variasi morfologi dan anatomi lengkuas (alpinia galanga ...mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/ita...
TRANSCRIPT
VARIASI MORFOLOGI dan ANATOMI LENGKUAS (Alpinia galanga)
BERDASARKAN PERBEDAAN KETINGGIAN TEMPAT SEBAGAI
BOOKLET DALAM MATA KULIAH MORFOLOGI dan ANATOMI
TUMBUHAN
Oleh : Ita Yulianti1, Ria Dwi Jayati, M. Pd.
2, Mareta Widiya, M. Pd. Si.
3
1 Mahasiswa STKIP-PGRI Lubuklinggau
2 dan 3 Dosen STKIP-PGRI Lubuklinggau
Program Studi Pendidikan Biologi STKIP-PGRI Lubuklinggau
Email : [email protected]
ABSTRACT
This research was cerried out in order to find out the morphological and
anatomical variations in the galangal plant (Alpinia galanga). This is due to the
lack or not many learning resources that can be used in the course of Plant
Morphology and Anatomy, especially in epidermal tissue in the galangal plant
(Alpinia galanga). Selupu Rejang subdistrict Karang Jaya Village an Tugumulyo
Subdistrict E Wonokerto Village which have different location. And the results of
the morphological variation of the two galangal plants (Alpinia galanga) in
different regions and the height of different plants ranging from leaf height, leaf
color, rhizome size, and roots. For anatomical variations from both places also
showed different results which include the shape of the epidermis, then the size of
the epidermal cell, size, density, and number of stomata.
Keywords: Mophology, Anatomy, Height Of Place, Galangal and Booklet.
A. PENDAHULUAN
Morfologi dan Anatomi
Tumbuhan yaitu ilmu biologi yang
berbeda namun masih saling terkait
satu sama lain. Morfologi Tumbuhan
merupakan cabang ilmu biologi yang
mempelajari tentang bentuk dan
susunan luar tubuh tumbuhan.
Sedangkan Anatomi Tumbuhan
merupakan ilmu urai, dalam botani,
yaitu yang mempelajari susunan
dalam tumbuh-tumbuhan (Sa’adah,
2015:15).
Seperti tumbuhan lengkuas
(Alpinia galanga) yang dapat di
amati secara morfologi dan
anatominya. Lengkuas yaitu jenis
tanaman yang bisa di amati
morfologi dan anatominya. Lengkuas
atau laos adalah jenis tanaman terna,
tanaman ini tumbuh tegak dan
memiliki tinggi sekitar 1-2 m.
Biasanya hidup di dataran rendah
dan dataran tinggi, diketinggian 1200
m diatas permukaan laut (Ernawati,
2011:2).
Menurut Nurmasari dan
Djumali (2011:48), ketinggian
tempat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman, semakin
tinggi tempat penanaman, tinggi
tanaman dan ukuran daun semakin
menurun. Hal ini di sebabkan oleh
adanya unsur-unsur iklim di antara
perbedaan lokasi atau tempat
tersebut, di mana unsur-unsur iklim
sangat mempengaruhi proses
fisiologi tanaman.
B. METODE PENELITIAN
Metode penelitian ini
merupakan penelitian kualitatif yaitu
metode yang berlandaskan pada
filsafat post positiv, yaitu dimana
meneliti pada kondisi objek yang
alamiah, (sebagai lawannya adalah
eksperimen) peneliti sebagai
instrumen kunci, serta pengambilan
sampel di lakukan secara purposive,
cara pengumpulan data di lakukan
dengan triangulasi (gabungan),
analisis data bersifat kualitatif atau
induktif, dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi (Sugiyono,
2013:15).
Pengambilan sampel
berdasarkan metode purposive
sampling, yaitu pengambilan sampel
sumber data dengan menggunakan
pertimbangan tertentu (Sugiyono,
2013:300).
Berikut alat dan bahan
penelitian:
1. Alat
a) Instrumen pengamatan 1 buah
b) Kaca penutup
c) Penggaris 1 buah
d) Alat tulis
e) Benang jahit 1 buah
f) Toples
g) Koran
h) Karton
i) Buku rujukan morfologi
tumbuhan
j) Bingkai
k) Pinset
l) Silet
m) Mikroskop cahaya
n) Pipet tetes
o) Kamera
p) Higro meter
q) Alti meter
r) Soil Tester
2. Bahan
a) Sampel lengkuas
b) Alkohol 70%
c) Sampel rimpang lengkuas
d) Aquades
Prosedur pengamatan
morfologi dan pembuatan herbarium
adalah:
3. Cara Kerja
a. Sampel di ambil dan di
letakkan di meja. Daun yang
diukur merupakan daun
terlebar.
b. Panjang daun di ukur dengan
mistar mulai dari pangkal daun
sampai ujung daun.
c. Lebar daun di ukur secara
horizontal menggunakan
penggaris.
d. Batang diukur menggunakan
benang mulai dari helaian daun
yang terakhir sampai pangkal
batang
e. Benang hasil pengukuran di
ukur menggunakan mistar
f. Karakter kualitatif di amati dan
hasilnya dicatat dalam tabel
pengamatan
g. Sampel lengkuas untuk
pembuatan herbarium di pilih
rimpang tanaman lengkuas
yang segar
h. Pada pembuatan herbarium
kering, bagian daun, batang,
dan akar tanaman lengkuas di
bersihkan terlebih dahulu
kemudian di lapisi dengan
koran dan kemudian jemur di
bawah terik matahari, setelah
kering bagian daun, batang,
akar bisa di bingkai.
i. Pada pembuatan herbarium
basah sampel lengkuas di
masukkan ditoples dan di
berikan alkohol 70%.
j. Penyimpanan herbarium.
Herbarium bisa di manfaatkan
sebagai obyek sumber
penelitian karakterisasi
morfologi tumbuhan jika di
lain hari di perlukan (Sa’adah,
2015:47).
Langkah-langkah pengamatan
anatomi jaringan adalah:
1. Cara Kerja
a. Rimpang lengkuas di sayat
secara melintang menggunakan
silet.
b. Sayatan di letakkan pada gelas
benda kemudian di tetesi
aquades satu tetes.
c. Preparat yang sudah di beri
aquades ditutup dengan gelas
penutup.
d. Preparat di tutup dengan kaca
penutup dan di lihat di
mikroskop pada perbesaran
10x 40x.
e. Objek yang sudah di temukan
kemudian di foto (Sa’adah,
2015:47).
