v. hasil dan pembahasan 5.1 determinasi...

33
38 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanaman Hasil identifikasi yang dilakukan di Herbarium Jatinangor Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA UNPAD menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian merupakan tanaman kemangi ( Ocimum sanctum L.). Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 2. 5.2 Pengujian Parameter Non Spesifik (Kadar air) Ekstrak Daun Kemangi Kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada dalam suatu bahan (Irsyad, 2013). Pengukuran kadar air bertujuan untuk menetapkan residu air setelah proses pengentalan (Khoirani, 2013). Selain itu, pengukuran kadar air pada ekstrak sangat diperlukan karena tingginya kadar air dapat mengakibatkan tumbuhnya jamur serta menjaga kualitas ekstrak. Pengujian kadar air ekstrak daun kemangi dilakukan menggunakan metode gravimetri. Berdasarkan hasil perhitungan persentase kadar air ekstrak daun kemangi, menunjukkan bahwa ekstrak daun kemangi yang dihasilkan memenuhi standar kadar air untuk ekstrak kental yang telah ditetapkan (5% - 30%) yaitu sebesar 26,55% (Voight, 2004). Perhitungan kadar air ektrak daun kemangi dapat dilihat pada Lampiran 2.

Upload: others

Post on 26-Dec-2019

42 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

38

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Determinasi Tanaman

Hasil identifikasi yang dilakukan di Herbarium Jatinangor Laboratorium

Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA UNPAD menunjukkan bahwa

tanaman yang digunakan dalam penelitian merupakan tanaman kemangi (Ocimum

sanctum L.). Hasil determinasi dapat dilihat pada Lampiran 2.

5.2 Pengujian Parameter Non Spesifik (Kadar air) Ekstrak Daun Kemangi

Kadar air merupakan pengukuran kandungan air yang berada dalam suatu

bahan (Irsyad, 2013). Pengukuran kadar air bertujuan untuk menetapkan residu air

setelah proses pengentalan (Khoirani, 2013). Selain itu, pengukuran kadar air pada

ekstrak sangat diperlukan karena tingginya kadar air dapat mengakibatkan

tumbuhnya jamur serta menjaga kualitas ekstrak. Pengujian kadar air ekstrak daun

kemangi dilakukan menggunakan metode gravimetri.

Berdasarkan hasil perhitungan persentase kadar air ekstrak daun kemangi,

menunjukkan bahwa ekstrak daun kemangi yang dihasilkan memenuhi standar

kadar air untuk ekstrak kental yang telah ditetapkan (5% - 30%) yaitu sebesar

26,55% (Voight, 2004). Perhitungan kadar air ektrak daun kemangi dapat dilihat

pada Lampiran 2.

Page 2: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

39

5.3 Penentuan Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Kemangi

Penentuan aktivitas ekstrak daun kemangi dengan pelarut etanol 70%

menunjukkan adanya aktivitas dengan terbentuknya zona hambat terhadap E. coli

dan A. niger. Antimikroba merupakan bahan yang dapat digunakan untuk

menghambat atau membunuh berbagai mikroba tertentu yang dapat merugikan

manusia. Pengujian antimikroba dapat dilihat dari zona bening yang terbentuk

disekitar kertas cakram yang telah diberi berbagai konsentrasi ekstrak daun

kemangi yakni 0%, 25%, 50%, 75%, dan 100%. Hasil pengukuran zona bening atau

hambat terhadap E. coli dan A. niger dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13.

Gambar 12. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Kemangi terhadap E. coli

Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 12, menunjukkan bahwa

ekstrak daun kemangi dapat menghambat pertumbuhan E. coli. Aktivitas ekstrak

daun kemangi mulai dapat dilihat pada konsentrasi 25% yakni sebesar 19,08 mm.

Pada konsentrasi 50% menunjukkan daya hambat sebesar 21,01 mm. Pada

konsentrasi yang lebih tinggi lagi yakni 75% sebesar 21,69 mm. Berdasarkan grafik

0

5

10

15

20

25

30

35

0 25 50 75 100

Dia

met

er Z

ona

Ham

bat

(mm

)

Konsentrasi (%)

Page 3: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

40

diatas, dapat dilihat bahwa zona hambat yang dihasilkan konsentrasi 25%, 50%,

dan 75% menunjukkan diameter yang tidak jauh berbeda. Semakin tinggi

konsentrasi ekstrak daun kemangi yang digunakan maka semakin tinggi pula zona

hambat yang dihasilkan yakni mencapai 30,98 mm pada konsentrasi 100%. Pada

kertas cakram yang tidak diberi ekstrak daun kemangi atau konsentrasi 0% tidak

menunjukkan adanya aktivitas terhadap E. coli, hal ini diketahui dengan tidak

adanya zona hambat yang terlihat disekeliling kertas cakram. Berdasarkan Davis

& Stout (1971), zona hambat yang dihasilkan pada konsentrasi 100%, 75%, dan

50% memiliki daya hambat sangat kuat karena memiliki diameter zona hambat >20

mm. Sedangkan daya hambat pada konsentrasi 25% memiliki daya hambat kuat

karena memiliki diameter zona hambat 11-20 mm dan pada konsentrasi 0% tidak

memiliki daya hambat.

Gambar 13. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Kemangi terhadap A.

niger

Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 13, menunjukkan adanya

aktivitas antimikroba yang ditunjukkan oleh berbagai konsentrasi ekstrak daun

0

1

2

3

4

5

6

7

0 25 50 75 100

Dia

met

er Z

ona

Ham

bat

(mm

)

Konsentrasi (%)

Page 4: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

41

kemangi terhadap A. niger. Pada konsentrasi 0% atau tidak diberi ekstrak daun

kemangi tidak menunjukkan adanya aktivitas antimikroba yang dapat dilihat

dengan tidak adanya zona bening yang terbentuk disekitar kertas cakram. Namun

zona hambat mulai dapat terlihat dari konsentrasi 25%, 50%, 75%, dan 100%

berturut-turut yakni sebesar 1,14 mm, 3,59 mm, 4,31 mm, dan 5,96 mm. Daya

hambat yang dihasilkan pada konsentrasi 100% adalah sedang karena memiliki

diameter zona hambat 6-10 mm, sedangkan daya hambat yang dihasilkan pada

konsentrasi 75%, 50%, dan 25% adalah lemah karena memiliki diameter zona

hambat < 5 mm dan pada konsentrasi 0% tidak memiliki daya hambat terhadap A.

niger (Davis & Stout, 1971).

Berdasarkan kedua grafik diatas menunjukkan bahwa semakin tinggi

konsentrasi yang digunakan maka semakin besar pula diameter zona hambat

terhadap E. coli dan A. niger yang dihasilkan. Hal ini dapat disebabkan oleh

semakin tingginya senyawa bioaktif maka umumnya dapat bersifat bakterisida atau

dapat mematikan mikroba, sedangkan kadar senyawa bioaktif yang lebih rendah

umumnya hanya bersifat bakteriostatik atau menghambat pertumbuhannya saja dan

tidak mematikan mikroba (Kamal et al., 2012).

Aktivitas antimikroba yang menghambat pertumbuhan E. coli dan A. niger

oleh ekstrak daun kemangi dapat disebabkan oleh adanya pengaruh senyawa aktif

yang terdapat dalam ekstrak. Pengujian senyawa fitokimia terhadap ekstrak etanol

daun kemangi (O. sanctum) menunjukkan hasil positif mengandung senyawa

tannin, flavonoid, dan minyak atsiri (Angelina dkk., 2015). Selain itu, faktor pelarut

yang digunakan juga dapat mempengaruhi senyawa atau metabolit sekunder yang

Page 5: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

42

dihasilkan seperti untuk golongan steroid dapat larut dalam pelarut non polar dan

untuk golongan tannin dan flavonoid dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol

dan golongan alkaloid merupakan senyawa yang tidak dapat larut dalam air

(Harbone, 1987). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ali dan Savita

(2008), menunjukkan bahwa terdapat senyawa flavonoid dalam ekstrak O. Sanctum

yang dapat berperan sebagai antibakteri khususnya pada bakteri Klebsialla

pneumonia. Selain itu, beberapa senyawa yang diduga dapat menghambat

pertumbuhan berbagai mikroba pada daun kemangi yakni tetrametil-okta 5,7 dien-

3-on, 2,6 oktadiena 1,8 diol, ekso metil kamfenilol, kamfol, fitol, linalool oksida,

cis geraniol dan cis karveol (Sholikhah dkk., 2016).

Mekanisme tannin sebagai antimikroba adalah melalui reaksi dengan

membran sel, inaktivasi enzim, dan inaktivasi fungsi materi genetik (Rijayanti,

2014). Kemudian mekanisme flavonoid sebagai antimikroba adalah dengan

menghambat sintesis asam nukleat, menghambat fungsi membran sel, dan

menghambat 42egative42m energi (Hendra et al., 2011). Minyak atsiri yang

terdapat dalam daun kemangi memiliki kandungan utama linalool yang juga

termasuk kedalam golongan turunan senyawa fenol. Mekanisme kerja fenol sebagai

antimikroba yaitu dengan cara denaturasi protein (Rijayanti, 2014).

Rendahnya diameter zona hambat yang dihasilkan ekstrak daun kemangi

terhadap A. Niger dapat disebabkan karena kurang efektifnya kerja senyawa

bioaktif yang mampu membunuh A. Niger sehingga ekstrak daun kemangi hanya

bersifat menghambat dengan daya hambat yang rendah. Selain itu, aktivitas

antijamur juga dapat dipengaruhi oleh variasi konsentrasi dari minyak atsiri yang

Page 6: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

43

terdapat didalam daun kemangi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh

Martiningsih dan Suryanti (2017), menyebutkan bahwa semakin tinggi konsentrasi

minyak atsiri maka kecenderungan zona hambat yang dihasilkan semakin tinggi

terhadap isolat jamur. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Bansod

dan Rai (2008), yang menyatakan bahwa dari 15 jenis tanaman yang digunakan

sebagai antijamur terhadap A. Niger, daun kemangi (O. Sanctum) memiliki zona

hambat yang paling rendah yakni pada konsentrasi 100 µg sebesar 12 + 0,5 mm dan

pada konsentrasi 15 µg sebesar 8 + 0,5 mm. Selain itu, pada penelitian yang

dilakukan oleh Sabrina dkk (2014), menunjukkan tidak adanya aktivitas antikapang

yang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

terreus yang diduga disebabkan oleh aktivitas aksesori konidia dalam menginfeksi

jaringan dan morfologi dari A. terreus yang kuat dalam menyebabkan penyakit.

5.4 Pengujian Kualitas pada Mi Basah

Pengujian yang dilakukan pada kualitas mi basah menggunakan tiga jenis

mi basah yaitu mi basah tanpa perlakuan (kontrol 43egative), mi basah yang

ditambah formalin 0,05% (kontrol positif), dan mi basah yang ditambah ekstrak

daun kemangi konsentrasi 100%. Penggunaan ekstrak daun kemangi dengan

konsentrasi 100% karena pada konsentrasi ini aktivitas ekstrak daun kemangi dalam

menghambat mikroba terutama E. coli sangat tinggi. E. coli adalah salah satu

bakteri gram 43egative yang sangat rentan atau mudah tumbuh diberbagai produk

makanan yang dapat berasal dari air yang digunakan. Menurut Ganiswara (2005),

Page 7: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

44

mi basah atau produk pangan lain tidak boleh mengandung bakteri 44egative karena

akan sangat berbahaya bagi tubuh.

5.1 Uji Mikrobiologi

Pada pengujian mikrobiologi kualitas mi basah menunjukkan adanya

penghambatan terhadap pertumbuhan mikroba dan kapang yang terjadi pada mi

basah. Hasil uji mikrobiologi dapat dilihat pada Gambar 14 dan Gambar 15.

Gambar 14. Total Mikroorganisme pada Mi Basah Berbagai Perlakuan

Berdasarkan Gambar 14, menunjukkan adanya peningkatan jumlah mikroba

baik pada mi basah kontrol, mi basah formalin, maupun mi basah yang diberi

ekstrak daun kemangi setiap hari selama penyimpanan. Pada hari ke-0 dapat dilihat

bahwa sudah ada pertumbuhan mikroba pada ketiga jenis mi basah namun, mi basah

formalin menunjukkan aktivitas antimikroba yang paling baik ditunjukkan dengan

paling rendahnya jumlah mikroba yang mulai tumbuh dibandingkan dengan 2

H-0 H-1 H-2 H-3 H-4

Jum

lah T

PC

(C

FU

/g)

Pengamatan (hari)

Kontrol Formalin Ekstrak

1,3x109

1,1x109

9x108

7x108

5x108

3x108

1x108

-1x108

1,5x109

1,9x109

Page 8: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

45

sampel lainnya yaitu jumlah TPC sebesar 1x106 CFU/g lalu diikuti sampel mi basah

ekstrak daun kemangi yaitu jumlah TPC sebesar 5,8x106 CFU/g dan mi basah

kontrol dengan pertumbuhan yang paling tinggi yakni jumlah TPC sebesar 9,6x106

CFU/g. Menurut Hariyanti (2006) dikutip Satyajaya (2008), jumlah mikroba dalam

mi basah yang sering dijumpai lebih dari 1x107 CFU/g atau melebihi ambang batas

jumlah mikroba dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) mi basah yakni jumlah

TPC sebesar 1x106 CFU/g.

Pada hari ke-1 pertumbuhan mikroba pada mi basah kontrol semakin tinggi

melebihi mi basah formalin dan mi basah ekstrak dengan rentang yang juga cukup

tinggi. Pertumbuhan mikroba pada ketiga jenis sampe mi basah yang digunakan

relatif sama pada hari ke-0 hingga hari ke-2 namun, pada hari ke-2 aktivitas

antimikroba yang ditunjukkan pada mi basah formalin mulai menurun dan jumlah

mikroba yang tumbuh tidak berbeda jauh dengan pertumbuhan mikroba pada mi

basah ekstrak daun kemangi berturut-turut yakni jumlah TPC sebesar 1,87x108

CFU/g dan 1,88x108 CFU/g.

Pada hari ke-3 dan hari ke-4 aktivitas antimikroba pada mi basah ekstrak

menunjukkan hasil yang paling baik ditunjukkan dari pertumbuhan mikroba yang

paling rendah yakni jumlah TPC sebesar 3,8x108 CFU/g pada hari ke-3 dan jumlah

TPC sebesar 4,5x108 CFU/g pada hari ke-4. Sedangkan mi basah formalin

menunjukkan pertumbuhan yang jauh meningkat mulai hari ke-3 yakni jumlah TPC

sebesar 8,3x108 CFU/g dan hari ke-4 jumlah TPC sebesar 1,3x109 CFU/g. Sampel

terakhir adalah mi basah kontrol yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan

Page 9: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

46

mikroba yang paling tinggi sejak hari ke-0 sampai hari ke-4 dibanding dengan

sampel mi basah formalin dan mi basah ekstrak daun kemangi.

Pada pengamatan hari ke-0 mi basah yang ditambah ekstrak daun kemangi

konsentrasi 100% sudah menunjukkan jumlah total mikroba yang melebihi standar

(1x106 CFU/g), namun mi basah ekstrak daun kemangi konsentrasi 100% masih

memiliki ciri fisik seperti warna dan aroma yang dapat diterima.

Gambar 15. Total Kapang pada Mi Basah dengan Berbagai Perlakuan

Berdasarkan Gambar 15, menunjukkan pertumbuhan kapang pada mi basah

kontrol, mi basah formalin, dan mi basah ekstrak daun kemangi. Pada hari ke-0

tidak ditemukan adanya pertumbuhan kapang pada sampel mi basah formalin,

sedangkan pada mi basah kontrol total kapang yang tumbuh sebesar 9x105 CFU/g

dan pada mi basah ekstrak daun kemangi jumlah kapang sebanyak 4x106 CFU/g.

Pada hari ke-1 sampel mi basah formalin sudah mulai ditumbuhi oleh kapang

sebanyak 1,2x106 CFU/g begitu pula pada sampel mi basah kontrol dan mi basah

H-0 H-1 H-2 H-3 H-4

Jum

lah T

PC

(C

FU

/g)

Pengamatan (hari)

Kontrol Formalin Ekstrak

5,8x109

4,8x109

3,8x109

2,8x109

1,8x109

8x108

-2x108

Page 10: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

47

ekstrak daun kemangi. Pada hari ke-3 pertumbuhan kapang mi basah kontrol jauh

meningkat sebesar 1,3x109 CFU/g sedangkan peningkatan mi basah formalin dan

mi basah ekstrak relatif stabil. Pada hari ke-4 terlihat perbandingan aktivitas

pertumbuhan kapang yang cukup signifikan yakni mi basah kontrol menunjukkan

pertumbuhan yang paling tinggi yakni jumlah kapang sebesar 5,3x109 CFU/g

diikuti oleh sampel mi basah ekstrak daun kemangi yang juga menunjukkan

pertumbuhan relatif tinggi mencapai jumlah kapang 3,8x109 CFU/g dan pada mi

basah formalin tetap dapat mempertahankan aktivitasnya dalam menghambat

pertumbuhan kapang yang ditunjukkan oleh pertumbuhan kapang pada grafik yang

jauh lebih rendah yakni sebesar 8,3x107 CFU/g.

Berdasarkan Gambar 15, pada pengamatan hari ke-1 jumlah total kapang

mi basah kontrol sudah cukup tinggi yakni mencapai jumlah kapang 9,2x107 CFU/g

dan pada pengamatan secara visual sudah terlihat tumbuhnya kapang pada beberapa

bagian mi basah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Male et al.

(2017), yang menyatakan bahwa mi basah kontrol atau yang tidak diberikan

perlakuan apapun setelah disimpan selama satu hari sudah terjadi perubahan berupa

aroma berbau dan mulai berjamur. Beberapa tanda-tanda kerusakan pada mi basah

matang selain munculnya aroma asam juga teksturnya berubah menjadi lengket,

berlendir, lembek, dan mudah menjadi hancur. Ciri sudah terjadinya kerusakan

seperti bau asam pada mi basah matang mulai dapat terdeteksi secara subyektif jika

jumlah total mikroba sudah berkisar 107 – 108 CFU/g (Putra,2007).

Mi basah memiliki kadar air yang relatif tinggi sehingga jika tidak diberikan

perlakuan apapun akan memiliki umur simpan yang singkat yakni hanya mencapai

Page 11: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

48

10 – 12 jam saja pada suhu kamar atau + 25oC (Astawan, 2006). Berdasarkan pada

Gambar 14 dan Gambar 15, menunjukkan bahwa formalin dan ekstrak daun

kemangi dapat menghambat pertumbuhan mikroba baik bakteri maupun kapang.

Berdasarkan pengamatan subyektif, aroma asam mulai tercium sejak hari ke-1

untuk mi basah kontrol, hari ke-3 untuk mi basah formalin dan untuk mi basah

ekstrak daun kemangi belum tidak tercium sampai hari terakhir pengamatan.

Formalin memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan pangan karena

memiliki gugus aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein membentuk

senyawa metilen (-NCHOH). Sehingga ketika bahan pangan berprotein diberi

formalin maka gugus aldehida dari formaldehid akan mengikat unsur protein.

Protein yang terikat tersebut tidak dapat digunakan oleh bakteri pembusuk sehingga

bahan pangan menjadi lebih awet (Go et al., 2008). Formalin sangat berbahaya

apabila terkonsumsi karena dalam tubuh manusia formaldehid dikonversi menjadi

asam format yang dapat meningkatkan keasaman darah, tarikan napas menjadi

pendek dan sering, hipotermia, merusak berbagai organ tubuh seperti hati, jantung,

limpa, pancreas, ginjal, dan susunan saraf pusat (Tarigan, 2004).

Mi basah yang telah diberi ekstrak daun kemangi relatif menunjukkan

pertumbuhan mikroba yang paling rendah dibanding mi basah kontrol dan mi basah

formalin pada Gambar 14. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Khalil (2013), yang menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kemangi memiliki

aktivitas antibakteri pada beberapa bakteri seperti E.coli dengan zona hambat

sebesar 21 mm pada konsentrasi 200 mg/mL. Maryati (2007), juga menyebutkan

bahwa minyak atsiri yang terdapat dalam daun kemangi memiliki aktivitas

Page 12: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

49

antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli dengan

konsentrasi bunuh minimal 0,5% dan 0,25% v/v. Selain itu, kemangi juga

mengandung minyak atsiri, flavonoid, dan betakaroten yang mampu menghambat

serta mencegah pertumbuhan bakteri, virus, dan jamur sehingga tidak dapat

langsung menyerang serta merusak mi basah (Zahrah, 2017).

Berdasarkan hasil penelitian total mikroba yang dilakukan oleh Suryadi

(2014), terhadap mi basah di bawah mikroskop menunjukkan bahwa dari tiga

sampel uji mi basah yang digunakan terdapat banyak bakteri gram negatif dan untuk

bakteri positif terdapat pada satu sampel mi basah dengan pengenceran 105. Mi

basah atau produk pangan lainnya seharusnya tidak boleh mengandung bakteri

gram negatif karena akan sangat berbahaya bagi tubuh dan dapat menimbulkan

berbagai macam penyakit (Ganiswara, 2000).

