vi. hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id · hasil dan pembahasan ... memiliki presentase...

32
47 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem Tataniaga Tataniaga tebu dari petani hingga ke konsumen melibatkan beberapa lembaga tataniaga. Petani responden yang berjumlah 20 petani tersebut menjual hasil panen tebu kepada lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga yang terlibat dalam tataniaga tebu adalah petani, kontraktor tebu, Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Kelompok Tani, Pedagang sari tebu dan pabrik gula. 1. Petani merupakan lembaga yang berperan dalam memproduksi tebu. 2. Kontraktor tebu merupakan lembaga yang berperan sebagai pedagang yang membeli tebu hasil petani dan mengiling hasil tebu petani ke pabrik gula. Lembaga ini biasa disebut tengkulak. 3. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) merupakan lembaga yang memberikan kredit kepada petani dan menjual hasil gilingan tebu petani melalui sistem lelang. 4. Kelompok Tani merupakan lembaga perkumpulan petani tebu dimana petani menitipkan tebunya kepada kelompok tani untuk digiling atas nama kelompok tani dan ketua kelompok tani akan mendapatkan 1,5% dari hasil gilingan petani sebagai imbalan giling tebu. 5. Pedagang sari tebu merupakan lembaga yang membeli hasil tebu petani dan mengolahnya menjadi minuman sari tebu dan dijual kepada konsumen. 6. Pabrik gula merupakan lembaga yang memiliki tugas untuk menggiling tebu hasil petani dan melakukan sistem bagi hasil melalui rendemen. Hasil gilingan tebu tersebut dijual oleh pabrik gula melalui sistem lelang dengan para investor (agen). Sistem tataniaga tebu di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang dapat dilihat pada Gambar 3.

Upload: lamnguyet

Post on 06-Mar-2019

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

47

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1. Sistem Tataniaga

Tataniaga tebu dari petani hingga ke konsumen melibatkan beberapa

lembaga tataniaga. Petani responden yang berjumlah 20 petani tersebut menjual

hasil panen tebu kepada lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga yang terlibat

dalam tataniaga tebu adalah petani, kontraktor tebu, Asosiasi Petani Tebu Rakyat

Indonesia (APTRI), Kelompok Tani, Pedagang sari tebu dan pabrik gula.

1. Petani merupakan lembaga yang berperan dalam memproduksi tebu.

2. Kontraktor tebu merupakan lembaga yang berperan sebagai pedagang yang

membeli tebu hasil petani dan mengiling hasil tebu petani ke pabrik gula.

Lembaga ini biasa disebut tengkulak.

3. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) merupakan lembaga yang

memberikan kredit kepada petani dan menjual hasil gilingan tebu petani

melalui sistem lelang.

4. Kelompok Tani merupakan lembaga perkumpulan petani tebu dimana petani

menitipkan tebunya kepada kelompok tani untuk digiling atas nama kelompok

tani dan ketua kelompok tani akan mendapatkan 1,5% dari hasil gilingan petani

sebagai imbalan giling tebu.

5. Pedagang sari tebu merupakan lembaga yang membeli hasil tebu petani dan

mengolahnya menjadi minuman sari tebu dan dijual kepada konsumen.

6. Pabrik gula merupakan lembaga yang memiliki tugas untuk menggiling tebu

hasil petani dan melakukan sistem bagi hasil melalui rendemen. Hasil gilingan

tebu tersebut dijual oleh pabrik gula melalui sistem lelang dengan para investor

(agen).

Sistem tataniaga tebu di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang

dapat dilihat pada Gambar 3.

48

Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3

Saluran 4

Gambar 3. Sistem Tataniaga Tebu Di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro,

Kabupaten Jombang Tahun 2011

6.2. Saluran Tataniaga

Saluran tataniaga tebu yang terdapat di Desa Pulorejo adalah empat

saluran. Saluran pertama dilakukan oleh empat orang petani responden dan

memiliki presentase sebesar 20%. Volume penjualan saluran pertama adalah

73.000 kuintal tebu dan memiliki presentase sebesar 20,5% dari seluruh volume

penjualan. Petani yang menjual tebu kepada kelompok tani sebanyak enam orang

dan memiliki presentase sebesar 30% dari seluruh jumlah petani responden.

Volume penjualan pada saluran kedua adalah 53.000 kuintal dan memiliki

presentase sebesar 14,9% dari seluruh volume penjualan. Jumlah petani yang

menjual tebu kepada kontraktor tebu sebanyak sepuluh orang dan memiliki

presentase sebesar 50% dari seluruh jumlah petani responden. Tebu yang dijual

dalam saluran ini sebesar 227.000 kuintal dan memiliki presentase sebesar 63,7%

dari jumlah seluruh penjualan. Petani yang menjual hasil tebu kepada pedagang

sari tebu berjumlah empat orang, petani yang melakukan penjualan kepada

pedagang sari tebu merupakan petani yang terlibat dalam saluran satu, saluran dua

Petani

356.450 Kuintal

Kelompok Tani

53.000kw

(14,9%)

APTRI

73.000 kw (20,5%)

Kontraktor tebu

227.000

kw(63,7%)

Pedagang sari tebu

3.450 kw (0,9%)

Konsumen Pabrik gula

49

dan saluran ketiga. Penjualan kepada pedagang sari tebu ini dilakukan apabila

tebu yang akan digiling ke pabrik tidak memenuhi persyaratan pabrik gula.

Volume tebu yang dijual kepada pedagang sari tebu sebesar 3.450 kuintal dan

memiliki presentase sebesar 0,9% dari total volume penjualan tebu.

Hasil pengamatan menunjukan presentase petani responden yang menjual

tebu kepada kontraktor tebu pada saluran satu paling besar bila dibandingkan

dengan saluran lainnya. Selain itu volume penjualan pada saluran ketiga paling

besar yaitu sebesar 227.000 kuintal. Hal ini dikarenakan petani tidak memiliki

surat kontrak dengan pabrik gula. Selain itu, petani merasa cara seperti ini lebih

mudah dan cepat karena semua biaya tebang dan angkut akan ditanggung oleh

kontraktor tebu. Biaya tebang dan angkut merupakan biaya pemanenan yang

cukup tinggi terlebih jika dalam cuaca yang buruk dan jarak kebun yang jauh dari

pabrik gula.

6.2.1. Saluran Tataniaga 1

Saluran tataniaga satu terdiri dari petani, Asosiasi Petani Tebu Rakyat

Indonesia (APTRI) dan pabrik gula. Jumlah petani responden yang melakukan

saluran tataniaga satu adalah empat orang atau sebesar 20% dari jumlah petani

responden di Desa Pulorejo. Volume penjualan tebu pada saluran ini sebesar

73.000 kuintal dan memiliki presentase sebesar 20,5% dari total volume penjualan

tebu.

Petani melakukan saluran tataniaga ini dikarenakan petani mendapatkan

pinjaman modal untuk melakukan usahatani tebu. Pinjaman ini sesuai dengan

besarnya lahan yang diusahakan oleh petani. Pinjaman dari APTRI berasal dari

pinjaman bank dan dikembalikan saat petani telah mendapatkan hasil dari

panennya. Kemungkinan kredit ini mengalami macet bayar sangat kecil, hal ini

dikarenakan oleh hasil giling tebu petani diserahkan kepada APTRI untuk

kemudian diikutkan dalam lelang. Petani yang terlibat dalam saluran satu ini

memiliki ikatan kemitraan dengan APTRI. Alasan jumlah petani yang

menggunakan saluran ini hanya sedikit adalah jauhnya letak APTRI dari Desa

Pulorejo. Petani mendatangi APTRI untuk mengajukan kredit usahatani tebu

kemudian mengambil uang kredit yang diberikan dari APTRI. Selain itu untuk

50

mengambil uang hasil penjualan tebu petani harus datang ke APTRI. Menurut

petani letak APTRI yang jauh dan petani harus mengeluarkan biaya trasportasi

membuat saluran ini kurang diminati oleh petani dalam menjual hasil tebu milik

petani.

Tebu petani dibeli oleh APTRI dengan harga Rp. 37.000/kuintal tebu.

Tebu dititip giling ke pabrik gula, kemudian melakukan bagi hasil dengan pabrik

gula melalui hasil rendemen yang dihasilkan. Tebu yang dipanen dibawa dengan

menggunakan mobil pick-up menuju pabrik gula. Biasanya hasil yang didapatkan

oleh petani adalah 60% dari seluruh hasil giling. Hasil giling tebu tersebut diambil

oleh APTRI kemudian diikutkan dalam lelang yang diikuti oleh APTRI. Hasil

lelang tersebut kemudian dipotong oleh pinjaman petani dan biaya pemanenan

seperti tebang dan angkut. Harga lelang hasil giling tebu tidak menentu. Kisaran

harga lelang hasil giling adalah Rp. 7000 sampai Rp. 9000. Biaya yang

dikeluarkan oleh APTRI adalah biaya karung yaitu sebesar Rp. 328 per kuintal

tebu.

Pada saluran satu harga gula ditentukan oleh APTRI berdasarkan harga

lelang. Sistem pembelian dilakukan secara tunai. Sistem pembayaran dilakukan

secara tunai setelah tebu hasil giling dilelang oleh APTRI, hal ini dipengaruhi oleh

rasa kepercayaan petani dengan APTRI.

