marsonobejosuwito.files.wordpress.com · web viewpada dasar silinder terdiri dari dua lapisan yang...
TRANSCRIPT
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Tanaman Sagu
Di wilayah Indonesia Bagian Timur, sagu sejak lama dipergunakan sebagai
makanan pokok oleh sebagian penduduknya,Sebagian masyarakat di Indonesia
menggunakan sagu sebagai bahan makanan pokok, terutama di Maluku dan Irian
Jaya. Masyarakat disana mengkonsumsi sagu sebagai pengganti nasi. Tanaman
sagu di Indonesia dikenal dalam berbagai nama, sebagai contoh di Jawa Barat,
bulung, kresula, bulu, rembulung, atau resula. Di Jawa Tengah; lapia atau napia
di Ambon; tumba di Gorontalo; Pogalu atau tabaro di Toraja; rambiam atau
rabi.
Anwar (1991:..”halaman?”..) mengungkapkan beberapa manfaat yang dapat
diperoleh dari tanaman sagu, diantaranya: (a) Pelepahnya dipakai sebagai
dinding atau pagar rumah; (b) Daunnya untuk atap; (c) Kulit atau batangnya
merupakan kayu bakar yang bagus; (d) Aci sagu (bubuk yang dihasilkan dengan
cara mengekstraksi pati dari umbi atau empulur batang) dapat diolah menjadi
berbagai makanan; (e) Sebagai makanan ternak; (f) Serat sagu dapat dibuat
hardboard atau bricket bangunan bila dicampur semen; (g) Dapat dijadikan
perekat (lem) untuk kayu lapis; (h) Apabila rantai glukosa dalam pati dipotong
menjadi 3-5 rantai glukosa (modifief starch) dapat dipakai untuk menguatkan
daya adhesive dari proses pewarnaan kain pada industri tekstil,
(Anwar, I. 1994. Sagu Tulehu. Dalam Kumpulan Kliping Sagu. Trubus.)
6
7
1. Kadungan Gizi
Menurut Flach and Rumawas (1996 Tepung sagu kaya
dengan karbohidrat (pati) namun sangat miskin gizi lainnya. Ini terjadi akibat
kandungan tinggi pati di dalam teras batang maupun proses pemanenannya.
Seratus gram sagu kering setara dengan 355 kalori. Di dalamnya rata-rata
terkandung 94 gram karbohidrat, 0,2 gram protein, 0,5 gram serat, 10
mg kalsium, 1,2 mg besi, dan lemak, karoten, tiamin, dan asam
askorbat dalam jumlah sangat kecil.
(Wikipedia/ Flach, M. and F. Rumawas, eds. 1996) lihat Wikipedia yang
terbaru
2. Manfaat Mengkonsumsi Sagu Bagi Kesehatan
Banyak jenis tanaman sagu yang dapat menghasilkan tepung sagu dan
tersebar di beberapa wilayah di Indonesia, di antaranya Kepulauan Maluku,
Papua, Mentawai, Riau, dan Sumatera. Di Riau juga dijumpai sagu yang
dikonsumsi masyarakat dalam bentuk butiran yang dikenal dengan nama sagu
rendang serta dalam bentuk olahan lain, seperti kue bangkit, laksa sagu, dan
sagu embel.
Selain sebagai makanan pokok, sagu mempunyai prospek yang baik
sebagai salah satu sumber utama pangan murah. Pengembangan produk baru
dengan komponen utama sagu yang sesuai dengan selera masyarakat
8
diharapkan dapat menjadi pangan sumber karbohidrat siap konsumsi, seperti
tepung kering dan mi.
Manfaat dan keunggulan bila kita mengonsumsi aneka makanan yang
berasal dari sagu, baik dalam bentuk snack maupun olahan yang berasal dari
mie sagu, antara lain:
a. Dapat memberikan efek mengenyangkan, tetapi tidak menyebabkan
gemuk.
b. Mencegah sembelit dan dapat mencegah resiko kanker usus.
c. Tidak cepat meningkatkan kadar glukosa dalam darah (indeks glikemik
rendah) sehingga dapat dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus.
(kompas/priyombodo) (Priyambodo. Tahun:halaman)
3. Pengolahan Sagu Menjadi Makanan
Proses pengolahan sagu untuk dijadikan bahan makanan adalah sebagai
berikut; pertama-tama inti pohon sagu dibelah hingga didapatkan ukuran
yang lebih kecil, kemudian diambil dan ditumbuk dengan pangkur yang
berbentuk . Penumbukan sagu dilakukan dengan alat yang disebut pangkur.
Pangkur ini bentuknya lancip, mirip dengan tombak pada ujungnya, dan
Berbentuk menyerupai cangkul yang berfungsi menghancurkan sagu menjadi
potongan kecil-kecil menyerupai serat. Yang selanjutnya kemudian dicampur
dengan air. Pada proses selanjutnya, sagu akan mengendap dan memisahkan
diri dari air, endapan tersebut yang akan dipadatkan dan dibentuk seperti bola
atau lontong dan kemudian disimpan dalam wadah-wadah khusus.
9
Wadah khusus tersebut bernama tumang, sebuah keranjang yang terbuat
dari rotan tempat menyimpan sagu yang dihasilkan dari pohon. Sagu
kemudian dibakar agar lebih awet dalam penyimpanannya menyimpan. Jika
ingin makan, sagu dapat diolah menjadi bubur atau masakan lain. Lebih
nikmat jika dimakan dengan ikan, hewan hasil buruan atau sayur.
(http://www.jalanjalanyuk.com/sagu-makanan-khas-papua, diakses tangal
bulan tahun)
B. Cara Kerja Mesin Pemilah Limbah Sagu
Serbuk empulur dari sagu yang sudah dicampur dengan air di masukkan ke
dalam silinder penyaringan. Pada silinder tersebut dibagi menjadi tiga bagian:
bagian tangki, bagian pembuangan ampas dan bagian motor. Bagian tangki
terdiri dari tabung silinder yang terdiri dari lubang-lubang kecil pada semua
dindingnya, di dalam silinder tersebut dilapisi dengan kain saringan yang amat
halus. Bagian ini dapat berputar searah jarum jam ataupun sebaliknya. Pada
dasar silinder terdiri dari dua lapisan yang didempetkan dan berfungsi sebagai
valve katup pembuangan ampas.
Dua lapisan dilubangi pada bagian sisi kiri dan kanan secukupnya. Lubang
akan tertutup jika diputar searah jarum jam dan terbuka bila diputar berlawanan
jarum jam. Jadi sistem mekanik demikian dirancang untuk
penyaringan/pemerasan dengan diputar searah jarum jam, dan ampas dibuang,
jika silinder tabung diputar berlawanan arah jarum jam. Butiran-butiran air yang
terlempar akan ditampung oleh tabung silinder bagian luar yang dirancang
10
sedemikian rupa sehingga cairan pati dari sagu tersebut akan tertampung dan
mengalir keluar tabung silinder luar dan berakhir pada tempat penampungan.
Bagian kedua terdiri dari ruang silinder luar dimana pada porosnya dipasang
baling-baling yang berfungsi untuk menyapu/mengeluarkan ampas yang jatuh
dari atasnya dan dibuang pada suatu lubang tertentu yang sesuai arah putaran
berlawanan arah jarum jam dan berakhir pada tempat penampungan. Pada
bagian ketiga adalah bagian yang paling bawah yang terdiri dari dudukan
silinder luar dan motor listrik 1,5 HP dengan kecepatan putarnya 2000 rpm
revolution per menit yang terpasang dengan pully 1 dan dihubungkan dengan
pully 2 dengan sabuk sebagai penghubung, selanjutnya dilanjutkan dengan poros
yang ujungnya terdapat roda gigi payung yang berfungsi untuk memutar baling-
baling penyapu dan pemutar tangki silinder.
C. Komponen Utama Mesin Pemilah Limbah Sagu
Komponen-komponen utama penyusun mesin pemilah limbah sagu ini
adalah sebagai berikut:
1. Silinder Penyaring
Silinder penyaring yang berisi serbuk empulur sagu bila diputar akan
mendapat gaya sentrifugal keluar sesuai putarannya. Larutan itu tersebut akan
terlempar ke dinding silinder yang berlubang kecil dan terlapisi oleh lapisan
halus dari kain. Air akan terlempar keluar dinding silinder penyaring, sedangkan
larutan yang agak kasar akan tertahan di dalam silinder penyaring, sementara air
yang keluar akan tertahan oleh dinding luar silinder dan masuk dalam
penampungan yang selanjutnya mengalir melalui alur aliran saringan.