Kerusakan pada mi basah lebih didominasi oleh bakteri dibandingkan

kapang yang disebabkan oleh tingginya nilai aw pada mi basah matang yaitu sekitar

0,917 – 0,967. Bakteri umumnya dapat tumbuh pada kisaran aw 0,88 – 0,91, kapang

pada aw 0,80, dan khamir pada aw 0,88 (Farkas, 2001). Jumlah dari total mikroba

mi basah yang sudah matang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya

bahan baku baku yang digunakan berupa terigu, kondisi penyimpanan, kadar air

yang tinggi, kebersihan selama proses pengolahan, distribusi, dan adanya

kontaminasi dari lingkungan. Pengolahan perlu dikelola sedemikian rupa agar

keberadaan mikroba dapat diminimalisir atau bahkan dihilangkan dari pangan

(Rahayu, 2007). Jenis bakteri yang mungkin terdapat dalam tepung adalah

Pseudomonas, Micrococcus, Lactobacillus dan beberapa spesies

Page 13: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

50

Achromobacterium. Sedangkan jenis kapang yang mungkin ditimbulkan dari

tepung antara lain berasal dari kelompok Aspergillus, Rhizopus, Mucor, Fusarium,

dan Penicillium (Christensen, 1974). Sedangkan beberapa jenis mikroorganisme

yang berasal dari air antara lain khamir, spora Bacillus, spora Clostridium, dan

bakteri autotrof (Alcamo, 1983).

Umumnya mikroba dalam produk pangan tidak selalu merugikan atau

membahayakan. Meskipun demikian, adanya mikroba dalam produk pangan

haruslah dihadapi dengan waspada dan hati-hati sehingga perlu disadari arti dari

pentingnya penanganan produk selanjutnya (Soekarto, 1990). Selain kandungan

protein, mi basah juga mengandung karbohidrat yang cukup tinggi yakni mencapai

14 g/ 100g mi basah. Karbohidrat yang terkandung dapat dijadikan sebagai gizi oleh

mikroba dengan cara melakukan polimerasi beberapa monosakarida untuk

menghasilkan karbohidrat kompleks seperti dekstran, material kapsular, dan

dinding sel khususnya membran luar dan tengah bakteri gram negatif (Ray, 2004).

Hal ini dapat menyebabkan permasalahan dalam tubuh yang disebabkan oleh

pembentukan protein kompleks dan kerusakan pada pangan seperti terbentuknya

lendir (Sopandi dan Wardah, 2014).

Metode perhitungan cawan merupakan metode yang paling efektif untuk

menentukan jumlah jasad renik karena hanya sel yang masih hidup saja yang

terhitung baik bakteri, kapang, maupun khamir dapat sekaligus dihitung, hasilnya

dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi jasad renik karena koloni yang

terbentuk bias berasal dari suatu jasad renik yang memiliki kenampakan yang

spesifik (Sedjati, 2006).

Page 14: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

51

Total Coliform

Gambar 16. Nilai Jumlah Total Coliform Pada Berbagai Perlakuan

Keterangan :

* : < 3,6 APM/g

** : > 1100 APM/g

Gambar 17. Hasil Positif pada Uji Penduga Coliform

Penelitian ini meliputi dua tahapan yakni uji pendugaan menggunakan

Lactosa Broth (LB) dan uji konfirmasi menggunakan Eosin Methylene Blue

(EMB). Media LB digunakan untuk mendeteksi adanya Coliform dalam mi basah

uji. Jika pada sampel terbentuk gas maka hal ini menandakan bahwa proses

H-0 H-1 H-2 H-3 H-4

Jum

lah

Co

lifo

rm (A

PM

/g)

Pengamatan (hari)Kontrol Formalin Ekstrak

1100

250

50

40

30

20

10

0 ** * ** **

Page 15: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

52

fermentasi Coliform telah terjadi. Selanjutnya dilakukan uji konfirmasi dengan

inokulasi kedalam media Eosin Methylene Blue (EMB). Menurut Alang (2015),

media EMB merupakan media selektif untuk menumbuhkan E. coli yang

mengandung laktosa yang apabila dalam biakan terdapat E. coli maka asam yang

dihasilkan dari fermentasi akan berwarna hijau dengan kilap logam sedangkan

Coliform non fecal lain akan berwarna cokelat yang menunjukkan adanya

Enterobacter aerogenes atau koloni lain yang tidak berwarna.

Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 16, menunjukkan bahwa nilai

coliform pada mi basah kontrol atau tanpa perlakuan apapun hari ke-0 adalah

sebesar 6,1 APM/g dan terus meningkat setiap harinya yakni 17,5 APM/g pada hari

ke-1, 31,5 APM/g pada hari ke-2, 250 APM/g pada hari ke-3, dan 1100 APM/g

pada hari ke-4. Sedangkan untuk mi basah yang diberi formalin pada Gambar 16,

menunjukkan nilai coliform sebesar <3,6 APM/g pada hari ke-0, 16 APM/g pada

hari ke-1, 32 APM/g pada hari ke-2, dan >1100 APM/g pada hari ke-3 dan hari ke-

4. Terakhir adalah sampel mi basah yang telah diberi ekstrak daun kemangi

konsentrasi 100% pada Gambar 16, memiliki nilai coliform sebesar <3,6 APM/g

pada hari ke-0 dan hari ke-1, 3,6 APM/g pada hari ke-2, 6,4 APM/g pada hari ke-3

dan 15,1 APM/g pada hari ke-4.

Berdasarkan Badan Standarisasi Nasional (SNI 01-2987-2015) tentang mi

basah, nilai coliform mi basah tanpa perlakuan atau kontrol masih memenuhi

standar yakni dibawah 10 APM/g, namun mulai hari ke-1 nilai coliform sudah

melebihi standar sehingga tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Begitu pula pada mi

basah yang telah diberi formalin menunjukkan bahwa pada hari ke-0 nilai coliform

Page 16: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

53

masih jauh dibawah standar namun pada hari ke-1 nilai coliform sudah melebihi 10

APM/g. Sedangkan pada mi basah yang telah diberi ekstrak daun kemangi

menunjukkan hasil yang jauh berbeda dengan mi basah kontrol dan mi basah

formalin yakni sejak hari ke-0 sampai hari ke-3 masih memenuhi standar yaitu

dibawah 10 APM/g dan pada hari ke-4 nilai coliform adalah sebesar 15,1 APM/g

sehingga berdasarkan pernyataan tersebut, untuk mi basah ekstrak daun kemangi

masih layak dikonsumsi hingga hari ke-3. Data tersebut ditunjukkan dari hasil

pengamatan swab pada media EMB yang berubah warna menjadi hijau metalik

mulai sejak hari ke-0 pada mi basah kontrol, hari ke-1 pada mi basah dengan

formalin, dan hari ke-2 pada mi basah yang telah diberi ekstrak daun kemangi

konsentrasi 100% seperti pada Gambar 17. Hal ini sesuai dengan Gambar 12, yang

menunjukkan bahwa ekstrak daun kemangi memiliki aktivitas antimikroba yang

sangat tinggi terhadap E.coli pada konsentrasi 100% yakni mencapai 30,98 mm

pada pengujian antimikroba menggunakan metode difusi agar.

Selama pengolahan mi basah juga mengalami pemanasan yang juga dapat

meminimalisir tumbuhnya E. coli. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Fadhilah dan Margawati (2016), yang menyebutkan bahwa E. coli memiliki

daya tahan yang cukup lama bahkan hitungan bulan pada tanah dan dalam air

namun dapat mati dengan pemanasan pada suhu 60oC atau lebih dan menghasilkan

total E. coli pada sampel uji berupa ketupat tanjung yang berada dibawah batas

acuan walaupun proses produksinya menggunakan air dengan kandungan E. coli

diatas batas amannya.

