uu - latar belakang

3
Standard Pelayanan Kefarmasian di Apotek A. Pendahuluan Dahulunya peranan apoteker masih belum optimal. Ini ditandai kebiasaan apoteker yang cenderung masih berorientasi pada obat sesuai resep dokter (drug oriented yaitu menyediakan obat yang bermutu dan aman bagi masyarakat). Pada masa itu aktivitas peracikan obat sangat mendominasi. Karena formula produk yang dibuat industri farmasi masih terbatas, apotek menyediakan berbagai bahan baku untuk keperluan peracikan yang diresepkan oleh dokter. Kemajuan teknologi dan maraknya industri farmasi telah membuat produk-produk obat baru bermunculan setiap tahunnya. Formula-formula resep yang dahulu harus diracik, kini sudah banyak diproduksi oleh industri. Aktifitas peracikan di apotekpun mulai berkurang. Ditambah dengan fenomena semakin banyaknya lulusan apoteker, maka orientasi apotekpun berubah. Saat ini terjadi pergeseran paradigma kefarmasian dari “Drug Oriented” menjadi “Patient Oriented (pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien)” merupakan sebuah hal yang mesti direspon positif oleh semua kalangan, baik itu pemerintah, farmasis maupun masyarakat. Perubahan paradigma ini melahirkan sebuah produk yang dinamakan dengan Pharmaceutical Care”. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi

Upload: laurentiaoktavia

Post on 22-Dec-2015

6 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

UU

TRANSCRIPT

Page 1: UU - Latar Belakang

Standard Pelayanan Kefarmasian di Apotek

A. Pendahuluan

Dahulunya peranan apoteker masih belum optimal. Ini ditandai kebiasaan

apoteker yang cenderung masih berorientasi pada obat sesuai resep dokter (drug oriented

yaitu menyediakan obat yang bermutu dan aman bagi masyarakat). Pada masa itu

aktivitas peracikan obat sangat mendominasi. Karena formula produk yang dibuat

industri farmasi masih terbatas, apotek menyediakan berbagai bahan baku untuk

keperluan peracikan yang diresepkan

oleh dokter.

Kemajuan teknologi dan maraknya industri farmasi telah membuat produk-produk

obat baru bermunculan setiap tahunnya. Formula-formula resep yang dahulu harus

diracik, kini sudah banyak diproduksi oleh industri. Aktifitas peracikan di apotekpun

mulai berkurang. Ditambah dengan fenomena semakin banyaknya lulusan apoteker,

maka orientasi apotekpun berubah. Saat ini terjadi pergeseran paradigma kefarmasian

dari “Drug Oriented” menjadi “Patient Oriented (pelayanan kefarmasian yang

berorientasi kepada pasien)” merupakan sebuah hal yang mesti direspon positif oleh

semua kalangan, baik itu pemerintah, farmasis maupun masyarakat. Perubahan

paradigma ini melahirkan sebuah produk yang dinamakan dengan “Pharmaceutical

Care”. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan

obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk

meningkatkan kualitas hidup dari pasien.

Aspek-aspek yang dinilai penting dalam pelayanan kefarmasien berorientasi

pasien adalah ketepatan dalam pemilihan dan penyediaan obat, informasi obat, kepatuhan

pasien, monitoring efek samping obat, dan evaluasi penggunaan obat pada pasien

Komunikasi yang baik antara pasien dan apoteker sangat diperlukan. Karena

banyak case (kasus) pasien yang tidak memerlukan obat untuk penyembuhannya.

Contohnya pasien yang mengalami depresi, susah tidur, dan susah makan. Mereka tidak

butuh obat, tetapi dorongan dan motivasi untuk kesembuhannya.

Meskipun pelayanan kefarmasian saat ini telah berorientasi pada pasien (patient

oriented) tetap saja apoteker harus memberikan obat sesuai resep dokter (drug oriented).

Page 2: UU - Latar Belakang

Contohnya adalah adanya pasien yang hanya membeli setengah dari resep dokter dengan

alasan obat yang ditulis dalam resep mahal sehingga pasien tidak bisa membeli utuh.

Dalam case ini seharusnya apoteker memberikan rekomendasi atau pilihan obat lain

kepada pasien yang fungsi dan kegunaannya sama dengan harga yang lebih terjangkau.

     Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk

meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi

langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan

pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya

sesuai harapan dan terdokumerotasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan

menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam

proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktik harus sesuai

standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam

menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional.