universitas indonesia - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-t32535-agustina...

113
UNIVERSITAS INDONESIA PELATIHAN KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN IBU DALAM MENGATASI TANTRUM PADA ANAK USIA PRASEKOLAH ( Effective Communication Training to Enhance Mother’s Knowledge to Dealing with Pre Schooler’s Tantrum) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains AGUSTINA WULANDARI 1006742094 FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI ILMU PSIKOLOGI PEMINATAN TERAPAN PSIKOLOGI ANAK USIA DINI UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK 9 JANUARI 2013 Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Upload: vuongthuan

Post on 03-Mar-2019

243 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

UNIVERSITAS INDONESIA

PELATIHAN KOMUNIKASI EFEKTIF UNTUK MENINGKATKAN

PENGETAHUAN IBU DALAM MENGATASI TANTRUM

PADA ANAK USIA PRASEKOLAH

( Effective Communication Training to Enhance Mother’s Knowledge

to Dealing with Pre Schooler’s Tantrum)

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

AGUSTINA WULANDARI 1006742094

FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM STUDI ILMU PSIKOLOGI

PEMINATAN TERAPAN PSIKOLOGI ANAK USIA DINI UNIVERSITAS INDONESIA

DEPOK 9 JANUARI 2013

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas segala nikmat dan pertolonganNya sehingga

penulis dapat menyusun dan menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun dalam rangka memenuhi

syarat untuk meraih gelar Magister Sains dengan peminatan terapan Psikologi Anak Usia Dini

pada program Pascasarjana Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Tesis ini penulis

persembahkan untuk suami tercinta Drs. Bambang Wispriyono Apt., PhD yang selalu setia

mendampingi dan memberi dorongan dan semangat, juga untuk Ibunda Hj. Soeti Roebiah yang

selalu mendoakan dan membantu menjaga anak-anak ketika penulis sedang sibuk menyelesaikan

tesis.

Terima kasih yang tek terhingga penulis haturkan kepada :

1. Dekan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Dr. Wilman Dahlan Mansoer M.Org., Psi

dan seluruh pengelola Program Studi Ilmu Psikologi Peminatan Terapan.

2. Dr. Soemiarti Patmonodewo Psi, dan Airin Yustikarini Saleh, SPsi., M.Psi., selaku dosen

pembimbing tesis ini yang membimbing dengan sabar dan ihlas.

3. Eko Handayani SPsi, MPsi dan Efriyani Djuwita SPsi., MPsi selaku dosen penguji tesis

yang telah memberikan revisi dengan teliti.

4. Para Bapak dan Ibu rekan dosen selaku pengajar di peminatan Psikologi Anak Usia Dini

yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

5. Anak-anakku Nissa, Zahra, Ja’far, Dini, Laila dan Khalid yang rela kehilangan waktu demi

selesainya tesis ini.

6. Teman-temanku satu angkatan Djamila Djauhari, Djuanita Bowman, dan Fadilah Ariyati

yang telah membantu dalam pelatihan dan pembuatan tesis.

7. Teman-teman kuliah PAUD 2010: Betty, Dita, Mba Indah, Okke, Bu Nur, Endah, Gita, Sisy,

Mba Widi, Mba Sari, dan Amy. Terima kasih atas kebersamaan kita selama dua tahun yang

penuh arti.

8. Teman-teman taklim dan murid-murid yang yang selalu memberikan dukungan, semangat,

dan doa.

Penulis menghaturkan permohonan maaf atas ketidaksempurnaan penyusunan tesis ini. Penulis

berharap tesis ini bisa bermanfaat bagi civitas akademika maupun masyarakat. Amin.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

ABSTRAK

Nama : Agustina Wulandari NPM : 1006742094 Program Studi : Ilmu Psikologi Peminatan : Terapan Psikologi Anak Usia Dini Judul Tesis : Pelatihan Komunikasi Efektif untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu dalam

Mengatasi Tantrum pada Anak Usia Prasekolah Anak melakukan tantrum di Pusat Perbelanjaan atau di ruang tunggu Rumah Sakit adalah suatu pemandangan yang biasa dilihat, namun tingkah laku tantrum harus segera diatasi pada usia dini agar tidak menjadi tingkah laku yang menetap pada usia selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan pengetahuan ibu dalam mengatasi tantrum pada anak usia prasekolah sebelum dan sesudah pelatihan. Penelitian ini menggunakan desain pelatihan one group pretest posttest design. Intervensi yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelatihan komunikasi efektif untuk mengatasi tantrum pada anak usia prasekolah. Materi yang diberikan dalam pelatihan ini meliputi karakteristik dan tugas perkembangan anak prasekolah, perkembangan tantrum, komunikasi efektif dan mengatasi tantrum. Setelah pelatihan dilakukan evaluasi untuk melihat manfaat pelatihan yang dirasakan oleh ibu untuk melaksanakan hasil pelatihan di rumah dan hambatan-hambatan yang dihadapi. Analisis data dalam pelatihan ini merupakan metode analisis data kuantitatif dan kualitatif dengan menggunakan paired sample t-test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan mengenai tantrum dan komunikasi efektif untuk mengatasi anak tantrum sebelum dan setelah intervensi. Hasil analisa kualitatif dengan wawancara terhadap empat orang partisipan menunjukan bahwa semua partisipan merasakan manfaat pelatihan dan dapat dapat melakukan komunikasi efektif untuk mengatasi anak tantrum.

Kata kunci : tantrum, prasekolah, komunikasi efektif

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

ABSTRACT

Name : Agustina Wulandari Student’s ID : 1006742094 Study Program : Psychology Interest Area : Early Childhood Applied Psychology Thesis’s Tittles : Effective Communication Training to Enhance Mother’s

Knowledge to Dealing With Preshooler’s Tantrum

Children’s temper tantrum is a common behavior problem that can be seen in any place in public service areas such as in shopping centre, hospital, etc. However, temper tantrum should be handled in earlier age to protect children from permanent temper tantrum behavior. The objective of this research is to know any differences in mother’s knowledge in dealing with temper tantrum in preschooler’s before and after receiving the training. The design of this research is one group pretest posttest design with Effective Communication Method intervention. The moduls of this training were including: characteristics and development task in preschoolers, temper tantrum, effective communication, and dealing with preschooler’s temper tantrum. The evaluation after the training also has been done to know the benefit of the training to participants to implement the moduls in the real activity situations and the obstacle they found. Data analysis has been done with quantitative and qualitative data analysis by using paired sample t-test from questionaire and interview. The results shown there is a significantly difference before and after training intervention in mothers’s knowledge of how to dealing with the tantrum. The qualitative result shown that the training is usefull and participants can do effective communication in dealing with preschooler’s tantrum. Key words : tantrum, preschoolers, effective communication

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

DAFTAR ISI

Halaman Pernyataan Orisinalitas ........................................................................... i

Halaman Pengesahan ............................................................................................. ii

Kata Pengantar ....................................................................................................... iii

Halaman Pernyataan Persetujuan Publikasi ........................................................... iv

Abstrak .................................................................................................................... v

Abstract ................................................................................................................... vi

Daftar Isi ................................................................................................................. vii

Daftar Tabel ............................................................................................................ x

Daftar Gambar ........................................................................................................ xi

Daftar Lampiran ..................................................................................................... xii

I. Pendahuluan

1.1. Latar Belakang Masalah ………………………………………………………… 1

1.2. Permasalahan Penelitian ………………………………………………………… 6

1.3.Tujuan Penelitian ………………………………………………………………… 6

1.4.Manfaat Penelitian ……………………………………………………………….. 7

1.5.Sistematika Penulisan ……………………………………………………………. 7

II. Tinjauan Pustaka

2.1.Karakteristik Perkembangan Anak Usia Prasekolah 4-5 tahun

2.1.1. Karakteristik perkembangan fisik, motorik, kognitif, dan psikososial ……… 9

2.2. Tantrum

2.2.1. Definisi ………………………………………………………………………… 12

2.2.2. Perkembangan Tantrum ……………………………………………………… 12

2.2.3. Penyebab Tantrum ……………………..…………………………………….. 14

2.2.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi ……………………………………………. 15

2.3. Komunikasi efektif ……………………….……………………………………… 16

2.4. Gaya Pengasuhan Orang Tua

2.4.1. Definisi ……………………………………………………………………… 20

2.4.2. Macam-macam Gaya Pengasuhan …………………………………………… 20

2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Pengasuhan Orang tua…………… 24

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

2.4. Karakteristik Ibu

2.4.1. Definisi …………………………………………………………………….,. 25

2.4.2. Karakteristik perkembangan fisik, kognitif, dan social emosional…………. 26

2.4.3. Tugas perkembangan ibu dengan anak usia prasekolah 3-5 tahun ……….… 26

2.5. Pembelajaran Orang Dewasa

2.5.2.Prinsip-prinsip Pembelajaran orang dewasa………………………………….. 27

2.6. Pelatihan

2.6.1. Definisi ………………………………………………………………………… 28

2.6.2.Tujuan dan Manfaat …………………………………………………………….. 28

2.6.3. Model pelatihan ……………………………………………………….……….. 29

2.6.4. Teknik penyusunan program pelatihan …………..….………………………… 30

III. Metode Penelitian

3.1. Masalah dan tujuan penelitian ………………………………………….………. 33

3.2. Partisipan ………………………………………….……………………………. 33

3.2.1. Kriteria partisipan ….…………………………….………………………….. 33

3.2.2. Proses perekrutan partisipan ………………………………………………… 34

3.2.3. Populasi Penelitian ……………………………….………………………… 35

3.2.4. Sampel Penelitian ….…………………………….………………………….. 35

3.3. Jenis dan desain penelitian ….…………………………….……………………. 36

3.4. Prosedur penelitian ……………………………………….…………………….. 37

3.4.1. Tahap Persiapan Penelitian ….…………………………….…………………. 37

3.4.2. Tahap Pembuatan Program Pelatihan ….…………………………….……….. 38

(1) Rancangan program ….…………………………….…………………………. 39

(2) Fasilitator pelatihan ………….…………………….…………………………. 40

(3) Waktu pelaksanaan pelatihan. .………………………….…………………… 41

(4) Sarana Pendukung ………………………………….………………………… 41

3.5. Metode Pengumpulan Data ….…………………………….……………………. 43

3.6. Alat Ukur ….……………………………………………….……………………. 44

3.7.Metode analisis data ….…………………………………….……………………. 47

3.8. Materi Kegiatan ….………………………...……………….……………………. 47

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

IV. Hasil Penelitian dan Analisis Data

4.1. Gambaran umum partisipan ….………………………………………………….. 54

4.1.1. Kategorisasi Partisipan Berdasarkan Usia ….…………………………….…… 54

4.1.2. Kategorisasi Partisipan Berdasarkan Pendidikan ……..………………….…… 55

4.1.3. Kategorisasi Partisipan Berdasarkan Jenis Pekerjaan ….……………………… 56

4.1.4. Kategorisasi Partisipan Berdasarkan Jumlah Anak yang Dimiliki …..……… 57

4.2.Analisis Data Kuantitatif ….……………………………………………………. 57

4.2.1. Hasil Penelitian Pengetahuan Para Ibu Mengenai Tantrum………………….. 57

4.2.2. Hasil Penelitian Perubahan Cara Komunikasi Ibu dalam Mengatasi Anak

Tantrum Melalui Metode Bermain Peran …………………………… 59

4.3. Analisis Data Kualitatif : Wawancara dengan Partisipan Pasca Pelatihan…….. 61

V. Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

5.1.Kesimpulan .. ….…………….…………………………….……………………… 64

5.2. Diskusi .. ….……………………………………………….……………………. 64

5.3. Saran …...………………………………………………….……………………. 68

Daftar Pustaka ……………………………………………………………………….. 69

Lampiran …………………………………………………………………………….. 73

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Tabel Hubungan antara Gaya Pengasuhan dan Kualitas Anak ….. 23

Tabel 3.1. Kisi-kisi kuesioner pengetahuan tentang tantrum ………………… 43

Tabel 2.2. Contoh kalimat positif dan negatif ………………………………. 26

Tabel 3.2 Kisi-Kisi Behavioral Checklist Perubahan Cara Komunikasi Ibu

dalam Mengatasi AnakTantrum …………………………………… 44

Tabel 3.3 Kategorisasi Reabilitas Alat Ukur …………………………………... 46

Tabel 3.4 Kisi-kisi wawancara pasca pelatihan ……………………………….. 46

Tabel 4.1 Skor Pengetahuan Para Ibu mengenai Tantrum ……………………. 59

Tabel 4.2 Skor Pre-test dan Posttest Perubahan Cara Komunikasi Ibu dalam

Mengatasi Tantrum ………………………………….……………… 61

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Interaksi kehangatan dan penerapan disiplin terhadap gaya

parenting ………………………………………………………….. 21

Gambar 4.2: Persentase berdasarkan Usia Ibu ………………………………….. 54

Gambar 4.2: Persentase Latar Belakang Pendidikan Para Ibu ………………….. 55

Gambar 4.3: Persentase Jenis Pekerjaan Para Ibu ………………………………. 56

Gambar 4.4: Persentase Jumlah Anak yang Dimiliki Para Ibu ………………….. 57

Gambar 4.5: Skor Pengetahuan Para Ibu Mengenai Tantrum

(Pretest dan Posttest) ………………………………………………. 58

Gambar 4.6: Skor Behavior Checklist Pre-test dan Posttest Cara Komunikasi Ibu

dalam Mengatasi Tantrum ………………………….……………… 60

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal pelatihan komunikasi efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu

dalam mengatasi tantrum ……………………………………………….. 73

Lampiran 2. Data peserta pelatihan …………………………………………………… 79

Lampiran 3. Data kuesioner terbuka …………………………………………………. 82

Lampiran 4. Data Behavior Checklist………………………………………………… 83

Lampiran 5. Hasil Output SPSS 17…………………………………………………... 85

Lampiran 6. Hasil wawancara pasca pelatihan ………………………………………. 87

Lampiran 7. Hasil Evaluasi Pelatihan ……………………………………………….. 89

Lampiran 8. Foto-Foto Kegiatan …………………………………………………….. 95

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kita sering melihat anak menangis menjerit-jerit, menendang, menarik-narik baju

ibunya, ataupun berguling-guling di lantai ketika sedang berada di pusat-pusat

perbelanjaan. Anak yang bertingkah laku demikian membuat orang tua merasa malu

karena semua mata memandangi mereka. Pandangan mata orang-orang membuat orang

tua merasa tertekan, belum lagi komentar yang diberikan oleh pengunjung lain sering kali

memaksa orang tua segera mengabulkan keinginan anak untuk menghentikan

kelakuannya. Anak mengetahui bahwa orang tua akan segera mengabulkan keinginan

mereka jika mereka berperilaku demikian dan mereka mengulanginya setiap kali mereka

menginginkan sesuatu. Tingkah laku demikian dalam istilah psikologi disebut tantrum.

Masyarakat di Indonesia menyebutnya mengadat atau mengamuk. Berdasarkan fenomena

tersebut dilakukan praasesmen dengan mewawancarai 10 orang ibu yang tinggal di

wilayah kelurahan Pancoran Mas.

Hasil wawancara kepada 10 orang ibu yang memiliki anak usia 3-5 tahun,

diperoleh masalah tingkah laku anak yang paling menempati 5 permasalahan terbesar

adalah masalah anak yang tantrum, (orang tua menamai tingkah laku tersebut menangis

berguling, marah menjerit-jerit, ngambek, ngamuk), tidak patuh pada orang tua, susah

makan (pilih-pilih makanan), mengompol, bertengkar dengan kakak/adik. Lebih dari

separuhnya mengatakan anak mereka masih melakukan tantrum di rumah maupun di

tempat-tempat umum meskipun usia anak lebih dari 5 tahun. Sisanya mengatakan sudah

jarang. Hasil wawancara juga menunjukan penyebab terbesar tantrum adalah karena

keinginannya tidak bisa dipenuhi dengan segera (60%), misalnya minta dibelikan mainan

atau makanan, atau mengajak pergi ke suatu tempat, dan keasyikannya terganggu (40%),

misalnya disuruh berhenti bermain untuk makan atau mandi. Ini menunjukan bahwa

diperlukan suatu pelatihan untuk mengatasi tingkah laku tantrum.

Dua orang ibu mempunyai anak yang melakukan tantrum lebih dari sepuluh kali

sehari. Salah seorang ibu (Hp) mengatakan bukan anak keduanya saja yang masih

tantrum bahkan anak pertamanya masih melakukan tantrum sampai sekarang, berusia 8

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

tahun. Anak melakukan tantrum dengan berguling-guling di lantai dan menendang meja

dan kursi. Ibu sudah berusaha menasehati bahkan memarahi namun tidak tampak

hasilnya. Tingkah laku tantrum ini membuat ibu merasa habis akal dan mengikat anaknya

di kursi. Ibu merasa bersalah dan akhirnya mengabulkan keinginan anak, namun tingkah

laku tantrumnya tidak berkurang. Seorang ibu lainnya mengatakan anaknya masih

tantrum meskipun sudah berusia lebih dari 4 tahun . Anak tersebut melakukan tantrum

ketika keinginannya untuk jajan ditolak. Ibu merasa stres karena pengeluaran untuk jajan

anak sama dengan belanja dalam sehari. Ibu sering putus asa dalam menghadapi anak

yang tantrum dan melakukan tindakan yang dapat menyakiti anak yaitu memukul atau

mencubit. Setelah mencubit atau memukul, ibu merasa bersalah sehingga memberi uang

jajan lagi. Semua ibu merasa sudah berupaya maksimal untuk mengatasi tingkah laku

anaknya namun tingkah laku tersebut selalu berulang kembali.

Tingkah laku tantrum merupakan salah satu masalah tingkah laku yang terjadi

pada anak usia dini (Sanders, 1997). Tantrum biasanya terjadi karena anak mengalami

emosi marah, depresi, kesedihan yang mendalam, dan stress, dan tidak tahu bagaimana

cara mengekspresikan emosi tersebut. Emosi tersebut menyebabkan anak frustrasi dan

dikeluarkan dalam bentuk tingkah laku tantrum (Borba, 2009). Tantrum merupakan

masalah perkembangan yang harus segera diatasi karena masalah tingkah laku yang tidak

diatasi segera akan menjadi pola tingkah laku yang menetap dan berkembang menjadi

masalah tingkah laku yang serius di usia berikutnya, seperti impulsif, melawan orang tua,

dan aturan di rumah (www.kidsmatter.edu.au).

Selain untuk mencegah tingkah laku yang serius, masalah tantrum juga harus

segera diatasi karena dapat mengganggu tugas perkembangan anak usia prasekolah.

Anak prasekolah berada pada fase anak usia dini dan sering disebut sebagai usia emas

(golden age) karena anak pada usia ini mempunyai beberapa periode kritis

perkembangan, yaitu perkembangan fisik, motorik, kognitif dan psikososial. Periode

krtitis sangat penting dan menjadi dasar seluruh perkembangan di usia selanjutnya

(Baltes dalam Papalia, Feldman, dan Martorell, 2012). Perkembangan tersebut juga

saling berkaitan satu sama lain. Perkembangan psikososial-emosional berpengaruh

terhadap perkembangan kognitif. Perkembangan psikososial anak usia prasekolah

memegang peranan penting (Tracy Dennis, 2006). Erikson mengatakan perkembangan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

psikososial anak usia prasekolah berada pada fase initiative versus guilt (Erik Erikson

dalam Papalia, Old, dan Martorell, 2012). Anak pada periode ini mengembangkan

inisiatifnya dengan menjelajahi lingkungan disekitarnya. Mereka gemar menanyakan

apa-apa yang dilihat, didengar, maupun dirasakannya. Anak pada usia ini juga mulai

menunjukan kemandirian. Anak ingin melakukan semua tugas atau pekerjaan tanpa

bantuan orang tua padahal belum bisa melakukan semuanya. Orang tua merasa khawatir

dan melarang anak sedangkan anak tidak mau dilarang, di sinilah konflik dimulai.

Konflik yang tidak segera diatasi ini akan membuat anak merasa stres dan melakukan

tantrum. Anak merasa tidak mendapat dukungan dari orang tua dalam mengembangkan

inisiatifnya. Anak yang tidak mendapatkan dukungan yang diharapkan akan membentuk

rasa bersalah (guilt) dan insiatif dan kreatifitasnya menurun bahkan bisa hilang. Anak

yang mendapatkan dukungan dari orang tua kemampuan inisiatifnya berkembang dengan

baik dan anak semakin meningkatkan kreativitasnya dalam menjelajahi lingkungan

disekitarnya. Anak yang membentuk inisiatif, perkembangan kognitifnya juga optimal,

maka untuk membentuk anak yang inisiatif tingkah laku tantrum perlu segera diatasi.

Tingkah laku tantrum dipengaruhi oleh berbagai faktor internal maupun eksternal.

Faktor internal yang berpengaruh pada frekuensi tantrum anak adalah temperamen dan

usia (Hammer, 1998 dalam Frey, 2003), sedangkan faktor eksternal yang paling

berpengaruh adalah keluarga. Anak dengan temperamen sulit lebih sering frustrasi dan

sulit mengendalikan amarah dibandingkan anak dengan temperamen mudah, sehingga

lebih sering tantrum (Buss & Goldsmith, 1998 dalam Frey, 2003). Frekuensi tantrum

juga sebanding dengan bertambahnya usia. Anak usia prasekolah 4-6 tahun, frekuensi

dan durasi temper tantrumnya berkurang dibandingkan pada waktu berusia 2-4 tahun

(Frey, 2003). Temperamen merupakan faktor bawaan sejak lahir, namun pengasuhan dan

lingkungan yang baik dapat mempengaruhi temperamen agar berkembang sesuai yang

diharapkan. Tingkah laku tantrum pada anak dengan temperamen sulit bisa diminimalisir

dengan cara mengatasi yang tepat.

Borba (2009) mengatasi tingkah laku tantrum pada anak melalui 3 tahap yaitu

tahap pertama intervensi awal untuk mencegah anak tantrum, tahap kedua respon cepat

pada saat anak tantrum dan tahap ketiga adalah mengubah kebiasaan tingkah laku

tantrum. Metode yang dilakukan dalam ketiga tahap tersebut adalah metode mendengar

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

aktif, mengenali dan menerima perasaan anak, serta menyelesaikan konflik secara positif.

Berdasarkan hal itu maka peneliti mengambil metode komunikasi efektif untuk mengatasi

tantrum pada anak prasekolah karena metode mengatasi tantrum yang ditulis oleh Borba

merupakan bagian dari komunikasi efektif. Dasar penyusunan komunikasi efektif

diambil dari teori komunikasi efektif Gordon (1993) dan Miller (2000). Miller

mengelompokan komunikasi efektif ke dalam 5 kelompok yaitu meliputi mendengar

aktif, mengenali dan menamai perasaan, memberikan instruksi positif, komunikasi

asertif, dan mengelola konflik secara positif.

Komunikasi efektif menciptakan hubungan yang akrab antara orang tua dan anak

dan membuat anak bahagia karena merasa dicintai dan dihargai. Anak yang bahagia akan

lebih peduli, percaya pada diri dengan kemampuannya, melakukan tugas dengan baik,

lebih ramah, dan responsif terhadap orang lain. Komunikasi efektif adalah cara

komunikasi yang baik karena pesan yang disampaikan orang tua sama dengan pesan yang

diterima anak. Komunikasi yang efektif, selain menciptakan hubungan yang akrab antara

orang tua dan anak juga membuat anak belajar berkomunikasi secara efektif. Anak

belajar dengan meniru. Orang tua yang melakukan komunikasi efektif dengan anak

menjadi model yang baik untuk anak dalam mengembangkan kemampuan

komunikasinya menjadi komunikasi efektif pula.

Orang tua sering tidak tahu bagaimana berkomunikasi secara efektif dengan anak.

Orang tua hanya berkomunikasi ketika anak melakukan kesalahan atau menggunakan

kalimat yang biasa digunakan ketika berkomunikasi dengan sesama orang dewasa

sehingga anak kurang memahami apa yang diinginkan oleh orang tuanya dan hal itu

membuat anak frustrasi sehingga melakukan tantrum, maka untuk penanganan cepat dan

tepat dalam mengatasi anak yang tantrum adalah dengan komunikasi efektif. Brooks

(1991) mengatakan komunikasi merupakan faktor penting dalam pengasuhan dan cara

orang tua berkomunikasi dipengaruhi gaya pengasuhan.

Faktor-faktor penting dalam pengasuhan adalah menjadi model (contoh) bagi

anak, komunikasi yang hangat antara orang tua dan anak, memberi kepercayaan pada

anak, jujur, menghormati anak, memberikan kasih sayang dan disiplin, memberikan label

yang baik, waktu, perhatian, dan kepedulian pada anak Brooks (1991). Pendapat yang

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

sama disampaikan oleh Baumrind. Baumrind mengatakan ada 4 dimensi penting dalam

pengasuhan yaitu cara penerapan disiplin, kehangatan dan pelayanan pada anak, cara

komunikasi, dan harapan terhadap kematangan dan kontrol. Berdasarkan keempat

dimensi tersebut, gaya pengasuhan terbagi 4 yaitu permisif, otoriter, autoritatif, dan

mengabaikan (Baumrind, 1991). Pengasuhan yang baik akan meningkatkan kualitas anak

yaitu kompetensi dan ketangguhan anak (Brooks, 1991). Anak yang kompeten dan

tangguh tidak cepat frustrasi ketika menghadapi situasi yang tidak menyenangkan.

Menurut penelitian Baumrind (1991), gaya pengasuhan yang menghasilkan kualitas anak

paling unggul adalah gaya pengasuhan autoritatif. Orang tua dengan gaya pengasuhan

otoritatifmenerapkan metode anti kalah dalam pengasuhan sehingga orang tua selalu

melakukan komunikasi efektif untuk memperoleh kesepakatan dalam menyelesaikan

konflik dengan anak (Gordon, 1993). Meskipun demikian, orang tua dengan gaya

pengasuhan yang lain seperti otoriter, permisif dan mengabaikan juga dapat melakukan

komunikasi efektif dengan anak jika mau belajar dan berlatih.

Orang tua terdiri dari ayah dan ibu. Meskipun ayah dan ibu mempunyai peran

yang sama pentingnya dalam mendidik anak usia dini namun ibu mempunyai ikatan yang

kuat dengan anak sejak dalam kandungan dan terus berkembang setelah anak dilahirkan

selama ibu menjadi pengasuh utama (Mirriam Spinner, 1978, Sutcliffe,2002 dalam

Papalia, Feldmandan Martorell, 2012). Anak tumbuh, mengembangkan kemampuannya

dengan melihat dan meniru ibunya dan mengikuti perintahnya. Anak melakukan sesuatu

berdasarkan pujian dan dorongan dari ibunya. Ibu sering kali melakukan tugas

pengasuhan utama di sebagian besar keluarga, meskipun pada beberapa keluarga

pengasuh utama digantikan oleh kakak, nenek, anggota keluarga lain, atau pengasuh yang

dipekerjakan, namun tanggung jawab pengasuhan utama tetap berada di tangan ibu

sehingga apabila terjadi permasalahan atau kenakalan anak maka ibu yang dipersalahkan,

padahal ibu tidak pernah dilatih. Ibu yang mendapatkan pelatihan untuk menghadapi anak

yang tantrum akan mempunyai kemampuan yang cukup untuk mengatasi masalah

tingkah laku tantrum pada anak usia prasekolah.

Ibu sebagai orang dewasa mempunyai cara belajar yang berbeda dengan anak.

Cara belajar orang dewasa disebut pendidikan orang dewasa (andragogi), sedangkan cara

belajar anak disebut pedagogi (Malcolm Knowles, 1970 dalam Suprananto, 2012).

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Konsep andragogi terdiri atas empat asumsi pokok yang berbeda dengan pedagogi.

Keempat asumsi pokok itu adalah sebagai berikut: orang dewasa konsep dirinya sudah

matang sehingga dapat mengarahkan diri sendiri. Kedua, orang dewasa sudah punya

pengalaman maka penggunaan teknik diskusi, kerja laboratori, simulasi, pengalaman

lapangan, dan lainnya lebih banyak dipakai. Asumsi ketiga, orang dewasa belajar sesuatu

karena membutuhkan tingkatan perkembangan dan asumsi keempat orang dewasa

cenderung memiliki orientasi belajar yang berpusat pada pemecahan masalah

kehidupannya.

Pembelajaran dapat dilakukan dengan bermacam-macam metode, diantaranya

metode ceramah, diskusi, pelatihan, dan lain-lain. Metode yang digunakan dalam

penelitian ini berbentuk pelatihan. Menurut Fauzi (2011), pelatihan adalah suatu proses

dimana orang-orang mencapai kemampuan tertentu untuk membantu mencapai tujuan

kelompok atau organisasi. Pelatihan dapat bermanfaat jika dilakukan dengan tahapan atau

langkah-langkah yang sistematis. Secara umum ada tiga tahap pada pelatihan yaitu tahap

penilaian kebutuhan, tahap pelaksanaan pelatihan, dan tahap evaluasi (Fauzi, 2011).

Metode pelatihan dipilih karena cara menghadapi anak tantrum merupakan suatu

keterampilan sehingga pelatihan merupakan sarana yang paling efektif untuk

mengajarkan suatu keterampilan baru.

B. Permasalahan Penelitian

Masalah yang dihadapi adalah para ibu tidak mengetahui bagaimana cara

menghadapi anak ketika temper tantrum supaya masalah tingkah laku temper tantrum ini

tidak berulang terus-menerus. Berdasarkan hal di atas maka permasalahan pada

penelitian ini adalah: “Apakah ada perbedaan pengetahuan ibu dalam mengatasi tantrum

pada anak usia prasekolah sebelum dan sesudah pelatihan ?”.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah untuk:

meningkatkan pengetahuan ibu dalam mengatasi tantrum pada anak usia prasekolah.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

D. Manfaat Penelitian

Manfaat Penelitian ini bagi para ibu adalah:

- Ibu mengetahui cara tepat untuk mengatasi tantrum pada anak usia prasekolah

sehingga tingkah laku tantrum dapat segera diatasi.

Manfaat penelitian ini bagi peneliti adalah:

- Peneliti mengetahui efektifitas pelatihan komunikasi efektif terhadap peningkatan

pengetahuan ibu dalam mengatasi tantrum pada anak usia prasekolah

E. Sistematika Penulisan

Bab I: Pendahuluan

Bab Pendahuluan berisi berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah yang

menimbulkan ketertarikan peneliti untuk menyususn program pelatihan mengatasi

anak tantrum. Selain itu juga dicantumkan perumusan masalah, tujuan, manfaat,

dan sistematika penulisan.

Bab II: Tinjauan Pustaka

Bab Tinjauan Pustaka berisi landasan teori yang digunakan dalam penyusunan

program mengatasi anak tantrum meliputi karakteristik anak usia prasekolah, masalah

tingkah laku tantrum, definisi, penyebab, dan faktor-faktor yang mempengaruhi, gaya

pengasuhan, komunikasi efektif berisi mendengar aktif, mengenali dan menerima

perasaan, instruksi positif, komunikasi asertif dan menyelesaikan konflik secara

positif, pembelajaran orang dewasa, dan pelatihan.

Bab III: Metode Penelitian

Bab Metode Penelitian berisi penyusunan program, yang berisi uraian mengenai

tahapan-tahapan dalam menyusun program mengatasi anak tantrum berupa

penentuan partisipan dan lokasi penelitian, jenis dan desain penelitian yang

digunakan dan jadwal penelitian. Selain itu juga terdapat rancangan alat ukur yang

akan digunakan untuk mengevaluasi hasil pelatihan.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Bab IV: Hasil dan Pembahasan

Bab Hasil dan Pembahasan berisi demografi partisipan, hasil analisis kuantitatif dan

kualitatif dari data yang diperoleh. Demografi partisipan berisi rentang usia

partisipan, tingkat pendidikan, dan pekerjaan dan jumlah anak. Analisis kuantitatif

berisi pengetahuan ibu mengenai anak tantrum dan cara mengatasi tantrum dengan

komunikasi efektif sebelum dan sesudah pelatihan dan analisis kualitatif berisi

wawancara dengan ibu-ibu pasca pelatihan untuk mengetahui manfaat pelatihan

bagipara ibu dan penerapan hasil pelatihan di rumah.

Bab V: Kesimpulan, Diskusi dan Saran

Bab terakhir ini menjelaskan mengenai kesimpulan hasil pelaksanaan program

mengatasi anak tantrum, diskusi mengenai kelebihan dan kelemahan penelitian, serta

saran-saran untuk penelitian selanjutnya.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Bab kedua ini berisi tinjauan kepustakaan yang dipakai sebagai acuan dalam

penelitian efektivitas pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam mengatasi

tantrum pada anak usia prasekolah. Tinjauan kepustakaan ini meliputi karakteristik

perkembangan anak usia prasekolah 3-5 tahun, definisi, penyebab, dan faktor-faktor yang

mempengaruhi tantrum, komunikasi efektif, gaya pengasuhan, faktor-faktor yang

mempengaruhi gaya pengasuhan, karakteristik perkembangan ibu sebagai dewasa muda

dan sebagai ibu dengan anak usia prasekolah. Selain itu juga diuraikan juga kepustakaan

mengenai pembelajaran orang dewasa serta segala sesuatu yang berkaitan dengan

pelatihan.

2.1. Karakteristik Perkembangan Anak Usia Prasekolah

Anak prasekolah adalah anak yang belum memasuki sekolah atau pendidikan

formal, atau dengan kata lain anak yang belum memasuki sekolah dasar. Menurut

Papalia, Feldman, dan Martorell (2012) anak prasekolah adalah anak yang berusia 3-5

tahun. Anak pada usia ini memiliki beberapa perkembangan khusus dalam perkembangan

fisik, motorik, kognitif, sosial dan emosinya. Perkembangan tersebut saling

mempengaruhi satu sama lain, Sebagai contoh kemampuan fisik dan motorik

mempengaruhi kemampuan sosial (Henniger, Michel L., 2009), misalnya anak yang

berbadan tinggi besar, perkembangan fisiknya normal lebih percaya diri dibandingkan

anak yang perkembangan fisiknya kurang misalnya badannya lebih pendek dari teman-

teman sekelasnya. Sebaliknya perkembangan psikososial berpengaruh terhadap

perkembangan fisik-motorik, misalnya anak yang percaya diri merasa mampu

menggambar atau menulis akan rajin melakukan hal tersebut sehingga kemampuan

motorik halusnya berkembang baik.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Perkembangan fisik anak usia prasekolah mulai melambat dibanding usia

sebelumnya. Pada usia ini anak mulai kehilangan postur bayinya dan mulai langsing

(Papalia, Feldman, dan Martorell, 2012). Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No.

155/ Menkes/Per/I/2010 yang tertuang dalam Kartu Menuju sehat (KMS) anak usia ini

mempunyai berat badan rata-rata 16 kg pada usia 4 tahun (48 bulan) dengan tinggi badan

94 cm dan 19 kg pada usia 5 tahun dengan tinggi badan rata-rata 100 cm. Rata-rata

pertumbuhan berat dan tinggi badan anak pada usia ini adalah sekitar 2-3 kg dan 5-7 cm

pertahun. Perkembangan fisik juga diikuti perkembangan motorik kasar dan motorik

halus. Anak prasekolah dapat berlari lebih jauh dan lebih cepat, efektif dalam berhenti,

mulai lagi dan berbalik arah. Meloncat sejauh 0.5 sampai 1 meter, menaiki tangga dengan

kaki bergantian, dan meloncat dengan satu kaki sejauh 4-6 loncatan tanpa terjatuh

(Papalia, Feldman, dan Martorell, 2012). Selain perkembangan motorik kasar anak usia

prasekolah juga mengembangkan keterampilan motorik halusnya. Keterampilan motorik

halus yang berkembang pada usia ini adalah mengancingkan baju, memegang pensil dan

menggambar dan lain-lain.

Jean Piaget dalam Papalia, Feldman, dan Martorell (2012) mengatakan

perkembangan kognitif anak usia prasekolah berada pada fase preoperasional. Anak pada

fase ini belum dapat menghubungkan logika operasi mental atau logika operasi yang

tidak konkrit. Anak usia ini hanya mampu memikirkan logika yang konkrit. Meskipun

demikian pada fase preoperasional ini anak sudah mempunyai kemampuan memahami

fungsi simbolik, letak objek dalam ruang, sebab akibat, identitas dan kategorisasi, dan

konsep bilangan. Fase preoperasional selain mempunyai kelebihan juga mempunyai

beberapa keterbatasan diantaranya egosentris dan tidak memahami konservasi (Papalia,

Old, dan Frieman, 2012). Egosentris adalah bentuk dari pemusatan. Sifat egosentris pada

anak usia prasekolah berarti anak memandang segala sesuatu berpusat pada dirinya.

Segala sesuatu disebabkan oleh dirinya. Jika orangtua bermasalah atau kakaknya sakit, ia

merasa menjadi penyebabnya. Anak pada usia ini juga selalu merasa dirinya benar, ia

merasa segala sesuatu adalah miliknya, semua mainan, buku cerita dan semua yang

dilihat adalah miliknya, dan jika menginginkan sesuatu maka ia harus mendapatkan apa

yang ia mau, dan ia akan melakukan apapun untuk memperoleh keinginannya termasuk

menangis berguling-guling.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Perkembangan kognitif pada usia ini juga menyebabkan perkembangan bahasa

yang cukup pesat dalam kosa kata namun masih rancu dalam penggunaan tata bahasa

dan sintaksis (Papalia, Feldman, dan Martorell, 2012). Akibatnya kalimat yang digunakan

oleh anak masih sulit dipahami oleh orangtua sehingga komunikasi orangtua dan anak

belum lancar, apalagi sebagian anak yang berusia 3 tahun masih cadel. Anak prasekolah

dapat mengucapkan kalimat yang terdiri dari 4-5 kosa kata, meskipun maknanya kadang

tidak tepat. Kemampuan anak untuk berkomunikasi ini berakibat pada perkembangan

psikososialnya.

Perkembangan psikososial anak usia prasekolah menurut Erikson dalam Papalia,

Feldman, dan Martorell (2012) adalah berada pada fase initiative versus guilt. Pada fase

ini anak banyak melakukan aktivitas-aktivitas eksplorasi untuk membentuk inisiatifnya.

Konflik muncul ketika rencana aktivitas yang dibuat oleh anak tidak dapat dilaksanakan.

Hal inilah yang memicu stres pada anak. Oleh sebab itu, anak harus belajar untuk

memahami dan mengendalikan emosi agar tidak mudah stres (Dennis, 2006 dalam

Papalia, Feldman, dan Martorell, 2012). Menurut Duvall (1977) kemampuan

mengendalikan emosi termasuk belajar mengekspresikan perasaannya, rasa frustrasi,

kebutuhan dan pengalamannya, belajar menunda keinginan dan menunggu kepuasan,

memperbaiki rasa senang atau sedih dengan rasa senang, antusias, lembut, sayang,

simpati, takut, cemas, rasa belas kasihan, kesedihan, dan lain-lain. Cara untuk

membentuk inisiatif dan menghindari rasa bersalah adalah orangtua harus mendukung

dengan memberikan cukup kebebasan pada anak untuk melakukan eksplorasi, memberi

apresiasi jika anak berhasil dan memaafkan jika anak gagal.

Anak yang mendapat dukungan dari orangtua akan membentuk inisiatif yang

akan bermanfaat terhadap pembentukan konsep diri (self concept) dan rasa percaya diri

(self esteem). Menurut Papalia, Feldman, dan Martorell (2012) konsep diri adalah cara

pandang seseorang terhadap kemampuan dirinya dan tujuan yang hendak dicapainya.

Anak yang mempunyai rasa percaya diri yang tinggi akan termotivasi untuk meraih

sukses dan kesuksesan itu menambah rasa percaya dirinya. Sebaliknya anak yang rasa

percaya dirinya rendah merasa ia tidak mampu meraih kesuksesan sehingga ia tidak mau

berusaha atau mencoba.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Karakteristik anak prasekolah menyebabkan anak prasekolah lebih mandiri dalam

mengurus dirinya sendiri, oleh karena itu anak pada usia ini ingin mengerjakan sendiri

segala sesuatu padahal tidak semua hal bisa dikerjakannya. Orangtua berusaha

melindungi anak dengan melarang anak melakukan sesuatu yang dianggap

membahayakan anak. Larangan ini justru membuat anak marah dan melakukan tantrum.

Hal ini diperkuat dengan sigfat egosentris anak sehingga tidak mau menerima pendapat

orang lain. Faktor pemicu tantrum lainnya adalah kesulitan yang dialami anak prasekolah

untuk berkomunikasi dengan orang lain karena si pendengar tidak memahami makna

kalimat yang disampaikan anak tersebut.

2.2. Tantrum

Subbab temper tantrum ini akan menerangkan mengenai definisi tantrum,

perkembangan, penyebab, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya

2.2.1. Definisi Tantrum

Menurut kamus bahasa Inggris tantrum diterjemahkan sebagai kemarahan atau

luapan kemarahan atau kemurkaan (Nichols dan Shadily, 2002). Tantrum dipakai untuk

kondisi anak yang menangis menjerit-jerit, berguling-guling, memukul atau menendang

bahkan kadang-kadang menahan nafas (Fetsch dan Jacobson, 1996, 2007). Mencari

padanan kata yang sesuai dengan tingkah laku tantrum cukup sulit. Tingkah laku

tantrum dikenal masyarakat dengan istilah mengadat atau mengamuk. Menurut Kamus

Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang ditulis oleh Moeliono dan kawan-kawan (2012),

mengadat berarti merajuk dan menangis dan mengamuk berarti menyerang membabi buta

karena marah (Moeliono, 2012). Pada penulisan tesis ini tetap digunakan istilah tantrum.

2.2.2. Perkembangan Tantrum

Ttantrum biasanya mulai muncul pada usia 2-3 tahun ketika anak mulai

membentuk rasa percaya diri (Fetsch dan Jacobson, 2007) karena anak pada usia ini

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

berada pada tahap otonomi vs shame and doubt (Erikson dalam Papalia, Feldman, dan

Martorell, 2012). Anak usia ini ingin menunjukan otonominya sehingga merasa bisa

melakukan segala sesuatu, padahal tidak. Emosi mereka berkembang lebih pesat daripada

kemampuan pengendaliannya. Tantrum disebabkan emosi marah, depresi, kesedihan

yang mendalam, dan stres yang tidak dapat dikendalikan (Borba, 2009). Sekitar 23%-

83% anak usia 2-4 tahun melakukan tantrum sekali dalam seminggu, dan 20%

diantaranya tantrum setiap hari. Namun demikian, banyak pula anak usia lebih dari 4

tahun yang masih tantrum. Anak yang berusia lebih dari 4 tahun frekuensi tantrum mulai

menurun, namun ada pula yang mulai menurun pada usia 5 tahun (Fletsch dan Jacobson,

2007). Menurut Borba (2009) perkembangan tingkah laku tantrum pada anak adalah

sebagai berikut:

1. Anak usia 2-3 tahun. Anak pada usia ini 80% menunjukan tingkah laku tantrum,

dan 20% anak tantrum 2 kali atau lebih dalam sehari.

2. Anak usia prasekolah (3-5 tahun). Anak usia prasekolah 20% diantaranya

melakukan tantrum 2 kali atau lebih dalam sehari dan anak di atas usia 4 tahun

hanya 11% yang menunjukan tingkah laku tantrum lebih dari 2 kali sehari.

3. Anak usia sekolah (6-8 tahun). Anak usia ini seharusnya tidak menunjukan tingkah

laku tantrum, seandainya ada persentasenya sangat kecil. Tantrum pada anak usia

sekolah ditunjukan dengan perilaku impulsif, membangkang, mudah frustrasi, dan

mudah “meledak” jika sedang marah. Tingkah laku tantrum ini muncul jika anak

mengalami trauma, diatur orangtua dengan sangat ketat atau karena perubahan

lingkungan yang tajam karena pindah rumah atau perceraian.

4. Tantrum pada usia remaja dan dewasa. Beberapa orang remaja dan dewasa juga

dapat menunjukan tingkah laku tantrum. Tingkah laku tantrum pada remaja dan

orang dewasa ditunjukan dengan mengamuk ketika keinginannya tidak dapat

dipenuhi. Tingkah laku ini yang masih menetap hingga usia dewasa memerlukan

pertolongan ahli.

Penelitian Borba di atas menunjukan bahwa semakin tinggi usia anak, tingkah laku

tantrum semakin menurun. Tingkah laku tantrum diawali dengan merajuk (whinning),

menangis (crying), menjerit (screaming), memukul (hitting), menendang (kicking),

menarik baju/rambut orangtua, dan berguling-guling di lantai. Beberapa anak juga

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

menahan nafas (holding the breath) ketika tantrum (Fetsch dan Jacobson, 2007).

Tingkah laku tantrum perlu diwaspadai oleh orangtua jika:

1. Frekuensi dan intesitas meningkat.

2. Mengancam keselamatan anak dan orang lain.

3. Tidak sesuai dengan tahap perkembangannya (tingkah laku temper tantrum

seharusnya mulai menurun pada usia 4 tahun.

4. Tantrum yang disebabkan oleh emosi yang tersembunyi misalnya kejadian traumatis

atau anak mengalami stres berkepanjangan.

5. Tantrum yang disebabkan oleh kondisi fisik, misalnya kelainan sistem syaraf.

2.2.3. Penyebab Tantrum

Borba (2009) mengatakan anak melakukan tantrum karena marah, frustrasi, stres,

dan kesedihan yang mendalam. Borba mengatakan penyebab marah, frustrasi, stres, dan

sedih pada anak-anak itu akibat pengubahan kondisi yang drastis seperti pindah tempat

tinggal, bencana alam, atau perceraian, namun penelitian Katrinca Ford (2012)

menemukan penyebab temper tantrum lebih luas lagi. Ford (2012) mengatakan anak

tantrum karena 3 alasan yaitu untuk berkomunikasi dengan ortu/pengasuh, untuk

menguji suatu aturan, dan untuk melepaskan energi emosional karena marah atau

frustasi.

Awalnya anak melakukan tantrum untuk berkomunikasi dengan orang tua atau

pengasuh. Anak ingin orangtua tahu bahwa mereka lapar, sakit, mengantuk, dan lain-

lain. Ketika anak mulai bisa bicara, mereka mengeluarkan perasaannya dengan kata-kata,

namun ketika stres anak kehilangan kata-kata dan kembali melakukan tantrum (Ford,

2012). Perkembangan kognitif dan kemampuan fisik anak usia dini lebih cepat

dibandingkan perkembangan kemampuan komunikasi dengan kata-kata. Perkembangan

penggunaan kata-kata yang cepat dapat mengurangi tantrum. Orangtua dapat

menstimulasi komunikasi anak dengan cara komunikasi efektif (Miller, 2000).

Alasan kedua anak melakukan tantrum adalah untuk melawan kontrol dari

orangtua yaitu untuk memperoleh keinginannya. Anak menginginkan sesuatu yang

dilarang oleh orangtuanya atau anak tidak setuju dengan peraturan yang dibuat orangtua

dan berusaha menguji batas kekuatan peraturan tersebut. Anak juga ingin melakukan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

sesuatu yang belum bisa dikerjakannya karena anak sedang berusaha menunjukan

kemandiriannya dengan melakukan semua hal yang diinginkan, meskipun kadang-kadang

membahayakan dirinya, sedangkan orangtua berusaha untuk menjaga anak agar selamat

dari bahaya. Anak juga melakukan tantrum untuk memperoleh perhatian. Hal yang perlu

diperhatikan adalah meskipun tujuan utamanya mendapatkan perhatian dan keinginan,

perhatian, dan pemenuhan keinginan yang terus-menerus tidak akan menghentikan

tantrum malah justru meningkatkan frekuensinya.

Alasan ketiga adalah untuk melepaskan energi emosional. Emosi menyebabkan

reaksi fisik pada tubuh. Anak tidak dapat menahannya sehingga terjadi ledakan emosi.

Pada beberapa anak mempunyai temperamen yang sulit menahan ledakan emosi. Anak

memerlukan waktu untuk belajar mengendalikan emosinya. Oleh karena itu diperlukan

dukungan dari orangtua atau pengasuh untuk memahami berbagai macam emosi yang

dimiliki dan bagaimana mengekspresikan emosi tersebut dengan cara yang dapat diterima

lingkungan. Beberapa anak yang tantrum karena ledakan emosi biasanya mudah reda,

hanya perlu didiamkan sejenak, dipeluk atau diberikan kata-kata yang menenangkan.

2.2.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tantrum

Faktor-faktor yang mempengaruhi tantrum disebut faktor risiko (risk factor).

Faktor resiko terbagi dua yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang

mempengaruhi adalah temperamen dan usia. (William Sears & Martha Sears, 1995).

Seperti dikatakan di atas, tantrum adalah emosi yang “meledak” karena anak tidak

mampu mengendalikannya dan 50% pengendalian emosi anak dipengaruhi oleh

temperamen (Hammer, 1998 dalam Frey, Diane E). Anak dengan temperamen sulit

frekuensi tantrum lebih tinggi dibandingkan anak dengan temperamen mudah. Anak

dengan temperamen sulit bisa melakukan tantrum 10-15 kali sehari. Anak dengan

temperamen mudah melakukan tantrum 3-4 kali sehari selama 15 menit Sebagian anak

prasekolah hanya melakukan tantrum di rumah dan tidak di sekolah namun ada juga anak

yang temper tantrum di sekolah.

Faktor internal lain yang turut andil dalam menurunkan frekuensi tantrum adalah

usia. Semakin bertambah usia seseorang maka semakin rendah frekuensi temper

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

tantrumnya (Borba, 2009). Hal ini terjadi pertama karena anak mulai banyak menguasai

kosa kata untuk mengeluarkan emosi dan perasaannya dengan menggunakan kata-kata

atau kalimat, dan kedua karena kematangan (mature). Salah satunya adalah kematangan

kognitif. Kematangan kognitif yang terjadi selama masa prasekolah dan masa kanak-

kanak secara bertahap akan meningkatkan kapasitas individu untuk membuat

pertimbangan sosial dan mengontrol perilakunya (Piaget dalam Santrock 2009).

Kemampuan menyelesaikan masalah juga meningkat sehingga anak tidak mudah

frustrasi.

Selain faktor internal, faktor eksternal juga berpengaruh frekuensi tantrum.

Faktor eksternal yang berpengaruh terhadap perkembangan tantrum adalah lingkungan

yang terdekat yakni orangtua. Faktor risiko orangtua yang berpengaruh terhadap

pengasuhan adalah kekerasan, depresi, pemakaian narkotika dan alkohol serta stres dalam

perkawinan (Berns, 2009). Faktor-faktor tersebut berpengaruh juga terhadap anak dan

dapat menimbulkan stres pada anak. Gaya pengasuhan yang terlalu melindungi (over

protective) dan sebaliknya terlalu mengabaikan membuat anak tidak mendapatkan kasih

sayang dan perhatian yang cukup dari orangtuanya.

2.3. Komunikasi Efektif

Komunikasi berarti menyampaikan pesan kepada orang lain (Fauzi, M. Ali,

2012). Komunikasi positif merupakan cara berkomunikasi dalam berinteraksi dengan

orang lain dengan cara memberi dan menerima dengan ekspresif dan responsif (Miller,

Daria Ferris, 2000). Anak belajar berkomunikasi pada awal kehidupannya. Namun

berkomunikasi secara efektif diperlukan waktu bertahun-tahun. Anak belajar cara

berkomunkasi efektif dengan meniru atau berinteraksi dengan orangtua sebagai model

pertama dan utama anak. Komunikasi positif adalah komunikasi yang efektif (Miller,

2005, Gordon, 1993).

Cara kita berkomunikasi juga menentukan respon yang kita terima (Fauzi, 2012).

Seseorang melakukan komunikasi, terutama dalam konteks mendidik, bukan hanya

Komunikasi efektif penting dalam mendidik anak karena orangtua

mudah memahami kebutuhan anak, dapat mengungkapkan harapan orangtua terhadap

anak secara jelas, dan mengajarkan anak cara komunikasi efektif .

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

menyampaikan informasi. Komunikasi juga berperan dalam mendorong motivasi,

memodifikasi sikap, memacu kreativitas, dan merangsang pemikiran. Sebaliknya,

komunikasi yang kurang baik akan menimbulkan salah paham, munculnya kesan kurang

baik, pesan akan terdistorsi dan sulit dipahami, juga proses belajar bisa menjadi

terhambat.

1.

Komunikasi selalu menyampaikan atau mengirim pesan. Komunikasi yang efektif

tercapai jika pesan yang diterima anak sesuai dengan pesan yang dikirim oleh orangtua.

Menurut Miller (2000) komunikasi efektif terdiri dari mendengar efektif, mengenali dan

menamai perasaan, instruksi positif, komunikasi asertif dan mengelola konflik secara

positif.

2.

Mendengar aktif. Mendengar aktif meliputi tidak hanya mendengarkan saja

pembicaraan anak tetapi juga merespon keinginan anak, apakah anak hanya ingin

informasi, mendapat perhatian, menunjukan kemandirian, membutuhkan bantuan atau

anak ingin menghilangkan rasa tidak nyaman dengan merengek, memprotes dan lain-

lain sehingga orang tua dapat memberi reaksi yang tepat. Orang tua juga perlu

memperhatikan sikap dan bahasa tubuh ketika mendengar aktif. Sikap yang baik

dalam mendengar aktif adalah orang tua menyesesuaikan dengan tinggi anak

sehingga mata orang tua sejajar dengan mata anak, dan melakukan kontak mata.

Orang tua juga menyingkirkan hal-hal yang dapat mengganggu konsentrasi dalam

mendengarkan anak, seperti mematikan televise, melipat koran, dan lain-lain.

Mengenali dan menamai perasaan. Anak usia dini tidak bisa mengenali perasaannya

tanpa dibantu orang dewasa, karena itu orang dewasa atau orangtua memegang

peranan penting untuk mengejarkan anak mengenali perasaannya atau emosinya dan

cara merefleksikan emosinya dengan kata-kata. Orangtua juga memberikan contoh

pada anak bagaimana bereaksi terhadap emosi. Menurut Paul Ekman (1992) ada

enam emosi dasar yaitu takut, marah, sedih, bahagia, jijik dan terkejut. Sedangkan

emosi lain seperti malu, terkejut, dan terharu merupakan perpaduan antara beberapa

emosi dasar tersebut. Pada dasarnya ada 2 macam emosi dasar yaitu emosi negatif

dan emosi positif. Emosi negatif misalnya marah, sedih, takut. malu dan cemas.

Emosi positif misalnya cinta, bahagia, senang, gembira, terpesona, dan ceria. Anak

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

usia prasekolah perlu mengetahui emosi dasar lebih dahulu, bila emosi tersebut terjadi

dan bagaimana cara mengekspresikannya.

3.

Memberikan instruksi positif. Ada dua macam instruksi yaitu instruksi negatif dan

instruksi positif. Intruksi negatif yaitu instruksi yang mengunakan kata “jangan”.

Instruksi positif adalah kebalikannya, yaitu suatu instruksi atau perintah yang tidak

menggunakan kata jangan atau tidak. Selain kalimat verbal orang tua sebaiknya juga

tidak menggunakan instruksi negative dengan bahasa tubuh, misalnya mengangkat

telunjuk dan menggoyang-goyangkannya. Contoh instruksi positif dan negatif bisa

dilihat pada contoh pada table 2.2. berikut ini:

Instruksi Negatif Instruksi Positif

1. Jangan berlari-lari di dalam rumah

2.

Main lari-lariannya di halaman ya

Jalan saja ya, lantainya licin

1. Jangan teriak-teriak

2.

Tolong bicaranya agak pelan ya

Harap tenang ya nak, ibu sedang

cape/kurang sehat

4.

Tabel 2.2. Contoh kalimat positif dan negatif (Miller, 2000)

5.

Komunikasi asertif. Komunikasi asertif adalah komunikasi dua arah antara orang tua

dan anak yang melibatkan emosi. Komunikasi asertif menggunakan “pesan aku” dan

agar terjalin komunikasi asertif antara orangtua dan anak maka dalam berbicara

orangtua menggunakan kalimat pendek/sederhana, jujur, gunakan kalimat langsung

pada sasaran, tidak menjuluki anak dengan sebutan yang tidak disukai anak,

menggunakan kalimat konkret dan jelas, menghormati anak dengan tidak

mempermalukan di hadapan orang lain ataupun menyakiti, memberikan motivasi

pada anak untuk lebih baik. Komunikasi asertif juga berarti memberikan fleksibilitas

dalam menerapkan disiplin dan tidak memberikan target di atas kemampuan anak.

Komunikasi asertif berhasil baik jika dilakukan secara terus-menerus dengan

memberikan empati terhadap anak.

Mengelola konflik secara positif. Ketika berkonflik dengan anak, orangtua

mendengarkan secara aktif untuk mengidentifikasi masalah, menganalisa dan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

mengekspresikan emosinya sesuai konteks yang terjadi dan tidak mengeluarkan kata-

kata kotor dan kasar. Orangtua harus tetap tenang karena dengan ketenangan orangtua

dapat melihat solusi yang tepat untuk menyelesaikan konflik dengan anak. Jika anak

berkonflik dengan anak lain beri kesempatan anak untuk menyelesaikan masalah.

Orangtua juga dapat memandu anak tetapi tidak secara langsung menyelesaikan

konflik sehingga anak belajar menyelesaikan konfliknya sendiri. Menyelesaikan

konflik secara positif juga berarti mencari win-win solution dalam penyelesaian

masalah antara orang tua dan anak atau sering disebut dengan “anti kalah”. Orang tua

dan anak mencari penyelesaian masalah yang bisa mengakomodir kepentingan

keduanya.

Bab pendahuluan telah memaparkan anak mengadat adalah salah cara anak

berkomunikasi dengan orang tua (Baker, 2012) karena anak tidak menemukan cara

lain untuk mengkomunikasikan kebutuhan atau keinginannya. Anak yang dapat

berkomunikasi dengan baik akan menyalurkan keinginannya tanpa mengadat. Anak

belajar komunikasi pertama kali dari orang tua. Anak belajar dengan cara meniru.

Orang tua yang berkomunikasi secara efektif dengan anak membuat anak belajar

berkomunikasi dengan orang tua secara efektif pula.

Komunikasi merupakan cara yang tepat untuk mengatasi anak mengadat

(Borba, 2009). Borba membagi cara mengatasi anak mengadat dalam 3 tahap, yaitu :

Tahap 1. Intervensi Awal

Tahap pertama adalah menghindari atau mencegah tingkah laku mengadat dengan

melakukan tindakan-tindakan dan kata-kata yang membuat anak merasa nyaman

Tahap 2. Respon Cepat pada saat anak mengadat

a. Ketika anak anda menunjukan tanda-tanda mulai mengadat, ibu mempunyai

waktu beberapa detik untuk menghentikan atau mengalihkan.

b. Ketika anak sedang mengadat

c. Setelah anak selesai mengadat

Tahap 3. Merubah kebiasaan anak bertingkah laku mengadat dengan cara melakukan

komunikasi efektif kepada anak sehingga orang tua dapat berkomunikasi dengan baik

dengan anak.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Cara mengatasi mengatasi mengadat pada tahapan tersebut digunakan mendengar aktif,

menerima perasaan dan menyelesaikan konflik secara positif. Ketiga cara tersebut termasuk

bagian dari cara komunikasi efektif. Komunikasi dipengaruhi oleh gaya pengasuhan. Gaya

pengasuhan orang tua berbeda-beda. Subbab 2.4 membahas mengenai gaya pengasuhan.

2.4. Gaya Pengasuhan

Orang tua berperan penting dalam mengoptimalkan pertumbuhan dan

perkembangan anak. Tugas orang tua selain memelihara dan melindungi, juga mendidik

dan memandu anak agar tumbuh dan berkembang secara optimal (Duvall, 1977). Subbab

gaya pengasuhan ini menerangkan mengenai definisi pengasuhan, macam-macam gaya

pengasuhan dan kualitas anak yang dihasilkan, serta faktor-faktor yang mempengaruhi

gaya pengasuhan.

2.4.1. Definisi

Pengasuhan berasal dari bahasa Inggris parenting yang berarti rangkaian cara dan

keputusan yang akan di sosialisasikan pada anak agar anak menjadi bertanggung jawab

dan dapat diterima di masyarakat (Roberta M. Berns, 2010). Brooks (1991) mengatakan

dedinisi pengasuhan adalah mengasuh, mendidik, dan melindungi anak selama

pertumbuhannya, proses interaksi antara orang tua dan anak, peranan untuk memelihara

hubungan yang hangat dan penerapan disiplin pada anak, dan aktifitas sehari-hari yang

biasa dilakukan dalam sebuah keluarga

2.4.2. Macam-macam Gaya Pengasuhan

Baumrind mengatakan ada 4 dimensi penting dalam pengasuhan yaitu cara

penerapan disiplin, kehangatan dan pelayanan pada anak, cara komunikasi, dan tuntutan

terhadap kematangan dan kontrol. Berdasarkan keempat dimensi tersebut, gaya

pengasuhan terbagi 3 yaitu permisif, otoriter dan autoritatif (Baumrind, 1966). Gaya

pengasuhan yang pertama kali dipublikasi oleh Diana Baumrind (1966) dipengaruhi oleh

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

2 faktor penting yaitu kehangatan dan tuntutan orang tua. Interaksi antara keduanya

merupakan faktor penting dalam pengasuhan anak.Gaya pengasuhan berdasarkan

kehangatan dan tuntutan dapat dilihat pada gambar 2.1.

Kehangatan tinggi

tuntutan tuntutan

rendah tinggi

Kehangatan Rendah

Gambar 2.1. Interaksi kehangatan dan penerapan disiplin terhadap

gaya parenting (Baumrind, 1991)

Berdasarkan kehangatan dan tuntutan orang tua gaya pengasuhan terbagi 3 yaitu :

permisif, otoriter, dan otoritatif. Berdasarkan penelitian lebih lanjut Maccoby & Martin

(1983) menambahkan satu macam gaya pengasuhan keempat yaitu gaya pengasuhan

mengabaikan. Jika kehangatan dan tuntutan tinggi maka gaya pengasuhan otoritatif, jika

kehangatan tinggi dan tuntutan rendah maka gaya pengasuhan permisif dan sebaliknya

jika kehangatan rendah namun tuntutan tinggi maka gaya pengasuhan otoriter. Jika

kehangatan dan tuntutan rendah maka gaya pengasuhan mengabaikan.

Gaya pengasuhan dapat dijelaskan sebagai berikut (Baumrind, 1967, Gordon,

1993) :

a. Permisif (anak menang). Orang tua permisif menyerahkan kontrol

sepenuhnya pada anak. Sangat sedikit, atau hampir tidak ada, aturan yang diterapkan di

rumah. Kalaupun mereka menetapkan aturan biasanya diterapkan secara tidak konsisten.

Orang tua tidak menciptakan batasan, disiplin, ataupun tuntutan bagi perilaku anak.

Mereka menerima saja, perilaku baik atau buruk, dan tidak berkomentar apakah perilaku

tersebut berguna atau tidak. Mereka juga tidak mengajarkan anak disiplin dan patuh pada

peraturan yang berlaku.

Permisif Otoritatif

Mengabaikan Otoriter

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

b. Otoriter (orang tua menang). Orang tua yang otoriter selalu berusaha

mengontrol dan memaksakan kehendak pada anak. Mereka mengajarkan disiplin yang

kaku, dan biasanya dilakukan tanpa ekspresi kehangatan dan kasih sayang. Mereka

memiliki standard perilaku yang kaku dan suka mengkritik anak, jika tidak patuh maka

anak akan mendapat hukuman. Mereka mendikte anak apa yang harus dilakukan,

memaksa anak untuk patuh dan tidak memberikan pilihan bagi anak. Orang tua otoriter

biasanya tidak menerangkan pada anak alasan dibalik permintaan mereka. Orang tua

cenderung memfokuskan pada kesalahan anak ataupun perilaku yang tidak disetujui

orang tua, bukan pada perilaku anak yang positif. Anak dikritik, dimaki, atau dihukum,

jika tidak menurut aturan.

c. Otoritatif (anti kalah). Orang tua yang otoritatif membantu anak untuk

belajar bertanggung jawab dan memikirkan konsekuensi dari perbuatannya. Orang tua

melakukannya dengan cara menerangkan harapan dan keinginan mereka dengan jelas dan

sesuai dengan usia perkembangan anak. Mereka juga mengambil waktu untuk

menerangkan alasan tuntutan mereka. Lebih penting lagi, orang tua memonitor perilaku

anak untuk memastikan bahwa anak mengikuti aturan dan harapan orang tua dan jika

anak gagal, orang tua tidak menghukum tetapi memaafkan kesalahan anak dan

mengarahkan kembali. Orang tua melakukan semua itu tidak dengan kekerasan, namun

dengan penuh kehangatan dan kasih sayang. Mereka berorientasi pada perilaku positif

anak dan mendorong perilaku yang baik, bukannya memfokuskan pada perilaku buruk.

d. Gaya pengasuhan keempat baru ditambahkan tahun 1983 berdasarkan

penelitian Maccoby & Martin (1983) yang juga ditulis oleh Baumrind (1991) disebut

gaya pengasuhan mengabaikan. Orang tua dengan gaya pengasuhan mengabaikan tidak

terlibat secara emosional dalam pengasuhan anak, mereka merasa hanya perlu memenuhi

kebutuhan dasar anak seperti makanan dan pakaian. Mereka menginginkan emosi negatif

anak untuk segera berakhir. Biasanya mereka mengalihkan perhatian anak untuk

menghentikan emosi anak. Efek dari gaya pengasuhan mengabaikan, anak belajar bahwa

perasaan mereka salah, tidak tepat dan tidak penting. Mereka kesulitan mengatur

emosinya. Anak-anak tersebut belajar untuk mengabaikan perasaannya dan tidak belajar

untuk mengenali dan mengatasi emosinya.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Gaya pengasuhan yang paling baik untuk membentuk kualitas anak dengan

perkembangan psikososial terbaik adalah gaya pengasuhan otoritatif (Baumrind, 1991)

karena gaya pengasuhan ini memberikan ruang pada anak untuk melakukan inisiatif .

Gaya pengasuhan berpengaruh terhadap kualitas anak secara lebih rinci dan

lengkap dapat dilihat pada table 2.1. sebagai berikut :

GAYA

PENGASUHAN

KUALITAS ANAK

Permisif

(anak menang –

orang tua kalah)

Manja dan kemampuan mengendalikan emosi rendah

Membangkang dan memberontak, Tidak menyukai tantangan

Mempunyai tingkah laku antisosial, seperti mengadat, aggresif,

mudah marah dan memukul orang

Otoriter

(orang tua menang –

anak kalah)

Selalu khawatir, menarik diri dari lingkungan, Mudah frustrasi

Terlibat masalah penggunaan alkohol dan narkotika di usia

remaja

Sering terlibat tindakan antisosial, seperti mengadat, aggresif,

mudah marah dan memukul orang

Prestasi belajar di sekolah menyamai anak dengan gaya

pengasuhan otoritatif

Otoritatif

(anti kalah)

Tampak bersemangat dan bahagia, Rasa percaya diri tinggi

Mampu dan menyukai tugas atau tantangan

Mempunyai kemampuan mengendalikan emosi yang baik

Mempunyai kemampuan sosial yang baik

Lebih sensitif untuk anak laki-laki dan lebih mandiri pada anak

perempuan

Mempunyai motivasi belajar tinggi dan biasanya prestasi di

sekolah baik

Mengabaikan Kemampuan mengendalikan emosi rendah

Mudah frustrasi dan sulit memahami orang lain

Tabel 2.1. Tabel Hubungan antara Gaya Pengasuhan dan Kualitas Anak

(Baumrind, 1991) dan Gordon (1993)

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

2.4.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Gaya Pengasuhan Orangtua

Menurut Berns (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi gaya pengasuhan orangtua

adalah ideologi dan politik, status sosial-ekonomi, pekerjaan orangtua, seni budaya dan

agama.

a. Ideologi dan politik mengikut pada kebijakan pemerintah. Negara-negara dimana

seseorang mempunyai kekuasaan yang tidak terbatas atau otokrasi seperti Australia dan

dan Inggris, gaya pengasuhan umumnya otoriter. Sedangkan pada negara-negara

Demokrasi ibu, ayah dan anak mempunyai hak yang lebih seimbang sehingga sebagian

besar gaya pengasuhan otoritatif.

b. Status sosial-ekonomi. Orangtua dengan status ekonomi rendah biasanya mempunyai

gaya pengasuhan otoriter, sangat kaku dalam menerapkan disiplin dan sering melakukan

hukuman fisik. Anak diharapkan patuh, hormat, dan menjauhi masalah. Orangtua dengan

status ekonomi tinggi umumnya mempunyai gaya pengasuhan otoritatif. Mereka

mengasuh anak dengan demokrasi, menyampaikan alasan tindakannya, dan

mendengarkan pendapat anak.

c. Pekerjaan orangtua. Pekerjaan orangtua juga berpengaruh terhadap gaya pengasuhan

orangtua. Orangtua yang bekerja sebagai tentara umumnya mempunyai gaya pengasuhan

otoriter karena mereka biasa dengan disiplin yang kaku dan perintah yang harus

dijalankan. Menurut Melvin Kohn, 1995 dalam Berns, 2010, pekerja kelas menengah

mempunyai gaya pengasuhan otoritatif, dan orangtua yang termasuk pekerja kelas rendah

mempunyai gaya pengasuhan otoriter.

d. Budaya dan Agama. Berns (2010) mengatakan budaya dan agama merupakan faktor

yang berpengaruh secara tidak langsung terhadap gaya pengasuhan. Budaya diwarisi dari

setiap generasi. Seorang ibu dalam mengasuh anaknya cenderung mengikuti pola asuh

yang diterapkan oleh orangtuanya dahulu. Agama berpengaruh terhadap gaya pengasuhan

terutama masalah penanaman moral dan ahlak.

Tugas pengasuhan utama di berbagai negara dilakukan oleh ibu (Berns, 2010). Ibu

adalah orang pertama kali berinteraksi dengan anak, oleh karena itu ibu memegang peranan

penting dalam perkembangan anak.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

2.5. Karakteristik Ibu pada Fase Dewasa Muda

Ibu adalah wanita yang telah melahirkan atau membesarkan anak (Moeliono,

2012). Sebagian besar wanita mengharapkan menjadi ibu karena merasa bahagia dengan

pengalaman menjadi ibu. Menurut Papalia, Feldman, dan Martorell (2012) rata-rata usia

wanita menjadi ibu berbeda-beda tergantung budaya setempat. Di Asia wanita menikah

dan menjadi ibu rata-rata pada usia 15-20 tahun. Sedangkan di Eropa dan Amerika rata-

rata menikah pada usia 25-28 tahun. Menurut Badan Koordinasi Keluarga Berencana

Nasional (2012) Rata-rata usia kawin masyarakat Indonesia adalah 19,6 tahun maka rata-

rata wanita menjadi ibu sekitar usia 20 tahun. Papalia, Feldman, dan Martorell (2012)

mengatakan usia 20-40 tahun adalah fase dewasa muda. Hal ini berarti di Indonesia

wanita menjadi ibu pada fase dewasa muda.

2.5.1. Definisi Dewasa Muda

Schaie & Willis (1991) menyatakan bahwa tidaklah mudah untuk mendefiniskan

bahwa seseorang sudah menjadi dewasa, karena tidak ada kondisi yang sama persis yang

dapat diterapkan pada semua orang. Papalia, Feldman, dan Martorell (2012)

mendefinisikan dewasa sebagai individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan

siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama orang dewasa lainnya. Arnett (2006)

dalam Papalia, Feldman, dan Martorell (2012) mengatakan ada tiga ciri orang dewasa yaitu

mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri, mampu membuat keputusan, dan

mandiri secara keuangan.

Vaillant (dalam Papalia, Feldman, dan Martorell 2012) membagi fase dewasa

menjadi tiga, yaitu masa pembentukan, masa konsolidasi dan masa transisi. Masa

pembentukan (emerging adulthood) dimulai pada usia 20 sampai 25 tahun dengan tugas

perkembangan mulai memasuki universitas/perguruan tinggi, bekerja, memisahkan diri

dari orangtua, menikah, memiliki anak, dan mengembangkan persahabatan (Schulenberg,

O’Malley, Bachman, & Johnston, 2005 dalam Papalia, Feldman, dan Martorell 2012).

Masa konsolidasi, usia 30-40 tahun merupakan masa konsolidasi karier dan memperkuat

ikatan perkawinan, sedangkan masa transisi sekitar usia 40 tahun merupakan masa

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

meninggalkan kesibukan pekerjaan dan melakukan evaluasi terhadap hal yang telah

diperoleh.

2.5.2. Karakteristik Perkembangan Fisik, Kognitif, dan Sosio-Emosional

Karakteristik perkembangan fisik dan kognitif pada usia dewasa muda adalah

yang paling baik dibandingkan dengan dewasa tengah dan dewasa akhir (Papalia,

Feldman, dan Martorell, 2012). Pola makan yang bergizi, beragam,dan berimbang dapat

meningkatkan kesehatan dan mencegah obesitas (Achadi, 2011). Obesitas selain

berpengaruh terhadap kesehatan juga berpengaruh terhadap emosional seseorang karena

menurunnya rasa percaya diri dan berdampak pula terhadap pengasuhan. yaitu tidak

mempunyai ketegasan tentang apa yang dinginkannya sehingga membingungkan anak

dan menyebabkan anak frustasi karena sering disalahkan.

Ibu sebagai dewasa muda perkembangan kognitifnya berada pada fase operasi

formal (Piaget dalam Papalia, Feldman, dan Martorell, 2012). Namun para ahli

menemukan bahwa kematangan pemikiran lebih kompleks daripada operasi formal.

Mereka menyebutnya pemikiran reflektif dan pemikiran pasca formal. Pemikiran reflektif

adalah bentuk kompleks dari pemikiran yang aktif, tangguh, dan penuh pertimbangan

dalam menerima informasi sebagai bukti pendukung kesimpulan yang akan dibuatnya

(John Dewey dalam Papalia, Feldman, dan Martorell, 2012). Sedangkan pemikiran pasca

formal adalah kemampuan untuk menyesuaikan pemikiran tentang kondisi yang ideal

dengan kondisi yang berlawanan, dan harus berkompromi, dengan demikian ibu

mempunyai kemampuan berpikir yang jauh lebih kompleks dan lebih luas untuk

memahami dan menangani suatu peristiwa atau kejadian. Pelatihan mengatasi tantrum

yang diberikan kepada ibu akan mampu diserap dengan baik dan ibu dapat

menyelesaikan masalah tingkah laku tantrum jika memperoleh informasi yang cukup.

2.5.3. Tugas Perkembangan Ibu dengan Anak Usia Prasekolah

Anak usia dini atau anak prasekolah memerlukan kebutuhan khusus untuk merasa

nyaman, dicintai, dihargai, dan menikmati hidupnya (Duvall, 1977). Orangtua, termasuk

ibu perlu memahami tugas mereka untuk membantu mengembangkan kompetensi

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

anaknya. Orangtua juga perlu belajar memahami kegagalan dan kesalahan anaknya tanpa

menyalahkan anak atau menghukumnya. Orangtua yang mempunyai anak prasekolah

mempunyai tugas perkembangan sebagai berikut:

- Menyediakan tempat, fasilitas, dan lingkungan yang lebih luas untuk keluarga.

- Menyesuaikan penghasilan dengan biaya hidup dengan anak usia prasekolah.

- Berusaha untuk lebih matang dalam melaksanakan perannya dalam keluarga.

- Memelihara komunikasi timbal balik yang baik dalam keluarga.

- Mengasuh dan membuat perencanaan untuk anak.

- Menyiapkan lingkungan lain di luar keluarga, misalnya Taman Kanak-Kanak,

mengajak main ke tetangga, Taman Pendidikan Al Qur’an, dan lain-lain untuk

mengembangkan kompetensinya.

- Berusaha lebih fleksibel dalam menerapkan disiplin pada anak.

- Memotivasi seluruh anggota keluarga untuk memberi ruang gerak yang lebih bebas

untuk anak usia prasekolah.

- Menjadi model bagi anak. Tingkah laku orangtua sangat berpengaruh terhadap

tingkah laku anak. Anak belajar mengontrol emosi dengan melihat orangtua atau

pengasuh bereaksi terhadap emosi yang tidak menyenangkan seperti cemas, marah,

dan takut. Jika orangtua dapat mengendalikan emosi dengan baik pada situasi konflik,

maka anak belajar mengendalikan dorongan emosi (Bronson, 2000).

2.6. Prinsip-prinsip Pembelajaran Orang Dewasa

Pembelajaran orang dewasa adalah cara belajar orang dewasa. Orang dewasa

mempenyai karakter psikologis yang berbeda dengan anak-anak. Perbedaan karakter ini

menyebabkan perbedaan dalam belajar. Pembelajaran orang dewasa menggunakan

pendekatan andragogis yang berarti ilmu dan seni mengajar orang dewasa. Subbab

pembelajaran orang dewasa ini berisi prinsip-prinsip pembelajaran orang dewasa.

Menurut Knowles (1984) dalam Fauzi (2011) proses belajar pada orang dewasa

dilandasi empat asumsi, yaitu pertama sudah mempunyai konsep diri, sehingga mereka

harus dilibatkan secara penuh dalam setiap tahapan pembelajaran. Asumsi kedua adalah

pengalaman. Orang dewasa mengakumulasi semua pengalaman hidupnya. Pengalaman

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

tersebut dapat dimobilisasi menjadi sumber belajar. Asumsi ketiga adalah kesiapan

belajar.kesiapan belajar berkenaan denga upaya pemecahan kebutuhan belajar sehingga

program pembelajaran harus dihubungkan dengan tugas perkembangan orang dewasa.

Asumsi keempat adalah orientasi belajar. Orientasi belajar orang dewasa terpusat pada

masalah , jadi program pembelajaran orang dewasa harus dibuat program yang dapat

memecahkan masalah yang dihadapi orang tersebut.

2.5. Pelatihan

Penelitian ini menggunakan metode pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan ibu

dalam mengatasi anak temper tantrum. Subbab pelatihan ini berisi definisi, tujuan dan

manfaat pelatihan, model pelatihan, dan teknik penyusunan program pelatihan.

2.5.1. Definisi Pelatihan

Pelatihan berasal dari kata latih yang adalah belajar dan membiasakan diri agar

mampu (dapat) melakukan sesuatu keterampilan hidup (Moeliono, 2012). Berbeda dengan

pelatihan biasa, pelatihan mengatasi temper tantrum ini merupakan salah satu bentuk

psikoedukasi dengan model skill deficit. Inti dari psikoedukasi dengan model ini adalah

memberikan pelatihan kepada individu pada setiap unsur lifeskill yang masih merupakan

defisit atau kekurangan (Supratiknya, 2011), oleh karena itu pada awal penelitian dilakukan

praasesmen untuk mengetahui apakah ibu mempunyai skill deficit dalam memgatasi anak

tantrum.

2.5.2. Tujuan Dan Manfaat Pelatihan

Pelatihan bertujuan untuk memperoleh 3 hal (Manulang 1978 dalam Fauzi, 2011)

yaitu menambah pengetahuan, menambah keterampilan hidup (lifeskill), dan merubah

sikap. Manfaat pelatihan dikelompokan menjadi tiga kategori, (Fauzi, 2011) yaitu:

a. Manfaat bagi peserta pelatihan itu sendiri berupa peningkatan pengetahuan atau

pemahaman terhadap bidangnya, peningkatan rasa tanggung jawab peningkatan

kemampuan kerja dan peningkatan kemampuan untuk mengikuti pelatihan lanjutan.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

b. Manfaat bagi pekerjaan yang menjadi tanggung jawab peserta pelatihan yang ditandai

dengan peningkatan kesadaran terhadap berbagai peluang untuk mengembangkan

bidang kerjanya. Manfaat bagi peserta pelatihan mengatasi anak temper tantrum ini

adalah diharapkan ada peningkatan kesadaran ibu-ibu untuk menerapkan hasil

pelatihan di rumah.

c. Manfaat bagi lingkungan dimana peserta pelatihan bekerja. Lingkungan peserta

pelatihan mengatasi temper tantrum ini adalah lingkungan keluarga ibu-ibu peserta.

Setelah pelatihan, selain dapat menerapkan di rumah, ibu-ibu diharapkan dapat

membagi pengetahuan dan pengalaman mereka dengan ibu-ibu lain di lingkungannya.

2.5.3. Model Pelatihan

Goad dalam Fauzi (2011) menggambarkan model pelatihan yang terdiri dari

beberapa tahapan siklus seperti berikut:

1. Analisis kebutuhan pelatihan

2. Desain pelatihan

3. Pengembangan materi

4. Pelaksanaan pelatihan

5. Monitoring dan evaluasi

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam mengadakan pelatihan orang

dewasa adalah (Fauzi 2011) adalah orang dewasa belajar dengan melakukan suatu

kegiatan. Mereka senantiasa ingin dilibatkan, masalah dan contoh yang diberikan harus

realistis dan relevan, menggunakan lingkungan belajar informal, dilakukan perubahan

teknik atau program pembelajaran dari waktu ke waktu, tidak menerapkan sistem

peringkat apapun. Pada pelatihan orang dewasa fasilitator berperan sebagai agen

pembaharuan. Fasilitator bertanggung jawab dalam memfasilitasi pembelajaran,

sedangkan kemampuan untuk menangkap pembelajaran merupakan tanggung jawab para

peserta.

Pelatihan menggunakan fasilitator yang berperan untuk memfasilitasi peserta

pelatihan untuk mencapai tujuan pembelajaran. Fasilitator harus menjadi narasumber

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

yang baik untuk berbagai permasalahan, membantu orang untuk membuat keputusan,

serta mencapai hasil tertentu dari solusi permasalahan yang ditawarkan. Fauzi (2011)

menjelaskan peran dari fasilitator antara lain:

- Narasumber. Peran fasilitator sebagai narasumber mendorongnya untuk memberikan

masukan melalui pertanyaan-pertanyaan kritis yang dapat memancing para peserta

pelatihan terhadap berbagai hal yang belum atau tidak dimengerti para peserta.

- Guru. Berperan sebagai guru, fasilitator harus menjelaskan berbagai materi yang

dibutuhkan para peserta sesuai dengan pencapaian yang diharapkan. Dalam hal ini

fasilitator harus menyiapkan berbagai bahan belajar untuk memenuhi kebutuhan

peserta pelatihan.

- Agen perubahan. Sebagai agen perubahan, fasilitator memiliki 2 peran yakni selaku

sumber ilmu pengetahuan dan kontributor. Sebagai sumber ilmu pengetahuan,

fasilitator harus memiliki kemampuan akademik untuk memperkaya khasanah ilmu

pengetahuan dan teknologi serta mampu mengembangkannya. Sebagai kontributor,

fasilitator memakai kemampuannya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup

masyarakat, yaitu para peserta pelatihan.

- Inovator. Peran sebagai inovator merujuk pada kemampuan fasilitator untuk

memunculkan gagasan-gagasan baru yang diperlukan saat menyusun konsep-konsep

yang diperlukan untuk kebutuhan para partisipan.

2.6.4 Teknik Penyusunan Program Pelatihan

Sudjana dalam Fauzi (2011) mengembangkan model penyusunan program pelatihan

sebagai berikut :

1. Rekrutmen peserta pelatihan

Kegiatan ini meliputi pendaftaran dan seleksi para peserta pelatihan. Pendaftaran dan

penerimaan para peserta didasarkan pada kriteria yang telah ditetapkan.

2. Identifikasi kebutuhan, sumber, dan kemungkinan hambatan

Untuk melaksanakan sebuah pelatihan yang efektif sehingga membawa manfaat bagi para

peserta maka diperlukan identifikasi kebutuhan belajar, sumber belajar, dan kemungkinan

hambatan yang akan dihadapi dalam teknis pelaksanaan. Identifikasi kebutuhan pelatihan

merupakan praasesmen yang penting untuk dilakukan terhadap para peserta karena suatu

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

pelatihan akan bermanfaat jika pelatihan tersebut dapat memenuhi kebutuhan para peserta.

Setelah mengidentifikasi kebutuhan peserta dalam kegiatan pembelajaran, maka selanjutnya

adalah identifikasi sumber belajar yang tepat sesuai dengan kegiatan pelatihan yang diadakan

kemudian mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mungkin muncul dalam kegiatan

pelatihan.

3. Menentukan dan merumuskan tujuan pelatihan

Tujuan pelatihan merupakan target yang dicapai dalam suatu kegiatan. Supaya pelatihan

yang diadakan lebih terarah maka perlu perumusan tujuan yang terarah, baik itu berupa

tujuan umum maupun khusus. Rumusan tujuan tersebut akan menjadi acuan dalam

pelaksanaan pelatihan. Rumusan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu pelatihan harus jelas,

terarah, dan konkrit.

3. Menyusun alat evaluasi awal dan evaluasi akhir peserta

Alat evaluasi awal berupa angket pre-test digunakan untuk mengetahui sejauh mana

pengetahuan, sikap, dan keterampilan dasar yang dimiliki peserta. Hasil evaluasi akhir

digunakan untuk mengetahui hasil pembelajaran peserta setelah mengikuti pelatihan.

4. Menyusun urutan kegiatan pelatihan, menentukan bahan belajar, dan memilih metode serta

teknik pelatihan.

Urutan kegiatan pelatihan mengacu pada urutan kegiatan pada program pelatihan dari awal

hingga akhir kegiatan. Menentukan materi pembelajaran didasarkan pada kompetensi yang

harus dimiliki dan dikuasai oleh para peserta. Sedangkan penentuan metode dan teknik

pelatihan didasarkan pada kesesuaian materi dan karakteristik para peserta pelatihan.

5. Latihan untuk pelatih

Kegiatan ini dilakukan untuk memberikan pemahaman jalannya pelatihan kepada pihak-

pihak yang terkait atau kofasilitator, dengan kegiatan pelatihan secara menyeluruh.

6. Melaksanakan evaluasi awal terhadap peserta pelatihan

Evaluasi awal disebut pretest dilakukan terhadap para partisipan untuk mengetahui sejauh

mana kemampuan dasar yang dimiliki para peserta meliputi pengetahuan, sikap, dan

keterampilan dasar.

7. Mengimplementasikan proses pelatihan

Tahap ini merupakan inti kegiatan pelatihan. Pada tahap ini terjadi proses pembelajaran,

yakni proses interaksi dinamis antara partisipan dengan fasilitator dan materi pembelajaran.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

8. Melaksanakan evaluasi akhir pelatihan.

Evaluasi akhir pelatihan terdiri dari evaluasi hasil belajar dan evaluasi jalannya pelatihan.

evaluasi hasil belajar dilakukan untuk mengetahui hasil pembelajaran yang dicapai oleh para

peserta setelah mengikuti pelatihan. Evaluasi ini dilakukan dengan membandingkan pretest

dan postets. Selain evaluasi hasil belajar juga dilakukan evaluasi program pelatihan. Evaluasi

program pelatihan merupakan kegiatan pengumpulan data mengenai penyelenggaraan

pelatihan untuk dianalisis guna dijadikan masukan dalam pengambilan keputusan untuk

pelaksanaan kegiatan di masa yang akan datang. Evaluasi dalam sebuah pelatihan dapat

dilakukan dengan melakukan perbandingan antara sebelum dan setelah pelatihan. Selain itu,

jika ingin mengevaluasi ada atau tidaknya perubahan perilaku setelah pelatihan juga biasa

dilakukan dengan rentang waktu yang beraneka ragam. Program pelatihan mengatasi ini juga

menggunakan sistem evaluasi kualitatif dengan wawancara untuk mengetahui apakah ibu

mampu menerapkan hasil penelitian di rumah dengan mengambil sampel 4 orang ibu untuk

diwawancara. Kriteria ibu yang di wawancara adalah 2 orang ibu dengan skor kuesioner

tertinggi dan 2 orang ibu dengan skor kuesioner terendah

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini menjabarkan mengenai metodologi penelitian yang meliputi masalah dan tujuan

penelitian, partisipan, metode pengambilan data, desain penelitian, prosedur penelitian, metode

pengumpulan data, pengolahan, dan analisis data. Selain itu juga diuraikan tentang alat ukur

serta rancangan program efektivitas pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam

mengatasi tantrum pada anak usia prasekolah.

3.1. Masalah dan Tujuan Penelitian

Masalah pada penelitian ini adalah: “Apakah ada perbedaan pengetahuan ibu dalam

mengatasi tantrum pada anak usia prasekolah sebelum dan sesudah pelatihan ?”.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam mengatasi

tantrum pada anak usia prasekolah.

3.2 Partisipan

Partisipan adalah orang yang menjadi subjek penelitian. Subbab partisipan ini

menjabarkan tentang kriteria partisipan yaitu faktor yang dikontrol dalam pemilihan partisipan,

populasi penelitian, dan sampel penelitian.

3.2.1 Kriteria Partisipan

Partisipan pada penelitian ini adalah para ibu yang memiliki kriteria sebagai berikut:

- Berusia 20-40 tahun yang tinggal di wilayah sekitar Cagar Alam yaitu wilayah RW 1-17,

kelurahan Pancoran Mas. Alasan pemilihan subjek berdasarkan kriteria usia adalah

berdasarkan pada teori Papalia yang menyatakan usia 20-40 tahun merupakan usia dewasa

muda yang salah satu tugas perkembangannya adalah menikah dan memiliki anak. Usia

dewasa muda juga mempunyai daya pikir yang baik sehingga mudah menyerap pelajaran

yang diberikan dalam pelatihan. Alasan pemilihan wilayah adalah para ibu di wilayah

tersebut belum pernah mendapat pelatihan mengenai pengasuhan anak. Wilayah tersebut

termasuk wilayah padat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah (dari hasil kuesioner

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

identifikasi kebutuhan) yaitu dengan penghasilan 1 – 5 juta per bulan. Alasan pemilihan

partisipan dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah adalah karena partisipan tidak

dapat mengikuti pelatihan yang memerlukan biaya sehingga mereka belum pernah

mengikuti pelatihan apapun. Pelatihan ini menjadi lebih bermanfaat untuk orang-orang

dengan tingkat ekonomi menegah ke bawah dengan kriteria sebagai berikut:

- Memiliki anak usia prasekolah 3-5 tahun

- Memiliki tingkat pendidikan yang setara yaitu Sekolah Menengah Atas (SMA)

sampai dengan Sarjana (S1)

- Tidak bekerja penuh di luar rumah sehingga menjadi pengasuh utama anak.

- Belum pernah mendapatkan bekal komunikasi efektif untuk kepentingan penelitian

lain, bahkan ibu-ibu ini belum pernah mendapatkan pelatihan apapun.

3.2.2. Proses Perekrutan Partisipan

Proses perekrutan partisipan dimulai tanggal 5 September 2012 dalam arisan RT dan 8

September 2012 dalam arisan RW dengan cara diumumkan secara lisan bahwa peneliti akan

mengadakan pelatihan mengenai pengasuhan anak. Kemudian diterangkan kriteria ibu yang

boleh mengikuti pelatihan, misalnya usia ibu, pendidikan ibu, belum pernah mengikuti pelatihan

apapun tentang pengasuhan, dan syarat tidak boleh membawa anak pada saat pelatihan. Pada saat

itu ada sekitar 30 ibu muda yang mendaftar. Pertemuan kedua tanggal 5 September sebelum

arisan dimulai yaitu jam 16.00-17.00 diadakan focus group discussion (FGD) untuk membahas

masalah-masalah tingkah laku anak usia prasekolah, dihadiri oleh 25 orang ibu. Pertemuan FGD

kedua diadakan bulan Oktober 2012 untuk membahas jadwal pelatihan. Pertemuan kedua ini

jumlah ibu yang hadir berkurang kembali menjadi 21 orang. Para ibu mengusulkan pelatihan

tidak diadakan di hari libur karena suami dan anak-anak partisipan semua berada di rumah

sehingga partisipan kesulitan untuk mengikuti pelatihan. Maka diambil kesepakatan pelatihan

dilaksanakan hari Senin, Rabu, dan Jumat. Partisipan juga mengusulkan acara pelatihan

dilaksanakan pada pagi hari karena menurut partisipan kemampuan berpikir lebih baik saat pagi

hari. Penulis merencanakan pelatihan dilaksanakan pada bulan Nopember 2012, namun karena

satu dan lain hal maka penelitian baru bisa dilaksanakan pada pertengahan bulan Desember 2012

yaitu tanggal 17, 19, 21 Desember 2012. Hal ini menimbulkan kendala yaitu beberapa ibu harus

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

mengambil rapor anak yang duduk di bangku Sekolah Dasar atau Sekolah Menengah Pertama

sehingga pada hari Jumat pelatihan yang sedianya dimulai jam 08.00-11.30 dimulai lebih pagi

yaitu jam 07.00-10.30. Awalnya para ibu yang berniat mengikuti pelatihan sebanyak 20 orang,

tetapi pada saat pelatihan yang hadir hanya 14 orang karena yang lainnya sedang berhalangan

dating dikarenakan sakit, anaknya sakit, ataupun pergi ke luar kota.

3.2.3 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu-ibu yang berusia 20-40 tahun. Kriteria ini

diambil berdasarkan teori Erikson dalam Papalia, Feldman, dan Martorell (2012) bahwa usia

tersebut termasuk kelompok dewasa muda yang mempunyai salah satu tugas perkembangan

menikah dan mengasuh anak sehingga ibu-ibu pada usia ini membutuhkan informasi mengenai

cara mengasuh anak termasuk cara mengatasi masalah-masalah tingkah laku anak, salah satu

diantaranya adalah masalah tingkah laku tantrum. Alasan kedua usia dewasa muda juga

mempunyai kemampuan berpikir yang baik sehingga mudah menerima materi yang diajarkan.

Pemikiran pada usia ini jauh lebih kompleks dan lebih luas untuk memahami dan mengangani

suatu peristiwa atau kejadian sehingga ibu mampu mendidik anak atau menyelesaikan masalah

anak jika memperoleh informasi yang cukup.

3.2.4 Sampel Penelitian

Penelitian mengatasi temper tantrum ini mengambil sampel 14 orang. Rencana awal

peneliti akan mengambil sampel 12 orang. Menurut Gazda (1989) dalam Supratiknya (2011)

ukuran kelompok yang ideal untuk seorang fasilitator adalah 6-8 orang untuk kelompok kecil

dan 12-14 orang untuk kelompok besar. Pelatihan ini mengambil sampel kelompok besar karena

fasilitator pelatihan ada 2 orang dan dibantu juga dengan 2 orang kofasilitator. Jumlah partisipan

diambil genap untuk memudahkan dalam bermain peran berpasangan pada salah satu sesi

pelatihan. Selain itu efektivitas waktu juga menjadi bahan pertimbangan karena menyesuaikan

dengan waktu yang dialokasikan untuk bermain peran yaitu 60 menit. Fasilitator dan kofasilitator

yang merekam partisipan dalam bermain peran berjumlah 3 orang, maka pada sesi pertama dapat

direkam 6 orang atau 3 pasang. Demikian pula pada sesi kedua, sehingga setiap fasilitator dan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

kofasilitator merekam 2 pasangan. Sepasang partisipan memerlukan waktu 10 menit untuk

berperan sebagai ibu dan 10 menit sebagai anak demikian seterusnya bergantian, maka sepasang

partisipan membutuhkan waktu 20 menit untuk bermain peran, dua pasang partisipan

membutuhkan waktu 40 menit ditambah waktu persiapan dan lain-lain maka genap 60 menit.

Waktu pelatihan dimulai pada hari pertama telah hadir 14 orang maka 2 orang kofasilitator

merekam dua pasang ibu dan fasilitator merekam 3 pasang ibu. Fasilitator merekam 3 pasang

partisipan jadi ada tambahan waktu sehingga fasilitator memerlukan waktu 60 menit untuk

merekam ditambah persiapan ketika akan merekam 20 menit maka waktu bermain peran menjadi

80 menit. Jadwal pelatihan pada hari pertama dan ketiga mengalami perpanjangan waktu 20

menit dari rencana semula.

3.3. Jenis dan Desain Penelitian

Sub bab jenis dan desain penelitian ini berisi beberapa aspek yang terkait dengan

penelitian dengan urutan jenis penelitian, desain penelitian, prosedur penelitian, tahap persiapan

penelitian, materi pelatihan, waktu pelaksanaan pelatihan, dan sarana pendukung.

3.3.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian ini merupakan penelitian terapan atau applied research karena hasil dari

penelitian ini diharapkan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan memahami sifat serta

sumber-sumber yang berasal dari manusia dan sosial (Fauzi, 2011).

3.3.2 Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah pre-eksperimental, yaitu hanya memiliki satu kelompok

perlakuan dan tidak ada kelompok kontrol dengan menggunakan desain penelitian one group

pretest-postest design, yaitu menggunakan satu kelompok subjek penelitian sebagai kelompok

eksperimental tanpa adanya kelompok kontrol, pada desain penelitian ini satu grup akan

mendapatkan:

(a) evaluasi praperlakuan

(b) perlakuan (pelatihan)

(c) evaluasi setelah mendapat perlakuan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Kegiatan evaluasi dilakukan sebanyak dua kali. Evaluasi pertama dilakukan sebelum pelatihan

dimulai, lalu kemudian program pelatihan diberikan kepada subjek. Setelah pelatihan diadakan

kembali evaluasi dengan pertanyaan yang sama untuk melihat perubahan pengetahuan ibu.

Dalam one group pretest posttest, kegiatan didalamnya akan dikontrol oleh kondisi sebelum dan

sesudah evaluasi. Kondisi pretest dan posttest sangat dipengaruhi oleh latar belakang subjek

yang terlibat didalamnya yang mempunyai karakteristik yang sama, misalnya kelompok usia dan

pendidikan terakhir. Penelitian ini memilih subjek para ibu dengan usia dan tingkat pendidikan

yang hampir sama. Furlong (2000) menyatakan bahwa desain penelitian yang menilai

keefektivitasan suatu intervensi dengan cara membandingkan skor yang didapatkan setelah

intervensi dengan skor sebelum intervensi dinamakan one group pretest posttest design.

3.4. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian ini membahas mengenai tahap persiapan, tahap pembuatan program,

dan tahap evaluasi pelatihan. Penelitian ini menggunakan intervensi melalui program pelatihan

komunikasi efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam menghadapi anak temper

tantrum usia prasekolah.

3.4.1. Tahap Persiapan Penelitian

Persiapan penelitian ini diawali dengan identifikasi dan analisis kebutuhan. Hasil

identifikasi dan analisis kebutuhan ini akan dipakai sebagai pedoman untuk membuat modul

pelatihan komunikasi efektif untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam

mengatasi anak temper tantrum anak usia prasekolah. Agar pelatihan komunikasi efektif ini

berjalan secara efektif, maka dibutuhkan beberapa langkah pelaksanaan penelitian sebagai

berikut:

a. Identifikasi dan analisis kebutuhan.

Langkah pertama yang dilakukan dalam menyusun program pelatihan adalah identifikasi

dan analisis kebutuhan dari peserta pelatihan. Analisis kebutuhan diawali dengan

wawancara mengenai masalah-masalah tingkah laku anak usia prasekolah yang dihadapi

para ibu di wilayah kelurahan Pancoran Mas. Hasil wawancara dari 10 orang ibu tersebut

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

diperoleh data mengenai masalah tingkah laku anak. Lima masalah yang paling banyak

dikeluhkan adalah masalah tantrum (ibu-ibu menyebutnya menangis, marah, ngambek,

ngamuk), tidak patuh pada orang tua, susah makan (pilih-pilih makanan), mengompol,

dan bertengkar dengan kakak. Lebih dari separuhnya (70%) mengatakan anak mereka

masih sering tantrum di rumah maupun di tempat-tempat umum meskipun usia anak

lebih dari 5 tahun. Sisanya mengatakan sudah jarang. Hasil wawancara juga menunjukan

penyebab terbesar tantrum adalah karena keinginannya tidak bisa dipenuhi dengan segera

(60%), misalnya minta dibelikan mainan atau makanan, atau mengajak pergi ke suatu

tempat, dan keasyikannya terganggu (40%) misalnya disuruh berhenti bermain karena

hendak pulang ke rumah. Hasil wawancara juga menunjukan para ibu tidak tahu persis

apa yang harus dilakukan ketika anak mereka melakukan tantrum. Mereka melakukan

tindakan berdasarkan perasaan saja. Jika sedang sabar, para ibu menasehati atau

mendiamkan saja, Namun jika sudah kesal, ibu memarahi atau mencubit anak. Ini

menunjukan bahwa diperlukan suatu pelatihan untuk mengatasi tantrum pada anak usia

prasekolah. Hasil analisis kebutuhan menunjukan perlunya dibuat pelatihan untuk

meningkatkan pengetahuan ibu dalam mengatasi tantrum.

b. Merumuskan tujuan pelatihan

Program pelatihan mengatasi tantrum ini memiliki tujuan agar dapat meningkatkan

pengetahuan para ibu di wilayah Kelurahan Pancoran Mas dalam mengatasi tantrum pada

anak usia prasekolah.

c. Merancang program pelatihan

Tahapan perancangan program pelatihan ini terdiri dari beberapa bagian yakni penetapan

materi, peserta pelatihan, fasilitator, waktu pelaksanaan, dan sarana pendukung.

3.4.2. Tahap Pembuatan Program Pelatihan

Tahap pembuatan program terdiri atas rancangan program, sarana pendukung dan alat

bantu pelatihan, fasilitator pelatihan, serta waktu pelaksanaan. Berikut ini akan diuraikan tahap-

tahap tersebut:

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

1. Rancangan program

Merancang program pelatihan merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam

proses penelitian. Prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Peneliti memberikan pretest berupa kuesioner terbuka kepada partisipan untuk

mengukur sejauh mana pengetahuan ibu tentang anak temper tantrum, dan behavior

checklist untuk menilai cara peserta menghadapi anak temper tantrum pada saat

bermain peran, sebagai data tambahan.

b. Peneliti memberikan perlakuan atau intervensi kepada partisipan yakni melalui

Program pelatihan komunikasi efektif untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam

berkomunikasi dengan anak usia prasekolah selama 3 hari berselang satu hari

berturut-turut.

c. Peneliti kemudian memberikan posttest berupa kuesioner terbuka yang daftar

pertanyaannya sama dengan pretest untuk mengukur pengetahuan para ibu tentang

anak temper tantrum setelah pelatihan. Peneliti juga memberikan posttest dengan

behavior checklist untuk mengetahui tingkat pengetahuan ibu dalam mengatasi anak

temper tantrum dengan komunikasi efektif setelah pelatihan.

d. Peneliti kemudian membandingkan pretest dengan posttest untuk mengetahui

perbedaan yang terdapat diantara keduanya, jika terdapat perbedaan maka hal tersebut

akibat dari adanya perlakuan yakni program pelatihan komunikasi efektif ini.

e. Dilakukan tes statistik yang sesuai yakni paired sample t-test untuk mengetahui

apakah dari perbedaan yang ditemukan bersifat signifikan atau tidak. Kumar (2005)

menyatakan bahwa mayoritas penelitian pada ilmu sosial adalah terapan. Penelitian

ini merupakan jenis penelitian eksperimen yang menggunakan jenis penelitian

terapan (applied research). Dalam penelitian terapan teknik penelitian, prosedur, dan

metode-metode yang terdapat pada metodologi penelitian diterapkan untuk

mengumpulkan informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi situasi, isu-isu,

atau masalah. Informasi-informasi tersebut dikumpulkan dan digunakan untuk

meningkatkan pemahaman terhadap fenomena yang terjadi (Kumar, 2005).

f. Dilakukan analisis kualitatif berupa wawancara kepada 4 orang ibu, yaitu 2 orang ibu

dengan skor kuesioner dan behavior checklist tertinggi dan 2 orang ibu dengan skor

kuesioner dan behavior checklist terendah. Hasil wawancara akan digunakan untuk

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

analisis jalannya pelatihan, motivasi partisipan mengikuti pelatihan, dan penerapan

hasil penelitian dalam rumah tangga partisipan.

2. Fasilitator pelatihan

Fauzi (2011) menyatakan bahwa fasilitator atau pelatih merupakan orang yang

memberikan bantuan dalam memperlancar proses komunikasi sekelompok orang, sehingga

mereka dapat memahami atau memecahkan masalah bersama-sama. Pada pelatihan ini, fasilitator

dipilih individu yang memiliki latar belakang psikologi pendidikan anak usia dini. Ada 2 orang

yang bertugas sebagai fasilitator dengan latar belakang sebagai berikut:

a. Fasilitator 1 adalah peneliti sendiri dengan alasan peneliti mempunyai latar belakang

psikologi pendidikan anak usia dini dan memahami materi temper tantrum dan komunikasi

efektif yang telah disusun sendiri.

b. Fasilitator 2 adalah master psikologi pendidikan anak usia dini Fakultas Psikologi

Universitas Indonesia dengan tujuan untuk menerangkan tugas perkembangan dan

karakteristik anak usia prasekolah. Fasilitator 2 dipilih master psikologi pendidikan anak

usia dini karena dianggap mampu menerangkan materi tugas perkembangan dan

karakteristik anak usia prasekolah dengan baik.

c. Kofasilitator. Selain fasilitator, pelatihan komunikasi efektif ini juga dibantu oleh beberapa

kofasilitator. Tugas kofasilitator adalah memberi bantuan teknis pada saat pelatihan

berlangsung. Pelatihan ini melibatkan 5 orang kofasilitator, 2 orang mahasiswa magister

psikologi anak usia dini Universitas Indonesia dan 3 orang kader PKK dan posyandu RW 4.

Pelatihan ini melibatkan kofasilitator mahasiswa magister psikologi anak usia dini karena

mereka punya dasar ilmu yang sama dengan peneliti untuk membantu merekam, memeriksa,

serta mengumpulkan pretest dan posttest. Sedangkan kader PKK dan posyandu setempat

membantu persiapan pelatihan seperti absen pesera, pembagian modul pada awal acara dan

pengumpulan modul pada akhir acara, konsumsi, dan dokumentasi sehingga penelitian

berjalan lancar serta peneliti dapat fokus pada materi dan jalannya pelatihan.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

3. Waktu pelaksanaan pelatihan

Waktu pelatihan ditetapkan hari tiga hari berselang-seling satu hari yaitu hari Senin,

Rabu, dan Jum’at tanggal 17, 19, dan 21 bulan Desember 2012 pada pukul 08.00-12.00 kecuali

hari Jumat yaitu pada pukul 07.00-10.30. Penetapan waktu pelatihan ditentukan berdasarkan

rapat peneliti dengan partisipan. Partisipan meminta pelatihan diselenggarakan pada hari kerja.

Hal ini disebabkan pada hari libur partisipan sibuk dengan pekerjaan rumah tangga karena suami

dan anak-anak kumpul di rumah. Pelatihan diselenggarakan berselang satu hari karena belajar

akan lebih efektif apabila periode-periode belajar disusun terpencar, tetapi periode-periode

belajar itu tidak boleh terlalu dekat atau terlampau terpencar (Mustaqim & Abdul Wahid, 2010).

Partisipan memerlukan waktu untuk beristirahat lebih dahulu setelah mempelajari suatu bahan

pelajaran, baru memulai bahan yang lain sehingga bahan yang dipelajari lebih dahulu dapat

mengendap. Belajar yang terpencar juga untuk mencegah kelelahan dan kebosanan (Mustaqim &

Abdul Wahid, 2010).

4. Sarana Pendukung

Sarana pendukung pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam mengatasi anak

temper tantrum ini memerlukan sarana pendukung sebagai berikut:

a. Materi Pelatihan, terdiri dari:

- Modul pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan ibu dalam mengatasi anak temper

tantrum usia prasekolah bagi fasilitator dan kofasilitator.

- Modul pelatihan bagi para ibu yang berisikan kegiatan-kegiatan yang harus mereka

lakukan pada setiap sesi pelatihan ini. Selain itu, didalamnya juga terdapat materi

perkembangan anak prasekolah, perilaku temper tantrum anak usia prasekolah, jenis,

penyebab, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta mengapa temper tantrum harus

diatasi sedini mungkin dan komunikasi efektif.

- Kuesioner pertanyaan terbuka pretest dan posttest mengenai pengetahuan ibu dalam

mengatasi anak temper tantrum yaitu untuk mengukur efektifitas pelatihan pada ranah

- kognitif. Selain itu terdapat pula behavioral checklist pre-test dan posttest mengenai

pengetahuan ibu tentang cara mengatasi anak temper tantrum melalui komunikasi efektif

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

lewat adegan bermain peran untuk mengukur efektifitas pelatihan pada ranah psikomotor.

Terakhir dilakukan wawancara setelah pelatihan kepada dua orang ibu dengan skor

posttest tertinggi dan dua orang dengan skor posttest terendah untuk mengetahui manfaat

pelatihan yang dirasakan oleh ibu.

b. Media Pembelajaran, terdiri dari :

- Media audiovisual yang merupakan petikan film singkat mengenai rekaman kegiatan

posttest cara komunikasi efektif pada waktu anak temper tantrum dari para peserta

pelatihan.

- Aneka lembar kerja bagi para peserta yang meliputi lembar kerja individu maupun

kelompok.

- Modul dan buku materi untuk ibu dan kofasilitator

- Perlengkapan presentasi seperti LCD, laptop, speaker dan mikrofon.

- Alat-alat lainnya seperti, kertas HVS, pulpen, stiker, spidol, gunting, alat permainan (bola

plastik kecil, kentang, sedotan), penghapus, dan tip-ex.

c. Tata Ruang

Ruangan yang digunakan adalah ruang tamu rumah ketua RW Siaga dengan luas ruangan

35 meter persegi. Awalnya pelatihan akan diselenggarakan di Masjid Al Amal di wilayah RW 4,

kelurahan Pancoran Mas. Tetapi pada hari Jumat masjid tidak bisa dipinjam karena akan dipakai

untuk sholat Jumat. Para ibu merasa repot jika harus ganti-ganti tempat, maka tempat

dipindahkan ke rumah ketua RW Siaga di wilayah RW 04 yang berjarak 100 meter dari masjid.

Ruangan yang digunakan telah dilengkapi 2 buah kipas angin serta 1 buah mikrofon. Lantai

ruangan dilapisi tikar rotan sehingga para peserta pelatihan dapat melakukan seluruh aktivitas

pelatihan dengan posisi duduk. Pada sisi dinding ditempeli beberapa poster yang berisikan

kalimat-kalimat ataupun gambar-gambar yang berhubungan dengan anak temper tantrum.

Poster-poster tersebut bertujuan untuk menghidupkan suasana pelatihan. Selain itu, pencahayaan

dan ventilasi ruangan juga cukup baik sehingga ruangan terang dan nyaman.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

3.5. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah metode kuantitatif dan kualitatif.

Metode pengumpulan data kuantitatif adalah metode kuesioner dan behavioral checklist.

Menurut Fauzi (2011) keuntungan penggunaan metode kuesioner ini adalah (1) murah dan cepat

daripada metode wawancara, (2) tidak membutuhkan investigator yang terlatih, dan (3) Mudah

untuk menganalisis hasil kuesioner. Alat ukur behavioral checklist digunakan sebagai data

tambahan untuk mengukur pengetahuan ibu dalam mengatasi anak temper tantrum dengan

metode komunikasi efektif dalam praktek dengan metode main peran. Analisis kualitatif

menggunakan metode wawancara untuk mengetahui efektifitas dan manfaat pelatihan yang

dirasakan oleh partisipan, motivasi partisipan dalam mengikuti pelatihan, dan hambatan atau

kesulitan yang dihadapi dalam menerapkan hasil pelatihan di rumah tangga partisipan.

3.6 Alat Ukur

Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) jenis yaitu kuesioner

pertanyaan terbuka, behavioral checklist, dan wawancara. Kuesioner pertanyaan terbuka

digunakan untuk mengetahui sejauh mana perubahan tingkat pengetahuan para ibu mengenai

tingkah laku tantrum pada saat sebelum dan setelah pelatihan yang diambil dari buku yang

ditulis oleh Borba (2009). Kuesioner pertanyaan terbuka terdiri atas 6 buah pertanyaan terbuka..

Jawaban diberi skor sesuai jawaban yang benar.

Tabel 3.1. Kisi-kisi Kuesioner Pengetahuan Ibu Mengenai Anak Temper tantrum

No Pertanyaan Skor

1 Pertanyaan ke-1: pengenalan tingkah laku tantrum 1

2 Pertanyaan ke-2: penyebab tantrum 3

3 Pertanyaan ke-3: faktor yang mempengaruhi tantrum 3

4 Pertanyaan ke-4: cara mencegah tantrum 4

5 Pertanyaan ke-5: cara mengatasi 12

6 Pertanyaan ke-6: alasan tantrum harus diatasi dengan segera 2

Total skor 25

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Alat ukur kedua berupa behavioral checklist digunakan sebagai data tambahan untuk

mengetahui sejauh mana perubahan pengetahuan ibu tentang cara mengatasi anak tantrum

melalui komunikasi efektif pada saat sebelum dan setelah pelatihan. Alat ukur ini disusun

berdasarkan pengelompokan komunikasi efektif Gordon (1993) dan Miller (2000) serta jurnal

yang ditulis oleh Barker (2012) dan Pantley (2007). Behavioral checklist ini diisi berdasarkan

adegan bermain peran yang dilakukan oleh para ibu pada saat sebelum dan setelah pelatihan .

Behavioral checklist ini diisi dengan memberi tanda centang (V) pada kolom ya atau kolom

tidak. Jawaban benar diberi nilai satu dan jawaban salah diberi nilai 0 (nol).

Tabel 3.2. Kisi-Kisi Behavioral Checklist Perubahan Perilaku Ibu dalam Mengatasi Anak

Temper tantrum Melalui Komunikasi Efektif dengan Metode Bermain Peran

Pernyataan Skoring

Mendengar Aktif ( 5 buah pernyataan) Contoh :

Ibu memulai pembicaraan. Misal: “Ada apa nak?”

Jika Ya

Jika Tidak

nilai 1

nilai 0

Perilaku yang Harus dihindari Ketika Mendengarkan Anak (3 buah pernyataan)

Contoh :

Ibu memandang ke arah lain (televisi atau hand phone)

Jika Ya

Jika Tidak

Nilai 0

nilai 1

Mengenali dan Menerima Perasaan (3 buah pernyataan)

Contoh:

Ibu berkata: “Adik sedih karena ……….. ya?”

Jika Ya

Jika Tidak

nilai 1

nilai 0

Instruksi Positif (2 buah pernyataan)

Contoh :

Ibu menggunakan kata “jangan” atau “tidak”

Jika Ya

Jika Tidak

nilai 0

nilai 1

Komunikasi Asertif (9 buah pernyataan) Contoh :

Ibu menyentuh bahu anak ketika bicara

Jika Ya

Jika Tidak

nilai 1

nilai 0

Mengelola Konflik Secara Positif (5 buah pernyataan)

Contoh :

Ibu tetap tenang ketika anak tantrum

Jika Ya

Jika Tidak

nilai 1

nilai 0

Total pernyataan 27 buah Total skor 27

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Alat ukur sebelum digunakan diuji reliabilitas dan validitasnya. Uji reabilitas dan

validitas dilakukan melalui kegiatan uji coba terhadap alat ukur yang akan digunakan dalam

pelatihan. Kegiatan ini dilakukan agar pertanyaan yang terdapat dalam alat ukur mampu

dipahami dengan baik oleh para responden. Kegiatan ini diujicobakan pada 6 (enam) orang ibu

yang memiliki kemiripan karakteristik dengan para peserta pelatihan. Alat ukur kuesioner

pertanyaan terbuka diujicobakan kepada enam orang ibu dengan cara meminta mereka untuk

menjawab sekitar 6 (enam) pertanyaan essay. Sedangkan untuk alat ukur behavioral checklist

diujicobakan kepada sekelompok ibu yang sama dengan cara meminta mereka untuk menangani

anak mereka yang sedang tantrum. Peneliti merekam beberapa adegan di mana terdapat kejadian

sang anak sedang tantrum lalu ibu mencoba untuk menangani hal tersebut. Rekaman tersebut

lalu dinilai oleh peneliti dan 1 (satu) orang kofasilitator dengan memberikan skoring nilai 1

untuk jawaban “ya” dan nilai 0 untuk jawaban “tidak”. Hal ini dilakukan untuk mengetahui

sejauh mana reabilitas dari alat ukur yang telah disusun. Melalui kegiatan ujicoba alat ukur ini

akan diketahui item pertanyaan yang sebaiknya harus diubah, dikurangi, ataupun ditambah.

Penentuan reliabilitas alat ukur dalam penelitian ini ditentukan dengan 2 (dua) metode

yakni pengolahan data statistik dengan SPSS versi 17.00 dan inter-rater reability. Berdasarkan

hasil pengolahan data statistik terhadap kuesioner pertanyaan terbuka, maka didapatkan bahwa

nilai r = 0.8. Berdasarkan kategorisasi reliabilitas alat ukur maka dapat dikatakan kuesioner

pertanyaan terbuka ini bersifat reliable. Alat ukur behavioral checklist diukur reliabilitasnya

dengan menggunakan inter-rater reability. Behavioral checklist ini dikatakan telah reliable jika

skornya mencapai angka ≥ 80% kesamaan jawaban antara pengamat 1 dan 2. Dalam kegiatan ini

peneliti serta 1 orang pengamat lainnya menyaksikan beberapa rekaman ibu yang sedang

berusaha menentramkan anaknya yang sedang tantrum. Setelah pengisian dilakukan lalu

dilakukan pemeriksaan kesamaan jawaban diantara kedua pengamat. Dari skoring yang

dilakukan didapat bahwa skor alat ukur tersebut bernilai 80% sehingga dapat dikatakan alat ukur

ini sudah reliable. Pada akhirnya ada beberapa pertanyaan yang diubah struktur kalimatnya agar

tidak ambigu serta terdapat 8 pernyataan pada behavioral checklist yang dihapus.

Kuesioner pertanyaan terbuka akan diolah dengan data statistik dengan menggunakan

standar yang ditulis oleh Hastono (2007) mengenai acuan reliabilitas sebagai berikut:

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Rentang r Kategori

r < 0,7 Tidak reliable

0,7 ≤ r < 0.799 Cukup reliable

0.8 ≤ r < 0.899 Reliabel

r ≥ 0.9 Sangat Reliabel

Tabel 3.3 Kategorisasi Reabilitas Alat Ukur

Uji coba alat ukur, selain untuk mengukur reliabilitas juga digunakan untuk mengukur

validitas. Sebuah alat ukur dikatakan valid jika ia mampu mengukur apa yang ingin diukur oleh

peneliti (Furlong, 2000). Penentuan item-item yang bersifat valid ini menggunakan standar yang

ditentukan oleh Hastono (2007) yakni sebuah alat ukur dikatakan valid jika nilai r ≥ 0.60.

Berdasarkan perhitungan statistik dengan menggunakan SPSS diperoleh validitas terhadap alat

ukur pertanyaan terbuka yakni dengan nilai r = 0.7 Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur

pertanyaan terbuka tersebut bersifat valid.

Pasca pelatihan, seminggu setelah pelatihan dilakukan wawancara kepada 4 orang ibu

yaitu 2 orang ibu yang mempunyai skor kuesioner dan behavior checklist tertinggi dan 2 orang

ibu dengan nilai kuesioner dan behavior checklist terendah untuk mengetahui efektivitas dan

manfaat pelatihan yang dirasakan partisipan. Kisi-kisi pertanyaan dalam wawancara dijabarkan

dalam tabel 3.3.

Tabel 3.4. Kisi-Kisi Wawancara dengan Partisipan Pasca Pelatihan

No Pertanyaan

1 Pertanyaan 1 : kesan ibu tentang pelatihan

2 Pertanyaan 2 : manfaat pelatihan

3 Pertanyaan 3 : hambatan atau kesulitan ketika menerapkan hasil pelatihan di rumah

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

3.7. Metode Analisis Data

Analisis data kuantitatif yakni berupa skor pengetahuan ibu mengenai cara mengatasi

anak temper tantrum dibuat dalam bentuk grafik batang untuk melihat apakah ada kenaikan

pretest dan posttest, kemudian dilakukan uji t dengan SPSS 17. Uji t dalam penelitian ini

digunakan untuk mengetahui signifikan atau tidaknya perbedaan skor pengetahuan ibu dalam

mengatasi anak temper tantrum tersebut, sebelum dan sesudah pemberian intervensi melalui

pelatihan. Selain itu analisis data kuantitatif ini juga dilakukan terhadap data tambahan yakni

skor perubahan perilaku ibu dalam mengatasi anak temper tantrum melalui komunikasi efektif

yang terdapat pada behavior checklist.

Metode analisis data yang digunakan adalah paired sample t-test. Paired sample t-test ini

merupakan metode analisis data yang digunakan untuk membandingkan mean dari suatu sampel

yang berpasangan (paired) pada data normal. Sampel berpasangan adalah sebuah kelompok

sampel dengan subjek yang sama namun mengalami dua perlakuan atau pengukuran yang

berbeda (Furlong, 2000). Analisis data kualitatif disusun berdasarkan jawaban-jawaban dari

partisipan yang diwawancara.

3.8. Materi Kegiatan

Materi kegiatan adalah materi-materi yang diberikan dalam kegiatan pelatihan mengatasi

anak temper tantrum. Materi kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini disusun sebagai

berikut: pendahuluan, materi anak emas, materi anak temper tantrum, komunikasi efektif ,

mengatasi anak temper tantrum, dan penutup.

a. Pendahuluan

Kegiatan pendahuluan pada pelatihan ini diawali dengan perkenalan fasilitator,

kofasilitator, dan peserta pelatihan. Tujuan pendahuluan ini adalah mencairkan suasana

dan mengakrabkan peserta. Fauzi (2011) menyatakan bahwa dalam pelatihan diperlukan

pencairan suasana agar lebih santai, terbuka, informal, transparan, tidak ada ketakutan,

dan lain sebagainya sehingga tercipta suasana kondusif yang memungkinkan peserta

pelatihan terlibat aktif tanpa ada beban. Kegiatan pendahuluan ini dipandu oleh fasilitator

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

melalui permainan perkenalan. Selain itu, di dalam kegiatan pendahuluan ini pun berisi

aktivitas-aktivitas mengenai kesepakatan bersama, harapan, dan komitmen para peserta

terhadap pelatihan ini. Kesepakatan bersama ini merupakan beberapa aturan yang

disepakati oleh para peserta pelatihan seperti komitmen peserta untuk datang tepat waktu,

penggunaan alat komunikasi, keaktifan peserta, dan pemberian hadiah atau hukuman.

Aturan-aturan yang telah disepakati tersebut akan menjadi peraturan tata tertib selama

pelatihan berlangsung.

b. Materi Anak Emas

Materi yang diberi judul Anak Emas ini berisi aspek-aspek perkembangan anak usia dini

khususnya anak usia prasekolah. Pemberian materi ini bertujuan untuk memberikan

pengetahuan mengenai aspek-aspek perkembangan anak usia prasekolah pada ranah fisik

motorik, kognitif, dan psikososial. Materi ini juga berisikan faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan anak usia dini sehingga para peserta dapat memahami

keunikan dari setiap anak. Sumber utama penyusunan materi ini berasal dari buku

Human Development yang ditulis oleh Papalia, Olds, & Feldman (2012). Materi

perkembangan anak usia dini ini merupakan pembekalan bagi para ibu untuk memahami

proses perkembangan anak sehingga para ibu mendapatkan gambaran utuh mengenai

tahapan perkembangan anak dan pentingnya pendidikan pada anak usia dini. Selain itu

juga dipaparkan materi mengenai nutrisi yang diperlukan oleh anak usia dini agar ibu

memahami dan bisa memenuhi kebutuhan nutrisi anak usia dini sehingga pertumbuhan

dan perkembangan anak normal sesuai dengan usianya. Anak yang pertumbuhan dan

perkembangannya normal akan dapat dilatih berkomunikasi dengan baik dibandingkan

dengan anak yang pertumbuhan dan perkembangannya mengalami keterlambatan.

c. Materi Anak Temper tantrum

Materi ini berisikan penyebab anak temper tantrum, perkembangan temper tantrum, dan

faktor-faktor yang mempengaruhi dan mengapa temper tantrum perlu diatasi sedini

mungkin. Pemberian materi anak temper tantrum ini bertujuan agar para ibu mempunyai

motivasi kuat untuk segera mengatasi tingkah laku temper tantrum anaknya. Selain

termotivasi, para ibu diharapkan mengetahui tentang penyebab, perkembangan temper

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

tantrum, dan faktor-faktor yang mempengaruhi anak temper tantrum agar ibu bisa

memahami mengapa anak temper tantrum dan dapat menghindari penyebab temper

tantrum sehingga ibu dapat melakukan respon yang tepat dan konsisten sehingga dapat

mengatasi tingkah laku tersebut.

d. Materi Komunikasi Efektif untuk mengatasi anak temper tantrum

Materi ini berisi uraian mengenai cara komunikasi efektif untuk mencegah, menghadapi,

dan merubah kebiasaan anak bertingkah laku temper tantrum. Teori komunikasi efektif

dengan anak yang dipakai pada penelitian ini adalah teori komunikasi efektif Miller

(2005) dan Gordon (1993). Komunikasi efektif terbagi 5 kelompok yaitu mendengar

aktif, mengenali dan menamai perasaan, memberikan instruksi positif, komunikasi

asertif, dan mengelola konflik secara positif. Kemudian dari komunikasi efektif tersebut

diambil sesuai dengan yang dibutuhkan untuk mengatasi anak temper tantrum

1. Tahap pertama adalah menghindari tingkah laku temper tantrum ketika anak mulai

menunjukan tanda-tanda akan temper tantrum. Beberapa tips dalam hal ini adalah

sebagai berikut:

(Borba,

2009) sebagai berikut:

a. Cari tahu penyebab anak temper tantrum

- Anak ingin menunjukan kemandirian..

- Pengelaian emosi yang belum matang sehingga ambang batas frustasi rendah

dan anak cepat merasa frustasi

- Keinginan lebih kuat daripada kemampuan untuk melakukan berbagai hal.

- Ketidakmampuan mengekspresikan perasaan, kebuthan atau rasa frustrasi

dengan cara lain.

- Stres, trauma, penyakit, atau depresi karena perubahan kehidupan yang

mendadak karena bencana alam, perceraian, dan lain-lain.

- Untuk memperoleh perhatian karena dengan pengalaman sebelumnya, temper

tantrum selalu berhasil mendapat perhatian.

- Dampak dari stres lingkungan, yaitu stres orang tua karena pekerjaan atau

perceraian.

- Gagal memahami perintah orang tua.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

- Capek, lapar, bosan, dan mengantuk.

- Terlalu banyak atau terlau sedikit pilihan.

- Kelainan bawaan, kelainan sistem syaraf, kelainan gizi, kesehatn mental

terganggu.

- Perubahan rutinitas secara tiba-tiba tanpa pemberitahuan lebih dulu.

- Efek pengobatan. Beberapa obat tertentu pada anak tertentu dapat

meningkatkan rasa frustrasi.

b. Kenali sifat asli anak, apakah anak anda termasuk anak yang muda, sulit atau perlu

waktu menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Anak tipe sulit biasanya lebih

sering temper tantrum daripada tipe anak lainnya.

c. Perhatikan tingkah laku orang tua. Anak meniru orang tuanya. Jika orang tuanya

muda “meledak” maka anak pun akan bertingkah laku demikian.

d. Cek harapan ibu terhadap anak. Harapan yang terlalu tinggi terhadap anak

membuat anak stress karena tidak mampu memenuhi harapang orang tuanya.

e. Kenali tanda-tanda anak anda mulai temper tantrum. Beberapa anak menunjukan

gejala temper tantrum dengan merengek, menangis, atau mengepalkan tangan.

2. Tahap kedua adalah respon cepat.

Ketika anak anda menunjukan tanda-tanda mulai temper tantrum, anda punya waktu

beberapa detik untuk menghentikan atau mengalihkan. Cobalah tips di bawah ini:

1. Gunakan teknik menenangkan. Peluk anak dengan lembut, usap punggungnya, atau

nyanyikan lagu, turunlah setinggi mata anak dan bicaralah dengan suara pelan dan

lembut.

2. Alihkan perhatian anak dan arahkan ke permainan yang disukai, misalnya kita main

boneka yuk!

3. Gambarkan perasaan anak, contoh: “Kamu kelihatan lelah. Kamu lelah ya? Yuk kita

istirahat dulu.” atau “Adik marah ya?”

4. Ungkapkan keinginan anak dengan kata-kata, misalnya: “Oh kamu ingin ibu

mendengarkanmu ya?” atau “Oh adik capek ya, mau pulang?”

5. Hindari terlalu keras pada anak, misalnya memukul, mencubit, berteriak,

mengancam dan sebagainya.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

6. Berikan peringatan jika melakukan tingkah laku tantrum dan jika tingkah laku

tersebut berulang berikan konsekuensi dari tingkah lakunya.

Ketika anak sedang tantrum:

1. Tetap tenang. Berteriak, mencubit, atau memukul justru memperburuk

suasana.

2. Pastikan sekeliling anak aman dari benda-benda tajam atau benda-benda yang

dapat dilempar. Buatlah “safety zone” untuk anak yang sedang tantrum.

3. Abaikan anak ketika tantrum dimulai. Jangan ada kontak mata, kata-kata, atau

reaksi apapun sampai anak berhenti tantrum. Ibu yang bereaksi ketika anak

tantrum membuat anak mengulangi tingkah laku tantrum.

4. Jangan menberikan alasan mengapa ibu melarang apa yang anak inginkan

ketika anak sedang tantrum, karena anak yang sedang tantrum tidak bisa

menerima alasan apapun

5. Pindahkan anak ke tempat yang aman jika tingkah laku tantrum anak melukai

atau mengganggu orang lain.

6. Atau anak dipeluk supaya tidak melukai orang lain atau dirinya sendiri,

misalnya ketika anak membenturkan badan atau kepalanya ke dinding atau

lantai, dan katakan “Kamu sangat marah maka ibu akan memelukmu sekarang

sampai kamu tenang”

7. Abaikan komentar orang-orang di sekitar ibu karena komentar-komentar itu

tidak ada manfaatnya, fokuslah pada anak.

8. Berikan respon yang konsisten seperti di atas setiap kali anak tantrum.

Setelah tingkah laku tantrum selesai:

1. Tarik nafas dalam-dalam ketika anak selesai tantrum.

2. Peluk anak dan jangan berikan komentar apapun. Hindari perkataan “kamu

tuh malu-maluin” atau “kok kamu sudah besar masih tantrum sih”.

3. Cobalah untuk menganalisis respon ibu ketika anak tantrum. Apakah ibu tetap

tenang dan dapat menahan diri? Apakah ibu sudah konsisten dalam merespon

tingkah laku tantrum anak?

4. Kenali penyebab anak tantrum.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

5. Buat konsekuensi jika anak masih sering tantrum. Konsekuensi yang paling

efektif menurut ahli anak usia dini adalah dengan menyuruh anak duduk di

kursi hukuman selama beberapa menit sesuai usia anak, misal: anak usia 3

tahun maka duduk di kursi tersebut selama 3 menit. Nama kursi bisa

disesuaikan, misalnya: kursi hukuman, kursi tenang, kursi berpikir dan lain-

lain.

3. Tahap ketiga adalah merubah kebiasaan anak bertingkah laku tantrum

1. Ajarkan anak cara mengatasi frustrasi, misalnya minta tolong ibu atau kakak jika

tidak bisa melakukan sesuatu, menangis, atau minta dipeluk ibu jika sedang

sedih, dan lain-lain.

2. Berikan pujian ketika anak dapat mengucapkan kebutuhan atau perasaannya

dengan kata-kata, misalnya : “Adik sudah bisa mengatakan perasaan adik ketika

marah, itu bagus sekali!”, “Sini ibu peluk supaya marahnya hilang”, atau “Mari

ibu bantu apa yang adik gak bisa kerjakan”.

3. Bekerjasamalah dengan pendidik di sekolah jika anak ibu sudah sekolah atau

tempat pengasuhan anak tentang cara menghadapi anak ibu yang sedang

tantrum.

4. Tetaplah pada langkah-langkah yang sudah dilakukan dan carilah pertolongan

ahli jika tidak ada perubahan. Tingkah laku yang positif dapat berkembang

tergantung pada beberapa faktor, yaitu frekuensi temper tantrum sering dan

tingkah laku tantrumnya membahayakan diri anak atau lingkungan sekitarnya

dan kekonsistenan respon ibu dalam menghadapi anak tantrum. Oleh karena itu,

tandai kalender setiap anak melakukan tingkah laku tantrum dan tulislah lama

berlangsungnya tingkah laku tersebut. Kekonsistenan ibu dalam menghadapi

anak tantrum paling berperan dalam mengubah tingkah laku ini.

e. Penutupan

Penutupan pelatihan berisi tentang kegiatan evaluasi secara keseluruhan mengenai

proses pelatihan. Sudjana dalam Fauzi (2011) mendefinisikan evaluasi sebagai kegiatan

sistematis untuk mengumpulkan, mengolah, dan menyajikan data yang diperlukan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

sebagai bahan masukan untuk pengambilan suatu keputusan. Fauzi (2011) menjelaskan

bahwa evaluasi pelatihan mencakup 2 tujuan yakni tujuan edukasional dan tujuan

operasional. Tujuan edukasional berhubungan dengan perubahan-perubahan

pengetahuan, sikap, dan perilaku sebagai hasil mengikuti pembelajaran dalam pelatihan.

Evaluasi dengan tujuan edukasional ini dilakukan dengan menggunakan angket posttest

mengenai pengetahuan ibu mengenai komunikasi efektif untuk menghadapi dan

mencegah anak tantrum dan wawancara kepada 2 orang ibu dengan skor kuesioner dan

behavior checklist teringgi dan 2 orang ibu denga skor skor kuesioner dan behavior

checklist terendah. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui kesan ibu tentang

pelatihan atau hasil pelatihan seperti yang ibu harapkan atau tidak, motivasi ibu

mengikuti latihan, dan kesulitan yang dialami oleh para ibu dalam menerapkan hasil

pelatihan di rumah. Efektivitas penyelenggaraan pelatihan juga dilihat dengan metode

pengisian kuesioner pada setiap akhir pelatihan yang meliputi pelaksanaan kegiatan,

performa fasilitator, materi pelatihan, serta metode yang digunakan dalam pelatihan.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai laporan hasil penelitian serta analisis data.

Laporan hasil penelitian meliputi data demografi para ibu sebagai peserta pelatihan serta

skoring hasil pretest dan posttest terhadap tingkat pengetahuan ibu dalam mengatasi tantrum.

Analisis data mencakup pengolahan data dengan sample paired t-test beserta analisisnya.

4.1.Gambaran Umum Partisipan

Pelatihan ini diadakan selama 3 (tiga) hari berselang-seling. Pelatihan selama 3 (tiga)

hari ini dihadiri oleh 14 (empat belas) orang ibu sebagai peserta pelatihan. Semua data dari

ke-14 orang ibu tersebut merupakan data valid yang seluruhnya diikutsertakan dalam analisis

data. Berikut ini disajikan data demografi dari para peserta pelatihan ini yang mencakup

kategorisasi usia, latar belakang pendidikan, jenis pekerjaan, dan jumlah anak yang dimiliki:

4.1.1. Kategorisasi Partisipan Berdasarkan Usia

Para ibu yang mengikuti pelatihan ini adalah para ibu yang sedang dalam tahap

dewasa muda yakni dengan rentang usia antara 20 – 40 tahun. Berikut ini disajikan

persentase usia para ibu berdasarkan rentang usia 5 tahunan:

Gambar 4.1: Persentase Usia Para Ibu Berdasarkan Rentang Usia

7.14%

35.71%

28.57%

28.57%

Persentase Usia Para Ibu Berdasarkan Rentang Usia

20-25 tahun

26-30 tahun

31-35 tahun

36-40 tahun

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, dapat dilihat bahwa mayoritas para ibu berada

dalam rentang usia 26 – 30 tahun (35.71%) di mana mayoritas mereka adalah para

ibu muda. Secara terperinci, terdapat 1 orang ibu yang berada dalam rentang usia

20-25 tahun, 5 orang ibu dalam rentang usia 26-30 tahun, 4 orang ibu dalam rentang

usia 31-35 tahun, serta 4 orang ibu dalam rentang usia 36-40 tahun. Secara

keseluruhan para ibu berada dalam periode perkembangan dewasa muda sesuai

dengan perencanaan penelitian yang telah disusun. Fase dewasa muda mempunyai

tingkat pemikiran operasi formal sehingga diharapkan para ibu menyerap materi

pelatihan dan dapat menerapkan di rumah meskipun dengan kondisi yang berbeda.

4.1.2. Kategorisasi Partisipan Berdasarkan Latar Belakang Pendidikan

Partisipan adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi menengah ke bawah dengan

latar belakang pendidikan yang dijelaskan melalui gambar diagram seperti berikut:

Gambar 4.2: Persentase Latar Belakang Pendidikan Para Ibu

Melalui gambar di atas dapat dilihat bahwa mayoritas pendidikan para ibu adalah

sampai pada tingkat SLTA yakni sekitar 71,43% (10 orang). Sisanya memiliki latar

belakang pendidikan SMK (14, 29%) dan D1 (14, 29%). Latar belakang pendidikan ibu

yang mayoritas SLTA ini dapat dikatakan cukup untuk memahami materi pelatihan yang

diberikan.

14.29%

71.43%

14.29%

Persentase Latar Belakang Pendidikan Para Ibu

SMK

SLTA

D1

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

4.1.3. Kategorisasi Partisipan Berdasarkan Jenis Pekerjaan

Ibu-ibu yang mengikuti pelatihan ini memiliki beberapa jenis pekerjaan atau profesi.

Jenis-jenis pekerjaan dan profesi itu dapat dilihat pada Gambar 4.3 sebagai berikut:

Gambar 4.3: Persentase Jenis Pekerjaan Para Ibu

Berdasarkan Gambar 4.3 di atas dapat dilihat bahwa para ibu yang mengikuti

pelatihan ini memiliki 3 (tiga) jenis pekerjaan yakni sebagai wiraswasta, ibu rumah

tangga, dan guru TK. Mayoritas para ibu berprofesi sebagai ibu rumah tangga yakni

sekitar 11 orang ibu dengan persentase sebesar 78,57%. Sementara itu terdapat dua orang

ibu yang berprofesi menjadi guru TK dengan persentase sebesar 14,29%. Dua orang ibu

yang berprofesi sebagai guru TK ini memiliki jam kerja mulai dari pukul 7.30 - 10.00

selebihnya mereka habiskan waktu dengan mengasuh anak mereka. Selain itu terdapat

satu orang ibu (7.14%) yang berprofesi sebagai wiraswasta yakni dengan membuka

warung di sekitar rumahnya sambilmengasuh anaknya.

4.1.4. Kategorisasi Partisipan Berdasarkan Jumlah Anak yang Dimiliki

Para ibu yang merupakan subjek dalam pelatihan ini adalah kumpulan para ibu yang

sedang dalam masa perkembangan dewasa muda di mana mereka mempunyai tugas

perkembangan menikah dan mengasuh anak. Persentase jumlah anak yang dimiliki oleh

masing-masing ibu dapat dilihat melalui Gambar 4.4 berikut ini:

7.14%

78.57%

14.29%

Persentase Jenis Pekerjaan Para Ibu

Ibu rumah tangga

Guru TK

wiraswasta

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Gambar 4.4: Persentase Jumlah Anak yang Dimiliki Para Ibu

Melalui gambar di atas dapat dipaparkan bahwa mayoritas para ibu memiliki 2-3 anak

yakni masing-masing sebanyak 5 orang ibu. Sisanya adalah para ibu yang hanya memiliki 1

anak (21,43%) yakni sekitar 3 orang ibu serta ibu yang memiliki 4 anak (7,14%) yakni hanya

1 orang ibu. Jika dilihat dari jumlah anak yang dimiliki oleh para ibu, mayoritas mereka

merupakan golongan keluarga kecil.

4.2. Analisis Data Kuantitatif

Pada penelitian ini para ibu berperan sebagai subjek pelatihan mengalami dua kali

pengukuran yakni pada saat sebelum dan setelah pemberian intervensi berupa pemberian

pelatihan. Paired sample t-test dalam penelitian ini mengukur perubahan pengetahuan para ibu

mengenai cara mengatasi tantrum pada anak usia prasekolah. Selain itu juga dilakukan

pengukuran sebagai data tambahan yakni perubahan cara atau perilaku para ibu dalam mengatasi

anak yang sedang tantrum melalui komunikasi efektif.

4.2.1. Hasil Penelitian Pengetahuan Para Ibu Mengenai Tingkah Laku Tantrum

Hasil penelitian mengenai perubahan tingkat pengetahuan para ibu mengenai tingkah

laku tantrum diperoleh dari kuesioner pertanyaan terbuka yang terdiri dari 6 (enam) buah

pertanyaan essay. Kuesioner tersebut sebelumnya telah diujicobakan kepada sekelompok orang

21.43%

35.71%

35.71%

7.14%

Persentase Jumlah Anak yang dimiliki Para Ibu

1 anak

2 anak

3 anak

4 anak

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

ibu yang memiliki karakteristik yang mirip dengan peserta pelatihan. Kuesioner tersebut juga

telah diukur reabilitas serta validitasnya sebelum diberikan kepada partisipan. Penelitian

terhadap perubahan pengetahuan para ibu ini dilakukan sebanyak 2 (dua) kali yakni pada saat

sebelum dan setelah diberikan intervensi. Hasil perubahan pengetahuan para ibu mengenai

tingkah laku tantrum dapat dilihat melalui Gambar 4.5. Sebelum pelatihan skor pengetahuan ibu

hanya berada dikisaran 2 – 7 poin sedangkan setelah diberikan intervensi skor meningkat tajam

menjadi berada dalam kisaran 11 – 25 poin.

Gambar 4.5: Skor Pengetahuan Para Ibu Mengenai Cara Mengatasi Anak

Temper tantrum (Pretest dan Posttest)

Melalui gambar grafik batang tersebut dapat disimpulkan bahwa pengetahuan para ibu

mengenai tingkah laku tantrum mengalami perubahan yang cukup besar, namun belum diketahui

apakah perubahan tersebut signifikan atau tidak signifikan, untuk mengetahui perubahan

signifikansi maka dilakukan analisis statistik dengan SPSS 17. Penjelasan lebih lanjut mengenai

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 140

5

10

15

20

25

Gambar 4.5Data Pengetahuan Ibu Mengenai Tantrum

Skor

Jaw

aban

Ben

ar(N

ilai M

aksi

mal

=25)

Partisipan

Pre Test Post Test

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

perubahan pengetahuan para ibu ini dilakukan dengan pengolahan data melalui metode sample

paired t-test pada Tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Skor Pengetahuan Para Ibu Mengenai Temper tantrum

N Pretest Posttest Mean of

Differences

(Pre-Post)

T Sig (p) Correlation

14 2.8571 13.5714 -10.71429 -8.815 0.000 0.068

Tabel di atas menunjukan skor pretest yakni sebesar 2.8571 dan skor posttest memiliki skor

13.5714. Dalam hal ini nilai posttest memiliki nilai yang jauh lebih tinggi dibanding nilai

pretest, hal ini menunjukkan adanya peningkatan pengetahuan para ibu antara sebelum dan

setelah diberikan intervensi berupa pelatihan. Berdasarkan kegiatan pretest dan posttest terdapat

perbedaan skor yakni sebesar -10.71429 yang dapat dilihat pada kolom mean of difference.

Tanda negatif tersebut menunjukkan adanya perbedaan antara sebelum dan setelah pemberian

intervensi yakni sebesar 10.71429. Selain itu, nilai t sebesar -8.815 dengan nilai p = 0.000

(p ≤ 0.05) menunjukkan telah terjadi perubahan signifikan terhadap pengetahuan ibu mengenai

cara mengatasi anak temper tantrum pada saat sebelum dan setelah pelatihan. Nilai correlation

sebesar 0.068 menunjukkan hubungan antara kegiatan pretest dan posttest sebesar 0.068.

4.2.2. Hasil Penelitian Perubahan Cara Para Ibu dalam Mengatasi Tantrum dengan

Komunikasi Efektif

Hasil penelitian mengenai perubahan perilaku para ibu dalam mengatasi anak temper

tantrum melalui metode bermain peran ini dilakukan oleh fasilitator utama dan 2 (dua) orang

kofasilitator. Alat ukur yang digunakan dalam olah data perubahan perilaku ibu ini adalah

behavioral checklist yang sebelumnya telah diuji reabilitasnya melalui metode inter-rater

reability. Gambar 4.6 ini menunjukan hasil perolehan skor perubahan perilaku para ibu dalam

melakukan komunikasi efektif untuk mengatasi tantrum melalui metode bermain peran:

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Gambar 4.6: Skor Behavior Checklist Pre-test dan Posttest Komunikasi dengan Anak Temper tantrum

Melalui Gambar 4.6 dapat dilihat bahwa terjadi grafik peningkatan perubahan

perilaku para ibu dalam mengatasi anak temper tantrum melalui metode bermain peran.

Pada gambar tersebut skor posttest lebih tinggi dibandingkan skor pretest sehingga secara

umum dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan perubahan perilaku para ibu dalam

mengatasi anak temper tantrum yakni mulai dari anak menunjukkan tanda-tanda temper

tantrum, pada saat anak temper tantrum, dan pada saat anak selesai temper tantrum yang

kesemuanya dilakukan melalui metode bermain peran. Analisis lebih lanjut dilakukan

dengan program SPSS untuk melihat apakah perubahan tersebut signifikan atau tidak.

Penjelasan lebih rinci mengenai perubahan perilaku para ibu dalam mengatasi anak

temper tantrum ini dapat dijelaskan melalui tabel pengolahan data statistik dengan

metode sample paired t-test pada Tabel 4.2.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 140

3

6

9

12

15

18

21

24

27

Gambar 4.6

Skor

Tin

gkah

Lak

u Ya

ng T

epat

(Nila

i Mak

sim

al=2

7)

Partisipan

Behavior Check List Komunikasi Efektif Untuk Mengatasi Tantrum

Pre Test Post Test

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Tabel 4.2 Skor Pre-test dan Posttest Perubahan Cara Komunikasi Para Ibu dalam Mengatasi Anak Temper tantrum Melalui Metode Bermain Peran

Berdasarkan Tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa skor pretest menunjukkan nilai

7.2857 sedangkan skor posttest menunjukkan nilai 19.4286. Nilai posttest yang jauh

lebih tinggi dibanding nilai pretest menunjukkan adanya perubahan cara ibu dalam

berkomunikasi dengan anak temper tantrum melalui metode bermain peran. Perbedaan

nilai antara kegiatan pretest dengan posttest adalah sebesar -12.14286 pada kolom mean

of differences. Tanda negatif pada angka tersebut menunjukkan adanya perubahan

perilaku para ibu dalam mengatasi anak temper tantrum pada saat sebelum dan setelah

diberikan intervensi. Selain itu nilai t sebesar -16.405 dengan nilai p = 0.000 (p ≤ 0 .05)

menunjukkan terjadinya perubahan yang signifikan terhadap cara komunikasi para ibu

dengan anak temper tantrum melalui metode bermain peran. Nilai correlation sebesar

0.493 menunjukkan ada hubungan antara kegiatan pretest dengan posttest yakni sebesar

0.493. Ini berarti 0.493 perubahan posttest terjadi karena adanya intervensi pelatihan ini

sedangkan sisanya 0.507 disebabkan oleh faktor lain.

4.3.Analisis Data Kualitatif Hasil Wawancara dengan Partisipan Pasca Pelatihan

Pasca pelatihan dilakukan wawancara kepada empat orang peserta pelatihan yakni

dua orang partisipan dengan nilai kuesioner dan behavior checklist tertinggi serta dua

orang partisipan dengan nilai terendah untuk melihat sejauh mana tanggapan partisipan

terhadap jalannya pelatihan. Wawancara dilakukan 5 hari setelah pelatihan yaitu pada

hari Rabu, tanggal 26 Desember 2012 dengan mengajukan 3 buah pertanyaan. Jawaban

terdapat pada lampiran 6. Partisipan peraih skor tertinggi untuk kuesioner dan behavior

checklist adalah nomor 13 dan 14 yaitu ibu Ss dan ibu Rh (lampiran 3 dan 4). Ibu Ss

mendapatkan skor 24 sedangkan ibu Rh mendapatkan skor 25 dalam skala 27. Hasil

wawancara dengan ibu Ss menyatakan bahwa ibu Ss sangat senang dapat mengikuti

N Pretest Posttest Mean of

Differences

(Pre-Post)

T Sig (p) Correlation

14 7.2857 19.4286 -12.14286 -16.405 0.000 0.493

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

pelatihan mengatasi anak tantrum karena anak pertamanya berusia 5 tahun sering

tantrum. Menurut hasil diagnosis dokter psikiatri, anak tersebut memiliki keterlambatan

atau disebut mental retardasi ringan. Wajah dan tinggi anak tersebut tampak seperti anak

normal hanya bicara tidak lancar dan artikulasi tidak jelas. Bicara yang belum lancar

menyebabkan anak tersebut tidak dapat mengutarakan keinginannya sehingga sering

temper tantrum (bisa mencapai 5-10 kali sehari. Kondisi anak yang demikian menjadi

motivasi kuat bagi Ss untuk mengikuti pelatihan ini sehingga untuk mengikuti pelatihan

Ss mengundang orang tuanya untuk menginap di rumahnya untuk menjaga putranya

selama pelatihan. Ss mengatakan pelatihan ini sangat bermanfaat karena ia lebih percaya

diri dan tidak stres lagi menghadapi anaknya yang sedang temper tantrum, dan ia merasa

lebih bisa berkomunikasi dengan anaknya. Kesulitan yang dirasakan Ss dalam

menerapkan hasil pelatihan di rumah adalah melatih kesabaran agar tidak terpancing

untuk marah ketika anak sedang tantrum.

Hasil wawancara dengan partisipan peraih skor tertinggi adalah nomor 14 yaitu

ibu Rh dengan skor 25 dalam skala 27. Selain sebagai ibu, Rh juga bekerja sebagai guru

di sebuah Taman Kanak-kanak (TK). Rh mengatakan pelatihan ini sangat bermanfaat

karena ia lebih percaya diri dalam mengatasi anak temper tantrum karena tahu persis

tahap-tahap yang harus dilalui. Sebelum pelatihan Rh mengaku panik dan pusing

menghadapi anaknya yang sedang temper tantrum. Rh mengatakan ia mencoba cara-cara

komunikasi efektif dengan ketiga anaknya. Rh merasa komunikasinya dengan anak-

anaknya bertambah akrab, tidak hanya dengan anak prasekolah saja tetapi juga dengan

anaknya yang bersekolah di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).

TK. Kesulitan Rh dalam menerapkan pelatihan di rumah adalah memilih atau menyusun

kata-kata yang tepat ketika anak mulai menunjukan tanda-tanda temper tantrum karena

Rh sebelum pelatihan adalah ibu yang pendiam dan jarang jarang interaksi dengan anak

karena jarang bicara. Setelah mengikuti pelatihan Rh selalu berkomunikasi dan interaksi

dengan anak karena ia tahu ia bisa berkomunikasi dengan anak tanpa perlu bicara

panjang lebar, misalnya dengan mendengar aktif.

Skor behavior checklist terendah diperoleh partisipan nomor 2 dan 5 yakni ibu En

dan ibu In (lampiran 3). En dan In mendapatkan skor yang sama yakni 16 dalam skala 27.

Wawancara dilakukan pada En dan In. En mengatakan pelatihan sangat berkesan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

bermanfaat karena ia lebih tenang saat anak temper tantrum karena tahu persis apa yang

harus dilakukan. Kesulitan yang dihadapi En dalam menerapkan hasil pelatihan di rumah

adalah ikut campurnya orang tua En ketika En sedang menghadapi anaknya yang temper

tantrum karena En masih tinggal serumah dengan orang tua. Peneliti menyarankan En

untuk mengkomunikasikan cara mengatasi anak yang temper tantrum agar orang tuanya

mempunyai pemahaman yang sama sehingga En dapat bekerja sama.

Wawancara dengan In diperoleh hasil In sangat puas dan senang dengan pelatihan

komunikasi efektif untuk mengatasi tantrum ini. Pelatihan ini sangat bermanfaat karena

anaknya yang berusia 4 tahun setiap hari tantrum minimal satu kali. Setelah mengikuti

pelatihan In merasa lebih tenang dalam menghadapi anak yang sedang tantrum karena

tahu apa yang harus dilakukan Kesulitan penerapan di rumah adalah memelihara

kesabaran karena ketika anak sedang tantrum In merasa kepalanya pusing dan ingin

berteriak.

Hasil wawancara dengan 4 orang partisipan yaitu peraih skor tertinggi (Ss dan

Rh) dan partisipan peraih skor terendah menunjukan semua partisipan merasa puas

dengan jalannya pelatihan dan merasda bahwa pelatihan komunikasi efektif ini sangat

bermanfaat. Keempat partisipan dapat menerapkan cara komunikasi efektif ini di rumah,

meskipun ada beberapa kendala yang dihadapi.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

BAB V

KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

Pada bab ini dijelaskan mengenai kesimpulan dari hasil penelitian, diskusi mengenai

beberapa hal penting yang terkait dalam penelitian, dan saran-saran yang dapat untuk

meningkatkan kualitas penelitian di masa yang akan datang.

5.1 KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian mengenai efektivitas pelatihan untuk meningkatkan pengetahuan

ibu dalam mengatasi anak temper tantrum usia prasekolah 3 – 5 tahun tahun diperoleh beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

a. Terdapat perubahan yang signifikan mengenai pengetahuan para ibu tentang tingkah laku

tantrum anak usia prasekolah sebelum dan setelah mengikuti pelatihan.

b. Terdapat perubahan yang signifikan terhadap pengetahuan ibu tentang cara mengatasi

tingkah laku tantrum dengan metode komunikasi efektif sebelum dan setelah mengikuti

pelatihan

5.2 DISKUSI

Penelitian mengambil metode yang sama dengan beberapa penelitian sebelumnya.

Pemilihan metode komunikasi untuk mengatasi tantrum pada penelitian ini adalah suatu metode

yang tepat karena di dalam metode tersebut terdapat pengetahuan mengenai cara ibu untuk

membantu anak menamai dan menerima perasaan. Anak yang mengenal dan menerima

perasaannya akan mudah mengendalikan perasaan atau emosinya. Pengendalian emosi yang baik

menyebabkan anak tidak mudah stres dan tingkah laku tantrum anak berkurang. Metode

komunikasi efektif yang memuat cara menamai dan menerima perasaan ini sejalan dengan

penelitian Yuli Setyowati tentang pengaruh pola komunikasi keluarga dengan pengembangan

emosi anak pada keluarga Jawa yang ditulis pada tahun 2005. Hasil penelitian yang dimuat pada

Jurnal ilmu komunikasi ini menyimpulkan pentingnya komunikasi dalam menstimulasi

perkembangan emosi anak usia dini yaitu pengenalan berbagai emosi dasar seperti marah, sedih,

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

senang, takut, dan bagaimana mengelola emosi tersebut. Menurut Borba (2009) marah adalah

emosi yang dapat menyebabkan timbulnya tingkah laku tantrum, maka jika dapat

memngendalikan emosi marah akan mengurangi tingkah laku tantrum. Penelitian lain untuk

mengatasi tingkah laku tantrum dilakukan oleh Dana H. Davidson dengan judul penelitian

Tantrums in Young Children tahun 2003. Penelitian Davidson (2003) ini juga menggunakan

metode komunikasi untuk mengatasi tingkah laku temper tantrum yaitu komunikasi asertif.

Komunikasi asertif adalah komunikasi yang melibatkan emosi. Komunikasi asertif antara ibu

terhadap anak usia prasekolah mempunyai dampak meningkatkan kompetensi emosi anak dalam

mengekspresikan emosi, responsif terhadap emosi, dan memahami emosi sehingga dapat

mengatasi ataupun menurunkan tingkah laku tantrum. Eva L. Feindler dan Karen A. Star (2003)

juga menulis tentang mengatasi tantrum atau pengendalian amarah dengan metode Anger

Control Training (ACT) yaitu pengendalian amarah dengan proses relaksasi dan pengalihan

fokus pikiran.

Diskusi dalam penelitian ini adalah efektivitas program pelatihan baik karena berhasil

meningkatkan pengetahuan ibu mengenai cara mengatasi anak temper tantrum yaitu cara

mencegah anak temper tantrum, reaksi spontan ketika anak temper tantrum dan cara untuk

merubah kebiasaan anak temper tantrum. Keberhasilan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor

yang menunjang keberhasilan jalannya penelitian ini antara lain faktor peserta, materi, fasilitator,

dan metode pelatihan.

Para ibu yang merupakan peserta pelatihan ini merasa senang dan antusias mengikuti

pelatihan. Keempat belas ibu yang mengikuti pelatihan ini senang dan bersemangat pada saat

kegiatan ice breaking melalui permainan-permainan. Selain itu pada saat pemberian empat

materi yakni Anak Emas, Anak Mengadat (Temper tantrum), Komunikasi Efektif, dan Mengatasi

iantrum, para ibu terlihat antusias karena hal tersebut merupakan pengalaman pertama bagi

mereka dan merupakan masalah yang dihadapi sehari-hari. Para peserta pelatihan juga terlihat

aktif dalam kegiatan diskusi kelompok dan terdapat beberapa orang ibu yang aktif bertanya

kepada fasilitator terkait materi yang disampaikannya. Hal ini sejalan dengan dengan hal yang

diungkapkan oleh Patmonodewo (1992) bahwa orang dewasa dapat belajar dengan baik apabila

ia merasa senang dan aktif berpartisipasi.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Faktor materi juga berpengaruh terhadap kesuksesan hasil pelatihan. Materi yang

diberikan dalam pelatihan ini merupakan hal-hal yang dapat dipraktikkan langsung dalam

kehidupan sehari-hari sehingga mudah bagi para ibu untuk mengikuti proses pembelajaran di

dalamnya. Patmonodewo (1992) menyatakan bahwa orang dewasa akan mudah mempelajari

sesuatu jika bahan yang diberikan segera dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Materi

“Anak Emas” berisi pengetahuan mengenai cara mendidik anak pra sekolah dengan tepat yang

langsung dapat dipraktikkan oleh ibu kepada anak. Begitu pula dengan materi “Anak Mengadat”

(Temper tantrum) yang merupakan masalah bagi para ibu, maka dengan pemberian materi

“Komunikasi Efektif dengan Anak” dan “Mengatasi Tantrum” para ibu tampak sangat antusias

bertanya karena ingin lebih jelas memperoleh pengetahuan yang dapat memecahkan salah satu

masalah dalam pengasuhan yaitu masalah tingkah laku temper tantrum. Hal ini sejalan dengan

pendapat yang dinyatakan oleh Knowles dalam Fauzi (2011) bahwa salah satu prinsip

pembelajaran orang dewasa adalah mereka mau mempelajari segala sesuatu yang ingin mereka

ketahui dan mau melakukannya jika hal tersebut dapat menyelesaikan masalah yang mereka

hadapi.

Fasilitator juga merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu pelatihan. Para

fasilitator yang terlibat dalam pelatihan ini adalah orang-orang yang memiliki latar belakang

pendidikan dan pengalaman dibidang psikologi anak usia dini sehingga proses pemberian materi

dapat mudah dipahami oleh para ibu. Fauzi (2011) menyatakan bahwa salah satu peran fasilitator

adalah sebagai agen perubahan di mana ia berperan sebagai sumber ilmu pengetahuan bagi para

peserta pelatihan. Cara penyampaian juga menarik yaitu dengan menggunakan metode belajar

yang beraneka ragam sehingga para ibu mendengarkan dengan antusias. Metode pelatihan yang

bervariasi membuat para ibu tidak mengalami kebosanan. Hal ini terlihat dari semangat para ibu

untuk hadir tepat waktu dan antusias mengikuti materi selama 4 jam dalam sehari yang dimulai

jam 08.00 sampai dengan jam 12.00. Metode pelatihan dengan menggunakan tayangan video

hasil rekaman ibu yang sedang berkomunikasi dengan anak tantrum merupakan metode yang

paling diminati. Ibu dapat langsung menyaksikan penampilan mereka, Selain itu tingkah laku

anak tantrum yang diperankan oleh ibu yang lain juga membuat para ibu tertawa. Metode lain

yang disukai adalah ceramah karena para ibu dapat langsung bertanya mengenai masalah-

masalah yang terkait dengan materi pembelajaran. Metode permaianan juga disukai karena

menimbulkan suasana gembira dan tidak mengantuk.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Penelitian ini selain mempunyai beberapa kelebihan juga mempunyai beberapa

keterbatasan yaitu pertama luas ruangan pelatihan yang berukuran 5 x 7 meter persegi memadai

untuk pemberian materi tetapi kurang memadai untuk permainan. Ibu-ibu yang berjumlah 14

orang bergerak kurang leluasa dalam melakukan metode permainan. Kedua, penelitian belum

bisa menggambarkan kondisi yang sebenarnya karena ibu tidak menghadapi anak yang benar-

benar sedang tantrum tetapi hanya berhadapan dengan ibu lain yang berperan sebagai anak

sehingga perasaan dan situasinya berbeda dengan menghadapi anak yang sedang tantrum yang

sesungguhnya. Ketiga, alat ukur kuesioner terbuka menunjukan hasil peningkatan pengetahuan

ibu secara signifikan tetapi rata-ratanya hanya 60% jawaban yang benar, dan hanya satu orang

yang kebenaran jawabannya di atas 90%. Hal ini terjadi karena banyaknya item yang harus

diingat yang dilakukan pada tahap-tahap (1) untuk mencegah tantrum, (2) pada saat anak sedang

tantrum, dan (3) merubah kebiasaan tantrum pada anak, sehingga ibu mengalami kesulitan untuk

menghafal. Seharusnya untuk menghafal item yang banyak dan tidak ada pengetahuan awal yang

relevan digunakan metode nemonik (Ormrod, 2012) atau disebut jembatan keledai. Nemonik

adalah suatu proses pemberian makna terhadap huruf atau suku kata awal dari suatu kalimat,

dengan pemberian makna menghafal dan memahami sesuatu menjadi lebih efektif.

Keterbatasan yang keempat yaitu penggunaan alat ukur behavioral checklist yang

mengukur pengetahuan ibu mengenai komunikasi efektif untuk mengatasi anak yang sedang

temper tantrum tidak mampu menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Hasil pretest dan

posttest dari behavioral checklist hanya diberikan “ya” dan “tidak”. Menurut Suprananto (2012)

dan Walgito (2003), alat ukur dengan pilihan jawaban “ya“ atau “tidak“ memiliki kelemahan

yaitu faktor kemungkinan subjek untuk menjawab pernyataan dengan benar adalah 50%

sehingga behavioral checklist mengenai cara ibu berkomunikasi efektif dengan anak temper

tantrum belum menggambarkan pengetahuan ibu yang sebenarnya.

Keterbatasan kelima, penelitian hanya melakukan dua tahap evaluasi dari empat tahap

yang dianjurkan dalam pelatihan. Menurut Fauzi (2011) evaluasi hasil pelatihan terdiri dari

empat tahap yaitu (1) tahap reaksi (2) tahap belajar, (3) tahap aplikasi, dan (4) tahap impact.

Tahap reaksi merupakan evaluasi tahap pertama, dilakukan segera setelah pelatihan selesai.

Evaluasi ini ditujukan untuk mengukur tingkat kepuasan peserta terhadap pelaksanaan pelatihan.

Evaluasi tahap kedua yaitu tahap belajar. Tujuannya mengukur tingkat pemahaman peserta

terhadap materi pelatihan. Evaluasi tahap ketiga yaitu tahap aplikasi yaitu kemampuan ibu

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

mengaplikasikan materi pelatihan ke dalam kehidupannya sehari-hari. Evaluasi tahap keempat

yaitu tahap impact yaitu melihat dampak dari perubahan sikap mental peserta terhadap masalah

yang dihadapi. Penelitian ini tidak melakukan evaluasi tahap ketiga dan keempat karena hanya

melihat perubahan pengetahuan ibu.

5.3 SARAN

Berdasarkan paparan diskusi dalam penelitian ini, maka terdapat beberapa saran yang

dapat digunakan untuk pelatihan di masa yang akan datang. Saran-saran tersebut antara lain

sebagai berikut:

a. Pada kegiatan role play sebaiknya dilakukan secara alami dengan cara merekam kegiatan ibu

yang sedang menghadapi anak yang sedang tantrum seperti ketika uji validitas dan

reliabilitas. Kegiatan ini berlaku untuk pretest dan posttest. Kegiatan pretest dapat dilakukan

melalui kegiatan observasi di mana peneliti mengunjungi rumah masing-masing ibu.

Kesulitan metode ini adalah tidak bisa ditentukan waktu anak menunjukan tingkah laku

tantrum secara pasti. Hal ini pun berlaku pada kegiatan posttest.

b. Dilakukan monitoring dan evaluasi berkala pasca pelatihan untuk melihat capaian hasil

pelatihan tahap ketiga yang disebut tahap aplikasi yaitu kemampuan para ibu dalam

mengatasi tingkah laku tantrum anak usia prasekolah. Fauzi (2011) mengatakan tahap

aplikasi ini penting karena mengukur apakah materi yang diajarkan telah diaplikasikan oleh

peserta dalam kehidupan sehari-hari untuk mengubah perilaku para partisipan menuju

perilaku unggul yang diharapkan dalam pelatihan. Pengukuran ini biasanya dilakukan 6

bulan hingga satu tahun setelah pelatihan.

c. Bisa ditambahkan tahap impact untuk mengukur apakah kegiatan pelatihan yang telah

dilakukan dapat memberikan perubahan sikap mental, perbaikan pengetahuan atau

menambah keterampilan para ibu sehingga berdampak terhadap kinerja yaitu menurunnya

frekuensi tantrum, karena penelitian tesis dibatasi oleh waktu maka penelitan tahap aplikasi

dan tahap impact dapat dilanjutkan oleh mahasiswa angkatan tahun berikutnya.

d. Usulan materi yang dibutuhkan oleh ibu terkait tingkah laku tantrum adalah ibu

menginginkan materi cara mengatasi anak tantrum usia sekolah, remaja dan dewasa

e. Mengatasi tantrum bisa dicoba dilakukan dengan metode lain, misalnya metode ACT (Anger

Control Treatment).

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

DAFTAR PUSTAKA

Achadi, Endang L, dkk. (2011). Gizi Seimbang: Buku Pegangan Pendidik PKGK dan PUSKA. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Anonymous. (2009). Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor 58 tahun

2009. 28 April 2012 www.ranking-ptai.info/regulasi/permendiknas_58_09.pdf Anonmus. Kartu Menuju Sehat (KMS). 4 Juli 2012. www.hukor.depkes.go.id/up_prod_

permenkes Anonymous. (2012). How Serious Behavior Problems Affect Children. 11 Mei 2012.

www.kidsmatter.edu.au. Barker, Larry. (2012). 10 Irritating Habits. www.focusas.com/ListeningSkills.html.

Baumrind, D. (1966). Effects of Authoritative Parental Control on Child Behavior, Child Development, 37(4), 887-907.

Baumrind, D. (1967). Child Care Practices Ateceding Three Patterns of Preschool Behavior. Genetic Psychology Monographs, 75(1), 43-88.

Baumrind, D. (1991). The Influence of Parenting Style on Adolescene Competence and Substance Use. Journal of early adolescene, 11(1). 56-95.

Berns, Roberta. M. (2009). Child, Family, School, Community Sozialitation and Support. Wadsworth Cengage Learning: Australia.

Borba, Michelle. (2001). Building Moral Intelegence. Jossey-Bass A Willey Imprint: California. Borba, Michelle. (2009). The Big Book Parenting Solution. Jossey-Bass A Willey Imprint:

California. Bronson, M. (2000). Self-Regulation in Early Childhood: Nature and Nurture. The Guildford

Press: New York. Brooks, Jane B. (1991). The Process of Parenting. Mayfield Publishing Company. Mountain:

USA. Davidson, Dana H. (2003). Temper Tantrums in Young Children. Children and Family Journal;

Nov:2003-CF7. University of Hawai. Denham, Susanne, Susan Renwick-DeBardi, Susan Hewes. (1994). Emotional Communication

Between Mothers and Preschoolers: Relations with Emotional Competence. Merrill-Palmer

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Quarterly (1982-), Vol. 40, No. 4 (October 1994), pp. 488-508. Wayne State University Press. 25 Desember 2012

http://www.jstor.org/stable/23087919

Duvall, Evelyn Millis. (1977). Marriage and Family Development. J.B. Lippincott Co: Philadelphia.

Ekman, Paul. (1992). An Argumen for Basic Emotions. Journal Cognition and Emotion 6(3/4),

169-200. University of California. San fransisco: USA. Fauzi, A. Ikka Kartika. (2011). Mengelola Pelatihan Parsitipatif. Alfabeta: Bandung. Feindler, Eva, Starr, Karen E. (2003). From Steaming Mad to Staying Cool: A Constructive

Approach to Anger Control. Reclaiming Children and Youth. 2003; 12, 3; ProQuest. Fetsch, R.B., Jacobson, B. (2007). Children Anger and Tantrum. Colorado State University. Ford, Katrinca. (2012). Children and Tantrums: Why They Do It. How to get through it.

Worksheet. Cal State Hayward. Fox, Nathan A., Susan D. Calkins, Susan D. (2003). The Development of Self-Control of

Emotion:Intrinsic and Extrinsic Influences. Motivation and Emotion, Vol. 27, No. 1, March 2003

Frey, Diane E. (2003). Creative Strategies for the Treatmen of Anger. Mandala Publinshing:

Dayton. Ohio Furlong, N.E., Lovelace, E.A., & Lovelace,K.L. (2000). Research Methods and Statistics: An

Integrated Approach. New York: Thomson Wadsworth. Gail E. Joseph, Strain, Phillip S. (2003). Social Emosional Teaching Strategies. The Center on

the Social and Emotional Foundations for Early Learning University of Illinois at Urbana-Champaign. Handout module.

Gillespie, Linda Groves dan Seibel Nancy L. (2006). Self-Regulation : A Cornerstone of Early

Childhood Development. National Association for the Education of Young Children. www.journal.naeyc.org/about/permissions.as

Good, Tom W. (1982). Delivering Effective Training. San Diego: California. Gordon, Thomas. (1993). Menjadi Orang Tua Efektif. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta. Hastono, P. Sutanto. (2007). Analisis Data Kesehatan. FKM UI. Depok Henniger, Michael L. (2009). Teaching Young Children: An Introduction. Pearson: New Jersey

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Kochanska, G., Coy, K., & Murray, K. (2001). The Development of Self-Regulation Across the First Four Years of Life. Child Development, 72, 1091–1111.

Kolb, David A. (1984). Experential Learning : Experience As the Source of Learning and

Development. Prentice-Hall: USA. Levinson, Martin H. (2006). Anger Management and Violence Prevention: A Holistic Solution.

Apr 2006; 63, 2; ProQuest Research Library. Maccoby, E.E., Martin J.A. (1983). Socialization in The Contact of The Family: Parent-Child

Interaction Handbook of Child Psychology: Socialization Personality and Social Development (4th

ed). Wiley: New York.

Miller, Alicia. (2010). The Importance of Effective Communication.

Miller, Daria Ferris. (2000). Positive Child Guidance. Delmar Thomson Learning: Australia.

www.livestrong.com.

Moeliono, Anton M., Marcus Susanto, Mien A. Rifai, Muhammad Zairin, Sri Suksesi,

Adiwimarta, Sri Timur Suratman. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa. Edisi ke-4. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

Mustaqim, Wahid, Abdul. (2010). Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta: Jakarta. Nichols, John M., Hassan Shadily. 2002. Kamus Inggris Indonesia : An English-Indonesian

Dictionary. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Nini Subini, dkk. (2012). Psikologi Pembelajaran. Mentari Pustaka: Yogyakarta. Omrod, Jeanne Ellis. (2011). Psikologi Pendidikan: Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang.

Gramedia: Jakarta. Papalia, Diane E, Ruth Duskin Feldman, Gabriela Martorell. (2012). Experience human

development. Mc. Graw Hill: USA. Patmonodewo, S. (1992). Buku Paket Pelatihan Ibu Manu Anak Bermutu – Seri Ibu, Petunjuk

Bagi Kader. Jakarta: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Reilly, Patrick M. & Shopshire, Michael S. (2011). Anger Management for Substance Abuse and

Mental Health Clients : A Cognitive Behavioral Therapy Manual. U.S. Departement of Health and human Services. Substance Abuse and Mental Health Services Administration. Center for Substance Abuse Treatment. 23 Mei 2012 www.samhsa.gov

Sanders, Matthew.R. (1997). Every Parent: A Positive Approach to Children Behavior. Addison

Wesley Longman: Australia. Santrock, John W. (2009). Child development. Mc. Graw Hill: USA.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Sears, William, Martha, Sears. (1995). The Discipline Book: Everything You Need to Know to Have A Better-Behave Child-From Birth to Eight Ten. Little Brown and Co: Boston.

Setyowati, Yuli. (2005). Pola Komunikasi Keluarga dan Perkembangan Emosi Anak: Studi

Kasus. Jurnal Ilmu komunikasi. Volume 2:1, 67-78, Juni 2005. Simenyak, Sarah. (2009). Effective Communication Skills for Parents. Actual Workplace

Challenges. www.qomps.com.my Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Administrasi. CV Alfabeta: Bandung. Suprananto, Kusaeri. (2012). Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Graha Ilmu: Jakarta. Terrie E. Moffitt, Louise Arseneault, Daniel Belsky, Nigel Dickson, Robert J. Hancox, Hona Lee Harrington, Renate Houts, Richie Poulton, Brent W. Roberts, Stephen Ross, Malcolm R.

Sears, W. Murray Thomson, and Avshalom Caspi. A gradient of childhood self-control predicts health,wealth, and public safety. www.pnas.org/cgi/doi/10.1073/pnas.1010076108

PNAS Early Edition

Tracy Dennis. (2006). Emotional Self-Regulation in Preschoolers: The Interplay of Child Approach Reactivity, Parenting, and Control Capacities. Developmental Psychology. Vol 42,

No. 1, 84–97 0012-1649/06/$12.00 DOI: 10.1037/0012-1649.42.1.84, American Psychological Association.

Walgito, Bimo. (2003). Psikologi Sosial: Suatu Pengantar. Penerbit Andi: Yogyakarta. Zolten, Kristin, Long, Nicholas. Effective Communication Skills for Parents. Department of

Pediatrics, University of Arkansas for Medical Sciences Artwork by Scott Snider. www.parenting-ed.org

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

No Nama Kegiatan

Waktu Tujuan Kegiatan

Sasaran Kegiatan

Deskripsi Kegiatan

Metode Media Indikator

1. Pembukaan dan Perkenalan

09.00-09.20

20 menit

• Menciptakan suasana keakraban antar para peserta pelatihan.

• Para peserta siap untuk mengikuti pelatihan komunikasi efektif untuk mengatasi anak mengadat

• Para ibu saling mengenal satu sama lain

• Para ibu siap untuk mengikuti pelatihan.

• Pembukaan : • Sanbutan ketua penyelenggara

pelatihan • Perkenalan panitia • Para ibu memperkenalkan namanya

satu persatu • Ice Breaking : games KENTANG

DAN SEDOTAN . ibu berusaha menusukan sedotan hingga menenbus kentang . hikmahnya : pekerjaan sulit jika dilakukan dengan sungguh-sungguh akan berhasil

Permainan

Mikrofon, spidol.

Para ibu dapat menyebutkan hikmah games KENTANG DAN SEDOTAN

2. Pre-Test Kuesioner tentang cara komunikasi efektif untuk mengatasi anak mengadat dan frekuensi mengadat anak selama 1 minggu

09.20-09.40

20 menit

• Untuk mengetahui pengetahuan dasar para ibu tentang cara komunikasi efektif untuk mengatasi anak prasekolah mengadat sebelum pelatihan.

• Penyelenggara pelatihan mengetahui kemampuan dasar para ibu tentang cara komunikasi efektif untuk mengatasi anak prasekolah mengadat sebelum pelatihan.

• Penjelasan Kuesioner • Pengisian Kuesioner • Penutup

Pengisian angket sesuai pengalaman para ibu

Alat tulis, angket mengenai komunikasi efektif untuk menurunkan frekuensi mengadat anak prasekolah

Angket terisi semua

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

No Nama Kegiatan

Waktu Tujuan Kegiatan

Sasaran Kegiatan

Deskripsi Kegiatan

Metode Media Indikator

3. ANAK EMAS 09.40-10.30

50 menit

• Meningkatkan pengetahuan ibu mengenai perkembangan anak pra sekolah dan pentingnya usia emas (golden ages) pada anak usia dini (AUD).

• Para ibu mengetahui perkembangan fisik-motorik (kasar & halus) /kognitif/psikososial anak pra sekolah.

• Pengantar : tujuan sesi ini • Pembagian kelompok ibu (5-6

orang), dalam kelompok tersebut ibu mendiskusikan perkembangan anak pra sekolah.

• Role play : perwakilan ibu maju ke depan menjelaskan dan memperagakan perkembangan fisik-motorik (kasar & halus) /kognitif/psikososial anak pra sekolah.

Ceramah singkat Diskusi, main peran

Laptop, LCD, Modul fasilitator, Handout peserta pelatihan.

• Ibu dapat menyebutkan ciri perkembangan fisik-motorik kasar & halus,kognitif, dan psikososial anak pra sekolah.

4.

ISTIRAHAT 10.30-10.40

Menyegarkan fikiran kembali

Ibu merasa segar dan siap ikut pela- tihan selanjutnya

• Ibu dipersilakan minum teh dan makan snack atau ke toilet

Gelas plastic, sendok kecil, teh, gula

5. ANAK MENGADAT

10.40-11.20

40 menit

• Memberikan pengetahuan kepada para ibu mengenai perilaku mengadat anak pra sekolah, penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi nya.

Para ibu mendapat pengetahuan mengenai perilaku mengadat anak pra sekolah, penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi nya.

• Para ibu berada dalam kelompok kecil (1 kelompok 5-6 orang).

• Studi kasus : Fasilitator menunjukan dua buah film tentang anak prasekolah mengadat

• Diskusi : Ibu mendiskusikan dalam kelompok kecil mengenai mengadat dan penyebabnya

• Fasilitator meminta jawaban dari tiap kelompok

• Di akhir sesi, fasilitator memberi ceramah singkat mengenai perilaku mengadat anak pra sekolah, penyebab dan faktor-faktor yang mempengaruhi

Studi kasus, diskusi, ceramah singkat.

Modul fasilitator, handout peserta pelatihan, LCD, laptop, mikrofon, alat tulis, kertas.

• Para ibu mampu menyebutkan masalah umum perilaku anak pra sekolah.

• Para ibu mampu memberikan jawaban terkait studi kasus ang diberikan.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

No Nama Kegiatan

Waktu Tujuan Kegiatan

Sasaran Kegiatan

Deskripsi Kegiatan

Metode Media Indikator

6. Quiz 09.00-09.20

20 menit

• Menyegarkan kembali pengetahuan para ibu mengenai materi “ANAK EMAS” dan “ANAK MENGADAT”

• Para ibu bersemangat untuk menunjukkan pengetahuan yang mereka memiliki dengan menjawab pertanyaan yang diajukan.

• Panitia mengajukan sekitar 3 pertanyaan kepada para ibu.

• Ibu yang tahu jawabannya, angkat tangan, dan uraikan jawabannya.

• Pemberian hadiah bagi 3 orang ibu yang berhasil menjawab pertanyaan dengan benar.

Tanya jawab.

Lembar pertanyaan quiz, mikrofon.

• Para ibu mau dan mampu menjawab pertanyaan yang diajukan. Uraian jawaban yang benar mengindikasi kan ibu mengetahui dengan baik materi yang diberikan.

7. KOMUNIKASI EFEKTIF IBU EFEKTIF

09.20-10.00

40

menit

• Memberikan materi pelatihan komunikasi efektif untuk mengatasi anak mengadat

• Para ibu mempunyai pengetahuan komunikasi efektif untuk mengatasi anak mengadat •

• Fasilitator memberikan ceramah mengenai komunikasi efektif untuk mengatasi anak mengadat

Talk Show TOR Talk show, mikrofon.

• Para ibu tahu cara komunikasi efektif untuk mengatasi anak mengadat

8. ISTIRAHAT 10.00-10.10

Menyegarkan fikiran kembali

Ibu merasa segar dan siap mengikuti pelatihan selanjutnya

• Ibu dipersilakan minum teh dan makan snack atau ke toilet

Gelas plastic, sendok kecil, teh, gula

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

No Nama Kegiatan

Waktu Tujuan Kegiatan

Sasaran Kegiatan

Deskripsi Kegiatan

Metode Media Indikator

9. Bermain peran

10.10-11.10

60

menit

Mengetahui cara komunikasi efektif yang telah dikuasai ibu setelah mendapat materi komunikasi efektif

Ibu dapat melakukan komunikasi efektif setelah pelatihan.

• Para ibu dibagi dalam kelompok kecil (4 orang) dan tiap kelompok didampingi oleh satu orang co-fasilitator.

• Main peran : Satu orang ibu berperan sebagai anak yang mengadat, seoran ibu lainnya berperan sebagai ibu yang berkomunikasi efektif dengan anak yang mengadat, sementara ibu-ibu yang lainnya menonton sambil mengisi lembaran masukan bagi ibu yang berperan sebagai ibu. Demikian bergantian sampai semua ibu berperan sebagi ibu yang melakukan komunikasi efektif dengan anak.

• Co-fasilitator merekam satu per satu ibu yang melakukan komuinikasi efektif dengan “anaknya” yang sedang mengadat

• Setelah merekam, co-fasilitator mengisi behavioral checklist sesuai dengan hasil rekamannya.

Main peran

Behavioral checklist, handy cam,

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

No Nama Kegiatan

Waktu Tujuan Kegiatan

Sasaran Kegiatan

Deskripsi Kegiatan

Metode Media Indikator

10.

Mari Menilai! 09.00-10.00

60

menit

• Untuk mengevaluasi apakah para ibu mampu mengoreksi kesalahan dalam cara komunikasi efektif pada saat menangani anak mengadat yang dilakukan oleh temannya melalui video.

• Agar para ibu mampu menyebutkan dan menganalisis kesalahan dalam cara komunikasi efektif pada saat menangani anak mengadat

• Agar para ibu mampu memberikan masukan bagaimana seharusnya cara komunikasi efektif pada saat menangani anak mengadat.

• Panitia mempersiapkan 12 buah video rekaman hasil dari kegiatan posttest .

• Fasilitator meminta para ibu untuk memperhatikan video tersebut dengan seksama lalu mengevaluasinya.

• Para ibu menyaksikan 4 tayangan video terbaik hasil penilaian fasilitator tersebut satu per satu dan mengisi lembar evaluasi penilaian.

Diskusi • Tayangan video main peran hari ke-2, mikrofon, lembar penilaian ibu.

• Ibu mampu memberikan masukan yang konstruktif mengenai penguasaan cara komunikasi efektif

11. ISTIRAHAT 10.00-10.10

Menyegarkan fikiran kembali

Ibu merasa segar dan siap mengi kuti pelatihan selanjutnya.

• Ibu dipersilakan minum teh dan makan snack atau ke toilet

Gelas plastic, sendok kecil, teh, gula

11. Wrap up komunikasi efektif

10.10-10.40

30

menit

Membantu para ibu dalam mengingat kembali poin-poin penting dalam komunikasi efektif.

• Para ibu mampu mengingat kembali materi mengenai perkembangan anak pra sekolah, mengadat, dan cara komunikasi efektif.

• Fasilitator memberikan tayangan slideshow yang berisi rangkuman materi karakteristik perkembangan anak prasekolah, mengadat dan komunikasi efektif yang telah diberikan sebelumnya.

Ceramah LCD, laptop, mikrofon, modul fasilitator, handout peserta pelatihan.

Para ibu mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator.

No Nama Waktu Tujuan Sasaran Deskripsi Metode Media Indikator

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan 12. Wrap up

komunikasi efektif

10.40-11.10

30 menit

Membantu para ibu dalam mengingat kembali poin-poin penting dalam komunikasi efektif.

• Para ibu mampu mengingat kembali materi mengenai perkembangan anak pra sekolah, mengadat, dan cara komunikasi efektif.

• Fasilitator memberikan tayangan slideshow yang berisi rangkuman materi karakteristik perkembangan anak prasekolah, mengadat dan komunikasi efektif yang telah diberikan sebelumnya.

Ceramah LCD, laptop, mikrofon, modul fasilitator, handout peserta pelatihan.

Para ibu mampu mengingat kembali dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh fasilitator.

13. Post-test Kuesioner cara komunikasi efektif dalam mengatasi anak mengadat

11.10-11.30

20

Menit

• Para ibu mengisi kuesioner posttest Cara mengatasi anak mengadat

Ibu mengetahui cara komunikasi efektif dalam mengatasi anak mengadat

• Fasilitator memberitahukan petunjuk pengisian kuesioner dan para ibu mengisinya.

Pengisian angket sesuai pengala-man peserta setelah pelatihan.

Alat tulis, angket mengenai cara mengatasi anak mengadat

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Lampiran 2

DATA PESERTA PELATIHAN

I. IDENTITAS IBU

Nama Ibu :

Usia : ___ tahun

Pendidikan terakhir :

Pekerjaan :

Jenis pekerjaan : sehari penuh / setengah hari

Ketika ibu bekerja anak diasuh oleh : …………………………………………………

Jumlah Anak : ………………………. orang

Anak yang berusia 3-5 tahun adalah anak ke : _____ dari ______ bersaudara

Kegiatan anak :

HP/Telepon :

Aktivitas ibu :

- Pengajian : ……………………………………………………x per minggu

- Arisan : …………………………………………………… x per minggu

- Lain-lain : …………………………………………………… x per minggu

- …………………………………………………… x per minggu

……………………………………………………. x per minggu

II. IDENTITAS AYAH

Nama Ayah :

Usia : ___ tahun

Pendidikan terakhir :

Pekerjaan :

Jenis pekerjaan : sehari penuh / setengah hari

Aktivitas ayah sepulang kerja atau pada hari libur :

- Pengajian

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

- Arisan

- Lain-lain : ……………………………………………………

……………………………………………………

…………………………………………………….

III. DATA ANGGOTA KELUARGA

Anggota

Keluarga

Nama Usia L/P Pekerjaan/sekolah

di …….

Anak ke -

1

…… tahun

Anak ke -

2

…… tahun

Anak ke -

3

…… tahun

Anak ke -

4

…… tahun

ANGGOTA KELUARGA LAIN YANG TINGGAL SERUMAH

No Nama Hubungan dengan

anak

Usia

(tahun)

L/P Pekerjaan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Harapan orang tua terhadap anak yang masih berusia 3, 4, atau 5 tahun

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

_____________________________________________________________________

Harapan orang tua setelah mengikuti pelatihan ini

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

________________________________________________________________________

I. RIWAYAT ANAK

Nama anak (usia 3-5 tahun) :

Anak ke : _____ dari ______ bersaudara

Jika anak pertama, jarak antara pernikahan dan kehamilan : __________ tahun

Proses kelahiran : _______________________ (normal, operasi, vakum)

Beda usia dengan kakak : ____________ tahun

Beda usia dengan adik : ____________ tahun

Sifat anak :

1. Mudah beradaptasi dengan lingkungan

2. Sulit beradaptasi dengan lingkungan

3. Perlu waktu untuk beradaptasi dengan lingkungan

Penyakit yang pernah di derita :

1. ___________________________________________

2. ___________________________________________

3. ___________________________________________

4. ___________________________________________

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Lampiran 3. DataKuesioner Terbuka

Data Kuesioner Terbuka

No

Pertanyaan

Rr En Da Hs In Dv Rt PRE

POST

PRE

POST

PRE

POST

PRE

POST

PRE

POST

PRE

POST

PRE

POST

1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 0 1 2 1 3 1 3 0 3 0 3 1 3 0 3 1 3 3 1 6 1 4 1 1 1 2 0 5 1 4 1 3 4 1 3 0 3 1 1 0 5 0 5 1 3 1 2 5 0 2 1 2 0 3 0 2 0 4 0 3 1 2 6 1 2 1 2 1 2 0 2 0 2 1 2 0 2

Total skor 4 17 5 15 3 11 2 15 2 20 3 16 4 13 Persentase

jawaban 16 68 20 60 12 44 8 60 8 80 12 64 16 52 yang benar

No Pertanya

an

Rs Dn St Pj Sd Ss Rh PRE

POST

PRE

POST

PRE

POST

PRE

POST

PRE

POST

PRE

POST

PRE

POST

0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 0 3 1 1 1 2 0 1 1 2 0 3 1 3 0 1 2 3 0 5 1 1 0 3 1 10 1 6 1 5 2 2 1 4 0 3 0 1 0 5 0 5 0 4 1 2 1 4 1 3 1 1 1 4 0 3 0 2 1 2 1 2 1 2 1 2 1 2 0 2

Total skor 1 16 7 11 5 18 3 11 3 10 4 25 3 20 Persentase

jawaban 4 64 28 44 20 72 12 44 12 40 16 98 12 80 yang benar

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Lampiran 4. Data Behavior Checklist

DATA BEHAVIOR CHECKLIST CARA MENGATASI ANAK MENGADAT DENGAN KOMUNIKASI EFEKTIF

NO

PERNYATAAN Rr En Da Hs In Dv Rt

PRE

POS

PRE

POS PRE

POS PRE

POS PRE

POS

PRE

POS PRE

POS

1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 2 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 3 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 4 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 5 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 1 6 1 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 7 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 8 0 0 0 0 0 1 0 1 0 0 1 1 1 1 9 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1

10 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 0 1 11 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 12 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 13 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 1 0 1 14 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 15 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 0 0 16 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 17 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 18 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 19 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 20 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 21 0 1 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 22 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 23 0 1 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 1 24 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

Skor perilaku 8 19 4 16 6 19 5 19 5 16 18 21 13 21 yang tepat

Persentase perilaku 30

70.4 15

59.3

22.2 70

18.5

70.4

18.5

59.3 67 78

48.1 78

yang tepat

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

DATA BEHAVIOR CHECKLIST CARA MENGATASI ANAK MENGADAT DENGAN KOMUNIKASI EFEKTIF

NO

PERNYATAAN Rs Dn St Pj Sd Ss Rh

PRE

POS

PRE

POS

PRE

POS

PRE

POS

PRE

POS

PRE

POS

PRE

POS

1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 2 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 3 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 4 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 5 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 6 0 1 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 1 1 7 1 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 8 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 9 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 10 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 1 11 0 1 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 0 1 12 1 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 13 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 14 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 15 0 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 0 1 16 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17 0 1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 1 0 1 18 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 19 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 20 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 21 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 1 0 1 22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 23 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 1 24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 27 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 Skor perilaku 6 19 8 20 5 17 5 18 9 18 7 24 8 25 yang tepat

Persentase perilaku 22 70 30 74 19 63 18 66 33 67 25 89 29 93

yang tepat

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Lampiran 5. Hasil Output SPSS 17

HASIL OUTPUT SPSS VERSI 17.00

1. Pengetahuan Ibu Mengenai Cara Mengatasi Anak Mengadat

T-Test [DataSet2]

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pretest 2.8571 14 1.29241 .34541

Posttest 13.5714 14 4.27361 1.14217

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pretest & Posttest 14 -.068 .818

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval of

the Difference

Lower Upper

Pair 1 Pretest -

Posttest

-10.71429 4.54767 1.21542 -13.34003 -8.08854 -8.815 13 .000

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

2. Perubahan Perilaku Ibu dalam Mengatasi Anak Mengadat Melalui Komunikasi Efektif dengan Metode Bermain Peran

T-Test [DataSet2]

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 Pretest 7.2857 14 2.84006 .75904

Posttest 19.4286 14 2.65197 .70877

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 Pretest & Posttest 14 .493 .073

Paired Samples Test

Paired Differences

t df

Sig. (2-

tailed)

Mean

Std.

Deviation

Std. Error

Mean

95% Confidence Interval

of the Difference

Lower Upper

Pair 1 Pretest -

Posttest

-12.14286 2.76954 .74019 -13.74194 -10.54377 -16.405 13 .000

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Lampiran 6. Data Wawancara Pasca Pelatihan

Data Wawancara dengan partisipan dengan skor tertinggi

No

Pertanyaan

Jawaban Ss

1 Ya. Sangat senang, karena memperoleh pengetahuan untuk mengatasi

anaknya yang sering mengadat .

2 Sangat terasa manfaatnya karena selama ini anak saya dibilang dokter psikiatri punya kelainan mental retardasi tapi ringan. Bicara yang belum lancar . kalau saya gak ngerti omongannya dia marah terus ngamuk. Anak saya ngadat bisa 5-10 kali sehari. Kondisi anak yang begitu menjadi motivasi buat saya untuk mengikuti pelatihan ini. Saya sampai ngundang ibu saya untuk nginap di rumahsupaya bisa jagain anak saya selama pelatihan. Pelatihan ini manfaat banget buat saya karena saya jadi lebih percaya diri dan tidak stres lagi menghadapi anaknya yang sedang mengadat, Saya juga gak stress lagi kalau anak saya lagi ngadat, saya bisa tenang gitu

3 Bisa sih nerapin di rumah. Kesulitannya adalah ngelatih diri kita supaya sabar karena kadang kepancing marah juga

No

Pertanyaan

Jawaban Rh (guru TK)

1

Saya sangat senang, pelatihan sesuai dengan harapan saya. Saya jadi bisa menghadapi anak yang lagi ngadat

2 Sangat bermanfaat karena saya jadi lebih percaya diri dalam mengatasi anak mengadat karena tahu persis tahap-tahap yang harus dilalui. Sebelum pelatihan saya suka panik dan pusing kalau anak ngadat. Saya juga coba komunikasi efektif sama kakak-kakaknya yang di SD dan SMP dan ternyata kami jadi semakin sering komunikasi jadi tambah akrab Tadinya saya pendiem jadi jarang komunikasi sama anak, sekarang saya tahu komunikasi kan gak mesti ngomong tapi bisa mendengar aktif

3 Kesulitan yang saya hadapi yaitu menyusun kata-kata, karena saya emang jarang ngomong. Kalau belum ketemu susuan katanya saya diem aja sampai anak mengadatnya reda

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Data Wawancara dengan partisipan dengan skor terendah

No

Pertanyaan

Jawaban En

1 Sangat berkesan, saya dapat pengetahuan sesuai harapan saya . saya senenng dengan acara nonton film dan ceramah karena bisa langsung tanya-tanya. Kalau ada pelatihan lagi saya mau ikut

2 Pelatihan sangat bermanfaat karena sekarang saya lebih tenang waktu anak ngadat karena tahu persis cara mengatasinya .

3 Kesulitan menerapkan hasil pelatihan di rumah adalah ikut campurnya orang tua saya, karena saya kan masih nyampur sama orang tua. Kalau anak ngadat karena ingin sesuatu dan saya gak kasih (ijin) pasti nenek atau kakeknya beliin.

No

Pertanyaan

Jawaban In

1 Sangat puas dan senang karena acaranya seru, dapet ilmu juga, seperti

yang diharapkan 2 Manfaatnya saya jadi lebih percaya diri menghadapi anak saya yang

lagi tantrum dan tenang, gak panik lagi. 3 Kesulitan penerapan di rumah adalah memelihara kesabaran karena

ketika anak mengadat In merasa kepalanya pusing dan ingin berteriak.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Lampiran 7. Hasil Evaluasi Pelatihan

Hasil Evaluasi Pelatihan

Berikut ini hasil evaluasi pelatihan yang diadakan selama 3 hari:

Hari 1: Senin, 17 Desember 2012

A. Pelaksanaan Kegiatan

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Tema Pelatihan 10 4 - - Ketepatan Waktu 3 11 - - Kelengkapan materi 7 7 - - Sikap melayani penyelenggara 8 6 - - Alat bantu yang digunakan 8 6 - - Pelaksanaan secara keseluruhan 9 5 - -

Total 45 39 0 0 Persentase 53.57% 46.43% 0% 0%

B. Pembicara 1. Djamila Djauhari

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Penguasaan materi 6 7 1 - Penyajian materi 4 8 2 - Manfaat materi 10 4 - - Interaksi dengan peserta 10 4 - - Penggunaan alat bantu 8 6 - - Alokasi waktu 2 10 2 - Penilaian pembicara secara keseluruhan 5 8 1 -

Total 45 47 6 0 Persentase 45.91% 48% 6.09% 0%

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

2. Agustina Wulandari

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Penguasaan materi 8 6 - - Penyajian materi 5 9 - - Manfaat materi 10 4 - - Interaksi dengan peserta 10 4 - - Penggunaan alat bantu 7 7 - - Alokasi waktu 5 8 1 - Penilaian pembicara secara keseluruhan 8 6 - -

Total 53 44 1 0 Persentase 54% 44.98% 1.02% 0%

C. Metode yang Digunakan

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Ceramah 9 5 - - Bermain peran 7 7 - - Permainan/game 5 9 - - Menonton video 4 7 3 - Diskusi Kelompok 7 7 - -

Total 32 35 3 0 Persentase 45.71% 50% 4.29% 0%

D. Topik Pelatihan

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Topik yang dipilih 11 3 - - Kesesuaian dengan tujuan 8 6 - - Manfaat bagi peserta 12 2 - - Penggunaan alat bantu 6 8 - - Materi secara keseluruhan 8 6 - -

Total 45 25 0 0 Persentase 64.29% 35.71% 0% 0%

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

E. Materi Pelatihan

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Anak emas 10 4 - - Anak mengadat 13 1 - -

Total 23 5 0 0 Persentase 82.14% 17.86% 0% 0%

Hari 2: Rabu, 19 Desember 2012

A. Pelaksanaan Kegiatan B.

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Tema Pelatihan 12 2 - - Ketepatan Waktu 3 9 2 - Kelengkapan materi 8 5 1 Sikap melayani penyelenggara 7 7 - - Alat bantu yang digunakan 9 5 - - Pelaksanaan secara keseluruhan 8 5 1 -

Total 47 33 4 0 Persentase 55.95% 39.29% 4.76% 0%

C. Pembicara 1. Agustina Wulandari

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Penguasaan materi 9 5 - - Penyajian materi 4 10 - - Manfaat materi 10 4 - - Interaksi dengan peserta 10 4 - - Penggunaan alat bantu 8 6 - - Alokasi waktu 5 9 - - Penilaian pembicara secara keseluruhan 9 5 - -

Total 55 43 0 0 Persentase 56.12% 43.88% 0% 0%

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

D. Metode yang Digunakan

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Ceramah 9 5 - - Bermain peran 7 7 - - Permainan/game 5 9 - - Diskusi Kelompok 6 8 - -

Total 27 29 0 0 Persentase 48.21% 51.79% 0% 0%

E. Materi Pelatihan

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Topik yang dipilih 12 2 - - Kesesuaian dengan tujuan 8 6 - - Manfaat bagi peserta 13 1 - - Penggunaan alat bantu 6 8 - - Materi secara keseluruhan 8 6 - -

Total 47 23 0 0 Persentase 67.14% 32.86% 0% 0%

F. Materi Pelatihan

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Komunikasi efektif dengan anak 11 3 - - Mengatasi anak mengadat 12 2 - -

Total 23 5 0 0 Persentase 82.14% 17.86% 0% 0%

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Hari 3: Jum’at, 21 Desember 2012

A. Pelaksanaan Kegiatan

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Tema Pelatihan 11 3 - - Ketepatan Waktu 7 7 - - Kelengkapan materi 9 5 - - Sikap melayani penyelenggara 10 4 - - Alat bantu yang digunakan 7 7 - - Pelaksanaan secara keseluruhan 9 5 - -

Total 43 31 0 0 Persentase 51.19% 48.81% 0% 0%

B. Materi Pelatihan

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Topik yang dipilih 12 2 - - Kesesuaian dengan tujuan 8 6 - - Manfaat bagi peserta 13 1 - - Penggunaan alat bantu 6 8 - - Kesimpulan Materi 8 6 - -

Total 47 23 0 0 Persentase 67.14% 32.86% 0% 0%

C. Topik

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Anak Emas 10 4 - - Anak Mengadat 12 2 - - Komunikasi Efektif dengan Anak 11 3 - - Mengatasi Anak Mengadat 12 2 - -

Total 45 11 0 0 Persentase 80.36% 19.64% 0% 0%

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

D. Metode yang Digunakan

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Ceramah 9 5 - - Bermain peran 7 7 - - Permainan/game 5 9 - - Menonton video 4 8 2 - Diskusi Kelompok 7 7 - -

Total 32 36 2 0 Persentase 45.71% 51.43% 2.86% 0%

E. Lain-lain

Aspek Penilaian Sangat Baik

Baik Cukup Kurang

Penggunaan waktu 6 8 - - Kondisi tempat pelatihan 9 5 - -

Total 15 13 0 0 Persentase 53.57% 46.43% 0% 0%

F. Kegiatan yang Paling Disukai Peserta Pelatihan Aspek Penilaian Jumlah Persentase Alasan Menyukai

KegiatanTersebut

Ceramah 12 Bisa langsung menanyakan hal yang tidak diketahui, dapat mengetahui cara bagaimana kita menghadapi anak mengadat, dll

Bermain peran 2 Dapat mempraktikkan langsung bagaimana cara mengatasi anak mengadat.

Tayangan video 0 Diskusi kelompok 0 Permainan/games 0

G. Kegiatan yang Paling Tidak Disukai Peserta Pelatihan Aspek Penilaian Jumlah Persentase Alasan Tidak Menyukai

Kegiatan Tersebut Ceramah 0 - Bermain peran 10 Sulit memerankan anak

mengadat, sulit menyusun kata-kata, malu, sulit mengeluarkan ekspresi, dll.

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Lampiran 8. Foto-Foto Kegiatan

Lingkungan Lokasi Tempat Pelatihan

Lingkungan Lokasi Tempat Pelatihan

Lokasi Tempat Pelatihan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Dinding Ruang Pelatihan 1

Dinding Ruang Pelatihan 2 21

Dinding Ruang Pelatihan 3 31

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Meja Absen

Peserta pelatihan

Peserta pelatihan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Permainan

Diskusi kelompok

Mengajukan pertanyaan

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Fasilitator

Fasilitator 2 : Materi Anak Emas

Fasilitator 1 : Materi mengadat

Fasilitator 1 : Materi Komunikasi Efektif dan Anak Mengadat

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20334085-T32535-Agustina Wulandari.pdf · test dan wawancara. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini menunjukkanadanya

Suasana Pelatihan 1

Pemberian hadiah kepada peserta dengan dengan skor tertinggi ke-3

Suasana Pelatihan 2

Pelatihan komunikasi..., Agustina Wulandari, Psikologi, 2013