universitas katolik soegijapranata emarang · berbasis spirulina akan berkontribusi dalam...
TRANSCRIPT
Kode/Nama Rumpun Ilmu*: 165/Teknologi Pangan dan Gizi
LAPORAN PENELITIAN
PENELITIAN PRODUK TERAPAN
Produksi Penyedap Non-MSG Berbasis Spirulina
Menggunakan Teknologi Granulasi
Tahun ke1 dari rencana 2 tahun
Ketua/Anggota Tim
Dr. Alberta Rika Pratiwi, MSi. (NIDN: 0608056601)
Dr. Viktoria Kristina Ananingsih, ST, M.Sc (NIDN: 0626016901)
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG
2017
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM
1. Judul Penelitian : Produksi Produk Penyedap nonMSG berbasis Spirulina Menggunakan Teknik
Granulasi
.
2. Tim Peneliti
No Nama Jabatan
Bidang Instansi Asal
Alokasi Waktu
Keahlian (jam/minggu)
1 Alberta Rika Pratiwi Ketua Ilmu Pangan Progdi 7 jam/ minggu
Teknologi
Pangan, F.
Teknologi
Pertanian, Univ.
Katolik
Soegijapranata
2 Viktoria Kristina Ananingsih Anggota 1 Teknologi Pangan Progdi 6 jam/ minggu
Teknologi
Pangan, F.
Teknologi
Pertanian, Univ.
Katolik
Soegijapranata
3. Objek Penelitian (jenis material yang akan diteliti dan segi penelitian):
Material penelitian yang digunakan adalah mikroalga Spirulina yang dieksplorasi
kandungan asam glutamatnya untuk menjadi penyedap nonMSG (non Monosodium
Glutamat). 4. Masa Pelaksanaan
Mulai : bulan: Januari , tahun: 2017
Berakhir : bulan: Januari. tahun: 2019
6. Lokasi Penelitian (lab/studio/lapangan) : a. Laboratorium Ilmu Pangan –FTP Univ. Katolik Soegijapranata b. laboratotium Rekayasa Pengolahan Pangan - FTP Univ. Katolik Soegijapranata c. Laboratorium Analisa Sensori - FTP Univ. Katolik Soegijapranata
7. Instansi lain yang terlibat (jika ada, dan uraikan apa kontribusinya)
Tidak ada 8. Temuan yang ditargetkan (penjelasan gejala atau kaidah, metode, teori, atau antisipasi
yang dikontribusikan pada bidang ilmu) Penemuan Formulasi dan teknik yang optimal untuk memproduksi penyedap non MSG
berbasis Spirulina akan berkontribusi dalam perkembangan Ilmu dan Teknologi Pangan
akan penemuan ragam BTMA (Bahan Tambahan Makanan Alami dengan tingkat alergi
yang rendah.
iii
9. Kontribusi mendasar pada suatu bidang ilmu (uraikan tidak lebih dari 50 kata, tekankan
pada gagasan fundamental dan orisinal yang akan mendukung pengembangan iptek) penyedap rasa non MSG merupakan upaya yang terus dilakukan oleh para peneliti di
bidang ilmu dan teknologi pangan. Hal ini sebagai upaya merespon keresahan sebagian
besar masyarakat yang sangat mungkin tidak dapat mengontrol asupan penyedap rasa
berupa MSG. Teknologi yang digunakan teknik granulasi menggunakan materi
enkapsulan. 10. Jurnal ilmiah yang menjadi sasaran (tuliskan nama terbitan berkala ilmiah bereputasi
internasional, nasional terakreditasi, atau nasional tidak terakreditasi dan tahun rencana
publikasi)
1. Jurnal of Food and Nutrition – tahun 2019 (Jurnal Internsional)
2. Jurnal Teknologi Industri Pangan – tahun 2018 (Jurnal Nasional Terakreditasi)
11. HKI yang diperoleh : modul karya Teknologi Pembuatan Penyedap nonMSG
berbasis Spirulina , dengan nomor pencatatan HKI : 03564 iv
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Sampul ………………………………………………................. i
LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………................ ii
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM …………………………………… iii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... v
RINGKASAN ……………………………………………………………. vi
BAB 1 PENDAHULUAN …………………………………................. 1
1.1 Latar belakang …………………………………................. 1
1.2 Tujuan Khusus …………………………………................. 2
1.3 Urgensi Penelitian ………………………………………... 2
1.4 Rencana Capaian Tahunan ……………………………….. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………… 4
BAB 3 METODE PENELITIAN …………………………………….. 11
BAB 4 BIAYA DAN JADWAL PENELITIAN ……………………... 13
4.1 Anggaran Biaya …………………………………………... 13
4.2 Jadwal Penelitian ………………………………................. 13
REFERENSI ……………………………………………………………... 14
LAMPIRAN-LAMPIRAN ……………………………………..................
- Lampiran 1 Justifikasi Anggarna Penelitian……………………………. 15
- Lampiran 2 Dukungan sarana dan prasarana penelitiam ………………. 16
- Lampiran 3 Susunan organisasi tim pengusul…………………………... 17
- Lampiran 4 Nota Kesepahaman MOU …………………………………. 18
- Lampiran 5 Biodata ketua dan anggota ………………………………… 19
- Lampiran 6 Surat Pernyataan ketua pengusul ………………………….. 29 v
RINGKASAN
Kualitas produk pangan ditentukan oleh komponen bahan pangan penyusunnya selain cara
pengolahannya. Agar diperoleh kualitas optimum yang diinginkan, diperlukan informasi yang
mendalam tentang komponen bahannya terutama yang berkaitan dengan tekstur, warna, atau
nutrisi produk olahan tersebut serta senyawa-senyawa aktif penting yang dikandungnya. Salah
satu kandungan Spirulina yang penting untuk khasanah bidang pangan adalah adanya asam
glutamat sebesar 14.6% dari total asam aminonya. Potensi tersebut akan dimanfaatkan untuk
membuat penyedap alami non MSG. Untuk itu tujuan khusus dari penelitian ini adalah MEMPRODUKSI PENYEDAP nonMSG
BERBASIS SPIRULINA MENGGUNAKAN TEKNIK GRANULASI. Untuk mencapai tujuan
khusus tersebut dilakukan tahapan-tahapan penelitian yang dilakukan selama 2 tahun. Tujuan
tahun 1 : a) Mengetahui total total protein dan kadar dan rendemen asam glutamat yang
diperoleh, b). Mengetahui optimasi penggunaan enkapsulan, c). Mengetahui higroskopisitas,
kelarutan dan flowability dari formulasi yang diperoleh. Metode yang digunakan utuk
mengetahui total protein adalah metode bradford. Total asam glutamat dilakukan dengan metode
HPLC, sedangkan untuk mengetahui optimasi penggunakan enkapsulan digunakan 2 bahan
yakni maltodekstrin dan alginat. Produk penyedap dari dua enkapsulan lalu diukur
higroskopisitas, kelarutan dan flowability. Pembuatan penyedap nonMSG menggunakan teknik
granulasi. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa Maltodekstrin merupakan enkapsulan yang
lebih baik dibandingkan dengan alginat dari aspek kemampuannya mempertahankan konsentrasi
asam glutamat, higrokopisitas dan flowability. Bahan penyalut maltodektrin mampu
mempertahankan kadar asam glutamat, semakin tinggi kosentrasiasam glutamat menunjukkan
kadar asam glutamat yang semakin tinggi. Kadar asam glutamat tertinggi (0,26mg/g) dengan
konsentrasi maltodekstrin sebesar 25%. Semakin tinggi alginat kadar air (%wb) semakin rendah,
nilai higrokopisitas (%) tidak berbeda secara signifikan, angle of repose (o) semakin kecil dan
kelarutan (%) semakin tinggi namun tidak berbeda nyata. Maltodektrin sebagai penyalut
menunjukkan semakin besar konsentrasinya menunjukkan semakin tinggi kadar air (%), semakin
kecil higrokopisitas (%) dan angle of repose (o) dan semakin tinggi daya larutnya.
Kesimpulannya Spirulina dengan kandungan asam glutamat yang dimiliki berpotensi menjadi
penyedap non MSG dengan teknologi granulasi. Berdasarkan hasil dari kandungan asa gliutamat
dalam formula yang digunakan maltodektrin mampu menahan asam glutamat lebih tingi
dibandingkan alginat
Kata kunci : Spirulina, nonMSG, Teknik Granulasi
vi
BAB I. PENDAHULUAN Latar belakang Produk pangan yang dikehendaki oleh masyarakat modern pada saat ini adalah tidak hanya
mempertimbangkan unsur pemenuhan gizi saja, tetapi harus mempertimbangkan pada sisi rasa.
MSG merupakan dihasilkan dari fermentasi molase oleh Brevibacterium glutamicum dan
digunakan secara luas dalam industri pangan untuk menghasilkan rasa umami. Namun ada
kontroversi keamanan penggunaan MSG. Sekalipun hingga saat ini belum ada penelitian yang
menunjukkan secara spesifik bahwa monosodium glutamat memiliki dampak yang buruk
terhadap jangka panjang kesehatan dan Food and Drugs Administration (FDA) telah menyatakan
bahwa MSG diklasifikasikan sebagai bahan tambahan pangan yang aman untuk dikonsumsi,
seperti layaknya garam, cuka, dan pengembang kue (FDA, 1995).
Kondisi ini memunculkan peluang bumbu penyedap dengan rasa dan aroma yang lezat dengan
tingkat keamanan pangan yang semakin baik. Spirulina mengandung protein dan asam amino
sebesar 65% (55% – 70%), karbohidrat 20%, lemak 5%, mineral 7%, dan air 3%. Dari
kandungan asam amino tersebut, 47% merupakan asam amino esensial dan 53% non-esensial
(Phang et al, 2000). Asam amino non-esensial tertinggi dari Spirulina adalah asam glutamat, yaitu
sebesar 14,6%, sehingga Spirulina dapat digunakan sebagai pemberi rasa umami (Belay, et al.,
1994). Tingginya komponen nutrisi dan non-nutrisi pada spirulina juga memberikan tingkat
penerimaan yang lebih baik dibandingkan dengan penyedap MSG
Permasalahan lain dalam penggunaan penyedap non-MSG yang berasal dari spirulina pun
muncul, seperti rasa umami yang tidak terlalu kuat jika dibandingkan pada bumbu penyedap
MSG. Hal ini disebabkan karena rasa umami yang dihasilkan oleh spirulina tidak berasal
keseluruhan dari asam glutamat, melainkan berasal dari “Hidrolyzed Protein Vegetable”. Selain
itu diketahui bahwa asam glutamat dan asam amino lainnya yang berperan dalam pembentukan
rasa dan aroma sangat rentan untuk terdenaturasi melalui proses pemanasan serta pengaruh
lingkungan yang merugikan sehingga penyedap non-MSG yang dihasilkan dari spirulina
memiliki shelf life yang pendek, dan aplikasi dalam bidang pangan yang terbatas. Kondisi ini
1
sangat tidak menguntungkan bagi pengembangan penyedap non-MSG Spirulina apabila ingin
dijadikan sebagai penyedap alternatif.
Maka dari itu dalam pembuatan penyedap non-MSG diperlukan penambahan bahan pengisi yang
mampu melindungi asam glutamat yang berperan penting dalam melindungi rasa umami yang
dihasilkan. Perlakuan mikroenkapsulasi bertujuan untuk menghasilkan penyedap non-MSG yang
memiliki umur simpan relatif lama, kemampuan retensi kualitas produk yang semakin baik,
perlindungan terhadap bahan aktif yang maksimal, serta aplikasi dalam bidang pangan yang
lebih mudah.Maltodekstrin dan natrium alginat memiliki daya larut yang baik dalam air. dan
mempunyai kemampuan untuk menghidrasi molekul struktural dalam suatu bahan selama proses.
Tujuan khusus
Penelitian ini dirancang untuk dua tahun. Tahun pertama adalah menentukan konsentrasi
optimal maltodekstrin dan alginat sebagai penyalut glutamat Spirulina dengan teknik granulasi
dan mengevaluasi karakteristik penyedap Spirulina yang dihasilkan. Pada tahun kedua dilakukan
produksi dan komersialisasi penyedap nonMSG berbasis Spirulina.
Keutamaan penelitian (urgensi)
Tren di bidang pangan saat ini adalah penggalian bahan-bahan alami untuk pengembangan
produk-produk pangan yang dihasilkan. Sementara itu rasa umami merupakan karakteristik
pangan di wilayah Asia. Penambahan bahan untuk menghasilkan rasa umami (gurih) sebagian
besar masyarakat menggunakan penyedap MSG (Mono Sosium Glutamat), yang diproduksi dari
proses fermentasi molase menggunakan bakteri Brevibacterium glutamicum dan diikat oleh
garam sodium sehingga dapat menimbulkan masalah-masalah kesehatan jika tidak adapat
mengontrol penggunaannya.
2
Sementara itu Spirulina diketahui mengandung asam glutamat sebesar 14,6% dari totak asam
aminonya, sehingga sangat berpotensi dapat digunakan sebagai pemberi rasa umami. Adanya
sumber rasa umami (gurih) yang berasal dari sumber yang lain seperti Spirulina dan teknik
tertentu diharapkan dapat menjadi alternatif produk penyedap (rasa umami) alami. Dengan
demikian juag dapat berkontribusi dalam perkembangan ilmu dan teknologi pangan khususnya
mengenai BTM (Bahan Tambahan Makanan).
Tabel 1.1. Rencana Target Capaian Tahunan NO Jenis Luaran Indikator Capaian
TS TS+1 TS+2
Internasional belum draf
1 Publikasi ilmiah2)
Nasional Terakreditasi
submitted accepted
Pemakalah dalam Internasional belum terdaftar
pertemuan ilmiah3)
2 Nasional terdaftar Sudah
Keynote Speaker Internasional belum belum
dalam pertemuan
3 Nasional
belum belum
ilmiah4)
4 Visiting Lecturer Internasional Belum belum
Paten belum Belum
Paten sederhana belum Belum
Hak Cipta Draf terdaftar
Hak Atas Kekayaan Merek dagang Draf terdaftar
5
Rahasia dagang belum Belum
Intelektual (HKI)
6)
Desain Produk Industri belum belum
Indikasi Geografis tidak Tidak
Perlindungan Varietas tidak Tidak
Perlindungan Topografi tidak Tidak
Sirkuit
6 Teknologi Tepat Guna7)
produk penerapan
7 Model/Purwarupa/Desain/Karya seni/ Rekayasa tidak Tidak
8 Buku Ajar (ISBN)9)
Belum draf
9 Tingkat Kesiapan Teknologi (TKT)10)
1 4
1)TS = Tahun sekarang (tahun pertama penelitian) 2) Isi dengan belum/tidak ada, draf, submitted, reviewed, atau accepted/published
3) Isi dengan belum/tidak ada, draf, terdaftar, atau sudah dilaksanakan
4) Isi dengan belum/tidak ada, draf, terdaftar, atau sudah dilaksanakan
5) Isi dengan belum/tidak ada, draf, terdaftar, atau sudah dilaksanakan
6) Isi dengan belum/tidak ada, draf, atau terdaftar/granted
7) Isi dengan belum/tidak ada, draf, produk, atau penerapan
8) Isi dengan belum/tidak ada, draf, produk, atau penerapan
9) Isi dengan belum/tidak ada, draf, proses editing/sudah terbit
10)Isi dengan skala 1-9 dengan mengacu pada Bab 2 Tabel 2.7
3
BAB II. STUDI PUSTAKA
Spirulina Spirulina merupakan “marine microalgae” dengan karateristik fisik berbentuk filamen spiral
yang tumbuh dengan baik pada ekosistem air dengan alkalinitas tinggi, serta bersifat alkalis pada
daerah sub-tropis maupun tropis (pH 8.5–11) (Kabede & Ahlgren, 1996). Spirulina digolongkan
sebagai edible microorganism dan dikategorikan sebagai GRAS (Generally Recognize as Safe).
Spirulina terdiri atas 58 jenis spesies yang tercatat, akan tetapi jenis yang terkenal di pasar adalah Spirulina plantesis dan Spirulina maxima (Christwardana & Hadiyanto, 2013)
Spirulina mengandung sejumlah mineral esensial berkisar 3-7% yang berasal dari hasil
akumulasi selama Spirulina berada dalam media pertumbuhan dan kondisi sekitar media
pertumbuhan. Mineral yang menempati posisi dalam jumlah terbanyak pada spirulina terdiri atas
Ca, P, dan K. Makromineral lainnya yang terdapat dalam spirulina Mg dan Na, serta
mengandung trace element seperti Fe, Zn, Cu, Co, dan Mn (Christwardana & Hadiyanto, 2013).
Spirulina merupakan mikroalga yang mengandung protein tinggi 55-70% yang tersusun atas
asam amino esensial sebesar 47% dari total berat protein (Phang et al, 2000).
Tabel 2.1. Kandungan dalam Spirulina plantesis (Christwardana & Hadiyanto, 2013).
Komponen Konsentrasi (%b/b) Protein 56-62 Lemak 4-6
Karbohidrat 17-25
Asam Linoleat (gamma) 0.8
Klorofil 0.8 Fikosianin 6.7-11.7 Karotein 0.43 Zeaxanthin 0.1
Air 3-6
4
Tabel 2.2. Profil Asam Amino Spirulina plantesis powder (Gershwin & Belay, 2008) Asam Amino g/100 gr Asam Amino Non- g/100 gr
Esensial Esensial Histidin 1000 Alanin 4590 Isoleusin 3500 Arginin 4310
Leusin 5380 Asam Aspartat 5990
Metionin 1170 Sistein 590
Fenilalanin 2750 Asam Glutamat 9130
Treonin 2860 Glisin 3130
Triptofan 1090 Prolin 2380
Valin 3940 Serin 2760
Lisin 2960 Tirosin 2500
Kandungan asam amino esensial maupun non esensial tertinggi terdapat asam glutamat. Asam
glutamat berperan dalam menghasilkan rasa umami yang khas dan digunakan sebagai bahan
baku flavor enhancer. Sehingga spirulina diasumsukan dapat dijadikan sebagai sumber rasa
umami yang disebabkan tingginya kandungan asam glutamat yang berperan dalam menghasilkan
rasa tersebut (Yamaguchi, 1979). Senyawa volatile yang berperan terhadap pembentukan aroma
khas terdiri atas 49 jenis senyawa yang terdiri atas alkohol, keton, furan, aldehid, senyawa
aromatik, olefin, nitrogen, dan pirazin. Senyawa terutama yang akan menghasilkan flavor khas
dalam spirulina dihasilkan dari gabungan antar senyawa kompleks berupa trimetilamina,
metiltetrahidrofuran, isoforon, toluene, diklorobenzena, dan vinil heksanol (Ding Jie, 2010).
Rasa Umami dan Asam Glutamat Palatabilititas suatu produk pangan akan “mempromosikan” produk tersebut dalam pemilihan,
pengkonsumsian, penyerapan, dan penyerapan makanan oleh konsumen. Kelima indra berperan
penting dalam penentuan nilai palabilitas, akan tetapi pada indra perasa merupakan bagian yang
berperan penting dalam penentuan suatu palatabilitas pangan (Yamaguchi & Ninomiya, 2000).
Rasa merupakan salah satu karakter sensori dalam bahan pangan yang dapat dideteksi oleh indra
perasa. Indra perasa dalam mendeteksi suatu senyawa yang terdapat dalam suatu makanan yang
akan menghasilkan sensasi khas dilakukan dengan menggunakan reseptor yang terdapat dalam
bintil lidah (taste bud) (Meilgard et al, 1999). Rasa umami didefinisikan sebagai rasa baru oleh
Profesor Ikeda yang dihasilkan oleh garam L-glutamat yang dapat diekstrak dari rumput laut
kombu (Ninomiya, 1998). Umami merupakan rasa khas yang dipengaruhi oleh senyawa
5
glutamate dan nukleotida seperti inosinate dan guanilate yang terdapat dalam banyak produk
pangan yang berperan dalam palatabilitas dan penerimaan suatu produk pangan. Karateristik
umami berperan dalam peningkatan flavor dalam suatu bahan pangan dengan memberikan meaty
dan savory flavor dan berbeda dengan rasa yang lainnya seperti rasa manis, asin, asam, dan pahit
(Loliger, 2000).
Asam glutamat (asam amino non-esensial) merupakan penyusun utama dalam protein dalam
makanan yang pada umumnya hadir pada keseluruhan bahan pangan seperti daging, poultry,
seafood, dan sayuran yang biasa ditambahkan sebagai flavor enhancer (Ninomiya, 1998).
Peningkatan nilai sensori yang dimiliki suatu produk pangan hanya dapat dimiliki oleh produk
pangan yang tinggi akan kandungan asam amino atau protein terhidrolisa (Jinap & Hajeb, 2010).
Ribonukleotida yang berperan dalam penguatan rasa yang mampu bekerja secara sinergis dengan
senyawa l-glutamat adalah 5-inosinat, 5-guanilat, serta 5-adenilat. Inosinat banyak ditemukan
dalam produk daging, guanilat banyak ditemukan dalam produk sayuran, sedangkan adenilat
banyak ditemukan dalam produk fish dan shelfish. Bahan pangan yang tinggi akan kandungan
glutamat bebas terdiri atas tomat, jamur, dan keju (Jinap & Hajeb, 2010).
Penyedap Rasa Penyedap rasa sudah menjadi kebutuhan dasar oleh masyarakat yang berperan sebagai flavor
enhancer yang mengutamakan sisi kepraktisan dalam memasak. Kemudahan dalam penggunaan
produk bumbu penyedap rasa menjadi alasan dasar produk penyedap rasa menjadi semakin
digemari pada saat ini. Penyedap rasa merupakan produk bubuk maupun kubus yang
mengandung ekstrak tertentu seperti daging sapi atau ayam, dengan tambahan maupun tanpa
tambahan makanan lain yang diizinkan. Penyedap tersusun atas berbagai bahan baku yang terdiri
atas garam, gula, lemak nabati, monosodium glutamate, flavoring agent, lada, bawang, kunyit,
flavor enhancer, zat pewarna, dan senyawa anti gumpal (Eritha, 2006).
Komponen utama yang memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan rasa serta mampu
meningkatkan tingkat kenikmatan suatu produk pangan dipengaruhi oleh kandungan asam
glutamat. Namun ada berbagai issue mengenai dampak negatif terhadap konsumsi MSG.
6
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Komisi Penasihat FDA (Food and Drugs
Administration Advisory Comitte) dalam (Perdana, 2003) menggolongkan monosodium
glutamate sebagai substansi GRAS (Generally Recognise as Safe), yang berarti monosodium
glutamate aman untuk dikonsumsi dalam batas yang wajar.
Senyawa anti gumpal ditambahkan dalam produksi bumbu penyedap dalam bentuk bubuk
maupun kristal berperan mencegah terjadinya peristiwa aglomerasi terhadap produk dengan
karateristik nilai higroskopisitas yang tinggi. Kelembaban dan kadar air yang tinggi
mengakibatkan produk bubuk mudah mengalami aglomerasi atau caking/lumping. Anti caking
agent yang ditambahkan dalam produk bumbu penyedap yaitu silikon dioksida sintetik sekitar
0.25-1%.
Maltodekstrin DE-5 Maltodekstrin merupakan campuran dari glukosa, disakarida dan polisakarida yang terikat
melalui ikatan 1,4-glikosidik dan didapatkan melalui hidrolisis pati secara parsial. Hidrolisis
parsial yang terjadi dengan bantuan asam maupun enzim akan memecah rantai pati menjadi
rantai kecil yang tersusun atas komponen dekstrose (3-19 rantai dalam maltodekstrin). Rantai
dekstrose yang tersisa dalam rantai utama dideskripsikan sebagai nilai DE (Dextrose Equivalent).
Nilai DE yang rendah maka maltodekstrin tersebut bersifat non-higroskopis dan least sweat
sedangkan maltodekstrin dengan nilai DE yang tinggi cenderung higroskopis dan dapat
digunakan sebagai “sweeteness moderation” (Khin et al., 2006). Maltodekstrin dapat digunakan
dalam makanan produk pangan karena sifatnya yang mengalami dispersi yang cepat, daya larut
yang tinggi, flavorless, mampu membentuk film, memiliki sifat higroskopis rendah serta mampu
menghambat kristalisasi (Srihari et al, 2010). Maltodekstrin sangat tepat digunakan sebagai
carrier dalam metode mikroemulsi yang bertujuan untuk melindungi senyawa aktif dalam suatu
produk yang bertujuan untuk dilindungi (Akhilesh et al, 2012). Fungsi lain dari maltodekstrin
adalah sebagai bahan pengental atau sekaligus dapat digunakan sebagai bahan emulsifier.
7
Alginat Alginat merupakan suatu komponen yang terdapat di dalam dinding sel dan ruang antar sel pada
alga coklat. Alga coklat umumnya hidup dalam air bersih dengan suhu berkisar 4-18°C untuk
dapat berkembang secara optimal. Sebagai organism fotosintetik, alga coklat membutuhkan
adanya paparan cahaya sehingga hanya dapat tumbuh di area pantai hingga kedalaman 50 meter,
tergantung jenis spesiesnya. Alga coklat yang biasa digunakan untuk produksi alginat secara
industri antara lain Laminaria digtata, Laminaria japonica, Aschophyllum nodosum, Ecklonia
maxima, Macrocystis pyriferc, Durvillea Antarctica, Lessonia nigrescens, dan Lessonia
trabecula. Spesies-spesies tersebut umumnya dapat ditemukan dari laut kedalaman maupun di
pinggir pantai. Susunan molekul alginat berkontribusi dalam kelenturan dan kepadatan struktur
alga, dimana sifat-sifat ini berperan penting dalam kemampuan alga untuk beradaptasi dan
berkembang di dalam laut.
Alginat merupakan polimer alami yang memiliki berat molekul cukup besar, yakni berkisar
antara 10-600 kDa. Umumnya alginat ditemukan dalam bentuk garam dari asam alginat, yakni
sodium alginate, potassium alginate, calcium alginate, ammonium alginate, dan propylene
glycol alginate yang terdaftar dalam US Food Chemicals Codex sebagai kelompok generally
recognized as safe (GRAS). Alginat tersusun atas kopolimer β-d-mannuronic acid (M) dan C-5
epimernya, α-l-guluronic acid (G), yang saling berikatan membentuk polisakarida linier dengan
ikatan (1,4)-glikosida. Struktur molekul alginat dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur Molekul Alginat
8
Aplikasi penggunaan alginat telah berkembang sangat luas untuk kepentingan komersial selama
lebih dari 60 tahun terakhir. Dalam industri pangan, alginat biasa digunakan untuk menunjang
karakteristik tekstur bahan pangan, misalnya sebagai pembentuk gel, pengental, penstabil dan
pembentukan selubung film. Konsentrasi alginat yang digunakan umumnya berkisar 1-2% dari
massa total produk yang diinginkan (Imeson, 2010). Pada kesempatan ini, alginat diaplikasikan
sebagai filler bumbu penyedap rasa bubuk berbahan dasar Spirulina.
Mikroenkapsulasi Mikroenkapsulasi merupakan suatu teknik dimana materi mikrokapsul solid, liquid, maupun gas
yang mengandung bahan aktif dibungkus dengan senyawa pembungkus yang bertujuan untuk
melindungi bahan aktif dari pengaruh lingkungan (Dubey et al, 2009). Jenis bahan penyalut yang
umum digunakan adalah golongan gum, karbohidrat, dan protein (Gharsallaoui et al, 2007).
Mikroenkapsulasi bertujuan lebih lanjut untuk melindungi, memisahkan, membantu dalam
penyimpanan, serta mempermudah aplikasi produk tersebut lebih lanjut. Salah satu metode
mikroenkapsulasi yang umum digunakan yaitu dengan prinsip spray drying yang berfungsi untuk
melindungi kandungan berbagai jenis produk pangan seperti flavor, lipids dan oleoresins, dan
berbagai food ingredients lainnya (Gharsallaoui et al, 2007).
9
Penelitian yang telah
dilakukan
Penelitian yang sedang
dilakukan (2015/2016)
Penelitian yang akan dilakukan
2016/2019 1. Pengembangan
Produk berdasarkan Karakteristik Molekuler dan
Fisikokimia Protein
Mikroalga Spirulina
(2011-2012)
a. karaketristik
molekuler
Sprirulina
b. Karakteristik
fisikokimia
c. Produk olahan berdasarkan karakteristik molekuler dan fisikokimia Mikroalga Spirulina
Formulasi
optimum
Pengujian Kemampuan
Produk Cookies dan
Sorbet berbahan Protein
Spirulina sebagai
Pangan Fungsional
Antidiabet Tipe II.
FORMULASI
Pengembangan Produk
OPTIMUM
Penyedap nonMSG berbasis PRODUK –
Spirulina PRODUK
PANGAN SEHAT
BERBAHAN
SPIRULINA
2. Aplikasi Antioksidan
(Fikobiliprotein – Pigmen Fikosianin)
Produk dengan
kandungan
antioksidan
Spirulina
Optimasi Formulasi Produk Pangan Sehat dan Pengolahannya Berbasis Senyawa Penting Spirulina
2012/2013 2013/2014
2016 2020-
Gambar 2.1. Peta Jalan Penelitian Spirulina
10
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan tempat penelitian
Penelitian akan dilaksanakan 2 tahap (tahun ke1 dan tahun ke 2). Seluruh tahapan dalam
proses penelitian dilakukan di laboratorium di lingkungan Program studi Teknologi Pangan
FAkultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata Semarang, yakni
Laboratorium Mikrobilogi dan Bioteknologi, Laboratorium Rekayasa Pangan dan Laboratorium
Analisa Pangan. Tahapan penelitian, target, dan keluaran yang diperoleh dapat dilihat pada Gambar 3.1. Gambar 3.1. Kerangka Penelitian Multi Tahun
11
Pemecahan dinding sel Spirulina (Metode Reflux)
(90oC) selama 15 menit
LANJUTAN:
Formulasi 1
dengan
penambahan
anti-caking
Formulasi 2
dengan
penambahan
anti-caking
Formulasi 3
dengan
penambahan
anti-caking
Formulasi
Tanpa
penambahan
anti-caking
Disaring dengan kertas
saring Whatman no.1
(hingga tidak ada endapan)
Diaduk-aduk dan dicampur rata
dengan mixer selama 5 menit
Diratakan dan dikeringkan
dengan dehumidifier suhu 60oC
selama 6 jam
Diayak-ayak dengan 9 mesh
hingga diperoleh bentuk granula
bumbu penyedap
Gambar 4.1 : Rancangan percobaan
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Penentuan Formulasi
Dalam menentukan formulasi penyedap mula-mula diawali dengan mengacu pada penelitian
sebelumnya. Formulasi yang membedakan adalah konsentrasi bahan penyalutnya baik alginat
maupun maltodektrin.
Formulasi Bumbu Penyedap Rasa Spirulina yang Terbaik berdasarkan Uji Organoleptik yang
dilakukan dengan terbatas pada tim peneliti
Granula bumbu penyedap non-
monosodium glutamate rasa
spirulina
Analisis
karakteristik
fisik
Analisis
higroskopisitas
Analisis
flowability
Analisis
kelarutan
Analisis
kadar asam
glutamat
Pengujian sensori langsung oleh
chef untuk mendapatkan
formulasi terbaik
Tabel 4.1. Konsentrasi Formula Penyedap nonMSG Berbasis Spirulina dengan Menggunakan ALginat
sebagai Bahan Penyalut
Bahan Konsentrasi (%)
Spirulina 10
Garam 70
Gula 15
Merica 5
Alginat
1 – 4 % dari
volume
supernatan
Spirulina
Tabel 4.2.
Bahan Konsentrasi (%)
Spirulina 10
Garam 70
Gula 15
Merica 5
Maltodektrin
5 – 25 % dari
volume
supernatan
Spirulina
Tabel 4.3 . Karakteristik fisikokimia Penyedap nonMSG dari Spirulina yang dibuat dengan
bahan penyalut alginat dan maltodektrin
Jenis Bahan
Penyalut
Konsentrasi
Bahan
Penyalut
(%)
Kadar Air
(%wb)
Higroskopisitas
(%)
Angle of Repose
(°) Kelarutan (%)
Natrium
Alginat 0 4.40 ± 0.26d 25.18 ± 1.33a 37.31 ± 0.89a 79.47 ± 1.59c
1 4.15 ± 0.45d 26.15 ± 0.72a 35.05 ± 0.19b 97.33 ± 1.67d
2 3.03 ± 0.29c 26.48 ± 0.61a 34.01 ± 0.28c 97.80 ± 0.75d
3 2.00 ± 0.28b 34.18 ± 1.25b 32.84 ± 0.15d 76.93 ± 1.99b
4 1.45 ± 0.30a 47.70 ± 2.24c 30.10 ± 0.46e 51.07 ± 2.94a
Maltodekstrin 0 1.25 ± 0.06a 34.87 ± 0.70c 37.31 ± 0.89d 79.47 ± 1.59a
10 1.13 ± 0.08a 34.18 ± 0.57c 35.39 ± 0.83c 95.87 ± 0.48b
15 1.63 ± 0.04b 28.24 ± 0.47b 34.82 ± 0.63bc 96.07 ± 0.59b
20 2.30 ± 0.06c 27.72 ± 0.74b 34.35 ± 0.86b 96.13 ± 0.48b
25 3.57 ± 0.20d 24.50 ± 0.51a 32.04 ± 0.61a 96.40 ± 0.84b Keterangan
1. Nilai dengan superscript yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan dalam satu
kolom (signifikansi < 0.05) berdasarkan uji One way Anova.
Tabel di atas menunjukkan perbedaan karakteristik (kadar air, higroskopisitas, angle of repose
dan kelarutan) antara penggunaan alginat dan maltodektrin. Maltodektrin mampu menurunkan
higrokopisitas. Hal ini selaras dengan kandungan air pad apenyedap yang disalut dnegan
maltodektrin.
Tabel 4.4. Kadar asam glutamat bumbu penyedap rasa Spirulina granul pada berbagai
konsentrasi natrium alginat
Konsentrasi Natrium
Alginat (%) Luas Area Kromatogram
Kadar Asam Glutamat
(g/100 g)
0 19783615 0.09a
1 24622395 0.11b
2 24854139 0.11b
3 27041253 0.12b
4 28254840 0.12b
Keterangan:
2. Kadar asam glutamat biomassa Spirulina kering yang digunakan sebagai bahan adalah 0.96 g/100g
3. Semua nilai merupakan nilai mean dari dua kali pengulangan analisis kadar asam glutamat.
4. Nilai dengan superscript yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan dalam satu kolom
(signifikansi < 0.05) berdasarkan uji One way Anova.
Tabel 4.5. Kadar Asam Glutamat Bumbu Penyedap Granul Non-Monosodium Glutamate Pada
berbagai Konsentrasi Maltodekstrin
Maltodekstrin (%) Luas Area
Kromatogram
Kadar Asam Glutamat (g/ 100
g)
0 27874582 0.12a
10 47243245 0.20b
15 51134036 0.21b
20 67612598 0.26c
25 66415230 0.26c Keterangan :
1. Kadar asam glutamat bimassa kering Spirulina sebesar 0.96 g/ 100 g.
2. Semua nilai merupakan nilai mean dari 2 kali ulangan.
3. Nilai dengan superscript yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan dengan
tingkat kepercayaan 95% (< 0.05) berdasarkan uji One Way Anova dengan uji Duncan sebagai uji beda.
KESIMPULAN SEMENTARA
1. Spirulina dengan kandungan asam glutamat yang dimiliki berpotensi menjadi
penyedap non MSG dengan teknologi granulasi.
2. Berdasarkan hasil dari kandungan asa gliutamat dalam formula yang digunakan
maltodektrin mampu menahan asam glutamat lebih tingi dibandingkan alginat
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, Suminar S, Jayadi, Panji. 2002. Produksi pigmen oleh spirulina platensi yang
ditumbuhkan pada media limbah lateks pekat. J. Hayati of Biosci. Vol 9: 80-84 Angka SL & Suhartono MT. 2000. Bioteknologi Hasil Laut. Pisat Kajian Sumber Daya Pesisir
dan Lautan. IPB. Bogor Bollag DM. and Edelstein. 1991. Protein methods. New York: Wiley-Liss.
Cifferi O. 1983. Spirulina, edible microorganism. Mikrobiol. Rev 47 : 551-578
Colla LM, Furlong EB, Costa JAV. 2007 Antioxidant properties of Spirulina (arthrospira)
platensis cultivated under diffeternt temperature and nitrogen regimes. Brazilian
Archives of Biol and Tech. Vol 50: 161-167. Damodaran S, Paraf A. 1997. Food protein and their application. Marcel dekker Inc. Perancis
Ju ZY, Hettiarachchy, Rath N. 2001. Extraction, denaturation and hydrophobic properties of
rice flour protein. J. of food Scie.Vol 66: 229-232
Karkos PD, Leong SC, Karkos CD, Sivaji N, Assimakopoulos. 2008. Review Spirulina in
Clinical Practice: Evidance-Based Human Application. Oxford University Press.
http://ecam.oxforddjournals.org. diunduh 4 September 2010. Mahajan A, Neet, Ahluwalia. 2010. Effect of processing on functional properties of Spirulina
protein preparations. African J. of Microb. Research. Vol 4: 055-060 Mala R, Saravanababu S, Sarojini M, Umadewi G. 2009. Screening for antimicrobial activity of
crude extract of Spirulina platensis. J. Cell & Tissue Research. Vol 9: 1951-1955. Ortega-Calvo JJ, Mazuelos C , Hermosin B, Saiz-Jimenez C. 1993. Chemical composition of
Spirulina and eucarryotic algae food products marketed in Spain. J. of Appl. Phycol. Vol
5: 425-435 Ravi M, Lata De S, Azharudin S, Paul SFD. 2010. The beneficial effect of Spirulina focusing on
its immunomodulatory and antioxidant properties. Nutrition and Dietary Supplemen.
Vol 2: 73-83
Romay C, Gonzales R, Ledon N, Remirez D, Rimbau V. 2003. C-Phycocyanin: A Biliprotein
with antioxidant, anti -inflamatory and neuroprotective effects. Current Protein and
Peptide Science.Vol 4. 207-216 Sarada R, Pilai MG, Ravishankar GA. 1999. Phycocyanin from Spirulina sp: influence of
processing of biomass on phycocyanin yield, analysis of efficacy of extraction methods
and stability studies on phycocyanin. Process Biochem. Vol. 34: 795-801 Tietze, Harald W. 2004. Spirulina micro food macro blessing. 4ed. Australia
LAMPIRAN CAPAIAN
Draft : Jurmal
Pengiriman ke : Jurnal Teknologi dan Industri Pangan
Karakteristik Kimia dan Fisik Produk Penyedap non MSG dari Spirulina
Alberta Rika Pratiwi* , Viktoria Kristina Ananingsih, Laksmi Hartayanie, Yonathalia, Edy Supriyanto, Ezra Bintang larasati
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata Jl. Pawiyatan Luhur IV/1, Bendan Dhuwur
*koresponden, email :[email protected]
Abstraks
Spirulina mengandung protein tinggi dengan dominansi asam glutamat. Hal tersebut sangat
memungkinkan sebagai sumber flavor enhancer alami. Maltodektri sebgai enkapsulan dan meyode
granlualsi yang dilakukan menghasilkan penyedap non MSG (monosodium glutamat). Penelitian ini
bertujuan menganalisa kandungan asam glutamat setelah dienkapusulasi menggunakan maltodektrin
dan penambahan bahan lainnya berupa garam, gula dan merica dan anticaking serta mengalami proses
pengeringan hingga terbentuk produk pennyedap bentuk granul. Karakteristik kimia dan fisik diukur
terhadap semua formulasi. Karakteristik kimia yang diukur adalah kandungan asam glutamat
Perbedaan formulasi terdapat pada komponen bahan tambahan dan bahan enkapsulan. Kandungan
asam glutamat setiap formula menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan produk produk
penyedap komersial
Kata kunci : Spirulina, Asam glutamat,
Pendahuluan
Penyedap rasa sudah menjadi kebutuhan dasar oleh masyarakat yang berperan sebagai flavor
enhancer yang mengutamakan sisi kepraktisan dalam memasak. Kemudahan dalam penggunaan
produk bumbu penyedap rasa menjadi alasan dasar produk penyedap rasa menjadi semakin
digemari pada saat ini. Penyedap rasa merupakan produk bubuk maupun kubus yang
mengandung ekstrak tertentu seperti daging sapi atau ayam, dengan tambahan maupun tanpa
tambahan makanan lain yang diizinkan. Penyedap tersusun atas berbagai bahan baku yang
terdiri atas garam, gula, lemak nabati, monosodium glutamate, flavoring agent, lada, bawang,
kunyit, flavor enhancer, zat pewarna, dan senyawa anti gumpal (Eritha, 2006).
Komponen utama yang memberikan pengaruh besar terhadap peningkatan rasa serta mampu
meningkatkan tingkat kenikmatan suatu produk pangan dipengaruhi oleh kandungan asam
glutamat. Namun ada berbagai issue mengenai dampak negatif terhadap konsumsi MSG.
Spirulina merupakan “marine microalgae” dengan karateristik fisik berbentuk filamen spiral
yang tumbuh dengan baik pada ekosistem air dengan alkalinitas tinggi, serta bersifat alkalis
pada daerah sub-tropis maupun tropis (pH 8.5–11) (Kabede & Ahlgren, 1996). Spirulina
digolongkan sebagai edible microorganism dan dikategorikan sebagai GRAS (Generally
Recognize as Safe). Spirulina terdiri atas 58 jenis spesies yang tercatat, akan tetapi jenis yang
terkenal di pasar adalah Spirulina plantesis dan Spirulina maxima (Christwardana & Hadiyanto,
2013). Spirulina merupakan mikroalga yang mengandung protein tinggi 55-70% yang tersusun
atas asam amino esensial sebesar 47% dari total berat protein (Phang et al, 2000). Berdasarkan
hal tersebut maka Spirulina dengan kandungan asam glutamat yang tinggi berpotensi untuk
menjadi sumber flavor enhancer sekaligus dapat diolah menjadi produk penyedap non MSG.
Metodologi
Bahan yang dibutuhkan untuk memproduksi penyedap adalah Spirulina kering, anticaking, gula,
garam dan merica. Bahan kimia yang digunakan untuk analisa HCl, gas Nitrogen. Alat-alat yang
digunakan adalah HPLC, Sentrifuge, Ultrasonikator, Erlenmeyer, Hotplate, Neraca
Macerasi sel dengen metode reflux
Spirulina kering di larutkan dalam akuades lalu dipanaskan dalam suhu 90o C, diaduk lalu
disentrifus. Perlakuan tersebut dilakukan berulang hingga filtrat jernih dan putih.
Enkapsulasi dan Granulasi
Ekstrak Spirulina yang diperoleh dari hasil reflux, ditambah dengan bahan enkapsulan dan
bahan tambahan lain kemudian di kocok kuat yang disebut metoda foam mat drying.
Pengocokan dilakuakn dengan pengicok elektrik hingga membentuk busa. Busa yang terbentuk
kemudian dikeringkan dalam cabinet dryer. Setelah diperoleh massa yang kering, lalu di ayak
dengan menggunakan ayakan berukuran 9 mesh.
Analisis asam glutamat
Pengukuran asam glutamat dilakukan terhadap produk granul pada semua formula. Formula 1,
2, 3. Formula 1 mengandung ..., Formula 2 mengandung ..., Formula 3mengandung ....
Pengukuran kelarutan, higroskopisitas dan flowability
DRAFT jurnal 2
SPIRUL CUBE: SUMBER RASA UMAMI BERBASIS Spirulina
(Spirul Cube: Spirulina-Based Umami Taste Source)
Laksmi Hartajanie*, Michael Heryanto, Oh Michael David Saputra,
Alberta Rika Pratiwi*,
Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Universitas Katolik Soegijapranata
Jl. Pawiyatan Luhur IV/1, Bendan Dhuwur
Semarang
*Korespodensi : [email protected] (+628568076720) & [email protected] (+62811278802)
ABSTRAK
Kandungan asam glutamat dalam Spirulina mencapai 8,44% sehingga berpotensi untuk dijadikan
sebagai sumber rasa umami pada bumbu penyedap non-MSG. Tujuan dari penelitian ini adalah
membandingkan jenis penyalut terhadap karakteristik Cube Spirulina. Cube dibuat dengan teknik enkapsulasi
menggunakan alginat dan maltodekstrin sebagai penyalut, kemudian dikeringkan dan dicetak. Cube dihasilkan diukur
kadar air, higroskopisitas, dan kelarutannya. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa maltodekstrin lebih baik dari
alginat dari aspek kadar air, higroskopisitas, dan kelarutan. Produk yang menggunakan maltodektrin sebagai penyalut
memiliki nilai kadar air berkisar 2,63 - 4,07%, higroskopisitas 21,47 – 30,51%, dan kelarutan 90,81- 96,69%. Sedangkan
yang menggunakan alginat sebagai penyalut memiliki nilai kadar air berkisar 4,08 - 7,21%, higroskopisitas 26,37 – 38,56%,
dan kelarutan 69,92 - 91,70%. Kesimpulannya, cube Spirulina sebaiknya menggunakan maltodektrin sebagai penyalut.
Kata kunci: spirulina, umami, penyedap
PENDAHULUAN
Spirulina merupakan “marine microalgae” yang mengandung protein tinggi sebesar 65% (55%-70%)
yang tersusun atas asam amino esensial sebesar 47% dari total berat protein (Switzer, 1982).
Spirulina memiliki kandungan asam glutamat yang tinggi, yakni 7.30–9.50 g / 100 g Spirulina (Habib
et al., 2008). Asam glutamat berperan dalam menghasilkan rasa umami yang khas sehingga dapat
dimanfaatkan sebagai flavor enhancer (Yamaguchi & Ninomiya, 2000).
Kandungan asam glutamat dapat mengalami penurunan kualitas selama proses pembuatan. Paparan
oksigen dan proses pemanasan yang dapat menyebabkan oksidasi asam glutamat. Asam glutamat
yang teroksidasi menghasilkan asam piroglutamat yang dapat menimbulkan off-flavor (Gayte-Sorbier
et al., 1985). Untuk mencegah terjadinya penurunan kualitas, dapat dilakukan penambahan agen
penyalut.
Perlakuan pemanasan maupun penyimpanan diduga dapat mengubah kualitas nutrisional dan
komposisi asam amino. Hal ini ditunjukkan dalam Yeon et al (2014) bahwa telah terjadi penurunan
kandungan asam amino pada sayuran yang diberikan perlakuan high temperature high pressure
(HTHP). Destruksi asam glutamat mengakibatkan penurunan rasa umami sehingga diperlukan teknik
enkapsulasi untuk melindunginya dari kerusakan.
Dalam penelitian ini digunakan maltodekstrin dan alginat yang merupakan salah satu agen
penyalut yang memiliki kemampuan baik dalam melindungi komponen yang dituju serta mampu
menghidrasi molekul struktural selama proses pengeringan. Penentuan maltodekstrin dengan
nilai DE-10 sebagai agen penyalut berdasarkan karakteristik flavor retention yang paling baik,
tingkat kemanisan yang rendah, serta sifatnya yang semakin bersifat non-higroskopis (Madene et al,
2006).
Alginat merupakan polimer alami yang berasal dari alga coklat dengan berat molekul berkisar 10-
600 kDa. Alginat dalam industri pangan digunakan untuk memperbaiki karakteristik bahan pangan,
misalnya sebagai pembentuk gel, pengental, penstabil dan penyalut/penyalut (Imeson, 2010).
Aplikasi alginat sebagai bahan penyalut umumnya menggunakan jenis alginat dalam bentuk garam
natrium. Ketika diaplikasikan sebagai bahan penyalut, natrium alginat akan memberikan struktur
jaringan yang saling berikatan sehingga meminimalkan degradasi produk (Soni et al., 2010; Saraei et
al., 2013; Woraharn et al., 2010).
Tujuan dari penelitian ini adalah membandingkan jenis penyalut terhadap karakteristik Cube
Spirulina.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan-bahan utama penelitian antara lain biomassa Spirulina kering (komersial), maltodekstrin DE
10, natrium alginat, garam, gula, dan lada.
Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah oven, desikator, centrifuge EBA 20, magnetic stirrer, cawan porselen, neraca analitik, plate, stopwatch, cabinet dryer, dan sonikator BRANSON 1510.
Pemecahan dinding sel Spirulina
Formulasi Bumbu Penyedap Blok Spirulina
Kontrol
Spirulina 10%
Garam 70%
Gula 15%
Lada 5%
MD (10%, 15%, 20%, 25%)
Spirulina 10%
Garam 70%
Gula 15%
Lada 5%
Natrium alginat (1%, 2%, 3%, 4%)
Spirulina 10%
Garam 70%
Gula 15%
Lada 5%
Proses pembuatan bumbu penyedap blok Spirulina dengan metode
foam-mat drying (60°C selama 8 jam)
Pencetakan Bumbu
Penyedap Blok Spirulina
(Pengeringan ± 6 jam)
Spirul
cube
Gambar 1. Tahapan Pembuatan Spirul Cube
Pembuatan Bumbu Penyedap Blok Spirulina
1. Pemecahan Dinding Sel Spirulina (Kamble et al, 2013)
Spirulina powder dilarutkan dalam aquades 1:25 (w/v). Tahapan selanjutnya dilakukan iradiasi
dengan menggunakan sonikator (42 kHz selama 40 menit). Resultant slurry yang dihasilkan diberikan
perlakuan sentrifugasi (5000 rpm selama 10 menit). Supernatan (ekstrak Spirulina) digunakan dalam
tahapan pembuatan bumbu penyedap blok Spirulina.
2. Enkapsulasi Bumbu Penyedap Blok Spirulina
Proses pembuatan bumbu penyedap blok Spirulina dilakukan dengan menggunakan prinsip metode
foam-mat drying. Pembuatan bumbu penyedap blok Spirulina diawali dengan mencampurkan
ekstrak Spirulina (10%) dengan garam (70%), gula (15%), merica (5%) dan maltodekstrin/natrium
alginat sesuai dengan proporsi yang
telah ditentukan. Foam-mat drying merupakan metode pengeringan yang menggabungkan prinsip pengocokan dan pengeringan. Larutan formulasi dikocok secara merata dengan mixer (2,5 menit). Larutan yang telah membentuk foam siap untuk dikeringkan dalam cabinet dryer pada suhu 60oC selama 8 jam. Selama proses pengeringan (± 6 jam pengeringan) bumbu penyedap diberikan perlakuan pemadatan untuk membentuk bumbu penyedap menjadi bentuk blok dengan menggunakan bantuan alat pencetak. Bumbu penyedap blok Spirulina yang telah terbentuk dikeringkan kembali dalam cabinet dryer hingga waktu yang telah ditentukan. Bumbu penyedap blok Spirulina siap untuk dilakukan pengujian pada tahapan berikutnya. Basis masa dalam produksi bumbu penyedap blok Spirulina dengan penambahan agen penyalut dapat dilihat pada Tabel 5.
Analisis Karakteristik Fisik Bumbu Masak Blok Non-MSG Spirulina
1. Analisis Higroskopisitas (%) (Caparino et al, 2012)
Satu sampel produk bumbu penyedap blok Spirulina yang telah diketahui masanya diletakan
dalam cawan
(diketahui masa cawan kosong). Sampel yang berada dalam cawan dimasukan dalam desikator (RH
75% selama
1 minggu). Setelah itu sampel akhir beserta masa cawan yang diperoleh ditimbang. Higroskopisitas bumbu penyedap blok Spirulina dihitung dengan menggunakan rumus yang telah ditentukan. Dalam melakukan pengujian higroskopisitas diawali dengan melakukan pengujian kadar air. Kadar air ditentukan dengan mengeringkan sampel yang telah diketahui masanya dalam oven pada suhu 110oC selama 24 jam. Selisih masa sampel kering terhadap masa sampel awal yang dikalkulasikan diketahui sebagai kadar air dari bumbu penyedap blok Spirulina.
Keteranga
n:
M = Masa sampel awal
(g).
M1 = Masa sampel setelah proses pengeringan (g). Mi = Masa air dalam sampel (g/g produk).
∆m = Selisih masa sampel awal terhadap sampel setelah dikondisikan dalam desikator. RH 75% didapat dengan larutan NaCl jenuh (40 g dalam 150 ml air)
2. Analisis Solubilitas (%) (Caparino et al, 2012)
Penentuan solubilitas (%) bumbu penyedap blok Spirulina diawali dengan melarutkan bumbu penyedap blok Spirulina (g) dalam 100 ml dengan bantuan pengadukan oleh magnetic stirrer (5 menit, 30oC) pada kecepatan yang sama antar perlakuan. Setelah itu larutan disentrifugasi (5000 rpm – 5 menit) hingga diperoleh supernatan. Sejumlah 10 ml supernatan dimasukan ke dalam cawan porselen yang telah diketahui masanya dan dikeringan dalam oven (110°C selama 24 jam). Endapan yang terbentuk mendeskripsikan sebagai nilai % solubilitas yang didapatkan melalui perhitungan rumus.
Keteranga
n:
M1 = Masa endapan dalam
supernatant (g)
M0 = Masa bumbu penyedap blok Spirulina (g)
V0 = Volume aquades yang digunakan untuk melarutkan sampel (100 ml)
V1 = Volume supernatan yang dikeringkan (10 ml)
Analisis Data
Komputasi statistik dalam melakukan analisis data dilakukan dengan software SPSS for Windows versi
13.00. Analisis data dari pengujian kimia dan fisik dianalisis dengan menggunakan uji parametrik
analisis uji beda One Way ANOVA dengan tingkat kepercayaan 95% dan taraf signifikansi 0,05.
Apabila terdapat pengaruh antar perlakuan terhadap variabel yang diamati, analisis lanjut dilakukan
dengan menggunakan uji Duncan untuk mendapatkan formulasi konsentrasi maltodekstrin dan
natrium alginat yang memberikan berbeda nyata terhadap perlakuan kontrol.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Fisik Spirul Cube dengan Penyalut Maltodekstrin DE 10
Higroskopisitas bumbu penyedap blok Spirulina menurun seiring secara signifikan (P<0,05)
dengan peningkatan konsentrasi maltodekstrin (Tabel 1). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Canuto et al (2014) bahwa maltodekstrin sebagai penyalut pada freeze-dried papaya pulp mampu
meningkatkan stabilitas dengan menurunkan higroskopisitas produk.
Mekanisme penurunan higroskopisitas disebabkan oleh sifat maltodekstrin DE 10 yang non
higroskopis. Maltodekstrin dengan nilai DE yang rendah akan meminimalkan pengikatan air oleh
gugus hidroksil, sehingga produk semakin bersifat non-higroskopis (Phisut, 2012). Selain itu
maltodekstrin mampu meningkatkan nilai glass transition temperature (Tg) memiliki berat molekul
tinggi. Sehingga penambahan maltodekstrin dapat mengurangi higroskopisitas dan kelengketan
produk yang mengandung gula.
Maltodekstrin mampu menciptakan kondisi moisture-protective barrier (kondisi isotermis) pada
permukaan partikel higroskopis seiring dengan peningkatan konsentrasi air monolayer yang
terikat. Kondisi ini melemahkan ikatan antara uap air dan bumbu penyedap blok (higroskopisitas
menurun) (Valenzuela & Jose,
2015). Solusi permasalahan higroskopisitas dengan penambahan polimer karbohidrat seperti maltodekstrin merupakan langkah yang tepat. Maltodekstrin mampu meningkatkan kualitas dehydrated products, dengan menurunkan stickiness dan meningkatkan stabilitas produk dengan menurunkan higroskopisitas.
Solubilitas merupakan salah satu kriteria yang menentukan penilaian terhadap kualitas dari suatu
produk powder maupun produk kering. Tingkat solubilitas tinggi merupakan sifat yang diharapkan
dari Spirul Cube. Hal ini berkaitan dengan proses penyajian yang menjadi lebih mudah (Yuliawaty &
Susanto, 2015). Tabel 1 menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi maltodekstrin, semakin
tinggi nilai solubilitasnya. Peningkatan solubilitas secara signifikan ini disebabkan oleh adanya
maltodekstrin yang sangat mudah terdispersi dalam suatu larutan (Valenzuela & Jose, 2015). Hal
ini disebabkan adanya gugus hidroksil dalam maltodekstrin yang memiliki kecenderungan untuk
mengikat air yang semula berada di luar granula maltodekstrin (keadaan bebas) menjadi terikat
dalam granula (keadaan tidak bebas) (Budianta, 2000). Gugus hidroksil berbanding lurus
terhadap konsentrasi maltodekstrin yang ditambahkan sebagai agen penyalut. Semakin banyak gugus
hidroksil bebas pada agen penyalut maka akan meningkatkan nilai solubilitas (Yuliawaty & Susanto,
2015; Cano-Chauca et al, 2005).
Gambar 2. Bumbu Penyedap Blok Spirulina dengan Berbagai Tingkatan Konsentrasi Maltodekstrin (0%-25%).
Tabel 1. Karakteristik Fisik Bumbu Penyedap Blok Spirulina pada Berbagai Tingkatan Konsentrasi Maltodesktrin
Konsentrasi Maltodekstrin (%) Parameter Fisik
Kadar Air (%) Higroskopisitas (%) Solubilitas (%) 0 4,07 ± 0,19a
30,51 ± 1,90a 90,81 ± 0,63a
10 3,33 ± 0,14b 26,64 ± 4,52b
92,66 ± 1,18b
15 3,31 ± 0,23b 24,27 ± 2,98bc
93,13 ± 1,21b
20 3,22 ± 0,23b 21,93 ± 1,66c
94,81 ± 1,18c
25 2,63 ± 0,25c 21,47 ± 1,78c
96,69 ± 0,72d
Keterangan:
*Semua nilai merupakan nilai mean dengan standar deviasi.
*Kadar air diperoleh berdasarkan konversi masa air dalam sampel (gram/gram produk) yang diprosentasekan.
*Nilai dengan superscript yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan nyata antar perlakuan dalam satu kolom (p<0,05) berdasarkan
uji
One Way Anova.
Karakteristik Fisik Spirul Cube dengan Penyalut Natrium Alginat
Tabel 2 menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi natrium alginat yang ditambahkan, tren
kadar air menurun, namun higroskopisitas meningkat. Hal ini disebabkan oleh sifat dari natrium
alginat yang sangat mudah mengikat air, baik air yang telah terkandung di dalam bahan maupun
uap air di lingkungan sekitarnya, sehingga membuat kadar air semakin menurun dan kemampuan
higroskopis semakin tinggi seiring dengan peningkatan konsentrasinya (Kumar et al., 2010).
Penggunaan natrium alginat sebagai penyalut menyebabkan penurunan tingkat solubilitas
(Tabel 2). Peningkatan konsentrasi natrium alginat lebih lanjut menyebabkan penurunan
persentase kelarutan secara signifikan. Penurunan daya larut terjadi karena ketika natrium alginat
dalam jumlah besar terbasahi oleh air, partikel-partikelnya menjadi lengket antar satu dengan lain
dan menghasilkan gumpalan yang lambat untuk larut (McHugh, 1987).
Tabel 2. Sifat Fisik Bumbu Penyedap Blok Spirulina pada berbagai Konsentrasi Natrium Alginat
Konsentrasi Natrium
Alginat (%)
Kadar Air (%) Higroskopis (%) Solubilitas (%)
0 4.08 ± 1.54a 26.37 ± 1.31a
91.70 ± 0.01a
1 2.57 ± 1.82a 30.81 ± 2.31a
79.18 ± 0.02b
2 3.27 ± 1.73a 31.67 ± 2.06a
75.94 ± 0.03bc
3 4.03 ± 2.33a 32.50 ± 2.06a
73.45 ± 0.04cd
4 7.21 ± 1.62a 38.56 ± 2.68b
69.92 ± 0.03d
Keterangan:
*Data merupakan mean dari dua batch dengan standar deviasi
*Huruf superscript yang berbeda menyatakan hubungan yang berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%
KESIMPULAN
Penggunaan maltodekstrin sebagai penyalut memberikan karakteristik Cube Spirulina yang
lebih baik dari natrium alginat.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed MM, El-Rasoul SA, Auda SH, Ibrahim MA (2013). Emulsification/internal gelation as a method for preparation of diclofenac sodium–sodium alginate microparticles. Saudi Pharmaceutical Journal, 21:61 –
69
Budianta TDW, Harijono, Murtini (2000). Penambahan Kuning Telur dan Maltodekstrin terhadap
Kemampuan Pelarutan Kembali dan Sifat Organoleptik Santan Bubuk Kelapa (Cocos nucifera L.).
Jurnal Teknologi Pangan dan Gizi, 1(2), 60-71.
Cano-Chauca M, Stringheta PC, Ramos AM, Cal-Vidal J. (2005). Effect of the Carriers on the
Microstructure of Mango Powder Obtained by Spray Drying and its Functional
Characterization. Innovative Food Science and Emerging Technologies, 6(4), 420-428.
Canuto HMP, Marcos RAA, Jose MCC. (2014). Hygroscopic Behavior of Freeze-Dried Papaya Pulp
Powder with Maltodextrin. Acta Scientiarum - Technology, 36(1), 179–185.
Caparino OA, Tang J, Nindo CI, Sabalani SS, Powers JR, Fellman JK. (2012). Effect of drying methods
on the physical properties and microstructures of mango (Philippine ‘Carabao’ var.) powder.
Journal of Food Engineering, 111:135–148.
Dewi EN, Amalia U, Mel M. (2016). The Effect of Different Treatments to the Amino Acid Contents of
Micro Algae Spirulina sp.. Aquatic Procedia, 7:59-65.
Gayte-Sorbier A, Airaudo CB, Armand P. (1985). Stability of Glutamic Acid and Monosodium
Glutamate Under Model System Conditions: Influence of Physical and Technological Factors.
Journal of Food Science, 50:350–352.
Habib MAB, Parvin M, Huntington TC, Hasan MR. (2008). A Review on Culture, Production and Use of
Spirulina as Food for Humans and Feeds for Domestic Animals and Fish. FAO Fisheries and
Aquaculture Circular No. 1034. Rome.
Imeson A. (2010). Food Stabilisers, Thickeners and Gelling Agents. Blackwell Publishing Ltd.
Singapore. Iordăchescu G, Vlăsceanu G, Manea S, Dune A. (2009). The Fifth Dimension of The
Taste in Spirulina
platensis Feed: Study on The Influence of Monosodium Glutamate in The Development and Composition of The Spirulina platensis Algae. The Annals of the University Dunarea de Jos of Galati Fascicle VI - Food Technology, 34(2):9-14.
Jinap S, Hajeb P. (2010). Glutamate. Its applications in food and contribution to health. Appetite,
55:1–10. Khodjaeva U, Bojnanská T, Vietoris V, Sytar O, Singh R. (2013). Food Additives as
Important Part of
Functional Food. International Research Journal of Biological Sciences, 2(4):74-86.
Kulkarni C, Kulkarni KS, Hamsa BR. (2004). L-Glutamic acid and glutamine: Exciting molecules of
clinical interest. Indian J Pharmacol, 37(3):148-154.
Kumar KPS, Bhowmik D, Chiranjib B, Yadav J, Chandira RM. (2010). Emerging Trends of Disintegrants used in Formulation of Solid Dosage Form. Der Pharmacia Lettre, 2(1):495-504.
Lee KY, Mooney DJ. (2012). Alginate: properties and biomedical applications. Prog Polym Sci.,
37(1):106–
126.
McHugh DJ. (1987). Production and utilization of products from commercial seaweeds. FAO
Fisheries
Technical Paper No. 288.
Rome.
Ninomiya K. (1998). Natural occurrence. Food Review International, 14:177–212.
Persson AS. (2013). Flow and Compression of Granulated Powders: The Accuracy of Discrete Element
Simulations and Assessment of Tablet Microstructure. Acta Universitatis Upsaliensis. Digital
Comprehensive Summaries of Uppsala Dissertations from the Faculty of Pharmacy 180.
Sweden.
Phisut N. (2012). Spray Drying Technique of Fruit Juice Powder: Some Factors Influencing the
Properties of
Products. International Food Research Journal, 19(4), 1297–1306.
Saraei F, Dounighi NM, Zolfagharian H, Bidhendi SM, Khaki P, Inanlou F. (2013). Design and
evaluate alginate nanoparticles as a protein delivery system. Archives of Razi Institute,
68(2):139-146.
Soni ML, Kumar M, Namdeo KP. (2010). Sodium alginate microspheres for extending drug
release:
formulation and in vitro evaluation. International Journal of Drug Delivery, 2:64-68.
Valenzuela C, Jose MA. (2015). Effects of Maltodextrin on Higroscopisity and Crispness of Apple
Leathers.
Journal of Food Engineering, 144, 1-9.
Woraharn S, Chaiyasut C, Sirithunyalug B, Sirithunyalug J. (2010). Survival enhancement of probiotic
Lactobacillus plantarum CMU-FP002 by granulation and encapsulation techniques. African
Journal of Microbiology Research, 4(20): 2086-2093.
Yuliawaty ST, Susanto WH. (2015). Pengaruh Lama Pengeringan dan Konsentrasi Maltodekstrin
terhadap Karakteristik Fisik Kimia dan Organoleptik Minuman Instan Daun Mengkudu
(Morinda citrifolia L). Jurnal Pangan dan Agroindustri, 3(1):41-52.