Prosedur pengembangan
booklet dalam penelitian ini adalah:
Model pengembangan yang di
gunakan pada penelitian ini adalah
model Borg dan Gall. Model Borg
dan Gall adalah suatu proses yang di
pakai untuk mengembangkan dan
memvalidasi produk penelitian
(Setyosari, 2013:276). Menurut
Tegeh, dkk (2014:7) langkah-
langkah penelitian dan
pengembangan model Borg dan gall
terdiri dari 10 tahapan, yaitu:
penelitian dan pengumpulan
informasi, perencanaan,
mengembangkan bentuk
pendahuluan produk, uji lapangan
persiapan, revisi produk utama, uji
lapangan utama, pelaksanaan revisi
produk, uji lapangan operasi, revisi
produk akhir, penyebaran dan
pengimplementasian. Tetapi, dalam
penelitian ini peneliti memodifikasi
langkah-langkah penelitian dan
pengembangan tersebut menjadi 4
tahap. Hal ini dikarenakan terbatas
waktu dan biaya yang diperlukan
peneliti dalam penelitian ini.
Berikut ini langkah-langkah
penelitian dan pengembangan yaitu:
1) pengumpulan informasi, pada
tahap ini peneliti mengkaji dan
memperkuat hasil penelitian
dengan teori-teori yang
mendukung dengan cara
mengumpulkan data, buku-buku
dan sumber refensi lainnya terkait
dengan inventarisasi famili
Zingiberaceae.
2) Perencanaan, pada tahap ini
peneliti menentukan spesifikasi
produk yang akan di buat dengan
memperhatikan kebutuhan dalam
pembuatan booklet. Kemudian
peneliti menentukan kualifikasi
validator. Validator tersebut
meliputi validator ahli materi, ahli
bahasa, dan ahli desain. Adapun
instrumen dalam validasi tersebut
berupa angket.
3) Perencanaan produk, pada tahap
ini peneiliti menyusun rancangan
media booklet termasuk persiapan
materi, isi dan alat evaluasi yang
akan digunakan. Susunan
rancangan media booklet tersebut
dapat dilihat
4) Validasi produk, pada tahap ini
dilakukan oleh validator ahli,
yang terdiri dari validator ahli
materi, ahli bahasa dan ahli
desain. Validasi ini dilakukan oleh
seseorang yang memang ahli
dalam bidang tersebut. Jika hasil
validasi booklet tersebut menurut
validator belum layak berarti
booklet perlu dilakukan perbaikan
dan penyempurnaan
C. HASIL
1. Variasi Morofologi dan
Anatomi Lengkuas (Alpinia
galanga) Berdasarkan
Perbedaan Ketinggian tempat
Hasil perbandingan pada
sampel lengkuas dikedua wilayah
dapat dilihat pada gambar 4.1
berikut:
Gambar 4.1 Perbedaan
Tanaman Lengkuas Di Kedua
Wilayah (a) Kecamatan Selupu
Rejang dan (b) Kecamatan
Tugumulyo
(Dokumentasi Pribadi, 2018)
a. Morfologi dan Anatomi
Daun (Folium) Lengkuas
(Alpinia galanga)
Hasil pengamatan pada
sampel daun lengkuas dikedua
wilayah dapat dilihat pada
gambar 4.2 berikut:
Gambar 4.2 (a) Daun Lengkuas
(Alpinia galanga) di Kecamatan
Selupu Rejang dan (b) Daun
Lengkuas (Alpinia galanga) di
Kecamatan Tugumulyo
(Sumber: Dokumentasi Pribadi,
2018)
Berikut saat
pengukuran sampel daun dapat
di lihat pada gambar 4.3,
sebagai berikut:
Gambar 4.3 Pengukuran Panjang
dan Lebar Daun Lengkuas
(Alpinia galanga)
(Sumber: Dokumentasi Pribadi,
2018)
Panjang daun
Lebar daun
a b
a b
b
Panjang
Lebar
Hasil Variasi
morfologi daun lengkuas di
dataran tinggi dan dataran
rendah dapat di lihat pada
Tabel 4.2:
Tabel 4.2 Variasi Morfologi
Daun Lengkuas (Alpinia
galanga) Variasi
morfologi
Dataran
Tinggi
(Kecamatan
Selupu
Rejang)
Dataran
Rendah
(Kecamatan
Tugumulyo)
Panjang daun 23 cm 35,1 cm
lebar daun 7 cm 8,74 cm
Warna daun Hijau
kekuningan
Hijau Pekat
Bangun daun Lanset Lanset
Tepi daun Rata Rata
Ujung daun Runcing Runcing
Pangkal daun Tumpul Tumpul
Pertulangan
daun
Menyirip Menyirip
Tekstur daun Licin Licin
Tipe daun Lengkap Lengkap
Hasil variasi anatomi
daun lengkuas di kedua
wilayah dapat di lihat pada
tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3 Variasi Anatomi
Daun lengkuas (Alpinia
galanga) Variasi
anatomi
Dataran Tinggi
(Kecamatan
selupu Rejang)
Dataran
Rendah
(Kecamatan
Tugumulyo)
Jaringan
epidermis
daun
(folium)
Deskripsi 1. Pada sampel
daun jaringan
epidermisnya
memiliki
ukuran yang
relatif kecil
1. jaringan
epidermisnya
memiliki
ukuran yang
besar dan
jelasserta rapat
dan rapat
2. bentuknya ada
yang segi lima,
bulat, dan
lonjong. Dan
jika dilihat
secara
keseluruhan
bentuk bulat
kecil dan
lonjong lebih
menonjol.
3. Terdapat
stomata pada
setiap barisnya
dan letaknya
sejajar dan
jumlahnya
tidak terlalu
banyak rata-
rata 7.
2. bentuknya
beragam ada
yang segi lima,
bulat, lonjong,
namun bentuk
segi lima lebih
menonjol.
3. Dengan
stomata yang
memiliki
ukaran sama
dengan sel
epidermis,
letaknya tidak
beraturan pada
setiap barisnya
namun jumlah
cukup banyak
yaitu 10.
Berdasarkan hasil
pengamatan pada sampel
lengkuas yang ada di
kecamatan Selupu Rejang dan
kecamatan Tugumulyo pada
Tabel 4.2 menunjukan bahwa
daun lengkuas dari dataran
tinggi memiliki ukuran panjang
dan lebar yang berbeda.
Sampel daun lengkuas di
dataran tinggi memiliki ukuran
panjang dan lebar yang lebih
kecil di bandingkan dengan
yang di dataran rendah. Pada
dataran rendah daun lengkuas
memiliki ukuran panjang dan
lebar yang besar. Setelah di
amati pada sampel daun
lengkuas selain ukurannya
yang berbeda secara morfologi
dari daun tersebut relatif sama
yang berbeda hanyalah pada
warna daun saja daun lengkuas
pada dataran tinggi memiliki
warna hijau kekuningan
sedangkan daun lengkuas pada
dataran rendah memiliki warna
hijau pekat.
b. Morfologi dan Anatomi
Batang (Caulis) Semu
hasil pengamatan pada
batang semu lengkuas di kedua
wilayah yaitu dataran tinggi
dan dataran rendah dapat di
lihat pada gambar 4.4 sebagai
berikut:
Gambar 4.4 (a) Batang Semu
Lengkuas (Alpinia galanga) Dari
Kecamatan Selupu Rejang dan (b)
Kecamatan Tugumulyo
(Sumber: Dokumentasi Pribadi,
2018)
Hasil variasi morfologi
pada sampel batang semu di
kedua wilayah dapat di lihat
pada Tabel 4.4 sebagai berikut:
Tabel 4.4 Variasi Morfologi
Batang Semu Lengkuas
(Alpinia galanga) Variasi
morfologi
Dataran
tinggi
(Kecamatan
Selupu
Rejang)
Dataran Rendah
(Kecamatan
Tugumulyo)
Panjang
batang
49,5 cm 110 cm
Jenis batang Semu Semu
Bentuk
batang
Bulat Bulat
Warna batang Hijau
keputihan
Hijau keputihan
Jenis
percabangan
Monopodial Monopodial
Tekstur
batang
Basah Basah
Arah tumbuh
batang
Tegak lurus Tegak lurus
Hasil variasi anatomi
pada sampel batang semu di
kedua wilayah dapat di lihat
pada Tabel 4.5 sebagai berikut:
Tabel 4.5 Variasi Anatomi
Batang Semu Lengkuas
(Alpinia galanga) Variasi
anatomi
Dataran Tinggi
(Kecamatan
selupu Rejang)
Dataran Rendah
(Kecamatan
Tugumulyo)
Jaringan
epidermis
batang
(caulis)
semu
Deskripsi 1. bentuknya
segilima dan
bulat dan
lonjong
2. susunan nya
sangat rapat
1. Dari bentuk
jaringan
epidermis nya
sangat beragam
mulai dari
lonjong, bulat,
Panjang
batang
a b
3. ukuran
jaringan
epidermisnya
masih
bervariasi
mulai dari
kecil sampai
besar.
segi lima ada
juga segi enam
2. Susunan nya
rapat
3. Ukurannya
relatif kecil dan
susah untuk
diamati dan hal
tersebut karena
batang memiliki
warna hijau
yang pekat dan
serat yang
banyak.
Hasil pengamatan dan
pengukuran morfologi pada
batang lengkuas yang
tergolong batang semu, pada
sampel A yang ada pada
dataran tinggi memiliki batang
lebih pendek. Pada sampel B
batang lengkuas yang ada
didataran rendah memiliki
ukuran lebih panjang dan
besar. Secara kesluruhan
morfologi batang lengkuas dari
kedua tempat yang berbeda
ketinggian relatif sama.
c. Morfologi dan Anatomi
Rimpang (Rhizoma)
Berikut hasil pengamatan
sampe rimpang lengkuas di
kedua wilayah dataran tinggi
dan dataran rendah dapat di
lihat pada gambar 4.5 sebagai
berikut:
Gambar 4.5 (a) Sampel Rimpang
Lengkuas (Alpinia galanga) di
Kecamatan Selupu Rejang dan (b)
Sampel di kecamatan Tugumulyo
(Sumber: Dokumentasi pribadi,
2018)
Hasil pengamatan
morfologi rimpang lengkuas
dapat di lihat pada Tabel 4.6
berikut:
Tabel 4.6 Variasi Morfologi
Rimpang Lengkuas (Alpinia
galanga) Variasi
morfologi
Dataran tinggi
(Kecamatan
Selupu Rejang)
Dataran Rendah
(Kecamatan
Tugumulyo)
Panjang
rimpang
5,9 cm 6,8 cm
Lebar
rimpang
2,9 cm 2,7 cm
Bentuk
rimpang
Silindris Silindris
Warna kulit Coklat agak
kemerahan atau
kuning
kehijauan pucat
jika sudah tua
Coklat agak
kemerahan atau
kuning kehijauan
pucat pucat jika
sudah tua
Warna
daging
rimpang
Putih Putih
Variasi anatomi sampel
rimpang lengkuas dapat di lihat
pada Tabel 4.7 sebagai berikut:
a
b
b
Tabel 4.7 Variasi Anatomi
Rimpang Lengkuas
(Alpinia galanga) Variasi
anatomi
Dataran Tinggi
(Kecamatan
selupu Rejang)
Dataran
Rendah
(Kecamatan
Tugumulyo)
Jaringan
epidermis
rimpang
(rhizoma)
Deskripsi 1. Bentuknya ada
yang bulat
besar, segi
empat segi
lima, segi
enam.
2. Susunan
terlihat sangat
berantakan.
3. terdapat
senyawa fenol
yang berwarna
kekuning-
kuningan.
Berguna
sebagai anti
jamur, tersebar
tidak terlalu
banyak dan
tidak jelas
warna nya.
1. Berbentuk segi
lima, bulat,
segi tiga
2. Susunan nya
tak beraturan.
3. Diantara sel
tersebut ada
senyawa fenol
yang berwarna
kekuning-
kuningan yang
sedikit lebih
jelas. Senyawa
tersebut
berguna
sebagai anti
jamur, dan
tersebar cukup
banyak.
Hasil pengamatan pada
sampel rimpang lengkuas dari
kedua tempat yaitu Kecamatan
Selupu Rejang dan Kecamatan
Tugumulyo menunjukan
bahwa secara morfologi jelas
sekali perbedaan antara kedua
sampel tersebut. Di mana
sampel A memiliki ukuran
rimpang yang lebih kecil,
selain itu buku-buku yang ada
pada luar rimpang antara ruas
satu dengan yang selanjutnya
memiliki jarak yang dekat.
Berbeda dengan sampel B atau
sampel lengkuas yang ada di
Kecamatan Tugumulyo, pada
sampel rimpang lengkuas ini
memiliki ukuran yang lebih
besar di bandingkan dengan
yang sampel A, selain itu
buku-buku antara ruas satu
dengan selanjutnya memiliki
jarak yang tidak terlalu dekat.
d. Akar (radix)
Hasil pengamatan
morfologi pada sampel akar
dari kedia wilayah dapat dilihat
pada gambar 4.6 berikut:
Gambar 4.6 (a) Sampel Akar Dari
Kecamatan Selupu Rejang dan (b)
Sampel Kecamatan Tugumulyo
(Sumber: Dokumentasi Pribadi,
2018)
a b b
hasil pengamatan
morfologi pada sampel akar
dapat di lihat pada Tabel 4.8
berikut:
Tabel 4.8 Variasi Morfologi
Akar Lengkuas (Alpinia
galanga)
Variasi yang
Diamati
Dataran
tinggi
(Kecamatan
Selupu
Rejang)
Dataran
Rendah
(Kecamatan
Tugumulyo)
Tipe akar Serabut Serabut
Bentuk akar Bulat
memanjang
Bulat
memanjang
Berdasarkan hasil
hasil pengamatan morfologi
akar pada lengkuas,
menunjukan bahwa akar
lengkuas merupakan akar
serabut dengan bentuk bulat
memanjang, namun secara
morfologi sampel akar dari
kedua tempat memiliki ukuran
berbeda, akar sampel A atau
yang ada didataran tinggi
memiliki akar yang lebih
panjang namun ukuran nya
kecil, sedangkan sampel B
yang ada didataran rendah
memiliki ukuran yang lebih
besar namun tidak terlalu
panjang.
