uji aktivitas antibakteri pelepah pisang ambon terhadap bakteri staphilococcus aureus pada luka...

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kulit adalah bagian dari organ tubuh yang terletak paling luar dari tubuh dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang paling esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan peka pada keadaan iklim, umur, ras, dan bergantung juga pada lokasi tubuh. Fungsi utama dari kulit ialah proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik dan mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimia misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, dan alkali kuat lainnya, gangguan yang bersifat panas. Selain sebagai proteksi kulit juga berfungsi sebagai adsorbsi, ekskresi, presepsi, pengatur suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi (Mawarni Harahap, 2000). Permukaan kulit manusia banyak mengandung bahan makanan untuk pertumbuhan organisme, antara lain

Upload: thrieaciieh-lefatyzz

Post on 22-Nov-2015

179 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

pelepah pisang, ambon, luka bakar, antibakteri, kelinci

TRANSCRIPT

26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang MasalahKulit adalah bagian dari organ tubuh yang terletak paling luar dari tubuh dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Kulit merupakan organ yang paling esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan peka pada keadaan iklim, umur, ras, dan bergantung juga pada lokasi tubuh. Fungsi utama dari kulit ialah proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik dan mekanis, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimia misalnya zat-zat kimia terutama yang bersifat iritan, contohnya lisol, karbol, dan alkali kuat lainnya, gangguan yang bersifat panas. Selain sebagai proteksi kulit juga berfungsi sebagai adsorbsi, ekskresi, presepsi, pengatur suhu tubuh, pembentukan pigmen, pembentukan vitamin D, dan keratinisasi (Mawarni Harahap, 2000).Permukaan kulit manusia banyak mengandung bahan makanan untuk pertumbuhan organisme, antara lain lemak, bahan-bahan yang mengandung mineral dan lainnya yang merupakan hasil tambahan dari proses keratinisasi. Pada manusia, bakteri dapat bertindak sebagai parasit yang dapat menimbulkan penyakit, flora normal, bakteri yang menguntungkan (Yuni Rahmadian, 2009).

Penyakit kulit yang disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus yaitu pioderma merupakan penyakit infeksi kulit, folikulitis yaitu kelainan pada folikel rambut yang menyababkan peradangan, pionikia yaitu penyakit yang menimbulkan peradangan disekitar kuku sehingga kuku menjadi busuk (Wiryadi, 2002).Kulit cenderung terinfeksi oleh bakteri Staphylococcus aureus namun kebanyakan tidak berbahaya, tetapi luka dikulit atau luka lainnya bisa menyababkan bakeri menyusup kedalam pertahanan tubuh manusia, dan menyebabkan infeksi (Rina Herlina, 2010).Luka adalah rusaknya komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat jaringan yang rusak atau hilang. Luka bakar merupakan bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontrak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat, 2003).Dengan terjadinya luka mengakibatkan hilangnya barier pertahanan kulit

sehingga memudahkan timbulnya koloni bakteri atau jamur pada luka. Bila jumlah kuman sudah mencapai 105 organisme jaringan, kuman tersebut dapat menembus kedalam jaringan yang lebih dalam kemudian menginvasi ke pembuluh darah dan mengakibatkan infeksi sistemik yang dapat menyebabkan kematian. Pemberian antimikroba ini dapat secara topikal atau sistemik. Pemberian secara topikal dapat dalam bentuk salep atau cairan untuk merendam (Moenadjat, 2003).Ada dua cara perawatan luka yaitu perawatan terbuka adalah perawatan luka yang selalu terbuka menjadi dingen dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Perawatan kulit terbuka ini memerlukan ketelatenan. Untuk luka bakar tahap III harus dilakukan pembersihan berulang-ulang untuk menjaga luka tetap kering. Sedangkan perawatan tertutup adalah perawatan yang dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi. Untuk menghindari kemungkinan kuman untuk berkembang biak, sedapat mungkin luka ditutup dengan kasa seteril (Moya J, 2003).

Indonesia merupakan habitat yang sesuai untuk tanaman pisang karena iklimnya yang tropis. Tanaman pisang mempunyai bagian-bagian diantaranya adalah akar, batang, pelepah, daun, bunga, dan buah. Pelepah tanaman pisang biasa dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat di Indonesia sebagai obat luka, ekstrak kulit buah pisang dan daunnya dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus. Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa kandungan pisang tersebut adalah katekulamin, serotonin dan depamin (Waalkes, et al., 1958), karbohidrat (Anhwange, 2008), saponin, tannin, alkaloid, indol alkaloid, flavanoid, phylobattanin, antrakuinon dan kuinon ( Salau, et al., 2010). Getah pelepah pisang sendiri mengandung tanin dan saponin yang berfungsi sebagai antiseptik (Djulkarnain, 1998), pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Budi 2008 dalam Priosoeryanto et al., (2006) yakni getah pelepah pisang mengandung saponin, antrakuinon, dan kuinon yang dapat berfungsi sebagai antibiotik dan penghilang rasa sakit. Selain itu, terdapat pula kandungan lektin yang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit. Kandungan-kandungan tersebut dapat membunuh bakteri agar tidak dapat masuk pada bagian tubuh kita yang sedang mengalami luka. Oleh karena itu ekstrak getah pelepah pisang dapat digunakan untuk mengobati infeksi nosokomial (Hananta, 2006). Menurut penelitian yang telah dilakukan oleh Rizka hastari (2012), yaitu uji aktifitas antibakteri ekstrak pelepah dan batang tanaman pisang ambon terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro yang menggunakan ekstrak pelepah dan batang tanaman pisang ambon dengan metode maserasi untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, dan hasil yang didapat pelepah pisang ambon lebih efektif menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dari batang pisang ambon, sehubungan dengan itu perlu dilakukan penelitian lanjut tentang yaitu uji aktifitas antibakteri ekstrak pelepah tanaman pisang ambon terhadap Staphylococcus aureus secara in vivo.1.2. Perumusan Masalah

Apakah ekstrak pelepah pisang ambon (Musa paradisiaca var.sapientum) memiliki aktivitas antibakteri terhadap baketri Staphylococcus aureus pada luka bakar kelinci jantan.1.3. Tujuan PenelitianMengetahui aktivitas antibakteri ekstrak pelepah pisang ambon (Musa paradisiaca var.sapientum) terhadap baketri Staphylococcus aureus pada luka bakar kelinci jantan.1.4. Manfaat PenelitianHasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bahwa dalam ekstrak pelepah pisang ambon memiliki aktivitas antibakteri terhadap baketri Staphylococcus aureus pada luka bakar kelinci jantan.1.5. HipotesisEkstrak pelepah pisang ambon (Musa paradisiaca var.sapientum) memiliki efek aktivitas antibakteri terhadap luka bakar yang diinduksi dengan Staphylococcus aureus pada kelinci jantan.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum L)

2.1.1. KlasifikasiMenurut Satuhu dan Supriyadi (2008) klasifikasi tanaman pisang ambon adalah :

Division: Magnoliophyta

Sub division : Spermatophyta

Klas

: Liliopsida

Sub klas: Commelinidae Ordo

: Zingiberales

Famili

: Musaceae

Genus

: Musa

Species :Musa paradisiaca var. sapientum (L.) Kunt

2.1.2. Nama Daerah

Jawa

: Gedang, pisang, kisang, ghedhang, kedhang, pesang. Sumatera

: pisang, galuh, gaol, punti, puntik, puti, pusi, galo, awal. Kalimantan

: harias, peti, pisang, punsi, pute, puti, rahias. Nusa Tenggara: Biu, kalo, mutu, punti, kalu, muu, muko, busa, wusa, huni, hundi, uki. Sulawesi : Tagin, see, lambi, lutu, loka, unti, pepe, sagin, punti, uti. Maluku

: fudir, pitah, uki, temai, seram, kula, uru, temae, empulu. Irian

: nando, rumaya, pipi, mayu.2.1.3.Sinonim Musa acuminate, Musa balbisiana, dan Musa xparadisiaca.2.1.4.Morfologi

Tanaman pisang mempunyai bagian-bagian diantaranya adalah akar serabut yang berpangkal dari umbi batang yang sebagian letaknya berada di bawah tanah. Dengan diameter sekitar 0,5-1 cm, berbentuk silinder menyebabkan terlihat besar dan tampak seperti cacing, batang semu yang terbentuk dari pelepah daun yang membesar di pangkalnya dan mengumpul membentuk struktur berselangseling yang terlihat kompak sehingga tampak sebagai batang ( pseudo stem). Batang pisang yang sebenarnya terdapat didalam tanah dan kadang-kadang muncul di permukaan tanah sebagai umbi yang tumbuh akar dan tunas, pelepah yang membesar dan mengumpul berselang seling membentuk suatu struktur seperti batang yang disebut psudo stem, daun berwarna hijau tua untuk daun yang dewasa dan hijau muda untuk daun yang masih muda kecuali untuk beberapa spesies, terdapat bercak merah pada lembaran daunnya atau pada ibu tulangnya, bunga terdiri dari kumpulan dua baris bunga pertama dan disusul bunga jantan. Tangkai bunga terus memanjang sampai 1,5 m, dan buah kemungkinan berkembang dari ovari inferior dan eksokarp disusun pada lapisan epidermis dan aerenkim, dengan daging menjadi mesokarp. Endokarp terdiri atas lapisan hampir rongga ovarian (Nakasone, 1998).

Gambar 2.1 Tanaman Pisang Ambon 2.1.5. Manfaat dan Kandungan

Pelepah tanaman pisang biasa dimanfaatkan oleh beberapa masyarakat di Indonesia sebagai obat luka, beberapa bagian lain dari tanaman pisang telah diteliti manfaatnya diantaranya adalah ekstrak batang tanaman pisang ambon bermanfaat untuk mempercepat penyembuhan luka pada mencit, ekstrak kulit buah pisang dan daunnya dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri patogen seperti Staphylococcus aureus. Hasil analisis fitokimia menunjukkan bahwa kandungan pisang tersebut adalah katekulamin, serotonin dan depamin (Waalkes, et al., 1958), karbohidrat (Anhwange, 2008), saponin, tannin, alkaloid, indol alkaloid, flavanoid, phylobattanin, antrakuinon dan kuinon (Salau, et al., 2010). Getah pelepah pisang sendiri mengandung tanin dan saponin yang berfungsi sebagai antiseptik (Djulkarnain,1998). Selain itu, terdapat pula kandungan lektin yang berfungsi untuk menstimulasi pertumbuhan sel kulit. Kandungan-kandungan tersebut dapat membunuh bakteri agar tidak dapat masuk pada bagian tubuh kita yang sedang mengalami luka (Hananta, 2006).2.2. Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia dibedakan menjadi tiga golongan, antara lain

(Anonim, 1979) :1. Simplisia Nabati

Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa tanaman utuh, bagian tanaman dan eksudat tanaman, atau gabungan antara ketiganya. Eksudat tanaman adalah isi sel yang dengan cara tertentu dikeluarkan dari selnya, atau zat dipisahkan dari tanamannya dengan cara tertentu yang belum berupa zat kimia murni.

2. Simplisia Hewani

Simplisia hewani adalah simplisia berupa hewan utuh, bagian hewan atau zat yang dihasilkan hewan yang masih belum berupa zat kimia murni.

3. Simplisia Mineral

Simplisia mineral adalah simplisia yang berasal dari bumi, baik telah diolah atau belum, tidak berupa zat kimia murni.2.3. Proses Pengeringan Simplisia

2.3.1. Cara Pengeringan Simplisia

Menurut Gunawan dan Mulyani S. (2004) ada dua cara pengeringan simplisia yaitu:

1. Pengeringan Alamiah

a. Dengan panas sinar matahari langsung. Pemanasan ini dilakukan untuk bahan keras seperti akar, biji, kulit batang dan senyawa aktif yang relatif stabil terhadap pemanasan.

b. Dengan diangin-anginkan atau tidak dipanaskan dengan sinar matahari langsung. Pemanasan ini dilakukan untuk bunga, daun dan untuk senyawa aktif yang tidak stabil terhadap pemanasan atau mudah menguap.

2. Pengeringan Buatan

a. Dengan suatu alat atau mesin pengering yang suhu, kelembaban, tekanan dan aliran udaranya dapat diatur.

b. Dengan menempatkan bahan yang akan dikeringkan di atas pipa atau ban berjalan dan melewatkannya melalui suatu lorong atau ruang yang berisi udara yang telah dipanaskan dan diatur alirannya.

2.3.2. Suhu Pengeringan Simplisia

Suhu pengeringan simplisia dapat dilakukan dengan dua cara yaitu

(Gunawan dan Mulyani S., 2004) :

1. Suhu pengeringan yang umum digunakan antara 30oC-90oC dan sebaiknya tidak melebihi 60OC.2. Untuk simplisia yang mengandung zat aktif yang tidak tahan panas atau mudah menguap dikeringkan pada suhu 30oC-40oC.2.4. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung. Ekstrak kering harus mudah digerus menjadi serbuk (Anonim, 1979).2.3.1. Ekstrak Cair

Ekstrak cair adalah sediaan cair simplisia nabati yang mengandung etanol sebagai pelarut atau sebagai pengawet atau sebagai pelarut dan pengawet. Jika tidak dinyatakan lain pada masing-masing monografi, tiap ml ekstrak mengandung bahan aktif dari 1 gr simplisia yang memenuhi syarat. Ekstrak cair yang cenderung membentuk endapan dapat didiamkan dan disaring atau bagian yang bening dienaptuangkan (Anonim, 1995).

2.3.2. Ekstrak Kental

Ekstrak ini merupakan ekstrak yang telah mengalami proses pemekatan. Ekstrak kental sangat mudah untuk menyerap lembab sehingga mudah untuk ditumbuhi oleh kapang (Anonim, 2011).

2.3.3. Ekstrak Kering

Ekstrak kering merupakan ekstrak hasil pemekatan yang kemudian dilanjutkan ke tahap pengeringan. Menggunakan bahan tambahan seperti laktosa, aerosol, amilum atau bahan pengisi lain yang inert dengan perbandingan tertentu, kemudian dikeringkan dalam lemari pengering (oven). Ekstrak kering juga dapat diperoleh dengan menguapkan seluruh pelarut yang digunakan pada saat penyarian, hingga benar-benar kering menghasilkan massa berupa serbuk (Anonim, 2011).2.4Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan aktif baik dari tanaman maupun hewan dengan menggunakan pelarut selektif sesuai standar prosedur ekstraksi. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan menggunakan perkolasi dan maserasi. Seluruh perkolat dan maserat biasanya diuapkan dengan cara destilasi pengurangan tenakan, agar bahan utama sesedikit mungkin terkena panas (Harborne, 1996). Ektraksi serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan secara maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang tingkat kepolarannya berbeda-beda. Teknik ekstraksi yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik maserasi (Harbone, 1996). 2.4.1 Pemerasan Simplisia Segar

Metode pemerasan digunakan untuk simplisia segar berupa umbi, rimpang, daun dan buah. Pemerasan dilakukan secara langsung dari simplisia segar berupa bagian tumbuhan seperti umbi (wortel), buah (mengkudu, jambu), rimpang (temulawak, jahe, kunyit), daun (katu, bayam). Proses pemerasan diawali dengan penghancuran simplisia dan jika perlu ditambahkan air secukupnya, dipers kemudian disaring (Anonim, 2013).2.4.2. RefluksRefruks adalah ektraksi dengan pelarut dalam temperatur titik didih nya selama waktu tertentu dan dalam jumlah waktu terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Anonim, 2000).

2.4.3. Infundasi / InfusaMetode infundasi digunakan untuk menyari kandungan aktif dari simplisia yang larut dalam air panas. Penyarian dengan cara ini menghasilkan sari yang tidak stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan jamur sehingga sari yang diperoleh stabil dan mudah tercemar oleh bakteri dan jamur sehingga sari yang diperoleh dengan cara ini harus diproses sebelum 24 jam. Pada umumnya proses dimulai dengan membasahi simplisia dengan air dua kali bobot bahan, untuk bunga 4 kali bobot bahan dan untuk karagen sepuluh kali bobot bahan. Bahan baku ditambah dengan air, pada umumnya jika tidak dinyatakan lain diperlukan 100 bagian air untuk 19 bagian bahan kemudian dipanaskan selama 15 menit pada suhu 90C untuk infusa atau 30 menit untuk dekoksa. Penyarian dilakukan pada saat cairan masih panas kecuali bahan yang mengandung minyak atsiri (Anonim, 2013).2.4.4. MaserasiMaserasi adalah cara ekstraksi yang paling sederhana. Bahan simplisia yang dihaluskan sesuai dengan syarat farmakope (umumnya terpotong-potong atau berupa serbuk kasar) disatukan dengan bahan pengekstraksi. Selanjutnya rendaman tersebut disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau warna) dan dicocok kembali. Waktu maserasi lamanya berbeda-beda, masing-masing farmakope mencantumkan 4-10 hari. Setelah selesai maserasi, artinya keseimbangan antara bahan yang diekstraksi pada bagian dalam sel dengan yang masuk kedalam cairan, telah tercapai maka proses difusi segera berakhir. Persyaratanya adalah bahwa rendaman tadi harus dikocok berulang-ulang. Keadaan diam selama maserasi menyebabkan turunnya perpindahan bahan aktif (Anonim, 1995).Setelah maserasi dianggap selesai, dilakukan filtrasi atau penyaringan untuk mendapatkan maserat dan ampas diperas kemudian dicuci kembali untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Cairan maserasi dan cairan yang diperoleh melalui perasan disatukan, selanjutnya diatur sampai mencapai kadar dan jumlah yang diinginkan dengan cairan hasil pencucian sisa perasan menggukakan bahan pengekstraksi. Proses pencucian tersebut dilakukan untuk memperoleh sisa kandungan bahan ekstraktif dan juga untuk menyeimbangkan kembali kehilangan akibat penguapan yang terjadi pada saat penyaringan dan pengepresan (Anonim, 1995).2.4.5. Perkolasi

Perkolasi umumnya digunakan untuk mengekstraksi serbuk kering terutama simplisia yang keras seperti kulit batang, kulit buah, biji, kayu, dan akar. Penyari yang digunakan umumnya adalah etanol atau campuran etanol-air. Dibandingkan dengan metode maserasi metode ini tidak memerlukan tahapan penyarian perkolat, hanya kerugiannya adalah waktu yang dibutuhkan lebih lama dan jumlah penyari yang digunakan lebih banyak (Anonim, 2013).Cara perkolasi yaitu serbuk simplisia ditambahkan cairan penyari hingga terendam dalam perkolator, kemudian didiamkan selama 18-24 jam. Selanjutnya kran perkolator dibuka, cairan dibiarkan menetes, dan penyari ditambahkan secara terus-menerus sehingga simplisia selalu terendam. Proses dihentikan pada saat jumlah penyari yang digunakan sudah mencapai 10 kali jumlah serbuk simplisia. Bila diperlukan massa diperas, dan semua cairan yang terkumpul dipindahkan ke dalam bejana, ditutup dan dibiarkan selama 2 hari ditempat sejuk terlindung dari cahaya. Kemudian dienap tuangkan atau disaring (Anonim, 2013).Jika dikehendaki, jumlah penyari yang diguanakan pada proses perkolasi dapat ditambah hingga tetesan perkolat terakhir tidak lagi mengandung senyawa yang terlarut. Hal ini dapat diuji dengan menguapkan tetesan perkolat dan diamati apakah masih meninggalkan sisa. Metode ini umumnya digunakan untuk simplisia yang bernilai tinggi seperti valerian, kembang pala, purwoceng, dan ekinase (Anonim, 2013).2.4.6. Digesti

Digesti dalah metode ekstraksi dengan menggunakan pemanasan pada suhu 40-50C. Metode ini digunakan untuk simplisia yang zat aktifnya tahan terhadap pemanasan. Keuntungan dari metode digesti yaitu zat aktif yang tersari lebih banyak dan waktu ekstraksi lebih singkat dibanding dengan metode maserasi. Cairan penyari yang digunakan adalah etanol atau campuran etanol-air. Apabila mengguakan cairan penyari air, proses digesti dapat menggukan vakum agar suhu didih cairan penyari tidak lebih dari 60C (Anonim, 2013).2.4.7 Sokletasi

Bahan yang diekstraksi diletakkan dalam sebuah alat soklet yang dilapisi kertas saring yang bekerja kontinyu (perkolator). Wadah gelas yang mengandung kantung diletakkan diantara labu penyulingan dengan pendingin balik dan dihubungkan dengan labu melalui pipa. Labu tersebut berisi bahan pelarut, yang menguap dan mencapai kedalam pendingin aliran balik melalui pipet, berkondensasi di dalamnya, menetes ke atas bahan yang diekstraksi dan menarik keluar bahan yang diekstraksi. Larutan berkumpul di dalam wadah gelas dan setelah mencapai tinggi maksimal, secara otomatis dipindahkan kedalam labu. Dengan demikian zat yang terekstraksi terakumulasi melalui penguapan bahan pelarut murni berikutnya. Pada cara ini diperlukan bahan pelarut dalam jumlah kecil, juga simplisia selalu baru artinya suplai bahan pelarut bebas bahan aktif berlangsung secara terus menerus (Voigt, 1995).2.4.8 DekoktaDekokta adalah suatu proses penyarian yang hampir sama dengan infus, perbedaannya pada dekokta digunakan pemanasan selama 30 menit dihitung mulai suhu mencapai 90C. Cara ini dapat dilakukan untuk simplisia yang mengandung bahan aktif yang tahan terhadap pemanasan (Voigt, 1995).2.5. Bakteri

Nama bakteri berasal dari kata bakterion (bahasa Yunani) yang berarti tongkat atau batang. Sekarang nama itu dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil, berkembang biak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya dapat dilihat dengan menggunakan mikroskop. Ukuran bakteri bervariasi baik penampang maupun panjangnya, tetapi pada umumnya diameter bakteri adalah sekitar 0,2-2,0 mm dan panjang berkisar 2-8 mm (Dwidjoseputro,1982).Berdasarkan perbedaannya di dalam menyerap zat warna gram bakteri

dibagi atas dua golongan yaitu bakteri gram positif dan bakteri gram negatif.

Bakteri gram positif menyerap zat warna pertama yaitu kristal violet yang

menyebabkan berwarna ungu, sedangkan bakteri gram negatif menyerap zat warna kedua yaitu safranin dan menyebabkannya berwarna merah (Dwidjoseputro, 1982).

2.5.1. Bakteri Staphylococcus aureusStaphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif yang berbentuk bulat (kokus) dan setiap selnya berdiameter sekitar 0,5-1m. Staphylococcus tidak bergerak dan tidak membentuk spora (Jawetz, 1996). Untuk membedakan Staphylococcus aureus dengan Staphylococcus spesies yang lain digunakan tes koagulase. Untuk melakukan tes koagulase dapat digunakan cara penentuan dengan tabung dan gelas alas. Staphylococcus aureus menghasilkan enzim koagulase, sedangkan spesies lainnya tidak (Bonang dan Enggar, 1982).Infeksi Staphylococcus aureus dapat juga bersal dari kontaminasi langsung dari luka, misalnya pasca operasi infeksi Staphylococcus atau infeksi yang menyertai trauma. Jika infeksi yang disebabkan Staphylococcus aureus yang tidak menghasilkan laktamase, penisilin G merupakan obat pilihan tetapi hanya persentase kecil strain Staphylococcus aureus yang peka terhadap penisilin G ( Jewetz dkk, 2001).

Gambar 2.4 Bakteri Staphylococcus aureus (Anonim, 2014)2.5.2. Klasifikasi

Menurut Jawets, Melnic, dan Adelbergs, 1996 Bakteri Staphylococcus aureus diklasifikasikan sebagai berikut :

Kingdom: Eubacteri

Phylum: Firmicutes

Class

: Bacilli

Ordo

: Bacillanes

Family

: Staphylococcaceae

Genus

: Staphylococcus

Species: Staphylococcus aureus2.5.3. Morfologi

Bakteri ini mempunyai bentuk sferis, bila menggerombol dalam susunan yang tidak teratur mungkin sisanya agak rata karena tertekan. Diameter bakteri tersebut antara 0,8-1,0 mikron. Pada sediaan langsung yang berasal dari nanah dapat terlihat sendiri, berpasangan, menggerombol dan bahkan tersusun seperti rantai pendek. Susunan gerombolan yang tidak teratur biasanya ditemukan pada sediaan yang dibuat dari pembenihan padat, sedangkan dari pembenikan kaldu biasanya ditemukan tersendiri atau tersusun sebagai rantai pendek. Batas-batas suhu dan pertumbuhan ialah 15C-40C, sedangkan pertumbuhan optimum inkubasi 35C dan pH optimum ialah7,4 pada lempengan agar. Dalam suasana aerob pada lempengan agar biasa pada suhu 37C (Jawetz, Melnic, dan Adelbergs, 1994).2.6 Anatomi dan Fungsi Kulit

Gambar 2.5 Struktur Kulit 2.6.1. Anatomi Kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m2. Rata-rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal 6 mm terdapat ditelapak tangan dan kaki. Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epitelis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan (Marwali Harahap, 2000).A. EpidermisEpidermis terdiri dari empat lapisan, yaitu:

1. Lapisan basal merupakan lapisan di bawah epidermis dan berbatas dengan dermis. Dalam lapisan basal terdapat juga melanosit. Melanosit adalah sel dendritik yang membentuk melanin. Semua ras mempunyai melanosit yang sama. Perbedaan warna kulit tergantung pada kegiatan melanosit.

2. Lapisan malpighi merupakan lapisan epidermis yang paling kuat dan yang paling tebal. Terdiri dari sel-sel poligonal yang di lapisan atas menjadi lebih gepeng. Sel-sel yang menonjol yang terlihat seperti duri-duri.

3. Lapisan granular terdiri dari satu sampai empat baris sel-sel berbentuk intan, berisi butir-butir (granul) keratohialin. Lapisan sel-sel jernih atau lapisan granul terdiri dari satu lapisan sel-sel tanpa inti.

4. Lapisan tanduk terdiri dari 20-25 lapis sel-sel tanduk tanpa inti, gepeng, tipis dan mati. Pada permukaan lapisan ini sel-sel mati terus menerus mengelupas tanpa terlihat (Marwali Harahap, 2000).

B. DermisDermis merupakan lapisan di bawah epidermis dan di atas jaringan subkutan. Dermis terdiri dari jaringan ikat yang dilapiskan atas terjalin rapat (pars paplaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar (pars reticularis). Lapisan pars reticularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus. Banyaknya keringat yang keluar dapat mencapai 2.000 ml setiap hari, tergantung pada kebutuhan tubuh dan pengaturan suhu. Keringat mengandung air, garam, dan urea. Fungsi lain sebagai alat ekskresi adalah sebagai organ penerima rangsangan, pelindung terhadap kerusakan fisik, penyinaran dan bibit penyakit, serta untuk pengaturan suhu tubuh (Anief, 1997).C. Jaringan SubkutanMerupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari lapisan

lemak. Lapisan ini terdapat jaringan ikat yang menghubungkan kulit secara longgar dengan jaringan di bawahnya. Jumlah dan ukurannya berbeda-beda menurut daerah ditubuh dan keadaan nutrisi individu. Berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi (David S Perdanakusuma, 2007). 2.6.2. Fungsi

Kulit mempunyai fungsi bermacam-macam untuk menyesuaikan tubuh dan lingkungan. Fungsi kulit yaitu sebagai pelindung, pengatur suhu, penyerap, indra perasa, faal pergetahan (Marwali Harahap, 2000).A. PelindungEpidermis terutama lapisan tanduk berguna untuk menutupi jaringan-jaringan tubuh di sebelah dalam dan melindungi tubuh dari pengaruh-pengaruh luar seperti luka dan serangan kuman. Lapisan paling luar dari kulit ari diselubungi dengan lapisan tipis lemak, yang menjadikan kulit tahan air. Kulit dapat menahan suhu tubuh, menahan luka-luka kecil, mencegah zat kimia dan bakteri masuk ke dalam tubuh serta menghalau rangsang-rangsang fisik seperti sinar ultraviolet dari matahari.

B. Pengatur SuhuDi waktu suhu dingin, peredaran darah di kulit berkurang guna mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas (Marwali Harahap, 2000).C. Penyerapan Kulit dapat menyerap bahan-bahan tertentu seperti gas dan zat yang larut dalam lemak, tetapi air dan elektrolit sukur masuk melalui kulit. Zat-zat yang larut dalam lemak lebih mudah masuk ke dalam kulit dan masuk peredaran kulit. Bagian bawah terjalin longgar (pars reticularis). Lapisan pars reticularis mengandung pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebaseus (Marwali Harahap, 2000).

D. Indra PerasaIndra perasa di kulit terjadiu karena rangsangan terhadap saraf sensoris dalam kulit. Fungsi indera perasa yang pokok yaitu merasakan nyeri, peraba, panas, dan dingin (Marwali Harahap, 2000)

E. Fungsi Pergetahan

Kulit diliputi oleh dua jenis pergetahan yaitu sebum dan keringat. Getah sebum dihasilkan oleh kelenjar sebaseus dan keringat di hasilkan oleh kelenjar keringat. Sebum adalah sejenis zat lemak yang membuat kulit menjadi lentur (Marwali Harahap, 2000).2.7. Luka

Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat jaringan yang rusak atau hilang. Kulit selain sebagai pelindung, juga berperan dalam pengaturan suhu dan sebagai penahan hilangnya cairan tubuh (Anonim, 2006)

Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul :

a. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ

b. Respon stres simpatis

c. Pendarahan dan pembekuan darah

d. Kontaminasi bakteri

e. Kematian sel

Mekanisme terjadinya Luka

1. Luka insisi, terjadi karena teriris oleh benda tajam. Misalnya terjadi akibat pembedahan

2. Luka memar, terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan dikarateristikan oleh cidera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.

3. Luka lecet, terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang biasanya tidak dengan benda tajam.

4. Luka tusuk, terjadi akibat adanya benda seperti peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter kecil.

5. Luka gores, terjadi akibat benda yang tajam seperti kaca atau kawat.

6. Luka tembus, yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya lukanya melebar.

7. Luka bakar, luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-benda yang menghasilkan panas (api, cairan, panas, listrik dan lain-lain) atau zat-zat yang bersifat membakar (asam kuat, basa kuat).

Menurut tingkat kontaminasi terhadap luka :

a. Luka bersih, yaitu luka benda terinfeksi yang tidak terjadi proses peradangan dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital dan urinaria. Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup. Kemungkinan terjadi infeksi luka 1%-5%.

b. Luka bersih terkontaminasi, merupakan luka pembedahan dimana pernafasan, pencernaan, genital atau perkemihan dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka 3%-11%.

c. Luka terkontaminasi, luka terbuka fresh, luka akibat kecelakaan dan operasi dengan kesukaan besar dengan teknik aseptik atau inflamasi. Kemungkinan infeksi luka 10%-17%.

d. Luka kotor atau infeksi, yaitu terdapatnya mikroorganisme pada luka (Rina Herlina, 2010).2.8. Luka Bakar

Luka bakar adalah suatu bentuk kerusakan atau kehilangan jaringan yang disebabkan kontak dengan sumber panas seperti api, air panas, bahan kimia, listrik, dan radiasi (Moenadjat, 2003).

Menurut tanda dan gejalanya, ada 4 stadium pada luka bakar yaitu :

1. Luka bakar tahap I, Kemerahan pada kulit (Erythema), terjadi pembengkakan hanya pada lapisan atas kulit ari (Stratum Corneum), terasa sakit, merah dan bengkak.

2. Luka bakar tahap II, Melepuh (Bullosa) pembengkakan sampai pada lapisan kulit ari, terdapat gelembung berisi cairan kuning bersih.

3. Luka bakar tahap III, akan menyebabkan kerusakan permanen pada epitel dan kelengkapan kulit, akibat suhu yang amat tinggi.4. Luka bakar tahap IV, Luka bakar sudah sampai pada jaringan ikat atau lebih dari kulit ari dan kulit jangat sudah terbakar (Mutsehler,1992).Ada dua cara perawatan luka yaitu perawatan terbuka adalah perawatan luka yang selalu terbuka menjadi dingin dan kering sehingga kuman sulit berkembang. Perawatan kulit terbuka ini memerlukan ketelatenan. Untuk luka bakar tahap III harus dilakukan pembersihan berulang - ulang untuk menjaga luka tetap kering. Sedangkan perawatan tertutup adalah perawatan yang dilakukan dengan memberikan balutan yang dimaksudkan untuk menutup luka dari kemungkinan kontaminasi. Untuk menghindari kemungkinan kuman untuk berkembang biak, sedapat mungkin luka ditutup dengan kasa seteril (Rina Herlina, 2010).

2.9. Metode Uji Luka BakarMetode yang digunakan untuk menguji luka bakar adalah metode eksperintal. Luka bakar dibuat dengan cara mencukur bulu punggung hewan uji kemudian dibersihkan dengan kapas yang dibasahi alkohol 70%, lalu kulit diinduksi dengan alat penginduksi panas yang mempunyai suhu 80C selama 5 detik. Alat penginduksi panas berupa solder yang diujungnya ditempelkan

lempeng logam berukuran 2 cm, sehingga terjadi pelepuhan dan kulit terkelupas pada bagian tertentu. Inokulasi bakteri adalah konsentrasi 10-3 sebanyak 0,1 ml yang diteteskan pada luka tersebut. Kemudian diinkubasi kurang lebih dua hari sampai timbul nanah atau pus (Dwita Oktiarni, dkk, 2012).BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1. Tempat dan Waktu PenelitianPenelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tulang Bawang lampung dan Laboratorium Kesehatan Daerah pada bulan Juli 2014.3.2. Alat dan bahan PenelitianAlat yang diguanakan pada penelitian ini adalah seperangkat retory evaporator, blander, oven, beaker glass, erlenmeyer, gelas ukur, tabung reaksi, aluminium voil, batang pengaduk, corong, alat solder, jarum ose, pisau cukur, gunting stainless steel, kasa steril, plaster perekat, jangka sorong, pinset, kertas label, timbangan hewan, kandang kelinci.Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pelepah pisang ambon, biakan bakteri Staphylococcus aureus, kelinci, alkohol, aquadest, bioplasenton krim, NA dan NB.3.3. Prosedur Penelitian3.3.1. Pengambilan Bahan Uji Pelepah Pisang AmbonBahan uji pelepah pisang ambon diambil diwilayah Bandar Negri Kecamatan Labuhan Maringgai, Lampung Timur.3.3.2. Pembuatan Ekstrak Pembuatan ekstrak yaitu pelepah pisang ambon segar yang sudah dicuci bersih sebanyak 2,5 kg, pelepah diambil pada pelepah lapisan nomor 3-6, pengambilan pelepah 5 cm dari batang pisang, bahan dipotong kira - kira dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm, lalu bahan dimaserasi dengan alkohol 96% dengan perbandingan 1:4, dilakukan penggantian pelarut setiap hari dan dilakukan pengadukan berulang-ulang, hasil maserat dievaporasikan dengan rotary evaporator sampai diperoleh ektrak kental.3.3.3. Persiapan Hewan PercobaanDalam penelitian ini menggukan kelinci jantan berusia 4-5 bulan dengan berat rata-rata 1-1,5 kg sebanyak 18 ekor. Sebelum dilakukan penelitian kelinci jantan diadaptasikan terlebih dahulu terhadap tempat, dan kandang selama 1 minggu. Hewan yang mengalami penurunan berat badan lebih dari 10%, tidak digunakan dalam percobaan. Selama adaptasi hewan diberi makan dan minum dengan jenis dan jumlah yang sama.3.3.4. Pembuatan MediaA. Media NASeabanyak 8 gram Natrium Agar dan 15 gram agar-agar dilarutkan dalam 1 liter aquadest dan dipanaskan hingga mendidih kurang lebih 10-15 menit lalu diseterilkan dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121C tekanan 1 atm selama 15 menit.B. Media NBSebanyak 8 gram Natrium Broth dilarutkan dalam 1 liter aquadest dan dipanaskan hingga mendidih kurang lebih 10-15 menit lalu diseterilkan dengan menggunakan autoklaf dengan suhu 121C tekanan 1 atm selama 15 menit.3.3.5. Penyiapan Biakan BakteriBiakan bakteri Staphylococcus aureus diperoleh dari laboratorium kesehatan daerah Bandar Lampung. Biakan diperbanyak dengan menginokulasikan pada media NA miring dalam beberapa tabung, lalu diinkubasi selama 24 jam.3.3.6. Pembuatan Inokulasi Bakteri Staphylococcus aureusBiakan bakteri Staphylococcus aureus dari NA miring diambil sebanyak satu mata ose lalu diinokulasi pada media NB dan diinkubasi selama 24 jam.3.3.7. Pembuatan Konsentrasi Biakan Bakteri 10-3Bakteri Staphylococcus aureus pada media NB yang telah diinkubasi diambil sebanyak 1ml lalu diencerkan dengan aquadest sebanyak 10 ml, dilakukan pengenceran 10-3. Cara pengenceran bakteri 10-3 yaitu siapkan 3 tabung reaksi masing-masing berisi 9 ml aquadest steril diletakkan secara berurutan dari 10-1, 10-2, dan 10-3 kemudian masukan 1 ml kedalam tabung reaksi pertama kemudian kocok sampai homogen, konsentrasi larutan menjadi 10-1, kemudian mempipet 1 ml dari tabung reaksi pertama masukan kedalam tabung kedua kocok hingga homogen, konsentrasi larutan menjadi 10-2, lalu mempipet 1 ml dari tabung reaksi yang ke dua masukan kedalam tabung reaksi ketiga kocok hingga homogen, dan konsentrasi larutan menjadi 10-3 (Etty Haryati, 2011).

3.3.8. Penentuan Konsentrasi Konsentrasi ekstrak kental yang digunakan untuk menguji pengaruh pada luka bakar yaitu 6,25%, 12,5%, 25%, 50%.3.3.9. Pengujian Ekstrak Pelepah Pisang Ambon Terhadap Bakteri Staphylococcus aureusLuka bakar dibuat dengan mencukur bulu punggung kelinci jantan kemudian dibersihkan dengan kapas yang dibasahi alkohol 70%, lalu kulit diinduksi dengan alat penginduksi panas yang mempunyai suhu 80C selama 5 detik. Alat penginduksi panas berupa solder yang diujungnya ditempelkan

lempeng logam berukuran 2 cm, sehingga terjadi pelepuhan dan kulit terkelupas

pada bagian tertentu. Inokulasi bakteri adalah konsentrasi 10-3 sebanyak 0,1 ml yang diteteskan pada luka bakar lalu diinkubasi kurang lebih dua hari sampai timbul nanah atau pus. Dalam penelitian ini hewan percobaan dikelompokkan secara acak dalam 6 kelompok dan masing masing kelompok terdapat 3 ekor kelinci jantan, setiap kelinci diberi perlakuan sebagai berikut :

P0 : tanpa perlakuan (kontrol negatif)

P1 : diteteskan ekstrak pelepah pisang ambon 6,25%

P2 : diteteskan ekstrak pelepah pisang ambon 12,5%

P3 : diteteskan ekstrak pelepah pisang ambon 25%

P4 : diteteskan ekstrak pelepah pisang ambon 50%

P5 : dioleskan salep bioplasenton krim (kontrol positif) Ekstrak pelepah pisang ambon diteteskan setiap hari pada luka infeksi selama 14 hari, untuk kontrol positif menggunakan bioplasenton krim. Perlakuan terhadap kelinci tersebut dilakukan setiap tiga kali sehari yaitu pagi, siang, dan sore. Volume setiap kali pemberian adalah 0,3 ml. Kemudian ukur diameter luka bakar tersebut dengan menggunakan jangka sorong setiap 3 hari sekali selama 14 hari.3.4. Analisis Data

Data yang diperoleh dikumpulkan dari hasil pengamatan dan yang dikumpulkan. Analisis data pada rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pada uji laboratorium praklinik menyembuhkan luka bakar dinilai dengan cara mengukur diameter luka, semakin kecil diameter luka bakar semakin baik penyembuhan yang terjadi. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan analisa Sidik ragam (Hanafiah, 2004).