universitas pendidikan indonesia 2008 -...

47
Laporan Hibah Kompetensi PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU BIOLOGI MELALUI MODEL INSERVICE DUAL MODE Dr. phi). Ari Widodo, M . Ed. Batch I Angkatan 1 Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departernen Pendidikan Nasional sesuai dengan surat perjanjian pelaksanaan banluan Hibah Kompetensi nomor 011/HIKOM/DP2M/2008, tanggal 25 Juni 2008 UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2008

Upload: vudung

Post on 23-Mar-2018

231 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Laporan Hibah Kompetensi

PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU B I O L O G I

M E L A L U I M O D E L I N S E R V I C E DUAL MODE

Dr. phi). Ari Widodo, M . Ed.

Batch I Angkatan 1

Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departernen Pendidikan Nasional

sesuai dengan surat perjanjian pelaksanaan banluan Hibah Kompetensi

nomor 011/HIKOM/DP2M/2008, tanggal 25 Juni 2008

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2008

Laporan Hibah Kompetensi

PENINGKATAN PROFESIONALISME GURU B I O L O G I

M E L A L U I M O D E L I N S E R V I C E DUAL M O D E

Dr. phil. Ari Widodo, M . Ed.

Batch I Angkatan I

Dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional

sesuai dengan surat perjanjian pelaksanaan bantuan Hibah Kompetensi

nomor 011/HIKOM/DP2M/2008, tanggal 25 Juni 2008

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

2008

H I B A H KOMPETENSI

1. Judul Kegiatan

2. Jenis Kegiatan 3. Nama Ketua Tim Pengusu 4. Jurusan

Fakultas Perguruan Tinggi

5. Alamat No. Telepon/Faks E-mail No. telepon

6. Lamanya Kegiatan 7. Nama dan alamat lengkap

- dari dalam negeri

- dari luar negeri

: Peningkatan Profesionalisme Guru Biologi Melalui Model Inservice Dual Mode

: Penelitian

1: Dr. phil. Ari Widodo, M . Ed : Pendidikan Biologi : FPMIPA : Universitas Pendidikan Indonesia : Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung : 022-2001937 : [email protected] : 081321656749 : 3 tahun

peers : Prof. Dr. Nuryani Rustaman, M . Pd.

Jurdik Biologi FPMIPA UPI Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung

: Prof. Dr. Reinders Duit IPN an der Universitat Kiel Olshausenstrape 62 D-24098 Kiel - Germany

a Penelitian

man, M . Pd.) 1476591

Bandung, Nopember 2008 Ketua Tim Pelaksana,

(Dr. phil. Ar i Widodo, M . Ed) NIP. 131998644

Mengetahui Pembantu Rektor-Bidang Perencanaan dan Litbang

^Xtyym'ft^ Pendidikan Indonesia,

F0r. Utari Sumarmo) NIP. 130256564

DAFTAR ISI

Ringkasan i

Daftar Isi i i

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar belakang 1

1.2 Tujuan 2

BAB II KAJIAN PUSTAKA 4

2.1 Roadmap penelitian 4

2.2 Kebaharuan penelitian 7

2.3 Luaran kegiatan 9

BAB I I I METODE PELAKSANAAN 10

3.1 Rencana utuh penelitian 10

3.2 Penelitian tahap I 12

BAB IV HASIL D A N PEMBAHASAN 14

4.1 Hasil need assessment , 14

4.2 Pengembangan bahan pelatihan 19

4.3 Pengembangan website 20

4.4 Publikasi ilmiah 23

BAB V KESIMPULAN D A N REKOMENDASI 25

5.1 Kesimpulan •• 25

5.2 Rekomendasi 25

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN-LAMPIRAN .- 28

Lampiran 1 Biodata peneliti hibah kompetensi 29

ii

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Permasalahan kualitas pendidikan di Indonesia banyak mendapat sorotan.

Rendahnya pencapaian siswa dalam UAN dan hasil studi komparasi antar negara

(Gonzales et al., 2004; OECD/UNESCO-UIS, 2003) merupakan salah satu indikator

rendahnya kualitas pendidikan. Walaupun kualitas keberhasilan ditentukan oleh banyak

hal, misalnya kurikulum, sarana dan prasarana, dukungan orang tua dan masyarakat,

namun guru sebagi ujung tombak pendidikan merupakan pihak yang paling banyak

disorot. Oleh karena itu muncul berbagai usaha untuk meningkatkan profesionalisme

guru.

Pembinaan professionalisme guru di Indonesia dilaksanakan oleh berbagai

pihak, mulai dari tingkat pemerintahan pusat (Depdiknas), pemerintahan daerah

(Dinas), dan tingkatan sekolah (Gambar 1.1).

Ditjen Mutu Pendidikan

LPMP PPPPTK

Guru IPA

Ditjen Dikti

PPTK&KPT

Guru IPA Profesional

Dinas Pendidikan

MGMP IPA, K K G

Kepala Sekolah

Peng-awas

PGRI

HISPPI PAI

Organisasi Profesi

Gambar 1. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembinaan profesionalisme guru

1

Selain unsur yang berasal dari kelembagaan pemerintah, terdapat pula yang

berasal dari organisasi profesi seperti PGRI, ISPI, HISPPIPA1 maupun dari pihak lain,

misalnya perguruan tinggi. Semua pihak tersebut pada dasarnya ikut berperan serta

dalam pembinaan profesionalisme guru.

Pembinaan professionalisme guru pada tingkat sekolah dilakukan oleh kepala

sekolah dan MGMP sekolah yang dalam pelaksanaannya dilakukan dalam bentuk

pertemuan periodik untuk mendiskusikan peningkatan kualitas pembelajaran. Kepala

sekolah melakukan pembinaan professional secara internal dalam bentuk supervisi

akademis dan non akademis kepada para guru. Pembinaan yang berasal dari pihak lain

dilakukan dalam berbagai bentuk, baik itu seminar, lokakarya, dan penataran.

Secara teknis pelaksanaan program peningkatan profesionalisme yang

konvensional seringkali juga berhadapan dengan beberapa permasalahan terkait

kemampuan pemberi layanan dan juga kondisi geografis Indonesia.

1. Jumlah guru yang harus mendapatlan layanan pengembangan profesionalisme

jauh lebih besar dibandingkan dengan kemampuan lembaga-lembaga (LPMP,

P4TK, dan perguruan tinggi) yang bisa memberikan layanan. Akibatnya dengan

sistem yang telah ada, hanya sedikit sekali guru yang mendapatkan kesempatan

mengikuti program peningkatan profesionalisme. Sebagian besar guru justeru

belum berkesempatan mengikuti kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan

profesionalisme.

2. Kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan medan yang berat

menyebabkan banyak guru (terutama guru-guru yang tinggal di daerah terpencil)

seringkali tidak pernah mendapat kesempatan mengikuti program yang

ditawarkan.

1.2 Tujuan

Tujuan umum kegiatan ini adalah untuk meningkatkan profesionalisme guru-guru

biologi sehingga pada gilirannya bisa meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran

biologi di sekolah. Adapun tujuan khusus yang akan dicapai adalah:

1. Memperlua's jangkauan pemberian layanan profesional kepada guru-guru

biologi.

2. Meningkatkan pemahaman konsep guru-guru, terutama tentang perkembangan

biologi terkini.

2

BAB I I

K A J I A N PUSTAKA

2.1 Roadmap penelitian

Sekalipun sudah banyak program peningkatan profesionalisme guru yang telah

dilakukan, namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran di

dalam kelas tidak banyak berubah. Setelah mengikuti suatu kegiatan penataran, cara

guru mengajar tetap saja seperti sebelum mengikuti kegiatan penataran. Ada dua

kegiatan utama yang telah kami lakukan terkait peningkatan profesionalisme guru,

yaitu studi deskritif melalui angket untuk tentang gambaran program peningkatan

profesionalisme guru (Widodo, Riandi, Amprasto & Wulan, 2006) dan studi

eksperimental untuk mendapatkan gambaran pemanfaatan program coaching (Widodo,

Riandi & Supriatno, 2007).

Berdasarkan survei yang telah kami lakukan (Widodo, Riandi, Amprasto &

Ana Ratna Wulan, 2006) diperoleh hasil sebagai berikut

a. Program peningkatan profesionalisme guru hendaknya memperhatikan aspek

pemerataan. Keiuhan yang sering diungkapkan oleh para guru adalah bahwa ada

orang-orang tertentu yang seringkali mendapatkan kesempatan untuk mengikuti

berbagai kegiatan sedangkan sebagian yang lain tidak/jarang mendapatkan

kesempatan

b. Program-program peningkatan profesionalisme guru-guru sains yang telah ada

jarang sekali membahas permasalahan yang ada di lapangan. Walaupun materi

yang disajikan bisa dipahami dengan baik oleh para guru namun sulit

diimplementasikan.

c. Program-program peningkatan profesionalisme guru-guru sains yang telah ada

jarang sekali diikuti dengan monitoring dan evaluasi.

d. Program-program peningkatan profesionalisme guru-guru sains yang telah ada

seringkali tidak sesuai dengan kondisi sekolah baik dalam hal ketersediaan

sarana dan prasarana, pengelolaan waktu, dan kondisi siswa.

e. Kegiatan peningkatan profesionalisme guru di masa mendatang hendaknya

menggabungkan antara teori dan praktek.

f. Pengayaan materi sains terkini dan metode pembelajaran merupakan dua topik

kegiatan yang perlu dilakukan.

Berdasarkan temuan-temuan tersebut, program-program peningkatan

profesionalisme guru-guru sains di masa mendatang hendaknya memiliki ciri-ciri

sebagai berikut.

a. Kegiatan dalam peningkatan profesionalisme guru sains terdiri dari dua bagian,

yaitu pelatihan massal dan kemudian diikuti dengan pembimbingan dalam

kelompok kecil.

b. Ada monitoring yang berkelanjutan terhadap kegiatan yang dilakukan.

Monitoring bukan bersifat evaluatif namun lebih bersifat bimbinga» klinis yang

dilakukan dalam jangka waktu tertentu.

Model pengembangan profesionalisme guru yang mempunyai ciri-ciri tersebut dapat

direpresentasikan dalam gambar berikut (lihat Gambar 2.1)

Pelatihan Massal Berbasis kelompok bidang studi

• Materi yang kontekstual • Latihan & contoh konkret • Berbasis kelompok (MGMP/

sekolah)

• Materi yang kontekstual • Latihan & contoh konkret • Berbasis kelompok (MGMP/

sekolah)

ft

^ Evaluasi ^

MGMP, Kepala Sekolah, Komite sekolah, orang tua, Dinas Pendidikan

Monitoring

(Bimbingan Klinis)

LPTK

Gambar 2.1 Diagram model program peningkatan profesionalisme guru sains

Dari penelitian lanjutan yang kami lakukan (Widodo, Riandi, Supriatno, 2007)

tentang pemanfaatan paket program coaching berbasis video diperoleh hasil sebagai

berikut.

5

a. Paket program coaching tersebut bisa membantu coachee (terutama guru) untuk

menyadari kelemahan dalam dirinya yang perlu diperbaiki, mendapatkan ide

untuk memperbaikinya kelemahan yang dimiliki, dan memotivasi mereka untuk

meningkatkan kemampuan diri.

b. Berbeda dari program-program peningkatan profesionalisme yang telah ada,

coaching berbasis video bersifat lebih personal (sehingga bisa memenuhi

kebutuhan guru yang beragam) dan kontekstual (sesuai dengan permasalahan

yang dihadapi guru di lapangan).

Berdasarkan temuan yang diperoleh dari dua penelitian yang telah kami lakukan

direncanakan untuk mengembangkan suatu sistem peningkatan profesionalisme guru-

guru biologi. Secara garis besar road map penelitian ini dalam kaitan dengan penelitian

yang telah dilakukan dapat direpresentasikan dalam bagan berikut (Gambar 2.2).

Tahap I Penelitian

Analisis efektivitas program peningkatan profesionalitas guru yang

telah ada

Penelitian Pemanfaatan coaching berbasis video Tahap I I

1 Need assessment

Penelitian 2 Pengembangan model Tahap I I I

3 Pengujian & diseminasi

Gambar 2.2. Road map penelitian

dilakukan secara konvensional melalui tatap muka dan ada bagian-bagian tertentu yang

dilakukan dengan memanfaatkan internet.

Program belajar dengan memanfaatkan teknologi internet (e-learning)

sesungguhnya sudah mulai banyak dilakukan. Meskipun demikian e-learning belum

banyak dilakukan untuk program inservice bagi guru-guru. Penggunaan e-learning

sebagai bagian dari program dual mode untuk peningkatan profesionalisme guru bisa

mengatasi keterbatasan model program peningkatan profesionalisme yang

konvensional.

Pertama, dengan sistem dual mode, faktor waktu tidak terlalu menjadi masalah.

Guru terikat dengan tugas mengajar yang tertentu waktunya. Sungguh tidak mungkin

apabila guru harus meninggalkan kelas dalam waktu lama karena hams mengikuti

program peningkatan profesionalisme. Dengan sistem dual mode, guru tidak perlu

terlalu lama meninggalkan sekolah. Hanya pada tahap awal program saja guru harus

meninggalkan kelas. Pada tahap impiementasi program guru bisa mengikuti program

peningkatan profesionalisme dengan memanfaatkan fasilitas internet.

Kedua, kondisi Indonesia yang sangat luas, membuat jarak menjadi permasalahan

penting. Sungguh tidak efisien dari segi waktu maupun biaya apabila guru-guru harus

melakukan perjalanan yang jauh hanya unrtuk mengikuti suatu pertemuan yang hanya

berlangsung beberapa jam atau beberapa hari saja. Dengan memanfaatkan internet, guru

tidak peru melakukan hal ini lagi sebab program peningkatan profesionalisme gum bisa

diperolehnya melalui internet.

Ketiga, monitoring keterlaksanaan program dan dukungan pasca program

merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan guru tidak dapat menerapkan

apa yang telah diperoleh dalam program peningkatan profesionalisme. Dengan sistem

dual mode penyelenggara dan guru masih dapat terus berkomunikasi dan memberikan

dukungan.

Keempat, salah satu kelemahan sistem pengembangan profesionalisme guru yang

telah ada adalah kurangnya perhatian terhadap kebutuhan individual setiap guru.

Program-program peningkatan profesionalisme guru yang telah ada pada umumnya

berisikan sesuatu yang dinilai diperlukan/bisa dilakukan oleh semua guru.

Permasalahan pembelajaran yang dihadapi setiap guru sangatlah beragam. Oleh karena

itu program peningkatan profesionalisme guru hendaknya bisa memberikan ruang

untuk mengakomodasi kebutuhan guru yang sifatnya relatif individual. Model dual

mode akan bisa melakukan ini sebab guru bisa memilih jenis program yang lebih sesuai

8

dengan kebutuhannya dan bisa melakukan kontak secara lebih individual den

pelaksana program.

2.3 Luaran kegiatan

Luaran yang ditargetkan dari kegiatan penelitian ini ada dua macam, yaitu

a. Publikasi jurnal ilmiah bereputasi nasional/internasional

b. Model pengembangan profesionalisme guru dengan sistem dual mode

c. Fasilitas pengembangan profesional guru dalam bentuk web-based training

program.

BAB III

M E T O D E P E L A K S A N A A N

3.1 Rencana utuh penelitian

Pendekatan yang digunakan juga mengikuti prinsip Developmental Research,

yang terdiri: 1. Tahap analisis kondisi dan kebutuhan profesional guru-guru biologi; 2.

Tahap pengembangan dan pengujian produk; dan 3. Tahap pengujian di lapangan dan

dilanjutkan dengan penyempurnaan produk (Borg & Gall, 1989). Penelitian ini

direncanakan dilakukan dalam tiga tahap yang masing-masing tahapnya berlangsung

selama satu tahun. Rencana kegiatan penelitian pada setiap tahapnya adalah sebagai

berikut.

Tahap Pertama

Tahap ini merupakan tahap analisis kebutuhan guru-guru biologi. Langkah-langkah

yang akan ditempuh pada tahap ini adalah: 1). Melakukan analisis kompetensi

profesional guru-guru biologi; 2). Melakukan need assessment untuk menggali

kebutuhan profesional guru-guru biologi; dan 3). Mengembangkan blueprint model

inservice dual mode.

Tahap Kedua

Tahap kedua merupakan tahap pengembangan dan pengujian model inservice

dual mode. Pada tahap ini akan dilakukan hal-hal berikut: 1). Mengembangkan model

inservice dual mode; 2). Mengembangkan paket-paket program pelatihan tatap muka;

3). Mengembangkan paket-paket pelatihan online; 4). Penyiapan website; 5).

Melakukan pelatihan dual mode secara terbatas; dan 6) Melakukan analisis dan

perbaikan.

Tahap Ketiga

Tahap ketiga merupakan tahap uji efektivitas produk yang dikembangkan dan

dilanjutkan dengan penyempurnaan produk. Pada tahap ini akan dilakukan hal-hal

berikut: 1). Melakukan pengujian lapangan dengan skala penuh; 2). Melakukan analisis

hasil; 3). Melakukan penyempurnaan model segala kelengkapannya; dan 4).

penyebarluasan model.

Ketiga tahapan penelitian dapat dilihat pada bagan alur penelitian pada Gambar

4 berikut ini.

10

Tahap Sifat K a j i a n

Teoritik

Empirik

Teoretik

Metode

Studi dokumentasi

Studi deskriptif

-' * ''• - ' i . : .

Studi deskriptif

Studi pengembanga

n

Langkah Penelitian

Analisis teoretis tentang model inservice dual mode

Analisis kompetensi profesional guru-guru biologi

Need assessment

Pengembangan blueprint model inservice dual mode

Teoretik, Empirik

Teoretik

mmmi Studi

pengembanga

•. •*;'•' Studi pengembanga

'""•ii.

Empirik

Pengembangan paket program pelatihan tatap

muka

Pengembangan paket program

pelatihan online

Penyiapan website

• • •

eksperimental Uji coba terbatas

Analisis dan perbaikan

— _ — — — — —

Empirik

empirik I I I

Studi eksperimental

Studi deskriptif

Pengujian di lapangan

Analisis hasil

Penyempurnaan

i Penyebarluasan

Gambar 4. Prosedur dan langkah penelitian

11

3.2 Penelitian Tahap I

Tujuan utama penelitian di tahun pertama ini adalah untuk mengidentifikasi kebutuhan

guru-guru dalam rangka peningkatan profesionalisme dirinya. Langkah-langkah yang

telah dilakukan pada tahap ini adalah.

1. Melakukan analisis kebutuhan guru-guru.

Kegiatan ini dilakukan dengan menyebarkan angket need assessment kepada

guru-guru SMP yang mengajar biologi dan guru biologi SMA. Angket

disebarkan ke seluruh wilayah Jawa Barat.

2. Mengembangkan blueprint model inservice dual mode.

Sebagai salah satu langkah untuk mengembangkan program pelatihan berbasis

web, peneliti telah bergabung dengan PAU ITB dalam pengembangan program

pelatihan untuk guru-guru SD. Untuk mengantisipasi keragaman kemampuan

guru dalam hal komputer, internet, dan Bahasa Inggris, web yang dibuat

didesain sesederhana mungkin. Saat ini versi pertama web tersebut sedang

dalam tahap uji coba dan dapat diakses pada alamat

http:\\www2.upi.edu/~biologi/lms/. Web ini terus kami kembangkan dan

sempurnakan agar pada tahun ke-2 nanti benar-benar siap digunakan.

3. Mengembangkan bahan-bahan pelatihan

Berdasarkan hasil need assessment maka peneliti telah mengembangkan draft

bahan pelatihan (lihat draft buku). Bahan-bahan yang dikembangkan diusahakan

bisa mengakomodasi kebutuhan guru. Peneliti juga telah melibatkan tiga orang

mahasiswa S-2 untuk mengembangkan bahan pelatihan. Dua mahasiswa S-2

diarahkan untuk mengembangkan bahan pelatihan terkait aspek pedagogi

(kemampuan mengorganisir pelajaran dan kemampuan mengajukan pertanyaan

produktif) dan seorang mahasiswa diarahkan untuk mengembangkan bahan

pelatihan terkait materi (modul elektronik).

4. Menyiapkan pusat-pusat pelatihan tatap muka.

Sebagaimana direncanakan, pada tahun kedua akan dilakukan uji coba terbatas.

Uji coba direncanakan di tiga tempat, yaitu Bandung (mewakili daerah

perkotaan), Karawang (mewakili daerah transisi), dan Sumedang (mewakili

daerah yang relatif jauh dari perkotaan). Agar uji coba di tahun ke-2 berjalan

lancar saat ini telah dijalin kerjasama dengan Musyawarah Guru Mata Pelajaran

(MGMP) IPA/Biologi di ketiga daerah tersebut.

12

Untuk mendukung program pemerintah dalam hal penyiapan sekolah bertaraf

internasional, peneliti juga telah menjalin hubungan dengan sekolah-sekolah

yang tennasuk RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) wilayah Jawa

Barat. Peneliti berkeinginan agar program dual mode yang dikembangkan juga

bisa dimanfaatkan oleh guru-guru dari sekolah RSBI.

13

BAB I V

H A S I L DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil need asessment

Dari sejumlah angket yang disebarkan ada sebanyak 183 angket yang terkumpul dan

diisi lengkap oleh responden. Untuk mendorong para guru untuk mengisi angket,

peneliti menempuh berbagai cara. Beberapa angket diberikan langsung ke guru-guru

dalam pertemuan MGMP, beberapa angket dikirim via surat, dan beberapa angket

dititipkan melalui guru-guru. Hasil tabulasi dan analisis angket disajikan pada bagian

berikut.

1. Jenis program peningkatan profesi yang diperlukan guru biologi

Sebagaimana terlihat dalam Tabel 4.1, workshop/pelatihan dan pelatihan melalui

internet merupakan jenis program pelatihan yang diminati guru (89,1%). Hal ini

menunjukkan bahwa guru sangat membutuhkan program-program peningkatan

profesionalisme. Program sertifikasi yang digulirkan pemerintah tampaknya semakin

membangkitkan kesadaran guru untuk senantiasa meningkatkan kemampuan

profesional mereka.

Tabel 4.1 Jenis program peningkatan profesi yang diperlukan mm biologi No Jenis program Persentase a. Seminar 36.6 b. Lokakarya 20.2 c. Workshop/pelatihan 89.1 d. Kursus 23.0 e. Penataran 29.0 f. Pelatihan melalui internet 46.4

Jumlah guru yang menginginkan adanya pelatihan via internet juga cukup tinggi

(46,4%). Hasil ini memperkuat dugaan awal bahwa pelatihan sistem dual-mode yang

menggabungkan antara kegiatan tatap muka dan komunikasi via internet merupakan

program peningkatan profesionalitas yang diharapkan guru. Sejauh ini pelatihan-

pelatihan untuk guru pada umumnya hanya diselenggarakan dalam bentuk tatap muka.

14

2. Materi pelatihan yang paling diperlukan guru

Pelatihan tentang konsep-konsep biologi, kependidikan, dan komputer merupakan tiga

materi yang diperlukan guru (Tabel 4.2). Tingginya kebutuhan guru terhadap pelatihan

tentang konsep-konsep biologi menunjukkan bahwa guru memang merasa perlu adanya

update pengetahuan biologi. Hal ini sangat wajar sebab perkembangan biologi sangat

pesat dan tentunya bekal yang diperoleh guru selama kuliah tentu tidak memadai lagi

sehingga mereka perlu senantiasa mzng-update pengetahuan mereka. Penelitian yang

dilakukan oleh Jeanpierre, Oberhauser dan Freeman (2005) menunjukkan bahwa

peningkatan penguasaan guru akan materi berpengaruh keberhasilan program

peningkatan profesionalisme guru.

Tabel 4.2 Materi pelatihan yang diperlukan guru No Materi pelatihan Persentase a. Pelatihan tentang materi/ konsep 83.1 b. Pelatihan materi kependidikan 44.8 c. Pelatihan tentang komputer 66.7

3. Materi untuk meningkatkan kompetensi pedagogi

Secara umum guru memerlukan hampir semua aspek yang terkait kompetensi pedagogi

(Tabel 4.3). Hanya dua hal yang kurang diminati guru yaitu perencanaan pengajaran

dan evaluasi pembelajaran. Perencanaan pengajaran kurang diminati sebab pelatihan-

pelatihan yang diikuti guru selama ini seringkali terkait kurikulum dan perencanaan.

Tabel 4.3 Materi pedagogi yang diperlukan guru

No Materi pedagogi Persentase a Perencanaan pengajaran 31.1 b Model-model pembelajaran 73.2 c Evaluasi pembelajaran 32.2 d Pengelolaan praktikum 60.1 e Media pembelajaran 66.7 f Pemanfaatan computer dan internet dalam pembelajaran 61.7

4. Konsep biologi yang perlu pendalaman

Genetika dan bioteknologi merupakan dua materi biologi yang paling dibutuhkan guru

(Tabel 4.4). Hal ini memang sangat beralasan sebab kedua bidang ini merupakan

bidang yang kemajuan dan perkembangannya sangat pesat dalam beberapa tahun

15

terakhir. Selain itu kedua konsep tersebut juga dipandang sebagai konsep yang sulit.

Baik bagi gurunya sendiri maupun bagi siswa.

Tabel 4.4 Materi biologi yang diperlukan guru

No Konsep Persentase a Sel danjaringan 38.3 b Struktur dan fungsi tumbuhan 31.7 c Struktur dan fungsi hewan 30.1 d Mikrobiologi 51.4 e Genetika 65.0 f Evolusi 33.3 g Bioteknologi 72.1 h Ekologi 27.3

5. Metode pelaksanan pelatihan

Tabel 4.5 menunjukkan bahwa guru menginginkan pelatihan dengan metode praktek

dan pelatihan melalui internet. Hasil ini menunjukkan bahwa pelatihan tatap muka yang

dilakukan harus melibatkan guru secara aktif untuk berpraktik. Tabel 4.5 juga

menunjukkan bahwa pelatihan melalui internet sangat ditunggu-tunggu guru.

Tabel 4.5 Metode pelatihan yang diinginkan guru

. No Metode Persentase a Ceramah 16,4 b Praktek 94,0 c Pelatihan melalui internet 58,5

6. Pendekatan pelatihan

Pelatihan-petalihan yang telah ada pada umumnya hanya dilaksanakan dalam setting

kelas, sehingga permasalahan yang sifatnya individual kurang mendapatkan perhatian.

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa guru menginginkan adanya pelatihan yang

menggabungkan setting individual dan kelompok.

Tabel 4.6 Pendekatan pelatihan yang diinginkan guru

No Pendekatan pelatihan Persentase a Individu 6,6 b kelompok 15,8 c Gabungan individu dan kelompok 83,6

16-

Pelatihan dual mode yang menggabungkan antara tatap muka secara kelompok dan

konsultasi individual antara guru dengan pemberi pelatihan dapat menjadi alternatif.

7. Pengetahuan/keterampilan guru dalam penggunaan komputer

Kemampuan menggunakan komputer merupakan salah satu keterampilan penting yang

harus dimiliki guru. Tabel 4.7 menunjukkan adanya keragaman yang besar dalam hal

kemampuan guru menggunakan komputer. Sekalipun ada beberapa orang guru yang

bisa melakukan pemprograman, namun masih banyak juga guru yang sama sekali

belum bisa menggunakan komputer.

Tabel 4.7 Keterampilan penggunaan komputer

No Keterampilan Persentase a Hanya terbatas pada pengolah kata (word) 73.8 b Presentasi (power point) 42.6 c Tabulasi dan kalkulasi (excel) 33.3 d Grafis (photoshop) 4.9 e Pemprograman animasi (macromedia) 4.4 f Sama sekali tidak bisa 16.4

8. Pengetahuan guru tentang internet

Dari hasil angket tentang pengetahuan guru dalam menggunakan internet terungkap

adanya perbedaan yang cukup besar (Tabel 4.8). Ada beberapa guru yang sudah cukup

baik dalam penggunaan internet namun ada banyak guru yang sama sekali belum bisa

menggunakan internet.

Tabel 4.8 Kemampuan menggunakan internet

No Kemampuan internet Persentase a Bisa menggunakan untuk mencari sumber informasi 57.4 b Bisa menggunakan untuk komunikasi (e-mail) 29.0 c Bisa menggunakan sebagai sarana pembelajaran 25.7 d Bisa membuat blog/website 9.3 e Belum bisa 40.4

7. Fasilitas Teknologi Informasi dan Komunikasi ( ICT) yang dimiliki Sekolah

Dalam penelitian ini juga dijaring fasilitas ICT yang dimiliki guru dan sekolah (Tabel

4.9). Terungkap bahwa sebagian besar sekolah memiliki fasilitas komputer tetapi hanya

sebagian kecil saja sekolah yang memiliki lab multimedia dan koneksi internet.

17

Tabel 4.9 Fasilitas ICT sekolah

No Fasilitas Persentase a Komputer 87.4 b Lab Multimedia 20.2 c Koneksi internet 26.2 d Ada lab multimedia dan fasilitas internet 22.4 E Tidak ada 3.3

Secara umum hasil need assessment menunjukkan bahwa guru memang

membutuhkan pelatihan dan pelatihan melalui internet memang moda pelatihan yang

diharapkan guru. Meskipun demikian, kemampuan yang dimiliki guru (baik peralatan

maupun pengetahuan) tentang komputer dan internet sangat beragam. Sebagian guru

memiliki fasilitas komputer dan internet dan juga memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang baik, namun banyak juga guru yang tidak memiliki fasilitas

komputer dan juga tidak bisa menggunakan komputer.

Pelatihan dual mode memang tidak seperti e-learning yang biasa diterapkan di

perguruan tinggi. Ada beberapa perbedaan mendasar antara e-learning dan dual mode.

Pertama, karakteristik peserta e-leaming bersifat homogen baik dari sisi usia,

kemampuan, dan kebutuhan. Sebaliknya guru-guru peserta pelatihan dual mode

memiliki latar belakang yang beragam. Kedua, waktu yang dimiliki guru dan

mahasiswa sangat berbeda. Mahasiswa pada umumnya memiliki jadwal yang relatif

sama sedangkan guru memiliki kegiatan yang sangat beragam. Oleh karena itu

pelatihan dengan dual mode harus bisa mengakomodasi keragaman yang dimiliki para

guru dan memanfaatkannya sebagi sebuah potensi.

Dari hasil need assessmen terungkap bahwa 90% sekolah memiliki fasilitas

komputer. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk dilakukannya pelatihan dengan

dual mode cukup terbuka. Walaupun sekolah yang memiliki fasilitas internet masih

terbatas jumlahnya, namun sesungguhnya akses internet bisa dengan mudah diusahakan

oleh guru maupun sekolah.

Peningkatan profesionalisme guru dengan dual mode bukan hanya memperluas

akses dan jangkauan layanan namun secara tidak langsung juga memaksa guru untuk

mandiri. Kemandirian penting sebab tanpa adanya inisiatif dari guru, sebaik apapun

program tidak akan terjaga keberlanjutannya. Hal ini dapat dilihat dari program PKG

yang walaupun semula sangat sukses namun temyata kurang terjaga keberlanjutannya

(Adey, 2004). Hasil kajian terhadap program peningkatan profesionalisme guru yang

18

telah lalu menunjukkan bahwa program-program yang telah dilakukan kurang

mendorong kemandirian guru. Penggunaan internet diharapkan lebih membuka

wawasan guru tentang sumber informasi yang pada akhirnya mendorong mereka untuk

mandiri dalam mengembangkan diri (Yumuk, 2002).

Karena guru membutuhkan pelatihan tentang konsep-konsep biologi dan

pembelajarannya (model-model pembelajaran, media pembelajaran, pengelolaan

praktikum, dan pengajaran biologi dengan menggunakan komputer), pelatihan dual

mode ini akan menyajikan kedua hal tersebut. Salah satu kelemahan pelatihan yang

sebelumnya adalah memisahkan antara isi dan pembelajaran. Pemisahan antara isi dan

pembelajaran kurang membantu guru untuk menerapkan dalam pembelajaran

(Gunstone, 1999). Karena ini dalam pelatihan dual mode ini, isi dan pembelajaran akan

dipadukan.

4.2. Pengembangan bahan pelatihan

Berdasarkan hasil need assessment tersebut selanjutnya dikembangkan bahan-bahan

pelatihan. Dengan demikian diharapkan bahan tersebut benar-benar sesuai dengan

kebutuhan dan keinginan guru.

Tabel 4.10 Ringkasan hasil need assessment dan rencana bahan pelatihan

Hasil need assessment Bahan pelatihan

1. Guru belum bisa menggunakan komputer 1. Dasar-dasar komputer

2. Guru belum bisa menggunakan internet 2. Dasar-dasar penggunaan internet

3. Guru perlu pelatihan tentang media

pembelajaran

3. Media pembelajaran biologi

4. Guru perlu pelatihan tentang model-

model pembelajaran

4. Macam-macam pendekatan

pembelajaran

5. Guru perlu informasi tentang

perkembangan biologi

5. Arah perkembangan biologi

6. Guru perlu pendalaman materi tentang

genetika

6. Genetika

7. Guru perlu pendalaman materi tentang

bioteknologi

7. Bioteknologi

19

Tabel 4.10 menunjukkan bahwa secara umum ada tiga tema pelatihan yang diinginkan

guru, yaitu pelatihan tentang komputer dan internet, pelatihan tentang metodologi

pembelajaran, dan pelatihan tentang pendalaman konsep biologi. Karena itu ketiga tema

ini menjadi inti bahan pelatihan yang dikembangkan oleh peneliti.

Untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran guru tentang pentingnya

peningkatan profesionalisme di bagian awal disajikan juga tulisan tentang peningkatan

profesionalisme guru. Dengan tulisan itu diharapkan guru lebih termotivasi lagi untuk

mengembangkan diri. Buku yang dikembangkan terdiri dari 10 bab dengan rincian

sebagai berikut.

Bab 1. Pendahuluan

Bab 2. Peningkatan profesionalisme guru

Bab 3. Dasar-dasar komputer

Bab 4. Dasar-dasar internet

Bab 5. Hakikat biologi dan pembelajaran biologi

Bab 6. Pendekatan dalam pembelajaran biologi

Bab 7. Media pembelajaran biologi

Bab 8. Arah perkembangan sains biologi

Bab 9. Genetika

Bab 10. Bioteknologi

4.3 Pengembangan website

Sebagai persipaan untuk pelaksanaan pelatihan dengan dual mode, peneliti telah

mengembangkan sebuah website. Website yang dikembangkan saat ini dalam tahap uji

coba, namun sudah bisa diakses di http:\\ www.upi.edu/~biologi/lms/.

20

3 P u s . i t Kd j ianPcmbe ld ja ranSa i iu - H a c k e d by Godzi l la .

FJe Fdt View Favorites Tools Help

' g - a B 6 / <T<J 175 • . . . a &

Gojglc Q> " do C ' t> Bookmarks g)7Wodwj Check . \ Aulolink '

iiS^WNiVERSlfAS PENbII>iKAN'iNIVoNksIA•

(Belum ada berita yang dlkirim)

Kt ir s t i synng 'tetsedia

Puss! Kajian Pembelajaran Sains

Teacner Munamad Nurul Hana' Teacner: Rianoi Piancii

W l d o d G 1 a a p s a K s r

Pengetahuar, Dasar Komputer &i*Y>3 s . • -: \ '•- * i

Teacher: Muhamad Nurul Hana Teacner Rianai Rtandi Teacher: An Widodo

•« NovemDer 2008

Sim Men T I M Weil Tim Fil Sol

1

2 3 4 5 6 7 6

9 10 11 12 13 14 15

16 17 IB 19 20 21 22

23 24 25 | 26 | 27 28 29

30

(last 5 minutes) Tidak ada

enat

: — i 24 : i

•3 k«f . . ; ; i« . io i . i .7 :- . ' 3 f « 3 t i : » » f t « f c ' : 71

« lntem«

j C " ; © 4C (£< V.-Ct e . ' - n I0J7AH

Gambar 4.1 Tampilan halaman muka website yang dikembangkan

3 Course: P ina l Kajian Pembelajaran Sains - Hartad by Godzilla •

F4a C<* VW- F«vort« look Mefc

| j f l M»JAMM^i»4.mWH«iloqiAmAourM7vM~ehp7kt-Z

C o C ^ t j E ^ j } » 4 . < | P - j O »

: • ^ r ^ i ' n a u t K a j k r i i i ' e / J i b e i a j . i z - k i i i S a i n s j \ i i . N I V E R S I T A S P E N 1)11)IKAN I N D O N E S i A1

opic outlinr

Inservice Training Secara Dual Mode

Sebagi ujung lombak pendidikan guru memegang peran sangat j penting yang menentukan kebertiasilan pendidikan Oleh karena itu} muncul berbagai usaha untuk meningkatkan profesionalisme guru. Sekalipun sudah banyak program peningkatan profesionalisme guru I yang telah dilakukan. namun kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran di dalam kelas tidak banyak berubah. Setelah mengikuti suatu kegiatan penataran. cara guru mengajar tetap ] saja seperti sebeium mengikuti kegiatan penataran Bahkan hasil pelatihan yang sudah berhasil baik ternyata juga tidak dapat | dipertahankan keberianjutannya (Adey. 2004) Berdasarkan survei yang telah kami lakukan (Widodo. Riandi. Amprasto 8. Ana Ratna j

Gambar 4.2 Tampilan halaman tentang penting pengembangan profesionalisme

21

i Course: Hakefcn Biologi dalam Pembelajaran Biologi - Hacked by Godzil la

Ffe Edt view Fevor*es loob neb

O * * ' © - Si li & Pu~* € ) : 0 - s » S ' , J ; , © fit & MO BBi h(ip://www2.upl.e(»VM«ilo9VVM/<(Mte^.php>l<i-S

Google p >

^ T u m ed i t i n g o n [E S e t t i n g s W A s s i g n roles ri Grniins

Owe

News to rom

H a k i k a t B i o l o g i

B i o l o g i m e r u p a k a n i l m u y a n g s u d a h c u k u p t u a . k a r e n a s e b a g i a n

b e s a r b e r a s a l d a n ke i ng i n t ahuan m a n u s i a t e n t a n g d i r i n y a , t e n t a n g

h n g k u n g a n n y a . d a n ten tang k e l a n g s u n g a n j e n i s n y a B i o l o g i m e r u p a k a n

b a g i a n da r i i lmu - i lmu t en t ang a l a m {natural sciences) O l e h k a r e n a i tu

b i o l o g i j u g a m e n g a n d u n g p r i n s i p - p r i n s i p d a s a r i l m u a l a m i a h . m i s a l n y a

b a h w a k e b e n a r a n d a l a m b io log i be r s i f a t tentat i f . b i o l og i s a n g a t t e r g a n t u n g

p a d a o b s e r v a s i d a n p e r c o b a a n . d a n b io log i m e r u p a k a n b a g i a n d a r i t r a d i s i

s o s i a l d a n b u d a y a m a s y a r a k a t

B a h w a k e b e n a r a n d a l a m b io log i be r s i f a t relat i f d a n tentat i f d a p a t

d i l ihat d a l a m s e j a r a h p e r k e m b a n g a n b i o l og i . P e r k e m b a n g a n teo r i s e l .

m i s a l n y a , d e n g a n j e l a s m e n u n j u k k a n b a h w a s e l y a n g p a d a m u l a n y a h a n y a j

T h e r e a r e no u p c o m i n g e v e n t s

Go to ca lendar . . N e w Event...

| Activrty since Wednesday. 26 November 2008.06:48 am

Full report ot recent activity .

• Internet

S t a r t 3.-tfpi.'/i°: U.-.iu.i. - . 3 Course: tfektl-arejl.. - a ' k w r t 1 - IS

Gambar 4.3 Tampilan halaman yang berisi materi biologi

Bentuk yang tersedia sekarang memang masih sederhana, namun kedepan website ini

akan terus disempurnakan sehingga memiliki fitur-fitur yang lebih lengkap.

Direncanakan web tersebut nantinya memiliki

1. Pusat download,

Fasilitas ini berisi bahan-bahan pelatihan yang bisa digunakan guru. Bahan

pelatihan yang tersedia nantinya berupa teks bahan pelatihan tatap muka, video

pembelajaran yang bisa dijadikan rujukan bagi guru, multimedia, dan modul

elektronik yang secara khusus disiapkan untuk belajar mandiri.

2. Forum

Fasilitas ini dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada para guru

untuk berdiskusi dan saling berbagi pengalaman. Melalui forum ini guru dapat

saling berkomunikasi sehingga permasalahan yang mereka hadapi

terkomunikasikan kepada guru lain dan bisa mendapatkan" masukan. Melalui

fasilitas ini peneliti juga akan terlibat dan memberikan saran/masukan.

22

3. Email

Melalui fasilitas ini guru dapat berkonsultasi secara pribadi kepada peneliti.

Permasalahan profesionalisme yang sifatnya individual dan perlu pemecahan

dengan pendekatan individual akan dicarikan solusinya melalui fasilitas ini.

4. Wiki

Melalui fasilitas ini peneliti dan guru bisa memasukkan informasi dari lapangan

yang berisi Best Practices yang dapat digunakan oleh guru lain. Dengan fasilitas

ini guru bisa menuangkan karya-karyanya dalam bentuk tulisan. Fasilitas ini

diharapkan dapat memacu guru untuk mulai aktif menulis dan berkarya.

5. Chatting

Melalui fasilitas ini guru dapat chatting (ngobrol) dengan peserta lain.

Walaupun isi chatting tidak dibatasi namun untuk menjaga agar fasilitas ini

tidak disalahgunakan, guru harus mendaftar terlebih dahulu untuk

memanfaatakan fasiltas yang ada.

4.4 Publikasi ilmiah

1. Sebagian hasil penelitian ini telah dipublikasikan dalam Proceeding The Second

International Seminar on Science Education (Proceeding terlampir dalam

laporan penelitian).

Org.mUotl b y :

Science Education Program, Graduate School Indonesia University of Education (IUE)

Gambar 4.4 Tampilan proceeding seminar

23

2. Hasil penelitian akan disajikan dalam acara "Konggres Guru Nusantara" yang

diselenggarakan pada tanggal 27-28 Nopember 2008 di Jakarta.

3. Abstrak artikel telah dikirim untuk disertakan dalam Science and Mathematics

Education Regional Conference 2008 di Universiy Kebangsaan Malaysia. Saat

ini kami sedang menunggu kepastian dari panitia.

24

BAB V

K E S I M P U L A N DAN R E K O M E N D A S I

5.1 Kesimpulan

Hasil need assessment yang telah dilakukan menunjukkan bahwa program peningkatan

profesionalisme dengan model dual mode merupakan program yang diharapkan guru.

Kemampuan guru dalam menggunakan komputer dan internet ternyata sangat beragam.

Sekalipun komputer sudah menjadi peralatan yang sangat umum dipakai namun

ternyata masih banyak guru yang belum bisa menggunakan komputer. Sekalipun

mereka bisa menggunakan komputer, namun pada umumnya hanya sebatas untuk

keperluan pengetikan saja. Oleh karena itu salah satu paket pengembangan

profesionalisme guru yang akan dilakukan adalah dengan memberikan dasar-dasar

komputer bagi para guru. Karena dalam model dual mode ini kemampuan

menggunakan internet merupakan kemampuan prasyarat dan ternyata bahwa masih

banyak guru yang belum bisa menggunakan internet, maka pelatihan internet juga akan

diberikan kepada para guru.

Secara umum guru memerlukan update pengetahuan dan keterampilan baik

terkait konten (materi) maupun pembelajarannya. Konten biologi yang sangat

dibutuhkan guru adalah genetika dan bioteknologi. Guru sangat membutuhkan

informasi terbaru tentang kedua bidang tersebut sebab selain keduanya seringkali

dianggap sulit baik oleh siswa maupun guru, perkembangan kedua ilmu tersebut juga

sangat pesat. Konten pedagogi yang sangat dibutuhkan guru adalah media pembelajaran

dan model-model pembelajaran.

5.2 Rekomendasi

Berdasarkan hasil kajian yang telah dilakukan, penelti merekomendasi beberapa hal

berikut.

1. Pembinaan profesionalisme guru memerlukan model-model baru, baik sebagai

komplemen model yang lama maupun sebagai alternatif terhadap model

pembinaan yang telah ada sebab model-model pembinaan profesionalisme yang

telah ada ternyata belum membawa dampak perubahan yang berarti terhadap

peningkatan pembelajaran di kelas.

25

2. Model dual mode ternyata merupakan salah satu model yang diharapkan guru.

Guru menyadari bahwa perkembangan ilmu dan teknologi yang ada menuntut

mereka untuk senantiasa meng-upgrade pengetahuan mereka. Meskipun

demikian, karena keterbatasan waktu dan kesempatan mereka tidak bisa

senantiasa mengikuti pelatihan-pelatihan tatap muka. Karena itu mereka model

dual mode memang model yang mereka harapkan.

3. Guru memerlukan pelatihan tentang materi dan metodologi metodologi

pembelajaran. Pelatihan kedua materi secara terpisah kurang membantu guru

untuk menerapkan hasil pelatihan. Untuk memfasilitasi guru untuk menerapkan

hasil pelatihan, pelatihan tentang konten dan metodologi hendaknya dilakukan

sebagai satu kesatuan.

26

DAFTAR PUSTAKA

Adey, P. (2004). The Professional Development of Teachers: Practice and Theory. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Borg, W. R., & Gall, M . D. (1989). Educational Research: An Introduction. New York: Longman.

Gonzales, P., Guzman, J. C., Partelow, L., Pahlke, E., Jocelyn, L., Kastberg, D., et al. (2004). Highlights From the Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS) 2003. Washington DC.: US Department of Education, National Center for Education Statistics.

Gunstone, R. (1999). Content knowledge, reflection and their intertwining: A response to the paper set. Science Education, 83(3), 393-396.

Hewson, P. W., Tabachnick, B. R., Zeichner, K. M. , & Lemberger, J. (1999). Educating prospective teachers of biology: Findings, limitations, and recommendations. Science Education, 83(3), 373-384.

Hinduan, A. A. (2005). Meningkatkan Profesionalisme Guru IPA Sekolah. Paper presented at the Seminar Nasional Himpunan sarjana dan Pemerhati pendidikan Indonesia, Bandung.

Jeanpierre, B., Oberhauser, K. & Freeman, C. (2005). Characteristics o f professional development that effect change in secondary science teachers' classroom practice. Journal of Research in Science Teaching, 42(6), 668-690.

Johnson, S. K. & Stewart, J. (2002). Revising and assessing explanatory models in a high school genetic class: A comparison o f unsuccessful and successful performance. Science Education, 86(4), 463-480.

Mellado, V. (1998). The classroom practice of preservice teachers and their conceptions o f teaching and learning. Science Education, 82, 197-214.

OECD/UNESCO-UIS. (2003). Literacy Skills for the World of Tomorrow: Further results from PISA 2000: OECD/UNESCO-UIS (http://www 1 .oecd.org/publications).

Parchmann, I . , Graesel, C., & Fey, A. (2004). Kooperation von Praxis und Forschung. In A. Pitton (Ed.), Chemie- und physikdidaktische Forschung und naturwissenschaftliche Bildung. Muenster: LIT Verlag.

Tim-PPM-FPMIPA-IKIP-Bandung. (1998). Pemantapan Rancangan Penelitian Kefrw.Unpublished manuscript, Bandung.

Venville, G., Bribble, S. J. & Donovan, J. (2005). An exploration of young childen's understandings o f genetics concpts from ontological and epistemological perspectives. Science Education, 89(1), 614-633.

Widodo, A. Riandi, Amprasto & Wulan, A. R. (2006). Analisis dampak program-program peningkatan profesionalisme guru sains terhadap peningkatan kualitas pembelajaran sains di sekolah. Laporan penelitian Hibah Kebijakan Balitbang Depdiknas.

Widodo, A., Riandi & Supriatno, B. (2007). Pengembangan paket program coaching berbasis video untuk meningkatkan kemampuan mengajar guru dan calon guru biologi. Laporan penelitian Hibah Bersaing D I K T I .

Yumuk, A. (2002). Letting go o f control to the learners: The role of internet in promoting a more autonomous view of learning in an academic translaton course. Educational Research, 44(2), 141-156.

27

LAMPIRAN-LAMPIRAN

28

Lampiran I

B I O D A T A P E N E L I T I H I B A H K O M P E T E N S I

I. IDEN7 r i T A S D I R I 1.1. Nama lengkap (dengan Dr. phil. Ari Widodo, M . Ed.

gelar) L 1.2. Jabatan fungsional Lektor kepala 1.3. NIP 131998644 1.4. Tempat dang tanggal lahir Grobogan, 27 Mei 1967 1.5. Alamat rumah Kp. Babakan Rt 01/09 Cikole - Lembang 1.6. Nomor telepon/fax -1.7. Nomor HP 081321656749 1.8. Alamat kantor Jl. Dr. Setiabudhi 229 Bandung 1.9. Nomor telepon/fax 022-2001937 1.10. Alamat e-mail [email protected] 1.11. Lulusan yang telah

dihasilkan Sl = 35 orang; S2 = 11 orang

1.12. Mata kuliah yang diampii 1. Belajar dan Pembelajaran Biologi (SI) 2. Teori Belajar (SI) 3. Inovasi Pembelajaran Biologi (SI) 4. Pengembangan Bahan Ajar Biologi (S2) 5. Kapita Selekta Biologi (S2) 6. Pembelajaran IPA (S2)

H. R I W A Y A T P E N D I D I K A N 2.1. Program SI S2 S3 2.2. Nama PT IKEP Bandung Deakin

University Universitat Kiel

2.3. Bidang Ilmu Pendidikan. Pendidikan Pendidikan Biologi Sains Sains

2.4. Tahun Masuk 1986 1995 2000 2.5. Tahun Lulus 1991 1996 2004 2.6. Judul Pengaruh Student and Constructivist

skripsi/tesis/disertasi penghilangan suatu unsur

teacher's questioning in

oriented lessons: the

terhadap pertumbuhan E. coli

primary science learning environment and the teaching sequences

2.7. Nama Drs. Djamhur Prof. Dr. Prof. Dr. Pembimbing/Promotor Winatasasmita Russell Tytler Reinders Duit

29

I I I . P E N G A L A M A N PENELITIAN

No Tahun Judul Penelitian Pendanaan Sumber jmi ^juta

Rp) 1 2008 Peningkatan profesionalisme guru biologi

melalui model inservice dual mode Hibah Kompetensi n i v T i D 1 K . 1 1

100

2 2008 Penpembanpan naket nropram coarhino berbasis video untuk meningkatkan kemampuan mengajar guru dan calon guru biologi

Hibah Bersaing DIKTI

46

3 2007 Pengembangan paket program coaching r v f ^ r r i a c i c \ l l n A A 1113X11!/ m A n ! n rrl/ a t l / o n

U C I U a M o V I U C U UI11UK ruc111ngK.aiK.an

kemampuan mengajar guru dan calon guru biologi

Hibah Bersaing DIKTI

46

4 2007 Pengembangan model-model n A m n P i Q I Q r i i n r3AT"nOCIC XA V W\ f\ 1 /\ ft 1 \r\ i A r m 001

pernDciajardii Derudsis leKnoiogi inroimasi untuk mengembangkan keterampilan generik sains dan berpikir tingkat tinggi 1 M' 1 j CU

Hibah Pascasarjana DIKTI

72

5 2006 Analisis dampak program-program peningkatan profesionalisme guru sains terhadap peningkatan kualitas nembelaiaran sains di sekolah

Balitbang Depdiknas

40

6 2006 Peranan Lesson Study dalam peningkatan kemampuan mengajar guru dan mahasiswa calon guru

UPI 15

7 2005 Peningkatan kemampuan siswa SD mengajukan pertanyaan produktif untuk mendukung pelaksanaan pembelajaran IPA berbasis praktikum sederhana

DIKTI 15

/ . P E N G A L A M A N PENULISAN A R T I K E L 1 I L M I A H D A L A M J U R N A L No Tahun Judul Artikel Volume/

Nomor Nama Jurnal

1. 2004 Konstruktivistische Sichtweisen vom Lehrern und Lernen und die Praxis des Physikunterrichts

10 Zeitschrift fur Didaktik der Naturwissenschaften

2. 2005 Konstruktivistische Lehr-Lern-Sequencen und die Praxis des Physikunterrichts.

11 Zeitschrift fur Didaktik der Naturwissenschaften

3. 2006 Analisis kegiatan praktikum biologi dengan menggunakan video

9/2 Metalogika

4. 2006 Peningkatan Kemampuan Siswa SD untuk Mengajukan Pertanyaan Produktif

4/1 Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran

30

5. 2006 Profil pertanyaan guru dan siswa dalam pembelajaran sains

4/2 Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran

6. 2006 Taksonomo Bloom dan Pengembangan Butir Soal

3/2 Buletin Puspendik.

7. 2007 Konstruktivisme dan pembelajaran sains

13/1 Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan

8. 2007 Peranan lesson study dalam peningkatan kemampuan mengajar mahasiswa calon guru

19/1 Varia Pendidikan

9 2008 The use of interactive multimedia to promote students' understanding of science concepts and generic science skills

3/1 Formamente

V. P E N G A L A M A N P E N U L I S A N B U K U No. Tahun Judul buku Jumlah

halaman Penerbit

1. 2004 Constructivist oriented lessons: the learning environment and the teaching sequences

202 Peter Lang

2. 2007 Conceptual change ideas - Teachers' views and their instructional practice. In S. Vosniadou, A. Baltas and X. Vamvakoussi (Ed.). Reframing the conceptual change approach in learning and Instruction. (Bab ini ditulis bersama Duit dan Mueller)

21 Elsevier

3. 2008 Pedoman Guru dalam Membelajarkan IPA di SD

Dalam proses penerbitan oleh Pusbuk

4. 2008 Teaching science for conceptual change, in S. Vosniadou (Ed.). International Handbook of Research on Conceptual Change. New York: Routledge. (Bab ini ditulis bersama Reinders Duit dan David Treagust)

18 Routledge.

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dan apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.

31

Semua data yang saya isikan dan tercantum dalam biodata ini adalah benar dan dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dan apabila dikemudian hari ternyata dijumpai ketidaksesuaian dengan kenyataan, saya sanggup menerima resikonya.

Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk memenuhi persyaratan sebagai salah satu syarat pengajuan hibah penelitian kompetensi.

Bandung, 27 Nopember 2008 Pengusul

(Dr. phil. Ar i Widodo, M . Ed.)

32

A R T I K E L DALAM PROCEEDING

33

ISBN: 978-979-98546-4-2

The 2n d International on Science

Seminar

£urrent:Issu<^ in Science Education"

Saturday, October 18 th 2008 BALAI PERTEMUAN UPI

JL Dr. Setiabudi 229 Bandung 40154

Science Education Program, Graduate School Indonesia University of Education (IUE)

i

4 h PROCEEDING The Second International Seminar on Science Education «5» "Current Issues on Research and Teaching in Si it nee Edui ation "

ISBN: 978-979-98546-4-2

SCI-02

DUAL MODE INSERVICE TRAINING AS AN ALTERNATIVE TEACHERS PROFESSIONAL DEVELOPMENT PROGRAM

Ari Widodo, Riandi, dan Nurul Hana (FPMIPA UPI)

ABSTRACT

Teachers professional development has been a central focus of the Indonesian government, especially in the last few years following the issue of teachers certification. Indeed, a number of teachers professional development program have been launched by the government. However, it seems that they gave very little impact on the improvement of teachers teaching practice. Teachers professional development programs always encountered with difficult problems, partly due to limited budget, the number of the teachers, and geographical hindrance. An alternative teachers professional development is needed to the existing teachers professional development program. This paper deal with a dual mode inservice program. The result presented is the result of the first year study of a three-year research project.

PENDAHULUAN

Guru sebagi ujung tombak pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan

pendidikan. Oleh karena itu muncul berbagai usaha untuk meningkatkan profesionalisme guru. Pembinaan

professionalisme guru di Indonesia di laksanakan oleh berbagai pihak, mulai dari tingkat pemerintahan

pusat (Depdiknas), pemerintahan daerah (Dinas), dan tingkatan sekolah. Selain unsur yang berasal dari

kelembagaan pemerintah, terdapat pula yang berasal dari organisasi profesi seperti PGRI, ISPI, HISPPIPAI

maupun dari pihak lain, misalnya perguruan tinggi. Semua pihak tersebut pada dasarnya ikut berperan

serta dalam pembinaan profesional isme guru. Pembinaan professionalisme guru pada tingkat sekolah

dilakukan oleh kepala sekolah dan MGMP sekolah yang dalam pelaksanaannya di lakukan dalam bentuk

pertemuan periodik untuk mendiskusikan peningkatan kualitas pembelajaran. Pembinaan yang berasal dari

pihak lain dilakukan dalam berbagai bentuk, baik itu seminar, lokakarya, dan penataran.

Sekalipun sudah banyak program peningkatan profesionalisme guru yang telah di lakukan, namun

kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran di da lam kelas tidak banyak berubah.

Setelah mengikuti suatu kegiatan penataran, cara guru mengajar tetap saja seperti sebelum mengikuti

kegiatan penataran. Bahkan hasil pelatihan yang sudah berhasil baik ternyata juga tidak dapat

dipertahankan keberlanjutannya (Adey, 2004). Berdasarkan survei yang telah kami lakukan (Widodo,

Riandi, Amprasto & Ana Ratna Wulan, 2006) diperoleh hasil sebagai berikut

1. Program peningkatan profesionalitas guru hendaknya memperhatikan aspek pemerataan. Keluhan

yang sering diungkapkan oleh para guru adalah bahwa ada orang-orang tertentu yang seringkali

mendapatkan kesempatan untuk mengikuti berbagai kegiatan sedangkan sebagian yang lain

b'dak/jarang mendapatkan kesempatan.

2. Program-program peningkatan profesionalisme guru-guru sains yang telah ada jarang sekali

membahas permasalahan yang ada di lapangan. Walaupun materi yang disajikan bisa dipahami

dengan baik oleh para guru namun sulit di implementasikan.

3. Program-program peningkatan profesionalisme guru-guru sains yang telah ada jarang sekali diikuti

dengan monitoring dan evaluasi.

4. Pengayaan materi sains terkini dan metode pembelajaran merupakan dua topik kegiatan yang perlu

dilakukan. Penelitian yang di lakukan oleh Jeanpierre, Oberhauser dan Freeman (2005) menunjukkan

44

PROCEEDING The Second International Seminar on Science Education "Current Issues on Research and Teaching in Science Education "

ISBN: 978-979-98546-4-2

bahwa peningkatan penguasaan guru akan materi berpengaruh keberhasilan program peningkatan

profesionalisme guru.

Secara teknis pelaksanaan program peningkatan profesionalisme yang konvensional seringkali juga

berhadapan dengan beberapa permasalahan terkait kemampuan pemberi layanan dan juga kondisi

geografis Indonesia.

L Jumlah guru yang harus mendapatlan layanan pengembangan profesionalisme jauh lebih besar

dibandingkan dengan kemampuan lembaga-lembaga (LPMP, P4TK, dan perguruan tinggi) yang bisa

memberikan layanan. Akibatnya dengan sistem yang telah ada, hanya sedikit sekali guru yang

mendapatkan kesempatan mengikuti program peningkatan profesionalisme. Sebagian besar guru

justeru belum berkesempatan mengikuti kegiatan-kegiatan dalam rangka peningkatan profesionalisme.

2. Kondisi geografis Indonesia yang sangat luas dan medan yang berat menyebabkan banyak guru

(terutama guru-guru yang tinggal di daerah terpencil) seringkali tidak pernah mendapat kesempatan

mengikuti program yang ditawarkan.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk meningkatkan profesionalitas guru-guru biologi sehingga

pada gilirannya bisa meningkatkan kualitas dan hasil pembelajaran biologi di sekolah. Adapun tujuan

khusus yang akan dicapai adalah:

L Memperluas jangkauan pemberian layanan profesional kepada guru-guru biologi.

2. Meningkatkan pemahaman konsep guru-guru, terutama tentang perkembangan biologi terkini.

3. Meningkatkan pengetahuan guru-guru tentang pendekatan dan metode pembelajaran terkini.

4. Meningkatkan kemampuan guru dalam menggunakan media pembelajaran, terutama ICT.

Keterbatasan penyelenggara dan guru dalam hal waktu, tenaga, dana, sumber dan daya manusia

merupakan salah satu faktor penghambat untuk melakukan program peningkatan profesionalisme guru

sebagaimana yang diuraikan di atas. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi saat ini,

sesungguhnya keterbatasan-keterbatasan tersebut bisa ditekan. Dengan memanfaatkan fasilitas internet,

program-program peningkatan profesionalisme guru dapat di lakukan dengan model dual mode.

Maksudnya, bagian-bagian tertentu dalam program peningkatan profesionalisme guru dilakukan secara

konvensional melalui tatap muka dan ada bagian-bagian tertentu yang di lakukan dengan memanfaatkan

internet.

Program belajar dengan memanfaatkan teknologi internet (e-learning) sesungguhnya sudah mulai

banyak dilakukan. Meskipun demikian e-learning belum banyak di lakukan untuk program inservice bagi

guru-guru. Penggunaan e-learning sebagai bagian dari program dual mode untuk peningkatan

profesionalisme guru bisa mengatasi keterbatasan model program peningkatan profesionalisme yang

konvensional.

Pertama, dengan sistem dual mode, faktor waktu tidak terlalu menjadi masalah. Guru terikat

dengan tugas mengajar yang tertentu waktunya. Sungguh tidak mungkin apabila guru harus meninggalkan

kelas dalam waktu lama karena harus mengikuti program peningkatan profesionalisme. Dengan sistem dual

mode, guru tidak perlu terlalu lama meninggalkan sekolah. Hanya pada tahap awal program saja guru

harus meninggalkan kelas. Pada tahap implementasi program guru bisa mengikuti program peningkatan

profesionalisme dengan memanfaatkan fasilitas internet.

Kedua, kondisi Indonesia yang sangat luas, membuat jarak menjadi permasalahan penting.

Sungguh tidak efisien dari segi waktu maupun biaya apabila guru-guru harus melakukan perjalanan yang

jauh hahya unrtuk mengikuti suatu pertemuan yang hanya berlangsung beberapa jam atau beberapa hari

saja. Dengan memanfaatkan internet, guru tidak peru melakukan hal ini lagi sebab program peningkatan

profesionalisme guru bisa diperolehnya melalui internet.

45

PROCEEDING The Second International Seminar on Science Education "Current Issues on Research and Teaching in Science Education"

ISBN: 978-979-98546-4-2

Kstiga, monitoring keterlaksanaan program dan dukungan pasca program merupakan salah satu

faktor penting yang menyebabkan guru tidak dapat menerapkan apa yang telah diperoleh dalam program

peningkatan profesionalisme. Dengan sistem dual mode penyelenggara dan guru masih dapat terus

berkomunikasi dan memberikan dukungan.

Keempat, salah satu kelemahan sistem pengembangan profesionalisme guru yang telah ada adalah

kurangnya perhatian terhadap kebutuhan individual setiap guru. Program-program peningkatan

profesionalisme guru yang telah ada pada umumnya berisikan sesuatu yang dinilai diperlukan/bisa

dilakukan oleh semua guru. Permasalahan pembelajaran yang dihadapi setiap guru sangatlah beragam dan

seringkali bersifat khusus. Oleh karena itu program peningkatan profesionalisme guru hendaknya bisa

memberikan ruang untuk mengakomodasi kebutuhan guru yang sifatnya relatif individual. Model dual

mode akan bisa melakukan ini sebab guru bisa memilih jenis program yang lebih sesuai dengan

kebutuhannya dan bisa melakukan kontak secara lebih individual dengan pelaksana program.

METODE PENELITIAN

Pendekatan yang digunakan juga mengikuti prinsip Developmental Research (Borg & Gall, 1989), yang

terdiri dari 3 tahap. Rencana kegiatan penelitian pada setiap tahapnya adalah sebagai berikut.

Tahap Pertama

Tahap ini merupakan tahap analisis kebutuhan guru-guru biologi. Langkah-langkah yang akan ditempuh

pada tahap ini adalah: 1). Melakukan analisis kompetensi profesional guru-guru biologi; 2). Melakukan

need assessment untuk menggal i kebutuhan profesional guru-guru biologi; dan 3). Mengembangkan

blueprint model inservice dual mode.

Tahap K edua

Tahap kedua merupakan tahap pengembangan dan pengujian model inservice dual mode. Pada tahap ini

akan dilakukan hal-ha! berikut: 1). Mengembangkan model inservice dual mode; 2). Mengembangkan

paket-paket program pelatihan tatap muka; 3). Mengembangkan paket-paket pelatihan online; 4).

Penyiapan website; 5). Melakukan pelatihan dual mode secara terbatas; dan 6) Melakukan analisis dan

perbaikan.

Tahap Ke t i ga

Tahap ketiga merupakan tahap uji efektivitas produk yang dikembangkan dan dilanjutkan dengan

penyempurnaan produk. Pada tahap ini akan dilakukan hal-hal berikut: 1). Melakukan pengujian lapangan

dengan skala penuh; 2). Melakukan analisis hasil; 3) . Melakukan penyempurnaan model segala

kelengkapannya; dan 4). penyebarluasan model.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil yang disajikan dalam tulisan ini adalah sebagian hasil di tahun pertama. Sebagai bagian dari

penelitian di tahun pertama, telah dilakukan need assessment terhadap guru-guru biologi untuk menjaring

hal apa saja yang mereka butuhkan untuk meningkatkan kompetensi mereka.

Jenis program peningkatan profesi yang diperlukan guru biologi

Sebagaimana terlihat dalam Tabel 1, workshop/pelatihan dan pelatihan melalui internet merupakan jenis

program pelatihan yang diminati guru. Hal ini memperkuat dugaan awal bahwa pelatihan sistem dual-mode

yang menggabungkan antara kegiatan tatap muka dan komunikasi via internet merupakan program

peningkatan profesionalitas yang diharapkan guru.

46

PROCEEDING The Second International Seminar on Science Education "Current Issues on Research and Teaching in Science Education " ISBN: 978-979-98546^4-2

Tabel 1: Jenis program peningkatan profesi yang diperlukan guru biologi

No Jenis program Persentase a. Seminar 36

b. Lokakarya 22

c. Workshop/pelat ihan 88

d. Kursus 21

e. Penataran 30

f. Pelatihan melalui internet 47

Materi pelatihan yang paling diperlukan guru

Pelatihan tentang konsep-konsep biologi, kependidikan, dan komputer merupakan tiga materi yang

diperlukan guru (lihat Tabel 2) . Tingginya kebutuhan guru terhadap pelatihan tentang konsep-konsep

biologi menunjukkan bahwa guru memang merasa perlu adanya update pengetahuan biologi. Hal ini

sangat wajar sebab perkembangan biologi sangat pesat dan tentunya bekal yang diperoleh guru selama

kuliah tentu tidak memadai lagi sehingga mereka perlu senantiasa meng-update pengetahuan mereka.

Tabel 2: Materi pelatihan yang diperlukan guru

No Materi pelatihan Persentase

a. Pelatihan tentang materi/ konsep 84

b. Pelatihan materi kependidikan 44

c. Pelatihan tentang komputer 67

Materi untuk meningkatkan kompetensi pedagogi

Secara umum guru memerlukan hampir semua aspek yang terkait kompetensi pedagogi (Tabel 3). Hanya

dua hal yang kurang diminati guru yaitu perencanaan pengajaran dan evaluasi pembelajaran. Perencanaan

pengajaran kurang diminati sebab pelatihan-pelatihan yang diikuti guru selama ini seringkali terkait

kurikulum dan perencanaan.

Tabel 3: Materi pedagogi yang diperlukan guru

No Materi pedagogi Persentase

A Perencanaan pengajaran 33

B Model-model pembelajaran 75

c Evaluasi pembelajaran 31

d Pengelolaan praktikum 63

e Media pembelajaran 66

f Pemanfaatan computer dan internet dalam pembelajaran 60

Konsep biologi yang perlu pendalaman

Genetika dan bioteknologi merupakan materi biologi yang paling dibutuhkan guru (Tabel 4). Hal ini

memang sangat beralasan sebab kedua bidang ini merupakan bidang yang kemajuan dan

perkembangannya sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu kedua konsep tersebut juga

dipandang sebagai konsep yang sulit (Johnson & Stewart, 2002; Venvil le, Bribble & Donovan, 2005).

47

PROCEEDING The Second International Seminar on Science Education "Current Issues on Research and Teaching in Science Education"

ISBN: 978-979-98546-4-2

Tabel 4: Materi biologi yang diperlukan guru

No Konsep Persentase

a Sel dan jaringan 38

b Struktur dan fungsi tumbuhan 33

c Struktur dan fungsi hewan 32

d Mikrobiologi 53

e Genetika 64

f Evolusi 34

g Bioteknologi 75

H Ekologi 29

Pengetahuan/keterampilan guru dalam penggunaan komputer

Kemampuan menggunakan komputer merupakan salah satu keterampilan penting yang harus dimiliki guru.

Tabel 5 menunjukkan adanya keragaman yang besar dalam hal kemampuan guru menggunakan komputer.

Sekalipun ada beberapa orang guru yang bisa melakukan pemprograman, namun masih banyak juga guru

yang sama sekali belum bisa menggunakan komputer.

Tabel 5: Keterampilan penggunaan komputer

No Keterampilan Persentase

a Hanya terbatas pada pengolah kata (word) 72

b Presentasi (power point) 40

c Tabulasi dan kalkulasi (excel) 32

d Grafis (photoshop) 5

e Pemprograman animasi (macromedia) 5

F Sama sekali tidak bisa 19

Pengetahuan guru tentang Internet

Dari hasil angket tentang pengetahuan guru dalam menggunakan internet terungkap adanya perbedaan

yang cukup besar. Ada beberapa guru yang sudah cukup baik dalam penggunaan internet namun ada

banyak guru yang sama sekali belum bisa menggunakan internet.

Tabel 6: Kemampuan menggunakan internet

No Kemampuan internet Persentase

a Bisa menggunakan untuk mencari sumber informasi 52

b Bisa menggunakan untuk komunikasi (e-mail) 26

c Bisa menggunakan sebagai sarana pembelajaran 24

d Bisa membuat blog/website 8

e Belum bisa 45

Fasilitas Teknologi Informasi dan Komunikasi (ICT) yang dimiliki Sekolah

Dalam penelitian ini juga dijaring fasilitas ICT yang dimiliki guru dan sekolah (Tabel 7). Terungkap bahwa

sebagian besar sekolah memiliki fasilitas komputer tetapi hanya sebagian kecil saja sekolah yang memiliki

lab multimedia dan koneksi internet.

48

PROCEEDING The Second International Seminar on Science Education "Current Issues on Research and Teaching in Science Education "

ISBN: 978-979-98546-4-2

Tabel 7: Fasilitas ICT sekolah

No Fasilitas Persentase a Komputer 90 b Lab Multimedia 18 c Koneksi internet 23 d Ada lab mult imedia dan fasilitas internet 22 E Tidak ada 3

Secara umum hasil need assessment menunjukkan bahwa guru memang membutuhkan pelatihan

dan pelatihan melalui internet memang moda pelatihan yang diharapkan guru. Meskipun demikian,

kemampuan yang dimiliki guru (baik peralatan maupun pengetahuan) tentang komputer dan internet

sangat beragam. Sebagian guru memiliki fasilitas komputer dan internet dan juga memiliki pengetahuan

dan keterampilan yang baik, namun banyak juga guru yang tidak memiliki fasilitas komputer dan juga tidak

bisa menggunakan komputer.

Pelatihan dual mode memang tidak seperti e-learning yang biasa diterapkan di perguruan tinggi.

Ada beberapa perbedaan mendasar antara e-learning dan dual mode. Pertama, karakteristik peserta e-

leaming bersifat homogen baik dari sisi usia, kemampuan, dan kebutuhan. Sebaliknya guru-guru peserta

pelatihan dual mode memiliki latar belakang yang beragam. Kedua, waktu yang dimiliki guru dan

mahasiswa sangat berbeda. Mahasiswa pada umumnya memiliki jadwal yang relatif sama sedangkan guru

memiliki kegiatan yang sangat beragam. Oleh karena itu pelatihan dengan dual mode harus bisa

mengakomodasi keragaman yang dimiliki para guru dan memanfaatkannya sebagi sebuah potensi.

Dari hasil need assessmen terungkap bahwa 90% sekolah memiliki fasilitas komputer. Hal ini menunjukkan

bahwa peluang untuk di lakukannya pelatihan dengan dual mode cukup terbuka. Walaupun sekolah yang

memiliki fasilitas internet masih terbatas jumlahnya, namun sesungguhnya akses internet bisa dengan

mudah diusahakan oleh guru maupun sekolah.

Keterbatasan kemampuan guru dalam hal komputer dan internet menuntut adanya pelatihan

tentang komputer dan internet. Oleh karena itu sekalipun pelatihan komputer dan internet tidak ada dalam

rencana awal penelitian namun sebagai langkah awal pelatihan guru-guru akan diberi pelatihan pengunaan

komputer dan internet. Kemampuan guru yang beragam juga menuntut agar website pelatihan bisa

didesain sesederhana mungkin sehingga guru-guru bisa dengan mudah memanfaatkannya.

Penggunaan internet dalam pelatihan dual mode ini sesungguhnya bukan hanya dimaksudkan

untuk mengatasi masalah jangkauan dan fleksibilitas akses bagi guru. Hasil kajian terhadap program

peningkatan profesionalisme guru yang telah lalu menunjukkan bahwa program-program yang telah

dilakukan kurang mendorong kemandir ian guru. Penggunaan internet diharapkan lebih membuka wawasan

guru tentang sumber informasi yang pada akhirnya mendorong mereka untuk mandiri dalam

mengembangkan diri (Yumuk, 2002).

Karena guru membutuhkan pelatihan tentang konsep-konsep biologi dan pembelajarannya (model-

model pembelajaran, media pembelajaran, pengelolaan praktikum, dan pengajaran biologi dengan

menggunakan komputer), pelatihan dual mode ini akan menyajikan kedua hal tersebut. Salah satu

kelemahan pelatihan yang sebelumnya adalah memisahkan antara isi dan pembelajaran. Pemisahan antara

isi dan pembelajaran kurang membantu guru untuk menerapkan dalam pembelajaran (Gunstone, 1999).

Karena ini dalam pelatihan dual mode ini, isi dan pembelajaran akan dipadukan.

49

PROCEEDING The Second International Seminar on Science Education "Current Issues on Research and Teaching in Science Education"

ISBN: 978-979-98546-4-2

SIMPULAN

Hasil need assessment terhadap guru-guru biologi mengungkapkan bahwa program peningkatan

profesionalisme dengan model dual mode merupakan program yang diharapkan guru. Kemampuan guru

dalam menggunakan komputer dan internet ternyata sangat beragam. Oleh karena itu perlu perlakuan

khusus bagi guru-guru yang penguasaan komputer dan internetnya masih rendah. Secara umum guru

memerlukan update pengetahuan dan keterampilan baik terkait konten (materi) maupun pembelajarannya.

DAFTAR PUSTAKA

Adey, P. (2004). The Professional Development of Teachers: Practice and Theory. Dordrecht: Kluwer Academic Publishers.

Borg, W. R., & Gall, M. D. (1989). Educational Research: An Introduction. New York: Longman.

Gunstone, R. (1999). Content knowledge, reflection and their intertwining: A response to the paper set. Science Education, 83(3), 393-396.

Jeanpierre, B., Oberhauser, K. & Freeman, C. (2005). Characteristics of professional development that effect change in secondary science teachers' classroom practice. Journal of Research in Science Teaching, 42(6), 668-690.

Johnson, S. K. & Stewart, J . (2002) . Revising and assessing explanatory models in a high school genetic class: A comparison of unsuccessful and successful performance. Science Education, 86(4), 463-480.

Venville, G., Bribble, S. J . 8i Donovan, J . (2005). An exploration of young childen's understandings of getics concpts f rom ontological and epistemological perspectives. Science Education, 89(7), 614-633.

Widodo, A. Riandi, Amprasto 8i Wulan, A. R. (2006). Analisis dampak program-program peningkatan profesionalisme guru sains terhadap peningkatan kualitas pembelajaran sains di sekolah. Laporan penelitian Hibah Kebijakan Balitbang Depdiknas.

Yumuk, A. (2002). Letting go of control to the learners: The role of internet in promoting a more autonomous view of learning in an academic translaton course. Educational Research, 44(2), 141-156.

Ucapan terima kasih

Penelitian ini di laksanakan dengan menggunakan dana Hibah Kompetensi yang diberikan oleh DP2M Dikti

tahun angaran 2008.

50

Lampiran 3

D R A F T A R T I K E L UNTUK P U B L I K A S I I N T E R N A S I O N A L

(lihat dalam dokumen terlampir)

42