upacara pernikahan berdasarkan adad...

21
1 UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD DAYAK LUNDAYEH DI DESA PA’PIRIT KECAMATAN KRAYAN KABUPATEN NUNUKAN KALIMANTAN UTARA (Suatu Tinjauan Folklor) H. Mursalim [email protected] Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman Samarinda Abstrak Kalangan masyarakat Dayak Lundayeh Krayan masih memegang teguh adat istiadat dalam hal melangsungkan upacara pernikahan, sistem dan bentuk pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu pernikahan dengan serangkaian proses yang berbeda dengan aturan agama yakni gerejawi, folklor lisan berupa tuturan dan doa-doa dari kepala adat dalam upacara pernikahan. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan upacara pernikahan Adat Suku Dayak Lundayeh Krayan. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian deskriptif analitis. Penelitian ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis, sehingga dapat lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan hasil dari penelitian tersebut. Berdasarkan hasil penelitian dapat dideskripsikan bahwa dalam upacara pernikahan adat Dayak Lundayeh terdapat perbedaan antara masyarakat kalangan bawah dengan masyarakat kalangan atas dalam melaksanakan pesta pernikahan. Pada masyarakat kalangan bawah tidak menjalankan sepenuhnya pesta pernikahan dengan meriah, hanya melaksanakan syarat adat saja seperti peminangan (Nguduk), pelaksanaan pernikahan (Fetutup), dan sebelum Fetutup atau pelaksanaan pernikahan dilangsungkan, dilakukan suatu rangkaian acara yang masyarakat setempat biasa dikenal dengan nama Ngaru Burung, yaitu Menyusun Kayu Api, yang dilakukan oleh keluarga pihak pria yang dahulu menggunakan daun sekarang dengan kain sepanjang 30 meter. Ngaru Burung ini dilakukan di depan rumah pengantin wanita yang dibuat berbentuk gapura yang tingginya kurang lebih tiga meter, dan dilanjutkan dengan Erau Aweh (Pesta Pernikahan) dalam hal ini semua pemuka adat, pemuka agama, dan undangan khusus berkumpul di rumah pengantin wanita untuk mengikuti acara pembukaan rumah tangga baru. Setelah itu, dilakukan Ngated Biung (mengantar harta) dilakukan oleh pihak keluarga mempelai wanita ke rumah mempelai pria. Kata Kunci : Folklor lisan, Upacara Pernikahan, Adat Dayak Lundayeh

Upload: buidan

Post on 30-Jul-2018

232 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

1

UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD DAYAK

LUNDAYEH DI DESA PA’PIRIT KECAMATAN KRAYAN

KABUPATEN NUNUKAN KALIMANTAN UTARA (Suatu Tinjauan Folklor)

H. Mursalim

[email protected]

Fakultas Ilmu Budaya Universitas Mulawarman Samarinda

Abstrak

Kalangan masyarakat Dayak Lundayeh Krayan masih memegang teguh adat

istiadat dalam hal melangsungkan upacara pernikahan, sistem dan bentuk

pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

pernikahan dengan serangkaian proses yang berbeda dengan aturan agama yakni

gerejawi, folklor lisan berupa tuturan dan doa-doa dari kepala adat dalam upacara

pernikahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tentang pelaksanaan upacara

pernikahan Adat Suku Dayak Lundayeh Krayan.

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah penelitian deskriptif

analitis. Penelitian ini melakukan analisis hanya sampai pada taraf deskripsi, yaitu

menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematis, sehingga dapat lebih mudah

untuk dipahami dan disimpulkan hasil dari penelitian tersebut.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dideskripsikan bahwa dalam upacara

pernikahan adat Dayak Lundayeh terdapat perbedaan antara masyarakat kalangan

bawah dengan masyarakat kalangan atas dalam melaksanakan pesta pernikahan.

Pada masyarakat kalangan bawah tidak menjalankan sepenuhnya pesta pernikahan

dengan meriah, hanya melaksanakan syarat adat saja seperti peminangan

(Nguduk), pelaksanaan pernikahan (Fetutup), dan sebelum Fetutup atau

pelaksanaan pernikahan dilangsungkan, dilakukan suatu rangkaian acara yang

masyarakat setempat biasa dikenal dengan nama Ngaru Burung, yaitu Menyusun

Kayu Api, yang dilakukan oleh keluarga pihak pria yang dahulu menggunakan

daun sekarang dengan kain sepanjang 30 meter. Ngaru Burung ini dilakukan di

depan rumah pengantin wanita yang dibuat berbentuk gapura yang tingginya

kurang lebih tiga meter, dan dilanjutkan dengan Erau Aweh (Pesta Pernikahan)

dalam hal ini semua pemuka adat, pemuka agama, dan undangan khusus

berkumpul di rumah pengantin wanita untuk mengikuti acara pembukaan rumah

tangga baru. Setelah itu, dilakukan Ngated Biung (mengantar harta) dilakukan

oleh pihak keluarga mempelai wanita ke rumah mempelai pria.

Kata Kunci : Folklor lisan, Upacara Pernikahan, Adat Dayak Lundayeh

Page 2: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

2

Pendahuluan

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang dijadikan dalam dua jenis

kelamin yang berbeda, yaitu pria dan wanita. Adanya penciptaan manusia

dalam dua jenis kelamin yang berbeda tersebut, maka keduanya saling

berinteraksi, saling membutuhkan, saling melengkapi, saling bekerjasama dan

saling membina hubungan yang baik satu sama lain. Adanya hubungan antara

kedua jenis kelamin yang berbeda, maka pada saat itulah timbul suatu

hubungan di antara keduanya. Hubungan antara orang yang satu dengan yang

lainnya lama-kelamaan semakin bertambah kompleks, sehingga perlu diatur

dengan suatu aturan. Aturan yang dituangkan dalam bentuk peraturan

perundang-undangan dimaksudkan untuk menghindari konflik di antara

hubungan dan kepentingan antara yang satu dengan yang lainnya dalam

masyarakat.

Pernikahan adalah persekutuan hidup antara seorang pria dan seorang

wanita yang dikukuhkan secara formal dengan undang-undang. Jadi

pernikahan bukan hanya untuk campur tidur antara pria dan wanita, apalagi

yang hanya untuk memenuhi hawa nafsu. Hal ini merupakan pengertian

pernikahan secara yuridis, selain itu juga pernikahan mengandung unsur

religius sesuai dengan tujuan pernikahan untuk membentuk keluarga yang

bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa (Hadikusuma,

1995:12).

Dasar-dasar dari pernikahan itu dibentuk oleh unsur-unsur alami dari

kehidupan itu sendiri, kebutuhan akan fungsi biologis, kebutuhan akan kasih

sayang dan persaudaraan. Selanjutnya, memelihara anak-anak yang dilahirkan

dari pernikahan tersebut dan mendidik anak-anak itu menjadi anggota-anggota

masyarakat yang sempurna.

Kalangan masyarakat Dayak Lundayeh Krayan masih memegang teguh

adat istiadat dalam hal melangsungkan upacara pernikahan, sistem dan bentuk

pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

pernikahan dengan serangkaian proses yang berbeda dengan aturan agama

Page 3: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

3

yakni gerejawi, sehingga sebelum dilangsungkan suatu pernikahan terlebih

dahulu dilakukan suatu tahapan-tahapan sebagaimana menurut kebiasaan adat

istiadat di Suku Dayak Lundayeh yang berkaitan dengan puncak acara

pernikahannya, setelah upacara pernikahan adat dilakukan barulah dilakukan

pemberkatan di gereja.

Di dalam proses upacara pernikahan terdapat harapan berupa tuturan doa,

pantun yang terucap yang dilakukan keluarga besar kedua pengantin laki-laki

dan pengantin perempuan. Dengan mengacu kepada uraian tersebut di atas,

maka pembahasan perihal seluk beluk pelaksanaan Upacara Pernikahan Adat

Dayak Lundayeh di Desa Pa’Pirit Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan

(Suatu Kajian Folklor)”, sangatlah perlu dideskripsikan dalam penulisan ini.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan yang mau dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mendeskripsikan tentang pelaksanaan upacara pernikahan Adat Suku Dayak

Lundayeh Krayan. Selanjutnya, manfaat penulisan ini adalah (a) untuk

memperkaya khasanah ilmu pengetahuan mengenai folklor lisan Dayak

Lundayeh khususnya dalam upacara pernikahan. (b) menjadi bahan masukan

atau bahan informasi untuk penelitian sejenis selanjutnya, dan (c) sebagai

bahan masukan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu budaya khususnya

mengenai folklor lisan yang terdapat di dalam upacara pernikahan Dayak

Lundayeh Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan.

1. Hakikat Folkor

Menurut Dananjaja, (1984:2) folklor tidak lain adalah sebagian

kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun,

di antara kolektif macam apa saja, secara tradisoanal dalam versi yang berbeda,

baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau

alat pembantu pengingat.

Page 4: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

4

2. Bentuk Folklor

Folklor jika diperhatikan dari segi bentuknya, ternyata ada dua, yaitu bentuk

lisan dan sebagian lisan (Danandjaja, 1984: Bab III).

Bentuk folklor lisan antar lain seperti berikut.

a. Bahasa rakyat, yakni bentuk folklore Indonesia yang termasuk dalam

kelompok bahasa rakyat, adalah logat atau dialek bahasa-bahasa Nusantara.

b. Ungkapan tradisonal yakni yang termasuk dalam bentu folklore semacam

ini adalah peribahasa (peribahasa yang sesungguhnya, peribahasa tidak

lengkap kalimatnya, peribahasa perumpamaan) dan ungkapan (ungkapan-

ungkapan yang mirip peribahasa).

c. Pertanyaan tradisoanal yakni yang lebih dikenal sebagai teka-teki

merupakan pertanyaan yang bersifat tradisonal dan mempunyai jawaban

yang tradisional pula.

d. Sajak dan puisi rakyat yakni folklor lisan yang memiliki kekhususan,

kalimatnya tidak berbentuk bebas, tapi terikat. Sajak dan puisi rakyat

merupakan kesusastraan yang sudah tertentu betuknya, baik dari segi jumlah

larik maupun persajakan yang mengekhiri setiap lariknya. Yang termasuk

ke dalam jenis ini adalah parikan, rarakitan, wawangian, dll.

Sejalan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai maka

pembicaraan secara teoritis tentang folkor berkisar sekitar cerita (prosa)

rakyat meliputi mite, dan legenda.

3. Mite

Menurut Bascom (1985b: 3-20 dalam Danandjaja, 1984: 50), mite

adalah cerita prosa rakyat, yang dianggap benar-benar terjadi serta dianggap

suci oleh yang empunya cerita. Mite ditokohi oleh dewa atau makhluk

setengah dewa. Peristiwa terjadi di dunia lain atau di dunia yang bukan

seperti kita kenal sekarang, dan terjadi pada masa lampau. Adapun legenda

adalah prosa rakyat yang mempunyai ciri-ciri yang mirip dengan mite, yaitu

dianggap pernah benar-benar terjadi, tetapi tidak dianggap suci. Berbeda

Page 5: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

5

dengan mite, legenda ditokohi manusia walaupun ada kalanya mempunyai

sifat-sifat luar biasa, dan sering juga dibantu makhluk-makhluk ajaib.

4. Legenda

Seperti halnya dengan mite, legenda adalah cerita prosa rakyat yang

dianggap oleh yang empunya cerita sebagai suatu kejadian yang sungguh-

sungguh pernah terjadi. Berbeda dengan mite, legenda bersifat sekuler

(keduniawian), terjadinya pada masa yang belum begitu lampau, dan

bertempat di dunia seperti yang kita kenal (Danandjaja, 1984:66).

5. Bentuk-bentuk Folklor

Folklor dilihat dari bentuknya, dapat dibedakan menjadi tiga.

Brunvand (dalam Danandjaja, 2007:21), mengungkapkan bahwa folklor

dibedakan menjadi tiga kelompok besar berdasarkan tipenya, yaitu :

1. Folklor lisan (verbal folklor), adalah folklor yang bentuknya memang

murni lisan. Bentuk-bentuk (genre) folklor yang termasuk ke dalam

kelompok besar ini antara lain :

a. Ungkapan tradisional, seperti bahasa, pepatah, dan pemeo.

b. Pertanyaan tradisional, seperti teka-teki.

c. Cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dan dongeng; dan

d. Nyanyian rakyat.

2. Folklor sebagian lisan (partly verbal folklor) adalah folklor yang

bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan.

Kepercayaan rakyat, misalnya, yang oleh orang “modern” seringkali

disebut takhayul itu, terdiri dari pernyataan yang bersifat lisan ditambah

dengan gerak isyarat yang dianggap mempunyai makna gaib, seperti

tanda salib bagi orang Kristen Katolik yang dianggap dapat melindungi

seseorang dari gangguan hantu, atau ditambah dengan benda material

yang dianggap berkhasiat untuk melindungi diri atau dapat membawa

rejeki, seperti batu-batu permata tertentu.

3. Folklor bukan lisan (nonverbal folklor) adalah folklor yang bentuknya

bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan.

Page 6: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

6

6. Pengertian Adat Istiadat

Menurut JC. Mokoginta (1996:77), “adat istiadat adalah bagian dari

tradisi yang sudah mencakup dalam pengertian kebudayaan. Karena itu, adat

atau tradisi ini dapat dipahami sebagai pewarisan atau penerimaan norma-

norma adat istiadat”.

7. Tujuan Pernikahan

Pendapat yang dikemukakan oleh Wantjik (1976) tujuan

melangsungkan pernikahan adalah untuk menciptakan hidup rumah tangga

yang sejahtera bersama pasangan yang menjadi pilihan dan untuk

meneruskan keturunan pada umumnya dalam membina keluarga, setiap

orang menginginkan kehidupan yang bahagia bersama pasangannya sampai

akhir waktu.

Temuan Penelitian dan Pembahasan

1.Letak Geografis dan Administratif

Krayan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Nunukan, Kalimantan

Utara, Indonesia. Kecamatan Krayan terletak di bagian barat Kabupaten

Nunukan dan berbatasan dengan Serawak Malaysia. Terdiri dari 65 desa yang

berpusat pemerintahan di Long Bawan, jumlah penduduknya 8.438 jiwa yang

sebagian besarnya ialah penduduk asli pedalaman Kalimantan yaitu Suku

Dayak Lundayeh. Masuk di dalamnya adalah Kecamatan Krayan, Kabupaten

Nunukan, Kalimantan Timur (Waluyo, 2013)

Sebagian besar wilayah Kecamatan Krayan merupakan persawahan dan

kawasan hutan. Sebagian wilayah Kecamatan Krayan berada di Taman

Nasional (TN) Kayan Mentarang. Pengelolaan Taman Nasional Kayan

Mentarang (TNKM) (Waluyo, 2013).

Batas-batas Wilayah Kecamatan Krayan adalah sebagai berikut.

Sebelah Utara : Sabah, Malaysia

Sebelah Selatan : Kabupaten Malinau dan Kecamatan Krayan Selatan

Sebelah Barat : Sarawak, Malaysia

Page 7: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

7

Sebelah Timur : Kabupaten Malinau

Satu-satunya akses ke Kecamatan Krayan dari kota-kota di Indonesia

adalah menggunakan transportasi udara. Ada dua maskapai yang melayani

penerbangan dari Kota Malianau, Kota Nunukan dan Kota Tarakan ke Long

Bawan, yaitu MAF dan Susi Air. Jika menggunakan transportasi udara, waktu

tempuh dari Kota Malinau ke Long Bawan adalah 45 menit.

Suku Dayak Lundayeh Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan

Kalimantan Timur, merupakan suku kecil dari Dayak Tidung atau anak suku

Dayak Dusun Murut.

Hasil Wawancara dengan Kepala Adat Desa Pa’pirit

Bagaimanakah awal proses dalam upacara pernikahan pernikahan suku

Dayak Lundayeh?

Untuk proses awal sebelum diadakan pernikahan, biasanya ada perantara

dari pihak pria yang datang kepada pihak wanita untuk mengajukan lamaran

dan persyaratan apa yang akan di inginkan oleh keluarga pihak wanita,

selanjutnya apabila sudah dikatakan maka pihak perantara dari mempelai

pria akan mengabarkan kepada keluarga bahwa pihak wanita meminta

beberapa mas kawin, tetapi setiap keluarga dari wanita berbeda yang akan

diminta (11 Maret 2016).

Setelah perantara dari pihak pria melakukan perundingan dengan

keluarga mempelai wanita apakah ada kesepakatan?

Akan ada perundingan sampai disepakati kata bersama karena biasanya

pihak pria tidak begitu sanggup dengan mas kawin yang diajukan pihak

wanita yang terlalu banyak, bentuknya macam-macam dari emas, kain, babi,

mandau dan lainnya dan sampai semalam suntuk melakukan perundingan

(11 Maret 2016).

Apakah ada perbedaan antara kalangan masyarakat bawah dengan

kalangan masyarakat ke atas dalam melaksanakan upacara pernikahan

adat?

Page 8: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

8

Perbedaan pasti ada dalam segi pernikahan, dimana masyarakat yang

kurang memiliki dana lebih akan merayakan upacara pernikahan dengan

sederhana, dan masyarakat yang memiliki dana lebih biasaya melaksanakan

upacara pernikahan dengan sangat meriah sekali, nak chandra... (11 Maret

2016).

Bagaimana dengan kayu api atau kayu burung apa ada perbedaan dulu

dan sekarang?

Dulu sama sekarang ada perbadaannya, kalau dulu itu pakai daun dibentang

kalau sekarang pakai kain warna warni sepanjang 30 meter, tapi kayu tetap

3 mter sebagai gapura yang beda itu kain sama daun saja...(11 Maret 2016).

Adakah doa apabila lamaran diterima?

Kalau doa khusus biasanya tidak ada, tetapi bila ada kata sepakat biasanya

diadakan doa bersama seperti ini : “terima kasih Tuhan akhirnya

kesepakatan ini berjalan dengan baik dan lancar semoga kami dari kedua

pihak wanita dan pria dapat melaksanakan upacara pernikahan dengan

baik” (11 Maret 2016).

Selanjutya proses apa yang akan dilakukan?

Perantara dari pihak pria akan menyampaikan kepada keluarga mempelai

pria dan akan mengumumkan kapan dilaksanakan upacara pernikahan di

langsungkan (11 Maret 2016).

Apakah suku Dayak Lundayeh dalam pernikahan terus

mempertahankan tradisi yang ada?

Tradisi upacara tetap di pertahankan akan tetapi sekarang dilakukan

pemberkatan di gereja oleh pendeta kalau dulu cukup dari kepala adat saja

yang meresmikan dengan ucapan : “saya menyatukan dua pasang anak

manusia ini dihadapan para leluhur dan Tuhan agar senantiasa dapat

menjalani bahtera pernikahan dengan baik hingga maut memisahkan” dan

hal ini disaksikan semua orang dan keluarga ikut mendoakan mempelai (11

Maret 2016).

Page 9: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

9

Hasil Wawancara dengan Pendeta/ Gembala Jemaat GBI Desa Pa’Pirit

Apakah pendeta menikahkan kedua mempelai?

Ya, saya menikahkan apabila dari pihak mempelai berserta keluarga

mengijinkan untuk menyatukan dua insan yang akan berumah tangga (12

Maret 2016)

Doa apa yang di ucapkan?

Saya selaku pendeta menikahkan kedua mempelai setelah diadakan prosesi

upacara adat yang selanjunya di gereja ini kami lakukan pemberkatan saja

jika perlu dicatat melalui catatan sipil sebagai syah pernikahan, kalau doa

sama saja seperti umat nasraninya yaitu :

Idih bang nadan Tuhan Yesus, Wih mutup dehduah luk ngaweh nih febatun

Tuhan, adeh ko fian malap yah me ke awan do’o bang ulun sing eped ulun

sing ate luk miyek metad (Didalam nama Tuhan Yesus, saya nikahkan kedua

mempelai dihadapan Tuhan, apakah saudara bersedia menjadi pasangan

sehidup semati sampai maut memisahkan” selanjutnya kedua mempelai akan

menjawab dan kemudian selesai acara pemberkatan (12 Maret 2016).

Setelah itu apa yang dilakukan setelah dilakukan pemberkatan di

gereja?

Kedua mempelai biasanya akan kembali ke acara adat untuk dilakukan pesta

pernikahan (12 Maret 2016).

Berdasarkan hasil wawancara di atas dengan gembala/pendeta dapat

disimpulkan bahwa pernikahan dijalankan sesuai agama yaitu Nasrani di

Gereja, kemudian dilakukan pemberkatan dan doa baru dikembalikan kepada

acara adat selanjutnya.

2. Adat Pernikahan Masyarakat Dayak Lundayeh

Pernikahan itu adalah perjanjian antara bakal suaminya atau wakilnya

dan wali perempuan atau wakilnya. Pernikahan adalah nikah dan menurut

syarat-syarat hakikat nikah itu adalah akad antara calon pengantin laki-laki

dan wali laki-laki dan perempuan untuk membolehkan keduanya bergaul

suami isteri (Koentjaraningrat, 2009: 33).

Page 10: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

10

Upacara pernikahan yang dilaksanakan dalam masyarakat adat Dayak

Lundayeh Desa Pa’Pirit Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan

dilangsungkan dalam tahap-tahap yang merupakan suatu kebiasaan yang

bersifat turun-temurun. Untuk masa peminangan ini dapat digolongkan 3

(tiga) kegiatan, yaitu seperti berikut.

3. Peminangan Pendahuluan atau Tidak Resmi (Ngitun Aweh)

Mendahului peminangan yang resmi, maka keluarga pria mengutus

seseorang Lun Nginul (Perantara Pernikahan) untuk mendapat informasi dari

keluarga wanita apakah mereka akan menerima Lun Nginul (Perantara

Pernikahan) resmi keluarga pria untuk berkunjung ke rumah keluarga wanita

untuk melamar anak gadisnya. Lun Nginul (Perantara Pernikahan) yang tidak

resmi ini boleh pria atau seorang wanita namun utusan resmi biasanya

seorang pria, tua-tua dalam adat. Suasana pertemuan tidak resmi, tetapi agak

tegang karena jawaban yang diperoleh akan menentukan tindakan

selanjutnya. Biasanya yang menerima utusan pribadi ini adalah orang tua

wanita, bersama kakek, nenek, kemudian hal tersebut disampaikan kepada

anak perempuannya. Jika sebelumnya antara kedua sejoli sudah saling kenal

dan keduanya bersedia untuk menikah, maka Lun Nginul (Perantara

Pernikahan) tidak resmi hanya menanyakan kepada orang tua si wanita

apakah bersedia menerima niat keluarga pihak pria untuk melakukan

peminangan resmi.

4. Peminangan Resmi (Nguduk)

Keluarga pria bersama Lun Nginul (Perantara Pernikahan) resminya

datang ke rumah wanita untuk melakukan peminangan resmi. Acara ini

melibatkan keluarga besar kedua belah pihak tua-tua adat, pendeta dan

masyarakat satu lokasi di mana peminangan akan dilangsungkan. Dalam

peminangan resmi ini biasanya dipakai dua orang perantara, satu orang dari

pihak pria dan satunya lagi dari pihak wanita. Lun Nginul (perantara

pernikahan) akan bertanya kepada kedua calon suami isteri apakah mereka

benar-benar bersedia untuk menikah, jika ada kesepakatan, maka

Page 11: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

11

dilanjutkan dengan membicarakan furut (mas kawin). Dalam membicarakan

furut (mas kawin) kedua Lun Nginul (perantara pernikahan) terlebih dahulu

menanyakan kepada keluarga pihak pria apakah sudah bersedia membayar

mas kawin yang ditetapkan adat berupa 3 (tiga) ekor Kerbau betina yang

sudah pernah beranak kepada pihak wanita, apabila disanggupi, maka

pelamaran ini dilanjutkan dan jika tidak disanggupi maka acara pelamaran

dihentikan sampai keluarga pria sudah bisa menyiapkan Furud (mas kawin)

yang sudah ditetapkan adat tersebut. Adapun jenis barang-barang Furut

(mas kawin) yang biasa diminta keluarga pihak wanita selain Furut (mas

kawin) yang ditetapkan adat berupa 3 (tiga) ekor kerbau betina, antara lain:

Kerbau (Kerbau), Berek (Babi), Rubih (Tempayan), Tawak (Gong), Bau

Tolang (Manik dari tulang), Karit (Mandau), Rigit (Uang), Motor (Sepeda

Motor), Simso, Igin Fade (Mesin Giling), Telam (Kasur), Senapang Futul

(Senjata Api), Eput (Sumpi) dll. Furut (mas kawin) ini biasanya tidak harus

berupa benda/ jenis barang yang diminta, barang-barang tersebut bisa

diuangkan, yang besarnya sesuai kesepakatan bersama keluarga kedua belah

pihak.

5. Gambaran tentang Foklor Lisan dalam Pernikahan Adat Dayak Lundayeh

Sejarah tentang asal usul suku Dayak sendiri berawal dari kedatangan

penduduk Yunan (sebelah Selatan Gurun Gobi, Cina) yang mendarat di

sebelah Barat dan Timur Pulau Kalimantan, mengakibatkan terdesaknya

masyarakat Melayu Tua ke pedalaman Pulau Kalimantan. Penduduk yang

menyebar di pedalaman/pegunungan Kalimantan merupakan penduduk asli

Kalimantan, karena bermukim jauh di daerah pedalaman/pegunungan maka

disebut orang Darat atau Daye, dan selanjutnya dikenal dengan Dayak.

Bentuk pernikahan yang berlaku dalam suatu masyarakat, erat kaitannya

dengan sistem kekerabatan yang dianutnya.

Dijelaskan dalam upacara pernikahan adat apabila ada seorang

mempelai tidak mengikuti upacara pernikahan sesuai adat maka akan

mengalami kesulitan dalam rumah tangga.

Page 12: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

12

6. Furut (mas kawin) Sebagai Denda atau Sangsi

Pernikahan adat Lundayeh didasarkan pada pemberian furut (mas kawin),

bukan saja sebagai ikatan hubungan dari kedua belah pihak, melainkan

sebagai sangsi bila pernikahan tersebut menghadapi masalah.

1. Bila laki-laki penyebab masalah terjadi peceraian maka :

a. semua barang yang diberikan pada waktu perkawinan tidak

dikembalikan;

b. pihak laki-laki didenda dengan penyebab perceraian tersebut yaitu :

semua hasil usaha yang diperoleh selama perkawinan diberikan

kepada pihak perempuan.

2. Bila pihak perempuan penyebab perceraian maka semua barang yang

diberikan pada pihak perempuan pada saat pernikahan dikembalikan

kepada pihak laki-laki.

7. Pelaksanaan Pernikahan (Fetutup)

Pelaksanaan perkawinan (Fetutup) dibagi atas 2 (dua) bagian, yaitu

sebagai berikut.

Ngaru Burung (Menyusun Kayu Api)

Sebelum Fetutup (Pelaksanaan Pernikahan) dilangsungkan,

dilakukan suatu rangkaian acara yang masyarakat setempat biasa dikenal

dengan nama Ngaru Burung, yaitu Menyusun Kayu Api, yang dilakukan

oleh keluarga pihak pria. Ngaru Burung (Menyusun Kayu Api) ini

dilakukan di depan rumah si wanita yang dibuat berbentuk gapura yang

tingginya kurang lebih 3 meter, dari puncak susunan kayu api ditarik kain

merah ke arah rumah si wanita yang panjangnya kurang lebih 100

(seratus) meter, kain itu diikat disetiap sudut rumah si wanita. Setelah

Ngaru Burung (menyusun kayu api) selesai dilakukan penyerahan mas

kawin oleh pihak pria kepada pihak wanita, yang dilangsungkan di dekat

susunan kayu api yang sudah berdiri.

8. Fetutup (Pelaksanaan Pernikahan)

Page 13: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

13

Setelah Ngaru Burung (penyusunan kayu api) dan penyerahan mas

kawin dilakukan, dilanjutkan dengan acara Fetutup (pelaksanaan

pernikahan), upacara ini dilangsungkan di Gereja, menyikuti tata cara

Gereja dan dalam bahasa Indonesia. Setelah pemberkatan pernikahan,

dilanjutkan dengan penandatanganan surat nikah yang dikeluarkan oleh

Gereja di mana perkawinan tersebut dilaksanakan. Pengesahan dan

pencatatan merupakan salah satu syarat pernikahan. Di lingkungan

masyarakat Suku Dayak Lundayeh dalam kenyataan masih banyak

pelaksaan perkawinan yang dilakukan berdasarkan Hukum Adat dan hanya

mendapat pengesahan dari lembaga keagamaan saja tanpa diikuti pencatatan

oleh lembaga catatan sipil.

9 Pesta Pernikahan (Erau Aweh)

Dalam pesta Pernikahan ini dibagi dalam dua kegiatan yaitu seperti

berikut.

10. Erau Aweh (Pesta Pernikahan)

Sebelum dilakukan pesta pernikahan pihak keluarga pria atau wanita

diwakili ketua adat memberikan suatu tuturan berupa :

“Semoga sepasang pengantin senantiasa berbahagia dan terima kasih kepada

para undangan atau hadirin yang telah datang dan mendoakan sepasang

mempelai”.

Setelah upacara Pernikahan dilakukan, dilanjutkan dengan Erau Aweh

(pesta pernikahan) dalam hal ini semua pemuka adat, pemuka agama dan

undangan khusus berkumpul di rumah pengantin wanita untuk mengikuti

acara pembukaan rumah tangga baru. Sedangkan anggota masyarakat

lainnya mengambil tempat di rumah-rumah tetangga yang berdekatan

dengan rumah si wanita untuk makan bersama-sama. Dalam acara membuka

rumah tangga baru tersebut dilakukan pemotongan peta sebagai lambang

pembukaan rumah tangga baru dan pemotongan kue pengantin oleh kedua

mempelai, setelah itu dilanjutkan dengan makan-makan bersama.

Page 14: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

14

Dalam pesta pernikahan dikalangan masyarakat Dayak Lundayeh,

menu utamanya adalah Luba Laya (nasi lembek), Daging Babi, Biter, Ubud

Baung dan Benak/ tinafe, semua menu ini harus direbus. Dalam acara pesta

tua-tua adat saling bersuapan dengan lemek berek (lemak babi) yang

panjangnya ½ m (setengah meter), sebagai tanda keakrapan satu sama lain.

11. Ngated Biung (mengantar harta)

Perwakilan pihak wanita dalam mengantar harta ke mempelai pria

yang diwakili atau yang telah ditunjuk menuturkan,

“Dihantarkan berupa harta kepada mempelai pria agar sang mempelai pria

dapat bertanggung jawab dalam rumah tangga dan mencari nafkah dan

menjadi pemimpin yang baik dan bijaksana dalam menuntun keluarganya”.

Ngated Biung ini dilakukan oleh pihak keluarga mempelai wanita ke

rumah mempelai pria. Biasanya harta atau barang-barang yang diberikan

berupa segala sesuatu kebutuhan kedua mempelai untuk berumah tangga

seperti: alat-alat dapur, papan buat rumah, Ogam (tikar), Raing (bakul),

Buan (bakul rotan), Bekang, Raung (saung), Karit (parang), Ubuh, Rinuh

dan lain-lain.

Setelah acara pernikahan dilakukan kedua mempelai sudah resmi

sebagai suami istri.

Bentuk dan Sistem Pernikahan Suku Dayak Lundayeh

Pembahasan

Upacara pernikahan adat Suku Dayak Lundayeh di Desa Pa’Pirit

Kecamatan Krayan Kabupaten Nunukan dalam suatu kajian folklor berupa

lisan dalam bentuk tuturan-tuturan dan doa dari kepala adat dan pendeta dalam

melaksanakan pernikahan dan melaksanakan tradisi dalam berbagai simbol

seperti nguduk, fetutup dan erau aweh yang harus dilaksanakan apabila tidak

dilaksanakan maka pernikahan dianggap tidak sah dan yang menjalankan

pernikahan kedua mempelai akan mengalami kesulitan di dalam berumah

tangga.

Page 15: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

15

Pernikahan yang dilaksanakan dalam masyarakat adat Dayak Lundayeh

Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan dilangsungkan dalam tahap-tahap

yang merupakan suatu kebiasaan yang bersifat turun- temurun. Kegiatan yang

melibatkan banyak orang tersebut diadakan terpisah-pisah, tetapi merupakan

suatu keseluruhan yang terdiri atas tiga kegiatan utama dalam upacara

penikahan, yakni peminangan (Nguduk) dimana pria mengutus seseorang Lun

Nginul (perantara pernikahan) untuk mendapat informasi dari keluarga wanita

apakah mereka akan menerima Lun Nginul (perantara pernikahan) resmi

keluarga pria untuk berkunjung ke rumah keluarga wanita untuk melamar anak

gadisnya. Lun Nginul (perantara pernikahan) yang tidak resmi ini boleh pria

atau seorang wanita namun utusan resmi biasanya seorang pria, tua-tua dalam

adat. Suasana pertemuan tidak resmi, tetapi agak tegang karena jawaban yang

diperoleh akan menentukan tindakan selanjutnya. Biasanya yang menerima

utusan pribadi ini adalah orang tua wanita, bersama kakek, nenek, kemudian

hal tersebut disampaikan kepada anak perempuannya.

Dalam membicarakan furut (mas kawin) kedua Lun Nginul (perantara

pernikahan) terlebih dahulu menanyakan kepada keluarga pihak pria apakah

sudah bersedia membayar mas kawin yang ditetapkan adat berupa tiga ekor

Kerbau betina yang sudah pernah beranak kepada pihak wanita, apabila

disanggupi, maka pelamaran ini dilanjutkan dan jika tidak disanggupi maka

acara pelamaran dihentikan sampai keluarga pria sudah bisa menyiapkan Furud

(mas kawin) yang sudah ditetapkan adat tersebut. Tetapi hal ini jarang terjadi,

karena biasanya Furut (mas kawin) ditanggung bersama-sama keluarga besar

pihak pria atau orang lain, yang dalam masyarakat Adat Dayak Lundayeh

dikenal dengan Balui (gantian).

Apabila keluarga pihak pria sudah bersedia membayar Furud (mas

kawin) tiga kerbau yang sudah ditetapkan tersebut, maka acara pelamaran

dilanjutkan dan kedua Lun Nginul (perantara pernikahan) menyampaikan hal

itu kepada keluarga pihak wanita. Selain Furud (mas kawin) yang sudah

ditetapkan adat tersebut, ada kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat adat

Page 16: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

16

suku Dayak Lundayeh Krayan yaitu memberi Furut (mas kawin) kepada semua

keluarga besar pihak wanita, yang jenis dan jumlahnya disesuaikan dengan

permintaan masing-masing anggota keluarga si wanita, seperti kakek, nenek,

bapak, ibu, kakak, adik, om, tante, dan orang lain yang menagih hutang furut

(mas kawin) dari keluarga besar siwanita.\

Adapun jenis barang-barang Furut (mas kawin) yang biasa diminta

keluarga pihak wanita selain Furut (mas kawin) yang di tetapkan adat berupa

tiga ekor kerbau betina, antara lain: Krobau (Kerbau), Berek (Babi), Rubih

(Tempayan), Tawak (Gong), Bau Tolang (Manik dari tulang), Karit (Mandau),

Rigit (Uang), Motor (Sepeda Motor), Simso, Igin Fade (Mesin Giling), Telam

(Kasur), Senapang Futul (Senjata Api), Eput (Sumpi) dan lainnya. Furut (mas

kawin) ini biasanya tidak harus berupa benda/ jenis barang yang diminta,

barang-barang tersebut bisa diuangkan, yang besarnya sesuai kesepakatan

bersama keluarga kedua pihak.

Apabila Nguduk (pertunangan) disetujui kedua belah pihak, maka si

wanita akan diberikan Tuduk (tanda pertunangan) oleh pihak pria berupa benda

berharga seperti, cincin, kalung, gelang dan manik serta karit (parang) untuk

orang tua si wanita. Sebagai tanda pertunangan sudah jadi, maka dilakukan

pemotongan babi yang nantinya dimakan bersama semua orang, yang ikut

menyaksikan acara pertunangan tersebut. Setelah peminangan resmi (Nguduk)

dilakukan dan disetujui maka diadakanlah pengumuman untuk

memberitahukan kehendak kedua calon mempelai untuk melangsungkan

pernikahan. Caranya adalah dengan membuat surat pemberitahuan tentang

adanya acara pernikahan, yang nantinya akan disampaikan kesetiap kampung-

kampung yang berdekatan dengan kampung asal kedua mempelai.

Pengumuman ini sekaligus sebagai undang pernikahan kedua calon mempelai,

pengumuman pemberitahuan pernikahan ini memuat beberapa hal itu seperti

hari dan jam dilaksanakan pernikahan.

Kemudian akan dilaksanakan acara sebelum Fetutup (pelaksanaan

pernikahan) dilangsungkan, dilakukan suatu rangkaian acara yang masyarakat

Page 17: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

17

setempat biasa kenal dengan nama Ngaru Burung, yaitu Menyusun Kayu Api,

yang dilakukan oleh keluarga pihak pria. Ngaru Burung (menyusun kayu api)

ini dilakukan di depan rumah si wanita yang dibuat berbentuk gapura yang

tingginya kurang lebih 3 meter, dari puncak susunan kayu api ditarik kain

merah ke arah rumah si wanita yang panjangnya kurang lebih 100 (seratus)

meter, kain itu diikat disetiap sudut rumah si wanita. Setelah ngaru burung

(menyusun kayu api) selesai dilakukan penyerahan mas kawin oleh pihak pria

kepada pihak wanita, yang dilangsungkan di dekat susunan kayu api yang

sudah berdiri.

Ada perbedaan antara dahulu dengan sekarang di mana dahulu hanya

menggunakan daun sebagai pembentang, akan tetapi dengan perkembangan

zaman penggunaan daun sebagai pembentang digantikan oleh kain sepanjang

30 meter dengan warna warni, akan tetapi warna yang mendominasi adalah

warna merah, di mana warna merah merupakan simbol dari suku Dayak

Lundayeh yang bermakna berani, bijaksana dan adil. Dalam acara Ngaru

Burung (menyusun kayu api) ini diadakan pesta kecil/ makan-makan bersama

yang disiapkan oleh keluarga si wanita. Ngaru Burung atau yang dikenal

dengan menyusun kayu api memiliki arti bahwa kayu burung yang berdiri

tegak di depan rumah seorang penduduk, memberi arti yaitu sebuah informasi

kepada masyarakat banyak bahwa ada pernikahan antara pengantin laki-laki

dan pengantin perempuan. Kayu burung layaknya berdiri di depan rumah

seorang tua dari seorang pengantin perempuan. Saat ada pernikahan, keluarga

besar dari pihak pengantin laki-laki membawa kayu api beramai-ramai

mengantar kayu api ini di depan rumah orang tua pihak pengantin perempuan.

Setelah Ngaru Burung (penyusunan kayu api) dan penyerahan mas kawin

dilakukan, dilanjutkan dengan acara Fetutup (pelaksanaan pernikahan), upacara

ini dilangsungkan di Gereja, mengikuti tata cara Gereja dan dalam bahasa

Indonesia. Setelah pemberkatan pernikahan, dilanjutkan dengan

penandatanganan surat nikah yang dikeluarkan oleh Gereja di mana pernikahan

tersebut dilaksanakan.

Page 18: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

18

Di lingkungan masyarakat Suku Dayak Lundayeh dalam kenyataan

masih banyak pelaksaan perkawinan yang dilakukan berdasarkan Hukum Adat

dan hanya mendapat pengesahan dari lembaga keagamaan saja tanpa diikuti

pencatatan oleh lembaga catatan sipil. Barulah diadakan pesta pernikahan

dilaksanakan setelah acara dari gereja dilaksanakan kemudian ketua adat

kembali mendoakan sepasang pengantin. Awe dehduah luk ngaweh megai

mawang niat me ngalap awa kuan dah luk yada’a me lun-luk idih narih ne

sebayang kuan dehduah luk ngaweh (Semoga sepasang pengantin senantiasa

berbahagia dan terima kasih kepada para undangan atau hadirin yang telah

datang dan mendoakan sepasang mempelai). Setelah upacara pernikahan

dilakukan, dilanjutkan dengan Erau Aweh (pesta pernikahan) dalam hal ini

semua pemuka adat, pemuka agama dan undangan khusus berkumpul di rumah

pengantin wanita untuk mengikuti acara pembukaan rumah tangga baru.

Sedangkan anggota masyarakat lainnya mengambil tempat di rumah-rumah

tetangga yang berdekatan dengan rumah si wanita untuk makan bersama-sama.

Setelah pesta perkawinan dilakukan pada sore harinya dilangsungkan

acara Ngated Biung (mengantar harta). Ngated Biung ini dilakukan oleh pihak

keluarga mempelai wanita ke rumah mempelai pria. Dalam hal ini jika kedua

mempelai dalam satu lokasi yang sama atau kampung berdekatan maka barang-

barang tersebut bisa diantar langsung ke rumah mempelai pria dan jika rumah

mempelai pria jaraknya lebih jauh maka barang-barang tersebut diantar ke

rumah adat setempat sebagai pengganti rumah mempelai pria, dan setelah acara

antar harta tersebut dilakukan keluarga mempelai pria boleh mengambil

barang-barang tersebut dari rumah adat.

Kalangan masyarakat Suku Dayak Lundayeh pelaksanaan upacara

pernikahan dilakukan secara aturan adat dan aturan Gerejawi, yaitu perkawinan

yang prosesinya berdasarkan hukum adat dan pengesahannya dilakukan oleh

Gereja, dalam hal ini adalah Pendeta, karena masyarakat Suku Dayak

Lundayeh menganut agama Kristen Protestan kurang lebih 97% (sembilan

puluh tujuh persen).

Page 19: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

19

Masyarakat Suku Dayak Lundayeh yang melakukan pernikahan

berdasarkan campuran antara aturan adat dan aturan Gereja, masih tergolong

sedikit, hal ini disebabkan kepatuhan masyarakat Suku Dayak Lundayeh

terhadap hukum adat masih kuat dibandingkan dengan hukum agama yang

dianutnya. Menurut pandangan masyarakat Suku Dayak Lundayeh hukum adat

adalah hukum yang hidup dan dipertahankan dalam pergaulan masyarakat, dan

mempunyai efek yang sangat besar pada sistem hukum yang berlaku dalam

masyarakat tersebut, dan pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan

aturan agama yang dianutnya. xcix

Berdasarkan perjelasan tersebut di atas maka, dapat disimpulkan bahwa

ketaatan masyarakat Suku Dayak Lundayeh Krayan terhadap taradisi adat,

dapat mempengaruhi pelaksanaan upacara pernikahan. Hal ini disebabkan

karena tradisi adat merupakan warisan leluhur mereka, yang bersifat turun-

temurun yang susah dipisahkan dari kehidupan masyarakat, di mana tradisi itu

dipercayakan dapat mengatur setiap segi kehidupan bermasyarakat dalam

melaksanakan kehidupan berumah tangga yang lebih baik.

Penutup

Berdasarkan hasil penelitian dan penjelasan yang telah dikemukakan

pada uraian sebelumnya dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.

Sistem Budaya Upacara Pernikahan Adat Dayak Lundayeh

a. Peminangan (Nguduk), mendahului peminangan yang resmi, maka

keluarga pria mengutus seseorang Lun Nginul (Perantara Pernikahan)

untuk mendapat informasi dari keluarga wanita. Keluarga pria bersama

Lun Nginul (Perantara Pernikahan) resminya datang kerumah wanita

untuk melakukan peminangan resmi.

b. Pelaksanaan Pernikahan (Fetutup), sebelum Fetutup (pelaksanaan

pernikahan) dilangsungkan, dilakukan suatu rangkaian acara yang

masyarakat setempat biasa kenal dengan nama Ngaru Burung, yaitu

Menyusun Kayu Api, yang dilakukan oleh keluarga pihak pria dan ada

Page 20: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

20

perbedaan dahulu hanya menggunakan daun sebagai pembentang

sekarang menggunakan kain sepanjang 30 meter.

c. Pesta Pernikahan (Erau Aweh), setelah upacara pernikahan dilakukan,

dilanjutkan dengan Erau Aweh (pesta pernikahan) dalam hal ini semua

pemuka adat, pemuka agama dan undangan khusus berkumpul di rumah

pengantin wanita untuk mengikuti acara pembukaan rumah tangga baru.

d. Fetutup (Pelaksanaan Pernikahan), upacara ini dilangsungkan di

Gereja, menyikuti tata cara Gereja dan dalam bahasa Indonesia.

Setelah pemberkatan pernikahan, dilanjutkan dengan penandatanganan

surat nikah yang dikeluarkan oleh Gereja di mana pernikahan tersebut

dilaksanakan.

-0-

Page 21: UPACARA PERNIKAHAN BERDASARKAN ADAD …susastra.fib.ui.ac.id/wp-content/uploads/81/2017/01/18-Makalah-H... · pernikahan yang berlaku turun-temurun tetap mewarnai pelaksanaan suatu

21

Daftar Pustaka

Danandjaja, James. 1991. Folklor Indonesia: Ilmu Gosip, Dongeng, dll. Jakarta:

Grafiti.

Kebudayaan dan Pariwisata. 2014. Profil Kabupaten dan Kecamatan Nunukan.

Nunukan.

Endraswara. Suwardi. 2010. Falsafah Hidup. Jakarta. Bhuana Ilmu Populer.

e-Journal Dinas Sosiatri - Sosiologi Volume 3, Nomor 2, 2015: 81-95

Hadikusuma, Hilman. 2005. Hukum Perkawinan Adat. Bandung : PT. Citra

Aditya Bakti

http://www.sarjanaku.com/2013/01/pengertian perkawinan makalah masalah.

Html (diakses pada tangal 29 Oktober 2013). Perubahan Proses

Perkawinan Masyarakat Adat Dayak Lundayeh (Ramsis).

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar ilmu Antropologi, Jakarta : Rineka Cipta.

Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT Remaja

Rosdakarya

Suryati, S.H, 2008. pelaksanaan perkawinan menurut hukum adat Suku dayak

lundayeh (Skripsi) Semarang.

Waluyo, Kusworo. 2013. Sekapur Sirih Dayak Lundayeh Kabupaten Nunukan.

Dinas Pariwisata Kabupaten Nunukan Kalimantan Utara.