Dengan demikian pada saluran ini petani mengeluarkan biaya tataniaga

seperti biaya tebang dan angkut. APTRI mengeluarkan biaya pengemasan seperti

karung. Pabrik gula mengeluarkan biaya pengolahan untuk menggiling tebu.

6.2.2. Saluran Tataniaga 2

Saluran tataniaga dua ini dilakukan oleh enam orang petani responden.

Lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga ini adalah petani,

kelompok tani dan pabrik gula. Volume penjualan tebu pada saluran ini sebesar

53.000 kuintal dan memiliki presentase penjualan sebesar 14,9% dari total volume

penjualan tebu.

Kelompok tani berperan dalam mengumpulkan tebu dari anggota

kelompok tani dan menggiling tebu di pabrik gula. Petani menitipkan tebunya

kepada kelompok tani untuk digiling. Petani yang melakukan saluran tataniaga ini

51

tidak memiliki surat kontrak dari pabrik tebu. Kelompok tani memiliki surat

kontrak untuk menggilingkan hasil tebu para anggotanya dengan menggunakan

nama kelompok taninya. Ketua kelompok tani mendapatkan imbalan sebesar 1,5%

dari hasil giling tebu milik anggotanya. Kelompok tani tidak memiliki hak atas

tebu milik petani. Kelompok tani hanya sebagai broker bagi petani yang tidak

memiliki surat kontrak. Saluran ini kurang diminati oleh petani karena

keengganan petani untuk mengeluarkan uang untuk memberikan komisi kepada

ketua kelompok tani. Petani beranggapan hasil yang didapat dari usahatani tebu

belum bisa menutupi kebutuhan pateni sehari-hari terlebih bila lahan yang

digunakan oleh petani kecil. Pelayanan yang diberikan oleh kelompok tani adalah

mengurus tebu milik petani dari giling hingga mendapatkan hasil dari gilingan

tebu. Petani tidak perlu ke pabrik gula untuk mengikuti tebu miliknya dan kembali

ke pabrik gula untuk mengambil hasil dari gilingan tebu miliknya. Semua itu

dikerjakan oleh kelompok tani. Bagi beberapa petani yang menggunakan saluran

ini mengeluarkan uang sebesar 1.5% untuk ketua kelompok tani sebanding dengan

pelayanan yang diberikan. Hasil giling tebu diikutkan dalam lelang yang

dilakukan oleh pabrik gula.

Petani yang telah memanen hasil tebunya mengeluarkan biaya pemanenan

seperti biaya tebang dan angkut. Hasil panen tersebut dikumpulkan langsung ke

pabrik gula untuk digiling. Hasil giling tebu tersebut akan dilakukan bagi hasil

dengan pabrik gula sesuai dengan rendemen yang dihasillkan oleh petani. Hasil

tersebut diikutkan dalam lelang yang diadakan pabrik gula. Setelah lelang

dilakukan maka kelompok tani akan mendapatkan surat hasil giling tebu yang

memuat hasil giling tebu dan harga yang diterima oleh petani. Uang hasil giling

tebu petani akan diberikan melalui kelompok tani. Kelompok tani akan membagi

uang tersebut kepada masing-masing petani sesuai dengan tebu yang disetorkan

kepada kelompok tani.

Harga tebu ditentukan dari hasil lelang yang dilakukan pabrik gula. sistem

pembelian dilakukan secara tunai. Sistem pembayaran dilakukan tunai setelah

lelang dilakukan. Petani dalam saluran tataniaga dua mendapatkan informasi dari

ketua kelompok tani. Informasi yang diterima adalah harga, kisaran rendemen,

52

harga pupuk dan harga bibit tebu. Petani memiliki posisi tawar yang rendah

karena petani hanya menerima harga dari lelang pabrik gula dengan investor.

6.2.3. Saluran Tataniaga 3

Petani responden yang menggunakan saluran tataniaga tiga adalah 10

orang. Lembaga yang terlibat dalam saluran tataniaga tiga ini adalah petani,

kontraktor tebu dan pabrik gula. Volume tebu yang dijual pada saluran tataniaga

tiga sebesar 227.000 kuintal atau sebesar 63,7% dari total volume penjualan tebu.

Rata-rata petani yang menggunakan saluran tataniaga tiga adalah petani

yang tidak memiliki surat kontrak dengan pabrik gula. Selain itu alasan petani

menggunakan saluran tataniaga tiga adalah petani lebih mudah dalam menjual

hasil tebu, cepat dan biaya pemanenan ditanggung oleh kontraktor tebu. Kondisi

seperti ini dianggap menguntungkan oleh petani yang menggunakan saluran

tataniaga tiga. Saluran ini paling diminati oleh petani karena memberikan

kemudahan bagi petani dan petani tidak perlu menanggung risiko atas hasil

usahatani tebunya. Risiko akan ditanggung oleh kontraktor tebu yang membeli

hasil panen tebu miliknya. Kontraktor tebu memiliki surat kontrak dengan pabrik

gula dan akan membawa tebu hasil pembeliannya dengan petani ke pabrik untuk

gilingkan. Kontraktor tebu membeli tebu milik petani untuk memenuhi surat

kontrak yang sudah ditandatangani dengan pabrik tebu.

Kontraktor tebu akan mendatangi pemilik tebu untuk membeli tebu yang

telah siap panen. Kontraktor dan petani akan melakukan kegiatan tawar menawar

harga tebu. Kontraktor tebu membeli tebu milik petani sebesar Rp. 36.900/kuintal

tebu. Setelah harga disepakati oleh kedua pihak, maka kontraktor tebu akan

melakukan penebangan dan pengangkutan tebu yang telah dibeli dari petani. Tebu

yang telah di tebang di bawa ke pabrik tebu untuk digiling. Hasil tebu yang

digiling oleh pabrik tebu akan diikutkan dalam lelang yang diadakan pabrik gula

dengan investor. Harga gula yang diikutkan dalam lelang pabrik gula sebesar

Rp.8.000-Rp.10.000/kg gula.

Harga tebu ditentukan melalui kesepakatan antara kontraktor tebu dengan

petani tebu. Sisem pembelian dilakukan dengan tunai dan sistem pembayaran

dilakukan dengan kredit, 50% dibayarkan saat tebang dan sisanya dibayarkan

53

setelah dilakukan lelang. Petani tebu mendapatkan informasi pasar dari kontraktor

tebu dan petani tebu lainnya. Petani memiliki posisi tawar yang tinggi karena

dapat menentukan harga melalui negosiasi dengan kontraktor tebu.

6.2.4. Saluran Tataniaga 4

Terdapat empat orang petani yang melakukan penjualan tebu dalam

saluran empat. Petani yang terlibat dalam saluran tataniaga empat ini merupakan

bagian dari petani yang melakukan saluran tataniaga satu, dua atau tiga. Lembaga

tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga ini adalah petani, pedagang sari

tebu dan konsumen. Volume penjualan tebu dalam saluran tataniaga empat adalah

3.450 kuintal atau sebesar 0,9% dari total volume penjualan tebu.

Alasan petani menggunakan saluran ini adalah untuk meminimalkan

kerugian akibat tebu hasil panen tidak memenuhi syarat giling pabrik gula. Pabrik

gula melakukan gradding pada hasil tebu petani sebelum dilakukan penggilingan.

Tebu yang tidak memenuhi syarat giling pabrik akan dikembalikan kepada petani.

Tebu ini akan digunakan pedagang sari tebu untuk dijual kembali dengan

melakukan pengolahan terhadap tebu tersebut. Adanya saluran ini menguntungkan

bagi petani karena petani dapat meminimalkan risiko yang ditanggungnya.

Namun, hasil tebu yang dijual pada asaluran ini tidak banyak karena tujuan utama

petani melakukan usahatani tebu adalah untuk digiling menjadi tebu. Tebu ini

dibeli pedagang sari tebu di rumah petani. Pengangkutan tebu ini menggunakan

motor milik pedagang. Petani tidak mengeluarkan biaya transportasi dalam

saluran tataniaga ini.

Tebu yang dipanen oleh petani akan dibeli oleh pedagang sari tebu dengan

melakukan tawar menawar. Harga yang dibeli pedagang sari tebu dari petani

adalah Rp.2000/kg tebu. Setelah harga disepakati oleh petani dan pedagang maka

pedagang akan membawa tebu tersebut. Tebu akan dibersihkan untuk kemudian

diolah oleh pedagang menjadi minuman sari tebu dan akan dijual kepada

konsumen. Harga sari tebu yang dijual oleh pedagang sari tebu adalah

Rp.2500/gelas.

Pada saluran tataniaga empat, harga tebu ditentukan melalui kesepakatan

antara petani dan pedagang tebu. Sistem pembelian dilakukan secara tunai dan

sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Petani yang menjual produknya

54

mendapatkan informasi pasar dari petani tebu lainnya. Petani memiliki posisi

tawar yang tinggi karena petani dapat menentukan harga jual kepada pedagang.

6.3. Analisis Fungsi-fungsi Tataniaga

Setiap lembaga tataniaga memiliki fungsi-fungsi yang berbeda dalam

penyampaian tebu dari petani hingga pabrik gula. Fungsi-fungsi dari setiap

lembaga tataniaga bertujuan untuk memperlancar prosesn tataniaga dari tebu.

