universitas indonesia - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-t30172-analisis...

104
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN TERBANG Cheilopogon katoptron Bleeker, 1865, DI PERAIRAN PEMUTERAN, BALI BARAT TESIS DONY ARMANTO 0906577034 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM MAGISTER ILMU KELAUTAN DEPOK JANUARI 2012 Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Upload: phunghuong

Post on 04-Apr-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN TERBANG Cheilopogon

katoptron Bleeker, 1865, DI PERAIRAN

PEMUTERAN, BALI BARAT

TESIS

DONY ARMANTO

0906577034

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM MAGISTER ILMU KELAUTAN

DEPOK

JANUARI 2012

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

2

Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN TERBANG Cheilopogon

katoptron Bleeker, 1865, DI PERAIRAN

PEMUTERAN, BALI BARAT

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains

DONY ARMANTO

0906577034

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM MAGISTER ILMU KELAUTAN

DEPOK

JANUARI 2012

ii

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

3

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Tesis ini adalah hasil karya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

Nama : Dony Armanto

NPM : 0906577034

Tanda Tangan : ..............................

Tanggal : 3 Januari 2012

iii

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

4

Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN

Tesis ini diajukan oleh:

Nama : Dony Armanto

NPM : 0906577034

Program Studi : Magister Ilmu Kelautan

Judul Tesis : Analisis Aspek Biologi Ikan Terbang Cheilopogon

katoptron Bleeker, 1865, di Perairan Pemuteran, Bali

Barat

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

Magister Sains (M.Si) pada Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. Ono K. Sumadhiharga (....................................)

Pembimbing II : Drs. Sundowo Harminto, M.Sc (....................................)

Penguji I : Prof. Dr. Ir. Asikin Djamali (....................................)

Penguji II : Dr. rer. nat. Yasman, S.Si., M.Sc (....................................)

Ditetapkan : Depok

Tanggal : 3 Januari 2012

iv

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

5

Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-

Nya sehingga tesis “ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN TERBANG

Cheilopogon katoptron Bleeker, 1865, DI PERAIRAN PEMUTERAN, BALI

BARAT” ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Magister Ilmu Kelautan,

Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (F-

MIPA), Universitas Indonesia.

Ikan terbang Cheilopogon katoptron merupakan hasil tangkapan utama

yang banyak tertangkap dengan pengoperasian jaring insang (gillnet) di perairan

Pemuteran Bali Barat. Pemanfaatan ikan terbang yang tidak terkendali dapat

mengancam kelestarian ikan terbang. Salah satu informasi ilmiah yang dibutuhkan

dalam merumuskan kebijakan pengelolaan dan konservasi ikan terbang antara lain

adalah biologi reproduksi dan parameter lingkungan perairan. Maka itu, muncul

pemikiran yang mendorong penulis untuk meneliti aspek biologi reproduksi,

parameter lingkungan perairan dan jenis makanan utama ikan terbang di perairan

Bali Barat.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Ono Kurnaen Sumadhiharga, M.Sc., dan Bapak Drs. Sundowo

Harminto, M.Sc., selaku pembimbing I dan pembimbing II, yang telah

memberikan bimbingan mulai dari awal penyusunan proposal penelitian

hingga selesainya tesis ini.

2. Prof. Dr. Ir. Asikin Djamali (Dosen pengajar Pascasarjana di F-MIPA UI),

yang telah memberikan informasi tambahan, saran, dan studi literatur.

3. Bapak Parino (mantan Teknisi Litkayasa Penyelia di Pusat Penelitian

Oseanografi, LIPI-Jakarta), yang telah membantu dalam proses

pengumpulan data parameter fisik air laut dan identifikasi spesies ikan

terbang, mulai dari April 2011 hingga Juni 2011.

4. Ibu Sugestiningsih (Teknisi Litkayasa Penyelia di Pusat Penelitian

Oseanografi, LIPI-Jakarta), yang telah membantu dalam proses

v

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

6

Universitas Indonesia

pengumpulan data dan identifikasi plankton, mulai dari April 2011 hingga

Juni 2011.

5. Prof. Dr. Harianti (Peneliti Utama di Balai Besar Riset dan Penelitian

Budidaya Laut, Gondol-Bali), yang telah membantu dalam proses analisis

isi perut dan gonad ikan terbang, mulai dari April 2011 hingga Juni 2011.

6. Dr. A. Harsono, M.Sc., dan Dra. Tuty Handayani, M.S., selaku Ketua dan

Sekretaris Program Magister Ilmu Kelautan, Fakultas MIPA, Universitas

Indonesia.

7. Bapak Miazwir dan segenap pimpinan di Direktorat Jenderal Perikanan

Tangkap, yang telah memberikan bantuan dan dukungan non-teknis,

sehingga penulis dapat menyelesaikan tahapan perkuliahan hingga

penyusunan laporan akhir pada Program Magister Ilmu Kelautan, Fakultas

MIPA, Universitas Indonesia.

8. Isteriku (Arik Sulandari) dan anak-anakku tercinta (Azim Asshidiq Rama

Dhani & Qaisara Shifa Batrishyadhani), yang telah memberikan semangat

dan motivasi yang luar biasa, sehingga ayah dapat menyelesaikan

penulisan tesis ini tepat pada waktunya.

9. Para sahabat dan teman-teman se-angkatan pada Program Magister Ilmu

Kelautan, Fakultas MIPA, Universitas Indonesia, yang telah memberi

teladan yang baik.

Demikian tulisan ini dibuat dengan sebenar-benarnya. Penulis sadar masih

banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini, maka itu penulis berharap

adanya masukan dan saran dari para dosen, para ahli dan pemerhati yang

membaca tesis ini, demi penyempurnaannya di kemudian hari.

Depok, Januari 2012

Penulis

vi

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

7

Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS

AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di

bawah ini:

Nama : Dony Armanto

NPM : 0906577034

Program Studi : Magister Ilmu Kelautan

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Jenis Karya : Tesis

demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Nonekslusif (Non-

ekslusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul

“Analisis Aspek Biologi Ikan Terbang Cheilopogon katoptron Bleeker, 1865,

di Perairan Pemuteran, Bali Barat”, beserta perangkat yang ada (jika

diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Nonekslusif ini Universitas Indonesia

berhak menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelola dalam bentuk

pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya

selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai

pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok

Pada tanggal : 3 Januari 201220

Yang menyatakan:

(Dony Armanto)

vii

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

8

Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Dony Armanto

Program Studi : Magister Ilmu Kelautan

Judul : Analisis Aspek Biologi Ikan Terbang Cheilopogon

katoptron Bleeker, 1865, di Perairan Pemuteran,

Bali Barat

Aspek biologi ikan terbang merupakan salah satu informasi ilmiah yang

dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan pengelolaannya. Aspek ini diuji pada

ikan terbang Cheilopogon katoptron yang merupakan hasil tangkapan utama

nelayan di perairan Pemuteran Bali Barat, dengan pengoperasian drift gillnet

selama bulan April-Juni 2011. Aspek biologi merupakan permasalahan utama

yang dibahas dalam penelitian, dengan tujuan untuk memperoleh informasi nisbah

kelamin, pola pertumbuhan, kondisi, masa pemijahan, kondisi lingkungan, dan

makanan. Pengumpulan sampel meliputi data panjang-berat, kematangan gonad,

isi perut, data parameter fisik air dan populasi plankton. Data dianalisis dengan

fungsi regresi, uji-t dan koefisien determinasi. Data sebaran panjang untuk ikan

terbang jantan pada 168-231 mm dan betina 158-284 mm, dengan perbandingan

sex ratio jantan-betina sebesar 1,8:1,0. Kondisi ikan terbang jenis ini dinyatakan

sebagai ikan yang kurus dan belum memasuki masa pemijahan. Pertambahan

ukuran panjang ikan memberikan pengaruh yang nyata dan keeratan yang tinggi

terhadap pertambahan berat ikan terbang Cheilopogon katoptron jantan (2,6 %)

dan betina (1,8 %). Pertambahan panjang ikan juga memberikan pengaruh yang

nyata terhadap volume isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron, yakni pada

kisaran 1,7 - 2,8 %. Pada bulan Juni 2011, perairan Pemuteran Bali Barat diduga

terjadi upwelling, yang didukung oleh data parameter fisik air laut dan adanya

lonjakan pertumbuhan fitoplankton.

Kata kunci: biologi reproduksi, Bali Barat, Cheilopogon katoptron, drift

gillnet, upwelling

viii

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

9

Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Dony Armanto

Studied Programme : Magister Ilmu Kelautan

Title : Analysis of Biological Aspects on Flying Fish

Cheilopogon katoptron Bleeker, 1865, in Pemuteran

Waters, West Bali

Biological aspects of flying fish is one of the scientific information needed

to formulate management policy. This aspect was tested on Cheilopogon

katoptron which the main catches of fishermen in the waters of Pemuteran Bali

Barat, with the operation of drift gillnet during of April to June 2011. Biologycal

aspect is the main issue discussed in the research, with the aim to obtain

information sex ratio, growth patterns, conditions, spawning time, food and

environmental conditions. Samples collection was cover of length-weight data,

gonad maturity, stomach contents, physical water parameters and plankton

populations. Data were analyzed with regression, t-test and determination

coefficient. Data on the distribution of the length on male was 168-231 mm and

female was 158-284 mm, with a sex ratio of male-female were 1.8:1.0. The

condition of fish flying fish species is expressed as a skinny and have not entered

the spawning period. Added fish length gives a real impact and high closeness of

flying fish weight Cheilopogon katoptron, males (2.6 %) and females (1.8 %).

Fish length also provide a noticeable effect on the stomach contents volume of, in

the range of 1.7 % to 2.8 %. In June 2011, the waters of Pemuteran Bali Barat is

suspected upwelling, which is supported by the data of physical water parameters

and occurrence of phytoplankton blooming.

Keywords: Cheilopogon katoptron, drift gillnet, reproductive biology,

upwelling, West Bali

ix

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

10

Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

halaman

SAMPUL ..............................................................................................................

HALAMAN JUDUL ...........................................................................................

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .............................................

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................

KATA PENGANTAR ......................................................................................

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................

ABSTRAK ..........................................................................................................

i

ii

iii

iv

v

vii

viii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... x

DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii

DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................

DAFTAR RUMUS .............................................................................................

xiv

xvi

I. PENDAHULUAN .......................................................................................

1.1 Latar belakang ..................................................................................... 16

1.2 Perumusan masalah ............................................................................. 18

1.3 Jenis penelitian .................................................................................... 20

1.4 Tujuan penelitian ................................................................................. 20

1.5 Batasan penelitian ................................................................................ 20

II. TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................

2.1 Pengertian umum perikanan ................................................................ 22

2.2 Sumberdaya ikan terbang .................................................................... 22

2.2.1 Taksonomi dan ciri-ciri ikan terbang ....................................... 22

2.2.2 Habitat dan sebaran geografis ikan terbang ............................. 24

2.2.3 Keragaman spesies ikan terbang .............................................. 26

2.2.4 Tingkah laku ikan terbang ....................................................... 27

2.2.5 Struktur populasi ikan terbang ................................................. 28

2.2.6 Musim dan kelimpahan ikan terbang ....................................... 29

2.2.7 Makanan dan predator ikan terbang ......................................... 29

2.3 Biologi reproduksi ikan terbang .......................................................... 31

2.3.1 Nisbah kelamin ikan terbang ................................................... 32

2.3.2 Faktor kondisi ikan terbang ..................................................... 32

2.3.3 Tingkat kematangan gonad ikan terbang ................................. 32

2.3.4 Indeks kematangan gonad ikan terbang ................................... 34

2.3.5 Fekunditas ikan terbang ........................................................... 35

2.3.6 Diameter telur .......................................................................... 35

2.4 Plankton ...............................................................................................

2.4.1 Distribusi dan peranan plankton .............................................. 35

2.4.2 Struktur komunitas dan kelimpahan ........................................

17

17

19

21

21

21

23

23

23

23

25

27

28

29

30

30

32

33

33

33

35

35

36

36

36

37

x

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

11

Universitas Indonesia

2.4.2.1 Indeks keanekaragaman .............................................. 37

2.4.2.2 Indeks keseragaman .................................................... 39

2.4.2.3 Indeks dominansi ........................................................ 37

2.4.3 Keanekaragaman plankton ....................................................... 37

2.4.3.1 Fitoplankton ................................................................ 37

2.4.3.2 Zooplankton ................................................................ 39

2.5 Potensi dan tingkat pemanfaatan ikan terbang .................................... 40

2.6 Kapal dan alat alat tangkap jaring insang ............................................ 42

2.7 Baku mutu air laut ............................................................................... 44

2.7.1 Suhu air laut ............................................................................. 45

2.7.2 Derajat keasaman (pH) air laut ................................................ 45

2.7.3 Salinitas ................................................................................... 46

2.7.4 Oksigen terlarut ....................................................................... 47

2.7.5 Kecerahan ................................................................................ 47

2.8 Fenomena upwelling .............................................................................

III. METODE PENELITIAN ...........................................................................

3.1 Lokasi penelitian ................................................................................. 49

3.2 Bahan dan alat ..................................................................................... 49

3.3 Pengumpulan data ............................................................................... 50

3.3.1 Data sampel ikan terbang ........................................................ 50

3.3.2 Data parameter fisik air .......................................................... 51

3.3.3 Data plankton .......................................................................... 51

3.4 Uji laboratorium ................................................................................. 51

3.4.1 Pengamatan isi perut ikan terbang .......................................... 51

3.4.2 Pengamatan gonad ikan terbang ............................................. 52

3.5 Pengolahan data ................................................................................... 52

3.5.1 Nisbah kelamin ....................................................................... 52

3.5.2 Faktor kondisi ......................................................................... 53

3.5.3 Tingkat kematangan gonad .................................................... 53

3.5.4 Indeks kematangan gonad ....................................................... 53

3.5.5 Fekunditas ............................................................................... 54

3.6 Analisis Hubungan panjang dengan berat ikan terbang ...................... 54

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................

4.1 Kondisi umum ikan terbang Cheilopogon katoptron ..........................

4.2 Hasil dan Pembahasan .........................................................................

4.2.1 Sebaran panjang-berat ikan terbang Cheilopogon katoptron .. 59

4.2.2 Nisbah kelamin ikan terbang Cheilopogon katoptron ............. 6 1

4.2.3 Faktor kondisi ikan terbang Cheilopogon katoptron ...............

4.2.4 Tingkat kematangan gonad ikan terbang Cheilopogon

katoptron ..................................................................................

4.2.5 Parameter fisik air laut ............................................................. 65

4.2.6 Komposisi plankton ................................................................. 67

4.2.6.1 Fitoplankton ............................................................... 67

4.2.6.2 Zooplankton ............................................................... 69

37

38

38

38

38

39

40

42

44

45

45

46

47

47

48

51

51

51

52

52

53

53

53

53

54

54

54

54

55

55

55

56

59

59

63

63

65

66

67

69

71

71

73

xi

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

12

Universitas Indonesia

4.2.7 Komposisi isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron ....... 70

4.2.8 Hubungan panjang dan berat ikan terbang Cheilopogon

katoptron ..................................................................................

4.2.9 Hubungan isi perut dan panjang ikan terbang Cheilopogon

katoptron ...................................................................................

V. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................

5.1 Kesimpulan ..........................................................................................

5.2 Saran ....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................................................................................................................................................................................................

76

78

82

86

86

87

88

LAMPIRAN ................................................................................................................................................................................................................................................................................................ 96

xii

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

13

Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Tingkat kematangan gonad ikan terbang Hirundichthys

oxycephalus ....................................................................................... 34

Tabel 2.2. Kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman

Shannon-Wiener ................................................................................ 38

Tabel 2.3 Beberapa parameter baku mutu air laut ............................................. 44

Tabel 4.1. Tingkat kematangan gonad ikan terbang Cheilopogon katoptron .... 68

Tabel 4.2. Kondisi rata-rata kualitas air laut di perairan Pemuteran Bali Barat,

bulan April-Juni 2011 ........................................................................ 70

Tabel 4.3. Indeks keanekaragaman dan kemerataan Shannon-Wiener

fitoplankton di perairan Pemuteran, bulan April-Juni 2011 .............. 72

Tabel 4.4. Indeks keanekaragaman dan kemerataan Shannon-Wiener

zooplankton di perairan Pemuteran, bulan April-Juni 2011 .............. 75

Tabel 4.5. Hasil analisis pengaruh panjang terhadap berat ikan terbang

Cheilopogon katoptron, bulan April-Juni 2011 ................................ 80

Tabel 4.6. Sebaran data isi perut dan panjang ikan terbang Cheilopogon

katoptron, bulan April-Juni 2011 ...................................................... 82

Tabel 4.7. Hasil analisis pengaruh panjang terhadap isi perut ikan terbang

Cheilopogon katoptron, bulan April-Juni 2011 ................................ 84

xiii

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

14

Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Kerangka pikir penelitian tentang ikan terbang Cheilopogon

katoptron di perairan Pemuteran, Bali Barat ............................... 20

Gambar 2.1. Taksonomi ikan terbang Cheilopogon katoptron ......................... 25

Gambar 2.2. Sebaran geografis ikan terbang di Indonesia ................................ 26

Gambar 2.3. Jenis-jenis plankton makanan ikan terbang .................................. 32

Gambar 2.4. Ikan terbang yang diasap di Desa Sririt, Pemuteran,

Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali .............................................. 42

Gambar 2.5. Konstruksi alat tangkap jarring insang ......................................... 43

Gambar 2.6. Sistem operasi jaring insang hanyut ............................................ 44

Gambar 3.1. Lokasi penelitian di perairan Pemuteran, Bali Barat .................... 51

Gambar 4.1 Kapal penangkap ikan terbang di perairan Pemuteran ................. 59

Gambar 4.2. Beberapa spesies ikan terbang yang tertangkap di perairan

Pemuteran, Bali Barat ................................................................... 60

Gambar 4.3. Sebaran frekuensi ikan terbang Cheilopogon katoptron

berdasarkan selang panjang total (mm), April-Juni 2011 ............ 64

Gambar 4.4. Perbedaan ukuran panjang rata-rata ikan terbang Cheilopogon

katoptron di perairan Pemuteran, Bali Barat, April-Juni 2011 .... 64

Gambar 4.5. Nisbah kelamin ikan terbang Cheilopogon katoptron per

selang panjang total (mm) ............................................................ 65

Gambar 4.6. Nisbah kelamin ikan terbang Cheilopogon katoptron ................... 66

Gambar 4.7. Sebaran faktor kondisi ikan terbang Cheilopogon katoptron

jantan dan betina per bulan ........................................................... 67

Gambar 4.8. Struktur histologis gonad ikan terbang C. katoptron betina ......... 68

Gambar 4.9. Tingkat kematangan gonad ikan terbang Cheilopogon

katoptron per bulan ....................................................................... 69

Gambar 4.10. Jumlah rata-rata fitoplankton per spesies (sel/m3), April-Juni

2011 .............................................................................................. 73

Gambar 4.11. Jumlah rata-rata individu fitoplankton (sel/m3) per bulan ............ 73

Gambar 4.12. Komposisi jumlah rata-rata zooplankton per genus

(ind/103 m

3), April-Juni 2011 ..................................................... 75

Gambar 4.13. Komposisi isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron

berdasarkan kelompok makanan per bulan .................................. 76

Gambar 4.14. Makanan Utama ikan terbang Cheilopogon katoptron di

perairan Pemuteran, Bali Barat, April-Juni 2011 ......................... 77

Gambar 4.15. Komposisi isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron

per selang panjang, April-Juni 2011 ............................................. 77

Gambar 4.16. Hubungan panjang dan berat ikan terbang Cheilopogon

katoptron, April 2011 ................................................................... 78

Gambar 4.17. Hubungan panjang dan berat ikan terbang Cheilopogon

katoptron, Mei 2011 ..................................................................... 79

xiv

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

15

Universitas Indonesia

Gambar 4.18. Hubungan panjang dan berat ikan terbang Cheilopogon

katoptron, Juni 2011 ..................................................................... 80

Gambar 4.19. Hubungan ukuran panjang ikan dengan isi perut ikan terbang

Cheilopogon katoptron, April-Juni 2011 ..................................... 83

xv

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

16

Universitas Indonesia

DAFTAR RUMUS

Halaman

Rumus 3.1. Persamaan nisbah kelamin .............................................................. 54

Rumus 3.2. Persamaan faktor kondisi allometrik .............................................. 55

Rumus 3.3. Persamaan faktor kondisi isometrik ................................................ 55

Rumus 3.4. Persamaan indeks kematangan gonad ............................................. 55

Rumus 3.5. Persamaan fekunditas ..................................................................... 56

Rumus 3.6. Persamaan hubungan panjang dengan berat ................................... 56

Rumus 3.7. Persamaan fungsi regresi ................................................................ 57

xvi

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

17

Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ikan terbang (Exocoetidae) merupakan salah satu sumberdaya ikan pelagis

kecil yang mempunyai ciri khusus berupa kemampuan untuk dapat terbang di atas

permukaan air. Ikan terbang menghuni lapisan permukaan perairan tropis dan

subtropis dari samudera Pasifik, Hindia, Atlantik dan laut-laut disekitarnya. Paling

sedikit telah diketahui 18 species ikan terbang yang tersebar di perairan Indonesia

(Weber & De Beaufort,1992).

Ikan terbang banyak dijumpai di perairan timur Indonesia, di antaranya

adalah Selat Makassar, Laut Flores, Laut Natuna, Laut Aru, Laut Arafura Papua,

bagian utara Sulawesi Utara, perairan Bali dan Jawa Timur, pantai barat Sumatera

Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, perairan Sabang (Banda Aceh) dan laut utara

Papua (Syahailatua, 2006).

Ikan terbang di perairan Bali masuk dalam kelompok sumberdaya ikan

pelagis kecil di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) 713 dengan jangkauan

wilayah perairan mulai dari Selat Makassar hingga ke Laut Flores. Pada tahun

2010, potensi lestari ikan terbang di WPP 713 mencapai 605.400 ton per tahun.

Namun dengan tingkat pengusahaan yang sangat tinggi, ikan terbang di beberapa

wilayah perairan Indonesia, khususnya di WPP 713 telah mengalami overfishing.

Tingkat pengusahaan/eksploitasi ikan terbang di Indonesia secara total mulai dari

tahun 2000-2010 mengalami penurunan sebesar 3,01% (Direktorat Jenderal

Perikanan Tangkap, 2010).

Pemanfaatan ikan terbang yang tidak terkendali telah mengancam

kelestarian ikan terbang (Nessa et al., 1977; Nessa 1978; Ali 1981; Nessa et al.,

1993; Ali et al., 2004a; 2004b; 2005), sehingga dalam rangka pemulihannya

diperlukan suatu rencana pengelolaan dan konservasi agar pemanfaatan ikan

terbang dapat berlangsung secara berkelanjutan.

Pada tahun 1980, peneliti dari Universitas Hasanuddin memulai riset yang

lebih mendalam untuk aspek reproduksi (Ali, 1981), namun lokasi penelitian

17

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

18

Universitas Indonesia

sangat terbatas hanya di perairan Selat Makassar dan Laut Flores. Tahun 1990,

penelitian perikanan ikan terbang tetap dilakukan namun secara sporadik di

beberapa lokasi dengan berbagai aspek, antara lain Peristiwady (1991); Nessa et

al. (1992); Wijanarko (1994); Ali (1994); Andamari dan Zubaidi (1994); Nessa et

al. (2005); dan Rizal (1996). Selanjutnya, pada awal abad-21, penelitian ikan

terbang di Selat Makassar dan Laut Flores kembali semarak dengan sedikitnya ada

empat kajian yang mendalam (Baso, 2004; Sihotang, 2005; Ali, 2005; dan Yahya,

2006). Dalam kurun waktu yang sama (2004-2006), LIPI melalui program Sensus

Biota Laut mencoba untuk mengkaji kembali ikan terbang sebagai salah satu

komoditi perikanan yang dapat diunggulkan (Syahailatua, 2004b & 2005).

Informasi ilmiah yang dibutuhkan dalam merumuskan kebijakan

pengelolaan dan konservasi ikan terbang antara lain adalah distribusi dan

keragaman, musim dan kelimpahan, ekologi, biologi dan reproduksi, dinamika

populasi, struktur populasi, teknologi penangkapan, pasca-panen dan sosial

ekonomi. Informasi tentang komposisi ukuran merupakan aspek penting dalam

mempelajari biologi ikan, fisiologi, ekologi dan dasar yang digunakan untuk

mengetahui tentang faktor kondisi ikan serta mendeterminasi sifat pertumbuhan

ikan apakah isometrik atau alometrik melalui analisis hubungan panjang dan

bobot ikan (Ricker, 1975). Informasi kebiasaan makanan ikan juga merupakan

faktor yang menentukan bagi populasi pertumbuhan dan kondisi ikan (Effendie,

2002). Jumlah sediaan ikan di suatu lokasi merupakan fungsi dari potensialitas

makanan, sehingga pengetahuan yang benar dari hubungan antara ikan dan

organisme makanannya sangat penting untuk prediksi dan eksploitasi dari ikan

tersebut (Nikolsky, 1963).

Ketersediaan makanan di suatu perairan, meliputi jumlah dan kualitas

makanan serta kemudahan mendapatkan makanan tersebut, merupakan faktor

yang memengaruhi besarnya populasi ikan di perairan tersebut. Makanan yang

diambil oleh ikan dan dimanfaatkan dalam siklus metabolisme tubuhnya akan

berpengaruh perubahan pertumbuhan, reproduksi, dan tingkat keberhasilan hidup

untuk tiap-tiap individu ikan diperairan tersebut. Ketersediaan makanan disuatu

perairan dipengaruhi oleh kondisi biotik dan abiotik lingkungan, seperti suhu,

cahaya, ruang dan luas permukaan (Effendie, 2002).

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

19

Universitas Indonesia

Beberapa kawasan penghasil ikan terbang mungkin dapat dijadikan

alternatif pilihan untuk penelitian ikan terbang, diantaranya adalah kawasan

perairan Bali Barat. Kawasan Bali dan sekitarnya (sepanjang Laut Flores bagian

selatan) merupakan salah satu penghasil ikan terbang setelah kawasan Sulawesi

Selatan (sepanjang pantai timur Selat Makasar). Namun demikian, ikan terbang di

kawasan Bali dan sekitarnya belum dikelola dengan baik dan optimal. Kawasan

Bali dan sekitarnya juga mendukung upaya pengembangan ekonomi ikan terbang,

karena kedekatan akses kepada pembeli dan pusat teknologi.

Berdasarkan berbagai isu dan permasalahan diatas, maka informasi ilmiah

terkait aspek biologi reproduksi ikan terbang di perairan Pemuteran Bali Barat

sangat diperlukan, dalam rangka pengelolaan ikan terbang Cheilopogon katoptron

di perairan Pemuteran Bali Barat secara berkelanjutan, serta bermanfaat dalam

menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang perikanan ikan terbang di

Indonesia pada umumnya.

1.2 Perumusan Masalah

Salah satu aspek untuk mendukung upaya pengelolaan sumberdaya ikan

adalah pengetahuan dasar mengenai aspek biologi, lingkungan dan makanan.

Maka itu, untuk menambah pengetahuan dasar dalam rangka pengelolaan ikan

terbang Cheilopogon katoptron di perairan Pemuteran Bali Barat, dirumuskan

beberapa masalah yang menjadi faktor keberlanjutan potensi perikanan ikan

terbang sebagai berikut:

a. Bagaimana kondisi aspek biologi reproduksi dan lingkungan ikan terbang

Cheilopogon katoptron di perairan Pemuteran, Bali Barat?

b. Apa jenis makanan utama ikan terbang Cheilopogon katoptron di

perairan Pemuteran, Bali Barat?

c. Berapa besar pengaruh pertambahan panjang terhadap berat ikan

Cheilopogon katoptron di perairan Pemuteran, Bali Barat?

d. Berapa besar pengaruh pertambahan panjang terhadap tingkat nafsu

makan ikan Cheilopogon katoptron di perairan Pemuteran, Bali Barat?

Rumusan masalah tersebut menjadi landasan pemikiran dalam mengambil

topik dan tema penelitian, sehingga diperoleh judul “Analisis Aspek Biologi Ikan

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

20

Universitas Indonesia

Terbang Cheilopogon katoptron Bleeker, 1865, di Perairan Pemuteran, Bali

Barat”, sebagaimana diilustrasikan dalam kerangka pikir penelitian di bawah ini

(Gambar 1.1).

Gambar 1.1. Kerangka pikir penelitian tentang ikan terbang Cheilopogon

katoptron di perairan Pemuteran Bali Barat

Pengelolaan

Sumberdaya

Ikan Terbang

Kapal katinting

dengan alat

tangkap drift

gillnet

Penangkapan

Utama

Aspek Biologi

Perairan Pemuteran,

Bali Barat

Informasi biologi reproduksi, parameter

fisik air laut dan makanan utama ikan

terbang Cheilopogon katoptron di

perairan Bali Barat

- Sebaran panjang-berat

- Nisbah kelamin

- Faktor kondisi

- Tingkat kematangan gonad

Suhu,

Salinitas,

pH, DO,

kecerahan Makanan utama

ikan terbang

Daerah Penangkapan

Dinamika

Populasi

Penelitian Ikan

Terbang

Plankton

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

21

Universitas Indonesia

1.3 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan survei.

Pada penelitian ini, dideskripsikan aspek biologi reproduksi ikan terbang

Cheilopogon katoptron, parameter fisik air laut perairan Pemuteran dan isi perut

ikan terbang Cheilopogon katoptron yang tertangkap di perairan Pemuteran, Bali

Barat pada bulan April-Juni 2011.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Menganalisis kondisi aspek biologi, parameter fisik air dan jenis

makanan utama ikan terbang Cheilopogon katoptron di perairan

Pemuteran-Bali Barat.

b. Menganalisis pengaruh dan keeratan hubungan pertambahan panjang

terhadap berat ikan terbang Cheilopogon katoptron.

c. Menganalisis pengaruh dan keeratan hubungan ukuran panjang

terhadap volume isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron.

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah untuk menambah khasanah ilmu

pengetahuan tentang ikan terbang Cheilopogon katoptron, khususnya di perairan

Pemuteran Bali Barat, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Informasi biologi yang

diperoleh dari penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai salah satu bahan

informasi dalam pengambilan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan ikan

terbang secara berkelanjutan di perairan Bali pada umumnya.

1.5 Batasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada ikan terbang dari spesies Cheilopogon

katoptron, yang tertangkap dengan alat tangkap drift gillnet. Wilayah penelitian

dilakukan di perairan Pemuteran, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali, pada bulan

April 2011 hingga Juni 2011. Aspek yang diteliti dalam penelitian ini meliputi

beberapa aspek biologi reproduksi (sebaran panjang-berat, nisbah kelamin, tingkat

kematangan gonad, faktor kondisi), parameter fisik air laut (suhu, salinitas, pH,

DO, kecerahan), populasi plankton (fitoplankton dan zooplankton), serta jenis

makanan utama ikan terbang Cheilopogon katoptron di perairan Pemuteran Bali

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

22

Universitas Indonesia

Barat. Analisis data dilakukan pada variabel panjang, berat dan isi perut ikan

terbang Cheilopogon katoptron, guna mengukur persentase pengaruh dan keeratan

hubungan antar variabel.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

23

Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Umum Perikanan

Perikanan adalah suatu usaha yang menghasilkan atau mengeksploitasi

semua benda-benda yang hidup dan berada di suatu perairan (aquatic resources).

Sumberdaya perikanan adalah seluruh binatang dan tumbuhan yang hidup di

perairan (baik di darat maupun di laut). Oleh sebab itu, perikanan dibedakan

menjadi perikanan darat dan perikanan laut. Perikanan sebagai suatu usaha

dimulai dengan usaha melakukan penangkapan ikan (fishing), budidaya ikan, dan

kegiatan pengelolaan hingga pemasaran hasil (Mubyarto, 1995).

Sumberdaya perikanan di perairan Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga

golongan besar yaitu sumberdaya ikan pelagis, sumberdaya ikan demersal, dan

biota non-ikan. Sumberdaya ikan pelagis adalah spesies ikan yang hidup/berada di

sekitar permukaan. Ikan pelagis terdiri dari dua kelompok besar yaitu ikan pelagis

besar dan ikan pelagis kecil. Sumberdaya ikan demersal adalah spesies ikan atau

biota lain yang hidup di dasar perairan. Biota non-ikan yang mempunyai nilai

ekonomis penting antara lain cumi-cumi, teripang, kekerangan, dan rumput laut

(Direktorat Jenderal Perikanan, 1979).

2.2 Sumberdaya Ikan Terbang

2.2.1 Taksonomi dan Ciri-Ciri Ikan Terbang

Sistematika ikan terbang pertama kali ditulis oleh Linneaus pada tahun

1758, khususnya spesies Exocoetus volitans. Sampai pada pertengahan abad-19,

penelitian lebih banyak pada aspek taksonomi dan anatomi, setelah itu mulai

dipelajari aspek biologi lainnya dari ikan terbang (Davenport, 1994).

Ikan terbang (Exocoetidae) mempunyai delapan genus, yaitu Cheilopogon

(30 spesies), Cypselurus (11 spesies), Exocoetus (2 spesies), Fodiator (2 spesies),

Hirundichthys (7 spesies), Oxyporhampus (3 spesies), Parexocoetus (3 spesies),

dan Prognichthys (4 spesies) (Delsman & Hardenberg, 1931; Saanin, 1984;

Hutomo et al., 1985; Parin, 1999; Froese & Pauly, 2006).

23

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

24

Universitas Indonesia

Namun, revisi taksonomi ikan terbang memisahkan genus Cypselurus dan

Cheilopogon (Parin, 1999; Syahailatua, 2004a & 2006), serta memindahkan

beberapa spesies ke genus yang lain, sehingga spesies-spesies yang umum dikenal

di Indonesia mengalami pergantian nama ilmiahnya, seperti Cypselurus

oxycephalus menjadi Hirundichthys oxycephalus (Syahailatua, 2006).

Ikan terbang berdasarkan jumlah sayapnya dikelompokkan dalam dua

kategori, yaitu (a) kelompok dua sayap yaitu mempunyai satu pasang sayap dada

seperti Exocoetus dan Vodiator, dan (b) kelompok empat sayap yaitu mempunyai

satu pasang sayap dada dan satu pasang sayap ventral yang panjang seperti

Cypselurus dan Hirundichthys. Ikan terbang yang bersayap empat ukurannya

lebih besar daripada ikan yang bersayap dua. Ikan terbang dewasa dapat mencapai

panjang 150-500 mm (Davenport, 1994). Di Indonesia ukuran paling umum 200

mm (Hirundichthys oxycephalus), dan yang paling panjang 300 mm (Cypselurus

poecilopterus) (Hutomo et al., 1985).

Spesies ikan terbang secara umum memiliki ciri berupa bentuk tubuh yang

bulat memanjang seperti cerutu (oblong), agak mampat pada bagian samping.

Bagian atas tubuh dan kepala berwarna gelap, bagian bawah tubuh mengilap, hal

ini dimaksudkan untuk menghindari pemangsa baik dari air seperti ikan lumba-

lumba maupun dari udara, yaitu burung pemakan ikan. Kedua rahangnya sama

panjang. Memiliki duri-duri lemah pada sirip dorsal berjumlah 10-12, sirip anal

berjumlah 11-12, dan sirip pektoral sebanyak 14-15, dengan sirip pertama tidak

bercabang (Parin, 1999). Sirip pektoral panjang yang diadaptasikan untuk

melayang. Sirip ventral panjang atau pendek, tertancap pada bagian abdominal

dengan enam buah duri lemah yang bercabang. Sirip ekor bercagak dengan bagian

bawah lebih panjang. Garis lateral terletak pada bagian bawah tubuh (Hutomo et

al., 1985).

Menurut Syahailatua (2004a), ikan terbang memiliki beberapa nama lokal,

di antaranya adalah ikan siloar (Binuangeun), ikan terbang (Ternate dan

Palabuhanratu), antoni (Minahasa, Sangir, Talaud, Bitung), tuing-tuing (Bugis),

torani (Makassar), tourani (Mandar). Klasifikasi taksonomi ikan terbang

Cheilopogon katoptron Bleeker, 1865 dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

25

Universitas Indonesia

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Osteichthyes

Subkelas : Actinopterygii

Ordo : Beloniformes

Famili : Exocoetidae

Genus : Cheilopogon

Spesies : Cheilopogon katoptron

Gambar 2.1. Taksonomi ikan terbang Cheilopogon katoptron Bleeker, 1865

2.2.2 Habitat dan Sebaran Geografis Ikan Terbang

Ikan terbang merupakan ikan pelagis kecil yang menghuni lapisan

permukaan perairan (laut) tropis dan subtropis pada kedalaman 0-20 m. Ikan ini

tersebar pada Samudera Pasifik, Hindia, Atlantik dan laut di sekitarnya. Sebaran

dari ikan ini dibatasi oleh isotherm 20°C. Jumlah spesies terbanyak terdapat di

wilayah khatulistiwa, makin ke utara dan selatan makin sedikit spesiesnya.

Terdapat 5 hingga >20 spesies ikan terbang ditemukan di bagian tengah Samudera

Pasifik (Oseania), 12-13 spesies ditemukan di perairan pulau-pulau Hawaii,

perairan pantai Australia dihuni oleh 10 spesies, perairan Selandia Baru oleh 6

spesies, sedangkan di pantai Amerika bagian Samudera Pasifik dilaporkan

ditemukan lebih dari 12 spesies (Hutomo et al.,1985).

Samudera Pasifik merupakan daerah yang kaya ikan terbang dengan sekitar

40 spesies yang menghuninya, terutama di perairan Indonesia, Filipina, Jepang

bagian selatan dan Oseania. Dengan kata lain, perairan ini merupakan pusat

penyebaran ikan terbang (Hutomo et al.,1985).

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

26

Universitas Indonesia

Ikan terbang banyak dijumpai di perairan timur Indonesia, di antaranya

adalah Selat Makassar, Laut Flores, Laut Natuna, Laut Aru, Laut Arafura Papua,

bagian utara Sulawesi Utara, perairan selatan Bali dan Jawa Timur, pantai barat

Sumatera Barat, Laut Halmahera, Laut Banda, perairan Sabang (Banda Aceh) dan

laut utara Papua.

Menurut Sihotang (2004), ikan terbang di Sulawesi Selatan melakukan

ruaya untuk keberhasilan penetasan telur dan ketersediaan makanan anaknya.

Ruaya pemijahan ini memiliki pengaruh langsung terhadap proses rekruitmen dan

mortalitas. Ikan terbang bukan tipe ikan peruaya jarak jauh, ikan ini hanya

beruaya dekat pantai dan kearah laut. Ikan terbang merupakan spesies ikan

oseanodrom, artinya ikan yang seluruh daur hidupnya berada di laut, memijah di

laut, mulai dari telur, kemudian menetas menjadi larva, lalu juvenil, dan dewasa di

laut. Gambar 2.2 menyajikan sebaran geografi ikan terbang di Indonesia

(Syahailatua, 2006).

Gambar 2.2. Sebaran geografis ikan terbang di Indonesia [Sumber: Syahailatua, 2006]

Menurut Hutomo et al. (1985), distribusi ikan terbang di perairan

Indonesia terdapat di wilayah perairan bagian barat maupun bagian timur

Indonesia. Beberapa wilayah perairan yang merupakan wilayah distribusi ikan

terbang di Indonesia antara lain Selat Makassar, Laut Flores, Laut Banda, Laut

Sulawesi, Laut Maluku, Laut Sawu, Teluk Tomini dan Laut Jawa.

2

3 4

8 11

1

3

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

27

Universitas Indonesia

2.2.3 Keragaman Spesies Ikan Terbang

Hutomo et al. (1985) pernah merangkum sekitar 53 spesies ikan terbang di

dunia, masing-masing 17 spesies di Samudera Atlantik, 11 spesies di Samudera

Hindia dan 40 spesies di Samudera Pasifik. Di Samudera Pasifik, Nelson (1994)

mencatat sekitar 50-60 spesies. Publikasi terakhir yang dilaporkan Parin (1999) di

bagian tengah Pasifik terdapat 6 genus-genus dan 31 spesies, yaitu Cheilopogon

14 spesies, Cypselurus 7 spesies, Exocoetus 3 spesies, Hirundichthys 3 spesies

dan Prognichthys 2 spesies. Wilayah khatulistiwa mempunyai jumlah spesies

lebih banyak dan semakin ke selatan atau ke utara jumlah spesiesnya semakin

sedikit (Hutomo et al., 1985). Di sebelah barat Luzon (Filipina) ikan terbang

didominasi oleh Hirundichthys oxcycephalus (Dalzell, 1993) dan beberapa spesies

lain, yaitu Cypselurus poecilopterus, Cheilopogon nigricans, Cheilopogon

cyanopterus, Paraexocoetus brachypterus, dan Hirundichthys rondeletti.

Dari 18 spesies ikan terbang yang ada diperairan Indonesia, 15 diantaranya

telah dikoleksi oleh Lembaga Oseonologi Nasional-LIPI. Dari 15 spesies ini 12

spesies berada di genus Cypselurus (Hutomo et al., 1985). Khusus diperairan

Selat Makassar dan Laut Flores diidentifikasi 3 genus dan 11 spesies, yaitu

Cypselurus oxycephalus, C. oligolepis, C. poecilopterus, C. altipennis, C.

speculiger, C. ophisthopus, C. nigricans, C. swainson, Cypselurus sp, Evolantia

micropterus, dan Proghnichthys sealei (Nessa et al., 1977). Menurut Ali (1981),

yang paling dominan di Laut Flores Sulawesi Selatan adalah C. oxycephalus dan

C. poecilopterus.

Informasi tentang keragaman spesies ikan terbang di beberapa wilayah

perairan atau wilayah penangkapan di Indonesia sangat kurang. Di seluruh

Indonesia, Hutomo et al. (1985) pernah merangkum jumlah spesies ikan terbang

di Indonesia sekitar 18 spesies namun belum menunjukkan keragaman

berdasarkan wilayah penyebaran atau wilayah penangkapan. Di Selat Makassar

dan Laut Flores (Sulawesi Selatan), Nessa et al. (1977) mengidentifikasi sekitar

11 spesies ikan terbang yaitu Hirundichthys oxycephalus, Cypselurus altipennis,

Cypselurus speculiger, Cypselurus oligolepis, Cypselurus ophisthopus,

Cypselurus nigricans, Cypselurus poecilopterus, Cypselurus swainson,

Cypselurus sp. Evolantia micropterus, dan Proghnithys sealei. Di Laut Flores dan

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

28

Universitas Indonesia

Selat Makassar didominasi oleh spesies ikan terbang Hirundichthys oxycephalus

atau Cypselurus oxycephalus yang dikenal dengan nama lokal torani atau tuing-

tuing (Nessa et al., 1977; Ali, 1981).

2.2.4 Tingkah Laku Ikan Terbang

Ikan terbang tergolong ikan pelagis kecil, hidup di permukaan laut,

termasuk perenang cepat, dapat tertarik oleh cahaya pada malam hari, dan mampu

meluncur keluar dari permukaan air dan melayang di udara (Munro, 1967;

Davenport, 1994; Parin, 1999). Kecepatan renang ikan terbang 35-40 mil per jam

dan dapat mencapai 100 m dalam waktu kurang lebih 10 detik (Nikolsky, 1963).

Penelitian mekanisme terbang ikan ini telah diteliti dengan bantuan alat

fotografi (stroboscopic filming) untuk pengembangan ilmu pengetahuan

aerodinamika. Tingkah laku ikan terbang diuraikan oleh Davenport (1994), bahwa

sirip dan gelembung gas mempunyai peranan keseimbangan di udara. Sirip dada

(pectoral fin) yang lebar berfungsi sebagai alat keseimbangan terutama pengaruh

grativasi. Sirip ekor sebagai alat pendorong ketika akan mulai terbang (taxing

flight). Sirip dada dikendalikan oleh otot-otot aerobik masing-masing, otot lateral

membuka sayap dan otot medial melipat sayap.

Dalam proses terbang, pertama-tama ikan berenang mendekati permukaan

air dengan sayap terlipat, kemudian keluar dari permukaan laut dengan dengan

sudut 30o dari permukaan air, sayap dibuka lalu melakukan taxing flight sekitar 5-

25 m. Pada saat taxing flight, sirip ekor berputar setengah lingkaran sebanyak 50-

70 kali/detik untuk menimbulkan dorongan, kemudian ikan lepas dari permukaan

air dan terbang dengan kecepatan sekitar 72 km/jam. Setelah mencapai jarak 50 m

dengan ketinggian sekitar 8 m ikan mulai turun dan ekornya masuk terlebih

dahulu ke dalam air. Kemudian ekor kembali mendorong untuk melakukan

terbang ulang. Dalam waktu 30 detik akan menempuh jarak sekitar 400 m setelah

melalui beberapa kali terbang. Tingkah laku ini bertujuan untuk menghindar dari

predator dan gangguan kapal, serta untuk menghemat energi dalam pencarian

makanan (Davenport, 1994). Berdasarkan kemampuan terbang ini, maka ikan

terbang dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok monoplanes dan

biplanes. Kelompok monoplanes seperti genus Exocoetus, terbang ke udara tanpa

meluncur di permukaan air terlebih dahulu dan dapat menempuh jarak kurang

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

29

Universitas Indonesia

lebih 20 m. Ikan terbang monoplanes ini memiliki kemampuan terbang yang

relatif lebih rendah dibandingkan kelompok ikan terbang bersayap empat

(biplanes). Kelompok biplanes memiliki cara terbang lebih sempurna

sebagaimana ditemukan pada spesies-spesies dari genus Cypselurus (Hutomo et

al., 1985).

2.2.5 Struktur Populasi Ikan Terbang

Hasil penelitian struktur populasi ikan terbang masih sangat terbatas

termasuk di Indonesia. Di Indonesia, Fahri (2001) melaporkan ikan terbang Selat

Makassar, Teluk Manado, dan Teluk Tomini masing-masing terpisah secara

genetik sehingga ikan terbang digolongkan bukan peruaya jauh.

Informasi terakhir dilaporkan oleh Ali (2005), ikan terbang Laut Flores

dengan ikan terbang Selat Makassar secara fenotipe (morfometrik) masing-masing

merupakan sub-populasi yang berbeda. Kelompok ikan terbang Laut Flores dan

Selat Makassar mempunyai hubungan kekerabatan atau jarak genetik yang jauh.

Ikan terbang Laut Flores mempunyai keragaman morfometrik individu lebih

rendah dibanding Selat Makassar. Penangkapan berlebihan ikan terbang di Laut

Flores kemungkinan menyebabkan kehilangan individu dan potensi genetik lebih

besar, sehingga mempunyai heterozigositas lebih rendah dibanding ikan terbang

Selat Makassar.

Selanjutnya, Ali (2005) melaporkan adanya perbedaan fenotipe antara

kelompok ikan terbang yang tertangkap di sekitar perairan Takalar, Pare-Pare dan

Majene. Sifat segregasi sub-populasi ikan terbang Laut Flores dan Selat Makassar

sangat berbahaya terhadap risiko overfishing dan kepunahan, karena penangkapan

berlebihan pada satu sub-populasi daerah tertentu sulit digantikan oleh rekrutmen

dari sub-populasi daerah lain, karena ikan terbang tergolong bukan peruaya jarak

jauh. Penurunan populasi ikan terbang di Selat Makassar akibat kelebihan

penangkapan menyebabkan beberapa nelayan berhenti atau mencari daerah

penangkapan lain di luar Selat Makassar, seperti di perairan Maluku dan Papua.

Sifat segregasi sub-populasi ikan terbang pada wilayah perairan tertentu perlu

dipertimbangkan di dalam perencanaan dan pengelolaan, seperti sub-populasi ikan

terbang di Selat Makassar dan sub-populasi ikan terbang di Laut Flores

memerlukan perencanaan dan pengelolaan terpisah. Pemisahan sub-populasi ikan

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

30

Universitas Indonesia

terbang Hirundichthys affinis di wilayah perairan tengah barat Atlantik juga

dilaporkan oleh Gomes et al. (1998) secara genetik. Melalui analisis DNA,

terdapat tiga sub-populasi ikan terbang Hirundichthys affinis yang berbeda, yaitu

satu sub-populasi berlokasi di sebelah timur Karibia, satu di sebelah selatan

Antilen Belanda, dan satu lagi di sebelah timur laut Brazil.

2.2.6 Musim dan Kelimpahan Ikan Terbang

Di Laut Flores dan Selat Makassar (Sulawesi Selatan), musim

penangkapan berlangsung antara Januari-Oktober setiap tahun. Musim

penangkapan induk ikan terbang antara Maret-Juli, sedangkan penangkapan telur

ikan terbang antara Mei-September (Ali, 2005).

Berdasarkan analisis distribusi hasil tangkapan setiap bulan menunjukkan

adanya dua puncak musim, pertama pada bulan Februari dan kedua antara bulan

Mei-Juni. Puncak pertama digolongkan puncak sekunder, puncak kedua adalah

puncak primer karena kelimpahannya lebih tinggi (Ali et al., 2004b). Kejadian

yang sama pada ikan terbang Hirundichthys affinis di perairan Barbados yang

terdiri dari dua puncak musim, yaitu antara Desember-Januari dan antara April-

Mei (Khokiattiwong et al., 2000), begitu pula ikan terbang Hirundichthys affinis

di perairan sebelah timur Karibia (Oxenford et al., 1995).

Apabila dibandingkan musim ikan terbang di sekitar perairan Selat

Makassar pada tahun 1977 yang berlangsung mulai April hingga September

(Nessa et al., 1977) dan di Laut Flores mulai Mei hingga Oktober (Ali, 1981),

maka pada tahun-tahun terakhir ini (2002-2004) ikan terbang mengalami

pergeseran musim lebih cepat 2-3 bulan dibanding tahun 1997 dan 1981.

Daerah penangkapan ikan terbang di Selat Makassar terletak pada 117o-

119o BT dan 1

o s/d 6

o LS dan di Laut Flores 117

o-121

o BT dan 6

o-8

o LS. Ikan

terbang memiliki single cohort dalam siklus hidupnya sekitar 18 bulan hanya

dapat melakukan satu kali pemijahan. Tipe pemijahan Tipe B, yaitu memijah satu

kali dalam periode yang relatif lama (5-6 bulan) pada musim kemarau.

2.2.7 Makanan dan Predator Ikan Terbang

Menurut Effendie (2002), ikan dikelompokkan berdasarkan makanannya,

yaitu sebagai pemakan plankton, pemakan tumbuhan air, pemakan dasar,

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

31

Universitas Indonesia

pemakan detritus, pemakan daging dan pemakan campuran. Berdasarkan kepada

jumlah variasi dari macam-macam makanan tadi, ikan dapat dibagi menjadi

euryphagic yaitu ikan pemakan bermacam-macam makanan, stenophagic yaitu

ikan pemakan makanan yang macamnya sedikit atau sempit dan monophagic,

yaitu ikan yang makanannya terdiri dari satu macam makanan saja.

Ketersediaan makanan di suatu perairan (meliputi jumlah dan kualitas

makanan serta kemudahan mendapatkan makanan tersebut) merupakan faktor

yang memengaruhi besarnya populasi ikan di perairan tersebut. Ketersediaan

makanan di suatu perairan dipengaruhi oleh kondisi biotik dan abiotik lingkungan,

seperti suhu, cahaya, ruang hidup dan luas permukaan (Effendie, 2002).

Menurut Febyanty dan Syahailatua (2008), komposisi makanan ikan terbang

Hirundicthys oxycephalus dan Cheilopogon cyanopterus di Laut Flores terdiri

kopepoda sebagai makanan utama, alga sebagai makanan pelengkap, beberapa

spesies Chaetognatha dan Malacostraca sebagai makanan tambahan. Ali (1981)

mengatakan bahwa ikan terbang dari spesies Hirundichthys oxycephalus di Laut

Flores memakan plankton yang dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu algae,

Crustacea dan Chaetognatha. Kelompok makanan yang mempunyai nilai indeks

bagian terbesar (index of preponderance) adalah krustasea (70,93%) yang terdiri

dari Copepod, Cladocera, Decapoda, Mysidacea dan Amphipoda yang merupakan

makanan utama, kemudian kelompok makanan algae (20,69%) yang terdiri dari

Coscinodiscus, Chaetoceros, Rhizosolenia, Thalassiosira, dan Planktoniella, serta

kelompok Chaetognatha (8,38%) terdiri dari Sagitta (Gambar 2.3). Predator yang

banyak memangsa ikan terbang di antaranya lumba-lumba, ikan tuna, ikan

cakalang, dan ikan layaran (Moyle & Cech, 1982).

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

32

Universitas Indonesia

Gambar 2.3. Jenis-jenis plankton makanan ikan terbang [Sumber: Ali, 1981]

a. Crustacea (1. Copepoda, 2. Cladocera, 3. Decapoda,

4. Mysidacea, 5. Amphipoda)

b. Algae (1. Coscinodiscus, 2. Chaetoceros, 3. Rhizosolenia,

4. Thalassiosira, 5. Planktoniella)

c. Chaetognatha (1. Sagitta elegans, 2. Sagitta maxima)

2.3 Biologi Reproduksi Ikan Terbang

Dalam proses mempertahankan eksistensinya, masing-masing spesies

mempunyai strategi reproduksi. Strategi reproduksi adalah semua pola dan ciri

khas reproduksi yang diperlihatkan oleh individu dari suatu spesies termasuk sifat

bawaan yang kompleks, misalnya ukuran atau umur pertama matang gonad,

fekunditas, diameter telur, ukuran gamet, dan sebagainya (Kamler, 1992). Tingkat

kematangan gonad dapat diketahui melalui pengamatan morfologi dan histologi

gonad.

b

5 4 3 2 1

c

2 1

5

4 3 2 1

a

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

33

Universitas Indonesia

2.3.1 Nisbah Kelamin Ikan Terbang

Nisbah kelamin atau sex rasio merupakan perbandingan jumlah ikan

jantan dengan ikan betina dalam suatu populasi dan kondisi ideal untuk

mempertahankan suatu spesies adalah 1:1 (50 % jantan & 50 % betina), namun

seringkali terjadi penyimpangan dari pola 1:1, hal ini disebabkan oleh adanya

perbedaan tingkah laku ikan yang suka bergerombol, perbedaan laju mortalitas

dan pertumbuhan (Ball & Rao, 1984). Nikolsky (1963), menyatakan bahwa dalam

ruaya ikan untuk memijah, perubahan nisbah kelamin terjadi secara teratur. Pada

awalnya ikan jantan lebih dominan kemudian berubah menjadi 1:1 diikuti dengan

dominansi ikan betina. Perubahan ini terjadi pada saat menjelang dan selama

pemijahan.

2.3.2 Faktor Kondisi Ikan Terbang

Faktor kondisi merupakan keadaan yang menyatakan kemontokan ikan

dengan angka (Royce, 1972). Faktor kondisi berkorelasi dengan panjang, spesies

kelamin, makanan, tingkat kematangan gonad dan umur ikan. Selain itu, faktor

kondisi juga digunakan untuk menentukan kecocokan lingkungan (kondisi

perairan dan kualitas air) dengan ikan dan membandingkan berbagai tempat

hidup.

Perhitungan faktor kondisi didasarkan pada panjang dan berat ikan,

sehingga dapat digunakan sebagai indikator kondisi bagi pertumbuhan ikan

perairan (Effendie, 2002). Menurut Hermawati (2006), nilai faktor kondisi

dipengaruhi oleh aktivitas pemijahan dan kepadatan ikan di suatu perairan.

Pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh faktor dalam yang meliputi ukuran,

umur, genetik, spesies kelamin, ketahanan tubuh dan tingkat kematangan gonad.

Sedangkan faktor luar adalah ketersediaan makanan di alam, stok ikan yang ada di

perairan dan faktor lingkungan seperti kondisi perairan dan kualitas perairan

(Effendie, 2002). Menurut Barnham dan Baxter (1998), nilai faktor kondisi <1,20

tergolong ikan yang kurus dan panjang.

2.3.3 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Terbang

Menurut Effendie (2002), Tingkat Kematangan Gonad (TKG) adalah

tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

34

Universitas Indonesia

Dalam proses reproduksi, sebelum terjadi pemijahan, sebagian hasil metabolisme

tertuju untuk perkembangan gonad. Gonad akan bertambah besar dengan semakin

bertambah besar ukurannya. Ukuran panjang ikan saat pertama kali matang gonad

berhubungan dengan pertumbuhan ikan dan faktor lingkungan yang

memengaruhinya terutama ketersediaan makanan, oleh karena itu ukuran ikan

pada saat pertama kali matang gonad tidak selalu sama (Effendie, 2002). Menurut

Nikolsky (1969), akibat adanya kecepatan tumbuh ikan muda yang berasal dari

telur yang menetas pada waktu yang bersamaan akan mencapai matang gonad

pada umur yang berlainan. Pada umumnya ikan jantan mencapai matang gonad

lebih awal daripada betina, baik selama hidupnya maupun satu kali musim

pemijahan.

Menurut Lagler et al. (1977), faktor yang memengaruhi ikan pertama kali

matang gonad adalah spesies, umur, ukuran dan sifat fisiologis ikan dalam hal

kemampuan adaptasi. TKG dapat ditentukan melalui 2 cara, yaitu secara

morfologis dan histologis. Secara morfologis, yaitu dilihat dari bentuk, panjang,

berat, warna dan perkembangan isi gonad. Secara histologis, yaitu dengan melihat

anatomi perkembangan gonadnya.

Secara morfologis, Hermawati (2006) mendeskripsikan perkembangan

kematangan gonad ikan terbang mulai dari TKG I, TKG II, TKG III, TKG IV sampai

TKG V (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Tingkat kematangan gonad ikan terbang Hirundichthys oxycephalus

TKG Jantan Betina

I Ukuran kecil dan pendek,

warna putih krem, gonad

terbungkus selaput hitam

Ukuran gonad pendek dan terbungkus

selaput warna hitam, warna cokelat

muda, mengisi 1/3 rongga tubuh, butiran

telur masih sangat kecil

II Ukuran lebih besar dari TKG

I, warna putih susu dan

terbungkus selaput hitam

Ukuran lebih besar dari TKG I dan

selaput pembungkus warna hitam masih

ada dan mulai tampak butiran berwarna

kuning

III Ukuran mulai membesar dan

selaput pembungkus masih

ada, gonad mulai memudar,

warna makin putih

Ukuran mulai membesar dan mengisi ¾

rongga tubuh, warna gonad kuning

butiran telur lebih banyak

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

35

Universitas Indonesia

Tabel 2.1. (Lanjutan)

TKG Jantan Betina

IV Ukuran lebih besar dari TKG

III, permukaan testes tampak

bergerigi, warna makin putih

dan mengisi seluruh rongga

tubuh

Butiran Nampak jelas dan makin

banyak, gonad mengisi seluruh bagian

rongga tubuh dan berwarna kuning tua

V Gonad mengempis dan

keriput bila diawetkan

Gonad mengempis dan keriput bila

diawetkan dan di bagian pelepasan

terlihat sisa-sisa telur

[Sumber: Hermawati, 2006]

2.3.4 Indeks Kematangan Gonad Ikan Terbang

Indeks Kematangan Gonad (IKG) merupakan perbandingan antara berat

gonad dengan berat tubuh yang nilainya dinyatakan dalam persen (%). Gonad

akan semakin bertambah berat dengan semakin bertambahnya ukuran gonad dan

diameter telur. Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat sebelum ikan

memijah, kemudian menurun dengan cepat selama pemijahan berlangsung hingga

selesai (Effendie, 2002). Siregar (2003), menyatakan bahwa ikan yang memiliki

TKG rendah IKG-nya pun rendah, sebaliknya ikan yang memiliki TKG tinggi

maka nilai IKG-nya pun tinggi.

Menurut Royce (1972), ikan betina akan memijah dengan nilai IKG

berkisar antara 10-25 %, sedangkan ikan jantan akan memijah pada nilai IKG

berkisar antara 5-10 %. Ikan jantan umumnya memiliki nilai IKG yang lebih kecil

dibandingkan dengan ikan betina.

2.3.5 Fekunditas Ikan Terbang

Fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan ikan pada saat memijah.

Fekunditas secara tidak langsung dapat dipergunakan untuk memperkirakan

banyaknya ikan yang akan dihasilkan. Untuk menghitung jumlah telur dalam

gonad ikan biasanya diambil yang tingkat kematangan gonadnya sudah tinggi atau

bisa dilihat secara visual dapat terlihat butiran-butiran telur yang terpisah

(Effendie, 2002). Menurut Moyle et. al. (1982), secara umum fekunditas

meningkat sesuai dengan ukuran berat tubuh ikan betina.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

36

Universitas Indonesia

Ikan yang memiliki fekunditas yang besar umumnya memijah di

permukaan dan mempunyai kebiasaan tidak menjaga telurnya, sedangkan ikan

yang memiliki fekunditas yang kecil memiliki kebiasaan menempelkan telurnya

pada substrat dan menjaga telurnya dari pemangsa. Terdapat kecenderungan

bahwa semakin kecil ukuran telur, maka fekunditasnya semakin tinggi begitupun

sebaliknya (Nikolsky, 1969).

2.3.6 Diameter Telur

Menurut Hoar (1957), ovarium yang mengandung telur masak berukuran

sama semua (merata) menunjukkan waktu pemijahan yang pendek, sebaliknya

waktu pemijahan yang panjang dan terus menerus ditandai oleh banyaknya ukuran

yang berbeda di dalam ovarium.

Semakin meningkatnya TKG menyebabkan semakin besar pula diameter

telurnya (Effendie, 2002). Menurut Tamsil (2000), telur yang berukuran besar

mempunyai kemampuan untuk menyangga kehidupan embrio yang ada di

dalamnya dan menopang kehidupan larva sebelum mendapatkan makanan dari

luar.

2.4 Plankton

2.4.1 Distribusi dan Peranan Plankton

Plankton merupakan organisme berukuran sangat kecil yang hidupnya

mengapung atau melayang di dalam air dan berperan sangat penting untuk

kelangsungan hidup biota dalam ekosistem perairan. Plankton terdiri atas

fitoplankton dan zooplankton. Fitoplankton tergolong kelompok plankton

tumbuhan dengan ukuran sangat kecil (mikroskopis). Meskipun ukurannya sangat

kecil, namun bila populasinya bertumbuh sangat cepat (outbreak) dapat

menyebabkan perubahan pada warna air laut (discolorisation) yang biasa dikenal

dengan fenonema “red tide”. Fitoplankton merupakan tumpuan bagi hampir

semua kehidupan di laut, baik secara langsung maupun tak langsung, melalui

rantai makanan (food chain) (Davis, 1955).

Penyebaran plankton tidak merata dalam suatu perairan karena

dipengaruhi faktor, baik kimia maupun fisika, antara lain suhu, salinitas, derajat

keasaman (pH), kecerahan, dan oksigen terlarut (DO) (Arinardi, 1997). Menurut

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

37

Universitas Indonesia

Nybakken (1992), distribusi plankton secara horisontal lebih banyak dipengaruhi

oleh faktor fisik berupa pergerakan arus. Oleh karena itu, pengelompokkan

plankton lebih banyak terjadi pada daerah neritik terutama yang dipengaruhi

estuaria dibandingkan dengan oseanik. Ketersedian nutrien pada setiap perairan

yang berbeda juga menyebabkan perbedaan kelimpahan plankton. Distribusi

vertikal plankton sangat berhubungan dengan dimensi waktu, faktor cahaya, dan

suhu. Perpindahan vertikal juga dipengaruhi oleh kemampuan pergerakan

plankton dan adaptasi fisiologisnya. Perpaduan kondisi fisik air laut dan

mekanisme mengapung menyebabkan plankton mampu bermigrasi secara

vertikal, sehingga distribusinya berbeda secara vertikal.

Menurut Odum (1979), fitoplankton dapat berperan sebagai salah satu dari

parameter ekologi yang dapat menggambarkan bagaimana kondisi suatu perairan

dan merupakan salah satu parameter tingkat kesuburan suatu perairan.

Kelimpahan fitoplankton mempunyai hubungan yang positif dengan kesuburan

perairan, apabila kelimpahan fitoplankton tinggi maka perairan tersebut cenderung

memiliki produktivitas yang tinggi pula. Demikian juga distribusi horisontal

plankton sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya seperti suhu,

salinitas, dan arus. Oleh sebab itu, kehadiran plankton spesies tertentu dapat

digunakan sebagai indikator massa air atau arus laut.

2.4.2 Struktur Komunitas dan Kelimpahan

2.4.2.1 Indeks Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman atau “Diversity Index” diartikan sebagai suatu

gambaran secara matematik tentang jumlah spesies suatu organisme dalam

populasi. Indeks keanekaragaman akan mempermudah dalam menganalisi

informasi-informasi mengenai jumlah individu dan jumlah spesies suatu

organisme. Suatu cara yang paling sederhana untuk menyatakan indeks

keanekaragaman, yaitu dengan menetukan persentase komposisi dari spesies di

dalam sampel. Semakin banyak spesies yang terdapat dalam suatu sampel,

semakin besar keanekaragaman, meskipun harga ini juga sangat tergantung dari

jumlah total individu masing-masing spesies (Kaswadji et. al., 1993).

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

38

Universitas Indonesia

Indeks keanekaragaman dapat dijadikan petunjuk seberapa besar tingkat

pencemaran suatu perairan. Dasar penilaian kualitas air berdasarkan nilai indeks

keanekaragaman dapat dilihat dalam Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Kriteria kualitas air berdasarkan indeks keanekaragaman

Shannon-Wiener

Nilai Indeks Kualitas Air

3,0 - 4,5

2,0 - 3,0

1,0 - 2,0

0,0 - 1,0

Tercemar sangat ringan

Tercemar ringan

Tercemar sedang

Tercemar berat [Sumber: Wardoyo, 1974]

2.4.2.2 Indeks Keseragaman

Dalam suatu komunitas, kemerataan individu tiap spesies dapat diketahui

dengan menghitung indeks keseragaman. Indeks keseragaman ini merupakan

suatu angka yang tidak bersatuan, yang besarnya antara 0 – 1, semakin kecil nilai

indeks keseragaman, semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, berarti

penyebaran jumlah individu tiap spesies tidak sama dan kecenderungan bahwa

suatu spesies mendominasi populasi tersebut. Sebaliknya semakin besar nilai

indeks keseagaman, maka populasi menunjukan keseragaman, yang berarti bahwa

jumlah individu tiap spesies boleh dikatakan sama atau merata (Odum, 1979).

2.4.2.3 Indeks Dominansi

Dominasi jenis fitoplankton dapat diketahui dengan menghitung Indeks

Dominansi (C). Nilai indeks dominansi mendekati satu jika suatu komunitas

didominasi oleh jenis atau spesies tertentu dan jika tidak ada jenis yang dominan,

maka nilai indeks dominansinya mendekati nol (Odum, 1979).

2.4.3 Keanekaragaman Plankton

2.4.3.1 Fitoplankton

Fitoplankton merupakan nama umum untuk plankton tumbuhan atau

plankton nabati dan terdiri dari beberapa kelas. Menurut Arinardi et al. (1994)

beberapa kelas diuraikan sebagai berikut:

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

39

Universitas Indonesia

a. Diatom (Kelas Bacillariophyceae)

Spesies yang umum dijumpai di perairan lepas pantai Indonesia antara lain

adalah Chaetoceros sp., Rhizosolenia sp., Thalassiothrix sp. dan Bacteriastrum

sp. Di perairan pantai atau mulut sungai biasanya banyak terdapat Skeletonema sp.

dan kadang-kadang Coscinodiscus sp. Melimpahnya Skeletonema ini karena ia

dapat memanfaatkan zat hara lebih cepat daripada diatom lainnya.

b. Dinoflagellata (Kelas Dinophyceae)

Genus-genus yang umum dijumpai di laut, antara lain Noctiluca,

Ceratium, Peridinium dan Dinophysis.

c. Kokolitofor (Coccolithophore, Kelas Haptophyceae)

Di perairan tropis, fitoplankton ini sering didapatkan dalam jumlah besar

sehingga peranannya dianggap penting. Phaecyctis pouchetii mempunyai sebaran

luas tetapi jumlah yang besar biasanya ditemukan di perairan dingin. Spesies

fitoplankton ini dapat mengeluarkan racun asam akrilik (acrylic acid).

d. Ganggang biru (Blue-green algae, Kelas Cyanophyceae)

Ganggang ini tersebar luas dan merupakan makanan zooplankton.

Gerombolan Trichodesmium umum dijumpai di Laut Jawa dan Samudera Hindia,

kadang-kadang hanyut beberapa kilometer sejajar pantai.

e. Ganggang Hijau (Green-coloured algae, Kelas Chlorophyceae)

Salah satu contoh ganggang ini adalah Chlorella sp. Menurut Arinardi et

al. (1994), di Teluk Banten yang predominan, yaitu Ceratium, Rhizosolenia,

Chaetoceros, Noctiluca, Thalassiothrix, Bacillaria dan Coscinodiscus. Menurut

Sidabutar (2008) di Teluk Jakarta yang predominan, yaitu Skeletonema,

Chaetoceros, Noctiluca, Dynophysis, Thalassiothrix dan Ceratium, dan di mulut

Kali Cimanuk yang predominan, yaitu Chaetoceros, Dynophysis, Thalassiothrix,

Skeletonema, Ceratium dan Coscinodiscus.

2.4.3.2 Zooplankton

Zooplankton atau plankton hewani berbeda dari fitoplankton baik dalam

jumlah filum maupun dalam daur hidupnya. Semua filum hewan terwakili di

dalam kelompok zooplankton, yaitu mulai dari filum Protozoa (hewan bersel

tunggal) sampai ke filum Chordata (hewan bertulang belakang). Dilihat dari cara

menjalani hidupnya, zooplankton dibedakan atas holoplankton dan meroplankton.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

40

Universitas Indonesia

Holoplankton adalah plankton hewani yang seluruh masa hidupnya dilalui sebagai

plankton, seperti Chaetognatha dan Copepoda. Meroplankton adalah plankton

hewani yang masa awal dari siklus hidupnya dilalui sebagai plankton dan sesudah

dewasa akan hidup menjadi nekton atau bentos. Pada kelompok meroplankton

terdapat larva berbagai spesies avertebrata penghuni dasar perairan seperti larva

bintang laut (Echinodermata), larva keong dan kerang (Mollusca), larva teritip

(Cirripedia), larva udang-kepiting (Crustacea), berbagai spesies cacing

(Polychaeta) dan larva biota lainnya. Termasuk di dalam kelompok ini juga telur

dan larva sebagian besar ikan yang apabila dewasa akan merupakan anggota

nekton (Arinardi et al., 1994).

Zooplankton dijumpai hampir di seluruh habitat akuatik tetapi kelimpahan

dan komposisinya bervariasi bergantung kepada keadaan lingkungan dan biasanya

terkait erat dengan perubahan musim. Faktor fisik-kimia seperti suhu, intensitas

cahaya, salinitas, pH, dan zat cemaran memegang peranan penting dalam

menentukan keberadaan spesies zooplankton di perairan, sedangkan faktor biotik

seperti tersedianya pakan, banyaknya predator dan adanya pesaing dapat

menentukan komposisi spesies.

Menurut Arinardi (1997), di Laut Jawa volume dan kelimpahan

zooplankton tertinggi didapatkan di perairan dekat pantai Jawa dan Kalimantan

dengan rata-rata volume sebesar 0,04 ml/m3 dan kelimpahan 0,23 x 10

3 ekor/m

3.

Copepoda merupakan zooplankton predominan dan umumnya terdiri dari

Acrocalanus, Paracalanus, Candacia, Eucalamus, Pleuromamma, Corycaeus dan

Oithona. Di perairan Kalimantan Selatan, musim barat menyebabkan tingginya

kadar nutrisi dan zooplankton. Perairan sekeliling Pulau Jawa telah pula diamati

pada 2 musim berbeda. Volume zooplankton di Laut Jawa umumnya lebih tinggi

daripada yang ada di Samudera Hindia (selatan Jawa). Di barat Laut Jawa banyak

terdapat Thaliacea, sedangkan di Selat Bali Foraminifera lebih melimpah.

2.5 Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Ikan Terbang

Hasil penelitian tentang potensi dan tingkat pemanfaatan ikan terbang di

Indonesia juga masih terbatas pada wilayah perairan Sulawesi Selatan (Selat

Makassar dan Laut Flores). Di perairan Sulawesi Selatan potensi hasil maksimum

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

41

Universitas Indonesia

lestari (MSY) telah mengalami penurunan (Ali et al., 2004a). Penurunan potensi

lestari dari tahun ke tahun menjadi indikator terjadinya overfishing akibat tidak

adanya pengelolaan.

Penurunan potensi MSY ikan terbang di perairan Sulawesi Selatan juga

ditunjukkan oleh beberapa hasil penelitian terdahulu yaitu antara tahun 1975-1979

sebesar 12.293 ton (Dwiponggo et al., 1983), kemudian antara tahun 1987-1991

sebesar 6.066 ton/tahun (Nessa et al., 1993), dan antara tahun 1991-2002 sebesar

5.770 ton/tahun. Kejadian ini menunjukkan antara tahun 1975-1979 dan 1991-

2002 terjadi penurunan potensi lestari sekitar 47 %. Penurunan potensi MSY

dalam tempo 27 tahun adalah merupakan refleksi dari kemerosotan populasi ikan

terbang akibat penangkapan berlebihan.

Menurut Musick (1999), penurunan secara kuantitatif seperti potensi

lestari dapat menjadi kriteria kategori resiko ancaman kepunahan spesies. Kriteria

kemerosotan secara kuantitatif populasi populasi 50 % dalam tempo 10 tahun

dapat dikategorikan berbahaya (endangered), penurunan ini tidak termasuk

pengurangan 50 % dari populasi virtual sebagai pemanfaatan MSY dalam

manajemen perikanan.

Produksi ikan terbang di Provinsi Bali yang dilaporkan oleh Dinas

Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali (2006) dari tahun 1998-2004 secara

berurutan, yaitu 983 ton; 1.790 ton; 969 ton; 426 ton; 468 ton; 5.111 ton dan

4.990 ton, dengan kenaikan produksi rata-rata per tahun 163,3 %. Daerah

penangkapan ikan terbang mulai dari bagian utara Bali sampai ke Selat Bali.

Nelayan jaring ikan terbang terkonsentrasi di perairan Pemuteran, Kabupaten

Buleleng. Di Bali, pada umumnya hasil tangkapan ikan terbang hanya

dimanfaatkan dan dipasarkan oleh penduduk sekitar (non-ekspor), baik dalam

kondisi segar maupun yang dibuat ikan asap (Gambar 2.4).

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

42

Universitas Indonesia

Gambar 2.4. Ikan terbang yang diasap di Desa Sririt, Pemuteran, Kabupaten

Buleleng, Provinsi Bali [Sumber: Hasil pengamatan lapangan]

2.6 Kapal dan Alat Alat Tangkap Jaring Insang

Berdasarkan metode pengoperasiannya kapal ikan dapat digolongkan ke

dalam empat kelompok, yaitu pengoperasian alat tangkap yang dilingkarkan

(encircling gear), pengoperasian alat tangkap yang ditarik (towing gear),

pengoperasian alat tangkap yang pasif (static gear), dan pengoperasian lebih dari

satu alat tangkap (multipurpose gear) (Fyson, 1985).

Kapal dengan alat tangkap jaring insang (gillnet) termasuk kedalam

kelompok kapal ikan dengan metode pengoperasian static gear sehingga

kecepatan kapal bukanlah suatu faktor yang penting karena alat tangkap ini

bekerja secara statis melainkan stabilitas kapal yang tinggi lebih diperlukan agar

saat pengoperasian alat tangkap dapat berjalan dengan baik (Rahman & Novita,

2006).

Jaring insang merupakan alat tangkap ikan berupa jaring yang pada

umumnya berbentuk empat persegi panjang yang mempunyai ukuran mata jaring

(mesh size) yang sama pada seluruh badan jaring, dimana jumlah mata jaring ke

arah panjangnya lebih banyak daripada jumlah mata jaring ke arah lebarnya.

Gillnet dikenal dengan sebutan jaring insang, hal ini karena ikan-ikan yang

tertangkap oleh gillnet adalah bagian operkulumnya terjerat atau terpuntal pada

mata jaring.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

43

Universitas Indonesia

Menurut Martasuganda (2005), jaring insang adalah satu jenis alat

penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang dengan

ukuran mata jaring (mesh size) sama, jumlah mata jaring ke arah horisontal (mesh

length/ML) jauh lebih banyak dari jumlah mata jaring ke arah vertikal (mesh

depth/MD). Pada lembaran jaring bagian atas diletakkan pelampung (floats) dan

pada bagian bawah diletakkan pemberat (sinkers). Menurut Ayodhyoa (1981),

cara kerja jaring insang dengan menggunakan dua gaya yang berlawanan arah,

yaitu bouyancy dari floats yang bergerak ke atas dan sinking force dari sinkers

ditambah berat jaring dalam air yang bergerak ke bawah, maka jaring akan

terentang (Gambar 2.5).

Gambar 2.5. Konstruksi jaring insang (gillnet) [Sumber: Ayodhyoa, 1981]

Jaring insang dipasang menghadang arah dan jalan ikan yang sedang

melakukan ruaya (Brandt, 1972). Stewart dan Ferro (1985) mengatakan bahwa

gillnet dapat dipasang menghadang atau sejalan arah arus, dimana posisi ini dapat

mengubah bentuk alat oleh karena tekanan dinamika air yang kemudian dapat

memengaruhi kapasitas hasil tangkapan (Rahman & Novita, 2006).

Berdasarkan kedudukan jaring di dalam perairan dan metode

pengoperasiannya, jaring insang dibedakan menjadi empat, yaitu jaring insang

permukaan (surface gillnet), jaring insang dasar (bottom gillnet), jaring insang

hanyut (drift gillnet), dan jaring insang lingkar (encircling gillnet/surrounding

gillnet) (Ayodhyoa, 1981). Menurut Subani dan Barus (1989), dalam

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

44

Universitas Indonesia

pengoperasian jaring insang dibedakan menjadi lima, yaitu jaring insang hanyut

(drift gillnet), jaring insang labuh (set gillnet), jaring insang karang (coral reef

gillnet), jaring insang lingkar (encircling gillnet), dan jaring insang tiga lapis

(trammel net) (Gambar 2.6).

Gambar 2.6. Sistem operasi jaring insang hanyut (drifting gillnet) [Sumber: Ayodhyoa, 1981]

2.7 Baku Mutu Air Laut

Baku mutu air laut adalah ukuran batas atau kadar mahluk hidup, zat,

energi atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang

ditenggang keberadaannya di dalam air laut (Menteri Lingkungan Hidup, 2004).

Diantara ketentuan standar baku mutu air laut yang ditetapkan sebagaimana

tertuang dalam Tabel 2.3.

Tabel 2.3. Beberapa parameter baku mutu air laut

No Parameter Satuan Baku Mutu

1. Suhu oC koral: 28-30

mangrove: 28-32

lamun: 28-30

2. pH - 7 – 8,5

3. Salinitas o/oo koral: 33-34

mangrove: s/d 34

lamun: 33-34

4. DO mg/l >5

5. Kecerahan m koral: >5

mangrove: -

lamun: >3 [Sumber: Menteri Lingkungan Hidup, 2004]

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

45

Universitas Indonesia

Menurut Balon (1984), parameter fisik lingkungan perairan misalnya

intensitas cahaya matahari, salinitas, dan oksigen terlarut, memiliki pengaruh

terhadap pemijahan ikan.

2.7.1 Suhu Air laut

Perubahan suhu memengaruhi tingkat kesesuaian perairan sebagai habitat

organisme akuatik, sehingga setiap organisme akuatik mempunyai batas kisaran

maksimum dan minimum (Effendie, 2002). Ikan merupakan hewan poikiloterm,

yang suhu tubuhnya naik turun sesuai dengan suhu lingkungan (Brotowidjoyo et

al., 1995), sebab semua proses fisiologis ikan dipengaruhi oleh suhu lingkungan

(Hoar et al., 1979). Suhu perairan berpengaruh terhadap respon tingkah laku ikan

(Bal & Rao, 1984), proses metabolisme, reproduksi (Hutabarat & Evans, 1985;

Effendie, 2002), ekskresi amonia dan resistensi terhadap penyakit (Nabib &

Pasaribu, 1989). Boyd dan Lichtkoppler (1982), menyatakan bahwa suhu yang

optimal bagi pertumbuhan ikan tropis berkisar antara 25-32 ºC. Semakin tinggi

suhu semakin cepat perairan mengalami kejenuhan yang mendorong terjadinya

difusi oksigen dari air ke udara, sehingga konsentrasi oksigen terlarut dalam

perairan semakin menurun.

Peningkatan suhu perairan sebesar 10 ºC, menyebabkan terjadinya

peningkatan pengeluaran energi untuk mendapatkan oksigen oleh organisme

akuatik sebanyak dua sampai tiga kali lipat. Perubahan suhu juga berakibat pada

peningkatan dekomposisi bahan-bahan organik oleh mikroba (Effendie, 2002).

2.7.2 Derajat Keasaman (pH) Air Laut

Derajat keasaman (pH) menunjukkan aktivitas ion hidrogen dalam larutan

tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hidrogen (mol/l) pada suhu

tertentu atau pH = - log (H+). Konsentrasi pH mempengaruhi tingkat kesuburan

perairan karena memengaruhi kehidupan jazad renik. Perairan yang asam

cenderung menyebabkan kematian pada ikan. Hal ini disebabkan karena

konsentrasi oksigen akan rendah, sehingga aktivitas pernapasan tinggi dan selera

makan berkurang (Ghufron & Kordi, 2005). Derajat keasaman (pH) air laut

umumnya berkisar antara 7,6-8,3 (Brotowidjoyo et al., 1995) dan berpengaruh

terhadap ikan (Ball & Rao, 1984).

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

46

Universitas Indonesia

Derajat keasaman (pH) air laut relatif konstan karena adanya penyangga

dari hasil keseimbangan karbondioksida, asam karbonat, karbonat dan bikarbonat

yang disebut buffer (Shepherd & Bromage, 1988). Nilai pH, biasanya dipengaruhi

oleh laju fotosintesis, buangan industri serta limbah rumah tangga (Sastrawijaya,

1991). Kisaran pH dalam perairan alami, sangat dipengaruhi oleh konsentrasi

karbondioksida yang merupakan substansi asam. Fitoplankton dan vegetasi

perairan lainnya menyerap karbondioksida dari perairan selama proses fotosintesis

berlangsung sehingga pH cenderung meningkat pada siang hari dan menurun pada

malam hari. Menurunnya pH oleh karbondioksida tidak lebih dari 4,5 (Boyd,

1982).

Proses nitrifikasi oleh bakteri dapat mengurangi nilai pH perairan karena

adanya konsumsi karbonat dan pelepasan ion hidrogen selama proses berlangsung

(Soderberg, 1995). Proses penguraian bahan organik menjadi garam mineral,

seperti, amonia, nitrat dan fosfat berguna bagi fitoplankton dan tumbuhan air.

Proses akan lebih cepat jika kisaran pH basa (Afriyanto & Liviawaty, 1991). Pada

pH diatas 7, amonia dalam bentuk molekul NH3 akan lebih dominan dari ion NH4,

pada tingkatan tertentu dapat menembus membran sel atau juga menyebabkan

rusaknya jaringan insang (hiperplasia branchia) (Purnomo, 1992).

2.7.3 Salinitas

Salinitas menggambarkan padatan total di air setelah semua karbonat

dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida digantikan dengan klorida

dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendie, 2002).

Salinitas air laut bebas mempunyai kisaran 30-36 ppt (Brotowidjoyo et al.,

1995), sedangkan daerah pantai mempunyai variasi salinitas yang lebih besar.

Semua organisme dalam perairan dapat hidup pada perairan yang mempunyai

perubahan salinitas kecil (Hutabarat & Evans, 1985).Toleransi terhadap salinitas

tergantung pada umur stadium ikan. Salinitas berpengaruh terhadap reproduksi,

distribusi, lama hidup serta orientasi migrasi.Variasi salinitas pada perairan yang

jauh dari pantai akan relatif kecil dibandingkan dengan variasi salinitas di dekat

pantai. Perubahan salinitas tidak langsung berpengaruh terhadap perilaku ikan

atau distribusi ikan tetapi pada perubahan sifat kimia air laut (Brotowidjoyo et

al.,1995). Ikan air laut mengatasi kekurangan air dengan mengonsumsi air laut

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

47

Universitas Indonesia

sehingga kadar garam dalam cairan tubuh bertambah. Dalam mencegah terjadinya

dehidrasi akibat proses ini kelebihan garam dibatasi dengan cara mengekskresi

klorida lebih banyak lewat insang dan ekskresi lewat urin yang isotonik (Hoar et

al., 1979).

2.7.4 Oksigen Terlarut

Oksigen terlarut dalam air merupakan parameter kualitas air laut yang

sangat vital bagi kehidupan organisme perairan. Konsentrasi oksigen terlarut

cenderung berubah-ubah seusai dengan kondisi atmosfer. Sumber utama oksigen

terlarut dalam air adalah difusi dari udara dan hasil fotosintesis organisme yang

mempunyai klorofil yang hidup di perairan. Kecepatan difusi oksigen dari udara

ke dalam air berlangsung sangat lambat, oleh sebab itu fitoplankton merupakan

sumber utama dalam penyediaan oksigen terlarut dalam perairan. Kelarutan

oksigen dalam air dipengaruhi banyak faktor, antara lain adalah suhu, salinitas,

arus permukaan, luas area permukaan perairan yang terbuka, tekanan atmosfer

dan persentase oksigen di sekitarnya. Berkurangnya kadar oksigen terlarut dalam

air dapat disebabkan antara lain oleh naiknya temperatur dan salinitas, proses

respirasi organisme perairan, dan proses dekomposisi bahan organik oleh

mikroorganisme (Muhajir et al., 2004).

2.7.5 Kecerahan

Cahaya merupakan faktor penting bagi kehidupan ikan dalam rantai

makanan, tingkah laku reproduksi, mencari perlindungan, orientasi migrasi, pola

pertumbuhan (Bal & Rao, 1984; Brotowidjoyo et al., 1995), dan fase metabolisme

ikan (Brown & Gratzek, 1980). Kemampuan sinar matahari pada kondisi cerah

dapat diabsorbsi sebanyak 1% pada kedalaman 100 m, sedangkan pada perairan

yang keruh hanya mencapai kedalaman 10-30 m dan tiga meter pada perairan

estuari (Brotowidjoyo et al., 1995). Penetrasi cahaya menjadi rendah apabila

tingginya kandungan partikel tersuspensi di perairan dekat pantai, akibat aktivitas

pasang surut dan juga tingkat kedalaman (Hutabarat & Evans, 1985; Sastrawijaya,

1991). Berkas cahaya yang jatuh ke permukaan air, sebagiannya akan dipantulkan

dan sebagian lagi akan diteruskan ke dalam air. Jumlah cahaya yang dipantulkan

bergantung pada sudut jatuh dari sinar dan keadaan perairan. Air yang senantiasa

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

48

Universitas Indonesia

bergerak menyebabkan pantulan sinar menyebar ke segala arah. Sinar yang

melewati media air sebagian diabsorbsi dan sebagian discatter (Sidjabat, 1976).

Dalam hubungannya dengan fotosintesisa, intensitas dan panjang gelombang

sangat penting. Sebagian besar kehidupan di laut cenderung menyukai sinar-sinar

dengan spektrum hijau dan biru (Romimohtarto, 2001).

2.8 Fenomena Upwelling

Upwelling merupakan fenomena oseanografi yang melibatkan wind-driven

motion yang kuat, dingin dan biasanya membawa massa air yang kaya akan

nutrien ke arah permukaan laut. Air bawah permukaan yang dibawa ke permukaan

dari kedalaman 100-200 meter kaya akan nutrien, yang mendukung pertumbuhan.

Banyak upwelling terjadi di dekat pantai hingga beberapa kilometer. Bagian air

yang terbawa naik memiliki plume air dingin yang terbentang ke arah laut hingga

beberapa kilometer dari pantai (Gross, 1991).

Upwelling adalah fenoma atau kejadian yang berkaitan dengan gerakan

naiknya massa air laut. Gerakan vertikal ini adalah bagian integrasi dari sirkulasi

laut tetapi ribuan sampai jutaan kali lebih kecil dari arus horizontal. Gerakan

vertikal ini terjadi akibat adanya stratifikasi densitas air laut karena dengan

penambahan kedalaman mengakibatkan suhu menurun dan densitas meningkat

yang menimbulkan energi untuk menggerakkan massa air secara vertikal. Adanya

gerakan massa air vertikal akan menimbulkan efek yang signifikan terhadap

kandungan nutrien pada lapisan kedalaman tertentu. Gerakan naik dari massa air

laut ini membawa serta suhu yang lebih dingin, salinitas yang tinggi, dan zat-zat

hara yang kaya ke permukaan (Nontji, 1993). Lokasi upwelling merupakan daerah

yang subur dan ideal bagi ikan-ikan pelagis kecil untuk memperoleh pakan, yang

pada gilirannya akan dimangsa oleh ikan-ikan yang berukuran besar. Hubungan

yang saling berkesinambungan ini menjadikan lokasi upwelling sebagai area yang

sangat ideal untuk menangkap ikan (fishing ground).

Sebaran suhu permukaan laut merupakan salah satu parameter yang dapat

dipergunakan untuk mengetahui terjadinya proses upwelling di suatu perairan

(Birowo & Arief, 1983). Dalam proses upwelling ini terjadi penurunan suhu

permukaan laut dan tingginya zat hara dibandingkan daerah sekitarnya. Tingginya

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

49

Universitas Indonesia

kadar zat hara tersebut merangsang perkembangan fitoplankton di permukaan.

Perkembangan fitoplankton sangat erat kaitannya dengan tingkat kesuburan

perairan, maka proses upwelling ini selalu dihubungkan dengan meningkatnya

produktivitas primer di suatu perairan dan selalu diikuti dengan meningkatnya

populasi ikan di perairan tersebut (Pariwono, 1988).

Beberapa jenis kopepoda biasa digunakan sebagai bio-indikator dalam

menentukan lokasi upwelling di perairan dunia. Calanus pacificus dan Calanus

marshallae merupakan bio-indikator upwelling di perairan lepas pantai California

dan Oregon, Amerika Serikat. Dilaporkan bahwa pada saat upwelling sedang

berlangsung kelimpahan anakan (kopepodit V) dari jenis ini di permukaan

perairan mencapai 26 juta individu per meter kubik, dan kadar fosfat di

permukaan air mencapai 2 µg atom per liter.

Di perairan Indonesia, dua jenis kopepoda laut dalam yang dikenal sebagai

bio-indikator upwelling adalah Calanoides philippinensis dan Rhincalanus

nasutus. Mereka menimbun lemak sebanyak mungkin dari fitoplankton, nauplius

maupun detritus yang dimakannya untuk pertumbuhan dan cadangan makanan

pada saat downwelling. Menjelang berakhirnya musim upwelling, pada saat stok

makanan di permukaan mulai menipis, sebagian besar anakan (kopepodit V) dari

kedua jenis kopepoda tersebut akan menyelam ke kedalaman 300-500 meter atau

lebih.

Perairan Indonesia sangat dipengaruhi oleh tipe iklim Muson yang terdiri

dari musim barat (Desember-Februari), musim peralihan I (Maret-Mei), musim

timur (Juni-Agustus), dan musim peralihan II (September-November). Pada

gilirannya tipe iklim ini akan berpengaruh terhadap kehidupan, kekayaan jenis,

kelimpahan, sebaran biota maupun sifat-sifat dan fenomena oseanografi yang

terjadi, misalnya proses upwelling.

Hingga saat ini diketahui ada tujuh lokasi upwelling di perairan Indonesia.

Sebagian besar lokasi upwelling ini terletak di Wallace area, yaitu suatu kawasan

perairan yang dibatasi oleh garis Wallacea di bagian barat dan garis Lydekker di

bagian timur. Daerah ini dikenal memiliki keanekaragaman jenis dan kelimpahan

biota yang tinggi, beberapa jenis di antaranya bersifat unik dan endemik, yang

merupakan sumbangan besar bagi keanekaragaman biota global. Selain Selat

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

50

Universitas Indonesia

Makassar dan Laut Banda, upwelling juga terjadi di Laut Seram, Laut Maluku,

Laut Arafura, dan perairan utara kepala burung dan perairan timur Papua. Satu-

satunya lokasi upwelling di luar kawasan Wallacea adalah di perairan selatan Jawa

hingga Sumbawa.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

51

Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan selama tiga bulan, mulai bulan April sampai bulan

Juni 2011. Sampel ikan didapatkan dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan di

perairan Pemuteran-Bali Barat, Kabupaten Buleleng. Analisis ikan contoh

dilakukan di Laboratorium Balai Besar Riset Perikanan Budi Daya Laut

(BBRPBL) Gondol-Bali, sedangkan analisis plankton dilakukan di Laboratorium

Planktonologi, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu Pengetahuan

Indonesia (P2O-LIPI), Jakarta. Wilayah pengambilan sampel berkisar pada

koordinat 08005'31'' - 08

007'43'' LS dan 114

038'13'' - 114

039'58'' BT (Gambar 3.1).

Gambar 3.1. Lokasi penelitian di perairan Pemuteran, Bali Barat [Sumber: Bakosurtanal, 2011]

3.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah hasil tangkapan

ikan terbang dari spesies Cheilopogon katoptron, fitoplankton dan zooplankton.

Bahan-bahan lainnya adalah air laut sampel dan larutan formalin yang telah

51

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

52

Universitas Indonesia

dinetralkan dengan boraks, untuk mengawetkan ikan sampel dengan perbandingan

1 : 10 (10 %), dan untuk mengawetkan plankton sampel dengan perbandingan

1 : 25 (4 %).

Adapun alat-alat yang digunakan selama pengambilan sampel adalah kapal

penangkap ikan ukuran <1 Gross Tonnage (GT), alat tangkap drift gillnet, DO-

meter, termometer, pH-meter digital, refraktometer, kite current meter, sechidish,

timbangan digital, kaliper, GPS portable, kamera digital, buku identifikasi ikan

terbang dan plankton, serta plankton net yang terdiri dari jaring Kitahara (mata

jaring berukuran 80 , diameter mulut jaring 0,3 m, panjang jaring 100 cm dan

jaring Norpac (mata jaring berukuran 300 , diameter mulut jaring 0,45 m,

panjang jaring 180 cm).

3.3 Pengumpulan Data

3.3.1 Data Sampel Ikan Terbang

Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan Bali dengan menggunakan

drift gillnet yang dioperasikan dengan menggunakan kapal penangkap ikan ukuran

<1 GT pada waktu pagi hari. Ikan terbang yang tertangkap ditampung sementara

di atas geladak kapal. Setelah sampai di darat, ikan hasil tangkapan dihitung dan

dipisahkan berdasarkan spesies yang tertangkap. Identifikasi ikan untuk

membedakan spesies dilakukan secara visual di tempat pendaratan kapal dengan

mengamati bentuk tubuh, sirip pektoral, sirip dorsal, sirip anal, sirip ventral,

bentuk mulut dan letak gigi yang mengacu pada Hutomo et al. (1985) dan Parin

(1999). Identifikasi ini dilakukan oleh Prof. Dr. Ir. Asikin Djamali (akademisi dan

mantan Peneliti Utama P2O-LIPI) dan Parino (mantan Teknisi Litkayasa Penyelia

P2O LIPI).

Setelah melakukan identifikasi, selanjutnya ikan-ikan tersebut dimasukkan

ke dalam jerigen yang telah berisi formalin 10 %. Analisis isi perut, jenis kelamin

dan tingkat kematangan gonad dilakukan dengan melakukan pembedahan. Sampel

ikan terbang tersebut dibawa ke Laboratorium Balai Besar Riset Perikanan

Budidaya Laut (BBRPBL), Gondol-Bali, dan identifikasi dilakukan oleh Prof. Dr.

Harianti (Peneliti Utama BBRPBL Gondol-Bali).

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

53

Universitas Indonesia

3.3.2 Data Parameter Fisik Air

Pengukuran kualitas air, yaitu oksigen terlarut dengan DO-meter, suhu

dengan termometer, derajat keasaman (pH) dengan pH-meter digital, salinitas

dengan refraktometer, kecepatan arus dan arah arus dengan kite current meter, dan

kecerahan dengan sechidish. Selanjutnya posisi pengambilan sampel (sampling)

ditentukan dengan GPS portable. Pengukuran parameter fisik air laut dilakukan

dengan bantuan Parino (mantan Teknisi Litkayasa Penyelia P2O LIPI).

3.3.3 Data Plankton

Pengambilan sampel fitoplankton dilakukan pada 20 stasiun di perairan

Bali Barat, Kabupaten Buleleng dengan jaring kitahara yang ditarik secara vertikal

pada kedalaman hingga 26 m. Pengambilan sampel zooplankton dilakukan pada

20 stasiun di perairan Pemuteran-Bali Barat, Kabupaten Buleleng dengan jaring

norpac yang ditarik secara horisontal selama 5-10 menit. Pada mulut jaring

norpac, dilekatkan masing-masing sebuah flowmeter untuk mengukur volume air

tersaring. Setelah pengambilan sampel, kemudian sampel diawetkan dengan

formalin 4 % yang telah dinetralkan dengan borax. Identifikasi jenis-jenis, indeks

keanekaragaman, indeks kemerataan, dan indeks kekayaan jenis plankton

dilakukan oleh Sugestiningsih (Teknisi Litkayasa Penyelia P2O-LIPI) di

Laboratorium Planktonologi, Pusat Penelitian Oseanografi, Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia (P2O-LIPI), dengan mengacu pada Davis (1955),

Wickstead (1965), Yamaji (1966), Taylor (1978), dan Hallegraeff (1991).

3.4 Uji Laboratorium

Pada analisis laboratorium, ikan terbang yang telah diawetkan dengan

formalin 10 % diukur panjang total dan beratnya. Panjang total diukur dari ujung

kepala terdepan sampai dengan ujung sirip ekor yang paling belakang

menggunakan kaliper dengan ketelitian 0,1 cm. Berat ikan contoh ditimbang

dengan menggunakan timbangan digital O’haus dengan ketelitian 0,01 g.

3.4.1 Pengamatan Isi Perut Ikan Terbang

Pembagian kelompok makanan berdasarkan kelas ukuran panjang sesuai

dengan contoh yang mewakili pada panjang berkisar antara 150-290 mm terbagi

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

54

Universitas Indonesia

dalam selang 10 mm. Ikan dibedah dengan gunting bedah, dimulai dari anus

menuju bagian dorsal di bawah linea lateralis dan menyusuri garis tersebut

sampai ke bagian belakang operkulum kemudian ke arah ventral hingga ke dasar

perut. Bagian tubuh yang telah dibedah dibuka sehingga organ dalam ikan dapat

terlihat dan jenis kelamin dapat ditentukan dengan melihat morfologi gonadnya.

Saluran pencernaan dipisahkan dari organ dalam lainnya. Lambung dan usus ikan

diukur panjangnya menggunakan kaliper, kemudian dimasukkan ke dalam botol

untuk diawetkan dengan menggunakan formalin 4 %. Bagian lambung yang

diawetkan itu dibedah dan isinya dipisahkan untuk diukur volumenya. Isi

lambung kemudian ditempatkan pada cawan menggunakan pipet tetes lalu diamati

dan diidentifikasi dengan mikroskop.

3.4.2 Pengamatan Gonad Ikan Terbang

Pengukuran tingkat perkembangan gonad dilakukan dalam tiga tahap.

Tahap pertama, gonad diangkat dari dalam perut ikan lalu diawetkan dengan

formalin 4 %. Tahap kedua, diambil tiga bagian dari gonad tersebut, yaitu bagian

posterior, median dan anterior sebagai gonad contoh. Tahap ketiga, gonad contoh

diamati dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer

dengan pembesaran 100 µ.

3.5 Pengolahan Data

3.5.1 Nisbah Kelamin

Nisbah kelamin ikan terbang dihitung dengan menggunakan persamaan

sesuai Effendie (2002) :

NK = (3.1)

Keterangan :

M = Jumlah ikan jantan (ekor)

F = Jumlah ikan betina (ekor)

3.5.2 Faktor Kondisi

Faktor kondisi ikan terbang dihitung berdasarkan panjang dan berat ikan

contoh dengan menggunakan persamaan sesuai Effendie (2002). Untuk pola

M

F

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

55

Universitas Indonesia

pertumbuhan yang bersifat allometrik (b ≠ 3), faktor kondisi dihitung dengan

menggunakan persamaan:

K = (3.2)

Untuk pola pertumbuhan yang bersifat isometrik (b = 3), faktor kondisi

dihitung dengan menggunakan persamaan :

K = (3.3)

Keterangan :

K = Faktor kondisi

W = Berat ikan contoh (g)

L = Panjang ikan contoh (mm)

a dan b = Konstanta

3.5.3 Tingkat Kematangan Gonad (TKG)

Penentuan TKG secara morfologis dilakukan di laboratorium berdasarkan

tanda-tanda umum serta ukuran gonad, sedangkan penentuan histologisnya

dengan mengamati gonad di laboratorium secara mikrokopis.

3.5.4 Indeks Kematangan Gonad (IKG)

Indeks kematangan gonad ikan terbang dihitung dengan menggunakan

persamaan sesuai Effendie (2002) :

IKG = x 100% (3.4)

Keterangan :

IKG = Indeks kematangan gonad

Bg = Berat gonad (g)

Bt = Berat total (g)

3.5.5 Fekunditas

Fekunditas ikan terbang diamati, kemudian dianalisis dengan

menggunakan persamaan Effendie (2002) sebagai berikut:

W

aLb

105W

L3

Bg

Bt

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

56

Universitas Indonesia

F = (3.5)

Keterangan :

F = Fekunditas

G = Berat gonad (g)

V = Isi pengenceran (cc)

X = Jumlah telur tiap cc

Q = Berat telur contoh (g)

3.6 Analisis Hubungan variabel dependent dengan variabel independent

Beberapa variabel dalam aspek biologi yang dianalisis dengan fungsi

regresi, uji t dan koefisien determinasi adalah panjang dengan berat dan panjang

dengan isi perut. Ukuran berat dan isi perut menjadi variabel dependent,

sedangkan ukuran panjang sebagai variabel independent. Penghitungan korelasi

panjang dengan berat dengan menggunakan persamaan Hile (1936) :

W = aLb

(3.6)

Keterangan:

W = Berat ikan

L = Panjang ikan

a dan b = Konstanta

Transformasi kedalam logaritma dengan persamaan Walpole (1995):

Log a =

b =

Keterangan:

N = Jumlah ikan

W = Berat total (g)

L = Panjang total (mm)

a dan b = Konstanta

LogW x (LogL)2 - LogL x (LogL x LogW)

N x Σ (LogL)2 – (Σ LogL)

2

LogW – (N x Log a)

Σ LogL

G x V x X

Q

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

57

Universitas Indonesia

22 )()(

)(

WLogxLLog

WLogxLLog

Dari persamaan tersebut dapat diketahui pola pertumbuhan panjang dan

bobot ikan. Nilai b yang diperoleh digunakan untuk menentukan pola

pertumbuhan dengan kriteria :

1. Jika b = 3, pertumbuhan bersifat isometrik, yaitu pertumbuhan panjang sama

dengan pertumbuhan bobot.

2. Jika b > 3 maka pola pertumbuhan bersifat allometrik positif, yaitu

pertambahan bobot lebih cepat dari pertambahan panjang.

3. Jika b < 3 maka pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif, yaitu

pertambahan panjang lebih cepat dari pertambahan bobot.

Untuk mengetahui keeratan hubungan antara panjang dengan berat

digunakan koefisien korelasi (r) dengan rumus :

r =

Besaran pengaruh dan keeratan hubungan pertambahan variabel

independent yang mengakibatkan adanya pertambahan variabel dependent

dianalisis dengan fungsi regresi, uji t, dan koefisien determinasi (R2) dengan

bantuan aplikasi SPSS.

1. Fungsi regresi

Analisis ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari

variabel independent (X) terhadap variabel dependent (Y), dengan persamaan

sebagai berikut:

Y = a+bX (3.7)

Keterangan :

Y = variabel dependent

X = variabel independent

a = konstanta

b = koefisien determinasi

Nilai koefisien variabel independent mengandung arti bahwa setiap

kenaikan satu satuan, maka variabel dependent (Y) akan naik sebesar X satuan,

dengan asumsi bahwa variabel bebas yang lain dari model adalah tetap.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

58

Universitas Indonesia

2. Koefisien determinasi (R2)

Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar

hubungan antar variabel dalam pengertian yang lebih jelas. Koefisien determinasi

akan menjelaskan seberapa besar perubahan atau variasi suatu variabel bisa

dijelaskan oleh perubahan atau variasi pada variabel yang lain (Santosa & Ashari,

2005).

Nilai R2 antara 0 - 1, jika hasil lebih mendekati angka 0 berarti

kemampuan variabel independent dalam menjelaskan variasi variabel berat amat

terbatas. Tapi jika hasil mendekati angka 1 berarti variabel panjang memberikan

hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel

dependent.

3. Uji t

Uji t digunakan untuk mengetahui apakah variabel independent secara

parsial berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel dependent. Derajat

signifikansi yang digunakan adalah 0,05. Apabila nilai signifikan lebih kecil dari

derajat kepercayaan maka kita menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan

bahwa suatu variabel independent secara parsial mempengaruhi variabel

dependent.

Nilai sig lebih kecil dari nilai probabilitas 0,05, maka H1 diterima dan Ho

ditolak. Apabila thitung > ttabel dapat disimpulkan bahwa variabel X memiliki

kontribusi terhadap Y. Nilai t yang positif menunjukkan bahwa variabel X

mempunyai hubungan yang searah dengan Y. Jadi dapat disimpulkan

pertambahan variabel independent memiliki pengaruh signifikan atau tidak

terhadap pertambahan variabel dependent.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

59

Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kondisi Umum Ikan Terbang Cheilopogon katoptron

Ikan terbang merupakan salah satu komoditas komersial penting di

beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya di perairan Pemuteran, Bali Barat.

Ikan terbang di perairan ini juga merupakan sumber mata pencaharian utama

masyarakat nelayan di Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Penangkapan ikan

terbang di perairan Pemuteran, Bali Barat didominasi oleh kapal penangkap ikan

skala kecil yang menggunakan kapal motor tempel, dengan ukuran kapal <5 GT

dan alat tangkap drift gillnet 100-150 piece (Gambar 4.1).

Gambar 4.1. Kapal penangkap ikan terbang di perairan Pemuteran, Bali Barat [Sumber: Hasil pengamatan lapangan]

Berdasarkan data pengamatan lapangan, diketahui ikan terbang

Cheilopogon katoptron mendominasi hasil tangkapan nelayan di perairan

Pemuteran, Bali Barat. Ikan terbang dari spesies yang lain, seperti Cheilopogon

59

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

60

Universitas Indonesia

artisignis, Cheilopogon suttoni, Cheilopogon papilio juga tertangkap dalam

jumlah yang sedikit (Gambar 4.2).

Gambar 4.2. Beberapa spesies ikan terbang yang tertangkap di perairan

Pemuteran, Bali Barat [Sumber: Hasil pengamatan lapangan]

Pada bulan Juni 2011, saat operasi penangkapan ikan terbang di perairan

Pemuteran, diketahui ikan lumba-lumba (Tursiops truncatus) dan ikan layaran

(Istiophorus platypterus) melintas di sekitar daerah penebaran jaring, bahkan ikan

layaran (Istiophorus platypterus) dalam jumlah kecil tertangkap oleh jaring. Ikan-

ikan tersebut, diduga mengejar gerombolan ikan terbang yang ada di perairan ini.

Dugaan tersebut, diperkuat oleh pustaka dan penelitian terdahulu bahwa ikan

lumba-lumba dan ikan layaran merupakan salah satu predator ikan terbang.

Ikan terbang Cheilopogon katoptron di perairan Pemuteran Bali Barat

April-Juni 2011 memiliki ukuran yang bervariasi antara ikan jantan dan betina.

Ikan terbang Cheilopogon katoptron jantan memiliki rentang panjang yang lebih

pendek daripada ikan terbang Cheilopogon katoptron betina. Perbedaan selang

Cheilopogon katoptron Cheilopogon atrisignis

Cheilopogon suttoni Cheilopogon papilio

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

61

Universitas Indonesia

panjang yang terdapat pada populasi ikan terbang Cheilopogon katoptron di

perairan Pemuteran Bali Barat ini dapat terjadi, karena adanya perbedaan dalam

tingkatan umur/generasi dan strategi reproduksi. Berdasarkan hasil operasi

penangkapan ikan dengan menggunakan jaring insang hanyut (drift gillnet),

diperoleh ikan terbang Cheilopogon katoptron dengan ukuran terkecil (<160 mm)

dengan persentase dibawah 2 % dari total hasil tangkapan. Artinya, alat tangkap

yang digunakan telah selektif meloloskan ikan berukuran kecil agar tidak

terjaring.

Ikan terbang Cheilopogon katoptron yang tertangkap di perairan

Pemuteran Bali Barat pada bulan April-Juni 2011 juga diketahui belum memasuki

masa pemijahan. Hal ini dapat diindikasikan dari berbagai faktor, diantaranya

adalah perbandingan jenis kelamin (sex ratio) dan tingkat kematangan gonad ikan

terbang Cheilopogon katoptron yang tertangkap. Dominasi ikan terbang

Cheilopogon katoptron jantan dinyatakan hampir dua kali lipat (1,8 kali) dari ikan

terbang Cheilopogon katoptron betina. Selain itu, gonad yang berisi sel kelamin

hanya ditemukan pada ikan terbang Cheilopogon katoptron betina dengan

frekuensi yang rendah (2,7 %) dari keseluruhan hasil tangkapan pada bulan April-

Juni 2011, serta hanya memiliki kematangan gonad yang berada pada tingkat I

dan II. Menurut Nikolsky (1963), perubahan nisbah kelamin terjadi secara teratur.

Pada awalnya ikan jantan lebih dominan kemudian berubah menjadi 1:1 diikuti

dengan dominasi ikan betina. Perubahan ini terjadi pada saat menjelang dan

selama pemijahan.

Pertumbuhan ikan terbang Cheilopogon katoptron memiliki pola yang

berbeda antara jantan dengan betina. Ikan terbang Cheilopogon katoptron betina

memiliki pola pertumbuhan yang lebih cepat daripada ikan terbang Cheilopogon

katoptron jantan, dalam hal peningkatan berat. Secara umum, pola pertumbuhan

ikan terbang Cheilopogon katoptron pada April-Juni 2011 memiliki

kecenderungan meningkat, dengan peningkatan tertinggi pada bulan Juni 2011.

Hal ini diduga karena adanya strategi reproduksi dan ketersediaan makanan yang

melimpah pada bulan tersebut. Dari hasil pengamatan lapangan, diketahui bahwa

ketersediaan plankton pada bulan April-Juni 2011 terjadi peningkatan jumlah

sel/individu plankton per m3

yang fluktuatif. Pada bulan Juni 2011 terjadi ledakan

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

62

Universitas Indonesia

populasi (blooming) fitoplankton, yang diketahui populasinya meningkat lebih

dari 4.000 % dari bulan April 2011. Fenomena blooming ini memperkuat dugaan

telah terjadinya upwelling di perairan Pemuteran pada bulan tersebut.

Data parameter fisik air laut juga mengindikasikan upwelling telah terjadi

di perairan ini. Suhu air laut menunjukkan penurunan yang signifikan (9,3 %)

pada bulan Juni 2011, hal ini dapat diakibatkan karena bercampurnya massa air

dari dasar laut yang lebih dingin dengan air yang ada di permukaan. Derajat

keasaman (pH) juga mengalami kecenderungan menurun. Pada bulan Mei 2011,

terjadi penurunan pH sebesar 6 %, sedangkan pada bulan Juni 2011 terjadi

penurunan 1,3 %. Penurunan pH ini dapat diakibatkan oleh banyak faktor,

diantaranya adalah adanya konsumsi karbonat dan ion hidrogen dalam proses

nitrifikasi oleh bakteri. Meningkatnya kadar karbondioksida di perairan

Pemuteran Bali Barat juga menjadi penyebab menurunnya pH. Konsentrasi

karbondioksida meningkat karena tingginya laju pernapasan yang tidak seimbang

dengan laju fotosintesis untuk menghasilkan oksigen terlarut (DO) dalam

perairan.

Penurunan DO pada bulan Juni 2011 sebesar 14 % dari bulan Mei 2011,

memperkuat indikasi adanya penurunan produksi oksigen dari proses fotosintesis

oleh produsen di dalam perairan, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida di

perairan menjadi lebih tinggi. Penurunan tingkat kecerahan air laut pada bulan

Juni 2011 (31,4 %), juga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan rendahnya

laju fotosintesis di perairan. Penurunan tingkat kecerahan perairan ini dapat terjadi

karena masuknya sinar matahari terhalang oleh substrat yang naik ke permukaan

perairan, sehingga laju fotosintesis juga menurun.

Peningkatan ketersediaan makanan ikan terbang Cheilopogon katoptron

dari kelompok zooplankton juga terjadi di perairan Pemuteran Bali Barat pada

bulan Mei-Juni 2011. Populasi individu zooplankton per m3 rata-rata meningkat

180 % setiap bulan, dan didominasi oleh genus Copepoda. Pada bulan April 2011

komposisi Copepoda mencapai 44,9 %, bulan Mei 2011 komposisi Copepoda

mencapai 58,8 %, dan bulan Juni 2011 komposisi Copepoda mencapai 62,8 %

dari total populasi individu zooplankton per m3

yang ada di perairan Pemuteran

Bali Barat. Hal ini berbanding lurus dengan ditemukannya Copepoda dalam isi

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

63

Universitas Indonesia

perut ikan terbang Cheilopogon katoptron sebagai makanan utamanya, dengan

persentase rata-rata paling tinggi (45-74 %), sedangkan sisanya diisi oleh jenis

makanan lainnya terdiri dari kelompok fitoplankton, cacing dan telur ikan.

4.2 Hasil dan Pembahasan

4.2.1 Sebaran Panjang-Berat Ikan Terbang Cheilopogon katoptron

Ikan terbang Cheilopogon katoptron yang dijadikan sampel penelitian

dengan kurun waktu 3 bulan (April-Juni 2011) adalah 262 ekor, terdiri dari ikan

jantan sebanyak 168 ekor dan ikan betina sebanyak 94 ekor. Pada bulan April

jumlah ikan jantan yang tertangkap 32 ekor, ikan betina 30 ekor. Pada bulan Mei

jumlah ikan jantan 60 ekor, ikan betina 40 ekor. Pada bulan Juni jumlah ikan

jantan 76 ekor, ikan betina 24 ekor. Ukuran panjang ikan terbang Cheilopogon

katoptron di perairan Pemuteran Bali Barat berkisar 168-231 mm untuk ikan

jantan, sedangkan ikan betina ukuran panjangnya berkisar 158-284 mm. Menurut

Hermawati (2006), panjang total ikan terbang di perairan Binuangeun untuk ikan

jantan adalah 220-277 mm, sedangkan ikan betina 215-275 mm. Ukuran panjang

ikan terbang di perairan Binuangeun lebih panjang dibandingkan dengan ikan

terbang yang ada di perairan Bali Barat. Perbedaan ini dapat terjadi karena ikan

terbang di perairan Pemuteran-Bali Barat berbeda spesies dengan yang ada di

perairan Binuangeun. Selain itu, ikan terbang di perairan Pemuteran Bali Barat

merupakan hasil utama usaha perikanan tangkap skala kecil dengan frekuensi

tangkapan yang tinggi, sehingga banyak ikan tertangkap dalam ukuran yang kecil.

Berdasarkan ukuran panjang, ikan terbang ini dikelompokkan menjadi 14

kelompok selang panjang, dengan kisaran selang panjang 150-289 mm. Selang

kelas ini dibuat untuk mengelompokkan ikan berdasarkan perbedaan

generasi/umur. Pada ikan betina, frekuensi tertinggi pada selang panjang >179-

189 mm sebanyak 28 ekor (29,8 %), sedangkan untuk ikan jantan frekuensi

tertinggi terdapat pada selang panjang >199-209 mm sebanyak 52 ekor (31,0 %).

Ukuran paling kecil ikan terbang Cheilopogon katoptron yang tertangkap terdapat

pada selang panjang >159-169 mm (0,6 %) untuk ikan jantan, sedangkan ikan

betina paling kecil pada selang panjang 150-159 mm (1,1 %). Hasil ini

menunjukkan bahwa ikan terbang Cheilopogon katoptron yang tertangkap

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

64

Universitas Indonesia

dengan ukuran kecil persentasenya rendah (Gambar 4.3). Artinya, nelayan

setempat telah melakukan penangkapan ikan terbang dengan menggunakan alat

tangkap yang selektif, sehingga ikan yang berukuran kecil bukan menjadi target

utama penangkapan.

Gambar 4.3. Sebaran frekuensi ikan terbang Cheilopogon katoptron

berdasarkan selang panjang total (mm), April-Juni 2011

Pada bulan April, panjang rata-rata diketahui 209,97 mm, bulan Mei

diketahui 199,76 mm, dan bulan Juni 2011 diketahui 195,53 mm. Perbedaan

ukuran panjang rata-rata pada setiap bulan dapat terjadi karena adanya perbedaan

generasi/tingkat kesamaan umur dalam sub populasi ikan terbang Cheilopogon

katoptron yang terdapat di perairan Pemuteran Bali Barat (Gambar 4.4).

Gambar 4.4. Perbedaan ukuran panjang rata-rata ikan terbang Cheilopogon

katoptron di perairan Pemuteran Bali Barat, April-Juni 2011

57

Fre

ku

ensi

(e

ko

r)

Selang panjang (mm)

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

65

Universitas Indonesia

4.2.2 Nisbah Kelamin Ikan Terbang Cheilopogon katoptron

Berdasarkan selang ukuran panjang, nisbah kelamin mengalami fluktuasi.

Nisbah kelamin yang paling tinggi terdapat pada selang kelas >219-229 mm. Pada

selang kelas >229-239 mm nisbah kelamin seimbang dengan ikan jantan dan

betina masing-masing 1 ekor (Gambar 4.5). Menurut Hermawati (2006) nisbah

kelamin yang paling tinggi terdapat pada selang panjang 222-228 mm dan yang

terkecil terdapat pada selang panjang 271-277 mm.

Gambar 4.5. Nisbah kelamin ikan terbang Cheilopogon katoptron per selang

panjang total (mm)

Dari hasil tangkapan ikan terbang dengan drift gillnet diperoleh

komposisi rata-rata ikan jantan adalah 64,1 % dan ikan betina 35,9 %, sehingga

diperoleh sex ratio tidak seimbang, yakni jantan-betina pada perbandingan 1,8:1

(Gambar 4.6). Secara keseluruhan maupun tiap bulan perbandingan ikan terbang

yang tertangkap tidak seimbang, yaitu ikan jantan lebih banyak dibandingkan ikan

betina. Menurut Hermawati (2006), nisbah kelamin ikan terbang di perairan

Binuangeun yang tertangkap dengan menggunakan gill net adalah 2:1 (tidak

seimbang). Menurut Ali (1981), ikan terbang di Laut Flores yang ditangkap

dengan bubu hanyut memiliki nisbah kelamin 1:1. Perbedaan dari ketiga hasil

penelitian ini akibat perbedaan alat tangkap yang digunakan, perbedaan tingkah

laku antara ikan jantan dan betina, mortalitas dan pertumbuhan (Ball & Rao,

1984).

Selang panjang (mm)

Nis

bah

kel

amin

(J

/B)

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

66

Universitas Indonesia

Perbedaan jumlah ikan jantan dan betina pada penelitian bulan April-Juni

2011, juga dapat terjadi karena adanya strategi reproduksi. Populasi ikan

Cheilopogon katoptron jantan berjumlah lebih banyak (mendominasi)

dibandingkan dengan ikan Cheilopogon katoptron betina sebelum masa memijah.

Diperkirakan, nisbah kelamin akan berubah secara teratur diikuti dengan dominasi

ikan betina pada saat menjelang dan selama pemijahan. Hasil ini dapat menjadi

salah satu indikator untuk mengambil kesimpulan bahwa ikan terbang

Cheilopogon katoptron di perairan Pemuteran Bali Barat pada bulan April-Juni

belum memasuki masa pemijahan.

Gambar 4.6. Nisbah kelamin ikan terbang Cheilopogon katoptron

4.2.3 Faktor Kondisi Ikan Terbang Cheilopogon katoptron

Faktor kondisi ikan jantan dan ikan betina berfluktuatif. Pada ikan jantan

memiliki kisaran faktor kondisi 0,86-1,30, sedangkan kisaran faktor kondisi pada

ikan betina adalah 0,78-1,26 (Gambar 4.7). Menurut Hermawati (2006), nilai

faktor kondisi berfluktuasi tiap bulannya dengan kisaran nilai tertinggi 1,05-1,18

pada bulan Juni untuk ikan jantan dan 0,97-1,10 pada bulan Agustus untuk ikan

betina. Faktor kondisi rata-rata ikan terbang Cheilopogon katoptron pada bulan

April-Juni 2011 adalah sebesar 1,00 (Lampiran 1). Nilai rata-rata faktor kondisi

pada penelitian selama April-Juni ini adalah 1,00 untuk ikan jantan dan ikan

betina, artinya rata-rata ikan terbang Cheilopogon katoptron di perairan

Pemuteran merupakan ikan yang kurus dan panjang.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

67

Universitas Indonesia

Gambar 4.7. Faktor kondisi ikan terbang Cheilopogon katoptron

jantan dan betina per bulan

4.2.4 Tingkat Kematangan Gonad Ikan Terbang Cheilopogon katoptron

Tingkat perkembangan gonad dapat diketahui dari hasil pengamatan

morfologi dan histologi dari sampel gonad ikan terbang Cheilopogon katoptron.

Tanda-tanda yang diamati untuk mengidentifikasi TKG adalah warna, bentuk dan

ukuran gonad, serta volume sel kelamin yang terdapat di dalam gonad (Tabel 4.1).

Hasil histologis gonad ikan terbang, diketahui bahwa tingkat kematangan

gonad ikan terbang Cheilopogon katoptron masih berada pada level I dan II. Pada

TKG I, dapat dilihat ukuran telur yang sangat kecil, tidak memiliki kuning telur

dan nukleus yang terlihat dengan jelas. Pada TKG II, oogonia telah terlihat

membelah secara mitosis menjadi oosit dan mulai terjadi pengendapan kuning

telur (Gambar 4.8).

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

68

Universitas Indonesia

Tabel 4.1. Tingkat kematangan gonad ikan terbang Cheilopogon katoptron

TKG Jantan Betina

I Tidak ditemukan Ukuran kecil, panjang dan

transparan, butir telur tidak terlihat

dengan mata telanjang

II Tidak ditemukan Ukuran gonad lebih besar dari TKG

I, warna putih kekuningan, mulai

terlihat butir telurnya, pada ujung

gonad anterior lebih besar daripada

median dan posterior, warna

kekuningan [Sumber: Hasil pengamatan data lapangan]

TKG I TKG II

Gambar 4.8. Struktur histologis gonad ikan terbang Cheilopogon katoptron betina

(Keterangan: Og = Oogonium; Os = Oosit; Nu = Nukleus; dan

Yg = Kuning telur) [Sumber: Hasil pengamatan data lapangan]

Berdasarkan pengamatan sampel (April-Juni 2011), gonad berisi telur

hanya ditemukan pada ikan betina. TKG I pada ikan betina 1,06 %, sedangkan

TKG II pada ikan betina 5,32 % dari total 94 ekor ikan terbang betina sampel

(Gambar 4.9). Pada ikan jantan tidak ditemukan. Maka dapat dinyatakan, bahwa

kelompok ikan terbang Cheilopogon katoptron yang tertangkap pada bulan April-

Juni belum memasuki masa memijah.

Yg

Og

Os

Nu

100 µm 100 µm

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

69

Universitas Indonesia

Gambar 4.9. Tingkat kematangan gonad ikan terbang Cheilopogon

katoptron per bulan

Pada penelitian ini, diperoleh ukuran ikan pertama kali matang gonad

pada ukuran 213 mm untuk ikan betina. Menurut Hermawati (2006), di perairan

Binuangeun ikan jantan pertama kali matang gonad pada ukuran 237 mm dan ikan

betina 238 mm. Pada penelitian Ali (1981), di perairan Sulawesi Selatan ikan

jantan pertama kali matang gonad pada ukuran 180 mm dan betina 170 mm.

Perbedaan ukuran pertama kali matang gonad antara perairan Binuangeun,

perairan Sulawesi Selatan dan perairan Pemuteran Bali Barat dapat terjadi akibat

adanya perbedaan spesies dan adanya indikasi penangkapan berlebih

(overfishing), yang menyebabkan kelompok ikan yang terdapat di perairan

tersebut memiliki ukuran panjang total yang lebih pendek, sehingga ikan ini

memiliki strategi reproduksi untuk bertahan hidup, yaitu dengan mempercepat

matang gonad pada ukuran panjang yang lebih pendek dibandingkan di perairan

Binuangeun.

4.2.5 Parameter Fisik Air Laut

Dalam penelitian ini parameter fisik air laut yang diuji meliputi suhu air

laut, kadar pH air laut, salinitas, DO dan kecerahan air laut di perairan Pemuteran

Bali Barat (Lampiran 2). Pada pengambilan sampel selama 3 bulan di 20 titik,

diketahui rata-rata kualitas air laut di perairan Bali Barat sebagaimana Tabel 4.2

dibawah ini.

Fre

kuen

si (e

ko

r)

Betina

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

70

Universitas Indonesia

Tabel 4.2. Kondisi rata-rata kualitas air laut di perairan Pemuteran Bali Barat,

April-Juni 2011

April Mei Juni

Suhu air (°C) 30,1 30,7 27,9

pH 8,3 7,8 7,7

Salinitas (o/oo) 35,5 33,0 33,5

DO (mg/l) - 5,7 4,9

Kecerahan (m) 22,0 20,4 14,0 [Sumber: Hasil pengamatan data lapangan]

Dari Tabel 4.2, diketahui indikator suhu air laut menunjukkan penurunan

yang cukup signifikan pada bulan Juni 2011 (9,3 %). Turunnya suhu air laut ini

dapat terjadi karena berbagai faktor, salah satunya adalah adanya percampuran air

dari dasar laut ke permukaan. Berdasarkan indikator parameter air laut lainnya,

diperkirakan telah terjadi naiknya masa air dari dasar ke permukaan (upwelling) di

perairan Pemuteran Bali Barat. Ledakan populasi fitoplankton juga memperkuat

adanya upwelling telah terjadi pada bulan Juni 2011 (lihat Gambar 4.9).

Derajat keasaman (pH) juga terlihat kecenderungan menurun. Pada bulan

Mei 2011, terjadi penurunan sebesar 6 %, sedangkan pada bulan Juni terjadi

penurunan 1,3 %. Penurunan pH ini dapat diakibatkan oleh banyak faktor,

diantaranya adalah adanya konsumsi karbonat dan ion hidrogen dalam proses

nitrifikasi oleh bakteri. Meningkatnya kadar karbondioksida di perairan

Pemuteran Bali Barat juga menjadi penyebab menurunnya pH. Konsentrasi

karbondioksida meningkat karena tingginya laju pernapasan dan rendahnya laju

fotosintesis yang menghasilkan oksigen terlarut.

Menurunnya kadar oksigen terlarut pada bulan Juni sebesar 14 %, juga

memperkuat indikasi terjadinya upwelling di perairan Pemuteran Bali Barat, yang

menyebabkan meningkatnya kadar karbondioksida di perairan. Tingkat kecerahan

air laut yang cenderung menurun pada bulan Juni 2011 (31,4 %), menjadi salah

satu faktor yang menyebabkan penurunan kadar oksigen terlarut (DO) di perairan.

Menurunnya tingkat kecerahan perairan ini dapat terjadi karena masuknya sinar

matahari terhalang oleh substrat yang naik ke permukaan perairan, sehingga

menyebabkan laju fotosintesis juga menurun.

Selanjutnya, pada bulan April-Juni 2011 juga terjadi penurunan salinintas

di perairan Pemuteran Bali Barat. Pada bulan Juni 2011, salinitas menurun sebesar

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

71

Universitas Indonesia

(6,1 %) dari bulan April 2011. Penurunan salinitas ini dapat terjadi karena daerah

pengambilan sampel berada dekat dengan pantai yang memiliki tingkat variasi

salinitas yang tinggi. Diduga, tingkat salinitas di dasar perairan lebih rendah dari

yang ada di permukaan, sehingga saat terjadi pengadukan air laut dapat

menurunkan tingkat salinitasnya.

Secara umum, berdasarkan parameter fisik air laut dan indeks

keanekaragaman plankton Shannon-Wiener dengan nilai indeks berkisar 1,54 -

1,65, dapat dinyatakan bahwa perairan Pemuteran telah mengalami pencemaran

pada tingkat sedang, namun masih dalam batasan toleransi baku mutu air laut.

Artinya, kondisi perairan Pemuteran dapat diindikasikan telah terjadi pencemaran

yang mengarah kepada penurunan kualitas lingkungan perairan. Hal ini menjadi

catatan penting, bahwa dalam rangka pengelolaan ikan terbang di perairan

Pemuteran, pencemaran lingkungan yang terus meningkat dapat berdampak

negatif terhadap kelangsungan sumberdaya ikan terbang pada khususnya.

4.2.6 Komposisi Plankton

4.2.6.1 Fitoplankton

Hasil pencacahan dan identifikasi fitoplankton dari perairan Pemuteran

Bali Barat, Kabupaten Buleleng sebanyak 20 stasiun pada bulan April-Juni 2011

disajikan dalam Tabel 4.3 dan Gambar 4.10. Menurut Sidabutar (2008), di

perairan estuari Cisadane, Teluk Jakarta ditemukan sebanyak 11 genus yaitu

Amphizolenia, Ceratium, Dynophysis, Dictyocha, Gymnodinium, Gonyaulax,

Noctiluca, Ornithoceros, Prorocentrum, Protoperidinium dan Pyrophacus.

Pada bulan April (8 stasiun), berhasil dilakukan identifikasi 15 spesies

fitoplankton, terdiri dari 9 spesies Diatomae dan 6 spesies Dinoflagellata.

Diatomae yang terindentifikasi, yaitu Chaetoceros, Coscinodiscus, Hemiaulus,

Nitzschia, Odontela, Rhizosolenia, Skeletonema, Thalassiothrix dan

Thalassiosira, sedangkan Dinoflagellata yang terindentifikasi, yaitu Ceratium,

Dinophysis, Noctiluca, Ornithocerus, Prorocentrum dan Protoperidinium. Jumlah

sel fitoplankton per m3 diketahui 8.989 sel/m

3, dengan indeks keanekaragaman

1,54, indeks kemerataan 0,93 dan indeks kekayaan jenis 0,48.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

72

Universitas Indonesia

Pada bulan Mei (8 stasiun), berhasil dilakukan identifikasi 13 spesies

fitoplankton, terdiri dari 9 spesies Diatomae dan 4 spesies Dinoflagellata.

Diatomae yang terindentifikasi, yaitu Asterolampra, Bacteriastrum, Chaetoceros,

Coscinodiscus, Hemiaulus, Nitzschia, Rhizosolenia, Thalassiothrix dan

Thalassiosira, sedangkan Dinoflagellata yang terindentifikasi, yaitu Ceratium,

Ornithoceros, Podolampas dan Protoperidinium. Jumlah sel fitoplankton per m3

diketahui 9.158 sel/m3, dengan indeks keanekaragaman 1,34, indeks kemerataan

0,87 dan indeks kekayaan jenis 0,45.

Pada bulan Juni (4 stasiun), berhasil dilakukan identifikasi 16 spesies

fitoplankton sebanyak 16 spesies, terdiri dari 14 spesies Diatomae dan 2 spesies

Dinoflagellata. Diatomae yang terindentifikasi, yaitu Bacteriastrum, Chaetoceros,

Coscinodiscus, Eucampia, Guinardia, Hemiaulus, Lauderia, Leptocylindrus,

Nitzschia, Rhizosolenia, Skeletonema, Stephanopyxis, Thalassiosira dan

Thalassiothrix, sedangkan Dinoflagellata yang terindentifikasi, yaitu Ceratium,

dan Protoperidinium. Jumlah sel fitoplankton per m3 diketahui 401.324 sel/m

3,

dengan indeks keanekaragaman 1,65, indeks kemerataan 0,69 dan indeks

kekayaan jenis 0,80.

Berdasarkan perbedaan jumlah sel fitoplankton per m3 pada bulan April-

Juni 2011 (Gambar 4.11), diketahui bahwa telah terjadi ledakan populasi

fitoplankton di perairan Pemuteran-Bali Barat pada bulan Juni 2011. Hal ini

diperkuat dengan adanya indikasi penurunan suhu air laut, kadar oksigen terlarut,

dan kecerahan perairan pada bulan Juni 2011.

Tabel 4.3. Indeks keanekaragaman dan kemerataan Shannon-Wiener fitoplankton

di perairan Pemuteran, bulan April-Juni 2011

Bulan Jumlah sel/m3 Indeks

Keanekaragaman

Indeks

Kemerataan

April 2011 8.989 1,54 0,93

Mei 2011 9.158 1,34 0,87

Juni 2011 401.324 1,65 0,69 [Sumber: Hasil pengamatan lapangan]

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

73

Universitas Indonesia

Gambar 4.10. Jumlah rata-rata fitoplankton per spesies (sel/m3), April-Juni 2011

Gambar 4.11. Jumlah rata-rata individu fitoplankton (sel/m3) per bulan

4.2.6.2 Zooplankton

Hasil pencacahan dan identifikasi zooplankton dari perairan Pemuteran

Bali Barat, Kabupaten Buleleng berasal dai 20 stasiun pengambilan sampel pada

bulan April-Juni 2011 ditampilkan dalam Tabel 4.4 dan Gambar 4.12.

Pada bulan April 2011 (8 stasiun), zooplankton hasil identifikasi

sebanyak 37 macam, yaitu Medusa, Nectophore, Siphonophora, Stenophores,

Tornaria, Chaetognatha, Evadne, Penelia, Ostracoda, Calanoida (Copepoda),

Cyclopoida (Copepoda), Harpacticoida (Copepoda), Amphipoda, Brachiopoda,

Rata-rata:

Indeks keragaman = 1,51

Indeks kemerataan = 0,83

Indeks kekayaan spesies = 0,57

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

74

Universitas Indonesia

Cephalopoda, Isopoda, Oikopleura, Luciferidae (mysis), Luciferidae (dewasa),

Mysidacea (larvae), Euphausiacea (larvae), Thaliacea, Brachyura (zoea),

Brachyura (megalopa), Caridea (larvae), Penaeidae (larvae), Polychaeta,

Porcelanid (larvae), Stomatopoda, Sargestidae (zoea), Bipinnaria, Echinopluteus,

Ophiopluteus, Creseis, Gastropoda, telur-telur ikan dan larva ikan. Jumlah

populasi zooplankton per m3 diketahui 70,00 ind/10

3m

3, dengan indeks

keanekaragaman 1,79, indeks kemerataan 0,62 dan indeks kekayaan jenis 0,61.

Pada bulan ini, genus Copepoda adalah yang dominan. Komposisinya mencapai

44,9 % dari total populasi individu zooplankton per m3

yang ada di perairan

Pemuteran, Bali Barat.

Pada bulan Mei 2011 (8 stasiun), zooplankton hasil identifikasi sebanyak

31 macam, yaitu Medusa, Nectophore, Siphonophora, Stenophores, Chaetognatha,

Evadne, Ostracoda, Calanoida (Copepoda), Cyclopoida (Copepoda),

Harpacticoida (Copepoda), Amphipoda, Clionina, Cyphonautes, Euphausiacea

(zoea), Fritillaria, Oikopleura, Phoronis, Thaliacea, Tornaria, Brachyura (zoea),

Cirripedia, Polychaeta, Sargestidae (larvae), Bipinnaria (larvae), Echinopluteus,

Ophiopluteus, Bivalvia, Creseis, Gastropoda, telur-telur ikan dan larva ikan.

Jumlah populasi zooplankton per m3 diketahui 271,68 ind/10

3m

3, dengan indeks

keanekaragaman 1,65, indeks kemerataan 0,58 dan indeks kekayaan jenis 0,31.

Pada bulan ini, genus Copepoda adalah yang dominan. Komposisinya mencapai

58,8 % dari total populasi individu zooplankton per m3 yang ada di perairan

Pemuteran, Bali Barat.

Pada bulan Juni 2011 (4 stasiun), zooplankton hasil identifikasi sebanyak

30 macam, yaitu Medusa, Nectophore, Siphonophora, Chaetognatha, Ostracoda,

Calanoida (Copepoda), Cyclopoida (Copepoda), Harpacticoida (Copepoda),

Amphipoda, Desmopterus papilio, Euphausiacea zoea, Euphausiacea (dewasa),

Fritillaria, Isopoda, Oikopleura, Luciferidae (zoea), Luciferidae (mysis),

Luciferidae (dewasa), Thaliacea, Brachyura (zoea), Cirripedia, Cypris,

Polychaeta, Bipinnaria, Ophiopluteus, Bivalvia, Creseis, Gastropoda, telur-telur

ikan dan larva ikan. Jumlah populasi zooplankton per m3 diketahui 124,52

ind/103m

3, dengan indeks keanekaragaman 1,80, indeks kemerataan 0,60 dan

indeks kekayaan jenis 0,41. Pada bulan ini, genus Copepoda adalah yang

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

75

Universitas Indonesia

dominan. Komposisinya mencapai 62,8 % dari total populasi individu

zooplankton per 103 m

3 yang ada di perairan Pemuteran, Bali Barat (Gambar

4.12).

Gambar 4.12. Komposisi jumlah rata-rata zooplankton per genus (ind/103 m

3),

April-Juni 2011

Dari Gambar 4.12 dapat dilihat dominasi populasi zooplankton dari genus

Copepoda berada pada setiap bulan, kisarannya mencapai 44-63 % dari

keseluruhan populasi zooplankton yang ada di perairan Pemuteran Bali Barat.

Dengan demikian, Copepoda diduga akan menjadi menu utama makanan ikan

terbang Cheilopogon katoptron di perairan Pemuteran, Bali Barat.

Berdasarkan perbedaan jumlah individu zooplankton per 103m

3 pada

bulan April-Juni 2011 (Gambar 4.12), diketahui bahwa telah terjadi peningkatan

populasi zooplankton di perairan Pemuteran-Bali Barat pada bulan Juni 2011,

akibat adanya blooming fitoplankton pada bulan yang sama.

Tabel 4.4. Indeks keanekaragaman dan kemerataan Shannon-Wiener zooplankton

di perairan Pemuteran, bulan April-Juni 2011

Bulan Jumlah

ind/103 m

3 Indeks

Keanekaragaman

Indeks

Kemerataan

April 2011 70,00 1,79 0,62

Mei 2011 271,68 1,65 0,58

Juni 2011 124,52 1,80 0,60 [Sumber: Hasil pengamatan lapangan]

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

76

Universitas Indonesia

4.2.7 Komposisi Isi Perut Ikan Terbang Cheilopogon katoptron

Dalam penelitian ini, makanan yang terdapat dalam isi perut ikan terbang

Cheilopogon katoptron dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu krustasea,

cacing, fitoplankton dan kelompok lain-lain. Berdasarkan hasil analisis isi perut

ikan terbang yang dijadikan sampel, diketahui bahwa komposisi isi perut ikan

terbang Cheilopogon katoptron didominasi oleh kelompok makanan dari kelas

krustasea. Pada bulan April 2011, krustasea komposisinya mencapai 50,5 %, pada

bulan Mei 2011 mencapai 82,8 %, dan pada bulan Juni 2011 jumlahnya mencapai

87,6 % (Gambar 4.13).

Gambar 4.13. Komposisi isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron

berdasarkan kelompok makanan per bulan

Berdasarkan analisis makanan dari kelas krustasea, diketahui Genus

Copepoda mendominasi isi perut sebagai makanan utama ikan terbang

Cheilopogon katoptron pada bulan April-Juni 2011, komposisinya mencapai 82-

89 % dari keseluruhan krustasea yang ada di dalam isi perut ikan terbang

Cheilopogon katoptron (Gambar 4.14). Hasil ini berbanding lurus dengan

kenyataan di lapangan bahwa Genus Copepoda mendominasi populasi

zooplankton yang ada di perairan Pemuteran, Bali Barat.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

77

Universitas Indonesia

Gambar 4.14. Makanan Utama ikan terbang Cheilopogon katoptron di perairan

Pemuteran, Bali Barat, bulan April-Juni 2011

Komposisi isi perut ikan terbang berfluktuatif setiap (Gambar 4.15). Pada

bulan April 2011, diketahui nafsu makan tertinggi pada rentang ukuran 279-289

mm dan yang terendah pada ukuran 189-199 mm. Pada bulan Mei dan Juni 2011,

nafsu makan tertinggi pada rentang ukuran 219-229 dan terendah pada ukuran

159-179 mm. Dari hasil analisis, perbedaan volume isi perut ini sangat

berhubungan dengan adanya perbedaan ukuran panjang ikan terbang Cheilopogon

katoptron. Semakin panjang ukuran ikan akan semakin tinggi tingkat nafsu

makan, yang diindikasikan melalui makanan yang ada di dalam isi perut ikan.

Artinya, kebutuhan akan energi lebih banyak pada ikan-ikan yang berukuran lebih

besar, sehingga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut pola makan ikan

terbang juga bertambah.

Gambar 4.15. Volume isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron

(sel-ind) per selang panjang, April-Juni 2011

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

78

Universitas Indonesia

4.2.8 Hubungan Panjang dan Berat Ikan Terbang Cheilopogon katoptron

Hubungan panjang-berat ikan terbang Cheilopogon katoptron jantan dan

betina menunjukkan hubungan yang erat dengan koefisien korelasi (r) ikan jantan

dan betina mendekati 1 yaitu sebesar 0,99. Pada bulan April 2011, model

pertumbuhan ikan terbang Cheilopogon katoptron jantan W = 0,0003L2,3370

,

sedangkan ikan terbang Cheilopogon katoptron betina W = 0,0001L2,5903

. Dari

model pertumbuhan tersebut diperoleh nilai b sebesar 2,3370 untuk jantan dan

2,5903 untuk betina. Hal ini menunjukkan bahwa ikan terbang Cheilopogon

katoptron (jantan-betina) mempunyai pola pertumbuhan allometrik negatif (b<3)

yang berarti pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan

berat (Gambar 4.16).

Gambar 4.16. Hubungan panjang dan berat ikan terbang Cheilopogon katoptron,

April 2011

Pada bulan Mei 2011, model pertumbuhan ikan terbang Cheilopogon

katoptron jantan W = 0,0003L2,3863

, sedangkan ikan terbang Cheilopogon

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

79

Universitas Indonesia

katoptron betina W = 0,00002L2,8240

. Dari model pertumbuhan tersebut diperoleh

nilai b sebesar 2,3863 untuk jantan dan 2,8240 untuk betina. Hal ini menunjukkan

bahwa ikan terbang Cheilopogon katoptron (jantan-betina) mempunyai pola

pertumbuhan allometrik negatif (b<3) (Gambar 4.17).

Gambar 4.17. Hubungan panjang dan berat ikan terbang Cheilopogon katoptron,

Mei 2011

Pada bulan Juni 2011, model pertumbuhan ikan terbang Cheilopogon

katoptron jantan W = 0,0004L2,6828

, sedangkan ikan terbang Cheilopogon

katoptron betina W = 0,0002L3,2198

. Dari model pertumbuhan tersebut diperoleh

nilai b sebesar 2,6828 untuk jantan dan 3,2198 untuk betina. Hal ini menunjukkan

bahwa ikan terbang Cheilopogon katoptron jantan mempunyai pola pertumbuhan

allometrik negatif (b<3), dan allometrik positif (b>3) untuk ikan terbang

Cheilopogon katoptron betina (Gambar 4.18). Artinya, ikan terbang Cheilopogon

katoptron betina memiliki strategi pemijahan untuk persiapan kematangan gonad

dengan meningkatkan berat lebih cepat daripada ikan terbang Cheilopogon

katoptron jantan.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

80

Universitas Indonesia

Gambar 4.18. Hubungan panjang dan berat ikan terbang Cheilopogon katoptron,

Juni 2011

Pengaruh pertambahan panjang terhadap pertambahan berat dianalisis

dengan mengunakan SPSS, untuk mengetahui persentase pengaruh dan keeratan

korelasi antara panjang dengan berat ikan terbang Cheilopogon katoptron (Tabel

4.5 dan Lampiran 3).

Tabel 4.5. Hasil analisis pengaruh panjang terhadap berat ikan terbang

Cheilopogon katoptron, April-Juni 2011

No Variabel Koef. Regresi thitung ttabel

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

April

1. Panjang 2,338 2,590 8,347 15,914 2,037 2,0484

2. Konstanta (a) -3,586 -4,187 Fhitung > Ftabel : Variabel bebas secara

simultan berpengaruh terhadap

variabel terikat 3. Fhitung 69,675 253,244

4. Ftabel 4,149 4,196

5. R2 0,699 0,907

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

81

Universitas Indonesia

Tabel 4.3. (Lanjutan)

No Variabel Koef. Regresi thitung ttabel

Jantan Betina Jantan Betina Jantan Betina

Mei

1. Panjang 2,387 2,823 13,569 12,294 2,000 2,021

2. Konstanta (a) -3,702 -4,716 Fhitung > Ftabel : Variabel bebas secara

simultan berpengaruh terhadap

variabel terikat 3. Fhitung 184,105 151,154

4. Ftabel 4,001 4,085

5. R2 0,760 0,799

Juni

1. Panjang 2,683 3,218 18,929 9,778 1,992 2,064 2. Konstanta (a) -4,400 -5,624 Fhitung > Ftabel : Variabel bebas secara

simultan berpengaruh terhadap

variabel terikat

3. Fhitung 358,300 95,602

4. Ftabel 3,967 4,260

5. R2 0,829 0,813

Dari hasil analisis data, dengan menggunakan fungsi regresi diperoleh

persamaan sebagai berikut:

Persamaan hubungan panjang-berat pada bulan April 2011:

Yjantan = 3E-04X2,338

;Ybetina = 7E-05X2,590

Persamaan hubungan panjang-berat pada bulan Mei 2011:

Yjantan = 2E-04X2,387

;Ybetina = 2E-05X2,823

Persamaan hubungan panjang-berat pada bulan Juni 2011:

Yjantan = 4E-05X2,683

;Ybetina = 2E-06X3,218

Keterangan : Y = berat ikan (g)

X = panjang ikan (mm)

Dari persamaan diatas dapat dijelaskan bahwa dalam keadaan cateris

paribus (seimbang) dengan selang kepercayaan 95 %, perubahan berat ikan

terbang Cheilopogon katoptron dapat dijelaskan sebagai berikut:

Berat bertambah sebesar 2,338 % pada ikan jantan dan 2,590 % pada ikan

betina. Setiap perubahan berat ikan terbang Cheilopogon katoptron

disebabkan karena pertambahan panjang memiliki pengaruh keeratan

sebesar 69,9 % untuk jantan dan 90,7 % untuk betina. Artinya,

pertambahan ukuran panjang ikan memberikan pengaruh yang nyata

terhadap pertambahan berat ikan terbang Chelopogon katoptron.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

82

Universitas Indonesia

Berat bertambah sebesar 2,387 % pada ikan jantan dan 2,823 % pada ikan

betina. Setiap perubahan berat ikan terbang Cheilopogon katoptron

disebabkan karena pertambahan panjang memiliki pengaruh keeratan

sebesar 76,0 % untuk jantan dan 79,9 % untuk betina. Artinya,

pertambahan ukuran panjang ikan memberikan pengaruh yang nyata

terhadap pertambahan berat ikan terbang Chelopogon katoptron.

Berat bertambah sebesar 2,683 % pada ikan jantan dan 3,218 % pada ikan

betina. Setiap perubahan berat ikan terbang Cheilopogon katoptron

disebabkan karena pertambahan panjang memiliki pengaruh keeratan

sebesar 82,9 % untuk jantan dan 81,3 % untuk betina. Artinya,

pertambahan ukuran panjang ikan memberikan pengaruh yang nyata

terhadap pertambahan berat ikan terbang Chelopogon katoptron.

4.2.9 Hubungan Isi Perut dan Panjang Ikan Terbang Cheilopogon katoptron

Sebaran data isi perut berdasarkan nilai tengah kelas panjang ikan

terbang Cheilopogon katoptron ditabulasikan dalam Tabel 4.6, sedangkan

hubungan antara keduanya dapat dilihat dalam Gambar 4.19.

Tabel 4.6. Sebaran data isi perut dan panjang ikan terbang Cheilopogon katoptron,

bulan April-Juni 2011

Selang

Panjang (mm)

Tengah

Kelas

Isi Perut (%)

April Mei Juni

150-159 155 mm 25 ind 5,0 % - 0,0 % - 0,0 %

>159-169 164 mm 27 ind 5,4 % 21 ind 4,2 % - 0,0 %

>169-179 174 mm 22 ind 4,4 % 29 ind 5,8 % 27 ind 5,4 %

>179-189 184 mm 20 ind 4,0 % 44 ind 8,8 % 33 ind 6,6 %

>189-199 194 mm 16 ind 3,2 % 34 ind 6,8 % 47 ind 9,4 %

>199-209 204 mm 28 ind 5,6 % 32 ind 6,4 % 54 ind 10,8 %

>209-219 214 mm 28 ind 5,6 % 35 ind 7,0 % 47 ind 9,4 %

>219-229 224 mm 46 ind 9,2 % 44 ind 8,8 % 56 ind 11,2 %

>229-239 234 mm 41 ind 8,2 % - 0,0 % - 0,0 %

>239-249 244 mm 46 ind 9,2 % - 0,0 % - 0,0 %

>249-259 254 mm 41 ind 8,2 % - 0,0 % - 0,0 %

>259-269 264 mm 52 ind 10,4 % - 0,0 % - 0,0 %

>269-279 274 mm 50 ind 10,0 % - 0,0 % - 0,0 %

>279-289 284 mm 57 ind 11,4 % - 0,0 % - 0,0 %

Jumlah: 499 Ind 239 Ind 264 Ind

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

83

Universitas Indonesia

Gambar 4.19. Hubungan ukuran panjang ikan dengan isi perut ikan terbang

Cheilopogon katoptron, April-Juni 2011

Pengaruh ukuran panjang terhadap isi perut ikan dianalisis dengan

mengunakan SPSS, untuk mengetahui persentase pengaruh dan keeratan korelasi

antara panjang dengan isi perut ikan terbang Cheilpopogon katoptron (Tabel 4.7

dan Lampiran 3).

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

84

Universitas Indonesia

Tabel 4.7. Hasil analisis pengaruh panjang terhadap isi perut ikan terbang

Cheilopogon katoptron, bulan April-Juni 2011

No Variabel Koef. Regresi thitung ttabel Kesimpulan

April

1. Panjang 1,719 5,219 2,145 Signifikan

2. Konstanta (a) -2,490 Fhitung > Ftabel : Variabel bebas secara

simultan berpengaruh terhadap variabel

terikat

3. Fhitung 27,234

4. Ftabel 4,600

5. R2 0,694

Mei

1. Panjang 1,974 5,044 2,365 Signifikan

2. Konstanta (a) -2,988 Fhitung > Ftabel : Variabel bebas secara

simultan berpengaruh terhadap variabel

terikat

3. Fhitung 25,440

4. Ftabel 5,591

5. R2 0,836

Juni

1. Panjang 2,781 4,199 2,447 Signifikan

2. Konstanta (a) -4,759 Fhitung > Ftabel : Variabel bebas secara

simultan berpengaruh terhadap variabel

terikat

3. Fhitung 17,629

4. Ftabel 5,987

5. R2 0,815

Dari hasil analisis, dengan menggunakan fungsi Cobb Douglas diperoleh

persamaan regresi sebagai berikut:

YApril = 0,003X1,719

; dan YMei = 0,001X1,974

; dan YJuni = 0,00002X

2,781

Keterangan : Y = isi perut (sel-individu)

X = panjang ikan (mm)

Dari persamaan diatas dapat dijelaskan bahwa dalam keadaan cateris

paribus (seimbang), dengan selang kepercayaan 95 % setiap perubahan satu

satuan panjang ikan terbang Cheilopogon katoptron bertambah 1 % akan

mengakibatkan peningkatan isi perut sebagai berikut:

Isi perut meningkat sebesar 1,719 % pada bulan April 2011. Setiap

peningkatan isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron disebabkan

karena pertambahan panjang memiliki pengaruh keeratan sebesar 69,4 %.

Artinya, pertambahan ukuran panjang ikan memberikan pengaruh yang

nyata terhadap volume isi perut ikan terbang Chelopogon katoptron.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

85

Universitas Indonesia

Isi perut meningkat sebesar 1,974 % pada bulan Mei 2011. Setiap

peningkatan isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron disebabkan

karena pertambahan panjang memiliki pengaruh keeratan sebesar 83,6 %.

Artinya, pertambahan ukuran panjang ikan memberikan pengaruh yang

nyata terhadap volume isi perut ikan terbang Chelopogon katoptron.

Isi perut meningkat sebesar 2,781 % pada bulan April 2011. Setiap

peningkatan isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron disebabkan

karena pertambahan panjang memiliki pengaruh keeratan sebesar 81,5 %.

Artinya, pertambahan ukuran panjang ikan memberikan pengaruh yang

nyata terhadap volume isi perut ikan terbang Chelopogon katoptron.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

86

Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Ikan terbang Cheilopogon katoptron yang tertangkap di perairan

Pemuteran-Bali Barat pada bulan April-Juni 2011 belum memasuki masa

pemijahan, karena sex ratio masih didominasi oleh ikan jantan dan gonad yang

berisi sel kelamin/telur hanya terdapat pada ikan terbang Cheilopogon katoptron

betina dengan persentase yang rendah pada tingkat kematangan gonad I dan II.

Ikan terbang Cheilopogon katoptron pada penelitian bulan April-Juni 2011

memiliki pola pertumbuhan allometrik. Ikan terbang Cheilopogon katoptron

betina memiliki strategi reproduksi yang lebih cepat daripada ikan terbang

Cheilopogon katoptron jantan. Hal ini didukung dengan pertumbuhan berat ikan

terbang Cheilopogon katoptron lebih besar daripada ikan terbang Cheilopogon

katoptron jantan. Secara umum, ikan terbang Cheilopogon katoptron pada

penelitian ini dinyatakan sebagai ikan yang kurus.

Pada bulan Juni 2011, perairan Pemuteran, Bali Barat yang dijadikan

lokasi penelitian diduga mengalami upwelling. Hal ini diperkuat dengan adanya

penurunan suhu perairan, penurunan oksigen terlarut, penurunan tingkat

kecerahan dan adanya ledakan populasi (blooming) fitoplankton di perairan ini.

Makanan utama ikan terbang Cheilopogon katoptron di perairan

Pemuteran, Bali barat adalah dari Genus Copepoda, komposisinya mencapai 74 %

dari keseluruhan makanan yang dimakan. Hal ini berbanding lurus dengan

kenyataan di lapangan bahwa Genus Copepoda mendominasi populasi

zooplankton yang ada di perairan (45-63 %).

Pertambahan ukuran panjang memberikan pengaruh yang nyata terhadap

ukuran berat dan volume isi perut ikan terbang Cheilopogon katoptron. Artinya,

setiap ukuran panjang ikan terbang Cheilopogon katoptron bertambah Y-satuan,

maka beratnya akan bertambah sebesar X-satuan. Selanjutnya, setiap ukuran

panjang ikan terbang Cheilopogon katoptron bertambah Y-satuan, maka nafsu

makan yang diindikasikan dengan volume isi perut ikan terbang Cheilopogon

katoptron juga bertambah sebesar X-satuan.

86

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

87

Universitas Indonesia

5.2 Saran

Dalam rangka pengelolaan perikanan ikan terbang yang berkelanjutan di

perairan Pemuteran Bali Barat, penelitian ini masih harus dilanjutkan untuk

mendapatkan informasi ilmiah tentang ikan terbang secara lengkap, mulai dari

informasi tentang spesies, sub populasi, aspek biologi reproduksi, parameter

lingkungan, ketersediaan makanan, hingga informasi Catch Per Unit Effort

(CPUE).

Diharapkan pada penelitian selanjutnya, pengujian beberapa aspek perlu

dilakukan secara komprehensif dan kontinyu, guna mengetahui korelasi dan

pengaruh antar aspek yang diuji. Waktu penelitian perlu dilakukan sepanjang

tahun, guna mengetahui pola pertumbuhan dan musim memijah yang lebih akurat.

Uji sampel DNA juga perlu dilakukan untuk mengetahui sub populasi ikan

terbang, guna menjaga keberlangsungan populasi ikan terbang dari kepunahan.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

88

Universitas Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Afriyanto, E dan E. Liviawaty. (1991). Teknik Pembuatan Tambak Udang.

Yogyakarta. Penerbit Kanisius.

Ali, S. A. (1981). Kebiasaan Makan, Pemijahan, Hubungan Berat Panjang dan

Faktor Kondisi Ikan Terbang, Cypselurus oxycephalus (Bleeker) di Laut

Flores, Sulawesi Selatan. Makassar. Tesis Pascasarjana UNHAS : 49 hlm.

Ali, S.A. (1994). Pengaruh Suhu dan Fotoperiode Terhadap Perkembangan Larva

Ikan Terbang, Cypselurus spp. Makassar. Tesis Pascasarjana UNHAS :

109 hlm.

Ali, S.A. (2005). Kondisi Sediaan dan Keragaman Populasi Ikan Terbang,

Hirundichthys oxycephalus (Bleeker, 1852) di Laut Flores dan Selat

Makassar. Makassar. Disertasi Pascasarjana UNHAS.

Ali, S. A., dan M. N. Nessa. (2005). Status Ilmu Pengetahuan Ikan Terbang di

Indonesia. Prosiding Lokakarya Nasional Perikanan Ikan Terbang : 22

hlm.

Ali, S. A., M. N. Nessa, M. I. Djawad, dan S. B. A. Omar. (2004a). Analisis

Fluktuasi Hasil Tangkapan dan Hasil Maksimum Lestari Ikan Terbang

(Exocoeitidae) di Sulawesi Selatan. Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan

Perikanan, 2 (14) : 104-112.

Ali, S. A., M. N. Nessa, M. I. Djawad, dan S. B. A. Omar. (2004b). Musim dan

Kelimpahan Ikan Terbang (Exocoetidae) di Sekitar Kabupaten Takalar

(Laut Flores) Sulawesi Selatan. Torani. Jurnal Ilmu Kelautan dan

Perikanan, 3 (14) : 165-172.

Ali, S. A. (2005). Kondisi Sediaan dan Keragaman Populasi Ikan Terbang

(Hirundichthys oxycephalus Bleeker, 1852) di Laut Flores dan Selat

Makassar. Makassar. Disertasi Program Pascasarjana. Program Studi Ilmu

Pertanian. Universitas Hasanuddin : 282 hlm.

Ali, S. A. (2005). Perkembangan Kematangan Gonad dan Musim Pemijahan Ikan

Terbang (Hirundicthys oxycephalus Bleeker, 1852) di Laut Flores,

Sulawesi Selatan. Jurnal Ilmu Kelautan dan Perikanan : 416-424.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

89

Universitas Indonesia

Andamari, R., dan T. Zubaidi. (1994). Aspek Reproduksi Ikan Terbang di Desa

Rangas, Kabupaten Majene, Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Perikanan

Laut. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian : 11-22.

Arinardi, O. H., Trimaningsih dan Sudirdjo. (1994). Pengantar tentang Plankton

serta Kelimpahan Plankton Predominan di Sekitar Pulau Jawa dan Bali.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi. Lembaga Ilmu

Pengetahuan Indonesia : 108 hlm.

Arinardi, O. H. (1997). Status Pengetahuan Plankton di Indonesia. Oseanologi dan

Limnologi di Indonesia, 30 : 63-95.

Ayodhyoa. (1981). Metoda Penangkapan Ikan. Bogor. Yayasan Dewi Sri : 97

hlm.

Ball, D. V., dan K.V. Rao. (1984). Marine fisheries. Tata Megraw – Hill

Publishing Company, Limited. New Delhi : 470 hlm.

Balon, E. K. (1984). Reflection on Some Decisive Events in The Early Life of

Fishes. Soc, 113 : 178-185.

Barnham, C., dan A. Baxter. (1998). Condition Factor K for Salmonid Fish. State

of Victoria, Department of Natural Resources and Environment.Fisheries

Notes : 1-4.

Baso, A. (2004). Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Ikan Terbang (Cypselurus

spp.) Berkelanjutan di Perairan Selat Makassar dan Laut Flores (Suatu

Kajian Bioteknis dan Sosial Ekonomi). Desertasi Pascasarjana Universitas

Hasanudin.

Birowo, dan Arief. (1983). Upwelling atau Penaikan Massa Air. Jurnal Pewarta

Oceana. LON-LIPI. Jakarta, vol. 2 (3): 12-21.

Boyd, C. E. (1982). Water Quality Management for Pond for Fish Culture.

Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam.

Boyd, C. E. dan F. Lichtkoppler. (1982).Water Quality Management in Pond Fish

Culture. Auburn University, Auburn.

Brandt, A. V., (1972). Fish Catching Methods of the World. London, Fishing

News (Books) Ltd. : 240 pp.

Brotowijoyo, M. D., Dj. Tribawono., dan E. Mulbyantoro. (1995). Pengantar

Lingkungan Perairan dan Budidaya Air. Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

90

Universitas Indonesia

Brown, E. E., dan J. B. Gratzek. (1980). Fish Farming Handbook. AVI Publishing

Company INC, New York.

Dalzell, P. (1993). The Fisheries Biology of Flying Fishes (families : Exocoetidae

and hemirhamphidae) from the Camotes Sea, Central Philipines. Journal

of Fish Biology, 43 : 19-32.

Davenport, J. (1994). How and Why Flyingfish Fly (review). Journal Fish

Biology and Fisheries, 4 : 184-214.

Davis, C. C. (1955). The Marine and Freshwater Plankton. Michigan State Univ.

Press : 562 pp.

Delsman, H. C. dan J. D. F. Hardenberg. (1931). De Indische Zeevisschen en

Zeevissherij. N.V. Boekhandel en Drukkerij dan Co. Batavia Centrum :

388 pp.

Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Bali. (2006). Laporan Tahunan Program

Pengembangan Sumberdaya Perikanan Tangkap. Denpasar : 76 hlm.

Direktorat Jenderal Perikanan. (1979). Buku Pedoman Pengenalan Sumber

Perikanan Laut Bagian-1 (Jenis-Jenis Ikan Ekonomis Penting). Jakarta :

Departemen Pertanian.

Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. (2010). Buku Statistik Perikanan

Tangkap. Jakarta. Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Dwiponggo., A. T. Sujastami., dan S. Nurhakim. (1983). Pengkajian Potensi dan

Tingkat Pengusahaan Perikanan Torani di Perairan Sulawesi Selatan.

Laporan Penelitian Perikanan Laut, 25 : 1-12.

Effendie, M. I. (2002). Biologi Perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka

Nusantara : 163 hlm.

Fahri, S. (2001). Keragaman Genetik Ikan Terbang, Cypselurus poisthopus di

Perairan Teluk Mandar, Teluk Manado, dan Teluk Tomini Sulawesi

Selatan. Bogor: Program Pasca Sarjana IPB : 53 hlm.

Febyanty, F., dan A. Syahailatua. (2008). Kebiasaan Makan Ikan Terbang,

Hirundicthys oxycephalus dan Cheilopogon cyanopterus, di Perairan Selat

Makassar. Jurnal. Pen. Perik. Indonesia, 14 (1) : 123-131.

Froese, R., dan D. Pauly (2006). FishBase : World wide web electronic

publication. www.fishbase.org, version (05/2006).

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

91

Universitas Indonesia

Fyson, J. (1985). Design of Small Fishing Vessels. Fishing News (Books) Ltd.

England.

Ghufron, dan Kordi. (2005). Budidaya Ikan Laut di Karamba. Jakarta. Penerbit

Rineka Cipta.

Gomes, C., R. B. Dales., dan H. A. Oxendford. (1998). The Application of Rapd

Market in Stock Discrimination of the Four Wing Flyingfish,

Hirundichthys affinis in the Central Western Atlantic. Molecular ecology,

7 : 1029-1039 pp.

Gross, G.A. (19921). Genetic Concepts for Iron Formation. Economic Geology

Monograph, Vol. 8: 51-81.

Hallegraeff, G. M. (1991). Aquaculturist’s Guide to Harmful Australian

Microalgae. Fishing Industry Training Board of Tasmania Inc. Hobart.

CSIRO Division of Fisheries.

Hermawati, L. (2006). Aspek Biologi Reproduksi Ikan Terbang (Hirundichthys

oxycephalus) di Perairan Binuangeun Kecamatan Malingping, Kabupaten

Lebak, Banten. Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB.

Hile, R. (1936). Age and Growth of the Ciseo Leucichthys artedi (Lesueur), in the

Lakes of the Northeastern Highland, Wisconsin. U.S. Dept. of Comm.

Bur. Fish. Bull : No. 19.

Hoar, W. S. (1957). Gonads and Reproduction. In: The physiology of fishes. New

York. Margaret Brown (Ed.), Academic Press Inc.

Hoar, W. S., D. J. Randall, dan J. R. Brett. (1979). In Fish Physiology, vol. 8.

Bioenergetics and Growth. London: Academic Press.

Hutabarat, S., dan S. Evans. (1985). Pengantar Oseanografi. Jakarta. Penerbit UI-

Press.

Hutomo, M., Burhanuddin, dan S. Martosewojo. (1985). Sumberdaya Ikan

Terbang. Jakarta : Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI.

Kamler, E. (1992). Early Life History of Fish an Energetics Approach. London :

Chapman and Hall.

Kaswadji, R. F., F. Widjaja, dan Y. Wardiatno. (1993). Phytoplankton Primary

Productivity and Growth Rate in the Coastal Waters of Bekasi Regency.

Jakarta. Aq. Sci. Fish, 1(2) : 1-15.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

92

Universitas Indonesia

Khokiattiwong, W. R. Mahon, dan W. Hunte. (2000). Seasonal Abundance and

Reproduction of the Four Wing Flyingfish Hirundichthys affinis of

Barbados. Environmental Biology of Fishes, 59 : 43-60.

Lagler, K. F., J. E. Bardach, R. R. Miller, dan D. Passino. (1977). New York :

Ichtiology. John Willey and Sons. Inc : 545 pp.

Martasuganda, S. (2005). Jaring Insang (Gillnet). Serial Teknologi Penangkapan

Ikan Berwawasan Lingkungan (Edisi Baru). Bogor: Jurusan Pemanfaatan

Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut

Pertanian Bogor.

Menteri Lingkungan Hidup. (2004). Standar Baku Mutu Air Laut. Jakarta :

Keputusan Menteri Lingkungan Hidup : No. 51.

Moyle, P. B., dan J. J. Cech, Jr. (1982). Fishes: An Introduction to Ichthyology,

(2nd Edition, 1988). New Jersey. Prentice-Hall, Englewood Cliffs : 593

pp.

Mubyarto. (1995). Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta. LP3ES, 305 hlm.

Muhajir, F. Ahmad, dan Edward. (2004). Variasi Kadar Oksigen Terlarut di

Perairan Tanimbar Bagian Utara dan Selatan, Maluku Tenggara. Jurnal

ilmiah Sorihi, 3 : 1-9.

Munro, I. S. R. (1967). The fishes of New Guinea. New Guinea. Departement of

Agriculture, Stock and Fisheries, Port Moresby, 2 : 356 pp.

Musick, J. A. (1999). Criteria of Define Extinction Risk in Marine Fishes, The

American Fisheries Society Initiative. Fisheries, 24(12) : 6-14.

Nabib, R., dan F. H. Pasaribu. (1989). Patologi dan Penyakit Ikan. Bogor: PAU

Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.

Nelson, J. S. (1994). The Fishes of the World. New York : John Wiley and Sons.

Nessa, M. N., H. Sugondo, J. Andarias dan A. Rotentondok. (1977). Studi

Pendahuluan Terhadap Perikanan Ikan Terbang di Selat Makassar.

Lontara: Lembaga Pengabelat Makassar, 13 : 643-669.

Nessa, M. N., S. A. Ali., dan A. Rachman. (1993). Penelitian Pengembangan

Potensi Sumberdaya Laut Selat Makassar, Laut Flores dan Selat Makassar,

Sulawesi Selatan. Lontara: Lembaga Pengabelat Makassar, 13 : 643-669 p.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

93

Universitas Indonesia

Nikolsky, G. V. (1963). The Ecology of Fishes. Translated by. L. Birkett. London

and New York. Academic Press : 352 pp.

Nikolsky, G. V. (1969). Theory of Fish Population Dynamic as the Biological

Background of Rational Exploitation and the Management of Fisheries

Resources. Translate by Bradly, Oliver and Boyd : 323 pp.

Nontji, A. (1993). Laut Nusantara. Jakarta. PT. Djambatan.

Nybakken. (1992). Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologis. Penerjemah : H.

Muhammad Eidman. Jakarta. PT.Gramedia.

Odum, E. P. (1979). Fundamental of Ecology (3rd edition). Original English

Edition.W. B. Sounders Co. Philadelphia.

Oxenford, H. A., W. Hunte., dan R. Mahon. (1995). Distribution and Relative

Abundance of Flyingfish (Exocoetidae) in the Eastern Caribbian (adult).

Mar. Ecol. Prog. Ser, 117 : 11-23.

Parin, N. V. (1999). Exocoetidae (flyingfish). In K.E. Carpenter and V.H. Nien.

The Living Marine Resources of the Wettern Central Pacific. FAO, 4 :

2162-2179.

Pariwono, J.I. (1988). Studi upwelling di Perairan Selatan Pulau Jawa. Bogor.

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Purnomo, A. (1992). Site Selection for Sustainable Coastal Shrimp Ponds. Central

Reseach Institute for Fishery. Agency for Agriculture and Development

Ministry of Agriculture. Jakarta.

Rahman dan Novita. 2006. Studi Tentang Bentuk Kasko Kapal Ikan di Beberapa

Daerah di Indonesia. Torani Jurnal, 16(4) : 240-249.

Ricker, W. E. (1975). Computation and Interpretation of Biological Statistics of

Fish Populations. Bull. Fish. Res. Board Can. No. 119 : 382 pp.

Romimohtarto, K. (2001). Biologi Laut Ilmu Pengetahuan tentang Biota Laut.

Jakarta. Penerbit : Djambatan.

Royce, W. F. (1972). Introduction to the Fishery Science. New York. Academik

Press : 315 pp.

Saanin, H. (1984). Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan (Jilid I). Bogor : Bina

Cipta : 245 hlm.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

94

Universitas Indonesia

Sastrawijaya, A. T. (1991). Pencemaran Lingkungan. Jakarta. Penerbit Rineka

Cipta, 35 : 83-87.

Sidabutar, T. (2008). Kondisi Plankton di Teluk Jakarta. Kajian Perubahan

Ekosistem Perairan Teluk Jakarta. Dalam : Ruyitno, Suyarso dan

A.Budiyanto (eds.) Kajian Perubahan Ekologis Perairan Teluk Jakarta.

P2O-LIPI : 113-130 p.

Sidjabat, M. M. (1976). Pengantar Oseanografi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sihotang, S. (2004). Pengembangan Perikanan Ikan Terbang (Cypselurus spp.) di

Sulawesi Selatan. Bogor : Disertasi Program Pasca Sarjana-IPB : 286 hlm.

Siregar, R. (2003). Biologi Reproduksi Ikan Giligan (Panna mircodon) di

Perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat. Bogor : Skripsi. Departemen

Manajemen Sumberdaya Perikanan. FPIK. IPB : 58 hlm.

Shephered, J., dan N. Bromage. (1988). Intensive Fish Farming. BSP Profesional

Books Oxford London. Edinburgh, Boston Palo Alio Melbourne.

Soderberg, R. W. (1995). Flowing Water Fish Culture. Florida. U. S. Lewis

Publisher.

Stewart, P. A. M., dan R. S. T. Ferro. (1985). Measurements on Gillnets in a

Flume Tank. Fisheries Research, 3 : 29-46.

Subani,W. dan H. R. Barus. (1989). Alat Penangkapan Ikan dan Udang laut di

Indonesia. Jurnal Penelitian Perkanan Laut. ISSN 0216-7727.

Syahailatua, A. (2004a). Ikan Terbang Antar Marga Cypselurus dan Cheilopogon.

Oseana, 19 : 1-7.

Syahailatua, A. (2004b). Perikanan Ikan Terbang dan Prospek Pengembangannya

di Indonesia. Jakarta : Laporan Akhir Penelitian. Program Riset

Kompetitif LIPI : 43 hlm.

Syahailatua, A. (2005). Perikanan Ikan Terbang dan Prospek Pengembangannya

di Indonesia. Jakarta : Laporan Akhir Penelitian. Program Riset

Kompetitif LIPI : 68 hlm.

Syahailatua, A. (2006). Perikanan Ikan Terbang di Indonesia : Riset Menuju

Pengelolaan. Oseana, 19 : 21-31.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

95

Universitas Indonesia

Tamsil, A. (2000). Studi Beberapa Karakteristik Reproduksi Prapemijahan dan

Kemungkinan Pemijahan Ikan Bungo (Glossogobius efaureus) di Danau

Tempe dan Sidenreng, Sulawesi Selatan. Bogor : Disertasi Program Pasca

Sarjana. IPB : 130 hlm.

Taylor, F. J. R. (1976). Dinoflagellates from the International Indian Ocean

Expedition. Biblioteca Botanica, 132 : 1-234.

Walpole, R. V. E. (1992). Pengantar Statistika (edisi ke-3). Alih bahasa oleh

Sumantri, B. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama : 515 hlm.

Wardoyo. (1974). Manajemen Kualitas Air di Dalam Lingkungan Perairan dan

Manajemen Ekosistem Perairan. Bogor. Institut Pertanian Bogor : 38 hlm.

Weber, M., dan L. F. De Beaufort. (1992). The Fishes of the Indo – Australian

Archipelago. E.J. Brill. Leiden, 4 : 410 pp.

Wickstead, J. H. (1965). An Introduction to the Study of Tropical Plankton.

Hutchinson Tropical Monographs. London. Hutchinson dan Co. (Pub.)

Ltd.

Yahya, M. A. (2006). Studi tentang Perikanan Ikan Terbang di Selat Makassar

Melalui Pendekatan Dinamika Biofisik, Musim, dan Daerah Penangkapan.

Bogor : Disertasi Pascasarjana IPB.

Yamaji, I. (1966). Illustrations of the Marine Plankton of Japan. Osaka, Japan :

Hoikusho : 369 pp.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

96

Universitas Indonesia

Lampiran 1. Faktor Kondisi Ikan Terbang C. katoptron di Perairan Bali Barat

(April-Juni 2011)

April 2011 (Jantan)

Jumlah

Sampel L Log L W Log W

Log L x

Log W (Log L)

2 K

32 203,6 73,8607 65,5 57,9370 133,7713 170,5002 32,12

April 2011 (betina)

Jumlah

Sampel L Log L W Log W

Log L x

Log W (Log L)

2 K

28 197,3 64,2129 58,5 49,0968 112,7130 147,3065 1,00

Mei 2011 (Jantan)

Jumlah

Sampel L Log L W Log W

Log L x

Log W (Log L)

2 K

60 205,0 138,6611 66,2 108,9177 251,8037 320,4872 60,19

Mei 2011 (Betina)

Jumlah

Sampel L Log L W Log W

Log L x

Log W (Log L)

2 K

40 191,9 91,2845 54,5 69,0647 157,7076 208,3547 40,18

Juni 2011 (Jantan)

Jumlah

Sampel L Log L W Log W

Log L x

Log W (Log L)

2 K

76 201,8 175,0947 61,8 135,4386 312,2161 403,4647 76,27

Juni 2011 (betina)

Jumlah

Sampel L Log L W Log W

Log L x

Log W (Log L)

2 K

24 182,1 54,2358 45,0 39,5399 89,3832 122,5726 24,06

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

97

Universitas Indonesia

Lampiran 2. Data Parameter Fisik Air Laut di Perairan Pemuteran Bali Barat

Tanggal : 21 April 2011

Waktu : pk. 06.00 WITA

Tempat : Fishing Ground (Pemuteran-Bali Barat)

No. Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

1 Waktu 6.37 WITA 7.10 WITA 7.40 WITA

2 Posisi 08

o 06’ 05” S 08

o 05’ 36” S 08

o 05’ 36” S

114 o 39’ 35” E 114

o 39’ 26” E 114

o 39’ 37” E

3 Jarak (km) 9 10 11

4 Suhu air (°C) 30 30 30

5 Suhu udara (°C) 27 28 29

6 pH 8 8 8

7 Salinitas (°/oo) 36 35 36

8 Kecerahan (m) 21 20 21

9 Flow meter (rpm) 470 540 510

No. Parameter Stasiun IV Stasiun V Stasiun VI

1 Waktu 8.05 WITA 9.15 WITA 9.30 WITA

2 Posisi 08

o 05’ 31” S 08

o 05’ 59” S 08

o 06’ 14” S

114o 39’ 32” E 114

o 38’ 19” E 114

o 38’ 13” E

3 Jarak (km) 11 14 14

4 Suhu air (°C) 30 31 31

5 Suhu udara (°C) 30 30 30

6 pH 9 8 8

7 Salinitas (°/oo) 35 35 35

8 Kecerahan (m) 24 23 22

9 Flow meter (rpm) 500 520 660

No. Parameter Stasiun VII Stasiun VIII

1 Waktu 9.45 WITA 10.05 WITA

2 Posisi 08

o 06’ 35” S 08

o 00’ 49” S

114o 38’ 13” E 114

o 38’ 38” E

3 Jarak (km) 15 16

4 Suhu air (°C) 29 31

5 Suhu udara (°C) 30 31

6 Ph 8 8

7 Salinitas (°/oo) 36 36

8 Kecerahan (m) 22 23

9 Flow meter (rpm) 740 590

Catatan: (1) Arus lemah/mati untuk 10 m saja perlu waktu lebih dari 15 menit;

(2) Tidak berombak.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

98

Universitas Indonesia

Lampiran 2. (Lanjutan)

Tanggal : 25 Mei 2011

Waktu : pk. 06.00 WITA

Tempat : Fishing Ground (Pemuteran-Bali Barat)

No. Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

1 Waktu 7.05 WITA 7.35 WITA 7.49 WITA

2 Posisi 08

o 06' 49" S 08

o 06' 07" S 08

o 05' 68" S

114o 39' 44" E 114

o 39' 39" E 114

o 39' 17" E

3 Suhu air (°C) 30 31 31

4 Suhu udara (°C) 28 26 28

5 pH 8 8 8

6 Salinitas (°/oo) 33 33 33

7 DO 6 6 6

8 Kecerahan (m) 10 21 20

9 Flow meter (rpm) 880 945 950

No. Parameter Stasiun IV Stasiun V Stasiun VI

1 Waktu 8.25 WITA 8.45 WITA 9.15 WITA

2 Posisi 08

o 05' 59" S 08

o 06’03” S 08

o 05’ 45” S

114o 38' 46" E 114

o 38’ 28” E 114

o 38’ 34” E

3 Suhu air (°C) 31 31 31

4 Suhu udara (°C) 28 29 29

5 pH 8 8 8

6 Salinitas (°/oo) 33 33 33

7 DO 6 6 6

8 Kecerahan (m) 22 23 20

9 Flow meter (rpm) 755 775 720

No. Parameter Stasiun VII Stasiun VIII

1 Waktu 9.40 WITA 10.05 WITA

2 Posisi 08

o 05’ 33” S 08

o 05’ 46” S

114o 39’ 00” E 114

o 39’ 22” E

3 Suhu air (°C) 31 31

4 Suhu udara (°C) 29 30

5 pH 8 8

6 Salinitas (°/oo) 33 33

7 DO 6 6

8 Kecerahan (m) 21 26

9 Flow meter (rpm) 850 715

Catatan: (1) Arus sedang; (2) Tidak berombak.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

99

Universitas Indonesia

Lampiran 2. (Lanjutan)

Tanggal : 7 Juni 2011

Waktu : pk. 06.00 WITA

Tempat : Fishing Ground (Pemuteran-Bali Barat)

No. Parameter Stasiun I Stasiun II Stasiun III

1 Waktu 7.17 WITA 7.45 WITA 8.09 WITA

2 Posisi 08

o 07' 43" S 08

o 06' 16" S 08

o 05' 48" S

114o 39' 58" E 114

o 39' 39" E 114

o 39' 22" E

3 Suhu air (°C) 28 28 28

4 Suhu udara (°C) 28 28 28

5 pH 7 8 8

6 Salinitas (°/oo) 34 33 33

7 DO 5 5 5

8 Kecerahan (m) 7 13 18

9 Flow meter (rpm) 610 600 548

No. Parameter Stasiun IV

1 Waktu 8,35

2 Posisi 08

o 05' 32" S

114o 38' 59" E

3 Suhu air (°C) 28

4 Suhu udara (°C) 28

5 pH 8

6 Salinitas (°/oo) 34

7 DO 5

8 Kecerahan (m) 18

9 Flow meter (rpm) 580

Catatan: (1) Arus kuat (tidak diukur); (2) Berombak.

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

100

Universitas Indonesia

Lampiran 3. Hasil Analisis Statistik dengan Fungsi Regresi, Uji-t dan Koefisien

Korelasi

Hubungan Panjang dan Berat pada Ikan Jantan

Variables Entered/Removed(b)

Model Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 Panjang(a) . Enter

a All requested variables entered.

b Dependent Variable: Berat

Model Summary(b)

Model R R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df-1 df-2

Sig. F

Change

R Square

Change

F

Change df-1 df-2

1 0,887(a) 0,787 0,785 0,03712 0,787 612,255 1 166 0,000

a Predictors: (Constant), Panjang

b Dependent Variable: Berat

ANOVA(b)

Model Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 0,844 1 0,844 612,255 0,000(a)

Residual 0,229 166 0,001

Total 1,072 167

a Predictors: (Constant), Panjang

b Dependent Variable: Berat

Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta B Std.

Error

1 (Constant) -4,148 0,240 -

17,257 0,000

Panjang 2,578 0,104 0,887 24,744 0,000

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

101

Universitas Indonesia

Lampiran 3. (Lanjutan)

Hubungan Panjang dan Berat pada Ikan Betina

Variables Entered/Removed(b)

Model Variables

Entered

Variables

Removed Method

1 Panjang(a) . Enter

a All requested variables entered.

b Dependent Variable: Berat

Model Summary(b)

Model R R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df-1 df-2

Sig. F

Change

R Square

Change

F

Change df-1 df-2

1 0,683(a) 0,466 0,460 0,07496 0,466 78,618 1 90 0,000

a Predictors: (Constant), Panjang

b Dependent Variable: Berat

ANOVA(b)

Model Sum of

Squares Df

Mean

Square F Sig.

1 Regression 0,442 1 0,442 78,618 0,000(a)

Residual 0,506 90 0,006

Total 0,947 91

a Predictors: (Constant), Panjang

b Dependent Variable: Berat

Coefficients(a)

Model Unstandardized

Coefficients

Standardized

Coefficients T Sig.

B Std.

Error Beta B

Std.

Error

1 (Constant) -2,363 0,460 -5,139 0,000

Panjang 1,785 0,201 0,683 8,867 0,000

a Dependent Variable: Berat

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

102

Universitas Indonesia

Lampiran 3. (Lanjutan)

Hubungan Panjang dan isi Perut

Bulan April 2011 Variables Entered/Removed(b)

Model Variables Entered

Variables Removed Method

1 Panjang(a) . Enter a All requested variables entered. b Dependent Variable: Isi perut

Model Summary(b)

Model R R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df-1 df-2

Sig. F

Change

R Square

Change

F

Change df-1 df-2

1 0,833(a) 0,694 0,669 0,10056 0,694 27,234 1 12 0,000

a Predictors: (Constant), Panjang b Dependent Variable: Isi perut ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 0,275 1 0,275 27,234 0,000(a)

Residual 0,121 12 0,010 Total 0,397 13

a Predictors: (Constant), Panjang b Dependent Variable: Isi perut Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) -2,490 0,769 -3,238 0,007 Panjang 1,719 0,329 0,833 5,219 0,000

a Dependent Variable: Isi perut

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

103

Universitas Indonesia

Lampiran 3. (Lanjutan)

Bulan Mei 2011 Variables Entered/Removed(b)

Model Variables Entered

Variables Removed Method

1 panjang(a) . Enter a All requested variables entered. b Dependent Variable: isi perut

Model Summary(b)

Model R R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df-1 df-2

Sig. F

Change

R Square

Change

F

Change df-1 df-2

1 0,914(a) 0,836 0,803 0,04670 0,836 25,440 1 5 0,004

a Predictors: (Constant), panjang b Dependent Variable: isi perut ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 0,055 1 0,055 25,440 0,004(a)

Residual 0,011 5 0,002 Total 0,066 6

a Predictors: (Constant), panjang b Dependent Variable: isi perut Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) -2,988 0,895 -3,340 0,021 panjang 1,974 0,391 0,914 5,044 0,004

a Dependent Variable: isi perut

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA - lib.ui.ac.idlib.ui.ac.id/file?file=digital/20297684-T30172-Analisis aspek.pdf · KATA PENGANTAR . Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

104

Universitas Indonesia

Lampiran 3. (Lanjutan)

Bulan Juni 2011 Variables Entered/Removed(b)

Model Variables Entered

Variables Removed Method

1 panjang(a) . Enter a All requested variables entered. b Dependent Variable: isi perut

Model Summary(b)

Model R R

Square

Adjusted

R Square

Std. Error

of the

Estimate

Change Statistics

R Square

Change

F

Change df-1 df-2

Sig. F

Change

R Square

Change

F

Change df-1 df-2

1 0,903(a) 0,815 0,769 0,06077 0,815 17,629 1 4 0,014 a Predictors: (Constant), panjang b Dependent Variable: isi perut ANOVA(b)

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1 Regression 0,065 1 0,065 17,629 0,014(a)

Residual 0,015 4 0,004 Total 0,080 5

a Predictors: (Constant), panjang b Dependent Variable: isi perut Coefficients(a)

Model

Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients t Sig.

B Std. Error Beta B Std. Error

1 (Constant) -4,759 1,522 -3,128 0,035 panjang 2,781 0,662 0,903 4,199 0,014

a Dependent Variable: isi perut

Analisis aspek..., Dony Armanto, FMIPA UI, 2012