ulkus diabetikum
DESCRIPTION
ulkus diabetikum adalah suatu komplikasi makrovaskuler dari penyakit diabetikumTRANSCRIPT
PRESENTASI KASUS
ULKUS KAKI DIABETIK
Disusun Oleh:
Lidya Hapsari, S.Ked
110.2010.152
Pembimbing:
dr. Firmansyah, Sp.B
KEPANITERAAN ILMU BEDAH
05 JANUARI 2015 – 15 MARET 2015
RUMAH SAKIT MOH. RIDWAN MEURAKSA
JAKARTA PUSAT
BAB I
LAPORAN KASUS
I. Identifikasi
Nama Ny. A
Jenis Kelamin Perempuan
Umur 81 tahun
Pendidikan SLTA
Pekerjaan Ibu Rumah Tangga
Status Pernikahan Cerai Mati
Agama Islam
Alamat Karang, RT 002/029 Sumber Agung
Tanggal Masuk RS 04 Januari 2015
No. CM 32.30.XX
II. Anamnesa
Dilakukan auto dan alloanamnesis (anak pasien) pada tanggal 08 Januari 2014 pukul
14.00 WIB di Ruang Bangsal Cempaka RS MOH. RIDWAN MEURAKSA.
Keluhan Utama : Luka pada kaki kiri
Keluahan Tambahan : Nyeri pada luka dan mual
III. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan terdapat luka pada kaki kiri sejak 4 bulan yang lalu. Luka
diakui pada awalnya hanya terdapat pada 1 jari yang tidak diketahui penyebabnya. 2
bulan kemudian seluruh jari kaki pasien diakui menghitam dan timbul luka baru pada
atas jari kaki. Luka tersebut dikeluhkan sukar sembuh oleh pasien walau sudah
dibersihkan setiap hari. Luka dirasakan makin hari makin meluas dan mengeluarkan
nanah disertai darah. Terdapat nyeri yang hilang timbul pada daerah luka terutama
apabila pasien berjalan. 1 bulan terakhir pasien mengaku nyeri pada luka semakin
memberat. Pasien mengaku tidak mengetahui jika pasien menderita penyakit diabetes
sebelumnya. Pasien juga sering berolahraga senam manula 3 kali dalam seminggu.
Riwayat mengkonsumsi makanan berlebihan dan makanan manis disangkal pasien.
Pasien mengaku mempunyai riwayat magh dan sekarang pasien merasa mual.
Keluhan demam, nyeri kepala, gangguan BAK dan BAB disangkal pasien.
2
IV. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien menyangkal adanya keluhan serupa sebelumnya.
Pasien mengetahui dirinya sakit Diabetes Melitus sejak pasien dibawa ke RS.
Riwayat sakit jantung, sakit ginjal, asma, alergi disangkal.
Riwayat hipertensi dan magh diakui.
V. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengaku di dalam keluarga tidak ada yang mempunyai penyakit yang serupa.
Riwayat hipertensi, asma, alergi, disangkal.
Riwayat Diabetes diakui yaitu adik pasien.
VI. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan dilakukan pada 08 Januari 2015 pukul 14.00 WIB.
A. Status Present
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 92 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,5 C⁰
B. Status Generalis
Kulit : turgor kulit normal
Kepala : normosefali. Rambut putih, lurus, mudah dicabut (-).
Mata : simetris kanan kiri, kelopak mata cekung, konjungtiva anemis -/-, sklera
ikterik -/-, kornea jernih, lensa jernih.
Leher : pembesaran KGB (-), trakea ditengah, bentuk simetris
Telinga : Bentuk normal, simetris, liang lapang, serumen (-/-), hiperemis (-/-)
Hidung : Septum deviasi (-), pernafasan cuping hidung (-), sekret (-/-)
Tenggorok : faring hiperemis (-), tonsil T1-T1, perdarahan (-)
Mulut : Bibir kering, sianosis (-), lidah bersih
Thorax : Simetris dalam keadaan statis dan dinamis
Jantung
3
Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : iktus kordis teraba disela iga ke-V sedikit medial LMCS, tidak terdapat
thrill
Perkusi :
Batas kanan : Jantung ICS IV LPSD
Batas kiri : Jantung ICS V sedikit medial LMCS
Batas pinggang jantung ICS III LPSS
Auskultasi : Bunyi jantung I&II regular, tidak terdengar bunyi jantung tambahan,
murmur (-), gallop (-)
Paru
Inspeksi : Bentuk dan pergerakan pernafasan kanan-kiri simetris
Palpasi : Fremitus taktil simetris kanan-kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru, wheezing (-/-),
ronkhi (-/-)
Abdomen
Inspeksi : Perut datar simetris, ruam kulit (-), benjolan (-), sikatriks (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak ada pembesaran
Perkusi : Timpani diseluruh abdomen, nyeri ketok (-)
Auskultasi : Bising usus (+)
Ekstremitas : Atas : Akral hangat +/+, Edema -/-
Bawah : Akral hangat +/+, Edema -/-
B. Status Lokalis
Pemeriksaan/regio Pedis Dextra Pedis Sinistra
Inspeksi Tak tampak kelainan. Terdapat luka terbuka dengan tepi
tak rata pada punggung kaki,
berdiameter sekitar 10cm, batas
luka tak tegas, terlihat adanya pus
dan darah. Tampak hiperemis
pada pinggir luka. Dasar luka
jaringan bawah kulit.
Terdapat jari - jari kaki yang
4
menghitam. Tidak terlihat adanya
pus dan darah.
Palpasi Tidak terdapat kelainan. Daerah punggung kaki : Tidak
didapati adanya rasa nyeri ketika
perabaan halus, terasa nyeri pada
penekanan, keluar pus dan darah
ketika di tekan. Pulsasi a dorsali
pedis dextra teraba lemah.
Daerah jari kaki : tidak didapati
adanya rasa nyeri ketika perabaan
halus maupun pada penekanan.
Pus dan darah negatif.
VII. Pemeriksaan Laboratorium
Laboratorium tanggal : 04 Januari 2015
Hb : 11,3 g/dl
Ht : 34%
Leukosit : 7.300 /ul
Trombosit : 334.000 /ul
Masa pendarahan : 2’
Masa pembekuan : 10’
Glukosa darah sewaktu : 186 mg/dl
Glukosa darah puasa : 103 mg/dl
SGOT : 16 u/l
SGPT : 17 u/l
Ureum : 15 mg/dl
Kreatinin : 0,82
Rontgen thorax : Kardiomegali dengan aorta elongasi
Corak vaskular paru kasar
Tulang – tulang tampak porotik
VIII. Resume
Anamnesis
5
Pasien datang dengan keluhan terdapat luka pada kaki kiri sejak 4 bulan yang lalu.. Luka
tersebut dikeluhkan sukar sembuh oleh pasien walau sudah dibersihkan setiap hari. Luka
dirasakan makin hari makin meluas dan mengeluarkan nanah disertai darah. Terdapat nyeri
yang hilang timbul pada daerah luka terutama apabila pasien berjalan. 1 bulan terakhir pasien
mengaku nyeri pada luka semakin memberat.
Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 92 x/menit, reguler
Frekuensi Nafas : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,5 C⁰
Status Generalis : dalam batas normal
Status Lokalis : regio pedis sinistra
Inspeksi : Terdapat luka terbuka dengan tepi tak rata pada punggung kaki, berdiameter
sekitar 10 cm, batas luka tak tegas, terlihat adanya pus dan darah. Tampak
hiperemis pada pinggir luka. Dasar luka jaringan bawah kulit. Tidak
ditemukan jaringan nekrotik. Terdapat jari - jari kaki yang menghitam. Tidak
terlihat adanya pus dan darah.
Palpasi : Daerah punggung kaki : Tidak didapati adanya rasa nyeri ketika perabaan
halus, terasa nyeri pada penekanan, keluar pus dan darah ketika di tekan.
Pulsasi a dorsali pedis dextra teraba lemah.
Daerah jari kaki : tidak didapati adanya rasa nyeri ketika perabaan halus
maupun pada penekanan. Pus dan darah negatif.
Pemeriksaan Laboratorium
Hiperglikemik
IX. Diagnosis Kerja
Ulkus gangren pedis sinistra
X. Diagnosis Banding
-
6
XI. Usulan Pemeriksaan
Tes kepekaan kuman / pus
GDS serial /24 jam
XII. Penatalaksanaan
Operatif : amputasi digiti I, II, III, IV, V + debridement ar pedis sinistra
Medikasi: IVFd RL 30 tpm
Ceftriaxone Inj 2 x 2gr
Gentamycin 2 x 80mg
Ranitidin 3 x 1 amp
Flagyl Supp 3 x 500mg
Redressing 2x sehari (pagi & sore)
XIII. Prognosis
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam
Laporan Operasi
Diagnosis pre-operasi : Ulkus gangren pedis sinistra
Diagnosis post-operasi : Ulkus gangren pedis sinistra
Tehnik operasi : Amputasi digiti I, II, III, IV, V + debridement a.r pedis sinistra
Follow Up
07 Jan 2015 S/ : Nyeri pada luka di punggung kaki kiri. Demam (-) mual (+) muntah
(-) batuk (-) sesak (-) BAB BAK tak ada keluhan, nafsu makan baik.
O/ : KU : Sakit sedang, Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/70 mmHg, N: 92 x/menit,
RR : 20x/menit, S: 36,6°C
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: regio pedis dextra
Inspeksi: tampak luka tertutup kassa steril, rembesan (+)
berwarna kecoklatan, hiperemis (+), edema (-)
Palpasi: nyeri tekan (+)
7
A/ : Ulkus gangren pedis sinistra
P/ : IVFd RL 30 tpm
Ceftriaxone Inj 2 x 2gr
Gentamycin 2 x 80mg
Ranitidin 3 x 1 amp
Flagyl Supp 3 x 500mg
Redressing 2x sehari (pagi & sore)
28 Jan 2014 S/ : Nyeri pada luka bekas operasi. Demam (-) mual (-) muntah (-), BAB
(-), BAK (+) dan flatus (+)
O/ : KU : Sakit sedang, Kesadaran : Compos mentis
TD : 120/80 mmHg, N: 88 x/menit,
RR : 20x/menit, S: 36,7°C
Status generalis: dalam batas normal
Status lokalis: regio pedis dextra
Inspeksi: tampak luka tertutup kassa steril, rembesan (-),
hiperemis (-), edema (-)
Palpasi: nyeri tekan (+)
A/ : Post OP Amputasi digiti I, II, III, IV, V + debridement a.r pedis
sinistra
P/ : Awasi TTV dan tanda perdarahan
Diet sampai bising usus normal
IVFd RL 30 tpm
Ceftriaxone Inj 2 x 2gr
Gentamycin 2 x 80mg
Ranitidin 3 x 1 amp
Ketorolac 3 x 1 amp
Flagyl Supp 3 x 500mg
Laxadin syrup 3 x C1
Redressing 2x sehari (pagi & sore)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
ULKUS KAKI DIABETIC
8
I. DEFINISI 2
Ulkus
Kerusakan lokal atau ekskavasi, permukaan organ atau jaringan yang ditimbulkan oleh
terkelupasnya jaringan nekrotik radang.
Diabetic Ulkus
Ulkus, biasanya di ekstrimitas bawah, yang terjadi pada penderita Diabetes Melitus
Gangrene
Kematian jaringan, biasanya dalam jumlah besar dan umumnya berhubungan dengan
kehilangan preparat vaskular (nutrisi) dan diikuti invasi bakteri dan pembusukan.
Diabetic gangrene
Gangren basah, biasanya dikaki, pada orang dengan diabetes melitus, disebabkan oleh
neuropathy, angiopathy dan komplikasi lainnya
II. EPIDEMIOLOGI 2
Di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, masalah kaki diabetes masih merupakan masalah
besar. Sebagian besar perawatan penyandang DM selalu menyangkut kaki diabetes. Angka
kematian dan angka amputasi masih tinggi, masing-masing sebesar 16% dan 25 % (data
RSUPNCM tahun 2003). Nasib para penyandang DM pasca amputasi pun masih sangat
buruk. Sebanyak 14,3% akan meninggal dalam setahun pasca amputasi dan sebanyak 37 %
akan meninggal 3 tahun setelah amputasi.
III. PATOFISIOLOGI ULKUS DIABETIC 2,5
III.A NEUROPATI
Proses terjadinya neuropati diabetik berawal dari hiperglikemia berkepanjangan yang
berakibat peningkatan aktivitas jalur poliol, sintesis advance glycosilation and product
(AGEs), pembentukan radikal dan aktivasi protein kinase c (PKC), aktivasi berbagai jalur
tersebut berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga aliran darah saraf menurun dan
bersama rendahnya mioniositol dalam sel terjadilah ND.
Faktor metabolik
Proses terjadinya ND berawal dari hiperglikemia yang berkepanjangan. Hiperglikemia
persisten menyebabkan aktivitas jalur poliol meningkat, yaitu terjadi aktivasi enzim aldose-
reduktase, yang merubah glukosa menjadi sorbitol, yang kemudian dimetabolisme oleh
9
sorbitol dehidrogenase menjadi fruktosa. Akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf
merusak sel saraf melalui mekanisme yang belum jelas. Salah satu kemungkinannya ialah
akibat akumulasi sorbitol dalam sel saraf menyebabkan hipertonik intraseluler sehingga
mengakibatkan edema saraf. Peningkatan sintesis sorbitol berakibat terhabatnya mioiniositol
masuk ke dalam sel saraf. Penurunan mioniositol dan akumulasi sorbitol secara langsung
menimbulkan stress osmotik yang akan merusak mitokondria dan akan menstimulasi protein
kinase c (PKC). Aktivasi PKC ini akan menekan fungsi Na-K-ATP-ase, sehingga kadar Na
interseluler menjadi berlebihan, yang beakibat terhambatnya mioniositol masuk ke dalam sel
saraf sehingga terjadi gangguan transduksi sinyal saraf.
Reaksi jalur poliol ini juga menyebabkan turunya persedian NADPH saraf yang
merupakan kofaktor yang penting dalam metabolisme oksidatif. Karena NADPH merupakan
kofaktor penting dalam glutathion dan nitrit oxide synthase (NOS), pengurangan kofaktor
tersebut membatasi kemampuan saraf untuk mengurangi radikal bebas dan penurunan
produksi nitrit oxide (NO)
Disamping meningkatkan aktivitas jalur poliol, hiperglikemia berkepanjangan akan
menyebabkan terbentuknya advance glycosilation end products (AGEs). AGEs ini sangat
toksik dan merusak semua protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentukanya AGEs
dan sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, yang akan berakibat vasodilator
berkurang, aliran ke saraf menurun, dan bersama rendahnya mioniositol dalam sel saraf,
terjadilah ND, kerusakan aksonal metabolik awal masih dapat kembali pulih dengan kendali
glikemik yang optimal. Tetapi bila kerusakan metabolik ini berlanjut menjadi kerusakan
iskemik, maka kerusakan struktural akson tersebut tidak dapat diperbaiki lagi.
Kelainan vaskuler
Penelitian membuktikan bahwa hiperglikemia juga mempunyai hubungan dengan
kerusakanm mikrovaskuler. Hiperglikemia persisten merangsang produksi radikal bebas
oksidatif yang disebut reactive oxygen species (ROS). Radikal bebas ini membuat kerusakan
endotel vaskuler dan menetralisir NO, yang berefek menghalangi vasodilator mikrovaskuler.
Mekanisme kelainan mikrovaskluer tersebut juga dapat melalui penebalan membrana basalis,
trombosis pada arterial intaneural, peningkatan agregasi trombosit dan berkurangnya
deformabilitas eritrosit, berkurangnya aliran darah saraf dan peningkatan resistensi vaskuler,
kejadian neuropati yang didasari oleh kelainan vaskluer masih bisa dicegah dengan
modifikasi faktor resiko kardiovaskuler, yaitu kadar trigiserida yang tinggi, IMT, merokok
dan hipertensi.
10
Ulkus sering terjadi di ujung-ujung jari dan di telapak kaki pada permukaan dari head
metatarsal dan sering didahului oleh pembentukan callus. Jika callus tidak dihilangkan bisa
terjadi perdarahan dan kematian jaringan. Dan terjadi ulcer. Ulkus bisa terjadi karena infeksi
sekunder oleh staphylococci, streptococci, organisme gran negatif dan bakteri anaerob. Yang
berperan penting pada terjadinya cellulitis, abses, and osteomyelitis. Komplikasi sepsis ulkus
jari-jari ke apical bisa menimbulkan trombosis pada digital arteri yang dapat menimbulkan
gangren pada jari.
III.B ISKEMIK 2,5,6
Hiperglikemia
Hiperglikemia kronik menyebabkan disfungsi endotel melalui berbagai mekanisme antara
lain:
Hiperglikemia kronik menyebabkan glikosilasi non enzimatik dari protein dan
makromolekul seperti DNA, yang akan mengakibatkan perubahan sifat antigenik dari
protein dan DNA. Keadaan ini akan menyebabkan perubahan tekanan intravaskular
akibat gangguan keseimbangan nitrit oksida (NO) dan prostagandin
Hiperglikemia meningkatkan aktivasi PKC intraseluler sehingga akan menyebabkan
gangguan NDPH pool yang akan menghambat produksi NO
Hiperglikemia akan meningkatkan sintesis diacylglicerol (DAG) melalui jalur
glikolitik. Peningkatan kadar DAG akan meningkatkan aktivitas PKC. Baik DAG
dan PKC berperan dalam memodulasi terjadinya vasokonstriksi
Sel endotel sangat peka terhadap pengaruh stress oksidatif. Keadaan hiperglikemia
akan meningkatkan tendensi untuk terjadinya stress oksidatif dan peningkatan
oqidized lipoprotein, terutama small dense LDL – cholesterol (oxidized LDL) yang
lebih bersifat aterogenik. Disamping peningkatan itu peningkatan kadar asam lemak
bebas dan keadaan hiperglikemia dapat meningkatkan oksidadi fosfolipid dan protein.
11
Hipergllikemia akan disertai tendensi protrombin dan agregasi platelet. Keadaan ini
berhubungan dengan beberapa faktor antara lain penurunan produksi NO dan
penurunan aktifitas fibrinolitik akibat peningkatan kada PAI-1. Disamping itu pada
DM tipe 2 terjadi peningkatan aktivitas koagulasi akibat pengaruh berbagai faktor
seperti pembentukan advanced glycosylation end products (AGEs) dan penurunan
sintesis heparin sulfat.
Trombosis/Fibrinolisis
DM akan disertai dengan keadaan protrombotik yaitu perubahan-perubahan proses
trombosis dan fibrinolisis. Kelainan ini disebabkan karena adanya resistensi insulin terutama
yang terjadi pada pasien DM tipe 2. Pengingkatan fibrinogen serta aktiviras faktor VII dan
PAI-1 baik dalam plasma maupun didalam plak aterosklerosis akan menyebabkan penurunan
urokinase dan meningkatkan agregasi platelet. Penyebab peningkatan fibrinogen diduga
karena meningkatnya aktivitas faktor VII yang berhubungan dengan terjadinya hiperlipidemi
post prandial. Over ekspresi PAI-1 diduga terjadi akibat pengaruh langsung dari insulin dan
proinsulin.
Dislipidemia
Dislipidemia yang akan menimbulkan stres oksidatif umum terjadi pada keadaan
resistensi insulin/sindrom metabolik dan DM tipe 2. Keadaan ini terjadi akibat gangguan
metabolisme lipoprotein yang sering disebut lipid triad , meliputi
1. Peningkatan kadar VLDL atau trigiserida
2. Penurunan kadar kolesterol HDL
3. Terbentuknya small dense LDL yang bersifat aterogenik1
Hilangnya pulsasi pada kaki merupakan tanda bahaya kemungkinan terjadinya iskemia
yang memerulkuan penilaian dan pengobatan yang spesifik. Lesi pada tepi kaki dan tidak
adanya callus merupakan karakteristik. Gangren mungkin timbul. Untuk indentifikasi iskemia
bisa temukan warna merah jambu, nyeri (nyeri yang ektrim dan terus-menerus) dan pulsasi,
kadang-kadang dingin. Ankle/brachial pressure index dilakukan dengan doppler
ultrasonography bisa memberikan petunjuk adanya iskemia
12
IV. KLASIFIKASI KAKI DIABETIK 2,5,6
Plantar pressure↑
infeksi
Ulkus pedis Ischemic
Engorged vein, warm foot
Dry skin fissura
callus
Altered blood flow
Keringat menurunLimitied
joint movement
Masalah ortopedi
Otot hipotropi
Pain sensatinon↓ proprioseptive↓
somatik Autonomic
Hiperlipidemiamerokok
Penyakit vaskuler
Neuropati
Neuropati
Diabetes Melitus
13
Menurut berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetik dibagi dalam enam derajat
menurut Wagner :
A. Wagner 0 : kulit utuh, tetapi ada kelainan bentuk kaki akibat neuropati
B. Wagner 1 : ulkus superfisial
C. Wagner 2 : ulkus lebih dalam mengenai dermis, tendon, ligamen, kapsul
sendi atau tulang hingga terekspos. Sering dengan selulitis, tidak ada abses
atau infeksi tulang.
D. Wagner 3 : ulkus dalam disertai abses atau osteomielitis
E. Wagner 4 : gangren lokal (ibu jari atau tumit)
F. Wagner 5 : gangren kaki
Klasifikasi menurut Edmonds yang berdasarkan pada perjalanan alamiah kaki diabetes.
Stage 1: Normal foot
Stage 2: High risk foot
Stage 3: Ulcerated foot
Stage 4: Infected foot
Stage 5: Necrotic foot
Stage 6 : Unsalvable foot
Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat
dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer.
Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan di tingkat pelayanan
kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan spesialistik
Untuk stage 5, apalagi stage 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali
memerlukan suatu kerja sama tim yang sangat erat, di mana harus ada dokter bedah
Untuk optimalisasi pengelolaan kaki diabetes, pada setiap tahap harus diingat berbagai
factor yang harus dikendalikan, yaitu:
Mechanical control-pressure control
Metabolic control
Vascular control
14
Educational control
Wound control
Microbiological control-infection control
Pada tahap yang berbeda diperlukan optimalisasi hal yang berbeda pula. Misalnya pada
stadium 1 dan 2 tentu saja factor wound control dan infection control belum diperlukan,
sedangakan untuk stadium 3 dan selanjutnya tentu semua factor tersebut harus dikendalikan.
Stage 1 : Normal Foot
Kaki normal di definisikan tidak adanya factor resiko terjadinya ulkus, seperti
neuropathy, ischemia, defomitas, callus, dan bengkak. Diagnosis stage 1 ini di buat
ketiadaan faktor resiko tersebut
Screening penilaian terdiri dari 4 bagian:
Penyelidikan pernah terkena ulkus atau sedang terjadi ulkus
Pengujian untuk neuropathy dengan 10-g monofilament
Palpasi pulsasi kaki atau tanda-tanda iskema
Inspeksi kaki untuk melihat adanya abnormalitas
Deformitas
Callus
Pembengkakan
Tanda-tanda inspeksi
Necrosis
Pasien yang tidak ditemukan masalah diklasifikasikan ke dalam stage 1. Bagaimanapun.
Screening pasien pada stage 1 harus di ulang dengan jarak 1 tahun untuk mengetahui factor
resiko
Pengelolaan
Tujuan pengelolaan pada stage 1 ini:
Pasien diharapkan jangan terbentuk factor resiko untuk menjadi kaki diabeti ulseratif
Jika factor resiko terbentuk, bisa terdeksi sedini mungkin dan pasien ditempatkan
pada stage 2
15
Masalah kaki yang lazim bisa terjadi disemua populasi, diobati dengan efisien dan
jangan sampai peranan jaringan rusak walaupun tidak ada neuropathy dan penyakit
vascular.
Stage 2 : The High-Risk Foot
Kaki diabetic masuk pada stage 2 jika ditemukan 1 atau lebih factor resiko terjadinya
ulkus: neuropathy, ischemia, deformitas, pembengkakan, dan callus
Neuropathy dan ischemia merupakan 2 resiko yang penting dari kaki diabetic.
Deformitas, pembengkakan dan callus biasanya tidak menjadi peranan untuk ulkus pada
pasien dengan sensasi nyeri yang baik dan aliran darah yang baik. Tetapi ketika di temukan
combinasi dengan neuropathy or ischemia, akan meningkatkan resiko ulkus.
Setiap kaki diabetic di stage 2 akan di klasifikasikan pada neurophaty atau
neuroischemia. Hal ini perlu untuk ditekankan untuk memisahkan antara kaki neuropathy.
Karena pengobatan akan berbeda pada kedua type ini.
Stage 3 : The Ulcerated foot
Stage 3 mengambarkan kerusakan kulit dan ulkus. Ini merupakan point yang sangat
penting pada riwayat alamiyah dari kaki diabetic. Seluruhnya pada masa hidupnya 15% akan
menjadi ulkus; 85% akan diamputasi dari ulkus yang tidak diobati. Setiap keretakan kulit
pada kaki diabetic merupakan hal yang potensial untuk masuknya bakteri dan berpotensi
terjadinya penyakit. Kaki diabetic stage 3, baik neuropathy dan neuroischemic, dibutuhkan
penanganan yang cepat.
Klasifikasi
Hal yang mudah untuk membedakan antara ulkus pada kaki neuropathy dan ulkus pada
kaki ischemia. Pada dasarnya klasifikasinya ada atau tidak adanya ischemia pada keadaan
yang lazim pada neuropathy.
Ulkus dengan Kategori Spesifik
Termasuk ke dalam:
Ulkus pada tumit yang disebabkan tekanan yang terus-menerus
Ulkus charcot osteoarthtopathy yang berhubungan dengan defomitas rockerbottom,
medial convexity dan deformitas belakang kaki
Ulkus keatas tendon Achilles
Luka tusukan disebabkan benda tajam
16
Luka trauma, termasuk terbakar
Artefactual (factitial) ulkus yang disebabkan dengan sengaja oleh pasien
Ulkus malignant
Neuropathy ulkus
Ulkus neuropathy biasa di temukan pada puncak ujung-ujung kaki dan pada plantar
metatarsal head yang menonjol. Bentuk callus pada area tersebut meningkatkan tekanan.
17
Neuroischemia
Ulkus pada kaki neuroischemia biasanya terjadi pada garis kaki. Tanda pertama dari
ulkus adalah kemerahan yang melepuh dan membentuk ulkus yang dangkal dengan dengan
dasar yang tipis bergranul yang pucat atau kekuningan yang mengelupas. Pada ischemia,
sering ditemukan halo erytema yang mengelilingi ulkus di mana pembuluh darah lokal yang
melebar pada usaha untuk meningkatkan perfusi di area tersebut
18
Stage 4 : The Infected Foot
Ketika kaki masuk ke dalam stage 4, stage ini sudah terjadi infeksi, hal ini akan
meningkatkan derajat menuju amputasi. Meskipun amputasi mungkin hasil dari beratnya
ischemia atau deformitas yang besar dari charcot osteoarthropapthy, jarang, dan infeksi
sering merupakan jalan menuju amputasi.
Banyak orang menuju amputasi besar karena combinasi dari DM dan infeksi dengan
berbagai penyebab.
19
Stage 5 : The Necrotic Foot
Pada taraf ini memberikan ciri adanya necrosis (gangrene) berimplikasi buruk. Yang
mengancam hilangnya ektremitas. Necrosis bisa merusak kulit, subcutan, dan lapisan luar.
Tanda Awal Necrosis
Tanda dari kaki yang menjadi necrotic mungkin tidak terlihat pada stadium awal, dan
mungkin menggambarkan luka memar atau gatal-gatal pada lengan dan kaki. Seharusnya
mencari tanda-tanda awal:
Jari kaki yang berkembang menjadi warna biru or ungu, sebelumnya berwarna merah
jambu karena infeksi atau ischemia
Jari kaki menjadi sangat pucat dan bisa di bandingkan dengan jari kaki sebelahnya.
Ulkus yang mana dapat berubah warna dari sehat hingga granulasi berwarna
kemerahan menjadi abu-abu, ungu atau hitam atau terjadi perubahan struktur dari
halus menjadi tidak mengkilat pada permukaan.
Penyebab necrosis 7,8
Necrosis bisa disebabkan oleh infeksi, biasanya basah, atau Karena penyakit occlusi
macrovasculer arteri kaki, biasanya kering. Necrosis atau tidak, sebelumnya lebih dulu
terjadi microangiopati occlusi arteriol atau penyakit pembuluh darah kecil2
20
21
Stage 6 : The Unsalvageable foot
Amputasi besar kadang-kadang tak dapat dihindarkan, terutama pasien dengan
neuroischemic, rehabilitasi amputasi diabetic sangat sulit dan memberi ciri tinggal di rumah
sakit yang lama.
Alasan untuk Amputasi besar
Amputasi besar biasanya dikarenakan kaki neuroischemic dan jarang pada kaki neuropathy
foot. Amputasi besar pada kaki neuroischemic perlu mengikuti keadaan sekitar
Ketika infeksi besar merusak kaki dan mengancam jiwa pasien
Ketika terdapat ischemia berat dengan nyeri saat istirahat yang tidak bisa di control
Ketika terjadi necrosis sekunder dapat menyebabkan occlusi yang merusak kaki.
V. DIAGNOSIS 5,6,8
Anamnesis
Informasi penting adalah pasien menderita DM sejak lama. Gejala-gejala neuropati
diabetik yang sering ditemukan adalah kesemutan, rasa panas ditelapak kaki, kram, badan
sakit semua terutama malam hari. Gejala neuropati menyebabkan hilang atau menurunnya
rasa nyeri pada kaki, sehingga apabila penderita mendapat trauma akan sedikit atau tidak
merasakan nteri sehingga mengakibatkan luka pada kaki.
Manifestasi gangguan pembuluh darah berupa nyeri tungkai sesudah berjalan pada
jarak tertentu akibat aliran darah ke tungkai yang berkurang. Manifestasi lain berupa ujung
22
jari terasa dingin, nyeri kaki diwaktu malam, denyut arteri hilang dan kaki menjadi pucat bila
dinaikkan. Adanya angiopati ini menyebabkan penurunan suplai nutrisi dan oksigen sehingga
menyebabkan luka yang sukar sembuh,
Banyak makan, minum, dan buang air kecil (terutama malam hari) yang merupaka
gejala klasik dari penderita DM.
Pemeeriksaan fisik
Inpeksi
Kesan umum akan tampak kulit kaki yang kering dan pecah-pecah akibat berkurangnya
produksi keringat. Hali ini disebabkan karena denervasi struktur kulit. Tampak pula
hilangnya rambut kaki atau jari kaki, penebalan kuku, kalus pada daerah daerah yang
mengalami penekanan seperti pada tumit, plantar aspek kaput metatarsal. Adanya
deformitas berupa claw toe sering pada ibu jari. Pada daerah yang mengalami
penekanan tersebut merupakan lokasi ulkus diabetikum karena trauma yang berulang-
ulang tanpa atau sedikit dirasakan pasien. Tergantung dari derajatnya saat ditemukan,
ulkus yang terlihat mungkin hanya suatu ulkus superfisial yang hanya terbatas pada
kulit dengan dibatasi kalus yang secara klinis tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Pada derajat 3 tampak adanya pus yang keluar dari ulkus. Gangren tampak sebagai
daerah kehitaman yang terbatas pada jari atau melibatkan seluruh kaki.
Palpasi
Kulit yang kering serta pecah-pecah mudah dibedakan dengan kulit yang sehat. Oklusi
arteri akan menyebabkan perabaan dingin serta hilangnya pulsasi pada arteri yang
teriblat. Kalus disekelilingi ulkus akan teraba sebagai daerah yang tebal da keras.
Deskripsi ulkus harus jelas karena sangat mempengaruhi prognosis serta tindakan yang
akan dilakukan. Apabila pus tidak tampak maka penekanan pada daerah sekitar ulkus
sangat penting untuk mengetahui ada tidaknya pus. Pintu masuk harus dibuka lebar
untuk melihat luasnya kavitas serta jaringan bawah kulit, otot, tendo serta tulang yang
teribalt.
Pemeriksaan Sensorik
Resiko pembentukan ulkus sangat tinggi pada penderita neuropati sehingga apabila
belum tampak ulkus namun sudah ada neuropati sensorik maka proses pembentukan
ulkus dapat dicegah.
Cara termudah untuk mendiagnosis adalah dengan pemakaian 10 gauge monofilamen.
Test positif apabila pasien tidak mampu merasakan sentuhan monofilamen ketika
23
ditekankan pada kaki walau monofilamennya sampai bengkok. Kegalalan merasakan
monofilamen 4 kali dari sepuluh tempat yang berbeda mempunyai spesifitas 97% serta
sensitivitas 83%
Pemeriksaan Vaskuler
Disamping gejala serta tanda adanya kelainan vaskuler, perlu diperiksa dengan test
vaskuler noninvasif yang meliputi pengukuran oksigen transkutaneus, angkle brachial
index (ABI), dan absolute toe systolic presure. ABI didapat dengan cara membagi
tekanan sistolik betis dengan sistolik lengan. Apabila didapat angka yang abnormal
perlu dicurigai adanya iskemia. Arteriografi perludilakukan untuk memastikan
terjadinya oklusi arteri.
Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi akan dapat membantu mengetahui apakah didapat gas subkutan,
benda asing serta adanya osteomielitis.
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin menunjukkan angka lekosit yang meningkat bila sudah terjadi
infeksi. Gula darah puasa dan 2 jam pp harus diperiksa untuk mengetahui kadar gula
dalam darah. Albumin diperiksa untuk mengetahui status nutrisi pasien.
VI. PENGELOLAAN KAKI DIABETES 1,3,5
Pengelolaan kaki diabetes dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu pencegahan
terjadinya kaki diabetes dan terjadinya ulkus (pencegahan primer sebelum terjadinya
24
perlukaan pada kulit) dan pencegahan agar tidak terjadi kecacatan yang lebih parah
(pencegahan sekunder dan pengelolaan ulkus/gangrene diabetic yang sudah terjadi)
VI.A PENCEGAHAN PRIMER 7,8
Kiat-kiat pencegahan terjadinya kaki diabetes
Penyuluhan mengenai terjadinya kaki diabetes sangat penting untuk pencegahan kaki
diabetes. Penyuluhan ini harus selalu dilakukan pada setiap pertemuan dengan penyandang
DM, dan harus selalu diingatkan kembali tanpa bosan.
Keadaan kaki penyandang diabetes digolongkan berdasarkan resiko terjadinya dan
risiko besarnya masalah yang mungkin timbul. penggolongan kaki diabetes berdasar risiko
terjadinya masalah (frykberg)
1. Sensasi normal tanpa deformitas
2. Sensai normal dengan deformitas dan tekanan plantar tinggi
3. Insensitivitas tanpa deformitas
4. Iskemia tanpa deformitas
5. Kombinasi/complicated
a. Kombinasi insensitivitas, iskemia dan/atau deformitas
b. Riwayat adanya tukak, deformitas charcot
Pengelolaan kaki diabetes terutama ditujukan untuk pencegahan terjadinya tukak,
disesuaikan dengan keadaan risiko kaki. Berbagai usaha pencegahan dilakukan sesuai dengan
25
tingkat besarnya resiko tersebut. Dengan pemberian alas kaki yang baik, berbagai hal terkait
terjadinya ulkus Karen factor mekanik akan dapat dicegah.
Penyuluhan diperlukan untuk semua kategori risiko tersebut: untuk kaki yang kurang
merasa/insensitive (kategori risiko 3 dan 5). Alas kaki perlu diperhatikan benar, untuk
melindungi kaki yang insensitive tersebut.
Kalau sudah ada deformitas (kategori risiko 2 dan 5), perlu perhatian khusus mengenai
sepatu/alas kaki yang dipakai, untuk meratakan penyebaran tekanan pada kaki.
Untuk kasus dengan kategori risiko 4 (permasalahan vaskuler), latihan kaki perlu
diperhatikan benar untuk memperbaiki vaskularisasi kaki
VI.B PENCEGAHAN SEKUNDER 7,8
Pengelolaan Holistik Ulkus/Gangren Diabetik
Dalam pengelolaan kaki diabetes, kerja sama multi-disipliner sangat diperlukan.
Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang
maskimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama:
Mechanical control-pressure control
Metabolic control
Vascular control
Educational control
Wound control
Microbiological control-infection control
Control metabolic
Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah
diusahakan agar selalu senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai factor terkait
hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan. Umumnya diperlukan insulin untuk
menormalisasi kadar glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatikan dan diperbaiki. Nutrisi
yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain harus diperbaiki dan juga
diperhatikan, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan derajat oksigenasi jaringan.
Demikian pula fungsi ginjal.
Control vaskuler
26
Keadaan vaskuler yang buruk tentu akan menghambat kesembuhan luka. Berbagai
langkah diagnostic dan terapi dapat dikerjakan sesuai dengan keadaan pasoen dan juga
kondisi pasien. Umumnya kelainan pembuluh darah perifer dapat dikenali melalui berbagai
cara sederhana seperti: warna dan suhu kulit, perabaan arteri dorsalis pedis dan arteri tibialis
posterior serta ditambah pengukuran tekanan darah. Disamping itu saat ini juga tersedia
berbagai fasilitas mutakhir untuk mengevaluasi keadaan pembuluh darah dengan cara non
invasive, seperti pemeriksaan ankle brachial index, ankle pressure, toe pressure, TcPO2, dan
pemeriksaan echodopler dan keudian pemeriksaan arteriografi.
Setelah dilakukan diagnosis keadaan vaskulernya, dapat dilakukan pengelolaan untuk
kelainan pembuluh darah perifer dari sudut vaskuler, yaitu berupa:
Modifikasi factor resiko
- Stop merokok
- Memperbaiki berbagai factor risiko terkait aterosklerosis
- Hiperglikemia
- Hipertensi
- Dislipidemia
Walking program – latihan kaki merupakan domain usaha yang dapat diisi oleh
jajaran rehabilitasi medik
Terapi farmakologis
Kalau mengacu pada berbagai penelitian yang sudah dikerjakan pada kelainan akibat
aterosklerosis di tempat lain (jantung, otak) mungkin obat seperti apirin dan lain
sebagainya yang jelas dikatakan bermanfaat, akan bermanfaat pula untuk pembuluh
darah kaki penyandang DM. tetapi sampai saat ini belum ada bukti yang cukup kuat
untuk menganjurkan pemakaian obat secara rutin guna memperbaiki patensi pada
penyakit pembuluh darah kaki penyandang DM
Revaskularisasi
Jika kemungkinan kesembuhan luka rendah atau jikalau ada klaudikasio intermiten
yang hebat, tindakan revaskulearisasi dapat dianjurkan. Sebelum tindakan
revaskularisasi diperlukan pemeriksaan arteriografi untuk mendapatkan gambaran
pembuluh darah yang lebih jelas.
27
Untuk oklusi yang panjang dianjurkan operasi bedah pintas terbuka. Untuk oklusi
yang pendek dapat dipikirkan dapat dipikirkan untuk prosedur endovascular – PTCA.
Pada keadaan sumbatan akut dapat pula dilakukan tromboarterektomi
Dengan berbagai teknik bedah tersebut, vaskularisasi daerah distal dapat diperbaiki,
sehingga hasil pengelolaan ulkus diharapkan lebih baik. Paling tidak factor vascular
sudah lebih memadai, sehingga kesembuhan luka tinggal bergantung pada berbagai
factor lain yang juga masih banyak jumlahnya.
Wound control
Perawatan luka sejak pertama kali pasien datang merupakan hal yang harus dikerjakan
dengan baik dan teliti. Evaluasi luka harus dikerjakan secermat mungkin. Klasifikasi ulkus
PEDIS dilakukan setelah debridement yang adekuat. Saat ini terdapat banyak sekali macam
dreesing (pembalut) yang masing-masing tertentu dapat dimanfaatkan sesai dengan keadaan
luka, dan juga letak luka itu. Dreesing yang mengandung komponen zat penyerap seperti
carbonated dreesing, alginate dreesing akan bermanfaat pada keadaan luka yang masih
produktif. Demikian pula hydrophilic fiber dressing atau siver impregmenated dressing akan
bermanfaat untuk luka produktif dan terinfeksi. Debridement yang baik dan adekuat tentu
akan sangat membantu mengurangi jaringan nekrotik yang harus dikeluarkan tubuh, dengan
demikian akan mengurangi produksi pus/cairan dari ulkus/gangrene.
Jikalau luka sudah lebih baik dan tidak terinfeksi lagi, dressing seperti hydrocolloid
dressing yang dapat dipertahankan beberapa hari dapat digunakan. Suasana sekitar luka yang
kondusif untuk penyembuhan harus dipertahankan. Yakinkan bahwa luka selalu dalam
keadaan optimal dengan demikian penyembuhan luka akan terjadi sesuai tahapan
penyembuhan luka yang harus selalu dilewati dalam rangka proses penyembuhan.
Selama proses infalamasi masih ada, proses penyembuhan luka tidak akan beranjak
pada proses selanjutnya yaitu proses granulasi dan kemudian epitelisasi.
Untuk menjaga suasana kondusif bagi kesembuhan luka dapat pula dipakai kasa yang
dibasahi dengan salin. Cara tersebut saat ini dipakai di banyak sekali tempat perawatan kaki
diabetes
Berbagai sarana dan penemuan baru dapat dimanfaatkan untuk wound control seperti:
dermagraft, apligraft, growth factor, protease inhibitor, dsb, untuk mempercepat
penyembuhan.
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau
pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut
Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada
28
Derajat I-IV: pengelolaan medik dan bedah minor
Derajat V: amputasi
Debridemen yang adekuat merupakan langkah awal tindakan bedah. Debridemen harus
meliputi seluruh jaringan nekrotik dan kalus yang mengelilinginya sampai tampak tepi luka
yang sehar dengan ditandai adanya perdarahan.
Secara teknis amputasi kaki atau mutilasi jari dapat dilakukan menurut tingkatan
berikut;
Jari nekrotik: disartikulasi (tanpa pembiusan)
Mutilasi jari terbuka (pembiusan setempat)
Osteomioplasti: memotong bagian tulang diluar sendi
Amputasi miodesis (dengan otot jari/kaki)
Amputasi metatarsal
Amputasi syme
Bila daerah gangren menyebar lebih kranial, maka dilakukan amputasi bawah lutut
atau bahkan amputasi atas lutut. Tujuan amputasi atau mutilasi adalah:
Membuang jaringan nekrotik
Menghilangkan nyeri
Drainase nanah dan penyembuhan luka sekunder
Merangsang vaskularisasi baru
Rehabilitasi yang terbaik
Microbiological control
Data mengenai pola kuman perlu diperbaiki secara berkala setiap daerah. Dari
penelitian tahun 2004 di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola
kuman yang polimikrobial, campuran gram posited dan gram negative serta kuman anaerob
untuk luka yang dalam dan berbau. Karena itu untuk lini pertama pemberian antibiotic harus
diberikan antibiotic dengan spectrum luas, mencakup kuman gram positif dan negative
(seperti golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap
kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).
Pressure control
Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan-
weight bearing). Luka yang selalu mendapat tekanan tidak sempat menyembuh. Apalagi
kalau luka tersebut terletak dibagian plantar seperti luka pada kaki Charcot.
Berbagai cara untuk mencapai keadaan weight-bearing dapat dilakukan antara lain
29
Removable cast walker
Total contact casting
Temporary shoes
Felt padding
Crutches
Wheelchair
Electric carts
Cradled insoles
Berbagai cara surgical dapat dipakai untuk mengurangi tekanan pada luka seperti: 1).
Dekompresi ulkus/abses dengan insisi abses, 2) prosedur koreksi bedah seperti operasi untuk
hammer toe, metatarsal head resection, Achilles tendon lengthening, partial calcanectomy
Educational control
Edukasi sangat penting penting untuk semua tahap pengelolaan kaki diabetes. Dengan
penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangrene diabetic maupun keluarganya
diharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan yang diperlukan untuk
kesembuhan luka yang optimal.
Rehabilitasi merupakan program yang sangat penting yang harus dilaksanakan untuk
pengelolaan kaki diabetes. Bahkan sejak pencegahan terjadinya ulkus diabetic dan kemudian
setelah perawatan. Pemakaian alas kaki/sepatu khusus untuk mengurangi tekanan plantar
akan sangat membantu mencegah terjadinya ulkus baru. Pemakaian sepatu harus pas dengan
lebar serta kedalaman yang cukup untuk jari-jari. Sepatu kulit lebih dianjurkan karena mudah
beradaptasi dengan bentuk kaki. Hindari pemakaian sandal atau alas kaki dengan jari terbuka.
Jangan sekali kali berjalan tanpa alas kaki.
Trauma minor dan infeksi kaki seperti terpotong, lecet, lepuh dan tinea pedis bila
diobati sendiri oleh pasien dengan obat bebas dapat menghambat penyembuhan luka.
Membersihkan dengan hati-hati trauma minor serta aplikasi antibiotika bisa mencegah infeksi
lebih lanjut serta memelihara kelembaban kulit untuk mencegah pembentukan ulkus.
Beberapa hal dalam perawatan kaki:
30
1. Inspeksi kaki tiap hari terhadap adanya lesi, perdarahan diantara jari-jari.
Gunakan cermin untuk melihat telapak kaki dan tumit.
2. Cuci kaki tiap hari debgab air sabun dan keringkan, terutama diantara jari.
3. Gunakan cream atau lotion untuk pelembab.
4. Jangan gunakan larutan kimia/asam untuk membuang kalus.
5. Potong kuku dengan hati-hati, jangan memotong melengkung jauh ke
proximal.
6. Jangan merokok.
7. Hindari suhu ekstrem, jangan memakai botol isi air panas atau pad pemanas
pada kaki.
VII. KOMPLIKASI 4
Osteomyelitis
Sepsis
Kematian
VIII. PROGNOSIS 5,6
Prognosis penderita kaki diabetik sangat tergantung dari usia karena semakin tua usia
penderita diabetes melitus semakin mudah untuk mendapatkan masalah yang serius pada kaki
dan tungkainya, lamanya menderita diabetes melitus, adanya infeksi yang berat, derajat
kualitas sirkulasi, dan keterampilan dari tenaga medis atau paramedis. Selain itu tingkat
kepatuhan mengontrol kadar gula dan merawat kaki adalah kunci utama agar terhindar dari
komplikasi dan penyembuhan ulkus itu sendiri.
31
BAB III
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah ed 2. Jakarta : EGC.
2. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
jilid 3 edisi V. InternaPublishing. Jakarta. 2009. Hal 1877-1882
3. Fauci, Anthony S. Braunwald, Eugene. Kasper, Dennis L. Hauser, Stephen L. Harrison’s
Principle of Internal Medicine. 17th Edition. The McGraw-Hill Companies. 2008. Hal
223-235
4. Edmonds M E, Foster A V M, Sanders L J. 2004. A practical manual of Diabetic foot
care. USA : Blackwell Publishing.
5. PERKENI. 2011. Konsensus pengelolaan dan pencegahan Diabetes Melitus tipe 2 di
Indonesia. Jakarta.
6. Deaths Due to Diabetes In Adults (20-79 years) 2013. Belgium: International Diabetes Federation. 2013 http://www.idf.org/diabetesatlas/data-visualisations
7. Sastroasmoro, Sudigdo, dkk. 2007. Panduan Pelayanan Medis Departemen Ilmu
Penyakit Dalam RSCM. Jakarta : RSUP.Nasional Dr.Cipto Mangunkusumo.
8. Setiabudy, R dkk. 2007. Farmakologi Dan Terapi Edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit FKUI
32