v. hasil dan pembahasan - repository.ipb.ac.id · tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk,...

19
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 POTENSI BAHAYA Bahaya adalah sifat dari suatu bahan, cara kerja suatu alat, cara melakukan suatu pekerjaan atau lingkungan kerja yang dapat menimbulkan kerusakan harta benda, penyakit akibat kerja atau bahkan hilangnya nyawa manusia (Santoso, 2004). Menurut Permenaker 05/Men/1996 suatu industri disyaratkan melakukan identifikasi bahaya sebagai langkah pertama dalam manajemen risiko yang merupakan inti dari sistem manajemen K3. Dalam penentuan sumber bahaya tersebut, perusahaan dapat mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapat menimbulkan potensi bahaya serta jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi. Potensi bahaya tersebut memiliki berbagai bentuk, baik yang berdampak langsung seperti terjatuh dan tergores maupun yang berujung pada penyakit kerja seperti kontaminasi E. coli, dan kebisingan. Jika dikelompokkan, beberapa bahaya kerja yang dominan dapat dibagi menjadi bahaya fisik, bahaya biologi, bahaya ergonomi dan bahaya psikososial. Keempat jenis bahaya tersebut muncul karena adanya pengaruh dari lingkungan kerja dan/atau dari faktor pekerja itu sendiri ( unsafe action). Di bawah ini merupakan penjelasan dari keempat bahaya tersebut : 5.1.1 Bahaya Fisik (Physical hazard) Bahaya fisik (physical hazard) adalah bahaya yang dihasilkan oleh energi dan benda serta hubungan di antara keduanya. Bahaya fisik ada berbagai macam diantaranya getaran, gelombang elektromagnetis, heat stroke, tekanan udara, intensitas cahaya, radiasi ionisasi, kebisingan, shift work dan sebagainya. Secara konsep, bahaya fisik di tempat kerja dibagi menjadi worker-material interfaces, lingkungan kerja fisik, dan radiasi elektromagnetik dan energi (Ramadhan dan Aisyah, 2009). Untuk mengidentifikasi bahaya fisik pada rumah potong hewan dilakukan dengan membaginya berdasarkan kegiatan produksi yang ada (Suardi, 2005). Hasil identifikasi bahaya fisik menunjukkan beberapa bahaya yang terjadi pada 11 tahapan proses (Tabel 6). Adapun tindakan penanganan terhadap potensi bahaya tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4. Pemingsanan dilakukan dengan menggunakan alat berupa stunning gun (Gambar 3) yang ditembakkan tepat di dahi sapi. Alat tersebut berbentuk seperti senjata yang memiliki berat sekitar 5 Kg. Menurut Ramadhan dan Aisyah (2009), bahaya juga dapat diukur dari repetisi dan besarnya gaya yang dilakukan. Jika dalam sehari kapasitas produksinya mencapai 60 ekor maka hal itu dapat menyebabkan terjadinya ketegangan pada otot bahu pekerja saat menggunakan alat tersebut. Stunning gun juga menghasilkan dengungan dengan intensitas sebesar 111 dB (Gregory et al., 2006). Menurut SK Menteri Tenaga Kerja No Kep. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisik Di Tempat Kerja, NAB kebisingan yang diperkenankan di Indonesia adalah 85 dB (A) (Suma’mur, 1996). NAB adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Meskipun begitu NAB bukanlah jaminan bahwa tenaga kerja tidak akan terkena risiko akibat bising tetapi hanya mengurangi risiko yang ada (Cholidah, 2006). Posisi pekerja pada saat melakukan pemingsanan harus berada di atas kepala sapi yaitu di atas platform stunning box (Gambar 4) sehingga posisinya menjadi lebih tinggi. Hal tersebut berpotensi membuat pekerja terjatuh.

Upload: dothien

Post on 02-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 POTENSI BAHAYA

Bahaya adalah sifat dari suatu bahan, cara kerja suatu alat, cara melakukan suatu pekerjaan atau lingkungankerja yang dapat menimbulkan kerusakan harta benda, penyakit akibat kerja atau bahkan hilangnya nyawa manusia(Santoso, 2004). Menurut Permenaker 05/Men/1996 suatu industri disyaratkan melakukan identifikasi bahayasebagai langkah pertama dalam manajemen risiko yang merupakan inti dari sistem manajemen K3. Dalampenentuan sumber bahaya tersebut, perusahaan dapat mempertimbangkan kondisi dan kejadian yang dapatmenimbulkan potensi bahaya serta jenis kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang mungkin dapat terjadi.

Potensi bahaya tersebut memiliki berbagai bentuk, baik yang berdampak langsung seperti terjatuh dantergores maupun yang berujung pada penyakit kerja seperti kontaminasi E. coli, dan kebisingan. Jikadikelompokkan, beberapa bahaya kerja yang dominan dapat dibagi menjadi bahaya fisik, bahaya biologi, bahayaergonomi dan bahaya psikososial. Keempat jenis bahaya tersebut muncul karena adanya pengaruh dari lingkungankerja dan/atau dari faktor pekerja itu sendiri (unsafe action). Di bawah ini merupakan penjelasan dari keempatbahaya tersebut :

5.1.1 Bahaya Fisik (Physical hazard)

Bahaya fisik (physical hazard) adalah bahaya yang dihasilkan oleh energi dan benda serta hubungan di antarakeduanya. Bahaya fisik ada berbagai macam diantaranya getaran, gelombang elektromagnetis, heat stroke, tekananudara, intensitas cahaya, radiasi ionisasi, kebisingan, shift work dan sebagainya. Secara konsep, bahaya fisik ditempat kerja dibagi menjadi worker-material interfaces, lingkungan kerja fisik, dan radiasi elektromagnetik danenergi (Ramadhan dan Aisyah, 2009). Untuk mengidentifikasi bahaya fisik pada rumah potong hewan dilakukandengan membaginya berdasarkan kegiatan produksi yang ada (Suardi, 2005). Hasil identifikasi bahaya fisikmenunjukkan beberapa bahaya yang terjadi pada 11 tahapan proses (Tabel 6). Adapun tindakan penangananterhadap potensi bahaya tersebut dapat dilihat pada Lampiran 4.

Pemingsanan dilakukan dengan menggunakan alat berupa stunning gun (Gambar 3) yang ditembakkan tepatdi dahi sapi. Alat tersebut berbentuk seperti senjata yang memiliki berat sekitar 5 Kg. Menurut Ramadhan danAisyah (2009), bahaya juga dapat diukur dari repetisi dan besarnya gaya yang dilakukan. Jika dalam sehari kapasitasproduksinya mencapai 60 ekor maka hal itu dapat menyebabkan terjadinya ketegangan pada otot bahu pekerja saatmenggunakan alat tersebut. Stunning gun juga menghasilkan dengungan dengan intensitas sebesar 111 dB (Gregoryet al., 2006). Menurut SK Menteri Tenaga Kerja No Kep. 51/MEN/1999 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) FaktorFisik Di Tempat Kerja, NAB kebisingan yang diperkenankan di Indonesia adalah 85 dB (A) (Suma’mur, 1996).NAB adalah standar faktor tempat kerja yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit ataugangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu.Meskipun begitu NAB bukanlah jaminan bahwa tenaga kerja tidak akan terkena risiko akibat bising tetapi hanyamengurangi risiko yang ada (Cholidah, 2006). Posisi pekerja pada saat melakukan pemingsanan harus berada di ataskepala sapi yaitu di atas platform stunning box (Gambar 4) sehingga posisinya menjadi lebih tinggi. Hal tersebutberpotensi membuat pekerja terjatuh.

Page 2: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

20

Tabel 6. Bahaya fisik pada tahapan proses (unit kerja) produksiNo Tahapan Proses Bahaya1 Pemingsanan (stunning) Bising, terjatuh2 Penyembelihan Tergores, terpotong, tertendang sapi3 Pengeluaran darah

(bleeding) danpenggantungan

Tergores/terpotong pisau, terpeleset,tertendang sapi dan tertimpa hook.

