usulan teknis data teknis 4.docx

112
DATA TEKNIS 4 URAIAN PENDEKATAN , METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA A. PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGI A.1. TUJUAN KEGIATAN Dalam merumuskan kegiatan, selain identifkasimasalah, sangat perlu menetapkan tujuan Masterplan Rumah Sakit Umum Daerah Srengat di Kabupaten litar ini, !ang meliputi" #$ Salah satu strategipembangunan kesehatan nasi%nal untuk me&ujudkan Ind%nesia$ Untuk mengkaji berbagai aspek, mulai aspek regulasi,pangsa sasaran'kel%mp%k mas!arakat (al%n pengguna jasa pera&atan rumah sakit, pela!anan dan tekn%l%gi !ang perlu disediakan, aspek ek%n%mi keuangan, aspek lingkungan !ang berkaitan dengan ren(ana pengembangan dan pembangunan rumah sakit, hingga l%kasi !ang la!ak dikembangkan menjadi rumah sakit !ang berkaitan dengan pendirian Rumah Sakit Umum Daerah Srengat) *$ Untuk menetapkan tahapan pembangunan !ang dipr%!eksikan sebelumn!a$ A.2. LINGKUP PEMBAHASAN DAN JASA KONSULTANSI YANG DIPERLUKAN Masterplan merupakan pemindai keadaan eksternalmaupun internal !ang menunjukkan seberapa baik k%ndisi di luar dan seberapa siap p%tensi !ang ada di dalam untuk dikel%la, terhadap ren(ana +embangunan Rumah Sakit Umum Daerah Srengat tipe Kabupaten litar$ -asil pemindaian tersebut didasarkan atas analisis data ser asumsi !ang bisa dipertanggungja&abkan$ -asil Masterplan diharapkan bisa menjadi dasar pengambilan keputusan terhadap +embangunan Rumah Sakit Umum Daerah Srengat tipe Kabupaten litar$ Adapun beberapa aspek !ang menjadi lingkup pembahasan pada

Upload: sitinurbaya

Post on 08-Oct-2015

366 views

Category:

Documents


71 download

DESCRIPTION

USTEK RUMAH SAKIT

TRANSCRIPT

DATA TEKNIS 4

URAIAN PENDEKATAN, METODOLOGI DAN PROGRAM KERJA

A. PENDEKATAN TEKNIS DAN METODOLOGIA.1.TUJUAN KEGIATANDalam merumuskan kegiatan, selain identifikasi masalah, sangat perlu menetapkan tujuan Masterplan Rumah Sakit Umum Daerah Srengat di Kabupaten Blitar ini, yang meliputi:1. Salah satu strategi pembangunan kesehatan nasional untuk mewujudkan Indonesia. Untuk mengkaji berbagai aspek, mulai aspek regulasi, pangsa sasaran/kelompok masyarakat calon pengguna jasa perawatan rumah sakit, pelayanan dan teknologi yang perlu disediakan, aspek ekonomi keuangan, aspek lingkungan yang berkaitan dengan rencana pengembangan dan pembangunan rumah sakit, hingga lokasi yang layak dikembangkan menjadi rumah sakit yang berkaitan dengan pendirian Rumah Sakit Umum Daerah Srengat;2. Untuk menetapkan tahapan pembangunan yang diproyeksikan sebelumnya.

A.2.LINGKUP PEMBAHASAN DAN JASA KONSULTANSI YANG DIPERLUKANMasterplan merupakan pemindai keadaan eksternal maupun internal yang menunjukkan seberapa baik kondisi di luar dan seberapa siap potensi yang ada di dalam untuk dikelola, terhadap rencana Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Srengat tipe C Kabupaten Blitar.Hasil pemindaian tersebut didasarkan atas analisis data serta asumsi yang bisa dipertanggungjawabkan. Hasil Masterplan diharapkan bisa menjadi dasar pengambilan keputusan terhadap Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Srengat tipe C Kabupaten Blitar.Adapun beberapa aspek yang menjadi lingkup pembahasan pada Masterplan ini meliputi:1. Pendahuluan; 2. Tinjauan Lokasi Obyek Studi;3. Evaluasi Masterplan sebelumnya;4. Konsep Perancangan; dan5. Rencana Pentahapan.

A.3.METODOLOGI MASTERPLANMasterplan ini bersifat induktif, yaitu obyek studi akan menjadi pangkal pengetahuan bagi suatu bangunan pengetahuan yang akan dibangun, dengan kata lain konsultan akan menarik kesimpulan dari hasil studi yang akan dilakukan. Pada studi ini menggunakan metodologi Grounded Theory, yaitu penelitian berdasarkan sebuah teori untuk mencari atau memunculkan sebuah teori dengan pendekatan fenomenologi. Studi ini tergolong Studi Kualitatif yang dimulai dengan pengumpulan informasi lapangan dengan dan/atau kerangka yang terstruktur. Berdasarkan informasi yang diperoleh sesuai kaidah studi kualitatif, konsultan kemudian menyimpulkan suatu teori yang dapat menjelaskan atau memberikan pemahaman atas fenomena yang terjadi di lapangan (theory after). Oleh karena itu, studi kualitatif ini disebut juga sebagai pendekatan induktif.Metode yang dipakai pada studi ini adalah studi kasus untuk mendapatkan informasi yang spesifik mengenai obyek yang diteliti. Jenis penjelasan studi yang dipakai adalah deskriptif, yaitu menggambarkan keadaan, perilaku dan peristiwa apa saja yang terjadi di dalam setting. Pada proses studi ini, konsultan tidak mengontrol sampel yang terdapat di lapangan, melainkan mengobservasi setting yang sudah ada. Metode ini juga dipadukan dengan cara observasi yang menggunakan recording device secara mapping.

A.3.1.Lokasi MasterplanKecamatan Srengat Kabupaten Blitar.

A.3.2. Fokus StudiStudi ini difokuskan pada analisis aspek-aspek kelayakan pendirian sebuah Rumah Sakit, berdasarkan paradigma legalitas, environmental, behavioral, teknikal hingga finansial.

A.3.3. Waktu StudiPenetapan waktu studi dilakukan dengan tujuan hasil Masterplan yang terarah dan sesuai dengan data yang dibutuhkan. Studi dilakukan selama 120 (seratus dua puluh) hari. Masa kompilasi data dilakukan selama kurang lebih 3 (tiga) minggu.Durasi studi untuk pengamatan dilakukan pada hari aktif, yaitu Hari Senin hingga Sabtu, juga pada hari Minggu dan Hari Libur Nasional untuk melihat animo masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan sarana-prasarananya.

A.3.4. Unit Amatan dan Unit Analisis StudiUnit amatan penelitian ini adalah hasil amatan pada saat grand touring, atau observasi awal. Kemudian dari unit amatan akan didapatkan unit informasi, yaitu unit-unit dari unit amatan yang memungkinkan untuk dijadikan objek analisis atau focusing. Dari unit informasi dapat mengerucut menjadi unit analisis. Baik Unit Amatan maupun Unit Analisis meliputi Lingkungan Fisik, Lingkungan non-Fisik, dan Pelaku.Penentuan pelaku ini dilakukan dengan menggunakan accidental sampling yang termasuk dalam Non Probability Sampling. Accidental Sampling ini adalah teknik pengambilan sampel sumber data yang ditemui pada saat grand touring (observasi awal) dengan pertimbangan tertentu untuk dijadikan sampel. Obyek pengamatan atau pelaku yang diamati berjumlah minimal 100 orang. Pelaku akan diambil dari seluruh Kecamatan di Kabupaten Blitar, dengan variabilitas latar belakang pendidikan, pekerjaan, usia, jenis kelamin yang beragam.A.3.5. Tahapan StudiStudi ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu Tahap Persiapan, Tahap Pengumpulan Data, dan Tahap Analisis Data.A.3.5.1. Tahap PersiapanTahap persiapan dalam studi ini meliputi perijinan dan survey awal obyek penelitian. Setelah melalui survey dan perijinan obyek penelitian ditetapkan pada wilayah Kabupaten Blitar. A.3.5.2.Tahap Pengumpulan DataA. Kebutuhan Data1. Dokumen:a.Masterplan Fisik RSUD Srengat Kabupaten Blitar (TA sebelumnya)b. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Blitarc. Proposal Usulan Rumah Sakit Umum Daerah Srengatdari Dinas Kesehatan Kabupaten Blitard.Profil Kesehatan Kabupaten Blitar 2009-2013e.Kabupaten Blitar dalam Angka 2009-2013f. Pustaka terkait2. Observasi3. Wawancara terstrukturB. Metode PengumpulanMetode pengumpulan data pada penelitian adalah observasi dan wawancara terstruktur-tidak terstruktur. Pengumpulan data ini juga untuk menemukan unit amatan hingga unit analisis penelitian. 1. ObservasiTahapan observasi ini dibagi menjadi tiga, yaitu:a. Observasi Awal (grand touring) meliputi observasi lingkungan dan kriteria sampel pengamatan. Observasi ini dilakukan untuk mengetahui kondisi fisik unit amatan penelitian serta dasar pemilihan sampel. Observasi ini dilakukan secara secret outsider juga dengan menggali sedikit informasi dari masyarakat Kabupaten Blitar. Dari observasi ini didapatkan unit amatan penelitian kemudian didapatkan unit informasi dan dengan unit informasi tersebut muncul unit analisis.b. Observasi Lingkungan dengan mengumpulkan data-data terkait dengan kondisi setting penelitian. Observasi ini dilakukan dengan didampingi pihak Pejabat Pembuat Komitmen yang bertujuan untuk kejelasan lingkungan atau area mana saja yang disediakan untuk dijadikan area studi. Observasi ini juga dibantu dengan adanya physical map dan cognitive map dari lingkungan fisik tersebut.c. Observasi Perilaku untuk mengidentifikasikan perilaku yang muncul pada saat menggunakan fasilitas kesehatan sekaligus kriterianya. Observasi ini dilakukan secara secret outsider dengan menggunakan map dari wilayah Kabupaten Blitar. Observasi dilakukan pada lokasi penelitian untuk mengetahui kondisi eksisting dan pengaruhnya terhadap perilaku penunggu pasien operasi. Metode yang dipakai untuk observasi ini yaitu dengan recording atau perekaman menggunakan behavior mapping.a. Metode recording behavior mapping yaitu place centered map. Place centered map yaitu dengan membuat sketsa awal lokasi atau menggunakan denah yang ada kemudian menentukan titik lokasi pengamatan ataupun alur yang ditempuh konsultan. Metode ini dilakukan dengan konsultan memposisikan diri sebagai secret outsider dan marginal participant. Secret outsider, kehadiran peneliti tidak disadari oleh sampel yang diteliti. Hal ini untuk mengetahui perilaku pengguna ruang tunggu secara alami. Bentuk secret outsider ini dilakukan dengan meletakkan kamera tersembunyi (jika memungkinkan) atau konsultan hanya berkeliling di wilayah studi dengan mencatat perilaku dengan sketsa yang dibuat untuk metode place centered map. Sedangkan untuk marginal participant, konsultan berperan sebagai bagian dari masyarakat Kabupaten Blitar.b. Metode recording behavior mapping yaitu person centered map. Person centered map juga digunakan pada saat observasi. Penggunaan metode ini bertujuan untuk mengetahui pola perilaku masyarakat Blitar. Metode ini dilakukan dengan cara mengamati sampel yang dipilih secara random, kemudian mengamati pola pergerakan dan perilaku sampel. Konsultan mengikuti dan mengamati pola pergerakan yang dilakukan masyarakat ke manapun. Dalam kondisi ini, konsultan memposisikan diri sebagi secret outsider. c. FotoFoto digunakan untuk merekam data visual yang berkaitan dengan kondisi eksisting unit amatan dan unit analisis serta merekam data visual aktivitas masyarakat Kabupaten Blitar pada saat menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.d. VideoPerilaku yang muncul pada saat pengamatan direkam dengan video yang diambil tanpa sepengetahuan obyek pengamatan.2. Wawancara terstruktur dan tidak terstrukturPada studi ini, konsultan melakukan pendekatan dengan percakapan informal dan kuesioner yang diisi oleh surveyor. Hal ini dilakukan agar konsultan dapat lebih mengetahui karakteristik masyarakat Kabupaten Blitar dalam berinteraksi dengan fasilitas kesehatan berupa Rumah Sakit atau lainnya.Wawancara ini dilakukan disaat konsultan berperan sebagai marginal participant, yaitu pada saat tahap akhir pengamatan. Sebelumnya dilakukan pengamatan tanpa melibatkan masyarakat atau konsultan hanya diam, mengamati dan mencatat perilaku, selanjutnya dilakukan pendekatan pada masyarakat dengan wawancara ini.

A.3.5.3. Tahap Pengolahan DataDari data yang didapatkan berdasarkan observasi awal (grand touring) di lapangan akan didapatkan unit amatan dan gambaran sampel yang diamati. Unit amatan pada penelitian ini yaitu lingkungan fisik yang dimanfaatkan oleh masyarakat Kabupaten Blitar beserta aktivitasnya. Dari unit amatan tersebut memunculkan sebuah unit informasi, sesuai dengan aktivitas dan keadaan yang terjadi sebenarnya di lapangan. Berdasarkan pola-pola unit amatan dan unit informasi tersebut akan menghasilkan sebuah unit analisis. A.3.5.4. Tahap Analisis DataAnalisis yang dilakukan dalam studi setelah data-data yang dibutuhkan oleh Konsultan terkumpul, meliputi:1. Analisis Kondisi Eksisting lokasi penelitian (setting) yang dipilih.Analisis ini meliputi aspek-aspek fisik dan non-fisik yang berhubungan dengan hukum, kondisi geografis, penduduk, tenaga kerja, pendidikan, kesehatan, sosial-budaya, pertanian, industri, perdagangan, perhubungan, dan ekonomi masyarakat. 2. Analisis Pola Perilaku sebagai hasil dari interaksi dengan setting.Perilaku masyarakat berbeda-beda, perbedaan perilaku yang terjadi pada setting tersebut dianalisis dengan menggunakan kriteria behavior setting antara lain pelaku, standing pattern of behavior, millieu, spatio, synomorphic dan temporal. Behavior setting tersebut dianalisis dengan menggunakan metode place centered mapping dan person centered mapping. Place centered mapping digunakan pada analisis mengenai millieu dan spatio sedangkan person centered mapping digunakan pada analisis mengenai pelaku, aktivitas, hubungan antara aktivitas dan tata lingkungannya (millieu) serta temporal.Place centered mapping untuk mengetahui bagaimana individu atau sekelompok individu menggunakan, memanfaatkan atau mengakomodasi perilakunya pada situasi tempat dan waktu tertentu. Hal ini dilakukan dengan membuat sketsa dari setting yang diamati dengan menggambarkan elemen fisik apa saja yang ada pada setting. Elemen fisik yang ada yang berpengaruh pada aktivitas penggunanya yaitu tempat duduk, pembatas ruang seperti dinding, pagar, kaca serta lantai. Dari hasil place centered mapping ini kemudian dianalisis mengenai millieu dan spationya.Person centered mapping ini tidak jauh berbeda dengan proses place centered mapping. Dibuat sketsa awal dari setting yang diamati kemudian dilakukan pemetaan dengan pengkodean tiap pelaku dan alurnya. Dari data person centered mapping tersebut dianalisis mengenai Sumber Daya Manusia, Pemasaran, Tata Bangunan dan Lingkungan.A.3.6. Instrumen StudiInstrumen Masterplan Rumah Sakit Umum Daerah Srengattipe B Kabupaten Blitar ini adalah sebagai berikut :1. Pejabat Pembuat Komitmen, yang berperan besar mulai dari pemilihan topik, hingga output yang diharapkan dari studi ini.2. Konsultan, yang melaksanakan pekerjaan, mulai dari pengumpulan data, analisis dan interpretasi hingga mewujudkan rekomendasi dan proyeksi studi. 3. Masyarakat, yang menjadi obyek pengamatan dari Konsultan untuk mengidentifikasi perilaku, yang akhirnya dianalisis menjadi aspek-aspek penunjang kelayakan Rumah Sakit.

A.4.URAIAN DETIL MENGENAI KELUARANRumah Sakit yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan yang ada, kini telah banyak tersedia. Disamping milik pemerintah kini telah banyak pula fasilitas pelayanan kesehatan yang didirikan oleh pihak swasta, mulai dari balai pengobatan hingga rumah sakit berskala internasional. Jumlah kunjungan pasien ke berbagai fasilitas tersebut juga menunjukkan kecenderungan yang positif. Ini mengindikasikan bahwa kesadaran masyarakat terhadap kesehatan dan pelayanan medis makin meningkat. Kesehatan menjadi suatu hal yang penting untuk diperhatikan, karena merupakan modal dasar bagi suatu bangsa untuk maju dan berkembang. Hal ini sudah menjadi perhatian pemerintah Indonesia, yang tercermin dalam visi Indonesia Sehat 2020. Untuk mendukung visi tersebut, tiap propinsi dan Kabupaten/kota mengembangkan strateginya masing-masing dengan target-target tertentu yang diharapkan dapat menjadi titik awal tercapainya visi tersebut.Meskipun demikian, perlu disadari bahwa ada keterbatasan sumber daya yang dimiliki dalam berbagai upaya pengembangan tersebut, antara lain :a. Fasilitas infrastruktur baik pembangunan jalan maupun sarana komunikasi dan telekomunikasi;b. Fasilitas transportasi dan akomodasi;c. Kemudahan perijinan lokasi;d. Kuantitas dan kualitas sumber daya manusia;e. Ketersediaan dana.Pengembangan pelayanan kesehatan sangat terkait dan dipengaruhi oleh berbagai aspek baik demografi, pertumbuhan ekonomi, tingkat pendidikan, serta perkembangan lingkungan fisik dan biologi khususnya epidemiologi penyakit. Dari sisi demografi, saat ini kecenderungan yang tampak adalah bergesernya piramida penduduk dari muda ke dewasa dan tua. Ini menunjukkan bahwa angka kelahiran semakin menurun dan angka harapan hidup yang semakin meningkat. Sementara itu, gaya hidup masyarakat cenderung makin konsumtif. Meskipun krisis multi dimensi menyebabkan keterpurukan ekonomi masyarakat, di sisi lain cukup banyak kelompok masyarakat berpenghasilan tinggi dan dapat meneruskan pola hidup konsumtif.Dengan gaya hidup tidak seimbang, mengakibatkan dari segi epidemiologi terjadi pergeseran pola penyakit. Meskipun angka kejadian penyakit infeksi sebagai tipikal penyakit di negara tropis masih tinggi, namun kini sudah banyak masyarakat yang menderita penyakit-penyakit tipikal negara industri dan maju. Pergeseran ini tentunya akan sangat berpengaruh pada penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, teknologi kedokteran yang harus dikuasai dan disediakan serta kecukupan tenaga kesehatan terlatih. Faktor mutu dan manajemen pelayanan kesehatan khususnya rumah sakit turut memegang peran penting dalam penyediaan layanan kesehatan yang berkualitas. Kedua faktor tersebut sangat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis tenaga kesehatan, anggaran dana, obat, dan sistem pelayanan kesehatan secara makro. Salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat adalah rumah sakit. Ini terlihat dari makin meningkatnya utilisasi fasilitas di rumah sakit dari tahun ke tahun.Kondisi tersebut diatas menjadi semakin komplek akibat pengaruh faktor utama yaitu kemiskinan masyarakat. Secara nyata masyarakat miskin berada pada status kesehatan terendah. Angka kesakitan dan kematian karena penyakit menular atau infeksi masih tinggi serta dilain pihak angka kesakitan akibat penyakit degeneratif sudah mulai meningkat. Dari kenyataan tersebut, penting kiranya Pemerintah Kabupaten Blitar berperan serta terhadap peningkatan kesehatan masyarakat melalui upaya:1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. Dengan berbagai perubahan kondisi demografis, pola penyakit dan perkembangan teknologi, diperlukan suatu perencanaan rumah sakit yang benar-benar berbasis pada kondisi lingkungan yang dihadapi. Hal ini penting untuk menghindari suatu investasi yang sia-sia karena berbeda dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini perlu dilakukan suatu studi khusus untuk meneliti perubahan lingkungan tersebut, dalam rangka mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi. Dan kegiatan/pekerjaan kali ini pun merupakan cerminan dari prinsip-prinsip tersebut. Sehingga Masterplan pun akhirnya menjadi pijakan awal alternatif solusi dari permasalahan yang ada.Hasil pekerjaan yang diharapkan dalam pekerjaan Masterplan Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah SrengatKabupaten Blitar, meliputi:1. Informasi kelayakan awal pembangunan dan latar belakang kegiatan.2. Kajian analisis dalam rangka menentukan kelayakan (kuantitas) seberapa besar kemungkinan dibangunnya Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Blitar. Adapun tinjauan aspek yang menjadi tolok ukur kelayakan didirikannya sebuah Rumah Sakit, adalah seperti yang telah disebutkan pada sub-bab Lingkup Pembahasan dan Jasa Konsultansi yang diperlukan. Dan penjabarannya adalah seperti dijelaskan di bawah ini.

A.4.1. Tinjauan Obyek StudiA.4.1.1. Kondisi GeografisStudi ini dilakukan dengan mengambil lokasi di seluruh kecamatan di Kabupaten Blitar. Kondisi topografi terdiri dari dataran rendah dan pegunungan yang dilalui aliran Sungai Brantas yang membelah dari Selatan ke Utara. Pada tahun 2008, tingkat curah hujan rata-rata sekitar 20,31 mm per hari. Secara keseluruhan luas wilayah Kabupaten Blitar sekitar 138.605 hektar, terdiri dari lahan sawah 47.320 hektar, lahan non-sawah 91.285 hektar.A.4.1.2. PemerintahanData ini dipergunakan untuk mengidentifikasi posisi Rumah Sakit Umum Daerah Srengatdalam struktur organisasi pemerintahan di Kabupaten Blitar. Bisa juga dipergunakan untuk memperkirakan dispersi pelayanan kesehatan yang dapat dicapai oleh Rumah Sakit.A.4.1.3. PendudukData ini dipergunakan untuk memproyeksikan jumlah sarana dan prasarana yang harus disediakan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Srengatdalam kurun waktu tertentu.A.4.1.4. Tenaga KerjaData ini dipergunakan untuk mengidentifikasi potensi Sumber Daya Manusia yang dimiliki oleh Kabupaten Blitar. Sehingga dalam perencanaan kuantitatif maupun kualitatif, data tersebut membantu proyeksi tenaga kerja pada Rumah Sakit Umum Daerah Hadji Srengat.A.4.1.5. PendidikanData ini dipergunakan untuk menganalisis tingkat pendidikan masyarakat, sehingga menentukan jenis-jenis kegiatan atau program kesehatan yang dapat diupayakan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Hadji Srengat. Berkaitan pula dengan Analisa Pasar dan Pemasaran yang akan dianalisis.A.4.1.6. KesehatanData ini dipergunakan untuk mengidentifikasi jumlah Tenaga Kesehatan yang berada di Kabupaten Blitar. Disamping itu, Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) yang berkaitan dengan kunjungan pasien juga memerlukan data seperti tersebut diatas.A.4.1.7. SosialData ini dipergunakan untuk menentukan program dan pengguna fasilitas kesehatan di Kabupaten Blitar. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan Aspek Pasar dan Pemasaran.A.4.1.8. PerdaganganData ini dipergunakan untuk menentukan alternatif peluang kerjasama yang mungkin dapat ditawarkan dengan menggunakan sistem health insurance dengan beberapa perusahaan di Kabupaten Blitar.A.4.1.9. PerhubunganData ini dipergunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan prasarana fisik, terkait dengan lahan parkir; serta analisa aksesibilitas untuk kendaraan bermotor, khususnya mobil.A.4.1.10. Keuangan DaerahData ini dipergunakan untuk menilai aspek kelayakan investasi, dalam kaitannya dengan Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Hadji Srengat.

