vera penda hulu an

41
LAPORAN KEGIATAN F 7. MINI PROJECT PENGARUH INTERAKSI, PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PRAKTEK IBU DALAM PENCEGAHAN ANEMIA GIZI BESI BALITA DI WILAYAH UMBULHARJO 1 YOGYAKARTA Disusun oleh: dr. Martvera Susilawati INTERNSHIP DOKTER INDONESIA PUSKESMAS UMBULHARJO 1 KOTA YOGYAKARTA

Upload: kidung-alifa-snn

Post on 25-Dec-2015

32 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

fhfh

TRANSCRIPT

Page 1: Vera Penda Hulu An

LAPORAN KEGIATAN

F 7. MINI PROJECT

PENGARUH INTERAKSI, PENGETAHUAN DAN SIKAP

TERHADAP PRAKTEK IBU

DALAM PENCEGAHAN ANEMIA GIZI BESI BALITA

DI WILAYAH UMBULHARJO 1 YOGYAKARTA

Disusun oleh:

dr. Martvera Susilawati

INTERNSHIP DOKTER INDONESIA

PUSKESMAS UMBULHARJO 1 KOTA YOGYAKARTA

PERIODE NOVEMBER 2014 – MARET 2015

Page 2: Vera Penda Hulu An

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Usaha Kesehatan Masyarakat

Laporan F7. Mini Project

Topik :

PENGARUH INTERAKSI, PENGETAHUAN DAN SIKAP TERHADAP PRAKTEK IBU

DALAM PENCEGAHAN ANEMIA GIZI BESI BALITA DI WILAYAH UMBULHARJO 1 YOGYAKARTA

Diajukan dan dipresentasikan dalam rangka praktik klinis dokter internship sekaligus sebagai bagian dari persyaratan menyelesaikan program internship dokter Indonesia di

Puskesmas Umbulharjo 1 Kota Yogyakarta

Telah diperiksa dan disetujui pada tanggal Maret 2015

Dokter Internsip,

dr. Martvera Susilawati

Mengetahui,

DokterPendamping

dr. Dadan Andriyanto

NIP.

Page 3: Vera Penda Hulu An

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Masalah gizi di Indonesia dan negara berkembang pada umumnya masih didominasi

oleh masalah Kurang Energi Protein (KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium

(GAKY), Kurang Vitamin A (KVA), Anemia Defisiensi Besi, dan masalah obesitas terutama

di kota-kota besar (Supariasa, 2007). Masalah gizi dapat menimpa siapa saja, khususnya

balita, karena balita merupakan golongan rentan gizi. KEP merupakan defisiensi gizi (energi

dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada balita. Balita KEP yaitu balita

dengan keadaan kurang gizi akibat rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan

sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu.

Data penduduk sasaran program pembangunan kesehatan di Indonesia berdasarkan

hasil estimasi Kemenkes RI 2013, prevalensi anak usia 0-5 tahun yaitu anak usia 0-11 bulan

(19,3%), 12-35 bulan (39,8%), 36-47 bulan (21,4%) dan anak usia 48-59 bulan (19,4%).

Berdasarkan data seksi gizi Dinkes DIY tahun 2012, terdapat 7,95% balita kekurangan gizi

yang terdiri dari 1,04% balita dengan gizi buruk dan 6,92% berstatus gizi kurang. Sebesar

4,72% balita dengan gizi lebih. Berdasarkan Riskesdas 2013, terdapat 19,6% balita

kekurangan gizi yang terdiri dari 5,7% balita dengan gizi buruk dan 13,9% berstatus gizi

kurang, Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu 15,5% maka prevalensi gizi buruk-

kurang secara nasional harus diturunkan sebesar 4,1% dalam periode 2013-2015.

Data pemantauan status gizi balita di kecamatan Umbulharjo 1 kota Yogyakarta pada

tahun 2014 menunjukkan bahwa jumlah balita bawah garis merah sebanyak 125 balita,

dengan status gizi kurang sebanyak 50 balita, status gizi buruk sebanyak 6 balita. Sedangkan

keseluruhan jumlah balita yang ada di wilayah Umbulharjo 1 adalah 2.567 balita, yang terdiri

dari 1308 balita laki- laki dan 1259 balita perempuan. Untuk mengatasi kekurangan gizi yang

terjadi pada kelompok usia balita di kota Yogyakarta, Puskesmas Umbulharjo 1

menyelenggarakan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) terhadap 125 balita sejak bulan

Februari 2014. Pemeriksaan kadar Hb dari 91 balita diantaranya ditemukan 62 balita yang

menderita anemia.

Berbagai kajian ilmiah menunjukkan bahwa penderita gizi buruk juga menderita

kekurangan zat besi yang berdampak negatif terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak.

Kebanyakan balita sulit makan, sehingga asupan makanan berkurang, terutama zat besi, yang

Page 4: Vera Penda Hulu An

mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan balita terhambat. Rendahnya konsumsi zat

besi akan berpengaruh terhadap status gizi balita dan dapat terjadi kekurangan zat besi,

sehingga mengakibatkan kadar hemoglobin (Hb) darah menurun dan menyebabkan anemia.

Jika balita menderita anemia, maka daya tahan tubuh menurun sehingga mudah terserang

penyakit, penurunan daya konsentrasi serta kemampuan belajar.

Pertumbuhan dan perkembangan balita dipengaruhi oleh perilaku ibu dalam

pemberian makanan (menu/intake makanan), sedangkan keadaan yang mempengaruhi

terjadinya anemia diantaranya oleh karena pemberian makanan yang kurang baik. Untuk itu

perlu dilakukan analisis tentang hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada balita di

wilayah Umbulharjo 1 Kota Yogyakarta, serta faktor pendorong perubahan perilaku oleh

petugas kesehatan (interaksi petugas kesehatan dengan ibu balita) dan penilaian tiga bentuk

operasional perilaku (pengetahuan, sikap dan praktek) ibu balita.

B. PERMASALAHAN DI MASYARAKAT

Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta telah melaksanakan pemberian PMT pemulihan

terhadap balita BGM dan Gizi Buruk, pemeriksaan rutin balita BGM dan Gizi Buruk di

Puskesmas Umbulharjo 1, pemberian sirup besi kepada balita dengan prioritas untuk balita

miskin yang telah dilaksanakan bulan Desember tahun 2014, namun prevalensi Balita BGM

dan Gizi Buruk tahun 2014 masih tinggi. Hal tersebut dimungkinkan karena penanganan

anemia dengan sirup besi hanya bersifat sementara (penanganan jangka pendek) , sedangkan

upaya pencegahan juga perlu dilakukan dalam jangka panjang berupa program promotif

melalui peningkatan pola hidup sehat dan bersih melalui norma –norma keluarga sadar gizi,

dengan pendidikan gizi pada masyarakat yang berorientasi pada perubahan-perubahan pola

menu dan kebiasaan masyarakat yang mengarah kepada pencapaian kemandirian masyarakat.

