vi. hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id · hasil dan pembahasan ... memiliki presentase...
TRANSCRIPT
47
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Sistem Tataniaga
Tataniaga tebu dari petani hingga ke konsumen melibatkan beberapa
lembaga tataniaga. Petani responden yang berjumlah 20 petani tersebut menjual
hasil panen tebu kepada lembaga tataniaga. Lembaga tataniaga yang terlibat
dalam tataniaga tebu adalah petani, kontraktor tebu, Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Indonesia (APTRI), Kelompok Tani, Pedagang sari tebu dan pabrik gula.
1. Petani merupakan lembaga yang berperan dalam memproduksi tebu.
2. Kontraktor tebu merupakan lembaga yang berperan sebagai pedagang yang
membeli tebu hasil petani dan mengiling hasil tebu petani ke pabrik gula.
Lembaga ini biasa disebut tengkulak.
3. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) merupakan lembaga yang
memberikan kredit kepada petani dan menjual hasil gilingan tebu petani
melalui sistem lelang.
4. Kelompok Tani merupakan lembaga perkumpulan petani tebu dimana petani
menitipkan tebunya kepada kelompok tani untuk digiling atas nama kelompok
tani dan ketua kelompok tani akan mendapatkan 1,5% dari hasil gilingan petani
sebagai imbalan giling tebu.
5. Pedagang sari tebu merupakan lembaga yang membeli hasil tebu petani dan
mengolahnya menjadi minuman sari tebu dan dijual kepada konsumen.
6. Pabrik gula merupakan lembaga yang memiliki tugas untuk menggiling tebu
hasil petani dan melakukan sistem bagi hasil melalui rendemen. Hasil gilingan
tebu tersebut dijual oleh pabrik gula melalui sistem lelang dengan para investor
(agen).
Sistem tataniaga tebu di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang
dapat dilihat pada Gambar 3.
48
Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3
Saluran 4
Gambar 3. Sistem Tataniaga Tebu Di Desa Pulorejo, Kecamatan Ngoro,
Kabupaten Jombang Tahun 2011
6.2. Saluran Tataniaga
Saluran tataniaga tebu yang terdapat di Desa Pulorejo adalah empat
saluran. Saluran pertama dilakukan oleh empat orang petani responden dan
memiliki presentase sebesar 20%. Volume penjualan saluran pertama adalah
73.000 kuintal tebu dan memiliki presentase sebesar 20,5% dari seluruh volume
penjualan. Petani yang menjual tebu kepada kelompok tani sebanyak enam orang
dan memiliki presentase sebesar 30% dari seluruh jumlah petani responden.
Volume penjualan pada saluran kedua adalah 53.000 kuintal dan memiliki
presentase sebesar 14,9% dari seluruh volume penjualan. Jumlah petani yang
menjual tebu kepada kontraktor tebu sebanyak sepuluh orang dan memiliki
presentase sebesar 50% dari seluruh jumlah petani responden. Tebu yang dijual
dalam saluran ini sebesar 227.000 kuintal dan memiliki presentase sebesar 63,7%
dari jumlah seluruh penjualan. Petani yang menjual hasil tebu kepada pedagang
sari tebu berjumlah empat orang, petani yang melakukan penjualan kepada
pedagang sari tebu merupakan petani yang terlibat dalam saluran satu, saluran dua
Petani
356.450 Kuintal
Kelompok Tani
53.000kw
(14,9%)
APTRI
73.000 kw (20,5%)
Kontraktor tebu
227.000
kw(63,7%)
Pedagang sari tebu
3.450 kw (0,9%)
Konsumen Pabrik gula
49
dan saluran ketiga. Penjualan kepada pedagang sari tebu ini dilakukan apabila
tebu yang akan digiling ke pabrik tidak memenuhi persyaratan pabrik gula.
Volume tebu yang dijual kepada pedagang sari tebu sebesar 3.450 kuintal dan
memiliki presentase sebesar 0,9% dari total volume penjualan tebu.
Hasil pengamatan menunjukan presentase petani responden yang menjual
tebu kepada kontraktor tebu pada saluran satu paling besar bila dibandingkan
dengan saluran lainnya. Selain itu volume penjualan pada saluran ketiga paling
besar yaitu sebesar 227.000 kuintal. Hal ini dikarenakan petani tidak memiliki
surat kontrak dengan pabrik gula. Selain itu, petani merasa cara seperti ini lebih
mudah dan cepat karena semua biaya tebang dan angkut akan ditanggung oleh
kontraktor tebu. Biaya tebang dan angkut merupakan biaya pemanenan yang
cukup tinggi terlebih jika dalam cuaca yang buruk dan jarak kebun yang jauh dari
pabrik gula.
6.2.1. Saluran Tataniaga 1
Saluran tataniaga satu terdiri dari petani, Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Indonesia (APTRI) dan pabrik gula. Jumlah petani responden yang melakukan
saluran tataniaga satu adalah empat orang atau sebesar 20% dari jumlah petani
responden di Desa Pulorejo. Volume penjualan tebu pada saluran ini sebesar
73.000 kuintal dan memiliki presentase sebesar 20,5% dari total volume penjualan
tebu.
Petani melakukan saluran tataniaga ini dikarenakan petani mendapatkan
pinjaman modal untuk melakukan usahatani tebu. Pinjaman ini sesuai dengan
besarnya lahan yang diusahakan oleh petani. Pinjaman dari APTRI berasal dari
pinjaman bank dan dikembalikan saat petani telah mendapatkan hasil dari
panennya. Kemungkinan kredit ini mengalami macet bayar sangat kecil, hal ini
dikarenakan oleh hasil giling tebu petani diserahkan kepada APTRI untuk
kemudian diikutkan dalam lelang. Petani yang terlibat dalam saluran satu ini
memiliki ikatan kemitraan dengan APTRI. Alasan jumlah petani yang
menggunakan saluran ini hanya sedikit adalah jauhnya letak APTRI dari Desa
Pulorejo. Petani mendatangi APTRI untuk mengajukan kredit usahatani tebu
kemudian mengambil uang kredit yang diberikan dari APTRI. Selain itu untuk
50
mengambil uang hasil penjualan tebu petani harus datang ke APTRI. Menurut
petani letak APTRI yang jauh dan petani harus mengeluarkan biaya trasportasi
membuat saluran ini kurang diminati oleh petani dalam menjual hasil tebu milik
petani.
Tebu petani dibeli oleh APTRI dengan harga Rp. 37.000/kuintal tebu.
Tebu dititip giling ke pabrik gula, kemudian melakukan bagi hasil dengan pabrik
gula melalui hasil rendemen yang dihasilkan. Tebu yang dipanen dibawa dengan
menggunakan mobil pick-up menuju pabrik gula. Biasanya hasil yang didapatkan
oleh petani adalah 60% dari seluruh hasil giling. Hasil giling tebu tersebut diambil
oleh APTRI kemudian diikutkan dalam lelang yang diikuti oleh APTRI. Hasil
lelang tersebut kemudian dipotong oleh pinjaman petani dan biaya pemanenan
seperti tebang dan angkut. Harga lelang hasil giling tebu tidak menentu. Kisaran
harga lelang hasil giling adalah Rp. 7000 sampai Rp. 9000. Biaya yang
dikeluarkan oleh APTRI adalah biaya karung yaitu sebesar Rp. 328 per kuintal
tebu.
Pada saluran satu harga gula ditentukan oleh APTRI berdasarkan harga
lelang. Sistem pembelian dilakukan secara tunai. Sistem pembayaran dilakukan
secara tunai setelah tebu hasil giling dilelang oleh APTRI, hal ini dipengaruhi oleh
rasa kepercayaan petani dengan APTRI.
Dengan demikian pada saluran ini petani mengeluarkan biaya tataniaga
seperti biaya tebang dan angkut. APTRI mengeluarkan biaya pengemasan seperti
karung. Pabrik gula mengeluarkan biaya pengolahan untuk menggiling tebu.
6.2.2. Saluran Tataniaga 2
Saluran tataniaga dua ini dilakukan oleh enam orang petani responden.
Lembaga tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga ini adalah petani,
kelompok tani dan pabrik gula. Volume penjualan tebu pada saluran ini sebesar
53.000 kuintal dan memiliki presentase penjualan sebesar 14,9% dari total volume
penjualan tebu.
Kelompok tani berperan dalam mengumpulkan tebu dari anggota
kelompok tani dan menggiling tebu di pabrik gula. Petani menitipkan tebunya
kepada kelompok tani untuk digiling. Petani yang melakukan saluran tataniaga ini
51
tidak memiliki surat kontrak dari pabrik tebu. Kelompok tani memiliki surat
kontrak untuk menggilingkan hasil tebu para anggotanya dengan menggunakan
nama kelompok taninya. Ketua kelompok tani mendapatkan imbalan sebesar 1,5%
dari hasil giling tebu milik anggotanya. Kelompok tani tidak memiliki hak atas
tebu milik petani. Kelompok tani hanya sebagai broker bagi petani yang tidak
memiliki surat kontrak. Saluran ini kurang diminati oleh petani karena
keengganan petani untuk mengeluarkan uang untuk memberikan komisi kepada
ketua kelompok tani. Petani beranggapan hasil yang didapat dari usahatani tebu
belum bisa menutupi kebutuhan pateni sehari-hari terlebih bila lahan yang
digunakan oleh petani kecil. Pelayanan yang diberikan oleh kelompok tani adalah
mengurus tebu milik petani dari giling hingga mendapatkan hasil dari gilingan
tebu. Petani tidak perlu ke pabrik gula untuk mengikuti tebu miliknya dan kembali
ke pabrik gula untuk mengambil hasil dari gilingan tebu miliknya. Semua itu
dikerjakan oleh kelompok tani. Bagi beberapa petani yang menggunakan saluran
ini mengeluarkan uang sebesar 1.5% untuk ketua kelompok tani sebanding dengan
pelayanan yang diberikan. Hasil giling tebu diikutkan dalam lelang yang
dilakukan oleh pabrik gula.
Petani yang telah memanen hasil tebunya mengeluarkan biaya pemanenan
seperti biaya tebang dan angkut. Hasil panen tersebut dikumpulkan langsung ke
pabrik gula untuk digiling. Hasil giling tebu tersebut akan dilakukan bagi hasil
dengan pabrik gula sesuai dengan rendemen yang dihasillkan oleh petani. Hasil
tersebut diikutkan dalam lelang yang diadakan pabrik gula. Setelah lelang
dilakukan maka kelompok tani akan mendapatkan surat hasil giling tebu yang
memuat hasil giling tebu dan harga yang diterima oleh petani. Uang hasil giling
tebu petani akan diberikan melalui kelompok tani. Kelompok tani akan membagi
uang tersebut kepada masing-masing petani sesuai dengan tebu yang disetorkan
kepada kelompok tani.
Harga tebu ditentukan dari hasil lelang yang dilakukan pabrik gula. sistem
pembelian dilakukan secara tunai. Sistem pembayaran dilakukan tunai setelah
lelang dilakukan. Petani dalam saluran tataniaga dua mendapatkan informasi dari
ketua kelompok tani. Informasi yang diterima adalah harga, kisaran rendemen,
52
harga pupuk dan harga bibit tebu. Petani memiliki posisi tawar yang rendah
karena petani hanya menerima harga dari lelang pabrik gula dengan investor.
6.2.3. Saluran Tataniaga 3
Petani responden yang menggunakan saluran tataniaga tiga adalah 10
orang. Lembaga yang terlibat dalam saluran tataniaga tiga ini adalah petani,
kontraktor tebu dan pabrik gula. Volume tebu yang dijual pada saluran tataniaga
tiga sebesar 227.000 kuintal atau sebesar 63,7% dari total volume penjualan tebu.
Rata-rata petani yang menggunakan saluran tataniaga tiga adalah petani
yang tidak memiliki surat kontrak dengan pabrik gula. Selain itu alasan petani
menggunakan saluran tataniaga tiga adalah petani lebih mudah dalam menjual
hasil tebu, cepat dan biaya pemanenan ditanggung oleh kontraktor tebu. Kondisi
seperti ini dianggap menguntungkan oleh petani yang menggunakan saluran
tataniaga tiga. Saluran ini paling diminati oleh petani karena memberikan
kemudahan bagi petani dan petani tidak perlu menanggung risiko atas hasil
usahatani tebunya. Risiko akan ditanggung oleh kontraktor tebu yang membeli
hasil panen tebu miliknya. Kontraktor tebu memiliki surat kontrak dengan pabrik
gula dan akan membawa tebu hasil pembeliannya dengan petani ke pabrik untuk
gilingkan. Kontraktor tebu membeli tebu milik petani untuk memenuhi surat
kontrak yang sudah ditandatangani dengan pabrik tebu.
Kontraktor tebu akan mendatangi pemilik tebu untuk membeli tebu yang
telah siap panen. Kontraktor dan petani akan melakukan kegiatan tawar menawar
harga tebu. Kontraktor tebu membeli tebu milik petani sebesar Rp. 36.900/kuintal
tebu. Setelah harga disepakati oleh kedua pihak, maka kontraktor tebu akan
melakukan penebangan dan pengangkutan tebu yang telah dibeli dari petani. Tebu
yang telah di tebang di bawa ke pabrik tebu untuk digiling. Hasil tebu yang
digiling oleh pabrik tebu akan diikutkan dalam lelang yang diadakan pabrik gula
dengan investor. Harga gula yang diikutkan dalam lelang pabrik gula sebesar
Rp.8.000-Rp.10.000/kg gula.
Harga tebu ditentukan melalui kesepakatan antara kontraktor tebu dengan
petani tebu. Sisem pembelian dilakukan dengan tunai dan sistem pembayaran
dilakukan dengan kredit, 50% dibayarkan saat tebang dan sisanya dibayarkan
53
setelah dilakukan lelang. Petani tebu mendapatkan informasi pasar dari kontraktor
tebu dan petani tebu lainnya. Petani memiliki posisi tawar yang tinggi karena
dapat menentukan harga melalui negosiasi dengan kontraktor tebu.
6.2.4. Saluran Tataniaga 4
Terdapat empat orang petani yang melakukan penjualan tebu dalam
saluran empat. Petani yang terlibat dalam saluran tataniaga empat ini merupakan
bagian dari petani yang melakukan saluran tataniaga satu, dua atau tiga. Lembaga
tataniaga yang terlibat dalam saluran tataniaga ini adalah petani, pedagang sari
tebu dan konsumen. Volume penjualan tebu dalam saluran tataniaga empat adalah
3.450 kuintal atau sebesar 0,9% dari total volume penjualan tebu.
Alasan petani menggunakan saluran ini adalah untuk meminimalkan
kerugian akibat tebu hasil panen tidak memenuhi syarat giling pabrik gula. Pabrik
gula melakukan gradding pada hasil tebu petani sebelum dilakukan penggilingan.
Tebu yang tidak memenuhi syarat giling pabrik akan dikembalikan kepada petani.
Tebu ini akan digunakan pedagang sari tebu untuk dijual kembali dengan
melakukan pengolahan terhadap tebu tersebut. Adanya saluran ini menguntungkan
bagi petani karena petani dapat meminimalkan risiko yang ditanggungnya.
Namun, hasil tebu yang dijual pada asaluran ini tidak banyak karena tujuan utama
petani melakukan usahatani tebu adalah untuk digiling menjadi tebu. Tebu ini
dibeli pedagang sari tebu di rumah petani. Pengangkutan tebu ini menggunakan
motor milik pedagang. Petani tidak mengeluarkan biaya transportasi dalam
saluran tataniaga ini.
Tebu yang dipanen oleh petani akan dibeli oleh pedagang sari tebu dengan
melakukan tawar menawar. Harga yang dibeli pedagang sari tebu dari petani
adalah Rp.2000/kg tebu. Setelah harga disepakati oleh petani dan pedagang maka
pedagang akan membawa tebu tersebut. Tebu akan dibersihkan untuk kemudian
diolah oleh pedagang menjadi minuman sari tebu dan akan dijual kepada
konsumen. Harga sari tebu yang dijual oleh pedagang sari tebu adalah
Rp.2500/gelas.
Pada saluran tataniaga empat, harga tebu ditentukan melalui kesepakatan
antara petani dan pedagang tebu. Sistem pembelian dilakukan secara tunai dan
sistem pembayaran dilakukan secara tunai. Petani yang menjual produknya
54
mendapatkan informasi pasar dari petani tebu lainnya. Petani memiliki posisi
tawar yang tinggi karena petani dapat menentukan harga jual kepada pedagang.
6.3. Analisis Fungsi-fungsi Tataniaga
Setiap lembaga tataniaga memiliki fungsi-fungsi yang berbeda dalam
penyampaian tebu dari petani hingga pabrik gula. Fungsi-fungsi dari setiap
lembaga tataniaga bertujuan untuk memperlancar prosesn tataniaga dari tebu.
Fungsi-fungsi tataniaga dapat dikelompokkan menjadi fungsi pertukaran, fungsi
fisik dan fungsi fasilitas.
6.3.1. Petani
Fungsi tataniaga yang dilakukan petani tebu di Desa Pulorejo adalah
fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang
dilakukan adalah fungsi penjualan. Fungsi fisik berupa fungsi pengangkutan
sedangkan fungsi fasilitias berupa pembiayaan, sortasi, penganggungan risiko dan
informasi pasar.
a. Fungsi Pertukaran
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh petani adalah fungsi penjualan.
Pada saluran satu terdapat empat orang petani yang menjual tebunya kepada
(Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesai) APTRI, enam orang petani melakukan
penjualan tebunya melalui kelompok tani, sepuluh orang petani menjual tebu
kepada kontraktor tebu dan empat orang menjual kepada pedagang sari tebu.
Penjualan tebu dilakukan di kebun tebu milik petani. Lembaga tataniaga
akan mendatangi petani untuk membeli tebu hasil panen petani. APRI dan
kelompok tani memiliki data mengenai data tanam dan data panen tebu petani.
Sehingga lembaga tataniaga tersebut akan mendatangi petani yang telah siap
panen. Kontraktor tebu merupakan langganan dari petani yang menjual tebu
kepada kontraktor tebu. Pada saluran empat petani akan mencari padagang sari
tebu yang akan mau membeli tebu miliknya.
55
b. Fungsi fisik
Fungsi fisik yang dilakukan petani adalah fungsi pengangkutan yang
dilakukan oleh petani pada saluran satu dan dua. Proses pemanenan dan
pengangkutan dilakukan oleh buruh yang disewa. Pada saluran satu dan saluran
dua biaya pemanenan ditanggung oleh petani. Biaya pemanenan dan
pengangkutan yang dikeluarkan oleh petani merupakan biaya pinjaman yang
dikeluarkan oleh APTRI dan kelompok tani. Biaya tersebut akan dibayar oleh
petani setelah petani mendapatkan hasil dari gilingan tebu. Pada saluran ketiga
biaya pemanenan dan pengangkutan akan ditanggung sepenuhnya oleh kontraktor
tebu yang membeli tebu milik petani
c. Fungsi fasilitas
Fungsi fasilitas yang dilakukan petani adalah penanggungan risiko, sortasi,
pembiayaan dan informasi pasar. Risiko yang mungkin dihadapi adalah tebu yang
telah dipanen tidak sesuai dengan kriteria tebu siap giling. Kriteria tebu yang siap
giling adalah manis, bersih dan segar. Jika kriteria itu tidak dipenuhi oleh petani
maka tebu akan dikembalikan kepada petani. Selain itu, jika kotoran yang terdapat
dalam tebu melebihi 5% dari seluruh tebu yang dikirimkan maka tebu akan
dikembalikan kepada petani dan petani akan dikenakan peringatan. Kotoran tebu
yang dimaksud adalah petani yang tidak memenuhi kriteria, batang tebu kering
dan daun-daun kering. Musim hujan juga akan menimbulkan risiko pada tanaman
tebu, hal ini dikarenakan batang tebu yang belum kuat akan roboh dan mati jika
terkena angin kencang.
Pembiayaan yang dilakukan petani adalah penyediaan modal yang
digunakan untuk kegiatan produksi. Biaya produksi yang dikeluarkan petani
adalah bibit, pupuk, tenaga kerja dan alat-alat pertanian. Pembiayaan ini bisa
berasal dari modal pribadi petani atau mendapat pinjaman. Pada saluran satu
petani mendapat kredit atau pinjaman dari APTRI untuk kegiatan produksi petani.
Petani dalam menjual hasilnya mendapat informasi pasar dari APTRI,
kelompok tani dan sesama petani. Informasi yang diberikan adalah informasi
harga dan baiya produksi. Informasi mengenai rendemen tebu diberikan oleh
pabrik gula yang dilakukan sebulan dua kali. Dalam pertemuan ini akan
diinformasikan mengenai perhitungan rendemen termasuk cara menghitung
56
rendemen tebu petani. Petani akan diberikan undangan oleh pabrik tebu, namun
tidak semua petani diundang. Hanya perwakilan dari beberapa petani dilihat dari
wilayahnya. Petani yang mendapat informasi ini akan melanjutkan informasi ini
kepada petani yang lain.
Petani melakukan penyortiran tebu yang akan digiling di pabrik gula. Tebu
dipilih berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan oleh pabrik gula. Pabrik gula
menetapkan bahwa kotoran yang terbawa tebu yang akan digiling tidak melebihi
dari 5% dari berat total tebu yang dibawa. Kotoran yang dimaksud adalah daun
kering, tebu yang masih muda dan tebu yang kering dan telah mati.
6.3.2. Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI)
Fungsi tataniaga yang dilakukan oleh Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Indonesia (APTRI) adalah fungsi pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas.
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh APTRI adalah pembelian dan penjualan;
fungsi fisik yang dilakukan adalah pengemasan dan penyimpanan; fungsi fasilitas
yang dilakukan adalah pembiayaan dan infomasi pasar.
a. Fungsi pertukaran
Asosiasi yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah Asosiasi
Petani Tebu Rakyat Indonesia Nira Sejahtera. Fungsi pertukaran yang dilakukan
oleh APTRI adalah fungsi pembelian dan penjualan. APTRI Nira Sejahtera
melakukan pembelian di kebun petani. APTRI membeli tebu milik petani
kemudian menggiling tebu milik petani di pabrik gula. Tenaga pemanenan dan
pengangkutan disediakan oleh APTRI namun biaya di tanggung oleh petani.
APTRI melakukan pembelian tebu milik petani yang mendapatkan dana pinjaman
dari APTRI. Setelah tebu digiling dan telah diadakan bagi hasil dengan pabrik
gula, APTRI kemudian menjual hasil gilingan tebu kepada agen atau investor
secara lelang yang diadakan oleh beberapa asosiasi lain. Lelang dilakukan dalam
kurun waktu 15 hari sekali sehingga lelang dilakukan sebulan dua kali. Jumlah
yang diikutkan dalam lelang tidak menentu tergantung dari jumlah persediaan
yang ada pada APTRI. Harga yang terbentuk juga tidak menentu tergantung pada
penawaran investor yang akan membeli.
b. Fungsi fisik
57
Fungsi fisik yang dilakukan oleh APTRI adalah pengemasan hasil gilingan
tebu untuk diikutkan dalam lelang yang dilakukan oleh APTRI. Pengemasan
menggunakan karung berukuran 50 kg. Harga satu karung gula sebesar Rp.1000-
Rp. 1650. Karung ini berbahan dasar plastik. Selain itu, APTRI melakukan
penyimpanan hasil giling tebu dalam gudang sampai pelaksanaan lelang selesai
dilaksanakan dan investor dengan penawaran tertinggi berhak mengambil hasil
giling tebu di gudang milik APTRI.
c. Fungsi fasilitas
Fungsi pembiayaan yang dilakukan oleh APTRI adalah peminjaman
modal untuk kegiatan produksi petani tebu. Modal yang dipinjamkan oleh APTRI
mulai dari kegiatan usahatani hingga hasil gilingan siap dijual. Pinjaman yang
diberikan oleh APTRI kepada petani untuk luas lahan dua hektar. Petani yang
meminjam dana kepada APTRI memiliki luas lahan lebih dari dua hektar sehingga
nama peminjam diambil dari nama keluarga petani. Sehingga seluruh luas lahan
yang dimiliki petani mendapatkan dana pinjaman dari APTRI. Informasi pasar
yang dicari oleh APTRI adalah informasi rendemen, harga yang berlaku di pasar
dan permintaan dari para investor yang akan mengikuti sistem lelang yang
dilakukan oleh APTRI.
6.3.3. Kelompok Tani
Kelompok tani melakukan fungsi tataniaga yaitu fungsi pertukaran, fungsi
fisik dan fungsi fasilitas.
a. Fungsi Pertukaran
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh kelompok tani adalah
pengumpulan tebu milik petani yang akan digilingkan ke pabrik gula dengan
menggunakan surat kontrak kelompok tani . Kelompok tani mendapatkan 1,5%
dari hasil yang didapatkan oleh petani.
b. Fungsi fasilitas
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh kelompok tani adalah fungsi
pembiayaan dalam hal membayarkan biaya administrasi yang harus dibayarkan
kepada pabrik gula. kelompok tani melakukan fungsi penanggungan risiko.
Anggota kelompok tani harus mengirimkan tebu yang benar-benar sesuai dengan
58
standar pabrik gula, yaitu jumlah kotoran yang terbawa dalam tebu tidak melebihi
5%. Jika jumlah kotoran melebihi 5% maka tebu milik petani akan dikembalikan
dan akan dikenakan hukuman maka hukuman ini akan berlaku bagi seluruh
anggota kelompok tani yang mengilingkan tebunya melalui kelompok tani. Selain
itu kelompok tani memberikan informasi pasar kepada anggota kelompok tani
mengenai harga yang berlaku di pasar, aturan-aturan pengiriman tebu kepada
pabrik gula dan perhitungan rendemen.
6.3.4. Kontraktor Tebu
Kontraktor tebu melakukan fungsi tataniaga seperti fungsi pertukaran,
fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Kontraktor tebu ini dapat pula disebut tengkulak.
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah fungsi pembelian
dan fungsi penjualan; fungsi fisik yang dilakukan adalah fungsi pengangkutan;
fungsi fasilitas yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah sortasi, pembiayaan,
penanggungan risiko dan informasi pasar.
a. Fungsi pertukaran
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah fungsi
pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian dilakukan di kebun petani
secara langsung. Harga pembelian ditentukan bersama dengan petani melalui
proses negosiasi. Pada saat panen tiba, kontraktor tebu akan mendatangi petani
untuk melakukan pembelian tebu. Biaya penebangan dan pengangkutan
dikeluarkan oleh kontraktor tebu. Sistem pembayaran yang dilakukan oleh
kontraktor tebu adalah secara kredit atau diangssur, 50% dibayarkan sebagai uang
muka dan sisanya akan dibayar setelah kontraktor tebu mendapatkan uang dari
pabrik gula. Fungsi penjualan yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah saat
kontraktor tebu menjual tebu ke pabrik gula. Tebu yang telah dibeli dari petani
dibawa ke pabrik gula untuk digiling. Tebu yang telah digiling akan diikutkan
dalam lelang yang diadakan oleh pabrik gula. Harga penjualan ditentukan dari
penawaran tertinggi peserta lelang.
b. Fungsi fisik
Fungsi fisik yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah pengangkutan
tebu dari kebun petani hingga pabrik gula. pengangkutan dilakukan menggunakan
59
mobil pick-up. Biaya pengangkutan ditanggung oleh kontraktor tebu. Biaya
pengangkutan dihitung per kuintal tebu yang diangkut. Biaya pengangkutan akan
menjadi besar jika musim hujan tiba karena untuk mencapai kebun petani harus
melewati jalanan yang dipenuhi genangan air. Hal ini akan membuat aktivitas
pengangkutan menjadi terhambat dan sulit.
c. Fungsi fasilitas
Kontraktor tebu melakukan sortasi terhadap tebu yang dibelinya agar
kotoran yang terbawa tidak melebihi 5%. Sortasi dilakukan di kebun milik petani
dan dilaksanakan saat kegiatan penebangan berlangsung. Kontraktor tebu
menyortasi tabu yang sesuai dengan kriteria tebu layak giling pabrik gula. Jika
kotoran yang terbawa lebih dari 5% maka tebu ini akan dikembalikan kepada
kontraktor tebu dan tidak akan digiling oleh pabrik gula. Fungsi pembiayaan yang
dilakukan oleh kontraktor tebu adalah biaya penebangan, biaya pengangkutan,
biaya pengemasan dan biaya administrasi. Seluruh biaya ini ditangggung oleh
kontraktor tebu. Saat kesepakatan harga dicapai, kontraktor tebu akan membawa
tenaga kerja yang akan menebang dan mengangkut tebu yang telah dibeli.
Penanggungan risiko yang dilakukan oleh kontraktor tebu adalah jika tebu yang
dibawa ke pabrik gula tidak memenuhi kriteria layak tebang dan kotoran yang
terbawa tebu ke pabrik gula lebih 5% dari jumlah tebu secara keseluruhan. Jika
jumlah kotoran yang terbawa melebihi 5% maka tebu akan dikembalikan kepada
kontraktor tebu dan akan mendapat peringatan dari pebrik gula. Selain itu
kontraktor tebu akan menanggung risiko jika saat penebangan dan pengangkutan
tebu saat hujan. Saat hujan kegiatan penebangan dan pengangkutan akan
terhambat. Jalanan menuju kebun petani menjadi tergenang dan berlumpur. Hal
ini akan membuat biaya penebangan dan pengangkutan menjadi besar. Biaya akan
meningkat karena adanya kesulitan dalam penebangan dan pengangkutan pada
saat hujan. Informasi pasar yang dibutuhkan oleh kontraktor tebu adalah informasi
harga beli tebu, biaya penebangan dan pengangkutan, harga jual tebu dan
rendemen.
60
6.3.5. Pedagang Sari Tebu
Fungsi pemsaran yang dilakukan oleh pedagang sari tebu adalah fungsi
pertukaran, fungsi fisik dan fungsi fasilitas. Fungsi pertukaran yang dilakukan
oleh pedagang sari tebu adalah fungsi pembelian dan fungsi penjualan sedangkan
fungis fisik yang dilakukan adalah pengangkutan, penyimpanan dan pengolahan.
Fungsi fasilitas yang dilakukan adalah pembiayaan, penanggungan risiko dan
informasi pasar.
a. Fungsi pertukaran
Fungsi pertukaran yang dilakukan oleh pedagang sari tebu adalah fungsi
pembelian dan fungsi penjualan. Fungsi pembelian dilakukan di rumah petani
yang akan menjual tebunya. Sistem pembelian dan pembayaran dilakukan secara
tunai. Biaya pengangkutan ditanggung oleh pedagang yang menggunakan
kendaran bermotor untuk mengangkut tebu yang telah dibeli dari petani. Setelah
pedagang membeli tebu milik petani, mereka akan mengolah tebu menjadi
minuman sari tebu. Minuman sari tebu ini menggunakan bahan baku tebu untuk
diambil sarinya. Minuman sari tebu ini kemudian dijual kepada konsumen.
Penjualan ini dilakukan setiap harinya. Pengolahan ini dilakukan di tempat
pedagang ini menjual minumannya.
b. Fungsi fisik
Fungsi pengangkutan yang dilakukan oleh pedagang sari tebu adalah
mengangkut tebu dari rumah petani ke rumah pedagang . Pengangkutan dilakukan
dengan menggunakan motor milik pedagang. Fungsi penyimpanan yang
dilakukan oleh pedagang adalah tebu yang telah dibeli disimpan di rumah
pedagang untuk dijual setiap harinya. Jika tebu yang dibawa ke tempat pedagang
mengolah tebu tidak habis maka sisa tebu yang dibawa akan disimpan kembali.
Fungsi pengolahan yang dilakukan oleh pedagang adalah mengolah tebu yang
telah dibeli oleh petani menjadi minuman sari tebu yang dikonsumsi oleh
konsumen atau masyarakat. Pengolahan tebu menjadi sari tebu dilakukan di
tempat pedagang menjual minuman sari tebu. Pengolahan yang dilakukan di
tempat berjualan akan menimbulkan rasa kepercayaan konsumen bahwa minuman
yang dijual bersih. Pengemasan yang dilakukan pedagang sari tebu adalah
61
menggunakan gelas plastik untuk mengemas minuman sari tebu. Bagi konsumen
yang ingin meminum langsung disediakan gelas oleh pedagang.
c. Fungsi fasilitas
Fungsi fasilitas yang dilakukan oleh pedagang adalah pembiayaan.biaya
yang dikeluarkan oleh pedagang adalah biaya pengangkutan, biaya pengolahan
dan biaya pengemasan. Seluruh biaya tersebut ditanggung oleh pedagang. Risiko
yang harus di tanggung oleh pedagang adalah minuman sari tebu yang tidak laku
dijual, selera konsumen yang menurun dan tebu yang dibeli kurang bagus.
Pedagang memiliki cara tersendiri memiliki strategi untuk mengatasi risiko yang
mungkin terjadi. Informasi pasar yang didapatkan oleh pedagang berasal dari
petani dan sesama pedagang. Informasi yang didapatkan oleh pedagang adalah
mengenai harga beli tebu dan harga jual minuman sari tebu.
6.4. Analisis Struktur Pasar
Struktur pasar dapat dilihat dari jumlah pembeli dan penjual yang ada di
dalam pasar, kondisi dan keadaan produk, kemudahan untuk keluar masuk pasar
dan tingkat informasi pasar. Setiap lembaga tataniaga perlu mengetahui struktur
pasar yang ada agar dapat bertindak efisien dalam tataniaga suatu produk. Struktur
pasar yang dihadapi oleh pelaku pasar dalam tataniaga tebu di Desa Pulorejo
adalah sebagai berikut.
6.4.1. Struktur Pasar di Tingkat Petani
Struktur pasar yang dihadapi oleh petani tebu mengarah kepada pasar
persaingan sempurna. Hal ini dapat dilihat dari jumlah petani yang banyak dan
jumlah penjual juga banyak. Adanya hambatan untuk keluar masuk pasar bagi
petani karena adanya hubungan yang erat dengan beberapa penjual termasuk
APTRI. Petani mendapatkan modal dari APTRI dan pembayaran dilakukan bila
petani telah mendapatkan hasil dari kebunnya. Sulitnya mendapatkan modal
menjadi hambatan petani untuk keluar dari pasar. Hambatan keluar dan masuk ini
tergolong kecil sehingga masih dapat dengan mudah untuk keluar dan masuk
pasar. Komoditi yang yang diperjualbelikan homogen atau sama di setiap petani
yaitu tebu. Di beberapa saluran petani mudah mendapatkan informasi. Informasi
62
didapatkan dari setiap lembaga tataniaga ataupun dari sesama petani. Informasi
yang didapatkan berupa harga pasar dan biaya produksi. Harga yang berlaku
merupakan harga berdasarkan harga pasar, dimana petani bertindak sebagai price
taker.
6.4.2. Struktur Pasar di Tingkat Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia
(APTRI)
Struktur pasar yang dihadapi oleh APTRI adalah pasar oligopoli. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah APTRI yang ada hanya dua. Petani dan APTRI memiliki
hubungan yang erat karena setiap APTRI sudah memiliki petani masing-masing
yang akan menjual tebu kepada APTRI. Petani yang menjual hasil tebunya kepada
APTRI merupakan pelanggan tetap bagi APTRI. Namun hal ini, tidak menutup
kemungkinan bagi petani untuk menjual hasil tebunya kepada non APTRI.
Komoditas yang diperjualbelikan bersifat homogen yaitu tebu. Adanya hambatan
untuk masuk ke pasar bagi APTRI adalah sulitnya mencari petani untuk menjual
hasil tebu kepada APTRI, sulitnya mencari petani yang akan loyal kepada APTRI
dan penyediaan modal bagi petani yang membutuhkan pinjaman modal untuk
kegiatan produksinya. Hambatan untuk keluar dari pasar juga tinggi karena masih
belum terpenuhinya permintaan gula, petani masih mengalami kesulitan dalam
pengadaan modal dan telah memiliki petani yang loyal. Informasi pasar
didapatkan dari investor yang akan mengikuti lelang yang akan diadakan oleh
APTRI.