A.4.2. Aspek RegulasiA.4.2.1.Landasan HukumSelain beberapa landasan hukum seperti yang telah disebutkan dalam KAK, maka diperlukan beberapa landasan yang bersifat perijinan yang harus dipenuhi oleh Rumah Sakit Umum Daerah Hadji Srengat. Perijinan yang harus dilengkapi adalah :a. Ijin Gangguan atau HOb. Ijin Mendirikan Rumah Sakit1. Ijin mendirikan rumah sakit diterbitkan oleh Kanwil Departemen Kesehatan Propinsi Jawa Timur. Lama berlakunya ijin 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali dengan lama berlaku 1 (satu) tahun.2. Permohonan izin diajukan oleh calon pemilik rumah sakit dan ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi Jawa Timur dengan tembusan disampaikan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar dan Direktorat Jenderal Pelayanan Medik.3. Berkas atau data-data yang harus dilampirkan dalam pengajuan permohonan ijin mendirikan rumah sakit adalah :a) Rekomendasi dari Dinas Kesehatan Kabupaten setempat.b) Masterplan dan Master Plan yang meliputi : Analisis kebutuhan pelayanan dan rencana pengembangan; Analisis keuangan; Program fungsi; Kebutuhan ruang; Kebutuhan peralatan; Kebutuhan tenaga dan rencana mendapatkannya; Rencana kelas rumah sakit.c) Salinan atau fotokopi yang sah dari akte notaris pendirian yayasan atau badan hukum pemohon.d) Salinan atau fotokopi yang sah sertifikat tanah atau surat penunjukkan penggunaan lokasi atas nama pemohon dari instansi yang berwenang atau akte notaris penggunaan tanah dan bangunan di atasnya dari pemilik.e) Izin lokasi dari Pemerintah Daerah atau Pemerintah Kabupaten Blitar.f) Surat pernyataan di atas kertas bermaterai cukup dari pemohon bahwa pemohon akan tunduk serta patuh pada peraturan perundang- undangan yang berlaku dalam bidang penyelenggaraan rumah sakit.g) Upaya pemantauan atau pengelolaan limbah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.4. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi setempat berdasarkan analisis kebutuhan pelayanan kesehatan di wilayahnya, harus sudah menetapkan permohonan tersebut ditolak atau dikabulkan paling lambat 25 (dua puluh lima) hari kerja setelah diterimanya surat permohonan dari calon pemilik rumah sakit, yang ditembuskan kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik.5. Rumah sakit harus mulai dibangun, selambat-Iambatnya 1 (satu) tahun setelah izin mendirikan diterima.6. Apabila sebelum habis masa berlakunya izin, rumah sakit telah memenuhi persyaratan untuk dapat melaksanakan kegiatannya, maka pemilik rumah sakit dapat mengajukan permohonan izin menyelenggarakan rumah sakit kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik disertai hasil berita acara pemeriksaan dari Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi setempat.c.Ijin Mendirikan Bangunan (IMB). IMB dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Blitar.d. Ijin Menyelenggarakan Rumah Sakit1. Ijin ini diberikan untuk menyelenggarakan (operasional) rumah sakit selama rumah sakit dapat melaksanakan kegiatannya dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.2. ljin diajukan kepada Direktur Jenderal Pelayanan Medik oleh pemohon setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:a) Telah selesainya bangunan rawat jalan, rawat inap, rawat darurat, kamar operasi, ruang laboratorium, ruang farmasi, ruang radiologi dan ruang perkantoran yang sesuai dengan kelas dan persyaratan bangunan rumah sakit;b) Telah adanya Direktur rumah sakit yang penuh waktu, tenaga medis, paramedis dan non medis sesuai dengan kelas dan persyaratan ketenagaan rumah sakit;c) Telah adanya peralatan dan perlengkapan medik untuk rawat jalan, rawat inap, gawat darurat dan kamar operasi, laboratorium, farmasi dan perkantoran sesuai dengan kelas dan persyaratan rumah sakit.3. Ijin menyelenggarakan rumah sakit diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pelayanan Medik berdasarkan hasil berita acara pemeriksaan dari Dinas Kesehatan Propinsi setempat bahwa rumah sakit tersebut telah memenuhi persyaratan operasional.4. Pemberian ijin menyelenggarakan rumah sakit dilakukan secara bertahap sesuai dengan pemenuhan kelengkapan :a) Ijin berlaku selama 5 (lima) tahun untuk yang sudah lengkap (memenuhi semua persyaratan) dan dapat diperpanjang lagi setiap habis masa berlakunya.b) Rumah sakit yang harus memenuhi persyaratan minimal operasional diberi ijin uji coba menyelenggarakan selama 2 (dua) tahun.A.4.2.2.Kebijakan DaerahKebijakan Daerah Kota Blitar dalam hal ini adalah kebijakan yang berkaitan dengan aspek ketataruangan dan aspek kesehatan.A.4.2.3.Peran Berbagai Pihak dalam Pembangunan Rumah SakitPeran Ditjen Bina Pelayanan Medik adalah:1. Membuat kebijakan dan standar, pedoman sarana dan prasarana kesehatan rujukan;2. Fasilitasi, Advokasi dan Sosialisasi kepada Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota.Peran Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur adalah:1. Mengkoordinasikan kesinambungan kebijakan oleh pusat dengan implementasi standar, pedoman bangunan rumah sakit, laboratorium kesehatan dan sarana kesehatan di daerah;2. Pemantauan, pengawasan dan pengendalian standar mutu bangunan rumah sakit laboratorium kesehatan dan sarana kesehatan lainnya di daerah; 3. Fasilitasi dan koordinasi kepada rumah sakit swasta. Peran Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar adalah:1. Sebagai regulator dengan tetap menjaga agar pelaksanaan perijinan dan pelayanan selalu berjalan dengan baik. Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Srengatharus dilengkapi dengan:a. Feasibility Study, Studi AMDAL dan Master Plan serta penyediaan lahan siap bangun; b. Sarana penunjang pelayanan rumah sakit/ laboratorium kesehatan (Iistrik, air, telepon dan lain-lain);c. Penyediaan sarana dan fasilitas dokter spesialis;d. Penyiapan ijin pendirian rumah sakit, ijin operasional dan kelembagaan rumah sakit.2. Pemenuhan sarana dan peralatan rumah sakit harus sesuai kebutuhan pelayanan masyarakat setempat;Penyediaan biaya operasional dan pemeliharaan rumah sakit antara lain pelayanan kebersihan (cleaning service) untuk menjamin citra Rumah Sakit tertib dan bersih.

A.4.3. Kajian Aspek Pasar dan PemasaranKajian aspek pasar dan pemasaran merupakan bagian penting dari analisis lingkungan eksternal sebagai dasar dalam menetapkan strategi pengembangan rumah sakit. Analisis aspek pasar dan pemasaran dilakukan dengan mengevaluasi intensitas persaingan saat ini dengan gambaran faktor yang mempengaruhi, yaitu aspek pembeli, pesaing baru, pemasok dan produk pengganti. Hasil analisis memberikan gambaran posisi rumah sakit dalam konstelasi persaingan jasa pelayanan kesehatan dan perkembangan ke depan yang menjadi pertimbangan penting dalam strategi pengembangan dan pemasaran rumah sakit. Analisis pasar menunjukkan potensi pasar yang menjadi syarat dalam pengembangan suatu rumah sakit. Kajian tersebut harus dilengkapi dengan analisis lingkungan internal. Potensi pasar yang didukung dengan kemampuan internal rumah sakit menjadi alasan strategi pengembangan atau perluasan. Sebaliknya potensi pasar yang tidak didukung kemampuan internal menuntut strategi penguatan produk. Sebagai pelengkap juga disajikan analisis tren berbagai faktor lingkungan yang mempengaruhi rumah sakit.A.4.3.1.Kondisi Potensi dan Persaingan Pasar Fasilitas Kesehatan di Kabupaten BlitarPotensi pasar atau pangsa pasar pelayanan kesehatan rumah sakit diperhitungkan dengan memperhatikan jumlah dan komposisi penduduk serta proyeksi angka kesakitan. Rumah sakit merupakan pelaksana pelayanan kesehatan perorangan strata kedua yang menjadi rujukan dari pelayanan kesehatan strata pertama, yaitu Puskesmas, Perawat dan Dokter Praktek Swasta. Pelayanan yang diberikan lebih bersifat individu dengan berfokus pada kuratif (pengobatan). RSUD Srengat merupakan rumah sakit pada tingkat Kabupaten yang bertanggungjawab pada kesehatan masyarakat Kabupaten Blitar. Rujukan dari RSUD Srengat adalah RSUD Ulin di Banjarmasin, sebagai rumah sakit rujukan Propinsi.Tingkat efektifitas pelayanan rumah sakit dapat dilihat dari indikator kinerja rumah sakit seperti BOR, TOI dan BTO. Indikator tersebut mencerminkan efektifitas penyerapan atau penggunaan layanan kesehatan yang disediakan oleh masyarakat. Gambaran indikator kinerja selama 5 tahun terakhir akan menunjukkan ada atau tidaknya peningkatan kinerja rumah sakit. Gambaran ini juga akan dapat menunjukkan besar atau tidaknya potensi pasar sekaligus kuatnya porsi pasar (market share) yang diraih RSUD Srengat. Termasuk keberadaan market loss, jika RSUD Srengat merupakan provider tunggal RS di Kabupaten Blitar. Jika muncul market loss di RSUD Srengat, dapat disebabkan oleh faktor kompetitor. Pada pelayanan rawat jalan kompetitor rumah sakit adalah dokter praktek swasta, klinik dan pelayanan alternatif serta puskesmas. Kompetitor lain yang mungkin adalah pelayanan rawat jalan di rumah sakit lain yang potensial. Analisis konstelasi rujukan menunjukkan potensi pesaing dari beberapa rumah sakit swasta di Banjarmasin. Kelengkapan dan kemudahan transportasi menjadi faktor yang mempengaruhi munculnya rumah sakit lain di luar area geografis sebagai potensial kompetitor.

RSUD Dr. Mardi Waluyo

RSUD Srengat

Dokter PraktekPuskesmas

GAMBAR 4.2. POLA RUJUKAN

Survei pemasaran nantinya akan dilakukan pada masing-masing 100 responden pasien dan masyarakat Kabupaten Blitar yang diambil secara purposive selama satu minggu. Berdasarkan survei tersebut, biasanya faktor yang paling dipertimbangkan adalah kualitas, diikuti dengan faktor kemudahan transportasi dan biaya. Pada Tabel 4.1. dapat dilihat beberapa faktor yang biasanya mempengaruhi masyarakat dalam memilih Rumah Sakit.

TABEL 4.1. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMILIHAN RSNoFaktorProsentase

Kelengkapan43,5

Mutu38,9

Biaya9,3

Jarak18,1

Transportasi7,3

Keahlian Dokter10,9

Keramahan Perawat7,3

Sumber: Hasil survey 2010Akses pelayanan disamping mutu dan kelengkapan terbukti menjadi faktor penting yang dipertimbangkan masyarakat pengguna. Oleh karena itu rencana pengembangan RSUD Srengatbila harus melakukan pemindahan lokasi juga harus memperhatikan aspek keterjangkauan dari sisi jarak, transportasi dan biaya. Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat lebih memilih pengembangan RSUD Srengat dengan syarat pemenuhan kelengkapan fasilitas, peningkatan mutu dan keramahan pelayanan. Kemudahan akses yang dicerminkan dengan jarak, tidak adanya sarana transportasi, keamanan lingkungan sekitar serta belum adanya fasilitas umum pendukung seperti pasar, warung merupakan alasan utama keberatan masyarakat. Akses pelayanan kesehatan memegang kunci tidak hanya karena kemudahan, tetapi mempengaruhi kecepatan penanganan dan kesembuhan. A.4.3.2.Faktor Pembeli (Pasien)Faktor pembeli dalam analisis pemasaran rumah sakit dibedakan menjadi dua, yaitu pasien sebagai konsumen dan pasien serta perusahaan asuransi atau mitra perusahaan rumah sakit sebagai pembayar.Pasien sebagai pelanggan eksternal utama pelayanan kesehatan menjadi bagian penting kajian dari aspek intensitas penggunaan pelayanan kesehatan dan karakteristik pasien. Intensitas penggunaan ditinjau dari komposisi kunjungan lama dan baru. Proporsi kunjungan lama dan baru dapat menggambarkan secara tidak langsung pertumbuhan kebutuhan pelayanan dan kesetiaan pelanggan.Selain RSUD Srengat, beberapa Puskesmas juga memberikan pelayanan rawat inap disamping rawat jalan. Puskesmas merupakan provider pelayanan kesehatan strata I, namun dengan pertimbangan keterjangkauan lokasi beberapa Puskesmas dapat mengembangkan pelayanan rawat inap. Faktor karakteristik pasien penting untuk dikaji karena menggambarkan kebutuhan pelayanan kesehatan. Analisis karakteristik pasien ditinjau dari data morbiditas, demografi dan sosio-ekonomi. Jumlah pasien rawat inap di Puskesmas menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Besarnya kunjungan di Puskesmas menjadi potensi pasar rujukan bagi RSUD Srengat.

A. Morbiditas dan MortalitasAngka kesakitan (morbiditas) pada masyarakat maupun RSUD Srengatdapat menjadi acuan dalam menganalisis pola kesakitan dan kebutuhan masyarakat terhadap sarana pelayanan kesehatan rumah sakit. Perkembangan gambaran 10 besar penyebab rawat inap dalam lima tahun terakhir dapat dijadikan indikator. Dominasi penyakit dalam kasus rawat inap menentukan jenis layanan yang disediakan. B. DemografiSecara grafis, kondisi demografis dari tahun ke tahun akan menunjukkan gambaran populasi dengan dominasi penduduk usia di segmen tertentu. Gambaran pelanggan menurut usia mempengaruhi angka kesakitan (morbiditas) yang membutuhkan pelayanan. Pertumbuhan demografi masyarakat Kabupaten Blitar menunjukkan pertumbuhan positif. Dengan komposisi demografi yang menonjol pada pertumbuhan kelompok usia tua Pemerintah dan RSUD perlu mengantisipasi peningkatan morbiditas penyakit degenerative, seperti stroke dan decompensasi kordis, sesuai dengan pergeseran penyakit pada pelayanan rawat inap. Di sisi lain, pertumbuhan usia bayi dan balita juga tetap meningkat, sehingga morbiditas pada anak yang didominasi penyakit menular terutama Diare perlu diwaspadai. Dengan kata lain masyarakat saat ini mengalami masa transisi epidemiologi. Jika laju pertumbuhan penduduk rata-rata di Kabupaten Blitar menunjukkan trend meningkat dengan tingkat pertumbuhan yang relative stabil, maka data ini menunjukkan potensi pasar yang terus berkembang dan sejalan dengan data peningkatan BOR rumah sakit meskipun setelah penambahan kapasitas TT.Jika rasio jenis kelamin dan angka ketergantungan menunjukkan rasio yang berimbang dan relatif tetap dari tahun ke tahun, maka rasio jenis kelamin dan angka ketergantungan secara tidak langsung akan mempengaruhi status sosial ekonomi masyarakat. Angka ketergantungan yang tinggi menunjukkan beban perekonomian yang tinggi pada keluarga, terutama pada keluarga dengan budaya keluarga batih yang kuat seperti di Indonesia. Lansia dan anak-anak menjadi tanggungjawab kelompok usia produktif, yang pada saat yang sama juga mengalami peningkatan kebutuhan. Angka ketergantungan yang cukup seimbang menunjukkan beban ekonomi yang tidak terlalu besar. Tetapi sejalan dengan pertumbuhan penduduk kelompok lanjut usia, Pemerintah perlu mengantisipasi dengan skema jaminan sosial dan kesehatan bagi kelompok lanjut usia. Skema jaminan sosial ini perlu disiapkan mengingat lansia mengalami peningkatan resiko gangguan kesehatan bersamaan dengan penurunan kemampuan ekonomi, dan tidak semua lansia memiliki tunjangan pensiun atau hari tua.C. Sosio-ekonomiSegmentasi pasar merupakan informasi yang penting sebagai dasar pengembangan dan fokus pelayanan. Segmentasi pasar dikaji dengan melihat tingkat pendapatan pelanggan, dan lapangan pekerjaan. Berdasarkan gambaran pendapatan dan kelompok pekerjaan akan dapat disimpulkan pelanggan RSUD Srengat sebagian besar berada pada status sosial ekonomi tertentu. Meskipun demikian, dapat juga dilihat potensi untuk meraih dominasi pangsa pasar lainnya.D. Kebutuhan Pelayanan berdasarkan Demografi, Sosioekonomi dan MorbiditasGambaran kondisi demografi, sosio-ekonomi dan morbiditas di masyarakat menjadi dasar dalam mengidentifikasi kebutuhan pelayanan kesehatan. A.4.3.3.Faktor Pembeli (Pembayar)Analisis ini dibutuhkan untuk mengidentifikasi ability to pay dan willingness to pay. Komposisi pembayar di RSUD Srengat nantinya akan menunjukkan dominasi masyarakat umum yang membayar langsung ataukah pembayar terjamin (Askes, Jamkesmas) atau dapat pula asuransi perusahaan; baik pada pelayanan rawat jalan maupun rawat inap. Oleh karena itu, rumah sakit perlu mengembangkan strategi pemasaran yang tepat untuk mengalihkan kemauan membayar pada kebutuhan tersier menjadi belanja kesehatan.Di sisi lain besarnya kelompok dengan pembayaran langsung (out of pocket) menunjukkan besarnya ketidakpastian pelanggan yang mampu membayar. RSUD dan Pemerintah Daerah perlu melakukan strategi pelayanan dan pemasaran yang tepat untuk meraih pelanggan tetap dengan membangun sistem pembayaran di depan (pre-paid) dengan sistem kapitasi berbasis perusahaan maupun masyarakat.Untuk meningkatkan kepastian RSD perlu meraih pelanggan dengan pembayaran terjamin melalui kerjasama dengan perusahaan. Data perusahaan di Kabupaten Blitar menunjukkan potensi pelanggan yang besar. Pengembangan kerjasama pembayaran berbasis perusahaan cukup potensial untuk dikembangkan mengingat sektor industri pertanian, dan perdagangan menjadi penopang utama perekonomian daerah secara tetap dari tahun ke tahun.A.4.3.4.Potensi Pengembangan Sistem KapitasiPelanggan potensial RSUD Srengatsebagian besar berada pada golongan sosial ekonomi menengah ke bawah. Pada kelompok ini mengindikasikan kelompok borderline atau antara dengan kemampuan ekonomi yang cukup tetapi pada umumya tidak dapat menanggung beban finansial kesakitan yang serius. Kelompok borderline sebenarnya potensial sebagai pasar asuransi bila dapat diyakinkan faktor resiko kesakitan dan kepastian perlindungan asuransi. Untuk mengkaji potensi pengembangan sistem asuransi berbasis masyarakat dilakukan survei pada pengguna dan calon pengguna jasa rumah sakit. Survei dilakukan untuk menilai kemauan masyarakat terhadap sistem asuransi dan kemauan membayar premi. Kemauan masyarakat terhadap sistem asuransi dipengaruhi oleh persepsi masyarakat terhadap besar resiko sakit dan resiko finansial yang harus ditanggung. Bila persepsi kesakitan rendah dan resiko finansial masih dapat dikelola maka kebutuhan asuransi tidak dirasakan oleh masyarakat. Faktor lain yang dipertimbangkan adalah tingkat sosial ekonomi masyarakat yang akan mempengaruhi kemampuan untuk membayar premi atau biaya.A.4.3.5.Faktor Pendatang Baru Munculnya pendatang baru tentunya akan meningkatkan intensitas kompetisi yang harus diwaspadai oleh RSUD Srengat. Mengingat masih rendahnya market share RSUD, adanya kompetitor baru dapat semakin mengurangi potensi pasar. Meskipun demikian rumah sakit harus tetap mewaspadai potensial munculnya kompetitor baru seperti klinik bersama dengan laboratorium, klinik bersalin yang menjadi kompetitor pada sebagian jenis layanan kesehatan rumah sakit. Klinik bersama dan klinik bersalin pada umumnya didirikan oleh Dokter Spesialis setempat yang sudah memiliki pasar yang loyal. Hal ini sesuai dengan fakta penelitian bahwa rujukan oleh dokter menjadi pintu masuk utama pelayanan di rumah sakit.Untuk mengantisipasi munculnya kompetitor baru rumah sakit harus meningkatkan daya saing atau dengan meningkatkan porsi captive market dengan menjalin kerjasama asuransi. Peningkatan daya saing dapat dilakukan dengan strategi keunggulan dari jenis dan kualitas pelayanan maupun keunggulan harga. Sebagai rumah sakit yang memberikan pelayanan pada strata II, harus memiliki jenis pelayanan yang didukung provider dan teknologi yang tidak dimiliki oleh kompetitor. Secara institusi RSUD Srengat mempunyai dukungan dari pemegang kebijakan (pemerintah) untuk meningkatkan kompetensi teknologinya. Keunggulan mutu pelayanan dapat dicapai dengan sistem manajemen yang meningkatkan respon pelayanan, keramahan dan jaminan mutu pelayanan didukung dengan desain fasilitas yang memberikan kenyamanan.A.4.3.6.Faktor PemasokPemasok pada pelayanan kesehatan di rumah sakit dapat dibagi menjadi pemasok pasien (perujuk) dalam hal ini Puskesmas, Dokter Umum dan Dokter Spesialis, serta pemasok alat kesehatan. Analisis pemasok dapat dilakukan dengan membandingkan posisi tawar rumah sakit terhadap masing-masing pemasok. RSUD Srengatpada umumnya memiliki posisi tawar yang relatif kuat terhadap pemasok alat kesehatan. Penyedia alat kesehatan lebih memiliki kepentingan untuk menjadi rekanan RSUD Srengatkarena luasnya pangsa pasar, dan RSUD Srengatmenjadi tempat berkumpulnya para provider yaitu dokter spesialis. Dengan posisi demikian RSUD Srengatmempunyai pilihan sehigga dapat menentukan pemasok dengan mutu dan harga yang bersaing. Permasalahan yang sering muncul adalah birokrasi proses pengadaan yang menuntut rekanan dengan kapabilitas khusus dan waktu pengadaan yang panjang sehingga menambah biaya pengadaan yang pada akhirnya dapat mempengaruhi biaya dan marjin keuntungan rumah sakit.Bila dihadapkan pada pemasok pasien (perujuk) dan provider jasa medis rumah sakit memiliki posisi tawar yang relatif rendah. Posisi tawar rumah sakit terhadap perujuk termasuk kuat bila perujuk berasal dari institusi pemerintah seperti Puskesmas, karena sistem rujukan memastikan jalur tersebut. Meskipun demikian, pelanggan Puskesmas pada umumnya berasal dari golongan sosial ekonomi menengah ke bawah yang memiliki daya beli rendah. Konsumen dengan daya beli tinggi kebanyakan dirujuk oleh Dokter praktek swasta (umum dan spesialis) yang memiliki kebebasan memiliih RS rujukan. Fakta penelitian menunjukkan bahwa rujukan dokter menjadi alasan utama pasien memilih rumah sakit bila dibandingkan dengan kualitas pelayanan rumah sakit. Secara umum RSD di Indonesia terutama di daerah dengan jumlah dokter terbatas sangat tergantung pada dokter sebagai pembawa pasien. Kuatnya posisi tawar provider medis dapat menyulitkan RS dalam mengendalikan standar mutu pelayanan dan biaya. Untuk mengelola kuatnya posisi tawar provider jasa medis, RSUD Srengat dapat mengembangkan dua strategi. Strategi pertama dilakukan dengan menyediakan pelayanan dengan fasilitas unggul sesuai dengan perkembangan profesi sehingga menjadi pilihan semua perujuk. Strategi tersebut harus diikuti dengan pelibatan Dokter dalam sistem manajemen pelayanan klinis, misalnya dengan mengembangkan Clinical Pathway dan menekankan aspek keuntungan atau bagi pengembangan ilmu juga kesejahteraan. Pada intinya strategi tersebut harus mampu menjadikan RSD sebagai rumah yang nyaman bagi dokter dan pasien namun tetap dapat mengendalikan mutu dan biaya.Strategi lain yang dapat ditempuh adalah mengurangi ketergantungan produk pelayanan RSD terhadap Dokter Spesialis dengan mengembangkan pelayanan yang tidak bergantung dokter, seperti Nursing Home Care. Nursing Home Care merupakan media antara pelayanan kesehatan akut di RS dan perawatan mandiri di rumah. Meningkatnya pola penyakit degenerative menjadi peluang pengembangan pelayanan Nursing Home Care. Pelayanan ini ditujukan untuk menyiapkan pasien dan keluarga hingga mampu melakukan perawatan independen. Sasara pelayanan ini adalah pasien yang telah melewati fase akut yang tergantung dengan fasilitas di rumah sakit, namun masih memerlukan fasilitas perawatan profesional oleh perawat. Tidak tersedianya Nursing Home Care menjadikan hari rawat pasien memanjang yang meningkatkan biaya bagi pasien namun tidak memberikan banyak keuntungan bagi rumah sakit. Dengan mengembangkan fasilitas Nursing Home Care pada satu meringankan beban pasien, menjamin prinsip pengobatan berkesinambungan sekaligus menjadi sumber pendapatan bagi pengembangan rumah sakit.A.4.3.7.Faktor Produk SubstitusiProduk substitusi juga menjadi salah satu pertimbangan dalam pengembangan rumah sakit. Contoh produk substitusi pelayanan kesehatan secara umum adalah pengobatan alternatif. Pengobatan alternatif menjadi pilihan banyak masyarakat karena faktor biaya, kedekatan psikologis dan keyakinan kesembuhan meskipun data yang disajikan tidak bersifat ilmiah. Faktor psikologis memberikan pengaruh yang kuat terhadap kesembuhan. Masyarakat Indonesia termasuk masyarakat dengan budaya tulis yang lemah sehingga lebih mudah terprovokasi dengan berita yang disampaikan secara lisan, misalnya berita kesembuhan yang luar biasa. Dengan gambaran diatas, pengobatan alternatif memang menjadi faktor produk substitusi yang penting untuk dicermati.RSUD Srengatdapat mengelola tantangan produk substitusi tersebut dengan mengakomodasi karakter pengobatan alternatif dalam pelayanan kesehatan rumah sakit yang menekankan kedekatan dengan pasien dan keluarga dan pengobatan berkelanjuta serta memperhatikan aspek psikologis pasien. Pengembangan Nursing Home Care juga menjadi pilihan pelayanan yang lebih bersifat holistik dan komprehensif. Strategi lain adalah dengan bekerjasama atau menjadikan produk pengobatan alternatif sebagai pelengkap pelayanan di RSUD Srengat.A.4.3.8.Kesimpulan Analisis PasarAnalisis pasar yang digunakan pada studi ini menggunakan pendekatan analisis Porter, yang mengkaji kekuatan dan potensi kompetisi melalui kajian kekuatan pelanggan/pembayar, pendatang baru, produk substitusi yang secara skematis disajikan pada GAMBAR 4.3.

Tantangan Pendatang Baru

Posisi Tawar Pemasok Intensitas Kompetisi Posisi Tawar Pembeli/ Pembayar

Tantangan Produk SubstitusiGAMBAR 4.3. ANALISIS KEKUATAN KOMPETISI PASARSecara keseluruhan RSUD Srengatmemiliki pangsa pasar yang luas dengan tingkat kompetisi pada tingkat lokal yang relatif rendah dengan potensi pesaing dari RS Rujukan. Tantangan produk substitusi dan pendatang baru hingga saat ini sangat lemah, karena pengembangan produk baru bila akan ada menghadapi tantangan yang lebih besar. Gambaran analisis eksternal ini menunjukkan pangsa pasar yang potensial, dan kompetisi yang sangat memungkinkan untuk dimenangkan dan dipertahankan oleh RSUD Srengatbila mampu menangkap peluang dengan meningkatkan kemampuan internal.A.4.3.9.Proyeksi Pangsa Pasar Proyeksi pangsa pasar merupakan analisis permintaan atau kebutuhan pelayanan kesehatan rumah sakit untuk memperhitungkan besaran volume pelayanan rumah sakit yang dibutuhkan masyarakat. Proyeksi dilakukan dengan memperhitungkan proyeksi pertumbuhan penduduk, data kesehatan wilayah disamping pertumbuhan pelayanan RSUD Pare dalam lima tahun terakhir. Dengan memperhatikan pelayanan kesehatan rumah sakit yang bersifat komprehensif, analisis pasar diperhitungkan pada pelayanan rawat inap (secara spesifik di masing-masing unit rawat inap), rawat jalan, dan pelayanan penunjang medik. Hasil analisa pasar akan menentukan besaran rencana pengembangan rumah sakit dan kebutuhan sumberdaya manusia, teknologi serta lingkungan fisik.

A.4.4. Kajian Aspek Teknis, Teknologi dan Kebutuhan PeralatanKajian kedua aspek ini pada dasarnya bertujuan untuk melihat sampai berapa besar kebutuhan dana pendirian Rumah Sakit Umum Daerah Srengattersebut. Karena itu, mengacu pada kajian pasar dan kebutuhan pelayanan kesehatan, maka direncanakan pendirian Rumah Sakit Kabupaten Blitar mengacu pada standar Rumah Sakit tipe B. Rumah Sakit tipe B adalah Rumah Sakit yang menyediakan pelayanan rujukan tingkat pertama yang dilengkapi dengan 8 spesialis besar, yaitu: Spesialis Penyakit Dalam, Bedah, Kebidanan dan Kandungan, Anak, Syaraf, Jiwa, THT, Jantung. A.4.4.1. Lokasi Rumah Sakit1. Pemilihan lokasi(1) Aksesibilitas untuk jalur transportasi dan komunikasi Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya dan tersedia infrastruktur dan fasilitas dengan mudah. (2) Kontur Tanahkontur tanah mempunyai pengaruh penting pada perencanaan struktur, dan harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat dimulai.(3) Fasilitas parkirPerancangan dan perencanaan prasarana parkir di RS sangat penting, karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak lahan. Perhitungan kebutuhan lahan parkir pada RS disarankan 1,5 s/d 2 kendaraan/tempat tidur (37,5m2 s/d 50m2 per tempat tidur)[footnoteRef:2] atau menyesuaikan dengan kondisi sosial ekonomi daerah setempat. Tempat parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir. [2: Ernst Neufert, Data Arsitek Edisi Kedua, Penerbit Erlangga, 1995]

(4) Tersedianya utilitas publik Rumah sakit membutuhkan air bersih, pembuangan air kotor/limbah, listrik, bahan bakar dan jalur telepon. Pengembang harus membuat utilitas tersebut selalu tersedia.(5) Pengendalian Dampak LingkunganSetiap RS harus dilengkapi dengan persyaratan pengendalian dampak lingkungan antara lain : Masterplan Dampak Lingkungan yang ditimbulkan oleh RS terhadap lingkungan disekitarnya. Fasilitas pengelolaan limbah padat infeksius dan noninfeksius (sampah RT) serta limbah cair (Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)). Fasilitas Penjernihan Air Bersih (Water Supply Treatment) yang menjamin keamanan konsumsi air bersih rumah sakit. Fasilitas Pengelolaan Limbah Cair ataupun Padat dari Instalasi Radiologi. Fasilitas Pengelolaan Limbah Udara dari fasilitas R. Isolasi, R. Laboratorium maupun R. Farmasi.(6) Bebas dari kebisingan, asap, uap dan gangguan lain Pasien dan petugas membutuhkan udara bersih dan lingkungan yang tenang. Pemilihan lokasi sebaiknya bebas dari kebisingan yang tidak semestinya dan polusi atmosfer yang datang dari sumber seperti rel kereta api, jalan arteri utama, bandara, sekolah dan tempat bermain anak-anak. (7) Pengembangan kedepan Setiap rumah sakit menghadapi masalah pengembangan dalam kurun waktu 10 atau 15 tahun kedepan. Hal ini sebaiknya dipertimbangkan apabila ada rencana pembangunan bangunan baru.2. Peruntukan Bangunan(1)Peruntukan dan Intensitas Bangunan Gedung di RSUD Srengatharus memperhitungkan jarak antara massa bangunan dalam RS dengan mempertimbangkan hal-hal berikut ini :a. Kemudahan Evakuasi dan Penanggulangan Bencana saat terjadi Bencana Dalam Lingkungan RS (Hospital Internal Disaster).b. Pencahayaan alami cukup dan adanya pergantian sirkulasi udara alami dengan baik. c. Kenyamanan visualisasi bagi pasien, pengantar pasien maupun pekerja RS ke arah luar/halaman bangunan. (2) Perencanaan RSUD Srengatharus mengikuti Rencana Tata Bangunan & Lingkungan (RTBL), yaitu : a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB)b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB)c. Koefisien Daerah Hijau (KDH)d. Garis Sepadan Bangunan (GSB) dan Garis Sepadan Jalan (GSJ) (3)Memenuhi persyaratan Peraturan Daerah setempat (tata kota yang berlaku).

3. Kebutuhan Total Ruang(1) Biasanya kebutuhan minimal ruang untuk satu tempat tidur berikut aksesnya kira-kira 10 m2. Total luas lantai rumah sakit diperkirakan 8 (delapan) sampai 10 (sepuluh) kali kebutuhan luas tempat tidur.(2)Sebagai contoh, rumah sakit dengan 200 tempat tidur, kebutuhan luas lantainya adalah sebesar 10 (m2/tempat tidur) x ( 8 sampai 10) x 200 tempat tidur = 16.000 m2 sampai 20.000 m2 . (3)Dengan perkembangan teknologi yang cepat, ilmu pengetahuan medik dan administrasi, maka kebutuhan luas ruangan meningkat. Misalnya ruang uji laboratorium yang naik hampir dua kali lipat selama 10 (sepuluh) tahun ini.(4) Beberapa tahun yang lalu, kebutuhan ruangan rumah sakit antara 45 m2 sampai 55 m2 setiap tempat tidur. (5) Kebutuhan ruang untuk rumah sakit modern kurang lebih antara 80 sampai 110 m2 setiap tempat tidur.(6) Tabel 5.1 menunjukkan bagian-bagian penting dari rumah sakit umum non pendidikan dan ruangan yang dibutuhkannya.

TABEL 4.2.Kebutuhan ruang minimal untuk rumah sakit umum non pendidikan. [footnoteRef:3]) [3: ) G.D Kunders, Hospitals, Facilities, Planning and Management, McGraw-Hill, 2004.]

RUANGLUAS (m2) PER TEMPAT TIDUR

1Administrasi3 ~ 3,5

2Unit Gawat Darurat1 ~ 1,5

3Poliklinik1 ~ 1,5

4Pelayanan sosial0,1

5Pendaftaran0,2

6Laboratorium Klinis, Patologi2,5 ~ 3

7Kebidanan dan kandungan1,2 ~ 1,5

8Diagnostik dan Radiologi3 ~ 4

9Dapur makanan2,5 ~ 3,0

10Fasilitas petugas0,5 ~ 0,8

11Ruang pertemuan, pelatihan0,5 ~ 1

12Terapi Wicara dan pendengaran0,1

13Rumah tangga/kebersihan0,4 ~ 0,5

14Manajemen material0,4 ~ 0,5

15Gudang pusat2,5 ~ 3,5

16Pembelian0,2

17Laundri1 ~ 1,5

18Rekam medis0,5 ~ 0,8

19Fasilitas staf medik0,2 ~ 0,3

20Teknik dan pemeliharaan5 ~ 6

21Pengobatan nuklir0,4 ~ 0,5

22Ruang anak0,4 ~ 0,5

23Petugas0,3 ~ 0,4

24Farmasi0,4 ~ 0,6

25Ruang publik1 ~ 1,5

26Ruang pengobatan kulit0,1 ~ 0,2

27Therapi radiasi0,8 ~ 1

28Therapi fisik1 ~ 1,2

29Therapi okupasi0,3 ~ 0,5

30Ruang bedah3,5 ~ 5

31Sirkulasi10 ~ 15

32Unit rawat inap25 ~ 35

A.4.4.1.Perencanaan Bangunan Rumah Sakit1. Prinsip Umum (1) Ketentuan pertama, perlindungan terhadap pasien merupakan ketentuan utama. Terlalu banyak lalu lintas akan menggangu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan pasien dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana kondisi bersih sangat penting. Jaminan perlindungan terhadap infeksi merupakan jantung utama pelayanan terhadap pasien.(2) Ketentuan kedua adalah merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu menjaga kebersihan (aseptic) dan mengamankan langkah setiap orang, perawat, pasien dan petugas rumah sakit lainnya. Rumah sakit adalah tempat dimana sesuatunya berjalan cepat. Jiwa pasien sering tergantung padanya. Waktu yang terbuang akibat langkah yang tidak perlu membuang biaya disamping kelelahan orang pada akhir hari kerja.(3) Ketentuan ketiga, pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan bersih dan pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe pasien, (contoh sakit serius dan rawat jalan) dan tipe berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan.(4)Ketentuan keempat, mengontrol sejumlah tertentu yang datang dengan pemisahan aktivitas yang berbeda, tetapi belum cukup. Pos perawat sebaiknya dalam situasi membantu perawat dalam melatih pasien di koridor pasien, dan pengunjung masuk dan ke luar unit. Bayi harus dilindungi dari kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa pengunjung dan petugas rumah sakit. Pasien di ruang ICU harus dijaga terhadap infeksi. Kamar bedah sebaiknya dilindungi dengan cara serupa.Dua ilustrasi dari rencana lalu lintas utama ditunjukkan pada gambar 5.1.a dan gambar 5.1.b. Gambar 5.1.c juga menunjukkan rencana zoning secara fungsional. 2. Prinsip Khusus (1) Maksimum pencahayaan dan angin untuk semua bagian bangunan merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk rumah sakit yang tidak menggunakan air conditioning.(2) Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah nyamuk dan binatang terbang lainnya yang berada dimana-mana di sekitar rumah sakit.(3) RS minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk, terdiri dari pintu masuk utama, pintu masuk ke Unit Gawat Darurat dan Pintu Masuk ke area layanan Servis.

Gambar 5.1.a. Contoh rencana lokasi

(4)Pintu masuk untuk service sebaiknya berdekatan dengan dapur dan daerah penyimpanan persediaan (gudang) yang menerima barang-barang dalam bentuk curah, dan bila mungkin berdekatan dengan lif service. Bordes dan timbangan tersedia di daerah itu. Akses ke kamar mayat sebaiknya diproteksi terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan psikologis. (5) Pintu masuk dan lobi sebaiknya dibuat cukup menarik, sehingga pasien dan pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama. (6) Alur lalu lintas pasien dan petugas RS harus direncanakan seefisien mungkin.(7) Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik, dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetan. Bahan-bahan, material dan pembuangan sampah sebaiknya tidak memotong pergerakan orang. Rumah sakit perlu dirancang agar petugas, pasien dan pengunjung mudah orientasinya jika berada di dalam bangunan. (8) Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi, farmasi, terapi khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap.(9) Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain, harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan.

Gambar 5.1.b. Alur lalu lintas pasien di dalam rumah sakit umum

Gambar 5.1. c. Aliran lalu lintas dari lalu lintas di luar

(10) Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-kangit minimal 2,40 m. Koridor sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak melebihi 1 : 10 ( membuat sudut maksimal 70).A.4.4.3. Persyaratan Teknis1.AtapAtap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. (1) Penutup atap(a) Penutup atap dari bahan beton dilapis dengan lapisan tahan air, merupakan pilihan utama.(b) Penutup atap bila menggunakan genteng keramik, atau genteng beton, atau genteng tanah liat (plentong), pemasangannya harus dengan sudut kemiringan sesuai ketentuan yang berlaku.(c) Mengingat pemeliharaannya yang sulit, khususnya bila terjadi kebocoran, penggunaan genteng metal sebaiknya dihindari.(2) Rangka atap(a) Rangka atap harus kuat memikul beban penutup atap.(b) Apabila rangka atap dari bahan kayu, harus dari kualitas yang baik dan kering, dan dilapisi dengan cat anti rayap.(c) Apabila rangka atap dari bahan metal, harus dari metal yang tidak mudah berkarat, atau di cat dengan cat dasar anti karat. 2.Langit-langitLangit-langit harus kuat, berwarna terang, tidak berbahan asbes dan mudah dibersihkan.(a) Tinggi langit-langit di ruangan, minimal 2,70 m, dan tinggi di selasar (koridor) minimal 2,40 m.(b) Rangka langit-langit harus kuat. (c) Langit-langit mungkin harus dari bahan kedap suara.3.Dinding dan PartisiDinding harus keras, tidak porous, tahan api, kedap air, tahan karat, tidak punya sambungan (utuh), dan mudah dibersihkan. Disamping itu dinding harus tidak mengkilap.(1) Pelapisan dinding dengan bahan keras seperti formika, mudah dibersihkan dan dipelihara. Sambungan antaranya bisa di seal dengan filler plastik. Polyester yang dilapisi (laminated polyester) atau plester yang halus dan dicat, memberikan dinding tanpa kampuh (tanpa sambungan = seamless).(2) Dinding yang berlapiskan keramik/porselen, mengumpulkan debu dan mikro organisme diantara sambungannya. Semen diantara keramik/porselin tidak bisa halus, dan kebanyakan sambungan yang diplaster cukup porous sehingga mudah ditinggali mikro organisme meskipun telah dibersihkan.(3) Keramik/porselin bisa retak dan patah.(4) Cat epoksi pada dasarnya mempunyai kecenderungan untuk mengelupas atau membentuk serpihan.(5) Pelapis lembar/siku baja tahan karat (stainless steel) pada sudut-sudut tempat benturan membantu mengurangi kerusakan.

4.LantaiLantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin, warna terang, dan mudah dibersihkan.(1) Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan yang cukup ke arah saluran pembuangan.(2) Pertemuan lantai dengan dinding harus berbentuk konus/lengkung agar mudah dibersihkan.(3) Lantai harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk menghilangkan muatan listrik statik dari peralatan dan petugas, tetapi bukan sedemikian konduktifnya sehingga membahayakan petugas dari sengatan listrik.(4) Untuk mencegah menimbunnya muatan listrik pada tempat dipergunakan gas anestesi mudah terbakar, lantai yang konduktif harus dipasang.(5) Lantai yang konduktif bisa diperoleh dari berbagai jenis bahan, termasuk vinil anti statik, ubin aspal, linolium, dan teraso. Tahanan listrik dari bahan-bahan ini bisa berubah dengan umur dan akibat pembersihan.(6) Tahanan dari lantai konduktif diukur tiap bulan, dan harus memenuhi persyaratan yang berlaku seperti dalam NFPA 56A.(7)Permukaan lantai tersebut harus dapat memberikan jalan bagi peralatan yang mempunyai konduktivitas listrik yang sedang antara peralatan dan petugas yang berhubungan dengan lantai tersebut.(8) Lantai dilokasi anestesi yang tidak mudah terbakar tidak perlu konduktif. Semacam plastik keras (vinil), dan bahan-bahan yang tanpa sambungan dipergunakan untuk lantai yang non konduktif.(9) Permukaan dari semua lantai tidak boleh porous, tetapi cukup keras untuk pembersihan dengan penggelontoran (flooding), dan pemvakuman basah.5.3.5.Landaian (ramp)Landaian (ramp) adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. (1) Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 70, perhitungan kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ramp (curb ramps/landing).(2) Panjang mendatar dari satu ramp (dengan kemiringan 70) tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang.(3) Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman. Untuk ramp yang juga digunakan sekaligus untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus dipertimbangkan secara seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ramp dengan fungsi sendiri-sendiri.(4) Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda dan stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm.

Gambar 5.2. Tipikal ramp

Gambar 5.3. BENTUK-BENTUK ramp

Gambar 5.4. KEMIRINGAN ramp

Gambar 5.5. PEGANGAN RAMBAT PADA ramp.

Gambar 5.6. KEMIRINGAN SISI LEBAR ramp

Gambar 5.7. PINTU DI UJUNG ramp

(5) Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus memiliki tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.(6) Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi roda dari kursi roda atau stretcher agar tidak terperosok atau ke luar dari jalur ramp. Apabila berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum atau persimpangan, harus dibuat sedemikian rupa agar tidak mengganggu jalan umum.(7) Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ramp yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan.(8) Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai.6. TanggaTangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan lebar yang memadai. (1) Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran seragam Tinggi masing-masing pijakan/tanjakan adalah 15 17 cm.(2) Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 600.(3)Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat, untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau ancaman bom(3) Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna tangga.(4) Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail).

Gambar 5.8. TIPIKAL TANGGA

Gambar 5.9. PEGANGAN RAMBAT PADA TANGGA(5) Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65~ 80 cm dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.(6) Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan 30 cm. (7) Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

Gambar 5.10. DESAIN PROFIL TANGGA

Gambar 5.11. DETAIL PEGANGAN RAMBAT PADA TANGGA

Gambar 5.12. DETAIL PEGANGAN RAMBAT PADA DINDING

7. Lift (Elevator)Lift merupakan fasilitas lalu lintas vertikal baik bagi petugas RS maupun untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat tidur pasien. (1)Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar pintunya tidak kurang dari 1,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher bersama-sama dengan pengantarnya. (2) Lift penumpang dan lift service dipisah bila dimungkinkan.8.PintuPintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang merupakan tempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnya dilengkapi dengan penutup (daun pintu). (1) Pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 90 cm atau dapat dilalui brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah baring memiliki lebar bukaan minimal 80 cm.(2) Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau perbedaan ketinggian lantai.(3) Pintu Darurat Setiap bangunan RS yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan pintu darurat. Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kea rah ruang tangga penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar (halaman). Jarak antar pintu darurat dalam satu blok bangunan gedung maksimal 25 m dari segala arah.(4) Pintu khusus untuk kamar mandi di rawat inap dan pintu toilet untuk aksesibel, harus terbuka ke luar (lihat gambar 3.7.1), dan lebar daun pintu minimal 85 cm.