Hal ini menunjukkan betapa pentingnya perilaku ibu balita dalam bentuk pengetahuan, sikap

dan praktek dalam upaya pencegahan anemia balita.

C. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Menganalisis pengaruh interaksi petugas kesehatan, pengetahuan dan sikap terhadap

praktek ibu balita dalam pencegahan anemia gizi besi balita.

2. Tujuan Khusus

a. Mendiskripsikan interaksi, pengetahuan, sikap dan praktek ibu balita dalam pencegahan

anemia gizi besi balita.

Page 5: Vera Penda Hulu An

b. Menganalisis hubungan interaksi dengan praktek ibu balita dalam pencegahan anemia

gizi besi balita.

c. Menganalisis hubungan pengetahuan dengan praktek ibu balita dalam pencegahan

anemia gizi besi balita.

d. Menganalisis hubungan sikap dengan praktek ibu balita dalam pencegahan anemia gizi

besi balita.

e. Menganalisis pengaruh interaksi, pengetahuan, dan sikap terhadap praktek ibu balita

dalam pencegahan anemia gizi besi balita.

D. MANFAAT PENELITIAN

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :

1. Menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam upaya pencegahan anemia gizi besi

balita dengan pendekatan pada faktor perilaku (pengetahuan, sikap dan praktek).

2. Sebagai masukan kepada Puskesmas Umbulharjo 1 agar dapat meningkatkan pelayanan

kesehatan yang lebih baik khususnya terhadap pemberian suplementasi besi untuk

menurunkan insiden anemia balita.

Page 6: Vera Penda Hulu An

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anemia

1. Pengertian Anemia

Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam darah kurang

dari normal, yang berbeda untuk setiap kelompok umur dan jenis kelamin (Depkes RI, 2009).

Tabel 2.1

Batasan Kadar Hb pada Kelompok Umur

Ada tiga faktor penting yang menyebabkan terjadinya anemia yaitu kehilangan darah

karena pendarahan, perusakan sel darah merah dan produksi sel darah merah yang tidak

cukup banyak (Depkes RI, 2007).

Page 7: Vera Penda Hulu An

2. Metabolisme Besi

Zat besi dalam tubuh terdiri dari dua bagian, yaitu yang fungsional dan simpanan. Zat

besi yang fungsional sebagian besar adalah dalam bentuk hemoglobin (Hb), sebagian kecil

dalam bentuk myoglobin, dan jumlah yang sangat kecil tetapi vital adalah enzim dan hem

enzim (Dalman, 2008). Fungsi dari hemoglobin di sel darah merah, myoglobin dan beberapa

enzim jaringan adalah transport, penyimpanan dan penggunaan oksigen. Hemoglobin

merupakan bagian yang terbanyak dari besi tubuh yaitu sekitar 65%, myoglobin 10% dan

sitokrom 3%. Senyawa zat besi berfungsi mempertahankan keseimbangan homeostatis.

Apabila konsumsi zat besi dari makanan ridak cukup, maka zat besi dari feritin dan

hemosiderin dimobilisasi untuk mempertahankan produksi hemoglobin yang normal (Depkes

RI, 2007).

Jumlah zat besi dalam tubuh dipertahankan dalam batas-batas yang sempit. Karena

tubuh tidak mampu mengeluarkan zat besi dalam jumlah berarti, maka jumlah zat besi dalam

tubuh terutama sangat ditentukan oleh absorbsinya.

Kebutuhan besi sehari-hari bergantung kepada tingkat pertumbuhan dan

perkembangan anak. The commite on Nutrition of the American academy of Pediatrtics

memberi rekomendasi 1mg/kg/hari, maksimal 15 mg untuk bayi cukup bulan dan 2

mg/kg/hari maksimal 15 mg untuk bayi kurang bulan, 10 mg/kg/hari untuk anak sampai umur

10 tahun dan 18 mg/kg/hari pada umur 11 tahun ke atas.

Telah diketahui bahwa absorbsi besi dari besi hem cukup tinggi yaitu sekitar 20 –

40% dan ketersediaan hayati tidak tergantung dengan komposisi diet. Sayangnya besi hem ini

hanya merupakan porsi kecil dari makanan, apalagi di masyarakat yang kurang mampu. Di

masayarakat ini diet banyak mengandung besi non hem yang ketersediaan hayati rendah dan

komposisi yang menghambat absorbsi besi tinggi, seperti tannin dan fitat, sehingga absorbsi

dari kelompok ini hanya sekitar 5%. Absorbsi ini dapat diperbaiki kalau makanan tersebut

dimakan bersama dengan vitamin C dan daging. Kenyataannya absorbsi besi tergantung pada

derajat kekurangan zat besi. Namun dilaporkan bahwa suplementasi besi setiap tiga hari pada

binatang percobaan tikus sama efektifnya dalam status besi yang diberikan besi setiap hari

(Florentino, 2010).

Kebutuhan zat besi per kilogram berat badan relative lebih tinggi pada bayi dan anak

daripada orang dewasa. Pada anak umur 6 – 16 tahun membutuhkan jumlah zat besi sama

banyaknya dengan laki-laki dewasa. Tetapi kebutuhan energi total bayi dan anak lebih rendah

daripada orang dewasa, dan mereka makan lebih sedikit, karena itu mereka mempunyai

Page 8: Vera Penda Hulu An

resiko lebih tinggi untuk mengalami kekurangan zat besi terutama bila persediaan zat besi

dari dalam makanannya rendah (Husaini, 2009).

3. Etiologi Anemia Gizi Besi

Pada dasarnya etiologi kekurangan zat besi disebabkan karena keseimbangan negatiF

antara masukan dan pengeluaran zat besi. Pada keadaan yang berhubungan dengan

pertumbuhan yang cepat, seperti pada bayi, anak, remaja dan ibu hamil, masukan besi sulit

membuat keseimbangan positif. Sebagian besar penduduk yang mengalami kekurangan zat

besi, terutama di Negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, disebabkan karena

sedikitnya makanan yang mengandung zat besi, terutama mengandung zat besi dengan

ketersediaan yang rendah, dan rendahnya konsumsi makanan yang dapat mempunyai

kontribusi terhadap absorbsi dan metabolisme zat besi seperti vitamin C, asam folat dan

vitamin A, disamping tingginya frekuensi pengeluaran darah kronis, seperti pada infestasi

cacing dan malaria (Azwar, 2003).

Anemia gizi besi pada anak kebanyakan disebabkan oleh karena proses pertumbuhan

yang cepat, masukan besi dalam tubuh yang kurang dan kehilangan darah. Beberapa keadaan

yang dapat menyebabkan anemia gizi besi akibat kehilangan darah antara lain : infestasi

parasit, fetal maternal, transfusion, fetalfetal transfusion, plasenta previa dan truma lahir,

hipersensitif terhadap susu sapi, epitaksis berulang dan hematuria (Tambuen, 2011).

Pada umumnya anemia gizi besi terjadi pada anak yang memang telah berada dalam

keadaan keseimbangan besi minimal, sehinga suatu gangguan yang ringan pun dapat

langsung menyebabkan keseimbangan besi yang negatif. Beberapa keadaan yang

mempermudah terjadinya anemia gizi besi ialah pemberian makanan yang kurang, infeksi,

infestasi parasit, keadaan sosioekonomi yang rendah dan fasilitas kesehatan yang kurang

(Tambuen, 2011).

Gejala anemia gizi besi yang timbul bergantung kepada beratnya kekurangan yang

terjadi. Gejala-gejala ini dapat terjadi akibat dari anemianya maupun akibat aktifitas beberapa

enzim yang mengandung besi yang menurun, sehinga efek yang timbul dapat bersifat

hematologik maupun nonhematologik. Pada umumnya akan didapati kelelahan, sakit kepala

dan yang lebih berat dapat ditemui pucat, glositis, stomatis, kheilitis angularis, palpitasi dan

koilonikhia dalam (De Maeyer, 2005).

4. Diagnosis Anemia Gizi Besi

Page 9: Vera Penda Hulu An

Anemia dapat di diagnosis dengan pasti bila kadar hemoglobin lebih rendah dari batas

normal, berdasarkan kelompok umur/jenis kelamin. Uji laboratorium yang paling baik untuk

mendiagnosisi anemia meliputi pengukuran kadar hemoglobin dengan metode

sianmethemoglobin (Dalman, 2008).

5. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi

Upaya pencegahan dan penanggulangan anemia pada dasarnya adalah mengatasi

penyebabnya. Pada anemia berat (kadar Hb<8g%) biasanya terdapat penyakit yang melatar

belakangi yaitu antara lain penyakit TBC, infeksi cacing atau malaria, sehinga selain

penanggulangan pada anemianya harus dilakukan pengobatan terhadap penyakit-penyakit

tersebut (Ristrini, 2011). Upaya yang dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia

akibat kekurangan zat besi antara lain dengan :

a. Meningkatkan konsumsi zat besi dari sumber alami terutama makanan sumber hewani

(heme-iron) yang mudah diserap seperti hati, ikan, daging dan lain-lain. Selain itu perlu

ditingkatkan juga makanan yang banyak mengandung vitamin C dan vitamin A (buah-

buahan dan sayursayuran) untuk membantu penyerapan zat besi dan membantu proses

pembentukan Hb.

b. Fortifikasi bahan makanan yaitu menambah zat besi, asam folat, vitamin A dan asam

amino esensial pada bahan makanan yang dimakan secara luas oleh kelompok sasaran.

Penambahan zat besi ini pada umumnya dilakukan pada bahan makanan hasil produksi

industri pangan.

c. Suplementasi besi folat secara rutin selama jangka waktu tertentu adalah untuk

meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat. Dengan demikian suplementasi zat besi

hanya merupakan salah satu upaya pencegahan dan penangulangan anemia yang perlu

diikuti dengan cara lain.

6. Pengaruh Anemia Pada Balita

a. Terhadap kekebalan tubuh (imunitas seluler dan humoral)

Pada manusia kemampuan pertahanan tubuh ini berkurang pada orang-orang yang

menderita defisiensi besi. Laporan klinis yang pertama-tama dilaporkan pada tahun 1928

oleh Mackay mengatakan bahwa bayi dari keluarga miskin di London yang menderita

bronkitis dan gastroenteritis menjadi berkurang setelah mereka mendapat terapi zat besi.

Lebih lanjut di Alaska, penyakit diare dan saluran pernafasan lebih umum ditemui pada

orang-orang eskimo dan orang-orang asli yang menderita defisiensi besi.

Page 10: Vera Penda Hulu An

Bhaskaram dan Reddy menemukan bahwa terdapat reduksi yang nyata jumlah sel T

pada 9 anak yang menderita defisiensi besi. Sesudah pemberian Suplemen besi selama

empat minggu, jumlah sel T naik bermakna.

b. Fagositosis

Defisiensi besi dapat mengganggu sintesa asam nukleat. Mekanisme seluler yang

membutuhkan metaloenzim yang mengandung Fe. Schrimshaw melaporkan bahwa sel-sel

sumsum tulang dari penderita kurang besi mengandung asam nukleat yang sedikit dan laju

inkorporasi (3H) thymidin menjadi DNA menurun.

Anak-anak yang menderita defisiensi besi menyebabkan persentase limfosit T

menurun. Menurunnya produksi makrofag juga dilaporkan oleh beberapa peneliti. Secara

umum sel T, di mana limfosit berasal, berkurang pada hewan dan orang yang menderita

defisiensi besi. Terjadi penurunan produksi limfosit dalam respons terhadap mitogen, dan

ribonucleotide reductase juga menurun. Semuanya ini dapat kembali normal setelah

diberikan suplemen besi.

c. Terhadap kemampuan intelektual

Salah satu penelitian di Guatemala terhadap bayi berumur 6-24 bulan. Hasil,

penelitian tsb menyatakan bahwa ada perbedaan skor mental (p<0,05) dan skor motorik

(p<0, 05) antara kelompok anemia kurang besi dengan kelompok normal.

Pollit, dkk melakukan penelitian di Cambridge terhadap 15 orang anak usia 3-6 tahun

yang menderita defisiensi besi dan 15 orang anak yang normal status besinya sebagai

kontrol. Pada awal penelitian anak yang menderita defisiensi besi menunjukkan skor yang

lebih rendah daripada anak yang normal terhadap uji oddity learning. Setelah 12 minggu

diberikan preparat besi dengan skor rendah pada awal penelitian, menjadi normal status

besinya diikuti dengan kenaikan skor kognitif yang nyata sehingga menyamai skor

kognitif anak yang normal yang dalam hal ini sebagai kelompok kontrol.

B. Perilaku

Perilaku seseorang menurut H.L.Bloom terdiri dari tiga bagian penting, yaitu kognitif,

afektif dan psikomotor. Kognitif dapat diukur dari pengetahuan, afektif dari sikap atau

tanggapan dan psikomotor diukur melalui tindakan (praktek) yang dilakukan. Dalam proses

pembentukan dan perubahan perilaku dipengaruhi beberapa faktor yang berasal dari dalam

dan dari luar individu. Faktor dari dalam individu berupa pengetahuan, kecerdasan, persepsi,

Page 11: Vera Penda Hulu An

sikap, emosi dan motifasi yang berfungsi untuk mengolah rangsang dari luar. Faktor dari luar

individu meliputi lingkungan sekitar, baik fisik maupun non fisik seperti iklim, manusia.

Sosial, ekonomi, budaya dan sebagainya.

Penjabaran perilaku dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan resultan dari akibat proses pengindraan terhadap suatu

obyek. Pengindraan tersebut sebagian besar berasal dari penglihatan dan pendengaran, dapat

dijelaskan bahwa pengetahuan diperoleh dari berbagai sumber, misalnya lewat media massa,

media elektronik, buku petunjuk, media poster, petugas kesehatan, kerabat dekat dan

sebagainya.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang. Apabila penerimaan perilaku baru didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap

yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Pengukuran atau penilaian

pengetahuan pada umumnya dilakukan melalui tes atau wawancara dengan alat bantu

kuesioner berisi materi yang akan diukur dari responden.

2. Sikap

Sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui

pengalaman yang memberikan pengaruh yang dinamik dan terarah terhadap respon individu

pada semua obyek dan situasi yang berkaitan dengannya. Menurut tingkatnya sikap terdiri

dari :

a. Menerima

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan (obyek).

b. Merespon

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang

diberikan, itu menunjukkan sikap terhadap ide yang diterima. Karena dengan suatu usaha

untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari benar atau

salah, berarti orang menerima ide tersebut.

c. Mengkaji

Mengajak orang lain untuk ikut mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

d. Bertanggung jawab

Page 12: Vera Penda Hulu An

Mau bertanggung jawab atas suatu yang sudah dipilih dengan segala resikonya. Ini

merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap secara langsung dapat ditanyakan

bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu masalah.

3. Praktek (tindakan)

Notoatmodjo menyatakan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk

praktek. Untuk mewujudkannya sikap agar menjadi perbuatan nyata (praktek) diperlukan

faktor pendukung atau kondisi yang memungkinkan.

Dasar-dasar dari teori perilaku terencana Ajzen dalam Azswar, praktek dipengaruhi

kehendak, sedangkan kehendak dipengaruhi oleh sikap dan norma subyektif. Sikap sendiri

dipengaruhi oleh keyakinan akan hasil dari tindakan yang telah lalu. Norma subyektif

dipengaruhi oleh keyakinan akan pendapat orang lain serta motivasi untuk mentaati terhadap

pendapat tersebut.

C. Aspek Perilaku dalam Anemia

Bentuk operasional perilaku yang dikaitkan dengan kejadian anemia menurut

Notoatmodjo dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis :

1. Perilaku dalam bentuk pengetahuan, yakni dengan mengetahui situasi atau rangsangan dari

luar. Hubungannya dengan anemia, maka perilaku bentuk pengetahuan adalah

pengetahuan tentang asupan/intake makanan, dan pengertian, gejala, tanda utama,

penyebab, bahaya yang diakibatkan atau dampak anemia pada balita serta upaya

pencegahannya.

2. Perilaku dalam bentuk sikap, yakni tanggapan batin terhadap keadaan atau rangsangan

dari luar diri si subyek sehingga alam itu sendiri akan mencetak perilaku manusia yang

hidup di dalamnya, sesuai dengan sifat dan keadaan alam tersebut. Sikap dalam masalah

dapat diungkapkan dengan pernyataan, seberapa jauh tanggapan ibu balita mengenai

asupan/intake makanan (pemberian makanan baik kuantitas maupun kualitasnya), dan

anemia balita merupakan masalah yang serius serta keyakinan terhadap upaya

pencegahannya.

3. Perilaku dalam bentuk tindakan (praktek) yang sudah konkrit, berupa perbuatan terhadap

situasi atau rangsangan dari luar. Praktek tersebut tercermin dari perhatian akan kebutuhan

makanan balita dalam mencegah anemia.

D. Kerangka Konseptual

Page 13: Vera Penda Hulu An

Faktor predisposisi :• Pendapatan• Pekerjaan• Pendidikan• Umur

Faktor Pendukung :• Tradisi/nilai• Kepercayaan• Fasilitas kesehatan• Kebijakan

Faktor Pendorong :• Suami• Orang tua• Famili• Petugas kesehatan• Tokoh masyarakat

Pengetahuan ibu balita tentang anemia:• Menu asupan/intake makanan• Gejala klinis anemia• Pencegahan anemia

Sikap ibu balita tentang pencegahan anemia:• Terhadap menu asupan/intake makanan.• Terhadap gejala klinis anemia• Terhadap pencegahan anemia

Praktek ibu balita dalam pencegahan

anemia

Berdasarkan teori di atas, ada tiga hal yang memberi kontribusi atas perilaku seseorang,

yaitu : Predisposing factor (faktor pemudah), adalah merupakan faktor dasar atau motivasi

yang memudahkan untuk bertindak, meliputi pendapatan, pendidikan, pekerjaan, umur

jumlah anak/paritas. Enabling factor (faktor pemungkin/pendukung) adalah merupakan

faktor yang memungkinkan suatu motivasi atau minat terlaksana, potensi dan sumber daya

yang ada, antara lain meliputi tradisi/nilai, kepercayaan, kebijakan, ketersediaan fasilitas

kesehatan dan keterjangkauan. Reinforcing factor (faktor penguat/pendorong) adalah

merupakan yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, suami, orang tua,

family, dan orang panutan yang merupakan referensi ( tokoh masyarakat)

Sedangkan bentuk operasional perilaku yang dikaitkan dengan

kejadian anemia dikelompokkan menjadi tiga jenis:

1) Perilaku dalam bentuk pengetahuan,

2) Perilaku dalam bentuk sikap,

3) Perilaku dalam bentuk praktek.

Page 14: Vera Penda Hulu An

BAB III

RENCANA PELAKSANAAN MINI PROJECT

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross sectional,

yaitu subyek hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap karakter atau

variabel subyek pada saat pemeriksaan. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi

data primer yang dikumpulkan dengan wawancara pada ibu balita dengan menggunakan

kuesioner. Data primer tentang karakteristik responden meliputi umur, pendidikan,

penghasilan, jumlah keluarga, dan interaksi responden dengan petugas kesehatan,

pengetahuan, sikap, serta praktek responden. Data sekunder tentang gambaran umum lokasi

penelitian yang meliputi profil komunitas umum, data geografis, sumber daya kesehatan yang

ada, sarana pelayanan kesehatan yang ada.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian : Aula lantai 2 Puskesmas Umbulharjo 1

Waktu Pelaksanaan : 15 Januari 2015

C. Subyek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu balita di wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo 1, sedangkan sampelnya adalah ibu balita kurang energi protein dengan anemia.

D. Definisi Operasional VariabelVariabel Definisi Operasional Skala PenilaianInteraksi Petugas Kesehatan dengan Ibu Balita

Pernah tidaknya petugas kesehatan bertemu dan berkomunikasi dengan responden serta memberi informasi mengenai pengertian, gejala, tanda utama, penyebab dan dampak anemia gizi besi pada balita serta upaya pencegahannya. Setiap Jawaban diberi skor Ya : 1 Tidak : 0

Ordinal - Kurang baik, bila X< 5- Baik, bila X ≥ 5

Pengetahuan Kemampuan responden menjawab pertanyaan tentang asupan makanan, pengertian, gejala/tanda, penyebab, akibat serta upaya pencegahan

Ordinal - Kurang baik, bila X < 11- Baik, bila X ≥ 11

Page 15: Vera Penda Hulu An

anemia gizi besi balita.Jawaban diberi skorBenar : 1Salah : 0

Sikap Pengukuran sikap terhadap pencegahan anemia dengan memberikan pernyataan tertutup yang terdiri dari pernyataan favorable (positif) dan pernyataanunfavorable (negative).Setuju : 2Tidak setuju : 0

Ordinal - Tidak Mendukung, bila X < 26- Mendukung, bila X ≥ 26

Praktek Tindakan nyata dalam pencegahan anemia meliputi upaya pemberian makanan, kualitas maupun kuantitasnya yang mengandung zat gizi besi dan upaya lain yang berhubungan dengan pencegahan terhadap anemia gizi besi pada balita.Ya : 1Tidak : 0

Ordinal - Kurang baik, bila X < 19- Baik, bila X ≥ 19

E. Teknik Pengumpulan DataPengumpulan data menggunakan kuesioner. Proses pengisian kuesioner dilakukan di aula lantai 2 Puskesmas Umbulharjo 1 Yogyakarta. Kuesioner yang digunakan berasal dari penelitian sebelumnya yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas (Setyaningsih, 2008).

F. Analisis DataAnalisis data kualitatif disajikan dalam bentuk narasi, sedangkan data kuantitatif dikerjakan melalui komputer dengan menggunakan program SPSS/PC versi 13 for windows.

G. Metode PelaksanaanPelaksanaan mini project dilakukan dengan cara edukasi tentang anemia dan pengambilan data saat berlangsungnya kegiatan pembagian sirup Ferriz pada balita anemia di puskesmas Umbulharjo 1.Pelaksanaan program dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :1. Melakukan diskusi awal terkait pengetahuan anemia2. Membagikan kuesioner anemia 3. Melakukan edukasi anemia dengan cara penyuluhan

Page 16: Vera Penda Hulu An

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Profil Umum Puskesmas Umbulharjo 1

Puskesmas umbulharjo 1 merupakan salah satu dari 18 puskesmas yang ada di kota

Yogyakarta. Meliputi 4 kelurahan dari 7 kelurahan yang ada di kecamatan Umbulharjo,

yaitu : kelurahan Warungboto, Pandeyan, Sorosutan, dan Giwangan.

Batas wilayah kerja Puskesmas Umbulharjo 1 :

Utara : Kelurahan Muja-Muju dan Kelurahan Tahunan (Kecamatan Umbulharjo)

Timur : Kecamatan Banguntapan dan Kecamatan Kotagede

Selatan: Kecamatan Banguntapan dan Kecamatan Sewon

Barat : Kelurahan Tahunan dan Kecamatan Mergangsan

Luas wilayah kerja Pusesmas Umbulharjo 1 adalah 514.470 Ha, terletak di ketinggian

114 m diatas permukaan laut, dengan topografi daratan rendah.

B. Data Demografi

Secara demogafi keseluruhan jumlah balita yang ada di wilayah Umbulharjo 1 adalah

2.567 balita, yang terdiri dari 1308 balita laki- laki dan 1259 balita perempuan. Jumlah balita

bawah garis merah sebanyak 125 balita, dengan status gizi kurang sebanyak 50 balita, status

gizi buruk sebanyak 6 balita. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) terhadap 125 balita

telah dilaksanakan sejak bulan Februari 2014. Pemeriksaan kadar Hb pada bulan desember

dari 91 balita diantaranya ditemukan 62 balita yang menderita anemia.

C. Data Hasil Intervensi

Penelitian ini dilakukan pada 31 responden yang merupakan wakil dari ibu balita

kurang energi protein dan anemia. Penelitian dilakukan dengan cara pembagian kuesioner

dan wawancara terhadap 31 responden, adapun informasi yang diambil dalam penelitin ini

adalah berupa pendidikan, pendapatan dan jumlah anggota keluarga responden, serta interaksi

petugas kesehatan dengan ibu balita dan penilaian pengetahuan, sikap dan praktek ibu balita.

Gambaran responden berdasarkan pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4. 1. Distribusi frekuensi Responden Berdasarkan PendidikanPendidikan N %Tamat SD 4 12,90

Tamat SMP 5 16,13Tamat SMA 18 58,06

Page 17: Vera Penda Hulu An

Tamat D3/S1 4 12,90Total 31 100

Dari tabel diatas terlihat sebagian besar pendidikan responden adalah tamatan SMA

(58,06%) dan sebagian kecil tamat Sarjana muda maupun Sarjana (12,90%). Melihat data

tersebut separuh lebih (87,09 %) pendidikan responden menengah ke atas (tamat SMP, SMA

dan D3/S1), dibandingkan dengan program wajib belajar pemerintah (9 tahun/lulus SLTP),

maka dapat dikatakan responden memiliki pendidikan yang cukup. Tingkat pendidikan

merupakan salah satu unsur karakteristik seseorang, tingkat pendidikan formal menunjukkan

tingkat intelektual atau tingkat pengetahuan seseorang. Pendidikan pada dasarnya adalah

suatu proses pengembangan sumber daya manusia (Notoatmodjo, 2007).

Tabel 4.2.Gambaran responden berdasarkan pendapatan keluarga

Pendapatan responden sebagian besar (61,29 %) adalah lebih dari Rp. 1.000.000.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DIY No279/KEP/2013 tentang Upah Minimum

Kabupaten/Kota tahun 2014, UMK Yogyakarta sebesar Rp.1.173.300 per bulan, maka rata-

rata pendapatan responden cukup atau setara UMK tersebut.

Tabel 4.3 Gambaran responden berdasarkan jumlah anggota keluargaJumlah Anggota Keluarga f Persentase (%)

3 orang 15 48,394 orang 10 32,265 orang 5 16,136 orang 0 07 orang 1 3,22Total 31 100

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa 48,39 % responden memiliki jumlah anggota keluarga

kecil dan hanya 3,22 % yang memiliki jumlah anggota keluarga besar.

Tabel 4.4. Deskripsi Jawaban Responden Tentang Interaksi Responden dengan petugas Kesehatan Di Kota Yogyakarta Tahun 2015

No PertanyaanJawaban

JumlahYa Tidak

f % f % f %1 Apakah ibu mendapatkan informasi 12 38,71 19 61,29 31 100

Pendapatan f PersentaseRp 500.000 - 750.000,- 8 25,8 %Rp 750.000 - 1.000.000,- 4 12,90 %> Rp 1.000.000,- 19 61,29 %Total 31 100%

Page 18: Vera Penda Hulu An

tentang anemia dari petugaskesehatan dalam 3 bulan terakhir?

2 Apakah ibu diberitahu tentangpengertian anemia?

15 48,39 16 51,61 31 100

3 Apakah ibu diberitahu tentangpenyebab anemia

12 38,71 19 61,29 31 100

4 Apakah ibu diberitahu tentang gejalaAnemia

13 41,94 18 58,06 31 100

5 Apakah ibu diberitahu tentang akibatdan bahaya anemia pada balita

10 32,26 21 67,74 31 100

6 Apakah ibu diberitahu tentang carapencegahan dan penanggulangananemia

10 32,26 21 67,74 31 100

Dari tabel 4.4 menunjukkan bahwa secara umum responden menjawab tidak. Strategi

operasional KIE (Komunikasi Informasi Edukasi) anemia dalam isi pesannya diantaranya

menjelaskan konsep anemia, anemia dalam konteks pangan dan gizi secara keseluruhan,

menjelaskan pelayanan kesehatan yang ada dalam kaitan penanggulangan anemia gizi,

menjelaskan kaitan anemia dalam pembangunan secara umum (Wahyuni, 2004).

Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Tentang Interaksi responden dengan Petugas Kesehatan di Kota Yogyakarta Tahun 2015

No Interaksi F Persentase (%)1 Baik 10 32,262 Kurang baik 21 67,74

Total 31 100,00

Tabel diatas terlihat bahwa lebih dari separuh responden (67,74%) berinteraksi kurang

baik dengan petugas kesehatan.

Tabel 4.6. Deskripsi Jawaban Responden Tentang Pengetahuan Di Kota Yogyakarta Tahun 2015

No PertanyaanJawaban

JumlahBenar Salah

F % f % f %1 Anemia disebut penyakit kurang darah 31 100 0 0 31 1002 Letih, lemah, lesu dan sering pusing,

bukan gejala anemia22 70,97 9 29,03 31 100

3 Kelopak mata bagian bawah dan telapak tangan yang pucat adalah tanda-tanda kekurangan darah.

28 90,32 3 9,68 31 100

4 Keadaan seorang anak yang merasacepat lelah walaupun tidak melakukanaktifitas yang berat bukanlah suatugejala anemia.

14 45,16 17 54,84 31 100

5 Akibat kurang makan makanan yangmengandung zat besi dapatmenyebabkan anemia.

30 96,77 1 3,23 31 100

6 Banyak kehilangan darah tidak dapat 18 58,06 13 41,94 31 100

Page 19: Vera Penda Hulu An

menyebabkan anemia.7 Kesulitan makan pada anak tidak dapat

menyebabkan anemia.17 54,84 14 45,16 31 100

8 Penyakit anemia dapat dihindari denganmengkonsumsi makanan yangmengandung sayuran hijau, seperti daunsingkong, bayam dan kangkung.

29 93,55 2 6,45 31 100

9 Dengan minum tablet besi / sirup besitambah darah minimal seminggu sekalidapat mencegah anemia

28 90,32 3 9,68 31 100

10 Makan makanan yang banyakmengadung protein sangat efektif untukmenanggulangi anemia.

30 96,77 1 3,23 31 100

11 Buah-buahan dan sayuran yang banyakmengandung vitamin C tidakberpengaruh dalam penyerapan danpmbentukan zat besi.

19 61,29 12 38,71 31 100

12 Peran serta ibu dalam pencegahananemia balita tidak dibutuhkan.

31 100 0 0 31 100

Tabel 4.6. diatas terlihat bahwa jawaban responden secara umum menjawab benar.

Hanya pada item pertanyaan keadaan seorang anak yang merasa cepat lelah walaupun tidak

melakukan aktifitas yang berat bukanlah suatu gejala anemia masih cukup besar yang

menjawab tidak, yaitu sebanyak 45,16 %. Melihat data tersebut dapat diketahui bahwa item

pertanyaan tentang keadaan seorang anak yang merasa cepat lelah walaupun tidak melakukan

aktifitas yang berat bukanlah suatu gejala anemia belum dipahami oleh responden. Rasa

lemah, letih, lesu, hilang nafsu makan, menurunya daya konsentrasi dan sakit kepala atau

pening adalah gejala awal anemia. Zat besi dengan konsentrasi tinggi terdapat dalam sel

darah merah, yaitu sebagai bagian dari molekul hemoglobin yang mengangkut oksigen dari

paru–paru. Hemoglobin akan mengangkut oksigen ke sel–sel yang membutuhkannya untuk

metabolisme glukosa, lemak dan protein menjadi energi (ATP). Besi juga merupakan bagian

dari sistem enzim dan mioglobin. Mioglobin akan berkaitan dengan oksigen dan

mengangkutnya melalui darah ke sel–sel otot. Di samping sebagai komponen Hemoglobin

dan mioglobin, besi juga merupakan komponen dari enzim oksidase pemindah energi, yaitu :

sitokrom paksidase, xanthine oksidase, suksinat dan dehidrogenase, katalase dan peroksidase

(Wahyuni, 2004).

Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Tentang Pengetahuan Responden Di Kota Yogyakarta Tahun 2015

No Interaksi F Persentase (%)1 Kurang Baik 29 93,552 Baik 2 6,45

Total 31 100,00

Page 20: Vera Penda Hulu An

Dari tabel 4.7 diketahui bahwa responden yang memiliki pengetahuan kurang baik

tentang anemia 93,55%.

Tabel 4.8. Deskripsi Jawaban Responden Tentang Sikap Responden Dalam Pencegahan Anemia Gizi Besi Balita Di Kota Yogyakarta Tahun 2015

No PertanyaanJawaban

JumlahSetuju Tidak Setuju

F % f % f %1 Seorang balita yang terkena anemia gizi besi

masih dapat diobati31 100 0 0 31 100

2 Penyakit anemia dapat menular dari ibu penderita anemia ke anaknya.

4 12,90 27 87,10 31 100

3 Anemia pada balita tidak begitu penting untuk dicegah dan ditanggulangi, sebab hanya masalah biasa

3 9,68 28 90,32 31 100

4 Kurang makan makanan yang mengandung zat besi tidak dapat menyebabkan anemia

9 29,03 22 70,97 31 100

5 Minum tablet tambah darah tidak perlu dilakukan untuk mencegah anemia

4 12,90 27 87,10 31 100

6 Anemia tidak dapat dicegah dengan makan makanan yang banyak mengandung protein

4 12,90 27 87,10 31 100

7 Untuk mencegah anemia dapat dilakukan dengan pemberian tablet besi / syrup besi secara teratur

31 100 0 0 31 100

8 Penyakit kecacingan tidak mempengaruhi anemia gizi besi pada balita

8 29,03 22 70,97 31 100

9 Makan makanan yang banyak mengandung mineral, asam folat dan protein tidak efektif untuk mencegah anemia

7 22,58 24 77,42 31 100

10 Sering minum teh pada anak balita dapat menghambat penyerapan gizi besi

20 64,52 11 35,48 31 100

11 Minum susu pada anak balita dapat menyebabkan anemia gizi besi

1 3,23 30 96,77 31 100

12 Anemia gizi besi dapat mengakibatkan kerusakan sel otak sehingga anak jadi bodoh

21 67,74 10 32,26 31 100

13 Dengan menimbangkan anak di Posyandu, ibu dapat mengetahui kurang tidaknya gizi pada anak

31 100 0 0 31 100

14 Dalam pencegahan anemia pada balita peran seorang ibu sangat penting

31 100 0 0 31 100

Kejadian anemia gizi besi balita dapat disebabkan karena sedikitnya makanan yang mengandung zat besi, terutama mengandung zat besi dengan kestersediaan yang rendah, dan rendahnya konsumsi makanan yang dapat mempunyai kontribusi terhadap absorbsi dan metabolisme zat besi seperti vitamin C, asam folat dan vitamin A, disamping tingginya frekuensi pengeluaran darah kronis, seperti pada infestasi cacing dan malaria (Azwar, 2003).

Tabel. 4.9. Distribusi Frekuensi Tentang Sikap Responden Dalam Pencegahan Anemia Gizi Besi Balita Di Kota Yogyakarta Tahun 2015

No Interaksi F Persentase (%)1 Mendukung 11 35,482 Tidak Mendukung 20 64,52

Total 31 100,00

Page 21: Vera Penda Hulu An

Hasil penelitian tentang sikap responden seperti terlihat pada tabel 4.9 menunjukkan

bahwa responden sebagian besar (35,48) bersikap mendukung dalam pencegahan anemia gizi

besi balita. Sebanyak 64,52 bersikap tidak mendukung. Sikap merupakan keadaan mental dan

syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik

dan terarah terhadap respon individu pada semua obyek dan situasi yang berkaitan

dengannya. Dengan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan

tugas yang diberikan , itu merupakan sikap terhadap ide yang diterima. Karena dengan suatu

usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas dari benar

atau salah, berarti orang menerima ide tersebut (Notoadmodjo, 2000).

Tabel 4.10. Deskripsi Jawaban Responden Tentang Praktek Responden Dalam Pencegahan Anemia Gizi Besi Balita Di Kota Yogyakarta Tahun 2015

No PertanyaanJawaban

JumlahYa Tidak

F % f % f %1 Apakah ibu rutin menimbangkan

anak ibu ke posyandu?29 93,55 2 6,45 31 100

2 Apakah anak ibu punya KMS (Kartu Menuju Sehat) ?

29 93,55 2 6,45 31 100

3 Apakah ibu yang menyiapkan dan menyuapi makanan untuk balita ibu?

31 100 0 0 31 100

4 Sebelum menyuapi balita ibu, apakah ibu cuci tangan terlebih dahulu?

31 100 0 0 31 100

5 Apakah ibu pernah memberikan sirup besi /tablet besi sesuai petunjuk kepada balita ibu?

13 41,94 18 58,06 31 100

6 Apakah ibu memberikan tablet besi secara teratur ?

9 29,03 22 70,97 31 100

7 Dalam menyediakan makanan untuk balita ibu apakah ada pantangan untuk jenis makanan tertentu?

9 29,03 22 70,97 31 100

8 Dalam menyediakan makanan untuk balita ibu selama 3 bulan terakhir, apakah ibu menyediakan menu : Hati

17 54,84 14 45,16 31 100

9 Tempe/Kedelai 31 100 0 0 31 10010 Telur ayam 31 100 0 0 31 10011 Ikan teri/ikan asin 21 10 31 10012 Udang 13 41,94 18 58,06 31 10013 Sayuran hijau 30 96,77 1 3,23 31 10014 Kacang-kacangan 26 83,87 5 16,12 31 10015 Daging 27 87,10 4 12,90 31 10016 Apakah ibu memberikan minum teh

pada anak balita ibu?23 74,19 8 25,81 31 100

17 Apakah ibu memberikan minum susu pada anak balita ibu?

31 100 0 0 31 100

Page 22: Vera Penda Hulu An

18 Apakah ibu pernah memberikan obat cacing secara rutin pada anak ibu?

18 58,06 13 41,94 31 100

19 Apakah ibu selalu membawa anak ibu ke Puskesmas apabila sakit?

31 100 0 0 31 100

Tabel 4.10 menunjukkan sebagian besar jawaban responden benar. Hanya pada item

pertanyaan tentang apakah ibu memberikan sirup besi secara teratur, jawabannya paling besar

yang salah (70,97%), padahal dalam buku pedoman pemberian sirup besi/tablet besi, salah

satu upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah dan menanggulangi anemia akibat

kekurangan konsumsi besi antara lain dengan suplementasi besi folat secara rutin selama

jangka waktu tertentu untuk meningkatkan kadar hemoglobin secara cepat, untuk balita umur

6-12 bulan; sehari setengah sendok takar berturut-turut selama 60 hari, untuk balita umur 12-

60 bulan; sehari satu sendok takar (5 ml) berturut-turut selama 60 hari (Depkes RI, 1999).

Pada item pertanyaan apakah ibu memberikan minum teh pada balita ibu, yang

menjawab ya (74,19%). Dalam penelitian teh dapat menghambat dalam penyerapan zat besi

dalam makanan (Ristrini, 2001).

Tabel. 4.11. Distribusi frekuensi Tentang Praktek Responden Dalam Pencegahan Anemia Gizi Besi Balita Di Kota Yogyakarta Tahun 2015

No Interaksi F Persentase (%)1 Baik 3 9,682 Kurang baik 28 90,32

Total 31 100,00

Analisa Bivariat Variabel Penelitian

Untuk mengetahui hubungan variabel bebas yang terdiri dari interaksi responden

dengan petugas kesehatan, pengetahuan responden, sikap responden dengan praktek

responden dalam pencegahan anemia gizi besi balita sebagai variabel terikat, dilakukan

analisis bivariat dengan menggunakan analisis chi square atau analisis tabulasi silang

(crosstab). Hasil uji selengkapnya sebagai berikut:

1. Hubungan Interaksi responden dengan Praktek

Tabel 4.12. Hubungan Interaksi Responden dengan Petugas Kesehatanterhadap Praktek Dalam Pencegahan Anemia Gizi Besi Balita Di Kota Yogyakarta

Tahun 2015Interaksi responden

denganpetugas kesehatan

Praktek respondenBaik Kurang Baik

f % f %Baik 3 100 7 25

Kurang Baik 0 0 21 75

Page 23: Vera Penda Hulu An

Total 3 100 28 100p = 0,027 x2 = 3,965

Dari tabel 4.12. terlihat bahwa responden yang berinteraksi baik dengan petugas

kesehatan memiliki praktek yang baik dalam pencegahan anemia gizi besi balita sebanyak 3

orang (100 %). Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji chi square ( tabulasi silang )

memberikan hasil X2 = 3,965, p-value = 0,027 (p≤0,05), maka h0 ditolak dan Ha diterima,

artinya interaksi responden dengan petugas kesehatan secara bermakna berhubungan dengan

praktek responden dalam pencegahan anemia gizi besi balita di Kota Yogyakarta. Perilaku

dalam bentuk praktek seseorang sangat dipengaruhi oleh pengetahuan yang diperoleh dari

berbagai sumber, antara lain lewat petugas kesehatan (Notoadmojo, 2000).

