undang-undang republik indonesia narkotika …jdih.muaraenimkab.go.id/aplikasi/jdih_pdf/uu no.35 th...

88
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA d. bahwa... UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kualitas sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan secara terus-menerus, termasuk derajat kesehatannya; b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; c. bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan saksama;

Upload: phamminh

Post on 20-May-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

d. bahwa...

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2009

TENTANG

NARKOTIKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang

sejahtera, adil dan makmur yang merata materiil dan

spiritual berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kualitas

sumber daya manusia Indonesia sebagai salah satu modal

pembangunan nasional perlu dipelihara dan ditingkatkan

secara terus-menerus, termasuk derajat kesehatannya;

b. bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan sumber

daya manusia Indonesia dalam rangka mewujudkan

kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya peningkatan di

bidang pengobatan dan pelayanan kesehatan, antara lain

dengan mengusahakan ketersediaan Narkotika jenis tertentu

yang sangat dibutuhkan sebagai obat serta melakukan

pencegahan dan pemberantasan bahaya penyalahgunaan

dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan

yang bermanfaat di bidang pengobatan atau pelayanan

kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan di

sisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang

sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan

tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat dan

saksama;

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 2 -

Dengan...

d. bahwa mengimpor, mengekspor, memproduksi, menanam,

menyimpan, mengedarkan, danl atau menggunakan

Narkotika tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat

dan saksama serta bertentangan dengan peraturan

perundang-undangan merupakan tindak pidana Narkotika

karena sangat merugikan dan merupakan bahaya yang

sangat besar bagi kehidupan manusia, masyarakat,

bangsa, dan negara serta ketahanan nasional Indonesia;

e. bahwa tindak pidana Narkotika telah bersifat

transnasional yang dilakukan dengan menggunakan

modus operandi yang tinggi, teknologi canggih, didukung

oleh jaringan organisasi yang luas, dan sudah banyak

menimbulkan korban, terutama di kalangan generasi

muda bangsa yang sangat membahayakan kehidupan

masyarakat, bangsa, dan negara sehingga Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika sudah

tidak sesuai lagi dengan perkembangan situasi dan

kondisi yang berkembang untuk menanggulangi dan

memberantas tindak pidana tersebut;

f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud

dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e,

perlu membentuk Undang-Undang tentang Narkotika;

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1976 tentang Pengesahan

Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun

1972 yang Mengubahnya (Lembaran Negara Republik

Indonesia Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran

Negara Republik Indonesia Nomor 3085);

3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang

Pengesahan United Nations Convention Against Illicit Traffic

in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances, 1988

(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang

Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan

Psikotropika, 1988) (Lembaran Negara Republik Indonesia

Tahun 1997 Nomor 17, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 3673);

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 3 -

5. Ekspor...

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG NARKOTIKA.

BABI

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman ataubukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yangdapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasanyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yangdibedakan ke dalam golongangolongan sebagaimana terlampirdalam Undang-Undang ini.

2. Prekursor Narkotika adalah zat atau bahan pemula ataubahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatanNarkotika yang dibedakan dalam tabel sebagaimana terlampirdalam Undang-Undang ini.

3. Produksi adalah kegiatan atau proses menyiapkan,mengolah, membuat, dan menghasilkan Narkotika secaralangsung atau tidak langsung melalui ekstraksi atau non-ekstraksi dari sumber alami atau sintetis kimia ataugabungannya, termasuk mengemas danlatau mengubahbentuk Narkotika.

4. Impor adalah kegiatan memasukkan Narkotika danPrekursor Narkotika ke dalam Daerah Pabean.

- 4 -

18. Permufakatan...

5. Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan Narkotika danPrekursor Narkotika dari Daerah Pabean.

6. Peredaran Gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika adalah setiapkegiatan atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secaratanpa hak atau melawan hukum yang ditetapkan sebagaitindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.

7. Surat Persetujuan Impor adalah surat persetujuan untukmengimpor Narkotika dan Prekursor Narkotika.

8. Surat Persetujuan Ekspor adalah surat persetujuan untukmengekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika.

9. Pengangkutan adalah setiap kegiatan atau serangkaiankegiatan memindahkan Narkotika dari satu tempat ketempat lain dengan cara, moda, atau sarana angkutan apapun.

10. Pedagang Besar Farmasi adalah perusahaan berbentuk badanhukum yang memiliki izin untuk melakukan kegiatan pengadaan,penyimpanan, dan penyaluran sediaan farmasi, termasukNarkotika dan alat kesehatan.

11. Industri Farmasi adalah perusahaan berbentuk badan hukumyang memiliki izin untuk melakukan kegiatan produksi sertapenyaluran obat dan bahan obat, termasuk Narkotika.

12. Transito Narkotika adalah pengangkutan Narkotika dari suatunegara ke negara lain dengan melalui dan singgah di wilayahNegara Republik Indonesia yang terdapat kantor pabeandengan atau tanpa berganti sarana angkutan.

13. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan ataumenyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaanketergantungan pada Narkotika, baik secara fisik maupunpsikis.

14. Ketergantungan Narkotika adalah kondisi yang ditandai olehdorongan untuk menggunakan Narkotika secara terus-menerus dengan takaran yang meningkat agarmenghasilkan efek yang sama dan apabila penggunaannyadikurangi danlatau dihentikan secara tiba-tiba,menimbulkan gej ala fisik dan psikis yang khas.

15. Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan Narkotikatanpa hak atau melawan hukum.

16. Rehabilitasi Medis adalah suatu proses kegiatan pengobatansecara terpadu untuk membebaskan pecandu dariketergantungan Narkotika.

17. Rehabilitasi Sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secaraterpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekaspecandu Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosialdalam kehidupan masyarakat.

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 5 -

Pasal 4...

18. Permufakatan Jahat adalah perbuatan dua orang atau lebih yangbersekongkol atau bersepakat untuk melakukan,melaksanakan, membantu, turut serta melakukan,menyuruh, menganjurkan, memfasilitasi, memberikonsultasi, menjadi anggota suatu organisasi kejahatanNarkotika, atau mengorganisasikan suatu tindak pidanaNarkotika.

19. Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatanpenyelidikan atau penyidikandengan cara menyadappembicaraan, pesan, informasi, danlatau jaringankomunikasi yang dilakukan melalui telepon danlatau alat komunikasielektronik lainnya.

20. Kejahatan Terorganisasi adalah kejahatan yang dilakukan olehsuatu kelompok yang terstruktur yang terdiri atas 3 (tiga) orangatau lebih yang telah ada untuk suatu waktu tertentu danbertindak bersama dengan tujuan melakukan suatu tindakpidana Narkotika.

21. Korporasi adalah kumpulan terorganisasi dari orang danlataukekayaan, baik merupakan badan hukum maupunbukan badan hukum.

22. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusanpemerintahan di bidang kesehatan.

BAB IIDASAR, ASAS, DAN TUJUAN

Pasal 2

Undang-Undang tentang Narkotika berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Pasal 3

Undang-Undang tentang Narkotika diselenggarakan berasaskan:

a. keadilan;b. pengayoman;c. kemanusiaan;d. ketertiban;e. perlindungan;f. keamanan;g. nilai-nilai ilmiah; danh. kepastian hukum.

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

(2) Dalam...

- 6 -

Pasal 4

Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:

a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentinganpelayanan kesehatan danlatau pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi;

b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesiadari penyalahgunaan Narkotika;

c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika; dan

d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosialbagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

BAB IIIRUANG LINGKUP

Pasal 5

Pengaturan Narkotika dalam Undang-Undang ini meliputi segalabentuk kegiatan danlatau perbuatan yang berhubungan denganNarkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 6

(1) Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5digolongkan ke dalam:a. Narkotika Golongan I;b. Narkotika Golongan II; danc. Narkotika Golongan III.

(2) Penggolongan Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1)untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantum dalamLampiran I dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dariUndang-Undang ini.

(3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan Narkotikasebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganPeraturan Menteri.

Pasal 7

Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanankesehatan danlatau pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.

Pasal 8

(1) Narkotika Golongan I dilarang digunakan untukkepentingan pelayanan kesehatan.

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 7 -

Bagian Kedua...

(2) Dalam jumlah terbatas, Narkotika Golongan I dapat digunakanuntuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi dan untuk reagensia diagnostik, serta reagensialaboratorium setelah mendapatkan persetujuan Menteri atasrekomendasi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

BAB IVPENGADAAN

Bagian KesatuRencana Kebutuhan Tahunan

Pasal 9

(1) Menteri menjamin ketersediaan Narkotika untukkepentingan pelayanan kesehatan danlatau untukpengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(2) Untuk keperluan ketersediaan Narkotika sebagaimanadimaksud pada ayat (1), disusun rencana kebutuhan tahunanNarkotika.

(3) Rencana kebutuhan tahunan Narkotika sebagaimanadimaksud pada ayat (2) disusun berdasarkan datapencatatan dan pelaporan rencana dan realisasi produksitahunan yang diaudit secara komprehensif dan menjadipedoman pengadaan, pengendalian, dan pengawasanNarkotika secara nasional.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencanakebutuhan tahunan Narkotika diatur dengan PeraturanMenteri.

Pasal 10

(1) Narkotika untuk kebutuhan dalam negeri diperoleh dari impor,produksi dalam negeri, danlatau sumber lain denganberpedoman pada rencana kebutuhan tahunan Narkotikasebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3).

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan rencanakebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksuddalam Pasal 9 dan kebutuhan Narkotika dalam negerisebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Menteri.

- 8 -

Bagian Ketiga...

Bagian KeduaProduksi

Pasal 11

(1) Menteri memberi izin khusus untuk memproduksiNarkotika kepada Industri Farmasi tertentu yang telahmemiliki izin sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan setelah dilakukan audit oleh BadanPengawas Obat dan Makanan.

(2) Menteri melakukan pengendalian terhadap produksi Narkotikasesuai dengan rencana kebutuhan tahunan Narkotikasebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

(3) Badan Pengawas Obat dan Makanan melakukanpengawasan terhadap bahan baku, proses produksi, danhasil akhir dari produksi Narkotika sesuai dengan rencanakebutuhan tahunan Narkotika sebagaimana dimaksud dalamPasal 9.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin danpengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)diatur dengan Peraturan Menteri.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasansebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur denganPeraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 12

(1) Narkotika Golongan I dilarang diproduksi danlatau digunakandalam proses produksi, kecuali dalam jumlah yang sangatterbatas untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi.

(2) Pengawasan produksi Narkotika Golongan I untukkepentingan pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secaraketat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyelenggaraanproduksi danlatau penggunaan dalam produksi dengan jumlahyang sangat terbatas untuk kepentingan pengembanganilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan PeraturanMenteri.

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 9 -

b. peringatan...

Bagian KetigaNarkotika untuk Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Pasal 13

(1) Lembaga ilmu pengetahuan yang berupa lembagapendidikan dan pelatihan serta penelitian danpengembangan yang diselenggarakan oleh pemerintah ataupunswasta dapat memperoleh, menanam, menyimpan, danmenggunakan Narkotika untuk kepentingan ilmu pengetahuandan teknologi setelah mendapatkan izin Menteri.

(2) Ketentuan lebih lanjutmengenai syaratdan tata carauntuk mendapatkanizin dan penggunaan Narkotika sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian KeempatPenyimpanan dan Pelaporan

Pasal 14

(1) Narkotika yang berada dalam penguasaan industri farmasi,pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaanfarmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatanmasyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmupengetahuan wajib disimpan secara khusus.

(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanansediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusatkesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembagailmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, danmenyimpan laporan berkala mengenai pemasukan danlataupengeluaran Narkotika yang berada dalam penguasaannya.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan secarakhusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan jangka waktu,bentuk, isi, dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksudpada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri.

(4) Pelanggaran terhadap ketentuan mengenai penyimpanansebagaimana dimaksud pada ayat (1) danlatau ketentuanmengenai pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dikenai sanksi administratif oleh Menteri atas rekomendasi dariKepala Badan Pengawas Obat dan Makanan berupa:

a. teguran;

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 10 -

Pasal 17...

b. peringatan;

c. denda administratif;

d. penghentian sementara kegiatan; atau

e. pencabutan izin.

BABVIMPOR DAN EKSPOR

Bagian KesatuIzin Khusus dan Surat Persetujuan Impor

Pasal 15

(1) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besarfarmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai importirsesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan untukmelaksanakan impor Narkotika.

(2) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izinkepada perusahaan lain dari perusahaan milik negarasebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagaiimportir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan imp or Narkotika.

Pasal 16

(1) Importir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Impor dariMenteri untuk setiap kali melakukan impor Narkotika.

(2) Surat Persetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksudpada ayat (1) diberikan berdasarkan hasil audit Kepala BadanPengawas Obat dan Makanan terhadap rencana kebutuhan danrealisasi produksi danlatau penggunaan Narkotika.

(3) Surat Persetujuan Impor Narkotika Golongan I dalam jumlahyang sangat terbatas hanya dapat diberikan untukkepentingan pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.

(4) Surat Persetujuan Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)disampaikan kepada pemerintah negara pengekspor.

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 11 -

Pasal 17

Pelaksanaan impor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuanpemerintah negara pengekspor dan persetujuan tersebut dinyatakandalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan di negara pengekspor.

Bagian KeduaIzin Khusus dan Surat Persetujuan Ekspor

Pasal 18

(1) Menteri memberi izin kepada 1 (satu) perusahaan pedagang besarfarmasi milik negara yang telah memiliki izin sebagai eksportir sesuaidengan ketentuan peraturan perundangundangan untukmelaksanakan ekspor Narkotika.

(2) Dalam keadaan tertentu, Menteri dapat memberi izin kepadaperusahaan lain dari perusahaan milik negara sebagaimanadimaksud pada ayat (1) yang memiliki izin sebagai eksportirsesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undanganuntuk melaksanakan ekspor Narkotika.

Pasal 19

(1) Eksportir Narkotika harus memiliki Surat Persetujuan Ekspordari Menteri untuk setiap kali melakukan ekspor Narkotika.

(2) Untuk memperoleh Surat Persetujuan Ekspor Narkotikasebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemohon harusmelampirkan surat persetujuan dari negara pengimpor.

Pasal 20

Pelaksanaan ekspor Narkotika dilakukan atas dasar persetujuanpemerintah negara pengimpor dan persetujuan tersebut dinyatakandalam dokumen yang sah sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan di negara pengimpor.

Pasal 21

Impor dan ekspor Narkotika dan Prekursor Narkotika hanya dilakukanmelaluikawasanpabean tertentuyangdibukauntukperdagangan luar negeri.

Pasal 22 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 12 -

Pasal 22

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperolehSurat Persetujuan Impor dan Surat Persetujuan Ekspor diaturdengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga Pengangkutan

Pasal 23

Ketentuan peraturan perundang-undangan tentangpengangkutan barang tetap berlaku bagi pengangkutan Narkotika,kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini atau diaturkemudian berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 24

(1) Setiap pengangkutan impor Narkotika wajib dilengkapi dengandokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yang sahsesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan dinegara pengekspor dan Surat Persetujuan Impor Narkotika yangdikeluarkan oleh Menteri.

(2) Setiap pengangkutan ekspor Narkotika wajib dilengkapi denganSurat Persetujuan Ekspor Narkotika yang dikeluarkan olehMenteri dan dokumen atau surat persetujuan impor Narkotikayang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor.

Pasal 25

Penanggung jawab pengangkut impor Narkotika yang memasukiwilayah Negara Republik Indonesia wajib membawa dan bertanggungjawab atas kelengkapan Surat Persetujuan Impor Narkotika dariMenteri dan dokumen atau surat persetujuan ekspor Narkotika yangsah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dinegara pengekspor.

Pasal 26 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 13 -

Pasal 26

(1) Eksportir Narkotika wajib memberikan Surat Persetujuan EksporNarkotika dari Menteri dan dokumen atau Surat PersetujuanImpor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan di negara pengimpor kepada orang yangbertanggung jawab atas perusahaan pengangkutan ekspor.

(2) Orang yang bertanggung jawab atas perusahaan pengangkutanekspor wajib memberikan Surat Persetujuan Ekspor Narkotika dariMenteri dan dokumen atau Surat Persetujuan Impor Narkotikayang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di negara pengimpor kepada penanggung jawabpengangkut.

(3) Penanggung jawab pengangkut ekspor Narkotika wajib membawadan bertanggung jawab atas kelengkapan Surat PersetujuanEkspor Narkotika dari Menteri dan dokumen atau SuratPersetujuan Impor Narkotika yang sah sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan di negara pengimpor.

Pasal 27

(1) Narkotika yang diangkut harus disimpan pada kesempatanpertama dalam kemasan khusus atau di tempat yang aman didalam kapal dengan disegel oleh nakhoda dengan disaksikan olehpengirim.

(2) Nakhoda membuat berita acara tentang muatan Narkotika yangdiangkut.

(3) Nakhoda dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluhempat) jam setelah tiba di pelabuhan tujuan wajib melaporkanNarkotika yang dimuat dalam kapalnya kepada kepala kantorpabean setempat.

(4) Pembongkaran muatan Narkotika dilakukan dalam kesempatanpertama oleh nakhoda dengan disaksikan oleh pejabat bea dancukai.

(5) Nakhoda yang mengetahui adanya Narkotika tanpadokumen atau Surat Persetujuan Ekspor atau Surat PersetujuanImpor di dalam kapal wajib membuat berita acara, melakukantindakan pengamanan, dan pada persinggahan pelabuhanpertama segera melaporkan dan menyerahkan Narkotika tersebutkepada pihak yang berwenang.

Pasal 28 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 14 -

Pasal 28

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 berlaku pul bagikapten penerbang untuk pengangkutan udara.

Bagian Keempat

Transito

Pasal 29

(1) Transito Narkotika harus dilengkapi dengan dokumen atauSurat Persetujuan Ekspor Narkotika yang sah daripemerintah negara pengekspor dan dokumen atau SuratPersetujuan Impor Narkotika yang sah dari pemerintah negarapengimpor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku di negara pengekspor dan pengimpor.

(2) Dokumen atau Surat Persetujuan Ekspor Narkotika daripemerintah negara pengekspor dan dokumen atau SuratPersetujuan Impor Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat(1) sekurang-kurangnya memuat keterangan tentang:

a. nama dan alamat pengekspor dan pengimpor Narkotika;

b. jenis, bentuk, dan jumlah Narkotika; dan

c. negara tujuan ekspor Narkotika.

Pasal 30

Setiap terjadi perubahan negara tujuan ekspor Narkotika pad a TransitoNarkotika hanya dapat dilakukan setelah adany a persetujuan dari:

a. pemerintah negara pengekspor Narkotika;

b. pemerintah negara pengimpor Narkotika; dan

c. pemerintah negara tujuan perubahan ekspor Narkotika. Pasal 31

Pengemasan kembali Narkotika pada Transito Narkotika hanyadapat dilakukan terhadap kemasan asli Narkotika yang mengalamikerusakan dan harus dilakukan di bawah tanggung jawab pengawasanpejabat Bea dan Cukai dan petugas Badan Pengawas Obat danMakanan.

Pasal 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan Transito Narkotik diaturdengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 15 -

Bagian Kelima

Pemeriksaan

Pasal 33

Pemerintah melakukan pemeriksaan atas kelengkapan dokumenimpor, ekspor, danlatau Transito Narkotika.

Pasal 34

(1) Importir Narkotika dalam memeriksa Narkotika yang diimpornyadisaksikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan dan wajibmelaporkan hasilnya kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) harikerja sejak tanggal diterimanya impor Narkotika di perusahaan.

(2) Berdasarkan hasil laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Menteri menyampaikan hasil penerimaan impor Narkotika kepadapemerintah negara pengekspor.

BAB VI

PEREDARAN

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 35

Peredaran Narkotika meliputi setiap kegiatan atau serangkaiankegiatan penyaluran atau penyerahan Narkotika, baik dalam rangkaperdagangan, bukan perdagangan maupun pemindahtanganan,untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi.

Pasal 36

(1) Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelahmendapatkan izin edar dari Menteri.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perizinanperedaran Narkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimanadimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

(3) Untuk …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 16 -

(3) Untuk mendapatkan izin edar dari Menteri, Narkotika dalambentuk obat jadi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harusmelalui pendaftaran pada Badan Pengawas Obat dan Makanan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pendaftaranNarkotika dalam bentuk obat jadi sebagaimana dimaksud padaayat (3) diatur dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obatdan Makanan.

Pasal 37

Narkotika Golongan II dan Golongan III yang berupa bahan baku,baik alami maupun sintetis, yang digunakan untuk produksi obatdiatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 38

Setiap kegiatan peredaran Narkotika wajib dilengkapi dengandokumen yang sah.

Bagian Kedua Penyaluran

Pasal 39

(1) Narkotika hanya dapat disalurkan oleh Industri Farmasi,pedagang besar farmasi, dan sarana penyimpanan sediaan farmasipemerintah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undangini.

(2) Industri Farmasi, pedagang besar farmasi, dan saranapenyimpanan sediaan farmasi pemerintah sebagaimanadimaksud pada ayat (1) wajib memiliki izin khusus penyaluranNarkotika dari Menteri.

Pasal 40

(1) Industri Farmasi tertentu hanya dapat menyalurkan Narkotikakepada:

a pedagang besar farmasi tertentu;

b. apotek;

c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintahtertentu; dan

d. rumah sakit.

(2) Pedagang …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 17 -

(2) Pedagang besar farmasi tertentu hanya dapat menyalurkanNarkotika kepada:

a. pedagang besar farmasi tertentu lainnya;

b. apotek;

c. sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintahtertentu;

d. rumah sakit; dan

e. lembaga ilmu pengetahuan.

(3) Sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanyadapat menyalurkan Narkotika kepada:

a. rumah sakit pemerintah;

b. pusat kesehatan masyarakat; dan

c. balai pengobatan pemerintah tertentu.

Pasal 41

Narkotika Golongan I hanya dapat disalurkan oleh pedagang besarfarmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan tertentu untukkepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 42

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carpenyaluran Narkotika diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga Penyerahan

Pasal 43

(1) Penyerahan Narkotika hanya dapat dilakukan oleh:

a. apotek;

b. rumah sakit;

c. pusat kesehatan masyarakat;

d. balai pengobatan; dan

e. dokter.

(2) Apotek hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada:

a. rumah sakit;

b. pusat kesehatan masyarakat;

c. apotek lainnya;

d. balai pengobatan;

e. dokter; dan

f. pasien.

(3) Rumah sakit, apotek, pusat kesehatan masyarakat, dan balaipengobatan hanya dapat menyerahkan Narkotika kepada pasienberdasarkan resep dokter.

(4) Penyerahan …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 18 -

(4) Penyerahan Narkotika oleh dokter hanya dapat dilaksanakanuntuk:

a. menjalankan praktik dokter dengan memberikan Narkotikamelalui suntikan;

b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat denganmemberikan Narkotika melalui suntikan; atau

c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak adaapotek.

(5) Narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu yangdiserahkan oleh dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (4)hanya dapat diperoleh di apotek.

Pasal 44

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenyerahan Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diaturdengan Peraturan Menteri.

BAB VII

LABEL DAN PUBLIKASI

Pasal 45

(1) Industri Farmasi wajib mencantumkan label pada kemasanNarkotika, baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan bakuNarkotika.

(2) Label pada kemasan Narkotika sebagaimana dimaksud padaayat (1) dapat berbentuk tulisan, gambar, kombinasi tulisan dangambar, atau bentuk lain yang disertakan pada kemasan ataudimasukkan ke dalam kemasan, ditempelkan, ataumerupakan bagian dari wadah, danlatau kemasannya.

(3) Setiap keterangan yang dicantumkan dalam label padakemasan Narkotika harus lengkap dan tidak menyesatkan.

Pasal 46

Narkotika hanya dapat dipublikasikan pada media cetak ilmiahkedokteran atau media cetak ilmiah farmasi.

Pasal 47 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 19 -

Pasal 47

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara pencantumanlabel dan publikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dan Pasal46 diatur dengan Peraturan Menteri.

BAB VIII

PREKURSOR NARKOTIKA

Bagian Kesatu

Tujuan Pengaturan

Pasal 48

Pengaturan prekursor dalam Undang-Undang ini bertujuan:

a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan PrekursorNarkotika;

b. mencegah dan memberantas peredaran gelap PrekursorNarkotika; dan

c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpanganPrekursor Narkotika.

Bagian Kedua

Penggolongan dan Jenis Prekursor Narkotika

Pasal 49

(1) Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 digolongkan kedalam Prekursor Tabel I dan Prekursor Tabel II dalam LampiranUndang-Undang ini.

(2) Penggolongan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud padaayat (1) untuk pertama kali ditetapkan sebagaimana tercantumdalam Lampiran II dan merupakan bagian tak terpisahkan dariUndang-Undang ini.

(3) Ketentuan mengenai perubahan penggolongan PrekursorNarkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganPeraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri terkait.

Bagian Ketiga …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 20 -

Bagian Ketiga

Rencana Kebutuhan Tahunan

Pasal 50

(1) Pemerintah menyusun rencana kebutuhan tahunan PrekursorNarkotika untuk kepentingan industri farmasi, industrinonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(2) Rencana kebutuhan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) disusun berdasarkan jumlah persediaan, perkiraankebutuhan, dan penggunaan Prekursor Narkotika secaranasional.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenyusunan rencana kebutuhan tahunan Prekursor Narkotikasebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diaturdengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteriterkait.

Bagian Keempat

Pengadaan

Pasal 51

(1) Pengadaan Prekursor Narkotika dilakukan melalui produksi danimpor.

(2) Pengadaan Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud padaayat (1) hanya dapat digunakan untuk tujuan industri farmasi,industri nonfarmasi, dan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pasal 52

Ketentuan mengenai syarat dan tata cara produksi, impor, ekspor,peredaran, pencatatan dan pelaporan, serta pengawasan PrekursorNarkotika diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB IX …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 21 -

BAB IXPENGOBATAN DAN REHABILITASI

Bagian KesatuPengobatan

Pasal 53

(1) Untuk kepentingan pengobatan dan berdasarkan indikasi medis,dokter dapat memberikan Narkotika Golongan II atau GolonganIII dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu kepada pasiensesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatmemiliki, menyimpan, danl atau membawa Narkotika untukdirinya sendiri.

(3) Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harusmempunyai bukti yang sah bahwa Narkotika yang dimiliki,disimpan, danlatau dibawa untuk digunakan diperoleh secarasah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

Bagian Kedua Rehabilitasi

Pasal 54

Pecandu Narkotika dan korban penyalahgunaan Narkotika wajibmenjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 55

(1) Orang tua atau wali dari Pecandu Narkotika yang belum cukupumur wajib melaporkan kepada pusat kesehatan masyarakat,rumah sakit, danlatau lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasisosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkanpengobatan danlatau perawatan melalui rehabilitasi medis danrehabilitasi sosial.

(2) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur wajib melaporkandiri atau dilaporkan oleh keluarganya kepada pusat kesehatanmasyarakat, rumah sakit, danlatau lembaga rehabilitasi medisdan rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Pemerintah untukmendapatkan pengobatan danlatau perawatan melalui rehabilitasimedis dan rehabilitasi sosial.

(3) Ketentuan …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 22 -

(3) Ketentuan mengenai pelaksanaan wajib lapor sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur denganPeraturan Pemerintah.

Pasal 56

(1) Rehabilitasi medis Pecandu Narkotika dilakukan di rumah sakityang ditunjuk oleh Menteri.

(2) Lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh instansipemerintah atau masyarakat dapat melakukan rehabilitasi medisPecandu Narkotika setelah mendapat persetujuan Menteri.

Pasal 57

Selain melalui pengobatan danlatau rehabilitasi medis, penyembuhanPecandu Narkotika dapat diselenggarakan oleh instansi pemerintahatau masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional.

Pasal 58

Rehabilitasi sosial mantan Pecandu Narkotika diselenggarakan baikoleh instansi pemerintah maupun oleh masyarakat.

Pasal 59

(1) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal56 dan Pasal 57 diatur dengan Peraturan Menteri.

(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusanpemerintahan di bidang sosial.

BAB X

PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Pasal 60

(1) Pemerintah melakukan pembinaan terhadap segala kegiatan yangberhubungan dengan Narkotika.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi upaya:

a. memenuhi ketersediaan Narkotika untuk kepentinganpelayanan kesehatan danlatau pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi;

b. mencegah …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 23 -

b. mencegah penyalahgunaan Narkotika;

c. mencegah generasi muda dan anak usia sekolah dalampenyalahgunaan Narkotika, termasuk dengan

d. memasukkan pendidikan yang berkaitan dengan Narkotikadalam kurikulum sekolah dasar sampai lanjutan atas;

e. mendorong dan menunjang kegiatan penelitiandan/atau pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi di bidang Narkotika untuk kepentingan pelayanankesehatan; dan

f. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis bagiPecandu Narkotika, baik yang diselenggarakan oleh pemerintahmaupun masyarakat.

Pasal 61

(1) Pemerintah melakukan pengawasan terhadap segala kegiatanyang berkaitan dengan Narkotika.

(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Narkotika dan Prekursor Narkotika untuk kepentinganpelayanan kesehatan danlatau pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi;

b. alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan untukmelakukan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. evaluasi keamanan,khasiat, danmutuproduksebelumdiedarkan;

d. produksi;

e. impor dan ekspor;

f. peredaran;

g. pelabelan;

h. informasi; dan

i. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi.

Pasal 62

Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan sebagaiman dimaksuddalam Pasal 60 dan pengawasan sebagaiman dimaksud dalam Pasal61 diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 63 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 24 -

Pasal 63

Pemerintah mengupayakan kerja sama dengan negara lain danlataubadan internasional secara bilateral dan multilateral, baik regionalmaupun internasional dalam rangka pembinaan dan pengawasanNarkotika dan Prekursor Narkotika sesuai dengan kepentingannasional.

BAB XI

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN

Bagian Kesatu

Kedudukan dan Tempat Kedudukan

Pasal 64

(1) Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaandan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, denganUndang-Undang ini dibentuk Badan Narkotika Nasional, yangselanjutnya disingkat BNN.

(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembagapemerintah nonkementerian yang berkedudukan di bawahPresiden dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 65

(1) BNN berkedudukan di ibukota negara dengan wilayah kerjameliputi seluruh wilayah Negara Republik Indonesia.

(2) BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyaiperwakilan di daerah provinsi dan kabupatenlkota.

(3) BNN provinsi berkedudukan di ibukota provinsi dan BNNkabupatenlkota berkedudukan di ibukota kabupatenlkota.

Pasal 66

BNN provinsi dan BNN kabupatenlkota sebagaimana dimaksuddalam Pasal 65 ayat (3) merupakan instansi vertikal.

Pasal 67 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 25 -

Pasal 67

(1) BNN dipimpin oleh seorang kepala dan dibantu oleh seorangsekretaris utama dan beberapa deputi.

(2) Deputi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membidangiurusan:

a. bidang pencegahan;

b. bidang pemberantasan;

c. bidang rehabilitasi;

d. bidang hukum dan kerja sama; dan

e. bidang pemberdayaan masyarakat.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai struktur organisasi dan tatakerja BNN diatur dengan Peraturan Presiden.

Bagian Kedua

Pengangkatan dan Pemberhentian

Pasal 68

(1) Kepala BNN diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

(2) Syarat dan tata cara pengangkatan dan pemberhentian KepalaBNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan PeraturanPresiden.

Pasal 69

Untuk dapat diusulkan menjadi Kepala BNN, seorang calon harusmemenuhi syarat:

a. warga negara Republik Indonesia;

b. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. sehat jasmani dan rohani;

d. berijazah paling rendah strata 1 (satu);

e. berpengalaman paling singkat 5 (lima) tahun dalam penegakanhukum dan paling singkat 2 (dua) tahun dalam pemberantasanNarkotika;

f. berusia paling tinggi 56 (lima puluh enam) tahun;

g. cakap, jujur, memiliki integritas moral yang tinggi, danmemiliki reputasi yang baik;

h. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;

i. tidak menjadi pengurus partai politik; dan

j. bersedia melepaskan jabatan struktural danlatau jabatan lainselama menjabat kepala BNN.

Bagian Ketiga …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 26 -

Bagian Ketiga

Tugas dan Wewenang

Pasal 70

BNN mempunyai tugas:

a. menyusun dan melaksanakan kebijakan nasional mengenai pencegahandan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika;

b. mencegah dan memberantas penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian Negara RepublikIndonesia dalam pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;

d. meningkatkan kemampuan lembaga rehabilitasi medis danrehabilitasi sosial pecandu Narkotika, baik yang diselenggarakanoleh pemerintah maupun masyarakat;

e. memberdayakan masyarakat dalam pencegahanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;

f. memantau, mengarahkan, dan meningkatkan kegiatanmasyarakat dalam pencegahan penyalahgunaan dan peredarangelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

g. melakukan kerja sama bilateral dan multilateral, baik regionalmaupun internasional, guna mencegah dan memberantasperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

h. mengembangkan laboratorium Narkotika dan PrekursorNarkotika;

i. melaksanakan administrasi penyelidikan dan penyidikan terhadapperkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika; dan

j. membuat laporan tahunan mengenai pelaksanaan tugas danwewenang.

Pasal 71

Dalam melaksanakan tugas pemberantasan penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, BNN berwenangmelakukan penyelidikan dan penyidikan penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 72 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 27 -

Pasal 72

(1) Kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71dilaksanakan oleh penyidik BNN.

(2) Penyidik BNN sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diangkat dan diberhentikan oleh Kepala BNN.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapengangkatan dan pemberhentian penyidik BNNsebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur denganPeraturan Kepala BNN.

BAB XII

PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN

Pasal 73

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilanterhadap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika dilakukan berdasarkan peraturanperundang-undangan, kecuali ditentukan lain dalam UndangUndangini.

Pasal 74

(1) Perkara penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika, termasuk perkara yang didahulukan dariperkara lain untuk diajukan ke pengadilan guna penyelesaiansecepatnya.

(2) Proses pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotika dan tindakpidana Prekursor Narkotika pada tingkat banding, tingkat kasasi,peninjauan kembali, dan eksekusi pidana mati, serta prosespemberian grasi, pelaksanaannya harus dipercepat sesuai denganperaturan perundang-undangan.

Pasal 75

Dalam rangka melakukan penyidikan, penyidik BNN berwenang:

a. melakukan penyelidikan atas kebenaran laporan sertaketerangan tentang adanya penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika;

b. memeriksa orang atau korporasi yang diduga melakukan penyalahgunaandan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. memanggil …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 28 -

c. memanggil orang untuk didengar keterangannya sebagai saksi;

d. menyuruh berhenti orang yang diduga melakukanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika serta memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

e. memeriksa, menggeledah, dan menyita barang bukti tindak pidanadalam penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika;

f. memeriksa surat danlatau dokumen lain tentangpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika;

g. menangkap dan menahan orang yang diduga melakukanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika;

h. melakukan interdiksi terhadap peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika di seluruh wilayah juridiksi nasional;

i. melakukan penyadapan yang terkait denganpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika setelah terdapat bukti awal yang cukup;

j. melakukan teknik penyidikan pembelian terselubung danpenyerahan di bawah pengawasan;

k. memusnahkan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

l. melakukan tes urine, tes darah, tes rambut, tes asamdioksiribonukleat (DNA), danlatau tes bagian tubuh lainnya;

m. mengambil sidik jari dan memotret tersangka;

n. melakukan pemindaian terhadap orang, barang, binatang, dantanaman;

o. membuka dan memeriksa setiap barang kiriman melalui pos danalat-alat perhubungan lainnya yang diduga mempunyai hubungan denganpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika;

p. melakukan penyegelan terhadap Narkotika dan PrekursorNarkotika yang disita;

q. melakukan uji laboratorium terhadap sampel dan barang buktiNarkotika dan Prekursor Narkotika;

r. meminta bantuan tenaga ahli yang diperlukan dalamhubungannya dengan tugas penyidikan penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

s. menghentikan …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 29 -

s. menghentikan penyidikan apabila tidak cukup bukti adanyadugaan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika.

Pasal 76

(1) Pelaksanaan kewenangan penangkapan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 75 huruf g dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali duapuluh empat) jam terhitung sejak surat penangkapan diterimapenyidik.

(2) Penangkapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdiperpanjang paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam.

Pasal 77

(1) Penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf i dilaksanakansetelah terdapat bukti permulaan yang cukup dan dilakukanpaling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak surat penyadapanditerima penyidik.

(2) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanyadilaksanakan atas izin tertulis dari ketua pengadilan.

(3) Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdiperpanjang 1 (satu) kali untukjangka waktu yang sama.

(4) Tata cara penyadapan dilaksanakan sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 78

(1) Dalam keadaan mendesak dan Penyidik harus melakukanpenyadapan, penyadapan dapat dilakukan tanpa izintertulis dari ketua pengadilan negeri lebih dahulu.

(2) Dalam waktu paling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jamPenyidik wajib meminta izin tertulis kepada ketua pengadilannegeri mengenai penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat(1).

Pasal 79

Teknik penyidikan pembelian terselubung dan penyerahan di bawahpengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf jdilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis dari pimpinan.

Pasal 80 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 30 -

Pasal 80

Penyidik BNN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75, jugaberwenang:

a. mengajukan langsung berkas perkara, tersangka, dan barangbukti, termasuk harta kekayaan yang disita kepada jaksapenuntut umum;

b. memerintahkan kepada pihak bank atau lembaga keuanganlainnya untuk memblokir rekening yang diduga dari hasilpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika miik tersangka atau pihak lain yang terkait;

c. untuk mendapat keterangan dari pihak bank atau lembagakeuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka yangsedang diperiksa;

d. untuk mendapat informasi dari Pusat Pelaporan dan AnalisisTransaksi Keuangan yang terkait dengan penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika;

e. meminta secara langsung kepada instansi yang berwenang untukmelarang seseorang bepergian ke luar negeri;

f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka kepadainstansi terkait;

g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksiperdagangan, dan perjanjian lainnya atau mencabut sementaraizin, lisensi, serta konsesi yang diakukan atau dimiliki olehtersangka yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup adahubungannya dengan penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika yang sedang diperiksa; dan

h. meminta bantuan interpol Indonesia atau instansi penegakhukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan,dan penyitaan barang bukti di luar negeri.

Pasal 81

Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidik BNNberwenang melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaandan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika berdasarkanUndang-Undang ini.

Pasal 82 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 31 -

Pasal 82

(1) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimanadimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidanaberwenang melakukan penyidikan terhadap tindak pidanapenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.

(2) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu sebagaimanadimaksud pada ayat (1) di lingkungan kementerian atau lembagapemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang Narkotika dan Prekursor Narkotika berwenang:

a. memeriksa kebenaran laporan serta keterangan tentangadanya dugaan penyalahgunaan Narkotika danPrekursor Narkotika;

b. memeriksa orang yang diduga melakukanpenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badanhukum sehubungan dengan penyalahgunaan Narkotika danPrekursor Narkotika;

d. memeriksa bahan bukti atau barang bukti perkarapenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

e. menyita bahan bukti atau barang bukti perkarapenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika;

f. memeriksa surat danlatau dokumen lain tentang adanyadugaan penyalahgunaan Narkotika dan PrekursorNarkotika;

g. meminta bantuan tenaga ahli untuk tugas penyidikanpenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan

h. menangkap orang yang diduga melakukanpenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 83

Penyidik dapat melakukan kerja sama untuk mencegah danmemberantas penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika.

Pasal 84 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 32 -

Pasal 84

Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika, penyidikKepolisian Negara Republik Indonesia memberitahukan secaratertulis dimulainya penyidikan kepada penyidik BNN begitu pulasebaliknya.

Pasal 85

Dalam melakukan penyidikan terhadap penyalahgunaan Narkotikadan Prekursor Narkotika, penyidik pegawai negeri sipil tertentuberkoordinasi dengan penyidik BNN atau penyidik Kepolisian NegaraRepublik Indonesia sesuai dengan UndangUndang tentang HukumAcara Pidana.

Pasal 86

(1) Penyidik dapat memperoleh alat bukti selain sebagaimana dimaksuddalam Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana.

(2) Alat bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, ataudisimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupadengan itu; dan

b. data rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca,danlatau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpabantuan suatu sarana baik yang tertuang di atas kertas,benda fisik apa pun selain kertas maupun yang terekamsecara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada:1. tulisan, suara, danlatau gambar;

2. peta, rancangan, foto atau sejenisnya; atau 3.

huruf, tanda, angka, simbol, sandi, atau perforasi

yang memiliki makna dapat dipahami oleh orang;yang mampu membaca atau memahaminya.

Pasal 87

(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia atau penyidikBNN yang melakukan penyitaan Narkotika dan PrekursorNarkotika, atau yang diduga Narkotika dan Prekursor Narkotika,atau yang mengandung Narkotika dan Prekursor Narkotika wajibmelakukan penyegelan dan membuat berita acara penyitaanpada hari penyitaan dilakukan, yang sekurang-kurangnyamemuat:

a. nama, jenis, sifat, dan jumlah;

b. keterangan …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 33 -

b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dantahun dilakukan penyitaan;

c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai Narkotikadan Prekursor Narkotika; dan

d. tanda tangan dan identitas lengkap penyidik yang melakukanpenyitaan.

(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajibmemberitahukan penyitaan yang dilakukannya kepada kepalakejaksaan negeri setempat dalam waktu paling lama 3 x 24 (tigakali dua puluh empat) jam sejak dilakukan penyitaan dantembusannya disampaikan kepada ketua pengadilan negerisetempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan.

Pasal 88

(1) Penyidik pegawai negeri sipil tertentu yang melakukan penyitaanterhadap Narkotika dan Prekursor Narkotika wajib membuatberita acara penyitaan dan menyerahkan barang sitaan tersebutbeserta berita acaranya kepada penyidik BNN atau penyidikKepolisian Negara Republik Indonesia setempat dalam waktupaling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejakdilakukan penyitaan dan tembusan berita acaranya disampaikankepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketua pengadilannegeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan Pengawas Obat danMakanan.

(2) Penyerahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dapat dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas)hari jika berkaitan dengan daerah yang sulit terjangkau karenafaktor geografis atau transportasi.

Pasal 89

(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 dan Pasal 88bertanggung jawab atas penyimpanan dan pengamanan barangsitaan yang berada di bawah penguasaannya.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenyimpanan, pengamanan, dan pengawasan Narkotika danPrekursor Narkotika yang disita sebagaimana dimaksud padaayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 90 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 34 -

Pasal 90

(1) Untuk keperluan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan, penyidik Kepolisian Negara RepublikIndonesia, penyidik BNN, dan penyidik pegawai negeri sipilmenyisihkan sebagian kecil barang sitaan Narkotika danPrekursor Narkotika untuk dijadikan sampel gunapengujian di laboratorium tertentu dan dilaksanakan dalamwaktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sejakdilakukan penyitaan.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapengambilan dan pengujian sampel di laboratorium tertentudiatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 91

(1) Kepala kejaksaan negeri setempat setelah menerimapemberitahuan tentang penyitaan barang Narkotika danPrekursor Narkotika dari penyidik Kepolisian Negara RepublikIndonesia atau penyidik BNN, dalam waktu paling lama 7 (tujuh)hari wajib menetapkan status barang sitaan Narkotika danPrekursor Narkotika tersebut untuk kepentingan pembuktianperkara, kepentingan pengembangan ilmu pengetahuandan teknologi, kepentingan pendidikan dan pelatihan,danlatau dimusnahkan.

(2) Barang sitaan Narkotika dan Prekursor Narkotika yang beradadalam penyimpanan dan pengamanan penyidik yang telahditetapkan untuk dimusnahkan, wajib dimusnahkan dalamwaktu paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak menerimapenetapan pemusnahan dari kepala kejaksaan negeri setempat.

(3) Penyidik wajib membuat berita acara pemusnahan dalam waktupaling lama 1 x 24 (satu kali dua puluh empat) jam sejakpemusnahan tersebut dilakukan dan menyerahkan berita acaratersebut kepada penyidik BNN atau penyidik Kepolisian NegaraRepublik Indonesia setempat dan tembusan berita acaranyadisampaikan kepada kepala kejaksaan negeri setempat, ketuapengadilan negeri setempat, Menteri, dan Kepala Badan PengawasObat dan Makanan.

(4) Dalam keadaan tertentu, batas waktu pemusnahan sebagaimanadimaksud pada ayat (2) dapat diperpanjang 1 (satu) kali untukjangka waktu yang sama.

(5) Pemusnahan …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 35 -

(5) Pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pasal 75 huruf k.

(6) Barang sitaan untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan dan teknologi diserahkan kepada Menteri dan untukkepentingan pendidikan dan pelatihan diserahkan kepada KepalaBNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam waktupaling lama 5 (lima) hari terhitung sejak menerima penetapan darikepala kejaksaan negeri setempat.

(7) Kepala BNN dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesiasebagaimana dimaksud pada ayat (6) menyampaikan laporankepada Menteri mengenai penggunaan barang sitaan untukkepentingan pendidikan dan pelatihan.

Pasal 92

(1) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidikBNN wajib memusnahkan tanaman Narkotika yangditemukan dalam waktu paling lama 2 x 24 (dua kali dua puluhempat) jam sejak saat ditemukan, setelah disisihkan sebagiankecil untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, pemeriksaandi sidang pengadilan, dan dapat disisihkan untuk kepentinganpengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta untukkepentingan pendidikan dan pelatihan.

(2) Untuk tanaman Narkotika yang karena jumlahnya dan daerahyang sulit terjangkau karena faktor geografis atau transportasi,pemusnahan dilakukan dalam waktu paling lama 14 (empat belas)hari.

(3) Pemusnahan dan penyisihan sebagian tanaman Narkotikasebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan denganpembuatan berita acara yang sekurang-kurangnya memuat:

a. nama, jenis, sifat, dan jumlah;

b. keterangan mengenai tempat, jam, hari, tanggal, bulan, dantahun ditemukan dan dilakukan pemusnahan;

c. keterangan mengenai pemilik atau yang menguasai tanamanNarkotika; dan

d. tanda tangan dan identitas lengkap pelaksana dan pejabatatau pihak terkait lainnya yang menyaksikan pemusnahan.

(4) Sebagian …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 36 -

(4) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkansebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh penyidikuntuk kepentingan pembuktian.

(5) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkansebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh Menteri danBadan Pengawas Obat dan Makanan untuk kepentinganpengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

(6) Sebagian kecil tanaman Narkotika yang tidak dimusnahkansebagaimana dimaksud pada ayat (1) disimpan oleh BNN untukkepentingan pendidikan dan pelatihan.

Pasal 93

Selain untuk kepentingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90,Pasal 91, dan Pasal 92 sebagian kecil Narkotika atau tanamanNarkotika yang disita dapat dikirimkan ke negara lain yang didugasebagai asal Narkotika atau tanaman Narkotika tersebut untukpemeriksaan laboratorium guna pengungkapan asal Narkotika atautanaman Narkotika dan jaringan peredarannya berdasarkan perj anjian antarnegara atau berdasarkan asas timbal balik.

Pasal 94

Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata carapenyerahan dan pemusnahan barang sitaan sebagaimana dimaksuddalamPasal 91danPasal 92diaturdenganPeraturanPemerintah.

Pasal 95

Proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidangpengadilan tidak menunda atau menghalangi penyerahan barangsitaan menurut ketentuan batas waktu sebagaimana dimaksuddalam Pasal 90 dan Pasal 91.

Pasal 96

(1) Apabila berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap terbukti bahwa barang sitaan yang telahdimusnahkan menurut ketentuan Pasal 91 diperoleh ataudimiliki secara sah, kepada pemilik barang yang bersangkutandiberikan ganti rugi oleh Pemerintah.

(2) Besaran …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 37 -

(2) Besaran ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan oleh pengadilan.

Pasal 97

Untuk kepentingan penyidikan atau pemeriksaan di sidangpengadilan, tersangka atau terdakwa wajib memberikan keterangantentang seluruh harta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak,dan setiap orang atau korporasi yang diketahuinya atau yang didugamempunyai hubungan dengan tindak pidana Narkotika danPrekursor Narkotika yang dilakukan tersangka atau terdakwa.

Pasal 98

Hakim berwenang meminta terdakwa membuktikan bahwa seluruhharta kekayaan dan harta benda istri, suami, anak, dan setiap orangatau korporasi bukan berasal dari hasil tindak pidana Narkotika danPrekursor Narkotika yang dilakukan terdakwa.

Pasal 99

(1) Di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutandengan perkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotikayang sedang dalam pemeriksaan, dilarang menyebutkan namadan alamat pelapor atau hal yang memberikan kemungkinandapat diketahuinya identitas pelapor.

(2) Sebelum sidang dibuka, hakim mengingatkan saksi dan oranglain yang bersangkutan dengan perkara tindak pidana Narkotikadan Prekursor Narkotika untuk tidak melakukan perbuatan yangdilarang sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 100

(1) Saksi, pelapor, penyidik, penuntut umum, dan hakim yangmemeriksa perkara tindak pidana Narkotika dan PrekursorNarkotika beserta keluarganya wajib diberi perlindungan olehnegara dari ancaman yang membahayakan diri, jiwa, danlatauhartanya, baik sebelum, selama maupun sesudah prosespemeriksaan perkara.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perlindungan olehnegara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur denganPeraturan Pemerintah.

Pasal 101 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 38 -

Pasal 101

(1) Narkotika, Prekursor Narkotika, dan alat atau barang yangdigunakan di dalam tindak pidana Narkotika dan PrekursorNarkotika atau yang menyangkut Narkotika dan PrekursorNarkotika serta hasilnya dinyatakan dirampas untuknegara.

(2) Dalam hal alat atau barang yang dirampas sebagaimanadimaksud pada ayat (1) adalah milik pihak ketiga yang beritikadbaik, pemilik dapat mengajukan keberatan terhadapperampasan tersebut kepada pengadilan yang bersangkutandalam jangka waktu 14 (empat belas) hari setelah pengumumanputusan pengadilan tingkat pertama.

(3) Seluruh harta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasiltindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika dan tindakpidana pencucian uang dari tindak pidana Narkotika danPrekursor Narkotika berdasarkan putusan pengadilan yang telahmemperoleh kekuatan hukum tetap dirampas untuk negara dandigunakan untuk kepentingan:

a. pelaksanaan pencegahan dan pemberantasan

penyalahgunaan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika; dan

b. upaya rehabilitasi medis dan sosial.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penggunaan hartakekayaan atau aset yang diperoleh dari hasil tindak pidanasebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan PeraturanPemerintah.

Pasal 102

Perampasan aset sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 dapatdilakukan atas permintaan negara lain berdasarkan perjanjianantarnegara.

Pasal 103

(1) Hakim yang memeriksa perkara Pecandu Narkotika dapat:

a. memutus untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalanipengobatan danlatau perawatan melalui rehabilitasi jikaPecandu Narkotika tersebut terbukti bersalah melakukantindak pidana Narkotika; atau

b. menetapkan …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 39 -

b. menetapkan untuk memerintahkan yang bersangkutan menjalani pengobatan danl atau perawatan melalui rehabilitasijika Pecandu Narkotika tersebut tidak terbukti bersalahmelakukan tindak pidana Narkotika.

(2) Masa menjalani pengobatan danlatau perawatan bagi PecanduNarkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf adiperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman.

BAB XIII

PERAN SERTA MASYARAKAT

Pasal 104

Masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untukberperan serta membantu pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika.

Pasal 105

Masyarakat mempunyai hak dan tanggung jawab dalam upayapencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 106

Hak masyarakat dalam upaya pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika diwujudkan dalam bentuk:

a. mencari, memperoleh, dan memberikan informasi adanya dugaantelah terjadi tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;

b. memperoleh pelayanan dalam mencari, memperoleh, danmemberikan informasi tentang adanya dugaan telah terjaditindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika kepadapenegak hukum atau BNN yang menangani perkara tindakpidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;

c. menyampaikan saran dan pendapat secara bertanggungjawab kepada penegak hukum atau BNN yang menanganiperkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika;

d. memperoleh …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 40 -

d. memperoleh jawaban atas pertanyaan tentang laporannya yangdiberikan kepada penegak hukum atau BNN;

e. memperoleh perlindungan hukum pada saat yang bersangkutanmelaksanakan haknya atau diminta hadir dalam prosesperadilan.

Pasal 107

Masyarakat dapat melaporkan kepada pejabat yang berwenang atauBNN jika mengetahui adanya penyalahgunaan atau peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 108

(1) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104,Pasal 105, dan Pasal 106 dapat dibentuk dalam suatu wadahyang dikoordinasi oleh BNN.

(2) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diaturdengan Peraturan Kepala BNN.

BAB XIV

PENGHARGAAN

Pasal 109

Pemerintah memberikan penghargaan kepada penegak hukum danmasyarakat yang telah berjasa dalam upaya pencegahan,pemberantasan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika.

Pasal 110

Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.

BAB XV …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 41 -

BAB XV

KETENTUAN PIDANA

Pasal 111

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menanam,memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, ataumenyediakan Narkotika Golongan I dalam bentuk tanaman,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda palingsedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menanam, memelihara, memiliki,menyimpan, menguasai, atau menyediakan Narkotika Golongan Idalam bentuk tanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1)beratnya melebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batangpohon, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumur hidupatau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 112

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan NarkotikaGolongan I bukan tanaman, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahundan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus jutarupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliarrupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai, ataumenyediakan Narkotika Golongan I bukan tanaman sebagaimanadimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelakudipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidanapenjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 113 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 42 -

Pasal 113

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkanNarkotika Golongan I, dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun danpidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah) dan palingbanyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliarrupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor,atau menyalurkan Narkotika Golongan I sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dalam bentuk tanaman beratnyamelebihi 1 (satu) kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohonatau dalam bentuk bukan tanaman beratnya melebihi 5 (lima)gram, pelaku dipidana dengan pidana mati, pidana penjaraseumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahundan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana dendamaksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3(sepertiga).

Pasal 114

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkanuntuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantaradalam jual beli, menukar, atau menyerahkan NarkotikaGolongan I, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup ataupidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20(dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satumiliar rupiah) dan paling banyakRp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,menjadi perantara dalam jual beli, menukar, menyerahkan, ataumenerima Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud padaayat (1) yang dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu)kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon atau dalam bentukbukan tanaman beratnya 5 (lima) gram, pelaku dipidanadengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, ataupidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 115 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 43 -

Pasal 115

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa,mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan I,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahundan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana dendapaling sedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) danpaling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, ataumentransito Narkotika Golongan I sebagaimana dimaksud padaayat (1) dalam bentuk tanaman beratnya melebihi 1 (satu)kilogram atau melebihi 5 (lima) batang pohon beratnya melebihi 5(lima) gram, pelaku dipidana dengan pidana penjara seumurhidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun danpaling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 116

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenggunakan Narkotika Golongan I terhadap orang lain ataumemberikan Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lain,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun danpaling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyakRp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan narkotika terhadap orang lain ataupemberian Narkotika Golongan I untuk digunakan orang lainsebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lainmati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati,pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahundan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 117 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 44 -

Pasal 117

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan NarkotikaGolongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana dendapaling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,menyediakan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud padaayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidana denganpidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15(lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 118

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkanNarkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahundan pidana denda paling sedikit Rp800.000.000,00 (delapanratus juta rupiah) dan paling banyak Rp8.000.000.000,00 (delapanmiliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor,atau menyalurkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksudpada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidanadengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidanapenjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 119

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkanuntuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantaradalam jual beli, menukar, atau menyerahkan NarkotikaGolongan II, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4(empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana dendapalingsedikit Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 45 -

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, ataumenyerahkan Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksudpada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidanadengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidanapenjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 120

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa,mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan II,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun danpaling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, ataumentransito Narkotika Golongan II sebagaimana dimaksud padaayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidanadengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan palinglama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1 l 3 (sepertiga).

Pasal 121

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakanNarkotika Golongan II terhadap orang lain atau memberikanNarkotika Golongan II untuk digunakan orang lain, dipidanadengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan palinglama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikitRp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2) Dalam …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 46 -

(2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain ataupemberian Narkotika Golongan II untuk digunakan orang lainsebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lainmati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidana mati,pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara palingsingkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahundan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud padaayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 122

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan NarkotikaGolongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2(dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana dendapaling sedikit Rp400.000.000,00 ( em p a t r a t u s ju t ar u p i a h ) d an pa l i n g b a n ya k Rp3 .000.000.000,00 (tigamiliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memiliki, menyimpan, menguasai,menyediakan Narkotika Golongan III sebagaimanadimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelakudipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahundan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 123

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummemproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkanNarkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara palingsingkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun danpidana denda paling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratusjuta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (limamiliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan memproduksi, mengimpor, mengekspor,atau menyalurkan Narkotika Golongan III sebagaimanadimaksud pada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelakudipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun danpaling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1 l 3 (sepertiga).

Pasal 124 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 47 -

Pasal 124

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkanuntuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantaradalam jual beli, menukar, atau menyerahkan NarkotikaGolongan III, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3(tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana dendapaling sedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) danpaling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, ataumenyerahkan Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksudpada ayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram, pelaku dipidanadengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 125

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum membawa,mengirim, mengangkut, atau mentransito Narkotika Golongan III,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun danpaling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp400.000.000,00 ( e m pa t r a t us j u t a r u p i a h ) d a np a l i n g b a ny a k Rp3 .000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2) Dalam hal perbuatan membawa, mengirim, mengangkut, ataumentransito Narkotika Golongan III sebagaimana dimaksud padaayat (1) beratnya melebihi 5 (lima) gram maka pelaku dipidanadengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan palinglama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimumsebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1 l 3 (sepertiga).

Pasal 126 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 48 -

Pasal 126

(1) Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukummenggunakan Narkotika Golongan III terhadap orang lain ataumemberikan Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lain,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahundan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda palingsedikit Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan palingbanyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2) Dalam hal penggunaan Narkotika terhadap orang lain ataupemberian Narkotika Golongan III untuk digunakan orang lainsebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang lainmati atau cacat permanen, pelaku dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (limabelas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimanadimaksud pada ayat (1) ditambah 1l3 (sepertiga).

Pasal 127

(1) Setiap Penyalah Guna:

a. Narkotika Golongan I bagi diri sendiri dipidana dengan pidanapenjara paling lama 4 (empat) tahun;

b. Narkotika Golongan II bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 2 (dua) tahun; dan

c. Narkotika Golongan III bagi diri sendiri dipidana denganpidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

(2) Dalam memutus perkara sebagaimana dimaksud pada ayat (1),hakim wajib memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 103.

(3) Dalam hal Penyalah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dapat dibuktikan atau terbukti sebagai korban penyalahgunaanNarkotika, Penyalah Guna tersebut wajib menjalani rehabilitasimedis dan rehabilitasi sosial.

Pasal 128

(1) Orang tua atau wali dari pecandu yang belum cukup umur,sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) yang sengajatidak melapor, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6(enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp 1.000.000,00(satu juta rupiah).

(2) Pecandu …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 49 -

(2) Pecandu Narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkanoleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal55 ayat (1) tidak dituntut pidana.

(3) Pecandu Narkotika yang telah cukup umur sebagaimanadimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalanirehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter di rumahsakit danlatau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk olehpemerintah tidak dituntut pidana.

(4) Rumah sakit danlatau lembaga rehabilitasi medis sebagaimanadimaksud pada ayat (3) harus memenuhi standar kesehatan yangditetapkan oleh Menteri.

Pasal 129

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun danpaling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyakRp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) setiap orang yang tanpahak atau melawan hukum:

a. memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakanPrekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

b. memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkanPrekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

c. menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadiperantara dalam jual beli, menukar, atau menyerahkanPrekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika;

d. membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransitoPrekursor Narkotika untuk pembuatan Narkotika.

Pasal 130

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalamPasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115,Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120,Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,

Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan oleh korporasi, selain pidanapenjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapatdijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda denganpemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda sebagaimanadimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.

(2) Selain …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 50 -

(2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1),korporasi dapat dijatuhi pidana tambahan berupa:

a. pencabutan izin usaha; danlatau

b. pencabutan status badan hukum.

Pasal 131

Setiap orang yang dengan sengaja tidak melaporkan adanya tindakpidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128 ayat (1), dan Pasal 129dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun ataupidana denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh jutarupiah).

Pasal 132

(1) Percobaan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindakpidana Narkotika dan Prekursor Narkotika sebagaimanadimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, danPasal 129, pelakunya dipidana dengan pidana penjara yang samasesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal-Pasal tersebut.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111,Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal124, Pasal 125, Pasal 126, dan Pasal 129 dilakukan secaraterorganisasi, pidana penjara dan pidana denda maksimumnyaditambah 1l3 (sepertiga).

(3) Pemberatan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidakberlaku bagi tindak pidana yang diancam dengan pidana mati,pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara 20 (duapuluh) tahun.

Pasal 133 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 51 -

Pasal 133

(1) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikansesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikankemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengankekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anakyang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidanasebagaimana dimaksud dalam Pasal 111, Pasal 112, Pasal 113,Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal 117, Pasal 118, Pasal 119,Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125,Pasal 126, dan Pasal 129 dipidana dengan pidana mati atau pidanapenjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5(lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidanadenda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)dan paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliarrupiah).

(2) Setiap orang yang menyuruh, memberi atau menjanjikansesuatu, memberikan kesempatan, menganjurkan, memberikankemudahan, memaksa dengan ancaman, memaksa dengankekerasan, melakukan tipu muslihat, atau membujuk anakyang belum cukup umur untuk menggunakan Narkotika,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahundan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda palingsedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan palingbanyak Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 134

(1) Pecandu Narkotika yang sudah cukup umur dan dengan sengajatidak melaporkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 6 (enam)bulan atau pidana denda paling banyak Rp2.000.000,00 (duajutarupiah).

(2) Keluarga dari Pecandu Narkotika sebagaimana dimaksud padaayat (1) yang dengan sengaja tidak melaporkan PecanduNarkotika tersebut dipidana dengan pidana kurungan palinglama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyakRp1.000.000,00 (satujuta rupiah).

Pasal 135 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 52 -

Pasal 135

Pengurus Industri Farmasi yang tidak melaksanakan kewajibansebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dipidana dengan pidana penjarapaling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun danpidana denda paling sedikit Rp40.000.000,00 (empat puluh jutarupiah) dan paling banyak Rp400.000.000,00 (empat ratus jutarupiah).

Pasal 136

Narkotika dan Prekursor Narkotika serta hasil-hasil yang diperolehdari tindak pidana Narkotika danlatau tindak pidana PrekursorNarkotika, baik berupa aset dalam bentuk benda bergerak maupuntidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud serta barang-barangatau peralatan yang digunakan untuk melakukan tindak pidanaNarkotika dan tindak pidana Prekursor Narkotika dirampasuntuk negara.

Pasal 137

Setiap orang yang:

a. menempatkan, membayarkan atau membelanjakan, menitipkan,menukarkan, menyembunyikan atau menyamarkan,menginvestasikan, menyimpan, menghibahkan, mewariskan,danl atau mentransfer uang, harta, dan benda atau aset baikdalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak, berwujudatau tidak berwujud yang berasal dari tindak pidanaNarkotika danlatau tindak pidana Prekursor Narkotika,dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahundan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda palingsedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyakRp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah);

b. menerima penempatan, pembayaran atau pembelanjaan,penitipan, penukaran, penyembunyian atau penyamaraninvestasi, simpanan atau transfer, hibah, waris, harta atauuang, benda atau aset baik dalam bentuk benda bergerakmaupun tidak bergerak, berwujud atau tidak berwujud yangdiketahuinya berasal dari tindak pidana Narkotika danlatautindak pidana Prekursor Narkotika, dipidana dengan pidanapenjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10(sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00(lima ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00(lima miliar rupiah).

Pasal 138 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 53 -

Pasal 138

Setiap orang yang menghalang-halangi atau mempersulit penyidikanserta penuntutan dan pemeriksaan perkara tindak pidana Narkotikadanlatau tindak pidana Prekursor Narkotika di muka sidangpengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahundan pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus jutarupiah).

Pasal 139

Nakhoda atau kapten penerbang yang secara melawan hukum tidakmelaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 atauPasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahundan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 140

(1) Penyidik pegawai negeri sipil yang secara melawan hukum tidakmelaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88dan Pasal 89 dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana dendapaling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan penyidikBNN yang tidak melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 91 ayat (2) dan ayat (3),dan Pasal 92 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dikenaipidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 141

Kepala kejaksaan negeri yang secara melawan hukum tidakmelaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu)tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda palingsedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Pasal 142 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 54 -

Pasal 142

Petugas laboratorium yang memalsukan hasil pengujian atau secaramelawan hukum tidak melaksanakan kewajiban melaporkan hasilpengujiannya kepada penyidik atau penuntut umum, dipidanadengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana dendapaling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 143

Saksi yang memberi keterangan tidak benar dalam pemeriksaanperkara tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika di mukasidang pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1(satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda palingsedikit Rp 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan paling banyakRp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

Pasal 144

(1) Setiap orang yang dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun melakukanpengulangan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128ayat (1), dan Pasal 129 pidana maksimumnya ditambahdengan 1l3 (sepertiga).

(2) Ancaman dengan tambahan 1l3 (sepertiga) sebagaimanadimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi pelaku tindak pidanayang dijatuhi dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup,atau pidana penjara 20 (dua puluh) tahun.

Pasal 145

Setiap orang yang melakukan tindak pidana Narkotika danlatautindak pidana Prekursor Narkotika sebagaimana dimaksud dalamPasal 111, Pasal 112, Pasal 113, Pasal 114, Pasal 115, Pasal 116, Pasal117, Pasal 118, Pasal 119, Pasal 120, Pasal 121, Pasal 122, Pasal123, Pasal 124, Pasal 125, Pasal 126, Pasal 127 ayat (1), Pasal 128ayat (1), dan Pasal 129 di luar wilayah Negara Republik Indonesiadiberlakukan juga ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 146 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 55 -

Pasal 146

(1) Terhadap warga negara asing yang melakukan tindak pidanaNarkotika danlatau tindak pidana Prekursor Narkotika dan telahmenjalani pidananya sebagaimana diatur dalam Undang-Undangini, dilakukan pengusiran keluar wilayah Negara RepublikIndonesia.

(2) Warga negara asing yang telah diusir sebagaimanadimaksud pada ayat (1) dilarang masuk kembali ke wilayah NegaraRepublik Indonesia.

(3) Warga negara asing yang pernah melakukan tindak pidanaNarkotika danlatau tindak pidana Prekursor Narkotika di luarnegeri, dilarang memasuki wilayah Negara Republik Indonesia.

Pasal 147

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun danpaling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikitRp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyakRp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), bagi:

a. pimpinan rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balaipengobatan, sarana penyimpanan sediaan farmasi milikpemerintah, dan apotek yang mengedarkan NarkotikaGolongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanankesehatan;

b. pimpinan lembaga ilmu pengetahuan yang menanam, membeli,menyimpan, atau menguasai tanaman Narkotika bukan untukkepentingan pengembangan ilmu pengetahuan;

c. pimpinan Industri Farmasi tertentu yang memproduksi NarkotikaGolongan I bukan untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan; atau

d. pimpinan pedagang besar farmasi yang mengedarkanNarkotika Golongan I yang bukan untuk kepentinganpengembangan ilmu pengetahuan atau mengedarkan NarkotikaGolongan II dan III bukan untuk kepentingan pelayanankesehatan danlatau bukan untuk kepentingan pengembanganilmu pengetahuan.

Pasal 148 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 56 -

Pasal 148

Apabila putusan pidana denda sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana Narkotikadan tindak pidana Prekursor Narkotika, pelaku dijatuhi pidanapenjara paling lama 2 (dua) tahun sebagai pengganti pidana dendayang tidak dapat dibayar.

BAB XVI

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 149

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a. Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkan PeraturanPresiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan NarkotikaNasional, Badan Narkotika provinsi, dan Badan Narkotikakabupaten/kota, dinyatakan sebagai BNN, BNN provinsi, danBNN kabupaten/kota berdasarkan UndangUndang ini;

b. Kepala Pelaksana Harian BNN untuk pertama kali ditetapkansebagai Kepala BNN berdasarkan UndangUndang ini;

c. Pejabat dan pegawai di lingkungan Badan Narkotika Nasionalyang ditetapkan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83Tahun 2007 adalah pejabat dan pegawai BNN berdasarkanUndang-Undang ini;

d. dalam waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak UndangUndang inidiundangkan, struktur organisasi dan tata kerja Badan NarkotikaNasional yang dibentuk berdasarkan Peraturan Presiden Nomor83 Tahun 2007 harus sudah disesuaikan dengan Undang-Undang ini;

e. dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak UndangUndang inidiundangkan, struktur organisasi dan tata kerja BNN provinsidan BNN kabupatenlkota yang dibentuk berdasarkan PeraturanPresiden Nomor 83 Tahun 2007 harus sudah disesuaikandengan Undang-Undang ini.

Pasal 150

Program dan kegiatan Badan Narkotika Nasional yang dibentukberdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007 yang telahdilaksanakan tetapi belum selesai, masih tetap dapat dijalankansampai dengan selesainya program dan kegiatan dimaksud termasukdukungan anggarannya.

Pasal 151 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 57 -

Pasal 151

Seluruh aset Badan Narkotika Nasional yang dibentuk berdasarkanPeraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2007, baik yang berada di BNNprovinsi, maupun di BNN kabupatenlkota dinyatakan sebagai asetBNN berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB XVII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 152

Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturanpelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentangNarkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698)pada saat Undang-Undang ini diundangkan, masih tetapberlaku sepanjang tidak bertentangan danlatau belum digantidengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

Pasal 153

Dengan berlakunya Undang-Undang ini:

a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 67,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3698);dan

b. Lampiran mengenai jenis Psikotropika Golongan I dan GolonganII sebagaimana tercantum dalam Lampiran Undang-UndangNomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1997 Nomor 10, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671) yang telahdipindahkan menjadi Narkotika Golongan I menurut Undang-Undang ini,

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 154

Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkanpaling lambat 1 (satu) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 155

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 58 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkanpengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalamLembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta

pada tanggal 12 Oktober 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal 12 Oktober 2009

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

ANDI MATTALATTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 143

Salinan sesuai dengan aslinyaSEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undanganBidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat

ttd

Wisnu Setiawan

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 35 TAHUN 2009

TENTANG

NARKOTIKA

I. UMUM

Narkotika merupakan zat atau obat yang sangat bermanfaat dandiperlukan untuk pengobatan penyakit tertentu. Namun, jikadisalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standarpengobatan dapat menimbulkan akibat yang sangat merugikan bagiperseorangan atau masyarakat khususnya generasi muda. Hal ini akanlebih merugikan jika disertai dengan penyalahgunaan dan peredarangelap Narkotika yang dapat mengakibatkan bahaya yang lebih besarbagi kehidupan dan nilainilai budaya bangsa yang pada akhirnyaakan dapat melemahkan ketahanan nasional.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredarangelap Narkotika yang sangat merugikan dan membahayakankehidupan masyarakat, bangsa, dan negara, pada Sidang UmumMajelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2002melalui Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RepublikIndonesia Nomor VIlMPRl2002 telah merekomendasikan kepada DewanPerwakilan Rakyat Republik Indonesia dan Presiden Republik Indonesiauntuk melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 22Tahun 1997 tentang Narkotika.

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotikamengatur upaya pemberantasan terhadap tindak pidana Narkotikamelalui ancaman pidana denda, pidana penjara, pidana seumurhidup, dan pidana mati. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 22Tahun 1997 juga mengatur mengenai pemanfaatan Narkotikauntuk kepentingan pengobatan dan kesehatan serta mengaturtentang rehabilitasi medis dan sosial. Namun, dalam kenyataannyatindak pidana Narkotika di dalam masyarakat menunjukkankecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatifmaupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama dikalangan anak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Tindak pidana Narkotika tidak lagi dilakukan secara perseorangan,melainkan melibatkan banyak orang yang secara bersama-sama,bahkan merupakan satu sindikat yang terorganisasi dengan jaringanyang luas yang bekerja secara rapi dan sangat rahasia baik ditingkat nasional

maupun …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 2 -

maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut guna peningkatanupaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika perludilakukan pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun1997 tentang Narkotika. Hal ini juga untuk mencegah adanyakecenderungan yang semakin meningkat baik secara kuantitatifmaupun kualitatif dengan korban yang meluas, terutama di kalangananak-anak, remaja, dan generasi muda pada umumnya.

Selain itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaanNarkotika dan mencegah serta memberantas peredaran gelapNarkotika, dalam Undang-Undang ini diatur juga mengenai PrekursorNarkotika karena Prekursor Narkotika merupakan zat atau bahanpemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatanNarkotika. Dalam Undang-Undang ini dilampirkan mengenai PrekursorNarkotika dengan melakukan penggolongan terhadap jenis-jenisPrekursor Narkotika. Selain itu, diatur pula mengenai sanksi pidanabagi penyalahgunaan Prekursor Narkotika untuk pembuatanNarkotika. Untuk menimbulkan efek jera terhadap pelakupenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan PrekursorNarkotika, diatur mengenai pemberatan sanksi pidana, baik dalambentuk pidana minimum khusus, pidana penjara 20 (dua puluh) tahun,pidana penjara seumur hidup, maupun pidana mati. Pemberatanpidana tersebut dilakukan dengan mendasarkan pada golongan,jenis, ukuran, dan jumlah Narkotika.

Untuk lebih mengefektifkan pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,diatur mengenai penguatan kelembagaan yang sudah ada yaitu BadanNarkotika Nasional (BNN). BNN tersebut didasarkan pada PeraturanPresiden Nomor 83 Tahun 2007 tentang Badan NarkotikaNasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan NarkotikaKabupatenlKota. BNN tersebut merupakan lembaga non strukturalyang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepadaPresiden, yang hanya mempunyai tugas dan fungsi melakukankoordinasi. Dalam UndangUndang ini, BNN tersebut ditingkatkanmenjadi lembaga pemerintah nonkementerian (LPNK) dan diperkuatkewenangannya untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan. BNNberkedudukan di bawah Presiden dan bertanggung jawab kepadaPresiden. Selain itu, BNN juga mempunyai perwakilan di daerahprovinsi dan kabupatenlkota sebagai instansi vertikal, yakni BNNprovinsi dan BNN kabupatenlkota.

Untuk lebih memperkuat kelembagaan, diatur pula mengenai seluruhharta kekayaan atau harta benda yang merupakan hasil tindak pidanaNarkotika dan Prekursor Narkotika dan tindak pidana pencucianuang dari tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotikaberdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatanhukum tetap dirampas untuk negara dan digunakan untukkepentingan pelaksanaan pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan peredaran gelap

Narkotika …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 3 -

Narkotika dan Prekursor Narkotika dan upaya rehabilitasi medis dansosial.

Untuk mencegah dan memberantas penyalahgunaan dan peredaran gelapNarkotika dan Prekursor Narkotika yang modus operandinya semakincanggih, dalam Undang-Undang ini juga diatur mengenai perluasanteknik penyidikan penyadapan (wiretapping), teknik pembelianterselubung (under cover buy), dan teknik penyerahan yang diawasi(controlled delevery), serta teknik penyidikan lainnya guna melacak danmengungkap penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika.

Dalam rangka mencegah dan memberantas penyalahgunaan danperedaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika yang dilakukan secaraterorganisasi dan memiliki jaringan yang luas melampaui batas negara,dalam Undang-Undang ini diatur mengenai kerja sama, baik bilateral,regional, maupun internasional.

Dalam Undang-Undang ini diatur juga peran serta masyarakat dalamusaha pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan Narkotika danPrekursor Narkotika termasuk pemberian penghargaan bagi anggotamasyarakat yang berjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan Narkotika dan Prekursor Narkotika. Penghargaantersebut diberikan kepada penegak hukum dan masyarakat yang telahberjasa dalam upaya pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaandan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "Prekursor Narkotika"hanya untuk industri farmasi.

Pasal 6 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 4 -

Pasal 6

Ayat (1)

Huruf a

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "NarkotikaGolongan I" adalah Narkotika yang hanya dapatdigunakan untuk tujuan pengembangan ilmupengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, sertamempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkanketergantungan.

Huruf b

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "NarkotikaGolongan II" adalah Narkotika berkhasiat pengobatandigunakan sebagai pilihan terakhir dan dapatdigunakan dalam terapi danlatau untuk tujuanpengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyaipotensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Huruf c

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "NarkotikaGolongan III" adalah Narkotika berkhasiat pengobatandan banyak digunakan dalam terapi danlatau untuktujuan pengembangan ilmu pengetahuan sertamempunyai potensi ringan mengakibatkanketergantungan.

Ayat (2)

Cukup jelas.Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "perubahan penggolongan Narkotika"adalah penyesuaian penggolongan Narkotika berdasarkankesepakatan internasional dan pertimbangan kepentingannasional.

Pasal 7

Yang dimaksud dengan "pelayanan kesehatan" adalah termasukpelayanan rehabilitasi medis.Yang dimaksud dengan "pengembangan ilmu pengetahuan danteknologi" adalah penggunaan Narkotika terutama untukkepentingan pengobatan dan rehabilitasi, termasuk untukkepentingan pendidikan, pelatihan, penelitian dan pengembanganserta keterampilan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah yangtugas dan fungsinya melakukan pengawasan, penyelidikan,penyidikan, dan pemberantasan peredaran gelap Narkotika.Kepentingan pendidikan, pelatihan dan keterampilan adalahtermasuk untuk kepentingan melatih anjing pelacak Narkotika dari

pihak …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 5 -

pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, Bea dan Cukai danBadan Narkotika Nasional serta instansi lainnya.

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Narkotika Golongan I sebagai:

a. reagensia diagnostik adalah Narkotika Golongan Itersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksisuatu zatlbahanlbenda yang digunakan oleh seseorangapakah termasukjenis Narkotika atau bukan.

b. reagensia laboratorium adalah Narkotika Golongan Itersebut secara terbatas dipergunakan untuk mendeteksisuatu zatlbahanlbenda yang disita atau ditentukan olehpihak Penyidik apakah termasuk jenis Narkotika ataubukan.

Pasal 9

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "Narkotika dari sumber lain" adalahNarkotika yang dikuasai oleh pemerintah yang diperolehantara lain dari bantuan atau berdasarkan kerja samadengan pemerintah atau lembaga asing dan yang diperolehdari hasil penyitaan atau perampasan sesuai denganketentuan Undang-Undang ini.Narkotika yang diperoleh dari sumber lain dipergunakanterutama untuk kepentingan pengembangan ilmupengetahuan, dan teknologi termasuk juga keperluanpendidikan, pelatihan, dan keterampilan yang dilaksanakanoleh instansi Pemerintah yang tugas dan fungsinyamelakukan pengawasan, penyidikan, dan pemberantasanperedaran gelap Narkotika.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Ketentuan ini membuka kemungkinan untuk memberikanizin kepada lebih dari satu industri farmasi yang berhakmemproduksi obat Narkotika, tetapi dilakukan sangat selektif

dengan …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 6 -

dengan maksud agar pengendalian dan pengawasanNarkotika dapat lebih mudah dilakukan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "produksi"adalah termasuk pembudidayaan (kultivasi) tanaman yangmengandung Narkotika.Yang dimaksud dengan "jumlah yang sangat terbatas" adalahtidak melebihi kebutuhan yang diperlukan untukkepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 13

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "swasta" adalah lembaga ilmupengetahuan yang secara khusus atau yang salah satufungsinya melakukan kegiatan percobaan penelitian danpengembangan.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 14

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "balai pengobatan" adalah balaipengobatan yang dipimpin oleh dokter.

Ayat (2)

Ketentuan ini memberi kewajiban bagi dokter yangmelakukan praktek pribadi untuk membuat laporan yang didalamnya memuat catatan mengenai kegiatan yangberhubungan dengan Narkotika yang sudah melekat pada

rekam …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 7 -

rekam medis dan disimpan sesuai dengan ketentuan masasimpan resep selama 3 (tiga) tahun.Dokter yang melakukan praktek pada sarana kesehatan yangmemberikan pelayanan medis, wajib membuat laporanmengenai kegiatan yang berhubungan dengan Narkotika,dan disimpan sesuai dengan ketentuan masa simpan resepselama 3 (tiga) tahun.Catatan mengenai Narkotika di badan usaha sebagaimanadiatur pada ayat ini disimpan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan.Dokumen pelaporan mengenai Narkotika yang berada dibawah kewenangan Badan Pengawas Obat dan Makanan,disimpan dengan ketentuan sekurang-kurangnya dalamwaktu 3 (tiga) tahun.Maksud adanya kewajiban untuk membuat, menyimpan, danmenyampaikan laporan adalah agar Pemerintah setiap waktudapat mengetahui tentang persediaan Narkotika yang ada didalam peredaran dan sekaligus sebagai bahan dalampenyusunan rencana kebutuhan tahunan Narkotika.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan "pelanggaran" termasuk juga segalabentuk penyimpangan terhadap ketentuan peraturanperundang-undangan.

huruf a

Cukup jelas.

huruf b

Cukup jelas.

huruf c

Cukup jelas.

huruf d

Cukup jelas.

huruf eYang dimaksud dengan "pencabutan izin" adalah izinyang berkaitan dengan kewenangan untuk mengelolaNarkotika.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2) …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 8 -

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "dalam keadaan tertentu" dalamketentuan ini adalah apabila perusahaan besar farmasi miliknegara dimaksud tidak dapat melaksanakan fungsinya dalammelakukan impor Narkotika karena bencana alam, kebakaran danlain-lain.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "kawasan pabeantertentu yang dibuka untuk perdagangan luar negeri" adalahkawasan di pelabuhan laut dan pelabuhan udara internasionaltertentu yang ditetapkan sebagai pintu impor dan ekspor Narkotikaagar lalu lintas Narkotika mudah diawasi.Pelaksanaan impor atau ekspor Narkotika tetap tunduk padaUndang-Undang tentang Kepabeanan danlatau peraturanperundang-undangan lainnya.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 9 -

Pasal 25

Ketentuan ini berintikan jaminan bahwa masuknya Narkotika baikmelalui laut maupun udara wajib ditempuh prosedur kepabeanan yangtelah ditentukan, demi pengamanan lalu lintas Narkotika di WilayahNegara Republik Indonesia.Yang dimaksud dengan "penanggung jawab pengangkut" adalahkapten penerbang atau nakhoda.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "kemasan khusus atau di tempatyang aman" dalam ketentuan ini adalah kemasan yangberbeda dengan kemasan lainnya yang ditempatkan padatempat tersendiri yang disediakan secara khusus.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Ketentuan mengenai batas waktu dalam menyampaikan laporandimaksudkan untuk menjamin kepastian hukum dan memperketatpengawasan.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas. .

Huruf b

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "jenis"adalah sediaan bentuk garam atau basa.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "bentuk"adalah sediaan dalam bentuk bahan baku atau obat

jadi …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 10 -

jadi seperti tanaman, serbuk, tablet, suntikan, kapsul,cairan.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "jumlah"adalah angka yang menunjukkan banyaknya Narkotikayang terdiri dari jumlah satuan berat dalam kilogram, isidalam milliliter.

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 30

Ketentuan ini menegaskan bahwa pada dasarnya dalam transitoNarkotika dilarang mengubah arah negara tujuan. Namun, apabiladalam keadaan tertentu misalnya terjadi keadaan memaksa (forcemajeur) sehingga harus dilakukan perubahan negara tujuan, makaperubahan tersebut harus memenuhi syarat yang ditentukan dalamketentuan ini.Selama menunggu pemenuhan persyaratan yang diperlukan,Narkotika tetap disimpan di kawasan pabean, dan tanggung jawabpengawasannya berada di bawah Pejabat Bea dan Cukai.

Pasal 31

Ketentuan ini menegaskan bahwa dilibatkannya Petugas BadanPengawas Obat dan Makanan dalam pengemasan kembaliNarkotika pada Transito Narkotika adalah sesuai dengan tugas danfungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Ketentuan ini menegaskan bahwa batas waktu 3 (tiga) hari kerjadibuktikan dengan stempel pos tercatat, atau tanda terima jikalaporan diserahkan secara langsung. Dengan adanya pembatasanwaktu kewajiban menyampaikan laporan, maka importir harussegera memeriksa jenis, mutu, dan jumlah atau bobot Narkotikayang diterimanya sesuai dengan Surat Persetujuan Impor yangdimiliki.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 11 -

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "wajib dilengkapidengan dokumen yang sah" adalah bahwa setiap peredaranNarkotika termasuk pemindahan Narkotika ke luar kawasanpabean ke gudang importir, wajib disertai dengan dokumen yangdibuat oleh importir, eksportir, industri farmasi, pedagang besarfarmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, rumahsakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, atau apotek.Dokumen tersebut berupa Surat Persetujuan ImporlEkspor, faktur,surat angkut, surat penyerahan barang, resep dokter atau salinanresep dokter, yang merupakan bagian yang tak terpisahkan dariNarkotika bersangkutan.

Pasal 39

Ayat (1)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "industrifarmasi, dan pedagang besar farmasi" adalah industrifarmasi, dan pedagang besar farmasi tertentu yang telahmemiliki izin khusus untuk menyalurkan Narkotika.

Ayat (2)

Ketentuan ini menegaskan bahwa Izin khusus penyaluranNarkotika bagi sarana penyimpanan sediaan farmasipemerintah diperlukan sepanjang surat keputusan pendiriansarana penyimpanan sediaan farmasi tersebut tidakdikeluarkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Pasal 40

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "saranapenyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu"adalahsaranayangmengelolasediaan farmasidanalatkesehatanmiik Pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupunPemerintah Daerah, TNI dan Kepolisian Negara

Republik …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 12 -

Republik Indonesia, Badan Usaha Miik Negara, danBadan Usaha Miik Daerah dalam rangka pelayanankesehatan.

Huruf d

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "rumahsakit" adalah rumah sakit yang telah memiliki instalasifarmasi memperoleh Narkotika dari industri farmasitertentu atau pedagang besar farmasi tertentu.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 41

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Ketentuan ini menegaskan bahwa rumah sakit yangbelum mempunyai instalasi farmasi hanya dapatmemperoleh Narkotika dari apotek.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Huruf a

Ketentuan ini menegaskan bahwa pemberiankewenangan penyimpanan dan penyerahan Narkotika

dalam …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 13 -

dalam bentuk suntik dan tablet untuk pemakaian oral(khususnya tablet morphin) salah satu tujuannyaadalah untuk memudahkan dokter memberikan tabletNarkotika tersebut kepada pasien yang mengidappenyakit kanker stadium yang tidak dapatdisembuhkan dan hanya morphin satu-satunya obatyang dapat menghilangkan rasa sakit yang tidakterhingga dari penderita kanker tersebut.

Huruf b

Lihat penjelasan huruf a.

Huruf c

Ketentuan ini menegaskan bahwa penyerahanNarkotika oleh dokter yang menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada apotek memerlukansurat izin penyimpanan Narkotika dari MenteriKesehatan atau pejabat yang diberi wewenang. Izintersebut melekat pada surat keputusan penempatan didaerah terpencil yang tidak ada apotek.

Ayat (5)

Ketentuan ini dimaksudkan hanya untuk Narkotika GolonganII dan Golongan III.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa pencantuman labeldimaksudkan untuk memudahkan pengenalan sehinggamemudahkan pula dalam pengendalian dan pengawasannya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "label" adalah labelkhusus yang diperuntukan bagi Narkotika yang berbeda darilabel untuk obat lainnya.

Pasal 46

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "dipublikasikan"adalah yang mempunyai kepentingan ilmiah dan komersial untukNarkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan bakuNarkotika, di kalangan terbatas kedokteran dan farmasi.Penyuluhan dan pembinaan kepada masyarakat mengenai bahayapenyalahgunaan Narkotika, tidak termasuk kriteria publikasi.

Pasal 47 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 14 -

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "menteri terkait" antara lain menteriyang membidangi urusan perindustrian dan menteri yangmembidangi urusan perdagangan.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan "bukti yang sah" antara lain suratketerangan dokter, salin an resep, atau labelletiket.

Pasal 54

Yang dimaksud dengan "korban penyalahgunaan Narkotika" adalahseseorang yang tidak sengaja menggunakan Narkotika karenadibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, danlatau diancam untukmenggunakan Narkotika.

Pasal 55 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 15 -

Pasal 55

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk membantuPemerintah dalam menanggulangi masalah dan bahayapenyalahgunaan Narkotika, khususnya untuk pecanduNarkotika, maka diperlukan keikutsertaan orang tualwali,masyarakat, guna meningkatkan tanggung jawabpengawasan dan bimbingan terhadap anak-anaknya.

Yang dimaksud dengan "belum cukup umur" dalamketentuan ini adalah seseorang yang belum mencapai umur18 (delapan belas) tahun.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 56

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa rehabilitasi bagi PecanduNarkotika dilakukan dengan maksud untuk memulihkandanlatau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dansosial penderita yang bersangkutan.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "instansi pemerintah" misalnyaLembaga Pemasyarakatan Narkotika dan Pemerintah Daerah.Ketentuan ini menegaskan bahwa untuk rehabilitasi medisbagi Pecandu Narkotika pengguna jarum suntik dapatdiberikan serangkaian terapi untuk mencegah penularan antaralain penularan HIVlAIDS melalui jarum suntik dengan pengawasanketat Departemen Kesehatan.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Rehabilitasi sosial dalam ketentuan ini termasuk melalui pendekatankeagamaan, tradisional, dan pendekatan alternatif lainnya.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "mantan PecanduNarkotika" adalah orang yang telah sembuh dari ketergantunganterhadap Narkotika secara fisik dan psikis.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "lembaga rehabilitasi sosial"adalah lembaga rehabilitasi sosial yang diselenggarakan baik olehpemerintah maupun oleh masyarakat.

Pasal 59 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 16 -

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Ketentuan ini tidak mengurangi upaya pencegahanmelalui kegiatan ekstrakurikuler pada perguruan tinggi.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan "kemampuan lembaga" dalamketentuan ini misalnya memberikan penguatan,dorongan, atau fasilitasi agar lembaga rehabilitasi medisterjaga keberlangsungannya.

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Cukup jelas.

Pasal 63

Ketentuan ini menegaskan bahwa kerja sama internasional meliputijuga kerja sama dalam rangka pencegahan dan pemberantasankejahatan Narkotika transnasional yang terorganisasi.

Pasal 64

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa dengan dibentuknya BadanNarkotika Nasional yang bertanggung jawab langsung kepadaPresiden yang mempunyai tugas dan fungsi koordinasi danoperasional dalam pengelolaan Narkotika dan PrekursorNarkotika, pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan

dan …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 17 -

dan peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika,diharapkan penyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotikadan Prekursor Narkotika dapat dicegah dan diberantassampai ke akar-akarnya.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Yang dimaksud "berkoordinasi dengan Kepala Kepolisian NegaraRepublik Indonesia" dalam ketentuan ini adalah tidak mengurangikemandirian dalam menentukan kebijakan dan melaksanakantugas dan wewenang BNN.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Huruf I …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 18 -

Huruf i

Cukup jelas.

Hurufj

Cukup jelas.

Pasal 71Cukup jelas.

Pasal 72Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa jika terdapat perkara lainyang oleh undang-undang juga ditentukan untukdidahulukan, maka penentuan prioritas diserahkan kepadapengadilan.Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "penyelesaiansecepatnya" adalah mulai dari pemeriksaan, pengambilanputusan, sampai dengan pelaksanaan putusan atau eksekusi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 75

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Huruf h …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 19 -

Huruf h

Yang dimaksud dengan "interdiksi" adalah mengejar danlataumenghentikan seseoranglkelompok orang, kapal, pesawat terbang, ataukendaraan yang diduga membawaNarkotika dan Prekursor Narkotika, untuk ditangkaptersangkanya dan disita barang buktinya.

Huruf i

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "penyadapan" adalahkegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan danlatau penyidikanyang dilakukan oleh penyidik BNN atau Penyidik Kepolisian NegaraRepublik Indonesia dengan cara menggunakan alat-alat elektroniksesuai dengan kemajuan teknologi terhadap pembicaraan danlataupengiriman pesan melalui telepon atau alat komunikasi elektroniklainnya.Termasuk di dalam penyadapan adalah pemantauanelektronik dengan cara antara lain:a. pemasangan transmitter di ruangan l kamar sasaran untuk

mendengarl merekam semua pembicaraan (bugging);b. pemasangan transmitter pada mobilloranglbarang yang

bisa dilacak keberadaanya (bird dog);c. intersepsi internet;d. cloning pager, pelayan layanan singkat (SMS), dan fax;e. CCTV (Close Circuit Television);f. pelacak lokasi tersangka (direction finder).

Perluasan pengertian penyadapan dimaksudkan untukmengantisipasi perkembangan teknologi informasi yang digunakanoleh para pelaku tindak pidana Narkotika dan tindak pidanaPrekursor Narkotika dalam mengembangkan jaringannya baiknasional maupun internasional karena perkembangan teknologiberpotensi dimanfaatkan oleh pelaku kriminal yang sangatmenguntungkan mereka. Untuk melumpuhkanlmemberantas

jaringanl sindikat Narkotika dan Prekursor Narkotika makasistem komunikasiltelekomunikasi mereka harus bisa ditembus olehpenyidik, termasuk melacak keberadaan jaringan tersebut.

Huruf j

Cukup jelas. Huruf

Huruf k

Cukup jelas. Huruf

Huruf l

Tes urine, tes darah, tes rambut, dan tes bagian tubuh lainnyadilakukan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi untuk membuktikan ada tidaknya

Narkotika …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 20 -

Narkotika di dalam tubuh satu orang atau beberapa orang,

dan tes asam dioksiribonukleat (DNA) untuk identifikasi

korban, pecandu, dan tersangka.

Huruf m

Cukup jelas.

Huruf n

Yang dimaksud dengan "pemindaian" dalam ketentuan ini

adalah scanning baik yang dapat dibawa-bawa (portable)

maupun stationere.

Huruf o

Cukup jelas.

Huruf p

Cukup jelas.

Huruf q

Cukup jelas.

Huruf r

Cukup jelas.Huruf s

Cukup jelas.

Pasal 76

Cukup jelas.

Pasal 77

Cukup jelas.

Pasal 78

Cukup jelas.

Pasal 79

Cukup jelas.

Pasal 80

Cukup jelas.

Pasal 81

Cukup jelas.

Pasal 82

Ayat (1)Cukup jelas.

Ayat (2) …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 21 -

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "kementerian atau lembagapemerintah nonkementerian yang lingkup tugas dantanggung jawabnya di bidang Narkotika dan PrekursorNarkotika" adalah Kementerian Kesehatan, KementerianKeuangan dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, danBadan Pengawas Obat dan Makanan.Kewenangan penyidik pegawai negeri sipil kementerian ataulembaga pemerintah nonkementerian tersebut sesuai denganbidang tugasnya masing-masing yang dalam pelaksanaannyatetap memperhatikan fungsi koordinasi sesuai denganperaturan perundang-undangan.

Pasal 83

Cukup jelas.

Pasal 84

Cukup jelas.

Pasal 85

Cukup jelas.

Pasal 86

Cukup jelas.

Pasal 87

Cukup jelas.

Pasal 88

Cukup jelas.

Pasal 89

Cukup jelas.

Pasal 90

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "laboratorium tertentu"

adalah laboratorium yang sudah terakreditasi sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 91Cukup jelas.

Pasal 92 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 22 -

Pasal 92

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa tanaman Narkotika yangdimaksud pada ayat ini tidak hanya yang ditemukan diladang juga yang ditemukan di tempat-tempat lain atautempat tertentu yang ditanami Narkotika, termasuk tanamanNarkotika dalam bentuk lainnya yang ditemukan dalam waktubersamaan ditempat tersebut.

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "sebagian kecil"adalah dalam jumlah yang wajar dari tanaman Narkotikauntuk digunakan sebagai barang bukti dalam penyidikan,penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan.

Ayat (2)

Ketentuan ini menegaskan bahwa jangka waktu 14 (empatbelas) hari dimaksudkan agar penyidik Kepolisian NegaraRepublik Indonesia yang bertugas di daerah yang letakgeografisnya dan transportasinya sulit dicapai dapatmelaksanakan tugas pemusnahan Narkotika yang ditemukandengan sebaik-baiknya karena pelanggaran terhadap jangkawaktu ini dapat dikenakan pidana.

Ayat (3)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "pejabatyang menyaksikan pemusnahan" adalah pejabat yangmewakili unsur kejaksaan dan Badan Pengawas Obatdan Makanan.

Dalam hal kondisi tempat tanaman Narkotikaditemukan tidak memungkinkan untuk menghadirkanunsur pejabat tersebut maka pemusnahan disaksikanoleh pihak lain yaitu pejabat atau anggota masyarakatsetempat.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk kepentingan identifikasijenis, isi dan kadar Narkotika (drugs profiling).

Ayat (6) …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 23 -

Ayat (6)

Cukup jelas.

Pasal 93Cukup jelas.

Pasal 94

Cukup jelas.

Pasal 95

Cukup jelas.

Pasal 96

Cukup jelas.

Pasal 97

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "seluruh harta kekayaandan harta benda" adalah seluruh kekayaan yang dimiliki, baik bendabergerak maupun tidak bergerak, yang berwujud maupun tidakberwujud, yang ada dalam penguasaannya atau yang ada dalampenguasaan pihak lain (isteri atau suami, anak dan setiap orangatau badan), yang diperoleh atau diduga diperoleh dari tindak pidanaNarkotika yang dilakukan oleh tersangka atau terdakwa.

Pasal 98

Berdasarkan ketentuan ini Hakim bebas untuk melaksanakankewenangannya meminta terdakwa untuk membuktikan bahwaseluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anakdan setiap orang atau badan bukan berasal dari tindak pidanaNarkotika dan Prekursor Narkotika.

Pasal 99

Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan perlindunganterhadap keselamatan pelapor yang memberikan keteranganmengenai suatu tindak pidana Narkotika, agar nama dan alamatpelapor tidak diketahui oleh tersangka, terdakwa, atau jaringannyapada tingkat pemeriksaan di sidang pengadilan.

Pasal 100

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "keluarganya" adalah orang yangmempunyai hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau kebawah dan garis menyamping sampai derajat kesatu.

Ayat (2) …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 24 -

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 101

Ayat (1)

Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam menetapkanNarkotika dan Prekursor Narkotika yang dirampas untuknegara, hakim memperhatikan ketetapan dalam prosespenyidikan tindak pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika.

Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan "hasilnya" adalahbaik yang berupa uang atau benda lain yang diketahui ataudiduga keras diperoleh dari tindak pidana Narkotika.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Perampasan harta dan kekayaan atau aset hasil tindakpidana pencucian uang berdasarkan putusan pengadilanyang tetap, dirampas untuk negara dan dapat digunakanuntuk biaya pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika serta untuk pembayaran premi bagianggota masyarakat yang telah berjasa mengungkap adanyatindak pidana Narkotika dan tindak pidana PrekursorNarkotika. Dengan demikian masyarakat dirangsang untukberpartisipasi aktif dalam pencegahan dan pemberantasanpenyalahgunaan dan peredaran gelap Narkotika danPrekursor Narkotika. Disamping itu harta dan kekayaan atauaset yang disita negara tersebut dapat pula digunakan untukmembiayai rehabilitasi medis dan sosial para korbanpenyalahguna Narkotika dan Prekursor Narkotika. Prosespenyidikan harta dan kekayaan atau aset hasil tindak pidanapencucian uang dilaksanakan sesuai dengan Undang-UndangNomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana PencucianUang sebagaimana telah diubah dengan Undang-UndangNomor 25 Tahun 2003.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 102

Cukup jelas.

Pasal 103 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 25 -

Pasal 103

Ayat (1)

Huruf a

Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan katamemutuskan bagi Pecandu Narkotika yang terbuktibersalah melakukan tindak pidana Narkotikamengandung pengertian bahwa putusan hakimtersebut merupakan vonis (hukuman) bagi PecanduNarkotika yang bersangkutan.

Huruf b

Ketentuan ini menegaskan bahwa penggunaan katamenetapkan bagi Pecandu Narkotika yang tidakterbukti bersalah melakukan tindak pidana Narkotikamengandung pengertian bahwa penetapan hakimtersebut bukan merupakan vonis (hukuman) bagiPecandu Narkotika yang bersangkutan. Penetapantersebut dimaksudkan untuk memberikan suatupenekanan bahwa Pecandu Narkotika tersebutwalaupun tidak terbukti bersalah melakukan tindakpidana Narkotika, tetapi tetap wajib menjalanipengobatan dan perawatan.Biaya pengobatan dan atau perawatan bagi PecanduNarkotika yang terbukti bersalah melakukan tindakpidana Narkotika sepenuhnya menjadi beban dantanggung jawab negara, karena pengobatan dan atauperawatan tersebut merupakan bagian dari masamenjalani hukuman. Sedangkan bagi pecanduNarkotika yang tidak terbukti bersalah biayapengobatan danlatau perawatan selama dalam statustahanan tetap menjadi beban negara, kecuali tahananrumah dan tahanan kota.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 104

Cukup jelas.

Pasal 105

Cukup jelas.

Pasal 106

Cukup jelas.

Pasal 107 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 26 -

Pasal 107

Cukup jelas.

Pasal 108

Cukup jelas.

Pasal 109

Ketentuan ini menegaskan bahwa dalam pemberian penghargaan

harus tetap memperhatikan jaminan keamanan dan perlindungan

terhadap yang diberi penghargaan. Penghargaan diberikan dalambentuk piagam, tanda jasa, premi, danlatau bentuk penghargaan

lainnya.

Pasal 110

Cukup jelas.

Pasal 111

Cukup jelas.

Pasal 112

Cukup jelas.

Pasal 113

Cukup jelas.

Pasal 114

Cukup jelas.

Pasal 115

Cukup jelas.

Pasal 116

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan "cacat permanen" dalam ketentuan

ini adalah cacat fisik danlatau cacat mental yang bersifat tetap

atau tidak dapat dipulihkanldisembuhkan.

Pasal 117Cukup jelas.

Pasal 118 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 27 -

Pasal 118

Cukup jelas.

Pasal 119

Cukup jelas.

Pasal 120

Cukup jelas.

Pasal 121

Cukup jelas.

Pasal 122

Cukup jelas.

Pasal 123

Cukup jelas.

Pasal 124

Cukup jelas.

Pasal 125

Cukup jelas.

Pasal 126

Cukup jelas.

Pasal 127

Cukup jelas.

Pasal 128

Cukup jelas.

Pasal 129

Cukup jelas.

Pasal 130

Cukup jelas.

Pasal 131

Cukup jelas

Pasal 132 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 28 -

Pasal 132

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan "percobaan" adalah adanya unsurunsur

niat, adanya permulaan pelaksanaan, dan tidak selesainyapelaksanaan bukan semata-mata disebabkan karena

kehendaknya sendiri.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 133

Cukup jelas.

Pasal 134

Cukup jelas.

Pasal 135

Cukup jelas.

Pasal 136

Cukup jelas.

Pasal 137

Cukup jelas.

Pasal 138

Cukup jelas.

Pasal 139

Cukup jelas.

Pasal 140

Cukup jelas.

Pasal 141

Cukup jelas.

Pasal 142

Cukup jelas.

Pasal 143 …

PRESIDENREPUBLIK INDONESIA

- 29 -

Pasal 143

Cukup jelas.

Pasal 144

Cukup jelas.

Pasal 145

Cukup jelas.

Pasal 146

Cukup jelas.

Pasal 147

Cukup jelas.

Pasal 148

Cukup jelas.

Pasal 149

Cukup jelas.

Pasal 150

Cukup jelas.

Pasal 151

Cukup jelas.

Pasal 152

Cukup jelas.

Pasal 153

Cukup jelas.

Pasal 154

Cukup jelas.

Pasal 155

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009NOMOR 5062