universitas indonesia laporanpraktek …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-pr-dewi...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER
DISUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA TIMUR
JL. MATRAMAN RAYA NO. 218
PERIODE 17 - 28 JUNI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DEWI SANTY LOPA, S.Farm
1206329493
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI2014
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER
DISUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI
JAKARTA TIMUR
JL. MATRAMAN RAYA NO. 218
PERIODE 17 - 28 JUNI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker
DEWI SANTY LOPA, S.Farm
1206329493
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
iii
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
iv
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
v
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
vi
ABSTRAK
Nama : Dewi Santy Lopa, S. Farm
NPM : 1206329493
Program Studi : Profesi Apoteker
Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl.
Matraman Raya No. 218 Periode 17 – 28 Juni 2013
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dan juga memahami tugas pokok
dan fungsi dari bagian tenaga kesehatan, bagian standarisasi mutu kesehatan dan
bagian farmasi, makanan dan minuman yang termasuk di dalam seksi sumber
daya kesehatan (SDK). Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk
mengetahui tugas pokok dan fungsi (tupoksi) bagian farmasi di puskesmas,
mengetahui pelayanan kefarmasian di puskesmas, mengetahui pelayanan
informasi obat (PIO) dan untuk mengetahui penggunaan obat rasional (POR) di
Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur.
Kata kunci : Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, Bagian
farmasi, makanan dan minuman, pelayanan kefarmasian
Tugas umum : x + 49 halaman
Tugas khusus : iv + 58 halaman; 4 tabel; 9 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 17 (1999-2012)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 (2006-2012)
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
vii
ABSTRACT
Name : Dewi Santy Lopa, S.Farm
NPM : 1206329493
Program Study : Apothecary Profession
Title : Practice Report Pharmacist at Tribal Health Department of
East Jakarta Jl. Matraman Raya No. 218 Period of 17th -
June 28th 2013
Practice Pharmacist at Tribal Health Department of East Jakarta aims to
understand the duties and functions of the Sub-Department of Health, and East
Jakarta Administration also understands the duties and functions of the parts of
health workers, part health and part quality standardization of pharmaceutical,
food and drinks included The inside section of health resources (SDK). While the
purpose of the special task is to figure out basic tasks and functions (duties) at the
health center pharmacy, pharmacy services in community health centers know,
knowing the drug information service (PIO) and to determine the rational use of
drugs (POR) in the sub-district health centers Duren Sawit, East Jakarta.
Keywords : Tribal Health Department of East Jakarta, Section pharmaceutical,
food and beverage, pharmaceutical services
General Assignment : x + 49 pages
Specific Assignment : iv + 58 pages, 4 tables; 9 appendices
Bibliography of General Assignment : 17 (1999-2012)
Bibliography of Specific Assignment : 6 (2006-2012)
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
viii
KATA PENGANTAR
Rasa syukur yang teramat dalam penulis ucapkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan,
bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia.
2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt., selaku PJ.S Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013.
3. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program ProfesiApoteker, dan pembimbing
dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan nasehat
yang begitu bermanfaat.
4. Dra. Dyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan
Minuman dan pembimbing dari Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timu ryang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis
selama penulisan laporan PKPA.
5. dr. Safaruddin, MARS sebagai Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur.
6. drg. Margaretha (KoordinatorTenagaKesehatan) sebagai pembimbing teknis
di Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur.
7. Para staf di Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur (IbuYohanadan BapakWagimin) atas ilmu, arahan
dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
ix
8. Lida Apria Dewantiani, S.Si., Apt. sebagai apoteker di Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan arahan kepada
penulis selama di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit.
9. Para tenaga kerja di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit (IbuHarlina, Ibu
Marintan, Ibu Martini, Ibu Dwi, Ibu Fitri dan Mba Pepi) atas ilmu, arahan dan
bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.
10. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi atas ilmu dan bantuan
yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi
Apoteker.
11. Orang Tua dan Keluarga tercinta atas kasih sayang, perhatian dan doanya
serta dukungan baik secara moril maupun materil untuk menyelesaikan
pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin.
12. Aisyah S.Far, Annisa Nur Jannah, S.Farm., Debi Puspa Tari, S.Farm., Desye
Nurmalita Tanan, S.Farm., Dian Sartika, S.Farm., Dienar Fitri Pratami, S.Far.,
Emma Rachmanisa, S.Farm., Fransiska, S.Farm. dan Yuli Yulfida, S.Farm.
sebagai rekan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta
Timur yang telah berbagi ilmu, pengalaman dan juga menghibur selama
pelaksanaan PKPA.
13. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker 77 Fakultas Farmasi
sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pihak yang membaca. Penulis memohon maaf apabila ada
kesalahan-kesalahan dalam laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan
pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam
laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.
Penulis
2014
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................ 2
BAB 2. TINJAUAN UMUM ................................................................................ 3
2.1 Instansi Kesehatan ............................................................................. 3
2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administratif Jakarta Timur ................. 4
BAB 3. TINJAUAN KHUSUS ........................................................................... 14
3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan ........................................................ 14
3.2 Koordinator Tenaga Kesehatan ....................................................... 17
3.3 KoordinatorstandarisasiMutuKesehatan……………………...……22
3.4 KoordinatorFarmasi, MakanandanMinuman………………………24
BAB 4. PEMBAHASAN ..................................................................................... 35
4.1 Koordinator Tenaga Kesehatan ........................................................ 36
4.2 Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan ...................................... 37
4.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman ............................... 38
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 47
5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 47
5.2 Saran ................................................................................................ 47
DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 48
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spirital maupun
sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan
ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial maupun ekonomis (Undang-Undang No.36 Tahun 2009, 2009).
Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan di
bidang kesehatan guna meningkatkan pelayanan kesehatan dan menjadikannya
lebih efisien, efektif serta terjangkau oleh masyarakat. Namun, walaupun sudah
mencapai banyak kemajuan, sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di
pedesaan maupun perkotaan, masih sulit mendapatkan pelayanan kesehatan
meskipun dalam skala minimum. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan ini
sebenarnya membutuhkan peran aktif dari seluruh anggota masyarakat dan
pemerintah (Keputusan Menteri Kesehatan No.1202/MENKES/SK/VIII/2003,
2003).
Sistem otonomi daerah menjadikan Pemerintah Pusat melakukan
pendelegasian wewenang kepada Pemerintah Daerah (Presiden Republik
Indonesia, 1999b). Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah
harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan
prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan
tersebut. Salah satu pendelegasian wewenang adalah dalam hal pengelolaan
kesehatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Pembangunan
Kesehatan yang diupayakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diatur dalam
suatu aturan, yaitu Sistem Kesehatan Daerah (Gubernur DKI Jakarta, 2009).
Pemerintah DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
No. 150 Tahun 2009 mendirikan Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) di setiap Kota
Administrasi yang berada di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara,
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Timur merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI untuk
mempermudah tugas dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan pembinaan,
pengawasan, dan pengendalian dalam kegiatan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan, kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan baik pelayanan
kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional, maupun keahlian dimana
dalam hal ini Puskesmas termasuk di dalamnya.
Sebagai sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan kesehatan,
apoteker memiliki peran dan fungsi dalam Suku Dinas Kesehatan. Peran dan
fungsi tersebut berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi cara
perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dari pelayanan
kesehatan, termasuk sarana dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur dalam mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA). Kegiatan PKPA dilaksanakan pada tanggal 17-28 Juni 2013
dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran profesi apoteker di
Suku Dinas Kesehatan, serta memberikan pengalaman.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta
Timur bertujuan agar mahasiswa calon Apoteker:
1. Mengetahui tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur.
2. Mengetahui bagian Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan
Kota Administasi Jakarta Timur.
3. Mengetahui tugas dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas
Kesehatan Kota Administasi Jakarta Timur.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Instansi Kesehatan
Instansi kesehatan merupakan instansi pemerintahan yang khusus
menangani bidang kesehatan. Secara hirarki instansi tersebut dapat dibagi
menjadi :
a. Kementerian Kesehatan
Kementerian Kesehatan (dahulu Departemen Kesehatan) merupakan
badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri
Kesehatan. Kementerian Kesehatan berada di bawah Presiden, bertanggung jawab
kepada Presiden, dan bertugas membantu Presiden serta menyelenggarakan
sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan yaitu berfungsi sebagai
regulator di tingkat nasional.
b. Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan adalah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang
kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat
dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Dinas dalam
melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur
melalui Sekretaris Daerah yang berfungsi sebagai regulator di tingkat daerah DKI
Jakarta (Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2009).
c. Suku Dinas Kesehatan
Suku Dinas Kesehatan adalah Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi/Dinas Kesehatan Kabupaten Administrasi sebagai perangkat pada
tingkat kota administrasi/kabupaten administrasi di Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas
yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara
teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional
kepadaWalikota Administrasi yang berfungsi sebagai auditor di wilayahnya.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
d. Puskesmas
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/MENKES/SK/II/2004 puskesmas adalah unit pelayanan teknis (UPT) dari
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan di satu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan
menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung
tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Puskesmas merupakan organisasi
fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,
terpadu, merata, dapat diterima, dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran
aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang
menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan
derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan. Jumlah Puskesmas yang tercatat sampai Tahun 2012 sekitar 9.321
unit Puskesmas dengan jumlah puskesmas perawatan sebanyak 3.025 dan
puskesmas non perawatan sebanyak 6.296. Jumlah puskesmas pembantu yang ada
sebanyak 23.525 unit (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Di wilayah Jakarta
Timur terdapat 10 Puskesmas Kecamatan dan 78 Puskesmas Kelurahan.
2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur
Perubahan sistem pemerintahan tahun 2009 dari sistem sentralisasi
menjadi sistem otonomi daerah mengakibatkan sebagian wewenang pemerintah
pusat dilimpahkan kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah provinsi DKI
Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.58 Tahun 2002
tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang mengawali
berdirinya Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan
Masyarakat ditingkat Kotamadya, dan pada tahun 2009 dengan Peraturan
Pemerintah DKI Jakarta No.10 Tahun 2008 tentang Perubahan Organisasi Suku
Dinas Kesehatan pasca restrukturisasi perihal peningkatan efisiensi Suku Dinas
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
Pelayanan Kesehatan dengan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat dilebur menjadi
satu, yakni Suku Dinas Kesehatan.
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan unit kerja Dinas
Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan
pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh
seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara
operasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota.
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai tugas melaksanakan
kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi berfungsi dalam :
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan
Anggaran (DPA) Suku Dinas.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.
c. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan
lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan
khusus, tradisional dan keahlian.
d. Pengendalian penanggulangan kegawat daruratan, bencana, dan Kejadian Luar
Biasa (KLB).
e. Pengendalian, pencegahan, dan pemberantasan penyakit menular atau tidak
menular.
f. Pengawasan dan pengendalian kesediaan kefarmasian.
g. Pelaksanaan surveilan kesehatan.
h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan.
i. Pengendalian pencapaian standarisasi prasarana dan sarana pelayanan
kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
j. Pelaksanaan pemungutan, penatausahaan, peyetoran, pelaporan dan
pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku
Dinas.
k. Pemberian, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi perizinan atau
rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
l. Penegakkan peraturan perundang-undangan dibidang kesehatan pada lingkup
kota administrasi.
m. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan
gizi dan kesehatan masyarakat.
n. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan, dan
pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan
lingkungan, prasarana, dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan
khusus, tradisional dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi.
o. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.
p. Pengelolaan, kepegawaian, keuangan, dan barang.
q. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan.
r. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas.
s. Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan
fungsi Suku Dinas.
t. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.
2.2.1 Visi dan Misi
Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu Jakarta Timur Sehat,
Mandiri, dan Bermutu untuk semua. Misi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
adalah (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, 2012) :
a. Meningkatkan kemampuan manajerial dan profesionalisme Sumber Daya
Manusia (SDM).
b. Meningkatkan kinerja organisasi dengan pendekatan tim.
c. Mengembangkan sistem informasi kesehatan sesuai dengan perkembangan
teknologi.
d. Menggalang kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), sertaorganisasi terkait.
e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
2.2.2 Sasaran Mutu
Sasaran mutu yang ingin dicapai oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
adalah (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, 2012) :
a. Binwasdal (pembinaan, pengawasan, dan pengendalian) SDM Sudinkes 100%
terlaksana dengan baik, benar, dan tepat waktu.
b. Binwasdal program 100% terlaksana dengan baik, benar dan tepat waktu.
c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan dan sarana kesehatan 12 hari kerja,
kecuali sarana kesehatan lingkungan 25 hari kerja.
d. Keluhan pelanggan 100% ditindak lanjuti.
e. Kepuasan pelanggan dengan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat)
minimal 2,51 atau dalam kategori baik.
2.2.3 Struktur Organisasi
Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009
tentang organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan, organisasi Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari :
a. Kepala Suku Dinas
b. Sub Bagian Tata Usaha
c. Seksi Kesehatan Mayarakat
d. Seksi Pelayanan Kesehatan
e. Seksi Sumber Daya Kesehatan
f. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan
g. Sub kelompok Jabatan Fungsional
2.2.3.1 Kepala Suku Dinas
Kepala suku dinas mempunyai tugas :
a. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.
b. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas sub bagian, seksi dan sub kelompok
jabatan fungsional.
c. Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan atau instalasi
pemerintah atau swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi
Suku Dinas.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
d. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi
Suku Dinas.
2.2.3.2 Sub Bagian Tata Usaha
Sub bagian Tata Usaha merupakan satuan kerja staf Suku Dinas Kesehatan
dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Sub bagian Tata
Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berkedudukan di bawah
dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas.Sub Bagian Tata Usaha
bertugas dalam :
a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pengkoordinasian penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan
Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.
d. Pelaksanaan monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.
e. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Suku Dinas.
f. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas.
g. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan, dan perawatan
prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.
h. Pemeliharaan kebersihan, keindahan, keamanan, dan ketertiban kantor.
i. Pelaksanaan pengelolaan ruang rapat atau pertemuan Suku Dinas.
j. Pelaksanaan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara Suku Dinas.
k. Penerimaan, pencatatan, pembukuan, penyetoran, dan pelaporan penerimaan
retribusi Suku Dinas Kesehatan.
l. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Sub Bagian
Tata Usaha.
m. Pengkoordinasian penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja, dan
akuntabilitas) Suku Dinas.
n. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Sub Bagian Tata
Usaha.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
2.2.3.3 Seksi Kesehatan Masyarakat
Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan
masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
Kesehatan Masyarakat yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab
kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Kesehatan Masyarakat bertugas dalam :
a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pelaksanaan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga
termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia
sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja
wanita dan asuhan keperawatan.
d. Pengkoordinasian sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan
pengendalian program kesehatan masyarakat.
e. Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan dan informasi.
f. Pelaksanaan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan
masyarakat.
g. Pelaksanaan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat Kota
Administrasi.
h. Pelaksanaan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi
manajemen kesehatan yang terintegrasi.
i. Pelaksanaan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM.
j. Penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).
k. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Kesehatan Masyarakat.
l. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Seksi Kesehatan
Masyarakat.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
2.2.3.4 Seksi Pelayanan Kesehatan
Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan
dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pelayanan
Kesehatan bertugas dalam :
a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian tata laksana
pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.
d. Penghimpunan, pengolahan, penyajian, pemeliharaan, pengembangan,
pemanfaatan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan.
e. Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar
pelayanan kesehatan.
f. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan akreditasi sarana pelayanan
kesehatan.
g. Pemberian rekomendasi atau perizinan sarana pelayanan kesehatan.
h. Pemberian tanda daftar kepada pengobat tradisional.
i. Pelaksanaan siaga 24 jam atau Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan
(Pusdaldukkes).
j. Pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan
kesehatan.
k. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Pelayanan Kesehatan.
l. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Seksi Pelayanan
Kesehatan.
2.2.3.5 Seksi Sumber Daya Kesehatan
Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Kesehatan.
Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Sumber Daya
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan bertugas dalam :
a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pelaksanaan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman.
d. Pemberian rekomendasi atau perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan
dan minuman.
e. Pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.
f. Penyusunan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
g. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas
kesehatan terhadap standar pelayanan.
h. Pelaksanaan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem
manajemen mutu.
i. Pelaksanaan survey kepuasan pelanggan kesehatan.
j. Pelaksanaan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penetapan
sistem manajemen mutu kepada Puskesmas.
k. Pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator.
l. Pelaksanaan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur,
assessor dan auditor mutu pelayanan kesehatan.
m. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan
sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang
penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan
minuman rumah tangga.
n. Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan
cadangan obat esensial.
o. Pelaksanaan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup Kota Administrasi.
p. Pelaksanaan monitoring dan pemetaan Sumber Daya Kesehatan.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
q. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Sumber Daya Kesehatan.
r. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas seksi Sumber Daya
Kesehatan.
2.2.3.6 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku
Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan.
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi
Pengendalian Masalah Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung
jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan
bertugas dalam :
a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai
dengan lingkup tugasnya.
c. Pelaksanaan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular,
kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah
atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan.
d. Pelaksanaan kegiatan pembinan pelaksanaan kesehatan haji.
e. Penyiapan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular
atau tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.
f. Pelaksanaan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan teknis
peningkatan kompetensi surveilans epidemiologi, tenaga kesehatan
pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa
masyarakat.
g. Pelaksanaan kegiatan koordinasi, kerja sama dan kemitraan pengendalian
penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Dearah (UKPD)
dan atau instansi pemerintah/swasta/masyarakat.
h. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan
imunisasi.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
i. Penghimpunan, pengolahan, penyajian, pemeliharaan, pengembangan dan
pemanfaatan data dan informasi surveilens epidemiologi sebagai Sistem
Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup Kota
Administrasi.
j. Pelaksanaan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa
(KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan.
k. Peningkatan sistem jaringan informasi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB)
dan surveilans.
l. Pelaksanaan kegiatan pengendalian surveilans kematian.
m. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan
wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans.
n. Pelaksanaan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan lingkungan
meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan dan minuman,
pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan
pemukiman kumuh, penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat
pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengelolaan lingkungan/upaya
pemantauan lingkungan.
o. Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang
kesehatan lingkungan.
p. Penyiapan materi pelatihan teknis dalam Bidang Kesehatan Lingkungan dan
Kesehatan Kerja.
q. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas
Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan.
r. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Seksi Pengendalian
Masalah Kesehatan.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
14 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan
Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas
Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Kesehatan.
Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Sumber Daya
Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala
Suku Dinas.
Deskripsi kerja Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan antara lain
(Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi, 2012) :
a. Menyusun rencana kerja program Standarisasi Mutu Kesehatan, Tenaga
Kesehatan dan Farmasi, Makanan dan Minuman selama 1 tahun.
b. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Standarisasi Mutu
Kesehatan.
c. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Tenaga Kesehatan.
d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Farmasi, Makanan dan
Minuman.
e. Membantu melaksanakan tugas-tugas dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur.
f. Pemantauan pemberantasan sarang nyamuk di wilayah kecamatan binaan.
3.1.1 Dasar Hukum
3.1.1.1 Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan
Dasar hukum yang mengatur perizinan sarana kesehatan farmasi,
makanan, dan minuman adalah sebagai berikut :
a. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
b. Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
c. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.
d. Undang-undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.
e. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.
f. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
g. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.
h. Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi
Pangan.
i. Kepmenkes No. 1331/ MenKes/ SK/ X/ 2002 tentang Pedagang Eceran
Obat.
j. Kepmenkes No. 246/ MenKes/ Per/ V/ 1990 tentang Izin Usaha Industri Kecil
Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.
k. Permenkes No. 1191/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang Penyaluran Alat
Kesehatan.
l. Kepmenkes No. 1332/ Menkes/ SK/ X/ 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Perizinan Apotek.
m. Kepmenkes No. 184/ MenKes/ Per/ II/ 1995 tentang Penyempurnaan
Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.
n. Kepmenkes No. 149/ MenKes/ Per/ II/ 1998 tentang Perubahan Atas
PerMenKes No. 182/ MenKes/ Per/ II/ 1995 tentang Penyempurnaan
Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.
o. Keputusan Menteri Kesehatan No. 149/ MenKes/ Per/ II/ 1998 tentang
Perubahan Atas PerMenKes No.184/ MenKes/ Per/ II/ 1995 tentang
Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.
p. Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 970 tahun 1990 tentang Ketentuan
Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat di wilayah DKI Jakarta.
3.1.1.2 Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan
Dasar hukum yang mengatur perizinan tenaga kesehatan adalah sebagai
berikut :
a. Permenkes No. 1796/ MenKes/ Per/ VIII/ 2011 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan.
b. Kepmenkes No. 889/ MenKes/ Per/ V/ 2011 tentang Izin Praktik dan Izin Kerja
Tenaga Kefarmasian.
c. Kepmenkes No. 2052/ MenKes/ Per/ X/ 2011 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
d. Kepmenkes No. H.K 02.02/ MenKes/ 148/ I/ 2001 tentang Registrasi dan
Praktik Perawat.
e. Kepmenkes No. 1392/ MenKes/ SK/ XII/ 2001 tentang Registrasi dan Izin
Kerja Perawat Gigi.
f. Kepmenkes No. H.K 02.02/ MenKes/ 149/ I/ 2001 tentang Registrasi dan
Praktik Bidan.
g. Kepmenkes No. 357/ MenKes/ Per/ 2006 tentang Registrasi dan Izin
Radiografer.
h. Kepmenkes No. 544/ MenKes/ VI/ 2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja
Refraksionis Optisien.
i. Kepmenkes No. 1363/ MenKes/ SK/ XII/ 2001 tentang Registrasi dan Izin
Praktik Fisioterapis.
j. Kepmenkes No. 867/ MenKes/ Per/ VIII/ 2004 tentang Registrasi dan Praktik
Terapis Wicara.
3.1.1.3 Dasar Hukum Mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan
Dasar hukum mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan menyangkut
Undang-Undang Pelayanan Publik. Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang
dilaksanakan di negara ini sehingga menjamin kepastian hukum dalam hubungan
antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Menurut
undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan
atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk
atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik tersebut adalah
setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen, yang
dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan
hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.
Pelayanan administratif yang dimaksud oleh undang-undang ini
meliputi:
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur
dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan
pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara.
b. Tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh
negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan
berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.
Undang-undang ini mengatur segala aspek penyelenggaraan pelayanan
publik, termasuk yang paling utama ialah kewajiban bagi setiap penyelenggara
pelayanan publik untuk menetapkan standar pelayanan mengenai standar
pelayanan publik yang diberikan dan hal ini diatur lagi oleh Peraturan Pemerintah.
Dengan demikian, undang-undang ini menjamin adanya diberikannya pelayanan
publik yang berkualitas bagi seluruh masyarakat.
3.1.2 Ruang Lingkup
Seksi ini membawahi tiga bagian, yaitu :
a. Koordinator Tenaga Kesehatan
b. Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan
c. Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
3.2 Koordinator Tenaga Kesehatan
Ruang lingkup perizinan tenaga kesehatan di wilayah DKI Jakarta yang
proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi antara lain :
a. Surat Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
b. Surat Izin Praktik Dokter (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi dan Dokter
Gigi Spesialis)
3.2.1 Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian
Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga
Teknis Kefarmasian dapat berupa Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Setiap tenaga
kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
memiliki izin kerja/praktik. Sebelumnya, Apoteker dan Asisten Apoteker yang
melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat
Penugasan atau Surat Izin Kerja bagi Apoteker atau SIA dan SIKAA bagi Asisten
Apoteker. Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/ Menkes/ PerV/ 2011 tentang
Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan
Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi.
Surat Tanda Registrasi tersebut berupa STRA bagi Apoteker dan STRTTK bagi
Tenaga Teknis Kefarmasian. Setelah memiliki STRA atau STRTTK, Apoteker
dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga
kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut dapat berupa SIPA atau SIKA bagi
Apoteker dan SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011a).
Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK
dengan STRA dan SIPA/ SIKA dengan cara mendaftar melalui website KFN
(Komite Farmasi Nasional). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib
mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan
kefarmasian dilakukan. Sementara bagi Asisten Apoteker yang telah memiliki
SIAA dan/atau SIKAA harus menggantinya dengan STRTTK dengan cara
mendaftar melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Setelah mendapat STRTTK, Tenaga
Teknis Kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
STRA dan STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan
mendelegasikan pemberian STRA kepada Komite Farmasi Nasional dan STRTTK
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. STRA dan STRTTK berlaku selama
lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk
memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat permohonan
STRTTK harus melampirkan :
a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi
atan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker
b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika
kefarmasian
d. Surat rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki
STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang
menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian
e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan ukuran
2 x 3 cm sebanyak dua lembar.
Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian
wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin
tersebut berupa SIPA bagi Apoteker penanggung jawab atau Apoteker
pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian, SIKA bagi Apoteker yang
melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas
distribusi/penyaluran, atau SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang
melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.
SIPA bagi apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian
atau SIKA hanya diberikan untuk satu tempat fasilitas kefarmasian. Sementara
SIPA bagi apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat
fasilitas pelayanan kefarmasian. SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak
tiga tempat fasilitas kefarmasian. SIPA, SIKA, atau SIKTTK dikeluarkan oleh
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilakukan.
Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian
dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan :
a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari
pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi
atau distribusi/penyaluran
c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi
d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping
harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama,
kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan
SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan
diterima dan dinyatakan lengkap.
Permohonan SIKTTK harus melampirkan :
a. Fotokopi STRTTK
b. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan
pekerjaan kefarmasian
c. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis
Kefarmasian
d. Pas foto berwarna berukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm
sebanyak dua lembar.
Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan permintaan
SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama dua
puluh hari sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.
3.2.2 Izin Praktik Dokter
Praktek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter
dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter
dan dokter gigi yang dimaksud meliputi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan
dokter gigi spesialis. Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik
kedokteran wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP). SIP adalah bukti tertulis yang
diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi
yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran. Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan SIP harus
mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter dan dokter gigi dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,
2011b).
Dokter atau dokter gigi mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan untuk
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
memperoleh SIP. Dokumen yang harus terlampir dalam permohonan SIP
tersebut meliputi :
a. Fotokopi STR yang diterbitkan dan dilegalisasi asli oleh KKI
b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau surat keterangan dari
fasilitas pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya
c. Surat persetujuan dari atasan langsung bagi Dokter dan Dokter Gigi yang
bekerja pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau pada
instansi/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara purna waktu
d. Surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik
e. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3x4 sebanyak 2
(dua) lembar.
Selain dokumen tersebut, Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur
menambahkan persyaratan dokumen sebagai berikut :
a. Fotokopi SIP yang telah dimiliki
b. Surat keterangan aktif bekerja dari atasan langsung
c. Fotokopi KTP.
Fotokopi KTP ditambahkan untuk menghindari kesalahan penulisan nama
pada SIP karena terkadang tulisan dari para dokter sulit untuk dibaca oleh
petugas. Fotokopi SIP yang telah dimiliki dan surat keterangan aktif bekerja dari
atasan langsung ditambahkan sebagai tambahan pertimbangan bagi Suku Dinas
Administrasi Kota Administrasi Jakarta Timur dalam pengambilan keputusan
apakah izin akan dibuatkan atau tidak.
Dokter atau dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan tersebut
diberikan SIP untuk satu tempat praktik. SIP dokter atau dokter gigi diberikan
paling banyak untuk tiga tempat praktik, baik pada sarana pelayanan kesehatan
milik pemerintah, swasta maupun praktik perorangan. Oleh karena itu, dalam
pengajuan permohonan SIP harus dinyatakan permintaan SIP tersebut untuk
tempat praktik pertama, kedua, atau ketiga. SIP yang diberikan berlaku selama
lima tahun sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan
yang tercantum dalam SIP.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
3.3 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan
Ruang lingkup kebijakan mutu Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur adalah sebagai berikut (Pemerintah Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, 2009) :
a. Orientasi pada kepuasan pelanggan.
b. Perbaikan/peningkatan terus menerus dan berkesinambungan (continous and
sustainable improvement).
c. Mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
d. Memberikan jasa pelayanan dan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
(Binwasdal) di bidang kesehatan yang profesional dan responsif.
Adapun sasaran mutu yang ingin dicapai dalam jasa pelayanan dan
Binwasdal yang diselenggarakan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
Jakarta Timur adalah sebagai berikut :
a. Binwasdal Sumber Daya Manusia (SDM) Sudinkes 100 % terlaksana secara
baik, benar, dan tepat waktu.
b. Binwasdal program 100 % terlaksana secara baik, benar, dan tepat waktu.
c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan 12 hari kerja, kecuali sarana kesehatan
lingkungan 25 hari kerja.
d. Keluhan pelanggan 100 % ditindak lanjuti.
e. Kepuasan pelanggan dengan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat)
minimal 2,51 atau dalam kategori baik.
Dokumen mutu merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Sudinkes
Jaktim sebagai bentuk penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.
Berdasarkan tingkatan penggunaannya di lingkungan Sudinkes Jaktim, terdapat
beberapa level dokumen mutu (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta
Timur, 2012) :
a. Dokumen level pertama (I), yaitu manual mutu (quality manual) yang
merupakan dokumen mutu induk yang menjadi dasar dan rujukan bagi semua
dokumen mutu lainnya dan berlaku bagi seluruh bagian Sudinkes Jaktim.
b. Dokumen level kedua (II), yaitu prosedur mutu (quality procedure) yang
merupakan penjelasan lebih rinci mengenai hal-hal tertentu yang disebutkan
dalam manual mutu serta terbagi atas prosedur yang berlaku bersama untuk
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
seluruh bagian Sudinkes Jaktim dan prosedur yang hanya berlaku untuk satu
seksi/sub bagian saja.
c. Dokumen level ketiga (III), yaitu instruksi kerja merupakan penjelasan
mendetail mengenai hal-hal tertentu dalam prosedur mutu yang perlu
dijelaskan lebih lanjut.
d. Dokumen level keempat (IV), yaitu format gambar dan dokumen pendukung
lainnya yang dipakai dalam sistem manajemen mutu dalam berbagai kegiatan
yang berhubungan dengan kegiatan kendali mutu.
Manual mutu Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan
suatu dokumen mutu yang menjadi pedoman dan acuan dasar pelaksanaan sistem
manajemen mutu di lingkungan Sudinkes Jaktim. Hal-hal pokok yang tercantum
dalam Manual Mutu Sudinkes Jaktim adalah sebagai berikut :
a. Pengantar Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Jaktim
b. Profil Organisasi Sudin
c. Sistem Manajemen Mutu Sudin
d. Persyaratan Umum Sistem Manajemen Mutu
e. Komitmen Mutu
f. Manajemen Sumber Daya
g. Realisasi Pelayanan
h. Pengukuran, Analisa, dan Implementasi Sistem Manajemen Mutu
Beberapa kegiatan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes
Jaktim adalah sebagai beriku t:
a. Audit Mutu Internal, yaitu suatu kegiatan pemeriksaan/audit yang dilakukan
oleh bagian Standarisasi Mutu Kesehatan dari Seksi Sumber Daya Kesehatan
untuk memastikan tercapainya sasaran mutu yang telah ditetapkan untuk
dicapai oleh Sudinkes Jaktim. Audit ini dilakukan minimal dua kali dalam
setahun.
b. Audit Surveilans, yaitu suatu kegiatan pemeriksaaan/audit yang dilakukan oleh
pihak luar, yakni badan sertifikasi independen yang memberikan sertifikat
terhadap implementasi Sistem Manajemen Mutu berdasarkan ISO 9001:2008
kepada Sudinkes Jaktim, untuk memastikan terpeliharanya implementasi
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
Sistem Manajemen Mutu tersebut. Audit ini dilakukan minimal satu kali
dalam setahun.
c. Tinjauan Manajemen, yaitu suatu kegiatan rapat seluruh bagian Sudinkes
Jaktim guna membahas hasil evaluasi pemeliharaan implementasi sistem
manajemen mutu di Sudinkes Jaktim sehingga dapat dilakukan
langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki hal tersebut sehingga
implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim dapat lebih baik
lagi. Tinjauan manajemen dilakukan minimal satu kali dalam setahun.
d. Survei Kepuasan Pelanggan, yaitu survei untuk menilai terpenuhinya kepuasan
pelanggan Sudinkes terhadap pelayanan yang diberikan oleh semua bagian
(Seksi dan Sub bagian) Sudinkes Jaktim. Survei ini dilaksanakan melalui
pengisian angket oleh pelanggan yang datang dan menerima pelayanan
Sudinkes, misalnya pihak yang mengurus sarana perizinan seperti apotek dan
toko obat. Selanjutnya, hasil pengisian angket ini dianalisis sehingga nilai
pemenuhan kepuasan pelanggan dapat diperoleh dan dapat ditingkatkan lagi
apabila hasil analisis menunjukkan kekurangan.
e. Pelatihan-pelatihan, misalnya pelatihan auditor pemimpin (lead auditor) dan
pelatihan kepuasan pelanggan, yang berguna untuk membantu implementasi
sistem manajemen mutu oleh segenap karyawan Sudinkes Jaktim.
3.4 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas :
a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman.
b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan
sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang
penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan
minuman rumah tangga.
c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan
persediaan cadangan obat esensial.
d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup Kota Administrasi.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
Ruang lingkup perizinan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan
minuman di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah :
a. Apotek (apotek kerja sama, apotek profesi, apotek rakyat dari toko obat dan
depo obat/farmasi)
b. Toko Obat
c. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)
e. Sertifikasi kelayakan olahan/produksi makanan minuman rumah
tangga/Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)
3.4.1 Apotek
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian
tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan, berdasarkan
Kepmenkes No. 1332/ MenKes/ SK/ X/ 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan
Menteri Kesehatan RI No. 922/ MenKes/ Per/ X/ 1993 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Izin Apotik, apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat
dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan
kesehatan lainnya kepada masyarakat.
Khusus di DKI Jakarta perizinan apotek dibagi menjadi 4, yaitu :
a. Apotek Kerja sama, adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai Apoteker
Pengelola Apotek (APA), sedangkan Pemilik Sarana Apotek (PSA) adalah dari
pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain).
b. Apotek Profesi, adalah apotek yang Apoteker Pengelola Apotek (APA) juga
sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA).
c. Depo Farmasi/Depo Obat, adalah apotek yang berada di klinik, dan hanya
boleh menerima resep dari klinik tersebut.
d. Apotek Rakyat (apotek sederhana) adalah sarana kesehatan tempat
dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat
dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjual
obat golongan narkotika dan psikotropika, dimana terhitung sejak
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 284/
MenKes/ PER/ III/ 2007, seluruh izin dan status apotek yang berasal dari
apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek rakyat.
Secara umum persyaratan perizinan apotek adalah sebagai berikut
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002).
A. Apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah :
1) Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas
materai Rp. 6.000,00
2) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum
dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang
disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI
3) Fotokopi KTP DKI dari APA
4) Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/Surat Penugasan (SP) apoteker, dengan
lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai
negeri
5) Fotokopi surat status kepemilikan tanah, Fotokopi sertifikat bila gedung
milik sendiri, fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua)
tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun
bila kontrak/sewa
6) Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG)
7) Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)
8) Surat keterangan domisili dari Kelurahan setempat
9) Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh
kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6.000,00
10) Peta lokasi dan denah ruangan
11) Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak
akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak
akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6.000,00;
12) Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada
bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6.000,00;
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
27
Universitas Indonesia
13) Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu
tanpa resep di atas materai Rp.6000,00;
14) Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk
Organogram)
15) Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan
16) SIK Asisten Apoteker/ D3 farmasi
17) Rencana jadwal buka apotek
18) Daftar peralatan peracikan obat
19) Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi
20) Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika
21) Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir)
22) Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.
B. Apotek praktek profesi :
1) Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku
Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap
diatas materai Rp.6.000,00
2) Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang
menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek
profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali
3) Fotokopi KTP DKI apoteker apotek praktek profesi
4) Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2
tahun
5) Denah bangunan beserta peta lokasi
6) Daftar peralatan peracikan, etiket, dll
7) Fotokopi NPWP apoteker
8) SIK/SP apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan
surat selesai masa bakti apoteker
9) Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada
apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup)
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
10) Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut
melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI
Jakarta.
C. Depo obat/ farmas i:
1) Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada
Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu)
rangkap diatas materai Rp.6.000,00
2) Fotokopi izin klinik yang masih berlaku
3) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan
hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan
hukum
4) Fotokopi KTP DKI APA
5) Ijasah/SIK/SP Apoteker dengan melampirkan surat selesai masa bakti
apoteker
6) Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/penanggung jawab depo
obat/ farmasi
7) Proposal untuk mendirikan depo obat/ farmasi
8) Ijazah/ SIK asisten apoteker
9) Peta lokasi dan denah bangunan seatap/sepekarangan dengan klinik serta
denah bangunan tertutup
10) NPWP perusahaan
11) UUG
12) Status gedung/sertifikat gedung sewa minimal dua tahun
13) Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya
(bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan.
D. Apotek Rakyat :
1) Surat permohonan APA ditujukan kepada kepala Suku Dinas Kesehatan
setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai
Rp.6.000,00
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
2) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan
hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila bentuk PT
3) Salinan/fotokopi KTP DKI dari APA
4) Fotokopi izin domisili dari Lurah
5) Status bangunan milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa, fotokopi
perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih
berlaku minimal 2 (dua) tahun
6) Pernyataan pemilik sarana lokasi hanya untuk pada sentra pasar tempat
toko obat dan tidak pindah d iluar pasar di atas materai Rp.6000,00
7) Surat pernyataan Kepala Pasar yang menyatakan pihaknya ikut mengawasi
kegiatan apotek terhadap ketentuan per UU Farmasi yang berlaku di atas
materai Rp. 6000,00
8) Surat keterangan domisili dari Lurah atau Kepala Pasar
9) Surat pernyataan pemohon dan pemilik yang menyatakan akan tunduk
serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp.6000,00
10) Peta lokasi dan denah bangunan
11) Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak terlibat lagi dalam
pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat di atas materai Rp.6000,00
12) Surat pernyataan APA sanggup mengelola apotek/toko obat di atas materai
Rp.6000,00
13) Surat pernyataan dari APA dan PSA tidak melakukan peracikan dan
penjualan obat narkotik, OKT baik dengan resep dokter maupun tanpa
resep dari pemilik dan apoteker di atas materai Rp.6000,00
14) Struktur organisasi apotek dan tata kerja/tata laksana
15) Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan dilampiri dengan SK
pengangkatan dan daftar gaji yang disetujui oleh apoteker, pemilik dan
tenaga kerja tersebut diatas materai Rp.6000,00
16) Surat izin kerja/surat penugasan apoteker
17) Surat izin kerja AA/D3 Farmasi
18) Rencana jadwal buka apotek
19) Daftar peralatan lainnya
20) Daftar buku wajib peraturan perundang-undangan di bidang Farmasi
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
21) Surat peryataan APA dan pemilik bersedia bila diperiksa ke apotek oleh
petugas kesehatan yang berwenang di atas materai Rp.6.000,00.
3.4.2 Pedagang Eceran Obat
Pedagang eceran obat didefinisikan sebagai orang/badan hukum di
Indonesia yang mempunyai izin untuk menyimpan obat-obat bebas (label hijau)
dan obat-obat bebas terbatas (label biru) untuk dijual secara eceran di tempat
tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat harus menjaga
agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi
atau pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan RI. Surat
izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat
permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan
Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali
dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker.
Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha
toko obat antara lain :
a. Surat permohonan izin toko obat yang ditujukan kepada Kepala Sudinkes
Kotamadya setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas
materai Rp. 6.000,00
b. Fotokopi KTP DKI Jakarta pemilik toko obat
c. Akte pendirian perusahaan bila bentuk badan hukum yang terdaftar pada
Menteri Kehakiman dan HAM
d. Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan
e. Ijazah dan SIK AA, foto 2x3 sebanyak 2 lembar
f. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai AA penanggung jawab teknis
pada toko obat di atas materai Rp. 6.000,00
g. Status bangunan tempat usaha milik sendiri (lampirkan sertifikat) dan bila
sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP
pemilik
h. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
i. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
3.4.3 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
Menurut Permenkes No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat
Tradisional menjelaskan Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut
UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk
param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. UMOT hanya dapat
diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap industri dan usaha di bidang
obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri Kesehatan, kecuali untuk usaha
jamu gendong dan usaha jamu racikan. Dalam memberikan izin obat tradisional,
Menteri Kesehatan mendelegasikan kewenangan pemberian izin UMOT kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selain wajib memiliki izin, industri dan
usaha obat tradisional juga wajib memenuhi ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang penanaman modal (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2012).
Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin UMOT terdiri
dari :
a. Surat Permohonan
b. Fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan
c. Susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas dalam hal
permohonan bukan perseorangan
d. Fotokopi KTP/ identitas pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan
Komisaris/Badan Pengawas
e. Pernyataan pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan
Pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di
bidang farmasi
f. Fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan
g. Surat Tanda Daftar Perusahaan dalam hal permohonan bukan perseorangan
h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal permohonan bukan
perseorangan
i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak
j. Fotokopi Surat Keterangan Domisili.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
3.4.4 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)
Cabang Penyalur Alat Kesehatan adalah badan hukum atau badan usaha
yang telah memperoleh izin usaha untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran
alat kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) merupakan sarana yang legal yang
dapat menyalurkan alkes berbeda fungsi dari Penyalur Alkes (PAK) dimana
perusahaan yang sama namanya yang telah mendapat izin dari Depkes RI. Izin
Cabang Penyalur Alkes belaku sesuai dengan penunjukkan yang diberikan oleh
PAK pusat dan paling lama adalah 3 (tiga) tahun.
Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin Cabang
Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), antara lain (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2010)
a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan Usaha Penyalur Alat Kesehatan
(UPAK), bukan dari CPAK, yang ditujukan kepada Sudinkes setempat
sebanyak tiga rangkap dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00
b. Surat penunjukkan dari UPAK sebagai CPAK di atas materai Rp. 6.000,00
c. Fotokop i izin UPAK
d. Akte perusahaan CPAK bila bentuk PT dan terdaftar pada Menteri Kehakiman
dan HAM
e. Denah bangunan/ruangan dari CPAK
f. Peta lokasi CPAK
g. SIUP CPAK
h. NPWP CPAK
i. UUG
j. Domisili perusahaan
k. Status bangunan bila milik sendiri, lampirkan sertifikat dan bila sewa minimal
dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik
l. Penanggung jawab teknis (AA atau SMU yang mempunyai sertifikat
pengelolaan alat kesehatan).
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
3.4.5 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia No. 28 tahun 2004,
perusahaan Industri Rumah Tangga Pangan adalah perusahaan pangan yang
memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan
manual hingga semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan
Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003
tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah
Tangga (SPP-IRT), maka SPP-IRT bertujuan untuk :
a. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan
pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan.
b. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang
pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap
keselamatan konsumen.
c. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang
dihasilkan PIRT.
Syarat- syarat Sertifiasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, antara
lain :
a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan perusahaan/perorangan yang
ditujukan kepada Kepala Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1
(satu) rangkap di atas materai Rp. 6.000,00
b. Data perusahan bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya
c. Peta lokasi, IMB
d. Denah ruangan produksi
e. Rancangan etiket
f. Fotokopi KTP pemilik (DKI Jakarta)
g. Pasfoto pemilik berwarna 3x4 cm sebanyak 2 lembar
h. Surat izin perindustrian dari Dinas/Sudin Perindustrian
i. Data produk makanan yang akan diproduksi
j. Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dnegan surat keterangan dari
asal produk
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
34
Universitas Indonesia
k. Status bangunan (sewa/milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat, dan bila
sewa lampirkan surat sewa minimal 2 (dua) tahun beserta fotokopi KTP
pemilik.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
35 Universitas Indonesia
BAB 4
PEMBAHASAN
Sistem pemerintahan berubah dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi
yang diatur oleh Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Aturan tentang
otonomi daerah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk lebih
mandiri untuk mengembangkan dan mengelola daerahnya masing-masing.
Otonomi yang diberikan diaplikasikan dalam bentuk pengalihan sebagian
kewenangan dan tugas Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Pelaksanaan
otonomi daerah berdasarkan pada Peraturan Daerah DKI Jakarta No.10 tahun
2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Propinsi DKI Jakarta. Sebagai
implementasi Peraturan Daerah tersebut maka dibentuklah perangkat daerah,
dengan Dinas Kesehatan sebagai salah satu perangkat daerah yang mengurusi
masalah kesehatan. Penjelasan lebih lanjut mengenai peran dan fungsi Dinas
Kesehatan sebagai Perangkat Daerah diatur oleh Peraturan Gubernur Provinsi
DKI Jakarta No. 150 tahun 2009.
Suku Dinas Kesehatan merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan dalam
pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku
Dinas Kesehatan dibentuk di setiap Kabupaten/Kota Administrasi dan dipimpin
oleh seorang Kepala Suku Dinas Kesehatan.Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi
Suku Dinas Kesehatan baik berupa pelayanan kepada masyarakat maupun
pembinaan kepada sarana kesehatan harus diketahui dan dipertanggung jawabkan
kepada Kepala Dinas Kesehatan. Sedangkan segala bentuk pembiayaan atau
anggaran yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan harus dilaporkan kepada
Walikota.
Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan terdiri dari Kepala Suku Dinas,
Sub bagian Tata Usaha, Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan,
Seksi Sumber Daya Kesehatan, Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan, dan Sub
kelompok Jabatan Fungsional. Pada laporan ini akan dibatasi pada pemaparan
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
36
Universitas Indonesia
Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK). Seksi SDK memiliki tiga koordinator
yaitu Koordinator Tenaga Kesehatan, Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan,
serta Koordinator Pelayanan Farmasi, Makanan dan Minuman (Farmakmin).
4.1 Koordinator Tenaga Kesehatan
Koordinator Tenaga Kesehatan memiliki tugas :
a. Memberikan rekomendasi/perizinan praktek tenaga kesehatan.
b. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.
c. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan
berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.
d. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan.
e. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga kesehatan.
Koordinator Tenaga Kesahatan melakukan analisis ketersediaan serta
analisis distribusi dan pemetaan tenaga kesehatan di Puskesmas yang berada di
wilayah Jakarta Timur. Analisis ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas
dilakukan berdasarkan jumlah minimal tenaga kesehatan yang harus tersedia di
Puskesmas tingkat Kecamatan dan Kelurahan. Perhitungan rasio dilakukan untuk
melihat kecukupan dan penyebaran tenaga kesehatan di masing-masing
Kecamatan dan Kelurahan dilihat dari jumlah penduduk di setiap Kecamatan dan
Kelurahan.
Analisis distribusi dan pemetaan tenaga kesehatan pada Puskesmas
Kecamatan dan Kelurahan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan
untuk melihat ketersediaan tenaga kesehatan di puskemas. Berdasarkan data
kepegawaian dari Tata Usaha (TU) dari 10 Puskesmas Kecamatan di Jakarta
Timur didapatkan distribusi dan jumlah dari tenaga kesehatan yang tersedia di
masing-masing Puskesmas. Tenaga kesehatan yang dianalisis adalah tenaga medis
(dokter dan dokter gigi), keperawatan, bidan, kefarmasian, ahli gizi, sanitarian,
dan keteknisan medis.
Setiap tenaga kesehatan wajib memiliki izin kewenangan dan izin kerja atau
praktek. Dengan adanya otonomi daerah ada beberapa izin kerja yang menjadi
wewenang Suku Dinas Kesehatan, yaitu Surat Izin Kerja Asisten Apoteker,
Surat/Sertifikat Penanggung Jawab Industri Rumah Tangga Pangan, dan Surat izin
praktek tenaga medis (SIPTM), seperti Surat Izin Praktek Dokter Umum, Surat
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
37
Universitas Indonesia
Izin Praktek Dokter Gigi, Surat Izin Praktek Bidan, Surat Izin Praktek Perawat,
dan Surat Izin Praktek Refraksi Optisian.
4.2 Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan
Sejak 9 Agustus 2011, diberlakukan Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 74 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
pada Kota Administrasi yang menerangkan bahwa kegiatan pelayanan perizinan
dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan
sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat melalui satu
pintu, yaitu di kantor Walikota.
PTSP ini merupakan sistem dimana seluruh berkas permohonan perizinan
masuk melalui customer service yang berada di Walikota, kemudian diteruskan ke
seksi atau bagian yang bersangkutan. Sistem PTSP ini menjadikan seluruh proses
perizinan terpusat di satu tempat dan diharapkan dapat mengurangi lamanya
proses perizinan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kota Jakarta Timur
sedang dalam peralihan atau percobaan menuju sistem Pelayanan Terpadu Satu
Pintu sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 114 tahun
2011. Oleh karena itu instruksi kerja dan prosedur mutu perlu mengalami
perubahan atau dilakukan revisi.
Penyelenggaraan PTSP saat ini pada pelayanan perizinan masih belum
sepenuhnya dilakukan. Perizinan tenaga kesehatan bidan serta sarana farmasi,
makanan dan minuman, berkas permohonan dilakukan melalui customer service
unit PTSP kantor walikota, selanjutnya diserahkan ke Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Timur untuk diproses lebih lanjut sampai surat izin disahkan atau
diterbitkan. Surat izin yang telah diterbitkan akan diserahkan ke kantor Walikota
untuk selanjutnya diambil oleh pemohon.
Salah satu tugas Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan adalah
mengevaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan.
Evaluasi tersebut bertujuan untuk menjamin kualitas pelayanan publik dalam
bidang kesehatan dengan cara mengevaluasi pelayanan perizinan. Standar
pelayanan perizinan yang dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
adalah 12 hari kerja, terhitung dari lengkapnya berkas. Pemeliharaan
implementasi Sistem Manajemen Mutu di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
38
Universitas Indonesia
dilakukan dengan pelaksanaan audit internal dan surveilans, survei kepuasan
pelanggan, dan tinjauan manajemen, serta berbagai pelatihan seperti pelatihan
lead auditor dan pelatihan manajemen kepuasan pelanggan.
Revisi instruksi kerja perizinan dilakukan terhadap referensi yang
digunakan, dengan cara membandingkan peraturan yang sudah ada dan
menambahkan peraturan baru yang belum ada ke dalam instruksi kerja sesuai
dengan peraturan yang berlaku. Selain itu juga ditambahkan persyaratan yang
harus dipenuhi untuk melakukan perizinan baik untuk tenaga kesehatan maupun
sarana kesehatan.
Revisi quality procedure pelayanan perizinan dan sertifikasi dilakukan
terhadap referensi yang digunakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku saat ini. Revisi dilakukan dengan cara menambahkan peraturan baru
yang belum tercantum serta mengganti peraturan yang lama dengan peraturan
baru ke dalam quality procedure tersebut. Peraturan-peraturan baru tersebut
melengkapi peraturan lama yang telah ada pada referensi sebelumnya. Selain itu,
revisi juga dilakukan terhadap definisi, rincian prosedur, dan alur pelayanan
perizinan yang mengacu pada manual prosedur.
4.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman
Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas :
a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan
minuman.
b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan
sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang
penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri
makanan minuman rumah tangga.
c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan
persediaan cadangan obat esensial.
d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada
lingkup Kota Administrasi.
Salah satu kegiatan Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman dalam
pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan adalah dengan melakukan
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
39
Universitas Indonesia
rekapitulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari
puskesmas di wilayah Jakarta Timur. LPLPO merupakan media yang digunakan
untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas. LPLPO yang dibuat oleh
petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi, dan dikirim tepat waktu serta
disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga bermanfaat untuk analisis
penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan
pembuatan laporan pengelolaan obat.
Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO
dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Suku Dinas Kesehatan melalui Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah
ditandatangani oleh kepala Dinas Suku Kesehatan, satu rangkap untuk Kepala
Suku Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan
satu rangkap dikembalikan ke Puskesmas. LPLPO sudah harus diterima paling
lambat tanggal 10 setiap bulannya.
Selain LPLPO, penggunaan Narkotik dan psikotropik juga harus
dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan. Sejak Januari 2013 diberlakukan sistem
pelaporan SIPNAP secara online. Pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan
paling lambat tanggal 10 tiap bulannya secara online dan juga dikirim ke Balai
Besar Pengawasan Obat dan Makanan dalam bentuk hard copy 1 rangkap dan 1
rangkap disimpan sebagai arsip Farmasi di Puskesmas.
Namun, pelaksanaan pelaporan penggunaan narkotik dan psikotropik
dengan menggunakan sistem ini belum berjalan dengan baik di seluruh Puskesmas
Kecamatan yang berada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Hal ini
disebabkan karena kendala pada sistem SIPNAP dan kendala pada user. Kendala
pada sistem SIPNAP yang sering dihadapi berupa kesulitan dalam melakukan
pendaftaran akun, atau akun yang sudah terdaftar belum menerima kata sandi
(password) sehingga tidak dapat masuk ke sistem untuk melakukan
pengunggahan dokumen laporan narkotika dan psikotropika. Kendala pada user
yang umumnya terjadi adalah kurangnya pemahaman user mengenai sistem
pelaporan secara online akibat kurangnya sosialisasi. Selain itu tidak semua
puskesmas dilengkapi dengan fasilitas internet. Hal ini menyebabkan petugas
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
40
Universitas Indonesia
puskesmas masih melakukan pelaporan narkotika dan psikotropika secara manual
ke Suku Dinas Kesehatan.
Tugas dari Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman berikutnya
adalah melaksanakan pelayanan perizinan. Perizinan yang diurus di Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Timur yaitu apotek, toko obat, Usaha Mikro Obat Tradisional
(UMOT), Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) dan sertifikasi kelayakan
olahan/produksi makanan minuman rumah tangga/Pangan Industri Rumah Tangga
(PIRT).
a. Apotek
Pemberian izin apotek dilakukan dengan cara mengajukan surat permohonan
izin ke Suku Dinas Kesehatan dengan melengkapi persyaratan yang telah
ditetapkan. Permohonan izin apotek diajukan oleh Apoteker Pengelola Apotek
(APA). Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Tanda Registrasi
Apoteker (STRA) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Selain itu SIPA juga
wajib dimiliki apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker
pendamping.
Untuk mendapatkan Surat Izin Apotek (SIA), APA harus menyiapkan
tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan
farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek
harus mempunyai luas yang memadai, sehingga dapat menjamin kelancaran
pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan
kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu,
ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja
apoteker, tempat pencucian alat dan toilet. Bangunan apotek harus dilengkapi
sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat
pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem
sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran
minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar
berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat
apotek.
Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan,
mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
41
Universitas Indonesia
narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan
pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI
Jakarta, sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun
sekali.
Apabila permohonan telah memenuhi persyaratan, maka Suku Dinas
Kesehatan akan mengeluarkan SIA yang berlaku seterusnya selama apotek masih
aktif melakukan kegiatan. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan
non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi
pergantian apoteker pengelola apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal
lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana apotek (baik karena meninggal dunia
maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama apotek, terjadi perubahan alamat
apotek tanpa pemindahan lokasi, dan/atau terjadi karena surat izin apotek hilang
atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah
apotek dan terjadi perubahan lokasi apotek.
SIA dapat dicabut jika terdapat pelanggaran-pelanggaran :
1) Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola
Apotek (APA).
2) Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.
3) APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun berturut-turut.
4) Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan,
dan ketentuan perundang-undangan yang lain.
5) Surat izin kerja APA dicabut.
6) Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran
perundang-undangan di bidang obat.
Apabila apotek memberikan pelayanan 24 jam, maka apotek tersebut harus
memiliki apoteker pendamping, dan apabila APA dan apoteker pendamping
berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti.
Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi setempat. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
42
Universitas Indonesia
yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti/supervisor,
dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih
dari dua tahun secara terus-menerus, maka harus menunjuk apoteker pengganti,
sedangkan jika APA berhalangan melakukan tugasnya dalam waktu 1–3 bulan,
maka harus menunjuk apoteker supervisor. (Menteri Kesehatan Republik
Indonesia, 2002).
Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan
karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah
terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat
penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan
pembuatan berita acara.
Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran
secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari
apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan
pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis
kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu
masing-masing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu
selama-lamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali
apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Apabila apotek merupakan apotek rakyat, maka apotek rakyat tersebut
harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Apotek rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat
generik.
2) Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan yang
termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas, dan
perbekalan kesehatan rumah tangga.
3) Apotek rakyat dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik
obat dan menyerahkan obat dalam jumlah besar.
4) Setiap apotek rakyat harus memiliki satu orang apoteker sebagai penanggung
jawab, dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
43
Universitas Indonesia
5) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, apotek rakyat yang melanggar
ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan dapat
dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, sampai dengan
pencabutan izin.
6) Pedagang eceran yang statusnya sudah berubah menjadi apotek sederhana
dianggap telah menjadi apotek rakyat.
b. Toko Obat
Surat izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan
surat permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi
setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan
Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali
dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker.
Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi, pihak toko obat
harus mengajukan permohonan tertulis kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan.
Perubahan non fisik yang terjadi pada toko obat antara lain; pergantian asisten
apoteker penanggung jawab teknis toko obat (baik karena meninggal dunia
maupun hal lainnya), pergantian nama toko obat, perubahan alamat toko obat
tanpa pemindahan lokasi, pergantian pemilik toko obat (baik karena meninggal
dunia maupun hal lainnya), dan surat izin toko obat hilang atau rusak. Sedangkan
perubahan fisik pada toko obat yaitu terjadi pemindahan lokasi toko obat dan
terjadi perpanjangan izin toko obat.
Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan
perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan
pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun
sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan,
penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin,
sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan.
c. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)
Permohonan izin UMOT oleh pemohon diajukan kepada Suku Dinas
Kesehatan dengan menggunakan Formulir 18. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja
sejak menerima permohonan untuk izin UMOT, Kepala Suku Dinas Kesehatan
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
44
Universitas Indonesia
menunjuk tim untuk melakukan pemeriksaan setempat. Paling lama 7 (tujuh) hari
kerja setelah menerima penugasan, tim melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan
administrasi dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala
Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan Formulir 19. Paling lama 7 (tujuh)
hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan, Kepala Suku Dinas Kesehatan
menyetujui, menunda atau menolak permohonan untuk izin UMOT dengan
tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai setempat,
dengan menggunakan Formulir 20a, Formulir 20b, atau Formulir 20c.
Permohonan izin UMOT ditunda atau ditolak apabila ternyata belum memenuhi
persyaratan. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan
diterima oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan, tidak dilakukan
pemeriksaan/verifikasi, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan
kegiatan produksi kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan
Formulir 21.
Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan.
UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan
meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan
nilai hasil produksi. Laporan UMOT disampaikan kepada Kepala Suku Dinas
Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. Industri dan usaha
obat tradisional yang akan melakukan perubahan nama, alamat, tenaga teknis
kefarmasian penanggung jawab, kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib
melapor secara tertulis kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan tembusan
kepada Kepala Balai setempat dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan.
Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban menjamin
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan,
melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan
keamanan, khasiat/manfaat dan mutu dari peredaran, memenuhi ketentuan
peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Industri dan usaha obat
tradisional yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan Cara
Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) wajib melapor dan mendapat
persetujuan dari Kepala Badan.Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang
membuat segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
atau sintetik yang berkhasiat obat, obat tradisional dalam bentuk intravaginal,
tetes mata, sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir, obat tradisioanal
dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari
1% (satu persen).
d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)
Perizinan CPAK dilakukan dengan memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan. Perubahan fisik maupun non fisik pada sarana CPAK harus dilaporkan
dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan.
Perubahan non fisik meliputi; terjadi pergantian pemilik sarana CPAK (baik
meninggal dunia maupun lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan
CPAK, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan CPAK tanpa pemindahan
lokasi, terjadi karena surat izin sara kesehatan CPAK hilang atau rusak.
Sedangkan perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan), meliputi; terjadi
pemindahan lokasi sarana kesehatan CPAK dan/atau terjadi perluasan sarana
kesehatan CPAK. Izin CPAK berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat
diperpanjang kembali bila semua persyaratan telah dipenuhi
e. Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)
Tata cara penyelenggaraan Sertifikasi Produk Pangan Industri Rumah
Tangga (SPP-IRT) yaitu dengan mengajukan permohonan kepada Pemerintah
Daerah atau Kepala Suku Dinas Kesehatan. Pengajuan permohonan tidak dapat
dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa susu dan hasil olahan, daging,
ikan, unggas yang hasil olahannya memerlukan proses dan atau penyimpanan
beku, pangan kaleng, pangan bayi, minuman beralkohol, air minum dalam
kemasan, pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI (contoh : SL, coklat
bubuk, garam yodium, AMDK, dan tepung), dan pangan lain yang ditetapkan oleh
BPOM. Untuk mendapatkan SPP-IRT, pemohon harus telah mengikuti
Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) dan memenuhi pemeriksaan sarana
produksi oleh Suku Dinas Kesehatan.
Penyelenggaraan dan penyuluhan keamanan pangan dalam rangka
SPP-IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas
Kesehatan DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
46
Universitas Indonesia
oleh beberapa Suku Dinas Kesehatan. Materi penyuluhan keamanan pangan yang
diberikan, meliputi berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari
dan memusnahkannya serta pengawetan pangan; higienitas dan sanitasi sarana dan
perusahaan pangan industri rumah tangga; Cara Produksi Pangan yang Baik
(CPPB); peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan
Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan. Materi pelengkap dapat
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan pangan industri rumah
tangga, misalnya pengemasan dan penyimpanan produk pangan industri rumah
tangga, pengembangan usaha perusahaan pangan industri rumah tangga termasuk
etika bisnis.
Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas
Kesehatan melakukan pemeriksaan ke sarana produksi PIRT. Petugas yang
melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur Pangan.
Laporan pemeriksaan sarana produksi IRT dengan hasil minimal cukup
merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.
Sertifikasi produk pangan yang diterbitkan ada 2 jenis yakni sertifikasi
penyuluhan keamanan pangan dan sertifikasi produksi pangan. Sertifikasi
penyuluhan keamanan pangan diberikan kepada peserta yang telah lulus
mengikuti penyuluhan keamanan pangan, dimana semua PIRT harus mempunyai
minimal satu orang tenaga yang telah memiliki sertifikat penyuluhan keamanan
pangan. Apabila PIRT tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat
yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai
dengan tugasnya untuk mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Sertifikasi
produksi pangan diberikan pada IRT yang mempunyai tenaga yang lulus
Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan
hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk satu jenis pangan
produk IRT. IRT berlaku untuk selamanya selama IRT tersebut masih tetap
beroperasi. Penyelenggaraan SPP-IRT di Sudinkes Kota Administrasi setempat
dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Badan POM atau
Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat Penyuluhan Keamanan
Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRT yang selambat-lambatnya satu bulan
setelah penyelenggaraan.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
47 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas
Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur memiliki tugas dan fungsi dalam
pembinaan dan pengembangan, termasuk pengawasan dan pengendalian hal
yang berkaitan dengan kesehatan, baik di masyarakat maupun lingkungan.
2. Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
membawahi 3 (tiga) koordinator; Koordinator Farmasi Makanan dan
Minuman, Koordinator Tenaga Kesehatan, dan Koordinator Standardisasi
Mutu Kesehatan.
3. Tiga Koodinator di Seksi Sumber Daya Kesehatan menjalankan proses
perizinan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap tenaga
kesehatan, sarana pelayanan farmasi, dan standarisasi mutu sesuai dengan
aturan/standar yang berlaku.
5.2 Saran
1. Setiap personel berusaha meningkatkan kinerjanya pada setiap pelaksanaan
tugas dan fungsi masing-masing, dan sesuai dengan tingkat
pendidikan/kompetensinya.
2. Peningkatan kompetensi personel dapat dilakukan dengan memperhatikan tiga
hal pokok yaitu pendidikan, pelatihan dan pengalaman.
3. Melakukan sosialisasi kembali sistem pelaporan terbaru secara online yaitu
dengan SIPNAP agar penanggung jawab di Puskesmas masing-masing
Kecamatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur memahami alur
pelaporan dan juga penanganan jika terjadi kendala dalam memasukkan data.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
48 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian
Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2009). Peraturan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang
Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor1332 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin
Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Keputusan Menteri
Kesehatan Nomor 1202 Tahun 2003 tentang Indikator Indonesia Sehat
2010 dan Penetapan Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan
Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 284 Tahun 2007 tentang Apotek
Rakyat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889 Tahun 2011 tentang Registrasi,
Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2025 Tahun 2011 tentang Izin
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
49
Universitas Indonesia
Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Data Dasar Puskesmas
Kondisi Desember Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2002). Keputusan Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2002 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta. Jakarta: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta.
Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2008). Peraturan Daerah
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2008.(2008).
Organisasi Perangkat Daerah.
Pemerintah Republik Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun
2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai
Daerah Otonom. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta: Pemerintah
Republik Indonesia.
Republik Indonesia. (1999). Undang-UndangNomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.
Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.(2012). Quality Manual Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Timur. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PELAYANAN KEFARMASIAN
DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN DUREN SAWIT
JL. H. DOGOL NO. 15 A JAKARTA TIMUR
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DEWI SANTY LOPA, S. Farm.
1206329493
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
ii Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
DAFTAR ISI .................................................................................................. ii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. iv
BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2. Tujuan ..................................................................................... 2
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3
2.1. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) .......................... 3
2.2. Profil Puskesmas Kecamatan Duren Sawit ............................. 5
2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di Puskesmas .................... 10
2.4 Pengelolaan Obat di Puskesmas .............................................. 11
2.5 Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas ................................. 21
2.6 Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas ................................ 25
BAB 3. METODE PENGKAJIAN ............................................................... 34
3.1 Waktu dan Lokasi .................................................................... 34
3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 34
3.3 Cara Kerja ................................................................................ 34
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 35
4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di PKDS Jaktim ................ 35
4.2 Pengelolaan Obat di PKDS Jaktim ......................................... 35
4.3 Pelayanan Informasi Obat di PKDS Jaktim ........................ .... 40
4.4 Penggunaan Obat Rasional di PKDS Jaktim ........................... 41
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 44 6.1 Kesimpulan ............................................................................ 44
6.2 Saran ...................................................................................... 45
DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 46
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
iii Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Luas Wilayah Kecamatan Duren Sawit ...................................... .. 6
Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Kecamatan Duren Sawit ................................ .. 7
Tabel 2.3. Fasilitas Kesehatan yang terdapat di Kecamatan Duren Sawit ... .. 7
Tabel 2.4. Jenis Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit.. ......................................................................................... .. 9
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Puskesmas merupakan salah satu saranan kesehatan yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas
kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan
pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja. Secara nasional, standar wilayah
puskesmas adalah suatu kecamatan (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009
tentang Pekerjaan Kefarmasian, puskesmas termasuk fasilitas pelayanan
kefarmasian yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kefarmasian.
Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas
adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator
utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang
bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya pembangunan
kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup
sehat. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan
upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat,
puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu.
Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari
orientasi pada obat menjadi orientasi pada pasien. Sebagai konsekuensi dari
perubahan orientasi tersebut, apoteker atau asisten apoteker sebagai tenaga
farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pelayanan kefarmasian meliputi
pengelolaan sumber daya (sumber daya manusia, sarana dan prasarana, sediaan
farmasi, dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi
klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat,
konseling dan pencatatan atau penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga,
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
2
Universitas Indonesia
dana, prasarana, sarana, dan metode tatalaksana yang sesuai dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk tercapainya pelayanan kefarmasian
yang bermutu yaitu pengelolaan sumber daya, dalam hal ini pengelolaan obat
(perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pelaporan obat),
pelayanan informasi obat serta penggunaan obat yang rasional. Oleh karena itu,
sangat diperlukan pemahaman dan peninjauan lebih jauh mengenai aspek-aspek
tersebut.
Untuk mengetahui peran dan fungsi apoteker dalam hal sistem
pengelolaan obat, pelayanan informasi obat serta penggunaan obat yang rasional
di puskesmas maka calon apoteker membutuhkan suatu program yang dapat
memfasilitasi agar kebutuhan tersebut tercapai. Sehingga, Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Kota
Administrasi Jakarta Timur dan Puskesmas Tingkat Kecamatan dalam
mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Kegiatan PKPA
dilaksanakan pada tanggal 17-28 Juni 2013 di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Jakarta Timur yang selanjutnya disebut sebagai PKDS Jaktim dengan tujuan
untuk memberikan gambaran mengenai peran profesi apoteker di Puskesmas.
1.2 Tujuan
Pelaksanaan PKPA di Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Duren
Sawit Jakarta Timur bertujuan agar mahasiswa calon Apoteker :
1. Mengetahui tugas pokok dan fungsi bagian farmasi di PKDS Jaktim.
2. Mengetahui alur pengelolaan obat di PKDS Jaktim.
3. Mengetahui. berapa banyak obat generik yang diadakan di PKDS Jaktim.
4. Mengetahui jumlah kunjungan pasien dan resep di PKDS Jaktim pada
periode Januari – Maret 2013.
5. Mengetahui 10 penyakit terbanyak di PKDS Jaktim.
6. Mengetahui 10 pemakaian obat terbanyak di PKDS Jaktim.
7. Mengetahui Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling di PKDS Jaktim.
8. Mengetahui Penggunaan Obat Rasional (POR) periode Januari – Maret 2013
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat merupakan organisasi
fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,
terpadu, merata, dapat diterima, dan terjangkau oleh masyarakat, didukung
dengan peran aktif masyarakat dan dengan menggunakan hasil pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna serta biaya yang dapat dipikul oleh
pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan
menitik beratkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat
kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.
Secara umum, puskesmas harus memberikan pelayanan preventif, promotif,
kuratif sampai dengan rehabilitative baik melalui upaya kesehatan perorangan
(UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM) (Dinas Kesehatan Kabupaten
Siak, 2012).
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau
sebagai wilayah. Dengan kata lain, puskesmas merupakan unit pelaksana teknis
kesehatan di bawah supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kepmenkes no.
128 tahun 2004). Berdasarkan peraturan gubernur provinsi daerah khusus ibukota
jakarta nomor 4 tahun 2011, puskesmas dibedakan menjadi puskesmas kecamatan
dan puskesmas kelurahan. Pusat kesehatan masyarakat kecamatan yang
selanjutnya disebut puskesmas kecamatan adalah pusat kesehatan masyarakat di
kecamatan. Sedangkan pusat kesehatan masyarakat keluarahan yang selanjutnya
disebut puskesmas kelurahan adalah pusat kesehatan masyarakat di kelurahan.
Puskesmas kecamatan merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
(UPTD) dibawah di bawah Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes). Puskesmas
kelurahan merupakan satuan pelaksana dari puskesmas Kecamatan di wilayah
kelurahan.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
4
Universitas Indonesia
Puskesmas Kecamatan memiliki tugas melaksanakan pelayanan kesehatan
perorangan dan melakukan koordinasi kesehatan masyarakat ditingkat kecamatan.
Untuk melaksanakan tugas tersebut Puskesmas Kecamatan mempunyai fungsi
(peraturan gubernur provinsi daerah khusus ibukota jakarta nomor 4 tahun 2011) :
a. Penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan
anggaran (DPA) puskesmas kecamatan.
b. Pelaksanaan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) puskesmas
kecamatan.
c. Pelaksanaan standar dan prosedur pelayanan kesehatan.
d. Penyusunan rencana strategi puskesmas kecamatan.
e. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi, mulut, pelayanan medis,
umum, dan spesialis terbatas.
f. Penyelenggaraan asuhan keperawatan dan persalinan serta rawat inap
terbatas.
g. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis terbatas.
h. Penyelenggaraan pelayanan keluarga berencana dan imunisasi.
i. Penyelenggaraan pelayanan 24 jam dan ambulan rujukan.
j. Penyelenggaraan konsultasi kesehatan perorangan dan rujukan.
k. Penyelenggaraan pencatatan medis.
l. Penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan peralatan kedokteran,
peralatan keperawatan, peralatan perkantoran, dan peralatan kesehatan
lainnya.
m. Mengupayakan peningkatan mutu dan penjaminan mutu pelayanan.
n. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi
puskesmas kecamatan.
Fungsi puskesmas menurut Kepmenkes no. 128 tahun 2004 yaitu sebagai
pusat pembangunan berwawasan kesehatan. Pusat pemberdayaan keluarga dan
masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Fungsi puskesmas
sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan yaitu berupaya
menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar
menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan keseahtan, Aktif memantau
dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
5
Universitas Indonesia
pembangunan di wilayah kerjanya, dan mengutamakan pemeliharaan kesehatan
dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.
Sementara itu, puskesmas sebagai pusat pemberdayaan masyarakat berupaya agar
perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat memiliki
kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk
hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan
termask pembiayaan, dan ikut menetapkan, menyelenggarakan, dan memantau
pelaksanaan program kesehatan. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan
strata pertama menyelenggakan kegiatan palayanan kesehatan secara terpadu,
menyeluruh, dan berkesinambungan meliput pelayanan kesehatan perorang
(private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods) (Kepmenkes
no. 128 tahun 2004). Jumlah Puskesmas yang tercatat sampai saat ini untuk
wilayah Jakarta Timur terdapat 10 Puskesmas Kecamatan dan 76 Puskesmas
Kelurahan.
2.2 Profil puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur (PKDS
Jaktim)
Puskesmas Kecamatan Duren Sawit merupakan Puskesmas Pembina
tingkat kecamatan yang berada di wilayah Jakarta Timur. Upaya pembangunan
kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas kecamatan Duren Sawit adalah
tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Untuk
mencapai hal tersebut, puskesmas kecamatan duren sawit berupaya untuk selalu
meningkatkan pelayananan kesehatan, salah satunya yaitu menerapkan sisitem
ISO 9001 : 2008 (Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, 2012).
2.2.1 Geografi
a. Luas Wilayah
Luas wilayah Kecamatan Duren Sawit Kota Administrasi Jakarta Timur
adalah 2.265.35 Ha, terdiri dari 7 kelurahan (Kantor Lurah), 95 RW (Rukun
Warga) dan 1101 RT (Rumah Tangga) dengan perincian dapat dilihat pada tabel
berikut :
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
6
Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Luas Wilayah Kecamatan Duren Sawit
No Kelurahan RW RT Luas Wilayah (Ha)
1. Duren Sawit 17 182 455,50
2. Pondok bambu 12 174 489,70
3. Klender 18 200 304,90
4. Malaka Jaya 13 135 98,82
5. Malaka Sari 10 140 138,23
6. Pondok Kopi 11 105 206,00
7. Pondok Kelapa 14 165 572,15
Jumlah 95 1101 2.265,50
b. Batas Wilayah
Bagian Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Cakung Kota Administrasi Jakarta
Timur.
Bagian Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Makassar, Kalimalang dan
Kecamatan Pondok Gede Kota Administrasi Bekasi
Bagian Timur : Berbatasan dengan Kota Administrasi Bekasi
Bagian Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi
Jakarta Timur
2.2.2 Demografi
Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Duren sawit Kota Administrasi
Jakarta Timur Tahun 2013 berjumlah 403.995 jiwa, terdiri dari laki-laki 206.605
jiwa dan perempuan 197.390 jiwa sedangkan jumlah kepala keluarga sebanyak
123.405 KK. Adapun rincian jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Duren
Sawit dapat dilihat pada tabel berikut :
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
7
Universitas Indonesia
Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Duren Sawit
No Kelurahan Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk
Laki - Laki Perempuan
1. Duren Sawit 64.821 32.864 31.957
2. Pondok Bambu 70.670 36.830 33.840
3. Klender 81.328 41.933 39.395
4. Malaka Jaya 39.519 19.770 19.749
5. Malaka Sari 35.031 17.560 17.471
6. Pondok Kopi 40.009 20.560 19.539
7. Pondok Kelapa 72.527 37.088 35.439
Jumlah 403.995 206.605 197.390
2.2.3 Fasilitas kesehatan
Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kecamatan Duren Sawit berjumlah
319 buah yang terdiri dari 13 jenis fasilitas dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.3 Fasilitas Kesehatan yang terdapat di Kecamatan Duren sawit
No Fasilitas Kesehatan jumlah
1. RS Pemerintah 3
2. RS Bersalin Swasta 11
3. RB Pemerintah 3
4. RB Swasta 2
5. RSU Swasta 2
6. Puskesmas 12
7. Posyandu 131
8. BPU 24
9. Lab Klinik 21
10. Praktek Dokter Umum 25
11. Praktek Dokter Gigi 24
12. Praktek Dokter Spesialis 9
13. Apotik 52
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
8
Universitas Indonesia
2.2.4 Visi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Visi : Puskesmas yang mengutamakan kepuasan pelanggan dengan Pelayanan
Standar Mutu Internasional menuju terciptanya Duren Sawit sebagai Kota
Sehat.
2.2.5 Misi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Misi :
a. Meningkatkan Mutu Pelayanan yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan.
b. Mengembangkan Profesionalisme SDM
c. Mengembangkan Sarana Kesehatan Puskesmas
d. Mewujudkan Manajemen Puskesmas yang Kompak dan Solid
e. Mengkoordinasikan Pemberdayaan Masyarakat di bidang kesehatan.
2.2.6 Kebijakan Mutu Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Puskesmas Kecamatan Duren sawit berusaha memberikan pelayanan
prima dan berkualitas yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan, serta selalu
berusaha memelihara dan menyempurnakannya dengan menerapkan Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008.
2.2.7 Moto Puskesmas Kecamatan Duren sawit
Pusekesmas Kecamatan Duren Sawit memiliki moto yang dapat disingakat
dengan “SEHAT ITU NIKMAT”. Penjabarannya yaitu :
S : Setia Melayani Pelanggan
E : Efektif dan Efisien dalam Bekerja
H : Handal Dalam Pelayanan
A : Anggun Dalam Penampilan
T : Tepat Dalam Bertindak
I : Ikhlas Melaksanakn Tugas
T : Tanggap Menghadapi Permasalahn
U : Upaya Perbaikan Berkesinambungan
N : Norma dan Etika Diutamakan
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
9
Universitas Indonesia
I : Inovatif dalam Bekerja
K : Komunikasi yang santun terhadap sesama
M : Musyawarah Mufakat dalam Pengambilan Keputusan
A : Aktif dalam kegiatan Kemasyarakatan
T : Tekun Melaksanakan Ibadah
2.2.8 Janji Pelayanan
Puskesmas Kecamatan Duren sawit mempunyai janji pelayanan yaitu
“Melayani dengan Ikhlas dan Sepenuh Hati”.
2.2.9 Jenis pelayanan yang ada di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
berjumlah 17 jenis pelayanan kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 2.4 Jenis Pelayanan di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
No Jenis Pelayanan Kesehatan
1 BP Umum, ASKES, JAMSOSTEK, KJS
2 Poli Gigi
3 Poli Penyakit Dalam
4 Poli Kesehatan Ibu (KI)
5 Poli Keluarga Bencana
6 Poli Gizi
7 Poli DM
8 Poli Keswa dan Napza
9 Poli MTBS dan Imunisasi
10 Poli TB Paru dan Kusta
11 Unit Pelayanan 24 Jam
12 Rumah Bersalin (RB)
13 USG dan EKG
14 Laboratorium
15 Kamar Obat/Apotik
16 Radiologi
17 Pemeriksaan Kesehatan Haji dan Umum
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
10
Universitas Indonesia
2.2.10 Gedung Puskesmas Kecamatan Duren sawit
Gedung Puskesmas Kecamatan Duren Sawit berdiri diatas tanah seluas
2740 m2
dengan luas bangunan 1605 m2 dan terdiri dari 3 lantai.
Lantai 1 dari gedung Puskesmas Kecamatan Kramat jati dimanfaatkan
sebagai rumah bersalin, gudang obat dan alat kesehatan, unit pelayanan 24 jam,
loket pendaftaran.
Lantai 2 dari gedung Puskesmas Duren Sawit dimanfaatkan sebagai loket
pembayaran tindakan, USG/EKG, apotik, poliklinik umum, polklinik gigi,
poliklinik DM, poliklinik KIA dan KB.
Lantai 3 dari gedung Puskesmas Kecamatan Duren sawit dimanfaatkan
sebagai ruang kepala puskesmas, ruang satker, ruang sub bagian tata usaha, ruang
seksi kesmas, ruang seksi yankes, unit pelayanan radiologi, aula dan musholla.
2.2.11 Struktur Organisasi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Struktur organisasi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit terdiri dari :
a. Kepala Puskesmas
b. Kepala Keuangan
c. Kepala Sub Bagian Tata Usaha
d. Koordinator Pelayanan
e. Koordinator Penunjang.
Struktur oraganisasi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.
2.3 Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Farmasi di Puskesmas
Dalam melaksanakan kegiatannya, bagian farmasi di puskesmas
mempunyai tugas pokok dan fungsi secara keseluruhan mencakup (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :
1. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang meliputi :
a. Perencanaan dan Permintaan Obat.
b. Penerimaan, Penyimpanan dan Distribusi Obat.
c. Pencatatan dan Pelaporan Obat.
d. Supervisi dan Evaluasi Pengelolaan Obat.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
11
Universitas Indonesia
2. Pelayanan Kefarmasian yang meliputi :
a. Pengkajian dan Pelayanan Resep.
b. Pelayanan Informasi Obat.
c. Konseling.
d. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care).
3. Penggunaan Obat Rasional yang meliputi :
a. Konsep Penggunaan Obat Rasional.
b. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional.
2.4 Pengelolaan Obat di Puskesmas
Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan
efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat di puskesmas meliputi
kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi,
serat pencatatan dan pelaporan. Obat hendaknya dikelola secara optimal untuk
menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu
pendistribusian, tepat penggunaan, dan tepat mutunya di tiap unit pelayanan
kesehatan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
2.4.1 Perencanaan Obat di Puskesmas
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan
kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan obat di puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas
setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan di
puskesmas. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, puskesmas
diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO.
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang melakukan kompilasi dan
analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas di wilayah kerjanya. Ketepatan dan
kebenaran data di puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan
perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kab/Kota.
Tujuan dilakukan perencanaan obat adalah untuk :
a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang
sesuai dengan kebutuhan.
b. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
12
Universitas Indonesia
c. Meningkatkan penggunaaan obat rasional.
Dalam melakukan proses perencanaan obat, terdapat tiga tahapan yang
perlu dipertimbangkan agar proses perencanaan obat berjalan dengan baik. Ketiga
tahapan tersebut yaitu :
A. Menentukan Jenis Permintaan Obat
Terdapat dua jenis permintaan obat dalam proses perencanaaan obat di
puskesmas, yaitu permintaan rutin dan permintaan khusus. Pada permintaan rutin,
kegiatannya dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah disusun oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota untuk masing-masing puskesmas. Permintaan ini tidak
mengalami banyak perubahan dikarenakan jumlah dan jenis obat yang akan
disediakan berdasarkan laporan penggunaan obat periode sebelumnya. Sedangkan
pada permintaan khusus, kegiatannya dilakukan diluar jadwal distribusi rutin
dimana hal ini dikarenakan antara lain :
a. Kebutuhan obat meningkat.
b. Terjadi kekosongan obat.
c. Ada kejadian luar biasa (KLB/bencana).
B. Menentukan Jumlah Permintaan Obat
Dalam menentukan jumlah permintaan obat, data-data yang diperlukan
antara lain :
a. Data pemakaian obat pada periode sebelumnya.
b. Jumlah kunjungan resep.
c. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.
d. Sisa stok.
C. Menentukan Kebutuhan Obat
Kebutuhan obat di suatu puskesmas dapat dilihat dari dua indikator, yaitu
stok optimum dan jumlah. Jika diasumsikan jumlah untuk periode yang akan
datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya maka
dapat dilakukan perhitungan stok optimum dengan rumus dibawah ini :
SO = SK + SWK + SWT + SP
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus :
Permintaan = SO – SS
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
13
Universitas Indonesia
Keterangan :
SO = Stok Optimum
SK = Stok Kerja (stok pada periode berjalan)
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada periode waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time)
SP = Stok penyangga
SS = Sisa stok
2.4.2 Permintaan Obat di Puskesmas
Sumber penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah
obat esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
dengan merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu, sesuai dengan
kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No.085 tahun 1989
tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di
Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI
No.HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat
Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik
saja yang diperkenankan tersedia dipuskesmas.
Adapun beberapa dasar pertimbangann dari Kepmenkes tersebut adalah :
a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh
dunia bagi pelayanan kesehatan publik.
b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar
pengobatan.
c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik.
d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan
kesehatan publik.
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing
puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir LPLPO, sedangkan permintaan
dari sub unit ke Kepala Puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan
LPLPO sub unit.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
14
Universitas Indonesia
2.4.3 Penerimaan Obat di Puskesmas
Penerimaan merupakan suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang
diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di
bawahnya. Penerimaan juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk menerima
perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan obat
harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi
kuasa oleh Kepala Puskesmas.
Proses penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas. Petugas
penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan,
pemindahan, pemeliharaan, dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan
yang menyertainya. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap
obat yang diserah terima, meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan
obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), dan ditandatangani oleh petugas
penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat
menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan
obat dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok..
2.4.4 Penyimpanan Obat di Puskesmas
Penyimpanan merupakan suatu kegiatan pengamanan terhadap
obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik
maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Terdapat lima hal yang menjadi fokus
perhatian dalam melakukan kegiatan penyimpanan obat di puskesmas, yaitu
persyaratan gudang, pengaturan penyimpanan obat, kondisi penyimpanan, tata
cara penyusunan, dan penjaminan mutu terhadap obat yang disimpan.
Bila ruang penyimpanan obat di Puskesmas terlalu kecil, dapat digunakan
sistem 2 rak. Obat yang siap dipakai diletakkan dibagian rak A, sedangkan
sisanya dibagian rak B. Pada saat obat di rak A hampir habis maka pesanan mulai
dikirimkan ke gudang farmasi, sementara itu obat di rak B digunakan. Pada saat
obat di rak B hampir habis, diharapkan obat yang dipesan sudah datang. Jumlah
obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari berapa lama waktu yang
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
15
Universitas Indonesia
diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu). Misalnya
permintaan dilakukan setiap satu bulan dan waktu yang diperlukan saat mulai
memesan sampai obat tiba adalah dua minggu, maka jumlah pemakaian satu bulan
dibagi sama rata untuk rak A dan rak B. Apabila waktu tunggu yang diperlukan
hanya satu minggu maka ¾ bagian obat disimpan di rak A dan ¼ bagian di rak B.
2.4.4.1 Persyaratan Gudang
a. Luas minimal 3 x 4 m2 dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang
disimpan.
b. Ruangan kering dan tidak lembab.
c. Memiliki ventilasi yang cukup.
d. Memiliki cahaya yang cukup.
e. Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan (bahan lain).
f. Harus diberi alas papan (palet).
g. Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah.
h. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.
i. Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.
j. Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda.
k. Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu
terkunci dan terjamin keamanannya.
l. Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan.
2.4.4.2 Pengaturan Penyimpanan Obat
a. Obat disusun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan.
b. Obat dirotasi dengan sistem FIFO dan FEFO.
c. Obat disimpan pada rak.
d. Obat yang disimpan pada lantai harus diletakan di atas palet.
e. Tumpukkan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk.
f. Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan.
g. Serum, vaksin, dan supositoria disimpan dalam lemari pendingin.
h. Lisol dan desinfekatan diletakkan terpisah dari obat lainnya.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
16
Universitas Indonesia
2.4.4.3 Kondisi Penyimpanan
Kondisi penyimpanan menjadi salah satu hal yang penting untuk
diperhatikan. Hal ini dikarenakan untuk menjamin mutu dari obat-obatan tersebut.
Terdapat enam hal yang menjadi fokus perhatian yaitu :
a. Kelembaban
Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga mempercepat
kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan
upaya-upaya yaitu; ventilasi harus baik, simpan obat di tempat yang kering,
wadah tertutup rapat, gunakan kipas angin atau AC bila mamungkinkan karena
makin panas udara di dalam ruangan maka udara semakin lembab, serta biarkam
pengering (silika gel) tetap dalam wadah tablet dan kapsul. Bila ada atap yang
bocor harus segera diperbaiki.
b. Sinar matahari
Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh
sinar matahari. Sebagai contoh, injeksi klorpromazin yang terkena sinar matahari
akan berubah warna menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara
mencegah kerusakan karena sinar matahari antara lain; jendela-jendela diberi
gorden dan kaca jendela dicat warna putih.
c. Temperatur/panas
Obat seperti salep, krim, dan supositoria sangat sensitif terhadap pengaruh
panas. Panas yang berlebihan mampu menyebabkan sediaan tesebut rusak ataupun
meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas. Sebagai contoh, salep
oksitetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi
kualitas salep tersebut. Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus
disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 4-8 ºC, seperti vaksin, serum dan
produk darah, antitoksin, insulin, injeksi antibiotika yang sudah di pakai (sisa),
injeksi oksitosin, serat injeksi ergometrin.
Untuk DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena
akan menjadi rusak. Cara mencegah kerusakan karena panas antara lain;
bangunan harus memiliki ventilasi/sirkulasi udara yang memadai, hindari atap
gudang dari bahan metal, dan jika memungkinkan dipasang Exhaust Fan atau
AC.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
17
Universitas Indonesia
d. Kerusakan Fisik
Dibawah ini merupakan contoh cara yang dapat dilakukan dalam hal
penyimpanan suatu obat agar tidak terjadi kerusakan secara fisik sehingga mutu
obat tetap terjamin yaitu; penumpukan dus obat harus sesuai dengan petunjuk
pada karton, jika tidak tertulis pada karton maka maksimal ketinggian tumpukan
delapan dus, karena obat yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat
pecah dan rusak selain itu akan menyulitkan pengambilan obat, selanjutnya
hindari kontak dengan benda-benda yang tajam.
e. Kontaminasi
Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka maka obat
mudah tercemar oleh bakteri atau jamur. Oleh karena itu, diperlukan manajemen
penyimpanan dan evaluasi yang dilakukan secara berkala agar meminimalisir
kerusakan yang terjadi pada obat terutama akibat kontaminasi.
f. Pengotoran
Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang
kemudian dapat merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh
karena itu, bersihkan ruangan setiap hari. Lantai disapu dan dipel serta dinding
dan rak dibersihkan.
2.4.4.4 Tata Cara Penyimpanan Obat
Dibawah ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka
melakukan penyusunan obat di gudang puskesmas, antara lain :
a. Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First Out (FEFO) untuk
masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus
dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian, dan First In
First Out (FIFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang
pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian.
Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya
kekuatannya atau potensinya berkurang. Beberapa obat seperti antibiotik
mempuunyai batas waktu pemkaian artinya batas waktu dimana obat mulai
berkurang efektivitasnya.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
18
Universitas Indonesia
b. Pemindahan posisi letak obat harus dilakukan dengan hati-hati supaya obat
tidak pecah/rusak.
c. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar
dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.
d. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari
cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin/pharmaceutical refrigerator
(4-8ºC). Kartu temperatur yang ada harus selalu diisi setiap pagi dan sore.
e. Produk yang memerlukan kondisi penyimpanan dengan akses terkontrol
seperti narkotik dan psikotropik. Narkotika dan bahan berbahaya harus
disimpan dalam lemari khusus dengan kunci ganda dan selalu dalam keadaan
terkunci. Kunci harus disimpan oleh APA dan petugas yang diberikan
tanggung jawab oleh APA.
f. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari
langsung.
g. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan
pengambilannya menggunakan sendok.
h. Untuk obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya diberi tanda
khusus, misalnya dengan menuliskan waktu kadaluwarsa pada dus luar
dengan menggunakan spidol.
2.4.5 Distribusi Obat di Puskesmas
Distribusi/penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat
secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan
kesehatan antara lain ke sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas,
puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan polindes.
Dalam melakukan kegiatan distribusi obat, terdapat tiga hal yang menjadi
fokus perhatian, yaitu menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah dan
jenis obat yang diberikan, dan melaksanakan penyerahan obat dan penerimaan
sisa obat dari sub-sub unit. Pada tahapan menentukan frekuensi distribusi, yang
perlu dipertimbangkan adalah jarak sub unit pelayanan dan biaya distribusi yang
tersedia. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut diharapkan mampu
menentukan frekuensi pendistribusian obat yang efektif dan efisien.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
19
Universitas Indonesia
Tahapan selanjutnya setelah menentukan frekuensi distribusi yaitu
menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan. Dalam menentukan jumlah
obat perlu dipertimbangkan :
a. Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat.
b. Sisa stok
c. Pola penyakit
d. Jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan kesehatan.
Tahapan terakhir dalam proses distribusi obat di puskesmas yaitu
melaksanakan penyerahan obat dan menerima sisa obat dari sub-sub unit.
Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara:
a Puskesmas menyerahkan atau mengirimkan obat dan diterima di sub unit
pelayanan.
b Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan, dimana obat diserahkan
bersama dengan formulir LPLPO sub unit yang ditandatangani oleh
penanggung jawab sub unit pelayanan puskesmas dan kepala puskesmas
sebagai penanggung jawab pemberi obat dan lembar pertama disimpan
sebagai tanda bukti penerimaan obat.
2.4.6 Pencatatan dan Pelaporan Obat di Puskesmas
Pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik
obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas
dan atau unit pelayanan lainnya. Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya
pencatatan dan peleporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk
mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat. Tujuan pencatatan dan
pelaporan adalah:
a. Bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan.
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.
c. Sumber data untuk perencanaan kebutuhan.
d. Sumber data untuk pembuatan laporan.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
20
Universitas Indonesia
2.4.6.1 Sarana Pencatatan dan Pelaporan
Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas
adalah formulir laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) dan
kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi
dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga
dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat,
pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.
2.4.6.2 Penyelenggaraan Pencatatan di Puskesmas
Terdapat tempat-tempat atau lokasi yang menyelenggarakan pencatatan
baik di dalam puskesmas itu sendiri maupun di luar puskesmas, yaitu:
a. Gudang puskesmas
Setiap obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang dicatat di dalam
buku penerimaan dan kartu stok. Laporan penggunaan dan lembar permintaan
obat dibuat berdasarkan kartu stok obat dan catatan harian penggunaan obat. Data
yang ada pada LPLPO merupakan laporan puskesmas ke dinas kesesahatan
kabupaten/kota
b. Kamar obat
Setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku
catatan pemakaian obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke
gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.
c. Kamar suntik
Obat yang akan digunakan diminta ke gudang obat. Pemakaian obat
dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi sumber data untuk
permintaan obat.
d. Puskesmas keliling, puskemas pembantu, dan puskesdes
Pencatatan diselenggarakan seperti pada kamar obat, yaitu setiap hari
jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku catatan pemakaian
obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat dibuat
berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
21
Universitas Indonesia
2.4.6.3 Alur dan Periode Pelaporan
Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO
dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui Instalasi
Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah
ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, satu rangkap untuk
Kepala Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
dan satu rangkap dikembalikan ke puskesmas. LPLPO sudah harus diterima oleh
Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 setiap bulannya
2.5 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Puskesmas
2.5.1 Deskripsi
Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan
penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,
lengkap, terkini oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga
kesehatan, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010).
2.5.2 Tujuan
PIO bertujuan untuk menyediakan dan memberikan informasi obat kepada
pasien, tenaga kesehatan, masyarakat maupun pihak lain untuk menunjang
ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010).
2.5.3 Sasaran
Sasaran pelayanan informasi obat di puskesmas antara lain (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :
a. Pasien dan/atau keluarga pasien
b. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten
apoteker, dll
c. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitian klinik, dll.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
22
Universitas Indonesia
2.5.4 Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana PIO disesuaikan dengan kondisi sarana pelayanan
kesehatan. Jenis dan dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan
dan perkiraan kebutuhan dalam pelaksanaan PIO. Sarana ideal untuk PIO
sebaiknya disediakan antara lain (Kementrian Kesehatan RI, 2010):
a. Ruang pelayanan
b. Kepustakaan
c. Komputer dan jaringan internet
d. Telepon dan faksimili.
2.5.5 Kegiatan Pelayanan Informasi Obat
Kegiatan PIO yang dapat dilaksanakan di puskesmas, meliputi
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :
a. Menjawab pertanyaan
b. Mengkaji dan menyampaikan informasi bagi yang memerlukan
c. Menyiapkan materi dan membuat bulletin, brosur, leaflet, dan lain-lain.
2.5.6 Informasi Obat yang lazim diperlukan Pasien
Informasi obat yang lazim diperlukan pasien (Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia, 2010) :
a. Waktu penggunaan obat; misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari,
apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk
apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan
b. Lama penggunaan obat; apakah selama keluhan masih ada atau harus
dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Sebagia contoh, antibiotik harus
dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan
pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara
penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti
obat oral, obat tetes mata, obat salep mata, obat tetes hidung, obat semprot
hidung, obat tetes telinga, suppositoria, dank rim/salep rektal, dan tablet
vagina.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
23
Universitas Indonesia
d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat; misalnya berkeringat,
mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna,
dsb.
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul; misalnya interaksi obat dengan obat lain
atau makanan tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan, dan menyusui
serta kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak dikehendaki.
2.5.7 Sumber Informasi Obat
Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini dalam upaya penggunaan obat yang rasional
oleh pasien dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu semua pustaka yang dijadikan
sebagai sumber informasi diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan tingkat dan
tipe pelayanan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Pustaka
digolongkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :
a. Pustaka Primer.
Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat
didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh
pustaka primer : laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif dan
laporan deskriptif.
b. Pustaka Sekunder.
Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai
macam artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses
pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber
informasi ini dibuat dalam berbagai data base.
c. Pustaka Tersier.
Pustaka tersier berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia
dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi
materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami, seperti IONI, ISO, DOEN,
DOI, MIMS, Buku Saku Pelayanan Kefarmasian, dll.
Selain sumber informasi diatas, informasi obat juga dapat diperoleh dari
setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :
a. Nama dagang obat jadi.
b. Komposisi.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
24
Universitas Indonesia
c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah.
d. Dosis pemakaian.
e. Cara pemakaian.
f. Indikasi atau khasiat atau kegunaan.
g. Kontra indikasi (bila ada).
h. Tanggal kadaluarsa.
i. Nomor ijin edar/nomor registrasi.
j. Nomor kode produksi.
k. Nama dan alamat industri.
2.5.8 Dokumentasi
Semua kegiatan pelayanan informasi obat harus didokumentasikan.
Manfaat dokumentasi adalah sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan
serupa, untuk memprioritaskan penyediaan sumber informasi yang diperlukan
dalam menjawab pertanyaan, sebagai media pelatihan tenaga farmasi, dan
sebagai basis data pencapaian kinerja, penelitian, analisis, evaluasi perencanaan
layanan. Hal-hal yang perlu dimuat dalam kegiatan dokumentasi adalah :
a. Tanggal dan waktu pertanyaan dimasukkan.
b. Nama dan umur pasien.
c. Informasi yang diberikan.
2.5.9 Evaluasi
Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan informasi obat, harus dilakukan
pemantauan dan evaluasi kegiatan secara berkala. Evaluasi ini digunakan untuk
menilai/mengukur keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara
membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan
pelayanan informasi obat.
Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan mengumpulkan data dari
awal dan mendokumentasikan pertanyaan–pertanyaan yang diajukan, serta
jawaban dan pelayanan yang diberikan kemudian dibuat laporan tahunan. Laporan
ini dievaluasi dan berguna untuk memberikan masukan kepada pimpinan dalam
membuat kebijakan di waktu mendatang. Untuk mengukur tingkat keberhasilan
tersebut harus ada indikator yang digunakan. Indikator tersebut bersifat dapat
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
25
Universitas Indonesia
diukur dan valid (tidak cacat). Indikator keberhasilan pelayanan informasi obat
mengarah kepada pencapaian penggunaan obat secara rasional di Puskesmas itu
sendiri. Indikator dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
penerapan pelayanan informasi obat antara lain :
a. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan.
b. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
c. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
d. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin, ceramah).
e. Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan.
f. Menurunnya keluhan atas pelayanan.
2.6 Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas
2.6.1 Deskripsi
Penggunaan obat secara rasional adalah apabila pasien menerima obat
yang sesuai dengan kebutuhannya untuk periode yang adekuat dengan harga yang
terjangkau untuknya dan masyarakat. Penggunaan obat yang tidak rasional
merupakan masalah penting yang dapat menimbulkan dampak cukup besar dalam
penurunan mutu pelayanan kesehatan, misalnya peningkatan resistensi akibat
penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Penggunaan obat dikatakan tidak
rasional jika tidak dapat dipertanggung jawabkan secara medik (medically
inappropriate), baik menyangkut ketepatan, jenis, dosis, dan cara pemberian obat.
Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi
persyaratan tertentu. Masing-masing persyaratan mempunyai konsekuensi yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam menegakkan diagnosis akan
memberi konsekuensi berupa kekeliruan dalam menentukan jenis pengobatan
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
2.6.2 Kriteria Penggunaan Obat yang Rasional
Batasan POR terkait erat dengan kriteria dalam penggunaan obat agar
rasional ketika dikonsumsi oleh pasien. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan
kriteria penggunaan obat rasional yaitu meliputi :
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
26
Universitas Indonesia
2.6.2.1 Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang
tepat. Jika diagnosis tidak diteggakkan dengan benar maka pemilihan obat tidak
akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya Obat yang tepat diagnosis adalah
obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis penyakit yang diderita
pasien tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat pun dapat salah.
2.6.2.2 Tepat Indikasi Penyakit
Setiap obat memiliki efek terapi yang spesifik. Obat yang tepat indikasi
penyakit adalah obat yang diberikan harus yang tepat atau sesuai bagi suatu
penyakit yang diderita oleh pasien.
2.6.2.3 Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Pemilihan obat yang tepat yaitu jika obat yang dipilih
memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit.
2.6.2.4 Tepat Dosis
Agar suatu obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal diperlukan
penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang tepat. Besar dosis, cara dan
frekuensi pemberian umumnya didasarkan pada umur dan/atau berat badan
pasien. Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila
salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi tidak
tercapai.
2.6.2.5 Tepat Cara Pemberian
Obat harus digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan, waktu, dan
jangka waktu terapi sesuai anjuran. Misalnya, cara pemberian obat yang tepat
adalah Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula
antibiotik tetrasiklin tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk
ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektifitasnya.
2.6.2.6 Tepat Pasien
Penggunaan obat harus disesuaikan dengan kondisi pasien yaitu antara lain
harus memperhatikan kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui,
lanjut usia atau bayi. Mengingat respon individu terhadap efek obat sangat
beragam maka diperlukan pertimbangan yang seksama, mencakup kemungkinan
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
27
Universitas Indonesia
adanya kontraindikasi, terjadinya efek samping, atau adanya penyakit lain yang
menyertai. Hal ini jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan
aminoglikosida. Pada peenderita dengan kelianan ginjal, pemberian
aminoglikosida sebaiknya dihindarkan karena resiko terjadinya nefrotoksik pada
kelompok ini meningkat secara bermakna.
2.6.2.7 Tepat Informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan
pasien akan sangat mempengaruhi kepatuhan pasien dan keberhasilan pengobatan.
Tenaga kefarmasian harus mampu menyediakan dan memberikan informasi
kepada pasien dan tenaga kesehatan lain untuk menunjang penggunaan obat yang
rasional dalam rangka mencapai keberhasilan terapi. Informasi yang diberikan
meliputi nama obat, aturan pakai, lama pemakaian, efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tertentu, dan interaksi obat tertentu dengan makanan.
2.6.2.8 Waspada terhadap efek samping
Setiap pemberian obat dapat berpotensi menimbulkan efek samping, yaitu
efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi
seperti timbulya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya. Sebagai contoh,
pemberian atropin dapat menimbulkan efek samping vasodilatasi pembuluh darah
di wajah sehingga wajah memerah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan
pada anak kurang dari 12 tahun karena menimbulkan kelainan pada gigi dan
tulang yang dalam masa pertumbuhan.
2.6.2.9 Cost Effectiveness
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk
keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan
pemborosan dan sangat merugikan pasien. Dalam hal ini termasuk juga peresepan
obat yang mahal padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan
sama serta harga yang lebih murah tersedia. Sebagai contoh, pemberian antibiotik
pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik, serta penggunaan injeksi
pada pasien myalgia. Hal ini meruapak pemborosan karena sebenarnya pasien
tidak memerlukan antibiotik dan injeksi. Mutu obat baik dan terjangkau
merupakan termasuk obat yang efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat,
dan harga terjangkau.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
28
Universitas Indonesia
2.6.3 Pendekatan Penggunaan Obat yang Rasional
Terdapat tiga cara, yang disebut sebagai pendekatan penggunaan obat
rasional, yang dapat dilakukan agar penggunaan obat rasional dapat dicapai.
Pendekatan penggunaan obat rasional yang dimaksud adalah melakukan
penerapan konsep obat esensial, penggunaan obat generik, dan promosi
penggunaan obat rasional.
a. Penerapan konsep obat esensial
Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi, dan rehabilitasi yang
diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan
tingkatannya. Dengan penggunaan obat esensial, diharapkan akan mencapai
penggunaan obat secara rasional.
b. Penggunaan obat generik
Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary
Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar
lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik merupakan
obat yang telah terjamin mutu, keamanan, dan khasiat serta harga yang
terjangkau oleh masyarakat. Dengan penggunaan obat generik akan mencapai
penggunaan obat secara rasional.
c. Promosi penggunaan obat rasional.
Dengan promosi penggunaan obat rasional diharapkan akan meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap penggunaan obat secara tepat dan benar.
2.6.4 Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional
Pemantauan merupakan proses kegiatan untuk melakukan identifikasi
masalah dan pengukuran besarnya masalah serta penilaian terhadap keberhasilan
dalam penggunaan obat rasional. Pemantauan merupakan metode yang digunakan
untuk keperluan pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan. Dua
komponen aktif dalam melakukan pemantauan penggunaan obat (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :
a. Pengawasan dan pengendalian pterhadap mutu penggunaan obat, pencatatan,
serta pelaporannya.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
29
Universitas Indonesia
b. Membina dan membimbing pelaksana pengobatan agar senantiasa
meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka dalam rangka pemakaian
obat rasional, serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi di
lapangan.
Salah satu cara untuk melakukann evaluasi penerapan penggunaan obat
rasional adalah dengan cara pemantauan dan evaluasi. Monitoring yang terus
menerus akan menghasilkan ketersediaan obat yang sesuai dengan kebutuhan
sehingga mencapai penggunaan obat yang rasional.
2.6.5 Manfaat Pemantauan dan Evaluasi
Terdapat dua subjek yang menjadi fokus dalam membicarakan manfaat
pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional, yaitu:
a. Dokter/pelaku pengobatan
Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat mutu pelayanan
kesehatan. Dengan pemantauan ini maka dideteksi adanya kemungkinan
penggunaan obat yang berlebih (over prescribing), kurang (under
prescribing), majemuk (multiple prescribing) maupun tidak tepat (incorrect
prescribing).
b. Apoteker dalam hal perencanaan obat
Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat secara teratur dapat mendukung
perencanaan obat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai penggunaan obat
rasional.
2.6.6 Cara Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat
2.6.6.1 Pemantauan Secara Langsung
Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan
metode pemantauan secara langsung, alur pemantauan dimulai dengan mengamati
proses pengobatan mulai dari anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga
penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara
berkala pada waktu-waktu yang tidak diberitahukan sebelumnya, sehingga
diperoleh gambaran nyata mengenai praktik pemakaian obat yang berlangsung
pada saat itu.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
30
Universitas Indonesia
Komponen yang dijadikan objek untuk dilakukan pemantauan pada
penggunaan obat yaitu :
a. Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symptom/signs), diagnosis, dan jenis
pengobatan yang diberikan.
b. Kesesuaian antara pengobatan yang diberikan dengan pedoman pengobatan
yang ada.
c. Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (misalnya antibiotik untuk ISPA
non pneumonia).
d. Praktik polifarmasi untuk keadaan yang sebenarnya cukup hanya diberikan
satu atau 2 jenis obat.
e. Ketepatan indikasi.
f. Ketepatan jenis, jumlah, cara, dan lama pemberian (didasarkan pada pedoman
pengobatan yang ada).
g. Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan pemberian
injeksi pada diare).
2.6.6.2 Pemantauan Secara Tidak Langsung
Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan
metode pemantauan secara tidak langsung, proses pemantauan dapat dilakukan
melalui:
a. Kartu Status Pasien
Berdasarkan kartu status pasien, dapat dilihat kecocokan dan ketepatan antara
gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemerikasaan dengan
diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita serta pengobatan (terapi)
yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara pemberian obat)
b. Buku Registrasi Pasien
Berdasarkan buku registrasi pasien, data yang dapat diamati yaitu jumlah
kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar serta over prescribing
dari antibiotik dan pemakaian sediaan injeksi.
2.6.7 Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi
Terdapat tiga tahap dalam melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi
penggunaan obat rasional. Tahap pertama yaitu melakukan pencatatan terhadap
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
31
Universitas Indonesia
status pasien dan pelaporan terhadap register harian setiap pasien. Hal ini
dilakukan agar mendapatkan data awal pasien mengenai data awal pasien
mengenai data demogrfi pasien, kondisi pasien saat ini, dan riwayat pengobatan
yang pernah didapat pasien. Tahap kedua yaitu memonitoring dan evaluasi
indikator peresepan. Pada saat ini, dilakukan penilaian terhadap empat indikator
peresepan dari resep yang masuk. Tahap ketiga yaitu melakukan pengumpulan
data peresepan. Setelah informasi pasien telah didapat dan telah dilakukan
penilaian terhadap resep dari pasien yang bersangkutan maka pada tahap ini
dilakukan rekapitulasi data format yang dijadikan acuan yaitu format formulir
indikator peresepan.
2.6.7.1 Pencatatan dan Pelaporan
Adapun cara pencatatan dan pelaporan yang baku adalah sebagai berikut:
a. Status Pasien
- Kolom anamnesis/pemeriksaan :
Kolom ini diisi keterangan yang bersifat patognomonik untuk kondisi
yang dijumpai, baik berupa keluhan, gejala klinik, dan hasil pemeriksaan
oleh dokter.
- Kolom diagnosis :
Kolom ini diisi dengan diagnosis yang dokter sampaikan secara jelas. Jika
terdapat dua diagnosis makan tuliskan keduanya, misalnya bronchitis dan
diare.
- Kolom terapi
Kolom ini diisi dengan obat yang diberikan oleh dokter.
Kelengkapan dengan kesederhanaan dari status pasien ini memungkinkan
pemantauan terhadap kecocokan antara kolom anamnesis, kolom diagnosis, dan
kolom terapi.
b. Register Harian
Dilakukan pengisian secara lengkap di setiap kolom buku register harian
mulai dari tanggal kunjungan, nomor kartu status, nama pasien, alamat, jenis
kelamin, umur, diagnosis, pengobatan yang diberikan, sampai keterangan lainnya.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
32
Universitas Indonesia
2.6.7.2 Monitoring dan Evaluasi Indikator Peresepan
Empat indikator peresepan yang akan dinilai dalam pemantauan dan
evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah :
a. Rata-rata jumlah obat per pasien
b. Persentase penggunaan antibiotik
c. Persentase penggunaan injeksi
d. Persentase penggunaan obat generik
Berdasarkan keempat indikator tersebut dapat dilakukan evaluasi dan
ditarik suatu kesimpulan mengenai pola peresepan yang telah ada.
2.6.7.3 Pengumpulan Data Peresepan
Pengumpulan data persepan dilakukan oleh petugas puskesmas per kasus
setiap hari untuk diagnosis yang telah ditetapkan di tingkat Kabupaten/Kota
dengan menggunakan formulir indikator peresepan. Pengumpulan data yang
dilakukan setiap hari akan memudahkan pengisisan dan tidak menimbulkan beban
dibandingkan dengan pengisian yang ditunda sampai satu minggu atau satu bulan.
Pengisian kolom 1 sampai dengan 9 digunakan untuk keperluan
monitoring, sedangkan kolom 10 sampai dengan 13 yang menilai kesesuaian
peresepan dengan pedoman pengobatan, digunakan pada saat supervise oleh
supervisior dari dinas kesehatan Kabupaten/Kota.
Kasus yang dimaksud ke dalam kolom formulir monitoring indikator
peresepan adalah pasien yang berobat ke puskesmas dengan diagnosis berupa:
a. ISPA non pneumonia (batuk-pilek)
b. Diare akut non spesifik
c. Penyakit system otot dan jaringan (Myalgia)
Dasar pemilihan ketiga diagnosis di atas adalah :
a. Termasuk 10 penyakit terbanyak.
b. Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan
penunjang
c. Pedoman terapi untuk ketiga diagnosis jelas
d. Tidak memerlukan antibiotika/injeksi
e. Selama ketiganya dianggap potensial untuk diterapi secara tidak rasional.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
33
Universitas Indonesia
Pengisian formulir monitoring indikator peresepan dapat dilakukan dengan
mengikuti petunjuk pengisian di bawah ini :
a. Pasien diambil dari register harian. 1 kasus per hari untuk setiap diagnosis
terpilih. Dengan demikian dalan 1 bulan diharapkan terkumpul sekitar 25
kasus per diagnosis terpilih.
b. Bila pada hari tersebut tidak ada pasien dengan diagnosis tersebut, kolom
dikosongkan, dan diisi dengan diagnosis yang sama, yang diambil pada
hari-hari berikutnya.
c. Untuk masing-masing diagnosis tersebut, diambil pasien dengan urutan
pertama pada hari pencatatan. Diagnosis diambil yang tunggal, tidak ganda
atau disertai penyakit.
d. Puyer dan obat kombinasi ditulis rincian jenis obatnya.
e. Jenis obat termasuk obat minum, injeksi, dan obat luar.
f. Imunisasi tidak dimasukan ke dalam kategori injeksi.
g. Istilah antibiotik termasuk kemoterapi dan anti amoeba.
h. Kolom “kesesuaian dengan pedoman” dikosongkan. Kolom ini akan diisi oleh
Pembina pada saat kunjungan supervise (diambil 10 sampel peresepan secara
acak untuk diskusi).
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
34 Universitas Indonesia
BAB 3
METODE PENGKAJIAN
3.1 Waktu dan Lokasi
Praktek kerja profesi Apoteker serta pengambilan data dilakukan pada
tanggal 17-28 Juni 2013 yang bertempat di Puskesmas Kecamatan Duren sawit
Jakarta Timur, bagian Farmasi (Apotek).
3.2 Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam pengkajian yaitu dengan pengamatan
langsung dan pengumpulan data dari dokumen Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit melalui apoteker dan bagian tata usaha. Selain itu, acuan teoritis yang
digunakan diperoleh dari referensi tersier.
Data yang dikumpulkan berupa data laporan penggunaan obat rasional di
Puskesmas Kecamatan Makasar Jakarta Timur periode Januari-Maret 2013 yang
tercantum pada formulir monitoring Indikator Peresepan. Adapun data yang
dikumpulkan adalah sebagai berikut :
a. Pengelolaan obat dalam hal inidata pemakaian obat terbanyak dan penyakit
terbesar.
b. Pelayanan kefarmasian di apotek dalam hal ini data jumlah kunjungan pasien
dan data resep.
c. Pelayanan informasi obat/PIO dalam hal ini terdokumentasi atau tidak.
d. Data penggunaan obat rasional dalam hal ini % penggunaan antibiotik,
penggunaan antibiotik rerata item obat per lembar resep.
3.3 Cara Kerja
Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program Microsoft
Excel. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan format yang
tercantum pada formulir data-data tersebut.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
35 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit Jakarta Timur
Dalam melaksanakan pengelolaan obat di Puskesmas telah ditetapkan unit
pengelola obat dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) bagian farmasi di
Puskesmas Kecamatan Duren Sawit yaitu; dalam bidang manajemen kefarmasian
dengan melakukan perencanaan dan permintaan obat sesuai kebutuhan,
pengadaan sesuai dengan perencanaan, menerima obat dari gudang farmasi
Kabupaten/Kota sesuai slip penerimaan obat, melakukan penyimpanan obat
sesuai dengan bentuk sediaan, abjad nama obat dengan memperhatikan waktu
kadaluarsa., kemudian mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat termasuk
tanggal kadaluwarsa dan batch number. Mendistribusikan obat ke unit pelayanan
dalam bentuk buku register harian. Selanjutnya membuat Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) setiap akhir bulan serta laporan
narkotik/psikotropik, setelah itu melakukan evaluasi terhadap semua kegiatan
yang dilakukan. .Sedangkan dalam bidang pelayanan kefarmasian, melakukan
pengkajian dan pelayanan resep, pelayanan informasi obat serta pemantauan dan
evaluasi penggunaan obat rasional. Bagian farmasi puskesmas memiliki tenaga
kefarmasian yang terdiri dari 2 apoteker, 2 asisten apoteker serta 1 juru racik.
Data tenaga kefarmasian di Puskesmas Kecmatan Duren Sawit, selengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.2 Pengelolaan Obat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta
Timur
Pengelolaan obat dan perbekalan farmasi lainnya di Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit sudah berjalan dengan baik yang dimulai dengan perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan
serta evaluasi penggunaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren sawit.
Perencanaan pengadaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren sawit
dilkakukan oleh suatu tim khusus yaitu TKFT (Tim Kecil Farmasi dan Terapi)
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
36
Universitas Indonesia
setiap satu tahun sekali. Perencanaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren sawit
menggunakan dua metode yaitu metode epidemiologi dan metode konsumsi.
Metode epidemiologi dilakukan berdasarrkan data kunjungan pasien, data kasus
atau frekuensi penyakit, standar pengobatan dan dosis. Sedangkan metode
konsumsi berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya, daftar obat, stok awal,
atau akhir, dan rata-rata pemakaian perbulan. Perencanaan terdiri dari 89,06%
untuk obat generik dan 10,94% untuk obat branded dari jumlah total 274 item
obat yang akan diadakan. Perencanaan obat dilakukan akhir tahun untuk
pengadaan tahun berikutnya dan diajukan ke Pemda untuk permintaan anggaran
pengadaan obat yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah
(APBD) serta dari badan layanan umum daerah (BLUD).
Pengadaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dilakukan sendiri
yaitu dengan dibentuknya tim pengadaan.. Pengadaan di Puskesmas ini dilakukan
dengan cara pelelangan dan penunjukan langsung. Pelelangan dilakukan satu
tahun sekali dengan syarat pembelian lebih dari 100 juta rupiah dan untuk
pengadaan obat selama satu tahun. Penunjukan langsung dilakukan jika stok obat
habis dan sangat dibutuhkan untuk pengobatan tetapi waktu pengadaannya belum
dapat dilaksanakan dengan syarat pembelian dibawah 100 juta rupiah.
Setelah melakukan proses perencanaan dan pengadaan obat, Puskesmas
kecamatan Duren Sawit melakukan proses penerimaan, penyimpanan dan
distribusi. Penerimaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dilakukan oleh
petugas penerima obat. Pada saat penerimaan, petugas penerima obat wajib
melakukan pemeriksaan terhadap obat yang diterima meliputi kemasan, tanggal
kadaluwarsa, kondisi barang, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai
dengan isi dokumen serta membuat berita acara penerimaan obat. Hal ini
bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Apa bila terdapat item obat yang tidak
sesuai dengan dokumen, maka petugas penerima berhak menolak dan
mengembalikannya. Petugas bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik,
pemindahan, pemeliharaan dan penyimpanan berikut kelengkapan yang
menyertainya. Petugas wajib mencatat setiap penambahan obat dan membukukan
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
37
Universitas Indonesia
pada buku penerimaan dan kartu stok. Setelah proses penerimaan selesai, obat
akan disimpan di gudang induk.
Penyimpanan obat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dilakukan di
gudang induk yang berada di belakang kantor Kelurahan Duren Sawit. Setiap
penyimpanan item obat dilengkapi dengan kartu stok. Hal ini dimaksudkan agar
semua item obat dapat tercatat dan terdokumentasi dengan baik sehingga data
fisik akan sama dengan data yang terdapat dilaporan. Sistem penyimpanan obat
berdasarkan bentuk sediaan, alfabetis, temperatur dan FIFO/FEFO.
Penyimpanan yang dilakukan di gudang induk Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit secara keseluruhan cukup baik walaupun masih belum memenuhi
standar yang dipersyaratkan mengenai suhu ruangan yakni dengan tidak
melengkapi gudang dengan penyejuk udara (AC). Oleh karena itu, Puskesmas
Kecamatan Duren sawit menyiasatinya dengan memasang Exhaust fan. Kondisi
penyimpanan di gudang Puskesmas Kecamatan Duren Sawit lebih baik bila
dibandingkan dengan di gudang induk. Gudang puskesmas dilengkapi dengan
penyejuk udara (AC), lemari pendingin khusus sebagai tempat menyimpan
sediaan pada suhu 4-8ºC yang disertai termometer di dalamnya. Kondisi gudang
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.
Selain di gudang induk dan gudang puskesmas, obat juga disimpan di Unit
Pelayanan Kesehatan 24 Jam dan di apotek. Penyimpanan obat di dalam Unit
Pelayanan Kesehatan 24 Jam cukup memenuhi syarat. Hal tersebut disebabkan
karena hanya obat-obat tertentu yang berada di dalamnya dan dalam jumlah kecil
serta ruang tersebut juga telah dilengkapi dengan penyejuk udara. Begitu pula
dengan di apotik. Obat-obat yang terdapat di apotik merupakan obat-obatan yang
bersifat fast moving. Penyimpanan dalam apotik cukup memenuhi persyaratan
serta suhu ruangan terkontrol dengan baik dengan adanya penyejuk udara.
Obat-obat yang tergolong narkotik maupun psikotropik yang terdapat di dalam,
seperti kodein, luminal, triheksifenidil, alprazolam disimpan dilemari dua pintu
yang terpisah dengan obat-obatan lain dan berkunci ganda.
Penyusunan obat, baik di gudang induk, gudang puskesmasn kecamatan,
apotek, maupun di Unit Pelayanan 24 jam berdasarkan bentuk sediaan dan
alfabetis. Hal ini sangat menudahkan bagi petugas gudang obat dan/atau tenaga
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
38
Universitas Indonesia
kefarmasian lain untuk menemukan obat. Khusus obat-obatan yang ada di apotik,
beberapa obat disimpan tidak pada wadah aslinya. Sebagai contoh, tablet CTM,
ibuprofen, dexamethason, prednison, dan tablet lainnya yang bersifat fast moving
tidak disimpan di dalam kemasan aslinya. Obat-obatan tersebut disimpan di dalam
plastik obat dan jumlahnya sudah ditentukan untuk dikonsumsi dengan estimasi
waktu pengobatan yaitu selama tiga hari dengan frekuensi penggunaan tiga kali
sehari satu tablet. Hal ini bertujuan agar mempercepat dalam proses dispensing.
Mengingat jumlah pasien yang tidak sebanding dengan jumlah tenaga
kefarmasian yang ada serta untuk memperpendek waktu tunggu pasien dalam
mendapatkan obat. Sedian berupa pulveres/puyer di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit di triturasi dengan menggunakan blender khusus puyer. Hal ini dilakukan
bertujuan agar memperpendek waktu tunggu pasien untuk mendapatkan puyer.
Dari gudang induk puskesmas kecamatan, obat akan didistribusikan ke
gudang Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dan termasuk ke Puskesmas
Kelurahan yang ada di bawah lingkup Puskesmas Kecamatan Duren Sawit.
Pendistribusian obat tersebut dilaksanakan setiap sebulan sekali untuk Puskesmas
Kecamatn Duren Sawit dan dua bulan sekali untuk Puskesmas Kelurahan.
Pendistribusian obat diberikan dengan bukti pengeluaran barang dari gudang
induk. Puskesmas Kelurahan yang berada di bawah Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit yaitu sejumlah 11 Puskesmas Kelurahan yakni Duren Sawit, Puskesmas
Kelurahan Pondok Bambu I, Pondok Bambu II, Puskesmas Kelurahan Klender I,
Klender II, Klender III, Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi I, Pondok Kopi II,
Pondok Kelapa, Puskesmas Kelurahan Malaka Jaya dan Malaka Sari.
Obat-obatan yang ada di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit hanya boleh
dikeluarkan dari apotik dengen resep dokter yang berasal dari setiap poli yang ada
di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit. Hal ini berarti bahwa obat /resep yang
bukan berasal dari dokter di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit tidak dapat
ditebus di apotik. Dengan demikian, hanya pasien dari puskesmas tersebut yang
dapat dilayani. Jumlah kunjungan pasien di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
pada bulan Januari-Maret 2013 rata-rata dalam satu hari mencapai 300 pasien per
hari dan dalam satu bulan rata-rata mencapai 5975 pasien per bulan. Data jumlah
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
39
Universitas Indonesia
kunjungan pasien di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 4.
Ketika resep diterima oleh apotik, maka apoteker dan/atau asisten apoteker
melakukan skrining terhadap resep tersebut, mulai dari kelengkapan administratif
dari resep tersebut hingga obat-obatan yang diresepkan terutama item obat dan
dosis. Apa bila terdapat keraguan dalam resep tersebut maka apoteker dan/atau
asistennya akan melakukan konfirmasi dengan dokter yang bersangkutan.
Sebelum obat diserahkan ke pasien, petugas kefarmasian yang bertugas di Apotek
Puskesmas Kecamatan Duren Sawit melakukan pengecekan berulang agar obat
yang diserahkan tidak terjadi kesalahan, baik dari jumlah, jenis, maupun dalam
penulisan etiket. Jumlah kunjungan resep di apotik Kecamatan Duren Sawit pada
bulan Januari-Maret 2013 dalam satu hari rata-rata mencapai 200 lembar resep per
hari dan dalam satu bulan bisa mencapai rata-rata 4000 lembar resep per bulan.
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari data rekapan jumlah
kunjungan pasien di loket dan resep di apotik dapat dilihat bahwa tidak semua
pasien yang datang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Duren Sawit mendapat
dan atau menebus resep di apotik.
Tahapan terakhir dalam proses pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan
Duren sawit yaitu pencatatan dan pelaporan. Setiap item obat baik yang diterima
ataupun dikeluarkan harus dilakukan pencatatan. Hal ini bertujuan untuk
mengidentifikasi obat keluar maupun obat masuk. Selain itu, dengan dilakukan
pencatatan maka akan diketahui jumlah terkini per item obat. Hasil dari
pencatatan tersebut dituangkan dalam bentuk Laporan Pemakaian dan
Penggunaan Obat (LPLPO) periode bulanan.
Data LPLPO bulanan merupakan data yang mampu menggambarkan profil
penggunaan obat, perencanaan kebutuhan obat, dan pengelolaan obat dari suatu
unit kesehatan, dalam hal ini puskesmas. LPLPO merupakan perwujudan dari
tahapan pencatatan dan pelaporan dalam proses pengelolaan obat di puskesmas
dimana dengan dilakukan pencatatan yang rapi dan tertib maka diharapkan suatu
sinkronisasi antara data yang terdapat dalam laporan dan data yang terdapat secara
fisik. LPLPO atau Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat dibuat tiap
bulan oleh masing-masing puskesmas kelurahan. Jika terdapat kekurangan atau
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
40
Universitas Indonesia
kehabisan obat sebelum jadwal pengambilan barang maka dapat diambil langsung
dengan pencatatan dalam perencanaan untuk pengambilan atau dalam LPLPO
bulan berikutnya. Berdasarkan rekapitulasi data LPLPO bulan Januari-Maret 2013
dapat dilihat sepuluh penyakit terbanyak dan sepuluh pemakaian obat terbanyak di
Puskesmas Kecamatan Duren Sawit. Gambaran pola penyakit, terpilih sepuluh
(10) jenis penyakit terbanyak di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit,
selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Idealnya, pemakaian obat terbanyak
sesuai dengan pola penyakit terbanyak yang ada. Di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit, sepuluh pemakaian obat terbanyak sesuai dengan pola penyakit terbanyak
yang ada. Hasil sepuluh (10) pemakaian obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.
4.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit Jakarta Timur
Secara umum, kegiatan PIO di Puskesmas Duren sawit dilaksanakan
secara lisan, baik pasien sebagai sasaran PIO maupun tenaga kesehatan lainya
yang terdapat di Puskesmas tersebut. Apoteker dan/atau asisten apoteker akan
melakukan PIO bersamaan dengan penyerahan obat di loket penyerahan obat
untuk setiap pasien. Informasi obat yang biasa disampaikan ke pasien sebagai
meliputi indikasi, cara penggunaan, frekuensi penggunaan, kapan penggunaan
harus dihentikan dan instruksi khusus misalnya untuk penggunaan antibiotik harus
dihabiskan dan penggunaan ISDN yakni dengan meletakkan tablet ISDN di
bawah lidah. Informasi mengenai kekuatan obat, interaksi obat dan kontraindikasi
dari pemakaian suatu obat tidak disampaikan. Penyampaian informasi tersebut
dilakukan hanya jika pasien bertanya mengenai hal tersebut.
Pembuatan brosur, leaflet maupun buletin sebagai salah satu contoh
kegiatan PIO yang bersifat pasif pun tidak dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit. Hal ini disebabkan karena beban kerja yang tinggi serta terbatasnya
tenaga kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit. Selain itu, kegiatan
PIO di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit tidak didokumentasikan dengan baik.
Padahal, dengan mendokumentasikan kegiatan PIO maka data yang diperoleh
dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menilai dan mengukur keberhasilan
PIO tersebut. Idealnya, evaluasi yang dilakukan yaitu dengan cara
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
41
Universitas Indonesia
membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan
pelayanan informasi obat.
4.4 Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit Jakarta Timur Periode Januari-Maret 2013
Data penggunaan obat rasional Puskesmas Kecamatan Duren sawit
dilaporkan melalui pengiriman formulir monitoring indikator peresepan ke Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Formulir tesebut merupakan format baku yang
telah ditetapkan sebagai media untuk melaporkan hasil pengambilan sampel dari
beberapa resep yang masuk di puskesmas selama periode satu bulan. Formulir
monitoring indikator peresepan dapat dilhat pada Lampiran 8 .
Pelaporan POR ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dari Puskesmas
dilakukan setiap bulannya dengan mengirimkan data formulir monitoring
indikator peresepan dalam bentuk hard copy serta softcopy. Pada Puskesmas
Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur, pelaporan POR ke Suku Dinas Kesehatan
Jakarta Timur tidak berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat data POR atau
formulir monitoring peresepan yang dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta
Timur baru sampai bulan maret 2013. Hal ini karena kurangnya sumber daya
manusia pada bagian farmasi (Apotek) dan tiap orang mempunyai tugas yang
tumpang tindih. Oleh karena itu, pelaporan POR Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit Jakarta Timur ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur tidak berjalan
dengan baik.
Data laporan penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit pada bulan Januari memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang
masuk untuk masing-masing diagnosis yaitu sebanyak 60 lembar resep. Dari
keseluruhan resep tersebut, didapatkan resep yang menggunakan antibiotik untuk
pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik yaitu sebanyak 48 resep dan untuk
pasien dengan diagnosis diare non spesifik yaitu sebanyak 54 resep dengan nilai
persentase masing-masing diagnosis secara berurutan yaitu 80% dan 90%, pada
pasien myalgia tidak ditemukan penggunaan antibiotik (0%). Pada pasien ISPA
non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia tidak ada penggunaan sedian injeksi,
sehingga persentase penggunaan sediaan injeksi pada ketiga diagnosis tersebut
adalah 0%.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
42
Universitas Indonesia
Data laporan penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Duren
sawit pada bulan Febuari memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang
masuk untuk masing-masing diagnosis yaitu sebanyak 60 lembar resep. Dari
keseluruhan resep tersebut, didapatkan resep yang menggunakan antibiotik untuk
pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik yaitu sebanyak 47 resep dan untuk
pasien dengan diagnosis diare non spesifik yaitu sebanyak 50 resep dengan nilai
persentase masing-masing diagnosis secara berurutan yaitu 78,3% dan 83,3%,
pada pasien myalgia tidak ditemukan penggunaan antibiotik (0%). Pada pasien
ISPA non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia tidak ada penggunaan sedian
injeksi, sehingga persentase penggunaan sediaan injeksi pada ketiga diagnosis
tersebut adalah 0%
Data laporan penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Duren
sawit pada bulan Maret memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang masuk
untuk masing-masing diagnosis yaitu sebanyak 60 lembar resep. Dari keseluruhan
resep tersebut, didapatkan resep yang menggunakan antibiotik untuk pasien
dengan diagnosis ISPA non spesifik yaitu sebanyak 54 resep dan untuk pasien
dengan diagnosis diare non spesifik yaitu sebanyak 53 resep dengan nilai
persentase masing-masing diagnosis secara berurutan yaitu 90% dan 88,3%, pada
pasien myalgia tidak ditemukan penggunaan antibiotik (0%). Pada pasien ISPA
non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia tidak ada penggunaan sedian injeksi,
sehingga persentase penggunaan sediaan injeksi pada ketiga diagnosis tersebut
adalah 0%.
Pengobatan dengan menggunakan antibiotik dan/atau sediaan injeksi tidak
diperlukan pada pasien ISPA non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia. Bila
diberikan sediaan tersebut maka dapat dikatakan sebagai penggunaan obat yang
tidak rasional. Pada kasus pasien ISPA non spesifik, ketidakrasionalan tersebut
dikarenakan tidak tepat indikasi. Dikatakan tidak tepat indikasi karena pasien
yang menderita ISPA non spesifik biasanya disebabkan karena virus sehingga
tidak diperlukan pemberian antibiotik pada pasien. Pada kasus pasien diare non
spesifik, ketidakrasionalan tersebut dikarenakan tidak tepat indikasi. Dikatakan
tidak tepat indikasi karena pasien yang menderita diare non spesifik biasanya
disebabkan bukan karena bakteri, melainkan karena virus, makanan yang
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
43
Universitas Indonesia
merangsang motilitas saluran cerna atau yang tercemar toksin, dan gangguan
pencernaan. Oleh karena itu tidak diperlukan pemberian antibiotik pada pasien
diare. Pada kasus pasien myalgia, ketidakrasionalan tersebut dikarenakan tidak
tepat indikasi. Dikatakan tidak tepat indikasi karena pasien yang menderita
myalgia mendapatkan terapi berupa injeksi vitamin B12. Padahal, tidak semua
keluhan myalgia disebabkan karena defisiensi vitamin B12.
Berdasarkan hasil persentase penggunaan antobiotik pada ISPA dan diare
nonspesifik yang diperoleh dari data indikator peresepan di Puskesmas
Kecamatan Duren Sawit pada bulan Januari-Maret 2013 dapat disimpulkan
bahwa penggunaan antibiotik untuk dua diagnosis diatas yaitu ISPA nonspesifik
dan diare nonspesifik masih cukup tinggi walaupun pada bulan berikutnya
mengalami sedikit penurunan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.
Terdapat dua kelemahan utama dalam pencatatan penggunaan obat
rasional berdasarkan monitoring indikator peresepan. Kelemahan yang pertama
yaitu apoteker dan/asisten apoteker mengalami keterbatasan untuk mengakses
status atau rekam medis pasien sehingga apoteker dan/asisten apoteker
menetapkan diagnosis pasien hanya berdasarkan pada obat-obatan yang
diresepkan. Hal ini dapat menimbulkan bias karena bisa saja pasien yang
didiagnosis ISPA non spesifik memang seharusnya mendapatkan terapi antibiotik
karena 3 hari setelah mendapatkan pengobatan pasien tesebut belum sembuh.
Namun oleh apoteker dan atau asisten apoteker, hal tersebut digolongkan sebagai
pengobatan yang tidak rasional.
Kelemahan yang kedua yaitu beban kerja yang tidak seimbang dengan
jumlah tenaga kefarmasian yang ada. Jumlah apoteker dan tenaga kefarmasian
lainnya yang bekerja di bagian farmasi (apotek) tidak sebanding dengan jumlah
resep yang masuk ke apotek serta fungsi pelayanan kefarmasian sebagai
kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan beban kerja yang demikian, sangat
memungkinkan bahwa kegiatan pelayanan informasi obat (PIO) tidak dapat
berjalan dengan optimal. Padahal dengan mengoptimalkan kegiatan PIO
diharapkan mampu menekan angka ketidakrasionalan dalam penggunaan obat.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
44 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas
Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) bagian farmasi di Puskesmas
Kecamatan Duren Sawit Jakarta timur yaitu; dalam bidang manajemen
kefarmasian tupoksi yang dilakukan adalah pengelolaan obat meliputi
perencanaan dan permintaan obat sesuai dengan kebutuhan, pengadaan sesuai
dengan perencanaan, penerimaan sesuai slip penerimaan obat, penyimpanan
sesuai dengan spesifikasi, pendistribusian ke unit pelayanan, pencatatan dan
pelaporan setiap bulan serta evaluasi. Dalam bidang pelayanan kefarmasian,
meliputi pengkajian dan pelayanan resep, pelayanan informasi obat serta
pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yang rasional.
2. Alur pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur
yaitu sama dengan alur pengelolaan obat di puskesmas pada umumnya, yaitu
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, serta
pencatatan dan pelaporan. Proses pengadaan obat dilakukan secara mandiri
dan anggarannya bersumber dari APBD dan BLUD.
3. Jumlah obat generik yang diadakan di Puskesmas Duren Sawit sebanyak 244
item dengan persentase 89,06% dan untuk obat branded sebanyak 30 item
dengan persentase 10,94% dari total 274 item obat yang diadakan.
4. Total kunjungan pasien dan resep di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
periode Januri-Maret 2013 yakni sebanyak 17.933 kunjungan pasien di loket
dan 12.013 kunjungan resep di apotek.
5. 10 jenis penyakit terbanyak yang terdapat di Kecamatan Duren Sawit adalah
Infeksi akut lain pernafasan atas, penyakit pada sistem otot dan jaringan
pengikat, hipertensi, infeksi kulit, ifeksi usus, alergi kulit, diare, tonsilitis,
penyakit pulpa dan jaringan peripikal serta penyakit lainnya.
6. 10 pemakaian obat terbanyak pada Puskesmas Kecamatan Duren Sawit tahun
2013 yakni; Parasetamol tablet 500 mg, CTM tablet 4 mg, Amoxicillin kaplet
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
45
Universitas Indonesia
500 mg, Vitamin B kompleks tablet, Gliseril guaiakolat tablet 100 mg,
Piridoksin HCl ( Vitamin B6) tablet 10 mg, Deksametason tablet 0,5 mg,
Tiamin HCl (Vitamin B1) tablet 50 mg, As. Askorbat (Vitamin C) tablet 50
mg, dan Antasida DOEN tablet 400 mg.
7. Kegiatan pelayanan informasi obat (PIO) di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit Jakarta Timur sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Pemberian
informasi obat kepada pasien dilakukan saat penyerahan obat. PIO baik
pada pasien, tenaga kesehatan lain, maupun pegawai yang bekerja di
puskesmas dilakukan secara lisan. Namun, belum dilakukan
pendokumentasian PIO sehingga PIO tidak dapat dievaluasi secara
maksimal.
8. Penggunaan obat rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
berdasarkan data monitoring indikator peresepan pada bulan
Januari-Maret 2013 dapat dilihat persentase penggunaan antobiotik pada
ISPA non spesifik berturut-turut sebesar 80% pada bulan Januari, 78,3% pada
bulan Februari dan 90% pada bulan Maret. Penggunaan antiboitik pada diare
non spesifik pada bulan Januari sebanyak 90%. Februari 83,3% dan Maret
88,3%. Persentase penggunaan injeksi pada myalgia sebesar 0%. Penggunaan
antibiotik untuk dua diagnosis diatas yaitu ISPA dan diare non spesifik masih
tinggi.
5.2 Saran
1. Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur perlu penambahan
sumber daya manusia di bagian farmasi untuk meningkatkan kinerja
pelayanan yang baik.
2. Meningkatkan kerapian dan kesinambungan dalam mengelola laporan, arsip
maupun dokumen yang dimiliki oleh bagian farmasi.
3. Menggunakan layanan internet di kamar obat/apotik agar pengiriman laporan
bulanan dapat berjalan lancar serta memudahkan dalam pelayanan informasi
obat.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
46 Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006). Pedoman Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Dinas Kesehatan Kabupaten SIAK. 2012. Puskesmas. http://diskes.siakkab.go.id/.
Diakses tanggal 15 Oktober 2013. Pkl. 20.30.
Kebijakan dasar Puskesmas. Kepmenkes no. 128 tahun 2004.
http://www.slideshare.net/anggrainisari/kepmenkes-puskesmas. Diakses
tanggal 15 Oktober 2013. Pkl. 20.35.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010). Materi Pelatihan Manajemen
Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009. (2009). Peraturan Pemerintah No 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia
Puskesmas Kecamatan Duren Sawit. (2012). Laporan Tahunan Puskesmas
Kecamatan Duren sawit Jakarta Timur Tahun 2012. Jakarta.
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
47
Universitas Indonesia
Lampiran 1. Struktur Organisasi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta
Timur
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
48
Universitas Indonesia
Lampiran 2. Data Tenaga Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
49
Universitas Indonesia
Lampiran 3. Kondisi penyimpanan obat gudang di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit
1. Persyaratan gudang
Persyaratan Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit
Jumlah Gudang 3
Ventilasi yang cukup Ya
Cahaya yang cukup Ya
Ruangan kering dan tidak lembab Ya
Lantai terbuat dari semen/keramik Keramik
Lantai diberi alas papan (Palet) Ya
Pintu gudang yang terkunci Ya
Tersedia lemari khusus narkotik
psikotropik Ya
Dilengkapi pendingin ruangan (AC) Ya
Dilengkapi pengukur suhu ruangan Tidak
Adanya kartu stok Ya
2. Penyusunan obat di gudang
Penyusunan Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit
FIFI/FEFO FEFO
Penyusunan berdasarkan alfabeth Ya
Penyusunan sesuai bentuk sediaan Ya
Narkotik dan Psikotropik di lemari
terpisah
Ya
Vaksin dan bahan obat lain disimpan di
Pharmaceutical Refrigerator
Ya
Terdapat label pada obat yang akan
kadaluarsa
Ya
Jumlah tumpukan kardus obat 5-7
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
50
Universitas Indonesia
Lampiran 4. Data jumlah kunjungan pasien di loket Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit bulan Januari 2013
TANGGAL HARI JUMLAH PASIEN LOKET
BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL
1 SELASA 0
2 RABU 77 46 16 203 342
3 KAMIS 64 39 7 224 334
4 JUMAT 62 44 19 202 327
5 SABTU 0
6 MINGGU 0
7 SENIN 83 35 9 214 341
8 SELASA 91 29 8 193 321
9 RABU 57 19 5 126 207
10 KAMIS 58 20 10 201 289
11 JUMAT 43 23 13 193 272
12 SABTU 0
13 MINGGU 0
14 SENIN 71 36 14 210 331
15 SELASA 48 29 4 143 224
16 RABU 67 33 9 180 289
17 KAMIS 20 18 2 66 106
18 JUMAT 46 24 9 112 191
19 SABTU 0
20 MINGGU 0
21 SENIN 61 41 12 223 337
22 SELASA 64 25 20 197 306
23 RABU 72 27 17 199 315
24 KAMIS 0
25 JUMAT 71 29 13 184 297
26 SABTU 0
27 MINGGU 0
28 SENIN 73 27 12 228 340
29 SELASA 57 28 4 238 327
30 RABU 55 27 14 202 298
31 KAMIS 53 20 7 200 280
JUMLAH 1293 619 224 3938 6074
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
51
Universitas Indonesia
Lampiran 4 (Lanjutan). Data jumlah kunjungan pasien di loket Puskesmas
Kecamatan Duren Sawit bulan Februari 2013
TANGGAL HARI JUMLAH PASIEN LOKET
BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL
1 JUMAT 55 32 17 179 283
2 SABTU
3 MINGGU
4 SENIN 68 28 6 248 350
5 SELASA 64 49 13 222 348
6 RABU 78 18 6 213 315
7 KAMIS 70 25 15 232 342
8 JUMAT 55 20 13 194 282
9 SABTU
10 MINGGU
11 SENIN 50 37 9 270 366
12 SELASA 65 26 19 196 306
13 RABU 89 30 13 193 325
14 KAMIS 59 26 6 219 310
15 JUMAT 77 25 13 203 318
16 SABTU
17 MINGGU
18 SENIN 62 25 17 257 361
19 SELASA 45 37 9 234 325
20 RABU 61 24 11 211 307
21 KAMIS 51 24 5 189 269
22 JUMAT 60 28 12 162 262
23 SABTU
24 MINGGU
25 SENIN 73 29 11 253 366
26 SELASA 76 46 11 192 325
27 RABU 66 33 12 202 313
28 KAMIS 48 24 4 211 287
JUMLAH 1272 586 222 4280 6360
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
52
Universitas Indonesia
Lampiran 4 (Lanjutan). Data jumlah kunjungan pasien di loket Puskesmas
Kecamatan Duren Sawit bulan Maret 2013
TANGGAL HARI JUMLAH PASIEN LOKET
BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL
1 JUMAT 62 26 13 187 288
2 SABTU 0
3 MINGGU 0
4 SENIN 59 33 13 183 288
5 SELASA 55 28 12 192 287
6 RABU 61 23 16 209 309
7 KAMIS 55 21 5 194 275
8 JUMAT 63 30 13 137 243
9 SABTU 0
10 MINGGU 0
11 SENIN 40 41 9 249 339
12 SELASA 0
13 RABU 75 47 11 216 349
14 KAMIS 49 32 11 167 259
15 JUMAT 78 29 14 159 280
16 SABTU 0
17 MINGGU 0
18 SENIN 91 25 16 224 356
19 SELASA 63 38 6 210 317
20 RABU 82 31 10 184 307
21 KAMIS 47 30 8 154 239
22 JUMAT 45 25 13 147 230
23 SABTU 0
24 MINGGU 0
25 SENIN 58 42 12 235 347
26 SELASA 46 23 9 203 281
27 RABU 63 16 12 161 252
28 KAMIS 53 24 9 160 246
29 JUMAT 0
30 SABTU 0
31 MINGGU 0
JUMLAH 1145 564 212 3571 5492
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
53
Universitas Indonesia
Lampiran 5. Data jumlah kunjungan resep di apotik Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit bulan Januari 2013
TANGGAL HARI JUMLAH RESEP
BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL
1 SELASA 0
2 RABU 219 2 1 222
3 KAMIS 238 1 239
4 JUMAT 198 2 1 1 202
5 SABTU 0
6 MINGGU 0
7 SENIN 227 2 15 244
8 SELASA 213 6 1 220
9 RABU 131 2 1 134
10 KAMIS 198 4 5 2 209
11 JUMAT 163 3 166
12 SABTU 0
13 MINGGU 0
14 SENIN 191 5 28 224
15 SELASA 151 2 1 154
16 RABU 142 8 1 42 193
17 KAMIS 48 2 9 59
18 JUMAT 19 4 7 87 117
19 SABTU 0
20 MINGGU 0
21 SENIN 57 6 6 170 239
22 SELASA 37 9 4 138 188
23 RABU 37 4 4 150 195
24 KAMIS 0
25 JUMAT 6 7 5 189 207
26 SABTU 0
27 MINGGU 0
28 SENIN 59 6 5 182 252
29 SELASA 26 6 3 191 226
30 RABU 39 8 2 143 192
31 KAMIS 14 4 3 190 211
JUMLAH 2413 90 79 1511 4093
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
54
Universitas Indonesia
Lampiran 5 (Lanjutan). Data jumlah kunjungan resep di apotik Puskesmas
Kecamatan Duren Sawit bulan Februari 2013
TANGGAL HARI JUMLAH RESEP
BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL
1 JUMAT 20 9 3 153 185
2 SABTU
3 MINGGU
4 SENIN 22 5 221 248
5 SELASA 34 26 5 170 235
6 RABU 11 5 27 180 223
7 KAMIS 37 16 54 148 255
8 JUMAT 9 2 4 188 203
9 SABTU
10 MINGGU
11 SENIN 25 14 4 224 267
12 SELASA 13 2 4 182 201
13 RABU 22 3 6 194 225
14 KAMIS 11 2 1 169 183
15 JUMAT 13 7 5 230 255
16 SABTU
17 MINGGU
18 SENIN 20 4 4 229 257
19 SELASA 4 2 1 192 199
20 RABU 26 4 4 182 216
21 KAMIS 55 3 1 137 196
22 JUMAT 33 1 2 146 182
23 SABTU
24 MINGGU
25 SENIN 10 4 1 238 253
26 SELASA 7 3 194 204
27 RABU 14 8 183 205
28 KAMIS 25 8 184 217
JUMLAH 411 123 131 3744 4409
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
55
Universitas Indonesia
Lampiran 5 (Lanjutan). Data jumlah kunjungan resep di apotik Puskesmas
Kecamatan Duren Sawit bulan Maret 2013
TANGGAL HARI JUMLAH RESEP
BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL
1 JUMAT 25 3 6 143 177
2 SABTU 0
3 MINGGU 0
4 SENIN 12 6 5 149 172
5 SELASA 7 6 3 173 189
6 RABU 11 3 4 172 190
7 KAMIS 4 7 2 190 203
8 JUMAT 13 4 3 144 164
9 SABTU 0
10 MINGGU 0
11 SENIN 4 4 3 211 222
12 SELASA 0
13 RABU 4 2 5 208 219
14 KAMIS 6 3 3 160 172
15 JUMAT 11 3 3 152 169
16 SABTU 0
17 MINGGU 0
18 SENIN 11 8 5 211 235
19 SELASA 16 4 1 173 194
20 RABU 5 2 2 180 189
21 KAMIS 2 2 2 157 163
22 JUMAT 12 4 5 124 145
23 SABTU 0
24 MINGGU 0
25 SENIN 21 6 204 231
26 SELASA 14 3 159 176
27 RABU 9 7 6 130 152
28 KAMIS 10 8 1 130 149
29 JUMAT 0
30 SABTU 0
31 MINGGU 0
JUMLAH 197 85 59 3170 3511
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
56
Universitas Indonesia
Lampiran 6. Data 10 penyakit terbanyak di Puskesmas kecamatan Duren Sawit
tahun 2013
No Kode
Penyakit
Nama Penyakit Jumlah %
1 1302 Penyakit infeksi akut lain pernafasan atas 81.432 44,22
2 1200 Peny. pada sistem otot dan jaringan ikat 20.480 11,17
3 2100 Penyakit lainnya 17.631 9,62
4 2200 Penyakit darah tinggi 14.094 7,69
5 1502 Penyakit pulpa dan jaringan periapikal 12.508 6,82
6 1303 Penyakit infeksi kulit 8.957 4,89
7 2002 Penyakit infeksi usus yang lain 8.340 4,55
8 2001 Penyakit alergi kulit 8.240 4,49
9 102 Diare (termasuk tersangka kolera) 6.463 3,53
10 1504 Tonsilitis 5.195 2,83
Lampiran 7. Data 10 pemakaian obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit tahun 2013
No Nama Obat Jumlah
1 Parasetamol tablet 500 mg 93.818
2 Klorfeniramin maleat (CTM) tablet 4 mg 66.143
3 Amoxicillin kaplet 500 mg 47.383
4 Vitamin B kompleks tablet 45.756
5 Gliseril guaiakolat tablet 100 mg 30.930
6 Piridoksin HCl ( Vitamin B6) tablet 10 mg 30.004
7 Deksametason tablet 0,5 mg 27.769
8 Tiamin HCl (Vitamin B1) tablet 50 mg 27.572
9 As. Askorbat (Vitamin C) tablet 50 mg 24.442
10 Antasida DOEN tablet 400 mg 21.607
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
57
Universitas Indonesia
Lampiran 8. Formulir monitoring indikator peresepan
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
58
Universitas Indonesia
Lampiran 9. Data monitoring indikator peresepan di Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit periode Januari-Maret 2013
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014
iv Universitas Indonesia
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit…………………………………………............................ 47
Lampiran 2. Data Tenaga Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit………...………………………………………………….. 48
Lampiran 3. Data Kondisi Gudang di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit….. 49
Lampiran 4. Data Jumlah Kunjungan Pasien di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit Periode Januari-Maret 2013……………………………. 50
Lampiran 5. Data Jumlah Kunjungan Resep di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit Periode Januari-Maret 2013……………………………. 53
Lampiran 6. Data 10 Penyakit terbanyak di Puskesmas Kecamatan Duren
Sawit tahun 2013………………………………………………. 56
Lampiran 7. .Data 10 Pemakaian Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit tahun 2013………………………………………. 56
Lampiran 8. Formulir Monitoring Indikator Peresepan……………………… 57
Lampiran 9. Data Monitoring Indikator Peresepan di Puskesmas Kecamatan
Duren Sawit bulan Januari-Maret 2013………………………… 58
Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014