2. Booklet Dalam Mata Kuliah
Morfologi dan Antomi
Tumbuhan
Berikut merupakan hasil
validasi dan uji coba kelompok
kecil dari ketiga ahli, yaitu ahli
bahasa, ahli media, ahli materi
dan mahasiswa sebagai berikut:
Gambar 4.7 Hasil Uji Coba
Kelompok Kecil
Booklet ini dibuat
sebagai sumber belajar bagi
mahasiswa dan kalangan
umum untuk menambah
wawasan atau informasi
mengenai morfologi dan
anatom lengkuas. Booklet yang
telah dibuat kemudian
divalidasikan kepada tiga ahli,
0
20
40
60
80
100
yaitu ahli bahasa, ahli media,
dan ahli materi morfologi dan
anatomi dengan menggunakan
kuesioner (angket).
D. Pembahasan
hasil dari penelitian tanaman
lengkuas yang telah diamati dan
diukur kemudian dijelaskan dalam
pembahasan berikut:
1. Variasi Morfologi dan
Anatomi Lengkuas (Alpinia
galanga)
Sampel lengkuas dari
Kabupaten Rejang Lebong di
ambil di Desa Karang Jaya
Kecamatan Selupu Rejang.
Desa Karang Jaya memiliki
ketinggian 1113 mdpl,
dengan skala kelembaban 76
%, suhu udara 27 oC, dan pH
tanah 6. Pada pengambilan
sampel lokasi untuk
pengambilan sampel adalah
di halaman belakang rumah
warga setempat. Kegiatan
sampling di lakukan di
Kecamatan Selupu Rejang
pada tanggal 29 juli 2018
pukul 10.00-18.00 WIB.
Sampel di ambil sebanyak 5
sampel yang sesuai dengan
kriteria yang di inginkan dan
kemudian di samakan dari
kedua tempat. Sampel di
ambil berdasarkan hasil
wawancara dengan pemilik
tanaman lengkuas tersebut
guna mengetahui informasi
tentang lengkuas tersebut
yang ia tanam. Meliputi
varietas lengkuas apa yang
ditanam, perlakuan yang di
berikan berupa apa, umur
tumbuhan lengkuas dan
penggunaan pupuk apa.
Setelah itu sampel diambil
dan untuk penelitian ini
sampel yang berasal dari
Desa Karang jaya diberi
inisial A sedangkan yang
berasal dari Desa E
Wonokerto diberi inisial B.
Kegiatan sampling di
Desa E Wonokerto dilakukan
pada tanggal 31 juli 2018
pada pukul 10.00-18.00 WIB.
Desa E Wonokerto memiliki
ketinggian mencapai 136
mdpl, dengan skala
kelembaban 62 %, suhu udara
yaitu 33 oC, dan pH tanah 6
yang tergolong asam. Sampel
ini diambil dipekarangan
rumah warga setempat,
tepatnya dihalaman depan
rumah warga. Lengkuas yang
tumbuh ditempat subur tinggi
batang bisa mencapai 2-2,5
meter bahkan lebih dan
daunnya juga lebih panjang
dan lebar. Seperti sampel
yang berada di Kecamatan
Tugumulyo. Sedangkan yang
tumbuh pada tempat yang
tidak subur memiliki batang
yang pendek dan daunnya
lebih kecil. Sampel yang
diperoleh kemudian dibawa
ke Laboratorium STKIP-
PGRI Lubuklinggau untuk
dilakukan pengamatan variasi
morfologi dan anatominya.
Sampel yang diambil dari
satu tempat dan yang berumur
sama yaitu berumur 9 bulan, serta
perlakuan yang diberikan sama.
Penduduk setempat menyebutkan
bahwa lengkuas yang sudah
memiliki rimpang yaitu yang
berumur 3-4 bulan. Variasi
morfologi yang dilakukan
berdasarkan pada karakter
morfologi menurut Tjitrosoepomo
(2007).
a. Daun (Folium)
Dari hasil pengukuran
yang telah di lakukan pada
sampel daun lengkuas,
menunjukan bahwa variasi
morfologi daun lengkuas dari
Kecamatan Selupu Rejang
memiliki ukuran panjang daun
dan lebar daun yang lebih kecil
di bandingkan dengan sampel
daun yang ada di kecamatan
Tugumulyo, di mana sampel
yang ada berasal dari
Kecamatan Tugumulyo
memiliki ukuran panjang dan
lebar yang lebih besar. Hal
tersebut sependapat dengan
Nurmasari dan Djumali
(2011:48), bahwa ketinggian
tempat berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman,
semakin tinggi tempat
penanaman, tinggi tanaman
dan ukuran daun semakin
menurun. Hal ini di sebabkan
oleh adanya unsur-unsur iklim
diantara perbedaan lokasi
atau tempat tersebut, dimana
unsur-unsur iklim sangat
mempengaruhi proses fisiologi
tanaman.
Selain itu daun yang
diukur adalah daun yang
memiliki ukuran terbesar
diantara daun lainnya dalam
satu batang, dan pengulangan
dilakukan sebanyak 3x untuk
mendapatkan nilai rata-rata
panjang daun dan lebar daun.
Hal tersebut dibuktikan dengan
hasil pengukuran yang telah
dilakukan yaitu pada sampel
daun yang diukur dari
Kecamatan Selupu Rejang
memiliki ukuran panjang
dengan rata-rata 27 cm dengan
lebar daun rata-rata 7 cm.
Sedangkan pada sampel daun
lengkuas yang ada di
Kecamatan Tugumulyo
memiliki ukuran panjang
dengan rata-rata 35,1cm
dengan lebar daun rata-rata
8,74 cm. Selain pengukuran
hasil pengamatan menunjukan
bahwa daun lengkuas dari
kedua tempat relatif sama,
hanya saja yang berbeda pada
sampel daun lengkuas di
Kecamatan Selupu Rejang
pada sampel A1 dan A2
memiliki bercak atau bintik
kuning pada daun lengkuas
tersebut. Sedangkan sampel
daun di Kecamatan Tugumulyo
memiliki warna daun hijau
pekat.
Selain itu variasi
pengamatan juga dilakukan
yaitu bangun daun lanset
(Lanceolatus), tepi daun rata,
ujung daun runcing, pangkal
daun tumpul (obtusus),
pertulangan daun menirip dan
tekstur permukaan nya licin,
serta lengkuas memilki tipe
daun lengkap. Perbandingan
kedua sampel daun lengkuas
yang ada di dataran tinggi dan
dataran rendah, diketahui
bahwa ketinggian tempat dapat
mempengaruhi faktor abiotik
untuk tanaman lengkuas
tersebut. Sampel lengkuas yang
ada di Kecamatan Tugumulyo
memiliki ukuran yang lebih
besar dari pada sampel
lengkuas yang ada di
Kecamatan Selupu Rejang hal
tersebut di karenakan
Kecamatan Tugumulyo
merupakan wilayah yang dapat
di katakan telah memenuhi
kriteria syarat tumbuh tanaman
lengkuas.
Selain variasi morfologi
daun lengkuas, variasi anatomi
yang diamati yaitu jaringan
epidermis. Struktur yang
diamati merupakan bentuk sel,
dan juga stomata pada daun
lengkuas tersebut. Sampel daun
dari Kecamatan Selupu Rejang
menunujukan bahwa jaringan
epidermisnya memiliki ukuran
yang relatif kecil di
bandingkan dengan yang di
Kecamatan Tugumulyo, dan
bentuk yang berbeda-beda.
Setelah diamati di bawah
mikroskop cahaya bentuknya
ada yang segi lima, bulat, dan
lonjong. Jika dilihat dari
keseluruhan dapat dilihat
bahwa bentuk bulat kecil dan
lonjong lebih menonjol dan
sangat rapat sehingga tidak ada
ruang antar sel.
Selain jaringan epidermis
terdapat pula stomata pada
tumbuhan yang terdapat di
daun. Pengamatan yang
dilakukan pada sampel
Kecamatan Selupu Rejang,
ukuran stomatanya yang sama
dengan jaringan epidermisnya,
letak beraturan (sejajar) pada
satu barisnya. Dan jumlah
stomatanya tidak terlalu
banyak,hal tersebut telah
disebutkan oleh Hamzah
(2010:19-20), ia menyatakan
bahwa bagian tumbuhan yang
dipengaruhi oleh faktor
lingkungan termasuk
(ketinggian tempat) salah
satunya adalah anatomi
stomata. Anatomi stomata
meliputi tipe, ukuran,
kerapatan dan indeks stomata.
Hasil dari pengamatan sampel
yang diambil di Kecamatan
Tugumulyo, jaringan
epidermisnya memiliki ukuran
yang besar dan jelas, serta
bentuknya beragam ada yang
segi lima, bulat, lonjong,
namun bentuk segi lima lebih
menonjol. Hal tersebut juga
dipengaruhi oleh ukuran
rimpang yang besar sehingga
ukuran jaringan epidermisnya
juga besar dan jelas.
Sedangkan stomatanya
dalam setiap baris dapat
terlihat jelas dan jumlahnya
cukup banyak karena daun
yang cukup lebar dan panjang,
dan juga letaknya tidak
beraturan, ukuran stomata
sama dengan ukuran jaringan
epidermis yaitu lebih besar dari
sampel di Kecamatan Selupu
Rejang. Pada saat pengamatan
stomata dalam keadaan terbuka
hal tersebut dikarenakan saat
pengamatan sampel diambil
dan diamati saat siang hari
stomata pada tumbuhan pada
umumnya membuka pada saat
matahari terbit dan menutup
pada saat hari gelap, sehingga
memungkinkan masuknya
CO2yang diperlukan saat
proses fotosintesis pada siang
hari. Pada umumnya stomata
membuka memerlukan waktu
hingga satu jam dan menutup
kembali secara bertahap
sepanjang sore (Hamzah,
2010:21).
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa sampel
jaringan epidermis daun
lengkuas di dataran rendah
memiliki ukuran yang lebih
besar dan terlihat sangat jelas,
bentuknya juga yang beragam,
ada yang bulat, segi lima,
lonjong. Seperti penelitian
yang dilakukan oleh Anu, dkk
(2017:72), dari hasil
pengamatannya pada daun
jarak pagar yang memiliki
bentuk sel epidermis segi lima,
segi enam, dan ada yang
berbentuk tidak beraturan.
Sedangkan stomata susunannya
yang tidak beraturan dalam
setiap barisnya namun
jumlahnya cukup banyak dan
ukurannya sama dengan sel
epidermis.
Sampel jaringan
epidermis di dataran tinggi
sangat rapat dan ukurannya
relatif kecil serta bentuknya
yang tidak jelas. Hal tersebut
telah dinyatakan Hamzah
(2010:53) bahwa tanaman yang
tumbuh pada ketinggian atau
pada kondisi kekeringan akan
mengurangi jumlah stomata
sehingga menurunnya laju
kehilangan air. Sehingga untuk
daerah Kecamatan Selupu
Rejang otomatis suhu udaranya
rendah dan menyebabkan
stomata menjadi lebih banyak
agar proses transpirasi tetap
dapat berlangsung, dan sampel
diKecamatan Tugumulyo
jumlah stomata sama relatif
hampir sama hal tersebut
dikarenakan daun memiliki
ukuran yang lebih panjang dan
lebar sehingga dapat
mengimbangi proses evaporasi
(penguapan) sehingga
tumbuhan tidak menjadi kering
dan kekurangan air.
b. Batang (Caulis) Semu
Variasi morfologi yang
diukur pada batang lengkuas
adalah panjang batangnya yang
merupakan pelepah-pelepah
daun dari tanaman lengkuas
tersebut atau batang semu.
Batang lengkuas yang dari
dataran tinggi memiliki ukuran
yang lebih pendek dan kecil di
bandingkan dengan sampel
batang yang ada di dataran
rendah. Setelah di lakukan
pengukuran pada batang
lengkuas yang ada di dataran
tinggi panjang batang rata-rata
adalah 49,5 cm sedangkan
yang ada di dataran tinggi
panjang batang mencapai 110
cm. Pada variasi morfologi lain
diamati dari kedua sampel
relatif sama yaitu jenis batang
semu, bentuk batang bulat,
warna pelepah hijau keputihan,
jenis percabangan monopodial,
tekstur batang basah, dan
Lengkuas memiliki batang
yang tegak lurus dan tingginya
mencapai 2-2,5 m (Sugiaman,
2015:13).
Selanjutnya variasi yang
diamati yaitu variasi anatomi
pada sampel batang lengkuas,
Dari hasil pengamatan susunan
jaringan epidermis pada batang
lengkuas di kedua daerah
memiliki bentuk, ukuran dan
susunan yang berbeda. Hal
tersebut di karenakan kedua
daerah memiliki faktor abiotik
yang berbeda, sehingga dapat
menyebabkan tumbahan yang
varietasnya sama namun secara
morfologi dan anatomi
memiliki perbedaan.
Begitu pula pada batang
lengkuas yang di ambil dari
kedua daerah yaitu di
Keamatan Selupu Rejang dan
Kecamatan Tugumulyo yang
memiliki perbedaan pada
ketinggian. Kedua batang
tersebut memiliki perbedaan
baik dari morfologi maupun
anatominya. Jaringan
epidermis dari batang lengkuas
dari kedua daerah. Dapat
dilihat bahwa kedua nya
memiliki bentuk, ukuran yang
beragam dan tak beraturan, ada
yang segi lima, lonjong, segi
empat dan bulat. Sampel dari
Kecamatan Selupu Rejang rata-
rata memiliki bentuk segilima
dan bulat dan susunannya
sangat rapat baik pada bagian
tepi dan tengah serta ukuran
jaringan epidermisnya masih
bervariasi mulai dari kecil
sampai besar. Untuk
pengamatan jaringan epidermis
maka tidak ditemukannya
ruang antar sel pada jaringan
ini.
Sedangkan sampel yang
diambil dari kecamatan
Tugumulyo jaringan
epidermisnya memiliki ukuran
yang relatif kecil dan susah
untuk diamati dan sangat rapat
hal tersebut karena batang
memiliki warna hijau yang
pekat dan serat yang banyak.
Bentuk jaringan epidermisnya
sangat beragam mulai dari
lonjong, bulat, dan dan segi
lima. Jaringan epidermis itu
sendiri berfungsi untuk
melindungi jaringan dari
lingkungan luar, serta berperan
dalam pengaturan pertukaran
gas pada daun dan permukaan
luarnya dilapisi oleh kutikula
(Anu, 2017:70). Selain jaringan
epidermis pada sampel batang
di Kecamatan Tugumulyo ini
terdapat stomata yang sangat
rapat pada setiap barisnya.
Seperti pernyataan Hamzah
(2010:18), bahwa stomata
biasanya ditemukan pada
bagian tumbuhan yang
berhubungan dengan udara,
terutama di daun, batang dan
rhizoma. Stomata juga terdapat
pada mahkota bunga, daun
buah, tangkai sari, dan biji
tetapi biasanya stomata
tersebut tidak berfungsi.
c. Rimpang (Rhizoma)
Variasi sampel
rimpang yang diukur dari
kedua wilayah yang berbeda
ketinggian tempat tersebut
yaitu meliputi panjang dan
lebar reimpang tersebut.
Setelah dilakukan pengukuran
sampel rimpang yang memiliki
ukuran dengan ukuran besar
yaitu sampel rimpang yang ada
di kecamatan Tugumulyo,
sedangkan sampel rimpang
yang ada di Kecamatan Selupu
Rejang ukuran rimpangnya
lebh kecil. Ukuran sampel
rimpang di kecamatan
tugumulyo mencapai 6,8 cm
dengan lebar rimpang yaitu 2,7
cm. Sedangkan sampel
lengkuas yang ada di
Kecamatan Selupu Rejang
memiliki ukuran dengan
panjang 5,9 cm dan lebar
rimpang 2,9 cm. Hal tersebut
disebabkan lengkuas tergolong
tanaman yang dapat hidup di
daerah dataran rendah hingga
daerah dataran tinggi sekitar
1.200 mdpl (Sugiaman,
2015:13).
Selain pengukuran,
pengamatan morfologi juga di
lakukan untuk melihat seperti
bentuk rimpang silindris,
warna kulit coklat agak
keputihan, dan warna daging
rimpang putih. Pada sampel
rimpang di Kedua wilayah
tersebut terdapat buku-buku
pada rimpang yang berfungsi
untuk melindungi daging
rimpang tersebut. Rimpang
pada Kecamatan Selupu
Rejang memiliki buku-buku
dengan jakrak ruas satu ke
selanjutnya tidak terlalu
panjang sedangkan sampel
rimpang Tugumulyo buku-
bukunya dari jarak ruas satu ke
ruas selanjutnya memiliki jarak
yang cukup panjang.
Perbandingan dari
kedua tempat terlihat pada
ukuran rimpang dimana sampel
yang yang diambil di
Kecamatan selupu Rejang
ukuran rimpangnya kecil
berbeda dengan sampel dari
Kecamatan Tugumulyo yang
memiliki ukuran lebih besar
hal tersebut sependapat dengan
Haryanti (2010:41), bahwa
respon tumbuhan sebagai
akibat dari faktor lingkungan
terlihat pada penampilan
tumbuhan. Tumbuhan berusaha
merespon kebutuhan
khususnya selama siklus
hidupnya, jika kondisi
lingkungan tersebut tidak
mendukung. Tanggapan ini
dapat berupa morfologis,
fisiologis, dan anatomis.
Tanaman yang memiliki
genotip yang sama, dalam
lingkungan yang berbeda,
penampilan dapat berbeda
pula. Termasuk ketinggian
tempat yang berbeda akan
mempengaruhi morfologi dan
anatomi pada tanaman
dikarenakan pada ketinggian
tempat yang berbeda terdapat
faktor iklim yang ikut berbeda
sehingga penampilan pada
tanaman akan ikut
mempengaruhi. Namun, untuk
warna kulit rimpang lengkuas
dan warna daging lengkuas
dari kedua tempat relatif sama.
Hasil pengamatan
variasi anatomi pada rimpang
lengkuas (Alpinia galanga) di
Kecamatan Selupu Rejang,
jaringan epidermis rimpang
lengkuas tersebut memiliki
bentuk yang beragam mulai
dari bulat besar, segi lima, segi
enam, segi empat. Namun,
karena bentuknya yang tidak
teratur sehingga jaringan
epidermisnya terlihat sangat
berantakan. Sel tersebut juga
memiliki ukuran yang relatif
kecil hal tersebut dikarenakan
ukuran rimpang tidak terlalu
besar seperti di Kecamatan
Tugumulyo. Dimana sampel
yang diambil di Kecamatan
Tugumulyo jaringan
epidermisnya memiliki ukuran
yang cukup besar dan jelas
serta bentuknya yang bervariasi
mulai dari bentuk segi lima,
bulat, segi tiga, dan tak
beraturan. Diantara sel tersebut
ada juga sel yang berwarna
putih kekuningan-kuningan
yang berbentuk seperti kristal
yang disebut senyawa fenol
dan berguna sebagai anti
jamur. Sel yang bentuknya
seperti kristal tersebut tersebar
susunannya tidak beraturan
yang terdapat diantara jaringan
epidermis lain. Pada senyawa
tersebut dari kedua sampel
yang telah di amati
menunjukan sampel yang
berasal dari Kecamatan
Tugumulyo lebih terlihat jelas
dan cukup banyak dengan
varietasnya juga sama yaitu
lengkuas putih.
Seperti penelitian
yang dilakukan oleh Salni dkk
(2013:305), yaitu hasil uji
bioautografi fan penentuan
golongan senyawa aktif pada
fraksi n-heksan pada plat silika
gel DF254 setelah disemprot
dengan H2SO4 timbul bercak
berwarna juning dengan nilai
Rf 0,9, ini menunjukan bahwa
didalam fraksi n-heksan
terdapat senyawa fenol. Pada
kromatogram bercak warna
kuning menunjukan senyawa
aktif terhadap Candida
albicans. Zona bening yang
terbentuk di kromatogram
memiliki diamater 15 mm. Ini
bererti senyawa fenol yang
terdapat didalam rimpang
lengkuas putih merupakan
senyawa anti jamur Candida
albicans.
d. Akar (Radix)
Hasil pengukuran pada
sampel akar baik di
Kecamatan Selupu Rejang dan
Kecamatan Tugumulyo relatif
sama, dari tipe akar, dan
bentuk akar. Hasil pengamatan
variasi morfologi sampel akar
lengkuas yang ada di
Kecamatan Selupu Rejang dan
Kecamatan Tugumulyo relatif
sama yaitu merupakan akar
serabut, karena lengkuas
tergolong tumbuhan monokotil
dan bentuk akarnya bulat
memanjang. Namun sampel
akar dari Kecamatan Selupu
Rejang akarnya memiliki akar
halus lebih banyak seperti
benang-benang dan akar nya
lebih panjang sedangkan akar
yang ada di Kecamatan
Tugumulyo memiliki akar yang
cukup besar dan jelas. Hal
tersebut sependapat dengan
Patricia dkk (2013:59) bahwa
pada umumnya tanaman
dengan irigasi yang baik
memiliki akar yang panjang
dibandingkan dengan tanaman
yang tumbuh di tempat yang
kering. Namun, panjang akar
berkaitan dengan ketahanan
tanaman pada saat terjadi
kekurangan air.
Hal ini disebabkan pada
saat kekurangan air, tanaman
akan memanjangkan akarnya
sampai kelapisan tanah yang
memiliki ketersediaan air yang
cukup, sehingga tanaman
tersebut dapat bertahan hidup.
Sampel dari Kecamatan
Tugumulyo lebih jelas yaitu
agak sedikit besar, hal tersebut
dikarenakan dataran rendah
lebih cocok untuk tumbuhan
lengkuas sehingga akar bisa
tumbuh dengan maksimal.
Dalam proses pertumbuhannya
akar juga dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor abiotik
seperti intensitas cahaya, suhu
yang rendah dapat
menyebabkan proses
pertumbuhan nya tidak
maksimal sehingga akar akan
terlihat lebih kecil dan halus
meskipun dengan umur yang
sama seperti sampel dari
Kecamatan Selupu Rejang.
2. Booklet Dalam Mata Kuliah
Morfologi dan Antomi
Tumbuhan
Booklet ini dibuat
sebagai sumber belajar bagi
mahasiswa dan kalangan
umum untuk menambah
wawasan atau informasi
mengenai morfologi dan
anatomi lengkuas. Booklet
yang telah dibuat kemudian di
validasikan kepada tiga ahli,
yaitu ahli bahasa, ahli media,
dan ahli materi dan kelompok
kecil pada mahasiswa
morfologi dan anatomi dengan
menggunakan kuesioner
(angket). Validasi dilakukan
hanya satu kali saja karena
tujuan dari penelitian ini adalah
membuat booklet sebagai
sumber belajar bukan bahan
ajar. Booklet dibuat hanya
sebagai produk dari hasil
penelitian tersebut.
Validasi booklet
dilakukan untuk menilai
susunan dalam pebuatan
booklet hasil penelitian
Variasi Morfologi dan
Anatomi lengkuas (Alpinia
galanga) Berdasarkan
Perbedaan Ketinggian
Tempat. Validasi dilakukan
oleh tiga ahli, yaitu ahli
Bahasa oleh Ibu Dr. Rusmana
Dewi, M.Pd. kemudian ahli
media atau desain oleh bapak
Leo Charli. M.Pd. dan ahli
materi oleh ibu Reny Dwi
Riastuti, M.Pd.Si.
Dalam penilaian dari
hasil validasi booklet tersebut
juga memiliki kelemahan di
beberapa bagian booklet yang
disusun, namun telah direvisi
dan disempurnakan sesuai
dengan saran dari tim
validator. Saran yang
diberikan sebagai berikut:
a. Ahli Bahasa
Saran yang diberikan
yaitu dalam penggunaan
kalimat yang efetif seperti
kata pada, yang, akan, kan
harus dihindari atau jangan
terlalu sering
menggunakan kata
tersebut. Tata cara
penulisan baik spasi,
huruf, dalam penggunaan
bahasa. Informasi yang
yang diberikan dalam
booklet tersebut haruslah
berfokus pada apa yang
menjadi hasil dari
penelitian mengenai
“Variasi Morfologi dan
Anatomi Lengkuas
(Alpinia galanga)
Berdasarkan Perbedaan
Ketiinggian Tempat”.
b. Ahli Media/Desain
Ahli media
menyarankan dalam
penggunaan warna font
pada sampul yang tidak
terlalu jelas sehingga
disarankan untuk
memperbaiki warna font
agar bila dibaca dapat jelas
baik warna font danukuran
font. Kemudian untuk jenis
kertas sampul yang
digunakan harus tebal atau
bisa menggunakan kertas
foto agar kualitas gambar
pada sampulnya terlihat
bagus dan menarik.
c. Ahli Materi
Saran yang diberikan
berupa perbaikan tata tulis.
Dimana masih sangat
banyak sekali tata cara
penulisan yang salah, spasi
juga kurang diperhatikan,
kemudian ukuran font
dalam tabel juga tidak
boleh teralu kecil. Dalam
penggunaan istilah-istilah
didalam booklet juga harus
diperbaiki misalnya seperti
nama latin pada bagian
tumbuhan.
d. Penilaian Mahasiswa
Berdasarkan penilaian
angket adalah mahasiswa
biologi yang telah
menempuh mata kuliah
morfologi dan anatomi
tumbuhan. Penilaian yang
di lakukan merupakan uji
coba skala kecil
menggunakan 10
mahasiswa. Persentase
penilaiannya adalah 92,5
%. Tidak ada kritik dan
saran yang di berikan,
yang artinya booklet telah
di anggap praktis untuk di
gunakan sebagai informasi
dan sumber belajar bagi
mahasiswa khususnya
dalam mata kuliah
morfologi dan anatomi
tumbuhan.
Hal tersebut
sependapat dengan
Ernawati (2014:64), bahwa
uji coba kelompok kecil
berjumlah 9 orang. Dan
sependapat dengan Avisha
(2017:71), bahwa
pentingnya di lakukan uji
coba produk pada skala
kecil terlebih dahulu untuk
mengantisipasi kesalahan
yang dapat terjadi.
Saran yang diberikan
dari tim validator telah
direvisi dan di sempurnakan
sesuai dengan saran yang
diberikan, kemudian hasil
skor yang didapat dari hasil
kuisioner atau angket
dilakukan perhitungan dan
didapatkan hasil data
perhitungan untuk aspek
bahasa dalam tabel 4.17
menunjukan bahwa
persentase mencapai 72,5 %,
artinya dari hasil persentase
tersebut dari segi aspek
bahasa yang digunakan dalam
booklet dapat dikatakan
layak atau baik. Aspek bahasa
tersebut telah divalidasikan
kepada ahli bahasa yaitu ibu
Dr. Rusmana dewi, M. Pd,
yang merupakan dosen
bahasa dan sastra di Sekolah
Tinggi Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Persatuan Guru
Republik Inonesia (STKIP-
PGRI Lubuklinggau).
Hasil perhitungan
untuk aspek media/desain
booklet tentang variasi
morfologi dan anatomi
lengkuas (Alpinia galanga),
bahwa persentase mencapai
82,5%, artinya dari segi aspek
media/desain dikatakan layak.
Aspek media tersebut
divalidasikan oleh ahli media
yaitu bapak Leo Charli, M.Pd
sebagai ahli media.
Aspek materi
divalidasikan kepada ibu
Reny Dwi Riastuti, M.Pd.Si
yang merupakan Dosen
Pendidikan Biologi dengan
mengampu mata kuliah
morfologi tumbuhan di
Sekolah Tinggi Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Persatuan
Guru Republik Inonesia
(STKIP-PGRI
Lubuklinggau). Hasil
persentase booklet yang telah
divalidasi mencapai 87,6 %.
Artinya dari segi aspek materi
booklet yang dibuat layak
untuk digunakan.Secara
keseluruhan hasil-hasil
tersebut kemudian di
dapatkan nilai rata-rata 81%.
Dimana skor 81 %
menunjukan bahwa booklet
yang telah dibuat sangat
layak untuk diuji cobakan
kepada Mahasiswa Biologi
yang telah menempuh mata
kuliah Morfologi dan
Anatomi Tumbuhan. Pada
tahapini untuk mengetahui
keterbatasan booklet yang
meliputi kemudahan,
kemenarikan, dan
keterpahaman. Hasil
penilaian kuantitatif dari
mahasiswa mendapatkan
persentase 92,5 %.
E. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian
dapat di simpulkan bahwa:
1. Variasi morfologi dari kedua
tanaman lengkuas (Alpinia
galanga) yang berbeda wilayah
serta ketinggian tempat yang
berbeda menghasilkan tanaman
yang berbeda. Hasi penelitian
yang dilakukan menunjukan
bahwa sampel tanaman yang
berada didataran rendah lebih
bagus, dibuktikan dengan batang
yang lebih tinggi, kemudian
ukuran daun lebih panjang dan
lebih lebar, serta warna daun juga
lebih hijau. Dengan rimpang yang
memiliki ukuran lebih besar, dan
akar yang besar.Dari segi
Anatomi sampel dikedua wilayah
memiliki bentuk sel epidermis
yang bervariasi, ada yang segi
empat, segi lima, segi enam, bulat,
lonjong, dengan kerapat berbeda,
serta jumlah stomata yang
berbeda ada yang 7 dan yang 10.
2. Presentase hasil penilaian booklet
secara keseluruhan dari segi
bahasa, media, dan materi,
didapatkan nilai rata-rata yaitu
81%. Dan hasil penilaian angket
kepada Mahasiswa Biologi secara
keseluruhan mencapai 92,5 %.
Sehingga dapat dikatakan bahwa
desain booklet yang telah dibuat
sudah baik dan sangat layak.
DAFTAR PUSTAKA
Anu, O. Rampe, L. H. & Pelealu, J.
J. (2017). Struktur Sel Epidermis
dan Stomata Daun Beberapa
Tumbuhan Suku Euphorbiaceae.
Jurnal MIPA UNSRAT ONLINE.
6 (1) 69-73.
Avisha, P. Kurniawan, D. A. &
Rahayu, M. H. (2017).
Pengembangan Media
Pembelajaran Booklet Pada
Materi Sistem Imun Terhadap
Hasil Belajar Siswa Kelas XI
SMAN 8 PONTIANAK. Jurnal
Bioeducation. 4. 1. 64-73.
Ernawati. (2011). Pengaruh Ekstrak
Rimpang Lengkuas (Languas
galanga) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri
(Staphylococcus aureus dan
Escherichia coli dan JAMUR
Candida albicans. Makasar:
Skripsi Program Studi Biologi
Universitas Islam Negeri
Alauddin makasar.
Ernawati. (2014). Pengembangan
Perangkat Pembelajaran
Berdasarkan Model 4-D Pada
Materi Getaran Gelombang dan
Bunyi Dalam Meningkatkan
Pemahaman Konsep Siswa SMP
Negeri 6 Palu. Jurnal Sains dan
Teknologi Tadulako. 3. 1. 62-71.
Hamzah, F, M. (2010). Studi
Morfologi dan Anatomi Daun
Edelweis Jawa (Anaphalis
javanica) Pada Zona Ketinggian
Yang Berbeda di Taman
Nasional Bromo Tengger
Semeru. Skripsi Jurusan Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang.
Haryanti, S. (2010). Pengaruh
Nauangan Yang Berbeda
Terhadap Jumlah Stomata dan
Ukuran Porus Stomata Daun
Zephyranthes rosea Lindl,
BulletinAnatomi dan Fisiologi,
XVIII (I).
Nurmasari, E. &Djumali. (2010).
Pengaruh Kondisi Ketinggian
Tempat Terhadap Produksi dan
Mutu Tembakau Temanggung.
Malang: Jurnal Balai Penelitian
Tanaman Tembakau dan Serat.
3. 2. 71-79.
Sa’adah, L. (2015). Karakterisasi
Morfologi dan Anatomi Selada
Air (Nasturtium spp.) Di
Kabupaten Batang dan
Semarang Sebagai Sumber
Belajar Dalam Mata Kuliah
Morfologi dan Anatomi
Tumbuhan. Semarang: Skripsi
Program Studi Biologi
Universitas Islam Negeri
Walisongo Semarang.
Salni. Aminasih, N. dan Sriviona, R.
(2013). Isolasi Senyawa
Antijamur Dari Rimpang
Lengkuas Putih (Alpinia
galanga (L.) Willd) dan
Penentuan Konsentrasi Hambat
Minimum Terhadap Candida
albicans. Jurnal Prosidin Semirf
FMIPA Universits Lmpun:
Jurusan Biologi FMIPA Unsri.
Setyosari, P. (2013). Metode
Penelitian Pendidikan dan
Pengembangan. Jakarta Prenada
Media Group.
Sugiaman, H. L. (2015). Daya
Antibakteri Ekstrak Rimpang
Lengkuas Merah (Alpinia
purpurata K. Schum) Terhadap
Pertumbuhan Bakteri
Streptococcus mutans Secara In
Vitro. Makasar: Skripsi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas
Hasanuddin Makasar.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan
Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfa Beta.
Tegeh, M. Nyoman, J. & Ketut, P.
(2014). Model Penelitian
Pengembangan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Tjitrosuepomo, G. (2009). Morfologi
Tumbuhan. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Torey, C, P. Al, S, N. Siahaan, P. &
Mambu, M, S. (2013). Karakter
Morfologi Akar Sebagai
Indikator Kekurangan Air Pada
Padi Lokal Superwin. Jurnal
Jurusan Biologi Fakultas MIPA
Universitas Sam Ratulangi
Manado.