universitas indonesia laporanpraktek …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-pr-dewi...

121
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER DISUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI JAKARTA TIMUR JL. MATRAMAN RAYA NO. 218 PERIODE 17 - 28 JUNI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEWI SANTY LOPA, S.Farm 1206329493 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI2014 Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Upload: lekiet

Post on 20-Jun-2019

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER

DISUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI

JAKARTA TIMUR

JL. MATRAMAN RAYA NO. 218

PERIODE 17 - 28 JUNI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DEWI SANTY LOPA, S.Farm

1206329493

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI2014

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORANPRAKTEK KERJAPROFESIAPOTEKER

DISUKU DINAS KESEHATAN KOTA ADMINISTRASI

JAKARTA TIMUR

JL. MATRAMAN RAYA NO. 218

PERIODE 17 - 28 JUNI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar apoteker

DEWI SANTY LOPA, S.Farm

1206329493

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2014

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

iii

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

iv

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

v

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

vi

ABSTRAK

Nama : Dewi Santy Lopa, S. Farm

NPM : 1206329493

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur Jl.

Matraman Raya No. 218 Periode 17 – 28 Juni 2013

Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Timur bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dan juga memahami tugas pokok

dan fungsi dari bagian tenaga kesehatan, bagian standarisasi mutu kesehatan dan

bagian farmasi, makanan dan minuman yang termasuk di dalam seksi sumber

daya kesehatan (SDK). Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk

mengetahui tugas pokok dan fungsi (tupoksi) bagian farmasi di puskesmas,

mengetahui pelayanan kefarmasian di puskesmas, mengetahui pelayanan

informasi obat (PIO) dan untuk mengetahui penggunaan obat rasional (POR) di

Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur.

Kata kunci : Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, Bagian

farmasi, makanan dan minuman, pelayanan kefarmasian

Tugas umum : x + 49 halaman

Tugas khusus : iv + 58 halaman; 4 tabel; 9 lampiran

Daftar Acuan Tugas Umum : 17 (1999-2012)

Daftar Acuan Tugas Khusus : 6 (2006-2012)

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

vii

ABSTRACT

Name : Dewi Santy Lopa, S.Farm

NPM : 1206329493

Program Study : Apothecary Profession

Title : Practice Report Pharmacist at Tribal Health Department of

East Jakarta Jl. Matraman Raya No. 218 Period of 17th -

June 28th 2013

Practice Pharmacist at Tribal Health Department of East Jakarta aims to

understand the duties and functions of the Sub-Department of Health, and East

Jakarta Administration also understands the duties and functions of the parts of

health workers, part health and part quality standardization of pharmaceutical,

food and drinks included The inside section of health resources (SDK). While the

purpose of the special task is to figure out basic tasks and functions (duties) at the

health center pharmacy, pharmacy services in community health centers know,

knowing the drug information service (PIO) and to determine the rational use of

drugs (POR) in the sub-district health centers Duren Sawit, East Jakarta.

Keywords : Tribal Health Department of East Jakarta, Section pharmaceutical,

food and beverage, pharmaceutical services

General Assignment : x + 49 pages

Specific Assignment : iv + 58 pages, 4 tables; 9 appendices

Bibliography of General Assignment : 17 (1999-2012)

Bibliography of Specific Assignment : 6 (2006-2012)

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

viii

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang teramat dalam penulis ucapkan kepada Tuhan Yang

Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan

Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi Jakarta Timur. Laporan ini disusun untuk memenuhi salah satu

persyaratan guna menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia.

Pada penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan,

bantuan, serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Indonesia.

2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt., selaku PJ.S Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013.

3. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program ProfesiApoteker, dan pembimbing

dari Fakultas Farmasi yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan nasehat

yang begitu bermanfaat.

4. Dra. Dyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan

Minuman dan pembimbing dari Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Timu ryang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis

selama penulisan laporan PKPA.

5. dr. Safaruddin, MARS sebagai Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi Jakarta Timur.

6. drg. Margaretha (KoordinatorTenagaKesehatan) sebagai pembimbing teknis

di Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Timur.

7. Para staf di Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi Jakarta Timur (IbuYohanadan BapakWagimin) atas ilmu, arahan

dan bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

ix

8. Lida Apria Dewantiani, S.Si., Apt. sebagai apoteker di Puskesmas Kecamatan

Duren Sawit yang telah memberikan ilmu, bimbingan dan arahan kepada

penulis selama di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit.

9. Para tenaga kerja di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit (IbuHarlina, Ibu

Marintan, Ibu Martini, Ibu Dwi, Ibu Fitri dan Mba Pepi) atas ilmu, arahan dan

bantuan yang telah diberikan selama pelaksanaan PKPA ini.

10. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi atas ilmu dan bantuan

yang diberikan selama penulis menjalani pendidikan di Program Profesi

Apoteker.

11. Orang Tua dan Keluarga tercinta atas kasih sayang, perhatian dan doanya

serta dukungan baik secara moril maupun materil untuk menyelesaikan

pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin.

12. Aisyah S.Far, Annisa Nur Jannah, S.Farm., Debi Puspa Tari, S.Farm., Desye

Nurmalita Tanan, S.Farm., Dian Sartika, S.Farm., Dienar Fitri Pratami, S.Far.,

Emma Rachmanisa, S.Farm., Fransiska, S.Farm. dan Yuli Yulfida, S.Farm.

sebagai rekan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta

Timur yang telah berbagi ilmu, pengalaman dan juga menghibur selama

pelaksanaan PKPA.

13. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker 77 Fakultas Farmasi

sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang

membangun dari pihak yang membaca. Penulis memohon maaf apabila ada

kesalahan-kesalahan dalam laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan

pengalaman yang diperoleh selama menjalani PKPA yang dituangkan dalam

laporan ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Penulis

2014

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv

DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi

BAB 1. PENDAHULUAN .................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................................ 2

BAB 2. TINJAUAN UMUM ................................................................................ 3

2.1 Instansi Kesehatan ............................................................................. 3

2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administratif Jakarta Timur ................. 4

BAB 3. TINJAUAN KHUSUS ........................................................................... 14

3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan ........................................................ 14

3.2 Koordinator Tenaga Kesehatan ....................................................... 17

3.3 KoordinatorstandarisasiMutuKesehatan……………………...……22

3.4 KoordinatorFarmasi, MakanandanMinuman………………………24

BAB 4. PEMBAHASAN ..................................................................................... 35

4.1 Koordinator Tenaga Kesehatan ........................................................ 36

4.2 Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan ...................................... 37

4.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman ............................... 38

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 47

5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 47

5.2 Saran ................................................................................................ 47

DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 48

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spirital maupun

sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan

ekonomis. Setiap orang berhak atas kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara

sosial maupun ekonomis (Undang-Undang No.36 Tahun 2009, 2009).

Departemen Kesehatan telah menyelenggarakan serangkaian kegiatan di

bidang kesehatan guna meningkatkan pelayanan kesehatan dan menjadikannya

lebih efisien, efektif serta terjangkau oleh masyarakat. Namun, walaupun sudah

mencapai banyak kemajuan, sebagian besar masyarakat Indonesia, baik di

pedesaan maupun perkotaan, masih sulit mendapatkan pelayanan kesehatan

meskipun dalam skala minimum. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan ini

sebenarnya membutuhkan peran aktif dari seluruh anggota masyarakat dan

pemerintah (Keputusan Menteri Kesehatan No.1202/MENKES/SK/VIII/2003,

2003).

Sistem otonomi daerah menjadikan Pemerintah Pusat melakukan

pendelegasian wewenang kepada Pemerintah Daerah (Presiden Republik

Indonesia, 1999b). Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada Daerah

harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan

prasarana, serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan

tersebut. Salah satu pendelegasian wewenang adalah dalam hal pengelolaan

kesehatan (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2000). Pembangunan

Kesehatan yang diupayakan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta diatur dalam

suatu aturan, yaitu Sistem Kesehatan Daerah (Gubernur DKI Jakarta, 2009).

Pemerintah DKI Jakarta melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta

No. 150 Tahun 2009 mendirikan Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) di setiap Kota

Administrasi yang berada di DKI Jakarta, yaitu Jakarta Pusat, Jakarta Utara,

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

2

Universitas Indonesia

Jakarta Barat, Jakarta Selatan, dan Jakarta Timur. Suku Dinas Kesehatan Jakarta

Timur merupakan perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI untuk

mempermudah tugas dan tanggung jawabnya dalam pelaksanaan pembinaan,

pengawasan, dan pengendalian dalam kegiatan penyelenggaraan kesehatan

lingkungan, kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan baik pelayanan

kesehatan perorangan, rujukan, khusus, tradisional, maupun keahlian dimana

dalam hal ini Puskesmas termasuk di dalamnya.

Sebagai sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan kesehatan,

apoteker memiliki peran dan fungsi dalam Suku Dinas Kesehatan. Peran dan

fungsi tersebut berkaitan dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasi cara

perizinan, serta pembinaan, pengawasan, dan pengendalian dari pelayanan

kesehatan, termasuk sarana dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu, Fakultas

Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi Jakarta Timur dalam mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA). Kegiatan PKPA dilaksanakan pada tanggal 17-28 Juni 2013

dengan tujuan untuk memberikan gambaran mengenai peran profesi apoteker di

Suku Dinas Kesehatan, serta memberikan pengalaman.

1.2 Tujuan

Pelaksanaan PKPA di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta

Timur bertujuan agar mahasiswa calon Apoteker:

1. Mengetahui tugas dan fungsi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Timur.

2. Mengetahui bagian Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan

Kota Administasi Jakarta Timur.

3. Mengetahui tugas dan fungsi Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas

Kesehatan Kota Administasi Jakarta Timur.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Instansi Kesehatan

Instansi kesehatan merupakan instansi pemerintahan yang khusus

menangani bidang kesehatan. Secara hirarki instansi tersebut dapat dibagi

menjadi :

a. Kementerian Kesehatan

Kementerian Kesehatan (dahulu Departemen Kesehatan) merupakan

badan pelaksana pemerintah di bidang kesehatan, dipimpin oleh Menteri

Kesehatan. Kementerian Kesehatan berada di bawah Presiden, bertanggung jawab

kepada Presiden, dan bertugas membantu Presiden serta menyelenggarakan

sebagian urusan pemerintahan di bidang kesehatan yaitu berfungsi sebagai

regulator di tingkat nasional.

b. Dinas Kesehatan

Dinas Kesehatan adalah sebagai unsur pelaksana otonomi daerah di bidang

kesehatan. Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang diangkat

dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Kepala Dinas dalam

melaksanakan tugasnya berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur

melalui Sekretaris Daerah yang berfungsi sebagai regulator di tingkat daerah DKI

Jakarta (Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2009).

c. Suku Dinas Kesehatan

Suku Dinas Kesehatan adalah Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi/Dinas Kesehatan Kabupaten Administrasi sebagai perangkat pada

tingkat kota administrasi/kabupaten administrasi di Provinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Suku Dinas

yang diangkat dari Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi persyaratan. Dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya, Kepala Suku Dinas bertanggung jawab secara

teknis administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan dan secara teknis operasional

kepadaWalikota Administrasi yang berfungsi sebagai auditor di wilayahnya.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

4

Universitas Indonesia

d. Puskesmas

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

128/MENKES/SK/II/2004 puskesmas adalah unit pelayanan teknis (UPT) dari

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di satu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana teknis

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan

menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung

tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. Puskesmas merupakan organisasi

fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,

terpadu, merata, dapat diterima, dan terjangkau oleh masyarakat dengan peran

aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan

masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan yang

menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan

derajat kesehatan yang optimal tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada

perorangan. Jumlah Puskesmas yang tercatat sampai Tahun 2012 sekitar 9.321

unit Puskesmas dengan jumlah puskesmas perawatan sebanyak 3.025 dan

puskesmas non perawatan sebanyak 6.296. Jumlah puskesmas pembantu yang ada

sebanyak 23.525 unit (Kementerian Kesehatan RI, 2012). Di wilayah Jakarta

Timur terdapat 10 Puskesmas Kecamatan dan 78 Puskesmas Kelurahan.

2.2 Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur

Perubahan sistem pemerintahan tahun 2009 dari sistem sentralisasi

menjadi sistem otonomi daerah mengakibatkan sebagian wewenang pemerintah

pusat dilimpahkan kepada pemerintah daerah, sehingga pemerintah provinsi DKI

Jakarta mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta No.58 Tahun 2002

tentang Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang mengawali

berdirinya Suku Dinas Pelayanan Kesehatan dan Suku Dinas Kesehatan

Masyarakat ditingkat Kotamadya, dan pada tahun 2009 dengan Peraturan

Pemerintah DKI Jakarta No.10 Tahun 2008 tentang Perubahan Organisasi Suku

Dinas Kesehatan pasca restrukturisasi perihal peningkatan efisiensi Suku Dinas

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

5

Universitas Indonesia

Pelayanan Kesehatan dengan Suku Dinas Kesehatan Masyarakat dilebur menjadi

satu, yakni Suku Dinas Kesehatan.

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan unit kerja Dinas

Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan

pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas Kesehatan dipimpin oleh

seorang Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di

bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara

operasional berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Walikota.

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi mempunyai tugas melaksanakan

kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi berfungsi dalam :

a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan

Anggaran (DPA) Suku Dinas.

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.

c. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan

lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan

khusus, tradisional dan keahlian.

d. Pengendalian penanggulangan kegawat daruratan, bencana, dan Kejadian Luar

Biasa (KLB).

e. Pengendalian, pencegahan, dan pemberantasan penyakit menular atau tidak

menular.

f. Pengawasan dan pengendalian kesediaan kefarmasian.

g. Pelaksanaan surveilan kesehatan.

h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan.

i. Pengendalian pencapaian standarisasi prasarana dan sarana pelayanan

kesehatan baik pemerintah maupun swasta.

j. Pelaksanaan pemungutan, penatausahaan, peyetoran, pelaporan dan

pertanggungjawaban penerimaan retribusi kesehatan yang diterima Suku

Dinas.

k. Pemberian, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi perizinan atau

rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

6

Universitas Indonesia

l. Penegakkan peraturan perundang-undangan dibidang kesehatan pada lingkup

kota administrasi.

m. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan

gizi dan kesehatan masyarakat.

n. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan, dan

pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan

lingkungan, prasarana, dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan

khusus, tradisional dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi.

o. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan

prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.

p. Pengelolaan, kepegawaian, keuangan, dan barang.

q. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggaan dan ketatausahaan.

r. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas.

s. Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan

fungsi Suku Dinas.

t. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.

2.2.1 Visi dan Misi

Visi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur yaitu Jakarta Timur Sehat,

Mandiri, dan Bermutu untuk semua. Misi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur

adalah (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, 2012) :

a. Meningkatkan kemampuan manajerial dan profesionalisme Sumber Daya

Manusia (SDM).

b. Meningkatkan kinerja organisasi dengan pendekatan tim.

c. Mengembangkan sistem informasi kesehatan sesuai dengan perkembangan

teknologi.

d. Menggalang kemitraan dengan lintas program, lintas sektor, Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM), sertaorganisasi terkait.

e. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam perilaku hidup bersih dan sehat.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

7

Universitas Indonesia

2.2.2 Sasaran Mutu

Sasaran mutu yang ingin dicapai oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur

adalah (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur, 2012) :

a. Binwasdal (pembinaan, pengawasan, dan pengendalian) SDM Sudinkes 100%

terlaksana dengan baik, benar, dan tepat waktu.

b. Binwasdal program 100% terlaksana dengan baik, benar dan tepat waktu.

c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan dan sarana kesehatan 12 hari kerja,

kecuali sarana kesehatan lingkungan 25 hari kerja.

d. Keluhan pelanggan 100% ditindak lanjuti.

e. Kepuasan pelanggan dengan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat)

minimal 2,51 atau dalam kategori baik.

2.2.3 Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009

tentang organisasi dan tata kerja Dinas Kesehatan, organisasi Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari :

a. Kepala Suku Dinas

b. Sub Bagian Tata Usaha

c. Seksi Kesehatan Mayarakat

d. Seksi Pelayanan Kesehatan

e. Seksi Sumber Daya Kesehatan

f. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan

g. Sub kelompok Jabatan Fungsional

2.2.3.1 Kepala Suku Dinas

Kepala suku dinas mempunyai tugas :

a. Memimpin dan mengkoordinasikan pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.

b. Mengkoordinasikan pelaksanaan tugas sub bagian, seksi dan sub kelompok

jabatan fungsional.

c. Melaksanakan kerja sama dan koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat

Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) dan atau instalasi

pemerintah atau swasta terkait, dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi

Suku Dinas.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

8

Universitas Indonesia

d. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi

Suku Dinas.

2.2.3.2 Sub Bagian Tata Usaha

Sub bagian Tata Usaha merupakan satuan kerja staf Suku Dinas Kesehatan

dalam pelaksanaan administrasi umum Suku Dinas Kesehatan. Sub bagian Tata

Usaha dipimpin oleh seorang Kepala Sub Bagian yang berkedudukan di bawah

dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas.Sub Bagian Tata Usaha

bertugas dalam :

a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Pengkoordinasian penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan

Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.

d. Pelaksanaan monitoring, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.

e. Pengelolaan kepegawaian, keuangan dan barang Suku Dinas.

f. Pelaksanaan kegiatan surat menyurat dan kearsipan Suku Dinas.

g. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan, dan perawatan

prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.

h. Pemeliharaan kebersihan, keindahan, keamanan, dan ketertiban kantor.

i. Pelaksanaan pengelolaan ruang rapat atau pertemuan Suku Dinas.

j. Pelaksanaan publikasi kegiatan, upacara dan pengaturan acara Suku Dinas.

k. Penerimaan, pencatatan, pembukuan, penyetoran, dan pelaporan penerimaan

retribusi Suku Dinas Kesehatan.

l. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas yang terkait dengan tugas Sub Bagian

Tata Usaha.

m. Pengkoordinasian penyusunan laporan (kegiatan, keuangan, kinerja, dan

akuntabilitas) Suku Dinas.

n. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Sub Bagian Tata

Usaha.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

9

Universitas Indonesia

2.2.3.3 Seksi Kesehatan Masyarakat

Seksi Kesehatan Masyarakat merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas

Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan

masyarakat. Seksi Kesehatan Masyarakat dipimpin oleh seorang Kepala Seksi

Kesehatan Masyarakat yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab

kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Kesehatan Masyarakat bertugas dalam :

a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Pelaksanaan pengendalian mutu kegiatan pelayanan kesehatan keluarga

termasuk kesehatan ibu, bayi, anak balita, kesehatan anak prasekolah, usia

sekolah, remaja, kesehatan reproduksi, usia lanjut, keluarga berencana, pekerja

wanita dan asuhan keperawatan.

d. Pengkoordinasian sektor terkait dan masyarakat profesi untuk pencegahan dan

pengendalian program kesehatan masyarakat.

e. Pelaksanaan kegiatan promosi kesehatan dan informasi.

f. Pelaksanaan bimbingan teknis tenaga kesehatan di bidang kesehatan

masyarakat.

g. Pelaksanaan kajian perilaku hidup bersih dan sehat di masyarakat tingkat Kota

Administrasi.

h. Pelaksanaan manajemen database kesehatan melalui sistem informasi

manajemen kesehatan yang terintegrasi.

i. Pelaksanaan pengendalian pelaksanaan program gizi dan PPSM.

j. Penerapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG).

k. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas

Seksi Kesehatan Masyarakat.

l. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Seksi Kesehatan

Masyarakat.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

10

Universitas Indonesia

2.2.3.4 Seksi Pelayanan Kesehatan

Seksi Pelayanan Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas

Kesehatan dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan. Seksi Pelayanan Kesehatan

dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan yang berkedudukan di

bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pelayanan

Kesehatan bertugas dalam :

a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian tata laksana

pelayanan kesehatan pada sarana kesehatan.

d. Penghimpunan, pengolahan, penyajian, pemeliharaan, pengembangan,

pemanfaatan data dan informasi upaya pelayanan kesehatan.

e. Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian penerapan standar

pelayanan kesehatan.

f. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan akreditasi sarana pelayanan

kesehatan.

g. Pemberian rekomendasi atau perizinan sarana pelayanan kesehatan.

h. Pemberian tanda daftar kepada pengobat tradisional.

i. Pelaksanaan siaga 24 jam atau Pusat Pengendali Dukungan Kesehatan

(Pusdaldukkes).

j. Pengawasan terhadap pelaksanaan standar pelayanan minimal pelayanan

kesehatan.

k. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas

Seksi Pelayanan Kesehatan.

l. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Seksi Pelayanan

Kesehatan.

2.2.3.5 Seksi Sumber Daya Kesehatan

Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku Dinas

Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Kesehatan.

Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Sumber Daya

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

11

Universitas Indonesia

Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala

Suku Dinas. Seksi Sumber Daya Kesehatan bertugas dalam :

a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Pelaksanaan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan

minuman.

d. Pemberian rekomendasi atau perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan

dan minuman.

e. Pelaksanaan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.

f. Penyusunan peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan

berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.

g. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi tingkat kepatuhan petugas

kesehatan terhadap standar pelayanan.

h. Pelaksanaan kegiatan audit internal dan audit eksternal penerapan sistem

manajemen mutu.

i. Pelaksanaan survey kepuasan pelanggan kesehatan.

j. Pelaksanaan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan penetapan

sistem manajemen mutu kepada Puskesmas.

k. Pelaksanaan kegiatan pengembangan mutu melalui forum dan fasilitator.

l. Pelaksanaan fasilitasi peningkatan kemampuan tenaga fasilitator, instruktur,

assessor dan auditor mutu pelayanan kesehatan.

m. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan

sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang

penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan

minuman rumah tangga.

n. Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan persediaan

cadangan obat esensial.

o. Pelaksanaan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada

lingkup Kota Administrasi.

p. Pelaksanaan monitoring dan pemetaan Sumber Daya Kesehatan.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

12

Universitas Indonesia

q. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas

Seksi Sumber Daya Kesehatan.

r. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas seksi Sumber Daya

Kesehatan.

2.2.3.6 Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan

Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan merupakan Satuan Kerja lini Suku

Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian masalah kesehatan.

Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi

Pengendalian Masalah Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung

jawab kepada Kepala Suku Dinas. Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan

bertugas dalam :

a. Penyusunan bahan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen

Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai dengan lingkup tugasnya.

b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas sesuai

dengan lingkup tugasnya.

c. Pelaksanaan pengendalian penyakit menular, penyakit tidak menular,

kesehatan jiwa masyarakat, surveilans epidemiologi, penanggulangan wabah

atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan kesehatan lingkungan.

d. Pelaksanaan kegiatan pembinan pelaksanaan kesehatan haji.

e. Penyiapan materi sosialisasi kesehatan tentang pengendalian penyakit menular

atau tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat.

f. Pelaksanaan kegiatan bimbingan, konsultasi dan pendampingan teknis

peningkatan kompetensi surveilans epidemiologi, tenaga kesehatan

pengendalian penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa

masyarakat.

g. Pelaksanaan kegiatan koordinasi, kerja sama dan kemitraan pengendalian

penyakit menular dan tidak menular serta kesehatan jiwa masyarakat dengan

Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Unit Kerja Perangkat Dearah (UKPD)

dan atau instansi pemerintah/swasta/masyarakat.

h. Pelaksanaan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian kegiatan

imunisasi.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

13

Universitas Indonesia

i. Penghimpunan, pengolahan, penyajian, pemeliharaan, pengembangan dan

pemanfaatan data dan informasi surveilens epidemiologi sebagai Sistem

Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-KLB) pada lingkup Kota

Administrasi.

j. Pelaksanaan kegiatan investigasi penyakit potensial Kejadian Luar Biasa

(KLB) dan dugaan wabah serta keracunan makanan.

k. Peningkatan sistem jaringan informasi wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB)

dan surveilans.

l. Pelaksanaan kegiatan pengendalian surveilans kematian.

m. Pelaksanaan kegiatan monitoring dan pemetaan kegiatan penanggulangan

wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dan surveilans.

n. Pelaksanaan kegiatan pengendalian pelaksanaan program kesehatan lingkungan

meliputi penyehatan air minum/air bersih, penyehatan makanan dan minuman,

pengamanan limbah, pengendalian vektor, pengendalian radiasi, penyehatan

pemukiman kumuh, penyehatan di tempat-tempat umum, tempat kerja, tempat

pengelolaan pestisida termasuk pemberian rekomendasi Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan (AMDAL), upaya pengelolaan lingkungan/upaya

pemantauan lingkungan.

o. Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pengendalian sarana penunjang

kesehatan lingkungan.

p. Penyiapan materi pelatihan teknis dalam Bidang Kesehatan Lingkungan dan

Kesehatan Kerja.

q. Penyiapan bahan laporan Suku Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas

Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan.

r. Pelaporan dan pertanggung jawaban pelaksanaan tugas Seksi Pengendalian

Masalah Kesehatan.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

14 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS

3.1 Seksi Sumber Daya Kesehatan

Seksi Sumber Daya Kesehatan merupakan satuan kerja lini Suku Dinas

Kesehatan dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan Sumber Daya Kesehatan.

Seksi Sumber Daya Kesehatan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi Sumber Daya

Kesehatan yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala

Suku Dinas.

Deskripsi kerja Kepala Seksi Sumber Daya Kesehatan antara lain

(Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi, 2012) :

a. Menyusun rencana kerja program Standarisasi Mutu Kesehatan, Tenaga

Kesehatan dan Farmasi, Makanan dan Minuman selama 1 tahun.

b. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Standarisasi Mutu

Kesehatan.

c. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Tenaga Kesehatan.

d. Memonitor dan mengevaluasi kegiatan Program Farmasi, Makanan dan

Minuman.

e. Membantu melaksanakan tugas-tugas dari Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi Jakarta Timur.

f. Pemantauan pemberantasan sarang nyamuk di wilayah kecamatan binaan.

3.1.1 Dasar Hukum

3.1.1.1 Dasar Hukum Perizinan Sarana Kesehatan

Dasar hukum yang mengatur perizinan sarana kesehatan farmasi,

makanan, dan minuman adalah sebagai berikut :

a. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

b. Undang-undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

c. Undang-undang RI No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

d. Undang-undang RI No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah.

e. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian.

f. Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

15

Universitas Indonesia

g. Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan

Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom.

h. Peraturan Pemerintah No.28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi

Pangan.

i. Kepmenkes No. 1331/ MenKes/ SK/ X/ 2002 tentang Pedagang Eceran

Obat.

j. Kepmenkes No. 246/ MenKes/ Per/ V/ 1990 tentang Izin Usaha Industri Kecil

Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional.

k. Permenkes No. 1191/ Menkes/ Per/ VIII/ 2010 tentang Penyaluran Alat

Kesehatan.

l. Kepmenkes No. 1332/ Menkes/ SK/ X/ 2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara

Perizinan Apotek.

m. Kepmenkes No. 184/ MenKes/ Per/ II/ 1995 tentang Penyempurnaan

Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.

n. Kepmenkes No. 149/ MenKes/ Per/ II/ 1998 tentang Perubahan Atas

PerMenKes No. 182/ MenKes/ Per/ II/ 1995 tentang Penyempurnaan

Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.

o. Keputusan Menteri Kesehatan No. 149/ MenKes/ Per/ II/ 1998 tentang

Perubahan Atas PerMenKes No.184/ MenKes/ Per/ II/ 1995 tentang

Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Ijin Kerja Apoteker.

p. Keputusan Gubernur DKI Jakarta No. 970 tahun 1990 tentang Ketentuan

Penyelenggaraan Usaha Pedagang Eceran Obat di wilayah DKI Jakarta.

3.1.1.2 Dasar Hukum Perizinan Tenaga Kesehatan

Dasar hukum yang mengatur perizinan tenaga kesehatan adalah sebagai

berikut :

a. Permenkes No. 1796/ MenKes/ Per/ VIII/ 2011 tentang Registrasi Tenaga

Kesehatan.

b. Kepmenkes No. 889/ MenKes/ Per/ V/ 2011 tentang Izin Praktik dan Izin Kerja

Tenaga Kefarmasian.

c. Kepmenkes No. 2052/ MenKes/ Per/ X/ 2011 tentang Izin Praktik dan

Pelaksanaan Praktik Kedokteran.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

16

Universitas Indonesia

d. Kepmenkes No. H.K 02.02/ MenKes/ 148/ I/ 2001 tentang Registrasi dan

Praktik Perawat.

e. Kepmenkes No. 1392/ MenKes/ SK/ XII/ 2001 tentang Registrasi dan Izin

Kerja Perawat Gigi.

f. Kepmenkes No. H.K 02.02/ MenKes/ 149/ I/ 2001 tentang Registrasi dan

Praktik Bidan.

g. Kepmenkes No. 357/ MenKes/ Per/ 2006 tentang Registrasi dan Izin

Radiografer.

h. Kepmenkes No. 544/ MenKes/ VI/ 2002 tentang Registrasi dan Izin Kerja

Refraksionis Optisien.

i. Kepmenkes No. 1363/ MenKes/ SK/ XII/ 2001 tentang Registrasi dan Izin

Praktik Fisioterapis.

j. Kepmenkes No. 867/ MenKes/ Per/ VIII/ 2004 tentang Registrasi dan Praktik

Terapis Wicara.

3.1.1.3 Dasar Hukum Mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan

Dasar hukum mengenai Standarisasi Mutu Kesehatan menyangkut

Undang-Undang Pelayanan Publik. Undang-undang No. 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik mengatur tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang

dilaksanakan di negara ini sehingga menjamin kepastian hukum dalam hubungan

antara masyarakat dan penyelenggara dalam pelayanan publik. Menurut

undang-undang tersebut, yang dimaksud dengan pelayanan publik adalah kegiatan

atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai

dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk

atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh

penyelenggara pelayanan publik. Penyelenggara pelayanan publik tersebut adalah

setiap institusi penyelenggara negara, korporasi, lembaga independen, yang

dibentuk berdasarkan undang-undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan

hukum lain yang dibentuk semata-mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Pelayanan administratif yang dimaksud oleh undang-undang ini

meliputi:

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

17

Universitas Indonesia

a. Tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur

dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan

pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara.

b. Tindakan administratif oleh instansi non pemerintah yang diwajibkan oleh

negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan serta diterapkan

berdasarkan perjanjian dengan penerima pelayanan.

Undang-undang ini mengatur segala aspek penyelenggaraan pelayanan

publik, termasuk yang paling utama ialah kewajiban bagi setiap penyelenggara

pelayanan publik untuk menetapkan standar pelayanan mengenai standar

pelayanan publik yang diberikan dan hal ini diatur lagi oleh Peraturan Pemerintah.

Dengan demikian, undang-undang ini menjamin adanya diberikannya pelayanan

publik yang berkualitas bagi seluruh masyarakat.

3.1.2 Ruang Lingkup

Seksi ini membawahi tiga bagian, yaitu :

a. Koordinator Tenaga Kesehatan

b. Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan

c. Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman

3.2 Koordinator Tenaga Kesehatan

Ruang lingkup perizinan tenaga kesehatan di wilayah DKI Jakarta yang

proses perizinannya telah didelegasikan ke Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi antara lain :

a. Surat Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian

b. Surat Izin Praktik Dokter (Dokter, Dokter Spesialis, Dokter Gigi dan Dokter

Gigi Spesialis)

3.2.1 Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian

Tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan

kefarmasian, yang terdiri atas Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian. Tenaga

Teknis Kefarmasian dapat berupa Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis

Farmasi atau Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Setiap tenaga

kefarmasian yang menjalankan pekerjaan kefarmasian harus telah terdaftar dan

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

18

Universitas Indonesia

memiliki izin kerja/praktik. Sebelumnya, Apoteker dan Asisten Apoteker yang

melakukan pekerjaan kefarmasian harus memiliki surat izin berupa Surat

Penugasan atau Surat Izin Kerja bagi Apoteker atau SIA dan SIKAA bagi Asisten

Apoteker. Namun sejak tanggal 1 Juni 2011, diberlakukan Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/ Menkes/ PerV/ 2011 tentang

Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Berdasarkan

Permenkes ini, setiap Tenaga Kefarmasian wajib memiliki surat tanda registrasi.

Surat Tanda Registrasi tersebut berupa STRA bagi Apoteker dan STRTTK bagi

Tenaga Teknis Kefarmasian. Setelah memiliki STRA atau STRTTK, Apoteker

dan Tenaga Teknis Kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga

kefarmasian bekerja. Surat izin tersebut dapat berupa SIPA atau SIKA bagi

Apoteker dan SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011a).

Apoteker yang telah memiliki SP atau SIK wajib mengganti SP atau SIK

dengan STRA dan SIPA/ SIKA dengan cara mendaftar melalui website KFN

(Komite Farmasi Nasional). Setelah mendapatkan STRA, Apoteker wajib

mengurus SIPA dan SIKA di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan

kefarmasian dilakukan. Sementara bagi Asisten Apoteker yang telah memiliki

SIAA dan/atau SIKAA harus menggantinya dengan STRTTK dengan cara

mendaftar melalui Dinas Kesehatan Provinsi. Setelah mendapat STRTTK, Tenaga

Teknis Kefarmasian wajib mengurus SIKTTK di Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota.

STRA dan STRTTK dikeluarkan oleh Menteri, dimana Menteri akan

mendelegasikan pemberian STRA kepada Komite Farmasi Nasional dan STRTTK

kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. STRA dan STRTTK berlaku selama

lima tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Untuk

memperoleh STRTTK, Tenaga Teknis Kefarmasian harus mengajukan

permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Surat permohonan

STRTTK harus melampirkan :

a. Fotokopi ijazah Sarjana Farmasi atau Ahli Madya Farmasi atau Analis Farmasi

atan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker

b. Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki SIP

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

19

Universitas Indonesia

c. Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika

kefarmasian

d. Surat rekomendasi tentang kemampuan dari Apoteker yang telah memiliki

STRA, atau pimpinan institusi pendidikan lulusan, atau organisasi yang

menghimpun Tenaga Teknis Kefarmasian

e. Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan ukuran

2 x 3 cm sebanyak dua lembar.

Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian

wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Surat izin

tersebut berupa SIPA bagi Apoteker penanggung jawab atau Apoteker

pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian, SIKA bagi Apoteker yang

melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas

distribusi/penyaluran, atau SIKTTK bagi Tenaga Teknis Kefarmasian yang

melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas kefarmasian.

SIPA bagi apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian

atau SIKA hanya diberikan untuk satu tempat fasilitas kefarmasian. Sementara

SIPA bagi apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak tiga tempat

fasilitas pelayanan kefarmasian. SIKTTK dapat diberikan untuk paling banyak

tiga tempat fasilitas kefarmasian. SIPA, SIKA, atau SIKTTK dikeluarkan oleh

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian

dilakukan.

Untuk memperoleh SIPA atau SIKA, Apoteker mengajukan permohonan

kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian

dilaksanakan. Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan :

a. Fotokopi STRA yang dilegalisisr oleh KFN

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari

pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi

atau distribusi/penyaluran

c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi

d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm

sebanyak dua lembar.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

20

Universitas Indonesia

Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping

harus dinyatakan permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama,

kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan

SIPA atau SIKA paling lama dua puluh hari kerja sejak surat permohonan

diterima dan dinyatakan lengkap.

Permohonan SIKTTK harus melampirkan :

a. Fotokopi STRTTK

b. Surat pernyataan Apoteker atau pimpinan tempat pemohon melaksanakan

pekerjaan kefarmasian

c. Surat rekomendasi dari organisasi yang menghimpun Tenaga Teknis

Kefarmasian

d. Pas foto berwarna berukuran 4 x 6 cm sebanyak dua lembar dan 3 x 4 cm

sebanyak dua lembar.

Dalam mengajukan permohonan SIKTTK harus dinyatakan permintaan

SIKTTK untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIKTTK paling lama dua

puluh hari sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap.

3.2.2 Izin Praktik Dokter

Praktek kedokteran adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter

dan dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan. Dokter

dan dokter gigi yang dimaksud meliputi dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan

dokter gigi spesialis. Setiap dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik

kedokteran wajib memiliki Surat Izin Praktik (SIP). SIP adalah bukti tertulis yang

diberikan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada dokter dan dokter gigi

yang telah memenuhi persyaratan untuk menjalankan praktik kedokteran. Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam memberikan SIP harus

mempertimbangkan keseimbangan antara jumlah dokter dan dokter gigi dengan

kebutuhan pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia,

2011b).

Dokter atau dokter gigi mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota tempat praktik kedokteran dilaksanakan untuk

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

21

Universitas Indonesia

memperoleh SIP. Dokumen yang harus terlampir dalam permohonan SIP

tersebut meliputi :

a. Fotokopi STR yang diterbitkan dan dilegalisasi asli oleh KKI

b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik, atau surat keterangan dari

fasilitas pelayanan kesehatan sebagai tempat praktiknya

c. Surat persetujuan dari atasan langsung bagi Dokter dan Dokter Gigi yang

bekerja pada instansi/fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah atau pada

instansi/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara purna waktu

d. Surat rekomendasi dari organisasi profesi, sesuai tempat praktik

e. Pas foto berwarna ukuran 4x6 sebanyak 3 (tiga) lembar dan 3x4 sebanyak 2

(dua) lembar.

Selain dokumen tersebut, Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur

menambahkan persyaratan dokumen sebagai berikut :

a. Fotokopi SIP yang telah dimiliki

b. Surat keterangan aktif bekerja dari atasan langsung

c. Fotokopi KTP.

Fotokopi KTP ditambahkan untuk menghindari kesalahan penulisan nama

pada SIP karena terkadang tulisan dari para dokter sulit untuk dibaca oleh

petugas. Fotokopi SIP yang telah dimiliki dan surat keterangan aktif bekerja dari

atasan langsung ditambahkan sebagai tambahan pertimbangan bagi Suku Dinas

Administrasi Kota Administrasi Jakarta Timur dalam pengambilan keputusan

apakah izin akan dibuatkan atau tidak.

Dokter atau dokter gigi yang telah memenuhi persyaratan tersebut

diberikan SIP untuk satu tempat praktik. SIP dokter atau dokter gigi diberikan

paling banyak untuk tiga tempat praktik, baik pada sarana pelayanan kesehatan

milik pemerintah, swasta maupun praktik perorangan. Oleh karena itu, dalam

pengajuan permohonan SIP harus dinyatakan permintaan SIP tersebut untuk

tempat praktik pertama, kedua, atau ketiga. SIP yang diberikan berlaku selama

lima tahun sepanjang STR masih berlaku dan tempat praktik masih sesuai dengan

yang tercantum dalam SIP.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

22

Universitas Indonesia

3.3 Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan

Ruang lingkup kebijakan mutu Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Timur adalah sebagai berikut (Pemerintah Provinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta, 2009) :

a. Orientasi pada kepuasan pelanggan.

b. Perbaikan/peningkatan terus menerus dan berkesinambungan (continous and

sustainable improvement).

c. Mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.

d. Memberikan jasa pelayanan dan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian

(Binwasdal) di bidang kesehatan yang profesional dan responsif.

Adapun sasaran mutu yang ingin dicapai dalam jasa pelayanan dan

Binwasdal yang diselenggarakan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

Jakarta Timur adalah sebagai berikut :

a. Binwasdal Sumber Daya Manusia (SDM) Sudinkes 100 % terlaksana secara

baik, benar, dan tepat waktu.

b. Binwasdal program 100 % terlaksana secara baik, benar, dan tepat waktu.

c. Pelayanan perizinan tenaga kesehatan 12 hari kerja, kecuali sarana kesehatan

lingkungan 25 hari kerja.

d. Keluhan pelanggan 100 % ditindak lanjuti.

e. Kepuasan pelanggan dengan nilai IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat)

minimal 2,51 atau dalam kategori baik.

Dokumen mutu merupakan dokumen yang ditetapkan oleh Sudinkes

Jaktim sebagai bentuk penerapan Sistem Manajemen Mutu ISO 9001:2008.

Berdasarkan tingkatan penggunaannya di lingkungan Sudinkes Jaktim, terdapat

beberapa level dokumen mutu (Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta

Timur, 2012) :

a. Dokumen level pertama (I), yaitu manual mutu (quality manual) yang

merupakan dokumen mutu induk yang menjadi dasar dan rujukan bagi semua

dokumen mutu lainnya dan berlaku bagi seluruh bagian Sudinkes Jaktim.

b. Dokumen level kedua (II), yaitu prosedur mutu (quality procedure) yang

merupakan penjelasan lebih rinci mengenai hal-hal tertentu yang disebutkan

dalam manual mutu serta terbagi atas prosedur yang berlaku bersama untuk

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

23

Universitas Indonesia

seluruh bagian Sudinkes Jaktim dan prosedur yang hanya berlaku untuk satu

seksi/sub bagian saja.

c. Dokumen level ketiga (III), yaitu instruksi kerja merupakan penjelasan

mendetail mengenai hal-hal tertentu dalam prosedur mutu yang perlu

dijelaskan lebih lanjut.

d. Dokumen level keempat (IV), yaitu format gambar dan dokumen pendukung

lainnya yang dipakai dalam sistem manajemen mutu dalam berbagai kegiatan

yang berhubungan dengan kegiatan kendali mutu.

Manual mutu Suku Dinas Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan

suatu dokumen mutu yang menjadi pedoman dan acuan dasar pelaksanaan sistem

manajemen mutu di lingkungan Sudinkes Jaktim. Hal-hal pokok yang tercantum

dalam Manual Mutu Sudinkes Jaktim adalah sebagai berikut :

a. Pengantar Sistem Manajemen Mutu Sudinkes Jaktim

b. Profil Organisasi Sudin

c. Sistem Manajemen Mutu Sudin

d. Persyaratan Umum Sistem Manajemen Mutu

e. Komitmen Mutu

f. Manajemen Sumber Daya

g. Realisasi Pelayanan

h. Pengukuran, Analisa, dan Implementasi Sistem Manajemen Mutu

Beberapa kegiatan implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes

Jaktim adalah sebagai beriku t:

a. Audit Mutu Internal, yaitu suatu kegiatan pemeriksaan/audit yang dilakukan

oleh bagian Standarisasi Mutu Kesehatan dari Seksi Sumber Daya Kesehatan

untuk memastikan tercapainya sasaran mutu yang telah ditetapkan untuk

dicapai oleh Sudinkes Jaktim. Audit ini dilakukan minimal dua kali dalam

setahun.

b. Audit Surveilans, yaitu suatu kegiatan pemeriksaaan/audit yang dilakukan oleh

pihak luar, yakni badan sertifikasi independen yang memberikan sertifikat

terhadap implementasi Sistem Manajemen Mutu berdasarkan ISO 9001:2008

kepada Sudinkes Jaktim, untuk memastikan terpeliharanya implementasi

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

24

Universitas Indonesia

Sistem Manajemen Mutu tersebut. Audit ini dilakukan minimal satu kali

dalam setahun.

c. Tinjauan Manajemen, yaitu suatu kegiatan rapat seluruh bagian Sudinkes

Jaktim guna membahas hasil evaluasi pemeliharaan implementasi sistem

manajemen mutu di Sudinkes Jaktim sehingga dapat dilakukan

langkah-langkah yang diperlukan untuk memperbaiki hal tersebut sehingga

implementasi sistem manajemen mutu di Sudinkes Jaktim dapat lebih baik

lagi. Tinjauan manajemen dilakukan minimal satu kali dalam setahun.

d. Survei Kepuasan Pelanggan, yaitu survei untuk menilai terpenuhinya kepuasan

pelanggan Sudinkes terhadap pelayanan yang diberikan oleh semua bagian

(Seksi dan Sub bagian) Sudinkes Jaktim. Survei ini dilaksanakan melalui

pengisian angket oleh pelanggan yang datang dan menerima pelayanan

Sudinkes, misalnya pihak yang mengurus sarana perizinan seperti apotek dan

toko obat. Selanjutnya, hasil pengisian angket ini dianalisis sehingga nilai

pemenuhan kepuasan pelanggan dapat diperoleh dan dapat ditingkatkan lagi

apabila hasil analisis menunjukkan kekurangan.

e. Pelatihan-pelatihan, misalnya pelatihan auditor pemimpin (lead auditor) dan

pelatihan kepuasan pelanggan, yang berguna untuk membantu implementasi

sistem manajemen mutu oleh segenap karyawan Sudinkes Jaktim.

3.4 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman

Bagian Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas :

a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan

minuman.

b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan

sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang

penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri makanan

minuman rumah tangga.

c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan

persediaan cadangan obat esensial.

d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada

lingkup Kota Administrasi.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

25

Universitas Indonesia

Ruang lingkup perizinan sarana kesehatan farmasi, makanan, dan

minuman di wilayah DKI Jakarta yang proses perizinannya telah didelegasikan ke

Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi adalah :

a. Apotek (apotek kerja sama, apotek profesi, apotek rakyat dari toko obat dan

depo obat/farmasi)

b. Toko Obat

c. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)

d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)

e. Sertifikasi kelayakan olahan/produksi makanan minuman rumah

tangga/Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)

3.4.1 Apotek

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009

tentang Pekerjaan Kefarmasian, Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian

tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan, berdasarkan

Kepmenkes No. 1332/ MenKes/ SK/ X/ 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 922/ MenKes/ Per/ X/ 1993 tentang Ketentuan dan

Tata Cara Pemberian Izin Apotik, apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat

dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan

kesehatan lainnya kepada masyarakat.

Khusus di DKI Jakarta perizinan apotek dibagi menjadi 4, yaitu :

a. Apotek Kerja sama, adalah apotek dimana apoteker hanya sebagai Apoteker

Pengelola Apotek (APA), sedangkan Pemilik Sarana Apotek (PSA) adalah dari

pihak lain (bisa perorangan, PT, dan lain-lain).

b. Apotek Profesi, adalah apotek yang Apoteker Pengelola Apotek (APA) juga

sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA).

c. Depo Farmasi/Depo Obat, adalah apotek yang berada di klinik, dan hanya

boleh menerima resep dari klinik tersebut.

d. Apotek Rakyat (apotek sederhana) adalah sarana kesehatan tempat

dilaksanakannya pelayanan kefarmasian dimana dilakukan penyerahan obat

dan perbekalan kesehatan, dan tidak melakukan peracikan, serta tidak menjual

obat golongan narkotika dan psikotropika, dimana terhitung sejak

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

26

Universitas Indonesia

ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 284/

MenKes/ PER/ III/ 2007, seluruh izin dan status apotek yang berasal dari

apotek sederhana akan disesuaikan menjadi apotek rakyat.

Secara umum persyaratan perizinan apotek adalah sebagai berikut

(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2002).

A. Apotek yang bekerja sama dengan pihak lain adalah :

1) Surat permohonan APA yang ditujukan kepada Kepala Suku Dinas

Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas

materai Rp. 6.000,00

2) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan hukum

dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk PT yang

disahkan/terdaftar pada Departemen Kehakiman dan HAM RI

3) Fotokopi KTP DKI dari APA

4) Fotokopi Surat Izin Kerja (SIK)/Surat Penugasan (SP) apoteker, dengan

lampiran surat keterangan selesai masa bakti apoteker bagi non pegawai

negeri

5) Fotokopi surat status kepemilikan tanah, Fotokopi sertifikat bila gedung

milik sendiri, fotokopi surat perjanjian kontrak bangunan minimal 2 (dua)

tahun dan KTP pemilik bangunan yang masih berlaku minimal dua tahun

bila kontrak/sewa

6) Fotokopi Undang-Undang Gangguan (UUG)

7) Fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB)

8) Surat keterangan domisili dari Kelurahan setempat

9) Surat pernyataan pemohon yang menyatakan akan tunduk serta patuh

kepada peraturan perundangan yang berlaku di atas materai Rp. 6.000,00

10) Peta lokasi dan denah ruangan

11) Surat pernyataan dari pemilik sarana apotek tidak pernah terlibat dan tidak

akan terlibat dalam pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat dan tidak

akan ikut campur dalam pengelolaan obat di atas materai Rp. 6.000,00;

12) Surat pernyataan APA bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada

bidang farmasi lain di atas materai Rp. 6.000,00;

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

27

Universitas Indonesia

13) Surat pernyataan tidak melakukan penjualan narkotika, obat keras tertentu

tanpa resep di atas materai Rp.6000,00;

14) Struktur organisasi dan tata kerja/tata laksana (dalam bentuk

Organogram)

15) Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan

16) SIK Asisten Apoteker/ D3 farmasi

17) Rencana jadwal buka apotek

18) Daftar peralatan peracikan obat

19) Buku wajib peraturan perundangan di bidang farmasi

20) Formulir pelaporan narkotika dan psikotropika

21) Akte notaris perjanjian kerjasama APA dan PSA (asli/legalisir)

22) Surat izin atasan bagi apoteker Pegawai Negeri Sipil.

B. Apotek praktek profesi :

1) Surat permohonan apoteker praktek profesi ditujukan kepada Kepala Suku

Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap

diatas materai Rp.6.000,00

2) Surat rekomendasi dari Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) DKI Jakarta yang

menyatakan bahwa yang bersangkutan layak untuk melakukan apotek

profesi yang diterbitkan setiap tahun sekali

3) Fotokopi KTP DKI apoteker apotek praktek profesi

4) Status kepemilikan bangunan, IMB dan surat sewa menyewa minimal 2

tahun

5) Denah bangunan beserta peta lokasi

6) Daftar peralatan peracikan, etiket, dll

7) Fotokopi NPWP apoteker

8) SIK/SP apoteker dan pas foto 2x3 sebanyak 2 lembar dengan melampirkan

surat selesai masa bakti apoteker

9) Surat pernyataan dari apotek bahwa selama buka apotek harus ada

apotekernya (bila tidak ada apotekernya maka harus tutup)

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

28

Universitas Indonesia

10) Jadwal buka apotek bersama dengan petugas/apoteker yang lain yang ikut

melakukan praktek profesi dengan melampirkan SIK dan KTP DKI

Jakarta.

C. Depo obat/ farmas i:

1) Surat permohonan apoteker penanggung jawab depo ditujukan kepada

Suku Dinas Kesehatan setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu)

rangkap diatas materai Rp.6.000,00

2) Fotokopi izin klinik yang masih berlaku

3) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan

hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila dalam bentuk badan

hukum

4) Fotokopi KTP DKI APA

5) Ijasah/SIK/SP Apoteker dengan melampirkan surat selesai masa bakti

apoteker

6) Surat pengangkatan apoteker sebagai karyawan/penanggung jawab depo

obat/ farmasi

7) Proposal untuk mendirikan depo obat/ farmasi

8) Ijazah/ SIK asisten apoteker

9) Peta lokasi dan denah bangunan seatap/sepekarangan dengan klinik serta

denah bangunan tertutup

10) NPWP perusahaan

11) UUG

12) Status gedung/sertifikat gedung sewa minimal dua tahun

13) Surat pernyataan apoteker hanya melayani resep dari klinik perusahaannya

(bukan dari resep umum), kecuali atas nama pasien perusahaan.

D. Apotek Rakyat :

1) Surat permohonan APA ditujukan kepada kepala Suku Dinas Kesehatan

setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas materai

Rp.6.000,00

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

29

Universitas Indonesia

2) Fotokopi akte notaris badan hukum dan fotokopi pengesahan badan

hukum dari Departemen Kehakiman dan HAM bila bentuk PT

3) Salinan/fotokopi KTP DKI dari APA

4) Fotokopi izin domisili dari Lurah

5) Status bangunan milik sendiri lampirkan sertifikat, bila sewa, fotokopi

perjanjian kontrak bangunan dan KTP pemilik bangunan yang masih

berlaku minimal 2 (dua) tahun

6) Pernyataan pemilik sarana lokasi hanya untuk pada sentra pasar tempat

toko obat dan tidak pindah d iluar pasar di atas materai Rp.6000,00

7) Surat pernyataan Kepala Pasar yang menyatakan pihaknya ikut mengawasi

kegiatan apotek terhadap ketentuan per UU Farmasi yang berlaku di atas

materai Rp. 6000,00

8) Surat keterangan domisili dari Lurah atau Kepala Pasar

9) Surat pernyataan pemohon dan pemilik yang menyatakan akan tunduk

serta patuh kepada peraturan yang berlaku di atas materai Rp.6000,00

10) Peta lokasi dan denah bangunan

11) Surat pernyataan pemilik sarana apotek tidak terlibat lagi dalam

pelanggaran peraturan di bidang farmasi/obat di atas materai Rp.6000,00

12) Surat pernyataan APA sanggup mengelola apotek/toko obat di atas materai

Rp.6000,00

13) Surat pernyataan dari APA dan PSA tidak melakukan peracikan dan

penjualan obat narkotik, OKT baik dengan resep dokter maupun tanpa

resep dari pemilik dan apoteker di atas materai Rp.6000,00

14) Struktur organisasi apotek dan tata kerja/tata laksana

15) Daftar ketenagaan berdasarkan pendidikan dilampiri dengan SK

pengangkatan dan daftar gaji yang disetujui oleh apoteker, pemilik dan

tenaga kerja tersebut diatas materai Rp.6000,00

16) Surat izin kerja/surat penugasan apoteker

17) Surat izin kerja AA/D3 Farmasi

18) Rencana jadwal buka apotek

19) Daftar peralatan lainnya

20) Daftar buku wajib peraturan perundang-undangan di bidang Farmasi

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

30

Universitas Indonesia

21) Surat peryataan APA dan pemilik bersedia bila diperiksa ke apotek oleh

petugas kesehatan yang berwenang di atas materai Rp.6.000,00.

3.4.2 Pedagang Eceran Obat

Pedagang eceran obat didefinisikan sebagai orang/badan hukum di

Indonesia yang mempunyai izin untuk menyimpan obat-obat bebas (label hijau)

dan obat-obat bebas terbatas (label biru) untuk dijual secara eceran di tempat

tertentu sebagai tercantum dalam surat izin. Pedagang eceran obat harus menjaga

agar obat-obat yang dijual bermutu baik dan berasal dari pabrik-pabrik farmasi

atau pedagang besar farmasi yang mendapat izin dari Menteri Kesehatan RI. Surat

izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan surat

permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan

Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali

dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker.

Adapun persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin usaha

toko obat antara lain :

a. Surat permohonan izin toko obat yang ditujukan kepada Kepala Sudinkes

Kotamadya setempat sebanyak 3 (tiga) rangkap, 1 (satu) rangkap di atas

materai Rp. 6.000,00

b. Fotokopi KTP DKI Jakarta pemilik toko obat

c. Akte pendirian perusahaan bila bentuk badan hukum yang terdaftar pada

Menteri Kehakiman dan HAM

d. Gambar denah lokasi tempat usaha dan denah ruangan

e. Ijazah dan SIK AA, foto 2x3 sebanyak 2 lembar

f. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai AA penanggung jawab teknis

pada toko obat di atas materai Rp. 6.000,00

g. Status bangunan tempat usaha milik sendiri (lampirkan sertifikat) dan bila

sewa minimal dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP

pemilik

h. Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)

i. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

31

Universitas Indonesia

3.4.3 Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)

Menurut Permenkes No.006 tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat

Tradisional menjelaskan Usaha Mikro Obat Tradisional yang selanjutnya disebut

UMOT adalah usaha yang hanya membuat sediaan obat tradisional dalam bentuk

param, tapel, pilis, cairan obat luar dan rajangan. UMOT hanya dapat

diselenggarakan oleh badan usaha perorangan yang memiliki izin usaha sesuai

ketentuan peraturan perundang-undangan. Setiap industri dan usaha di bidang

obat tradisional wajib memiliki izin dari Menteri Kesehatan, kecuali untuk usaha

jamu gendong dan usaha jamu racikan. Dalam memberikan izin obat tradisional,

Menteri Kesehatan mendelegasikan kewenangan pemberian izin UMOT kepada

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selain wajib memiliki izin, industri dan

usaha obat tradisional juga wajib memenuhi ketentuan peraturan

perundang-undangan di bidang penanaman modal (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2012).

Persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh izin UMOT terdiri

dari :

a. Surat Permohonan

b. Fotokopi akta pendirian badan usaha perorangan yang sah sesuai ketentuan

peraturan perundang-undangan

c. Susunan Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan Pengawas dalam hal

permohonan bukan perseorangan

d. Fotokopi KTP/ identitas pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan

Komisaris/Badan Pengawas

e. Pernyataan pemohon dan/atau Direksi/Pengurus dan Komisaris/Badan

Pengawas tidak pernah terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di

bidang farmasi

f. Fotokopi bukti penguasaan tanah dan bangunan

g. Surat Tanda Daftar Perusahaan dalam hal permohonan bukan perseorangan

h. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan dalam hal permohonan bukan

perseorangan

i. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak

j. Fotokopi Surat Keterangan Domisili.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

32

Universitas Indonesia

3.4.4 Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)

Cabang Penyalur Alat Kesehatan adalah badan hukum atau badan usaha

yang telah memperoleh izin usaha untuk pengadaan, penyimpanan, penyaluran

alat kesehatan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) merupakan sarana yang legal yang

dapat menyalurkan alkes berbeda fungsi dari Penyalur Alkes (PAK) dimana

perusahaan yang sama namanya yang telah mendapat izin dari Depkes RI. Izin

Cabang Penyalur Alkes belaku sesuai dengan penunjukkan yang diberikan oleh

PAK pusat dan paling lama adalah 3 (tiga) tahun.

Persyaratan yang harus dilengkapi untuk memperoleh izin Cabang

Penyalur Alat Kesehatan (CPAK), antara lain (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2010)

a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan Usaha Penyalur Alat Kesehatan

(UPAK), bukan dari CPAK, yang ditujukan kepada Sudinkes setempat

sebanyak tiga rangkap dan satu rangkap di atas materai Rp. 6000,00

b. Surat penunjukkan dari UPAK sebagai CPAK di atas materai Rp. 6.000,00

c. Fotokop i izin UPAK

d. Akte perusahaan CPAK bila bentuk PT dan terdaftar pada Menteri Kehakiman

dan HAM

e. Denah bangunan/ruangan dari CPAK

f. Peta lokasi CPAK

g. SIUP CPAK

h. NPWP CPAK

i. UUG

j. Domisili perusahaan

k. Status bangunan bila milik sendiri, lampirkan sertifikat dan bila sewa minimal

dua tahun dengan melampirkan surat sewa serta fotokopi KTP pemilik

l. Penanggung jawab teknis (AA atau SMU yang mempunyai sertifikat

pengelolaan alat kesehatan).

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

33

Universitas Indonesia

3.4.5 Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Repubik Indonesia No. 28 tahun 2004,

perusahaan Industri Rumah Tangga Pangan adalah perusahaan pangan yang

memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan pengolahan pangan

manual hingga semi otomatis. Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawasan

Obat Makanan (BPOM) RI Nomor HK.00.05.5.1640 tanggal 30 April 2003

tentang Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah

Tangga (SPP-IRT), maka SPP-IRT bertujuan untuk :

a. Meningkatkan pengetahuan produsen dan karyawan tentang pengolahan

pangan dan peraturan perundang-undangan di bidang keamanan pangan.

b. Menumbuhkan kesadaran dan motivasi produsen dan karyawan tentang

pentingnya pengolahan pangan yang higienis dan tanggung jawab terhadap

keselamatan konsumen.

c. Meningkatkan daya saing dan kepercayaan konsumen terhadap produk yang

dihasilkan PIRT.

Syarat- syarat Sertifiasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga, antara

lain :

a. Surat permohonan dari direktur/pimpinan perusahaan/perorangan yang

ditujukan kepada Kepala Sudinkes setempat sebanyak 2 (dua) rangkap dan 1

(satu) rangkap di atas materai Rp. 6.000,00

b. Data perusahan bila dalam bentuk CV lampirkan akte notarisnya

c. Peta lokasi, IMB

d. Denah ruangan produksi

e. Rancangan etiket

f. Fotokopi KTP pemilik (DKI Jakarta)

g. Pasfoto pemilik berwarna 3x4 cm sebanyak 2 lembar

h. Surat izin perindustrian dari Dinas/Sudin Perindustrian

i. Data produk makanan yang akan diproduksi

j. Khusus untuk pengemasan kembali, harus disertai dnegan surat keterangan dari

asal produk

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

34

Universitas Indonesia

k. Status bangunan (sewa/milik sendiri) lampirkan fotokopi sertifikat, dan bila

sewa lampirkan surat sewa minimal 2 (dua) tahun beserta fotokopi KTP

pemilik.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

35 Universitas Indonesia

BAB 4

PEMBAHASAN

Sistem pemerintahan berubah dari sistem sentralisasi menjadi desentralisasi

yang diatur oleh Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan

Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Aturan tentang

otonomi daerah memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk lebih

mandiri untuk mengembangkan dan mengelola daerahnya masing-masing.

Otonomi yang diberikan diaplikasikan dalam bentuk pengalihan sebagian

kewenangan dan tugas Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah. Pelaksanaan

otonomi daerah berdasarkan pada Peraturan Daerah DKI Jakarta No.10 tahun

2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah Propinsi DKI Jakarta. Sebagai

implementasi Peraturan Daerah tersebut maka dibentuklah perangkat daerah,

dengan Dinas Kesehatan sebagai salah satu perangkat daerah yang mengurusi

masalah kesehatan. Penjelasan lebih lanjut mengenai peran dan fungsi Dinas

Kesehatan sebagai Perangkat Daerah diatur oleh Peraturan Gubernur Provinsi

DKI Jakarta No. 150 tahun 2009.

Suku Dinas Kesehatan merupakan Unit Kerja Dinas Kesehatan dalam

pelaksanaan kegiatan pembinaan dan pengembangan kesehatan masyarakat. Suku

Dinas Kesehatan dibentuk di setiap Kabupaten/Kota Administrasi dan dipimpin

oleh seorang Kepala Suku Dinas Kesehatan.Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi

Suku Dinas Kesehatan baik berupa pelayanan kepada masyarakat maupun

pembinaan kepada sarana kesehatan harus diketahui dan dipertanggung jawabkan

kepada Kepala Dinas Kesehatan. Sedangkan segala bentuk pembiayaan atau

anggaran yang dikeluarkan dalam melakukan kegiatan harus dilaporkan kepada

Walikota.

Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan terdiri dari Kepala Suku Dinas,

Sub bagian Tata Usaha, Seksi Kesehatan Masyarakat, Seksi Pelayanan Kesehatan,

Seksi Sumber Daya Kesehatan, Seksi Pengendalian Masalah Kesehatan, dan Sub

kelompok Jabatan Fungsional. Pada laporan ini akan dibatasi pada pemaparan

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

36

Universitas Indonesia

Seksi Sumber Daya Kesehatan (SDK). Seksi SDK memiliki tiga koordinator

yaitu Koordinator Tenaga Kesehatan, Koordinator Standardisasi Mutu Kesehatan,

serta Koordinator Pelayanan Farmasi, Makanan dan Minuman (Farmakmin).

4.1 Koordinator Tenaga Kesehatan

Koordinator Tenaga Kesehatan memiliki tugas :

a. Memberikan rekomendasi/perizinan praktek tenaga kesehatan.

b. Melaksanakan kegiatan bimbingan teknis tenaga kesehatan.

c. Menyusun peta kebutuhan pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan

berdasarkan analisa kebutuhan pendidikan dan pelatihan.

d. Melaksanakan monitoring dan pemetaan sumber daya kesehatan.

e. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga kesehatan.

Koordinator Tenaga Kesahatan melakukan analisis ketersediaan serta

analisis distribusi dan pemetaan tenaga kesehatan di Puskesmas yang berada di

wilayah Jakarta Timur. Analisis ketersediaan tenaga kesehatan di Puskesmas

dilakukan berdasarkan jumlah minimal tenaga kesehatan yang harus tersedia di

Puskesmas tingkat Kecamatan dan Kelurahan. Perhitungan rasio dilakukan untuk

melihat kecukupan dan penyebaran tenaga kesehatan di masing-masing

Kecamatan dan Kelurahan dilihat dari jumlah penduduk di setiap Kecamatan dan

Kelurahan.

Analisis distribusi dan pemetaan tenaga kesehatan pada Puskesmas

Kecamatan dan Kelurahan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur dilakukan

untuk melihat ketersediaan tenaga kesehatan di puskemas. Berdasarkan data

kepegawaian dari Tata Usaha (TU) dari 10 Puskesmas Kecamatan di Jakarta

Timur didapatkan distribusi dan jumlah dari tenaga kesehatan yang tersedia di

masing-masing Puskesmas. Tenaga kesehatan yang dianalisis adalah tenaga medis

(dokter dan dokter gigi), keperawatan, bidan, kefarmasian, ahli gizi, sanitarian,

dan keteknisan medis.

Setiap tenaga kesehatan wajib memiliki izin kewenangan dan izin kerja atau

praktek. Dengan adanya otonomi daerah ada beberapa izin kerja yang menjadi

wewenang Suku Dinas Kesehatan, yaitu Surat Izin Kerja Asisten Apoteker,

Surat/Sertifikat Penanggung Jawab Industri Rumah Tangga Pangan, dan Surat izin

praktek tenaga medis (SIPTM), seperti Surat Izin Praktek Dokter Umum, Surat

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

37

Universitas Indonesia

Izin Praktek Dokter Gigi, Surat Izin Praktek Bidan, Surat Izin Praktek Perawat,

dan Surat Izin Praktek Refraksi Optisian.

4.2 Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan

Sejak 9 Agustus 2011, diberlakukan Peraturan Gubernur Provinsi DKI

Jakarta Nomor 74 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)

pada Kota Administrasi yang menerangkan bahwa kegiatan pelayanan perizinan

dan non perizinan yang proses pengelolaannya mulai dari tahap permohonan

sampai ke tahap terbitnya dokumen dilakukan dalam satu tempat melalui satu

pintu, yaitu di kantor Walikota.

PTSP ini merupakan sistem dimana seluruh berkas permohonan perizinan

masuk melalui customer service yang berada di Walikota, kemudian diteruskan ke

seksi atau bagian yang bersangkutan. Sistem PTSP ini menjadikan seluruh proses

perizinan terpusat di satu tempat dan diharapkan dapat mengurangi lamanya

proses perizinan. Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah Kota Jakarta Timur

sedang dalam peralihan atau percobaan menuju sistem Pelayanan Terpadu Satu

Pintu sesuai dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta nomor 114 tahun

2011. Oleh karena itu instruksi kerja dan prosedur mutu perlu mengalami

perubahan atau dilakukan revisi.

Penyelenggaraan PTSP saat ini pada pelayanan perizinan masih belum

sepenuhnya dilakukan. Perizinan tenaga kesehatan bidan serta sarana farmasi,

makanan dan minuman, berkas permohonan dilakukan melalui customer service

unit PTSP kantor walikota, selanjutnya diserahkan ke Suku Dinas Kesehatan

Jakarta Timur untuk diproses lebih lanjut sampai surat izin disahkan atau

diterbitkan. Surat izin yang telah diterbitkan akan diserahkan ke kantor Walikota

untuk selanjutnya diambil oleh pemohon.

Salah satu tugas Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan adalah

mengevaluasi tingkat kepatuhan petugas kesehatan terhadap standar pelayanan.

Evaluasi tersebut bertujuan untuk menjamin kualitas pelayanan publik dalam

bidang kesehatan dengan cara mengevaluasi pelayanan perizinan. Standar

pelayanan perizinan yang dilakukan di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur

adalah 12 hari kerja, terhitung dari lengkapnya berkas. Pemeliharaan

implementasi Sistem Manajemen Mutu di Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

38

Universitas Indonesia

dilakukan dengan pelaksanaan audit internal dan surveilans, survei kepuasan

pelanggan, dan tinjauan manajemen, serta berbagai pelatihan seperti pelatihan

lead auditor dan pelatihan manajemen kepuasan pelanggan.

Revisi instruksi kerja perizinan dilakukan terhadap referensi yang

digunakan, dengan cara membandingkan peraturan yang sudah ada dan

menambahkan peraturan baru yang belum ada ke dalam instruksi kerja sesuai

dengan peraturan yang berlaku. Selain itu juga ditambahkan persyaratan yang

harus dipenuhi untuk melakukan perizinan baik untuk tenaga kesehatan maupun

sarana kesehatan.

Revisi quality procedure pelayanan perizinan dan sertifikasi dilakukan

terhadap referensi yang digunakan berdasarkan peraturan perundang-undangan

yang berlaku saat ini. Revisi dilakukan dengan cara menambahkan peraturan baru

yang belum tercantum serta mengganti peraturan yang lama dengan peraturan

baru ke dalam quality procedure tersebut. Peraturan-peraturan baru tersebut

melengkapi peraturan lama yang telah ada pada referensi sebelumnya. Selain itu,

revisi juga dilakukan terhadap definisi, rincian prosedur, dan alur pelayanan

perizinan yang mengacu pada manual prosedur.

4.3 Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman

Koordinator Farmasi, Makanan, dan Minuman mempunyai tugas :

a. Melaksanakan pemberian perizinan tenaga dan sarana farmasi, makanan dan

minuman.

b. Melaksanakan kegiatan pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan

sarana pelayanan kefarmasian meliputi industri kecil obat tradisional, cabang

penyalur alat kesehatan, apotek, toko obat, depo farmasi, dan industri

makanan minuman rumah tangga.

c. Melaksanakan kegiatan pemantauan dan pengendalian harga obat dan

persediaan cadangan obat esensial.

d. Melaksanakan pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan pada

lingkup Kota Administrasi.

Salah satu kegiatan Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman dalam

pengelolaan persediaan obat dan perbekalan kesehatan adalah dengan melakukan

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

39

Universitas Indonesia

rekapitulasi Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dari

puskesmas di wilayah Jakarta Timur. LPLPO merupakan media yang digunakan

untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas. LPLPO yang dibuat oleh

petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi, dan dikirim tepat waktu serta

disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga bermanfaat untuk analisis

penggunaan, perencanaan kebutuhan obat, pengendalian persediaan dan

pembuatan laporan pengelolaan obat.

Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO

dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Suku Dinas Kesehatan melalui Instalasi

Farmasi Kabupaten/Kota untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah

ditandatangani oleh kepala Dinas Suku Kesehatan, satu rangkap untuk Kepala

Suku Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan

satu rangkap dikembalikan ke Puskesmas. LPLPO sudah harus diterima paling

lambat tanggal 10 setiap bulannya.

Selain LPLPO, penggunaan Narkotik dan psikotropik juga harus

dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan. Sejak Januari 2013 diberlakukan sistem

pelaporan SIPNAP secara online. Pelaporan narkotika dan psikotropika dilakukan

paling lambat tanggal 10 tiap bulannya secara online dan juga dikirim ke Balai

Besar Pengawasan Obat dan Makanan dalam bentuk hard copy 1 rangkap dan 1

rangkap disimpan sebagai arsip Farmasi di Puskesmas.

Namun, pelaksanaan pelaporan penggunaan narkotik dan psikotropik

dengan menggunakan sistem ini belum berjalan dengan baik di seluruh Puskesmas

Kecamatan yang berada di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur. Hal ini

disebabkan karena kendala pada sistem SIPNAP dan kendala pada user. Kendala

pada sistem SIPNAP yang sering dihadapi berupa kesulitan dalam melakukan

pendaftaran akun, atau akun yang sudah terdaftar belum menerima kata sandi

(password) sehingga tidak dapat masuk ke sistem untuk melakukan

pengunggahan dokumen laporan narkotika dan psikotropika. Kendala pada user

yang umumnya terjadi adalah kurangnya pemahaman user mengenai sistem

pelaporan secara online akibat kurangnya sosialisasi. Selain itu tidak semua

puskesmas dilengkapi dengan fasilitas internet. Hal ini menyebabkan petugas

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

40

Universitas Indonesia

puskesmas masih melakukan pelaporan narkotika dan psikotropika secara manual

ke Suku Dinas Kesehatan.

Tugas dari Koordinator Farmasi, Makanan dan Minuman berikutnya

adalah melaksanakan pelayanan perizinan. Perizinan yang diurus di Suku Dinas

Kesehatan Jakarta Timur yaitu apotek, toko obat, Usaha Mikro Obat Tradisional

(UMOT), Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK) dan sertifikasi kelayakan

olahan/produksi makanan minuman rumah tangga/Pangan Industri Rumah Tangga

(PIRT).

a. Apotek

Pemberian izin apotek dilakukan dengan cara mengajukan surat permohonan

izin ke Suku Dinas Kesehatan dengan melengkapi persyaratan yang telah

ditetapkan. Permohonan izin apotek diajukan oleh Apoteker Pengelola Apotek

(APA). Apoteker Pengelola Apotek wajib memiliki Surat Tanda Registrasi

Apoteker (STRA) dan Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). Selain itu SIPA juga

wajib dimiliki apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker

pendamping.

Untuk mendapatkan Surat Izin Apotek (SIA), APA harus menyiapkan

tempat (lokasi dan bangunan) dan perlengkapannya termasuk obat dan perbekalan

farmasi lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. Bangunan apotek

harus mempunyai luas yang memadai, sehingga dapat menjamin kelancaran

pelaksanaan tugas dan fungsi apotek, serta memelihara mutu perbekalan

kesehatan di bidang farmasi. Bangunan apotek minimal terdiri dari ruang tunggu,

ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja

apoteker, tempat pencucian alat dan toilet. Bangunan apotek harus dilengkapi

sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, penerangan yang cukup, alat

pemadam kebakaran yang berfungsi dengan baik, serta ventilasi dan sistem

sanitasi yang baik. Apotek harus mempunyai papan nama apotek berukuran

minimal 40x60 cm dengan tulisan berwarna hitam (ukuran 5 cm) di atas dasar

berwarna putih yang memuat nama apotek, nama APA, nomor SIA dan alamat

apotek.

Apotek harus memiliki perlengkapan yang memadai seperti timbangan,

mortir, wadah dan etiket, tempat penyimpanan obat, termasuk lemari khusus

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

41

Universitas Indonesia

narkotika dan psikotropika, kartu stok, dan sebagainya. Apotek harus melaporkan

pemakaian narkotika setiap bulan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi Jakarta setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM di DKI

Jakarta, sedangkan pemakaian psikotropika harus dilaporkan maksimal setahun

sekali.

Apabila permohonan telah memenuhi persyaratan, maka Suku Dinas

Kesehatan akan mengeluarkan SIA yang berlaku seterusnya selama apotek masih

aktif melakukan kegiatan. SIA harus diperbaharui bila terjadi perubahan fisik dan

non fisik dari sarana apotek. Kriteria perubahan non fisik yakni apabila terjadi

pergantian apoteker pengelola apotek (baik karena meninggal dunia maupun hal

lainnya), terjadi pergantian pemilik sarana apotek (baik karena meninggal dunia

maupun hal lainnya), terjadi pergantian nama apotek, terjadi perubahan alamat

apotek tanpa pemindahan lokasi, dan/atau terjadi karena surat izin apotek hilang

atau rusak. Sedangkan perubahan fisik, yakni apabila terjadi perubahan denah

apotek dan terjadi perubahan lokasi apotek.

SIA dapat dicabut jika terdapat pelanggaran-pelanggaran :

1) Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai Apoteker Pengelola

Apotek (APA).

2) Apoteker tidak lagi memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian.

3) APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun berturut-turut.

4) Terjadi pelanggaran terhadap UU tentang narkotika, psikotropika, kesehatan,

dan ketentuan perundang-undangan yang lain.

5) Surat izin kerja APA dicabut.

6) Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran

perundang-undangan di bidang obat.

Apabila apotek memberikan pelayanan 24 jam, maka apotek tersebut harus

memiliki apoteker pendamping, dan apabila APA dan apoteker pendamping

berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti.

Penunjukan tersebut harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota, dalam hal ini kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

setempat untuk daerah DKI Jakarta dengan tembusan kepada Kepala Dinas

Kesehatan Provinsi setempat. APA bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

42

Universitas Indonesia

yang dilakukan oleh apoteker pendamping maupun apoteker pengganti/supervisor,

dalam pengelolaan apotek. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya lebih

dari dua tahun secara terus-menerus, maka harus menunjuk apoteker pengganti,

sedangkan jika APA berhalangan melakukan tugasnya dalam waktu 1–3 bulan,

maka harus menunjuk apoteker supervisor. (Menteri Kesehatan Republik

Indonesia, 2002).

Pada setiap pengalihan tanggung jawab kefarmasian yang disebabkan

karena penggantian APA oleh apoteker pengganti, harus diikuti dengan serah

terima resep, narkotika dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci tempat

penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima ini harus diikuti dengan

pembuatan berita acara.

Apabila apotek melakukan pelanggaran, maka dapat diberikan teguran

secara lisan untuk segera dilakukan perbaikan. Apabila tidak ada perbaikan dari

apotek tersebut, maka diberikan peringatan tertulis kepada APA. Pelaksanaan

pencabutan SIA dapat dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis

kepada APA sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu

masing-masing dua bulan atau pembekuan izin apotek untuk jangka waktu

selama-lamanya 6 bulan. Akan tetapi, pembekuan izin ini dapat dicairkan kembali

apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

Apabila apotek merupakan apotek rakyat, maka apotek rakyat tersebut

harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

1) Apotek rakyat dalam pelayanan kefarmasian harus mengutamakan obat

generik.

2) Apotek rakyat dapat menyimpan dan menyerahkan obat-obatan yang

termasuk golongan obat keras, obat bebas terbatas, obat bebas, dan

perbekalan kesehatan rumah tangga.

3) Apotek rakyat dilarang menyediakan narkotika dan psikotropika, meracik

obat dan menyerahkan obat dalam jumlah besar.

4) Setiap apotek rakyat harus memiliki satu orang apoteker sebagai penanggung

jawab, dan dapat dibantu oleh asisten apoteker.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

43

Universitas Indonesia

5) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan, apotek rakyat yang melanggar

ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan Menteri Kesehatan dapat

dikenakan tindakan administratif berupa teguran lisan, tertulis, sampai dengan

pencabutan izin.

6) Pedagang eceran yang statusnya sudah berubah menjadi apotek sederhana

dianggap telah menjadi apotek rakyat.

b. Toko Obat

Surat izin pendirian suatu toko obat dapat diperoleh dengan mengajukan

surat permohonan Izin Usaha kepada Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi

setempat yaitu di Seksi Sumber Daya Kesehatan bagian Farmasi, Makanan dan

Minuman. Izin toko obat berlaku selama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali

dengan penanggung jawab teknis adalah seorang Asisten Apoteker.

Setiap perubahan fisik maupun non fisik yang terjadi, pihak toko obat

harus mengajukan permohonan tertulis kepada Seksi Sumber Daya Kesehatan.

Perubahan non fisik yang terjadi pada toko obat antara lain; pergantian asisten

apoteker penanggung jawab teknis toko obat (baik karena meninggal dunia

maupun hal lainnya), pergantian nama toko obat, perubahan alamat toko obat

tanpa pemindahan lokasi, pergantian pemilik toko obat (baik karena meninggal

dunia maupun hal lainnya), dan surat izin toko obat hilang atau rusak. Sedangkan

perubahan fisik pada toko obat yaitu terjadi pemindahan lokasi toko obat dan

terjadi perpanjangan izin toko obat.

Toko obat harus menjalankan usahanya sesuai ketentuan dan peraturan

perundangan yang berlaku. Oleh karena itu, apabila toko obat melakukan

pelanggaran akan dikenakan sanksi baik berupa sanksi administratif maupun

sanksi pidana. Sanksi administratif yaitu mulai dari pemberian surat peringatan,

penghentian sementara kegiatan toko obat sampai pencabutan surat izin,

sedangkan untuk sanksi pidana pemilik toko obat dapat diajukan ke pengadilan.

c. Usaha Mikro Obat Tradisional (UMOT)

Permohonan izin UMOT oleh pemohon diajukan kepada Suku Dinas

Kesehatan dengan menggunakan Formulir 18. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja

sejak menerima permohonan untuk izin UMOT, Kepala Suku Dinas Kesehatan

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

44

Universitas Indonesia

menunjuk tim untuk melakukan pemeriksaan setempat. Paling lama 7 (tujuh) hari

kerja setelah menerima penugasan, tim melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan

administrasi dan teknis, dan menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Kepala

Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan Formulir 19. Paling lama 7 (tujuh)

hari kerja setelah menerima hasil pemeriksaan, Kepala Suku Dinas Kesehatan

menyetujui, menunda atau menolak permohonan untuk izin UMOT dengan

tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Balai setempat,

dengan menggunakan Formulir 20a, Formulir 20b, atau Formulir 20c.

Permohonan izin UMOT ditunda atau ditolak apabila ternyata belum memenuhi

persyaratan. Apabila dalam 30 (tiga puluh) hari kerja setelah surat permohonan

diterima oleh Kepala Suku Dinas Kesehatan, tidak dilakukan

pemeriksaan/verifikasi, pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan

kegiatan produksi kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan menggunakan

Formulir 21.

Izin UMOT diberikan kepada pemohon yang telah memenuhi persyaratan.

UMOT wajib menyampaikan laporan secara berkala setiap 6 (enam) bulan

meliputi jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan serta jenis, jumlah, dan

nilai hasil produksi. Laporan UMOT disampaikan kepada Kepala Suku Dinas

Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Balai setempat. Industri dan usaha

obat tradisional yang akan melakukan perubahan nama, alamat, tenaga teknis

kefarmasian penanggung jawab, kapasitas dan/atau fasilitas produksi wajib

melapor secara tertulis kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan dengan tembusan

kepada Kepala Balai setempat dan mendapat persetujuan sesuai ketentuan.

Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban menjamin

keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan,

melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan

keamanan, khasiat/manfaat dan mutu dari peredaran, memenuhi ketentuan

peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. Industri dan usaha obat

tradisional yang akan melakukan perubahan bermakna terhadap pemenuhan Cara

Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) wajib melapor dan mendapat

persetujuan dari Kepala Badan.Setiap industri dan usaha obat tradisional dilarang

membuat segala jenis obat tradisional yang mengandung bahan kimia hasil isolasi

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

45

Universitas Indonesia

atau sintetik yang berkhasiat obat, obat tradisional dalam bentuk intravaginal,

tetes mata, sediaan parenteral, supositoria kecuali untuk wasir, obat tradisioanal

dalam bentuk cairan obat dalam yang mengandung etanol dengan kadar lebih dari

1% (satu persen).

d. Cabang Penyalur Alat Kesehatan (CPAK)

Perizinan CPAK dilakukan dengan memenuhi persyaratan yang telah

ditentukan. Perubahan fisik maupun non fisik pada sarana CPAK harus dilaporkan

dengan mengajukan permohonan tertulis kepada Suku Dinas Kesehatan.

Perubahan non fisik meliputi; terjadi pergantian pemilik sarana CPAK (baik

meninggal dunia maupun lainnya), terjadi pergantian nama sarana kesehatan

CPAK, terjadi perubahan alamat sarana kesehatan CPAK tanpa pemindahan

lokasi, terjadi karena surat izin sara kesehatan CPAK hilang atau rusak.

Sedangkan perubahan fisik (dilakukan pemeriksaan lapangan), meliputi; terjadi

pemindahan lokasi sarana kesehatan CPAK dan/atau terjadi perluasan sarana

kesehatan CPAK. Izin CPAK berlaku paling lama 3 (tiga) tahun dan dapat

diperpanjang kembali bila semua persyaratan telah dipenuhi

e. Pangan Industri Rumah Tangga (PIRT)

Tata cara penyelenggaraan Sertifikasi Produk Pangan Industri Rumah

Tangga (SPP-IRT) yaitu dengan mengajukan permohonan kepada Pemerintah

Daerah atau Kepala Suku Dinas Kesehatan. Pengajuan permohonan tidak dapat

dipenuhi apabila pangan yang diproduksi berupa susu dan hasil olahan, daging,

ikan, unggas yang hasil olahannya memerlukan proses dan atau penyimpanan

beku, pangan kaleng, pangan bayi, minuman beralkohol, air minum dalam

kemasan, pangan lain yang wajib memenuhi persyaratan SNI (contoh : SL, coklat

bubuk, garam yodium, AMDK, dan tepung), dan pangan lain yang ditetapkan oleh

BPOM. Untuk mendapatkan SPP-IRT, pemohon harus telah mengikuti

Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) dan memenuhi pemeriksaan sarana

produksi oleh Suku Dinas Kesehatan.

Penyelenggaraan dan penyuluhan keamanan pangan dalam rangka

SPP-IRT dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota atau Suku Dinas

Kesehatan DKI Jakarta. Pelaksanaannya dapat dilaksanakan secara bersama-sama

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

46

Universitas Indonesia

oleh beberapa Suku Dinas Kesehatan. Materi penyuluhan keamanan pangan yang

diberikan, meliputi berbagai jenis bahaya biologis, kimia, fisik, cara menghindari

dan memusnahkannya serta pengawetan pangan; higienitas dan sanitasi sarana dan

perusahaan pangan industri rumah tangga; Cara Produksi Pangan yang Baik

(CPPB); peraturan perundangan tentang keamanan pangan, penggunaan Bahan

Tambahan Pangan (BTP), label dan iklan pangan. Materi pelengkap dapat

dikembangkan sesuai dengan kebutuhan perusahaan pangan industri rumah

tangga, misalnya pengemasan dan penyimpanan produk pangan industri rumah

tangga, pengembangan usaha perusahaan pangan industri rumah tangga termasuk

etika bisnis.

Setelah melaksanakan Penyuluhan Keamanan Pangan, petugas Suku Dinas

Kesehatan melakukan pemeriksaan ke sarana produksi PIRT. Petugas yang

melakukan pemeriksaan tersebut harus memiliki Sertifikasi Inspektur Pangan.

Laporan pemeriksaan sarana produksi IRT dengan hasil minimal cukup

merupakan salah satu persyaratan utama untuk mendapatkan SPP-IRT.

Sertifikasi produk pangan yang diterbitkan ada 2 jenis yakni sertifikasi

penyuluhan keamanan pangan dan sertifikasi produksi pangan. Sertifikasi

penyuluhan keamanan pangan diberikan kepada peserta yang telah lulus

mengikuti penyuluhan keamanan pangan, dimana semua PIRT harus mempunyai

minimal satu orang tenaga yang telah memiliki sertifikat penyuluhan keamanan

pangan. Apabila PIRT tidak mempunyai tenaga yang telah memiliki sertifikat

yang dimaksud, maka perusahaan tersebut harus menunjuk tenaga yang sesuai

dengan tugasnya untuk mengikuti penyuluhan keamanan pangan. Sertifikasi

produksi pangan diberikan pada IRT yang mempunyai tenaga yang lulus

Penyuluhan Keamanan Pangan dan telah diperiksa sarana produksinya dengan

hasil minimal cukup, dimana sertifikat ini diterbitkan untuk satu jenis pangan

produk IRT. IRT berlaku untuk selamanya selama IRT tersebut masih tetap

beroperasi. Penyelenggaraan SPP-IRT di Sudinkes Kota Administrasi setempat

dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Badan POM atau

Balai Besar POM setempat dengan melampirkan Sertifikat Penyuluhan Keamanan

Pangan dan Sertifikat Produksi Pangan IRT yang selambat-lambatnya satu bulan

setelah penyelenggaraan.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

47 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas

Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur memiliki tugas dan fungsi dalam

pembinaan dan pengembangan, termasuk pengawasan dan pengendalian hal

yang berkaitan dengan kesehatan, baik di masyarakat maupun lingkungan.

2. Seksi Sumber Daya Kesehatan Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur

membawahi 3 (tiga) koordinator; Koordinator Farmasi Makanan dan

Minuman, Koordinator Tenaga Kesehatan, dan Koordinator Standardisasi

Mutu Kesehatan.

3. Tiga Koodinator di Seksi Sumber Daya Kesehatan menjalankan proses

perizinan, pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap tenaga

kesehatan, sarana pelayanan farmasi, dan standarisasi mutu sesuai dengan

aturan/standar yang berlaku.

5.2 Saran

1. Setiap personel berusaha meningkatkan kinerjanya pada setiap pelaksanaan

tugas dan fungsi masing-masing, dan sesuai dengan tingkat

pendidikan/kompetensinya.

2. Peningkatan kompetensi personel dapat dilakukan dengan memperhatikan tiga

hal pokok yaitu pendidikan, pelatihan dan pengalaman.

3. Melakukan sosialisasi kembali sistem pelaporan terbaru secara online yaitu

dengan SIPNAP agar penanggung jawab di Puskesmas masing-masing

Kecamatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Timur memahami alur

pelaporan dan juga penanganan jika terjadi kendala dalam memasukkan data.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

48 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012). Peraturan

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor

HK.03.1.23.04.12.2205 Tahun 2012 tentang Pedoman Pemberian

Sertifikat Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: Badan

Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2009). Peraturan Gubernur

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang

Tugas Pokok dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor1332 Tahun 2002 tentang Tata Cara Pemberian Izin

Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 1202 Tahun 2003 tentang Indikator Indonesia Sehat

2010 dan Penetapan Provinsi Sehat dan Kabupaten/Kota Sehat. Jakarta.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan

Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 284 Tahun 2007 tentang Apotek

Rakyat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889 Tahun 2011 tentang Registrasi,

Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Peraturan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2025 Tahun 2011 tentang Izin

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

49

Universitas Indonesia

Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran. Jakarta: Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Data Dasar Puskesmas

Kondisi Desember Tahun 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia.

Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2002). Keputusan Gubernur

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 58 Tahun 2002 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Kesehatan Propinsi Daerah Khusus

Ibukota Jakarta. Jakarta: Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota

Jakarta.

Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (2008). Peraturan Daerah

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 10 Tahun 2008.(2008).

Organisasi Perangkat Daerah.

Pemerintah Republik Indonesia. (2000). Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun

2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai

Daerah Otonom. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Pemerintah Republik Indonesia. (2004). Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun

2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta: Pemerintah

Republik Indonesia.

Republik Indonesia. (1999). Undang-UndangNomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang

Pelayanan Publik. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia

Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.(2012). Quality Manual Suku Dinas

Kesehatan Jakarta Timur. Jakarta: Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

UNIVERSITAS INDONESIA

PELAYANAN KEFARMASIAN

DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT

KECAMATAN DUREN SAWIT

JL. H. DOGOL NO. 15 A JAKARTA TIMUR

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DEWI SANTY LOPA, S. Farm.

1206329493

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2014

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

ii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... iii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. iv

BAB 1. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2. Tujuan ..................................................................................... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3

2.1. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) .......................... 3

2.2. Profil Puskesmas Kecamatan Duren Sawit ............................. 5

2.3 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di Puskesmas .................... 10

2.4 Pengelolaan Obat di Puskesmas .............................................. 11

2.5 Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas ................................. 21

2.6 Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas ................................ 25

BAB 3. METODE PENGKAJIAN ............................................................... 34

3.1 Waktu dan Lokasi .................................................................... 34

3.2 Metode Pengumpulan Data ...................................................... 34

3.3 Cara Kerja ................................................................................ 34

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................... 35

4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di PKDS Jaktim ................ 35

4.2 Pengelolaan Obat di PKDS Jaktim ......................................... 35

4.3 Pelayanan Informasi Obat di PKDS Jaktim ........................ .... 40

4.4 Penggunaan Obat Rasional di PKDS Jaktim ........................... 41

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................... 44 6.1 Kesimpulan ............................................................................ 44

6.2 Saran ...................................................................................... 45

DAFTAR ACUAN ........................................................................................ 46

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

iii Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Luas Wilayah Kecamatan Duren Sawit ...................................... .. 6

Tabel 2.2. Jumlah Penduduk Kecamatan Duren Sawit ................................ .. 7

Tabel 2.3. Fasilitas Kesehatan yang terdapat di Kecamatan Duren Sawit ... .. 7

Tabel 2.4. Jenis Pelayanan Kesehatan di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit.. ......................................................................................... .. 9

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Puskesmas merupakan salah satu saranan kesehatan yang berfungsi untuk

melakukan upaya kesehatan dasar. Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas

kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan disuatu wilayah kerja. Secara nasional, standar wilayah

puskesmas adalah suatu kecamatan (Departemen Kesehatan RI, 2006).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun 2009

tentang Pekerjaan Kefarmasian, puskesmas termasuk fasilitas pelayanan

kefarmasian yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan

kefarmasian.

