virtual office

16

Click here to load reader

Upload: andhika-wicaksana

Post on 14-Sep-2015

4 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

virtual organisasi

TRANSCRIPT

Virtual OfficeDalam hal pendefinisian untuk Virtual Office, penulis menemukan beberapa artikel yang juga membahas tentang Virtual Offise, yakni Virtual Organization atau organisasi maya adalah sekelompok grup, orang, atau institusi dengan beberapa tujuan yang sama mereka melakukan sharing sumber daya (komputer) untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dalam dunia Virtual ini juga ada kantornya atau lokasinya. Kantor maya merupakan suatu bangunan kantor yang menawarkan beberapa layanan seperti layanan telepon, layanan faks, dan layanan web hosting. Kantor virtual juga merupakan istilah umum untuk suatu lingkungan yang memungkinkan jaringan rekan kerja untuk menjalankan usaha secara efisien dengan menggunakan teknologi komunikasi online. Pengguna dapat mengakses data dari perangkat apapun ( PC, Laptop, PDA, smartphone, dll) yang dilengkapi web dan internet.Virtual office ini beranggotakan tim-tim yang saling bekerjasama yang disebut dengan tim maya atau tim yang terpisah secara geografis (GDT) yaitu sekelompok orang yang bekerja diseluruh waktu, ruang, dan dengan batas-batas organisasi diperkuat oleh link webs komunikasi teknologi. Karena terpisah secara geografis maka organisasi boleh untuk menyewa dan mempertahankan orang-orang terbaik tanpa memperhatikan lokasi. Anggota tim virtual berkomunikasi secara elektronik, sehingga mereka mungkin tidak pernah bertemu muka. Namun sebagian besar tim akan bertemu pada suatu waktu. Virtual tim ini tidak berarti teleworker karena banyak tim virtual dalam organisasi terdiri dari karyawan baik yang bekerja dirumah dan kelompok-kelompok kecil di kantor.Tujuan: Kantor Virtual timbul sebagai upaya untuk mewujudkan efisiensi kerja yang berujung pada penekanan biaya yang salah satunya adalah pengurangan penggunaan lingkungan kantor secara fisik. Sebuah kantor virtual dapat memberikan penghematan yang signifikan dan fleksibilitas dibandingkan dengan menyewa ruang kantor tradisional. Kantor virtual merupakan implementasi dari upaya otomasi perkantoran (office automation) yang bertujuan membantu pemilik atau karyawan perusahaan untuk meningkatkan produktifitas kerja. Keberadaan kantor virtual seorang pemilik atau karyawan persahaan dapat datang ke kantor secara cepatyang sebetulnya, kedatangan dan kepergian tersebut berlangsung secara virtual yang tidak secara fisik datang dan hadir di lingkungan kantor.https://books.google.co.id/books?id=fc7usBl2q1IC&pg=PA3&lpg=PA3&dq=pembiayaan+virtual+organization&source=bl&ots=KP_rULtM5c&sig=SYQ7dsRhWjcAPMTELygiwMuSH7s&hl=id&sa=X&ei=PmJZVZbxEI3JuATyuoHYAg&ved=0CDIQ6AEwAw#v=onepage&q&f=false

Virtual Organizational Behaviour Seabagai Karakteristik Perilaku Organisasi di Era Post Digital Economi

Nirza Marzuki Husien

Intisari

Perubahan lingkungan organisasi dari era ekonomi digital ke era ekonomi pasca digital berpengaruh pada perubahan perilaku organisasi. Perilaku organisasi berubah dari net-organization behaviour menjadi virtual organization behaviour. Virtual organization behaviour adalah perilaku organisasi di era ekonomi pasca digital, dimana hubungan antara organisasi, antara organisasi dengan karyawannya, antara organisasi dengan masyarakat secara luas melalui hyper media technology sehingga hubungan personal bersifat maya dan kabur. Sebagai suatu konsep virtual based organization mempunyai kelemahan yang berimplikasi negatif terhadap kharakteristik perilaku organisasi masa depan. Artikel ini melakukan pembahasan kritis tentang konsep virtual organization behaviour dan critical succes factor yang harus dipenuhi untuk menghindari implikasi negatif dari perilaku organisasi yang muncul pada virtual organization.

PENDAHULUANDewasa ini organisasi hidup dalam dunia yang jauh lebih galau, jauh bergejolak dan jauh lebih menantang daripada yang pernah dialami organisasi pendahulu sebelumnya (Kanter, 1995). Besarnya ukuran dan variasi perubahan yang telah menimbulkan berbagai macam krisis pada banyak organisasi nasional maupun internasional telah terjadi. Penegasan Eric Hoffer (1985) yang dikutip oleh guru kepemimpinan Warren Bennis (1989) dalam buku best seller-nya On Becoming a Leader mengatakan :In a time of drastic change, it is the learners who in herit the future. The learned find themselves equipment to live in a world that no longer exist.

Kutipan diatas merupakan pernyataan yang sangat tegas dan tepat tentang kehancuran organisasi modern, apabila tidak sukses dalam menempuh perubahan besar-besaran yang terjadi sejak awal dekade 1980-an. Alvin Toffler menyebut perubahan besar tersebut sebagai third wave (gelombang ketiga), dimana organisasi akan bergantung dari kapabilitasnya untuk memperoleh, memproduksi, melakukan desiminasi dan memanfaatkan informasi (Toffler & Toffler, 1994). Drucker (1995) mendefinisikannya sebagai era knowledge worker dengan kecenderungan menggunakan informasi dalam cara-cara kreatif. Karakteristik inilah yang kemudian membedakan keunggulan kompetitif pekerja organisasi dimana ia bekerja.Para futuristik sebagian besar mempunyai suatu kesepakatan bahwa satu kekuatan terpenting sebagai sumber kekuasaan pada masa yang akan datang adalah informasi. Oleh karena itu, utilisasi teknologi informasi akan menjadi crucial point bagi eksistensi dan keberlangsungan hidup organisasi. Teknologi informasi akan mendorong terjadinya perubahan bentuk dan struktur organisasi. Hierarki akan menjadi menyurut dan mendatar sebagai hasil dari downsizing dan rightsizing. Knowledge worker pada masa depan akan mempunyai berbagai ketrampilan atau multiskill dan benar-benar mengetahui dan berpengalaman dalam mengelola informasi, bekerja independen dalam lingkungan yang bersifat complexs matrixs yang mensyaratkan dukungan layanan minimum, khususnya dukungan dari staf. Sifat lain dari organisasi demikian yaitu organisasi terbebas dari keberlangsungan aturan tradisional birokrasi dan berkonsentarsi pada pengelolaan dan pemanfaatan pengetahuan dan informasi.Pekerjaan sehari-hari ditangani dan diselesaikan dengan cepat dan akurat melalui informasi yang mengalir secara cross-function. Peningkatan empowerment pada pekerja tingkat frontline dan kebutuhan kontrol yang rendah sebab supervisi di dalam organisasi dibangun melalui sistem yang berbasis teknologi informasi, sehingga dampaknya adalah makin sedikitnya fungsi manajer tingkat menegah dan kecenderungan hilangnya kategori struktur manajemen tingkat menengah dalam organisasi.Responsibilitas pekerjaan didistribusikan secara adil dalam tim-tim kerja. Seperti skenario yang didiskripsikan oleh Rosabeth M. Kanter sebagai berikut :. The typical business will knowledge based, composed largely of specialists who direct and discipline their own performance through organized feedback from colleques, customers and headquarters it will be an information-based organization. (Kanter,1989)

Bagian lain dari perubahan struktur organisasi yaitu penggunaan teknologi hyper media secara meluas dalam organisasi dan semakin tingginya efisiensi networking. Ledakan teknologi internet dan bersatunya perangkat elektronik pada satu titik temu, mampu mencakup komunikasi dalam suatu sistem aplikasi komputer canggih. Hal ini membuat para pekerja mampu dengan mudah melakukan operasi dari lokasi yang berbeda pada jam dan tempat yang sama setiap hari. Dimensi ruang dan waktu bukan menjadi faktor yang penting dalam organisasi sejak langkah yang cepat dalam berkomunikasi dan transaksi dapat dilakukan dengan cara yang lebih mudah dan akurat melalui hyper media technology. Hal ini juga akan memperluas keterlibatan dari para pekerja dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan organisasi. Tidak adanya superioritas komunikasi di dalam organisasi ini memberikan peluang yang luas bagi kreatifitas dan inovasi bagi virtual knowledge worker dalam pelaksanaan tugas sehari-hari.Semua hal diatas akan meningkatkan efisiensi dan produktifitas organisasi melalui jumlah tenaga kerja yang sedikit (lean workforce). Tenaga kerja level bawah dan tenaga kerja bersifat multiskill menduduki porsi yang lebih besar dan beberapa tenaga kerja lain yang mengaturnya dengan gaji yang tinggi. Charles Handy (1996) menyatakan formula x 2 x 3 bagi organisasi masa depan. Formula ini berarti pada organisasi masa depan hanya membutuhkan separo pekerja yang akan dibayar dua kali lipat dari pekerja yang lain. Namun, pekerja tersebut mempunyai tingkat produktifitas tiga kali lipat dari pekerja yang lain.Dengan mendasarkan pada skenario positif bahwa organisasi masa depan pasti terealisasi dan bersifat given, mau tidak mau setiap organisasi harus mengalaminya. Maka setiap organisasi dimasa yang akan datang dihadapkan pada banyaknya tantangan dalam rangka mempertahankan statusnya. Handy kembali menyatakan it is going to be a straight projection the past trends (Handy, 1996). Organisasi sekarang ini tidak akan bisa menggunakan pertumbuhannya dimasa silam untuk merencanakan masa depan, akan tetapi sebaliknya organisasi justru harus melihat masa depan untuk membuat perencanaan di masa yang akan datang. Ketidakpastian dan kecenderungan sifat paradoxic membuat sebagian organisasi tidak mungkin menentukan skenario organisasinya dimasa datang seperti jalan yang lurus.Munculnya organisasi virtual merupakan solusi menghadapi tantangan lingkungan yang sangat komplek, dimana orang sudah tidak mempunyai kesempatan yang luas untuk bertatap muka mengadakan hubungan fisik personal dengan orang lain maupun perusahaan lain. Waktu bagi mereka adalah sangat berharga karena mereka hidup dari kecepatan dan ketepatannya memanajemen waktu. Namun demikian, munculnya organisasi virtual cenderung menciptakan berbagai implikasi negatif pada perilaku organisasi masa post-digital. Dasar pemikiran inilah yang menjadi pangkal tolak berpikir penulis dalam menulis artikel ini.