4 Pemotongan kepala dankaki

Terjatuh, terpotong, tergores

5 Pengulitan (skinning)dan pemotongan ekor

Tergores, terpotong, telingakemasukkan air

6 Pembelahan dada danpengeluaran jeroan

Tergores, terpotong.

7 Pembelahan karkas Terpotong, terjatuh8 Penimbangan dan

pembersihan karkasTersandung, terjatuh, mata tersemprotair

9 Pelayuan Dingin10 Pemisahan tulang dan

daging (deboning)Tergores, terpotong, terjatuh, terbenturujung meja

11 Pengemasan danpengepakan

Tangan terjepit mesin packing vacuum,tertusuk, terkena air panas, tergores

Gambar 4. Stunning boxGambar 3. Stunning gun

Page 3: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

21

Penyembelihan, penggantungan dan pengeluaran darah dilakukan pada area yang berdekatan.Penyembelihan dilakukan dengan menggunakan pisau yang tajam dengan posisimembungkuk/jongkok. Pekerja berada di bawah platform untuk pekerja yang memotong kaki sapi.Bahaya fisik yang dominan terjadi dalam proses tersebut adalah tergores dan terpotong (Gambar 5).Penggantungan dilakukan dengan mengerek salah satu kaki belakang sapi yang telah dirantai denganmenggunakan hook (Gambar 6) dan diletakkan di atas rel konveyor (Gambar 7). Pengeluaran darahdilakukan dengan membuka saggital leher dan memotong anterior aorta dan vena kava anterior padaawal arteri karotis dan pada akhir vena jugularis (Roca, 2002). Dua pisau harus digunakan dalampendarahan, satu untuk insisi leher, dan satu lagi untuk memotong kapal (Roca, 2002). Sesuai standarGHP (Good Hygiene Practice) pisau yang digunakan harus disterilisasi pada air yang suhunya 82°C.

Gambar 5. Posisi penyembelihan dan pemotongan kaki

Gambar 6. Hook Gambar 7. Hook di atas rel konveyor

Bahaya fisik yang terjadi dalam rangkaian proses tersebut diantaranya, tergores/terpotongpisau, terpeleset, tertendang sapi dan tertimpa hook. Tergores/terpotong pisau terjadi jika pekerjamelakukan unsafe action selama memotong pembuluh darah utama. Hal tersebut terjadi karena pisauyang digunakan sangat tajam sesuai persyaratan Good Hygiene Practice (GHP). Bahaya terpelesetdisebabkan oleh darah yang belum sempat dibersihkan setelah proses pengeluaran darah selesaidilakukan. Dalam proses penggantungan, terkadang terdapat sapi yang mengalami kontraksi otot. Halini menyebabkan hook terlepas dan menimpa pekerja. Kontraksi otot yang terjadi pada sapidisebabkan karena adanya potensial aksi (Seeley et al., 2002). Menurut Campbell et al., (2004)potensial aksi tunggal akan menghasilkan peningkatan tegangan otot. Kondisi tersebut akanterakumulasi jika timbul potensial aksi lagi sebelum respon terhadap potensial aksi sebelumnyaselesai. Hal serupa terjadi pada kondisi tertendang sapi. Karena mekanisme kejang otot tersebut, salahsatu kaki belakang sapi yang belum sempat dikaitkan kejang lalu menimpa pekerja.

Pemotongan kepala dan kaki sapi dilakukan dalam satu rangkaian proses. Kedua kegiatantersebut baru bisa dilakukan saat sapi telah dipastikan dalam kondisi mati. Pemotongan kepaladilakukan secara manual dengan menggunakan dua buah pisau. Pemotongan kaki dilakukan secaramanual dan dengan menggunakan cutter leg (Gambar 8). Bahaya fisik yang terjadi pada unit proses

Stunning box

Penyembelih

Pekerja yangmemotong kaki

Page 4: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

22

ini diantaranya tergores, terpotong dan terjatuh. Tergores dan terpotong terjadi saat memotong karenapisau yang digunakan tajam dan selalu diasah. Bahaya terjatuh terjadi jika pekerja melakukan unsafeaction saat memotong kaki sapi. Hal tersebut dikarenakan posisi pekerja saat menggunakan cutter legberada pada posisi yang lebih tinggi.

Gambar 8. Cutter leg

Pengulitan dilakukan secara manual saat kondisi sapi masih tergantung. Pekerja akanmemulainya dengan membuat irisan panjang di bagian dada dan perut. Dalam proses ini bahaya fisikyang terjadi lebih disebabkan karena teknik menggunakan pisau yang kurang tepat (kurang terampil)atau melakukan tindakan yang tidak aman yang menyebabkan pekerja lain atau dirinya mengalamikecelakaan saat melakukan pengulitan, misalnya bergurau dan tidak fokus. Dalam beberapa kasusjuga terjadi kondisi telinga pekerja kemasukkan air. Hal ini terjadi karena saat bekerja terjadi banyakinteraksi dengan air baik untuk pencucian atau kegiatan lainnya. Air tersebut sesekali masuk ketelinga pekerja yang tidak menutup rapat tutup kepalanya. Kondisi tersebut berakibat pada timbulnyakondisi tidak nyaman pada pekerja.

Pengeluaran jeroan diawali dengan membelah dada menggunakan brisket saw. Mesin tersebutmerupakan gergaji elektrik yang digunakan untuk membelah dada sapi. Sebelumnya pekerja membuatirisan dengan ukuran sedang menggunakan pisau sebagai awalan untuk brisket saw memulaipembelahan. Pada proses ini bahaya fisik yang dapat terjadi disebabkan oleh perilaku pekerja yangtidak aman yang berkaitan dengan penggunaan pisau dan mesin tersebut diantaranya tergores danterpotong. Pembelahan karkas dimaksudkan untuk membelah karkas menjadi dua bagian sama besar.Hal tersebut dilakukan dengan menggunakan carcass splitting saw (Gambar 9). Posisi operator dapatnaik dan turun sesuai dengan posisi karkas menggunakan pompa hidrolik. Saat proses berlangsung,pisau gergajinya akan dialiri oleh air dengan suhu 82°C agar tetap steril. Bahaya yang terjadi selainterpotong adalah terjatuh. Hal tersebut dikarenakan posisi pekerja yang lebih tinggi dan kondisinyayang naik turun terkadang dapat berada pada posisi yang tidak stabil. Selain itu juga bisa disebabkankarena terlilit selang air yang tersambung pada alat tersebut.

Gambar 9. Carcass splitting saw

Pembersihan karkas dilakukan untuk menghilangkan sisa lemak dan darah yang masihmenempel dengan menyemprotkan air bertekanan ke karkas. Setelah dicuci, karkas ditimbang dandibawa menuju ruang pelayuan (chiller). Di dalam ruang pelayuan, karkas akan disimpan selama 1hari pada suhu 4-10°C. Selama proses berlangsung pekerja memiliki resiko terjatuh, terkena

Page 5: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

23

semprotan air pada mata dan berada dalam kondisi dingin. Saat membersihkan karkas, terdapatkemungkinan air yang disemprotkan akan berbalik dan mengenai mata pekerja. Terjatuh terjadi jikapekerja tidak hati-hati dalam memindahkan karkas karena di sepanjang lorong terdapat deretan coranbalok batu setinggi ± 8 cm yang digunakan sebagai tumpuan. Anonim (2004) menerangkan bahwadalam melayukan karkas, suhu yang digunakan mencapai 7°C atau lebih rendah. Kondisi tersebut jikaterlalu lama dialami pekerja tanpa adanya penghangat akan membuat pekerja kedinginan sehinggamembuatnya tidak nyaman dalam bekerja.

