ujian mid semester dasar-dasar teknologi pendidikan subhanallah2

49
JAWABAN UJIAN MID SEMESTER DASAR-DASAR TEKNOLOGI PENDIDIKAN SEMESTER GANJIL (SATU) TAHUN 2010/2011 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN Oleh : Nama : Attia Nurani NIM : 20102513074 Dosen Pengampu : Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc Prof. Dr.H.Fuad Abd Rachman, MPd Dr. H. Djamaah Sopah, MSc. Ed

Upload: attian2001

Post on 25-Jun-2015

556 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

JAWABAN UJIAN MID SEMESTER

DASAR-DASAR TEKNOLOGI PENDIDIKANSEMESTER GANJIL (SATU) TAHUN 2010/2011PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKAN

Oleh :

Nama : Attia NuraniNIM : 20102513074

Dosen Pengampu :Prof. Dr. Yusufhadi Miarso, M.Sc

Prof. Dr.H.Fuad Abd Rachman, MPdDr. H. Djamaah Sopah, MSc. Ed

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PENDIDIKANPROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2010

Page 2: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

1. Coba Anda jelaskan keterkaitan/hubugnan dan perbedaan antara

a. pendidikan dan teknologi pendidikan

Keterkaitan: Landasan pendidikan dalam teknologi pendidikan bersifat

memecahkan masalah belajar pembelajaran yang bersifat inovatif dan/atau

reformatif sepeti pengelolaan, pendekatan, strategi dan penilaian. Dalam

artian teknologi sebagai proses, maka pendidikan dapat dikatakan sebagai

salah satu teknologi, karena pendidikan itu merupakan proses untuk

menjadikan manusia terdidik, atau proses untuk memperoleh nilai tambah

(added value), sehingga dapat dikatakan ”education as technology”.

(Miarso, 2004:158)

Perbedaan: Pendidikan merupakan pendidikan sepanjang hayat yang

dilaskanakan didalam rungh tangga, sekolah, dan masyarakat. Pendidikan

bagi orang dewasa menjadi tanggung ajwab sendiri. Manusia sebgai

makhluk berpikir mempuyai motivasi belaajr. Dan untuk aktualisasi diri.

Sedangkan teknologi pendidikan menjadi suatu kajian disiplin keilmuan

bertujuan untuk memecahkan masalah pembelajaran Pada hakikatnya

teknologi pembelajaran adalah suatu disiplin yang berkepentingan dengan

pemecahan masalah belajar… (Miarso, 2009: 193).

b. teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran

Keterkaitan : Teknologi Pendidikan adalah gabungan manusia, peralatan,

teknik dan peristiwa yang bertujuan untuk memberi kesan baik kepada

pendidikan (Crowell (1971) : Enclycopedia of Education. Teknologi

Pendidikan merupakan perkembangan, penggunan dan penilaian sistem,

teknik dan bantuan dalam bidang pembelajaran manusia. (Department of

Education and Science – UK). Teknologi Pembelajaran merupakan disiplin

keilmuan yang sangat berperan penting dalam proses belajar. Sebagai suatu

disiplin . teknologi pembelajaran berpegang pada falsafah berkembangnya

potensi optimal pembelajar (learners) secara efektif dan efisien…(Miarso,

2009: 196). Percival & Ellington (1984) berpendapat bahwa teknologi

pembelajaran merupakan teknologi of education.

Page 3: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Perbedaan Teknologi Pendidikan adalah proses yang kompleks dan terpadu

yang melibatkan orang, prosedur, ide, peralatan dan organisasi untuk

menganalis masalah, mencari solusi dari suatu masalah melaksanakan dan

mengevaluasi, serta mengelola pemecahan masalah yang menyangkut semua

aspek belajar manusia.

Teknologi Pembelajaran: Definisi dari teknologi pembelajaran menurut AECT

adalah: suatu teory dan praktek dari desain, development, utilization,

management, dan evaluation dari proses dan sumber untuk belajar. Teknologi

pembelajaran adalah suatu cara atau jalan untuk membuat belajar lebih efisien.

Sedangkan dari definisi terbaru tekologi pendidikan tahun 2008 yaitu :

Teknologi pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi

pembelajaran dan meningkatkan kinerja dengan cara menciptakan,

menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses dan sumber-sumber

teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya masih tetap untuk memfasilitasi

pembelajaran (agar efektif, efisien dan menarik) dan meningkatkan kinerja.

c. Teknologi pendidikan dan teknologi dalam pembelajaran

Keterkaitan : Teknologi bidang Pendidikan adalah suatu bidang studi di

dalam ppembelajaran. Istilah teknologi Bidang pembelajaran adalah sering

dihubungkan dengan teknologi intervi atau teknologi pelajaran, tetapi teknologi

bidang pendidikan adalah suatu istilah lebih luas, atau bidang studi mencakup

yang lain dua orang. Pertimbangkan[lah perbedaan antar " Intervi" dan "

Bidang pendidikan." Teknologi bidang Pendidikann dapat meliputi sistem

selain dari itu berhubungan dengan instruksi ( e.g. sistem perpustakaan atau

pendaftaran). teknologi pendidikan adalah bidang studi dalam pendidikan.

Teknologi Pendidikan Istilah sering dikaitkan dengan teknologi instruksional

atau teknologi pembelajaran, namun teknologi pendidikan adalah istilah yang

lebih luas, atau bidang studi meliputi dua lainnya. Pertimbangkan perbedaan

antara "Instruksional" dan "Pendidikan." Pendidikan teknologi dapat mencakup

sistem selain yang berkaitan dengan instruksi (misalnya pendaftaran atau

sistem perpustakaan).

Page 4: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Perbedaan: Teknologi dalam Pembelajaran adalah Penggunaan kemahiran dan

teknik modern dalam keperluan kepelatihan yang meliputi kemudahan belajar

dengan menggunakan lingkungan sekitar supaya menimbulkan proses

pembelajaran. Sedangkan teknologi pendidikan merupakan Kesimpulan satu

sistem yang meliputi alat dan bahan media, organisasi yang digunakan secara

terancang bagi menghasilkan kecekapan dalam pengajaran dan keberkesanan

dalam pembelajaran.

2. Coba anda anda jelaskan tentang

a. sejarah perkembangan teknologi pendidikan

Pada tahun 1960-an teknologi pendidikan menjadi salah satu kajian yang

banyak mendapat perhatian di lingkungan ahli pendidikan. Pada awalnya,

teknologi pendidikan merupakan kelanjutan perkembangan dari kajian-kajian

tentang penggunaan Audiovisual, dan program belajar dalam penyelenggaraan

pendidikan. Kajian tersebut pada hakekatnya merupakan usaha dalam

memecahkan masalah belajar manusia (human learning). Solusi yang diambil

melalui kajian teknologi pendidikan bahwa pemecahan masalah belajar perlu

menggunakan pendekatan-pendekatan yang tepat dengan banyak

memfungsikan pemanfaatan sumber belajar (learning resources).

Perkembangan kajian teknologi pendidikan menghasilkan berbagai konsep dan

praktek pendidikan yang banyak memanfaatkan media sebagai sumber belajar.

Oleh karena itu, terdapat persepsi bahwa teknologi pendidikan sama dengan

media, padahal kedudukan media berfungsi sebagai sarana untuk

mempermudah dalam penyampaian informasi atau bahan belajar. Dari segi

sistem pendidikan, kedudukan teknologi pendidikan berfungsi untuk

memperkuat pengembangan kurikulum terutama dalam disain dan

pengembangan, serta implementasinya, bahkan terdapat asumsi bahwa

kurikulum berkaitan dengan “what”, sedangkan teknologi pendidikan mengkaji

tentang “how”. Dalam kaitannya dengan pembelajaran, teknologi pendidikan

memperkuat dalam merekayasa berbagai cara dan teknik dari mulai tahap

disain, pengembangan, pemanfaatan berbagai sumber belajar, implementasi,

dan penilaian program dan hasil belajar.

Page 5: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Berdasarkan sejarah perkembangannya, istilah teknologi pendidikan

mulai digunakan sejak tahun 1963, dan secara resmi diikrarkan oleh

Association of Educational and Communication Technology (AECT) sejak

tahun 1977, walaupun adakalanya terjadi overlapping penggunaan istilah

tersebut dengan teknologi pembelajaran. Namun, kedua istilah tersebut masih

terus digunakan sesuai dengan pertimbangan penggunanya. Finn (1965)

mengungkapkan bahwa di Inggris dan Kanada lebih lazim digunakan istilah

teknologi pendidikan, sedangkan di Amerika Serikat banyak digunakan istilah

teknologi pembelajaran. Tapi adakalanya kedua istilah tersebut digunakan

secara serempak dalam kegiatan yang sama. Dan akhir-akhir ini berkembang

konsep bahwa teknologi pembelajaran lebih layak digunakan untuk konteks

penyelenggaraan pengajaran.

Konsep dan prinsip teknologi pembelajaran kemudian diperkaya oleh

ahli-ahli bidang Psikologi, seperti Bruner (1966), dan Gagne (1974), ahli

Cybernetic seperti Landa (1976), dan Pask (1976), serta praktisi seperti Gilbert

(1969), dan Horn (1969), serta lembaga-lembaga pendidikan yang memiliki

ketertarikan atas pengembangan program pembelajaran. Walaupun teknologi

pembelajaran termasuk masih prematur, akan tetapi usaha pengembangannya

terus dilakukan secara kreatif dan teliti sehingga mampu memecahkan

permasalahan yang muncul dalam pembelajaran, sampai kepada hal-hal mikro

dalam tahapan tingkahlaku belajar peserta didik.

Pembelajaran pada hakekatnya mempersiapkan peserta didik untuk dapat

menampilkan tingkahlaku hasil belajar dalam kondisi yang nyata, atau untuk

memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Untuk itu,

pengembang program pembelajaran selalu menggunakan teknik analisis

kebutuhan belajar untuk memperoleh informasi mengenai kemampuan yang

diperlukan peserta didik. Bahkan setelah peserta didik menyelesaikan kegiatan

belajar selalu dilakukan analisis umpan balik untuk melihat kesesuaian hasil

belajar dengan kebutuhan belajar. Harless (1960) menyebutnya dengan “front-

end analysis”, sedangkan Mager dan Pape (1970) menyebutnya “performance

problem analysis”. Dan Romizwoski (1986) mengistilahkan kegitan tersebut

sebagai “performance technology”.

Page 6: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Teori komunikasi yang dikembangan Harold Lasswell merupakan awal

pijakan dalam mempelajari konsep komunikasi dalam pendidikan. Hal ini

diperkuat Dale yang menekankan perlunya komunikasi dalam memulai

mengajar dan menulis. Konsep komunikasi yang terpilih pada masa itu

bergeser dari komunikasi satu arah ke komunikasi dua arah atau interaktif.

Konsep komunikasi yang diungkapkan Shannon dan Weaver’s sebagai hasil

kajiannya terhadap komunikasi telpon dan teknologi radio menjadi model yang

khas yang disebut Mathematical Theory of Communication, dengan

komponen-komponennya yang terdiri dari: Information Source, Massage,

Transmitter, Signal, Noise Source, Signal Receiver, Reciever, Massage, dan

Destination, konsep teori komunikasinya tergolong pada komunikasi linier.

Kemudian David Berlo (1960) yang banyak diilhami model Shannon dan

Weaver menghasilkan temuannya Model Komunikasi Sender, Massage,

Channel, Receiver (SMCR). Konsepnya banyak memberikan perhatian

terhadap adanya Massage (pesan) dan Channel (saluran). Model ini menjadi

dasar pengembangan dalam komunikasi audiovisual pada pendidikan.

Perkembangan ke arah komunikasi interaktif memiliki dampak terhadap

perkembangan konsep teknologi pendidikan yang banyak memperhatikan

perubahan posisi decoder dan encoder dalam menerima, mengolah, dan

menyampaikan feed back pesan sehingga terjadinya saling memberi informasi.

Kajian ahli-ahli psikologi dan sosial psikologi dalam pendidikan

berlangsung selama masa dan pasca perang dunia ke II, terutama menjadi fokus

kajian di lingkungan pengajaran militer (Lange, 1969). Hasil kajiannya

membawa pengaruh terhadap penyelenggaraan pembelajaran, terutama dalam

menetapkan tujuan pengajaran, memahami peserta didik, pemilihan metode

mengajar, pemilihan sumber belajar, dan penilaian. Kemudian berkembang

beberapa kajian yang berkaitan dengan hubungan antara media audiovisual

dengan pembelajaran yang difokuskan pada persepsi peserta didik, penyajian

pesan, dan pengembangan model pembelajaran. Studi masa itu kebanyakan

diwarnai oleh aliran psikologi behavior, sebagai contoh operant behavioral

conditioning yang ditemukan BF Skinner (1953). Teori belajar dan psikologi

behavior ini mempengaruhi teknologi pendidikan pada masa itu dalam tiga hal,

Page 7: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

yaitu: 1. pengembangan dan penggunaan teaching machine dan program

pembelajaran; 2. spesifikasi tujuan pendidikan ke arah behavioral objectives;

dan 3. pencocokan konsep operant conditioning dengan konsep model

komunikasi (Ely, 1963).

Keterkaitan teori belajar ini terus dikaji oleh para ahli teknologi

pendidikan, sehingga tidak hanya psikologi behavior saja yang memiliki

kontribusi terhadap teknologi pendidikan akan tetapi bergeser ke arah psikologi

kognitif sebagaimana dikembangkan oleh Robert M Gagne (The Conditions of

Learning and theory of instruction, 1916).

Kontribusi ketiga terhadap definisi teknologi pendidikan versi tahun 1972

adalah pendekatan sistem. Hal ini didasarkan atas pemahaman bahwa program

pembelajaran adalah sebagai sistem yang memiliki komponen-komponen

pembelajaran yang saling keterkaitan satu sama lainnya untuk mencapai tujuan

pengajaran.

Sedangkan penafsiran dari pendekatan sistem itu sendiri didasarkan atas

pendapat Ludwig von Bertalanffy (1975) dalam General System Theory yang

menekankan pada studi terhadap keseluruhan entitas dalam memahami

hubungan yang mendasar keberadaan dari keseluruhan komponen dalam

sistem. Melalui pendekatan sistem maka teknologi pendidikan tidak

menetapkan langkah-langkah secara partial akan tetapi didasarkan atas

keseluruhan komponen-komponen yang terlibat dalam pendidikan itu sendiri,

baik dalam kaitannya dengan pembelajaran secara mikro maupun

penyelenggaraan pendidikan secara makro.

Perubahan dari AV communications ke teknologi pendidikan yang

berlangsung pada tahun 1972 melahirkan definisi teknologi pendidikan versi

1972 yang mengarah pada suatu bidang kajian dalam pendidikan. Konsep yang

terkandung dalam memaknai teknologi pendidikan ini terus dikritisi para ahli

pendidikan dan dihasilkan pemahaman bahwa teknologi pendidikan itu

merupakan suatu proses bukan hanya untuk bidang kajian saja, bahkan

termasuk teori dan profesi teknologi pendidikan.

Kontribusi terhadap perumusan kembali definisi teknologi pendidikan

versi 1972 menjadi versi 1977 sejalan dengan perubahan klasifikasi learning

Page 8: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

resources, yang pada awalnya hanya meliputi empat kategori yaitu: bahan,

peralatan, orang, dan lingkungan, menjadi enam (6) kategori atau kelompok,

yaitu: pesan, orang, bahan, peralatan, teknik, dan lingkungan.

Terdapat tiga alasan dari konsep yang terkandung dalam learning resources

versi 1977, yaitu: 1) keluasan sumber belajar; 2) media; dan 3) pengadaan

sumber melalui rancangan dan pemanfaatan. Keluasan sumber belajar menjadi

dasar kemungkinan adanya variasi penggunaan model teknologi pendidikan

dalam memecahkan masalah belajar. Melalui sumber belajar yang bervariasi

maka model pembelajaran dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan

belajar peserta didik, sistem penyampaian, dan pemberian pengalaman belajar

kepada peserta didik.

Dalam definisi versi 1977 ditetapkan bahwa managemen memiliki dua

tahap, yaitu adanya managemen organisasi dan managemen personal. Margaret

Chisholm dan Donald Ely (1976) mengungkapkan bahwa tugas kedua

managemen tersebut diperlukan adanya keseimbangan. Menurutnya didalam

program pembelajaran melalui media terdapat enam (6) hal yang harus menjadi

tanggung jawab managemen organisasi, yaitu: penetapan tujuan, perencanaan

program, pendanaan, perencanaan dan pengelolaan fasilitas, akses organisasi

dan sistem penyampaian, dan penilaian. Dan managemen personal memiliki

enam tugas pula, yaitu: penetapan tujuan, rekrutmen, pemanfaatan, pembagian

personal, peningkatan kemampuan staf, penetapan rancangan tugas, penilaian

kinerja, dan pelaksanaan pengawasan.

Penggunaan istilah managemen dalam definisi teknologi pendidikan ini

menjadi diskusi yang hangat diantara para ahli, akan tetapi dari segi fungsinya

mereka sepakat bahwa fungsi managemen ini menjadi hal yang penting untuk

mengelola berbagai macam hal yang berkaitan dengan perancangan,

pelaksanaan, pengawasan, dan penilaian pendidikan yang menggunakan

pendekatan teknologi pendidikan.

Kontribusi ketiga terhadap perumusan definisi tahun 1977 adalah

pengembangan pendidikan. Istilah pengembangan pendidikan disebut pula

dengan istilah teknologi pendidikan yang secara sistematik menyangkut desain,

produksi, penilaian, dan pemanfaatan sistem pendidikan, hal ini dapat

Page 9: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

diidentifikasi sebagai fungsi pengembangan pendidikan. Pengembangan

pendidikan menggunakan pendekatan sistem dan pengembangan sistem

instruksional yang diwujudkan dalam tahapan-tahapan riset dan pengembangan

dari mulai identifikasi masalah belajar, disain, pengembangan, produksi model

pembelajaran, uji coba model, pemanfaatan model pembelajaran, dan

penyebarannya. Konsep pengembangan ini sejalan dengan konsep inovasi dan

difusi yang dikembangkan Everet M Rogers (1962).

Terdapat tiga alasan pengembangan model instruksional yang dilakukan

dalam teknologi pendidikan, yaitu: pertama, sebagai alat untuk

dikomunikasikan kepada calon peserta didik dan pihak lainnya; kedua, sebagai

rancangan yang digunakan dalam pengelolaan pembelajaran; dan ketiga, model

yang sederhana memudahkan untuk dikomunikasikan kepada calon peserta

didik, serta model yang rinci akan memudahkan dalam pengelolaan dan

pembuatan keputusan penggunaannya. Model instruksional yang generik

memudahkan setiap pihak yang mengadopsinya untuk mengimplementasikan

dalam berbagai macam setting. Apabila diklasifikasi model-model yang

berkembang dapat digolongkan ke dalam dua bentuk, yaitu model mikro yang

diantaranya dikembangkan oleh Banathy (1968), dan model makro yang

dikembangkan the National Special Media Instritute (1971) yang disebut

dengan the Instructional Development Institute (IDI).

Pengakuan bahwa teknologi pembelajaran menjadi bagian dari teknologi

pendidikan sebagaimana diungkapkan dalam definisi 1977 menjadi kajian yang

serius di lingkungan ahli-ahli pendidikan, sehingga melahirkan dua kelompok

yang memiliki argumentasi masing-masing. Kelompok yang menggunakan

istilah teknologi pembelajaran mendasarkan atas dua alasan, yaitu: pertama,

kata pembelajaran lebih sesuai dengan fungsi teknologi; kedua, kata

pendidikan lebih sesuai untuk hal-hal yang berhubungan dengan sekolah atau

lingkungan pendidikan. Kelompok ini beranggapan bahwa kata pendidikan

digunakan untuk setting sekolah, sedangkan pembelajaran memiliki cakupan

yang luas, termasuk situasi pelatihan. Para ahli yang lebih setuju dengan istilah

teknologi pendidikan tetap bersikukuh bahwa kata pembelajaran (instruction)

diakui sebagai bagian dari pendidikan, sehingga sebaiknya digunakan

Page 10: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

peristilahan yang lebih luas (AECT, 1977). Kedua kelompok kelihatannya

bersikukuh dengan pendapatnya, namun ada juga kelompok yang

menggunakan kedua istilah tersebut digunakan secara bergantian, hal ini

didasarkan atas alasan-alasan: (a) dewasa ini istilah teknologi pembelajaran

lazim digunakan di Amerika Serikat, sedangan teknologi pendidikan digunakan

di Inggris dan Kanada; (b) mencakup banyaknya pemanfaatan teknologi dalam

pendidikan dan pengajaran; (c) perlu menggambarkan fungsi teknologi dalam

pendidikan secara lebih tepat; dan (d) dalam satu batasan dapat merujuk baik

pada pendidikan maupun pembelajaran. Didasarkan atas penggunaan kedua

istilah tersebut, maka istilah “teknologi pembelajaran” digunakan dalam

definisi 1994 (Seels and Richey, 1994:5).

Barbara B. Seels dari University of Pittsburg dan Rita C Richey dari

Wayna State University keduanya dari komisi termonologi AECT

mengembangkan definisi teknologi pembelajaran beserta kawasannya.

Menurutnya bahwa teknologi pembelajaran adalah teori dan praktek dalam

disain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian proses dan

sumber untuk belajar. Definisi tersebut memiliki komponen-komponen: 1) teori

dan praktek; 2) desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan

penilaian; 3) proses dan sumber; dan 4) untuk kepentingan belajar.

Konsep definisi teknologi pendidikan mendapatkan kajian secara terus

menerus dan selalu dikritisi para ahli terutama yang tergabung dalam AECT,

hal ini sesuai dengan perkembangan pendidikan termasuk pembelajaran dan

yang lebih khusus kondisi dan karakteristik peserta didik serta komponen

pembelajaran lainnya. AECT merumuskan definisi teknologi pendidikan versi

bulan juni 2004 yang termasuk masih prematur dan dilemparkan kepada

seluruh masyarakat yang terkait dengan pendidikan melalui media internet.

Pernyataan yang disampaikan bahwa definisi ini merupakan pre-publication

dari bab awal buku yang akan dipublikasikan AECT. Isi informasinya hanya

untuk mahasiswa, studi dan reviu, dan tidak diperkenankan untuk diproduksi

terlebih dahulu.

Konsep definisi versi 2004 adalah sebagai berikut: Teknologi pendidikan

adalah studi dan praktek yang etis dalam memberi kemudahan belajar dan

Page 11: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

perbaikan kinerja melalui kreasi, penggunaan, dan pengelolaan proses dan

sumber teknologi yang tepat. Kalau dianalisis, di dalam definisi tersebut

terkandung beberapa elemen berikut: 1) studi; 2) praktek yang etis; 3)

kemudahan belajar; 4) perbaikan kinerja; 5) perbaikan kinerja; 6) kreasi,

penggunaan, dan pengelolaan; 7) teknologi yang tepat; dan proses dan sumber.

Istilah studi yang digunakan dalam definisi tersebut merujuk pada pemaknaan

studi sebagai usaha untuk mengumpulkan informasi dan menganalisisnya

melebihi pelaksanaan riset yang tradisional, mencakup kajian-kajian kualitatif

dan kuantitatif untuk mendalami teori, kajian filsafat, pengkajian historik,

pengembangan projek, kesalahan analisis, analisa sistem, dan penilaian. Studi

dalam teknologi pendidikan telah berkembang terutama dalam kaitannya

dengan pengembangan model pembelajaran, efektifitas kedudukan media dan

teknologi dalam pelaksanaan pembelajaran, dam penerapan teknologi dalam

perbaikan belajar. Kajian mutakhir banyak difokuskan pada penempatan posisi

teori belajar, managemen informasi, dan perkembangan pemanfaatan teknologi

untuk memecahkan masalah belajar yang dihadapi peserta didik. Istilah studi

dalam definisi tersebut pada hakekatnya ditujukan untuk memberi kemudahan

belajar dan perbaikan kinerja belajar peserta didik melalui kegiatan belajar

yang memanfaatkan

b. landasan falsafah adalah landasan untuk memperoleh pembenaran

sebagai suaru disiplin pengetahuan terapan yang berdiri sendiri.

1. Secara Ontologi:

Adanya berbagai macam sumber untuk belajar termasuk orang

(penulis, buku, prosedur media, dan lain-lain, pesan (yang

tertulis dalam buku atau tersaji lewat media), media (buku,

program televisi, radio, dan lain-lain), alat (jaringan, radio dan

lain-lain), cara-cara tertentu dalam mengolah/menyajikan

pesan, serta lingkugnan dimana proses pendidikan itu

berlangsung

Perlunya sumber-sumber tersebut dikembangkan, baik secara

konseptual maupun secara faktual

Page 12: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Perlu dikelolanya kegiatan pengebangan, maupun sumber-

sumber untuk belajar itu agar dapat digunakan seoptimal

mungkin guna keperluan belajar.

2. Secara Epistemologi

Keseluruhan masalah belajar dan upayan pemecanhannya

ditelaah secara simultan. Semua situasi yang ada diperhatikan

dan dikaji saling kaitannya, dan bukannya dikaji secara

terpisah-pisah

Unsur-unsur yang berkepentingan diintegrasikan dalam suatu

proses kompleks secara ssitematik, yaitu dirancang,

dikembangkan, dinilai, dan dikelola seabgau suatu kesatuan,

dan ditujuka untuk memecahkan masalah.

Penggabungan ke dalam proses yang kompleks dan perhatian

atas gejala secara menyeluruh, harus mengandung daya lipat

atau sinergisme berbeda dengan hal diamna masing-masing

fungsi berjalan sendiri-sendiri.

3. Secara Aksiologi

Teknologi pendidikan perlu dipikirkan dan dibahas terus

menerus karena adanya kebutuha ril yang mendukung

pertumbuhan dan perkembangnanya yaitu

Tekad mengadakan perluasan dan pemerataan kesempatan

belajar

Keharusan meningkatkan mutu pendidikan berupa, antara lain,

penyempurnaan kurikulum, penyediaan berbagai sarana

pendidikan, dan peningkatan kemampuan tenaga pengajar

lewat berbagai bentuk pendidikan serta latihan

Penyempurnaan sistem pendidikan dengan penelitian dan

pengembangan sesuai dengan tantangan zaman dan kebutuhan

pembangunan

Peningkatan partisipas masyarkat dengan pengembangan dan

pemafaatan berbagai wadah dan sumber pendidikan

Page 13: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Penyempurnaan pelaksanaan interaksi atanra pendidikan dan

pembangunan di mana masusia pusat perhatian pendidikan.

c. kawasan dan bidang garapan teknologi pendidikan

Kawasan atau domain teknologi pendidikan dan teknologi pembelajaran

adalah design, development, utilization, management, and evaluation seperti

gambar yang ditunjukkan dibawah ini (Seels & Richey, 1994, p. 21).

Desain Adalah menunjukkan suatu proses dari spesifikasi kondisi untuk

belajar. Desain didefinisikan sebagai “penetapan kondisi untuk belajar” (Seel

dan Richey, pembelajaran, dan karakteristik pembelajar. Teori desain

sepenuhnya dikembangkan dibandingkan bidang yang lainnya yang

mempunyai keyakinan besar sejak praktek 1994). Desain adalah fungsi

perencanaan ketika strategi ditentukan. Perencanaan mempengaruhi seluruh

proses desain instrucsional., bentuk fisik pesan, strategi tradisional dibentuk

berdasarkan pengetahuannya sendiri. Tujuan desain adalah untuk menciptakan

strategi dan produk pada tingkat makro, seperti program dan kurikulum, dan

pada tingkat mikro seperti pelajaran dan modul. Definisi ini adalah dalam

persetujuan dengan definisi sekarang tentang desain dimana menunjukkan pada

Page 14: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

penciptaan kehususan (Ellington and Harris, 1986; Reigeluth, 1983; Richey,

1986).

Develovment Adalah suatu proses pengembangan sesuatu hal yang

berhubungan dengan dunia pendidikan serta mengembangkan metode-metode

pembelajaran yang telah ada agar lebih efektif.dan efisien dan proses

pembelajaran itu berjalan lebih baik. Development juga menunjukkan proses

pengartian spesifikasai desain kedalam bentuk fisik. Develovment meliputi :

Teknologi Cetak

Teknologi Audio-Visual

CBI

Teknologi yang terintegrasi

Pada dasarnya, domain perkembangan dapat dijelaskan dengan:

the message which is content driven; the instructional strategy which is theory driven; and the physical manifestation of the technology—the hardware, software and

instructional materials.

Utilization/Pemanfaatan menunjukkan untuk penggunaan dari suatu

proses dan sumber untuk belajar, yang meliputi penggunaan media, difusi dari

inovasi, implementasi dan institusional, kemudian ketentuan dan peraturan.

Beradasarkan pengertian diatas dapat diartikan bahwa pemanfaatan adalah

tindakan menggunakan proses dan sumber untuk belajar. Fungsi pemanfaatan

penting karena fungsi ini memperjelas hubungan pembelajar . dengan bahan

dan sistem pembelajaran. Keempat kategori dalam kawasan ini adalah

mengitegrasinkan dalam struktur dan kehidupan oraganisasi adalah sebagai

berikut;

Pemanfaatan media

Difusi Inovasi

Implementasi dan Kelembagaan

Kebijakan dan Regulasi

Management/Pengelolaan menunjukkan pada proses untuk pengontrolan

dari teknologi pembelajaran. Yang meliputi manajemen proyek, manajemen

sumber, delivery sistem manajemen dan manajemen informasi.

Page 15: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Manajemen melibatkan mengendalikan Instructional Technology melalui

perencanaan, pengorganisasian, koordinasi dan pengawasan. Manajemen

umumnya produk sistem nilai operasional. Kompleksitas pengelolaan sumber

daya beberapa penuaan, personalia, dan desain dan upaya pembangunan

dikalikan sebagai ukuran intervensi tumbuh dari kecil, satu-sekolah-

departemen atau perusahaan, untuk negara-lebar intervensi instruksional dan

global perubahan perusahaan multi-nasional. Berikut sub domain dari Kawasan

manajemen:

Pengelolaan Proyek

Pengelolaan Sumber

Pengelolaan Sistem Penyampaian

Pengelolaan Informasi

Evaluation terdiri dari analisis masalah, referensi criteria, fomativ, dan

sumatif yang merupakan kawasan evaluasi. Hasil dari evaluasi dibawa untuk

pemahaman yang lebih baik masalah, penguasaan informasi, serta individu

menginformasikan pada potensi pembelian. Kawasan dan evaluasi

berkembang sebagai penelitian pendidikan dan bidang metodelogy yang

berkembang, biasanya bersamaan atau paralel dengan bidang. (Seels &

Richey, 1994, pp. 24-43). Penjelasan dari sub domain adalah sebagai berikut:

Analisis masalah : Termasuk penentuann sifat dan parameter masalah

dengan menggunakan pengumpulan-informasi dan pengambilan keputusan

strategi.

Criterion-Referenced Measurement. Kriteria pengukuran penilaian

melibatkan teknik untuk menentukan penguasaan materi pelajar yang telah

ditentukan sebelumnya.

Evaluasi Formative and Summative. Evaluasi Formatif melibatkan

pengumpulan informasi tentang kecukupan dan menggunakan informasi

ini sebagai dasar untuk pengembangan lebih lanjut.

3. Coba anda tuliskan tiga judul penelitian yang berkaitan dengan teknologi

pendidikan

Page 16: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

1. Adoption of educational technology ten years after setting strategic

goal: A Canadian University Case atau Adopsi Teknologi Pendidikan

setelah sepuluh tahun pengaturan atrtegi tujuan: dalam kasus

Universitas di Canada: Penulis : Gorge Zhou (University of Windsor,

Canada) Judy Xu (University of Alberta, Canada

Penelitian diadakan di Universitas Alberta, suatuuniversitas besar dan

bergengsi Canada barat dan mempunyai lebih dari 35.000 mahasiswa.

Sepuluh tahun yang lalu Universitas Alberta mengadopsi suatu

perencanaan strategis yang menekankan peran penting e-learning

mewujudkan misi dan visinya. E-learning berbagai

kemungkinanmenawarkan untuk aktir mengajar dan belajar proses

disamping kelas besar, meningkat akses untuk menjara dan informasi

penelitian, dan kerja sama/kolaborasi kemudahan dengan peneliti dan

instruktur remote local. Perencanaa strategis dengn tegas menyatakan

pentingnya pendukung untuk pengajar menggunakan teknologi.

2. Judul : Educational Technology at a Crossroads: Examining the

Development of the Academic Field in Canada/ Teknologi Pendidikan

di Crossroads: Meneliti Pengembangan Akademik Lapangan di Kanada.

Penulis: Rocci Luppicini (Communication Department, University of Ottawa, 554

King Edward RM. 310, Ottawa, ON K1N6N5, Canada)

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah penelitian kualitatif untuk

mengukur keadaan saat ini perkembangan akademik di Teknologi

Pendidikan dalam rangka untuk mengidentifikasi isu-isu penting dan

menawarkan saran untuk perencanaan masa depan di Kanada. Artikel ini

mengeksplorasi literatur profesional dan pandangan dari 25 anggota staf

pengajar senior dari dua belas Kanada universitas yang menawarkan atau

program pasca sarjana yang ditawarkan gelar Teknologi Pendidikan (dan

Pendidikan Jarak Jauh). Temuan dari penelitian menunjukkan satu

kategori utama (tantangan) yang terhubung ke akademik bidang Teknologi

Pendidikan di Kanada dengan tujuh kunci sub-kategori, yaitu, identitas,

standarisasi dan profesionalisasi, universitas politik, pengaruh eksternal,

Page 17: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

kompetisi, pendanaan, dan mengajar dan belajar. Sebuah sintesis sumber

informasi disediakan untuk menggambarkan pola utama dan menghasilkan

teori baru untuk membantu mengarahkan perencanaan program strategis

dan evaluasi. Rekomendasi menunjukkan bahwa lebih besar

perhatian harus diinvestasikan dalam kegiatan kemitraan dan identitas

merek dalam bidang untuk membantu leverage keberhasilan program.

3. Using activity theory and its principle of contradictions to guide

research in educational technology/ Menggunakan teori aktivitas dan

asas kontradiksi untuk memandu penelitian dalam teknologi

pendidikan: Penulis: Elizabeth Murphy and Maria A. Rodriguez-

Manzanares Memorial University of Newfoundland: Australasian

Journal of Educational Technology 2008, 24(4), 442-457

Abstrak: Tulisan ini menjelsakan bagaimana kegiatan teori AT dan

prinsip yang mungkin kontradiksi diandalkan untuk memandu penelitian

dalam teknologi pendidikan. Makalah ini dimulai dengan tinjauan teoritis

AT dan prinsip yang kontradiksi kontradiksi. Ini mengikuti dengan sintesis

studi yang telah menggunakan AT sebagai lensa untuk belajar informasi

dan teknologi komunikasi (TIK) dalam konteks pendidikan. Kami

menganalisis pendidikan teknologi studi yang telah difokuskan pada

kontradiksi dalam hal yang mendasarinya asumsi, pertanyaan penelitian,

pendekatan untuk analisis, temuan, dan implikasi. Lensa AT dan

kontradiksi menyediakan alat serbaguna untuk menyelidiki berbagai aspek

penggunaan teknologi pendidikan, memperhatikan individu dan institusi

perspektif serta evolusi dari waktu ke waktu. AT dan prinsipnya

kontradiksi memberikan wawasan mengenai bagaimana transformasi dapat

terjadi dengan penggunaan TIK dalam pendidikan konteks.

4. Coba anda cara diinternet satu artikel/tulisan yang membahas tentang:

Page 18: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

a. landasan kebijkan pendidikan diambil dari alamat URL :

http://www.4shared.com/document/QCzbwHF/Landasan_Kebijakan_Pendidik

an.html . Berikut isi dari artikel tersebut.

LANDASAN KEBIJAKAN PENDIDIKAN

A. Latar Belakang MasalahLandasan pendidikan merupakan suatu pilar utama terhadap

pengembangan manusia dan masyarakat suatu bangsa.. Pendidikan merupakan bagian dari kegiatan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Pendidikan juga adalah perwujudan dari cita-cita bangsa. Landasan pendidikan dapat diambil dari berbagai bidang yaitu fisiologi, sosiologis, dan kultural, yuridis yang memegang peranan penting dalam menentukan tujuan pendidikan hingga kebijakan pendidikan.

Kegiatan pendidikan secara nasional perlu diorganisasikan dan dikelola sedemikian rupa agar tercipta kebijakan pendidikan yang mampu mewujudkan cita-cita nasional. Salah satu kegiatan tujuan nasional pendidikan yang diambil dalam aspek yuridis tertuang dalam Undang-Undang RI No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1, diungkapkan yang dimaksud dengan pendidikan adalah: “Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara” (UU RI No 20 Tahun 2003).

Bagian isi pasal diatas menyebutkan adakah usaha sadar dan terencana, yang intinya adalah membuat rencana agar peserta didik menjadi belajar dan berhasil dalam aspek kognitif, afektif dan psikomotor untuk bekal peserta didik hidup berkualitas menjalani kehidupan berbangsa dan bernegara. Berdasarkan keadaan yang terjadi untuk menilai keberhasilan peserta didik hanya dipandang melalui aspek kognitif dengan diadakannya Ujian Nasional yang diberi standar keberhasilan. Kebijakan tersebut dipandang kurang sesuai dengan undang-undang yang dalam Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 ayat 1. Selain itu terjadi perbedaan persepsi dan pendapat tentang perubahan kurikulum setiap tahun.

Kebijakan pendidikan harus didasari landasan yang kuat agar bagaimanapun bentuk perubahan para pendidik dapat menjalankan tanpa masalah dan dapat memecahkan tantangan yang terjadi dengan cepat dan efisien. Berdasarkan pemaparan diatas perlu dikaji dan dijadikan pemahaman tentang landasan kebijakan pendidikan sehingga dapat diaplikasikan dalam praktek kependidikan.

Page 19: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

B. Rumusan Masalah.

Berdasarkan pemaparan latar belakang diatas maka masalah yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Apakah yang menjadi landasan kebijakan pendidikan?2. Bagaimanakah landasan kebijkan pendidikan Indonesia?

C.Tujuan Penulisan Makalah.1. Untuk mengetahui dan memahami teori yang landasan kebijakan

pendidikan.2. Untuk mengetahui bagaimanakan pelaksanaan landasan kebijakan

pendidikan Indonesia.Landasan Kebijakan Pendidikan

Dasar tujuan pendidikan adalah rumusan tentang apa yang harus dicapai oleh peserta didik. Tujuan pendidikan menjadi pedoman dalam rangka menetapkan isi pendidikan, cara mendidik atau metode pendidikan, alat pendidikan, dan menjadi tolok ukur dalam rangka melakukan evaluasi terhadap hasil pendidikan. Untuk pelaksanaan tujuan pendidikan disetiap institusi harus menghadap kiblat tujuan pendidikan nasional yaitu tujuan pendidikan nasional. Tujuan pendidikan nasional yaitu tujuan dari keseluruhan satuan, jenis, dan kegiatan pendidikan, baik pada jalur pendidikan formal dan informal dalam konteks pembangunan nasional. (Syaripudin, 2008:59). Tujuan pendidikan nasional juga merupakan salah satu hasil pemikiran dari landasan kebijakan pendidikan.

Landasan merupakan dasar atau kerangka suatu konsep, sedangkan Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu konsep, pekerjaan kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah kebijakan dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. Pendidikan juga merupakan suatu sistem terdiri dari sejumlah komponen. Komponen tersebut antara lain: raw input (sistem baru), output(tamatan), instrumental input (guru, kurikulum), environmental input(budaya, kependudukan, politik dan keamanan). Menurut Jhon Dewey (1899) tentang pendidikan adalah ”the school is primarily a social institution.”. Berdasarkan hal tersebut perlu dirancang suatu landasan untuk pedoman atau rencana dasar untuk pendidikan.

Landasan Pendidikan merupakan salah satu kajian yang dikembangkan dalam berkaitannya dengan dunia pendidikan. Landasan yang digunakan dalam kebijakan pendidikan biasanya adalah landasan hukum, landasan filsafat, landasan sejarah, landasan sosiologis, landasan fislofosif, dan landasan budaya

Page 20: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti: Apakah pendidikan, tujuannya, mengapa, bagaimana dan sebagainya. Tujuan filosofis tentang sesuatu, termasuk pendidikan, berarti berpikir bebas serta merentang pikiran sampai sejauh-jauhnya tentang sesuatu itu.

Landasan sosiologis dalam pendidikan diambil dari pemikiran bahwa kegiatan pendidikan merupakan suatu proses interaksi antara antara dua individu yang memungkinkan generasi muda memperkembangkan diri. Sosiologi pendidikan merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pla-pola interaksi sosial di dalam pendidikan.

Menurut Ki Hadjar Dewantara (Tilaar, 1999: 68) Bahwa kebudayaan tidak dapat dipisahakan dari pendidikan. Integrasi nilai budaya dalam pendidikan akan memberi karakter yang kuat suatu bangsa tentang pendidikan yang diberikan bercorak khusus. Pendidikan merupakan bagian dari kegiatan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa sehingga indentitas suatu bangsa dapat terlihat dari landasan kebudayaan dalam pendidikan. Kebudayaan juga sebagai gagasan dan karya manusia beserta hasil budi dan karya akan selalu terkait pendidikan. (Tirtarahardja dan La sula, 1995: 100)

Landasan-landasan pendidikan tersebut akan dijadikan pertimbangan sebagai landasan kebijakan pendidikan untuk melaksanakan kegiatan pendidikan baik kegiatan formal, non formal serta informal. Semua landasan pendidikan akan dituangkan kedalam suatu bentuk peraturan yang bersifat sebagai pedoman pelaksanaan. Bentuk kebijakan dalam undang-undang, serta peraturan pemerintah

Landasan kebijakan pendidikan juga akan berhubungan pihak yang berwenang melaksanakan undang-undang yaitu pihak yang merancang kebijakan tersebut. Pihak tersebut adalah pemerintah, pemerintah beserta pihak yang terkait harus mengkondisikan agar kebijakan berjalan mengarah pada tujuan utama pendidikan suatu negara dan berbasis landasan pendidikan.

Landasan Kebijakan Pendidikan di IndonesiaIndonesia merupakan negara yang banyak mempuyai

keberagaman kebudayaan, suku, tradisi, bangsa serta bahasa. Beratua-ratus pulau yang membentang dari Sabang hingga Merauke. Pemilik wewengang penyelenggara kebijakan pendidikan sangat terlihat memiliki tugas yang cukup berat untuk mengembangkan sumber daya manusia melalui pendidikan. Landasan kebijakan pendidikan di Indonesia harus direncanakan mempertimbangkan aspek keberagaman tersebut agar sesuai apa yang masyarakat Indonesia butuhkan dalam bidang pendidikan.

Inovasi yang baik dan berkualitas untuk landasan kebijakan pendidikan di Indonesia Pembaharuan atau inovasi pendidikan merupakan suatu perubahan yang baru, yang kualitatif dan berbeda dari sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan dalam pendidikan (Wijaya, Djajuri, dan Rusyan, 1988:7).

Page 21: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Berikut landasan kebijakan pendidikan yang diselenggarakan di Indonesia:

1. Dalam pembukaan (UUD 1945, antara lain : “ Atas berkat Ramat Tuhan yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan berkebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk statu pemerintahan negara republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam statu undang-undang dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam statu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Ketuhanan yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dab beradap, persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan, serta dengan mewujudkan statu keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia.”

2. Pasal 31 UUD 1945 menyatakan bahwa (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan; (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya; (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa; (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional; serta (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

3. Pasal 2 UU-RI no 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 : bahwa pembangungn nasional termasuk di bidang pendidikan, adalah pengamala Pancasila, dan untuk itu pendidikan nasional mengusahakan antara lain: „Pembentukan manusia pancasila sebagai manusia pembangunagan yang tinggi kualitasnya dan mampu mandiri.

4. TAP MPRS No. XXVII/1966 Bab II Pasal 3 Dasar pendidikan adalah falsafah negara Pancasila, tujuan pendidikan adalah membentuk manusia Pancasila sejati berdasarkan ketentuan-

Page 22: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

ketentuan seperti yang dikehendaki oleh Pembukaan dan isi UUD 1945.

5. TAP MPR NO. V/MPR/1973 :Pendidikan pada hakikatnya adalah usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah

6. UU RI No. 2 Tahun 2003 tentang: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Nasional pendidikan menyatakan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

8. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional. Pendidikan Pasal 1 yang berisi bahwa Standar nasional pendidikan adalah criteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah huum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam rangka mewujudkan fungsi dan tujuan UU No 20 Tahun 2003, Pemerintah dan Pemerintah Daerah berhak mengarahkan, membimbing, membantu, dan mengawasi penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sesuai dengan prinsip-prinsip dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yaitu:

1. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa;

2. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna, diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat;

3. Memberi keteladanan, membangun kemauan, dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran;

4. Mengembangkan budaya membaca, menulis, dan berhitung bagi segenap warga masyarakat; dan

Page 23: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

5. Pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan.

Untuk dapat menjalankan amanat terhadap pembangunan pendidikan nasional, maka diperlukan kejelasan arah. Untuk itu Depdiknas sudah menuangkan ke dalam visi, misi, dan tata nilai yang harus dijalankan. Pembangunan Indonesia di masa depan bersandar pada visi Indonesia jangka panjang, yaitu terwujudnya negara-bangsa (Indonesia modern yang aman dan damai, adil dan demokratis, serta sejahtera dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, kemerdekaan, dan persatuan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Dalam kerangka visi jangka panjang yang termuat dalam dokumen ”Membangun Indonesia yang Aman, Adil, dan Sejahtera” (Susilo Bambang Yudhoyono dan M. Jusuf Kalla, (2004), pembangunan Indonesia pada tahun 2005-2009 mengarah pada (a) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun, dan damai; (b) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan, dan hak asasi manusia; dan ( c) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan fondasi yang kokoh bagi pembangunan berkelanjutan, yang dilandasi keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia. Pembangunan pendidikan nasional ke depan didasarkan pada paradigma membangun manusia Indonesia seutuhnya, yang berfungsi sebagai subyek yang memiliki kapasitas untuk mengaktualisasikan potensi dan dimensi kemanusiaan secara optimal. Dimensi kemanusiaan nation-state

Sesuai Ketentuan Umum Penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Departemen Pendidikan Nasional berkewajiban untuk mencapai Visi Pendidikan Nasional sebagai berikut: Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa untuk memberdayakan semua warga negara Indonesia berkembang menjadi manusia yang berkualitas sehingga mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah. Sejalan dengan Visi Pendidikan Nasional tersebut, Depdiknas berhasrat untuk pada tahun 2025 menghasilkan: INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF (Insan Kamil / Insan Paripurna) Yang dimaksud dengan insan Indonesia cerdas adalah insan yang cerdas secara komprehensif, yang meliputi cerdas spiritual, cerdas emosional, cerdas sosial, cerdas intelektual, dan cerdas kinestetis. Kebijakan pembangunan pendidikan di Indonesia diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:

1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti;

Page 24: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dantenaga kependidikan;

3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasukpembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional;

4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap,dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakatyang didukung oleh sarana dan prasarana memadai;

5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;

6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;

7. Mengembangkan kualitas sumberdaya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruhmelalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya;

8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi guna meningkatkan daya saing produk yang berbasis sumber daya local

A. Landasan Kebijakan Pendidikan di Indonesia dalam Bidang Teknologi PendidikanPemahaman sederhana tentang teknologi pendidikan adalah

bidang yang mencari cara untuk menyelesaikan masalah belajar peserta didik dengan menggunakan teknologi, alat, media konsep dan strategi lain sehingga peserta didik dapat menangkap materi dengan mudah dan belajar lebih baik. Donal P. Ely seperti yang dikutip oleh Wijaya, Djajuri dan Rusyan (1988:39) mengatakan bahwa teknologi pendidikan adalah suatu bidang yang mencakup berbagai fasilitas belajar melalui

Page 25: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

identifikasi yang sistematis, pengembangan, pengorganisasim dan penggunaan sumber-sumber yang maksimal dan penghelolaabn prosesnya.

Hampir sama dengan pemaparan sebelumnya Secara umum kebijakan pemerintah tertuang dalam UUD 1945 yaitu pasal 28 huruf c, e; dan pasal 31. Bunyi pasal 28 huruf c adalah sebagai berikut. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi m,eningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.

Penjelasan diatas merupakan sebagian landasan hukum tentang landasan kebijakan pendidikan di Indonesia dalam bidang Teknologi Pendidikan. Bidang garapan Teknologi Pendidikan juga dalam Program Pembangunan Nasional (2004-2009).

Di dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas)Tahun 2004-2009 tidak jauh berbeda dengan Propenas sebelumnya, namun apabila dilihat dalam Rencana Strategis (Renstra) 2005-2009 Departemen Pendidikan Nasional terdapat Kebijakan Pembangunan Lima Tahun 2005-2010. Dalam kebijakan itu memuat Kegiatan Pokok Strategis di antaranya adalah Bidang Mutu, Relevansi dan Daya saing. Salah satu kegiatan pokok dalam bidang ini adalah Program Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi. Tolok ukur keberhasilannya adalah 100% SMP/MTs yang memiliki akses listrik menerapkan TV Based Learning yang dimulai tahun 2006 hingga 2009. Selain itu yanbg menjadi tolok ukur adalah 50% SMA/MA/SMK yang memiliki akses listrik menerapkan ICT Based Learning yang juga dimulai tahun 2006 hingga 2009.

Di samping jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, program dan kegiatan seperti di atas juga meliputi perguruan tinggi dengan tolok ukurnya adalah 10 perguruan tinggi (PT) menerapkan pembelajaran dan penelitian berbasis ICT.

Kegiatan Pokok Strategis untuk Pendidikan Luar Sekolah salah satunya berupa perluasan layanan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) melalui pemberdayaan masyarakat, Perluasan Paket A dan Paket B untuk menunjang wajib belajar 9 tahun serta ekstensifikasi Paket C. Selain itu juga guna peningkatan mutu, relevansi dan daya saing ditingkatkan pemanfaatan ICT dalam pembelajaran.

Dari uraian-uraian di atas ternyata dalam Renstra Departemen Pendidikabn Nasional 2005-2009 jelas terprogram upaya peningkatan kegiatan pembelajaran pada setiap jenjang pendidikan bahkan sampai ke Pendidikan Luar Sekolah. Ini membuktikan bahwa keseriusan pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan dan jumlah warga yang belajar atau memperoleh pendidikan.

Kebijakan-Kebijakan Khusus untuk Teknologi Pendidikan tertuang dalam Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), dan Peraturan Menteri (Permen). UU yang berkaitan dengan pendidikan seperti

Page 26: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

1. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,2. UU No.14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Peraturan Pemerintah yang mendukung kebijakan umum seperti PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Di samping itu ada pula Peraturan Menteri (Permen) misalnya: Permen No. 14 Tahun 2007 tentang Standar isi Program Paket A, Paket B, Paket C, Permen No. 49 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Nonformal. Permen No. 1 Tahun 2008 tentang Standar Proses Pendidikan khusus. Permen No. 3 Tahun 2008 tentang Standar Proses Program Paket A, Paket B, Paket C, Permen No. 35 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Gerakan Nasional Percepatan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun dan Pembentukan Pendidikan Buta Aksara Permen No. 38 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Tekonologi Komunikasi dan Informasi dalam Lingkungan Departemen Pendidikan Nasional. Radio dan Televisi Pendidikan yang Mendukung Pendidikan pada Umumnya dan Pendidikan Jarak Jauh.

Peraturan dan perundang-undangan tersebut merupakan bentuk kebijakan khusus pemerintah dalam pendidikan khususnya teknologi pendidikan. Tentunya masih ada peraturan atau kebijakan lain yang tidak dapat disajikan dalam tulisan ini, seperti Radio Pendidikan, Televisi Pendidikan, SMP Terbuka, Universitas Terbuka dan sebagainya.

BAB IIIPENUTUP

Landasan kebijakan pendidikan tidak terlepas dari landasan pendidikan yang menerapkan landasan filosofis, landasan psikologis, sosiologis dan landasan kebudayaan. Setelah mengintegrasi berbagai landasan tersebut dirangkum hingga turun menjadi kebijakan yang diambil dari Amanat Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) (2004-2009), Visi Pendidikan Nasional Misi Pendidikan Nasiona Tata Nilai Departemen Pendidikan Nasional.

Kedudukan bidang teknologi pendidikan sudah lebih khusus untuk menjalankan operasional kebijakan pendidikan di Indonesia. Pemerintah pun telah menerapkan beberapa kebijakan sesuai landasan hukum yang berlaku. Namun masih ada beberapa hal yang belum sesuai harapan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 27: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Tritarahardja dan Sula, 1995, Pengantar Pendidikan, Bandung: Rineka Cipta

Tilaar, 1999, Pendidikan Kebudayaan dan Masyarakat Madani Indonesia, Bandung: PT Remadja Rosdakarya

Wijaya, Cece, Djaja Djajuri dan A. Tabrani Rusyan, 1988, Upaya Pembaharuan dalam Pendidikan dan Pengajaran, Bandung:Remadja Karya CV

b. Landasan ilmiah teknologi pendidikan; Scientific inquiry: Where is it in the

educational technology landscape?

http://www.ascilite.org.au/conferences/melbourne08/procs/elliott-poster.pdf

Kristine Elliott, Kevin Sweeney Biomedical Multimedia Unit,

The University of Melbourne

Victor Galea: School of Land, Crop and Food Sciences,

University of Queensland

Helen Irving: Faculty of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences,

Monash University

Elizabeth Johnson: Faculty of Science, Technology and

Engineering, LaTrobe University

This paper describes some of the challenges facing science educators at tertiary level. It subsequently introduces a project supported by the Australian Learning and Teaching Council (formally Carrick), which aims to investigate the effective use of educational technologies to promote understanding of scientific inquiry and development of skills necessary to conduct successful investigations. The project will use a qualitative research framework to examine current practice and to determine best practice in teaching scientificinquiry skills to bioscience students. Study findings are expected to provide guidance on developing skills in the next generation of bioscientists.Keywords: scientific inquiry, scientific method, scientific inquiry skills, problem

solving skills, educational technologies

Background

Page 28: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Concerns have been raised that students studying science subjects at tertiary level in Australia have little understanding of the overarching process that guides the progression of scientific inquiry. Moreover, many students appear not to have sufficiently developed the skills necessary to conduct competent investigations (Elliott, Sweeney, & Irving, 2008; Hollingworth & McLouglin, 2001). The process by which scientific endeavour is achieved is known historically as the scientific method and generally involves: Recognising and defining a problem, Formulating hypotheses, Collecting data (through observation and/or experimentation), Testing hypotheses, Drawing conclusions and Communicating results (Bunge, 1967). Although debate is ongoing as to the exact nature of scientific practice, including different models of scientific inquiry (Wong & Hodson 2008), for the purpose of this paper we will use the definition of scientific inquiry outlined above. Traditionally, the laboratory was the primary domain for teaching methods of science and because of the opportunities the laboratory afforded for students to engage in processes of investigation it was assumed that they would develop scientific inquiry skills during laboratory teaching sessions (Hofstein & Lunetta, 2003). More recently, it has become clear that exposure to limited views of investigative science in the laboratory can lead to misconceptions by students about the way investigations are conducted (Windschitl, Thompson & Braaten, 2008). Furthermore, calls continue to be made for more authentic science education experiences that share commonalities with the real world practices of the scientific community (Wong & Hodson 2008). Given these challenges in science education, there is an argument for investigating alternative pedagogical approaches to promote understanding of the scientific method of inquiry and to develop skills necessary to conduct successful investigations. The purpose of this paper is twofold. We wish to inform the ascilite community about a project Educational technologies: Enhancing the learning of scientific inquiry skills for bioscience students in Australian universities, supported by the Australian Learning and Teaching Council (formally Carrick), which will investigate issues outlined above. Secondly, we would like to invite participation in the project from interested bioscience educators in the community.

Project aimsThe project will examine current pedagogical approaches used by science educators, to determine best practice in promoting understanding of scientific inquiry and development of related skills. Because of project members’ experience as practicing bioscientists, the investigation will be framed within science disciplines dealing with biological aspects of living organisms (e.g. agricultural sciences, botany, biochemistry, pharmacology, zoology). To ensure a broad range of educational contexts are examined, the project brings together members from four major Australian universities: The University of Melbourne,

Page 29: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Monash University, LaTrobe University and the University of Queensland. The primary aim of the project is to identify the role that specific educational technologies play in effectively enhancing the learning and teaching of scientific inquiry skills, and to determine the educational context of their use. Furthermore, an evaluation framework will be developed to assist educators in determining the effectiveness of specific educational technologies. Educational technologies to teach scientific inquiry skills For many years computers have been used to create environments that engage students in scientific inquiry activities. There are many examples of how computers are used for scientific inquiry activities including: computer simulations that present natural phenomena or processes for manipulation; support tools that help students gather, organise, visualise and interpret data; collaborative tools that allow students to communicate and to share data and ideas; and computer-based modelling tools that allow students to express their theories as models. More recently, efforts have been made to develop scaffolds or cognitive tools for computer environments, which support students through the inquiry process. The design of many of these applications are informed by principles of inquiry learning, for example, the Knowledge Integration Environment (Linn, 2000) and Hiking across Estonia (Pedaste & Sarapuu, 2006).Inquiry learning focuses on the use of real world inquiry activities for students and is described as the process of solving a problem through exploration of the natural world: asking questions, making discoveries, rigorously testing these discoveries in the search for new understanding (National Science Foundation, 2000). Supported inquiry learning has been shown to be an effective mode of learning (van Joolingen, de Jong & Dimitrakopoulou, 2007). Another approach to the design of educational technologies to teach scientific inquiry skills is to integrate Problem Based Learning (PBL) procedures (Elliott, Sweeney & Irving, 2008). PBL also focuses on the use of real world inquiry activities for students, and uses authentic problems as a context for small student groups to acquire factual knowledge, learn problem solving skills, and develop self-directed or lifelong learning strategies (Norman & Schmidt, 1992).

Within the context of higher education in Australia, the extent to which bioscience educators explicitly teach scientific inquiry skills (and related generic skills) to their students is currently unclear. While there are examples of educational technologies being used to support the teaching of scientific inquiry skills and problem solving processes (Elliott, Sweeney & Irving, 2008; Galea, Stewart & Steel, 2007), more evidence needs to be collected on the effectiveness of tools and how widespread their use is in bioscience disciplines. Skills for bioscience research The focus of this project is on the acquisition of skills required to conduct scientific investigations withinbioscience disciplines. While many

Page 30: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

essential skills have been identified (Zachos, Hick, Doane & Sargent, 2000), of major importance is proficiency in the scientific method of inquiry, as defined within the scope of the project. This is a specific procedure for handling scientific problems and generally involves the following components: (1) Problem analysis (i.e. defining a research question), (2) Hypothesis formulation (i.e. a suggested explanation of a phenomenon), (3) Prediction of logical consequences of hypothesis (4) Inquiry planning (i.e. how to test for logical consequences), (5) Hypothesis testing (i.e.performing experiments, collecting, analysing and interpreting data), (6) Drawing conclusions and (7) Communicating results (Bunge, 1967). Although this description suggests a linear progression, scientific inquiry is cyclic in nature. In fact, an entire cycle can be thought of as the gradual accumulation of scientific knowledge over time, often requiring repeated experiments by multiple research groups across the globe. The global nature of scientific inquiry underscores the importance of communication between individual scientists and the wider scientific community.

Project methodsThe project will employ a qualitative research framework and will begin by conducting semi-structured interviews with tertiary educators in a range of bioscience disciplines. Rich information sets will be collected that detail: pedagogical approaches used to encourage skill development (e.g. case-based and problem-based learning, inquiry learning, discovery learning); specific educational technologies used to encourage skill development; specific skills educators are expecting to develop in students; activities and tasks used in pedagogical approaches; tools or resources used to support teaching; how closely teaching supports are integrated into the curriculum; size and type of student cohort, and; evidence of improved outcomes for students. Observational studies of laboratory or classroom sessions will be conducted to identify tacit expert knowledge that educators do not express in the interviews, but may be evident in their teaching.

In the second phase of the project, learning designs of effective pedagogical approaches will be created from descriptions given by educators in interviews. Learning designs will describe critical components of pedagogical approaches and will demonstrate if and how technology and pedagogy are integrated. During this stage, identified technologies will be critically analysed to determine beneficial features, such as, flexibility, accessibility, multi-mode representation of information. The reason for this focus is to allow future users to judge the value of using a particular technology in their own educational context. This point might be particularly relevant, if for example, a large group educator is considering using a technology that has only previously been used with small tutorial groups.

In the third phase, the project will build on existing learning evaluation models (e.g. Reeves & Hedberg, 2003) to develop an evaluation framework to assist teachers in determining the effectiveness of a chosen educational technology in their own educational context. The evaluation framework will primarily focus on measuring changes in students’ knowledge and skills following the use of an intervention in a classroom activity. It will have both a quantitative

Page 31: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

and qualitative component and will be validated using technologies identified earlier in the project

An objective of the project is to disseminate the findings to the wider community of bioscience educators in higher education. As such, potential users of project outcomes will be identified and involved in the project at all phases. For example, during the interview phase, educators from collaborating institutes will be made aware of the intended outcomes of the project and how they might make effective use of them. Following this phase, a set of recommendations will be made available to educators and round table discussions will be held to obtain their feedback and reflections. Further strategies to promote the transfer of knowledge and tools developed in the project include, conducting a series of workshops for educators, creating a project website from which educators can access practical tools and resources, and writing a handbook of recommendations and guidelines that is freely accessible from the project web site.

ConclusionsThe project’s approach is to identify best practice in teaching scientific inquiry skills, particularly the effective use of educational technologies to promote understanding of the scientific method of inquiry and to develop skills necessary to conduct successful investigations. Through the pedagogically sound use of proven educational technologies it is expected that bioscience graduates will enter the workplace better equipped with the skills to conduct investigative research.

AcknowledgmentsSupport for this project is being provided by the Australian Learning and Teaching Council, an initiative of the Australian Government Department of Education, Employment and Workplace Relations. The views expressed in the project do not necessarily reflect the views of the Australian Learning and Teaching Council.

References

Bunge, M. (1967). Scientific Research I: The search for system Berlin – Heidelberg: Springer – Verlag Elliott, K. A., Sweeney, K., & Irving, H. R. (2008). A learning design to teach scientific inquiry. In L.Lockyer, S. Bennet, S. Agostinho & B. Harper (Eds.), Handbook of Research on Learning Design and Learning Objects: Issues, Applications and Technologies. (pp. 652-675). Hershey, Pennsylvania: Idea Group Inc

Galea, V., Stewart, T., & Steel, C.H. (2007). Challenge FRAP: An e-learning tool used to scaffoldauthentic problem-solving processes. In ICT: Providing choices for learners and learningProceedings ascilite Singapore 2007.http://www.ascilite.org.au/conferences/singapore07/procs/galea.pdfHofstein, A., & Lunetta, V. N. (2003). The laboratory in science education: Foundations for the twentyfirstcentury. Science Education, 88 (1), 28-54.Hollingworth, R. W., & McLoughlin, C. (2001). Developing sciences students’ metacognitive problemsolving skills. Australian Journal of Educational Technology, 17(1), 50-63.http://www.ascilite.org.au/ajet/ajet17/hollingworth.html

Page 32: UJIAN MID SEMESTER Dasar-dasar Teknologi Pendidikan Subhanallah2

Linn, M. C. (2000). Designing the knowledge integration environment. International Journal of ScienceEducation, 22, 781-796.National Science Foundation. (2000). Foundations: A monograph for professionals in science,mathematics, and technology education. Inquiry: Thoughts, views, and strategies for the K-5classroom. National Science Foundation, Directorate for Education and Human Resources.Norman, G., & Schmidt, H. G. (1992). The psychological basis of Problem-based Learning: A review ofthe evidence. Academic Medicine, 67(9), 557-565.Pedaste, M., & Sarapuu, T. (2006). Developing an efficient support system for inquiry learning in a Webbasedenvironment. Journal of Computer Assisted Learning, 22, 42-67.Reeves, T. C., & Hedberg, J. G. (2003). Interactive Learning Systems Evaluation. Englewood Cliff, NJ:Educational Technology Publications.van Joolingen, W. R., de Jong, T., & Dimitrakopoulou, A. (2007). Issues in computer supported inquirylearning in science. Journal of Computer Assisted Learning, 23, 111-119.Windschitl, M., Thompson, J., & Braaten, M. (2008). Beyond the Scientific Method: Model based inquiryas a new paradigm of preference for school science investigations. Science Education. 92(5), 941-967.Wong, S. L., & Hodson, D. (2008). From the horse’s mouth: What scientists say about scientificinvestigation and scientific knowledge. Science Education. . [Online] Early view retrieved October13, 2008 from http://www3.interscience.wiley.com/journal/119427575/abstractZachos, P., Hick, T. L., Doane, W. E. J., & Sargent, C. (2000). Setting theoretical and empiricalfoundations for assessing scientific inquiry and discovery in educational programs. Journal of Researchin Science Teaching, 37(9), 938-962.c. Landasan teori dan konsep sistem: diambil dari alamat URL:

http://dasan.sejong.ac.kr/~inlee/set/articles/ETI_Retrospective_P.pdf. dengan

isi jurnal sebagai berikut :