uu tata kelola migas & tantangan yang dihadapi

24
Daftar Isi Bab I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Ruang Lingkup .............................................................................................1 1.3 Tujuan & Manfaat .........................................................................................1 Bab II. Isi 2.1 Dasar Hukum Pengusahaan Migas ..............................................................2 2.2 Aktivitas Migas di Sektor Hulu (Eksplorasi & Produksi) ................................3 2.3 Skema Penunjukan / Pemilihan Blok Migas .................................................5 2.4 Perjalanan Undang Undang Migas ...........................................................6 2.5 Perjalanan Perjanjian / Kontrak Bagi Hasil ...................................................8 2.6 Tantangan UU No. 22 Thn. 2001 ................................................................18 2.7 Mengawal Revisi Undang Undang Migas Menuju Lahirnya UU Migas Yang Konstitusional ............................................................................................ 20

Upload: adha

Post on 17-Feb-2016

64 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

TRANSCRIPT

Page 1: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

Daftar Isi

Bab I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1

1.2 Ruang Lingkup .............................................................................................1

1.3 Tujuan & Manfaat .........................................................................................1

Bab II. Isi

2.1 Dasar Hukum Pengusahaan Migas ..............................................................2

2.2 Aktivitas Migas di Sektor Hulu (Eksplorasi & Produksi) ................................3

2.3 Skema Penunjukan / Pemilihan Blok Migas .................................................5

2.4 Perjalanan Undang – Undang Migas ...........................................................6

2.5 Perjalanan Perjanjian / Kontrak Bagi Hasil ...................................................8

2.6 Tantangan UU No. 22 Thn. 2001 ................................................................ 18

2.7 Mengawal Revisi Undang – Undang Migas Menuju Lahirnya UU Migas Yang

Konstitusional ............................................................................................ 20

Page 2: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

Lampiran

Gb. 1. Skema Tahap Eksplorasi ................................................................................. 4

Gb. 2. Skema Tahap Produksi .................................................................................. 4

Gb. 3. Skema Alur Direct Offer Tender ..................................................................... 5

Gb. 4. Grafik Resiko Investasi Migas ........................................................................ 6

Gb. 5. Skema Alur KBH I ........................................................................................... 9

Gb. 6. Profil Produksi Migas Indonesia ................................................................... 10

Gb. 7. Skema Alur KBH II ........................................................................................ 12

Gb. 8. Skema Alur KBH III ....................................................................................... 14

Gb. 9. Skema Alur UU No. 2 / 2001 ........................................................................ 15

Gb. 10. Tabel Perbedaan UU No. 8 Thn. 1971 dgn UU No. 2 / 2001 ...................... 16

Gb. 11. Tabel Perbedaan Skema ALur Undang – Undang No. 8 Thn. 1971 dgn UU No.

2 / 2001 ................................................................................................................... 17

Gb. 12. Tabel Issue dan Rekomendasi UU No. 22 Thn. 2001 ................................ 18

Gb. 13. Penyederhanaan Ijin Migas ....................................................................... 19

Page 3: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

1 | P a g e

Bab 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perjalanan tata kelola migas di Indonesia pasca konsesi hasil dari penjajahan

adalah sekitar tahun 1960. Dalam perkembangannya, undang – undang tata kelola

migas mengalami perubahan – perubahan mengikuti perkembangan kondisi dan

gejolak dalam dan luar negeri. Penulis mencoba membahas perubahan – perubahan

dan perkembangan undang – undang tata kelola migas tersebut.

1.2 Ruang Lingkup

Makalah ini akan mencakup perjalanan undang – undang tata kelola migas dari

beberapa periode waktu dan tantangan yang dihadapi di masa globalisasi pada saat ini.

1.3 Tujuan Dan Manfaat

Tujuan dan manfaat dari penulisan ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai pemenuhan tugas yang diberikan

2. Penulis mencoba untuk memahami undang – undang tata kelola migas dan

perkembangannya

3. Penulis mencoba untuk berpendapat mengenai undang – undang tata kelola

migas, perkembangannya dan tantangan yang dihadapi

Page 4: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

2 | P a g e

Bab 2

ISI

2.1 Dasar Hukum Pengusahaan Migas

Dalam pengusahaan dan pengelolaan migas, pemerintah telah mengeluarkan

kebijakan berupa undang – undang yang digunakan sebagai dasar untuk mengatur dan

mengelola, adapun undang – undang yang digunakan sebagai berikut :

1. UUD 1945 Pasal 33

Ayat 2 : tjabang-tjabang produksi jang penting bagi negara dan menguasai

hadjat hidup orang banyak dikuasai oleh negara;

Ayat 3 : bumi dan air dan kekajaan alam jang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnja

kemakmuran rakjat.

2. UU No.44 1960 Pasal 2

segala bahan galian minjak dan gas bumi jang ada di dalam wilayah hukum

pertambangan indonesia merupakan kekajaan nasional jang dikuasai oleh

negara.

Dari menggunakan dasar undang – undang tersebut dapat ditarik kata kunci, yaitu arti

dari “Menguasai”. Salah satu interpretasidari kata menguasai tersebut adalah

pemerintah atas Negara menguasai semua hak yang terkandung dalam sumber daya

migas, yaitu hak milik (property right – mineral right), hak mempergunakan (mining

right), dan hak menjual (economic right).

Dengan melihat arti penting komoditas minyak dan gas, maka pemerintah

mengeluarkan peraturan undang – undang yang lebih detail, yaitu :

1. Peraturan pemerintah pengganti undang-undang no.44 tahun 1960 tentang

pertambangan migas.

2. Undang-undang no.8 tahun 1971 tentang perusahaan pertambangan minyak

dan gas bumi negara (pertamina).

Page 5: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

3 | P a g e

3. Keputusan presiden no.11 tahun 1990 tentang pokok-pokok organisasi

pertamina. Di dalamnya terdapat Badan Pembinaan Pengusahaan

Kontraktor Asing (BPPKA).

4. Adanya Undang-Undang No.22 Tahun 2002 menjadikan PRP UU

No.44/1960 dan UU No.8/1971 menjadi tidak berlaku, tetapi peraturan

pelaksanaannya tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan UU

No.22/2002 atau belum ada penggantinya (BAB XIV Ketentuan Penutup,

Pasal 66)

2.2 Aktivitas Migas di Sektor Hulu (Eksplorasi & Produksi)

Pada masa sebelum adanya perundangan migas, masa konsesi, beberapa blok

migas telah dioperasikan oleh pihak asing, yang kemudian menggunakan status

sebagai KKKS (Kontraktor Kontrak Kerja Sama). Sehingga perundangan mengatur tata

kelola migas baik yang dikelola oleh pemerintah maupun KKKS asing. Pemerintah akan

memperhatikan langkah – langkah aktivitas migas di sektor hulu untuk acuan

penyusunan perundangan dan kebijakan yang berkaitan tentang komoditas migas

nasional. Sehingga didapatkan perundangan dan kebijakan yang dapat menggerakkan

roda komoditas migas dan menjaga nasionalisasi komoditas migas itu sendiri. Adapun

langkah – langkah aktivitas eksplorasi dan produksi, antara lain sebagai berikut :

1. Evaluasi cekungan

2. Indentifikasi prospek

3. Pemboran eksplorasi

4. Rencana pengembangan

5. Pengembangan dan produksi awal

6. Evaluasi kembali rencana pengembangan

7. Pemboran infill dan workovers

8. Enhanced recovery

9. Penurunan produksi lapangan

10. Meninggalkan lapangan

Page 6: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

4 | P a g e

Khususnya KKKS asing akan memperhatikan kebijakan migas pemerintah untuk dikaji

perihal keekonomiannya. Karena tahap – tahap pengusahaan migas sektor hulu masih

mengandung unsur ketidak-pastian. Berikut alur skema kegiatan eksplorasi dan

produksi migas :

A. Tahap Eksplorasi

Gb. 1. Skema Tahap Eksplorasi

B. Tahap Produksi

Gb. 2. Skema Tahap Produksi

Page 7: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

5 | P a g e

2.3 Skema Penunjukan / Pemilihan Blok Migas

Karena setiap keputusan yang berkaitan dengan komoditas migas merupakan

hak kepemilikan (property right – mineral right), hak mempergunakan (mining right), dan

hak menjual (economic right) dari pemerintah, maka pemerintah akan menggunakan

skema penunjukan / pemilihan blok migas. Adapun skema penunjukan / pemilihan blok

migas dengan ketentuan sebagai berikut :

1. No Membership / Mailing List

2. No negotiation

3. Firm commitment based on activities

4. Penandatanganan pihak pemerintah adalah badan pelaksana migas / satuan

kerja khusus migas

5. Mekanisme Penawaran Wilayah Kerja Dapat Melalui Direct Offer Tender

Atau Regular Tender

Skema alur direct offer tender adalah sebagai berikut :

Gb.3. Skema Alur Direct Offer Tender

Adapun blok – blok yang ditawarkan meliputi :

1. Available Blocks : Blok Migas Yang Masih Tersedia

2. Proposed Blocks : Pengajuan Oleh Perusahaan Yang Berminat

3. Joint Study : Kajian Bersama Oleh Perusahaan Yang Berminat

Page 8: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

6 | P a g e

Gb.4. Grafik Resiko Investasi Migas

2.4 Perjalanan Undang – Undang Migas

Perjanjian / kontrak pengusahaan komoditas migas nasional terdiri dari beberapa

jenis, antara lain :

1. Konsesi

2. Kontrak karya (contract of work)

3. Kontrak bagi hasil (production sharing contract)

4. Technical assistance contract

5. Joint operation agreement

Page 9: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

7 | P a g e

Pemerintah dalam membuat perjanjian menggunakan beberapa parameter yang

kemudian diterapkan melalui ketentuan – ketentuan dalam isi perjanjian tersebut,

antara lain :

1. Masa Berlaku Perjanjian

2. Relinquishment (Pelepasan Blocks)

3. Employment and Training Nationals (ToT)

4. Preferensi penggunaan barang dan jasa produk lokal (TKDN)

5. Pemasaran migas

6. Domestic Market Obligation

7. Kewajiban Pengilangan

8. Investasi Minimum

9. Rencana Kerja

10. Bonus Tunai

11. Jaminan Pelaksanaan

12. Pajak

13. Penyediaan Informasi

14. Perlindungan Lingkungan

15. Abandonment, Pemindahan dan Reklamasi

Perkembangannya pemerintah menggunakan perjanjian / kontrak bagi hasil (production

sharing contract) yang kemudian menjadi salah satu jenis kontrak migas yang terkenal

yang berasal dari Indonesia.

Page 10: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

8 | P a g e

2.5 Perjalanan Perjanjian / Kontrak Bagi Hasil

Pemerintah menggunakan kontrak bagi hasil terilhami dari perjanjian adat di

nusantara, yaitu Undang – Undang No. 8 Tahun 1971. Isi kandungan penting dalam

undang – undang tersebut adalah

Kepada pertamina disediakan seluruh wilayah hukum pertambangan migas

indonesia, dan diberikan kuasa pertambangan yang batas-batasnya wilayah serta

syarat-syaratnya ditetapkan oleh presiden atas usul menteri

Pertamina dapat mengadakan kerjasama dengan pihak lain dalam bentuk

“kontrak production sharing”

Dan dalam perkembangannya, kontrak bagi hasil ini mengalami beberapa kali

perubahan mengikuti dinamika migas nasional maupun dunia. Perubahan – perubahan

kontrak bagi hasil antara lain sebagai berikut :

2.5.1 Kontrak Bagi Hasil Generasi I (1965 – 1975) Kontrak bagi hasil pada masa ini merupakan kontrak bagi hasil pertama setelah

masa konsesi. Adapaun isi kandungan penting terdiri dari :

1. Cost recovery dibatasi maksimum 40% dari revenue

2. Pembagian ETS (equity to be split) : pertamina 65%, kontraktor 35%

3. Kontraktor wajib menyisihkan 25% dari bagiannya untuk pasar domestik

(dmo / domestic market obligation) dan mendapat imbalan sebesar us$ 0.20

per barel.