Kegiatan boning bertujuan untuk memisahkan daging dengan tulang dan menjadikannyapotongan-potongan komersial. Bahaya fisik yang terjadi selama proses tersebut di antaranya tergores,terpotong, terjatuh dan terbentur ujung meja. Tergores dan terpotong merupakan resiko daripenggunaan pisau selama proses boning dilaksanakan. Hal tersebut terjadi saat pekerja melakukankesalahan dalam penggunaan pisau tersebut yang membahayakan baik dirinya maupun rekankerjanya. Dalam proses tersebut terdapat pekerja yang bertugas memisahkan bagian ribs dan chuckdari tulang belakang karkas dan dilakukan dengan posisi yang lebih tinggi. Kondisi tersebutmemungkinkan pekerja terjatuh jika posisinya tidak seimbang. Kegiatan lainnya saat proses ini adalahpemindahan daging ataupun tulang yang telah dipisahkan. Pada saat tertentu pekerja baik disengajaatau tidak menabrak atau membentur ujung meja stainless steel. Hal ini dapat menyebabkan memarpada bagian yang bertubrukan.

Pengemasan potongan daging komersial dilakukan dengan menggunakan mesin packingvacuum. Selanjutnya kemasan tersebut direkatkan dengan cara mencelupkannya ke dalam air bersuhu82°C. Daging tersebut lalu dipisahkan sesuai potongan komersialnya dan dikemas dalam kardus.Bahaya fisik yang terjadi selama proses tersebut yaitu tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusukdan terkena air panas. Proses pengemasan daging dengan mesin vacuum dilakukan dengan dua mesinyang dijalankan oleh dua orang operator. Terkadang karena terjadi penumpukan (idle), pekerja akanmempercepat kerjanya dan tanpa sadar menutup mesin tanpa memperhatikan tangan rekan kerjanya.Agar kemasan terlihat lebih baik, pekerja sering memotong plastik yang terlalu panjang danmeletakkan pisau yang digunakan di atas mesin. Pada saat tertentu secara tidak sengaja pekerjamenyentuh pisau tersebut lalu terdorong dan menusuk lengan pekerja. Untuk kasus terkena air panasterjadi jika pekerja terlalu kuat saat mencelupkan daging atau beban daging terlalu besar. Kardus-kardus disiapkan oleh pekerja sebelum memulai kegiatan produksi. Bahan-bahan tersebut dilipatsesuai dengan model dan ukurannya. Saat melakukan pelipatan tidak jarang tangan pekerja yangtergores oleh ujung kardus dan membuat pekerja tidak nyaman.

5.1.2 Bahaya Biologi (Biological hazard)

Beberapa hal yang merupakan kelompok ini termasuk virus, bakteri, jamur dan organismelainnya (Anonim, 2002). Di dalam industri RPH, bahaya biologi yang harus dipertimbangkanbiasanya merupakan kelompok agen zoomotic yang terdiri dari bakteri patogen seperti Salmonellaentrica (Frost et al., 1988), E coli O157:H7 dan Listeria sp (Safos, 2005). Kelompok bahaya biologi diatas muncul dalam industri RPH karena daging, darah serta limbah yang dihasilkan selama prosesmerupakan habitat umum yang menjadi tempat perindukannya (reservoir). Secara umum bahayabiologi yang terjadi dipaparkan dalam Tabel 7 di bawah ini :

Page 6: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

24

Tabel 7. Sumber, resiko dan tingkat kekuatan bahaya biologi dalam pemotongan sapiBahaya Sumber Resiko Tingkat

kekuatan

S. entericKulit, kepala,tonsil, kuku

TinggiSedang

sampai kuat

E.coli O157:H7Kulit, tonsil,

kukuTinggi

Sedangsampai kuat

Listeriamonocytogenes

Kulit TinggiSedang

sampai kuat(Sumber : Safos, 2005)

Salmonellosis merupakan penyakit penting yang terdapat pada sapi (Radostits et al., 1994), daninfeksi Salmonella pada sapi berpotensi untuk terekspos juga pada manusia (Hancock et al., 1997).Beberapa kondisi yang memungkinkan pekerja terpapar oleh bahaya biologi tersebut terjadi saatkontak dengan kulit ternak. Pemaparan bisa terjadi saat dilakukannya pemingsanan hingga terjadinyaproses pengulitan. Hal tersebut terjadi karena menurut Krytenburg et al.,(1998) Salmonella banyakditemukan dalam pakan ternak. Selama proses transportasi serta pengistirahatan kulit ternak selalukontak dengan pakannya dan memungkinkan mikroba tersebut bermigrasi. Selain itu kemungkinanterjadinya pemaparan adalah pada saat pemotongan kepala dan kaki (Tabel 7). Kemungkinan lain jugadiungkapkan Coker et al, (1994) yang menerangkan bahwa pada RPH, Salmonella spp. biasa tumbuhkarena peningkatan bahan organik pada limbah yang dihasilkan. Hal ini biasa ditemui oleh pekerjayang berada pada bagian pengelolaan limbah.

Escherichia coli O157: H7 dapat menyebabkan infeksi gastrointestinal parah pada manusia(Karmali, 1989). Sapi dan hewan ternak lainnya merupakan reservoir lingkungan utama bagi patogentersebut untuk tumbuh. Telah banyak kasus yang terjadi karena adanya kontak dengan lingkunganbaik langsung maupun tidak langsung. (Hepburn et al., 2002). Pekerja yang berpotensi terpaparpatogen tersebut adalah yang berada pada unit pemotongan kaki dan kepala dan pengulitan (Tabel 7).Selain itu, habitat utama E. coli adalah saluran usus hewan berdarah panas seperti sapi (Bell, 2002)serta pada rumennya (Brown et al., 1997), maka pemaparan patogen tersebut juga akan terjadi padapekerja yang berada di unit pembersihan jeroan. Jika para pekerja tidak memakai sarung tangan danmenjaga kebersihan dirinya maka akan besar potensi baginya untuk terpapar. Escherichia coli jugadapat muncul dari air mentah/pencuci yang kurang bersih. Kontaminasi akibat adanya kontak denganair tersebut dapat menyebabkan diare, kejang perut serta haemolytic uraemic syndrome (HUS)(Nurjanah, 2006).

Listeria secara umum tersebar di alam, terutama pada musim semi dimana mereka sedangmemiliki kemampuan untuk tumbuh dalam kondisi lembab sehingga dapat berkembang danmeningkat konsentrasinya di dalam lingkungan RPH. Mereka biasa ditemukan dalam feses ternak(Ralovich, 1984) serta limbah RPH (Skovgaaard dan Morgen, 1988). Pekerja yang terpapar olehmikroba tersebut dapat menderita meningitis, meningoencephalitis dan encephalitis (Syamsir, 2009).Mikroba tersebut dapat masuk ke dalam tubuh pekerja jika mereka tidak membersihkan tubuhnyadengan baik setelah bekerja sehingga terdapat kemungkinan masih adanya patogen yang tertinggalpada tangan. Pekerja yang berpotensi terpapar oleh mikroba tersebut adalah yang bekerja di bagianpengulitan (Tabel 7). Mikroba tersebut masih bisa tumbuh pada suhu rendah hingga 3°C (Syamsir,2009), sehingga pemaparan juga dapat terjadi pada pekerja di bagian chilling, boning danpengemasan.

Page 7: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

25

5.1.3 Bahaya Ergonomi (Ergonomical hazard)

Ergonomi merupakan ilmu yang mempelajari interaksi manusia, mesin dan lingkungan yangbertujuan untuk menyesuaikan pekerjaan dengan manusia (Briger, 1995). Bahaya ergonomi biasanyadisebabkan oleh posisi kerja yang salah atau kurang tepat serta konstruksi mesin atau strukturlingkungan kerja yang kurang baik. Kondisi ini akan mempengaruhi kapasitas kerja otot. Astand danRodahl (1970) menyebutkan bahwa faktor somatik, latihan dan adaptasi, faktor psikis, cara kerja danlingkungan akan mempengaruhi fungsi metabolisme tubuh. Hal ini akan berpengaruh terhadappembentukan energi dan kapasitas fisik.