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh Puskesmas

adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan sehat mencakup 4 indikator

utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat, cakupan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan derajat kesehatan penduduk. Misi pembangunan kesehatan yang

diselenggarakan Puskesmas adalah mendukung tercapainya pembangunan

kesehatan nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat mandiri dalam hidup

sehat. Untuk mencapai visi dan misi tersebut, Puskesmas menyelenggarakan

upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Dalam

menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya kesehatan masyarakat,

puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian yang bermutu.

Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah paradigmanya dari

orientasi pada obat menjadi orientasi pada pasien. Sebagai konsekuensi dari

perubahan orientasi tersebut, apoteker atau asisten apoteker sebagai tenaga

farmasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan perilaku

agar dapat berinteraksi langsung dengan pasien. Pelayanan kefarmasian meliputi

pengelolaan sumber daya (sumber daya manusia, sarana dan prasarana, sediaan

farmasi, dan perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi

klinik (penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat,

konseling dan pencatatan atau penyimpanan resep) dengan memanfaatkan tenaga,

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

2

Universitas Indonesia

dana, prasarana, sarana, dan metode tatalaksana yang sesuai dalam mencapai

tujuan yang ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).

Beberapa aspek yang perlu diperhatikan untuk tercapainya pelayanan kefarmasian

yang bermutu yaitu pengelolaan sumber daya, dalam hal ini pengelolaan obat

(perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, dan pelaporan obat),

pelayanan informasi obat serta penggunaan obat yang rasional. Oleh karena itu,

sangat diperlukan pemahaman dan peninjauan lebih jauh mengenai aspek-aspek

tersebut.

Untuk mengetahui peran dan fungsi apoteker dalam hal sistem

pengelolaan obat, pelayanan informasi obat serta penggunaan obat yang rasional

di puskesmas maka calon apoteker membutuhkan suatu program yang dapat

memfasilitasi agar kebutuhan tersebut tercapai. Sehingga, Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia bekerja sama dengan Suku Dinas Kesehatan Kota

Administrasi Jakarta Timur dan Puskesmas Tingkat Kecamatan dalam

mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Kegiatan PKPA

dilaksanakan pada tanggal 17-28 Juni 2013 di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

Jakarta Timur yang selanjutnya disebut sebagai PKDS Jaktim dengan tujuan

untuk memberikan gambaran mengenai peran profesi apoteker di Puskesmas.

1.2 Tujuan

Pelaksanaan PKPA di Pusat Kesehatan Masyarakat Kecamatan Duren

Sawit Jakarta Timur bertujuan agar mahasiswa calon Apoteker :

1. Mengetahui tugas pokok dan fungsi bagian farmasi di PKDS Jaktim.

2. Mengetahui alur pengelolaan obat di PKDS Jaktim.

3. Mengetahui. berapa banyak obat generik yang diadakan di PKDS Jaktim.

4. Mengetahui jumlah kunjungan pasien dan resep di PKDS Jaktim pada

periode Januari – Maret 2013.

5. Mengetahui 10 penyakit terbanyak di PKDS Jaktim.

6. Mengetahui 10 pemakaian obat terbanyak di PKDS Jaktim.

7. Mengetahui Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling di PKDS Jaktim.

8. Mengetahui Penggunaan Obat Rasional (POR) periode Januari – Maret 2013

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

Puskesmas atau Pusat Kesehatan Masyarakat merupakan organisasi

fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,

terpadu, merata, dapat diterima, dan terjangkau oleh masyarakat, didukung

dengan peran aktif masyarakat dan dengan menggunakan hasil pengembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna serta biaya yang dapat dipikul oleh

pemerintah dan masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan

menitik beratkan kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat

kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan.

Secara umum, puskesmas harus memberikan pelayanan preventif, promotif,

kuratif sampai dengan rehabilitative baik melalui upaya kesehatan perorangan

(UKP) atau upaya kesehatan masyarakat (UKM) (Dinas Kesehatan Kabupaten

Siak, 2012).

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota

yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di satu atau

sebagai wilayah. Dengan kata lain, puskesmas merupakan unit pelaksana teknis

kesehatan di bawah supervisi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Kepmenkes no.

128 tahun 2004). Berdasarkan peraturan gubernur provinsi daerah khusus ibukota

jakarta nomor 4 tahun 2011, puskesmas dibedakan menjadi puskesmas kecamatan

dan puskesmas kelurahan. Pusat kesehatan masyarakat kecamatan yang

selanjutnya disebut puskesmas kecamatan adalah pusat kesehatan masyarakat di

kecamatan. Sedangkan pusat kesehatan masyarakat keluarahan yang selanjutnya

disebut puskesmas kelurahan adalah pusat kesehatan masyarakat di kelurahan.

Puskesmas kecamatan merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan

(UPTD) dibawah di bawah Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes). Puskesmas

kelurahan merupakan satuan pelaksana dari puskesmas Kecamatan di wilayah

kelurahan.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

4

Universitas Indonesia

Puskesmas Kecamatan memiliki tugas melaksanakan pelayanan kesehatan

perorangan dan melakukan koordinasi kesehatan masyarakat ditingkat kecamatan.

Untuk melaksanakan tugas tersebut Puskesmas Kecamatan mempunyai fungsi

(peraturan gubernur provinsi daerah khusus ibukota jakarta nomor 4 tahun 2011) :

a. Penyusunan rencana kerja dan anggaran (RKA) dan dokumen pelaksanaan

anggaran (DPA) puskesmas kecamatan.

b. Pelaksanaan dokumen pelaksanaan anggaran (DPA) puskesmas

kecamatan.

c. Pelaksanaan standar dan prosedur pelayanan kesehatan.

d. Penyusunan rencana strategi puskesmas kecamatan.

e. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan gigi, mulut, pelayanan medis,

umum, dan spesialis terbatas.

f. Penyelenggaraan asuhan keperawatan dan persalinan serta rawat inap

terbatas.

g. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis terbatas.

h. Penyelenggaraan pelayanan keluarga berencana dan imunisasi.

i. Penyelenggaraan pelayanan 24 jam dan ambulan rujukan.

j. Penyelenggaraan konsultasi kesehatan perorangan dan rujukan.

k. Penyelenggaraan pencatatan medis.

l. Penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan peralatan kedokteran,

peralatan keperawatan, peralatan perkantoran, dan peralatan kesehatan

lainnya.

m. Mengupayakan peningkatan mutu dan penjaminan mutu pelayanan.

n. Melaporkan dan mempertanggung jawabkan pelaksanaan tugas dan fungsi

puskesmas kecamatan.

Fungsi puskesmas menurut Kepmenkes no. 128 tahun 2004 yaitu sebagai

pusat pembangunan berwawasan kesehatan. Pusat pemberdayaan keluarga dan

masyarakat, dan pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Fungsi puskesmas

sebagai pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan yaitu berupaya

menggerakkan lintas sektor dan dunia usaha di wilayah kerjanya agar

menyelenggarakan pembangunan yang berwawasan keseahtan, Aktif memantau

dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

5

Universitas Indonesia

pembangunan di wilayah kerjanya, dan mengutamakan pemeliharaan kesehatan

dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan dan pemulihan.

Sementara itu, puskesmas sebagai pusat pemberdayaan masyarakat berupaya agar

perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat memiliki

kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk

hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan

termask pembiayaan, dan ikut menetapkan, menyelenggarakan, dan memantau

pelaksanaan program kesehatan. Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan

strata pertama menyelenggakan kegiatan palayanan kesehatan secara terpadu,

menyeluruh, dan berkesinambungan meliput pelayanan kesehatan perorang

(private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods) (Kepmenkes

no. 128 tahun 2004). Jumlah Puskesmas yang tercatat sampai saat ini untuk

wilayah Jakarta Timur terdapat 10 Puskesmas Kecamatan dan 76 Puskesmas

Kelurahan.

2.2 Profil puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur (PKDS

Jaktim)

Puskesmas Kecamatan Duren Sawit merupakan Puskesmas Pembina

tingkat kecamatan yang berada di wilayah Jakarta Timur. Upaya pembangunan

kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas kecamatan Duren Sawit adalah

tercapainya kecamatan sehat menuju terwujudnya Indonesia sehat. Untuk

mencapai hal tersebut, puskesmas kecamatan duren sawit berupaya untuk selalu

meningkatkan pelayananan kesehatan, salah satunya yaitu menerapkan sisitem

ISO 9001 : 2008 (Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, 2012).

2.2.1 Geografi

a. Luas Wilayah

Luas wilayah Kecamatan Duren Sawit Kota Administrasi Jakarta Timur

adalah 2.265.35 Ha, terdiri dari 7 kelurahan (Kantor Lurah), 95 RW (Rukun

Warga) dan 1101 RT (Rumah Tangga) dengan perincian dapat dilihat pada tabel

berikut :

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

6

Universitas Indonesia

Tabel 2.1 Luas Wilayah Kecamatan Duren Sawit

No Kelurahan RW RT Luas Wilayah (Ha)

1. Duren Sawit 17 182 455,50

2. Pondok bambu 12 174 489,70

3. Klender 18 200 304,90

4. Malaka Jaya 13 135 98,82

5. Malaka Sari 10 140 138,23

6. Pondok Kopi 11 105 206,00

7. Pondok Kelapa 14 165 572,15

Jumlah 95 1101 2.265,50

b. Batas Wilayah

Bagian Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Cakung Kota Administrasi Jakarta

Timur.

Bagian Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Makassar, Kalimalang dan

Kecamatan Pondok Gede Kota Administrasi Bekasi

Bagian Timur : Berbatasan dengan Kota Administrasi Bekasi

Bagian Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Jatinegara Kota Administrasi

Jakarta Timur

2.2.2 Demografi

Jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Duren sawit Kota Administrasi

Jakarta Timur Tahun 2013 berjumlah 403.995 jiwa, terdiri dari laki-laki 206.605

jiwa dan perempuan 197.390 jiwa sedangkan jumlah kepala keluarga sebanyak

123.405 KK. Adapun rincian jumlah penduduk di wilayah Kecamatan Duren

Sawit dapat dilihat pada tabel berikut :

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

7

Universitas Indonesia

Tabel 2.2 Jumlah Penduduk Kecamatan Duren Sawit

No Kelurahan Jumlah Penduduk Jumlah Penduduk

Laki - Laki Perempuan

1. Duren Sawit 64.821 32.864 31.957

2. Pondok Bambu 70.670 36.830 33.840

3. Klender 81.328 41.933 39.395

4. Malaka Jaya 39.519 19.770 19.749

5. Malaka Sari 35.031 17.560 17.471

6. Pondok Kopi 40.009 20.560 19.539

7. Pondok Kelapa 72.527 37.088 35.439

Jumlah 403.995 206.605 197.390

2.2.3 Fasilitas kesehatan

Fasilitas kesehatan yang terdapat di Kecamatan Duren Sawit berjumlah

319 buah yang terdiri dari 13 jenis fasilitas dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.3 Fasilitas Kesehatan yang terdapat di Kecamatan Duren sawit

No Fasilitas Kesehatan jumlah

1. RS Pemerintah 3

2. RS Bersalin Swasta 11

3. RB Pemerintah 3

4. RB Swasta 2

5. RSU Swasta 2

6. Puskesmas 12

7. Posyandu 131

8. BPU 24

9. Lab Klinik 21

10. Praktek Dokter Umum 25

11. Praktek Dokter Gigi 24

12. Praktek Dokter Spesialis 9

13. Apotik 52

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

8

Universitas Indonesia

2.2.4 Visi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

Visi : Puskesmas yang mengutamakan kepuasan pelanggan dengan Pelayanan

Standar Mutu Internasional menuju terciptanya Duren Sawit sebagai Kota

Sehat.

2.2.5 Misi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

Misi :

a. Meningkatkan Mutu Pelayanan yang berorientasi pada kepuasan

pelanggan.

b. Mengembangkan Profesionalisme SDM

c. Mengembangkan Sarana Kesehatan Puskesmas

d. Mewujudkan Manajemen Puskesmas yang Kompak dan Solid

e. Mengkoordinasikan Pemberdayaan Masyarakat di bidang kesehatan.

2.2.6 Kebijakan Mutu Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

Puskesmas Kecamatan Duren sawit berusaha memberikan pelayanan

prima dan berkualitas yang berorientasi kepada kepuasan pelanggan, serta selalu

berusaha memelihara dan menyempurnakannya dengan menerapkan Sistem

Manajemen Mutu ISO 9001:2008.

2.2.7 Moto Puskesmas Kecamatan Duren sawit

Pusekesmas Kecamatan Duren Sawit memiliki moto yang dapat disingakat

dengan “SEHAT ITU NIKMAT”. Penjabarannya yaitu :

S : Setia Melayani Pelanggan

E : Efektif dan Efisien dalam Bekerja

H : Handal Dalam Pelayanan

A : Anggun Dalam Penampilan

T : Tepat Dalam Bertindak

I : Ikhlas Melaksanakn Tugas

T : Tanggap Menghadapi Permasalahn

U : Upaya Perbaikan Berkesinambungan

N : Norma dan Etika Diutamakan

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

9

Universitas Indonesia

I : Inovatif dalam Bekerja

K : Komunikasi yang santun terhadap sesama

M : Musyawarah Mufakat dalam Pengambilan Keputusan

A : Aktif dalam kegiatan Kemasyarakatan

T : Tekun Melaksanakan Ibadah

2.2.8 Janji Pelayanan

Puskesmas Kecamatan Duren sawit mempunyai janji pelayanan yaitu

“Melayani dengan Ikhlas dan Sepenuh Hati”.

2.2.9 Jenis pelayanan yang ada di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

Pelayanan kesehatan yang ada di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

berjumlah 17 jenis pelayanan kesehatan dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 2.4 Jenis Pelayanan di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

No Jenis Pelayanan Kesehatan

1 BP Umum, ASKES, JAMSOSTEK, KJS

2 Poli Gigi

3 Poli Penyakit Dalam

4 Poli Kesehatan Ibu (KI)

5 Poli Keluarga Bencana

6 Poli Gizi

7 Poli DM

8 Poli Keswa dan Napza

9 Poli MTBS dan Imunisasi

10 Poli TB Paru dan Kusta

11 Unit Pelayanan 24 Jam

12 Rumah Bersalin (RB)

13 USG dan EKG

14 Laboratorium

15 Kamar Obat/Apotik

16 Radiologi

17 Pemeriksaan Kesehatan Haji dan Umum

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

10

Universitas Indonesia

2.2.10 Gedung Puskesmas Kecamatan Duren sawit

Gedung Puskesmas Kecamatan Duren Sawit berdiri diatas tanah seluas

2740 m2

dengan luas bangunan 1605 m2 dan terdiri dari 3 lantai.

Lantai 1 dari gedung Puskesmas Kecamatan Kramat jati dimanfaatkan

sebagai rumah bersalin, gudang obat dan alat kesehatan, unit pelayanan 24 jam,

loket pendaftaran.

Lantai 2 dari gedung Puskesmas Duren Sawit dimanfaatkan sebagai loket

pembayaran tindakan, USG/EKG, apotik, poliklinik umum, polklinik gigi,

poliklinik DM, poliklinik KIA dan KB.

Lantai 3 dari gedung Puskesmas Kecamatan Duren sawit dimanfaatkan

sebagai ruang kepala puskesmas, ruang satker, ruang sub bagian tata usaha, ruang

seksi kesmas, ruang seksi yankes, unit pelayanan radiologi, aula dan musholla.

2.2.11 Struktur Organisasi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

Struktur organisasi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit terdiri dari :

a. Kepala Puskesmas

b. Kepala Keuangan

c. Kepala Sub Bagian Tata Usaha

d. Koordinator Pelayanan

e. Koordinator Penunjang.

Struktur oraganisasi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1.

2.3 Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) Farmasi di Puskesmas

Dalam melaksanakan kegiatannya, bagian farmasi di puskesmas

mempunyai tugas pokok dan fungsi secara keseluruhan mencakup (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :

1. Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan yang meliputi :

a. Perencanaan dan Permintaan Obat.

b. Penerimaan, Penyimpanan dan Distribusi Obat.

c. Pencatatan dan Pelaporan Obat.

d. Supervisi dan Evaluasi Pengelolaan Obat.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

11

Universitas Indonesia

2. Pelayanan Kefarmasian yang meliputi :

a. Pengkajian dan Pelayanan Resep.

b. Pelayanan Informasi Obat.

c. Konseling.

d. Pelayanan Kefarmasian di Rumah (Home Pharmacy Care).

3. Penggunaan Obat Rasional yang meliputi :

a. Konsep Penggunaan Obat Rasional.

b. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional.

2.4 Pengelolaan Obat di Puskesmas

Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan.

Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan

efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat di puskesmas meliputi

kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan, dan distribusi,

serat pencatatan dan pelaporan. Obat hendaknya dikelola secara optimal untuk

menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu

pendistribusian, tepat penggunaan, dan tepat mutunya di tiap unit pelayanan

kesehatan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.4.1 Perencanaan Obat di Puskesmas

Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan

kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan

kebutuhan obat di puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas

setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan di

puskesmas. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, puskesmas

diminta menyediakan data pemakaian obat dengan menggunakan LPLPO.

Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang melakukan kompilasi dan

analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas di wilayah kerjanya. Ketepatan dan

kebenaran data di puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat dan

perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kab/Kota.

Tujuan dilakukan perencanaan obat adalah untuk :

a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan kesehatan yang

sesuai dengan kebutuhan.

b. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

12

Universitas Indonesia

c. Meningkatkan penggunaaan obat rasional.

Dalam melakukan proses perencanaan obat, terdapat tiga tahapan yang

perlu dipertimbangkan agar proses perencanaan obat berjalan dengan baik. Ketiga

tahapan tersebut yaitu :

A. Menentukan Jenis Permintaan Obat

Terdapat dua jenis permintaan obat dalam proses perencanaaan obat di

puskesmas, yaitu permintaan rutin dan permintaan khusus. Pada permintaan rutin,

kegiatannya dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah disusun oleh Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota untuk masing-masing puskesmas. Permintaan ini tidak

mengalami banyak perubahan dikarenakan jumlah dan jenis obat yang akan

disediakan berdasarkan laporan penggunaan obat periode sebelumnya. Sedangkan

pada permintaan khusus, kegiatannya dilakukan diluar jadwal distribusi rutin

dimana hal ini dikarenakan antara lain :

a. Kebutuhan obat meningkat.

b. Terjadi kekosongan obat.

c. Ada kejadian luar biasa (KLB/bencana).

B. Menentukan Jumlah Permintaan Obat

Dalam menentukan jumlah permintaan obat, data-data yang diperlukan

antara lain :

a. Data pemakaian obat pada periode sebelumnya.

b. Jumlah kunjungan resep.

c. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota.

d. Sisa stok.

C. Menentukan Kebutuhan Obat

Kebutuhan obat di suatu puskesmas dapat dilihat dari dua indikator, yaitu

stok optimum dan jumlah. Jika diasumsikan jumlah untuk periode yang akan

datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya maka

dapat dilakukan perhitungan stok optimum dengan rumus dibawah ini :

SO = SK + SWK + SWT + SP

Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus :

Permintaan = SO – SS

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

13

Universitas Indonesia

Keterangan :

SO = Stok Optimum

SK = Stok Kerja (stok pada periode berjalan)

SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada periode waktu kekosongan obat

SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead Time)

SP = Stok penyangga

SS = Sisa stok

2.4.2 Permintaan Obat di Puskesmas

Sumber penyediaan obat di puskesmas berasal dari Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah

obat esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan

dengan merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu, sesuai dengan

kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No.085 tahun 1989

tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di

Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI

No.HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan Obat

Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik

saja yang diperkenankan tersedia dipuskesmas.

Adapun beberapa dasar pertimbangann dari Kepmenkes tersebut adalah :

a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh

dunia bagi pelayanan kesehatan publik.

b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar

pengobatan.

c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik.

d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan

kesehatan publik.

Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing

puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dengan menggunakan formulir LPLPO, sedangkan permintaan

dari sub unit ke Kepala Puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan

LPLPO sub unit.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

14

Universitas Indonesia

2.4.3 Penerimaan Obat di Puskesmas

Penerimaan merupakan suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang

diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di

bawahnya. Penerimaan juga dapat didefinisikan sebagai kegiatan untuk menerima

perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,

melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi atau sumbangan. Penerimaan obat

harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau petugas lain yang diberi

kuasa oleh Kepala Puskesmas.

Proses penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan

kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas. Petugas

penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik, penyimpanan,

pemindahan, pemeliharaan, dan penggunaan obat berikut kelengkapan catatan

yang menyertainya. Petugas penerima obat wajib melakukan pengecekan terhadap

obat yang diserah terima, meliputi kemasan, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan

obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), dan ditandatangani oleh petugas

penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas. Petugas penerima dapat

menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat. Setiap penambahan

obat dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok..

2.4.4 Penyimpanan Obat di Puskesmas

Penyimpanan merupakan suatu kegiatan pengamanan terhadap

obat-obatan yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik

maupun kimia dan mutunya tetap terjamin. Terdapat lima hal yang menjadi fokus

perhatian dalam melakukan kegiatan penyimpanan obat di puskesmas, yaitu

persyaratan gudang, pengaturan penyimpanan obat, kondisi penyimpanan, tata

cara penyusunan, dan penjaminan mutu terhadap obat yang disimpan.

Bila ruang penyimpanan obat di Puskesmas terlalu kecil, dapat digunakan

sistem 2 rak. Obat yang siap dipakai diletakkan dibagian rak A, sedangkan

sisanya dibagian rak B. Pada saat obat di rak A hampir habis maka pesanan mulai

dikirimkan ke gudang farmasi, sementara itu obat di rak B digunakan. Pada saat

obat di rak B hampir habis, diharapkan obat yang dipesan sudah datang. Jumlah

obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari berapa lama waktu yang

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

15

Universitas Indonesia

diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu). Misalnya

permintaan dilakukan setiap satu bulan dan waktu yang diperlukan saat mulai

memesan sampai obat tiba adalah dua minggu, maka jumlah pemakaian satu bulan

dibagi sama rata untuk rak A dan rak B. Apabila waktu tunggu yang diperlukan

hanya satu minggu maka ¾ bagian obat disimpan di rak A dan ¼ bagian di rak B.

2.4.4.1 Persyaratan Gudang

a. Luas minimal 3 x 4 m2 dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang

disimpan.

b. Ruangan kering dan tidak lembab.

c. Memiliki ventilasi yang cukup.

d. Memiliki cahaya yang cukup.

e. Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan (bahan lain).

f. Harus diberi alas papan (palet).

g. Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah.

h. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.

i. Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.

j. Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda.

k. Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu

terkunci dan terjamin keamanannya.

l. Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan.

2.4.4.2 Pengaturan Penyimpanan Obat

a. Obat disusun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan.

b. Obat dirotasi dengan sistem FIFO dan FEFO.

c. Obat disimpan pada rak.

d. Obat yang disimpan pada lantai harus diletakan di atas palet.

e. Tumpukkan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk.

f. Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan.

g. Serum, vaksin, dan supositoria disimpan dalam lemari pendingin.

h. Lisol dan desinfekatan diletakkan terpisah dari obat lainnya.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

16

Universitas Indonesia

2.4.4.3 Kondisi Penyimpanan

Kondisi penyimpanan menjadi salah satu hal yang penting untuk

diperhatikan. Hal ini dikarenakan untuk menjamin mutu dari obat-obatan tersebut.

Terdapat enam hal yang menjadi fokus perhatian yaitu :

a. Kelembaban

Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga mempercepat

kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan

upaya-upaya yaitu; ventilasi harus baik, simpan obat di tempat yang kering,

wadah tertutup rapat, gunakan kipas angin atau AC bila mamungkinkan karena

makin panas udara di dalam ruangan maka udara semakin lembab, serta biarkam

pengering (silika gel) tetap dalam wadah tablet dan kapsul. Bila ada atap yang

bocor harus segera diperbaiki.

b. Sinar matahari

Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh

sinar matahari. Sebagai contoh, injeksi klorpromazin yang terkena sinar matahari

akan berubah warna menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara

mencegah kerusakan karena sinar matahari antara lain; jendela-jendela diberi

gorden dan kaca jendela dicat warna putih.

c. Temperatur/panas

Obat seperti salep, krim, dan supositoria sangat sensitif terhadap pengaruh

panas. Panas yang berlebihan mampu menyebabkan sediaan tesebut rusak ataupun

meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas. Sebagai contoh, salep

oksitetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan mempengaruhi

kualitas salep tersebut. Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus

disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu 4-8 ºC, seperti vaksin, serum dan

produk darah, antitoksin, insulin, injeksi antibiotika yang sudah di pakai (sisa),

injeksi oksitosin, serat injeksi ergometrin.

Untuk DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena

akan menjadi rusak. Cara mencegah kerusakan karena panas antara lain;

bangunan harus memiliki ventilasi/sirkulasi udara yang memadai, hindari atap

gudang dari bahan metal, dan jika memungkinkan dipasang Exhaust Fan atau

AC.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

17

Universitas Indonesia

d. Kerusakan Fisik

Dibawah ini merupakan contoh cara yang dapat dilakukan dalam hal

penyimpanan suatu obat agar tidak terjadi kerusakan secara fisik sehingga mutu

obat tetap terjamin yaitu; penumpukan dus obat harus sesuai dengan petunjuk

pada karton, jika tidak tertulis pada karton maka maksimal ketinggian tumpukan

delapan dus, karena obat yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat

pecah dan rusak selain itu akan menyulitkan pengambilan obat, selanjutnya

hindari kontak dengan benda-benda yang tajam.

e. Kontaminasi

Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka maka obat

mudah tercemar oleh bakteri atau jamur. Oleh karena itu, diperlukan manajemen

penyimpanan dan evaluasi yang dilakukan secara berkala agar meminimalisir

kerusakan yang terjadi pada obat terutama akibat kontaminasi.

f. Pengotoran

Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang

kemudian dapat merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh

karena itu, bersihkan ruangan setiap hari. Lantai disapu dan dipel serta dinding

dan rak dibersihkan.

2.4.4.4 Tata Cara Penyimpanan Obat

Dibawah ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka

melakukan penyusunan obat di gudang puskesmas, antara lain :

a. Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First Out (FEFO) untuk

masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus

dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian, dan First In

First Out (FIFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang

pertama kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian.

Hal ini sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya

kekuatannya atau potensinya berkurang. Beberapa obat seperti antibiotik

mempuunyai batas waktu pemkaian artinya batas waktu dimana obat mulai

berkurang efektivitasnya.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

18

Universitas Indonesia

b. Pemindahan posisi letak obat harus dilakukan dengan hati-hati supaya obat

tidak pecah/rusak.

c. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar

dari cahaya matahari, disimpan di tempat kering.

d. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari

cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin/pharmaceutical refrigerator

(4-8ºC). Kartu temperatur yang ada harus selalu diisi setiap pagi dan sore.

e. Produk yang memerlukan kondisi penyimpanan dengan akses terkontrol

seperti narkotik dan psikotropik. Narkotika dan bahan berbahaya harus

disimpan dalam lemari khusus dengan kunci ganda dan selalu dalam keadaan

terkunci. Kunci harus disimpan oleh APA dan petugas yang diberikan

tanggung jawab oleh APA.

f. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari

langsung.

g. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan

pengambilannya menggunakan sendok.

h. Untuk obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya diberi tanda

khusus, misalnya dengan menuliskan waktu kadaluwarsa pada dus luar

dengan menggunakan spidol.

2.4.5 Distribusi Obat di Puskesmas

Distribusi/penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat

secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan

kesehatan antara lain ke sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas,

puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan polindes.

Dalam melakukan kegiatan distribusi obat, terdapat tiga hal yang menjadi

fokus perhatian, yaitu menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah dan

jenis obat yang diberikan, dan melaksanakan penyerahan obat dan penerimaan

sisa obat dari sub-sub unit. Pada tahapan menentukan frekuensi distribusi, yang

perlu dipertimbangkan adalah jarak sub unit pelayanan dan biaya distribusi yang

tersedia. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut diharapkan mampu

menentukan frekuensi pendistribusian obat yang efektif dan efisien.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

19

Universitas Indonesia

Tahapan selanjutnya setelah menentukan frekuensi distribusi yaitu

menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan. Dalam menentukan jumlah

obat perlu dipertimbangkan :

a. Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat.

b. Sisa stok

c. Pola penyakit

d. Jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan kesehatan.

Tahapan terakhir dalam proses distribusi obat di puskesmas yaitu

melaksanakan penyerahan obat dan menerima sisa obat dari sub-sub unit.

Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara:

a Puskesmas menyerahkan atau mengirimkan obat dan diterima di sub unit

pelayanan.

b Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan, dimana obat diserahkan

bersama dengan formulir LPLPO sub unit yang ditandatangani oleh

penanggung jawab sub unit pelayanan puskesmas dan kepala puskesmas

sebagai penanggung jawab pemberi obat dan lembar pertama disimpan

sebagai tanda bukti penerimaan obat.

2.4.6 Pencatatan dan Pelaporan Obat di Puskesmas

Pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas merupakan rangkaian

kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik

obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas

dan atau unit pelayanan lainnya. Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya

pencatatan dan peleporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk

mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat. Tujuan pencatatan dan

pelaporan adalah:

a. Bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan.

b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.

c. Sumber data untuk perencanaan kebutuhan.

d. Sumber data untuk pembuatan laporan.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

20

Universitas Indonesia

2.4.6.1 Sarana Pencatatan dan Pelaporan

Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas

adalah formulir laporan pemakaian dan lembar permintaan obat (LPLPO) dan

kartu stok. LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi

dan dikirim tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga

dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat,

pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.

2.4.6.2 Penyelenggaraan Pencatatan di Puskesmas

Terdapat tempat-tempat atau lokasi yang menyelenggarakan pencatatan

baik di dalam puskesmas itu sendiri maupun di luar puskesmas, yaitu:

a. Gudang puskesmas

Setiap obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang dicatat di dalam

buku penerimaan dan kartu stok. Laporan penggunaan dan lembar permintaan

obat dibuat berdasarkan kartu stok obat dan catatan harian penggunaan obat. Data

yang ada pada LPLPO merupakan laporan puskesmas ke dinas kesesahatan

kabupaten/kota

b. Kamar obat

Setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku

catatan pemakaian obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke

gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.

c. Kamar suntik

Obat yang akan digunakan diminta ke gudang obat. Pemakaian obat

dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi sumber data untuk

permintaan obat.

d. Puskesmas keliling, puskemas pembantu, dan puskesdes

Pencatatan diselenggarakan seperti pada kamar obat, yaitu setiap hari

jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku catatan pemakaian

obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat dibuat

berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

21

Universitas Indonesia

2.4.6.3 Alur dan Periode Pelaporan

Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO

dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui Instalasi

Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah

ditandatangani oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, satu rangkap untuk

Kepala Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

dan satu rangkap dikembalikan ke puskesmas. LPLPO sudah harus diterima oleh

Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota paling lambat tanggal 10 setiap bulannya

2.5 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Puskesmas

2.5.1 Deskripsi

Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan

penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,

lengkap, terkini oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga

kesehatan, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010).

2.5.2 Tujuan

PIO bertujuan untuk menyediakan dan memberikan informasi obat kepada

pasien, tenaga kesehatan, masyarakat maupun pihak lain untuk menunjang

ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional (Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia, 2010).

2.5.3 Sasaran

Sasaran pelayanan informasi obat di puskesmas antara lain (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :

a. Pasien dan/atau keluarga pasien

b. Tenaga kesehatan: dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten

apoteker, dll

c. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitian klinik, dll.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

22

Universitas Indonesia

2.5.4 Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana PIO disesuaikan dengan kondisi sarana pelayanan

kesehatan. Jenis dan dan jumlah perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan

dan perkiraan kebutuhan dalam pelaksanaan PIO. Sarana ideal untuk PIO

sebaiknya disediakan antara lain (Kementrian Kesehatan RI, 2010):

a. Ruang pelayanan

b. Kepustakaan

c. Komputer dan jaringan internet

d. Telepon dan faksimili.

2.5.5 Kegiatan Pelayanan Informasi Obat

Kegiatan PIO yang dapat dilaksanakan di puskesmas, meliputi

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :

a. Menjawab pertanyaan

b. Mengkaji dan menyampaikan informasi bagi yang memerlukan

c. Menyiapkan materi dan membuat bulletin, brosur, leaflet, dan lain-lain.

2.5.6 Informasi Obat yang lazim diperlukan Pasien

Informasi obat yang lazim diperlukan pasien (Kementrian Kesehatan

Republik Indonesia, 2010) :

a. Waktu penggunaan obat; misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari,

apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk

apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan

b. Lama penggunaan obat; apakah selama keluhan masih ada atau harus

dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Sebagia contoh, antibiotik harus

dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi

c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan

pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara

penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti

obat oral, obat tetes mata, obat salep mata, obat tetes hidung, obat semprot

hidung, obat tetes telinga, suppositoria, dank rim/salep rektal, dan tablet

vagina.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

23

Universitas Indonesia

d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat; misalnya berkeringat,

mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna,

dsb.

e. Hal-hal lain yang mungkin timbul; misalnya interaksi obat dengan obat lain

atau makanan tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan, dan menyusui

serta kemungkinan terjadinya efek obat yang tidak dikehendaki.

2.5.7 Sumber Informasi Obat

Pelayanan informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat,

tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini dalam upaya penggunaan obat yang rasional

oleh pasien dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu semua pustaka yang dijadikan

sebagai sumber informasi diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan tingkat dan

tipe pelayanan (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010). Pustaka

digolongkan dalam 3 (tiga) kategori, yaitu :

a. Pustaka Primer.

Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang terdapat

didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah. Contoh

pustaka primer : laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif dan

laporan deskriptif.

b. Pustaka Sekunder.

Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai

macam artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses

pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber

informasi ini dibuat dalam berbagai data base.

c. Pustaka Tersier.

Pustaka tersier berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia

dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi

materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami, seperti IONI, ISO, DOEN,

DOI, MIMS, Buku Saku Pelayanan Kefarmasian, dll.

Selain sumber informasi diatas, informasi obat juga dapat diperoleh dari

setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :

a. Nama dagang obat jadi.

b. Komposisi.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

24

Universitas Indonesia

c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah.

d. Dosis pemakaian.

e. Cara pemakaian.

f. Indikasi atau khasiat atau kegunaan.

g. Kontra indikasi (bila ada).

h. Tanggal kadaluarsa.

i. Nomor ijin edar/nomor registrasi.

j. Nomor kode produksi.

k. Nama dan alamat industri.

2.5.8 Dokumentasi

Semua kegiatan pelayanan informasi obat harus didokumentasikan.

Manfaat dokumentasi adalah sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan

serupa, untuk memprioritaskan penyediaan sumber informasi yang diperlukan

dalam menjawab pertanyaan, sebagai media pelatihan tenaga farmasi, dan

sebagai basis data pencapaian kinerja, penelitian, analisis, evaluasi perencanaan

layanan. Hal-hal yang perlu dimuat dalam kegiatan dokumentasi adalah :

a. Tanggal dan waktu pertanyaan dimasukkan.

b. Nama dan umur pasien.

c. Informasi yang diberikan.

2.5.9 Evaluasi

Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan informasi obat, harus dilakukan

pemantauan dan evaluasi kegiatan secara berkala. Evaluasi ini digunakan untuk

menilai/mengukur keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara

membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan

pelayanan informasi obat.

Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan mengumpulkan data dari

awal dan mendokumentasikan pertanyaan–pertanyaan yang diajukan, serta

jawaban dan pelayanan yang diberikan kemudian dibuat laporan tahunan. Laporan

ini dievaluasi dan berguna untuk memberikan masukan kepada pimpinan dalam

membuat kebijakan di waktu mendatang. Untuk mengukur tingkat keberhasilan

tersebut harus ada indikator yang digunakan. Indikator tersebut bersifat dapat

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

25

Universitas Indonesia

diukur dan valid (tidak cacat). Indikator keberhasilan pelayanan informasi obat

mengarah kepada pencapaian penggunaan obat secara rasional di Puskesmas itu

sendiri. Indikator dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan

penerapan pelayanan informasi obat antara lain :

a. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan.

b. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.

c. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.

d. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin, ceramah).

e. Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan.

f. Menurunnya keluhan atas pelayanan.

2.6 Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas

2.6.1 Deskripsi

Penggunaan obat secara rasional adalah apabila pasien menerima obat

yang sesuai dengan kebutuhannya untuk periode yang adekuat dengan harga yang

terjangkau untuknya dan masyarakat. Penggunaan obat yang tidak rasional

merupakan masalah penting yang dapat menimbulkan dampak cukup besar dalam

penurunan mutu pelayanan kesehatan, misalnya peningkatan resistensi akibat

penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Penggunaan obat dikatakan tidak

rasional jika tidak dapat dipertanggung jawabkan secara medik (medically

inappropriate), baik menyangkut ketepatan, jenis, dosis, dan cara pemberian obat.

Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi

persyaratan tertentu. Masing-masing persyaratan mempunyai konsekuensi yang

berbeda-beda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam menegakkan diagnosis akan

memberi konsekuensi berupa kekeliruan dalam menentukan jenis pengobatan

(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010).

2.6.2 Kriteria Penggunaan Obat yang Rasional

Batasan POR terkait erat dengan kriteria dalam penggunaan obat agar

rasional ketika dikonsumsi oleh pasien. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan

kriteria penggunaan obat rasional yaitu meliputi :

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

26

Universitas Indonesia

2.6.2.1 Tepat Diagnosis

Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang

tepat. Jika diagnosis tidak diteggakkan dengan benar maka pemilihan obat tidak

akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya Obat yang tepat diagnosis adalah

obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis penyakit yang diderita

pasien tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat pun dapat salah.

2.6.2.2 Tepat Indikasi Penyakit

Setiap obat memiliki efek terapi yang spesifik. Obat yang tepat indikasi

penyakit adalah obat yang diberikan harus yang tepat atau sesuai bagi suatu

penyakit yang diderita oleh pasien.

2.6.2.3 Tepat Pemilihan Obat

Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis

ditegakkan dengan benar. Pemilihan obat yang tepat yaitu jika obat yang dipilih

memiliki efek terapi sesuai dengan penyakit.

2.6.2.4 Tepat Dosis

Agar suatu obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal diperlukan

penentuan dosis, cara dan lama pemberian yang tepat. Besar dosis, cara dan

frekuensi pemberian umumnya didasarkan pada umur dan/atau berat badan

pasien. Dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila

salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi tidak

tercapai.

2.6.2.5 Tepat Cara Pemberian

Obat harus digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan, waktu, dan

jangka waktu terapi sesuai anjuran. Misalnya, cara pemberian obat yang tepat

adalah Obat Antasida seharusnya dikunyah dulu baru ditelan. Demikian pula

antibiotik tetrasiklin tidak boleh dicampur dengan susu karena akan membentuk

ikatan sehingga menjadi tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan efektifitasnya.

2.6.2.6 Tepat Pasien

Penggunaan obat harus disesuaikan dengan kondisi pasien yaitu antara lain

harus memperhatikan kontraindikasi obat, komplikasi, kehamilan, menyusui,

lanjut usia atau bayi. Mengingat respon individu terhadap efek obat sangat

beragam maka diperlukan pertimbangan yang seksama, mencakup kemungkinan

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

27

Universitas Indonesia

adanya kontraindikasi, terjadinya efek samping, atau adanya penyakit lain yang

menyertai. Hal ini jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan

aminoglikosida. Pada peenderita dengan kelianan ginjal, pemberian

aminoglikosida sebaiknya dihindarkan karena resiko terjadinya nefrotoksik pada

kelompok ini meningkat secara bermakna.

2.6.2.7 Tepat Informasi

Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan

pasien akan sangat mempengaruhi kepatuhan pasien dan keberhasilan pengobatan.

Tenaga kefarmasian harus mampu menyediakan dan memberikan informasi

kepada pasien dan tenaga kesehatan lain untuk menunjang penggunaan obat yang

rasional dalam rangka mencapai keberhasilan terapi. Informasi yang diberikan

meliputi nama obat, aturan pakai, lama pemakaian, efek samping yang

ditimbulkan oleh obat tertentu, dan interaksi obat tertentu dengan makanan.

2.6.2.8 Waspada terhadap efek samping

Setiap pemberian obat dapat berpotensi menimbulkan efek samping, yaitu

efek yang tidak diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi

seperti timbulya mual, muntah, gatal-gatal, dan lain sebagainya. Sebagai contoh,

pemberian atropin dapat menimbulkan efek samping vasodilatasi pembuluh darah

di wajah sehingga wajah memerah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan

pada anak kurang dari 12 tahun karena menimbulkan kelainan pada gigi dan

tulang yang dalam masa pertumbuhan.

2.6.2.9 Cost Effectiveness

Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk

keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan

pemborosan dan sangat merugikan pasien. Dalam hal ini termasuk juga peresepan

obat yang mahal padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan

sama serta harga yang lebih murah tersedia. Sebagai contoh, pemberian antibiotik

pada pasien ISPA non pneumonia dan diare non spesifik, serta penggunaan injeksi

pada pasien myalgia. Hal ini meruapak pemborosan karena sebenarnya pasien

tidak memerlukan antibiotik dan injeksi. Mutu obat baik dan terjangkau

merupakan termasuk obat yang efektif, aman, mutu terjamin, tersedia setiap saat,

dan harga terjangkau.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

28

Universitas Indonesia

2.6.3 Pendekatan Penggunaan Obat yang Rasional

Terdapat tiga cara, yang disebut sebagai pendekatan penggunaan obat

rasional, yang dapat dilakukan agar penggunaan obat rasional dapat dicapai.

Pendekatan penggunaan obat rasional yang dimaksud adalah melakukan

penerapan konsep obat esensial, penggunaan obat generik, dan promosi

penggunaan obat rasional.

a. Penerapan konsep obat esensial

Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan

kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi, dan rehabilitasi yang

diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan

tingkatannya. Dengan penggunaan obat esensial, diharapkan akan mencapai

penggunaan obat secara rasional.

b. Penggunaan obat generik

Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non Propietary

Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku standar

lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik merupakan

obat yang telah terjamin mutu, keamanan, dan khasiat serta harga yang

terjangkau oleh masyarakat. Dengan penggunaan obat generik akan mencapai

penggunaan obat secara rasional.

c. Promosi penggunaan obat rasional.

Dengan promosi penggunaan obat rasional diharapkan akan meningkatkan

pemahaman masyarakat terhadap penggunaan obat secara tepat dan benar.

2.6.4 Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional

Pemantauan merupakan proses kegiatan untuk melakukan identifikasi

masalah dan pengukuran besarnya masalah serta penilaian terhadap keberhasilan

dalam penggunaan obat rasional. Pemantauan merupakan metode yang digunakan

untuk keperluan pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan. Dua

komponen aktif dalam melakukan pemantauan penggunaan obat (Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia, 2010) :

a. Pengawasan dan pengendalian pterhadap mutu penggunaan obat, pencatatan,

serta pelaporannya.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

29

Universitas Indonesia

b. Membina dan membimbing pelaksana pengobatan agar senantiasa

meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka dalam rangka pemakaian

obat rasional, serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi di

lapangan.

Salah satu cara untuk melakukann evaluasi penerapan penggunaan obat

rasional adalah dengan cara pemantauan dan evaluasi. Monitoring yang terus

menerus akan menghasilkan ketersediaan obat yang sesuai dengan kebutuhan

sehingga mencapai penggunaan obat yang rasional.

2.6.5 Manfaat Pemantauan dan Evaluasi

Terdapat dua subjek yang menjadi fokus dalam membicarakan manfaat

pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional, yaitu:

a. Dokter/pelaku pengobatan

Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat mutu pelayanan

kesehatan. Dengan pemantauan ini maka dideteksi adanya kemungkinan

penggunaan obat yang berlebih (over prescribing), kurang (under

prescribing), majemuk (multiple prescribing) maupun tidak tepat (incorrect

prescribing).

b. Apoteker dalam hal perencanaan obat

Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat secara teratur dapat mendukung

perencanaan obat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai penggunaan obat

rasional.

2.6.6 Cara Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat

2.6.6.1 Pemantauan Secara Langsung

Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan

metode pemantauan secara langsung, alur pemantauan dimulai dengan mengamati

proses pengobatan mulai dari anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga

penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara

berkala pada waktu-waktu yang tidak diberitahukan sebelumnya, sehingga

diperoleh gambaran nyata mengenai praktik pemakaian obat yang berlangsung

pada saat itu.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

30

Universitas Indonesia

Komponen yang dijadikan objek untuk dilakukan pemantauan pada

penggunaan obat yaitu :

a. Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symptom/signs), diagnosis, dan jenis

pengobatan yang diberikan.

b. Kesesuaian antara pengobatan yang diberikan dengan pedoman pengobatan

yang ada.

c. Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (misalnya antibiotik untuk ISPA

non pneumonia).

d. Praktik polifarmasi untuk keadaan yang sebenarnya cukup hanya diberikan

satu atau 2 jenis obat.

e. Ketepatan indikasi.

f. Ketepatan jenis, jumlah, cara, dan lama pemberian (didasarkan pada pedoman

pengobatan yang ada).

g. Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan pemberian

injeksi pada diare).

2.6.6.2 Pemantauan Secara Tidak Langsung

Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan

metode pemantauan secara tidak langsung, proses pemantauan dapat dilakukan

melalui:

a. Kartu Status Pasien

Berdasarkan kartu status pasien, dapat dilihat kecocokan dan ketepatan antara

gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemerikasaan dengan

diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita serta pengobatan (terapi)

yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara pemberian obat)

b. Buku Registrasi Pasien

Berdasarkan buku registrasi pasien, data yang dapat diamati yaitu jumlah

kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar serta over prescribing

dari antibiotik dan pemakaian sediaan injeksi.

2.6.7 Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi

Terdapat tiga tahap dalam melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi

penggunaan obat rasional. Tahap pertama yaitu melakukan pencatatan terhadap

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

31

Universitas Indonesia

status pasien dan pelaporan terhadap register harian setiap pasien. Hal ini

dilakukan agar mendapatkan data awal pasien mengenai data awal pasien

mengenai data demogrfi pasien, kondisi pasien saat ini, dan riwayat pengobatan

yang pernah didapat pasien. Tahap kedua yaitu memonitoring dan evaluasi

indikator peresepan. Pada saat ini, dilakukan penilaian terhadap empat indikator

peresepan dari resep yang masuk. Tahap ketiga yaitu melakukan pengumpulan

data peresepan. Setelah informasi pasien telah didapat dan telah dilakukan

penilaian terhadap resep dari pasien yang bersangkutan maka pada tahap ini

dilakukan rekapitulasi data format yang dijadikan acuan yaitu format formulir

indikator peresepan.

2.6.7.1 Pencatatan dan Pelaporan

Adapun cara pencatatan dan pelaporan yang baku adalah sebagai berikut:

a. Status Pasien

- Kolom anamnesis/pemeriksaan :

Kolom ini diisi keterangan yang bersifat patognomonik untuk kondisi

yang dijumpai, baik berupa keluhan, gejala klinik, dan hasil pemeriksaan

oleh dokter.

- Kolom diagnosis :

Kolom ini diisi dengan diagnosis yang dokter sampaikan secara jelas. Jika

terdapat dua diagnosis makan tuliskan keduanya, misalnya bronchitis dan

diare.

- Kolom terapi

Kolom ini diisi dengan obat yang diberikan oleh dokter.

Kelengkapan dengan kesederhanaan dari status pasien ini memungkinkan

pemantauan terhadap kecocokan antara kolom anamnesis, kolom diagnosis, dan

kolom terapi.

b. Register Harian

Dilakukan pengisian secara lengkap di setiap kolom buku register harian

mulai dari tanggal kunjungan, nomor kartu status, nama pasien, alamat, jenis

kelamin, umur, diagnosis, pengobatan yang diberikan, sampai keterangan lainnya.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

32

Universitas Indonesia

2.6.7.2 Monitoring dan Evaluasi Indikator Peresepan

Empat indikator peresepan yang akan dinilai dalam pemantauan dan

evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah :

a. Rata-rata jumlah obat per pasien

b. Persentase penggunaan antibiotik

c. Persentase penggunaan injeksi

d. Persentase penggunaan obat generik

Berdasarkan keempat indikator tersebut dapat dilakukan evaluasi dan

ditarik suatu kesimpulan mengenai pola peresepan yang telah ada.

2.6.7.3 Pengumpulan Data Peresepan

Pengumpulan data persepan dilakukan oleh petugas puskesmas per kasus

setiap hari untuk diagnosis yang telah ditetapkan di tingkat Kabupaten/Kota

dengan menggunakan formulir indikator peresepan. Pengumpulan data yang

dilakukan setiap hari akan memudahkan pengisisan dan tidak menimbulkan beban

dibandingkan dengan pengisian yang ditunda sampai satu minggu atau satu bulan.

Pengisian kolom 1 sampai dengan 9 digunakan untuk keperluan

monitoring, sedangkan kolom 10 sampai dengan 13 yang menilai kesesuaian

peresepan dengan pedoman pengobatan, digunakan pada saat supervise oleh

supervisior dari dinas kesehatan Kabupaten/Kota.

Kasus yang dimaksud ke dalam kolom formulir monitoring indikator

peresepan adalah pasien yang berobat ke puskesmas dengan diagnosis berupa:

a. ISPA non pneumonia (batuk-pilek)

b. Diare akut non spesifik

c. Penyakit system otot dan jaringan (Myalgia)

Dasar pemilihan ketiga diagnosis di atas adalah :

a. Termasuk 10 penyakit terbanyak.

b. Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan

penunjang

c. Pedoman terapi untuk ketiga diagnosis jelas

d. Tidak memerlukan antibiotika/injeksi

e. Selama ketiganya dianggap potensial untuk diterapi secara tidak rasional.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

33

Universitas Indonesia

Pengisian formulir monitoring indikator peresepan dapat dilakukan dengan

mengikuti petunjuk pengisian di bawah ini :

a. Pasien diambil dari register harian. 1 kasus per hari untuk setiap diagnosis

terpilih. Dengan demikian dalan 1 bulan diharapkan terkumpul sekitar 25

kasus per diagnosis terpilih.

b. Bila pada hari tersebut tidak ada pasien dengan diagnosis tersebut, kolom

dikosongkan, dan diisi dengan diagnosis yang sama, yang diambil pada

hari-hari berikutnya.

c. Untuk masing-masing diagnosis tersebut, diambil pasien dengan urutan

pertama pada hari pencatatan. Diagnosis diambil yang tunggal, tidak ganda

atau disertai penyakit.

d. Puyer dan obat kombinasi ditulis rincian jenis obatnya.

e. Jenis obat termasuk obat minum, injeksi, dan obat luar.

f. Imunisasi tidak dimasukan ke dalam kategori injeksi.

g. Istilah antibiotik termasuk kemoterapi dan anti amoeba.

h. Kolom “kesesuaian dengan pedoman” dikosongkan. Kolom ini akan diisi oleh

Pembina pada saat kunjungan supervise (diambil 10 sampel peresepan secara

acak untuk diskusi).

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

34 Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENGKAJIAN

3.1 Waktu dan Lokasi

Praktek kerja profesi Apoteker serta pengambilan data dilakukan pada

tanggal 17-28 Juni 2013 yang bertempat di Puskesmas Kecamatan Duren sawit

Jakarta Timur, bagian Farmasi (Apotek).

3.2 Metode Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam pengkajian yaitu dengan pengamatan

langsung dan pengumpulan data dari dokumen Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit melalui apoteker dan bagian tata usaha. Selain itu, acuan teoritis yang

digunakan diperoleh dari referensi tersier.

Data yang dikumpulkan berupa data laporan penggunaan obat rasional di

Puskesmas Kecamatan Makasar Jakarta Timur periode Januari-Maret 2013 yang

tercantum pada formulir monitoring Indikator Peresepan. Adapun data yang

dikumpulkan adalah sebagai berikut :

a. Pengelolaan obat dalam hal inidata pemakaian obat terbanyak dan penyakit

terbesar.

b. Pelayanan kefarmasian di apotek dalam hal ini data jumlah kunjungan pasien

dan data resep.

c. Pelayanan informasi obat/PIO dalam hal ini terdokumentasi atau tidak.

d. Data penggunaan obat rasional dalam hal ini % penggunaan antibiotik,

penggunaan antibiotik rerata item obat per lembar resep.

3.3 Cara Kerja

Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program Microsoft

Excel. Data tersebut disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan format yang

tercantum pada formulir data-data tersebut.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

35 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit Jakarta Timur

Dalam melaksanakan pengelolaan obat di Puskesmas telah ditetapkan unit

pengelola obat dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) bagian farmasi di

Puskesmas Kecamatan Duren Sawit yaitu; dalam bidang manajemen kefarmasian

dengan melakukan perencanaan dan permintaan obat sesuai kebutuhan,

pengadaan sesuai dengan perencanaan, menerima obat dari gudang farmasi

Kabupaten/Kota sesuai slip penerimaan obat, melakukan penyimpanan obat

sesuai dengan bentuk sediaan, abjad nama obat dengan memperhatikan waktu

kadaluarsa., kemudian mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat termasuk

tanggal kadaluwarsa dan batch number. Mendistribusikan obat ke unit pelayanan

dalam bentuk buku register harian. Selanjutnya membuat Laporan Pemakaian dan

Lembar Permintaan Obat (LPLPO) setiap akhir bulan serta laporan

narkotik/psikotropik, setelah itu melakukan evaluasi terhadap semua kegiatan

yang dilakukan. .Sedangkan dalam bidang pelayanan kefarmasian, melakukan

pengkajian dan pelayanan resep, pelayanan informasi obat serta pemantauan dan

evaluasi penggunaan obat rasional. Bagian farmasi puskesmas memiliki tenaga

kefarmasian yang terdiri dari 2 apoteker, 2 asisten apoteker serta 1 juru racik.

Data tenaga kefarmasian di Puskesmas Kecmatan Duren Sawit, selengkapnya

dapat dilihat pada Lampiran 2.

4.2 Pengelolaan Obat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta

Timur

Pengelolaan obat dan perbekalan farmasi lainnya di Puskesmas Kecamatan

Duren Sawit sudah berjalan dengan baik yang dimulai dengan perencanaan,

pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pencatatan dan pelaporan

serta evaluasi penggunaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren sawit.

Perencanaan pengadaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren sawit

dilkakukan oleh suatu tim khusus yaitu TKFT (Tim Kecil Farmasi dan Terapi)

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

36

Universitas Indonesia

setiap satu tahun sekali. Perencanaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren sawit

menggunakan dua metode yaitu metode epidemiologi dan metode konsumsi.

Metode epidemiologi dilakukan berdasarrkan data kunjungan pasien, data kasus

atau frekuensi penyakit, standar pengobatan dan dosis. Sedangkan metode

konsumsi berdasarkan pemakaian obat tahun sebelumnya, daftar obat, stok awal,

atau akhir, dan rata-rata pemakaian perbulan. Perencanaan terdiri dari 89,06%

untuk obat generik dan 10,94% untuk obat branded dari jumlah total 274 item

obat yang akan diadakan. Perencanaan obat dilakukan akhir tahun untuk

pengadaan tahun berikutnya dan diajukan ke Pemda untuk permintaan anggaran

pengadaan obat yang berasal dari anggaran pendapatan dan belanja daerah

(APBD) serta dari badan layanan umum daerah (BLUD).

Pengadaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dilakukan sendiri

yaitu dengan dibentuknya tim pengadaan.. Pengadaan di Puskesmas ini dilakukan

dengan cara pelelangan dan penunjukan langsung. Pelelangan dilakukan satu

tahun sekali dengan syarat pembelian lebih dari 100 juta rupiah dan untuk

pengadaan obat selama satu tahun. Penunjukan langsung dilakukan jika stok obat

habis dan sangat dibutuhkan untuk pengobatan tetapi waktu pengadaannya belum

dapat dilaksanakan dengan syarat pembelian dibawah 100 juta rupiah.

Setelah melakukan proses perencanaan dan pengadaan obat, Puskesmas

kecamatan Duren Sawit melakukan proses penerimaan, penyimpanan dan

distribusi. Penerimaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dilakukan oleh

petugas penerima obat. Pada saat penerimaan, petugas penerima obat wajib

melakukan pemeriksaan terhadap obat yang diterima meliputi kemasan, tanggal

kadaluwarsa, kondisi barang, jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai

dengan isi dokumen serta membuat berita acara penerimaan obat. Hal ini

bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan

permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Apa bila terdapat item obat yang tidak

sesuai dengan dokumen, maka petugas penerima berhak menolak dan

mengembalikannya. Petugas bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik,

pemindahan, pemeliharaan dan penyimpanan berikut kelengkapan yang

menyertainya. Petugas wajib mencatat setiap penambahan obat dan membukukan

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

37

Universitas Indonesia

pada buku penerimaan dan kartu stok. Setelah proses penerimaan selesai, obat

akan disimpan di gudang induk.

Penyimpanan obat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dilakukan di

gudang induk yang berada di belakang kantor Kelurahan Duren Sawit. Setiap

penyimpanan item obat dilengkapi dengan kartu stok. Hal ini dimaksudkan agar

semua item obat dapat tercatat dan terdokumentasi dengan baik sehingga data

fisik akan sama dengan data yang terdapat dilaporan. Sistem penyimpanan obat

berdasarkan bentuk sediaan, alfabetis, temperatur dan FIFO/FEFO.

Penyimpanan yang dilakukan di gudang induk Puskesmas Kecamatan

Duren Sawit secara keseluruhan cukup baik walaupun masih belum memenuhi

standar yang dipersyaratkan mengenai suhu ruangan yakni dengan tidak

melengkapi gudang dengan penyejuk udara (AC). Oleh karena itu, Puskesmas

Kecamatan Duren sawit menyiasatinya dengan memasang Exhaust fan. Kondisi

penyimpanan di gudang Puskesmas Kecamatan Duren Sawit lebih baik bila

dibandingkan dengan di gudang induk. Gudang puskesmas dilengkapi dengan

penyejuk udara (AC), lemari pendingin khusus sebagai tempat menyimpan

sediaan pada suhu 4-8ºC yang disertai termometer di dalamnya. Kondisi gudang

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Selain di gudang induk dan gudang puskesmas, obat juga disimpan di Unit

Pelayanan Kesehatan 24 Jam dan di apotek. Penyimpanan obat di dalam Unit

Pelayanan Kesehatan 24 Jam cukup memenuhi syarat. Hal tersebut disebabkan

karena hanya obat-obat tertentu yang berada di dalamnya dan dalam jumlah kecil

serta ruang tersebut juga telah dilengkapi dengan penyejuk udara. Begitu pula

dengan di apotik. Obat-obat yang terdapat di apotik merupakan obat-obatan yang

bersifat fast moving. Penyimpanan dalam apotik cukup memenuhi persyaratan

serta suhu ruangan terkontrol dengan baik dengan adanya penyejuk udara.

Obat-obat yang tergolong narkotik maupun psikotropik yang terdapat di dalam,

seperti kodein, luminal, triheksifenidil, alprazolam disimpan dilemari dua pintu

yang terpisah dengan obat-obatan lain dan berkunci ganda.

Penyusunan obat, baik di gudang induk, gudang puskesmasn kecamatan,

apotek, maupun di Unit Pelayanan 24 jam berdasarkan bentuk sediaan dan

alfabetis. Hal ini sangat menudahkan bagi petugas gudang obat dan/atau tenaga

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

38

Universitas Indonesia

kefarmasian lain untuk menemukan obat. Khusus obat-obatan yang ada di apotik,

beberapa obat disimpan tidak pada wadah aslinya. Sebagai contoh, tablet CTM,

ibuprofen, dexamethason, prednison, dan tablet lainnya yang bersifat fast moving

tidak disimpan di dalam kemasan aslinya. Obat-obatan tersebut disimpan di dalam

plastik obat dan jumlahnya sudah ditentukan untuk dikonsumsi dengan estimasi

waktu pengobatan yaitu selama tiga hari dengan frekuensi penggunaan tiga kali

sehari satu tablet. Hal ini bertujuan agar mempercepat dalam proses dispensing.

Mengingat jumlah pasien yang tidak sebanding dengan jumlah tenaga

kefarmasian yang ada serta untuk memperpendek waktu tunggu pasien dalam

mendapatkan obat. Sedian berupa pulveres/puyer di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit di triturasi dengan menggunakan blender khusus puyer. Hal ini dilakukan

bertujuan agar memperpendek waktu tunggu pasien untuk mendapatkan puyer.

Dari gudang induk puskesmas kecamatan, obat akan didistribusikan ke

gudang Puskesmas Kecamatan Duren Sawit dan termasuk ke Puskesmas

Kelurahan yang ada di bawah lingkup Puskesmas Kecamatan Duren Sawit.

Pendistribusian obat tersebut dilaksanakan setiap sebulan sekali untuk Puskesmas

Kecamatn Duren Sawit dan dua bulan sekali untuk Puskesmas Kelurahan.

Pendistribusian obat diberikan dengan bukti pengeluaran barang dari gudang

induk. Puskesmas Kelurahan yang berada di bawah Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit yaitu sejumlah 11 Puskesmas Kelurahan yakni Duren Sawit, Puskesmas

Kelurahan Pondok Bambu I, Pondok Bambu II, Puskesmas Kelurahan Klender I,

Klender II, Klender III, Puskesmas Kelurahan Pondok Kopi I, Pondok Kopi II,

Pondok Kelapa, Puskesmas Kelurahan Malaka Jaya dan Malaka Sari.

Obat-obatan yang ada di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit hanya boleh

dikeluarkan dari apotik dengen resep dokter yang berasal dari setiap poli yang ada

di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit. Hal ini berarti bahwa obat /resep yang

bukan berasal dari dokter di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit tidak dapat

ditebus di apotik. Dengan demikian, hanya pasien dari puskesmas tersebut yang

dapat dilayani. Jumlah kunjungan pasien di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

pada bulan Januari-Maret 2013 rata-rata dalam satu hari mencapai 300 pasien per

hari dan dalam satu bulan rata-rata mencapai 5975 pasien per bulan. Data jumlah

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

39

Universitas Indonesia

kunjungan pasien di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit, selengkapnya dapat

dilihat pada Lampiran 4.

Ketika resep diterima oleh apotik, maka apoteker dan/atau asisten apoteker

melakukan skrining terhadap resep tersebut, mulai dari kelengkapan administratif

dari resep tersebut hingga obat-obatan yang diresepkan terutama item obat dan

dosis. Apa bila terdapat keraguan dalam resep tersebut maka apoteker dan/atau

asistennya akan melakukan konfirmasi dengan dokter yang bersangkutan.

Sebelum obat diserahkan ke pasien, petugas kefarmasian yang bertugas di Apotek

Puskesmas Kecamatan Duren Sawit melakukan pengecekan berulang agar obat

yang diserahkan tidak terjadi kesalahan, baik dari jumlah, jenis, maupun dalam

penulisan etiket. Jumlah kunjungan resep di apotik Kecamatan Duren Sawit pada

bulan Januari-Maret 2013 dalam satu hari rata-rata mencapai 200 lembar resep per

hari dan dalam satu bulan bisa mencapai rata-rata 4000 lembar resep per bulan.

Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 5. Dari data rekapan jumlah

kunjungan pasien di loket dan resep di apotik dapat dilihat bahwa tidak semua

pasien yang datang berkunjung ke Puskesmas Kecamatan Duren Sawit mendapat

dan atau menebus resep di apotik.

Tahapan terakhir dalam proses pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan

Duren sawit yaitu pencatatan dan pelaporan. Setiap item obat baik yang diterima

ataupun dikeluarkan harus dilakukan pencatatan. Hal ini bertujuan untuk

mengidentifikasi obat keluar maupun obat masuk. Selain itu, dengan dilakukan

pencatatan maka akan diketahui jumlah terkini per item obat. Hasil dari

pencatatan tersebut dituangkan dalam bentuk Laporan Pemakaian dan

Penggunaan Obat (LPLPO) periode bulanan.

Data LPLPO bulanan merupakan data yang mampu menggambarkan profil

penggunaan obat, perencanaan kebutuhan obat, dan pengelolaan obat dari suatu

unit kesehatan, dalam hal ini puskesmas. LPLPO merupakan perwujudan dari

tahapan pencatatan dan pelaporan dalam proses pengelolaan obat di puskesmas

dimana dengan dilakukan pencatatan yang rapi dan tertib maka diharapkan suatu

sinkronisasi antara data yang terdapat dalam laporan dan data yang terdapat secara

fisik. LPLPO atau Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat dibuat tiap

bulan oleh masing-masing puskesmas kelurahan. Jika terdapat kekurangan atau

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

40

Universitas Indonesia

kehabisan obat sebelum jadwal pengambilan barang maka dapat diambil langsung

dengan pencatatan dalam perencanaan untuk pengambilan atau dalam LPLPO

bulan berikutnya. Berdasarkan rekapitulasi data LPLPO bulan Januari-Maret 2013

dapat dilihat sepuluh penyakit terbanyak dan sepuluh pemakaian obat terbanyak di

Puskesmas Kecamatan Duren Sawit. Gambaran pola penyakit, terpilih sepuluh

(10) jenis penyakit terbanyak di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit,

selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 6. Idealnya, pemakaian obat terbanyak

sesuai dengan pola penyakit terbanyak yang ada. Di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit, sepuluh pemakaian obat terbanyak sesuai dengan pola penyakit terbanyak

yang ada. Hasil sepuluh (10) pemakaian obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan

Duren Sawit, selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7.

4.3 Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit Jakarta Timur

Secara umum, kegiatan PIO di Puskesmas Duren sawit dilaksanakan

secara lisan, baik pasien sebagai sasaran PIO maupun tenaga kesehatan lainya

yang terdapat di Puskesmas tersebut. Apoteker dan/atau asisten apoteker akan

melakukan PIO bersamaan dengan penyerahan obat di loket penyerahan obat

untuk setiap pasien. Informasi obat yang biasa disampaikan ke pasien sebagai

meliputi indikasi, cara penggunaan, frekuensi penggunaan, kapan penggunaan

harus dihentikan dan instruksi khusus misalnya untuk penggunaan antibiotik harus

dihabiskan dan penggunaan ISDN yakni dengan meletakkan tablet ISDN di

bawah lidah. Informasi mengenai kekuatan obat, interaksi obat dan kontraindikasi

dari pemakaian suatu obat tidak disampaikan. Penyampaian informasi tersebut

dilakukan hanya jika pasien bertanya mengenai hal tersebut.

Pembuatan brosur, leaflet maupun buletin sebagai salah satu contoh

kegiatan PIO yang bersifat pasif pun tidak dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan

Duren Sawit. Hal ini disebabkan karena beban kerja yang tinggi serta terbatasnya

tenaga kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit. Selain itu, kegiatan

PIO di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit tidak didokumentasikan dengan baik.

Padahal, dengan mendokumentasikan kegiatan PIO maka data yang diperoleh

dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk menilai dan mengukur keberhasilan

PIO tersebut. Idealnya, evaluasi yang dilakukan yaitu dengan cara

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

41

Universitas Indonesia

membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan

pelayanan informasi obat.

4.4 Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit Jakarta Timur Periode Januari-Maret 2013

Data penggunaan obat rasional Puskesmas Kecamatan Duren sawit

dilaporkan melalui pengiriman formulir monitoring indikator peresepan ke Suku

Dinas Kesehatan Jakarta Timur. Formulir tesebut merupakan format baku yang

telah ditetapkan sebagai media untuk melaporkan hasil pengambilan sampel dari

beberapa resep yang masuk di puskesmas selama periode satu bulan. Formulir

monitoring indikator peresepan dapat dilhat pada Lampiran 8 .

Pelaporan POR ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dari Puskesmas

dilakukan setiap bulannya dengan mengirimkan data formulir monitoring

indikator peresepan dalam bentuk hard copy serta softcopy. Pada Puskesmas

Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur, pelaporan POR ke Suku Dinas Kesehatan

Jakarta Timur tidak berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat data POR atau

formulir monitoring peresepan yang dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta

Timur baru sampai bulan maret 2013. Hal ini karena kurangnya sumber daya

manusia pada bagian farmasi (Apotek) dan tiap orang mempunyai tugas yang

tumpang tindih. Oleh karena itu, pelaporan POR Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit Jakarta Timur ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur tidak berjalan

dengan baik.

Data laporan penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit pada bulan Januari memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang

masuk untuk masing-masing diagnosis yaitu sebanyak 60 lembar resep. Dari

keseluruhan resep tersebut, didapatkan resep yang menggunakan antibiotik untuk

pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik yaitu sebanyak 48 resep dan untuk

pasien dengan diagnosis diare non spesifik yaitu sebanyak 54 resep dengan nilai

persentase masing-masing diagnosis secara berurutan yaitu 80% dan 90%, pada

pasien myalgia tidak ditemukan penggunaan antibiotik (0%). Pada pasien ISPA

non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia tidak ada penggunaan sedian injeksi,

sehingga persentase penggunaan sediaan injeksi pada ketiga diagnosis tersebut

adalah 0%.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

42

Universitas Indonesia

Data laporan penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Duren

sawit pada bulan Febuari memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang

masuk untuk masing-masing diagnosis yaitu sebanyak 60 lembar resep. Dari

keseluruhan resep tersebut, didapatkan resep yang menggunakan antibiotik untuk

pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik yaitu sebanyak 47 resep dan untuk

pasien dengan diagnosis diare non spesifik yaitu sebanyak 50 resep dengan nilai

persentase masing-masing diagnosis secara berurutan yaitu 78,3% dan 83,3%,

pada pasien myalgia tidak ditemukan penggunaan antibiotik (0%). Pada pasien

ISPA non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia tidak ada penggunaan sedian

injeksi, sehingga persentase penggunaan sediaan injeksi pada ketiga diagnosis

tersebut adalah 0%

Data laporan penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Duren

sawit pada bulan Maret memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang masuk

untuk masing-masing diagnosis yaitu sebanyak 60 lembar resep. Dari keseluruhan

resep tersebut, didapatkan resep yang menggunakan antibiotik untuk pasien

dengan diagnosis ISPA non spesifik yaitu sebanyak 54 resep dan untuk pasien

dengan diagnosis diare non spesifik yaitu sebanyak 53 resep dengan nilai

persentase masing-masing diagnosis secara berurutan yaitu 90% dan 88,3%, pada

pasien myalgia tidak ditemukan penggunaan antibiotik (0%). Pada pasien ISPA

non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia tidak ada penggunaan sedian injeksi,

sehingga persentase penggunaan sediaan injeksi pada ketiga diagnosis tersebut

adalah 0%.

Pengobatan dengan menggunakan antibiotik dan/atau sediaan injeksi tidak

diperlukan pada pasien ISPA non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia. Bila

diberikan sediaan tersebut maka dapat dikatakan sebagai penggunaan obat yang

tidak rasional. Pada kasus pasien ISPA non spesifik, ketidakrasionalan tersebut

dikarenakan tidak tepat indikasi. Dikatakan tidak tepat indikasi karena pasien

yang menderita ISPA non spesifik biasanya disebabkan karena virus sehingga

tidak diperlukan pemberian antibiotik pada pasien. Pada kasus pasien diare non

spesifik, ketidakrasionalan tersebut dikarenakan tidak tepat indikasi. Dikatakan

tidak tepat indikasi karena pasien yang menderita diare non spesifik biasanya

disebabkan bukan karena bakteri, melainkan karena virus, makanan yang

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

43

Universitas Indonesia

merangsang motilitas saluran cerna atau yang tercemar toksin, dan gangguan

pencernaan. Oleh karena itu tidak diperlukan pemberian antibiotik pada pasien

diare. Pada kasus pasien myalgia, ketidakrasionalan tersebut dikarenakan tidak

tepat indikasi. Dikatakan tidak tepat indikasi karena pasien yang menderita

myalgia mendapatkan terapi berupa injeksi vitamin B12. Padahal, tidak semua

keluhan myalgia disebabkan karena defisiensi vitamin B12.

Berdasarkan hasil persentase penggunaan antobiotik pada ISPA dan diare

nonspesifik yang diperoleh dari data indikator peresepan di Puskesmas

Kecamatan Duren Sawit pada bulan Januari-Maret 2013 dapat disimpulkan

bahwa penggunaan antibiotik untuk dua diagnosis diatas yaitu ISPA nonspesifik

dan diare nonspesifik masih cukup tinggi walaupun pada bulan berikutnya

mengalami sedikit penurunan. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 9.

Terdapat dua kelemahan utama dalam pencatatan penggunaan obat

rasional berdasarkan monitoring indikator peresepan. Kelemahan yang pertama

yaitu apoteker dan/asisten apoteker mengalami keterbatasan untuk mengakses

status atau rekam medis pasien sehingga apoteker dan/asisten apoteker

menetapkan diagnosis pasien hanya berdasarkan pada obat-obatan yang

diresepkan. Hal ini dapat menimbulkan bias karena bisa saja pasien yang

didiagnosis ISPA non spesifik memang seharusnya mendapatkan terapi antibiotik

karena 3 hari setelah mendapatkan pengobatan pasien tesebut belum sembuh.

Namun oleh apoteker dan atau asisten apoteker, hal tersebut digolongkan sebagai

pengobatan yang tidak rasional.

Kelemahan yang kedua yaitu beban kerja yang tidak seimbang dengan

jumlah tenaga kefarmasian yang ada. Jumlah apoteker dan tenaga kefarmasian

lainnya yang bekerja di bagian farmasi (apotek) tidak sebanding dengan jumlah

resep yang masuk ke apotek serta fungsi pelayanan kefarmasian sebagai

kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan beban kerja yang demikian, sangat

memungkinkan bahwa kegiatan pelayanan informasi obat (PIO) tidak dapat

berjalan dengan optimal. Padahal dengan mengoptimalkan kegiatan PIO

diharapkan mampu menekan angka ketidakrasionalan dalam penggunaan obat.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

44 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas

Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) bagian farmasi di Puskesmas

Kecamatan Duren Sawit Jakarta timur yaitu; dalam bidang manajemen

kefarmasian tupoksi yang dilakukan adalah pengelolaan obat meliputi

perencanaan dan permintaan obat sesuai dengan kebutuhan, pengadaan sesuai

dengan perencanaan, penerimaan sesuai slip penerimaan obat, penyimpanan

sesuai dengan spesifikasi, pendistribusian ke unit pelayanan, pencatatan dan

pelaporan setiap bulan serta evaluasi. Dalam bidang pelayanan kefarmasian,

meliputi pengkajian dan pelayanan resep, pelayanan informasi obat serta

pemantauan dan evaluasi penggunaan obat yang rasional.

2. Alur pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur

yaitu sama dengan alur pengelolaan obat di puskesmas pada umumnya, yaitu

meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, serta

pencatatan dan pelaporan. Proses pengadaan obat dilakukan secara mandiri

dan anggarannya bersumber dari APBD dan BLUD.

3. Jumlah obat generik yang diadakan di Puskesmas Duren Sawit sebanyak 244

item dengan persentase 89,06% dan untuk obat branded sebanyak 30 item

dengan persentase 10,94% dari total 274 item obat yang diadakan.

4. Total kunjungan pasien dan resep di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

periode Januri-Maret 2013 yakni sebanyak 17.933 kunjungan pasien di loket

dan 12.013 kunjungan resep di apotek.

5. 10 jenis penyakit terbanyak yang terdapat di Kecamatan Duren Sawit adalah

Infeksi akut lain pernafasan atas, penyakit pada sistem otot dan jaringan

pengikat, hipertensi, infeksi kulit, ifeksi usus, alergi kulit, diare, tonsilitis,

penyakit pulpa dan jaringan peripikal serta penyakit lainnya.

6. 10 pemakaian obat terbanyak pada Puskesmas Kecamatan Duren Sawit tahun

2013 yakni; Parasetamol tablet 500 mg, CTM tablet 4 mg, Amoxicillin kaplet

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

45

Universitas Indonesia

500 mg, Vitamin B kompleks tablet, Gliseril guaiakolat tablet 100 mg,

Piridoksin HCl ( Vitamin B6) tablet 10 mg, Deksametason tablet 0,5 mg,

Tiamin HCl (Vitamin B1) tablet 50 mg, As. Askorbat (Vitamin C) tablet 50

mg, dan Antasida DOEN tablet 400 mg.

7. Kegiatan pelayanan informasi obat (PIO) di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit Jakarta Timur sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Pemberian

informasi obat kepada pasien dilakukan saat penyerahan obat. PIO baik

pada pasien, tenaga kesehatan lain, maupun pegawai yang bekerja di

puskesmas dilakukan secara lisan. Namun, belum dilakukan

pendokumentasian PIO sehingga PIO tidak dapat dievaluasi secara

maksimal.

8. Penggunaan obat rasional (POR) di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit

berdasarkan data monitoring indikator peresepan pada bulan

Januari-Maret 2013 dapat dilihat persentase penggunaan antobiotik pada

ISPA non spesifik berturut-turut sebesar 80% pada bulan Januari, 78,3% pada

bulan Februari dan 90% pada bulan Maret. Penggunaan antiboitik pada diare

non spesifik pada bulan Januari sebanyak 90%. Februari 83,3% dan Maret

88,3%. Persentase penggunaan injeksi pada myalgia sebesar 0%. Penggunaan

antibiotik untuk dua diagnosis diatas yaitu ISPA dan diare non spesifik masih

tinggi.

5.2 Saran

1. Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta Timur perlu penambahan

sumber daya manusia di bagian farmasi untuk meningkatkan kinerja

pelayanan yang baik.

2. Meningkatkan kerapian dan kesinambungan dalam mengelola laporan, arsip

maupun dokumen yang dimiliki oleh bagian farmasi.

3. Menggunakan layanan internet di kamar obat/apotik agar pengiriman laporan

bulanan dapat berjalan lancar serta memudahkan dalam pelayanan informasi

obat.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

46 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2006). Pedoman Pelayanan

Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik

Indonesia.

Dinas Kesehatan Kabupaten SIAK. 2012. Puskesmas. http://diskes.siakkab.go.id/.

Diakses tanggal 15 Oktober 2013. Pkl. 20.30.

Kebijakan dasar Puskesmas. Kepmenkes no. 128 tahun 2004.

http://www.slideshare.net/anggrainisari/kepmenkes-puskesmas. Diakses

tanggal 15 Oktober 2013. Pkl. 20.35.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2010). Materi Pelatihan Manajemen

Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta : Kementrian Kesehatan Republik

Indonesia

Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009. (2009). Peraturan Pemerintah No 51

Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta : Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia

Puskesmas Kecamatan Duren Sawit. (2012). Laporan Tahunan Puskesmas

Kecamatan Duren sawit Jakarta Timur Tahun 2012. Jakarta.

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

47

Universitas Indonesia

Lampiran 1. Struktur Organisasi Puskesmas Kecamatan Duren Sawit Jakarta

Timur

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

48

Universitas Indonesia

Lampiran 2. Data Tenaga Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

49

Universitas Indonesia

Lampiran 3. Kondisi penyimpanan obat gudang di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit

1. Persyaratan gudang

Persyaratan Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit

Jumlah Gudang 3

Ventilasi yang cukup Ya

Cahaya yang cukup Ya

Ruangan kering dan tidak lembab Ya

Lantai terbuat dari semen/keramik Keramik

Lantai diberi alas papan (Palet) Ya

Pintu gudang yang terkunci Ya

Tersedia lemari khusus narkotik

psikotropik Ya

Dilengkapi pendingin ruangan (AC) Ya

Dilengkapi pengukur suhu ruangan Tidak

Adanya kartu stok Ya

2. Penyusunan obat di gudang

Penyusunan Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit

FIFI/FEFO FEFO

Penyusunan berdasarkan alfabeth Ya

Penyusunan sesuai bentuk sediaan Ya

Narkotik dan Psikotropik di lemari

terpisah

Ya

Vaksin dan bahan obat lain disimpan di

Pharmaceutical Refrigerator

Ya

Terdapat label pada obat yang akan

kadaluarsa

Ya

Jumlah tumpukan kardus obat 5-7

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

50

Universitas Indonesia

Lampiran 4. Data jumlah kunjungan pasien di loket Puskesmas Kecamatan

Duren Sawit bulan Januari 2013

TANGGAL HARI JUMLAH PASIEN LOKET

BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL

1 SELASA 0

2 RABU 77 46 16 203 342

3 KAMIS 64 39 7 224 334

4 JUMAT 62 44 19 202 327

5 SABTU 0

6 MINGGU 0

7 SENIN 83 35 9 214 341

8 SELASA 91 29 8 193 321

9 RABU 57 19 5 126 207

10 KAMIS 58 20 10 201 289

11 JUMAT 43 23 13 193 272

12 SABTU 0

13 MINGGU 0

14 SENIN 71 36 14 210 331

15 SELASA 48 29 4 143 224

16 RABU 67 33 9 180 289

17 KAMIS 20 18 2 66 106

18 JUMAT 46 24 9 112 191

19 SABTU 0

20 MINGGU 0

21 SENIN 61 41 12 223 337

22 SELASA 64 25 20 197 306

23 RABU 72 27 17 199 315

24 KAMIS 0

25 JUMAT 71 29 13 184 297

26 SABTU 0

27 MINGGU 0

28 SENIN 73 27 12 228 340

29 SELASA 57 28 4 238 327

30 RABU 55 27 14 202 298

31 KAMIS 53 20 7 200 280

JUMLAH 1293 619 224 3938 6074

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

51

Universitas Indonesia

Lampiran 4 (Lanjutan). Data jumlah kunjungan pasien di loket Puskesmas

Kecamatan Duren Sawit bulan Februari 2013

TANGGAL HARI JUMLAH PASIEN LOKET

BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL

1 JUMAT 55 32 17 179 283

2 SABTU

3 MINGGU

4 SENIN 68 28 6 248 350

5 SELASA 64 49 13 222 348

6 RABU 78 18 6 213 315

7 KAMIS 70 25 15 232 342

8 JUMAT 55 20 13 194 282

9 SABTU

10 MINGGU

11 SENIN 50 37 9 270 366

12 SELASA 65 26 19 196 306

13 RABU 89 30 13 193 325

14 KAMIS 59 26 6 219 310

15 JUMAT 77 25 13 203 318

16 SABTU

17 MINGGU

18 SENIN 62 25 17 257 361

19 SELASA 45 37 9 234 325

20 RABU 61 24 11 211 307

21 KAMIS 51 24 5 189 269

22 JUMAT 60 28 12 162 262

23 SABTU

24 MINGGU

25 SENIN 73 29 11 253 366

26 SELASA 76 46 11 192 325

27 RABU 66 33 12 202 313

28 KAMIS 48 24 4 211 287

JUMLAH 1272 586 222 4280 6360

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

52

Universitas Indonesia

Lampiran 4 (Lanjutan). Data jumlah kunjungan pasien di loket Puskesmas

Kecamatan Duren Sawit bulan Maret 2013

TANGGAL HARI JUMLAH PASIEN LOKET

BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL

1 JUMAT 62 26 13 187 288

2 SABTU 0

3 MINGGU 0

4 SENIN 59 33 13 183 288

5 SELASA 55 28 12 192 287

6 RABU 61 23 16 209 309

7 KAMIS 55 21 5 194 275

8 JUMAT 63 30 13 137 243

9 SABTU 0

10 MINGGU 0

11 SENIN 40 41 9 249 339

12 SELASA 0

13 RABU 75 47 11 216 349

14 KAMIS 49 32 11 167 259

15 JUMAT 78 29 14 159 280

16 SABTU 0

17 MINGGU 0

18 SENIN 91 25 16 224 356

19 SELASA 63 38 6 210 317

20 RABU 82 31 10 184 307

21 KAMIS 47 30 8 154 239

22 JUMAT 45 25 13 147 230

23 SABTU 0

24 MINGGU 0

25 SENIN 58 42 12 235 347

26 SELASA 46 23 9 203 281

27 RABU 63 16 12 161 252

28 KAMIS 53 24 9 160 246

29 JUMAT 0

30 SABTU 0

31 MINGGU 0

JUMLAH 1145 564 212 3571 5492

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

53

Universitas Indonesia

Lampiran 5. Data jumlah kunjungan resep di apotik Puskesmas Kecamatan

Duren Sawit bulan Januari 2013

TANGGAL HARI JUMLAH RESEP

BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL

1 SELASA 0

2 RABU 219 2 1 222

3 KAMIS 238 1 239

4 JUMAT 198 2 1 1 202

5 SABTU 0

6 MINGGU 0

7 SENIN 227 2 15 244

8 SELASA 213 6 1 220

9 RABU 131 2 1 134

10 KAMIS 198 4 5 2 209

11 JUMAT 163 3 166

12 SABTU 0

13 MINGGU 0

14 SENIN 191 5 28 224

15 SELASA 151 2 1 154

16 RABU 142 8 1 42 193

17 KAMIS 48 2 9 59

18 JUMAT 19 4 7 87 117

19 SABTU 0

20 MINGGU 0

21 SENIN 57 6 6 170 239

22 SELASA 37 9 4 138 188

23 RABU 37 4 4 150 195

24 KAMIS 0

25 JUMAT 6 7 5 189 207

26 SABTU 0

27 MINGGU 0

28 SENIN 59 6 5 182 252

29 SELASA 26 6 3 191 226

30 RABU 39 8 2 143 192

31 KAMIS 14 4 3 190 211

JUMLAH 2413 90 79 1511 4093

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

54

Universitas Indonesia

Lampiran 5 (Lanjutan). Data jumlah kunjungan resep di apotik Puskesmas

Kecamatan Duren Sawit bulan Februari 2013

TANGGAL HARI JUMLAH RESEP

BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL

1 JUMAT 20 9 3 153 185

2 SABTU

3 MINGGU

4 SENIN 22 5 221 248

5 SELASA 34 26 5 170 235

6 RABU 11 5 27 180 223

7 KAMIS 37 16 54 148 255

8 JUMAT 9 2 4 188 203

9 SABTU

10 MINGGU

11 SENIN 25 14 4 224 267

12 SELASA 13 2 4 182 201

13 RABU 22 3 6 194 225

14 KAMIS 11 2 1 169 183

15 JUMAT 13 7 5 230 255

16 SABTU

17 MINGGU

18 SENIN 20 4 4 229 257

19 SELASA 4 2 1 192 199

20 RABU 26 4 4 182 216

21 KAMIS 55 3 1 137 196

22 JUMAT 33 1 2 146 182

23 SABTU

24 MINGGU

25 SENIN 10 4 1 238 253

26 SELASA 7 3 194 204

27 RABU 14 8 183 205

28 KAMIS 25 8 184 217

JUMLAH 411 123 131 3744 4409

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

55

Universitas Indonesia

Lampiran 5 (Lanjutan). Data jumlah kunjungan resep di apotik Puskesmas

Kecamatan Duren Sawit bulan Maret 2013

TANGGAL HARI JUMLAH RESEP

BAYAR ASKES JAMSOS GRATIS TOTAL

1 JUMAT 25 3 6 143 177

2 SABTU 0

3 MINGGU 0

4 SENIN 12 6 5 149 172

5 SELASA 7 6 3 173 189

6 RABU 11 3 4 172 190

7 KAMIS 4 7 2 190 203

8 JUMAT 13 4 3 144 164

9 SABTU 0

10 MINGGU 0

11 SENIN 4 4 3 211 222

12 SELASA 0

13 RABU 4 2 5 208 219

14 KAMIS 6 3 3 160 172

15 JUMAT 11 3 3 152 169

16 SABTU 0

17 MINGGU 0

18 SENIN 11 8 5 211 235

19 SELASA 16 4 1 173 194

20 RABU 5 2 2 180 189

21 KAMIS 2 2 2 157 163

22 JUMAT 12 4 5 124 145

23 SABTU 0

24 MINGGU 0

25 SENIN 21 6 204 231

26 SELASA 14 3 159 176

27 RABU 9 7 6 130 152

28 KAMIS 10 8 1 130 149

29 JUMAT 0

30 SABTU 0

31 MINGGU 0

JUMLAH 197 85 59 3170 3511

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

56

Universitas Indonesia

Lampiran 6. Data 10 penyakit terbanyak di Puskesmas kecamatan Duren Sawit

tahun 2013

No Kode

Penyakit

Nama Penyakit Jumlah %

1 1302 Penyakit infeksi akut lain pernafasan atas 81.432 44,22

2 1200 Peny. pada sistem otot dan jaringan ikat 20.480 11,17

3 2100 Penyakit lainnya 17.631 9,62

4 2200 Penyakit darah tinggi 14.094 7,69

5 1502 Penyakit pulpa dan jaringan periapikal 12.508 6,82

6 1303 Penyakit infeksi kulit 8.957 4,89

7 2002 Penyakit infeksi usus yang lain 8.340 4,55

8 2001 Penyakit alergi kulit 8.240 4,49

9 102 Diare (termasuk tersangka kolera) 6.463 3,53

10 1504 Tonsilitis 5.195 2,83

Lampiran 7. Data 10 pemakaian obat terbanyak di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit tahun 2013

No Nama Obat Jumlah

1 Parasetamol tablet 500 mg 93.818

2 Klorfeniramin maleat (CTM) tablet 4 mg 66.143

3 Amoxicillin kaplet 500 mg 47.383

4 Vitamin B kompleks tablet 45.756

5 Gliseril guaiakolat tablet 100 mg 30.930

6 Piridoksin HCl ( Vitamin B6) tablet 10 mg 30.004

7 Deksametason tablet 0,5 mg 27.769

8 Tiamin HCl (Vitamin B1) tablet 50 mg 27.572

9 As. Askorbat (Vitamin C) tablet 50 mg 24.442

10 Antasida DOEN tablet 400 mg 21.607

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

57

Universitas Indonesia

Lampiran 8. Formulir monitoring indikator peresepan

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

58

Universitas Indonesia

Lampiran 9. Data monitoring indikator peresepan di Puskesmas Kecamatan

Duren Sawit periode Januari-Maret 2013

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORANPRAKTEK …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20367103-PR-Dewi Santy-Laporan.pdfDyan Sulistyorini, Apt., sebagai KoordinatorFarmasi, Makanan dan Minuman dan

iv Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Bagan Struktur Organisasi Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit…………………………………………............................ 47

Lampiran 2. Data Tenaga Kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit………...………………………………………………….. 48

Lampiran 3. Data Kondisi Gudang di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit….. 49

Lampiran 4. Data Jumlah Kunjungan Pasien di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit Periode Januari-Maret 2013……………………………. 50

Lampiran 5. Data Jumlah Kunjungan Resep di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit Periode Januari-Maret 2013……………………………. 53

Lampiran 6. Data 10 Penyakit terbanyak di Puskesmas Kecamatan Duren

Sawit tahun 2013………………………………………………. 56

Lampiran 7. .Data 10 Pemakaian Obat Terbanyak di Puskesmas Kecamatan

Duren Sawit tahun 2013………………………………………. 56

Lampiran 8. Formulir Monitoring Indikator Peresepan……………………… 57

Lampiran 9. Data Monitoring Indikator Peresepan di Puskesmas Kecamatan

Duren Sawit bulan Januari-Maret 2013………………………… 58

Laporan praktek….., Dewi Santy, FFar UI, 2014