Perkembangan Model OrganisasiDari industrial organization model ke net-organization modelDon Tapscott (1996) dalam bukunya The Digital Economy : Promise and Peril In The Age of Networked Intelligence menjelaskan bahwa implikasi dari terjadinya globalisasi dan ledakan informasi (information exploison) pada organisasi yaitu bergesernya model organisasi dari model organisasi industrial ke model organisasi digital, yang ia sebut sebagai interworked organization. Perubahan lingkungan organisasi akibat globalisaasi dan revolusi teknologi informasi, menjadikan teknologi informasi (TI) menjadi inti roda perekonomian dunia, dimana waktu adalah kata kunci bagi setiap organisasi untuk tetap eksis dan memenangkan kompetisi karena siklus ekonomi yang semakin pendek. Implikasi dari kondisi seperti ini mengharuskan setiap organisasi berperilaku memberikan pelayanan secara cepat, berkualitas dan responsif. Organisasi dengan demikian harus mampu berposisi sebagai katalisator, fasilitator, kolaborator maupun sebagai agen pelayan bagi masyarakat luas serta organisasi lain.Oleh karena itu menurut Tapscott (1996), organisasi harus beralih dari industrial age organization menuju kepada internetworked organization. Don Tapscott menjelaskan bahwa internetworked organization merupakan suatu model organisasi yang berbasis teknologi informasi yang mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik dari internetworked organization model yaitu pertama, pemanfaatan hytech information technology dalam berbagai cakupan kegiatan organisasi baik secara internal maupun eksternal. Kedua, suatu organisasi yang memberdayakan seluruh pekerjanya melalui suatu sistem teknologi informasi yang memberikan akses luas bagi setiap pekerja untuk mengakses informasi, dan menggunakannya demi kelancaran pelaksanaan tugas dan pekerjaannya. Ketiga, organisasi bersifat terbuka (open organization system) yang memungkinkan organisasi lain, masyarakat pelanggan, maupun pekerja organisasi melakukan kontrol melalui suatu sistem teknologi informasi yang menyediakan semua informasi tentang organisasi secara valid. Keempat, organisasi yang terintegrasi dimana masing-masing komponen organisasi terintegrasi dalam satu sistem teknologi informasi. Kelima, suatu organisasi yang mengembangkan strategi aliansi dan smart partnerships baik internal maupun eksternal dalam lingkup nasional dan global. Kolaborasi dan otonomi menjadi landasan dalam pengembangan networked inteligence yang ada. Keenam, organisasi yang memberdayakan seluruh karyawannya (empowered worker) dengan desentralisasi yang luas dalam pengambilan keputusan pada tingkat bawah yang mengetahui secara langsung apa kebutuhan klien. Ketujuh, suatu organisasi yang terdiri atas banyak karyawan yang terdidik dan berpengetahuan serta mempunyai berbagai macam ketrampilan dengan performance team tinggi. Hal ini dicapai melalui work group computing environment yaitu suatu lingkungan yang terdiri atas tim-tim kerja berbasis teknologi informasi.Karakteristik dari internetworked organization model ini merupakan implikasi organisasi berbasis sistim informasi. Peter F. Drucker (1988) menjelaskan bahwa organisasi masa depan adalah organisasi yang akan didasarkan pada pengetahuan, dimana satu organisasi akan terdiri atas banyak spesialis yang melakukan pekerjaan-pekerjaan mereka sendiri dengan mempertimbangkan umpan balik dari teman, pelanggan maupun masyarakat. Situasi eksternal yang ada memang menuntut adanya perubahan demikian, dimana ketenagakerjaan bergeser cepat dari pekerja manual dan klerikal ke pekerja berpengetahuan. Eksistensi informasi dapat mengubah dari pendapat atau opini menjadi diagnosis dengan mempertimbangkan sejumlah alternatif secara rasional. Informasi itu sendiri merupakan sejumlah data yang memiliki relevansi dan tujuan tertentu yang berguna bagi organisasi. Mengubah data-data tersebut menjadi informasi akan memerlukan pengetahuan yang bersifat khusus (terspesialisasi). Organisasi berbasis informasi memerlukan lebih banyak spesialisasi di semua lini atau operasional daripada organisasi yang berbentuk komando maupun kontrol (Drucker, 1988). Dalam organisasi berbasis informasi yang menjadi pangkal tolak keberhasilan organisasi adalah pengetahuan yang dimiliki para spesialis untuk mendukung pekerjaannya. Untuk itu dibutuhkan kedisiplinan dari para spesialis sekaligus adanya penekanan yang lebih besar pada tanggungjawab individu dalam hubungan komunikasi dalam organisasi.Organisasi berbasis informasi yang sederhana dan jelas yang diterjemahkan kedalam tindakan-tindakan tertentu. Fokus pada ketrampilan dan pengetahuan para spesialis yang diarahkan pada kinerja secara keseluruhan atau gabungan. Organisasi berbasis informasi harus dibentuk sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, yang akan digunakan untuk mengukur kinerja manajemen sehingga dapat menumbuhkan kontrol diri. Oleh karena itu setiap orang diharuskan mengambil tanggungjawab atas informasi yang berguna bagi perusahaan.