Bahaya ergonomi yang sering terjadi dalam industri RPH adalah Musculosekeletal disorders(MSD). Setiawan (2009) menyebutkan bahwa penyakit tersebut berkaitan dengan jaringan otottendon, ligament, kartilago, persendian, sistem syaraf, struktur tulang dan pembuluh darah. Di dalamproses produksi di RPH, bentuk-bentuk pekerjaan yang ada memungkinkan terjadinya bahayaergonomi, diantaranya saat proses penggantungan, penimbangan oval, boning, pengemasan danpengepakan.

Pada proses penggantungan bahaya ergonomi yang muncul diantaranya arm myalgia.Gangguan tersebut muncul saat pekerja memasang hook di kaki sapi. Beban hook yang cukup berat (±5 Kg) membuat otot cepat lelah dan menimbulkan rasa sakit pada otot lengan bawah. Pada saatpenimbangan oval, posisi pekerja yang dapat menimbulkan bahaya ergonomi diantaranya, (1) saatmendorong keranjang yang berisi jeroan/kaki/kepala sapi ke tempat penimbangan, (2) saatmemindahkan keranjang yang berisi jeroan/kaki/kepala sapi dari timbangan ke konveyor dan (3) saatmendorong keranjang tersebut di atas konveyor. Posisi pertama membahayakan karena posisi pekerjamembungkuk dan hal tersebut terjadi dengan frekuensi yang sering. Pekerja harus membungkukkarena keranjang yang digunakan tingginya hanya sekitar 50 cm. Posisi kedua membahayakan karenabeban material yang dipindahkan sangat berat yaitu sekitar 20-40 Kg, apalagi dengan frekuensigerakan yang tinggi. Kondisi tersebut dapat menyebabkan munculnya DeQurvain’s syndrome.Sindrom ini menyebabkan rasa sakit pada pergelangan tangan dan jari-jari (Ranney et al., 1995).Posisi ketiga juga memiliki potensi membahayakan karena saat mendorong, pekerja menggunakanjangkauan terjauhnya. Hal ini berakibat pada munculnya rasa sakit pada punggung pekerja. Ketikakegiatan boning, posisi tangan saat memotong bagian ribs dan chuck berada dalam posisi di atas levelsiku yang normal. Hal ini berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Kondisi tersebut dapatmenyebabkan gangguan arm myalgia. Rasa sakit pada otot lengan bawah disebabkan oleh pergerakansiku dan lengan bawah (Ranney et al., 1995).

Bahaya ergonomi yang terdapat pada unit pengemasan terjadi saat pekerja melakukanpengemasan dengan mesin vacuum salah satunya adalah Carpal tunnel syndrome. Penyakit tersebutterjadi karena penggunaan jari dan pergelangan tangan yang cepat (Kroemer et al., 1994) secara terus-menerus saat mengemas. Keadaan tersebut dapat menyebabkan pergelangan tangan pekerja menjadimati rasa dan kesemutan (Ranney et al., 1995). Selain itu tendonitis juga dapat terjadi yangdiakibatkan oleh penggunaan tenaga yang terlalu besar serta gerakan yang cepat pada lengan bagianbawah. Kondisi tersebut terjadi saat mengemas potongan daging yang ukurannya terlalu besar. Pekerjaakan mengalami rasa pegal karena peradangan yang terjadi pada tendon lengan (Kroemer, et al.,1994). Dalam proses pengepakan kegiatan yang berptensi menyebabkan bahaya ergonomi yaitu saatmendorong daging dalam kardus di atas konveyor. Bahaya yang terjadi adalah saat pekerjamenggunakan jangkuan terjauhnya dengan frekuensi yang tinggi. Akibatnya postur bekerja akanmenjadi bungkuk dan kondisi tersebut terjadi dengan frekuensi yang cukup banyak sehingga pekerjaakan mengalami rasa sakit di bagian pungung (low back pain).

Page 8: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

26

5.1.4 Bahaya Psikososial (Psychosocial hazard)

Bahaya psikososial adalah suatu kejadian atau situasi yang berpotensi menyebabkan bahayakarena adanya interaksi dan permasalahan dalam pekerjaan, manajemen kerja dan kondisi lingkungankerja lainnya serta kondisi personal pekerja, kompetensi dan pengalamnnya. Interaksi tersebutberbahaya dan dapat berpengaruh pada kesehatan pekerja. Beberapa tipe klasifikasi sistem kecelakaantelah mengidentifikasi tekanan kerja sebagai bahaya dan penyebab terjadinya kerusakan kesehatanpsikologi di lingkungan kerja. Beberapa aspek tekanan tersebut yaitu beban kerja, konflikinterpersonal, munculnya isu-isu, ketidakjelasan peran dan perilaku yang membahayakan(Government of South Australia, 2005).

Gambaran sekilas tentang kondisi di lokasi penelitian yaitu (1) terkadang terjadi overtime yangmenyebabkan pekerja harus bekerja lebih lama dan besok paginya harus kembali bekerja (2) sistemkerja yang monoton dan (3) beban kerja yang diberikan termasuk berat dan merupakan jenis pekerjaanblue-collar atau yang sifatnya pekerja kasar. Dari kondisi di atas peran faktor-faktor psikososial yangdiungkapkan Johansson & Rubenowitz (1994) dapat dijadikan parameter untuk menjelaskan situasiyang terjadi. Selama bekerja, prosedur dan standar kerja yang telah dijalankan seperti biasa, sehinggatingkatan kerja yang berat tidak bisa dihindari. Iklim terhadap penyelia (manajer dan supervisor)bukan menjadi faktor yang harus diwaspadai untuk kasus ini. Hal ini terjadi karena pada lokasipenelitian bentuk-bentuk komunikasi dengan penyelia baik untuk urusan perusahaan ataupun personalterjadi dengan baik. Untuk hubungan dengan rekan kerja tergolong baik. Homogenitas karakterpekerja di sana cukup tinggi sehingga interaksi dan hubungan antar pekerja cukup erat. Selain itusistem kekeluargaan merupakan satu hal yang selalu diaplikasikan baik selama ataupun di luar waktubekerja sehingga saat bekerja terbentuk suasana yang menyenangkan meskipun beban kerja yangdirasakan cukup berat. Secara psikologis, beban kerja dirasakan oleh semua pekerja begitupun stresskerja (Rahardjo, 2005). Munculnya perasaan lelah dan jenuh setelah bekerja dapat dialami olehpekerja yang berada dalam suasana dan lingkungan kerja yang monoton. Kondisi serupa dialami olehpekerja di lokasi penelitian. Hal tersebut lebih terasa lagi saat kapasitas produksi ditingkatkan (jumlahsapi yang dipotong meningkat).

Bentuk-bentuk bahaya psikososial di atas memiliki dampak yang nyata baik bagi pekerjamaupun perusahaan. Secara nonfisik Caplan (1984) menyebutkan beberapa hal yang dapat dirasakanpekerja sebagai bentuk dampak psikososial pada kasus ini diantaranya perasaan jenuh dan lelah yangberlebih, penurunan motivasi kerja, kinerja yang buruk serta penurunan produktivitas kerja.Sedangkan secara fisik Johansson & Nonas (1994) menyebutkan konsekuensi-konsekuensi yangterjadi yaitu kelelahan nyata yang terjadi secara dini, nyeri pada bagian tertentu seperti leher, bahu danpunggung bagian bawah dan kemudian jatuh sakit.

