universitas indonesia laporan praktek kerja …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-pr-annisaa...

179
UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI CILANDAK, JAKARTA SELATAN PERIODE 1 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANNISAA NUR JANNAH, S.Farm 1206329386 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Upload: haxuyen

Post on 05-Mar-2019

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

CILANDAK, JAKARTA SELATAN

PERIODE 1 JULI – 31 AGUSTUS 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ANNISAA NUR JANNAH, S.Farm

1206329386

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2014

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

ii

UNIVERSITAS INDONESIA

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT FATMAWATI

CILANDAK, JAKARTA SELATAN

PERIODE 1 JULI – 31 AGUSTUS 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker

ANNISAA NUR JANNAH, S.Farm

1206329386

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2014

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

iii

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

iv

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

v

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkat

dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi

Apoteker (PKPA) Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati. Pada penulisan laporan

ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan, serta dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., sebagai Dekan Fakultas Farmasi atas

kesempatan yang telah diberikan untuk dapat melaksanakan Praktek Kerja

Profesi Apoteker.

2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt, selaku Pj.S Fakultas Farmasi

Universitas Indonesia sampai tanggal 20 Desember 2013.

3. Dr. Harmita, Apt., sebagai Ketua Program Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi.

4. Dra. Maria S Lesilolo, M.Pharm., Apt. Selaku pembimbing dari RSUP

Fatmawati yang telah memberikan arahan, bimbingan, dan pengetahuan yang

bermanfaat selama melaksanakan PKPA dan penyusunan laporan ini.

5. Dra. Retnosari Andrajati, MS, PhD., Apt., selaku pembimbing PKPA dari

Fakultas Farmasi yang telah membimbing dan memberikan bantuan kepada

penulis selama PKPA berlangsung.

6. Seluruh staf RSUP Fatmawati yang telah memberikan pengetahuan dan

pengalaman yang bermanfaat selama melaksanakan kegiatan PKPA.

7. Seluruh dosen dan staf tata usaha Fakultas Farmasi atas ilmu dan bantuan yang

diberikan selama menjalani pendidikan di Program Profesi Apoteker.

8. Keluarga tercinta atas dukungan, perhatian dan doanya untuk menyelesaikan

pendidikan profesi Apoteker dengan sebaik mungkin.

9. Seluruh sahabat dan teman Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi

sebagai teman seperjuangan yang telah memberikan dukungan dan semangat.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

vi

Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

laporan ini. Semoga laporan PKPA ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu farmasi pada khususnya.

Penulis

2014

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

vii

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

viii

ABSTRAK

Nama : Annisaa Nur Jannah, S. Farm

NPM : 1206329386

Program Studi : Profesi Apoteker

Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit

Umum Pusat Fatmawati Cilandak, Jakarta Selatan Periode 1

Juli – 31 Agustus 2013

Praktek Kerja Profesi Apoteker dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati Cilandak, Jakarta Selatan. Kegiatan PKPA ini bertujuan agar

mahasiswa profesi apoteker dapat memahami peran dan tanggung jawab apoteker

di instalasi farmasi rumah sakit (IFRS), satuan farmasi fungsional (SFF), dan tim

farmasi dan terapi (TFT). Tugas khusus yang diberikan mengenai evaluasi dosis

dan interaksi obat pada pasien high care unit (HCU) di lantai VI selatan teratai.

Tugas khusus ini bertujuan untuk mengidentifikasi masalah yang berkaitan

dengan pemberian dosis obat dan interaksi obat yang berpotensi terjadi pada

pasien HCU. Rekomendasi intervensi diberikan untuk masalah yang berkaitan

dengan pemberian dosis obat. Intervensi pencegahan atau manajemen interaksi

obat diberikan pada kejadian interaksi obat yang mungkin terjadi.

Kata kunci : RSUP Fatmawati, dosis, interaksi obat

Tugas umum : vii + 85 halaman; 18 lampiran

Tugas khusus : iv + 36 halaman; 2 lampiran

Daftar Acuan Tugas Umum : 9 (2004 - 2012)

Daftar Acuan Tugas Khusus : 16 (2003 - 2013)

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

ix

ABSTRACT

Name : Annisaa Nur Jannah, S.Farm

NPM : 1206329386

Program Study : Apothecary profession

Title : Pharmacist Internship Program at Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati Cilandak, Jakarta Selatan Periode July 1–

August 31 2013

Pharmacists Professional Practice implemented in Rumah Sakit Umum Pusat

Fatmawati. PKPA activity is intended that the student pharmacist profession can

understand the roles and responsibilities of pharmacists in the hospital pharmacy

(IFRS), the functional unit of the pharmaceutical (SFF), and pharmacy and

therapeutics team (TFT). Special task given the dose evaluation and drug

interactions in patients with high care unit (HCU) at the sixth floor south lotus.

This particular task aims to identify issues related to drug dosing and drug

interactions that could potentially occur in patients with HCU. Recommendations

for intervention given the problems associated with drug dosing. Interventions for

prevention or management of drug interactions is given in the incidence of drug

interactions that may occur.

Keywords: RSUP Fatmawati, dosage, drug interactions

General Assignment: vii + 85 pages; 18 attachments

Specific Assignment: iv + 36 pages, 2 appendix

Bibliography of General Assignment: 9 (2004 - 2012)

Bibliography of Specific Assignment: 16 (2003 - 2013)

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

x

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL .......................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. vii

ABSTRAK .............................................................................................................. viii

ABSTRACT ............................................................................................................ ix

DAFTAR ISI ......................................................................................................x

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………......xi

1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2

2. TINJAUAN UMUM ........................................................................................ 3

2.1 Definisi Rumah Sakit................................................................................. 3

2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit ................................................................. 3

2.3 Klasifikasi Rumah Sakit ............................................................................ 3

2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati .......................................... 5

2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati ............................................... 6

2.6 Visi dan Misi ............................................................................................... 7

3. TINJAUAN KHUSUS ..................................................................................... 10

3.1 Instalasi Farmasi ....................................................................................... 10

3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ........................................................... 19

3.3 Satuan Farmasi Fungsional (SFF) .............................................................. 46

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 60

4.1. Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ............................................................ 60

4.2. Satuan Farmasi Fungsional ...................................................................... 75

4.3. Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati ................................................ 82

5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 83

5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 83

5.2. Saran ........................................................................................................... 83

DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 85

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Struktur organisasi RSUP Fatmawati ..........................................86

Lampiran 2. Struktur organisasi minimal instalasi farmasi .............................87

Lampiran 3. Struktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati ..............88

Lampiran 4. Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP

Fatmawati ....................................................................................89

Lampiran 5. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi ................90

Lampiran 6. Alur penerimaan perbekalan farmasi ...........................................91

Lampiran 7. Alur distribusi perbekalan farmasi ..............................................92

Lampiran 8. Alur masuk ke ruang produksi aseptik, TPN, dan sitotoksik ......93

Lampiran 9. Alur pelayanan obat sitostatika rawat jalan dan rawat inap ........94

Lampiran 10. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual

prescription..................................................................................96

Lampiran 11. Alur pelayanan resep di depo ASKES .........................................97

Lampiran 12. Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi

RSUP Fatmawati .........................................................................98

Lampiran 13. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di depo Instalasi

Bedah Sentral...............................................................................99

Lampiran 14. Alur pemantauan efek samping obat ...........................................101

Lampiran 15. Alur pelayanan informasi obat ....................................................102

Lampiran 16. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat ....................................103

Lampiran 17. Alur pengkajian resep ..................................................................104

Lampiran 18. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas .............................105

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Undang-undang nomor 36 tahun 2009 menyebutkan bahwa kesehatan

merupakan hak asasi setiap manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus

diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya bagi masyarakat diwujudkan dengan dilakukannya upaya

kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan

perseorangan dan upaya kesehatan masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan

dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif, dan

rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh, dan

berkesinambungan. Penyelenggaraan upaya kesehatan harus memperhatikan

fungsi sosial, nilai, norma agama, sosial budaya, moral, dan etika profesi.

Pemerintah memiliki tanggung jawab dalam hal merencanakan, mengatur,

menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan

yang merata dan terjangkau oleh masyarakat (Daris, 2010).

Undang-undang nomor 44 tahun 2009 menyebutkan bahwa rumah sakit

merupakan institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,

rawat jalan dan gawat darurat. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan

yang berfungsi untuk melakukan upaya kesehatan dasar dan upaya kesehatan

rujukan dan/atau upaya kesehatan penunjang. Rumah sakit juga dapat

dipergunakan untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian, serta

pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan (Siregar,

2004).

Pelayanan farmasi merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit yang

menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Keputusan Menteri Kesehatan

Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit

menyebutkan bahwa pelayanan farmasi rumah sakit adalah bagian yang tidak

dapat dipisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi

kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan

farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat. Pelayanan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

2

Universitas Indonesia

kesehatan farmasi di rumah sakit tidak terlepas dari adanya peran apoteker.

Apoteker merupakan tenaga kesehatan yang memiliki pendidikan, ketrampilan,

dan keahlian di bidang farmasi serta memiliki hak dalam menyelenggarakan

pekerjaan kefarmasian. Peran apoteker menjadi penting guna mewujudkan

pelayanan kefarmasian yang ideal dengan melakukan pelayanan kefarmasian yang

berorientasi kepada pasien (patient oriented).

Upaya meningkatkan wawasan, pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian di

bidang kefarmasian, serta untuk mempersiapkan calon apoteker memasuki dunia

kerja sebagai tenaga farmasi yang profesional, maka dilaksanakan Praktek Kerja

Profesi Apoteker di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati Jakarta. RSUP Fatmawati

merupakan rumah sakit pemerintah yang berupaya memfasilitasi dan

meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian diseluruh

disiplin ilmu.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di RSUP

Fatmawati adalah sebagai berikut:

a. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah

Sakit (IFRS).

b. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di Satuan Farmasi Fungsional

(SFF).

c. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker di dalam Tim Farmasi dan

Terapi (TFT).

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN UMUM

2.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (Republik Indonesia, 2009).

2.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit bertugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara

paripurna sehingga rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut (Republik

Indonesia, 2009):

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.

b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

2.3 Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis pelayanan dan

pengelolaannya (Republik Indonesia, 2009).

2.3.1 Berdasarkan jenis pelayanan

Berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, rumah sakit dikategorikan

dalam Rumah Sakit Umum dan Rumah Sakit Khusus (Republik Indonesia, 2009).

a. Rumah Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Klasifikasi Rumah Sakit

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

4

Universitas Indonesia

Umum terdiri dari:

1) Rumah Sakit Umum Kelas A

Rumah Sakit Umum Kelas A adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit

4 (empat) spesialis dasar, 5 (lima) spesialis penunjang medik, 12

(dua belas) spesialis lain, dan 13 (tiga belas) sub spesialis.

2) Rumah Sakit Umum Kelas B

Rumah Sakit Umum Kelas B adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit

4 (empat) spesialis dasar, 4 (empat) spesialis penunjang medik, 8

(delapan) spesialis lain dan 2 (dua) sub spesialis dasar.

3) Rumah Sakit Umum Kelas C

Rumah Sakit Umum Kelas C adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit

4 (empat) spesialis dasar dan 4 (empat) spesialis penunjang medik.

4) Rumah Sakit Umum Kelas D

Rumah Sakit Umum Kelas D adalah rumah sakit umum yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit

2 (dua) spesialis dasar.

b. Rumah Sakit Khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan

utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan

disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan

lainnya. Klasifikasi Rumah Sakit Khusus terdiri atas :

1) Rumah Sakit Khusus Kelas A

Rumah Sakit Khusus Kelas A adalah Rumah Sakit Khusus yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik

spesialis dan pelayanan medik sub spesialis sesuai kekhususan yang

lengkap.

2) Rumah Sakit Khusus Kelas B

Rumah Sakit Khusus Kelas B adalah Rumah Sakit Khusus

yang mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan

medik spesialis dan pelayanan medik sub spesialis sesuai

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

5

Universitas Indonesia

kekhususan yang terbatas.

3) Rumah Sakit Khusus Kelas C

Rumah Sakit Khusus Kelas C adalah Rumah Sakit Khusus yang

mempunyai fasilitas dan kemampuan paling sedikit pelayanan medik

spesialis dan pelayanan medik subspesialis sesuai kekhususan yang

minimal.

2.3.2 Berdasarkan pengelolaan

Berdasarkan pengelolaannya rumah sakit dapat dibagi menjadi Rumah

Sakit Publik dan Rumah Sakit Privat (Republik Indonesia, 2009).

a. Rumah Sakit Publik adalah rumah sakit yang dikelola oleh Pemerintah,

Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit

publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan

berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan

Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang - undangan.

Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah

tidak dapat dialihkan menjadi Rumah Sakit Privat.

b. Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum

dengan tujuan profit yang berbentuk Perseroan Terbatas atau Persero.

2.4 Sejarah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati

Pendirian Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati bermula dari

gagasan Ibu Fatmawati Soekarno untuk mendirikan rumah sakit tuberkulose anak

yang dikhususkan untuk penderita TBC anak dan rehabilitasinya. Dana yang

dihimpun oleh Yayasan Ibu Soekarno dan bantuan dari Yayasan Dana Bantuan

Kementerian Sosial RI dilaksanakan pembangunan Gedung Rumah Sakit Ibu

Soekarno.

Pada tanggal 15 April 1961, status dan fungsi rumah sakit tersebut berubah

menjadi rumah sakit umum dan penyelenggaraan serta pembiayaannya diserahkan

kepada Departemen Kesehatan RI sehingga tanggal tersebut ditetapkan sebagai

hari jadi Rumah Sakit Ibu Soekarno. Pada tanggal 20 Mei 1967, nama RSU Ibu

Soekarno diganti menjadi RSU Fatmawati. Selanjutnya, pada tahun 1984 RSU

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

6

Universitas Indonesia

Fatmawati ditetapkan sebagai pusat rujukan wilayah Jakarta Selatan dan tahun

1994 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Umum (RSU) Kelas B Pendidikan.

Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana

Bersyarat pada tahun 1992 dan dua tahun berikutnya yakni tahun 1994

ditetapkan sebagai Rumah Sakit Unit Swadana Tanpa Syarat. Pada tahun 1997

sesuai dengan diberlakukannya UU No. 27 Tahun 1997, rumah sakit mengalami

perubahan kebijakan dari swadana menjadi PNBP (Penerimaan Negara Bukan

Pajak), selanjutnya pada tahun 2000 Rumah Sakit Fatmawati ditetapkan sebagai

RS perusahaan jawatan berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 117 tahun 2000

tentang Pendirian Perusahaan Jawatan RSUP Fatmawati Jakarta.

Pada tanggal 11 Agustus 2005 berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan

No.1243/MENKES/SK/VIII/2005, RSUP Fatmawati ditetapkan sebagai Unit

Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Kesehatan RI dengan menerapkan Pola

Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU). Penilaian Tim

Akreditasi Rumah Sakit pada tahun 1997, RS Fatmawati memperoleh Status

Akreditasi Penuh untuk 5 pelayanan. Pada tahun 2002, RSUP Fatmawati

memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lanjut untuk 12 pelayanan.

Pada tahun 2004, RSUP Fatmawati terakreditasi 16 Pelayanan dan pada

tahun 2007 memperoleh status Akreditasi Penuh Tingkat Lengkap 16

Pelayanan. RSUP Fatmawati pada tanggal 2 Mei 2008 ditetapkan oleh

Departemen Kesehatan RI sebagai Rumah Sakit Umum dengan pelayanan

Unggulan Orthopedi dan Rehabilitasi Medik sesuai dengan SK Menteri Kesehatan

No. 424/MENKES/SK/V/2008. Pada tahun 2011, RSUP Fatmawati telah

menyandang sertifikat Terakreditasi ISO 9001 : 2008 dan OHSAS 18001:

2007 dan saat ini (Mei 2013) sedang menuju untuk mendapatkan sertifikat JCI

(Joint Commission International).

2.5 Tugas Pokok dan Fungsi RSUP Fatmawati

2.5.1 Tugas Pokok RSUP Fatmawati

RSUP Fatmawati Jakarta mempunyai tugas pokok menyelenggarakan

upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan yang dilaksanakan secara serasi,

terpadu, dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan dan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

7

Universitas Indonesia

pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan dan menyelenggarakan pendidikan,

pelatihan, dan penelitian.

2.5.2 Fungsi RSUP Fatmawati

Fungsi RSUP Fatmawati adalah menyelenggarakan:

a. Pelayanan medis

b. Pelayanan penunjang medis dan non medis

c. Pelayanan dan asuhan keperawatan

d. Pengelolaan sumber daya manusia rumah sakit

e. Pelayanan rujukan

f. Pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan

g. Penelitian dan pengembangan

h. Administrasi umum dan keuangan

2.6 Visi dan Misi

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki visi terdepan,

paripurna dan terpercaya di Indonesia. Menurut Keputusan Direktur Utama RSUP

Fatmawati Nomor : HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang organisasi dan tata kerja

Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati, yang dimaksud dengan terdepan,

paripurna, dan terpercaya di Indonesia ialah rumah sakit pelopor yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian dengan:

a. Terdepan karena ketersediaan sumber daya yang lengkap.

b. Paripurna karena memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif,

kuratif, rehabilitatif, dan pelayanan berkesinambungan (continuum of care)

serta tuntas.

c. Terpercaya karena senantiasa mengikuti kaidah - kaidah IPTEK terkini.

d. Menjangkau seluruh lapisan masyarakat.

e. Berorientasi kepada para pelanggan.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

8

Universitas Indonesia

Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Fatmawati memiliki misi:

a. Memfasilitasi dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, pendidikan dan

penelitian di seluruh disiplin ilmu, dengan unggulan bidang orthopaedi dan

rehabilitasi medik, yang memenuhi kaidah manajemen resiko klinis.

b. Mengupayakan kemandirian masyarakat untuk hidup sehat.

c. Mengelola keuangan secara efektif, efisien, transparan, dan akuntabel serta

berdaya saing tinggi.

d. Meningkatkan sarana dan prasarana sesuai perkembangan IPTEK terkini.

e. Meningkatkan kompetensi, pemberdayaan dan kesejahteraan sumber daya

manusia.

2.6.1 Motto dan Falsafah

Motto RSUP Fatmawati adalah “Percayakan Pada Kami”. Sedangkan

falsafah yang dianut sebagai pegangan dalam menjalankan organisasi adalah:

a. Bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa

b. Menjunjung tinggi kehidupan dan nilai - nilai luhur kemanusiaan

c. Menghargai pentingnya persatuan dan kerjasama

d. Menjunjung keseimbangan dan kelestarian lingkungan

e. Kebersamaan dalam kemajuan dan kesejahteraan

2.6.2 Nilai

Nilai yang diterapkan di RSUP Fatmawati adalah jujur, profesional,

komunikatif dan ikhlas, serta peduli dalam melaksanakan tugas.

a. Jujur

Menerapkan transparansi dalam melaksanakan tugas.

b. Profesional

Melaksanakan tugas sesuai dengan kompetensi (pengetahuan, sikap,

keterampilan, dan peka budaya).

c. Komunikatif

Mampu melaksanakan hubungan interpersonal yang asertif dan responsif.

d. Ikhlas

Selalu memegang teguh ketulusan dalam memberikan pelayanan kepada

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

9

Universitas Indonesia

pelanggan.

e. Peduli

Selalu tanggap terhadap kebutuhan pelanggan.

2.6.3 Tujuan

Tujuan RSUP Fatmawati adalah:

a. Terwujudnya pelayanan kesehatan prima dan paripurna yang memenuhi

kaidah keselamatan pasien (patient safety).

b. Terwujudnya pelayanan rumah sakit yang bermutu tinggi dengan

tarif yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat.

c. Mewujudkan pengembangan berkesinambungan dan akuntabilitas bagi

pelayanan kesehatan, pendidikan, dan penelitian.

d. Terwujudnya SDM yang profesional dan berorientasi kepada pelayanan

pelanggan.

e. Terwujudnya kesejahteraan yang adil dan merata bagi seluruh

sumber daya manusia rumah sakit.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

10 Universitas Indonesia

BAB 3

TINJAUAN KHUSUS

3.1 Instalasi Farmasi ( Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

Kesehatan, 2006)

Instalasi farmasi adalah bagian dari Rumah Sakit yang bertugas

menyelenggarakan, mengkoordinasikan, mengatur dan mengawasi seluruh kegiatan

pelayanan farmasi serta melaksanakan pembinaan teknis kefarmasian di Rumah

Sakit. Instalasi farmasi menjalankan sistem pelayanan satu pintu. Yang dimaksud

dengan sistem satu pintu adalah bahwa rumah sakit hanya memiliki satu kebijakan

kefarmasian termasuk pembuatan formularium pengadaan, pendistribusian alat

kesehatan, sediaan farmasi, dan bahan habis pakai yang bertujuan untuk

mengutamakan kepentingan pasien.

3.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Farmasi Rumah Sakit

Tugas pokok dan fungsi farmasi rumah sakit menurut Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar

Pelayanan Farmasi Rumah Sakit adalah:

a. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal.

b. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan farmasi professional berdasarkan

prosedur kefarmasian dan etika profesi.

c. Melaksanakan komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang obat.

d. Memberi pelayanan bermutu melalui analisa, dan evaluasi untuk

meningkatkan mutu pelayanan farmasi.

e. Melakukan pengawasan berdasarkan aturan-aturan yang berlaku.

f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang farmasi.

g. Memgadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi.

h. Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan

formularium rumah sakit.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

11

Universitas Indonesia

3.1.2 Bagan Organisasi

Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas,

koordinasi, kewenangan dan fungsi. Bagan organisasi minimal mengakomodasi

penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik,

manajemen mutu, selalu harus dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang

tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi minimal

instalasi farmasi dapat dilihat pada Lampiran.

3.1.3 Peran lintas terkait dalam pelayanan farmasi rumah sakit

3.1.3.1 Panitia Farmasi dan Terapi

Panitia Farmasi dan Terapi merupakan badan yang membantu pimpinan

rumah sakit dalam menetapkan kebijakan tentang obat dan penggunaan obat di

rumah sakit. Panitia Farmasi dan Terapi adalah organisasi yang mewakili

hubungan komunikasi antara para staf medik dengan staf farmasi, sehingga

anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi - spesialisasi yang ada di

rumah sakit dan apoteker wakil dari Farmasi Rumah Sakit, serta tenaga kesehatan

lainnya. Panitia Farmasi dan Terapi sekurang - kurangnya terdiri dari 3 (tiga)

orang yaitu dokter, apoteker dan perawat. Untuk Rumah Sakit yang besar,

tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medik

fungsional yang ada. Peran apoteker dalam panitia ini sangat strategis dan

penting karena semua kebijakan dan peraturan dalam mengelola dan

menggunakan obat diseluruh unit di rumah sakit ditentukan dalam panitia ini.

Ketua Panitia Farmasi dan Terapi dipilih dari dokter yang ada di dalam

kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik,

maka sebagai ketua adalah ahli farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari

instalasi farmasi atau apoteker yang ditunjuk. Panitia Farmasi dan Terapi harus

mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya dua bulan sekali dan untuk rumah

sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Peran apoteker sebagai sekretaris

dalam panitia farmasi dan terapi adalah mengatur segala sesuatu yang

berhubungan dengan rapat PFT (Panitia Farmasi dan Terapi) termasuk pencatatan

dan pelaporan dari hasil-hasil rapat.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

12

Universitas Indonesia

Salah satu fungsi Panitia Farmasi dan Terapi adalah mengembangkan

formularium di Rumah Sakit dan merevisinya. Formularium adalah himpunan

obat yang diterima / disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di

rumah sakit dan dapat direvisi setiap 1 tahun sekali. Komposisi formularium berisi

halaman judul, daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi, Daftar isi,

Informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang

diterima untuk digunakan dan lampiran.

3.1.3.2 Panitia pengendalian infeksi rumah sakit

Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit adalah organisasi yang terdiri

dari staf medik, apoteker yang mewakili farmasi rumah sakit dan tenaga kesehatan

lainnya. Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit ini memiliki tujuan untuk

a. Menunjang pembuatan pedoman pencegahan infeksi.

b. Memberikan informasi untuk menetapkan disinfektan yang akan digunakan

di rumah sakit.

c. Melaksanakan pendidikan tentang pencegahan infeksi nosokomial di rumah

sakit.

d. Melaksanakan penelitian surveilans infeksi nosokomial rumah sakit.

3.1.3.3 Panitia lain yang terkait dengan tugas farmasi rumah sakit

Apoteker juga berperan dalam tim / panitia yang menyangkut

dengan pengobatan antara lain:

a. Panitia mutu pelayanan kesehatan rumah sakit

b. Tim perawatan paliatif dan bebas nyeri

c. Tim penanggulangan AIDS

d. Tim transplantasi

e. Tim PKMRS, dan lain - lain.

3.1.4 Analisa kebutuhan tenaga

3.1.4.1 Jenis ketenagaan

a. Untuk pekerjaan kefarmasian dibutuhkan tenaga apoteker, sarjana

farmasi, dan asisten apoteker (AMF, SMF).

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

13

Universitas Indonesia

b. Untuk pekerjaan administrasi dibutuhkan tenaga operator komputer /

teknisi yang memahami kefarmasian dan tenaga administrasi.

c. Pembantu pelaksana.

3.1.4.2 Beban kerja

Dalam perhitungan beban kerja perlu diperhatikan faktor - faktor yang

berpengaruh pada kegiatan yang dilakukan, yaitu:

a. Kapasitas tempat tidur dan BOR (Bed Occupation Rate)

b. Jumlah resep atau formulir per hari

c. Volume perbekalan farmasi

d. Idealnya 30 tempat tidur = 1 Apoteker (untuk pelayanan kefarmasian) untuk

rawat inap

3.1.4.3 Jenis pelayanan

a. Pelayanan IGD (Instalasi Gawat Darurat)

b. Pelayanan rawat inap intensif

c. Pelayanan rawat inap

d. Pelayanan rawat jalan

e. Penyimpanan dan pendistribusian

f. Produksi obat

3.1.5 Pelayanan Farmasi Rumah Sakit

Secara umum pelayanan farmasi rumah sakit memiliki dua fungsi, yaitu

pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan kefarmasian dalam penggunaan

obat dan alat kesehatan.

a. Memilih perbekalan farmasi sesuai kebutuhan pelayanan.

b. Merencanakan kebutuhan perbekalan farmasi secara optimal.

c. Mengadakan perbekalan farmasi berpedoman pada perencanaan yang telah

dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Memproduksi perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

14

Universitas Indonesia

e. Menerima perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan

yang berlaku.

f. Menyimpan perbekalan farmasi sesuai dengan spesifikasi dan

persyaratan kefarmasian.

g. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke unit-unit pelayanan di rumah

sakit.

Sedangkan fungsi pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat

kesehatan terdiri dari:

a. Mengkaji instruksi pengobatan / resep pasien.

b. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan alat

kesehatan.

c. Mencegah dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan

alat kesehatan.

d. Memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat dan alat kesehatan.

e. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan serta pasien atau

keluarga pasien.

f. Memberi konseling kepada pasien.

g. Melakukan IV admixture.

h. Melakukan penanganan obat kanker.

i. Melakukan penentuan kadar obat dalam darah.

j. Melakukan pencatatan setiap kegiatan.

k. Melaporkan setiap kegiatan.

3.1.6 Pengelolaan perbekalan farmasi

Pengelolaan perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai

dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta

evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.

3.1.6.1 Pemilihan

Pemilihan merupakan proses kegiatan awal yang terjadi di rumah

sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

15

Universitas Indonesia

pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai

menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan

peran aktif apoteker dalam Panitia Farmasi dan Terapi untuk menetapkan

kualitas dan efektifitas serta jaminan purna transaksi pembelian.

3.1.6.2 Perencanaan

Perencanaan merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah,

dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk

menghindari kekosongan obat dengan menggunakan metode antara lain metode

konsumsi, metode morbiditas atau epidemiologi, dan metode kombinasi

konsumsi dan mobirditas. Metode konsumsi dan epidemiologi disesuaikan

dengan anggaran yang tersedia.

3.1.6.3 Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang

telah direncanakan dan disetujui, melalui pembelian, produksi / pembuatan

sediaan farmasi, maupun sumbangan / droping / hibah.

3.1.6.4 Produksi

Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas

kembali sediaan farmasi steril atau nonsteril untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah :

a. Sediaan farmasi dengan formula khusus

b. Sediaan farmasi dengan harga murah

c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil

d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran

e. Sediaan farmasi untuk penelitian

f. Sediaan nutrisi parenteral

g. Rekonstitusi sediaan obat kanker

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

16

Universitas Indonesia

3.1.6.5 Penerimaan

Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang

telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian, melalui pembelian langsung,

tender, konsinyasi atau sumbangan. Pedoman dalam penerimaan perbekalan

farmasi:

a. Pabrik harus mempunyai Sertifikat Analisa.

b. Barang harus bersumber dari distributor utama.

c. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS).

d. Khusus untuk alat kesehatan / kedokteran harus mempunyai certificate of

origin.

e. Expire date minimal 2 tahun

3.1.6.6 Penyimpanan

Penyimpanan merupakan kegiatan pengaturan perbekalan farmasi menurut

persyaratan yang ditetapkan dan disertai dengan sistem informasi yang selalu

menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.

3.1.6.7 Pendistribusian

Pendistribusian merupakan kegiatan menyalurkan perbekalan farmasi di

rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat

inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medik. Peranan Apoteker

dalam distribusi obat ialah dalam hal pemeriksaan kelengkapan resep dan

menganalisa ketepatan dari resep yang menyangkut tentang 7 tepat yaitu, tepat

pasien, tepat obat, tepat dosis, tepat rute penggunaan obat, tepat waktu

penggunaan obat, tepat dokumentasi obat, dan tepat dalam memberikan informasi

mengenai obat kepada tenaga kesehatan maupun pasien.

Sistem distribusi obat dibagi menjadi tiga sistem yaitu :

a. Sistem Pelayanan Terpusat (Sentralisasi)

Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang

dipusatkan pada satu tempat yaitu Instalasi Farmasi. Pada sentralisasi

seluruh kebutuhan perbekalan farmasi setiap unit pemakai, baik untuk

kebutuhan individu maupun kebutuhan barang dasar ruangan disuplai

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

17

Universitas Indonesia

langsung dari Instalasi Farmasi tersebut.

b. Sistem Pelayanan Terbagi (Desentralisasi)

Desentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang

mempunyai cabang di dekat unit perawatan atau pelayanan. Cabang ini

dikenal dengan istilah depo farmasi atau satelit farmasi. Pada desentralisasi,

penyimpanan dan pendistribusian perbekalan farmasi ruangan tidak lagi

dilayani oleh pusat pelayanan farmasi. Instalasi farmasi dalam hal ini

bertanggung jawab terhadap efektivitas dan keamanan perbekalan farmasi

yang ada di depo farmasi.

c. Sistem kombinasi sentralisasi dan desentralisasi

1) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap

Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap

merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk

memenuhi kebutuhan pasien rawat inap di rumah sakit yang

diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan

sistem persediaan lengkap di ruangan, sistem resep perorangan,

sistem unit dosis, dan sistem kombinasi oleh Satelit Farmasi.

2) Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan

Pendistribusian perbekalan farmasi untuk pasien rawat jalan

merupakan kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk

memenuhi kebutuhan pasien rawat jalan di rumah sakit yang

diselenggarakan secara sentralisasi dan atau desentralisasi dengan

sistem resep perorangan oleh Apotek rumah sakit.

3) Pendistribusian perbekalan farmasi di luar jam kerja

Pendistibusian perbekalan farmasi di luar jam kerja merupakan

kegiatan pendistribusian perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan

pasien di luar jam kerja yang diselenggarakan oleh Apotek rumah sakit /

satelit farmasi yang dibuka 24 jam adalah ruang rawat yang menyediakan

perbekalan farmasi emergensi.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

18

Universitas Indonesia

3.1.7 Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan

Pelayanan kefarmasian dalam penggunaan obat dan alat kesehatan adalah

pendekatan profesional yang bertanggung jawab dalam menjamin penggunaan

obat dan alat kesehatan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien

melalui penerapan pengetahuan, keahlian, keterampilan dan perilaku apoteker

serta bekerja sama dengan pasien dan profesi kesehatan lainnya.

Kegiatan yang dilakukan antara lain:

a. Pengkajian resep

Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep

yang meliputi seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasi dan

persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

b. Dispensing

Dispensing merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap

validasi, interpretasi, menyiapkan / meracik obat, memberikan label / etiket,

penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem

dokumentasi.

c. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat

Pemantauan dan pelaporan efek samping obat merupakan kegiatan

pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan

yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada pasien untuk tujuan

profilaksis, diagnosis dan terapi.

d. Pelayanan informasi obat

Pelayanan informasi obat merupakan pelayanan yang dilakukan oleh

Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias dan terkini

kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

e. Konseling

Konseling merupakan suatu proses yang sistematik untuk mengidentifikasi

dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

19

Universitas Indonesia

penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.

f. Pemantauan kadar obat dalam darah

Pemantauan kadar obat dalam darah dilakukan dengan cara melakukan

pemeriksaan kadar beberapa obat tertentu atas permintaan dari dokter yang

merawat karena obat tersebut memiliki indeks terapi yang sempit.

g. Ronde / visite

Ronde / visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap

bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya.

h. Pengkajian penggunaan obat

Pengkajian pengguanaan obat merupakan program evaluasi penggunaan

obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang

digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien.

3.2 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati

Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati merupakan satuan kerja (satker)

satu - satunya di Rumah Sakit yang menjalankan fungsi pengelolaan perbekalan

farmasi dengan sistem satu pintu. Instalasi Farmasi berkedudukan di

bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan

Keperawatan RSUP Fatmawati. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang

kepala dengan sebutan Kepala Instalasi Farmasi dan satu orang Wakil Kepala

Instalasi yang membawahi

15 (lima belas) orang Penyelia, yaitu:

a. Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3)

b. Penyelia Depo Askes

c. Penyelia Depo IGD dan IRI

d. Penyelia Depo IBS

e. Penyelia Depo Teratai – IRNA A

f. Penyelia Depo Teratai – IRNA B

g. Penyelia Depo Griya Husada

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

20

Universitas Indonesia

h. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto

i. Penyelia Gudang Farmasi

j. Penyelia Produksi Farmasi

k. Penyelia Sistem Informasi

l. Penyelia Distribusi dan Penerimaan

m. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi

n. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan

o. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi

Instalasi Farmasi mempunyai struktur organisasi sebagaimana tercantum

dalam Lampiran 3. Kepala Instalasi Farmasi dalam menjalankan tugasnya

berkoordinasi dengan Kepala Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati.

3.2.1. Tugas pokok dan fungsi instalasi farmasi RSUP Fatmawati

Tugas pokok instalasi farmasi RSUP Fatmawati adalah:

a. Menjalankan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati.

b. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi dengan kegiatan perencanaan,

pengadaan, penerimaan, penyimpanan, dan pendistribusian perbekalan

farmasi di RSUP Fatmawati.

c. Menjalankan integrasi dan sinkronisasi terkait dengan pelaksanaan tugas

pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati.

d. Turut serta menyelenggarakan kegiatan pendidikan dan pelatihan kefarmasian

di RSUP Fatmawati.

e. Melaksanakan kegiatan penelitian dan ikut serta dalam uji klinik obat.

f. Turut serta menyelenggarakan pembinaan etika dan pengembangan profesi

kefarmasian.

Fungsi instalasi farmasi adalah:

a. Melaksanakan koordinasi dan kerjasama dalam pelaksanaan tugas pelayanan

kefarmasian dan pengelolaan perbekalan farmasi di RSUP Fatmawati

dengan pihak - pihak tekait.

b. Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan kefarmasian di RSUP

Fatmawati.

c. Ikut serta dalam pengembangan pelayanan kefarmasian di RSUP Fatmawati

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

21

Universitas Indonesia

berdasarkan perkembangan kebutuhan masyarakat, ilmu pengetahuan dan

teknologi.

d. Menetapkan indikator pencapaian kinerja dan pelaksanaan evaluasi serta

tindak lanjut terkait dengan pelayanan dan pengelolaan perbekalan farmasi di

RSUP Fatmawati.

3.2.2. Visi instalasi farmasi

Visi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah “Terdepan, Paripurna,

Terpercaya dalam Pengelolaan dan Pelayanan Kefarmasian di Indonesia.”

3.2.3. Misi instalasi farmasi

Misi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:

a. Melaksanakan pelayanan kefarmasian yang berorientasi kepada pasien.

b. Mengupayakan pencapaian rasionalisasi penggunaan obat di RSUP

Fatmawati.

c. Menjalankan pengelolaan perbekalan farmasi rumah sakit secara efektif dan

efisien.

d. Meningkatkan dan mengembangkan pelayanan farmasi terutama bidang

orthopedi dan rehabilitasi medik.

3.2.4. Tujuan instalasi farmasi

Tujuan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:

a. Menjamin pelayanan farmasi rumah sakit yang profesional dan bertanggung.

jawab atas semua penggunaan perbekalan farmasi di rumah sakit.

b. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada pasien.

c. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi

seluruh masyarakat rumah sakit.

d. Meningkatkan peran instalasi farmasi sebagai bagian integral dari tim

pelayanan kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari

pelayanan farmasi.

e. Ikut menjamin keamanan dan keselamatan kerja seluruh staf rumah sakit,

masyarakat, serta lingkungan.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

22

Universitas Indonesia

f. Meningkatkan kemampuan tenaga kefarmasian melalui pendidikan dan

pelatihan.

g. Menjamin pelayanan bermutu melalui pemantauan, analisa dan evaluasi

pelayanan.

h. Mengadakan penelitian dan peningkatan metode di bidang farmasi.

3.2.5. Nilai - nilai instalasi farmasi

Nilai - nilai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati adalah:

a. Profesional

b. Benar dan aman (safety)

c. Penuh tanggung jawab

d. Jujur

e. Ramah dan peduli (care)

3.2.6. Ruang lingkup kegiatan farmasi

3.2.6.1 Gudang farmasi

Kegiatan yang dilakukan di gudang farmasi RSUP Fatmawati ialah

sebagai berikut:

a. Perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi

Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan dalam penentuan jumlah

dan harga perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan dan anggaran yang

tersedia, dengan menggunakan dasar - dasar perencanaan dan metode yang dapat

dipertanggungjawabkan, antara lain metode konsumsi, epidemiologi, kombinasi

metode konsumsi dan epidemiologi. Pengadaan merupakan suatu proses kegiatan

untuk merealisasikan kebutuhan dalam perencanaan melalui pembelian, produksi /

pembuatan sediaan farmasi, sumbangan / dropping / hibah. Di gudang farmasi

RSUP Fatmawati ada 4 orang penyelia, yaitu penyelia gudang farmasi, penyelia

sistem informasi farmasi, penyelia distribusi dan penerimaan, dan penyelia

perencanaan perbekalan farmasi.

Perencanaan dibuat paling lambat tanggal 15 pada bulan berjalan untuk

memenuhi kebutuhan bulan berikutnya. Pembuatan perencanaan kebutuhan

bulanan menggunakan gabungan metode konsumsi dan epidemiologi.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

23

Universitas Indonesia

Perencanaan dibuat berdasarkan evaluasi penjualan 3 bulan sebelumnya,

terutama 1 bulan sebelumnya, melihat sisa stok obat yang ada dan melihat

anggaran yang tersedia. Data penerimaan pada sistem akan diolah, kemudian

dikombinasi dengan analisa penjualan depo - depo farmasi untuk penentuan

jumlah kebutuhan bulan berikutnya. Penyelia gudang farmasi dan penyelia depo

farmasi melakukan cross check sehingga harus ada komunikasi di antara

keduanya. Bila terdapat peningkatan kebutuhan, maka dibuat perencanaan

tambahan. Proses penyusunan perencanaan dilakukan setiap bulan untuk

kebutuhan reguler (obat formularium). Selain itu, disusun juga perencanaan

untuk kebutuhan 3 bulan (obat generik dan obat DPHO Askes) dan kebutuhan 6

bulan untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD).

Perencanaan yang dibuat oleh penyelia gudang farmasi diantaranya adalah

perencanaan obat, alkes habis pakai, gas medis, reagen, bahan baku, dan bahan

untuk radiologi seperti film rontgen. Kesemua perencanaan yang dibuat merujuk

pada daftar obat dalam formularium, DPHO, DOEN, obat bebas dan generik.

Perencanaan kebutuhan perbekalan farmasi yang telah dibuat oleh gudang

diajukan kepada Kepala Instalasi Farmasi untuk diminta persetujuannya dan

ditandatangani. Perencanaan kebutuhan kemudian dikirimkan ke Direksi RSUP

Fatmawati untuk mendapatkan persetujuan pengadaan. Pertama, perencanaan

dikirimkan ke Direktur Medik dan Keperawatan, yang selanjutnya dikirimkan ke

Direktur Keuangan. Direktur Keuangan mengirimkan ke Bagian Anggaran dan

dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Direktur Keuangan selanjutnya

mengirimkan ke Direktur Utama sebagai Kuasa Pengguna Anggaran. Setelah

mendapat persetujuan pengadaan, data perencanaan disampaikan ke PPK atau

Pejabat Pembuat Komitmen. PPK akan mengirimkan ke Sekretariat PPK untuk

dibuatkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS). HPS dikirimkan kembali ke PPK dan

dikirim ke Direktur Keuangan, yang selanjutnya dikirim ke Bagian Anggaran

untuk disetujui dan dikirim kembali ke Direktur Keuangan. Oleh Direktur

Keuangan, HPS akan dikirimkan ke PPK. Bila perencanaan di bawah 200 juta,

maka diberikan kepada Pejabat Pengadaan Medik untuk dilakukan pemilihan

harga. Bila perencanaan di atas 200 juta, maka harus ke ULP (Unit Layanan

Pengadaan) untuk dilakukan lelang secara LPSE (Layanan Pengadaan Secara

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

24

Universitas Indonesia

Elektronik). Sekretariat PPK akan membuatkan Surat Pesanan (SP) untuk

perencanaan di bawah 50 juta, atau membuatkan Surat Perintah Kerja (SPK)

untuk perencanaan antara 50 juta sampai 200 juta, dan mengirimkan ke

distributor terkait. Alur perencanaan dan perbekalan farmasi dapat dilihat

pada Lampiran 5.

Obat Cito dapat diadakan dengan membuat disposisi untuk

meminta persetujuan Direktur Medik dan Keperawatan untuk menggunakan

kas kecil Pejabat Pengadaan Medik, sedangkan bila di luar jam kerja

menggunakan kas kecil Duty Manager. Pengiriman perbekalan farmasi oleh

distributor ke RSUP Fatmawati sesuai dengan data perencanaan, diterima oleh

Tim Penerima Barang. Serah terima perbekalan farmasi dilaksanakan dari

Tim Penerima Barang ke petugas gudang farmasi dan dilakukan input data di

Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS), kemudian dilaksanakan proses

penyimpanan di gudang farmasi.

b. Penerimaan perbekalan farmasi

Tujuan prosedur penerimaan perbekalan farmasi ialah terjaminnya

penerimaan perbekalan farmasi sesuai dengan Surat Pesanan (SP) atau

kontrak yang telah dibuat oleh Unit Layanan Pengadaan (ULP), baik dari segi

spesifikasi mutu yang telah ditetapkan, jumlah, jangka waktu kadaluarsa yang

mencukupi dan waktu kedatangan. Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan

oleh Tim Penerima Barang berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang dibuat oleh

ULP, tender, konsinyasi (barang titipan) atau sumbangan. Prosedur penerimaan

perbekalan farmasi ialah sebagai berikut Lampiran 6:

1) Penerimaan perbekalan farmasi yang berasal dari distributor / rekanan /

rumah sakit / Apotek / donatur lain oleh Tim Penerima Barang Medik,

diserahkan ke gudang farmasi untuk disimpan. Penerimaan perbekalan

farmasi di luar jam kerja dilakukan oleh Tim Penerima Barang Medik

untuk obat / alkes yang termasuk dalam pengadaan rutin. Untuk obat / alkes

yang dibeli di apotek luar atau rumah sakit lain atau dari distributor

karena pemesanan mendadak (Cito) diterima oleh Asisten Apoteker Depo

IGD untuk selanjutnya diserahkan ke Tim Penerima Barang Medik.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

25

Universitas Indonesia

2) Serah terima perbekalan farmasi yang diterima dari Tim Penerima

Barang Medik dengan Petugas Gudang Farmasi disesuaikan dengan:

- faktur perbekalan farmasi;

- kesesuaian nama perbekalan farmasi dengan SP / SPK;

- kondisi perbekalan farmasi;

- jumlah perbekalan farmasi;

- tanggal kadaluarsa minimal 2 tahun, kecuali untuk perbekalan

farmasi tertentu (vaksin, reagensia) bisa kurang dari 2 tahun dengan

persetujuan user;

- Certificate of analysis untuk bahan baku obat; Certificate of origin

untuk alat kesehatan; Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan

berbahaya.

3) Pelaksanaan verifikasi administrasi penerimaan barang oleh Penyelia

Gudang Farmasi berdasarkan Bukti Penyerahan Barang dari Tim

Penerima Barang Medik yang disesuaikan dengan faktur barang datang.

4) Pembuatan Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi

yang akan diserahkan ke Bagian Akuntansi.

5) Pembuatan Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima

Barang Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi.

6) Penyimpanan perbekalan farmasi di Gudang Farmasi.

c. Penyimpanan perbekalan farmasi

Penyimpanan perbekalan farmasi merupakan proses kegiatan

menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi

yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari kehilangan serta gangguan

fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan perbekalan farmasi

ialah:

1) Terjaminnya mutu perbekalan farmasi selama penyimpanan.

2) Terjaminnya keamanan persediaan perbekalan farmasi selama penyimpanan.

3) Terjaminnya ketersediaan perbekalan farmasi melalui administrasi

pencatatan persediaan perbekalan farmasi.

4) Kemudahan pencarian dan pengawasan persediaan perbekalan farmasi.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

26

Universitas Indonesia

Prosedur penyimpanan perbekalan farmasi ialah:

1) Pelaksanaan penyimpanan perbekalan farmasi oleh petugas farmasi

dengan memperhatikan faktor - faktor sebagai berikut:

a) Jenis perbekalan farmasi harus disimpan pada tempat yang terpisah

sesuai dengan pengelompokannya, yaitu dikelompokan berdasarkan

bentuk sediaan serta jenisnya dan disusun secara alfabetis. Di RSUP

Fatmawati, penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan menjadi empat

ruang besar yaitu:

i. Ruang penyimpanan alat kesehatan

Alat kesehatan disusun berdasarkan kegunaan (fungsi) dan

ukurannya.

ii. Ruang penyimpanan cairan

Cairan disimpan diruang yang terpisah dengan sediaan injeksi dan

alat kesehatan. Disusun di dalam dus dan diletakkan di atas pallet.

iii. Ruang penyimpanan sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid

Sediaan tablet, obat injeksi dan semisolid disusun berdasarkan

suhu kestabilan, bentuk sediaan dan alfabetis.

iv. Ruang penyimpanan gas medik

Gas medik disimpan di gedung terpisah, terletak dibelakang

gedung teratai. Penyimpanannya disusun berdasarkan jenis gas

medis seperti oksigen, helium, nitrous oksida, karbondioksida.

b) Penempatan perbekalan farmasi

i. Penempatan perbekalan farmasi dengan metode FIFO (First In

First Out) berdasarkan waktu kedatangan perbekalan farmasi,

atau FEFO (First Expired First Out) berdasarkan waktu

kadaluwarsa. Metode penempatan FIFO yaitu meletakkan

perbekalan farmasi di muka atau di depan sedangkan metode

penempatan FEFO yaitu meletakkan perbekalan farmasi yang

kadaluwarsanya lebih singkat di bagian depan.

ii. Perbekalan farmasi yang mencantumkan tanggal kadaluwarsa,

maka penyimpanan menggunakan sistem FEFO. Perbekalan

farmasi yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa, maka

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

27

Universitas Indonesia

penyimpanan menggunakan sistem FIFO.

iii. Penyimpanan obat memperhatikan LASA (Look Alike Sound Alike)

untuk patient safety. Perbekalan farmasi yang bentuknya mirip

dan nama / pengucapannya mirip tidak boleh diletakkan

berdekatan walaupun terletak pada kelompok abjad yang sama,

harus diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di

antaranya dan pada rak / tempat obat diberikan stiker LASA.

iv. Penempatan perbekalan farmasi yang mudah pecah di rak yang

kondisinya masih layak pakai, disusun dengan rapi sehingga tidak

ada kemungkinan jatuh karena tersenggol dan diberikan tanda

peringatan “Awas Hati - Hati Perbekalan Farmasi Mudah Pecah”.

v. Penempatan perbekalan farmasi mudah pecah atau perbekalan

farmasi masih dalam kemasan besar tidak boleh pada posisi rak

yang tinggi untuk mencegah resiko jatuh dan menimpa petugas.

vi. Penempatan perbekalan farmasi dalam kemasan besar yang berat

diletakkan di lantai menggunakan alas pallet untuk menghindari

kelembaban.

c) Suhu selama penyimpanan

i. Penyimpanan pada suhu kamar (25oC) untuk obat - obat, cairan

infus, alat kesehatan, pembalut, dan gas medik.

ii. Penyimpanan suhu dingin (dalam lemari pendingin) pada suhu

2 - 8oC

iii. Penyimpanan untuk reagensia, obat – obatan tertentu dan produk

biologis yang membutuhkan suhu dingin untuk mempertahankan

stabilitasnya sesuai dengan persyaratan penyimpanan pada etiket.

Setiap hari ada petugas yang mencatat suhu lemari pendingin pada

“kartu monitor suhu”.

iv. Sediaan vaksin membutuhkan “pharmaceutical refrigerator” khusus

dan harus dilindungi dari kemungkinan matinya aliran listrik

menggunakan alarm yang akan berbunyi jika aliran listrik mati.

d) Kelembaban

Kelembaban dipantau menggunakan alat higrometer atau pemantau

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

28

Universitas Indonesia

kelembaban udara di ruang penyimpanan perbekalan farmasi antara

65 % - 98 %.

e) Cahaya matahari

Penyimpanan obat tidak boleh terkena cahaya matahari langsung.

f) Sirkulasi udara

Tempat penyimpanan perbekalan farmasi harus mempunyai ventilasi

yang cukup untuk pertukaran udara di ruangan penyimpanan.

g) Resiko kebakaran

Bahan berbahaya mudah terbakar atau mudah meledak harus disimpan

pada Gudang Tahan Api yang dilengkapi dengan APAR (Alat

Pemadam Api Ringan).

h) Kebersihan tempat dan sarana penyimpanan dari debu atau kotoran

lainnya.

i) Pengaturan tata ruang gudang farmasi dengan memperhatikan

kemudahan bergerak dan mobilisasi perbekalan farmasi.

j) Pengawasan dan monitoring tempat dan fasilitas penyimpanan

untuk menjamin mutu perbekalan farmasi yang ada.

2) Pelaksanaan penyusunan persediaan perbekalan farmasi pada tempat

penyimpanan secara aman oleh petugas farmasi.

3) Pelaksanaan pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok perbekalan

farmasi ke dalam kartu persediaan dan dalam Sistem Informasi Rumah

Sakit (SIRS) oleh petugas farmasi.

4) Pembuatan laporan mutasi atau distribusi perbekalan farmasi oleh

petugas farmasi.

Prosedur Penyimpanan Narkotika dan Psikotropika:

1) Pencatatan obat narkotika dan psikotropika yang sudah diterima dari

Tim Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati, dicatat pada kartu stok

sesuai jenis, jumlah, expire date, dan nama distributor khusus obat

narkotika dan psikotropika, yaitu PT. Kimia Farma.

2) Penyimpanan obat narkotika dan psikotropika yang sudah

dicatat / dokumentasi dengan ketentuan:

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

29

Universitas Indonesia

a) Menggunakan lemari sesuai ketentuan, yaitu lemari double lock

(kunci ganda) pada dua pintu dengan susunan berlapis.

b) Kondisi kunci kedua pintu dapat berfungsi dengan baik dan dalam

kondisi terkunci guna pembatasan akses pengambilan obat.

c) Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak

dapat dipindahkan kecuali dengan membongkarnya.

d) Dilengkapi dengan kartu stok.

3) Pengaturan penyimpanan obat narkotika dan psikotropika berpedoman

kepada beberapa ketentuan dan persyaratan sebagai berikut:

a) Menurut bentuk sediaan dan jenisnya.

b) Menurut suhu dan kestabilan sediaan:

i. Obat disimpan dalam lemari pendingin, yaitu suhu 2 - 8oC

ii. Obat disimpan dalam suhu kamar, yaitu 15 - 25o

C

c) Menurut sifatnya mudah / tidak terbakar

d) Menurut ketahanan terhadap cahaya / tidak

4) Penyusunan penyimpanan berdasarkan sistem FIFO (First In First Out) atau

berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out).

5) Penyusunan urutan pada lemari penyimpanan dilakukan secara alfabetis,

yaitu berdasarkan urutan abjad, dimulai dari huruf “A” sampai “Z”.

6) Pencatatan obat narkotika dan psikotropika, yaitu jumlah stok awal, jumlah

keluar, jumlah stok akhir, dan petugas yang mengambil.

7) Monitoring selama proses penyimpanan dengan melakukan

pengecekan fasilitas penyimpanan dan pengecekan kondisi fisik sediaan dan

jumlah stok narkotika dan psikotropika setiap hari.

Prosedur Identifikasi, Penandaan, dan Penyimpanan Obat High Alert:

1) Penerimaan obat high alert oleh Gudang Farmasi dari distributor melalui Tim

Penerima Barang Medik RSUP Fatmawati.

2) Pemeriksaan kebenaran obat high alert yang diterima dengan memeriksa

nama, jumlah, tanggal kadaluarsa, dan kondisi fisik obat high alert, serta

kondisi penyimpanan khusus obat high alert bila dipersyaratkan.

3) Pemberian penanda khusus (stiker) obat high alert golongan elektrolit

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

30

Universitas Indonesia

konsentrasi tinggi yang diterima oleh Gudang Farmasi dilakukan pada kardus

terluar obat high alert.

4) Pencatatan stok obat high alert yang diterima oleh Gudang Farmasi

dilakukan dalam Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS) dan kartu stok

gudang farmasi sebagai penambahan jumlah.

5) Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan obat yang

bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya.

6) Penempatan obat high alert pada lemari penyimpanan dengan metode FIFO

dan FEFO berdasarkan urutan alfabetis dengan cara:

a) Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin,

yaitu antara 2-8oC, maka disimpan dalam lemari pharmaceutical

refrigerator dengan suhu terkendali.

b) Untuk obat high alert yang dipersyaratkan disimpan pada suhu

ruangan, yaitu 25oC, maka disimpan dalam lemari yang telah

diberikan penanda khusus.

c) Untuk obat high alert yang memenuhi kriteria LASA (Look Alike

Sound Alike), maka obat tersebut diletakkan secara terpisah dengan

memberikan selingan minimal 2 obat non kategori LASA di antaranya.

d. Pendistribusian perbekalan farmasi

Pendistribusian perbekalan farmasi oleh gudang RSUP Fatmawati yang

dilakukan ada dua macam yakni pendistribusian permintaan obat

berdasarkan permintaan dari depo-depo farmasi melalui sistem dan

pendistribusian floor stock dari ruangan secara manual atau menggunakan

formulir. Untuk pendistribusian amprahan obat dilakukan dengan sistem

komputerisasi dan dilakukan setiap hari. Alur distribusinya adalah setiap

pagi petugas gudang farmasi mengecek sistem dan akan menilai secara

keseluruhan pembagian stok ke depo-depo farmasi agar manajemen persediaan

di gudang farmasi tetap baik. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, petugas

gudang farmasi akan memberi kabar pada petugas depo bahwa barang yang

diminta telah disiapkan. Selanjutnya dilakukan serah terima dengan petugas

depo.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

31

Universitas Indonesia

Saat serah terima dilakukan pengecekan volume dan tanggal kadaluarsa

perbekalan farmasi. Petugas menandatangani bila telah dilakukan

pengecekan dan telah sesuai, kemudian dilakukan penginputan ke sistem dan

di print out. Setelah itu, petugas gudang farmasi mengecek pengeluaran

sesuai atau tidak. Stok gudang farmasi akan terpotong bila telah

diverifikasi. Untuk pendistribusian floor stock, dilakukan secara manual dan

jadwal pengambilan tiap ruangan berbeda - beda untuk memudahkan kerja

petugas gudang farmasi. Alur distribusi perbekalan farmasi dapat dilihat pada

Lampiran 7.

e. Pelaporan perbekalan farmasi

Pelaporan perbekalan farmasi di gudang farmasi, antara lain:

1) Buku induk penerimaan barang

2) Rekapitulasi penerimaan barang

3) Rekapitulasi pengeluaran barang

4) Rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran gas medik

5) Laporan stok opname setiap satu bulan

6) Laporan persediaan floor stock setiap tiga bulan

7) Laporan narkotika setiap 1 bulan sekali

8) Laporan psikotropika setiap 1 tahun sekali

9) Laporan barang sumbangan

f. Prosedur retur perbekalan farmasi

Retur perbekalan farmasi merupakan proses pengembalian

perbekalan farmasi ke distributor disebabkan karena rusak, kadaluwarsa,

dan penarikan produk (recall) oleh produsen. Tujuannya ialah agar

tersedianya produk perbekalan farmasi yang bermutu di rumah sakit dan

terlindunginya pasien dari penggunaan perbekalan farmasi yang tidak bermutu.

Prosedur retur perbekalan farmasi ialah sebagai berikut:

1) Pelaksanaan pemeriksaan dan pengecekan sediaan farmasi di gudang farmasi,

depo farmasi, instalasi rawat inap untuk perbekalan farmasi floor stock.

2) Pelaksanaan item pengecekan untuk mengetahui perbekalan farmasi yang

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

32

Universitas Indonesia

rusak, kadaluwarsa, dan recall.

3) Pencatatan perbekalan farmasi yang diketahui rusak, mendekati tanggal

kadaluwarsa atau recall. Pencatatan dilakukan dengan mencatat nama produk,

nama pabrik, nomor batch, tanggal produksi, tanggal kadaluwarsa, jumlah

sediaan.

4) Pengembalian dan pengumpulan perbekalan farmasi yang rusak, kadaluwarsa,

atau recall dari seluruh depo farmasi dan floor stock rawat inap ke gudang

farmasi.

5) Pengumpulan perbekalan farmasi ke gudang farmasi untuk produk :

a) Rusak dan tidak dapat digunakan

b) Dalam masa 3 bulan sebelum mencapai masa kadaluwarsa

c) Recall berdasarkan surat edaran dari pabrik pembuat produk,

Kementerian Kesehatan RI, Badan Pengawas Obat dan Makanan

(BPOM), dan Tim Farmasi dan Terapi (TFT) berdasarkan hasil audit

investigasi.

6) Penyimpanan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai di gudang farmasi

dilakukan pada lemari penyimpan khusus yang diberi label: “Penyimpanan

Obat Tidak Layak Pakai”

7) Pengembalian ke distributor untuk produk yang dapat diretur dan dilakukan

penggantian produk, dengan melengkapi dokumen faktur pembelian, surat

pesanan, dan berita acara serah terima.

8) Pemusnahan perbekalan farmasi yang telah mencapai masa tanggal

kadaluwarsa dan tidak dapat diretur ke distributor, yang akan dimusnahkan

secara bersamaan dalam waktu tertentu oleh Tim Pemusnahan Barang.

9) Pembuatan laporan oleh wakil kepala perbekalan farmasi untuk

disampaikan pada Kepala Instalasi Farmasi.

10) Penyampaian laporan ke Direksi.

3.2.6.2 Tata usaha farmasi

Kegiatan administrasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati dilaksanakan

di Tata Usaha Farmasi. Terdapat 2 penyelia di Tata Usaha Farmasi, yaitu

Penyelia Pencatatan dan Pelaporan serta Penyelia Tata Usaha (TU) dan SDM

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

33

Universitas Indonesia

Farmasi. Tata cara persuratan yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan

Pelaporan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati mencakup pencatatan surat

masuk dan surat keluar. Pengiriman surat keluar Instalasi Farmasi dalam

lingkup rumah sakit ditandatangani oleh Kepala Instalasi Farmasi, sedangkan

pengiriman surat keluar untuk lingkungan eksternal rumah sakit melalui Sub

Bagian Tata Usaha Rumah Sakit. Pembuatan laporan di Instalasi Farmasi

RSUP Fatmawati yang dilakukan oleh Penyelia Pencatatan dan Pelaporan adalah

sebagai berikut:

a. Pengambilan dan perekapan data untuk penyusunan laporan:

1) Pengambilan data dari gudang farmasi berupa catatan permintaan barang

floor stock atau pemakaian perbekalan farmasi dari semua satuan

kerja berdasarkan formulir permintaan barang setiap akhir bulan untuk

pembuatan laporan keuangan dan catatan permintaan obat / alkes depo

farmasi ke gudang farmasi untuk pembuatan laporan pengeluaran

perbekalan farmasi per depo farmasi.

2) Pengambilan data jumlah pemasukan dan pengeluaran obat - obat

narkotika dan psikotropika di gudang farmasi dan seluruh depo farmasi

oleh Kepala Perbekalan Instalasi Farmasi setiap akhir bulan untuk

narkotika dan setiap akhir tahun untuk psikotropika untuk pembuatan

laporan pemakaian obat narkotika dan laporan pemakaian obat

psikotropika.

3) Pengambilan data jumlah penulisan resep obat dengan nama generik dan

non generik dari catatan pemantauan penulisan resep obat generik di depo

- depo farmasi setiap akhir bulan untuk pembuatan laporan

pemantauan penulisan resep obat generik.

4) Pengambilan data catatan tagihan obat pasien per depo farmasi

untuk pembuatan laporan tagihan obat pasien per depo farmasi.

5) Pengambilan data dari catatan lembar dan jumlah resep depo farmasi dari

pasien rawat jalan (poliklinik) dan pasien rawat inap (ruangan) di depo -

depo farmasi untuk pembuatan laporan kegiatan instalasi farmasi.

6) Pengambilan data kuitansi dan faktur pembelian perbekalan farmasi dari

catatan pemakaian kas kecil instalasi farmasi untuk pembuatan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

34

Universitas Indonesia

laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi.

b. Penyusunan laporan bulanan di Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati oleh

Penyelia Pencatatan dan Pelaporan

1) Penyusunan laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi

per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non

generik, laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, laporan kegiatan

instalasi farmasi, dan laporan pemakaian kas kecil instalasi farmasi setiap

bulan.

2) Pembuatan laporan pemakaian obat narkotika setiap bulan dan

laporan pemakaian obat psikotropika setiap akhir tahun oleh Kepala

Instalasi Farmasi.

c. Pengiriman laporan pemakaian

Pengiriman laporan pemakaian obat narkotika dan psikotropika

dilakukan ke Bagian Umum RSUP Fatmawati untuk dibuatkan surat

pengantar yang ditandatangani oleh Direktur Medik dan Keperawatan, lalu

dikirim ke Dinas Kesehatan Jakarta Selatan.

Pengiriman laporan keuangan, laporan pengeluaran perbekalan farmasi

per depo farmasi, laporan pemantauan penulisan obat generik dan non generik,

laporan tagihan obat pasien per depo farmasi, dan laporan kegiatan instalasi

farmasi ditujukan kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan Kepala Instalasi

Rekam Medik dan Informasi Kesehatan. Pemisahan arsip di Instalasi

Farmasi RSUP Fatmawati didasarkan atas:

1) Arsip surat masuk / surat keluar / SK Direktur RSUP Fatmawati /

SK Kemenkes.

2) Arsip Kepegawaian terdiri dari map masing - masing pegawai Instalasi

Farmasi RSUP Fatmawati.

3) Arsip laporan - laporan.

4) Arsip resep rawat jalan dan rawat inap.

5) Arsip catatan kehadiran pegawai (absensi) di Instalasi Farmasi

RSUP Fatmawati.

6) Arsip catatan lembur pegawai Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.

7) Arsip catatan rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

35

Universitas Indonesia

8) Arsip rekapitulasi rencana pengadaan bulanan.

d. Pemusnahan laporan

Pemusnahan dilakukan setiap awal tahun untuk laporan - laporan dan

resep-resep yang berumur lebih dari 3 tahun serta surat masuk dan surat keluar

yang berumur 5 tahun.

3.2.6.3 Produksi farmasi

Produksi farmasi RSUP Fatmawati terbagi menjadi 2 bagian, yaitu

produksi non steril dan produksi steril. Produksi steril berada di bawah

pengawasan Satuan Farmasi Fungsional, sedangkan produksi non steril berada

di bawah pengawasan Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati. Terdapat 1 penyelia,

yaitu Penyelia Produksi Farmasi, dan 2 asisten apoteker di produksi farmasi

RSUP Fatmawati.

a. Produksi non steril

Kegiatan yang dilakukan di produksi non steril adalah pembuatan

sediaan farmasi, pengenceran sediaan, dan pengemasan kembali. Bentuk

sediaan yang diproduksi mencakup bentuk sediaan padat, sediaan cair, dan

sediaan semi padat. Semua bentuk sediaan dibuat berdasarkan master formula

RSUP Fatmawati. Di ruang produksi RSUP Fatmawati saat ini terdapat 43

master formula sebagai panduan pelaksanaan produksi farmasi. Tujuan

dilakukannya produksi di RSUP Fatmawati antara lain adalah untuk

penghematan anggaran, terdapat sediaan dengan formula khusus dan sediaan

obat dibutuhkan segera seperti rekonstitusi obat suntik dan obat kanker.

Bahan baku yang digunakan di produksi non steril diperoleh dari

gudang farmasi. Perencanaan dilakukan setiap bulan berdasarkan laporan

bulanan sebelumnya kemudian perencanaan ini dikirimkan ke gudang

farmasi untuk dilanjutkan dengan proses pengadaan. Produksi non steril

mendistribusikan produknya ke gudang farmasi. Penyimpanan di produksi

non steril terbagi menjadi 2, yaitu penyimpanan bahan baku (disusun

berdasarkan kegunaannya) dan penyimpanan produk (berdasarkan alfabetis).

Pelaporan yang dilakukan oleh produksi non steril adalah laporan jumlah

perbekalan farmasi, laporan produk yang rusak, dan laporan produk yang

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

36

Universitas Indonesia

kadaluwarsa.

b. Produksi steril

Kegiatan yang dilakukan di produksi steril adalah IV admixture

dan penanganan obat sitostatika. Kegiatan IV admixture yang dilakukan di

produksi steril adalah mempersiapkan injeksi tuberkulin untuk Tes

Mantoux dan mencampurkan / mengencerkan KCl ke dalam cairan normal

saline (NaCl 0,9%). Penanganan obat sitostatika adalah mempersiapkan

obat sitostatika untuk pengobatan kanker. Alur masuk ke ruang produksi

aseptik dispensing dan pelayanan obat sitostatika dapat dilihat pada Lampiran

8 dan 9. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas, serta alur penanganan

limbah sitostatika dapat dilihat pada Lampiran.

3.2.6.4 Depo Instalasi Rawat Jalan

Gedung Instalasi Rawat Jalan terdiri dari 3 lantai. Lantai 1

terdapat poliklinik bedah, poliklinik bedah plastik, poliklinik gigi dan mulut, dan

poliklinik jantung. Lantai 2 terdapat poliklinik penyakit dalam, poliklinik

bedah saraf, poliklinik kebidanan dan kandungan, poliklinik pegawai,

poliklinik edukasi, poliklinik saraf, dan poliklinik rehabilitasi medik. Lantai

3 terdapat poliklinik paru, poliklinik PPKT (Program Pelayanan Kanker

Terpadu), poliklinik anak, poliklinik anestesi, poliklinik akupuntur, poliklinik

kulit dan kelamin, dan poliklinik jiwa. Depo farmasi terdapat di setiap lantai

gedung Instalasi Rawat Jalan. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1

berjumlah 7 orang yang terdiri dari 1 Apoteker, 4 Asisten Apoteker, dan 2

bagian administrasi. SDM di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 terdiri atas 1

Apoteker dan 4 Asisten Apoteker. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 hanya

terdiri dari 1 Apoteker dan 2 Asisten Apoteker.

Setiap pagi masing - masing lantai depo farmasi melakukan permintaan

ke gudang farmasi. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 melayani pasien

tunai, jaminan kantor, dan pasien HIV. Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2

melayani pasien Kartu Jakarta Sehat (KJS). Depo Instalasi Rawat Jalan lantai

3 melayani pasien Jamkesmas, Jamkesda Depok, Jamkesda Tangerang, dan

pasien TBC.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

37

Universitas Indonesia

Persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien Jamkesmas,

Jamkesda Depok, dan Jamkesda Tangerang Selatan yaitu: resep asli dan 1

lembar fotokopi resep, SJP asli dan 2 lembar fotokopi SJP (Surat Jaminan

Pelayanan), fotokopi 2 lembar surat pengantar dari Dinas Kesehatan Daerah,

fotokopi 2 lembar kartu Jamkesda, Surat rujukan asli dari puskesmas, kartu

berobat di RSUP Fatmawati, fotokopi Kartu Keluarga (KK) 2 lembar, serta

fotokopi KTP atau akte bila anak di bawah umur. Persyaratan-persyaratan yang

harus dipenuhi oleh pasien KJS yaitu: resep, bukti pembayaran, SJP asli, surat

rujukan asli puskesmas, dan fotokopi KTP.

Depo Instalasi Rawat Jalan menerapkan sistem distribusi obat rawat

jalan secara individual prescription. Prosedur penyiapan obat rawat jalan

secara individual prescription merupakan tata cara dan urutan proses

kegiatan menyiapkan obat pasien rawat jalan berdasarkan resep pasien.

Jumlah obat diberikan seluruhnya sesuai yang tertera dalam resep yang telah

melalui kajian peresepan oleh Apoteker. Tujuan prosedur penyiapan obat

rawat jalan secara individual prescription adalah agar:

a. Tercapainya jaminan kebenaran dan keamanan dalam proses dispensing

obat pada pasien rawat jalan.

b. Tercapainya peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keamanan dalam

penggunaan obat.

Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription :

a. Penerimaan resep dari dokter / perawat ruangan oleh petugas farmasi.

b. Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian penulisan resep.

c. Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan

pada skrining resep.

d. Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan / asuransi

(pasien ASKES, pasien Jamkesmas, pasien Jamkesda, atau pasien KJS).

e. Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan

dari skrining dan kajian peresepan obat.

f. Pembayaran resep berdasarkan billing resep untuk pasien tunai. Pembayaran

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

38

Universitas Indonesia

dilakukan di kasir RSUP Fatmawati.

g. Pelaksanaan permohonan ijin prinsip:

1) Resep pasien ASKES dengan verifikasi oleh penjamin ASKES, atau

2) Resep pasien Jamkesmas dengan verifikasi oleh penjamin

Jamkesmas, atau

3) Resep pasien KJS dengan verifikasi oleh penjamin KJS, atau

4) Verifikasi ijin prinsip Direktur RSUP Fatmawati untuk perbekalan

farmasi yang tidak terjamin dalam paket pembiayaan atau menjadi

beban RSUP Fatmawati.

h. Pembuatan etiket obat dengan pemilihan etiket:

1) Etiket warna putih untuk penggunaan melalui enteral (oral /

sublingual / dan lain - lain).

2) Etiket warna biru untuk penggunaan melalui parenteral dan topikal.

Pembuatan etiket obat dengan mencantumkan nomor rekam

medik, nama pasien, nama obat, dosis obat, waktu dan frekuensi

pemberian, rute pemberian, dan tanggal kadarluarsa.

i. Pelaksanaan pembuatan copy resep untuk obat yang tidak jadi dibeli pasien

atau obat yang tidak terlayani oleh depo farmasi.

j. Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan

klarifikasi 7 benar, yaitu benar obat, benar dosis, benar waktu dan frekuensi

pemberian, benar rute pemberian, benar pasien, benar informasi, dan benar

dokumentasi.

k. Pelaksanaan penyerahan obat yang sudah disiapkan kepada pasien.

l. Pelaksanaan penyerahan obat kepada pasien rawat jalan dilakukan oleh

Tenaga Kefarmasian dengan kriteria:

1) Apoteker yang telah memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

2) Tenaga Teknis Kefarmasian (TTK) yang telah mendapatkan Surat

Tanda Registrasi Tenaga Teknis Kefarmasian (STRTTK).

3) Terdaftar sebagai tenaga kefarmasian di RSUP Fatmawati

4) Selesai mengikuti masa orientasi.

m. Pemanggilan nama pasien rawat jalan melalui pengeras suara untuk menuju

loket pengambilan obat.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

39

Universitas Indonesia

n. Pelaksanaan konseling obat apabila pasien membutuhkan penjelasan lebih

lanjut.

o. Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status

pembiayaan pasien.

3.2.6.5 Depo Askes

Depo Askes adalah depo farmasi yang khusus melayani semua

pasien rawat jalan peserta Askes dan pasien Jamkesda Bogor. Sumber daya

manusia yang terdapat di depo Askes terdiri dari 1 orang apoteker sebagai

penyelia, 6 orang asisten apoteker, 1 orang juru resep, dan 5 orang petugas

administrasi.

Pengadaan obat dilakukan setiap hari langsung dari Gudang Farmasi

dengan menggunakan formulir permintaan barang melalui komputer secara

online. Penyimpanan barang disusun berdasarkan obat DPHO Askes dan

obat non DPHO Askes, bentuk sediaan, dan disusun secara alfabetis. Obat

narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci

(double lock). Obat-obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan

barang menggunakan sistem FIFO dan FEFO.

Persyaratan - persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasien untuk

mendapatkan pelayanan pengobatan pasien Askes di Depo Farmasi Askes adalah:

a. Resep Asli

b. Surat rujukan asli dari Puskesmas dengan 2 lembar fotokopi surat

rujukan

c. Fotokopi kartu Askes

Dalam melayani pasien, Depo Askes mengacu pada pedoman- pedoman

yang disesuaikan dengan status pasien. Beberapa pedoman yang dapat

digunakan antara lain:

a. Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes

Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes merupakan acuan obat bagi

pasien peserta Askes. Dalam DPHO terdapat dua daftar obat yang dapat

diberikan kepada pasien Askes yaitu, obat peresepan umum dan obat

khusus untuk penyakit kanker. Dalam DPHO juga terdapat daftar obat

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

40

Universitas Indonesia

dengan batasan jumlah peresepan maksimal yang dapat diberikan.

b. Daftar Obat Inhealth

Daftar Obat Inhealth merupakan acuan yang dapat digunakan bagi

pasien peserta Inhealth.

c. Formularium Jamkesmas

Formularium Jamkesmas merupakan acuan yang dapat digunakan bagi pasien

peserta Jamkesmas.

d. Formularium Rumah Sakit

Formularium Rumah Sakit merupakan acuan yang dapat digunakan

bagi peserta Askes.

Alur pelayanan pasien di depo Askes dimulai dari masuknya resep ke

bagian penerimaan resep (bagian sortir). Pada bagian ini petugas depo Askes

akan memeriksa kelengkapan berkas yang menjadi persyaratan yang harus

dibawa oleh pasien. Apabila persyaratan yang diperlukan sudah lengkap,

selanjutnya dilakukan skrining resep. Setelah itu, pasien akan mendapatkan

nomor pengambilan obat yang sama dengan nomor yang ada pada resep.

Kemudian resep distempel dan datanya dimasukkan ke komputer. Setelah

data dimasukkan ke komputer, selanjutnya resep diberikan kepada petugas

untuk dibuatkan etiketnya. Setelah itu resep diberikan kepada petugas

penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat racikan. Obat yang telah siap

dikemas dan diserahkan ke pasien disertai pemberian informasi singkat

mengenai penggunaan obat.

Laporan - laporan yang dibuat oleh depo Askes, yaitu:

a. Laporan penggunaan obat narkotika dan psikotropika.

b. Laporan penulisan obat generik dan non generik.

c. Laporan penulisan obat yang masuk DPHO Askes dan non DPHO Askes.

d. Laporan analisa penjualan.

e. Laporan barang rusak dan kadaluarsa yang dibuat setiap 3 bulan.

f. Laporan jumlah lembar dan jumlah resep.

Depo Askes memiliki pasien terbanyak dengan jumlah 200 – 300 resep

per hari. Obat yang paling sering diresepkan adalah obat untuk penyakit

jantung dan penyakit dalam. Pembayaran pasien Askes dapat diklaim ke PT

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

41

Universitas Indonesia

Askes sedangkan pembayaran pasien Jamkesda Bogor dengan menggunakan

sistem INA CBG’s (Indonesia Case Base Groups).

3.2.6.6 Depo farmasi rawat inap (Teratai)

Depo farmasi rawat inap (Depo Teratai) berada tepat ditengah

lantai pertama gedung teratai. Gedung ini terdiri dari enam lantai dan memiliki

kapasitas 700 tempat tidur. Dengan rincian tiap lantai sebagai berikut :

a. Lantai pertama yaitu ruangan kebidanan (emergency kebidanan,

contohnya pada kondisi pre eklampsia berat) dan high care unit di selatan

Teratai.

b. Lantai kedua yaitu ruangan perawatan khusus kebidanan dan high care unit

di selatan Teratai.

c. Lantai ketiga yaitu ruangan khusus pasien anak - anak (<18 tahun) dan

high care unit di selatan Teratai.

d. Lantai keempat yaitu ruangan pasien pasca bedah dan high care unit di

utara Teratai.

e. Lantai kelima yaitu ruangan pasien penyakit dalam (internis) dan high

care unit di selatan Teratai.

f. Lantai keenam yaitu ruangan untuk pasien penyakit saraf dan

kardiovaskular dan high care unit di selatan Teratai.

Penanggung jawab depo farmasi rawat inap terdiri dari dua

penyelia. Penyelia pertama bertanggung jawab terhadap IRNA A yang terdiri

dari lantai 1, 2 dan 3, sedangkan penyelia kedua bertanggung jawab pada IRNA

B yang terdiri dari lantai 4, 5 dan 6. Jumlah SDM di depo teratai adalah

sebanyak 28 orang, dengan perincian apoteker sebanyak 4 orang, petugas

perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep sebanyak 5 orang dan 13

orang merupakan tenaga teknis kefarmasian.

Sistem pengadaan obat dilakukan berdasarkan sistem satu pintu

dari Instalasi Farmasi. Setiap harinya depo rawat inap akan membuat

perincian kebutuhan yang diinput ke komputer yang online dengan sistem

di gudang farmasi. Perbekalan farmasi di depo rawat inap, disimpan terpisah

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

42

Universitas Indonesia

berdasarkan bentuk sediaan, obat generik, dan non generik yang disusun

berdasarkan alfabetis dan sistem FEFO (First Expired First Out) dan FIFO

(First In First Out). Obat LASA (Look Alike Sound Alike) penyusunannya

diberi jarak 2 box antar obat LASA dan diberikan stiker LASA. Terdapat 2

refrigerator untuk penyimpanan obat-obat yang membutuhkan suhu dingin

untuk kestabilannya. Obat-obat narkotika dan psikotropika disimpan di dalam

lemari dengan double lock dan setiap obat-obat tersebut diambil maka

dilakukan pencatatan di buku penggunaan.

Sistem distribusi yang diterapkan di depo farmasi rawat inap beragam,

diantaranya adalah, sistem distribusi unit dose. Sistem ini merupakan sistem

pemberian obat pada pasien dengan menggunakan kemasan sekali pakai dalam

jangka waktu 24 jam. Sistem ini dipakai di lantai tiga untuk obat-obat injeksi,

lantai empat (ruang perawatan bedah, THT, mata, gigi, paru), lantai lima (ruang

perawatan penyakit dalam), dan lantai enam (ruang perawatan penyakit dalam,

jantung dan saraf). Alur sistem distribusi dosis unit tertera Lampiran 12. Sistem

selanjutnya yaitu sistem floor stock, dan sistem resep individual berupa resep

yang ditulis dokter untuk tiap penderita. Sistem resep individual ini

diterapkan di lantai tiga untuk pasien anak-anak yang masih mendapatkan puyer

dan lantai 2. Pelaporan yang dikerjakan di depo farmasi rawat inap sama

halnya dengan depo-depo farmasi lainnya, di antaranya adalah:

a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.

b. Laporan pemakaian narkotika dan psikotropika yang dibuat setiap bulan.

c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat

setiap bulan.

d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.

e. Laporan barang rusak dan expired yang dibuat setiap 3 bulan.

3.2.6.7 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)

Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu pelayanan dari Rumah

Sakit Umum Pusat Fatmawati melayani kegawatdaruratan medik selama 24

jam. Didukung oleh tenaga profesional dan tenaga ahli yang berpengalaman

lebih dari 40 orang yang bertugas secara shift dan akan memberikan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

43

Universitas Indonesia

pelayanan secara maksimal mengatasi kegawat daruratan medik. IGD memiliki

pelayanan pendukung seperti laboratorium Instalasi Gawat Darurat 24 jam,

radiologi (USG, CT Scanning), kamar operasi, bank darah, Apotek, dan

ambulance 24 jam (RSUP Fatmawati, 2009).

IGD terdiri dari beberapa ruangan:

a. Ruang resusitasi (ruang merah)

Di ruang ini terdapat delapan tempat tidur, lemari emergency, dan paket

resusitasi. Lemari emergency (lidocain, atropin sulfat, epineprin, dopamin,

diazepam, deksametason, dextrosa, ringer laktat, nacl 0,9%) sangat penting

keberadaannya dalam ruang ini dikarenakan pasien-pasien yang masuk

ruang ini merupakan pasien dengan kondisi yang cukup parah, sehingga

jika pasien mengalami kegawatdaruratan dan butuh penanganan segera,

perawat tidak perlu berlari ke depo farmasi di IGD untuk mengambil obat

maupun alat kesehatan sehingga dapat menghemat waktu dalam menolong

pasien. Lemari emergency di cek setiap harinya dan dilengkapi jumlahnya

sesuai dengan daftar yang ditetapkan oleh RSUP Fatmawati.

b. Ruang P2 (Ruang kuning)

Ruang ini dibagi menjadi ruang bedah dan ruang non bedah dimana di ruang

ini terdapat paket namun tidak disediakan lemari emergency.

c. Ruang Triase

Pasien yang masuk ruangan ini dalam kondisi yang tidak terlalu parah

sehingga tidak mendapat tindakan dan tidak ada paket di ruang ini.

d. Ruang Intermediate Ward

Ruang ini digunakan pada pasien yang menunggu untuk dipindahkan ke

ruang inap atau ruang lainnya.

Depo IGD dan IRI memiliki 1 orang apoteker penyelia, 1 orang

administrasi, dan 14 orang asisten apoteker. Depo IGD dan IRI buka 24 jam

dengan 3 shift dan melayani pasien rawat inap serta pasien rawat jalan. Pasien

rawat inap terdiri dari pasien yang masuk ruang Intensive Care Unit (ICU),

Neonatus Intensive Care Unit (NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU),

Intensive Cardiac Care Unit (ICCU). Sedangkan pasien rawat jalan merupakan

pasien yang masuk ruang IGD seperti ruang resusitasi, ruang P2, ruang triase,

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

44

Universitas Indonesia

maupun poli IGD.

Depo farmasi IGD dan IRI melakukan permintaan obat dan alat

kesehatan ke gudang farmasi setiap hari secara online. Obat - obatan disusun

berdasarkan abjad dan dipisahkan menurut jenis sediaan. Untuk obat - obat

yang tidak stabil pada suhu ruang maka penyimpanannya di lemari pendingin.

Obat - obat jenis narkotika dan psikotropika ditempatkan di lemari khusus

tersendiri dengan double lock pada dua pintu dengan susunan berlapis.

Lemari tersebut terpasang menempel pada dinding sehingga tidak dapat

dipindahkan kecuali dengan membongkarnya (RSUP Fatmawati, 2012). Alat

kesehatan ditempatkan di rak tersendiri dan diberi nama pada tempat atau box

alat kesehatan tersebut. Jenis sediaan obat yang sering digunakan di Depo IGD

dan IRI adalah sediaan injeksi.

Laporan - laporan yang disiapkan oleh Depo Farmasi IGD adalah:

a. Laporan daftar pelunasan yang dibuat harian.

b. Laporan pemakaian obat–obat narkotika yang dibuat setiap bulan.

c. Laporan penulisan resep obat generik dan non generik yang dibuat setiap

bulan.

d. Laporan analisa penjualan yang dibuat setiap bulan.

e. Laporan barang rusak dan expired yang dibuat setiap 3 bulan.

f. Laporan jumlah dan lembar resep setiap bulan.

3.2.6.8 Depo Instalasi Bedah Sentral

Lantai 1 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Cito sebanyak 2 kamar.

Pasien yang masuk ke OK Cito merupakan pasien yang tidak direncanakan

jadwal operasinya atau yang sifatnya Cito. Pada OK Cito terdapat Paket obat dan

alkes OK Cito dan lemari emergensi. Lemari emergensi terdiri dari lemari

emergensi bedah dan lemari emergensi anestesi. Lemari emergensi bedah berisi

antibiotik, sedangkan lemari emergensi anestesi berisi obat dan alat kesehatan.

Saat pasien masuk ke OK Cito, maka penata anestesi mengambil Paket obat dan

alkes OK Cito yang telah disiapkan oleh petugas depo farmasi. Bila obat dan alat

kesehatan dalam paket kurang, maka penata anestesi dapat mengambilnya

di lemari emergensi dan mencatatnya di Lembar Pemakaian. Setelah selesai

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

45

Universitas Indonesia

operasi, Lembar Pemakaian dimasukkan ke dalam Paket obat dan alkes OK Cito

yang telah terpakai oleh pasien. Lemari emergensi akan dicek jumlah

pemakaian, serta diisi kembali oleh petugas depo farmasi.

Lantai 2 Instalasi Bedah Sentral terdapat OK Elektif sebanyak 8 kamar dan

1 Depo Farmasi Instalasi Bedah Sentral. Pasien yang masuk ke OK Elektif telah

memiliki jadwal operasi. Sehari sebelum operasi, depo farmasi menerima jadwal

operasi pasien dan permintaan anestesi umum atau spinal. Depo farmasi

kemudian menyiapkan paket anestesi dan memberi label nama pasien pada paket

tersebut, sehingga pada hari operasi penata anestesi cukup meminta paket

berdasarkan nama pasien. Penata bedah akan mencatat permintaan di buku pada

hari operasi, kemudian paket bedah akan disiapkan oleh petugas depo farmasi.

Bila terdapat kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang berlangsung,

maka penata bedah atau penata anestesi dapat meminta secara langsung ke depo

farmasi dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi. Petugas depo

farmasi akan mencatat permintaan obat dan alat kesehatan. Bila pasien telah

selesai dioperasi, maka paket akan dikembalikan ke depo farmasi dan petugas

depo farmasi akan merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke

administrasi perincian. Perincian selanjutnya akan dikirimkan ke depo farmasi di

mana pasien dirawat. Depo Instalasi Bedah Sentral juga menyiapkan Paket Bedah

Prima yang merupakan sistem paket untuk pasien tunai. Sebelum operasi, pasien

tunai harus melunasi pembayaran terlebih dahulu. Pasien tunai dengan Paket

Bedah Prima dapat menjalankan operasi di OK Elektif atau OK Cito. Alur

pelayanan obat dan alat kesehatan di depo instalasi bedah sentral dapat dilihat

Lampiran 13.

SDM yang ada di Depo Instalasi Bedah Sentral berjumlah 1 Penyelia dan

2 Asisten Apoteker. Paket anestesi spinal terdiri dari Spinocan (spinal and

diagnostic puncture) 27 G x 3”, bupivacain HCl 5 mg/ml, ondansetron 4 mg/2

ml, klonidin HCl 150 µg/ml, dan ketolorac 3%. Paket anestesi umum terdiri dari

propofol 10 mg/ml, atracurium besilat, fentanyl, ondansetron 4 mg/2ml, dan

ketolorac 3%.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

46

Universitas Indonesia

3.3 Satuan Farmasi Fungsional (SFF)

Satuan Farmasi Fungsional (SFF) berkedudukan dibawa dan

bertanggung jawab langsung kepada Direktur Medik dan Keperawatan

RSUP Fatmawati. Satuan Farmasi Fungsional (SFF) dipimpin oleh seorang

Ketua dengan sebutan Ketua Satuan Farmasi Fungsional dan membawahi 2

(dua) orang koordinator:

a. Koordinator Bidang Pendidikan dan Penelitian

b. Koordinator Bidang Pelayanan

Satuan Farmasi Fungsional (SFF) merupakan wadah non struktural bagi

tenaga fungsional profesi apoteker yang bekerja melayani pasien di RSUP

Fatmawati. Satuan Farmasi Fungsional (SFF) mempunyai struktur

organisasi sebagaimana tertera dalam Lampiran 4. Ketua Satuan Farmasi

Fungsional (SFF) dalam melaksanakan tugasnya berkoordinasi dengan

Kepala Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati.

3.3.1 Tugas pokok dan fungsi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:

a. Tugas Pokok Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:

1) Meningkatkan mutu pelayanan Instalasi Farmasi dengan

melaksanakan pelayanan farmasi klinik di RSUP Fatmawati.

2) Melaksanakan kegiatan pendidikan dan pelatihan apoteker.

3) Melaksanakan kegiatan penelitian di Instalasi Farmasi.

4) Menyelenggarakan pembinaan kepribadian dan pengembangan tenaga

fungsional profesi apoteker di bidang teknis profesinya.

b. Fungsi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:

1) Melaksanakan pengawasan mutu pelayanan pada pasien sesuai teknis

profesi apoteker kepada seluruh anggota SFF.

2) Mengembangkan pelayanan teknis profesi apoteker berdasarkan

perkembangan masyarakat, ilmu pengetahuan, dan teknologi.

3.3.2 Visi Satuan Farmasi Fungsional (SFF)

Visi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah “Tersedianya Tenaga

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

47

Universitas Indonesia

Fungsional Profesi Apoteker yang terampil, professional dan berdedikasi

tinggi di RSUP Fatmawati demi peningkatan mutu pelayanan kefarmasian

kepada pasien”.

3.3.3 Misi Satuan Farmasi Fungsional (SFF)

Misi Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:

a. Melaksanakan pelayanan farmasi klinis di RSUP Fatmawati

b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi Apoteker RSUP Fatmawati

c. Melaksanakan penelitian yang berkaitan dengan obat di RSUP Fatmawati

d. Melaksanakan pembinaan apoteker di RSUP Fatmawati

3.3.4 Tujuan Satuan Farmasi Fungsional (SFF) Tujuan Satuan Farmasi

Fungsional (SFF) adalah:

a. Menjamin pelayanan farmasi klinis yang profesional kepada

pasien.

b. Mewujudkan kerasionalan pengobatan yang berorientasi kepada

pasien.

c. Mewujudkan farmasi rumah sakit sebagai pusat informasi obat bagi seluruh

masyarakat rumah sakit.

d. Meningkatkan peran Apoteker sebagai bagian integral dari Tim

Pelayanan Kesehatan untuk mewujudkan manfaat yang maksimal dari

pelayanan farmasi klinik.

e. Meningkatkan kemampuan Apoteker lainnya melalui pendidikan berkelanjutan.

f. Melaksanakan penelitian dan ikut serta dalam Uji Klinik Obat.

3.3.5 Nilai - nilai Satuan Farmasi Fungsional (SFF)

Nilai - nilai Satuan Farmasi Fungsional (SFF) adalah:

a. Profesional

b. Kerjasama

c. Tanggung Jawab

d. Peduli

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

48

Universitas Indonesia

3.3.6 Kegiatan Satuan Farmasi Fungsional (SFF)

Kegiatan Satuan Farmasi Fungsional antara lain:

a. Pengkajian resep

b. Pengkajian penggunaan obat

c. Ronde / visite

d. Pelayanan Informasi Obat

e. Konseling

f. Edukasi farmasi

g. Pendidikan PKPA

h. Pemantauan penanganan sitostatika

i. Monitoring efek samping obat

j. Monitoring interaksi obat

3.3.6.1 Pengkajian Resep

Pengkajian resep adalah tata cara dan urutan proses kegiatan analisa dan

screening resep untuk mengetahui kesesuaian resep dengan persyaratan

administratif, farmasetis, dan klinis. Pengkajian peresepan obat dilakukan

terhadap resep pasien dengan menggunakan prosedur pengkajian resep. Untuk

resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa

stempel keterangan “Resep / Obat telah di review Farmasi” pada resep pasien.

Untuk resep yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan komunikasi

dengan Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP) untuk menemukan solusi

permasalahan yang ditemukan terkait dengan pengobatan pasien.

Prosedurnya adalah sebagai berikut :

a. Penerimaan resep oleh petugas depo farmasi dengan ketentuan:

1) Depo Farmasi Rawat Inap hanya melayani resep pasien rawat inap

internal dari RSUP Fatmawati

2) Depo Farmasi IGD dan Rawat Jalan melayani dari poli rawat jalan

RSUP Fatmawati

b. Pelaksanaan screening resep oleh Apoteker atau Penyelia

Instalasi Farmasi untuk menilai kelengkapan:

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

49

Universitas Indonesia

1) Persyaratan administrasi resep dengan menilai ada atau tidak :

a) Nama dokter

b) Tanggal penulisan resep

c) Tanda tangan / paraf dokter penulis resep

d) Nomor rekam medik pasien

e) Nama pasien

f) Umur pasien

g) Jenis kelamin pasien

h) Berat badan pasien

i) Nama obat

j) Jumlah yang diminta dalam resep obat

k) Instruksi pengerjaan dispensing resep

l) Aturan pemakaian obat

2) Persyaratan Farmasetis dengan menilai :

a) Bentuk sediaan

b) Kekuatan sediaan

c) Kompatibilitas / ketercampuran farmasetis

d) Stabilitas sediaan

e) Cara penyimpanan obat

3) Persyaratan Klinis dengan menilai :

a) Indikasi obat

b) Riwayat alergi obat

c) Duplikasi pengobatan

d) Interaksi obat dengan obat

e) Interaksi obat dengan makanan

f) Kontraindikasi obat

g) Biaya obat

c. Pelaksanaan kegiatan komunikasi oleh Apoteker atau Penyelia

Instalasi Farmasi dengan dokter penulis resep. Untuk konfirmasi bila

ditemukan :

1) Ketidaklengkapan pada aspek administratif resep

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

50

Universitas Indonesia

2) Ketidaklengkapan pada aspek farmasetik resep

3) Ketidaklengkapan pada aspek klinis resep

4) Resep tidak terbaca

5) Obat tidak tersedia

6) Temuan masalah resep lainnya

d. Klarifikasi dan problem solving

e. Klarifikasi dan komunikasi verbal langsung ke dokter penulis resep

f. Apabila terjadi hambatan jarak untuk komunikasi langsung, dilakukan

dengan komunikasi melalui telepon

g. Pelaksanaan pencatatan hasil komunikasi dengan dokter oleh Apoteker atau

Penyelia Instalasi Farmasi untuk penyempurnaan dan pembenaran resep.

h. Pelaksanaan penandaan resep yang telah di screening oleh Apoteker

atau Penyelia Instalasi Farmasi dengan melakukan :

1) Untuk resep yang telah memenuhi persyaratan, akan diberikan

“penanda” berupa stempel keterangan “Resep telah di review

Farmasi” pada resep pasien.

2) Penandaan cap stempel HETIP yaitu:

a) Harga (billing)

b) Etiket

c) Timbang

d) Isi

e) Penyerahan dan pemeriksaan

3) Untuk resep yang tidak dapat dipenuhi dan tidak dapat

diklarifikasi kebenarannya atau resep tidak setuju dibeli, resep

dikembalikan kepada user (pemilik resep).

3.3.6.2 Pengkajian penggunaan obat

Menurut Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit,

pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat

yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat - obat yang

digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau oleh pasien. Tujuan

pengkajian penggunaan obat adalah :

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

51

Universitas Indonesia

a. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat

pada pelayanan kesehatan / dokter tertentu.

b. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter

satu dengan yang lain.

c. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik.

d. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengkajian

penggunaan obat antara lain :

a. Indikator peresepan

b. Indikator pelayanan

c. Indikator fasilitas

Berdasarkan Standar Prosedur Operasional RSUP Fatmawati, pengkajian

penggunaan obat secara prospektif merupakan kegiatan penilaian

(assessment) terhadap pengobatan pasien selama pasien menjalani

pengobatan. Kegiatan pengkajian penggunaan obat secara retrospektif dilakukan

dengan mengumpulkan data dari catatan rekam medik pasien pada periode

tertentu. Kegiatan pengkajian penggunaan obat dilakukan dengan menggunakan

Standar Prosedur Operasional (SPO) pengkajian penggunaan obat. Kegiatan

dilakukan oleh apoteker dengan menilai adanya potensial drug related problem

(DRP), yaitu:

a. Kesesuaian indikasi obat dengan diagnosa

b. Ketepatan pemilihan obat

c. Dosis terlalu tinggi

d. Dosis terlalu rendah

e. Efek samping obat

f. Interaksi obat dengan obat, obat dengan makanan, obat dengan uji

laboratorium

g. Ketidakpatuhan pasien, misalnya karena obat tidak tersedia, pasien tidak

mampu mendapatkan obat yang diinginkan, pasien tidak bisa menelan obat,

pasien tidak mengerti instruksi pemberian obat, pasien lebih suka tidak

mendapatkan pengobatan atau pasien lupa dalam pengobatan.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

52

Universitas Indonesia

h. Pasien menerima terapi obat yang tidak diperlukan.

i. Apoteker yang dapat melakukan kegiatan review pengobatan adalah

apoteker yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

a. Terdaftar sebagai tenaga apoteker di RSUP Fatmawati

b. Mempunyai Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

c. Telah selesai mengikuti pendidikan dan pelatihan dalam orientasi internal

Pada pasien rawat inap, pengkajian resep dan penggunaan obat ditujukan

untuk evaluasi terhadap resep dan pengobatan pasien. Untuk pengobatan yang

telah memenuhi persyaratan, akan diberikan “penanda” berupa stempel

keterangan “Resep / Obat telah di review Farmasi” pada Rekam Medik (RM)

pasien. Untuk obat yang belum dinyatakan memenuhi syarat, dilakukan

komunikasi dengan DPJP untuk menemukan solusi permasalahan yang ditemukan

terkait dengan pengobatan pasien.

3.3.6.3 Visite

Pelayanan kefarmasian saat ini tidak hanya berfokus pada pengelolaan

obat, namun telah berkembang orientasinya pada pelayanan kepada pasien

(pharmaceutical care). Hal ini juga berlaku bagi apoteker yang berada dalam

lingkup rumah sakit. Apoteker rumah sakit diharapkan mampu

memberikan pelayanan kefarmasian kepada setiap individu pasien untuk

memastikan bahwa pengobatan yang diberikan kepada setiap pasien adalah

pengobatan yang rasional. Salah satu contoh kegiatan pelayanan kefarmasian

yang berorientasi kepada pasien adalah praktek apoteker ruang rawat (ward

pharmacist) dengan visite sebagai salah satu aktivitasnya.

Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan

apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi

yang lebih baik. Aktivitas ini dapat dilakukan secara mandiri atau kolaborasi

secara aktif dengan tim dokter dan profesi kesehatan lainnya dalam proses

penetapan keputusan terkait terapi obat pasien. Praktek visite yang dilakukan

oleh apoteker bertujuan untuk :

a. Meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien,

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

53

Universitas Indonesia

perkembangan kondisi klinik , dan rencana terapi secara komprehensif;

b. Memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk

sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pasien;

c. Memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam

pemilihan terapi, implementasi dan monitoring terapi;

d. Memberikan rekomendasi penyelesaian masalah terkait penggunaan

obat akibat keputusan klinik yang sudah ditetapkan sebelumnya;

Sebelum memulai praktek visite di ruang rawat, seorang apoteker perlu

membekali diri dengan berbagai pengetahuan minimal: patofisiologi,

terminologi medik, farmakokinetika, farmakologi, farmakoterapi,

farmakoekonomi, farmakoepidemiologi, interpretasi data laboratorium, dan

data penunjang diagnostik lainnya.

Di dalam melakukan pelayanan visite maka hal lain yang harus

dipertimbangkan adalah jumlah sumber daya manusia (apoteker).

Terkait keterbatasan jumlah apoteker, maka dilakukan pembatasan pasien yang

menerima pelayanan visite oleh apoteker. Beberapa kriteria pasien yang dapat

menerima pelayanan visite oleh apoteker adalah sebagai berikut:

a. Pasien baru (dalam 24 jam pertama);

b. Pasien dalam perawatan intensif;

c. Pasien yang menerima ≥ 5 macam obat;

d. Pasien yang mengalami penurunan fungsi organ terutama organ hati dan

ginjal;

e. Pasien yang hasil pemeriksaan laboratoriumnya mencapai nilai kritis

(critical value), misalnya: ketidakseimbangan elektrolit, penurunan kadar

albumin;

f. Pasien yang mendapatkan obat yang mempunyai indeks terapi sempit,

berpotensi menimbulkan reaksi obat yang tidak diinginkan (ROTD) yang

fatal.

Setelah melakukan seleksi terhadap pasien yang akan mendapatkan

pelayanan visite maka langkah selanjutnya yang dilakukan adalah

mengumpulkan informasi penggunaan obat. Informasi tersebut dapat diperoleh

dari rekam medik, wawancara dengan pasien / keluarga. Setelah informasi

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

54

Universitas Indonesia

didapatkan maka selanjutnya dilakukan pengkajian masalah terkait obat.

Pengkajian yang dilakukan yaitu pengkajian bagi pasien yang mendapatkan

obat yang memiliki risiko mengalami masalah terkait penggunaan obat baik

yang aktual (nyata terjadi) maupun yang potensial (mungkin terjadi).

Kegiatan visite dapat dilakukan oleh apoteker secara mandiri atau

kolaborasi dengan tenaga kesehatan lain sesuai dengan situasi dan

kondisi. Kegiatan visite mandiri dimulai dengan melakukan perkenalan

diri kepada pasien, mendengarkan respon yang disampaikan oleh pasien

dan identifikasi masalah, memberikan rekomendasi berbasis bukti berkaitan

dengan masalah terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan implementasi

rekomendasi dan melakukan pemantauan efektivitas serta keamanan terkait

penggunaan obat. Sedangkan visite tim dimulai dengan memperkenalkan

diri kepada pasien dan / atau tim, mengikuti dengan seksama presentasi

kasus yang disampaikan, memberikan rekomendasi berbasis bukti

berkaitan dengan masalah terkait penggunaan obat, melakukan pemantauan

implementasi rekomendasi, dan melakukan pemantauan efektivitas dan

keamanan terkait penggunaan obat.

Setelah melakukan praktek visite, maka tahapan yang harus dilakukan

adalah pendokumentasian. Pendokumentasian merupakan hal yang harus

dilakukan dalam setiap kegiatan pelayanan farmasi. Tujuannya adalah

menjamin akuntabilitas dan kredibilitas, bahan evaluasi dan perbaikan mutu

kegiatan, dan bahan pendidikan dan penelitian kegiatan.

3.3.6.4 Monitoring efek samping obat

Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek

samping. Pengertian efek samping menurut WHO adalah tiap respon terhadap

obat yang merugikan atau tidak diharapkan, yang terjadi pada dosis yang

digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.

Efek samping tidak mungkin dihindari / dihilangkan sama sekali, tetapi dapat

ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor - faktor

risiko. Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan

begitu saja oleh karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Adanya

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

55

Universitas Indonesia

efek samping obat dapat meningkatkan morbiditas sehingga meningkatkan

penderitaan, meningkatkan perawatan / perpanjangan masa perawatan, dan

dapat menyebabkan kematian. Alur pemantauan efek samping obat dapat dilihat

pada Lampiran 17.

MESO dapat berguna bagi beberapa pihak, diantaranya bagi badan

pengawas obat, perusahaan obat, dan bagi akademis. Beberapa tujuan

diadakannya MESO diantaranya adalah :

a. Menemukan efek samping obat sedini mungkin, terutama yang berat,

tidak dikenal dan frekuensinya jarang

b. Menentukan frekuensi dan insiden efek samping obat baik yang sudah

dikenal dan yang baru saja ditemukan

c. Mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan /

mempengaruhi timbulnya efek samping obat atau mempengaruhi angka

kejadian efek samping obat

d. Memberi umpan balik adanya interaksi pada petugas kesehatan

e. Membuat peraturan yang sesuai

f. Memberi peringatan pada umum bila dibutuhkan

g. Membuat data esensial yang tersedia sesuai sistem yang dipakai WHO

MESO dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Laporan insidentil

Jenis laporan ini biasanya dikemukakan pada pertemuan di rumah sakit

atau laporan kasus di majalah.

b. Laporan sukarela

Biasa disebut dengan laporan spontan dan dikoordinir oleh pusat.

c. Laporan intensif di RS

Data yang diperoleh untuk laporan ini berasal dari data yang

terkumpul kelompok tim di rumah sakit (dokter, perawat, ahli farmasi, dan

lain - lain). Data yang terkumpul selanjutnya dianalisa oleh tim.

d. Laporan wajib

Ada peraturan yang mewajibkan setiap petugas kesehatan melaporkan

efek samping obat di tempat tugas / praktek sehari - hari.

e. Laporan catatan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

56

Universitas Indonesia

3.3.6.5 Pelayanan Informasi Obat

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah

Sakit, kegiatan pelayanan informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang

dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias

dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan

pasien. Kegiatan pelayanan informasi obat bertujuan untuk menyediakan

informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan

rumah sakit serta untuk membuat kebijakan – kebijakan yang berhubungan

dengan obat (terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi) untuk menunjang

terapi obat yang rasional. Luas ruangan yang dibutuhkan untuk pelayanan

informasi obat adalah:

a. 200 tempat tidur: 20 m2

b. 400 – 600 tempat tidur : 40 m2

c. 1300 tempat tidur: 70 m2

Peralatan yang terdapat di ruang informasi obat meliputi kepustakaan

yang memadai, meja, kursi, rak buku, komputer, telepon, lemari arsip, kartu

arsip. Kegiatan yang dilakukan pada pelayanan informasi obat adalah:

a. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan

pasif.

b. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,

surat atau tatap muka.

c. Membuat buletin, leaflet, label obat.

d. Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan

dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit.

e. Bersama dengan PKRS melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien

rawat jalan dan rawat inap.

f. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga

kesehatan lainnya.

g. Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

57

Universitas Indonesia

3.3.6.6 Monitoring interaksi obat

Program pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati adalah tata cara

melakukan pemantauan terjadinya dan upaya pencegahan terhadap interaksi

antara obat dengan obat maupun antara obat dengan makanan yang digunakan

oleh pasien di rawat inap RSUP Fatmawati.

Kegiatan pemantauan interaksi obat dilakukan dengan tahapan dari proses

penilaian interaksi obat yang sedang terjadi atau interaksi obat yang akan terjadi

hingga pemberian rekomendasi penanggulangan interaksi obat kepada dokter

penanggung jawab pasien. Pada saat mengevaluasi interaksi obat, hal yang

perlu dipertimbangkan adalah level signifikan dari interaksi yang sedang / akan

terjadi. Beberapa alternatif pemecahan masalah yang dapat digunakan adalah:

a. Penggantian dengan obat yang lebih aman.

b. Pengaturan jadwal penggunaan.

c. Penurunan dosis obat.

d. Pemberian antidot / pramedikasi sebelum penggunaan obat.

Alur kegiatan pemantauan interaksi obat menurut SPO (Standar Prosedur

Operasional) yang ada dapat dilihat pada Lampiran 16.

3.3.6.7 Konseling obat

Konseling obat adalah suatu proses yang sistematis untuk menjelaskan

dan memberikan pemahaman bagi pasien tentang pengobatan yang mereka

gunakan serta untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan pasien

berkaitan dengan penggunaan obat. Sehingga dapat meningkatkan kepatuhan

pasien dalam penggunaan obat. Prosedur konsultasi obat adalah tata cara

dalam pemberian pemahaman kepada pasien tentang cara penggunaan obat

yang benar dan aman. Seluruh penyerahan obat kepada pasien, baik rawat inap

maupun rawat jalan harus dilengkapi dengan informasi yang memadai dan dapat

menjelaskan kepada pasien atau keluarga pasien tentang obat yang digunakan

sehingga dapat menghindari kesalahan dalam penggunaan obat. Pelaksanaan

kegiatan tersebut dilakukan dengan menggunakan prosedur konsultasi obat

atau Pelayanan Informasi Obat (PIO).

Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

58

Universitas Indonesia

apoteker pada pasien dengan kriteria :

a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi obat dengan apoteker.

b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi obat dengan apoteker.

c. Pasien yang akan pulang. Apoteker mendapatkan informasi pasien yang

akan pulang dari perawat ruangan atau petugas depo farmasi rawat inap.

Pelaksanaan konsultasi obat pada pasien rawat inap dilakukan oleh

apoteker di ruang perawatan pasien. Pelaksanaan konsultasi obat pada

pasien rawat jalan dilakukan oleh apoteker berdasarkan kriteria pasien

tertentu diantaranya:

a. Pasien dengan rujukan dokter untuk konsultasi dengan apoteker.

b. Pasien dengan keinginan sendiri untuk konsultasi dengan apoteker.

c. Pasien dengan penggunaan obat khusus, seperti:

1) Pasien dengan pengobatan lebih dari 4 macam obat (poli farmasi).

2) Pasien dengan pengobatan kronis.

3) Pasien dengan riwayat alergi.

4) Pasien dengan penggunaan antibiotik tunggal maupun kombinasi.

5) Pasien dengan pengobatan khusus seperti pengobatan Kemoterapi,

pengobatan HIV / AIDS, pengobatan Tuberkulosis.

Pengisian data pasien dan data informasi obat dalam formulir konsultasi

dilakukan oleh apoteker secara lengkap dan benar. Pelaksanaan konsultasi obat

oleh apoteker dengan tahapan berikut:

a. Perkenalan.

b. Penilaian pemahaman pasien terhadap obatnya.

c . Pemberian penjelasan dan konsultasi obat secara lengkap.

Penjelasan obat meliputi indikasi obat, cara kerja obat, dosis penggunaan

obat, cara pemakaian obat yang benar, waktu pemakaian obat, efek

samping obat yang mungkin terjadi, cara pemakaian obat yang benar,

interaksi antara obat dan makanan baik yang potensial maupun aktual, dan

informasi lain yang mendukung.

d. Pengujian pemahaman pasien atas informasi yang telah diberikan.

e. Penutup.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

59

Universitas Indonesia

3.3.6.8 Edukasi farmasi

Program edukasi farmasi adalah rangkaian proses pendidikan

dan penyampaian informasi tentang obat kepada pasien, keluarga pasien

dan masyarakat. Program ini dilakukan dengan tujuan tercapainya

peningkatan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien atau

keluarga pasien, serta terwujudnya kepatuhan pasien terkait dengan

penggunaan obat secara benar. Prosedur program edukasi farmasi dilakukan

dengan pembuatan jadwal apoteker untuk kegiatan edukasi berdasarkan topik

bahasan tentang obat pada tiap bulan oleh penyelia administrasi dan SDM

Instalasi Farmasi. Pelaksanaan sosialisasi kepada petugas yang telah

ditentukan namanya dalam jadwal oleh penyelia administrasi dan SDM

Instalasi Farmasi tentang waktu pelaksanaan dan tema edukasi yang telah

dibuat melalui telepon atau copy lembar jadwal. Pelaksanaan pengumpulan

materi edukasi oleh penyelia administrasi dan SDM Instalasi Farmasi

dalam bentuk power point / makalah / lainnya dalam softcopy atau

hardcopy dari apoteker pembicara minimal dua hari sebelum pelaksanaan

kegiatan. Pelaksanaan kegiatan edukasi oleh apoteker sesuai jadwal kepada

pasien, keluarga pasien, atau masyarakat sesuai tema yang ditentukan dengan

metode :

a. Penyampaian materi presentasi terbuka dan diskusi (tanya jawab)

antara pembicara dan peserta selama waktu yang telah disepakati (minimal

selama 60 menit).

b. Seluruh peserta yang hadir mengisi daftar hadir yang akan digunakan

sebagai materi evaluasi pelaksanaan kegiatan.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

60

Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati

RSUP Fatmawati merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan.

Untuk menunjang pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada pasien, maka

dibentuk suatu badan organisasi yang disebut IFRS (Instalasi Farmasi Rumah

Sakit). IFRS dipimpin oleh seorang Apoteker dan bertanggung jawab terhadap

segala aspek hukum dan peraturan-peraturan farmasi baik terhadap pengawasan

distribusi maupun administrasi barang farmasi. Selama melakukan praktek kerja

di RSUP Fatmawati, khususnya di IFRS RSUP Fatmawati, banyak hal yang dapat

diamati, dipelajari, dan dianalisis terkait pengelolaan perbekalan farmasi dan

pelayanan farmasi. Dalam melaksanakan kegiatannya, Instalasi Farmasi RSUP

Fatmawati dibagi menjadi beberapa sub bagian, antara lain gudang farmasi, tata

usaha farmasi, produksi, depo instalasi rawat jalan, depo askes, depo instalasi

rawat inap, depo IGD/IRI, depo instalasi bedah sentral.

4.1.1 Bagan Organisasi

Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP Fatmawati sebagaimana

tercantum dalam lampiran 3, terdiri dari Kepala Instalasi Farmasi yang

berkoordinasi dengan Kepala Satuan Farmasi Fungsional. Kepala Instalasi

Farmasi dibantu oleh seorang Wakil Kepala Instalasi yang membawahi 15 (lima

belas) orang Penyelia, yaitu:

a. Penyelia Depo IRJ (Lantai 1, 2, dan 3)

b. Penyelia Depo Askes

c. Penyelia Depo IGD dan IRI

d. Penyelia Depo IBS

e. Penyelia Depo Teratai – IRNA A

f. Penyelia Depo Teratai – IRNA B

g. Penyelia Depo Griya Husada

h. Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto

i. Penyelia Gudang Farmasi

60

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

61

Universitas Indonesia

j. Penyelia Produksi Farmasi

k. Penyelia Sistem Informasi

l. Penyelia Distribusi dan Penerimaan

m. Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi

n. Penyelia Pencatatan dan Pelaporan

o. Penyelia Tata Usaha dan SDM Farmasi

Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP Fatmawati jika dibandingkan

dengan struktur organisasi minimal di instalasi farmasi menurut Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1197/Menkes/SK/X/2004 tentang

Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit masih terdapat kekurangan. Menurut

standar struktur organisasi minimal IFRS terdiri dari seorang kepala IFRS yang

membawahi tiga wakil di bidang pengelolaan perbekalan farmasi, pelayanan

farmasi klinik, dan manajemen mutu. Masing-masing wakil setiap bidangnya

membawahi tiga orang penanggung jawab. Sedangkan struktur organisasi instalasi

farmasi RSUP Fatmawati menunjukkan bahwa seorang wakil kepala IFRS

membawahi lima belas orang penyelia. Hal ini dapat menimbulkan kerja dari

seorang wakil kepala IFRS dalam mengawasi dan melakukan pengendalian

terhadap bagian dibawahnya menjadi kurang maksimal yang selanjutnya dapat

berdampak pada pelayanan kepada pasien yang kurang maksimal. Sehingga,

sebaiknya struktur organisasi instalasi farmasi RSUP Fatmawati perlu dikaji

kembali agar didapatkan struktur organisasi yang lebih baik lagi sehingga nantinya

akan berdampak pada pelayanan kepada pasien yang maksimal. Salah satu hal yang

dapat dilakukan dalam perbaikan struktur ini adalah dengan adanya beberapa wakil

kepala yang membawahi tiap bidang yang berbeda.

4.1.2 Gudang Farmasi

Hasil evaluasi terhadap kondisi gudang mengenai pengaturan ruang

gudang menunjukkan hasil yaitu beberapa kondisi gudang IFRS telah sesuai

dengan standar, namun ada beberapa pula yang belum sesuai dengan standar.

Pengaturan yang telah sesuai standar yaitu untuk kemudahan dalam bergerak

gudang instalasi farmasi RSUP Fatmawati tidak menggunakan sekat bila ruangan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

62

Universitas Indonesia

sempit namun arus penerimaan dan pengeluaran barang yang diatur sesuai arus I,

L dan U belum dilakukan. Sirkulasi udara dalam gudang baik dengan adanya Air

Conditioner 24 jam dan dilengkapi dengan alat pemantau suhu dan kelembapan,

tersedia rak dan palet dalam jumlah yang cukup. Narkotika dan psikotropika

ditempatkan pada lemari double lock (kunci ganda) pada dua pintu dengan

susunan berlapis. Obat high alert disimpan di lemari penyimpanan obat yang

bertanda khusus (stiker high alert) dan tidak tercampur dengan obat lainnya.

Perbekalan farmasi dalam kemasan besar ditempatkan di atas pallet. Perbekalan

farmasi tidak layak pakai (rusak, kedaluwarsa, recall) telah disimpan terpisah,

namun tidak diberi label “Penyimpanan Obat Tidak Layak Pakai”. Suhu dan

kelembaban penyimpanan dipantau di setiap ruang penyimpanan perbekalan

farmasi. Suhu penyimpanan dipertahankan sesuai dengan Standar Prosedur

Operasional, namun kelembaban tidak sesuai dengan Standar Prosedur

Operasional. Obat yang memerlukan pengendalian / pengaturan suhu disimpan

dalam pharmaceutical refrigerator. Penyimpanan perbekalan farmasi berada

dalam ruangan yang tidak terkena cahaya matahari secara langsung. Bahan

berbahaya mudah terbakar / mudah meledak telah disimpan pada ruang khusus,

namun ruang tersebut bukanlah gudang tahan api. Saat ini, gudang tahan api

masih berada satu gedung dengan gedung farmasi dan belum difungsikan sesuai

dengan tujuannya. Gudang tersebut masih digunakan untuk menyimpan stok obat

yang berlebih, yaitu cairan infus. Pencatatan pemasukan, pengeluaran, dan stok

perbekalan farmasi telah dilakukan, baik ke dalam kartu persediaan, maupun ke

dalam Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit (SIRS). Stok yang terdapat

secara fisik telah sesuai dengan catatan stok yang terdapat di kartu persediaan dan

Sistem Informasi Manajemen Rumah Sakit. Untuk pencegahan kebakaran gudang

instalasi farmasi RSUP Fatmawati telah memenuhi syarat yaitu tidak menumpuk

kardus secara berlebihan (tumpukan karton / kardus paling banyak delapan

tumpukan), tersedian alat pemadam kebakaran yang selalu diperiksa setiap saat,

dan tersedian detektor asap.

Hasil pengamatan di gudang farmasi mengenai penyusunan stok obat

ditemukan bahwa perbekalan farmasi telah disimpan pada tempat yang terpisah

sesuai dengan pengelompokannya, yaitu berdasarkan bentuk sediaan serta

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

63

Universitas Indonesia

jenisnya dan disusun secara alfabetis. Perbekalan farmasi disusun dengan metode

FIFO (First In First Out) atau FEFO (First Expired First Out). Obat kategori

LASA diselingi dengan 2 obat non kategori LASA (Look Alike Sound Alike) di

antaranya dan pada rak / tempat obat diberikan stiker LASA.

4.1.3 Tata Usaha Farmasi

Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati melaksanakan pencatatan, pelaporan,

dan pengarsipan secara rutin maupun tidak rutin dalam periode bulanan, triwulan,

semesteran, atau tahunan dengan menerapkan sistem informasi manajemen

berdaya guna dan tepat guna. Adanya kegiatan administrasi dalam pelayanan

kefarmasian bertujuan untuk:

a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi.

b. Tersedianya informasi yang akurat.

c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan.

d. Tersedianya data / laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan.

e. Anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi terkelola

secara efisien dan efektif.

Sistem rekapitulasi data pasien masih dilakukan secara manual. Hal ini

dikarenakan belum tersedianya sistem yang memadai untuk dilakukan perekapan

secara komputerisasi.

4.1.4 Produksi

Produksi adalah kegiatan untuk membuat, merubah bentuk, dan mengemas

kembali sediaan farmasi, baik steril maupun non steril untuk memenuhi kebutuhan

pelayanan kesehatan di sebuah rumah sakit dengan kriteria obat yang diproduksi

sebagai berikut:

a. Sediaan farmasi dengan formula khusus.

b. Sediaan farmasi dengan harga murah.

c. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.

d. Sediaan farmasi yang tidak tersedia di pasaran.

e. Sediaan farmasi untuk penelitian.

f. Sediaan nutrisi parenteral.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

64

Universitas Indonesia

RSUP Fatmawati memiliki bagian produksi untuk sediaan farmasi non

steril dan steril pada instalasi farmasinya. Produksi sediaan farmasi yang

dilakukan merupakan produksi untuk keperluan rumah sakit itu sendiri. Kegiatan

produksi bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengadaan obat

tertentu (mendapatkan obat dengan harga yang lebih murah sehingga pasien tidak

membayar terlalu mahal untuk suatu obat dan lebih menjamin kualitas obat yang

dihasilkan). Tujuan lainnya adalah untuk memudahkan penerimaan obat oleh

pasien / tenaga kesehatan lainnya karena sudah dikemas kembali menjadi sediaan

yang telah sesuai dengan kebutuhan dan menghasilkan produk yang tidak dijual

dipasaran.

Bagian produksi non steril memiliki master formula yang berisi formula

untuk 74 item. Dari 74 item yang ada tidak semua item tersebut diproduksi karena

jumlah permintaan terhadap beberapa item sudah jarang / tidak ada lagi sehingga

jumlah item yang masih diproduksi hanya 42 item. Master formula yang terdapat

di ruang produksi non steril mengalami beberapa kali revisi, namun master

formula terdahulu masih disimpan bersama master formula yang baru. Hal ini

dapat menyebabkan kekeliruan apabila petugas menggunakan master formula

yang terdahulu untuk dijadikan acuan dalam melakukan produksi. Bagian

produksi steril hanya melakukan kegiatan IV admixture dan penanganan obat

sitostatika. Sebelumnya pernah dilakukan penyiapan nutrisi parenteral, namun

karena sudah tidak ada permintaan, maka pelayanan penyiapan nutrisi parenteral

hanya diadakan di ruang steril depo instalasi rawat inap. Bagi pasien kanker,

pelaksanaan kegiatan penitipan obat sitostatika dilakukan minimal 3 hari sebelum

obat digunakan untuk perawatan. Pada saat obat diperlukan untuk perawatan,

maka dilakukan permintaan pencampuran obat sitostatika dari ruang kemoterapi

pasien ke bagian produksi steril. Obat sitostatika harus disiapkan selalu baru

karena pada umumnya, obat sitostatika memiliki waktu kadaluwarsa selama 24

jam. Preparasi obat sitostatika dilakukan dengan cara teknik aseptik oleh tenaga

kefarmasian yang telah dilatih dan melalui pelatihan internal di Instalasi Farmasi

RSUP Fatmawati. Setelah obat selesai disiapkan, petugas produksi farmasi akan

membawa obat tersebut ke ruang kemoterapi pasien.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

65

Universitas Indonesia

Beberapa pengamatan yang diperoleh dari kegiatan orientasi bagian

produksi farmasi adalah pengemasan obat kadang-kadang dibagi tidak

berdasarkan takaran menggunakan alat ukur (berdasarkan kasat mata), QC

(Quality Control) uji keseragaman bobot pada kapsul tidak dilakukan, produk dari

bagian produksi non steril tidak didistribusikan ke gudang farmasi terlebih dahulu,

tidak adanya particle counter, dan sudah lama tidak dilakukan usaha pemantauan

mikrobiologis di ruang produksi steril. Pengemasan obat berupa pembagian

sediaan cair bervolume besar menjadi beberapa sediaan cair bervolume kecil

terkadang tidak dilakukan dengan alat ukur. Hal ini mengakibatkan volume

produk sediaan cair yang dikemas kembali tidak terdistribusi merata.

Pengontrolan kualitas untuk menjamin keseragaman bobot pada kapsul hasil

produksi pun tidak dilakukan sehingga tidak dapat dijamin tepatnya isi tiap kasul

yang dikemas. Keterbatasan SDM di bagian produksi non steril menyebabkan

produk non steril tidak didistribusikan ke gudang farmasi terlebih dahulu. Petugas

depo farmasi yang membutuhkan produk dari bagian produksi non steril datang ke

gudang farmasi untuk mendapatkan formulir bon obat lalu datang ke bagian

produksi non steril untuk mendapatkan produknya kemudian melaporkannya ke

gudang farmasi dengan membawa formulir bon obat. Sistem distribusi produk

seperti ini dapat mendukung timbulnya kesalahan pencatatan stok produk.

Dalam penanganan obat sitostatika di bagian produksi steril, obat

dimasukkan ke dalam ruang rekonstitusi tidak melalui pass box (obat dimasukkan

hanya melalui lemari 2 pintu biasa). Penggunaan lemari biasa pada saat

memasukkan obat ke dalam ruang rekonstitusi menyebabkan seringkali terjadi

suatu keadaan dimana kedua pintu lemari dibuka bersamaan karena tidak ada

sistem interlock guard. Dengan dibukanya kedua pintu lemari, terjadi hubungan

langsung antara ruang penyiapan obat dengan ruang rekonstitusi sehingga

memungkinkan terjadinya gangguan aliran udara dan kontaminasi partikel pada

ruang rekonstitusi. Dengan tidak adanya particle counter pada bagian produksi

steril, pemantauan dan pengontrolan jumlah partikel di tiap kelas ruangan menjadi

semakin sulit untuk dilakukan. Pemantauan secara mikrobiologis dengan cawan

papar atau pengambilan sampel permukaan juga perlu dilakukan untuk

mengontrol jumlah mikroba di tiap kelas ruangan.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

66

Universitas Indonesia

4.1.5 Depo Instalasi Rawat Jalan

Jumlah Apoteker di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 adalah 2 orang.

Depo Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur pelayanan resep rawat jalan

secara individual prescription dengan baik. Akan tetapi, depo Instalasi Rawat

Jalan lantai 1 masih terkadang melakukan permintaan obat ke depo-depo lain

karena stok obat kosong.

Penyimpanan obat di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 telah disusun

sesuah tersusun sesuai abjad. Penyimpanan obat-obat LASA di depo Instalasi

Rawat Jalan lantai 1 juga telah diselingi dengan minimal 2 obat non kategori

LASA di antaranya. Kondisi blender obat di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1

yang kurang baik mengakibatkan masih terdapat serpihan kasar pada serbuk obat

yang dihasilkan. Tempat pengisian kapsul di depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1

kondisinya kurang baik. Kapsul sering jatuh pada saat pengisian obat sehingga

dosis, sanitasi, dan efisiensi kerja berkurang.

Selain pelayanan resep, depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1 juga melayani

konseling bagi pasien HIV. Adapun kriteria pasien HIV yang diutamakan untuk

diberikan pelayanan konseling adalah pasien HIV yang baru, pasien dengan

regimen obat yang baru, dan pasien dengan kondisi yang memburuk. Waktu yang

dibutuhkan untuk konseling per pasien adalah 15-30 menit.

Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 2 melayani pasien KJS. Penyimpanan

obat di depo Instalasi Rawat Jalan telah disusun sesuai urutan abjad, bentuk

sediaan, generik dan non generik serta ketahanan sediaan terhadap suhu udara.

Namun masih ada beberapa obat LASA yang belum diberi stiker LASA dan diberi

jarak selang dua obat yang bukan LASA. Sehingga perlu peninjauan kembali

terhadap penyimpanan obat di depo instalasi rawat jalan ini. Depo Instalasi Rawat

Jalan telah melakukan prosedur pelayanan resep rawat jalan secara individual

prescription dengan baik.

Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 3 melayani pasien Jaskesmas, Jamkesda,

dan pasien TBC. Penyimpanan obat di depo Instalasi Rawat Jalan telah disusun

sesuai bentuk sediaan, generik dan non generik serta ketahanan sediaan terhadap

suhu udara. Namun masih ada beberapa obat yang telah disusun menurut urutan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

67

Universitas Indonesia

abjad dan ada pula yang belum contohnya seperti sediaan obat yang berada dalam

botol dengan jumlah besar, obat-obat LASA yang belum diberi stiker LASA dan

diberi jarak selang dua obat yang bukan LASA. Sehingga perlu peninjauan

kembali terhadap penyimpanan obat di depo instalasi rawat jalan ini. Depo

Instalasi Rawat Jalan telah melakukan prosedur pelayanan resep rawat jalan secara

individual prescription dengan baik.

4.1.6 Depo ASKES

Depo Askes adalah depo farmasi yang khusus melayani semua pasien

rawat jalan peserta Askes dan pasien Jamkesda Bogor. Sumber daya manusia

yang terdapat di depo Askes terdiri dari 1 orang apoteker sebagai penyelia, 6

orang asisten apoteker, 1 orang juru resep, dan 5 orang petugas administrasi.

Pengadaan obat di depo ASKES dilakukan setiap hari langsung dari

Gudang Farmasi dengan menggunakan formulir permintaan barang melalui

komputer secara online. Penyimpanan barang disusun berdasarkan obat DPHO

Askes dan non DPHO Askes, bentuk sediaan, disusun secara alfabetis, serta

disimpan menurut ketahanan terhadap suhu ruang penyimpanan. Obat narkotika

dan psikotropika disimpan dalam lemari tersendiri dan terkunci (double lock).

Obat - obat fast moving diletakkan terpisah di meja. Penyimpanan barang

menggunakan sistem FIFO dan FEFO. Penyimpanan obat-obat LASA belum

terkendali dengan baik, masih ada obat-obat LASA yang belum diberi stiker

LASA dan diberi jarak selang dua obat dengan obat yang bukan LASA,

penyimpanan obat fast moving yang terpisah juga belum disertai dengan

penempelan stiker LASA untuk obat-obat LASA. Penyimpanan obat narkotika

dan psikotropika telah dilakukan sesuai standar. Obat narkotika dan psikotropika

disimpan di lemari khusus (double lock).

Pasien ASKES merupakan pasien yang paling banyak di RSUP Fatmawati.

Depo ASKES juga melayani pasien dengan jaminan Jamkesda Bogor. Terdapat

beberapa pedoman yang digunakan dalam melayani pasien-pasien tersebut, antara

lain DPHO ASKES, Daftar Obat Inhealth, Formularium Jamkesmas, Formularium

Rumah Sakit, dan lain-lain. Acuan tersebut digunakan untuk mengetahui obat-

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

68

Universitas Indonesia

obat apa saja yang dapat diberikan kepada pasien beserta batasan jumlah

maksimal yang dapat diberikan.

Alur pelayanan resep dimulai dari pasien membawa resep beserta berkas-

berkas yang diperlukan sebagai persyaratan dan diberikan kepada petugas.

Petugas akan melakukan pengecekan kelengkapan berkas dan pengecekan obat-

obat dalam resep (apakah obat-obat tersebut sesuai dengan pedoman dan dapat

diserahkan kepada pasien). Resep kemudian diinput untuk pemotongan stok obat,

lalu dilakukan pembuatan etiket, penyiapan obat, dan penyerahan obat. Masing-

masing tahap dikerjakan oleh orang yang berbeda dan akan diberikan stempel

HETIP (Harga Etiket Timbang Isi Penyerahan). Pemberian stempel tersebut

bertujuan agar dapat dilakukan pengecekan kembali apabila terjadi kesalahan.

Sebelum pembuatan etiket, petugas bagian etiket terlebih dahulu memeriksa kartu

rujukan dan menuliskan keterangan tanggal dan obat-obat yang diberikan pada

tanggal tersebut. Hal tersebut dilakukan agar dapat dilakukan pengecekan apabila

pasien sebelumnya telah mendapatkan obat yang sama atau pasien sebelumnya

telah menebus obat tersebut dengan jumlah maksimal. Pada bagian ini, petugas

juga akan membuatkan salinan resep untuk obat-obat yang tidak terdapat di depo

ASKES sehingga pasien dapat menebusnya di apotek lain. Setelah etiket dibuat,

selanjutnya petugas akan melakukan penyiapan obat, baik obat jadi maupun obat

racikan. Penyiapan obat jadi dilakukan dengan memasukkan obat ke dalam etiket

sesuai dengan jumlah yang tertera di etiket. Untuk penyiapan obat racikan,

disediakan mortir dan alu. Di Depo Askes tidak tersedia blender untuk membuat

obat racikan yang mungkin disebabkan oleh jumlah resep racikan yang tidak

terlalu banyak sehingga masih dapat dikerjakan hanya dengan mortar dan alu.

Setelah obat disiapkan, obat dibawa oleh petugas ke bagian penyerahan.

Alur penyerahan obat dimulai dengan verifikasi nomor pasien, verifikasi

identitas pasien, pemberian informasi singkat mengenai penggunaan obat,

permintaan nomor telepon pasien yang dapat dihubungi, dan diakhiri dengan

permintaan tanda tangan pasien. Informasi yang diberikan kepada pasien hanyalah

informasi mengenai indikasi dan aturan pakai obat. Keterbatasan informasi obat

yang diberikan disebabkan oleh banyaknya jumlah pasien yang harus dilayani

Depo Askes sehingga waktu pemberian informasi obat menjadi sangat singkat.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

69

Universitas Indonesia

Jumlah resep yang dilayani depo ASKES dapat mencapai 200-300 resep / hari

dengan obat yang sering diresepkan adalah obat-obat kardiovaskular. Dengan

jumlah tersebut, terkadang tidak semua pasien dapat dilayani. Hal ini disebabkan

oleh kurangnya tenaga kefarmasian yang terdapat di depo ASKES. Beban kerja

yang tinggi juga seringkali menyebabkan pekerjaan yang berbeda dilakukan oleh

orang yang sama, misalnya seorang petugas dapat melakukan penyiapan obat dan

penyerahan obat dalam hari yang sama.

Depo ASKES juga melayani pelayanan obat sitostatik, namun pelayanan

yang diberikan hanya terbatas pada pelayanan administratif, yaitu hanya mengurus

berkas. Obat sitostatik dititipkan di ruang produksi steril di Gedung Instalasi

Farmasi. Selain gudang farmasi dan ruang produksi steril, tidak ada tempat yang

diizinkan melakukan penyimpanan obat-obat kemoterapi. Ketika kemoterapi akan

dilakukan, obat akan direkonstitusi dan diantarkan ke ruang kemoterapi.

Selain melayani obat DPHO, depo ASKES juga melayani obat non-DPHO

tetapi untuk obat-obat tersebut pasien dikenakan biaya. Untuk obat non-DPHO,

pembayaran dilakukan setelah penyerahan obat. Untuk pasien peserta ASKES

yang mendapatkan obat-obat DPHO, pembayaran dilakukan dengan cara

melakukan klaim ke PT. ASKES. Setelah selesai pelayanan, dilakukan input

kembali menggunakan program yang terhubung dengan PT. ASKES untuk

diklaim ke ASKES. Klaim ASKES dilakukan oleh Instalasi Penagihan Pasien

(IPP). Oleh karena itu, di depo ASKES disediakan komputer yang digunakan

untuk klaim ASKES.

Pembayaran untuk pasien peserta Jamkesda Bogor menggunakan sistem

INA CBG’s yaitu pembayaran berdasarkan paket-paket yang telah ditentukan.

Apabila tagihan pasien melebihi biaya paket yang diberikan, selebihnya akan

menjadi beban rumah sakit. Sebaliknya, bila tagihan pasien kurang dari paketnya,

kelebihan tersebut akan menjadi keuntungan rumah sakit yang dapat digunakan

untuk menutupi tagihan pasien yang menjadi beban rumah sakit. Dengan

demikian terjadi subsidi silang antara pasien yang tagihannya melebihi paket

dengan pasien yang tagihannya kurang dari paket.

Pelaporan yang dibuat oleh depo ASKES antara lain laporan analisa

penjualan, obat generik dan non generik, obat DPHO dan non-DPHO, narkotika

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

70

Universitas Indonesia

dan psikotropika, jumlah resep. Penghitungan jumlah resep dan jumlah R/

dilakukan untuk mengetahui jumlah pasien yang dilayani dan mengetahui beban

kerja pegawai di depo ASKES.

4.1.7 Depo Instalasi Rawat Inap Teratai (Depo Teratai)

Depo Instalasi Rawat Inap Teratai (Depo Teratai) merupakan depo yang

menyediakan perbekalan bagi pasien rawat inap gedung teratai. Depo ini memiliki

jumlah sumber daya manusia sebanyak 29 orang, dengan perincian apoteker

sebanyak 4 orang, petugas perincian (billing) sebanyak 6 orang, juru resep

sebanyak 5 orang dan tenaga teknis kefarmasian sebanyak 14 orang. Kegiatan-

kegiatan yang dilakukan di Depo Teratai meliputi pengadaan obat, penerimaan

obat, penyimpanan obat, penyiapan obat, distribusi obat dan dokumentasi.

Pengadaan obat dilakukan setiap hari, Depo Teratai akan membuat

perincian kebutuhan yang diinput ke komputer yang terhubung dengan sistem di

gudang farmasi dan selanjutnya permintaan perbekalan farmasi akan disiapkan

oleh petugas gudang farmasi. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, maka pihak

gudang farmasi akan mengkonfirmasi pihak Depo Teratai melalui telepon untuk

pengambilan barang dan selanjutnya dilakukan serah terima barang antara petugas

gudang farmasi dan petugas Depo Teratai. Setelah dilakukan verifikasi, secara

otomatis maka stok barang yang diminta oleh pihak Depo Teratai telah menjadi

stok di Depo Teratai di dalam sistem. Dengan adanya sistem ini, maka dapat

memungkinkan stok obat di Depo Teratai (real stock) sama dengan di sistem.

Penyimpanan perbekalan farmasi di Depo Teratai telah dilakukan dengan

cukup baik. Obat disusun berdasarkan generik dan non generik, stabilitas, bentuk

sediaan dan alfabetis agar memudahkan pengambilan obat sehingga mempercepat

pelayanan obat. Obat-obat mahal dan mudah pecah disimpan di dalam lemari kaca

dan terkunci dengan tujuan mencegah kehilangan atau pecahnya obat. Sediaan

nutrisi juga disimpan rapi dan terlindung dari cahaya yang bertujuan untuk

menjaga kestabilan sediaan tersebut. Namun beberapa sediaan obat LASA masih

ada yang belum diberi jarak dua obat yang bukan LASA dan belum diberi stiker

LASA, sehingga sebaiknya dilakukan pengecekan kembali terhadap adanya obat-

obat LASA tersebut.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

71

Universitas Indonesia

Sistem distribusi yang digunakan di Depo Teratai adalah resep individual

(individual prescription), floor stock serta dosis unit. Pada sistem resep individual,

resep obat akan dikirim ke depo Teratai oleh perawat. Obat disiapkan sesuai

dengan resep dan didistribusikan kepada pasien. Sistem ini diterapkan untuk

penyediaan resep puyer pasien anak-anak, sediaan cair, infus, obat yang dipakai

dalam keadaan tertentu (seperti obat diare), dan obat untuk dibawa pulang. Pada

sistem distribusi floor stock, kelompok obat dan alat kesehatan tertentu disimpan

di ruang perawatan untuk digunakan oleh seluruh pasien. Biaya penggunaan obat-

obat / alat kesehatan ini dihitung sebagai biaya perawatan. Obat yang termasuk

dalam kelompok ini adalah obat penggunaan umum yang terdiri dari obat yang

tertera dalam daftar yang telah ditetapkan oleh TFT dan IFRS yang tersedia di unit

perawat. Sistem distribusi floor stock juga diterapkan pada penggunaan obat dan

alat kesehatan yang ada di dalam lemari emergency. Depo Teratai memiliki

beberapa lemari emergency yang berisi obat dan alat kesehatan life saving.

Lemari-lemari ini disediakan di ruang HCU (High Care Unit) yang ada di setiap

lantai gedung teratai. Tiap lemari emergency berisi obat dan alat kesehatan dengan

jumlah yang telah distandardisasi. Obat dan alat kesehatan yang terdapat dalam

lemari emergency dapat langsung digunakan tanpa harus menunggu penyediaan

dari depo. Setiap penggunaan obat dan alat kesehatan dari lemari emergency akan

dicatat oleh perawat. Setiap hari, petugas Depo Teratai akan datang untuk

mengecek persediaan obat dan alat kesehatan yang ada di dalam lemari

emergency. Bila ada pengurangan jumlah obat / alat kesehatan, petugas Depo

Teratai akan mencatat nama pasien yang menggunakan beserta dengan jenis dan

jumlah obat / alat kesehatan yang digunakan di lembar insidentil pasien untuk

dimasukkam ke dalam tagihan obat dan alat kesehatan pasien. Selanjutnya,

petugas Depo Teratai akan mengisi kembali lemari emergency sesuai dengan

standar jumlah obat/alat kesehatan. Sistem distribusi terakhir adalah sistem

distribusi dosis unit, yaitu sistem distribusi obat yang diresepkan oleh dokter

untuk penderita selama 24 jam. Penyediaan obat dosis unit dilakukan dengan cara

mengemas obat-obat pasien ke dalam kemasan dosis unit tunggal yang cukup

untuk suatu waktu tertentu. Untuk penyediaan obat dosis unit, satu petugas Depo

Teratai bertanggung jawab terhadap sejumlah pasien yang dirawat pada salah satu

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

72

Universitas Indonesia

bagian lantai (utara atau selatan) gedung teratai yang menerapkan sistem ini.

Proses penyiapan obat dosis unit dilakukan di pagi hari, dimulai dari pemilahan

obat, penyiapan obat kedalam kemasan dosis unit, pengecekkan kembali, hingga

peletakkan kemasan dosis unit di dalam troley dosis unit sesuai dengan nama

pasien. Selanjutnya, di sore hari, petugas Depo Teratai yang bertanggung jawab

akan mengantarkan obat dengan menggunakan troley dosis unit ke ruangan

perawat untuk selanjutnya dilakukan serah terima dan dilakukan pengecekkan

kembali.

Depo Teratai juga menyediakan paket-paket kebidanan untuk digunakan di

gedung teratai lantai satu (emergency kebidanan). Paket-paket ini disediakan

untuk mempercepat pelayanan obat dan alat kesehatan bagi pasien emergency

kebidanan. Sebanyak delapan jenis paket berisi obat dan alat kesehatan tersedia di

Depo Teratai, yaitu Paket Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Paket Ketuban

Pecah Dini (KPD), Paket Hamil Kontraksi, Paket Partus Sectio, Paket Abortus

Curetage, Paket Haemorrhagic Post Partum (HPP), Paket Preeklamsi Berat

(PEB) dan Paket Partus Normal.

Di antara ketiga sistem distribusi yang digunakan, sistem dosis unit

merupakan sistem distribusi yang paling menguntungkan. Beberapa keuntungan

dari sistem ini diantaranya adalah pasien menerima pelayanan 24 jam sehari dan

hanya perlu membayar obat yang dikonsumsinya saja, serta pengurangan beban

kerja perawat karena semua dosis yang diperlukan untuk pasien telah disiapkan

oleh petugas depo. Sistem distribusi ini juga dapat mengurangi kemungkinan

kesalahan waktu pemberian obat. Sekalipun demikian, sistem distribusi dosis unit

juga memilki beberapa keterbatasan, yaitu diperlukan teknik kerja yang cepat dan

tepat oleh karena obat harus sudah siap dikonsumsi sebelum jam makan pasien,

serta dibutuhkan tenaga kefarmasian yang lebih banyak.

Sama seperti depo farmasi lainnya, Depo Teratai juga melakukan

pencatatan dan pelaporan. Laporan yang disusun di Depo Teratai adalah laporan

analisa penjualan dan laporan tagihan pasien, laporan narkotika dan psikotropika,

laporan obat generik dan non generik, laporan jumlah resep, serta laporan

medication error.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

73

Universitas Indonesia

4.1.8 Depo Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan Instalasi Rawat Intensif (IRI)

Pasien-pasien yang masuk Instalasi Gawat Darurat akan dipilih atau

dipisahkan sesuai kondisi dan tingkat keparahan pasien. Pasien yang

membutuhkan penanganan segera atau dalam kondisi parah akan masuk ruangan

resusitasi untuk mendapatkan tindakan medis sesuai kebutuhan pasien. Pasien

yang membutuhkan tindakan bedah akan di bawa ke ruang P2 atau ruang kuning.

Pasien yang masuk ruang triase tidak mendapat tindakan apapun dan hanya

diperiksa tanda-tanda vital dari pasien tersebut. Pasien yang masuk ruang

Intermediate Ward (IW) merupakan pasien rawat inap yang belum mendapat

kamar di gedung rawat inap.

Depo IGD melakukan pengadaan yang juga berdasarkan sistem satu pintu

dari Instalasi Farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi di Depo Teratai telah

dilakukan dengan cukup baik. Obat disusun berdasarkan generik dan non generik,

stabilitas, bentuk sediaan dan alfabetis agar memudahkan pengambilan sehingga

mempercepat pelayanan obat. Penyimpanan obat narkotik dan psikotropika telah

sesuai standar yaitu menggunakan lemari terpisah dengan double lock. Obat-obat

high alert telah diberi stiker high alert. Permasalahan dalam penyimpanan

perbekalan farmasi di Depo IGD dan IRI adalah adanya obat-obat LASA yang

masih belum diberi stiker LASA dan diberi jarak selang dua obat yang bukan

LASA. Selain itu tempat penyimpanan alat-alat kesehatan kurang teratur

dikarenakan ruangan yang kurang luas untuk menyimpan alat-alat kesehatan

tersebut.

Pendistribusian obat untuk pasien rawat inap dilakukan dengan sistem

dosis unit, sedangkan untuk pasien rawat jalan dilakukan dengan sistem resep

individual. Di ruang resusitasi terdapat lemari emergency yang selalu diperiksa

setiap pergantian shift sebanyak tiga kali sehari (pagi, siang, sore). Sebaliknya, di

ruang rawat inap intensif seperti ruang ICU, NICU, dan PICU, lemari emergency

hanya diperiksa satu kali sehari. Petugas Depo IGD akan memeriksa jumlah

penggunaan dan nama pasien yang menggunakan obat dari lemari emergency pada

lembar insidensil pasien. Jika terjadi ketidaksesuaian antara jumlah obat yang

tersisa di lemari emergency dengan yang ada di lembar insidentil, petugas depo

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

74

Universitas Indonesia

akan mencatatnya dan mengkonfirmasikan hal tersebut kepada perawat agar

perawat segera mencari pasien yang menggunakan obat tersebut.

Paket obat dan alat kesehatan yang diterima pasien IGD bergantung pada

dimana pasien ditempatkan. Pasien yang masuk ruang P2 akan mendapat paket

berisi alat kesehatan yang diambil oleh perawat di Depo IGD. Pasien yang masuk

ruang resusitasi akan mendapatkan paket yang telah ada di ruang resusitasi

tersebut melalui perawat. Perawat akan mencatat nama pasien yang menggunakan

paket tersebut. Barang dalam paket yang tidak digunakan oleh pasien akan

dikembalikan ke Depo IGD dan dibuat perincian penagihan untuk obat dan alat

yang telah dipakai oleh pasien.

4.1.9 Depo Instalasi Bedah Sentral (Depo IBS)

Depo IBS berada di gedung IBS lantai 2. Di gedung ini, lemari emergency

hanya terdapat di kamar operasi Cito karena operasi bersifat segera. Selain itu,

paket alat kesehatan juga sudah disiapkan di kamar operasi Cito untuk

mempermudah pengambilan alat kesehatan yang diperlukan selama operasi

dilakukan di kamar operasi Cito. Berbeda dengan kamar operasi Cito, paket obat

dan alat kesehatan untuk pasien kamar operasi elektif tidak disiapkan di kamar

operasi tersebut. Penata anestesi dan penata bedah akan melakukan permintaan

obat dan alat kesehatan ke Depo IBS. Paket anestesi dan paket bedah dibedakan

dengan tujuan untuk mempermudah pendistribusian keperluan setiap penata. Pada

saat perincian biaya, permintaan obat dan alat kesehatan penata anestesi dan

penata bedah akan digabungkan. Obat di Depo IBS disimpan pada lemari yang

terpisah dari alat kesehatan, namun obat tidak disusun alfabetis sehingga

menyulitkan pengambilan obat saat diperlukan. Fasilitas lemari penyimpanan

yang sempit mengakibatkan kesulitan dalam penyusunan obat secara alfabetis.

Obat yang memerlukan suhu dingin telah disimpan di pharmaceutical refrigerator

yang dilengkapi dengan monitor suhu, namun karena ukuran pharmaceutical

refrigerator yang kurang memadai menyebabkan obat tidak tertata dengan baik

sesuai dengan urutan abjad.

4.2 Satuan Farmasi Fungsional

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

75

Universitas Indonesia

Kegiatan-kegiatan yang dilakukan Satuan Farmasi Fungsional RSUP

Fatmawati mencakup pengkajian resep, pengkajian penggunaan obat, ronde /

visite, pemantauan efek samping obat, pelayanan informasi obat, pemantauan

interaksi obat, konsultasi obat, dan edukasi farmasi. Pelaksanaan kegiatan-

kegiatan pelayanan farmasi klinik dijelaskan berikut ini.

a. Pengkajian Resep

Pengkajian resep merupakan kegiatan yang perlu dilakukan untuk

mencegah terjadinya kesalahan dalam terapi obat pasien. Tujuan akhir dari

kegiatan pengkajian resep adalah untuk mencapai rasionalisasi penggunaan obat

pasien. Kegiatan pengkajian resep mencakup seleksi persyaratan administratif,

persyaratan farmasetik, dan persyaratan klinis, baik untuk pasien rawat inap

maupun pasien rawat jalan. Di RSUP Fatmawati, kegiatan pengkajian resep tidak

sepenuhnya dilakukan. Hal ini terlihat dari masih adanya resep yang tidak lengkap

dari segi administrasi. Misalnya pada resep untuk pasien anak, umur pasien

seringkali tidak tertera pada lembar resep padahal info tersebut sangat diperlukan

terutama untuk menghitung dosis penggunaan obat pada pasien anak. Pada

beberapa resep bahkan hanya tertulis nama pasien dan permintaan obat. Penanda

kegiatan pengkajian resep berupa stempel keterangan “Resep telah di review

Farmasi” juga tidak terlihat pada banyak resep.

Pengkajian resep yang tidak sepenuhnya dilakukan disebabkan oleh

banyaknya resep yang harus dilayani petugas farmasi di RSUP Fatmawati. Selain

itu, kegiatan pengkajian resep secara keseluruhan membutuhkan waktu yang

cukup lama sementara pelayanan obat pasien harus dilakukan secara cepat karena

banyaknya pasien yang harus dilayani terutama untuk pasien rawat jalan.

b. Pengkajian Penggunaan Obat

Pengkajian penggunaan obat merupakan kegiatan yang dilakukan untuk

mengetahui gambaran pengobatan yang diberikan kepada pasien. Pada dasarnya,

kegiatan ini dilakukan untuk menilai ada/tidaknya masalah yang berkaitan dengan

penggunaan obat pada terapi obat pasien. Di RSUP Fatmawati, kegiatan

pengkajian penggunaan obat dilakukan terhadap pasien rawat inap dengan melihat

catatan pemberian dan pemantauan obat pasien yang terdapat pada rekam medik

pasien. Data yang diperoleh dari rekam medik pasien dicatat ke dalam lembar

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

76

Universitas Indonesia

Formulir Terapi Pasien untuk selanjutnya dinilai ada / tidaknya masalah yang

berkaitan dengan penggunaan obat. Kegiatan pengkajian resep belum sepenuhnya

dilakukan oleh petugas farmasi RSUP Fatmawati oleh karena masalah waktu.

Banyaknya resep obat yang harus dilayani seringkali membuat petugas farmasi

tidak sempat melakukan kegiatan pengkajian penggunaan obat.

c. Visite

Visite pasien oleh apoteker adalah kunjungan rutin yang dilakukan

apoteker kepada pasien di ruang rawat dalam rangka mencapai hasil terapi yang

lebih baik. Kegiatan visite yang dilakukan apoteker di RSUP Fatmawati dilakukan

secara kolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dan disesuaikan dengan situasi

dan kondisi. Tipe visite ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu dapat memperoleh

informasi terkini dan komprehensif, menjadi fasilitas pembelajaran, serta

mendiskusikan langsung masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan

mengimplemantasikan rekomendasi yang dibuat. Sekalipun demikian, tipe visite

ini juga memiliki beberapa kekurangan, yaitu jadwal visite harus disesuaikan

dengan jadwal tiap peserta visite dan waktu pelaksanaan terbatas sehingga diskusi

dan penyampaian informasi selama visite menjadi kurang lengkap. Visite pasien

yang dilakukan di RSUP Fatmawati diaplikasikan pada pasien yang berada dalam

perawatan intensif dan memiliki risiko mengalami terjadinya kesalahan obat

(medication errors). Beberapa tempat dilakukanya visite oleh apoteker di RSUP

Fatmawati adalah Intensive Care Unit (ICU), Neonatal Intensive Care Unit

(NICU), Pediatric Intensive Care Unit (PICU), Intensive Cardiac Care Unit

(ICCU), High Care Unit (HCU), dan ruang perawatan pasien pra operasi dan post

operasi. Visite yang dilakukan di RSUP Fatmawati sebagian besar terjadwalkan

dan umumnya dilakukan setiap seminggu sekali contohnya pada ruang perawatan

pasien High Care Unit (HCU) IRNA Teratai dan ruang perawatan pasien pra

operasi dan post operasi. Visite pasien Intensive Care Unit (ICU) umumnya

dilakukan 3-4 kali dalam seminggu oleh karena kondisi pasien yang dirawat di

ruang perawatan tersebut merupakan pasien yang menderita penyakit komplikasi

sehingga memiliki riwayat pengobatan yang lebih kompleks dibandingkan pasien

rawat inap lainnya. Hal ini memungkinkan terjadinya masalah yang berkaitan

dengan penggunaan obat dengan prevalensi yang lebih tinggi sehingga diperlukan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

77

Universitas Indonesia

visite yang lebih sering untuk memastikan keoptimalan terapi obat yang diterima

oleh pasien.

Dalam kegiatan visite, sebelum apoteker memberikan rekomendasi,

apoteker akan berdiskusi dengan anggota tim secara aktif untuk saling

mengklarifikasi, mengonfirmasi, dan melengkapi informasi penggunaan obat.

Pada saat visite secara tim, rekomendasi lebih ditujukan kepada dokter yang

merawat pasien. Berdasarkan hasil pengamatan, beberapa pertanyaan atau

rekomendasi yang diminta oleh tim visite kepada apoteker di antaranya adalah

pemilihan terapi obat (misalnya dalam pemilihan jenis dan regimen), obat

alternatif yang dapat diberikan kepada pasien, efek samping obat, interaksi obat,

dan pertimbangan obat dari sisi cost effectiveness. Setelah rekomendasi yang

diberikan oleh apoteker disetujui, selanjutnya apoteker melakukan pemantauan

pelaksanaan rekomendasi dari sisi efektifitas dan keamanan. Hal ini perlu

dilakukan untuk memastikan bahwa rekomendasi yang diterima aman bagi

pasien.Tahap akhir dari visite adalah melakukan dokumentasi praktik visite yang

dikelola dengan baik dan terjaga kerahasiaannya. Dengan adanya

pendokumentasian yang baik, maka tersedia data yang menunjukkan

terlaksananya kegiatan visite dan bahan evaluasi untuk peningkatan mutu

pelayanan.

d. Pemantauan Efek Samping Obat (MESO)

Program pemantauan efek samping obat (MESO) adalah program untuk

menganalisis kejadian efek samping obat yang terjadi pada pasien. Proses ini

merupakan kegiatan kolaboratif yang melibatkan semua tenaga kesehatan, baik

dokter, perawat, maupun apoteker yang ada di rumah sakit, dan pasien beserta

keluarganya. Di RSUP Fatmawati, kegiatan pemantauan penggunaan obat

dilakukan untuk mengetahui efek terapi dari proses pengobatan serta

kemungkinan terjadinya efek samping obat. Setiap temuan efek samping obat

akan dikaji oleh tenaga kesehatan. Seluruh kronologis kejadian efek samping obat

dan tindakan penanggulangan harus terdokumentasi dalam catatan rekam medik

pasien serta dibuatkan laporan untuk disampaikan pada Komite Mutu dan

Manajemen Risiko (KMMR) dalam waktu maksimal 48 jam setelah temuan oleh

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

78

Universitas Indonesia

kepala satuan kerja terkait. Prosedur pemantauan efek samping obat meliputi:

1) Pelaksanaan kegiatan pemantauan oleh tenaga kesehatan terhadap

timbulnya efek samping obat

2) Pelaksanaan penerimaan laporan kejadian efek samping obat tenagan

kesehatan, keluarga pasien atau pettugas lainnya

3) Pelaksanaan kegiatan penyusunan laporan temuan kejadian efek samping

obat dalam formulir pelaporan

4) Pelaksanaan kegiatan komunikasi / interview oleh tim kerja (tim

pemantauan efek samping obat) yang terdiri dari dokter penanggung jawab

pasien (DPJP), perawat ruangan, apoteker ruangan.

5) Pelaksanaan kegiatan analisa oleh tim pemantauan efek samping obat

terhadap hasil interview maupun laporan efek samping obat dari semua

sumber

6) Pelaksanaan kegiatan diskusi sevara komperhensif sebagai media problem

solving oleh tim pemantauan efek samping obat atas hasil analisa yang

telah dilakukan

7) Pencatatan di rekam medik pasien oleh DPJP atau tim pemantauan efek

samping obat tentang kejadian efek samping obat pasien. Pencatatan

terkait bentuk kejadian efek samping obat, tindakan pengatasan efek

samping obat yang terjadi dan tindakan pencegahan efek samping obat

yang akan datang.

8) Pembuatan formulasi rekomendasi oleh tim pemantauan efek samping

obat. Pilihan rekomendasi antara lain menghentikan pengobatan,

mengganti obat dengan yang lebih aman, mengatur jadwal penggunaan,

menurunkan dosis obat, memberikan antidot/premedikasi sebelum

penggunaan obat, dan membuat laporan kejadian insiden dengan mengisi

formulir laporan insiden (internal).

9) Pelaksanaan implementasi rencana tindakan pengatasan efek samping obat

10) Pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi tingkat keberhasilan

intervensi yang dilakukan

11) Pelaksanaan diskusi lanjutan oleh tim pemantauan efek samping obat jika

diperlukan guna mencapai hasil intervensi yang telah diberikan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

79

Universitas Indonesia

12) Pendokumentasian rekomendasi penanganan efek samping obat pada

formulir laporan MESO Nasional.

Penyampaian laporan efek samping obat yang terjadi dilakukan segera

oleh tim pemantauan efek samping obat kepada kepala satuan kerja tempat temuan

kejadian efek samping obat. Selanjutnya, dibuat laporan yang ditujukan kepada

Tim Farmasi dan Terapi (TFT) dan Komite Mutu dan Keselamatan Pasien

(KMKP) dalam waktu 48 jam; bila kejadian efek samping obat masuk dalam

kategori kejadian tidak diharapkan (KTD) dan Sentinel.

e. Pelayanan Informasi Obat

RSUP Fatmawati telah melakukan pelayanan informasi obat yang

dilakukan oleh apoteker selama 24 jam atau on call. Berbagai bentuk kegiatan

pelayanan informasi obat seperti yang ada pada Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan

Farmasi telah dilakukan di RSUP Fatmawati. Pertanyaan-pertanyaan yang

diajukan meliputi pertanyaan yang berkaitan dengan identifikasi, stabilitas, harga,

efek samping, dosis, interaksi, kompatibilitas, ketersediaan, kontraindikasi,

farmakokinetik/farmakodinamik, toksisitas, cara pemakaian, cara penyimpanan,

cara pemberian, komposisi, indikasi, dan keracunan dari suatu obat, serta

pertanyaan lain-lain. Untuk dapat menjawab setiap pertanyaan dengan tepat, maka

dilakukan usaha penggalian informasi penanya mengenai identitas pasien, riwayat

penyakit pasien, riwayat pengobatan pasien, dan riwayat alergi/efek samping obat

yang pernah dialami pasien. Berbagai literatur telah digunakan di pelayanan

informasi obat RSUP Fatmawati, baik literatur primer, sekunder, maupun tersier.

Alur proses menjawab pertanyaan pada kegiatan pelayanan informasi obat di

RSUP Fatmawati dapat dilihat pada Lampiran 15.

Pada kegiatan pelayanan informasi obat di RSUP Fatmawati juga dilakukan

dokumentasi yang bertujuan untuk:

1) Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan

dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap.

2) Sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa.

3) Sebagai catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

80

Universitas Indonesia

4) Sebagai media pelatihan tenaga farmasi.

5) Sebagai basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan

pelayanan.

6) Sebagai bahan audit dalam melaksanakan quality assurance dari pelayanan

informasi obat.

Evaluasi yang dilakukan terkait dengan pelayanan informasi obat

mencakup penilaian/pengukuran keberhasilan pelayanan informasi obat dengan

cara membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan

pelayanan informasi obat serta pemberian masukan kepada pimpinan dalam

membuat kebijakan di waktu mendatang. Selama tahun 2012 sempat terjadi

penurunan tajam pada jumlah pertanyaan di pelayanan informasi obat. Sekalipun

demikian, setiap pertanyaan tersebut berhasil dijawab oleh apoteker. Kecepatan

menjawab pertanyaan juga telah diusahakan untuk segera dijawab (< 1 jam).

Masalah yang masih dihadapi dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi

obat adalah keterbatasan jumlah literatur, literatur yang tidak terkini (tidak up to

date), apoteker yang tidak selalu di ruang pelayanan informasi obat, dan jumlah

pertanyaan yang masih sedikit.

f. Pemantauan Interaksi Obat

Kegiatan pemantauan interaksi obat di RSUP Fatmawati telah dilakukan

seiring dengan dilakukannya pemantauan terapi obat untuk menemukan masalah

yang berkaitan dengan penggunaan obat. Menurur SPO yang ada, kegiatan

pemantauan interaksi obat dilakukan dengan menggunakan software interaksi

obat, namun pada pelaksanaannya kegiatan analisis masih menggunakan literature

pustaka sehingga membutuhkan waktu yang lebih lama dalam menemukan

interaksi obat yang berpotensi terjadi. Kegiatan pemantauan interaksi obat juga

tidak dilakukan dengan rutin oleh karena kesibukkan apoteker pelaksana di

pelayanan kefarmasian lainnya sehingga seringkali kegiatan pemantauan interaksi

obat yang dilakukan tidak sampai pada pemberian rekomendasi penanggulangan.

g. Konsultasi Obat

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

81

Universitas Indonesia

Konsultasi obat yang dilakukan oleh apoteker di RSUP Fatmawati diawali

dengan tahap perkenalan diri kepada pasien. Selanjutnya, apoteker mulai

menanyakan masalah yang dihadapi pasien terkait penggunaan obatnya. Apoteker

akan berusaha menggali informasi terkait penggunaan obat dari pasien sebagai

bahan pertimbangan dalam memberikan jawaban untuk masalah yang dialami

pasien. Apabila informasi telah cukup, apoteker mulai menjelaskan/memberikan

solusi atas obat-obat yang diterima pasien. Setelah pasien mendapat penjelasan

tentang obatnya, apoteker akan meminta pasien untuk mengulangi penjelasan

yang telah diberikan sebelumnya untuk memastikan info yang telah diberikan

telah dipahami dengan tepat oleh pasien. Jika pasien masih kurang memahami

penjelasan yang diberikan, maka apoteker akan mengulang kembali penjelasan

tersebut dan meminta pasien untuk mengulang kembali penjelasan dari apoteker.

Setelah pasien memahami dengan tepat apa yang dijelaskan apoteker, maka

apoteker akan menanyakan kembali apakah ada masalah lain yang dialami pasien.

Apabila pasien sudah tidak memiliki pertanyaan, maka sesi konsultasi obat

dinyatakan selesai.

Dalam melakukan konsultasi obat, apoteker RSUP Fatmawati terkadang

kurang menggali informasi pasien seperti adakah obat/vitamin/obat tradisional

yang pernah atau sedang dikonsumsi pasien.Apoteker juga tidak menanyakan

apakah pasien memiliki riwayat alergi. Apoteker terkadang hanya memberikan

informasi tentang obat yang ditanyakan oleh pasien.

h. Edukasi Farmasi

Program edukasi farmasi di RSUP Fatmawati dilakukan dengan

mengumpulkan sejumlah orang dalam ruangan tertentu untuk mendengarkan

penjelasan dari apoteker mengenai tema tertentu, misalnya tentang penggunaan

dan penyimpanan obat yang benar. Kegiatan tersebut dilaksanakan kurang lebih

satu jam, dimulai dengan presentasi dari apoteker kemudian dilanjutkan dengan

sesi tanya jawab. Peserta diperkenankan bertanya mengenai masalah apa pun

mengenai obat, seperti cara pakai, penyimpanan, dan masalah-masalah terkait obat

lainnya. Untuk melakukan kegiatan edukasi farmasi diperlukan fasilitas penunjang

seperti LCD, layar, laptop, mikrofon, dan lain-lain. Kegiatan edukasi pada saat itu

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

82

Universitas Indonesia

dilaksanakan di ruang rapat Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati disampaikan

langsung oleh kepala instalasi farmasi.

4.3 Tim Farmasi dan Terapi RSUP Fatmawati

Salah satu tugas Tim Farmasi dan Terapi (TFT) RSUP Fatmawati adalah

menyusun formularium obat rumah sakit yang menjadi pedoman penggunaan obat

di rumah sakit. Salah satu cara untuk mengetahui berjalan atau tidaknya TFT

rumah sakit adalah dengan melihat edisi formularium yang digunakan. Evaluasi

atau review untuk penyempurnaan formularium dilakukan tiap 6 bulan atau

maksimal 1 tahun. Di RSUP Fatmawati, formularium obat tidak dapat direvisi

setiap setahun oleh karena masalah biaya untuk mencetak formularium terbaru

dan kesulitan untuk mengumpulkan anggota TFT. Oleh karena itu, revisi

formularium obat dilakukan oleh TFT RSUP Fatmawati setiap 3 tahun sekali.

Adanya kesinambungan proses revisi menunjukkan bahwa TFT RSUP

Fatmawati sudah berjalan dengan baik. Selain formularium obat, RSUP

Fatmawati juga menyusun formularium alat kesehatan habis pakai, namun

formularium ini masih belum diterbitkan.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

83 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan diatas, terdapat beberapa kesimpulan yang

dapat diambil, yakni :

a. Peran dan tanggung jawab apoteker di Instalasi Farmasi Rumah Sakit

(IFRS) Fatmawati yaitu melakukan kegiatan pengelolaan perbekalan

farmasi dan pelayanan farmasi klinik. Pengelolaan perbekalan farmasi

dimulai dari proses pemilihan, perencanaan, pengadaan, penyimpanan

hingga pendistribusian dengan menggunakan sistem satu pintu.

b. Peran dan tanggung jawab Satuan Farmasi Fungional (SFF) adalah

menjamin berjalannya fungsi farmasi klinik yang profesional, antara

lain melakukan visite pasien, monitoring / review penggunaan obat,

monitoring efek samping obat, pemberian edukasi bagi staf farmasi.

c. Peran dan tanggung jawab Tim Farmasi dan Terapi (TFT) adalah

menyusun formularium yang menjadi dasar dalam penggunaan obat dan

alkes habis pakai di Rumah Sakit, melaksanakan pengawasan,

pengendalian dan evaluasi penggunaan obat dan alkes, serta melaksanakan

edukasi bagi staf farmasi dan profesi lain tentang perbekalan farmasi.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil pengamatan penulis selama melakukan praktek kerja

di RSUP Fatmawati Jakarta, terdapat beberapa saran yang dapat menjadi

pertimbangan dalam mengelola dan mengembangkan kegiatan farmasi di RSUP

Fatmawati Jakarta ke depannya, diantaranya adalah :

a. Pelayanan Informasi Obat

1. Penambahan jumlah literatur yang terkini.

2. Peran aktif apoteker dalam membuat dan menyebarkan bulletin / leaflet

obat sehingga keberadaan kegiatan pelayanan informasi obat semakin

diketahui oleh banyak pihak.

b. Konseling Obat kepada Pasien

1. Kegiatan konseling obat kepada pasien dengan lebih teliti dan dipandu oleh

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

84

Universitas Indonesia

apoteker sehingga efek terapi obat optimal.

c. Produksi Farmasi Non Steril

1. Sebaiknya pengemasan obat dibagi berdasarkan takaran menggunakan alat

ukur, tidak berdasarkan kasat mata.

2. Pada setiap kegiatan produksi di ruang produksi IFRS sebaiknya dibuat

sampel per tinggal.

d. Depo Instalasi Rawat Jalan

1. Penyimpanan obat-obat LASA di Depo Instalasi Rawat Jalan lantai 1

sebaiknya diselingi dengan minimal 2 obat non kategori LASA di

antaranya.

2. Blender seharusnya dibersihkan terlebih dahulu untuk menghindari

terjadinya interaksi obat.

e. Gudang

Sebaiknya dibuat gudang tahan api yang terpisah dari gudang utama.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 96: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

85 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Daris, Azwar. (2010). Suplemen Himpunan Peraturan Perundang- undangan

Kefarmasian. Jakarta: ISFI.

Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat Kesehatan Kesehatan RI. (2006).

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di

Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang No.36 tahun 2009 Tentang

Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Sekretariat Negara.

RSUP Fatmawati. (2009). Sejarah Singkat. 03 Mei 2013.

http://www.fatmawatihospital.com/mode1.php?id=1&mode=2

RSUP Fatmawati. (2009). Pelayanan Rawat Darurat. 03 Mei 2013.

http://www.fatmaweatihospital.com/mode2.php?id=8&mode=3

RSUP Fatmawati. (2012). Keputusan Direktur Utama No.

HK.03.05/II.1/779/2012 tentang Penyimpanan Narkotika Dan

Psikotropika. Jakarta: RSUP Fatmawati.

RSUP Fatmawati. (2012). Keputusan Direktur Utama Nomor:

HK.03.05/II.1/2468/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah

Sakit Umum Pusat Fatmawati. Jakarta : RSUP Fatmawati.

Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan.

Jakarta: EGC

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 97: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

86

7

LAMPIRAN

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 98: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

86

Lampiran 1. Struktur Organisai RSUP Fatmawati

Un

iversitas In

do

ne

sia

86

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 99: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

87

Lampiran 2. Stuktur organisasi minimal instalasi farmasi

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 100: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

88

Lampiran 3. Stuktur organisasi Instalasi Farmasi RSUP Fatmawati

Direktur Utama

Direktur Medik dan Keperawatan

Satuan Farmasi

Fungsional

Kepala dan Wakil Kepala Instalasi

Penyelia Gudang Farmasi Penyelia IRJ lantai 1,2 dan 3

Penyelia Produksi Farmasi Penyelia Depo ASKES dan Pegawai

Penyelia Sistem Informasi

Farmasi

Penyelia Depo IGD dan IRI

Penyelia Distribusi dan

Penerimaan

pppppPPPPPenerimaanPenerima

an

Penyelia Depo IBS

Penyelia Perencanaan Perbekalan Farmasi

Penyelia Depo Teratai IRNA A

Penyelia Pencatatan dan

Pelaporan

Penyelia Depo Teratai IRNA B

Penyelia Tata Usaha ( TU ) dan

SDM Farmasi

Penyelia Depo Griya Husada

Penyelia Depo Gedung Prof. Soelarto

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 101: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

89

Lampiran 4. Struktur organisasi Satuan Farmasi Fungsional RSUP Fatmawati

Direktur Utama

Direktur Medik dan Keperawatan

Ketua Satuan Farmasi

Fungsional

Koordinator Bidang

Pendidikan dan Penelitian

Koordinator Bidang

Pelayanan

Apoteker

Instalasi Farmasi

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 102: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

Lampiran 5. Alur perencanaan dan pengadaan perbekalan farmasi

Un

iversitas In

do

ne

sia

90

Sekretariat PPK:

Surat Pesanan (< 50

juta); Surat Perintah

Kerja (50-200 juta);

kirim ke distributor

ULP (diatas 200

juta); lelang

Gudang farmasi Kepala instalasi

farmasi Direktur Medik

dan Keperawatan Direktur keuangan Bagian anggaran

Direktur Keuangan Direktur Utama

(Kuasa Pengguna Anggaran)

Pejabat Pembuat

Komitmen

(PPK)

Sekretariat PPK

Harga Perkiraan

Sendiri (HPS)

PPK

Direktur

Keuangan Bagian anggaran Direktur keuangan PPK

Pejabat Pengadaan Medik (< 200 juta)

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 103: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

91

Universitas Indonesia

Lampiran 6. Alur penerimaan perbekalan farmasi

Penyimpanan perbekalan farmasi

Berita Acara Penerimaan Barang oleh Tim Penerima Barang Medik, Penyelia Gudang Farmasi, dan Kepala Instalasi Farmasi

Bukti Penerimaan Barang oleh Penyelia Gudang Farmasi

Penyesuaian Bukti Penyerahan Barang dengan faktur oleh Penyelia Gudang Farmasi

Certificate of analysis (bahan baku obat), Certificate of origin (alkes), MSDS (bahan berbahaya) bila diperlukan atau dicurigai.

Serah terima Tim Penerima Barang Medik dan Petugas Gudang Farmasi.

Cek: faktur; SP/SPK; kondisi; jumlah; tanggal kedaluwarsa (minimal 2 tahun);

Penerimaan oleh Tim Penerima Barang Medik

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 104: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

Lampiran 7. Alur distribusi perbekalan farmasi

Un

ivers

itas In

do

nesia

92

Permintaan (sistem / manual)

Petugas gudang farmasi cek sistem

Serah terima petugas gudang farmasi dan

petugas depo farmasi. Cek volume dan expire

date

Tanda tangan

Input ke sistem Print out Cek pengeluaran Verifikasi

Stok gudang farmasi terpotong

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 105: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

93

Universitas Indonesia

Lampiran 8. Alur masuk ke ruang produksi aseptik TPN dan sitotoksik

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 106: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

94

Universitas Indonesia

Lampiran 9. Alur pelayanan obat sitostatika rawat jalan dan rawat inap

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 107: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

95

Universitas Indonesia

(lanjutan) Rawat Inap

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 108: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

Lampiran 10. Prosedur penyiapan obat rawat jalan secara individual prescription

Penerimaan resep dari dokter/perawat ruangan

oleh petugas farmasi

Pelaksanaan skrining resep untuk menilai kesesuaian

penulisan resep

Pelaksanaan pelayanan obat pasien yang telah memenuhi persyaratan

pada skrining

peresepan

Pemeriksaan berkas kelengkapan resep untuk pasien jaminan/asuransi

Pembuatan billing transaksi untuk resep yang telah memenuhi persyaratan dari skrining dan kajian

peresepan obat

Pembayaran resep berdasarkan billing resep

untuk pasien tunai

Pelaksanaan permohonan ijin prinsip untuk pasien

jaminan

Pembuatan etiket obat dan copy resep bagi obat yang

tidak jadi dibeli pasien ataupun tidak terlayani

oleh depo farmasi

Pengecekan obat tentang kebenaran obat yang sudah disiapkan dengan klarifikasi

5 benar

Pemanggilan nama pasien dengan pengeras suara dan

penyerahan obat kepada pasien oleh tenaga

kefarmasian dengan verifikasi dan klarifikasi 7

benar

Pelaksanaan konseling obat apabila pasien

membutuhkan penjelasan lebih lanjut

Pendokumentasian resep dan bukti print out dalam file sesuai dengan status

pembiayaan pasien

Un

iversitas Ind

on

esia

96

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 109: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

97

Universitas Indonesia

Lampiran 11. Alur pelayanan resep di depo Askes

Penerimaan resep

Pemeriksaan kelengkapan resep

pasien mendapatkan nomor

Input data ke komputer

Penulisan etiket

Penyiapan obat

Penyerahan dan informasi singkat

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 110: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

98

Universitas Indonesia

Lampiran 12. Alur distribusi obat secara dosis unit di Instalasi Farmasi RSUP

Fatmawati

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 111: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

Pasien masuk ke OK Cito

Lampiran 13. Alur pelayanan obat dan alat kesehatan di Depo Instalasi Bedah Sentral

OK Cito

Lembar pemakaian dimasukkan ke dalam

paket obat dan alkes OK cito yang telah terpakai

oleh pasien

Bila kurang, maka penata anestesi/bedah dapat

mengambilnya di lemari emergency dan mencatatnya di

lembar pemakaian.

Penata mengambil paket Obat

dan Alkes OK Cito yang telah

disiapkan oleh petugas depo

farmasi.

Petugas depo farmasi

menyiapkan kembali paket

obat dan alkes OK cito, serta

melengkapi lemari emergency

Depo IBS melakukan perincian biaya pasien dengan

mengirimkan ke depo farmasi dimana pasien dirawat

Un

ivers

itas In

do

nesia

99

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 112: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

Sehari sebelum operasi, Depo IBS menerima jadwal operasi

dan permintaan anestesi umum atau spinal

Lanjutan

OK Elektif

Pada hari operasi, penata bedah dan

penata anestesi meminta paket masing-

masing ke depo IBS

Pada hari operasi, penata bedah mencatat permintaan di buku

pada hari operasi dan paket bedah disiapkan oleh petugas depo

farmasi

Petugas depo farmasi

menyiapkan paket anestesi

dan memberi label nama

pasien pada paket tersebut

Petugas depo farmasi mencatat

permintaan obat dan alat

kesehatan Perincian selanjutnya

dikirimkan ke depo farmasi dimana pasien dirawat

Setelah operasi, paket dikembalikan ke depo farmasi IBS

dan petugas depo farmasi merekapitulasi semua penggunaan obat dan alat kesehatan ke bagian

perincian

Bila kekurangan obat dan alat kesehatan saat operasi sedang

berlangsung, maka penata anastesi/bedah dapat meminta

secara langsung ke depo farmasi

Dengan menyebutkan nama pasien dan kamar operasi

Un

ivers

itas In

do

nesia

100

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 113: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

101

Universitas Indonesia

Lampiran 14. Alur pemantauan efek samping obat

MULAI

Dokter/apoteker/perawat/pasien/keluarga pasien

Identifikasi dan melaporkan kejadian ESO

Tim monitoring ESO (Dokter/apoteker/perawat) 1. Menerima laporan ESO

2. Asseement kejadian ESO pada pasien dengan obat pasien

Dokter DPJP Pencatatan dan

pendokumentsien ESO dalam rekam medik

Tim monitoring ESO (Dokter/perawat/apoteker) 1. Penyusunan saaran/rekomendasi secara

tertulis dalam formulir rekomendasi farmasi klinik untuk penanganan ESO

2. Penyampaian rekomendasi kepada tenaga kesehatan

OK?

Ya

Tidak

Tidak

Ya

Selesai

OK?

Dokter DPJP 1. Menerima saran/rekomendasi 2. Memberikan respon umpan balik atas

saran dan rekomendasi

Klarifikasi

Tim monitoring ESO (Dokter/apoteker/perawat)

Penyampaian laporan kejadian ESO pasien

Ka. Satker (Tinjauan manajemen)

Menerima laporan ESO dan penyusunan tindak lanjut

dalam 48 jam

KKMP (Tinjauan manajemen)

Menerima laporan ESO berdasarkan Grading

bentuk KTD dan SENTINEL

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 114: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

102

Universitas Indonesia

Lampiran 15. Alur program pelayanan informasi obat

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 115: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

103

Universitas Indonesia

Lampiran 16. Alur kegiatan pemantauan interaksi obat

Apoteker

1. Entry data pasien dalam software interaksi obat

2. Entry data pengobatan pasien dalam software interaksi obat.

3. Penilaian informasi data interaksi obat dari software (penilaian level signifikansi)

Tidak Signifikan Signifikan

Ok

Dokter/SMF Instruksi perbaikan terapi

Apoteker 5. Penyusunan rekomendasi dalam

formulir rekomendasi farmasi klinik untuk penanganan interaksi obat

6. Penyampaian rekomendasi kepada tenaga kesehatan

Tidak Ok

selesai

Apoteker/Asisten Apoteker Perubahan instruksi terapi

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 116: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

104

Universitas Indonesia

Lampiran 17. Alur Pengkajian Resep

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 117: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

105

Universitas Indonesia

Lampiran 18. Alur penanganan limbah padat, cair, dan gas

1. Limbah Padat

2. Limbah Cair 3. Limbah Gas

Limbah Padat

Infeksius Sitostatika Non Infeksius

Plastik Kuning Plastik Ungu Plastik Hitam

Tempat pembuangan sementara Incinerator

Tempat pembuangan akhir Debu

Limbah Gas Limbah Cair

Disaring dengan HEPA Filter 2 lapis

Saluran Pembuangan air

Udara Bebas Air Kran (dibiarkan mengalir beberapa saat)

Air Kran (dibiarkan mengalir beberapa saat)

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 118: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

EVALUASI DOSIS DAN INTERAKSI OBAT PASIEN HIGH

CARE UNIT DI LANTAI VI SELATAN TERATAI

RSUP FATMAWATI

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

ANNISAA NUR JANNAH, S.Farm.

1206329386

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

JANUARI 2014

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 119: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

ii Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI .....................................................................................................iii

DAFTAR TABEL ............................................................................................iv

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................v

1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1

1.2 Tujuan ........................................................................................................ 2

2. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4

2.1 Dosis Obat .................................................................................................. 4

2.2 Perhitungan Dosis Secara Umum ............................................................... 7

2.3 Interaksi Obat ............................................................................................. 8

3. METODE PENGAMATAN ........................................................................... 17

3.1 Lokasi dan Waktu ...................................................................................... 17

3.2 Jenis dan Sumber Data ................................................................................ 17

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 18

4.1. Evaluasi Dosis Obat Pasien High Care Unit Lantai VI Selatan Teratai .... 18

4.2. Interaksi Obat ............................................................................................ 24

5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................... 36

5.1. Kesimpulan ................................................................................................ 36

5.2. Saran ........................................................................................................... 36

DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 37

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 120: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

iii Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1. Jumlah dan persentase obat yang diberikan dengan dosis

sesuai, dosis lebih tinggi, dan dosis lebih rendah pasien HCU

lantai VI Selatan Teratai pada 26 Juli-2 Agustus 2013 .................18

Tabel 4.2. Obat yang diberikan dengan dosis sesuai pada pasien HCU

lantai VI Selatan Teratai 26 Juli-2 Agustus 2013 ..........................18

Tabel 4.3. Obat yang diberikan dengan dosis lebih tinggi pada pasien

HCU lantai VI Selatan Teratai 26 Juli-2 Agustus 2013 .................21

Tabel 4.4. Obat yang diberikan dengan dosis lebih rendah pada pasien

HCU lantai VI Selatan Teratai 26 Juli-2 Agustus 2013 .................22

Tabel 4.5. Jumlah dan persentase pasien High Care Unit Lantai VI

Selatan Teratai RSUP Fatmawati yang berpotensi dan tidak

berpotensi mengalami interaksi obat pada 26 Juli-2 Agustus

2013 ...............................................................................................24

Tabel 4.6. Interaksi Obat yang berpotensi terjadi pada pasien pasien High

Care Unit Lantai VI Selatan Teratai RSUP Fatmawati pada 26

Juli-2 Agustus 2013 .......................................................................24

Tabel 4.7. Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berdasarkan

mekanisme interaksi yang berpotensi terjadi pada pasien High

Care Unit Lantai VI Selatan Teratai RSUP Fatmawati pada 26

Juli-2 Agustus 2013 .......................................................................26

Tabel 4.8. Level signifikansi interaksi obat yang berpotensi terjadi ..............26

Tabel 4.9. Jumlah kasus interaksi obat berupa perubahan metabolisme

obat yang berpotensi terjadi ...........................................................27

Tabel 4.10. Jumlah kasus interaksi obat berupa perubahan ekskresi obat

yang berpotensi terjadii ..................................................................27

Tabel 4.11. Jumlah kasus interaksi obat yang memberikan peningkatan

efek yang berpotensi terjadi ...........................................................28

Tabel 4.12. Jumlah kasus interaksi obat yang memberikan penurunan efek

yang berpotensi terjadi ...................................................................28

Tabel 4.13. Intervensi sebagai tindakan pencegahan interaksi obat yang

dapat diberikan ...............................................................................29

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 121: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

iv Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data Pemberian Obat ...................................................................40

Lampiran 2. Data Interaksi Obat ......................................................................49

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 122: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

1 Universitas Indonesia

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dosis obat merupakan salah satu faktor utama yang sangat menentukan

keberhasilan suatu terapi. Terapi dapat dinyatakan berhasil apabila hasil akhir

terapi pengobatan pasien lebih baik dibandingkan dengan keadaan sebelum

penggunaan obat. Hasil akhir terapi yang lebih baik umumnya akan tercapai bila

kadar obat yang ada dalam reseptor (tempat kerja obat) berada dalam jumlah yang

sesuai. Dosis obat berpengaruh terhadap kadar obat yang berada pada tempat

kerjanya. Dosis obat diberikan sesuai dengan kondisi pasien agar kadar obat pada

tempat kerjanya tepat (Dipiro et al., 2008).

Terapi multi obat seringkali terjadi pada beberapa pasien. Terapi multi

obat yang diterima seorang pasien dapat meningkatkan insidensi terjadinya

interaksi obat yang akan mempengaruhi kerja suatu obat. Berbagai efek klinis

dapat terjadi akibat kejadian interaksi obat. Efek klinis tersebut dapat berupa

perubahan efikasi suatu obat hingga peningkatan toksisitas obat yang dapat

membahayakan pasien (Tatro, 2009).

Hasil interaksi obat berupa peningkatan toksisitas obat yang

membahayakan pasien telah dilaporkan. Suatu kasus rhabdomiolisis yang parah

akibat penggunaan bersama simvastatin dan amiodaron pernah dilaporkan pada

tahun 2011 (Marot et al., 2011). Kasus ini melaporkan bahwa pasien yang semula

dapat menoleransi terapikronik dengan simvastatin menjadi tidak toleran kembali

ketika pada terapinya ditambahkan amiodaron yang menimbulkan kejadian

rhabdomiolisis yang parah. Kasus peningkatan toksisitas lainnya juga terjadi pada

penggunaan bersama parasetamol dan warfarin yang dapat meningkatkan nilai

INR pasien hingga menyebabkan perdarahan dan memar spontan (Hughes, Patel,

dan Saxena, 2011). Hasil interaksi obat berupa penurunan efikasi suatu obat juga

telah terjadi seperti pada kasus penurunan kadar fenitoin serum akibat penggunaan

bersama dengan rifampisin (Van Berkel, Hurdle, dan Twilla, 2013).

Pasien High Care Unit (HCU) merupakan pasien rawat inap dengan

kondisi respirasi, hemodinamik, dan kesadaran yang stabil yang masih

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 123: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

2

Universitas Indonesia

memerlukan pengobatan, perawatan dan observasi secara ketat (Kementerian

Kesehatan RI, 2010). Kondisi pasien HCU menyebabkan kemungkinan adanya

terapi multi obat, sehingga kemungkinan insidensi terjadinya interaksi obat juga

dapat meningkat. Beberapa laporan studi menyebutkan proporsi interaksi obat

dengan obat lain (antar obat) berkisar antara 2,2% sampai 30% terjadi pada pasien

rawat inap dan 9,2% sampai 70,3% terjadi pada pasien rawat jalan. Interaksi obat

yang dilaporkan tersebut termasuk interaksi secara teoritik selain interaksi obat

sesungguhnya yang ditemukan dan terdokumentasi (Peng et al, 2003).

Interaksi obat dengan obat lain dapat menimbulkan beragam efek klinis.

Kejadian interaksi obat dapat dievaluasi untuk menghindari adanya efek klinis

merugikan yang dihasilkan dari interaksi obat tersebut. Setiap kejadian interaksi

obat yang berpotensi, harus selalu dipertimbangkan signifikansinya. Signifikasi

interaksi obat sangat penting untuk diketahui karena signifikansi ini dapat

menentukan interaksi obat yang lebih perlu untuk dipantau. Kejadian interaksi

obat tidak semuanya harus dihindari, melainkan hanya pada keadaan-keadaan

tertentu saja interaksi obat harus dicegah keterjadiannya.

Interaksi obat yang mungkin terjadi pada pasien di rumah sakit sangat

penting untuk diketahui. Pengamatan mengenai evaluasi dosis obat dan interaksi

obat ini dilakukan untuk mengevaluasi pemberian dosis obat dan interaksi obat

yang dapat terjadi pada pasien High Care Unit Lantai VI Selatan Teratai.

1.2. Tujuan

Melalui pembuatan tugas khusus di RSUP Fatmawati ini diharapkan

mahasiswa calon apoteker dapat:

a. Mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan pemberian dosis obat

pada pasien High Care Unit Lantai VI Selatan Teratai.

b. Memberikan rekomendasi intervensi untuk masalah yang berkaitan dengan

pemberian dosis obat yang dapat terjadi.

c. Mengevaluasi interaksi obat yang berpotensi terjadi pada pasien High Care

Unit Lantai VI Selatan Teratai

d. Memberikan intervensi pencegahan atau manajemen interaksi obat yang

diperlukan.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 124: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

3 Universitas Indonesia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dosis Obat

2.1.1. Pengertian dosis obat

Dosis atau takaran obat adalah banyaknya suatu obat yang dapat

dipergunakan atau diberikan kepada seorang penderita, baik untuk obat dalam

maupun obat luar. Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dosis adalah dosis

maksimum dewasa untuk pemakaian melalui mulut, injeksi subkutan, dan rektal

(Syamsuni, 2005).

2.1.2. Macam-macam dosis

Dosis obat dapat dikelompokkan dalam beberapa kelompok, diantaranya

(Syamsuni, 2005):

a. Dosis maksimum (DM)

Dosis maksimum merupakan takaran obat terbesar yang diberikan yang

masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan keracunan pada

penderita.

b. Dosis minimum

Dosis minimum merupakan takaran obat terkecil yang diberikan yang

masih dapat menyembuhkan dan tidak menimbulkan resistensi pada

penderita.

c. Dosis terapi

Dosis terapi merupakan takaran obat yang diberikan dalam keadaan biasa

dan dapat menyembuhkan penderita.

d. Dosis toksik

Dosis toksisk merupakan takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat

menyebabkan keracunan pada penderita.

e. Dosis letalis

Dosis letalis merupakan takaran obat dalam keadaan biasa yang dapat

menyebabkan kematian pada penderita. Dosis letalis terdiri atas :

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 125: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

4

Universitas Indonesia

1) L.D 50: takaran yang menyebabkan kematian pada 50% hewan

percobaan.

2) L.D. 100: takaran yang menyebabkan kematian pada 100% hewan

percobaan

f. Dosis lazim

Dosis lazim merupakan jumlah obat yang diharapkan menimbulkan efek

pada pengobatan orang dewasa yang sesuai dengan gejalanya. Rentangan

dosis lazim suatu obat menunjukkan kisaran jumlah obat yang dapat

ditentukan dalam kerangka praktek pengobatan biasa.

2.1.3. Penetapan dosis obat

Faktor yang mempengaruhi pemberian dosis obat pada pasien yaitu

(Syamsuni, 2005):

a. Faktor penderita meliputi umur, bobot badan, jeni kelamin, luas

permukaan tubuh, toleransi, habituasi, adiksi dan sensitivitas, serta kondisi

penderita.

b. Faktor obat meliputi sifat kimia dan fisika obat, sifat farmakokinetik

(ADME), dan jenis obat.

c. Faktor penyakit meliputi sifat dan jenis penyakit serta kasus penyakit.

Takaran pemakaian yang dimuat dalam Farmakope Indonesia dan

farmakope negara-negara lain hanya dimaksudkan sebagai pedoman saja. Dosis

maksimal (DM), yang bila dilampaui dapat mengakibatkan efek toksik, bukan

merupakan batas yang harus mutlak ditaati. Dosis maksimal yang tercantum

dalam semua farmakope negara-negara barat mulai ditinggalkan sekarang ini,

karena kurang adanya kepastian mengenai ketepatannya. Kepastian mengenai

ketepatannya berhubungan dengan variasi biologi dan faktor-faktor tersebut

diatas. Istilah dosis lazim digunakan untuk menggantikan dosis maksimal. Dosis

lazim yaitu dosis rata-rata yang biasanya memberikan efek yang diinginkan (Tjay,

2007).

Tujuan dari penetapan dosis obat adalah untuk mendapatkan efek

terapeutis dari suatu obat. Tidak semua obat bersifat betul-betul menyembuhkan

penyakit, banyak diantaranya yang hanya meniadakan atau meringankan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 126: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

5

Universitas Indonesia

gejalanya. Oleh karena itu, terapi obat dapat dibedakan dalam tiga jenis

pengobatan, yaitu (Tjay, 2007):

a. Terapi Kausal : terapi yang penyebab penyakitnya ditiadakan, khususnya

pemusnahan mikroorganisme yang merugikan. Contoh : obat

kemoterapeutika (gol. Antibiotik, fungisida, obat-obat malaria, dan

sebagainya).

b. Terapi Simptomatis : terapi yang diberikan hanya untuk mengobati gejala

penyakit dan diringankan, misalnya kerusakan pada suatu organ atau saraf.

Contohnya : analgetik pada rematik, obat hipertensi dan obat jantung.

c. Terapi Substitusi : terapi yang digunakan sebagai pengganti zat yang lazim

dibuat oleh organ yang sakit. Misalnya insulin pada penderita diabetes.

2.1.3. Faktor yang Mempengaruhi Penetapan Dosis Obat

2.1.3.1. Usia

Usia pasien perlu dipertimbangkan dalam menentukan dosis obat. Dosis

obat memerlukan kekhususan dalam perawatan neonatal, pasien pediatrik dan

geriatrik (Tjay, 2007).

a. Geriatri

Geriatri yaitu orang yang berusia lebi dari 65 tahun. Geriatri pada

umumnya lebih peka terhadap obat dan efek sampingnya. Perubahan-

perubahan fisiologis tubuh banyak terjadi pada pasien geriatri seperti

menurunnya fungsi ginjal dan metabolisme hati, meningkatnya rasio lemak-

air dan berkurangnya sirkulasi darah. Fungsi hati dan ginjal yang menurun

mengakibatkan eliminasi obat berlangsung lebih lambat. Jumlah obat yang

terikat protein juga berkurang karena adanya penurunan jumlah albumin

dalam darah, terutama obat-obat dengan persentase pengikatan proteinnya

besar seperti anti-koagulansia dan fenilbutazon. Hal ini berarti bahwa

bentuk bebas dan aktif dari obat-obat ini menjadi lebih besar dan bahaya

toksisitas semakin meningkat. Kerusakan difus pada sel-sel otak yang

mengakibatkan peningkatan kepekaan bagi obat dengan kerja pusat sering

terjadi. Obat-obat yang bekerja dengan kerja pusat diantaranya obat tidur

(barbiturat, nitrazepam), dan opioid.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 127: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

6

Universitas Indonesia

Geriatri seringkali menderita berbagai penyakit pada waktu yang

bersamaan, satu atau lebih diantaranya bersifat kronis, sementara penyakit

lain yang akut, jika tidak ditangani dengan baik dapat memperburuk kondisi

penderita. Pertimbangan pada usia lanjut, tidak saja diambil berdasarkan

ketentuan dewasa, tetapi perlu beberapa penyesuaian seperti dosis dan

perhatian lebih besar pada kemungkinan efek samping. Penyesuaian dosis

diperlukan karena adanya perbedaan fungsi organ-organ tubuh, dan lebih

rentannya usia lanjut terhadap efek samping/efek toksik obat.

b. Pediatrik

Pediatrik atau anak-anak terutama bayi yang baru lahir (neonatus),

menunjukkan kerentana yang lebih besar terhadap obat, karena fungsi hati

dan ginjal serta sistem enzimnya belum berkembang secara baik.

Kloramfenikol yang sebelumnya pada tahun 1960 digunakan secara rutin

untuk mencegah infeksi pada neonatus di Inggris, telah mengakibatkan

keracunan fatal akibat belum aktifnya enzim-enzim hati. Sejumlah obat

pada dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan reaksi paradoksal, seperti

perilaku agresif dan hiperaktif. Obat-obatan tersebut diantaranya

benzodiazepin, ketotifen, dan deptropin. Beberapa obat yang dapat

diberikan pada anak kecil dengan dosis agak tinggi tanpa reaksi buruk,

antara lain fenobarbital dan digoksin.

2.1.3.2. Berat Badan

Rasio antara jumlah obat yang digunakan dan ukuran tubuh mempengaruhi

konsentrasi obat pada tempat kerjanya. Dosis obat perlu disesuaikan dari dosis

lazim dewasa untuk pasien kurus atau gemuk yang tidak normal (Ansel dan

Prince, 2006).

2.1.3.3. Luas Permukaan Tubuh

Luas permukaan tubuh berpengaruh terhadap distribusi obat di dalam

tubuh. Pengaturan dosis berdasarkan luas permukaan tubuh memberikan hasil

yang banyak digunakan pada dua kelompok pasien yaitu pasien kanker yang

menerima kemoterapi dan pasien pediatrik (Ansel dan Prince, 2006).

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 128: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

7

Universitas Indonesia

2.1.3.4. Waktu pemakaian

Waktu ketika obat tersebut dipakai mempengaruhi dosisnya. Hal ini

terutama pada terapi oral dalam hubungannya dengan makanan. Jadwal waktu

yang tepat dari dosis obat merupakan suatu faktor penyakit dan kadar obat dalam

tubuh yang diharapkan, sifat fisika kimia obat itu sendiri, rancanga bentuk sediaan

dan derajat serta kecepatan absorbsi obat (Tjay, 2007).

2.2. Perhitungan Dosis Secara Umum (Ansel dan Prince, 2006)

Pasien pediatrik dan geriatrik memerlukan pertimbangan pengaturan dosis

khusus karena berbagai faktor. Penyesuaian dosis untuk pasien geriatrik

berhubungan dengan fisiologi tubuh pasien yang menurun. Sedangkan pasien

pediatrik memerlukan penyesuaian dosis karena fungsi sistem tubuh tertentu

mungkin belum berkembang dengan baik.

Informasi mengenai pengaturan dosis biasanya hanya disediakan untuk

pasien dewasa, sehingga dosis pediatrik harus dihitung berdasarkan dosis dewasa

yang diketahui. Dosis ini dapat dihitung berdasarkan usia, bobot, atau luas

permukaan tubuh anak tersebut.

2.2.1 Pengaturan Dosis Berdasarkan Usia

a. Hukum Young

b. Hukum Cowling

c. Hukum Fried untuk bayi

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 129: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

8

Universitas Indonesia

2.2.2 Pengaturan Dosis Berdasarkan Bobot

Dosis lazim obat umumnya dianggap sesuai untuk individu berbobot 70 kg

(154 pon). Jika bobot pasien pediatrik diketahui, penghitungan dosis berdasarkan

bobot akan lebih sesuai karena metode ini juga mempertimbangkan ukuran anak

tersebut selain usianya. Dosis beberapa obat harus diberikan berdasarkan bobot

badan spesifik setiap pasien. Dosis obat diberikan dalam suatu ukuran jumlah per

bobot. Dosis spesifik untuk pasien tersebut kemudian dihitung dengan mengalikan

jumlah/bobot dosis dengan bobot badan pasien.

a. Hukum Clark

2.2.3 Pengaturan Dosis Berdasarkan Luas Permukaan Tubuh

Metode perhitungan dosis obat dengan luas permukaan tubuh (body

surface area, BSA) memberikan hasil yang banyak digunakan pada dua jenis

kelompok pasien. Kelompok pasien tersebut adalah pasien kanker yang menerima

kemoterapi dan pasien pediatrik kecuali bayi prematur dan bayi normal yang

fungsi hati dan ginjalnya belum sempurna sehingga memerlukan penilaian

tambahan dalam pengaturan dosis. Rumus yang digunakan adalah

Pengaturan dosis dapat dilakukan berdasarkan BSA pasien menggunakan

BSA dewasa rata-rata yaitu 1,73 m2. Dosis untuk dewasa atau anak-anak dapat

diperkirakan dengan menggunakan persamaan berikut :

Dosis beberapa obat didasarkan pada BSA spesifik masing-masing pasien, dan

dosis obat diberikan dalam ukuran jumlah per BSA, umumnya meter persegi.

Dosis spesifik untuk pasien kemudian dihitung dengan mengalikan dosis obat per

meter persegi dengan BSA pasien.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 130: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

9

Universitas Indonesia

2.3. Interaksi Obat

2.3.2. Pengertian Interaksi Obat

Interaksi obat terjadi ketika efek suatu obat diubah dengan adanya

kehadiran obat, obat herbal, makanan, minuman, atau agen kimiawi lainnya.

Istilah interaksi obat juga sering digunakan untuk reaksi fisikokimia yang terjadi

ketika obat dicampur dengan obat lainnya. Interaksi obat dapat menyebabkan

keadaan pasien yang lebih buruk, namun pada beberapa keadaan kejadian

interaksi obat merupakan hal yang direncanakan dan dapat menguntungkan

pasien. Hasil dari interaksi obat dapat membahayakan pasien jika interaksi

menyebabkan peningkatan toksisitas obat. Efikasi obat dapat menurun akibat

adanya interaksi obat juga dapat membahayakan pasien. Interaksi yang tidak

diinginkan ini adalah interaksi yang bersifat tidak direncanakan (Baxter, 2010).

2.3.3. Mekanisme Interaksi Obat

Mekanisme interaksi obat diklasifikasikan berdasarkan keterlibatan pada

proses farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Suatu obat dapat mengalami

satu atau keduanya dari mekanisme interaksi obat yang dapat terjadi (Baxter,

2010).

2.3.3.1. Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik adalah interaksi anatara suatu obat yang dapat

mengubah tingkat atau mempengaruhi proses absorpsi, distribusi, metabolisme,

dan ekskresi obat lain. Interaksi farmakokinetik paling sering diukur dengan

perubahan dalam satu atau lebih parameter kinetik, seperti konsentrasi serum

puncak, konsentrasi area di bawah kurva, waktu paruh, jumlah total obat

diekskresikan dalam urin (Tatro, 2009).

a. Interaksi pada Proses Absorbsi

Mekanisme interaksi yang mempengaruhi absorbsi suatu obat terhadap

obat lain secara teoritis dapat terjadi dalam beberapa mekanisme diantaranya

dengan mengubah motilitas usus, pH usus, kelarutan obat, metabolisme usus, flora

usus, atau mukosa usus. Interaksi yang terjadi pada umumnya menyebabkan

penurunan absorpsi obat, baik disebabkan oleh penurunan kecepatan absorpsi,

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 131: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

10

Universitas Indonesia

maupun perubahan jumlah obat yang diabsorpsi. Sebagian besar interaksi klinis

yang penting melibatkan adanya pembentukan kompleks nonabsorbable oleh

khelasi (tetrasiklin atau siprofloksasin dengan kation di-atau trivalen), adsorpsi

(lincomycin dengan kaolin-pektin), atau pertukaran ion seperti cholestyramine

dengan warfarin. Obat-obatan yang diberikan jangka panjang dalam berbagai

dosis (misalnya antikoagulan oral), tingkat absorbsi biasanya tidak terlalu

berpengaruh jika jumlah total obat yang diserap tidak mengalami perubahan yang

nyata. Obat-obatan yang diberikan sebagai dosis tunggal dan dimaksudkan untuk

diserap dengan cepat (misalnya hipnotik atau analgesik) adanya pengurangan

tingkat absorbsi dapat menyebabkan kegagalan untuk mencapai efek yang

diharapkan (Baxter, 2010; Tatro, 2009). Bentuk interaksi yang dapat terjadi

adalah (Baxter, 2010):

1) Perubahan pH saluran pencernaan, contoh: inhibitor pompa proton dapat

menaikkan pH dan menyebabkan penurunan absorbsi ketokonazol.

2) Adsorpsi/kelasi/mekanisme pengompleksan lainnya, contoh: tetrasiklin

dapat membentuk kelat dengan ion logam bervalensi dua atau tiga, seperti

kalsium dan alumunium. Hal ini menyebabkan penurunan absorbsi, kadar

obat dalam serum dan efek obat.

3) Perubahan motilitas saluran pencernaan, contoh: propantelin menunda

pengosongan lambung dan menyebabkan penurunan absorpsi parasetamol.

4) Induksi/inhibisi protein transporter obat, contoh: rifampisin menginduksi P-

glikoprotein dan menyebabkan penurunan bioavailabilitas digoksin.

5) Malabsorpsi obat, contoh: neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi.

b. Interaksi pada Proses Distribusi

1) Interaksi dengan ikatan protein (protein binding interaction)

Obat setelah diabsorpsi akan didistribusikan ke jaringan dan reseptornya

melalui sirkulasi darah. Jumlah obat yang dapat menempati reseptornya

ditentukan oleh beberapa hal seperti absorbsi, metabolisme, ekskresi, ikatan

dengan protein plasma, dan afinitas obat terhadap reseptornya. Hal yang paling

penting untuk diperhatikan adalah ikatan obat terhadap protein plasma yang

tinggi. Albumin adalah salah satu dari protein plasma (Tatro, 2009).

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 132: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

11

Universitas Indonesia

Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel. Obat yang dapat

memberikan efek farmakologi adalah obat yang tidak terikat protein plasma dan

tetap bebas. Obat yang terikat protein plasma akan tetap masuk dalam sirkulasi

darah namun tidak aktif secara farmakologi (Baxter, 2010).

Suatu obat dapat berkompetisi dengan obat lainnya dan menyebabkan

penggeseran obat lain dari situs pengikatannya sehingga menimbulkan

peningkatan konsentrasi obat bebas di dalam plasma. Penggeseran seperti ini

hanya akan memberikan peningkatan jumlah obat bebas dan molekul aktif secara

signifikan bila obat terkait lebih banyak berada di dalam plasma daripada di dalam

jaringan. Obat dengan Vd yang kecil akan lebih dipengaruhi oleh penggeseran ini.

Salah satu contoh adalah tolbutamid (96% terikat protein plasma, Vd= 10 L) dan

warfarin (99% terikat protein plasma, Vd= 9 L). Klirens obat adalah salah satu

faktor penting lainnya. Obat yang memiliki rasio ekstraksi yang rendah, efek

interaksi pergeseran pengikatan dengan protein plasmanya menjadi tidak

signifikan karena setiap peningkatan molekul obat bebas dalam plasma yang

terjadi akan segera dieliminasi (Baxter, 2010).

2) Induksi atau penghambatan protein transporter obat

Distribusi obat untuk dapat masuk ke dalam otak dan beberapa organ

lainnya seperti testis dibatasi oleh protein transporter obat seperti P-Glikoprotein.

Protein ini secara aktif memindahkan obat ke luar sel ketika obat berdifusi pasif

ke dalam sel. Obat yang menginhibisi transporter ini dapat meningkatkan ambilan

substrat obat ke dalam otak yang dapat meningkatkan efek samping

SSP/memberikan efek yang menguntungkan. Beberapa obat yang dapat

menginhibisi protein transporter obat adalah siklosporin, klaritromisin, dan

itrakonazol (Baxter, 2010).

c. Interaksi pada Proses Metabolisme

Sebagian besar obat harus mampu melewati membran plasma lipid dan

mencapai reseptornya untuk menghasilkan efek sistemik. Obat harus agak larut

lipid untuk dapat melewati membran plasma lipid. Peran metabolisme adalah

mengubah senyawa aktif yang larut lipid menjadi zat inaktif yang larut dalam air

sehingga secara efisien dapat diekskresikan (Tatro, 2009).

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 133: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

12

Universitas Indonesia

Metabolisme obat banyak dibantu oleh enzim mikrosomal hati. Kelompok

penting enzim mikrosoma hati adalah fungsi oksidase campuran yang dicirikan

oleh isoenzim sitokrom P450. Isoenzim ini bertanggung jawab untuk oksidasi

banyak obat seperti warfarin, fenitoin, quinidine, tolbutamid, dan siklosporin.

Isoenzim sitokrom P450 adalah enzim yang paling sering dilaporkan terinduksi

oleh obat lain (Tatro, 2009).

Proses metabolisme obat dapat berlangsung di serum, ginjal, kulit, usus,

namun lebih banyak terjadi di hati. Obat dimetabolisme melalui 2 tipe reaksi,

yaitu reaksi fase I (membuat obat menjadi lebih polar melalui proses

oksidasi/reduksi/hidrolisis) dan reaksi fase II (menggabungkan obat dengan

substansi lainnya, seperti asam glukuronat, sehingga obat menjadi inaktif). Proses

oksidasi di reaksi fase I banyak dipengaruhi oleh enzim sitokrom P450,

monoamin oksidase dan epoksid hidrolase. Enzim yang berperan dalam reaksi

fase II sangat sedikit diketahui, diantaranya adalah UDP-glucuronyltransferases

(UGT), methyltransferases, dan N-acetyltransferases (NAT) (Baxter, 2010).

Salah satu bentuk interaksi pada proses metabolisme adalah perubahan

metabolisme lintas pertama. Obat setelah diabsorbsi akan dibawa ke hati sebelum

obat tersebut terdistribusi ke seluruh tubuh. Beberapa obat dapat memberikan efek

yang bermakna pada metabolisme lintas pertama dengan cara mengubah aliran

darah menuju hati atau mengubah metabolisme hepatik melalui mekanisme

inhibisi/induksi isoenzim sitokrom P450 (Baxter, 2010).

Salah satu contoh interaksi obat yang menyebabkan perubahan aliran

darah ke hati adalah interaksi antara obat β-bloker dengan hidralazin. Interaksi

antara rifampisin dan siklosporin menyebabkan terjadinya induksi enzim

mikrosomal oleh rifampisin sehingga menurunkan konsentrasi siklosporin di

dalam serum (Baxter, 2010). Simetidin dan eritromisin merupakan contoh obat

inhibitor enzim yang paling sering dilaporkan dalam interaksi klinis yang penting.

Inhibisi enzim umumnya mengurangi laju metabolisme obat yang dipengaruhi,

jika obat memiliki indeks terapi yang sempit maka potensi terjadinya toksisitas

sangat tinggi (Tatro, 2009).

Dosis obat yang mengalami peningkatan laju metabolisme karena adanya

induksi enzim perlu ditingkatkan pada saat memulai terapi bersamaan dengan obat

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 134: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

13

Universitas Indonesia

yang menginduksi enzim tersebut. Dosis mulai diturunkan pada saat obat yang

menginduksi enzim tidak digunakan bersama lagi. Obat-obatan yang mengalami

penurunan laju metabolisme harus diturunkan dosisnya untuk mengurangi potensi

terjadinya toksisitas (Tatro, 2009).

d. Interaksi pada Proses Ekskresi

Bentuk interaksi yang dapat terjadi pada proses ekskresi obat adalah

perubahan transpor aktif di tubulus (contoh probenecid-penicillin; metrotrexat-

NSAID; quinidin-digoxin), perubahan pH urin, perubahan ekskresi tubular renal

aktif, perubahan aliran darah renal, perubahan ekskresi biliar dan enterohepatic

shunt. Jumlah obat dalam bentuk terionisasi atau molekul dipengaruhi oleh pH

urin, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi jumlah obat yang akan

direabsorpsi kembali. Beberapa obat yang dieliminasi dengan sistem transpor

aktif, bila terjadi interaksi kompetisi dengan obat lain yang juga berikatan dengan

protein transporter yang sama, maka dapat terjadi penurunan eliminasi obat. Obat-

obat dalam bentuk konjugat yang diekskresi melalui empedu akan dimetabolisme

menjadi bentuk asalnya oleh flora normal di usus untuk kemudian direabsorpsi

kembali ke dalam tubuh. Gangguan pada flora normal usus menyebabkan

enterohepatic shunt terganggu sehingga menyebabkan hasil terapi tidak

maksimal. Obat-obat yang menginhibisi pompa ekspor garam empedu dapat

meningkatkan risiko kolestasis. Suatu obat yang merupakan substrat dari P-

glikoprotein pada tubulus proximal akan dipengaruhi oleh obat yang menghambat

P-glikoprotein. Obat yang menghambat P-glikoprotein dapat menurunkan

eliminasi substrat P-glikoprotein tersebut (Tatro, 2009; Baxter, 2010).

2.3.3.2. Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang dapat menyebabkan efek

suatu obat berubah akibat adanya obat lain pada situs aksi yang sama. Obat-obat

tersebut terkadang berkompetisi secara langsung memperebutkan reseptor

tertentu, namun obat-obat tersebut dapat juga berinteraksi menimbulkan reaksi

yang tidak langsung serta melibatkan interferensi dengan mekanisme fisiologis.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 135: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

14

Universitas Indonesia

Interaksi yang terjadi dapat berupa interaksi aditif atau sinergis dan interaksi

antagonis (Baxter, 2010).

Interaksi aditif terjadi apabila ada dua obat dengan efek farmakologis yang

sama diberikan secara bersamaan, maka efek yang terjadi adalah efek aditif, baik

pada efek utama obat, maupun efek samping obat. Salah satu contoh adalah

interaksi antara obat antimuskarinik (efek utama) dengan obat butyrophenon (efek

samping) yang dapat mengakibatkan terjadinya toksisitas muskarinik yang serius.

Istilah lain yang sering digunakan untuk menyebutkan efek dari interaksi seperti

ini adalah efek sinergis dan potensiasi. Ketiga istilah ini sesungguhnya memiliki

makna yang berbeda, namun seringkali digunakan sebagai sinonim karena pada

praktiknya sangat sulit untuk mengetahui dengan pasti seberapa besar peningkatan

aktivitas suatu obat. Berbeda dengan interaksi aditif, interaksi antagonis,

merupakan interaksi antara 2 obat yang memiliki aktivitas yang berlawanan.

Contoh dari interaksi ini adalah interaksi antara obat ACE inhibitor dengan

NSAID yang menyebabkan penurunan efek antihipertensi (Baxter, 2010).

2.3.4. Interaksi Obat Dengan Obat Herbal

Interaksi obat dapat terjadi antara obat dengan obat lain, obat dengan

makanan/minuman, obat dengan obat herbal, obat dengan senyawa kimia lainnya,

dan obat dengan tes laboratorium. Obat herbal yang seringkali menyebabkan

interaksi obat adalah St. John’s wort (Hypericum perforatum) melalui mekanisme

induksi aktivitas sitokrom P450 isoenzim CYP3A4 dan P-glikoprotein. Akibat

yang disebabkan dari interaksi ini adalah penurunan konsentrasi siklosporin dan

digoxin. St. John’s wort memiliki bagian serotonergik sehingga dapat

mengakibatkan interaksi secara farmakodinamik yaitu melalui reseptor serotonin.

Akibat yang ditimbulkan dapat berupa sindrom serotonin (Baxter, 2010).

2.3.5. Interaksi Obat Dengan Makanan

Interaksi antara obat dengan makanan yang cukup terkenal adalah interaksi

antara obat yang dimetabolisme oleh isoenzim sitokrom P450 CYP3A4 dengan

grapefruit juice dan interaksi obat golongan MAOI dengan makanan yang

mengandung tiramin. Contoh interaksi antara obat dengan senyawa kimia lainnya

adalah interaksi antara insektisida organofosfat dengan obat parasimpatomimetik.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 136: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

15

Universitas Indonesia

Hasil tes laboratorium seperti tes gula darah dapat dipengaruhi oleh penggunaan

obat yang bersifat reduktor seperti vitamin C (Baxter, 2010).

2.3.6. Level Kemaknaan Klinis

Potensi adanya interaksi obat dapat di evaluasi dengan menggunakan bukti

klinik yang relevan atau dengan signifikansi dari interaksi obat. Setiap interaksi

obat dapat dinilai kemaknaan klinisnya dengan sistem rating berdasarkan

keparahan akibat dari interaksi yang terjadi dan dokumentasinya. Nomor 1-5

digunakan pada sistem rating ini dengan formula sebagai berikut (Tatro, 2009):

a. Level 1: Tingkat keparahan mayor, tingkat dokumentasi diduga

(suspected) atau lebih.

b. Level 2: Tingkat keparahan sedang, tingkat dokumentasi diduga

(suspected) atau lebih.

c. Level 3: Tingkat keparahan minor, tingkat dokumentasi diduga

(suspected) atau lebih.

d. Level 4: Tingkat keparahan mayor/sedang, tingkat dokumentasi mungkin

(possible).

e. Level 5: Tingkat keparahan minor, tingkat dokumentasi mungkin

(possible); tingkat keparahan mayor/sedang/minor, tingkat dokumentasi

diragukan (unlikely).

2.3.7. Faktor yang Mempengaruhi Interaksi Obat

Respon pasien terhadap obat dengan regimen dosis yang sama seringkali

banyak ditemukan variasi. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya

variabilitas ini adalah (Tatro, 2009):

a. Umur

Pasien yang berumur masih sangat muda atau tua merupakan pasien

dengan risiko tinggi untuk mengalami interaksi obat. Suatu studi

menyatakan bahwa sekitar 25% dari semua obat resep yang disiapkan

diresepkan untuk pasien geriatri. Pasien geriatri mungkin memiliki lebih

dari satu penyakit kronis dan adanya penurunan fungsi organ tubuh,

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 137: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

16

Universitas Indonesia

sehingga risiko kejadian interaksi obat pada pasien geriatri menjadi

semakin meningkat.

b. Genetik

Salah satu contoh adalah toksisitas dari efek inhibitor isoniazid pada

metabolisme fenitoin akan menjadi sangat penting pada pasien dengan

kemampuan asetilasi isoniazid yang rendah.

c. Status penyakit

Berbagai status penyakit (gangguan fungsi ginjal, disfungsi hepatik,

hipoalbuminemia) dapat mempengaruhi respon pasien terhadap berbagai

obat.

d. Konsumsi alkohol

Intoleransi alkohol akut (reaksi disulfiram) terjadi pada pasien yang

mengonsumsi alkohol selama menggunakan obat seperti sefoperazon dan

sefotetan. Alkoholisme kronik dapat menyebabkan perubahan yang

mempengaruhi metabolisme obat, umumnya induksi enzim.

e. Merokok

Merokok dapat meningkatkan aktivitas enzim pemetabolisme obat yang

ada di dalam hati (contoh: stimulasi metabolisme teofilin akibat merokok).

f. Diet

Makanan/minuman dapat mempengaruhi proses absorpsi obat (contoh:

susu dengan tetrasiklin), kerja obat (contoh: makanan mengandung tiramin

dengan obat golongan MAOI). Proses eliminasi obat dipengaruhi oleh diet

protein, karena diet protein akan mempengaruhi pH urin dan akan

mempengaruhi proses reabsorpsi obat.

g. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan seperti penggunaan pestisida dapat mengubah efek

enzim pemetabolisme yang ada di dalam hati.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 138: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

17 Universitas Indonesia

BAB 3

METODE PENGAMATAN

3.1. Lokasi dan Waktu

Pembuatan laporan ini dilakukan pada tanggal 12-31 Agustus 2013 di

RSUP Fatmawati, Cilandak, Jakarta Selatan.

3.1.1. Jenis dan Sumber Data

3.1.2. Evaluasi dosis obat

Pengamatan dilakukan secara retrospektif. Data yang digunakan adalah

data sekunder yang berasal dari catatan pemberian dan pemantauan obat pasien

High Care Unit di lantai VI Selatan Teratai. Kegiatan evaluasi masalah yang

berkaitan dengan dosis obat dilakukan secara studi pustaka menggunakan data-

data atau informasi yang diperoleh dari literatur-literatur. Literatur yang

digunakan adalah Drug Information Handbook, AHFS, BNF, MIMS, dan

informasi dari leaflet dalam kemasan obat.

3.1.3. Evaluasi Interaksi Obat

Pengamatan dilakukan secara retrospektif. Data yang digunakan adalah

data sekunder yang berasal dari catatan pemberian dan pemantauan obat pasien

High Care Unit di lantai VI Selatan Teratai. Kegiatan evaluasi interaksi obat

dilakukan secara studi pustaka menggunakan data-data atau informasi yang

diperoleh dari literatur-literatur yang berkaitan dengan interaksi obat. Literatur

yang digunakan adalah Stockley’s Drug Interaction, Drug Interaction Fact, dan

Multi-Drug Interaction Checker-Medscape (reference.medscape.com).

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 139: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

18 Universitas Indonesia

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Evaluasi Dosis Obat Pasien High Care Unit Lantai VI Selatan Teratai

4.1.1. Hasil

Beberapa masalah yang berkaitan dengan pemberian obat telah ditemukan

pada pasien High Care Unit (HCU) Lantai VI Selatan Teratai. Masalah – masalah

tersebut berupa pemberian dosis yang terlalu tinggi dan pemberian dosis yang

lebih rendah. Hasil evaluasi pemberian dosis obat didapatkan dosis obat yang

diberikan sesuai adalah sebesar 84,93 %, dosis lebih tinggi 6,85%, dan dosis lebih

rendah 8,22%.

Tabel 4.1. Jumlah dan persentase obat yang diberikan dengan dosis sesuai, dosis

lebih tinggi, dan dosis lebih rendah pasien HCU lantai VI Selatan

Teratai pada 26 Juli-2 Agustus 2013

No Pemberian Dosis Jumlah

Kejadian Presentase

1 Dosis Sesuai 62 84,93 %

2 Dosis lebih tinggi 5 6,85 %

3 Dosis lebih rendah 6 8,22 %

Jumlah 72 100 %

Tabel 4.2. Obat yang diberikan dengan dosis sesuai pada pasien HCU lantai VI

Selatan Teratai 26 Juli-2 Agustus 2013

No Nama Obat Dosis Obat Dosis

Pemakaian

Evaluasi

1 Simarc (warfarin) geriatri : dosis inisial 5

mg/hari

dosis pemeliharaan 2-5

mg/hari

2 mg, 1x2 Dosis sesuai

2 ISDN angina :

oral :5-40 mg 4x/hari

sublingual : 2,5-5 mg

setiap 5-10 menit

maksimum 3 dosis dalam

15-30 menit

10 mg, 3x1 Dosis sesuai

3 Aspar K 300-900 mg/hari 300 mg, 1x Dosis sesuai

4 Ceftriaxon 1-2 g tiap 12-24 jam 1 g, 2x Dosis sesuai

5 Metronidazol 500 mg tiap 6-8 jam, tidak

melebihi 4g/hari

500 mg, 3x Dosis sesuai

6 Tramadol 100-200 mg/hari 100 mg, 1 x Dosis sesuai

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 140: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

19

Universitas Indonesia

No Nama Obat Dosis Obat Dosis

Pemakaian

Evaluasi

7 Lasix (furosemid) HT, CHF:

20-80 mg/hari dalam dua

dosis terbagi

1 x 40 mg Dosis sesuai

8 Hp pro (fructus

scizandra extract,

Curcuma Zedoaria,

Curcuma xhantorriza,

Ipomoea pres-

caprael.s, Phylanthus

urinaria, madu)

1-3 x sehari 3x Dosis sesuai

10 Sohobion 5000

(Vit B1 HCl 100mg,

vit B6 100 mg, vit

B12 5mg,

1 tab/hari 1x 1 tab Dosis sesuai

11 Chlorpromazin mual muntah : 10-25 mg

tiap 4-6 jam

2 x 50 mg Dosis sesuai

12 Transamin 250-500 mg, 3-4 x /hari 3x 500 mg Dosis sesuai

13 Vit K 1 mg 1x 1 mg Dosis sesuai

14 Brainact (citicoline) 1000-2000 mg/hari dalam

dosis terbagi

2x 1000 mg Dosis sesuai

15 Aminofluid 500 ml infus lewat vena

perifer, max 2500 ml/hari

500 ml Dosis sesuai

16 Efavirens 600mg sekali sehari pada

waktu tidur

600 mg, 1x Dosis sesuai

17 Avelox

(Moxifloxacin HCl)

400 mg/hari 400 mg, 1x Dosis sesuai

18 Cernevit (multivit) 1 vial/hari 1 amp, 1x Dosis sesuai

19 Metformin 500 mg 3x/hari, atau 850

mg sekali sehari

Max. 3 g/hr

500 mg, 3x1 Dosis sesuai

20 Plavix (clopidogrel) unstable angina (NSTMEI)

dosis inisial : 300 mg,

diikuti 75 mg sekali sehari.

Unstable angina (STEMI) :

75 mg sekali sehari (dalam

kombinasi dengan aspirin

75-162 mg/hari)

1x 75 mg Dosis sesuai

21 Neurodex (b1, b6,

b12, b comp)

Vitamin B1 mononitrate

100 mg

Vitamin B6 HCl 200 mg

Vitamin B12 200 mcg

1x sehari

1x1 tablet Dosis sesuai

22 Sohobion (B1, B6,

B12)

1 tab/hr 1x1 tablet Dosis sesuai

23 Furosemid HT, CHF

oral , 20-80 mg/hari dalam

dua dosis terbagi

1x 40 mg Dosis sesuai

24 Irvebal (irbesartan) HT : 150 mg sekali sehari,

awal 75 mg

1x1/2 tab (75

mg)

Dosis sesuai

25 Digoxin Inisial : 0,75-1,5 mg

maintenance : 0,125-0,5

mg

1x 0,125 mg Dosis sesuai

26 Gabexal (gabapentin) Antikonvulsan

inisial : 300 mg 3x/hari

maintenance: 900-1800

1x 300 mg Dosis sesuai

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 141: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

20

Universitas Indonesia

No Nama Obat Dosis Obat Dosis

Pemakaian

Evaluasi

mg/hari

Postherpetic neuralgia

hari 1: 300 mg, hari 2: 300

mg 2x/hari, hari 3: 300 mg

3x/hari

27 Pletaal (cilostazol) 100 mg, 2x sehari 2x100 mg Dosis sesuai

28 Requip (ropinirole) Awal 2 mg 1x/hr selama 1

minggu, titrasi dosis

selama 4 minggu pertama

terapi

1x2mg Dosis sesuai

29 Simvastatin 20-40 mg sekali sehari

pada malam hari, kisaran

5-80 mg /hari

1x 10 mg Dosis sesuai

30 Meiact (cefditoren

pivoxil)

Pharyngitis, tonsillitis,

Infeksi kulit

200 mg 2x/hari

2x 200 mg Dosis sesuai

31 Captopril HT:

12,5-25 mg 2-3 x/hari

CHF : 6,25-12,5 mg

3x/hari

12.5 mg, 2x Dosis sesuai

32 Kalnex (As.

Tranexamat)

250-500 mg, 3-4 x /hari 250 mg, 3x Dosis sesuai

33 Dalfalol (Vit E) 200-400 iu/hari 2x 200 IU Dosis sesuai

34 Harnal (tamsulosin) 0,2-0,4 mg 1x/hari 1x0,2 mg Dosis sesuai

35 Levofloxacin 500 mg/ hari 1x 500 mg Dosis sesuai

36 Digoxin Inisial : 0,75-1,5 mg

maintenance : 0,125-0,5

mg

1x 0,125 mg Dosis sesuai

37

Biocurliv (exct.

Curcuma, silymarin

phytosome 35 mg,

ekstrak schizandrae

fructus 135 mg.

liquiritae radix 135

mg, choline bitartrate

150 mg, vit b6 2 mg)

3x 1-2 kaplet/hari 3x 1 tab Dosis sesuai

38 Diflucan (fluconazol) Pencegahan candidiasis

50-400 mg 1x/hr

50 mg, 1x Dosis sesuai

39 Micostatin drop

(nystatin) (100.000

unit/mL)

1-6 ml (100000-600000

unit)

3x20 tetes Dosis sesuai

40 Sanmol

(Paracetamol)

325-650 mg tiap 4-6 jam

atau 1000 mg 3-4 x/hr

3x 500 mg Dosis sesuai

41 Lamivudin 150 mg 2x/hari atau 300

mg 1x/hari

<50 kg: 4 mg/Kg 2x/hari

(max: 150 mg 2x/hari)

150 mg, 2x Dosis sesuai

42 Stavudin >60 kg: 40 mg tiap 12 jam

<60 kg: 30 mg tiap 12 jam

40 mg, 2x Dosis sesuai

43 Efavirenz 600 mg 1x/hari 1x 600 mg Dosis sesuai

44 Lodomer

(haloperidol)

Inisial 0.5-2 mg 2-3 x/

hari. dosis inisial dapat

1x 20 tts Dosis sesuai

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 142: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

21

Universitas Indonesia

No Nama Obat Dosis Obat Dosis

Pemakaian

Evaluasi

(2mg/15 mL) ditingkatkan sampai 3-5

mg 2-3 x/hari pada kondisi

berat

45 Leflovloxacin 500 mg/ hari 500 mg, 1x Dosis sesuai

46 Mertigo (betahistine) 6-12 mg 3x/hari 3x 6 mg Dosis sesuai

47 Vometa FT

domperidon)

Nausea/vomiting

20 mg, 3-4 x/hari

3x 20 mg Dosis sesuai

48 Farmadol drip

(Paracetamol)

100 ml diberikan hingga

4x/hari

1x

10mg/mlx100

ml

Dosis sesuai

49 NaCl 0,9 % 500 cc, 3x Dosis sesuai

50 Betaserc

(Betahistine)

8-16 mg 3x/hari 24 mg, 2x Dosis sesuai

51 Stugeron

(cinnarizine)

25 mg 3x sehari 3x 25 mg Dosis sesuai

52 Frego (flunarizine) 5 mg, 1x sehari 5 mg, 1x Dosis sesuai

53 Inpepsa (sukralfat) 1 g, 4x sehari 4x 1 g Dosis sesuai

54 Mucostan

(rebamipide)

100 mg, 3x sehari 3x 100 mg Dosis sesuai

55 Urinter (pipemidic

acid)

infeksi akut : 400 mg 2x

sehari selama 7-10 hari.

Infeksi kronik 400 mg 2-

4x/hari, selama 2 minggu

2x 400 mg Dosis sesuai

56 Nonflamin (tinoridin

Hcl)

50-100 mg 3x sehari 2x 50 mg Dosis sesuai

57 Neurobion

(Vit B1 100 mg, Vit

B6 100 mg, Vit B12

1000 mcg)

1 amp/hari 1x 1 amp Dosis sesuai

58 Gastrofer

(omeprazol)

ulkus duodenum: 20

mg/hari

ulkus gastrik : 40 mg/hr

2x 40 mg Dosis sesuai

59 Ondansetron 8-10 mg 1-2x/hari 2x 8 mg Dosis sesuai

60 Lacedim (ceftazidim

pentahidrat)

1-2 g tiap 8 jam 1g, 2x Dosis sesuai

61 Ketesse

(dexketoprofen)

50 mg tiap 8-12 jam/hari 1 amp.(50

mg), 2x

Dosis sesuai

62 Transamin (as.

Tranexamat)

250-500 mg, 3-4 x /hari 1 amp (250

mg)., 3x

Dosis sesuai

Tabel 4.3. Obat yang diberikan dengan dosis lebih tinggi pada pasien HCU lantai

VI Selatan Teratai 26 Juli-2 Agustus 2013

No Nama Obat Dosis Obat Dosis Pemakaian Evaluasi

1 Alerten Q (Coenzim Q) 25 mg/hari 25 mg, 2x Dosis lebih

tinggi

2 Heparin Trombosis vena

berat , emboli paru,

unstable angina

acute peripheral

arterial occlusion,

20000 dlm 50 cc

Dex 5 %/ 24 jam

selama 5 hari

Dosis lebih

tinggi

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 143: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

22

Universitas Indonesia

No Nama Obat Dosis Obat Dosis Pemakaian Evaluasi

iv : loading

dose 5000 unit

atau 75 unit/kg (10

000 unit in severe

pulmonary

embolism), diikuti

dengan iv infus 18

unit/kg/jam

3 Folic Acid anemia : 0,5-

1mg/hari

2x1mg Dosis lebih

tinggi

4 Neurotam (Piracetam) 7.2 g dalam 2-3

dosis terbagi

4x 3 g Dosis lebih

tinggi

5 Tramal (tramadol) 50-100 mg tiap 4-6

jam, maksimum

400 mg/hari

500 mg, 3x Dosis lebih

tinggi

Tabel 4.4. Obat yang diberikan dengan dosis lebih rendah pada pasien HCU lantai

VI Selatan Teratai 26 Juli-2 Agustus 2013

No Nama Obat Dosis Obat Dosis

Pemakaian Evaluasi

1 Tiaryt (Amiodaron) aritmia ventrikuler :

awal 800-1600

mg/hari selama 1-3

minggu. Untuk

aritmia

supreventrikuler :

600 mg/hari dalam

beberapa dosis

terbagi selama 1

minggu dan

selanjutnya 200-400

mg/hari.

1x1/2 (100 mg) Dosis dibawah

standar

2 Ultracet (asetaminofen

325 mg & tramadol 37.5

mg)

1-2 tab tiap 4-6 jam,

maksimal 8 tablet

sehari

2x 1 tab Dosis dibawah

standar

3 Cotrimoxazole

(trimetoprim dan

sulfametoxazol 80/400

mg)

2 tablet, 2x sehari 1x2 tab Dosis dibawah

standar

4 Duviral (lamivudin,

zidovudin)

1 kaplet = 300mg

AZT dan 150mg

3TC

2x 1 kaplet

1, 1x Dosis dibawah

standar

5 KSR 600-1200 mg, 2-3

kali sehari

600 mg, 1x Dosis dibawah

standar

6 Fasorbid (ISDN) angina :

oral :5-40 mg 4x/hari

sublingual : 2,5-5 mg

setiap 5-10 menit

maksimum 3 dosis

dalam 15-30 menit

10 mg, 3x1 Dosis dibawah

standar

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 144: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

23

Universitas Indonesia

4.1.2. Pembahasan

Dosis obat yang digunakan pada pasien HCU Lantai VI Selatan Teratai di

evaluasi dengan menggunakan literatur dari Drug Information Handbook, AHFS,

dan MIMS. Beberapa obat yang menggunakan acuan dosis dari leaflet yang

dikeluarkan oleh pabrik pembuat obat tersebut. Hasil evaluasi dosis obat yang

diberikan pada pasien HCU Lantai VI Selatan Teratai menunjukkan bahwa dosis

obat yang diberikan sesuai dengan literatur sebesar sebesar 84,93 %. Hasil ini

menunjukkan bahwa tingkat kesesuaian dosis yang diberikan tinggi. Dosis yang

diberikan tidak sesuai yaitu sebesar 6,85% obat diberikan dengan dosis lebih

tinggi (Tabel 4.2), dan sebesar 8,33 % obat diberikan dengan dosis lebih rendah

(Tabel 4.3).

Pemberian dosis yang lebih tinggi merupakan salah satu drug related

problem. Dosis yang lebih tinggi dapat mengakibatkan kejadian yang tidak

diinginkan pada pasien seperti peningkatan efek obat, meningkatnya efek samping

obat dan timbulnya toksisitas. Intervensi berupa penyesuaian dosis yang

disesuaikan dengan literatur dan kondisi pasien perlu dilakukan.

Pemberian dosis yang lebih rendah juga merupakan salah satu drug related

problem. Dosis yang lebih rendah dari dosis yang dianjurkan dalam literatur dapat

mengakibatkan efek terapi tidak tercapai, terjadinya resistensi dan waktu

kesembuhan kondisi pasien menjadi berkurang.

Intervensi yang dapat diberikan pada obat-obat yang diberikan dalam dosis

lebih tinggi dan lebih pada pasien HCU Lantai VI Selatan Teratai dapat berupa

penyesuaian dosis sesuai literatur (Lampiran). Apoteker perlu juga mengkaji

kembali mengenai data-data klinis dan laboratorium pasien sehingga dosis dapat

ditentukan dengan tepat. Informasi intervensi dapat diberikan oleh apoteker

kepada dokter yang penanggung jawab pasien, sehingga pada akhirnya tercapai

terapi yang optimal bagi setiap pasien.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 145: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

24

Universitas Indonesia

4.2. Interaksi Obat

4.2.1. Hasil

Hasil pemantauan interaksi obat pada 8 pasien HCU Lantai VI Selatan

Teratai RSUP Fatmawati selama 26 Juli – 2 Agustus 2013 menunjukkan bahwa

seluruh pasien berpotensi mengalami kejadian interaksi obat (100%).

Tabel 4.5 Jumlah dan persentase pasien High Care Unit Lantai VI Selatan Teratai

RSUP Fatmawati yang berpotensi dan tidak berpotensi mengalami

interaksi obat pada 26 Juli-2 Agustus 2013

Pasien High Care Unit Lantai VI Selatan Teratai Jumlah Pasien Persentase

Pasien yang berpotensi mengalami interaksi obat 8 100%

Pasien yang tidak berpotensi mengalami interaksi obat 0 30%

Jumlah 8 100%

Tabel 4.6 Interaksi Obat yang berpotensi terjadi pada pasien pasien High Care

Unit Lantai VI Selatan Teratai RSUP Fatmawati pada 26 Juli-2

Agustus 2013

No Interaksi Obat Mekanisme Jenis

Interaksi Signifikansi

1 Metronidazol – Warfarin

(Drug Interaction Facts;

Medscape; Medical

Letters)

metronidazol menurunkan

metabolisme warfarin ,

CYP2C9 (Drug Interaction

Facts, 2011; Medical letter’s

adverse drug interaction,

2005; Medscape, 2013)

meningkatkan enzim hepatik

atau intestinal CYP3A4

(Medscape, 2013)

Farmakokinetik 1

2 Efavirenz – tramadol

(Medscape)

Mempengaruhi metabolisme

enzim hati/intestinal

CYP3A4

Farmakokinetik Signifikan

4

3 Amiodaron – Simvastatin

(Drug interaction Facts;

Medscape)

Amiodaron Menurunkan

metabolisme simvastatin

(Drug interaction Facts;

Medscape)

Farmakokinetik 1

4 Amiodaron - digoxin Amiodaron mengurangi

eksresi renal dan non renal

digoxin (Stockley)

Farmakokinetik 1

5 Amiodaron – Metformin

(Medscape)

Amiodaron meningkatkan

level atau efek metformin

dengan kompetisi obat

kationik pada klirens tubular

(Medscape)

Farmakokinetik Signifikan

4

6 Cilostazol – simvastatin

(Drug interaction Facts)

Cilostazol menghambat

metabolisme (CYP3A4)

simvastatin

Farmakokinetik 4

7 Clopidogrel – Simvastatin

(Stockley)

Menurunkan metabolisme

clopidogrel menjadi

Farmakokinetik Signifikan

3

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 146: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

25

Universitas Indonesia

No Interaksi Obat Mekanisme Jenis

Interaksi Signifikansi

metabolit aktif

8 Digoxin – Simvastatin

(Stockley) (Drug

Interaction Facts)

Simvastatin menghambat P-

glikoproein (MDR1)

transporter. (Stockley)

Farmakokinetik 4

9 Digoxin – Metformin

(Medscape)

Digoxin meningkatkan level

atau efek metformin dengan

kompetisi obat kationik pada

klirens tubular (Medscape)

Farmakokinetik Signifikan

4

10 Digoxin- Furosemid

(Medscape; Drug

Interaction Facts)

Meningkatkan ekskresi

natrium dan magnesium

sehingga terjadi penurunan

natrium dan magnesium

dalam darah (Drug

interaction Facts)

Farmakokinetik 1

11 Furosemid – Folic acid

(Medscape)

Furosemid meningkatkan

klirens renal.

Farmakokinetik Minor

4

12 Digoxin – ropinirole

(Stockley)

menurunkan AUC digoxin

10%, dan konsentrasi

plasma maximum 25%,

tetapi konsentrasi

plasma minimum digoxin

tidak secara signifikan

terpengaruhi.

Farmakokinetik 4

13 Efavirenz – Fluconazol

(Stockley)

Fluconazol meningkatkan

Css Efavirenz

farmakokinetik Minor

4

14 Trimethoprim –

Lamivudin (Medscape)

Kompetisi obat di tubulus

renal

Farmakokinetik Serius

2

15 Lamivudin –

Cotrimoxazol

(Stockley)

Cotrimoxazol menurunkan

klirens dgn cara menghambat

sekresi lamivudin di tubulus

ginjal, sehingga level

plasmanya meningkat

Farmakokinetik Minor

5

16 Stavudin – Cotrimoxazol

(Stockley)

Cotrimoxazol menurunkan

klirens dgn cara menghambat

sekresi lamivudin di tubulus

ginjal, sehingga level

plasmanya meningkat

Farmakokinetik Signifikan

4

17 Omeprazol –

Ondansentron

(Medscape)

Omeprazol mengubah

metabolisme enzim hati

CYP1A2.

Farmakokinetik Minor

4

18 Omeprazol –

Ondansentron

(Medscape)

Omeprazol mengubah

metabolisme enzim hati

CYP1A2.

Farmakokinetik Minor

4

19 Ceftriaxone – Warfarin

(Drug Interaction Facts;

Medscape)

Farmakodinamik, sinergis

(Medscape)

Farmakodinamik 2

20 Tramadol – Warfarin

(Drug interaction Facts;

Stockley)

tidak diketahui, diduga

dihubungkan dengan adanya

variasi di genotipe CYP

(Stockley, 2008)

Farmakodinamik 2

21 Ceftriaxone – Furosemid

(Medscape; Stockley)

Ceftriaxone meningkatkan

toksisitas furosemid secara

sinergisme

Farmakodinamik Minor

(Medscape)

5

22 Ceftriaxone – Heparin

(Drug Interaction Facts;

Medscape)

Efek koagulopati seftriaxon

berinteraksi aditif dengan

heparin. (Drug Interaction

Facts, 2011)

Farmakodinamik 4

23 Heparin – Walfarin

(Medscape; Stockley,

Drug Interaction Facts)

Efek antikoagulan heparin

berinteraksi additif dengan

warfarin (Stockley)

Farmakodinamik 4

24 Cefditoren – Furosemid

(Drug Interaction Facts)

Cefditoren dan furosemid

brinteraksi secara sinergis

Farmakokinetik

Farmakodinamik

Minor

4

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 147: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

26

Universitas Indonesia

No Interaksi Obat Mekanisme Jenis

Interaksi Signifikansi

25 Digoxin – Levofloxacin

(Medscape)

Levofloxacin mengubah flora

intestinal. (Medscape)

Farmakodinamik 4

26 Haloperidol -

Levofloxacin

Aditif Farmakodinamik Serius

1

27 Fluconazol – Levofloxacin

(Medscape)

Aditif Farmakodinamik Signifikan

3

Tabel 4.7 Jumlah dan persentase kasus interaksi obat berdasarkan mekanisme

interaksi yang berpotensi terjadi pada pasien High Care Unit Lantai VI Selatan

Teratai RSUP Fatmawati pada 26 Juli-2 Agustus 2013

Mekanisme Interaksi Obat Jumlah

Farmakodinamik Farmakokinetik

Interaksi Obat 9 18 27

Persentase 33,33% 66,67% 100%

Tabel 4.8 Level signifikansi obat yang berpotensi terjadi

No Level

Signifikansi

Nama Obat yang

berinteraksi

Jumlah

Kasus Presentase

1 Level 1 Metronidazol – Warfarin 1 3,703

Amiodaron – Simvastatin 1 3,703

Amiodaron - digoxin 1 3,703

Digoxin- Furosemid 1 3,703

Haloperidol - Levofloxacin 1 3,703

Jumlah 5 18,515

2 Level 2 Trimethoprim – Lamivudin 1 3,703

Ceftriaxone – Warfarin 1 3,703

Tramadol – Warfarin 1 3,703

Jumlah 3 11,109

3 Level 3 Clopidogrel – Simvastatin 1 3,703

Fluconazol – Levofloxacin 1 3,703

Jumlah 2 7,406

4 Level 4 Efavirenz – tramadol 1 3,703

Amiodaron – Metformin 1 3,703

Cilostazol – simvastatin 1 3,703

Digoxin – Simvastatin 1 3,703

Digoxin – Metformin 1 3,703

Furosemid – Folic acid 1 3,703

Digoxin – ropinirole 1 3,703

Efavirenz – Fluconazol 1 3,703

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 148: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

27

Universitas Indonesia

Stavudin – Cotrimoxazol 1 3,703

Omeprazol – Ondansentron 2 7,406

Ceftriaxone – Heparin 1 3,703

Heparin – Walfarin 1 3,703

Cefditoren – Furosemid 1 3,703

Digoxin – Levofloxacin 1 3,703

Jumlah 15 55,545

5 Level 5 Lamivudin – Cotrimoxazol 1 3,703

Ceftriaxone – Furosemid 1 3,703

Jumlah 2 7,406

Tabel 4.9 Jumlah kasus interaksi obat berupa perubahan metabolisme obat yang

berpotensi terjadi

No Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)

1 Metronidazol – Warfarin 1 3,703

2 Efavirenz – tramadol 1 3,703

3 Amiodaron – Simvastatin 1 3,703

4 Cilostazol – simvastatin 1 3,703

5 Clopidogrel – Simvastatin 1 3,703

6 Omeprazol – Ondansentron 2 7,407

Jumlah 1 25,922

Tabel 4.10 Jumlah kasus interaksi obat berupa perubahan ekskresi dan/atau

klirens obat yang berpotensi terjadi

No Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)

1 Amiodaron - digoxin 1 3,703

2 Amiodaron – Metformin 1 3,703

3 Digoxin- Furosemid 1 3,703

4 Furosemid – Folic acid 1 3,703

5 Trimethoprim – Lamivudin 1 3,703

6 Lamivudin – Cotrimoxazol 1 3,703

7 Stavudin – Cotrimoxazol 1 3,703

Jumlah 10 25,921

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 149: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

28

Universitas Indonesia

Tabel 4.11. Jumlah kasus interaksi obat yang memberikan peningkatan level,

dan/atau efek, dan/atau toksisitas yang berpotensi terjadi

No Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)

1 Amiodaron – digoxin 1 3,703

2 Amiodaron – Metformin 1 3,703

3 Amiodaron – Simvastatin 1 3,703

4 Cefditoren – Furosemid 1 3,703

5 Ceftriaxone – Furosemid 1 3,703

6 Ceftriaxone – Heparin

1 3,703

7 Ceftriaxone – Warfarin 1 3,703

8 Cilostazol – simvastatin 1 3,703

9 Digoxin – Levofloxacin 1 3,703

10 Digoxin – Metformin 1 3,703

11 Digoxin – Simvastatin 1 3,703

12 Digoxin- Furosemid 1 3,703

13 Efavirenz – Fluconazol 1 3,703

14 Fluconazol – Levofloxacin 1 3,703

15 Haloperidol – Levofloxacin 1 3,703

16 Heparin – Walfarin 1 3,703

17 Lamivudin – Cotrimoxazol 1 3,703

18 Metronidazol – Warfarin 1 3,703

19 Stavudin – Cotrimoxazol 1 3,703

20 Tramadol – Warfarin 1 3,703

21 Trimethoprim – Lamivudin 1 3,703

Jumlah 21 77,763

Tabel 4.12. Jumlah kasus interaksi obat yang memberikan penurunan level,

dan/atau efek, dan/atau toksisitas yang berpotensi terjadi

No Nama Obat yang Berinteraksi Jumlah Kasus Persentase (%)

1 Clopidogrel – Simvastatin 1 3,703

2 Digoxin – ropinirole 1 3,703

3 Efavirenz – tramadol 1 3,703

4 Furosemid – Folic acid 1 3,703

5 Omeprazol – Ondansentron 2 7,407

Jumlah 6 22,219

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 150: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

29

Universitas Indonesia

Tabel 4.13. Intervensi sebagai tindakan pencegahan interaksi obat yang dapat

diberikan

No Intervensi Nama Obat yang

Berinteraksi

Jumlah

Kasus

Persentase

(%)

1 Pemantauan kondisi

klinis/parameter

laboratorium

pasien/pemantauan

kadar obat

Metronidazol – Warfarin 1 3,703

Efavirenz – tramadol 1 3,703

Amiodaron – Simvastatin 1 3,703

Amiodaron - digoxin 1 3,703

Amiodaron – Metformin 1 3,703

Cilostazol – simvastatin 1 3,703

Clopidogrel – Simvastatin 1 3,703

Digoxin – Simvastatin 1 3,703

Digoxin – Metformin 1 3,703

Digoxin- Furosemid 1 3,703

Trimethoprim – Lamivudin 1 3,703

Lamivudin – Cotrimoxazol 1 3,703

Stavudin – Cotrimoxazol 1 3,703

Tramadol – Warfarin 1 3,703

Ceftriaxone – Heparin 1 3,703

Heparin – Walfarin 1 3,703

Jumlah 16 59,248

2 Gunakan dengan

perhatian pada pasien

berisiko tinggi

Haloperidol - Levofloxacin 1 3,703

Fluconazol – Levofloxacin 1 3,703

Jumlah 2 7,406

3

Penurunan dosis obat

atau menggunakan

alternatif lain

Ceftriaxone - Warfarin 1 3,703

Jumlah 1 3,703

4 Hanya digunakan

secara oral Digoxin – Levofloxacin 1 3,703

Jumlah 1 3,703

4.2.2. Pembahasan

Berdasarkan hasil pemantauan interaksi obat di High Care Unit Lantai VI

Selatan Teratai RSUP Fatmawati pada 26 Juli-2 Agustus 2013, ditemukan

sebanyak 100% dari 8 pasien berpotensi mengalami interaksi obat. Hasil ini

menunjukkan bahwa kejadian interaksi obat pada pasien High Care Unit Lantai VI

Selatan sangat tinggi. Tingginya angka kejadian interaksi obat ini berkaitan

dengan banyaknya obat yang dikonsumsi pasien akibat kondisi penyakit pasien.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 151: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

30

Universitas Indonesia

Pasien HCU sendiri merupakan pasien dengan kondisi krisis stabil yang

membutuhkan pelayanan, pengobatan dan pemantauan secara ketat tanpa

menggunakan alat bantu (misalnya ventilator) dan terapi titrasi. Tingkat pelayanan

pasien HCU berada diantara ICU dan ruang rawat inap (tidak perlu perawatan

ICU namun belum dapat dirawat di ruang rawat inap biasa karena memerlukan

observasi yang ketat).

Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi interaksi farmakokinetika

dan interaksi farmakodinamik. Pola mekanisme interaksi obat yang terjadi pada

pasien HCU lantai VI Selatan adalah mekanisme interaksi obat farmakokinetik

sebanyak 66,67% dan farmakodinaik 33,33%. Mekanisme interaksi obat

farmakokinetik meliputi perubahan metabolisme, perubahan ekskresi atau

eliminasi dan klirens obat. Mekanisme interaksi obat secara farmakodinamik

meliputi interaksi secara sinergis, aditif, sehingga menimbulkan peningkatan atau

penurunan dari efek obat yang berinteraksi.

Signifikansi dari interaksi obat yang berpotensi merupakan hal yang perlu

untuk diperlukan. Interaksi obat yang berada pada level 1 merupakan interaksi

dengan tingkat keparahan mayor dan telah terdokumentasi dengan baik. Oleh

karena itu, interaksi obat pada level ini memerlukan perhatian untuk di evaluasi

terlebih dahulu. Interaksi obat dengan level 5 merupakan interaksi yang diragukan

atau mungkin terjadi. Interaksi obat yang berada pada level ini bisa saja terjadi

dan memberikan makna klinis ataupun tidak terjadi.

Obat-obatan yang saling berinteraksi pada level interaksi 1 dan

memerlukan intervensi pemantauan kondisi klinis/parameter laboratorium

pasien/pemantauan kadar obat diantaranya adalah metronidazol dengan warfarin.

Interaksi antara dua obat ini melalui mekanisme metronidazol menurunkan

metabolisme dari warfarin dengan mempengaruhi enzim CYP2C9 sehingga

menghasilkan peningkatan efek antikoagulan warfarin. Efek antikoagulan

warfarin yang meningkat dapat menyebabkan peningkatan terjadinya perdarahan.

Monitoring terhadap INR dan protrombin time (PT) harus dilakukan terhadap

pasien yang menggunakan dua obat ini secara bersama. Suatu studi terhadap

penggunaan metronidazol 750 mg/hari dengan warfarin 0,75 mg/kg selama tujuh

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 152: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

31

Universitas Indonesia

hari menunjukkan kadar warfarin dalam plasma meningkat serta terjadi

peningkatan terhadap respon hipoprotrombinemia (Tatro, 2009).

Interaksi antara amiodaron dengan simvastatin juga merupakan interaksi

pada level 1. Interaksi ini menyebabkan penurunan metabolisme simvastatin oleh

amiodaron. Amiodaron merupakan inhibitor isoenzim sitokrom P450 yang

mengahambat metabolisme simvastatin dan golongan statin lainnya. Akibat dari

interaksi ini adalah peningkatan toksisitas simvastatin seperti terjadinya miopati

dan rhabdomyolisis. Suatu studi menunjukkan pemakaian amiodaron 100 mg/hari

dengan simvastatin 20 mg/hari pada pasien laki-laki berusia 77 tahun

menyebabkan peningkatan nyeri pada ekstremitas bawah dan pengeruhan urin

(Baxter, 2010). Pasien HCU yang menggunakan kedua obat ini merupakan pasien

dengan usia 78 tahun meggunakan amiodaron 100 mg/hari dan simvastatin 10

mg/hari, sehingga kemungkinan terjadinya toksisitas simvastatin meningkat.

Intervensi yang dapat dilakukan terhadap interaksi kedua obat ini adalah dengan

pemantauan tanda klinis, kadar kreatinin fosfokinase (CPK), tanda-tanda

rabdomyolisis (nyeri otot, urin berwarna gelap) serta tidak menggunakan

sivastatin dengan dosis lebih dari 20 mg/hari (Baxter, 2010; Medscape.com,

2013).

Interaksi obat pada level 1 dan memerlukan intervensi pemantauan kondisi

klinis/parameter laboratorium pasien/pemantauan kadar obat lainnya adalah

interaksi amiodaron dengan digoxin. Amiodaron mengurangi ekskresi renal dan

non renal digoxin, sehingga level dan efek digoxin meningkat. Amiodaron

menghambat transport transelluler digoxin dimediasi P-glikoprotein. Mekanisme

lainnya yang terjadi dalam interaksi ini adalah displacement protein-binding, atau

peningkatan absorbsi. Intervensi yang dapat dilakukan terhadap interaksi ini

adalah dengan pemantauan tanda-tanda terjadinya toksisitas digoxin.

Interaksi antara digoxin dan furosemid merupakan contoh interaksi pada

level 1 lainnya. Furosemid menyebabkan peningkatan ekskresi kalium dan

magnesium sehingga terjadi penurunan kalium dan magnesium dalam darah.

Penurunan ini menyebabkan peningkatan aksi otot jantung (Tatro, 2009). Digoxin

menghambat natrium-kalium ATP-ase, yang berhubungan dengan transpor

natrium dan kalium melewati membran sel otot jantung. Hal ini menyebabkan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 153: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

32

Universitas Indonesia

peningkatan ion kalsium sehingga terjadi kontraksi sel otot jantung. Hilangnya

kalium yang disebabkan oleh furosemid menambah buruk kehilangan kalium dari

sel otot jantung, sehingga menyebabkan peningkatan aktivitas dan toksisitas

digoxin (Baxter, 2010).

Sebuah studi retrospective terhadap 400 orang yang menggunakan digoxin

menunjukkan satu dari lima orang tersebut mengalami toksisitas digoxin dan

setengah diantaranya menggunakan furosemid (Baxter, 2010). Manajemen

terhadap interaksi ini dengan melakukan monitoring level kalium dan magnesium

saat kedua obat digunakan bersama. Manajemen lainnya adalah dengan mencegah

hilangnya kalium dan magnesium yang berkelanjutan dengan mengganti

furosemid dengan diuretik hematkalium (Tatro, 2009).

Interaksi antara haloperidol dengan levofloxacin dan fluconazol dengan

levofloxacin merupakan interaksi yang memerlukan perhatian pada pasien

berisiko tinggi. Interaksi antara haloperidol dengan levofloxacin dan fluconazol

dengan levofloxacin menyebabkan peningkatan pemanjangan QT dan torsade de

pointes. Haloperidol, levofloxacin dan fluconazol merupakan obat-obat yang

dapat menyebabkan perpanjangan interval QT sehingga penggunaan kedua obat

secara bersama akan menimbulkan efek aditif dan pemanjangan interval QT yang

semakin meningkat (Tatro, 2009).

Interval QT yang terlalu berkepanjangan dapat menyebabkan

berkembangnya aritmia ventrikular, khususnya jenis takikardia polimorfis yang

dikenal dengan torsade de pointes. Aritmia ini dalam EKG dapat muncul secara

intermitten yang cepat. Hal ini menunjukkan bahwa jantung gagal untuk

memompa darah secara efektif akibatnya tekanan darah pasien turun pasien akan

merasa pusing dan kehilangan kesadaran. Kondisi ini biasanya hanya sebentar

namun dapat berlanjut menjadi fibrilasi ventrikel yang dapat menyebabkan

kematian mendadak (Baxter, 2010).

Manajemen dari interaksi ini adalah melakukan perhatian khusus pada

pasien dengan risiko tinggi terjadi perpanjangan QT dan torsade de pointes.

Perhatian dilakukan dengan pemantauan pemanjangan interval QT pada EKG.

Perpanjangan interval QT yang lebih dari 500 msec selama terapi obat, harus

segera dilakukan evaluasi kembali terhadap risiko dan keuntungan jika terapi

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 154: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

33

Universitas Indonesia

diteruskan. Penggunaan alternatif terapi lain perlu dipertimbangkan jika risiko

pemberian terapi lebih besar dibandingkan kerugiannya dengan memperhatikan

kemungkinan adanya faktor yang mempengaruhi kejadian pemanjangan QT

tersebut seperti hipokalemia. Selain itu dapat pula dilakukan pemantauan terhadap

denyut jantung. Denyut jantung dapat memberikan gambaran kondisi jantung

dalam memompa darah (Roden, 2004).

Faktor risiko terjadinya pemanjangan QT dan torsade de pointes adalah

sebagai berikut (Baxter, 2010; Roden, 2004) :

a. Jenis kelamin wanita

b. Gangguan metabolik (hipokalemia, hipokalsemia, hipomagnesemia)

c. Bradikardi

d. Konversi terbaru dari fibrilasi atrium, terutama dengan obat yang

memperpanjang interval QT

e. Gagal jantung kongestif

f. Terapi digitalis

g. Konsentrasi obat penyebab perpanjangan QT yang tinggi

h. Kecepatan infusi intravena yang cepat pada pemberian obat-obat yang

menyebabkan perpanjangan QT

i. Hipomagnesemia yang parah

j. Polimorfisme ion channel

k. Sindrom pemanjangan QT subklinik

l. Usia >65 tahun

Interaksi obat ceftriaxon dengan warfarin dapat menimbulkan efek yang

moderat (level 2). Ceftriaxon menyebabkan peningkatan sensitifitas terhadap

warfarin. Mekanisme terjadinya interaksi secara jelas belum diketahui. Ceftriaxon

merupakan golongan antibiotik sefalosporin dengan rantai samping N-

methylthiotetrazole. Antibiotik sefalosporin dengan rantai samping N-

methylthiotetrazoleatau rantai samping yang mirip dengan N-methylthiotetrazole

beraksi sama dengan antagonis vitamin K yaitu mengurangi produksi faktor

pembekuan. Sehingga dapat menyebabkan hipoprotrombinemia jika digunakan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 155: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

34

Universitas Indonesia

secara tunggal. Penggunaan bersama dengan warfarin memberikan efek aditif

yang dapat meningkatkan risiko perdarahan (Tatro, 2009; Baxter, 2010).

Manajemen interaksi ini adalah dengan menurunkan dosis selama

pemberian warfarin dan melakukan monitoring PT. Dosis warfarin dapat

disesuaikan pula dengan hasil INR pasien. Risiko pendarahan meningkat ketika

INR melebihi 4, dan risiko meningkat tajam dengan nilai lebih dari 5. Pasien

dengan nilai INR berlebihan yang berkepanjangan dapat diberi tambahan vitamin

K dengan dosis 1-2,5 mg secara oral (Hirsh et al., 2003). Dosis pemberian

warfarin dapat diberikan dengan dosis rendah yaitu 2-5 mg/hari untuk pasien yang

mengalami risiko perdarahan tinggi (American Pharmacists Association, 2008).

Pemberian warfarin harus dihentikan jika nilai INR antara 5 – 10 (Hirsh et al.,

2003). Penggantian obat antibiotik sefalosporin lain yang tidak memiliki rantai

samping N-methylthiotetrazole seperti sefalosporin generasi I juga perlu

dipertimbangkan (Baxter, 2010).

Interaksi antara obat digoxin dan levofloxacin merupakan interaksi obat

pada level 4. Levofloxacin mengubah flora intestinal. Kedua obat sebaiknya

digunakan secara oral. Informasi mengenai interaksi antara digitalis dengan

antibiotik quinolon masih kurang, akan tetapi karena penggunaan kedua obat yang

sangat luas biasanya tidak ada masalah yang muncul pada penggunaan dua obat

ini (Baxter, 2010).

Interaksi obat yang ditemukan sebagian besar bersifat merugikan. Dampak

interaksi obat yang bersifat merugikan dalam pengamatan ini adalah

meningkatnya efek obat (adanya peningkatan efek obat, peningkatan toksisitas,

peningkatan efek samping obat), menurunnya efek obat karena penurunan

absorbsi (cefditoren – ranitidin), meningkatkan risiko asidosis laktat,

meningkatkan risiko rhabdomyolisis dan meningkatkan perpanjangan interval QT

dan torsade de pointes.

Interaksi obat harus dapat diatasi oleh apoteker secara tepat. Apoteker

harus mengetahui mekanisme yang menyebabkan interaksi serta efek yang

ditimbulkan dari interaksi tersebut. Apoteker harus dapat menentukan apakah

suatu jenis interaksi obat dapat diatasi sendiri, ataukah memerlukan diskusi

dengan klinisi/dokter. Langkah pertama dalam penatalaksanaan interaksi obat

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 156: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

35

Universitas Indonesia

adalah melakukan perhatian lebih tinggi terhadap pasien yang memperoleh obat-

obat yang mungkin dapat berinteraksi dengan obat lain terutama jika interaksi

tersebut diketahui menunjukkan signifikansi level pertama.

Pemeriksaan adanya interaksi obat pada pengobatan pasien merupakan

tugas apoteker yang harus dapat ditingkatkan kembali. Kejadian interaksi yang

tinggi pada pasien HCU lantai VI Teratai (100%), serta dampak merugikan yang

mungkin ditimbulkan membuat apoteker harus berperan aktif dalam menggali

lebih lanjut pengobatan pasien. Komunikasi yang baik antar sesama tenaga

kesehatan perlu dibangun oleh apoteker dalam penanganan interaksi obat yang

merugikan pasien. Pemantauan dan penanganan terhadap interaksi obat yang

merugikan pasien berdampak pada keoptimalan pengobatan pasien. Pemantauan

dan penanganan yang baik akan memberikan hasil yang optimal terhadap

pengobatan pasien.

Pertimbangan terhadap risiko dan keuntungan pemberian terapi sangat

diperlukan dalam menentukan terapi yang tepat pada pasien. Kondisi pasien yang

mengalami beberapa penyakit kronis seringkali membutuhkan obat-obat yang

dapat menimbulkan adanya interaksi. Obat-obat yang diberikan pada kondisi ini

dapat dievaluasi secara berkelanjutan seperti pemantauan kondisi klinis pasien

yang mengalami interaksi pada tingkat signifikansi level 1. Pencarian sumber

informasi mengenai evidence base medicine juga sangat diperlukan dalam

menentukan kemungkinan akibat yang ditimbulkan oleh interaksi obat serta

menentukan terapi yang optimal. Dokumentasi yang baik terhadap kejadian

interaksi obat perlu dilakukan. Dokumentasi ini akan memberikan kemudahan

apoteker dalam mengintervensi kejadian interaksi obat merugikan yang mungkin

terjadi pada waktu berikutnya.

.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 157: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

36 Universitas Indonesia

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

a. Pemberian dosis yang lebih tinggi (6,85%) dan dosis yang lebih rendah

(8,22%) adalah masalah yang ditemukan pada psien High Care Unit Lantai

VI Selatan Teratai RSUP Fatmawati.

b. Intervensi yang dapat diberikan untuk masalah yang berkaitan dengan

pemberian dosis obat meliputi penyesuaian dosis sesuai standar terapi dan

kondisi pasien, pemantauan kondisi klinis pasien, pemberian informasi

intervensi kepada dokter penanggungjawab pasien mengenai penyesuaian

dosis.

c. Kejadian interaksi obat ditemukan pada semua pasien yang diamati. Total

kejadian interaksi obat yang mungkin terjadi adalah sebesar 27 kasus.

Interaksi obat yang ditemukan berupa interaksi secara farmakokinetik

(66,67%) dan farmakodinaik (33,33%).

d. Intervensi yang dapat diberikan meliputi pemantauan kondisi

klinis/parameter laboratorium pasien/pemantauan kadar obat dalam tubuh,

pengaturan/peningkatan/penurunan dosis obat, memberikan perhatian

khusus pada pasien dengan risiko tinggi, dan penggunaan obat hanya secara

oral.

5.2. Saran

a. Kegiatan evaluasi pemberian dosis obat yang telah ada di High Care Unit

Lantai VI Selatan Teratai RSUP Fatmawati sebaiknya terus dilakukan agar

selalu terindetifikasi masalah yang berkaitan dengan pemberian dosis demi

tercapainya hasil terapi yang optimal bagi pasien.

b. Pengamatan/kegiatan evaluasi interaksi obat berikutnya sebaiknya dilakukan

secara prospektif agar seiring dengan berjalannya kegiatan pemantauan

interaksi obat, dapat dilakukan pemberian intervensi yang nyata. Dengan

demikian, pada akhirnya dapat dievaluasi bagaimana pengaruh dari intervensi

yang diberikan terhadap hasil terapi pasien

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 158: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

37 Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

American Pharmacists Association. (2008). Drug Information Handbook. Ed. ke-

17. Ohio: Lexi-Comp

Ansel, H.C., dan Prince, S.J. (2006). Kalkulasi Farmasetik Panduan untuk

Apoteker. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Baxter, Karen. (2010). Stockley’s Drug Interactions. Ed. ke-9. London:

Pharmaceutical Press.

Dipiro, Joseph T., Talbert, Robert L., Yee, Gary C., Matzke, Gary R., Wells,

Barbara G., dan Posey, L. Michael. (2008). Pharmacotherapy A

Patophysiologic Approach. Ed. ke-7. New York: McGraw-Hill.

Hirsh, J., Fuster, V., Ansell, J., Halperin, L.J. (2003). American Heart

Association/American College of Cardiology Foundation Guide to Warfarin

Therapy. Circulation. 107:1692-1711.

Marot, A., Morelle, J., Chouinard, V.A., Jadoul, M., Lambert, M., dan Demoulin

N. (2011). Concomitant use of simvastatin and amiodarone resulting in severe

rhabdomyolysis: a case report and review of the literature. Acta Clinica

Belgica, 66 (2), 134-136.

Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi di

Rumah Sakit. Jakarta.

Menteri Kesehatan RI. (2011). Keputusan Direktur Jenderal Bina Upaya

Kesehatan Nomor HK.03.05/I/2063/11 Tentang Petunjuk Teknis Hgh Care

Unit (HCU) Di Rumah Sakit. Jakarta.

Medscape.com. Online 15 September – 29 Desember 2013.

http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker

Peng, C.C., Glassman, P.A., Marks, I.R., Fowler, C., Castigglione., Good, C.B.

(2003). Retrospective Drug Utilization Review: Incidence of Clinically

Relevant Potential Drug-Drug Interactions in Large Ambulatory Population.

Journal of Managed Care Pharmacy.9(6).513-522.

Rahmawati, F., Handayani, R., Gosal, V. (2006). Kajian Retrospektif Interaksi

Obat di Rumah Sakit Pendidikan Dr. Sardjito Yogyakarta. Majalah Farmasi

Indonesia. 17(4).177-183.

Sweetman, Sean C (Ed). (2009). Martindale The Complete Drug Reference. Ed.

ke-36. London: Pharmaceutical Press.

Syamsyuni. (2005). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Roden, D.M. (2004). Drug-Induced Prolongation of the QT Interval. New

England Journal of Medicine. 350:1013-22.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 159: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

38

Universitas Indonesia

Tatro, David S. (2009). Drug Interaction Facts. USA: Facts and Comparisons.

Tjay, T.H., dan Rahardja, K. (2007). Obat-obat Penting Khasiat, Penggunaan,

dan Efek-efek Sampingnya. Jakarta: Elex Media Komputindo.

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 160: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

LAMPIRAN

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 161: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

Lampiran 1. Data pemberian obat pasien

Catatan Pemberian dan Pemantauan Obat Pasien

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

Obat Yang

Diberikan Dosis Obat

Dosis

Pemakaian Evaluasi

1 Tn. Candra

Maulana

(58 th)

Celulitis cruris

sinistra

Simarc (warfarin) geriatri : dosis inisial 5

mg/hari

dosis pemeliharaan 2-5

mg/hari

2 mg, 1x2 Dosis sesuai

ISDN angina :

oral :5-40 mg 4x/hari

sublingual : 2,5-5 mg setiap

5-10 menit maksimum 3

dosis dalam 15-30 menit

10 mg, 3x1 Dosis sesuai

Aspar K 300-900 mg/hari 300 mg, 1x Dosis sesuai

Alerten Q

(Coenzim Q)

25 mg/hari 25 mg, 2x Dosis lebih

tinggi

Ceftriaxon 1-2 g tiap 12-24 jam 1 g, 2x Dosis sesuai

Metronidazol 500 mg tiap 6-8 jam, tidak

melebihi 4g/hari

500 mg, 3x Dosis sesuai

Tramadol 100-200 mg/hari 100 mg, 1 x Dosis sesuai

Heparin Trombosis vena berat ,

emboli paru, unstable angina

acute peripheral

arterial occlusion,

iv : loading

dose 5000 unit atau 75

unit/kg (10 000 unit in severe

pulmonary embolism), diikuti

20000 dlm 50 cc

Dex 5 %/ 24

jam selama 5

hari

Dosis lebih

tinggi

40

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 162: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

Obat Yang

Diberikan Dosis Obat

Dosis

Pemakaian Evaluasi

dengan iv infus 18

unit/kg/jam

Lasix (furosemid) HT, CHF:

20-80 mg/hari dalam dua

dosis terbagi

1 x 40 mg Dosis sesuai

2 Tn. Dedy

Hendra

(44 th)

Anemia,

Hematuria,

leukositosis

Hp pro (fructus

scizandra extract,

Curcuma

Zedoaria,

Curcuma

xhantorriza,

Ipomoea pres-

caprael.s,

Phylanthus

urinaria, madu)

1-3 x sehari 3x Dosis sesuai

Folic Acid anemia : 0,5-1mg/hari 2x1mg Dosis lebih

tinggi

Sohobion 5000

(Vit B1 HCl

100mg, vit B6

100 mg, vit B12

5mg,

1 tab/hari 1x 1 tab Dosis sesuai

Chlorpromazin mual muntah : 10-25 mg tiap

4-6 jam

2 x 50 mg Dosis sesuai

Transamin 250-500 mg, 3-4 x /hari 3x 500 mg Dosis sesuai

Vit K 1 mg 1x 1 mg Dosis sesuai 41

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 163: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

Obat Yang

Diberikan Dosis Obat

Dosis

Pemakaian Evaluasi

Brainact

(citicoline)

1000-2000 mg/hari dalam

dosis terbagi

2x 1000 mg Dosis sesuai

Neurotam

(piracetam)

7.2 g dalam 2-3 dosis terbagi 4x 3 g Dosis lebih

tinggi

Aminofluid 500 ml infus lewat vena

perifer, max 2500 ml/hari

500 ml Dosis sesuai

3 Tn Romy bin S

(38 th)

Pneumonia Tramal (tramadol) 50-100 mg tiap 4-6 jam,

maksimum 400 mg/hari

500 mg, 3x Dosis lebih

tinggi

Duviral

(lamivudin,

zidovudin)

1 kaplet = 300mg AZT dan

150mg 3TC

2x 1 kaplet

1, 1x Dosis

dibawah

standar

Efavirens 600mg sekali sehari pada

waktu tidur

600 mg, 1x Dosis sesuai

Avelox

(Moxifloxacin

HCl)

400 mg/hari 400 mg, 1x Dosis sesuai

Cernevit

(multivit)

1 vial/hari 1 amp, 1x Dosis sesuai

4 Ny Pastima

Padede (78 th)

Bronkietasis,

Dispepsia

KSR 600-1200 mg, 2-3 kali sehari 600 mg, 1x Dosis

dibawah

standar

Fasorbid (ISDN) angina :

oral :5-40 mg 4x/hari

sublingual : 2,5-5 mg setiap

5-10 menit maksimum 3

dosis dalam 15-30 menit

10 mg, 3x1 Dosis

dibawah

standar

Metformin 500 mg 3x/hari, atau 850 mg

sekali sehari

500 mg, 3x1 Dosis sesuai

42

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 164: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

Obat Yang

Diberikan Dosis Obat

Dosis

Pemakaian Evaluasi

Max. 3 g/hr

Plavix

(clopidogrel)

unstable angina (NSTMEI)

dosis inisial : 300 mg, diikuti

75 mg sekali sehari.

Unstable angina (STEMI) :

75 mg sekali sehari (dalam

kombinasi dengan aspirin 75-

162 mg/hari)

1x 75 mg Dosis sesuai

Neurodex (b1, b6,

b12, b comp)

Vitamin B1 mononitrate 100

mg

Vitamin B6 HCl 200 mg

Vitamin B12 200 mcg

1x sehari

1x1 tablet Dosis sesuai

Sohobion (B1,

B6, B12)

1 tab/hr 1x1 tablet Dosis sesuai

Furosemid HT, CHF

oral , 20-80 mg/hari dalam

dua dosis terbagi

1x 40 mg Dosis sesuai

Irvebal

(irbesartan)

HT : 150 mg sekali sehari,

awal 75 mg

1x1/2 tab (75

mg)

Dosis sesuai

Digoxin Inisial : 0,75-1,5 mg

maintenance : 0,125-0,5 mg

1x 0,125 mg Dosis sesuai

Gabexal

(gabapentin)

Antikonvulsan

inisial : 300 mg 3x/hari

maintenance: 900-1800

mg/hari

Postherpetic neuralgia

hari 1: 300 mg, hari 2: 300

1x 300 mg Dosis sesuai

43

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 165: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

Obat Yang

Diberikan Dosis Obat

Dosis

Pemakaian Evaluasi

mg 2x/hari, hari 3: 300 mg

3x/hari

Tiaryt

(Amiodaron)

aritmia ventrikuler : awal

800-1600 mg/hari selama 1-3

minggu. Untuk aritmia

supreventrikuler : 600

mg/hari dalam beberapa dosis

terbagi selama 1 minggu dan

selanjutnya 200-400 mg/hari.

1x1/2 (100 mg) Dosis

dibawah

standar

Pletaal

(cilostazol)

100 mg, 2x sehari 2x100 mg Dosis sesuai

Requip

(ropinirole)

Awal 2 mg 1x/hr selama 1

minggu, titrasi dosis selama 4

minggu pertama terapi

1x2mg Dosis sesuai

Simvastatin 20-40 mg sekali sehari pada

malam hari, kisaran 5-80 mg

/hari

1x 10 mg Dosis sesuai

Meiact

(cefditoren

pivoxil)

Pharyngitis, tonsillitis,

Infeksi kulit

200 mg 2x/hari

2x 200 mg Dosis sesuai

5 Tn Hartono (75

th)

Captopril HT:

12,5-25 mg 2-3 x/hari

CHF : 6,25-12,5 mg 3x/hari

12.5 mg, 2x Dosis sesuai

Kalnex (As.

Tranexamat)

250-500 mg, 3-4 x /hari 250 mg, 3x Dosis sesuai

Dalfalol (Vit E) 200-400 iu/hari 2x 200 IU Dosis sesuai

Harnal

(tamsulosin)

0,2-0,4 mg 1x/hari 1x0,2 mg Dosis sesuai

44

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 166: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

Obat Yang

Diberikan Dosis Obat

Dosis

Pemakaian Evaluasi

Tiaryt aritmia ventrikuler : awal

800-1600 mg/hari selama 1-3

minggu. Untuk aritmia

supreventrikuler : 600

mg/hari dalam beberapa dosis

terbagi selama 1 minggu dan

selanjutnya 200-400 mg/hari.

1x1/2 (100 mg) Dosis

dibawah

standar

Levofloxacin 500 mg/ hari 1x 500 mg Dosis sesuai

Digoxin Inisial : 0,75-1,5 mg

maintenance : 0,125-0,5 mg

1x 0,125 mg Dosis sesuai

Ultracet

(asetaminofen

325 mg &

tramadol 37.5

mg)

1-2 tab tiap 4-6 jam,

maksimal 8 tablet sehari

2x 1 tab Dosis

dibawah

standar

6 Tn Wiki

Zulkarnaen (41

th)

B20 obs

febris, anemia

Biocurliv (exct.

Curcuma,

silymarin

phytosome 35

mg, ekstrak

schizandrae

fructus 135 mg.

liquiritae radix

135 mg, choline

bitartrate 150 mg,

vit b6 2 mg)

3x 1-2 kaplet/hari 3x 1 tab Dosis sesuai

Diflucan

(fluconazol)

Pencegahan candidiasis 50-

400 mg 1x/hr

50 mg, 1x Dosis sesuai

45

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 167: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

Obat Yang

Diberikan Dosis Obat

Dosis

Pemakaian Evaluasi

Micostatin drop

(nystatin)

(100.000 unit/mL)

1-6 ml (100000-600000 unit) 3x20 tetes Dosis sesuai

Cotrimoxazole

(trimetoprim dan

sulfametoxazol

80/400 mg)

2 tablet, 2x sehari 1x2 tab Dosis

dibawah

standar

Sanmol

(Paracetamol)

325-650 mg tiap 4-6 jam

atau 1000 mg 3-4 x/hr

3x 500 mg Dosis sesuai

Lamivudin 150 mg 2x/hari atau 300 mg

1x/hari

<50 kg: 4 mg/Kg 2x/hari

(max: 150 mg 2x/hari)

150 mg, 2x Dosis sesuai

Stavudin >60 kg: 40 mg tiap 12 jam

<60 kg: 30 mg tiap 12 jam

40 mg, 2x Dosis sesuai

Efavirenz 600 mg 1x/hari 1x 600 mg Dosis sesuai

Lodomer

(haloperidol)

(2mg/15 mL)

Inisial 0.5-2 mg 2-3 x/ hari.

dosis inisial dapat

ditingkatkan sampai 3-5 mg

2-3 x/hari pada kondisi berat

1x 20 tts Dosis sesuai

Leflovloxacin 500 mg/ hari 500 mg, 1x Dosis sesuai

Mertigo

(betahistine)

6-12 mg 3x/hari 3x 6 mg Dosis sesuai

Vometa FT Nausea/vomiting 3x 20 mg Dosis sesuai

46

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 168: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

Obat Yang

Diberikan Dosis Obat

Dosis

Pemakaian Evaluasi

domperidon) 20 mg, 3-4 x/hari

Farmadol drip

(Paracetamol)

100 ml diberikan hingga

4x/hari

1x

10mg/mlx100ml

Dosis sesuai

NaCl 0,9 % 500 cc, 3x Dosis sesuai

7 Anisa Abdul

Muis (30 th)

Vertigovestibu

lar perifer,

Sinusitis

kronis, obst

vomitus

Betaserc

(Betahistine)

8-16 mg 3x/hari 24 mg, 2x Dosis sesuai

Stugeron

(cinnarizine)

25 mg 3x sehari 3x 25 mg Dosis sesuai

Frego

(flunarizine)

5 mg, 1x sehari 5 mg, 1x Dosis sesuai

Inpepsa

(sukralfat)

1 g, 4x sehari 4x 1 g Dosis sesuai

Mucostan

(rebamipide)

100 mg, 3x sehari 3x 100 mg Dosis sesuai

Urinter

(pipemidic acid)

infeksi akut : 400 mg 2x

sehari selama 7-10 hari.

Infeksi kronik 400 mg 2-

4x/hari, selama 2 minggu

2x 400 mg Dosis sesuai

Nonflamin

(tinoridin Hcl)

50-100 mg 3x sehari 2x 50 mg Dosis sesuai

Neurobion

(Vit B1 100 mg,

Vit B6 100 mg,

Vit B12 1000

mcg)

1 amp/hari 1x 1 amp Dosis sesuai

47

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 169: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

Obat Yang

Diberikan Dosis Obat

Dosis

Pemakaian Evaluasi

Gastrofer

(omeprazol)

ulkus duodenum: 20 mg/hari

ulkus gastrik : 40 mg/hr

2x 40 mg Dosis sesuai

Ondansetron 8-10 mg 1-2x/hari 2x 8 mg Dosis sesuai

8 Moh Fadhori

(64 th)

Post op tur Lacedim

(ceftazidim

pentahidrat)

1-2 g tiap 8 jam 1g, 2x Dosis sesuai

Ketesse

(dexketoprofen)

50 mg tiap 8-12 jam/hari 1 amp.(50 mg),

2x

Dosis sesuai

Transamin (as.

Tranexamat)

250-500 mg, 3-4 x /hari 1 amp (250

mg)., 3x

Dosis sesuai

48

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 170: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

Lampiran 2. Data interaksi obat

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

OBAT YANG

DITERIMA

INTERAKSI

OBAT EFEK Mekanisme Manajemen Jenis Interaksi

Level

Signifikan

1 Tn.

Candra

Maulana

(58 th)

Celulitis

cruris sinistra

Simarc

(warfarin)

Ceftriaxone –

Warfarin

(Drug Interaction

Facts; Medscape)

meningkatkan efek

antikoagulan

warfarin

(Drug Interaction

Facts, 2011)

Farmakodinamik,

sinergis (Medscape)

Serius - gunakan

alternatif lain

(Medscape)

menurunkan dosis

warfarin selama

pemberian

cefalosporin

parenteral,

monitoring PT

(Drug Interaction

Facts, 2011)

Farmakodinamik 2

ISDN Metronidazol –

Warfarin

(Drug Interaction

Facts; Medscape;

Medical Letters)

Meningkatkan efek

antikoagulan

warfarin

(Drug Interaction

Facts, 2011)

metronidazol

menurunkan

metabolisme warfarin

, CYP2C9 (Drug

Interaction Facts,

2011; Medical letter’s

adverse drug

interaction, 2005;

Medscape, 2013)

meningkatkan enzim

hepatik atau intestinal

CYP3A4 (Medscape,

2013)

monitoring INR

dan PT,

monitoring tanda

dan gejala adanya

perdarahan

(Drug Interaction

Facts, 2011)

Serius-gunakan

alternatif

Signifikan-

monitoring,

Farmakokinetik 1

Aspar K

Alerten Q

(Coenzim Q)

Tramadol – Warfarin

(Drug interaction

Facts; Stockley)

meningkatkan efek

antikoagulan (Drug

Interaction Facts,

2011)

tidak diketahui,

diduga dihubungkan

dengan adanya variasi

di genotipe CYP

Monitoring nilai

koagulasi ketika

tramadol

diberikan atau

Farmakodinamik 2

49

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 171: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

OBAT YANG

DITERIMA

INTERAKSI

OBAT EFEK Mekanisme Manajemen Jenis Interaksi

Level

Signifikan

(Stockley, 2008) dihentikan

(Drug Interaction

Facts, 2011)

Ceftriaxon Ceftriaxone –

Furosemid

(Medscape;

Stockley)

meningkatkan

toksisitas furosemid

(eliminasi ginjal

tertunda)

Ceftriaxone

meningkatkan

toksisitas furosemid

secara sinergisme

Tidak ada yang

perlu

dikhawatirkan

terhadap interaksi

furosemid dengan

ceftriaxone

(Stockley)

Farmakodinamik Minor

(Medscape

)

5

Metronidazol

Tramadol Ceftriaxone –

Heparin

(Drug Interaction

Facts; Medscape)

meningkatkan

resiko perdarahan

Efek koagulopati

seftriaxon berinteraksi

aditif dengan heparin.

(Drug Interaction

Facts, 2011)

Monitoring

perdarahan dan

koagulopati pada

pemberian

bersama obat ini.

Vitamin K

digunakan sebagai

terapi tambahan

pada perdarahan

yang diinduksi

ceftriaxon

Farmakodinamik 4

Heparin

Lasix

(furosemid)

Heparin – Walfarin

(Medscape;

Stockley, Drug

Interaction Facts)

meningkatkan efek

antikoagulan.

Serius-gunakan

alternatif

(Medscape) Heparin

meningkatkan

protrombine time

dan risiko

perdarahan

(Stockley)

Efek antikoagulan

heparin berinteraksi

additif dengan

warfarin (Stockley)

Pemantauan

protrombin time

dan INR

(Stockley)

Farmakodinamik 4

RL 50

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 172: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

OBAT YANG

DITERIMA

INTERAKSI

OBAT EFEK Mekanisme Manajemen Jenis Interaksi

Level

Signifikan

Albumin

2 Tn. Dedy

Hendra

Anemia,

Hematuria,

leukositosis

Hp pro (fructus

scizandra

extract)

Folic Acid

Sohobion 5000

Chlorpromazin

Transamin

(Asam

tranexamat)

Vit K

Brainact

(citicoline)

Neurotam

(piracetam)

Aminofluid

NaCl 0,9 %

Ceftriaxone

3 Tn Romy

bin S

Pneumonia Tramal

(tramadol)

Efavirenz – tramadol

(Medscape)

Efavirenz

menurunkan efek

tramadol

(Medscape)

Mempengaruhi

metabolisme enzim

hati/intestinal

CYP3A4

Monitoring gejala

klinik

Farmakokinetik Signifikan

Duviral

(lamivudin,

zidovudin)

Efavirens

Avelox

(Moxifloxacin

HCl)

Cernevit

(multivit)

51

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 173: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

OBAT YANG

DITERIMA

INTERAKSI

OBAT EFEK Mekanisme Manajemen Jenis Interaksi

Level

Signifikan

Inf. Asering

4 Ny

Pastima

Padede

(78 th)

Bronkietasis,

Dispepsia

KSR Amiodaron –

Simvastatin

(Stockley;

Medscape)

Mungkin

meningkatkan

toksisitas

simvastatin

(rhabdomyolisis)

Amiodaron

Menurunkan

metabolisme

simvastatin

(Stockley; Medscape)

Monitoring status

klinik, kreatinin

fosfokinase

(CPK) dan tanda-

tanda

rabdomyolisis

(nyeri otot, urin

berwarna gelap)

(Medscape)

Farmakokinetik 1

Fasorbid

(ISDN)

Amiodaron - digoxin meningkatkan efek

atau level digoxin

Amiodaron

mengurangi eksresi

renal dan non renal

digoxin (Stockley)

Monitoring

konsentrasi

digoxin dan status

klinik tanda dan

gejala toksisitas

digoxin (Drug

interaction Facts;

Stockley)

Farmakokinetik 1

Metformin Amiodaron –

Metformin

(Medscape)

Meningkatkan level

atau efek metformin

Amiodaron

meningkatkan level

atau efek metformin

dengan kompetisi

obat kationik pada

klirens tubular

(Medscape)

Monitoring status

klinik

Farmakokinetik Signifikan

4

Plavix

(clopidogrel)

Cilostazol –

simvastatin

(Drug interaction

Facts)

Meningkatkan efek

terapi dan efek

samping simvastatin

Cilostazol

menghambat

metabolisme

(CYP3A4)

simvastatin

Monitoring status

klinik

Farmakokinetik 4

Neurodex (b1,

b6, b12, b

comp)

Clopidogrel –

Simvastatin

(Stockley)

menurunkan efek

antiplatelet

clopidogrel

Menurunkan

metabolisme

clopidogrel menjadi

metabolit aktif

Monitoring status

klinik

Farmakokinetik Signifikan

3

52

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 174: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

OBAT YANG

DITERIMA

INTERAKSI

OBAT EFEK Mekanisme Manajemen Jenis Interaksi

Level

Signifikan

Sohobion (B1,

B6, B12)

Digoxin –

Simvastatin

(Stockley) (Drug

Interaction Facts)

Meningkatkan level

dan efek digoxin

Simvastatin

menghambat P-

glikoproein (MDR1)

transporter. (Stockley)

Monitoring status

klinik

Farmakokinetik 4

Furosemid Cefditoren –

Furosemid

(Drug Interaction

Facts)

Meningkatkan

toksisitas

furosemid.

Meningkatkan

nefrotoksisitas.

Cefditoren dan

furosemid brinteraksi

secara sinergis

Tidak signifikan

secara klinik

Farmakodinamik Minor

4

Irvebal

(irbesartan)

Digoxin –

Metformin

(Medscape)

Meningkatkan level

atau efek metformin

Digoxin

meningkatkan level

atau efek metformin

dengan kompetisi

obat kationik pada

klirens tubular

(Medscape)

Monitoring status

klinik

Farmakokinetik Signifikan

4

Digoxin Digoxin- Furosemid

(Medscape; Drug

Interaction Facts)

Meningkatkan

toksisitas akibat

digoxin (Penurunan

natrium dan

magnesium)

menyebabkan aksi

pada otot jantung

(Medscape; Drug

interaction Facts)

Meningkatkan

ekskresi natrium dan

magnesium sehingga

terjadi penurunan

natrium dan

magnesium dalam

darah (Drug

interaction Facts)

Monitoring

natrium dan

magnesium

Farmakokinetik 1

Gabexal

(gabapentin)

Furosemid – Folic

acid

(Medscape)

Menurunkan level

asam folat.

Furosemid

meningkatkan klirens

renal.

Tidak perlu

pemantauan

khusus.

Farmakokinetik Minor

4

Tiaryt

(Amiodaron)

Digoxin – ropinirole

(Stockley)

Konsentrasi digoxin

menurun

menurunkan AUC

digoxin

10%, dan konsentrasi

plasma maximum

25%, tetapi

konsentrasi

plasma minimum

Tidak ada dosis

penyesuaian pada

penggunaan

kedua obat

Farmakokinetik 4

53

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 175: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

OBAT YANG

DITERIMA

INTERAKSI

OBAT EFEK Mekanisme Manajemen Jenis Interaksi

Level

Signifikan

digoxin tidak secara

signifikan

terpengaruhi.

Pletaal

(cilostazol)

Requip

(ropinirole)

Simvastatin

Meiact

(cefditoren

pivoxil)

5 Tn

Hartono

Captopril Digoxin –

Levofloxacin

(Medscape)

meningkatkan efek

digoxin.

Levofloxacin

mengubah flora

intestinal. (Medscape)

Hanya digunakan

secara oral.

Farmakodinamik 4

Kalnex (As.

Tranexamat)

Dalfalol (Vit E)

Harnal

(tamsulosin)

Tyaryt

Levofloxacin

Digoxin

Ultracet

(asetaminofen

325 mg &

tramadol 37.5

mg)

6 Tn Wiki

Zulkarnae

n

B20 obs

febris, anemia

Biocurliv (exct.

Curcuma,

silymarin

phytosome 35

mg, ekstrak

schizandrae

Efavirenz –

Fluconazol

(Stockley)

CSS efavirenz

meningkat

Fluconazol

meningkatkan Css

Efavirenz

Tidak aada

kondisi klinik

signifikan yang

harus diantisipasi

farmakokinetik Minor

4

54

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 176: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

OBAT YANG

DITERIMA

INTERAKSI

OBAT EFEK Mekanisme Manajemen Jenis Interaksi

Level

Signifikan

fructus 135 mg.

liquiritae radix

135 mg, choline

bitartrate 150

mg, vit b6 2

mg)

Diflucan

(fluconazol)

Haloperidol -

Levofloxacin

Mungkin

meningkatkan

pemanjangan QT

dengan levofloxacin

aditif Gunakan

perhatian pada

pasien risiko

tinggi

Farmakodinamik Serius

1

Micostatin drop

(nystatin)

(100.000

unit/mL)

Fluconazol –

Levofloxacin

(Medscape)

Meningkatkan

pemanjangan QT

dan torsade de

pointes

Aditif Gunakan

perhatian khusus

Farmakodinamik Signifikan

3

Cotrimoxazole

(trimetoprim

dan

sulfametoxazol

80/400 mg)

Trimethoprim –

Lamivudin

(Medscape)

Meningkatkan efek

lamivudin

Kompetisi obat di

tubulus renal

Monitoring status

klinik

Farmakokinetik Serius

2

Sanmol

(Paracetamo)

Lamivudin –

Cotrimoxazol

(Stockley)

Meningkatkan level

plasma lamivudin

Cotrimoxazol

menurunkan klirens

dgn cara menghambat

sekresi lamivudin di

tubulus ginjal,

sehingga level

plasmanya meningkat

Monitoring tanda

dan gejala

toksisitas

terutama pada

pasien dengan

gangguan ginjal

Farmakokinetik Minor

5

Lamivudin Stavudin –

Cotrimoxazol

(Stockley)

Meningkatkan level

plasma lamivudin

Cotrimoxazol

menurunkan klirens

dgn cara menghambat

sekresi lamivudin di

tubulus ginjal,

sehingga level

plasmanya meningkat

Monitoring tanda

dan gejala

toksisitas

terutama pada

pasien dengan

gangguan ginjal

Farmakokinetik Signifikan

4

Stavudin

55

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 177: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

OBAT YANG

DITERIMA

INTERAKSI

OBAT EFEK Mekanisme Manajemen Jenis Interaksi

Level

Signifikan

Efavirenz

Lodomer

(haloperidol)

(2mg/15 mL)

Leflovloxacin

Mertigo

(betahistine)

Vometa FT

domperidon)

Farmadol drip

(Paracetamol)

NaCl 0,9 %

7 Anisa

Abdul

Muis

Vertigovestib

ular perifer,

Sinusitis

kronis, obst

vomitus

Betaserc

(Betahistine)

Omeprazol –

Ondansentron

(Medscape)

Menurunkan level

atau efek

ondansentron

Omeprazol mengubah

metabolisme enzim

hati CYP1A2.

Tidak ada gejala

klinik yang

signifkan

Farmakokinetik Minor

4

Stugeron

(cinnarizine)

Frego

(flunarizine)

Inpepsa

(sukralfat)

Cap. Campuran

Mucostan

(rebamipide)

Urinter

(pipemidic acid)

Nonflamin

(tinoridin Hcl)

Neurobion

(Vit B1 100 mg,

56

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 178: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

NO NAMA

PASIEN DIAGNOSA

OBAT YANG

DITERIMA

INTERAKSI

OBAT EFEK Mekanisme Manajemen Jenis Interaksi

Level

Signifikan

Vit B6 100 mg,

Vit B12 1000

mcg)

Gastrofer

(omeprazol)

Ondansetron

Asering (Na, Cl,

K, Ca, Acetat)

8 Moh

Fadhori

Post op tur OBH Sirup Omeprazol –

Ondansentron

(Medscape)

Menurunkan level

atau efek

ondansentron

Omeprazol mengubah

metabolisme enzim

hati CYP1A2.

Tidak ada gejala

klinik yang

signifkan

Farmakokinetik Minor

4

Lacedim

(ceftazidim

pentahidrat)

Ketesse

(dexketoprofen)

Transamin (as.

Tranexamat)

57

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014

Page 179: UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20366947-PR-Annisaa Nur.pdf · kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dibutuhkan untuk perbaikan

Laporan praktek..., Annisaa Nur, FFar UI, 2014