upaya peningkatan apresiasi seni batik surakarta

122
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM DOKUMENTER) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2010/2011 SKRIPSI Oleh: JAUHARSARI WARDHANI K 3205020 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: dinhbao

Post on 09-Feb-2017

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO

VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM DOKUMENTER)

PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh:

JAUHARSARI WARDHANI

K 3205020

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 2: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA AUDIO

VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM DOKUMENTER)

PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010/2011

Oleh:

JAUHARSARI WARDHANI

K 3205020

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar

Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Seni Rupa

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

Page 3: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

Surakarta, Desember 2010

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Mulyanto, M.Pd Lili Hartono, S.Sn, M.Hum

NIP 19630712 198803 1 002 NIP 19781219 200501 1 002

Page 4: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima

untuk memenuhi syarat mendapatkan gelas Sarjana Pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang tanda tangan

Ketua : Drs. Tjahjo Prabowo, M. Sn. : ......................................

NIP 19530429 198503 1 001

Sekretaris : Drs. Edy Tri Sulistyo, M.Pd. : .......................................

NIP 19560717 198601 1 002

Anggota I : Drs. Mulyanto, M.Pd. : ........................................

NIP 19630712 198803 1 002

Anggota II : Lili Hartono, S.Sn, M.Hum. : ........................................

NIP 19781219 200501 1 002

Disahkan oleh :

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.

NIP 19600727 198702 1 001

Page 5: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Jauharsari Wardhani. UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK

SURAKARTA MELALUI PEMBELAJARAN MENGGUNAKAN MEDIA

AUDIO VISUAL (GABUNGAN SLIDE SUARA DAN FILM

DOKUMENTER) PADA SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2010/2011. Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Desember 2010.

Tujuan dari penelitian tindakan kelas ini adalah untuk meningkatkan

apresiasi seni Batik Surakarta melalui pembelajaran menggunakan media audio

visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) pada siswa kelas X-4 SMA

Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.

Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang menggunakan media

audio visual dalam pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah

setempat. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta

tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 34 siswa. Penelitian ini dilakukan pada

bulan Agustus hingga Desember 2010, dengan dua siklus dan masing-masing

siklus mencakup empat kegiatan yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan,

dan refleksi. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan teknik

dokumentasi, teknik wawancara, dan teknik tes tertulis untuk aspek kognitif dan

aspek afektif dalam bentuk lembar observasi.

Target indikator yang telah dicapai pada penelitian ini yaitu: 1) Siswa

mampu mengidentifikasi pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat

yaitu Batik Surakarta dengan baik pada siklus I mencapai 73% dan pada siklus II

meningkat hingga 88%. 2) Siswa mampu menunjukkan sikap menghargai

terhadap karya seni terapan daerah yaitu Batik Surakarta dengan baik pada siklus I

mencapai 72% dan pada siklus II meningkat menjadi 85%.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

menggunakan media audio visual dapat meningkatkan apresiasi seni Batik

Surakarta pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.

Page 6: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Jauharsari Wardhani. THE IMPROVEMENT EFFORT OF ART

APPRECIATION OF BATIK SURAKARTA TROUGH LEARNING

WHICH USE AUDIO VISUAL MEDIA (COMBINING AUDIO SLIDE

AND DOCUMENTARY MOVIES) TO TENTH GRADE OF SMA NEGERI

1 SURAKARTA IN THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2001. Teacher

Training and Education Faculty. Sebelas Maret University. 2010.

The aim of this action research is to improve art appreciation of Batik

Surakarta through learning which use audio visual media to tenth grade SMA

Negeri 1 Surakarta in the Academic Year of 2010/ 2011.

This research is an action research that uses audio visual media in learning

art appreciation locally. The subject of research is the students classes X-4 SMA

Negeri 1 Surakarta in Academic Year of 2010/ 2011 which consists of 34

students. This research is conducted from August until December 2010, it consists

of two cycles and each of the cycles consists of four activities. It is planning,

implementing, observing and reflecting. The collecting of data uses

documentation, interview, written test to cognitive aspects and affective aspect in

sheet observation form.

The target of indicator which is reached in this research is: 1) the students

can identification knowledge about art locally. It is Batik Surakarta. In the cycle

one is 73% and the cycle two improves until 88%. 2) The students can show their

attitude to praises art locally that is Batik Surakarta. In the cycle one reaches 72%

and cycle two improves until 85%.

The result of this research can concluded that learning the use of audio

visual aids can improve student’s art appreciations in particular at Batik Surakarta

at the students classes X-4 SMA Negeri 1 Surakarta in Academic Year of 2010/

2011.

Page 7: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari

betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah.

- Thomas Alva Edison-

Page 8: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Ibu, Bapak, dan Adik tercinta

Sahabat-sahabat yang menyayangiku

Sakura

Teman-teman FKIP Seni Rupa angkatan 2005, adik dan kakak tingkatku

Battery Percussion Team dan Keluarga Besar Marchingband

Universitas Sebelas Maret Surakarta

Almamater Tercinta

Page 9: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan petunjuk,

kemudahan serta rahmat-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad saw, beserta keluarga, sahabat, dan pengikutnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian penulisan skripsi ini tidak

lepas dari dukurngan dan bantuan dari berbagai pihak baik secara langsung

maupun tidak langsung. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya, Penulis

sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada terhormat :

1. Prof. Dr. M. Furqon Hidyatullah, M. Pd. Sebagai Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS Surakarta.

2. Drs. Suparno, M. Pd. sebagai Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni

FKIP UNS Surakarta.

3. Drs. Tjahjo Prabowo, M. Sn. sebagai ketua Program Pendidikan Seni Rupa

Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP UNS Surakarta.

4. Drs. Mulyanto, M.Pd, selaku Pembimbing I yang telah banyak

memberikan petunjuk, arahan, dan bimbingan kepada penulis dalam

menyusun skripsi.

5. Lili Hartono, S.Sn, M.Hum, selaku Pembimbing II sekaligus Pembimbing

Akademik yang telah banyak memberikan petunjuk, arahan dan bimbingan

kepada penulis dalam menyusun skripsi terutama selama penulis menjadi

mahasiswa di Program Pendidikan Seni Rupa FKIP UNS;

6. Orang tua penulis, yang tiada hentinya memberikan penulis dukungan baik

secara materi maupun moral.

7. Bapak dan Ibu dosen Program Pendidikan Seni Rupa yang telak banyak

memberikan ilmu dan masukan-masukan kepada penulis.

8. Teman-teman FKIP Seni Rupa angkatan 2005

9. Kepala SMA Negeri 1 Surakarta yang telah memberikan ijin, sehingga

penulis dapat melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini;

Page 10: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

10. Dra. DM. Krisbiyanti, selaku guru mata pelajaran seni budaya kelas X-4

SMA Negeri 1 Surakarta atas bimbingan, arahan, dan bantuannya.

11. Siswa-siswi kelas X, khususnya X-4 SMA Negeri 1 Surakarta atas bantuan

dan kerjasamanya.

12. Battery Percussion Team dan Keluarga Besar Marchingband Universitas

Sebelas Maret Surakarta

13. Berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini, baik

secara langsung maupun tidak langsung sehingga skripisi ini dapat

tersusun.

Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.

Akhirnya penulis berharap mudah-mudahan skripsi ini bermanfaat bermanfaat

bagi pengembangan ilmu pendidikan kesenirupaan, khususnya bagi penulis dan

pihak-pihak yang berkepentingan pada umumnya.

Surakarta, Desember 2010

Penulis

Page 11: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................

HALAMAN PENGAJUAN ......................................................................

HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................

ABSTRAK .................................................................................................

MOTTTO ...................................................................................................

PERSEMBAHAN ......................................................................................

KATA PENGANTAR ...............................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................................

DAFTAR TABEL.......................................................................................

DAFTAR GAMBAR..................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN...............................................................................

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah……………………………………

B. Rumusan Masalah…………………………………………..

C. Tujuan Penelitian………………………………………...….

D. Indikator Penelitian…………………………………………

E. Manfaat Penelitian………………………………………….

BAB II LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka……………………………………………

1. Pembelajaran……………………………………………

2. Apresiasi Seni…………………………………………...

3. Batik Surakarta………………………………………….

a. Pengertian Batik…………………………………….

b. Sejarah Batik Surakarta……………..………………

c. Makna Pola Batik Surakarta dan

Penggunaannya.…………………………………….

4. Media……………...…………..………………………...

a Pengertian Media………………………....................

i

ii

iii

iv

v

vii

viii

ix

xi

xiv

xv

xvii

1

7

8

8

9

10

10

11

14

14

15

18

24

24

Page 12: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

b Media Pembelajaran………………………………...

c Media Audio Visual…………...................................

1) Slide Suara ……………………………………..

2) Film …………………………………………….

B. Penelitian yang Relevan…………………………………….

C. Kerangka Berpikir…………………………………….…….

D. Hipotesis Tindakan…………………………………….……

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu………………………………………….

B. Subyek Penelitian ………………….…………………….....

C. Teknik Pengumpulan Data….………………………………

D. Teknik Analisi Data…………………………………………

E. Prosedur Penelitian….………………………………………

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Awal……………………………………………...

1. Letak dan Situasi Ruang SMA Negeri 1 Surakarta…….

2. Keberadaan Siswa………………………………………

3. Kondisi Awal Pembelajaran Siswa Kelas X-4 SMA

Negeri 1 Surakarta……………………………………...

a. Pelaksanaan Pembelajaran…………………………

b. Tahap Observasi Awal……………………………..

c. Tahap Refleksi Awal………………………………

B. Deskripsi Siklus I……………………………………………

1. Perencanaan Tindakan Siklus I...……………………….

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus I…………………………

3. Observasi Siklus I………………………………………

4. Refleksi Siklus I………………………………………..

C. Deskripsi Siklus II…………………………………………..

1. Perencanaan Tindakan Siklus II………………………..

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II.……………………….

3. Observasi Siklus II..…………………………………….

25

29

31

32

35

37

40

41

41

41

44

45

55

55

56

57

57

58

63

66

66

66

68

76

80

80

80

83

Page 13: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

4. Refleksi Siklus II.………………………………………

D. Pembahasan…………………………………………………

BAB V SIMPULAN IMPLIKASI DAN SARAN………………………...

A. Simpulan…………………………………………………………...

B. Implikasi…………………………………………………………...

C. Saran……………………………………………………………….

Daftar Pustaka……………………………………………………………...

Lampiran…………………………………………………………………...

92

94

100

103

103

105

108

Page 14: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Daftar Nilai Materi Apresiasi Seni Siswa Kelas X-4…………………..

2. Indikator Keberhasilan Penelitian.……………………………………..

3. Perencanaan Siklus I Pertemuan1………………………………………

4. Perencanaan Siklus I Pertemuan 2……………………………………..

5. Data Ketercapaian Siklus I Pembelajaran Apresiasi Seni……………...

6. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus I…………………………………

7. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus I.………………………………...

8. Data Ketercapaian Siklus II Pembelajaran Apresiasi Seni……………..

9. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus II………………………………..

10. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus II………………………………...

11. Data Perbandingan Ketercapaian Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II

Pembelajaran Apresiasi Seni…………………………………………...

12. Perbandingan Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II...............................

5

9

49

51

75

77

78

91

92

93

94

95

Page 15: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar

1. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan

Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4…………………………

2. Suasana Kelas yang Mulai Tidak Kondusif Setelah 10 menit Pertama..

3. Batik Parang Rusak……………………………………………………

4. Batik Udan Riris………………………………………………………..

5. Batik Truntum………………………………………………………….

6. Batik Sidomulyo………………………………………………………..

7. Batik Sidomukti………………………………………………………...

8. Batik Sidoluhur………………………………………………………...

9. Kerangka Berpikir……………………………………………………...

10. Tahap Siklus Penelitian Tindakan Kelas……………………………….

11. SMA Negeri 1 Surakarta……………………………………………….

12. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan

Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4…………………………

13. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi

Apresiasi Seni (1) ……………………………………………………..

14. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi

Apresiasi Seni (2)..……………………………………………………..

15. Siswa yang Berbicara Sendiri dengan Teman Sebangku Pada Saat

Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni……………………...

16. Tampak Beberapa Siswa sedang Bercanda dengan Temannya Pada

Saat Guru Meminta Siswa untuk Mengerjakan LKS…………………..

17. Suasana Kelas yang Tampak Mulai Tidak Kondusif…………………..

18. Grafik Presentase Hasil Aspek Afektif Dan Kognitif Siswa Pada

Kondisi Awal…………………………………………………………...

19. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual Pengetahuan

Batik Tentang “Sejarah Batik Surakarta”………………………………

20. Siswa yang Mengerjakan Tugas Pelajaran Lain……………………….

21. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes…………………………………..

3

4

20

21

22

23

23

24

39

48

56

59

60

60

60

61

61

63

70

70

71

Page 16: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvi

22. Siswa sedang melihat tayangan media audio visual pengetahuan batik

tentang “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”……….

23. Siswa yang Tidak Memperhatikan Guru Pada Saat Guru sedang

Menjelaskan Sub Materi………………………………………………..

24. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif Dan Kognitif Siswa

Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di siklus I………………………..

25. Seluruh Siswa Memperhatikan dengan Seksama Media Audio Visual

yang Diputar……………………………………………………………

26. Guru Berkeliling Kelas Untuk Memantau Siswanya…………………..

27. Siswa Sedang Menyampaikan Pendapatnya Kepada Guru……………

28. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual yang Sedang

Diputar………………………………………………………………….

29. Siswa Memperhatikan Penjelasan Dari Guru Setelah Melihat

Tayangan Media Audio Visual………………………………………...

30. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes untuk Menguji Pemahaman

Mereka Tentang Materi………………………………………………...

31. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif dan Kognitif Siswa

Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di Siklus II………………………

32. Grafik Presentase Afektif dan Kognitif Perbandingan Kondisi Awal,

Siklus I, dan Siklus II…………………………………………………..

74

74

76

84

85

88

89

90

90

91

94

Page 17: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Silabus………………………………………………………………….

2. Lampiran Observasi Awal……………………………………………..

a. Foto Kegiatan Pembelajaran………………………………………..

b. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 3……………………………

c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 4……………………………

d. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 3……………………..

e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 4……………………..

f. Lembar Nilai LKS Siswa (fotokopian)……………………………..

g. Hasil Wawancara dengan Guru……………………………………..

h. Hasil Wawancara dengan Siswa…………………………………….

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran(RPP)……………………………..

4. Lampiran Siklus I………………………………………………………

a. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1………………………….

b. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 2………………………….

c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 1……………………………

d. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 2……………………………

e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 1……………………..

f. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 2……………………..

g. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 1…………………….

h. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 2…………………….

i. Soal Tes Kognitif Pertemuan 1……………………………………..

j. Soal Tes Kognitif Pertemuan 2……………………………………..

k. Hasil Wawancara dengan Guru……………………………………..

l. Hasil Wawancara dengan Siswa…………………………………….

5. Lampiran Siklus II……………………………………………………...

a. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 1………………………….

b. Foto Kegiatan Pembelajaran Pertemuan 2………………………….

c. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 1……………………………

d. Lembar Observasi Afektif Pertemuan 2……………………………

109

113

115

116

117

118

120

121

124

126

150

152

154

155

156

157

159

160

162

163

164

165

168

170

172

173

Page 18: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xviii

e. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 1……………………..

f. Lembar Hasil Observasi Afektif Pertemuan 2……………………..

g. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 1…………………….

h. Lembar Hasil Tes Kognitif Siswa Pertemuan 2…………………….

i. Soal Tes Kognitif Pertemuan 1……………………………………..

j. Soal Tes Kognitif Pertemuan 2……………………………………..

k. Hasil Wawancara dengan Guru……………………………………..

l. Hasil Wawancara dengan Siswa…………………………………….

m. Foto Peneliti pada saat Penelitian…………………………………...

6. Perijinan………………………………………………………………..

a. Surat Permohonan Izin Menyusun Skripsi……………………….....

b. Surat Keputusan Dekan FKIP UNS………………………………...

c. Surat Permohonan Ijin Research…………………………………...

d. Surat Permohonan Ijin Research…………………………………...

e. Surat Pengantar Ijin Penelitian…………………...…………………

f. Surat Keterangan dari SMA Negeri 1 Surakarta……………………

174

175

177

178

180

181

182

184

185

187

188

189

190

191

192

Page 19: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang masih kental

dengan budaya Jawanya. Bersama slogannya yang sering kita dengar yang

berbunyi “Solo the Spirit of Java”, masyarakat dan pemerintah Kota Surakarta

bertekad terus menjaga dan melestarikan budaya Jawa. Berbagai seni dan budaya

tumbuh dan berkembang di kota ini, baik seni pertunjukan (ketoprak, wayang,

tari, dan lain-lain), maupun seni rupa. Kota Surakarta lebih dikenal sebagai salah

satu kota pencipta karya seni rupa yang lebih mengarah kepada seni kriya (seni

ukir, batik, keris, dan lain-lain). Kain Batik Surakarta merupakan salah satu

peninggalan budaya yang dimiliki masyarakat Indonesia. Dalam dunia

Internasional, kain batik lebih dikenal identik dengan Indonesia, dan pada

akhirnya batik menjadi salah satu identitas diri yang dimiliki bangsa Indonesia.

Seni dan budaya merupakan warisan leluhur, yang harus dijaga

kelestariannya. Pengembangan dan pelestarian budaya Indonesia merupakan tugas

besar yang diemban pemerintah Indonesia khususnya masyarakat Indonesia. Salah

satu usaha pelestarian dan pengembangan seni dan budaya ini dapat dilakukan

melalui dunia pendidikan.

Crow dan Crow (dalam Arif Rohman, 2009:6) berpendapat bahwa

“Pendidikan diartikan sebagai proses yang berisi berbagai macam kegiatan yang

cocok bagi individu untuk kehidupan sosialnya dan membantu meneruskan adat

dan budaya serta kelembagaan sosial dari generasi ke generasi”. Jadi pendidikan

dimaksudkan sebagai suatu cara yang dipakai untuk meneruskan nilai-nilai

kebudayaan dari suatu generasi ke generasi berikutnya.

Dalam pendidikan formal di Indonesia memiliki jenjang atau tahapan yang

ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan

dicapai, dan kemampuan yang akan dikembangkan. Jenjang pendidikan formal

terdiri atas pendidikan dasar (SD, MI atau bentuk lain yang sederajat, SMP, MTs,

dan yang sederajat), pendidikan menengah (SMA, MA, SMK, dan yang

Page 20: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

sederajat), dan pendidikan tinggi (universitas, akademi, institut, dan yang

sederajat).

Pendidikan menengah merupakan pendidikan formal yang melanjutkan

pendidikan dasar sebelumnya. Sebagaimana disebutkan Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 2 tahun 1989 pada pasal 15 ayat 1 bahwa pendidikan menengah

diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar serta

menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki

kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial,

budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut

dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. (dalam Hasbullah, 2005:289).

Pada pendidikan dasar sampai menengah terdapat mata pelajaran seni

budaya. M. Jazuli (2008:17) menyatakan bahwa “Hakikat pendidikan seni adalah

suatu proses kegiatan pembelajaran untuk mengembangkan nilai-nilai yang

bermakna di dalam diri manusia melalui pembelajaran seni”. Melalui pelajaran

seni budaya menjadikan anak didik mampu mengembangkan kreativitasnya akan

seni dan budaya bangsa, sehingga pengembangan serta pelestarian seni dan

budaya bangsa tetap terjaga dari generasi ke generasi.

Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan seni, istilah apresiasi seni

tentu sudah tidak asing lagi. Apresiasi seni merupakan kegiatan seni yang

mengembangkan tingkat apresiasi siswa pada kesenian dan kebudayaan.

Peningkatan apresiasi seni dan pengenalan siswa terhadap budaya bangsa mereka

perlu dilakukan mulai sekarang, sehingga tumbuhnya rasa kebanggaan nasional

dapat dipupuk sejak dini dan pelestarian dapat dilakukan, serta pengklaiman seni

budaya kita oleh bangsa lain dapat dihindarkan seperti yang terjadi akhir-akhir ini.

Salah satu arah kebijakan Garis-garis Besar Haluan Negara tentang sosial

dan budaya yaitu: “Melestarikan apresiasi nilai kesenian dan kebudayaan

tradisional serta menggalakkan dan memberdayakan sentra-sentra kesenian untuk

merangsang berkembangnya kesenian nasional yang lebih kreatif inovatif,

sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan nasional”. (dalam UUD 1945 & GBHN,

2009:121). Melalui pendidikan tentang kesenian dan kebudayaan yang diberikan

Page 21: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

kepada siswa nantinya, maka diharapkan dapat mengembangkan seni dan budaya

sehingga menumbuhkan rasa kebanggaan nasional.

Standar kompetensi pelajaran seni budaya di kelas X semester 1 tahun

ajaran 2010/2011 yang di gunakan pada penelitian ini adalah mengapresiasi karya

seni rupa. Sedangkan kompetensi dasar yang ingin dicapai ialah menampilkan

sikap apresiatif terhadap keunikan gagasan dan teknik dalam karya seni rupa

terapan daerah setempat. Karya seni rupa terapan daerah Surakarta yang diajarkan

kepada siswa adalah karya seni batik.

Kondisi pembelajaran apresiasi seni di kelas X SMA Negeri 1 Surakarta

sebenarnya sudah cukup baik, namun materi apresiasi seni yang didominasi

dengan teori membuat siswa kurang antusias dengan pembelajaran. Pada 10 menit

awal pelajaran, suasana kelas masih kondusif dan setiap siswa tampak

memperhatikan penjelasan dari guru.

Gambar 1. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah dengan

Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Akan tetapi pada menit berikutnya, suasana kelas mulai tampak tidak

kondusif karena siswa merasa bosan. Beberapa siswa tampak kurang antusias

dengan pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan materi apresiasi yang

disampaikan guru. Siswa-siswa yang tidak memperhatikan tersebut beberapa

diantaranya ada yang tidur, berbicara dengan teman sebangkunya, bermain rubik,

bahkan ada siswa yang membuka situs facebook pada saat guru sedang

Page 22: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

menerangkan. Hal ini membuktikan bahwa pembelajaran apresiasi seni kurang

diminati oleh siswa. Kurangnya antusias siswa pada pembelajaran apresiasi seni

juga dapat dilihat dari nilai materi apresiasi mereka kurang baik.

Gambar 2. Suasana Kelas yang Mulai Tidak Kondusif Setelah 10 Menit Pertama.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Metode pembelajaran yang diberikan guru selama ini adalah metode

ceramah dan penugasan. Setelah guru menerangkan, memberikan ceramah materi

tentang karya seni rupa terapan daerah setempat, kemudian kegiatan siswa

dilanjutkan dengan mengerjakan Lembar Kerja Siswa (LKS). Penerapan metode

pembelajaran ceramah yang terus dan berulang-ulang ini dirasakan siswa kurang

menarik dan membuat siswa merasa bosan di kelas. Padahal siswa sudah

menyukai cara guru yang menyampaikan materi dengan gaya humoris, hanya saja

siswa merasa metodenya kurang bervariasi. Sehingga pelajaran terkesan monoton,

materi yang disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap dengan baik oleh siswa.

Penerimaan dan penangkapan materi yang kurang baik oleh siswa berakibat pada

rendahnya apresiasi seni siswa yang ditunjukkan dengan minimnya perolehan

nilai siswa pada materi apresiasi.

Berdasarkan data dari observasi awal, nilai rata-rata siswa kelas X-4 untuk

materi apresiasi seni sebenarnya sudah mencapai standar Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM). Data yang didapat dari lapangan menunjukkan nilai rata-rata

siswa kelas X-4 tahun pelajaran 2010/2011 pada mata pelajaran seni budaya

materi apresiasi seni adalah 76. Perolehan nilai rata-rata siswa ini tergolong masih

Page 23: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

rendah mengingat standar KKM adalah 75, hal ini seperti yang disampaikan oleh

guru mata pelajaran Seni Budaya, Ibu Dra. Krisbiyanti bahwa “Nilai rata-rata

siswa X-4 pada materi apresiasi 76, itu tergolong masih rendah karena sangat beda

tipis dengan KKM yang sudah ditentukan. Di kelas lain rata-rata nilainya bisa

mencapai 78”. Di samping itu ternyata pemahaman siswa tentang karya seni rupa

terapan daerah khususnya tentang batik Surakarta masih sangat kurang,

dibuktikan dengan sebanyak 41 % siswa memiliki nilai yang masih rendah dan

belum mencapai standar KKM yang telah ditentukan.

Berikut daftar nilai LKS materi apresiasi siswa kelas X-4 tahun ajaran

2010/2011:

Tabel 1. Daftar Nilai Materi Apresiasi Seni Siswa Kelas X-4

No. NAMA SISWA L/P NILAI

1 AFINA ZAHRA CHAIRUNISSA P 73

2 AGUSTIN ARI PUJI ASTUTI P 74

3 AMIRAHANIN NAFI‟AH P 74

4 ANTARIKSA PRIANGGARA L 81

5 ARDI PRATAMA L 75

6 ARIANI BUDININGTYAS P 79

7 ARIF NUR HAKIM L 82

8 ARSYAD SILA RAHMANA L 73

9 ATIKAH FITRIA MUHARROMAH P 78

10 DHYMAS ENDRAYANA L 80

11 ESTER DWI ANTARI P 74

12 FATIMAH ZAROH P 75

13 FITRIA NURUL AZIZAH P 81

14 GALIH WAHYU SANGAJI L 76

15 GALUH PURNAMA AJI L 70

16 GANANG SURYA KARISMA L 80

17 GUSTI APRILIA L 75

18 HANIFIA ULFA FAWZIA P 79

19 HENI FITRI HASTUTI P 78

20 IDHAM WIDAGDO UTOMO L 72

21 INAYAH HAPSARI P 80

22 LEONI NOOR DAMARANI P 78

23 MARYAM ALIFIA NURHAYU P 79

24 NORA SILVIA HANIFA PUTRI P 76

25 NUGROHO WISNU WIJANARKO L 72

26 NURCHOLIS SYAIFUDIN L 70

27 PRAMESTI PRIHUTAMI P 75

28 RERIE DWI NUGRAHENIE P 74

29 RIZAL IMAM ROSYID L 74

30 ROSITA YUNANDA PURWANTO P 73

31 SHOFIYA RONA GEMINTANG P 74

32 SULISTYAWATI DYAH APRILIANI P 79

33 SURYA BUDHI PERMONO L 73

34 YANI DWI PRATIWI P 78

JUMLAH 2584

NILAI RATA-RATA 76

Page 24: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

Metode ceramah yang diberikan guru kurang diimbangi dengan cara lain

untuk menarik perhatian siswa dalam pembelajaran apresiasi. Oleh karena itu

dibutuhkan adanya media pembelajaran yang menarik agar proses pembelajaran

berjalan lebih baik dan perhatian siswa dapat tertuju pada materi yang

disampaikan, sehingga apresiasi seni siswa meningkat dan secara otomatis juga

akan meningkatkan prestasi belajarnya.

Pemilihan media pembelajaran yang digunakan harus melalui

pertimbangan-pertimbangan kondisi pembelajaran yang terjadi di lapangan.

Media yang digunakan guru setidaknya harus dapat menarik perhatian siswa agar

siswa dapat mengikuti pelajaran dengan baik. Mengingat kondisi siswa kelas X-4

yang kurang memperhatikan materi yang disajikan guru, media visual atau media

audio saja belum cukup untuk mengatasi masalah rendahnya apresiasi seni siswa.

Untuk materi apresiasi seni terapan daerah setempat, sebelumnya guru pernah

menggunakan media visual saja, yaitu dengan menampilkan contoh-contoh

gambar desain batik hasil karya kakak kelas mereka yang terdahulu dan gambar-

gambar yang terdapat pada LKS. Hal ini kurang memberikan dampak yang positif

terhadap peningkatan apresiasi seni siswa. Oleh karena itu, perlu adanya

tambahan media pembelajaran, tidak hanya visual saja, tetapi juga audio. Media

pembelajaran yang akan digunakan tersebut merupakan gabungan dari audio dan

visual, yaitu media audio visual. Audio, berarti pendengaran, visual berarti

penglihatan. Dengan kata lain media audio visual ialah media yang

menyampaikan pesan ataupun informasi dengan melihat dan mendengar. “Melalui

media ini (media audio visual), seseorang tidak hanya dapat melihat atau

mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang

divisualisasikan”. (Sri Anitah, 2008:49).

Dengan demikian melalui media audio visual diharapkan dapat menarik

perhatian siswa terhadap materi yang disajikan guru sehingga meningkatkan

apresiasi siswa terhadap seni budaya Indonesia, khususnya seni batik Surakarta.

Ada dua macam media audio visual yang digunakan dalam upaya peningkatan

apresiasi siswa terhadap Batik Surakarta, yaitu slide suara dan film dokumenter

tentang batik. “Slide suara merupakan jenis media audio visual yang menampilkan

Page 25: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

sejumlah slide, dipadukan dalam suatu cerita atau suatu jenis pengetahuan yang

diproyeksikan pada layar dengan iringan suara”. (Sri Anitah, 2008:49). Jadi slide

suara adalah sejumlah slide gambar yang ditampilkan dengan diiringi suara

sebagai narasi. Sedangkan film dokumenter adalah gambar hidup yang berupa

realita untuk menyampaikan informasi. Kedua macam media audio visual ini

digabungkan untuk menyampaikan materi apresiasi seni terapan daerah yaitu

Batik Surakarta. Hal ini sejalan dengan pendapat yang diungkapkan oleh Freezone

bahwa “Dengan memperkenalkan karya-karya seni rupa akan lebih komunikatif

melalui film atau slide karena hasilnya proyeksi bergerak hidup dan slide

gambarnya diam. Ada baiknya film dan slide ini diputar bagi mereka yang masih

kurang minatnya tentang seni rupa”. (dalam http://artzone-

freezone.blogspot.com).

Pada penelitian ini menggunakan media tersebut untuk menjelaskan

mengenai Batik Surakarta, mulai dari sejarah munculnya Batik Surakarta, jenis-

jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, serta

makna dan penggunaan batik dalam kehidupan sehari-hari.

Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran apresiasi terhadap

batik diharapkan membangkitkan antusias siswa untuk belajar. Media audio visual

ini juga diharapkan dapat mempermudah siswa dalam memahami materi dan

informasi yang disampaikan. Dengan demikian, pemakaian media audio visual

pengetahuan batik diharapkan dapat meningkatkan apresiasi siswa terhadap Batik

Surakarta pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

“Bagaimanakah cara meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta melalui

pembelajaran menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film

dokumenter) pada siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran

2010/2011?”.

Page 26: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

C. Tujuan Penelitian

Penelitian tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk:

”Meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta melalui pembelajaran menggunakan

media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) pada siswa kelas

X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011”.

D. Indikator Keberhasilan Penelitian

Indikator kinerja merupakan tolak ukur keberhasilan penelitian yang

dilakukan. Dalam penelitian tindakan kelas ini yang ditingkatkan adalah tingkat

apresiasi seni siswa khususnya terhadap Batik Surakarta, yaitu meningkat minimal

80% dari 34 siswa kelas X-4. Capaian target pada setiap indikator harus

didasarkan pada tingkat kemampuan siswa sebelum adanya perbaikan. Target

indikator tidak boleh terlalu rendah atau terlalu tinggi. Adapun indikator

keberhasilan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Minimal 80% siswa mampu mengidentifikasi dengan baik pengetahuan

tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta. Aspek

penilaiannya adalah siswa mampu menjelaskan dengan baik pengetahuan

tentang Batik Surakarta setelah melihat tayangan media audio visual. Target

minimal 80% ditentukan berdasarkan hasil observasi awal, yaitu siswa yang

mampu menjelaskan dengan baik tentang karya seni terapan daerah hanya

47% dari 34 siswa atau sebanyak 16 siswa saja (dengan nilai > 75). Sedangkan

12% atau sebanyak 4 orang siswa menjelaskan cukup baik (dengan nilai 75),

dan 41% lainnya atau sebanyak 15 siswa belum mampu menjelaskan dengan

baik tentang karya seni terapan daerah (dengan nilai yang masih dibawah

standar KKM pada materi apresiasi seni, yaitu < 75).

2. Minimal 80% siswa menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni

terapan daerah (yaitu Batik Surakarta) dengan baik. Aspek penilaian siswa

yang menunjukkan sikap menghargai adalah ditunjukkan dengan perhatian

dan keaktifan siswa dalam mengungkapkan tanggapannya mengenai seni

terapan daerah setempat. Berdasarkan observasi awal selama 4 kali pertemuan,

siswa yang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap karya seni Batik

Surakarta rata-rata hanya 56% dari 34 siswa atau sebanyak 19 siswa.

Page 27: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

Sedangkan 44% lainnya atau sebanyak 15 siswa kurang mampu menunjukkan

sikap menghargai terhadap karya seni terapan daerah (khususnya Batik

Surakarta).

Tabel 2. Indikator Keberhasilan Penelitian

NO INDIKATOR ASPEK PENILAIAN TARGET KETERANGAN

1. Siswa mampu

mengidentifikasi

dengan baik

pengetahuan

tentang karya seni

terapan daerah

setempat yaitu

Batik Surakarta

Siswa mampu

menjelaskan dengan

baik pengetahuan

tentang Batik

Surakarta setelah

melihat tayangan

media audio visual.

80% Ditunjukkan

dengan siswa

yang

memperoleh

nilai ≥75pada tes

kognitif

2 Siswa mampu

menunjukkan

dengan baik sikap

menghargai

terhadap karya

seni rupa terapan

daerah yaitu Batik

Surakarta.

Perhatian dan

keaktifan siswa

dalam

mengungkapkan

pendapatnya

80% Dinilai

berdasarkan

lembar observasi

afektif siswa

E. Manfaat Hasil Penelitian

Manfaat umum yang diperoleh dari proses pembelajaran apresiasi seni

dengan media audio visual adalah :

1. Pembelajaran apresiasi seni lebih menarik

2. Guru lebih mudah dalam menyampaikan materi

3. Siswa lebih mudah dalam memahami materi

Secara khusus manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah dengan

adanya media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) dalam

pembelajaran maka siswa lebih mudah memahami materi yang disampaikan,

sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik yaitu meningkatnya

apresiasi seni siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah setempat.

Page 28: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembelajaran

Kata “pembelajaran” adalah terjemahan dari kata “instruction” (Wina

Sanjaya, 2006: 78). Istilah yang sering dipakai dalam dunia pendidikan di

Amerika Serikat ini menempatkan siswa sebagai sumber dari kegiatan. Seiring

dengan perkembangan teknologi, siswa semakin mudah dalam mempelajari

sesuatu melalui berbagai media. Hal ini menuntut adanya perubahan dari peran

guru sebagai sumber belajar, menjadi pengelola dan fasilitator dalam proses

pembelajaran. Lebih lanjut Wina mengatakan “Guru tidak lagi memposisikan diri

sebagai sumber belajar yang bertugas menyampaikan informasi, akan tetapi harus

berperan sebagai pengelola sumber belajar untuk dimanfaatkan siswa itu sendiri”.

Pembelajaran adalah suatu proses yang mengandung interaksi antara guru

dan siswa yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan

tertentu. Guru memberi materi sedangkan murid yang menerima, dengan kata lain

dalam proses pembelajaran terjadi interaksi antara murid belajar dan guru

mengajar. Menurut Syaiful Sagala (2006:61), mengatakan bahwa “Pembelajaran

ialah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar

merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan”. Berhasil tidaknya

pendidikan siswa tergantung dari keberhasilan pembelajaran yang dilakukan guru

dan siswanya. Dalam konteks pembelajaran, tujuan utama mengajar adalah

membelajarkan siswa (siswa melakukan proses belajar). William H. Burton

(dalam Syaiful Sagala, 2006:61) mengatakan bahwa mengajar adalah upaya

memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar

terjadi proses belajar.

Pembelajaran dapat terjadi di mana saja, selama terjadi interaksi yang

bersifat edukatif. Konsep pembelajaran menurut Corey (dalam Syaiful Sagala,

2006: 61), menyatakan bahwa “Proses dimana lingkungan seseorang secara

disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu

dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu,

Page 29: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

...”. Dalam hal ini pembelajaran dimaksudkan berupa bantuan yang diberikan

secara sengaja untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau

pengetahuan baru. Bantuan dapat berupa pemberian informasi, pengerahan,

pemberian fasilitas belajar agar proses belajar berjalan lancar.

2. Apresiasi Seni

Dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan seni, istilah apresiasi seni

tentu sudah tidak asing lagi. Dalam kamus Bahasa Indonesia Lengkap (Soeharso

& Ana Retnoningsih, 2009:47) istilah apresiasi berarti “penghargaan”. Dengan

demikian apresiasi seni dapat diartikan sebagai penghargaan terhadap karya seni.

Apresiasi merupakan kegiatan menghargai dan mengerti sebuah karya.

Nooryan Bahari (2008:148) menyatakan bahwa “Istilah apresiasi berasal dari kata

Latin appretiatus yang merupakan bentuk past participle, yang artinya to value at

price atau penilaian pada harga. Dalam bahasa Inggris disebut appreciation yang

artinya penghargaan dan pengertian”. Sehingga, apresiasi tidak hanya menghargai

sebuah karya seni, akan tetapi juga mengerti makna yang disampaikan

senimannya melalui karya seni tersebut. Mengapresiasi adalah sebuah proses

untuk memahami makna yang terkandung dalam sebuah karya seni. Nooryan juga

mengatakan “Apresiasi adalah proses pengenalan nilai-nilai seni, untuk

menghargai dan menafsirkan makna (arti) yang terkandung didalamnya”.

Berdasarkan definisi tersebut dapat dikatakan bahwa pendidikan apresiasi seni

pada akhirnya harus dapat membawa siswa kepada pengenalan dan penghayatan

dari nilai-nilai yang ada dalam sebuah karya seni.

Penghargaan dan penilaian dalam apresiasi tergantung tingkat pemahaman

masing-masing individu, misalnya untuk dapat menikmati performance art

(pertunjukan seni) seseorang perlu memiliki pengetahuan tentang performance

art, sehingga simbol-simbol yang diungkapkan melalui performance art dapat

dinikmati dan dimaknai dengan baik. Bagi seseorang yang tidak memiliki

pengetahuan tentang performance art kurang mampu menikmati keindahan yang

terkandung dalam performance art.

Kegiatan apresiasi seni merupakan kegiatan seni yang mengembangkan

tingkat penghargaan siswa terhadap sebuah karya seni. Kegiatan ini

Page 30: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

menumbuhkembangkan potensi siswa serta kreativitas siswa. Melalui apresiasi

seni diharapkan dapat membangun sikap atau perilaku siswa untuk lebih

menghargai setiap karya seni yang ditampilkan. Kegiatan berapresiasi seni sangat

bermanfaat untuk memperoleh pengalaman baru, memperkaya jiwa, menanamkan

rasa cinta bangsa, serta meningkatkan ketahanan seni dan budaya.

Apabila keragaman seni budaya dikenalkan dan dibelajarkan kepada siswa

di sekolah, maka mereka akan mampu menghargai dan memahami

keragaman serta perbedaan bentuk dan jenis seni budaya yang berasal dari

berbagai latar belakang budaya yang ada di wilayah Nusantara. Dengan

mengenal, memahami, mengerti hasil seni budaya bangsa sendiri merupakan

wahana utama untuk menanamkan cinta bangsa dan cinta sesamanya, yang

pada gilirannya juga dapat meningkatkan ketahanan budaya bangsa.

(M.Jazuli, 2008: 84).

Apresiasi seni rupa berarti mengenal, memahami, dan memberikan

penghargaan dan tanggapan terhadap karya seni rupa. Untuk melakukan kegiatan

apresiasi seni, seseorang terlebih dulu harus memiliki pengertian, pemahaman,

dan pemaknaan secara baik terhadap sebuah karya seni. “Materi apresiasi seni

pada dasarnya adalah pengenalan tentang konsep atau makna, bentuk, dan fungsi

seni rupa” (Taufik, 2003:7). Seseorang juga perlu mempelajari sejarah dan teori

seni bersangkutan untuk meningkatkan pemahaman seninya. Lebih lanjut Taufik

juga menjelaskan bahwa ”Selain pengenalan bentuk-bentuk seni rupa, materi

apresiasi juga meliputi pengenalan tentang latar belakang sosial, budaya, dan

sejarah di mana karya seni rupa dihasilkan serta makna-makna dan nilai-nilai pada

seni rupa tersebut”.

Kegiatan apresiasi seni tidak hanya dapat dilakukan dengan metode

ceramah teori saja, tetapi juga bisa dilakukan dengan variasi cara lain misalnya

dengan langsung datang ke lapangan tempat karya seni tersebut dibuat, atau

melihat tayangan pengetahuan tentang sebuah karya seni melalui media komputer,

televisi, video, dan lain-lain. Yayah Khisbiyah (2001: xii) mengatakan bahwa

“Apresiasi bisa juga diajarkan melalui pengalaman langsung. Misalnya, siswa

menonton pertunjukan atau pameran, mendengarkan rekaman, menonton video,

Page 31: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

dan berpraktik serta berimprovisasi sendiri dengan instrumen dan unsur-unsur

kesenian lainnya”.

Kegiatan apresiasi seni dapat dikatakan berhasil jika siswa mampu

memahami dan menghargai sebuah karya seni. Yayah Khisbiyah (2001:105)

mengatakan bahwa “Apresiasi seni dapat didefinisikan sebagai dicapainya

kemampuan untuk memahami kesenian dengan penuh pengertian”. Sehingga jika

siswa telah mampu mengenali dan memahami sebuah kesenian dengan baik, maka

baru dapat dikatakan siswa tersebut telah berapresiasi dengan baik. Dalam

apresiasi seni, hendaknya siswa diberikan pemahaman dan pengenalan mengenai

kesenian tradisi Nusantara. Sehingga siswa mampu mengenali dan memahami jati

diri bangsanya sendiri.

Dalam materi apresiasi seni terapan daerah setempat, SMA Negeri 1

Surakarta memilih materi batik yang diapresiasi lebih lanjut. Hal ini merupakan

langkah yang tepat untuk siswa memahami lebih dalam karya seni yang ada di

sekitar mereka. Dalam kata pengantarnya Yayah juga mengatakan bahwa “Jenis

kesenian yang dipilih (dalam apresiasi seni) seyogyanya adalah kesenian tradisi

Nusantara, karena sebagai anak bangsa, peserta didik sudah selayaknya

mengetahui khazanah kesenian tradisi bangsanya sendiri”. Lebih lanjut lagi,

Yayah mengatakan “Dengan demikian, apresiasi terhadap kesenian tradisional

Nusantara ini diharapkan membantu peserta didik mengenal jati dirinya sekaligus

memahami pluralitas bangsanya”.

Dalam materi apresiasi seni terapan daerah setempat yang disampaikan

adalah pengetahuan dasar mengenai batik Surakarta. Di antaranya adalah sejarah

munculnya batik Surakarta, jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya,

proses pembuatan batik, dan makna pola batik Surakarta dan penggunaannya pada

jaman dahulu dan saat ini. Dengan mengenalkan siswa lebih dalam mengenai

pemahaman dan pengetahuan tentang batik Surakarta, maka diharapkan siswa

mampu meningkatkan apresiasinya terhadap batik Surakarta.

Berdasarkan silabus kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran

2010/2011, dalam pelajaran Seni Budaya materi apresiasi seni lebih dominan

teori. Materi apresiasi yang lebih didominasi penyampaian teori membuat siswa

Page 32: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

kurang antusias dengan materi pembelajaran tersebut. Penyampaian materi yang

kurang tepat oleh guru juga menjadi faktor lain penyebab siswa kurang antusias

dengan materi apresiasi seni. Akibat dari kurangnya antusias siswa terhadap

materi pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat adalah

rata-rata hasil belajar siswa X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011

pada materi apresiasi seni rupa hanya sampai pada standar penilaian cukup yaitu

76, secara otomatis berpengaruh pada tingkat apresiasi siswa terhadap batik

Surakarta itu sendiri.

Kegiatan apresiasi yang ditingkatkan dalam penelitian ini adalah

pemahaman siswa terhadap materi dan sikap menghargai siswa terhadap karya

seni rupa terapan daerah yaitu Batik Surakarta. Kegiatan tersebut dinilai

peningkatannya melalui hasil pengamatan selama penelitian berlangsung di kelas

dan nilai tes berdasarkan indikator yang sudah ditentukan. Pada hasil akhirnya,

apresiasi siswa dikatakan baik jika siswa memenuhi indikator-indikator yang telah

ditentukan.

3. Batik Surakarta

Batik memang saat ini tengah menjadi sebuah perbincangan menarik

dalam kancah dunia internasional. Bukan hanya karena kerumitan proses

pembuatan, akan tetapi juga keunikan dan keindahan corak dan motif yang sangat

indah dan penuh dengan makna. Asmito (dalam Edi Kurniadi, 1996:3)

berpendapat “Bahwa batik merupakan satu unsur kebudayaan Indonesia asli.

Batik di Indonesia dikagumi oleh bangsa lain bukan hanya karena prosesnya yang

rumit yang membutuhkan ketekunan dan waktu yang lama, tetapi corak atau

motifnya sangat halus”.

a. Pengertian Batik

Batik merupakan salah satu warisan budaya yang dimiliki Indonesia.

Melalui batik dapat dipelajari banyak hal mengenai ilmu hidup karena biasanya

setiap motif batik selalu mengandung makna tertentu. Batik Indonesia juga

merupakan karya seni yang dikagumi dunia internasional dan patut untuk

dibanggakan. Batik merupakan seni menggambar di atas kain dengan

Page 33: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

menggunakan canthing dan malam (lilin batik) untuk dijadikan pakaian keluarga

raja-raja di Indonesia zaman dahulu.

Istilah batik berasal dari „amba‟(jawa), yang artinya menulis dan „nitik‟.

Kata batik sendiri merujuk pada teknik pembuatan corak -menggunakan canthing

atau cap- dan pencelupan kain, dengan menggunakan bahan perintang warna

corak bernama „malam‟ (lilin) yang diaplikasikan di atas kain. Sehingga menahan

masuknya bahan pewarna. (Aep S Hamidi (2010: 7).

Santosa Doellah (2002:10) berpendapat bahwa “Batik adalah sehelai

wastra -yakni sehelai kain yang dibuat secara tradisional dan terutama juga

digunakan dalam matra tradisional- beragam hias pola batik tertentu yang

pembuatannya menggunakan teknik celup rintang dengan malam „lilin batik‟

sebagai bahan perintang warna”. Jadi kain batik adalah kain yang memiliki ragam

hias atau corak tertentu yang dibuat dengan canting dan atau cap dengan

menggunakan malam sebagai bahan perintang warna.

b. Sejarah Batik Surakarta

Kerajaan Mataram pada abad 16 menjadi awal berkembangnya batik di

tanah Jawa khususnya di Solo dan Yogyakarta. Nicolas Van Gna (dalam Edi

Kurniadi, 1996:3) mengatakan bahwa ”Batik pada jaman Mataram bertambah

halus kualitasnya setelah adanya pengiriman mori dari Belanda”. Wilayah

Kerajaan Mataram kemudian terpecah menjadi dua, yaitu Kasunanan Surakarta

dan Kasultanan Yogyakarta.

Pecahnya kerajaan Mataram menjadi Keraton Surakarta dan Keraton

Yogyakarta menjadikan adanya pembagian benda-benda peninggalan kerajaan

Mataram. Seperti gamelan, keris, tombak, dan benda-benda peninggalan lainnya.

Namun untuk peninggalan berupa tatanan busana, berdasarkan perintah dari

Pakubuwono II kepada Pakubuwono III, maka seluruh busana yang dimiliki

Keraton Surakarta diberikan kepada Hamengkubuwono I raja dari Keraton

Yogyakarta.

Semenjak terbaginya wilayah Mataram tersebut segala isen-isen keprabon

berupa pusaka, gamelan, titihan kereta, tandu/ joli/ kremun, juga dibagi

menjadi dua, juga busana corak Mataram dikehendaki oleh KP

Page 34: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

Mangkubumi dibawa ke Yogyakarta. Mengenai masalah busana itu

sebelumnya telah diwasiatkan oleh Pakoe Boewono II kepada Pakoe

Boewono III, sebelum diangkat menjadi raja “Mbesok menawa pamanmu

Mangkubumi hangersakake ageman, paringna”. Artinya „apabila kelak

pamanmu Mangkubumi menghendaki busana, berikan saja‟. (Kalinggo,

2002:8)

Sejak saat itu, seluruh peninggalan kerajaan Mataram yang berupa busana

dibawa ke Yogyakarta seperti yang dapat dilihat sampai sekarang. Karena seluruh

busana diberikan pada Hamengkubuwono I, maka terjadilah kekosongan tatanan

busana khususnya motif batik di keraton Surakarta. Oleh karena itu, mulai

pemerintahan Pakubuwono III di keraton Surakarta akhirnya dibuatlah tatanan

busana gaya Surakarta berikut pola-pola batiknya. Seperti yang diungkapkan

Kalinggo (2002:9) “Selanjutnya Sampeyan Ingkang Sinuhun Kangjeng

Susuhunan Pakoe Boewono III membuat busana sendiri dengan gagrak Surakarta

(gaya Surakarta). Termasuk dalam kain bathik untuk nyampingan coraknya

mengalami perubahan-perubahan menyesuaikan dengan busana baru”. Kemudian

Kalinggo juga menyatakan, “Sejak disesuaikan dengan model busana yang baru

itu, bathik Surakarta mulai berkembang corak-corak atau motifnya. Aneka ragam

corak baru bathik di Surakarta itu yang kemudian disebut sebagai bathik gagrak

Surakarta”. Di sinilah kemudian batik berkembang di Surakarta.

Pada awalnya, pembuatan batik keraton dikerjakan di dalam keraton dan

dibuat khusus untuk keluarga raja. Penciptaan pola dan pembatikannya dikerjakan

oleh para putri istana, sedangkan pekerjaan lanjutan dilaksanakan oleh para abdi

dalem. Menurut Santosa Doellah (2002: 54) mengatakan bahwa “Pada zaman

dahulu, pembuatan batik yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh

putri-putri di lingkungan keraton dipandang sebagai kegiatan penuh nilai

kerohanian yang memerlukan pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa

dengan dilandasi permohonan, petunjuk, dan ridha Tuhan Yang Maha Esa”.

Karena itulah, motif atau ragam hias batik senantiasa terkesan memiliki keindahan

dan mengandung nilai-nilai yang berkaitan erat dengan latar belakang penciptaan,

penggunaan, dan penghargaan yang dimilikinya.

Page 35: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Peningkatan kebutuhan batik di lingkungan keluarga dan kerabat keraton

membuat batik tak dapat lagi hanya dikerjakan oleh para putri istana dan abdi

dalemnya. Keadaan ini menyebabkan munculnya kegiatan pembatikan di luar

tembok istana. Batik kemudian tidak hanya dikerjakan di dalam tembok keraton,

akan tetapi juga dikerjakan para abdi dalem di rumah mereka sendiri untuk

memenuhi pesanan dari keraton.

Batik telah ada sejak lama di Indonesia dan setelah pertengahan abad ke-17

(setelah masa Kartasura), maka batik yang dulunya hanya dipakai oleh para

bangsawan saja, kemudian fungsinya telah meluas dan keluar pagar keraton.

Sejak itulah batik dapat dipakai oleh rakyat biasa walaupun masih terbatas

pada jenis motif-motif tertentu, serta dikerjakan sebagai pekerjaan sambilan

untuk memenuhi kebutuhan sendiri. (Edi Kurniadi, 1996:5).

Semakin lama rakyat menjadi tertarik dengan batik karena proses

pembuatannya yang menarik, di samping itu corak dan motif yang digambar pada

kain dengan lilin menjadi daya tarik tersendiri. Batik pun berkembang dari yang

hanya digunakan oleh keluarga keraton, menjadi pakaian yang disenangi rakyat

biasa di luar keluarga keraton.

Awalnya batik dikerjakan terbatas dalam keraton saja. Hasilnya pun hanya

untuk dipakai raja, keluarga, dan para abdi dalemnya. Karena banyak

pengikut raja yang tinggal di luar keraton, proses mengerjakan kerajinan ini

dibawa dan dikerjakan di rumah masing-masing. Lama-kelamaan,

masyarakat di luar keraton banyak yang menjadi pengrajin batik. Dan

selanjutnya, meluas menjadi pekerjaan rumahan kaum perempuan untuk

mengisi waktu senggang. Terjadilah perubahan. Batik yang awalnya hanya

dijadikan pakaian keluarga keraton, menjadi pakaian rakyat yang digemari,

baik perempuan maupun pria. (Aep S Hamidi, 2010:9).

Perkembangan penggunaan batik yang semakin pesat pada saat itu

menyebabkan penurunan makna atau nilai yang terkandung pada motif batik yang

digunakan. Kalinggo Honggopuro (2002:9) mengatakan bahwa “Tatanan dalam

penggunaan bathik menjadi kabur. Kain bathik yang diperuntukkan bagi

bangsawan dan untuk kawula tidak jelas, sehingga sulit untuk membedakan status

para pemakainya”. Pemakaian batik yang semakin lama semakin meluas

menyebabkan tatanan dalam penggunaan kain batik menjadi kabur. Oleh karena

itu kemudian Pakubuwono III membuat suatu aturan tatanan pemakaian kain batik

Page 36: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

di Surakarta agar penggunaannya lebih teratur serta penghayatan terhadap makna

yang dikandung setiap motifnya tidak pudar.

Menurut Santosa Doellah (2002: 55) “Perluasan pemakaian batik

menyebabkan pihak keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta membuat

ketentuan mengenai pemakaian pola batik. Ketentuan tersebut diantaranya

mengatur sejumlah pola yang hanya boleh dikenakan oleh raja dan keluarga

istana. Pola yang hanya boleh dikenakan oleh keluarga istana ini disebut sebagai

“pola larangan”.

Pakubuwono III mengatakan “Ana dene kang arupa jejarit kang kalebu

laranganingsun, bathik sawat lan bathik parang, bathik cemukiran kang

calacap modang, bangun tulak, lenga teleng lan tumpal, apa dene bathik

cemukiran kang calacap lung-lungan, kanng sun wenangake anganggoa

pepatihingsun lan sentananingsun dene kawulaningsun padha wedia.” Yang

artinya, “Ada beberapa jenis kain bathik yang menjadi larangan saya yaitu

bathik lar, bathik parang, bathik cemukiran yang berujung seperti paruh

podang, bangun tulak lenga teleng serta berwujud tumpal dan juga bathik

cemukiran yang berbentuk ujung lung (daun tumbuhan yang menjalar di

tanah), yang saya ijinkan memakai adalah patih dan para kerabat saya.

Sedangkan para kawula tidak diperkenankan”. (Kalinggo Honggopuro,

2002:9).

Pola larangan tersebut di antaranya: pola parang, terutama parang rusak

barong, pola cemukiran, udan liris, semen, dan beberapa pola lainnya. Pola

larangan ini berlaku di kalangan keraton Surakarta dan keraton Yogyakarta.

Santosa Doellah (2002:55) mengatakan “Seiring dengan perubahan zaman, pihak

keraton pun memperlonggar kebijakan mengenai pola larangan. Peraturan pola

larangan hanya berlaku di dalam keraton, terutama bila ada upacara-upacara”.

Pola ini pada akhirnya tidak hanya dipakai oleh raja dan keluarganya saja, akan

tetapi juga dapat dipakai oleh masyarakat umum. Namun penggunaan pola

larangan ini masih berlaku pada di lingkungan keraton baik Surakarta maupun

Yogyakarta terutama pada saat upacara-upacara adat Jawa tertentu.

c. Makna Pola Batik Surakarta dan Penggunaanya

Pola-pola batik Surakarta yang sering dikenal di antaranya truntum,

sidoluhur, sidomukti, dan lain-lain. Berikut ini akan dijelaskan beberapa pola

batik Surakarta yang masih sering dijumpai dan digunakan masyarakat Surakarta

Page 37: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

pada acara-acara tertentu terutama pada upacara-upacara adat Jawa. Pola-pola

Batik Surakarta tersebut antara lain:

1. Pola Parang

Kata parang merupakan perubahan dari kata “pereng” atau

pinggiran sebuah tebing yang berbentuk “lereng”. Pola parang termasuk

salah satu pola larangan, yaitu pola batik yang tidak boleh dikenakan

oleh rakyat jelata. Pola parang hanya boleh dikenakan raja dan

keturunannya, serta para pejabat keraton dan bangsawan. Pola parang

tidak diperbolehkan bagi rakyat biasa karena yang membuat pola ini

adalah Panembahan Senopati, yaitu pendiri kerajaan Mataram yang

nantinya memiliki keturunan Raja-raja Mataram.

Asti Suryo Astuti mengatakan, “Awal mula terciptanya motif parang

adalah pada waktu itu Panembahan Senopati melakukan meditasi

dan berjalan dari pantai Kusumo menuju desa Dlepih. Ditengah-

tengah perjalanan itu atau pada saat meditasi itu menghadap ke laut,

beliau melihat tebing atau pereng-pereng yang terkena air dan

hempasan ombak sehingga perengnya rusak. Maka ada pola parang

rusak. Sehingga pada saat beliau pulang lalu minta dibuatkan pola

parang rusak. Oleh karena itu pola parang rusak dan turunannya

(yaitu parang barong, parang kusumo, parang klithik, dan beberapa

jenis parang lainnya) tidak boleh dipakai jika bukan keturunan dari

Panembahan Senopati”.

Pola parang yang diciptakan oleh Panembahan Senopati tersebut

diilhami oleh tebing atau pereng yang rusak karena hempasan ombak.

Maka pola yang diciptakan Panembahan Senopati tersebut dinamakan

Parang Rusak. Pola parang rusak melambangkan kekuatan, kekuasaan,

kewibawaan, kebesaran, dan gerak cepat, sehingga pemakainya

diharapkan dapat sigap dan sekatan. Konon, menurut kepercayaan bahwa

membuat batik parang tidak boleh melakukan kesalahan dalam

pembatikannya, atau harus sekali jadi. Karena jika melakukan kesalahan

dalam pembatikannya, maka dapat menghilangkan kekuatan gaibnya.

Page 38: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

Gambar 3. Batik Parang Rusak

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

2. Pola Lereng

- Udan Riris

Pencipta pola udan Riris adalah Pakubuwono III. Latar

belakang lahirnya pola ini adalah dari keprihatinan Pakubuwono III

karena Perjanjian Giyanti yang membagi dua Kerajaan Mataram, yaitu

Suarakarta dan Yogyakarta. Ketika itu Pakubuwono melakukan

semedi dengan berendam di Sungai Premulung di desa Laweyan. Pada

saat beliau melakukan semedi tersebut, tiba-tiba turun gerimis yang

tertiup angin. Suasana tersebut mengilhami beliau untuk menciptakan

pola batik. Sepulang dari semedi baliau langsung minta dibuatkan

motif batik dengan pola yang berbentuk garis-garis miring atau

diagonal seperti air hujan tertiup angin yang dilihatnya selama ia

bersemedi. Motif ini kemudian dinamakan dengan udan riris. Pola ini

juga termasuk pola larangan. Makna simbolis dari udan riris adalah

melambangkan kesuburan atau mengarah pada kemakmuran.

Page 39: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

Gambar 4. Batik Udan Riris

(Dokumentasi: Heriyanto, 2008)

3. Truntum

Dalam bahasa jawa, truntum berarti menuntun. Pola truntum ini

awal mulanya diciptakan oleh Kanjeng Ratu Beruk yaitu salah satu

permaisuri Pakubuwono ke IV yang bersedih hatinya karena merasa

diabaikan oleh raja karena belum juga dikaruniai keturunan. Kanjeng Ratu

Beruk dikembalikan ke keputren, yaitu tempat putri atau selir-selir raja

tinggal. Karena bersedih, Ratu Beruk berdoa kepada Tuhan Yang Maha

Esa dan berpuasa beberapa hari. Konon, beliau tiba-tiba mendapatkan

bisikan untuk membatik. Di tengah kesendirian itulah ia melihat di langit

di tengah malam banyak bintang gemerlap menemani dirinya dalam

kesepian. Insipirasi itulah yang ditangkap dan dituangkan dalam pola

batik. Pada suatu hari dalam perjalanan membuat batik tersebut, kebetulan

Pakubuwono IV datang dan melihat Ratu Beruk membatik, ketika raja

bertanya apa nama batik yang dibuat, Ratu Beruk belum memiliki nama

untuk batik yang dia buat tersebut. Sampai akhirnya kain batik itu jadi,

Pakubuwono IV mengajak Ratu Beruk untuk kembali ke Istana menemani

beliau. Pada saat itu juga Ratu Beruk menamakan batik yang ia ciptakan

dengan nama ”Truntum” yang artinya bersatu kembali.

Page 40: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Truntum juga berarti menuntun. Truntum memberikan gambaran

kehidupan manusia tidak akan lepas dari ”pepeteng” atau kegelapan

(selalu memiliki masalah). Visualisasi truntum seperti bentuk bintang yang

bersinar. Walaupun hanya sinar bintang semoga mendapatkan penerangan

(dalam artiannya keluar dari masalah). Kain ini dipakai oleh orang tua

pengantin dalam upacara pernikahan. Diharapkan si pemakai / orang tua

mempelai mampu memberikan petunjuk dan contoh kepada putra putrinya

untuk memasuki kehidupan baru berumah tangga yang penuh lika-liku.

Gambar 5. Batik Truntum

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

4. Pola-pola Ceplok

a. Pola Sidamulyo

Makna dari pola Sidomulyo adalah harapan akan kehidupan

kelak dapat tercukupi kebutuhan materi dan tercapai kamulyan atau

kebahagiaan batin yang tenang dan tenteram dari Tuhan Yang Maha

Esa. Sebenarnya Sidamulyo memiliki bentuk yang sama dengan

Sidamukti dan Sidaluhur, akan tetapi Sidamulyo memiliki latar atau

dasar putih. Pola ini juga digunakan dalam upacara-upacara adat Jawa.

Page 41: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

Gambar 6. Batik Sidomulyo

(Dokumentasi: Heriyanto, 2008)

b. Pola Sidamukti

Mukti artinya mulyo dan luhur, batik ini merupakan harapan

agar dapat tercapai kedudukan yang lebih tinggi (luhur) dan diberi

rejeki yang lebih (mulyo). Batik ini banyak dipakai untuk segala

upacara tradisi. Di antara pada upacara-upacara pernikahan, tujuh

bulanan ibu hamil, khitanan, dan lain-lain. Batik ini merupakan

perkembangan dari Sidamulya, oleh Pakubuwono IV digantikan isen-

isen dengan ukel.

Gambar 7. Batik Sidomukti

(Dokumentasi: Wikipedia)

Page 42: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

c. Pola Sidaluhur

Pemakaian batik Sidaluhur melambangkan suatu pengharapan

dalam hidupnya bisa mencapai kedudukan yang tinggi dan menjadi

panutan bagi masyarakat. Pola batik ini juga biasa digunakan pada

upacara-upacara adat jawa, seperti misalnya pernikahan adat Jawa.

Gambar 8. Batik Sidoluhur

(Dokumentasi: Kalinggo Honggopuro, 2002)

“Sebenarnya bathik Sidamukti, Sidaluhur, dan Sidamulya mempunyai

motif yang sama. yang mebedakan adalah warna dasar dari bathik itu. Sidamulya

mempunyai dasar pelataran putih, Sidaluhur mempunyai dasar pelataran hitam,

dan Sidamukti dasar pelataran ukel”. (Kalinggo Honggopuro, 2002: 147).

4. Media

a. Pengertian Media

Kata media berasal dari bahasa Latin medius yang secara harfiah berarti

„tengah‟, „perantara‟, atau „pengantar‟. (Azhar Arsyad, 2005:3). Gerlach dan Ely

mengemukakan bahwa “Media apabila dipahami secara garis besar adalah

manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa

mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap”. (dalam Azhar

Arsyad).

Sementara itu menurut ahli lain, “Kata media berasal dari bahasa Latin,

yang merupakan bentuk jamak dari kata medium, yang berarti sesuatu yang

Page 43: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

terletak di tengah (antara dua pihak atau kutub) atau suatu alat”. (Sri Anitah,

2008:1). Lebih lanjut Sri Anitah juga mengatakan bahwa media juga dapat

diartikan sebagai perantara atau penghubung antara dua pihak, yaitu sumber pesan

dengan penerima pesan atau informasi.

Dengan demkian dapat dikatakan bahwa media merupakan segala bentuk

hal yang berperan sebagai perantara atau pengantar pesan/ informasi. Misalnya

guru, buku teks, gambar, dan lain-lain.

Association for Educational Communication and Technologi /AECT

(dalam Sri Anitah , 2008: 1) mendefinisikan “Media sebagai segala bentuk yang

digunakan untuk menyalurkan informasi”. Sementara dalam ruang lingkup

pendidikan, media menurut Gagne (dalam Arif Sadiman, Rahardjo, Anung

Haryono, & Rahardjito, 1986: 6), “Media adalah berbagai jenis komponen dalam

lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk belajar”. Media juga dapat

diartikan sebagai segala sesuatu yang dapat dipergunakan untuk menyalurkan

pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemauan siswa.

Briggs (dalam Arif Sadiman et al, 1986: 6) juga mengemukakan bahwa

“Media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang

siswa untuk belajar. Buku, film, kaset, film bingkai adalah contoh-contohnya”.

Sedangkan Asosiasi Pendidikan Nasional /National Education Association

memiliki pengertian sendiri tentang media. NEA mengatakan bahwa “Media

adalah bentuk komunikasi baik tercetak maupun audio visual serta peralatannya”.

(dalam Arif Sadiman et al, 1986: 7).

Dari beberapa pendapat ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa media

adalah alat perantara berbentuk apa saja yang dapat didengar, dilihat, dan diraba

yang berperan sebagai pengantar pesan atau informasi yang dapat merangsang

pikiran, perasaan, dan perhatian seseorang.

b. Media Pembelajaran

Menurut Briggs (dalam Sri Anitah, 2008: 1) berpendapat bahwa “Media

pembelajaran pada hakekatnya adalah peralatan fisik untuk membawakan atau

menyempurnakan isi pembelajaran. Termasuk di dalamnya buku, video tape, slide

Page 44: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

suara, suara guru, tape recorder, modul, atau salah satu komponen dari suatu

sistem penyampaian”.

Selanjutnya Sri Anitah juga mengemukakan bahwa “Media pembelajaran

adalah setiap orang, bahan, alat, atau peristiwa yang dapat menciptakan kondisi

yang memungkinkan pebelajar menerima pengetahuan, keterampilan, dan sikap”.

Sementara Heinich, dan kawan-kawan mengemukakan bahwa “Istilah medium

sebagai perantara yang mengantar informasi antara sumber dan penerima”. (dalam

Azhar Arsyad, 2005:4).

Dari pendapat tersebut dapat dikatakan media pembelajaran adalah segala

macam benda, alat, bahkan manusia yang mengantarkan pesan antara pemberi

pesan kepada penerima pesan atau informasi untuk suatu tujuan pembelajaran. Sri

Anitah, (2008:2) berpendapat “Dikatakan media pembelajaran, bila segala sesuatu

tersebut membawakan pesan untuk suatu tujuan pembelajaran”.

Penggunaan media dalam proses pembelajaran cukup penting. Hal ini

dapat membantu para siswa dalam mengembangkan imajinasi dan daya pikir serta

kreativitasnya. Informasi yang disampaikan guru akan diterima langsung oleh

siswa. Kemudian siswa mulai bergerak dengan cara memahami apa yang

disampaikan guru, sehingga proses komunikasi dalam pembelajaran dapat

berjalan dengan baik.

Sudjana dan Rivai (dalam Azhar Arsyad, 2005:24) mengemukakan

manfaat media pembelajaran dalam proses belajar siswa, yaitu:

1) Pembelajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat

menumbuhkan motivasi belajar

2) Bahan pembelajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih

dipahami oleh siswa dan memungkinkannya menguasai dan mencapai tujuan

pembelajaran

3) Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi verbal

melalui penuturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru

tidak kehabisan tenaga, apalagi kalau guru mengajar pada setiap jam

pelajaran.

4) Siswa dapat lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,

melakukan, mendemonstrasikan, memerankan, dan lain-lain.

Page 45: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

Dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa fungsi media dalam proses

belajar mengajar sangat penting dan beragam. Media berfungsi sebagai penyalur

pesan, meningkatkan hasil belajar, menambah efektivitas komunikasi, dan

interaksi dalam proses belajar mengajar. Fungsi lain dari pemanfaatan media

pembelajaran adalah menumbuhkan minat dan motivasi belajar serta

memudahkan siswa dalam memahami materi yang diajarkan.

Ardiani Mustikasari (dalam http://edu-articles.com), mengklasifikasikan

media menjadi media visual, media audio, dan media audio visual.

1) Media Visual

a) Media yang tidak diproyeksikan

(1) Media realita adalah benda nyata. Benda tersebut tidak harus

dihadirkan di ruang kelas, tetapi siswa dapat melihat langsung ke

obyek. Kelebihan dari media realia ini adalah dapat memberikan

pengalaman nyata kepada siswa. Misal untuk mempelajari

keanekaragaman makhluk hidup, klasifikasi makhluk hidup,

ekosistem, dan organ tanaman.

(2) Model adalah benda tiruan dalam wujud tiga dimensi yang

merupakan representasi atau pengganti dari benda yang

sesungguhnya. Penggunaan model untuk mengatasi kendala tertentu

sebagai pengganti realia. Misal untuk mempelajari sistem gerak,

pencernaan, pernafasan, peredaran darah, sistem ekskresi, dan syaraf

pada hewan.

(3) Media grafis tergolong media visual yang menyalurkan pesan

melalui simbol-simbol visual. Fungsi dari media grafis adalah

menarik perhatian, memperjelas sajian pelajaran, dan

mengilustrasikan suatu fakta atau konsep yang mudah terlupakan

jika hanya dilakukan melalui penjelasan verbal. Jenis-jenis media

grafis adalah:

(a) Gambar / foto: paling umum digunakan

(b) Sketsa: gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan

bagian pokok tanpa detail. Dengan sketsa dapat menarik

perhatian siswa, menghindarkan verbalisme, dan memperjelas

pesan.

(c) Diagram / skema: gambar sederhana yang menggunakan garis

dan simbol untuk menggambarkan struktur dari obyek tertentu

secara garis besar. Misal untuk mempelajari organisasi

kehidupan dari sel samapai organisme.

(d) Bagan / chart : menyajikan ide atau konsep yang sulit sehingga

lebih mudah dicerna siswa. Selain itu bagan mampu

memberikan ringkasan butir-butir penting dari penyajian. Dalam

bagan sering dijumpai bentuk grafis lain, seperti: gambar,

diagram, kartun, atau lambang verbal.

Page 46: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

(e) Grafik: gambar sederhana yang menggunakan garis, titik, simbol

verbal atau bentuk tertentu yang menggambarkan data

kuantitatif. Misal untuk mempelajari pertumbuhan.

b) Media proyeksi

(1) Transparansi OHP (Overhead projector) merupakan alat bantu

mengajar tatap muka sejati, sebab tata letak ruang kelas tetap seperti

biasa, guru dapat bertatap muka dengan siswa (tanpa harus

membelakangi siswa). Perangkat media transparansi meliputi

perangkat lunak (Overhead transparancy / OHT) dan perangkat

keras (Overhead projector / OHP). Teknik pembuatan media

transparansi, yaitu:

(a) Mengambil dari bahan cetak dengan teknik tertentu

(b) Membuat sendiri secara manual

(2) Film bingkai / slide adalah film transparan yang umumnya berukuran

35 mm dan diberi bingkai 2 x 2 inci. Dalam satu paket berisi

beberapa film bingkai yang terpisah satu sama lain. Manfaat film

bingkai hampir sama dengan transparansi OHP, hanya kualitas visual

yang dihasilkan lebih bagus. Sedangkan kelemahannya adalah beaya

produksi dan peralatan lebih mahal serta kurang praktis. Untuk

menyajikan dibutuhkan proyektor slide.

2) Media Audio

a) Radio

Radio merupakan perlengkapan elektronik yang dapat digunakan untuk

mendengarkan berita yang bagus dan aktual, dapat mengetahui beberapa

kejadian dan peristiwa-peristiwa penting dan baru, masalah-masalah

kehidupan dan sebagainya.

b) Kaset audio

Yang dibahas di sini khusus kaset audio yang sering digunakan di

sekolah. Keuntungannya adalah merupakan media yang ekonomis karena

biaya pengadaan dan perawatan murah.

3) Media Audio Visual

a) Media video

Merupakan salah satu jenis media audio visual, selain film. Yang banyak

dikembangkan untuk keperluan pembelajaran, biasa dikemas dalam

bentuk Video Compact Disc (VCD).

b) Media komputer.

Dari jenis-jenis media pembelajaran yang diungkapkan Ardiani

Mustikasari tersebut, yang dirasa paling sesuai digunakan dalam penelitian

tindakan kelas ini adalah media audio visual. Media audio visual dirasa lebih

menarik karena siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan materi dari guru,

tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati, mengidentifikasi, dan media audio

visual ini dapat menarik perhatian siswa, sehingga diharapkan mampu

Page 47: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

memecahkan masalah yang dihadapi di kelas X-10 SMA Negeri 1 Surakarta tahun

ajaran 2010/2011.

c. Media Audio Visual

Media pembelajaran audio visual adalah bahan ajar berupa gabungan dari

indra penglihatan dan pendengaran. Media audio visual dapat diputar melalui

komputer dan menampilkan informasi-informasi berupa teks, gambar-gambar,

suara, maupun film. “Melalui media ini, seseorang tidak hanya dapat melihat atau

mendengar saja, tetapi dapat melihat sekaligus mendengarkan sesuatu yang

divisualisasikan”. (Sri Anitah, 2008:49).

Penyebutan audio visual sebenarnya mengacu pada indra yang menjadi

sasaran dari media tersebut. Media audio visual mengandalkan pendengaran dan

penglihatan dari khalayak sasaran (penonton). Produk audio visual dapat menjadi

media dokumentasi dan dapat juga menjadi media komunikasi. Sebagai media

dokumentasi tujuan yang lebih utama adalah mendapatkan fakta dari suatu

peristiwa. Sedangkan sebagai media komunikasi, sebuah produk audio visual

melibatkan lebih banyak elemen media dan lebih membutuhkan perencanaan agar

dapat mengkomunikasikan sesuatu. Film cerita, iklan, slide suara adalah contoh

media audio visual yang lebih menonjolkan fungsi komunikasi.

Menurut Arsyad (2005:30) “Pengajaran melalui audio visual adalah

produksi dan menggunakan materi yang penyerapannya melalui pendengaran dan

pandangan serta tidak seluruhnya tergantung kepada pemahaman kata atau

simbol-simbol yang serupa”. Jadi pembelajaran dengan menggunakan media

audio visual adalah pembelajaran yang mengandalkan pendengaran dan

penglihatan untuk memahami materi yang disampaikan. Media audio visual juga

dikenal sebagai media yang menyenangkan bagi siswa dalam proses

pembelajaran.

Page 48: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

… Media Audio Visual merupakan bahan ajar yang menyenangkan bagi

siswa dan memperhatikan kebutuhan individual maupun kelompok. Media

Audio Visual berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar kompetensi

Teknik Digital, karena tayangan Media Audio Visual mampu

mempengaruhi indra pandang dan dengar para siswa, memudahkan

pemahaman, serta mampu menghindari konsep pemahaman siswa yang

salah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar alternatif dalam kegiatan

belajar mengajar dan dapat digunakan untuk belajar dimana saja tanpa

tergantung guru. … . Penggunaan Media Audio Visual dapat mewujudkan

pembelajaran individu, karena dapat dilakukan oleh individu untuk dirinya

sendiri serta dapat memperoleh hasil belajar maksimal, siswa bekerja

dengan aktif berdasarkan konsep dan prinsip kompetensi teknik digital,

dan merupakan strategi pengajaran yang menekankan penyesuaian

pengajaran berdasarkan perbedaan individual siswa. (Ahmad Maksum,

2008). //karya-ilmiah.um.ac.id/

Ada banyak macam media audio visual, diantaranya televisi, video, film,

slide suara, dan lain-lain. Namun yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah

gabungan dari media audio visual slide suara dan film. Hal ini didukung dengan

teori yang menyatakan bahwa “Dengan memperkenalkan karya-karya seni rupa

akan lebih komunikatif melalui film atau slide karena hasilnya proyeksi bergerak

hidup dan slide gambarnya diam. Ada baiknya film dan slide ini diputar bagi

mereka yang masih kurang minatnya tentang seni rupa”. (Freezone, dalam

http://artzone-freezone.blogspot.com).

Slide suara dan film merupakan media audio visual yang mudah dikuasai

dan digunakan, karena dalam proses pembelajaran guru dituntut untuk dapat

menguasai media yang digunakannya dalam pembelajaran. “Para guru dituntut

agar mampu menggunakan alat-alat yang disediakan oleh sekolah, dan tidak

tertutup kemungkinan bahwa ala-alat tersebut sesuai dengan perkembangan dan

tuntutan zaman. Guru sekurang-kurangnya dapat menggunakan alat yang murah

dan efisien yang meskipun sederhana dan bersahaja tetapi merupakan keharusan

dalam upaya mencapai tujuan pengajaran yang diharapkan”. (Azhar Arsyad, 2005

: 2).

Page 49: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

Dalam penelitian ini, peneliti akan menggabungkan dua macam audio

visual, yaitu slide suara dan film.

1) Slide Suara

Menurut Sri Anitah, (2008: 49) “Slide suara merupakan jenis

media visual yang menampilkan sejumlah slide, dipadukan dalam suatu

cerita atau suatu jenis pengetahuan yang diproyeksikan pada layar dengan

iringan suara”. Jadi slide suara adalah slide gambar-gambar yang diiringi

suara sebagai narasi. Slide yang akan digunakan di sini adalah slide

gambar hasil pemotretan dengan kamera biasa.

Sri Anitah juga mengemukakan terbentuknya program slide suara

yang baik sangat ditentukan oleh adanya kerjasama yang baik antar unsur-

unsur yang ada di dalamnya, antara lain:

a) Graphic Artist (ahli seni grafis), yang akan membuat sekaligus

menyelesaikan bidang karya grafis dalam bentuk tulisan, gambar,

caption, judul, dan lain-lain.

b) Photografer, yang akan membantu memindahkan cerita dan ide

penulis ke dalam karya potretnya.

c) Narator (pembaca narasi/ kata-kata yang menyertai gambar), yang

akan mendramatisasi pesan naskah dengan ilustrasi musik, efek suara,

dan lain-lain.

Sri Anitah berpendapat menurut sasarannya, jenis-jenis slide suara

dapat digolongkan menjadi:

a) Program slide untuk promosi, slide ini biasanya digunakan untuk

memperomosikan sesuatu, misalnya slide pariwisata pulau Bali, candi

Borobudur, danau Toba, dan lain-lain.

b) Program slide berupa anjuran, slide yang biasa digunakan untuk

memberi petunjuk atau ajakan/ penyuluhan kepada masyarakat.

Misalnya slide program KB (Keluarga Berencana), program

transmigrasi, dan lain-lain.

c) Program slide untuk penerangan, pesan yang dibawakan oleh slide

penerangan ini dikaitkan dengan bahaya yang timbul akibat orang-

orang yang melanggarnya. Misalnya: bahaya narkoba, akibat tidak

mentaati aturan lalu lintas, akibat penebangan hutan, dan lain-lain.

d) Program slide ilmu pengetahuan khusus, biasanya digunakan dalam

pembelajaran di sekolah-sekolah atau tingkat perguruan tinggi.

Misalnya: slide suara tentang seni rupa untuk SMA kelas X.

e) Program slide pengetahuan populer, yaitu slide yang ditonton oleh

orang-orang yang memiliki kemampuan berpikir mengenai jenis-jenis

Page 50: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

yang popular. Misalnya: pendaratan manusia ke bulan, listrik tenaga

surya, dan lain-lain.

f) Program slide yang bersifat dokumenter, yaitu slide yang

menampilkan gambar-gambar berupa dokumenter peristiwa-peristiwa

maupun gejala alam yang terjadi. Misalnya documenter tentang candi

Prambanan, masa kerajaan Majapahit, penelitian ruangan di Piramida

Mesir.

Jenis slide suara yang sesuai dan akan digunakan dalam penelitian

ini adalah slide suara pengetahuan khusus, yang nantinya akan

menampilkan slide suara pengetahuan khusus mengenai batik. Slide suara

dalam penelitian ini akan dikombinasikan dengan film untuk menjelaskan

mengenai sejarah batik Surakarta, jenis-jenis batik tradisional dilihat dari

proses pebuatannya, proses pembuatan batik tradisional, dan penggunaan

batik dalam kehidupan sehari-hari. Media slide suara ini nantinya akan

ditayangkan di kelas, diselingi dengan penjelasan sesekali dari guru.

2) Film

Edwi Arief Sosiawan (dalam http://www.edwias.com)

mengemukakan bahwa “Istilah film pada mulanya mengacu pada suatu

media sejenis plastik yang dilapisi dengan zat peka cahaya. Media peka

cahaya ini sering disebut selluloid. Dalam bidang fotografi film menjadi

media yang dominan digunakan untuk menyimpan pantulan cahaya yang

tertangkap lensa”. Perkembangan teknologi media ini telah mengubah

pengertian film dari istilah yang mengacu pada bahan menjadi istilah yang

mengacu pada bentuk karya seni audio visual. Singkatnya film kini

diartikan sebagai suatu cabang seni yang menggunakan audio (suara) dan

visual (gambar) sebagai medianya.

Film adalah gambar-hidup, juga sering disebut movie. Film, secara

kolektif, sering disebut sinema. Sinema itu sendiri bersumber dari kata

kinematik atau gerak. (dikutip dari http://.wikipedia.org).

Membuat film bukanlah suatu hal yang sulit. Jika kita ingin

membuat film, maka kita harus lebih dulu tahu pengertian film dan jenis

apa yang akan kita buat. Berikut ini akan dijelaskan jenis-jenis film

menurut Edwi Arief Sosiawan (dalam http://www.edwias.com):

Page 51: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

a) Film Dokumenter (Documentary Films)

Film dokumenter menyajikan realita melalui berbagai cara dan

dibuat untuk berbagai macam tujuan. Namun harus diakui, film

dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi,

pendidikan, dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.

Intinya, film dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin.

b) Film Cerita Pendek (Short Films)

Durasi film cerita pendek biasanya di bawah 60 menit. Di

banyak negara seperti Jerman, Australia, Kanada, Amerika Serikat,

dan juga Indonesia, film cerita pendek dijadikan sebagai batu loncatan

bagi seseorang/ sekelompok orang untuk kemudian memproduksi film

cerita panjang. Jenis film ini banyak dihasilkan oleh para mahasiswa

jurusan film atau orang/ kelompok yang menyukai dunia film dan

ingin berlatih membuat film dengan baik.

c) Film Cerita Panjang (Feature-Length Films)

Film dengan durasi lebih dari 60 menit lazimnya berdurasi 90-

100 menit. Film ini pada umumnya diputar di bioskop dan bersifat

menghibur.

d) Profil Perusahaan (Corporate Profile)

Film ini diproduksi untuk kepentingan institusi tertentu

berkaitan dengan kegiatan yang mereka lakukan. Film ini sendiri

berfungsi sebagai alat bantu presentasi atau promosi.

e) Iklan Televisi (TV Commercial)

Film ini diproduksi untuk kepentingan penyebaran informasi,

baik tentang produk (iklan produk) maupun layanan masyarakat (iklan

layanan masyarakat atau public service announcement/PSA).

f) Program Televisi (TV Programme)

Program ini diproduksi untuk konsumsi pemirsa televisi.

Secara umum, program televisi dibagi menjadi dua jenis yakni cerita

dan noncerita. Jenis cerita terbagi menjadi dua kelompok yakni fiksi

dan nonfiksi.

g) Video Klip (Music Video)

Video klip adalah sarana bagi produser music untuk

memasarkan produknya lewat medium televisi. Dipopulerkan pertama

kali lewat saluran televisi (Music Television) MTV tahun 1981. Di

Indonesia, video klip ini sendiri kemudian berkembang sebagai bisnis

yang mengiurkan seiring dengan pertumbuhan televisi swasta.

Akhirnya video klip tumbuh sebagai aliran dan industri tersendiri.

Beberapa rumah produksi mantap memilih video klip menjadi bisnis

utama (core busines) mereka. Di Indonesia tak kurang dari 60 video

klip diproduksi tiap tahun.

Dalam konteks pendidikan, film yang bersifat dokumenter lebih

sering digunakan karena keefektifannya. Beberapa penelitian pernah

dilakukan para ahli yang menunjukkan adanya kelebihan penggunaan film

Page 52: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

sebagai media pembelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar siswa.

Salah satu penelitian tersebut adalah yang dilakukan oleh Rulon yang

mengemukakan bahwa:

Menggunakan sebuah film yang didisain khusus untuk

membandingkan antara penggunaan buku teks ditambah film dengan

buku teks saja dalam mengajarkan sains. Hasilnya menunjukkan

bahwa untuk belajar butiran-butiran yang bersifat faktual, kelompok

siswa yang menggunakan buku teks dan film 14,8% lebih baik pada

tes permulaan dan 33,4% lebih baik pada tes berikutnya. Sedang

untuk aplikasi atau penerapan informasi yang didapatkan dari film

dan buku teks tersebut, kelompok siswa yang menggunakan film

tambah uku teks 24,1% lebih baik pada tes permulaan dan 41% lebih

baik pada tes berikutnya. (dalam Gene Wilkinson, 1984:16).

Peneliti lain yang berhasil mengungkapkan ke-efektifan film yaitu

Stein yang mengemukakan bahwa para siswa yang belajar mengetik

dengan menggunakan film-sambung (film-loop) lebih cepat secara

signifikan mempelajarinya dibanding mereka yang tidak”. (dalam Gene

Wilkinson, 1984:16).

Dari berbagai penelitian yang dilakukan tersebut, maka dapat

disimpulkan bahwa film merupakan salah satu media audio visual yang

efektif untuk menyampaikan materi yang berupa konseptual dalam

pembelajaran. Menurut Carpenter dan Greenhill (dalam Gene Wilkinson,

1984:16) dalam mengkaji hasil-hasil penelitian tentang film untuk

Angkatan Laut menyimpulkan sebagai berikut:

a) Film yang diproduksi dengan baik, bila digunakan baik sendirian

maupun dalam suatu seri dapat diterapkan sebagai alat utama untuk

mengajar ketrampilan penampilan (performance) tertentu dan untuk

menyampaikan beberapa jenis data faktual

b) Tes setelah menonton akan meningkatkan belajar, jika siswa telah

diberi tahu apa yang harus diperhatikannya dalam film, dan bahwa

mereka akan di tes tentang isi film tersebut

c) Siswa akan belajar lebih banyak jika diberi petunjuk studi untuk tiap

film yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar

d) Mencatat sambil menonton hendaknya dicegah, karena hal itu akan

mengganggu perhatian siswa terhadap film itu sendiri

e) Pertunjukan film secara bergantian dapat meningkatkan belajar

Page 53: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

f) Film-film pendek dapat dipenggal menjadi film sambung dan

bermanfaat untuk keperluan praktek atau latihan

g) Siswa dapat menonton film selama satu jam tanpa mengurangi

keefektifan dari tujuan pertemuan tersebut

h) Keefektifan belajar melalui film harus dievaluasi kembali

i) Sesudah sebuah film pertunjukkan, lalu pokok-pokok isinya dijelaskan

dan didiskusikan, akan mengurangi salah pengertian di kalangan siswa

Kegiatan lanjutan setelah menonton hendaklah digalakkan untuk

memungkinkan pemahaman yang lebih tuntas.

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai penggunaan media audio visual dalam pembelajaran

adalah penelitian yang dilakukan oleh Anis Kurniawati S (2007) yang berjudul

Penerapan Metode Pembelajaran Teams Games Tournament (TGT) dengan Media

Audio Visual Terhadap Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas VII SMP Negeri 19

Surakarta Tahun Ajaran 2006/2007.

Dalam penelitian ini menyebutkan bahwa antara siswa yang satu dengan

siswa yang lain terjadi kerjasama, interaksi, dan komunikasi yang baik dalam

rangka memahami materi yang disajikan dalam format audio visual. Anis juga

mengatakan materi yang disajikan dalam bentuk audio visual dapat merangsang

imajinasi siswa dalam berpikir seolah-olah berada langsung dalam situasi yang

digambarkan dalam tayangan audio visual. Materi pelajaran yang disajikan dalam

media audio visual dapat menumbuhkan minat dan perhatian siswa untuk melihat

dan mendengarkan dengan seksama tayangan audio visual yang secara otomatis

akan membangkitkan motivasi siswa dalam memahami materi. Lebih lanjut, Anis

mengatakan bahwa penggunaan media audio visual pada metode pembelajaran

TGT memiliki nilai yang cukup tinggi, antara lain:

1. Penggunaan media audio visual dapat merangsang dan minat dan perhatian

siswa.

2. Penggunaan media audio visual dapat membantu siswa memahami dan

mengingat kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya.

3. Penggunaan media audio visual dapat meningkatkan efektivitas penyampaian

informasi dalam pembelajaran.

Page 54: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

Dalam penelitian ini penerapan metode pembelajaran Teams Games

Tournament (TGT) dengan media audio visual dapat meningkatkan minat siswa

terhadap pembelajaran dan meningkatkan kemampuan siswa dalam memahami

materi pelajaran, karena siswa tidak hanya mempelajari materi secara teori namun

juga memberikan gambaran nyata di lapangan yang akan memudahkan siswa

dalam memahami materi. Hal ini terbukti dari hasil kognitif siswa rata-rata 76,3

pada kelompok eksperimen yang menggunakan TGT dan media audio visual, dan

rata-rata 71 pada kelompok control yang menggunakan metode konvensional.

Penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan media audio visual

dalam pembelajaran adalah penelitian yang dilakukan oleh Siti Mardliyah (2009)

yang berjudul Pengaruh Penggunaan Media Audio Visual (VCD) dan Media

Audio Terhadap Pencapaian Preastasi Belajar Bahasa Arab Ditinjau dari Motivasi

Berprestasi Siswa (Studi Eksperimen Pada Kelas VIII di MTs. Negeri

Karanganyar dan kelas VIII di MTs. Negeri Gondangrejo Tahun Pelajaran

2008/2009.

Dalam penelitian ini, dengan menggunakan bantuan media audio visual,

pembelajaran menjadi semakin menarik, dan pemahaman siswa terhadap materi

meningkat, sehingga meningkatkan motivasi siswa dalam berprestasi. Kesimpulan

dari penelitian tersebut adalah Media Audio Visual (VCD) menghasilkan prestasi

belajar bahasa Arab yang lebih baik dibandingkan dengan media Audio.

Pada penelitian ini, memiliki permasalahan pokok yaitu kurangnya

apresiasi siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah setempat. Hal ini

dikarenakan pembelajaran yang kurang variasi sehingga siswa kurang antusias

dalam menerima materi. Kurangnya antusiasme siswa terhadap pembelajaran ini

mengakibatkan siswa melakukan aktivitas lain pada saat guru sedang menjelaskan

materi pelajaran, yang akhirnya berdampak pada kurang maksimalnya

penyampaian dan penerimaan materi pelajaran. Sehingga pemahaman siswa

terhadap materi kurang, dan apresiasi terhadap karya seni rupa terapan daerah

setempat menjadi rendah. Penelitian ini mengalami permasalahan yang hampir

sama dengan kedua penelitian di atas, yaitu rendahnya antusiasme siswa terhadap

pembelajaran yang berakibat pada kurangnya pemahaman siswa terhadap materi.

Page 55: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Dari hasil kedua penelitian di atas, dapat dikatakan bahwa dengan

pembelajaran menggunakan media audio visual, dapat meningkatkan antusiasme

siswa terhadap pembelajaran, selain itu pemahaman siswa terhadap materi juga

meningkat. Hal ini sejalan dengan kebutuhan permasalahan penelitian ini yaitu

apresiasi seni. Dalam kegiatan apresiasi seni membutuhkan pemahaman dan

pengenalan lebih mengenai sebuah karya seni, sebelum akhirnya siswa dapat

mengapresiasi karya seni tersebut dengan baik. Dengan demikian, peningkatan

pemahaman siswa diasumsikan dapat ditingkatkan melalui pembelajaran

menggunakan media audio visual. Peningkatan pemahaman siswa mengenai

materi akan diikuti oleh peningkatan apresiasi seni siswa, sehingga pembelajaran

menggunakan media audio visual dapat digunakan untuk meningkatkan apresiasi

seni siswa.

Peneliti menerapkan media audio visual ini untuk memberikan gambaran

nyata dalam mengapresiasi karya seni rupa terapan daerah khususnya Batik

Surakarta, sehingga melalui penggunaan media audio visual dalam pembelajaran

dapat membantu siswa memahami materi apresiasi seni. Dengan menggunakan

media audio visual sebagai salah satu solusi permasalahan dalam penelitian ini,

diharapkan apresiasi seni siswa dapat meningkat dan tujuan pembelajaran dapat

tercapai.

C. Kerangka berpikir

Belajar pada dasarnya merupakan suatu proses pemerolehan informasi/

keterampilan. Keberhasilan dalam belajar berhubungan dengan cara pengajaran

dan seberapa besar ketertarikan siswa untuk mengikuti proses pembelajaran.

Pembelajaran apresiasi seni di sekolah merupakan pembelajaran yang

melatih siswa dalam memahami dan menghargai dalam menanggapi karya seni

rupa ciptaan siswa sendiri maupun karya seni rupa ciptaan orang lain. Apresiasi

seni yang diberikan adalah karya seni terapan daerah setempat (dalam hal ini

adalah Batik Surakarta). Dengan demikian diharapkan siswa dapat mengenali jati

diri bangsanya sejak dini, dan sebagai generasi penerus bangsa ia dapat ikut serta

melestarikan seni dan kebudayaan bangsa.

Page 56: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Nilai rata-rata siswa kelas X-4 pada materi apresiasi seni adalah 76. Nilai

ini sebenarnya sudah mencapai Standar KKM, yaitu 75. Hanya saja perolehan ini

dirasa masih rendah karena nilai tersebut berbeda tipis dengan batas minimal

ketuntasan belajar. Hal ini dikarenakan apresiasi siswa terhadap karya seni terapan

daerah yaitu Batik Surakarta memang masih rendah, yang ditunjukkan dengan

minimnya pengetahuan mereka tentang seni Batik Surakarta.

Sebelumnya cara mengajar guru dalam pembelajaran apresiasi terhadap

seni rupa terapan daerah setempat (dalam hal ini batik Surakarta) menurut siswa

cukup menarik karena pemberian materi oleh guru disampaikan dengan gaya

humoris. Hanya saja, karena kurang variasi dalam mengajar, pelajaran seni

budaya dalam materi apresiasi seni terkesan membosankan. Guru hanya

menggunakan metode ceramah dan mengerjakan LKS pada proses

pembelajarannya, sehingga siswa sering merasa bosan dan berakibat apresiasi

siswa terhadap batik juga rendah. Di sisi lain pihak guru sendiri mengalami

kesulitan dalam mengajarkan materi apresiasi terhadap batik kepada siswa.

Kesulitan yang dihadapi guru disebabkan karena kurangnya ide guru dalam

menciptakan strategi maupun media baru yang inovatif untuk proses

pembelajaran. Oleh karena itu, peneliti dan guru bekerjasama untuk mencari

solusi yang dapat digunakan untuk memperbaiki proses pembelajaran apresiasi

terhadap Batik Surakarta di sekolah agar siswa lebih antusias sehingga apresiasi

siswa dapat ditingkatkan.

Permasalahan tersebut dapat diatasi dengan menggunakan media dalam

proses pembelajaran. Media yang dipilih yaitu media audio visual. Media ini

dipilih karena guru belum pernah menggunakan media audio visual untuk

pembelajaran sehingga memungkinkan siswa dan guru untuk melakukan

pembelajaran dengan suasana dan cara yang berbeda. Selain itu, dengan

menerapkan media audio visual dalam pembelajaran apresiasi seni, siswa akan

mendapatkan pengalaman baru dalam belajar, khususnya belajar mengapresiasi

karya seni. Dalam penelitian ini media audio visual yang digunakan adalah media

slide suara dan film yang digabungkan untuk menayangkan pengetahuan dasar

tentang batik Surakarta.

Page 57: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Adapun gambar alur kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

Gambar 9. Kerangka Berpikir

Pelajaran Seni Budaya di SMA Negeri 1 Surakarta

Materi Apresiasi Seni Terapan Daerah Setempat (Batik Surakarta)

(Batik Surakarta)

Apresiasi seni siswa teerhadap karya seni terapan daerah setempat masih rendah.

Hal ini dibuktikan dengan nilai pada materi apresiasi seni sebanyak 14 siswa belum memenuhi standar KKM

yaitu 75, sedangkan kemampuan siswa menunjukkan sikap menghargai karya seni rupa terapan daerah setempat

masih rendah, yaitu sebanyak 15 siswa)

Proses pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat yaitu Batik

Surakarta berlangsung menarik dan meningkatkan antusias siswa dalam

mengikuti pelajaran

Hasil Apresiasi seni siswa khususnya terhadap Batik Surakarta meningkat

Indikator:

1. Minimal 80% siswa mampu menjelaskan dengan baik pengetahuan

tentang karya seni terapan daerah setempat (khususnya Batik Surakarta).

2. Minimal 80% siswa mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap

karya seni terapan daerah (khususnya Batik Surakarta) dengan baik

Alternatif Solusi Tindakan

Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta

dilakukan dengan menggunakan Media Audio Visual yang isinya tentang: sejarah munculnya Batik Surakarta, jenis-jenis

batik berdasarkan proses pembuatannya, proses pembuatan batik, nama dan makna gambar pola batik, serta penggunaanya.

Kondisi Awal Masalah di lapangan :

Siswa:

- Siswa bosan dengan metode pembelajaran yang

digunakan guru meskipun guru menyampaikan

materinya dengan gaya humoris, namun bagi

siswa metode yang digunakan guru kurang

bervariasi, yaitu penyampaian materi dengan

ceramah, kemudian dilanjutkan dengan

mengerjakan LKS, sehingga siswa kurang

antusias dalam mengikuti pelajaran. Hal ini

ditunjukkan dengan sebanyak 15 siswa atau 44%

dari 34 siswa yang tidak memperhatikan guru

pada saat guru menyampaikan materi. Dibuktikan

dengan siswa-siswa yang melakukan aktifitas lain

selain memperhatikan guru. Diantaranya ada yang

bercanda dengan dengan teman sebangkunya,

bermain rubik, membuka situs facebook,

melamun, dll.

Dampak:

- Proses pembelajaran apresiasi seni terapan

daerah setempat kurang menarik dan terkesan

monoton, yaitu penyampaian materi dengan

ceramah, kemudian dilanjutkan dengan

mengerjakan LKS. Sehingga materi yang

disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap

dengan baik oleh siswa. Hal ini dibuktikan

dengan sebanyak 41% siswa belum memahami

dengan baik tentang karya seni terapan daerah

setempat. Dibuktikan dengan sebanyak 14 siswa

memiliki nilai yang masih di bawah standar

KKM yaitu 75.

- Terlalu seringnya guru bercanda, mengakibatkan

siswa tidak dapat fokus lagi terhadap materi yang

disampaikan.

Guru: - Guru kesulitan

membangkitkan

apresiasi siswa

- Guru kesulitan

menemukan

alternatif

pembelajaran.

- Terlalu sering

bercanda,

sehingga siswa

tidak dapat fokus

Page 58: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

D. Hipotesis Tindakan

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan

pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang

diperoleh melalui pengumpulan data”. (Sugiyono, 2010:64).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah: ”Pembelajaran menggunakan media

audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) dapat meningkatkan

apresiasi seni Batik Surakarta pada siswa kelas X SMA Negeri 1 Surakarta tahun

ajaran 2010/2011”. Teori relevan yang mendukung hipotesis dalam penelitian ini

adalah:

… Media audio visual merupakan bahan ajar yang menyenangkan bagi

siswa dan memperhatikan kebutuhan individual maupun kelompok. Media

audio visual berpengaruh dalam pencapaian hasil belajar, karena tayangan

media audio visual mampu mempengaruhi indra pandang dan dengar para

siswa, memudahkan pemahaman, serta mampu menghindari konsep

pemahaman siswa yang salah, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan ajar

alternatif dalam kegiatan belajar mengajar dan dapat digunakan untuk

belajar dimana saja tanpa tergantung guru. … . Penggunaan media audio

visual dapat mewujudkan pembelajaran individu, karena dapat dilakukan

oleh individu untuk dirinya sendiri serta dapat memperoleh hasil belajar

maksimal, siswa bekerja dengan aktif berdasarkan konsep dan prinsip

kompetensi teknik digital, dan merupakan strategi pengajaran yang

menekankan penyesuaian pengajaran berdasarkan perbedaan individual

siswa. (Ahmad Maksum, dalam http:// karya-ilmiah.um.ac.id).

Media audio visual yang digunakan pada penelitian ini adalah slide suara

dan film dokumenter. Slide suara merupakan sejumlah slide gambar yang

ditampilkan dengan iringan suara. Sedangkan film dokumenter yang dimaksud

dalam penelitian ini adalah rekaman gambar bergerak mengenai sejarah Batik

Surakarta, jenis-jenis batik, proses pembuatan batik, dan makna serta penggunaan

pola batik dalam kehidupan sehari-hari. Slide suara dan film dokumenter ini

digabungkan dalam satu tayangan yang berisi mengenai materi pelajaran yaitu

Batik Surakarta.

Page 59: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta, yang beralamat di

Jalan Monginsidi No. 40 Surakarta. Sekolah ini di bawah pimpinan Drs. MH.

Thoyibun, SH.,MM., yang bertindak sebagai kepala sekolah yang membawahi

kurang lebih 103 tenaga pengajar dan staf administrasi.

Penelitian ini dimulai tanggal 21 Agustus 2010 dan dilakukan selama 1

bulan atau selama 4 kali tatap muka, pada jam pelajaran Seni Rupa, yaitu pada

hari Sabtu jam ke 4 selama 90 menit.

B. Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 1 Surakarta kelas X-4

semester I tahun ajaran 2010/2011, yang berjumlah 34 siswa, terdiri dari 20 siswa

perempuan dan 14 siswa laki-laki.

Adapun alasan peneliti memilih sekolah ini sebagai lokasi penelitian

adalah: (1) Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolah terbaik di Surakarta,

dan juga memiliki prestasi yang baik, demikian juga dengan kualitas guru dan

siswa yang baik; (2) Siswa di sekolah tersebut belum pernah dipergunakan

sebagai subjek penelitian sejenis, sehingga terhindar dari kemungkinan penelitian

ulang; (3) Sekolah tersebut merupakan sekolah yang mendukung untuk

diadakannya penelitian.

Peneliti memilih kelas X-4 sebagai subjek penelitian karena menurut ibu

Dra. DM. Krisbiyanti selaku guru mata pelajaran seni budaya dari keseluruhan

kelas X, kelas X-4 yang nilai rata-rata pada materi apresiasinya paling rendah

diantara kelas X lainnya, yaitu hanya mencapai 76.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1. Observasi, S. Margono (2005:158) berpendapat bahwa “Observasi diartikan

sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang

tampak pada objek penelitian”. Jadi observasi merupakan pengamatan dan

pendataan yang dilakukan pada obyek penelitian secara sistematik / berurutan.

Page 60: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Observasi, digunakan untuk mengamati kondisi awal sebelum dan pada saat

diadakannya perbaikan pembelajaran apresiasi siswa terhadap batik Surakarta

yang dilakukan oleh guru dan siswa di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta

dengan menggunakan media audio visual. Yang diamati selama observasi

berlangsung adalah kondisi nyata di lapangan, antara lain:

a) Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam menyampaikan materi

sebelum perbaikan pembelajaran dengan media audio visual

b) Sikap siswa selama proses pembelajaran apresiasi berlangsung, baik

sebelum maupun pada saat perbaikan pembelajaran dengan media audio

visual

c) Proses pembelajaran apresiasi seni yang berlangsung sebelum dan pada

saat perbaikan pembelajaran dengan media audio visual

“Pengamatan dilakukan oleh peneliti dengan mengambil tempat duduk

paling belakang. Dalam posisi itu, peneliti dapat secara lebih leluasa

melakukan pengamatan terhadap aktivitas belajar-mengajar siswa dan guru di

kelas” (Sarwiji Suwandi, 2008:65).

2. Wawancara, S. Margono (2005:165) berpendapat bahwa “Interviu

(wawancara) adalah alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan

sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula”.

Wawancara dilakukan terhadap guru pelajaran seni budaya kelas X-4 dan

beberapa siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta, di antaranya 1 siswa yang

memiliki nilai tertinggi, 1 siswa yang memiliki nilai sedang, dan 1 siswa yang

memiliki nilai rendah. Wawancara dibedakan menjadi dua tahap. Tahap

pertama yaitu wawancara observasi awal. Wawancara ini dilakukan untuk

menggali informasi tentang proses pembelajaran pada kondisi awal.

a) Wawancara yang dilakukan terhadap guru berkenaan dengan:

1) Kondisi pembelajaran apresiasi seni rupan terapan daerah selama ini

2) Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam memberikan materi

apresiasi seni sebelum diadakannya perbaikan pembelajaran dengan

media audio visual.

Page 61: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

3) Hambatan dan kesulitan yang dirasakan guru dalam proses

pembelajaran apresiasi selama ini.

4) Sikap siswa kelas X-4 selama proses pembelajaran apresiasi seni

selama ini.

b) Wawancara yang dilakukan terhadap siswa adalah meliputi:

1) Pendapat mereka tentang proses pembelajaran apresiasi seni terapan

daerah selama ini yang mereka rasakan.

2) Hambatan dan kesulitan yang mereka rasakan pada saat pembelajaran

apresiasi seni disampaikan.

Tahap kedua yaitu wawancara pada saat setelah perbaikan tindakan

dilakukan. Hal ini bertujuan untuk menggali informasi secara langsung dari

narasumber tentang berjalannya proses pembelajaran dengan menggunakan

media audio visual. Wawancara dengan guru dan siswa ini dilakukan untuk

mengetahui perkembangan pembelajaran apresiasi dengan media audio visual.

Hasil wawancara sebelum perbaikan digunakan sebagai dasar untuk

menentukan tindakan dan solusi yang dilakukan dalam memecahkan masalah,

sedangkan hasil wawancara setelah diadakan perbaikan digunakan sebagai

dasar untuk menentukan tindakan selanjutnya dan perbaikan media audio

visual pada saat tahap analisis dan refleksi.

3. Tes, menurut S. Margono, (2005: 170) tes ialah “seperangkat rangsangan

(stimuli) yang diberikan kepada seseorang dengan maksud untuk mendapatkan

jawaban yang dapat dijadikan dasar bagi penetapan skor angka”. Tes

digunakan untuk mengetahui perkembangan atau keberhasilan pelaksanaan

tindakan. Dalam penelitian ini tes yang diberikan adalah tes tulis esai. Tes

tulis diberikan kepada siswa setelah penyampaian materi dan dilakukan pada

setiap pertemuan. Pemberian tes ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa

jauh hasil yang diperoleh siswa (peningkatan pemehaman terhadap Batik

Surakarta) setelah pemberian tindakan perbaikan dalam kelas. Soal tes berisi

tentang materi yang sudah disampaikan melalui media audio visual berupa

pengetahuan tentang Batik Surakarta.

Page 62: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

4. Dokumentasi. Menurut S. Margono (2005:181) cara mengumpulkan data

melalui peninggalan tertulis, seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku

tentang pendapat, teori, dalil atau hukum-hukum, dan lain-lain yang

berhubungan dengan masalah penelitian disebut teknik dokumenter.

Dokumentasi yaitu mencari data dari dokumen atau arsip yang ada. Data

tersebut diperoleh dari:

a) Sekolah: berupa silabus pelajaran Seni Budaya

b) Guru: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), buku panduan atau

materi pelajaran, hasil tugas dan daftar nilai siswa yang dimiliki guru baik

sebelum dan setelah diadakan penelitian. Nilai siswa tersebut akan

dijadikan sebagai tolok ukur keberhasilan tindakan perbaikan

pembelajaran menggunakan media audio visual.

D. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Teknik deskriptif komparatif (statistik deskriptif komparatif). Menurut Sarwiji

(2008:70) teknik statistik deskriptif komparatif digunakan untuk data

kuantitatif, yakni dengan membandingkan hasil antar siklus. Peneliti

membandingkan hasil sebelum penelitian dengan hasil pada akhir setiap

siklus. Analisis data ini dilakukan dengan membandingkan hasil afektif dan

kognitif siswa pada kondisi sebelum tindakan, setelah siklus I, dan setelah

siklus II.

2. Teknik analisis kritis. Sarwiji juga mengungkapkan teknik analisis kritis

mencakup kegiatan untuk mengungkap kelemahan dan kelebihan kinerja

siswa dan guru dalam proses belajar mengajar. Hasil analisis tersebut

dijadikan dasar dalam menyusun perencanaan tindakan untuk tahap berikutnya

sesuai dengan siklus yang ada. Analisis data dilakukan bersamaan dan/ atau

setelah pengumpulan data.

Page 63: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

E. Prosedur Penelitian

Tujuan pokok yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah

meningkatkan apresiasi siswa terhadap Batik Surakarta melalui pembelajaran

dengan menggunakan media audio visual pengetahuan batik pada siswa kelas X-4

SMA Negeri 1 Surakarta tahun ajaran 2010/2011. Dengan demikian prosedur

yang dilaksanakan dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas yang

direncanakan berlangsung selama dua siklus. Masing-masing siklus terdiri dari

empat tahap, yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. “PTK

dilaksanakan melalui proses pengkajian berdaur yang terdiri dari 4 tahap yaitu

perencanaan, tindakan, observasi, dan merefleksi”. (Zainal Aqib, 2008:30). Akan

tetapi sebelum melakukan ke-empat tahap tersebut, ada satu tahap yang sangat

penting untuk dilakukan yaitu tahap pengenalan masalah. “PTK dalam

pelaksanaannya diawali dengan diagnosis masalah, kesadaran permasalahan yang

Anda rasakan mengganggu dan menghalangi pencapaian tujuan pendidikan

sehingga ditengarai berdampak kurang baik terhadap proses dan/ atau hasil belajar

siswa, dan/ atau implementasi program sekolah”. (Sarwiji Suwandi, 2008:35).

Dengan demikian sebelum dilakukannya 4 tahap pokok dalam PTK, lebih dahulu

dilakukan 1 tahap awal yaitu pengenalan masalah atau identifikasi masalah yang

dirasakan mengganggu proses dan/ atau hasil belajar dalam sebuah kelas yang

akan dijadikan sebagai subyek PTK.

Menurut Tagart, (dalam Zainal Aqib, 2008:30), prosedur pelaksanaan PTK

mencakup penetapan fokus masalah penelitian, perencanaan tindakan,

pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi. Berikut ini adalah penjelasan dari

tahap-tahap tersebut:

1. Tahap Penetapan Fokus Masalah Penelitian

Tahap ini dilakukan dengan merasakan adanya masalah, menganalisis

masalah, kemudian merumuskan masalah agar dapat menetapkan masalah

yang dihadapi oleh subyek PTK.

Pada tahap ini yang dilakukan adalah mengadakan observasi lapangan,

yaitu mengetahui keadaan nyata di lapangan secara langsung. Observasi awal

dilakukan dengan mengamati kondisi awal kelas pada jam pelajaran seni

Page 64: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

budaya, melakukan wawancara secara terpisah dengan guru dan murid serta

mendiskusikan hambatan atau kesulitan apa saja yang dihadapi selama proses

pembelajaran di kelas dan bagaimana solusinya. Observasi dilakukan pada

guru mata pelajaran seni budaya dan siswa kelas X-4 di SMA Negeri 1

Surakarta tahun ajaran 2009/2010.

2. Tahap Perencanaan Tindakan

Rencana tindakan disusun dalam 2 siklus, setiap siklus terdiri dari

empat tahap, yaitu tahap perencanaan tindakan, pelaksanaan tindakan,

observasi, serta tahap analisis dan refleksi. Berdasarkan pengenalan masalah

yang dilakukan melalui observasi awal, maka diajukan suatu solusi untuk

mengatasi permasalahan dalam pembelajaran seni budaya di kelas X-4 SMA

Negeri 1 Surakarta yaitu dengan penggunaan media audio visual sebagai

upaya meningkatkan apresiasi siswa terhadap batik Surakarta.

Pada tahap ini juga dilakukan penyusunan skenario pembelajaran,

mempersiapkan fasilitas dan sarana pendukung yang diperlukan di kelas,

menyediakan media pembelajaran yang akan digunakan, mempersiapkan

instrumen untuk menganalisis data mengenai proses dan hasil tindakan yang

telah dilakukan.

3. Tahap Pelaksanaan Tindakan

Dalam tahap ini peneliti mulai melaksanakan tindakan, yakni

meningkatkan apresiasi siswa terhadap batik Surakarta melalui media audio

visual pada siswa kelas X-4 di SMA Negeri 1 Surakarta. Dalam tahap ini

peneliti melakukan tindakan dalam 2 siklus yang masing-masing terdiri dari 2

pertemuan. Setiap siklus akan dilakukan tindakan perbaikan pembelajaran

melalui media audio visual yaitu penggabungan slide suara dan film

dokumenter pengetahuan batik yang dibuat dengan menggunakan movie

maker. Untuk menayangkan media audio visual, maka pada penelitian ini

juga menggunakan Liquid Cristal Display (LCD) proyektor dan komputer.

Media audio visual pembelajaran dibuat semenarik mungkin untuk menarik

antusiasme siswa terhadap pelajaran.

Page 65: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Tahap ini dilakukan dengan melaksanakan skenario pembelajaran yang

telah direncanakan, yang dilakukan bersamaan dengan observasi selama

tindakan berlangsung.

4. Tahap Pengamatan/ Observasi

Pada tahap ini peneliti melakukan pengamatan terhadap guru dan siswa

yang sedang melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas. Tahap ini

dilakukan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat

sebelumnya, sehingga memudahkan peneliti dalam mengamati perkembangan

kelas. Pengamatan dilakukan untuk mengetahui segala kelemahan dan

kekurangan yang mungkin muncul dan dijadikan landasan dalam melakukan

refleksi.

5. Refleksi

Refleksi dilakukan bersama guru pada setiap akhir siklus. Pada tahap

ini, dilakukan penganalisisan data mengenai proses, masalah, dan hambatan

yang ditemui selama penelitian berlangsung. Kemudian didiskusikan bersama

guru untuk diambil kesimpulan dari hasil pelaksanaan penelitian. dari

penarikan kesimpulan ini diketahui apakah tindakan yang sudah dilakukan

sudah mencapai indikator yang diinginkan atau belum, sehingga dapat

ditentukan tindakan selanjutnya.

Page 66: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

Secara rinci urutan masing-masing tahap dalam siklus dapat digambarkan

dalam skema sebagai berikut:

Gambar 10. Tahap Siklus Penelitian Tindakan Kelas

Adaptasi dari Pedoman Penulisan Skripsi FKIP UNS (2009:18)

Penetapan Fokus

Masalah

Perencanaan

SIKLUS I Pelaksanaan

Observasi/

Pengamatan

Refleksi

Pelaksanaan SIKLUS II

Observasi/

Pengamatan

Refleksi

Indikator sudah

tercapai?

Sudah: PTK bisa diakhiri

Belum: PTK perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya

Perencanaan

Page 67: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

Untuk lebih jelasnya mengenai rencana tindakan yang dilakukan pada

setiap siklus adalah sebagai berikut:

1. Siklus I

a. Tahap Perencanaan Siklus I

Pada tahap ini peneliti mempersiapkan media audio visual yang

digunakan dalam proses pembelajaran seni budaya kelas X-4 SMA Negeri 1

Surakarta. Media audio visual yang ditampilkan berupa gabungan slide suara

dan film dengan tampilan semenarik mungkin untuk menarik perhatian siswa.

Tayangan media audio visual pada pertemuan I siklus I berisi tentang sejarah

Batik Surakarta. Selain itu dipersiapkan juga fasilitas dan sarana pendukung

yang diperlukan di kelas yaitu komputer, LCD proyektor, dan lain-lain . Pada

tahap ini juga dibuat skenario pembelajaran, yaitu apa saja yang dilakukan

guru dengan media yang sudah tersedia selama proses pembelajaran

berlangsung. Skenario pembelajaran tersebut antara lain:

Tabel 3. Perencanaan Siklus I Pertemuan 1

Siklus I (Pertemuan ke 1)

No. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi

Waktu

1. a. Guru mempersiapkan

RPP, silabus, soal tugas,

dan media audio visual

pengetahuan batik

a. Menyiapkan diri

menerima pelajaran

±5 menit

b. Guru membuka pelajaran

dengan salam pembuka

dan apersepsi materi

yang akan diajarkan

yaitu Sejarah Batik

Surakarta. Apersepsi ini

bertujuan untuk

mengetahui sejauh mana

pengetahuan siswa

tentang batik. Apersepsi

dilakukan dengan

memberi tes awal berupa

pertanyaan tentang

materi yang akan

diajarkan.

b. Siswa memperhatikan

apersepsi yang

disampaikan guru

±5 menit

c. Guru menampilkan

tayangan media audio

c. Sementara itu siswa

memperhatikan

±10 menit

Page 68: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

visual pengetahuan batik

yang berisi tentang

Sejarah Batik Surakarta

tayangan media audio

visual pengetahuan

batik tentang Sejarah

Batik Surakarta

tersebut dengan

seksama

d. Guru berdiskusi bersama

siswa mengulas kembali

dan menjelaskan tentang

sejarah munculnya batik

Surakarta.

Selesai menjelaskan,

guru mempersilahkan

siswanya untuk bertanya

jika ada yang ingin

ditanyakan atau

menyampaikan

tanggapannya seputar

materi yang telah

ditayangakan yaitu

mengenai Sejarah Batik

Surakarta

d. Siswa mendengarkan

penjelasan guru.

Kemudian siswa

bertanya kepada guru

jika ada materi yang

kurang dimengerti atau

menyampaikan

tanggapannya setelah

melihat tayangan

media audio visual

pengetahuan batik

±15 menit

e. Guru memberikan tes

tertulis esai untuk

mengukur pemahaman

siswa tentang Sejarah

Batik Surakarta

e. Siswa mengerjakan tes

yang diberikan guru

untuk mengukur

pemahaman siswa

±30 menit

f. Guru memerintahkan

siswa untuk

mengumpulkan lembar

jawaban

f. Siswa mengumpulkan

lembar jawaban

±2 menit

g. Guru mengajak siswa

untuk berdiskusi kembali

mengenai jawaban dari

soal tes yang telah

diberikan.

g. Siswa diharapkan aktif

baik dalam bertanya,

menjawab, maupun

berpendapat.

±15 menit

h. Guru menyimpulkan

materi pelajaran bersama

siswa

h. Menyimpulkan materi

pelajaran bersama

guru.

± 5 menit

i. Menutup proses

pembelajaran

- ±3 menit

Page 69: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Tabel 4. Perencanaan Siklus I Pertemuan 2

Siklus I (Pertemuan ke 2)

No. Kegiatan Guru Kegiatan Siswa Alokasi

Waktu

1.

a. Guru mempersiapkan

RPP, silabus, soal tes,

dan media audio visual

pengetahuan batik

a. Menyiapkan diri

menerima pelajaran

±5 menit

b. Guru membuka

pelajaran dengan

salam pembuka dan

sedikit mengulas

tentang materi

sebelumnya.

Kemudian apersepsi

materi yang akan

diajarkan yaitu Jenis-

jenis Batik

Berdasarkan Proses

Pembuatannya.

Apersepsi dilakukan

dengan memberi tes

awal berupa

pertanyaan tentang

materi yang akan

diajarkan

b. Siswa memperhatikan

apersepsi yang

disampaikan guru.

Menjawab pertanyaan

dari guru tentang ulasan

materi sebelumnya

±5 menit

c. Guru menampilkan

tayangan media audio

visual pengetahuan

batik yang berisi

tentang Jenis-jenis

Batik Berdasarkan

Proses Pembuatannya

c. Sementara itu siswa

memperhatikan tayangan

tersebut dengan seksama.

±10 menit

d. Guru mengajak siswa

untuk berdiskusi dan

mengidentifikasi

kembali tentang jenis-

jenis batik berdasarkan

proses pembuatannya.

Kemudian guru

mempersilahkan

siswanya untuk

bertanya jika ada yang

ingin ditanyakan

seputar materi yang

telah ditayangakan

d. Siswa berdiskusi bersama

guru mengidentifikasi

kembali tentang jenis-

jenis batik berdasarkan

proses pembuatannya.

Kemudian siswa bertanya

kepada guru jika ada

materi yang kurang

dimengerti dalam

pemutaran media audio

visual pengetahuan batik

atau memberikan

tanggapan mengenai

±15 menit

Page 70: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

yaitu mengenai Jenis-

jenis Batik

Berdasarkan Proses

Pembuatannya atau

memberikan

tanggapannya

mengenai materi yang

baru saja diputarkan

materi yang disampaikan.

e. Guru memberikan soal

tes tertulis kepada

siswa tentang Jenis-

jenis Batik

Berdasarkan Proses

Pembuatannya

e. Siswa mengerjakan soal

tes tertulis dari guru yaitu

tentang Jenis-jenis Batik

Berdasarkan Proses

Pembuatannya

±30 menit

f. Guru memerintahkan

siswa untuk

mengumpulkan lembar

jawaban

f. Siswa mengumpulkan

lembar jawaban

±2 menit

g. Guru mengajak siswa

untuk berdiskusi

kembali mengenai

jawaban dari soal tes

yang telah diberikan.

g. Siswa diharapkan aktif

baik dalam bertanya,

menjawab, maupun

berpendapat.

±20 menit

h. Guru menyimpulkan

materi pelajaran

bersama siswa

h. Menyimpulkan materi

pelajaran bersama guru.

±5 menit

i. Menutup proses

pembelajaran seni

budaya

i. - ±3 menit

Di samping itu peneliti juga menyiapkan instrumen yang digunakan

dalam penelitian yang meliputi: lembar observasi, pedoman wawancara

dengan guru dan siswa, dan soal tes tentang materi yang disajikan. Wawancara

dilakukan dengan guru dan siswa setelah siklus I selesai dilakukan untuk

mengetahui kekurangan, kelebihan, serta hambatan yang dihadapi selama

pelaksanaan siklus I untuk diperbaiki di siklus II.

Page 71: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

b. Tahap Pelaksanaan Siklus I

Pelaksanaan tindakan ini merupakan penerapan dari perencanaan

skenario pembelajaran yang telah disusun. Pelaksanaan dilakukan dalam satu

siklus sebanyak dua kali pertemuan, dan setiap pertemuan masing-masing 2 x

45 menit.

c. Tahap Observasi Siklus I

Tahap ini dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya proses

pembelajaran apresiasi Batik Surakarta dengan menggunakan media audio

visual. Tahap ini dilakukan dengan cara mengamati proses pembelajaran dan

mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya. Lembar

observasi digunakan untuk mencatat peristiwa yang terjadi selama

pembelajaran berlangsung pada siklus I. Hasil observasi selama proses

pembelajaran digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang dicapai

selama siklus I berlangsung.

d. Tahap Refleksi Siklus I

Setelah proses pembelajaran pada siklus I berakhir, maka diadakan

analisis terhadap semua data yang diperoleh di lapangan selama siklus I

berlangsung. Refleksi pada siklus I dilakukan dengan menganalisis masalah-

masalah yang muncul selama proses pembelajaran dengan menggunakan

media audio visual. Berdasarkan masalah-masalah yang muncul pada siklus I,

maka dapat ditentukan apakah tindakan yang dilaksanakan sebagai pemecahan

masalah sudah mencapai tujuan atau belum. Melalui refleksi inilah ditentukan

untuk melakukan siklus lanjutan jika indikator belum tercapai dengan

sempurna.

2. Siklus II

a. Tahap Perencanaan Siklus II

Perencanaan pada siklus II meliputi rencana perbaikan tindakan

berdasarkan refleksi pada siklus I. Tahap perencanaan pada siklus II ini

peneliti memperbaiki media audio visual yang digunakan dalam proses

pembelajaran apresiasi Batik Surakarta. Media audio visual yang

ditampilkan masih terdiri dari gabungan slide suara dan film, hanya saja

Page 72: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

tampilannya lebih diperbaiki berdasarkan hasil refleksi siklus I dan hasil

wawancara terhadap guru dan siswa tentang media audio visual. Selain

itu juga dilakukan perbaikan skenario pembelajaran agar siswa lebih

antusias mengikuti pelajaran seni budaya dengan materi apresiasi Batik

Surakarta.

Perencanaan lainnya masih sama dengan siklus I yaitu

menyiapkan instrumen yang digunakan dalam penelitian yang meliputi:

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), lembar observasi afektif,

pedoman wawancara, dan soal tes tentang materi yang disajikan.

b. Tahap Pelaksanaan Siklus II

Pelaksanaan pada siklus II dilakukan sesuai dengan skenario

pembelajaran dan perencanaan sebelumnya. Siklus II dilaksanakan dalam

dua kali pertemuan masing-masing selama 2 x 45 menit.

c. Tahap Observasi Siklus II

Tahap ini dilakukan dengan cara mengamati proses pembelajaran

dan mengisi lembar observasi yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Lembar observasi digunakan untuk mencatat peristiwa yang terjadi

selama pembelajaran berlangsung pada siklus II. Hasil observasi selama

proses pembelajaran digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan

yang dicapai selama siklus II berlangsung.

d. Tahap Refleksi Siklus II

Refleksi pada siklus II dilakukan untuk mengetahui kelebihan dan

kelemahan tindakan pada proses pembelajaran. Hasil refleksi dan data

yang diperoleh menjadi bahan evaluasi terhadap keberhasilan dan

ketercapaian tujuan tindakan.

Page 73: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Deskripsi Awal

Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan

observasi awal untuk mengetahui keadaan nyata yang ada di lapangan. Observasi

dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta, yaitu tempat dilaksanakannya penelitian

tindakan kelas ini. Hasil dari kegiatan observasi adalah sebagai berikut.

1. Letak dan Situasi Ruang SMA Negeri 1 Surakarta

SMA Negeri 1 Surakarta terletak di Jalan Monginsidi, Banjarsari, Nomor

40, Surakarta. Sekolah negeri favorit di Surakarta yang dikepalai oleh Drs. MH.

Thoyibun, SH.,MM. ini memiliki bangunan 2 tingkat dengan sejumlah ruang di

dalamnya, yaitu sebanyak 38 ruang kelas, 5 ruang diantaranya untuk kelas

Sekolah Berbasis Internasional (SBI), dan 4 ruang lainnya untuk kelas akselerasi.

Ruang lainnya yang dimiliki adalah 1 ruang komite, 1 ruang kepala sekolah, 1

ruang wakil kepala sekolah, 1 ruang guru, 1 ruang tata usaha, 1 ruang Bimbingan

Penyuluhan (BP), 1 ruang perpustakaan, 1 ruang akselerasi, 1 ruang untuk

Teacher Resource and Reference Centre (TRRC), 1 ruang Unit Kesehatan

Sekolah (UKS), 1 ruang laboratorium matematika, 2 ruang laboratorium bahasa, 2

laboratorium komputer, 3 ruang laboratorium biologi, 1 ruang laboratorium kimia,

1 ruang laboratorium fisika, 1 ruang laboratorium IPS, 1 ruang kesenian, 1 ruang

aula, 1 ruang multimedia, 1 ruang OSIS, 1 ruang agama katolik, 1 ruang untuk

penjaga sekolah, 1 pos satpam, 3 lahan parkir, beberapa kamar mandi dan WC

untuk siswa, 3 kantin sekolah, 1 koperasi siswa, 2 gudang, 1 masjid, 1 taman, 1

lapangan olahraga, dan hotspot di berbagai area di lingkungan sekolah untuk

menunjang sarana prasarana siswa mencari bahan ajar dan juga berkolaborasi

secara internasional. Berikut gambar gedung SMA negeri 1 Surakarta.

Page 74: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

Gambar 11. SMA Negeri 1 Surakarta Terletak di Jalan Monginsidi, Nomor 40

Banjarsari, Surakarta.

(Dokumentasi: SMA Negeri 1 Surakarta, 2010)

2. Keberadaan Siswa

Jumlah siswa SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011

sebanyak 1177 siswa yang terdiri dari kelas X, XI, dan kelas XII. Sebanyak 470

merupakan siswa laki-laki, dan 707 siswa perempuan. Siswa-siswi SMA negeri 1

Surakarta pada dasarnya merupakan siswa-siswi yang teladan, cerdas, dan

merupakan generasi terpilih yang kompetitif. Hal ini dapat dilihat dari prestasi-

prestasi yang telah di raih oleh siswa-siswi SMA Negeri 1 Surakarta sejak sekolah

ini berdiri.

Subyek dalam penelitian ini adalah kelas X-4 yang berjumlah 34 siswa,

14 siswa laki-laki, dan 20 siswa perempuan. Setiap ruang kelas yang digunakan

siswa rata-rata memiliki fasilitas yang sama di dalamnya. Fasilitas tersebut

diantaranya 1 buah komputer LCD, 1 buah LCD proyektor, 1 buah layar

proyektor, 2 buah AC, jam dinding, radio kelas, 17 buah meja untuk siswa dan 1

meja untuk guru, sebanyak 34 kursi untuk siswa dan 1 kursi untuk guru, serta

whiteboard yang terpasang di bagian depan kelas. Sehingga suasana kelas tampak

sangat nyaman untuk siswa dan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Page 75: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

3. Kondisi Awal Pembelajaran Siswa Kelas X-4

SMA Negeri 1 Surakarta

a. Pelaksanaan Pembelajaran

Mata pelajaran seni budaya di SMA Negeri 1 Surakarta kelas X-4

pada tahun pelajaran baru 2010/2011 dilaksanakan satu kali dalam satu

minggu yaitu setiap hari sabtu pada jam pelajaran ke 4 atau pada jam 09.30

WIB dengan alokasi waktu 2 x 45 menit.

Kondisi awal proses pembelajaran mata pelajaran seni budaya materi

apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat sebenarnya sudah

berlangsung cukup baik. Materi apresiasi disampaikan dengan metode

ceramah dan penugasan. Setelah guru menjelaskan materi pelajaran pada

siswa, kemudian dilanjutkan dengan mengerjakan Lembar Kerja Siswa atau

LKS.

Dalam penyampaian materi pelajaran, beberapa kali guru

mengatakan kalimat-kalimat lucu yang membuat siswa tertawa untuk

membuat suasana kelas menjadi cair, sehingga diharapkan siswa dapat lebih

santai dalam menerima materi pelajaran. Akan tetapi dari hasil observasi awal

yang dilakukan, meskipun metode ceramah ini disampaikan dengan beberapa

kali selingan kalimat-kalimat yang lucu dari guru, justru membuat siswa

menjadi tidak fokus terhadap materi yang disampaikan guru. Sementara itu

dari hasil wawancara, siswa mengatakan bahwa siswa merasa senang pada

saat guru mengeluarkan kata-kata yang lucu yang membuat siswa tertawa.

Akan tetapi pada saat guru kembali pada materi dan menjelaskan dengan

serius, siswa merasa bosan mendengarkan ceramah teori-teori yang

disampaikan oleh guru.

Siswa berpendapat seharusnya pelajaran seni budaya adalah

pelajaran yang menyenangkan, seperti misalnya menggambar, bernyanyi,

main music, melukis, mengukir, dan prkatek-praktek yang lainnya serta tidak

dipenuhi oleh teori-teori.

Siswa merasa pembelajaran materi apresiasi kurang bervariasi,

sehingga tak jarang siswa yang melakukan aktifitas lain karena merasa bosan

Page 76: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

dalam mengikuti pelajaran. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada

beberapa siswa di kelas X-4, siswa menginginkan pembelajaran yang lebih

bervariasi, misalnya jalan-jalan ke lapangan secara langsung, atau sekedar

melihat video pengetahuan seperti yang dilakukan guru-guru mata pelajaran

lainnya. Sedangkan menurut guru, sebelum siswa terjun ke lapangan, siswa

harus terlebih dahulu mengetahui dan mengenal materi pelajaran.

Dari beberapa kali tatap muka pelajaran seni budaya yang peneliti

amati pada kelas X-4, terlihat proses pembelajaran yang hampir sama, baik

kegiatan yang dilakukan guru maupun siswanya. Guru membuka pelajaran

dengan mengucapkan salam. Dalam setiap proses pembelajaran guru tidak

pernah memanggil nama siswa satu persatu (absensi), tetapi langsung

menanyakan pada ketua kelas siapa yang tidak masuk pada hari tersebut.

Setelah itu guru langsung menjelaskan pada siswa mengenai materi pelajaran

yaitu mengenai karya seni rupa terapan daerah setempat. Setelah

menjelaskan, guru memerintahkan siswa untuk mengerjakan LKS lalu

dikumpulkan pada akhir pelajaran. Guru kemudian menutup pelajaran.

b. Tahap Observasi Awal

Suasana di kelas X-4 yang berjumlah 34 siswa pada 10 menit awal

pelajaran, sangat tenang dan kondusif dalam melaksanakan proses

pembelajaran. Setiap siswa tampak memperhatikan penjelasan dari guru.

Beberapa diantaranya ada yang mencatat materi yang disampaikan oleh guru.

Dalam menjelaskan materi pelajaran, guru seringkali melontarkan beberapa

kalimat lucu yang membuat siswa tertawa. Berikut ini gambar suasana

pembelajaran siswa kelas X-4 pada 10 menit awal pelajaran.

Page 77: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Gambar 12. Kondisi Pembelajaran Apresiasi Seni Terapan Daerah, Guru

Menggunakan Metode Ceramah di Kelas X-4

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Pada menit berikutnya, suasana kelas mulai tidak kondusif karena

siswa merasa bosan. Beberapa siswa tampak kurang antusias dengan

pelajaran dan tidak memperhatikan penjelasan materi apresiasi yang

disampaikan guru. Kalimat-kalimat lucu yang sering dilontarkan guru justru

menjadi bumerang dalam proses pembelajaran, yang menyebabkan siswa

terlalu santai dan tidak terfokus pada materi yang disampaikan. Beberapa

siswa terlihat membicarakan lelucon yang baru saja disampaikan guru, dan

tidak kembali fokus pada materi yang sedang dipelajari.

Sesekali terlihat guru menampilkan gambar untuk mendukung

penyampaian materi pelajaran. Akan tetapi beberapa siswa terlihat tetap tidak

memperhatikan. Hal ini dikarenakan gambar yang ditampilkan guru kurang

menarik. Gambar-gambar yang diperlihatkan guru adalah gambar-gambar

print cetak ukuran A4 ataupun fotokopi dari buku, dan berupa gambar-

gambar hasil karya kakak kelas mereka sebelumnya.

Kelas menjadi semakin tidak kondusif pada saat guru

memerintahkan siswa untuk mulai mengerjakan LKS. Banyak siswa yang

melakukan aktifitas lain, misalnya ada yang tidur, berbicara dengan teman

sebangkunya, atau mengerjakan tugas pelajaran lain. Berikut ini beberapa

gambar suasana kelas X-4 yang sudah tidak lagi kondusif pada saat

pembelajaran materi apresiasi seni berlangsung.

Page 78: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

Gambar 13. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi

Apresiasi Seni.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Gambar 14. Siswa yang Tidur Pada Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi

Apresiasi Seni.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Gambar 15. Siswa yang Berbicara Sendiri dengan Teman Sebangku Pada

Saat Guru Sedang Menjelaskan Materi Apresiasi Seni.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Page 79: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

Gambar 16. Tampak Beberapa Siswa sedang Bercanda dengan Temannya

Pada Saat Guru Meminta Siswa untuk Mengerjakan LKS.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Gambar 17. Suasana Kelas yang Tampak Mulai Tidak Kondusif

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Pada saat siswa mengerjakan LKS, guru jarang sekali berjalan

mengelilingi kelas untuk sesekali mengontrol siswa yang sedang mengerjakan

LKS. Dari empat kali pertemuan, guru hanya 3 kali berkeliling kelas dan

lebih banyak duduk di depan kelas sambil menunggu siswa-siswinya selesai

mengerjakan LKS. Hal ini mengakibatkan kurangnya pemantauan dari guru,

sehingga seringkali guru tidak mengetahui beberapa siswanya yang tidur,

bahkan mengerjakan tugas pelajaran lain, atau sekedar bercanda dengan

teman sebangkunya.

Page 80: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Setelah mengerjakan LKS, siswa diminta untuk mengumpulkan LKS

tersebut dan dinilai. Guru juga pernah memberikan tugas rumah bagi

siswanya untuk membuat makalah mengenai batik tradisional.

Materi apresiasi seni rupa terapan daerah memang didominasi

dengan teori yang membuat siswa kurang antusias, karena menurut siswa

pelajaran seni budaya seharusnya menjadi pelajaran yang menyenangkan dan

menghibur, bukan pelajaran yang dipenuhi dengan pemberian teori-teori.

Padahal, materi apresiasi seni pada dasarnya adalah pengenalan tentang

konsep atau makna, latar belakang sosial, budaya, dan sejarah di mana karya

seni rupa dihasilkan serta makna-makna dan nilai-nilai pada karya seni rupa

tersebut. Sehingga teori-teori tentu sangat dibutuhkan siswa dalam melakukan

apresiasi seni.

Pemberian materi melalui metode ceramah dan penugasan yang

berulang-ulang, proses pembelajaran menjadi monoton, sehingga materi yang

disampaikan oleh guru tidak dapat ditangkap dengan baik oleh siswa.

Penerimaan dan penangkapan materi yang kurang baik oleh siswa berakibat

pada rendahnya kemampuan siswa dalam mengapresiasi karya seni rupa

terapan daerah yang berakibat pada rendahnya prestasi belajar siswa pada

materi ini.

Tahap observasi dilakukan untuk mengetahui kondisi yang terjadi

secara langsung dengan maksud mengetahui tingkat kemampuan awal siswa

dalam mengapresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat, yaitu Batik

Surakarta yang meliputi aspek afektif dan kognitif. Aspek kognitif diukur

berdasarkan pemahaman siswa terhadap materi yang telah disampaikan.

Pemahaman siswa tersebut dapat dilihat dari perolehan nilai siswa pada tugas

yang diberikan guru atau dalam bentuk LKS. Sedangkan aspek afektif

diantaranya ialah kehadiran siswa, memperhatikan materi yang disampaikan,

keaktifan siswa di dalam kelas yang meliputi bertanya dan berpendapat,

mengerjakan tugas, dan ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas.

Hasil observasi dan data-data yang diperoleh dari guru maupun

lapangan menunjukkan bahwa masih banyak diantara siswa kelas X-4 yang

Page 81: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

belum tuntas hasil belajarnya baik dari aspek afektif maupun kognitif. Secara

umum dapat ditarik kesimpulan bahwa banyaknya siswa yang belum

mencapai ketuntasan dalam belajarnya menunjukkan rendahnya kemampuan

siswa dalam mengaparesiasi karya seni rupa daerah setempat. Berdasarkan

data yang diperoleh dari observasi awal di kelas X-4, sebanyak 15 siswa atau

44 % dari 34 siswa kurang mampu menunjukkan sikap menghargai terhadap

karya seni terapan daerah (khususnya Batik Surakarta) dengan baik.

Sedangkan pada pemahaman materi sebanyak 14 siswa atau 41% dari 34

siswa belum memenuhi standar KKM yang menunjukkan siswa kurang

memahami materi apresiasi seni dengan baik. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat pada grafik dibawah ini.

35

30

25 Belum Tuntas

20 Sudah Tuntas

15

10

5 44% 56% 41% 59%

0

A B

Gambar 18. Grafik Persentase Hasil Aspek Afektif dan Kognitif Siswa pada

Kondisi Awal

c. Tahap Refleksi Awal

Berdasarkan observasi yang dilakukan peneliti beberapa kali,

pembelajaran apresiasi seni rupa terapan daerah setempat terlihat kurang

efektif dan efisien. Selama ± 2 x 45 menit guru memberikan ceramah dan

penugasan LKS. Waktu tersebut seharusnya dapat membuat siswa memahami

apa yang sudah disampaikan oleh guru. Akan tetapi yang terjadi justru

sebaliknya, sebagian besar siswa kurang memahami materi yang disampaikan

oleh guru dengan metode ceramah dan penugasan LKS. Padahal guru sudah

berusaha untuk menarik perhatian siswa agar tidak bosan yaitu dengan

Keterangan:

A: Afektif

B: Kognitif

Page 82: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

melontarkan lelucon-lelucon di sela-sela penjelasan materi. Sehingga yang

terjadi adalah guru dan siswa sudah membuang waktu dan tenaganya untuk

hasil yang tidak maksimal.

Dari observasi yang dilakukan peneliti maka diperoleh data bahwa

siswa terlihat kurang antusias dalam menerima materi berupa teori dalam

pelajaran seni budaya. Hal ini dapat dilihat dari keafektifan siswa, yaitu

kehadiran siswa, perhatian siswa pada materi yang disampaikan, keaktifan

siswa dalam bertanya dan berpendapat, mengerjakan tugas, serta ketepatan

waktu dalam mengumpulkan tugas. Fakta lain yang peneliti temukan di

lapangan yaitu masih banyaknya siswa yang kurang memahami materi yang

disampaikan oleh guru melalui metode ceramah, hal ini dibuktikan dengan

masih adanya siswa yang memiliki nilai kognitif di bawah KKM.

Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa, maka diketahui bahwa

siswa cenderung merasa bosan pada saat guru menyampaikan materi yang

berupa teori. Siswa mengeluhkan bahwa guru kurang memberikan variasi

dalam mengajar. Sementara itu dari hasil wawancara dengan guru, guru

menyadari bahwa ia kurang dapat memberikan alternatif metode pengajaran

lain yang mampu membangkitkan antusiasme siswa. Hal ini dikarenakan

kurangnya kemampuan guru dalam mengoptimalkan fasilitas yang ada di

dalam kelas. Disamping itu, pihak sekolah yang tidak menyediakan ruang

khusus seni rupa atau galeri di sekolah sehingga kegiatan siswa untuk

berapresiasi seni kurang maksimal. Sekolah memberikan fasilitas untuk

seluruh mata pelajaran berupa komputer LCD, proyektor LCD, dan layar

proyektor, yang masing-masing terdapat di dalam setiap kelas.

Dari hasil observasi tersebut, maka peneliti dan guru melakukan

refleksi untuk mencari solusi yang dapat mengatasi permasalahan di kelas,

yaitu melakukan upaya untuk meningkatkan apresiasi seni siswa terhadap

seni rupa terapan daerah. Tindakan perbaikan yang pertama di lakukan ialah

dengan meningkatkan keaktifan siswa di dalam kelas pada saat pelajaran

berlangsung. Upaya peningkatan ini dilakukan dengan menarik antusiasme

dan perhatian siswa agar dapat menangkap materi yang diajarkan, yang

Page 83: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

selanjutnya siswa diharapkan mampu memahaminya dengan baik. Dari hasil

kegiatan refleksi dengan guru, maka diperoleh solusi untuk permasalahan

kelas X-4, yaitu menyampaikan materi dengan menggunakan media audio

visual pengetahuan tentang batik. Solusi ini diperoleh mengingat sebelumnya

guru belum pernah mencoba untuk menggunakan media audio visual sebagai

variasi dalam mengajarnya. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan

siswa, ternyata siswa lebih menyukai penyampaian materi yang diselingi

dengan pemberian gambar-gambar bersuara, atau film dokumenter agar tidak

bosan dengan materi apresiasi seni yang memang dipenuhi dengan teori-teori.

Fasilitas dari sekolah yang tersedia selama ini juga kurang dimanfaatkan

dalam pembelajaran, sehingga peneliti dan guru dalam hal ini berupaya untuk

meningkatkan apresiasi seni siswa dengan memanfaatkan fasilitas yang sudah

ada.

Proses tindakan perbaikan ini akan dilaksanakan dalam 2 siklus,

masing-masing siklus 2 pertemuan. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu: 1)

Tahap Perencanaan, merupakan persiapan peneliti sebelum terjun ke

lapangan, pada tahap ini peneliti membuat rencana penelitian,

mempersiapkan rencana pembelajaran, mempersiapkan media yang akan

digunakan dalam penelitian, dan lain-lain; 2) Tahap Pelaksanaan Tindakan,

ialah penerapan dari perncanaan dan scenario pembelajaran yang sudah

disiapkan; 3) Tahap Observasi, dilakukan untuk mengatahui keadaan

lapangan dengan mengamati secara langsung; 4) Tahap Refleksi, dilakukan

dengan mengevaluasi proses pembelajaran siswa, hasil tes, media yang

digunakan, serta hasil wawancara. Refleksi ini dilakukan untuk menggali

masalah-masalah yang terjadi selama proses pembelajaran, kemudian

dilakukan perbaikan tindakan untuk mengatasi permasalahan tersebut.

Page 84: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

B. Deskripsi Siklus I

1. Perencanaan Tindakan

Kegiatan perencanaan tindakan siklus I dilaksanakan pada hari

Minggu 8 Agustus 2010 di rumah Ibu Dra. DM. Krisbiyanti, selaku guru

mata pelajaran Seni Budaya kelas X-4. Peneliti bersama guru mendiskusikan

rencana tindakan yang dilaksanakan dalam proses penelitian ini. Kemudian

dari hasil diskusi tersebut disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus

I akan dilaksanakan dalam waktu dua kali pertemuan, dan dimulai pada hari

Sabtu, 21 Agustus 2010.

Tahap perencanaan tindakan pada siklus I ini meliputi:

1) Menentukan materi pembelajaran apresiasi seni rupa terapan daerah

setempat, yaitu Batik Surakarta.

2) Menyiapkan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang akan

dilaksanakan pada proses belajar mengajar (PBM). Sub materi yang akan

disampaikan pada siklus I ini adalah ”Sejarah Batik Surakarta” dan

”Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”.

3) Menyiapkan media pembelajaran, yaitu media audio visual berupa

gabungan dari slide suara dan film dokumenter.

2. Pelaksanaan Tindakan

Pelaksanaan tindakan siklus I dilaksanakan sebanyak dua kali

pertemuan, yakni pada hari Sabtu, tanggal 21 Agustus 2010 dan Sabtu tanggal

28 Agustus 2010. Setiap pertemuan dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x

45 menit. Peneliti menyiapkan media audio visual yang akan ditayangkan ± 5

menit sebelum pelajaran dimulai. Materi yang diajarkan merupakan

pengembangan dari silabus kelas X semester 1.

1) Pertemuan 1

Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 21 Agustus

2010. Pembelajaran pada pertemuan 1 dilaksanakan sesuai dengan rencana

pembelajaran yang sudah disusun pada saat perencanaan tindakan. Sub

materi pelajaran yang akan diberikan pada pertemuan 1 ini adalah “Sejarah

Munculnya Batik Surakarta”. Sebelum melaksanakan proses pembelajaran,

Page 85: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

guru dan siswa mempersiapkan diri terlebih dahulu. Guru dibantu oleh

peneliti dan salah satu siswa untuk mempersiapkan proyektor LCD agar

berjalan dengan lancar. Persiapan ini memakan waktu ± 5 menit.

Pembukaan pelajaran dimulai dengan guru memberikan

apersepsi mengenai Batik Surakarta. Tampak suasana kelas cukup tenang

dan memperhatikan apersepsi yang disampaikan guru. Dalam apersepsi

tersebut guru memberi pertanyaan kepada siswa mengenai sejarah Batik

Surakarta. Guru bertanya adakah diantara siswa yang sudah mengetahui

bagaimana sejarah munculnya Batik Surakarta. Banyak siswa yang

menjawab belum, dan beberapa siswa lainnya hanya diam saja. Kemudian

guru sedikit menjelaskan secara umum mengenai sejarah Batik Surakarta

kepada siswa. Kegiatan apersepsi ini dilakukan ± 5 menit.

Seusai memberikan apersepsi kepada siswa, guru

memberitahukan kepada siswa bahwa akan memutarkan media audio

visual tentang sejarah Batik Surakarta, kemudian meminta siswa untuk

memperhatikan dan menyimak media audio visual yang ditampilkan.

Pemutaran media audio visual ini berlangsung ± 10 menit.

Setelah siswa menyimak media audio visual, guru kemudian

memberikan kesempatan kepada siswa untuk menanggapi isi materi yang

sudah diputar kemudian guru mengulas dan menjelaskan kembali tentang

sejarah munculnya Batik Surakarta. Setelah menjelaskan, guru

mempersilahkan siswa untuk bertanya apabila ada hal yang kurang

dimengerti dan menyampaikan tanggapannya mengenai materi yang sudah

disampaikan. Kegiatan ini berlangsung selama ± 15 menit.

Pada pertemuan 1 ini tidak ada siswa yang bertanya maupun

memberikan tanggapannya secara lisan, sehingga guru langsung

menjalankan skenario berikutnya yaitu memberikan soal tes kepada siswa

tentang materi yang telah disampaikan melalui media audio visual, yaitu

sejarah Batik Surakarta. Siswa mengerjakan soal tes esai untuk mengukur

pemahamannya dengan alokasi waktu selama ± 30 menit.

Page 86: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Setelah waktu pengerjaan soal habis, guru meminta siswa untuk

segera mengumpulkan lembar jawabannya dan diberi waktu ± 2 menit.

Kemudian, setelah semua siswa mengumpulkan lembar jawabannya, guru

mengajak siswa untuk membahas secara lisan satu-persatu soal yang sudah

dikerjakan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin mengutarakan

pendapatnya, kemudian mendiskusikan bersama siswa mengenai jawaban

dari soal yang dibahas. Hal ini dilakukan hingga semua soal terjawab.

Alokasi waktu selama ± 15 menit.

Seusai pembahasan jawaban, guru menyimpulkan sub materi

pelajaran pada pertemuan 1 dengan alokasi ± 5 menit, kemudian

dilanjutkan menutup proses pembelajaran dengan salam.

2) Pertemuan 2

Pertemuan ke 2 dilaksanakan pada minggu berikutnya yaitu pada

hari Sabtu, tanggal 28 Agustus 2010. Pada pertemuan ini tindakan yang

dilakukan sama dengan pertemuan 1. Hanya saja sub materi yang

diajarkan berbeda, yaitu tentang “Jenis-Jenis Batik Berdasarkan Proses

Pembuatannya”. Skenario yang dilakukan pada pertemuan 2 ini antara lain

persiapan, melihat media audio visual, guru menjelaskan kembali

mengenai materi, kemudian siswa mengerjakan tes, dan kegiatan terakhir

adalah mendiskusikan jawaban siswa.

3. Observasi Siklus I

Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan

perbaikan di kelas. Agar kegiatan ini berjalan dengan baik, peneliti

menggunakan instrumen berupa tabel data yang harus diisi sesuai fakta yang

terjadi di lapangan untuk membantu peneliti dalam mengamati hal-hal yang

terjadi.

1) Pertemuan 1

Selama tindakan perbaikan, peneliti mengamati jalannya proses

pembelajaran apresiasi seni terapan daerah setempat di kelas X-4 SMA

Negeri 1 Surakarta. Sedangkan guru bertindak menjalankan proses

pembelajaran sesuai dengan skenario yang sudah direncanakan bersama

Page 87: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

peneliti. Peneliti mengambil posisi paling belakang di kelas untuk

mengamati proses pembelajaran agar tidak mengganggu pelaksanaan

proses pembelajaran menggunakan media audio visual.

Pada pelaksanaan proses pembelajaran apresiasi seni terapan

daerah setempat, yaitu Batik Surakarta, seluruh siswa kelas X-4 hadir,

yaitu sebanyak 34 siswa. Kemudian guru mengawali pelajaran dengan

memberikan apersepsi terlebih dahulu mengenai sub materi pelajaran

pada hari tersebut sesuai dengan RPP yang telah disepakati sebelumnya.

Sementara itu seluruh siswa terlihat memperhatikan penjelasan guru. Hal

ini berlangsung selama ± 5 menit.

Pada saat memberikan apersepsi, guru juga memberikan

pertanyaan-pertanyaan tentang materi yang akan dipelajari kepada siswa

agar siswa dapat lebih aktif baik dalam berpendapat maupun bertanya.

Beberapa kali guru terlihat melontarkan pertanyaan kepada siswa sebagai

tes kemampuan awal siswa. Pada kegiatan apersepsi pertemuan pertama

ini, terlihat beberapa siswa saja yang menanggapi pertanyaan-pertanyaan

guru yaitu sebanyak 15 siswa, sedangkan siswa lainnya hanya diam dan

mendengarkan.

Setelah melakukan apersepsi, guru kemudian melanjutkan

memberi penjelasan materi tentang “Sejarah Batik Surakarta” dengan

menayangkan media audio visual melalui LCD proyektor. Pada saat

media audio visual diputar, suasana kelas tampak tenang karena seluruh

siswa memperhatikan tayangan audio visual tersebut. Tayangan ini

memiliki durasi ± 10 menit. Pada menit ke 8 tampak 4 siswa mulai tidak

memperhatikan media audio visual yang ditayangkan. Dari keempat

siswa tersebut, tiga siswa diantaranya bercanda, dan satu siswa terlihat

mengerjakan tugas pelajaran lain.

Page 88: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Gambar 19. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual

Pengetahuan Batik Tentang “Sejarah Batik Surakarta”

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Setelah menayangkan media audio visual, guru memberi

penjelasan lebih lanjut mengenai isi materi kemudian mempersilahkan

siswa untuk mengutarakan pendapatnya. Pada saat guru memberi

penjelasan mengenai sub materi pelajaran, sebagian besar siswa terlihat

menyimak. Hanya saja masih ada beberapa siswa yang melakukan

aktifitas lain. Sebanyak 6 siswa tidak memperhatikan penjelasan guru.

Dari keenam siswa tersebut, 4 orang terlihat berbicara sendiri dan

bercanda, sedangkan 2 siswa lainnya mengerjakan tugas pelajaran

matematika.

Gambar 20. Siswa yang Mengerjakan Tugas Pelajaran Lain

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Page 89: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

Pada saat siswa melakukan aktifitas lain seperti misalnya tidur,

mengerjakan tugas pelajaran lain, atau berbicara sendiri dengan teman

sebangkunya, guru tidak mengetahui hal tersebut, sehingga guru tidak

memberi teguran pada siswa yang tidak memperhatikan tersebut.

Penjelasan guru ini dilakukan selama ±15 menit. Setelah guru

memberikan penjelasan, guru memberi kesempatan kepada siswa untuk

menanyakan materi yang bagi siswa belum jelas. Namun karena tidak

ada yang bertanya, maka guru langsung memberikan tugas kepada siswa

berupa soal tes mengenai materi apresiasi seni yaitu tentang “Sejarah

Batik Surakarta”.

Siswa kemudian mengerjakan soal tes yang diberikan guru

dengan alokasi waktu 30 menit untuk mengerjakan. Pada saat

mengerjakan soal tes, siswa terlihat serius dalam mengerjakannya.

Setelah 30 menit, guru memerintahkan siswa untuk segera

mengumpulkan lembar jawabannya. Siswa diberi waktu 2 menit untuk

segera mengumpulkan lembar jawabannya. Jika lebih dari 2 menit, maka

siswa dianggap tidak mengumpulkan tepat waktu. Pada saat

pengumpulan lembar jawaban pada pertemuan pertama ini, sebanyak 27

siswa yang mengumpulkan lembar jawaban tepat pada waktunya,

sedangkan 7 siswa lainnya tidak tepat waktu dalam mengumpulkan

lembar jawaban.

Gambar 21. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Page 90: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

Setelah semua lembar jawaban siswa terkumpul, kemudian

guru mengajak siswa untuk mengulas kembali dan menjawab soal

dengan lisan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin menjawab

soal secara lisan atau menanggapi jawaban temannya. Kegiatan ini

berlangsung selama ± 15 menit. Sebanyak 20 siswa ikut berpartsipasi

mengutarakan jawabannya. Setelah pembahasan soal-soal tes, guru

mengajak siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu,

kemudian guru dan siswa mempersiapkan diri untuk menutup pelajaran.

Untuk memudahkan penilaian dalam pengamatan, peneliti

menggunakan instrumen yang sudah dibuat sebelumnya. Berdasarkan

pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan pembelajaran tersebut,

diketahui bahwa guru sudah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan

RPP yang telah dibuat dan disepakati bersama peneliti, yaitu guru

memberikan apersepsi pada awal pelajaran, kemudian menayangkan

media audio visual sebagai upaya menarik perhatian siswa agar lebih

memperhatikan materi yang disampaikan.

Penilaian tingkat apresiasi seni siswa khususnya apresiasi

terhadap Batik Surakarta dilakukan meliputi penilaian afektif dan

kognitif siswa. Pada penilaian afektif, terdapat 6 variabel yaitu kehadiran/

presensi siswa, memperhatikan materi yang disampaikan, keaktifan siswa

di dalam kelas yang meliputi bertanya dan berpendapat, mengerjakan

tugas, dan ketepatan waktu dalam mengumpulkan tugas. Hasil

pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat pada lampiran siklus I.

Hasil data dari lapangan pada siklus I pertemuan 1 tersebut

dapat diketahui bahwa secara keseluruhan pada aspek afektif siswa

mengalami peningkatan sebanyak 17% yaitu menjadi 73% atau sebanyak

25 siswa dari 34 siswa. Sedangkan aspek afektif 9 siswa lainnya belum

tuntas. Sementara itu pada penilaian kognitif, siswa harus mencapai nilai

≥75 untuk soal tes yang dikerjakan. Hasil data dari lapangan dapat dilihat

di lampiran siklus I. Dari data tersebut terlihat bahwa dari segi kognitif

siswa, kemampuan siswa dalam memahami materi mengalami

Page 91: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya nilai kognitif

siswa yang ditandai dengan sebanyak 24 siswa atau 71% dari 34 siswa

memiliki nilai yang sudah memenuhi standar KKM. Sementara 10 siswa

lainnya atau 29% masih belum mencapai standar KKM yang sudah

ditentukan.

2) Pertemuan 2

Pertemuan kedua dilaksanakan dengan skenario pembelajaran

yang masih sama dengan pertemuan pertama. Hal ini dilakukan untuk

semakin memperkuat apakah hasil yang dicapai siswa benar-benar

dipengaruhi oleh media yang ditayangkan. Jenis media yang ditampilkan

masih tetap sama yaitu media audio visual pengetahuan batik, namun sub

materi yang dipelajari berbeda. Pada pertemuan kedua ini, materi yang

disampaikan adalah “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses

Pembuatannya”.

Pada pertemuan ke dua ini guru mengawali pelajaran dengan

apersepsi, yaitu sedikit mengulang kembali materi yang dipelajari

sebelumnya dan menyampaikan mengenai materi yang akan dipelajari,

yaitu “Jenis-jenis Batik berdasarkan Proses Pembuatannya”. Kegiatan ini

berlangsung selama ± 5 menit. Siswa yang hadir pada pertemuan kedua

kali ini adalah sebanyak 34 siswa.

Proses pembelajaran berlangsung dengan lancar. Setelah

apersepsi disampaikan, guru memutarkan tayangan media audio visual

mengenai “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”.

Sementara itu seluruh siswa menyimak dengan seksama. Kegiatan

melihat media audio visual ini berlangsung selama ± 10 menit, namun

pada menit ke 9 terdapat 5 siswa yang tidak memperhatikan media lagi.

Mereka terlihat berbicara sendiri dan bercanda dengan teman

sebangkunya.

Page 92: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Gambar 22. Siswa sedang melihat tayangan media audio visual tentang

“Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Setelah melihat tayangan tersebut, guru menjelaskan kembali

materi yang sudah dilihat siswa pada layar proyektor. Pada saat guru

menjelaskan, tampak 4 orang siswa yang tidak memperhatikan

penjelasan guru. Keempat siswa tersebut bercanda dan berbicara sendiri,

sementara itu guru tidak mengetahuinya, hal ini dikarenakan posisi

duduk siswa yang terletak di bagian ujung paling belakang.

Gambar 23. Siswa yang Tidak Memperhatikan Guru pada saat Guru

sedang Menjelaskan Sub Materi “Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses

Pembuatannya”.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Setelah menayangkan media audio visual, guru menjelaskan

kembali mengenai materi yang sudah ditayangkan yaitu tentang “Jenis-

Page 93: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

jenis Batik Berdasarkan Proses Pembuatannya”, guru memberikan tugas

kepada siswa yaitu mengerjakan soal-soal tes tentang materi yang baru

saja dipelajari. Siswa kemudian mengerjakan soal-soal tes dengan alokasi

waktu 30 menit. Setelah 30 menit terlewati, siswa diperintahkan untuk

segera mengumpulkan lembar jawabannya. Pada pertemuan kedua ini,

sebanyak 7 siswa yang tidak tepat waktu dalam mengumpulkan tugasnya.

Setelah seluruh lembar jawaban siswa terkumpul, guru

mengajak siswa untuk mengulas kembali mengenai jawaban siswa

dengan mempersilahkan bagi siswa yang ingin mengutarakan

pendapatnya secara lisan. Ada 18 siswa yang berani menjawab secara

lisan soal-soal tes tersebut. Setelah siswa dan guru berdiskusi mengenai

jawaban-jawaban siswa, guru menyimpulkan materi pelajaran bersama

siswa dengan alokasi waktu ± 5 menit. Kemudian guru dan siswa bersiap

untuk mengakhiri pelajaran.

Data hasil pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat pada

lampiran. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa dari aspek afektif

siswa pada pertemuan kedua ini siswa yang aspek afektinya tuntas adalah

71% atau sebanyak 24 siswa dari 34 siswa. Sedangkan aspek afektif 10

siswa lainnya belum tuntas. Kemudian dari penilaian kognitif, siswa yang

mencapai nilai ≥75 untuk soal tes yang dikerjakan sebanyak 25 siswa

atau 74% dari 34 siswa. Data dapat dilihat pada lampiran.

Dengan demikian, capaian siswa yang sudah tuntas pada aspek

afektif dan kognitif selama proses tindakan perbaikan siklus I dapat

disimpulkan dalam tabel presentase sebagai berikut.

Tabel 5. Data Ketercapaian Siklus I Pembelajaran Apresiasi Seni

No. Pertemuan ke Aspek Afektif Aspek Kognitif

1 Pertemuan ke 1 73% 71%

2 Pertemuan ke 2 71% 74%

RATA-RATA 72% 73%

Page 94: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

Berikut ini adalah grafik afektif dan kognitif siswa dari hasil

rata-rata pertemuan pertama dan kedua pada siklus 1.

35

30

25 Belum Tuntas

20 Sudah Tuntas

15

10

5 28% 72% 27% 73%

0

A B

Gambar 24. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif dan

Kognitif Siswa Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di Siklus I.

Capaian ini belum dapat dikatakan berhasil karena target

indikator pada penelitian ini adalah minimal 80% siswa mampu

menunjukkan sikap menghargai karya seni rupa terapan daerah setempat

dengan baik, dan minimal 80% siswa mampu mengidentifikasi dengan

baik pengetahuan tentang karya seni rupa terapan daerah setempat. Untuk

itu agar indikator penelitian ini tercapai, akan dilanjutkan pada siklus II.

4. Refleksi Siklus I

Setelah dilakukan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan observasi

pada pertemuan 1 dan 2, maka peneliti segera melakukan refleksi bersama

guru. Refleksi dilakukan dengan cara menganalisis nilai hasil tugas siswa

dan proses pembelajaran siswa, hasil observasi, serta hasil wawancara yang

dilakukan oleh peneliti kepada siswa dan guru. Berikut ini merupakan tabel

evaluasi kelemahan dan kelebihan media audio visual siklus I, dengan sub

materi: Sejarah Batik Surakarta dan Jenis-jenis Batik Berdasarkan Proses

Pembuatannya.

Keterangan:

A: Afektif

B: Kognitif

Page 95: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

ASPEK VISUAL:

Tabel 6. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus I

No Unsur Evaluasi Keterangan

Kelebihan Kelemahan

1 Kesesuaian

gambar

dengan isi

materi dan

narasi

Gambar yang

muncul sesuai

dengan isi materi

dan narasi, sehingga

memudahkan siswa

memahami materi.

Gambar yang

digunakan berupa

foto, sehingga

gambar dapat

menampilkan

warna, tekstur,

garis, maupun

bentuk seperti

aslinya.

- Pada siklus II

gambar harus

tetap sesuai

dengan isi

materi ajar.

Tetap

menggunakan

gambar foto

agar dapat

menampilkan

seperti aslinya,

sehingga media

tetap menarik

perhatian siswa.

2 Teksline Sesuai dengan isi

materi, narasi, dan

gambar yang muncul

Masih terlalu banyak

tulisan yang

menerangkan

gambar, sehingga

membuat siswa tidak

fokus

Keterangan-

keterangan

tulisan hanya

singkat saja,

sehingga siswa

dapat lebih fokus

pada narasi dan

gambar-gambar

yang muncul.

3 Video

transition

Perpindahan dari satu

gambar ke gambar

lainnya disesuaikan

dengan isi materi dan

narasi

- Pada siklus II,

perpindahan dari

satu gambar ke

gambar lainnya

disesuaikan

dengan isi materi

dan narasi

4 Timeline

per gambar

- Timeline setiap

gambar yang muncul

rata-rata ± 8 detik/

gambar. Hal ini

masih terlalu cepat

bagi siswa untuk

memahami gambar

tersebut, sehingga

siswa menjadi

bingung.

Timeline setiap

gambar lebih

diperpanjang

waktunya.

Page 96: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

ASPEK AUDIO

Tabel 7. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus I

No Unsur Evaluasi Keterangan

Kelebihan Kelemahan

1 Isi pesan

yang

disampaikan

Sesuai dengan

materi yang akan

dipelajari siswa

- Pada siklus II isi

narasi tetap

disesuaikan

dengan materi

ajar.

2 Bahasa

Narasi

Komunikatif, dan

mudah dipahami

oleh siswa

Narator terlalu cepat

dalam penyampaian

pesannya

Narasi lebih

diperlambat

pengucapan

kalimatnya,

sehingga siswa

dapat mengikuti.

3 Volume

narator

- Volume narator

masih terlalu lemah

Volume narator

ditambah

4 Musik/

Backsound

Menggunakan

backsound lagu-lagu

jawa, sesuai dengan

tema materi

pelajaran

- Menggunakan

backsound lagu-

lagu jawa, sesuai

dengan tema

materi pelajaran

Sementara itu berdasarkan pengamatan terhadap pelaksanaan

pembelajaran apresiasi seni rupa terapan daerah setempat dengan

menggunakan media audio visual, dapat disimpulkan masih adanya beberapa

kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran ini. beberapa kelemahan

tersebut diantaranya sebagai berikut.

1. Posisi guru yang lebih banyak di depan kelas pada saat mengajar,

membuat siswa yang duduk di bagian belakang kurang termonitor.

Termasuk juga pada saat penayangan media audio visual, terlihat ada

beberapa siswa yang tidak memperhatikan secara utuh. Untuk mengatasi

hal ini, maka pada siklus ke II, sebaiknya guru tidak hanya memonitori

siswa yang dibagian depan saja, tetapi juga siswa yang duduk di

belakang dan mengajak mereka agar ikut aktif dalam pembelajaran.

2. Keaktifan guru dalam mengajak siswanya untuk ikut aktif dalam

pembelajaran juga perlu ditingkatkan. Pada siklus I ini, tidak ada satupun

siswa yang bertanya, sehingga interaksi antara siswa dan guru hanya

Page 97: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

sebatas pada pendapat yang disampaikan oleh siswa saja. Untuk itu pada

siklus kedua nantinya, guru kesempatan lebih banyak kepada siswa agar

lebih aktif baik dalam bertanya maupun berpendapat sehingga dapat

diketahui apakah siswa benar-benar sudah memahami materi atau malah

tidak memahami samasekali.

3. Media audio visual yang digunakan merupakan gabungan dari slide suara

dan film dokumenter. Pada gambar slide yang bersuara, kekurangannya

adalah terlalu banyak gambar-gambar yang muncul dan durasi

penayangannya yang terlalu cepat, sehingga siswa terlalu terfokus pada

gambar-gambar yang muncul. Sementara itu, narasi yang terdengar juga

terlalu cepat dalam menjelaskan materi yang ingin disampaikan. Hal ini

membuat banyak siswa yang merasa bingung dan kurang dapat

menangkap materi sepenuhnya. Dengan demikian, untuk siklus ke dua

maka media audio visual dibuat lebih menarik, yaitu dengan

memperpanjang durasi munculnya gambar serta menampilkan gambar-

gambar yang mewakili narasi, sehingga tidak terlalu banyak dibutuhkan

gambar yang muncul. Kemudian penjelasan narasi lebih diperlambat cara

penyampaiannya.

4. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dan diskusi bersama guru,

maka diputuskan untuk memutar tayangan media audio visual diulang

sebanyak dua kali. Hal ini dimaksudkan agar siswa dapat lebih

memahami dan mengerti isi materi yang disampaikan.

Page 98: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

C. Deskripsi Siklus II

1. Perencanaan Tindakan Siklus II

Kegiatan perencanaan tindakan siklus II dilaksanakan pada hari

Jumat, 3 September 2010 di rumah Ibu Dra. DM. Krisbiyanti, selaku guru

mata pelajaran Seni Budaya kelas X-4. Dari hasil refleksi siklu I, peneliti dan

guru kemudian mendiskusikan rencana tindakan untuk siklus ke II. Kemudian

dari hasil diskusi tersebut disepakati bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus

II akan dilaksanakan dalam dua kali pertemuan, dan dimulai pada hari Sabtu,

25 September 2010.

Tahap perencanaan tindakan pada siklus II ini meliputi menyiapkan

Sub materi yang akan disampaikan, yaitu ”Proses Pembuatan Batik” dan

”Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaannya”, menyiapkan skenario

untuk guru agar dapat lebih berinterkasi dengan siswa secara keseluruhan,

serta memperbaiki kualitas tampilan media audio visual agar lebih menarik

berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan.

Skenario yang direncanakan pada siklus kedua diantaranya guru

sebaiknya lebih sering mengelilingi kelas agar siswa dapat terpantau secara

menyeluruh, sehingga siswa yang duduk di bagian belakang dapat mengikuti

pelajaran dengan baik dan ikut aktif selama pembelajaran berlangsung.

Berdasarkan wawancara dengan siswa dan hasil refleksi siklus I, media audio

visual ditayangkan dua kali agar siswa benar-benar memahami materi.

2. Pelaksanaan Tindakan Siklus II

Siklus ke II ini dilaksanakan dengan skenario pembelajaran yang

tidak jauh berbeda dengan Siklus I, peneliti dan guru hanya melakukan

perbaikan pada tindakan guru dalam berinteraksi dengan siswa di kelas dan

memperbaiki tayangan media audio visual agar lebih menarik perhatian

siswa, sehingga diharapkan siswa dapat menerima materi pelajaran yang

disampaikan dengan baik. Siklus II ini dilakukan sebanyak dua kali

pertemuan yaitu pada hari Sabtu 25 September 2010 dan 2 Oktober 2010.

Setiap pertemuan dilaksanakan dengan alokasi waktu 2 x 45 menit. Peneliti

Page 99: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

menyiapkan media audio visual yang akan ditayangkan ± 5 menit sebelum

pelajaran dimulai.

a) Pertemuan 1

Pertemuan 1 dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 25 September

2010. Pembelajaran pada pertemuan 1 dilaksanakan sesuai dengan

skenario pembelajaran yang sudah disusun pada saat perencanaan

tindakan. Sub materi pelajaran yang akan diberikan pada pertemuan 1 ini

adalah “Proses Pembuatan Batik”. Pembukaan pelajaran dimulai dengan

guru memberikan apersepsi mengenai proses pembuatan batik. Suasana

kelas terlihat cukup tenang dan siswa memperhatikan apersepsi yang

disampaikan guru. Dalam apersepsi tersebut guru melontarkan

pertanyaan kepada siswa yaitu adakah diantara siswa yang sudah

mengetahui bagaimana kain batik dibuat. Beberapa siswa ada yang

menjawab sudah tahu, ada juga yang menjawab belum. Kemudian guru

menunjuk 2 siswa secara acak yang sudah mengetahui bagaimana cara

pembuatan batik untuk menjelaskan secara singkat kepada teman-

temannya bagaimana batik dibuat. Kegiatan apersepsi ini dilakukan ± 5

menit.

Kemudian setelah kedua siswa tersebut selesai mengungkapkan

secara lisan pengetahuannya tentang proses pembuatan batik, guru

mengajak seluruh siswa kelas X-4 untuk memperhatikan tayangan media

audio visual yang ditampilkan di depan kelas melalui layar proyektor

LCD. Dalam tindakan siklus II ini, dilakukan dua kali pemutaran media

audio visual. Hal ini berdasarkan hasil refleksi yang dilakukan peneliti

dan guru, serta wawancara dengan siswa yang meminta tayangan media

audio visual pengetahuan tentang batik untuk diputar lebih dari satu kali.

Kegiatan ini memakan waktu ± 20 menit.

Setelah siswa menyimak media audio visual yang sudah

ditayangkan, guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa

untuk menanggapi isi materi yang sudah diputar melalui layar proyektor

LCD. Kemudian guru mengulas dan menjelaskan kembali tentang Proses

Page 100: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

Pembuatan Batik. Kegiatan ini berlangsung selama ± 15 menit. Setelah

menjelaskan, guru mempersilahkan siswa untuk bertanya apabila ada hal

yang kurang dimengerti.

Pada pertemuan 1 siklus ke II ini, ada 1 siswa yang bertanya

setelah melihat tayangan audio visual tersebut. Setelah guru menjawab

pertanyaan dari siswa guru langsung menjalankan skenario berikutnya

yaitu memberikan soal tes kepada siswa tentang materi yang telah

disampaikan melalui media audio visual, yaitu “Proses Pembuatan

Batik”. Siswa mengerjakan soal tes esai untuk mengukur pemahamannya

dengan alokasi waktu selama ± 25 menit.

Setelah waktu pengerjaan soal habis, guru meminta siswa untuk

segera mengumpulkan lembar jawabannya dan diberi waktu ± 2 menit.

Setelah semua siswa mengumpulkan lembar jawabannya, guru mengajak

siswa untuk membahas secara lisan satu-persatu soal yang sudah

dikerjakan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin mengutarakan

pendapatnya, kemudian mendiskusikan bersama siswa mengenai jawaban

dari soal yang dibahas. Hal ini dilakukan hingga semua soal terjawab.

Alokasi waktu selama ± 15 menit.

Seusai pembahasan jawaban, guru menyimpulkan sub materi

pelajaran pada pertemuan 1 siklus II ini ± 5 menit, kemudian dilanjutkan

menutup proses pembelajaran dengan salam.

b) Pertemuan 2

Pertemuan ke 2 siklus II ini dilaksanakan pada minggu

berikutnya yaitu pada hari Sabtu, tanggal 2 Oktober 2010. Pada

pertemuan ini tindakan yang dilakukan sama dengan pertemuan 1 siklus

II. Hanya saja sub materi yang diajarkan berbeda, yaitu tentang “Makna

Gambar Pola Batik dan Penggunaannya”. Skenario pembelajaran yang

dilakukan adalah perpsiapan guru dan siswa, apersepsi dari guru, melihat

tayangan media audio visual sebanyak 2 kali, kemudian siswa

mengerjakan soal tes kognitif, dan kegiatan pebelajaran diakhiri dengan

pembahasan dan diskusi mengenai jawaban siswa.

Page 101: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

3. Observasi Siklus II

Kegiatan observasi dilakukan pada saat pelaksanaan tindakan

perbaikan di kelas berlangsung. Agar kegiatan ini berjalan dengan baik,

peneliti menggunakan instrumen berupa tabel data yang harus diisi sesuai

fakta yang terjadi di lapangan untuk membantu peneliti dalam mengamati

kegiatan pembelajaran. Dalam kegiatan observasi ini peneliti juga dibantu

oleh saudari Dwita Santiati dalam mendata maupun mencatat peristiwa-

peristiwa yang terjadi di lapangan.

Agar tidak mengganggu jalannya proses pembelajaran menggunakan

media audio visual, peneliti mengambil posisi paling belakang di kelas untuk

mengamati jalannya proses pembelajaran apresiasi seni terapan daerah

setempat di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta.

1) Pertemuan 1

Pada pertemuan 1 siklus II ini, ada satu siswa yang tidak hadir

dikarenakan sakit. Sehingga jumlah keseluruhan siswa X-4 yang hadir

pada pertemuan 1 siklus II ini adalah 33 siswa. Kemudian guru

mengawali pelajaran dengan salam dan memberikan apersepsi terlebih

dahulu mengenai sub materi pelajaran pada hari tersebut sesuai dengan

RPP yang telah disepakati sebelumnya. Apersepsi diberikan dengan

melontarkan pertanyaan kepada siswa. Guru bertanya adakah diantara

siswa yang sudah mengetahui bagaimana kain batik dibuat. Dari

pertanyaan tersebut, beberapa siswa menjawab sudah mengetahui, akan

tetapi sebagian siswa lainnya menjawab belum mengetahui.

Guru kemudian menunjuk dua siswa secara acak yang sudah

mengetahui proses pembuatan batik untuk menjelaskan secara singkat

kepada teman-temannya bagaimana kain batik dibuat. Akan tetapi

jawaban yang disampaikan kedua siswa tersebut kurang lengkap

walaupun secara garis besar sudah benar.

Setelah melakukan apersepsi, guru kemudian melanjutkan

memberi penjelasan materi tentang “Proses Pembuatan Batik” dengan

menayangkan media audio visual melalui layar proyektor LCD. Pada saat

Page 102: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

media audio visual diputar, suasana kelas tampak tenang karena seluruh

siswa memperhatikan tayangan audio visual tersebut. Dalam hal ini

terjadi peningkatan perhatian siswa pada media audo visual yang

ditayangkan. Tayangan ini memiliki durasi ± 10 menit. Posisi guru

berada di belakang kelas untuk memantau siswa sekaligus ikut menyimak

tayangan media audio visual. Pemutaran media audio visual ini dilakukan

sebanyak dua kali, sehingga memakan waktu ± 20 menit.

Media audio visual yang ditampilkan ini masih serupa dengan

audio visual yang dipakai pada siklus I, hanya saja tampilannya

diperbaiki dengan memperpanjang durasi munculnya gambar pada slide

suara, dan perbaikan pada kualitas gambar serta lebih melambatkan suara

narasi.

Suasana kelas pada saat media audio visual ditayangkan tampak

sangat tenang, dan seluruh siswa memperhatikan. Siswa tampak lebih

antusias memperhatikan media yang sedang ditampilkan, dibandingkan

dengan pertemuan pada siklus I. Kualitas gambar yang ditampilkan juga

sudah diperbaiki, begitu juga dengan narasinya. Dalam kegiatan melihat

tayangan media audio visual ini dapat dikatakan seluruh siswa

memperhatikan.

Gambar 25. Seluruh Siswa Memperhatikan dengan Seksama Media

Audio Visual yang Diputar.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Page 103: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

Setelah menayangkan media audio visual, guru memberi

penjelasan lagi mengenai isi materi kemudian mempersilahkan siswa

untuk mengutarakan pendapatnya. Sambil menjelaskan sub materi

pelajaran, guru sesekali berjalan mengelilingi kelas agar perhatian antara

guru dan siswa merata sekaligus dapat memantau siswa secara

keseluruhan.

Gambar 26. Guru Berkeliling Kelas Untuk Memantau Siswanya

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Pada saat guru memberi penjelasan mengenai sub materi

pelajaran, sebagian besar siswa terlihat menyimak dan beberapa siswa

ada yang mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Pada pertemuan 1

siklus ke II ini masih saja ada siswa yang melakukan aktifitas lain.

Sebanyak 4 siswa tidak memperhatikan penjelasan guru. Keempat siswa

tersebut terlihat berbicara sendiri dan bercanda, namun guru yang

mengetahui hal ini segera memberi peringatan pada keempat siswa

tersebut.

Guru memberikan penjelasan selama ±15 menit. Pada setiap

penjelasan yang guru sampaikan, guru selalu memberikan kesempatan

kepada siswa untuk bertanya apabila ada materi yang belum jelas. Pada

sesi ini, ternyata ada satu siswa yang bertanya mengenai “Proses

Pembuatan Batik”. Pertanyaan yang disampaikan siswa tersebut intinya

adalah “Dalam membuat batik apakah kain yang digunakan harus selalu

Page 104: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

kain mori?”. Kemudian guru melempar pertanyaan siswa tersebut kepada

seluruh siswa di kelas, jika ada siswa yang ingin berpendapat mengenai

pertanyaan dari temannya. Ada 5 siswa yang menjawab pertanyaan dari

temannya tersebut kemudian mengungkapkan alasannya.

Setelah siswa mengungkapkan pendapatnya, kemudian guru

menjelaskan bahwa membuat batik dengan bahan kain mori adalah bukan

sebuah keharusan. Melainkan hanya secara umum, kain batik dibuat

dengan menggunakan bahan kain mori. Setelah menjelaskan jawaban

dari pertanyaan siswa, guru kembali mempersilahkan bagi siswa lainnya

yang ingin bertanya, tetapi ternyata tidak ada. Guru melanjutkan kegiatan

belajar dengan memberi soal tes kepada siswa.

Siswa mengerjakan soal tes yang diberikan guru dengan alokasi

waktu ± 25 menit. Pada saat mengerjakan soal tes, siswa terlihat serius

dalam mengerjakannya. Setelah ± 25 menit, guru memerintahkan siswa

untuk segera mengumpulkan lembar jawabannya. Siswa diberi waktu 2

menit untuk segera mengumpulkan lembar jawabannya. Jika lebih dari 2

menit, maka siswa dianggap tidak mengumpulkan tepat waktu. Pada saat

pengumpulan lembar jawaban pada pertemuan pertama ini, sebanyak 30

siswa yang mengumpulkan lembar jawaban tepat pada waktunya,

sedangkan 3 siswa lainnya tidak tepat waktu dalam mengumpulkan

lembar jawaban dan 1 siswa tidak mengerjakan soal tes karena tidak

hadir.

Setelah semua lembar jawaban siswa terkumpul, kemudian

guru mengajak siswa untuk mengulas kembali dan menjawab soal

dengan lisan. Guru mempersilahkan bagi siswa yang ingin menjawab

soal secara lisan dan menanggapi jawaban temannya. Kegiatan ini

berlangsung selama ± 15 menit. Sebanyak 19 siswa ikut berpartsipasi

mengutarakan jawabannya. Setelah pembahasan soal-soal tes, guru

mengajak siswa untuk menyimpulkan materi pelajaran pada hari itu,

kemudian guru dan siswa mempersiapkan diri untuk menutup pelajaran.

Page 105: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Penilaian tingkat apresiasi seni siswa meliputi penilaian afektif

dan kognitif. Data hasil pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat

pada lampiran. Dari data di lapangan tersebut dapat diketahui bahwa

aspek afektif siswa pada pertemuan 1 siklus ke II ini siswa yang aspek

afektifnya tuntas adalah 82% atau sebanyak 28 siswa dari 34 siswa.

Kemudian dari penilaian kognitif, sebanyak 29 siswa yang

mencapai nilai ≥75 untuk soal tes yang dikerjakan. Data hasil

pengamatan aspek kognitif siswa dapat dilihat pada lampiran. Dari data

tersebut terlihat bahwa dari segi kognitif siswa, kemampuan siswa dalam

memahami materi mengalami peningkatan. Hal ini dibuktikan dengan

meningkatnya nilai kognitif siswa yang ditandai dengan sebanyak 29

siswa atau 85% dari 34 siswa memiliki nilai ≥75. Sementara 5 siswa

lainnya atau 15% masih belum mencapai standar KKM yang sudah

ditentukan.

2) Pertemuan II

Pertemuan kedua dilaksanakan dengan skenario pembelajaran

yang masih sama dengan pertemuan pertama siklus II. Jenis media yang

ditampilkan masih tetap sama, hanya saja berbeda judul sub materi. Pada

pertemua kedua ini, sub materi yang disampaikan adalah “Makna

Gambar Pola Batik dan Penggunaanya”. Siswa yang hadir pada

pertemuan kedua kali ini adalah sebanyak 34 siswa.

Sama seperti pertemuan pertama, guru mengawali pelajaran

dengan salam kemudian menyampaikan apersepsi mengenai materi yang

akan dipelajari, yaitu “Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaanya”.

Kegiatan ini berlangsung selama ± 5 menit. Guru menyampaikan

apersepsi dengan bertanya kepada siswa apakah siswa mengetahui bahwa

setiap gambar pola batik memiliki makna dan aturan penggunaan

tertentu. Sebagian besar siswa menjawab secara bersamaan bahwa

mereka belum mengetahui makna simbolis pola batik dan

penggunaannya. Beberapa siswa lainnya hanya diam saja, dan hanya satu

siswa saja yang mengaku sudah mengetahui hal tersebut. Kemudian guru

Page 106: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

meminta siswa tersebut untuk menjelaskan apa yang diketahuinya

mengenai makna simbolis pola batik dan penggunaanya. Siswa tersebut

kemudian menjawab pola parang, menurutnya pola parang hanya boleh

digunakan oleh raja.

Gambar 27. Siswa Sedang Menyampaikan Pendapatnya Kepada Guru

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Setelah melakukan apersepsi, guru meminta siswa untuk melihat

tayangan media audio visual dengan seksama. Tayangan audio visual ini

berisi sub materi “Makna Gambar Pola Batik dan Penggunaanya”. Di

dalam media ini terdapat beberapa nama-nama pola Batik Surakarta

beserta makna yang dikandung di dalamnya dan aturan-aturan

penggunaannya.

Kegiatan melihat tayangan media audio visual ini berlangsung

selama ± 2 x 10 menit. Pada menit ke 8 dari pemutaran media audio

visual yang ke dua, tampak 2 siswa mulai tidak memperhatikan media

audio visual yang ditayangkan. Kedua siswa tersebut tampak sedang

bercanda. Akan tetapi karena guru mengetahui hal tersebut, maka guru

segera menegur kedua siswa tersebut agar tidak mengganggu siswa

lainnya.

Page 107: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

Gambar 28. Siswa Sedang Melihat Tayangan Media Audio Visual yang

Sedang Diputar.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Seusai penayangan media audio visual, guru segera memberi

penjelasan mengenai sub materi lebih lanjut, kemudian meminta siswa

untuk menyampaikan pendapatnya mengenai seni rupa terapan daerah

setempat. Pada saat guru memberi penjelasan mengenai sub materi

pelajaran, sebagian besar siswa terlihat memperhatikan, dan sebanyak 4

siswa tidak memperhatikan penjelasan guru. Keempat siswa tersebut

berbicara sendiri dengan teman sebangkunya.

Setiap kali menjelaskan materi, guru selalu menyisipkan

kesempatan kepada para siswa jika ada yang ingin bertanya, terlihat

beberapa kali guru juga melontarkan pertanyaan kepada siswanya untuk

menarik tanggapan dan pendapat dari siswa. Dalam pertemuan ke 2

siklus II ini tidak ada siswa yang bertanya. Siswa lebih banyak

berpendapat atau menanggapi pertanyaan yang dilontarkan guru.

Page 108: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Gambar 29. Siswa Memperhatikan Penjelasan Dari Guru Setelah Melihat

Tayangan Media Audio Visual.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Kemudian siswa kembali mengerjakan soal tes tulis yang

diberikan guru dengan batas waktu ± 25 menit. Pada saat mengerjakan

soal tes, siswa tampak serius dalam mengerjakan. Setelah waktu yang

diberikan habis, guru segera memerintahkan siswa untuk mengumpulkan

lembar jawabannya. Ada 2 siswa yang terlambat dalam mengumpulkan

lebar jawabannya.

Gambar 30. Siswa Sedang Mengerjakan Soal Tes untuk Menguji

Pemahaman Mereka Tentang Materi.

(Dokumentasi: Jauharsari, 2010)

Setelah seluruh siswa mengumpulkan lembar jawabannya, guru

mengajak siswa untuk membahas jawaban dari soal-soal yang sudah

Page 109: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

dikerjakan siswa. Guru memberi kesempatan kepada siswa yang ingin

menyampaikan jawabannya secara lisan. Sebanyak 21 siswa ikut

berpartisipasi dalam menyampaikan jawabannya secara lisan.

Setelah pembahasan soal-soal tes, guru mengajak siswa untuk

menyimpulkan materi pelajaran, kemudian menutup pelajaran dengan

salam. Hasil pengamatan aspek afektif siswa dapat dilihat pada lampiran.

Dari data di lapangan, maka dapat disimpulkan bahwa dalam pertemuan

ke 2 siklus II ini sebanyak 88% atau 30 siswa yang tuntas pada penilaian

afektif. Sedangkan dari aspek penilaian kognitif siswa dapat dilihat pada

lampiran. Dengan demikian, capaian siswa yang sudah tuntas pada aspek

afektif dan kognitif selama proses tindakan perbaikan siklus II dapat

disimpulkan dalam tabel presentase sebagai berikut.

Tabel 8. Data Ketercapaian Siklus II Pembelajaran Apresiasi Seni

No. Pertemuan ke Aspek Afektif Aspek Kognitif

1 Pertemuan ke 1 82% 85%

2 Pertemuan ke 2 88% 91%

RATA-RATA 85% 88%

Berikut ini adalah grafik afektif dan kognitif siswa dari hasil

rata-rata pertemuan pertama dan kedua pada siklus II.

35

30

25 Belum Tuntas

20 Sudah Tuntas

15

10

5 85% 88%

0

A B

Gambar 31. Grafik Presentase Hasil Rata-rata Aspek Afektif dan

Kognitif Siswa Pada Pertemuan Pertama dan Kedua di Siklus II.

15%

Keterangan:

A: Afektif

B: Kognitif

Page 110: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

4. Refleksi Siklus II

Setelah dilakukan tahap perencanaan, pelaksanaan, dan juga

observasi pada pertemuan I dan II pada siklus ke II ini, maka peneliti kembali

melakukan refleksi bersama guru. Refleksi dilakukan untuk mengetahui

keberhasilan tindakan pada setiap siklus yang sudah dilakukan dengan cara

menganalisis nilai hasil tugas siswa dan proses pembelajaran siswa, hasil

observasi, serta hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada siswa

dan guru. Berikut ini merupakan tabel evaluasi media pada aspek visual

maupun audio.

ASPEK VISUAL:

Tabel 9. Evaluasi Aspek Visual Media Siklus II

No Unsur Evaluasi

Kelebihan Kelemahan

1 Kesesuaian

gambar

dengan narasi

Gambar yang muncul

sesuai dengan narasi,

sehingga memudahkan

siswa memahami yang

disampaikan narator

Gambar yang

digunakan berupa foto,

sehingga gambar dapat

menampilkan warna,

tekstur, garis, maupun

bentuk seperti aslinya

-

2 Teksline Sesuai dengan narasi dan

gambar yang muncul, dan

tidak terlalu banyak

tulisan yang menerangkan

gambar

-

3 Video

transition

Video transition hanya

menggunakan satu macam

saja yaitu fade (fade in

dan fade out), sehingga

tidak memecah

konsentrasi siswa

-

4 Timeline per

gambar

Timeline setiap gambar

yang muncul rata-rata ±

12 detik/ gambar

-

Page 111: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

ASPEK AUDIO:

Tabel 10. Evaluasi Aspek Audio Media Siklus II

No Unsur Evaluasi

Kelebihan Kelemahan

1 Isi pesan yang

disampaikan

Sudah sesuai dengan

materi yang akan

dipelajari siswa

-

2 Bahasa Narasi Komunikatif, dan mudah

dipahami oleh siswa dan

lebih pelan dari narasi

media audio visual siklus

II

-

3 Volume

narator

Sudah cukup baik, tidak

terlalu keras dan tidak

terlalu lemah

-

4 Musik/

Backsound

Menggunakan backsound

lagu-lagu jawa, sesuai

dengan tema materi

pelajaran

-

Berdasarkan data-data tersebut maka dapat dinyatakan bahwa

tindakan pada siklus II ini sudah berhasil dan mencapai target indikator yang

sudah ditentukan. Hal tersebut tampak pada uraian sebagai berikut.

1. Terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam menunjukkan sikap

menghargai terhadap karya seni terapan daerah (khususnya Batik

Surakarta) dengan baik. Sebanyak 85% siswa mampu menunjukkan sikap

menghargai karya seni dengan baik, hal ini ditunjukkan melalui penilaian

afektif siswa selama proses pembelajaran menggunakan media audio

visual berlangsung.

2. Terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam mengidentifikasi dengan

baik pengetahuan tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik

Surakarta yang ditunjukkan melalui penilaian kognitif siswa yaitu 88%

siswa sudah mencapai KKM yaitu ≤75.

Page 112: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

D. Pembahasan

Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan selama observasi awal,

siklus I, dan siklus II, dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan baik pada

aspek afektif dan kognitif siswa dalam pembelajaran apresiasi seni rupa terapan

daerah setempat dengan menggunakan media audio visual.

Tabel 11. Data Perbandingan Ketercapaian Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II

Pembelajaran Apresiasi Seni.

No. Pertemuan ke Aspek Afektif Aspek Kognitif

1 Observasi Awal 56% 59%

2 Siklus I 72% 73%

3 Siklus II 85% 88%

Berikut ini adalah grafik perbandingan capaian hasil ketuntasan siswa

dari aspek afektif dan kognitif pada kondisi awal, siklus I, dan siklus II.

35

30 Kondisi Awal

25 Siklus I

20 Siklus II

15

10

5 56% 72% 85% 59% 73% 88%

0

A B

Gambar 32. Grafik Presentase Afektif dan Kognitif Perbandingan Kondisi Awal,

Siklus I, dan Siklus II.

Sementara itu rincian pelaksanaan pembelajaran apresiasi karya seni rupa

daerah setempat di kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta dapat dilihat pada tabel

perbandingan kondisi awal, siklus I, dan siklus II berikut ini.

Keterangan:

A: Afektif

B: Kognitif

Page 113: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

Tabel 12. Perbandingan Kondisi Awal, Siklus I, dan Siklus II Aspek

Perbedaan Observasi Awal Siklus I Siklus II

Jumlah

Pertemuan 4 kali 2 kali 2 kali

Tanggal 24, 31, Juli 2010

7, 14 Agustus 2010

21 Agustus 2010

28 Agustus 2010

25 September 2010

2 Oktober 2010

Materi Apresiasi Seni Rupa

Terapan Daerah

Apresiasi Seni Batik

Surakarta

Apresiasi Seni Batik

Surakarta

Sub Materi Pengertian Seni

Terapan

Sifat-sifat Dasar Seni

Terapan

Fungsi dan Tujuan

Seni

Jenis-jenis Seni Rupa

Terapan Daerah

Menilai Karya Seni

Rupa Terapan Daerah

Setempat.

Sejarah Batik

Surakarta

Jenis-jenis Batik

Berdasarkan Proses

Pembuatannya

Proses Pembuatan

Batik

Makna Gambar Pola

Batik Surakarta dan

Penggunaannya

Metode/

Tindakan

Guru

Ceramah

Pemberian tugas,

yaitu mengerjakan

LKS

Melihat tayangan

media audio visual

yang diputar 1 kali.

Diskusi

Pemberian tugas

berupa soal tes tertulis

Melihat tayangan

media audio visual

yang diputar

sebanyak 2 kali.

Diskusi

Pemberian tugas

berupa soal tes

tertulis

Media yang

digunakan

guru

Media visual yang

berupa gambar print

cetak ataupun

fotokopi brukuran A4

yang tidak berwarna

Gambar pola batik

hasil karya kakak

kelas sebelumnya

Ditampilkan dengan

cara dipegang oleh

guru di depan kelas

Media Audio Visual

(gabungan dari slide

suara dan film

dokumenter)

Pengetahuan Batik

tentang ”Sejarah Batik

Surakarta” dan ”Jenis-

jenis Batik

Berdasarkan Proses

Pembuatannya”.

Durasi keseluruhan

tampilan selama ± 10

menit.

Pada slide suara,

gambar yang

digunakan adalah

berupa foto, dengan

timeline per gambar ±

8 detik.

Media diputar

sebanyak 1 kali.

Media Audio Visual

(gabungan dari slide

suara dan film

dokumenter)

Pengetahuan Batik

tentang “Proses

Pembuatan Batik”

dan “Makna Gambar

Pola Batik Surakarta

dan Penggunaannya”.

Durasi keseluruhan

tampilan selama ± 10

menit.

Pada slide suara,

gambar yang

digunakan adalah

berupa foto, dengan

timeline per gambar

± 12 detik.

Media diputar

sebanyak 2 kali

Kelebihan

Metode Guru

Guru menyampaikan

ceramah materi

dengan gaya humoris

yang disukai oleh

Metode Guru

Gaya humoris guru

dalam mengajar

membuat

pembelajaran semakin

Metode Guru

Guru meningkatkan

keaktifan siswa

dengan leih sering

melontarkan

Page 114: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

siswa-siswa.

Guru menguasai

materi

Media

Garis sudah

membentuk sesuai

dengan benda aslinya,

sehingga siswa dapat

mengetahui benda apa

yang sedang

ditampilkan guru

Beberapa gambar

memiliki

keseimbangan bentuk

yang sudah bagus,

dengan point interest

pada keseluruhan

gambar.

Pada gambar yang

berwarna, teknik

pewarnaan sudah

cukup baik, yaitu

menggunakan warna-

warna kontras,

sehingga dapat

merangsang perhatian

siswa.

menarik

Guru menguasai

materi

Media

Gambar yang muncul

sesuai dengan narasi,

sehingga

memudahkan siswa

memahami yang

disampaikan narator.

Gambar yang

digunakan berupa

foto, sehingga gambar

lebih menarik karena

dapat menampilkan

warna, tekstur, garis,

maupun bentuk seperti

aslinya.

pertanyaan kepada

siswa secara lisan

sehingga siswa lebih

aktif baik dalam

berpendapat maupun

bertanya.

Siswa dapat

termonitori secara

menyeluruh, karena

guru lebih banyak

berkeliling kelas

untuk memantau

siswa selama

pembelajaran

berlangsung

Gaya humoris guru

dalam mengajar

membuat

pembelajaran semakin

menarik

Guru menguasai

materi

Media

Ditayangkan 2 kali,

sehingga siswa lebih

memahami isi

materi yang

disampaikan melalui

media audio visual.

Kualitas gambar dan

narator ditingkatkan

berdasarkan

wawancara dengan

siswa dan guru

Kekurangan Metode Guru

Guru lebih sering

duduk di depan kelas

Seringnya guru

dalam bercanda saat

pembeajaran

berlangsung justru

membuat siswa

menjadi tidak fokus

Metode Guru

Guru kurang

memantau siswa yang

duduk di belakang

kelas

Metode Guru

-

Page 115: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

dan terlalu santai,

sehingga tidak dapat

memahami materi

dengan baik.

Terlalu banyak

waktu yang

digunakan untuk

ceramah materi, hal

ini membuat

pembelajaran

menjadi monoton.

Media

Media yang

digunakan adalah

media visual dengan

ukuran A4, dan

diperlihatkan didepan

kelas. Gambar ini

tentu saja kurang

terlihat jelas bagi

siswa yang duduk di

belakang kelas.

Media

Timeline setiap

gambar yang muncul

rata-rata ± 8 detik/

gambar. Hal ini masih

terlalu cepat bagi

siswa untuk

memahami gambar

tersebut, sehingga

siswa menjadi

bingung.

Narator terlalu cepat

dalam penyampaian

pesannya

Teksline masih terlalu

banyak, sehingga

membuat siswa

bingung.

Media

-

Hasil : Membantu guru

dalam menjelaskan

materi melalui

gambar-gambar

tersebut.

Sebanyak 19 siswa

atau 56% dari 34

siswa mampu mampu

menunjukkan sikap

menghargai terhadap

karya seni terapan

daerah . Sementara 15

siswa lainnya atau 44

% dari 34 siswa

kurang mampu

menunjukkan sikap

menghargai terhadap

karya seni terapan

daerah dengan baik.

Pada pemahaman

materi, sebanyak 20

siswa atau 59% dari

34 siswa memiliki

nilai kognitif yang

memenuhi standar

KKM. Sedangkan 14

Mampu meningkatkan

apresiasi seni siswa

terhadap karya seni

rupa terapan daerah

khususnya Batik

Surakarta.

Terjadi peningkatan

jumlah siswa yang

mampu menunjukkan

sikap menghargai

terhadap karya seni

terapan daerah

setempat, yaitu 72%

atau sebanyak 24 dari

34 siswa

Terjadi peningkatan

jumlah siswa yang

nilainya memenuhi

standar KKM, yaitu

73% atau sebanyak 25

siswa dari 34 siswa di

kelas X-4. Hal ini juga

menunjukkan

kemampuan siswa

dalam memahami

materi apresiasi seni.

Mampu

meningkatkan

apresiasi seni siswa

terhadap karya seni

rupa terapan daerah

khususnya Batik

Surakarta.

Terjadi peningkatan

jumlah siswa yang

mampu

menunjukkan sikap

menghargai terhadap

karya seni terapan

daerah setempat,

yaitu 85% atau

sebanyak 29

siswa.dari 34 siswa

Terjadi peningkatan

jumlah siswa yang

nilainya memenuhi

standar KKM, yaitu

88% atau sebanyak

30 siswa dari 34

siswa di kelas X-4.

Hal ini juga

menunjukkan

Page 116: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

siswa lainnya atau

41% dari 34 siswa

belum memenuhi

standar KKM yang

menunjukkan siswa

kurang memahami

materi apresiasi seni

dengan baik.

Nilai rata-rata kelas

X-4 pada materi

apresiasi seni adalah

76.

Nilai rata-rata kelas

X-4 padasiklus I

materi apresiasi seni

meningkat menjadi

77,6.

kemampuan siswa

dalam memahami

materi apresiasi seni.

Nilai rata-rata kelas

X-4 pada siklus I

materi apresiasi seni

meningkat menjadi

79,8.

Berdasarkan data-data yang diperoleh di lapangan, dapat ditarik simpulan

bahwa terjadi peningkatan prosentase hasil capaian indikator keberhasilan

penelitian dari observasi awal, siklus I, sampai pada siklus II. Pada penelitian ini

terjadi peningkatan pada aspek kemampuan siswa dalam menunjukkan sikap

menghargai karya seni rupa terapan daerah setempat dari 56% siswa yang tuntas

pada observasi awal, menjadi 72% siswa yang tuntas pada siklus I, kemudian pada

siklus ke II meningkat menjadi 85% yang sudah tuntas. Sedangkan pada aspek

kemampuan siswa dalam mengidentifikasi pengetahuan karya seni rupa terapan

daerah terjadi peningkatan dari 59% siswa yang tuntas pada observasi awal,

menjadi 73% pada siklus I, kemudian meningkat menjadi 88% pada siklus ke II.

Target indikator dalam penelitian ini yaitu minimal 80% apresiasi seni siswa

meningkat. Sehingga tujuan dalam penelitian ini telah tercapai yaitu meningkatkan

apresiasi seni siswa khususnya terhadap Batik Surakarta melalui pembelajaran

menggunakan media audio visual. Hal ini didukung oleh pendapat Syafii bahwa:

Penghargaaan atau penilaian terhadap karya yang sering diistilahkan dengan

apresiasi adalah proses yang diawali dengan pengamatan dan penghayatan.

Pada aspek ini sesungguhnya merupakan aspek pemberian pengalaman yang

bersifat kultural kepada siswa. Pengalaman karya-karya masa lalu maupun

kini dapat membentuk perspektif siswa atas sebuah karya. Dalam

pembelajaran apresiatif ini dapat dilakukan dengan memberikan stimulus

berupa karya melalui penunjukkan karya nyata, pemutaran slide atau film,

pajangan karya, atau pameran. (dalam Deddy Hartanto, 2007: 19)

Dapat dikatakan pembelajaran apresiasi seni dapat dilakukan melalui

slide atau film seperti yang telah diungkapkan Syafii tersebut di atas. Hal ini

diperkuat dengan pernyataan Imam Muhadjir bahwa “Penggunaan media sangat

Page 117: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

dipujikan dalam kegiatan ini (apresiasi seni), baik itu media dengan menggunakan

tehnologi informasi maupun media tradisional. Efektifitas teknologi informasi

memang tak dapat disangkal lagi. Penggunaan media audio visual, tentu amat

membantu dalam proses belajar-mengajar”. (dalam http://koranpendidikan.com).

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian siklus I dan II, serta

didukung oleh pendapat-pendapat para ahli di atas, dapat menguatkan dugaan

bahwa pembelajaran apresiasi seni dengan menggunakan media audio visual dapat

meningkatkan apresiasi seni siswa terhadap karya seni rupa terapan daerah

setempat yaitu Batik Surakarta. Hasil analisis ini juga didukung dengan

pernyataan guru mata pelajaran seni budaya SMA Negeri 1 Surakarta yang

berkolaborasi dengan peneliti, bahwa apresiasi seni siswa meningkat setelah

menggunakan media audio visual pengetahuan batik dalam pembelajaran materi

apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat. Dari hasil pembahasan di atas

dapat ditarik simpulan bahwa penggunaan media audio visual pengetahuan batik

dalam pembelajaran apresiasi karya seni rupa terapan daerah setempat dapat

meningkatkan apresiasi seni siswa kelas X-4 SMA Negeri 1 Surakarta.

Page 118: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dari kegiatan pembelajaran yang telah

dilaksanakan selama dua siklus, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

dengan menggunakan media audio visual (gabungan slide suara dan film

dokumenter) dapat meningkatkan apresiasi seni Batik Surakarta pada siswa kelas

X SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.

Media audio visual yang digunakan dalam penelitian ini adalah media

audio visual gabungan slide suara dan film dokumenter yang berisi tentang sejarah

batik surakarta, jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, proses

pembuatan batik tulis dan batik cap, dan makna gambar beberapa pola batik serta

penggunaannya, masing-masing berdurasi ± 10 menit. Gambaran mengenai isi

media audio visual (gabungan slide suara dan film dokumenter) yang ditampilkan

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Pada materi sejarah Batik Surakarta, media audio visual ini menjelaskan

mengenai munculnya Batik Surakarta pada masa pemerintahan Pakubuwono

III setelah pecahnya kerajaan Mataram. Di dalamnya terdapat gambar diam

dan film dokumenter keraton-keraton peninggalan Mataram, selain itu

terdapat rekaman gambar bergerak pendapat ahli yang menceritakan

munculnya Batik Surakarta.

2) Pada materi jenis-jenis batik berdasarkan proses pembuatannya, media audio

visual ini menjelaskan mengenai batik tulis dan batik cap. Di dalam media

audio visual ini, juga terdapat film dokumenter pendapat ahli yang

menjelaskan bagaimana cara membedakan jenis kain batik tulis dan cap.

Selain itu juga dijelaskan mengenai batik printing, batik kombinasi, dan batik

lukis.

3) Pada materi proses pembuatan batik tradisional, dijelaskan melalui gambar-

gambar diam dan film dokumenter mengenai proses pembuatan batik. Di

dalamnya juga dijelaskan mengenai alat dan bahan yang akan digunakan

Page 119: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

dalam proses pembuatan batik melalui gambar-gambar diam. Seperti

misalnya gambar kain mori, canthing dan cap batik, malam batik, zat

pewarna, gambar orang sedang membatik, dan lain-lain. Terdapat juga

rekaman gambar bergerak atau film dokumenter proses pembuatan batik,

mulai dari tahap awal sampai pada proses penglorotan.

4) Pada materi makna pola batik dan pengggunaanya, media audio visual ini

menjelaskan mengenai beberapa pola Batik Surakarta, makna yang tekandung

di dalamnya, dan penggunaan pola tersebut dalam kehiduan sehari-hari.

Gambar-gambar yang muncul seperti misalnya gambar kain batik parang,

truntum, udan riris, dan beberapa pola Batik Surakarta lainnya. Gambar-

gambar yang digunakan tersebut adalah gambar yang menjelaskan maksud isi

pesan atau materi yang disampaikan narator.

Secara keseluruhan, gambar-gambar dan film dokumenter yang

ditampilkan dalam media audio visual ini adalah gambar yang berkaitan dengan

batik Surakarta, seperti misalnya gambar orang sedang membatik, gambar orang

memakai batik pada jaman dahulu dan sekarang, film dokumenter proses

pembuatan batik, gambar beberapa pola batik, dan film dokumenter serta gambar

keraton-keraton pecahan Mataram, yaitu keraton Surakarta dan keraton

Yogyakarta.

Media audio visual yang diputar harus sesuai dengan isi materi pelajaran

yang ingin disampaikan sehingga dapat menarik perhatian siswa. Secara teknis,

gambar-gambar pada slide suara dan film dokumenter ditampilkan secara

bergantian dalam satu kali penayangan. Gambar-gambar muncul setidaknya ± 12

detik/ gambar, hal ini bertujuan agar tidak membuat siswa bingung dengan

pergantian setiap gambarnya. Gambar-gambar yang muncul dipilih yang sesuai

dengan isi materi sehingga dapat menjelaskan isi pesan yang disampaikan narator.

Backsound untuk mengiringi tampilan media audio visual juga sangat berperan,

volume backsound harus lebih lemah dari volume narator, sehingga suara narator

lebih jelas terdengar. Narator pada media audio visual dalam pengucapan

kalimatnya tidak terlalu cepat dalam menyampaikan isi pesan atau materi,

sehingga siswa dapat memahami materi yang disampaikan narator. Bahasa yang

Page 120: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

digunakan narator adalah bahasa Indonesia yang komunikatif dan mudah dicerna

oleh siswa, sehingga memudahkan siswa dalam memahami materi yang

disampaikan. Penggunaan media audio visual dalam pembelajaran ini ditampilkan

sekurang-kurangnya dua kali penayangan.

Dengan menggunakan media audio visual, guru lebih mudah dalam

menyampaikan materi kepada siswa, karena materi disampaikan dengan media

audio visual, akan tetapi guru harus tetap menguasai bahan ajar. Kemudian guru

dapat mengajak siswanya untuk lebih aktif dalam berpendapat dan memberikan

tanggapan mengenai seni rupa terapan daerah setempat selama pembelajaran

berlangsung. Pada saat siswa melihat tayangan media audio visual, guru tetap

memantau siswa dari bagian belakang kelas, agar siswa dapat terpantau secara

menyeluruh, sehingga guru dapat mengetahui dan menegur apabila ada siswa

yang tidak memperhatikan. Pembelajaran juga menjadi lebih menarik dan tidak

membosankan, dibuktikan dengan perhatian siswa selama proses pembelajaran

meningkat. Hal ini dikarenakan siswa lebih menyukai penyampaian materi yang

disertai dengan gambar-gambar dan film dokumenter, sehingga materi mudah

dipahami oleh siswa dan tujuan dari pelaksanaan pembelajaran yaitu

meningkatnya apresiasi seni Batik Surakarta dapat tercapai.

Peningkatan apresiasi seni siswa terhadap Batik Surakarta ini ditandai

dengan meningkatnya kemampuan siswa dalam mengidentifikasi pengetahuan

tentang karya seni terapan daerah setempat yaitu Batik Surakarta, ditunjukkan

melalui hasil tes kognitif siswa yang mencapai 88% siswa tuntas dan

meningkatnya kemampuan siswa dalam menunjukkan sikap menghargai terhadap

karya seni terapan daerah yaitu Batik Surakarta dengan baik ditunjukkan melalui

aspek afektif siswa yang mencapai 85% siswa tuntas.

Pada aspek afektif dapat dinilai dari kehadiran siswa, perhatian siswa pada

materi yang disampaikan, keaktifan siswa di dalam kelas yang meliputi bertanya

dan berpendapat, mengerjakan tugas, dan ketepatan waktu dalam mengumpulkan

tugas. Sedangkan pada aspek kognitif merupakan penilaian pemahaman siswa

terhadap materi yang disampaikan. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah

siswa yang memiliki nilai di atas KKM yang sudah ditentukan yaitu ≤ 75.

Page 121: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

B. Implikasi

Berdasarkan hasil simpulan, implikasi yang dapat ditarik adalah sebagai

berikut:

1. Dengan menggunakan media audio visual, pembelajaran menjadi lebih

menarik dan tidak membosankan karena materi disampaikan melalui media

audio visual sebagai salah satu variasi proses pembelajaran. Guru lebih

mudah dalam menyampaikan materi pelajaran yaitu hanya memberikan

pemantapan pemahaman siswa dengan mengajak siswa berdiskusi dan

menyampaikan tanggapannya mengenai karya seni rupa terapan daerah

setempat. Perhatian siswa selama proses pembelajaran juga meningkat, selain

itu siswa lebih mudah memahami materi sehingga tujuan dari pelaksanaan

pembelajaran yaitu meningkatnya apresiasi seni Batik Surakarta dapat

tercapai.

2. Jika pembelajaran apresiasi seni rupa tidak menggunakan media audio visual

maka pembelajaran berlangsung kurang menarik dan membuat siswa kurang

antusias dengan pelajaran. Hal ini mengakibatkan rendahnya pemahaman

siswa pada materi apresiasi seni rupa, sehingga tujuan pembelajaran tidak

dapat tercapai dengan baik.

C. Saran

Berdasarkan hasil simpulan dan implikasi di atas, maka dapat disarankan

antara lain sebagai berikut:

1. Bagi Guru

a. Dalam proses pembelajaran apresiasi seni hendaknya guru memiliki

variasi dalam menyampaikan materi pelajaran agar proses pembelajaran

menjadi lebih menarik dan tidak membosankan.

b. Dalam pembelajaran menggunakan media audio visual sebaiknya

dilakukan persiapan yang matang dari guru, sehingga pelaksanaan

pembelajaran dapat berjalan dengan baik dan dari tujuan pembelajaran

dapat diperoleh hasil yang optimal. Persiapan yang matang yang harus

dilakukan guru di antaranya adalah menguasai materi dengan baik,

mempersiapkan media audio visual semenarik mungkin, mempersiapkan

Page 122: UPAYA PENINGKATAN APRESIASI SENI BATIK SURAKARTA

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

LCD proyektor, memahami skenario pembelajaran yang sudah

dipersiapkan, dan lain-lain.

c. Pelaksanaan dan keberhasilan tujuan pembelajaran tidak dapat diserahkan

sepenuhnya pada media yang digunakan, untuk itu tetap dibutuhkan peran

guru dalam memantau dan meningkatkan keaktifan dan pemahaman siswa

selama pembelajaran berlangsung.

2. Bagi Siswa

Siswa dapat memberikan masukan kepada guru apabila media audio visual

yang ditampilkan guru dirasa kurang menarik atau justru membuat siswa

bingung.

3. Bagi Sekolah

Sekolah hendaknya memberikan sarana dan prasaran yang menunjang

keberlangsungan pembelajaran apresiasi seni, sehingga tujuan pembelajaran

dapat tercapai secara optimal.

4. Bagi Peneliti

Perlu adanya penelitian lebih mendalam tentang media audio visual dalam

perannya meningkatkan apresiasi seni siswa yang dilakukan pada siswa kelas

X-4 SMA Negeri 1 Surakarta tahun pelajaran 2010/2011.