Page 17: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

54

5.2 Uji Mutu Kimia

Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan selama 5 hari yang diamati setiap hari

menggunakan metode gravimetri pada mi basah kontrol, mi basah formalin, dan

mi basah ekstrak daun kemangi. Grafik pengamatan kadar air mi basah dapat dilihat

pada Gambar 18.

Gambar 18. Grafik Kadar Air Mi basah pada Berbagai Perlakuan

Berdasarkan Gambar 18, menunjukkan bahwa pada mi basah kontrol

terjadi kenaikan kadar air setiap harinya. Pada hari ke-0 kadar air dari mi basah

kontrol sebesar 51,44%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Pahrudin (2006), yang menyatakan bahwa mi basah yang tidak diberikan perlakuan

apapun sudah memiliki kadar air yang cukup tinggi yakni 50% - 52%. Kenaikan

tertinggi pada mi basah kontrol terjadi pada hari ke-2 penyimpanan yakni mencapai

4,75% menjadi 56,51% dan kemudian terus meningkat sampai hari terakhir

pengamatan namun tidak begitu drastis.

0

10

20

30

40

50

60

H-0 H-1 H-2 H-3 H-4

Kad

ar A

ir (

%)

Pengamatan (hari)

Kontrol Ekstrak Formalin

Page 18: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

55

Daun kemangi memiliki kandungan serat sebanyak 2 g/ 100 g (Siemonsma

dan Piluek, 1994). Pada mi basah yang telah diberi ekstrak daun kemangi

menunjukkan kadar air lebih tinggi dibandingkan mi basah kontrol yakni sebesar

54,76% pada hari ke-0. Hal ini dapat terjadi karena kandungan serat yang terdapat

dalam daun kemangi. Kosasih (2017), dalam penelitiannya menyebutkan bahwa

semakin banyak penambahan bubur daun mulberry, semakin tinggi kadar serat,

semakin banyak air yang terikat, dan semakin tinggi kadar yang terukur karena serat

memiliki kemampuan untuk mengikat air secara cepat dalam jumlah yang banyak.

Kenaikan tertinggi kadar air terjadi pada hari ke-1 yakni mencapai 3,13% menjadi

57,89% dan terus meningkat sampai hari terakhir namun tidak menunjukkan

peningkatan yang drastis.

Berdasarkan Gambar 18, menunjukkan bahwa mi basah formalin memiliki

kadar air yang paling tinggi pada hari ke-0 yakni mencapai 58, 41%. Hal ini

dikarenakan selama penambahan formalin didalam adonan mi basah terjadi

penyerapan formalin seiring turunnya protein yang juga menunjukkan terjadinya

reaksi antara protein (asam amino) dengan formaldehid membentuk senyawa

metilen sehingga mempengaruhi kadar air pada mi basah. Menurut Purawisastra

dan Sahara (2011), semakin lama waktu perendaman mi basah dalam formalin

maka semakin tinggi pula penyerapan mi basah terhadap formalin sehingga dapat

meningkatkan kadar air dalam mi basah.

Menurut Yulizar dkk (2014), penggunaan formalin dalam mi basah serupa

dengan penggunaan natrium karbonat dimana dapat dimanfaatkan untuk

mempercepat pengikatan gluten, meningkatkan elastistitas, fleksibilitas, dan

Page 19: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

56

menghaluskan tekstur mi basah. Selain itu, fungsi lain dari natrium karbonat juga

dapat mengikat air sehingga menimbulkan reaksi yang membentuk CO2 dan

terbentuk rongga antar ruang granula pati. Hal ini lah yang menyebabkan kadar air

pada mi basah yang diberi formalin paling tinggi karena pada saat dilakukan

perebusan terjadi penyerapan air yang lebih banyak kedalam mi basah.

Berdasarkan penelitian Johnrencius dkk (2017), mengatakan bahwa

peningkatan kadar air pada produk pangan berbanding lurus pada peningkatan

jumlah mikroba yang terdapat pada produk kukis. Kemasan memiliki peranan yang

cukup penting untuk menjaga kualitas dari produk pangan, antara lain untuk

membantu mencegah atau mengurangi kerusakan atau cemaran dan gangguan fisik

(Qanytah dan Ambarsari, 2010). Selain itu, dengan adanya kemasan diharapkan

dapat mengurangi kerusakan dari produk pangan dengan mencegah masuknya

udara sehingga jumlah kadar air tidak bertambah saat dilakukan penyimpanan pada

suhu kamar (Johnrencius dkk, 2017).

Pada penelitian ini sampel disimpan di dalam wadah yang ditutupi oleh

plastik wrap. Plastik wrap memiliki nilai permeabilitas yang rendah sehingga cocok

digunakan untuk membungkus komoditas pertanian yang peka terhadap oksigen

(Averoes et al., 2013). Berdasarkan pernyataan tersebut, seharusnya mi basah yang

diamati tidak mengalami kenaikan kadar air yang signifikan. Kemungkinan

kenaikan kadar air pada sampel bisa terjadi karena pengamatan yang dilakukan

setiap hari pada sampel dengan wadah yang sama sehingga plastik wrap yang

digunakan sebagai penutup berulang-ulang dibuka dan menyebabkan masuknya air

yang ada pada lingkungan kedalam sampel mi basah.

Page 20: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

57

- Kuat

5.3 Uji Organoleptik

Penilaian organoleptik atau penilaian sensori adalah suatu cara penilaian

menggunakan indra dan dinilai secara objektif. Penilaian organoleptik banyak

digunakan untuk menilai mutu dalam produk pangan dan dapat memberikan

penilaian yang teliti sesuai dengan penerimaan konsumen (Wahyuningtias, 2010).

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui penilaian aroma, warna, dan tekstur dari

mi basah kontrol, mi basah formalin, dan mi basah ekstrak daun kemangi

menggunakan uji mutu hedonik.

Aroma

Aroma merupakan salah satu parameter penting untuk konsumen dalam

memiliki produk pangan. Menurut Winarno (2004), banyak hal dalam kelezatan

pada makanan dapat ditentukan oleh aroma atau bau dari makanan tersebut. Hasil

pengujian aroma pada mi basah kontrol, mi basah formalin, dan mi basah ekstrak

daun kemangi dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Tingkat Kesukaan Aroma Mi Basah Berbagai Perlakuan

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

H-0 H-1 H-2 H-3 H-4

Pengamatan (hari)

Kontrol Formalin Ekstrak

Amat

sangat kuat

Sangat

tidak kuat

- Kuat

Page 21: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

58

Berdasarkan hasil pengamatan pada Gambar 19, menunjukkan nilai

tertinggi adalah sebesar 3,40 atau dikategorikan kedalam aroma yang kuat pada mi

basah kontrol dan terendah adalah sebesar 2,40 atau dikategorikan kedalam aroma

yang sangat kuat pada mi basah formalin. Pada parameter aroma menggunakan

skala pengujian 1 sampai 5 dimana nilai 1 menandakan bahwa aroma amat sangat

kuat dan nilai 5 adalah aroma sangat tidak kuat.

Pada hari ke-0 penyimpanan menunjukkan bahwa mi basah kontrol

memiliki rata-rata nilai mutu yang terendah dibandingkan dengan sampel mi basah

lainnya yakni 3,40 (kuat) kemudian diikuti dengan mi basah formalin dengan rata-

rata nilai mutu sebesar 3,20 (kuat) dan mi basah ekstrak daun kemangi memiliki

rata-rata nilai mutu hedonik terbaik yakni sebesar 3,07 (kuat). Pada pengamatan

hari ke-0 nilai rata-rata yang didapatkan tidak menunjukkan perbedaan yang

signifikan yaitu seluruhnya ada pada kisaran nilai mutu 3 yang menunjukkan bahwa

semua sampel memiliki aroma yang kuat. Berdasarkan penilaian mutu hedonik

aroma oleh panelis, nilai rata-rata mi basah kontrol lebih tinggi atau agak kuat

karena sampel tersebut kurang mengeluarkan aroma atau tidak tercium pada

sebagian panelis. Sedangkan pada mi basah formalin aromanya lebih dapat tercium

walaupun tidak berbeda jauh dengan mi basah kontrol dan pada mi basah ekstrak

daun kemangi aromanya paling tercium karena aroma khas dari ekstrak yang

menyengat.

Pada hari ke-1 penyimpanan menunjukkan bahwa pada mi basah kontrol

dan mi basah formalin menghasilkan nilai yang tidak jauh berbeda dari hari ke-0

namun mengalami penurunan yaitu pada mi basah kontrol memiliki rata-rata nilai

Page 22: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

59

mutu tertinggi yakni sebesar 3,33 yang dikategorikan kedalam aroma yang kuat dan

pada mi basah formalin sebesar 3,13 yang juga dapat dikategorikan kedalam aroma

yang kuat. Sedangkan pada mi basah ekstrak daun kemangi tetap memiliki rata-rata

nilai mutu terbaik yakni sebesar 2,80 yang dikategorikan kedalam aroma yang

sangat kuat. Berdasarkan rata-rata nilai mutu dari ketiga sampel menunjukkan

bahwa aroma dari ketiganya semakin kuat dan semakin tercium oleh panelis. Pada

mi basah kontrol aroma yang muncul masih kurang tercium namun lebih kuat dari

sebelumnya dan terdapat panelis yang sudah mencium aroma asam dari sampel.

Kemudian untuk mi basah formalin aroma yang tercium adalah aroma khas terigu

dan mi basah ekstrak daun kemangi adalah kuat atau menyengat dimana panelis

sudah dapat mengenali adanya aroma khas herba.

Pada hari ke-2 mi basah kontrol sudah tidak lagi diamati karena sudah

menunjukkan ciri-ciri fisik mi basah yang tidak layak untuk dikonsumsi berupa hifa

pada beberapa bagian mi basah. Pada mi basah formalin menunjukkan nilai rata-

rata mutu sebesar 3,07 yang dikategorikan kedalam aroma yang kuat dan mi basah

ekstrak daun kemangi memiliki nilai rata-rata mutu aroma sebesar 2,60 yang dapat

dikategorikan kedalam aroma yang sangat kuat. Berdasarkan Gambar 18,

menunjukkan bahwa pada hari ke-2 aroma kedua sampel menimbulkan aroma yang

semakin kuat. Pengamatan panelis terhadap sampel mi basah formalin

menunjukkan aroma yang sedikit lebih kuat dari hari sebelumnya dan beberapa

panelis menyatakan bahwa sudah mulai tercium aroma asam dari sampel.

Sedangkan pada sampel uji mi basah ekstrak daun kemangi, panelis menyebutkan

bahwa sampel menunjukkan aroma khas dedaunan yang lebih menyengat.

Page 23: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

60

Pada hari ke-3 penyimpanan terjadi perubahan rata-rata nilai pada mi basah

daun ekstrak menjadi meningkat yakni menjadi 2,80 yang menandakan aroma yang

tercium mulai berkurang tidak sekuat pada hari ke-2. Sedangkan pada mi basah

formalin menunjukkan nilai yang menurun drastis yakni sebesar 2,40 yang

menunjukkan aroma yang ditimbulkan semakin kuat. Pada pengamatan mi basah

formalin menunjukkan aroma asam yang sangat kuat sehingga memiliki nilai yang

lebih rendah. Sampel uji mi basah ekstrak daun kemangi pada hari ke-3

menunjukkan aroma sudah mulai berkurang sehingga aroma khas kemangi sudah

mulai tidak tercium oleh panelis.

Pada hari ke-4 mi basah formalin sudah tidak diamati karena sudah

menunjukkan timbulnya hifa pada permukaan mi basah dan aroma asam yang

menyengat. Pada pengamatan terakhir, hanya sampel mi basah ekstrak kemangilah

yang menunjukkan ciri fisik yang masih baik dan tidak menimbulkan aroma asam.

Namun, pada hari ini aroma yang dihasilkan oleh sampel sudah sangat berkurang

dari hari sebelumnya tetapi panelis masih dapat mencium aroma khas yang keluar

dari sampel.

Hasil pengamatan pada mi basah kontrol sesuai dengan literatur yang

menyebutkan bahwa pada mi basah kontrol dalam penyimpanan selama 24 jam

sudah menunjukkan adanya tanda kebusukan dan aroma yang asam serta pada hari

ke-2 (48 jam) sudah menunjukkan adanya pertumbuhan jamur (Kesuma, 2018).

Aroma tidak sedap dari mi basah dapat disebabkan oleh terjadinya reaksi oksidasi

lemak dengan oksigen, penguraian gula reduksi menjadi asam-asam melalui jalur

Page 24: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

61

glikolisis, dan pertumbuhan mikroba terutama kapang pada permukaan mi basah

(Satyajaya, 2008).

Aroma khas pada mi basah ekstrak daun kemangi berasal dari kandungan

minyak atsiri dalam daun kemangi yang juga dapat menghambat pertumbuhan

mikroba sehingga tidak menimbulkan aroma asam sampai hari terakhir

pengamatan. Khaira (2015), mengatakan bahwa tahu yang telah diberi formalin

dapat menghambat timbulnya aroma asam karena protein yang telah rusak oleh

formalin tidak bisa diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam

(Khaira, 2015). Hal inilah yang juga terjadi pada sampel uji mi basah yang telah

diberi formalin.

Warna

Warna merupakan komponen penting dalam menentukan kualitas atau daya

penerimaan suatu bahan pangan oleh konsumen. Menurut Winarno (2004), warna

merupakan salah satu penilaian suatu mutu bahan pangan karena pada umumnya

warna adalah indikator yang dapat dinilai terlebih dahulu. Berikut merupakan hasil

pengujian terhadap tingkat kesukaan warna mi basah kontrol, mi basah formalin,

dan mi basah ekstrak daun kemangi.

Page 25: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

62

Gambar 20. Tingkat Kesukaan Warna Mi Basah Berbagai Perlakuan

Berdasarkan Gambar 20, menunjukkan bahwa rata-rata mi basah ekstrak

daun kemangi memiliki nilai mutu yang paling baik dimana nilai terbaiknya adalah

sebesar 2,87 yang dikategorikan kedalam warna yang sangat disukai yaitu pada hari

ke-0 yang dikategorikan kedalam warna yang sangat disukai oleh panelis. Pada

pengamatan warna ini menggunakan skala pengujian 1 sampai 5 dimana nilai 1

adalah amat sangat suka dan nilai 5 adalah sangat tidak suka.

Pada hari ke-0 penyimpanan, mi basah kontrol menunjukkan nilai rata-rata

sebesar 3,47 yang dikategorikan kedalam warna yang disukai. Kemudian mi basah

formalin memiliki nilai rata-rata nilai mutu tertinggi yakni sebesar 3,60 yang

dikategorikan kedalam warna yang disukai dan mi basah memiliki nilai rata-rata

mutu yang paling baik yakni sebesar 2,87 yang dikategorikan kedalam warna yang

sangat disukai. Semakin rendah nilai maka mutu mi basah semakin baik. Pada

pengamatan mi basah kontrol menunjukkan warna putih pucat sedangkan pada mi

basah formalin tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan yakni berwarna putih

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

H-0 H-1 H-2 H-3 H-4

Pengamatan (hari)

Kontrol Formalin Ekstrak

Amat

sangat suka

Sangat

tidak suka

- Suka

Page 26: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

63

dan mi basah ekstrak daun kemangi memiliki warna kecoklatan dan dianggap

menarik karena berbeda dari mi pada umumnya.

Pada hari ke-1 penyimpanan menunjukkan bahwa nilai rata-rata mutu pada

mi basah kontrol dan mi basah formalin mengalami perbaikan nilai yakni berturut-

turut adalah sebesar 3,07 dan 3,20 yang dapat dikategorikan kedalam warna yang

disukai. Sedangkan pada mi basah ekstrak daun kemangi mengalami kenaikan nilai

menjadi 3,07 atau setara dengan nilai mutu hedonik mi basah kontrol yang

dikategorikan kedalam warna yang disukai. Pada pengamatan selanjutnya, panelis

mengalami kesulitan dalam membedakan mi basah kontrol dan mi basah yang telah

diberi formalin karena keduanya sama-sama memiliki warna yang putih pucat.

Sedangkan penilaian mutu terhadap mi basah ekstrak daun kemangi meningkat

karena sampel uji ini dianggap terlalu pekat dan semakin gelap dari hari

sebelumnya.

Pada hari ke-2 sudah tidak dilakukan pengamatan warna pada sampel uji mi

basah kontrol karena sampel sudah tidak layak untuk dinilai oleh panelis.

Berdasarkan Gambar 20, menunjukkan nilai rata-rata yang menurun atau sama

dengan nilai mi basah kontrol dan mi basah ekstrak daun kemangi pada hari ke-1

yakni menjadi sebesar 3,07 yang dikategorikan kedalam warna yang disukai.

Begitupula pada mi basah ekstrak daun kemangi yang mengalami perbaikan mutu

warna namun, hal ini tidak begitu drastis yakni hanya sebesar 3,00 yang juga

dikategorikan kedalam warna yang disukai. Berdasarkan penilaian panelis, warna

mi basah formalin pada hari ke-2 adalah putih dengan kenampakan yang lebih

Page 27: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

64

bersih namun tetap pucat. Sedangkan pada mi basah ekstrak daun kemangi

memiliki kenampakan yang dianggap lebih menarik namun sedikit kurang cerah.

Pada hari ke-3 penyimpanan menunjukkan bahwa nilai rata-rata warna pada

mi basah formalin lebih stabil dan disukai oleh panelis dibandingkan dengan mi

basah ekstrak daun kemangi karna memiliki nilai 3,00 yang dapat dikategorikan

kedalam warna yang disukai, sedangkan mi basah ekstrak daun kemangi

menunjukkan nilai yang meningkat drastis yakni menjadi sebesar 3,67 namun

masih dapat dikategorikan kedalam warna yang disukai. Menurut panelis, warna

pada mi basah formalin tidak begitu mengalami perubahan yakni tetap putih pucat

namun lebih dapat diterima daripada mi basah ekstrak daun kemangi karena warna

hijau kecokelatan sudah pudar atau pucat sehingga kurang menarik.

Pada hari ke-4, sudah tidak dilakukan pengamatan terhadap mi basah

formalin karena sudah menunjukkan ciri-ciri fisik yang tidak layak untuk dinilai

oleh panelis lagi. Sedangkan pada mi basah ekstrak daun kemangi masih dapat

diamati karena belum ditemukan ciri fisik yang tidak diterima seperti tumbuhnya

hifa atau kapang pada permukaan dan aroma asam belum terasa. Penilaian mutu

warna mi basah ekstrak daun kemangi pada hari terakhir pengamatan adalah tidak

jauh berbeda dengan hari ke-3 yakni sebesar 3,60 yang masih dapat dikategorikan

kedalam warna yang disukai dengan kenampakan yang gelap dan pucat.

Menurut Winarno (2004), warna yang terkandung dalam bahan pangan

dapat disebabkan oleh beberapa sumber seperti pigmen, proses karamelisasi, reaksi

mailard dan adanya pencampuran bahan tambahan. Umumnya mi basah terbagi

menjadi dua berdasarkan warnanya, yakni mi putih dan mi kuning. Dari kedua jenis

Page 28: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

65

mi tersebut, yang paling sering ditemui di pasaran adalah jenis mi yang berwarna

kuning. Warna kuning khas yang terdapat dalam mi basah berasal dari penggunaan

telur. Pada pengujian ini tidak menggunakan telur sehingga mi dikategorikan

kedalam mi basah putih. Selain itu, penggunaan garam pada proses pengolahan juga

dapat mengatur warna pada produk mi (Andarwulan, 2011).

Menurut Billina dkk (2014), warna pucat pada mi yang telah direbus

disebabkan karena mi terurai oleh air pada saat direbus. Menurut Mualim (2013),

kecerahan (lightness) mi basah dapat dipengaruhi oleh jumlah tepung terigu yang

digunakan dalam pembuatan mi basah karena tepung terigu memiliki nilai derajat

putih yang tinggi yang juga mempengaruhi warna pada jenis mi basah putih.

Dengan begitu, warna pucat atau gelap pada mi basah juga dapat dipengaruhi oleh

rendahnya konsentrasi dari tepung terigu yang digunakan.

Menurut Setiari dan Yulita (2009), daun kemangi (O. sanctum) memiliki

kandungan klorofil total yang rendah yakni sebesar 13,8200 mg/g karena daun

kemangi merupakan tanaman semusim dan memiliki ukuran daun yang kecil

dengan helaian daun yang tipis. Selain itu, morfologi daun yang tipis umumnya

sangat mudah layu ketika dipetik sehingga klorofilnya mudah terdegradasi

(Musyarofah dkk, 2006). Hal inilah yang mungkin dapat menyebabkan warna

coklat pada mi basah yang diberi ekstrak daun kemangi.

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu aspek penting dalam penilaian mutu dari

produk pangan karena termasuk kedalam salah satu faktor yang dapat

Page 29: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

66

mempengaruhi penerimaan konsumen terhadap produk pangan. Berikut adalah

hasil pengujian terhadap tingkat kesukaan tekstur mi basah kontrol, mi basah

formalin, dan mi basah ekstrak daun kemangi.

Gambar 21. Tingkat Kesukaan Tekstur Mi Basah Berbagai Perlakuan

Berdasarkan Gambar 21, menunjukkan bahwa mi basah yang telah diberi

formalin memiliki rata-rata nilai mutu yang paling baik yakni mencapai 2,73 yang

dapat dikategorikan kedalam tekstur yang sangat kenyal pada hari ke-1. Secara

umum, nilai yang dihasilkan oleh sampel mi basah kontrol adalah konstan dan mi

basah formalin serta mi basah ekstrak kemangi mengalami fluktuasi. Pada

pengamatan tekstur ini menggunakan skala pengujian 1 sampai 5 dimana nilai 1

adalah amat sangat kenyal dan nilai 5 adalah sangat tidak kenyal atau semakin

rendah nilai maka semakin baik mutu produk mi basah.

Pada hari ke-0 penyimpanan mi basah kontrol dan mi basah ekstrak daun

kemangi tidak menunjukkan perbedaan nilai mutu yang signifikan yakni berturut-

turut sebesar 3,33 dan 3,20 yang dapat dikategorikan kedalam tektur yang kenyal.

Sedangkan pada mi basah formalin menunjukkan nilai rata-rata mutu tekstur yang

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

4.50

5.00

H-0 H-1 H-2 H-3 H-4

Pengamatan (hari)

Kontrol Formalin Ekstrak

Amat sangat

kenyal

Sangat tidak

kenyal

- Kenyal

Page 30: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

67

paling baik yakni sebesar 3,07 yang juga dikategorikan kedalam tekstur yang

kenyal namun lebih unggul karena memiliki nilai yang lebih kecil. Pada saat

pengamatan, panelis menyatakan bahwa ketiga mi basah hampir memiliki tekstur

kekenyalan yang sama.

Pada hari ke-1 penyimpanan menunjukkan bahwa mi basah kontrol tidak

mengalami perubahan nilai rata-rata mutu yakni tetap memiliki nilai rata-rata mutu

sebesar 3,33 yang dikategorikan kedalam tekstur yang kenyal. Hal serupa terjadi

pada nilai rata-rata mutu mi basah ekstrak daun kemangi yang tidak menunjukkan

adanya perbedaan nilai dengan pengamatan sebelumnya. Sedangkan pada mi basah

formalin menunjukkan perubahan nilai rata-rata menjadi 2,73 yang dikategorikan

kedalam tekstur yang sangat Kenyal. Berdasarkan pengamatan panelis, mi basah

kontrol mudah ditekan dan mudah hancur. Selanjutnya mi basah formalin dapat

kembali kebentuk semula saat ditekan (kenyal), sedangkan mi basah ekstrak daun

kemangi ketika diberikan tekanan maka dapat kembali seperti semula namun

membutuhkan waktu yang lebih lama.

Pada hari ke-2 penyimpanan, mi basah kontrol sudah tidak disediakan lagi

untuk dinilai oleh panelis karena sampel sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Mi

basah formalin mengalami penurunan mutu menjadi 2,93 sedangkan mi basah

ekstrak daun kemangi mengalami kenaikan mutu menjadi 3,07, namun keduanya

masih dikategorikan kedalam tekstur yang kenyal. Walaupun mi basah ekstrak daun

kemangi mengalami kenaikan, tetapi nilainya masih lebih tinggi dibandingkan mi

basah formalin. Menurut panelis, mi basah ekstrak daun kemangi memiliki

Page 31: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

68

permukaan yang berminyak, tidak terlalu kenyal, dan mudah putus. Sedangkan mi

basah formalin memiliki tekstur kenyal dan agak sulit terputus ketika ditarik.

Pada hari ke-3 penyimpanan, mi basah formalin tidak begitu menunjukkan

perubahan nilai mutu yang signifikan yakni hanya meningkat menjadi 3,00 yang

masih dikategorikan kedalam tektur yang kenyal. Sedangkan pada mi basah ekstrak

daun kemangi menunjukkan perubahan nilai yang cukup signifikan yaitu

meningkat menjadi 3,40 yang juga dikategorikan kedalam tekstur yang kenyal. Hal

ini menandakan bahwa mi basah ekstrak daun kemangi sudah mengalami

perubahan mutu tekstur pada hari ke-3 pengamatan. Berdasarkan pengamatan

panelis, mi basah ekstrak daun kemangi pada hari ke-3 sangat mudah gepeng saat

ditekan, sedangkan pada mi basah formalin masih kenyal atau yidak mudah gepeng.

Pada hari ke-4 penyimpanan sampel uji yang diamati hanya mi basah

ekstrak daun kemangi karena pada mi basah formalin sudah ditemukan adanya ciri

fisik yang menunjukkan bahwa sampel sudah tidak layak. Pada mi basah ekstrak

daun kemangi menunjukkan adanya perubahan nilai kesukaan mutu panelis yakni

menjadi 3,33 yang dikategorikan kedalam tekstur yang kenyal.

Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan suatu produk dapat

mempengaruhi berbagai karakteristik dari produk tersebut seperti teksturnya.

Menurut Kosasih (2017), penirisan pada proses pembuatan mi basah bertujuan agar

minyak yang terserap dapat memadat dan menempel pada mi serta membuat tekstur

mi menjadi kuat.

Menurut Cahyadi (2008), ciri-ciri mi basah yang mengandung formalin

adalah permukaan tampak mengkilat, tidak mudah putus dan tidak lengket,

Page 32: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

69

terkadang tercium aroma seperti obat, dan dapat bertahan mencapai dua hari atau

lebih. Formalin memiliki unsur aldehid yang mudah bereaksi dengan protein,

karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu formalin akan mengikat

unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu sampai ke bagian dalamnya.

Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan

tahu terasa lebih kenyal. Selain itu protein yang telah mati tidak akan diserang

bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, sehingga tahu akan menjadi

lebih awet (Khaira, 2015).

Menurut Mualim dkk (2013), kekenyalan pada mi basah dapat dipengaruhi

oleh gluten dari tepung terigu. Gluten merupakan protein khas yang ada pada

tepung terigu yang terdiri dari gliadin dan glutenin yang dapat membentuk sifat

elastis pada produk olahan pangan (Kusnandar, 2010). Selain itu, kandungan

protein pada mi basah juga mempengaruhi tekstur mi basah karena perlakuan panas

pada proses pengolahan dapat menyebabkan protein mengalami denaturasi

sehingga membuat mi menjadi kaku dan apabila pemberian protein gluten rendah

akan menyebabkan lembek dan mudah patah pada mi (Setiyoko, 2018).

Page 33: V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Determinasi Tanamanmedia.unpad.ac.id/thesis/240210/2015/240210150076_5_4458.pdfyang ditunjukkan oleh perasan daun kemangi (O. sanctum L.) terhadap Aspergillus

70

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian uji aktivitas antimikroba ekstrak daun kemangi

terhadap E. coli dan A. niger serta aplikasinya pada mi basah didapatkan

kesimpulan sebagai berikut:

1) Ekstrak daun kemangi fase etanol 70% memiliki aktivitas antimikroba yang

kuat pada konsentrasi 25% (19,08 mm) dan sangat kuat pada konsentrasi

50% (21,01 mm), 75% (21,69 mm), dan 100% (30,98 mm) terhadap E.coli.

Sedangkan pada A. niger, menunjukkan aktivitas antimikroba yang rendah

pada seluruh konsentrasi yang digunakan.

2) Ekstrak daun kemangi konsentrasi 100% dipilih dalam aplikasi mi basah

karena dapat menghasilkan zona hambat pada E. coli sebesar 30,98 mm

(sangat kuat) dan menghasilkan jumlah total mikroba terendah

dibandingkan dengan mi basah kontrol positif pada hari ke-4.

6.2 Saran

Untuk memastikan ekstrak daun kemangi aman untuk dijadikan pengawet

alami perlu dilakukan pengujian toksisitas ekstrak daun kemangi, serta dilakukan

identifikasi jenis mikroba kontaminan pada mi basah.