urgensi insentif pajak bagi industri pendukung pendidikan ... filebuletin apbn vol. iv. d. 12, juli...

16
Vol. IV, Edisi 12, Juli 2019 Mereview Kondisi Kelaparan Indonesia p. 7 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Menakar Kesiapan Indonesia Dalam Penerapan Sistem Zonasi PPDB p. 11 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset di Indonesia p. 3

Upload: ngongoc

Post on 14-Aug-2019

229 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

Vol. IV, Edisi 12, Juli 2019

Mereview Kondisi Kelaparan Indonesia

p. 7

ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

Menakar Kesiapan Indonesia Dalam Penerapan Sistem

Zonasi PPDB p. 11

Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan

Vokasi & Riset di Indonesiap. 3

Page 2: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

2 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

Mereview Kondisi Kelaparan Indonesiap.7PEMERINTAH telah mengalokasikan anggaran untuk pengentasan kemiskinan yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kenaikan anggaran pengentasan kemiskinan ditentukan oleh capaian kemiskinan yang salah satunya dapat dilihat dari angka kemiskinan. Namun, pencapaian ini dinilai masih rendah karena masih terdapat kelompok masyarakat yang luput dari kebijakan pengentasan kemiskinan yaitu masih terdapat populasi yang mengalami kelaparan. Untuk mengukur kelaparan di Indonesia dapat dilihat dari Indeks Kelaparan Global, dimana Indonesia mempunyai tingkat keparahan kelaparan yang serius.

Menakar Kesiapan Indonesia Dalam Penerapan Sistem Zonasi PPDB p.11

UPAYA pemerintah dalam pemerataan akses layanan dan kualitas pendidikan di seluruh wilayah Indonesia diimplementasikan melalui kebijakan zonasi sekolah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Melalui kebijakan ini diharapkan terjadi peningkatan kualitas sekolah serta pelaksanaan kebijakan yang terkait bidang pendidikan lebih mudah direalisasikan. Namun, dalam pelaksanaan sistem zonasi ini justru tidak menyelesaikan permasalahan pendidikan yang ada saat ini disebabkan kondisi tenaga pendidik serta sarana prasarana yang belum terdistribusi dengan baik kemudian diperparah dengan adanya inkonsistensi regulasi sistem zonasi tersebut.

Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset di Indonesia p.3

Kritik/Saran

[email protected]

Dewan RedaksiRedaktur

DahiriRatna Christianingrum

Martha CarolinaRendy Alvaro

EditorAde Nurul Aida

Marihot Nasution

SEKTOR industri merupakan penopang pertumbuhan ekonomi namun untuk saat ini Indonesia justru mengalami deindustrialisasi. Hal ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia mengingat kualitas sumber daya manusia (SDM) masih kurang berdaya saing yang dilihat dari minimnya jumlah peneliti dan tingginya pengangguran muda terutama lulusan SMK. Terkait hal tersebut, tentunya bukan hanya tugas pemerintah melainkan peran swasta juga perlu dilibatkan dalam meningkatkan kualitas SDM tersebut. Sehingga pemerintah perlu memberikan insentif fiskal dalam mendorong swasta berperan aktif dalam peningkatan kualitas SDM.

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

M.Si.Pemimpin Redaksi

Dwi Resti Pratiwi

Page 3: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

3Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset di

Indonesiaoleh

Dwi Resti Pratiwi*)

Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode 2014-2018 hanya mampu mencapai

5,03 persen. Rendahnya pertumbuhan ini salah satunya dipicu oleh proses industrialisasi yang stagnan. Dimana pada tahun 2012 kontribusi sektor industri pengolahan terhadap PDB sebesar 23,96 persen, sementara tahun 2018 menurun menjadi 19,8 persen (BPS, 2019). Kondisi ini cukup mengkhawatirkan mengingat sektor industri merupakan penopang pertumbuhan ekonomi (engine of growth). Dalam mengembalikan proses industrialisasi yang progresif tentunya diperlukan dukungan inovasi dan adaptasi teknologi mengingat saat ini dunia telah memasuki era industri 4.0. Hal inilah yang menjadi tantangan Indonesia kedepannya dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk tidak hanya mengejar ketertinggalan di sektor manufaktur saja, tetapi juga memiliki daya saing yang tinggi di kancah dunia dalam menciptakan inovasi dan teknologi yang handal.

Sejalan dengan hal tersebut, dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berdaya saing, pemerintah mengangkat tema “Peningkatan SDM untuk Pertumbuhan Berkualitas” dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2020. Dari tema tersebut tentunya

diharapkan keseriusan pemerintah dalam memajukan sektor penelitian dan pengembangan (litbang) di Indonesia dengan lebih melibatkan dunia usaha. Diketahui bahwa peran swasta kurang maksimal dalam sektor litbang dan vokasi yang dilihat dari kontribusi swasta terhadap anggaran litbang nasional sangat minim yaitu 8,4 persen. Sementara itu, anggaran litbang di Indonesia juga sudah cukup rendah yaitu hanya 0,2 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) (UNESCO, 2019). Selain itu, tingginya mismatch antara kualitas lulusan SMK dengan kebutuhan industri juga menunjukkan keterlibatan swasta dalam sistem pendidikan vokasi juga masih belum optimal.

Pemerintah perlu mendorong peran swasta dengan memberikan insentif perpajakan kepada swasta yang berkontribusi dalam mengembangkan riset dan pendidikan vokasi di Indonesia. Terkait hal tersebut, pemerintah sudah merumuskan aturan mengenai super deductible tax atau pengurangan pajak di atas 100 persen. Insentif fiskal ini akan diberikan kepada industri yang terlibat dalam program pendidikan vokasi serta melakukan kegiatan litbang untuk menghasilkan inovasi. Namun hingga saat ini peraturan strategis tersebut belum diterbitkan yang rencananya akan terbit pada

AbstrakSektor industri merupakan penopang pertumbuhan ekonomi namun

untuk saat ini Indonesia justru mengalami deindustrialisasi. Hal ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia mengingat kualitas sumber daya manusia (SDM) masih kurang berdaya saing yang dilihat dari minimnya jumlah peneliti dan tingginya pengangguran muda terutama lulusan SMK. Terkait hal tersebut tentunya bukan hanya tugas pemerintah melainkan peran swasta juga perlu dilibatkan dalam meningkatkan kualitas SDM tersebut. Sehingga pemerintah perlu memberikan insentif fiskal dalam mendorong swasta berperan aktif dalam peningkatan kualitas SDM. Namun pengaturan terkait kebijakan ini perlu disusun secara rinci dan rigid agar hasil yang diperoleh tepat sasaran.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

primer

Page 4: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

4 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

semester I/2019 (Kementerian Perindustrian, 2019). Pada tulisan ini akan memaparkan urgensi diterbitkan peraturan tersebut dengan melihat kondisi pendidikan vokasi dan litbang di Indonesia dan masukan terhadap peraturan super deductible tax dengan berkaca dari beberapa negara.