11
Pada silinder penyaring pati sagu memiliki dua silinder, yaitu silinder luar
(tabung statis) dan silinder penyaring (tabung dinamis). Pada silinder statis
berdiameter 60 cm, tinggi 50 cm, dan tebal 0,2 cm sedangkan pada silinder
dinamis berdiameter 38 cm, tinggi 30 cm, dan tebal 0,15 cm. Pada silinder
penyaring pati sagu memiliki lubang-lubang kecil berdiameter 0,5 cm dengan
jarak lubang 1 cm, skema gambar dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.1: Sketsa Lubang Pada Dinding Silinder Penyaring Pati sagu
a) Volume Tabung Dinamis (Vtd)
Gambar 2.2: Tabung Dinamis
Vtd = 41
. D2 . t
Dimana:
= 3,14
D = 380 mm (diameter tabung)
t = 300 mm (tinggi tabung)
12
Luas penampang tabung statis (A)
A = 41
D2 + ( x D x t)
Gaya Berat Tabung Dinamis (Wtd)
Wtd = x A x b ………………………………………... (Khurmi, 2005: 722)
Dimana:
Wtd = gaya berat tabung dinamis (kg)
= 7,85 x 10-6
mmkg
3 (massa jenis tabung) ............... (Khurmi, 2005: 11)
b = 1,5 mm (tebal tabung dinamis)
b) Volume Tabung Statis (Vts)
Gambar 2.3: Tabung Statis
Vts = 41
. D2 . t
Dimana:
= 3,14
D = 600 mm (Diameter tabung)
t = 500 mm (tinggi tabung)
Luas penampang tabung statis (A)
A = 41
D2 + ( x D x t)
Gaya Berat Tabung Dinamis (Wtd)
Wtd = x A x b ……………………………………….. (Khurmi, 2005: 722)
Dimana:
13
Wtd = gaya berat tabung dinamis (kg)
= 7,85 x 10-6
mmkg
3 (massa jenis tabung) ....................... (Khurmi, 2005: 11)
b = 2 mm (tebal tabung statis)
1.1 Volume Tabung Total (Vtot)
Gambar 2.4: Tabung Penyaring Bubur Tahu
Volume dari tabung pemeras adalah volume tabung statis dikurangi volume
tabung dinamis, sehingga diperoleh hasil:
Vtot = Vts – Vtd
1.2 Gaya berat tabung total (Wtot)
Gaya berat tabung secara keseluruhan adalah gaya berat tabung statis di
tambah gaya berat tabung dinamis, sehingga diperoleh hasil:
Wtot = Wts + Wtd
2. Torsi (T) dan Daya Motor (P)
Torsi adalah aksi putar yang bekerja pada bidang tegak lurus sumbu
longitudenal material sedangkan daya motor adalah daya yang ditentukan
berdasarkan kekuatan yang diperlukan pada saat mesin bekerja, daya tersebut
berguna untuk memutar tabung penyaring limbah sagu atau tabung dinamis.
Menurut Sularso 1997:7 rumus yang digunakan untuk menghitung daya adalah:
Momen Puntir / Torsi (T)
T = Wtd x r ……………………………………………… (Sularso, 2004: 25)
Rumus perhitungan daya yang dibutuhkan adalah:
14
T = 9,74 x 105 nPd
………………………………………… (Sularso, 2004: 7)
Pada perencanaan mesin pemilah limbah sagu diambil faktor koreksi 1,5
sehingga:
P = fP
c…………………………………………………...… (Sularso, 2004: 7)
Efisiensi motor ( ) diambil sebesar 95% sehingga daya motor, sehingga:
Pmotor P
3. Arah Putaran Motor
Prinsip kerja dari arah putaran motor ditunjukkan oleh gambar dibawah ini:
Gambar 2.5: Sistem Rangkaian Putaran Arah Putaran Motor
Tegangan Sumber listrik motor akan disambungkan dengan jala-jala
tegangan listrik PLN 220 volt. Titik simpul motor secara teknis terdiri dari tiga
buah kutub, yaitu kutub A, B dan C. Jika kutub A dihubungkan dengan kutub AC
PLN A dan Kutub B dihubungkan dengan kutub AC PLN B sedang kutub C
dihubungkan dengan kutub AC PLN A, motor akan berputar searah jarum jam.
Sedang jika kutub C dihubungkan dengan kutub AC PLN B, maka motor berputar
berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. Untuk mengatur ini dilakukan
dengan menggunakan switch ”timer” dan ”toggle switch”.
15
Switch Timer digunakan untuk memutar motor searah jarum jam dan
Switch toggle digunakan untuk memutar motor berlawanan arah putar jarum jam.
Hal ini terlihat pada rangkaian pada gambar 2.5, sebagai berikut: Jika switch
timer terhubung maka relay R akan bekerja, lampu perasan/penyaringan menyala,
kutub motor B terhubung pada kutub AC PLN B melalui anak relay R12 dan
kutub motor C terhubung ke kutub AC PLN A melalui anak relay R13 dan kutub
motor A terhubung ke kutub AC PLN A, maka motor berputar searah putaran
jarum jam.
Jika switch toggle bekerja switch timer mati, maka relay R tidak bekerja,
lampu buangan sampah menyala, kutub motor B terhubung pada kutub AC PLN
B melalui anak relah R13 dan kutub motor C terhubung ke kutub AC PLN B
melalui anak relay R12 dan kutub motor A terhubung ke kutub AC PLN A, maka
motor berputar berlawanan arah putaran jarum jam.
4. Katup valve
Posisi katup valve yang dipakai oleh dasar silinder penyaring dirancang
sedemikian rupa bila diputar searah jarum jam kondisi valve tertutup. Penyaringan
/ pemerasan ini dapat dilakukan dengan mengatur ”timer” sesuai kebutuhan.
Waktu maksimum untuk ”timer” tersebut adalah sekitar 15 menit, jika waktu
yang diperlukan tidak cukup, maka proses dapat dilakukan berulang-ulang.
Sedang bila larutan sudah kelihatan kering ampas, maka silinder diputar
berlawanan arah jarum jam melalui tombol toggle yang disediakan. Katup dasar
silinder penyaring menjadi terbuka karena diputar berlawanan arah jarum jam.
5. Baling-baling penyapu
16
Ampas limbah sagu yang telah dibuang melalui katup yang terbuka akibat
arah putaran yang berlawanan dengan arah jarum jam tersebut akan jatuh ke
ruangan pembuangan dan langsung disapu oleh baling-baling yang berputar
dalam waktu dan arah sama, selanjutnya ampas ditampung oleh tempat
penampungan yang telah disediakan. Keadaan ini dapat dilakukan berulang-ulang
sesuai toggle yang dipijit, karena posisi toggle bila dilepas putaran akan berhenti
perlahan.
6. Poros (shaft)
Poros merupakan batang logam yang memiliki penampang berupa silinder
yang digunakan untuk meneruskan putaran atau daya, serta sebagai sarana
pendukung. Poros merupakan salah satu bagian yang terpenting dari setiap mesin
untuk meneruskan putaran. Bagian-bagian mesin yang sudah dirakit tidak dapat
dipisahkan dari poros. Peranan utama poros adalah untuk transmisikan daya dan
putaran (Sularso, 2004:1).
Poros ini harus mampu menahan getaran yang timbul dan gaya yang timbul
akibat putaran yang tinggi. Dengan demikian tenaga yang terjadi diusahakan
sekecil mungkin sesuai dengan konstruksi mesin.
Berdasarkan pembebanannya, poros digolongkan menjadi tiga, yaitu:
a. Poros transmisi
Poros ini mendapat beban puntir dan lentur dari daya yang ditransmisikan
melalui komponen mesin yang lain, seperti sabuk, kopling, roda gigi, dan lain-
lain.
b. Spindel
17
Spindel adalah poros transmisi yang relatif pendek, karena beban utamanya
adalah puntiran, sehingga deformasinya harus kecil.
c. Gandar
Poros ini dipasang di antara roda-roda kereta barang yang hanya mendapat
beban lentur saja, tetapi jika digerakkan oleh penggerak mula akan mengalami
beban puntir juga.
Poros pada umumya meneruskan daya, baik melalui sabuk, rantai maupun roda
gigi. Daya yang direncanakan (Pd) dalam perhitungan adalah hasil kali daya
nominal out put dari motor penggerak (P) dikalikan dengan faktor koreksi (fc):
Pd = fc . P (kW) …………………………………. (Sularso & Suga, 1997:244)
Jika momen puntir (momen rencana) adalah T (kg.mm), maka:
Pd = 102
602
1000
nT
…………………………. (Sularso dan Suga, 1997:244)
maka:
T = 9,74 x 105 n
Pd …………………………... (Sularso dan Suga, 1997:244)
Apabila momen rencana tersebut dibebankan pada suatu diameter poros ds
(mm) maka tegangan geser yang terjadi adalah:
=
16
3dsT
= 2
1,5ds
T ……………………………... (Sularso dan Suga, 1997:7)
Tegangan geser maksimum ( maks) yang terjadi harus lebih kecil dari
tegangan geser yang diijinkan ( a ). Persamaan yang dipakai adalah sebagai
berikut:
maks = 223 ).().(1,5
TKtMKmds
………….. (Sularso dan Suga, 1997:18)
18
Besarnya Km untuk beban dengan tumbukan ringan adalah 1,5 – 2,0 (Sularso
dan Suga, 1997:17), sedangkan besarnya Kt adalah 1,0 – 1,5 C.
a = 21.SfSfB
……………………………………. (Sularso dan Suga, 1997:8)
a dihitung berdasar batas kelelahan puntir yang besarnya 45% dari kekuatan
tarik. Besar harga Sf1 adalah 6,0 dan besarnya harga Sf2 adalah 1,3 -3,0.
Perhitungan diameter poros dengan beban puntir:
ds = 3/11,5
xKtxCbxT
a …………………………. (Sularso dan Suga, 1997:8)
Poros dengan beban puntir dan lentur:
ds
2)..(1,5
TKtMKma
………………... (Sularso dan Suga,
1997:18)
Dimana:
ds = Diameter poros (mm)
a = Tegangan geser ijin bahan poros (kg/mm2)
Km = Faktor koreksi momen lentur (1,5 – 2,0)
M = Momen lentur yang bekerja pada poros (kg.mm)
Kt = Faktor koreksi momen puntir (1,0 – 1,5)
T = Momen puntir (kg.mm)
Besarnya defleksi puntiran dihitung berdasarkan rumus:
= 584 4GxdsTxl
………………………………... (Sularso dan Suga, 1997:18)
7. Puli (pulley)
Puli adalah suatu komponen mesin yang berfungsi sebagai tempat dudukan
sabuk (penggerak sabuk) untuk memindahkan daya dan putaran. Diameter puli
digunakan untuk alur sabuk, sedangkan diameter dalamnya digunakan untuk
19
pemasangan pada poros. Puli yang digunakan untuk penggerak memiliki dua
macam yaitu:
a. Puli Datar ( Flat)
Jenis puli ini kebanyakan terbuat dari besi tuang tetapi ada juga yang terbuat
dari baja dan dalam bentuk yang bervariasi.
b. Puli Mahkota (Puli-V)
Puli ini lebih efektif dari puli datar, karena berbentuk-V yang ditempati
sabuknya lebih kuat sehingga slep yang dialami relatif lebih kecil.
Puli yang digunakan pada perencanaan mesin pemilah limbah sagu ini adalah
puli Mahkota karena pada mesin ini berputar cepat, sehingga membutuhkan
kekuatan cengkram yang tinggi. Kedudukan puli, baik puli penggerak dan puli
yang digerakkan haruslah dalam kedudukan center (lurus) agar sabuk tidak
mudah lepas dari kedudukan puli.
Rumus yang digunakan untuk perhitungan puli adalah sebagai berikut:
a. Perbandingan reduksi ( i )
dD
=i=nn
1
2
2
1…………………………………………….. (Sularso, 1994:166)
b. Diameter luar puli
Dlp = D + 2a …………………………………... (Dobrovolsky, 1978: 254)
Dimana:
Dp = diameter puli (mm)
a = jarak antara v belt dengan grove puli (mm)
c. Diameter dalam puli (Dlp)
Din = Dlp – 2.Ssgp ………………………………. (Dobrovolsky, 1978: 254)
Dimana:
Dlp = diameter luar puli (mm)
Ssgp = jarak sumbu antara grove puli (mm)
20
d. Lebar puli (B)
B = (n-1)Skgp +2 . Skgp ….............................................. (Khurmi, 1987:680)
Dimana:
n = jumlah sabuk
Skgp = jarak antara kedua grove puli (mm)
e. Berat puli (Wp)
Wp = . Vp (kg)
Dimana:
Vp = Volume puli (mm3)
= berat jenis bahan puli (7,8 x10-5 kg/mm3)
8. Sabuk (belt)
Sabuk merupakan elemen mesin yang berfungsi untuk mentransmisikan
daya dengan putaran dari motor melalui puli, antara poros satu dengan yang lain
dengan jarak yang jauh. Sabuk dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Sabuk rata (Flat Belt)
Sabuk jenis ini biasanya dipasang pada pully silinder dan meneruskan
momen antara dua poros. Sabuk ini umumnya tidak menimbulkan suara (tidak
berisik), efisien pada putaran tinggi, dan dapat mentransmisikan daya besar
dengan jarak yang panjang.
b. Sabuk dengan gigi (Timing Belt)
Sabuk jenis ini biasanya dipasang secara berpasangan dengan jenis pully,
untuk meneruskan putaran secara tepat. Sabuk jenis ini memiliki
kecenderungan selip yang kecil, daya yang ditransmisikan konstan dan dengan
adanya gigi memungkinkan untuk mendapatkan putaran rendah atau tinggi.
c. Sabuk-V (V-Belt)
21
Sabuk ini biasanya dipasang dengan cara membelitkannya dikeliling alur
pully berbentuk V dan meneruskan putaran dua poros. Sabuk jenis ini biasanya
digunakan pada jarak pendek dan daya yang dihasilkan besar pada tegangan
yang relatif rendah serta tidak ada sambungan pada sabuknya.
Dalam perencanaan bahan sabuk yang dipilih adalah dari karet dengan
bentuk sabuk V yang mempunyai penampang trapesium dan direncanakan
menggunakan satu buah sabuk. Berdasarkan diagram pemilihan sabuk
(Sularso,1997:164) bahwa dengan daya 1,14 kw dan putaran motor 1500 rpm
menggunakan tipe A.
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam transmisi sabuk adalah:
1. Tegangan Sabuk.
2. Kecepatan Pulley.
3. Sudut Kontak antara sabuk dengan Pulley yang terjadi.
4. Kondisi dimana sabuk digunakan.
Dalam pemilihan sabuk berlaku rumusan-rumusan sebagai berikut:
Kecepatan linear sabuk V, v (m/s).
v = 1000x60ndπ p
……………………………. (Sularso dan suga, 1997:166)
Dimana:
v = Kecepatan Keliling Sabuk (m/s).
dp = Diameter Pulley Mesin (mm)
n = Putaran Pulley Mesin(rpm)
Antara poros penggerak dengan poros yang digerakan ada jarak, maka panjang
keliling sabuk L (mm) harus dihitung, dimana masing-masing adalah dp (mm) dan
Dp (mm) serta perbandingan putaran dinyatakan 2n1n
atau Dpdp
. Jarak sumbu poros
dan keliling sabuk berturut-turut adalah C dan L, maka:
22
L = 2C + 2π
(dp + Dp) + C41
(Dp dp)2 ………………….…. (Sularso, 1997: 170)
Dimana:
L = Panjang Sabuk (mm)
C = Jarak Sumbu Poros (mm)
Jumlah putaran sabuk per detik dapat dihitung dengan memakai rumus:
U = Lv
........................................................................... (Dobrovolsky, 1978:249)
Dimana:
U = Jumlah Putaran Sabuk per Detik (rps)
v = Kecepatan Keliling Sabuk (m/s)
L = Panjang Sabuk (mm)
Dan berat sabuk dipakai rumus:
W = a x L x …………………………………. (Khurmy dan Gupta, 1987: 669)
Dimana:
W = Berat Sabuk (Kg)
a = Luas Penampang Sabuk (mm)
L = Panjang Sabuk (mm)
= Massa Jenis Sabuk (Kg/mm3)
sehingga gaya sentrifugal pada sabuk
Fc = gW
x v2……………………………..…. (Khurmy dan Gupta, 1987: 669)
Dimana:
Fc = Gaya Sentrifugal (Kg)
W = Berat Sabuk (Kg)
g = Gaya Gravitasi (m/det)
23
v = Kecepatan Keliling Sabuk (m/det)
Dalam mendapatkan sabuk yang panjangnya sama dengan hasil perhitungan
umumnya sukar, sehingga jarak antara kedua poros dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
C = 8
dD(8b+b pp2
…………………………………. (Sularso, 1997: 170)
Dimana:
b = 2L 3,14 (Dp dp) …………………………………….. (Sularso, 1997: 170)
Dan untuk menentukan sudut antara kedua sumbu pulley (θ)
θ = 1800 ( )
CdD57 pP ....................................................…. (Sularso, 1997: 170)
Dimana:
θ = Sudut Kontak Antara Kedua Pulley (Radian)
C = Jarak Kedua Sumbu Poros (mm)
Antara pulley dan sabuk menimbulkan gesekan. Gaya gesek dapat berkurang
yang dapat menimbulkan slip dan daya banyak terbuang. Sehingga dihitung
koefisien sabuk dengan:
= 0,54 v+4,1526,42
…........................................ (Khurmy dan Gupta, 1987: 651)
Untuk memperoleh sisi sabuk kencang (S1) dipakai rumus:
S1 = St max Fs ..............................................…. (Khurmy dan Gupta, 1987: 673)
Dimana:
St max = Tegangan Tarik Maksimum yang Diijinkan (Kg/mm2)
Fs = Gaya Sentrifugal Sabuk (Kg)
Dan tegangan sisi sabuk kendor (S2) diperoleh dengan rumus:
SSlog3,2
2
1 = . ……………………………. (Khurmy dan Gupta,1987: 669)
Dimana:
Tipe B Tipe CTipe A Tipe ETipe D
24
θ = Sudut Kontak Pulley Dengan Sabuk
μ = Koefisien Gesek Antara Pulley dan sabuk
dan untuk daya maksimum yang ditransmisikan sabuk V adalah:
P = ( )
75vSS total2total1 …………………………. (Khurmy dan Gupta, 1987: 303)
Gambar 2.6: Konstruksi dan Tipe Sabuk V (Sularso, 1983: 164)
9. Bantalan (bearing)
Menurut Sularso (2004:103), bantalan adalah sebuah elemen mesin yang
menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerakan bolak baliknya dapat
berlangsung secara halus, aman dan memiliki umur yang panjang.
Bantalan dikembangkan dan digunakan untuk meningkatkan kemampuan
untuk menahan pergerakan dari proses yang berputar dan juga menahan beban.
Pemakaian bantalan harus memperhatikan fungsi pokok bantalan sebagai elemen
yang menahan beban dan menerima sifat dinamis, sehingga pemilihan bantalan
yang sesuai adalah mutlak dilakukan untuk mencegah terjadinya kegagalan dalam
pengoperasian mesin tersebut. Penggolongan bantalan secara garis besar menurut
Sularso (2004:103) antara lain:
a. Berdasarkan gerakan bantalan terhadap poros
1 . Bantalan linear
38,0 mm
12,5 mm
22,5 mm
31,5 mm22,0 mm16,5 mm
19,0 mm
400
14,0 mm11,0 mm
9,0 mm
25
Bantalan ini terjadi jika ada gerakan linear antara poros dengan bantalan
karena poros langsung ditumpu oleh permukaan bantalan yang dibatasi oleh
lapisan pelumas.
2 . Bantalan gelinding
Bantalan ini memiliki gesekan yang terjadi diantara elemen gelinding
dengan dinding yang berputar pada bantalan.
3 . Berdasarkan arah beban terhadap poros
a) Bantalan radial: bantalan ini memilki arah pembebanan yang tegak lurus
dengan sumbu poros
b) Bantalan aksial: bantalan ini memilki arah pembebanan yang sejajar
dengan sumbu poros
c) Bantalan gelinding khusus: bantalan ini memeliki arah pembebanan
kombinasi atau gabungan dari bantalan yang sejajar dan tegak lurus
dengan sumbu poros.
Bantalan yang digunakan dalam perencanaan mesin pemilah sagu ini
adalah bantalan bola radial baris tunggal, karena pembebanan yang
terjadi hanya pembebanan pada arah radial.
Gambar 2.7: Bearing dan cara Kerjanya pada Poros
10. Pasak (spline)
Pasak adalah elemen mesin yang dipakai untuk menetapkan bagian-bagian
mesin seperti roda gigi, sproket, puli, kopling dan sebagainya pada poros
26
(Sularso, 2004:23). Fungsi pasak dalam perancangan mesin adalah untuk
menghubungkan antara dua elemen mesin (umumnya poros dan naf), sehingga
terjadi pengaluran momen antara dua komponen tersebut. Pasak memiliki sifat
sederhana, dapat diandalkan, mudah digunakan (dipasang dan dibongkar) dan
murah pembuatannya.
Menurut Sularso (2004:24), berdasarkan letak pada poros, pasak dibedakan
menjadi empat, yaitu pasak pelana, pasak rata, pasak benam dan pasak singgung
yang umumnya berpenampang segi empat. Sedangkan berdasarkan bentuknya,
pasak dibedakan menjadi dua, yaitu pasak tembereng dan pasak jarum. Adapun
keterangan lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar di bawah ini.
Gambar 2.8: Jenis-jenis Pasak Berdasarkan Letak PorosSumber: Sularso, 1979:24
Pasak yang digunakan pada perencanaan mesin pemilah limbah sagu ini
adalah jenis pasak benam yang berfungsi untuk mengikat poros dengan puli.
Pemilihan pasak benam ini didasarkan pada pembebanan yang terjadi pada
27
pasak yaitu beban puntir dan meneruskan momen yang besar.
Dengan mengetahui daya rencana (Pd) yang dihitung pada perhitungan
poros serta mengetahui putaran poros (n) dan juga torsi (T) diketahui pada
perhitungan poros, maka daya tangensial pada permukaan poros (F) dapat
ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
Ft = 2dT
s ........................................................................…. (Sularso, 1997: 25)
Dimana:
Ft = Gaya Tangensial (Kg)
T = Torsi (Kg.mm)
Ds = Diameter Poros (mm)
Dimensi pasak yang digunakan sesuai dengan tabel.
Selain itu juga harus ditetukan kekuatan tarik (σt) dari bahan pasak, sehingga
tegangan geser ijin ( a ) dapat dihitung dengan :
a = SfxSftσ
21 ……………………………………………... (Sularso, 1997: 25)
Dimana:
a = Tegangan Geser yang Diijinkan(Kg/mm2)
σt = Kekuatan Tarik (Kg/mm2)
Sf1 = Faktor Keamanan Yang diambil harga 6
Sf2 = Faktor Keamanan Yang Diambil Harga Sebesar 1 – 1,5 bila beban
dikenakan perlahan-lahan.
11. Baut
Baut pada kontruksi mesin digunakan sebagai alat pengikat. Pemakaian baut
harus dapat dipih dengan teliti, sesuai dengan kebutuhan dan harus mengetahui
macam-macam kerusakan pada baut sebagai bahan referensi dalam sebuah
perencanaan. Macam-macam kerusakan pada baut antara lain:
Kerusakan akibat tarikan
28
Kerusakan akibat puntiran
Kerusakan akibat gesekan
Baut menurut bentuk kepalanya dapat digolongkan menjadi tiga macam,
yaitu: segi enam, soket segi enam, dan kepala persegi. Dalam perencanaan ini
baut berfungsi digunakan untuk memasang rumah Screw conveyor dengan
dudukan rumah screw.
12. Roda Gigi
Roda gigi dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis diantaranya adalah:
a. Roda gigi dengan poros sejajar
Roda gigi dengan poros sejajar adalah roda gigi di mana giginya berjajar
pada dua bidang silinder disebut ”bidang jarak bagi”; kedua bidang silinder
tersebut bersinggungan dan yang satu menggelinding pada yang lain dengan
sumbu tetap sejajar. Sebagai contohnya adalah: roda gigi lurus, roda gigi
miring, roda gigi miring ganda, roda gigi dalam, dan roda gigi pinyon.
b. Roda gigi dengan poros berpotongan
Roda gigi dengan poros berpotongan adalah roda gigi di mana kedua bidang
silinder berpotongan tegak lurus. Sebagai contohnya adalah: roda gigi
kerucut lurus, roda gigi kerucut spiral dan roda gigi permukaan. Sudut poros
kedua roda gigi ini biasanya dibuat 900.
c. Roda gigi dengan poros silang
Dalam golongan roda gigi dengan poros bersilang, terdapat roda gigi miring
silang, roda gigi cacing silindris, roda gigi hipoid.
29
Gambar 2.9: Macam-macam roda gigiSumber: Sularso, 1979:213
Roda gigi yang digunakan pada perencanaan mesin pemilah limbah sagu ini
adalah roda gigi kerucut yang berfungsi untuk mengubah arah putaran dari
horizontal menjadi vertikal.
Gambar 2.10: Nama bagian-bagian roda gigi kerucutSumber: Sularso, 1979:267
Jika R adalah panjang sisi kerucut jarak bagi, adalah sudut kerucut jarak
bagi, d1 dan d2 mm adalah diameter lingkaran jarak bagi pada ujung luar
masing-masing roda gigi kerucut, maka hubungan antara jumlah gigi yang
30
sebenarnya dari roda gigi kerucut z dan jumlah gigi dari roda gigi lurus
khayal zv adalah sebagai berikut:
d1 = 2R sin = zm
d’1 = 2R tan =zvm ……………………………………. Sularso, 1979:268)
δtanδsin
= zvz
zv = δcosz
….................................................................... Sularso, 1979:268)
Perbandingan putaran i dari roda gigi kerucut maupun dari roda gigi lurus
khayal adalah:
i = 2n1n
= 1d2d
= 1z2z
= 1δsinR2δsinR
….................................. Sularso, 1979:268)
Jika sudut poros dinyatakan dengan = 1 + 2, maka:
( ) 2δtanΣcosΣsin2δtan
=2δΣsin
2δsin=
1z2z
Jadi, tan 2 = Σcos+
2z1z
Σsin …............................................. Sularso, 1979:268)
Demikian pula dengan tan 1 = Σcos+
1z2z
Σsin …................. Sularso, 1979:269)
Dalam hal = 900,
tan 1 = tan,i1
=2z1z
2 = 1=1z2z
…………………………. Sularso, 1979:269)
Diameter lingkaran jarak bagi:
d1 = mz1
d2 = mz2
Sisi kerucut:
........Sularso, 1979:269)
31
R = ( ) ( )2δsin22d
=1δsin2
1d …............................................ Sularso, 1979:269)
Dalam hal gigi tirus, kepala gigi pinyon dibuat lebih tinggi dari pada kepala
roda gigi besar. Maka perubahan kepala yang diperlukan dapat dilakukan
dengan koefisien masing-masing sebagai berikut:
x1 = 0,46 1 - 2z1z
….................................................... Sularso, 1979:269)
x2 = - x1
Karena itu, jika ck > 0,188 m adalah kelonggaran puncak, maka untuk tinggi
roda gigi:
Tinggi kepala hk2 = 1 + x1 m
Tinggi kepala hf1 = 1 – x1 m + ck …............................ Sularso, 1979:269
Dengan demikian, tinggi gigi adalah
H = 2m + ck …................................................................. Sularso, 1979:269
Sudut kepala roda gigi k2 = tan-1 hk2 / R
Sudut kaki roda gigi f2 = tan-1 hf2 / R …................. Sularso, 1979:270
Dengan demikian, sudut kerucut kepala adalah:
k1 = 1 + k1, k2 = 2 + k2 ….......................................... Sularso, 1979:270
Demikian pula sudut kerucut kaki adalah:
f1 = 1 f1, f2 = 2 f2 ………………………………. Sularso, 1979:270
Besarnya masing-masing diameter lingkaran kepala, yang diperlukan dalam
pembuatan, adalah:
dk1 = d1 + 2hk1 cos 1
dk2 = d2 + 2hk2 cos 2 …………………………………... Sularso, 1979:270
dan besarnya masing-masing diameter lingkaran kaki adalah:
X1 = d2/2 hk1 sin 1
X2 = d1/2 hk2 sin 2 ...............................................…. Sularso, 1979:270
32
Jika sudut tekanan adalah 0, dan kelonggaran belakang dianggap nol, maka
tebal gigi tebal lingkar adalah:
s1 = 0,5 + 2x1 tan 0m
s2 = 0,5 2x1 tan 0m
s1 + s2 = m …………………………………………….. Sularso, 1979:270
13. Kerangka Mesin Pemilah Limbah Sagu
Kerangka mesin pemilah limbah tahu ini berbentuk persegi panjang yang
berfungsi untuk menopang piranti mesin yang lain. Pada kerangka mesin
pemilah limbah sagu terdiri dari dudukan yang tingginya berkisar 50 cm dan
memiliki lebar berkisar 100 cm yang terpasang dengan motor listrik.
Kerangka mesin pemilah limbah sagu ini berbentuk persegi panjang yang
berfungsi untuk menopang dan meredam getaran yang ditimbulkan dari
silinder-silinder penyaring pemilah limbah sagu. Konstruksi rangka mesin
pemilah limbah sagu dapat dilihat pada gambar 2.11 di bawah ini:
Klasifikasi bahan rangka mesin adalah sebagai berikut:
Bahan Rangka : S30C
Tebal plat : 5 cm Diameter bor penahan motor : 7,5
cm
Lebar : 100 cm Diameter bantalan poros : 52 cm
Tinggi : 50 cm
33
Gambar 2.11: Kerangka Mesin Pemilah Limbah Sagu