Gambar 5.13. Pintu kamar mandi ruang rawat inap harus ke arah luaR

9. Toilet (Kamar kecil)Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang tua dan ibu-ibu hamil) pada bangunan atau fasilitas umum lainnya. (1) Toilet umum(a) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna. (b) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna ( 36 ~ 38 cm). (c) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. (d) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar oleh pengguna. (e) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna ( 36 ~ 38 cm). (f) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. (g) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup. (h) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat. (2) Toilet untuk aksesibilitas(a) Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan rambu/simbol "penyandang cacat" pada bagian luarnya. (b) Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda. (c) Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi roda sekitar (45 ~ 50 cm) (d) Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain. Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda. (e) Letak kertas tisu, air, kran air atau pancuran (shower) dan perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan keterbatasan fisik dan bisa dijangkau pengguna kursi roda. (f) Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. (g) Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan pengguna kursi roda. (h) Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat. (j). Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan.

Gambar 5.14. Ruang gerak dalam Toilet untuk Aksesibel.A.4.4.2.Persyaratan Keselamatan Bangunan Rumah SakitPersyaratan keselamatan bangunan rumah sakit meliputi persyaratan kemampuan bangunan rumah sakit terhadap beban muatan, persyaratan kemampuan bangunan rumah sakit terhadap bahaya kebakaran, persyaratan kemampuan bangunan rumah sakit terhadap bahaya petir dan persyaratan kemampuan bangunan rumah sakit terhadap bahaya kelistrikan. 1. Persyaratan Kemampuan Pembebanan Bangunan Rumah Sakit Terhadap Beban Muatan (1) Umum(a) Setiap bangunan rumah sakit, strukturnya harus direncanakan dan dilaksanakan agar kuat, kokoh, dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan keselamatan (safety), serta memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan rumah sakit, lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya. (b) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi, jamur, dan serangga perusak. (c) Dalam perencanaan struktur bangunan rumah sakit terhadap pengaruh gempa, semua unsur struktur bangunan rumah sakit, baik bagian dari sub struktur maupun struktur gedung, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa rencana sesuai dengan zona gempanya. (d) Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan secara detail sehingga pada kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan, kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan rumah sakit menyelamatkan diri. (e) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan Pedoman Teknis atau standar yang berlaku.(f) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit, sehingga bangunan rumah sakit selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur.(g) Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan secara berkala sesuai dengan pedoman teknis atau standar teknis yang berlaku, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.(2) Persyaratan Teknis(a) Analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.(b) Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban harus sesuai dengan standar teknis yang berlaku, seperti :1) SNI 031726-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk rumah dan gedung.2) SNI 03-1727-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan pembebanan untuk rumah dan gedung.

2.Persyaratan Kemampuan Struktur Atas Bangunan Rumah Sakit Terhadap Beban Muatan Konstruksi atas bangunan rumah sakit dapat terbuat dari konstruksi beton, konstruksi baja, konstruksi kayu atau konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus(a) Konstruksi betonPerencanaan konstruksi beton harus memenuhi standar teknis yang berlaku, seperti :1) SNI 032847-1992 atau edisi terbaru; Tata cara perhitungan struktur beton untuk bangunan gedung.2) SNI 033430-1994 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dinding struktur pasangan blok beton berongga bertulang untuk bangunan rumah dan gedung.3) SNI 03-1734-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan beton dan struktur dinding bertulang untuk rumah dan gedung.4) SNI 032834 -1992 atau edisi terbaru; Tata cara pembuatan rencana campuran beton normal. 5) SNI 033976-1995 atau edisi terbaru; Tata cara pengadukan dan pengecoran beton.6) SNI 033449-1994 atau edisi terbaru; Tata cara rencana pembuatan campuran beton ringan dengan agregat ringan.(b) Konstruksi BajaPerencanaan konstruksi baja harus memenuhi standar yang berlaku seperti :1) SNI 03-1729-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan bangunan baja untuk gedung.2) Tata Cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi baja.3) Tata Cara Pembuatan atau Perakitan Konstruksi Baja.4) Tata Cara Pemeliharaan Konstruksi Baja Selama Pelaksanaan Konstruksi.(c) Konstruksi KayuPerencanaan konstruksi kayu harus memenuhi standar teknis yang berlaku, seperti:1) Tata Cara Perencanaan Konstruksi Kayu untuk Bangunan Gedung. 2) Tata cara/pedoman lain yang masih terkait dalam perencanaan konstruksi kayu.3) Tata Cara Pembuatan dan Perakitan Konstruksi Kayu 4) SNI 03 2407 1991 atau edisi terbaru; Tata cara pengecatan kayu untuk rumah dan gedung.

(d) Konstruksi dengan Bahan dan Teknologi Khusus1) Perencanaan konstruksi dengan bahan dan teknologi khusus harus dilaksanakan oleh ahli struktur yang terkait dalam bidang bahan dan teknologi khusus tersebut.2) Perencanaan konstruksi dengan memperhatikan standar teknis padanan untuk spesifikasi teknis, tata cara, dan metoda uji bahan dan teknologi khusus tersebut. (e) Pedoman Spesifik Untuk Tiap Jenis KonstruksiSelain pedoman yang spesifik untuk masing-masing jenis konstruksi, standar teknis lainnya yang terkait dalam perencanaan suatu bangunan yang harus dipenuhi, antara lain:1) SNI 03-1735-2000 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan bangunan dan lingkungan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.2) SNI 03-1736-1989 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan struktur bangunan untuk pencegahan bahaya kebakaran pada bangunan rumah dan gedung.3) SNI 03-1963-1990 atau edisi terbaru; Tata cara dasar koordinasi modular untuk perancangan bangunan rumah dan gedung.4) SNI 032395-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dan perancangan bangunan radiologi di rumah sakit.5) SNI 032394-1991 atau edisi terbaru; Tata cara perencanaan dan perancangan bangunan kedokteran nuklir di rumah sakit.6) SNI 032404-1991 atau edisi terbaru; Tata cara pencegahan rayap pada pembuatan bangunan rumah dan gedung.7) SNI 032405-1991 atau edisi terbaru; Tata cara penanggulangan rayap pada bangunan rumah dan gedung dengan termitisida.

3. Persyaratan Kemampuan Struktur Bawah Bangunan Rumah Sakit Terhadap Beban Muatan Struktur bawah bangunan rumah sakit dapat berupa pondasi langsung atau pondasi dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi didirikannya rumah sakit.(a) Pondasi Langsung1) Kedalaman pondasi langsung harus direncanakan sedemikian rupa sehingga dasarnya terletak di atas lapisan tanah yang mantap dengan daya dukung tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya bangunan tidak mengalami penurunan yang melampaui batas.2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.3) Pelaksanaan pondasi langsung tidak boleh menyimpang dari rencana dan spesifikasi teknik yang berlaku atau ditentukan oleh perencana ahli yang memiiki sertifikasi sesuai.4) Pondasi langsung dapat dibuat dari pasangan batu atau konstruksi beton bertulang.(b) Pondasi Dalam 1) Dalam hal penggunaan tiang pancang beton bertulang harus mengacu pedoman teknis dan standar yang berlaku. 2) Dalam hal lokasi pemasangan tiang pancang terletak di daerah tepi laut yang dapat mengakibatkan korosif harus memperhatikan pengamanan baja terhadap korosi memenuhi pedoman teknis dan standar yang berlaku. 3) Dalam hal perencanaan atau metode pelaksanaan menggunakan pondasi yang belum diatur dalam SNI dan/atau mempunyai paten dengan metode konstruksi yang belum dikenal, harus mempunyai sertifikat yang dikeluarkan instansi yang berwenang. 4) Dalam hal perhitungan struktur menggunakan perangkat lunak, harus menggunakan perangkat lunak yang diakui oleh asosiasi terkait).5) Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan daya dukung yang cukup terletak jauh di bawah permukaan tanah, sehingga penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan yang berlebihan atau ketidakstabilan konstruksi.6) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori mekanika tanah yang baku dan lazim dalam praktek, berdasarkan parameter tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain. 7) Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi dengan percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam direncanakan dengan faktor keamanan yang jauh lebih besar dari faktor keamanan yang lazim.8) Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.9) Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1% dari jumlah titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan penentuan titik secara random, kecuali ditentukan lain oleh perencana ahli serta disetujui oleh instansi yang bersangkutan.

(c) Keselamatan Struktur1)Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Teknis Tata Cara Pemeriksaan Keandalan Bangunan Gedung.2) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai rekomendasi hasil pemeriksaan keandalan bangunan rumah salikit, sehingga rumah sakit selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur.3) Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan secara berkala sesuai klasifikasi bangunan, dan harus dilakukan atau didampingi oleh ahli yang memiliki sertifikasi sesuai.(d) Keruntuhan StrukturUntuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan, pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan pedoman/petunjuk teknis yang berlaku.(e) Persyaratan Bahan1) Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi semua persyaratan keamanan, termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna bangunan, serta sesuai pedoman teknis atau standar teknis yang berlaku.2) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang.3) Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan, harus diproses sesuai dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud.4) Bahan bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem hubungan yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat pemasangan/pelaksanaan.

4. Persyaratan Kemampuan Bangunan Rumah sakit Terhadap Bahaya Kebakaran1)Sistem Proteksi PasifSetiap bangunan rumah sakit harus mempunyai sistem proteksi pasif terhadap bahaya kebakaran yang berbasis pada desain atau pengaturan terhadap komponen arsitektur dan struktur rumah sakit sehingga dapat melindungi penghuni dan benda dari kerusakan fisik saat terjadi kebakaran.Penerapan sistem proteksi pasif didasarkan pada fungsi/klasifikasi resiko kebakaran, geometri ruang, bahan bangunan terpasang, dan/atau jumlah dan kondisi penghuni dalam rumah sakit.(1) Rumah sakit harus mampu secara struktural stabil selama kebakaran. (2) Kompartemenisasi dan konstruksi pemisah untuk membatasi kobaran api yang potensial, perambatan api dan asap, agar dapat:(a) melindungi penghuni yang berada di suatu bagian bangunan terhadap dampak kebakaran yang terjadi ditempat lain di dalam bangunan.(b) mengendalikan kobaran api agar tidak menjalar ke bangunan lain yang berdekatan.(c) menyediakan jalan masuk bagi petugas pemadam kebakaran (3) Proteksi BukaanSeluruh bukaan harus dilindungi, dan lubang utilitas harus diberi penyetop api (fire stop) untuk mencegah merambatnya api serta menjamin pemisahan dan kompartemenisasi bangunan.

2)Sistem Proteksi AktifSistem proteksi aktif adalah peralatan deteksi dan pemadam yang dipasang tetap atau tidak tetap, berbasis air, bahan kimia atau gas, yang digunakan untuk mendeteksi dan memadamkan kebakaran pada bangunan rumah sakit.(1) Pipa tegak dan slang KebakaranSistem pipa tegak ditentukan oleh ketinggian gedung, luas per lantai, klasifikasi hunian, sistem sarana jalan ke luar, jumlah aliran yang dipersyaratkan dan sisa tekanan, serta jarak sambungan selang dari sumber pasokan air.(2) Hidran HalamanHidran halaman diperlukan untuk pemadaman api dari luar bangunan gedung. Sambungan slang ke hidran halaman harus memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh instansi kebakaran setempat.(3) Sistem Sprinkler OtomatisSistem sprinkler otomatis harus dirancang untuk memadamkan kebakaran atau sekurang-kurangnya mampu mempertahankan kebakaran untuk tetap, tidak berkembang, untuk sekurang-kurangnya 30 menit sejak kepada sprinkler pecah.(4) Pemadam Api Ringan (PAR) Alat pemadam api ringan kimia (APAR) harus ditujukan untuk menyediakan sarana bagi pemadaman api pada tahap awal. Konstruksi APAR dapat dari jenis portabel (jinjing) atau beroda,(5) Sistem Pemadam Kebakaran KhususSistem pemadaman khusus yang dimaksud adalah sistem pemadaman bukan portable (jinjing) dan beroperasi secara otomatis untuk perlindungan dalam ruang-ruang dan atau penggunaan khusus. Sistem pemadam khusus meliputi sistem gas dan sistem busa.

(6) Sistem Deteksi & Alarm KebakaranSistem deteksi dan alarm kebakaran berfungsi untuk mendeteksi secara dini terjadinya kebakaran, baik secara otomatis maupun manual. (7) Sistem Pencahayaan DaruratPencahayaan darurat di dalam rumah sakit diperlukan khususmya pada keadaan darurat, misalnya tidak berfungsinya pencahayaan normal dari PLN atau tidak dapat beroperasinya dengan segera daya siaga dari generator.(8) Tanda Arah Bila petunjuk pintu keluar darurat tidak dapat terlihat secara langsung dengan jelas oleh pengunjung atau pengguna bangunan, maka harus dipasang tanda penunjuk dengan tanda panah menunjukkan arah, dan dipasang di koridor, jalan menuju ruang besar (hall), lobi dan semacamnya yang memberikan indikasi penunjukkan arah ke pintu keluar darurat yang disyaratkan.(9) Sistem Peringatan BahayaSistem peringatan bahaya dapat juga difungsikan sebagai sistem penguat suara (public address), diperlukan guna memberikan panduan kepada penghuni dan tamu sebagai tindakan evakuasi atau penyelamatan dalam keadaan darurat. Ini dimaksudkan agar penghuni bangunan memperoleh informasi panduan yang tepat dan jelas.5.Persyaratan Komunikasi Telepon Dalam Rumah sakitPersyaratan komunikasi dalam rumah sakit dimaksudkan sebagai penyediaan sistem komunikasi baik untuk keperluan internal bangunan maupun untuk hubungan ke luar, pada saat terjadi kebakaran dan/atau kondisi darurat lainnya. Termasuk antara lain: sistem telepon, sistem tata suara, sistem voice evacuation, dan sistem panggil perawat.Penggunaan instalasi tata suara pada waktu keadaan darurat dimungkinkan asal memenuhi pedoman dan standar teknis yang berlaku.(a) Sistem instalasi komunikasi telepon dan sistem tata komukasi gedung, penempatannya harus mudah diamati, dioperasikan, dipelihara, tidak membahayakan, mengganggu dan merugikan lingkungan dan bagian bangunan serta sistem instalasi lainnya, serta direncanakan dan dilaksanakan berdasarkan standar, normalisasi teknik dan peraturan yang berlaku.(b) Peralatan dan instalasi sistem komunikasi harus tidak memberi dampak, dan harus diamankan terhadap gangguan seperti interferensi gelombang elektro magnetik, dan lain-lain.(c) Secara berkala dilakukan pengukuran/pengujian terhadap EMC (Electro Magnetic Campatibility). Apabila hasil pengukuran terhadap EMC melampaui ambang batas yang ditentukan, maka langka penanggulangan dan pengamanan harus dilakukan.(d) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai SNI, dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh instansi yang berwenang(e) Tempat pemberhentian ujung kabel harus terang, tidak ada genangan air, aman dan mudah dikerjakan.(f) Ukuran lubang orang (manhole) yang melayani saluran masuk ke dalam gedung untuk instalasi telepon minimal berukuran 1,50 m x 0,80 m dan harus diamankan agar tidak menjadi jalan air masuk ke rumah sakit pada saat hujan dll.(g) Diupayakan dekat dengan kabel catu dari kantor telepon dan dekat dengan jalan besar.(h) Penempatan kabel telepon yang sejajar dengan kabel listrik, minimal berjarak 0,10 m atau sesuai ketentuan yang berlaku.(i) Ruang PABX/TRO sistem telepon harus memenuhi persyaratan:(j) Ruang yang bersih, terang, kedap debu, sirkulasi udaranya cukup dan tidak boleh kena sinar matahari langsung, serta memenuhi persyaratan untuk tempat peralatan.(k) Tidak boleh digunakan cat dinding yang mudah mengelupas.(l) Tersedia ruangan untuk petugas sentral dan operator telepon.(m) Ruang batere sistem telepon harus bersih, terang, mempunyai dinding dan lantai tahan asam, sirkulasi udara cukup dan udara buangnya harus dibuang ke udara terbuka dan tidak ke ruang publik, serta tidak boleh kena sinar matahari langsung. 6.Persyaratan Tata Suara Dalam Rumah sakit (a) Setiap bangunan rumah sakit dengan ketinggian 4 lantai atau 14 m keatas, harus dipasang sistem tata suara yang dapat digunakan untuk menyampaikan pengumuman dan instruksi apabila terjadi kebakaran atau keadaan darurat lainnya.(b) Sistem peralatan komunikasi darurat sebagaimana dimaksud pada butir a) di atas harus menggunakan sistem khusus, sehingga apabila sistem tata suara umum rusak, maka sistem telepon darurat tetap dapat bekerja.(c) Kabel instalasi komunikasi darurat harus terpisah dari instalasi lainnya, dan dilindungin terhadap bahaya kebakaran, atau terdiri dari kabel tahan api.(d) Harus dilengkapi dengan sumber/pasokan daya listrik untuk kondisi normal maupun pada kondisi daya listrik utama mengalami gangguan, dengan kapasitas dan dapat melayani dalam waktu yang cukup sesuai ketentuan yang berlaku.(e) Persyaratan sistem komunikasi dalam gedung harus memenuhi: 1) UU No. 32 tahun 1999, tentang Telekomunikasi.2) PP No. 52/2000, tentang Telekomunikasi Indonesia.7. Instalasi Panggilan Perawat (Nurse Call)(1) Peralatan sistem panggil perawat dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kepada pasien yang memerlukan bantuan perawat, baik dalam kondisi rutin atau darurat.(2) Sistem panggil perawat bertujuan menjadi alat komunikasi antara perawat dan pasien dalam bentuk visual dan audible (suara), dan memberikan sinyal pada kejadian darurat pasien. 8. Instalasi Proteksi Terhadap Bahaya PetirSuatu instalasi proteksi petir dapat melindungi semua bagian dari bangunan rumah sakit, termasuk manusia yang ada di dalamnya, dan instalasi serta peralatan lainnya terhadap bahaya sambaran petir.9. Sistem Kelistrikan(1)Sistem tegangan rendah (TR) dalam gedung adalah 3 fase 220/380 Volt, dengan frekuensi 50 Hertz. Sistem tegangan menengah (TM) dalam gedung adalah 20 KV atau kurang, dengan frekuensi 50 Hertz, mengikuti ketentuan yang berlaku. Untuk Rumah Sakit yang memiliki kapasitas daya listrik tersambung dari PLN minimal 200 KVA disarankan agar sudah memiliki sistem jaringan listrik Tegangan Menengah 20 KV (jaringan listrik TM 20 KV), sesuai pedoman bahwa Rumah Sakit Daerah Blitar mempunyai Kapasitas daya listrik 300 KVA s/d 600 KVA, dengan perhitungan 3 KVA per Tempat Tidur (TT). (2)Instalasi listrik tegangan menengah tersebut antara lain :a. Penyediaan bangunan gardu listrik rumah sakit (ukuran sesuai standar gardu PLN).b. Peralatan Transformator (kapasitas sesuai daya terpasang).c. Peralatan panel TM 20 KV dan aksesorisnya.d. Peralatan pembantu dan sistem pengamanan (grounding).(3) Harus tersedia peralatan UPS (Uninterruptable Power Supply) untuk melayani Kamar Operasi (Central Operating Theater), Ruang Perawatan Intensif (Intensive Care Unit), Ruang Perawatan Intensif Khusus Jantung (Intensive Cardiac Care Unit).a.Harus tersedia Ruang UPS minimal 2 X 3 m2 (sesuai kebutuhan) terletak di Gedung COT, ICU, ICCU dan diberi pendingin ruangan.b.Kapasitas UPS setidaknya 30 KVA.(4)Sistem Penerangan Darurat (emergency lighting) harus tersedia pada ruang-ruang tertentu. (5)Harus tersedia sumber listrik cadangan berupa diesel generator (Genset). Genset harus disediakan 2 (dua) unit dengan kapasitas minimal 60% dari jumlah daya terpasang pada masing-masing unit. Genset dilengkapi sistem AMF dan ATS.(6)Sistem kelistrikan RS Kelas C harus dilengkapi dengan transformator isolator dan kelengkapan monitoring sistem IT kelompok 2E minimal berkapasitas 5 KVA untuk titik-titik stop kontak yang mensuplai peralatan-peralatan medis penting (life support medical equipment).(7) Sistem Pembumian (grounding system) harus terpisah antara grounding panel gedung dan panel alat. Nilai grounding peralatan tidak boleh kurang dari 0,2 Ohm.A.4.4.3.Persyaratan Kesehatan Bangunan Rumah SakitPersyaratan kesehatan rumah sakit meliputi persyaratan sistem penghawaan, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan rumah sakit.1.Persyaratan Sistem Penghawaan (Ventilasi)(a) Setiap bangunan rumah sakit harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanik/buatan sesuai dengan fungsinya.

(b) Bangunan rumah sakit harus mempunyai bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami. (c) Jika ventilasi alami tidak mungkin dilaksanakan, maka diperlukan ventilasi mekanis seperti pada bangunan fasilitas tertentu yang memerlukan perlindungan dari udara luar dan pencemaran. (d) Persyaratan teknis sistem ventilasi, kebutuhan ventilasi, mengikuti Persyaratan Teknis berikut:1) SNI 03 6572 - 2000 atau edisi terbaru; Tata cara perancangan sistem ventilasi dan pengkondisian udara pada bangunan gedung. 2) SNI 03 6390 - 2000 atau edisi terbaru; Konservasi energi sistem tata udara pada bangunan gedung2. Persyaratan Sistem PencahayaanSetiap rumah sakit untuk memenuhi persyaratan sistem pencahayaan harus mempunyai pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan/ mekanik, termasuk pencahayaan darurat sesuai dengan fungsinya. (a) Rumah sakit tempat tinggal, pelayanan kesehatan, pendidikan, dan bangunan pelayanan umum harus mempunyai bukaan untuk pencahayaan alami.(b) Pencahayaan alami harus optimal, disesuaikan dengan fungsi rumah sakit dan fungsi masing-masing ruang di dalam rumah sakit. (c) Pencahayaan buatan harus direncanakan berdasarkan tingkat iluminasi yang dipersyaratkan sesuai fungsi ruang dalam rumah sakit dengan mempertimbangkan efisiensi, penghematan energi yang digunakan, dan penempatannya tidak menimbulkan efek silau atau pantulan. (d)Pencahayaan di RS harus memenuhi standar kesehatan dalam melaksanakan pekerjaannya sesuai standar intensitas cahaya sebagai berikut :

Tabel 5.2. Tabel Indeks Pencahayaan Menurut Jenis Ruang atau UnitNO.RUANG ATAU UNITINTENSITAS CAHAYA(lux)KKETERANGAN

1Ruang pasien- saat tidak tidur- saat tidur100 200maks. 50Warna cahaya sedang

2R. Operasi umum300 500

3Meja operasi10.000 20.000Warna cahaya sejuk atau sedang tanpa bayangan

4Anastesi, pemulihan300 500

5Endoscopy, lab75 100

6Sinar Xminimal 60

7KoridorMinimal 100

8TanggaMinimal 100Malam hari

9Administrasi/kantorMinimal 100

10Ruang alat/gudangMinimal 200

11FarmasiMinimal 200

12DapurMinimal 200

13Ruang cuciMinimal 100

14ToiletMinimal 100

15R. Isolasi khusus penyakit Tetanus0,1 0,5Warna cahaya biru

16Ruang luka bakar100 200

3. Persyaratan Sanitasi Persyaratan Sanitasi Rumah Sakit dapat dilihat pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1204/MENKES/SK/