2. Hubungan Pengetahuan responden dengan Praktek

Tabel 4.13. Hubungan Pengetahuan Responden terhadap Praktek Dalam Pencegahan Anemia Gizi Besi Balita Di Kota Yogyakarta

Tahun 2015Pengetahuan responden

Praktek respondenBaik Kurang Baik

f % F %Baik 2 66,7 0 0

Kurang Baik 1 33,3 28 100Total 3 100 28 100

p = 0,006 x2 = 10,437

Dari tabel 4.13. terlihat bahwa pengetahuan responden yang baik yang mempunyai

praktek baik sebanyak 2 responden (66,7%,), sedangkan responden yang memiliki

pengetahuan kurang baik dan praktek baik ada 1 orang (33,3%). Pengujian hipotesis

memberikan hasil X2 = 10,437, p-value = 0,006 (p≤0,05), artinya pengetahuan responden

secara bermakna berhubungan dengan praktek responden dalam pencegahan anemia gizi besi

balita di Kota Yogyakarta. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang menjadi dasar /

motivasi untuk bertindak (Green, 2000). Pendapat tersebut diperkuat oleh pendapat

Notoatmodjo bahwa pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan (praktek) seseorang, dan praktek akan bersifat langgeng apabila

didasari oleh pengetahuan yang positif (Notoadmojo, 2000).

3. Hubungan Sikap responden dengan Praktek

Tabel 4.14. Hubungan Sikap Responden terhadap Praktek Dalam Pencegahan Anemia Gizi Besi Balita Di Kota Yogyakarta

Tahun 2015Sikap responden Praktek responden

Page 24: Vera Penda Hulu An

Baik Kurang Baikf % F %

Mendukung 3 100 8 28,6Tidak mendukung 0 0 20 71,4

Total 3 100 28 100p = 0,037 x2 = 3,322

Dari tabel 4.14. terlihat bahwa responden yang memiliki sikap mendukung dan

praktek baik dalam pencegahan anemia gizi besi balita ada 3 (100%). Pengujian hipotesis

memberikan hasil X2 = 3,322, p-value = 0,037 (p ≤ 0,05), artinya sikap responden secara

bermakna berhubungan dengan praktek responden dalam pencegahan anemia gizi besi balita

di KotaYogyakarta. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam bentuk praktek. Untuk

mewujudkan sikap agar menjadi perbuatan nyata (praktek) diperlukan faktor pendukung atau

kondisi lain yang memungkinkan (Notoadmojo, 2000).

Analisis Multivariat Variabel Penelitian

Analisis multivariat dilakukan dengan menggunakan uji regresi logistik. Tahap

sebelum dilakukan uji regresi logistik adalah menentukan variabel bebas yang mempunyai

p≤0,05 dalam uji hubungan dengan variabel terikat (dilakukan dengan uji Chi square test)

dalam uji bivariat tersebut diatas, selanjutnya variabel bebas yang masuk dalam kriteria diuji

dengan menggunakan p ≤ 0,25. Hasil uji variabel penelitian adalah seperti terlihat pada tabel

4.15.

Tabel 4.15. Ringkasan Hasil Analisis Bivariat Menggunakan Regresi Logistik Metode Enter

variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B)Interaksi 3,332 1,919 3,015 1 0,082 27,981

Pengetahuan 7,370 5,879 1,572 1 0,210 1588,373Sikap 3,198 1,955 2,675 1 0,102 24,483

Berdasarkan tabel 4.15 di atas dapat diketahui analisis univariat dengan p-value lebih

kecil atau sama dengan 0,25 (p≤ 0,25) untuk semua variabel bebas; variabel interaksi

responden dengan petugas kesehatan, pengetahuan responden, ini menunjukkan ketiga

variable dapat dilakukan uji statistik metode multivariat. Ringkasan hasil uji multivariat dapat

dilihat pada table 4.16.

Tabel 4.16.Ringkasan Hasil Analisis Multivariat Menggunakan Regresi

Logistik Metode Enter variabel B S.E. Wald df Sig. Exp(B)Interaksi 2,234 8,273 0,073 1 0,787 9,340

Page 25: Vera Penda Hulu An

Pengetahuan

6,123 5,899 1,078 1 0,299 456,404

Sikap 0,000 8,407 0,000 1 1,000 1,000

Berdasarkan tabel 4.16 di atas dapat diketahui bahwa p-value semua variabel bebas;

variabel interaksi responden dengan petugas kesehatan, pengetahuan responden, dan sikap

responden adalah:

1. Interaksi responden dangan petugas kesehatan adalah 0,787 (p>0,05)

2. Pengetahuan responden adalah 0,299 (p>0,05)

3. sikap responden adalah 1,000 (p>0,05)

D. Pembahasan

Page 26: Vera Penda Hulu An

BAB V

KESIMPULAN

Page 27: Vera Penda Hulu An

Supariasa, Bakri B., Fajar I. 2007. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

Tambuen, Indra, 2011. Defisiensi Besi.Laboratorium Ilmu Kesehatan Anak FK-USU, Medika

Depkes RI, Tahun 2007. House Hold Health Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995,

Jakarta.

Proverawati, A, & Wati, E.K., 2010. Ilmu Gizi untuk Keperawatan & Gizi Kesehatan.

Yogyakarta: Nuha Medika.

Green, L.W., 2000. Metodologi Research. Andi Offset, Yogyakarta.

Ristrini, 2011. Anemia Akibat Kurang Zat Besi keadaan, masalah dan program

penanggulangannya. Medika, 37-42.

De Maeyer, A.M., Arisman, M.B. dan Ronardy, D.H., 2005. Pencegahan dan Pengawasan

Anemia Defisiensi Besi,Jakarta : Widya Medika.

Departemen Kesehatan RI, 2009, 5b. Pedoman Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup Besi

Bagi Petugas, Jakarta.

Dalman, P.R., Siimes M., Stekel A., 2008. Iron deficiency in infancy and childhood. The

American Journal of Clinical Nutrition: 86-118

Florentino RF, Guiriec RM, 2010. Prevalence of nutritional anemia in infancy and childhood

with emphasis on developing countries. In: Stekel A (editor). Iron Nutrition in infancy

and childhood. New and childhood. Teh American Journal of Clinical Nutrition: 86-

118.

Notoatmodjo, S., 2000. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineke Cipta, Jakarta.

Ristrini, 2001. Anemia Akibat Kurang Zat Besi keadaan, masalah dan program

penanggulangannya. Medika, 37-42.

Departemen Kesehatan RI, Tahun 1999 5b. Pedoman Pemberian Tablet Besi Folat dan Sirup

Besi Bagi Petugas, Jakarta.

Page 28: Vera Penda Hulu An

Husaini, M.A., 2009, Studies Nutritional Anemia an Assessment of Information Compillation

for Supporting and Formulating National Policy and Pogramme, Jakarta : Puslitbang

gizi.

Wahyuni. 2004. Anemia defisiensi besi pada balita, Digitized by USU digital library.

Azwar,A, 2003 , Pengantar pendidikan kesehatan, Jakarta : Sastra Hudaya.

Green, L.W., 2000. Metodologi Research, Yogyakarta : Andi Offset.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Rineka Cipta. Jakarta.

Notoatmodjo, S., 2000. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineke Cipta, Jakarta.

Setyaningsih, Sri. 2008. Pengaruh Interaksi, Pengetahuan Dan Sikap Terhadap Praktek Ibu

Dalam Pencegahan Anemia Gizi Besi Balita Di Kota Pekalongan.