6.4.3. Struktur Pasar Kelompok Tani
Kelompok tani menghadapi struktur pasar oligopoli. Hanya terdapat
sedikit kelompok tani yang berada di wilayah petani. Adanya halangan untuk
masuk pasar bagi kelompok tani yaitu memperoleh surat kontrak dari pabrik gula
untuk menggilingkan tebu milik anggotanya, memiliki anggota kelompok yang
akan menggiling tebu milik anggotanya melalui kelompok tani dan memiliki
informasi yang dibutuhkan oleh petani. Hambatan keluar pasar yang dialami oleh
kelompok tani adalah surat kontrak dari pabrik gula yang telah didapatkan
mengharuskan kelompok tani untuk terus menggilingkan tebu kepada pabrik gula
63
sesuai kesepakatan dalam surat kontrak. Informasi pasar yang diberikan kepada
petani didapatkan dari pabrik gula dan kelompok tani lainnya.
6.4.4. Struktur Pasar Kontraktor Tebu
Struktur pasar yang dihadapi oleh kontraktor tebu adalah pasar persaingan
sempurna, karena jumlah kontraktor tebu cukup banyak. Produk yang
diperjualbelikan bersifat homogen yaitu tebu. Harga ditentukan melalui sistem
tawar menawar dengan petani. Harga yang berlaku sesuai dengan harga yang
berlaku di pasar. Hambatan untuk keluar masuk pasar termasuk kecil karena
kebanyakan kontraktor tebu merupakan petani tebu. Kontraktor tebu merupakan
pekerjaan sampingan bagi petani tebu. Apabila kontraktor tebu keluar dari pasar
maka kontraktor tebu dapat menjadi petani tebu. Hambatan untuk masuk ke dalam
pasar adalah sulitnya mendapatkan surat kontrak bagi kontraktor tebu. Hambatan
ini tergolong kecil karena surat kontrak dapat diajukan kepada pabrik gula dengan
mengikuti tata cara dan persyaratan yang berlaku. Informasi mengenai pasar
didapatkan kontraktor tebu dari pabrik gula dan sesama kontraktor tebu. Informasi
yang didapatkan adalah informasi mengenai harga beli tebu, biaya pemanenan dan
biaya pengangkutan, rendemen tebu dan permintaan tebu. Sistem pembayaran
tebu dilakukan dengan diangsur, 50% sebagai uang muka dan sisanya dibayarkan
setelah tebu digiling oleh pabrik gula.
6.4.5. Struktur Pasar Pedagang Sari Tebu
Struktur pasar yang dihadapi oleh pedagang sari tebu mengarah kepada
pasar persaingan sempurna. Hal ini dapat dilihat dari jumlah penjual dan pembeli
yang banyak. Hambatan untuk keluar masuk pasar tergolong rendah hal ini
dipengaruhi oleh modal yang dikeluarkan untuk menjual minuman sari tebu,
tempat berjualan dan mesin yang digunakan. Hambatan untuk keluar pasar adalah
telah memiliki banyak pelanggan yang akan membeli sari tebu. Hambatan ini
secara keseluruhan tergolog kecil. Produk yang dijual oleh pedagang telah diolah
menjadi minuman sari tebu yang bisa langsung dikonsumsi oleh konsumen. Harga
yang berlaku ditetapkan oleh pedagang sari tebu. Informasi pasar diperoleh dari
petani dan sesama pedagang.
64
6.5. Analisis Perilaku Pasar
Perilaku pasar merupakan pola atau tingkah laku lembaga-lembaga
tataniaga yang menyesuaikan dengan struktur pasar. Analisis perilaku pasar dapat
dilihat dari praktek pembelian dan penjualan yang dilakukan lembaga tataniaga,
sistem penentuan harga dan pembayaran, dan kerjasama antar lembaga tataniaga.
Uraian dari perilaku pasar dalam tataniaga tebu di Desa Pulorejo adalah.
6.5.1. Praktek Pembelian dan Penjualan
Petani tebu yang menjadi responden dalam penelitian ini menjual hasil
tebunya kepada Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, kontraktor tebu, pabrik
tebu melalui kelompok tani dan pedagang sari tebu. Tujuan utama petani tebu
menjual tebunya kepada Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, kontraktor tebu
dan pabrik tebu melalui kelompok tani. Jika ada tebu yang tidak layak giling maka
petani akan menjual tebunya kepada pedagang sari tebu. Produksi tebu petani
responden per panen adalah 356.450 kuintal. Rata-rata jumlah tebu yang dijual
oleh petani kepada pedagang sari tebu adalah 5% dari hasil panen tebu dan tidak
semua petani menjual tebu hasil panen kepada pedagang sari tebu. Sistem
penjualan yang dilakukan oleh petani tebu adalah tunai dan menggunakan nota
penjualan. Penjualan secara tunai dilakukan apabila petani menjual tebu kepada
pedagang sari tebu. Penjualan secara nota penjualan dilakukan apabila petani
menjual hasil tebunya kepada Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia, kontraktor
tebu dan pabrik gula melalui kelompok tani. Biaya pemanenan dan biaya
pengangkutan ditanggung oleh petani jika petani menjual hasil tebunya kepada
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia dan pabrik gula melalui kelompok tani.
Apabila petani menjual hasil tebunya kepada kontraktor tebu dan pedagang sari
tebu maka biaya tersebut akan ditanggung oleh pembeli atau lembaga tataniaga.
Pada umumnya petani menjual tebu melakukan sistem jual secara bebas dan
langganan. Petani bebas menjual tebunya kepada pedagang tujuannya dan akan
menjual tebu kepada langganan pedagangnya.
Kontraktor tebu akan membeli tebu milik petani secara borongan dan
membayarnya secara diangsur. Pembayaran awal sebagai uang muka sebesar 50%
dan sisanya akan dibayar jika kontraktor tebu telah mendapatkan hasil dari pabrik
65
gula. Biaya pemanenan dan biaya pengangkutan akan ditanggung oleh kontraktor
tebu. Pembelian dilakukan di kebun milik petani, kontraktor tebu akan
mendatangi petani yang akan siap panen. Komunikasi antara petani dan kontraktor
tebu dilakukan secara langsung. Kontraktor tebu akan mendatangi petani yang
sudah menjadi langganannya, namun petani masih bisa menjual tebu secara bebas.
Selanjutnya kontraktor tebu akan menjual tebu kepada pabrik gula. penjualan
dilakukan dengan nota penjualan. Kontraktor tebu akan menjual tebu kepada
pabrik gula langganannya karena kontraktor tebu telah memiliki surat kontrak dari
pabrik gula. Proses penjualan tebu dilakukan secara langganan dan memiliki
keterikatan karena memiliki surat kontrak. Tebu yang telah digiling oleh pabrik
gula akan diadakan bagi hasil dengan pabrik gula sesuai dengan rendemen yang
dihasilkan oleh tebu milik kontraktor tebu. Kontraktor tebu akan mendatangi
langsung pabrik gula tempat kontraktor akan menggiling tebu miliknya.
Komunikasi antara pabrik gula dan kontraktor tebu dilakukan secara langsung.
Asosiasi Petani Tebu Rakyat Tebu Indonesia (APTRI) melakukan
pembelian tebu milik petani secara borongan. Petani memperoleh pinjaman untuk
melakukan budidaya tebu. Biaya pemanenan dan biaya pengangkutan ditanggung
oleh petani. Biaya ini akan dipotong dari hasil penjualan tebu kepada APTRI.
APTRI memiliki data-data mengenai masa tanam tebu dan masa panen tebu milik
petani yang meminjam dana kepada APTRI. Sistem pembelian dilakukan dengan
nota penjualan. Petani yang menjadi anggota APTRI akan secara rutin untuk
menjual hasil tebu kepada APTRI. Kemudian APTRI menggilingkan tebu di
pabrik gula, sistem bagi hasil akan dilakukan antara pabrik gula dan APTRI. Hasil
gilingan tebu di ambil oleh APTRI dan akan dijual melalui sistem lelang dengan
investor yang akan membeli. Proses penjualan dilakukan secara tunai. Investor
yang membeli hasil gilingan tidak tetap hal ini berdasarkan dari penawaran
tertinggi peserta lelang yang diadakan oleh APTRI. Setelah APTRI mendapatkan
hasil penjualan dari sistem lelang maka mereka akan membayar tebu yang telah
dibeli dari petani.
Pabrik gula melakukan pembelian tebu milik petani melalui perantara
kelompok tani. Kelompok tani memiliki anggota petani tebu, kelompok tani
menyalurkan tebu milik petani kepada pabrik gula. Tebu milik petani digilingkan
66
ke pabrik gula menggunakan nama kelompok tani yang telah memiliki surat
kontrak dari pabrik gula. Biaya pemanenan dan biaya pengangkutan ditanggung
oleh petani. Sistem pembelian dengan menggunakan nota penjualan, pembayaran
akan diberikan melalui kelompok tani dari pabrik gula. Petani yang menjual
tebunya kepada pabrik gula melalui kelompok tani merupakan petani langganan
dari kelompok tani. Petani akan mendatangi kelompok tani saat tebunya siap
dipanen. Dalam hal ini kelompok tani mendapatkan komisi dari petani yaitu
sebesar 1,5% dari hasil yang diperoleh petani. Kelompok tani yang akan
mengurus tebu milik petani mulai dari pengangkutan hingga pembayaran diterima
oleh petani. Pabrik gula akan memberlakukan sistem bagi hasil dengan petani
sesuai dengan rendemen dari tebu yang dihasilkan. Tebu yang telah digiling oleh
pabrik gula akan dijual melalui sistem lelang yang diadakan oleh pabrik gula.
sistem lelang ini akan diikuti oleh beberapa investor. Investor tersebut merupakan
agen besar yang akan menjual gula tersebut. Penjualan gula dilakukan pabrik
dalam kurun waktu 15 hari sekali. Dalam waktu 15 hari akan dikumpulkan hasil
gilingan tebu yang telah digiling oleh pabrik gula. Sistem penjualan yang
dilakukan oleh pabrik gula secara tunai.
Proses pembelian yang dilakukan oleh pedagang sari tebu adalah secara
tunai dengan cara mendatangi langsung petani yang menjual tebu miliknya. Tebu
yang dibeli oleh pedagang sari tebu dari petani rata-rata 3.450 kuintal. Biaya
pengangkutan ditanggung oleh pedagang sari tebu. Tebu yang telah dibeli oleh
pedagang ini kemudian diolah untuk dijual secara langsung kepada konsumen.
Konsumen akan mudah menjumpai pedagang sari tebu ini karena jumlah
pedagang sari tebu termasuk banyak. Penjualan yang dilakukan pedagang sari
tebu kepada konsumen secara tunai dan saat transaksi berlangsung.
6.5.2. Sistem Penentuan Harga dan Pembayaran Harga
Sistem penentuan harga yang berlaku pada sistem tataniaga tebu di Desa
Pulorejo adalah tawar menawar antara pembeli dan penjual dan berdasarkan
tawaran tertinggi dalam sistem lelang. Harga juga ditentukan dari keputusan
pemerintah mengenai harga maksimal lelang gula. Bila harga telah tercapai maka
proses pembelian dan penjualan akan dilakukan dan transaksi akan terjadi.
67
Sistem penentuan harga di tingkat petani dengan kontraktor tebu,
kelompok tani,pedagang sari tebu dan APTRI dilakukan dengan cara tawar
menawar di antara pembeli dan penjual. Namun petani tidak dapat sepenuhnya
mempengaruhi harga jual tebu. Karena harga tebu dilihat berdasarkan ketetapan
pemerintah. Maka harga yang diterima petani mengikuti harga yang telah
ditetapkan pemerintah. Jika harga yang ditetapkan rendah maka harga yang
diterima petani juga rendah. Petani memiliki posisi tawar yang rendah karena
petani bertindak sebagai penerima harga (price taker).
Sistem penentuan harga di tingkat kontraktor tebu mengikuti dari harga
yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan pabrik gula. Selain itu penentuan harga
di tingkat kontraktor tebu ditentukan oleh musim pada saat panen. Jika saat panen
tiba yang terjadi musim hujan maka harga tebu akan turun atau rendah. Hal ini
dikarenakan musim hujan membuat kadar air yang terdapat dalam tebu akan
tinggi sehingga akan menyebabkan turunnya rendemen tebu.
Sistem penentuan harga di tingkat APTRI dan pabrik gula mengikuti
ketetapan pemerintah dan penawaran lelang tertinggi. Pemerintah berkewajiban
untuk mengendalikan harga gula di tingkat konsumen. Salah satu bentuk
pengendalian yang dilakukan oleh pemenrintah adalah mengeluarkan kebijakan
mengenai harga maksimal pada lelang. Penentuan harga maksimal ini
dimaksudkan agar harga yang diterima oleh konsumen tidak terlalu tinggi.
Namun, kebijakan pemerinah ini terkadang belum dipatuhi sepenuhnya oleh
pabrik gula. Terkadang pabrik gula menjual di atas harga maksimal yang telah
ditetapkan oleh pemerintah. Harga tersebut tetap merupakan penawaran tertinggi
dari investor yang mengikuti lelang pabrik gula.
Sistem pembayaran yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga yang
terlibat dalam sistem tataniaga tebu di Desa Pulorejo dapat secara tunai, diangsur
dan nota penjualan. Sistem pembayaran dipengaruhi oleh perjanjian antara
pembeli dan penjual. Sistem pembayaran secara tunai dilakukan antara petani dan
pedagang sari tebu sesuai dengan harga yang telah disepakati. Pembayaran secara
diangsur dilakukan petani dengan kontraktor tebu. Sebesar 50% dibayarkan
sebagai uang muka dan sisanya dibayarkan setelah tebu digiling dan dijual oleh
68
pabrik gula. Sistem pembayaran dengan nota penjualan dilakukan antara petani
dengan APTRI dan kelompok tani.
6.5.3. Kerjasama Antara Lembaga Tataniaga
Kerjasama antara lembaga-lembaga tataniaga yang ada pada tataniaga tebu
di Desa Pulorejo memungkinkan tataniaga tebu menjadi lebih lancar. Kerjasama
yang tercipta diantara lembaga tataniaga telah lama terjalin sehingga telah
mendapatkan kepercayaan satu sama lainnya. Kerjasama antar lembaga tataniaga
terjalin karena adanya proses pembelian dan penjualan.
Kerjasama antara petani dengan kontraktor tebu dilakukan dalam kegiatan
pembelian dan penjualan. Kontraktor tebu yang membeli tebu pada petani
meringankan biaya petani karena biaya pemanenan dan biaya pengangkutan
ditanggung oleh kontraktor tebu. Kerjasama ini sudah terjalin bertahun-tahun dan
petani telah memiliki langganan kontraktor tebu yang akan membeli tebu.
kerjasama petani dengan pedagang sari tebu janya sebatas penyedian tebu sebagai
bahan baku dari minuman sari tebu.
Kerjasama antara petani dengan kelompok tani dilakukan dalam kegiatan
mengirimkan tebu milik petani untuk digiling di pabrik gula. Petani mendapatkan
kemudahan dalam menggilingkan tebu dipabrik gula karena kelompok tani akan
mengurus segala sesuatu hingga tebu milik petani telah dijual melalui sistem
lelang yang diadakan oleh pabrik gula. Biaya pemanenan dan biaya pengangkutan
ditanggung oleh petani. Kelompok tani mendapatkan keuntungan dari penyaluran
tebu milik petani kepada pabrik gula. Kelompok tani mendapatkan komisi sebesar
1,5% dari hasil yang didapatkan petani dari pabrik gula.
Kerjasama antara petani dengan Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia
(APTRI) lebih terorganisir. Petani yang menjadi anggota APTRI ini didata
mengenai lahan dan akan mendapatkan dana berupa pinjaman untuk biaya
produksi petani. Petani yang mendapatkan modal dari APTRI wajib menjual tebu
miliknya kepada APTRI. Petani mendapatkan informasi mengenai pasar.
Kerjasama ini telah terjalin selama bertahun-tahun dan kedekatan ini membuat
petani enggan untuk menjual tebu miliknya kepada pihak lain.
69
Kerjasama antara kontraktor tebu dengan pabrik tebu adalah dalam hal
pembelian dan penjualan tebu. Kontraktor tebu mendapatkan surat kontrak dari
pabrik tebu dan diharuskan untuk menggilingkan tebu miliknya kepada pabrik
gula tersebut. Jika kontraktor tebu tersebut secara kontinu atau terus menerus
dapat memenuhi kapasitas giling yang tertera dalam surat kontrak maka
kontraktor tebu akan mendapatkan surat kontrak lagi. Surat kontrak kontraktor
tebu akan bertambah dan ia harus memenuhi kapasitas giling yang disebutkan
dalam surat kontrak. Kerjasama ini membuat kontraktor tebu enggan untuk
menjual tebu miliknya ke pabrik gula yang lain.
Kerjasama kelompok tani dengan pabrik gula sama halnya dengan
kerjasama kontraktor tebu dengan pabrik gula. kelompok tani mendapatkan
kepercayaan dari pabrik gula untuk menggilingkan tebu milik anggotanya kepada
pabrik gula tersebut. Kelompok tani yang menggilingkan tebu milik anggotanya
senantiasa untuk menggilingnya kepada pabrik gula tersebut.
Hubungan kerjasama antara lembaga tataniaga umumnya telah terjalin
lama sehingga telah menimbulkan rasa percaya diantara lembaga tataniaga.
Kontraktor tebu, kelompok tani, APTRI dan pabrik gula terus menjaga
kepercayaan agar saluran tataniaga yang terjadi dapat terus dipertahankan.
6.6. Analisis Margin Tataniaga
Margin tataniaga merupakan selisih harga jual dan harga beli di tingkat
petani dan di tingkat pedagang pada lembaga tataniaga. Margin tataniaga meliputi
biaya tataniaga yang dikeluarkan dalam setiap lembaga tataniaga dan keuntungan
yang didapat oleh lembaga tataniaga dalam menyalurkan produk pertanian dari
produsen hingga ke tangan konsumen. Dalam penelitian ini, margin tataniaga
yang akan dihitung menggunakan prinsip kesetaraan. Semua satuan dalam
perhitungan margin tataniaga tebu ini adalah Rupiah per kuintal tebu. Perhitungan
yang digunakan adalah rendemen yang dihasilkan petani 6,84%. Hal ini
menunjukkan bahwa satu kuintal tebu menghasilkan 6,84 kilogram gula. Sehingga
untuk menghasilkan satu kuintal gula membutuhkan 14 kuintal tebu. Hasil
sampingan yang didapatkan petani adalah tetes dan gula natura yang diberikan
kepada petani. Jumlah tetes yang diberikan kepada petani adalah 2,5% dari total
70
tebu yang digilingkan di pabrik gula dan harga tetes adalah Rp. 1.000-1.800/ kg
tetes. Gula natura yang diberikan petani sebesar 10% dari gula milik petani yang
telah melalui proses bagi hasil dengan pabrik gula. Gula natura ini bisa dijual oleh
pabrik gula, petani menjual ke warung-warung dekat rumah, dan dikonsumsi oleh
petani sendiri. Harga tetes dan natura yang diterimapetani dapat dilihat pada
lampiran 2. Kesetaraan ini yang akan digunakan untuk menghitung margin
tataniaga tebu.
Pada saluran tataniaga satu, petani mengeluarkan biaya tataniaga yang
terdiri dari biaya pemanenan Rp. 6.375/Kuintal tebu, biaya pengangkutan tebu
Rp. 5.500/Kuintal tebu, dan biaya administrasi Rp. 326/Kuintal tebu. Total biaya
tataniaga yang dikeluarkan petani adalah Rp. 12.201/Kuintal tebu. Sedangkan
biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh Asosiasi Petani tebu Rakyat Indonesia
(APTRI) adalah biaya pengemasan (karung gula) Rp. 328/Kuintal tebu, biaya
administrasi Rp.1.200/Kuintal tebu, dan biaya penyimpanan Rp. 1.071/Kuintal
tebu. Total biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh Asosiasi Petani tebu Rakyat
Indonesia (APTRI) adalah Rp. 2.599/Kuintal tebu. Biaya tataniaga paling besar
dikeluarkan oleh petani karena petani yang mengeluarkan biaya pemanenan dan
pengangkutan yang merupakan biaya tertinggi dalam biaya tataniaga. Biaya
tataniaga tebu yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pada saluran tataniaga satu
dapat dilihat pada Tabel 15.
Tabel 15. Biaya Tataniaga Tebu Setiap Lembaga Tataniaga pada Saluran
Tataniaga 1
Biaya Rata-rata (Rp/Kuintal)
Petani
Biaya pemanenan 6.375
Biaya pengangkutan 5.500
Biaya administrasi 326
Jumlah 12.201
APTRI
Biaya pengemasan 328
Biaya administrasi 1.200
71
Biaya penyimpanan 1.071
Jumlah 2.599
Pada saluran tataniaga kedua biaya yang dikeluarkan oleh petani adalah
biaya pemanenan Rp. 7.000/Kuintal tebu, biaya pengangkutan Rp.6.500/Kuintal
tebu, dan biaya administrasi Rp. 350/Kuintal tebu. Total biaya tataniaga yang
harus dikeluarkan oleh petani dalam saluran tataniaga kedua sebesar Rp.
13.850/Kuintal tebu. Sedangkan biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh kelompok
tani adalah biaya administrasi sebesar Rp. 1.000/Kuintal tebu. Biaya tataniaga
terbesar dikeluarkan oleh petani karena petani yang melakukan pemanenan dan
pengangkutan tebu. Biaya tataniaga tebu yang dikeluarkan oleh setiap lembaga
pada saluran tataniaga kedua dapat dilihat pada Tabel 16.
Tabel 16. Biaya Tataniaga Tebu Setiap Lembaga Tataniaga pada Saluran
Tataniaga 2
Pada saluran ketiga, petani tidak mengeluarkan biaya tataniaga karena
biaya pemanenan dan biaya pengangkutan yang biasanya ditanggung oleh petani
menjadi tanggungan kontraktor tebu yang membeli tebu milik petani. Biaya
tataniaga yang dikeluarkan oleh kontraktor tebu adalah biaya pengangkutan
Rp.6.600/Kuintal tebu, biaya pemanenan Rp. 8.000/Kuintal tebu, biaya
pengemasan (biaya karung) Rp. 328/Kuintal tebu, dan biaya administrasi Rp.
Biaya Rata-rata (Rp/Kuintal)
Petani
Biaya pemanenan 7.000
Biaya pengangkutan 6.500
Biaya administrasi 350
Jumlah 13.850
Kelompok Tani
Biaya administrasi 1.000
Jumlah 1.000
72
1.500/Kuintal tebu. Biaya tataniaga tebu yang dikeluarkan oleh setiap lembaga
pada saluran tataniaga kedua dapat dilihat pada Tabel 17.
Tabel 17. Biaya Tataniaga Tebu Setiap Lembaga Tataniaga pada Saluran
Tataniaga 3
Biaya Rata-rata (Rp/Kuintal)
Petani
Jumlah -
Kontraktor Tebu
Biaya pemanenan 8.000
Biaya pengangkutan 6.600
Biaya pengemasan 328
Biaya administrasi 1.500
Jumlah 16.428
Pada saluran tataniaga keempat biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh
petani adalah biaya pemanenan Rp.7.500/Kuintal tebu. Biaya tataniaga yang
dikeluarkan oleh pedagang sari tebu adalah biaya pengangkutan Rp. 8.000/Kuintal
tebu, biaya pengemasan (gelas plastik) Rp. 400.000/Kuintal tebu, biaya
pengolahan Rp.8.000/Kuintal tebu, dan biaya penyimpanan Rp. 60.000/Kuintal
tebu. Biaya tataniaga tebu yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pada saluran
tataniaga kedua dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Biaya Tataniaga Tebu Setiap Lembaga Tataniaga pada Saluran
Tataniaga 4
Biaya Rata-rata (Rp/Kuintal)
Petani
Biaya pemanenan 7.500
Jumlah 7.500
Pedagang Sari Tebu
Biaya pengangkutan 8.000
73
Biaya pengemasan 400.000
Biaya pengolahan 8.000
Biaya penyimpanan 60.000
Jumlah 476.000
Saluran tataniaga keempat yang mengeluarkan biaya tataniaga terbesar
yaitu Rp. 483.500/Kuintal tebu. Margin di setiap saluran tataniaga berbeda-beda
karena perbedaan biaya pemsaran yang dikeluarkan dan keuntungan yang
diperoleh untuk setiap lembaga tataniaga. Hal ini juga akan menyebabkan
perbedaan harga jual disetiap tingkatan lembaga tataniaga. Nilai margin tataniaga
yang kecil menunjukkan bahwa saluran tataniaga tersebut efisien karena
perbedaan harga jual di tingkat petani dan harga beli di lembaga tataniaga akhir
kecil hal ini akan menguntungkan petani. Nilai margin tataniaga yang besar me
nunjukkan bahwa saluran tataniaga tersebut tidak efisien karena perbedaan
harga jual di tingkat petani dan harga beli di tingkat lembaga tataniaga terakhir
besar hal ini akan merugikan petani. Berdasarkan analisis margin tataniaga tebu
dapat dilihat bahwa saluran tataniaga keempat yang memiliki margin tataniaga
yang terbesar dan saluran tataniaga pertama memiliki margin tataniaga terkecil
dalam saluran tataniaga tataniaga tebu. Rincian mengenai margin tataniaga dan
keuntungan yang diterima oleh setiap lembaga tataniaga setelah pendapatan petani
ditambahkan dengan penerimaan harga tetes dan penerimaan gula natura dapat
dilihat dari Tabel 19. Margin tataniaga dan keuntungan yang diterima setiap
lembaga tataniaga berdasarkan pendapatan petani yang berasal dari harga tebu
dapat dilihat di Lampiran 3.
74
Tabel 19. Margin tataniaga tebu setiap saluran tataniaga di Desa Pulorejo tahun
2011
Uraian
Saluran Tataniaga
1 2 3 4
Nilai
(Rp/K
w)
% Nilai
(Rp/Kw)
% Nilai
(Rp/K
w)
% Nilai
(Rp/Kw)
%
Petani
Harga jual 48.340 84,60 47.173 73,38 46.240 71,93 200.000 20
B.Tataniaga 12.201 21,35 13.850 21,54 7.500 0,75
APTRI
Harga Beli 48.340 84,60
B.Tataniaga 2.599 4,55
Keuntungan 6.203 10,86
Harga Jual 57.142 100
Margin 8.802 15,40
Kontraktor
Tebu
Harga Beli 46.240 71,93
B.Tataniaga 16.428 25,55
Keuntungan 1.617 2,52
Harga Jual 64.285 100
Margin 18.045 28,07
Kelompok
tani
Harga Dasar 47.173 73,4
B.Tataniaga 1.000 1,56
Fee 964,275 1,5
Keuntungan 15.148 23,56
Harga Jual 64.285 100
Margin 17.112 26,62
Pedagang
Sari Tebu
HargaBeli 200.000 20
B.Tataniaga 476.000 47,6
Keuntungan 324.000 32,4
Harga Jual 1.000.000 100
Margin 800.000 80
Total
B.tataniaga
14.800 25,90 14.850 23,10 16.428 25,5 483.500 48,4
Total
Keuntungan
6.023 10,86 15.148 23,56 1.617 2,52 324.000 32,4
Total Margin 8.802 15,40 17.112 26,62 18.045 28,1 800.000 80
6.7. Farmer’s Share
Farmer’s share adalah selisih antara harga retail dan margin tataniaga. Hal
ini digunakan untuk mengatahui porsi harga di tingkat konsumen yang dinikmati
oleh petani. Melalui farmer’s share dapat diketahui efisien atau tidaknya sebuah
saluran tataniaga. Nilai farmer’s share yang besar berarti porsi atau bagian yang
dinikmati petani besaar dan saluran tataniaga tersebut efisien. Nilai farmer’s share
75
yang kecil berarti porsi atau bagian yang dinikmati oleh petani kecil dan saluran
tataniaga tersebut tidak efisien. Analisis farmer’s share dari tataniaga tebu di
Desa Pulorejo dapat dilihat dari tabel 20.
