unud-156-1654965666-bab ii

16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria) Tanaman temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) di berbagai negara dikenal dengan nama white tumeric (Inggris), kencur atau ambhalad (India) dan cedoaria (Spanyol). Klasifikasi tanaman temu putih adalah sebagai berikut : 1. Divisio : Spermathopyta 2. Subdivisio : Angiospermae 3. Kelas : Monocotyledonae 4. Bangsa : Zingiberales 5. Suku : Zingiberaceae 6. Marga : Curcuma 7. Jenis : (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) (Sumarny,2008). Tanaman temu putih tumbuh liar pada tempat-tempat terbuka yang tanahnya lembab pada ketinggian 0-1.000 m di atas permukaan laut. Sosok tanaman ini mirip dengan temulawak dan dapat dibedakan dari rimpangnya. Tanaman ini tingginya dapat mencapai 2 m. Batangnya merupakan batang semu yang dibentuk dari pelepah-pelepah daun yang tumbuh dari rimpangnya, berbentuk silindris dan lunak. Salah satu ciri khas dari spesies ini adalah adanya warna ungu di sepanjang ibu tulang daun. Helaian daun berwarna hijau muda sampai hijau tua dengan punggung daun berwarna pudar dan berkilat (Dalimartha, 2003). Bentuk daunnya bundar, lonjong ke ujung, pertulangan daun menyirip, warnanya hijau dengan panjang 25-70 cm dan lebar 8-15 cm. Mahkota bunga 6

Upload: janiar-ariani

Post on 08-Feb-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

materi bagus

TRANSCRIPT

Page 1: unud-156-1654965666-bab ii

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Temu Putih (Curcuma zedoaria)

Tanaman temu putih (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) di berbagai

negara dikenal dengan nama white tumeric (Inggris), kencur atau ambhalad

(India) dan cedoaria (Spanyol). Klasifikasi tanaman temu putih adalah sebagai

berikut :

1. Divisio : Spermathopyta

2. Subdivisio : Angiospermae

3. Kelas : Monocotyledonae

4. Bangsa : Zingiberales

5. Suku : Zingiberaceae

6. Marga : Curcuma

7. Jenis : (Curcuma zedoaria (Berg) Roscoe) (Sumarny,2008).

Tanaman temu putih tumbuh liar pada tempat-tempat terbuka yang

tanahnya lembab pada ketinggian 0-1.000 m di atas permukaan laut. Sosok

tanaman ini mirip dengan temulawak dan dapat dibedakan dari rimpangnya.

Tanaman ini tingginya dapat mencapai 2 m. Batangnya merupakan batang semu

yang dibentuk dari pelepah-pelepah daun yang tumbuh dari rimpangnya,

berbentuk silindris dan lunak. Salah satu ciri khas dari spesies ini adalah adanya

warna ungu di sepanjang ibu tulang daun. Helaian daun berwarna hijau muda

sampai hijau tua dengan punggung daun berwarna pudar dan berkilat (Dalimartha,

2003). Bentuk daunnya bundar, lonjong ke ujung, pertulangan daun menyirip,

warnanya hijau dengan panjang 25-70 cm dan lebar 8-15 cm. Mahkota bunga

6

Page 2: unud-156-1654965666-bab ii

7

berwarna putih, dengan tepi bergaris merah tipis atau kuning. Rimpang berwarna

putih atau kuning muda dengan rasa sangat pahit. Dari rimpangnya keluar akar-

akar yang kaku dan pada ujungnya terdapat kantong air (Dalimartha, 2003).

Gambar karakteristik rimpang temu putih dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Karakteristik rimpang temu putih

Temu putih banyak ditemukan di Indonesia seperti Jawa Barat, Jawa

Tengah, Sumatera, Ambon, dan Irian. Selain itu, temu putih dibudidayakan di

India, Banglades, Cina, Madagaskar, Filipina, dan Malaysia (Pdpersi, 2006).

2.2 Khasiat dan Kegunaan

Rimpang temu putih rasanya sangat pahit, pedas, sifatnya menghangatkan,

dan berbau aromatik. Berbagai manfaat dapat ditemukan dari seluruh bagian

tanaman temu putih, mulai dari daun, bunga, rimpang muda, dan rimpang tua.

Namun, rimpang merupakan bagian tanaman yang paling banyak dimanfaatkan.

Rimpang muda banyak digunakan untuk bumbu masak, sedangkan rimpang tua

digunakan sebagai bahan baku industri obat dan kosmetika terutama parfum

(Jaya, 2005). Di masyarakat, temu putih banyak digunakan sebagai obat kudis,

radang kulit, pencuci darah, perut kembung, dan gangguan lain pada saluran

Page 3: unud-156-1654965666-bab ii

8

pencernaan. Air perahan rimpang temu putih juga digunakan untuk membuang

angin dalam perut, merangsang pengeluaran air empedu, dan juga untuk

mengobati usus berdarah (Wikipedia, 2006).

Kurkumin yang terkandung dalam rimpang temu putih terbukti memiliki

efek antiradang. Aktivitas antiradang kurkumin pertama kali dilaporkan oleh

Grieve pada tahun 1971, kurkumin sangat aktif dalam menghambat peradangan

baik secara akut maupun kronis pada model hewan percobaan. Pada percobaan

akut, kurkumin memiliki potensi yang hampir sama dengan fenilbutason dan

kortison. Sedangkan pada percobaan kronis kurkumin hanya menunjukkan

setengah potensi fenilbutason (Wikipedia, 2006 dan Sumarny, 2008).

Selain sebagai antiradang, kurkumin juga diindikasikan sebagai

antioksidan. Keaktifan antioksidan kurkumin pertama kali dilaporkan oleh

Sharma (1972) melalui uji in vitro maupun in vivo, membuktikan kemampuan

kurkumin dalam menghambat lipid peroksidase (LPO) tanpa dan dengan

karagenin (Kunchandy and Rao, 1990).

2.3 Minyak Atsiri

Minyak atsiri disebut juga minyak esteris, minyak esensial, atau minyak

aromatik. Minyak atsiri merupakan kelompok besar minyak nabati yang berwujud

cairan kental pada suhu kamar, namun mudah menguap sehingga memberikan

aroma yang khas. Minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar tanpa

mengalami dekomposisi, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya,

umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air (Galih, 2007).

Dalam bidang industri minyak atsiri digunakan dalam pembuatan

kosmetik, parfum, antiseptik, obat-obatan, flavouring agent dalam makanan atau

Page 4: unud-156-1654965666-bab ii

9

minuman, serta sebagai pencampur rokok kretek. Beberapa jenis minyak atsiri

digunakan sebagai bahan antiseptik internal dan eksternal, bahan analgesik,

hemolitik atau sebagai antizimatik, serta sebagai sedativa dan stimulans untuk

obat sakit perut (Galih, 2007).

Minyak atsiri merupakan suatu produk yang memiliki bau khas sebagai

perkembangan proses hidup tanaman. Minyak atsiri dihasilkan oleh sel tanaman

atau jaringan tertentu dari tanaman secara terus menerus sehingga dapat memberi

ciri tersendiri yang berbeda-beda antara tanaman satu dengan tanaman lainnya.

Para ahli biologi menganggap, minyak atsiri merupakan metabolit sekunder yang

biasanya berperan sebagai alat pertahanan diri agar tidak dimakan oleh hewan

(hama) ataupun sebagai agen untuk bersaing dengan tumbuhan lain dalam

mempertahankan ruang hidup (Wikipedia, 2007)

Sifat minyak atsiri ditentukan oleh persenyawaan kimia yang terdapat di

dalamnya, terutama persenyawaan tak jenuh (terpena), ester, asam, aldehida, serta

beberapa jenis persenyawaan lainnya. Beberapa proses yang mengakibatkan

perubahan sifat kimia minyak atsiri adalah oksidasi, hidrolisis polimerisasi, dan

penyabunan. Minyak atsiri yang baru diekstraksi biasanya tidak berwarna atau

berwarna kekuningan. Jika minyak atsiri lama di udara terbuka dan terkena

cahaya pada suhu kamar, maka minyak atsiri tersebut dapat mengabsorpsi oksigen

di udara sehingga menghasilkan warna minyak yang lebih gelap, bau minyak

berubah dari bau wangi alamiahnya dan minyak lebih kental dan akhirnya

membentuk sejenis resin. Minyak atsiri dapat menguap pada suhu kamar dan

penguapannnya semakin banyak seiring dengan kenaikan suhu (Galih, 2007).

Page 5: unud-156-1654965666-bab ii

10

Hidrokarbon penyusun utama minyak atsiri adalah persenyawaan terpen.

Terpen merupakan senyawa hidrokarbon tidak jenuh dan unit terkecil yang

terdapat dalam molekulnya disebut isopren (C5H8) seperti pada Gambar 2.2.

isopren kepala

ekor

satuan struktur isopren

Gambar 2.2 Kerangka dasar satu unit isopren

Satuan isopren umumnya tersusun dalam satuan urutan dari kepala ke

ekor, yaitu dari ujung bercabang dari satuan isopren yang dihubungkan dengan

ujung yang tidak bercabang dari satuan isopren yang lain (Robinson, 1995 dan

Soetarno, 1990). Terpen minyak atsiri dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu

monoterpen dan seskuiterpen.

a. Monoterpen

Monoterpen terbentuk dari dua satuan isopren yang membentuk 10 atom

karbon. Monoterpena merupakan komponen utama dari minyak atsiri yang

berperan dalam menimbulkan bau dan rasa. Monoterpena berupa cairan yang

tidak berwarna, tidak larut dalam air, dapat disuling uap, dan berbau harum.

Monoterpena mempunyai titik didih berkisar antara 140 - 180°C. Berdasarkan

kerangka karbonnya monoterpen dapat dibagi menjadi tiga golongan, yaitu

asiklik, monosiklik, dan bisiklik. Asiklik misalnya mirsen, monosiklik misalnya

limonen, dan bisiklik misalnya pinen, dengan struktur seperti Gambar 2.3

(Robinson, 1995).

Page 6: unud-156-1654965666-bab ii

11

Mirsen Limonen alfa pinen

Gambar 2.3. Struktur contoh senyawa golongan monoterpen

b. Seskuiterpen

Seskuiterpen berasal dari tiga satuan isopren dengan 15 atom karbon.

Seskuiterpen terdapat sebagai minyak atsiri yang tersuling uap dan berperan

penting dalam memberi aroma pada buah dan bunga. Seskuiterpen memiliki

titik didih di atas 200 0C. Seskuiterpen dipilah berdasarkan kerangka karbon

dasarnya, yang umum adalah asiklik, monosiklik, dan bisiklik. Beberapa

contoh golongan seskuiterpen adalah farnesol (asiklik), bisabolen (monosiklik),

dan karatol (bisiklik) (Robinson, 1995). Struktur seskuiterpen disajikan pada

Gambar 2.4.

CH2OH

Farnesol Bisabolena Karatol

Gambar 2.4. Struktur contoh senyawa golongan seskuiterpen

2.4 Kandungan Kimia Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih

Rimpang temu putih mengandung 1-2,5% minyak menguap dengan

komposisi utama seskuiterpen. Minyak menguap tersebut mengandung lebih dari

20 komponen seperti kurzerenon (zedoarin) yang merupakan komponen terbesar,

kurzerena, pirokurkuzerenon, kurkumin, kurkumenon, epikurkumenol, kurkumol

Page 7: unud-156-1654965666-bab ii

12

(kurkumenol), isokurkumenol, prokurkumenol, dehidrokurdon, furanodienon,

isofuranodienon, furanodiena, zederon, dan kurdion. Minyak atsiri yang terdapat

pada temu putih asli India juga mengandung 1,8-sineol (15,9%) dan germakron

(9,0%) (Pdpersi, 2006 dan Purkayastha et al, 2006). Pada penelitian yang telah

dilakukan oleh Setiani, 2010 diperoleh senyawa yang terkandung dalam rimpang

temu putih antara lain : kamfen; beta pinen; 1,3,3-trimetil-sineol; kamfor; 1-etenil-

1-metil-2,4-bis(1-metietenil) sikloheksana; kurzeren; germakron; dan velleral.

Minyak atsiri temu putih berupa cairan kental kuning emas mengandung

monoterpen dan seskuiterpen. Monoterpen Curcuma zedoaria terdiri dari

monoterpen hidrokarbon (alfa pinen, d-kamfen), monoterpen alkohol (d-borneol),

monoterpen keton (d-kamfer), monoterpen oksida (sineol). Seskuiterpen dalam

Curcuma zedoaria terdiri dari berbagai golongan dan berdasarkan penggolongan

yang dilakukan terdiri dari golongan bisabolen, germakron, eudesman, guaian,

dan golongan spironolakton. Kandungan lain meliputi etil-p-metoksisinamat, 3,7-

dimetillindan-5-asam karboksilat (Windono et al, 2002). Adapun beberapa contoh

struktur senyawa yang terkandung dalam rimpang temu putih dipaparkan pada

tabel 2.1.

Tabel 2.1 Contoh struktur senyawa kimia yang terkandung dalam rimpang temu putih

Nama senyawa Struktur senyawa Rumus molekul

Berat molekul

Kurzerenon

C15H20O2

232

Page 8: unud-156-1654965666-bab ii

13

Kurkumol

C15H22O2

234

Kurzerena

C15H20O

216

Isokurkumenol

C15H22O2

234

Furanodiena

C15H20O

216

Kamfen

CH2

Me Me

d-kamfen

C10H16

136

Page 9: unud-156-1654965666-bab ii

14

2.5 Teknik Isolasi Minyak Atsiri Temu Putih dengan Destilasi Uap

Metode yang banyak digunakan untuk memisahkan dan memurnikan

senyawa-senyawa organik dalam bentuk cair adalah dengan cara destilasi.

Terdapat tiga teknik destilasi, yang sering digunakan adalah destilasi sederhana,

destilasi uap, dan destilasi fraksi. Untuk mengisolasi minyak, biasanya digunakan

teknik destilasi uap. Destilasi uap didasarkan pada volatilitas dari beberapa

senyawa organik terhadap uap yang terjadi pada temperatur kurang dari 1000C

Nama senyawa Struktur senyawa Rumus molekul

Berat molekul

1,3,3-trimetil-

sineol O

CH3

CH3

CH3

C10H18O

154

Kamfor Me

O

CH3

d-kamfer

C10H16O

152

Germakron CMe

O

Me

Me

C15H22O

218

Velleral CH3

CH3

CH3

HC

HC

O

O

C15H20O2

232

Borneol

Me Me

OH

CH3

d-borneol

C10H18O

154

Page 10: unud-156-1654965666-bab ii

15

(Sastrohamidjojo, 2004). Destilasi juga bisa dikatakan sebagai suatu metode

pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan

menguap. Komponen yang memiliki titik didih lebih rendah akan menguap

terlebih dahulu (Wikipedia, 2008).

Prinsip destilasi uap adalah melibatkan kodestilasi campuran air dan

senyawa organik yang mudah menguap dan tidak bercampur dengan air. Salah

satu keuntungan isolasi minyak atsiri dengan menggunakan destilasi uap

diantaranya penetrasi uap ke dalam sel-sel tanaman cukup baik dan membagi uap

lebih merata ke seluruh bagian ketel. Selama proses destilasi berlangsung, uap air

masuk menembus jaringan material dan melarutkan sebagian minyak yang ada di

dalam sel. Uap air menembus dengan cara osmosis yang mengakibatkan

pembengkakan membran dan akhirnya minyak sampai pada permukaan.

Kemudian minyak langsung diuapkan bersama-sama dengan uap air. Proses ini

berlangsung terus menerus sampai semua minyak yang ada di dalam sel keluar.

(Sudjadi, 1992).

2.6 Uji Aktivitas Antikanker

Metode awal yang digunakan untuk menguji antikanker antara lain adalah

uji toksisitas dengan menggunakan larva Artemia salina Leach, sedangkan uji

lanjutannya adalah uji in vitro dan in vivo.

2.6.1 Uji toksisitas terhadap larva Artemia salina L

Uji toksisitas dengan menggunakan larva Artemia salina Leach

merupakan suatu metode skrining awal untuk menentukan sifat sitotoksik suatu

ekstrak ataupun senyawa. Penggunaan larva Artemia salina Leach sebagai

bioindikator pertama kali dilakukan pada tahun 1956, kemudian penggunaannya

Page 11: unud-156-1654965666-bab ii

16

meluas untuk toksin-toksin alami dan sebagai skrining umum untuk substansi

bioaktif yang terdapat pada eksrak tanaman (Meyer dkk, 1982 dan Steven 1993).

Metode pengujian dengan larva Artemia salina Leach merupakan cara

yang paling efektif dan sederhana karena ketersediaan telur-telur udang yang

mudah menetas, pertumbuhannya cepat dan relatif mudah pengaturan populasinya

pada kondisi laboratorium. Pengembangan metode ini didasarkan pada sifat khas

dari larva udang yang dapat menerima segala jenis zat dan bahan tanpa seleksi

terlebih dahulu, pengerjaannya mudah, cepat serta menggunakan sampel yang

relatif sedikit. Selain digunakan sebagai pendeteksi komponen yang dapat

membunuh kanker maupun hama, metode ini dapat juga digunakan sebagai

metode penapisan awal untuk menemukan komponen antikanker pada tumbuhan

tingkat tinggi (Mclaughlin, 1991 dan Meyer, 1982).

Uji ini menggunakan larva Artemia salina Leach yang telah berumur 48 jam

yang diuji pada konsentrasi ekstrak 10 ppm, 100 ppm, dan 1000 ppm selama 24

jam. Dalam setiap vial (tempat uji), percobaan ini diulang sebanyak 3 kali. Data

mortalitas larva selanjutnya dianalisis untuk memperoleh nilai LC50 (konsentrasi

yang menyebabkan kematian 50% larva). Apabila LC50 kurang dari 1000 ppm,

dikatakan mempunyai potensi sebagai antikanker (Steven, 1993 dan Meyer,

1982).

2.6.2 Uji in vitro terhadap sel mieloma mencit dan sel HeLa

Uji yang dilakukan selanjutnya adalah uji in vitro menggunakan sel

mieloma mencit dan sel HeLa. Sel mieloma merupakan sel kanker limfosit B yang

berasal dari tikus atau kanker dari plasma sel. Plasma sel banyak terdapat pada

sumsum tulang belakang dan merupakan bagian dari sistem imun yang

Page 12: unud-156-1654965666-bab ii

17

bertanggung jawab dalam produksi antibodi yang berupa imunoglobulin. Mieloma

akan menghasilkan imunoglobin abnormal yang disebut protein monoklonal. Sel

mieloma juga akan menyerang dan menghancurkan lapisan luar dari tulang

sehingga menyebabkan osteolisis (Wikipedia, 2010). Gambar sel mieloma dapat

dilihat pada Gambar 2.5.

Kultur sel HeLa atau HeLa cell line merupakan continuous cell line yang

diturunkan dari sel epitel kanker leher rahim (cervix) seorang wanita penderita

kanker leher rahim bernama Henrietta Lacks yang meninggal akibat kanker pada

tahun 1951 (Alexander, 2006). Sel HeLa ini cukup aman dan merupakan sel

manusia yang umum digunakan untuk kepentingan kultur sel (Rosita, 2000).

HeLa bersifat imortal yang tidak dapat mati karena tua dan dapat membelah

secara tidak terbatas selama memenuhi kondisi dasar bagi sel untuk tetap hidup

masih ada. Sel HeLa telah mengalami transformasi akibat infeksi human

papillomavirus 18 (HPV 18) dan berbeda dengan sel leher rahim yang normal

(Wikipedia, 2006b).

Gambar 2.5. Sel mieloma mencit

Page 13: unud-156-1654965666-bab ii

18

Sel HeLa dapat tumbuh dengan agresif dalam media kultur. Media yang

digunakan adalah media RPMI 1640-serum. Di dalamnya terkandung nutrisi yang

cukup untuk pertumbuhan, yaitu asam amino, vitamin, garam-garam anorganik,

dan glukosa. Serum yang ditambahkan mengandung hormon-hormon yang

mampu memacu pertumbuhan sel. Albumin berfungsi sebagai protein transport,

lipid diperlukan untuk pertumbuhan sel, dan mineral berfungsi sebagai kofaktor

enzim (Freshney,1986). Gambar sel HeLa dapat dlihat pada Gambar 2.6.

Untuk menentukan jumlah sel yang mati digunakan pewarna larutan tripan

biru 0,4%. Sel yang mati akan menyerap tripan biru karena permeabilitas

membrannya telah rusak. Maka dari itu, sel yang mati akan terwarnai biru. Sel

yang akan dihitung kepadatannya, dirontokkan terlebih dahulu dari dasar botol

kultur dan dihomogenkan. Selanjutnya diambil suspensi sel dan larutan tripan biru

dengan perbandingan 1 : 9. Campuran tersebut dihomogenkan dan siap dihitung

dengan hemositometer. Sebelum dimasukkan ke hemositometer, sebaiknya

ditunggu minimal 3 menit dengan tujuan memberikan waktu untuk penyerapan

warna dan perhitungan harus diselesaikan dalam waktu kurang dari 10 menit agar

Gambar 2.6. Gambar sel HeLa

Page 14: unud-156-1654965666-bab ii

19

tidak ada sel yang mati karena pengaruh zat warna tersebut (Sukardiman, 2006).

Data hasil percobaan dianalisis dengan menggunakan uji Anova satu arah untuk

mengetahui pengaruh penambahan ekstrak dengan konsentrasi yang berbeda pada

kultur sel mieloma mencit dan sel HeLa.