Fungsi-fungsi tataniaga dapat dikelompokkan menjadi fungsi pertukaran, fungsi

fisik dan fungsi fasilitas.

6.3.1. Petani

Fungsi tataniaga yang dilakukan petani tebu di Desa Pulorejo adalah

fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang

dilakukan adalah fungsi penjualan. Fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan

sedangkan fungsi fasilitias berupa pembiayaan, sortasi, penganggungan risiko dan

informasi pasar.

a. Fungsi Pertukaran

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan.

Pada saluran satu terdapat empat orang petani yang menjual tebunya kepada

(Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesai) APTRI, enam orang petani melakukan

penjualan tebunya melalui kelompok tani, sepuluh orang petani menjual tebu

kepada kontraktor tebu dan empat orang menjual kepada pedagang sari tebu.

Penjualan tebu dilakukan di kebun tebu milik petani. Lembaga tataniaga

akan mendatangi petani untuk membeli tebu hasil panen petani. APRI dan

kelompok tani memiliki data mengenai data tanam dan data panen tebu petani.

Sehingga lembaga tataniaga tersebut akan mendatangi petani yang telah siap

panen. Kontraktor tebu merupakan langganan dari petani yang menjual tebu

kepada kontraktor tebu. Pada saluran empat petani akan mencari padagang sari

tebu yang akan mau membeli tebu miliknya.

55

b. Fungsi fisik

Fungsi fisik yang dilakukan petani adalah fungsi pengangkutan yang

dilakukan oleh petani pada saluran satu dan dua. Proses pemanenan dan

pengangkutan dilakukan oleh buruh yang disewa. Pada saluran satu dan saluran

dua biaya pemanenan ditanggung oleh petani. Biaya pemanenan dan

pengangkutan yang dikeluarkan oleh petani merupakan biaya pinjaman yang

dikeluarkan oleh APTRI dan kelompok tani. Biaya tersebut akan dibayar oleh

petani setelah petani mendapatkan hasil dari gilingan tebu. Pada saluran ketiga

biaya pemanenan dan pengangkutan akan ditanggung sepenuhnya oleh kontraktor

tebu yang membeli tebu milik petani

c. Fungsi fasilitas

Fungsi fasilitas yang dilakukan petani adalah penanggungan risiko, sortasi,

pembiayaan dan informasi pasar. Risiko yang mungkin dihadapi adalah tebu yang

telah dipanen tidak sesuai dengan kriteria tebu siap giling. Kriteria tebu yang siap

giling adalah manis, bersih dan segar. Jika kriteria itu tidak dipenuhi oleh petani

maka tebu akan dikembalikan kepada petani. Selain itu, jika kotoran yang terdapat

dalam tebu melebihi 5% dari seluruh tebu yang dikirimkan maka tebu akan

dikembalikan kepada petani dan petani akan dikenakan peringatan. Kotoran tebu

yang dimaksud adalah petani yang tidak memenuhi kriteria, batang tebu kering

dan daun-daun kering. Musim hujan juga akan menimbulkan risiko pada tanaman

tebu, hal ini dikarenakan batang tebu yang belum kuat akan roboh dan mati jika

terkena angin kencang.

Pembiayaan yang dilakukan petani adalah penyediaan modal yang

digunakan untuk kegiatan produksi. Biaya produksi yang dikeluarkan petani

adalah bibit, pupuk, tenaga kerja dan alat-alat pertanian. Pembiayaan ini bisa

berasal dari modal pribadi petani atau mendapat pinjaman. Pada saluran satu

petani mendapat kredit atau pinjaman dari APTRI untuk kegiatan produksi petani.

Petani dalam menjual hasilnya mendapat informasi pasar dari APTRI,

kelompok tani dan sesama petani. Informasi yang diberikan adalah informasi

harga dan baiya produksi. Informasi mengenai rendemen tebu diberikan oleh

pabrik gula yang dilakukan sebulan dua kali. Dalam pertemuan ini akan

diinformasikan mengenai perhitungan rendemen termasuk cara menghitung

56

rendemen tebu petani. Petani akan diberikan undangan oleh pabrik tebu, namun

tidak semua petani diundang. Hanya perwakilan dari beberapa petani dilihat dari

wilayahnya. Petani yang mendapat informasi ini akan melanjutkan informasi ini

kepada petani yang lain.

Petani melakukan penyortiran tebu yang akan digiling di pabrik gula. Tebu

dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh pabrik gula. Pabrik gula

menetapkan bahwa kotoran yang terbawa tebu yang akan digiling tidak melebihi

dari 5% dari berat total tebu yang dibawa. Kotoran yang dimaksud adalah daun

kering, tebu yang masih muda dan tebu yang kering dan telah mati.

6.3.2. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)

Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh Asosiasi Petani Tebu Rakyat

Indonesia (APTRI) adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh APTRI adalah pembelian dan penjualan;

fungsi fisik yang dilakukan adalah pengemasan dan penyimpanan; fungsi fasilitas

yang dilakukan adalah pembiayaan dan infomasi pasar.

a. Fungsi pertukaran

Asosiasi yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Asosiasi

Petani Tebu Rakyat Indonesia Nira Sejahtera. Fungsi pertukaran yang dilakukan

oleh APTRI adalah fungsi pembelian dan penjualan. APTRI Nira Sejahtera

melakukan pembelian di kebun petani. APTRI membeli tebu milik petani

kemudian menggiling tebu milik petani di pabrik gula. Tenaga pemanenan dan

pengangkutan disediakan oleh APTRI namun biaya di tanggung oleh petani.

APTRI melakukan pembelian tebu milik petani yang mendapatkan dana pinjaman

dari APTRI. Setelah tebu digiling dan telah diadakan bagi hasil dengan pabrik

gula, APTRI kemudian menjual hasil gilingan tebu kepada agen atau investor

secara lelang yang diadakan oleh beberapa asosiasi lain. Lelang dilakukan dalam

kurun waktu 15 hari sekali sehingga lelang dilakukan sebulan dua kali. Jumlah

yang diikutkan dalam lelang tidak menentu tergantung dari jumlah persediaan

yang ada pada APTRI. Harga yang terbentuk juga tidak menentu tergantung pada

penawaran investor yang akan membeli.

b. Fungsi fisik

57

Fungsi fisik yang dilakukan oleh APTRI adalah pengemasan hasil gilingan

tebu untuk diikutkan dalam lelang yang dilakukan oleh APTRI. Pengemasan

menggunakan karung berukuran 50 kg. Harga satu karung gula sebesar Rp.1000-

Rp. 1650. Karung ini berbahan dasar plastik. Selain itu, APTRI melakukan

penyimpanan hasil giling tebu dalam gudang sampai pelaksanaan lelang selesai

dilaksanakan dan investor dengan penawaran tertinggi berhak mengambil hasil

giling tebu di gudang milik APTRI.

c. Fungsi fasilitas

Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh APTRI adalah peminjaman

modal untuk kegiatan produksi petani tebu. Modal yang dipinjamkan oleh APTRI

mulai dari kegiatan usahatani hingga hasil gilingan siap dijual. Pinjaman yang

diberikan oleh APTRI kepada petani untuk luas lahan dua hektar. Petani yang

meminjam dana kepada APTRI memiliki luas lahan lebih dari dua hektar sehingga

nama peminjam diambil dari nama keluarga petani. Sehingga seluruh luas lahan

yang dimiliki petani mendapatkan dana pinjaman dari APTRI. Informasi pasar

yang dicari oleh APTRI adalah informasi rendemen, harga yang berlaku di pasar

dan permintaan dari para investor yang akan mengikuti sistem lelang yang

dilakukan oleh APTRI.

6.3.3. Kelompok Tani

Kelompok tani melakukan fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fungsi

fisik dan fungsi fasilitas.

a. Fungsi Pertukaran

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh kelompok tani adalah

pengumpulan tebu milik petani yang akan digilingkan ke pabrik gula dengan

menggunakan surat kontrak kelompok tani . Kelompok tani mendapatkan 1,5%

dari hasil yang didapatkan oleh petani.

b. Fungsi fasilitas

Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh kelompok tani adalah fungsi

pembiayaan dalam hal membayarkan biaya administrasi yang harus dibayarkan

kepada pabrik gula. kelompok tani melakukan fungsi penanggungan risiko.

Anggota kelompok tani harus mengirimkan tebu yang benar-benar sesuai dengan

58

standar pabrik gula, yaitu jumlah kotoran yang terbawa dalam tebu tidak melebihi

5%. Jika jumlah kotoran melebihi 5% maka tebu milik petani akan dikembalikan

dan akan dikenakan hukuman maka hukuman ini akan berlaku bagi seluruh

anggota kelompok tani yang mengilingkan tebunya melalui kelompok tani. Selain

itu kelompok tani memberikan informasi pasar kepada anggota kelompok tani

mengenai harga yang berlaku di pasar, aturan-aturan pengiriman tebu kepada

pabrik gula dan perhitungan rendemen.

6.3.4. Kontraktor Tebu

Kontraktor tebu melakukan fungsi tataniaga seperti fungsi pertukaran,

fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Kontraktor tebu ini dapat pula disebut tengkulak.

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah fungsi pembelian

dan fungsi penjualan; fungsi fisik yang dilakukan adalah fungsi pengangkutan;

fungsi fasilitas yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah sortasi, pembiayaan,

penanggungan risiko dan informasi pasar.

a. Fungsi pertukaran

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah fungsi

pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian dilakukan di kebun petani

secara langsung. Harga pembelian ditentukan bersama dengan petani melalui

proses negosiasi. Pada saat panen tiba, kontraktor tebu akan mendatangi petani

untuk melakukan pembelian tebu. Biaya penebangan dan pengangkutan

dikeluarkan oleh kontraktor tebu. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh

kontraktor tebu adalah secara kredit atau diangssur, 50% dibayarkan sebagai uang

muka dan sisanya akan dibayar setelah kontraktor tebu mendapatkan uang dari

pabrik gula. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah saat

kontraktor tebu menjual tebu ke pabrik gula. Tebu yang telah dibeli dari petani

dibawa ke pabrik gula untuk digiling. Tebu yang telah digiling akan diikutkan

dalam lelang yang diadakan oleh pabrik gula. Harga penjualan ditentukan dari

penawaran tertinggi peserta lelang.

b. Fungsi fisik

Fungsi fisik yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah pengangkutan

tebu dari kebun petani hingga pabrik gula. pengangkutan dilakukan menggunakan

59

mobil pick-up. Biaya pengangkutan ditanggung oleh kontraktor tebu. Biaya

pengangkutan dihitung per kuintal tebu yang diangkut. Biaya pengangkutan akan

menjadi besar jika musim hujan tiba karena untuk mencapai kebun petani harus

melewati jalanan yang dipenuhi genangan air. Hal ini akan membuat aktivitas

pengangkutan menjadi terhambat dan sulit.

c. Fungsi fasilitas

Kontraktor tebu melakukan sortasi terhadap tebu yang dibelinya agar

kotoran yang terbawa tidak melebihi 5%. Sortasi dilakukan di kebun milik petani

dan dilaksanakan saat kegiatan penebangan berlangsung. Kontraktor tebu

menyortasi tabu yang sesuai dengan kriteria tebu layak giling pabrik gula. Jika

kotoran yang terbawa lebih dari 5% maka tebu ini akan dikembalikan kepada

kontraktor tebu dan tidak akan digiling oleh pabrik gula. Fungsi pembiayaan yang

dilakukan oleh kontraktor tebu adalah biaya penebangan, biaya pengangkutan,

biaya pengemasan dan biaya administrasi. Seluruh biaya ini ditangggung oleh

kontraktor tebu. Saat kesepakatan harga dicapai, kontraktor tebu akan membawa

tenaga kerja yang akan menebang dan mengangkut tebu yang telah dibeli.

Penanggungan risiko yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah jika tebu yang

dibawa ke pabrik gula tidak memenuhi kriteria layak tebang dan kotoran yang

terbawa tebu ke pabrik gula lebih 5% dari jumlah tebu secara keseluruhan. Jika

jumlah kotoran yang terbawa melebihi 5% maka tebu akan dikembalikan kepada

kontraktor tebu dan akan mendapat peringatan dari pebrik gula. Selain itu

kontraktor tebu akan menanggung risiko jika saat penebangan dan pengangkutan

tebu saat hujan. Saat hujan kegiatan penebangan dan pengangkutan akan

terhambat. Jalanan menuju kebun petani menjadi tergenang dan berlumpur. Hal

ini akan membuat biaya penebangan dan pengangkutan menjadi besar. Biaya akan

meningkat karena adanya kesulitan dalam penebangan dan pengangkutan pada

saat hujan. Informasi pasar yang dibutuhkan oleh kontraktor tebu adalah informasi

harga beli tebu, biaya penebangan dan pengangkutan, harga jual tebu dan

rendemen.

60

6.3.5. Pedagang Sari Tebu

Fungsi pemsaran yang dilakukan oleh pedagang sari tebu adalah fungsi

pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan

oleh pedagang sari tebu adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan sedangkan

fungis fisik yang dilakukan adalah pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan.

Fungsi fasilitas yang dilakukan adalah pembiayaan, penanggungan risiko dan

informasi pasar.

a. Fungsi pertukaran

Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang sari tebu adalah fungsi

pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian dilakukan di rumah petani

yang akan menjual tebunya. Sistem pembelian dan pembayaran dilakukan secara

tunai. Biaya pengangkutan ditanggung oleh pedagang yang menggunakan

kendaran bermotor untuk mengangkut tebu yang telah dibeli dari petani. Setelah

pedagang membeli tebu milik petani, mereka akan mengolah tebu menjadi

minuman sari tebu. Minuman sari tebu ini menggunakan bahan baku tebu untuk

diambil sarinya. Minuman sari tebu ini kemudian dijual kepada konsumen.

Penjualan ini dilakukan setiap harinya. Pengolahan ini dilakukan di tempat

pedagang ini menjual minumannya.

b. Fungsi fisik

Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang sari tebu adalah

mengangkut tebu dari rumah petani ke rumah pedagang . Pengangkutan dilakukan

dengan menggunakan motor milik pedagang. Fungsi penyimpanan yang

dilakukan oleh pedagang adalah tebu yang telah dibeli disimpan di rumah

pedagang untuk dijual setiap harinya. Jika tebu yang dibawa ke tempat pedagang

mengolah tebu tidak habis maka sisa tebu yang dibawa akan disimpan kembali.

Fungsi pengolahan yang dilakukan oleh pedagang adalah mengolah tebu yang

telah dibeli oleh petani menjadi minuman sari tebu yang dikonsumsi oleh

konsumen atau masyarakat. Pengolahan tebu menjadi sari tebu dilakukan di

tempat pedagang menjual minuman sari tebu. Pengolahan yang dilakukan di

tempat berjualan akan menimbulkan rasa kepercayaan konsumen bahwa minuman

yang dijual bersih. Pengemasan yang dilakukan pedagang sari tebu adalah

61

menggunakan gelas plastik untuk mengemas minuman sari tebu. Bagi konsumen

yang ingin meminum langsung disediakan gelas oleh pedagang.

c. Fungsi fasilitas

Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang adalah pembiayaan.biaya

yang dikeluarkan oleh pedagang adalah biaya pengangkutan, biaya pengolahan

dan biaya pengemasan. Seluruh biaya tersebut ditanggung oleh pedagang. Risiko

yang harus di tanggung oleh pedagang adalah minuman sari tebu yang tidak laku

dijual, selera konsumen yang menurun dan tebu yang dibeli kurang bagus.

Pedagang memiliki cara tersendiri memiliki strategi untuk mengatasi risiko yang

mungkin terjadi. Informasi pasar yang didapatkan oleh pedagang berasal dari

petani dan sesama pedagang. Informasi yang didapatkan oleh pedagang adalah

mengenai harga beli tebu dan harga jual minuman sari tebu.

6.4. Analisis Struktur Pasar

Struktur pasar dapat dilihat dari jumlah pembeli dan penjual yang ada di

dalam pasar, kondisi dan keadaan produk, kemudahan untuk keluar masuk pasar

dan tingkat informasi pasar. Setiap lembaga tataniaga perlu mengetahui struktur

pasar yang ada agar dapat bertindak efisien dalam tataniaga suatu produk. Struktur

pasar yang dihadapi oleh pelaku pasar dalam tataniaga tebu di Desa Pulorejo

adalah sebagai berikut.

6.4.1. Struktur Pasar di Tingkat Petani

Struktur pasar yang dihadapi oleh petani tebu mengarah kepada pasar

persaingan sempurna. Hal ini dapat dilihat dari jumlah petani yang banyak dan

jumlah penjual juga banyak. Adanya hambatan untuk keluar masuk pasar bagi

petani karena adanya hubungan yang erat dengan beberapa penjual termasuk

APTRI. Petani mendapatkan modal dari APTRI dan pembayaran dilakukan bila

petani telah mendapatkan hasil dari kebunnya. Sulitnya mendapatkan modal

menjadi hambatan petani untuk keluar dari pasar. Hambatan keluar dan masuk ini

tergolong kecil sehingga masih dapat dengan mudah untuk keluar dan masuk

pasar. Komoditi yang yang diperjualbelikan homogen atau sama di setiap petani

yaitu tebu. Di beberapa saluran petani mudah mendapatkan informasi. Informasi

62

didapatkan dari setiap lembaga tataniaga ataupun dari sesama petani. Informasi

yang didapatkan berupa harga pasar dan biaya produksi. Harga yang berlaku

merupakan harga berdasarkan harga pasar, dimana petani bertindak sebagai price

taker.

6.4.2. Struktur Pasar di Tingkat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia

(APTRI)

Struktur pasar yang dihadapi oleh APTRI adalah pasar oligopoli. Hal ini

dapat dilihat dari jumlah APTRI yang ada hanya dua. Petani dan APTRI memiliki

hubungan yang erat karena setiap APTRI sudah memiliki petani masing-masing

yang akan menjual tebu kepada APTRI. Petani yang menjual hasil tebunya kepada

APTRI merupakan pelanggan tetap bagi APTRI. Namun hal ini, tidak menutup

kemungkinan bagi petani untuk menjual hasil tebunya kepada non APTRI.

Komoditas yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu tebu. Adanya hambatan

untuk masuk ke pasar bagi APTRI adalah sulitnya mencari petani untuk menjual

hasil tebu kepada APTRI, sulitnya mencari petani yang akan loyal kepada APTRI

dan penyediaan modal bagi petani yang membutuhkan pinjaman modal untuk

kegiatan produksinya. Hambatan untuk keluar dari pasar juga tinggi karena masih

belum terpenuhinya permintaan gula, petani masih mengalami kesulitan dalam

pengadaan modal dan telah memiliki petani yang loyal. Informasi pasar

didapatkan dari investor yang akan mengikuti lelang yang akan diadakan oleh

APTRI.

6.4.3. Struktur Pasar Kelompok Tani

Kelompok tani menghadapi struktur pasar oligopoli. Hanya terdapat

sedikit kelompok tani yang berada di wilayah petani. Adanya halangan untuk

masuk pasar bagi kelompok tani yaitu memperoleh surat kontrak dari pabrik gula

untuk menggilingkan tebu milik anggotanya, memiliki anggota kelompok yang

akan menggiling tebu milik anggotanya melalui kelompok tani dan memiliki

informasi yang dibutuhkan oleh petani. Hambatan keluar pasar yang dialami oleh

kelompok tani adalah surat kontrak dari pabrik gula yang telah didapatkan

mengharuskan kelompok tani untuk terus menggilingkan tebu kepada pabrik gula

63

sesuai kesepakatan dalam surat kontrak. Informasi pasar yang diberikan kepada

petani didapatkan dari pabrik gula dan kelompok tani lainnya.

6.4.4. Struktur Pasar Kontraktor Tebu

Struktur pasar yang dihadapi oleh kontraktor tebu adalah pasar persaingan

sempurna, karena jumlah kontraktor tebu cukup banyak. Produk yang

diperjualbelikan bersifat homogen yaitu tebu. Harga ditentukan melalui sistem

tawar menawar dengan petani. Harga yang berlaku sesuai dengan harga yang

berlaku di pasar. Hambatan untuk keluar masuk pasar termasuk kecil karena

kebanyakan kontraktor tebu merupakan petani tebu. Kontraktor tebu merupakan

pekerjaan sampingan bagi petani tebu. Apabila kontraktor tebu keluar dari pasar

maka kontraktor tebu dapat menjadi petani tebu. Hambatan untuk masuk ke dalam

pasar adalah sulitnya mendapatkan surat kontrak bagi kontraktor tebu. Hambatan

ini tergolong kecil karena surat kontrak dapat diajukan kepada pabrik gula dengan

mengikuti tata cara dan persyaratan yang berlaku. Informasi mengenai pasar

didapatkan kontraktor tebu dari pabrik gula dan sesama kontraktor tebu. Informasi

yang didapatkan adalah informasi mengenai harga beli tebu, biaya pemanenan dan

biaya pengangkutan, rendemen tebu dan permintaan tebu. Sistem pembayaran

tebu dilakukan dengan diangsur, 50% sebagai uang muka dan sisanya dibayarkan

setelah tebu digiling oleh pabrik gula.

6.4.5. Struktur Pasar Pedagang Sari Tebu

Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang sari tebu mengarah kepada

pasar persaingan sempurna. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penjual dan pembeli

yang banyak. Hambatan untuk keluar masuk pasar tergolong rendah hal ini

dipengaruhi oleh modal yang dikeluarkan untuk menjual minuman sari tebu,

tempat berjualan dan mesin yang digunakan. Hambatan untuk keluar pasar adalah

telah memiliki banyak pelanggan yang akan membeli sari tebu. Hambatan ini

secara keseluruhan tergolog kecil. Produk yang dijual oleh pedagang telah diolah

menjadi minuman sari tebu yang bisa langsung dikonsumsi oleh konsumen. Harga

yang berlaku ditetapkan oleh pedagang sari tebu. Informasi pasar diperoleh dari

petani dan sesama pedagang.

64

6.5. Analisis Perilaku Pasar

Perilaku pasar merupakan pola atau tingkah laku lembaga-lembaga

tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar. Analisis perilaku pasar dapat

dilihat dari praktek pembelian dan penjualan yang dilakukan lembaga tataniaga,

sistem penentuan harga dan pembayaran, dan kerjasama antar lembaga tataniaga.

Uraian dari perilaku pasar dalam tataniaga tebu di Desa Pulorejo adalah.

6.5.1. Praktek Pembelian dan Penjualan

Petani tebu yang menjadi responden dalam penelitian ini menjual hasil

tebunya kepada Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, kontraktor tebu, pabrik

tebu melalui kelompok tani dan pedagang sari tebu. Tujuan utama petani tebu

menjual tebunya kepada Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, kontraktor tebu

dan pabrik tebu melalui kelompok tani. Jika ada tebu yang tidak layak giling maka

petani akan menjual tebunya kepada pedagang sari tebu. Produksi tebu petani

responden per panen adalah 356.450 kuintal. Rata-rata jumlah tebu yang dijual

oleh petani kepada pedagang sari tebu adalah 5% dari hasil panen tebu dan tidak

semua petani menjual tebu hasil panen kepada pedagang sari tebu. Sistem

penjualan yang dilakukan oleh petani tebu adalah tunai dan menggunakan nota

penjualan. Penjualan secara tunai dilakukan apabila petani menjual tebu kepada

pedagang sari tebu. Penjualan secara nota penjualan dilakukan apabila petani

menjual hasil tebunya kepada Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, kontraktor

tebu dan pabrik gula melalui kelompok tani. Biaya pemanenan dan biaya

pengangkutan ditanggung oleh petani jika petani menjual hasil tebunya kepada

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia dan pabrik gula melalui kelompok tani.

Apabila petani menjual hasil tebunya kepada kontraktor tebu dan pedagang sari

tebu maka biaya tersebut akan ditanggung oleh pembeli atau lembaga tataniaga.

Pada umumnya petani menjual tebu melakukan sistem jual secara bebas dan

langganan. Petani bebas menjual tebunya kepada pedagang tujuannya dan akan

menjual tebu kepada langganan pedagangnya.

Kontraktor tebu akan membeli tebu milik petani secara borongan dan

membayarnya secara diangsur. Pembayaran awal sebagai uang muka sebesar 50%

dan sisanya akan dibayar jika kontraktor tebu telah mendapatkan hasil dari pabrik

65

gula. Biaya pemanenan dan biaya pengangkutan akan ditanggung oleh kontraktor

tebu. Pembelian dilakukan di kebun milik petani, kontraktor tebu akan

mendatangi petani yang akan siap panen. Komunikasi antara petani dan kontraktor

tebu dilakukan secara langsung. Kontraktor tebu akan mendatangi petani yang

sudah menjadi langganannya, namun petani masih bisa menjual tebu secara bebas.

Selanjutnya kontraktor tebu akan menjual tebu kepada pabrik gula. penjualan

dilakukan dengan nota penjualan. Kontraktor tebu akan menjual tebu kepada

pabrik gula langganannya karena kontraktor tebu telah memiliki surat kontrak dari

pabrik gula. Proses penjualan tebu dilakukan secara langganan dan memiliki

keterikatan karena memiliki surat kontrak. Tebu yang telah digiling oleh pabrik

gula akan diadakan bagi hasil dengan pabrik gula sesuai dengan rendemen yang

dihasilkan oleh tebu milik kontraktor tebu. Kontraktor tebu akan mendatangi

langsung pabrik gula tempat kontraktor akan menggiling tebu miliknya.

Komunikasi antara pabrik gula dan kontraktor tebu dilakukan secara langsung.

Asosiasi Petani Tebu Rakyat Tebu Indonesia (APTRI) melakukan

pembelian tebu milik petani secara borongan. Petani memperoleh pinjaman untuk

melakukan budidaya tebu. Biaya pemanenan dan biaya pengangkutan ditanggung

oleh petani. Biaya ini akan dipotong dari hasil penjualan tebu kepada APTRI.

APTRI memiliki data-data mengenai masa tanam tebu dan masa panen tebu milik

petani yang meminjam dana kepada APTRI. Sistem pembelian dilakukan dengan

nota penjualan. Petani yang menjadi anggota APTRI akan secara rutin untuk

menjual hasil tebu kepada APTRI. Kemudian APTRI menggilingkan tebu di

pabrik gula, sistem bagi hasil akan dilakukan antara pabrik gula dan APTRI. Hasil

gilingan tebu di ambil oleh APTRI dan akan dijual melalui sistem lelang dengan

investor yang akan membeli. Proses penjualan dilakukan secara tunai. Investor

yang membeli hasil gilingan tidak tetap hal ini berdasarkan dari penawaran

tertinggi peserta lelang yang diadakan oleh APTRI. Setelah APTRI mendapatkan

hasil penjualan dari sistem lelang maka mereka akan membayar tebu yang telah

dibeli dari petani.

Pabrik gula melakukan pembelian tebu milik petani melalui perantara

kelompok tani. Kelompok tani memiliki anggota petani tebu, kelompok tani

menyalurkan tebu milik petani kepada pabrik gula. Tebu milik petani digilingkan

66

ke pabrik gula menggunakan nama kelompok tani yang telah memiliki surat

kontrak dari pabrik gula. Biaya pemanenan dan biaya pengangkutan ditanggung

oleh petani. Sistem pembelian dengan menggunakan nota penjualan, pembayaran

akan diberikan melalui kelompok tani dari pabrik gula. Petani yang menjual

tebunya kepada pabrik gula melalui kelompok tani merupakan petani langganan

dari kelompok tani. Petani akan mendatangi kelompok tani saat tebunya siap

dipanen. Dalam hal ini kelompok tani mendapatkan komisi dari petani yaitu

sebesar 1,5% dari hasil yang diperoleh petani. Kelompok tani yang akan

mengurus tebu milik petani mulai dari pengangkutan hingga pembayaran diterima

oleh petani. Pabrik gula akan memberlakukan sistem bagi hasil dengan petani

sesuai dengan rendemen dari tebu yang dihasilkan. Tebu yang telah digiling oleh

pabrik gula akan dijual melalui sistem lelang yang diadakan oleh pabrik gula.

sistem lelang ini akan diikuti oleh beberapa investor. Investor tersebut merupakan

agen besar yang akan menjual gula tersebut. Penjualan gula dilakukan pabrik

dalam kurun waktu 15 hari sekali. Dalam waktu 15 hari akan dikumpulkan hasil

gilingan tebu yang telah digiling oleh pabrik gula. Sistem penjualan yang

dilakukan oleh pabrik gula secara tunai.

Proses pembelian yang dilakukan oleh pedagang sari tebu adalah secara

tunai dengan cara mendatangi langsung petani yang menjual tebu miliknya. Tebu

yang dibeli oleh pedagang sari tebu dari petani rata-rata 3.450 kuintal. Biaya

pengangkutan ditanggung oleh pedagang sari tebu. Tebu yang telah dibeli oleh

pedagang ini kemudian diolah untuk dijual secara langsung kepada konsumen.

Konsumen akan mudah menjumpai pedagang sari tebu ini karena jumlah

pedagang sari tebu termasuk banyak. Penjualan yang dilakukan pedagang sari

tebu kepada konsumen secara tunai dan saat transaksi berlangsung.

6.5.2. Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran Harga

Sistem penentuan harga yang berlaku pada sistem tataniaga tebu di Desa

Pulorejo adalah tawar menawar antara pembeli dan penjual dan berdasarkan

tawaran tertinggi dalam sistem lelang. Harga juga ditentukan dari keputusan

pemerintah mengenai harga maksimal lelang gula. Bila harga telah tercapai maka

proses pembelian dan penjualan akan dilakukan dan transaksi akan terjadi.

67

Sistem penentuan harga di tingkat petani dengan kontraktor tebu,

kelompok tani,pedagang sari tebu dan APTRI dilakukan dengan cara tawar

menawar di antara pembeli dan penjual. Namun petani tidak dapat sepenuhnya

mempengaruhi harga jual tebu. Karena harga tebu dilihat berdasarkan ketetapan

pemerintah. Maka harga yang diterima petani mengikuti harga yang telah

ditetapkan pemerintah. Jika harga yang ditetapkan rendah maka harga yang

diterima petani juga rendah. Petani memiliki posisi tawar yang rendah karena

petani bertindak sebagai penerima harga (price taker).

Sistem penentuan harga di tingkat kontraktor tebu mengikuti dari harga

yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan pabrik gula. Selain itu penentuan harga

di tingkat kontraktor tebu ditentukan oleh musim pada saat panen. Jika saat panen

tiba yang terjadi musim hujan maka harga tebu akan turun atau rendah. Hal ini

dikarenakan musim hujan membuat kadar air yang terdapat dalam tebu akan

tinggi sehingga akan menyebabkan turunnya rendemen tebu.

Sistem penentuan harga di tingkat APTRI dan pabrik gula mengikuti

ketetapan pemerintah dan penawaran lelang tertinggi. Pemerintah berkewajiban

untuk mengendalikan harga gula di tingkat konsumen. Salah satu bentuk

pengendalian yang dilakukan oleh pemenrintah adalah mengeluarkan kebijakan

mengenai harga maksimal pada lelang. Penentuan harga maksimal ini

dimaksudkan agar harga yang diterima oleh konsumen tidak terlalu tinggi.

Namun, kebijakan pemerinah ini terkadang belum dipatuhi sepenuhnya oleh

pabrik gula. Terkadang pabrik gula menjual di atas harga maksimal yang telah

ditetapkan oleh pemerintah. Harga tersebut tetap merupakan penawaran tertinggi

dari investor yang mengikuti lelang pabrik gula.

Sistem pembayaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang

terlibat dalam sistem tataniaga tebu di Desa Pulorejo dapat secara tunai, diangsur

dan nota penjualan. Sistem pembayaran dipengaruhi oleh perjanjian antara

pembeli dan penjual. Sistem pembayaran secara tunai dilakukan antara petani dan

pedagang sari tebu sesuai dengan harga yang telah disepakati. Pembayaran secara

diangsur dilakukan petani dengan kontraktor tebu. Sebesar 50% dibayarkan

sebagai uang muka dan sisanya dibayarkan setelah tebu digiling dan dijual oleh

68

pabrik gula. Sistem pembayaran dengan nota penjualan dilakukan antara petani

dengan APTRI dan kelompok tani.

6.5.3. Kerjasama Antara Lembaga Tataniaga

Kerjasama antara lembaga-lembaga tataniaga yang ada pada tataniaga tebu

di Desa Pulorejo memungkinkan tataniaga tebu menjadi lebih lancar. Kerjasama

yang tercipta diantara lembaga tataniaga telah lama terjalin sehingga telah

mendapatkan kepercayaan satu sama lainnya. Kerjasama antar lembaga tataniaga

terjalin karena adanya proses pembelian dan penjualan.

Kerjasama antara petani dengan kontraktor tebu dilakukan dalam kegiatan

pembelian dan penjualan. Kontraktor tebu yang membeli tebu pada petani

meringankan biaya petani karena biaya pemanenan dan biaya pengangkutan

ditanggung oleh kontraktor tebu. Kerjasama ini sudah terjalin bertahun-tahun dan

petani telah memiliki langganan kontraktor tebu yang akan membeli tebu.

kerjasama petani dengan pedagang sari tebu janya sebatas penyedian tebu sebagai

bahan baku dari minuman sari tebu.

Kerjasama antara petani dengan kelompok tani dilakukan dalam kegiatan

mengirimkan tebu milik petani untuk digiling di pabrik gula. Petani mendapatkan

kemudahan dalam menggilingkan tebu dipabrik gula karena kelompok tani akan

mengurus segala sesuatu hingga tebu milik petani telah dijual melalui sistem

lelang yang diadakan oleh pabrik gula. Biaya pemanenan dan biaya pengangkutan

ditanggung oleh petani. Kelompok tani mendapatkan keuntungan dari penyaluran

tebu milik petani kepada pabrik gula. Kelompok tani mendapatkan komisi sebesar

1,5% dari hasil yang didapatkan petani dari pabrik gula.

Kerjasama antara petani dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia

(APTRI) lebih terorganisir. Petani yang menjadi anggota APTRI ini didata

mengenai lahan dan akan mendapatkan dana berupa pinjaman untuk biaya

produksi petani. Petani yang mendapatkan modal dari APTRI wajib menjual tebu

miliknya kepada APTRI. Petani mendapatkan informasi mengenai pasar.

Kerjasama ini telah terjalin selama bertahun-tahun dan kedekatan ini membuat

petani enggan untuk menjual tebu miliknya kepada pihak lain.

69

Kerjasama antara kontraktor tebu dengan pabrik tebu adalah dalam hal

pembelian dan penjualan tebu. Kontraktor tebu mendapatkan surat kontrak dari

pabrik tebu dan diharuskan untuk menggilingkan tebu miliknya kepada pabrik

gula tersebut. Jika kontraktor tebu tersebut secara kontinu atau terus menerus

dapat memenuhi kapasitas giling yang tertera dalam surat kontrak maka

kontraktor tebu akan mendapatkan surat kontrak lagi. Surat kontrak kontraktor

tebu akan bertambah dan ia harus memenuhi kapasitas giling yang disebutkan

dalam surat kontrak. Kerjasama ini membuat kontraktor tebu enggan untuk

menjual tebu miliknya ke pabrik gula yang lain.

Kerjasama kelompok tani dengan pabrik gula sama halnya dengan

kerjasama kontraktor tebu dengan pabrik gula. kelompok tani mendapatkan

kepercayaan dari pabrik gula untuk menggilingkan tebu milik anggotanya kepada

pabrik gula tersebut. Kelompok tani yang menggilingkan tebu milik anggotanya

senantiasa untuk menggilingnya kepada pabrik gula tersebut.

Hubungan kerjasama antara lembaga tataniaga umumnya telah terjalin

lama sehingga telah menimbulkan rasa percaya diantara lembaga tataniaga.

Kontraktor tebu, kelompok tani, APTRI dan pabrik gula terus menjaga

kepercayaan agar saluran tataniaga yang terjadi dapat terus dipertahankan.

6.6. Analisis Margin Tataniaga

Margin tataniaga merupakan selisih harga jual dan harga beli di tingkat

petani dan di tingkat pedagang pada lembaga tataniaga. Margin tataniaga meliputi

biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam setiap lembaga tataniaga dan keuntungan

yang didapat oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan produk pertanian dari

produsen hingga ke tangan konsumen. Dalam penelitian ini, margin tataniaga

yang akan dihitung menggunakan prinsip kesetaraan. Semua satuan dalam

perhitungan margin tataniaga tebu ini adalah Rupiah per kuintal tebu. Perhitungan

yang digunakan adalah rendemen yang dihasilkan petani 6,84%. Hal ini

menunjukkan bahwa satu kuintal tebu menghasilkan 6,84 kilogram gula. Sehingga

untuk menghasilkan satu kuintal gula membutuhkan 14 kuintal tebu. Hasil

sampingan yang didapatkan petani adalah tetes dan gula natura yang diberikan

kepada petani. Jumlah tetes yang diberikan kepada petani adalah 2,5% dari total

70

tebu yang digilingkan di pabrik gula dan harga tetes adalah Rp. 1.000-1.800/ kg

tetes. Gula natura yang diberikan petani sebesar 10% dari gula milik petani yang

telah melalui proses bagi hasil dengan pabrik gula. Gula natura ini bisa dijual oleh

pabrik gula, petani menjual ke warung-warung dekat rumah, dan dikonsumsi oleh

petani sendiri. Harga tetes dan natura yang diterimapetani dapat dilihat pada

lampiran 2. Kesetaraan ini yang akan digunakan untuk menghitung margin

tataniaga tebu.

Pada saluran tataniaga satu, petani mengeluarkan biaya tataniaga yang

terdiri dari biaya pemanenan Rp. 6.375/Kuintal tebu, biaya pengangkutan tebu

Rp. 5.500/Kuintal tebu, dan biaya administrasi Rp. 326/Kuintal tebu. Total biaya

tataniaga yang dikeluarkan petani adalah Rp. 12.201/Kuintal tebu. Sedangkan

biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh Asosiasi Petani tebu Rakyat Indonesia

(APTRI) adalah biaya pengemasan (karung gula) Rp. 328/Kuintal tebu, biaya

administrasi Rp.1.200/Kuintal tebu, dan biaya penyimpanan Rp. 1.071/Kuintal

tebu. Total biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh Asosiasi Petani tebu Rakyat

Indonesia (APTRI) adalah Rp. 2.599/Kuintal tebu. Biaya tataniaga paling besar

dikeluarkan oleh petani karena petani yang mengeluarkan biaya pemanenan dan

pengangkutan yang merupakan biaya tertinggi dalam biaya tataniaga. Biaya

tataniaga tebu yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pada saluran tataniaga satu

dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Biaya Tataniaga Tebu Setiap Lembaga Tataniaga pada Saluran

Tataniaga 1

Biaya Rata-rata (Rp/Kuintal)

Petani

Biaya pemanenan 6.375

Biaya pengangkutan 5.500

Biaya administrasi 326

Jumlah 12.201

APTRI

Biaya pengemasan 328

Biaya administrasi 1.200

71

Biaya penyimpanan 1.071

Jumlah 2.599

Pada saluran tataniaga kedua biaya yang dikeluarkan oleh petani adalah

biaya pemanenan Rp. 7.000/Kuintal tebu, biaya pengangkutan Rp.6.500/Kuintal

tebu, dan biaya administrasi Rp. 350/Kuintal tebu. Total biaya tataniaga yang

harus dikeluarkan oleh petani dalam saluran tataniaga kedua sebesar Rp.

13.850/Kuintal tebu. Sedangkan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh kelompok

tani adalah biaya administrasi sebesar Rp. 1.000/Kuintal tebu. Biaya tataniaga

terbesar dikeluarkan oleh petani karena petani yang melakukan pemanenan dan

pengangkutan tebu. Biaya tataniaga tebu yang dikeluarkan oleh setiap lembaga

pada saluran tataniaga kedua dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Biaya Tataniaga Tebu Setiap Lembaga Tataniaga pada Saluran

Tataniaga 2

Pada saluran ketiga, petani tidak mengeluarkan biaya tataniaga karena

biaya pemanenan dan biaya pengangkutan yang biasanya ditanggung oleh petani

menjadi tanggungan kontraktor tebu yang membeli tebu milik petani. Biaya

tataniaga yang dikeluarkan oleh kontraktor tebu adalah biaya pengangkutan

Rp.6.600/Kuintal tebu, biaya pemanenan Rp. 8.000/Kuintal tebu, biaya

pengemasan (biaya karung) Rp. 328/Kuintal tebu, dan biaya administrasi Rp.

Biaya Rata-rata (Rp/Kuintal)

Petani

Biaya pemanenan 7.000

Biaya pengangkutan 6.500

Biaya administrasi 350

Jumlah 13.850

Kelompok Tani

Biaya administrasi 1.000

Jumlah 1.000

72

1.500/Kuintal tebu. Biaya tataniaga tebu yang dikeluarkan oleh setiap lembaga

pada saluran tataniaga kedua dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Biaya Tataniaga Tebu Setiap Lembaga Tataniaga pada Saluran

Tataniaga 3

Biaya Rata-rata (Rp/Kuintal)

Petani

Jumlah -

Kontraktor Tebu

Biaya pemanenan 8.000

Biaya pengangkutan 6.600

Biaya pengemasan 328

Biaya administrasi 1.500

Jumlah 16.428

Pada saluran tataniaga keempat biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh

petani adalah biaya pemanenan Rp.7.500/Kuintal tebu. Biaya tataniaga yang

dikeluarkan oleh pedagang sari tebu adalah biaya pengangkutan Rp. 8.000/Kuintal

tebu, biaya pengemasan (gelas plastik) Rp. 400.000/Kuintal tebu, biaya

pengolahan Rp.8.000/Kuintal tebu, dan biaya penyimpanan Rp. 60.000/Kuintal

tebu. Biaya tataniaga tebu yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pada saluran

tataniaga kedua dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Biaya Tataniaga Tebu Setiap Lembaga Tataniaga pada Saluran

Tataniaga 4

Biaya Rata-rata (Rp/Kuintal)

Petani

Biaya pemanenan 7.500

Jumlah 7.500

Pedagang Sari Tebu

Biaya pengangkutan 8.000

73

Biaya pengemasan 400.000

Biaya pengolahan 8.000

Biaya penyimpanan 60.000

Jumlah 476.000

Saluran tataniaga keempat yang mengeluarkan biaya tataniaga terbesar

yaitu Rp. 483.500/Kuintal tebu. Margin di setiap saluran tataniaga berbeda-beda

karena perbedaan biaya pemsaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang

diperoleh untuk setiap lembaga tataniaga. Hal ini juga akan menyebabkan

perbedaan harga jual disetiap tingkatan lembaga tataniaga. Nilai margin tataniaga

yang kecil menunjukkan bahwa saluran tataniaga tersebut efisien karena

perbedaan harga jual di tingkat petani dan harga beli di lembaga tataniaga akhir

kecil hal ini akan menguntungkan petani. Nilai margin tataniaga yang besar me

nunjukkan bahwa saluran tataniaga tersebut tidak efisien karena perbedaan

harga jual di tingkat petani dan harga beli di tingkat lembaga tataniaga terakhir

besar hal ini akan merugikan petani. Berdasarkan analisis margin tataniaga tebu

dapat dilihat bahwa saluran tataniaga keempat yang memiliki margin tataniaga

yang terbesar dan saluran tataniaga pertama memiliki margin tataniaga terkecil

dalam saluran tataniaga tataniaga tebu. Rincian mengenai margin tataniaga dan

keuntungan yang diterima oleh setiap lembaga tataniaga setelah pendapatan petani

ditambahkan dengan penerimaan harga tetes dan penerimaan gula natura dapat

dilihat dari Tabel 19. Margin tataniaga dan keuntungan yang diterima setiap

lembaga tataniaga berdasarkan pendapatan petani yang berasal dari harga tebu

dapat dilihat di Lampiran 3.

74

Tabel 19. Margin tataniaga tebu setiap saluran tataniaga di Desa Pulorejo tahun

2011

Uraian

Saluran Tataniaga

1 2 3 4

Nilai

(Rp/K

w)

% Nilai

(Rp/Kw)

% Nilai

(Rp/K

w)

% Nilai

(Rp/Kw)

%

Petani

Harga jual 48.340 84,60 47.173 73,38 46.240 71,93 200.000 20

B.Tataniaga 12.201 21,35 13.850 21,54 7.500 0,75

APTRI

Harga Beli 48.340 84,60

B.Tataniaga 2.599 4,55

Keuntungan 6.203 10,86

Harga Jual 57.142 100

Margin 8.802 15,40

Kontraktor

Tebu

Harga Beli 46.240 71,93

B.Tataniaga 16.428 25,55

Keuntungan 1.617 2,52

Harga Jual 64.285 100

Margin 18.045 28,07

Kelompok

tani

Harga Dasar 47.173 73,4

B.Tataniaga 1.000 1,56

Fee 964,275 1,5

Keuntungan 15.148 23,56

Harga Jual 64.285 100

Margin 17.112 26,62

Pedagang

Sari Tebu

HargaBeli 200.000 20

B.Tataniaga 476.000 47,6

Keuntungan 324.000 32,4

Harga Jual 1.000.000 100

Margin 800.000 80

Total

B.tataniaga

14.800 25,90 14.850 23,10 16.428 25,5 483.500 48,4

Total

Keuntungan

6.023 10,86 15.148 23,56 1.617 2,52 324.000 32,4

Total Margin 8.802 15,40 17.112 26,62 18.045 28,1 800.000 80

6.7. Farmer’s Share

Farmer’s share adalah selisih antara harga retail dan margin tataniaga. Hal

ini digunakan untuk mengatahui porsi harga di tingkat konsumen yang dinikmati

oleh petani. Melalui farmer’s share dapat diketahui efisien atau tidaknya sebuah

saluran tataniaga. Nilai farmer’s share yang besar berarti porsi atau bagian yang

dinikmati petani besaar dan saluran tataniaga tersebut efisien. Nilai farmer’s share

75

yang kecil berarti porsi atau bagian yang dinikmati oleh petani kecil dan saluran

tataniaga tersebut tidak efisien. Analisis farmer’s share dari tataniaga tebu di

Desa Pulorejo dapat dilihat dari tabel 20.

Tabel 20. Analisis Farrmer’s Share pada Saluran Tataniaga Tebu di Desa

Pulorejo Tahun 2011

Saluran

Tataniaga

Harga di Tingkat

Petani

(Rp/Kuintal)

Harga di Tingkat

Konsumen

(Rp/Kuintal)

Farmer's Share

(%)

I 48.340 57.142 84,60

II 47.173 64.285 73,38

III 46.240 64.285 71,93

IV 200.000 1.000.000 20,00

Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran tataniaga satu sebesar

84,60%, hal ini menunjukkan bahwa petani menerima harga sebesar 84,60% dari

harga yang dibayarkan oleh konsumen. Pada analisis margin tataniaga saluran

tataniaga satu mendapatkan margin terkecil yaitu sebesar 15,40%. Sedangkan

farmer’s share terkecil didapatkan oleh saluran tataniaga empat sebesar 20% dan

mendapatkan margin tataniaga terbesar sebesar 80%.

Pada saluran dua dan tiga harga di tingkat konsumen sama yaitu sebesar

Rp. 64.285/Kuintal. Tetapi terdapat perbedaan dalam farmer’s share yang

didapatkan oleh peetani. Hal ini dapat disebabkan oleh harga di tingkat petani

pada saluran dua lebih besar bila dibandingkan dengan saluran tataniaga tiga.

Selain itu hal ini dapat disebabkan oleh total biaya tataniaga pada saluran

tataniaga dua lebih kecil daripada saluran tataniaga tiga. Jika dilihat dari analisis

margin tataniaga dan farmer’s share maka saluran tataniaga satu dapat dikatakan

paling efisien karena nilai margin saluran pemsaran satu terkecil dan farmer’s

share yang didapatkan petani juga paling besar.

6.8. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya

Rasio keuntungan terhadap biaya dapat digunakan untuk melihat efisiensi

suatu sistem tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan

besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Nilai

rasio keuntungan terhadap biaya lebih dari satu hal ini berarti saluran tersebut

76

layak untuk dijalankan dan telah memberikan keuntungan kepada lembaga

tataniaga yang terlibat didalamnya. Analisis rasio keuntungan dan biaya tataniaga

tebu di Desa Pulorejo dapat dilihat dalam tabel 21.

Tabel 21. Analisis Keuntungan Terhadap Biaya pada Lembaga Tataniaga Tebu di

Desa Pulorejo Tahun 2011

Saluran Tataniaga

Keuntungan

Tataniaga

(Rp/Kuintal)

Biaya Tataniaga

(Rp/Kuintal)

Rasio

Keuntungan

Terhadap Biaya

Saluran I

Petani 36.139 12.201 2,96

Aptri 6.203 2.599 2,39

Total 42.342 14.800 2,86

Saluran II

Petani 33.323 13.850 2,41

Kelompok Tani 15.148 1.000 15.15

Total 48.471 14.850 3,26

Saluran III

Petani 46.240 - -

Kontraktor Tebu 1.617 16.428 0,10

Total 47.857 16.428 2,91

Saluran IV

Petani 192.500 7.500 25,67

Pedagang Sari Tebu 324.000 467.000 0,69

Total 516.500 474.500 1,09

Berdasarkan tabel di atas pada setiap saluran tataniaga memiliki nilai rasio

keuntungan dan biaya lebih dari satu, hal ini berarti kegiatan tataniaga yang

dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga masing-masing memberikan keuntungan.

Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran pertama adalah 2,86. Hal ini berarti

setiap Rp. 1/kuinal tebu akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 2,86/kuintal

tebu. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar berada pada saluran tataniaga

dua yaitu sebesar 3,26. Hal ini berarti setiap Rp. 1/kuintal tebu akan menghasilkan

keuntungan sebesar Rp. 3,26/kuintal tebu. Rasio keuntungan terhadap biaya

terbesar dalam saluran dua adalah kelompok tani. Rasio keuntungan terhadap

biaya pada saluran ketiga sebesar 2,91. Setiap Rp. 1/kuintal tebu akan

menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 2,91/kuintal tebu. Sedangkan pada saluran

77

keempat memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,09. Setiap Rp.

1/kuintal tebu akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 1,09/kuintal tebu.

Berdasarkan perhitungan rasio keuntungan terhadap biaya maka saluran

tataniaga kedua yang relatif lebih efisien karena memiliki nilai rasio keuntungan

terhadap biaya paling besar. Sedangkan saluran tataniaga keempat relatif tidak

efisien karena memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang paling kecil.

6.9. Efisiensi Saluran Tataniaga

Tujuan akhir yang ingin dicapai dari suatu sistem tataniaga adalah saluran

yang efisien. Efisiensi tataniaga dapat dilihat berdasarkan efisiensi operasional

dan efisiensi harga. Efisiensi operasional meliputi efisiensi dalam pengolahan,

pengemasan, pengangkutan, dan fungsi lain dari sistem tataniaga. Efisiensi harga

meliputi kegiatan pembelian, penjualan, dan aspek harga. Analisis yang

digunakan untuk mengetahui efisiensi operasional adalah analisis margin

tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.

Berdasarkan analisis margin tataniaga pada saluran tataniaga tebu yang

paling efisien adalah saluran tataniaga pertama sebesar 15,40%. Saluran tataniaga

pertama ini memiliki volume penjualan 73.000 kuintal dan memiliki presentase

sebesar 20,5% dari total volume penjualan tebu. Analisis farmer’s share

menunjukan bahwa saluran tataniaga pertama yang paling efisien. Nilai farmer’s

share pada saluran pertama adalah 84,60%. Sedangkan analisis rasio keuntungan

terhadap biaya menunjukkan bahwa saluran tataniaga pertama telah memberikan

keuntungan pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat didalamnya. Nilai rasio

keuntungan terhadap biaya sebesar 2,86 yang artinya setiap Rp. 1/kuintal tebu

akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2,86/kuintal tebu.

Keadaan yang sebenarnya terjadi adalah petani lebih banyak menjual

tebunya kepada kontraktor tebu, hal ini disebabkan oleh petani tidak

mengeluarkan biaya pemanenan dan biaya pengangkutan karena semua biaya

tersebut ditanggung oleh kontraktor tebu. Selain itu, petani menganggap bahwa

jika tebu miliknya dijual kepada kontraktor tebu petani akan lebih mudah dan

lebih cepat mendapatkan hasil karena kontraktor tebu akan membayar 50% di

awal sebagai DP dan sisanya akan dilunasi jika telah mendapatkan hasil dari

78

pabrik tebu. Petani tidak akan susah untuk mencari lembaga tataniaga karena

kontraktor tebu akan mencari petani. Volume penjualan tebu pada saluran tiga

paling besar dalam saluran tataniaga tebu. Volume penjualan pada saluran ketiga

sebesar 227.000 kuintal atau sebesar 63,7% dari total volume penjualan tebu.

Potensi petani untuk menjual tebu kepada Asosiasi Petani Tebu Rakyat

Indonesia dan kelompok tani terbuka luas. Kelompok tani berada di masing-

masing daerah petani tinggal. Kelompok tani akan menjadi perantara petani

dengan pabrik gula. kelompok tani akan mengurus tebu milik petani di pabrik

gula hingga uang hasil gilingan tebu diberikan. Namun ada keenganan dari petani

untuk memberikan komisi kepada kelompok tani. Komisi yang dibayarkan petani

kepada kelompok tani sebesar 1,5% dari hasil milik petani. Sedikitnya petani yang

bergabung pada Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia disebabkan oleh jauhnya

letak Asosasi Petani tebu Rakyat Indonesia. Pendaftaran dan pengambilan uang

hasil petani dilakukan di Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia. Petani yang

bergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia bisa mendapatkan kredit

untuk memberikan modal kepada petani. Ada beberapa petani yang memiliki

modal sendiri untuk membiayai biaya usahatani tebu. Petani yang memiliki modal

sendiri enggan untuk masuk ke dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia.