universitas indonesia studi teoritik pembentukan …

67
UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN CELAH ENERGI PADA GRAPHENE YANG DIDOP SKRIPSI SYAHRIL 0706262823 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI FISIKA DEPOK JUNI 2012 Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN CELAH ENERGI PADA

GRAPHENE YANG DIDOP

SKRIPSI

SYAHRIL

0706262823

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI FISIKA

DEPOK

JUNI 2012

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN CELAH ENERGI PADA

GRAPHENE YANG DIDOP

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

SYAHRIL

0706262823

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI FISIKA

DEPOK

JUNI 2012

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar.

iii Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Syahril

NPM : 0706262823

Program Studi : S1 Reguler Fisika

Judul Skripsi : Studi teoritik pembentukan celah energi pada graphene

yang didop

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar sar-

jana Sains pada Program Studi S1 Reguler Fisika, Fakultas Matematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

Ditetapkan di : Depok

Tanggal : 4 Juni 2012

iv Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

MUKADIMAH

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya

malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.

Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk

atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang

penciptaan lanjut dan bumi (seraya berkata), Ya Robb kami, tiadalah

Engkau ciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka

dipeliharalah kami dari siksa neraka. (QS. Ali Imran:190-191)

Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi

orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah

kamu tiada memperhatikan? (QS. Adz-Dzariyat:20-21)

v Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat, ridho

dan hidayah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang

telah direncanakan. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada

baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh keluarga, sahabat, dan pe-

ngikutnya yang selalu setia hingga akhir zaman. Skripsi ini ditulis dalam rangka

memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana sains jurusan Fisika

di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Saya menyadari bahwa dalam

pembuatan skripsi ini saya mendapatkan bantuan dan arahan dari berbagai pihak.

Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada:

1. Muhammad Aziz Majidi, Ph.D. selaku dosen pembimbing yang telah me-

nyediakan waktu, tenaga, motivasi, doa dan pikiran untuk mengarahkan saya

dalam penyusunan skripsi ini.

2. Prof. Dr. Rosari Saleh selaku penguji I, atas diskusi dan pengarahan baik

dalam mengerjakan skripsi ini maupun dalam perkuliahan di kelas.

3. Dr. Imam Fachruddin selaku penguji II, atas saran dan diskusi dalam meng-

erjakan skripsi ini.

4. Dr. Suhardjo Poertadji, Selaku pembimbing akademis yang telah memberikan

motivasi baik selama kuliah maupun dalam menyusun skripsi ini.

5. Dr. Dede Djuhana dan Dr. Eng. Supriyanto, atas bantuan diskusi dan

pengarahan dalam menggunakan Matlab dan LATEX sehingga format dalam

skripsi ini dapat dibuat sesuai dengan format Universitas Indonesia.

6. Dr. Budhy Kurniawan atas motivasi dan arahan selama penulis kuliah.

7. Ayahanda (alm) Sofyan Siregar yang telah mengajarkan saya bagaimana meng-

hadapi kehidupan dengan memberikan contoh selalu bekerja keras dan tidak

mengenal lelah.

8. Ibunda Rubiah Harahap yang dengan kesabarannya selalu mengarahkan saya

untuk selalu istiqomah di jalan-Nya dan mendidik saya dengan penuh cinta

dan kasih sayang.

vi Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

9. Baginda Namora Parlindugan Siregar dan Marini siregar, sebagai saudara kan-

dung yang telah banyak memberikan motivasi dan bantuan dalam hal admi-

nistrasi.

10. Dahlia Harahap dan (alm) Zulkifli Alon Siregar atas motivasi dan bantuannya

dalam hal administrasi.

11. Rekan-rekan mahasiswa fisika, khususnya Iyan Subiyanto, Nur Rochman, Imam

Sadzali, La Ode Husein Z.T., Gangga R., Singkop M., Septian R.A., Nurha-

diansyah, Khari S., dan Nedya F. atas saran-saran dan diskusi selama masa

perkuliahan.

12. Guru-guru fisika SMP dan SMA saya, yang telah memperkenalkan fisika se-

bagai ilmu yang menarik dan bermanfaat.

13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan di sini atas dukungan dan doa

kepada penulis selama penyelesaian tugas akhir ini.

Akhir kata saya berdoa agar Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan se-

mua pihak yang telah membantu dalam pengerjaan skripsi ini. Semoga skripsi ini

membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

vii Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah

ini;

Nama : Syahril

NPM : 0706262823

Program Studi : S1 Reguler

Departemen : Fisika

Peminatan : Fisika Zat Mampat

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Uni-

versitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty

Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Studi teoritik pembentukan celah energi pada graphene yang didop

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-

eksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan,

mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan

tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta

dan sebagai pemilik Hak Cipta.

Demikian Pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

viii Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

ABSTRAK

Nama : Syahril

Program Studi : S1 Reguler Fisika

Judul Skripsi : Studi teoritik pembentukan celah energi pada graphene

yang didop

Skripsi ini berisi studi teoritik tentang pembentukan celah energi pada graphene

yang didop dengan atom-atom dari golongan III-A dan V-A. Hamiltonian model ter-

diri atas suku kinetik yang diturunkan dari pendekatan tight-binding, suku potensial

elektrostatik akibat muatan ekstra inti-inti atom impuritas, serta interaksi magnetik

Double-Exchange antara spin-spin elektron konduksi dengan momen-momen mag-

netik lokal atom-atom impuritas. Model ini diselesaikan dengan metode Dynamical

Mean Field Theory. Pada studi ini ditinjau dua kasus dengan asumsi-asumsi beri-

kut: Pertama, seluruh elektron atau hole dari atom-atom impuritas terdelokalisasi

sehingga tidak membentuk momen-momen magnetik lokal dan interaksi magnetik

tidak terjadi; Kedua, seluruh elektron atau hole dari atom-atom impuritas terlokali-

sasi dan membentuk momen-momen magnetik lokal yang berlaku sebagai pengham-

bur magnetik. Momen-momen magnetik lokal pada sublattice A dan B dianggap

membentuk konfigurasi antiferromagnetik. Hasil-hasil perhitungan kami menun-

jukkan bahwa potensial non-magnetik tidak membentuk celah energi, tetapi hanya

menghasilkan pergeseran potensial kimia sehingga mengubah sistem dari semi-metal

menjadi metal. Di lain pihak, potensial magnetik dengan konfigurasi antiferromag-

netik dapat membentuk celah energi dengan posisi potensial kimia di dalam celah

energi sehingga sistem menjadi insulator. Lebar celah energi ini meningkat dengan

bertambahnya konsentrasi impuritas. Lebih lanjut, hasil perhitungan konduktivitas

optik graphene yang didop dengan potensial magnetik menyarankan bahwa ilumina-

si foton dengan energi sedikit di atas nilai lebar celah energi dapat mengubah sifat

listrik sistem dari keadaan insulator menjadi keadaan dengan konduktivitas sedikit

lebih baik dari graphene murni.

Kata kunci:

graphene, metode tight-binding, double-exchange, DMFT, konduktivitas optik

ix Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

ABSTRACT

Name : Syahril

Program of Study : Undergraduate Program in Physics

Title : Theoretical study on the formation of energy gap on doped

graphene

This bachelor thesis comprehends a study on the formation of energy gap in graphene

doped with atoms from groups III-A and V-A. The model Hamiltonian consists of a

kinetic term derived from the tight-binding approximation, an electrostatic potential

arising from the extra charges of the impurity nuclei, and the Double-Exchange term

arising from the magnetic interactions between spins of the conduction electrons

and spins of the local magnetic moments of the impurity atom. The model is solved

using the method of Dynamical Mean Field Theory. In this study two cases are

considered with the following assumptions: First, all the electrons or holes of the

impurity atoms are delocalized, hence local magnetic moments are not formed, thus

the magnetic interactions do not occur; Second, all the electrons or holes of the

impurity atoms are localized, forming local magnetic moments that act as magnetic

scatterrers. The local magnetic moments of sublattices A and B are assumed to

be in antiferromagnetic configuration. Our calculation results show that the non-

magnetic potential does not cause formation of energy gap, but only shifts the

chemical potential such that the system turns from a semi-metal into a metal. On

the other hand, the magnetic potential with antiferromagnetic configuration can

result in formation of energy gap, with the chemical potential lying inside it, making

the system turns into an insulator. The energy gap width increases as the impurity

concentration increases. Further, our calculated optical conductivities of the doped

graphene with magnetic potential suggest that photon illumination at energy slightly

greater than the energy gap can change the electric property of the system from an

insulating state to a state with conductivity slightly better than that of a pure

graphene.

Keywords:

Graphene, tight-binding, double-exchange, DMFT, optical conductivity

x Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS iii

HALAMAN PENGESAHAN iv

KATA PENGANTAR vi

HALAMAN PERNYATAAN PERSUTUJUAN PUBLIKASI viii

ABSTRAK ix

DAFTAR ISI xi

DAFTAR GAMBAR xiv

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1

1.2 Perumusan masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4

1.3 Metode Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

1.4 Tujuan Penelitian . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 5

2 MODEL 6

2.1 Kisi Segienam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

2.1.1 Kisi pada ruang riil . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

2.1.2 Kisi pada ruang momentum . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 7

2.2 Metode Tight Binding . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 8

2.3 Hamiltonian Model . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

2.3.1 Hamiltonian Graphene dengan Impuritas Non Magnetik . . . 11

2.3.2 Hamiltonian Graphene dengan Impuritas Magnetik . . . . . . 13

2.4 Fungsi Green . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

2.5 Densitas Keadaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 15

3 METODE PERHITUNGAN 17

3.1 Dynamical Mean field Theory . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17

3.1.1 Algoritma DMFT Untuk Impuritas Non Magnetik . . . . . . 17

3.1.2 Algoritma DMFT Untuk Impuritas Magnetik . . . . . . . . . 19

3.1.3 Perhitungan potensial kimia . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24

xi Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

3.1.4 Sumasi ~k . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 24

3.2 Perhitungan Konduktivitas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26

3.2.1 Konduktivitas Optik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 26

4 HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISIS 27

4.1 Densitas Keadaan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27

4.1.1 Tanpa Impuritas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27

4.1.2 Impuritas Nonmagnetik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28

4.1.3 Impuritas Magnetik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31

4.2 Konduktivitas Optik . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36

4.2.1 Variasi Persentase Impuritas . . . . . . . . . . . . . . . . . . 36

4.2.2 Variasi Potensial Penghambur . . . . . . . . . . . . . . . . . . 38

5 KESIMPULAN DAN SARAN 39

5.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 39

5.2 Saran . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 40

A DENSITAS KEADAAN DENGAN IMPURITAS MAGNETIK 41

A.1 Variasi Suhu . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 41

A.2 Variasi Potensial Penghambur . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 44

A.3 Variasi persentase impuritas . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 48

DAFTAR ACUAN 52

xii Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

DAFTAR GAMBAR

1.1 Berbagai macam kisi atom karbon. Kiri atas: graphene; kanan

atas: grafit; kiri bawah: Carbon nanotube; kanan bawah: fullere-

nes. Gambar dari referensi [5, 7] . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2

2.1 Struktur kisi heksagonal graphene. Satu sel satuan (Unit Cell) tersu-

sun oleh dua atom. Vektor atom tetangga terdekat dinotasikan oleh

~δi dan vektor kisi ai . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 6

2.2 Kisi balik graphene. Gambar dari referensi [7] . . . . . . . . . . . . . 7

2.3 Lompatan elektron yang diperhitungkan dan yang diabaikan pada

model. Gambar dari referensi [16] . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 9

2.4 Dispersi energi graphene . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 11

2.5 Linearitas pada dispersi energi graphene . . . . . . . . . . . . . . . . 12

3.1 Ilustrasi pendekatan medan rata-rata . . . . . . . . . . . . . . . . . . 17

3.2 Skema penempatan elektron pengotor pada site A dan B . . . . . . 18

3.3 Diagram alir proses perhitungan DMFT. Dimulai dengan membe-

ri harga self energy∑

(ω) kemudian diselesaikan melalui loop-self-

consistent sampai diperoleh harga∑

(ω) yang konvergen. . . . . . . 20

3.4 Skema penempatan elektron dari atom pengotor dengan orientasi spin

pada site A dan B . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 22

3.5 Diagram alir proses perhitungan DMFT. Dimulai dengan membe-

ri harga self energy Σ(ω) kemudian diselesaikan melalui loop-self-

consisten sampai diperoleh harga Σ(ω) konvergen. . . . . . . . . . . 23

3.6 Titik-titik pada Brillouin Zone graphene. Kanan atas: N = 12; Kiri

atas: N = 6 ; Bawah : N = 120 . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 25

4.1 Densitas keadaan graphene murni . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 27

4.2 Densitas keadaan graphene murni dengan fungsi gelombang yang te-

lah diekspansi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 28

4.3 Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, V = -1 eV

dan T = 1 ×10−3 eV . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 29

4.4 Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, x = 15 %

dan V = 1 eV . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 30

xiii Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

4.5 Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, x = 20 %

dan T = 3 ×10−2 eV . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 31

4.6 Densitas keadaan dengan v = 1 eV artinya Impuritas berasal dari

atom pada golongan III A ( Boron ) dan x = 15 % . . . . . . . . . . 32

4.7 Celah Energi terhadap Suhu dengan x = 15 % . . . . . . . . . . . . 33

4.8 Kurva Staggered Magnetization terhadap Suhu . . . . . . . . . . . . 33

4.9 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan v = 1 eV dan persen

impuritasnya divariasikan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 34

4.10 Celah Energi terhadap persentase impuritas dengan T = 1× 10−3eV 35

4.11 Densitas keadaan dengan variasi potensial penghambur . . . . . . . 35

4.12 Konduktivitas optik dengan Variasi Persentase Impuritas . . . . . . 37

4.13 Konduktivitas optik dengan Variasi Potensial Penghambur . . . . . 38

A.1 Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 10 % . . . . . . . . . . . 41

A.2 Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 10 % . . . . . . . . . . 41

A.3 Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 15 % . . . . . . . . . . . 42

A.4 Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 15 % . . . . . . . . . . 42

A.5 Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 20 % . . . . . . . . . . . 43

A.6 Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 20 % . . . . . . . . . . 43

A.7 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 10 % . . . . . . 44

A.8 Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 10 % . . . . . . 44

A.9 Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 10 % . . . . . . 45

A.10 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 15 % . . . . . . 45

A.11 Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 15 % . . . . . . 46

A.12 Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 15 % . . . . . . 46

A.13 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 20 % . . . . . . 47

A.14 Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 20 % . . . . . . 47

A.15 Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 20 % . . . . . . 48

A.16 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan v = 1 eV . . . . . . 48

A.17 Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan v = 1 eV . . . . . . 49

A.18 Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan v = 1 eV . . . . . . 49

A.19 Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan v = -1 eV . . . . . 50

A.20 Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan v = -1 eV . . . . . . 50

A.21 Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan v = -1 eV . . . . . . 51

xiv Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karbon merupakan unsur terpenting dalam penyusunan makhluk hidup. Karbon

sudah diteliti oleh ilmuan dalam jangka waktu yang lama. Sebagai contoh, peng-

gunan kayu bakar sebagai bahan bakar serta penggunaan pensil yang terbuat dari

grafit sudah dilakukan sejak tahun 1564 [1]. Selain menjadi unsur terpenting dalam

kehidupan makhluk hidup, karbon telah dieksplorasi dalam ilmu pengetahuan dan

teknologi terutama dalam nano teknologi, yaitu carbon nanotube, fullerenes (C60),

grafit dan graphene[1].

Graphene adalah susunan atom karbon dengan geometri segienam seperti sarang

lebah 2D (Hexagonal Lattice) [2]. Graphene memiliki ketebalan hanya satu atom dan

berbentuk lembaran, sehingga graphene merupakan material tertipis yang pernah

ada di alam semesta [2, 3, 4].

Hingga tahun 2012, graphene merupakan allotrope karbon yang terakhir dite-

mukan yaitu pada tahun 2004 oleh A.K. Geim, sedangkan carbon nanotube sudah

ditemukan pada tahun 1990, dan fullerenes pada tahun 1980 [5]. Secara teoritik

sebenarnya graphene telah ditemukan oleh P.R. Wallace pada tahun 1947, ketika se-

dang meneliti pita energi pada grafit secara teoritik [6]. Wallace berhipotesis bahwa

apabila lapsisan-lapisan heksagonal 2D pada grafit dapat dipisahkan, maka struk-

tur pita energi lembaran heksagonal tersebut dapat diperoleh dengan metode tight

binding.

Sejak penemuannya graphene telah menjadi fokus penelitian para fisikawan ka-

rena graphene memiliki berbagai macam keunikan, sehingga sangat menarik untuk

diteliti baik secara eksperimental maupun secara teoritik [7, 8]. Sifat elektronik dari

graphene menunjukkan perilaku yang unik, yaitu tidak adanya celah energi antara

pita konduksi dan pita valensi pada kurva dispersi energi. Walaupun tidak memliki

celah energi antara pita valensi dan pita konduksi, kedua pita tersebut tidak saling

tumpang tindih (overlap) [2, 4]. Pada daerah di sekitar energi fermi (titik Dirac ),

hubungan dispersi energi sebagai fungsi vektor gelombang (~k) adalah linear, tidak

seperti material lain [9]. Pada umumnya hubungan dispersi energi sebagai fungsi

vektor gelombang (~k) adalah kuadratik. Hal ini menyebabkan sifat elektronik dari

graphene unik dibandingkan dengan semikonduktor lain.

Pada daerah tertentu di ruang k hubungan dispersi energi sebagai fungsi vektor

gelombang (~k) mirip dengan hubungan dispersi energi yang diperoleh dari persama-

an Dirac tanpa massa [4]. Hal ini dapat diartikan bahwa elektron dan hole pada

1 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 1.1: Berbagai macam kisi atom karbon. Kiri atas: graphene; kan-

an atas: grafit; kiri bawah: Carbon nanotube; kanan bawah: fullerenes.

Gambar dari referensi [5, 7]

graphene berperilaku sebagai partikel Dirac tanpa massa, sehingga elektron dan

hole memiliki mobilitas yang tinggi. Mobilitas yang tinggi menyebabkan graphene

memiliki konduktivitas listrik yang tinggi.

Hubungan dispersi energi sebagai fungsi vektor gelombang (~k) yang linear me-

nyebabkan graphene disebut dengan Quasi-Relativistic-Condensed Matter. Hal ini

menyebabkan banyak fisikawan partikel ikut berkontribusi dalam penelitian gra-

phene, dengan menggunakan teori-teori reltivistik seperti QCD dan QED [10].

Elektron yang berperilaku layaknya partikel Dirac sudah dibuktikan oleh ekspe-

rimen. Eksperimen yang dilakukan oleh Philip Kim dari Columbia University me-

nunjukkan bahwa elektron pada graphene memiliki perilaku ”relativistik” dengan

kecepatan fermi (Vf ) sebesar 1/300 kali kecepatan cahaya [11].

Karena bentuk dua dimensinya, graphene menjadi dasar terbentuknya struktur

kisi carbon nanotube, grafit dan fullerenes (C60) [2]. Walaupun graphene merupakan

dasar terbentuknya struktur kisi carbon nanotube, grafit dan fullerenes (C60), allo-

trope tersebut memiliki keunikan tersendiri. Namun, memahami graphene secara

teoritik merupakan hal yang penting karena merupakan dasar untuk mengerti sifat

2 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

elektronik dari allotrope karbon yang lain. Struktur pita energi dipengaruhi oleh be-

berapa faktor, diantaranya adalah substrat, doping, dan bias tegangan Voltage Bias.

Studi teoritik terhadap efek-efek yang mempengaruhi dispersi energi belum cukup.

Hal ini disebabkan masih banyaknya data eksperimen yang belum dapat dijelaskan

secara teoritik. Densitas keadaan dapat digunakan sebagai data pendukung bahwa

graphene murni tidak memiliki gap. Pengaruh pemberian doping pada graphene

terhadap struktur pita energi dapat dilihat dari densitas keadaan (DOS).

Graphene dapat diaplikasikan untuk komponen elektronik apabila memiliki celah

energi pada kurva dispersi energi. Motivasi untuk membentuk celah energi graphene

pada skripsi ini adalah agar graphene dapat diaplikasikan menjadi field effect tran-

sistor (FET) dan Integrated Circuit (IC) [2]. Saat ini, para ilmuwan berusaha untuk

memunculkan celah energi pada graphene. Upaya yang pernah dilakukan oleh ilmu-

an untuk memunculkan celah energi pada graphene diantaranya, mendop dengan

Hidrogen, membuat defek, mendop dengan Nitrogen, dan mendop dengan boron

[12, 13].

Ranber Singh dan kawan-kawan mencoba menimbulkan celah energi graphene

secara teoritik dengan cara membuat defek dan kekosongan pada struktur kristal

[13]. Defek dan kekosongan pada struktur kristal menyebabkan terjadinya momen

magnet yang terlokalisasi. Spin elektron di sekitar momen magnet lokal akan ber-

interaksi dengan spin elektron lain, yang menyebabkan terjadinya magnetisasi pada

graphene.

Maria Daghofer dan kawan-kawan mencoba menimbulkan celah energi graphene

secara teoritik dengan cara mendop graphene dengan impuritas magnetik [14]. Da-

ghofer menyimpulkan bahwa celah energi akan terbentuk apabila spin elektron kon-

duksi berinteraksi dengan momen magnet lokal yang berasal dari impuritas mag-

netik yang menyebabkan spin-spin pada subllatice A dan B membentuk pasangan

antiferromagnetik. Daghofer tidak mendeskripsikan golongan asal atom pengotor.

Mengontrol pola defek dan kekosongan pada sampel graphene dirasa sulit oleh

eksperimentalis, sehingga perlu metode lain untuk membentuk celah energi pada

graphene. Hal inilah yang menjadi motivasi dalam penelitian ini.

Skripsi ini akan membahas kemungkinan menimbulkan celah energi pada gra-

phene dengan cara mendop graphene dengan unsur-unsur yang dianggap memiliki

jari-jari atom hampir sama dengan karbon, seperti Boron dan Nitrogen. Jari-jari

atom pengotor diharapkan memiliki jari-jari atom yang hampir sama dengan jari-

jari atom karbon, agar atom-atom pengotor dapat mensubtitusi atom karbon. Efek

impuritas yang akan dibahas dalam skripsi ini menggunakan dua pendekatan yaitu

; Impuritas non magnetik dan impuritas magnetik. Impuritas non magnetik arti-

nya spin-spin elektron dan hole dari donor (akseptor) tidak terlokalisasi, sehingga

3 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

tidak menimbulkan interaksi antara spin elektron konduksi dengan spin elektron /

hole dari atom pengotor. Impuritas magnetik mengasumsikan bahwa spin-spin elek-

tron dan hole dari donor (akseptor) terlokalisasi, sehingga terbentuk momen magnet

lokal. Momen magnet lokal tersebut menyebabkan terjadinya interaksi antara spin-

spin elektron konduksi dengan spin elektron/hole dari atom pengotor.

Alasan mendope graphene dengan unsur yang berasal dari golongan V A dan

III A adalah untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan dalam sifat-sifat

listrik ataupun transport mengingat kedua golongan tersebut memberikan interaksi

Coulomb yang berbeda. Apabila didop dengan golongan III A interaksi Coulomb

antara ion dengan elektron dianggap menjadi lebih positif relatif terhadap interaksi

elektron dengan ion sebelum didop, sehingga potensial penghambur menjadi positif

[13]. Sebaliknya, apabila didop dengan golongan V A, maka interaksi Coulomb

antara ion dengan elektron dianggap menjadi lebih negatif relatif terhadap interaksi

elektron dengan ion sebelum didop, sehingga potensial penghambur bernilai negatif.

Pada penelitian ini akan disertakan perhitungan konduktivitas optik graphene

sebagai data pendukung, karena data konduktivitas optik dapet menggambarkan si-

fat elektronik dari sistem. Selain sebagai data pendukung, aplikasi tertentu pada bi-

dang optoelektronika membutuhkan data konduktivitas optik, karena konduktivitas

optik dapat menjelaskan gambaran umum tentang transpor sistem baik konduktivi-

tas DC maupun AC, sehingga kami merasa perlu untuk menghitung konduktivitas

optik.

1.2 Perumusan masalah

Sifat elektronik dari graphene telah banyak dipelajari oleh para ilmuan, namun

upaya untuk membentuk celah energi pada graphene dengan cara yang sederha-

na belum banyak yang berhasil. Suatu model sederhana yang dapat menyebabkan

terbentuknya celah energi pada graphene menjadi hal yang penting, karena dapat

mengungkapkan fenomena-fenomena fisis yang terjadi pada proses pembentukan ce-

lah energi secara teoritik. Skripsi ini akan membahas pembentukan celah energi

pada graphene dengan Hamiltonian terdiri atas bagian kinetik yang diperoleh dari

pendekatan metode tight binding dan bagian interaksi akibat keberadaan impuritas

magnetik dan non magnetik. Pengaruh dari suku interaksi dimasukkan ke dalam

self energy yang dihitung dengan metode dynamical mean field theory (DMFT).

Pendekatan tight binding yang kami gunakan dalam membentuk suku kinetik Ha-

miltonian hanya melibatkan lompatan (hopping) elektron antar tetangga terdekat

saja dan mengabaikan hopping elektron ke tetangga yang lebih jauh.

4 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

1.3 Metode Penelitian

Penelitian ini bersifat komputasi teoritik. Penelitian ini menggunakan perangkat

lunak Fortran 90/95 untuk melakukan perhitungan. Tahapan-tahapan yang akan

dilakukan dalam penelitian ini adalah ;

1. Formulasi Hamiltonian

Menurunkan Hamiltonian graphene murni dengan metode Tight Binding de-

ngan memperhatikan struktur kisi heksagonal. Memformulasikan Hamiltonian

model dengan memperhitungkan doping sebagai suku gangguan.

2. Perhitungan Self Energy

Menerapkan Fungsi Green dan Dynamical Mean Field Theory (DMFT) untuk

menentukan Self Energy dari graphene yang sudah didop kemudian hasilnya

digunakan untuk menghitung DOS.

3. DOS

Menerapkan Fungsi Green untuk menentukan Density of State (DOS) dari

graphene murni, maupun graphene yang sudah didop, sehingga pengaruh do-

ping terhadap sistem dapat dianalisis.

4. Perhitungan dan Analisis Konduktivitas Optik

Konduktivitas optik dihitung secara teoritik dengan menggunakan DMFT,

kemudian hasilnya dianalisis dengan membandingakan dengan hasil-hasil eks-

perimen yang sudah ada atau hasil-hasil teoritik dari peneliti lain.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme terbentuknya celah ener-

gi pada graphene yang didop melalui pemodelan teoritik. Faktor-faktor yang me-

nentukan terbentuknya celah energi, mempengaruhi besarnya lebar celah energi,

serta potensial kimia yang menentukan sifat transport pada sistem akan dianalisis.

Manisfestasi munculnya celah energi dianalisis melalui perilaku kurva DOS dan kon-

duktivitas optik yang dihasilkan. Prediksi teoritik sifat-sifat transpor dari graphene

dapat mendorong para eksperimentalis untuk memverifikasi di laboratorium.

5 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

BAB 2

MODEL

2.1 Kisi Segienam

2.1.1 Kisi pada ruang riil

Graphene merupakan susunan atom karbon yang tersusun dalam bentuk selembar

segienam seperti sarang lebah [2]. Gambar 2.1 merupakan visualisasi dari graphene.

Gambar 2.1: Struktur kisi heksagonal graphene. Satu sel satuan (Unit Cell)

tersusun oleh dua atom. Vektor atom tetangga terdekat dinotasikan oleh ~δi

dan vektor kisi ai

Pada sudut-sudut segienam terdapat atom yang memberikan kontribusi 13 atom,

sehingga satu sel satuan (unit cell) graphene memiliki dua atom, yang dibedakan

dengan warna biru (Sublattice (A)) dan merah (Sublattice (B)) seperti pada Gambar

2.1. Jarak antara atom merah dan atom biru disebut panjang ikatan antar atom

karbon c. Jarak antara sesama atom merah atau sesama atom biru didefinisikan

sebagai a, memiliki panjang c√

3. Mengacu kepada Gambar 2.1 vektor Posisi atom-

atom biru terdekat dari satu atom merah secara geometri dirumuskan menjadi

6 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

~δ1 = (a√

3

6,a

2) ~δ2 = (

a√

3

6,−a

2) ~δ3 = (

a√

3

3, 0) (2.1)

Vektor-vektor posisi atom-atom pada sublattice A dalam hal skripsi ini dinotasikan

dengan warna biru terhadap atom pada sublattice A terdekatnya adalah

~a1 = (a√

3

2,a

2) ~a2 = (

a√

3

2,−a

2) (2.2)

Luas sel satuan pada kisi segienam adalah

A = a2 sinπ

3=

√3

2a2 (2.3)

2.1.2 Kisi pada ruang momentum

Kisi balik merupakan kisi yang berada dalam ruang momentum. Brilloun Zone

dapat ditentukan dengan cara yang sama seperti menentukan sel satuan pada kisi

riil, yaitu dengan metode Wigner-Seitz. Sel satuan dari kisi balik graphene memiliki

bentuk segienam, namun memiliki orientasi arah yang berbeda dengan kisi pada

kisi riil seperti terlihat pada Gambar 2.2. Vektor-vektor posisi atom pada kisi balik

Gambar 2.2: Kisi balik graphene. Gambar dari referensi [7]

(reciprocal lattice) dirumuskan menjadi

~b1 = 2π~a2 × ~zA

= 2π(1√3, 1) ~b2 = 2π

~a1 × ~zA

= 2π(1√3,−1) (2.4)

7 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Berdasarkan eksperimen diffraksi sinar−x diketahui bahwa panjang ikatan antar

atom karbon dalam kisi graphene adalah a 1,42 A[15]. Untuk penyederhanaan

dalam perhitungan teoritik a diberi nilai satu.

2.2 Metode Tight Binding

Metode tight binding merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk meng-

hitung struktur pita energi dimana interaksi Coulomb antar sesama elektron diabai-

kan. Metode ini menggunakan sekumpulan pendekatan dari fungsi gelombang yang

berdasarkan superposisi dari fungsi-fungsi gelombang atom yang terisolasi dan ber-

ada pada setiap atom. Metode ini mengasumsikan bahwa elektron-elektron terikat

kuat pada atom-atomnya masing-masing. Adapun pengaruh interaksi Coulomb an-

tar elektron di suatu atom dengan atom-atom tetangganya hanya diperhitungkan

pada level perturbasi orde pertama.

Nilai-nilai eigen dari Hamitonian menunjukkan spektrum energi sistem. Kurva

energi terhadap momentum (k) disebut sebagai kurva dispersi energi. Penurunan

rumus dispersi energi graphene, pertama kali dilakukan oleh P.R. Wallace pada ta-

hun 1947, ketika sedang mempelajari sifat elektronik dari grafit [6]. Pada penelitian

ini dilakukan penyederhanaan untuk menurunkan suku kinetik Hamiltonian yaitu,

hanya memperhitungkan lompatan elektron antar tetangga terdekat (nearest nei-

ghbor) saja, dan mengabaikan lompatan elektron ke tetangga terdekat selanjutnya.

Lompatan elektron yang diperhitungkan hanya melibatkan atom tetangga terde-

kat yang diwakili oleh vektor-vektor translasi ~δ1, ~δ2, dan ~δ3, seperti terlihat pada

Gambar 2.3. Penurunan formasi hamiltonian diperoleh dari referensi [15].

Bentuk Hamiltonian dari metode tight binding yang ditulis dalam notasi kuan-

tisasi kedua dan ruang momentum (k) adalah

H0 = −t∑n,δi

a†nbn+δi + anb†n+δi

(2.5)

t adalah hopping integral yang secara fisis menjelaskan energi yang dibutuhkan elek-

tron untuk melompat dari atom pada sublattice A (yang digambarkan dengan ling-

karan biru) dan atom pada sublattice B yang digambarkan dengan lingkaran merah.

Apabila t bernilai nol, artinya elektron tidak dapat melompat, karena tidak me-

miliki energi kinetik yang cukup. Untuk mempermudah perhitungan t diberi nilai

satu. an, bn+δi adalah operator annihlasi pada atom sublattice A dan B, sedangkan

a†n , b†n+δi

adalah operator kreasi. Hamiltonian pada Persamaan (2.5) dapat ditulis

dalam bentuk matrik menjadi

H0 = −t∑n,δi

(a†n b†n+δi

)( 0 1

1 0

)(an

bn+δi

)(2.6)

8 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 2.3: Lompatan elektron yang diperhitungkan dan yang diabaikan pada

model. Gambar dari referensi [16]

Hamiltonian dalam representasi ruang riil pada Persamaan (2.6) tidak dalam bentuk

diagonal sehingga tidak secara langsung dapat menunjukkan spektrum energinya.

Untuk mendiagonalisasikan Hamiltonian tersebut perlu dilakukan transformasi Fo-

urier dari ruang riil ke ruang k. Jumlah sel satuan dinyatakan oleh N . Transformasi

Fourier yang digunakan

aa =1

N

∑k

eikaa(k), ba+δi =1

N

∑k

eik(a+δi)b(k) (2.7)

Subtitusi Persamaan (2.7) ke dalam Persamaan (2.5) akan menghasilkan

∑n,δi

anb†n+δi =

1

N2

∑k

∑q

∑n,δi

ei(k−q)n e−iqδi a(k)b(q)† =∑k

a(k)b(k)†∑δi

e−ikδi

∑n,δi

a†nbn+δi =1

N2

∑k

∑q

∑n,δi

ei(q−k)n eiqδi a(k)†b(q) =∑k

a(k)†b(k)∑δi

eikδi (2.8)

Fungsi ϕ(k) didefinisikan sebagai

ϕ(k) ≡ −t∑δi

e−ikδi ϕ∗(k) ≡ −t∑δi

eikδi (2.9)

Persamaan (2.9) disubtitusi kedalam Persamaan (2.8) akan diperoleh hasil

9 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

∑n,δi

anb†n+δi =

∑k

a(k)b(k)†ϕ(k)

∑n,δi

a†nbn+δi =∑k

a(k)†b(k)ϕ∗(k) (2.10)

Dengan memasukan nilai δi dari persamaan (2.1) hasil sumasi terhadap δi pada

Persamaan (2.9) menjadi

ϕ(k) = −t [ eikxa/√3 + 2e−ikxa/(2

√3) cos(

kya

2) ] (2.11)

Selanjutnya, hasil sumasi Persamaan (2.10) diaplikasikan ke dalam Hamiltonian pa-

da Persamaan (2.5) sehingga Hamiltonian dapat diekspresikan sebagai

H0 =∑k

Φ†(k)H0Φ(k), Φ†(k) =(a(k)† b(k)†

)(2.12)

di mana;

H0(k) =

(0 ϕ∗(k)

ϕ(k) 0

)(2.13)

Dispersi energi, yaitu energi sebagai fungsi k dapat diturunkan dengan mencari nilai

eigen dari hamiltonian H. Mencari nilai eigen dari hamiltonian H dapat dilakukan

dengan cara mendiagonalisasikan H0 sehingga akan diperoleh

ε(k) = ±t

√1 + 4 cos2(

kya

2) + 4 cos(

kya

2) cos(

√3kxa

2) (2.14)

Kurva dispersi energi Graphene dapat divisualisasikan berdasarkan persamaan (2.14)

seperti ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Pada titik Dirac fungsi ϕ(k) bernilai nol, sehingga kx = 0 dan ky = 2π3a . Titik-

titik dengan energi nol tersebut adalah κ , κ, = ± 2πa ( 0, 23 ). Apabila Gambar

2.4 dibesarkan pada daerah di sekitar titik κ maka akan terlihat bahwa hubungan

antara energi ε(k) dengan nilai k adalah linear seperti terlihat pada gambar 2.5.

Hal ini cocok dengan hubungan dispersi energi graphene yang diperoleh dari per-

samaan Dirac dan metode Density Functional Theory (DFT). Keunikan tersebut

menyebabkan graphene disebut sebagai Quasi-Relativistic-Condensed Matter.

Dengan menerapkan ekspansi Taylor 2D pada Persamaan (2.14) sampai orde

linear, maka energi sebagai fungsi k dapat ditulis menjadi persamaan linear

ε(k) = ±hvf |k| k =√k2x + k2y (2.15)

vf adalah kecepatan partikel elektron dalam kisi graphene, yang dirumuskan ;

vf =

√3ta

2h(2.16)

10 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 2.4: Dispersi energi graphene

2.3 Hamiltonian Model

Perhitungan pemberian pengotor dilakukan dengan dua pendekatan dengan asumsi-

asumsi sebagai berikut: Pertama, seluruh elektron atau hole dari atom-atom impu-

ritas terdelokalisasi sehingga tidak membentuk momen-momen magnetik lokal dan

interaksi magnetik tidak terjadi; Kedua, seluruh elektron atau hole dari atom-atom

impuritas terlokalisasi dan membentuk momen-momen magnetik lokal yang berlaku

sebagai penghambur magnetik.

2.3.1 Hamiltonian Graphene dengan Impuritas Non Magnetik

Graphene yang didop artinya ada sebagian dari atom karbon pada suatu sel satuan

yang digantikan oleh atom lain. Atom-atom pengotor diasumsikan akan mensubti-

tusi atom karbon, sehingga atom-atom pengotor harus memiliki jari-jari atom yang

hampir sama dengan jari-jari atom karbon. Berdasarkan sistem periodik unsur-

unsur, karbon berada pada golongan IV A dan memiliki nomor atom 6, sehingga

memiliki 6 proton . Boron berasal dari golongan III A dan memiliki no atom 5, se-

hingga memiliki 5 proton. Nitrogen berasal dari golongan V A dan bernomor atom

7, sehinggaa memiliki 7 proton. Apabila karbon didop dengan Boron, maka interak-

si Coulomb antara elektron dengan ion, akan menjadi lebih positif relatif terhadap

11 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 2.5: Linearitas pada dispersi energi graphene

interaksi Coulomb antara elektron dengan ion sebelum didop. Hal ini menyebabkan

nilai potensial penghambur (V) pada keadaan ini adalah positif. Sebaliknya, apabila

Karbon didop dengan Nitrogen, maka interaksi antara elektron dengan ion menja-

di negatif relatif terhadap interaksi Coulomb antara elektron dengan ion sebelum

didop, sehingga nilai potensial penghambur (V) menjadi negatif.

Meski tanpa memperhitungkan interaksi magnetik, pemberian impuritas diduga

akan mempengaruhi perilaku densitas keadaan. Perubahan perilaku densitas ke-

adan akibat doping diduga akan mempengaruhi konduktivitas optik dari graphene.

Secara matematis, pemberian doping akan diperhitungkan pada suku self energy.

Hamiltonian graphene yang belum didop diberi nama H0. Suku gangguan yang

berupa dope akan menjadi H1.

H = H0 +H1 (2.17)

Dengan mengacu kepada Persamaan (2.6), Hamiltonian pada Persamaan (2.17) da-

12 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

pat dirumuskan menjadi

H = − t∑n, δi

(a†n b†n+δi

)( 0 1

1 0

)(an

bn+δi

)

+∑

n ∈ Impuritas, δi

(a†n b†n+δi

)Vn

(an

bn+δi

)(2.18)

Satu sel satuan graphene terdapat dua atom, yaitu atom pada sublattice A dan

sublattice B. Penyebaran atom impuritas pada sel satuan graphene dapat diperhi-

tungkan secara statistik. Jika graphene didop dengan konsentrasi pengotor sebesar

x, maka atom-atom tersebut akan terdistribusi menjadi: (1 − x)2 atom yang tidak

masuk ke dalam kisi, x(1 − x) atom yang masuk ke sublattice A, x(1 − x) atom

yang masuk sublattice B, dan x2 atom yang masuk ke sublattice A dan B secara

bersamaan. Suku Vn pada Persaman (2.18) dapat dirumuskan menjadi

V (0)n =

(0 0

0 0

)

V (A)n =

(V 0

0 0

)

V (B)n =

(0 0

0 V

)

V (AB)n =

(V 0

0 V

)(2.19)

V merupakan scattering potential (potensial penghambur) yang nilainya bergantung

pada Golongan atom pengotor.

2.3.2 Hamiltonian Graphene dengan Impuritas Magnetik

Pemberian doping dengan memperhitungkan interaksi magnetik artinya seluruh

elektron atau hole dari atom-atom impuritas terlokalisasi dan membentuk momen-

momen magnetik lokal yang berlaku sebagai penghambur magnetik. Mekanisme

interaksi spin-spin elektron konduksi dengan momen-momen magnetik lokal atom

pengotor diwakili dengan mekanisme Double Exchange. Spin elektron bebas dan

hole dari atom karbon digunakan pendekatan kuantum, namun spin elektron mau-

pun hole dari atom donor yang terlokalisasi menggunakan pendekatan klasik. Hal

13 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

ini menyebabkan pendekatan yang digunakan dalam skripsi ini disebut sebagai pen-

dekatan semiklasik. Spin elektron dan hole dari atom karbon dirumuskan menjadi

beberapa matriks Pauli

σx =h

2

(1 0

0 1

)

sx =h

2

∑α,β

a†ασxaβ (2.20)

σy =h

2

(0 −ii 0

)

sy =h

2

∑α,β

a†ασyaβ (2.21)

σz =h

2

(1 0

0 −1

)

sz =h

2

∑α,β

a†ασzaβ (2.22)

Spin elektron dan hole dari atom donor yang terlokalisasi pada site tertentu diru-

muskan secara klasik menjadi

Sx = S sin θ cosφ

Sy = S sin θ sinφ

Sz = S cos θ (2.23)

Hamiltonian dari mekanisme Double Exchange dapat dirumuskan menjadi

HDE = −∑i

J ~Si • ~si

= −J (Sxsx + Sysy + Szsz) (2.24)

Secara lengkap Hamiltonian graphene dengan memperhitungkan impuritas magnetik

dan non magnetik dapat ditulis menjadi

H = JhS

2

(cos θ sin θ(cosφ− i sinφ)e−iφ

sin θ(cosφ+ i sinφ)eiφ − cosφ

)(2.25)

14 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

2.4 Fungsi Green

Jika derajat kebebasan spin dan sublattice diabaikan, fungsi Green dengan memper-

hitungkan suku interaksi dapat ditulis sebagai

GR(~k, z) = limη→0+

1

z + iη − ε(~k)− Σ(~k, z)(2.26)

di mana η adalah suatu angka positif yang bernilai sangat kecil (mendekati nol).

ε(k) adalah energi sebagai fungsi k seperti pada Persamaan (2.15). Σ(~k, z) disebut

self energy merupakan suatu fungsi yang mewakili suku-suku interaksi seperti; do-

ping, bias tegangan, dan lain-lain. Perhitungan fungsi Green dan Self Energy akan

diselesaikan secara self-consistent. Pada model penelitian kami, terdapat 4 derajat

kebebasan yang harus diperhitungkan yaitu 2 dari 2 sublattice A dan B, serta 2

dari spin up dan spin down. Fungsi Green yang telah digeneralisasi dengan derajat

kebebasan lebih dari satu, akan berbentuk matriks seperti pada Persamaan (2.27).

Pada model kami ukuran matriks adalah 2 × 2 jika tidak memperhitungkan inte-

raksi magnetik, dan 4× 4 jika memperhitungkan interaksi magnetik. Persamaan ini

merupakan definisi fungsi Green yang diperoleh dari persamaan Dyson [17]

[G(~k, z)] = [z[I]− [ε(~k)]− [Σ(~k, z)]]−1 (2.27)

2.5 Densitas Keadaan

Densitas keadaan adalah banyaknya keadaan per interval energi dari sistem. Densi-

tas keadaan yang tinggi pada tingkat energi tertentu berarti bahwa pada level energi

tersebut terdapat banyak keadaan. Densitas keadaan nol artinya pada tingkat ener-

gi tersebut tidak ada keadaan yang memenuhi solusi Hamiltonian sistem. Densitas

keadaan dapat menujukkan apakah suatu sistem memiliki celah energi atau tidak.

Densitas keadaan juga dapat digunakan sebagai parameter untuk menentukan tipe

semikonduktor, yaitu dengan memperhatikan letak potensial kimia relatif terhadap

celah energi. Hubungan antara densitas keadaan dengan fungsi Green dapat dije-

laskan sebagai berikut

DOS(ω) =1

N

∑~k

δ(ω − ε(~k)) (2.28)

15 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

di mana fungsi δ(ω − ε(~k)) dapat direpresentasikan sebagai berikut

δ(ω − ε(~k)) = limη→0+

η

(ω − ε(~k))2 + η2

= limη→0+

− 1

πIm

1

ω + iη − εk

= − 1

πIm

1

ω + i0+ − ε(k)

= − 1

πGR(~k, ω) (2.29)

Dengan mensubtitusi Persaman (2.29) ke dalam Persamaan (2.28) akan diperoleh

densitas keadaan

DOS =1

N

∑k

− 1

πImGR(k, ω) (2.30)

Persamaan (2.30) apabila digeneralisasi dengan derajat kebebasan lebih dari satu,

akan membentuk

DOS(ω) = − 1

N

∑k

1

πImTr[GR(k, ω)] (2.31)

Sumasi terhadap k dilakukan dengan memasukkan nilai k yang terdapat pada

Brillouin Zone karena daerah tersebut sudah mewakili semua kemungkinan keadaan

yang dimiliki oleh sistem kisi graphene.

16 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

BAB 3

METODE PERHITUNGAN

3.1 Dynamical Mean field Theory

Metode mean field theory dapat digunakan untuk mereduksi permasalahan banyak

partikel (Many Body Problem) menjadi permasalahan satu partikel yang dipenga-

ruhi oleh medan rata-rata, seperti dalam ilustrasi Gambar 3.1. Satu site yang akan

diperhatikan, dianggap terpengaruh oleh medan rata-rata dari site yang lain. Si-

te yang lain dianggap mengalami hal yang sama. Prosedur perhitungan dengan

menggunakan DMFT dilakukan dengan merata-ratakan besaran yang merupakan

besaran dinamis (dynamic), dalam hal ini fungsi Green. Secara sederhana pende-

katan DMFT adalah mereduksi kebergantungan Σ terhadap ~k sehingga Σ hanya

bergantung terhadap ω [18].

Gambar 3.1: Ilustrasi pendekatan medan rata-rata

3.1.1 Algoritma DMFT Untuk Impuritas Non Magnetik

Metode perhitungan DMFT mula-mula dilakukan dengan memberikan nilai tebakan

Σ(~k, ω). Nilai tebakan dari self energy selanjutnya digunakan untuk menghitung

nilai fungsi Green

17 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

[G(~k, ω)] = [(ω + i0+)[I]− [ε(~k)]− [Σ(ω)]]−1 (3.1)

Selanjutnya proses perhitungan [G(ω)] yang bertujuan untuk mereduksi ketergan-

tungan fungsi Green terhadap ~k

[G(ω)] =1

N

∑~k

[G(~k, ω)] (3.2)

Selanjutnya adalah proses perhitungan fungsi Green dalam pengaruh medan rata-

rata.

[Gmf (ω)] = [[G(ω)]−1 + [Σ(ω)]]−1 (3.3)

Atom-atom donor berpeluang mengisi sublattice A, sublattice B, sublattice A dan

B, serta ada beberapa atom pendonor yang tidak mengisi sublattice A maupun

B seperti terlihat dalam Gambar (3.2). Fungsi Green lokal untuk masing-masing

keadaan tersebut berbeda. Fungsi-fungsi Green lokalnya dapat ditulis menjadi

Gambar 3.2: Skema penempatan elektron pengotor pada site A dan B

18 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

[G(0)loc(ω)] = [Gmf (ω)]

[G(A)loc (ω)] = [[Gmf (ω)]−1 − [V (A)]]−1

[G(B)loc (ω)] = [[Gmf (ω)]−1 − [V (B)]]−1

[G(AB)loc (ω)] = [[Gmf (ω)]−1 − [V (AB)]]−1 (3.4)

Fungsi-fungsi Green lokal tersebut akan dirata-ratakan, sehingga akan diperoleh

fungsi Green lokal rata-rata

[Gloc]ave = (1− x)2 [G(0)loc(ω)] + x(1− x) [G

(A)loc (ω)]

+ x(1− x) [G(B)loc (ω)] + x2 [G

(AB)loc (ω)] (3.5)

Proses terakhir adalah perhitungan self energy

[Σ(ω)] = [Gmf (ω)]−1 − [Gloc]−1ave (3.6)

Kemudian hasil perhitungan self energy dibandingkan dengan self energy tebakan.

Apabila selisihnya sangat kecil, maka perhitungan selesai karena dianggap sudah

mencapai konvergensi. Apabila selisihnya masih cukup besar, maka proses per-

hitungan akan terus dilakukan sampai terjadi proses konvergensi dengan metode

iterasi. Gambar lengkap dari metode perhitungan DMFT dengan impuritas non

magnetik dapat dilihat pada Gambar 3.3.

Proses perhitungan pertama dengan menggunakan self-energy tebakan sama de-

ngan nol, nilai fungsi Green yang dipengaruhi oleh medan rata-rata dapat digunakan

untuk menghitung densitas keadaan sistem tanpa adanya impuritas. Densitas kea-

daan dengan memperhitungkan impuritas non magnetik dapat dihitung dari fungsi

Green lokal rata-rata setelah permasalah self-energy terselesaikan.

3.1.2 Algoritma DMFT Untuk Impuritas Magnetik

Perhitungan self enegy untuk sistem yang telah didop dengan memperhitungkan

interaksi magnetik dilakukan pada dua domain frekuensi, yaitu; domain frekuensi

riil dan domain frekuensi Matsubara. Domain frekuensi riil dirumuskan dengan

z = ω+ i0+ dan domain frekuensi Matsubara yang dirumuskan z = iωn+µ, dengan

µ adalah potensial kimia. Nilai frekuensi Matsubara untuk fermion ωn dirumuskan

menjadi

ωn = (2n+ 1)πT (3.7)

19 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Mulai dengan

memasukan

Σ(𝜔)

tebakan

𝐺(𝑘,𝜔) = (𝜔 + 𝑖0+) 𝑖 − 𝜖(𝑘) − Σ(𝜔) −1

𝐺 (𝑤) = 𝐺(𝑘,𝜔)

𝑘

𝐺𝑚𝑓(𝜔)

= 𝐺 (𝜔) −1 + (𝜔) −1

𝐺𝑙𝑜𝑐(0)

(𝜔) = 𝐺𝑚𝑓(𝜔)

𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐴)

(𝜔) = 𝐺𝑚𝑓(𝜔) −1

− 𝑉(𝐴) −1

𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐵)

(𝜔) = 𝐺𝑚𝑓(𝜔) −1

− 𝑉(𝐵) −1

𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐴𝐵)

(𝜔) = 𝐺𝑚𝑓(𝜔) −1

− 𝑉(𝐴𝐵) −1

+ 𝑥(1 − 𝑥) 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐴)(𝜔)

+ 𝑥(1 − 𝑥) 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐵)

(𝜔)

+ 𝑥2 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝐴𝐵)

(𝜔) }

𝐺𝑙𝑜𝑐 𝑎𝑣𝑒 = { (1 − 𝑥)2 𝐺𝑙𝑜𝑐(0)

(𝜔)

(𝜔) = 𝐺𝑚𝑓(𝜔) −1

− 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝜔) 𝑎𝑣𝑒−1

Gambar 3.3: Diagram alir proses perhitungan DMFT. Dimulai dengan mem-

beri harga self energy∑

(ω) kemudian diselesaikan melalui loop-self-consistent

sampai diperoleh harga∑

(ω) yang konvergen.

20 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

dengan n = 0, 1, 2, ... dan T adalah suhu.

Pada proses iterasi Matsubara frekuensi, potensial kimia dihitung setiap satu

iterasi, karena nilai potensial kimia dibutuhkan untuk iterasi selanjutnya. Metode

perhitungan DMFT mula-mula dilakukan dengan memberikan nilai Self Energy te-

bakan Σ(~k, ω). Nilai tebakan Self Energy kemudian digunakan untuk menghitung

fungsi Green

[G(~k, z)] = [z[I]− [ε(~k)]− [Σ(z)]]−1 (3.8)

Selanjutnya proses perhitungan [G(z)] yang bertujuan untuk menghilangkan keter-

gantungan fungsi Green teerhadap terhadap ~k

[G(z)] =1

N

∑~k

[G(~k, z)] (3.9)

Perhitungan selanjutnya adalah perhitungan fungsi Green dalam pengaruh medan

rata-rata, yang dirumuskan meenjadi

[Gmf (z)] = [[G(ω)]−1 + [∑

(z)]]−1 (3.10)

Elektron-elektron dari atom-atom pengotor berpeluang untuk

a Tidak terlokalisasi pada sublattice A maupun B dengan peluang (1− x)2

b Terlokalisasi pada sublattice A dengan peluang x(1− x)

c Terlokalisasi pada sublattice B dengan peluang x(1− x)

d Terlokalisasi pada sublattice A dan B dengan peluang x2.

Fungsi Green lokal dari masing-masing keadaan di atas dapat dirumuskan men-

jadi

[Gαloc(z, Vα, θ,Φ)] = [[Gmf (z)]−1 + [

∑loc

(z)]]−1 (3.11)

Dengan α adalah indeks statistik yang menunjukkan peluang dari atom pengotor

untuk mengisi site pada graphene. Proses selanjutnya adalah perhitungan Effective

Action dengan rumus

Sαeff (V α, θ) = −∞∑−∞

ln det[Gloc(i+ ωn + µ, V, θ,Φ)]eiωn+0+(3.12)

Setelah menghitung effective action , proses selanjutnya adalah menghitung fungsi

partisi lokal

Z(V α) =

∫d(cos θ)dθe−Seff (V α, θ) (3.13)

21 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 3.4: Skema penempatan elektron dari atom pengotor dengan orientasi

spin pada site A dan B

Proses perhitungan probabilitas dengan melibatkan fungsi partisi

Pα(V α, θ) =e−Seff (V

α,θ)∑α

∫d(cos θ)dθe−Seff (V α, θ)

(3.14)

Proses selanjutnya perhitungan fungsi Green rata-rata

[Gave(z)] =∑

Wα(x)

∫d(cos θ)[Gαloc(z, V

α, θ)]Pα(V α, θ) (3.15)

Wα(x) merupakan faktor pemberat statistik yang dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Proses perhitungan self energy∑(z) = [Gmf (z)]−1 − [Gave(z)]

−1 (3.16)

Hasil perhitungan self energy akan dibandingkan dengan self energy tebakan. Apabi-

la selisihnya lebih kecil atau sama dengan toleransi, maka perhitungan selesai karena

sistem sudah konvergensi. Apabila selisihnya masih cukup besar, maka self energy

hasil perhitungan akan dikalikan dengan mixing, kemudian dijumlahkan dengan self

energy tebakan awal, hasilnya akan digunakan sebagai self energy tebakan. Pro-

ses perhitungan lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.5. Nilai Σ(ω) tebakan awal

adalah nol.

Penjelasan sederhana dari perhitungan self energy yang melibatkan impuritas

magnetik adalah sebagai berikut, mula-mula sistem diberikan medan magnet H yang

22 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Mulai dengan

memasukan

Σ( 𝑧)

tebakan

𝐺 𝑘 , 𝑧 = 𝑧 𝑖 − 𝜖 𝑘 − Σ(𝑧) −1

𝐺 (𝑧) =1

𝑁 𝐺 𝑘 , 𝑧

𝑘

𝐺𝑚𝑓(𝑧) = 𝐺 (𝜔) −1 + (𝑧) −1

𝐺𝑙𝑜𝑐(𝛼)(𝑧,𝑉,𝜃 𝜙) = 𝐺𝑚𝑓(𝑧)

−1− (𝑧)𝑙𝑜𝑐

−1

𝑃(𝛼)(𝑉, 𝜃) =exp −𝑆𝑒𝑓𝑓(𝑉,𝜃)

∫ 𝑑(cos𝜃) exp −𝑆𝑒𝑓𝑓(𝑉,𝜃) 𝛼

(𝑧) = 𝐺𝑚𝑓(𝑧) −1

− 𝐺𝑎𝑣𝑒 (𝑧) −1

𝑆𝑒𝑓𝑓(𝛼) (𝑉,𝜃) = ln det 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝑖𝜔𝑛 + 𝜇,𝑉,𝜃,𝜙) × exp(𝑖𝜔𝑛0

+)𝑛=+∞𝑛=−∞

𝐺𝑎𝑣𝑒(𝑧) = 𝑤𝛼(𝑥)

𝛼

∫ 𝑑(cos 𝜃) 𝐺𝑙𝑜𝑐(𝛼)(𝑧,𝑉,𝜃) 𝑃(𝛼)(𝑉,𝜃)

Gambar 3.5: Diagram alir proses perhitungan DMFT. Dimulai dengan mem-

beri harga self energy Σ(ω) kemudian diselesaikan melalui loop-self-consisten

sampai diperoleh harga Σ(ω) konvergen.

mengkopel spin pada sublattice A dan sublattice B dalam arah yang berlawanan,

kemudian seiring proses iterasi medan magnet tersebut diperkecil, sehingga pada

akhir iterasi medan magnet H bernilai nol. Medan magnet ini dimaksudkan untuk

memicu terbentuknya konfigurasi antiferromagnetik antara spin pada sublattice A

23 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

dan spin pada sublattice B. Besarnya magnetisasi diukur pada satu sublattice saja

disebut staggered Magnetization.

3.1.3 Perhitungan potensial kimia

Potensial kimia merupakan parameter statistik yang berkait dengan energi tertinggi

yang terisi oleh elektron. Pada suhu Nol Kelvin nilai potensial kimia sama dengan

energi Fermi. Letak potensial kimia pada kurva densitas keadaan dapat dijadikan

parameter apakah suatu sistem merupakan semikonduktor tipe P, tipe N, insulator

atau konduktor. Pemberian doping diduga dapat menyebabkan bergesernya nilai

potensial kimia, sehingga letak potensial kimia perlu dihitung. Nilai potensial kimia

µ yang akan dihitung harus memenuhi hubungan dalam Persamaan (3.17). Integrasi

dari densitas keadaan adalah jumlah seluruh keadaan (state). Elektron memenuhi

distribusi Fermi-Dirac, sehingga sebelum dilakukan Integrasi densitas keadaan harus

dikalikan dengan Fungsi Distribusi Fermion terlebih dahulu. Densitas keadaan yang

dikalikan dengan fungsi distribusi fermion artinya adalah seluruh keadaan (state)

yang diizinkan pada sistem.

L(µ) = nfilling −∫ ∞−∞

dω DOS(ω)1

e(hω−µ)kT + 1

= 0 (3.17)

nfilling adalah besarnya nilai pengisian elektron pada distribusi fermion. Pendekatan

impuritas nonmagnetik nilai nfilling untuk V = 1 adalah 1− 2x dan untuk V = −1

adalah 1+2x, sedangkan untuk pendekatan impuritas magnetik nilai nfilling adalah

dua. Untuk mendapatkan nilai potensial kimia, Persamaan 3.17 harus terpenuhi,

dengan cara menggunakan metode pencarian akar bisection.

3.1.4 Sumasi ~k

Persamaan DOS terdapat kebergantungan terhadap ~k. Sumasi ~k dilakukan dengan

mengambil titik sebanyak-banyaknya pada Brillouin Zone. Titik-titik pada Brillo-

uin zone yang diambil harus membentuk geometri yang sama. Titik yang diambil

memiliki tiga kategori, yaitu; berada di sudut-sudut segienam, berada di sisi-sisi segi

enam, dan berada di dalam segienam. Titik-titik yang berada pada sudut segienam

memiliki faktor pemberat 13 karena titik tersebut dimiliki oleh tiga sel satuan, ka-

rena memilki enam sudut, maka titik yang diambil adalah enam dan memberikan

kontribusi dua atom. Titik-titik yang berada pada sisi-sisi segi enam memiliki fak-

tor pemberat 12 karena titik tersebut dimiliki oleh dua sel satuan. Banyaknya titik

yang digunakan pada sisi segienam adalah 6 × (N − 1). Titik-titik yang berada di

dalam segienam memiliki faktor pemberat 1 karena titik tersebut dimiliki oleh satu

sel satuan. Semakin banyak titik-titik yang dipergunakan, maka Brillouin zone akan

24 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 3.6: Titik-titik pada Brillouin Zone graphene. Kanan atas: N = 12;

Kiri atas: N = 6 ; Bawah : N = 120

sangat rapat, sehingga titik-titik tersebut seolah-olah tidak diskrit melainkan kon-

tinu. Semakin banyak titik yang digunakan, maka hasil perhitungan akan semakin

baik, namu kosekuensinya adalah waktu perhitungan akan semakin lama. Gambar

3.6 merupakan visualisasi pengambilan titik pada Brillouin Zone. Banyaknya kisi

dalam satu sel satuan dapat dihitung dengan rumus∑f(~k) =

f(m,n)w(m,n)∑m,nw(m,n)

(3.18)

Perhitungan yang melibatkan sumasi ~k dalam skripsi ini, menggunakan N=120 yang

diilustrasikan dalam Gambar 3.6. Pengambilan titik pada Brilouin zone dilakukan

karena titik-titik pada Brilouin zone dalam metode DMFT dianggap mewakili selu-

ruh titik-titik pada sampel graphene.

25 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

3.2 Perhitungan Konduktivitas

3.2.1 Konduktivitas Optik

Konduktivitas optik AC dapat dihitung dengan menggunakan teori respon linear

(Linear Response Theory). Rumus konduktivitas optik dari Teori Respon Linear

menurut referensi [20] adalah

σα,β(ω) =πe2

had

∫dν

(f(ν, T )− f(ν + ω, T )

ω

)

× 1

N

∑k

Tr[να(k)][A(k, ν)][νβ(k)][A(k, ν + ω)] (3.19)

Self energy yang telah diperoleh dari perhitungan Densitas keadaan akan digunakan

kembali untuk menghitung konduktivitas optik. Apabila diambil limit ω = 0 maka

konduktivitas yang dihitung disebut konduktvitas DC, berdasaarkan referensi [19]

adalah

σα,β(ω = 0) =πe2

3ha

∫ ∞−∞

dνf(ν) {1− f(ν)}

T

∑~k

Tr[(vy

k).Ak(ν).vy

k).Ak(ν)

](3.20)

Dengan e = muatan elektron , h = konstanta planck dan, a = konstanta kisi. α, β

adalah tensor ruang kartesian.

26 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

BAB 4

HASIL PERHITUNGAN DAN ANALISIS

4.1 Densitas Keadaan

Densitas keadaan (DOS) merupakan besaran yang penting dalam bidang fisika zat

padat, karena kurva DOS dapat menujukkan sifat elektronik sistem. Kurva DOS

pada penelitian ini digabungkan dengan kurva potensial kimia, agar sifat elektronik

dari sistem dapat diketahui. Pada Sub bab ini akan dibahas hasil perhitungan

densitas keadaan beserta analisis dalam terbentuknya celah energi.

4.1.1 Tanpa Impuritas

Kurva hasil perhitungan densitas keadaan graphene murni tanpa impuritas menun-

jukkan bahwa graphene tidak memiliki celah energi antara pita valensi dengan pita

konduksi seperti terlihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1: Densitas keadaan graphene murni

Hal ini sesuai dengan dispersi energi yang telah diturunkan pada Bab Model

Perhitungan Gambar 2.4. Kurva densitas keadaan pada Gambar 4.1 terlihat ku-

rang halus, hal ini disebabkan penggunaan Nk 120, yang cukup sedikit. Apabila

Nk diperbesar hasil yang diperoleh akan semakin halus, namun waktu perhitungan

menjadi sangat lama.

27 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Pada daerah frekuensi di atas 3 eV dan di bawah - 3 eV DOS bernilai nol

artinya pada daerah tersebut tidak terdapat keadaan (state). Perhitungan densitas

keadaan tanpa diberikan impuritas dilakukan dengan menggunakan seluruh fungsi

ϕ tanpa dieskpansi linear. Apabila fungsi ϕ diekspansikan linear terlebih dahulu,

maka densitas keadaan yang diperoleh akan berbentuk seperti pada Gambar 4.2

Gambar 4.2: Densitas keadaan graphene murni dengan fungsi gelombang yang

telah diekspansi

Gambar 4.1 memiliki normalisasi 4 sedangkan Gambar 4.2 memiliki normalisasi

2. Pada kurva Densitas keadaan normalisasi merupakan luas dari kurva, yang berarti

jumlah dari seluruh keadaan. Titik nol eV disebut dengan pseudo-gap, yang berarti

titik pertemuan antara pita valensi dan pita konduksi.

4.1.2 Impuritas Nonmagnetik

Perhitungan densitas keadaan dengan impuritas nonmagnetik menggunakan nor-

malisasi dua. Densitas keadaan dengan melibatkan impuritas nonmagnetik artinya

atom-atom pengotor hanya mensubtitusi atom karbon dan spin-spin elektron/hole

dari atom pengotor dianggap tidak terlokalisasi sehingga tidak membentuk momen

magnet. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pendekatan ini tidak menimbulk-

an celah energi pada graphene. Walaupun tidak terbentuk celah energi, namun

letak potensial kimia dan pseudo-gap bergeser, sehingga sifat elektronik dari sistem

berubah.

28 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Variasi Persentase Impuritas

Variasi perhitungan densitas keadaan dengan suhu dan potensial penghambur dija-

ga tetap hasilnya menunjukkan bahwa, semakin besar persentase impuritas, maka

letak potensial kimia semakin menjauhi pseudo-gap. Gambar 4.3 merupakan kurva

densitas keadaan graphene yang didop oleh Nitorgen. Hasil menunjukkan bahwa

potensial kimia berada pada ω di atas pseudo-gap, hal ini menunjukkan bahwa sifat

elektronik sistem berubah dari semi-metal menjadi logam. Gambar 4.3 memperli-

Gambar 4.3: Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, V =

-1 eV dan T = 1 ×10−3 eV

hatkan, semakin besar persentase impuritas, maka pseudo-gap semakin bergeser ke

kiri, sementara potensial kimianya semakin bergeser ke kanan. Hal ini dapat difaha-

mi bahwa semakin besar persentase impuritas, semakin banyak atom-atom pengotor

yang mensubtitusi atom karbon, sehingga elektron-elektron konduksi akan semakin

banyak, yang menyebabkan sifat elektronik sistem menjadi logam.

Variasi Suhu

Variasi perhitungan densitas keadaan dengan persentase impuritas dan potensial

penghambur dijaga konstan, sedangkan suhu divariasikan, hasil menunjukkan bah-

wa, semakin tinggi suhu perbedaan yang dihasilkan tidak terlalu signifikan. Gambar

4.4 memperlihatkan bahwa, pada pendekatan impuritas non-magnetik, suhu tidak

terlalu berpengaruh terhadap bergesernya pseudo-gap maupun potensial kimia. Hal

29 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 4.4: Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, x =

15 % dan V = 1 eV

ini disebabkan atom-atom pengotor hanya mensubtitusi atom karbon. Elektron/hole

dari atom pengotor tidak terlokalisasi sehingga tidak menimbulkan interaksi mag-

netik, sehingga pengaruh suhu tidak terlalu bermakna pada pendekatan ini. Sifat

elektronik sistem yang sudah didop baik suhu rendah maupun suhu tinggi berada

pada fasa logam.

Variasi Potensial Penghambur

Potensial penghambur menjadi parameter golongan asal atom impuritas. Apabi-

la potensial penghambur bernilai satu, maka atom impuritas adalah Boron, dan

bernilai negatif satu, atom impuritas adalah Nitrogen. Hasil perhitungan densitas

keadaan terlihat bahwa, untuk V = 1 eV dan V = -1 eV membetuk pola simetris

pada kurva densitas keadaan. Baik V = 1 eV maupun V = -1 eV tidak terben-

tuk adanya celah energi, namun pergeseran potensial kimia terlihat konsisten dan

simetris. Pada Kurva densitas keadaan Gambar 4.5 saat V = 1 eV potensial kimia

berada pada ω = −1 eV dan saat V = -1 eV potensial kimia berada pada ω = 1eV.

Hasil menunjukkan bahwa seolah-olah kurva sebelah kiri dan kanan, merupakan

hasil pencerminan denan sumbu cermin pada ω = 0eV .

30 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 4.5: Kurva Densitas Keadaan dengan impuritas non-magnetik, x =

20 % dan T = 3 ×10−2 eV

4.1.3 Impuritas Magnetik

Pemberian impuritas magnetik terhadap Graphene menyebabkan adanya perubahan

pada DOS. Impuritas magnetik artinya elektron/hole dari atom pengotor terlokali-

sasi dan membentuk momen magnet. Momen-momen magnetik lokal pada sublattice

A dan B membentuk konfigurasi antiferromgantik. Hasil perhitungan menunjukkan

bahwa semua konfigurasi variabel dari persen impuritas (x), potensial penghambur

(V) hingga suhu (T) menunjukkan bahwa sifat elektronik sistem berubah dari semi-

metal menjadi insulator. Dikatakan demikian karena, potensial kimia tepat berada

pada celah energi. Proses perhitungan densitas keadaan dengan impuritas magne-

tik, menggunakan normalisasi empat. Kurva lengkap dari densitas keadaan dapat

dilihat pada Lampiran.

Variasi Suhu

Suhu sangat berpengaruh terhadap besarnya celah energi . Pada Gambar 4.6 dapat

dilihat bahwa impuritas 15 % menimbulkan adanya celah energi dan potensial kimia

tepat berada pada celah energi , sehingga sietem berada dalam keadaan insulator.

Pada daerah diatas potensial kimia terlihat adanya pola kenaikkan kurva di 2.3 eV

sampai dengan 3.3 eV. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah keadaaan pita konduksi

bertambah. Jumlah Keadaan pita valensi juga bertambah terlihat dengan adanya

31 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

penambahan luas kurva pada daerah di bawah potensial kimia, yaitu disekitar -0.8

eV sampai dengan 0 eV. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa semakin besar

Gambar 4.6: Densitas keadaan dengan v = 1 eV artinya Impuritas berasal

dari atom pada golongan III A ( Boron ) dan x = 15 %

suhu, maka celah energi yang terbentuk semakin kecil, seperti terlihat pada Gambar

4.7. Pada suhu rendah elektron memiliki keteraturan yang tinggi karena memiliki

energi yang rendah dan staggered magnetization yang besar, sehingga dimungkink-

an berada pada keadaan yang stabil dan elektron-elektron pada sublattice A dan B

dengan mudah membentuk pasangan antiferromagnetik sehingga celah energi akan

bernilai besar. Besar staggered magnetization dapat dijadikan parameter penga-

ruh suhu terhadap besarnyanya celah energi yang terbentuk. Gambar 4.8 staggered

magnetization bernilai besar pada saat suhu rendah, dan semakin mengecil pada

saat suhu dinaikan. Pada suhu 3 × 10−2eV dan 5 × 10−2eV staggered magneti-

zation bernilai kecil sekali, sehingga kemungkinan sistem sudah berada dalam fasa

paramagnetik. Artinya pada suhu tinggi elektron/hole dari atom pengotor sulit un-

tuk terlokalisasi karena memiliki energi termal yang cukup tinggi. Elektron/hole

yang sulit terlokalisasi menyebabkan konfigurasi antiferromagnetik yang terbentuk

sedikit, sehingga celah energi yang terbentuk cukup kecil. Sebaliknya, pada suhu

rendah elektron/hole dari atom pengotor memiliki energi termal rendah, sehingga

dapat terlokalisasi dan membentu momen magnet. Momen magnet tersebut me-

nyebabkan terbentuknya fasa antiferromagnetik antara sublattice A dan B, sehingga

celah energi yang terbentuk cukup besar.

32 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 4.7: Celah Energi terhadap Suhu dengan x = 15 %

Gambar 4.8: Kurva Staggered Magnetization terhadap Suhu

33 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 4.9: Densitas keadaan dengan T = 1 × 10−3 eV dan v = 1 eV dan

persen impuritasnya divariasikan

Variasi Persen Impuritas

Hal yang mempengaruhi sistem setelah suhu adalah persen impuritas. Persen impu-

ritas adalah suatu besaran yang menunjukkan rasio antara atom pengotor terhadap

seluruh atom karbon. Kurva densitas keadaan dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa pada suhu yang sama, semakin besar persen impuritas, maka besar celah

energi yang terbentuk juga akan semakin besar. Pada Gambar 4.10 terlihat bahwa

baik V = 1 eV maupun V = -1 eV, menunjukkan perilaku yang sama yaitu, semakin

besar persen impuritas magnetik, maka celah energi yang terbentuk akan semakin

besar. Hal ini disebabkan oleh pada saat persentase impuritas besar, maka semakin

banyak elektron yang terlokalisasi untuk membentuk momen magnet lokal. Momen

magnet lokal tersebut berusaha untuk membuat spin-spin elektron pada sublattice

A dan B untuk saling terbalik, sehingga terbentuk fasa antiferromagnetik. Hal ini

menyebabkan, pada impuritas yang tinggi celah energi yang terbentuk cukup besar.

Inset pada Gambar 4.9 menunjukkan bahwa dari 10 % hingga 20 % terbentuk celah

energi.

Variasi Potensial Penghambur

Potensial penghambur scattering potential pada penelitian ini merupakan suatu be-

saran yang digunakan untuk membedakan golongan asal impuritas. Apabila po-

tensial penghambur ( V = 1 ) maka impuritas berasal dari golongan III A, dan (

V = -1) impuritas berasal dari golongan V A. Hasil menunjukkan bahwa apabila

34 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 4.10: Celah Energi terhadap persentase impuritas dengan T = 1 ×10−3eV

Gambar 4.11: Densitas keadaan dengan variasi potensial penghambur

35 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

potensial pengahambur bernilai positif, maka celah energi yang terbentuk berada

pada nilai energi positif, serta letak potensial kimia berada pada nilai energi positif

juga. Sebaliknya, apabila potensial penghambur bernilai negatif, maka celah energi

dan potensial kimia akan berada pada nilai energi negatif seperti pada Gambar 4.11.

Kurva densitas keadaan dengan potensial penghambur V =1 eV dan potensial peng-

hambur V =-1 eV dapat dikatakan simetri. Apabila dilihat lebih jelas, sebenarnya

hasil yang diperoleh masih kurang simetri, hal ini kemungkinan disebabkan oleh ke-

salahan numerik yang sulit dihindari. Gambar 4.11 menunjukkan bahwa potensial

kimia tepat berada pada celah energi sehingga baik didop dengan Boron maupun

Nitrogen, sifat elektronik sistem berubah dari semimetal menjadi insulator.

4.2 Konduktivitas Optik

Konduktivitas Optik merupakan besaran tensor. σxx artinya gelombang elektro-

magnetik diberikan pada arah sumbu x, kemudian diukur di sumbu x. σxy artinya

gelombang elektromagnetik diberikan pada arah sumbu-x, kemudian pengukuran

dilakukan pada arah sumbu-y, pada perhitungan konduktivitas ini, besar σxy sama

dengan σyx. σyy artinya gelombang elektromagnetik diberikan pada arah sumbu-y

kemudian diukur di sumbu-y. Konduktivitas optik yang dihitung pada skripsi ini

hanya konduktivitas optik bare, bare linear, dan impuritas magnetik. Konduktivi-

tas optik untuk impuritas nonmagnetik tidak dihitung, karena densitas keadaanya

tidak menunjukkan pola akan adanya celah energi. Tensor konduktivitas optik yang

ditampilkan pada skripsi ini, hanya konduktivitas pada arah ruang yy. Alasanya

karena arah yy sesuai denga arah ikatan antar atom karbon. Data konduktivitas

yang ditampilkan pada skripsi ini telah dinormalisasi dengan σ0 yang merupakan

konduktivitas universal pada sistem graphene.

4.2.1 Variasi Persentase Impuritas

Konduktivitas Optik untuk graphene tanpa impuritas dengan fungsi ϕ yang telah

diekspansikan linear, menunjukkan pola lurus dari 0 eV hingga sekitar 4.2 eV. Berda-

sarkan literatur nilai tersebut adalah konduktivitas universal yang besarnya adalahe2

h [9]. Apabila dilihat Secara fisis pada rentang energi tersebut merupakan rentang

energi foton yang cukup untuk mengeksitasi elektron/hole dari pita valensi ke pita

konduksi pada sistem graphene. Sebaliknya, pada daerah dengan frekuensi iluminasi

foton diatas 6 eV, diperoleh hasil bahwa konduktivitas optik dari sistem adalah nol

eV. Hal ini menunjukkan bahwa frekuensi sebesar 6 eV terlalu besar untuk mengek-

sitasi elektron/hole dari pita valensi ke pita konduksi pada sistem graphene. Besar

konduktivitas optik graphene murni baik dengan pendekatan tight binding murni

36 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar 4.12: Konduktivitas optik dengan Variasi Persentase Impuritas

maupun pendekatan tight binding dengan ϕ yang telah diekspansikan linear pada

frekuensi foton yang rendah menunjukkan angka yang cukup tinggi. Konduktivitas

optik dari graphene yang telah didop menunjukkan fenomena yang unik. Konduk-

tivitas pada saat tidak ada ilmuninasi dari foton ( frekuensi nol ) disebut dengan

konduktivitas DC. Hasil perhitungan dari Konduktivitas DC menunjukkan bahwa

konduktivitas dari graphene yang didop memiliki konduktivitas yang sangat rendah,

sehingga sistem berada dalam fasa insulator. Hal ini dapat dijadikan sebagai data

pendukung dari densitas keadaan yang menyimpulkan hasil yang serupa. Perhitung-

an densitas keadaan juga menunjukkan bahwa graphene yang sudah didop berada

pada insulator.

Hal yang menarik, ketika graphene yang sudah didop mendapatkan iluminasi

dari foton sebesar celah energi ( sekitar 0,2 eV ), konduktivitas optik dari graphene

berubah drastis. Hasil menunjukkan bahwa dengan memberikan iluminasi sebesar

0,2 eV konduktivitas berubah menjadi sangat tinggi, bahkan lebih tinggi dari gra-

phene murni.

Iluminasi foton dengan frekuensi sekitar 2 eV merupakan frekuensi yang cukup,

untuk membuat graphene yang sudah didop memiliki konduktivitas optik dipuncak

tertinggi. Pada daerah dengan frekuensi iluminasi foton sebesar celah energi ( seki-

37 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

tar 0,2 eV ) terlihat bahwa semakin besar persentase impuritas, maka konduktivitas

sistem graphene yang sudah didop akan semakin tinggi. Uniknya pada daerah Ilu-

minasi foton dengan frekuensi sekitar 2 eV fenomena yang terjadi adalah sebaliknya,

semakin besar persentase impuritas, maka konduktivitas optik yang diperoleh akan

lebih kecil.

4.2.2 Variasi Potensial Penghambur

Konduktivitas optik sistem graphene yang didop dengan Boron maupun Nitrogen

memperoleh pola yang tidak jauh berbeda. Fenomena konduktivitas DC yang ren-

dah, sehingga dikategorikan insulator terjadi pada saat graphene didop oleh Boron

maupun Nitrogen. Kurva konduktivitas menunjukkan pada saat iluminasi foton

sama dengan besar celah energi, konduktivitas bernilai sangat tinggi, bahkan le-

bih tinggi dari konduktivitas gaphene murni. Gambar 4.13 menunjukkan bahwa

Gambar 4.13: Konduktivitas optik dengan Variasi Potensial Penghambur

graphene yang didop oleh Boron maupun Nitrogen memiliki konduktivitas optik

terbesar pada saat frekuensi iluminasi foton sebesar 2 eV.

38 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil-hasil perhitungan pada skripsi ini, kami dapat menarik beberapa

kesimpulan. Densitas keadaan (DOS) graphene murni tidak menunjukkan adanya

celah energi antara pita konduksi dengan pita valensi pada struktur energi. Gra-

phene yang didop dengan Boron maupun Nitrogen dengan pendekatan impuritas

nonmagnetik tidak menyebabkan terbentuknya celah energi. Pemberian impuritas

nonmagnetik hanya menyebabkan potensial kimia bergeser. Apabila potensial peng-

hambur bernilai positif, maka potensial kimia bergeser semakin negatif. Sebaliknya,

apabila potensial penghambur bernilai negatif, maka potensial kimia bergeser sema-

kin positif. Pemberian impuritas nonmagnetik menyebabkan sifat elektronik sistem

berubah dari semimetal menjadi logam. Apabila dibandingkan kurva densitas kea-

daan graphene yang didop Nitrogen dengan kurva densitas keadaan graphene yang

didop dengan Boron menunjukkan pola yang simetris dengan sumbu simetris berada

pada pseudo-gap graphene murni ( ω = 0 eV ).

Graphene yang didop dengan boron maupun Nitrogen dengan pendekatan Impu-

ritas magnetik menunjukkan terbentuknya celah energi. Hasil menunjukkan bahwa

semakin besar persentase impuritas, maka besar celah energi yang terbentuk akan

semakin besar. Hasil juga menunjukkan bahwa semakin tinggi suhu, maka celah

energi yang terbentuk akan semakin kecil. Baik didop dengan Nitrogen maupun

Boron, kurva densitas keadaan sama-sama simetris. Konfigurasi parameter yang

menimbulkan celah energi terbesar dalam skripsi ini adalah suhu rendah 1 × 10−3

eV dan persentase impuritas yang besar X = 20 %. Hasil perhitungan menunjukkan

bahwa potensial kimia terletak pada celah energi, sehingga sifat elektronik berubah

dari semimetal menjadi insulator.

Kurva konduktivitas optik yang merupakan data pendukung sifat elektronik sis-

tem menujukkan bahwa, tanpa iluminasi foton (konduktivitas DC) diperoleh hasil

graphene yang didop dengan impuritas magnetik dari Boron maupun Nitrogen me-

miliki konduktivitas yang sangat rendah sehingga sifat elektroniknya adalah insula-

tor. Hasil perhitungan konduktivitas optik menunjukkan, pada saat diberi iluminasi

foton dengan frekuensi sebesar celah energi, konduktivitas graphene yang sudah di-

dop Nitrogen maupun Boron berubah menjadi sangat besar, bankan lebih besar dari

konduktivitas graphene murni.

39 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Aplikasi yang dimungkinkan dari sifat optik graphene yang didop Boron ma-

upun Nitrogen adalah saklar cahaya dan LDR (Light Dependent Resistor). Hal

ini disebabkan pada saat tidak ada iluminasi foton (konduktivitas DC) graphene

yang sudah didop bersifat insulator dan pada saat diberikan iluminasi foton dengan

frekuensi sebesar celah energi, konduktivitasnya menjadi cukup besar.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil-hasil penelitian, kami memiliki beberapa saran untuk memperba-

iki model agar model yang dibuat dapat lebih mewakili keadaan nyata. Penelitian

selanjutnya disarankan untuk membuat Model dengan cara menggabungkan pende-

katan impuritas magnetik dan pendekatan impuritas nonmagnetik. Kami menduga

apabila kedua pendekatan tersebut digabungkan, ada hal-hal menarik yang akan

ditemui tentang sifat elektronik sistem. Ada baiknya penelitian selanjutnya, model

hasil perhitungan dibandingkan dengan data eksperimen, sehingga kesesuaiannya

dapat dianalisis. Mengingat besarnya perhitungan komputasi untuk merealisasikan

model gabungan tersebut, sebaiknya perhitungan komputasi menggunakan cluster

computer.

40 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

DAFTAR ACUAN

[1] Pencils and pencils lead. (2001, October 15). Chemical and Engineering News,

P.35.

[2] Geim, A.K., dan Novoselov, K.S. (2007). The rise of graphene. Nature Materials

Vol. 6.

[3] Lin, Y.M., et al. (2010). 100-GHz Transistors from Wafer-Scale Epitaxial Gra-

phene. Science Vol. 327.

[4] Geim, A.K. (2009). Graphene: Status and Prospects. Science Vol. 324.

[5] Castro Neto, A.H. (2010). The carbon new age. Materialstoday Magazine vo-

lume 13 Number 3.

[6] Wallace, P.R. (1947). The Band Theory of Graphite. Physical Review Letter

vol. 71, number 9.

[7] Castro Neto, A.H., et al. (2009). The Electronic Properties of graphene. Reviews

of Modern Physics vol. 81, 109.

[8] Novoselov, K.S., et al. (2004). Electric Field Effect in Atomically Thin Carbon

Films. Science 306:666

[9] Bernad, J.Z., Zulicke, U., dan Ziegler, K. (2010). AC trasport properties of

single and bilayer graphene. arXiv:1001.3239v1.

[10] Zhang, Chun-Xu, et al. (2011). Dynamical fermion mass generation and exciton

spectra in graphene. Physical Review B 83, 115438.

[11] Efetov, Dmitri k., dan Kim, Philip. (2010). Controlling Electron-Phonon Inte-

ractions in Graphene at Ultrahigh Carrier Densities. Physical Review Letters

105, 256805.

[12] Casolo, Simone et al. (2008). Understanding adsorption of Hydrogen atoms on

graphene. arXiv:0808.1312v1.

[13] Singh, Ranber, dan Kroll, Peter. (2009). Magnetism in graphene due to single-

atom defects: dependence on the concentration and packing geometry of defe-

cts. Journal of Physics Condensed Matter. 196002.

52 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

[14] Daghofer, Maria, et al. (2010). Spin-polarized semiconductor induced by mag-

netic impurities in graphene. Physical Review B 82, 121405(R).

[15] Saito, R., Dresselhaus, G., dan Dresselhaus, M.S. (1998). Physical Properties

of Carbon Nanotubes. London : Imperial College Press.

[16] Stauber,T., et al. (2008). Optical conductivty of graphene in the visible region

of the spectrum. Physical Review B 78, 085432.

[17] Doniach, S., dan Sondheimer, E.H. (1998). Green’s Functions for Solid State

Physicist. London : Imperial College Press.

[18] Georges, A. et al. (1996). Dynamical mean-field theory of strongly correlated

fermion systems and the limit of infinite dimensions. Reviews of Modern Physics

vol. 68, 13.

[19] Majidi, A.M., et al.(2011). Theory of high-energy optical and the of oxygens in

manganites. Physical Review B 84, 075136.

[20] Kubo, R. (1957). Statistical-Mechanical Theory of Irreversible Processes. I. Ge-

neral Theory and Simple Applications to Magnetic and Conduction Problems.

Journal of the Physical Society of Japan Vol. 12, Number 6, Page 570-586.

53 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

LAMPIRAN A

DENSITAS KEADAAN DENGAN IMPURITAS MAGNETIK

A.1 Variasi Suhu

Gambar A.1: Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 10 %

Gambar A.2: Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 10 %

41 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar A.3: Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 15 %

Gambar A.4: Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 15 %

42 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar A.5: Densitas keadaan dengan v = 1 eV dan x = 20 %

Gambar A.6: Densitas keadaan dengan v = -1 eV dan x = 20 %

43 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

A.2 Variasi Potensial Penghambur

Gambar A.7: Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 10 %

Gambar A.8: Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 10 %

44 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar A.9: Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 10 %

Gambar A.10: Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 15 %

45 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar A.11: Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 15 %

Gambar A.12: Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 15 %

46 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar A.13: Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan x = 20 %

Gambar A.14: Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan x = 20 %

47 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar A.15: Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan x = 20 %

A.3 Variasi persentase impuritas

Gambar A.16: Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan v = 1 eV

48 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar A.17: Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan v = 1 eV

Gambar A.18: Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan v = 1 eV

49 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar A.19: Densitas keadaan dengan T = 1× 10−3 eV dan v = -1 eV

Gambar A.20: Densitas keadaan dengan T = 3× 10−2 eV dan v = -1 eV

50 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA STUDI TEORITIK PEMBENTUKAN …

Gambar A.21: Densitas keadaan dengan T = 5× 10−2 eV dan v = -1 eV

51 Universitas Indonesia

Studi teoritik..., Syahril, FMIPA UI, 2012