang berasal dari empaty map dapat mempengaruhi rancangan bisnis

awal yang sudah tercantum dalam tools Business Model Canvas. Hasil dari rancangan yang

telah dibentuk dengan tools Business Model Canvasakan menjadi acuan untuk menentukan

strategi bisnis.

Peneliti akan melakukan rancangan bisnis awal cafe Zapateria dengan menggunakan tools

Business Model Canvas serta empaty map sebagai tools untuk mengetahui pandangan dasar

dari orang-orang yang memilki hubungan langsung dengan lingkungan bisnis cafe Zapateria

dimana pandangan tersebut akan berguna bagi rancangan bisnis cafe Zapateria.

Adapun kerangka pemikiran dari penjelasan di atas sebagai berikut:

Page 64: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

60

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

2.2. Hipotesis

Menurut Ali (dalam Tukiran et al., 2011:24) mengartikan hipotesis adalah rumusan jawaban

sementara yang harus diuji melalui kegiatan penelitian. Hipotesis juga dapat diartikan

penjelasan tentatif (sementara) tentang tingkah laku, fenomena (gejala), atau kejadian yang

akan terjadi, bisa juga mengenai kejadian yang sedang berjalan menurut Rudeffendi dan

Achmad Sanusi (dalam Tukiran et al., 2011:25)

Berdasarkan rancangan pada bisnis sejenis dan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan,

maka dapat diajukan hipotesis rancangan bisnis awal cafe Zapateria dengan pivoting sebagai

berikut:

Page 65: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

61

Gambar 3. Hipotesis Rancangan Awal DesignZapateriashoes &café (Menggunakan

Model Bisnis Kanvas)

Page 66: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

59

METODE PENELITIAN

Metode Seleksi

Pengumpulan data yang dilakukan peneliti hanya bersifat data pendukung. Metode

pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dibagi menjadi dua bagian, pada

penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode pengumpulan data wawancara dan pada

penelitian kuantitatif menggunakan metode pengumpulan data kuesioner.

Pengumpulan Data

Secara garis besar, pengumpulan data pendukung diperlukan untuk melihat adanya

kemungkinan dari penelitian model bisnis Zapateria baik primer dan sekunder.

A. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumbernya atau objek

penelitian.Data primer biasanya diperoleh dengan wawancara langsung kepada objek atau

dengan pengisian kuesioner (daftar pertanyaan) yang dijawab oleh objek penelitian.

(Suharyadi & Purwanto, 2009:14). Pemenuhan data primer dilakukan dengan melakukan

survei lapangan dengan memberikan pertanyaan kepada potential consumer sehingga

kemungkinan dari sisi produk dan segmen pasar terlihat.

B. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang sudah diterbitkan atau digunakan pihak lain. Contoh data

sekunder adalah data yang diambil dari koran, majalah, jurnal, dan publikasi lainnya.

(Suharyadi & Purwanto, 2009:14).

Data sekunder yang digunakan dalam penulisan rencana bisnis ini bersumber dari literatur

rencana bisnis cafe yang sudah ada.

Pengukuran dan Defisini Operasional Variabel

Menurut Sugiyono (2008:38), variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

Page 67: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

60

Tabel 4 Variabel Operasional

Variabel Definisi Dimensi

Peta Empati Sebuah alat bantu

pembuat profil pelanggan yang

sederhana, yang membantu

anda berjalan melampaui

karakteristik demografi

pelanggan dan

mengembangkan pemahaman

yang lebih baik tentang

lingkungan, perilaku,

kepedulian, dan aspirasi.

1. Apa yang dilihatnya? (see?)

2. Apa yang didengarnya?

(hear?)

3. Apa yang benar-benar

dipikirkan dan dirasakannya?

(think& feel?)

4. Apa yang dikatakan dan

dilakukannya? (say& do?)

5. Sakit hati apa yang dirasakan

pelanggan? (pain)

6. Apa saja perolehan

pelanggan? (gain)

Sumber: data diolah peneliti

Metode Analisis Data

Metode penelitian kualitatif, menurut Creswell ada lima strategi kualitatif yang salah satunya

digunakan oleh peneliti adalah studi kasus. Studi kasus merupakan strategi penelitian yang

didalamnya peneliti menyelidiki secara cermat suatu program, peristiwa, aktivitas, proses,

atau sekelompok individu (Creswell, 2009:19-21). Pendekatan triangulasi digunakan untuk

menguji keabsahan data dan menemukan kebenaran objektif sesungguhnya.Strategi ini sangat

tepat untuk menganalisis kejadian tertentu disuatu tempat tertentu dan waktu tertentu pula.

A. Emphaty Map

Cara yang baik untuk memulai adalah dengan menggunakan peta empati, yaitu pembuat profil

pelanggan yang sederhana, yang membantu anda berjalan melampaui karakteristik demografi

pelanggan dan mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang lingkungan, perilaku,

kepedulian, dan aspirasi. Dengan alat ini kita bisa menemukan model bisnis yang lebih kuat

karena profil pelanggan memandu perancangan proposisi nilai yang lebih baik, cara yang

lebih nyaman dalam menjangkau pelanggan, dan hubungan pelanggan yang lebih baik

(Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur, 2012:131).

Peta empati merupakan alat bantu visual yang dikembangkan oleh perusahaan berpikir visual

bernama XPLANE (Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur, 2012:131). Alat bantuvisual

satu halaman ini terdiri dari enam kotak yang terdiri dari berbagai pertanyaan yang

memungkinkan perusahaan untuk lebih memahami dengan lebih baik apa yang benar-benar

diinginkan oleh pelanggan.

Page 68: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

61

Gambar 4 Peta Empati

Sumber: Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur (2012:130)

Cara menggunakan Peta Empati sangat mudah. Mulailah dengan memberi pelanggan ini nama

yang dilengkapi beberapa karakteristik demografi, seperti pendapatan, status pernikahan, dan

lain-lain. Kemudian, dengan mengacu pada gambar yang ada dibawah ini, gunakan flip chart

atau papan tulis untuk membuat profil pelanggan yang mendapat nama baru dengan bertanya

dan menjawab enam pertanyaan berikut (Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur,

2012:131).

Tabel 5

Pertanyaan Peta Empati

Apa yang dilihatnya? (See?)

Jelaskan apa yang dilihat

pelanggan dalam lingkungannya

- Seperti apa tampaknya?

- Siapa yang mengelilinginya?

- Siapa teman-temannya?

- Apa masalah yang ditemui?

Apa yang didengarnya?

(Hear?)

Menjelaskan bagaimana

lingkungan memengaruhi

pelanggan

- Apa yang dikatakan teman- temannya?

Pasangannya?

- Siapa yang benar-benar

memengaruhinya, dan bagaimana?

- Saluran media mana yang berpengaruh?

Apa yang benar-benar

dipikirkan dan dirasaknnya?

(Think & Feel?)

- Apa yang benar-benar penting untuknya

(yang tidak dikatakannya secara

terbuka)?

Page 69: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

62

Mencoba menguraikan apa yang

ada dibenak pelanggan

- Bayangkan emosinya. Apa yang

menggerakkannya?

- Apa yang dapat membuatnya terbangun

di malam hari?

- Cobalah menggambarkan mimpi-mimpi

dan aspirasinya.

Apa yang dikatakan dan

dilakukannya? (Say and Do?)

Membayangkan apa yang

mungkin dikatakan pelanggan,

atau bagaimana perilakunya di

depan umum

- Apa sikapnya?

- Apa yang dapat dikatakannya kepada

orang lain?

- Berikan perhatian yang memadai untuk

potensi komflik antara apa yang

mungkin dikatakan pelanggan dan apa

yang mungkin benar-benar dipikirkan

atau dikatakannya.

Sakit hati apakah yang

dirasakan pelanggan? (Pain)

- Apakah frustasi terbesarnya?

- Risiko apa yang ditakutinya?

Apa saja perolehan pelanggan?

(Gain)

- Apa yang benar-benar ingin dicapainya?

- Bagaimana ia mengukur kesuksesan?

- Pikirkan beberapa strategi yang dapat

digunakannya untuk mencapai tujuan.

Sumber: Alexander Osterwalder dan Yves Pigneur (2012:131)

B. Triangulasi Triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai

teknik pengumpulan data dan sumber data yang telah ada (Sugiyono, 2012: 241). Penggunaan

teknik triangulasi akan lebih meningkatkan kekuatan data yang akan diperoleh karena data

yang didapat tidak hanya dari satu teknik atau satu sumber pengumpulan data.

Triangulasi sumber data merupakan triangulasi yang mendapatkan data dari sumber yang

berbeda–beda dengan teknik yang sama. Dalam triangulasi sumber pengumpulan data

dilakukan dengan cara wawancara kualitatif, dimana peneliti dapat melakukan face to face

interview (wawancara langsung) dengan partisipan, mewawancarai mereka dengan telepon,

atau terlibat langsung (Creswell, 2009: 267). Proses wawancara dilakukan untuk mendapatkan

data dari narasumber. Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

wawancara yang terstruktur, maksudnya adalah proses wawancara dilakukan secara

terencana. Gambar dibawah menjelaskan triangulasi sumber pengumpulan data dengan

mendapatkan data melalui wawancara dari sumber yang berbeda – beda dengan teknik yang

sama (Sugiyono, 2012: 241).

Page 70: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

63

Gambar 5

Triangulasi Sumber Pengumpulan Data

Data yang didapat dari hasil wawancara yang bertujuan untuk memeriksa keabsahan data

selanjutnya akan dilakukan coding, melakukan pemilihan data yang relevan dengan pokok

pembicaraan. Data yang telah dikelompokkan tersebut oleh peneliti kemudian dipahami

secara utuh dan ditemukan poin-poin yang peneliti gunakan sebagai indikator yang akan

dicocokkan dengan indikator pada setiap pertanyaan empaty map.

Gambar 6 Triangulasi Sumber Data

Sumber data triangulasi Pelaku Usaha Cafe didapatkan dengan mendatangi tempat makan

yang memiliki brand image yang baik di masyarakat, berdasarkan berita yang terdapat pada

surat kabar ataupun media internet. Data calon pelanggan didapatkan dengan menemui

mereka di cafe atau setelah mereka mengunjungi sebuah cafe. Sumber data Ahli Bisnis

peneliti ambil dari mereka yang peneliti anggap memahami betul mengenai dunia bisnis yakni

lulusan Master of Business Administration Institut Teknologi Bandung dan berkecimpung

langsung dalam dunia bisnis, dalam hal ini peneliti tunjuk seorang dosen bisnis yang memiliki

title tersebut dan orang yang berada dalam naungan komunitas bisnis Tangan Di Atas.

A B

wawancara

C

Page 71: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

64

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikator Peta Empati

Berikut hasil wawancara dari para informan triangulasi:

Tabel 6 Indikator Peta Empati berdasarkan Informan Triangulasi

No Pertanyaan Peta Empati

Indikator

Praktisi Usaha Ahli Segmen Pelanggan

1 Apa yang

dilihatnya?

(see)

Persaingan yang

semakin ketat dalam

setiap lini pelayanan

Desain interior unik

untuk pengambilan

foto

Diskon pelajar

Diskon pada jam

tertentu

Rasa makanan tidak

terlalu diperhatikan,

prioritas utama

memiliki spot untuk

foto

Kesalahan pesanan

Persaingan yang

semakin marak

dan ketat

Persiapan konsep

yang semakin

matang

Kualitas

makanan mulai

meningkat

Perkembangan

teknologi

meningkat pada

take order

process

Semakin banyak

kafe yang

bermunculan

Promo breakfast,

mendapat potongan

di minimal order

tertentu

Promo kartu debit

atau kredit bank

tertentu

Memiliki desain

yang unik untuk foto

tapi tidak terlalu

berkonsep

Lupa atau salah

pesanan

2 Apa yang

didengarnya?

(hear)

Menarik pelanggan

melalui media sosial

Promosi gratis

melalui path

Mulai bermunculan

kafe yang

bekerjasama atau

berbagi tempat

dengan bidang usaha

lain seperti distro

atau barbershop

tetapi belum ada

kafe yang

menerapkan dua

sumber pendapatan

berbeda sekaligus

dalam satu konsep

Media sosial

sangat

berpengaruh

Menawarkan

konsep bukan

makanan

Kafe dengan

gerai sepatu

dapat

memberikan

kemudahan bagi

orang

bermobilitas

tinggi

Mengetahui

beberapa kafe dari

media sosial seperti

instagram dan path

Perlu konsep yang

benar-benar matang

dan menarik

Sosok yang

berkunjung sangat

berpengaruh

Kafe berkonsep

sepatu belum ada

diterapkan di kafe di

Bandung, cukup

unik dan konsepnya

jelas

3 Apa yang

dipikirkan dan

dirasakannya?

(think and feel)

Sistem pelayanan

yang diterapkan

masih harus terus

dikembangkan dan

ditingkatkan untuk

kepuasan

Rasa makanan

masih harus

ditingkatkan,

kebanyakan pelaku

usaha tidak terlalu

memprioritaskan

mengenai hal ini

Kafe yang memiliki

konsep tersendiri

dirasa dapat menjadi

Kafe mulai

mengembangkan

keunikannya

sendiri

Penerapan kafe

dengan sepatu

dapat

memudahkan

atau menggoda

pelanggan untuk

membelinya, dua

keuntungan

sekaligus

Konsep yang

jelas dapat

menarik

Kenyamanan (tidak

diburu-buru)

Spot bagus untuk

foto-foto

Kafe memiliki

konsep tersendiri

Tidak terlalu

crowded

Tempat strategis

Life music

Pelayanan 24 jam

Lahan parkir besar

Suhu menyenangkan

Menu makanan

beragam

Page 72: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

65

nilai tambah dan

mempunyai

keunikan sendiri

Tidak terlalu

crowded, crowded

tapi teratur

Good ambience

pelanggan

Ambience harus

dijaga agar

pelanggan

merasa nyaman

dan betah

Tambahan life

music bisa

menjadi

ketertarikan

4 Apa yang

dikatakan dan

dilakukannya?

(say and do)

Sangat menarik

untuk mencoba

menerapkan konsep

sepatu dan kafe

Perbaiki terus

pelayanan sehingga

pelanggan merasa

sangat nyaman dan

secara tidak

langsung

merekomendasikan

pada orang lain

Bisa menjalin

kerjasama dengan

komunitas pecinta

sneakers/skateboard

atau komunitas yang

sangat berhubungan

dengan sepatu

Konsep yang

akan diterapkan

akan sangat

meramaikan

persaingan

dalam

perkembangan

kafe saat ini

Menyatukan dua

hal yang berbeda

dan saling

menguntungkan

sangat menarik

untuk dicoba

Mau datang ke kafe

yang lebih

berkonsep, contoh

kafe di Jakarta yang

banyak memiliki

konsep seperti kafe

berkonsep penjara,

rumah sakit, lab dan

lain lain

Tertarik dengan kafe

berkonsep sepatu

yang menawarkan

kemudahan dalam

berbelanja

5 Apa yang

dikorbankannya

? (pain)

Biaya tambahan

untuk mendukung

konsep yang

diusung tetapi untuk

dua keuntungan

Konsep sepatu

sesuaikan dengan

konsep kafe jangan

sampai bertabrakan

Jangan lupakan taste

makanan

Biaya menjadi

masalah utama

dalam

menerapkan

konsep baru

Emosi yang

dirasa para

waiters dalam

memberikan

pelayanan

langsung harus

terjaga

Konsep sepatu

dan kafe harus

saling

mendukung

Bersedia membayar

lebih untuk konsep,

makanan dan

kenyamanan yang

diberikan lebih

Akan lebih tertarik

bila semua aspek

seimbang, konsep

matang, ambience

bagus, dan rasa

makanan yang enak

6 Apa yang

didapatkannya?

(gain)

Pertumbuhan

pelanggan tentu

menjadi target

utama saat

menerapkan konsep

baru.

Kemudahan dan

tingkat kepuasan

para pelanggan yang

meningkat.

Kemudahan

yang ditawarkan

harus semakin

terasa

Peningkatan

jumlah

pelanggan

Adanya ide-ide

baru akan terus

bermunculan

dalam bidang

bisnis ini di kota

seperti Bandung

Kenyamanan

Kemudahan

bersantai dan

berbelanja

Pelayanan 24 jam

Kepuasan sangat

diharap dapat

didapatkan dari

konsep baru yang

akan diusung

Page 73: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

65

Peta Empati Campuran

Ambience

Promo dan diskon tertentu

Nilai tambah yang diberikan (life music)

Persaingan kafe yang semakin ketat

Pengaruh media sosial seperti

instagram dan path

Belum adanya konsep kafe dan

gerai sepatu yang digabungkan

Harus terusmeningkatkan

kualitas pelayanan

Keinginan untuk datang ke kafe yang

memiliki konsep tersendiri

Penerapan konsep baru akan meningkatkan kualitas

Waktu, biaya, tenaga dan pikiran lebih

dipersiapkan untuk penerapan konsep

baru

Bersedia untuk membayar biaya

lebih untuk mendapatkan

yang lebih

Peningkatan jumlahpelanggan dan

kualitas kepuasanserta kemudahan

Memicu ide-ide baru yang kian menarik

Konsep unik yang diusung

Konsep yang semakin matang

Salah order

Ramai tapi masih

berprivasi

Gambar 7 Indikator Peta Empati

Pada indikator peta empati di atas dapat dikonfirmasi bahwa para pelanggan kafe saat ini

mengharapkan suatu hal lebih yang dapat mereka rasakan dari pelayanan yang diterapkan

kebanyakan kafe saat ini. Dengan kata lain, para pelanggan menginginkan adanya inovasi

baru dari pelayanan kafe yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas kepuasan dan sisi

kemudahan sebuah layanan.

Dengan melihat dari hasil analisis indikator peta empati yang berasal dari para informan

triangulasi, peneliti melihat terdapat adanya kebutuhan yang masih sedikit para praktisi usaha

kafe yang menyadari kebutuhan tersebut.

Model Bisnis Kanvas Zapateria shoes & cafe

Rancangan model bisnis Zapateria shoes & cafe yang peneliti tetapkan adalah perencanaan

konsep kafe dan gerai sepatu secara bersamaan, pemberian diskon-diskon tertentu dan

kesediaan customer care website, serta didukung keramahan yang dijalin kepada para calon

pelanggan diharapkan akan membangunkan tingkat kepuasan dan kepercayaan pelanggan

terhadap Zapateria shoes & cafe. Salah satu keunggulan dari Zapateria shoes & cafe juga

yakni penerapan sistem otomasi order dengan cara take order dengan gadget oleh waiters

yang terintegrasi langsung pada sistem di kitchen sehingga mengurangi kemungkinan salah

pesanan yang sering terjadi. Dari hal tersebut juga akan terbentuk kunjungan kafe yang

bersifat terus-menerus sehingga menjadikan keramahan dan profesionalitas yang diberikan

Zapateria shoes & cafe tersampaikan dengan baik kepada para calon pelanggan.

Page 74: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

66

Ketersediaan sepatu sebagai barang dagangan bertujuan untuk mempermudah pelanggan

dalam berwisata belanja dan mencoba berbagai menu makanan dunia serta free welcome

drink yang disediakan. Pelanggan juga dapat membeli sepatu yang dijual Zapateria shoes

&cafe melalui website dan media sosial instagram, juga terdapat menu makanan pilihan dan

penjelasan mengenai asal menu tersebut sehingga pelanggan bisa mendapatkan pengetahuan

dari menu itu sendiri di dalam website yang dapat disantap langsung di kafe. Dari hal tersebut

diharapkan pelanggan bisa mendapatkan kelebihan tersendiri yang belum pernah didapatkan

di kafe lain dengan kenyamanan, fleksibilitas dan pengetahuan yang diberikan

Model Bisnis Kanvas Zapateria shoes & cafe

Gambar 8

Model Bisnis Kanvas Zapateria shoes & cafe Fin Sumber : data olahan penelit

Page 75: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

63

SIMPULAN

Kesimpulan Model Bisnis Kanvas Zapateria Shoes & Cafe

Blok Hipotesis Final

Segmen Pelanggan

(Customer Segments)

Anak muda, pria dan

wanita yang memiliki

hobi atau kebiasaan

berkumpul dengan

kerabat dalam jangka

waktu tertentu

Komunitas

Turis (pendatang dari

luar kota Bandung)

Pecinta sepatu

Anak muda, pria dan

wanita yang memiliki

hobi atau kebiasaan

berkumpul dengan

kerabat dalam jangka

waktu tertentu

Komunitas

Turis (pendatang dari

luar kota Bandung)

Pecinta sepatu

Proposisi Nilai (Value

Propositions)

Menu makanan dunia

Free welcome drink

Berbagai pilihan sepatu

sebagai desain interior

dan sekaligus barang

dagangan

Menu makanan dunia

Free welcome drink

Berbagai pilihan sepatu

sebagai desain interior

dan sekaligus barang

dagangan

Life music

Take order dengan

gadget

Saluran (Channels)

Media sosial

(instagram, twitter dan

path)

Kafe

Website

Media sosial

(instagram, twitter dan

path)

Kafe

Website

Hubungan Pelanggan

(Customer Relationship)

Membership

Diskon (student card)

Customer care website

Membership

Diskon (student card)

Customer care website

Sistem otomasi order

Page 76: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

64

Arus Pendapatan

(Revenue Streams)

Penjualan makanan dan

minuman

Penjualan sepatu

Membership

Service (5% per bill)

Iklan

Penjualan makanan dan

minuman

Penjualan sepatu

Membership

Service (5% per bill)

Iklan

Sumber Daya Utama

(Key Resources)

Human resources

Menu

Asset (gedung, tanah,

mesin, peralatan

masak, peralatan

makan, dll)

Sistem operasional

(take order & process)

Human resources

Menu

Asset (gedung, tanah,

mesin, peralatan

masak, peralatan

makan, dll)

Sistem operasional

(take order & process)

Aktivitas Kunci (Key

Activities)

Penjualan makanan,

minuman, dan sepatu

Pembuatan air mineral

(welcome drink)

Manajemen kafe

Penjualan makanan,

minuman, dan sepatu

Pembuatan air mineral

(welcome drink)

Manajemen kafe

Pembuatan sistem take

order & process

Kemitraan (Key

Partners)

Supplier bahan

makanan dan minuman

Supplier sepatu

Pengrajin sepatu

Supplier bahan

makanan dan minuman

Supplier sepatu

Pengrajin sepatu

IT Person

Manajemen band

Page 77: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

65

Struktur Biaya (Cost

Structure)

Biaya Operasional

Gaji karyawan

Training karyawan

Maintenance sistem

Biaya Operasional

Gaji karyawan

Training karyawan

Maintenance sistem

Pembuatan sistem take

order & process

Fee band

Page 78: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

66

DAFTAR REFERENSI

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian – Suatu Pendekatan Praktik Edisi Revisi

IV.Jakarta: Rieneka Cipta.

Creswell, John .W. (2009).Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Creswell, John.W (2010). Research Design: pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Eisenmann, Thomas. (2002). Internet Business Models: Text and Cases. New York. McGraw-

Hill/Irwin.

Narbuko, Cholid.,& Achmadi, Abu. (2012). Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Osterwalder, Alexander.,& Pigneur, Yves. (2012). Business Model Generation.Jakarta: Elex

Media Komputindo.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta

Suharyadi & Purwanto.Statistika Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. (2009). Jakarta.

Salemba Empat.

Susetyo, Budi. (2010). Statistika Untuk Analisis Data Penelitian. Bandung: Refika Aditama.

Taniredja, Tukiran.,& Mustafidah, Hidayati. (2011). Penelitian Kuantitatif(Sebuah

Pengantar). Bandung: Alfabeta.

http://bandung.go.id/images/download/8_BAB-I.pdf. Diakses pada tanggal 25 April 2014

http://bandungkota.bps.go.id/subyek/penduduk-2012. Diakses pada tanggal 17 Juni

Page 79: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Peggy Hariwan Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Inggi Silviatni Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

67

BIODATA PENULIS

Peggy Hariwan, SE., MT., MBA, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan

Ekonomi Studi Pembangunan Universitas Tanjungpura, lulus tahun 1999. Memperoleh gelar

Magister Teknik (MT) Program Pasca Sarjana Magister Teknik Institut Teknologi Bandung,

lulus tahun 2003, gelar Master Business and Art Magister Groupe ESC Troyes Perancis tahun

2012 dan gelar Master of Science Universitas Padjadjaran tahun 2014. Saat ini menjadi

Dosen Administrasi Bisnis Universitas Telkom Bandung.

Inggi Silviatni merupakan mahasiwa Administrasi Bisnis Universitas Telkom Bandung

Page 80: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wa Ode Zusnita Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Ernie Tisnawati Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Layyinaturrobaniyah

68

MODEL PENGEMBANGAN

PROGRAM CORPORATE SOCIAL RESPONCIBILITY (CSR)

MELALUI PEMBERDAYAAN MODAL INTELEKTUAL

DALAM UPAYA PENINGKATAN PEMERATAAN PENDIDIKAN (SURVEY DI

KOTA BANDUNG)

Wa Ode Zusnita

Ernie Tisnawati

Layyinaturrobaniyah Program Studi Manajemen, Universitas Padjadjaran

Email : [email protected]

[email protected]

[email protected]

ABSTRAK

Perusahaan memiliki tanggung jawab sosial guna memberikan kesejahteraan bagi masyarakat

dan lingkungan sekitar. Program tanggung jawab sosial (corporate social responsibility) yang

dilakukan perusahaan dapat berupa kegiatan di bidang pendidikan, kesehatan, sosial, dan

lingkungan. Penelitian yang kami lakukan untuk mengetahui bagaimana program CSR yang

dilakukan oleh BUMN di Bandung serta membuat model berkaitan dengan CSR pendidikan

yang dilakukan oleh perusahaan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 35 BUMN di kota Bandung, program CSR

yang banyak dilakukan adalah di bidang pendidikan dan lingkungan. Penelitian ini dilakukan

untuk (1) Mengidentifikasi program-program CSR BUMN yang ada di Kota Bandung, (2)

Mengidentifikasi program-program CSR BUMN yang ada di Kota Bandung yang berkaitan

dengan pendidikan di Kota Bandung, (3) Menyusun program pelatihan (TOT) bagi sumber

daya intelektual (dosen, profesional perusahaan, dan mahasiswa) yang terkait dengan

program CSR di bidang pendidikan, (4) Merancang sebuah model pengembangan CSR

dalam pendidikan sehingga dapat dijadikan acuan dan bahan evaluasi oleh pihak-pihak terkait

untuk pengembangan selanjutnya.

Metode yang digunakan di dalam penelitian ini adalah metode cross sectional berdasarkan

studi pustaka dan survey (wawancara, focus group discussion, dan observasi). Tahapan

kegiatan penelitian dimulai dari (1) tahap penyusunan desain studi, (2) penyusunan

instrumen, (3) penarikan sampel, (4) pengumpulan data di lapangan, (5) tabulasi data, (6)

pemilihan dan pemilahan data, (7) analisis data, dan (8) pelaporan. Berdasarkan hasil analisis

dari 35 kuesioner yang diperoleh dari 35 BUMN di Bandung, bahwa CSR BUMN dilakukan

dalam hal pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan ekonomi. Bentuk program CSR di bidang

pendidikan yang dilakukan oleh 35 BUMN di Bandung adalah berupa pemberian beasiswa,

serta bantuan sarana dan prasarana sekolah.

Keywords : Tanggung Jawab Sosial, Sumber Daya Intelektual

Page 81: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wa Ode Zusnita Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Ernie Tisnawati Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Layyinaturrobaniyah

69

I. Pendahuluan

Sebuah perusahaan selain melakukan kegiatan bisnisnya juga memiliki tanggung

jawab sosial terhadap lingkungan disekitar perusahaan. Tanggung jawab sosial perusahaan

(corporate social responsibility) meliputi berbagai kegiatan produktif dengan melibatkan

masyarakat di dalam maupun diluar perusahaan, dan bertujuan untuk memberikan

kesejahteraan bagi masyarakat serta mampu mengembangkan dan membangun masyarakat

dari berbagai bidang. Fokus perusahaan dalam menjalankan program CSR berdasarkan 3 hal

yaitu profit, masyarakat, dan lingkungan. Beberapa program kegiatan CSR antara lain di

bidang pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan sosial.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui program CSR apa saja yang dilakukan oleh

51 BUMN di Bandung. Berkaitan dengan program CSR, pemerintah Jawa Barat mendorong

perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan pendanaan pembangunan sarana prasarana

pendidikan serta untuk meningkatkan daya saing pembangunan daerah dan keunggulan

perusahaan. Keterlibatan perusahaan di bidang pendidikan sangat diperlukan guna

memajukan kualitas pendidikan. Selain itu, dengan menjalankan program CSR akan

memberikan nilai ekonomis bagi perusahaan. Agar upaya pemerataan pendidikan dapat

tercapai maka perusahaan melalui program CSR menjalin kemitraan dengan lembaga

pendidikan dan sumber daya intelektual. Beberapa hal yang akan diteliti yaitu mengenai

bagaimana peran perusahaan melalui program CSR berkontribusi dalam bidang pendidikan,

serta sinergi perusahaan antara pemerintah, perguruan tinggi, dan sekolah guna pemerataan

pendidikan dan peningkatan kualitas pendidikan. Diharapkan dengan adanya program CSR

dapat meningkatkan inovasi dan minat sumberdaya intelektual untuk mensukseskan

pendidikan.

II. Landasan Teori

Kontler dan Nancy (2005) menjelaskan definisi Tanggung Jawab Sosial atau Corporate

Social Responsibility (CSR) sebagai: komitmen bisnis untuk memberikan kontribusi bagi

pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, bekerjasama dengan para pegawai, keluarga

mereka, komunitas lokal, dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup bersama.

Human Capital merupakan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan seseorang yang

dapat digunakan untuk menghasilkan layanan profesional yang mencerminkan kemampuan

kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang

dimiliki. Menurut Mayo (2000), human capital memiliki lima komponen yaitu individual

capability, individual motivation, leadership, the organizational climate, dan workgroup

effectiveness. Masing-masing komponen memiliki peranan yang berbeda dalam menciptakan

human capital perusahaan yang pada akhirnya menentukan nilai sebuah perusahaan.

Proses penciptaan pengetahuan dilaksanakan dalam sebuah pengaturan yang dikenal dengan

manajemen pengetahuan (knowledge management). Manajemen pengetahuan bertugas untuk

mengelola pengetahuan sehingga dapat diperbaharui, digunakan berkali-kali dengan value

yang semakin meningkat yang berbanding lurus dengan pengalaman karyawan serta

organisasi. Selanjutnya penerapan manajemen pengetahuan akan menimbulkan inovasi yang

berkelanjutan yang timbul dari interaksi pengetahuan antara para pihak yang terlibat dalam

Page 82: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wa Ode Zusnita Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Ernie Tisnawati Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Layyinaturrobaniyah

70

organisasi bisnis (Leiponen : 2003). Pengetahuan ini selanjutnya dijadikan dasar dalam

organisasi sebagai sumber inovasi.

III. Pembahasan

3.1. Metode Penelitian

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode cross sectional,

dengan populasi penelitian 51 BUMN. Tetapi 8 BUMN tidak lagi beroperasi di Bandung,

sehingga populasi penelitian menjadi 43 BUMN. Unit analisis berdasarkan indikator-

indikator dan 5 dimensi CSR. Operasionalisasi variabel adalah sebagai berikut :

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, observasi, dan focus group

discussion.

3.2. Target dan indikator keberhasilan:

Target khusus

1. Mengidentifikasi program-program CSR BUMN yang ada di Kota Bandung.

2. Mengidentifikasi program program-program CSR BUMN yang ada di Kota Bandung

yang berkaitan dengan pendidikan di Kota Bandung.

Page 83: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wa Ode Zusnita Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Ernie Tisnawati Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Layyinaturrobaniyah

71

Belum

difollow up

0%

Data harus

dari pusat

8%Disposisi

4%

Perusahaan

tidak ada

16%

Sudah diisi

68%

Tidak

ada

bagian

csr

4%

Status Survey

3. Menyusun program pelatihan (TOT) bagi sumber daya intelektual (dosen, profesional

perusahaan, dan mahasiswa) yang terkait dengan program CSR dibidang pendidikan

4. Merancang sebuah model pengembangan CSR dalam pendidikan sehingga dapat

dijadikan acuan dan bahan evaluasi oleh pihak-pihak terkait untuk pengembangan

selanjutnya.

Indikator keberhasilan

1. Artikel penelitian yang dipublikasikan di jurnal terakreditasi

2. Presentasi pada konferensi/ seminar nasional/ regional

3.3. Usulan dari rancangan model penelitian adalah sebagai berikut

3.4. Analisis Data Penelitian CSR :

Berdasarkan hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa kuesioner yang sudah diisi ada

35 kuesioner dan presentase 68%. Maka kuesioner yang sudah diisi lebih banyak dari yang

belum difollow up dan disposisi.

Tidak ada kuesioner yang belum difollow up sehingga presentasenya 0%. Perusahaan yang

tidak memiliki bagian CSR terdiri dari 2 perusahaan, presentase 4%. Sehingga dapat

Perusahaan

Social Venture

Perguruan

Tinggi

CSR di Jawa

Barat

Pendidikan

Ekonomi

Budaya

Kesehatan

Bencana

Alam

Sekolah

Menengah

Atas (SMA)

Pemerintah

Perusahaan :

1.Dana

2. Tangible & Intangible Asset

Perguruan Tinggi :

1. Dosen

2. Mahasiswa

Page 84: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wa Ode Zusnita Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Ernie Tisnawati Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Layyinaturrobaniyah

72

dikatakan bahwa hanya sedikit kuesioner yang belum difollow up dan hanya sedikit

perusahaan yang tidak memiliki bagian CSR.

Kuesioner yang masih disposisi terdiri dari 2 kuesioner, presentase 4%, masih cukup banyak

kuesioner yang disposis mengingat adanya prosedur tertentu terkait pengisian kuesioner CSR.

Data kuesioner yang harus dari pusat terdiri dari 4 kuesioner dengan presentase 8%. Hal ini

terkait dengan kebijakan perusahaan mengenai data kuesioner yang memang harus berasal

dari pusat.

Berdasarkan hasil operasional ke lapangan, diperoleh data bahwa terdapat beberapa

perusahaan yang tidak ada yaitu 8 perusahaan, presentase 16%.

Berdasarkan analisis data, maka terdapat 8 perusahaan yang tidak ada, presentase 15%,

sehingga tidak ada data yang dapat diolah. Perusahaan cabang/regional di Bandung dengan

wilayah kerja Jawa Barat sebanyak 35 perusahaan dengan presentase 66%. Perusahaan yang

berada di pusat yaitu Jakarta sebanyak 10 perusahaan dengan presentase 19%.

Berdasarkan hasil pengolahan data, perusahaan yang bergerak di bidang CSR pendidikan

sebanyak 32 perusahaan (21%), di bidang kesehatan 27 perusahaan (18%), di bidang

lingkungan 35 perusahaan (23%), di bidang ekonomi 31 perusahaan (20%) dan lainnya

sebanyak 27 perusahaan (18%). Berdasarkan data maka dominan CSR dilakukan untuk

pembinaan lingkungan dan pendidikan.

Cabang/R

egional

66%

Perusaha

an tidak

ada

15%

Pusat

19%

Status Regional

Pendidika

n

21%

Kesehata

n

18%Lingkunga

n

23%

Ekonomi

20%

Lainnya

18%

Data Program CSR BUMN

Page 85: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wa Ode Zusnita Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Ernie Tisnawati Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Layyinaturrobaniyah

73

Berdasarkan data bentuk penyelenggaraan CSR, perusahaan yang menjalankan CSR secara

mandiri sebanyak 32 perusahaan (53%) dan yang melakukan kerjasama dengan pihak lain

sebanyak 28 perusahaan (47%). Dapat disimpulkan bahwa CSR lebih banyak dilakukan

secara mandiri.

Berdasarkan diagram diatas didapat bahwa 29 BUMN (47%) menyatakan bahwa manfaat

setelah melaksanakan program CSR adalah sebagai citra perusahaan, dan sisanya 33 BUMN

(53%) banyak manfaat lainnya yang dirasakan perusahaan setelah melaksanakan program

CSR.

Berdasarkan hasil survei lapangan, didapat temuan bahwa anggaran untuk pembiayaan CSR

88% menyatakan antara 1-3% dari laba yang didapat perusahaan. 9% CSR menyatakan 3,1-

5% dari laba per tahun yang didapat perusahaan dan sisanya 3% menyatakan >5% dari laba

per tahun yang didapat perusahaan.

Mandiri

53%

Kerjasam

a

47%

Bentuk

Penyelenggaraan CSR

Citra

perusaha

an

47%Lainnya

53%

Manfaat CSR

1% - 3%

88%

3,1% - 5%

9%

>5%

3%

Anggaran CSR

Page 86: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wa Ode Zusnita Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Ernie Tisnawati Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Layyinaturrobaniyah

74

Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa terdapat 86 % atau sebanyak 32

perusahaan yang menerapkan kebijakan CSR secara terpusat sedangkan 14% lainnya atau

sebanyak 5 perusahaan menerapkan kebijakan tidak terpusat. Dari data ini secara umum,

dapat disimpulkan CSR masih menjadi tanggung jawab perusahaan pusat untuk menentukan

kebijakan-kebijakan yang terkait di dalamnya.

Berdasarkan diagram di atas, dapat diketahui bahwa setiap BUMN yang telah memberikan

datanya atau sebanyak 35 perusahaan menjalankan tata nilai dalam melaksanakan program

CSR-nya.

Berdasarkan data di atas, maka dapat diketahui bahwa sebanyak 3% perusahaan tidak

mengadakan identifikasi stakeholder sedangkan 97% lainnya melakukannya. Artinya

program CSR sebelum digulirkan secara umum perusahaan-perusahaan BUMN telah

melakukan identifikasi untuk merancang program yang tepat bagi stakeholdernya.

Terpusat

86%

Tidak

Terpusat

14%

Kebijakan CSR

Ada tata

nilai

100%

Tidak

ada tata

nilai

0%

Tata Nilai CSR

Ada

identifika

si

97%

Tidak

ada

identifika

si

3%

Identifikasi

Stakeholder

Page 87: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wa Ode Zusnita Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Ernie Tisnawati Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Layyinaturrobaniyah

75

Berdasarkan data pengolahan, perusahaan yang melakukan komunikasi dengan komunitas

lokal sebanyak 32 perusahaan (91%) dan yang tidak menyelenggarakan komunikasi sebanyak

3 (9%).

Berdasarkan data penelitian bahwa semua perusahaan yang diteliti melaksanakan publikasi

terhadap program CSR yang dijalankan melalui media cetak.

IV. Kesimpulan dan Saran

Kesimpulan

Berdasarkan pengolahan data dari 35 kuesioner yang diperoleh maka dapat disimpulkan

bahwa CSR yang dilakukan beberapa BUMN di Bandung dan di Jakarta meliputi bidang

pendidikan, kesehatan, lingkungan, dan ekonomi. Dominan CSR yang dilakukan adalah

dibidang pendidikan dan lingkungan, dimana pelaksanaan program dilakukan secara mandiri

dan kerjasama dengan pihak ketiga. Manfaat yang diperoleh dengan melaksanakan program

CSR adalah mampu meningkatkan citra perusahaan dan memberikan benefit bagi

perusahaan. Anggaran CSR berkisar 1-3%, dimana kebijakan penyelenggaraan CSR terpusat

dan setelah itu kebijakan diserahkan ke masing-masing cabang. Penyelenggaran kebijakan

CSR berdasarkan tata nilai yang berlaku di perusahaan, dimana dilakukan identifikasi

stakeholder, komunikasi dengan komunitas lokal serta publikasi program CSR.

Saran

Dibutuhkan optimalisasi pendataan dan waktu dikarenakan masih ada beberapa list yang

belum sesuai sehingga pengumpulan data kurang maksimal.

Ada

komunik

asi

91%

Tidak

ada

komunik

asi

9%

Komunikasi komunitas

Ada

publikasi

dan

sosialisasi

100%

Tidak Ada

0%

Publikasi CSR

Page 88: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wa Ode Zusnita Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Ernie Tisnawati Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Layyinaturrobaniyah

76

Referensi

Dahlsrud. 2008. How Corporate Social Responsibility Is Defined An Analysis Of 37

Definitions. Corporate social responsibility and Environmental management. Vol. 15.

Dea Cendani dan Tjiptohadi Sawarjuwono. 2012. Corporate Social Responsibility: Upaya

Memahami Alasan Dibalik Pengungkapan Csr Bidang Pendidikan. Jurnal Akuntansi &

Auditing 95. Volume 8/No. 2/Mei 2012: 95-189

Grunig, James E & Todd Hunt. 1984. Managing Public relations. Chicago: Holt, Rinehart

and Winston, Inc.

Kotler, Philip and Lee, Nancy. 2005. Corporate Social Responsibility – Doing the Most Good

for Your Company and Your Cause. New Jersey: John Wiley and Sons, Inc.

Leiponen, Aija.(2005).Organization Of Knowledge and Innovation: The Cases of Finnish

Business Service : Industry and Innovation Sidney. Vol 122 p 185 – 201.

Mayo, A., 2000. “The Role of Employee Development in The Growth of Intellectual Capital”, Personal Review, Vol. 29, No. 4. http://www.emerald-library.com

Mulyandari, Retno S.H., Swastomo,Wasidi., Tri Wibowo, Cahyono., Situmeang, Ilona. 2010.

Implementasi CSR dalam mendukung pengembangan Masyarakat Melalui Peningkatan

Peran Pendidikan. Makalah. Institut Pertanian Bogor. (Seminar Nasional “Komunikasi Pembangunan Mendukung Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia dalam Kerangka

Pengembangan Masyarakat”)

Munilla, L. S & Miles, M. P. 2005. The Corporate Social Responsibility Continuum as A

Component Of Stakeholder Theory. Business And Society Review. Vol. 110, No. 4, pp:

371–387.

Narahudita, Dea Cendani., Tjiptohadi Sawarjuwono. 2012. Corporate Social Responsibility :

Upaya Memahami Alasan Dibalik Pengungkapan CSR Bidang Pendidikan. Universitas

Airlangga.

Nonaka Ikujiro. Hirotaka Tekauchi (1995). The Knowledge Creating Company How

Japanese Corporation Create The Dynamic of Innovation. Oxford University Press,

New York.

Su‟adah. 2010. Pemberdayaan Masyarakat Lokal Melalui Program Corporate Social

Responsibility. Universitas Muhammadiyah Malang. Malang.

WBCSD. 2007. What does GRI-Reporting tell us about Corporate Sustainability?. Energy

Efficiency in Buidlings-Business realities and opportunities. Available at www.wbcsd.org.

Yusuf Wibisono, Membedah Konsep & Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility),

Gresik, Fascho Publishing, 2007, hal.7.

Page 89: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

77

DIVERSIVIKASI USAHA DAN STRUKTUR MODAL

Wisudanto Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Departemen Managemen

e-mail: [email protected]

Sugiarto Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Airlangga Departemen Managemen

ABSTRAK

Keputusan strategi dalam beberapa literatur berpengaruh terhadap kinerja ekonomis

perusahaan, salah satu keputusan strategi yang diambil perusahaan adalah

diversifikasi.Diversifikasiyang konsisten dengan coinsurance effectdapat meningkatkan

kapasitas utang, mengurangi resiko kebangkrutan, meningkatkan penyebaran aset, dan

profitabilitas. Penelitian inibertujuan mengetahui pengaruh diversifikasi perusahaan terhadap

struktur modal. Diversifikasi perusahaan diukur dengan menggunakan Jacquemin-Berry

Entropy Index, sementara struktur modal diukur dengan long term debt to equity

ratio.Penelitian ini dilakukan pada24perusahaan (bukan sektor keuangan) yang termasuk

dalam daftar LQ45 yang melakukan diversifikasi. Hasil penelitian ini menunjukkan adanya

pengaruh positif antara diversifikasi terhadap struktur modal perusahaan.Pengaruh

diversifikasi terhadap struktur modal menguatkan pendapat bahwa keputusan strategi

berpengaruh terhadap kinerja ekonomis kususnya kinerja keuangan perusahaan.

Kata kunci: Diversifikasi usaha, Coinsurance Effect, Struktur Modal.

Page 90: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

78

1. Latar Belakang

Bentuk usaha yang dikembangkan oleh konglomerasi di Indonesia berawal dari perusahaan

keluarga, kemudian mereka berekspansi kedalam usaha sama sekaliberbeda dengan bisnis

semula. Konglomerasi di Indonesia dilakukan dengan cara memperluas jumlah segmen

secara bisnis maupun geografis, memperluas market share yang ada,dan mengembangkan

berbagai produk yang beraneka ragam(Harto, 2005).

Meningkatkan kinerja bisnis yang ada dengan mengidentifikasi peluang dengan cara

menambah unit bisnis yang tidak berkaitan dengan bisnis perusahaan saat ini disebut

diversifikasi.Menendez-Alonso (2003)berpendapat bahwa diversifikasiyang konsisten dengan

coinsurance effectdapat meningkatkan kapasitas utang, mengurangi resiko kebangkrutan,

meningkatkan penyebaran aset, dan profitabilitas. Barton dan Gordon (1988)mengemukakan

dalam penelitiannya bahwa diversifikasi produk berhubungan negatif dengan risiko dan

berhubungan positif dengan tingkat utang,dengan menggunakan data perusahaan AS dan

Australia. Penerapan diversifikasi, diharapkan jika salah satu segmen usaha mengalami

kerugian, maka keuntungan yang diperoleh dari segmen usaha yang lain dapat menutupi

kerugian tersebut.

Keputusan penting yang diambil oleh manajemen berkaitan dengan diversifikasi perusahaan

adalah keputusan pendanaan yang digunakan untuk melakukan diversifikasi, hal ini akan

berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan.Myers (2003) berpendapat bahwa struktur

modal mencerminkan imbangan antara utang jangka panjang dan ekuitas, maka didalam

membelanjai aktiva yang ada perlu diperhatikan komposisinya dengan baik. Manajer harus

mampu menghimpun dana baik yang bersumber dari dalam perusahaan maupun dari luar

perusahaan secara efisien.Kochhar dan Hitt (1998)juga mengemukakan bahwa perusahaan

melakukan diversifikasi memiliki rasio utang yang lebih tinggi karena pengurangan risiko.

Singh et al. (2003)mengungkapkan perusahaan yang melakukan diversifikasi yang konsisten

akan berpengaruh positif terhadap kemampuan hutang perusahaan, hasil ini konsisten dengan

Coinsurance Effect.Xu dan Wang (1999)dengan menggunakan sample perusahaan di China

dalam penelitiannya berpendapat bahwa jika diversifikasi dilakukan tidak terkait dengan

bisnis utama berpengaruh positif terhadap kemampuan utang perusahaan.

Penelitian bertujuan untukmenganalisis apakah diversifikasi yang dilakukan perusahaan

berpengaruh terhadap struktur modalperusahaan.Menggunakan sample 24 perusahaan

tergabung dalam LQ45 di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2009-2012yang

melakukan diversifikasi,hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi dalam proses

pengambilan keputusan sehingga keputusan yang dihasilkan akan lebih tepat.

2. Telaah Literatur dan Hipotesis

Christensen dan Montgomery (1981) menjelaskan tiga pandangan alasan dilaksanakannya

diversifikasi perusahaan, (1) Pandangan kekuatan pasar (market power view), yaitu

diversifikasi merupakan alat untuk menumbuhkan pengaruh anti kompetisi yang bersumber

pada konglomerasi. (2) Pandangan prespektif keagenan (agency view), terjadinya konflik

kepentingan antara pemegang saham dengan manajer. Manajer kemungkinan bertindak tidak

sesuai dengan kepentingan pemegang saham. Manajer mempunyai kecenderungan

melakukan diversifikasi untuk memenuhi kepentingannya. Kinerja manajer sering kali

dikaitkan dengan tingkat penjualan, sehingga diversifikasi merupakan alat yang efektif untuk

meningkatkan pendapatan perusahan. (3) Pandangan yang mendasarkan pada sumber daya

(resource based view) yang dimiliki perusahaan. Tujuan diversifikasi adalah untuk

Page 91: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

79

memanfaatkan kelebihan kapasitas dari sumber daya perusahaan. Tingkat optimal

diversifikasi tiap perusahaan berbeda sesuai dengan sumber daya yang dimiliki perusahaan.

Su (2010)menggunakan Jacquemin-Berry entropy index, untuk mengukur optimalisasi

diversifikasi(DIVR) digunakan rumus sebagai berikut:

DIVR =

; : Rasio dari penjualan per-segmen usaha dengan jumlah

penjualan perusahaan.

Coinsurance Effect

Coinsurance effect menyatakan bahwa ketika perusahaan melakukan strategi penggabungan

unit usaha yang berbeda bisnisnya dalam satu konglomerasi akan menurunkan resiko

kebangkrutan perusahaan sebelumnya.Karena dua atau lebih perusahaan yang bergabung

bersama dan mempunyai laba yang tidak berkorelasi akan mengurangi resiko kegagalan

perusahaan gabungan, hal tersebut dapat meningkatkan kapasitas utang dari perusahaan

konglomerasi (Lewellen, 1971). Diversifikasi memungkinkan perusahaan dengan arus kas

kurang baik berkorelasi dengan segmen yang berbeda untuk mengurangi variabilitas laba

sehingga kapasitas pinjaman perusahaan dapat mengalami peningkatan(Kim dan McConnell,

1977). Penelitian lain mengatakan bahwa dengan melakukan diversifikasi perusahaan dapat

memperoleh pengurangan pajak dengan offsetting pembayaran bunga di beberapa segmen

terhadap keuntungan segmen operasi yang lain (Berger dan Ofek, 1995).Coinsurance

effectmuncul ketika perusahaan melakukan diversifikasi segmen usaha yang beragam

sehingga perusahaan memiliki kapasitas utang yang lebih tinggi.Menendez-Alonso

(2003)berpendapat bahwa diversifikasiyang konsisten dengan coinsurance effectdapat

meningkatkan kapasitas utang, mengurangi resiko kebangkrutan, meningkatkan penyebaran

aset, dan profitabilitas.

Struktur Modal

Van Horne dan Wachowicz (2008)berpendapat bahwa struktur modal adalah proporsi

pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang terdiri dari hutang, saham preferen,

dan saham biasa. Jadi struktur modal tersebut tercermin pada hutang jangka panjang dan

unsur-unsur modal sendiri. Pemenuhan akan kebutuhan dana dapat diperoleh dengan baik

secara internal perusahaan maupun secara eksternal. Bentuk pendanaan secara internal

(internal financing) adalah laba ditahan, depresiasi, dan amortisasi. Pemenuhan kebutuhan

yang dilakukan secara eksternal dapat dibedakan menjadi pembiayaan hutang (debt

financing) dan pendanaan modal sendiri (equity financing).

Menurut Myers (1977) manajer akan berusaha menambah hutangnya hingga tingkat tertentu,

dimana pengurangan hutang akibat tambahan hutang sama dengan atau benar-benar

terimbangi oleh tambahan biaya kebangkrutan. Ini menjelaskan bahwa perusahaan yang

memilki pajak tinggi cenderung menggunakan hutang dibandingkan dengan perusahaan yang

memiliki pajak rendah. Tetapi penggunaan hutang yang terlalu tinggi dapat menyebabkan

bahaya kebangkrutan dan biaya agensi yang tinggi.

Page 92: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

80

Penggunaan sumber-sumber pembiayaan perusahaan, baik yang merupakan sumber

pembiayaan jangka pendek maupun sumber pembiayaan jangka panjang akan menimbulkan

suatu efek yang biasa disebut dengan Leverage. Myers (2003) menjelaskan bahwa “Leverage

didefinisikan sebagai penggunaan aktiva atau dana dimana untuk penggunaan tersebut

perusahaan harus menutup biaya tetap atau membayar beban tetap”. Dapat pula diartikan

suatu kebijakan yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang menginvestasikan dana atau

memperoleh sumber dana yang disertai dengan adanya beban atau biaya tetap yang harus

ditanggung perusahaan.

Jadi kebijakan leverage timbul jika perusahaan dalam membiayai kegiatan operasionalnya

menggunakan dana pinjaman atau dana yang mempunyai beban tetap seperti beban bunga.

Tujuan perusahaan mengambil kebijakan leverage yaitu dalam rangka meningkatkan dan

memaksimalkan kekayaan dari pemilik perusahaan itu sendiri.Penggunaan leveragedalam

penelitian ini antara lain penggunaan long term debt to equity ratio (LDER) adalahrasio yang

digunakan untuk mengukur bagian dari modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang

jangka panjang. Rumusnya adalah sebagai berikut :

Long Term Debt To Equity Ratio =

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, dan pembahasan telaah literatur yang

dikemukakan diatas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(H1)Diversifikasi mempunyai pengaruh positif terhadap struktur modal.

Kerangka Pemikiran

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan, kerangka pemikiran untuk memecahkan

permasalahan penelitiansebagai berikut :

Diversifikasi Struktur Modal

Variabel Kontrol

1. Profitabilitas

2. Volatilitas laba

3. Tangibility of assets

4. Non Debt Tax Shield

5. Peluang Pertumbuhan

6. Kepemilikan Publik

7. Ukuran Perusahaan

8. Umur Perusahaan

Gambar 2.1.

Kerangka pemikiran penelitian

Page 93: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

81

3. Metode Penelitian

Identifikasi variabel

Berdasarkan model analisis dan hipotesis penelitian, maka jenis variabel-variabel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Variabel bebas atau independen, yaitu variabel yang mempengaruhi atau menjadi

sebuah perubahan variabel dependen (Sugiyono, 2009:59). Variabel bebas dari

penelitian ini adalah diversifikasi perusahaan.

2. Variabel tergantung atau dependen, yaitu variabel yang dipengaruhi atau yang

menjadi akibat dari adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009:59). Variabel tergantung

pada penelitian ini adalah struktur modal perusahaan dengan proksilong term debt to

total equity ratio (LDER).

3. Variabel kontrol, merupakan variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan

hubungan variabel bebas terhadap variabel terikat sehingga variabel terikat tidak

dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti(Sugiyono, 2009:60).Variabel kontrol

dalam penelitian ini antara lain profitabilitas, volatilitas laba, tangibility of asset, non-

debt tax shield (NDTS), peluang pertumbuhan, kepemilikan publik, ukuran

perusahaan, dan umur perusahaan.

Definisi Operasional Variabel

Untuk menghindari ketidakjelasan makna variabel yang digunakan dalam penelitian ini,

maka definisi operasional variabel akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Leverage

Leverage merupakan variabel terikat pada penelitian ini, yang di proksikan long term debt to

total equity ratio (LDER) yang berfungsi mengukur seberapa besar ekuitas perusahaan yang

digunakan untuk menjamin hutang jangka panjangnya. Data yang dipergunakan untuk

analisis leverage adalah data laporan keuangan dari Indonesian Capital Market Directory

(ICMD) dan annual report perusahaan.

=

2. Diversifikasi

Diversifikasi adalah variabel bebas yang mempengaruhi variabel terikat, diukur melalui

penggunaan Jacquemin-Berry entropy index sesuai penelitian Su (2010). Penggunaan

entropy index mengukur jumlah total diversifikasi (notasi DIVR) dari penjualan segmen

usaha perusahaan yaitu dengan rumus sebagai berikut :

k = 1,2,3. . . .,kn

Page 94: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

82

DIVR = Tingkat diversifikasi perusahaan i periode t.

= Rasio dari penjualan per-segmen usahadengan

jumlah penjualan pada perusahaan i periode t

3. Profitabilitas

Hubungan antara profitabilitas dan struktur modal secara teoritis dan empiris masih

kontroversial (Myers, 2003). Pecking ordertheory berpendapat struktur modal yang ceteris

paribus, leverage akan mempunyai pengaruh negatif dengan profitabilitas karena perusahaan

yang lebih menguntungkan akan lebih memilih memperoleh pembiayaan melalui dana

internal daripada melalui utang.Namun, trade off dalam teori struktur modal memprediksi

bahwa lebih banyak perusahaan yang menguntungkan memilih untuk menggunakan

pembiayaan utang untuk mendapatkan keuntungan dari penghematan pajak. Maka, leverage

akan mempunyai pengaruh positif dan negatif dengan profitabilitas. Ada bukti empiris yang

mendukung kedua teori. Peneliti menggunakan pengembalian dari total aset (ROA) untuk

mengukur profitabilitas dengan rumus sebagai berikut :

=

4. Volatilitas laba

Adanya ketidakpastian kestabilan lingkungan bisnis, maka kemungkinan kesulitan keuangan

akan lebih besar pada setiap tingkat utang. Akibatnya, perusahaan dengan volatilitas

pendapatan yang lebih tinggi akan memilih tingkat utang yang lebih rendah (Kale et al.,

1991). Perhitungan didasarkan pada penelitian Su (2010) dan Kale et al. (1991)

menggunakan koefisien variasi ROA dalam tiga tahun kebelakang sebagai proksi volatilitas

pendapatan.

Rumus koefisien variasi dari = 100%

Dimana :

Keterangan :

= Simpangan baku perusahaan i periode t

= Varian perusahaan i periode t

= Data ROA tahun ke-i periode t

= Rata-rata ROA perusahaan i periode t

Page 95: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

83

5. Tangibility of Assets

Untuk mengurangi biaya agensi akibat moral hazard, kreditur umumnya memerlukan sebuah

pinjaman perusahaan menggunakan aset berwujud sebagai jaminan. Oleh karena itu, LDER

diprediksi mempunyai pengaruh positif dengan tangibility of asset (Su, 2010). Penelitian ini

menggunakan rasio fixed assets dibagi total aset sebagai ukuran tangibility of asset

(TANGIB). Metode menghitung aset berwujud adalah sebagai berikut :

=

6. Non-DebtTax shield (NDTS)

Non-debt tax shield (NDTS), diukur dengan depresiasi dan amortisasi dibagi total aset.

Depresiasi dan amortisasi adalah penentu struktur modal bukan dari hutang sebagai

pendorong perusahaan untuk mengurangi hutang, karena depresiasi merupakan sumber modal

internal sehingga diprediksi dapat mengurangi pedanaan hutang.NDTS mengurangi beban

pajak perusahaan dengan demikian meringankan kebutuhan pembiayaan utang sebagai sarana

untuk mendapatkan keuntungan pajak (Dammon dan Senbet, 1988). Dalam penelitian ini,

menggunakan rumus sebagai berikut ;

=

7. Peluang pertumbuhan

Perusahaan yang memiliki kemampuan tumbuh dan menguntungkan yang pada akhirnya

akan mempengaruhi kinerja pada perusahaan. Pertumbuhan perusahaan memperlihatkan

pertumbuhan penjualan perusahaan dan digunakan untuk memprediksi pertumbuhan

perusahaan tiap tahunnya. Peneliti menggunakan Tobin‟s Q sebagai proksi peluang

pertumbuhan (GROW),Chung dan Pruitt (1994)mengembangkan formulasi Tobin‟s Q seperti yang telah dijelaskan pada bab 2 persamaan (2.7) adalah sebagai berikut :

=

Dimana:

= Peluang pertumbuhanperusahaan ipada periode t.

= Nilai pasar ekuitas perusahaan ipada periode t

(Jumlah saham perusahaan i yang beredar dikali dengan

harga penutupan saham akhir tahun pada periode t)

= Nilai buku dari total hutangperusahaan ipada periode t.

= Nilai buku total aktiva perusahaan ipada periode t.

Page 96: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

84

8. Kepemilikan Publik

Kepemilikan publik sering disebut sebagai pemegang saham minoritas (outsider investor)

karena struktur kepemilikannya tersebar dan terdiri dari banyak saham yang dimiliki secara

individu. Kepemilikan publik sering menimbulkan konflik kepentingan (agency conflict),

karena outsider investors tidak memiliki informasi keadaan perusahaan yang sebenarnya dan

hak kontrol terhadap perusahaan lemah. Sehingga manajer akan cenderung bebas dalam

membuat keputusan pendanaan hutang (Su, 2010). Oleh karena itu, penelitian ini

memasukkan prosentase saham yang dimiliki oleh publik (Su, 2010), sebagai variabel kontrol

dan memprediksi bahwa PUBLIC yang mempunyai pengaruh positif berkaitan dengan

LDER.Metode menghitung prosentase kepemilikan publik:

= x 100 %

9. Ukuran perusahaan

Perusahaan-perusahaan besar cenderung memiliki aset yang mumpuni, reputasi baik dan arus

kas yang lebih stabil. Perusahaan besar lebih mungkin untuk melakukan diversifikasi, ukuran

perusahaan berbanding terbalik dengan kemungkinan terjadi kebangkrutan Su (2010).

Dengan demikian, perusahaan yang lebih besar diharapkan untuk membawa lebih banyak

utang. Penelitian ini menggunakan logaritma natural dari total aset untuk mengendalikan efek

ukuran perusahaan (LNSIZE). Metode pengukuran LNSIZE sesuai penelitian Su (2010)

adalah:

=

10. Umur Perusahaan

Kemampuan perusahaan untuk meminjam tergantung pada akumulasi pengalaman dan

reputasi. Perusahaan yang lama berdiri dan go public lebih mungkin untuk mendapatkan

akses pendanaan dengan pemberi pinjaman, memperoleh utang lebih mudah, dan pada

tingkat yang lebih murah, sehingga umur perusahaan (AGE) mempunyai pengaruh

positifterhadap leverage perusahaan. Pengukuran AGE pada penelitian mengacu pada

penelitianSu (2010) menggunakan jumlah tahun perusahaan telah go public untuk

mengendalikan pengaruh umur (AGE).

Sample Penelitian

Sampel ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling,dengan ketentuan

perusahaan sampel adalah perusahaan yang tergabung dalam LQ45di Bursa Efek Indonesia

dari sektor non keuangan selama tahun 2009-2012. Perusahaan terdiversifikasi setidak nya

dalam dua klasifikasi industri.

4. Deskripsi Hasil Penelitian

Agar dapat dilakukan analisis lebih jauh terkait permasalahan yang harus dipecahkan dalam

penelitian ini deskripsi data dalam penelitain ini sebagai berikut.

Page 97: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

85

Tabel 1

Deskripsi Data Perusahaan Dalam Periode Penelitian (2009 – 2012)

N

Minimum

Maximum

Mean

Std.

Deviation

LDER 24 0,033 1,352 0,421 0,371

DIVR 24 0,014 1,597 0,596 0,401

STATE 24 0,000 1,000 0,420 0,496

ROA 24 0,011 0,452 0,123 0,101

STDROA 24 0,018 1,133 0,269 0,232

NDTS 24 0,008 0,923 0,241 0,222

TANGIB 24 0,004 0,817 0,320 0,247

GROW 24 0,650 15,003 2,642 2,626

PUBLIC 24 0,074 0,835 0,379 0,161

LNSIZE 24 29,211 34,086 31,160 1,268

AGE 24 1,000 30,000 13,708 7,013

Sumber : Data hasil olahan.

Hasil yang ditunjukkan pada table 1, kita dapat mengetahui bahwa nilai hitung Indeks Entropi

paling rendah sebesar 0,014 yaitu pada PT. Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk

yang terjadi pada tahun 2011 sedangkan nilai hitung Indeks Entropi tertinggi terjadi pada

PT.Lippo Karawaci Tbk. yaitu 1,597 pada tahun 2010. Nilai rata-rata yang dihasilkan indeks

entropi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan penurunan. Dimana nilai rata-rata

keseluruhan sebesar 0,596, pada tahun 2009 nilai rata-rata yang dihasilkan sebesar 0,562

mengalami peningkatan menjadi 0,565 pada tahun 2010, lalu pada tahun 2011 nilai rata-rata

meningkat sebesar 0,633, dan justru menurun lagi menjadi 0,626 pada tahun 2012.

Peningkatan nilai rata-rata indeks entropi dari tahun 2010 ke tahun 2011 pada periode

penelitian, berarti penerapan strategi diversifikasi perusahaan mengalami peningkatan dan

penerapan tingkat diversifikasi mengalami peningkatan pada tahun 2009 ke tahun 2011 dan

kembali menurun pada tahun 2012. Nilai standart deviasi yang lebih kecil dari nilai rata-

ratanya yaitu sebesar 0,401 menunjukkan bahwa terjadi perimbangan atau tidak ada

ketimpangan persebaran tentang besar tingkat strategi diversifikasi dari tiap perusahaan yang

menjadi objek penelitian.

Leverage pada penelitian ini diproksikan dengan utang jangka panjang (LDER) merupakan

variabel terikat yang terdiri dari perbandingan antara jumlah utangjangka panjang dengan

Page 98: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

86

ekuitas perusahaan, itu dikarenakan perusahaan menggunakan utang pada struktur

pendanaannya.Leverage yang besar merupakan cerminan penggunaan utang yang besar pula

untuk struktur pendanaannya. Pada tabel 1 diketahui bahwa secara rata-rata LDER

perusahaan sebesar 0,421 hal ini menyatakan bahwa rata-rata long term debtratio pada

tingkatleverage selama tahun 2009 sampai dengan 2012 adalah sebesar 0,421dari total

ekuitas yang dimiliki perusahaan sampel. Nilai minimum dari LDER terjadi pada PT. Astra

Agro Lestari Tbk. tahun 2009sebesar 0,033 yang menunjukkan bahwa ekuitas yang

digunakan untuk menjamin keseluruhan utang jangka panjangnya semakin besar.Nilai

maksimum dari LDER terjadi pada PT. Indofood Sukses Makmur Tbk tahun 2009sebesar

1,352 yang menunjukkan bahwa ekuitas yang digunakan untuk menjamin keseluruhan utang

jangka panjangnya semakin rendah.Nilai standart deviasi sebesar 0,371 yang lebih kecil dari

nilai rata-rata menunjukkan bahwa terjadi perimbangan atau tidak ada ketimpangan tentang

besar LDER yang dimiliki oleh masing-masing perusahaan sampel yang menjadi objek

penelitian.

Hasil regresi yang dilakukan tampak pada Tabel 2, Koefisien variabel diversifikasi (DIVR)

memberikan kontribusi positif sebesar 0,186 menunjukkan bahwa apabila variabel

diversifikasi (DIVR), dalam hal ini nilai indeks entropi ditingkatkan sebesar 1 angka maka

leverage (LDER) akan meningkat sebesar 0,186 dan sebaliknya, jika indeks entropi

diturunkan sebesar 1 angka maka leverage (LDER) akan menurun sebesar 0,186 dengan

asumsi variabel lain tetap. Diketahui hasil uji t, dimana pengaruh variabel diversifikasi

(DIVR) terhadap leverage (LDER) perusahaan memiliki nilai uji t sebesar 2,273 dengan

tingkat signifikansi 0,026. Nilai signifikansi ini lebih kecil dari 0,05, sehingga dapat

dinyatakan terdapat pengaruh positif signifikan secara parsial antara variable

Tabel 2

Ringkasan Hasil Uji F dan Uji t Variabel Bebas

Terhadap Variabel Tergantung Dengan Variabel Kontrol

Variabel Koefisien

Regresi Beta t Sig.

(Constant) 0,377 0,443 0,659

Diversifikasi 0,186 0,201 2,273 0,026

ROA -1,815 -0,492 -3,532 0,001

Volatilitas Laba 0,363 0,227 2,995 0,004

Tangibility of Assets 1,016 0,677 5,719 0,000

Non-Debt Tax Shielded -0,375 -0,224 -1,850 0,068

Peluang Pertumbuhan 0,029 0,205 1,394 0,167

Kepemilikan Publik 0,588 0,256 2,770 0,007

Ukuran Perusahaan -0,009 -0,029 -0,336 0,738

Page 99: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

87

Umur Perusahaan -0,015 -0,289 -3,561 0,001

F 14,803

Sig. 0,000

R 0,780

0,608

Durbin-Watson 1,790

Sumber : data diolah

Berdasarkan data, hasil uji F pada tabel 4.9 diketahui bahwa nilai F hitung hasil regresi

sebesar 14,803 dengan nilai probabilitas kesalahan (Sig) sebesar 0,000. Nilai signifikansi ini

lebih kecil dari 0,05 sehingga terdapat pengaruh positif yang signifikan secara simultan

antara variabel diversifikasi (DIVR) terhadap leverage perusahaan (LDER) dengan variabel

kontrol Return On Assets (ROA), Coefficient Variation of Return on Assets (STDROA),

Tangibility of Assets (TANGIB), Non-Debt Tax Shielded (NDTS), Growth Opportunities

(GROW), PublicOwnership (PUBLIC), Firm Size (LNSIZE), Firm Age (AGE). Melalui

tabel 4.9 dapat dilihat nilai atau koefisien determinasi sebesar 0,608, hal ini berarti bahwa

diversifikasi berpengaruh terhadap leverage (LDER) perusahaan sebesar 0,608 atau 60,8%

sedangkan sisanya sebesar 0,392 atau 39,2% dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel

bebas yang digunakan dalam penelitian.

Secara khusus, manfaat menjaga leverage pada tingkat tertentu tidak hanya memberikan

manfaat pada perspektif finansial saja tetapi juga manfaat pada perspektif strategis.

Keputusan finansial dan keputusan strategis secara bersama-sama dipertimbangkan dan

dikoordinasikan untuk memaksimalkan keuntungan.

5. Simpulan dan Keterbatasan Penelitian

Perusahaan LQ45 pada periode penelitian 2009-2012 menggunakan strategi diversifikasi

dengan menggunakan banyak utang jangka panjang. Strategi ini berpengaruh

terhadapstruktur modal perusahaan (LDER).Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel

diversifikasi (DIVR) mempunyai pengaruh signifikan terhadap struktur modal (long term

debt to equity ratio) perusahaan. Hasil ini konsisten dengan Coinsurance effectbahwa

kombinasi usaha atau segmen usaha dengan arus kas yang berkorelasi tidak sempurna

(dengan volatilitas tinggi) telah memberikan pengurangan risiko operasi, sehingga

meningkatkan kapasitas utang perusahaan.

Pembahasan diversifikasi perusahaan hanya dibahas total diversifikasi perusahaan secara

umum, belum melingkupi diversifikasi terkait dan tidak terkait hal ini menjadi keterbatasan

dalam penelitian.

Page 100: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

88

DAFTAR REFERENSI

Barton, S. L., dan Gordon, P. J. 1988. Corporate strategy and capital structure. Strategic

management journal, 9(6): 623-632.

Berger, P. G., dan Ofek, E. 1995. Diversification's effect on firm value. Journal of financial

economics, 37(1): 39-65.

Christensen, H. K., dan Montgomery, C. A. 1981. Corporate economic performance:

Diversification strategy versus market structure. Strategic management journal, 2(4):

327-343.

Chung, K. H., dan Pruitt, S. W. 1994. A simple approximation of Tobin's q. Financial

management: 70-74.

Dammon, R. M., dan Senbet, L. W. 1988. The effect of taxes and depreciation on corporate

investment and financial leverage. The Journal of Finance, 43(2): 357-373.

Harto, P. 2005. KEBIJAKAN DIVERSIFIKASI PERUSAHAAN DAN PENGARUHNYA

TERHADAP KINERJA: STUDI EMPIRIS PADA PERUSAHAAN PUBLIK DI

INDONESIA. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi: 1-11.

Kale, J. R., Noe, T. H., dan Ramirez, G. G. 1991. The effect of business risk on corporate

capital structure: Theory and evidence. The Journal of Finance, 46(5): 1693-1715.

Kim, E. H., dan McConnell, J. J. 1977. CORPORATE MERGERS AND THE

CO‐INSURANCE OF CORPORATE DEBT. The Journal of Finance, 32(2): 349-

365.

Kochhar, R., dan Hitt, M. A. 1998. Linking corporate strategy to capital structure:

diversification strategy, type and source of financing. Strategic management journal,

19(6): 601-610.

Lewellen, W. G. 1971. A pure financial rationale for the conglomerate merger. The Journal

of Finance, 26(2): 521-537.

Menendez-Alonso, E. J. 2003. DOES DIVERSIFICATION STRATEGY MATTER IN

EXPLAINING CAPITAL STRUCTURE? SOME EVIDENCE FROM SPAIN.

Applied Financial Economics, 13(6): 427.

Myers, S. C. 1977. Determinants of corporate borrowing. Journal of financial economics,

5(2): 147-175.

Myers, S. C. 2003. Financing of corporations, Handbook of the Economics of Finance, Vol.

1: 215-253: Elsevier.

Singh, M., Davidson Iii, W. N., dan Suchard, J.-A. 2003. Corporate diversification strategies

and capital structure. The Quarterly Review of Economics and Finance, 43(1): 147-

167.

Su, L. D. 2010. Ownership structure, corporate diversification and capital structure: evidence

from China's publicly listed firms. Management Decision, 48(2): 314-339.

Page 101: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Wisudanto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sugiarto Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

89

Van Horne, J. C., dan Wachowicz, J. M. 2008. Fundamentals of financial management:

Pearson Education.

Xu, X., dan Wang, Y. 1999. Ownership structure and corporate governance in Chinese stock

companies. China economic review, 10(1): 75-98.

Page 102: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

90

FACTORS FROM UNDERWRITER THAT INFLUENCE INITIAL RETURN OF

THE COMPANIES DOING INITIAL PUBLIC OFFERINGS IN INDONESIA STOCK

EXCHANGE

IN THE PERIOD OF 2004-2011

Ferry Sugianto Alumnus of Investment Management Department, Faculty of Business and Economics,

Universitas Surabaya,

Ph.D. Student, Finance, National Chung Cheng University (CCU), Taiwan

Liliana Inggrit Wijaya Lecturer of Investment Management Department, Faculty of Business and Economics,

Universitas Surabaya

e-mail: [email protected]

ABSTRACT

The objective of this study is to examine whether the underwriter’s factors affect the initial return of the companies that were going to do Initial Public Offerings (IPO). This study uses

the quantitative approach using Ordinary Least Squares (OLS) method to examine whether

the underwriter’s factors affect the initial return. The samples of this study are companies which are doing the IPO in Indonesia Stock Exchange in the period of 2004- 2011. This study

finds that the underwriter’s factors have significant effect for the companies which do IPO,

such as prestige, number of syndicate, experience, and oversubscription. But other

independent variables like reputation, total assets, age, and price revision have no significant

impact to initial return. The paper provides useful information for emitens how to choose

good underwriters to avoid underpricing which causes wealth transfer to investors, the

underwriters with good prestige, big syndicates, a lot of experiences, and less of doing

oversubscription are recommended.

Keywords: stock, initial return, underwriter, emiten, Initial Public Offerings.

Page 103: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

91

INTRODUCTION

In line with the economic growth, many companies are competing strictly to survive from the

other competitors. Capital is the most important factor for the company to develop its

business or to expand the enterprise. Capital can be used to build a new plant, run the new

project, and develop the company's products so that the company can continue to withstand

from the competition.

According to Emery (2007) there are two kinds of ways to raise the capital, there are

borrowing to another party (debt financing) and issuing shares (equity financing). Debt has a

negative side that must be considered by companies related to the company's fundamentals.

The companies can be difficult to obtain funds compared with the infinity desire to expand.

Therefore, issuing shares is more recommended for gaining funds massively from the public

in the ease of raising capital in the future.The first thing to be done by a company in the

issuance of shares can be called the Initial Public Offerings (IPO).

Changes in the status of the company into a public company (going public) intend to raise

funds as much as possible, so the IPO price is expected high enough by the issuers.

According to Ardiansyah (2004), on the pricing mechanism, the price difference in the

primary market and the secondary market is usually happened because the price in the

primary market is formed by an agreement between the issuer and underwriter (fair price),

while price in the secondary market is determined by the market mechanism (demand and

supply). If the IPO price (primary market) is lower than the market price (secondary market)

occurred, there will be underpricing.

However, in Indonesia Stock Exchange, the original data on the primary and secondary

markets is difficult to obtain, so in this research, it is analysed by using the initial returns.

Apparently, the initial returns are collected from Indonesia Stock Exchange show that many

shares prices are increasing on the first day and we can find from the calculations make the

initial return positive, it can be called underpricing. The data of number of companies

experiencing underpricing are shown in Table 1.

Table 1: Number of Companies Experiencing Underpricing

on Average Trade Day-1 to Day-15 after IPO

Year Companies Doing

IPO

Underpricing

Occurs Percentage (%)

2004 12 8 66,67

2005 8 5 62,50

2006 12 11 91,67

2007 22 16 72,73

2008 18 14 77,78

2009 13 5 38,46

2010 21 18 85,71

2011 25 16 64,00

Total 131 93 69,94

Source: Indonesia Stock Exchange, processed

Page 104: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

92

Many companies experiencing underpricing are because various factors, according to

Durukan (2002), there are several factors affecting underpricing in IPOs that resulted in

various hypotheses, such as:

1. The winner's curse hypothesis. Beatty and Ritter (1986) and Rock (1986) in Durukan

(2002) state that the investors take benefit from the IPO underpricing in purchasing

shares and disclosure of private information.

2. The certification hypothesis. Booth and Smith (1986), Beatty (1989), Gale and Stinglitz

(1989), Carter and Manaster (1990) in Durukan (2002) state that investment bankers and

auditors must have the certification to reduce uncertainty in the IPO process, which can

enhance the reputation of underwriter.

3. The signaling hypothesis. Allen and Faulhaber (1989), Grinblatt and Huang (1989), and

Welch (1989) in Durukan (2002) state underpricing is a tool for signaling its quality, so it

can obtain the return on the next offering.

4. The market feedback hypothesis. Jegadeesh et al. (1993) in Durukan (2002) states that

the underwriter will make underpricing to induce regular investors by revealing

information during the period prior to the IPO.

5. The lawsuit avoidance hypothesis. Tinic (1988) in Durukan (2002) states that

underpricing in IPO is needed to reduce the possibility of prosecution lawsuits by

investors.

6. The fads (impresario) hypothesis. Aggarwal and Rivoli (1990) and Ritter (1991) in

Durukan (2002) suggest that abnormal initial return is not because of systematic

underpricing, but it is because of overvaluation by investors or the mode in the early

aftermarket trading.

Kenourgios (2007) also adds some points in the hypotheses that affect IPO underpricing, they

are:

1. Monopsony power of underwriters hypothesis. Ritter (1984) argues that the investment

banker will take advantage of the knowledge of the market conditions to underprice the

offerings, to maximize the revenue.

2. Hypothesis of prestigious underwriters. Beatty and Ritter (1986) reveal that the

underwriters care about their reputation and won‟t do too much underpricing in IPOs.

3. Market bandwagon hypothesis. Welch (1992) reveals that potential investors are not only

concerned with the new offerings‟ informations, but also other investors. So,

underwriters will do underpricing that can attract potential investors at the first-time.

4. Ownership or control dispersion hypothesis. Brennan and Franks (1997) suggest that

underpricing can reduce the risk of a hostile takeover. Giving the stock largely to one

party can increase the liquidity of the market and the number of small shareholders.

Several hypotheses reveal that the underwriter is the most widely affect the determination of

the company's stock price, especially on the certification hypothesis, the market feedback

hypothesis, the lawsuit avoidance hypothesis, underwriter monopsony power of hypothesis,

hypothesis of prestigious underwriters, market bandwagon hypothesis, or control and

ownership dispersion hypothesis. This is because the underwriters have more information so

they can use nescience‟s issuers to minimize risk (Hanafi and Husnan, 1991). Asymmetry of

information between the underwriter and the issuer makes many IPO prices underpricing.

Underpricing can make wealth transfer issuers to investors (Beatty, 1989) so the corporate

objectives can‟t be achieved fully.

Page 105: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

93

Many researches about the factors that influence the intitial return of the company has been

reviewed in previous studies. They used the common factors or underwriter‟s factors specifically discussed. Common factors were investigated by many researchers. Yasa (2002),

Triani (2006), and Sembel (2008) state that underwriter reputation has the positive effect on

initial returns. However, the different results (negative effect) found by Ardiansyah (2004),

Hidayah (2007), and Yunita (2010). Significance levels were different too, from the six

studies, only 2 studies from Yasa (2002) and Hidayah (2007) which say significant effect of

underwriter reputation is not significant to the initial return. Two existing research abroad,

such as Durukan (2002) and Kim (2008), they state that the underwriter factors have no

significant effect on initial returns. Moreover, in her research, Yunita (2010) concludes that

the equation models using the common factors (such as issuer, underwriter reputation, and

the reputation of the auditor) only explain a small fraction (less than 20%), so there are more

than 80% from other variables that influence initial returns.

The following researches focus on the underwriters factors because seven of the ten

hypotheses indicating the underwriter factors are more dominant. Variables are taken

differently, so they shows the different results. Guner (2000) and Jones (2010) state that the

underwriter factors are negative significant on initial return, supported by two other studies of

Kenourgios (2007) and Sharma (2010) with prestige variable, and also by Fung (2008) that

states that the underwriter ranking effects negatively. However, two other studies found that

underwriter factors have no significant effect on initial return, proposed by Almeida (2011)

and Su (2011).

So, it is required a further study on the underwriter factors affecting the initial return, not only

by underwriter reputation, but also by taking many factors from the previous studies. The

factors are the underwriter‟s reputation, prestige of the underwriter, underwriter total assets,

number of syndication, underwriter‟s age, underwriter‟s experience, price revision, and

oversubscription.

LITERATURE REVIEW

The process of the company which offers shares to the public for the first time is called IPO

(Initial Public Offering). Company's decision for going public must do with some

calculations because the IPO firms are faced with some consequences, both beneficial

(benefits) and adverse (costs) (Emery, 2007). Underwriters have roles to promote the

companies‟ shares and to protect the public interest by providing information regarding the financial material and other information about the companies (Usman, 1991). Decision in the

selection of underwriters is very important to consider the funding will be smoothly or

otherwise, so it is needed to choose the professional underwriters (Sitompul, 1996). So, it can

avoid underpricing in IPO.

Underpricing can be calculated by initial return. Initial return is a benefit that can be taken by

shareholders because of the difference in price of shares purchased in the primary market

(IPO) with the selling price in the first day on the secondary market (Daljono, 2000). To

calculate Initial Return, we can use this formula:

whereas:

Page 106: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

94

Pt0 = IPO price (offering price)

Pt1 = closing price (closing price) on the first day of IPO

The underwriter‟s factors that influence initial return are: 1. Underwriter’s reputation. Underwriter is a party that has a lot of informations about the

capital market (Yasa, 2002). Underwriter reputation can be used as a signal to reduce the

level of uncertainty that is difficult to express through the prospectus and other

information (Beatty, 1989). Various studies have been conducted in reputation variables,

but the results were varies. There are several studies that support the theory, which is

shown in the studies conducted by Hidayah (2007) and Jones (2010), they find that

underwriter‟s reputation is negative significant on initial return. Another study that

refutes this hypothesis is the research from Yasa (2002) which states that the reputation

gives positive significant effect on initial return.

H1: Suspected that underwriter’s reputation affects negatively to initial return on

IPO in the period of 2004-2011.

2. Underwriter’s prestige from capital raised. Capital raised is associated with prestige

which can reduce underpricing in the IPO. According to Klein (2001) underwriter is

usually compensated by a commission which is a fixed percentage of the capital raised to

minimize underpricing, so the capital raised reflects the compensation paid to the

underwriters and may also reflect the underwriter‟s prestige (Ardiansyah, 2004).

According to Kenourgios (2007), underwriter prestige can be a proxy using the ratio of

capital which has been enhanced through the IPO process, so prestige can be measured

by using the capital raised (CR) with this formula:

whereas:

CRj = capital raised by each underwriter

CRi = capital raised by all underwriters

The result is the prestige affects negative significant to underpricing that occurs

(Kenourgios, 2007).

H2: Suspected that underwriter’s prestige affects negatively to initial return on IPO

in the period of 2004-2011.

3. Total assets of underwriter . Assets according to the IASB (2006) is the possibility of

future economic benefits obtained or controlled by an entity as a result of past

transactions or events. Total assets represent the size of a company, the greater

company's assets mean the greater size and prospect of the company in the future.

According to Ardiansyah (2004) the larger companies have the greater certainty so that it

will reduce uncertainty in future projects. According to Jones (2010) assets affect

negatively to initial returns.

H3: Suspected that total assets of underwriter affect negatively to initial return on

IPO in the period of 2004-2011.

4. Number of syndicates. Number of syndicates defined by Sharma (2010) as the number of

investment banks in the syndicates, syndicates are chosen to avoid the wealth transfer

from investors to issuers. Sharma (2010) also said that the number of syndicates affect

positively on prestige, supported by Fung (2008) which states that the size of syndicates

Page 107: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

95

influence positively on experience. Whereas, prestige and experience have negative

significant effects on initial return. Found by Hoberg (2007) that some investment banks

does underpricing in the IPO market based on private information, the large number of

syndicates will reduce the occurrence of this private information, so the large number of

syndicates will cause reductions in the underpricing.

H4: Suspected that number of syndicates affects negatively to initial return on IPO

in the period of 2004-2011.

5. Underwriter’s age. According to Nurhidayati and Indriantoro (1998), firm‟s age shows

how long the company can survive and shows that the company is able to compete in an

industry. The longer life of the company means more information that can be provided

by the company to the management itself. In line with the theory, Sharma (2010) reveals

that age has negative significant effect on initial return.

H5: Suspected that underwriter’s age affects negatively to initial return on IPO in the period of 2004-2011.

6. Underwriter’s experience. Underwriter‟s experience shows the experience of managing

IPO process and how to valuate performance of handled companies. According to Fung

(2008), underwriter that has a lot of previous experience in IPO will have superior

characteristics and more widely known than the underwriters doing few IPOs. This will

be reflected in the number of IPOs that have been done by the underwriter, which many

experiences in handling IPO make the risk become smaller.

H6: Suspected that underwriter’s experience affects negatively to initial return on IPO in the period of 2004-2011.

7. Price revision. According to Keefe (2012), price revision is the percentage change from

the expected offering price (the midpoint of the range on the filing date of the original

filing) of the bid price. Price revision can be interpreted as the final bid price compared

to the midpoint of the original price and minus one (Kim, 2008). Price revision can be

calculated using the following formula:

According to Jones (2010), price revision is providing the price dispersion that relies on

information during the bookbuilding, specific IPO information, specific financial, and

private information about the issuer known underwriter. According to Almeida (2011)

and Kim (2008), price revision has positive effect on initial return.

H7: Suspected that price revision affects positively to initial return on IPO in the

period of 2004-2011.

8. Oversubscription. Investment bank that has handled the IPO after issuing IPO can be

oversubscribed, because no one beside underwriters really knows how accurate it reflects

the interests of investors. Oversubscription should reflect investors' appetite in IPO by

comparing the number of shares they want with the number of shares actually available.

Oversubscription can be formulated by the following formula according to Kenourgios

(2007):

Page 108: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

96

Kenourgios (2007) in his research examines the factors related to the company's initial

returns, and the result is oversubscription has very positive significant correlation to

stock returns.

H8: Suspected that oversubscription affects positively to initial return on IPO in the

period of 2004-2011.

RESEARCH METHOD AND DATA

The study is a causal research because it explains the causal relationship between the

variables in empirical model developed by researchers that is related to the influence of the

variables affecting the initial return on a company doing IPO. Based on the approach, this

research is a quantitative research/positivism that emphasizes the combination of deductive

logic and the use of quantitative tools in interpreting a phenomenon objectively (Efferin,

2008).

There are two types of variables used in this study, namely dependent variables and

independent variables. The dependent variable is the initial return of the companies doing

IPO in Indonesia Stock Exchange in the period of 2004-2011. While, the independent

variables are the underwriter‟s reputation, prestige of the underwriter, underwriter total assets, number of syndication, underwriter‟s age, underwriter‟s experience, price revision, and oversubscription.

Data used in this study is secondary data. Sources of data in this study are the financial

statements and many informations of each company published in IDX Magazines, Indonesian

Capital Market Directory, Investor Magazine, Yahoo Finance Website, IDX Website,

NewsIDX Website, Ipot Indonesia Website, Kontan Website, Bisnis Website, Detik Finance

Website, and Tempo Newsletter Website.

Data are processed with models used to analyze the causal relationship between the factors of

underwriters with initial returns using Ordinary Least Squares (OLS) by Eviews 7. But there

are some classic assumptions needed to run multiple regression, such as Normality,

Multicollinearity, Autocorrelation, and Heteroscedasticity. And the regression equation used

is as follows:

IR = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + β5X5 + β6X6 + β7X7 + β8X8 + ε

Whereas:

IR = Initial Return

X1 = Underwriter‟s reputation

X2 = Prestige of underwriter

X3 = Underwriter‟s total assets

X4 = Number of syndications

X5 = Underwriter‟s age

X6 = Underwriter‟s experience

X7 = Price revision

X8 = Oversubscription

β0 = The magnitude of the constant

βi = regression coefficient

ε = residual/error

Page 109: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

97

And the hypotheses can be examined by t-test and F-test.

RESULT AND DISCUSSION

There are 118 shares of the company which are going to be analyzed. The number of samples

must be fulfilled the minimum sample size requirement according to Tabachnick & Fidell

(1996). They suggested the number of samples must be conformed with this following

formula: N > 50 + 8m (where m is the number of independent variables). If there are 8

independent variables, the minimum sample size is 114. So, it means that 118 samples

fulfilling the requirement. From the data which have been compiled, prestige (X2), experience

(X6), price revision (X7), and oversubscription (X8) have mean numbers consecutively 0.48;

9.29; -0.04; and 3.82. They also have standard deviations as 0.83; 11.86; 0.13; and 3.99

whose the numbers more than 50% of their mean numbers. Total assets (X3), number of

syndications (X4), and age (X5) have mean numbers as 11.67; 1.53; and 16.86 but their

standard deviations are less than 50% of the mean numbers, they are 0.49; 0.74; and 7.17.

Reputations (X1) has mean number 0.25, that means a lot of companies work with bad-

reputation underwriter. Others descriptive statistical numbers display on Table 2 and Table 3.

By using normality, multicollinearity, autocorrelation, and heteroscedasticity test, it is found

that the data meet the assumptions of classical test. Therefore, multiple regressions using

Ordinary Least Square (OLS) can be used. The classical test is explained as the following:

1. Normality test. This test can be shown by Probability Jarque Bera numbers. The result

shows that the Probability Jarque Bera numbers in IR1 until IR15 are 0.00. Winarno

(2009) argues that the normal distribution data needs Probability Jarque Bera number

greater than 0.05. But, Gujarati (1995) also explains that some independent variables and

identically random distributed, with little exception this data will be normally distributed.

2. Multicollinearity test. For detecting the problem of multicollinearity the regression

model should be run first and we can use coefficient of determination as the indicator

(R2). Nachrowi (2006) says that coefficient of determination is high if it is more than

70%. The R2

of data which obtained are less than 10.3%. So, it means that there is no

problem with multicollinearity.

3. Autocorrelation test. We use Durbin-Watson Test to examine there is autocorrelation

problem or not. Nachrowi (2006) also argues that if the Durbin-Watson Stat is in DU

until 4-DU interval (1.54 - 2.46), we can accept H0 meaning no autocorrelation problem.

And the data shows that there is no autocorrelation problem happens.

4. Heteroscedasticity test. White Test is required to test the heteroscedasticity problem. If

the Obs*R-squared α is less than 5%, it concludes that the data is heteroscedastic. But,

all results show the numbers more than 5%, so there is no heteroscedasticity problem.

Table 4 displays the results of hypothesis testing, such as types of the relationship and the

level of significance of the underwriter‟s factors on initial return. The variables that affect the initial return significantly is prestige (X2) on the model IR3 which is negative significant

impact with signification of less than 10%, number of syndications (X4) on the model IR1 is

negative significant impact with a significance value of less than 10%, oversubscription (X8)

in the model IR1 has positive significant impact with a significance value of less than 1%,

and the experience (X6) on the model IR1 to IR15 has negative significant impact with

significance level less than 1% for IR3 to IR10 and 5% to the value of IR1, IR2, and IR11 to

IR15. While, the other variables have no significant impact on initial returns.

Page 110: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

98

Apart from the Probability t-statictic, significance level of the models can be seen in

Probability F-statistic. The F-statistic Probability values less than 5% of the overall equation

model can be said that it is significant. In the model equations obtained. IR1 to IR15 has

Probability F-statistic greater than 10%, except in the IR1 with value less tha 1%. This

suggests that the best model is IR1.

CONCLUSION

This study finds that the underwriter‟s factors have significant effect for the companies which are doing IPO, such as prestige, number of syndicate, experience, and oversubscription. But

other independent variabels like reputation, total assets, age, and price revision have no

significant impact to initial return.

Capital raised is associated with prestige which can reduce underpricing in the IPO. This in

line with our finding that prestige has negative significant effect to initial return. And

according to Klein (2001) underwriter is usually compensated by a commission which is a

fixed percentage of the capital raised to minimize underpricing (low initial return). Another

independent variable is number of syndicates. The result shows that this variable has negative

significant effect to initial return in line with the previous research by Sharma (2010), Fung

(2008), and Hoberg (2007). Sharma (2010) argues that syndicates are chosen to avoid the

wealth transfer from investors to issuers so number of syndicates affect positively on prestige,

supported by Fung (2008) which states that the size of syndicates influence positively on

experience. Whereas, prestige and experience have negative significant effects on initial

return. Hoberg (2007) also strengthen this argumentations, the large number of syndicates

will reduce the occurrence of this private information, so the large number of syndicates will

cause reductions in the underpricing. Another variable that shows negative significant effect

is underwriter‟s experience, this argumentation is supported by Fung (2008) who argues that underwriter that has a lot of previous experience in IPO will have superior characteristics and

more widely known than the underwriters doing few IPOs. Different with other three

independent variables, oversubscription has positive significant impact to initial retun. This

result is same with the result that is gotten by Kenourgios (2007) which argues that

oversubscription has very positive significant correlation to stock returns.

Other four variables have no signifacant impact to initial returns. Underwriter reputation

result is not supporting previous findings from Hidayah (2007), Jones (2010), and Yasa

(2002). It maybe caused by the different reference of reputable underwriter that we use. And

Investor Magazine may not reflect the quality of underwriting from underwriter companies

because it may just identify the short performance of underwriter. Total assets of underwriter

and age also have no significant effect to initial return. These two variables is not strong

enough to indicate the quality of a company. Big and old companies are not indicating that

those companies is good in underwriting, for example Danatama (22 year-old company

which just underwrote 7 companies) and UBS Securities Indonenesia (24 year-old company

which just underwrote 1 company). Price revision also does not affect the initial return, so the

previous results from Almeida (2011) and Kim (2008) are not proven in Indonesia Stock

Exchange.

From this result, it can be known that initial returns can not only be described from one

perspective, but there are a lot of factors affecting the initial return value. It is evidenced by

the adjusted R-squared value that is only about 10.3% in Initial Return 1. Issuers should

consider many factors and related parties, apart from his own company, such as

Page 111: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

99

underwriters, investors, auditors, regulatory, relation and many more. Therefore, for the

further research, it is recommended to test the effects of other variables by connecting many

of the factors with many parties, then look for the factors from which party that has the most

significant impact on intial return.

REFERENCES

Aggarwal, R. and P. Rivoli, 1990, Fads in the Initial Public Offering Market?, Financial

Management, 19:4, pp.45-57.

Allen, F. and G. Faulhaber, 1989, Signalling by Underpricing in the IPO Market, Journal of

Financial Economics, 23:2, pp.303-323.

Almeida, Vinicio de Souza, 2011, Underwriter Reputation in Brazilian IPOs, Latin American

Business Review, 12:4, pp. 255-280.

Ardiansyah, Misnen, 2004, Pengaruh Variabel Keuangan terhadap Return Awal dan Return

15 Hari setelah IPO di Bursa Efek Jakarta, Journal Riset Akuntansi Indonesia , Vol 7(2):

126-130.

Beatty, R.P. and J.R. Ritter, 1986, Investment Banking, Reputation, and the Underpricing of

Initial Public Offerings, Journal of Financial Economics, 15:1, Issue 1, pp. 213-232.

Beatty, Randolph P, 1989, Auditor Reputation and the Pricing of Initial public Offering,

Journal of Financial Economic, Vol.15.

Booth, J. and R. Smith, 1986, Capital Raising: Underwriting and the Certification

Hypothesis, Journal of Financial Economics, 15, pp. 261-281.

Brennan, M., and Franks, J., 1997, Underpricing, Ownership, and Control in Initial Public

Offerings of Equity Securities in the UK, Journal of Financial Economics, Vol. 45, pp.

391-413.

Carter, R. and S. Manaster, 1990, Initial Public Offerings and Underwriter Reputation,

Journal of Finance, 45, pp.1045-1067.

Daljono, 2000, Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Initial Return Saham Yang

Listing di BEJ Th 1990 – 1997, Simposium Nasional Akuntansi III, IAI: 556 – 571.

Durukan, M. Banu, 2002, The Relationship Between IPO returns and Factors Influencing IPO

Performance: Case of Istanbul Stock Exchange, Managerial Finance, Vol. 28 Iss: 2 pp.

18-38.

Efferin, Sujoko, Stevanus Hadi Darmadji, dan Yuliawati Tan, 2008, Metode Penelitian

Akuntansi: Mengungkap Fenomena dengan Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif,

Graha Ilmu.

Emery, Douglas R., John D. Finnerty, dan John D. Stowe, 2007, Corporate Financial

Management, 3rd Edition, Pearson Prentice Hall.

Emilia, L. Sulaiman, and R. Sembel, 2008, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Initial Return

1 Hari, Return 1 Bulan, dan Pengaruh terhadap Return 1 Tahun Setelah IPO, Journal of

Applied Finance and Accounting, Vol. 1 No. 1 November 2008, pp. 116-140.

Fung, Simon Yu Kit, Gul F. A., dan Radhakrishnan S., 2008, Investment Banks’ Entry into New IPO Markets and IPO Underpricing, Available, http://www.ssrn.com.

Gale, I. and J. Stiglitz, 1989, The Information Content of Initial Public Offerings, Journal of

Finance, 44, pp.469-477.

Grinblatt, M. and C.Y. Huang, 1989, Signalling and the Pricing of New Issues, Journal of

Finance, 44, pp.393-420.

Gujarati, D.N. 2004. Basic Econometrics, 4th

ed. New York: Mc. Graw-Hill.

Guner, Nuray, Onder Z., dan Rhoades, S.D., 2000, Underwriter Reputation and Short-run

IPO Returns: a Re-evaluation for an Emerging Market, The ISE Finance Awards Series,

Vol. 1.

Page 112: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

100

Hanafi, M., dan Husnan, S., 1991, Perilaku Harga Saham di Pasar Perdana: Pengamatan di

Bursa Efek Jakarta selama 1990, Management dan Usahawan Indonesia, November.

Hidayah, R., Firdaus, Rahayu R., dan Nita, D., 2007, Perbandingan Underpricing Saham

Perdana Perusahaan Keuangan dan Non-keuangan di Bursa Efek Indonesia, Artikel

Fakultas Ekonomi.

Hoberg, G., 2007, The Underwriter Persistence Phenomenon, Journal of Finance, 62(3):

1169-1206.

IASB, 2006, Information For Observers World Standard Setters Meeting, September 2006,

London Agenda Paper 1a.

Jegadeesh, N., M. Weinstein, I. Welch, 1993, Initial Public Offerings and Subsequent

Offerings, Journal of Financial Economics, 34, pp.153-175.

Joh, Sung Wook dan Kim, Yoo Hwan, 2011, Bookbuilding, Price Revision and Initial

Returns of IPOs, SIRFE Working Paper Series.

Jones, Travis L., 2010, Endogenous Examination of Underwriter Reputation and IPO

Returns, Managerial Finance, Vol. 36 Iss: 4 pp. 284-293.

Keefe, M.O., 2012, Does the Effect of Revealed Private Information on IPO First Trading

Day Return differ by IPO Market Heat? , Available, http://ssrn.com/abstract=1324182.

Kenourgios, Dimitris F., 2007, Initial Performance of Greek IPOs, Underwriter‟s Reputation and Oversubscription, Managerial Finance, Vol. 33 Iss: 5 pp. 332-343.

Kim, Jaemin, Pukthuanthong-Le, dan Walker, 2008, Leverage and IPO Underpricing: Hi-tech

versus Low-tech IPOs, Management Decision, Vol. 46, pp. 106-130.

Klein, Peter G. dan Zoeller K., 2001, Universal-Bank Underwriting and Conflicts of Interest:

Evidence from German Initial Public Offerings, Preliminary Manuscript.

Nachrowi, D. dan Usman, H., 2006, Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk

Analisis Ekonomi dan Keuangan, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia.

Nurhidayati, Siti dan Nur Indriantoro, 1998, Analisis Beberapa Faktor-faktor yang

Berpengaruh terhadap Tingkat Underpriced pada Penawaran Perdana di Bursa Efek

Jakarta, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia , Vol. 13 No1.

Ritter, J., 1984, The Hot Issue Market of 1980, The Journal of Business, Vol. 57 No. 2, pp.

214-40.

Ritter, J., 1991, The Long-run Performance of Initial Public Offerings, Journal of Finance,

46:1, pp.3-27.

Ritter, J.R., 1998, Initial Public Offerings, Contemporary Finance Digest, 2:1,

Rock, K., 1986, Why New Issues are Underpriced?, Journal of Financial Economics, 15,

pp.187-212.

Sharma, S.K. dan Seraphim, A., 2010, The Relationship Between IPO Underpricing

Phenomenon & the Underwriter‟s Reputation, The Romanian Economic Journal, no.

38.

Sitompul, Asril, 1996, Pasar Modal Penawaran Umum dan Permasalahannya , PT. Citra

Aditya Bakti, Bandung.

Su, Chen dan Banggasa, K., 2011, Underpricing and Long Run Performance of Chinese

IPOs: the Role of Underwriting Reputation, University of Liverpool Management

School, UK.

Tabachnick, B. G., & Fidell, L. S., 1996. Using Multivariate Statistics (5th ed.). New York:

HarperCollins.Wilkinson, L., & Task Force on Statistical Inference, APA Board of

Scientific Affairs.

Tinic, S., 1988, Anatomy of Initial Public Offerings of Common Stock, Journal of Finance,

43, pp.789-822.

Page 113: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

101

Triani, Apriliani dan Nikmah, 2006, Reputasi Penjamin Emisi, Reputasi Auditor, Presentase

Penjamin Emisi, Ukuran Perusahaan, dan Fenomena Underpricing: Studi Empiris pada

Bursa Efek Jakarta, Simposium Nasional Akuntansi 9 Padang.

Usman, Marzuki, 1991, Promosi dan Informasi Pasar Modal Indonesia , Yayasan Mitra

Dana.

Welch, I., 1989, Seasoned Offerings, Imitation Costs and the Underpricing of Initial Public

Offerings, Journal of Finance, 44, pp.421-449.

Welch, I., 1992, Sequential Sales, Learning, and Cascades, Journal of Finance, Vol. 47, pp.

695-732.

Winarno, Wing Wahyu, 2009, Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews, Edisi

kedua, UPP STIM YKPN.

Yasa, Gerianta W., 2002, Penyebab Underpricing pada Penawaran Saham Perdana di Bursa

Efek Jakarta, Universitas Udayana.

Yunita, Sandra, 2010, Pengaruh Informasi Keuangan dan Non Keuangan terhadap Initial

Return pada Perusahaan yang Melakukan Initial Public Offering di BEI pada Periode

2001-2010, Tesis tidak dipublikasikan, Universitas Surabaya.

Page 114: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

102

Tabel 2: Descriptive Statistic of Initial Return Day 1 until Day 15

IR1 IR2 IR3 IR4 IR5 IR6 IR7 IR8 IR9 IR10 IR11 IR12 IR13 IR14 IR15

Mean

0.23

7840

0.16

4811

0.13

3044

0.13

2130

0.13

1729

0.12

1792

0.10

8640

0.11

3040

0.11

5160

0.11

0240

0.11

0196

0.11

3199

0.11

7956

0.11

6531

0.11

8186

Median

0.12

4144

0.11

1821

0.10

5299

0.11

8314

0.10

1852

0.10

4312

0.10

3807

0.08

6628

0.09

7694

0.09

8490

0.10

1274

0.10

2574

0.09

8507

0.10

0251

0.11

0023

Maximum

1.73

0769

2.73

0315

0.84

0909

0.85

8974

0.90

2857

0.93

6937

0.81

1710

1.01

1508

0.96

8951

0.88

9321

0.77

8185

0.88

3775

0.83

9797

0.81

3437

0.80

6364

Minimum

-

0.75

4991

-

3.118

519

-

3.200

000

-

3.007

407

-

2.800

000

-

2.800

000

-

2.834

483

-

2.900

000

-

2.834

483

-

2.935

714

-

2.935

714

-

2.971

429

-

3.081

481

-

3.081

481

-

3.118

519

Std. Dev.

0.34

7249

0.49

0029

0.43

9927

0.42

7259

0.42

3830

0.42

8484

0.42

5173

0.44

3740

0.43

1577

0.43

9861

0.43

4128

0.44

3384

0.44

7368

0.44

5387

0.45

0278

Skewness

0.98

3269

-

1.407

480

-

3.742

083

-

3.472

863

-

2.978

689

-

2.915

462

-

3.071

101

-

2.804

083

-

2.913

410

-

3.001

412

-

3.127

593

-

3.019

281

-

3.243

786

-

3.302

887

-

3.371

327

Kurtosis

6.09

9911

24.5

1855

29.5

3629

26.3

8634

21.2

4635

20.2

5912

21.2

4341

19.7

7915

20.2

2968

21.1

3863

22.1

1921

21.4

5723

23.7

5208

24.1

5892

24.3

3660

Jarque-Bera

66.2

6056

2315

.612

3737

.587

2926

.223

1811

.396

1631

.729

1821

.865

1538

.875

1626

.501

1794

.798

1989

.635

1854

.240

2324

.293

2415

.737

2461

.843

Probability

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

0.00

0000

Sum

28.0

6512

19.4

4773

15.6

9921

15.5

9138

15.5

4406

14.3

7151

12.8

1948

13.3

3870

13.5

8882

13.0

0830

13.0

0316

13.3

5744

13.9

1878

13.7

5068

13.9

4598

Sum Sq.

Dev.

14.1

0805

28.0

9506

22.6

4373

21.3

5841

21.0

1690

21.4

8107

21.1

5029

23.0

3788

21.7

9224

22.6

3685

22.0

5065

23.0

0093

23.4

1614

23.2

0921

23.7

2181

Observations 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118 118

Tabel 3: Descriptive Statistic of Independent Variables

X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8

Mean 0.254237 0.481461 11.67034 1.533898 16.86441 9.288136 -0.042952 3.815714

Median 0.000000 0.156854 11.60958 1.000000 18.00000 5.000000 -0.018525 2.000000

Maximum 1.000000 4.293456 12.46129 3.000000 35.00000 51.00000 0.250000 19.50000

Minimum 0.000000 0.012445 10.43699 1.000000 2.000000 1.000000 -0.616667 0.708000

Std. Dev. 0.437288 0.829136 0.489531 0.735919 7.169398 11.86325 0.130184 3.985560

Skewness 1.128823 2.642682 -0.265512 0.981016 -0.093342 2.273735 -0.809053 1.970223

Kurtosis 2.274242 9.775005 2.295860 2.520482 2.910290 7.686241 5.268273 6.548995

Jarque-Bera 27.64983 363.0258 3.824184 20.05759 0.210919 209.6484 38.16971 138.2689

Probability 0.000001 0.000000 0.147771 0.000044 0.899911 0.000000 0.000000 0.000000

Sum 30.00000 56.81245 1377.100 181.0000 1990.000 1096.000 -5.068320 450.2543

Sum Sq. Dev. 22.37288 80.43356 28.03790 63.36441 6013.831 16466.20 1.982909 1858.509

Observations 118 118 118 118 118 118 118 118

Page 115: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ferry Sugianto Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Liliana Inggrit Wijaya Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

103

Tabel 4: Regression Results for Equation Models in Companies Doing IPO in the Period of 2004-2011

Page 116: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

104

PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PADA KOPERASI

KOPERASI KARYAWAAN REDRYING DENGAN MENGGUNAKAN METODE

BALANCED SCORECARD DAN ANALITICAL HIERARCHICAL PROCESS DI

BOJONEGORO

Indrianawati Usman Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Airlangga

e-mail: [email protected]

Mohammad Agung Laksono Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Airlangga

Abstrak

Balanced Scorecard menyediakan kerangka komprehensif yang dapat menterjemahkan

tujuan strategi perusahaan kedalam set pengukuran kinerja perusahaan secara menyeluruh,

sehingga sangat membantu pimpinan peruahaan dalam mengimplementasikan strateginya

secara efektif. Koperasi Karyawaan Redrying Bojonegoro merupakan bisnis yang sedang

berkembang pesat dengan banyak unit usaha. Penelitian ini bertujuan untuk merancang

sistem pengukuran kinerja dengan metode balanced scorecard pada Koperasi. Hal ini

dikarenakan balanced scorecard mengukur kinerja perusahaan dari aspek keuangan dan non

keuangan, internal maupun eksternal.

Penelitian ini dilakukan dilakukan dengan men-translate visi, misi, tujuan koperasi kedalam

sasaran strategik dan menyusun kedalam strategy map. Kemudian menentukan Key

Performance Indicators dan validasi oleh pengurus secara focus discision group dengan

dilanjutkan pembobotan KPI dengan metode Analytical Hierarchy Process.

Hasil dari ini tersusunlah model balanced sorecard koperasi dengan 14 KPI dari 10 leg

indicators dan hasil pembobotan KPI dengan AHP diperoleh bahwa perspektif keuangan

memiliki hasil pembobotan tertinggi dengan nilai 0.418; peringkat kedua perspektif

Pelanggan dengan nilai 0.271; peringkat ketiga perspektif Pemebelajaran dan Pertumbuhan

0.191; dan prioritas terakhir adalah perspektif proses bisnis internal dengan nilai 0.120.

Keywords : Sistem Pengukuran Kinerja, Balanced Scorecard, Analytical Hierarchy Process,

Koperasi

Page 117: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

105

Pendahuluan

Penelitian Carrie dan Macintosh, 1993 mengidentifikasikan pentingnya untuk penurunan

tujuan keseluruh organisasi dan berikut pengukuran kinerjanya pada bagian-bagian

organisasi sebagai elemen-elemen penting keunggulan bersaing yang berkesinambungan.

(Umit S Bititci, Allan S Carrie and Liam McDevitt,1997).

Peningkatan kinerja perusahaan merupakan hal yang penting dalam meningkatkan daya

saing. Era pasar bebas, menuntut setiap perusahaan untuk dapat melaksanakan strateginya

dalam menggunakan sumber daya yang dimilki untuk mencapai visi dan misis secara

efektif.. Pengukuran kinerja merupakan cara untuk membantu perusahaan dalam

mengimplementasikan strateginya.

Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro adalah bidang usaha koperasi yang didirikan 1976

yang berorientasi pada usaha pengeringan tembakau. Meskipun berbadan usaha koperasi

namun telah banyak melakukan ekspansi usaha antara lain, Unit Threshing, Unit Jasa Sigaret

Kretek Tangan, Unit Simpan Pinjam, Unit Pertokoan dan Distribution Centre, serta Unit

Transportasi. Koperasi ini beranggotakan 409 orang serta menyerap 3407 tenaga kerja dan

omzet usaha sebesar Rp. 103.787.000.000,- pertahun dari semua unit bisnisnya. Unit usaha

yang dijalankan oleh koperasi menjadi semakin banyak namun koperasi saat ini hanya

melakukan pengkuran kinerja dari perspektif keuangan saja. Diperlukan pengukuran kinerja

yang lebih komprehensif untuk mendukung kelancaran implementasi strategi dan menjamin

kesinambungan dan pertumbuhan koperasi.

Robert S. Kaplan dan David P. Norton (1996) dalam Harvard Business Review melakukan

pendekatan yang mengukur kinerja dengan mempertimbangkan empat perspektif yaitu;

perspektif keuangan (financial perspective), perspektif pelanggan (costumer perspektif),

perspektif proses bisnis internal (internal business process perspective), serta perspektif

pembelajaran dan pertumbuhan (learning and growth perpective). Metode pendekatan

tersebut disebut Balanced Scorecard yang menyediakan kerangka komprehensif yang dapat

menterjemahkan tujuan strategi perusahaan kedalam set pengukuran kinerja perusahaan

secara menyeluruh. Pengukuran yang lebih holistic, luas, dan menyeluruh ini berdampak bagi

perusahaan untuk lebih bijak dalam memilih startegi korporat dan memampukan perusahaan

untuk memasuki arena bisnis yang lebih kompleks.

Balanced Scorecard dilengkapi dengan kejalasan indikator kinerja dan standar kinerja,

sehingga penilaian terhadap suatu event menjadi jelas dan terukur. Dasar pemikiran bahwa

setiap perspektif dapat diukur adalah adanya keyakinan bahwa “if we can measure it, we can

manage it, if we can manage it, wecan achive it”. Dengan Balanced Scorecard diharapkan

dapat mengintegrasi energi, kemampuan, dan pengetahuan organisasi yang spesifik dari

perusahaan agar mencapai long-term strategic goals.

Rumusan masalah:

Saat ini koperasi telah memiliki rencana strategi dan telah menyusun visi dan misi. Namun

demikian dengan meningkatnya usaha dengan omzet yang besar, tentu saja diperlukan sarana

untuk mendukung implementasi strategi agar visi dan misi serta tujuan dapat dicapai dengan

baik. Untuk itu diperlukan pengukuran kinerja yang komprehensif yang dalam hal ini akan

digunakan Balanca Scorecard serta penggunaan AHP dalam penyusunannya. Pengukuran

kinerja akan disusun dengan meneliti praktek pengukuran kinerja koperasi saat ini terlebih

Page 118: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

106

dahulu, kemudian berdasarkan atas kondisi saat ini akan dirancang sistem pengukuran kinerja

yang sesuai dengan koperasi dengan Balance scorecard dan AHP. Berikut adalah rumusan

masalah penelitian :

1. Bagaimanakah sistem pengukuran kinerja yang digunakan Koperasi Karyawan

Redrying Bojonegoro saat ini?

2. Bagaimanakah sistem pengukuran kinerja dengan menggunakan Balanced

Scorecard pada Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro ?

Tujuan penelitian adalah untuk menggambarkan kondisi Mengetahui sistem pengukuran

kinerja yang digunakan Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro saat ini dan menyusun

rancangan sistem pengukuran kinerja dengan menggunakan metode Balanced Scorecard

pada Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro.

Landasan Teori

Pengukuran Kinerja

Atkinson, Banker, Kaplan, dan Young (1997:51) mengemukakan bahwa pengukuran kinerja

mengukur berbagai aktivitas organisasi sehingga menghasilkan informasi umpan balik untuk

melakukan perbaikan organisasi, meliputi: perbaikan perencanaan, proses, dan evaluasi.

Artinya perencanaan proses dan evaluasi yang implementasinya kurang sesuai dengan

seharusnya dan setelah dinilai kinerjanya menunjukan informasi yang tidak sesuai dengan

tujuan, maka ketidaksesuaian itu dijadikan informasi untuk perbaikan proses perancanaan

evaluasi selanjutnya. Najmi (2005: 109-122) juga menjelaskan bahwa dalam sistem

pengukuran kinerja harus memenuhi tiga konsep dasar yaitu Direction, menjelaskan tentang

visi, misi, dan sasaran strategis sehingga arah perusahan menjadi jelas. Process, menjelaskan

bahwa perusahaan diatur oleh proses yang dikenal dengan praktek proses perbaikan dan

Measures, menyatakan bahwa perusahaan mempunyai ukuran proses operasional organisasi

yang berasal dari strategi dan gambaran arah perusahaan.

Gambar-1

Generic Performance Measurement System design approach

Sumber: Najmi, Manoochehr, et all. 2005. A Framework to Review Performance

Measurement System. Bussines Process Management Journal Vol.11 No.2 pp. 109-

122.

Direction

Mission

Vison

Strategic

Objectives

Measures

Strategic indicators

Operational

indicators

Processes

Top Level Processes

(and relevant process

owners)

Detailed process

Page 119: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

107

Menurut Paul Niven (dalam Nidzom 2011:27), strategy map merupakan suatu gambaran

grafis tentang objektif yang penting, namun dalam bentuk yang polos dan sederhana sehingga

mudah dipahami oleh setiap pekerja dari tingkat atas sampai bawah. Kaplan dan Norton

2004:55 bahwa strategy map sebagai presentasi kemajuan keseluruhan organisasi dengan

empat perspektif Balanced Scorecard.

Balanced Scorecard

Kaplan dan Norton (1996:8) mengatakan bahwa Balanced Scorecard merupakan sistem

pengukuran kinerja masa lalu dengan pendorong utama kinerja masa depan. Tujuan dan

ukuran dari Balanced Scorecard diturunkan dari visi dan misi organisasi serta strategi.

Pimpinan perusahaan dapat mengkur seberapa besar berbagai unit bisnis mereka dalam

menciptakan nilai bagi pelanggan dan seberapa banyak perusahaan harus meningkatkan

kapabilitas internal dan investasi sumber daya manusia serta sistem yang dibutuhkan untuk

meningkatkan kinerja dimasa yang akan datang. Komponen Balance Scorecard terdiri dari

financial perspective, costumer perspective, process business internal perspective, serta

learning and growth perspective.

Perspektif Keuangan

Ukuran kinerja keuangan memberi petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi, dan

pelaksanaanya memberikan kontribusi atau tidak kedalam peningkatan pada perusahaan.

Tujuan perusahaan biasanya berhubungan dengan profitabilitas, yang diukur dengan

misalnya: Return on Asset (ROA), Return on Investment (ROI), atau Economic Value Added

(EVA). Tujuan finansial lainya bisa berupa pertumbuhan penjualan yang cepat atau

terciptanya arus kas.Kaplan dan Norton (1996: 48-49) menjelaskan bahwa sasaran keuangan

bisa sangat berbeda tiap tahapan siklus kehidupan bisnis

Tabel-1

Measuring Strategic Financial Themes

Strategic Themes

Revenue Growth and

Mix

Cost Reduction /

Productivity

Improvement

Asset Utilization

Bu

ssin

es U

nit

Str

ate

gy

Gro

wth

*Sales growth rate by

segment percentage

revenue from new product,

services, dan costumer

*Revenue/employee *Invesment

(percentage of sales)

*R&D (percentage of

sales)

Su

stain

*Share of targeted

costumers and accounts

*Cross-selling

*Percentage revenues from

new applications

*Costumer and product

line profitability

*Cost versus

competitors

*Cost reduction rates

*Indirect expenses

(percentage of sales)

*Working capital ratio

(cash to cash cycle)

*ROCE by key asset

categories *Asset

utilization rates

Page 120: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

108

Harv

est *Costumer and product

line profitability

*Percentage unprofitable

costumers

*Unit cost (per unit of

output, per

transaction)

*Playback

*Throughput

Sumber: Kaplan, Robert dan David P. Norton. 1996. Balanced Scorecard: Translating

Strategy into Action. Harvard Business School Press.

Perspektif Pelanggan

Menurut Kaplan dan Norton (1996:68), dalam perspektf pelanggan perusahaan menggunakan

tolak ukur untuk mengukur segmen pasar dan target pasar yang dibagi menjadi dua

kelompok. Pertama, kelompok Pengukuran Konsumen Utama (Core Measurement Group).

pada umumnya sama untuk semua jenis perusahaan, kelompok pengukuran ini terdiri dari

pengukuran Market Share, Costumer Acqusition, Costumer Retention,.Costumer Satisfaction,

dan Costumer Profitability. Kedua, kelompok Pengukuran Nilai Pelanggan (Costumer Value

Proposition). Proporsi nilai pelanggan menggambarkan pemicu kinerja yang menyangkut

pertanyaan apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas,

retensi, dan akusisi konsumen yang tinggi. Atribut dari proporsi nilai konsumen meliputi,

Product / Service Atribute, Costumer Relationship, serta Image and Reputation

Sumber: Kaplan, Robert and David P. Norton. 1996. Using The Balanced Scorecard as a

Strategic Management System. Harvard Bussiness School Press.

Perspektif Proses Bisnis Internal

Menurut Kaplan dan Norton (1996:115) setiap bisnis mempunyai tatanan proses yang unik

untuk menciptakan nilai untuk konsumen dam memproduksi hasil keuanganya. Pada model

proses bisnis internal dibagi menjadi tiga prinsip, yaitu Innovation yang dibagi menjadi dua,

yaitu: mengidentifikasi keinginan dan kebutuhan pasar dan menciptakan produk dan jasa

untuk memenuhi kebutuhan pasar tersebut.

Gambar 2

The Costumer Value Propotion

Generic Model

= + + Product/Service

Attribute

Image Relationship Value

Functionality Quality Time Price

Page 121: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

109

Gambar 3

The Internal Business Process Perspective – The Generic Value Chain Model

Sumber: Kaplan, Robert and David P. Norton. 1996. Balanced Scorecard: Translating

Strategy into Action. Harvard Business School Press.

Semua Proses ini penting dan harus dilakuakan dengan baik oleh tiap departemen dalam

organisasi. Proses innovasi dapat dipengaruhi oleh kebutuhan dari target pelanggan, fokus

pada pengembangan produk baru, dan peningkatan pelayanan yang dapat memeberikan solusi

lebih baik. Proses operasi terkait dengan biaya, kualitas, dan cycle time. Strategi dalam proses

bisnis internal tersebut diselaraskan dengan arah tujuam dari perusahaan, sehingga dalam hali

ini Balanced Scorecard hanya berfungsi sebagai penerjemah dan penghubung tolak ukur

dengan strategi perusahaan

Perspektif Pemebelajaran dan Petumbuhan

Perspektif ini berkaitan dengan manusia, sistem, dan prosedur organisasi, oleh karena itu

perspektif inilah penggerak dari ketiga perspektif yang lainya. Menurut Soetjipto Budi.W

(1997:23) tujuanya dimasukanya kinerja ini adalah untuk mondorong perusahaan menjadi

organisasi belajar sekaligus pendorong pertumbuhan. Kaplan dan Norton (1996:127)

menjelaskan bahwa dalam Balanced Scorecard pada organisasi jasa dan manufaktur terdapat

tiga kategori pemebelajaran dan pertumbuhan, yaitu Employee Capabilities, Information

System Capabilities dan Motivation, Empowerment, and Alignment. Ketiga faktor tersebut

digambarkan sebagai faktor penggerak performasi (enablers), yang hubunganya dengan

pengukuran inti (core measurement) dapat digambarkan sebagai berikut:

Costumer

Need

Identified Identfy the

Market

Postsale

Service

Process Costumer

Need

Satisfied

Page 122: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

110

Sumber: Kaplan, Robert and David P. Norton. 1996. Balanced Scorecard: Translating

Strategy into Action. Harvard Business School Press.

Balanced Scorecard dapat membantu menghubungkan visi dan strategi dengan empat

perspektif secara seimbang dimana dtunjukan gambar dibawah ini:

Gambar 5

Hubungan Visi dan Strategi dengan Balanced Scorecard

Sumber: Kaplan, Robert and David P. Norton. 2007. Using The Balanced Scorecard

as a Strategic Management System. Harvard Bussiness School Press.

Enablers

Core measurement

Climate to Action Technology

Infrastucture

Staff Competension

Employee

Productivity Employee

Satisfaction

Employee

Retention

Result

Gambar 4

The Learning and Growth Measurement Framework

Page 123: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

111

Visi dan dan Strategi diterjemahkan kedalam empat perspektif yang kemudian oleh masing –

masing perspektif visi dan strategi tersebut dinyatakan dalam bentuk tujuan yang ingin

dicapai oleh organisasi, ukuran dari tujuan, target yang diharapkan dimasa yang akan datang,

serta inisiatif – inisiatif atau program yang harus dilaksanakan untuk memenuhi tujuan –

tujuan strategis. Kaplan dan Norton (1996) juga menjelaskan bahwa Balanced Scorecard

merupakan suatu konsep manajemen yang membantu menerjemahkan strategi ke dalam

tindakan. Perusahaan – perusahan inovatif dalam menngunakanya sebagai suatu sistem

manajemen strategis untuk mengolola strategi perusahaan sepanjang waktu.

Analytical Hierarchy Process

Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali diperkenalkan Saaty pada tahun 1971.

Sejak pengenalannya AHP telah menjadi metode multiple-criteria decision making yang

paling banyak digunakan dan telah memecahkan masalah terstuktur. AHP fokus pada

pembuatan serangkaian perbandingan berpasangan. Perbandingan ini digunakan untuk

menentukan hierarki yang harus diprioritaskan terlebih dahulu. Dengan demikian, AHP dapat

membantu pengambilan keputusan. Jurnal Saaty (dalam Chandra, 2013) menyatakan bahwa

untuk membuat sebuah keputusan didalam teknik AHP diperlukan langkah – langkah sebagai

berukut:

a. Menentukan masalah dan memutuskan solusi apa yang akan digunakan.

b. Struktur hierarki keputusan dari atas dengan tujuan keputusan, kemudian sasaran dari

perspektif melalui level menengah (berisi kriteria dan elemen – elemen yang

berhubungan), sampai level terendah (yang biasanya berisi langkah alternatif)

c. Membuat matriks perbandingan berpasangan. Tiap elemen di level lebih atas

digunakan untuk membandingkan elemen – elemen di level tersebut dengan elemen

dibawahnya.

d. Menggunakan prioritas yang diperoleh dari membandingkan bobot prioritas di level

tersebut dengan level dibawahnya. Lakukan ini untuk tiap elemen.

Untuk membuat perbandingan, dibutuhkan skala dari angka yang mengindikasikan berapa

banyak elemen yang lebih penting, atau elemen apa saja yang lebih dominan. Pada umumnya

nilai yang ditetapkan berada di antara 1 sampai 9.

Metode Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian

yaitu metode kualitatf yang menitikberatkan analisis terhadap penyebab suatu masalah dan

mencari solusi untuk memcahkan masalah tersebut berdasarkan data yang didapat di

lapangan. Penelitian kualitatif menurut Maxfied dan Nazir (1998) merupakan suatu

pendekatan yang menggunakan data berupa kalimat tertulis, lisan, perilaku, fenomena,

peristiwa, pengetahuan atau objek studi.

Teknik yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain dengan

wawancara, diskusi, dan penyebaran kuisioner kepada pimpinan pengurus, pengawas, dan

direksi koperasi. Melakukan wawancara dan mengadakan FGD.

Adapun tahap-tahap penelitian adalah sebagai berikut:

1. Men-translate Visi, Misi, Tujuan Perusahaan serta Isu Startegik ke dalam Sasaran

Strategis melalui pengajuan pertanyaan guna menetapkan sasaran strategis yang

Page 124: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

112

menjadi kunci sukses keberhasilan melalui pembangunan isu strategis perusahaan

dalam setiap perspektif Balanced Scorecard.

2. Menyusun Strategy Map

a) Mengidentifikasikan sasaran strategis dan menjelaskan hubungan sebab –

akibatnya melalui wawancara dengan pimpinan Koperasi.

b) Memvisualisaikan strategy map. Sasaran strategis digambarkan akan hubungan

panah – panah yang mengindikasikan adanya hubungan sabab akibat.

3. Penentuan Lead Indicator, Lag Indicator, dan Inisiatif Startegis

Penyusunan sasaran strategis pada tiap perspektif Balanced Scorecard serta

menentukan inisiatif stategis atau kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran

strategis, lead indicator (pemicu untuk mencapai sasaran yang ditetapkan sebagai

target), dan lag indicator (keberhasilan yang dicapai sasaran strategis). Penetapan ini

disebut dengan KPI (Key Performance Indicator)

4. Validasi Key Performance Index (KPI)

Validasi KPI ini dilakukan oleh pimpinan Koperasi, bertujuan untuk mengetahui

ukuran apa saja yang dibutuhkan dan disetujui untuk melakukan pengukuran kinerja

dengan metode Balanced Scorecard.

5. Pembobotan KPI dengan Metode AHP

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mmberikan kuisioner dalam bentuk

pembobotan KPI. Proses pembobotan KPI dilakukan oleh pimpinan Koperasi Kareb

dengan metode Focus Group Discusion. Hal ini dengan tujuan memberi peringkat

KPI yang memiliki kontribusi terbesar hingga terkecil pada organisasi. Data

pembobotan AHP ini diperhitungkan dengan software expert choice. Pembobotan

AHP ini harus memiliki syarat konsistensi 10% agar valid dan konsisten.

Hasil dan Pembahasan

Identifikasi Visi dan Misi Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro

Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro (KAREB) memiliki visi dan misi yang dijadikan

dasar dalam penetapan sasaran – sasaran strategik koperasi, sebagai berikut:

Visi, Mewujudkan Usaha Koperasi di bidang jasa dan perdagangan yang terpercaya dan

terbaik di tingkat nasional maupun internasional

Misi a. Meningkatkan kesejahteraan anggota dan karyawaan.

b. Memberikan pelayanan terbaik kepada seluruh pelanggan/mitra kerja.

c. Terus membangun dan mengembangkan semua unit usaha dengan sistem manajemen

efektif dan efesien

Berdasarkan pengamatan terhadap koperasi dan wawancara kepada pengurus koperasi

KAREB menghasilkan rumusan sasaran stategik koperasi sebagai berikut:

Perspektif Financial

Dalam perspektif ini dapat dilihat keberhasialan keuangan untuk menentukan tingkat

kesehatan keuangan suatu organisasi. Koperasi KAREB menetapkan sasaran

startegis, yaitu meningkatkan Pendapatan dan Profit / Sisa Hasil Usaha (SHU)

Pendapatan dianggap sebagai penunjang pertumbuhan profit koperasi, meningkatan

penggunaan asset dan Investasi, mendongkrak pendapatan.

Page 125: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

113

Perspektif Costumers

Perspektif ini difungsikan untuk mengidentifikasi segmen pasar dimana koperasi

dapat terus sustain. Sasaran strategik yang dicapai Koperasi KAREB pada prspektif

ini adalah, meningkatkan kepuasan pelanggan, meningkatkan kepercayaan

pelanggan.

Perpektif Internal Business Process

Perspektif ini menggambarkan strategi – strategi organisasi mengarah pada proses

bisnis internal koperasi yang terkait dengan penciptaan nilai produk dan layanan

secara efektif dan efesien sehingga koperasi dapat berkembang pesat. Sasaran

strategik yang dicapai Koperasi adalah, Meningkatkan Kualitas Produk Meningkatkan

Kecepatan dan Mutu Pelayanan, Memanfaatkan Aset Secara Optimal

Perspektif Learning and Growth

Perspektif ini mengarah pada kemampuan koperasi untuk menyiapkan infrasturktur

untuk ketiga perspektif lainya serta menciptakan sumber daya yang unggul dan

kompeten. Sasaran strategik yang dicapai adalah, Mengembangankan Kompetensi

Karyawaan, Meningkatkan Kepuasan Karyawaan.

Rancangan Matriks Balanced Scorecard Koperasi

Balanced Scorecard memiliki dua macam indikator kinerja, yaitu: lag indicator (ukuran

hasil) atau disebut keberhasilan pencapaian sasaran strategik dan lead indicator (ukuran

pemicu) atau pemicu untuk mencapai hasil yang dinginkan. Rancangan matriks Balanced

Scorecard Koperasi dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2

Matriks Balanced Scorecard Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro

Sasaran Strategik

Ukuran

Inisiatif Strategi Lag Indicatros

(Ukuran Hasil)

Lead Indicators

(Ukuran Pemicu)

Perspektif

Keuangan

1.Peningkatan

Pendapatan dan

Profitabilitas

1.Peningkatan

Pendapatan

2. Pertumbuhan

Keuntungan / SHU

1. Persentase

Peningkatan

Pendapatan

2. Persentase

Peningkatan Profit

Margin /SHU

1..Melakukan efeisensi

biaya produksi

2.Meningkatkan hasil

produksi

2.Peningkatan

Pengguanaan

Asset dan

Investasi

1.Tingkat

Pemanfaatan

Utilitas dari

Investasi

2.Tingkat

Pemnfaatan Asset

1.Peningkatan ROA

2.Peningkatan ROE

1.Memberikan kemudahan

investasi

2.Pemanfaatan aset secara

optimal

3.Efisiensi biaya 1.Penurunan biaya 1.Persentase

Peningkatan

Penghematan Biaya

1.Melakukan modifikasi

pada generator

2. Peningkatan skill

Page 126: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

114

karyawan

Melalui pelatihan

sehingga menguragi

human error

3.Menekan biaya rutin

perusahaan ( listrik,

telpon, perawatan

infrasruktur).

Perspektif Pelanggan

1.Peningkatan

kepuasan

pelanggan

1.Peningkatan

Costumer

Satisfaction

1.Peningkatan Hasil

Survey Kepauasan

Pelanggan

1.Selalu menjaga kualitas

produk/jasa

2.Memberikan pelayanan

terbaik

2.Peningkatan

Kepercayaan

Pelanggan

1.Costumer

Retention and

Acquisition

1.Pertambahan Jumlah

Pelanggan Baru

2.Peningkatan Total

Jumlah Pelanggan

1.Menetapkan harga jual

yang bersaing

2.Langsung terjun petani

atau pengusaha tembakau

Perspektif

Internal Bisnis

Proses

1.Peningkatan

kualitas produk

1.Menurunya

produk cacat

1. Penurunan Jumlah

produk yang

dikembalikan dan

produksi ulang

1. Meningkatkan kualitas

karyawan untuk mencegah

human error

2.Selalu melakukan

perawatan dan perbaikan

aset

2.Meningkatkan

kecepatan dan

mutu pelayanan

1. Response time

yang Baik

1.Peningkatan Rata –

Rata waktu

Peneyelesaian

Komplain

1. Meningkatkan kualitas

karyawan melalui

pelatihan

2.Koordinasi antar

karyawan dalam

penyeselaian masalah

3.Mengawasi dan

memotivasi karyawaan

lebih giat.

3.Memaksimalkan

aset secara

optimal

1.Peningkatan

Aktivitas yang

memberi nilai

tambah

1.Peningkatan Capacity

utilitation rate

1. Memperluas pangsa

pasar

2.Melakukan perawatan

berkala

Page 127: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

115

Perspektif

Pembelajaran

dan

Pertumbuhan

1.Meningkatkan

Produktivitas

karyawan

1.Produktivitas

Karyawaan Rata -

rata

2.Peningkatan

Kemampuan

Karyawaan

1.Peningkatan

Persentase

Produktivitas

Karyawaan

2.Peningkatan

Persentase Karyawaan

Terlatih

1.Meningkatkan intensitas

kepelatihan karyawan

sesuai kebutuhan

2.Peningkatan

kepuasan

karyawan

1.Tingkat

Kepuasan

Karyawaan

1.Peningkatan Hasil

Survey Kepuasan

Karyawannya

2.Persentase Turnover

Karyawaan

1. Pemberian gaji dan

insentif sesuai job

description masing-

masing

2.Memberikan job

description sesuai dengan

kemampuan tiap-tiap

karyawannya

3.Menjaga kultur kerja

yang kondusif

Strategy Map Koperasi Karyawan Redrying Bojonegoro

Tahapan ini menggambarkan peta hubungan sebab akibat yang ada dalam rumusan sasaran

strategik antar masing – masing perspektif Balanced Scorecard Koperasi, seperti yang

terlihat pada gambar berikut:

Page 128: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

116

Gambar 6

Strategy Map Koperasi Karyawaan Redrying Bojonegoro

Hubungan tersebut dimulai dengan meningkatkan kompetensi karyawan dan peningkatan

kepuasan karyawaan sehingga dari kedua sasaran strategis perspektif learning and growth

akan dampak pada kualitas produk, kecapatan dan mutu pelayanan serta pemanfaatan aset

secara optimal. Terciptanya produk dan pelayanan yang berkualitas diharapkan mampu

meningkatkan konsumen sehingga dapat pula menarik konsumen baru untuk berinvestasi..

Jika pelanggan telah mendapatkan kepuasan dan pertumbuhan konsumen terpenuhi maka

akan meningkatkan pendapatan serta profit /SHU Koperasi, sehingga koperasi dapat

mengembangkan usahanya.

Penentuan Key Performance Indicator (KPI)

Tahapan ini merupakan tahap dimana KPI dari rancangan awal Balanced Scorecard bisa

digunakan sebagai indikator kinerja untuk pengukuran kinerja selanjutnya. Sehingga hasil

dari pengukuran kinerja menjadi valid dan dapat dijadikan masukan untuk sistem pengukuran

kinerja Koperasi

Page 129: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

117

Validasi KPI dilakukan oleh pengurus Koperasi. Pengurus Koperasi dianggap paling

mengetahui secara global kegiatan koperasi bagi dari segi manajemen dan operasional. Dari

Proses validasi dilakukan dengan Focus Group Discusion sehingga terbentuk satu

kesepakatan bersama maka diperoleh KPI Koperasi pada tabel berikut:

Tabel 3

KPI (Key Performance Indicators)

Sumber: Pengolahan Data Primer

Berdasarkan KPI yang telah divalidasi diatas maka dilakukan identifikasi ukuran kinerja

koperasi telah disesuaikan dengan karakteristik Koperasi kemudian terbentuklah spesifikasi

pengukuran kinerja Koperasi dengan ukuran yang spesifik, dapat diukur, dapat dicapai, dan

Perspektif Lag Indicators (Ukuran

Hasil)

Lead Indicators (Ukuran

Pemicu)

Finance • Meningkatkan Profit dan Pendapatan

1. Peningkatan Pertumbuhan Pendapatan

2. Peningkatan Laba /SHU

• Meningkatkan Penggunaan Asset dan Investasi

3. Peningkatan ROA

4. Peningkatan ROE

• Meningkatkan Efisiensi Biaya 5. Persentase Peningkatan Penghematan

Biaya

Costumers • Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

6.Peningkatan Hasil Survey Kepuasan

Pelanggan

• Meningkatkan Kepercayaan Pelanggan

7. Pertambahan Jumlah Pelanggan Baru

8. Peningkatan Total Pelanggan

Internal

Bussines

Process

• Meningkatkan Kualitas Produk 9. Penurunan jumlah produk yang

dikembalikan dan produksi ulang

• Meningkatkan Kecepatan dan Mutu Pelayanan

10. Peningkatan Rata – rata waktu

penyelesain komplain

• Memaksimalkan Aset secara Optimal

11. Peningkatan Capacity Utilitation Rate

Learning

and

Growth

• Meningkatkan Produktifitas Karyawaan

12. Peningkatan Produktivitas

Karyawaan

13. Peningkatan Persentase Karyawaan

Terlatih

• Meningkatkan Kepuasan Karyawaan

14. Peningkatan Hasil Survey Kepuasan

Karyawaan

Page 130: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

118

berdasarkan rentan waktu menurut masing –masing perspektif Balanced Scorecard yang

disajikan dalam tabel berikut ini:

Pembobotan Prioritas Kinerja dengan Analytical Hierarcy Process

Pada tahap ini dilakukan proses pembobotan pada setiap indikator kinerja (KPI) yang telah

divalidasi oleh dewan pengurus dan pengelola Koperasi Karyawaan Redrying Bojonegoro

dengan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), yaitu dengan kuisioner perbandingan

berpasangan.

Proses pembobotan KPI dilakukan dengan data yang diperoleh dari Focus Group Discusion

(FGD), selanjutnya dibobotkan. Pembobotan tersebut diolah dengan menggunakan software

Expert Choice 2000. Berdasarkan hasil pengolahan kuisioner perbandingan berpasangan

didapat hirarki penentuan pembobotan Perspektif Balanced Scorecard. Menunjukan prioritas

antar perspektif Balanced Scorecard, yaitu financial, costumers, internal process bussines,

dan learning and growth, manakah diantara perspektif tersebut yang lebih menjadi prioritas

dalam pencapaian strategi perusahaan.

1. Pembobotan Lokal Lag Indicators (Ukuran Hasil)

Menunjukan prioritas lag indicators dengan lag indicators lainya dalam satu

perspektif. Pada tingkatan ini beberapa lag indicators dalam satu perspektif akan

diukur bobotnya sehingga akan diketahui lag indicator mana yang menjadi prioritas.

2. Pembobotan Global KPI

Keseluruhan KPI dalam Balanced Scorecard Koperasi yang menjadi ukuran pemicu

akan diukur bobot masing – masing, sehingga dapat diketahui KPI mana yang

menjadi prioritas dalam pencapaian strategi perusahaan.

Berdasarkan hasil pengolahan data kuisioner perbandingan berpasangan diperoleh bobot

prioritas perspektif Balanced Scorecard, bobot lokal lag indicators, dan bobot global KPI

Koperasi yang tersajikan dalam tabel berikut:

Tabel 4

Hasil Pembobotan Proiritas Kinerja dengan AHP

Perspektif Bobot Lag Indicators

(Ukuran Hasil)

Bobot

Lokal KPI

Bobot

Global

Finance 0.418 • Meningkatkan Profit dan

Pendapatan

0.54 1.Peningkatan Laba

/SHU

0.071

2.Peningkatan

Pertumbuhan

Pendapatan

0.213

• Meningkatkan Penggunaan Asset

dan Investasi

0.297 3.ROA 0.039

4.ROE 0.117

• Meningkatkan Efisiensi Biaya

0.163 5.Peningkatan

Efisiensi Biaya

0.064

Page 131: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

119

Costumers 0.271 • Meningkatkan Kepuasan Pelanggan

0.333 6.Peningkatan Hasil

Survey Kepuasan

Pelanggan

0.069

• Meningkatkan Kepercayaan

Pelanggan

0.667 7.Pertambahan

Jumlah Pelanggan

Baru

0.046

8.Peningkatan Total

Pelanggann

0.138

Internal

Bussines

Process

0.12 • Meningkatkan Kualitas Produk

0.594 9.Penurunan jumlah

produk yang

dikembalikan dan

produksi ulang

0.061

• Meningkatkan Kecepatan dan Mutu

Pelayanan

0.249 10.Peningkatan

Rata – rata waktu

penyelesain

komplain

0.026

•Memaksimalkan Aset secara Optimal

0.157 11.Peningkatan

Capacity Utilitation

Rate

0.016

Learning

and

Growth

0.191 • Meningkatkan Produktifitas

Karyawaan

0.25 12. Peningkatan

Produktivitas

Karyawaan

0.011

14. Peningkatan

Persentase

Karyawaan Terlatih

0.032

• Meningkatkan Kepuasan

Karyawaan

0.75 15. Peningkatan

Hasil Survey

Kepuasan

Karyawaan

0.097

Sumber: Pengolahan Data AHP

Dari hasil pengolahan diatas maka dapat diketahui perspektif keuangan mendapatkan

prioritas utama dengan bobot 41,8%. Hal ini menunjukan bahwa keuanga tetap menjadi

tujuan utama Koperasi . Kemudian perspektif pelanggan dengan bobot 27,1%, kemudian

perspektif pembelajaran dan pertumbuhan dengan bobot 19,1% dan terakhir perspektif proses

bisnis internal yaitu dengan bobot sebesar 12%.

1. Analisis Bobot Lokal Lag Indicators

Pada perspektif keuangan indikator pengkatan profit dan pendapatan menjadi prioritas

utama dengan bobot 54%. Prioritas selanjutnya adalah peningkatan penggunaan aset

dan invesatsi dengan bobot 29,7% kemudian peningkatan efisensi biaya dengan bobot

16,3%..Pada perspektif pelanggan, peningkatan kepercayaan pelanggan menjadi

prioritas utama dengan bobot 66,7% sedangkan peningkatan kepuasan pelanggan

Page 132: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

120

mendapat bobot 33,3%. Hal ini menunjukan pelanggan mendapatkan perhatian

dengan baik.Pada perspektif proses bisnis internal, peningkatan kualitas produk

mendapat prioritas utama dengan bobot 59,4%, kemudian peningkatan kecepatan dan

mutu pelayanan dengan bobot 24,9%, serta terakhir memaksimalkan aser secara

optimal mendapat bobot 15,7%. Pada persepektif pembelajaran dan pertumbuhan,

peningkatan kepuasaan karyawaan menjadi prioritas utama dengan bobot 75% dan

peningkatan produktifitas karyawaan memperoleh bobot 25%. Hal ini menunjukan

bahwa kepuasan karyawaan menjadi prioritas utama dikarenakan seluruh karyawaan

adalah pemegang kepemilikan koperasi

Analisis Bobot Global KPI

Berdasarkan hasil pembobotan kuisioner perbandingan dan pengolahan software

expert choice 2000 maka diperoleh prioritas sebagai berikut:

Gambar 7

Bobot Global KPI

Sumber: Data Pengolahan AHP

Berdasarkan grafik diatas dapat diketahui nilai inkonsistensi kurang dari 0,1 yakni sebesar

0,02. Hal ini dapat dikatakan pembobotan global diatas valid dan konsisten.

Dari hasil pembobotan global KPI yang menjadi prioritas utama adalah peningkatan

pendapatan yaitu dengan bobot 21,3%, kemudian peningkatan total pelanggan dengan bobot

13,8%, peningkatan ROE dengan bobot 11,7%, peningkatan kepuasan karyawaan dengan

bobot 9,7% serta peningkatan profit/ SHU dengan bobot 7,1%. Berikut adalah 5 (lima)

prioritas utama KPI yang menjadi sasaran utama dalam meningkatkan nilai koperasi agar

tetap sustain berkembang.

Model Balanced Scorecard Koperasi Karyawaan Redrying Bojonegoro

Tabel 5

Model Balanced Scorecard Koperasi Karyawaan Bojonegoro

Perspektif Sasaran

Strategis Indikator Realis

asi

Target

(b)

Bobot

(c)

Skor

((a:b)xc)

Page 133: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

121

(a)

Finance • Meningkatkan Profit dan

Pendapatan

1.Peningkatan

Laba /SHU

5% 7,1%

2.Peningkatan

Pertumbuhan

Pendapatan

15% 21,3%

• Meningkatkan Penggunaan

Asset dan

Investasi

3.ROA

9,00 3,9%

4.ROE 10,00 11,7%

• Meningkatkan Efisiensi Biaya

5.Peningkatan

Efisiensi Biaya 15% 6,4%

Costumers • Meningkatkan Kepuasan

Pelanggan

6.Peningkatan

Hasil Survey

Kepuasan

Pelanggan

nilai 5 6,9%

• Meningkatkan

Kepercayaan

Pelanggan

7.Pertambahan

Jumlah Pelanggan

Baru

7% 4,6%

8.Peningkatan

Total Pelanggann 7% 13,8%

Internal

Bussines

Process

• Meningkatkan Kualitas Produk

9.Penurunan

jumlah produk

yang

dikembalikan dan

produksi ulang

1% 6,1%

• Meningkatkan Kecepatan dan

Mutu Pelayanan

10.Peningkatan

Rata – rata waktu

penyelesain

komplain

1 hari 2,6%

• Memaksimalka

n Aset secara

Optimal

11.Peningkatan

Capacity

Utilitation Rate

90% 1,6%

Learning

and

• Meningkatkan Produktifitas

12. Peningkatan

Produktivitas Rp

30.000.01,1%

Page 134: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

122

Simpulan

Pengukuran kinerja yang dilakukan Koperasi saat ini hanya berorinetasi pada aspek keuangan

saja sehingga tidak dapat memberikan ukuran tentang pemicu penyebab naik turunya kinerja

keuangan itu sendiri. Meskipun kinerja keuangan meningkat tetapi secara keseluruhan kinerja

yang dilakukan belum mencapai target yang ditetapkan koperasi. Sasaran strategik pada tiap

– tiap perspektif balanced scorecard mennghasilkan simpulan bahwa, pada perspektif

keuangan menetapkan untuk meningkatkan profit dan pendapatan, meningkatkan penggunaan

aset dan investasi, serta meningkatkan efisiensi biaya. Pada perspektif pelanggan menetapkan

sasaran strategik yaitu: meningkatkan kepercayaan pelanggan dan meningkatkan kepuasan

pelanggan. Pada perspektif proses bisnis internal menetapkan sasaran strategis berupa

meningkatkan kualitas produk, meningkatkan kecepatan dan mutu pelayanan, serta

memaksimalkan aset secara optimal. Pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan

menetapkan sasaran strategis meningkatkan produktifitas karyawaan dan meningkatkan

kepuasan karyawaan.

\

Growth Karyawaan Karyawaan 00

/karyaw

aan

14. Peningkatan

Persentase

Karyawaan

Terlatih

35% 3,2%

• Meningkatkan Kepuasan

Karyawaan

15. Peningkatan

Hasil Survey

Kepuasan

Karyawaan

nilai 5 9,7%

Score Card Score= 100%

Page 135: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Indrianawati Usman Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Mohammad Agung Laksono Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

123

Daftar referensi

Bititci U S, Carrie A S, McDevitt L G, “Integrated Performance Measurement Systems: A

Development Guide”, International Journal of Operations and Production

Management, vol 17 no 6, May/June 1997, MCB University Press, ISSN 0144-3577,

pp. 522-535.

Brandon Charles H. Dratina Ralph E., 1997. Management - Strategy and Control.

McGraw-Hill Inc. Canada

Carrie A S and Macintosh, 1992, UK Research in Manufacturing Systems Integration,

Integration in Production Management Systems, Pels and Worthman, Elsevier, pp

323-336.

Ferreira, Reginaldo Barreiros and Max, Roberto Protil. 2010. Proposal of A Strategic

Management Simulation Model For Agro-Industrial Cooperatives. Campo Grande.

Sociedade Brasileira de Economia, Administração e Sociologia Rural

Kaplan, Robert. S & David P. Norton. 1996.The Balanced Scorecard: Translating Strategy

into Action. United States of America : The President and Fellows of Harvard

College

Kaplan, Robert and David P. Norton. 2006. Using The Balanced Scorecard to Create

Corporate Synergies. Harvard Bussiness School Press

Kaplan, Robert and David P. Norton. 2007. Using The Balanced Scorecard as a Strategic

Management System. Harvard Bussiness School Press.

Najmi, Manoochehr, et all. 2005. A Framework to Review Performance Measurement

System. Bussines Process Management Journal Vol.11 No.2 pp. 109-122.

Niven. PR. 2003. Balanced Scorecard Step by Step for Government and Nonprofit Agencies.

John Wiley and Sons. New Jersey

Page 136: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

124

Mapping of Tablet PC Based On Consumer Perception

(Case Study of Bandung Electronic Center Visitors)

Dini Turipanam Alamanda Telkom University, Bandung, Indonesia

e-mail: [email protected],

Gamal Argi Telkom University, Bandung, Indonesia

Arif Partono Telkom University, Bandung, Indonesia

ABSTRACT

Gadget development is becoming a phenomenon which attract the world’s attention today.

Sophisticated telecommunications technology encourages the creation of newgadget

especially Tablet PC. More and more people using this gadget to replace their computer use.

The purpose of this study was to mapthe position of several Tablet PC brands such as Apple,

Samsung, Smartfren, Acer, and ASUS based onthe perception of Bandung Electronic

Center(BEC) visitors. Each day, around 25.000-40.000 visitors visit the BEC which is the

largest electronic mall in Bandung.

This is an exploratory reseach using the descriptive method. Multidimensional scaling

technique used to mapped the 5 Tablet PC brandsinto six dimensions; product feature, brand,

price, battery consumption (endurance), lifestyle and design. The questionnaires were

delivered to 100 respondents using purposive sampling method.

The results of this study indicated that Apple is still the best for product feature based on

consumer perceptions . As for the best brand the winner is Samsung followed by Apple,

ASUS, Acer and Smartfren. Based on price dimension the cheapest Tablet PC is Smartfren

and Apple is the most expensive. Samsung is also the winner in the field of battery power

consumption and Acer is the worst. The best Tablet PC in the field of the lifestyle is Samsung

followed by Apple, ASUS, Acer and Smartfren. Finally, Tablet PC with the best design also

goes to Samsung then followed by Apple, ASUS, Acer and Smartfren.

Keywords: Consumer Perseption,, Positioning, Multidimensional Scaling Technique,

TabletPC

Page 137: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

125

Introduction

Trend in using the gadget intensify the mobile internet adoption in Indonesia. The use of

Internet is not just become a way of life, but a necessity which integrated into every activity.

The availability and the affordable price of the gadget change human patterns and lifestyle.

Gadgets make user easier to connectwith the internet and dominate the use of technology in

the future.

The gadget itself has a definition as portableelectronic devices that belong to either one

ormore of the following categories: mobilephones, MP3 players, gaming consoles notebook,

tablets and i-touch (Gupta. N, Krishnamurthy. V, Majhi. J, dan Gupta. S, 2013).

International Data Corporation (IDC) describes the market growth opportunities and product

delivery of smart devices, where the Tablet PC has opportunity to expand its market share

and product delivery. IDC estimates that the amount of the tablets shipment can grow by

174.5% in 2017. This figure is the highest growth rate compared to other smart devices.

IDC also list the five most tablet PC shipments during the fourth quarter of 2012, that are

Apple, Samsung, Amazon, Asus, and Barnes & Noble. Table 1 describes the Tablet PC

market in 2012:

Table 1. Market Share of Tablet PC in 2012

Vendor 4Q12

Shipments

4Q12

MarketShare

4Q11

Shipments

4Q11

Market

Share

4Q12/4Q11

Growth

Apple 22.9 43.6% 15.5 51.7% 48.1%

Samsung 7.9 15.1% 2.2 7.3% 263.0%

Amazon.com Inc. 6.0 11.5% 4.7 15.9% 26.8%

ASUS 3.1 5.8% 0.6 2.0% 402.3%

Barnes & Nobles 1.0 1.9% 1.4 4.6% -27.7%

Others 11.6 22.1% 5.5 18.5% 108.9%

All Vendors 52.5 100% 29.9 100% 75.3%

(Source:www.trenologi.com, accessedApril 25th

2013)

The author conduct the survey using questionnaires which addressed the Tablet PCs seller at

Bandung Electronic Center. The survey was conducted toward ten Tablet PCssellers in order

to obtain information about the Tablet PC brands that most sought after by consumers. The

list of the Tablet PC brands that are often sought after by consumers at BEC are Apple,

Samsung, Smartfren, Acer and ASUS.

In respond to the increasing market competition, the positioning of the Tablet PC needs more

serious attention, because the possibility of differences in consumer perception of the Tablet

PC users have impact to the Tablet PC positioning in a particular area. The differencesmake

the company's strategies have to be applied in a particular area so that the products that

distributed could be absorbed well by consumers.Positioning is considered by both academics

Page 138: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

126

(Aaker & Shansby, 1982; Park, Jaworski, & MacInnis, 1986; Arnott, 1993, 1994; Arnott &

Easingwood, 1994; Myers in Blankson & Kalafatis, 2004; Porter, 1996; Kotler, 1997;

Hooley, Greenley, Fahy & Cadogan, 2001; McKenna, 1986; Bainsfair in Blankson &

Kalafatis, 2004; Dovel, 1990; Trout & Rivkin, 1996) on Manhas (2010) as the key elements

of modern marketing management.

The study was conducted in Bandung which is refers to what is informed by

www.ekbis.sindonews.com, that Bandung has a potential market for the Tablet PC. The

selection of Bandung Electronic Center (BEC) as a study site because BEC is the biggest and

most comprehensive electronic shopping mall in Bandung. BEC also provides equipment and

information technology equipment completely (www.anneahira.com). In addition, BEC also

has higher number of visitors compared with the other gadget center in the city, reached

25000-30000 visitors / day (www.informasi-bandung.com). The other gadget center like

Dukomsel only reached 2,500 visitors/day (www.inet.detik.com) and Mega Cellular Centre

which is only reached2,000 visitors/day (www.bisnis-jabar.com). Thus the purpose of this

study was to analyze the Table PC positioning based on the perception of Bandung Electronic

Center visitors.

Conceptual Framework

The purposeof the positioning is to create a unique and favorable image in the minds of target

customers(Bhat, 1998).An important aspect of a brand‟s position in a product category is how

similar or different the brand is perceived in comparison with other brands in the same

product category (Dickson and Ginter, 1987). The brand position strategies element is

considered to be important for the operationalization of the concept (Manhas, 2010). Fill

(1999) states that the sucessful positioning can only be achieved by adopting a customer‟s perspective and by understanding how customers perceived products in the class. Positioning

analysis requires more than an understanding of a product‟s image in the mind of the consumer. Other things that is also require is a frame of reference with the competition, since

a position is a product‟s perceived performance, relative to competitors, on specific attributes (Lovelock, 1991).

Hooley, Sounders, Piercy (2006) state that competition can take place at various levels.

Competition with products analogous qualities, competition in the same product group,

competition with other product that satisfies the same or very similar consumer demand and

also competition in the same level.

A positioning map provides a valuable means toposition the product by graphically

illustrating consumer‟s perception of competing products andtheir positioning. Positioning map develops understanding of how the relativestrength and weaknesses of different product

are perceived by buyers (Pranulis, 1998). Positioning map is an important tool in

development and tracking of promotional strategy. Itenables manager to identify gaps and

opportunities in the market and allows monitoring the effects ofpast marketing

communications (Arora, 2006).

According to Suryani (2012: 97), a perception process initiated by a stimuli that our senses

know. Stimuli can lead to the perception of a variety of shapes, like everything that can be

smelled, seen, heard, touched. These stimuli would be the sensory organ called sensory

receptor. Direct or immediate response from the sensory receptor organs is called sensation.

The level of sensitivity in sensation between one individual with another individual is

different. The difference in sensitivity occurs because of the ability of the receptor among

Page 139: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

127

individuals that are not the same.In addition to the sensitivity factor, other factors that

influence the intensity of the stimuli. Stimuli that have strong intensity will make the

receptors easier to receive it.The perception process can be described as shown in Figure 1.

Figure 1. Perception Process

Previous Studies on Tablet PC

Lancaster (1966; 1971; 1979) on Manhas (2010) shows that consumer havepreferences for

characteristics (or attributes) of products.There are two basic versionsof Tablet PCs, one that

includes a keyboard and one that doesn‟t. The keyboard variety doubles as a standardnotebook computer, with the screen swiveling and being laid flat over the keyboard

when utilized in tablet mode.The model without a keyboard, also termed a “slate”, sacrifices functionality for lighter weight and smaller size.Generally speaking, tablet PCs command

prices some several hundred dollars higher than comparably equipped(in terms of processing

power, RAM, hard drive capacity, etc.) standard notebooks. Targeted commercialmarkets for

tablet PCs include healthcare, insurance, sales force automation, finance and

manufacturing/design(Himmelsbach 2004, Niccolai 2003).

Weitz, R. R., Wachsmuth, B. and Mirliss, D (2006) did a pilot project with the purpose of

evaluating the usefulness of tablet PCs foruniversity professors. The attributes used on that

research were memory/hard drive/ processing speed, size of keyboard, size of monitor,

external DVD drive, weight/ portability, wireless access, battery life, speech recognition,

handwritting, and converting handwriting to text.

El-Gayar, O., Moran, M., & Hawkes, M. (2011) developed and empirically tests a factor

model for understanding college students‟ acceptance ofTablet PC (TPC) as a means to

forecast, explain, and improve their usage pattern in education. Simon, Ruth, Hoyer, and Su

(2004) did a preliminary experiences with a tablet PC based system to support active learning

in computer science courses. Anderson,Paul H. Schwager,and Riichard L. Kerns (2006) did a

research about the drivers for acceptance of Tablet PCs by Faculty in a College of Business.

Mock(2004) defines a tablet PCs as a traditional notebookcomputer with the added ability to

Stimuli

Receptor Selection

Organization

Interpretation

Influence by Internal and External

Factor

Page 140: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

128

process digital inkwhen writing with a stylus.Jung (2011) defines atablet PC as a mobile

computer, larger than a mobilephone or PDA, integratedwith a flat screen andprimarily

operated by touching the screen rather thana physical keyboard. It may offer users an on

screenvirtual keyboard, a passive stylus pen, or a digital pen. Sim(2011) offers a definition

ofa tablet PC as a complexdevice that has the functionality of a MP3 player, aPMP, a

netbook, and a smart phone with a touchscreen interface for writing with a stylus.

Furthermore, according to Lee, Euiho and Park (2012), Tablet PC and smartphones have

similar characteristic, both are portable devices with a touch screen display, runs a computer

operating system, easy to connect with a wide variety of applications and offers several

wireless connectivity options such as wifi, 3G and LTE.

With the responses from consumers (50 respondents), it was seen that majority of attributes

listed were taken into consideration while selecting a Tablet PC‟s brand. The final list of attributes developed after the pilot survey for Tablet PC category were: 1) Product Feature; 2)

Brand; 3)Price; 4) Battery Life; 5) Life Style; and 6)Design.

Research Gap

Most existing researchsabout Tablet PC are discuss on how the people adoptingthe Tablet

PCs. Research aboutTablet PC‟s brands position based on consumer perceptions is very limited. This research is develops the Tablet PC‟s position usingtheory of stimuli process of Suryani (2012). The conceptual framework is describes on Figure 2.

Figure 2. Conceptual Framework of Research

Methodology

Sampling Design and Population

Page 141: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

129

The population for this research is BEC visitors that have or had using Tablet PC.The field

interviews were conducted by researchers toward 10 Sellers and 50 Buyers in BEC. Ten

sellers informed about the most favourite brands for Tablet PC and 50 buyers informed about

attributes that they most wanted on Tablet PC. In turn, the respondents selected using

purposive random sampling. While on the implementation, the questionnaire distributed to

the 100 respondents using purposive random sampling as well.

Statistical Technique Used

The technique used to analyze the data is the multidimensional scaling. According Hair et.al

(2010: 568), multidimensional scaling is a procedure that allows a researcher to determine the

appropriat a set of objects. The goal of multidimensional scaling is to change the similarity

rating or preferences of consumers in the form of distance shown in the multidimensional

space. Meanwhile, according to Simamora (2005: 234), multidimensional scaling is a

procedure that is used to map the perceptions and preferences of the respondents visually in

the geometrymap. The geometry is called a spatial map or perceptual map, a translation of

various dimensions that related.If the perceptual map is not seen clearly the difference lies

visually, then we can calculate the euclidean distance of each brand. In principle, the smaller

the euclidean distance, the closer the distance of each object and the higher the level of

competition.

To calculate the Euclidean distance, we need to know the coordinates of each. Then the

Euclidean distance can be calculated by the formula:

2

1

2

1 )()( iiii yyxxD

Where :

D = Euclidean distance

xi = Coordinate x -i

yi = Coordinate y -i

Relative weights of the two dimensions (x and y) can be described by direction vector for all

of the attributes of the products that are comparable in their position. Direction vector of each

attribute indicates the better or more preferred by consumers. Furthermore, to determine the

ranking order of the products we can compare based on each attribute, it can be done by

drawing a perpendicular line to the vector and the rank order of the products can be sorted

from the closest to product to the end of the vector (arrow) of the attribute.

Result and Discussion

The analysis was conducted by calculating the euclidean distance of each position of Tablet

PC on the related dimensions. In concept, euclidean distance, the closer to the Tablet PC on

the related dimensions, the better of Tablet PC based on the dimensions. The calculation of

Tablet PC based on dimensions and Euclidean distance are presentedon Table 2 and Table 3.

Page 142: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

130

Table 2. Euclidean Distance of Tablet PC

Tablet PC

Coord. of

Tablet PC

Coord. of

Dimension Euclidean Distance

x y x y

2

1)( ii xx

2

1)( ii yy Ed Rank

Toward Product Feature

Apple 1.0448

-

0.198

1

0.8123 -0.5098 0.054056

25 0.09715689

0.3117

1

Samsung 0.8270

-

0.139

6

0.8123 -0.5098 0.000216

09 0.13704804

0.3702

2

Smartfren -1.7808

-

1.163

1

0.8123 -0.5098 6.724167

61 0.42680089

0.6533

3

Acer -1.5772 1.393

8 0.8123 -0.5098

5.709710

25 3.62369296

1.9036 5

ASUS -0.8919 0.545

3 0.8123 -0.5098

2.904297

64 1.11323601

1.0551 4

Toward Brand

Apple 1.0448

-

0.198

1

0.9897 0.5644 0.003036

01 0.5814063

0.7644

88

2

Samsung 0.8270

-

0.139

6

0.9897 0.5644 0.026471

29 0.495616

0.7225

56

1

Smartfren -1.7808

-

1.163

1

0.9897 0.5644 7.675670

25 2.9842563

3.2649

54

5

Acer -1.5772 1.393

8 0.9897 0.5644

6.588975

61 0.6879044

2.6975

69 4

ASUS -0.8919 0.545

3 0.9897 0.5644

3.540418

56 0.0003648

1.8816

97 3

Toward Price

Apple 1.0448

-

0.198

1

-1.8963 -0.2863 8.650069

21 0.0077792

2.9424

22

5

Samsung 0.8270

-

0.139

6

-1.8963 -0.2863 7.416362

89 0.0215209

2.7272

48

4

Smartfren -1.7808

-

1.163

1

-1.8963 -0.2863 0.013340

25 0.7687782

0.8843

75

1

Acer -1.5772 1.393

8 -1.8963 -0.2863

0.101824

81 2.822736

1.7101

35 3

ASUS -0.8919 0.545 -1.8963 -0.2863 1.008819 0.6915586 1.3039 2

Page 143: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

131

3 36 85

Toward Battery Life

Apple 1.0448

-

0.198

1

0.5440 -1.2384 0.250800

64 1.0822241

1.1545

67

2

Samsung 0.8270

-

0.139

6

0.5440 -1.2384

0.080089 1.2073614

1.1346

59

1

Smartfren -1.7808

-

1.163

1

0.5440 -1.2384 5.404695

04 0.0056701

2.3260

19

4

Acer -1.5772 1.393

8 0.5440 -1.2384

4.499489

44 6.9284768

3.3805

28 5

ASUS -0.8919 0.545

3 0.5440 -1.2384

2.061808

81 3.1815857

2.2898

46 3

Toward Life Style

Apple 1.0448 -

0.198

1

0.9923 0.5078 0.00275625 0.498294

8

0.7078

5

2

Samsung 0.8270 -

0.139

6

0.9923 0.5078 0.02732409 0.419126

8

0.6681

7

1

Smartfren -1.7808 -

1.163

1

0.9923 0.5078 7.69008361 2.791906

8

3.2375

9

5

Acer -1.5772 1.393

8

0.9923 0.5078 6.60233025 0.784996 2.7179

64

4

ASUS -0.8919 0.545

3

0.9923 0.5078 3.55020964 0.001406

3

1.8845

73

3

Toward Design

Apple 1.0448 -

0.198

1

0.9361 0.5240 0.01181569 0.521428

4

0.7302

36

2

Samsung 0.8270 -

0.139

6

0.9361 0.5240 0.01190281 0.440365 0.6725

09

1

Smartfren -1.7808 -

1.163

1

0.9361 0.5240 7.38154561 2.846306

4

3.1981

01

5

Acer -1.5772 1.393

8

0.9361 0.5240 6.31667689 0.756552 2.6595

54

4

ASUS -0.8919 0.545

3

0.9361 0.5240 3.341584 0.000453

7

1.8281

24

3

Page 144: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

132

Table 3. Tablet PC’s Position Based On All Dimensions

Dimension Position 1 Position 2 Position 3 Position 4 Position 5

Product

Feature Apple Samsung Smartfren ASUS Acer

Brand Samsung Apple ASUS Acer Smartfren

Price Smartfren ASUS Acer Samsung Apple

Battery Life Samsung Apple ASUS Smartfren Acer

Life Style Samsung Apple ASUS Acer Smartfren

Design Samsung Apple ASUS Acer Smartfren

Table 2 and 3 show that Apple brand was ranked first of consumer perceives based on

product's features, while Samsung, Smartfren, ASUS and Acer respectively were ranked

under the Apple. Apple Tablet PC did concentrated marketing rather than competing and

dealing directly with other Tablet PC manufacturers when they cut prices and focus on

volume. Apple is investing in research and development, by developing the iOS operating

system and make it as a prime mover in its smart device. The availability of a wide range

application in the App-store which can only be used on this particular Tablet PCs with the

operating system make AppleiOS as a determinant of industry trends. When Googleproduced

Android operating system for Tablet PCs, they did not encourage the developers to create

applications that were specific to a tablet PC, there are applications that can be used on

various types of devices. Apple took a different path, they encourage developers to create

applications that focus only reserved for the iOSoperating system. This is why Apple Tablet

PC has a lot of good applications and only a few applications that can work well on other

devices. A recent study by a company called uTest indicates that Apple provides the best

quality applications than Google. Related to the brand, a report from Strategy Analytics

revealed that Samsung apparently has stronger brand than Apple in terms of the overall

electronics brand preference.

Smartfren was ranked first of consumer perceives based ondimension of price, while ASUS,

Acer, Samsung and Apple respectively were ranked under the Smartfren. Today, Smartfen

mobile operator increasingtheir mobile devices selling, the smartphones and tablet PC. Their

new products have hardware specification called "lumayan" (tolerable??), but they certainly

have affordable price. SmartfrenTablet PC, New Andromax Tab 7.0, is one of the successful

mobile devices that hypnotize the lower-middle market segments. New Andromax Tab 7.0 is

only available in Indonesia, where the Tablet PC is manufactured to meet the needs of

customers who want a Tablet PC at an affordable price, considering the price of other brands

of tablet PCs pegged at a very high price by the company. Like Apple for example, which

occupy the last position on the price dimensions.

Samsung was ranked first of consumer perceives based on dimensions when viewed from the

battery life, while Apple, ASUS, and Acer Smartfren consecutive rank under Samsung Tablet

PC. Samsung is manufacturing batteries for smartphones, tablet PCs and Galaxy series

cameras managed to occupy the first position of small-sized battery market. The data

obtained from the marketing research institute based in Japan, B3. The market share of

lithium-ion Samsung reached 26% by the end of 2012, followed by Panasonic with 18.7%

market share, LG Chem 17.5%, and Sony 8%. SDI, a unit that produces lithium-ion

Samsung, managed to break the record after producing 1 billion battery for the first time. In

addition to its own purposes, Samsung also supplies batteries for Apple's iPad and iPhone.

Page 145: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

133

For the dimensions of lifestyle, Samsung excels compared to other brands. By offering

various products and marketing to the segment, Samsung expects higher sales and a stronger

position within each market segment. Samsung was grouping their segment into categories,

Tablet PC Samsung released the Samsung Galaxy Tab 3 into three different types, namely

7.0, 8.0, 10.1, which each type represents the size of the Tablet PC screen.Meanwhile, Apple

released the iPad with different types according to the amount of embedded memory on the

device. Another example, Samsung was trying to target women users by offering the

Samsung Galaxy Tab 2 7.0 La Fleur. Motif La Fluer now is very trend in the fashion world, it

was taken from French which means flower. Florals are very suitable for women because

impressive feminine. Samsung Galaxy Tab 2 7.0 La Fleur came with a red color cast. The

women are usually enjoy the selfie andtogether photosactivities, that is why the Samsung

Galaxy Tab 2 7.0 La Fleur insert 3 MP camera coupled with VGA front camera. The

differences of the Samsung Galaxy Tab 2 7.0 La Fleur from the regular version, is that there

are several applications intended specifically for women. Application installed on Samsung

Galaxy Tab 2 7.0 La Fleur are a recipe app, yoga, office, and also clothing color

combinations application, etc. Not only that, Samsung also slipped the application related

with beauty, lifestyle, and health. To enhance the appearance, it came with wallpapers and

ringtones that have been adapted to woman preferences.

Finally we discuss the design, since first producing OLED screen in January 2007 Samsung

Display had reached 300 million productions in January 2013. This achievementconfirms

Samsung as a world's largest OLED screen manufacture. OLED display screen is now known

as the most widely used for electronic devices in the world. Some devices that often use this

type of screen are smartphones, tablet PCs, digital cameras, and TV. Applewas ranked

second, which is the closest competitor of Samsung in design. Apple rely on the supply of

LCD screens from Samsung for iPad mini 2. Apple actually has sought to reduce its

dependence components supply from Samsung. But in fact, the AU Optrinics and Sharp were

previously believed to support the needs for the screens of Apple devices got problems with

quality. Apple then seems still can not be separated from Samsung, at least for now.The map

position of the entire brand of Tablet PC canbe seen in figure 3.

Figure 3. Position of Tablet PC on Perceptual Map

Product Fitur

Brand

Price

Battery Life

Life Style Design

Page 146: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

134

Conclusion and Further Research

Regarding the dimension of product features, the best Tablet PC is Apple based on the

perception of visitors of Bandung Electronic Center. In the area of brand dimension, battery

life, life style and design, Samsung is the best. While Smartfren superior lies on the price

dimension. In the map position, Apple is a competitor of Samsung with the advantages of

product features, design, life style, battery life and brand. Acer is direct competitor toAsus,

while Smartfren is not compete with other brands in this research but might be with other

brands outside the research, like Mi-to and Advan.Future research are expected to use other

indicators of Tables PC and to add other brands to reach our knowledge about Tablet PC

positioning in the market that will useful for Tablet PC companies and Tablet PC sellers.

References

Anneahira (2013). Bandung Electronic Center. http://www.anneahira.com/bandung-

elektronik-center.htm [28 Juni 2013]

Arora, R. (2006) “Product Positioning Based On Search, Experience And CredenceAttributes

Using Conjoint Analysis”, Journal of product and brand management, Nr.5.

Dickson, P.R and J.L Ginter. (1987). Market

Segmentation,ProductDifferentiation,andMarketing Strategy.

JournalofMarketing,51(April),1-10

El-Gayar, O., Moran, M., & Hawkes, M. (2011). Students' Acceptance of Tablet PCs and

Implications for EducationalInstitutions.Educational Technology & Society,14(2), 58–70.

Fill, C. (1999).Marketing communications, context, contents and strategies. (2nd ed.). Hemel

Hempstead,UK: Prentice-Hall.

Gupta. N, Krishnamurthy. V, Majhi. J, dan Gupta. S (2013). Gadget Dependency among

Medical College Students in Delhi. ISSN PRINT: 09717587; ISSN ONLINE:

2248.9509. http://www.iapsmupuk.org/journal/index.php/IJCH/article/viewFile/492/pdf.

Hair, Joseph F., William C. Black, Barry J. Babin, Rolph E. Anderson. (2010). Multivariate

Data Analysis: a Global Perspective (Seventh Edition). United States of America:

Pearson Prentice Ha

Inet (2011). Dekati Pelanggan Indosat Ingin Lebih Bersahabat

http://inet.detik.com/read/2011/06/07/064711/1654449/328/dekati-pelanggan-indosat-

ingin-lebih-bersahabat/ [28 Juni 2013].

Informasi Bandung (2012). Bandeung ElectroniC Center. http://www.informasi-

bandung.com/2012/10/bandung-electronic-centre-bec.html, [14 April 2013]

Himmelsbach, V. (2004). Nurturing A Fledgling Market.Computer Dealer News, 20(5),

Retrieved November 22,2005 from

http://www.looksmartcompanies.com/p/articles/mi_m3563/is_5_20/ai_n6129772.

Hooley, G., Greenley, G., Fahy, J., & Cadogan, J. (2001).Market-Focused Resources,

Competitive PositioningAnd Firm Performance.Journal of Marketing Management,

17(5-6), 503-20.

Page 147: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Gamal Argi Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

Arif Partono

135

Jung, S.Y., "The research on the Usability forSmart Pad Design", Journal of the

KoreanSociety of Design Culture, Vol.17, No.2(2011),pp.528-537.

Lee, Kiwon, Euiho Suh & Jihye Park. (2012). A Study On Determinant Factors Topurchase

For Tablet PC And Smartphone By A Comparative

Analysis.http://www.cimerr.net/conference/board/data/conference24/A4.4.pdf

Lovelock, C. H. (1991).Services marketing. EnglewoodCliffs, NJ: Prentice-Hall Inc.

Manhas, P.S (2010). Strategic Brand Positioning Analysis Through Comparison Of Cognitive

And Conative Perceptions. J. econ. finance adm. sci., 15(29), 2010.

http://www.esan.edu.pe/publicaciones/02.pdf.83

Mock. K., “Teaching with tablet PC‟s”, journalof circuits, systems and computers, Vol.20,No.1(2004), pp.17-27

Niccolai, J. (2003). ViewSonic, Toshiba Refresh Tablet PC Lines.ComputerWorld,

November 19, 2003,Retrieved November 22, 2005 from

http://www.computerworld.com/mobiletopics/mobile/story/0,10801,87329,00.html.

Pranulis, V. (1998), “Marketingo tyrimai”, Vilnius

Sim, J.B., "A study on differentiation strategyfor tablet PC and e-book reader by

acomparative analysis of acceptance·diffusionfactors", The Korean Operations Research

andManagement Science Society, Vol.28,No.1(2011), pp.25-39.

Simamora, Bilson. (2005). Analisis Multivariat Pemasaran. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka

Utama.

Suryani, Tatik. (2012). Perilaku Konsumen: Implikasi Pada Strategi pemasaran. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Trenologi (2013). IDC Penjualan Tablet Meningkat.

http://www.trenologi.com/201302019785/idc-penjualan-tablet-meningkat/ [25 April

2013]

Weitz, R. R., Wachsmuth, B. & Mirliss, D. (2006). The Tablet PC For Faculty: A Pilot

Project.Educational Technology &Society, 9 (2), 68-83.

Page 148: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

136

MEDIASI CITY BRANDING PADA PENGARUH KESADARAN MEREK,

ASOSIASI MEREK, DAN KESAN KUALITAS TERHADAP KEPUTUSAN

MEMILIH PERGURUAN TINGGI NEGERI DI SURABAYA

Ria Astuti Andrayani Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya

e-mail: [email protected]

Sri Setyo Iriani Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya

e-mail: [email protected]

ABSTRACT

Education is a major concern of government in enhancing and improving the quality of

human resources. Indonesia have stratified formal education which higher education

contains of state university and private university. Surabaya is a city in Indonesia which has

the largest public universities. There are four universities, there are universitas airlangga

(UA), universitas negeri Surabaya (Unesa), institut teknologi sepuluh nopember (ITS), and

IAIN sunan ampel. This study aims to test and analyze whether brand awareness, brand

association, and perceived quality affect decision to choose state universities in Surabaya.

This type of this research is quantitative, using multistage sampling with 377 respondents.

Statistical analysis that used is the approach of mutiple linear regression which tested to

every object. The results of this study showed that brand awareness and perceived quality

has a positive influence on the decision to choose state universities in Surabaya. there are

differences in the effect of brand association that the UA and Unesa positive influence while

at IAIN Sunan Ampel, ITS and negative effect. Those influences has different athmosphere

by respondent of Surabaya’s city branding. There’s not all of the respondent to consider city branding of Surabaya when they choose to study at Surabaya.

Keywords: brand awareness, brand association, perceived quality, decision to choose, state

university

Page 149: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

137

PENDAHULUAN

Latar belakang

Pembangunan bangsa harus memperkokoh pilar-pilar pendidikan yang merupakan satu upaya

pemerintah meningkatkan human development index (HDI) (Wijaya, 2008) yang salah

satunya melalui peningkatan kualitas layanan di dunia pendidikan. Pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran atau

penelitian agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya supaya

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, emosional, pengendalian diri, kepribadian,

kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat

(Juanda, 2010). Di Indonesia, upaya pembangunan pendidikan formal dilakukan di berbagai

jenjang, mulai pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi (Alma, 2008: 104).

Sehingga perguruan tinggi negeri maupun swasta semakin bersaing dalam meningkatkan

kualitas layananya.

Dengan melihat jumlah PTN yang terus bertumbuh maka masyarakat memiliki kesempatan

lebih besar dalam memilih. Jumlah perguruan tinggi di Indonesia pada tahun 2009 – 2010

mengalami peningkatan sebesar 0,5% (dikti, 2010). Jawa Timur memiliki 9 PTN yang ada di

Surabaya saja terdapat 4 PTN yaitu UA, Unesa, ITS, IAIN Sunan Ampel dan yang lain

tersebar di Malang, Jember, dan Madura (Snmptn, 2013).

Fenomena ini menuntut perguruan tinggi membangun ekuitas merek yang kuat dibenak

masyarakat (Ali-Choudhury dalam Chapleo,2010). Terlebih lagi peran besar suatu merek

sesungguhnya merupakan suatu akibat dari nilai suatu merek itu sendiri. Menurut Aaker

(1997:23) ekuitas merek juga bisa mempengaruhi rasa percaya diri konsumen dalam

mengambil keputusan pembelian (baik itu karena pengalaman masa lalu dalam

menggunakannya maupun kedekatan dengan merek dan aneka karakteristiknya).

Dalam membangun ekuitas merek perguruan tinggi terdapat 5 aset penting yaitu loyalitas

merek (brand loyalty), kesadaran nama (brand name), kesan kualitas (perceived quality),

asosiasi-asosiasi merek sebagai tambahan terhadap kesan merek, dan aset-aset merek lainnya

(Aaker, 1997:23). Namun dalam keputusan memilih perguruan tinggi mahasiswa

mempertimbangkan kesadaran merek, asosasi merek, dan kesan kualitas. Hal ini mendasari

peneliti untuk menggunakan judul “pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, dan kesan

kualitas terhadap keputusan memilih perguruan tinggi negeri di Surabaya”.

Merek perguruan tinggi tidak lain juga harus mendukung suatu city branding atau konsep

sebuah kota, dalam hal ini city branding kota Surabaya. Kota Surabaya merupakan kota

terbesar kedua di Indonesia yang memiliki berbagai fasilitas serta sangat mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi negara. Surabaya memiliki berbagai kawasan industri yang membuat

pertumbuhan ekonomi Surabaya naik sebesar 6% walaupun dalam masa krisis tahun 2009.

Hal tersebut yang sering menjadikan alasan calon mahasiswa dari luar Surabaya

mempertimbangkan untuk berkuliah di Surabaya disamping banyaknya perguruan tinggi

yang terdapat di Surabaya.

Rumusan Masalah

1. Apakah kesadaran merek, asosiasi merek, dan kesan kualitas berpengaruh terhadap

keputusan memilih PTN di Surabaya?

Page 150: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

138

2. Apakah city branding dapat memediasi pengaruh kesadaran merek, asosiasi merek, dan

kesan kualitas dalam mempengaruhi keputusan memilih PTN di Surabaya?

Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis dan membahas mediasi city branding pada kesadaran merek, asosiasi

merek, dan kesan kualitas dalam mempengaruhi keputusan memilih PTN di Surabaya.

LANDASAN TEORI

Kerangka teoritis

Jasa Pendidikan

Jasa pendidikan memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungannya terlebih lagi pada

kualitas layanan pendidikannya (Wijaya 2008). Hal tersebut mengindikasikan kompleksitas

yang mengharuskan jasa pendidikan mengembangkan hubungan dengan stakeholder secara

berkelanjutan (Moogan 2010). Dari sudut pandang manajemen mutu, perguruan tinggi perlu

mengendalikan setiap tahapan bisnisnya mulai input, proses, output, dan kepuasan

stakeholder (Alma, 2008:75). Tujuannya agar perguruan tinggi dapat mengelola sumber daya

secara optimal untuk menjamin mutu layanan akademik bagi mahasiswa dan menjamin

akuntabilitas terhadap stakeholder. Agar perguruan tinggi dapat menarik dan membentuk

citra baik terhadap publik maka perlu adanya dosen bermutu dan mutu akademik yang dapat

dibanggakan (Alma, 2008:22-29).

City Branding Surabaya

Merupakan suatu pencitraan kota yang memiliki karakteristik khusus yang dapat dijelaskan,

diidentifikasikan, dan berkeberlanjutan/sustainable (Magnadi dan Indriani: 2011). Pentingnya

city branding adalah agar sebuah kota benar-benar dapat dibedakan dari daerah lain sebagai

salah satu strategi meraih keunggulan bersaing baik tingkat lokal, regional, bahkan

internasional. Surabaya merupakan ibu kota dari Jatim dan menjadi kota terbesar kedua di

Indonesia. Kini, Surabaya telah memiliki penghargaan sebagai kota yang memiliki

konsistensi pertumbuhan ekonomi peringkat ke-6 tahun 2009 di Asia. Secara umum proses

collaboration marketing management dalam penentuan city branding diarahkan pada 3

potensi daerah yaitu investasi dengan kelompok sasaran para investor, pariwisata dengan

kelompok turis domestik maupun mancanegara, dan perdagangan dengan kelompok sasaran

trader. City Branding yang dimiliki Surabaya adalah Sister City yang kini telah memilliki

mitra kerjasama bahkan dengan negara lain di anatranya adalah Seattle (USA), Busan

(Korea), Kochi dan Kitakyushu (Jepang), Marseille (Prancis), Guangzhou dan Xiamen

(China), dsb (Surabaya, 2011).

Kesadaran Merek

Kesadaran merek adalah kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau

mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu

(Aaker, 1997:90). Empat tingkat kesadaran merek dari tingkat tertinggi hingga tingkat

terendah menurut Aaker (1997:92) yaitu Top of mind (puncak pikiran), Brand recall

(pengingatan kembali terhadap merek), Brand recognition (pengenalan merek), dan Unaware

of brand (tidak menyadari merek). Sehingga pengukuran kesadaran merek dalam penelitian

Page 151: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

139

ini mengadaptasi dari Aaker (1997:92) dengan adaptasi pernyataan penelitian So et al (2010),

Wang et al (2008).

Asosiasi Merek

Sebuah merek adalah seperangkat asosiasi, biasanya terangkai dalam berbagai bentuk yang

bermakna. Asosiasi dan pencitraan keduanya mewakili berbagai persepsi yang menunjukkan

suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan memori terhadap sebuah merek. (Rahman 2008;

Aaker 1997: 160; Tjiptono 2005:40). Sehingga pengukuran asosiasi merek dalam penelitian

ini mengadaptasi pengukuran Keller (2003:70), Keller dalam Paramosa (2012), dan Alma

(2008:29).

Kesan Kualitas

Kesan kualitas dapat didefinisikan sebagai elemen kritis yang terdapat pada persepsi

pelanggan terhadap perbandingan alternative keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu

produk atau jasa layanan untuk pembuatan keputusan pelanggan (Aaker 1997:124; Yee et al

2011). Adapun pengukuran kesan kualitas menurut Parasuraman yaitu reliability, tangible,

responsiveness, assurance, dan emphaty. Sehingga pengukuran dalam penelitian ini

menggunakan dimensi kualitas layanan Parasuraman (dalam Lovelock, 2007:98),

Parasuraman (dalam Lupiyoadi, 2008:182), Parasuraman (dalam angell et al, 2008), dan

Alma (2005:46).

Keputusan Memilih

Pengambilan keputusan konsumen adalah bagian utama dari perilaku konsumen, tetapi cara

kita mengevaluasi dan memilih produk (dan jumlah pemikiran kita dimasukkan ke dalam

pilihan) memiliki banyak variasi, tergantung pada beberapa dimensi seperti tingkat kebaruan

atau risiko dalam keputusan (Solomon, 2013:319). Pengukuran keputusan memilih dapat

mengadaptasi dari dimensi keputusan pembelian model perilaku konsumen Kotler dan Keller

(2009:240) yaitu pilihan produk, pilihan merek, pilihan dealer, jumlah pembelian, waktu

pembelian, dan metode pembayaran. Sehingga dalam penelitian ini pengukuran keputusan

memilih perguruan tinggi mengadaptasi dimensi keputusan pembelian Kotler dan Keller

(2009:240) dan mengadaptasi pengukuran item pernyataan dari Kotler dan Armstrong (dalam

Zulfikar, 2012) yaitu pilihan jurusan, pilihan perguruan tinggi, dan pilihan jalur.

Hubungan Kesadaran Merek Terhadap Keputusan Memilih

Kepentingan pengingatan merek karena merupakan suatu pengukuran “mind-share” konsumen atau puncak pikiran kesadaran dari produk/jasa. Tanpa adanya “mind-share”

perguruan tinggi tidak dapat membangun merek yang kuat (ekuitas merek) (Pinar et al:

2012). Sehingga kepentingan ekuitas merek dalam keputusan memilih PTN dipengaruhi rasa

percaya diri (Aaker, 1997:23). Disamping itu reputasi PT dalam memprediksi kesadaran

merek, digunakan sebagai acuan menilai suatu PT atau merek PT untuk membuat keputusan

memilih (Brewer dan Zhao, 2010).

Hubungan Asosiasi Merek Terhadap Keputusan Memilih

Asosiasi dan pencitraan keduanya mewakili berbagai persepsi yang mungkin mencerminkan

suatu merek (Aaker, 1997: 161). Asosiasi positif konsumen dapat menimbulkan penerimaan,

rasa suka bahkan minat yang akan mempengaruhi keputusan pembelian (Ergin et al, 2006).

Page 152: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

140

Namun pengaruh yang diberikan dapat bervariatif tergantung pada kekuatan asosiasi merek

itu sendiri dibenak konsumen. Hal tersebut mengingat salah satu karakteristik jasa adalah

bervariatif.

Hubungan Kesan Kualitas Terhadap Keputusan Memilih

Kesan kualitas didefinisikan sebagai persepsi konsumen tentang keseluruhan kualitas dari

sebuah produk atau merek dengan alternative relative yang dimiliki bahkan merupakan

sebuah asosiasi terhadap status dari masing-masing dimensi ekuitas merek (Pinar et al 2012).

Pada sebuah penelitian menunjukkan ketika membuat keputusan memilih PT yang sangat

beresiko dan meragukan, “siswa akan cenderung melihat kualitas layanan yang telah terbukti”, yang dapat menjadi suatu kepentingan dalam membuktikan fungsi dari PT (Angell,

2008). Kesan perguruan tinggi di benak konsumen dapat berbagai variasi pengaruhnya

terhadap keputusan memilih PT.

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah:

H1: Terdapat berpengaruh positif kesadaran merek, asosiasi merek, dan kesan kualitas

terhadap keputusan memilih perguruan tinggi negeri di Surabaya.

H2 : Terdapat pengaruh city branding dalam memediasi pengaruh kesadaran merek, asosiasi

merek, dan kesan kualitas dalam mempengaruhi keputusan memilih perguruan tinggi

negeri di Surabaya

METODE PENELITIAN

Metode Seleksi dan Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif

digunakan dalam membuktikan dan menjelaskan pengaruh kesadaran merek (X1), asosiasi

merek (X2), dan kesan kualitas (X3) terhadap keputusan memilih (Y). Metode kualitatif akan

digunakan dalam membuktikan dan menjelaskan pengaruh city branding (Z) dalam

memediasi kesadaran merek (X1), asosiasi merek (X2), dan kesan kualitas (X3) terhadap

keputusan memilih (Y) perguruan tinggi negeri di Surabaya.

Metode pengumpulan data melalui penyebaran angket dan wawancara / depth interview pada

mahasiswa angkatan 2012 di keempat PTN di Surabaya (UA, Unesa, ITS, IAIN Sunan

Ampel). Angket dibuat dengan skala 1 – 4 dengan metode rating scale. Sampel dalam

penelitian ini berjumlah 396 responden menggunakan multistage sampling. Adapun

tahapannya dengan membagi sampel secara presisi (Malhotra, 2009:379) dengan

menggunakan rumus pada teknik cluster sampling (Malhotra, 2009: 385) pada keempat

obyek sampel. Kemudian sampel dipilih secara acak sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan (purposive) yaitu pada saat pembagian angket merupakan mahasiswa pada PTN

yang dikunjungi dan merupakan mahasiswa tahun pertama. Selanjutnya pada praktik

pengambilan sampel peneliti akan membagikan angket pada siapapun yang ditemui

(accidental) sesuai dengan ketentuan. Berikut proporsi sampel pada keempat obyek

penelitian:

Page 153: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

141

Gambar 1: Proporsi sampel di setiap perguruan tinggi

Definisi Operasional Variabel dan Pengukuran

Kuantitatif

Angket yang diberikan pada responden merupakan angket dengan pernyataan tertutup dan

terbuka. Pertanyaan tertutup responden diminta memilih jawaban yang disediakan

berdasarkan instrumen yang telah ditetapkan (sangat tidak setuju, tidak setuju, setuju, dan

sangat setuju).

Tabel 1: Pengukuran indikator pertanyaan tertutup

Variabel DOV Indikator Pernyataan Referensi Kesadaran

Merek kesanggupan

mahasiswa

untuk

mengenali

atau

mengingat

kembali

PTN

Recognition

Brand

Saya sadar adanya PTN di

Surabaya

Aaker

(1997:9

2)

So et al

(2010)

Saya dapat mengenali

PTN di Surabaya

So et al

(2010)

Brand

Recall

PTN di Surabaya ada

dalam ingatan saya

So et al

(2010)

Saya dapat

menggambarkan PTN di

Surabaya

So et al

(2010)

Saya tahu PTN di Surabaya So et al

(2010)

Top of mind PTN di Surabaya sangat

terkenal

Wang et

al (2008)

Asosiasi

merek

Kesuksesan

alumni dalam

pekerjaan dan

dalam

menghadapi

ujian di

masyarakat

menimbulkan

asosiasi

positif PT di

benak

masyarakat

Kekuatan

merek

Saya sangat familiar

dengan PTN di Surabaya

Keller

(2003:7

0)

Paramos

a (2012)

Kesukaan

merek

Alumni PTN di Surabaya

sukses di lapangan kerja

Alma

(2008:29

)

Mahasiswa PTN di

Surabaya sukses di

lingkungan masyarakat.

Alma

(2008:29

)

Keunikan

merek

PTN di Surabaya memiliki

konsep yang unik

Paramos

a (2012)

Unesa

n:6441

UA

n:4710

ITS

n: 4878

IAIN

n:2894

Populasi

N=18923

Ns=396

ns=135 ns=98

ns=102

ns=61

Page 154: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

142

(Alma

2008:29).

Kesan

kualitas

persepsi

mahasiswa

tentang

keseluruhan

kualitas

keempat PTN

di Surabaya

sebagai

alternatif

pilihan (Pinar

et al, 2012).

Kemenarikan

dan citra

positif PT

dibentuk

melalui dosen

yang bermutu

dan mutu

akademik

yang dapat

dibanggakan

(Alma,

2008:22-29).

Reliability PTN di Surabaya memiliki

biaya pendidikan yang

sesuai dengan layanan

yang diberikan

Parasur

aman,

Berry,

dan

Zeitha

ml

(1991)

Angell et

al, 2008

PTN di Surabaya sangat

nyaman

Tangible PTN di Surabaya memiliki

layout dan desain gedung

kampus yang menarik

PTN di Surabaya memiliki

ruang kelas yang bersih

Lupiyoa

di

(2008:18

2)

PTN di Surabaya memiliki

gedung olahraga yang

bagus

Angell et

al, 2008

PTN di Surabaya memiliki

laboratorium komputer

yang bagus

PTN di Surabaya memiliki

kantin dan taman yang asri

PTN di Surabaya memiliki

gedung perpustakaan yang

megah

PTN di Surabaya memiliki

area belajar yang tenang

PTN di Surabaya memiliki

karyawan dan dosen yang

ramah

Lovelock

(2007:98

)

Responsive-

ness

PTN di Surabaya memiliki

akses yang cepat untuk

melayani mahasiswa

Angell et

al, 2008;

Lupiyoa

di,

(2008:18

2)

Assurance

PTN di Surabaya

mengutamakan tenaga ahli

Angell et

al, 2008

PTN di Surabaya memiliki

pengajar yang ahli

PTN di Surabaya memiliki

program yang bereputasi

PTN di Surabaya memiliki

lokasi yang aman

Angell et

al, 2008;

Lupiyoa

di

(2008:18

Page 155: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

143

2)

PTN di Surabaya memiliki

kompetensi yang baik

Lupiyoa

di

(2008:18

2)

Emphaty PTN di Surabaya memiliki

pusat layanan karir

Angell et

al, 2008

PTN di Surabaya sering

melakukan pertukaran

pelajar

Angell et

al, 2008

Keputusa

n

memilih

Jenis Prodi

yang dimiliki

oleh suatu

perguruan

tinggi sangat

berpengaruh

dalam

menarik

calon

mahasiswa,

Pilihan

jurusan

Saya tidak ragu dalam

memilih jurusan

Kotler

dan

Keller

(2009:2

40)

Alma

(2005:46

),

Zulfikar

(2012),

dikemba

ngkan

peneliti

(2013)

Pilihan

perguruan

tinggi

Saya tidak ragu berkuliah

di kampus saya

Saya percaya pada kampus

saya

Pilihan jalur Saya tidak ragu memilih

jalur masuk yang dimiliki

kampus saya.

Kualitatif

Pengukuran kualitatif digunakan pada instrument pengukuran angket terbuka yang terkait X1,

X2, X3, Y, dan Z yang selanjutnya ditabulasi dan dideskripsikan dalam mendukung

pembahasan penelitian ini. Adapun kisi-kisi dan jawaban responden sebagai berikut:

Tabel 2: hasil pengukuran angket terbuka

No Variabel Komponen Pertanyaan Jawaban

1 X1 Pengenalan PTN mana yang paling

Anda Kenali?

Urutan Pilihan PTN (tabel

5)

2 X2 Kepercayaan PTN apa yang paling

Anda percaya (dalam

memenuhi harapan

mahasiswa)?

Urutan Pilihan PTN (tabel

5)

3 X3 Kualitas PTN apa yang paling

berkualitas?

Urutan Pilihan PTN (tabel

5)

4 Y

(Pilihan

PTN)

Urutan Pilihan PTN apa yang

merupakan pilihan

pertama dan kedua Anda

untuk berkuliah?

Pilihan Pertama dan Kedua

PTN di Surabaya (tabel 5)

5 Z Ibu kota Peluang berkarya „kalau saya belum sukses, saya ga akan pulang”

“pada intinya saya ingin

kuliah di kota besar,

alhamdulillah saya diberi

Page 156: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

144

kesempatan di Surabaya”

Ibu Kota Apa alasan utama Anda

memilih berkuliah di

Surabaya?

“harapan saya utamanya ingin keluar dari zona

nyaman saya, saya ingin

belajar lebih”

“ya karena di Surabaya saya

akan bisa belajar mandiri

dengan berbagai

kemudahan yang tersedia”

“semua transportasi mudah didapatkan di Surabaya”

Fasilitas apa yang ingin

Anda dapatkan di

Surabaya?

“disini kan banyak fasilitas seperti free wifi, jadi ga

perlu ke warnet buat cari

info”

“akses buat kemana-mana

lebih gampang, kesempatan

punya banyak link juga

banyak”

“kemungkinan beasiswa atau pertukaran pelajar

sangat terbuka kalau di

PTN”

Apakah Anda tahu

tentang “Sister city” di Surabaya?

“saya kurang tahu ya tentang sister city, cuma

pernah dengar”

“setahu saya sparkling Surabaya”

Kota industri Peluang berkarier “sebenarnya bukan jaminan ketika saya kuliah di

Surabaya saya bisa segera

bekerja, tapi paling tidak

peluang kerja di Surabaya

banyak”

“kesempatan berkarier sangat terbuka”

Sumber: jawaban responden, diolah peneliti

Validitas, Reliabilitas, dan Uji Asumsi Klasik

Dalam penelitian ini uji validitas menggunakan data dari angket yang telah diisi oleh 30

responden melalui satu kali proses validitas dengan menggunakan korelasi bivariasi terhadap

Page 157: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

145

skor total. Hasil pengujian menunjukkan bahwa masing-masing pernyataan bernilai 0,000

sehingga dapat disimpulkan valid karena tidak lebih dari 0,05 (Ghozali, 2012:55).Uji

reliabilitas melalui dua kali pengujian dikarenakan ada salah satu yang tidak reliable yaitu

pada variabel Y. Penyebabnya adalah adanya dua pernyataan pada indikator pilihan jalur

tentang “memasuki jalur mandiri karena tidak lolos jalur nasional” dan “mendapat saran dari orang lain untuk menentukan jalur masuk PTN” yang ternyata lebih cocok digunakan dalam profil responden sehingga akan menunjukkan suatu karakteristik responden. hasil reliabilitas

kedua menunjukkan bahwa nilai cronbach‟s Alpha lebih dari 0,70. Sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel X1, X2, X3, dan Y reliable (Ghozali, 2012:48).

Tiga Uji Asumsi Klasik yang digunakan penellitian ini adalah uji normalitas,

heteroskedastisitas, dan multikolinearitas. Hasil menunjukkan bahwa data dari keempat PTN

adalah terdistribusi nomal dengan nilai signifikan lebih dari 0,5; terbebas dari

heteroskedastisitas dengan hasil uji rank spearman lebih dari 0,05; dan nilai tolerance berada

di atas 0,05 dan nilai VIF dibawah 10, sehingga dapat disimpulkan ketiga variabel bebas dari

multikolinearitas.

Metode Analisis Data

Sesuai dengan tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh maka menggunakan

analisis regresi (Santoso dan Tjiptono, 2004:195). Lebih lanjut analisis regresi berganda

penelitian ini karena memiliki tiga variabel independen yaitu kesadaran merek, asosiasi

merek, dan kesan kualitas serta satu variabel dependen yaitu keputusan memilih perguruan

tinggi (santoso, 2004:324). Sehingga untuk menguji hipotesis dapat diketahui melalui uji t

(uji parsial) dan koefisien determinasi untuk mengetahui kemampuan model regresi dalam

menerangkan variasi variabel dependen (Ghazali, 2012:97).

Tabel 3: hasil rekap pertanyaan terbuka

Sumber: jawaban angket, diolah peneliti

Page 158: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

146

Tabel 3 menunjukkan responden memiliki top of mind pada kampusnya, sehingga

membentuk kepercayaan terhadap kampusnya dalam memenuhi harapan mereka selama

berkuliah. Namun ternyata tingkat kepercayaan responden IAIN menunjukkan dua pendapat.

Hal tersebut dikarenakan adanya kenyataan terdapat mahasiswa IAIN yang masuk bukan

karena keinginan atau passion yang dimiliki, namun merupakan suatu keterpaksaan atau

pilihan terakhir. Kepercayaan tersebut tidak mempengaruhi kesan kualitas Responden ITS

dan UA berkeyakinan kampusnya yang paling berkualitas. Berbeda dengan responden Unesa

dan IAIN yang memilih kampus lain sebagai PTN yang paling berkualitas dan setuju

menempatkan Unesa pada urutan ke-3 dan IAIN pada urutan ke-4. Responden menjadikan

kampusnya sebagai pilihan utama bahkan juga menjadi pilihan kedua (responden Unesa).

Hasil pertanyaan tertutup melalui 34 item pertanyaan yang dianalisis menggunakan regresi

linier berganda berdasarkan masing-masing PT sebagai berikut:

Tabel 4: hasil uji regresi

Sumber: hasil pengujian SPSS, diolah peneliti

Pengaruh Kesadaran Merek terhadap Keputusan Memilih

Nilai kesadaran merek (X1) responden UA berada dibawah 0,05 sehingga disimpulkan

berpengaruh signifikan. Pada pertanyaan terbuka responden menunjukkan kesadaran merek

yang tinggi terhadap kampusnya. Hal tersebut tidak terlepas dari peran orang lain serta

banyaknya responden berasal dari luar kota Surabaya dalam memberikan saran selama proses

keputusan memilih tempat berkuliah. Sehingga responden UA mampu memilih PTN

berdasarkan minat atau jurusan yang diinginkan. Tingkat pengenalan tersebut menunjukkan

bahwa responden mampu mengenali UA (recognition), mengingat hingga mampu

menggambarkan UA (recall), serta UA menjadi top of mind bagi responden yang memilih

UA pada pilihan pertama atau mengenal UA sebelum melakukan proses keputusan memilih

tempat berkuliah.

Page 159: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

147

Nilai signifikan kesadaran merek (X1) kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa

X1 berpengaruh terhadap keputusan memilih. Hal tersebut ternyata disebabkan responden

telah memiliki pengetahuan yang cukup tentang Unesa sehingga menjadi top of mind.

Disamping itu responden memiliki kepercayaan diri yang tidak lepas dari kepentingan orang

disekitarnya. Kepentingan ini lebih kepada persepsi bahwa Unesa itu murah, Unesa memiliki

jurusan yang diinginkan responden, dan Unesa berada di Surabaya. Orang tua sering kali

menjadi faktor utama dalam kepentingan tersebut, karena terkait biaya ataupun lokasi

berkuliah mayoritas responden masih harus bergantung pada orang tua.

Nilai signifikan kesadaran merek (X1) berada di bawah 0,05 yang diartikan X1

mempengaruhi keputusan memilih. Responden ITS memiliki kesadaran yang paling tinggi

diantara ketiga PTN lain. Penyebabnya sebagian besar responden yang tidak hanya berasal

dari jawa timur hingga jawa barat. Indikasinya responden yang berasal dari luar Surabaya

memiliki kesadaran yang tinggi terhadap ITS sehingga memiliki percaya diri untuk

memutuskan memilih ITS sebagai tempat berkuliah. Bahkan responden ITS benar-benar telah

mempersiapkan diri untuk bisa masuk ITS. Adapun responden yang ternyata memilih ITS

karena jurusan yang dimiliki bukan karena keterkenalan ITS. Pendapat tersebut menunjukkan

bahwa responden ITS memiliki kesadaran merek dalam memilih ITS sebagai tempat

berkuliah.

Nilai signifikan kesadaran merek (X1) berada di bawah 0,05 yang diartikan X1

mempengaruhi keputusan memilih. Responden IAIN memiliki kesadaran merek yang tinggi

terhadap IAIN namun tidak lebih tinggi dibandingkan kesadaran responden di ketiga PTN

lain. Hal tersebut dikarenakan adanya pandangan khusus masyarakat terhadap IAIN yang

berbasis agama islam. Tidak menutup kemungkinan adanya keinginan responden yang lebih

terhadap menuntut ilmu (berkuliah) beserta mendalami agama islam bersamaan. Namun hal

tersebut tidak disertai kepercayaan diri mereka dalam memutuskan memilih berkuliah di

IAIN. Karena pada pertanyaan terbuka terkait pilihan PTN responden memilih PTN lain baik

pada pilihan pertama maupun kedua. Responden lebih dipengaruhi oleh hal lain tanpa adanya

kesadaran merek berkemungkinan lebih besar.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Wang et al (2008) yang menjelaskan “kesadaran

merek memiliki pengaruh terhadap ke-putusan pembelian”. Namun ber-tentangan dengan

hasil penelitian pramosa (2012) yaitu kesadaran merek tidak mempengaruhi keputusan

pembelian. Bahkan reputasi PT dalam memprediksi kesadaran merek, digunakan sebagai

acuan menilai suatu PT atau merek PT untuk membuat keputusan memilih (Brewer dan Zhao,

2010). Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis

pertama (H1)

Pengaruh Asosiasi Merek terhadap Keputusan Memilih

Nilai signifikan asosiasi merek (X2) lebih dari 0,05 menunjukkan tidak mempengaruhi

keputusan memilih UA. Namun pada pertanyaan terbuka menunjukkan responden UA

memiliki kepercayaan pada kampusnya. Asosiasi merek dalam penelitian ini diindikasikan

melalui familiaritas, kesuksesan alumni, dan keunikan UA. Pengaruh yang lemah ini

didukung pendapat responden yang lebih percaya bahwa kesuksesan alumni bergantung pada

kemampuan individu. Pendapat tersebut mampu mencerminkan kesadaran responden bahwa

tujuan berkuliah untuk mencari ilmu bukan mencari kerja, sehingga pendapat masyarakat

yang menganggap bahwa “lulusan PTN paling mudah mencari kerja” tidak berlaku. Hal ini

dikarenakan keunikan PTN tidak menyeluruh tapi pada jurusan atau prodi atau layanan

Page 160: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

148

tertentu. Familiaritas responden UA fokus pada jurusan yang diinginkan serta pendapat “yang

penting masuk PTN” sehingga menimbulkan adanya pendapat “PTN di Surabaya cuma UA

yang punya farmasi”.

Nilai signifikan asosiasi merek (X2) lebih dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa X2

tidak berpengaruh terhadap keputusan memilih. Namun kenyataannya kepercayaan

responden terhadap Unesa menimbulkan Unesa sebagai pilihan pertama dan kedua. Penyebab

lemahnya pengaruh tersebut tidak lain suatu akibat dari rebranding yang belum melekat

dibenak responden. Adapun sejarah Unesa yang dahulunya bernama IKIP Surabaya dan pada

tahun 1999 berubah menjadi Unesa. Ternyata perubahan tersebut masih belum efektif

sehingga menyebabkan paradigma IKIP di benak Unesa belum hilang. Hal tersebut sering

kali membuat ilmu murni yang berada di Unesa belum mendapat kepercayaan penuh yang

pada kenyataanya jurusan manajemen dan akuntansi memiliki anmeo yang paling besar.

Sehingga familiaritas Unesa masih belum merata di benak responden. Pada pertanyaan

terbuka Unesa menjadi pilihan kedua, hal ini mengindikasikan ketidakunikan Unesa karena

memiliki beberapa fakultas atau jurusan yang juga dimiliki PTN lain yaitu fakultas ekonomi,

fakultas ilmu sosial, fakultas teknik, fakultas mipa, dan fakultas bahasa. Namun hanya Unesa

yang memiliki jurusan pendidikan di dalamnya. Hal tersebut menjadi pertimbangan

responden untuk memilih Unesa menjadi pilihan utama.

ITS memiliki kepercayaan paling besar dari responden. Namun nilai signifikan asosiasi

merek (X2) berada di atas 0,05 yang diartikan X2 tidak berpengaruh terhadap keputusan

memilih. Ternyata hal tersebut tidak disebabkan oleh asosiasi kesuksesan alumni ataupun

keunikan ITS namun lebih kepada prestasi yang dimiliki. Jaminan kesuksesan alumni karena

menjadi alumni ITS sudah menjadi kejenuhan dibenak responden, karena responden lebih

tertarik terhadap prestasi yang dimiliki atau akreditasi jurusan yang dimiliki. Teknik memang

menjadi basis ITS berdampak pada kejenuhan tentang persepsi bahwa lulusan PTN akan

mudah mencari kerja, sehingga asosiasi merek dalam penelitian ini tidak memiliki pengaruh

terhadap keputusan memilih.

Nilai signifikan asosiasi merek (X2) berada di bawah 0,05 yang diartikan X2 mempengaruhi

keputusan memilih. Kepercayaan responden IAIN terhadap kampusnya ternyata

menunjukkan hasil ganda yaitu IAIN sebagai yang paling dipercaya dan yang paling kurang

dipercaya. Penyebabnya dalam keputusan memilih IAIN responden cenderung memilih

karena ilmu atau basis yang ditawarkan IAIN kepada responden yang juga tercermin pada

berbagai fakultas berbahasa arab. Sedangkan pengaruh kesuksesan alumni, familiaritas,

maupun keunikan IAIN bukan menjadi pertimbangan utama.

Sesuai dengan fenomena yang terjadi ternyata kepercayaan tidak dibangun melalui

kemampuan lulusan PTN di dunia kerja maupun di masyarakat serta bukan pula melalui

kemampuan PTN dalam menunjuk-kan keunggulannya. Bahkan res-ponden percaya bahwa

kesuksesan didapat dari “kemampuan individu” bukan almamater. Ternyata dalam asosiasi merek, mahasiswa lebih mempertimbangkan harga dan kualitas yang dimiliki PTN sebagai

bentuk keterjaminan layanan pen-didikan tinggi yang diinginkan. Sehingga hasil penelitian

ini tidak mendukung penelitian Paramosa (2012) dan Ergin et al (2006) yaitu “Terdapat

pengaruh positif asosiasi merek terhadap keputusan pembelian” atau dapat dikatakan tidak

sesuai dengan hipotesis pertama (H1).

Pengaruh Kesan Kualitas terhadap Keputusan Memilih

Page 161: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

149

Nilai signifikan kesan kualitas (X3) kurang dari 0,05 artinya mempengaruhi keputusan

memilih UA. Responden UA berpendapat kampusnya memiliki kualitas yang baik dengan

adanya prodi unggulan di bidang kesehatan. Hal tersebut sebagai bentuk spesifikasi UA

dalam memberikan kepercayaan responden tentang kualitasnya. UA yang juga memiliki

fasilitas student center serta kerjasama dan IO sebagai bentuk kepedulian UA untuk

perkembangan dan peningkatan kemampuan responden dalam mengembangkan softskillnya.

Hal tersebut membuat responden merasa bahwa biaya kuliah yang ditetapkan telah sesuai

dengan kualitas yang diberikan. Namun masih ada beberapa kekecewaan terkait pelayanan

karyawan maupun keamanan.

Nilai signifikan kesan kualitas (X3) kurang dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa X3

berpengaruh terhadap keputusan memilih. Responden Unesa tidak berpendapat bahwa Unesa

memiliki kualitas paling baik diantara ketiga PTN lain. Hal tersebut sesuai dengan paradigma

responden yang masih menganggap “Unesa sebagai IKIP”, sehingga responden memilih Unesa bahkan pada pilihan pertama maupun kedua. Realitanya Unesa memiliki biaya

pendidikan yang paling murah dibandingkan dengan ketiga PTN lain. Unesa juga memiliki

pusat bahasa yang telah tersertifiaksi, perpusatakaan, dan fasilitas olahraga terlengkap (Putri,

2009) sehingga tidak sedikit responden yang mempertimbangkan Unesa dalam hal fasilitas.

Responden memiliki kesan kualitas yang baik dibanding ketiga PTN lain. Namun ternyata

nilai signifikan X3 berada diatas 0,05 yang diartikan tidak berpengaruh. Disamping itu nilai

koefisien menunjukkan tanda positif sehingga kesan kualitas berpengaruh tidak signifikan.

Adapun penyebab yang mungkin adalah terkait prestasi yang dimiliki ITS, sehingga berbagai

pernyataan tentang kesan kualitas bukan lagi menjadi pertimbangan utama justru kesadaran

merek yang membawa prestasi tersebut yang menjadi pengaruh terbesar dalam keputusan

memilih ITS. Bahkan responden ITS tidak ragu untuk menjawab pernyataan terkait

kompetensi ITS karena responden ITS percaya bahwa masing-masing PTN memiliki

kualitasnya masing-masing. Realitanya, kampus ITS sukolilo memiliki berbagai fasilitas

yang mendukung kualitasnya seperti lapangan olahraga disetiap fakultas, maupun sarana bagi

pertukaran pelajar ke luar negeri. Sehingga kesan kualitas dapat berpengaruh positif

walaupun bukan menjadi pertimbangan utama responden.

Nilai signifikan kesan kualitas (X3) berada di bawah 0,05, yang berarti kesan kualitas dapat

mempengaruhi keputusan memilih berkuliah di IAIN. Kesan kualitas memiliki pengaruh

yang paling besar dikarenakan adanya proses rebranding dan pengembangan fasilitas IAIN

sehingga responden memiliki pertimbangan yang lebih besar terhadap kualitas. Berbagai hal

telah dirancang sehingga memunculkan berbagai fasilitas IAIN yang ter-rebranding ke dalam

bahasa inggris. Namun tidak memunculkan suatu kepercayaan diri responden sehingga kesan

kualitas IAIN menjadi yang terendah diantara ketiga PTN lain. Hal ini yang menyebabkan

dalam memilih IAIN responden tidak terlalu besar dalam mempertimbangkan, namun justru

terdapat faktor lain yang memungkinkan dalam keputusan memilih.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Paramosa (2012) dan Yee et al (2011) yang

menjelaskan “Adanya pengaruh persepsi kualitas terhadap keputusan pembelian”. Lebih lanjut diteliti oleh Angell et al (2008) yang menghasilkan “faktor kualitas layanan yang memiliki pengaruh besar adalah akademis dan kemitraan dengan industri”. Penelitian tersebut juga memiliki pendapat yang sama dari responden dalam penelitian ini bahwa PTN di

Surabaya memiliki pengajar yang ahli, program yang bereputasi, dan kompetensi yang baik.

Selain itu PTN di Surabaya juga memiliki pusat layanan karir serta memiliki fasilitas dan

Page 162: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

150

informasi pertukaran pelajar. Sehingga dapat disimpulkan bahwa hasil penelitian ini sesuai

dengan hipotesis pertama (H1)

Keputusan memilih terkait city branding Surabaya

Kerjasama pemerintah kota Surabaya dengan berbagai kota besar di luar negeri tersebut telah

mendapatkan manfaatnya baik disektor ekonomi/ perdagangan maupun sosial budaya. Kota

Seattle, Kochi, dan Busan merupakan kota yang memiliki pelabuhan besar sehingga Surabaya

mendapat kesempatan bekerjasama dalam perdagangan ekspor. Namun konsep tersebut tidak

menjadi perhatian utama bagi responden luar kota Surabaya. Responden melihat Surabaya

sebagai pusat perdagangan convenience good yang selanjutnya dijadikan peluang untuk

melakukan usaha dagang sambil berkuliah dengan melihat nilai manfaat kerjasama tersebut.

Adapun pendapat responden yang mendukung, “saya ingin berkarya di Surabaya dengan

berbagai peluang yang ada”.

Disisi lain penataan infrastruktur kota Surabaya sebagai salah satu upaya kebijakan branding,

sehingga responden menganggap bahwa dalam memilih PTN juga mempertimbangkan

infrastruktur. Responden cenderung mempertimbangkan kelancaran transportasi sebagai

fasilitas pendukung. Pemahaman tersebut lebih dijelaskan secara umum Surabaya memiliki

kompleks industri, sebagai pusat kegiatan di Jatim, sebagai kota dengan sosio kultur, serta

berbagai program pembangunan kota (mis: frontage road).

Disamping itu ada beberapa responden keempat PTN di Surabaya yang tidak menjadikan city

branding sebagi top of mind ketika melakukan proses evaluasi alternative. Keputusan

memilih lokasi berkuliah lebih dipengaruhi oleh kepentingan minat belajar itu sendiri. Hal

tersebut didukung oleh pernyataan “yang penting negeri dan sesuai dengan jurusan yang

saya minati”. Reponden memutuskan memilih PTN lebih mementingkan branding dari PTN

bukan branding Surabaya dengan dukungan saran dari orang lain (orang tua, guru, kakak

kelas, maupun PTN expo). Bahkan ada beberapa responden yang punya keinginan kembali ke

kota asalnya setelah lulus kuliah. Sehingga keragaman responden dalam memaknai city

branding Surabaya dikaitkan dengan lokasi tempat berkuliah juga dipengaruhi oleh

ekspektasi responden setelah kuliah.

SIMPULAN

Dari hasil pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kesadaran merek dan kesan kualitas berpengaruh secara ppositif terhadap keputusan

memilih PTN di Surabaya, namun asosiasi merek memiliki pengaruh yang berbeda

dimana UA dan Unesa berpengaruh secara positif sedangkan ITS dan IAIN berpengaruh

negatif.

2. Responden kurang mempertimbangkan city branding Surabaya. Namun selama proses

kuliah responden mendapatkan kesan city branding Surabaya walaupun belum

memahami sepenuhnya.

Adapun peneliti menyarankan sebagai berikut:

1. Perguruan tinggi harus selalu melakukan evaluasi terhadap kualitas layanannya.

2. Program studi harus melakukan komunikasi atas capaian kinerjanya (prestasi, seminar,

program lainnya).

Page 163: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

151

3. Komunikasi city branding harap menjangkau tingkat unit/lembaga pendidikan, sehingga

tidak hanya menjadi kesan namun juga dapat menjadi pemahaman.

4. Peneliti selanjutnya:

a. Jika melakukan penelitian pada responden mahasiswa sebelum tindak lanjut

penyebaran angket diharapkan untuk melakukan wawancara terlebih dahulu agar

mendapatkan jawaban yang konkrit.

b. Meneliti lebih lanjut terkait harga (biaya pendidikan) dan WOM (Word Of Mouth)

dikarenakan faktor tersebut sangat mempengaruhi mahasiswa dalam memeilih PTN

di Surabaya.

DAFTAR REFERENSI

Aaker, David. 1997. Manajemen Ekuitas Merek, Jakarta: Spektrum.

Alma, Buchari. 2005. Pemasaran Stratejik Jasa Pendidikan, Bandung: Alfabeta.

Alma, Buchari. 2008. Manajemen Corporate Dan Strategi Pemasaran Jasa Pendidikan,

Bandung: UPI

Angell Et Al. 2008. Service Quality In Postgraduate Education. Quality Assurance In

Education 16/3: 236-254.

Brewer Dan Zhao. 2010. The Impact Of A Pathway College On Reputation And Brand

Awareness For Its Affiliated University In Sydney. International Journal Of

Educational Management 24/1: 34-47

Bunzel, David L. 2007. Universities Sell Their Brands. Journal Of Product And Brand

Management 16/2: 152-153.

Chapleo, Chris. 2010. What Defines “Successful” University Brands?. International Journal Of Public Sector 23/2: 169-183.

Dikti .2010. Perkembangan Jumlah Perguran Tinggi Tahun 2010, Reported by Dikti.

Endwiasri, Ayunita. 2010. Pengaruh Brand Equity terhadap keputusan konsumen memilih

masakapai penerbangan garuda Indonesia, Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Engel Et Al. 2002. Perilaku Konsumen Jilid 1 Edisi Enam, Jakarta: Binarupa Aksara

Ergin Et Al. 2006. The Effect Of Brand Associations: A Field Study On Turkish Consumers.

International Business And Economics Research Journal 5/8: 65-74

Ghozali, Imam. 2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 2.0,

Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Juanda. 2010. Peranan Pendidikan Formal Dalam Proses Pembudayaan. Lentera Pendidikan,

13/1: 1-15

Keller, Kevin. 2003. Strategic Brand Management, Prentice Hall: University of California.

Page 164: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

152

Kotler, Phillip Dan Gary Armstrong. 2005. Marketing: An Introduction, New Jersey: Pearson

Kotler, Phillip Dan Keven L. Keller. 2009. Manajemen Pemasaran Jilid 1 Edisi 12, Jakarta:

Indeks

Kotler, Phillip Dan Keven L. Keller. 2009. Manajemen Pemasaran Jilid 2 Edisi 12, Jakarta:

Indeks

Lovelock Dan Wright. 2007. Manajemen Pemasaran Jasa, Jakarta: Indeks

Lupiyoadi, Rambat dan Hamdani. 2009. Manajemen Pemasaran Jasa Edisi 2, Jakarta:

Salemba Empat.

Magnadi, Rizal Hari dan Farida Indriani. 2011. Peran Perguruan Tinggi dalam Membangun

“City Branding” yang Berkelanjutan: Sebuah Upaya untuk Mendorong Pertumbuhan Perekonomian Daerah. Prosiding SNaPP2011: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora 2/1:

281-289.

MasterCard. 2012 .Kesadaran Masyarakat akan Pendidikan Makin Tinggi, reported by

kampus okezone.

Moogan, Yvonne J. 2010. Can A Higher Education’s Marketing Strategy Improve The Student-Institution Match?. International Journal Of Educational Management 25/6:

570-589.

Muntean Et Al. 2009. The Brand: One Of The University’s Most Valuable Asset. Annales Universitas Apulensis Series Oeconomica 11/2:1066-1071

Malhotra, Naresh K. 2009. Riset Pemasaran Pendekatan Terapan edisi keempat jilid 1,

Jakarta: PT. Indeks.

Paramosa, Maisie L. 2012. Analisis Faktor-Faktor Pembentuk Ekuitas Merek Terhadap

Keputusan Pembelian Jasa Hotel Narita Surabaya. (online)

(http://studentjournal.petra.ac.id/index.php/manajemen-perhotelan/article/view/206,

diakses pada 25 April 2013).

Parasuraman, Berry, dan Zeithaml. 1991. Refinement and reassessment of the servqual scale.

Journal of retailing, 67/4: 420-450.

Rahman, 2008. Analisis Brand Association Dalam Meningkatkan Ekuitas Merek Bank Riau

Kepri Pekan Baru, reported by repository unri.

Santoso, Singgih. 2004. Mengolah Data Statistik Secara Professional, Jakarta: PT. Elex

Media Komputindo Kelompok Gramedia

Santoso, Singgih Dan Fandy Tjiptono. 2004. Riset Pemasaran Konsep Dan Aplikasi Dengan

SPSS, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia.

Snmptn 2013. 2013. Daftar Perguruan Tinggi Di Indonesia, reported by snmptn

administration.

Page 165: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Ria Astuti Andrayani Jurnal Manajemen Bisnis Indonesia

Sri Setyo Iriani Vol. 2, Nomor 1, Oct 2014

153

So et al. 2010. When experience matters: building and measuring hotel brand equity: the

customers’ perspective. International journal of contemporary hospitality management,

22/5: 589-608.

Solomon, Michael R. 2013. Consumer Behaviour: Buying, Having, And Being Tenth Edition,

USA: Pearson Education.

Sumarwan, Ujang. 2011. Perilaku Konsumen Edisi Kedua. Bogor: Ghalia Indonesia.

Surabaya. 2011. Sister City. Reported by Surabaya administration online.

Temporal, 2001. Marketing Strategy in Asia. Jakarta: Binarupa Aksara.

Tjiptono, Fandy. 2005. Brand Management and Strategy, Yogyakarta: Penerbit Andi

Tjiptono, Fandy. 2008. Strategi Pemasaran Edisi III, Yogyakarta: Penerbit Andi

Wang Et Al. 2008. Global Brand Equity Model: Combining Customer-Based With Product-

Market Outcome Approaches. Journal Of Product & Brand Management 17/5: 305-316

Wijaya, David. 2008. Pemasaran Jasa Pendidikan Sebagai Upaya Untuk Meningkatkan Daya

Saing Sekolah. Jurnal Pendidikan Penabur 1/11: 42-56

Wishman (2009). Internal Branding: A University’s Most Valuable Intangible Asset. Journal Of Product And Brand Management 18/5: 367-370

Yee et al. 2011. Consumers’ Perceived Quality, Perceived Value And Perceived Risk Towards Purchase Decision On Automobile. Ameican Journal Of Economics And

Business Administration 3/1: 45-57

Page 166: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

INDEX Abnormal Return : 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 13, 14, 16, 18

Analytical Hierarchy Process : 104, 111, 118,

Balanced Scorecard : 104, 105, 106, 107, 108, 109, 110, 111,112, 113, 115, 116, 118, 120,

122, 123

BAPEPAM-LK Regulation : 1

Brand Association : 136, 151, 152

Brand Awareness : 136, 151

Business Model Canvas (BMC) : 53, 58

Business Model : 53, 58, 59, 66

Buy Back : 1, 2, 3, 4, 8, 9, 12, 18

Café : 53

Coinsurance Effect : 77. 78, 79, 87

Consumer Perseption : 124

Decision to Choose : 136

Diversifikasi Usaha : 77

Emiten :90

ERP : 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52

Implementation Technology and PLS : 38

Implementation : 38, 40, 41, 51, 52

INDEX

Initial Public Offerings : 90, 91, 99, 100, 101

Initial Return : 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99, 100, 101, 102

Koperasi : 104

Multidimensional Scaling Technique : 124

Perceived Quality : 136, 137, 153

Positioning : 124, 125, 126, 134, 135

Quality Function Deployment : 20

Recommendation of Operationalization Model BOS Program : 20

Shoes : 53

Sistem Pengukuran Kinerja : 104, 106, 107, 116

State Universityq : 136

Stock : 90, 91, 92, 96, 98, 99, 100

Struktur Modal : 77, 78, 79, 80, 81, 82, 83, 87

Sumber Daya Intelektual : 68

TabletPC : 124

Tanggung Jawab Sosial : 68, 69

Underwriter : 90, 91, 92, 93, 94, 95, 96, 97, 98, 99,100

Page 167: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Index Penulis

Adhi Suwanto, I Made Sudana 1

PENGUMUMAN STOCK BUYBACK DAN REAKSI PASAR SAHAM

(STUDI KASUS PERUSAHAAN DI BURSA EFEK INDONESIA)

Hesti Maheswari, Luna Haningsih 20

ANALISA PERANCANGAN ULANG (REDESAIN) MODEL

OPERASIONALISASI PROGRAM BANTUAN OPERASIONAL

SEKOLAH DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN MEMENUHI

HARAPAN MASYARAKAT

Eko Purwanto, Prasetyohadi, Firman Dwilaksono Rahardianto 38

IMPLEMENTASI TEKNOLOGI INFORMASI ENTERPRISE

RESOURCE PLANNING (ERP) STUDI PADA PERUSAHAAN KEMASAN

Peggy Hariwan, Inggi Silviatni 53

PERANCANGAN MODEL BISNIS CAFÉ ZAPATERIA

Wa Ode Zusnita, Ernie Tisnawati, Layyinaturrobaniyah 68

MODEL PENGEMBANGAN PROGRAM CORPORATE

SOCIAL RESPONCIBILITY (CSR) MELALUI PEMBERDAYAAN

MODAL INTELEKTUAL DALAM UPAYA PENINGKATAN

PEMERATAAN PENDIDIKAN (SURVEY DI KOTA BANDUNG)

Wisudanto, Sugiarto 77

DIVERSIVIKASI USAHA DAN STRUKTUR MODAL

Ferry Sugianto, Liliana Inggrit Wijaya 90

FACTORS FROM UNDERWRITER THAT INFLUENCE INITIAL RETURN OF THE COMPANIES DOING INITIAL PUBLIC OFFERINGS IN INDONESIASTOCK EXCHANGE IN THE PERIOD OF 2004-2011 Indrianawati Usman, Mohammad Agung Laksono 104

PERANCANGAN SISTEM PENGUKURAN KINERJA PADA KOPERASI KOPERASI KARYAWAAN REDRYING DENGAN MENGGUNAKAN METODE BALANCED SCORECARD DAN ANALITICAL HIERARCHICAL PROCESS DI BOJONEGORO

Page 168: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI

Dini Turipanam Alamanda, Gamal Argi, Arif Partono 124 Mapping of Tablet PC Based On Consumer Perception (Case Study of Bandung Electronic Center Visitors) Ria Astuti Andrayani, Sri Setyo Iriani 136 MEDIASI CITY BRANDING PADA PENGARUH KESADARAN MEREK, ASOSIASI MEREK, DAN KESAN KUALITAS TERHADAP KEPUTUSAN MEMILIH PERGURUAN TINGGI NEGERI DI SURABAYA

Page 169: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI
Page 170: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI
Page 171: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI
Page 172: Volume 2, Nomor 1, Oktober 2014 - FMI