unit-2 pengantar proses manufaktur

41
Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI Pengantar Proses Manufaktur Page 1 of 41 UNIT 2 PENGANTAR PROSES MANUFAKTUR Bandung, 2009

Upload: anggraita-eka-dani

Post on 07-Aug-2015

52 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 1 of 41

UNIT 2

PENGANTAR PROSES MANUFAKTUR

Bandung, 2009

Page 2: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 2 of 41

2.1 Pendahuluan

Industri pengolahan logam secara garis besar dibagi atas 3 bagian pokok seperti yang

diperlihatkan pada Gambar 2.2 dan 2.3, yaitu sebagai berikut:

1. Industri hulu: industri yang mengolah bahan tambang berupa batuan mineral menjadi

bijihh logam dasar melalui proses penambangan dan ekstraksi.

2. Industri antara: industri yang mengolah bijihh logam dasar menjadi produk antara

atau ½ jadi seperti: billet, slab, bloom, rod dan ingot.

3. Industri hilir: industri yang mengolah lebih lanjut produk industri antara yaitu dari

produk ½ jadi menjadi produk jadi.

Proses pengolahan logam pada ke tiga industri tersebut di atas akan dijelaskan

berikut ini, dengan penekanan pada proses pembuatan besi dan baja serta proses-proses

manufaktur (Gambar 2.1) dalam pembuatan produk logam tersebut.

Gambar 2.1 Klasifikasi prosesmanufaktur

Page 3: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 3 of 41

Gambar 2.2 Diagram alir Proses Pengolahan Logam Dalam Industri.

Gambar 2.3 Aliran Proses/Pembuatan Besi dan Baja Menurut Kelompok Industri.

Page 4: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 4 of 41

Gambar 2.4 Proses pembuatan besi dan baja, mulai dari bijih besi sampai menjadi produk jadi.

2.2 Pembuatan Besi dan Baja

2.2.1 Penambangan dan Pengolahan Bijih Besi

Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.2 sampai 2.4 bahwa bahan baku awal

dalam aliran proses pembuatan besi dan baja adalah bijih besi (iron ore). Bijih besi yang

didapatkan dari alam umumnya merupakan senyawa besi dengan oksigen seperti hematite

(Fe2O3), magnetite (Fe3O4), limonit (FeO(OH)nH2O), siderit (Fe2CO3) dan pyrite (FeS2).

Pembentukan senyawa besi oksida tersebut sebagai proses alam yang terjadi selama

ribuan tahun. Kandungan senyawa besi dibumi ini mencapai 5 % dari seluruh kerak bumi.

Penambangan bijih besi tergantung keadaan di mana bijih besi tersebut

ditemukan. Jika bijih besi ada di permukaan bumi, maka penambangan dilakukan

dipermukaan bumi (open-pit mining), dan jika bijih besi berada di dalam tanah maka

penambangan dilakukan dibawah tanah (underground mining). Karena bijih besi

didapatkan dalam bentuk senyawa dan bercampur dengan kotoran-kotoran lainnya

maka sebelum dilakukan peleburan bijih besi tersebut terlebih dahulu harus dilakukan

pemurnian untuk mendapatkan konsentrasi bijih yang lebih tinggi (25-40%). Proses

pemurnian ini dilakukan dengan metode: crushing, screening, dan pencucian (washing).

Untuk meningkatkan kemurnian menjadi lebih tinggi (60-65%) serta memudahkan dalam

penanganan berikutnya, dilakukan proses agglomerasi dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

Page 5: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 5 of 41

Bijih besi dihancurkan menjadi partikel-partikel halus (serbuk).

Partikel-partikel bijih besi kemudian dipisahkan dari kotoran-kotoran dengan cara

pemisahan magnet (magnetic separator) atau metode lainnya.

Serbuk bijih besi selanjutnya dibentuk menjadi pelet berupa bola-bola kecil

berdiameter antara 12,5-20 mm.

Terakhir, pelet bijih besi dipanaskan melalui proses sinter/pemanasan

hingga temperatur 1300C agar pelet tersebut menjadi keras dan kuat sehingga

tidak mudah rontok pada saat transportasi.

2.2.2 Proses Reduksi Bijih

Tujuan proses reduksi bijih adalah untuk menghilangkan ikatan oksigen dari bijih

besi sehingga kandungan metalik meningkat. Proses reduksi ini memerlukan gas reduktor

seperti hidrogen (H2) atau gas karbon monoksida (CO). Terdapat 2 jenis proses reduksi bijih

yaitu proses reduksi langsung dan proses reduksi secara tidak langsung.

2.2.2.1 Proses Reduksi Langsung

Proses ini biasanya digunakan untuk merubah pelet menjadi besi spons (sponge

iron) atau sering disebut besi hasil reduksi langsung (direct reduced iron). Gas reduktor

yang dipakai biasanya berupa gas hidrogen dan gas CO yang dapat dihasilkan melalui

pemanasan gas alam cair (LNG) dengan uap air di dalam suatu reaktor dengan reaksi kimia

sebagai berikut:

CH4 + H2O CO + 3H2

(gas hidro karbon) (uap air panas) (gas reduktor)

Dengan menggunakan gas hidrogen dan gas CO dari persamaan reaksi kimia di

atas maka proses reduksi terhadap pelet bijih besi dapat dicapai dengan reaksi kimia

sebagai berikut:

Fe2O3 + 3H2 2Fe + 3H2O

(pelet spons) (gas hidrogen) (Besi (uap air)

atau reaksi reduksi gas CO terhadap bijih hematite yaitu sebagai berikut:

Fe2O3 + 3CO 2Fe + 3CO2

Page 6: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 6 of 41

2.2.2.2 Proses Reduksi Tidak Langsung

Proses ini dilakukan dengan menggunakan tungku peleburan yang disebut juga tanur

tinggi (blast furnace) seperti yang ditunjukkan gambar 2.5. Bijih besi hasil

penambangan dimasukkan ke dalam tanur tinggi tersebut dan di dalam tanur tinggi terjadi

proses reduksi secara tidak langsung.

Bahan bakar yang digunakan pada tanur tinggi ini adalah arang kayu dari kayu yang

telah dibakar atau menggunakan batu bara yang telah didestilasi kering yang dikenal dengan

nama kokas dengan kandungan karbon (C) di atas 80%, kokas tersebut tidak hanya berfungsi

sebagai bahan bakar, tetapi juga berfungsi sebagai pembentuk gas CO sebagai reduktor. Untuk

menimbulkan reaksi pembakaran, maka ke dalam tanur tersebut ditiupkan udara

dengan menggunakan blower (gambar 2.6) sehingga terjadi proses oksidasi sebagai berikut:

2C + O2 2CO + Panas

Gas CO yang terjadi dapat menimbulkan reaksi reduksi terhadap bijih yang dimasukkan ke

dalam tanur tersebut. Sedangkan panas yang ditimbulkan berguna untuk mencairkan besi

yang telah tereduksi tersebut.

Untuk mengurangi kotoran-kotoran (impuritis) dari logam cair, ke dalam tanur

biasanya ditambahkan sejumlah batu kapur (limestone). Batu kapur tersebut akan

membentuk terak (slag) dan dapat mengikat kotoran-kotoran yang ada di dalam logam cair.

Karena berat jenis terak lebih rendah dari berat jenis cairan besi maka terak tersebut akan

berada dipermukaan logam cair sehingga dapat dikeluarkan melalui lubang terak.

Gambar 2.4. Konstruksi sebuah tanur tinggi (Blast Furnace).

Page 7: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 7 of 41

Besi hasil proses tanur tinggi ini disebut juga besi kasar (pig iron). Besi kasar ini

merupakan bahan dasar untuk membuat besi tuang (cast iron) dan baja (steel).

Komposisi kimia unsur-unsur pemadu dalam besi kasar ini terdiri dari 3-4 %C; 0,06-0,10

%S; 0,10-0,50 %P; 1-3 %Si dan sejumlah unsur-unsur lainnya, sebagai bahan impuritas.

Untuk pembuatan besi cor, besi kasar tersebut biasanya dicetak dalam bentuk

lempengan-lempengan (ingot) yang kemudian di lebur kembali oleh pabrik pengecoran

(foundry industry). Sedangkan untuk pembuatan baja, besi kasar dalam keadaan cair (molten

pig iron) langsung dipindahkan dari tanur tinggi ke dalam tungku peleburan baja, antara lain dapat

mempergunakan jenis tungku oksigen basa (basic oxygen furnace, BOF), tungku busur

listrik (electric arc furnace, EAF), atau tungku induksi.

2.3 Proses Peleburan Baja dan Besi Cor

Baja dan besi cor merupakan logam paduan antara besi dan karbon, dimana batas

kandungan karbon dalam baja relatif lebih rendah dibandingkan dengan kandungan

karbon dalam besi cor seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 berikut ini.

Gambar 2.5 Diagram Fasa paduan Fe dan C untuk baja dan besi cor.

Page 8: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 8 of 41

Proses peleburan baja, dapat menggunakan bahan baku berupa besi kasar (pig iron),

besi spons (sponge iron) atau berupa skrap. Disamping itu bahan baku lainnya yang

biasanya ditambahkan adalah bahan paduan (master alloys) ferrosilikon, ferromangan,

ferrochrom dan lainnya. Bahan muatan lain pada proses peleburan baja hádala arang kayu

ataukokas serta batu kapur. Proses peleburan baja pada umumnya mempunyai tiga tujuan utama,

yaitu sebagai berikut:

Mengatur kadar karbon agar sesuai dengan tingkat spesifikasi baja yang diinginkan.

Menambah elemen-elemen pemadu yang diinginkan.

Menghilangkan atau mengurangi unsur-unsur pengotor.

2.3.1 Proses Peleburan Baja dengan Menggunakan Tungku BOF

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam proses peleburan dengan BOF adalah:

besi kasar cair (65-85%), skrap baja (15-35%), batu kapur dan gas oksigen (kemurnian

99,5%). Keunggulan proses BOF dibandingkan proses pembuatan baja lainnya adalah dari

segi waktu peleburannya yang relatif singkat yaitu hanya berkisar sekitar 60 menit untuk

setiap proses peleburan.

Proses ini termasuk proses yang paling baru dalam industri pembuatan baja.

Gambar sketsa dari tungku ini ditunjukkan dalam gambar 2.6. Terlihat bahwa dalam gambar

tersebut bahwa konstruksi tungku BOF relatif sederhana, bagian luarnya dibuat dari

pelat baja sedangkan dinding bagian dalamnya dibuat dari bata tahan api (firebrick).

Kapasitas tungku BOF ini biasanya bervariasi antara 35 ton sampai dengan 200 ton.

Tingkat efisiensi yang demikian tinggi dari tungku BOF ini disebabkan oleh

pemakaian gas oksigen dengan kemurnian yang tinggi sebagai gas oksidator utama untuk

memurnikan baja. Gas oksigen dialirkan ke dalam tungku melalui pipa pengalir (oxygen

lance) dan bereaksi dengan cairan logam di dalam tungku. Gas oksigen akan mengikat

karbon dari besi kasar berangsur-angsur turun sampai mencapai tingkat baja yang

dibuat. Disamping itu, selama proses oksidasi berlangsung terjadi panas yang tinggi

sehingga dapat menaikkan temperatur logam cair sampai di atas 1650C.

Page 9: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 9 of 41

Gambar 2.6 Gambar sketsa sebuah tungku BOF.

2.3.2 Proses Peleburan Baja dengan Menggunakan Tungku EAF

Bahan baku yang dilebur biasanya berupa besi spons (sponge iron) yang dicampur

dengan skrap baja. Penggunaan besi spons dimaksudkan untuk menghasilkan kualitas

baja yang lebih baik. Tetapi dalam banyak hal (terutama untuk pertimbangan biaya) bahan

baku yang dilebur seluruhnya berupa skrap baja, karena skrap baja lebih murah dibandingkan

dengan besi spons.

Proses peleburan dalam tungku EAF ini menggunakan energi listrik. Konstruksi

tungku ini ditunjukkan dalam gambar 2.7. Panas dihasilkan dari busur listrik yang terjadi pada

ujung bawah dari elektroda. Energi panas yang terjadi sangat tergantung pada jarak antara

elektroda dengan muatan logam di dalam tungku. Bahan elektroda biasanya dibuat dari

karbon atau grafit. Kapasitas tungku EAF ini dapat berkisar antara 2-200 ton dengan

waktu peleburannya berkisar antara 3-6 jam.

Page 10: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 10 of 41

Gambar 2.7 Skematik sebuah tungku listrik dari jenis electric arc furnace (EAF).

2.3.3 Peleburan Besi Cor

Bahan bakar yang digunakan pada peleburan besi cor dengan menggunakan tungku kupola

adalah kokas dan dimasukkan ke dalam Kupola selang seling dengan muatan logam. Proses

pembakaran terjadi dengan meniupkan udara ke dalam tungku kupola dengan

menggunakan blower. Untuk mendapatkan proses peleburan yang baik maka

perbandingan antara muatan logam, bahan bakar dan kebutuhan udara harus dijaga sebaik

mungkin.

Bentuk dan konstruksi kupola (Gambar 2.8), hampir sama dengan

konstruksi tanur tinggi (blast furnace). Bahan baku sebagai muatan terdiri dari ingot besi kasar

atau besi kasar cair (molten pig iron) yang dihasilkan dari tanur tinggi, ditambah dengan skrap

baja ataupun skrap besi cor (return scrap). Di samping itu penambahan bahan-bahan seperti

ferosilikon (FeSi), feromangan (FeMn) dan lainnya sering pula dilakukan. Hal ini

dimaksudkan untuk menambahkan unsur paduan silikon ataupun mangan dan lainnya. Pada

saat proses peleburan ditambahkan pula sejumlah batu kapur sebagai pembentukan terak

(slag) yang dapat mengikat kotoran-kotoran sehingga memisah dari besi cair.

Proses peleburan pada tungku kupola ini sering kali sulit untuk melakukan

pengaturan komposisi kimia. Hal ini dapat mengakibatkan daerah komposisi kimia yang

dihasilkan menjadi lebar sehingga memberikan variasi pula terhadap kualitas produk yang

dibuat. Di samping itu kekurangan lainnya adalah logam cair mudah mengalami

Page 11: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 11 of 41

kontaminasi oleh sulfur atau unsur-unsur lainnya yang disebabkan oleh bahan bakar kokas

sehingga dapat menurunkan sifat-sifat besi tuang.

Pada proses peleburan kupola basa, cocok untuk kapasitas produksi besar dengan

temperatur tinggi. Pada proses ini kadar belerang dikurangi saat peleburan melalui reaksi

kimia antara terak basa dengan cairan besi. Kelemahan metode ini adalah sukar

pengoperasian, banyaknya unsur silikon yang hilang, serta peralatan proses (contoh: bata

tahan api) yang diperlukan mahal harganya.

Peleburan kupola asam merupakan metode yang paling sering digunakan untuk

mencairkan besi cor. Cairan besi dapat mengabsorbsi belerang, yang menghasilkan kadar

belerang 0.05%-0.15%. Oleh karena itu, sebelum proses pembulatan grafit perlu

dilakukan pengurangan kadar belerang terlebih dahulu dengan menambahkan CaC2.

Dalam proses ini pemilihan CaC2 sebagai aditif karena harganya cukup murah. Jika

jumlah CaC2 yang ditambahkan sedikit maka cara yang cocok untuk digunakan. Namun

mengingat CaC2 bersifat tahan api dan pengaruh terhadap pengurangan belerang masih

rendah, umumnya digunakan cara injeksi melalui pipa tahan api. Selain cara injeksi, cara

mengocok ladel yang didalamnya sudah terdapat CaC2 juga dapat mengurangi kadar

belerang sampai dengan 0.03%. Cara ini masih memiliki kelemahan yaitu temperatur

cairan akan turun drastis. Untuk mengatasi masalah ini, temperatur cairan harus tinggi

(kira-kira di atas 1500oC). Selain itu untuk menjaga turunnya temperatur selama

pengurangan belerang, sering pula digunakan cara peleburan dupleks, yaitu besi dicairkan

dalam kupola asam lalu dimasukkan ke dalam tanur induksi frekuensi rendah.

Karena kekurangan-kekurangan di atas, maka dewasa ini banyak pabrik

pengecoran menggunakan tungku listrik untuk menggantikan Kupola. Tungku listrik

yang banyak digunakan adalah dari jenis tungku induksi. Bahan baku yang dilebur pada

umumnya tidak menggunakan besi kasar melainkan sebagian besar berupa skrap baja atau

skrap besi tuang. Peleburan dengan tungku ini dapat menghasilkan logam cair dengan

komposisi kimia yang lebih konsisten dengan kadar impuritas yang lebih rendah karena bahan

baku yang dilebur biasanya berupa skrap baja, maka untuk menaikkan kadar karbon agar

mencapai kadar yang sesuai untuk besi cor biasanya dilakukan dengan memasukkan

sejumlah arang kayu ataupun kokas ke dalam tungku.

Page 12: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 12 of 41

Gambar 2.8 Skematik dari sebuah tungku kupola.

Gambar 2.9 Skematik dari tungku induksi.

Page 13: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 13 of 41

2.4 Pembentukan Logam (Forming)

Pembentukan logam merupakan salah satu teknik manufaktur dengan cara

pemberian gaya melalui suatu cetakan sehingga terjadi perubahan bentuk plastis. Tujuan

utama dari proses ini adalah:

1. Menghasilkan bentuk yang diinginkan.

2. Memperbaiki sifat-sifat logam yang dibentuk, yaitu karena terjadinya pengerasan

regangan (strain hardening) ataupun terjadinya perbaikan struktur mikro.

Proses pembentukan logam diklasifikasikan secara umum berdasarkan temperatur

pengerjaannya yaitu: proses pengerjaan panas (hot working) dan proses pengerjaan dingin

(cold working). Batasan dari kedua jenis proses pengerjaan tersebut adalah temperatur

rekristalisasi dari logam yang dibentuk, jika proses pengerjaannya dilakukan diatas

temperatur rekristalisasi atau dilakukan pada temperatur tinggi disebut proses pengerjaan

panas. Sebaliknya jika pengerjaannya dilakukan dibawah temperatur rekristalisasi atau

dilakukan pada temperatur rendah disebut proses pengerjaan dingin, proses ini umumnya

dilakukan pada temperatur kamar (tanpa pemanasan).

Proses-proses pembentukan yang tergolong kedalam klasifikasi proses pengerjaan

panas adalah: penempaan (forging), pengerolan (rolling), ekstrusi (extrusion) dan lainnya.

Sedangkan proses-proses pengerjaan dingin dapat berupa: penarikan kawat (wire

drawing), pembengkokan (bending), penarikan dalam (deep drawing) dan lainnya. Secara

umum klasifikasi dari proses pembentukan logam (forming) ini terlihat pula pada Gambar

2.10 berikut ini.

Gambar 2.10 Klasifikasi umum dari proses manufaktur.

Page 14: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 14 of 41

Berikut ditunjukkan secara skematis dari beberapa proses pembentukan logam:

Gambar 2.11 Proses pengerolan profil.

Gambar 2.12 Proses penempaan batang penggerak.

Page 15: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 15 of 41

Gambar 2.13 Proses ekstrusi.

Gambar 2.14 Proses penarikan kawat.

Page 16: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 16 of 41

Gambar 2.15 Proses blanking.

Page 17: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 17 of 41

Gambar 2.16 Proses bending.

Page 18: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 18 of 41

Gambar 2.17 Proses tarik dalam.

Page 19: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 19 of 41

2.5 Pengelasan Logam (Welding)

Pengelasan dan penyambungan merupakan proses manufaktur yang sangat

penting pada berbagai macam komponen teknik, dari struktur yang berukuran besar

seperti kapal laut dan jembatan hingga ke struktur yang komplek seperti mesin pesawat

atau komponen-komponen kecil untuk mikro elektronika.

Proses penyambungan telah diidentifikasi sebagai kunci teknologi-key enabling

technology, yang langsung berpengaruh pada suatu negara. Beberapa rekayasawan secara

umum memandang penyambungan adalah:

• Mahal;

• Berbahaya;

• Sulit untuk dikontrol.

Biaya operasi penyambungan yang tinggi merupakan suatu konsekuensi nyata

bahwa banyak proses penyambungan tradisional mahal pada biaya operator/pekerja.

Umumnya dalam pekerjaan konstruksi baja, biaya pekerja dapat mencapai 70-80% dari

biaya produksi.

Secara umum bahaya yang ditimbulkan dari proses ini adalah proses terjadi pada

temperatur dan tekanan tinggi, penggunaan gas-gas bertekanan tinggi dapat menyebabkan

ledakan (mudah terbakar), listrik tegangan tinggi, asap/gas berbahaya, radiasi dan polusi

suara. Kesulitan dalam mengontrol proses penyambungan merupakan akibat banyaknya

variabel yang harus dikontrol.

Proses pengelasan merupakan salah satu proses penyambungan yang dapat dibagi

ke dalam 4 katagori utama, yaitu:

Penyambungan secara mekanik.

Penyambungan dalam keadaan padat-cair.

Penyambungan dalam keadaan padat.

Penyambungan dalam keadaan cair.

Proses penyambungan dilakukan karena beberapa keuntungan, yaitu:

Terbatasnya gerakan suatu komponen.

Kompleksnya bentuk komponen sehingga sulit atau menjadi mahal saat

proses pembuatan, tetapi menjadi mudah dan murah jika dilakukan dengan

proses penyambungan.

Beberapa produk lebih baik jika dirakit sehingga mudah untuk perawatannya.

Page 20: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 20 of 41

Komponen-komponen rakitan lebih untuk dikirimkan dibandingkan produk

lengkap.

Sejumlah teknik-teknik penyambungan sekarang dilakukan dan sangat pesat

perkembangannya. terutama ikatan adesif dan pengelasan. Proses-proses pengelasan yang

sudah ada dikembangkan dan diperkenalkannya metoda-metoda baru penyambungan.

Tumbuh kembangnya teknik-teknik penyambungan menyebabkan makin sulitnya

memilih proses yang tepat. Keempat jenis proses penyambungan tersebut dapat dilihat

pada gambar 2.18 berikut.

Gambar 2.18. Klasifikasi proses penyambungan.

AWS master chart of welding and allied processes mengklasifikasikan proses

pengelasan seperti ditunjukkan pada gambar 2.19.

Joining processes

Page 21: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 21 of 41

Gambar 2.19 Standar AWS welding master chart.

Solid StateWelding (SSW)

Soldering(S)

ResistanceWelding (RW)

ThermalSpraying (THSP)

OxygenCutting (OC)

Arc Welding(AW)

Other Welding

Other Cutting

AlliedProcesses

ThermalCutting (TC)

AdhesiveBonding (ABD)

ArcCutting (AC)

Oxy-fuel GasWelding (OFW)

Brazing (B)

WeldingProcesses

Page 22: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 22 of 41

Penyambungan mekanik (mechanical fastening) dipakai untuk menyambungkan

komponen dengan komponen lain karena adanya keterbatasan pada produk tersebut (cara

ini sangat berguna untuk konstruksi yang dirakit). Cara-cara penyambungan yang

umumnya dilakukan adalah dengan paku keling, sekrup, mur-baut, jepitan dan

sambungan susut seperti ditunjukkan pada gambar 2.20, 2.21 dan 2.22.

Penyambungan mekanik sangat berguna jika tidak diinginkan terjadinya

kerusakan metalurgi terhadap material (misalnya adanya siklus termal akibat pengelasan

yang berpengaruh terhadap sifat material). Inilah yang menjadi alasan mengapa pada

konstruksi pesawat terbang banyak menggunakan penyambungan mekanik.

Gambar 2.20. (a) sekrup; (b) baut-mur dan cincin penutup (ring); (c) paku keling.

Gambar 2.21. (a) stapler karton; (b) jenis-jenis jepitan; (c) contoh penggunaan jepitanbulat pada gigi penggerak pengaduk (kitchen mixer).

Gambar 2.22. (a) jepitan plastik untuk kabel; (b) jepitan yang berfungsi untukmenyambungkan kabel; (c) .

Page 23: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 23 of 41

Contoh-contoh penggunaan sambungan mekanik, antara lain:

Sekrup (screws): untuk menyambungkan kayu pada furnitur.

Mur-baut (bolts-nuts): dipakai pada komponen-komponen mesin.

Paku keling (rivet): dipakai pada konstruksi bangunan, jembatan, badan

pesawat.

Kawat penjilid (staples): dipakai untuk penjepit buku, lembaran logam,

plastik.

Lipatan (seams): dipakai pada kaleng-kaleng.

Jepitan (clip): dipakai pada poros motor-motor listrik.

Kancing penjepit (spring and snap-in fastener): dipakai pada badan kamera,

mainan elektronik.

Contoh-contoh penyambungan mekanik ditunjukkan pada gambar 2.23, 2.24, 2.25, 2.26

dan 2.27.

Gambar 2.23. Contoh-contoh paku keling. (a) padat; (b) pipa; (c) terbelah dua; (d)tekan.

Page 24: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 24 of 41

Gambar 2.24 Contoh-contoh kawat penjilid.

Gambar 2.25 Tahapan proses pelipatan pada lembaran logam.

Gambar 2.26 Dua contoh penyambungan mekanik dengan cara sambungan susut.

Page 25: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 25 of 41

Gambar 2.29 Contoh-contoh penggunaan kancing penjepit.

Penyambungan dalam keadaan padat-cair dilakukan pada suatu komponen, di

mana terjadi keadaan logam yang akan disambung tetap berada pada kondisi padat

sedangkan logam pengisi mengalami pencairan dan akan menyambungkan kedua logam

induk. Jenis penyambungan ini adalah proses brazing dan soldering.

Proses brazing adalah proses penyambungan di mana sambungan terjadi akibat

pemanasan pada temperatur di atas 840oF (450oC) dan menggunakan logam pengisi (filler

metal) yang tidak mengandung besi (nonferrous) serta memiliki titik cair di bawah dari

logam induknya (base metal). Logam pengisi mengalir di antara kedua permukaan dan

menutupi permukaan sambungan dengan daya aksi kapiler (gambar 2.30). Pada gambar

2.31 ditunjukkan contoh penggunaan proses brazing.

Page 26: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 26 of 41

Gambar 2.30 . Proses brazing.

Gambar 2.31. Contoh penggunaan proses brazing. (a) sebelum proses; (b) sesudahproses. Logam pengisi mengisi celah logam yang akan disambung.

Proses soldering adalah proses penyambungan terjadi pada temperatur di bawah

840oF (450oC) dan umumnya logam pengisi mempunyai titik cair yang rendah sekitar

200C (paduan Pb-Sn). banyak digunakan pada sirkuit-sirkuit elektronik yang tidak

membutuhkan kekuatan dan panas tinggi. Gambar 2.32 menunjukkan contoh-contoh

penggunaan proses soldering.

Gambar 2.32. Sirkuit-sirkuit elektronik.

Page 27: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 27 of 41

Penyambungan adesif (adhesive bonding-gluing) adalah proses penyambungan

yang mempunyai aplikasi yang berbeda. Ini dapat dilihat dari penggunaannya yang

bervariasi pada berbagai produk. Penyambungan adesif harus memperhatikan beberapa

hal, antara lain:

kekuatan impak.

Kekuatan geser.

kekuatan kelupas/ kekuatan tarik.

Temperatur operasi.

Kondisi pengeleman harus memperhatikan keadaan lingkungan

(aerobik/anaerobik), kecepatan kering adesif, temperatur pengeringan).

Tahan kelembaban.

Konduktivitas listrik.

Beracun.

ukuran celah maksimum.

Gambar 2.33 menunjukkan salah satu metoda pengujian kekuatan sambungan

adesif. Tabel 2.1 menunjukkan sifat-sifat dan karakteristik bahan adesif dan pada tabel

2.2 ditunjukkan jenis-jenis dan aplikasi adesif.

Gambar 2.33 Skematik pengujian kekuatan sambungan adesif.

Page 28: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 28 of 41

Tabel 2.1 Sifat-sifat dan karakteristik bahan adesif.

Tabel 2.2. Jenis-jenis dan aplikasi adesif.

Page 29: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 29 of 41

Tabel 2.2. Jenis-jenis dan aplikasi adesif (lanjutan).

Proses penyambungan pada keadaan padat (solid-state joining) menghasilkan

sambungan pada bagian permukaan. proses terjadi pada temperatur di bawah temperatur

cair logam induk tanpa penggunaan logam pengisi seperti pada proses brazing atau

soldering. Proses-proses ini melibatkan deformasi terbatas atau difusi yang akan

menghasilkan sambungan yang kuat , baik untuk logam yang sama maupun tidak sama

(similar or dissimilar metals). Proses-proses yang termasuk dalam katagori

penyambungan dalam keadaan padat adalah roll bonding/cladding, ultrasonic welding,

friction welding, explosion welding dan diffusion bonding. Gambar 2.34 menunjukkan

skematik salah satu proses penyambungan dalam keadaan padat.

Gambar 2.34. Skematik proses roll bonding (cladding).

Page 30: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 30 of 41

Proses penyambungan dengan terjadinya pencairan setempat, terutama pada

daerah sambungan merupakan proses penyambungan yang paling banyak dipakai.

Berdasarkan gambar 2.18, dapat dilihat ada tiga kelompok yang masuk dalam jenis

penyambungan dengan pencairan (liquid-state), yaitu:

1. Pengelasan secara kimia (chemical). Jenisnya adalah oxy-acetylene dan

thermit welding.

2. Pengelasan busur listrik (arc welding). Pengelasan ini paling banyak jenisnya,

yaitu bare metal-arc welding, stud welding, gas shielding stud welding,

submerged arc welding, gas tungsten arc welding, gas metal arc welding,

shielded metal arc welding, atomic hydrogen welding, arc spot welding, arc

seam welding. carbon arc welding, twin carbon arc welding, gas carbon arc

welding, shielded carbon arc welding, plasma arc welding, electroslag

welding, electrogas welding dan flux-cored arc welding.

3. Pengelasan dengan tahanan (resistance welding). Jenisnya adalah spot

welding, flash welding, projection welding, seam welding, high frequency butt

welding dan lain-lain.

Pengelasan (welding)

Apakah yang dimaksud dengan pengelasan? Ada beberapa definisi tentang proses

pengelasan, yaitu:

Pengelasan adalah metoda yang paling umum digunakan untuk menyambung

komponen logam secara permanen. Berkaitan dengan kekuatannya,

pengelasan digunakan untuk membangun/membuat dan memperbaiki

kendaraan, jembatan, gedung, pesawat, pipa, peralatan rumah tangga dan

masih banyak produk-produk lainnya.

Proses penyambungan yang menggunakan panas, tekanan dan atau bahan

kimia untuk mencairkan dua logam bersama-sama sehingga diperoleh

sambungan yang permanen.

Gabungan logam yang disambung sedikitnya dua komponen terpisah.

Pengelasan dapat dihasilkan dari penggunaan panas atau tekanan, atau

gabungan keduanya dengan atau tanpa penambahan logam pengisi.

Page 31: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 31 of 41

Penyatuan antara dua buah logam akibat pencairan oleh panas atau tekanan

dan atau keduanya. Logam pengisi dengan temperatur cair yang sama dengan

logam induk dapat ditambahkan atau tidak.

Penyambungan terlokalisasi dari logam atau non-logam terjadi akibat adanya

panas yang mencapai temperatur pengelasan pada logam induk di sekitar

daerah sambungan, dengan atau tanpa adanya tekanan atau hanya ada

tekanan, dengan atau tanpa penggunaan logam pengisi.

Prinsip terpenting yang harus diketahui adalah bahwa terjadi ikatan logam yang

terbentuk di sepanjang antarmuka antara logam induk dengan lasan. Dengan kata lain,

material yang memiliki struktur-struktur atom yang kontinyu di sepanjang lasan dengan

atom-atom yang beraturan pada kisi kristal sama seperti yang ada pada material bakalan

(ikatan metalurgi yang terjadi karena adanya gaya-gaya tarik-menarik di antara atom-

atom). Proses pengelasan banyak digunakan karena berbagai alasan, antara lain:

Sulit atau tidak mungkin untuk dibuat menjadi satu komponen.

Lebih mudah atau lebih ekonomis untuk dibuat menjadi beberapa komponen

dan kemudian dirakit di tempat lain (di lapangan) oleh pengguna.

Beberapa produk lebih baik dibuat dengan cara perakitan. Dengan sistem

perakitan akan mudah dalam perawatan atau perbaikan.

Setiap komponen mungkin mempunyai sifat yang berbeda.

Konstruksi menjadi lebih ringan.

Komponen rakitan akan lebih mudah dikirim dibandingkan produk yang telah

jadi.

Menurut American Welding Society (AWS), proses penyambungan logam setiap

tahunnya menyumbang $50 miliar dollar terhadap perekonomian Amerika Serikat atau

sama dengan 50 persen dari pendapatan bruto nasional. Pada Gambar 2.35 dan 2.36

ditunjukkan jenis sambungan dan posisi pengelasan.

Page 32: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 32 of 41

Gambar 2.35 Jenis-jenis sambungan las.

Gambar 2.36 Jenis-jenis posisi pengelasan.

Page 33: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 33 of 41

2.6 Pemesinan Logam (Machining)

Pemesinan merupakan salah satu teknik manufaktur dimana benda kerja dibentuk

dengan cara membuang sebagian materialnya dalam bentuk geram. Proses pemesinan ini

dapat diklasifikasikan menjadi beberapa proses antara lain: bubut (turning), freis

(milling), bor (drilling) dan lainnya.

2.6.1 Bubut (Turning)

Proses pembubutan merupakan proses untuk pemesinan silinder eksternal atau

permukaan berbentuk kerucut. Biasanya dilakukan di mesin bubut (lathe). Jika diinginkan

hasil yang baik dan akurasi ukuran, maka pemotongan kasar dapat diikuti dengan satu

atau lebih pemotongan. Pada Gambar 2.37 ditunjukkan skematik dari proses pembubutan.

Gambar 2.37 Berbagai operasi dari proses pembubutan.

Page 34: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 34 of 41

(a) (b)

Gambar 2.38 (a) Mesin bubut (lathe), (b) Proses turning (bubut).

Page 35: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 35 of 41

Tabel 2.3 Parameter proses bubut.

Tabel 2.4 Rekomendasi parameter proses bubut untuk berbagai jenis material.

Page 36: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 36 of 41

Tabel 2.4 Rekomendasi parameter proses bubut untuk berbagai jenis material (lanjutan).

Page 37: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 37 of 41

Tabel 2.4 Rekomendasi parameter proses bubut untuk berbagai jenis material (lanjutan).

2.6.2 Frais (Milling)

Milling merupakan proses pemesinan dasar, dimana dilakukan perataan

permukaan secara progresif dengan pembuangan geram (chip) dari benda kerja. Untuk

melakukan proses frais (milling) digunakan pahat yang berputar dalam arah tegak lurus

sumbu alat potong. Biasanya, benda kerja bergerak dan alat potong akan berputar, tetapi

terkadang benda kerja stasioner dan alat potong akan melakukan gerak makan. Hampir

seluruh proses milling dilakukan dengan alat potong yang berbentuk multitooth sehingga

laju pembuangan material benda kerja sangat besar. Dengan proses ini dapat diperoleh

permukaan benda kerja yang sangat baik sehingga proses milling merupakan proses yang

sesuai untuk produksi dalam jumlah besar.

Gambar 2.39 Proses milling.

Page 38: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 38 of 41

Secara umum, terdapat dua operasi milling:

1. Peripheral atau slab milling

Gambar 2.40 Proses slab milling.

Proses ini biasanya dilakukan pada mesin milling dengan spindle horisontal.

2. Face milling

Gambar 2.41 Proses face milling.

Proses ini dapat dilakukan baik pada mesin spindle horisontal ataupun dengan

spindle vertikal.

Gambar 2.42 Mesin milling.

Page 39: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 39 of 41

Tabel 2.5 Parameter proses milling.

Tabel 2.6 Rekomendasi parameter proses milling.

Page 40: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 40 of 41

2.6.3 Bor (Drilling)

Drilling merupakan salah satu proses pemesinan untuk membuat lubang, mesin

yang dipergunakan dalam proses ini adalah vertical dan radial drilling machne seperti

yang ditunjukkan pada gambar 2.43 dibawah ini. Operasi proses drilling dapat pula

dilakukan pada mesin bubut (gambar 2.44).

Gambar 2.43 Vertical drilling press (a), radial drilling Machine (b).

Gambar 2.44 Berbagai tipe operasi drilling.

Page 41: Unit-2 Pengantar Proses Manufaktur

Abrianto Akuan-TechnoMET UNJANI

Pengantar Proses Manufaktur Page 41 of 41

Tabel 2.7 Rekomendasi parameter proses drilling.