uji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk...

75

Click here to load reader

Upload: vudiep

Post on 12-Mar-2019

500 views

Category:

Documents


37 download

TRANSCRIPT

Page 1: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN JATI

BELANDA (Guazumae Folium) YANG DIPERDAGANGKAN DI PASAR

“X”, PASAR “Y”, DAN DISTRIBUTOR OBAT TRADISIONAL

DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Yohana Ayu Astiti Kusumaningtyas

NIM : 068114122

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2012

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

i

UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN JATI

BELANDA (Guazumae Folium) YANG DIPERDAGANGKAN DI PASAR

“X”, PASAR “Y”, DAN DISTRIBUTOR OBAT TRADISIONAL

DI YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu SyaratMemperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Yohana Ayu Astiti Kusumaningtyas

NIM : 068114122

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2012

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBT]K SIMPLISIA DAI]N JATI

BELAIYDA (Guazumae Folium) YANG DIPERDAGANGKAN DI PASAR

"x', PASAR *Y',, DAN DISTRTBUTOR OBAT TRADISIONAL

DI YOGYAKARTA

Yang diajukan oleh :

Yohana Ayu Astiti Kusumaningtyas

NIM: 068114122

Telah disetujui oleh:

tanggal:2q &rii rolz

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

BerjudulPengosahan Slaipst

PAI}A SIMPLISIA JATIDAT]N UJI CEMARAN ATT,ATOIGIN SERBI}K (Gttwnne PASARDI BELANDA FoIium)YANG DIPERDAGANGI(AN

e.Xr, PASAR DAh[ OBAT TRAI]ISIONALDISTRIBUTOR '.Y" DI YOGYAKARTA

Oleh:Ayu Astiti KusurnaningtyasYohana

NIM:068114122

Diprtatrankan di hadapan SkripsiPanitia Penguji

Falailtas Farmasi

Sanata

Universitas

Dharma

pada : 3 Juli 2012tanggal

Mengetahui

Falilltas Farmasi

Sanata itas Dharma

ffiZ&

f.r,_.t\

M.Sc.o Apt.,

:Penguji Panitia

Dwiafinaka M.Si.1. Yohanes

Soegihardjoo Dr. Apt.Prof. 2. C.J.

Agustina Setiawati, M.Sc., Apt,3.

Iiii

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

iv

Allah yang memulai pekerjaan baik di antara kitaakan menyelesaikannya

(Flp 1:6).

Kupersembakan karya ini untuk Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria,

Ibu & Bapak tercinta, Mbak Vivien, Abel

Almamater yang kuhormati

Teristimewa untuk Petrus Bonaventura Yudhasisthasiwi,

yang kukasihi.

Terima kasih atas segala doa, dukungan, kepercayaan dan ruang yang kalian berikan

kepadaku untuk menyelesaikan karya ini.

Tuhan memberkati.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUTAhIPUBLIKASI KARYA ILMI.AH UNTUK KEPENTINGA}I AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

: Yohana Ayu Astiti Kusumaningtyas

Nomor Mahasiswa : 068114122

Demi pengembangan ihnu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharrra karya ilmiah saya yang berjudul :

Uji Cemaran Aflatoksin pada Serbuk Simplisia Daun Jati Belanda(Guaatmae Foliam) yang Diperdagankan di Pasar *X', Pasar *P',

dan Distributor Obat Tradisional di Yoryakartr

beserta perangkat yang diperlukan Oila ada). Dengan demikian saya memberikankepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpanr rle-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan datamendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau medialain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ljin daxi saya maupulmemberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagaipenulis.

Demikian pernyataan ini yang sayabuat dengan sebenamya

Dibuat di Yogyakarta

Padatanggal : 26 luli20l2

Yang menyatakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

vi

PRAKATA

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

oleh karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Uji Cemaran Aflatoksin pada Serbuk Simplisia Daun Jati Belanda

(Guazumae Folium) yang Diperdagangkan di Pasar “X”, Pasar “Y”, dan

Distributor Obat Tradisional di Yogyakarta” ini dengan baik. Skripsi ini disusun

untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

(S.Farm.) Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak lepas dari bantuan dari berbagai

pihak, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Oleh karena itu

penulis hendak mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Yohanes Dwiatmaka, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Penguji skripsi ini

atas segala kesabaran untuk menunggu, mendukung, memotivasi,

membimbing, dan memberi arahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, M.Si., Apt. selaku Dosen Penguji skripsi atas

bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

4. Maria Dwi Budi Jumpowati, S.Si. selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan

dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

5. C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt. selaku Dosen Pembimbing

Akademik yang senantiasa mendukung, memotivasi, dan mengingatkan

penulis untuk menyelesaikan segala sesuatu yang telah dimulai.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

vii

6. Mas Wagiran, Mas Sigit, Pak Mukminin, Mas Sarwanto, Mas Andre, Pak

Timbul dan semua staf laboratorium Farmasi yang telah bersedia membantu

dan menemani selama penelitian berlangsung, atas segala kesabaran, bantuan

dan dinamika selama di laboratorium.

7. Sahabat-sahabat terbaik dalam hidupku yang berada di berbagai belahan bumi

ini, terima kasih untuk dukungan dan motivasi yang telah kalian berikan.

8. Teman-teman FST angkatan 2006 atas kebersamaan, persahabatan, suka dan

duka selama ini.

9. Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis namun tidak dapat disebutkan

satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tidak ada manusia yang sempurna, termasuk

penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik, saran dan masukan

dari berbagai pihak demi kemajuan di masa yang akan datang.

Akhir kata, penulis berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak, baik mahasiswa, lingkungan akademis, masyarakat, serta dapat

memberikan sumbangan kecil bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di

bidang kefarmasian.

Penulis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

viii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan indikasi plagiarisme dalam naskah

ini, maka saya bersedia menanggung segala sanksi sesuai peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Yogyakarta, 1 Maret 2012

Penulis

Yohana Ayu Astiti Kusumaningtyas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

ix

UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN JATI

BELANDA (Guazumae Folium) YANG DIPERDAGANGKAN DI PASAR

“X”, PASAR “Y”, DAN DISTRIBUTOR OBAT TRADISIONAL DI

YOGYAKARTA

INTISARIMasyarakat Indonesia sejak dahulu mengenal dan mengkonsumsi

seduhan serbuk simplisia daun jati belanda (Guazumae Folium) sebagai jamupelangsing. Serbuk simplisia daun jati belanda harus memenuhi standar kualitassupaya aman dikonsumsi oleh masyarakat, salah satunya mengenai batas cemaranaflatoksin. Aflatoksin merupakan toksin karsinogenik yang dihasilkan olehkapang Aspergillus flavus dan A. parasiticus. Kadar aflatoksin yangdiperbolehkan dalam simplisia menurut Persyaratan Obat Tradisional yangdikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor661/MENKES/SK/VII/1994 adalah kurang dari 30 bagian per juta (bpj).

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental dandeskriptif komparatif yang bertujuan untuk menguji apakah cemaran aflatoksinyang terkandung dalam serbuk simplisia daun jati belanda yang diperjualbelikandi pasar tradisional “X” dan “Y”, serta di sebuah distributor obat tradisionalmelebihi standar kadar yang diperbolehkan. Uji cemaran aflatoksin ditetapkansecara kualitatif sesuai Parameter Standar Umum Ekstrak Tanaman Obat yangditetapkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia,menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan fase diam silicaGF254 dan fase gerak kloroform - aseton (9:1).

Berdasarkan analisis kualitatif yang ditinjau dari perbandingan antaranilai Rf dan intensitas warna bercak serbuk simplisia daun jati belanda denganstandar aflatoksin berkonsentrasi 25 µg/ml, sampel serbuk simplisia daun jatibelanda yang diperdagangkan di Pasar “Y” memenuhi persyaratan yangditetapkan, dan pada sampel serbuk simplisia daun jati belanda yangdiperdagangkan di Pasar “X” hanya ditemukan satu sampel yang tidak memenuhipersyaratan, sedangkan sampel serbuk simplisia daun jati belanda yangdiperdagangkan di distributor obat tradisional tidak memenuhi persyaratan yangditetapkan.

Kata kunci: aflatoksin, serbuk simplisia daun jati belanda (Guazumae Folium),Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

x

ABSTRACT

Since many years ago, the Indonesian have already known and used theboiled water of bastard cedar’s leaves (Guazumae Folium) as a slimmingmedicinal herbs. The simplisia powder of Guazumae Folium must have a qualitystandart so it is safe to be consumed by people. One of the quality standart isabout aflatoxin level. Aflatoksin is a toxic compound produced by the moldApergillus flavus and A. parasiticus which is carcinogenic for human. Aflatoxinmaximum level that allowed in the traditional medicine is less than 30 part permillion (ppm) based on the requirements set forth Traditional Medicine by theDecree of the Minister of Health of the Indonesian Republic No.661/MENKES/SK/VII/1994.

This is non-experimental research with a comparative description inorder to find out the aflatoxin level in Guazumae Folium traded in “X” market,“Y” market, and the traditional medicinal distibutor in Yogyakarta. Aflatoxincontamination test is qualitatively determined according to the General StandardParameters of Medicinal Plant’s Extract established by the Food and DrugAdministration of Indonesian Republic, using Thin Layer Chromatography (TLC)measurements with silica gel as stationer phase and chlorofom-acetone (9:1) asthe mobile phase.

Based on the result of qualitative analysis, according to the comparationof Rf value and the color intensity measurement between Guazumae Folium and25 µg/ml aflatoxin standart, non of Guazumae Folium traded in “Y” marketcontains Aflatoxin, only one of the Guazumae Folium sample traded in “X”Market contain Aflatoxin, and Guazumae Folium traded in Traditional Medicine’sDistributor is contain the Aflatoxin.

Key words : aflatoxin, simplicia powder of bastard cedar’s leaves (GuazumaeFolium), Thin Layer Chromatography

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ...................................................................... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................... iv

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI .................................................... v

PRAKATA .................................................................................................. vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................................... viii

INTISARI .................................................................................................... ix

ABSTRACT ................................................................................................ x

DAFTAR ISI ................................................................................................ xi

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xvi

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................... 1

B. Perumusan Masalah ............................................................................. 3

C. Keaslian Penelitian ............................................................................. 4

D. Manfaat Penelitian .............................................................................. 4

E. Tujuan Penelitian ................................................................................ 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA .......................................................... 6

A. Jati Belanda ........................................................................................ 6

1. Keterangan botani tanaman jati belanda ....................................... 6

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

xii

2. Deskripsi daun tanaman jati belanda ............................................ 6

3. Pemerian daun jati belanda ........................................................... 7

B. Simplisia ............................................................................................. 8

C. Serbuk Simplisia ................................................................................. 13

D. Aflatoksin ........................................................................................... 14

E. Destilasi Toluena ................................................................................ 16

F. Kromatografi Lapis Tipis .................................................................... 18

G. Landasan Teori ................................................................................... 20

H. Hipotesis ............................................................................................. 22

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 23

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ........................................................... 23

B. Variabel dan Definisi Operasional ...................................................... 23

1. Klasifikasi variabel ...................................................................... 23

2. Definisi operasional ..................................................................... 24

C. Bahan ................................................................................................. 24

D. Alat ..................................................................................................... 25

E. Jalannya Penelitian ............................................................................. 25

1. Pengambilan serbuk simplisia daun jati belanda ........................... 25

2. Identifikasi serbuk simplisia daun jati belanda ............................. 26

3. Pengukuran kadar air serbuk simplisia daun jati belanda dengan

Metode destilasi toluen ................................................................ 26

4. Pembuatan fase gerak untuk KLT ................................................ 26

5. Pembuatan pelarut ........................................................................ 27

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

xiii

6. Preparasi sampel serbuk simplisia daun jati belanda ..................... 27

7. Identifikasi aflatoksin dalam serbuk simplisia daun jati belanda ... 28

F. Analisis Data ...................................................................................... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 30

A. Pengumpulan Bahan ........................................................................... 30

B. Identifikasi Serbuk Simplisia Daun Jati Belanda ................................. 31

C. Pengukuran Kadar Air Serbuk Simplisia Daun Jati Belanda ................ 33

D. Preparasi Sampel Serbuk Simplisia Daun Jati Belanda ........................ 35

E. Identifikasi Aflatoksin ........................................................................ 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 45

A. Kesimpulan ......................................................................................... 45

B. Saran .................................................................................................. 45

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 46

LAMPIRAN ................................................................................................ 49

BIOGRAFI PENULIS ................................................................................. 53

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Hasil identifikasi serbuk simplisia daun jati belanda .................. 32

Tabel II. Kadar air rata-rata serbuk simplisia daun jati belanda ................. 34

Tabel III. Pengukuran nilai Rf kromatogram serbuk simplisia daun jati belanda

dengan deteksi sinar UV 365 nm ................................................ 42

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur aflatoksin ..................................................................... 15

Gambar 2. Skema destilasi toluena .............................................................. 16

Gambar 3. Kromatografi kolom .................................................................. 28

Gambar 4. Kromatogram replikasi 1 dan 2 di bawah sinar UV 254 nm ....... 38

Gambar 5. Kromatogram replikasi 1 dan 2 di bawah sinar UV 365 nm ....... 39

Gambar 6. Kromatogram replikasi 3 di bawah sinar UV 254 nm ................. 39

Gambar 7. Kromatogram replikasi 3 di bawah sinar UV 365 nm ................. 40

Gambar 8. Struktur aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 ........................................ 41

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Data penimbangan untuk preparasi sampel ............................ 50

Lampiran 2. Data perhitungan kadar air .................................................... 50

A. Serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di Pasar “X” 50

B. Serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di Pasar “Y” 51

C. Serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di Pasar “X” 51

Lampiran 3. Foto-foto lain ........................................................................ 52

A. Alat destilasi toluena ........................................................................... 52

B. Penambahan NaCl 0,1% ..................................................................... 52

C. Penambahan heksana .......................................................................... 53

D. Penambahan kloroform ....................................................................... 53

E. Chamber KLT .................................................................................... 54

Lampiran 4. Fragmen serbuk simplisia daun jati belanda dalam monografi

(Dirjen POM RI, 1978) ......................................................... 54

Lampiran 5. Fragmen serbuk simplisia daun jati belanda dilihat dari

mikroskop .............................................................................. 55

A. Rambut penutup berbentuk bintang ..................................................... 55

B. Epidermis dan butir kristal oksalat ...................................................... 55

C. Pembuluh kayu dengan penebalan tangga ........................................... 56

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Masyarakat Indonesia sejak dahulu mengenal dan mengkonsumsi jamu

sebagai warisan turun-temurun dari nenek moyang. Banyak manfaat yang

didapatkan dari mengkonsumsi jamu. Jamu dipercaya bisa meningkatkan fungsi

dan kerja tubuh. Selain itu, jamu biasa digunakan memperbaiki metabolisme

tubuh dan merawat kecantikan diri. Jamu yang sering dikonsumsi masyarakat

sebagai bentuk perawatan tubuh adalah jamu pelangsing. Salah satu simplisia

yang lazim terdapat di dalam komposisi jamu pelangsing adalah jati belanda

(Guazuma ulmifolia Lamk.).

Menurut Rini (2007), seduhan daun kering daun jati belanda dapat

berpengaruh terhadap penurunan berat badan tikus putih. Selain itu, terdapat

penelitian bahwa pemberian infusa daun jati belanda dan daging daun lidah buaya

berpengaruh terhadap penurunan berat badan tikus putih jantan galur Wistar

(Setiyani, 2005). Rahardjo (2004) menyebutkan bahwa ekstrak etanol daun jati

belanda berpengaruh terhadap penurunan aktivitas enzim lipase serum Rattus

norvegicus. Hal ini juga yang mendorong produsen jamu tradisional

menggunakan daun jati belanda sebagai bahan baku jamu, khususnya sebagai

jamu pelangsing.

Daun jati belanda bisa dikonsumsi baik dalam bentuk campuran dengan

simplisia lain, maupun dalam bentuk seduhan serbuk tunggal. Serbuk daun jati

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

2

belanda diperjualbelikan secara bebas di pasar tradisional ataupun di berbagai

distributor obat tradisional. Di Yogyakarta, terdapat beberapa pasar tradisional

yang menyediakan bahan-bahan obat tradisional, termasuk serbuk simplisia daun

jati belanda, antara lain adalah pasar "X" dan pasar "Y". Selain di pasar-pasar

tradisional, serbuk daun jati belanda juga bisa diperoleh di distributor obat

tradisional.

Bahan obat tradisional, termasuk pula serbuk simplisia daun jati belanda,

harus memenuhi persyaratan mutu dan kualitas yang meliputi SQE (Safety,

Quality, Efficacy) supaya bisa dikonsumsi oleh masyarakat. Walaupun sekarang

ini pengolahan jamu telah mengalami kemajuan yang cukup pesat, tidak bisa

dipungkiri bahwa masih banyak kelemahan dalam segi produksi, mulai dari

proses penyiapan bahan baku simplisia, pembuatan simplisia, penyimpanan di

pasaran, dan pengemasan. Salah satu persyaratan keamanan simplisia yang dapat

dikonsumsi masyarakat adalah mengenai batas kandungan cemaran aflatoksin

yang bersifat karsinogenik. Daun jati belanda, terutama yang diproses oleh para

petani dengan pengetahuan kebersihan minimal, memperbesar kemungkinan

pencemaran kapang, tidak terkecuali kapang penghasil aflatoksin, seperti

Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus, sehingga memungkinkan adanya

cemaran aflatoksin di dalamnya (Kuswandi dan Yuswanto, 1981).

Perdagangan serbuk simplisia daun jati belanda sebagai bahan baku

jamu pelangsing di pasar "X", pasar "Y", dan distributor obat tradisional di

Yogyakarta tidak luput dari ancaman pertumbuhan kapang penghasil aflatoksin.

Sumber tanaman serta proses pengolahan dari saat pemanenan daun jati belanda

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

3

hingga menjadi serbuk simplisia hingga didistribusikan di tempat-tempat

perdagangan tersebut tidak diketahui secara pasti sehingga menimbulkan

kecurigaan adanya cemaran kapang dalam serbuk simplisia. Dilihat dari faktor

wadah dan cara penyimpanan di lokasi pasar “X”, pasar “Y”, dan distributor obat

tradisional di Yogyakarta, serbuk simplisia hanya dikemas dalam wadah plastik

tidak kedap udara dan seluruhnya disimpan di rak-rak kayu tanpa adanya

pemisahan antara simplisia yang satu dengan simplisia lainnya. Lamanya rentang

waktu hingga serbuk simplisia daun jati belanda terjual dapat dilihat dari kemasan

serbuk simplisia yang berdebu serta tidak tercantum waktu (tanggal) perolehan

dari petani (tidak ada penerapan metode first in first out), serta faktor lingkungan

antara lain lokasi blok pedagang jamu tradisional di kedua pasar yang lembab

memungkinkan pertumbuhan kapang penghasil aflatoksin yang dapat mencemari

serbuk simplisia daun jati belanda.

Apabila kapang yang mengkontaminasi serbuk simplisia daun jati

belanda merupakan kapang penghasil aflatoksin dan aflatoksin yang dihasilkan

melebihi persyaratan yang ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor 661/MENKES/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat

Tradisional, yaitu tidak lebih dari 30 µg/kg (Dirjen POM RI, 1994), maka akan

sangat berbahaya apabila dikonsumsi masyarakat.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, timbul suatu permasalahan, yaitu

apakah serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di pasar “X”,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

4

pasar “Y”, dan distributor obat tradisional memenuhi persyaratan cemaran

aflatoksin yang diperbolehkan menurut Persyaratan Obat Tradisional yang

dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

661/MENKES/SK/VII/1994?

C. Keaslian Penelitian

Sejauh penelusuran pustaka yang dilakukan penulis, penelitian mengenai

pengujian cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda yang

diperdagangkan di pasar “X”, pasar “Y”, dan distributor obat tradisional di

Yogyakarta belum pernah dipublikasikan. Beberapa penelitian yang telah

dilakukan antara lain:

1. Deteksi aflatoksin dalam simplisia ramuan jamu dan jamu oleh Kuswandi dan

Yuswanto (1981).

2. Uji cemaran aflatoksin pada rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) oleh

Apsari (2010).

3. Uji cemaran aflatoksin pada rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza

Roxb.) oleh Wibowo (2010).

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan mengenai obat

tradisional, terutama mengenai pengujian cemaran aflatoksin pada serbuk

simplisia daun jati belanda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

5

2. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada

akademisi tentang metode pengujian cemaran aflatoksin dalam serbuk

simplisia daun jati belanda. Selain itu, pelitian ini dapat memberikan informasi

kepada masyarakat mengenai salah satu aspek kualitas, yaitu cemaran

aflatoksin, pada serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di

pasar “X”, pasar “Y”, dan distributor obat tradisional di Yogyakarta.

E. Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas

serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di pasar “X”, pasar “Y”,

dan distributor obat tradisional di Yogyakarta, berdasarkan persyaratan kadar

cemaran aflatoksin yang diperbolehkan menurut Persyaratan Obat Tradisional

yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

661/MENKES/SK/VII/1994.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.)

1. Keterangan botani

Sistem klasifikasi tanamam jati belanda

Kingdom: Plantae (Tumbuhan)

Subkingdom: Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas: Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas: Dilleniidae

Ordo: Malvales

Famili: Sterculiaceae

Genus: Guazuma

Spesies: Guazuma ulmifolia Lamk

Jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) merupakan anggota suku

Sterculiaceae (Dirjen POM, 1978). Tanaman jati belanda lebih dikenal di

Sumatera dengan nama jati belanda (Melayu), di pulau Jawa dikenal dengan nama

jati landa, atau jatus landi (Heyne, 1987).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

7

2. Daun jati belanda (Guazumae Folium)

Daun jati belanda (Guazumae Folium) adalah daun tanaman Guazuma

ulmifolia Lamk. Var. tomantosa. K. Schum (Dirjen POM, 1978).

3. Pemerian daun jati belanda

Bentuk daun jati belanda yaitu bundar telur sampai lanset, panjang helai

daun 4 sampai 22,5 cm, lebar daun 2 sampai 10 cm. Pangkal menyerong

berbentuk jantung yang kadang-kadang tidak setangkup, bagian ujung meruncing,

pinggirnya bergigi, permukaan daun bagian atas berambut jarang namun

permukaan bagian bawah berambut rapat. Warna daunnya hijau kecoklatan

hingga coklat muda, tangkai daun memiliki panjang antara 5 sampai 25 mm,

mempunyai daun penumpu berbentuk lanset atau berbentuk paku, panjang 3

sampai 6 mm (Dirjen POM RI, 1978).

Daun jati belanda memiliki bau aromatik lemah dengan rasa agak kelat.

Ciri-ciri mikroskopik daun jati belanda antara lain epidermis atas terdiri dari satu

lapis sel, berambut penutup, berambut kelenjar, kutikula agak besar, dan tidak

terdapat stomata. Epidermis bawah memiliki ciri yang sama dengan epidermis

atas, hanya saja selnya lebih kecil dan memiliki stomata. Rambut penutup

berbentuk menyerupai bintang yang terdiri dari beberapa rambut bersel tunggal,

sedangkan rambut kelenjar terdiri dari dua sampai tiga sel tangkai dan tiga sel

kepala, dengan satu sel kepala lebih besar dari dua sel lainnya. Mesofil terdiri dari

jaringan palisade dan bunga karang, yang di dalamnya terdapat hablur kalsium

oksalat berbentuk prisma (Dirjen POM, 1978). Serbuk daun jati belanda berwarna

hijau tua kecoklatan, memiliki beberapa fragmen pengenal yaitu : rambut penutup

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

8

berbentuk bintang; rambut kelenjar; hablur kalsium oksalat berbentuk prisma;

fragmen epidermis atas dan bawah; serta pembuluh kayu dengan penebalan

tangga (Dirjen POM RI, 1978).

B. Simplisia

Simplisia merupakan bentuk jamak dari kata simplek yang berasal dari

kata simple, dan memiliki arti “sederhana”. Istilah simplisia biasanya digunakan

untuk menyebut bahan-bahan obat alam yang belum mengalami perubahan bentuk

atau masih dalam bentuk aslinya. Menurut Depertemen Kesehatan RI, simplisia

adalah bahan alamiah yang digunakan sebagai obat dan belum mengalami

pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, umumnya berupa bahan

yang telah dikeringkan. Secara umum, simplisia dibagi menjadi tiga kelompok,

yaitu simplisia nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral.

Simplisia nabati ialah simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian suatu tanaman,

eksudat tanaman, atau gabungan dari ketiganya. Yang dimaksud eksudat tanaman

ialah isi sel yang keluar dari tanaman secara spontan atau secara sengaja dengan

cara tertentu (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Selanjutnya, simplisia diolah untuk menjadi produk kefarmasian yang

siap dipakai atau siap untuk diproses pada tahap selanjutnya dalam beberapa

bentuk, antara lain: (1) siap dipakai dalam bentuk serbuk halus, yang digunakan

dengan cara diseduh sebelum diminum (jamu), (2) siap dipakai untuk selanjutnya

dicacah dan digodog sebagai jamu godogan (infusa), dan (3) diproses selanjutnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

9

menjadi bentuk sediaan farmasi lain, yang umumnya melalui proses ekstraksi

(Gunawan dan Mulyani, 2004).

Suatu simplisia yang digunakan sebagai bahan baku (awal) atau sebagai

produk yang siap dikonsumsi secara langsung, minimal harus dapat memenuhi

parameter standar umum mengenai:

1. Kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian (bebas dari segala kontaminasi

kimia maupun biologis), dan kestabilan (dalam wadah, penyimpanan, dan

proses distibusi transportasi).

2. Tiga paradigma parameter produk kefarmasian, yaitu Safety, Quality, Efficacy

(aman, bermutu, dan bermanfaat).

3. Informasi komposisi (jenis dan kadar) senyawa yang terkandung di dalamnya

(Dirjen POM RI, 2000).

Oleh karena itu, untuk memenuhi persyaratan tersebut, ada beberapa faktor

penting yang berpengaruh, antara lain: (1) bahan baku simplisia, (2) proses

pembuatan simplisia, dan (3) cara pengepakan dan penyimpanan simplisia (Dirjen

POM RI, 1985).

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia bisa diperoleh dari tanaman yang

dibudidayakan atau dari tanaman liar. Keseragaman umur, masa panen, galur (asal

usul, garis keturunan) tanaman budidaya dapat dipantau. Namun tidak demikian

dengan tanaman liar. Banyak kendala dan variabilitas yang tidak bisa

dikendalikan seperti umur, asal tanaman, dan tempat tumbuh. Variasi seperti

itulah yang dapat mengurangi mutu simplisia (Gunawan dan Mulyani, 2004).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

10

Pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Secara umum, tahapan

pembuatan simplisia adalah sebagai berikut.

1. Pengumpulan bahan baku

Tahapan pengumpulan bahan baku merupakan tahap yang sangat

menentukan kualitas bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam tapan ini

ialah masa panen. Misalnya pada bahan baku daun atau herba. Untuk

mendapatkan daun atau herba yang berkualitas, pemanenan dilakukan pada saat

proses fotosintesis berlangsung maksimal. Proses tersebut ditandai saat tanaman

mulai berbunga atau buah mulai masak, sedangkan untuk pengambilan pucuk

daun, dianjurkan dipetik ketika warna pucuk daun berubah menjadi daun tua

(Gunawan dan Mulyani, 2004).

2. Sortasi basah

Sortasi basah merupakan pemilihan hasil panen ketika tanaman masih

segar. Sortasi basah bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan

asing, memisahkan bahan tanaman yang berukuran besar atau kecil, serta

memisahkan bahan tanaman yang tua dengan yang muda (Sembiring, 2007).

Sortasi antara lain dilakukan terhadap tanah dan kerikil, rumput-rumputan liar,

bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak digunakan, serta

bagian tanaman yang rusak (misalnya dimakan ulat) (Gunawan dan Mulyani,

2004).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

11

3. Pencucian

Pencucian simplisia dilakukan untuk menghilangkan kotoran yang

menempel pada tanaman, terutama kotoran yang berasal dari dalam tanah, dan

bahan-bahan kimia seperti pestisida (Gunawan dan Mulyani, 2004). Pencucian

juga bertujuan untuk mengurangi mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian

dilakukan dengan menggunakan air bersih dan dalam waktu sesingkat mungkin

(Dirjen POM RI, 1985). Menurut Gunawan dan Mulyani (2004), pencucian

sayuran sebanyak satu kali akan menurunkan jumlah mikroba sebanyak 25%.

Namun pencucian yang dilakukan sebanyak tiga kali hanya akan menurunkan

mikroba sebesar 58%.

4. Pengubahan bentuk

Cepat lambatnya proses pengeringan bahan baku simplisia dipengaruhi

oleh luas permukaan bahan baku. Untuk memperluas permukaan bahan baku

diperlukan proses pengubahan bentuk simplisia. Proses pengubahan bentuk ini

meliputi beberapa perlakuan sebagai berikut.

(a) Perajangan untuk rimpang, daun, dan herba,

(b) pengupasan untuk buah, kayu, kulit kayu, dan biji-bijian berukuran besar,

(c) pemisahan biji dari bonggol, seperti pada jagung,

(d) pemotongan untuk akar, batang, kayu, kulit kayu, dan ranting, dan

(e) penyerutan untuk kayu (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Perlu diperhatikan bahwa semakin luas dan tipis permukaan suatu bahan

baku maka akan semakin cepat penguapan air, sehingga waktu pengeringan

semakin cepat. Namun jika permukaan bahan terlalu luas atau ketebalannya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

12

terlalu tipis, maka dapat menyebabkan hilangnya zat-zat yang mudah menguap,

sehingga komposisinya dapat berubah (Dirjen POM RI, 1985).

5. Pengeringan

Pengeringan merupakan tahapan yang penting diperhatikan dalam

pembuatan simplisia. Kesalahan dalam pengeringan akan menyebabkan kerusakan

berupa hilangnya komponen penting ataupun kontaminasi jamur dan kotoran.

Kandungan air pada simplisia akan mempengaruhi daya tahan simplisa tersebut

terhadap serangan jamur (Winarno, 1980). Selain bertujuan untuk menghilangkan

kandungan air, pengeringan juga bertujuan untuk menghilangkan aktivitas enzim

yang bisa menguraikan kandungan zat aktif dan mempermudah proses selanjutnya

(bahan menjadi ringkas, mudah disimpan, tahan lama) (Gunawan dan Mulyani,

2004).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan pada suatu proses Pengeringan

adalah waktu pengeringan, suhu pengeringan, kelembaban udara di sekitar tempat

pengeringan, ketebalan bahan baku, sirkulasi udara, serta luas permukaan bahan.

Faktor-faktor tersebut perlu disesuaikan dengan variasi bahan yang akan

dikeringkan. Misalnya pengeringan bahan berupa daun-daunan seperti jati

belanda, pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari, oven,

ataupun blower. Jika suhu pengeringan terlalu tinggi, dikhawatirkan akan merusak

kandungan zat aktif dalam bahan, sehingga mutunya menurun. Pada umumnya,

bahan yang sudah kering memiliki kandungan air sekitar 8%-10% (Sembiring,

2007).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

13

6. Sortasi kering

Sortasi kering ialah pemilihan bahan setelah mengalami proses

pengeringan (Gunawan dan Mulyani, 2004). Pemilihan dilakukan terhadap bahan-

bahan yang terlalu gosong akibat pengeringan, pengotor-pengotor lain yang

tertinggal pada simplisia kering, maupun bagian tanaman yang tidak diinginkan

(Dirjen POM RI, 1985).

7. Pengepakan dan penyimpanan

Setelah tahap sortasi kering, simplisia perlu ditempatkan dalam suatu

wadah agar tidak saling bercampur antar simplisia satu dan yang lain (Sembiring,

2007). Wadah yang dapat digunakan memiliki beberapa persyaratan antara lain

harus inert; tidak beracun bagi bahan yang diwadahi; mampu melindungi

simplisia dari cemaran mikroba, kotoran, maupun serangga; mampu melindungi

simplisia dari penguapan kandungan zat aktif; serta mampu melindungi simplisia

dari pengaruh oksigen, cahaya, dan uap air (Gunawan dan Mulyani, 2004).

C. Serbuk Simplisia

Serbuk simplisia dihasilkan dari simplisia yang mengalami suatu proses

pembuatan serbuk (penyerbukan). Simplisia dibuat menjadi serbuk simplisia

dengan menggunakan peralatan tertentu hingga mencapai derajat kehalusan

tertentu (Dirjen POM RI, 2000). Pembuatan serbuk simplisia bertujuan untuk

mempermudah penggunaan oleh konsumen. Serbuk simplisia dapat dikonsunmsi

dengan cara diseduh dengan air panas, atau diolah untuk menjadi bentuk lainnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

14

yang sesuai dengan kabutuhan konsumen seperti misalnya bentuk param, pilis,

pil, kapsul, tablet, dan suspensi (Sutrisno, 1986).

Bentuk serbuk simplisia memiliki keuntungan dan kerugian antara lain:

1. Mempermudah konsumen untuk mengkonsumi karena hanya perlu diseduh

dan kemudian disaring, sehingga air seduhan serbuk simplisia bisa langsung

dikonsumsi. Serbuk simplisia juga bisa diubah bentuknya menjadi bermacam-

macam bentuk sediaan tergantung kepada fungsi dan tujuan pemakaiannya

(Sutrisno, 1986).

2. Semakin halus suatu simplisia, semakin rumit peralatan yang digunakan

untuk filtrasi, namun proses ekstraksinya akan semakin efektif.

3. Pada saat proses penyerbukan, terjadi gesekan antara simplisia dengan

peralatan yang digunakan (misalnya logam). Panas yang timbul karena

adanya gesekan tersebut dapat berpengaruh pada kandungan senyawa dalam

simplisia (Dirjen POM RI, 2000).

4. Pada serbuk simplisia tidak dapat dilakukan analisis secara makroskopik.

Pemeriksaan mutu yang dapat dilakukan hanya melalui pemeriksaan

mikroskopik dan kimiawi. Selain itu, semakin halus derajat serbuknya,

semakin sulit pula pengenalan sel-sel atau jaringan tananmannya (Sutrisno,

1986).

D. Aflatoksin

Aflatoksin (aspergillus flavus toxin) adalah suatu jenis mikotoksin yang

terdapat pada bahan pangan. Aflatoksin ditemukan sekitar tahun 1960 akibat

adanya epidemi besar-besaran pada ternak di Inggris yang menelan lebih dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

15

seratus ribu ekor korban ternak. Aflatoksin secara alami terdapat pada tanaman

pangan, terutama pada kacang-kacangan. Bahan-bahan ini ditumbuhi kapang

selama pemanenan dan penyimpanan dalam kondisi lembab. Toksin ini dihasilkan

dari kapang Aspergillus flavus dan genus aspergillus lainnya, yang diproduksi

pada suhu antara 7,5-40oC, dengan suhu optimum 24-28oC. Aflatoksin dapat

menyebabkan toksigenik (menimbulkan keracunan), mutagenik (menimbulkan

mutasi), teratogenik (menimbulkan penghambatan pada pertumbuhan janin), dan

karsinogenik (menimbulkan kanker) (Makfoeld,1993).

Secara garis besar, aflatoksin terdiri dari enam komponen induk (Gambar

1.), yaitu aflatoksin B1 (AfB1), aflatoksin B2 (AfB2), aflatoksin G1 (AfG1),

aflatoksin G2 (AfG2), aflatoksin M1 (AfM1), aflatoksin M2 (AfM2). Dari keenam

komponen induk tersebut, Makfoeld (1993) menyebutkan bahwa komponen

aflatoksin yang paling berbahaya adalah AfB1 dan jumlahnya paling banyak

terdapat di alam.

Gambar 1. Struktur Aflatoksin

Sumber: www.mycotoxins.info,myco_info,science_moa.html

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

16

Alflatoksin tahan terhadap panas, pencampuran, dan beberapa bahan

kimia. Menurut Manik (2003), aflatoksin memiliki sifat khas, yaitu dapat

berfluoresensi jika terpapar sinar ultraviolet, sehingga sifat tersebut dapat

digunakan untuk uji kualitatif maupun kuantitatif. Aflatoksin B berfluoresensi

biru (Blue), sedangkan Aflatoksin G berfluoresensi hijau (Green). Aflatoksin

bersifat sangat tidak larut dalam air, larut dalan aseton atau kloroform, dengan Aw

(water activity) minimal 0,78 dan optimal 0,98 (Muchtadi, 2005).

E. Destilasi Toluena

Destilasi toluen, atau yang biasa disebut metode azeotropi merupakan

salah satu metode yang digunakan untuk menetapkan kadar air pada suatu bahan.

Metode ini didasarkan pada perbedaan berat jenis dan polaritas antara air dan

toluen (Dirjen POM RI, 1995).

Keterangan :

A = Labu kaca 500 ml

B = Perangkap

C = Pendingin refluks

D = Tabung penghubung

E = Tabung penerima kapasitas 5 ml

Gambar 2. Skema destilasi toluen

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

17

F. Kromatografi Kolom

Kromatografi adalah suatu proses pemisahan senyawa. Dahulu,

kromatografi digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa berwarna. Namun

saat ini, kromatografi juga digunakan untuk memisahkan senyawa-senyawa yang

tidak berwarna, termasuk di antaranya berbentuk gas. Pada dasarnya semua

metode kromatografi menggunakan dua fase, yaitu fase diam (stationary phase)

dan fase gerak (mobile phase) (Sastrohamidjojo, 2002). Fase diam dapat berupa

bahan padat (porus) dalam bentuk cairan, sedangkan fase gerak dapat berupa

cairan atau gas (Rohman, 2009).

Kromatografi kolom sering disebut dengan kromatografi serapan

(absorption chromatography). Bahan yang sering digunakan sebagai penyerap

antara lain silika gel dan aluminium oksida. Bahan-bahan tersebut dimasukkan

dalam tabung kaca atau kwarsa dengan ukuran tertentu dan mempunyai lubang

pengalir keluar dengan ukuran tertentu (Dirjen POM RI, 1979 b).

Sampel yang diperiksa dilarutkan dalam sedikit pelarut, kamudian

dimasukkan melalui puncak kolom dan dibiarkan mengalir melalui zat penyerap.

Zat tertentu nantinya akan diserap dari larutan oleh bahan penyerap. Selanjutnya,

dengan atau tanpa tekanan udara, masing-masing zat tersebut akan bergerak turun

dengan kecepatan yang spesifik, sehingga terjadi suatu pemisahan dalam kolom

yang disebut kromatogram. Kecepatan bergerak zat akan dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti daya serap bahan penyerap, sifat pelarut, dan suhu sistem

kromatografi (Dirjen POM RI, 1979).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

18

Pemisahan yang banyak dilakukan selama ini model kromatogram

mengalir, yaitu pemisahan dengan cara mengalirkan pelarut melalui kolom,

sehingga zat yang dikehendaki keluar dari dalam kolom. Kromatografi ini juga

dapat dilakukan dengan mengalirkan pelarut yang sama atau pelarut yang berbeda,

yang memiliki daya elusi lebih kuat (Dirjen POM RI, 1979).

Kecepatan pergerakan zat terlarut melalui fase diam ditentukan oleh

perbandingan distribusinya (D), dan besarnya D ditentukan oleh afinitas relatif zat

pada fase diam dan fase gerak. Nilai D, dalam konteks kromatografi, didefinisikan

sebagai perbandingan antara konsentrasi zat dalam fase diam (Cs) dengan

konsentrasi zat dalam fase gerak (Cm). Semakin besar nilai D maka migrasi zat

semakin lambat, dan sebaliknya, semakin kecil nilai D, maka migrasi zat akan

semakin cepat (Rohman, 2009).

G. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah metode pemisahan komponen-

komponen atas dasar perbedaan adsorbsi atau partisi oleh fase diam di bawah

gerakan pelarut pengembang (fase gerak) atau campuran pelarut pengembang

(Mulya dan Suharman, 1995). Kromatografi ini merupakan salah satu metode

kromatografi planar. Fase diam KLT berupa lapisan yang seragam pada

permukaan bidang datar yang didukung oleh suatu lempengan kaca, pelat

aluminium, ataupun pelat plastik (Rohman, 2009).

Pemilihan fase gerak untuk pengembangan sangat dipengaruhi oleh

polaritas dan macam zat-zat kimia yang dipisahkan. Fase diam yang umum

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

19

digunakan adalah silika gel yang dicampur dengan kalsium sulfat untuk

menambah daya ikat partikel silika gel pada pendukung (pelat). Fase diam lainnya

yang banyak digunakan antara lain alumina, serbuk selulose, kanji, dan sephadex

(Mulya dan Suharman, 1995).

Parameter suatu kromatografi lapis tipis adalah faktor retensi (Rf), yaitu

perbandingan jarak yang ditempuh solut dengan jarak yang ditempuh fase gerak.

Rumusnya pengukuran Rf adalah sebagai berikut:

Harga Rf umumnya lebih kecil dari 1, dan apabila dikalikan dengan 100, maka

akan berharga 1-100, sehingga parameter ini dapat digunakan untuk perhitungan

kualitatif dalam pengujian sampel dengan menggunakan metode kromatografi

lapis tipis (Sumarno, 2001).

Pemisahan yang optimal pada kromatografi lapis tipis akan diperoleh

hanya jika penotolah sampel dilakukan dengan ukuran bercak sekecil dan

sesempit mungkin. Seperti pada prosedur kromatografi lainnya, jika sampel yang

digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan sampel yang

tidak tepat akan menyebabkan bercak melebar dan munculnya puncak ganda.

Diameter bercak yang direkomendasikan untuk tujuan KLT densitometri adalam 2

mm untuk volume sampel 0,5 µl (Gholib dan Rohman, 2007).

Reprodusibilitas kromatogram dapat dipertahankan dengan cara

menotolkan sampel dengan volume minimal 0,5 µl. Jika volume sampel yang

akan ditotolkan lebih besar dari 2-10 µl, maka penotolan harus dilakukan bertahap

dengan dilakukan pengeringan antartotolan. Setelah itu, tahap selanjutnya adalan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

20

pengembangan sampel dalan bejana kromatografi. Bagian bawah lempeng lapis

tipis yang telah ditotoli sampel dicelupkan ke dalam fase gerak, kurang lebih

setinggi 0,5-1 cm. Tinggi fase gerak harus berada di bawah totolan sampel yang

diuji (Gholib dan Rohman, 2007).

Perlu diingat bahwa sebelum penotolan sampel, bejana kromatografi harus

dijenuhkan terlebih dahulu dengan uap fase gerak yang digunakan. Biasanya

bejana dilapisi oleh kertas saring, kemudian fase gerak dimasukkan ke dalamnya,

dan bejana ditutup rapat. Jika fase gerak sudah mencapai ujung permukaan atas

kertas saring, maka dapat dikatakan bahwa bejana dan fase gerak telah jenuh dan

siap digunakan (Gholib dan Rohman, 2007).

Bercak pemisahan pada KLT umumnya adalah bercak tidak berwarna.

Deteksinya dapat dilakukan secara fisika maupun kimia. Deteksi secara fisika

yang dapat dilakukan adalah dengan fluoresensi sinar ultraviolet dan pencacahan

radioaktif. Fluoresensi sinar ultraviolet bisa digunakan untuk senyawa yang dapat

berfluoresensi. Deteksi secara kimia dapat dilakukan melalui penyemprotan pelat

dengan reagen yang spesifik untuk senyawa yang diteliti (Gholib dan Rohman,

2007).

H. Landasan Teori

Tahapan-tahapan dalam pembuatan serbuk simplisia daun jati belanda

dapat mempengaruhi kualitasnya, terutama mengenai kandungan cemaran

aflatoksin yang dapat dipicu oleh kadar air yang terdapat di dalamnya. Kadar air

dalam serbuk simplisia dapat mempengaruhi pertumbuhan kapang, tidak

terkecuali kapang yang berpotensi menghasilkan aflatoksin, yaitu Aspergillus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

21

flavus dan Aspergillus parasiticus. Jika kadar air meningkat, maka ada

kemungkinan pertumbuhan kapang Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus

juga meningkat. Suhu dan kelembaban udara di lokasi pengambilan sampel juga

dapat mendukung pertumbuhan kapang tersebut. Apabila pertumbuhan kapang

Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus meningkat, maka dapat memicu

peningkatan produksi aflatoksin dalam serbuk simplisia daun jati belanda. Selain

itu, kondisi dan lama penyimpanan serbuk simplisia yang tidak dapat terkontrol di

pasar dan distributor tempat pengambilan sampel juga dapat memperbesar potensi

pembentukan aflatoksin dalam serbuk simplisia daun jati belanda.

Aflatoksin, mikotoksin yang dihasilkan oleh kapang Aspergillus flavus

dan Aspergillus parasiticus, jika terpapar dalam jumlah tertentu pada tubuh

manusia dapat menyebabkan keracunan akut, dan jika terpapar dalam kurun waktu

yang panjang dapat menyebabkan toksigenik kronis, mutagenik, teratogenik, dan

karsinogenik. Bahkan pada kasus serius, aflatoksin dapat menyebabkan kematian.

Karena pada kadar tertentu aflatoksin memiliki efek yang negatif bagi tubuh,

maka Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM) Republik

Indonesia menetapkan batas kandungan cemaran aflatoksin pada sediaan obat

tradisional, yaitu tidak lebih dari 30 bpj (bagian per juta).

Dewasa ini, diperlukan suatu penelitian mengenai kandungan cemaran

aflatoksin yang terdapat di dalam sediaan obat tradisional untuk menjamin

kualitas sesuai dengan peraturan yang ditetapkan pemerintah. Sediaan obat

tradisional berupa serbuk simplisia daun jati belanda diperdagangkan secara bebas

di pasar-pasar tradisional dan sebagaian besar belum melalui proses pengecekan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

22

mengenai kandungan aflatoksinnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu penelitian

untuk mengetahui kandungan cemaran aflatoksin dalam serbuk simplisia daun jati

belanda.

Uji cemaran aflatoksin dalam sediaan obat tradisional secara kualitatif

dapat dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dengan deteksi

menggunakan sinar ultra violet. Aflatoksin memiliki sifat dasar dapat

berfluoresensi di bawah sinar ultra violet (UV) 254 nm dan 365 nm, sehingga

akan mudah diamati. Selain menggunakan sinar UV sebagai pendeteksi

keberadaan aflatoksin, dapat juga digunakan pereaksi semprot vanilin-asam sulfat.

Metode KLT cocok digunakan sebagai deteksi awal (uji kualitatif) adanya

aflatoksin karena relatif mudah dan efisien untuk dilakukan dibandingkan dengan

metode kromatografi yang lain seperti High Performance Liquid Chromatography

(HPLC), sehingga metode ini dapat digunakan oleh Industri Kecil Obat

Tradisional (IKOT) untuk menjamin kualitas sediaannya.

I. Hipotesis

Serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di pasar “X”,

pasar “Y”, dan distributor obat tradisional memenuhi persyaratan kadar cemaran

aflatoksin dalam obat tradisional, sesuai dengan Persyaratan Obat Tradisional

yang diputuskan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

661/MENKES/SK/VII/1994.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

23

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non-eksperimental, karena

tidak diberikan perlakuan terhadap subjek uji. Rancangan penelitian ini bersifat

deskriptif komparatif, karena hanya mendeskripsikan keadaan subjek uji,

kemudian hasil yang didapatkan dibandingkan dengan standar yang ada.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Klasifikasi variabel

a. Variabel bebas : serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di

pasar “X”, pasar “Y”, dan distributor obat tradisional di Yogyakarta.

b. Variabel tergantung : kandungan aflatoksin dalam serbuk simplisia daun jati

belanda yang diperdagangkan di pasar “X”, pasar “Y”, dan distributor obat

tradisional di Yogyakarta.

c. Variabel pengacau terkendali : penyimpanan serbuk simplisia daun jati

belanda yang diperdagangkan di pasar “X”, pasar “Y”, dan distributor obat

tradisional di Yogyakarta, proses preparasi serta bahan-bahan dan alat-alat

uji yang digunakan.

d. Variabel pengacau tidak terkendali : kondisi yang terkait dengan waktu,

umur, dan tempat tumbuh tanaman jati belanda, suhu dan penyimpanan

pada saat berada di pasar atau distributor obat tradisional.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

24

2. Definisi operasional

a. Serbuk simplisia daun jati belanda adalah simplisia daun jati belanda yang

diperdagangkan di pasar “X”, pasar “Y”, dan distributor obat tradisional di

Yogyakarta yang diserbuk, diayak, dan kemudian disimpan dalam wadah

tertutup rapat.

b. Uji cemaran aflatoksin dengan KLT untuk jenis aflatoksin B1, B2, G1, dan

G2 adalah suatu uji kualitatif untuk mengetahui ada tidaknya cemaran

aflatoksin B1, B2, G1, dan G2 dalam serbuk simplisia daun jati belanda.

c. Distributor obat tradisional adalah usaha kecil menengah yang

mendistribusikan simplisia bahan obat tradisional kepada penjual di pasar

tradisional dan kepada konsumen.

C. Bahan

Bahan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah serbuk simplisia

daun jati belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.), yang diperoleh dari Pasar “X”,

Pasar”Y”, dan sebuah distributor jamu tradisional di Jalan Godean, Yogyakarta.

Bahan-bahan kimia yang digunakan memiliki derajat pro analysis, yaitu

berupa etanol (Merck), toluena (Merck), kloroform (Merck), aseton (Merck),

metanol (Merck), heksana (Merck), dietileter (Merck), standar aflatoksin (Merck),

lempeng KLT (Merck), glass wool, silica gel GF254. Selain itu, bahan-bahan lain

yang digunakan adalah aquadest, dan kertas Whatmann. Seluruh bahan ini

diperoleh dari Laboratorium Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

25

D. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

a. Oven dan waterbath (Memmert)

b. Shaker dan hot plate (Heidolph MR 2002)

c. Neraca analitik (Presicion Balance Model AB-204, Mettler Toledo)

d. Seperangkat alat gelas berupa gelas Beker, Erlenmeyer, gelas ukur, labu

ukur, cawan porselen, pipet tetes, batang pengaduk, alat destilasi toluena

(Pyrex Iwaki Glass)

e. TLC chamber

f. lampu UV 254 nm dan 365 nm

g. Kamera digital (Canon Coolpix L18).

E. Jalannya Penelitian

1. Pengambilan serbuk simplisia daun jati belanda

Serbuk simplisia daun jati belanda diperoleh dari pasar “X” , pasar

“Y”, dan sebuah distributor obat tradisional di Yogykarta. Sampel diambil

selama bulan Oktober 2010. Sampling dilakukan dengan mengambil

sebanyak 100 g serbuk simplisia daun jati belanda pada setiap blok

pedagang obat tradisional hingga didapatkan total serbuk simplisia daun

jati belanda sebanyak 400 g.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

26

2. Identifikasi serbuk simplisia daun jati belanda

Identifikasi serbuk simplisia daun jati belanda dilakukan secara

organoleptik dan mikroskopik dengan cara berikut.

a. Organoleptik, yaitu pengamatan warna, bau, dan rasa serbuk simplisia

daun jati belanda

b. Mikroskopik, yaitu serbuk simplisia daun jati belanda diamati dalam

larutan kloralhidrat menggunakan mikroskop.

3. Pengukuran kadar air serbuk simplisia daun jati belanda dengan

metode destilasi toluena

Pengukuran kadar air serbuk simplisia daun jati belanda dilakukan

dengan cara destilasi toluena. Sebanyak 20 g serbuk simplisia daun jati

belanda dimasukkan pada labu destilasi, kemudian ditambahkan 20 ml

toluena, didestilasi selama satu jam. Destilat lalu diukur volumenya dan

dihitung persentase kadar air (% v/b) yang terkandung dalam serbuk

simplisia daun jati belanda.

4. Pembuatan fase gerak untuk KLT

Dibuat 100 ml fase gerak kloroform : aseton dengan perbandingan

(9:1). Sebanyak 225 ml kloroform dicampurkan dengan 25 ml aseton

dalam labu takar 250 ml, kemudian dijenuhkan dalam chamber KLT

selama 15 menit.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

27

5. Pembuatan pelarut

Pelarut metanol-aquadest dibuat dengan perbandingan (80:20)

sebanyak 250 ml. Sebanyak 200 ml metanol dicampurkan dengan 50 ml

aquadest dalam labu takar 250 ml.

6. Preparasi sampel serbuk simplisia daun jati belanda

Sebanyak 3,125 g sampel ditimbang seksama, kemudian

ditambahkan 12,5 ml pelarut metanol-aquadest (80 : 20). Campuran

dikocok dengan shaker selama 15 menit, kemudian disaring dengan kertas

saring Whatman. Sebanyak 5 ml filtrat diambil, ditambah dengan 5 ml

NaCl 0,1% dan 2,5 ml heksana. Lapisan bawah diambil (lapisan atas

dibuang), diekstraksi lagi dengan 2,5 ml heksana, lapisan bawah diambil.

Filtrat (lapisan bawah) tersebut ditambah dengan 2,5 ml kloroform,

kemudian diekstraksi selama ± 10 menit. Lapisan bawah diambil (lapisan

atas disisihkan), ditampung dalam cawan petri (A). Lapisan atas ditambah

2,5 ml kloroform, kemudian diekstraksi ± 4 menit, lapisan bawah diambil.

Ditampung pada cawan petri A. Filtrat diuapkan di udara luar.

7. Preparasi kolom

Kolom dibuat dengan cara memasukkan sedikit glass wool pada

pipet tetes kecil, kemudian ditambahkan dengan silica gel setinggi 5 cm

dari pemukaan glass wool. Lalu pada permukaan atas silica gel ditutup

dengan sedikit glass wool.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

28

Gambar 3. Kromatografi Kolom

Kolom dialiri dengan 3 ml heksana. Setelah itu kolom dialiri

dengan 3 ml kloroform. Hasil sampel dilarutkan dengan 6 ml kloroform,

kemudian dimasukkan ke dalam kolom. Kolom dialiri kembali dengan 3

ml heksana. Kolom dialiri dengan 3 ml eter, lalu dialiri dengan 3 ml

kloroform, lakukan 1x. Kolom dialiri dengan 3 ml fase gerak kloroform-

aseton (9 : 1). Filtrat ditampung dalam cawan porselen dan diuapkan

dalam penangas hingga kering. Saat akan ditotolkan, sampel dilarutkan

dengan 0,5 ml metanol.

8. Identifikasi aflatoksin dalam serbuk simplisia daun jati belanda

Sampel ditotolkan sebanyak 3 bercak, masing-masing 5 µl,

kemudian standar aflatoksin - yang merupakan gabungan dari aflatoksin B1,

aflatoksin B2, aflatoksin G1, dan aflatoksin G2 - ditotolkan. Sampel

dikembangkan pada fase gerak (pelat dicelupkan dalam chamber) hingga

batas akhir (jarak 18 cm) dari penotolan. Pelat KLT diambil, kemudian

dikeringkan. Bercak yang terbentuk dideteksi menggunakan sinar UV 254

nm dan 365 nm. Apabila tidak nampak bercak setelah dideteksi dengan

diameter = 5-6 mm

silica gel

glass wool5 cm

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

29

sinar UV 254 nm dan 365 nm, maka dilakukan penyemprotan dengan

raegen vanilin-asam sulfat. Bercak berwarna biru atau hijau kebiruan

menandakan aflatoksin positif. Nilai Rf hasil elusi sampel dan standar

aflatoksin diketahui dari membandingkan jarak bercak elusi dengan jarak

elusi.

F. Analisis Data

Data yang akan terkumpul dari penelitian ini adalah data kadar air

dalam serbuk simplisia daun jati belanda serta data Rf sampel yang

dibandingkan dengan harga Rf standar aflatoksin. Apabila tidak nampak

bercak yang sesuai dengan Rf dan warna standar aflatoksin, maka dapat

dikatakan sampel serbuk simplisia daun jati belanda tidak mengandung

cemaran aflatoksin.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

30

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pengumpulan Bahan

Bahan berupa serbuk simplisia daun jati belanda diperoleh dari

pedagang di dua pasar yang berada di wilayah Kota Yogyakarta, yakni pasar “X”

dan pasar “Y”, serta dari sebuah distributor obat tradisional. Alasan pemilihan dua

pasar tersebut sebagai tempat pengambilan bahan penelitian adalah karena kedua

pasar tersebut termasuk dalam pasar besar di Kota Yogyakarta yang banyak

dikunjungi oleh masyarakat, baik masyarakat di Yogyakarta maupun masyarakat

dari daerah di luar Yogyakarta. Pengambilan sampel tidak dilakukan di pasar yang

lain karena masing-masing hanya terdapat satu pedagang obat tradisional

sehingga tidak memenuhi kriteria untuk dijadikan sumber pengambilan sampel.

Pengambilan bahan penelitian juga dilakukan di sebuah distributor obat

tradisional. Pengambilan bahan penelitian dari distributor obat tradisional adalah

bertujuan untuk membandingkannya dengan bahan penelitian yang dijual di pasar

tradisonal karena terdapat perbedaan kondisi (cara, tempat) penyimpanan, lama

penyimpanan, suhu, dan kelembaban di antara keduanya.

Pengambilan serbuk simplisia daun jati belanda dilakukan pada bulan

Juni-Juli 2011. Pengambilan bahan dilakukan pada bulan-bulan tersebut karena

diharapkan serbuk simplisia yang diperoleh memiliki kadar air yang rendah dan

mengandung banyak senyawa aktif. Metode sampling yang digunakan pada ke

dua pasar adalah metode sampling sistematis. Pedagang yang menjual serbuk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

31

simplisia daun jati belanda dipilih secara acak sejumlah empat pedagang,

kemudian pada masing-masing pedagang diambil serbuk simplisia sebanyak 100

g, sedangkan pada distributor obat tradisional hanya diambil serbuk simplisia

sebanyak 100 g. Serbuk simplisia kemudian diperlakukan sesuai dengan standar

teknis prosedur pengujian cemaran aflatoksin pada obat tradisional.

B. Identifikasi Serbuk Simplisia Daun Jati Belanda

Identifikasi serbuk simplisia daun jati belanda bertujuan untuk

mengetahui apakah bahan yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar

merupakan serbuk simplisia daun jati belanda. Identifikasi dilakukan dengan cara

membandingkan serbuk simplisia daun jati belanda dengan monografi standar

tanaman obat. Monografi yang dijadikan acuan dalam penelitian ini adalah Dirjen

POM RI, 1979. Identifikasi yang dilakukan meliputi organoleptik (warna, bau,

dan rasa) dan mikroskopik. Pengamatan secara mikroskopik dilakukan dengan

mengamati fragmen-fragmen pengenal menggunakan mikroskop. Bahan yang

diidentifikasi pada penelitian ini yaitu serbuk simplisia daun jati belanda yang

didapatkan dari pasar “X”, pasar “Y”, dan distributor obat tradisional. Karena

bahan yang identifikasi berupa serbuk simplisia, maka identifikasi makroskopik

tidak perlu dilakukan.

Berdasarkan pengamatan secara organoleptik dan mikroskopik, dapat

dibuktikan pada tabel 1 bahwa bahan yang didapatkan dari pasar “X”, pasar “Y”,

dan distributor obat tradisional merupakan serbuk simpisia daun jati belanda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

32

Tabel I. Hasil identifikasi serbuk simplisia daun jati belanda

IdentifikasiMateria Medika

Indonesia jilid IIIPasar “X” Pasar “Y”

Distributor Obat

tradisional

Organo-

leptik

Berwarna hijau

kecoklatan, bau

aromatik lemah,

rasa kelat

Berwarna hijau

tua, bau aromatik

lemah, rasa kelat.

Berwarna hijau tua

kecoklatan, bau

aromatik lemah,

rasa kelat.

Berwarna hijau tua,

bau aromatik

lemah, rasa kelat.

Mikros-

kopik

Memiliki beberapa

fragmen pengenal

yaitu : rambut

penutup berbentuk

bintang; rambut

kelenjar; hablur

kalsium oksalat

berbentuk prisma;

fragmen epidermis

atas dan bawah;

serta pembuluh

kayu dengan

penebalan tangga.

Memiliki

fragmen pengenal

berupa rambut

penutup

berbentuk

bintang, rambut

kelenjar, fragmen

epidermis atas

dan bawah, dan

hablur kalsium

oksalat.

Memiliki fragmen

pengenal berupa

rambut penutup

berbentuk bintang,

rambut kelenjar,

fragmen epidermis

atas dan bawah, dan

hablur kalsium

oksalat.

Memiliki fragmen

pengenal berupa

rambut penutup

berbentuk bintang,

rambut kelenjar,

fragmen epidermis

atas dan bawah,

dan hablur kalsium

oksalat.

Dari uji organoleptik yang meliputi pengujian warna, bau, dan rasa

didapatkan bahwa serbuk simplisia daun jati belanda baik yang diperoleh dari

pasar “X”, pasar “Y”, maupun distributor obat tradisional berwarna hijau hingga

kecoklatan dengan bau aromatik lemah, dan rasa yang kelat, sesuai dengan

keterangan yang disebutkan oleh acuan yang digunakan (lampiran 2). Pada

identifikasi mikroskopik serbuk simplisia daun jati belanda terlihat bahwa ciri

utama rambut penutup berbentuk bintang dijumpai pada semua sampel (lampiran

5). Selain itu, terlihat fragmen epidermis bagian atas dan bawah, fragmen rambut

kelenjar, dan hablur kalsium oksalat. Data yang didapatkan menunjukkan bahwa

sampel yang diperoleh dari ketiga sumber penelitian memang merupakan serbuk

simplisia daun jati belanda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

33

C. Pengukuran Kadar Air Serbuk Simplisia Daun Jati Belanda

Pengukuran kadar air pada penelitian ini sebenarnya mudah dilakukan

karena sampel simplisia yang digunakan berbentuk serbuk. Pemilihan sampel

berbentuk serbuk bertujuan agar luas permukaan simplisia yang kontak dengan

pelarut semakin besar sehingga proses ekstraksi berlangsung optimal.

Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode destilasi

toluena. Destilasi toluena dipilih karena metode ini relatif lebih spesifik untuk

mengukur kadar air dibandingkan dengan cara pengukuran lain seperti gravimetri.

Metode ini menggunakan prinsip perbedaan sifat dan perbedaan berat jenis antara

air dan toluena. Air yang memiliki sifat polar tidak saling campur dengan toluena

yang memiliki sifat non-polar. Air memiliki titik didih 100o C dengan berat jenis 1

g/ml, sedangkan toluena memiliki titik didih 110.6o C dengan berat jenis 0,865

g/ml.

Dari hasil destilasi toluena yang dilakukan kepada semua sampel,

didapatkan pemisahan yang sempurna antara air dan toluena. Air yang berwarna

keruh berada di lapisan bawah destilat, sedangkan toluena yang jernih berada di

lapisan atas. Dari hasil perhitungan kadar air, diketahui bahwa sampel serbuk

simplisia daun jati belanda yang berasal dari pasar “Y” memiliki kadar air yang

lebih tinggi daripada serbuk simplisia daun jati belanda pasar “X” maupun

distributor obat tradisional (Tabel II).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

34

Tabel II. Kadar air rata-rata serbuk simplisia daun jati belanda

ReplikasiKeterangan

Pasar “X” Pasar “Y”Distributor Obat

Tradisional

Kadar air rata-rata(% v/b)

9,87 ± 0,637 9,98 ± 0,414 9,49 ± 0,05

Dari hasil perhitungan dapat diketahui bahwa kadar air serbuk simplisia

daun jati belanda yang diperdagangkan di Pasar “Y” sebesar 9,98 ± 0,414 %

merupakan kadar air rata-rata tertinggi dibandingkan dengan serbuk simplisia

daun jati belanda yang diperdagangkan di Pasar “X” sebesar 9,87 ± 0,637 %

maupun di distributor obat tradisional sebesar 9,49 ± 0,05 %. Tingginya kadar air

tersebut mungkin disebabkan karena proses pengeringan daun jati belanda yang

kurang optimal. Faktor kekeringan simplisia daun jati belanda, sampai pada

proses pembuatan serbuk sehingga didapatkan serbuk simplisia daun jati belanda,

mungkin kurang diperhatikan oleh pihak produsen simplisia.

Selain proses pengeringan yang kurang optimal, tingginya kadar air pada

serbuk simplisia daun jati belanda juga bisa disebabkan oleh kondisi penyimpanan

yang tidak terkontrol. Serbuk simplisia daun jati belanda hanya disimpan dalam

kemasan plastik yang tidak kedap udara, dan diletakkan bertumpuk-tumpuk pada

rak-rak kayu yang tidak tertutup rapat. Kondisi penyimpanan yang lembab terlihat

pada rak-rak kayu yang sudah lapuk. Hal-hal tersebut yang meningkatkan kadar

air dalam serbuk simplisia daun jati belanda. Tingginya kadar air dalam serbuk

simplisia daun jati belanda dapat memicu tumbuhnya jamur atau kapang pada

serbuk simplisia daun jati belanda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

35

D. Preparasi Sampel Serbuk Simplisia Daun Jati Belanda

Sebelum dilakukan uji cemaran aflatoksin pada sampel dengan

menggunakan metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT), sampel perlu dipreparasi

terlebih dahulu. Preparasi ini bertujuan untuk mengekstraksi senyawa aflatoksin

yang akan diuji. Ekstraksi ini menggunakan prinsip polaritas dan kelarutan

senyawa dalam pelarut yang digunakan.

Pertama-tama serbuk simplisia daun jati belanda ditimbang menggunakan

neraca analitik dan masing-masing direplikasi sebanyak lima kali. Replikasi

bertujuan untuk melihat keterulangan hasil uji agar hasil yang didapatkan

memiliki reprodusibilitas yang baik. Setelah ditimbang, sampel kemudian

diekstraksi satu per satu menggunakan pelarut metanol-aquades (80:20). Pelarut

metanol-aquades bersifat polar, sehingga senyawa-senyawa yang bersifat polar

dalam serbuk simplisia daun jati belanda akan terlarut dalam pelarut tersebut dan

senyawa-senyawa non polar akan terpisah. Campuran kemudian disaring untuk

memisahkan serbuk simplisia dengan pelarutnya.

Seluruh filtrat hasil penyaringan kemudian diambil dan ditambahkan

dengan natrium klorida 0,1% dan juga heksana. Natrium klorida berfungsi untuk

mengikat air yang masih terkandung dalam filtrat, sedangkan heksana berfungsi

untuk menarik senyawa-senyawa non polar (lemak). Lapisan bawah dari ekstraksi

heksana diekstraksi kembali dengan menggunakan kloroform untuk pemurnian

selama sepuluh menit. Ekstraksi menggunakan kloroform ini dilakukan dua kali

untuk mengoptimalkan pemurnian senyawa yang diperoleh. Filtrat hasil ekstraksi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

36

ini kemudian diuapkan supaya kloroform dapat menguap dan didapatkan filtrat

kering yang akan dipersiapkan lebih lanjut dengan kromatografi kolom.

E. Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom adalah metode yang bertujuan untuk memisahkan

aflatoksin dari senyawa-senyawa lain dalam sampel. Preparasi ini penting untuk

dilakukan supaya fraksi yang akan ditotolkan pada kromatografi lapis tipis tidak

mengandung banyak senyawa yang dapat mengganggu pemisahan bercak.

Kolom kromatografi yang digunakan pada penelitian ini diisi dengan

menggunakan silica gel GF254 sebagai fase diam. Sebelum digunakan, kolom yang

telah dibuat harus melalui proses pencucian untuk memastikan kolom siap

digunakan. Proses pencucian kolom dilakukan dengan mengaliri kolom

menggunakan heksana untuk menghilangkan senyawa-senyawa polar seperti

lemak yang mungkin menempel pada dinding kolom. Setelah dialiri dengan

menggunakan heksana, kolom dialiri kloroform untuk membersihkan sisa

heksana.

Filtrat kering yang telah dipersiapkan dari preparasi sampel dilarutkan

dengan menggunakan kloroform kemudian dipisahkan dengan menggunakan

kolom yang telah dipersiapkan. Filtrat kering dilarutkan dalam kloroform supaya

senyawa-senyawa nonpolar (seperti aflatoksin) yang terkandung dalam filtrat

dapat tertarik ke dalam pelarut. Pemisahan filtrat dilakukan dengan menggunakan

beberapa pelarut antara lain heksana, eter, kloroform, dan kloroform-aseton (9:1).

Fungsi penambahan pelarut-pelarut tersebut adalah untuk menghilangkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

37

pengotor agar senyawa aflatoksin dapat terelusi dengan sempurna. Larutan yang

didapatkan kemudian ditampung dan diuapkan pelarutnya untuk mendapatkan

filtrat kering. Filtrat kering yang diperoleh lalu dilarutkan dalam metanol.

F. Identifikasi Aflatoksin

Identifikasi aflatoksin dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis

(KLT) dengan fase diam berupa plat silica gel GF254 dan fase gerak berupa

campuran kloroform-aseton (9:1). Dilihat dari kepolaran fase diam dan fase

geraknya, maka KLT ini digolongkan sebagai fase normal.

Sebelum digunakan, plat silica dimasukkan ke dalam oven dengan suhu

105o C, selama kurang lebih lima belas menit. Hal ini dilakukan untuk

mengeringkan plat KLT dari uap-uap air yang mungkin terabsorpsi oleh silica

selama proses penyimpanan plat. Selain itu, proses ini juga dimaksudkan untuk

mengaktifkan silica dengan cara memperlebar pori-porinya. Jika tidak

dihilangkan, kelembaban yang terkandung pada silica akan mempengaruhi

kualitas pemisahan bercak saat elusi antara lain mengakibatkan pemisahan yang

tidak sempurna atau munculnya bercak yang berekor.

Bejana kromatografi yang akan digunakan dijenuhkan terlebih dahulu

dengan tujuan supaya kondisi dalam bejana menjadi konstan karena terjenuhkan

oleh uap dari pelarut. Kondisi bejana yang jenuh ini dapat mencegah terjadinya

penguapan pelarut yang dapat mempengaruhi hasil elusi.

Untuk mengidentifikasi cemaran aflatoksin dalam sampel, filtrat yang

telah dilarutkan dalam metanol ditotokan sebanyak 5 µl dengan menggunakan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

38

1,0

0,5

0,0

Rf

mikropipet pada fase diam bersama dengan standar aflatoksin. Standar aflatoksin

digunakan sebagai senyawa pembanding untuk mengidentifikasi adanya cemaran

aflatoksin dalam sampel. Standar aflatoksin yang digunakan memiliki konsentrasi

25 µl/ml. Penotolan antar sampel dan standar aflatoksin perlu dilakukan dalam

jarak tertentu supaya ketika pengembangan bercak tidak bersinggungan satu sama

lain dan dapat memisah dengan sempurna. Diharapkan bercak yang dihasilkan

dapat mewakili senyawa individual dan tidak terpengaruh oleh bercak lain.

Setelah proses elusi, akan didapatkan bercak sampel yang kemudian

dideteksi di bawah sinar UV 254 nm dan 365 nm. Bercak tersebut diukur nilai Rf-

nya, lalu dibandingkan dengan nilai Rf standar aflatoksin. Nilai Rf dihitung

berdasarkan perbandingan jarak bercak yang dielusi dengan jarak rambat fase

gerak. Perkiraan identifikasi dapat diperoleh melalui pengamatan dua bercak

(sampel dan standar) denga harga Rf yang kurang lebih sama. Hasil kromatogram

dengan deteksi lampu UV 254 nm dan UV 365 nm ditunjukkan pada gambar 3

dan 4.

A1X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 Y3 Y4 D A2 X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 Y3Y4 D

Gambar 4. Kromatogram replikasi 1 dan 2 di bawah sinar UV 254 nm

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

39

Rf

1,00

0,50

0,00

Rf

1,00

0,50

0,00

A1 X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 Y3 Y4 D A2 X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 Y3 Y4 D

Gambar 5. Kromatogram replikasi 1 dan 2 di bawah sinar UV 365 nm

A3 X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 Y3 Y4 D

Gambar 6. Kromatogram replikasi 3 di bawah sinar UV 254 nm

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

40

1,00

0,50

0,00

Rf

A3 X1 X2 X3 X4 Y1 Y2 Y3 Y4 D

Gambar 7. Kromatogram replikasi 3 di bawah sinar UV 365 nm

Keterangan gambar 4-7:A : Standar Aflatoksin

X1 : Sampel 1 Pasar “X”

X2 : Sampel 2 Pasar “X”

X3 : Sampel 3 Pasar “X”

X4 : Sampel 4 Pasar “X”

Y1 : Sampel 1 Pasar “Y”

Y2 : Sampel 2 Pasar “Y”

Y3 : Sampel 3 Pasar “Y”

Y4 : Sampel 4 Pasar “Y”

D : Sampel Distributor

Obat Tradisional

Dari kromatogram yang dilihat dengan sinar UV 254 nm (gambar 3 dan 5)

didapatkan bahwa baik pada standar aflatoksin maupun sampel tidak

menunjukkan bercak. Hal ini dikarenakan senyawa aflatoksin memiliki panjang

gelombang eksitasi 365 nm sehingga berfluoresensi kuat dengan pendar warna

biru hingga hijau kebiruan (Anonim, 2004). Pada gambar 4 dan gambar 6, hasil

kromatogram menunjukkan adanya pendar warna kebiruan baik pada standar

aflatoksin maupun pada sampel. Standar aflatoksin menghasilkan dua buah bercak

berwarna kebiruan sedangkan bercak sampel menghasilkan antara satu hingga

enam bercak. Aflatoksin memiliki ikatan rangkap terkonjugasi serta struktur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

41

senyawa yang rigid, kaku, dan planar. Hal inilah yang menyebabkan senyawa

aflatoksin dapat menyerap secara kuat di daerah panjang gelombang 200-800 nm

pada radiasi elektromagnetik (Gholib dan Rohman, 2007).

Gambar 8. Struktur Aflatoksin B1, B2, G1, dan G2

Setelah didapatkan kromatogram pada deteksi menggunakan sinar UV 365

nm, bercak yang teramati diukur nilai Rf-nya. Berikut ini adalah tabel hasil

perhitungan nilai Rf pada kromatogram sampel serbuk simplisia daun jati belanda

yang diperdagangkan di pasar “X”, pasar “Y”, dan distributor obat tradisional

yang dideteksi menggunakan sinar UV 365 nm.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

42

Tabel III. Pengukuran nilai Rf kromatogram serbuk simplisia daun jati belanda dengan deteksi sinar UV 365 nm

X1 Warna bercak X2 Warna bercak X3 Warna bercak X4 Warna bercak Y1 Warna bercak Y2 Warna bercak Y3 Warna bercak Y4 Warna bercak D Warna bercak A Warna bercak

1 Replikasi 1 0,38 hijau kebiruan 0,04 hijau kebiruan 0,32 hijau kebiruan 0,35 hijau kebiruan 0,37 hijau kebiruan 0,36 hijau kebiruan 0,34 hijau kebiruan 0,34 hijau kebiruan 0.06 hijau kebiruan 0,35 hijau kebiruan0,09 hijau kebiruan 0,36 hijau kebiruan 0,44 hijau kebiruan0,34 hijau kebiruan 0,44 hijau kebiruan0,42 hijau kebiruan 0,52 hijau kebiruan0,52 hijau kebiruan 0,61 hijau kebiruan0,62 hijau kebiruan0,34 0,39 0,39

2 Replikasi 2 0,34 hijau kebiruan 0,04 hijau kebiruan 0,35 hijau kebiruan 0,33 hijau kebiruan 0,33 hijau kebiruan 0,34 hijau kebiruan 0,35 hijau kebiruan 0,33 hijau kebiruan 0,06 hijau kebiruan 0,32 hijau kebiruan0,08 hijau kebiruan 0,37 hijau kebiruan 0,39 hijau kebiruan0,35 hijau kebiruan 0,45 hijau kebiruan0,43 hijau kebiruan 0,52 hijau kebiruan0,51 hijau kebiruan 0,62 hijau kebiruan0,60 hijau kebiruan0,34 0,41 0,36

3 Replikasi 3 0,32 hijau kebiruan 0,39 hijau kebiruan 0,39 hijau kebiruan 0,32 hijau kebiruan 0,33 hijau kebiruan 0,33 hijau kebiruan 0,32 hijau kebiruan 0,33 kebiruan 0,07 hijau kebiruan 0,35 hijau kebiruan0,34 hijau kebiruan 0,42 hijau kebiruan 0,37 hijau kebiruan 0,40 hijau kebiruan 0,39 hijau kebiruan 0,38 hijau kebiruan 0,37 kebiruan 0,39 hijau kebiruan 0,43 hijau kebiruan

0,52 hijau kebiruan 0,45 hijau kebiruan0,62 hijau kebiruan 0,47 hijau kebiruan

0,62 hijau kebiruanPurata 0,33 0,49 0,35 0,37 0,36 0,35 0,35 0,4 0,39Purata

Purata Purata

PurataPurata

BercakNo.

Serbuk simplisia daun jati belanda dari Pasar "X" Serbuk simplis ia daun jati belanda dari Pasar "Y" Distributor OT Standar Aflatoksin

Keterangan Keterangan Keterangan Keterangan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

43

Dari data Rf yang diperoleh, terlihat bahwa standar aflatoksin

menghasilkan dua bercak berwarna kebiruan dengan Rf sekitar 0,32-0,44. Dari

sampel-sampel yang diteliti, semua replikasi pada sampel X2 dan sampel D

menghasilkan lebih dari dua bercak, sedangkan sampel lainnya masing-masing

hanya menghasilkan satu atau dua bercak. Sampel yang hanya menghasilkan satu

atau dua bercak memiliki Rf antara 0,32 hingga 0,40. Jika Rf sampel

dibandingkan dengan Rf standar aflatoksin maka akan diperoleh kecocokan. Rf

sampel tersebut memiliki kemiripan dengan Rf standar aflatoksin yang digunakan

dalam penelitian ini. Bercak-bercak tersebut memiliki pendar warna hijau

kebiruan yang sesuai dengan pendar aflatoksin jika dideteksi dengan sinar UV

365 nm, namun intensitasnya tidak sebesar intensitas pendar pada standar

aflatoksin. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sampel terindikasi

mengandung aflatoksin. Namun demikian, adanya perbedaan intensitas warna ini

menunjukkan bahwa konsentrasi bercak pada sampel lebih kecil daripada

konsentrasi standar aflatoksin yang digunakan (25µl/ml). Jika melihat dari

persyaratan kadar cemaran aflatoksin yang diperbolehkan dalam sediaan obat

tradisional maka sampel-sampel tersebut masih memenuhi persyaratan obat

tradisional tersebut, yaitu sebesar 30 µg/kg.

Hasil kromatogram sampel X2 dan D (sampel yang diambil dari distributor

obat tradisional) pada semua replikasi menunjukkan adanya pemisahan bercak

menjadi lima sampai enam bercak, namun pada masing-masing sampel tersebut

hanya dua bercak yang memiliki Rf yang mendekati Rf standar aflatoksin. Jika

diperhatikan, intensitas warna yang dihasilkan oleh bercak tersebut lebih tinggi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

44

daripada intensitas warna standar aflatoksin. Melihat dari kemiripan Rf dan

besarnya intensitas warna bercak tersebut, maka ada kemungkinan bahwa sampel

X2 dan sampel D mengandung aflatoksin yang konsentrasinya melebihi

konsentrasi standar aflatoksin. Hal itu berarti, sampel X2 dan sampel D tidak

memenuhi persyaratan obat tradisional mengenai kandungan cemaran aflatoksin.

Adanya kemungkinan kandungan cemaran aflatoksin dalam sampel-

sampel yang digunakan bisa disebabkan oleh kandungan air yang terdapat di

dalamnya. Menurut Rahmianna (2007), pada kadar air ≤ 8%, pertumbuhan kapang

Aspergillus flavus dan pembentukan aflatoksin dapat dihambat. Sampel yang

digunakan pada penelitian ini masih memiliki kadar air di atas 8% sehingga ada

kemungkinan bahwa ada pertumbuhan kapang Aspergillus flavus dan

pembentukan aflatoksin. Faktor lain yang dapat mendukung kontaminasi

aflatoksin dalam sampel adalah faktor genetik tanaman, kondisi pra dan pasca

panen, pengolahan pasca panen, serta faktor penyimpanan sampel.

Karena hanya terdapat dua sampel yang diduga memiliki konsentrasi lebih

dari standar aflatoksin maka tidak dilakukan penetapan kadar aflatoksin

menggunakan metode KLT densitometri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa

sampel serbuk simplisia daun jati belanda dari pasar “X” dan pasar “Y” masih

memenuhi persyaratan cemaran aflatoksin yang ditetapkan, sedangkan serbuk

simplisia daun jati belanda dari distributor obat tradisional ternyata tidak

memenuhi standar kualitas seperti yang tercantum dalam Keputusan Menteri

Kesehatan Republik Indonesia No. 661/MENKES/SK/VII/1994 mengenai

kandungan cemaran aflatoksin, yaitu tidak lebih dari 30 µg/kg.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

45

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

seluruh sampel serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di pasar

“Y” memenuhi persyaratan cemaran aflatoksin yang diperbolehkan menurut Persyaratan

Obat Tradisional yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

661/MENKES/SK/VII/1994, yaitu tidak lebih dari 30 µg/kg. Pada sampel serbuk

simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di pasar ”X”, hanya sampel X2

yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, sedangkan sampel serbuk simplisia

daun jati belanda yang diperoleh dari distributor obat tradisional tidak memenuhi

persyaratan kualitas yang ditetapkan.

B. Saran

Perlu dilakukan pembuatan profil kromatogram KLT dengan

menggunakan eluen yang berbeda, kemudian perlu dilakukan pengujian

kuantitatif untuk mengetahui seberapa besar kadar cemaran aflatoksin dalam

sampel serbuk simplisia daun jati belanda. Selain itu, perlu adanya penelitian

mengenai kontrol kualitas mulai dari pengolahan pra dan pasca panen hingga

proses produksi sampai didapatkan serbuk simplisia daun jati belanda.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

46

DAFTAR PUSTAKA

Apsari, F.W., 2010, Uji Cemaran Aflatoksin Pada Rimpang Kunyit (Curcumadomestica VAL.) Basah dan Simplisia Rimpang Kunyit Kering yangDiperdagangkan Di Pasar “X”, Skripsi, 1, Universitas Sanata Dharma,Yogyakarta.

Biomin, 2011, Mode of Action Toxicology Metabolism,http://www.mycotoxins.info/myco_info/science_moa.html, diakses tanggal4 Agustus 2011.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1978,Materia Medika Indonesia, jilid II, 42-47, Departemen Kesehatan RepublikIndonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1979,Farmakope Indonesia III, 782-784, Departemen Kesehatan RepublikIndonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1985,Cara Pembuatan Simplisia, 1,4,6,7,10,13,15 DepKesRI, Jakarta

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1986,Sediaan Galenik, 2-40, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 1994,Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor661/MENKES/SK/VII/1994 tentang Persyaratan Obat Tradisional,Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2000,Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, Cetakan Pertama, 16,29-30, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2005,Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik, 2, DepartemenKesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Gandjar, I.G., Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, 221-225, PustakaPelajar, Yogyakarta.

Gunawan, D. dan Mulyani, S., 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi), Jilid 1, 9-19, Penebar Swadaya, Jakarta.

Harborne, J.B., 1987, Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan, Terbitan Ke dua, 70-77, 103-105, Penerbit ITB, Bandung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

47

Heyne, H., 1987, Tanaman Berguna Indonesia, jilid III, 1348-1349, YayasanSarana Wanajaya, Jakarta

Kuswandi,Y., 1981, Deteksi Aflatoksin dalam Simplisia Ramuan Jamu dan Jamu,Warta Konsumen, 12-13.

Makfoeld, D., 1993, Mikotoksin Pangan, 116-137, Penerbit Kanisius, Yogykarta.

Manach, C., Scalbert, A., Morand, C., Remesy, C., and Jiminez, L., 2004,Polyphenols: food sources and bioavailability, American Journal of ClinicalNutrition, 79 (5), 727-747.

Manik, M., 2003, Keracunan Makanan, 3, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Mulja, H.M., Suharman, 1995, Analisis Instrumental, 6, Cetakan Pertama,Penerbit Airlangga University Press, Surabaya.

Noegrohati, S., 1994, Pengantar Kromatografi, dalam Noegrohati, S. dan Narsito,(Eds.), Risalah Prinsip dan Aplikasi Beberapa Teknik AnalisisInstrumental, Laboratorium Analisis Kimia dan Fisika Pusat UGM,Yogyakarta.

Rahardjo, S.S., 2004, Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Jati Belanda (GuazumaUlmifolia Lamk.) Terhadap Aktivitas Enzim Lipase Serum Rattusnorvegicus, Tesis, 1, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Rini, R., 2007, Uji Efektivitas Seduhan Daun Kering Jati Belanda (Guazumaulmifolia Lamk) Terhadap Penurunan Berat Badan Pada Tikus Putih (Rattusnorvegicus), Skripsi, 1, Universitas Muhammadiyah, Malang.

Rohman, A., 2009, Kromatografi untuk Analisis Obat, 45-54, Graha Ilmu,Yogyakarta

Satrohamidjojo, H., 2002, Kromatografi, 13-40, Liberty, Yogyakarta.

Sembiring, B., 2007, Teknologi Penyiapan Simplisia Terstandar Tanaman Obat,http://www.idonbiu.com/2009/10/teknologi-penyiapan-simplisia.html,diakses tanggal 4 Agustus 2011.

Setiyani, V., 2005, Pengaruh Pemberian Infusa Daun Jati Belanda Dan DagingDaun Lidah Buaya Terhadap Terhadap Penurunan Berat Badan Tikus PutihJantan Galur Wistar, Skripsi, 5, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Soedibyo,M., 1998, Alam Sumber Kesehatan Manfaat dan Kegunaan, Jilid I,172-173, Balai Pustaka, Jakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

48

Soegihardjo, C.J., 2002, Perkembangan Obat Tradisional dan Pembuatan ObatTradisional, 4-6, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Sumarno, 2001, Kromatografi Teori Dasar, 5-7, Bagian Kimia FarmasiUniversitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Sutrisno, B., 1986, Analisis Jamu, Edisi II, 4-10, Fakultas Farmasi UniversitasPancasila, Jakarta.

Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi 5, 579-582, GadjahMada University Press, Yogyakarta.

Wibowo, I.E., 2010, Uji Cemaran Aflatoksin pada Simplisia Rimpang Temulawak(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Hasil Pengeringan dan Simplisia RimpangTemulawak yang Diperdagangkan Di Pasar “X”, Skripsi, 1, UniversitasSanata Dharma, Yogyakarta.

Winarno, F.G., Fardiaz, S., Fardiaz, D., 1980, Pengantar Teknologi Pangan, 65-68, Gramedia, Jakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

49

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

50

Lampiran 1. Data penimbangan untuk preparasi sampel

Sampel Bobot Replikasi 1 (g) Bobot Replikasi 2 (g) Bobot Replikasi 3 (g)

X1 3,1253 3,1258 3,1251

X2 3,1254 3,1251 3,1254

X3 3,1251 3,1257 3,1253

X4 3,1255 3,1259 3,1256

Y1 3,1256 3,1254 3,1254

Y2 3,1255 3,1252 3,1252

Y3 3,1256 3,1251 3,1253

Y4 3,1255 3,1252 3,1256

Distributor OT 3,1254 3,1250 3,1254

Lampiran 2. Data Perhitungan Kadar Air

Cara perhitungan kadar air :

A. Serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di Pasar“X”

SampelKeterangan

I II III IV

Bobot serbuk (g) 19,9 21,005 19,9 20,03

Volume air (ml) 2,00 2,10 2,10 1,80

Kadar air (% v/b) 10,002 9,99 10,5 8,98

Kadar air rata-rata (% v/b) 9,87 ± 0,637

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

51

B. Serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan di Pasar“Y”

SampelKeterangan

I II III IV

Bobot serbuk (g) 20,043 20,052 20,042 20,011

Volume air (ml) 2,00 1,90 2,00 2,10

Kadar air (% v/b) 9,97 9,47 9,97 10,4

Kadar air rata-rata (% v/b) 9,98 ± 0,414

C. Serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan diDistributor Obat Tradisional di Yogyakarta

Bobot serbuk (g) 20,0031

Volume air (ml) 1,90

Kadar air (% v/b) 9,49 ± 0,05

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

52

Lampiran 3. Foto-foto lain

A. Sampel serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan diPasar “X”

B. Sampel serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan diPasar “Y”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

53

C. Sampel serbuk simplisia daun jati belanda yang diperdagangkan diDistributor Obat Tradisional di Yogyakarta

D. Alat destilasi toluena

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

54

E. Penambahan NaCl 0,1%

F. Penambahan heksana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

55

G. Penambahan kloroform

H. Chamber KLT

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

56

Lampiran 4. Fragmen serbuk simplisia daun jati belanda dalam monografi(Materia Medika Indonesia III)

Lampiran 5. Fragmen serbuk simplisia daun jati belanda dilihat darimikroskop

A. Rambut penutup berbentuk bintang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

57

B. Epidermis dan kristal oksalat berbentuk prisma

C. Pembuluh kayu dengan penebalan tangga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: UJI CEMARAN AFLATOKSIN PADA SERBUK SIMPLISIA DAUN … fileuji cemaran aflatoksin pada serbuk simplisia daun jati belanda (guazumae folium) yang diperdagangkan di pasar “x”, pasar

58

Penulis skripsi dengan judul “Uji Cemaran Aflatoksin

pada Serbuk Simplisia Daun Jati Belanda (Guazumae

Folium) yang Diperdagangkan di Pasar “X”, Pasar

“Y”, dan Distributor Obat Tradisional di Yogyakarta”

memiliki nama lengkap Yohana Ayu Astiti

Kusumaningtyas. Penulis merupakan putri kedua dari

pasangan Franciscus Xaverius Teguh Santosa dan

Agnes Sri Rahayu Purwatiningsih yang dilahirkan di Serang pada tanggal 16

Oktober 1989. Pendidikan formal yang telah ditempuh oleh penulis yaitu di TK

Mardi Yuana Cilegon (1993-1995), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat

Sekolah Dasar di SD Mardi Yuana Cilegon (1995-2001). Pendidikan Sekolah

Lanjutan Tingkat Pertama ditempuh oleh penulis di SLTP Mardi Yuana Cilegon

(2001-2004), kemudian melanjutkan pendidikan tingkat menengah atas di SMA

Negeri 3 Yogyakarta (2004-2006). Penulis kemudian melanjutkan pendidikan

sarjana di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta pada

tahun 2006. Semasa menempuh kuliah, penulis aktif dalam berbagai bidang

akademik maupun non-akademik. Penulis pernah menjadi asisten praktikum

Botani Dasar, Farmakognosi Fitokimia I dan II, Farmasetika Dasar, dan Analisis

Sediaan Obat Tradisional. Dalam bidang non-akademik, penulis pernah aktif

menjadi asisten pelatih di Paduan Suara Mahasiswa “Cantus Firmus” USD dan

Paduan Suara “Veronica” Fakultas Farmasi USD. Penulis juga terlibat dalam

kepanitian PP dan PEC 2009 sebagai anggota seksi perlengkapan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI