web viewada banyak spesialis yang ... untuk ini allah telah menggariskannya melalui firman-nya dalam...

28
MAKALAH AGAMA ISLAM “EUTHANASIA DALAM PANDANGAN ISLAM” Dosen Pembimbing : Muh. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes Disusun Untuk Memenuhi Tugas Agama Islam Disusun oleh kelompok 2 : Dieta Suryaningsih (22020111130085) Intan Septiana (22020111120015) Restiana Rahmawati (22020111140105) Nurul Imaroh (22020111130044) Nur Alifah (22020111140106) A 11.2 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

Upload: trinhkien

Post on 13-Feb-2018

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

MAKALAH AGAMA ISLAM

“EUTHANASIA DALAM PANDANGAN ISLAM”

Dosen Pembimbing : Muh. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Agama Islam

Disusun oleh kelompok 2 :

Dieta Suryaningsih (22020111130085)

Intan Septiana (22020111120015)

Restiana Rahmawati (22020111140105)

Nurul Imaroh (22020111130044)

Nur Alifah (22020111140106)

A 11.2

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

2011

Page 2: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Setiap makhluk hidup termasuk manusia akan mengalami siklus kehidupan yang

dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan berbagai

permasalahannya, serta diakhiri dengan kematian. Kematian merupakan salah satu proses

kehidupan yang masih mengandung misteri besar dan ilmu pengetahuan belum berhasil

memecahkannya. Kematian manusia di sebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah

penyakit. Ada yang menderita penyakit ringan dan mudah disembuhkan, ada pula yang

menderita penyakit berat dan sukar disembuhkan. Agama menganjurkan untuk

mengobatinya. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit,

melainkan ia menurunkan pula obatnya”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Perkembangan dunia yang semakin maju ditandai dengan peradaban manusia yang

semakin tampil gemilang sebagai refleksi dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

serta persoalan-persoalan  norma dan hukum kemasyarakatan dunia yang dapat bergeser

sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang bersangkutan.

Pada masyarakat modern seperti masyarakat di negara barat, kebutuhan dan aspirasi

masyarakat menempati kedudukan yang tinggi sehingga berdasarkan itu suatu produk hukum

baru di buat. Oleh sebab itu, dapat digambarkan bahwa apabila terjadi pergeseran nilai dalam

masyarakat, maka interprestasi terhadap hukum juga dapat berubah. Perbuatan yang dahulu

di anggap tabuh, pada waktu tertentu pandangan tersebut bisa saja berubah menjadi serba

boleh. Jika dahulu perbuatan mengakhiri hidup sendiri merupakan perbuatan yang tabuh dan

aneh, namun pada saat ini bukan lagi hal yang aneh bahkan sering terjadi dan dapat melalui

legalitas pengadilan seperti yang sering terjadi di beberapa negara barat. Proses pengakhiran

hidup dengan sengaja yang bertujuan untuk mengurangi penderitaan disebut Euthanasia.

Masalah euthanasia sudah ada sejak kalangan kesehatan bagi pasien yang menghadapi

penyakit yang sulit untuk disembuhkan. Di sisi lain, pasien sudah dalam keadaan kritis

sehingga tak jarang pasien atau keluarganya meminta dokter untuk menghentikan pengobatan

terhadap yang bersangkutan. Kemudian dilema muncul dan menempatkan dokter atau

perawat pada posisi yang serba sulit. Dokter dan perawat merupakan suatu profesi yang

mempunyai kode etik sendiri sehingga mereka dituntut untuk bertindak secara profesional.

Page 3: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

Pada satu pihak ilmu dan teknologi kedokteran telah sedemikian maju sehingga

mampu mempertahankan hidup seseorang (walaupun istilahnya hidup secara vegetatif).

Dokter dan perawat merasa mempunyai tanggung jawab untuk membantu menyembuhkan

penyakit pasien, sedangkan di pihak lain pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap

hak-hak individu juga sudah sangat berubah. Masyarakat mempunyai hak untuk memilih

yang harus dihormati dan saat ini masyarakat sadar bahwa mereka mempunyai hak untuk

memilih hidup atau mati. Dengan demikian, konsep kematian dalam dunia kedokteran masa

kini dihadapkan pada kontradiksi antara etika, moral, hukum dan kemampuan serta teknologi

kedokteran yang sedemikian maju. Oleh karena itu, penulis perlu membahas tentang

euthanasia dalam pandangan islam.

B. TUJUAN

1. Menjelaskan konsep euthanasia

2. Menjelaskan euthanasia dalam kehidupan

3. Menjelaskan euthanasia menurut FATWA ulama

- Terdahulu

- Kontemporer

Page 4: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN EUTHANASIA

Euthanasia berasal dari kata Yunani eu yang berarti baik dan thanatos yang berarti

mati. Maksudnya adalah mengakhiri hidup dengan cara yang mudah tanpa rasa sakit. Dalam

bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah

kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami

seseorang yang akan meninggal menjadi ringan atau mempercepat kematian seseorang yang

ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiabnya.

Menurut Hilman (2001), euthanasia berarti “pembunuhan tanpa penderitaan” (mercy

killing). Tindakan ini biasanya dilakukan terhadap penderita penyakit yang secara medis

sudah tidak mungkin lagi untuk bisa sembuh. Euthanasia bisa muncul dari keinginan pasien

sendiri, permintaan dari keluarga dengan persetujuan pasien (bila pasien masih sadar), atau

tanpa persetujuan pasien (bila pasien sudah tidak sadar).

B. MACAM-MACAM EUTHANASIA

1. Dilihat dari kondisi pasien, tindakan euthanasia dapat dikategorikan menjadi dua

macam yaitu aktif dan pasif :

a. Euthanasia Aktif adalah suatu tindakan mempercepat proses kematian, baik dengan

memberikan suntikan maupun melepaskan alat-alat pembantu medika, seperti :

melepaskan saluran zat asam, melepas alat pemacu jantung dan lain-lain. Hal-hal

yang termasuk tindakan mempercepat proses kematian disini adalah : jika kondisi

pasien berdasarkan ukuran dan pengalaman medis masih menunjukkan adanya

harapan hidup. Tanda-tanda kehidupan masih terdapat pada penderita ketika tindakan

itu dilakukan.

b. Euthanasia Pasif adalah suatu tindakan yang membiarkan pasien/penderita dalam

keadaan tidak sadar (comma), karena berdasarkan pengamalan maupun ukuran medis

sudah tidak ada harapan hidup, atau tanda-tanda kehidupan tidak terdapat lagi

padanya. Hal ini mungkin dikarenakan salah satu organ pentingnya telah rusak atau

Page 5: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

lemah, seperti : bocornya pembuluh darah yang menghubungkan ke otak (stroke)

akibat tekanan darah terlalu tinggi, tidak berfungsinya jantung.

2. Dilihat dari orang yang membuat keputusan, euthanasia dibagi menjadi:

a. Voluntary euthanasia yaitu jika yang membuat keputusan adalah orang yang sakit

b. Involuntary euthanasia yaitu jika yang membuat keputusan adalah orang lain, seperti

pihak keluarga atau dokter karena pasien mengalami koma medis.

3. Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga

yaitu :

a. Euthanasia di luar kemauan pasien

Euthanasia tersebut adalah suatu tindakan euthanasia yang bertentangan dengan

keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat

disamakan dengan pembunuhan.

b. Euthanasia secara tidak sukarela

Euthanasia semacam ini seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai

suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga. Hal ini terjadi apabila seseorang yang

yang mengambil keputusan tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil

suatu keputusan, misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada

kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang

wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.

c. Eutanasia secara sukarela.

Euthanasia ini dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih

merupakan hal kontroversial.

4. Bila ditinjau dari cara pelaksanaannya, euthanasia dapat dibagi menjadi:

a. Euthanasia agresif disebut juga euthanasia aktif adalah suatu tindakan secara sengaja

yang dilakukan oleh dokter atau tenaga kesehatan lainnya untuk mempersingkat atau

mengakhiri hidup seorang pasien. Euthanasia agresif dapat dilakukan dengan

pemberian suatu senyawa yang mematikan, baik secara oral maupun melalui suntikan.

Salah satu contoh senyawa mematikan tersebut adalah tablet sianida.

b. Euthanasia non agresif, kadang juga disebut euhtanasia otomatis (autoeuthanasia)

digolongkan sebagai euthanasia negatif, yaitu kondisi dimana seorang pasien menolak

secara tegas dan dengan sadar untuk menerima perawatan medis meskipun

mengetahui bahwa penolakannya akan memperpendek atau mengakhiri hidupnya.

Penolakan tersebut diajukan secara resmi dengan membuat sebuah "codicil"

(pernyataan tertulis tangan). Eutanasia non agresif pada dasarnya adalah suatu praktik

Page 6: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

eutanasia pasif atas permintaan pasien yang bersangkutan

(www.scribd.com/doc/55407111/EUTANASIA)

C. KRITERIA MATI

Apabila nadi tidak bergerak, maka jantung sudah tidak berfungsi karena jantung

merupakan alat pemompa darah ke seluruh tubuh. Jantung digerakkan oleh pusat saraf

penggerak yang terletak pada bagian batang otak kepala. Apabila terjadi perdarahan pada

batang otak, maka denyut jantung terganggu. Tetapi perdarahan pada otak yang bersangkutan

tidak mati, kata Prof. Dr. Mahar Mardjono (eks Rektor UI). Jadi, kalau hanya terjadi

perdarahan pada otak, penderita tidak mati. Jika batang otak betul-betul mati, maka harapan

hidup seseorang telah terputus.

Menurut Dr. Yusuf Misbach (ahli saraf) terdapat 2 macam kematian otak yaitu

kematian korteks otak yang merupakan pusat kegiatan intelektual dan kematian batang otak.

Kerusakan batang otak lebih fatal karena terdapat pusat saraf penggerak motor semua saraf

tubuh. Menurut Dr. Kartono Muhammad (wakil ketua Ikatan Dokter Indonesia) mengatakan

seseorang mati bila batang otak menggerakkan jantung dan paru-paru tidak berfungsi lagi.

Para fuqaha menurut Dr. Peunoh Daly menentukan ukuran hidup matinya seseorang

dengan empat fenomena yaitu :

- Adanya gerak/nafas, gerakan sedikit/banyak.

- Adanya suara maupun bunyi yang terdapat pada mulut, jeritan tangis, dan rasa haus.

- Mempunyai kemampuan berfikir terutama bagi orang dewasa.

- Mempunyai kemampuan merasakan lewat panca indra dan hati.

Kriteria yang dikemukakan fuqaha berupa kriteria pertama dan kedua masih belum

menjamin, karena terkadang manusia tidak bernafas dan tidak bersuara pada saat comma.

Sedangkan kriteria ketiga yaitu kemampuan berfikir, hanya salah satu vitalitas otak,

kerusakan organ tidak fatal masih bisa dioperasi. Kriteria keempat, sulit dideteksi dengan

menggunakan alat canggih. Keempat kriteria tersebut dapat diterapkan di tempat yang tidak

terdapat alat ukur seperti disebutkan Prof. Mahar.

Page 7: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB EUTHANASIA

1. Faktor kemanusiaan

Faktor ini dilakukan oleh seorang dokter baik atas permintaan pasien atau

keluarganya atau kehendak dokter itu sendiri. Hal ini dilakukan oleh seorang dokter

karena merasa kasihan terhadap penderitaan pasiennya yang berkepanjangan, yang secara

medis sulit untuk disembuhkan. Dengan demikian seorang dokter mengabulkan

permintaan pasiennya.

2. Faktor Ekonomi

Faktor yang kedua ini diakui oleh wakil ketua Umum Pengurus Besar Ikatan

Dokter Indonesia (IDI) Dr.Kartono Muhammad bahwa mengenai Euthanasia pasif

banyak dilakukan atas permintaan keluarga penderita yang tidak sampai hati melihat

keluarganya terbaring berlama-lama di rumah sakit. Oleh karena itu, mereka memilih

membawa pulang pasien dengan harapan biarlah ia meninggal di tengah familinya.

E. ALASAN DILAKUKAN EUTHANASIA

Euthanasia adalah sebuah aksi pencabutan nyawa seseorang. Dilakukannya aksi

tersebut harus didukung dengan alasan yang kuat. Dari beberapa survey negara dan

penyaringan sumber, terdapat tiga alasan utama mengapa euthanasia itu bisa dilakukan:

1. Rasa Sakit yang Tidak Tertahankan

Mungkin argumen terbesar dalam konflik euthanasia adalah jika si pasien

tersebut mengalami rasa sakit yang amat besar. Namun pada zaman ini, penemuan

semakin gencar untuk mengatasi rasa sakit tersebut, yang secara langsung menyebabkan

presentase terjadinya “assisted suicide” berkurang.

Euthanasia memang sekilas merupakan jawaban dari stress yang disebabkan oleh

rasa sakit yang semakin menjadi. Namun ada juga yang dinamakan “drugged state” atau

suatu saat dimana kita tak merasakan rasa sakit apapun karena pengaruh obat.

Oleh karena itu, kita dapat menyimpulkan bahwa sebenarnya tidak ada rasa sakit

yang tidak terkendali, namun beberapa pendapat menyatakan bahwa hal tersebut

memang dapat dilakukan dengan mengirim seseorang ke keadaan tanpa rasa sakit. Akan

tetapi mereka tetap harus di-euthanasia-kan karena cara tersebut tidak terpuji.

Page 8: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

Hampir semua rasa sakit dapat dihilangkan. Namun adapun yang sudah sebegitu

parah bisa dikurang jika perawatan yang dibutuhkan tersedia dengan baik.

Tapi euthanasia bukanlah jawaban dari skandal tersebut. Solusi terbaik untuk masalah

ini adalah dengan meningkatkan mutu para profesional medis dan dengan

menginformasikan pada setiap pasien yaitu apa saja hak-hak mereka sebagai seorang

pasien.

Meskipun begitu, beberapa dokter tidak dibekali dengan“pain management” atau

cara medis menghilangkan rasa sakit, sehingga mereka tidak tahu bagaimana harus

bertindak apabila seorang pasien mengalami rasa sakit yang luar biasa. Jika hal ini

terjadi, hendaklah pasien tersebut mencari dokter lain. Dengan catatan dokter tersebut

haruslah seseorang yang akan mengontrol rasa sakit itu bukan yang akan membunuh

sang pasien. Ada banyak spesialis yang sudah dibekali dengan keahlian tersebut yang

tidak hanya dapat mengontrol rasa sakit fisik seseorang, namun juga dapat mengatasi

depresi dan penderitaan mental yang biasanya mengiringi rasa sakit luar biasa tersebut.

2. Hak untuk Melakukan Bunuh Diri

Mungkin hal kedua bagi para pro-euthanasia adalah jika kita mengangkat hal

paling dasar dari semuanya, yaitu “hak”. Tapi jika kita teliti lebih dalam, yang kita

bicarakan di sini bukanlah memberi hak untuk seseorang yang dibunuh, tetapi

memberikan hak pada orang yang melakukan pembunuhan tersebut. Dengan kata lain,

euthanasia bukanlah hak seseorang untuk mati, tetapi hak untuk membunuh.

Euthanasia bukanlah memberikan seseorang hak untuk mengakhiri hidupnya tapi

sebaliknya. Hal ini adalah persoalan mengubah hukum agar dokter, kerabat, atau orang

lain dapat dengan sengaja mengakhiri hidup seseorang.

Manusia memang punya hak untuk bunuh diri. Hal seperti itu tidak melanggar

hukum. Bunuh diri adalah suatu tragedi dan aksi sendiri. Euthanasia bukanlah aksi

pribadi, melainkan membiarkan seseorang memfasilitasi kematian orang lain. Hal ini

dapat mengarah ke suatu tindakan penyiksaan pada akhirnya.

3. Haruskah Seseorang Dipaksa untuk Hidup?

Jawabannya adalah tidak. Bahkan tidak ada hukum atau etika medis yang

menyatakan bahwa apapun akan dilakukan untuk mempertahankan pasien tetap hidup.

Desakan melawan permintaan pasien menunda kematian dengan alasan hukum dan

sebagainya juga bisa dinilai kejam dan tidak berperikemanusiaan. Saat itulah perawatan

Page 9: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

lebih lanjut menjadi tindakan yang tanpa rasa kasihan, tidak bijak, atau tidak terdengar

sebagai perilaku medis.

Hal yang harus dilakukan adalah dengan menyediakan perawatan di rumah,

bantuan dukungan emosional dan spiritual bagi pasien dan membiarkan sang pasien

merasa nyaman dengan sisa waktunya.

F. EUTHANASIA MENURUT KUHP DAN KODE ETIK KEDOKTERAN

Prinsip umum UU Hukum Pidana (KUHP) yang berkaitan dengan masalah jiwa

manusia adalah memberikan perlindungan, sehingga hak untuk hidup secara wajar

sebagaimana harkat kemanusiaannya menjadi terjamin.

Di dalam pasal 344 KUHP dinyatakan : “Barang siapa menghilangkan jiwa

orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan

dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”.

Berdasarkan pasal ini, dokter bisa dituntut oleh penegak hukum, apabila ia

melakukan euthanasia, walaupun atas permintaan pasien dan keluarga yang

bersangkutan karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum.

Mungkin saja dokter atau keluarga terlepas dari tuntutan pasal 344 ini, tetapi ia tidak

bisa melepaskan diri dari tuntutan pasal 388 yang berbunyi : “Barang siapa dengan

sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan hukuman

penjara selama-lamanya 15 tahun”.

Dokter dapat diberhentikan dari jabatannya, karena melanggar kode etik

kedokteran. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 434/Men.Kes/SK/X/1983 pasal 10

menyebutkan : “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibannya untuk

melindungi ‘hidup’ makhluk insani”.

Menurut etik kedokteran, seorang dokter tidak dibolehkan :

1. Menggugurkan kandungan (abortus provocatus)

2. Mengakhiri hidup seorang penderita, yang menurut ilmu dan pengalaman tidak

akan mungkin sembuh lagi.

Seorang dokter harus mengerahkan segala kepandaiannya dan kemampuannya

untuk meringankan penderitaan dan memelihara hidup manusia (pasien), tetapi tidak

untuk mengakhirinya.

Page 10: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

G. EUTHANASIA DALAM TINJAUAN HUKUM ISLAM

1. Kedudukan jiwa dalam Islam

Islam sangat menghargai jiwa, lebih-lebih terhadap jiwa manusia. Cukup banyak

ayat Al-Qur’an maupun hadits yang mengharuskan kita untuk menghormati dan

memelihara jiwa manusia (hifzh al nafs). Meskipun jiwa merupakan hak asasi manusia,

tetapi ia adalah anugerah Allah SWT.

Di antara firman-firman Allah SWT yang menyinggung soal jiwa atau “nafs” itu

adalah :

a. Menurut Surat Al-Hijr ayat 23 :

“Dan sesungguhnya benar-benar kami-lah yang menghidupkan dan mematikan,

dan kami (pulalah) yang mewarisi”.

b. Menurut Surat Al-Najm ayat 44 :

“Dan bahwasanya Dia-lah (Allah) yang mematikan dan menghidupkan”.

Tindakan merusak maupun menghilangkan jiwa milik orang lain maupun jiwa

milik sendiri adalah perbuatan melawan hukum Allah. Begitu besarnya penghargaan

Islam terhadap jiwa, sehingga segala perbuatan yang merusak atau menghilangkan jiwa

manusia, diancam dengan hukuman yang setimpal (qishash atau diyat).

2. Euthanasia dalam hubungannya dengan jarimah mati

Yang menjadi unsur-unsur jarimah itu secara umum adalah :

a. “Nash” yang melarang perbuatan itu dan memberikan ancaman hukuman

terhadapnya. Ini disebut sebagai unsur formal (rukun syar’i).

b. “Tindakan” yang membentuk suatu perbuatan jarimah, baik perbuatan nyata

maupun sikap “tidak berbuat”. Unsur ini disebut unsur material (rukun maddi).

c. “Pelaku” yang mukallaf, yaitu orang yang dapat dimintai pertanggung-jawaban

terhadap jarimah yang dilakukannya. Ini disebut unsur moral (rukun abadi).

Page 11: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

Dari segi nash Islam memang secara tegas melarang pembunuhan. Aspek tindakan

sebagai unsur kedua sudah jelas ada. Karena biasanya upaya untuk mengurangi beban pasien

dalam penderitaannya melalui suntikan dengan bahan pelemah fungsi saraf dalam dosis

tertentu (neurasthenia).

Terjadinya euthanasia aktif tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan berikut :

a. Dari pihak pasien, yang meminta kepada dokter karena merasa tidak tahan lagi menderita

sakit karena penyakit yang dideritanya terlalu gawat dan sudah lama. Pasien juga

mempertimbangkan masalah ekonomi. Atau pasien sudah tahu bahwa ajalnya sudah

dekat, harapan untuk sembuh terlalu jauh, maka supaya matinya tidak merasa sakit, dia

meminta jalan yang lebih “nyaman” yaitu melalui euthanasia.

b. Dari pihak keluarga/wali, yang merasa kasihan atas penderitaan pasien.

c. “Kemungkinan lain” bisa terjadi, bahwa pihak keluarga bekerjasama dengan dokter

untuk mempercepat kematian pasien.

Masalahnya adalah sejauh mana atau dalam hal apa saja nyawa seseorang bisa atau

boleh dihabisi. Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat Al-

Isra ayat 33 (juga Al-An’am : 151) :

“Dan jangan kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah, melainkan dengan suatu

(alasan) yang benar”.

Syeikh Ahmad Musthafa al-Maraghi menjelaskan bahwa pembunuhan (mengakhiri

hidup) seseorang bisa dilakukan apabila disebabkan oleh salah satu dari 3 sebab yaitu :

a. Karena pembunuhan oleh salah seseorang secara zalim.

b. Janda secara nyata berbuat zina, yang diketahui oleh empat orang saksi.

c. Orang yang keluar dari agama Islam, sebagai suatu sikap menentang jama’ah Islam.

Sakit adalah satu bentuk uji kesabaran, sehingga tidaklah tepat kalau diselesaikan

dengan mengakhiri diri sendiri melalui euthanasia (aktif). Syeikh Muhammad Yusuf al-

Qardhawi mengatakan bahwa kehidupan manusia bukan menjadi hak milik pribadi, sebab

dia tidak dapat menciptakan dirinya (jiwanya). Oleh karena itu, ia tidak boleh diabaikan

apalagi dilepaskan dari kehidupannya.

Islam tidak membenarkan dalam situasi apapun untuk melepaskan nyawanya hanya

karena ada musibah. Seorang mukmin diciptakan untuk berjuang, bukan untuk lari dari

kenyataan. Dalam hal ini Syeikh Mahmud Syaltut memberikan pembahasan yang

Page 12: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

ringkasnya bahwa para ahli fiqh berbeda pendapat mengenai suatu kejahatan disuruh sendiri

oleh si korban atau oleh walinya.Bahwa perintah korban dapat menggugurkan qishash

terhadap pelaku.

3. Hukum Euthanasia dalam Islam

a. Euthanasia Aktif

Syariat Islam jelas mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam

kategori melakukan pembunuhan dengan sengaja (al-qatl al-‘amâd). Walaupun

niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram

walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya. Tindakan tersebut bisa

dikategorikan tindakan putus asa dan membunuh diri sendiri yang diharamkan.

Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas yaitu dalil-dalil yang

mengharamkan pembunuhan, baik pembunuhan terhadap jiwa orang lain maupun diri

sendiri, misalnya firman Allah Swt.:

بالحق ماللهال حر تي ال فس الن تقتلوا وال“Janganlah kalian membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk

membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. (QS al-An‘am [6]:

151).

رحيما بكم كان الله إن أنفسكم تقتلوا وال“Janganlah kalian membunuh diri kalian, sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepada kalian”. (QS an-Nisa' [4]: 29).

Karena itu, apapun alasannya (termasuk faktor kasihan kepada penderita)

tindakan euthanasia aktif tersebut jelas tidak dapat diterima. Alasan ini hanya melihat

aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lain yang tidak diketahui

dan terjangkau oleh manusia, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda:

[ يشاكها وكة الش ى حت عنه بها الله كفر إال المسلم تصيب مصيبة من [ما

“Tidaklah suatu musibah menimpa seseorang Muslim, kecuali Allah menghapuskan

dengan musibah itu dosanya, hatta sekadar duri yang menusuknya”.(HR al-Bukhari

dan Muslim).

b. Euthanasia Pasif

Mengenai euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam kategori

menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter

Page 13: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

bahwa pengobatan yang dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan

harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada

pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.

Lalu, bagaimanakah hukumnya menurut syariat Islam?

Jawaban untuk pertanyaan tersebut bergantung pada pengetahuan kita tentang

hukum berobat (at-tadâwi) itu sendiri : apakah berobat itu wajib, mandûb (sunnah),

mubah, atau makruh? Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur

ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya sunnah, tidak wajib. Namun, sebagian

ulama ada yang mewajibkan berobat, seperti kalangan ulama Syafiiyah dan

Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah (Utomo, 2003:

180).

Menurut Abdul Qadim Zallum (1998: 68) hukum berobat adalah mandûb, tidak

wajib. Hal ini berdasarkan berbagai hadis, pada satu sisi Nabi SAW menuntut

umatnya untuk berobat, sedangkan pada sisi lain ada qarînah (indikasi) bahwa

tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas yang berimplikasi hukum wajib.

Di antara hadis-hadis tersebut adalah yang dituturkan oleh Usama bin Syarik,

bahwa beberapa orang Arab pernah bertanya, “Ya Rasulullah, haruskah kami

berobat?”

Rasulullah saw bersabda, “Benar wahai hamba-hamba Allah, berobatlah

kalian, karena sesungguhnya Allah tidak membuat suatu penyakit kecuali Dia

membuat pula obatnya. (HR at-Tirmidzi).

Hadis di atas menunjukkan bahwa Rasulullah saw memerintahkan kita untuk

berobat. Hanya saja, perintah (al-amr) tersebut tidak serta-merta berkonotasi wajib. Ini

sesuai dengan kaidah:

للطلب األمر في األصل“Perintah itu pada asalnya sekadar menunjukkan adanya tuntutan”.(An-

Nabhani, 1953).

Jadi, hadis riwayat Imam at-Tirmidzi di atas hanya menuntut kita berobat.

Dalam hadis itu tidak ada satu indikasi pun yang membuktikan bahwa tuntutan

tersebut bersifat wajib. Qarînah yang ada dalam hadis-hadis lain juga menunjukkan

bahwa perintah di atas tidak wajib.

Di antaranya hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas ra, bahwa seorang

perempuan yang berkulit hitam pernah datang kepada Nabi saw. Ia lalu berkata,

"Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku

Page 14: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

[saat kambuh]. Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku!" Nabi saw. Lalu

berkata, "Jika kamu mau, kamu bersabar dan akan mendapat surga. Jika tidak mau,

aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu." Perempuan itu berkata,

"Baiklah aku akan bersabar." Lalu dia berkata lagi, "Sesungguhnya auratku sering

tersingkap [saat ayanku kambuh].Karena itu, berdoalah kepada Allah agar auratku

tidak tersingkap." Nabi saw, kemudian berdoa untuknya. (HR Bukhari).

Hadis di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadis ini digabungkan

dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadis terakhir ini

menjadi indikasi (qarînah), bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan

perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandûb), bukan wajib

(Zallum, 1998: 69), termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien.

Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah, apakah dokter berhak

mencabutnya dari pasien yang telah kritis keadaannya? Abdul Qadim Zallum (1998:

69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati

organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti

menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab, kematian otak tersebut

berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien.

Penggunaan dan penghentiaan alat-alat bantu itu sendiri termasuk aktivitas

pengobatan yang hukumnya sunnah, tidak wajib. Karena itu, hukum euthanasia pasif

—dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien

(setelah matinya atau rusaknya organ otak)—hukumnya boleh (jâ'iz) bagi dokter. Jadi,

ketika dokter mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, ia tidak dapat dikatakan

melakukan pembunuhan terhadap pasien (Zallum, 1998: 69; Zuhaili, 1996: 500;

Utomo, 2003: 182).

Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter adalah menyembuhkan,

bukan membunuh.Kalau dokter tidak sanggup, kembalikan kepada

keluarga.Sedangkan terhadap euthanasia pasif, para ahli, baik dari kalangan

kedokteran, ahli hukum pidana, maupun para ulama sepakat membolehkan.

Kebolehan euthanasia pasif itu didasarkan atas pertimbangan bahwa pasien

sebenarnya memang sudah tidak memiliki fungsi organ-organ yang memberi

kepastian hidup.Kalaupun ada harapan, umpamanya karena salah satu dari 3 organ

utama yang tidak berfungsi, yaitu jantung, paru-paru, korteks otak (otak besar, bukan

batang otak), maka berarti masih bisa dilakukan pengobatan bagi pasien yang berada

Page 15: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

di RS yang lengkap peralatannya.Tetapi bila pasien berada di RS yang sederhana,

sehingga usaha untuk mengatasi kerusakan salah satu dari yang disebutkan itu, atau

biaya untuk meneruskan pengobatan ke RS yang lebih lengkap.Allah tidak

memberikan beban kewajiban yang manusia tidak sanggup memikulnya.Yang penting

disini tidak ada unsur kesengajaan untuk mempercepat kematian pasien.

Kalau kerusakan terjadi pada batang otak, maka seluruh organ lainnya akan

terhenti pula fungsinya. Memang bisa terjadi, ketika batang otak telah rusak, tetapi

jantung masih berdenyut.Apalagi jika batang otak sudah mengalami

pembusukan.Maka dalam kondisi yang demikian, tindakan euthanasia pasif boleh

dilaksanakan, umpamanya dengan mencabut selang pernafasan, masker oksigen,

pemacu jantung, saluran infus dan sebagainya. Maksudnya hanya sebagai langkah

menyempurnakan kematian.

Page 16: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Membunuh bisa di lakukan secara legal. Itulah euthanasia, pembunuhan legal

yang sampai sekarang masih menjadi pro dan kontra. Pembunuhan legal inipun

beragam jenisnya

Kematian merupakan topik yang sangat di takuti oleh publik. Hal demikian

tidak terjadi dalam dunia kedokteran atau kesehatan modern, kematian tidaklah menjadi

suatu peristiwa yang datang secara tiba-tiba. Kematian dapat dilegalisir menjadi sesuatu

yang dfinit dan dapat di pastikan tanggal kejadiannya. Euthanasia memungkinkan hal

tersebut.

Berdasarkan uraian terdahulu, maka dapatlah ditarik kesimpulan sebagai

berikut:

1. Yang berhak mengakhiri hidup seseorang hanyalah Allah SWT. Oleh karena itu, orang

yang mengakhiri hidupnya dengan cara dan alasan yang bertentangan dengan ketentuan

agama (tidak bilhaq), seperti euthanasia aktif, adalah perbuatan bunuh diri, yang

diharamkan dan diancam Allah dengan hukuman neraka selama-lamanya.

2. Euthanasia aktif tetap dilarang, baik dilihat dari segi kode etik kedokteran, Undang-

Undang Hukum Pidana, lebih-lebih menurut Islam yang menghukumnya dengan

haram. Terhadap keluarga yang menyuruh, maupun dokter yang melaksanakan,

dipandang sebagai pelaku pembunuhan sengaja. Sedangkan dokter yang melaksanakan

euthanasia aktif atas permintaan pasien, dipandang sebagai membantu terlaksananya

bunuh diri.

3. Euthanasia pasif diperbolehkan, yaitu sepanjang kondisi organ utama pasien berupa

batang otaknya sudah mengalami kerusakan fatal. Sedangkan kerusakan organ jantung,

paru-paru, dan korteks, dalam dunia kedokteran sekarang masih bisa diatasi. Maka

tindakan euthanasia terhadap pasien dalam kondisi seperti ini sama dengan

pembunuhan.

Page 17: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

B. SARAN

Untuk menghadapi beberapa masalah yang berkaitan dengan adanya euthanasia

ini, perlu kiranya dikemukakan saran-saran berikut :

1. Jika pertimbangan kemampuan untuk memperoleh layanan medis yang lebih baik

tidak memungkinkan lagi, baik karena biaya maupun karena rumah sakit yang lebih

lengkap terlalu jauh, maka dapat dilakukan dua cara :

a. Menghentikan perawatan/pengobatan, artinya membawa pasien pulang ke

rumah.

b. Membiarkan pasien dalam perawatan seadanya, tanpa ada maksud

melalaikannya, apalagi menghendaki kematiannya.

2. Umat Islam diharapkan tetap berpegang teguh pada kepercayaannya yang

memandang segala musibah (termasuk menderita sakit) sebagai ketentuan yang

datang dari Allah.

3. Para dokter diharapkan tetap berpegang pada kode etik kedokteran dan sumpah

jabatannya, sehingga tindakan yang mengarah kepada percepatan proses kematian

bisa dihindari.

Page 18: Web viewAda banyak spesialis yang ... Untuk ini Allah telah menggariskannya melalui firman-Nya dalam surat ... Mempercepat kematian tidak dibenarkan.Tugas dokter

DAFTAR PUSTAKA

Al- Qur’an

Hadist

Kozier B., Erb G., Berman A., & Snyder S.J, (2004), Fundamentals of Nursing Concepts,

Process and Practice 7th Ed., New Jersey: Pearson Education Line

Taylor C., Lilies C., & Lemone P., (1997), Fundamentals of Nursing, Philadelphia :

Lippincott

Van Hoeve, (1987), Eksiklopedia Indonesia, Vol 2, Topik Euthanasia, Jakarta: Ikhtiar Baru,

hal 978

Erwan T.,Cs., (1979), Himpunan Undang-undang dan Peraturan-peraturan Hukum Pidana,

Jakarta: Aksara Baru, hal 137

Keputusan Mentri Kesehatan RI nomor : 434/Men.Kes/SK/X/1983 Tentang, belakunya kode

etik kedokteran indonesia bagi para dokter indonesia, 1988, Jakarta: yayasan penerbit Ikatan

Dokter Indonesia, Hal 392