Sistem Pendidikan Vokasi dan Kebutuhan Industri Tak TerintegrasiSurvei Angkatan Kerja Badan Pusat Statistik (BPS) Agustus 2018 mencatat dari 7 juta jumlah pengangguran dimana 25 persen diantaranya berasal dari lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Angka ini mengalami peningkatan dari tahun 2014 dimana lulusan SMK menyumbang 18 persen terhadap total pengangguran (BPS, 2019). Jumlah ini cukup besar mengingat lulusan SMK seharusnya disiapkan untuk terjun langsung ke dunia industri. Salah satu penyebab tingginya angka pengangguran tersebut ialah mismatch antara kualitas lulusan SMK dengan kebutuhan industri (Kementerian Koordinasi Perekonomian, 2019). Hal ini tidak terlepas dari sistem pendidikan dan pelatihan vokasi (vocational education and training/VET) di Indonesia yang kurang melibatkan dunia usaha dalam proses pendidikannya. Perbandingan sistem VET di Indonesia, Jerman dan Australia disajikan dalam Tabel 1.

Dukungan Minim bagi Dunia LitbangBisa dikatakan Indonesia merupakan salah satu negara yang kurang “akrab” dengan dunia penelitian. Terlihat dari indeks inovasi global yang menempatkan Indonesia pada posisi 87 dari 127 negara (Tabel 2). Bahkan posisi Indonesia jauh di bawah negara tetangga seperti Thailand dan Vietnam yang masing-masing berada di posisi 44 dan 45. Dilihat dari alokasi anggaran dana riset Indonesia juga tergolong minim dibandingkan sejumlah negara. Pada Tabel 2 menunjukkan pengeluaran riset Indonesia hanya 0,2 persen terhadap PDB sementara Singapura sudah mencapai 2,2 persen. Di sisi lain, kontribusi swasta dalam anggaran penelitian dan pengembangan juga masih kecil. Porsi dunia usaha hanya 8,41 persen sementara kontribusi pemerintah mencapai 82 persen terhadap anggaran penelitian nasional. Kondisi ini berbanding terbalik dengan negara-negara lain seperti Singapura, Jerman, Amerika Serikat bahkan Vietnam yang anggaran risetnya sebagian besar berasal dari swasta dengan porsi 50 – 75 persen. Pada Tabel 2 pun menunjukkan bahwa jumlah peneliti Indonesia tergolong rendah dibandingkan beberapa negara tetangga. Begitu juga dengan distribusi penelitinya yang hanya 7,5 persen bekerja di sektor industri atau swasta sementara di beberapa negara lainnya 50 persen lebih penelitinya bekerja di industri, yang artinya hasil penelitiannya lebih aplikatif untuk kebutuhan industri. Terkait jumlah peneliti ini, European Commission (2016) menyatakan pangsa peneliti terhadap jumlah tenaga kerja adalah indikator yang menunjukkan bagaimana ekonomi terstruktur, tingkat perkembangannya, dan berkorelasi kuat untuk menghasilkan inovasi di suatu negara. Dengan demikian, negara-negara dengan jumlah peneliti yang tinggi cenderung terdepan dalam inovasi.

Di Indonesia sendiri belum ada peraturan spesifik terkait insentif pajak bagi industri yang mendorong penelitian dan vokasi. Insentif yang ada saat ini berupa pengurangan pajak penghasil badan hingga 100 persen

Tabel 1. Penerapan Sistem VET di Beberapa Negara

Sumber: Iryanti, 2017

Aspek Jerman Australia Indonesia

Regulator - Kebijakan VET dikoordinasikan di tingkat nasional- Menempatkan dunia usaha sebagai unsur penggerak utama (primemover)

- Kebijakan VET dikoordinasikan di tingkat nasional- Menempatkan dunia usaha sebagai unsur penggerak utama (primemover)

- Kebijakan VET Kemendikbud dan Kemenaker- Peranan pemerintah dominan dan dunia usaha hanya sebagai unsur pelengkap

Provider - Pola pembelajaran dilakukan antara sekolah kejuruan dan industri melalui dual system- Penjaminan mutu dilakukan melalui sertifikasi kompetensi oleh kamar dagang dan industri

- Mengacu pada kualifikasi yang ditetapkan oleh industri- Penjaminan mutu melalui sertifikasi kompetensi oleh lembaga pendidikan yang telah diregistrasi selaku RTO (registered training organization)

- Belum mengacu pada kualifikasi yang ditetapkan industri- Sertifikasi dilakukan oleh lembaga sertifikasi profesi

Pendorong Keberhasilan sistem VET dipengaruhi oleh regulasi yang bersifat “mandatory” dan sistem insentif kepada dunia usaha

Keberhasilan sistem VET dipengaruhi oleh regulasi yang bersifat “mandatory” dan sistem insentif kepada dunia usaha

Regulasi sistem VET belum terin-tegrasi secara na-sional meskipun landasan hukum tersedia (UU, PP dan peraturan lain)

Page 5: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

5Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

dan 300 persen bagi yang terlibat dalam kegiatan research and development (R&D). Sebagai contoh, apabila perusahaan menjalin kerja sama dengan SMK untuk memberikan pelatihan dan pembinaan vokasi serta penyediaan alat industri hingga kegiatan pemagangan dengan menghabiskan biaya Rp1 miliar, pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak sebesar Rp2 miliar kepada perusahaan tersebut (Kementerian Perindustrian, 2018).

Saat ini insentif fiskal untuk mendorong penelitian dan pengembangan yang diberikan pemerintah Indonesia masih tertinggal dibandingkan beberapa negara-negara lain seperti Singapura, Thailand dan China. Negara-negara tersebut umumnya memberikan insentif berupa super deduction bagi pengeluaran penelitian dan pengembangannya (Setiawan, 2016). Tabel 3 menunjukkan beberapa contoh skema insentif pajak bagi industri yang berinvestasi di bidang penelitian dan inovasi di beberapa negara.Sumber: UNESCO (2019); Global Innovation

Index, 2018

Tabel 2. Profil Inovasi, Penelitian dan Pengembangan di Beberapa Negara

dari jumlah PPh badan yang diberikan kepada industri pionir sebagaimana diatur dalam PMK No 35/PMK.10/2018 tentang Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) Badan. Selain itu, dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan mengatur bahwa biaya penelitian dan pengembangan serta biaya beasiswa, magang dan pelatihan merupakan beberapa komponen biaya yang dapat dikurangi dari penghasilan bruto dalam menghitung penghasilan kena pajak.

Guna mendorong peningkatan kompetensi SDM Indonesia, pemerintah merencanakan skema pemberian insentif fiskal yang dinamakan super deductible tax yaitu berupa penambahan faktor pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) di atas 100 persen sehingga yang dibayarkan badan usaha semakin kecil. Adapun skema pengurangan pajak yang diusulkan oleh Kementerian Perindustrian ialah keringanan pajak hingga 200 persen untuk industri yang berinvestasi untuk pendidikan vokasi,

IndikatorSi

ngap

ura*

)

USA

Jerm

an**

)

Chi

na

Thai

land

Viet

nam

Indo

nesi

a

Global Innovation Index 2018 (peringkat dari 127 negara)

5 6 9 17 44 45 85

Researcher in full time equivalent (FTE) per juta penduduk tahun 2017

6.729 4.256 5.036 1.231 1.210 700 215

Gross Domestic Expenditure on R&D (GERD) dalam persen tahun 2017

2,2 2,8 3 2,1 0,8 0,5 0,2

GERD by source of fund (persen) tahun 2017

Business enterprise 54,1 63,59 65,2 76,48 75,18 64,12 8,41

Pemerintah 37,9 22,78 26,52 19,81 15,74 26,93 82,34

Pendidikan Tinggi 1,96 3,59 8,01 1,4

Privat non-profit - 3,89 0,31 - 0,18 - -

Dana dari LN 6,89 6,15 5,95 0,61 0,88 4,49

Not specified - - - - 3,05 9,26

*) data terakhir 2014; **) data terakhir 2016

Tabel 3. Skema Insentif Pajak bagi Industri di Beberapa Negara

Sumber: Worldwide R&D Incentives Reference Guide, 2018

Page 6: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

6 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

Daftar PustakaBadan Pusat Statistik. 2019. Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan 1986-2018

Kementerian Perindustrian. 2019. Sudah Disetujui, Aturan ‘Super Deductible Tax’ Ditargetkan Terbit Bulan Mei. Diakses dari http://www.kemenperin.go.id/artikel/19170/Sudah-Disetujui,-Aturan-%E2%80%98Super-Deductible-Tax%E2%80%99-Ditargetkan-Terbit-Bulan-Mei pada tanggal 21 Juni 2019

Kementerian Koordinasi Perekonomian. 2018. Pemerintah Tekankan Pentingnya Revitalisasi SMK Untuk Penuhi Kebutuhan Industri dan Sokong Perekonomian Nasional. Diakses dari https://ekon.go.id/berita/print/pemerintah-tekankan.4419.html pada tanggal 24 Juni 2019

KPMG Romania S.R.L. 2017. Research, Development and Innovation: Tax Incentives and Economic Growth in Romania.

Iryanti. Rahma. 2017. Education & Skill Mismatch di Indonesia: Kondisi Kebijakan Saat ini. Materi Paparan Kementerian PPN/Bappenas RI

EY. 2018. Worldwide R&D Incentives Reference Guide 2018. Diakses dari https://www.ey.com/gl/en/services/tax/worldwide-r-d-incentives-reference-guide---country-list pada tanggal 21 Juni 2019

Kementerian Keuangan. 2019. Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Tahun 2020. Disampaikan dalam Rapat Kerja Menteri Keuangan dengan Bappenas tanggal 11 Juni 2019

UNESCO Institute for Statistics. 2019. Science, Technology and Inovation. Diakses dari http://uis.unesco.org/en/country/id pada tanggal 21 Juni 2019

Setiawan, Hadi. 2016. Insentif Fiskal untuk Penelitian dan Pengembangan. Working paper Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementerian Keuangan RI.

RekomendasiSebagaimana yang dipaparkan di atas bahwa peran dunia usaha sangat penting dalam memajukan kualitas penelitian dan pendidikan vokasi. Dengan adanya insentif pajak berupa super deductible tax akan memacu perusahaan menginvestasikan modal mereka lebih banyak untuk pengembangan SDM dan riset yang merupakan kunci implementasi revolusi industri 4.0. Oleh karenanya peraturan ini harus segera diterbitkan dengan memperhatikan beberapa poin berikut: 1) menjelaskan secara jelas dan rinci definisi dan kegiatan litbang serta bentuk dukungan pendidikan vokasi yang layak memperoleh insentif pajak; 2) menentukan jenis industri yang layak memperoleh insentif dengan mempertimbangkan dampak dan nilai tambah yang diperoleh serta memastikan lebih banyak peneliti lokal yang terlibat di industri yang menerima insentif; 3) industri kecil seperti UMKM yang berinvestasi di bidang riset dan pengembangan perlu diberikan insentif yang lebih; 4) turut menyertakan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) dalam menyusun standar pendidikan dan pelatihan vokasi yang menjadi acuan bagi tiap pelaku usaha melakukan pembinaan/pelatihan kepada pelajar SMK; 5) merancang pedoman tentang evaluasi kegiatan/proyek litbang yang memenuhi syarat oleh otoritas pajak sehubungan dengan penerapan insentif pajak; 6) menyederhanakan administrasi dalam penerapan insentif pajak sehingga biaya yang terkait dengan penerapan fasilitas ini tidak melebihi manfaat yang diperoleh.

Page 7: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

7Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

Peningkatan kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu agenda kebijakan

pembangunan yang terus menerus dilakukan oleh pemerintah. Salah satu strategi kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah adalah percepatan penurunan angka kemiskinan. Kemiskinan merupakan tantangan terbesar yang selalu dihadapi oleh berbagai bangsa dari zaman ke zaman. Hingga kini, kemiskinan masih menjadi masalah serius di negara-negara berkembang, bahkan juga di negara maju. Di Indonesia, kemiskinan diterjemahkan sebagai kondisi seseorang atau masyarakat yang tidak memiliki kemampuan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar. Untuk mempercepat penurunan angka kemiskinan, pemerintah telah mengalokasikan anggaran kemiskinan untuk pengentasan kemiskinan setiap tahunnya di dalam alokasi belanja negara. Dalam kurun waktu tahun 2012-2018, anggaran pengentasan kemiskinan dalam APBN mengalami peningkatan dari tahun-tahun (Gambar 1). Dalam kurun waktu tersebut, pemerintah telah menggelontorkan anggaran pengentasan kemiskinan sebesar Rp1.239,9 triliun, dengan

pertumbuhan rata-rata per tahunnya sebesar 20,61 persen. Besarnya nilai dan pertumbuhan tahunan anggaran pengentasan kemiskinan tersebut diharapkan memberikan dampak yang besar dan signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di Indonesia. Artinya, keberhasilan kebijakan anggaran pengentasan kemiskinan ini sangat ditentukan pada dampak yang ditimbulkan oleh kebijakan tersebut terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Mereview Kondisi Kelaparan Indonesiaoleh

Dahiri*)Ricka Wardianingsih**)

AbstrakPemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk pengentasan kemiskinan

yang setiap tahunnya mengalami peningkatan. Kenaikan anggaran pengentasan kemiskinan ditentukan oleh capaian kemiskinan yang salah satunya dapat dilihat dari angka kemiskinan. Namun, pencapaian ini dinilai masih rendah karena masih terdapat kelompok masyarakat yang luput dari kebijakan pengentasan kemiskinan yaitu masih terdapat kelompok yang mengalami kelaparan. Untuk mengukur kelaparan di Indonesia dapat dilihat dari Indeks Kelaparan Global, dimana Indonesia mempunyai tingkat keparahan kelaparan yang serius. Mengatasi kelaparan dan memperbaiki kondisi kelaparan di Indonesia harus menjadi salah satu perhatian utama pemerintah dalam konteks mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia di masa-masa mendatang.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

sekunder

Gambar 1. Anggaran Pengentasan Kemiskinan (dalam triliun Rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Page 8: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

8 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

Salah satu ukuran yang dapat dijadikan sebagai indikator peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah persentase penduduk miskin atau angka kemiskinan yang rutin dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Dalam kurun waktu tahun 2012-2018, persentase penduduk miskin terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun, dengan rata-rata penurunan sebesar 3,06 persen per tahunnya. Pada tahun 2012, persentasenya mencapai 11,66 persen dan menurun cukup signifikan pada tahun 2018 menjadi 9,66 persen. Capaian penurunan persentase penduduk miskin ini dapat dijadikan gambaran bahwa terjadi tren peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang cukup signifikan dari tahun ke tahun. Capaian ini juga dapat dijadikan parameter bahwa anggaran pengentasan kemiskinan yang begitu besar berhasil menurunkan jumlah penduduk miskin dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, yang menjadi pertanyaan berikutnya adalah apakah tren peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia yang cukup signifikan tersebut benar-benar sebuah realitas dan trennya sejalan dengan parameter kesejahteraan lainnya.Global Hunger Index (GHI): Proksi Alternatif Tingkat Kesejahteraan MasyarakatSalah satu indikator yang dapat digunakan untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan sebuah negara adalah Global Hunger Index (GHI) atau Indeks Kelaparan Global yang dikembangkan oleh International Food Policy Research Institute (IFPRI). GHI merupakan alat yang dirancang untuk mengukur dan melacak kelaparan secara komprehensif di tingkat global, regional, dan nasional yang dapat dimanfaatkan sebagai instrumen untuk melihat capaian tingkat indeks kelaparan antar negara. Kondisi kelaparan ini menggambarkan akan rendahnya kapasitas produksi pangan dan rendahnya kemampuan memanfaatkan institusi, lingkungan, dan sumber daya alam dalam

menciptakan kualitas hidup secara keseluruhan. Dalam perhitungannya, GHI merupakan indeks komposit dari 4 (empat) komponen, yakni: 1) prevalensi kekurangan gizi; 2) proporsi anak di bawah usia lima tahun yang menderita wasting; 3) proporsi anak di bawah usia lima tahun yang menderita stunting; dan 4) tingkat kematian anak di bawah usia lima tahun. Dilihat dari komponen pembentuk, perbaikan capaian indeks GHI yang diperoleh oleh sebuah negara sebenarnya menunjukkan bahwa adanya perbaikan ketercukupan gizi, berkurangnya proporsi penduduk yang menderita wasting dan stunting, serta menurunnya angka kematian anak. Dengan kata lain, capaian perbaikan tersebut dapat juga dimaknai sebagai perbaikan tingkat kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang sejahtera berarti masyarakat yang kebutuhan gizinya tercukupi, fisiknya bertumbuh sehat dan normal, serta semakin menjauh dari resiko kematian.Dalam kurun waktu tahun 2015-2018, capaian GHI Indonesia tidak mengalami perbaikan yang menggembirakan atau bahkan mengalami stagnasi (Gambar 2). Nilai GHI Indonesia relatif tidak mengalami perbaikan yang signifikan, yakni dari 22,1 di tahun 2015 menjadi 21,9 di tahun 2018 atau masih stagnan di atas 20. Menurut Skala Keparahan GHI1, capaian Indonesia yang masih stagnan berada di atas 20 menunjukkan tingkat kelaparan Indonesia tidak jauh berubah yang masih tetap berada pada level serius dari berbagai aspek

Sumber: Global Hunger Index 2015-2018

Gambar 2. GHI Indonesia Tahun 2015-2018

1) Skala Keparahan GHI antara lain ≤9,9 (rendah), 10,0-19,9 (sedang), 20,0-34,9 (serius), 35,0-49,9 (mengkhawatirkan), ≥50,0 (sangat mengkhawatirkan).

Page 9: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

9Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

yang mencerminkan kekurangan gizi akut, pengerdilan anak, kekurangan gizi kronis, atau kematian anak, yang mencerminkan tingkat kelaparan dan gizi anak-anak, serta tantangan ekstrim lainnya yang dihadapi populasi. Capaian yang relatif tidak mengalami perbaikan dalam empat tahun terakhir ini juga dapat diartikan bahwa peningkatan kesejahteraan masyarakat sebenarnya juga tidak mengalami perbaikan yang signifikan. Kondisi kelaparan Indonesia saat ini relatif lebih buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara. Nilai GHI Thailand dan Malaysia jauh lebih baik dibanding Indonesia, yakni sebesar 10,4 dan 13,3. Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja sebesar 23,7 dan Laos sebesar 25,3. Perbandingan capaian ini menunjukkan bahwa kesejahteraan masyarakat Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Thailand dan Malaysia. Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah yang harus cepat diselesaikan oleh pemerintah. Mengatasi kelaparan dan memperbaiki kondisi kelaparan di Indonesia harus menjadi salah satu perhatian utama pemerintah dalam konteks mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia di masa-masa mendatang.Indikasi Kelaparan di IndonesiaPermasalahan kelaparan merupakan hal yang kompleks karena berhubungan dengan persoalan kekurangan kalori pada manusia. The Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) (2017) mendefinisikan kelaparan sebagai kondisi kekurangan makanan atau kekurangan gizi, karena konsumsi kalori yang terlalu sedikit untuk menyediakan jumlah minimum energi makanan yang diperlukan setiap individu untuk menjalani kehidupan yang sehat dan produktif, mengingat jenis kelamin orang tersebut, usia, tinggi badan, dan tingkat aktivitas fisik. Kenyataannya, Indonesia belum bisa disebut sebagai negara makmur yang jauh dari kelaparan akibat kurang gizi. Selain itu, salah satu ancaman serius dan ditakuti oleh umat manusia di muka bumi ini adalah terjadinya kelangkaan akan kecukupan

pangan. Tuntutan masyarakat akan pemenuhan kebutuhan pangan yang semakin mahal mendorong akan peningkatan pendapatan demi bertahan dalam situasi ekonomi yang sulit. Di Indonesia masih mengalami kelaparan setiap harinya disebabkan masih banyak penduduk yang tidak mampu memenuhi kebutuhan pangannya. Ketersediaan pangan yang lebih kecil dibandingkan kebutuhannya dapat menciptakan ketidakstabilan ekonomi. Hal ini dapat membahayakan stabilitas ekonomi dan ketahanan pangan nasional.Melihat kondisi tersebut, ada beberapa indikasi yang masih menjadi tantangan bagi pemerintah. Dilihat dari indikator tingkat keparahan kelaparan di Indonesia sebagaimana tampak di Gambar 3, diketahui bahwa kondisi stunting menunjukkan pada tahapan yang mengkhawatirkan dimana proporsi anak usia di bawah 5 tahun yang mengalami stunting berada di angka 36 persen. Dimana indikator ini berkontribusi pada semakin memburuknya indeks kelaparan di Indonesia. Melihat kondisi ini, tentunya pemerintah perlu mengambil tindakan serius dalam mengurangi permasalahan stunting ini. Meskipun indikator lain tidak menunjukkan pada tahap yang mengkhawatirkan namun yang juga menjadi perhatian pemerintah adalah tingkat anak kurus (wasting) yang mengalami peningkatan yaitu 5,5 persen

Gambar 3. Indikator GHI Indonesia Tahun 2010-2018 (dalam persen)

Sumber: Global Hunger Index 2015-2018

Page 10: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

10 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

RekomendasiUntuk memerangi masalah kelaparan yang begitu kompleks, ada beberapa alternatif kebijakan yang dapat ditempuh oleh pemerintah. Pertama, pemerintah perlu mendorong adanya penurunan tingkat kemiskinan dengan memberikan fasilitas jangka panjang seperti penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan masyarakat. Selain ampuh dalam menggerek pendapatan, kebijakan ini juga mampu menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan membuat angka kemiskinan turun permanen. Kedua, perlunya mekanisme pemberdayaan ekonomi pada sisi produksi pangan dan sisi daya beli masyarakat agar lebih terfokus dalam menghapus kelaparan dan kekurangan gizi demi kualitas hidup yang lebih baik serta meningkatkan kesejahteraan. Ketiga, perlunya menggalakkan program memberantas kelaparan dengan melaksanakan berbagai program berbasis pemberdayaan masyarakat serta fokus terhadap pelaksanaan strategi kemandirian pangan, berupa kemandirian pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan pemerintah desa, untuk mengembangkan dan memelihara cadangan pangannya masing-masing. Keempat, perlunya meningkatkan kesadaran masyarakat akan asupan gizi seimbang sejak dini demi memerangi kasus gizi buruk.

pada tahun 2010 menjadi 13,5 persen di tahun 2018.Kondisi ini justru dikhawatirkan akan menurunkan kualitas sumber daya manusia di masa mendatang. Kenyataannya, gizi merupakan investasi sumber daya manusia yang sangat penting yang dapat berpengaruh pada kecerdasan anak. Karena keberhasilan pembangunan suatu bangsa lebih

ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas. Perkembangan kecerdasan anak dapat terganggu oleh kondisi lingkungan atau fisik yang kurang mendukung, seperti kekurangan gizi dan stimulasi dari lingkungan. Dampak jangka panjangnya kekurangan gizi yang berat mengakibatkan ukuran lingkar kepala yang lebih kecil dan menjadikan kemampuan kognitif yang lebih rendah.

Daftar PustakaFood and Agriculture Organization. 2017. How to Feed the World in 2050. Diakses dari http://www.fao.org/fileadmin/templates/wsfs/docs/expert_paper/How_to_Feed_the_World_in_2050.pdf pada 24 Juni 2019Badan Pusat Statistik. 2012-2018Global Hunger Index Results. 2018. Global, Regional and National Trends. Diakses dari https://www.globalhungerindex.org/results/ pada 24 Juni 2019Kementerian Keuangan. 2018. Alokasi Anggaran Pengentasan Kemiskinan diakses pada 2 Juli 2019

Kompas.com. 2018. Kemiskinan Masih Jadi Tantangan Besar Indonesia. Diakses dari https://ekonomi.kompas.com/read/2018/10/25/154008526/kemiskinan-masih-jadi-tantangan-besar-indonesia pada 3 Juli 2019Pakpahan, Agus. 2017. Pergeseran Dalam Indeks Kelaparan Global (Global Hunger Index) 2000-2017. Jakarta: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian diakses pada 26 Juni 2019Suyanto, Bagong. 2018. Kemiskinan, Kelaparan dan Kematian di Daerah Terpencil. Diakses dari https://news.detik.com/kolom/d-4144394/kemiskinan-kelaparan-dan-kematian-di-daerah-terpencil pada 26 Juni 2019

Page 11: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

11Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

Demi mewujudkan negara yang adil dalam pemenuhan hak rakyat atas pendidikan berkualitas,

pemerintah berupaya meningkatkan akses layanan dan mutu pendidikan yang merata di seluruh Indonesia. Pemerintah meyakini setiap rakyat mendapatkan hak yang sama untuk mengenyam bangku pendidikan yang seharusnya bebas dari persaingan, pengecualian, dan diskriminasi. Melalui sistem regulasi zonasi PPDB, pemerintah berharap dapat mengurangi angka putus sekolah yang disebabkan oleh kesulitan masyarakat untuk mengakses pendidikan di wilayah tempat tinggalnya. Selain itu, ruang lingkup sekolah yang terbatas sesuai domisili akan mengurangi mobilitas atau biaya transportasi guru dan siswa sehingga di beberapa kota besar dapat mengurangi tingkat kemacetan. Pertimbangan inilah yang melatarbelakangi Pemerintah untuk menerapkan seleksi PPDB melalui sistem zonasi. Sistem zonasi pertama kali dilaksanakan pada tahun ajaran 2017/2018 dengan mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) No. 17 Tahun 2017 tentang PPDB. Sementara pada PPDB tahun ajaran 2018/2019 mengacu pada

Permendikbud No. 14 Tahun 2018 yang kemudian pada tahun ajaran 2019/2020 digantikan oleh Permendikbud No. 51 Tahun 2018. Dalam peraturan ini, seleksi dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat dengan bukti Kartu Keluarga (KK) yang diterbitkan paling singkat 1 (satu) tahun dari waktu pendaftaran PPDB. Adapun jarak tempat tinggal terdekat dihitung berdasarkan jarak tempuh dari kantor desa/kelurahan menuju sekolah. Namun, kebijakan pemeringkatan ini mungkin berbeda di berbagai daerah. Di DKI Jakarta yang kuotanya tersedia untuk non zonasi, pemeringkatan PPDB jenjang SMP dan SMA berdasarkan nilai Ujian Nasional (UN), urutan pilihan sekolah, usia calon siswa, dan waktu mendaftar (Kompas, 2019).Pada tanggal 21 Juni 2019, Kemendikbud mengeluarkan revisi atas Permendikbud No. 51 Tahun 2018 melalui Surat Edaran (SE) No. 3 Tahun 2019 (yang selanjutnya dalam Permendikbud No. 20 Tahun 2019) terkait kuota penerimaan. Dalam Permendikbud No. 51 Tahun 2018 ditetapkan kuota jalur zonasi minimal 90 persen, jalur prestasi, dan jalur perpindahan orang tua masing-masing maksimal 5 persen. Berdasarkan

AbstrakUpaya pemerintah dalam pemerataan akses layanan dan kualitas pendidikan

di seluruh wilayah Indonesia diimplementasikan melalui kebijakan zonasi sekolah Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB). Melalui kebijakan ini diharapkan terjadi peningkatan kualitas sekolah serta pelaksanaan kebijakan yang terkait bidang pendidikan lebih mudah direalisasikan. Namun, dalam pelaksanaan sistem zonasi ini justru tidak menyelesaikan permasalahan pendidikan yang ada saat ini disebabkan kondisi tenaga pendidik serta sarana prasarana yang belum terdistribusi dengan baik kemudian diperparah dengan adanya inkonsistensi regulasi sistem zonasi tersebut. Hal ini menjadi indikasi belum siapnya pemerintah untuk menerapkan sistem zonasi di Indonesia.

Menakar Kesiapan Indonesia Dalam Penerapan Sistem Zonasi PPDB

oleh Martha Carolina*)

Deasy Dwi Ramiayu**)

sekunder

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

Page 12: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

12 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

pertimbangan banyaknya jumlah calon peserta didik yang mendaftar dengan jalur prestasi, maka kuota jalur zonasi ditetapkan minimal 80 persen, dan jalur prestasi maksimal 15 persen.Realita Sistem Zonasi dan Bidang PendidikanSistem zonasi diterapkan oleh Pemerintah dengan harapan perspektif masyarakat akan sekolah unggulan dan non unggulan akan diruntuhkan karena semua sekolah memiliki kualitas yang sama. Sistem ini dapat menjadi alat untuk melakukan pemetaan kualitas sekolah sebagai bahan perencanaan kebijakan kedepannya. Namun, kenyataannya, pelaksanaan sistem zonasi PPDB ini menuai pro dan kontra di tengah masyarakat. Pelaksanaan sistem zonasi tahun 2019 masih menghadapi permasalahan yang sama dengan tahun sebelumnya seperti regulasi sistem zonasi yang kurang konkret dan belum meratanya akses layanan pendidikan yang meliputi fasilitas, sarana prasarana sekolah, dan mutu tenaga pendidik. Inkonsistensi Regulasi Sistem ZonasiPermendikbud No. 51 Tahun 2018 digunakan sebagai acuan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan sistem zonasi yang disesuaikan dengan kondisi geografis, sosial, dan ekonomi di wilayah kewenangannya. Termasuk menentukan kuota jalur penerimaan. Namun, acuan kebijakan berubah tepat di tengah pelaksanaan ini memungkinkan perhitungan kuota pada tingkat daerah menjadi kurang tepat sasaran. Seperti yang terjadi di Jawa Tengah melalui melalui Surat Keputusan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (SK Kepala Disdikbud) No. 421/10163 Tahun 2019, kuota zonasi jarak ditetapkan sebanyak 70 persen dan zonasi jalur prestasi 20 persen. Perubahan acuan kebijakan pusat menjadi SE No. 3 Tahun 2019, Disdikbud Jawa Tengah menyesuaikan kembali zonasi jarak 60 persen serta prestasi 20 persen, dan non zonasi 15 persen serta mutasi orang tua 5 persen, yang kini tertuang dalam SK Kepala Disdikbud No. 421/10543 Tahun 2019.

Perubahan kebijakan ini dianggap membingungkan Disdikbud Provinsi dan calon peserta didik mengingat sosialisasi terkait kuota ini masih sangat minim. Dampaknya adalah pihak Disdikbud dan pihak sekolah harus mensosialisasikan kembali ketentuan sistem zonasi yang tentunya akan membutuhkan waktu lama. Jika pemerintah berkomitmen dalam melaksanakan sistem zonasi ini dalam jangka panjang, maka regulasi dan aturan pelaksanaan yang bersifat konkret seharusnya ditetapkan jauh sebelum pelaksanaan PPDB berlangsung agar tidak terjadi tumpang tindih regulasi di tingkat daerah.Minimnya Sarana dan Prasarana SekolahSalah satu faktor yang menentukan mutu sekolah ialah kondisi sarana dan prasarana. Namun menurut Badan Akreditasi Nasional Sekolah Madrasah (BAN-S/M), capaian pemenuhan Standar Nilai Pendidikan (SNP) untuk sarana dan prasarana sekolah tahun 2018 menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (Tabel 1).Permasalahan sarana prasarana di sekolah sangat mendasar seperti kurangnya daya listrik, keterbatasan luas lahan sekolah dan bangunan, dan sarana ruang perpustakaan dan laboratorium yang tidak sesuai dengan ketentuan. Kondisi sarana prasarana

Tabel 1. Aspek Nilai Standar Sarana dan Prasarana

Sumber: BAN-S/M, diolah

Jenjang Sekolah Hasil Nilai Standar

SD/MI

- Sekolah berdaya listrik 900 watt atau kurang baru mencapai 57,6 persen- Keterbatasan luas lahan sekolah dan lantai bangunan- Prasarana lengkap dengan kondisi baik baru mencapai 80 persen

SMP/MTs

- Keterbatasan luas lahan sekolah dan lantai bangunan- Tidak tersedianya perpustakaan sebanyak 31,3 persen- Sekolah berdaya listrik 900 watt atau kurang mencapai 23 persen

SMA/MA

- Sarana ruang perpustakaan tidak sesuai ketentuan sebanyak 24,2 persen- Tidak tersedia perpustakaan sebanyak 5,6 persen- Ruang laboratorium fisika, biologi, kimia, dan bahasa tidak sesuai dengan ketentuan

Page 13: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

13Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

yang belum merata ini akan semakin sulit menghilangkan preferensi siswa untuk memilih sekolah tertentu dan menyebabkan beberapa sekolah kelebihan atau kekurangan siswa. Seperti yang terjadi di salah satu SMP di Kabupaten Indramayu yang hanya memperoleh 18 siswa dari daya tampung 32 siswa (Republika, 2019). Walaupun penyediaan sarana prasarana dialokasikan melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Pendidikan meningkat, pengalokasian ini dianggap kurang tepat sasaran karena tidak diperhitungkan berdasarkan prioritas kebutuhan sekolah. Seperti yang terjadi di Cianjur, alokasi DAK diberikan kepada sekolah yang tahun sebelumnya telah mendapat DAK dan tidak terdesak kebutuhan pembangunan fisik. Sementara itu, sekolah lain yang membutuhkan pembangunan fisik tidak mendapat alokasi DAK (Pikiran Rakyat, 2019). Kedepannya, pemerintah daerah harus mampu mendata prioritas sekolah yang membutuhkan pembangunan fisik. Selain itu, pemerintah daerah sebaiknya mengevaluasi dan melakukan monitoring agar penyerapan anggaran DAK Fisik dilakukan semestinya, mengingat anggaran DAK menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah dan sekolah mampu berkomitmen, sarana dan prasarana yang berkualitas di setiap sekolah akan mendorong pemerataan kualitas sekolah dan sistem zonasi akan lebih stabil ketika diterapkan. Pendidik dan Tenaga Kependidikan Masih TerbatasKualitas pendidik dan tenaga kependidikan sangat berpengaruh besar terhadap mutu pendidikan. Namun menurut BAN-S/M, nilai standar pendidik dan tenaga kependidikan sekolah tahun 2018 belum memuaskan dan terjadi di setiap jenjang sekolah yang dinilai (Tabel 2).Berdasarkan BAN-S/M 2018, jumlah guru bersertifikasi antar wilayah belum merata dan kualifikasi pendidikan guru dengan mata pelajaran yang diampu masih kurang sesuai. Padahal, guru merupakan

ujung tombak pendidikan sehingga kredibilitas guru sangat berperan besar bagi kualitas siswa. Standar kemampuan guru harus ditingkatkan kedepannnya dalam proses perekrutan guru baru. Selain itu, diperlukan penilaian kompetensi guru secara berkala agar kualitas guru dapat terukur. Jika hasil uji kompetensi guru telah menunjukkan peningkatan, maka dapat dilakukan kebijakan mutasi guru berkompeten ke sekolah yang kompetensinya masih kurang guna mencapai pemerataan guru di setiap wilayah. Kondisi inilah yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah sebelum penerapan sistem zonasi.Benchmarking Sistem Zonasi SekolahAustralia dan Jepang merupakan contoh negara yang telah menerapkan sistem zonasi sekolah selama lebih dari satu dekade. Kedua negara ini sangat memperhatikan mekanisme sistem zonasi dan merencanakan kebijakan dengan matang baik dari hulu sampai hilir. Regulasi yang dibangun sangat selaras sehingga meminimalisir permasalahan yang muncul kedepannya. Di Jepang, sistem penerimaan siswa Tabel 2. Aspek Nilai Standar Pendidik

dan Tenaga Kependidikan

Sumber: BAN-S/M, diolah

Aspek Nilai Standar

Jenjang Sekolah

SD/MI SMP/MTs SMA/MA

Guru Bersertifikat Pendidik

- Dari 52,6 persen hanya terdapat 55 persen guru bersertifikat- Guru mata pelajaran tidak sesuai dengan latar belakang pendidikan (sebanyak 36,1 persen hanya memiliki 3 guru dan 17,8 persen memiliki guru yang sesuai)

Dari 54,7 persen hanya terdapat 41 persen guru bersertifikat

Dari 56,8 persen hanya terdapat 41 persen guru bersertifikat

Tenaga Administrasi Berpendidikan D3/S1

72,5 persen

Sebanyak 33,8 persen memiliki 1 dan 21,3 persen memiliki tenaga administrasi

18,5 persen

Tenaga Perpustakaan Berpendidikan Min. SMA dan Bersertifikat Kompetensi

47 persen 58,6 persen 66,3 persen

Page 14: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

14 Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

baru telah terintegrasi dengan catatan kependudukan sehingga prosedur pendaftaran dapat dilakukan secara online tanpa harus datang ke sekolah dan membawa berkas terkait. Daya tampung sekolah telah diperhitungkan sehingga setiap siswa pendaftar secara jelas terdaftar di sekolah tersebut. Pihak sekolah dengan wali murid mengkoordinasikan akses transportasi siswa sehingga keamanan siswa juga terjamin.Di Victoria, salah satu negara bagian Australia, sistem zonasi tidak diterapkan di seluruh sekolah. Untuk mengurangi resiko siswa berbakat yang tidak tertampung karena sistem zonasi, pemerintah menyediakan beberapa sekolah menggunakan jalur tes. Begitu pula di beberapa sekolah yang menyediakan kelas akselerasi, proses pendaftarannya menggunakan jalur tes tanpa memperhitungkan zonasi. Untuk siswa yang tinggal di luar zona sekolah, pihak sekolah mengakomodasikan layanan bus untuk keamanan siswanya. Selain itu, pemerintah menyediakan sistem informasi yang mumpuni terkait pembagian zona sekolah, informasi pendaftaran, dan informasi sekolah

RekomendasiPenerapan sistem zonasi secara umum merupakan langkah yang tepat dalam pemerataan akses layanan pendidikan. Namun, berdasarkan kondisi dan permasalahan yang telah dipaparkan, penerapan sistem zonasi PPDB saat ini bukan alternatif yang tepat. Dibandingkan penerapan sistem zonasi, Pemerintah seharusnya mampu membenahi permasalahan di bidang pendidikan terlebih dahulu sebelum menerapkan sistem zonasi. Dengan demikian, solusi yang dapat ditawarkan antara lain: pertama, mekanisme pelaksanaan sistem zonasi PPDB perlu dikaji ulang dan direncanakan sebelum masa pendaftaran PPDB. Regulasi dari Kemendikbud yang menjadi acuan kebijakan Pemprov seharusnya tidak berubah saat pelaksanaan PPDB berlangsung sehingga sosialisasi juga dapat dilakukan dari jauh hari. Kedua, perlunya meningkatkan komitmen pemerintah daerah dalam meningkatkan sarana dan prasarana sekolah. Pemerintah daerah harus mampu mengoptimalkan DAK Fisik Pendidikan kepada sekolah yang membutuhkan pembangunan dengan semestinya. Dengan demikian, pemerataan sarana dan prasarana di seluruh wilayah akan cepat tercapai. Ketiga, perlunya melakukan evaluasi kompetensi guru secara berkala serta pemetaan latar belakang pendidikan guru yang disesuaikan dengan mata pelajaran yang diampu.

serta zona yang akan dibuka tahun 2020. Sebagai negara bagian yang pertumbuhan populasi masyarakatnya tertinggi di Australia, pemerintahnya sangat memperhatikan kualitas pendidikannya dengan merencanakan pembangunan 100 sekolah baru dalam 8 (delapan) tahun ke depan dan telah mengalokasikan lebih dari AUD 3,8 miliar untuk sekolah baru dan memperbaiki lebih dari 1.300 sekolah guna menjaga mutu pendidikan (School News, 2019). Jika berkaca dari Australia dan Jepang, hal yang menjadi kunci keberhasilan sistem zonasi ialah adanya sarana prasarana sekolah dan kompetensi tenaga pendidik yang telah memadai sebelum diterapkan sistem zonasi. Hal inilah yang seharusnya juga disiapkan oleh Pemerintah sebelum menerapkan sistem zonasi di Indonesia. Untuk itu, perencanaan kebijakan seharusnya diprioritaskan untuk peningkatan sarana prasarana sekolah dan kompetensi tenaga pendidik. Jika sarana prasarana sekolah dan kompetensi tenaga pendidik telah terdistribusi baik, maka cita-cita Pemerintah untuk menyetarakan kualitas pendidikan di Indonesia melalui sistem zonasi dapat terwujud.

Page 15: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

15Buletin APBN Vol. IV. Ed. 12, Juli 2019

Daftar PustakaBadan Akreditasi Nasional Sekolah Madrasah. Capaian dan Analisis Pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP) Hasil Akreditasi Sekolah dan Madrasah Tahun 2018.Kompas.com 2019. Cerita Bima Arya Temukan Kecurangan Saat Sidak Ke Alamat Pendaftar. Diakses dari https://regional.kompas.com/read/2019/06/29/07581071/cerita-bima-arya-temukan-kecurangan-saat-sidak-ke-alamat-siswa-pendaftar pada 30 Juni 2019.Pikiran Rakyat. 2019. Dana Alokasi Khusus Tidak Tepat Sasaran. Diakses dari https://www.pikiran-rakyat.com/jawa-barat/2019/03/26/dana-alokasi-khusus-tidak-tepat-sasaran tanggal 03 Juli 2019.Republika. 2019. Sistem Zonasi Sekolah: Distribusi Siswa Tidak Merata. Diakses dari https://nasional.republika.co.id/

berita/nasional/umum/ptnzjc440/sistem-zonasi-sekolah-distribusi-siswa-tak-merata pada 01 Juli 2019Kompas.com. 2019. PPDB 2019 SMA Jakarta Bukan Cuma Zonasi, tapi Juga Nilai UN. Diakses dari https://edukasi.kompas.com/read/2019/06/23/16510571/ppdb-2019-sma-jakarta-bukan-cuma-zonasi-tapi-juga-nilai-un?page=all pada 03 Juli 2019.Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 51 Tahun 2018 tentang PPDB Pada TK, SD, SMP, SMA, dan SMK.School News. 2019. Victoria Clears Up School Zoning Fears. Diakses dari: https://www.school-news.com.au/news/victoria-clears-up-school-zoning-fears/, pada 29 Juni 2019.Surat Edaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 3 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru.

Page 16: Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan ... fileBuletin APBN Vol. IV. d. 12, Juli 2019 3 Urgensi Insentif Pajak bagi Industri Pendukung Pendidikan Vokasi & Riset

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635

e-mail [email protected]