ummi kalsum fitk

91
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Triguna Utama Ciputat) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) Oleh UMMI KALSUM NIM. 106016100566 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2010 M

Upload: dirma-yu-lita

Post on 28-Sep-2015

41 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

matematika

TRANSCRIPT

  • PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY UNTUK MENINGKATKAN

    KETERAMPILAN PROSES SAINS SISWA (Penelitian Tindakan Kelas di SMA Triguna Utama Ciputat)

    SKRIPSI

    Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)

    Oleh

    UMMI KALSUM NIM. 106016100566

    PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

    SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1432 H/2010 M

  • i

    ABSTRAK

    Kalsum, Ummi. 2010. Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry untuk Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan pada Tumbuhan. Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dosen Pembimbing I : Dr. Sujiyo Miranto, M. Pd. Dosen Pembimbing II : Sigit Tri Wibowo, M. Si. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan proses sains siswa dengan model pembelajaran guided inquiry pada konsep pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas yang terdiri dari empat tahapan yaitu perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Penelitian ini dilakukan di SMA Triguna Utama pada kelas XII IPA yang terdiri dari 31 siswa pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan dalam dua siklus, siklus pertama pada subkonsep faktor-faktor luar yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, sedangkan siklus kedua pada subkonsep faktor-faktor dalam yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembang pada tumbuhan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan tes uraian Keterampilan Proses Sains (KPS), lembar wawancara, lembar observasi, dan angket respon siswa terhadap proses pembelajaran serta instrumen pembelajaran berupa RPP dan LKS guided inquiry. Teknik analisis data secara kualitatif berdasarkan analisis deskriptif hasil perhitungan rata-rata skor penguasaan KPS dan respon siswa pada siklus pertama dan kedua. Dari hasil penelitian diperoleh rata-rata skor penguasaan KPS siswa pada siklus I sebesar 77,76 sedangkan pada siklus II sebesar 82,26. Ketercapaian aspek KPS mencapai rata-rata 82,26 dan sebagian besar sikap siswa positif terhadap pembelajaran guided inquiry. Dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan penguasaan KPS siswa, hal tersebut juga didukung dengan perhitungan statistik menggunakan uji t pada nilai N Gain penguasaan KPS siswa, dan dihasilkan nilai uji t sebesar 4,52 dan t tabel sebesar 2,00, dengan taraf signifikansi 5%. Dengan demikian penerapaan model pembelajaran guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siwa. Adapun Aspek keterampilan proses sains yang mengalami peningkatan yaitu, keterampilan observasi, mengajukan pertanyaan, berkomunikasi, menghitung matematika, interpretasi, memprediksi, merencanakan percobaan, menentukan variabel, merumuskan masalah, dan berhipotesis Kata kunci: Keterampilan proses sains, Guided inquiry.

  • ii

    ABSTRACT

    Kalsum, Ummi. 2010. Implementation Guided Inquiry Model of Learning to Improve Students Science Process Skill of XII Level SMA Students at Growth and Development of Plant Concept. Biology Education Study Program, Natural Science Education Departement, Faculty of Education and Teaching, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta. The aim of this study were to improve science process skill of students at growth and development of plant concept by implementation guided inquiry model of learning, and want to know the student coment about applies the guided inquiry model of learning. The study was an action research which was done in SMA Triguna Utama at XII level consist of 31students . This research consist of 4 steps, which were planning, implementing, observating, and reflecting. This action reasearch was devided into 2 cycles, the first cycle at concept the external factor that influence the plant growth, and the second cycle at concept the internal factor that influence the plant growth. The technique data gathering with science process skill essay test, interview sheet, observation sheet, and student responds questionnaire of learning process. The data analysis by qualitative base on descriptive analysis. The results of this study shows: there is increasing of science process skill from cycle to cycle; 77,76% to 82,06%, and the impression of students to implementation of guided inquiry model of learning is positive. Base on t test, shows that the t test score 4,52 and t table 2,00 with significancy 5%. Result of this reasearch showed that application learning model of inquiry can improving student science process skill. There are increased aspects of science process skill, consist of observation skill, questioning, communicating, math account, interpretating, predicting, planning an experiment,formulate the problem, and hypothesis. Keywords: guided inquiry, science process skill

  • iii

    KATA PENGANTAR

    Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh

    Puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat serta

    petunjuk-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    Penerapan Model Pembelajaran Guided Inquiry untuk Meningkatkan

    Keterampilan Proses Sains Siswa pada Konsep Pertumbuhan dan Perkembangan

    Tumbuhan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada pahlawan

    revolusi Islam, Nabi besar Muhammad Saw.

    Dalam menyelesaikan laporan ini, penulis banyak menerima bantuan dan

    bimbingan. Untuk itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

    1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, MA. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

    Keguruan.

    2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan IPA Fakultas

    Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

    3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd, Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA

    Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.

    4. Bapak Dr. Sujiyo Miranto, M.Pd, Ketua Program Studi Pendidikan

    Biologi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Dosen pembimbing I,

    yang telah membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan

    penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    5. Bapak Sigit Tri Wibowo, M,Si, Dosen pembimbing II, yang telah

    membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis,

    sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

    6. Seluruh Dosen yang telah membimbing, mendidik dan mewariskan

    ilmunya kepada penulis, semoga ilmu yang telah diberikan kepada penulis

    dapat menjadi ilmu yang berkah dan bermanfaat.

    7. Bapak Sajiko, S.Pd, Kepala sekolah SMA Triguna Utama dan bapak Ase

    Saepul Karim, S.Pd sebagai wakil, yang telah mengizinkan penulis untuk

    melakukan penelitian skripsi ini pada SMA Triguna Utama.

  • iv

    8. Ibu Titik Puji Lestari, Guru bidang studi biologi yang telah membantu

    penulis dalam penelitian skripsi ini.

    9. Teristimewa untuk kedua orangtuaku tercinta, Ayahanda Yazid Bustami dan Ibunda Nurhikmah yang tiada hentinya mencurahkan kasih sayang, doa yang selalu terucap untuk penulis, serta memberikan dukungan moril dan materil kepada penulis. Adik-adikku tersayang Maimanah Nur dan Siti Maisyaroh yang telah memberikan dukungan moril serta doanya kepada penulis.

    10. Sahabat-sahabat seperjuanganku dibangku kuliah yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis serta semua teman-temanku di Jurusan IPA Prodi Pendidikan Biologi 2006.

    11. Sahabat-sahabat seperjuanganku dari daerah perantauan RIAU (Nuraida, Aminah, Rhohmatillah, Lara Restiyani, Titin Nurhayati, Lilis Marina A, Ana Riyansih, Elida Hayati, Ronaldo Bafit, Halsariki Nasution, Feni Andrian dan Muhammad Zainul Ulum) yang selalu memberikan semangat dan doa kepada penulis serta semua adik-adik, abang-abang dan kakak-kakak IKAPDH Jakarta.

    12. Anak-anak kosan tercinta, beti, reta, rohai, dan mbak idah. Terima kasih atas dukungannya.

    13. Dan kepada semua pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

    Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk sempurnanya skripsi

    ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca, Amin.

    Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

    Jakarta, Desember 2010

    Penulis

  • v

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK ................................................................................................... i

    ABSTRACT ................................................................................................... ii

    KATA PENGANTAR ................................................................................. iii

    DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... viii

    DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ ix

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang .......................................................................... 1

    B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian ....................................... 6

    C. Pembatasan Fokus Penelitian ...................................................... 6

    D. Perumusan Masalah Penelitian ................................................... 7

    E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................... 7

    BAB II. KAJIAN TEORI

    A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti ............................... 8

    1. Keterampilan Proses Sains ...................................................... 8

    a. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains ............................... 9

    b. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya ................... 13

    c. Pengukuran Keterampilan Proses Sains ........................... 15

    2. Model Pembelajaran .................. ............................................. 19

    3. Teori Konstruktivisme ............................................................. 22

    4. Model Pembelajaran Inquiry .................................................. 24

    5. Karakteristik Pembelajaran Inquiry ......................................... 25

    6. Prinsip-prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry ................ 30

    7. Kelemahan Pembelajaran Inquiry ............................................. 31

    8. Tingkatan Pembelajaran Inquiry ................................................ 32

    9. Fase-fase Pembelajaran Inquiry ................................................ 33

    B. Pengajuan Konseptual Perencanaan Tindakan .................................... 37

    C. Bahasan dan hasil-hasil Penelitian yang Relevan ................................ 37

  • vi

    D. Kerangka Pikir .................................................................................. 40

    E. Hipotesis Tindakan .......................................................................... ... 41

    BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat Penelitian ................................................... 42

    B. Subjek Penelitian ...................................................................... 42

    C. Metode dan Desain Intervensi Tindakan ................................... 42

    1. Metode ........................................................................ .......... 42

    2. Desain Intervensi Tindakan ................................................ 43

    3. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian .................................. 43

    4. Prosedur Singkat Tindakan ................................................. 44

    D. Tahapan Intervensi Tindakan .................................................... 45

    E. Hasil Intervensi yang Diharapkan ............................................. 46

    F. Data dan Sumber Data .............................................................. 47

    G. Instrumen Pengumpulan Data .................................................. 47

    H. Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 48

    I. Teknik Pemeriksaan Keterpercayaan ........................................ 49

    J. Analisis Data dan Interprestasi Hasil Analisis ............................ 53

    K. Indikator Keberhasilan .............................................................. 58

    BAB IV: HASIL PENELITIAN

    A. Temuan Hasil Penelitian ........................................................... 59

    1. Siklus I ....................................................................................... 59

    2. Siklus II ....................................................................................... 67

    B. Pengujian Prasyarat Analisis ...................................................... 72

    1. Uji Normalitas ......................................................................... 72

    2. Uji Homogenitas ...................................................................... 72

    3. Analisis Hipotesis Tindakan ..................................................... 73

    C. Pembahasan ................................................................................ 74

    BAB V: PENUTUP

    A. Kesimpulan ................................................................................ 78

  • vii

    B. Saran .......................................................................................... 78

    DAFTAR PUSTAKA ........ 79

    LAMPIRAN .......................................................................................

  • viii

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Model-model Pembelajaran ........................................................ 20

    Tabel 2.2 Model-model Pembelajaran Inquiry ........................................... 33

    Tabel 2.3 Tahap Pembelajaran Inquiry ........................................................ 36

    Tabel 3.1 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 48

    Tabel 3.2 Indeks Reliabilitas ........................................................................ 50

    Tabel 3.3 Indeks Kesukaran ........................................................................ 51

    Tabel 3.4 Indeks Daya Pembeda ................................................................ 53

    Tabel 3.5. Interpretasi Keterampilan Proses Sains ........................................ 56

    Tabel 4.1 Hasil Catatan Lapangan .............................................................. 59

    Tabel 4.2 Hasil Observasi KPS .................................................................. 60

    Tabel 4.3 Data Wawancara ........................................................................ 61

    Tabel 4.4 N-gain KPS Pretest dan Postet Siklus I ........................................ 63

    Tabel 4.5 Persentase Ketercapaian Aspek KPS ......................................... 63

    Tabel 4.6 Tindakan perbaikan siklus I ........................................................ 66

    Tabel 4.7 Catatan Lapangan ........................................................................ 67

    Tabel 4.8 Hasil Observasi KPS .................................................................. 68

    Tabel 4.9 N-Gain KPS Pretest dan Postet Siklus II....................................... 69

    Tabel 4.10 Persentase Ketercapaian Aspek KPS ........................................... 69

    Tabel 4.11 Data Persentase Sikap Siswa ....................................................... 71

    Tabel 4.12 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas ........................... 72

    Tabel 4.13 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas ....................... 73

    Tabel 4.14 Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Hipotesis ............................ 74

  • ix

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ........................................ 82

    Lampiran 2. Lembar Kerja Siswa................................................................. 96

    Lampiran 3. Kisi-Kisi Soal Keterampilan Proses Sain.................................. 114

    Lampiran 4. Soal Keterampilan Proses Sains ............................................... 118

    Lampiran 5. Perhitungan Uji Validitas Instrumen Tes .................................. 127

    Lampiran 6. Perhitungan Uji Reliabilitas Instrumen Tes .............................. 131

    Lampiran 7. Perhitungan Uji Tingkat Kesukaran Instrumen Tes .................. 135

    Lampiran 8. Perhitungan Uji Daya Pembeda ............................................... 139

    Lampiran 9. Rekapitulasi Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran

    dan Daya Pembeda Soal Postest .............................................. 143

    Lampiran 10. Format Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran .................... 145

    Lampiran 11. Lembar Wawancara Terstruktur Respon Siswa ......................... 147

    Lampiran 12. Format Observasi Aktivitas Guru dalam Pembelajaran ............. 148

    Lampiran 13. Lembar Obsevasi Keterampilan Proses Sains Siswa ................ 150

    Lampiran 14. Angket Respon Siswa .............................................................. 151

    Lampiran 15. Hasil Keterampilan Proses Sains Siklus I ................................. 153

    Lampiran 16. Perhitungan N Gain Siklus I..................................................... 155

    Lampiran 17. Hasil Keterampilan Proses Sains Siklus II ................................ 156

    Lampiran 18. Perhitungan N Gain Siklus II ................................................... 158

    Lampiran 19. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas N Gain Siklus I .... 159

    Lampiran 20. Perhitungan Uji Normalitas N Gain Siklus I ............................. 161

    Lampiran 21. Persiapan Uji Normalitas dan Homogenitas N Gain Siklus II ... 163

    Lampiran 22. Perhitungan Uji Normalitas N Gain Siklus II .......................... 165

    Lampiran 23. Perhitungan Uji Homogenitas ................................................. 167

    Lampiran 24. Persiapan Perhitungan Uji Hipotesis Siklus I ........................ 168

    Lampiran 25. Persiapan Perhitungan Uji Hipotesis Siklus II ........................ 169

    Lampiran 26. Perhitungan Pengujian Hipotesis ............................................. 170

    Lampiran 27. Perhitungan Lembar Observasi ............................................... 171

    Lampiran 28. Perhitungan Lembar Angket ................................................. 173

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Pembelajaran biologi sebagai bagian dari pendidikan di bidang

    IPA/sains, memiliki peranan penting dalam meningkatkan mutu pendidikan,

    khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas. Karena

    IPA/sains merupakan landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang

    diketahui telah membawa pengaruh yang besar dan cepat pada semua aspek

    kehidupan manusia, dan diyakini juga bahwa melalui IPA/sains dengan

    pembelajaran keterampilan prosesnya memiliki potensi dan peluang paling

    besar untuk ikut andil dalam proses pengembangan manusia yang berkualitas

    terutama aspek intelektualnya.1 Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

    dan teknologi tersebut termasuk ilmu biologi membawa dampak pemilihan

    materi, metode dan media pembelajaran serta sistem pembelajaran yang tepat

    agar dapat meningkatkan pengetahuan peserta didik sehingga dapat bersaing

    dalam menanggapi perkembangan sains tersebut dan dapat mencapai tujuan

    mata pelajaran biologi itu sendiri.

    Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan tersebut, pemerintah

    menaruh perhatian terhadap mutu proses pembelajaran. Hal tersebut tertuang

    dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 tentang Standar Nasional

    Pendidikan yang menyatakan bahwa: proses pembelajaran pada satuan

    pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan,

    menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta

    memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian

    sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik serta psikologis peserta

    didik.2

    1 Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam pembelajaran IPA/Sains, Prosiding Seminar

    Internasional Pendidikan IPA, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2007), h. 9. 2 Peraturan Pemerintah RI Bab IV Standar Proses Pasal 19 ayat 1 tentang Standar Nasional

    Pendidikan, tersedia di: www.depdiknas.go.id

  • 2

    Upaya pemerintah tersebut harus ditindaklanjuti sehingga mutu

    pendidikan menjadi kenyataan yang akan berdampak terhadap pembangunan

    Indonesia di masa mendatang. Pembelajaran IPA/sains di sekolah selalu

    mengacu pada kurikulum IPA, di dalam kurikulum telah ditegaskan bahwa

    pembelajaran IPA harus menekankan pada penguasaan kompetensi melalui

    serangkaian proses ilmiah. Dalam buku panduan penyusunan kurikulum

    tingkat satuan pendidikan, dikatakan bahwa pembelajaran IPA sebaiknya

    dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,

    bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek

    penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA khususnya

    biologi menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung

    melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap

    ilmiah.3

    Namun pada kenyataannya berbeda dari yang diharapkan, berdasarkan

    hasil kajian penelitian Sardjono dalam Muslim, menunjukkan bahwa

    pembelajaran IPA di sekolah masih banyak dilakukan secara konvensional

    (pembelajaran berpusat pada guru) dan prestasi belajar IPA masih sangat

    rendah bila dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya.4 Menurut

    Clements dan Battista dalam Trianto, yang kita lihat bahwa sebagian pola

    pembelajaran masih bersifat transmisif, pengajar mentransfer dan

    menyampaikan konsep-konsep secara langsung pada peserta didik. Dalam

    pandangan ini, siswa secara pasif menyerap struktur pengetahuan yang

    diberikan guru atau yang terdapat dalam buku pelajaran. Pembelajaran hanya

    sekedar penyampaian fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan kepada siswa.5

    Hal ini senada dengan hasil observasi peneliti pada Praktik Profesi

    Keguruan Terpadu selama empat bulan (Februari s/d Mei) di kelas XI IPA

    3 BSNP, Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan

    Dasar dan Menengah, (Jakarta: Balitbang Depdiknas, 2006) h. 484 4 Muslim, Effort to Improve Science Process Skill Students Learning in Physics Through

    Inquiry Based Model. (Proceeding The Second International Seminar on Science Education. UPI 2008) h. 285

    5 Trianto, Mendisain Model Pembelajaran Inovatif Progresif: Konsep Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2009) h. 18

  • 3

    SMA Triguna Utama Tangerang serta wawancara yang dilakukan dengan

    siswa dan guru bidang studi biologi di sekolah tersebut, diperoleh informasi

    bahwa pembelajaran biologi yang telah dilaksanakan terdapat hal-hal yang

    perlu ditingkatkan. Adapun hal-hal yang perlu ditingkatkan tersebut adalah

    pertama, penggunaan metode pembelajaran, karena selama pembelajaran

    hanya sedikit sekali peserta yang aktif disebabkan guru masih menggunakan

    metode konvensional, yaitu dengan ceramah dan berpusat pada guru. Dengan

    tidak adanya kegiatan praktikum atau kegiatan yang menunjang keterampilan

    siswa pada metode ceramah yang diterapkan, hal ini dapat menyebabkan

    keterampilan proses sains (KPS) siswa tidak berkembang dengan maksimal,

    hal ini terlihat pada saat pembelajaran bahwa pada umumnya siswa belum

    dapat menyusun hipotesis, melakukan pengamatan dengan benar, membaca

    grafik dengan benar, menentukan variabel percobaan, menginterpretasi data

    dan menarik kesimpulan dengan benar. Akibatnya, keterampilan proses sains

    siswa menjadi rendah. Padahal dengan terlatihnya siswa menggunakan

    keterampilan proses sains akan memudahkannya dalam menerapkan konsep

    sains dalam kehidupan sehari-hari (pemecahan masalah).6 Selain itu, dalam

    pembelajaran model ceramah siswa ditempatkan pada posisi belajar pasif

    yaitu mendengar dan mencatat. Kondisi kelas seperti ini dapat membuat

    siswa bosan dan tidak mendapatkan pengalaman belajarnya sendiri serta

    semakin enggan untuk belajar biologi.

    Kedua, sumber informasi masih didominasi oleh guru, sehingga siswa

    jarang dijadikan sumber informasi alternatif, sehingga tidak muncul interaksi.

    Hal ini membuat siswa tidak terbiasa bertanya, mengeluarkan pendapat,

    berdebat dan perilaku aktif lainnya. Sehingga pemahaman belajar yang

    diperoleh siswa tidak maksimal, karena melalui keaktifan siswa, maka ia akan

    mampu mengolah kesan pengamatan menjadi pengetahuan. Keaktifan juga

    mendorong siswa untuk berinteraksi dengan lingkungan sehingga merupakan

    pengalaman langsung dengan lingkungan. Pengalaman interaksi ini akan

    6 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) h. 52

  • 4

    menimbulkan pengertian tentang lingkungan dan selanjutnya akan menjadi

    pengetahuan baru. 7

    Terkait hal di atas Edgar Dale membuat kesimpulan dari penelitiannya

    yang dikenal dengan Dales Cone Experience, yang menunjukkan bahwa jika

    mengajar dengan banyak ceramah maka tingkat pemahaman siswa hanya

    20%, sedangkan jika siswa diminta untuk melakukan sesuatu sambil

    melaporkannya tingkat pemahaman siswa dapat mencapai 90%.8

    Ketidakaktifan siswa menyebabkan suasana kelas saat proses

    pembelajaran berlangsung sangat tidak kondusif, beberapa siswa banyak yang

    sibuk dengan aktifitasnya sendiri yang tidak mendukung kegiatan belajar

    seperti mengobrol, memainkan telepon genggam, ada yang mengantuk, dan

    ada yang bercanda.

    Berdasarkan persoalan yang dipaparkan di atas peneliti bermaksud

    untuk melakukan suatu tindakan untuk mengatasi beberapa permasalahan

    tersebut. Dalam tindakan ini keterampilan proses sains dipandang perlu

    ditingkatkan. Mengingat percepatan perkembangan ilmu pengetahuan dan

    teknologi yang terjadi, tidak memungkinkan bagi guru bertindak sebagai satu-

    satunya orang yang menyalurkan semua fakta dan teori-teori. Untuk

    mengatasi hal ini perlu pengembangan keterampilan memperoleh dan

    memproses semua fakta, konsep, dan prinsip pada diri siswa.9 Menurut

    Rustaman keterampilan proses tersebut dimunculkan sebagai materi yang

    harus diukur dan berada dalam lingkup pembelajaran bekerja ilmiah.10

    Selain itu pentingnya keterampilan proses sains untuk ditingkatkan

    mengingat standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dilakukan

    memiliki rumusan tujuan pembelajaran yang menuntut keterampilan proses

    melalui suatu konsep tertentu. Adapun standar kompetensi yang akan

    7 Yudi Munadi dan Farida Hamid, Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Jakarta: UIN syarif Hidayatullah, 2009) hal. 24

    8 Raymond S. Pastore, Principles of Teaching, Blommsburg University, dari: http://teacherwolrd.com/potdale.html

    9 Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2006) h. 137

    10 Nuryani Rustaman,dkk. Strategi Belajar Mengajar Biologi, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2005) h. 161

  • 5

    dilaksanakan berdasarkan panduan dari badan standar nasional pendidikan

    adalah melakukan percobaan pertumbuhan dan perkembangan pada

    tumbuhan. Selain itu aspek-aspek keterampilan proses sains juga menjadi

    salah satu poin dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) Biologi SMA/MA.

    Dalam pelaksanaan pembelajaran sains, siswa dituntut mengembangkan

    keterampilan proses sains, berpikir induktif, sikap ilmiah, keterampilan

    manipulasi alat, keterampilan komunikasi yang semuanya terintegrasi dalam

    keterampilan dasar kerja ilmiah.11 Sehingga diperlukan pembelajaran yang

    dapat mengembangkan keterampilan tersebut. Salah satu alternatif model

    pembelajaran yang dapat diterapkan untuk meningkatkan keterampilan proses

    sains siswa serta dapat memberikan penguatan terhadap kualitas pembelajaran

    biologi di kelas sebagai sarana penelitian adalah model pembelajaran inquiry.

    Sebagai salah satu model pembelajaran rujukan konstruktivisme, inquiry ini

    dirancang untuk mendorong siswa untuk melakukan kegiatan penyelidikan,

    berpikir kritis, mengembangkan berbagai keterampilan dan melakukan

    penerapan. Berarti prinsip pembelajaran sains disini adalah proses aktif.

    Proses aktif memiliki aktivitas mental dan fisik. Artinya hands on activities

    saja tidak cukup, melainkan juga minds on activities. Implikasi ini difasilitasi

    oleh model pembelajaran inquiry.

    Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa untuk meningkatkan

    keterampilan proses sains peserta didik diperlukan model pembelajaran yang

    sesuai, dan pembelajaran inquiry merupakan salah satu model pembelajaran

    yang sesuai untuk meningkatkan keterampilan tersebut karena model

    pembelajaran inquiry merupakan suatu rangkaian kegiatan belajar yang

    melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari

    dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat

    merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Seperti yang

    dinyatakan oleh Nur dalam Holil, bahwa dalam pembelajaran IPA,

    keterampilan-keterampilan proses sains adalah keterampilan-keterampilan

    11 Nuryani Rustaman, Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Pendidikan Sains. Makalah dipresentasikan dalam Seminar Nasional II HISPPIPAI. (Bandung: FPMIPA UPI, 2005) h. 3

  • 6

    yang dipelajari siswa saat mereka melakukan inkuiri ilmiah.12 Jadi pada

    penelitian ini peneliti menggunakan model pembelajaran guided inquiry

    sebagai model pembelajaran yang digunakan dalam upaya meningkatkan

    keterampilan proses sains siswa.

    B. Identifikasi Area dan Fokus Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas dapat

    diidentifikasikan beberapa masalah sebagai berikut:

    1. Proses pembelajaran yang masih monoton dan satu arah.

    2. Proses pembelajaran yang kurang melibatkan keaktifan siswa.

    3. Suasana kelas yang tidak kondusif selama proses pembelajaran.

    4. Keterampilan proses sains siswa pada mata pelajaran biologi masih

    tergolong rendah.

    5. Penggunaan model pembelajaran guided inquiry dalam upaya

    meningkatkan keterampilan proses sains siswa pada konsep pertumbuhan

    dan perkembangan tumbuhan.

    C. Pembatasan Fokus Penelitian Untuk menghindari kesalahpahaman makna serta upaya untuk lebih

    efisien dalam pelaksanaan penelitian yang selaras dengan judul penelitian,

    maka perlu adanya pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah

    tersebut adalah:

    1. Model Pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran guided

    inquiry. Model pembelajaran ini dipilih karena dalam proses

    pembelajarannya melibatkan keterampilan proses sains sehingga

    diharapkan dengan menerapkan model pembelajaran ini dapat

    meningkatkan keterampilan proses sains siswa.

    2. Penelitian ini akan dilaksanakan pada konsep pertumbuhan dan

    perkembangan tumbuhan. Konsep pertumbuhan dan perkembangan

    tumbuhan ini merupakan konsep konkrit yang tujuan utama dari

    12Anwar holil, Keterampilan Proses, tersedia di http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/hubungan-inkuiri-dan-keterampilan.html, 24 Juni 2010

  • 7

    pembelajarannya adalah keterampilan proses sains melalui konsep

    tersebut.

    D. Perumusan Masalah Penelitian Berdasarkan pembatasan fokus penelitian di atas, maka penelitian ini

    dapat dirumuskan sebagai berikut: Apakah penerapan model pembelajaran

    guided inquiry dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas XII

    IPA SMA Triguna Ciputat Kabupaten Tangerang Tahun Pelajaran

    2010/2011?

    E. Tujuan dan Manfaat Penelitian Dalam penelitian ini terdapat beberapa tujuan dan manfaat dari

    penelitian, yaitu:

    a. Tujuan Penelitian

    Tujuan diadakannya penelitian ini adalah:

    1. Untuk mengetahui sejauh mana keterampilan proses sains siswa dapat

    meningkat dengan pembelajaran inkuiri terbimbing.

    2. Mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran yang telah

    dilaksanakan sebagai refleksi pembelajaran.

    b. Manfaat Penelitian

    Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

    1. Memberikan informasi kepada para pembaca tentang penerapan

    model pembelajaran guided inquiry untuk meningkatkan keterampilan

    proses sains siswa.

    2. Bagi sekolah dan guru semoga karya tulis ini dapat digunakan sebagai

    masukan tentang pentingnya meningkatkan keterampilan proses sains

    siswa dalam pembelajaran.

    3. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar atau

    tolak ukur bagi penelitian-penelitian selanjutnya guna memperbaiki

    dan mengembangkan hasil penelitian yang sudah ada.

  • 8

    BAB II

    KAJIAN TEORI

    A. Acuan Teori Area dan Fokus yang Diteliti

    1. Keterampilan Proses Sains Belajar sains atau biologi secara bermakna baru akan dialami siswa

    apabila siswa terlibat aktif secara intelektual, manual, dan sosial.

    Pengembangan keterampilan proses sains sangat ideal dikembangkan

    apabila guru memahami hakikat belajar sains, yaitu sains sebagai proses

    dan produk. Keterampilan proses perlu dikembangkan melalui

    pengalaman langsung, sebagai pengalaman belajar, dan disadari ketika

    kegiatannya sedang berlangsung. Namun apabila dia sekedar

    melaksanakan tanpa menyadari apa yang sedang dikerjakannya, maka

    perolehannya kurang bermakna dan memerlukan waktu lama untuk

    menguasainya. Kesadaran tentang apa yang sedang dilakukannya, serta

    keinginan untuk melakukannya dengan tujuan untuk menguasainya

    adalah hal yang sangat penting.1

    Keterampilan proses melibatkan keterampilan-keterampilan

    kognitif atau intelektual, manual dan sosial. Keterampilan kognitif atau

    intelektual terlibat karena dengan melakukan keterampilan proses siswa

    menggunakan pikirannya. Keterampilan manual jelas terlibat dalam

    keterampilan proses karena mungkin mereka melibatkan penggunaan alat

    dan bahan, pengukuran, penyusunan atau perakitan alat. Dengan

    keterampilan sosial dimaksudkan bahwa mereka berinteraksi dengan

    sesamanya dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan

    keterampilan proses. Hal ini senada dengan pendapat Dahar yakni

    keterampilan proses sains adalah keterampilan yang meliputi intelektual,

    manual dan sosial, begitu juga dengan Semiawan mendefinisikan

    keterampilan proses sains sebagai keterampilan-keterampilan fisik dan

    1 Nuryani Y Rustaman, dkk. Strategi Belajar dan Mengajar Biologi. Cetakan I (Malang:

    Penerbit Universitas Negeri Malang. 2005) h. 86

  • 9

    mental yang dimiliki, dikuasai, dan diterapkan dalam usaha mencari

    penemuan-penemuan baru.2

    Jadi menurut penulis keterampilan proses sains adalah

    keterampilan-keterampilan yang muncul atau diperlukan disetiap langkah

    dalam upaya memecahkan masalah atau menemukan sesuatu yang baru

    dalam sains.

    a. Jenis-jenis Keterampilan Proses Sains

    Jenis-jenis keterampilan proses sains dan karakteristiknya terdiri

    atas sejumlah keterampilan yang satu sama lain sebenarnya tidak

    dapat dipisahkan, namun ada penekanan khusus dalam masing-

    masing keterampilan proses tersebut.3

    Menurut Harlen keterampilan proses sains terdiri dari tujuh

    keterampilan yaitu, observing, hypothesizing, predicting,

    investigating, interpreting findings, and drawing conclusions,

    communicating.4 Sedangkan menurut Rustaman keterampilan proses

    sains terdiri dari sembilan keterampilan yaitu:

    1) Melakukan Pengamatan (observasi).

    Mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses

    dan memperoleh ilmu pengetahuan serta merupakakn hal

    terpenting untu mengembangkan keterampilan-keterampilan

    proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan kita

    terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan

    menggunakan pancaindra. Menggunakan indera penglihat,

    pembau, pendengar, pengecap, dan peraba pada waktu

    mengamati ciri-ciri semut, capung, kupu-kupu, dan hewan lain

    yang termasuk serangga merupakan kegiatan yang sangat

    dituntut dalam belajar IPA. Menggunakan fakta yang relevan

    dan memadai dari hasil pengamatan juga termasuk keterampilan

    proses mengamati.

    2 Cony Semiawan. Pendekatan Keterampilan Proses. (Jakarta: Gramedia 1992), h.17 3 Nuryani Y Rustaman. Op.cit,. h. 78 4 Wynne Harlen, The Teaching of Science, (London: David Fulton Publishers, 1992) h. 29

  • 10

    2) Menafsirkan (interpretasi)

    Mencatat setiap hasil pengamatan tentang fermentasi secara terpisah

    antara hasil utama dan hasil sampingan termasuk menafsirkan atau

    interpretasi. Menghubung-hubungkan hasil pengamatan tentang

    bentuk alat gerak dengan habitatnya menunjukkan bahwa siswa

    melakukan interpretasi. Begitu pula jika siswa menemukan pola atau

    keteraturan dari satu seri pengamatan tentang jenis-jenis makanan

    berbagai burung, misalnya semuanya bergizi tinggi, dan

    menyimpulkan bahwa makanan bergizi diperlukan oleh burung.

    3) Mengelompokkan (klasifikasi)

    Penggolongan makhluk hidup dilakukan setelah siswa mengenali

    ciri-cirinya. Dengan demikian dalam proses pengelompokan

    tercakup beberapa kegiatan seperti mencari perbedaan,

    mengontraskan ciri-ciri, mencari kesamaan, membandingkan, dan

    mencari dasar penggolongan. Jadi mengklasifikasikan merupakan

    keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa

    berdasarkan sifat-sifat khususnya, sehingga didapatkan

    golongan/kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud.

    4) Meramalkan (prediksi)

    Keterampilan meramalkan atau prediksi mencakup keterampilan

    mengajukan perkiraan tentang sesuatu yang belum terjadi

    berdasarkan suatu kecendrungan atau pola yang sudah ada.

    Memperkirakan bahwa besok matahari akan terbit pada jam tertentu

    di sebelah timur merupakan contoh prediksi. Memprediksi dapat

    diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang

    segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan

    perkiraan pada pola atau kecendrungan tertentu, atau hubungan

    antara fakta, konsep, dan prinsip dalam ilmu pengetahuan.

    5) Berkomunikasi

    Membaca grafik, tabel, atau diagram dari hasil percobaan tentang

    faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan atau pernapasan

  • 11

    termasuk berkomunikasi dalam pembelajaran IPA. Menggambarkan

    data empiris dengan grafik, tabel, atau diagram juga termasuk

    berkomunikasi. Selain itu termasuk ke dalam berkomunikasi juga

    adalah menjelaskan hasil percobaan, misalnya mempertelakan atau

    memerikan tahap-tahap perkembangan daun, termasuk menyusun

    dan menyampaikan laporan secara sistematis dan jelas.

    Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai menyampaikan dan

    memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam

    bentuk suara, visual, atau suara visual.

    6) Berhipotesis

    Hipotesis menyatakan hubungan antara dua variabel, atau

    mengajukan perkiraan penyebab sesuatu terjadi. Dengan berhipotesis

    diungkapkan cara melakukan pemecahan masalah, karena dalam

    rumusan hipotesis biasanya terkandung cara untuk mengujinya.

    Apabila ingin diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan

    tumbuh, dapat dibuat hipotesis: Jika diberikan pupuk NPK, maka

    tumbuhan A akan lebih cepat tumbuh. Dalam hipotesis tersebut

    terdapat dua variabel (faktor pupuk dan cepat tumbuh), ada perkiraan

    penyebabnya (meningkatkan), serta mengandung cara untuk

    mengujinya (diberi pupuk NPFC). Keterampilan menyusun hipotesis

    dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menyatakan dugaan yang

    dianggap benar mengenai adanya suatu faktor yang terdapat dalam

    suatu situasi, maka akan ada akibat tertentu yang dapat diduga akan

    timbul.

    7) Merencanakan percobaan atau penyelidikan

    Beberapa kegiatan menggunakan pikiran termasuk ke dalam

    keterampilan proses merencanakan penyelidikan. Apabila dalam

    lembar kegiatan siswa tidak dituliskan alat dan bahan secara khusus,

    tetapi tersirat dalam masalah yang dikemukakan, berarti siswa

    diminta merencanakan dengan cara menentukan alat dan bahan

    untuk penyelidikan tersebut. Menentukan variabel atau peubah yang

  • 12

    terlibat dalam suatu percobaan tentang pengaruh pupuk terhadap laju

    pertumbuhan tanaman juga termasuk kegiatan merancang

    penyelidikan. Selanjutnya menentukan variabel kontrol dan variabel

    bebas, menentukan apa yang diamati, diukur atau ditulis, serta

    menentukan cara dan langkah kerja juga termasuk merencanakan

    penyelidikan. Sebagaimana dalam penyusunan rencana kegiatan

    penelitian perlu ditentukan cara mengolah data untuk dapat

    disimpulkan, maka dalam merencanakan penyelidikan pun terlibat

    kegiatan menentukan cara mengolah data sebagai bahan untuk

    menarik kesimpulan.

    8) Menerapkan konsep atau prinsip

    Setelah memahami konsep pembakaran zat makanan menghasilkan

    kalori, barulah seorang siswa dapat menghitung jumlah kalori yang

    dihasilkan sejumlah gram bahan makanan yang mengandung zat

    makanan. Apabila seorang siswa mampu menjelaskan peristiwa baru

    (misal banjir) dengan menggunakan konsep yang telah dimiliki

    (erosi dan pengangkutan air), berarti ia menerapkan prinsip yang

    telah dipelajarinya. Begitu pula apabila siswa menerapkan konsep

    yang telah dipelajari dalam situasi baru.

    9) Mengajukan pertanyaan

    Pertanyaan yang diajukan dapat meminta penjelasan, tentang apa,

    mengapa, bagaimana, atau menanyakan latar belakang hipotesis.

    Pertanyaan yang meminta penjelasan tentang pembahasan ekosistem

    menunjukan bahwa siswa ingin mengetahui dengan jelas tentang hal

    itu. Pertanyaan tentang mengapa dan bagaimana keseimbangan

    ekosistem dapat dijaga menunjukkan si penanya berpikir. Pertanyaan

    tentang latar belakang hipotesis menunjukkan si penanya sudah

    memiliki gagasan atau perkiraan untuk menguji atau memeriksanya.

    Dengan demikian jelaslah bahwa bertanya tidak sekedar bertanya

    tetapi melibatkan pikiran.

  • 13

    Selain sembilan keterampilan proses di atas menurut Padillas

    keterampilan proses sains terdiri dari keterampilan dasar dan

    keterampilan terintegrasi. Keterampilan dasar terdiri dari: observasi,

    menyimpulkan, pengukuran, komunikasi, klasifikasi, dan prediksi.

    Keterampilan terintegrasi terdiri dari: mengontrol variabel, merumuskan

    masalah, merumuskan hipotesis, interpretasi data, dan merumuskan

    model.5

    b. Keterampilan Proses Sains dan Indikatornya

    1) Mengamati/Observasi

    Menggunakan sebanyak mungkin indera

    Mengumpulkan atau menggunakan fakta yang relevan

    2) Mengelompokkan/Klasifikasi

    Mencatat setiap pengamatan secara terpisah

    Mencari perbedaan, persamaan

    Mengontraskan ciri-ciri

    Membandingkan

    Mencari dasar pengelompokkan atau penggolongan

    Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

    3) Menafsirkan/Interpretasi

    Menghubungkan hasil-hasil pengamatan

    Menemukan pola dalam suatu seri pengamatan

    Menyimpulkan

    4) Meramalkan/Prediksi

    Menggunakan pola-pola hasil pengamatan

    Mengemukakan apa yang mungkin terjadi pada keadaan yang

    belum diamati

    5) Mengajukan Pertanyaan

    5 Chris Keil, Jodi Haney, and Jennifer Zoffel. Improvements in Student Achievement and

    Science Process Skills Using Environmental Health Science Problem Base Learning Curricula, (Elecronic Journal of Science Education, Volume 13 No. 1, 2009) h. 4, tersedia: http://ejse.southwestern.edu

  • 14

    Bertanya apa, bagaimana, dan mengapa

    Bertanya untuk meminta penjelasan

    Mengajukan pertanyaan yang berlatar belakang hipotesis

    6) Berhipotesis

    Mengetahui bahwa ada lebih dari satu kemungkinan

    penjelasan dari satu kejadian

    Menyadari bahwa suatu penjelasan perlu diuji kebenarannya

    dengan memperoleh bukti lebih banyak atau melakukan cara

    pemecahan masalah

    7) Merencanakan Percobaan/Penelitian

    Menentukan alat/bahan/sumber yang akan digunakan

    Menentukan variabel/faktor penentu

    Menentukan apa yang akan diukur, diamati, dan dicatat

    Menentukan apa yang akan dilaksanakan berupa langkah

    kerja.

    8) Menggunakan Alat/Bahan

    Memakai alat/bahan

    Mengetahui alasan mengapa menggunakan alat/bahan

    Mengetahui bagaimana menggunakan alat/bahan

    9) Menerapkan konsep

    Menerapkan konsep yang telah dipelajari dalam situasi baru

    Menggunakan konsep pada pengalaman baru untuk

    menjelaskan apa yang sedang terjadi

    10) Berkomunikasi

    Mengubah bentuk penyajian

    Memerikan/menggambarkan data empiris hasil percobaan

    atau pengamatan dengan grafik atau tabel atau diagram

    Menyusun dan menyampaikan laporan secara sistematis

    Menjelaskan hasil percobaan atau penelitian

    Membaca grafik, tabel, atau diagram

  • 15

    Mendiskusikan hasil kegiatan, suatu masalah atau suatu

    peristiwa

    c. Pengukuran Keterampilan Proses Sains

    Pengukuran keterampilan proses sains tidak seperti pengukuran

    pengetahuan konsep pada umumnya, tapi itu dapat dilakukan. Untuk

    evaluasi keterampilan proses akan dibahas karakteristik butir soal

    keterampilan proses sains, penyusunan butir soal keterampilan

    proses sains, dan pemberian skor butir soal keterampilan proses

    sains.

    1) Karakteristik Butir Soal Keterampilan Proses Sains

    Karakteristik butir soal keterampilan proses sains akan

    dibahas secara umum dan secara khusus. Secara umum

    pembahasan butir soal keterampilan proses lebih ditujukan untuk

    membedakannya dengan butir soal biasa yang mengukur

    penguasaan konsep. Secara khusus karakteristik jenis

    keterampilan proses tertentu akan dibahas dan dibandingkan satu

    sama lain, sehingga jelas perbedaannya.

    a) Karakteristik Umum

    Secara umum butir soal keterampilan proses dapat

    dibedakan dari butir soal penguasaan konsep. Butir-butir soal

    keterampilan proses memiliki beberapa karakteristik. Pertama,

    butir soal keterampilan proses tidak boleh dibebani konsep

    (nonkonsep burdan). Hal ini diupayakan agar butir soal tersebut

    tidak rancu dengan pengukuran penguasaan konsepnya. Konsep

    dijadikan konteks, dan konsep yang terlibat harus diyakini oleh

    penyusun butir soal sudah dipelajari siswa atau tidak asing bagi

    siswa (dekat dengan keadaan sehari-hari siswa). Kedua, butir

    soal keterampilan proses mengandung sejumlah informasi yang

    harus diolah oleh responden atau siswa. Informasi dalam butir

    soal keterampilan proses dapat berupa gambar, diagram, grafik,

    data dalam tabel atau uraian, atau objek aslinya. Ketiga, seperti

  • 16

    butir soal pada umumnya, aspek yang akan diukur oleh butir soal

    keterampilan proses harus jelas dan hanya mengandung satu

    aspek saja, misalnya interpretasi. Keempat, sebaiknya

    ditampilkan gambar untuk membantu menghadirkan objek.

    b) Karakteristik khusus

    Observasi :soal pada keterampilan ini harus dari objek atau

    peristiwa sesungguhnya.

    Interpretasi :harus menyajikan sejumlah data untuk

    memperlihatkan pola yang harus diinterpretasikan.

    Klasifikasi :harus ada kesempatan mencari atau menemukan

    persamaan dan perbedaan, atau diberikan kriteria

    tertentu untuk melakukan pengelompokan, atau

    ditentukan jumlah kelompok yang harus terbentuk.

    Prediksi :harus jelas pola atau kecenderungan untuk dapat

    mengajukan dugaan atau ramalan.

    Berkomunikasi: harus ada satu bentuk penyajian tertentu untuk

    diubah ke bentuk penyajian lainnya, misalnya bentuk

    uraian ke bentuk bagan atau bentuk tabel ke bentuk

    grafik.

    Berhipotesis : siswa dapat merumuskan dugaan atau jawaban

    sementara, atau menguji pernyataan yang ada serta

    mengandung hubungan dua variabel atau lebih,

    biasanya mengandung cara kerja untuk menguji atau

    membuktikan.

    Merencakan percobaan atau penyelidikan: harus memberikan

    kesempatan untuk mengusulkan gagasan berkenaan

    dengan alat/bahan yang akan digunakan, urutan

    prosedur yang harus ditempuh, menentukan peubah

    (variabel), mengendalikan peubah.

  • 17

    Menerapkan konsep atau prinsip: harus memuat konsep/ prinsip

    yang akan diterapkan tanpa menyebutkan nama

    konsepnya.

    Mengajukan pertanyaan: harus memunculkan sesuatu yang

    mengherankan, mustahil, tidak biasa atau

    kontradiktif agar responden atau siswa termotivasi

    untuk bertanya.

    2) Penyusunan Butir Soal Keterampilan Proses Sains

    Penyusunan butir soal keterampilan proses sains menuntut

    penguasaan masing-masing jenis keterampilan prosesnya

    termasuk pengembangannya. Pilihlah satu konsep tertentu untuk

    dijadikan konteks. Dengan mengingat karakteristik jenis

    keterampilan proses yang akan diukur, sajikan sejumlah

    informasi yang perlu diolah. Setelah itu siapkan pertanyaan atau

    suruhan yang dimaksudkan untuk memperoleh respon atau

    jawaban yang diharapkan. Tentukan pula bagaimana bentuk

    respon yang diminta: memberi tanda silang pada pilihan huruf

    a/b/c atau memberi tanda cek dalam kolom yang sesuai, atau

    menuliskan jawaban singkat tiga buah, atau bentuk lainnya.

    Umpamanya akan disusun soal keterampilan observasi tentang

    bagian-bagian bunga. Berikan satu tangkai bunga sesungguhnya

    untuk diperiksa (informasi). Sebaiknya dipilih bunga yang

    kontras dan memiliki bau khas. Ajukan pertanyaan mengenai

    jumlah kelopak, jumlah dan keadaan daun mahkota bunga,

    bentuk kepala sari, keadaan kepala putik, dan ciri khas bunga

    tersebut. Respon diminta dalam bentuk jawaban singkat 5 buah

    berurutan ke bawah dari a sampai e.

    3) Pemberian Skor Butir Soal Keterampilan Proses Sains

    Sebagaimana butir soal pada umumnya, butir soal

    keterampilan proses perlu diberi skor dengan cara tertentu. Setiap

    respon yang benar diberi skor dengan bobot tertentu, umpamanya

  • 18

    masing-masing 1 untuk soal observasi di atas yang berarti jumlah

    skornya 5. Untuk respon yang lebih kompleks, misalnya

    membuat pertanyaan, dapat diberi skor bervariasi berdasarkan

    tingkat kesulitannya. Umpamanya pertanyaan berlatar-belakang

    hipotesis diberi skor 3; pertanyaan apa, mengapa, bagaimana

    diberi skor 2; pertanyaan yang meminta penjelasan diberi skor 1.

    d. Peranan Guru dalam Mengembangkan Keterampilan Proses Sains

    Secara umum peran guru terutama berkaitan dengan

    pengalaman mereka membantu siswa mengembangkan keterampilan

    proses sains. Menurut Harlen sedikitnya terdapat lima aspek yang

    perlu diperhatikan oleh guru dalam berperan mengembangkan

    keterampilan proses.

    Pertama, memberikan kesempatan untuk menggunakan

    keterampilan proses dalam melakukan eksplorasi materi dan

    fenomena. Pengalaman langsung tersebut memungkinkan siswa

    untuk menggunakan alat-alat inderanya dan mengumpulkan

    informasi atau bukti-bukti untuk kemudian ditindak lanjuti dengan

    pengajuan pertanyaan, merumuskan hipotesis berdasarkan gagasan

    yang ada.

    Kedua, memberi kesempatan untuk berdiskusi dalam

    kelompok-kelompok kecil dan juga diskusi kelas. Tugas-tugas

    dirancang agar siswa berbagi gagasan (urun-rembuk), menyimak

    teman lain, menjelaskan dan mempertahankan gagasan mereka

    sehingga mereka dituntut untuk berpikir reflektif tentang hal yang

    sudah dilakukannya, menghubungkan gagasan dengan bukti dan

    pertimbangan orang lain untuk memperkaya pendekatan yang

    mereka rencanakan. Berbicara dan menyimak menyiapkan dasar

    berpikir untuk bertindak.

    Ketiga, mendengarkan pembicaraan siswa dan mempelajari

    produk mereka untuk menemukan proses yang diperlukan untuk

    membentuk gagasan mereka. Dengan kata lain aspek ketiga

  • 19

    menekankan: membantu pengembangan keterampilan bergantung

    pada pengetahuan bagaimana siswa menggunakannya.

    Keempat, mendorong siswa mengulas (review) secara kritis

    tentang bagaimana kegiatan mereka telah dilakukan. Mereka juga

    hendaknya didorong untuk mempertimbangkan cara-cara alternatif

    untuk meningkatkan kegiatan mereka. Membantu siswa untuk

    menyadari keterampilan-keterampilan yang mereka perlukan adalah

    penting sebagai bagian dari proses belajar mereka sendiri.

    Kelima, memberikan teknik atau strategi untuk meningkatkan

    keterampilan, khususnya ketepatan dalam observasi dan pengukuran

    misalnya, atau teknik-teknik yang perlu rinci dikembangkan dalam

    komunikasi. Begitu pula dalam penggunaan alat, karena mengetahui

    bagaimana cara menggunakan alat tidak sama dengan

    menggunakannya. Menggunakan teknik secara tepat berarti

    memerlukan pengetahuan bagaimana cara menggunakannya.6

    2. Model Pembelajaran

    Pentingnya keterampilan proses untuk dikembangkan menuntut

    adanya pemilihan proses pembelajaran yang dapat memberikan

    kontribusi terhadap keterampilan proses tersebut. Proses pembelajaran

    tersebut tentunya tidak terlepas dari model yang digunakan. Istilah model

    pembelajaran dapat diartikan sebagai tampilan grafis, prosedur kerja

    yang sistematis atau teratur, serta mengandung pemikiran bersifat uraian

    atau penjelasan berikut saran.7 Arends mengemukakan bahwa Model

    pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan

    digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pengajaran, tahap-tahap

    dalam kegiatan pembelajaran dan pengelolaan kelas.8 Sementara

    menurut Trianto model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang

    6 Wynne Harlen, The Teaching of Science, h. 83 7 Dewi Salma Prawiladilaga, Prinsip Disain Pembelajaran; Instructional Designe

    Principle. (Jakarta: Kencana & UNJ, 2009), h.33 8 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, Jakarta: Prestasi Pustaka. Cet. ke 1. h.4.

  • 20

    menggambarkan prosedur sistematik dalam mengorganisasikan

    pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar.9

    Ada sejumlah pandangan atau pendapat berkenaan dengan model

    pembelajaran, yang perlu kita kaji untuk memperluas pemahaman dan

    wawasan kita sehingga kita dapat semakin fleksibel dalam menentukan

    salah satu atau beberapa model pembelajaran yang tepat. Joyce, Weil,

    dan Calhoun mendeskripsikan empat kategori model mengajar, yaitu

    kelompok model sosial (social family), kelompok pengolahan informasi

    (information processing family), kelompok model personal (personal

    family), dan kelompok model sistem perilaku (behavioral systems

    family).10 Tiap-tiap model tersebut dijabarkan ke dalam beberapa tipe

    yang lebih terukur. Jika dituangkan dalam bentuk tabel adalah seperti

    berikut:

    Tabel 2.1

    Model-model Pembelajaran Menurut Joyce, Weil dan Calhoun

    Kelompok Model Sosial Pengolahan Informasi

    Model Personal

    Model Sistem Perilaku

    Model 1. Kelompok Belajar (Positive independence dan inkuiri terstruktur)

    2. Investigasi Kelompok

    3. Bermain Peran

    4. Penelitian Yurisprudensi

    1. Berpikir Introduktif (classification oriented)

    2. Pencapaian Konsep

    3. Memorisasi (memory assists)

    4. Penelitian Ilmiah

    5. Latihan Inkuiri 6. Synectics

    1. Pembelajaran tanpa arahan

    2. Meningkatkan rasa percaya diri

    1. Belajar Tuntas

    2. Pengajaran Langsung

    3. Simulasi 4. Pembelajar

    an Sosial 5. Jadwal

    Terprogram (tugas penampilan)

    Jadi menurut penulis model pembelajaran adalah : cara-cara yang akan

    digunakan oleh pengajar (guru) untuk memilih kegiatan belajar yang akan

    digunakan selama proses pembelajaran, dimana pemilihan tersebut dilakukan

    9 Trianto,ibid.,h.2. 10 Aunurrahman, Belajar dan Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta.2009).Cet ke-2. h. 148.

  • 21

    dengan mempertimbangkan situasi dan kondisi, materi dan sumber belajar,

    kebutuhan dan karakteristik peserta didik yang dihadapi dalam rangka

    mencapai tujuan pembelajaran tertentu.

    Kesesuaian antara tujuan, materi dan metode serta pengalaman belajar

    jelas menjadi dambaan para pengembang kurikulum maupun guru dalam

    perencanaan pengajaran. Sangat tidak adil apabila siswa dituntut untuk kreatif

    melalui pengalaman belajar yang pasif dalam mempelajari konsep tertentu.

    Berdasarkan uraian di atas penulis memilih model pembelajaran guided

    inquiry sebagai tindakan yang akan digunakan dalam penelitian sebagai

    upaya meningkatkan keterampilan proses sains siswa, karena dalam

    pembelajaran inquiry terdapat keterampilan-keterampilan yang muncul, dan

    adapun keterampilan-keterampilan tersebut merupakan keterampilan-

    keterampilan proses sains. Seperti pernyataan Kuslan bahwa pengajaran

    Inquiry merupakan pembelajaran dimana guru dan siswa mempelajari

    fenomena alam dengan pendekatan dan semangat para ilmuan, serta

    karakteristik pembelajaran inquiry dengan proses sainsnya seperti observasi,

    pengukuran, estimasi, prediksi, membandingkan, klasifikasi, percobaan,

    komunkasi, inferensi, analisis dan membuat kesimpulan.11 Hal ini juga

    diungkapkan oleh Rustaman bahwa ketiga tingkatan inkuiri (discovery,

    guided inquiry, and free inquiry) memiliki kesamaan yaitu ketiganya

    melibatkan keterampilan proses sains dan atau kemampuan dasar bekerja

    ilmiah.12

    Pengajaran dengan inquiry mengajukan kepada siswa konten yang

    berhubungan dengan permasalahan-permasalahan yang memfokuskan kepada

    kegiatan penelitian kelas. Dengan adanya permasalahan, siswa dapat

    merumuskan hipotesis atau jawaban sementara, mengumpulkan data yang

    relevan dengan hipotesis, dan kemudian mengevaluasi data yang telah

    11 Louis I. Kuslan and A. Haris Stone. Teaching Children Science: an Inquiry Approach..

    ( California: Wadsworth Publishing Company, 1969) h. 138 12 Nuryani Y Rustaman. Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuri dalam

    Pendidikan Sains. (Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung, 2005) h. 3

  • 22

    terkumpul dan membuat suatu kesimpulan. Pada strategi ini siswa tidak

    hanya belajar konsep yang berhubungan dengan masalah tetapi juga belajar

    bagaimana pemecahan masalah kedepannya.13

    Pembelajaran dengan menggunakan model guided inquiry

    merupakan model pembelajaran yang tidak berdiri sendiri karena model ini

    bersumber dari teori kontruktivisme. Oleh karena itu pada bab ini penulis

    akan terlebih dahulu membahas tentang teori kontruktivisme dan kemudian

    model pembelajaran inquiry.

    3. Teori Konstruktivisme Teori belajar konstruktivistik dipelopori oleh J. Piaget dan

    Vigotsky. Belajar menurut pandangan konstruktivistik berarti

    membangun, yaitu siswa dapat mengonstruksi sendiri pemahamannya

    dengan melakukan aktivitas aktif dalam pembelajarannya. Teori

    konstrukivistik merupakan salah satu teori belajar yang berhubungan

    dengan cara seseorang memperoleh pengetahuan, yang menekankan pada

    penemuan makna (meaningfullness). Perolehan tersebut melalui

    informasi dalam struktur kognitif yang telah ada dari hasil perolehan

    sebelumnya yang tersimpan dalam memori dan siap dikonstruk untuk

    mendapatkan pengetahuan baru.14 Konstruktivisme merupakan teori

    pembelajaran yang berdasarkan pada pengamatan dan studi ilmiah

    mengenai bagaimana seseorang belajar.15 Dengan dasar itu, pembelajaran

    harus dikemas menjadi proses mengkonstruksi bukan menerima

    pengetahuan.

    Teori pembelajaran kontruktivisme menyatakan bahwa siswa harus

    menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,

    mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya

    apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori kontruktivisme,

    13 David Jacobsen,dkk. Methods for Teaching; A Skill Approach. 2nd edition. (Columbus:

    A Bell & Howell Company. 1985) h. 197 14 Zulfiani, Tonih Feronika, dan Kinkin Suartini. Strategi Pembelajaran Sains, (Jakarta:

    Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009) h. 119 15 Educational Broadcasting Corporation , Contructivism as a Paradigma for Teaching and Learning: What is Contructivism? (2004) tersedia: http://www.thirteen.org (19 Juni 2010]

  • 23

    satu prinsip yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah

    bahwa guru tidak hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa.

    Siswa sendiri yang harus membangun pengetahuan didalam benaknya.16

    Konstruktivisme merupakan proses pembelajaran yang

    menjelaskan bagaimana pengetahuan disusun dalam pikiran seseorang.

    Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam

    pembelajaran disetiap tingkatan sekolah atau satuan pendidikan.

    Berdasarkan paham konstruktivisme, ilmu pengetahuan tidak dapat

    dipindahkan (transfer) dari seorang guru kepada siswa dalam bentuk

    yang serba sempurna, melainkan bertahap sesuai dengan pengalaman

    masing-masing siswa.17

    Dalam proses pembelajaran, siswa membangun sendiri

    pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses belajar

    mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan bukan guru. Untuk itu tugas

    guru adalah menfasilitasi proses tersebut dengan :

    a. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan terhadap siswa,

    b. Memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan

    idenya sendiri, dan

    c. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam

    belajar.18

    Konteks pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan

    kontruktivisme, guru tidak dapat mengindoktrinasi gagasan ilmiah supaya

    peserta didik mau mengganti dan memodifikasi gagasannya yang non

    ilmiah menjadi gagasan atau pengetahuan ilmiah. Dengan demikian

    arsitek pengubah gagasan peserta didik adalah peserta didik itu sendiri

    dan guru hanya berperan sebagai fasilitator dan penyedia kondisi supaya

    proses pembelajaran dapat berlangsung.

    16 Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan

    Implementasi pada KTSP, Cet II, (Jakarta : Kencana, 2010) h. 28 17Ahmad Sofyan, Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA/Sains. Seminar Internasional

    Pendidikan IPA Jurusan Pendidikan IPA FITK( Jakarta: UIN Syahid, 2007) h. 14 18 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. (Jakarta:

    Prestasi Pustaka, 2007) h. 109

  • 24

    4. Model Pembelajaran Inquiry Indrawati dalam Trianto menyatakan, bahwa suatu pembelajaran

    pada umumnya akan lebih efektif bila diselenggarakan melalui model-

    model pembelajaran yang termasuk rumpun pemrosesan informasi. Hal ini

    dikarenakan model-model pemrosesan informasi menekankan pada

    bagaimana seseorang berpikir dan bagaimana dampaknya terhadap cara-

    cara mengolah informasi. Menurut Downey dalam Trianto menyatakan

    bahwa inti dari berpikir yang baik adalah kemampuan untuk memecahkan

    masalah. Dasar dari pemecahan masalah adalah kemampuan untuk belajar

    dalam situasi proses berpikir. Dengan demikian, hal ini dapat

    diimplementasikan bahwa kepada siswa hendaknya diajarkan bagaimana

    belajar yang meliputi apa yang diajarkan, bagaiman hal itu diajarkan, jenis

    kondisi belajar, dan memperoleh padangan baru. Salah satu yang termasuk

    dalam model pemrosesan informasi adalah model pembelajaran inkuiry.19

    Pembelajaran inkuiry adalah rangkain kegiatan pembelajaran yang

    menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari

    dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan.

    Proses berpikir itu sendiri biasanya dilakukan melalui tanya jawab antara

    guru dan siswa.20 Hal ini senada dengan pendapat Joseph Abruscato yang

    menyatakan bahwa inquiry adalah metode yang teliti dan sistematik dalam

    mempertanyakan dan mencari penjelasan.21

    Sund, seperti yang dikutip oleh Suryosubroto, menyatakan bahwa

    discovery merupakan bagian dari inquiry, atau inquiry merupakan

    perluasan proses discovery yang digunakan lebih mendalam. Inquiry yang

    dalam bahasa inggris inquiry, berarti pertanyaan, atau pemeriksaan,

    penyelidikan. Inquiry sebagai suatu proses umum yang dilakukan manusia

    untuk mencari atau memahami informasi. Gulo dalam Trianto,

    19 Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan Implementasi pada KTSP. h.165

    20 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.Cet ke-5 (Jakarta: Kencana. 2005) h. 196

    21 Joseph Abruscato and Donald A. Derosa. Teaching Children Science; A Discovery Approach. (Unitate State: Pearson Education, 2010) h. 43

  • 25

    menyatakan strategi inquiry sebagai suatu rangkaian kegiatan belajar yang

    melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan

    menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat

    merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Sasaran

    utama kegiatan pembelajaran inquiry adalah (1) keterlibatan siswa secara

    maksimal dalam proses kegiatan belajar; (2) keterarahan kegiatan secara

    logis dan sistematis pada tujuan pembelajaran; (3) mengembangkan sikap

    percaya pada diri siswa tentang apa yang ditemukan pada proses inquiry.22

    Menurut Alberta pembelajaran inquiry adalah sebuah proses dimana siswa

    mengembangkan belajar mereka, merumuskan pertanyaan, menyelidiki,

    dan kemudian membangun pengetahuan baru yang berupa pengetahuan

    yang bermakna. Pengetahuan itu merupakan pengetahuan baru bagi siswa

    dan memungkinkan untuk mengajukan suatu pertanyaan, untuk dicari

    penyelesaiannya.23 Dalam suatu penelitian didapat bahwa penggunaan

    pembelajaran inquiry dapat membantu siswa menjadi lebih kreatif,

    bersungguh-sungguh, dan lebih percaya diri. Jadi pembelajaran inquiry

    merupakan suatu pembelajaran yang diawali dengan suatu keadaan atau

    masalah yang menimbulkan suatu pertanyaan sehingga mendorong siswa

    untuk mencari solusi atau pemecahannya melalui proses ilmiah.

    5. Karakteristik Pembelajaran Inquiry Ada beberapa hal yang menjadi ciri utama pembelajaran inquiry.

    Pertama, pembelajaran inquiry menekankan kepada aktivitas siswa secara

    maksimal untuk mencari dan menemukan, artinya strategi inquiry

    menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dalam proses pembelajaran,

    siswa tidak hanya berperan sebagai penerima pelajaran melalui penjelasan

    guru secara verbal, tetapi mereka berperan untuk menemukan sendiri inti

    dari materi pelajaran itu sendiri.

    22 Trianto. Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif; Konsep, Landasan, dan

    Implementasi pada KTSP, h. 166 23 Alberta Learning Center. Focus on Inquiry: a teachers guide to implementing inquiry

    based learning. (Canada: 2004) tersedia: http//www. Learning.gov.ab.ca/k_12/curriculum/bysubject/focus on inquiry.pdf (22 juni 2010), h. 1

  • 26

    Kedua, seluruh aktivitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk

    mencari dan menemukan jawaban sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan,

    sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri (self esteem).

    Dengan demikian, strategi pembelajaran inquiry menempatkan guru bukan

    sebagai sumber belajar, akan tetapi sebagai fasilitator dan motivator

    belajar siswa.

    Aktivitas pembelajaran biasanya dilakukan melalui proses tanya

    jawab antara guru dan siswa. Oleh sebab itu kemampuan guru dalam

    menggunakan teknik bertanya merupakan syarat utama dalam melakukan

    inquiry.

    Ketiga, tujuan dari penggunaan strategi pembelajaran inquiry adalah

    mengembangkan kemampuan berpikir secara sistematis, logis dan kritis,

    atau mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses

    mental. Dengan demikian, dalam strategi pembelajaran inquiry siswa tak

    hanya dituntut agar menguasai materi pelajaran, akan tetapi bagaimana

    mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Manusia yang

    hanya menguasai pelajaran belum tentu dapat mengembangkan

    kemampuan berpikir secara optimal; namun sebaliknya, siswa akan dapat

    mengembangkan kemampuan berpikirnya manakala ia bisa menguasai

    materi pelajaran.

    Seperti yang dapat disimak dari proses pembelajaran, tujuan utama

    pembelajaran melalui strategi inquiry adalah menolong siswa untuk dapat

    mengembangkan disiplin intelektual dan keterampilan berpikir dengan

    memberikan pertanyaan-pertanyaan dan mendapatkan jawaban atas dasar

    rasa ingin tahu mereka.24

    Menurut Hinrichsen dan Jarrett dalam Zulfiani, menyatakan empat

    karakter inquiry, yaitu:

    a. Koneksi

    Pada tahap ini:

    24 Wina Sanjaya. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan . h. 197

  • 27

    1) Siswa mampu menghubungkan pengetahuan sains pribadi dengan

    konsep komunitas sains.

    2) Dilakukan dengan diskusi bersama, eksplorasi fenomena.

    3) Guru mendorong untuk mendiskusikan dan menjelaskan

    pemahaman mereka bagaimana suatu fenomena bekerja,

    menggunakan contoh dari pengalaman pribadi, menemukan

    hubungan dengan literatur.

    4) Proses koneksi melalui: konsiliasi, pertanyaan, dan observasi.

    b. Desain

    Pada tahap ini:

    1) Proses melalui prosedur-materi.

    2) Siswa membuat perencanaan mengumpulkan data yang bermakna

    yang ditujukan pada pertanyaan. Disini terjadi integrasi konsep

    sains dengan proses sains.

    3) Siswa berperan aktif mendiskusikan prosedur, persiapan materi,

    menentukan variabel kontrol, dan pengukuran.

    4) Guru memantau ketepatan aktivitas siswa.

    c. Investigasi

    Pada tahap ini:

    1) Proses melalui koleksi dan mempresentasikan data.

    2) Siswa dapat membaca data secara akurat, mengorganisasi data

    dalam cara yang logis dan bermakna, dan memperjelas hasil

    penyelidikan.

    d. Membangun Pengetahuan

    Pada tahap ini:

    1) Proses melalui refleksi-konstruksi-prediksi.

    2) Konsep yang dilakukan dengan eksperimen akan memberi arti

    yang lebih bermakna dan mampu berpikir kritis. Ia harus

    menghubungkan antara interpretasi data dengan interpretasi ilmiah

    yang diterima.

  • 28

    3) Siswa dapat mengaplikasikan pemahamannya pada situasi baru yang

    mengembangkan inferensi, generalisasi, dan prediksi.

    4) Guru melakukan sharing pemahaman siswa.25

    Alberta menyatakan bahwa pembelajaran inquiry memberikan

    kesempatan kepada siswa untuk:

    a. Mengembangkan keterampilan mereka yang akan dibutuhkan pada seluruh

    kehidupan mereka.

    b. Belajar mengatasi bagaimana mengatasi masalah yang mungkin tidak

    memiliki solusi yang pasti.

    c. Menghadapi perubahan dan keraguan untuk dapat memahami.

    d. Membuat suatu penelitian untuk menemukan solusi, sekarang dan yang

    akan datang. 26

    Kondisi umum yang merupakan syarat timbulnya kegiatan inquiry bagi

    siswa adalah:

    a. Aspek sosial di kelas dan suasana terbuka yang mengundang siswa

    berdiskusi;

    b. Inquiry berfokus pada hipotesis, dan

    c. Penggunaan fakta sebagai evidensi (informasi, fakta)

    Untuk menciptakan kondisi seperti itu, peranan guru adalah sebagai

    berikut:

    a. Motivator, memberikan rangsangan agar siswa aktif dan bergairah berpikir.

    b. Fasilitator, menunjukan jalan keluar jika siswa mengalami kesulitan.

    c. Penanya, menyadarkan siswa dari kekeliruan yang mereka buat. d. Administrator, bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan kelas.

    e. Pengarah, memimpin kegiatan siswa untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

    f. Manajer, mengelola sumber belajar, waktu, dan organisasi kelas.

    g. Rewarder, memberi penghargaan pada prestasi yang dicapai siswa.

    25 Zulfiani, Inkuiri dalam Pendidikan IPA, Pendekatan Baru dalam Proses

    Pembelajaran; Matematika dan Sains Dasar, Sebuah Antologi, (Jakarta: IAIN Indonesia Social Equity Project, 2007) h. 18

    26 Alberta. Focus on Inquiry. h. 3

  • 29

    Pembelajaran inkuri dirancang untuk mengajak siswa secara

    langsung kedalam proses ilmiah. Strategi pembelajaran inkuri ini akan

    efektif manakala:

    a. Guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari

    suatu permasalahan yang ingin dipecahkan. Dengan demikian dalam

    strategi inquiry penguasaan materi pembelajaran bukan sebagai tujuan

    utama pembelajaran, akan tetapi yang lebih dipentingkan adalah proses

    belajar.

    b. Jika bahan pelajaran yang akan diajarkan tidak berbentuk fakta atau

    konsep yang sudah jadi, akan tetapi sebuah kesimpulan yang perlu

    pembuktian.

    c. Jika proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap

    sesuatu.

    d. Jika guru akan mengajar pada sekelompok siswa yang rata-rata

    memiliki kemauan dan kemampuan berpikir. Strategi inquiry akan

    kurang berhasil diterapkan kepada siswa yang kurang memiliki

    kemampuan untuk berpikir.

    e. Jika jumlah siswa yang belajar tak terlalu banyak sehingga bisa

    dikendalikan oleh guru.

    f. Jika guru memiliki waktu yang cukup untuk menggunakan pendekatan

    yang berpusat pada siswa.27

    Selama pelaksanaan pembelajaran inquiry, guru dapat mengajukan

    suatu pertanyaan atau mendorong siswa mengajukan pertanyaan-

    pertanyaan mereka sendiri, yang dapat bersifat open-ended, memberi

    peluang siswa untuk mengarahkan penyelidikan mereka sendiri dan

    menemukan jawaban-jawaban yang mungkin dari mereka sendiri, dan

    mengantarkan pada lebih banyak pertanyaan lain.

    Pembelajaran inquiry melibatkan siswa untuk berkomunikasi yang

    berarti tersedia suatu ruang, peluang, dan tenaga bagi siswa untuk

    27 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, h. 198

  • 30

    mengajukan pertanyaan dan pandangan yang logis, objektif, dan

    bermakna, serta untuk melaporkan hasil-hasil kerja mereka. Pembelajaran

    inquiry memungkinkan guru belajar tentang siapakah siswa mereka, apa

    yang siswa ketahui, dan bagaimana pikiran siswa bekerja, sehingga guru

    dapat menjadi fasilitator yang lebih efektif berkat adanya pemahaman guru

    mengenai siswa mereka.

    Dalam pembelajaran sains, guru diharapkan memiliki filosofi

    inquiry, sehingga akan lebih berperilaku sebagai fasilitator pembelajaran,

    sedangkan siswa ditempatkan sebagai pusat pembelajaran. Oleh karena itu

    inquiry merupakan filosofi utama dalam proses pembelajaran sains.

    Namun demikian, dalam pembelajaran sains perlu juga digunakan metode

    pembelajaran lainnya.

    6. Prinsip-prinsip Penggunaan Pembelajaran Inquiry

    Adapun prinsip-prinsip penggunaan pembelajaran inquiry yaitu:28

    a. Berorientasi pada Pengembangan Intelektual

    Tujuan utama dari strategi inquiry adalah pengembangan

    kemampuan berpikir. Dengan demikian, strategi pembelajaran ini selain

    berorientasi kepada hasil belajar juga berorientasi kepada proses belajar.

    Karena itu, kriteria keberhasilan dari proses pembelajaran dengan

    menggunakan strategi pembelajaran inquiry bukan ditentukan oleh

    sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran, akan tetapi sejauh

    mana siswa beraktivitas mencari dan menemukan sesuatu.

    b. Prinsip Interaksi

    Pembelajaran sebagai proses interaksi berarti menempatkan guru

    bukan sebagai sumber belajar, tetapi sebagai pengatur lingkungan atau

    pengatur interaksi itu sendiri. Guru perlu mengarahkan (directing) agar

    siswa bisa mengembangkan kemampuan berpikirnya melalui interaksi

    mereka.

    28 Wina sanjaya. Ibid,. h. 199

  • 31

    c. Prinsip Bertanya

    Peran guru yang harus dilakukan dalam menggunakakn strategi

    pembelajaran inquiry adalah guru sebagai penanya. Sebab kemampuan

    siswa untuk menjawab setiap pertanyaan pada dasarnya sudah

    merupakan sebagian dari proses berpikir.

    d. Prinsip Belajar untuk Berpikir

    Belajar bukan hanya mengingat sejumlah fakta, akan tetapi belajar

    adalah proses berpikir (learning how to think), yakni proses

    mengembangkan potensi seluruh otak, baik otak kiri maupun otak

    kanan; baik otak reptil, otak limbik, maupun otak neokortek.

    Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara

    maksimal.

    e. Prinsip Keterbukaan

    Belajar adalah suatu proses mencoba berbagai kemungkinan.

    Segala sesuatu mungkin saja terjadi. Oleh sebab itu, anak perlu diberi

    kebebasan untuk mencoba sesuai dengan perkembangan kemampuan

    logika dan nalarnya. Pembelajaran yang bermakna adalah pembelajaran

    yang menyediakan berbagai kemungkinan sebagai hipotesis yang harus

    dibuktikan kebenarannya. Tugas guru adalah menyediakan ruang untuk

    memberikan kesempatan kepada siswa mengembangkan hipotesis dan

    secara terbuka membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan.

    7. Kelemahan Pembelajaran Inquiry Disamping memiliki keunggulan, model pembelajaran inquiry juga

    mempunyai kelemahan, di antaranya sebagai berikut:

    a. Guru akan sulit mengontrol kegiatan dan keberhasilan peserta didik

    b. Perencanaan pembelajaran dengan model ini sulit karena terbentur

    dengan kebiasaan peserta didik dalam belajar.

    c. Dalam mengimplementasikannya, memerlukan waktu yang panjang,

    sehingga guru sulit untuk menyesuaikan dengan waktu yang

    ditentukan.

  • 32

    d. Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan

    peserta didik dalam menguasai materi pelajaran, model pembelajaran

    inquiry akan sulit diimplementasikan oleh guru.29

    8. Tingkatan dalam Pembelajaran Inquiry

    Pembelajaran inkuiri merupakan pembelajaran dimana siswa

    terkait dengan open-ended, student centered, dan hands-on activities.

    Dari definisi ini terdapat beberapa pendekatan yang berbeda dalam model

    pembelajaran inkuiri yaitu, structured inquiry, guided inquiry, open

    inquiry, and learning cycle30. Adapun menurut Bonstetter model inkuiri

    terdiri dari lima tingkatan model, yaitu:

    a. Praktikum (traditional hands-on science experience) adalah tipe

    inkuiri yang paling sederhana. Dalam praktikum guru menyediakan

    seluruh keperluan mulai dari topik sampai kesimpulan yang harus

    ditemukan siswa dalam bentuk buku petunjuk yang lengkap. Pada

    tingkat ini konponen esensial dari inkuiri yakni pertanyaan atau

    masalah tidak muncul, oleh karena itu, Martin-Hansen, menyatakan

    bahwa praktikum tidak termasuk dalam kegiatan inkuiri.

    b. Pengalaman sains terstruktur (structured science experience) yaitu

    kegiatan inkuiri di mana guru menentukan topik, pertanyaan, bahan

    dan prosedur sedangkan analisis hasil dan kesimpulan dilakukan oleh

    siswa.

    c. Inkuiri terbimbing (guided inquiry) yaitu dimana siswa diberikan

    kesempatan untuk merumuskan prosedur, menganalisis hasil dan

    mengambil kesimpulan secara mandiri, sedangkan dalam hal

    menentukan topik, pertanyaan dan bahan penunjang, guru hanya

    berperan sebagai fasilitator.

    29 Wina sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, hal.208 30Alan Colburn. An Inquiry Primer. (Science Scope: 2000), tersedia:

    http://www.exparentiallearning.ucdavis.edu/module2/el2-60-primer.pdf.

  • 33

    d. Inkuiri siswa mandiri (student directed inquiry) dapat dikatakan

    sebagai inkuiri penuh menurut Martin-Hansen menyatakan bahwa

    pada tingkatan ini siswa bertanggung jawab secara penuh terhadap

    proses belajarnya, dan guru hanya memberikan bimbingan terbatas

    pada pemilihan topik dan pengembangan pertanyaan.

    e. Penelitian siswa (student research) inkuiri tipe ini, guru hanya

    berperan sebagai fasilitator dan pembimbing sedangkan penentuan

    atau pemilihan dan pelaksanaan proses dari seluruh komponen

    diserahkan kepada siswa.31

    Tabel 2.2 Model-model pembelajaran inquiry

    9. Fase-fase Pembelajaran Inquiry Dalam Alberta Learning Center dikemukakan enam fase model

    pembelajaran inquiry, yaitu planning, retrieving, processing, creating,

    sharing, and evaluating.32

    a. Planning

    1) Menggali gagasan-gagasan dan pertanyaan-pertanyaan serta

    mengidentifikasi pokok bahasan untuk inquiry mereka.

    2) Mengidentifikasi sumber informasi yang memungkinkan.

    31 Ronal J. Bonnstetter, Inquiry: Learning from The Past with an Eye on The Future,

    (University of Nebraska, Lincoln, 2006) h. 3 32 Alberta Learning Center. Focus on Inquiry, h. 6

    Praktikum Terstruktur Terbimb

    ing Siswa

    Mandiri Penelitian Siswa

    Topik Guru Guru Guru Guru Guru / Siswa Pertanyaan/

    Masalah Guru Guru Guru Guru / Siswa Siswa

    Materi/Bahan Guru Guru Guru Siswa Siswa

    Prosedur Guru Guru Guru / Siswa Siswa Siswa

    Hasil/Analisis Guru

    Guru / Siswa Siswa Siswa Siswa

    Kesimpulan Guru Siswa Siswa Siswa Siswa

  • 34

    3) Mempertimbangkan kebutuhan siswa pada saat penciptaan dan

    penyampaian gagasan.

    4) Memahami atau membantu mengembangkan kriteria penilaian

    proses dan produk.

    5) Mengenal proses alamiah dari langkah kerja dan

    menyadari/mengakui bahwa kegiatan mengolah kembali,

    memikirkan kembali, dan memfokuskan kembali merupakan

    pelengkap proses inquiry.

    b. Retrieving, pada fase ini siswa akan belajar untuk:

    1) Menyadari bahwa keberhasilan retrieving bergantung pada

    perencanaan sebelumnya.

    2) Memahami bagaimana informasi diorganisasi di perpustakaan.

    3) Memahami bahwa sumber yang berbeda akan memberikan

    informasi yang berbeda.

    4) Mengevaluasi strategi penelitian dan memberikan saran untuk

    perbaikan masa berikutnya.

    c. Processing, pada fase ini siswa akan belajar untuk:

    1) Mengavaluasi informasi cetak, non cetak, digital dan informasi

    elektronik menggunakan kriteria yang dibuat.

    2) Menginterpretasi grafik, bagan, ilustrasi, gambar, audio, dan video

    klip, serta animasi.

    3) Mencatat informasi menggunakan strategi pencatatan yang tepat.

    4) Memfokuskan bahasan, memasukkan gagasan baru dan membuat

    hubungan.

    5) Mengevaluasi strategi proses dan memberikan saran untuk

    perbaikan masa berikutnya.

    d. Creating, pada fase ini siswa akan belajar untuk:

    1) Memperbaiki untuk membuat hasil karya mereka menjadi jelas,

    singkat, tetap, dan tepat untuk peserta inquiry.

  • 35

    2) Bekerja sama dengan orang lain untuk mempertinggi produk yang

    kreatif.

    3) Mengakui atau menyadari kekuatan dan keterbatasan proses yang

    kreatif.

    4) Menyempurnakan hasil karya terakhir yang menggabungkan

    informasi dan saran dari orang lain serta menonjolkan pemahaman

    baru.

    5) Mengakui bahwa usaha yang kreatif memerlukan banyak versi

    sebelum siap untuk disampaikan.

    6) Mengakui atau menyadari munculnya pertanyaan, persoalan, dan

    gagasan baru selama proses penciptaan.

    7) Mengevaluasi strategi penciptaan dan memberikan saran untuk

    perbaikan masa berikutnya.

    e. Sharing, pada fase ini siswa belajar untuk:

    1) Berbagi pengalaman baru dengan peserta lain.

    2) Fokus pada fakta-fakta yang dibutuhkan peserta.

    3) Berpartisipasi sebagai anggota dan memikirkan apa keikutsertaan

    mereka mengenai pengalaman penyampaian fakta.

    4) Memikirkan keberhasilan dan tantangan dari pengalaman sharing

    mereka dengan menulis/mengungkapkan mengenai apa yang

    mereka pelajari.

    5) Mengevaluasi strategi sharing dan memberikan saran untuk

    perbaikan di masa berikutnya.

    f. Evaluating, pada fase ini siswa akan belajar untuk:

    1) Memahami kriteria untuk inkuiri. Mengevaluasi proses inkuiri

    mereka dengan menggunakan kriteria yang dibuat.

    2) Memberikan umpan balik yang berguna bagi teman mereka

    menggunakan kriteria yang dibuat.

    3) Memikirkan persamaan dan perbedaan antara inkuiri yang mereka

    jalani dengan inkuiri lain di masa lalu.

  • 36

    4) Memikirkan gaya pembelajaran