**DMO adalah kewajiban kontraktor untuk menyisihkan dari bagiannya untuk pasar

domestik, maksimum 25%. DMO mendapat imbalan lebih murah dari harga pasar.

Contoh :

– Kebutuhan domestik (ditentukan pemerintah) = 1.000.000 bpd

– Produksi = 150.000 bbl

– Cost oil = 50.000 bbl

– Bagian kontraktor = 26,7857% x 100.000 bbl = 26.786 bbl

– DMO = 25% x 26.786 bbl = 10.714 bbl

Page 11: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

9 | P a g e

Gb. 5. Skema Alur KBH I

Adapun kejadian – kejadian yang menuntut perubahan kontrak bagi hasil generasi I

adalah :

• 1973 : krisis energi, harga minyak meningkat pesat

• Awal 1974 dilakukan amandemen : harga minyak dasar ditentukan us$ 5/bbl di

mana kontraktor mendapat bagian 35%. dari kelebihan kelebihan harga riel

kontraktor mendapat bagian 15%, dan pemerintah 85%.

• 1975 : IRS (internal revenue service) tidak memberlakukan tax credit kepada

perusahaan yang beroperasi di indonesia

Page 12: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

10 | P a g e

Gb. 6. Profil Produksi Migas Indonesia

Page 13: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

11 | P a g e

2.5.2 Kontrak Bagi Hasil Generasi II (1976 – 1988) Kontrak bagi hasil pada masa ini terdiri dari beberapa isi kandungan penting

antara lain :

1. Tidak ada batasan cost recovery

2. Kapital didepresiasi 7 tahun secara DDB (Double Declining Balance)

3. Non Kapital Langsung di-recovery

4. ETS : 0,6591 : 0,3409 (minyak); dan 0,3182 : 0,6818 (gas) untuk

pemerintah dan kontraktor

5. Kontraktor membayar pajak pendapatan 45% dan pajak deviden 20%

(terhadap sisanya)

6. Untuk lapangan baru, kontraktor mendapat investment credit 20% dari

kapital, dan pembebasan dmo untuk 5 tahun pertama produksi

**Biaya Non Kapital adalah meliputi

• Operation

Labour, material and services daily operations.

Oil and Gas field production facilities operations

Secondary recovery operations

Storage handling transportation and delivery operations

Gas well operations

Gas transportation and delivery operations

Gas processing auxiliaries and utilities, and

Other operating activities incl. Repairs and maintenance

• Office, service & General Administration

General services: technical and related services.

Material services

Transportation

Rental of specialized and heavy engineering equipment

Site rentals and other rentals of services and property

Personal expenses

Page 14: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

12 | P a g e

Public relations, and Other expenses

• Production Drilling

Objective penetrating proven reservoir

Labour, material and services used in well drilling

Delineation well

Redrilling deepening or recompleting wells, and

Access roads leading directly to wells

• Exploratory Drilling

Objective finding unproven reservoir

Labor, material and services used in well drilling

Access roads leading directly to wells

Gb. 7. Skema Alur KBH II

Page 15: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

13 | P a g e

Adapun kejadian – kejadian yang menuntut perubahan kontrak bagi hasil generasi II

adalah :

• Kriteria komersialitas lapangan yang menjadi rujukan pertamina adalah bahwa

pemerintah minimum memperoleh 49% dari revenue. hal ini menyulitkan

pengembangan lapangan marginal dan sub-komersial lain.

• Pertamina mendefinisikan lapangan marjinal sebagai lapangan yang produksinya

selama 2 tahun pertama sebesar 10.000 barel (15 bpd)

• 1986 : harga minyak yang jatuh di bawah us$ 10/bbl menyebabkan ets menjadi

kecil atau nol sehingga pemerintah tidak mendapat bagian.

2.5.3 Kontrak Bagi Hasil Generasi III (1988– 2000) Kontrak bagi hasil pada masa ini terdiri dari beberapa isi kandungan penting

antara lain :

1. Diterapkan ftp (first trenche petroleum) 20%

2. Lapangan baru, harga minyak dmo dinaikkan menjadi 10% dari harga

ekspor.

3. Pemberian investment credit tidak terikat oleh kriteria perolehan

pemerintah minimum 49%

4. Insentif bagi hasil sesudah pajak untuk frontier area (pre-tertiary reservoir

dan kegiatan eor) :

a. s/d 50.000 bpd, pembagian 0,80 : 0,20

b. 50.000 - 150.000 bpd, pembagian 0,85 : 0,15

c. > 150.000 bpd, pembagian 0,90 : 0,10

5. Dan untuk marginal field

a. daerah konvensional, pembagian 0,80 : 0,20

b. daerah frontier, pembagian 0,75 : 0,25

Page 16: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

14 | P a g e

**FTP (First Trenche Petroleum) adalah jumlah minyak yang diambil (diamankan) lebih

dahulu sebagai equity to be split (minyak yang akan dibagi) sebelum dikurangi cost

recovery

FTP diterapkan pada kontrak bagi hasil generasi iii untuk menjamin agar pemerintah

memperoleh bagiannya dari hasil lifting seberapapun besar cost recovery

Gb. 8. Skema Alur KBH III

2.5.4 Kontrak Bagi Hasil Era UU No. 22 / 2001 (2001 - Sekarang) Kontrak bagi hasil pada masa ini terdiri dari beberapa isi kandungan penting

antara lain :

BAB I (ketentuan umum) pasal 1 ayat 19:

Kontrak kerjasama adalah kontrak bagi hasil atau bentuk kontrak kerja

sama lain dalam kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih

menguntungkan negara dan hasilnya dipergunakan untuk sebesar-besar

kemakmuran rakyat

Page 17: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

15 | P a g e

Gb. 9. Skema Alur UU No. 2 / 2001

Adapun kejadian – kejadian yang menuntut perubahan kontrak bagi hasil pada era ini

adalah :

1. Vonis bp migas yang dimandatkan uu nomor 22 tahun 2001 untuk

mengelola kegiatan hulu migas dinyatakan inkonstitusional

2. Panjangnya ijin birokrasi

Jumlah izin di sektor hulu sejak pra-eksplorasi hingga pasca

eksploitasi mencapai antara lain :

341 jenis izin

17 instansi pemberi izin

6000 dokumen.

Teorinya membutuhkan waktu 8-10 tahun untuk komersialisasi

cadangan migas, namun realitanya ada yang mencapai 17 tahun

3. Oil crisis; harga crude oil yang mencapai peak 42 usd/bls

moratorium aktivitas migas sektor hulu terutama kegiatan ekplorasi

(seismic & drilling)

4. Tidak menariknya (oil crisis, birokrasi, sosial-politik, dll) penawaran blok

migas bagi investor

5. Defisit produksi migas vs kebutuhan migas nasional

Page 18: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

16 | P a g e

2.5.5 Perbedaan antara UU No. 8 Thn.1971 dengan UU No. 21 Thn.2001

Gb. 10. Tabel Perbedaan UU No. 8 Thn. 1971 dgn UU No. 2 / 2001

Dari tabel diatas terlihat perbedaan yang mendasar perihal regulator dan operator.

Peran Pertamina sebagai regulator pada UU No. 8 Thn 1971 digantikan oleh

pemerintah yang kemudian menunjuk badan pelaksana. Dan peran posisi Pertamina

menjadi operator yang sejajar dengan para operator KKKS lainnya.

Page 19: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

17 | P a g e

KBH I (1965 - 1975) KBH III (1988 - 2000)

KBH II (1976 – 1988) No.22 /2001

Gb. 11. Tabel Perbedaan Skema ALur UU No. 8 Thn. 1971 dgn UU No. 2 / 2001

Page 20: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

18 | P a g e

2.6 Tantangan UU No. 22 Thn. 2001

Gb. 12. Tabel Issue dan Rekomendasi UU No. 22 Thn. 2001

Pada tabel diatas dapat diketahui isu – isu yang menjadi hambatan untuk perkembangan migas

nasional, antara lain :

A. Ketidak-pastian Hukum Migas

Hal ini terlihat ketika BP (Badan Pelaksana) Migas dibubarkan karena tidak

mempunyai dasar hukum yang menaungi

Sehingga kami berharap agar minimal legalitas BP MIgas dapat segera dibuatkan.

Yang kemudian dapat menjadi citra baik dalam industry migas nasional.

B. Panjangnya Birokrasi Ijin Migas

Page 21: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

19 | P a g e

Gb. 13. Penyederhanaan Ijin Migas

Penyederhanaan ijin birokrasi Migas sedang dilakukan dengan memangkas

beberapa ijin dan menjadikan menjadi 1 atap pengurusan melalui BKPM (Badan

Koordinasi Penanaman Modal)

C. Keekonomian

Saat ini masih masa oil crisis (harga minyak mentah mencapai titik terendah, $ 42 /

bls), sehingga para investor menkaji seluruh aktivitas hulu mereka. Diharapkan agar

pemerintah dapat memberikan insentive agar para investor mendapat titik

keekonomian ketika melakukan aktivitas migas, terutama aktivitas hulu migas

(eksplorasi).

Kemudian, diharapkan agar pemerintah dapat bergeser ke daerah timur Indonesia.

Terutama cekungan – cekungan migas yang berada di laut dalam.

D. Sosial

Page 22: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

20 | P a g e

Masalah sosial mengganggu operasional kegiatan migas nasional. Hal ini sedikit

banyak karena peran dan porsi pemerintah daerah masih belum bisa maksimal.

Pemerintah daerah kadang beropini bahwa mereka tidak mau menjadi penonton di

daerah mereka sendiri. Diharapkan peran dan porsi pemerintah daerah dapat

ditingkatkan, sehingga mereka dapat ikut andil memelihara kelancaran operasional

industri migas.

2.7 Mengawal Revisi UU Migas Menuju Lahirnya UU Migas Yang Konstitusional

Mengutip pemikiran Dr H. Kurtubi Anggota Komisi VII DPRRI Fraksi Partai

Nasdem, perihal tata kelola UU Migas No. 22/2001 bahwa :

A. Bertentangan dengan Konstitusi

1. Menganut pola ‘B to G’. Pemerintah menurunkan derajat dirinya sendiri

untuk menjadi ‘sejajar’ dengan invstor. Pemerintah harus mentaati isi

kontrak yang ditandatanganinya, meskipun dikemudian hari isi kontrak

sangat merugikan negara.

2. Kuasa Pertambangan yang diberikan oleh Negara kepada Pemerintah,

oleh Menteri KP diserahkan ke Investor/Kontraktor.Note: KP adalah

WEWENANG untuk melakukan kegiatan ekpslorasi dan eksploitasi.

3. Menganut prinsip UNBUNDLING dimana antara hulu (eksplorasi dan

eksploitas) dipisahkan secara tegas dengan kegiatan hilir (Kilang,

distribusi dan penjualan)

B. Merugikan Negara secara financial

1. BP Migas bukan Perusahaan Negara tetapi BHMN, sehingga migas

bagian negara harus dijual LEWAT PIHAK ke3.

2. BP Migas a.l. Bertugas mengontrol semua biaya2 yang dikeluarkan oleh

Kontraktor, namun BP migas tidak pernah melakukan kegiatan

perminyakan.

3. Blok yang sudah selesai kontrak, TIDAK BISA diambil alih/dioperasikan

oleh BP Migas

Page 23: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

21 | P a g e

4. Semua benda2 modal/asset yang dibeli oleh Kontraktor dengan dana cost

recovery, tidak bisa di handle secara ekonomi

5. Sertifikasi asset yang ada diperut bumi (proven reserves) tidak bisa

dilakukan oleh BP Migas, akibatnya pihak lain (kontraktor) yang

melakukannya.

6. Pertamina yang akan mengolah minyak mentah dari Konyraktor, harus

dibeli lewat Pihak Ketiga.

C. Menciptakan sistem Tata Kelola yang Tidak Efisien dan menghambat Investasi

Eksplorasi

1. Jumlah karyawan BP Migas sekitar 15 X jumlah karyawan BKKA/

Direktorat MPS sewaktu masih dibawah Pertamina

2. Proses investasi eksplorasi menjadi sangat panjang dan birokratik karena

BP Migas sebagai penandatangan kontrak, bukanlah Pemegang Kuasa

Pertambangan.

3. UU Migas mencabut azas LEX SPESIALIS di industri migas nasional

D. Dampak Dari UU Migas No.22/2001 Setelah diimplementasikan selama 14

Tahun

1. Produksi minyak mentah sangat rendah dan terus turun karena sejak UU

Migas nyaris tidak ada penemuan cadangan/lapangan mgas baru yang

significant. Meski secara geologis potensi sumber daya migas relatif

masih sangat besar dan harga minyak dunia relatif sangat tinggi.

2. Kilang BBM tidak pernah dibangun karena yang bertanggung jawab atas

pemenuhan kebutuhan BBM tidak lagi Pertamina melainkan Pemerintah

(Pemerintah mengandalkan ‘pasar’ yang akan memenuhi kebutuhan

BBM), sementara Pemerintah setiap 5 tahun berganti.

3. Cadangan terbukti yang masih diperut bumi dijadikan agunan oleh Pihak

yang Tidak Berhak (Kontraktor)

4. Munculnya banyak Kasus Korupsi BP Migas/SKK Migas

E. Solusi: Ganti UU Migas No.22/2001 Dengan UU Migas yang Konstitusional

Untuk Mempercepat Kemakmuran Rakyat. Dengan Prinsips Pokok:

Page 24: UU Tata Kelola Migas & Tantangan Yang Dihadapi

22 | P a g e

1. Perlunya ketegasan status kepemilikan oleh Negara akan asset migas

yang ada diperut bumi (berupa proven reserves). Migas baru menjadi

Kontraktor, setelah migas diproduksikan, dibagi dan berada dititik serah.

2. Agar kepemilikan oleh Negara tersebut bisa efektif dan bermanfaat untuk

sebesar2 kemakmuran rakyat, maka kepemilikan oleh Negara tersebut

harus diwakilkan/didelegasikan kepada PERUSAHAAN NEGARA

(Pertamina) dalam bentuk pemberian KUASA PERTAMBANGAN

KEPADA Pertamina. Pertamina dibentuk dengan UU dan TIDAK BOLEH

dijual.

3. SKK Migas dilikwidasi dan digabung dengan Pertamina. BPH Migas

dilikwidasi dengan Ditjen Migas, agar sistem menjadi efisien dan tidak

ribet.

4. Pertamina berkewajiban memenuhi kebutuhan BBM dalam negeri,

memaksimumkan penerimaan migas, meningkatkan jumlah proven

reserves dengan bekerjasama dengan Kontraktor Asing dan Swasta

Nasional

5. Pemberlakuan prinsip LEX SPESALIS

6. Kontrol yang ketat terhadap Pertamina, termasuk lewat Non-listed public

company