universitas indonesia laporan praktek kerja …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351040-pr-rizki...
TRANSCRIPT
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN KRAMAT JATI
JAKARTA TIMUR
JL. RAYA INPRES NO. 48
PERIODE 8 JANUARI – 18 JANUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
RIZKI JAKA GUSTIANSYAH, S.Farm.
1206313633
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
ii
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN KRAMAT JATI
JAKARTA TIMUR
JL. RAYA INPRES NO. 48
PERIODE 8 JANUARI – 18 JANUARI 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Apoteker
RIZKI JAKA GUSTIANSYAH, S. Farm.
1206313633
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala, yang telah senantiasa
melimpahkan karunia dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Pusat Kesehatan Masyarakat
Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur.
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu
syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia untuk mencapai gelar profesi Apoteker. Selain itu
juga memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk memahami peran dan
tugas Apoteker di lembaga pemerintahan, khususnya di Pusat Kesehatan
Masyarakat (Puskesmas). Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati di Jakarta Timur berlangsung pada periode 8
Januari – 18 Januari 2013. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima
kasih atas bantuan dan bimbingan yang diberikan, kepada:
1. Drs. Mawardinur, Apt., sebagai pembimbing PKPA dan Kepala Seksi
Sumber Daya Kesehatan yang telah membimbing dan memberikan bantuan
kepada penulis selama PKPA berlangsung.
2. Prima Setiawan, Apt., sebagai pembimbing lapangan di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur yang telah memberikan ilmu-ilmu
yang bermanfaat dan pengalaman yang berharga serta telah membimbing dan
memberikan bantuan kepada penulis selama PKPA berangsung.
3. Dra. Dyan Sulistyorini, Apt., sebagai Koordinator Farmasi Makanan dan
Minuman yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan
kepada penulis selama PKPA berlangsung.
4. drg. Margaretha S.D.W., sebagai Koordinator Tenaga Kesehatan yang telah
memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis selama
PKPA berlangsung.
5. drg. Roselyne Tobing, sebagai Koordinator Standarisasi Mutu Kesehatan
yang telah memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada penulis
selama PKPA berlangsung.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
v
6. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
7. Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
8. Dr. Fadlina Chany S., MSi., Apt., sebagai pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan laporan
PKPA.
9. Para Staf Bagian Farmasi di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta
Timur, Bu Titin, Bu Ai, Mba Rini, Mas Oo, Bu Manur, dan Bu Marince atas
bantuan selama pelaksanaan kegiatan PKPA di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati Jakarta Timur
10. Seluruh staf Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur yang
telah menerima dan membantu penulis selama melaksanakan kegiatan PKPA.
11. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia.
12. Orang tua, adik-adik, serta Emak dan Bapak penulis atas doa, semangat, dan
dukungan moril serta materil yang telah diberikan.
13. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker Universitas Indonesia angkatan
LXXVI atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh
sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis
peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat bermanfaat
bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan.
Penulis
2013
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
HALAMAN PER}IYATAAN PERSETUJUAFI PI]BLIKASI KARYA
ILMIAH T]NTTJK KEPENTINGAi\I AKADEMIS
:Sebagai sivitas akademik Universitas lndonesia, saya yang bertanda tangan di
bawah ini:NamaNPMProgram StudiFakultasJenis karya
Rizki Jaka Gustiansvah. S.Farm.1206313633Profesi ApotekerFarmasiLaporan Praktik Kerja
Demi pengembangan iknu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepadaUniversitas I ndonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
Praktek Kerja Profesi Apoteker di Suku Dinas Kesehatan Kota AdministrasiJakarta Timur Periode 7 Januari - 28 Januari 2013
Beserta perangkat yang ada (fika diperlukan). Dengan Hak Bebas RoyaltiNoneksklusif ini Universias Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pengkalan data (database), merawat, danmeraublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan ruilna saya sebagaipenulislpencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuatdi: DepokPada tanggal : 04 Agustus 2013
Yang menyatakan
{Rizki Jaka Gustiansyah, S.Farm.)
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…………………………………………………………....i
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN………………………………………….............. iii
KATA PENGANTAR…………………………………………………………... iv
DAFTAR ISI…………………………………………………………………..... vi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………….... vii
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………... 1 1.1. Latar Belakang……………………………………………………... 1
1.2. Tujuan…………………………………………………………….... 3
BAB 2 TINJAUAN UMUM………………………………………………….... 4 2.1. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur………………………………. 4
2.2. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)……………………......... 5
2.3. Puskesmas Kecamatan Kramat Jati……………………………….... 6
BAB 3 TINJAUAN KHUSUS……………………………………………....... 10
3.1. Pengelolaan Obat di Puskesmas………………………………....... 10
3.2. Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas…………………….......... 22
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN………………………………………. 27
4.1. Tugas Pokok dan Fungsi Bagian Farmasi Puskesmas…………….. 27
4.2. Alur Pengelolaan Obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Jakarta Timur…………………………………………………....... 27
4.3. Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Jakarta Timur……………………………………………………... 34
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………………………………………. 36 5.1. Kesimpulan………………………………………………………... 36
5.2. Saran………………………………………………………………. 37
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….…..... 38
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati ............... 39
Lampiran 2. Data nama item obat berdasarkan anggaran APBD untuk
pengadaan 2012 .......................................................................... 40
Lampiran 3. Prosedur tetap proses distribusi obat di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati………………………. ................................. …..……43
Lampiran 4. Label warna di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati sebagai
penanda masa daluarsa obat ........................................................ 44
Lampiran 5. Prosedur tetap pelaksanaan kegiatan pelayanan di Apotek
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati ............................................. 45
Lampiran 6. Form pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati .............................................................................................. 47
Lampiran 7. Lembar dokumntasi kegiatan PIO di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati ................................................................................. 51
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan
Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, sistem
pemerintahan yang dianut saat ini adalah sistem desentralisasi. Hal ini bermakna
bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan dan mengelola daerahnya secara
mandiri, termasuk bidang kesehatan dimana pengembangan dan pengelolaan
tersebut diterapkan untuk memajukan tingkat kesehatan masyarakat di daerahnya.
Berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 10 tahun 2008 tentang
Organisasi Perangkat Daerah Provinsi DKI Jakarta, dibentuk Dinas Kesehatan
sebagai suatu unsur pelaksana otonomi daerah di bidang kesehatan. Suku Dinas
Kesehatan Jakarta Timur, sebagai perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan
Provinsi DKI Jakarta, merupakan perangkat daerah tingkat kota administrasi
(kotamadya) yang salah satu fungsinya yaitu sebagai pembinaan, pengawasan,
dan pengendalian dalam kegiatan penyelenggaraan kesehatan lingkungan,
kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan
perorangan, rujukan, khusus, tradisional, maupun keahlian dimana dalam hal ini
puskesmas termasuk di dalamnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 tahun
2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, puskesmas termasuk fasilitas pelayanan
kefarmasian yang digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan
kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan
maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.
Pelayanan kefarmasian yang bermutu perlu diterapkan oleh puskesmas sebagai
Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab
untuk menyelenggarakan pembangunan kesehatan demi terbentuknya kecamatan
yang sehat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
2
Universitas Indonesia
Aspek-aspek pelayanan kefarmasian dalam lingkup puskesmas meliputi
pengelolaan sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi, dan
perbekalan kesehatan serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik
(penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat, informasi obat, dan
pencatatan/penyimpanan resep) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
2006). Beberapa aspek yang perlu mendapat perhatian agar terciptanya pelayanan
kefarmasian yang bermutu adalah pengelolaan sumber daya, dalam hal ini adalah
pengelolaan obat serta pelayanan informasi obat.
Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan
efisien secara berkesinambungan. Obat hendaknya dikelola secara optimal untuk
menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu
pendistribusian, tepat penggunaan, dan tepat mutu di tiap unit pelayanan
kesehatan. Pengelolaan obat publik meliputi kegiatan perencanaan dan
permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, pencatatan dan pelaporan,
serta supervisi dan evaluasi pengelolaan obat (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010).
Pelayanan informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, lengkap, terkini
oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga kesehatan,
masyarakat maupun pihak yang memerlukan. Informasi umum tentang nama obat,
cara pemakaian, dan lama penggunaan dapat disampaikan oleh tenaga
kefarmasian atau tenaga kesehatan lain yang terlatih (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2006).
Untuk mengetahui peran dan fungsi apoteker dalam hal sistem
pengelolaan dan pelayanan informasi obat di puskesmas maka calon apoteker
membutuhkan suatu program yang mampu memfasilitasi agar kebutuhan tersebut
terpenuhi. Sehingga, Fakultas Farmasi Universitas Indonesia bekerja sama dengan
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dan Puskesmas Tingkat Kecamatan
mengadakan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang berlangsung
dari tanggal 8 Januari hingga 18 Januari 2013 di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati Jakarta Timur.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
3
Universitas Indonesia
1.2. Tujuan
Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur adalah agar mahasiswa program profesi
apoteker Fakultas Farmasi UI :
1. Mengetahui tugas pokok dan fungsi bagian farmasi di puskesmas
2. Mengetahui alur pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Jakarta Timur
3. Mengetahui kegiatan pelayanan informasi obat di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati Jakarta Timur
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
4 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1. Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi merupakan Unit Kerja Dinas
Kesehatan pada Kota Administrasi dalam pelaksanaan kegiatan pembinaan dan
pengembangan kesehatan masyarakat (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta
No. 150 Tahun 2009, 2009). Oleh karena suku dinas kesehatan (yang selanjutnya
disebut dengan sudinkes) merupakan suatu unit kerja dinas kesehatan yang berada
pada tingkat kota administrasi maka setiap wilayah (kotamadya) di Provinsi DKI
Jakarta memiliki satu sudinkes, termasuk wilayah Jakarta Timur.
Suku Dinas Kesehatan (sudinkes) Jakarta Timur dipimpin oleh seorang
Kepala Suku Dinas yang secara teknis dan administrasi berkedudukan di bawah
Dinas Kesehatan (yang selanjutnya disebut dengan dinkes) DKI Jakarta dan
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan serta secara operasional
berkedudukan dan bertanggung jawab kepada Walikota Jakarta Timur.
Berdasarkan peran dan fungsinya, dinkes berperan sebagai regulator, sedangkan
sudinkes berperan sebagai auditor (Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No.
150 Tahun 2009, 2009).
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi, termasuk Sudinkes Jakarta
Timur mempunyai tugas melaksanakan kegiatan pembinaan dan pengembangan
kesehatan masyarakat. Lebih lanjut lagi, Sudinkes mempunyai fungsi antara lain
(Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009, 2009) :
a. Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Dokumen Pelaksanaan
Anggaran (DPA) Suku Dinas.
b. Pelaksanaan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) Suku Dinas.
c. Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian penyelenggaraan kesehatan
lingkungan, kesehatan masyarakat, pelayanan kesehatan perorangan, rujukan,
khusus, tradisional, dan keahlian.
d. Pengendalian penanggulangan kegawatdaruratan, bencana, dan Kejadian Luar
Biasa (KLB).
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
5
Universitas Indonesia
e. Pengendalian, pencegahan, dan pemberantasan penyakit menular atau tidak
menular.
f. Pengawasan dan pengendalian ketersediaan kefarmasian.
g. Pelaksanaan surveilans kesehatan.
h. Pelaksanaan monitoring penerapan sistem manajemen mutu kesehatan.
i. Pengendalian pencapaian standardisasi prasarana dan sarana pelayanan
kesehatan baik pemerintah maupun swasta.
j. Pemberian, pengawasan, pengendalian, dan evaluasi perizinan atau
rekomendasi atau sertifikasi di bidang kesehatan.
k. Penegakan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada lingkup
Kota Administrasi.
l. Pelaksanaan pengembangan peran serta masyarakat dalam upaya peningkatan
gizi dan kesehatan masyarakat.
m. Penghimpunan, pengolahan, pemeliharaan, penyajian, pengembangan dan
pemanfaatan data dan informasi mengenai kesehatan masyarakat, kesehatan
lingkungan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan perseorangan, rujukan
khusus, tradisional, dan keahlian pada lingkup Kota Administrasi.
n. Penyediaan, penatausahaan, penggunaan, pemeliharaan dan perawatan
prasarana dan sarana kerja Suku Dinas.
o. Pengelolaan kepegawaian, keuangan, dan barang.
p. Pelaksanaan kegiatan kerumahtanggan dan ketatausahaan.
q. Pelaksanaan kegiatan publikasi dan pengaturan acara Suku Dinas.
r. Penyiapan bahan laporan ke Dinas Kesehatan yang terkait dengan tugas dan
fungsi Suku Dinas.
s. Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas dan fungsi Suku Dinas.
2.2. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan. Puskesmas merupakan
organisasi fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat
menyeluruh, terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat,
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
6
Universitas Indonesia
dengan peran serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh
pemerintah dan masyarakat. Fungsi Puskesmas sebagai pusat pelayanan kesehatan
yang menyeluruh dan terpadu dengan tujuan untuk meningkatkan hidup sehat dan
derajat kesehatan yang optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada
perorangan.
Program upaya pengobatan di puskesmas bertujuan meningkatkan mutu
pelayanan dan menjaga tingkat ketersediaan obat pada semua unit pelayanan yang
ada di wilayahnya. Dalam melaksanakan pengelolaan obat di Puskesmas telah
ditetapkan unit pengelola obat dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) di
bagian farmasi di puskesmas yaitu:
a. Petugas menerima obat dari gudang farmasi Kabupaten/Kota sesuai slip
penerimaan obat.
b. Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan, kemudian abjad nama
obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa (bila ada).
c. Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat.
d. Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan dalam bentuk buku register
harian.
e. Petugas membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
setiap akhir bulan.
2.3. Puskesmas Kecamatan Kramat Jati (Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati, 2012)
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati merupakan puskesmas tingkat
kecamatan yang berada di wilayah Jakarta Timur. Visi pembangunan kesehatan
yang diselenggarakan oleh Puskesmas Kecamatan Kramat Jati adalah tercapainya
Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Untuk mencapai hal
tersebut, Puskesmas Kecamatan Kramat Jati berupaya untuk selalu meningkatkan
pelayanan kesehatan, salah satunya yaitu menerapkan sistem ISO 9001 – 2008.
Demi terwujudnya Kecamatan Sehat maka Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
mempunyai komitmen yang dituangkan dalam Visi, Misi, dan Kebijakan Mutu.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
7
Universitas Indonesia
Struktur Organisasi dari Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dapat dilihat pada
Lampiran 1.
2.3.1. Visi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Visi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yaitu “Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati yang modern, mandiri, dengan pelayanan prima yang sesuai dengan
standar internasional dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat”.
2.3.2. Misi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Misi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yaitu :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang modern, ditunjang oleh fasilitas
modern, tenaga professional dengan tarif bersaing.
b. Melaksanakan manajemen BLUD meliputi perencanaan, pengelolaan,
pertanggungjawaban, dan evaluasi.
c. Menyediakan jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh seluruh lapisan
masyarakat.
2.3.3. Kebijakan Mutu Puskesmas
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati bertekad melaksanakan pelayanan
prima sesuai dengan standra internasional dlam upaya meningkatkan kepuasan
seluruh pelanggan melalui :
a. Penggunaan peralatan yang memadai
b. Penerapan sistem pelayanan yang bermutu
c. Kompetensi tenaga medik yang tinggi
d. Penerapan sasaran mutu yang terukur
e. Penerapan peraturan yang berlaku
f. Penanganan setiap keluhan pelanggan
g. Perbaikan terus menerus untuk meningkatkan efektivitas sistem Manajemen
Mutu
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
8
Universitas Indonesia
2.3.4. Moto Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati memiliki moto yang dapat disingkat
dengan “SEHAT ITU RAKHMAT”. Penjabarannya yaitu :
S = Sejahtera lahir dan bathin
E = Ekonomis dalam pembiayaan
H = Harmonis antara sesame karyawan
A = Asih, Asuh, Asah
T = Tertib Administrasi
I = Inovatif dan proaktif
T = Teladan dalam mengemban tugas
U = Upayakan budaya kerja yang profesional
R = Ramah dalam memberikan pelayanan
A = Aman dalam melaksanakan tugas
K = Kekeluargaan dalam rangka mempererat persaudaraan
H = Hati yang tulus dalam melaksanakan tugas
M = Mandiri dalam manajemen puskesmas
A = Adil dalam pembagian kesejahteraan
T = Tawakal dalam pengabdian
2.3.5. Gedung Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Gedung Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dibangun pada tahun 1996 –
1997 dan mulai dioperasikan pada tanggal 4 Juni 1997. Bangunan Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati memiliki luas sebesar 1.500 m2 dan terdiri dari 3 lantai.
Lantai 1 dari gedung Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dimanfaatkan
sebagai rumah bersalin (mulai dioperasikan per tanggal 7 September 1998),
gudang obat dan alat-alat kesehatan, unit pelayanan kesehatan 24 jam, poliklinik
kebidanan, loket pendaftaran KIA/KB, poliklinik KIA dan KB, ruang
satker/server, ruang PTRM, dan apotek.
Lantai 2 dari gedung Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dimanfaatkan
sebagai loket pendaftaran, poliklinik spesialis anak, poliklinik spesialis kulit,
poliklinik THT, poliklinik umum, poliklinik IMS, poliklinik gigi (2 ruangan),
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
9
Universitas Indonesia
poliklinik MTBS (Manajemen Terpadu Balita Sakit), poliklinik peserta ASKES
dan JAMSOSTEK, poliklinik TB dan MH (melayani penderita TBC dan kusta),
poliklinik gizi dan poliklinik jiwa (satu ruangan), poliklinik sanitasi, poliklinik
DM, poliklinik PAL, pemeriksaan kesehatan haji, pojok ASKEP, kamar tindakan
dan suntik, dan laboratorium.
Lantai 3 dari gedung Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dimanfaatkan
sebagai ruang kepala puskesmas, ruang sub bagian tata usaha, ruang sub bagian
keuangan, ruang seksi kesmas, ruang quality management representative (QMR),
ruang subsi penyakit menular dan subsi kesling, ruang markting dan seksi yankes,
unit pelayanan radiologi, aula, dan musholla.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
10 Universitas Indonesia
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1. Pengelolaan Obat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
Obat merupakan komponen yang esensial dari suatu pelayanan kesehatan.
Oleh karena itu diperlukan pengelolaan yang baik dan benar serta efektif dan
efisien secara berkesinambungan. Pengelolaan obat di puskesmas meliputi
kegiatan perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi,
serta pencatatan dan pelaporan. Obat hendaknya dikelola secara optimal untuk
menjamin tercapainya tepat jumlah, tepat jenis, tepat penyimpanan, tepat waktu
pendistribusian, tepat penggunaan, dan tepat mutunya di tiap unit pelayanan
kesehatan.
3.1.1. Perencanaan dan Permintaan Obat
3.1.1.1. Perencanaan Obat di Puskesmas
Perencanaan merupakan suatu proses kegiatan seleksi obat dan perbekalan
kesehatan untuk menentukan jenis dan jumlah obat dalam rangka pemenuhan
kebutuhan obat di puskesmas. Perencanaan kebutuhan obat untuk puskesmas
setiap periode dilaksanakan oleh Pengelola Obat dan Perbekalan Kesehatan di
puskesmas. Dalam proses perencanaan kebutuhan obat per tahun, puskesmas
diminta menyediakan data pemakaian obat dengan mengunakan LPLPO.
Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota yang akan melakukan kompilasi
dan analisa terhadap kebutuhan obat puskesmas di wilayah kerjanya. Ketepatan
dan kebenaran data di puskesmas akan berpengaruh terhadap ketersediaan obat
dan perbekalan kesehatan secara keseluruhan di Kab/Kota.
Tujuan dilakukan perencanaan obat adalah untuk :
a. Mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah obat dan perbekalan
b. kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan.
c. Meningkatkan efisiensi penggunaan obat.
d. Meningkatkan penggunaan obat secara rasional.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
11
Universitas Indonesia
Dalam melakukan proses perencanaan obat, terdapat tiga tahapan yang
perlu dipertimbangkan agar proses perencanaan obat brjalan dengan baik. Ketiga
tahapan tersebut yaitu :
A. Menentukan Jenis Permintaan Obat
Terdapat dua jenis permintaan obat dalam proses perencanaan obat di
puskesmas, yaitu permintaan rutin dan permintaan khusus. Pada permintaan rutin,
kegiatannya dilakukan sesuai dengan jadwal yang disusun oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota untuk masing-masing puskesmas. Permintaan ini tidak
mengalami banyak perubahan dikarenakan jumlah dan jenis obat yang akan
disediakan berdasarkan laporan penggunaan obat periode sebelumnya. Sedangkan
pada permintaan khusus, kegiatannya dilakukan di luar jadwal distribusi rutin
dimana hal ini dikarenakan antara lain :
a. Kebutuhan meningkat
b. Terjadi kekosongan
c. Ada Kejadian Luar Biasa (KLB/bencana)
B. Menententukan Jumlah Permintaan Obat
Dalam menentukan jumlah permintaan obat, diperlukan data-data yang
diperlukan dalam rangka menentukan jumlah permintaan obat antara lain :
a. Data pemakaian obat periode sebelumnya
b. Jumah kunjungan resep
c. Jadwal distribusi obat dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
d. Sisa stok
C. Menghitung Kebutuan Obat
Kebutuhan obat di suatu puskesmas dapat dilihat dari dua indikator, yaitu
stok optimum dan jumlah. Jika diasumsikan jumlah untuk periode yang akan
datang diperkirakan sama dengan pemakaian pada periode sebelumnya maka
dapat dilakukan perhitungan stok optimum dengan rumus di bawah ini :
SO = SK + SWK + SWT + SP
Sedangkan untuk menghitung permintaan obat dapat dilakukan dengan rumus :
Permintaan = SO – SS
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
12
Universitas Indonesia
Keterangan :
SO = Stok optimum
SK = Stok Kerja (stok pada periode berjalan)
SWK = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu kekosongan obat
SWT = Jumlah yang dibutuhkan pada waktu tunggu (Lead time)
SP = Stok penyangga
SS = Sisa stok
3.1.1.2 Permintaan Obat di Puskesmas
Sumber penyediaan obat di puskemas berasal dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Obat yang diperkenankan untuk disediakan di puskesmas adalah
obat esensial yang jenis dan itemnya telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan
dengan merujuk pada Daftar Obat Esensial Nasional. Selain itu, sesuai dengan
kesepakatan global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No. 085 tahun 1989
tentang Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di
Pelayanan Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI No.
HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajban Menggunakan Obat Generik
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, maka hanya obat generik saja yang
diperkenankan tersedia di puskesmas.
Adapun beberapa dasar pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah :
a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh
dunia bagi pelayanan kesehatan publik.
b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar
pengobatan.
c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik.
d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan
kesehatan publik.
Permintaan obat untuk mendukung pelayanan obat di masing-masing
puskesmas diajukan oleh Kepala Puskesmas kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan menggunakan format LPLPO, sedangkan permintaan dari
sub unit ke kepala puskesmas dilakukan secara periodik menggunakan LPLPO
sub unit.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
13
Universitas Indonesia
3.1.2. Penerimaan, Penyimpanan, dan Distribusi Obat
3.1.2.1. Penerimaan Obat di Puskesmas
Penerimaan adalah suatu kegiatan dalam menerima obat-obatan yang
diserahkan dari unit pengelola yang lebih tinggi kepada unit pengelola di
bawahnya. Penerimaan obat harus dilaksanakan oleh petugas pengelola obat atau
petugas lain yang diberi kuasa oleh Kepala Puskesmas.
Penerimaan obat bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh puskesmas.
Petugas penerima obat bertanggung jawab atas pemeriksaan fisik,
penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan obat berikut
kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas penerima obat wajib melakukan
pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan, meliputi kemasan, jenis dan
jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), dan
ditandatangani oleh petugas penerima serta diketahui oleh Kepala Puskesmas.
Petugas penerima dapat menolak apabila terdapat kekurangan dan kerusakan obat.
Setiap penambahan obat, dicatat dan dibukukan pada buku penerimaan obat dan
kartu stok.
3.1.2.2. Penyimpanan Obat di Puskesmas
Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengamanan terhadap obat-obatan
yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari kerusakan fisik maupun
kimia, dan mutunya tetap terjamin. Terdapat lima hal yang menjadi fokus
perhatian dalam melakukan kegiatan penyimpanan obat di puskesmas, yaitu
persyaratan gudang, pengaturan penyimpanan obat, kondisi penyimpanan, tata
cara penyusunan, dan penjaminan mutu terhadap obat yang disimpan.
Bila ruang penyimpanan obat di puskesmas terlalu kecil, dapat digunakan
sistem dua rak. Obat yang siap dipakai diletakkan di bagian rak A sedangkan
sisanya di bagian rak B. Pada saat obat di rak A hampir habis maka pesanan
mulai dikirimkan ke gudang farmasi, sementara itu obat di rak B digunakan. Pada
saat obat di rak B hampir habis diharapkan obat yang dipesan sudah datang.
Jumlah obat yang disimpan di rak A atau rak B tergantung dari berapa lama waktu
yang diperlukan saat mulai memesan sampai obat diterima (waktu tunggu).
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
14
Universitas Indonesia
Misalnya permintaan dilakukan setiap satu bulan dan waktu yang
diperlukan saat mulai memesan sampai obat tiba adalah dua minggu. Maka
jumlah pemakaian satu bulan dibagi sama rata untuk rak A dan rak B. Apabila
waktu tunggu yang diperlukan hanya satu minggu maka ¾ bagian obat disimpan
di rak A dan ¼ bagian di rak B.
A. Persyaratan Gudang
a. Luas minimal 3 x 4 m2 dan atau disesuaikan dengan jumlah obat yang
disimpan.
b. Ruangan kering dan tidak lembab.
c. Memiliki ventilasi yang cukup.
d. Memiliki cahaya yang cukup, namun jendela harus mempunyai pelindung
untuk menghindarkan adanya cahaya langsung dan berteralis.
e. Lantai dibuat dari semen/tegel/keramik/papan (bahan lain) yang tidak
memungkinkan bertumpuknya debu dan kotoran lain.
f. Harus diberi alas papan (palet).
g. Dinding dibuat licin dan dicat warna cerah.
h. Hindari pembuatan sudut lantai dan dinding yang tajam.
i. Gudang digunakan khusus untuk penyimpanan obat.
j. Mempunyai pintu yang dilengkapi kunci ganda.
k. Tersedia lemari/laci khusus untuk narkotika dan psikotropika yang selalu
terkunci dan terjamin keamanannya.
l. Harus ada pengukur suhu dan higrometer ruangan.
B. Pengaturan Penyimpanan Obat
a. Obat di susun secara alfabetis untuk setiap bentuk sediaan.
b. Obat dirotasi dengan sistem FEFO dan FIFO.
c. Obat disimpan pada rak.
d. Obat yang disimpan pada lantai harus diletakan di atas palet.
e. Tumpukan dus sebaiknya harus sesuai dengan petunjuk.
f. Sediaan obat cairan dipisahkan dari sediaan padatan.
g. Sera, vaksin, dan supositoria disimpan dalam lemari pendingin.
h. Lisol dan desinfektan diletakkan terpisah dari obat lainnya.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
15
Universitas Indonesia
C. Kondisi Penyimpanan
Kondisi penyimpanan menjadi salah satu hal yang penting untuk
diperhatikan. Hal ini dikarenakan untuk menjamin mutu dari obat-obatan tersebut.
Terdapat enam hal yang menjadi fokus perhatian, yaitu :
C.1. Kelembaban
Udara lembab dapat mempengaruhi obat-obatan sehingga mempercepat
kerusakan. Untuk menghindari udara lembab tersebut maka perlu dilakukan
upaya-upaya berikut :
a. Ventilasi harus baik, jendela dibuka.
b. Simpan obat ditempat yang kering.
c. Wadah harus selalu tertutup rapat, jangan dibiarkan terbuka.
d. Bila memungkinkan pasang kipas angin atau AC. Karena makin panas udara
di dalam ruangan maka udara semakin lembab.
e. Biarkan pengering (silica gel) tetap dalam wadah tablet dan kapsul.
f. Kalau ada atap yang bocor harus segera diperbaiki.
C.2. Sinar Matahari
Sebagian besar cairan, larutan dan injeksi cepat rusak karena pengaruh
sinar matahari. Sebagai contoh, injeksi klorpromazin yang terkena sinar matahari
akan berubah warna menjadi kuning terang sebelum tanggal kadaluwarsa. Cara
mencegah kerusakan karena sinar matahari antara lain dengan memasang gorden
di jendela atau dengan mencat jendela dengan warna putih.
C.3. Temperatur/Panas
Obat seperti salep, krim, dan supositoria sangat sensitif terhadap pengaruh
panas. Panas yang berlebihan mampu menyebabkan sediaan-sediaan tersebut
rusak atau pun meleleh. Oleh karena itu hindarkan obat dari udara panas. Sebagai
contoh, salep oksitetrasiklin akan lumer bila suhu penyimpanan tinggi dan akan
mempengaruhi kualitas salep tersebut.
Ruangan obat harus sejuk, beberapa jenis obat harus disimpan di dalam
lemari pendingin pada suhu 4 – 8oC, seperti :
a. Vaksin
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
16
Universitas Indonesia
b. Sera dan produk darah
c. Antitoksin
d. Insulin
e. Injeksi antibiotika yang sudah dipakai (sisa)
f. Injeksi Oksitosin
g. Injeksi Metil Ergometrin
Untuk DPT, DT, TT, vaksin atau kontrasepsi jangan dibekukan karena
akan menjadi rusak. Cara mencegah kerusakan karena panas antara lain :
a. Bangunan harus memiliki ventilasi/sirkulasi udara yang memadai.
b. Hindari atap gedung dari bahan metal.
c. Jika memungkinkan dipasang Exhaust Fan atau AC.
C.4. Kerusakan Fisik
Di bawah ini merupakan contoh cara yang dapat dilakukan dalam hal
penyimpanan suatu obat agar tidak terjadi kerusakan secara fisik sehingga mutu
obat tetap terjamin, yaitu :
a. Penumpukan dus obat harus sesuai dengan petunjuk pada karton, jika tidak
tertulis pada karton maka maksimal ketinggian tumpukan delapan dus, karena
obat yang ada di dalam dus bagian tengah ke bawah dapat pecah dan rusak,
selain itu akan menyulitkan pengambilan obat.
b. Hindari kontak dengan benda - benda yang tajam
C.5. Kontaminasi
Wadah obat harus selalu tertutup rapat. Apabila wadah terbuka, maka obat
mudah tercemar oleh bakteri atau jamur. Oleh karena itu diperlukan manajemen
penyimpanan dan evaluasi yang dilakukan secara berkala agar meminimalisasi
kerusakan yang terjadi pada obat, terutama akibat kontaminasi.
C.6. Pengotoran
Ruangan yang kotor dapat mengundang tikus dan serangga lain yang
kemudian merusak obat. Etiket dapat menjadi kotor dan sulit terbaca. Oleh karena
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
17
Universitas Indonesia
itu bersihkan ruangan setiap hari. Lantai disapu dan dipel, dinding dan rak
dibersihkan.
D. Tata Cara Penyusunan Obat
Di bawah ini merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam rangka
melakukan penyusunan obat di gudang puskesmas, antara lain :
a. Penyusunan dilakukan dengan sistem First Expired First Out (FEFO) untuk
masing-masing obat, artinya obat yang lebih awal kadaluwarsa harus
dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang kadaluwarsa kemudian, dan First In
First Out (FIFO) untuk masing-masing obat, artinya obat yang datang pertama
kali harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat yang datang kemudian. Hal ini
sangat penting karena obat yang sudah terlalu lama biasanya kekuatannya atau
potensinya berkurang. Beberapa obat seperti antibiotik mempunyai batas
waktu pemakaian artinya batas waktu dimana obat mulai berkurang
efektivitasnya.
b. Pemindahan posisi/letak obat harus dilakukan dengan hati-hati supaya obat
tidak pecah/rusak.
c. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah tertutup rapat, terhindar dari
cahaya matahari, disimpan di tempat kering.
d. Vaksin dan serum harus dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari
cahaya dan disimpan dalam lemari pendingin (suhu 4 – 8oC). Kartu temperatur
yang ada harus selalu diisi setiap pagi dan sore.
e. Obat injeksi disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari
langsung.
f. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah tertutup rapat dan
pengambilannya menggunakan sendok.
g. Untuk obat dengan waktu kadaluwarsa yang sudah dekat supaya diberi tanda
khusus, misalnya dengan menuliskan waktu kadaluarsa pada dus luar dengan
mengunakan spidol.
h. Penyimpanan obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup rapat, lemari
pendingin, kotak kedap udara dan lain sebagainya.
i. Cairan diletakkan di rak bagian bawah.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
18
Universitas Indonesia
j. Kondisi penyimpanan beberapa obat.
Beri tanda/kode pada wadah obat.
Beri tanda semua wadah obat dengan jelas.
Apabila ditemukan obat dengan wadah tanpa etiket, jangan digunakan.
Apabila obat disimpan di dalam dus besar maka pada dus harus tercantum:
に Jumlah isi dus, misalnya : 20 kaleng @ 500 tablet.
に Kode lokasi.
に Tanggal diterima.
に Tanggal kadaluwarsa.
に Nama produk/obat.
E. Pengamatan Mutu
Setiap pengelola obat, perlu melakukan pengamatan mutu obat secara
berkala, setiap bulan. Hal ini bertujuan agar menghindari terjadinya hal-hal yang
tidak diinginkan pada konsumen, seperti resistensi mikroba akibat penggunaan
antibiotik yang sudah kadaluarsa atau pun rusak dan keracunan akibat substansi
obat yang sudah terurai menjadi substansi-substansi yang toksik. Pengamatan
mutu obat dilakukan secara visual dengan melihat tanda–tanda sebagai berikut :
a. Tablet
Terjadi perubahan warna, bau dan rasa, serta lembab.
Kerusakan fisik seperti pecah, retak, sumbing, gripis, dan rapuh.
Kaleng atau botol rusak, sehingga dapat mempengaruhi mutu obat.
Untuk tablet salut, disamping informasi di atas, juga basah dan lengket
satu dengan lainnya.
Wadah yang rusak.
b. Kapsul
Cangkangnya terbuka, kosong, rusak atau melekat satu dengan lainnya.
Wadah rusak.
Terjadi perubahan warna baik cangkang ataupun lainnya.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
19
Universitas Indonesia
c. Cairan
Cairan jernih menjadi keruh, timbul endapan.
Cairan suspensi tidak bisa dikocok.
Cairan emulsi memisah dan tidak tercampur kembali.
d. Salep
Konsistensi warna dan bau berubah (tengik).
Pot/tube rusak atau bocor.
e. Injeksi
Kebocoran
Terdapat partikel untuk sediaan injeksi yang seharusnya jernih sehingga
keruh atau partikel asing dalam serbuk untuk injeksi.
Wadah rusak atau terjadi perubahan warna.
3.1.2.3. Distribusi Obat di Puskesmas
Distribusi/penyaluran adalah kegiatan pengeluaran dan penyerahan obat
secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub-sub unit pelayanan
kesehatan antara lain ke sub unit pelayanan kesehatan di lingkungan puskesmas,
puskesmas pembantu, puskesmas keliling, posyandu, dan polindes.
Dalam meakukan kegiatan distribusi obat, terdapat tiga hal yang menjadi
fokus perhatian, yaitu menentukan frekuensi distribusi, menentukan jumlah dan
jenis obat yang diberikan, dan melaksanakan penyerahan obat dan penerimaan
sisa obat dari subsub unit. Pada tahapan menentukan frekuensi distribusi, yang
perlu dipertimbangkan adalah jarak sub unit pelayanan dan biaya distribusi yang
tersedia. Dengan mempertimbangkan kedua hal tersebut diharapkan mampu
menentukan frekuensi pendistribusian obat yang efektif dan efisien.
Tahapan selanjutnya setelah menentukan frekuensi distribusi yaitu
menentukan jumlah dan jenis obat yang diberikan. Dalam menentukan jumlah
obat perlu dipertimbangkan :
a. Pemakaian rata-rata per periode untuk setiap jenis obat.
b. Sisa stok.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
20
Universitas Indonesia
c. Pola penyakit.
d. Jumlah kunjungan di masing-masing sub unit pelayanan kesehatan.
Tahapan terakhir dalam proses distribusi obat di puskesmas yaitu
melaksanakan penyerahan obat dan menerima sisa obat dari subsub unit.
Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara :
a. Puskesmas menyerahkan/mengirimkan obat dan diterima di sub unit
pelayanan.
b. Obat diambil sendiri oleh sub-sub unit pelayanan. Obat diserahkan bersama-
sama dengan formulir LPLPO sub unit yang ditandatangani oleh penanggung
jawab sub unit pelayanan puskesmas dan kepala puskesmas sebagai
penanggung jawab pemberi obat dan lembar pertama disimpan sebagai tanda
bukti penerimaan obat.
3.1.3. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan data obat di puskesmas merupakan rangkaian
kegiatan dalam rangka penatalaksanaan obat-obatan secara tertib, baik obat-
obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di puskesmas dan
atau unit pelayanan lainnya. Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya
pencatatan dan pelaporan obat yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk
mendukung pelaksanaan seluruh pengelolaan obat.
Tujuan pencatatan dan pelaporan adalah :
a. Bukti bahwa suatu kegiatan telah dilakukan.
b. Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian.
c. Sumber data untuk perencanaan kebutuhan.
d. Sumber data untuk pembuatan laporan.
3.1.3.1. Sarana Pencatatan dan Pelaporan
Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di puskesmas
adalah Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO) dan kartu stok.
LPLPO yang dibuat oleh petugas puskesmas harus tepat data, tepat isi dan dikirim
tepat waktu serta disimpan dan diarsipkan dengan baik. LPLPO juga
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
21
Universitas Indonesia
dimanfaatkan untuk analisis penggunaan, perencanaan kebutuhan obat,
pengendalian persediaan dan pembuatan laporan pengelolaan obat.
3.1.3.2. Penyelenggaraan Pencatatan di Puskesmas
Terdapat tempat-tempat/lokasi yang menyelenggarakan pencatatan baik di
dalam puskesmas itu sendiri maupun di luar puskesmas, yaitu :
A. Gudang Puskesmas
Setiap obat yang diterima dan dikeluarkan dari gudang dicatat di dalam
Buku Penerimaan dan Kartu Stok. Laporan penggunaan dan lembar permintaan
obat dibuat berdasarkan Kartu Stok Obat dan catatan harian penggunaan obat.
Data yang ada pada LPLPO merupakan laporan puskesmas ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
B. Kamar Obat
Setiap hari jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku
catatan pemakaian obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke
gudang obat dibuat berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.
C. Kamar Suntik
Obat yang akan digunakan dimintakan ke gudang obat. Pemakaian obat
dicatat pada buku penggunaan obat suntik dan menjadi sumber data untuk
permintaan obat.
D. Puskesmas Keliling, Puskesmas Pembantu, dan Poskesdes
Pencatatan diselenggarakan seperti pada kamar obat, yaitu setiap hari
jumlah obat yang dikeluarkan kepada pasien dicatat pada buku catatan pemakaian
obat harian. Laporan pemakaian dan permintaan obat ke gudang obat dibuat
berdasarkan catatan pemakaian harian dan sisa stok.
3.1.3.3. Alur dan Periode Pelaporan
Data LPLPO merupakan kompilasi dari data LPLPO sub unit. LPLPO
dibuat 3 (tiga) rangkap, diberikan ke Dinkes Kabupaten/Kota melalui Instalasi
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
22
Universitas Indonesia
Farmasi Kabupaten/Kota, untuk diisi jumlah yang diserahkan. Setelah
ditandatangani oleh kepala Dinas Kesehatan Kab/Kota, satu rangkap untuk Kepala
Dinas Kesehatan, satu rangkap untuk Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota dan satu
rangkap dikembalikan ke puskesmas.
LPLPO sudah harus diterima oleh Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota
paling lambat tanggal 10 setiap bulannya.
3.2. Pelayanan Informasi Obat (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2010)
3.2.1. Deskripsi
Pelayanan informasi obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan
dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, lengkap,
terkini oleh tenaga kefarmasian yang kompeten kepada pasien, tenaga kesehatan,
masyarakat maupun pihak yang memerlukan.
3.2.2. Tujuan
PIO bertujuan untuk menyediakan dan memberikan informasi obat kepada
pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain untuk menunjang ketersediaan dan
penggunaan obat yang rasional.
3.2.3. Sasaran
Sasaran pelayanan informasi obat di puskesmas antara lain :
a. Pasien dan/atau keluarga pasien.
b. Tenaga Kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten
apoteker, dan lain-lain.
c. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.
3.2.4. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana pelayanan informasi obat disesuaikan dengan
kondisi sarana pelayanan kesehatan. Jenis dan jumlah perlengkapan bervariasi
tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan dalam pelaksanaan pelayanan
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
23
Universitas Indonesia
informasi obat. Sarana ideal untuk pelayanan informasi obat sebaiknya
disediakan, antara lain :
a. Ruang pelayanan.
b. Kepustakaan.
c. Komputer.
d. Telepon dan faksimili.
e. Jaringan internet.
3.2.5. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat
Kegiatan pelayanan informasi obat yang dapat dilaksanakan di puskesmas,
meliputi :
a. Menjawab pertanyaan.
b. Mengkaji dan menyampaikan informasi bagi yang memerlukan.
c. Menyiapkan materi dan membuat buletin, brosur, leaflet, dll.
3.2.6. Informasi obat yang lazim diperlukan pasien :
a. Waktu penggunaan obat; misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari,
apakah di waktu pagi, siang, sore atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah
obat diminum sebelum atau sesudah makan.
b. Lama penggunaan obat; apakah selama keluhan masih ada atau harus
dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Sebagai contoh, antibiotika harus
dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan.
Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan
obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat
tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga,
suppositoria, dan krim/salep rektal dan tablet vagina.
d. Efek yang akan timbul dari penggunaan obat; misalnya berkeringat,
mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing berubah warna,
dan sebagainya.
e. Hal-hal lain yang mungkin timbul; misalnya interaksi obat dengan obat lain
atau makanan tertentu dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet rendah
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
24
Universitas Indonesia
kalori, kehamilan dan menyusui serta kemungkinan terjadinya efek obat yang
tidak dikehendaki.
3.2.7. Sumber Informasi Obat
Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini dalam upaya penggunaan obat yang rasional
oleh pasien dan tenaga kesehatan. Oleh karena itu semua pustaka yang dijadikan
sebagai sumber informasi diusahakan terbaru dan disesuaikan dengan tingkat dan
tipe pelayanan.
Pustaka dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yaitu :
a. Pustaka Primer
Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang
terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah.
Sebagai contoh yaitu laporan hasil penelitian, laporan kasus, studi evaluatif dan
laporan deskriptif.
b. Pustaka Sekunder
Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari
berbagai macam artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu
dalam proses pencarian informasi yang terdapat dalam sumber informasi primer.
Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data base.
c. Pustaka Tersier
Pustaka tersier berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia
dan pedoman praktis. Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi
materi yang umum, lengkap dan mudah dipahami, seperti IONI, ISO, DOEN,
DOI, MIMS, Buku Saku Pelayanan Kefarmasian, dan lain sebagainya.
Selain dari sumber informasi di atas, informasi obat juga dapat diperoleh
dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :
a. Nama dagang obat jadi.
b. Komposisi.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
25
Universitas Indonesia
c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah.
d. Dosis pemakaian.
e. Cara pemakaian.
f. Indikasi atau khasiat atau kegunaan.
g. Kontra indikasi (bila ada).
h. Tanggal kadaluarsa.
i. Nomor ijin edar/nomor registrasi.
j. Nomor kode produksi.
k. Nama dan alamat industri.
3.2.8. Dokumentasi
Semua kegiatan pelayanan informasi obat harus didokumentasikan.
Manfaat dokumentasi adalah sebagai sumber informasi apabila ada pertanyaan
serupa, memprioritaskan penyediaan sumber informasi yang diperlukan dalam
menjawab pertanyaan, sebagai media pelatihan tenaga farmasi serta sebagai basis
data pencapaian kinerja, penelitian, analisis, evaluasi dan perencanaan layanan.
Hal-hal yang perlu di muat dalam kegiatan dokumentasi, yaitu :
a. Tanggal dan waktu pertanyaan dimasukkan.
b. Nama dan umur pasien.
c. Informasi yang diberikan.
3.2.9. Evaluasi
Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan informasi obat, harus dilakukan
pemantauan dan evaluasi kegiatan secara berkala. Evaluasi ini digunakan untuk
menilai/mengukur keberhasilan pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara
membandingkan tingkat keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan
pelayanan informasi obat.
Pemantauan dan evaluasi dilaksanakan dengan mengumpulkan data dari
awal dan mendokumentasikan pertanyaan – pertanyaan yang diajukan, serta
jawaban dan pelayanan yang diberikan kemudian dibuat laporan tahunan. Laporan
ini dievaluasi dan berguna untuk memberikan masukan kepada pimpinan dalam
membuat kebijakan di waktu mendatang. Untuk mengukur tingkat keberhasilan
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
26
Universitas Indonesia
tersebut harus ada indikator yang digunakan. Indikator tersebut bersifat dapat
diukur dan valid (tidak cacat). Indikator keberhasilan pelayanan informasi obat
mengarah kepada pencapaian penggunaan obat
secara rasional di puskesmas itu sendiri. Indikator dapat digunakan untuk
mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi obat antara lain :
a. Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan.
b. Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
c. Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
d. Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin, ceramah).
e. Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat kesulitan.
f. Menurunnya keluhan atas pelayanan.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
27 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tugas Pokok dan Fungsi Puskesmas
Sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, puskesmas bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan, termasuk upaya pengobatan di satu atau sebagian wilayah kecamatan.
Program upaya pengobatan di puskesmas bertujuan meningkatkan mutu
pelayanan dan menjaga tingkat ketersediaan obat pada semua unit pelayanan yang
ada di wilayahnya. Dalam melaksanakan pengelolaan obat di Puskesmas telah
ditetapkan unit pengelola obat dengan Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI)
bagian farmasi di puskesmas yaitu:
a. Petugas menerima obat dari gudang farmasi Kabupaten/Kota sesuai slip
penerimaan obat.
b. Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan, kemudian abjad nama
obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa (bila ada).
c. Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat.
d. Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan dalam bentuk buku register
harian.
e. Petugas membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO)
setiap akhir bulan.
4.2. Alur Pengelolaan Obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta
Timur
Pada dasarnya, alur pengelolaan obat di puskesmas tingkat kecamatan di
Provinsi DKI Jakarta sama dengan di provinsi lain, yaitu meliputi kegiatan
perencanaan dan permintaan, penerimaan, penyimpanan dan distribusi, serta
pencatatan dan pelaporan. Namun perbedaan yang signifikan dapat dilihat dalam
proses pengadaan (termasuk ke dalam alur perencanaan dan permintaan).
Oleh karena penerapan sistem desentralisasi yang didasari oleh Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
28
Universitas Indonesia
Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi Sebagai Daerah Otonom, proses pengadaan yang di
lakukan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yaitu bersifat mandiri dimana
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, seperti pada puskesmas tingkat kecamatan
lainnya yang berada di wilayah DKI Jakarta, menentukkan sendiri jumlah dan
jenis obat untuk periode mendatang. Proses selanjutnya yaitu melakukan proses
lelang sebagai tahapan pengadaan obat. Obat yang di dapatkan dari proses lelang
disebut sebagai obat yang bersumber dari dana APBD.
Gambaran umum mengenai lelang yang dilakukan oleh Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati sebagai usaha pengadaan obat yang bersumber dari dana
APBD adalah sebagai berikut :
1. Dilakukan pengumuman lelang melalui internet melalui SPSE (Sistem
Pengadaan Secara Elektronik) serta papan pengumuman
2. Rekanan yang berminat untuk mengikuti lelang tersebut mengunduh dokumen
persyaratan sebagai syarat pengajuan untuk ikut lelang dan melengkapi segala
persyaratan yang telah ditetapkan.
3. Rekanan kemudian mengirim berkas-berkas yang dipersyaratkan dalam
proses lelang tersebut melalui SPSE.
4. Panitia mengunduh berkas penawaran dari rekanan yang masuk di SPSE untuk
kemudian melakukan penilaian dalam penentuan pemenang lelang. Penilaian
yang dimaksud meliputi evaluasi administrasi dan evaluasi teknis serta harga.
5. Pantia lelang menentukan pemenang yang memenuhi syarat dan membuat
perjanjian untuk melakukan kerjasama dengan pihak rekanan yang terpilih
6. Rekanan yang terpilih melakukan tanggung jawabnya untuk melakukan
pengadaan dan pengiriman obat ke gudang induk Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati.
Berdasarkan anggaran APBD, jumlah dan jenis obat di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati dapat dilihat di lampiran 2.
Selain bersumber dari dana APBD, pengadaan obat yang dilakukan di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati juga dapat bersumber dari dana BLUD (Badan
Layanan Umum Daerah). Pemakaian dana BLUD dimaksudkan untuk pembelian
langsung dengan jumlah kecil untuk obat-obatan yang habis sebelum memasuki
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
29
Universitas Indonesia
masa pengadaan berikutnya dan juga obat-obatan yang tidak termasuk dalam
pengadaan yang bersumber dari APBD.
Jenis obat berdasarkan permintaan rutin di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati di dominasi oleh obat generik (96,77%). Hal ini didasari oleh kesepakatan
global maupun Keputusan Menteri Kesehatan No. 085 tahun 1989 tentang
Kewajiban Menuliskan Resep dan atau Menggunakan Obat Generik di Pelayanan
Kesehatan Milik Pemerintah dan Permenkes RI No.
HK.02.02/MENKES/068/I/2010 tentang Kewajban Menggunakan Obat Generik
di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah. Adapun beberapa dasar
pertimbangan dari Kepmenkes tersebut adalah :
a. Obat generik sudah menjadi kesepakatan global untuk digunakan di seluruh
dunia bagi pelayanan kesehatan publik.
b. Obat generik mempunyai mutu dan efikasi yang memenuhi standar
pengobatan.
c. Meningkatkan cakupan dan kesinambungan pelayanan kesehatan publik.
d. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi alokasi dana obat di pelayanan
kesehatan publik.
Setelah melakukan proses perencanaan dan pengadaan, Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati melakukan proses penerimaan, penyimpanan, dan
distribusi obat. Sama seperti puskesmas lainnya, proses penerimaan obat
bertujuan agar obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan
permintaan yang diajukan oleh puskesmas. Petugas penerima obat wajib
melakukan pengecekan terhadap obat yang diserahterimakan, meliputi kemasan,
jenis dan jumlah obat, bentuk sediaan obat sesuai dengan isi dokumen serta
membuat berita acara penerimaan obat. Apabila terdapat item obat yang tidak
sesuai dengan dokumen maka petugas penerima berhak menolak dan
mengembalikannya. Petugas gudang obat bertanggung jawab atas pemeriksaan
fisik, penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan, dan penggunaan obat berikut
kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas gudang obat mencatat setiap
penambahan obat dan membukukan pada buku penerimaan obat dan kartu stok.
Setelah proses penerimaan selesai, obat akan disimpan di gudang induk
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
30
Universitas Indonesia
Di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati, penyimpanan obat dilakukan di
gudang induk di puskesmas kecamatan. Dari gudang induk puskesmas kecamatan,
obat akan didistribusikan ke gudang puskesmas kecamatan dan ke puskesmas
kelurahan yang ada di lingkup Kecamatan Kramat Jati. Pendistribusian obat
tersebut dilaksanakan sebanyak 4 kali dalam 1 tahun. Prosedur tetap daam proses
distribusi obat dapat dilihat pada lampiran 3. Puskesmas-puskesmas kelurahan
yang berada di bawah Puskesmas Kecamatan Kramat Jati yaitu Puskesmas
Kelurahan Cawang, Puskesmas Kelurahan Cililitan, Puskesmas Kelurahan
Kramat Jati I, Puskesmas Kelurahan Kramat Jati II, Puskesmas Kelurahan Batu
Ampar, Puskesmas Kelurahan Balekambang, Puskesmas Kelurahan Tengah, dan
Puskesmas Kelurahan Dukuh.
Proses penyimpanan obat dilakukan sebelum obat-obatan tersebut
didistribusikan ke tempat-tempat yang dituju. Di setiap tempat penyimpanan obat
di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dilengkapi dengan kartu stok. Hal ini
dimaksudkan agar semua item obat mampu tercatat dan terdokumentasi dengan
baik sehingga data fisik akan sama dengan data yang terdapat di laporan.
Penyimpanan yang dilakukan di gudang induk Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati secara keseluruhan cukup baik walaupun masih belum memenuhi
standar yang dipersyaratkan mengenai suhu ruangan yakni dengan tidak
lengkapinya gudang dengan penyejuk udara (AC). Mengenai suhu ruangan di
gudang induk, Puskesmas Kecamatan Kramat Jati menyiasati dengan membangun
ruangan gudang induk yang tinggi yang disertai dengan ventilasi yang cukup pada
bagian atap sehingga meminimalisasi kondisi suhu yang terlampau tinggi.
Kondisi penyimpanan di gudang Puskesmas Kecamatan Kramat Jati lebih
baik bila dibandingkan dengan di gudang induk. Gudang Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati dilengkapi dengan penyejuk udara sebagai pengontrol suhu ruangan,
termometer ruangan serta lemari pendingin sebagai tempat menyimpan sediaan
yang memerlukan suhu 4 – 8oC yang disertai termometer yang berada di
dalamnya.
Selain di gudang induk dan gudang puskesmas, obat juga disimpan di
dalam Unit Pelayanan Kesehatan 24 Jam dan di apotek. Penyimpanan obat di
dalam Unit Pelayanan Kesehatan 24 Jam cukup memenuhi syarat. Hal tersebut
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
31
Universitas Indonesia
disebabkan karena hanya obat-obat tertentu yang berada di dalamnya dan dalam
jumlah kecil serta ruangan tersebut juga telah dilengkapi dengan penyejuk udara.
Begitu pula dengan di apotek. Obat-obat yang terdapat di apotek merupakan obat-
obatan yang bersifat fast moving. Penyimpanan di dalam apotek cukup memenuhi
persyaratan serta suhu ruangan terkontrol dengan baik dengan adanya penyejuk
udara. Obat-obat yang tergolong narkotik maupun psikotropika yang terdapat di
dalam apotek, seperti kodein dan fenobarbital, disimpan di lemari yang terpisah
dengan obat-obatan lain dan dikunci ganda.
Penyimpanan obat di setiap tempat penyimpanan obat di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati memakai sistem FEFO dan FIFO. Pihak farmasi dari
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati memberikan label berupa warna di setiap
kemasan sekunder maupun tersier dari setiap item obat sebagai tanda mengenai
batas daluarsa dari masing-masing item obat. Hal ini ditujukan agar menjadi tanda
bagi petugas gudang dan/atau apoteker untuk dapat memprioritaskan penggunaan
obat yang mendekati masa daluarsa dan menjadi tanda untuk obat-obatan yang
telah memasuki tiga bulan sebelum masa daluarsa untuk segera dipisahkan dari
item obat lainnya agar tidak digunakan untuk selanjutnya dikembalikan ke
perusahan obat yang bersangkutan. Pengklasifikasian label warna di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati sebagai penanda masa daluarsa obat dapat di lihat di
lampiran 4.
Penyusunan obat, baik di gudang induk, gudang puskesmas kecamatan,
apotek, maupun di Unit Pelayanan 24 jam berdasarkan bentuk sediaan dan
alfabetis. Hal ini sangat memudahkan bagi petugas gudang obat dan/atau tenaga
kefarmasian lain untuk menemukan obat. Khusus obat-obatan yang ada di apotek,
beberapa obat disimpan tidak pada wadah aslinya. Sebagai contoh, tablet CTM,
tablet parasetamol, tablet deksametason, tablet prednison, dan tablet lainnya yang
bersifat fast moving tidak disimpan di dalam kemasan aslinya. Obat-obatan
tersebut disimpan di dalam plastik obat dan jumlahnya untuk dikonsumsi dengan
estimasi waktu pengobatan yaitu selama tiga hari dengan frekuensi penggunaan
tiga kali sehari satu tablet. Hal ini bertujuan agar mempercepat dalam proses
dispensing. Mengingat jumlah pasien yang tidak sebanding dengan jumlah tenaga
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
32
Universitas Indonesia
kefarmasian yang ada serta untuk memperpendek waktu tunggu pasien dalam
mendapatkan obat.
Sediaan berupa pulveres/puyer di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
ditriturasi dengan menggunakan blender. Hal ini dilakukan bertujuan agar
memperpendek waktu tunggu pasien untuk mendapatkan puyer. Perlu diketahui
bahwa sebelum blender digunakan untuk proses triturasi, blender tersebut dicuci
bersih dan digunakan antiseptik agar kebersihan dari blender tersebut tetap
terjaga.
Obat-obatan yang ada di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati hanya bisa
dikeluarkan dari apotek dengan resep yang berasal dari setiap poli yang ada di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. Hal ini bermakna bahwa resep yang bukan
berasal selain dari dokter, dokter gigi, maupun bidan yang berada di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati tidak dapat ditebus di apotek Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati.
Sebelum obat diserahkan ke pasien, petugas kefarmasian yang bertugas di
Apotek Puskesmas Kecamatan Kramat Jati melakukan pengecekan berulang agar
obat yang diserahkan tidak terdapat kesalahan, baik dari jumlah, jenis, maupun
dalam penulisan etiket. Ketika resep diterima oleh apotek, apoteker dan/atau
asisten apoteker melakukan skrinning terhadap resep tersebut, mulai dari
kelengkapan administratif dari resep tersebut hingga obat-obatan yang diresepkan
(terutama dosis yang dituliskan). Apabila terdapat keraguan dari resep yang
diterima, misalnya mengenai dosis dari suatu item obat maka apoteker dan/atau
asisten apoteker melakukan konfirmasi ke dokter yang bersangkutan.
Setelah tahapan di atas selesai dilakukan maka tahapan berikutnya yaitu
penulisan etiket sesuai dengan resep yang dituliskan oleh dokter. Penulisan etiket
meliputi tanggal penulisan etiket, nama pasien, dan tata cara penggunaan obat
serta frekuensi penggunaannya. Kemudian, dilakukan penyiapan obat yang akan
diberikan ke pasien. Obat-obat yang diresepkan oleh dokter/dokter gigi/bidan
dimasukkan ke dalam plastik obat disertai dengan etiketnya. Perlu diketahui
bahwa Puskesmas Kecamatan Kramat Jati memiliki kesepakatan bahwa
pengobatan yang pasien terima hanya untuk tiga hari dan untuk pasien-pasien
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
33
Universitas Indonesia
tertentu seperti pasien diabetes melitus, hipertensi, dan jiwa terdapat
pengecualian.
Setelah proses di atas selesai maka obat-obatan tersebut sudah siap untuk
dibagikan ke pasien. Sebelum membagikan obat, petugas melakukan pengecekan
terakhir untuk memastikan bahwa obat-obat tersebut sesuai dengan yang telah
diresepkan. Setelah yakin bahwa tidak ada kesalahan maka obat tersebut dapat
diberikan ke pasien. Penyerahan obat ke pasien disertai dengan informasi yang
pasien butuhkan untuk mengonsumsi obat-obatan yang akan mereka konsumsi.
Informasi yang disampaikan berupa mengonsumsi obat sebelum/sesudah makan,
harus dihabiskan atau tidak, dikunyah terlebih dahulu, dikonsumsi setengah jam
sebelum makan, diminum dengan air putih yang cukup banyak, kocok dahulu, dan
lain sebagainya. Sebenarnya informasi tersebut sudah tertera di etiket setiap item
obat. Pemberian informasi secara lisan ke pasien ketika pasien menerima obat
bertujuan agar pasien lebih waspada dengan pengobatan yang dia terima. Prosedur
tetap pelaksanaan kegiatan pelayanan di apotek dapat dilihat pada lampiran 5.
Seluruh rangkaian dan informasi di atas dapat dievaluasi dalam form
pelayanan kefarmasian di puskesmas (lampiran 6). Dengan form tersebut, seluruh
kegiatan pelayanan di bagian farmasi di puskesmas dapat terkuantifikasi sehingga
hasil yang didapatkan dapat dijadikan bahan evaluasi.
Rata-rata per hari jumlah resep yang diterima oleh Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati yaitu berjumlah 306 resep dengan jumlah R/ rata-rata per hari yaitu
975 R/.
Tahapan terakhir dalam proses pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati yaitu pencatatan dan pelaporan obat. Setiap item obat baik yang
diterima atau pun dikeluarkan/didistribusikan harus dilakukan pencatatan. Hal ini
bertujuan untuk mengidentifikasi obat keluar maupun obat masuk. Selain itu,
dengan dilakukan pencatatan maka akan diketahui jumlah terkini per item obat.
Hasil dari pencatatan tersebut dituangkan dalam bentuk Laporan Pemakaian dan
Lembar Permintaan Obat (LPLPO) periode bulanan.
Data LPLPO bulanan merupakan data yang mampu menggambarkan profil
penggunaan obat, perencanaan kebutuhan obat, dan pengelolaan obat dari suatu
unit kesehatan, dalam hal ini puskesmas. LPLPO merupakan perwujudan dari
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
34
Universitas Indonesia
tahapan pencatatan dan pelaporan dalam proses pengelolaan obat di puskesmas
dimana dengan dilakukan pencatatan yang rapi dan tertib maka diharapkan suatu
sinkronisasi antara data yang terdapat dalam laporan dan data yang terdapat secara
fisik
4.3. Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Jakarta Timur
Kegiatan pelayanan informasi obat (yang selanjutnya disebut PIO) di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur dilaksanakan dengan cukup
baik. Pelaksanaan kegiatan PIO yang ideal harus didukung dengan sarana dan
prasarana yang memadai serta terdokumentasi dengan baik dan tertib agar
keseluruhan rangkaian kegiatan PIO dapat dievaluasi.
Idealnya, pelaksanaan kegiatan PIO di puskesmas harus ditunjang dengan
kelengkapan sarana dan prasarana, seperti ruang pelayanan, kepustakaan,
komputer yang dilengkapi jaringan internet serta terdapat telepon ataupun
faksimili. Namun, kelengkapan sarana dan prasarana, baik jumlah maupun
jenisnya, bervariasi tergantung ketersediaan dan perkiraan kebutuhan dalam
melaksanakan kegiatan PIO tersebut di puskesmas sehingga kelengkapan tidak
menjadi syarat mutlak.
Secara umum, kegiatan PIO di Puskesmas Kramat Jati dilaksanakan secara
lisan, baik pasien sebagai sasaran PIO maupun tenaga kesehatan yang terdapat di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati sebagai sasaran PIO. Apoteker dan/asisten
apoteker akan melaksanakan PIO bersamaan ketika proses penyerahan obat di
loket penyerahan obat jika pasien sebagai sasaran PIO. Sedangkan Apoteker
dan/asisten apoteker akan melaksanakan PIO ke dokter/dokter gigi/bidan ketika
ada telepon masuk ke bagian apotek/farmasi.
Informasi obat yang biasa di sampaikan ke pasien sebagai sasaran PIO
meliputi cara penggunaan, frekuensi penggunaan, kapan penggunaan harus
dihentikan, dan instruksi khusus, misalnya penggunaan antibiotik harus
dihabiskan dan penggunaan ISDN yaitu dengan meletakkan tabet ISDN di bawah
lidah. Akan tetapi informasi seperti kekuatan dosis obat, interaksi obat maupun
kontraindikasi dari pemakaian suatu obat tidak disampaikan. Penyampaian
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
35
Universitas Indonesia
informasi terebut dilakukan hanya jika pasien bertanya mengenai hal tersebut.
Selanjutnya, PIO yang dilakukan ke dokter/dokter gigi/bidan lebih berupa untuk
mengingatkan bahwa jika di dalam resep tidak tertulis obat beserta kekuatannya,
misal haloperidol saja, maka yang akan digunakan adalah haloperidol dengan
kekuatan terkecil yang apotek miliki. Sedangkan, PIO yang dilakukan ke sesame
tenaga kefarmasian di apotek dapat berupa mengingatkan mengenai aturan
pemakaian suatu obat.
Pembuatan buletin, brosur, atau leaflet sebagai salah satu contoh kegiatan
PIO yang bersifat pasif tidak dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati.
Hal ini disebabkan karena beban kerja yang tinggi yang dihadapi oleh tenaga
farmasi di apotek.
Kegiatan PIO di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur tidak
disertai dengan dokumentasi yang memadai. Padahal, dengan
mendokumentasikan kegiatan PIO maka data yang ada dapat dijadikan sebagai
bahan evaluasi untuk menilai/mengukur keberhasilan kegiatan PIO itu sendiri.
Idealnya, evaluasi yang dilakukan yaitu dengan cara membandingkan tingkat
keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat. Contoh
lembar dokumentasi kegiatan PIO dapat dilihat pada lampiran 7.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
36 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tugas Pokok dan Fungsi (TUPOKSI) di bagian farmasi di Puskesmas dan
Puskesmas Pembantu, yaitu:
a. Petugas menerima obat dari gudang farmasi Kabupaten/Kota sesuai slip
penerimaan obat.
b. Petugas menyimpan obat sesuai dengan bentuk sediaan, kemudian abjad
nama obat dengan memperhatikan waktu kadaluarsa (bila ada).
c. Petugas mencatat setiap jenis obat dalam kartu stok obat.
d. Petugas mendistribusikan obat ke unit pelayanan dalam bentuk buku
register harian.
e. Petugas membuat Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat
(LPLPO) setiap akhir bulan.
2. Alur pengelolaan obat di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur
yaitu sama dengan alur pengelolaan obat di puskesmas pada umumnya, yaitu
meiputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi,
pencatatan, dan pelaporan. Namun, oleh karena Puskesmas Kramat Jati berada
di Provinsi DKI Jakarta dimana sistem pemerintahan saat ini bersifat
desentralisasi maka proses pengadaan obat dilakukan secara mandiri, yang
dananya bersumber dari APBD dan BLUD.
3. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat (PIO) di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati Jakarta Timur sudah dilaksanakan dengan cukup baik. Pemberian
informasi mengenai obat ke sasaran PIO, baik pasien, tenaga kesehatan yang
ada di puskesmas, maupun pegawai yang bekerja di puskesmas sudah
dilakukan secara lisan. Hanya saja kegiatan pendokumentasian PIO belum
dilaksanakan secara tertib sehingga kegiatan PIO tidak dapat dievaluasi secara
maksimal.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
37
Universitas Indonesia
5.2. Saran
1. Meningkatkan kerapian dalam mengelola arsip maupun dokumen yang
dimiliki oleh bagian farmasi.
2. Meningkatkan kualitas dalam mengelola obat, terutama dalam tahap
penyimpanan di gudang induk agar mutu obat tetap terjaga. Misalnya dengan
menambahkan penyejuk udara.
3. Melaksanakan pelayanan informasi obat yang bersifat pasif, seperti membuat
bulletin, brosur, atau pun leaflet agar cakupan manfaat dari informasi yang
diberikan dapat lebih meluas.
4. Membuat dokumentasi secara rapi dan tertib dari pelayanan informasi obat
yang dilaksanakan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati.
5. Menambah jumlah apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati sehingga mampu mengurangi beban kerja yang ada.
Diharapkan, dengan pengurangan beban kerja ini tenaga kefarmasian yang ada
di Puskesmas Kramat Jati mampu menjalani tugas dan kewajibannya lebih
optimal dan efisien.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
38 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Materi Pelatihan Manajemen
Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 7 – 29, 58 – 64.
Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009. (2009). Peraturan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 150 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok
dan Fungsi Suku Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta.
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2008. (2008). Peraturan Daerah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta tentang Organisasi Perangkat Daerah.
Jakarta.
Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000. (2000). Peraturan Pemerintah No. 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi
sebagai Daerah Otonom. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51
Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia.
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati. (2012). Profile Kesehatan Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati Tahun 2011. Jakarta.
Undang-undang No. 22 Tahun 1999. (1999). Undang-undang No. 22 Tahun 1999
tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
39
ΚΕΠΑΛΑ
ΠΥΣΚΕΣΜΑΣ
ΣΕΚΣΙ ΠΕΛΑΨΑΝΑΝ
ΚΕΣΕΗΑΤΑΝ
1. Υνιτ Πελαψαναν
Υµυµ
2. Υνιτ Κεσεηαταν Γιγι
3. Υνιτ Κεσεηαταν ΚΙΑ
4. Υνιτ Κεσεηαταν ΚΒ
5. Υνιτ Κεσεηαταν Σεµι
Σπεσιαλισ
6. Υνιτ Κεεηαταν Ραωατ
Ιναπ ΡΒ
7. Υνιτ Πελαψαναν 24
ϑαµ
8. Πολι ΜΤΒΣ
9. Πολι ΤΒ Παρυ
10. Πολι Γιζι
11. Πελαψαναν Ηαϕι
ΠΥΣΚΕΣΜΑΣ
ΚΕΛΥΡΑΗΑΝ
ΣΕΚΣΙ ΚΕΣΕΗΑΤΑΝ
ΜΑΣΨΑΡΑΚΑΤ
1. Πενψακιτ Μενυλαρ
2. Πενψακιτ Τιδακ
Μενυλαρ
3. Γιζι δαν ΠΠΣΜ
4. Συρϖειλανχε
5. Κεσωα δαν Ναπζα
6. Υνιτ Φαρµασι
7. Υνιτ Λαβορατοριυµ
8. Υνιτ Ραδιολογι
9. Υνιτ Πεµελιηαρααν
Αλκεσ
10. Πενψεηαταν
Λινγκυνγαν &
Κεσεϕαητερααν
ΣΥΒΒΑΓ ΤΑΤΑ ΥΣΑΗΑ &
ΚΕΥΑΝΓΑΝ
1. Μαναϕεµεν Μυτυ
2. Κευανγαν δαν
Περενχανααν
3. Κεπεγαωαιαν
4. Συρατ/µενψυρατ
5. Πενγαδααν
6. Ρυµαη Τανγγα
7. Πεµελιηαρααν
8. ΣΙΚ/ΣΑΤΚΕΡ
Lampiran 1. Strukur organisasi Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
40
Lampiran 2. Data nama item obat berdasarkan anggaran APBD untuk pengadaan
2012
No. Nama Barang Spesifikasi Vol Satuan
1 Alopurinol 100 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 288 Kotak
2 Ambroksol 30 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 1.040 Kotak
3 Ambroksol Sirup 15 mg/ml Botol 60 ml 400 Botol
4 Aminofilin 200 mg tablet Botol 100 tablet 200 Botol
5 Amitriptilin HCl 25 mg tablet salut Kotak 10 x 10 tablet 120 Kotak
6 Amlodipin 10 mg tablet Kotak 5 x 10 tablet 500 Kotak
7 Amoksisilin 250 mg kapsul Kotak 10 x 10 kapsul 188 Kotak
8 Amoksisilin 500 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 1.205 Kotak
9 Amoksisilin sirup kering 125 mg/5 ml Botol 60 ml 7.990 Botol
10 Antalgin (Metampiron) 500 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 740 Kotak
11 Antasida Doen tablet Kotak 10 x 10 tablet 3.000 Kotak
12 Anti haemoroid doen supositoria Kotak 10 supp 200 Kotak
13 Anti migrain Doen komb / Ergotamin tablet Botol 100 tablet 200 Botol
14 AntifungiDoen komb salep: As bez 6% + As. Salisil 3% Kotak 24 pot @ 30 gr 95 Kotak
15 Aquadest steril Kolf 500 ml 850 Kolf
16 Asam Folat 1 mg tablet Botol 100 tablet 65 Botol
17 Asam mefenamat 500 mg kaplet Kotak 10 x 10 kaplet 1.400 Kotak
18 Asiklovir 200 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 200 Kotak
19 Asiklovir 400 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 300 Kotak
20 Asiklovir krim 5 % Ktk 25 tube @ 5 gr 100 Kotak
21 Betahistin Mesilat tablet 6 mg Kotak 3 x 10 tablet 15 Kotak
22 Betametason 0,1% krim kulit Tube 5 gram 2.600 Tube
23 Bisoprolol 5 mg tablet Kotak 3 x 10 tablet 130 Kotak
24 Boraks Glyserin 5 % Botol 8 ml 1.810 Botol
25 C T M / Chlorpheniramin maleat 4 mg tablet Botol 1000 tablet 418 Botol
26 Captopril 12,5 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 150 Kotak
27 Captopril 25 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 400 Kotak
28 Carbamazepin 200 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 150 Kotak
29 Cefadroxil 500 mg kapsul Kotak 5 x 10 kapsul 200 Kotak
30 Chloramfenicol 1% salep mata Tube 5 gram 3.185 Tube
31 Chloramfenicol 2% salep kulit Tube 15 gram 1.310 Tube
32 Chloramfenikol 0,5 % tetes mata Botol 5 ml 935 Botol
33 Chloramfenikol 20 mg + Hidrocortison 10 mg salep kulit Tube 5 gram 1.170 Tube
34 Chloramfenikol 250 mg kapsul Botol 250 kapsul 190 Botol
35 Chloramfenikol 3% tetes telinga Botol 5 ml 2.025 Botol
36 Cimetidin Kotak 10 X 10 550 Kotak
37 Ciprofloksasin 500 mg tablet Kotak 5 x 10 tablet 300 Kotak
38 Deksametason 0,5 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 4.000 Kotak
39 Deksametason 5 mg/ml injeksi i.v. Kotak 100 ampul @ 1 ml 14 Kotak
40 Dextromethorpan 15 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 1.200 Kotak
41 Dextromethorpan HBr 10 mg / 5 ml syrup Botol 60 ml 3.000 Botol
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
41
42 Difenhidramin 10 mg/ml inj. i.m. Kotak 30 ampul @ 1ml 26 Kotak
43 Digoksin 0.25 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 25 Kotak
44 Doksisiklin 100 mg kapsul Kotak 10 x 10 kapsul 45 Kotak
45 Efedrin HCl 25 mg tablet Botol 250 tablet 300 Botol
46 Epinefrin HCl/Bitartrat (Adrenalin) 0,1% injeksi Kotak 30 ampul @ 1ml 16 Kotak
47 Erythromycin 200 mg/5 ml sirup Botol 60 ml 1.855 Botol
48 Erythromycin 250 mg kapsul Kotak 10 x 10 kapsul 116 Kotak
49 Erythromycin 500 mg kapsul Kotak 10 x 10 kapsul 300 Kotak
50 Etakridin / Rivanol larutan 0,1 % Botol 100 ml 1.200 Botol
51 Etanol 70% Botol 1000 ml 300 Botol
52 Fenobarbital 30 mg tablet Botol 250 tablet 450 Botol
53 Fenol gliserol tetes telinga 10 % Kotak 24 botol @ 5 ml 46 Kotak
54 Furosemid 40 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 45 Kotak
55 Garam Oralit Ktk @ 25 Sachet 1.500 Kotak
56 Gentamisin sulfat 0,1% salep kulit Tube 5 gram 3.000 Tube
57 Gentian violet larutan 1 % Botol 10 ml 35 Botol
58 Glibenklamid 5 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 450 Kotak
59 Gliseril guayakolat 100 mg tablet Botol 1000 tablet 357 Botol
60 Glukose 5% Infus steril Kolf 500 ml 180 Kolf
61 Griseofulfin 125 mg Kotak 10 x 10 tablet 150 Kotak
62 Haloperidol 0,5 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 20 Kotak
63 Haloperidol 1,5 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 90 Kotak
64 Haloperidol 5 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 60 Kotak
65 Hidroklortiazid ( H C T ) 25 mg tablet Botol 1000 tablet 34 Botol
66 Hidrokortison 2,5% krim kulit Tube 5 gr 4.000 Tube
67 Ibuprofen 200 mg tablet Botol 100 tablet 600 Botol
68 Ichtamol 10% salep bisul Pot 28 gr 390 Pot
69 Isoniazid 100 mg tablet Botol 1000 tablet 30 Botol
70 Isosorbit Dinitrat (ISDN) Kotak 10 x 10 tablet 49 Kotak
71 Kalsium laktat 500 mg tablet Botol 1000 tablet 225 Botol
72 Kaolin 550 mg + Pectin 20 mg Kotak 500 Tab 200 Kotak
73 Ketokonazol tablet 200 mg Kotak 5 x 10 tablet 50 Kotak
74 Klorpromazin 100 mg tablet salut Botol 250 tablet 100 Botol
75 Kotrimoksazol 200 mg/40 mg suspensi Botol 60 ml 6.435 Botol
76 Kotrimoksazol dewasa 400 mg / 80 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 1.712 Kotak
77 Kotrimoksazol pediatrik 100 mg / 20 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 406 Kotak
78 Lidokain 2 % + efinefrin 1 : 80.000 inj(Pehacain) Kotak 20 Vial @ 1 ml 315 Kotak
79 Lincomycin 500 mg kapsul Kotak 5 x 12 kapsul 133 Kotak
80 Loratadin tablet 10 mg Kotak 5 x 10 tablet 100 Kotak
81 Metformin HCl 500 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 600 Kotak
82 Metoklopramid 10 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 600 Kotak
83 Metronidazole 500 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 300 Kotak
84 Mikonazol 2% salep kulit Tube 10 gram 2.600 Tube
85 Na Diklofenak 25 mg tablet Kotak 5 x 10 tablet 200 Kotak
86 Na Diklofenak 50 mg tablet Kotak 5 x 10 tablet 200 Kotak
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
42
87 Natrium klorida 0,9 % larutan infus Botol 500 ml 150 Botol
88 Nistatin 100.000 IU/g Tab Vaginal Kotak 10 x 10 tablet 40 Kotak
89 Nistatin 500.000 IU/g tablet Kotak 10 x 10 tablet 19 Kotak
90 Obat batuk hitam ( O B H ) Botol 100 ml 15.000 Botol
91 Oksitetrasiklin 1% salep mata Ktk 25 tube @ 3.5 gr 60 Kotak
92 Oksitetrasiklin 3% salep kulit Ktk 25 tube @ 5 gr 200 Kotak
93 Omeprazol 20 mg Kapsul Botol 7 kapsul 400 Botol
94 Papaverin HCl 40 mg tablet Botol 1000 tablet 60 Botol
95 Parasetamol 120 mg / 5 ml sirup Botol 60 ml 3.555 Botol
96 Parasetamol 500 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 7.000 Kotak
97 Pirantel tab. Score (base) 125 mg Kotak 25 x 4 tablet score 24 Kotak
98 Piroxicam 10 mg Kotak 10 x 10 tablet 305 Kotak
99 Polikresulen 360 mg / gram Botol 10 ml 110 Botol
100 Povidon Iodii 10% 1000 ml Botol 1000 ml 70 Botol
101 Povidon Iodii 10% 30 ml Botol 30 ml 220 Botol
102 Prednison 5 mg tablet Botol 1000 tablet 95 Botol
103 Ranitidin 150 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 420 Kotak
104 Rifampisin 300 mg kapsul Kotak 10 x 10 kapsul 50 Kotak
105 Rifampisin 450 mg tablet salut Kotak 10 x 10 tablet salut 50 Kotak
106 Rifampisin 600 mg kaplet Kotak 10 x 10 kaplet 50 Kotak
107 Ringer laktat larutan infus steril Botol 500 ml 450 Botol
108 Salbutamol 2 mg tablet Kotak 10 x 10 tablet 230 Kotak
109 Salep luka bakar minyak ikan 10% Pot 30 gr 250 Pot
110 Salisil talk 2 % Kotak 50 gram 5.500 Kotak
111 Simvastatin 10 mg tablet Kotak 3 x 10 tablet 285 Kotak
112 Tiamfenikol 500 mg kapsul Kotak 10 x 10 kapsul 325 Kotak
113 Tramadol 50 mg Kapsul Kotak 5 x 10 kapsul 70 Kotak
114 Trifluoperazine 5 mg( Kotak 10 x 10 tablet 150 Kotak
115 Triheksifenidil 2 mg tablet(Artane) Kotak 10 x 10 tablet 150 Kotak
116 Vitamin B compleks tablet Botol 1000 tablet 535 Botol
117 Vitamin B1 50 mg (Tiamin) tablet Botol 1000 tablet 350 Botol
118 Vitamin B12 (Cyanocobalamin) 50 mcg tablet Botol 1000 tablet 330 Botol
119 Vitamin B6 (Piridoksin ) 10 mg tablet Botol 1000 tablet 120 Botol
120 Vitamin C (asam ascorbat) 250 mg tablet Botol 250 tablet 250 Botol
121 Vitamin C (asam ascorbat) 50 mg tablet Botol 1000 tablet 430 Botol
122 Vitamin K 2 mg / ml injeksi ( Vit K Injeksi Untuk Bayi) Kotak 5 ampul @ 1ml 120 Kotak
123 Vitamin K1 (Fitomenadion) 10 mg tablet Botol 100 tablet 100 Botol
124 Zink 20 mg tablet dispersibel Kotak 10 x 10 tablet 250 Kotak
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
43
Lampiran 3. Prosedur tetap proses distribusi obat di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
44
Lampiran 4. Label warna di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati sebagai penanda
masa daluarsa obat
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
45
Lampiran 5. Prosedur tetap pelaksanaan kegiatan pelayanan di Apotek
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
46
(lanjutan)
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
47
Lampiran 6. Form pelayanan kefarmasian di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
48
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
49
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
50
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
51
Lampiran 7. Lembar dokumentasi kegiatan PIO
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
i
UNIVERSITAS INDONESIA
REKAPITULASI LAPORAN PENGGUNAAN OBAT RASIONAL (POR)
DI PUSKESMAS KECAMATAN KRAMAT
JATI JAKARTA TIMUR PERIODE OKTOBER – DESEMBER 2012
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT
KECAMATAN KRAMAT JATI
JAKARTA TIMUR
JL. RAYA INPRES NO. 48
PERIODE 8 JANUARI – 18 JANUARI 2013
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
RIZKI JAKA GUSTIANSYAH, S.Farm.
1206313633
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JUNI 2013
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL............................................................................................. .. i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... iv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1 1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2. Tujuan ............................................................................................. 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3 2.1. Penggunaan Obat Rasional. ............................................................. 3
2.2. Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional ........................................... 8
2.3. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional .................... 10
BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ...................................................... 16
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus ............................. 16
3.2. Metode Pengumpulan Data ............................................................ 16
3.3. Cara Kerja ..................................................................................... 16
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 18 4.1. Tujuan Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati .................................................................. 18
4.2. Sistem Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati .................................................................. 19
4.3. Laporan Penggunaan Obat Rasional Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati Periode Oktober – Desember 2012 .......................................... 19
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 23
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 23
5.2. Saran ............................................................................................. 24
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 25
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Contoh hasil anamnesis, diagnosis, beserta terapi yang
diberikan pada pasien dengan diagnosis amoebiasi........................ 4
Tabel 2.2 . Contoh hasil anamnesis, diagnosis, beserta terapi yang
diberikan pada pasien dengan diagnosis bukan amoebiasis ............ 4
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
iv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Formulir indikator peresepan ...................................................... 26
Lampiran 2. Data penggunaan obat rasional Bulan Oktober 2012 di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati ............................................. 27
Lampiran 3. Data penggunaan obat rasional Bulan November 2012 di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati………………………. . …..…40
Lampiran 4. Data penggunaan obat rasional Bulan Desember 2012 di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati ............................................ 52
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
1 Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Puskesmas adalah Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan
kesehatan di suatu wilayah kerja. Visi pembangunan kesehatan yang
diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya kecamatan sehat. Kecamatan
sehat mencakup 4 indikator utama, yaitu lingkungan sehat, perilaku sehat,
cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu, dan derajat kesehatan penduduk.
Untuk mencapai visi tersebut, puskesmas menyelenggarakan upaya kesehatan
perorangan dan upaya kesehatan masyarakat sehat (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2006).
Dalam menyelenggarakan upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat, puskesmas perlu ditunjang dengan pelayanan kefarmasian
yang bermutu. Ruang lingkup pelayanan kefarmasian yaitu meliputi pengelolaan
sumber daya (SDM, sarana prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan
serta administrasi) dan pelayanan farmasi klinik (penerimaan resep, peracikan
obat, penyerahan obat, informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep) dengan
memanfaatkan tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai
dalam upaya mencapai tujuan yang ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2006).
Paradigma pelayanan kefarmasian pada saat ini telah berubah dari semula
berorientasi pada obat kini menjadi berorientasi pada pasien yang mengacu pada
asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Sebagai konsekuensi perubahan
orientasi tersebut, apoteker/asisten apoteker sebagai tenaga farmasi dituntut untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat berinteraksi
langsung dengan pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2006).
Oleh karena paradigma pelayanan kefarmasian saat ini berorientasi pada
pasien maka segala kegiatan pelayanan kesehatan yang dilakukan di puskesmas
harus mengarah untuk memprioritaskan agar pasien mendapatkan pelayanan yang
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
2
Universitas Indonesia
terbaik dan optimal. Cakupan pelayanan kefarmasian yang dimaksud yaitu
mendapatkan pengobatan yang rasional, dimana subjek yang dijadikan fokus
pengamatan yaitu penggunaan antibiotik pada pasien dengan diagnosis ISPA
(Infeksi Saluran Pernapasan Atas) non spesifik dan diare non spesifik serta
penggunaan sediaan injeksi pada pasien myalgia di puskesmas. Dengan demikian,
diperlukan adanya pencatatan terhadap sampel resep yang masuk di apotek
puskesmas untuk mendapatkan gambaran mengenai pola peresepan obat untuk
pasien dengan diagnosis di atas. Data tersebut disebut sebagai POR (Penggunaan
Obat Rasional).
Sebagai tenaga kefarmasian yang ada di pukesmas, apoteker maupun
asisten apoteker mempunyai peran dalam hal pencatatan data-data yang terkait
untuk melakukan pelaporan data POR ke Suku Dinas Kesehatan di tingkat
Kota/Kabupaten pada masing-masing wilayah. Data yang ada mampu
merepresentasikan kerasionalan penggunaan obat di suatu puskesmas. Oleh
karena itu, mahasiswa Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) diberikan tugas
khusus mengenai rekapitulasi Laporan Penggunaan Obat Rasional (POR)
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati periode Oktober – Desember Tahun 2012.
1.2. Tujuan
Pelaksanaan PKPA di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur,
khususnya di bagian Farmasi (Apotek) bertujuan agar mahasiswa calon apoteker
mampu:
1. Mengetahui tujuan dan sistem pelaporan POR di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati Jakarta Timur.
2. Mengetahui dan mengkaji data POR periode Oktober – Desember 2012 di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
3 Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penggunaan Obat Rasional (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2010)
2.1.1. Deskripsi
Penggunaan obat secara rasional menurut WHO (1985) adalah jika pasien
menerima obat yang sesuai dengan kebutuhannya untuk periode yang adekuat
dengan harga yang terjangkau untuknya dan masyarakat. Penggunaan obat yang
tidak rasional merupakan masalah penting yang dapat menimbulkan dampak
cukup besar dalam penurunan mutu pelayanan kesehatan, misalnya peningkatan
resistensi akibat penggunaan antibiotik yang tidak rasional.
Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika tidak dapat
dipertanggungjawabkan secara medik (medically inappropriate), baik
menyangkut ketepatan jenis, dosis, dan cara pemberian obat.
Penggunaan obat dikatakan rasional jika tepat secara medik dan memenuhi
persyaratan tertentu. Masing-masing persyaratan mempunyai konsekuensi yang
berbeda-beda. Sebagai contoh, kekeliruan dalam menegakkan diagnosis akan
memberi konsekuensi berupa kekeliruan dalam menentukan jenis pengobatan.
2.1.2. Kriteria Penggunaan Obat Rasional
2.1.2.1. Tepat Diagnosis
Penggunaan obat disebut rasional jika diberikan untuk diagnosis yang
tepat. Jika diagnosis tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat tidak
akan sesuai dengan indikasi yang seharusnya. Sebagai contoh, dapat dilihat pada
tabel 2.1. dan 2.2. di bawah ini
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
4
Universitas Indonesia
Tabel 2.1. Contoh hasil anamnesis, diagnosis, beserta terapi yang diberikan pada
pasien dengan diagnosis amoebiasis
Anamnesis Diagnosis Terapi
1. Diare
2. Disertai darah dan lendir
3. Serta gejala tenesmus
Amoebiasis Metronidazol
Tabel 2.2. Contoh hasil anamnesis, diagnosis, beserta terapi yang diberikan pada
pasien dengan diagnosis bukan amoebiasis
Anamnesis Diagnosis Terapi
1. Diare
2. Disertai gejala tenesmus
Bukan Amoebiasis
Bukan
Metronidazol
Pada tabel 2.2., jika pemeriksa tidak jeli untuk menanyakan adanya darah
dalam feses, maka bisa saja diagnosis yang dibuat menjadi kolera. Untuk yang
terakhir ini obat yang diperlukan adalah tetrasiklin. Akibatnya penderita
amoebiasis di atas terpaksa mendapat tetrasiklin yang sama sekali bukan
antibiotik pilihan untuk amoebiasis.
2.1.2.2. Tepat Indikasi Penyakit
Setiap obat memiliki spektrum terapi yang spesifik, misalnya antibiotik
yang diindikasikan untuk infeksi bakteri. Dengan demikian pemberian obat ini
tidak dianjurkan untuk pasien yang tidak menunjukkan adanya gejala infeksi
bakteri.
2.1.2.3. Tepat Pemilihan Obat
Keputusan untuk melakukan upaya terapi diambil setelah diagnosis
ditegakkan dengan benar. Dengan demikian obat yang dipilih haruslah yang
memiliki efek terapi sesuai dengan spektrum penyakit. Sebagai contoh, gejala
demam terjadi pada hampir semua kasus infeksi dan inflamasi. Untuk sebagian
besar demam, pemberian parasetamol lebih dianjurkan karena di samping efek
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
5
Universitas Indonesia
antipiretiknya, obat ini relatif paling aman dibandingkan dengan antipiretik yang
lain. Pemberian antiinflamasi non steroid (misalnya asam mefenamat dan
ibuprofen) hanya dianjurkan untuk demam yang terjadi akibat proses peradangan
atau inflamasi.
2.1.2.4. Tepat Dosis
Agar suatu obat dapat memberikan efek terapi yang maksimal diperlukan
penentuan dosis, cara, dan lama pemberian yang tepat. Besar dosis, cara, dan
frekuensi pemberian umumnya didasarkan pada umur dan/atau berat badan
pasien. Sebagai contoh, pemberian dosis yang berlebihan, khususnya untuk obat
dengan rentang terapi yang sempit misalnya teofilin, digitalis, dan aminoglikosida
akan sangat berisiko timbulnya efek samping. Sebaliknya dosis yang terlalu kecil
tidak akan menjamin tercapainya kadar terapi yang diharapkan.
2.1.2.5. Tepat Cara Pemberian
Obat harus digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan, waktu, dan
jangka waktu terapi sesuai anjuran. Sebagai contoh, obat antasida seharusnya
dikunyah dulu baru ditelan untuk mempercepat munculnya efek lokal di lambung.
Demikian pula tetrasiklin tidak boleh diminum bersama susu karena akan
membentuk ikatan sehingga tidak dapat diabsorpsi dan menurunkan
efektivitasnya.
2.1.2.6. Tepat Pasien
Mengingat respon individu terhadap efek obat sangat beragam maka
diperlukan pertimbangan yang seksama, mencakup kemungkinan adanya
kontraindikasi, terjadinya efek samping, atau adanya penyakit lain yang
menyertai. Hal ini lebih jelas terlihat pada beberapa jenis obat seperti teofilin dan
aminoglikosida. Pada penderita dengan kelainan ginjal, pemberian aminoglikosida
sebaiknya dihindarkan karena risiko terjadinya nefrotoksik pada kelompok ini
meningkat secara bermakna.
Beberapa kondisi berikut harus dipertimbangkan sebelum memutuskan
pemberian obat :
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
6
Universitas Indonesia
a. blocker (misalnya propranolol) hendaknya tidak diberikan pada penderita
hipertensi yang memiliki riwayat asma karena obat ini memberi efek
bronkhospasme.
b. Antiinflamasi Non Steroid (AINS) sebaiknya juga dihindari pada penderita
asma, karena obat golongan ini terbukti dapat mencetuskan serangan asma.
c. Peresepan kuinolon (misalnya siprofloksasin dan ofloksasin), tetrasiklin,
doksisiklin, dan metronidazol pada ibu hamil sama sekali harus dihindari
karena memberi efek buruk pada janin yang dikandung.
2.1.2.7. Tepat Informasi
Kejelasan informasi tentang obat yang harus diminum atau digunakan
pasien akan sangat mempengaruhi ketaatan pasien dan keberhasilan pengobatan.
Tenaga kefarmasian harus mampu menyediakan dan memberikan informasi
kepada pasien dan tenaga kesehatan lain untuk menunjang penggunaan obat yang
rasional dalam rangka mencapai keberhasilan terapi. Informasi yang diberikan
meliputi nama obat, aturan pakai, lama pemakaian, efek samping yang
ditimbulkan oleh obat tertentu, dan interaksi obat tertentu dengan makanan.
Contoh :
a. Peresepan rifampisin akan mengakibatkan urin penderita berwarna merah. Jika
hal ini tidak diinformasikan, penderita kemungkinan besar akan berhenti
meminum obat karena menduga obat tersebut yang menyebabkan urinasi
disertai darah. Padahal untuk penderita tuberculosis, terapi dengan rifampisin
harus diberikan secara terus menerus dalam jangka panjang selama satu kurun
waktu pengobatan.
b. Peresepan antibiotik harus disertai informasi bahwa obat tersebut harus
diminum sampai habis selama satu kurun waktu pengobatan (1 course of
treatment), meskipun gejala-gejala klinik sudah mereda atau hilang sama
sekali. Interval waktu minum obat juga harus tepat, bila 4 kali sehari berarti
tiap 6 jam. Hal ini sangat penting agar kadar obat dalam darah berada diatas
kadar minimal yang dapat membunuh bakteri penyebab penyakit.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
7
Universitas Indonesia
2.1.2.8. Waspada terhadap efek samping
Pemberian obat berpotensi menimbulkan efek samping, yaitu efek tidak
diinginkan yang timbul pada pemberian obat dengan dosis terapi. Sebagai contoh,
pemberian atropin dapat menimbulkan efek samping vasodilatasi pembuluh darah
di wajah sehingga wajah memerah. Pemberian tetrasiklin tidak boleh dilakukan
pada anak kurang dari 12 tahun karena menimbulkan kelainan pada gigi dan
tulang yang sedang tumbuh.
2.1.2.9. Cost effectiveness
Penggunaan obat tanpa indikasi yang jelas, atau pemberian obat untuk
keadaan yang sama sekali tidak memerlukan terapi obat, jelas merupakan
pemborosan dan sangat membebani pasien. Di sini termasuk pula peresepan obat
yang mahal padahal alternatif obat yang lain dengan manfaat dan keamanan sama
dan harga lebih murah tersedia. Sebagai contoh, pemberian antibiotik pada pasien
ISPA non pneumonia dan diare non spesifik, serta penggunaan injeksi pada pasien
myalgia. Hal ini merupakan pemborosan karena sebenarnya pasien tidak
memerlukan antibiotik dan injeksi.
2.1.3. Pendekatan Penggunaan Obat Rasional
Terdapat tiga cara, yang disebut sebagai pendekatan penggunaan obat
rasional, yang dapat dilakukan agar penggunaan obat rasional dapat dicapai.
Pendekatan penggunaan obat rasional yang dimaksud adalah melakukan
penerapan konsep obat esensial, penggunaan oba generik, dan promosi
penggunaan obat rasional.
2.1.3.1. Penerapan Konsep Obat Esensial
Obat esensial adalah obat terpilih yang paling dibutuhkan untuk pelayanan
kesehatan, mencakup upaya diagnosis, profilaksis, terapi, dan rehabilitasi yang
diupayakan tersedia pada unit pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan
tingkatannya. Dengan penggunaan obat esensial, diharapkan, akan mencapai
penggunaan obat secara rasional.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
8
Universitas Indonesia
2.1.3.2. Penggunaan Obat Generik
Obat generik adalah obat dengan nama resmi International Non
Propietary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope Indonesia atau buku
standar lainnya untuk zat berkhasiat yang dikandungnya. Obat generik merupakan
obat yang telah terjamin mutu, keamanan, dan khasiat serta harga yang terjangkau
oleh masyarakat. Dengan penggunaan obat generik akan mencapai penggunaan
obat secara rasional.
2.1.3.3. Promosi Penggunaan Obat Rasional
Dengan promosi penggunaan obat rasional diharapkan akan meningkatkan
pemahaman masyarakat terhadap penggunaan obat secara tepat dan benar.
2.2. Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional (Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2010)
2.2.1. Deskripsi
Penggunaan obat dikatakan tidak rasional jika kemungkinan dampak
negatif yang diterima oleh pasien lebih besar dibanding manfaatnya. Dampak
negatif dapat berupa :
a. Dampak klinis (misalnya terjadi efek samping dan resistensi kuman).
b. Dampak ekonomi (biaya tak terjangkau karena penggunaan obat yang tidak
rasional dan waktu perawatan yang lebih lama).
c. Dampak sosial (ketergantungan pasien terhadap intervensi obat).
2.2.2. Kriteria Penggunaan Obat Yang Tidak Rasional
Menurut Buku Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Puskesmas,
suatu penggunaan obat dikatakan tidak rasional bila ditemukan salah satu dari
empat kondisi peresepan di bawah ini, yaitu :
2.2.2.1. Peresepan yang Berlebih (over prescribing)
Pemberian obat yang sebenarnya tidak diperlukan untuk penyakit yang
bersangkutan. Sebagai contoh, pemberian antibiotik pada ISPA non pneumonia
(yang umumnya disebabkan oleh virus).
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
9
Universitas Indonesia
2.2.2.2. Peresepan yang Kurang (under prescribing)
Pemberian obat kurang dari yang seharusnya diperlukan, baik dalam hal
dosis, jumlah maupun lama pemberian. Tidak diresepkannya obat yang diperlukan
untuk penyakit yang diderita juga termasuk dalam kategori ini. Sebagai contoh :
a. Pemberian antibiotik selama 3 hari untuk ISPA pneumonia yang seharusnya
diberikan selama 5 hari.
b. Tidak memberikan oralit pada anak yang jelas menderita diare yang spesifik.
2.2.2.3. Peresepan yang Majemuk (multiple percribing)
Pemberian beberapa obat untuk satu indikasi penyakit yang sama. Dalam
kelompok ini juga termasuk pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang
diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat. Sebagai contoh, pemberian
dua jenis antibiotik untuk satu indikasi penyakit yang sama.
2.2.2.4. Peresepan yang Salah (incorrect prescribing)
Suatu peresepan dapat dikatakan salah bila :
a. Pemberian obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit
Sebagai contoh, pemberian injeksi vitamin B12 untuk keluhan pegal linu,
sebenarnya pasien bukan karena defisiensi vitamin B12.
b. Pemberian obat untuk kondisi yang sebenarnya merupakan kontraindikasi
pada pasien
Sebagai contoh, pemberian antibiotik golongan kuinolon (misalnya
siprofloksasin dan ofloksasin) untuk wanita hamil.
c. Pemberian obat yang memberikan kemungkinan risiko efek samping yang
lebih besar
Sebagai contoh, pasien ISPA non pneumonia tidak memerlukan antibiotik
tetapi diberikan antibiotik yang dapat meningkatkan resistensi pasien terhadap
antibiotik.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
10
Universitas Indonesia
2.3. Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat Rasional (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010)
2.3.1. Deskripsi
Pemantauan merupakan proses kegiatan untuk melakukan identifikasi
masalah dan pengukuran besarnya masalah serta penilaian terhadap keberhasilan
dalam penggunaan obat rasional. Pemantauan merupakan metode yang digunakan
untuk keperluan pengawasan/pengendalian serta bimbingan dan pembinaan. Dua
komponen aktif dalam melakukan pemantauan penggunaan obat mempunyai
yaitu:
a. Pengawasan dan pengendalian terhadap mutu penggunaan obat, pencatatan,
serta pelaporannya.
b. Membina dan membimbing pelaksana pengobatan agar senantiasa
meningkatkan kemampuan dan keterampilan mereka dalam rangka pemakaian
obat yang rasional, serta membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi
dilapangan.
Salah satu cara untuk melakukan evaluasi penerapan penggunaan obat
rasional adalah dengan cara pemantauan dan evaluasi. Monitoring yang terus
menerus akan menghasilkan ketersediaan obat yang sesuai dengan kebutuhan
sehingga mencapai penggunaan obat yang rasional.
2.3.2. Manfaat Pemantauan dan Evaluasi
Terdapat dua subjek yang menjadi fokus dalam membicarakan maanfaat
pemantauan dan evaluasi penggunaan obat rasional, yaitu:
a. Dokter/pelaku pengobatan
Pemantauan penggunaan obat dapat digunakan untuk melihat mutu
pelayanan kesehatan. Dengan pemantauan ini maka dapat dideteksi adanya
kemungkinan penggunaan obat yang berlebih (over prescribing), kurang (under
prescribing), majemuk (multiple prescribing) maupun tidak tepat (incorrect
prescribing).
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
11
Universitas Indonesia
b. Apoteker dalam hal perencanaan obat
Pemantauan dan evaluasi penggunaan obat secara teratur dapat
mendukung perencanaan obat sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai
penggunaan obat rasional.
2.3.3. Cara Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Obat
2.3.3.1. Pemantauan Secara Langsung
Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan
metode pemantauan secara langsung, alur pemantauan dimulai dengan mengamati
proses pengobatan mulai dari anamnesis, pemeriksaan, peresepan, hingga
penyerahan obat ke pasien. Pemantauan dengan cara ini dapat dilakukan secara
berkala pada waktu-waktu yang tidak diberitahukan sebelumnya, sehingga
diperoleh gambaran nyata mengenai praktik pemakaian obat yang berlangsung
pada saat itu.
Komponen yang dijadikan objek untuk dilakukan pemantauan pada
penggunaan obat yaitu :
a. Kecocokan antara gejala/tanda-tanda (symptoms/signs), diagnosis, dan jenis
pengobatan yang diberikan
b. Kesesuaian antara pengobatan yang diberikan dengan pedoman pengobatan
yang ada
c. Pemakaian obat tanpa indikasi yang jelas (misalnya antibiotik untuk ISPA non
pneumonia)
d. Praktik polifarmasi untuk keadaan yang sebenarnya cukup hanya diberikan
satu atau 2 jenis obat
e. Ketepatan indikasi
f. Ketepatan jenis, jumlah, cara, dan lama pemberian (didasarkan pada pedoman
pengobatan yang ada)
g. Kesesuaian obat dengan kondisi pasien (misalnya ditemukan pemberian
injeksi pada diare).
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
12
Universitas Indonesia
2.3.3.2. Pemantauan Secara Tidak Langsung
Dalam melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan obat dengan
metode pemantauan secara tidak langsung, proses pemantauan dapat dilakukan
melalui :
a. Kartu Status Pasien
Berdasarkan kartu status pasien, dapat dilihat kecocokan dan ketepatan antara:
- Gejala dan tanda yang ditemukan selama anamnesis dan pemeriksaan,
dengan
- Diagnosis yang dibuat dalam kartu status penderita, serta
- Pengobatan (terapi) yang diberikan (termasuk jenis, jumlah, dan cara
pemberian obat).
b. Buku Register Pasien
Berdasarkan buku register pasien, data yang dapat diamati yaitu :
- Jumlah kasus yang pengobatannya tidak sesuai dengan standar.
- Over prescribing dari antibiotik dan pemakaian sediaan injeksi.
2.3.4. Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi
Terdapat tiga tahap dalam melakukan kegiatan pemantauan dan evaluasi
penggunaan obat rasional. Tahap pertama yaitu melakukan pencatatan terhadap
status pasien dan pelaporan terhadap register harian setiap pasien. Hal ini
dilakukan agar mendapatkan data awal pasien mengenai data demografi pasien,
kondisi pasien saat ini, dan riwayat pengobatan yang pernah di dapat pasien.
Tahap kedua yaitu monitoring dan evaluasi indikator peresepan. Pada tahap ini,
dilakukan penilaian terhadap empat indikator peresepan dari resep yang masuk.
Tahap ketiga yaitu melakukan pengumpulan data peresepan. Setelah informasi
pasien telah didapat dan telah dilakukan penilaian terhadap resep dari pasien yang
bersangkutan maka pada tahap ini dilakukan rekapitulasi data dimana format yang
dijadikan acuan yaitu format formulir indikator peresepan. Formulir indikator
peresepan dapat dilihat pada Lampiran 1
2.3.4.1. Pencatatan dan Pelaporan
Adapun cara pencatatan dan pelaporan yang baku adalah sebagai berikut :
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
13
Universitas Indonesia
a. Status Pasien
- Kolom anamnesis/pemeriksaan :
Kolom ini diisi keterangan yang bersifat patognomonik untuk kondisi
yang dijumpai, baik berupa keluhan, gejala klinik, dan hasil pemeriksaan
oleh dokter.
- Kolom diagnosis :
Kolom ini diisi dengan diagnosis yang dokter sampaikan secara jelas. Jika
terdapat dua diagnosis maka tuliskan keduanya, misalnya bronkitis dan
diare.
- Kolom terapi :
Kolom ini diisi dengan obat yang diberikan oleh dokter.
Kelengkapan dengan kesederhanaan dari status pasien ini memungkinkan
pemantauan terhadap kecocokan antara kolom anamnesis, kolom diagnosis, dan
kolom terapi.
b. Register Harian
Dilakukan pengisian secara lengkap di setiap kolom buku register harian,
mulai dari tanggal kunjungan, nomer kartu status, nama pasien, alamat, jenis
kelamin, umur, diagnosis, pengobatan yang diberikan, sampai keterangan lainnya.
2.3.4.2. Monitoring dan Evaluasi Indikator Peresepan
Empat indikator peresepan yang akan dinilai dalam pemantauan dan
evaluasi penggunaan obat yang rasional adalah :
a. Rata-rata jumlah obat per pasien.
b. Persentase penggunaan antibiotik.
c. Persentase penggunaan injeksi.
d. Persentase penggunaan obat generik.
Berdasarkan keempat indikator tersebut dapat dilakukan evaluasi dan ditarik suatu
kesimpulan mengenai pola peresepan yang telah ada.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
14
Universitas Indonesia
2.3.4.3. Pengumpulan Data Peresepan
Pengumpulan data peresepan dilakukan oleh petugas puskesmas/pustu, 1
kasus setiap hari untuk diagnosis yang telah ditetapkan di tingkat Kabupaten/Kota
dengan menggunakan formulir indikator peresepan. Pengumpulan data yang
dilakukan setiap hari akan memudahkan pengisian dan tidak menimbulkan beban
dibandingkan dengan pengisian yang ditunda sampai satu minggu atau satu bulan.
Pengisian kolom 1 s/d 9 digunakan untuk keperluan monitoring,
sedangkan kolom 10 s/d 13 yang menilai kesesuaian peresepan dengan pedoman
pengobatan, digunakan pada saat supervisi oleh supervisor dari Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Kasus yang dimasukkan ke dalam kolom formulir monitoring indikator
peresepan adalah pasien yang berobat ke puskesmas/pustu dengan diagnosis
tunggal berupa :
a. ISPA non pneumonia (batuk-pilek).
b. Diare akut non spesifik.
c. Penyakit sistem otot dan jaringan (myalgia).
Dasar pemilihan ketiga diagnosis di atas adalah :
a. Termasuk 10 penyakit terbanyak.
b. Diagnosis dapat ditegakkan oleh petugas tanpa memerlukan pemeriksaan
penunjang.
c. Pedoman terapi untuk ketiga diagnosis jelas.
d. Tidak memerlukan antibiotika/injeksi.
e. Selama ini ketiganya dianggap potensial untuk diterapi secara tidak rasional.
Pengisian formulir monitoring indikator peresepan dapat dilakukan dengan
mengikuti petunjuk pengisian di bawah ini :
a. Pasien diambil dari register harian, 1 kasus per hari untuk setiap diagnosis
terpilih. Dengan demikian dalam 1 bulan diharapkan terkumpul sekitar 25
kasus per diagnosis terpilih.
b. Bila pada hari tersebut tidak ada pasien dengan diagnosis tersebut, kolom
dikosongkan, dan diisi dengan diagnosis yang sama, yang diambil pada hari-
hari berikutnya.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
15
Universitas Indonesia
c. Untuk masing-masing diagnosis tersebut, diambil pasien dengan urutan
pertama pada hari pencatatan. Diagnosis diambil yang tunggal, tidak ganda
atau yang disertai penyakit/keluhan lain.
d. Puyer dan obat kombinasi ditulis rincian jenis obatnya.
e. Jenis obat termasuk obat minum, injeksi, dan obat luar.
f. Imunisasi tidak dimasukkan dalam kategori injeksi.
g. Istilah antibiotik termasuk kemoterapi dan anti amoeba.
h. Kolom “kesesuaian dengan pedoman” dikosongkan. Kolom ini akan diisi oleh
pembina pada saat kunjungan supervisi (diambil 10 sampel peresepan secara
acak untuk diskusi).
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
16 Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENGKAJIAN
3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Tugas Khusus
Tugas khusus dilaksanakan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker periode
8 Januari – 18 Januari 2013 di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur
bagian Farmasi (Apotek).
3.2. Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data Laporan Penggunaan Obat Rasional
di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur periode Oktober – Desember
2012 yang disampaikan dalam format Formulir Monitoring Indikator Peresepan.
3.3. Cara Kerja
Data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan program Microsoft
Excel. Data dimasukkan ke dalam program Microsoft Excel sebagai data base
Penggunaan Obat Rasional di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur
dan disajikan dalam bentuk tabel sesuai dengan formulir monitoring indikator
peresepan. Hal ini bertujuan agar mendapatkan gambaran mengenai penggunaan
antibiotik pada pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik dan diare non spesifik
serta penggunaan sediaan injeksi pada pasien dengan diagnosis myalgia di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta Timur priode Oktober – Desember
2012.
Setelah data diperoleh maka dilakukan penghitungan jumlah lembar
sampel resep per bulan dan persentase pemakaian antibiotik pada pasien dengan
diagnosis ISPA non spesifik dan diare non spesifik serta persentase pemakaian
sediaan injeksi pada pasien dengan diagnosis myalgia. Perhitungan persentase
pemakaian antibiotik pada pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik dan diare
non spesifik adalah dengan menjumlahkan sampel resep yang terdapat antibiotik
terhadap jumlah sampel resep dalam periode satu bulan. Begitu pula untuk
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
17
Universitas Indonesia
melakukan perhitungan persentase pemakaian sediaan injeksi. Perhitungan
dilakukan dengan menjumlahkan sampel resep pada pasien dengan diagnosis
myalgia yang terdapat sedian injeksi di dalamnya terhadap jumlah sampel resep
dari pasien dengan diagnosis myalgia dalam periode satu bulan.
Kemudian, setelah dilakukan perhitungan tersebut, dilakukan pengkajian
data mengenai persentase pemakaian antibiotik pada pasien dengan diagnosis
ISPA non spesifik dan diare non spesifik serta pada pasien dengan diagnosis
myalgia untuk melihat kerasionalan dalam peresepan.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
18 Universitas Indonesia
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Tujuan Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati
Data Penggunaan Obat Rasional (biasa disingkat POR) adalah data yang
merepresentasikan penggunaan antibiotik pada pasien dengan diagnosis tunggal
berupa ISPA non pneumonia/non spesifik (batuk-pilek) dan diare non spesifik
serta penggunaan sediaan injeksi pada pasien dengan diagnosis tunggal berupa
penyakit sistem otot dan jaringan (myalgia). Pelaporan data POR mampu
memberikan gambaran mengenai pola peresepan yang dilakukan pada suatu unit
kesehatan dalam meresepkan obat untuk pasiennya dengan ketiga diagnosis di
atas. Dengan mengetahui data POR di suatu unit kesehatan maka kita dapat
melihat kerasionalan peresepan obat pada pasien ISPA non spesifik, diare non
spesifik, dan myalgia. Lebih jauh lagi, setelah mengetahui kerasionalan
peresepan, kita juga dapat mencegah terjadinya penggunaan obat yang tidak
rasional dimana hal tersebut tidak sesuai dengan paradigma pelayanan
kefarmasian pada saat ini, yaitu berorientasi pada pasien yang mengacu pada
asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care).
Pada dasarnya ketiga diagnosis tersebut tidak memerlukan tindakan berupa
pemberian antibiotika dan/atau sediaan injeksi, dapat ditegakkan oleh petugas
tanpa memerlukan pemeriksaan penunjang serta pedoman terapi untuk ketiga
diagnosis jelas. Sehingga, seharusnya, pemilihan obat pada pasien dengan
diagnosis tersebut dapat lebih tepat sasaran. Namun, kasus yang ditemukan di
lapangan menyatakan masih didapati penggunaan antibiotik pada ketiga pasien
dengan diagnosis di atas. Disamping itu, angka kejadiaan yang tinggi mampu
meningkatkan peluang terjadinya kondisi penggunaan obat yang tidak rasional
pada pasien dengan ketiga diagnosis tersebut.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
19
Universitas Indonesia
4.2. Sistem Pelaporan Penggunaan Obat Rasional (POR) di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati
Data penggunaan obat rasional Puskesmas Kecamatan Kramat Jati Jakarta
Timur dilaporkan melalui pengiriman formulir monitoring indikator peresepan ke
Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Timur (yang selanjutnya disebut
sebagai Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur). Formulir tersebut merupakan
format baku yang telah ditetapkan sebagai media untuk melaporkan hasil
pengambilan sampel dari beberapa resep yang masuk di puskesmas selama
periode satu bulan.
Pelaporan POR ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur dari Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati dilakukan pada tanggal 10 setiap bulannya dengan
mengirimkan data formulir monitoring indikator peresepan dalam bentuk hard
copy serta softcopy. Setiap tiga bulan, data yang masuk dan diterima oleh Suku
Dinas Kesehatan Jakarta Timur direkapitulasi untuk kemudian dikirimkan ke
Dinas Kesehatan DKI Jakarta untuk selanjutnya, setiap enam bulan, data tersebut
direkapitulasi dengan data dari masing-masing suku dinas kesehatan dari masing-
masing kota administrasi dan kemudian dikompilasi dengan seluruh data dari
setiap suku dinas kesehatan yang ada di Provinsi DKI Jakarta. Keseluruhan
kompilasi dari data tersebut, setiap enam bulan sekali, dilaporkan ke Direktorat
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia sebagai data penggunaan obat rasional per enam bulan untuk Provinsi
DKI Jakarta.
4.3. Laporan Penggunaan Obat Rasional Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati Jakarta Timur Periode Oktober - Desember 2012
Data laporan penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati pada Bulan Oktober memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang masuk
untuk masing-masing diagnosis yaitu sebanyak 22 lembar resep. Dari keseluruhan
resep tersebut, didapatkan resep yang menggunakan antibiotik untuk pasien
dengan diagnosis ISPA non spesifik yaitu sebanyak 6 resep dan untuk pasien
dengan diagnosis diare non spesifik yaitu sebanyak 4 resep dengan nilai
persentase masing-masing diagnosis secara berurutan yaitu 27,27% dan 18,18%.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
20
Universitas Indonesia
Selanjutnya, pada pasien myalgia, tidak ditemukan adanya penggunaan sediaan
injeksi. Sehingga nilai persentase penggunaan sedian injeksi pada pasien tersebut
yaitu 0%.
Data laporan penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati pada Bulan November memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang
masuk untuk masing-masing diagnosis yaitu sebanyak 20 lembar resep. Dari
keseluruhan resep tersebut, didapatkan resep yang menggunakan antibiotik untuk
pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik yaitu sebanyak 5 resep dan untuk
pasien dengan diagnosis diare non spesifik yaitu sebanyak 6 resep dengan nilai
persentase masing-masing diagnosis secara berurutan yaitu 25% dan 30 %.
Selanjutnya, pada pasien myalgia, tidak ditemukan adanya penggunaan sediaan
injeksi. Sehingga nilai persentase penggunaan sedian injeksi pada pasien tersebut
yaitu 0%.
Data laporan penggunaan obat rasional di Puskesmas Kecamatan Kramat
Jati pada Bulan Desember memperlihatkan bahwa jumlah sampel resep yang
masuk untuk masing-masing diagnosis yaitu sebanyak 18 lembar resep. Dari
keseluruhan resep tersebut, didapatkan resep yang menggunakan antibiotik untuk
pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik yaitu sebanyak 3 resep dan untuk
pasien dengan diagnosis diare non spesifik yaitu sebanyak 1 resep dengan nilai
persentase masing-masing diagnosis secara berurutan yaitu 16,67% dan 5,56%.
Selanjutnya, pada pasien myalgia, tidak ditemukan adanya penggunaan sediaan
injeksi. Sehingga nilai persentase penggunaan sedian injeksi pada pasien tersebut
yaitu 0%.
Keseluruhan data mengenai laporan penggunaan obat rasional di
Puskesmas Kecamatan Kramat Jati dapat dilihat di Lampiran 2, 3, dan 4.
Pengobatan menggunakan antibiotik pada pasien dengan diagnosis ISPA
non spesifik dan diare non spesifik serta pengobatan menggunakan sediaan injeksi
pada pasien dengan diagnosis myalgia tidak diperlukan karena penggunaannya
dapat dikatakan sebagai penggunaan obat yang tidak rasional. Pada kasus pasien
ISPA non spesifik, ketidakrasionalan tersebut dikarenakan tidak tepat indikasi.
Dikatakan tidak tepat indikasi karena pasien yang menderita ISPA non spesifik
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
21
Universitas Indonesia
biasanya disebabkan karena virus sehingga tidak diperlukan pemberian antibiotik
pada pasien.
Pada kasus pasien diare non spesifik, ketidakrasionalan tersebut
dikarenakan tidak tepat indikasi. Dikatakan tidak tepat indikasi karena pasien
yang menderita diare non spesifik biasanya disebabkan bukan karena bakteri,
melainkan karena virus, makanan yang merangsang motilitas saluran cerna atau
yang tercemar toksin, dan gangguan pencernaan. Oleh karena itu tidak diperlukan
pemberian antibiotik pada pasien.
Pada kasus pasien myalgia, ketidakrasionalan tersebut dikarenakan tidak
tepat indikasi. Dikatakan tidak tepat indikasi karena pasien yang menderita
myalgia mendapatkan terapi berupa injeksi vitamin B12. Padahal tidak semua
keluhan myalgia disebabkan karena defisiensi vitamin B12.
Ditemukan dua kelemahan utama dalam proses pencatatan data. Pertama,
apoteker dan/atau asisten apoteker tidak mendapatkan akses untuk melihat
status/rekam medis pasien. Ketika mendapatkan resep, data yang tertera pada
resep yang berhubungan mengenai data yang harus dimasukkan pada formulir
monitoring indikator peresepan yaitu nama pasien, usia, dan obat-obat yang
diresepkan beserta jumlah dan aturan pemakaian. Sedangkan, terdapat kolom
diagnosis salah satu kolom formulir monitoring indikator peresepan. Oleh karena
mengalami keterbatasan untuk mengakses status/rekam medis pasien maka
apoteker dan/asisten apoteker yang menetapkan diagnosis berdasarkan obat-
obatan yang diresepkan. Hal ini mampu menimbulkan bias karena bisa saja pasien
yang didiagnosis ISPA non spesifik memang seharusnya mendapatkan terapi
antibiotik karena 3 hari setelah mendapat pengobatan pasien tersebut belum
sembuh. Namun oleh apoteker dan/asisten apoteker, hal tersebut digolongkan
sebagai pengobatan yang tidak rasional.
Kelemahan yang kedua yaitu beban kerja yang tidak seimbang dengan
jumlah tenaga kefarmasian yang ada. Jumlah apoteker, tenaga kefarmasian
lainnya, serta pegawai lain yang bekerja di bagian farmasi (apotek) tidak
sebanding dengan jumlah resep yang masuk ke apotek serta fungsi pelayanan
kefarmasian sebagai kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan beban kerja
yang demikian, sangat memungkinkan bahwa kegiatan pelayanan informasi obat
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
22
Universitas Indonesia
(PIO) tidak mampu berjalan dengan optimal. Padahal, dengan mengoptimalkan
kegiatan PIO diharapkan mampu menekan angka ketidakrasionalan dalam
penggunaan obat.
Beban kerja yang berlebihan ini juga dialami pada dokter atau pun perawat
sebagai profesi yang dapat mengakses status/rekam medis pasien. Jika beban kerja
ketiga profesi di atas tidak berlebihan maka dapat memungkinkan apoteker/asisten
apoteker untuk melakukan verifikasi atas data diagnosis dari resep yang nantinya
akan dijadikan sebagai data penggunaan obat rasional sehingga tidak terjadi bias.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
23 Universitas Indonesia
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil rekapitulasi Penggunaan Obat Rasional (POR) dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Pelaporan data POR mampu memberikan gambaran kerasionalan peresepan
obat pada pasien ISPA non spesifik, diare non spesifik, dan myalgia. Hasil
rekapitulasi data POR per bulan di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
dilaporkan ke Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur pada tanggal 10 setiap
bulannya. Kemudian, setiap tiga bulan data tersebut dikirimkan ke Dinas
Kesehatan Provinsi untuk dikompilasi dan selanjutnya setiap enam bulan
sekali diserahkan ke pusat, yaitu Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
2. Data POR Puskesmas Kecamatan Kramat Jati pada bulan Oktober 2012 yaitu
sebanyak 22 sampel resep dimana ditemukan antibiotik pada 6 sampel resep
pada pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik (27,27%), 4 sampel resep
pada pasien dengan diagnosis diare non spesifik (18,18%), dan tidak
ditemukan sediaan injeksi pada pasien myalgia (0%). Kemudian pada bulan
November 2012 yaitu sebanyak 20 sampel resep dimana ditemukan antibiotik
pada 5 sampel resep pada pasien dengan diagnosis ISPA non spesifik (25%), 6
sampel resep pada pasien dengan diagnosis diare non spesifik (30%), dan
tidak ditemukan sediaan injeksi pada pasien myalgia (0%). Terakhir, pada
Bulan Desember 2012 yaitu sebanyak 18 sampel resep dimana ditemukan
antibiotik pada 3 sampel resep pada pasien dengan diagnosis ISPA non
spesifik (16,67%), 1 sampel pada pasien dengan diagnosis diare non spesifik
(5,56%), dan tidak ditemukan sediaan injeksi pada pasien myalgia (0%).
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
24
Universitas Indonesia
5.2. Saran
1. Tenaga kefarmasian yang ada di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati sebaiknya
melakukan PIO baik bersifat aktif maupun pasif serta tidak hanya kepada
pasien tetapi kepada seluruh teanaga kesehatan di Puskesmas Kecamatan
Kramat Jati mengenai penggunaan antibiotik dan sediaan injeksi yang
rasional, terutama pada dokter.
2. Menambah jumlah apoteker dan/atau tenaga teknis kefarmasian di Puskesmas
Kecamatan Kramat Jati sehingga mampu mengurangi beban kerja yang ada.
Diharapkan, dengan pengurangan beban kerja ini tenaga kefarmasian yang ada
di Puskesmas Kramat Jati mampu menjalankan program pelayanan informasi
(PIO) lebih optimal.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
25 Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 1.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Materi Pelatihan Manajemen
Kefarmasian di Puskesmas. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 79 – 93.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
LAMPIRAN
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
26
Lampiran 1. Formulir indikator peresepan
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
27
Lampiran 2. Data penggunaan obat rasional Bulan Oktober 2012 di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
FORM-1
FORMULIR MONITORING INDIKATOR PERESEPAN
PUSKESMAS : Kec. Kramat Jati Bulan : Oktober
KABUPATEN / KOTA : Jakarta Timur Tahun : 2012
PROVINSI : DKI Jakarta
Tgl No. Nama Umur Diagnosis Jumlah Item
Obat
Antibiotik
Ya/Tidak
Injeksi
Ya/tidak Nama Obat Dosis
Jumlah
Obat
Sesuai
Pedoman
Ya/Tidak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1
1 Mikha 6 tahun ISPA non
SP 4 Ya Tidak
a. Ambroksol Tab 3 x 1/2 6
b. CTM Tab 3 x 1/2 6
c. Dexamethasone 3 x 1/2 6
d. Erythromycin 250 3 x 1 10
2 Riki 14
tahun
Diare non
Spesifik 4 Ya Tidak
a. Oralit prn 4
b. Diaform 3 x 1 10
c. Cotrimoxazol 480 2 x 2 12
d. Antasida syr 3 x 1 c 1
3 Aan 47
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diklofenac 25 3 x 1 16
b. Vt. B Complex 2 x 1 10
c. Vit. C 50 mg 2 x 1 10
d.
2 a. Amoxilin 500 3 x 1 10
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
28
1 Astri 19
tahun
ISPA non
SP
4 ya Tidak b. GG 3 x 1 10
c. CTM 3 x 1 10
d. Parasetamol 3 x 1 6
2 Rohilah 22
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Antasid Tab 3 x 1 6
b. Diaform 3 x 1 10
c. CTM 3 x 1 10
d. Parasetamol 3 x 1 6
3 Henny 67
tahun Myalgia 6 Tidak Tidak
a. Deksametason 3 x 1 10
b. CTM Tab 3 x 1 10
c. Na Diklofenac 50 3 x 1 6
d. Vit B1, B6, B12 3 x 1 10
3
1 Zaenina 6 tahun ISPA non
SP 4 Ya Tidak
a. Ambroksol Tab 3 x 1/2 5
b. CTM Tab 3 x 1/2 5
c. PCT 500 mg 3 x 1/2 5
d. Amoxicillin 250 3 x 1 10
2 Kandi 54
tahun
Diare non
Spesifik 5 Tidak Tidak
a. Zink 1 x 1 10
b. Diaform, PCT 3 x 1 10
c. Vit. B Comp. 2 x 1 10
d. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
3 Sri Sukaesih 45
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diklofenac 50 3 x 1 6
b. Vit. C 50 mg 3 x 1 10
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d.
4 1 Alisa 9 tahun ISPA non 4 Ya Tidak a. Prednison 2 x 1/2 3
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
29
SP b. Vit. B Comp. 2 x 1/2 3
c. Cotrimoxazol 480 2 x 1 6
d. Ambroxol 3 x 1/2 5
2 Juhaeva 47
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Zink 1 x 1 10
b. Vit. B 6 2 x 1 10
c. Antasid 3 x 1 ac 10
d. Diaform 3 x 1 10
3 Caci 40
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Vit B Comp. 2 x 1 10
b. Vit C 50 mg 2 x 1 10
c. Na Diklofenac 50 3 x 1 6
d.
5
1 Taufik H 36
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. Parasetamol 3 x 1 10
b. CTM Tab 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d.
2 Sifa 18
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Oralit prn 4
b. Zink 1 x 1 10
c. Diaform 3 x 1 10
d. Antasid 3 x 1 ac 10
3 Masturoh 37
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. Vit B1 3 x 2 20
c. Vit B6 2 x 2 20
d.
8 1 Nisa 7 tahun ISPA non 4 Tidak Tidak a. PCT 3 x 1/2 5
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
30
SP b. CTM Tab 3 x 1/2 5
d. Ambroxol 3 x 1/2 5
d. Vit B Comp. 2 x 1 6
2 Warni 41
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 6
b. Antasid 3 x 1 ac 10
c. Oralit prn 4
d. PCT 3 x 1 6
3 Agustina 69
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 25 2 x 1 6
b. Vit B1 tab 3 x 1 10
c. Vit B12 tab 3 x 1 10
d.
9
1 Abd. Ridho 5 tahun ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. Parasetamol 500 3 x 1/2 5
b. CTM Tab 3 x 1/2 5
c. Ambroxol 3 x 1/2 5
d.
2 Suherman 40
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 6
b. Antasid 3 x 1 ac 10
c. Parasetamol 3 x 1 6
d. Oralit prn 4
3 Dendi 33
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Asam Mef. 500 3 x 1 6
b. Vit. B1 Tab 3 x 1 10
c. Vit. B6 Tab 3 x 1 10
Vit. B12 Tab 3 x 1 10
10 1 Eksan 47 ISPA non 4 Tidak Tidak a. PCT 500 mg 3 x 1 6
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
31
tahun SP b. CTM Tab 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Haryati 30
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Oralit prn 4
b. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
c. Diaform 3 x 1 6
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
3 Muktisari 29
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
11
1 Nurhasanah 38
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. GG 3 x 1 10
b. CTM Tab 3 x 1 10
c. Vit B Comp. 3 x 1 10
d.
2 Selvi 15
tahun
Diare non
Spesifik 5 Tidak Tidak
a. Antasis syr 3 x 1 ac 1
b. Diaform, PCT 3 x 1 10
c. Oralit prn 4
d. Zink 1 x 1 10
3 Suratinah 61
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
12 1 Bianca 18 ISPA non 4 Tidak Tidak a. PCT 3 x 1 10
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
32
tahun SP b. CTM Tab 3 x 1 10
c. GG 3 x 1 10
d. Vit C. 50 mg 3 x 1 10
2 Sila Sakti 23
tahun
Diare non
Spesifik 5 Tidak Tidak
a. Zink 1 x 1 10
b. Vit. B Comp. 3 x 1 10
c. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
d. Diaform,
Ibuprofen 3 x 1 10
3 Dadang 52
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
15
1 Lina 31
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 3 x 1 6
b. CTM Tab 3 x 1 10
c. GG 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Andren 7 tahun Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Zink 1 x 1 10
b. Diaform 3 x 1/2 5
c. Papaverin 3 x 1/2 3
d. Vit. B6 10 mg 3 x 1 10
3 Barno 59
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1 3 x 1 10
d. Kalk 1 x 1 5
16 1 Nana M 32 ISPA non 4 Tidak Tidak a. PCT 3 x 1 6
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
33
tahun SP b. CTM Tab 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Popo L 35
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Zink 1 x 1 10
b. Diaform 3 x 1 10
c. Oralit prn 4
d. Papaverin 3 x 1 10
3 Royana 39
tahun Myalgia 2 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. PCT 3 x 1 6
c.
d.
17
1 Rusniningsih 32
tahun
ISPA non
SP 4 Ya Tidak
a. CTM 3 x 1 10
b. PCT 3 x 1 6
c. GG 3 x 1 10
d. Amox 500mg 3 x 1 10
2 Yusriati 30
tahun
Diare non
Spesifik 5 Ya Tidak
a. Diaform 3 x 2 15
b. Zink; oralit 1 x 1,
prn 10; 4
c. Papaverin 3 x 1 10
d. Cotrimoxazole
480 2 x 2 12
3 Hasanah 53
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Vit. B1 Tab 3 x 1 10
c. Vit. B6 Tab 3 x 1 10
d. Vit. B12 Tab 3 x 1 10
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
34
18
1 Winda 34
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. GG 3 x 1 10
b. CTM Tab 1 x 1 3
c. Vit. B Comp. 2 x 1 10
d.
2 Sudiono 29
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Zink 1 x 1 10
c. Antasid Tab 3 x 1,
ac 10
d. Vit. B Comp. 2 x 1 10
3 Sardjinah 59
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenak 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1 Tab 3 x 1 10
d. Kalk 1 x 1 10
19
1 Yatin 33
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500 mg 3 x 1 6
b. CTM Tab 3 x 1 10
c. GG 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Nurul 26
tahun
Diare non
Spesifik 6 Ya Tidak
a. Cotrimoxazole
480 2 x 2 12
b. Diaform, Papaverin, Vit. B.
Comp 3 x1 10
c. Oralit prn 4
d. Ranitidin 2 x 1 6
3 Hj. Siti Fatiyah 63
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Antasid Tab
3 x 1,
ac 10
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
35
c. Vit. B1 Tab 3 x 1 10
d. Kalk 1 x 1
22
1 Atifah 43
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. CTM 3 x 1 10
b. Ambroxol 3 x 1 10
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d.
2 Deo 13
tahun
Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1,
prn 10
b. Vit. B Comp. 3 x 1 10
c. Papaverin 3 x 1 10
d.
3 Eri 30
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. PCT 500 mg 3 x 1 6
b. Vit. B Comp. 3 x 1 10
c. Na Diklofenac 25 2 x 1 6
d. 3 x 1
23
1 Dedi 15
tahun
ISPA non
SP 4 Ya Tidak
a. Parasetamol 3 x 1 6
b. CTM Tab 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Amox 500mg 3 x 1 10
2 Purwati 37
tahun
Diare non
Spesifik 5 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Ranitidin 2 x 1 6
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Amox 500mg prn 4
3 Rosidin 37
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
36
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
24
1 Alya 5 tahun ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT syr 3 x 2,
cth 1
b. Ambroxol Tab 3 x 1/2 5
c. CTM 3 x 1/2 5
d. Oralit 3 x 1/2 5
2 Rifki 22
tahun
Diare non
Spesifik 2 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Oralit prn 4
c.
d.
3 Rosmawinil 54
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Asam Mef. 500 3 x 1 10
Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
c.
d.
25
1 Budi Sukardi 44
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500 mg 3 x 1 6
b. GG 3 x 1 10
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d. Vit. C 50mg 3 x 1 10
2 Kurniawan 27
tahun
Diare non
Spesifik 5 Ya Tidak
a. Cotrimoxazole
480 2 x 2 12
b. Diaform 3 x 2 15
c. Papaverin 3 x 1 10
d. Zink; oralit 1 x 1;
prn 10; 4
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
37
3 Helpenida 44
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
29
1 Monica 5 tahun ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. Ambroksol Tab 3 x 1/2 5
b. CTM Tab 3 x 1/2 5
c. Vit. B Comp. 3 x 1/2 5
d.
2 Haryanto 30
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Papaverin 3 x 1 10
c. PCT 500 mg 3 x 1 6
d. Metronidazol 500 3 x 1 10
3 Mulyani 33
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1
b. Dexamethasone 3 x 1 6
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d. 10
30
1 Simah 50
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. PCT 500 mg 3 x 1 5
b. GG 3 x 1 10
c. CTM 3 x 1 10
d.
2 Wijaya 23
tahun
Diare non
Spesifik 5 Ya Tidak
a. Cotrimoxazole
480 2 x 2 12
b. Diaform 3 x 1 10
c. Papaverin, Vit. B6 3 x 1 10
d. Oralit prn 4
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
38
3 Syahbani 32
tahun Myalgia 2 Tidak Tidak
a. PCT 500 mg 3 x 1 6
b. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
c.
d.
31
1 M. Soari 6 tahun ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. Ambroksol Tab 3 x 1/2 5
b. CTM Tab 3 x 1/2 5
c. Vit. B Comp. 3 x 1/2 5
d. 6
2 Abdul Basith 33
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Ranitidin 2 x 1 10
b. Papaverin 3 x 1 10
c. Diaform 3 x 1 4
d. Oralit prn 6
3 H. Lukman 45
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 10
b. Vit. B Comp. 2 x 1 10
c. Vit. C 50 mg 2 x 1 10
d.
n ISPA (22)
Total ISPA NP A (ISPA) 80 B (ISPA)
RATA-RATA ISPA 80/22 = 36 Keterangan :
PERSENTASE
F % =
6/22 n = Jumlah Pasien/Sampel Lembar Resep
27,27% A = Jumlah Item Obat
n Diare (22) Total Diare A (Diare) 94
B (Diare)
4 B = Jumlah Pasien yang mendapat antibiotik
RATA-RATA Diare 94/4 = 4.2 C = Jumlah Pasien yang mendapat injeksi
PERSENTASE G % = D = Jumlah Generik
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
39
4/22
18,18% E = Rerata item obat = A total/n total
n MYALGIA (22)
Total ISPA Myalgia
A (Myalgia)
85
C
(Myalgia)
0 F = % Pengunaan AB pada ISPA Non Pneumonia
RATA-RATA
Myalgia 85/22 = 3.8 = B ispa/n ispa x 100%
PERSENTASE
H % =
0/22 G = % Pengunaan AB pada Diare Non Spesifik
0% = B diare/n diare x 100%
n Total (66)
Total
A (Total)
259 C (Total)
H = % Pengunaan Injeksi pada Myalgia = C/n myalgia x
100%
RATA-RATA
E259/66 =
3.92
PERSENTASE
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
40
Lampiran 3. Data penggunaan obat rasional Bulan November 2012 di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
FORM-1
FORMULIR MONITORING INDIKATOR PERESEPAN
PUSKESMAS : Kec. Kramat Jati Bulan : November
KABUPATEN / KOTA : Jakarta Timur Tahun : 2012
PROVINSI : DKI Jakarta
Tgl No. Nama Umur Diagnosis Jumlah Item
Obat
Antibiotik
Ya/Tidak
Injeksi
Ya/tidak Nama Obat Dosis
Jumlah
Obat
Sesuai
Pedoman
Ya/Tidak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1
1 Suryanto 31
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Vit. C 250mg 2 x 1 6
2 Amir 11
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Papaverin 2 x 1 6
c. Zink 1 x 1 10
d. Oralit prn 4
3 Hj. Naseha 68
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
2 1 Hilda 9 tahun ISPA non 4 Tidak Tidak a. Ambroxol 3 x 1/2 5
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
41
SP b. CTM 3 x 1/2 5
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d. Vit. C 50mg 3 x 2 20
2 A. P. Simamora 46
tahun
Diare non
Spesifik 4 Ya Tidak
a. Cotrimoxazole 480 2 x 2 12
b. Diaform 3 x 1 10
c. Papaverin 3 x 1 10
d. Oralit prn 4
3 Muharomah 32
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x1 6
b. Prednison 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
5
1 Nur Rifda 11
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 3/4 6
b. Ambroxol 2 x 1 6
c. CTM 2 x 1 6
d. Vit. B Comp. 2 x 1 10
2 Abd. Halik 29
tahun
Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Papaverin 3 x 1 10
c. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
d.
3 Yohana 48 ahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 20
c.
d.
6 1 Agusinus 32 ISPA non 4 Tidak Tidak a. PCT 500mg 3 x 1 6
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
42
tahun SP b. CTM 3 x 1 10
c. GG 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Ikfi Yanti 34
tahun
Diare non
Spesifik 5 Ya Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Papaverin, Oralit
3 x 1,
prn 10, 4
c. Cotrimoxazole 480 2 x 2 12
d. Ranitidin 2 x 1 6
3 Muludin 47
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Ranitidin 2 x 1 6
d.
7
1 Heru 31
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Adit P. 19
tahun
Diare non
Spesifik 5 Ya Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Cotrimoxazole 480 2 x 2 12
c. Papaverin, Vit. B Comp. 3 x 1 10
d. Oralit prn 4
3 Hanifah 18
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. Vit. B1 3 x 1 10
c. Dexamethasone 3 x 1 10
d. PCT 500mg 3 x 1 6
8 1 A. Komari 70 ISPA non 4 Tidak Tidak a. PCT 500mg 3 x 1 6
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
43
tahun SP b. GG 3 x 1 10
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d. CTM 3 x 1 10
2 Rizki 16
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Papaverin 3 x 1 10
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d. Oralit prn 4
3 M. Yusuf 63
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Antalgin 3 x 1 6
b. Vit. B1 3 x 1 10
c. Na Diclofenac
50mg 2 x 1 6
d.
9
1 Sila 11
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 3/4 6
b. Ambroxol 3 x 3/4 10
c. Prednison 2 x 1/2 3
d. Vit. B Comp. 1 x 1 5
2 Bodo S. 71
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
b. Diaform 3 x 1 6
c. Oralit prn 4
d. Zink 1 x 1 10
3 Mimin 38
tahun Myalgia 2 Tidak Tidak
a. Parasetamol 3 x 1 6
b. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
c.
d.
12 1 Zulfikar 57 ISPA non 3 Tidak Tidak a. PCT 500mg 3 x 1 6
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
44
tahun SP b. CTM 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d.
2 Sugiyono 32
tahun
Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Zink 1 x 1 10
c. Oralit prn 5
d.
3 Mustar 64
tahun Myalgia 2 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c.
d.
13
1 Sarni 28
tahun
ISPA non
SP 4 Ya Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. GG 3 x 1 10
d. Amox 500mg 3 x 1 10
2 Kasyo 36
tahun
Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
c. Oralit prn 5
d.
3 Siti Chodijah 49
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 10
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Kalk 1 x 1 5
d. Vit. B1 3 x 1 10
14 1 Irah 11 ISPA non 4 Ya Tidak a. PCT 500mg 3 x 1/2 6
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
45
tahun SP b. CTM 3 x 1/2 5
c. Ambroxol 3 x 1/2 5
d. Amox 250mg 3 x 1 10
2 Sulianti 31
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Papaverin 3 x 1 10
c. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
d. Ranitidin 2 x 1 6
3 Tuchidin 56
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Kalk 1 x 1 5
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
19
1 Irmawati 26
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. Ambroxol 3 x 1 10
b. Prednison 2 x 1 6
c. Vit. C 50mg 3 x 1 10
d.
2 Elisa 11
tahun
Diare non
Spesifik 4 Ya Tidak
a. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
b. Diaform 3 x 1 10
c. Cotrimoxazole 480 2 x 1 6
d. Oralit prn 4
3 Nuryatinah 60
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6 3 x 1 10
d.
20 1 Intan 19
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg
3 x 1
prn 6
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
46
b. CTM 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Haidar 16
tahun
Diare non
Spesifik 5 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Zink 1 x 1 10
c. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
d. PCT 500mg, Vit.
B6
3 x 1,2
x 1 6, 10
3 Endang 36
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Vit. B Comp. 2 x 1 10
c. Prednison 2 x 1 6
d.
21
1 Sri M. 32
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. GG 3 x 1 10
c. CTM 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Suwarni 30
tahun
Diare non
Spesifik 4 Ya Tidak
a. Cotrimoxazole 480 2 x 2 12
b. Diaform 3 x 1 10
c. Papaverin 3 x 1 10
d. Oralit prn 4
3 Nur Bin S. 78
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
22 1 Yulia 30 ISPA non 4 Ya Tidak a. Amox 500mg 3 x 1 10
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
47
tahun SP b. Ambroxol 3 x 1 10
c. CTM 3 x 1 10
d. PCT 500mg 3 x 1 6
2 Nur Alim 27
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Vit. B Comp. 3 x 1 10
c. Zink 1 x 1 10
d. Oralit prn 5
3 Ipah 57
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. As Mef 500 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
23
1 Nurlaela 39
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg
3 x 1
prn 6
b. CTM 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Siti Aryani 29
tahun
Diare non
Spesifik 4 Ya Tidak
a . Cotrimoxazole
480 2 x 2 12
b. Diaform 3 x 1 10
c. Papaverin 3 x 1 10
d. Oralit prn 5
3 Nurhawi 46
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. Ranitidin 2 x 1 6
c. Vit. B1, B12 3 x 1 20
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
48
26
1 Haris 8 tahun ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1/2 5
b. CTM 3 x 1/2 5
c. Ambroxol 3 x 1/2 5
d. Vit. B Comp. 3 x 1/2 5
2 Sesilia 20
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Zink 1 x 1 10
c. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
3 Sarifah 42
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
27
1 Razan 6 tahun ISPA non
SP 4 Ya Tidak
a. Ambroxol 3 x 1/2 5
b. CTM 3 x 1/2 5
c. Amox 250mg 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1/2 5
2 Tina 52
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 6
b. Antasid Tab 3 x 1 ac 10
c. Zink 1 x 1 10
d. Oralit prn 5
3 Syah A. Amin 48
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
49
28
1 Alfi S. 8 tahun ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. GG 3 x 1/2 5
b. CTM 3 x 1/2 5
c. Vit. B Comp. 2 x 1 10
d.
2 Annisa 12
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 6
b. Papaverin 3 x 1 6
c. As Mef 500mg 3 x 1 6
d. Oralit prn 4
3 Mustar 64
tahun Myalgia 2 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c.
d.
29
1 Kamelia 27
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. GG 3 x 1 10
b. PCT 500mg 3 x 1 6
c. CTM 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 M. Zidan 7 tahun Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Zink 1 x 1 10
c. Oralit prn 4
d. Papaverin 3 x 1/2 3
3 Arif 42
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
50
30
1 Dian 25
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. GG 3 x 1 10
b. CTM 3 x 1/2 5
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d.
2 Siti Aisyah 22
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Zink 1 x 1 10
c. Ranitidin 2 x 1 6
d. Oralit prn 5
3 Miyarsih 47
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
n ISPA (20)
Total ISPA NP A (ISPA) 77
B (ISPA)
5
RATA-RATA ISPA 77/20 = 3.85 Keterangan :
PERSENTASE F % 5/20 n = Jumlah Pasien/Sampel Lembar Resep
25%
A = Jumlah Item
Obat
n Diare (20)
Total Diare A (Diare) 80
B
(Diare)6 B = Jumlah Pasien yang mendapat antibiotik
RATA-RATA Diare 80/20 = 4 C = Jumlah Pasien yang mendapat injeksi
PERSENTASE G % 6/20 D = Jumlah Generik
30% E = Rerata item obat = A total/n total
n MYALGIA (20) Total ISPA Myalgia
A (Myalgia)
80
C
(Myalgia)0 F = % Pengunaan AB pada ISPA Non Pneumonia
RATA-RATA 80/20 = 4 = B ispa/n ispa x 100%
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
51
Myalgia
PERSENTASE
H % 0/20 =
0% G = % Pengunaan AB pada Diare Non Spesifik
= B diare/n diare x 100%
n Total (60)
Total
A (Total)
237
C (Total)
H = % Pengunaan Injeksi pada Myalgia = C/n myalgia x
100%
RATA-RATA
E
237/60=3.95
PERSENTASE
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
52
Lampiran 4. Data penggunaan obat rasional Bulan Desember 2012 di Puskesmas Kecamatan Kramat Jati
FORM-1
FORMULIR MONITORING INDIKATOR PERESEPAN
PUSKESMAS : Kec. Kramat Jati Bulan : DESEMBER
KABUPATEN / KOTA : Jakarta Timur Tahun : 2012
PROVINSI : DKI Jakarta
Tgl No. Nama Umur Diagnosis Jumlah Item
Obat
Antibiotik
Ya/Tidak
Injeksi
Ya/tidak Nama Obat Dosis
Jumlah
Obat
Sesuai
Pedoman
Ya/Tidak
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
3
1 Lis Citra 13
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d.
2 Fihir 37
tahun
Diare non
Spesifik 2 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Papaverin 3 x 1 10
c.
d.
3 Siti Sulastri 51
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
53
4
1 Eni 33
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. Ambroxol 3 x 1 10
b. CTM 3 x 1 10
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d.
2 Puji Lestari 34
tahun
Diare non
Spesifik 2 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Oralit prn 5
c.
d.
3 Ida Farida 44
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. Vit. B1, B12 3 x 1 10
c.
d.
5
1 Nining 33
tahun
ISPA non
SP 4 Ya Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. GG 3 x 1 10
d. Amox 500mg 3 x 1 10
2 Ridho 22
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Antasid 3 x 1 ac 10
c. Ranitidin 2 x 1 6
d. Oralit prn 5
3 Nurlaeny 37
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 prn 6
b. Na Diclofenac 25 3 x 1 6
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
54
6
1 Leni F. 38
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. Ambroxol 3 x 1 10
b. Vit. B Comp. 2 x 1 10
c. CTM 2 x 1 6
d.
2 Rania 13
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 prn 10
b. Papaverin 3 x 1 10
c. Metoclopramid
3 x 1 ac
prn 10
d. PCT 500mg 3 x 1 6
3 Ani 51
tahun Myalgia 2 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 25 3 x 1 6
b. Vit. B Comp. 2 x 1 10
c.
d.
7
1 Fajar 7 tahun ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1/2 5
b. CTM 3 x 1/2 5
c. Ambroxol 3 x 1/2 5
d.
2 Ahyani 29
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Antasid 3 x 1 ac 10
b. Diaform 3 x 1 10
c. Papaverin 3 x 1 10
d. Omeprazol 1 x 1 ac 3
3 Marsudi 72
tahun Myalgia 2 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. PCT 500mg 3 x 1 6
c.
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
55
10
1 Fatahiyah 4 tahun ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. Dexamethasone 3 x 1 10
d. GG 3 x 1 10
2 Adela 7 tahun Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Oralit prn 4
b. Diaform 3 x 1/2 5
c. Zink 1 x 1 10
d.
3 Hj. Herwani 65
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 10
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Kalk 1 x 1 5
d.
11
1 Ario Sadewo 38
tahun
ISPA non
SP 4 Ya Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Amox 500mg 3 x 1 10
2 Lagiem 58
tahun
Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Papaverin 3 x 1 10
c. Antasida Tab 3 x 1 ac 10
d.
3 Demas 51
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 20
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
56
12
1 Iwan 31
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Mayang 22
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 prn 10
b. Papaverin 3 x 1 1
c. Antasida Tab 3 x 1 ac 10
d. Ranitidin 2 x 1 ac 6
3 Julimar 57
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. PCT 500mg 3 x 1 6
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 20
d.
13
1 Gustianti 24
tahun
ISPA non
SP 4 Ya Tidak
a. Amox 500mg 3 x 1 10
b. PCT 500mg 3 x 1 6
c. CTM 3 x 1 10
d. GG 3 x 1 10
2 Gozali 21
tahun
Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Zink 1 x 1 10
c. Vit. B6 2 x 1 10
d.
3 Ince 68
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. PCT 500mg 3 x 1 6
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
57
14
1 Ferdi 4 tahun ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. Ambroxol 3 x 1/2 5
b. CTM 3 x 1/2 5
c. Dexamethasone 3 x 1/2 5
d. Vit. C 50 mg 3 x 1/2 5
2 Anggi 20
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Zink 1 x 1 10
c. Antasida Tab 3 x 1 ac 10
d. Vit. B6 3 x 1 10
3 Rohningsri 76
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. Vit. B Comp. 3 x 1 10
c. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
d.
17
1 Supinah 56
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 10
b. CTM 3 x 1 10
c. Ambroxol 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Suci 5 tahun Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1/2 5
b. Oralit prn 4
c. Zink 1 x 1 10
d.
3 Titin 49
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1 3 x 1 10
d. Kalk 1 x 1 5
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
58
18
1 Neni 33
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. OBH syr 3 x 1 c 1
d.
2 Eksan 47
tahun
Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Antasid syr 3 x 1 ac 1
c. PCT 500mg 3 x 1 6
d.
3 Novita 33
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
19
1 Sri Dayati 42
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. GG 3 x 1 10
d. Vit. B Comp. 3 x 1 10
2 Aminah 62
tahun
Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Antasid 3 x 1 ac 10
c. Papaverin 3 x 1 10
d.
3 Khusnul 48
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 25 2 x 1 6
b. PCT 500mg 3 x 1 6
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
59
20
1 Desia 15
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. Ambroxol 3 x 1 10
c. CTM 1 x 1 3
d. Vit. B Comp. 2 x 1 10
2 Masriyatun 0 tahun Diare non
Spesifik 4 y Tidak
a. Amox 500mg 3 x 1 10
b. Diaform 3 x 1 10
c. Zink 1 x 1 10
d. Vit. B6 3 x 1 10
3 Eman S. 7 tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 25 2 x 1 6
b. Vit . B1 3 x 1 10
c. PCT 500mg 3 x 1 10
d.
21
1 Aulia 44
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. Ambroxol 3 x 1/2 5
b. CTM 3 x 1/2 5
c. Vit. B Comp. 2 x 1 10
d.
2 Agus 51
tahun
Diare non
Spesifik 4 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. PCT 500mg 3 x 1 6
c. Vit. B Comp. 3 x 1 10
d. Antasid 3 x 1 ac 10
3 Sunar 51
tahun Myalgia 3 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 2 x 1 6
b. Vit. B1, B12 3 x 1 20
c.
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
60
26
1 Anih 53
tahun
ISPA non
SP 3 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1 6
b. CTM 3 x 1 10
c. GG 3 x 1 10
d.
2 Made K. 14
tahun
Diare non
Spesifik 5 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Zink 1 x 1 10
c. Antasida Tab 3 x 1 ac 10
d. PCT 500mg, Vit.
B6
3 x 1/2 x
1 10
3 Siti Hawa 55
tahun Myalgia 4 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 25 2 x 1 6
b. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 20
c.
d.
27
1 Riski 7 tahun ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. PCT 500mg 3 x 1/2 5
b. CTM 3 x 1/2 5
c. Ambroxol 3 x 1/2 5
d. Vit. B Comp. 1 x 1 6
2 Siti Maemunah 25
tahun
Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Zink 1 x 1 10
c. Vit. B6 2 x 1 10
d.
3 Abdul Basith 34
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
61
28
1 Dede 21
tahun
ISPA non
SP 4 Tidak Tidak
a. Ambroxol 3 x 1 10
b. CTM 1 x 1 3
c. Vit. B Comp. 2 x 1 10
d. Vit. C 50 mg 2 x 1 10
2 Siti Nur 27
tahun
Diare non
Spesifik 3 Tidak Tidak
a. Diaform 3 x 1 10
b. Antasida 3 x 1 ac 10
c. Ranitidin 2 x 1 ac 6
d.
3 Tukimin 37
tahun Myalgia 5 Tidak Tidak
a. Na Diclofenac 50 3 x 1 6
b. Dexamethasone 3 x 1 10
c. Vit. B1, B6, B12 3 x 1 10
d.
n ISPA
Total ISPA NP A (ISPA) 65
B (ISPA)
3
RATA-RATA ISPA 65/18 = 3.61 Keterangan :
PERSENTASE F % 3/18 n = Jumlah Pasien/Sampel Lembar Resep
16.67
A = Jumlah Item
Obat
n Diare
Total Diare A (Diare) 61 B (Diare)
B = Jumlah Pasien yang mendapat
antibiotik
RATA-RATA Diare 61/18 = 3.39 C = Jumlah Pasien yang mendapat injeksi
PERSENTASE G % 1/18 D = Jumlah Generik
5.56 E = Rerata item obat = A total/n total
n MYALGIA Total ISPA Myalgia
A (Myalgia)
86
C
(Myalgia)0 F = % Pengunaan AB pada ISPA Non Pneumonia
RATA-RATA 68/18 = 3.78 = B ispa/n ispa x 100%
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
62
Myalgia
PERSENTASE H %0/18 G = % Pengunaan AB pada Diare Non Spesifik
0 = B diare/n diare x 100%
n Total
Total A (Total) 194 C (Total)
H = % Pengunaan Injeksi pada Myalgia = C/n myalgia x
100%
RATA-RATA
E 194/54 =
3.59
PERSENTASE
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013
Laporan praktek...., Rizki Jaka, FF, 2013