5.2 PROFIL RESPONDEN

5.2.1 Usia Pekerja

Distribusi usia pekerja di perusahaan ini terbagi menjadi 3 kelompok (Gambar 10).Berdasarkan data tersebut hampir semua pekerjanya berada pada rentang usia produktif dengankomposisi dominan merupakan angkatan kerja muda (20-29 tahun). Hal ini artinya baik secara fisikmaupun mental sebagian besar pekerja mampu merespon adanya bahaya dengan baik. Pendapat inisejalan dengan Sudijanto (1999) yang menyatakan bahwa semakin besar usia seseorang secaralangsung akan semakin matang fisiknya, karena fungsi ototnya semakin sempurna. Semakin tua

Page 9: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

27

seseorang ada kecenderungan semakin matang mentalnya, karena pengalaman hidupnya semakinbanyak.

Gambar 10. Sebaran Usia Pekerja

5.2.2 Pendidikan Pekerja

Dari hasil pengamatan (Gambar 11) di bawah ini terlihat bahwa mayoritas pekerjanyamerupakan lulusan SMA (84%). Data tersebut mengindikasikan bahwa mayoritas pekerja memilikikemampuan dan pengetahuan yang cukup dalam mendefinisikan bahaya dalam bekerja. Jikadiasosiasikan dengan kesadaran akan bahaya kerja, pekerja tersebut setidaknya telah memilikipengetahuan awal yang membuat mereka mampu menganalisis suatu kondisi dan menjadikannyabahan pertimbangan dalam bertindak saat bekerja. Hal ini sejalan dengan sejalan dengan Houle (1975)yang menyatakan bahwa pendidikan merupakan proses pengumpulan pengetahuan, ketrampilanmaupun sikap seseorang yang dilaksanakan secara terencana, sehingga diperoleh perubahan-perubahan dalam meningkatkan taraf hidupnya.

Tingkat pendidikanpekerja

4%

8%

84%

4% SDSMPSMADIPLO MA

Gambar 11. Sebaran Tingkat Pendidikan Pekerja

Usia pekerja :

54%

29%

17%

20-29 tahun

30-39 tahun

> 40 tahun

Page 10: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

28

5.2.3 Masa Kerja Pekerja

Masa kerja pekerja (Gambar 12) mayoritas berada dalam masa di atas 2 tahun (87%). Kondisiini memberikan informasi bahwa untuk bisa beradaptasi dan menjalankan tugasnya di lapanganseorang pekerja tidak memerlukan waktu yang lama (2 tahun). Masa kerja tersebut berpengaruhterhadap ketrampilan kerja. Selain itu, masa kerja menentukan kondisi pengalaman seorang pekerjadalam bekerja di rumah potong hewan. Pengalaman ini yang nantinya membantu pekerja dalammengidentifikasi bahaya kerja serta menjadi bahan pertimbangan dalam mengambil tindakan saatbekerja. Hal ini sesuai dengan Gagne (1967) dalam Sudaryat (2007) yang menjelaskan bahwapengalaman merupakan akumulasi proses belajar mengajar yang dialami oleh seseorang, yangmenjadi satu dasar pertimbangan dalam menerima ide baru.

M asa kerjapekerja

13%

58%

29%< 2 tahun2-5 tahun> 5 tahun

Gambar 12. Sebaran Masa Kerja Pekerja

5.3 PENGETAHUAN TENTANG K3

5.3.1 Pengenalan tentang K3

Memang belum bisa dipastikan bahwa jika pekerja yang pernah mendengar tentang K3memiliki kesadaran terhadap bahaya kerja. Tetapi pekerja yang pernah mendengar K3 minimal telahmemiliki pengetahuan awal tentang bagaimana menghindari kecelakaan dan bagaimana bekerjadengan aman. Di PT Elders Indonesia masih tedapat 25% pekerja (Gambar 13) yang belum pernahmendengar tentang K3. Hal ini artinya para pekerja tersebut perlu segera dikenalkan tentangpengetahuan dasar K3 karena dikhawatirkan mereka belum dapat mengidentifikasi situasi dan kondisibahaya saat bekerja. Dari hasil pengukuran tentang sumber pengetahuan K3 (Gambar 14) terlihatbahwa pelatihan menjadi sumber pengetahuan yang dominan bagi pekerja (50%). Pelatihan ini adayang didapatkan saat bekerja di perusahaan ini, ataupun di tempat mereka bekerja sebelumnya. Selainitu peran manajer dalam mensosialisasikan adanya K3 juga terasa pada perusahaan tersebut didukungdengan adanya 33% pekerja yang tahu K3 melalui manajer. Pekerja lainnya mendapatkan informasiK3 melalui poster (5%), televisi (6%) dan majalah/buku (6%). Kondisi tersebut memberikan informasibahwa masih terdapat pekerja (18%) yang belum terfasilitasi dalam mendapatkan informasi. Hal initerkait dengan cara memperolehnya yang otodidak, dikhawatirkan pekerja belum paham sepenuhnyatentang apa yang telah mereka ketahui.

Page 11: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

29

Gambar 13. Pengetahuan Pekerja Tentang K3

Gambar 14. Sumber Pengetahuan Pekerja Tentang K3

5.3.2 Pengetahuan awal tentang adanya bahaya kerja

Pengetahuan menjadi bagian pendukung dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Hal itu akanmenjadi pedoman bagi seseorang dalam mengerjakan sesuatu. Dalam kesehariannya, belum semuapekerja di PT Elders Indonesia mengetahui bahaya kerja di unit kerja mereka (Gambar 15). Hanya92% yang telah mengetahuinya, dan 8% lainnya belum. Hal ini mengindikasikan bahwa masihterdapat pekerja yang belum bisa menyadari adanya bahaya kerja di unit kerjanya. Kondisi tersebutseharusnya mendapat perhatian, karena untuk menghindari terjadinya suatu kecelakaan harus didasaridengan kemampuan pekerja untuk mengidentifikasi suatu kondisi, berbahaya atau tidak. Pekerja yangbelum bisa menyadari akan adanya bahaya tersebut harus segera diberi pelatihan K3. Pelatihan inibertujuan untuk membuat pekerja mengenal gambaran umum tentang keselamatan kerja sertabagaimana seharusnya bersikap saat bekerja. McCome & Toffin (1974) menyatakan bahwa pelatihantersebut nantinya akan membuat mereka familiar dengan bahaya yang mungkin terjadi dan dengansemacam latihan serta metode tertentu akan meminimumkan terjadinya kecelakaan. Untuk 92%pekerja yang sudah mengetahui bahaya kerja di unit kerjanya, semuanya merasakan adanyapengaruhnya terhadap cara mereka bekerja. Kondisi tersebut menyebabkan munculnya sikap waspadadan hati-hati sebagai bentuk pengaruh dari dalam diri pekerja. Hal ini berarti satu langkah untukmencapai kondisi sadar bahaya telah dialami pekerja yang memiliki pengetahuan bahaya kerja.

Page 12: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

30

Gambar 15. Pengaruh Adanya Bahaya Kerja

5.3.3 Penjelasan bahaya kerja

Dari data tentang penjelasan bahaya kerja (Tabel 8), didapatkan jumlah pekerja di PT EldersIndonesia yang telah memperoleh penjelasan tentang materi tersebut sebanyak 19 orang (79%). Halini juga mengandung informasi bahwa masih terdapat 21% pekerja yang belum mendapatkanpenjelasan. Dalam prakteknya, pemberian materi ini merupakan hal yang harus diterima oleh semuapekerja. Penjelasan bahaya kerja merupakan bagian dari tanggungjawab formal sebuah unit kerja. Haltersebut menjadi penting disampaikan karena merupakan pedoman awal bagi para pekerja untuk dapatbekerja dengan aman. Perilaku kerja mereka akan menjadi berbeda ketika penjelasan ini tidakdisampaikan. Kondisi tersebut harus diwaspadai dan penjelasan ini menjadi salah satu langkahpreventif untuk mencegah timbulnya kecelakaan. Penjelasan bahaya yang dimaksud adalahpenjabaran kecelakaan yang mungkin terjadi di setiap unit produksi. Selain itu juga terdapat materitentang bagaimana cara bekerja yang benar serta penjelasan penyakit kerja.

Sebanyak 50% pekerja (Tabel 8) mendapatkan penjelasan tersebut saat pertama kali bekerja.Kelompok pekerja ini mendapatkan informasi tersebut saat orientasi kerja berlangsung. Informasiyang didapat saat pelatihan ini lebih terstruktur dan disampaikan dalam kondisi formal sehinggamudah dipahami. Meskipun begitu perlu dilakukan pengingatan kembali di waktu tertentu sebagaibentuk penyegaran kembali akan ingatan tersebut atau bentuk antisipasi terhadap perubahan teknologi.Beberapa pekerja juga mendapatkan penjelasan setiap hari sebelum bekerja (16%). Biasanya kegiatanini berlangsung dalam kondisi informal. Penyampaian materi ini akan tepat jika disampaikan padawaktu yang tepat pula. Terlepas dari sudah atau belum seorang pekerja mendapatkan penjelasan,penting bagi instruktur (pemberi penjelasan) untuk memperhatikan kondisi psikologis pekerja saatmereka menyampaikan materi atau sekedar mengingatkan.

Instruktur yang berperan dominan dalam pemberian materi ini adalah supervisor (Tabel 9). Halini terjadi karena supervisor merupakan orang yang bertanggung jawab langsung terhadap kondisipekerja di lapangan. Selain itu terdapat beberapa orang lainnya yang berperan dalam aliran informasitentang bahaya kerja ini, diantaranya petugas QC (Quality Control) dan teman sejawat. Di waktutertentu mereka juga saling mengingatkan atau memberikan arahan nonformal yang biasanyadilakukan pada pekerja baru.

Page 13: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

31

Tabel 8. Distribusi waktu penjelasan dan instruktur K3 terhadap materi penjelasan bahayakerja, penggunaan APD serta pemeliharaan APD

Waktu penjelasan Instruktur

MateriBahaya Penggunaan Pemeliharaan Total

(%)Kerja(%)

APD(%)

APD(%)

Pertama kali bekerja Supervisor 25 42 38 35Manajer 13 4 21 13Lainnya 13 8 8 10

Setiap hari sebelum Supervisor 8 13 13 11bekerja Manajer 4 13 0 6

Lainnya 4 8 8 7Waktu tertentu Supervisor 8 0 4 4

Manajer 4 4 0 3Lainnya 0 4 4 3

Tidak pernah 21 4 4 10

Total 100 100 100 100

Tabel 9. Distribusi instruktur K3 terhadap materi penjelasan bahaya kerja, penggunaan APDserta pemeliharaan APD

MateriBahaya Penggunaan Pemeliharaan Total

(%)InstrukturKerja (%)

APD(%)

APD(%)

Supervisor 42 54 54 50Manager 21 21 21 21Lainnya 17 21 21 19Tidak pernah 21 4 4 10Total 100 100 100 100

5.3.4 Penjelasan tentang penggunaan alat pelindung diri (APD)

Jumlah pekerja yang telah mendapatkan penjelasan tentang materi penggunaan APD sebanyak96% (Tabel 8). Hal ini terjadi karena dalam bekerja terdapat kewajiban untuk memakai APD sehinggapemberian informasi juga telah dilakukan. Jika dilihat dari waktu penjelasan, waktu yang dominanadalah saat pertama kali bekerja (54%). Mekanisme pemberian penjelasan bisa berbeda untuk setiappekerja. Ada pekerja yang mendapatkannya dalam bentuk pelatihan formal dan ada pula yangmendapatkannya secara sambil lalu. Hal tersebut tergantung pada apakah pekerja tersebut pegawaibaru atau pekerja yang telah masuk sejak awal. Pemberian materi ini sebenarnya bisa dilaksanakanrutin secara tidak formal karena setiap bekerja peralatan tersebut selalu digunakan. Selain itu, penyeliadapat juga menggunakan poster K3 sebagai media informasi. Instruktur yang berperan penting dalamtransfer informasi ini adalah supervisor (55%). Walaupun begitu, manajer juga berperan dalampemberian informasi ini (17%). Hal ini dilakukan di sela-sela proses produksi sebagai bentukpengingat.

Page 14: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

32

Menurut Aminjoyo & Supriyanti (1998), perusahaan perlu menyediakan peralatan kerja yangdisesuaikan dengan tuntutan kriteria keselamatan kerja di lapangan sebagai jaminan keamanan dankeselamatan bagi pekerja. Pada prinsipnya perlengkapan kerja ini terdiri dari alat pelindung diri, alatpemantau dan alat penanggulangan. Alat pelindung diri yang disediakan tergantung pada jenispekerjaan dan kualifikasi resiko bahaya yang dihadapi. Penjelasan materi ini dilakukan agar pekerjamampu memakai APD dengan benar. Tujuan lainnya adalah agar mereka mengetahui fungsi danalasan pemakaian alat tersebut. Pemahaman ini akan membuat mereka memiliki motivasi dalammenggunakan APD yang benar dan menjadi satu bentuk kesadaran bahaya kerja.

5.3.5 Penjelasan tentang pemeliharaan alat pelindung diri (APD)

Begitu pentingnya pemakaian APD membuat setiap pekerja mendapatkan alokasi satu setperalatan pelindung saat bekerja. Pemeliharaan APD menjadi tanggung jawab setiap pekerja.Penjelasan tentang pemeliharaan APD bertujuan untuk memberikan informasi bagaimana merawatperalatan tersebut agar dapat terus berfungsi dengan baik. Selain itu juga agar mereka tahu kenapa halitu penting dilakukan.

Pekerja yang telah mendapatkan penjelasan tentang pemeliharaan APD jumlahnya sebanyak 23orang (Tabel 8). Hal ini karena kegiatan pemeliharaan telah menjadi tanggung jawab personal yangdilakukan rutin setiap bekerja. Oleh karena itu hampir semua pekerja telah mendapatkan penjelasan.Kegiatan pemeliharaan biasanya dilakukan setiap setelah kegiatan produksi berakhir. Mereka secarabersama-sama membersihkan peralatan pelindung mereka. Kegiatan transfer informasi ini biasadilakukan pada saat itu. Walaupun secara formal juga ada mekanisme pemberian materi yangdiberikan pada saat pertama kali masuk bekerja (67%).

Pemberian materi ini sebagian besar dilakukan oleh supervisor (Tabel 9). Hal ini karenasupervisor memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa anak buahnya cukup terlatih sehinggapelatihan dan pendidikan menjadi tanggungjawabnya (Binol, 1972). Proses transfer informasi jugadilakukan oleh manajer dan teman sejawat. Proses tersebut dilakukan di sela-sela kegiatanpemeliharaan berlangsung. Biasanya kegiatan tersebut dilakukan pada pekerja baru. Pemberian materisecara personal memang lebih efektif, baik dalam transfer informasi ataupun proses supervisi(McCome & Toffin, 1974).

5.3.6 Tanggap darurat (Emergency respons)

Pengukuran emergency respons pada penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan responpekerja terhadap bahaya fisik yang telah diidentifikasi sebelumnya. Terdapat delapan bahaya fisikyang dijadikan parameter, yaitu terjatuh, tergores pisau, terpotong/tertusuk, tersengat listrik, terkenaair panas, terkilir, kejang otot dan tertimpa karkas (Gambar 16). Angka kecelakaan tertinggi terdapatpada kategori tergores pisau (28%), terkilir (20%) dan terjatuh (19%). Mayoritas kegiatan yangterdapat dalam industri ini menggunakan pisau. Penggunaan alat yang tidak benar, kurangnyaketrampilan pekerja serta adanya unsafe action menyebabkan tangan pekerja tergores pisau. Selainpisau, pekerjaan ini berkaitan dengan beban (material) yang berat. Beratnya bahan yang ditangani saatbekerja sering membuat pekerja terkilir. Hal ini biasa terjadi pada saat penimbangan oval danpemindahan oval, potongan daging dan tulang. Kondisi tersebut bisa juga terjadi akibat postur yangsalah saat menggunakan peralatan. Kecelakaan lainnya yang sering terjadi adalah terjatuh. Hal initerjadi karena pekerja belum sepenuhnya menguasai dengan desain tata letak yang ada.

Tingkat respon yang diberikan oleh pekerja beragam (Gambar 17). Respon yang banyakdiberikan pekerja ketika terjadi kecelakaan yaitu segera mencari pertolongan (49%) dan menangani

Page 15: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

33

sendiri (40%). Setiap kecelakaan memiliki tingkat resiko yang berbeda. Terlepas dari tingkatkeparahan kecelakaan, pekerja telah mampu memberikan respon yang baik. Hanya 4% pekerja sajayang memberikan respon panik ketika kecelakaan terjadi. Respon lainnya (7%) yang dominan terjadiadalah diam menunggu pertolongan.

Keadaan darurat adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan dan tidak diharapkan yangdapat membahayakan jiwa dan kesehatan baik manusia maupun mahluk hidup lain, sertamenimbulkan kerusakan pada bangunan dan harta benda (Anonim, 2008). Kondisi tersebut suatu saatbisa terjadi sehingga setiap pekerja harus memiliki kemampuan mengambil keputusan saat hal ituberlangsung. Beragamnya respon pekerja mengharuskan perusahaan memberikan masukan ke pekerjaagar mereka mengerti apa yang harus dilakukan saat keadaan darurat muncul. Pengukuran terhadaprespon pekerja akan keadaan darurat penting dilakukan. Hal ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pekerja mampu memberikan respon yang benar saat kecelakaan terjadi. Jika respon yangdiberikan kurang baik maka perlu dilakukan pelatihan atau pemberian materi agar pekerja mengertiapa yang harus ia lakukan saat kondisi tersebut terjadi.

Gambar 16. Urutan kecelakaan berdasarkan identifikasi bahaya fisik

Gambar 17. Urutan tingkat tanggap darurat pekerja

Page 16: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

34

5.4 FAKTOR DOMINAN DALAM KARAKTERSITIK PEKERJA

5.4.1 Pengetahuan bahaya kerja

Pengetahuan bahaya yang dimaksud adalah wawasan pekerja akan potensi bahaya yangterdapat dalam industri RPH. Parameter bahaya yang diukur mencakup bahaya fisik, bahaya biologi,bahaya ergonomi dan bahaya psikososial. Dari hasil pengukuran (Tabel 10) terlihat bahwa kelompokpekerja didominasi oleh kelompok yang tahu akan bahaya (79%). Dari bagian tersebut 50%-nyamerupakan kelompok yang memiliki kesadaran bahaya sedang. Hal ini berarti sebagian besar pekerjatelah memiliki pengetahuan dan kesadaran akan bahaya kerja. Dari 13 pekerja (54%) yangberkesadaran sedang terdapat 9 pekerja (38%) yang berpengetahuan sedang. Hal ini bisa disebabkanoleh latar belakang yang dimiliki oleh para pekerja. Sebagian besar merupakan lulusan SMA (84%).Pada tingkat pendidikan tersebut, sebenarnya seseorang sudah mampu mengidentifikasi apakah suatukondisi berbahaya atau tidak. Hanya saja pada kasus ini, pengukuran pengetahuan bahaya, tidak hanyapada bahaya fisik tetapi juga pada bahaya lainnya seperti bahaya biologi, bahaya ergonomi sertabahaya psikososial. Dengan kata lain, bahaya-bahaya tersebut belum terdefinisi dengan jelas danbelum disadari oleh para pekerja. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Ban & Hawkins dalamSiahaan (2002) yang menjelaskan sudut pandang pengetahuan yang dimiliki pekerja hanyaberpegangan pada pengalaman saja dan terbatas pada lingkungan yang mereka tinggali.

Pengetahuan akan bahaya kerja menjadi modal awal bagi para pekerja untuk dapat bekerjadengan aman. Hal tersebut akan menjadi acuan dalam pengambilan keputusan atau tindakan saatbekerja. Semakin baik pengetahuan pekerja, semakin tinggi pula kesadarannya akan suatu kondisikarena banyak hal yang dapat dijadikan pertimbangan dalam dirinya. Pengetahuan penting bagipekerja, hal ini sesuai dengan Santoso (2004) yang menyebutkan bahwa salah satu penyebabterjadinya kecelakaan kerja disebabkan oleh kurangnya pengetahuan. Oleh karena itu, walaupunpekerja yang berpengetahuan bahaya agak tahu hanya 4% (Tabel 10), pemberian penjelasan kepadaseluruh pekerja perlu dilakukan. Hal ini bertujuan agar pemahaman akan materi ini seragam sehinggaketika terdapat satu masalah nantinya, dasar pengambilan keputusannya sama.

Tabel 10. Tabel kontingensi antara pengetahuan bahaya dengan kesadaran bahaya kerja

Pengetahuan bahaya kerja(skor)*

Kesadaran akan bahaya kerja Total(%)Baik (%) Sedang (%) Kurang (%)

Sangat tahu (9-10) 13 29 0 42Tahu (7-8) 4 50 0 54

Agak tahu (≤ 6) 0 0 4 4Total 17 79 4 100

*) Nilai jawaban yang benar pada kuisioner (Lampiran 5)

5.4.2 Keterampilan kerja

Keterampilan kerja yang dimaksud adalah kemampuan pekerja dalam menyelesaikan tugasnyadengan benar dan dalam tempo yang wajar. Hal ini diukur dengan mengidentifikasi keterampilanpekerja di tiap unit proses dalam menyelesaikan tugasnya berdasarkan pengakuan mereka. Dari hasilpenelitian (Tabel 11) terlihat bahwa dua pertiga pekerja memiliki keterampilan yang baik. Sebagianbesarnya didominasi oleh pekerja yang memiliki kesadaran bahaya sedang (54%). Masih adanyapekerja yang kurang terampil bisa disebabkan karena adanya sistem rolling yang tidak sempurna.

Page 17: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

35

Dimana tidak semua pekerja dituntut untuk menguasai semua unit kerja. Padahal Gagne (1967)menyebutkan bahwa setiap pekerja setidaknya harus memiliki dua jenis keterampilan yaituketerampilan dasar dan keterampilan terintegreasi sebagai sebuah proses menuju tahap terampil.Selain teknik bekerja yang baik, hal lain yang dapat dijadikan parameter dalam melihat ketrampilanseorang pekerja diantaranya kemampuannya dalam identifikasi dan menerapkan konsep-konsep(Haigh, 1996) yang diberikan oleh manajer ataupun supervisor.

Keterampilan kerja merupakan bagian penting dari pekerja dan dapat berpengaruh terhadapcara mereka bekerja. Pekerja yang terampil akan bekerja lebih teliti tanpa harus mengurangiproduktivitas mereka. Hal tersebut terbentuk karena adanya kebiasaan atau repetisi pada tugas yangmereka miliki sehingga setiap pekerja mampu bekerja dengan baik dan aman. Keterampilan jugamenggambarkan kemampuan untuk bekerja lebih teliti dan penuh kewaspadaan, baik untuk menjagakualitas produk ataupun keselamatan dirinya. Dalam industri RPH, pekerja memang dituntut untukmemiliki keterampilan dalam menggunakan pisau dan peralatan lainnya. Bukan hanya agar dapatbekerja dengan aman tetapi juga menjaga kualitas produk.

Tabel 11. Tabel kontingensi antara keterampilan kerja dengan kesadaran bahaya kerja

Keterampilan kerjaKesadaran akan bahaya kerja Total

Baik (%) Sedang (%) Kurang (%) (%)Terampil 8 54 4 67

Kurang terampil 8 25 0 33

Total 17 79 4 100*) Data diolah (Lampiran 6)

5.4.3 Pengalaman kerja

Pengalaman kerja yang dimaksud adalah selang masa kerja yang dialami pekerja di dalamindustri RPH. Pekerja dengan pengalaman kuran dari 6 bulan dan 1-2 tahun mendominasi perusahaan(Tabel 12). Jika dijumlahkan maka jumlah pekerja dengan masa kerja kurang dari 2 tahun menjadidominan (63%). Hal tersebut mengandung informasi bahwa dalam industri ini tidak terdapat batasanpengalaman untuk dapat bekerja. Selain itu, kegiatan produksi yang ada terdiri atas berbagai macamkegiatan yang membutuhkan keahlian yang berbeda-beda. Kondisi tersebut membuat setiap pekerjatidak perlu menguasai seluruh kegiatan produksi sehingga terjadilah sistem rolling yang tidaksempurna.

Pengalaman kerja membentuk seorang pekerja untuk menjadi expert dalam tugas-tugasnya.Selain ukuran lama kerja, pengalaman kerja merupakan suatu proses pembentukan pengetahuan sertaketerampilan sebagai akibat dari keterlibatan dari suatu kegiatan produksi (Manulang, 1984). Semakinbanyak pengalaman kerja seseorang, semakin tinggi kemampuannya untuk menganalisis suatukondisi. Selain masalah waktu pengalaman juga terkait pada tingkat keterampilan bekerja.Pengalaman kerja juga merepresentasikan kemampuan pekerja untuk bekerja secara benar dan aman.Kemampuan ini mencakup keterampilan teknis seperti menggunakan alat serta kemampuan analisissaat bekerja. Meskipun begitu pengalaman kerja bukan menjadi hambatan dalam bekerja. Terlihat daridata pengalaman kerja (Tabel 12), dominannya pekerja yang memiliki pengalaman kurang dari 6bulan masih mampu membuat perusahaan untuk berproduksi.

Page 18: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

36

Tabel 12. Tabel kontingensi antara pengalaman kerja dengan kesadaran bahaya kerja

Pengalaman kerjaKesadaran akan bahaya kerja Total

(%)Baik (%) Sedang (%) Kurang (%)< 6 bulan 8 25 4 38

6 bulan - 1 tahun 0 13 0 131 -2 tahun 0 25 0 252 - 5 tahun 4 8 0 13> 5 tahun 4 8 0 13

Total 17 79 4 100*) Data diolah (Lampiran 7)

5.4.4 Disiplin kerja

Hasil pengukuran disiplin kerja menyebutkan seluruh pekerja memiliki kedisiplinan kerja yangsangat baik (Lampiran 8). Secara keseluruhan, pekerja telah bekerja sesuai dengan peraturan yangditetapkan perusahaan. Disiplin kerja yang dimaksud adalah kemampuan pekerja untuk bekerja sesuaidengan SOP yang telah ditetapkan perusahaan. Pekerja yang disiplin berarti telah paham urgensi dariperaturan tersebut. Pengukuran variabel disiplin kerja dilakukan dengan menghitung pendapat pekerjatentang seberapa sering pekerja mentaati setiap peraturan yang ada.

Disiplin kerja tersebut muncul dari dalam diri mereka sendiri dan adanya pengaruh dari luar,seperti teman dan peraturan. Handoko (1995) menyebut kondisi di atas sebagai bentuk disiplinpreventif. Artinya perusahaan telah berhasil membuat pekerja mengikuti berbagai standar dan aturansehingga berbagai penyelewengan dapat dicegah. Pada kasus ini, semua pekerja telah paham maksuddan tujuan dari peraturan tersebut. Mereka mencoba membantu perusahaan untuk dapat memenuhistandar dan mencapai tujuan. Selain itu kondisi tersebut dapat muncul dalam beberapa suasana yaituketika rasa kepedulian pegawai begitu tinggi terhadap pencapaian tujuan, semangat dan gairah kerjaserta inisiatif pekerja yang besar serta besarnya rasa tanggung jawab para pekerja untuk melaksanakantugas sebaik-baiknya (Saydam, 1996). Selain faktor internal dari dalam pekerja, terdapat pula kontroldari perusahaan yang membuat pekerja bekerja sesuai aturan. Mekanisme pengontrolan yangdilakukan selama bekerja oleh supervisor dan petugas quality control membuat pekerja patuh padaSOP.

5.5 HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PEKERJA DENGANKESADARAN BAHAYA KERJA

Analisis korespondensi mencoba memperlihatkan hubungan antara karakteristik pekerja yangdiamati dengan kesadaran bahaya pekerja. Metode ini menyajikan sebaran data kategorik yangtersebar dalam sebuah grafik yang menggambarkan hubungan kedekatan antara dua variabel. Datayang ada ditampilkan dalam dua dimensi pertama plot korespondensi (Gambar 18). Pada variabelbahaya kerja terdapat tiga kategori yang memperlihatkan kondisi kesadaran bahaya kerja pekerja.Kategori B1 mencerminkan kesadaran bahaya kerja yang buruk, B2 untuk kondisi bahaya kerja yangsedang dan B3 untuk kondisi bahaya kerja yang baik (Lampiran 9). Selain itu terdapat juga 14kategori yang mewakili 4 variabel tidak tetap yang terdiri atas variabel pengetahuan bahaya,keterampilan kerja, pengalaman kerja dan disiplin kerja.

Data yang tergambarkan dalam plot korespondensi memiliki nilai kontribusi inersia yangdiberikan oleh sumbu utama pertama sebesar 0.142 (31%) dan sumbu utama kedua sebesar 0.083

Page 19: V. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · Tangan terjepit mesin packing vacuum, tertusuk, terkena air panas, tergores Gambar 3. Stunning gun Gambar 4. ... Dalam proses tersebut

37

(19%). Hal ini berarti plot korespondensi yang dihasilkan memberikan total keragaman sebesar 50%sesuai dengan nilai total inersia di kedua sumbu (Lampiran 10). Intrepretasi data dilakukan dengandapat menganalisis plot-plot variabel yang bergerombol. Plot-plot tersebut diindikasikan memilikikedekatan hubungan. Terlihat bahwa hampir semua kategori kecuali kategori kesadaran bahayakurang (B1) dan kategori pengetahuan bahaya kurang (P1). Hal ini berarti pekerja yang memilikipengetahuan bahaya, pengalaman kerja, keterampilan kerja serta disiplin kerja walaupun kondisinyatidak dominan tetapi tetap memiliki kesadaran bahaya. Kondisi kesadaran bahaya ini tetap dimilikipekerja dalam rentang sedang sampai baik.

Dari plot korespondensi terlihat bahwa variabel pengetahuan bahaya, keterampilan kerja,pengalaman kerja, disiplin kerja serta kesadaran bahaya memiliki kedekatan hubungan. Pada variabel-variabel tersebut terdapat hubungan kesalingterikatan. Perubahan pada satu variabel mampu merubahkondisi variabel lainnya. Hal ini sebaiknya diperhatikan oleh perusahaan dalam penentuan programuntuk membangun suatu kesadaran bahaya kerja.

Gambar 18. Plot Korespondensi

Keterangan :P1 : pengetahuan bahaya kerja kurang L2 : pengalaman kerja 6 bulan s.d. 1 tahunP2 : pengetahuan bahaya kerja sedang L3 : pengalaman kerja 1 s.d. 2 tahunP3 : pengetahuan bahaya kerja baik L4 : pengalaman kerja 2 s.d. 5 tahunT1 : keterampilan kerja kurang L5 : pengalaman kerja > 5 tahunT2 : keterampilan kerja sedang B1 : kesadaran bahaya kerja kurangT3 : keterampilan kerja baik B2 : kesadaran bahaya kerja sedangD1 : disiplin kerja baik B3 : kesadaran bahaya kerja baikL1 : pengalaman kerja < 6 bulan