Dari net-organization model ke virtual organization modelEra internet identik dengan penggunaan TI dengan bantuan media lain seperti telekomunikasi (telepon, faksimili), salesforce maupun kecakapan petugas hubungan masyarakat (humas/ PR). Organisasi post digital sudah memasuki era dimana organisasi beroperasi secara global sehingga problem hambatan ruang dan waktu menjadi tidak ada. Hal ini didukung oleh suatu sistem teknologi informasi yang super canggih yang disebut sebagai hyper media technologies.Virtual organizaton berbasis pada kemampuan luar biasa dari sistem teknologi informasi dalam mendukung organisasi menghadapi situasi lingkungan yang serba maya (virtual reality).Organisasi kemudian harus mampu menjalin kolaborasi luas dengan publik eksternal dimana menurut Armstrong & Hagell III (1996) menyatakan bahwa di masyarakat virtual sudah terbentuk apa yang disebut dengan komunitas virtual (virtual community), yaitu suatu komunitas yang terjadi karena keinginan, kebutuhan, kepentingan maupun hobi yang sama yang terbentuk melalui bantuan media virtual.Hoffman lebih jauh menjelaskan bahwa hubungan organisasi terhadap publik organisasi bersifat langsung dan dua arah melalui dukungan media TI yang handal. Seperti digambarkan dalam model diatas dijelaskan bahwa baik organisasi maupun publik eksternal organisasi sama-sama mempunyai kedudukan sebagai sumber informasi penting (information sources). Sumber daya organisasi kemudian harus mampu menjembatani dan mentransformasi kepentingan publik terhadap organisasi, sehingga membutuhkan personel-personel yang handal dan berpengetahuan, karena selain sebagai tenaga kerja, personel organisasi di era virtual ini juga sekaligus sebagai sumber informasi organisasi bagi publik maupun organisasi itu sendiri.Sedangkan untuk komunikasi internal organisasi di era virtual adalah sangat terbuka, sangat mobile dan terjadi sangat cepat diantara personel organisasi. Aliran informasi yang terjadi dalam organisasi bersifat bawah-atas-bawah dan luar-dalam-luar. Dengan model seperti ini, struktur organisasi menjadi sangat komplek dan berpola matriks dimana didalamnya menggambarkan jaringan komunikasi yang saling menyilang antar berbagai unit kerja, antara unit kerja dengan organisasi, antara organisasi dengan organisasi lainnya dalam jaringan kerja maupun antara organisasi dengan masyarakat luas.

Virtual Organization Behaviour (V-OB) sebagai Perilaku Organisasi Post- Digital.

Implikasi perkembangan model organisasi dari industrial age organization ke net organization ke virtual organization adalah perubahan karakteristik perilaku organisasi pada masing-masing model organisasi. Tabel 2 dibawah ini menjelaskan karakteristik perilaku organisasi pada setiap model organisasi tersebut.Perilaku organisasi pada industrial age modelPerilaku organisasi pada model ini didasarkan pada asumsi bahwa organisasi bersifat tertutup dimana fungsi administrasi terisolasi dalam satu perusahaan. Kontrol hierarki bersifat kaku dan ketat dengan dominasi top management dalam perusahaan. Kontrol organisasi dilakukan secara eksplisit melalui supervisi sehingga kebutuhan manajer tingkat menengah dalam organisasi adalah cukup besar. Self direction dan self control dari bawahan tidak terbentuk sama sekali karena mekanisme akuntabilitas dilakukan secara formal melalui hierarki yang kaku dan ketat.Model perilaku organisasi pada industrial age disebut oleh Argyris (1999) sebagai organisasi defensif yang mengandung pengertian sebagai organisasi yang mempunyai kebiasaan dalam bentuk tindakan, kebijakan, dan perilaku yang dipergunakan oleh anggotanya untuk menghindari pengalaman yang memalukan atau mengancam, dan sekaligus juga menghalangi dari penemuan ataupun perbaikan atas penyebab dari pengalaman memalukan atau mengancam tersebut. Kebiasaankebiasaan organisasi ini meliputi berbagai permainan politik, kasak-kusuk, permainan pingpong, penambahan prosedur dan struktur yang berlebih-lebihan (Argyris, 1985). Masa-masa ini disebut oleh Charles Perrow (1973) sebagai masa kegelapan perilaku organisasi, dimana manusia diibaratkan sebagai mesin organisasi. Pada masa tersebut organisasi mempunyai karakteristik otoritas yang terpusat, garis otoritas yang jelas, spesialisasi dan keahlian, pembagian tenaga kerja, prosedur dan aturan yang kaku dan ketat, serta pemisahan yang tegas antara staff dan bawahan.

Perilaku organisasi pada net-organization modelPerilaku organisasi pada model ini didasarkan pada makin didominasinya pekerjaan-pekerjaan perusahaan dari mesin produksi ke mesin-mesin pintar yaitu teknologi informasi. Implikasi dari utilisasi mesin-mesin pintar dalam organisasi yaitu organisasi mempersyaratkan knowledge worker yang lebih banyak. Para pegawai memiliki akuntabilitas internal yang tinggi sehingga self direction, self control dan pemberian ruang bagi inovasi dan kreativitas diberikan secara luas.Kontrol hierarki kemudian menjadi minimal dan struktur organisasi berbentuk pipih atau mendatar dimana hubungan dilakukan cenderung horisontal daripada hubungan vertikal. Akibatnya kebutuhan akan manajer tingkat menengah menjadi kecil sehingga terjadi downsizing pada level manajemen ini. Pimpinan organisasi dalam hal ini berfungsi sebagai fasilitator dan kolaborator dalam organisasi. Kontrol dalam organisasi dilakukan secara implisit melalui mekanisme self-direction dan self-control pada bawahan yang mempunyai tingkat kematangan tinggi.Manajemen yang dikembangkan dalam perilaku organisasi yaitu knowledge management yang oleh Yogesh Malhotra (1998) dikatakan sebagai berikut : Knowledge management caters to the critical issues of organization adaptation, survival and competence in face of increasingly discontinuous environment change . Essentially, it embodies organization processes that seek syhergistic combination of data and information processing capacity of information technologies, and the creative and innovative capacity of human being (Malhotra,1998).

Organisasi dikembangkan dalam suatu jaringan kerja yang disebut dengan network intelligence. Pengembangan network ini didasarkan atas otonomi dan kolaborasi yang seimbang. Tentang organisasi network ini dijelaskan oleh Raymond E. Miles dkk. (1993) sebagai pola baru organisasi yang mengubah sentralisasi dari hierarki manajemen. Organisasi network merupakan tuntutan dari lingkungan pasar yang menghendaki organisasi memiliki efektivitas dan efisiensi melalui pertukaran berbagai sumber daya antar organisasi.Rhodes (1997) menjelaskan tentang karakteristik dari organisasi network sebagai berikut :1. Saling ketergantungan atau interdependensi antar organisasi.2. Interaksi terus-menerus antar organisasi yang terlibat dalam networks dalam rangka pertukaran sumber daya dan negoisasi dalam berbagi sumberdaya.3. Interaksi seperti halnya permainan yang diikat dalam kepercayaan dan negosiasi yang ditetapkan dan disetujui oleh masing-masing organisasi.4. Tidak ada kewenangan yang mutlak, network mempunyai derajat yang signifikan dengan otonomi tiap organisasi. (Rhodes, 1997)

Dalam network intelligence setiap organisasi menyelesaikan permasalahan secara terintegrasi dalam sistem teknologi informasi yang mengembangkan strategi aliansi dan smart partnership. Strategi aliansi dan smart partnership merupakan persekutuan pintar antar berbagai organisasi dengan melalui media sistem teknologi informasi untuk memecahkan masalah dan mengelola berbagai sumber daya organisasi bagi kelangsungan hidup organisasi.

Perilaku organisasi dalam virtual organization modelPerilaku organisasi dalam model ini berlangsung dalam suatu lingkungan organisasi yang sangat komplek dengan struktur organisasi bersifar complex matrix dimana aliran komunikasi berlangsung dari arah bawa-atas-bawah dan luar-dalam-luar. Kecepatan informasi dan kedalaman aplikasi sistem teknologi sangat tinggi. Organisasi hidup dalam dynamic network, dimana lingkungan kompetisi organisasi berlangsung sangat komplek dan diskontinyu (Miles, 1993). Dynamic network ini menyediakan spesialisasi dan fleksibilitas yang tinggi dari virtual knowledge worker.Lingkungan organisasi menjadi sangat komplek dan dinamis dengan tingkat kreativitas dan inovasi virtual knowledge worker yang berkarakteristik multiskill, high educated worker, serta high knowledge worker. Mereka ini berkerja dalam sebuah organisasi maya dimana batas ruang dan waktu sangat kabur. Organisasi ini sering disebut sebagai organisasi tanpa dinding (organization withouth wall).Hypermedia Information Technologies mampu menggantikan peran dan fungsi tenaga kerja sehingga satu perusahaan mungkin dapat dijalankan dan dikelola oleh satu individu yang memiliki kapabilitas keterampilan, pengetahuan dan ilmu tinggi. Satu perusahaan ini dijalankan dan dikelola oleh satu orang tenaga kerja yang berfungsi sebagai pimpinan sekaligus pekerja. Downsizing yang dilakukan tidak hanya akan menigkatkan efisiensi dan efektivitas akan tetapi juga akan meningkatkan inovasi dan kreativitas organisasi. Seperti yang dijelaskan Teresa M. Amabile dan Regina Conti bahwa downsizing dalam organisasi berbasis high tech dalam cakupan luas dilakukan dalam rangka mengembangkan kreativitas dan inovasi pekerja (Amabile & Conti, 1999).Komunikasi organisasi berlangsung sangat terbuka melalui sarana komunikasi yang sangat mobile dan saling menyilang, dengan lokasi kerja dimana saja dan jam kerja kapan saja sehingga dimensi dan waktu menjadi bersifat maya dan kabur.Virtual knowledge worker merupakan intelectual capital yang pada level individu yang mempunyai tingkat IQ yang cukup tinggi dan pada tingkat kelompok mempunyai corporate IQ yang tinggi. Karakteristik ini menggambarkan sosok individu yang mempunyai kualitas yang tinggi sekaligus mempunyai tingkat individualitas dan rasional yang tinggi. Loyalitasnya terhadap pekerjaannya sangat tinggi, karena ia sangat mencintai dan menguasai pekerjaannya. Namun loyalitasnya terhadap perusahaannya cenderung rendah sehingga ia sewaktu-waktu dapat keluar dari perusahaan apabila perusahaan tidak bisa mencukupi kebutuhannya dan menciptakan kualitas kerja yang dikehendakinya.

Framework Virtual Organization BehaviourEmpat komponen penting yang membangun organisasi virtual yaitu :(1) Virtual knowledge worker yaitu seorang personal multimedia yang menguasai berbagai aplikasi teknologi informasi, mempunyai berbagai ketrampilan (multiskill), terdidik dan memiliki pengetahuan yang tinggi. Seorang individu yang efektif memiliki adaptasi, kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam mengelola berbagai pekerjaan menjadi efektif. Sehingga ia memiliki tingkat keberhasilan survive; keberhasilan kreativitas dan inovasi; serta keberhasilan adaptasi yang tinggi (Sange, 1990). Hal ini dapat ia lakukan dengan kemampuannya dalam belajar tentang efisiensi (learning efficiency) yang tinggi.(2) Virtual teamwork yaitu suatu tim yang terbentuk dari penggabungan hight-tech dan hight-tauch yang memiliki performance tinggi. Bill Gates (1999) menjelaskan tentang virtual teamwork sebagai tim yang terdiri atas individu-individu yang mampu bekerjasama secara efektif, saling membangun gagasan bersama, dan mampu bertindak sesuai dengan tujuan bersama melalui suatu sistem syaraf digital (digital nervous system). Virtual teamwork mempunyai corporate IQ yang tinggi hal ini karena kemampuannya meleburkan diri pada misi dan visi tim dan kemampuannya membuang ego-nya.(3) Integrated complexs networks intelligence yaitu kemampuan tinggi untuk berintegrasi dalam hubungan yang komplek dan saling silang menyilang dalam jaringan kerja cerdas. Integrasi ini dicapai karena setiap organisasi saling tergantung akan dukungan sumber daya dari organisasi lain. Sehingga setiap organisasi memiliki kemampuan berpikir sistematik tinggi (system thinking). Gates (1999) menjelaskan system thinking sebagai cara berpikir menyeluruh dalam menilai sesuatu yang akan menghasilkan pemandangan terhadap sesuatu menjadi efektif. Setiap organisasi virtual akan merasa menjadi bagian dari sistem dan perannya menentukan kestabilan dari sistem networks intelligence.(4) Complexs matrixs structure yaitu struktur organisasi yang saling silang menyilang dan mendatar. Struktur organisasi ini terintegrasi dalam suatu sistem informasi, sangat terbuka (transparant), real time, sangat fleksibel dan tanpa dinding (without wall). Struktur berikut ini sebagai suatu infrastructure dimana didalamnya hubungan komando dalam organisasi telah hilang. Hubungan antar unit dalam organisasi berdasarkan kolaborasi yang seimbang. Tidak ada satu pihak yang memerintah dan pihak lain yang diperintah akan tetapi hubungan didasarkan atas masing-masing pihak mempunyai otonomi sumber daya.(5) Faster learning organization yaitu organisasi yang mempunyai kecepatan belajar sangat tinggi. Organisasi virtual dibangun atas kemampuannya yang tinggi untuk belajar beradaptasi dan proaktif terhadap perubahan lingkungannya. Hal ini dicapai melalui pengetahuan organisasi yang terus menerus setiap waktu di perbaharui melalui aplikasi teknologi informasi yang canggih.Kerangka kerja perilaku organisasi virtual menyediakan pola bagaimana perilaku organisasi virtual berlangsung pada tingkat individu, kelompok dan organisasi serta teknologi yang memungkinkan pencapaian perilaku tersebut. (1) Pada tingkat individu. Pekerja pada organisasi virtual adalah para individu yang mempunyai karakteristik kemampuan pengetahuan dan ketrampilan yang tinggi serta tingkat efisiensi yang tinggi. Karakteristik pekerja ini mempersyaratkan kemauan, kemampuan serta komitmennya yang tinggi untuk saling belajar. Proses pembelajaran dalam organisasi dilakukan untuk pencapaian efisiensi individu melalui bantuan teknologi multimedia. Tugas dari organisasi dalam mengelola personel organisasi yaitu menciptakan lingkungan yang kondusif agar para personel organisasi dapat belajar secara kontinyu dan menyeluruh, cepat pada setiap tingkatan organisasi. Hal ini dapat dilakukan oleh organisasi dengan membangun mekanisme knowledge sharing dan kolaborasi, memprioritaskan bidang-bidang knowledge sharing paling berharga, menyediakan piranti-piranti digital yang memungkinkan knowledge sharing dan memberikan peran kepada orang-orang yang berperan dalam lancarnya informasi. (2) Pada level kelompok. Organisasi virtual menghendaki tim virtual dengan performance tim yang tinggi. Agar performance team tinggi maka diperlukan kecerdasan tim. Penciptaan kecerdasan tim ini dilakukan dengan pembelajaran sebagai tim dalam suatu sistem syaraf digital (digital nervous system). Hal ini dapat dibangun oleh manajemen organisasi dengan meminimalisasi dan menghilangkan tugas tunggal dan diubah menjadi tugas tim, membangun kesaling percayaan (mutually trust) dan akuntabilitas internal. Sehingga efektivitas pencapaian tugas tersebut merupakan proses cerdas dari tim kerja. Organisasi harus memanfaatkan teknologi informasi yang canggih dalam kelompok-kelompok kerja. Teknologi informasi ini dirancang memungkinkan individu-individu dalam tim dapat bekerjasama menyelesaikan tugas tim dengan mudah. (3) level organisasi. Organisasi virtual mempunyai struktur dengan pola complexs matrixs. Pola struktur organisasi ini saling menyilang sehingga memungkinkan unit-unit kerja organisasi pada tingkat bawah mampu berhubungan leluasa dengan organisasi lain maupun unit kerja laindalam organisasi di dalam maupun di luar organisasi. Dengan struktur organisasi yang demikian maka unit-unit organisasi akan mempunyai keleluasaan yang tinggi dalam mengelola berbagai pekerjaan. Struktur organisasi ini diintegrasikan melalui sistem informasi sehingga memudahkan unit-unit kerja dalam berkolaborasi.

Critical Succes Factor dari Virtual Organization BehaviourVirtual OB mempunyai beberapa kelemahan dalam tataran konseptual maupun aplikasi konsep virtual OB itu sendiri. Kelemahan virtual OB tersebut yaitu : pertama, konsep virtual OB menjadikan reduksi secara besar-besaran terhadap kapasitas organisasi. Reduksi secara besar-besaran ini akan mengakibatkan kecenderungan semakin mengecilnya kapasitas organisasi. Kekuatan organisasi kemudian akan sangat ditentukan oleh adanya dukungan atau support dari organisasi lain. Sehingga ketika support dari organisasi lain itu terhambat maka akan mengganggu bahkan mengancam eksistensi dari organisasi tersebut.Kedua, konsep virtual OB menekankan pada pilihan alternatif yang paling baik, efektif, efisien, kompetisi dan pendekatan biaya manfaat di dalam pengambilan keputusan organisasi. Manusia semakin sangat rasional dan bahkan melupakan hal-hal yang bersifat irasional. Implikasinya, siapa saja yang dapat memilih dengan tepat dan siapa yang mampu berkompetisi, dialah yang beruntung dan dialah yang akan survive. Pendekatan ini kemudian akan mengaburkan nilai-nilai yang menjadi social capital dalam suatu complexs networked intelligence. Tsai dan Ghosal (1998) menjelaskan tentang perbedaan modal sosial dalam organisasi real dan organisasi virtual, dimana dalam organisasi real, modal sosial terbentuk dengan kuat karena kontak personal akan mengakibatkan keeratan hubungan psikologis. Sedangkan pada organisasi virtual, kontak personal terhubungkan dengan media hypertelecommunication, yaitu kontak personal tidak langsung yang dilakukan melalui media teknologi informasi, sehingga modal sosial dalam organisasi menjadi melemah.Ketiga, konsep virtual OB mendasarkan atas pola kepemimpinan/ leadership yang menekankan pada sifat kewirausahaan (entrepreneurship leaders) dan kualitas kepemimpinan organisasi yang tinggi, yang menekankan pada para pekerja yang sangat berdaya guna (high empowerment worker), sehingga batas fungsi pemimpin dan pekerja menjadi sangat kabur. Seseorang mungkin dapat berfungsi ganda sebagai pemimpin sekaligus pekerja. Konsekuensi negatif dari karakteristik pemimpin yang demikian yaitu seorang pemimpin dengan karakter motivasi mencari keuntungan dan kekuasaan ekonomi yang kuat akan cenderung memanfaatkan institusi yang lemah untuk kepentingannya sendiri.Keempat, konsep virtual OB menekankan pada kolaborasi antar organisasi yang komplek, keberanian mengambil resiko, eksperimen dan kreatifitas kewirausahaan. Dengan demikian, kinerja organisasi akan sangat ditentukan oleh derajat harmoni dari organisasi-organisasi yang saling berkolaborasi dalam complex networked intelligence. Sehingga pada akhirnya organisasi tidak akan mempertahankan keunikan karakteristik organisasinya. Implikasinya adalah organisasi yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan organisasi lain maupun dengan lingkungannya akan mengganggu sistem kolaborasi antar organisasi dan pada akhirnya menurunkan kinerja complex network intelligence, karena kekacauan yang terjadi di dalamnya.Kelima, konsep virtual OB menekankan pada complex market. Peraturan yang berlaku cenderung dibentuk dari bekerjanya mekanisme dari complex market ini. Dengan demikian, market cenderung menggantikan role. Hukum pasar selalu akan memenangkan siapa yang kuat dan mengalahkan/ menyingkirkan yang lemah. Di sisi lain, pemerintah yang seharusnya berfungsi mencegah terjadinya kegagalan dari mekanisme pasar berada pada posisi yang lemah karena kehilangan kapasitas dalam struktur organisasi maupun penguasaan sumber daya. Kondisi ini akan memunculkan fenomena ketimpangan yang luar biasa dalam lingkungan organisasi.Keenam, konsep virtual OB menekankan pada kepercayaan (trust) dan keterbukaan (tranparancy), tetapi di sisi lain konsep ini juga menekankan kemampuan mengakses informasi secara total sebagai modal. Di sisi yang lain konsep ini juga menekankan pada enterpreneurship leader yang mempunyai motivasi mencari keuntungan yang tinggi. Trust dan transparancy ini dicapai melalui media hyper technologies. Dengan demikian terjadi suatu overlaping dimana disatu sisi organisasi hidup dari kemampuannya untuk menguasai informasi dan dikehendakinya enterpreneurship leader yang mempunyai motivasi mencari untung yang kuat disisi lainnya. Sehingga dalam aplikasinya hal ini sangat sulit dilakukan karena setiap organisasi pada hakekatnya selalu ingin mencari keuntungan maksimal bagi dirinya sendiri.Ketujuh, konsep virtual OB berlangsung dalam complex networks dan struktur yang mempunyai pola complex matriks. Struktur dan lingkungan demikian sangat rentan terjadi konflik dalam sistem network intelligence yang ada. Dengan kata lain lingkungan complex network dan structur complex matriks cenderung akan mengakibatkan terjadinya hubungan yang bersifat negatif yang sulit dipecahkan. Guiseppe Labianca dkk (1998) menjelaskan bahwa dalam hubungan antar kelompok akan cenderung menghasilkan hubungan yang negatif atau konflik. Terjadinya konflik yang berkepanjangan ini pada akhirnya akan mengganggu stabilitas sistem complex network intelligence dan membuat sistem terancam untuk break down.Beberapa kelemahan dari virtual OB di atas pada akhirnya akan mengakibatkan tidak terciptanya network intelligence dan smart partnerships pada organisasi-organisasi yang stabil. Akan tetapi kegagalan sistem yang terjadi justru akan mengakibatkan terjadinya kekacauan yang akan luar biasa. Fukuyama (1992) menyebutnya sebagai the great discruption dengan adanya complexs networks conflict.Beberapa faktor kritis dari Virtual OB yang harus dilakukan untuk mengantisipasi supaya hal itu tidak terjadi adalah sebagai berikut :1. Penguatan modal sosial (Social Capital dan Value Creation). Modal sosial yaitu aspek-aspek non ekonomis yang dimiliki oleh individu, kelompok maupun organisasi yang mampu dijadikan modal bagi pengelolaan dan pemeliharaan complexs networks intelligence dan complexs matrixs. Modal sosial tersebut berupa nilai dan norma kekeluargaan, nilai dari norma semacam ini mulai menipis dan menghilang karena kecenderungan rasionalitas yang berkembang dalam mekanisme pasar. Dengan demikian dalam terjadinya keseimbangan antar hal-hal yang bersifat rasional (hasrat mencari keuntungan) dan yang bersifat irasional (nilai dan norma) yang mampu saling mengendalikan.2. Pengikatan resistensi virtual knowledge dalam virtual teamwork melalui penciptaan nilai budaya dalam tim tersebut. Bradley L. Kirkman (1997) menjelaskan tentang komponen dinamis dalam self managing workteam (SMWT) yaitu (1) proses self management dan (2) collaborative teamwork. Penciptaan nilai budaya untuk mengikat resistensi virtual knowledge worker dalam virtual teamwork ini dapat dilakukan melalui dua komponen ini.3. Penciptaan third parties untuk mengatasi dan mengelola konflik yang terjadi di dalam complexs networks maupun complexs matrixs. Pihak ketiga ini diberikan kekuasaan penuh untuk mengatasi dan mengelola konflik yang terjadi di dalam networks. Kepercayaan dan keterbukaan setiap organisasi diberikan secara penuh pada pihak ketiga ini, sebagai proses pengelolaan konflik yang dilakukan menjadi lancar dan tidak laten.4. Pemberdayaan (empowerment) pada pimpinan maupun karyawan secara internal maupun eksternal dengan lebih menekankan pada keberdayaan untuk memiliki akuntabilitas, transparansi dan dapat dipercaya. Dua strategi pemberdayaan ini akan menghasilkan dua karakteristik komitmen dalam organisasi yaitu komitmen internal dan komitmen eksternal (Argyris, 1998). Pimpinan dan pegawai yang memiliki komitmen internal akan mempunyai tanggung jawab, jujur dan dapat dipercaya oleh organisasinya. Sedangkan komitmen eksternal akan menghasilkan pimpinan dan pegawai yang mempunyai tanggung jawab, jujur dan dapat dipercaya oleh publik.5. Mengembangkan dan tetap melestarikan ciri khas unik dari masing-masing organisasi sehingga identitas organisasi akan menjadi satu kekuatan untuk pemeliharaan virtual complex network. Identitas ini penting untuk dimiliki oleh setiap organisasi sebagai alat pengikat pekerja yang tidak terbatas ruang dan waktu.6. Konsekuensi pada tataran studi perilaku organisasi pada masa mendatang yaitu pada era post-digital maka orientasi studi complexs networks intelligence OB akan menjadi kajian yang perlu dikembangkan. Kajian ini merupakan kombinasi dari teori organisasi, teori perilaku, teknologi informasi, manajemen konflik, dan teori sosiologi.

PenutupOrganisasi post digital menghendaki perilaku organisasi virtual. Virtual OB ini mempunyai berbagai implikasi negatif yang merupakan kelemahannya. Oleh karena itu, maka organisasi post digital harus tetap mempertahankan beberapa faktor kritis yang justru bertentangan dengan aspek rasional ekonomi yang meliputi :1. Penguatan modal sosial dan kreatifitas dalam compex virtual networks2. Pengikatan eksitensi melalui penciptaan nilai budaya dalam tim kerja berbasis hyper media technology.3. Penciptaan third parties untuk mengatasi dan mengelola konflik dalam complex network maupun complex matrixs.4. Empowerment virtual knownledge worker dan knowledge leader, sehingga memiliki akuntabilitas, transparansi dan jujur disamping multiskill, multi-educated dan multi-knowledge.5. Tetap mempertahankan identitas organisasi sebagai pengikat virtual knowledge worker.