uu ite
DESCRIPTION
UU ITETRANSCRIPT
UNDANG - UNDANG NO. 11 TAHUN 2008
TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
(UU ITE)
Oleh :
Nama : Roji Muhidin
NIM : 1202080
Mata Kuliah : Keamanan Komputer
STIMIK MUHAMMADIYAH BANTEN
2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Indonesia telah memasuki sebuah tahapan baru dalam dunia informasi dan
komunikasi dalam hal ini adalah internet. Indonesia merupakan salah satu negara
berkembang di dunia yang telah memulai babakan baru dalam tata cara pengaturan
beberapa sistem komunikasi melalui media internet yakni seperti informasi, pertukaran
data, transaksi online dsb. Hal itu dilakukan oleh Indonesia melalui pemerintah yang
bekerjasama dengan Dewan Perwakilan Rakyat untuk membuat sebuah draft atau aturan
dalam bidang komunikasi yang tertuang dalam RUU ITE atau Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Eletronik. Tepatnya pada tanggal 25 Maret 2008 telah disahkan menjadi
UU oleh DPR. UU ini dimaksudkan untuk menjawab permasalahan hukum yang
seringkali dihadapi diantaranya dalam penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau
transaksi secara elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik. Hal tersebut adalah
sebuah langkah maju yang di tempuh oleh pemerintah dalam penyelenggaraan layanan
informasi secara online yang mencakup beberapa aspek kriteria dalam penyampaian
informasi.
Untuk itu tentu dibutuhkan suatu aturan yang dapat memberikan kepastian
hukum dunia maya di Indonesia. Maka diterbitkanlah undang-undang No. 11 tahun 2008
tentang informasi dan transaksi elektronik yang lazim dikenal dengan istilah “UU ITE”.
1.2.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1. Sebagai tugas mata kuliah Etika Profesional
2. Sebagai panduan untuk memahami UU ITE
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Latar Belakang Disusunnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Hukum yang baik adalah hukum yang bersifat dinamis, dimana hukum dapat
berkembang sesuai dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat. Salah satu
perkembangan yang terjadi adalah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
dunia maya. Dunia maya juga telah mengubah kebiasaan banyak orang yang
menggunakan internet untuk melakukan berbagai kegiatan dan juga membuka peluang
terjadinya kejahatan. Untuk itu tentu dibutuhkan suatu aturan yang dapat memberikan
kepastian hukum dunia maya di Indonesia. Maka diterbitkanlah undang-undang No. 11
tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik yang lazim dikenal dengan istilah
“UU ITE”.
2.2. Manfaat Kehadiran UU ITE
Kehadiran UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) akan memberikan manfaat, beberapa diantaranya; (i) menjamin kepastian hukum
bagi masyarakat yang melakukan transaksi secara elektronik; (ii) mendorong
pertumbuhan ekonomi Indonesia; (iii) sebagai salah satu upaya untuk mencegah
terjadinya kejahatan berbasis teknologi informasi; (iv) melindungi masyarakat pengguna
jasa dengan memanfaatkan teknologi informasi.
2.3. Kronologis UU ITE
UU ITE mulai dirancang sejak Maret 2003 oleh Kementerian Negara
Komunikasi dan Informasi (Kominfo) dengan nama Rancangan Undang Undang
Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik (RUU-IETE). Semula UU ini dinamakan
Rancangan UndangUndang Informasi Komunikasi dan Transaksi Elektronik (RUU
IKTE) yang disusun Ditjen Pos dan Telekomunikasi - Departemen Perhubungan serta
Departemen Perindustrian dan Perdagangan, bekerja sama dengan Tim dari Fakultas
Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) dan Tim Asistensi dari ITB, serta Lembaga
Kajian Hukum dan Teknologi Universitas Indonesia (UI).
Setelah Departemen Komunikasi dan Informatika terbentuk berdasarkan Peraturan
Presiden RI No 9 Tahun 2005, tindak lanjut usulan UU ini kembali digulirkan. Pada 5
September, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono melalui surat No.R./70/Pres/9/2005
menyampaikan naskah RUU ini secara resmi kepada DPR RI. Bersamaan dengan itu,
pemerintah melalui Departemen Komunikasi dan Informatika membentuk “Tim Antar
Departemen Dalam rangka Pembahasan RUU Antara Pemerintah dan DPR RI” dengan
Keputusan Menteri Komunikasi dan Informatika No.83/KEP/M.KOMINFO/10/2005
tanggal 24 Oktober 2005 yang kemudian disempurnakan dengan Keputusan Menteri No.:
10/KEP/M.Kominfo/01/2007 tanggal 23 Januari 2007 dengan Pengarah:
Menteri Komunikasi dan Informatika,
Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sekretaris Negara, dan Sekretaris Jenderal
Depkominfo. Ketua Pelaksana Ir. Cahyana Ahmadjayadi, Dirjen Aplikasi
Telematika
Depkominfo, Wakil Ketua Pelaksana I: Dirjen Peraturan Perundang-undangan
Departemen Hukum dan HAM dan Wakil Ketua Pelaksana II: Staf Ahli Menteri
Komunikasi dan Informatika Bidang Hukum.
2.3.1. Proses Pembahasan UU ITE
A. Pembentukan Pansus Dan RDPU
Merespon surat Presiden No. R./70/Pres/9/2005, DPR membentuk Panitia
Khusus (Pansus) RUU ITE yang awalnya diketuai oleh R.K. Sembiring Meliala (FPDIP)
untuk selanjutnya digantikan oleh Suparlan, SH (FPDIP). Pansus DPR beranggotakan 50
orang dari 10 (sepuluh) fraksi yang ada di DPR. Pansus mulai bekerja sejak 17 Mei 2006
hingga 13 Juli 2006 dengan menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan
berbagai pihak sebanyak 13 kali; antara lain operator telekomunikasi, perbankan, aparat
penegak hukum, dan kalangan akademisi. Setelah menyelesaikan RDPU dengan 13
institusi, pada Desember 2006 Pansus DPR RI menetapkan Daftar Inventarisasi Masalah
(DIM). Ada 287 DIM yang berasal dari 10 fraksi yang tergabung dalam Pansus.
B. Rapat Pansus, Panja, Dan Timus-Timsin
Pembahasan DIM RUU ITE antara Pansus DPR dengan Pemerintah (Tim
Antar Departemen Pembahasan RUU ITE) mulai dilaksanakan pada 24 Januari 2007 di
Ruang Komisi I DPR. Pembahasan dilakukan sekali dalam seminggu (Rabu atau Kamis)
sesuai undangan DPR.
Pada pembahasan RUU ITE tahap Pansus, sesuai ketentuan, Pemerintah
diwakili oleh Menteri Komunikasi dan Informatika atau Menteri Hukum dan HAM serta
didampingi anggota Tim Antar Departemen Pembahasan RUU ITE. Rapat Pansus yang
dilaksanakan sejak 24 Januari hingga 6 Juni 2007, dilakukan sebanyak 17 kali dan
berhasil membahas seluruh DIM Setelah Pansus, pembahasan dilakukan pada tahap
Panitia Kerja (Panja), berlangsung mulai 29 Juni 2007 sampai 31 Januari 2008, dengan
jumlah rapat sebanyak 23 kali. Selesai Rapat Panja, pembahasan dilanjutkan pada tahap
Tim Perumus (Timus) dan Tim Sinkronisasi (Timsin) yang berlangsung sejak 13 Februari
sampai 13 Maret 2008 dengan jumlah rapat sebanyak 5 kali.
C. Rapat Pleno Pansus Dan Paripurna Dewan
Tahap selanjutnya setelah Rapat Pansus, Panja, dan Timus-Timsin dilalui,
digelar Rapat Pleno Pansus RUU ITE dilakukan untuk pengambilan keputusan tingkat
pertama terhadap naskah akhir RUU ITE. Ini dilangsungkan pada 18 Maret 2008, dan
hasilnya menyetujui RUU ITE dibawa ke pengambilan keputusan tingkat II. Pada Rapat
Paripurna DPR RI, tanggal 25 Maret 2008, 10 Fraksi sepakat menyetujui RUU ITE
ditetapkan menjadi Undang-Undang untuk selanjutnya dikirim ke Presiden untuk
ditandatangani.
Kemudian lahirlah UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik (ITE), yang telah ditandatangan oleh Presiden RI Susilo Bambang
Yudhoyono, pada 21 April 2008 lalu, yang sebelumnya pada 25 Maret 2008 ditelah
disetujui oleh DPR, sebagai upaya untuk menyediakan payung hukum bagi kegiatan
pemanfaatan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
2.4. Gambaran Umum UU ITE
UU ITE ini terdiri dari 13 bab dan 54 pasal ;
Bab 1 – Tentang Ketentuan Umum,
Yang menjelaskan istilah–istilah teknologi informasi menurut undang-undang informasi
dan transaksi elektronik.
Bab 2 – Tentang Asas Dan Tujuan,
Yang menjelaskan tentang landasan pikiran dan tujuan pemanfaatan teknologi informasi
dan transaksi elektronik.
Bab 3 – Tentang Informasi, Dokumen, Dan Tanda Tangan Elektronik,
Yang menjelaskan sahnya secara hukum penggunaan dokumen dan tanda tangan
elektronik sebagai mana dokumen atau surat berharga lainnya.
Bab 4 – Tentang Penyelenggaraa Sertifikasi Elektronik Dan Sistem Elektronik,
Menjelaskan tentang individu atau lembaga yang berhak mengeluarkan sertifikasi
elektronik dan mengatur ketentuan yang harus di lakukan bagi penyelenggara sistem
elektronik.
Bab 5 - Tentang Transaksi Elektronik,
Berisi tentang tata cara penyelenggaraan transaksi elektronik.
Bab 6 – Tentang Nama Domain, Hak Kekayaan Intelektual, Dan Perlindungan Hak
Pribadi,
Menjelaskan tentang tata cara kepemilikan dan penggunaan nama domain, perlindungan
HAKI, dan perlindungan data yang bersifat privacy.
Bab – 7 Tentang Perbuatan Yang Dilarang,
Menjelaskan tentang pendistribusian dan mentransmisikan informasi elektronik secara
sengaja atau tanpa hak yang didalamnya memiliki muatan yang dilarang oleh hukum.
Bab – 8 Tentang Penyelesaian Sengketa,
Menjelaskan tentang pengajuan gugatan terhadap pihak pengguna teknologi informasi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bab 9 – Tentang Peran Pemerintah Dan Peran Masyarakat,
Menjelaskan tentang peran serta pemerintah dan masyarakat dalam melindungi dan
memanfaatkan teknologi informasi dan transaksi elektronik.
Bab 10 – Tentang Penyidikan,
Bab ini mengatur tata cara penyidikan tindak pidana yang melanggar Undang-Undang
ITE sekaligus menentukan pihak-pihak yang berhak melakukan penyidikan.
Bab 11 - Tentang Ketentuan Pidana,
Berisi sanksi-sanksi bagi pelanggar Undang-Undag ITE.
Bab – 12 Tentang Ketentuan Peralihan,
Menginformasikan bahwa segala peraturan lainnya dinyatakan berlaku selama tidak
bertentangan dengan UU ITE.
Bab 13 – Tentang Ketentuan Penutup,
Berisi tentang pemberlakuan undang-undang ini sejak ditanda tangani presiden.
2.5. Tujuan Undang-Undang ITE
1. Mengembangkan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi
dunia.
2. Mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
3. Meningkatkan aktifitas dan efisiensi pelayanan publik.
4. Membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang untuk memajukan
pemikiran dan kemampuan dibidang penggunaan dan pemanfaatan teknologi
informasi seoptimal mungkin namun disertai dengan tanggung jawab.
5. Memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan
penyelenggara teknologi informasi.
2.6. Contoh - Contoh Kasus Pelanggaran UU ITE
Luna Maya dijerat pasal 27 undang-undang ITE karena melecehkan profesi
wartawan (bukan jurnalist, kalau jurnalist menulis dengan fakta dan bukti yang
nyata, kalau wartawan bisa menulis dengan abstrak yang dalam hal ini kita
pandang sebagai ISU) infotainment dengan kata “pelacur” dan “pembunuh“.
Prita Mulyasari dijerat pasal 27 ayat 3 Undang-Undang nomor 11 tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), karena akan mengancam
kebebasan berekspresi.
Narliswandi sudah diperiksa pada 28 Agustus lalu. Penyidik berniat pula menjerat
Narliswandi dengan Pasal 27 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik
dengan ancaman hukuman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Karena kasus
pencemaran nama baik terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Alvin Lie.
Agus Hamonangan diperiksa oleh penyidik Polda Metro Jaya Sat. IV Cyber Crime
yakni Sudirman AP dan Agus Ristiani. Merujuk pada laporan Alvin Lie,
ketentuan hukum yang dilaporkan adalah dugaan perbuatan pidana pencemaran
nama baik dan fitnah seperti tercantum dalam Pasal 310, 311 Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP), serta dugaan perbuatan
mendistribusikan/mentransmisikan informasi elektonik yang memuat materi
penghinaan seperti tertuang dalam Pasal 27 ayat (3) Pasal 45 ayat (1) UU Nomor
11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Ariel dijerat Pasal 27 ayat 1 UU nomor 11 tahun 2008 tentang ITE jo pasal 45
ayat 1 UU ITE mengatur tentang hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan
dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.
Dani Firmansyah, hacker situs KPU dinilai terbukti melakukan tindak pidana yang
melanggar pasal 22 huruf a, b, c, tahun 2008 tentang Telekomunikasi. Selain itu
Dani Firmansyah juga dituduh melanggar pasal 38 Bagian ke-11 UU
Telekomunikasi.
BAB III
KESIMPULAN
Walaupun terlambat, kehadiran aturan hukum baru tersebut dapat dilihat
sebagai bentuk respons pemerintah untuk menjerat orang-orang yang tidak bertanggung
jawab dalam menggunakan internet hingga merugikan masyarakat, bangsa, dan negara
Indonesia. Menurut Menkominfo Muhammad Nuh,sedikitnya ada tiga hal mendasari
penyalahgunaan internet yang dapat menghancurkan keutuhan bangsa secara keseluruhan,
yakni pornografi, kekerasan, dan informasi yang mengandung hasutan SARA.
Kalau UU ITE dilihat dalam perspektif penanggulangan penyalahgunaan
internet di atas, maka semestinya tak perlu ada pro dan kontra. Ini karena pada dasarnya
kehadiran UU itu untuk melindungi masyarakat dari kerugian dan kehancuran akhlak
yang akan berimplikasi pada kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Meski
demikian, kehadiran perangkat hukum itu pun tidak secara otomatis dapat menghentikan
langkah para hacker atau cracker. Bahkan, boleh jadi perangkat hukum ini akan
memancing keberanian mereka untuk mencari titik-titik lemahnya sehingga mereka bisa
terus melancarkan aksinya. Kenyataannya, para pelaku cyber crime secara umum adalah
orang-orang yang memiliki keunggulan dan kemampuan keilmuan dan teknologi di
bidangnya. Sementara itu, kemampuan aparat untuk menangkalnya sungguh jauh dari
kualitas dari para pelaku kejahatan tersebut.
Semoga kehadiran UU ITE bisa menjadi payung hukum bagi aparat
kepolisian untuk bertindak tegas dan selektif terhadap berbagai jenis penyalahgunaan
internet. Dengan demikian, kehadiran UU ini tidak menjadi momok yang menakutkan
bagi pengguna dan mematikan kreativitas seseorang di dunia maya.