Tabel 20. Analisis Farrmer’s Share pada Saluran Tataniaga Tebu di Desa
Pulorejo Tahun 2011
Saluran
Tataniaga
Harga di Tingkat
Petani
(Rp/Kuintal)
Harga di Tingkat
Konsumen
(Rp/Kuintal)
Farmer's Share
(%)
I 48.340 57.142 84,60
II 47.173 64.285 73,38
III 46.240 64.285 71,93
IV 200.000 1.000.000 20,00
Farmer’s share tertinggi terdapat pada saluran tataniaga satu sebesar
84,60%, hal ini menunjukkan bahwa petani menerima harga sebesar 84,60% dari
harga yang dibayarkan oleh konsumen. Pada analisis margin tataniaga saluran
tataniaga satu mendapatkan margin terkecil yaitu sebesar 15,40%. Sedangkan
farmer’s share terkecil didapatkan oleh saluran tataniaga empat sebesar 20% dan
mendapatkan margin tataniaga terbesar sebesar 80%.
Pada saluran dua dan tiga harga di tingkat konsumen sama yaitu sebesar
Rp. 64.285/Kuintal. Tetapi terdapat perbedaan dalam farmer’s share yang
didapatkan oleh peetani. Hal ini dapat disebabkan oleh harga di tingkat petani
pada saluran dua lebih besar bila dibandingkan dengan saluran tataniaga tiga.
Selain itu hal ini dapat disebabkan oleh total biaya tataniaga pada saluran
tataniaga dua lebih kecil daripada saluran tataniaga tiga. Jika dilihat dari analisis
margin tataniaga dan farmer’s share maka saluran tataniaga satu dapat dikatakan
paling efisien karena nilai margin saluran pemsaran satu terkecil dan farmer’s
share yang didapatkan petani juga paling besar.
6.8. Rasio Keuntungan Terhadap Biaya
Rasio keuntungan terhadap biaya dapat digunakan untuk melihat efisiensi
suatu sistem tataniaga. Rasio keuntungan dan biaya tataniaga mendefinisikan
besarnya keuntungan yang diterima atas biaya tataniaga yang dikeluarkan. Nilai
rasio keuntungan terhadap biaya lebih dari satu hal ini berarti saluran tersebut
76
layak untuk dijalankan dan telah memberikan keuntungan kepada lembaga
tataniaga yang terlibat didalamnya. Analisis rasio keuntungan dan biaya tataniaga
tebu di Desa Pulorejo dapat dilihat dalam tabel 21.
Tabel 21. Analisis Keuntungan Terhadap Biaya pada Lembaga Tataniaga Tebu di
Desa Pulorejo Tahun 2011
Saluran Tataniaga
Keuntungan
Tataniaga
(Rp/Kuintal)
Biaya Tataniaga
(Rp/Kuintal)
Rasio
Keuntungan
Terhadap Biaya
Saluran I
Petani 36.139 12.201 2,96
Aptri 6.203 2.599 2,39
Total 42.342 14.800 2,86
Saluran II
Petani 33.323 13.850 2,41
Kelompok Tani 15.148 1.000 15.15
Total 48.471 14.850 3,26
Saluran III
Petani 46.240 - -
Kontraktor Tebu 1.617 16.428 0,10
Total 47.857 16.428 2,91
Saluran IV
Petani 192.500 7.500 25,67
Pedagang Sari Tebu 324.000 467.000 0,69
Total 516.500 474.500 1,09
Berdasarkan tabel di atas pada setiap saluran tataniaga memiliki nilai rasio
keuntungan dan biaya lebih dari satu, hal ini berarti kegiatan tataniaga yang
dilakukan oleh setiap lembaga tataniaga masing-masing memberikan keuntungan.
Rasio keuntungan terhadap biaya pada saluran pertama adalah 2,86. Hal ini berarti
setiap Rp. 1/kuinal tebu akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 2,86/kuintal
tebu. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya terbesar berada pada saluran tataniaga
dua yaitu sebesar 3,26. Hal ini berarti setiap Rp. 1/kuintal tebu akan menghasilkan
keuntungan sebesar Rp. 3,26/kuintal tebu. Rasio keuntungan terhadap biaya
terbesar dalam saluran dua adalah kelompok tani. Rasio keuntungan terhadap
biaya pada saluran ketiga sebesar 2,91. Setiap Rp. 1/kuintal tebu akan
menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 2,91/kuintal tebu. Sedangkan pada saluran
77
keempat memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya sebesar 1,09. Setiap Rp.
1/kuintal tebu akan menghasilkan keuntungan sebesar Rp. 1,09/kuintal tebu.
Berdasarkan perhitungan rasio keuntungan terhadap biaya maka saluran
tataniaga kedua yang relatif lebih efisien karena memiliki nilai rasio keuntungan
terhadap biaya paling besar. Sedangkan saluran tataniaga keempat relatif tidak
efisien karena memiliki nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang paling kecil.
6.9. Efisiensi Saluran Tataniaga
Tujuan akhir yang ingin dicapai dari suatu sistem tataniaga adalah saluran
yang efisien. Efisiensi tataniaga dapat dilihat berdasarkan efisiensi operasional
dan efisiensi harga. Efisiensi operasional meliputi efisiensi dalam pengolahan,
pengemasan, pengangkutan, dan fungsi lain dari sistem tataniaga. Efisiensi harga
meliputi kegiatan pembelian, penjualan, dan aspek harga. Analisis yang
digunakan untuk mengetahui efisiensi operasional adalah analisis margin
tataniaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya.
Berdasarkan analisis margin tataniaga pada saluran tataniaga tebu yang
paling efisien adalah saluran tataniaga pertama sebesar 15,40%. Saluran tataniaga
pertama ini memiliki volume penjualan 73.000 kuintal dan memiliki presentase
sebesar 20,5% dari total volume penjualan tebu. Analisis farmer’s share
menunjukan bahwa saluran tataniaga pertama yang paling efisien. Nilai farmer’s
share pada saluran pertama adalah 84,60%. Sedangkan analisis rasio keuntungan
terhadap biaya menunjukkan bahwa saluran tataniaga pertama telah memberikan
keuntungan pada setiap lembaga tataniaga yang terlibat didalamnya. Nilai rasio
keuntungan terhadap biaya sebesar 2,86 yang artinya setiap Rp. 1/kuintal tebu
akan memberikan keuntungan sebesar Rp. 2,86/kuintal tebu.
Keadaan yang sebenarnya terjadi adalah petani lebih banyak menjual
tebunya kepada kontraktor tebu, hal ini disebabkan oleh petani tidak
mengeluarkan biaya pemanenan dan biaya pengangkutan karena semua biaya
tersebut ditanggung oleh kontraktor tebu. Selain itu, petani menganggap bahwa
jika tebu miliknya dijual kepada kontraktor tebu petani akan lebih mudah dan
lebih cepat mendapatkan hasil karena kontraktor tebu akan membayar 50% di
awal sebagai DP dan sisanya akan dilunasi jika telah mendapatkan hasil dari
78
pabrik tebu. Petani tidak akan susah untuk mencari lembaga tataniaga karena
kontraktor tebu akan mencari petani. Volume penjualan tebu pada saluran tiga
paling besar dalam saluran tataniaga tebu. Volume penjualan pada saluran ketiga
sebesar 227.000 kuintal atau sebesar 63,7% dari total volume penjualan tebu.
Potensi petani untuk menjual tebu kepada Asosiasi Petani Tebu Rakyat
Indonesia dan kelompok tani terbuka luas. Kelompok tani berada di masing-
masing daerah petani tinggal. Kelompok tani akan menjadi perantara petani
dengan pabrik gula. kelompok tani akan mengurus tebu milik petani di pabrik
gula hingga uang hasil gilingan tebu diberikan. Namun ada keenganan dari petani
untuk memberikan komisi kepada kelompok tani. Komisi yang dibayarkan petani
kepada kelompok tani sebesar 1,5% dari hasil milik petani. Sedikitnya petani yang
bergabung pada Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia disebabkan oleh jauhnya
letak Asosasi Petani tebu Rakyat Indonesia. Pendaftaran dan pengambilan uang
hasil petani dilakukan di Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia. Petani yang
bergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia bisa mendapatkan kredit
untuk memberikan modal kepada petani. Ada beberapa petani yang memiliki
modal sendiri untuk membiayai biaya usahatani tebu. Petani yang memiliki modal
sendiri enggan untuk masuk ke dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia.