ujian tugas akhir program (tap) s-1 pgsd

Download Ujian Tugas Akhir Program (Tap) S-1 Pgsd

If you can't read please download the document

Upload: adhitja

Post on 30-Oct-2014

50 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

MENYIASATIUJIAN TUGAS AKHIR PROGRAM (TAP) S-1 PGSD Imam Maliki/ UPBJJ Malang Abstrak : Tugas Akhir Program (TAP) merupakan evaluasi akhir program yang harus diikuti semua mahasiswa FKIP-UT progrm S-1. Melalui ujian TAP mahasiswa diharapkan mampu memecahkan masalah pembelajaran secara kreatif dan inovatif, dengan cara memahami dan menghubungkan berbagai konsep yang telah dipelajari dengan pengalaman praktik sehar-hari dalam mengelola kelas binaannya. Untuk itu, mahasiswa dituntut menggunakan model peneliti Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) dalam menyelesaikan soal ujian TAP. Ini berarti, mahasiswa peserta ujian TAP dituntut menggunakan model pemecahan masalah untuk menyelesaikan soal kasus pembelajaran yang dihadapi, dengan mengetengahkan ide, gagasan, dan temuan perbaikan yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan mutu teknis dan hasil pembelajaran dalam kelas binaannya. Kata-kata Kunci : Ujian, TAP, S-1 PGSD FKIP UT Pendahuluan Bagi mahasiswa FKIP UT, Tugas Akhir Program (TAP) merupakan evaluasi akhir program yang harus diikuti semua mahasiswa progrm S-1 yang telah menempuh sejumlah mata kuliah tertentu yang dipersyaratkan. Mata kuliah yang dipersyaratkan bagi mahasiswa UT S-1 yang akan menempuh TAP antara lain, telah lulus mata kuliah bidang keilmuan, kependidikan, dan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Mata kuliah yang dipersyaratkan tersebut merupakan mata kuliah yang dapat memberi dan menambah wawasan keilmuan dan profesi keguruan kepada mahasiswa guna meningkatkan profesionalitas mahasiswa tersebut sebagai guru di masa depan. Melalui TAP mahasiswa dilatih dan diuji kompetensi akademiknya. Latihan dan ujian kompetensi akademik itu dilakukan dengan cara memahami dan menghubungkan berbagai konsep yang telah dipelajari dengan pengalaman nyata sehar-hari dalam mengelola kelas binaannya. Ini berarti, mahasiswa dituntut dapat menerapkan konsep-konsep yang telah dipelajari tersebut ke dalam konteks pembelajaran nyata dilakukannya sehar-hari. Dengan kata lain, melalui ujian TAP mahasiswa diharapkan mampu memecahkan masalah pembelajaran secara kreatif dengan menelorkan gagasan dan temuan untuk meningkatkan mutu pembelajaran yang dibinanya. Untuk mencapai harapan tersebut, ujian TAP disusun dengan mempertimbangkan pelibatan pola pikir pemecahan masalah. Pola pikir ini, menuntut mahasiswa berpikir secara komprehensif berdasarkan

teori yang telah dipelajari dan memperbandingkan teori tersebut dengan pengalaman sehari-hari dalam konteks kelas yang dibinanya. Dengan berpikir komprehensif dengan cara membandingkan antara pemahaman teoretis dan pengalaman praktis, diharapkan ditemukan jawaban logis atas masalah dan kasus yang dihadapi dalam kelas nyata binaannya. Wujud kongretnya adalah mahasiswa mampu mengerjakannya dengan menggunakan cara berpikir ilmiah, logis, dan sistematis. Ujian TAP memiliki nuansa berbeda dengan ujian UKT pada masa lalu. Ujian UKT dilaksanakan dengan mengetengahkan kasus yang terjadi dalam pembelajaran. Kasus pembelajaran tersebut dikaji dengan menggunakan model pemecahan masalah. Model pemecahan masalah menuntut mahasiswa berpikir komprehensif dengan memanfaatkan teori yang relevan untuk memecahkan masalah kasuistik pembelajaran. Dengan kata lan, model pemecahan masalah menuntut mahasiswa membandingkan dan menghubung-hubungkan teori dengan pengalaman praktis pembelajaran sehari-hari dalam

menyelesaikan soal ujian UKT. Berbeda dengan ujian UKT, ujian TAP di samping menuntut mahasiswa menggunakan model pemecahan masalah, juga menuntut mahasiswa menggunakan model peneliti Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) dalam menyelesaikan soal. Peneliti PTK menggunakan model pemecahan masalah untuk menyelesaikan kasus pembelajaran. Tujuannya adalah untuk memperbaiki mutu teknis dan hasil pembelajaran. Dengan demikian diharapkan, pemanfaatan cara berpikir peneliti PTK untuk menghadapi ujian TAP, mendorong mahasiswa (yang nota bene adalah guru) berlatih menggali dan menemukan suatu formula pemecahan masalah kasuistik, dengan asumsi formula pemecahan masalah kasuistik tersebut memberikan harapan munculnya perbaikan mutu teknis dan hasil pembelajaran. Sehingga ke depan, kasus pembelajaran yang ditemukan mahasiswa peserta TAP dalam praktik pembelajaran sehari-hari di kelas binaannya, diharapkan dapat diselesaikan secara kreatif dan inovatif; dengan menelorkan suatu model perbaikan mutu pembelajaran yang memberikan harapan munculnya mutu teknis dan hasil pembelajaran yang lebih baik. Namun karena PTK merupakan hal baru dalam dunia kependidikan, maka para mahasiswa yang akan

menempuh TAP dan ujian TAP perlu dibekali berbagai hal terkait dengan karakteristik PTK. Oleh karena itu, paper kecil ini dibuat sebagai bahan panduan diskusi mahasiswa S-1 PGSD yang akan menempuh TAP dan ujian TAP. Arah pembicaraannya mengacu pada pertanyaan-pertanyaan sebagai beikut, (1) apa sajakah kemungkinan permasalahan (kasus) pembelajaran yang dihadapi, (2) apa sajakah alternatif pemecahan yang mungkin dapat dipakai untuk masalah tersebut, (3) bagaimanakah kekuatan dan kelemahan alternatif pemecahan yang mungkin tersebut, dan (4) alternatif manakah yang terbaik untuk pemecahan kasus yang ditemukan tersebut.

Karakteristik PTK Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas ( PTK) dapat ditelusuri dari hakikat kinerja PTK itu sendiri. PTK pada hakikatnya merupakan penelitian yang dilakukan guru di dalam kelasnya binaannya sendiri. Dalam PTK guru harus melakukannya dengan merefleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru. Dengan membaiknya kinerja guru diharapkan hasil belajar siswa akan meningkat (Wardani, 2002: 1.4). Dengan kata lain, PTK dilakukan guru di kelasnya untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan harapan ditemukan model perbaikan pembelajaranya. Dengan demikian, ke depan diharapkan kinerja guru dalam pembelajaran yang dibinanya menjadi lebih baik, yang pada gilirannya akan mengangkat hasil pembelajaran itu menjadi lebih baik. Sejalan dengan penjelasan tersebut, PTK pada hakikatnya merupakan sebuah model penelitian yang memiliki karakteristik yang khas, yang berbeda dengan penelitian yang lain. Karakterisdtik yang khas dari PTK itu adalah (1) masalah dalam PTK muncul sebagai wujud kesadaran guru terhadap kondisi pembelajaran yang dilaksanakannya sehari-hari. Ini berarti peneliti PTK adalah guru itu sendiri. Oleh karena peneliti PTK adalah guru itu sendiri dan kancah penelitiannya adalah kelas binaannya sendiri, maka data yang ditemukan, analisis data yang dilakukan, dan alternatif perbaikan yang ditawarkan berpeluang lebih tepat dan lebih baik untuk perbaikan pembelajaran. Hal ini terjadi, karena guru sudah sangat mengenal permasalahan dalam kelas yang dibinanya.

(2) PTK dilakukan guru dengan cara merefleksi diri. Artinya, guru mencoba mengingat kembali apa yang dikerjakannya di kelas, bagaimana dampak tindakannya itu bagi siswa, mengapa dampaknya seperti itu, dan lain-lain. Dari situ guru mencoba menelaah kelemahan dan kekuatan tindakannya, untuk kemudian mencoba memperbaiki kelemahan-kelemahan tindakannya tersebut, sehingga ditemukan suatu model perbaikan pembelajarannya. (3) PTK dilakukan di dalam kelas yang divina guru itu sendiri. Oleh karena itu, fokus penelitian dalam PTK adalah aktivitas belajar-mengajar guru tersebut dalam kelas binaannya. Artinya, guru tidak perlu mencari objek penelitian yang bukan kelas binaannya. Hal ini akan membantu guru sebagai peneliti, mempertahankan kealamiahan kelas. Kealamiahan kelas amat penting untuk menggali data penelitian yang akurat. (4) PTK bertujuan memperbaiki pembelajaran. Jadi, PTK dilakukan guru untuk memperbaiki pembelajaran yang dilakukan dalam kelas binaannya. Dengan kata lain, PTK dilakukan guru didasari oleh pemahaman bahwa dalam pembelajarannya dirasakan adanya masalah yang terjadi. Masalah itu kemudian dicoba direnungkan; direnungkan mengapa masalah itu terjadi dan apa saja sebabnya. Setelah ditemukan latar berlakang terjadinya dan penyebabnya, kemudian diidentifikasi beberapa kemungkinan alternatif pemecahannya. Alternatif pemecahan yang teridentifikasi itu kemudian dianalisis kekuatan dan kelemahannya. Barulah kemudian dipilih dan ditentukan alternatif terbaik dari beberapa alternatif tersebut untuk memperbaiki pembelajaran dalam kelas binaannya. Penjelasan di atas memberikan gambaran tentang langkah-langkah melakukan PTK. Secara ringkas langkah-langkah PTK dimaksud adalah (1) mengidentifikasi masalah, (2) menganalisis dan merumuskan masalah merencanakan perbaikan, dan (4) melaksanakan PTK. Melaksanakan PTK dimulai dari (1) persiapan, (2) analisis data, (3) refleksi tindakan, dan (4) tindak lanjut. Sumber Permasalahan Pembelajaran di SD Pembelajaran merupakan suatu proses membelajarkan siswa. Sebagai suatu proses, pembelajaran melibatkan sejumlah unsur yang terkait dengan keterlaksanaan proses tersebut. Unsur yang berkaitan

dengan pelaksanaan pembelajaran adalah (1) tujuan pembelajaran (TPU dan TPK), (2) proses pembelajaran (materi pelajaran, metode dan teknik mengajar, sumber belajar), dan (3) evaluasi proses dan hasil belajar siswa, serta (4) pelaku pembelajaran (guru dan siswa). Masing-masing unsur yang terkait dengan proses pembelajaran dapat menjadi sumber permasalahan pembelajaran. Permasalahan pembelajaran dapat timbul dari tujuan pembelajaran, dari materi pembelajaran, dari proses pembelajaran, atau dari evaluasi pembelajarannya.. Artinya, dapat saja terjadi pembelajaran tidak berhasil seperti yang diharapkan karena tujuannya, materi pelajarannya, proes belajar mengajarnya, atau evaluasinya yang tidak mendukung keberhasilan pembelajaran tersebut. Oleh karena itu untuk dapat mencari pemecahan masalah dan mencari alternatif perbaikan pembelajarannya perlu diketahui lebih dahulu sumber atau tempat masalah itu timbul. Jika diduga penyebab ketidakberhasilan pembelajaran itu karena tujuannya, perlu ditelaah mengapa tujuan menjadi penyebab permasalahan pembelajaran. Apakah tujuan tersebut kurang spesifik; kalimatnya multi tafsir? Atau apakah tujuannya tidak terukur, sehingga pembelajaran sulit diketahui keberhasilannya? Jika demikian keadaannya, maka tujuan tersebut harus diperbaiki lebih dahulu agar spesifik dan terukur. Jika permasalahan pembelajaran muncul karena materi pelajaran tidak tepat, maka materi pelajaran harus ditata kembali. Apakah mungkin yang kurang tepat itu urutannya, tataannya, atau relevansinya dengan tujuan?. Atau mungkin teknik pembelajaran yang direncanakannya tidak mendukung pencapaian tujuan, alat evaluasinya tidak relevan dengan materi dan tujuan, dan sebagainya. Jika semua unsur pembelajaran sudah sesuai dengan arah dan tujuan pembelajaran, akan tetapi hasil pembelajaran belun seperti yang diharapkan, maka perhatian kita alihkan lepada pelaksanaan rencana pelajaran tersebut. Ada kemungkinan, dan ini yang paling sering terjadi, pelaksanaan pembelajaran tidak sesuai dengan yang direncanakan. Jika pelaksanaan yang tidak berjalan sebagaimana mestinya, perlu ditelaah unsur atau bagian mana yang tidak sesuai. Apakah kurang maksimalnya pembelajaran disebabkan oleh siswanya atau gurunya.

Dengan kata lain, jika kita melaksanakan pembelajaran akan tetapi tidak berhasil secara maksimal, maka perlu ditelaah (dengan merefleksi permasalahan) unsur apa atau siapa yang menjadi penyebanya. Jika telah diketemukan penyebanya, kemudian dicari kemungkinan alternatif pemecahnnya. Kemungkinan-kemungkinan alternatif pemecahan tersebut dipilih yang menurut kita terbaik untuk kemudian dicoba dalam pembelajaran nyata. Jika tampak hasilnya membaik, dicek lagi dengan dicoba dilaksanakan dalam pembelajaran nyata berikutnya. Demikian seterusnya, sehingga ditemukan solusi terbaik untuk pembelajaran tersebut. Pemecahan Permasalahan Pembelajaran di SD Seperti telah dijelaskan di depan, untuk mejawab soal-soal TAP mahasiswa (yang nota bene adalah guru) harus menggunanakan pola pikir peneliti PKP. Peneliti PKP untuk mendapatkan alternatif terbaik dari alternatif perbaikan pembelajaran yang didapatkan, perlu melakukan langkah dan berpikir sebagaimana dijelaskan di bawah ini. 1. Membaca dan mempelajari kasus dengan cermat 2. Mengidentifikasi berbagai informasi kunci atau informasi yang penting yang terdapat di dalam kasus tersebut 3. Mengaitkan informasi-informasi tersebutsehingga akhirnya muncul permasalahan atau pertanyaan dari kasus tersebut 4. Menganalisis penyebab munculnya permasalahan dari kasus tersebut 5. Menggali dan mengembangkan alternatif pemecahan masalah dari kasus tersebut 6. Menganalisis kekuatan dan kelemahan masing-masing alternatif yang dikembangkan pada poin 5 7. Memilih salah satu alternatif yang dianggap paling baik dan efektif untuk melakukan perbaikan 8. Menyusun dan menuliskan jawaban atas kasus yang ditanyakan dalam Buku Jawab Ujian (BJU) TAP. Untuk memperjelas uraian langkah penyelesaian soal TAP, seperti tuntutan soal dan pola pikir peneliti

PKP dapat diperhatikan contoh pemecahan kasus Pembelajaran Bahasa Indonesia berikut. Kasus Pelajaran Bahasa Indonesia Pak Insan Kamil mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia di kelas II SD Suaka Maju Topik yang diajarkan adalah Membaca Permulaan. Metode yang digunakan adalah metode SAS. Selama plajaran berlangsung siswa dilatih membaca dengan langkah-langkah yang dianjurkan dalam metode SAS. Akan tetapi para siswa membaca tujuh langkah membaca permulaan yang disarankan metode SAS tampak seperti menghafal unsur-unsur kalimat tersebut. Akibatnya, hasil pembelajaran membaca permulaan tidak seperti yang diharapkan. Para siswa mampu membaca (membunyikan) tetapi tidak mampu menunjuk unsur kalimat yang dibaca pada waktu membacanya. 1. Selama pelajaran berlangsung siswa Pak Insan Kamil kurang mampu menunjuk unsur kalimat yang dibaca pada waktu pembacaan berlangsung 2. Evaluasi hasil belajar siswa yang dilakukan Pak Insan Kamil menunjukkan bahwa 25 % siswa mendapatkan nilai kurang baik; siswa belum mampu membaca unsur kalimat dengan tepat Dari kasus itu dapat diketahui bahwa para siswa SD kelas II yang Pak Insan Kamil bina dalam pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia menunjukan bahwa ada sebagian siswa yang mendapatkan masalah. Masalah itu adalah sebagian siswa Belem mampu membaca dengan penunjukan yang benar anatara yang dibaca dengan penunjuknya, sehingga dari evaluasi yang dilakukan ditemukan siswa yang hasil belajarnya kurang mencapai 25%. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah : 1. Mengapa sebagian siswa Pak Insan Kamil kurang mampu membaca dengan penunjukan unsur yang dibacanya secara tepat? Tindakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi hal tersebut? 2. Bagaimana perbaikan pelaksanaan metode SAS harus dilakukan agar hasil belajar siswa menjadi lebih baik? Untuk menyelesaikan permasalahan kasus pembelajaran yang dilakukan Pak Ahmad tersebut perlu dilakukan langkah berikut.

1. Siswa yang kurang mampu membaca dengan penunjukan yang tepat, seperti telah dijelaskan di atas, disebabkan pada saat latihan membaca siswa kurang mendapatkan perhatian ketepatan penunjuk dengan yang dibacanya. Tujuh langkah metode SAS yang dianjurkan tidak dilaksanakan guru secara benar. Para siswa waktu membaca seperti membaca kelimat biasa. Pada hal langkah (1) metode SAS kalimat dibaca sebagai kalimat, (2), kalimat dibaca berdasar unsur kata-katanya, (3) kalimat dibaca berdasar unsur suku katanya, (4) kalimat dibaca berdasar unsur fonem (huruf) nya, (5) kalimat dibaca berdasar unsur suku katanya, (6) kalimat dibaca berdasar unsur katanya, dan langkah (7) kalimat dibaca sebagai kalimat. Dengan langkah pembacaan seperti itu diharapkan pembelajaran membaca permulaan melibatkan siswa secara mental dalam bentuk proses struktural-analitis-sintetis (SAS). 2. Untuk memperbaiki teknik pembelajaran membaca permulaan sebagaimana dijelaskan tersebut, guru harus melakukan beberapa perbaikan teknis penggunan metode SAS. Perbaikan teknik pembelajaran tersebut dapat dilakukan dengan beberapa kemungkinan sebagai berikut; (a) menerapkan secara tepat teknik pembacaan bahan ajar sebagaimana dianjurkan metode SAS, (b) menerapkan teknik pembacaan bahan ajar dengan metode SAS yang dimodifikasi, (c) memodifikasi tataan materi ajar yang memberi peluang siswa membaca lebih melibatkan mental psyche dalam metode SAS, atau yang lain. Dengan memodifikasi tataan materi ajar yang disajikan dengan model SAS itu diharapkan proses siswa membaca menghafal itu dapat dieliminir. Pemanfaatan model metode SAS sebagaimana telah berlangsung selama ini ternyata ada kendala dalam pelaksanaan di lapangan. Meskipun kendala itu dapat diatasi, mengatasinya tidak mudah. Para guru akan kesulitan mempertahankan dan menepatkan model teknik SAS sebagaimana tuntutan SAS. Kemungkinan (b) juga tidak dianjurkan (dipilih) karena momodifikasi teknik pembacaan model teknik SAS, masih cenderung memelesetkan guru kembali ke teknik model SAS yang selama ini mereka laksanakan. Oleh karena itu yang dianjurkan adalah model teknik memodifikasi bahan ajar

SAS. Model teknik SAS yang memodifikasi bahan ajar ini dimaksudkan agar dalam pelaksanaannya para guru tidak terpeleset dengan hanya mendrill bahan ajar yang mengakibatkan para siswa hanya menghafal, tanpa mampu membaca secara tepat. Salah satu alternatif yang diajukan dapat dipakai untuk menghindari tubian yang menjadikan anak terjebak dalam penghafalan adalah dengan menata ulang bahan ajar model teknik SAS. Caranya adalah, bahan ajar yang akan didrill-kan disusun sedemikian rupa variasinya sehingga tidak akan terhafal oleh siswa. Cara ini akan dapat memaksa siswa mengenali dan memahami bahan ajar tersebut, tanpa mengurangi kebermaknaan bahan ajar itu bagi kehidupan nyata sehari-hari si anak. Dengan demikian, anak diharapkan mendapatkan susunan kalimat yang mengandung makna positif, sekaligus mendapatkan peluang kebermaknaan bahan tubian sebagai sarana belajar membaca secara cepat, tepat, dan lancar. Untuk sementara penulis berpendapat model bahan ajar itu kita sebut saja dengan metode SAS yang diperbaiki. Ke depan, sarana tubian yang diharapkan dapat dilakukan anak SD kelas rendah dalam belajar membaca permulaan harus terdiri atas beberapa paket, mengingat jumlah huruf yang dipakai dalam bahasa Indonesia ada 28 (dua puluh delapan) huruf. Setiap paket diharapkan minimal mengandung 5 (lima) huruf, sehingga secara keseluruhan akan terdiri atas 6 (enam) paket. Namun karena keterbatasan waktu, sambil terus menunggu hasil pelaksanaan uji coba, untuk sementara disajikan salah satu paket model tubian yang sekaligus dipakai sebagai bahan pemerjelas paparan dalam makalah ini. Paket Satu

ini ibu budi ibu ini budi budi ini ibu ini budi ibu ini budi dini ini budi nini ni ini budi di ini budi bu ini budi

i- ni i -bu bu - di bu - di i - ni i bu i - bu i ni bu - di i ini ibu budi u ini ibu budi b - u ini ibu budi d - i ini ibu budi n - i ini ibu budi b - i ini ibu budi d - i ni ini ibu n - i d - i ini ibu b - u n - i ini ibu bu i - ni di - ni bu i - ni i - bu di - ni bu di -ni i - ni bu ini di ibu budi ini ni ibu budi ini bu ibu budi ini ibu dini budi budi ini ibu dini ibu budi ini diniAda beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh guru dalam menggunakan model tubian ini. Dalam pembelajaran membaca permulaan yang dibinanya (1) guru harus membacakan baris pertama dengan nyaring untuk ditirukan oleh anak secara bersama-sama (beberapa kali), diteruskan baris kedua seperti pelaksanaan pembacaan baris pertama, demikian seterusnya, (2) guru membaca nyaring bahan tubian untuk ditirukan anak satu persatu, caranya seperti anjuran pertama, (3) guru meminta anak membaca bahan tubian dari tempat duduknya secara bergantian, sedangkan guru menunjuk kalimatnya, (4) guru dapat meminta salah satu anak maju untuk membaca sendiri tubian yang menjadi bahan ajar. Hal lain yang harus diperhatikan guru adalah bahwa paket satu ini sebaiknya dimanfaatkan sebagai bahan ajar untuk satu pertemuan, pada pertemuan berikutnya diulang pakai sebelum masuk bahan ajar berikutnya, atau dimanfaatkan kembali sebagai bahan ajar pertemuan kedua karena anak dianggap belum lancar membacanya. Dengan dipakai dalam satu pertemuan diharapkan frekuensi tubian dan sasaran jumlah anak yang terlibat dalam latihan menjadi tinggi. Dengan demikian diharapkan hasil pembelajaran membaca permulaan yang dibina guru tersebut berjalan sesuai dengan percepatan yang diharapkan.

Simpulan Ujian TAP memiliki nuansa berbeda dengan ujian UKT pada masa lalu. Ujian TAP dilaksanakan dengan mengetengahkan kasus yang terjadi dalam pembelajaran. Kasus pembelajaran tersebut harus dikaji dengan menggunakan model pemecahan masalah. Dengan demikian penyelesaian soal ujian TAP menuntut mahasiswa berpikir komprehensif dengan memanfaatkan teori yang relevan untuk memecahkan masalah kasuistis pembelajaran yang dilakukan. Pemecahan kasus tersebut dianjurkan dengan cara membandingkan dan menghubung-hubungkan teori dengan pengalaman praktis pembelajaran sehari-hari dalam kelas yang dibinanya. Untuk menghadapi ujian TAP dan untuk memecahkan kasus pembelajaran yang telah dirasakan adanya oleh mahasiswa, diharapkan mahasiswa (yang nota bene adalah guru) terlatih menggali dan menemukan suatu formula pemecahan masalah kasuistik yang dilandasi asumsi munculnya perbaikan pembelajaran. Dengan demikian, ke depan kasus pembelajaran yang ditemukan mahasiswa peserta TAP (baik dalam praktik sehari-hari di kelas maupun dalam soal ujian), diharapkan menemukan suatu jawaban kreatif dan inovatif atas soal-soal TAP, yang berupa suatu model perbaikan yang secara kongret berupa teknis pembelajaran yang lebih baik. Daftar Pustaka Ausubel, D dkk. 1978. Educational Psychology: A Cognitive View. . Hplt, Rinehart and Winston. Dedikbud. !975. Kurikulum Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar. Jakarta. P2MDSK Depdikbud. 1993/1994. Petunjuk Pengajaran Membaca dan Menulis Kelas 1 dan 2 Sekolah Dasar. Jakarta. P2MDSDK. Depdikbud. 1993/1994. Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mangajar Kelas I SD. Jakarta. Direktorat Dikdasmen. Nur. M. 2000. Pengajaran dan Pembelajaran Kontekstual. Makalah. Tidak Diterbitkan. Semiawan, C dkk. 1993. Pendekatan Keterampilan Proses. Jakarta. Gramedia

Tarigan, J. 2002. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Di Kelas Rendah. Jakarta. Universitas Terbuka. Tarigan, J. 1995. Metode Khusus Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekalah Dasar. Bandung. Theme 76. Tarigan, H. dan Tarigan, J. 1991. Teknik Pengajaran Keterampilan Berbahasa. Bandung. Angkasa. Tolla. M. 1993. Pendekatan Komunikatif dalam Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA Ujung Pandang. Tesis. Tidak Dipublikasikan Universitas Terbuka. 2004. Panduan Ujian Tugas Akhir Program (TAP). Jakarta: FKIP