Untuk mengetahui kelompok larutan percobaan mana saja yang berbeda

maka dilakukan uji LSD (Least Significant Difference). Selanjutnya ditentukan

harga LC50, yakni konsentrasi larutan uji yang menghambat 50% pertumbuhan sel

dengan menggunakan analisis probit (Sukardiman, 2006). Menurut Swanson

(1990) dan Ma’at (1998) dalam Hidayat (2002) ekstrak tanaman dianggap

memiliki aktivitas antikanker jika harga LC50 < 20 µg/mL terhadap kultur sel

kanker.

2.7 Metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)

Metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay) merupakan teknik

antibodi atau antigen pada suatu sampel. Metode ini pertama kali diperkenalkan

oleh Peter Perlmman dan Eva Engvall pada tahun 1971 (Wikipedia, 2008).

Dasar penggunaan ELISA dalam imunotoksikologi adalah untuk

mendeteksi penyebaran antibodi spesifik pada sampel serum yang dihasilkan dari

suatu materi yang telah disintesis dalam suatu antigen khusus. Uji ini dapat

dibentuk untuk beberapa golongan antibodi. Serum antibodi spesifik bereaksi

dengan antigen tertentu dalam keadaan permukaan tidak bergerak untuk

membentuk suatu kompleks. Berbagai macam teknik dapat digunakan untuk

mengikatkan suatu enzim ke dalam kompleks tersebut. Selanjutnya enzim

dreaksikan dengan substrat yang cocok untuk membentuk reaksi warna yang

Page 15: unud-156-1654965666-bab ii

20

dapat diukur secara spekktrofotometri. Intensitas dari reaksi warna tersebut dapat

dikorelasikan sebagai jumlah antibodi yang dihasilkan (Burleson, 1995).

Enzim yang digunakan untuk melabel antigen atau antibodi harus

memenuhi beberapa persyaratan, diantaranya tidak boleh mengurangi sifat

imunologi antigen maupun antibodi, harus dapat diperoleh dalam keadaan murni

serta stabil untuk dapat disimpan selama jangka waktu tertentu. Enziim yang

banyak dipakai pada saat ini adalah peroksidase, fosfatase lindi, glukosa oksidase

dan β-galaktosidase (Kresno, 1996).

ELISA telah digunakan secara luas dalam ilmu pengobatann klinik untuk

mengidentifikasi adanya bakteri, virus, dan antigen-antigen parasitik. Baru-baru

ini, metode ELISA banyak digunakan untuk mendeteksi adanya kontaminan-

konntaminan antigen atau antibodi (Wikipedia, 2008).

2.8 Identifikasi Minyak Atsiri Rimpang Temu Putih

Identifikasi minyak atsiri rimpang temu putih menggunakan teknik

spektroskopi kromatografi gas – spektroskopi massa (Harborne, 1987).

Kromatografi gas merupakan salah satu metode pemisahan yang baik untuk

memisahkan campuran yang rumit dengan tingkat kemurnian hasil pemisahan dan

sensitivitas yang tinggi. Kromatografi jenis ini menggunakan fase diam berupa

cairan yang sering disebut dengan kromatografi gas cair (GLC) dengan fase

geraknya adalah gas. Metode ini sering digunakan dalam identifikasi senyawa

karena memberikan waktu retensi yang khas untuk senyawa yang berbeda.

Metode ini biasanya digabungkan dengan metode identifikasi lainnya, yaitu

Page 16: unud-156-1654965666-bab ii

21

spektroskopi massa yang biasa disebut dengan GC-MS (Sastrohamidjojo, 1991

dan Gritter, 1991).

Pada identifikasi senyawa organik, molekul organik ditembak dengan

berkas elektron menjadi ion bermuatan positif yang berenergi tinggi (ion

molekuler), kemudian ion molekuler ini terpisah menjadi fragmen-fragmen yang

lebih kecil. Fragmen-fragmen yang terpisah dicatat sebagai suatu puncak yang

dinyatakan dalam satuan massa dibagi muatan (m/e). Spektrometer massa dapat

mengidentifikasi massa molekul relatif (BM), dan pemenggalan suatu senyawa

yang tidak diketahui, dengan membandingkannya terhadap senyawa yang dikenal

(standar). Dari data yang diperoleh bila ada kesamaan, dapat dianggap bahwa

senyawa tersebut identik (Silverstein, 1981 dan Gritter, 1991).