uin syarif hidayatullah jakarta pembuatan...
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PEMBUATAN MIKROPARTIKEL GENTAMISIN
SULFAT MENGGUNAKAN POLIMER POLI VINIL
PIROLIDON DENGAN METODE SEMPROT KERING
(SPRAY DRYING )
SKRIPSI
ANNISA NURUL AZZAHRA
1111102000029
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PEMBUATAN MIKROPARTIKEL GENTAMISIN
SULFAT MENGGUNAKAN POLIMER POLI VINIL
PIROLIDON DENGAN METODE SEMPROT KERING
(SPRAY DRYING )
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi
ANNISA NURUL AZZAHRA
1111102000029
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JULI 2015
ii
ABSTRAK
Nama : Annisa Nurul Azzahra
NIM : 1111102000029
Program Studi : Farmasi
Judul Skripsi : Pembuatan Mikropartikel Gentamisin Sulfat
Menggunakan Polimer Poli Vinil Pirolidon dengan
Metode Semprot Kering (Spray Drying)
Gentamisin sulfat merupakan antibiotik spektrum luas yang secara topikal
digunakan dalam terapi luka infeksi sekunder, dan terapi ini ditemukan lebih
efektif dibandingkan pemberian secara sistemik. Pemberian gentamisin sulfat
secara topikal dapat memberikan efek konsentrasi antibiotik lokal yang besar.
Gentamisin sulfat dibentuk dalam mikropartikel untuk memberikan pelepasan
lepas lambat pada konsentrasi efektif antibiotik, sehingga dapat memberikan
kontrol infeksi lokal serta meminimalisir efek samping dan induksi resistensi
bakteri. Mikropartikel gentamisin sulfat dibuat dengan perbandingan obat dan
konsentrasi polimer Poli Vinil Pirolidon (PVP) sebesar 1:10, 1:15, dan 1:20 dan
dilakukan evaluasi perolehan kembali, kadar air, penentuan ukuran partikel,
penentuan kadar obat, dan pelepasan obat in vitro dari mikropartikel. Pada FI nilai
PK 47,913%, kadar air 13,12%, diameter rata-rata 5,917 µm, kadar obat 8,629%,
dan hasil bobot terdisolusi selama 45 menit yaitu 8,129 mg, sementara pada FII
nilai PK 41,815%, kadar air 13,17%, diameter rata-rata 6,257 µm, kadar obat
5,511%, dan hasil bobot terdisolusi selama 45 menit yaitu 5,843 mg dan pada FIII
nilai PK 40,390%, kadar air 11,03%, diameter rata-rata 7,847 µm, kadar obat
2,899%, dan hasil presentase terdisolusi selama 45 menit yaitu 5,309 mg. Seiring
dengan kenaikan konsentrasi polimer dari 10 hingga 20 persen maka viskositas
larutan akan semakin meningkat, sementara PK, kadar obat dan bobot terdisolusi
akan semakin menurun.
Kata kunci : mikropartikel, gentamisin sulfat, PVP, semprot kering (spray drying)
iii
ABSTRACT
Name : Annisa Nurul Azzahra
NIM : 1111102000029
Major : Pharmacy
Title : Formulation Microparticle of Gentamicin Sulfate Using
Polymer Poly Vinyl Pyrrolidon with Spray Drying Method
Gentamicin sulfate is a broad-spectrum antibiotic used topically for treatment of
secondary wound infections, and found more effective than systemic
administration. Topical administration of gentamicin sulfate can give large local
antibiotic concentration. Gentamicin sulfate is formed into microparticles to
provide sustained release at effective concentrations of antibiotics, so it can give
local infection control, minimize side effects and induce bacterial resistance.
Gentamicin sulfate microparticles is made by comparison of drug and polymer
Poly Vinyl pyrrolidone (PVP) concentration at 1:10, 1:15, and 1:20 and evaluated
such as % yield, moisture content, particle size determination, drug loading in
microparticle and drug release in vitro by dissolution . In the FI, the % yield was
47.913%, moisture content 13.12%, the average diameter of 5.917 μm, drug
loading in microparticle 8.629% and the results of weight dissolved for 45
minutes was 8.129 mg, while the FII showed that the % yield was 41.815%, the
water content was 13.17 %, average diameter of 6.257 μm, drug loading in
microparticle 5.511%, and the results of weight dissolved for 45 minutes was
5.843 mg and in FIII the % yield was 40.390%, moisture content 11.03%, the
average diameter of 7.847 μm, drug loading in microparticle 2.899% , and the
results of the percentage dissolved for 45 minutes was 5,309 mg. Along with the
increasement in the polymer concentration of 10 to 20 percent, the viscosity of the
solution will increase, while the % yield, and the weight of dissolved drug levels
will decrease.
Key words : microparticle, gentamicin sulfate, PVP, spray drying
iv
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil`alamiin, segala puji dan syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai.
Shalawat serta salam penulis curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW beserta keluarga, para sahabat serta kita sebagai umatnya. Penulisan skripsi
yang berjudul “Pembuatan Mikropartikel Gentamisin Sulfat Menggunakan
Polimer Poli Vinil Pirolidon Dengan Metode Semprot Kering (Spray Drying)”
bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi
pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya bantuan, bimbingan,
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Nelly Suryani, Ph.D., Apt dan Ibu Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt.
sebagai dosen pembimbing yang dengan sabar telah memberikan
banyak masukan, ilmu, bimbingan, waktu, tenaga, dan dukungan kepada
penulis.
2. Bapak Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Yardi, Ph.D., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Puteri Amelia, M.Farm.,Apt selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan bantuan dalam menyelesaikan permasalahan-
permasalahan akademik.
5. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta atas
ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya.
6. Kedua orang tua, ayahanda Muhamad Hasim dan ibunda tercinta
v
Ernawati yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, dan doa
yang tidak pernah putus dan dukungan baik moril maupun materil.
7. Adik-adik saya yang tercinta Muhammad Farhan Syarofi dan Hanifah
Nida Nuraini yang telah memberikan kasih sayang, doa, semangat, dan
dukungan baik moril maupun materi sehingga penelitian ini dapat
berjalan dengan lancar.
8. Seluruh keluarga besar Prodi Farmasi FKIK yang telah memberikan
kesempatan dan kemudahan untuk melakukan penelitian serta dukungan
yang amat besar.
9. Laboran-laboran Farmasi FKIK, Pak Rahmadi, Kak Eris, Kak Lisna, Kak
Anis, Mba Rani, dan Kak Tiwi, terima kasih atas dukungan serta
kerjasamanya selama kegiatan penelitian.
10. Sahabat-sahabatku tercinta Tiara, Chodidjah, Ririn, Rosita, Ine, Kiki dan
Inge atas kebersaaman, persaudaraan, bantuan, semangat, motivasi dan
dukungan sejak awal perkuliahan sampai saat ini.
11. Teman-teman seperjuangan kesayangan Elsa, Athiyah, Sheila, Evi atas
bantuan dan motivasi dalam mengerjakan penelitian.
12. Teman-teman Farmasi 2011 atas persaudaraan dan kebersamaan kita
selama di bangku perkuliahan.
13. Semua pihak yang telah membantu selama penelitian dan
penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang
namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih belum sempurna
dan banyak kekurangan. Oleh karena itu saran serta kritik yang membangun
sangat diharapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan
pembaca. Akhir kata, penulis berharap Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini. Amiin Ya
Rabbal’alamiin.
Ciputat, Juli 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ORISINALITAS ..................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................... vi
ABSTRACT .................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
HALAMAN PERSUTUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............ x
DAFTAR ISI ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 4
2.1 Mikropartikel ................................................................................. 4
2.2 Metode Pembuatan Mikropartikel ................................................. 5
2.2.1 Presipitasi dengan penambahan non-solvent ......................... 5
2.2.2 Presipitasi partikel dengan partisi pelarut ............................. 6
2.2.3 Semprot kering ...................................................................... 6
2.2.4 Metode ekstraksi dengan fluida superkritis ........................... 8
2.2.5 Penguapan pelarut ................................................................. 9
2.3 Evaluasi Mikropartikel ................................................................... 13
2.3.1 Perolehan kembali ................................................................. 13
2.3.2 Bentuk dan morfologi mikropartikel ..................................... 14
2.3.3 Distribusi ukuran partikel ...................................................... 14
2.3.4 Kandungan zat aktif dan efisiensi penjerapan ....................... 15
2.3.5 Pelepasan in vitro .................................................................. 16
2.4 Sistem penghantaran obat lepas terkendali .................................... 16
2.5 Gentamisin sulfat ........................................................................... 17
2.6 Derivatisasi Gentamisin Sulfat ...................................................... 18
2.7 Poli vinil pirolidon (PVP) .............................................................. 19
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 21
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 21 3.2 Alat dan Bahan ............................................................................... 21
3.2.1 Alat ........................................................................................ 21
3.2.2 Bahan .................................................................................... 21
3.3 Prosedur Penelitian ........................................................................ 21
3.3.1 Formula Mikropartikel .......................................................... 21
iii
3.3.2 Pembuatan Mikropartikel ...................................................... 22
3.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi .................................................. 23
3.3.4 Uji Penentuan Faktor Perolehan Kembali ............................. 23
3.3.5 Penentuan Kadar Air ............................................................. 23
3.3.6 Penentuan Ukuran Partikel Mikrropartikel ........................... 24
3.3.7 Penentuan Kadar Obat .......................................................... 24
3.3.8 Pelepasan obat secara In Vitro .............................................. 25
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 26 4.1 Formula Mikropartikel ................................................................... 26
4.2 Hasil Perolehan Kembali ............................................................... 27
4.3 Hasil Kadar Air .............................................................................. 28
4.4 Hasil Distribusi Ukuran Partikel .................................................... 29
4.5 Hasil Kurva Kalibrasi Gentamisin Sulfat....................................... 32
4.5.1 Penentuan Panjang Gelombang Gentamisin Sulfat .............. 32
4.5.2 Kurva Kalibrasi Gentamisin Sulfat Standar .......................... 33
4.6 Hasil Kadar Obat dalam Mikropartikel .......................................... 33
4.7 Hasil Disolusi ................................................................................ 33
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 36
5.1 Kesimpulan ................................................................................. 36
5.2 Saran ........................................................................................... 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 37
LAMPIRAN ................................................................................................. 41
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Perbandingan Mikrokapsul hingga Mikrosfer ......................... 5
Gambar 2.2 Skema Spray Dryer EYELA .................................................. 8
Gambar 2.3 Struktur Gentamisin Sulfat ...................................................... 18
Gambar 2.4 Struktur Poli Vinil Pirolidon ................................................... 19
Gambar 4.1 Diagram Distribusi Ukuran Partikel ........................................ 30
Gambar 4.2 Profil Disolusi Mikropartikel .................................................. 35
v
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Formula Mikropartikel ................................................................. 22
Tabel 4.1 Viskositas Formula Mikropartikel Gentamisin Sulfat ................. 26
Tabel 4.2 Hasil Uji Perolehan Kembali ....................................................... 27
Tabel 4.3 Hasil Uji Kadar Air ...................................................................... 28
Tabel 4.4 Rata-rata Ukuran Partikel ............................................................. 29
Tabel 4.5 Distribusi Ukuran Partikel FI ....................................................... 30
Tabel 4.6 Distribusi Ukuran Partikel FII ...................................................... 31
Tabel 4.7 Distribusi Ukuran Partikel FIII .................................................... 31
Tabel 4.8 Kadar Obat dalam Mikropartikel Gentamisin Sulfat ................... 33
Tabel 4.9 Bobot Terdisolusi Mikropartikel Gentamisin Sulfat .................... 35
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Alur Penelitian ........................................................................ 42
Lampiran 2. Scanning Panjang gelombang maksimum Gentamisin Sulfat 43
Lampiran 3. Data Absorbansi Gentamisin Sulfat........................................ 43
Lampiran 4. Kurva Kalibrasi Gentamisin Sulfat ......................................... 44
Lampiran 5. Hasil Operating Time dan Serapan Gentamisin Sulfat selama
3600 detik ............................................................................... 44
Lampiran 6. Hasil Mikropartikel Gentamisin Sulfat ................................... 50
Lampiran 7. Uji Perolehan Kembali ........................................................... 51
Lampiran 7. Distribusi Ukuran Partikel ...................................................... 51
Lampiran 8. Contoh Perhitungan Presentase Disolusi ................................ 52
Lampiran 9. Hasil Uji Disolusi Formulasi I (FI) ......................................... 60
Lampiran 10. Hasil Uji Disolusi Formulasi II (FII) .................................... 61
Lampiran 11. Hasil Uji Disolusi Formulasi III (FIII) ................................. 61
Lampiran 12. Hasil Perhitungan Kadar Obat .............................................. 62
Lampiran 13. Sertifikat Analisis Gentamisin Sulfat ................................... 63
Lampiran 14. Sertifikat Analisis PVP ......................................................... 64
Lampiran 15. Sertifikat Analisis O-phthaldialdehyde ................................ 65
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gentamisin sulfat merupakan antibiotik spektrum luas yang digunakan
secara topikal untuk mengobati infeksi superfisial pada kulit (Charles, Lora,
dan Morton, 2011). Gentamisin sulfat topikal dapat digunakan dalam terapi
luka infeksi sekunder, dan terapi ini ditemukan lebih efektif dibandingkan
pemberian secara sistemik (Lochman et al., 2011). Gentamisin sulfat
memiliki kelemahan waktu paruh yang pendek, butuh diberikan tiga kali
sehari untuk pemberian sistemik sehingga akan menyebabkan efek samping
yang serius, seperti nefrotoksisitas dan neurotoksisitas, dan sangat terbatas
jika diberikan dalam dosis intravena.
Pemberian gentamisin sulfat secara topikal dapat menyelesaikan
masalah pemberian sistemik dan dapat memberikan efek konsentrasi
antibiotik lokal yang besar (Aquino et al., 2013). Aplikasi berulang dari
peggunaan gentamisin sulfat juga dapat menurunkan kepatuhan pasien
(Prieto, Lecaroz, Renedo, dan Kunkova, 2002). Oleh karena itu, diperlukan
sistem penghantaran obat yang diperpanjang salah satunya dengan
pembentukan mikropartikel.
Gentamisin sulfat yang dibentuk dalam mikropartikel memiliki
keuntungan yaitu memberikan pelepasan lepas lambat pada konsentrasi
efektif antibiotik, sehingga dapat memberikan kontrol infeksi lokal serta
meminimalisir efek samping dan induksi resistensi bakteri (Aviv et al.,
2007; Persson et al., 2006 dalam Aquino et al., 2013). Gentamisin sulfat
mikropartikel dapat memberikan zona hambat yang lebih besar terhadap S.
aureus jika dibandingkan dengan gentamisin sulfat murni (Aquino et al.,
2013).
Berdasarkan penelitian Della Porta, Adami, Gaudio, Prota, Aquino,
Reverchon (2010), gentamisin sulfat mikropartikel yang dibuat dengan
metode fluida superkritis dapat memberikan pelepasan diperpanjang namun
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gentamisin sulfat mengalami degradasi sebagian yang terlihat dari warna
partikel yang dihasilkan sedikit kuning dan polimer yang mengendap di
dalam saturator. Maka dari itu, pada penelitian ini akan dibuat mikropartikel
gentamisin sulfat menggunakan metode semprot kering dengan polimer
PVP.
Berbagai pembawa biodegradabel meliputi polimer alam maupun
sintetis telah banyak digunakan sebagai pembawa antibiotik (Aquino et al.,
2013). Poly vinil pirolidon (PVP) merupakan polimer sintetis biodegradabel
yang bersifat hidrofilik, di mana telah banyak digunakan dalam formulasi
lepas lambat. PVP memiliki keuntungan yaitu penerimaan yang luas,
ekonomis, tidak toksik, dan dapat membawa obat dalam jumlah banyak
(Saha, Saarai, Roy, Kitano, dan Saha, 2010; Roohullah et al., 2012). PVP
juga merupakan polimer yang memiliki kemampuan baik sebagai drug
release modifier. PVP K30 merupakan release modifier yang efisien,
dimana dapat memberikan pola pelepasan obat yang lebih konstan dalam
rentang waktu yang cukup (Saeio, Pongpaibul, Viernstein, dan Okonogi,
2007).
Metode semprot kering dipilih karena memiliki beberapa keuntungan
seperti ekonomis, teknologi telah banyak dikuasai, tersedianya peralatan dan
dapat digunakan untuk produksi mikrosfer dalam skala besar (Thies, 1996
dalam Kasih, 2014; Takeuchi et al., 2004 dalam Martins et al., 2011).
Teknik ini juga dilaporkan cepat dan sederhana untuk memproduksi
mikropartikel gentamisin sulfat (Hascicek, Gonul dan Erk, 2002). Semprot
kering memberikan enkapsulasi gentamisin sulfat yang lebih efisien
dibandingkan dengan metode penguapan pelarut. Metode semprot kering
juga cocok untuk obat yang larut air (Prior, Gamazo, Irache, Merkle, dan
Gander, 2000).
Berdasarkan uraian di atas, mikropartikel gentamisin sulfat yang
dibuat menggunakan polimer PVP dengan metode semprot kering akan
dilakukan variasi konsentrasi polimer dalam tiap formula dan dilakukan
evaluasi terhadap mikropartikel gentamisin sulfat yaitu perolehan kembali,
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
uji kadar air, penentuan ukuran partikel, penentuan kadar obat, dan
pelepasan obat in vitro dari mikropartikel.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik mikropartikel gentamisin sulfat-PVP ?
2. Bagaimana pengaruh peningkatan konsentrasi polimer terhadap
karakteristik mikropartikel gentamisin sulfat-PVP?
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi
dan mengetahui pengaruh peningkatan konsentrasi polimer terhadap
karakteristik mikropartikel gentamisin sulfat dalam polimer PVP yang
dibuat menggunakan metode semprot kering.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang karakteristik
mikropartikel gentamisin sulfat dan pengaruh peningkatan konsentrasi
polimer terhadap karakteristik mikropartikel yang dibuat menggunakan
metode semprot kering dengan polimer PVP yang berguna untuk sediaan
topikal obat luka.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikropartikel
Mikropartikel merupakan partikel dengan ukuran 1-1000 μm, dan
telah diperkenalkan sebagai kandidat pembawa untuk obat lepas lambat.
Obat akan terlepas ketika erosi dan difusi dari partikel. Laju pelepasan dapat
meningkat dengan menurunkan berat molekul polimer, ukuran partikel, dan
juga dengan mengontrol sifat polimer. Mikropartikel dapat dibagi menjadi
dua tipe, yaitu mikrokapsul dan mikrosfer (Parida, Kumar, Ravanan, Roy,
Manickam, dan Talwar, 2008).
Mikrokapsul merupakan sistem reservoir mikrometrik. Perbedaannya
dengan mikrosfer yaitu obat terletak didalam lapisan polimer dan pelepasan
akan bergantung pada disolusi, difusi atau keduanya. Lapisan polimer yang
menyelubungi dapat berupa cairan, gas, maupun padatan. Jumlah
mikrokapsul dengan dinding yang tebal biasanya melepaskan obat mengkuti
orde nol. Mikrokapsul juga digunakan sebagai pembawa untuk obat amorf
(Parida, Kumar, Ravanan, Roy, Manickam, dan Talwar, 2008).
Mikrosfer merupakan padatan, sistem matriks mikrometrik yang
hampir sperik. Mikrosfer dibuat dari polimer yang bersifat biokompatibel
dan biodegradabel, seperti Polylactic acid (PLA), Polylactic-co-glycolic
acid (PLGA). Polimer alam seperti albumin dan gelatin juga digunakan
dalam pembuatan mikrosfer. Karakter mikrosfer yaitu serbuk dapat
mengalir bebas, mengandung partikel sperik yang berukuran kurang dari
125 μm, dapat disuspensikan dalam pembawa air dan diinjeksikan dengan
jarum nomor 18 atau 20. Tiap partikel merupakan matriks dispersi obat
dalam polimer dimana mengikuti orde pertama (Parida, Kumar, Ravanan,
Roy, Manickam, dan Talwar, 2008).
Mikropartikel memberikan penghantaran yang akurat, mengurangi
konsentrasi obat pada tempat selain tempat target, dan memberikan sistem
penghantaran obat efektif untuk zat aktif yang tidak larut atau sedikit larut
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
air. Mikropartikel memberikan produk yang melepaskan obat segera dan
dapat melepaskan > 80% zat aktif dalam waktu kurang dari 10 menit, seperti
nimesulid. Mikropartikel dapat meningkatkan bioavaibilitas obat dan
memiliki kemampuan baik dalam mengurangi frekuensi pemberian dan
menurunkan toksisitas beberapa obat. Metode pembuatan mikropartikel
mudah dan dapat diadministrasikan kedalam tubuh dengan jarum
hipodermik. Administrasi obat menggunakan mikropartikel dapat
mengurangi efek samping lokal seperti iritasi saluran pencernaan pada
sediaan oral (Parida, Kumar, Ravanan, Roy, Manickam, dan Talwar, 2008
dan Muhaimin, 2013).
Gambar 2.1 Perbandingan Mikrokapsul hingga mikrosfer
(Sumber : Birnbaum and Peppas, 2004)
2.2 Metode Pembuatan Mikropartikel
Metode pembuatan ini harus memiliki syarat tertentu, diantaranya
stabilitas dan aktivitas biologi obat tidak boleh terpengaruh oleh parameter
proses yang digunakan dalam produksi mikropartikel yang mengandung
obat. Selain itu hasil mikropartikel harus memiliki ukuran partikel yang
diinginkan dan efisiensi enkapsulasi obat harus tinggi. Syarat berikutnya
adalah kualitas partikel dan profil pelepasan obat harus reprodusibel
(Muhaimin, 2013).
2.2.1 Presipitasi dengan Penambahan Non-Solvent (koaservasi)
Dalam metode ini mikropartikel dibuat dengan mendispersikan
partikel kristal padat atau larutan air dari obat kedalam larutan organik
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
polimer, diikuti fase pemisahan dengan menambahkan larutan organik
kedua dimana polimer tidak dapat larut. Penambahan non-solvent
menghasilkan presipitasi polimer disekitar larutan air dari obat untuk
membentuk mikropartikel. Penambahan volume besar dari non-solvent
melengkapi ekstraksi polimer pelarut dan mengkeraskan mikropartikel.
Metode serupa telah digunakan untuk membentuk oksitetrasiklin, namun
dalam kasus ini partikel obat padat disuspensikan dalam larutan organik
polimer. Parikel yang dihasilkan dengan metode ini memiliki distribusi
ukuran yang luas, dimana tidak diharapkan untuk penggunaan klinis.
Mikropartikel dengan metode ini juga cenderung lebih besar teragregasi.
Hasil dari metode ini dapat diubah dengan merubah parameter seperti rasio
polimer pelarut polimer, kecepatan pengadukan, suhu ketika proses
pembuatan, atau volume atau tipe non-pelarut (Muhaimin, 2013).
2.2.2 Presipitasi Partikel dengan Partisi Pelarut
Dalam metode ini, larutan atau suspensi obat dalam polimer atau
pelarut organik, perlahan-lahan diinjeksikan kedalam aliran minyak mineral.
Karena pelarut organik larut dalam minyak namun obat dan polimer tidak,
kopresipitasi dari obat dan polimer terjadi karena partisi campuran kedalam
minyak. Hasil akan bergantung pada kelarutan obat. Jika obat larut dalam
larutan polimer, obat dan polimer akan mengalami partisi bersamaan. Jika
obat tertahan dalam larutan polimer, polimer akan presipitasi diantara
partikel obat padat. Mikropartikel yang dihasilkan berukuran besar, ukuran
partikelnya beragam dari 144-412 μm, bergantung pada laju alir dan
diameter jarum yang digunakan untuk menginjeksi campuran obat polimer.
Dengan metode ini, parameter pembuatan yang mempengaruhi yaitu rasio
polimer, laju alir minyak mineral, dan pemilihan pelarut polimer
(Muhaimin, 2013).
2.2.3 Semprot Kering
Dalam teknik ini, obat dilarutkan dalam larutan polimer organik dan
campuran tersebut dimasukkan kedalam alat semprot kering untuk
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
membentuk mikrosfer. Keuntungan dari teknik ini adalah pada senyawa
yang larut mapun tidak larut dalam dibuat menjadi sperik, tidak seperti
metode emulsifikasi tunggal O/W dimana tidak cocok untuk senyawa yang
larut air. Progesteron dan teofilin dibuat dalam mikropartikel polilaktid
menggunakan metode ini (Muhaimin, 2013).
Dalam sistem ini, berhungan dengan beberapa kekurangan. Sebagai
contoh, kristal seukuran jarum terbentuk ketika kafein dibentuk
menggunakan metode ini dengan polimer polilaktid, kemungkinan akan
menghasilkan inkompatibilitas antara polimer dan obat. Serat juga dapat
terbentuk karena gaya dispersi yang dipaksakan untuk memecahkan larutan
polimer. Pemilihan pelarut organik juga penting, polimer harus terlarut
dalam pelarut seperti metilen klorida, etil asetat atau pelarut flourinasi
(hexafluroisopropanol), karena pelarut ini menguap segera dengan
pemanasan air pada fase kering dan karena polimer ini juga biasa
digunakan, walaupun seringkali polimer tidak larut dalam pelarut organik
ini (Muhaimin, 2013). Ukuran partikel mikrosfer yang diperoleh dari
semprot kering (spray drying) kisarannya lebih kecil dibandingkan dengan
metode lain, sehingga dapat tercapai keseragaman ukuran partikel (Kasih,
2014).
Kemudian, karena partikel terpapar udara panas dalam jumlah besar
selama tahap ekstraksi, stabilitas dari obat yang sensitif teroksidasi atau
termolabil dapat terpengaruh. Walaupun nitrogen dapat menghindari
oksidasi dari obat jika di substitusikan ke udara dalam fase ini,
konduktivitas panas dari nitrogen lebih rendah dari udara, dimana akan
berakibat pada produk hasil. Menggunakan metode ini dapat dihasilkan
partikel dengan diameter 5 – 125 μm (Muhaimin, 2013).
Proses semprot kering (spray drying) meliputi proses pendispersian
bahan inti ke dalam bahan penyalut dengan cara menghomogenisasi dan
menyemprotkan dispersi bahan penyalut – inti ke dalam suatu lingkungan
dengan pemadatan yang relatif cepat dari penyalut. Pemadatan penyalut
dalam semprot kering (spray drying) dipengaruhi oleh penguapan cepat dari
pelarut bahan penyalut (Masters, 1979 dalam Kasih, 2014).
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Menurut Risch (1995), secara praktis semprot kering (spray drying)
dilakukan dengan cara mendispersikan bahan inti ke dalam bahan penyalut,
kemudian campuran diatomisasi melalui pipa-pipa ke dalam aliran udara
panas yang menyediakan panas laten penguapan. Panas tersebut diperlukan
untuk menghilangkan pelarut dari bahan penyalut sehingga menghasilkan
partikel-partikel kering sebagai produk mikroenkapsulasi (Onwulata, 1986
dalam Kasih, 2014).
Pada pembuatan mikropartikel menggunakan metode ini, parameter
yang harus dipertimbangkan adalah suhu inlet, kapasitas aspirator dan
kapasitas pompa. Suhu inlet adalah parameter penting yang mempengaruhi
dimensi dan hasil partikel. Suhu inlet yang digunakan harus sesuai dengan
bahan (obat dan polimer) dan pelarut. Aspirator udara dapat mempengaruhi
pengubahan droplet nebulizer menjadi partikel padat. Pompa peristaltik
mempengaruhi waktu dan efikasi proses pengeringan (Patel, A.S., T. Soni.,
V. Thakkar., T Gandhi., 2012)
Gambar 2.2 Skema Spray dryer EYELA SD-1000
(Sumber : Koleksi Pribadi)
2.2.4 Metode Ekstraksi dengan Fluida Superkritis
Mikronisasi dan pengurangan ukuran partikel digunakan dalam bidang
teknologi farmasi untuk melalui masalah terkait solubilitas dan target obat.
Metode konvensional pengurangan ukuran partikel membutuhkan
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kristalisasi dari senyawa sebelum proses dijalankan. Selama fase ini kristal
dapat berkembang menjadi ukuran yang tidak terkontrol. Ketika tekanan
mekanis digunakan untuk mengurangi ukuran kristal, partikel biasanya
membentuk lapisan dan menjadi lebih kohesif. Kekurangan lain dengan
kristalisasi yaitu : proses ini memakan banyak waktu dan biaya, distribusi
partikel yang dihasilkan dalam rentang ukuran yang luas, dalam proses
kristalisasi digunakan pelarut organik toksik dan residu pelarut dalam
rekristalisasi obat dapat meningkat melebihi tingkat yang diizinkan
(Muhaimin, 2013).
Penggunaan fluida superkritis sebagai media ekstraksi merupakan
alternatif yang menjanjikan untuk pembentukan mikrotpartikel dari obat dan
eksipien farmasi. Penelitian terdahulu dalam memproduksi mikropartikel
dengan polimer biodegradabel menggunakan metode fluida superkritis yang
berbeda telah dilaporkan dalam literatur. Ada dua alasan utama
menggunakan teknik ini, pertama, pemilihan kemampuan larut dari pelarut
membuat mungkin untuk memisahkan komponen partikular dari campuran
multikomponen. Kedua, keuntungan transfer masa bebas dan tingginya
solubilitas pelarut dalam fluida superkritis membuat pengeringan
mikropartikel cepat dan efisien dengan sedikit residu pelarut sesuai dengan
yang diizinkan (Muhaimin, 2013).
2.2.5 Metode Penguapan Pelarut
Metode ini telah digunakan secara luas untuk membuat mikropartikel
yang mengandung obat berbeda. Beberapa variabel telah diidentifikasi
dimana dapat mempengaruhi sifat mikropartikel yaitu kelarutan obat,
morfologi, tipe pelarut, laju difusi, suhu, komposisi polimer dan viskositas,
dan muatan obat. Keefektifan dari metode penguapan pelarut adalah untuk
menghasilkan mikrosfer bergantung pada keberhasilan zat aktif
terperangkap dalam partikel dan proses ini lebih sering berhasil pada obat
yang tidak larut atau kelarutan buruk dalam medium air dimana berperan
dalam fase kontinyu. Banyak tipe obat dengan perbedaan sifat fisika dan
kimia diformulasi menjadi sistem polimerik, termasuk obat antikanker, agen
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
narkotik, anastetik lokal, steroid, agen pengontrol fertilitas. Ada beberapa
perbedaan pembuatan mikropartikel dengan metode penguapan pelarut.
Pemilihan dari metode ini dapat memberikan peningkatan efisiensi
enkapsulasi obat, bergantung dari sifat obat yang hidrofilik ada hidrofobik
(Muhaimin, 2013).
2.2.5.1 Proses Emulsi Tunggal
Proses ini melibatkan emulsi minyak dalam air. Sistem emulsi yang
mengandung fase organik terdiri dari pelarut mudah menguap dengan
dilarutkan polimer dan obat yang akan dienkapsulasi, kemudian
diemulsifikasi dalam fase air yang mengandung surfaktan terlarut. Untuk
obat yang tidak larut dan kelarutan buruk dalam air metode ini banyak
digunakan. Metode ini merupakan metode paling sederhana diantara metode
lain dalam penguapan pelarut ini (Muhaimin, 2013).
Kebanyakan sistem menggunakan emulsi minyak dalam air untuk
membentuk mikropartikel, dimana pada fase organik mengandung pelarut
mudah menguap yang terdapat polimer terlarut dan obat untuk dienkapsulasi
sementara pada fase air mengandung surfaktan terlarut. Sebuah surfaktan
dimasukan kedalam fase air untuk mencegah droplet organik dari koalesen
ketika droplet tersebut tebentuk. Larutan obat-polimer-pelarut diemulsifikasi
(dengan pengadukan dan kondisi temperatur yang sesuai) untuk membentuk
emulsi O/W. Emulsi dibuat dengan menggunakan pengaduk propeller atau
batang magnetik untuk mencampur fase organik dan fase air. Surfaktan
digunakan untuk menstabilkan droplet yang terbentuk pada fase dispersi
selama emulsifikasi dan mencegah koalesen. PVA salah satu surfaktan yang
dugunakan luas dalam memproduksi mikropartiel polimerik biodegradabel
maupun non-biodegradabel. Ketika emulsi terbentuk, selanjutnya terfokus
pada penghilangan pelarut, dengan penguapan maupun proses ekstraksi
untuk mengambil droplet mikropartikel. Dalam kasus penghilangan pelarut
dengan penguapan, emulsi dijaga pada tekanan rendah atau tekanan
atmosfer dan laju pengadukan dikurangi untuk membiarkan pelarut ini
menguap (Muhaimin, 2013).
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pelarut organik memberikan droplet kedalam fase air eksternal
sebelum menguap pada permukaan udara-air. Untuk ekstraksi, emulsi
ditransfer kedalam sejumlah besar air atau medium lain, kedalam pelarut
yang mengandung droplet minyak yang tersebar. Laju penghilangan pelarut
dengan ekstraksi bergantung pada suhu dari medium lain, rasio volume
emulsi untuk medium lain dan karakteristik kelarutan dari polimer, pelarut,
dan medium dispersi. Hasil konsentrasi tinggi akan menghasilkan
pembentukan partikel dengan porositas tinggi dimana dapat memberikan
profil pelepasan yang tidak diinginkan. Metode penghilangan pelarut
dengan ekstraksi lebih cepat (< 30 menit) dibandingkan proses penguapan,
dan mikrosfer yang dihasikan dari metode ini biasanya lebih rapuh jika
dibandingkan dengan metode penguapan pelarut. Salah satu kekurangan
emulsifikasi O/W yaitu efisiensi enkapsulasi yang buruk untuk obat yang
kelarutan air sedang. Obat tersebar atau terbagi kedalam fase dispersi
minyak kedalam fase kontinyu cair dan fragmen mikrokristalin dari obat
hidrofilik dan pelepasan obat yang cepat (efek meledak). Proses
emulsifikasi minyak dalam air (O/W) paling banyak digunakan untuk
enkapsulasi obat yang larut lemak. Untuk meningkatkan enkapsulasi
efisiensi dari obat yang larut air, metode emusi minyak dalam minyak (O/O)
digunakan. Dalam metode ini, obat dapat terlarut atau tertahan dalam fase
minyak sebelum didispersikan dalam fase minyak lainnya. Pelarut organik
yang dapat tercampur air seperti asetonitril digunakan untuk melarutkan
PLA atau PLGA. Larutan ini kemudian didispersikan dalam minyak seperti
minyak mineral ringan yang mengandung surfaktan yang dapat larut minyak
seperti sorbitan oleat (span) untuk membentuk emulsi O/O. Mikropartikel
akhirnya diperoleh dengan penguapan atau ekstraksi pelarut organik dari
droplet minyak organik dan minyak dicuci dengan pelarut seperti n-heksan.
Proses ini juga disebut metode emulsi air dalam minyak (Muhaimin, 2013).
2.2.5.2 Proses Emulsi Ganda
Metode O/W tidak cocok untuk enkapsulasi obat hidrofil. Hal ini
dikarenakan dua alasan utama : 1. Obat hidrofilik tidak dapat terlarut dalam
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pelarut organik. 2. Obat akan berdifusi kedalam fase kontinyu selama
emulsifikasi, menghasilkan kehilangan obat yang besar. Menurut Muhaimin
(20130, empat alternatif metode telah dirancang dan dapat membuat
mungkin untuk enkapsulasi obat hidrofilik, yaitu :
1. Emulsi ganda W/O/W : larutan air dari obat hidrofilik diemulsifikasi
dengan fase organik (emulsi W/O), emulsi ini kemudian didispersikan
kedalam larutan air kedua untuk membentu emulsi kedua (emulsi
ganda W/O/W)
2. Metode kosolven O/W : ketika obat tidak larut dalam pelarut organik
utama, pelarut kedua yang disebut kosolven dibutuhkan untuk
melarutkan obat.
3. Metode dispersi O/W : obat didispersikan untuk membentuk bubuk
padatan pada larutan polimer dan pelarut organik.
4. Metode penguapan pelarut non air O/O : fase air diganti dengan
minyak (seperti minyak mineral)
Proses emulsi ganda biasanya digunakan untuk obat yang tidak larut
dalam pelarut organik. Sebuah proses emulsi padatan dalam minyak dalam
air (S/O/W) dapat digunakan untuk enkapsulasi obat yang diinginkan dalam
ukuran kecil. Ukuran dari kristal obat harus lebih kecil dibandingkan ukuran
diameter mikropartikel yang diinginkan untuk menghindari ledakan besar
dikaitkan dengan disolusi kristal besar. Kristal yang lebih kecil akan
terdistribusi homogen dalam droplet organik membentuk emulsi.
(Muhaimin, 2013).
Masalah dalam enkapsulasi obat hidrofilik adalah kehilangan obat
kedalam fase air eksternal selama pembentukan mikropartikel. Bersamaan
dengan kehilangan obat dalam fase air eksternal, obat yang tersisa berpindah
menuju permukaan droplet sebelum mengeras. Untuk meminimalisir
masalah ini, droplet organik harus dikeraskan menjadi mikropartikel secepat
dan semaksimal mungkin. Hal ini diperoleh menggunakan larutan organik
kental dari polimer dan obat dan volume terbesar kedua dari air dapat
menarik larutan organik kedalam fase air dengan segera, kemudian
meninggalkan mikropartikel dengan obat enkapsulasi. Fase dispersi kental
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
meminimalisir volume pelarut organik, memberikan penghilangan yang
cepat pada droplet dan jugqa membuat lebih sulit untuk partikel obat
padatan/ kristal untuk berpindah menuju permukaan, menghasilkan
distribusi yang lebih homogen dari obat dengan partikel (Muhaimin, 2013).
Alternatif lain untuk enkapsulasi obat hidrofilik adalah dengan proses
emulsi air dalam minyak dalam air (W/O/W). Sebuah larutan air dari obat
ditambahkan kedalam fase organik yang mengandung polimer dan pelarut
organik dengan pengadukan konstan untuk membentuk emulsi pertama
W/O. Emulsi ini kemudian didispersikan dalam fase air lainnya yang
mengandung surfaktan untuk membentuk emulsi W/O/W. Masalah dalam
tipe emulsi ini terjadi ketika emulsi pertama tidak cukup stabil, sehingga
menghasilkan kehilangan droplet air yang mengandung obat kedalam fase
air kedua (Muhaimin, 2013).
Pemilihan surfaktan yang dapat digunakan untuk menstabilkan emulsi
pertama terbatas pada bahan yang dapat melarut dalam pelarut organik.
Biasanya, ester asam lemak dari polioksietilen atau sorbitan biasa digunakan
karena kelarutan tinggi dalam pelarut organik, dan biokompatibilitas yang
baik (Muhaimin, 2013).
2.3 Evaluasi Mikropartikel
2.3.1 Perolehan Kembali
Faktor perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan total
mikropartikel yang diperoleh terhadap total obat dengan polimer yang
digunakan pada mikropartikel. Untuk menentukan faktor perolehan kembali
digunakan rumus (Kumar et al., 2011):
Keterangan :
% PK = faktor perolehan kembali (%),
Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh (g),
Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (g)
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.2 Pemeriksaan Bentuk dan Morfologi Mikropartikel
Pemeriksaan bentuk dan morfologi permukaan mikropartikel dengan
Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui karakteristik
permukaan dan adanya pori-pori pada permukaan mikropartikel.
Mikropartikel disalut dengan logam emas menggunakan coater di bawah
vakum dan sampel diuji dengan SEM (Sutriyo, 2004).
2.3.3 Evaluasi Distribusi Ukuran Partikel
Karakterisasi ukuran partikel merupakan hal yang penting untuk
diketahui apakah ukuran partikel mikropartikel tersebut berada dalam
rentang yang optimal. Menurut Kasih (2014), ada beberapa metode yang
digunakan misalnya :
2.3.3.1 Mikroskopi
Menggunakan alat mikroskopi optik untuk pengukuran ukuran
partikel yang berkisar 0,2 µm sampai kira-kira 100 µm.
2.3.3.2 Pengayakan
Pada metode ini menggunakan suatu seri ayakan standar yang
dikalibrasi oleh The National Standars. Ayakan umumnya digunakan untuk
memilih partikel-partikel yang lebih besar, tetapi jika digunakan sangat hati-
hati, ayakan-ayakan tersebut dapat digunakan untuk mengayak bahan
sampai 44 µm. Untuk menguji kehalusan serbuk suatu sampel tertentu
ditaruh suatu ayakan yang cocok dan digoyangkan selama waktu tertentu
dan bahan yang melalui suatu ayakan ditahan oleh ayakan berikutnya yang
lebih halus kemudian dikumpulkan dan ditimbang.
2.3.3.3 Sedimentasi (Metode Andreason Pipette)
Penggunaan ultrasentrifugasi untuk penentuan berat molekul dari
polimer yang tinggi. Sampel ditarik dari bawah menggunakan pipet, dan
sejumlah padatan ditentukan dengan pegeringan dan penimbangan.
15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.4 Penentuan Kandungan Zat Aktif dalam Mikropartikel dan Efisiensi
Penjerapan
Penentuan kandungan obat mikropartikel dilakukan untuk mengetahui
banyaknya zat aktif yang dapat terkapsulasi dan efiseiensi metode yang
digunakan. Mikropartikel dapat mengandung bahan inti sampai 99%
dihitung terhadap berat mikropartikel. Metode yang digunakan tergantung
dari kelarutan bahan penyalut dan bahan inti, salah satu metodenya yaitu
dengan spektrofotometri UV-Vis (Kasih, 2014).
Jika bahan inti dan bahan penyalut larut dalam pelarut bukan air, maka
penentuan kandungan mikropartikel dilakukan dengan melarutkan
mikropartikel dalam pelarut organik yang sesuai dan kadar obat kemudian
ditentukan dengan metode analisa yang sesuai. Jika hanya bahan inti saja
yang larut dalam air, sedangkan bahan penyalutnya tidak larut makan dapat
dilakukan pelarutan mikropartikel dalam air dengan pengadukan kecepatan
tinggi, sehingga bahan penyalut akan terlarut atau dapat pula dilakukan
penggerusan mikropartikel sehingga penyalut pecah dan inti dapat terlarut
dalam pelarut yang sesuai. Setelah itu dilakukan penyaringan untuk
menghilangkan fragmen polimer yang tidak larut. Bahan inti selanjutnya
ditentukan kadarnya dengan metode analisa yang sesuai (Lachamn, 1994).
Kandungan obat (fraksi zat aktif dalam mikropartikel) dan efisiensi
penjerapan ditentukan dengan menggunakan rumus (Kumar et al., 2011) :
Keterangan :
% Fp = Efisiensi penjerapan (%),
Fm = Fraksi zat aktif dalam mikropartikel (g),
Ft = Fraksi zat aktif dalam teori (g)
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3.5 Uji Pelepasan In Vitro
Laju pelepasan in vitro adalah jumlah bahan padat yang terlarut pada
setiap waktu tertentu. Proses pelepasan zat aktif ini sangat berpengaruh
terhadap kecepatan dan besarnya ketersediaan zat aktif dalam tubuh dan
selanjutnya akan mempengaruhi respon klinis yang dihasilkan oleh suatu
sediaan (Kasih, 2014).
Uji pelepasan in vitro ini dilakukan untuk mengukur laju dan jumlah
pelarutan obat dalam suatu medium dengan adanya satu atau lebih bahan
tambahan yang terkandung dalam zat aktif. Noyes dan Whitney
menggambarkan proses pelepasan bahwa padat dimulai dengan pelarutan
bahan pada permukaan partikel zat aktif, yang membentuk larutan jernih di
sekeliling partikel (Kasih, 2014).
Obat yang terlarut dalam larutan jernih diasumsikan sebagai stagnan
layer atau lapisan tetap yang tipis, yang selanjutnya berdifusi dari
konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah (Kasih, 2014). Adapun persamaan
yang menggambarkan persamaan disolusi adalah :
Keterangan:
dC = Perubahan konsentrasi suatu fungsi obat,
k = Konstanta kecepatan disolusi,
Cs = Konstanta jenuh larutan,
C = Konstanta larutan pada waktu tertentu (Kasih, 2014).
2.4 Sistem Penghantaran Obat Lepas Terkendali
Penghantaran obat lepas terkendali telah banyak dikembangkan saat
ini dan digunakan untuk menjamin jumlah obat yang dilepaskan di dalam
tubuh sesuai keinginan formulator. Sistem ini menghasilkan penghantaran
obat secara kontinyu untuk periode waktu yang sudah ditetapkan dengan
kinetika yang dapat diprediksi, bersifat reprodusibel, dan mekanisme
pelepasan sudah diketahui. Penghantaran obat secara lepas terkendali
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
contohnya yaitu : pelepasan obat yang diperpanjang/ lepas lambat,
pelepasan obat yang mengikuti orde nol, pelepasan obat yang mengikuti
respon biologis tubuh, pelepasan yang lajunya dikontrol, dan pelepasan
yang ditunjukan langsung pada target (Anya et al., 2011).
Beberapa keuntungan pengaplikasian sistem ini dalam suatu sediaan
yaitu untuk memperbaiki availabilitas beberapa obat, menghindari
fluktuasi obat dalam darah, mengurangi frekuensi pemberian obat yang
juga meningkatkan kenyamanan dan kepatuhan pasien (Ansel et al., 1999).
Dalam penghantaran obat secara lepas terkendali, penggunaan
polimer sangat menentukan sifat atau karakter pelepasan yang diinginkan.
Polimer yang digunakan dapat bersifat biodegradable maupun non-
degradable sesuai kebutuhannya dalam tubuh. Selain itu, penggunaan
polimer dapat pula dibentuk menjadi sistem matriks atau reservoir, hal ini
akan menghasilkan karakter dan mekanisme pelepasan yang berbeda. Pada
sistem matriks, obat terdistribusi diseluruh sebuah fase kontinyu yang
tersusun dari polimer maupun lipid, sedangkan pada sistem reservoir obat
dikelilingi oleh membran polimer yang mengontrol pelepasannya.
Pelepasan obat dari sediaan lepas terkendali yang lajunya dikontrol, dapat
terjadi karena peristiwa difusi, disolusi, osmosis, mekanis, maupun secara
bioresponsif (Cecilia, 2011).
2.5 Gentamisin Sulfat
Gentamisin sulfat adalah campuran kompleks dari gentamisin C1
sulfat, gentamisin C1A sulfat, dan gentamisin C2 sulfat. Gentamisin sulfat
dihasilkan dari pembiakan Micronospora purpurea. Gentamisin sulfat
berbentuk serbuk berwarna putih sampai kekuningan yang mengandung
tidak lebih dari 15% air. Obat ini mudah larut dalam air, dan praktis tidak
larut dalam alkohol, kloroform, dan eter. Nilai pKa dari gentamisin sulfat
dalam kondisi asam kuat 12, 55 dan dalam kondisi basa 10,18. Gentamisin
sulfat meleleh pada 218 – 2370C. gentamisin sulfat memiliki rentang terapi
yang sempit, bersifat nefrotoksik dan ototoksik serta mempunyai
variabilitas farmakokinetik interindividu cukup lebar, makan pemabntauan
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kadar obat dalam darah pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal
adalah suatu kebutuhan agar keamanan dan efikasi terapi tercapai. Hal ini
juga penting karena profil dosis dan kadar gentamisin dalam darah sukar di
prediksi, terutama kadar puncak obat dan waktu paruh eliminasi.
(McEvoy, Miller, dan Litvak, 2005 dalam Rolanda, 2012 dan Malani,
2000)
Gambar 2.3 Struktur Gentamisin Sulfat
Gentamisin sulfat merupakan antibiotik aminoglikosida spektrum
luas yang menunjukan terapi efisien untuk infeksi bakteri pada manusia.
Antibiotik ini aktif melawan infeksi yang disebabkan Staphylococus,
Pseudomonas, Klebsiella, Enterobacter, dan Seratia. Efek terapetik dan
farmakologi dari gentamsin yaitu dala, mengobati meningitis, endokarditis,
infeksi saluran kemih, infeksi ocular dan otitis, infeksi pada luka kulit, dan
tersedia dalam bentuk krim, bubuk ataupun tetes mata (Malani, 2000).
Gentamisin merupakan antibiotik aminoglikosida spektrum luas
dimana berperan dalam mengikat subunit ribosom 30s pada bakteri,
menyebabkan kesalahakn pembacaan tRNA sehingga bakteri gagal
mensintesis protein yang penting untuk pertumbuhannya (Malani, 2000).
2.6 Derivatisasi Gentamisin Sulfat
Antibiotik aminoglikosida memiliki absorbansi yang rendah dalam
rentang UV-Vis, penentuan langsung dengan spektrofotometri UV-Vis
tidak dapat memastikan deteksi yang cukup dan batasan kuantitasi,
sehingga membuat pengukuran langsung tidak memungkinkan.
Gentamisin sulfat dapat dilakukan derivatisasi dengan penambahan reagen
o-phthaldialdehyde dan isopropanol (untuk menghindari presipitasi). O-
phthaldialdehyde secara esensial non-flouresen hingga bereaksi dengan
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
amina primer pada gentamisin dengan kehadiran sulfihidril seperti 2-
merkaproetanol untuk mengikat flouresen yang kemudian absorbansi dapat
diukur pada panjang gelombag maksimum gentamisin (El-Gendy,
Abdelbary, El-Komy, Saafan, 2009 dan Ramos, Campana, Barrero,
Sendra, 2005).
2.7 Poli Vinil Pirolidon (PVP)
Gambar 2.4 Struktur Poli Vinil Pirolidon
Poli vinil pirolidon (PVP) atau disebut juga povidon memiliki rumus
molekul (C6H9NO)n dengan berat molekul 2500-3000000. Biasa
digunakan sebagai disintegran, peningkat disolusi, agen pensuspensi dan
pengikat pada tablet. Aplikasi dalam farmasi : povidon banyak digunakan
dalam berbagai formulasi dalam farmasi, biasanya digunakan dalam
sediaan padat. Dalam tablet larutan povidon digunakan sebagai pengikat
dalam proses granulasi basah. Povidon juga ditambahkan kedalam
campuran padatan dalam bentuk sediaan kering dan dapat menggranul jika
ditambahkan larutan air, alkohol, atau hidroalkoholik. Povidon digunakan
sebagai solubilizer dalam sediaan oral dan parenteral dan telah terbukti
meningkatkan disolusi dari obat yang sulit larut dalam sediaan padat.
Larutan povidon dapat digunakan sebagai agen pelapis dan pengikat
(Rowe, 2009).
Povidon biasanya ditambahkan sebagai agen pensuspensi, stabilisasi
dan peningkat viskositas dalam sediaan topikal dan suspensi dan larutan
oral. Kelarutan obat yang tidak larut dapat ditingkatkan dengan
mencampur povidon. Konsentrasi penggunaan povidon sebagai pembawa
dalam obat sekitar 10-25 % (Rowe, 2009).
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Povidon tersedia dalam bentuk halus, berwarna putih hingga putih
krem, tidak berbau atau hampir tiak berbau, bubuk higroskopis. Povidon
dengan nilai K sama dengan atau dibawah 30 dibuat dengan semprot
kering dan berbentuk sperik (Rowe, 2009).
Povidon memiliki titik leleh pada 1500C, dan sangat higroskopis.
Povidon mudah larut dalam asam, kloroform, etanol (95%), keton,
metanol, hidrokarbon, dan minyak mineral. Viskositas larutan air povidon
bergantung pada konsentrasi dan berat molekul dari polimer tesebut.
Povidon dapat berubah warna ketika dipanaskan pada 1500C dengan
reduksi kelarutan dalam air. Stabil dalam siklus pendek dari pemanasan
110-1300C, larutan berair dapat dosimpan dalam kondisi biasa tanpa
mengalami dekomposisi dan degradasi. Karena bubuk higroskopis harus
disimpan dalam wadah kedap udara, sejuk dan tempat kering (Rowe,
2009).
Inkompatibel dengan garam inorganik, natural, dan resis sintetis, dan
bahan kimia lain. Membentuk molekular adduct dalam larutan dengan
sulfatiazol, sodium salisilat masam salisilat, fenobarbital, tanin dan
komponen lain. Efikasi dengan beberapa pengawet sepeti timerosal, dapat
memberikan efek balik dari pembentukan kompleks dengan povidon.
Povidon digunakan dalam formulasi farmasi untuk beberapa tahun,
pertama kali digunakan pada 1940 sebagai pelebaran plasma, namun
sekarang telah digantikan oleh dekstran (Rowe, 2009).
21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian 1,
Laboratorium Penelitian 2, Laboratorium Sediaan Padat Program Studi
Farmasi, dan Laboratorium Farmakologi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian berlangsung 6
bulan, dari bulan Januari hingga Juni 2015.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan meliputi spray dryer (EYELA SD-1000,
Japan), spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-2910, Japan), optical
microscopy (Olympus 1x71, Japan), dissolution tester (Erweka
DT626HH), timbangan analitik (AND GH-120, Japan), penyaring
membran 0,45 µm (Sartorius, Germany), Mikropipet (Mettler toledo,
USA), kertas saring, spuit, vial, dan alat-alat gelas lainnya yang sering
digunakan di laboratorium.
3.2.2 Bahan
Gentamisin sulfat (Indofarma), poli vinil pirolidon (PVP) K30
(Delta Chemical), buffer fosfat pH 7,4, o-pthaldialdehyde (Sigma),
metanol, dan isopropil alkohol (Merck) dan aquadest.
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Formula Mikropartikel
Rancangan formula mikropartikel gentamisin sulfat dibuat dengan
perbandingan obat dan konsentrasi polimer sebesar 1:10, 1:15, dan 1:20.
Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 3.1 .
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1 Formula Mikropartikel Gentamisin Sulfat
Bahan Formula 1 Formula 2 Formula 3
Gentamisin Sulfat (g) 1 1 1
PVP (g) 10 15 20
Akuades (mL) 100 100 100
3.3.2 Pembuatan Mikropartikel
Gentamisin sulfat dan PVP ditimbang sesuai formula 1, 2, dan 3.
Gentamisin sulfat dilarutkan pada 10 mL akuades. Polimer dilarutkan
dalam sisa akuades. Larutan polimer dan larutan obat dicampurkan
hingga homogen, lalu diukur viskositasnya menggunakan viskometer
Brokefield spindel nomor 2 pada kecepatan 50 rpm. Larutan yang telah
homogen dimasukkan ke dalam alat semprot kering (spray drying)
dengan suhu inlet 150-155°C dan suhu outlet 95-99°C, blower 0,43 –
0,45, dan atomizing 3x10 kPa. Mikropartikel yang terbentuk
dikumpulkan dalam sebuah wadah untuk selanjutnya dilakukan
karakterisasi (Hascicek, Gonul dan Erk, 2002, dengan modifikasi).
3.3.3 Pembuatan Kurva Kalibrasi
3.3.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Larutan induk gentamisin sulfat dibuat konsentrasi 1000 ppm,
dilakukan dengan cara melarutkan 25 mg gentamisin sulfat dalam 25 mL
air suling. Pengenceran dilakukan dari larutan induk untuk konsentrasi 40
ppm dengan mengambil 0,4 mL dari larutan induk kemudian di adkan
dalam tabung 10 mL. Panjang gelombang maksimum gentamisin sulfat
ditentukan menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang
gelombang 200-400 nm. Sebelum pengukuran dengan spektrofotometri,
dilakukan derivatisasi berdasarkan USP30 dengan mengambil 10 mL
larutan obat ditambahkan dengan 5 mL isopropanol, 4 mL o-
phthaldialdehyde campurkan, lalu ad hinggal 25 mL dengan isopropanol
(Phromsopha dan Baimark, 2010 dan USP30, 2007).
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3.2 Pembuatan Kurva Kalibrasi
Kurva kalibrasi gentamisin sulfat dibuat dalam medium akuades.
Dari larutan induk 1000 ppm yang telah dibuat sebelumnya dilakukan
pengenceran sehingga dihasilkan larutan dengan konsentrasi 10, 20, 30,
40, 50, dan 60 ppm. Serapan dari masing-masing larutan diukur pada
panjang gelombang maksimum yang telah didapat sebelumnya dengan
dilakukan derivatisasi berdasarkan metode USP30.
3.3.4 Uji Penentuan Faktor Perolehan Kembali
Faktor perolehan kembali ditentukan dengan membandingkan
bobot total mikropartikel yang diperoleh terhadap bobot bahan
pembentuk mikropartikel. Uji perolehan kembali dilakukan dengan cara
menimbang dengan seksama gentamisin sulfat dan polivinil pirolidon
sebagai bobot bahan pembentuk mikropartikel. Selanjutnya mikropartikel
yang terbentuk ditimbang dan dicatat sebagai bobot total mikropartikel
yang diperoleh. Persentase faktor perolehan kembali diperoleh dari
persamaan (Kumar, et al.,2011).
Keterangan : % PK = faktor perolehan kembali (g), Wm = bobot
mikropartikel yang diperoleh (g), Wt = bobot bahan pembentuk
mikropartikel (%)
3.3.5 Penentuan Kadar Air
Kadar air ditentukan dengan menggunakan alat moisture analyzer. Alat
dipanaskan terlebih dahulu selama kurang lebih 30 menit. parameter pada
alat diatur dan suhu diatur menjadi 105°C. mikrosfer ditimbang kurang
lebih 1 gr dan diletakkan diatas wadah alumunium secara merata dalam
alat. Alat kemudian dinyalakan dan nilai kadar air akan terbaca setelah
mencapai kadar air yang konstan. Nilai yang terbaca pada alat kemudian
dicatat (Amini 2009 dalam Kasih, 2014 dengan modifikasi).
24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.6 Penentuan Ukuran Partikel Mikropartikel
Penentuan ukuran mikropartikel dilakukan menggunakan
mikroskop optik. Sejumlah mikropartikel didispersikan ke dalam olive
oil kemudian diletakan di kaca objek dan dilihat di bawah mikroskop
dengan perbesaran 100 kali dan 200 kali (Weerakody, R., Fragan, P.,
Kosaraju, A.L., 2008 dikutip dalam Kasih, Nirmala., 2014).
3.3.7 Penentuan Kadar Obat
Sejumlah 10 mg mikropartikel gentamisin sulfat dilarutkan dalam 5
mL metanol. Dilakukan sentrifugasi selama 10 menit pada 10000 rpm
dengan suhu 25°C. Metanol dibuang dan endapan didiamkan dalam
deksikator hingga sisa metanol menguap. Larutkan endapan tersebut
dengan akuades kemudian dicukupkan hingga volume mencapai 500 mL
dengan akuades, lalu dilakukan pengukuran dengan spektrofotometri.
Sebelum dilakukan pengukuran, dilakukan metode derivatisasi sesuai
USP30. Konsentrasi gentamisin sulfat kompleks ditentukan
menggunakan spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 332 nm
(Prior,Gamazo, Irache, Merkle, dan Gander, 2000 dengan modifikasi).
Kadar obat dapat dihitung meggunakan rumus :
3.3.8 Pelepasan Obat secara In Vitro (Disolusi)
3.3.8.1 Cara Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 7,4
Larutan fosfat dibuat dengan cara melarutkan 50,0 mL larutan
kalium fosfat monobasic 0,2 M dalam labu ukur volumetrik 200 mL,
tambahkan 39,1 mL natrium hidroksida 0,2 N dan diencerkan dengan
aquadest hingga 200 mL. Dilakukan pengadukan, pencampuran dan
diatur pH hingga mencapai 7,4 (USP30, 2007).
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.8.2 Uji Disolusi Mikropartikel
Sebanyak 150 mg mikropartikel gentamisin sulfat dilakukan uji
disolusi menggunakan medium dapar fosfat 350 mL pada suhu 37±0,5°C
dengan kecepatan pengadukan 100 rpm dan metode basket (tipe 1).
Pengambilan cuplikan 3 mL dilakukan dengan interval 5, 15, 30, dan 45
menit. Setelah pengambilan sampel selesai dilakukan derivatisasi
kemudian dianalisa menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada
panjang gelombang 332 nm (Prieto, Lecaroz, Renedo, dan Kunkova,
2002; Kasih 2014, dilakukan modifikasi dan duplo).
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Formulasi Mikropartikel
Pada penelitian ini diformulasi mikropartikel menggunakan metode
semprot kering (spray drying) dengan menggunakan polimer poli vinil
pirolidon K30 dan model obat gentamisin sulfat. Mikropartikel yang
didapatkan diharapkan dapat memberikan pelepasan diperpanjang. Pada
proses pembuatan mikropartikel dibuat dalam 3 formula dengan
perbandingan obat dengan polimer 1:10, 1:15, 1:20. Konsentrasi polimer
diambil berdasarkan rentang penggunaan PVP sebagai pembawa zat obat
di mana dalam rentang 10-25% (Rowe, 2006).
Alasan pemilihan pelarut aquadest didasarkan pada sifat air yang
netral, tidak toksik, kelarutan polimer yang digunakan serta kemampuan
alat semprot kering (spray drying) yang tidak memungkinkan
menggunakan pelarut organik (Kasih, 2014). Obat dan polimer yang
digunakan memiliki kelarutan yang baik dalam akuades dan juga stabil
dalam pemanasan (Rowe, 2006 dan Rosidah, 2010).
Viskositas larutan akan semakin meningkat seiring dengan
penambahan konsentrasi polimer. Hasil viskositas dari tiap formula
menunjukkan nilai yang berbeda-beda yaitu berkisar antara 13-36 cps
seperti yang terlihat pada Tabel 4.1. Hal ini sesuai dengan uji pendahuluan
yang dilakukan Kasih, 2014, bahwa dengan viskositas di bawah 100 cps
dapat mengalirkan larutan di dalam selang alat semprot kering (spray
drying).
Tabel 4.1 Viskostas Formula Mikropartikel Gentamisin Sulfat
Formula Viskositas (cps)
FI 13
FII 25
FIII 36
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kondisi yang dipilih untuk pembuatan mikropartikel gentamisin
sulfat menggunakan polimer PVP K30 yaitu suhu inlet 155-160°C, suhu
outlet 95-97°C, blower 0,35-0,45, dan atomizing 3x10 Kpa. Jika suhu inlet
yang dipilih lebih rendah maka proses pengeringan kurang sempurna
hingga tertinggal pada kamar pengering dan mikropartikel yang dihasilkan
lembab kemudian membentuk agregat. Jika suhu terlalu tinggi
dikhawatirkan mikropartikel yang dihasilkan tidak stabil (Rosidah, 2010).
Mikropartikel yang dihasilkan berupa serbuk halus berwarna putih dan
bersifat higroskopis.
4.2 Hasil Perolehan Kembali
Tabel 4.2 Hasil Uji Perolehan Kembali
Formula Perolehan Kembali (%)
FI 47,913
FII 41,815
FIII 40,390
Setelah mikropartikel gentamisin sulfat terbentuk, selanjutnya
dihitung nilai perolehan kembali (PK). Nilai PK merupakan faktor yang
penting untuk mengetahui metode yang digunakan sudah baik atau tidak
(Rosidah, 2010). Nilai PK dari formulasi mengalami penurunan seiring
dengan bertambahnya perbandingan polimer PVP yang digunakan, dimana
nilai PK pada FIII lebih kecil dari FII dan FI, dan FII lebih kecil dari FI.
Hasil persentase nilai PK yang turun seiring meningkatnya
konsentrasi polimer PVP dapat disebabkan oleh peningkatan viskositas
larutan. Peningkatan viskositas dapat mengakibatkan aliran yang tidak
lancar sehingga suhu outlet semakin terus naik hingga batas wajar alat
yaitu 100°C. Aliran yang tidak lancar dapat disiasati dengan meningkatkan
tekanan pompa sehingga laju alir meningkat. Laju alir tidak boleh terlalu
tinggi untuk larutan dengan viskositas rendah karena akan mengakibatkan
pengeringan tidak berjalan sempurna sehinga mikropartikel yang
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dihasilkan banyak menempel pada kamar pengering dan tidak diperoleh
pada hasil (Rosidah, 2010).
Perolehan kembali yang rendah ini mungkin disebabkan di dalam
proses pembuatan banyak mikropartikel yang menempel pada permukaan
tabung. Selain itu, juga disebabkan karena viskositas larutan yang sangat
rendah sehingga membutuhkan energi dan tekanan yang lebih kecil dan
droplet dapat lolos dan terbuang melalui blower alat semprot kering (spray
drying) (Rosidah, 2010).
4.3 Hasil Kadar Air
Tabel 4.3 Hasil Uji Kadar Air
Formula Kadar Air (%)
FI 13,12
FII 13,17
FIII 11,03
Kadar air mikropartikel yang dihasilkan dari proses semprot kering
penting untuk diketahui karena kadar air yang tinggi dapat mempengaruhi
stabilitas dari sediaan. Syarat kadar air dalam suatu matriks adalah 3 – 5%
(Voight, 1994 dalam Kasih, 2014). Dan hasil uji kadar air menunjukkan
bahwa dari ketiga formulasi tidak berada dalam rentang standar. Hal ini
dapat disebabkan karena sifat obat dan polimer yang digunakan untuk
membentuk mikropartikel higroskopis sehingga mudah menyerap dan
berinteraksi dengan air dari lingkungan sekitar yang menyebabkan air
terperangkap dalam mikropartikel (Rosidah, 2010). Hal ini dapat
dipertimbangkan untuk dikeringkan lebih lanjut setelah pembuatan dalam
deksikator selama beberapa hari.
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.4 Hasil Distribusi Ukuran Partikel
Tabel 4.4 Rata-rata Ukuran Partikel
Formula Rata-rata Ukuran Partikel (µm)
FI 5,917
FII 6,257
FIII 7,847
Ditribusi ukuran partikel merupakan evaluasi fisik pada
mikropartikel yang ditujukan untuk mengetahui diameter rata-rata pada
partikel yang terbentuk. Metode yang digunakan adalah mikroskop optik
dengan medium minyak zaitun. Pemilihan medium yaitu berdasarkan dari
sifat minyak zaitun yang dapat mendispersikan mikropartikel namun tidak
melarutkan zat aktif dan polimer sehingga diharapkan mikropartikel dapat
terdistribusi secara baik (Kasih, 2014). Pemilihan medium juga dilihat
berdasarkan kemampuan polimer untuk tidak mengembang dalam medium
yang dipilih. Distribusi ukuran partikel dari tiap formula dapat dilihat pada
Gambar 4.1, 4.2, dan 4.3.
Distribusi ukuran partikel menunjukkan bahwa FIII yang
mengandung konsentrasi polimer paling tinggi memiliki nilai diameter
rata-rata partikel yang lebih besar dibandingkan FII dan FIII. Perbedaan
diameter rata-rata mikropartikel yang dihasilkan dipengaruhi oleh
konsentrasi polimer yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi polimer
maka semakin banyak jumlah polimer yang digunakan sehingga ukuran
partikel akan lebih besar. Distribusi ukuran partikel pada FI tersebar dalam
ukuran 2, 5, 8, dan 11 µm. Pada FII lebih banyak dalam ukuran 5, 8, 11,
dan 14 µm dibandingkan FI. Pada FIII ukuran partikel tersebar dalam 5, 8,
11, 14, 17, 20, dan 23 µm.
Viskositas turut berpengaruh terhadap ukuran mikropartikel.
Viskositas yang rendah akan menghasilkan tetesan mikropartikel yang
lebih kecil dibandingkan formula dengan viskositas yang lebih besar. Hal
ini disebabkan ketika formula dengan viskositas yang lebih rendah
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
disemprot melalui udara panas, maka bagian yang paling banyak pada
tetesan mikropartikel tersebut adalah air. Selama proses pengeringan,
tetesan tersebut akan menyusut seiring dengan hilangnya air. Sementara
formula dengan viskositas yang lebih tinggi mampu mempertahankan
bentuknya sehingga proses kehilangan air yang terjadi tidak diikuti dengan
menyusutnya tetesan mikropartikel (Surini et al, 2009 dalam Rosidah,
2010).
Gambar 4.1 Diagram Distribusi Ukuran Partikel
Tabel 4.5 Distribusi Ukuran Partikel FI
0
20
40
60
80
100
120
140
160
2 5 8 11 14 17 20 21
Ju
mla
h P
arti
kel
(bu
ah
)
Diameter Rata-rata (µm)
FI
FII
FIII
Rentang Ukuran
(µm)
Diameter Rata-rata
(µm)
Jumlah Mikropartikel
(buah)
1-3 2 40
4-6 5 87
7-9 8 90
10-12 11 44
13-15 14 20
16-18 17 10
19-21 20 4
>21 21 5
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.6 Distribusi Ukuran Partikel FII
Tabel 4.7 Distribusi Ukuran Partikel FIII
Rentang Ukuran
(µm)
Diameter Rata-rata
(µm)
Jumlah Mikropartikel
(buah)
1-3 2 71
4-6 5 118
7-9 8 80
10-12 11 20
13-15 14 6
16-18 17 1
19-21 20 2
>21 21 2
Rentang Ukuran
(µm)
Diameter Rata-rata
(µm)
Jumlah Mikropartikel
(buah)
1-3 2 51
4-6 5 142
7-9 8 65
10-12 11 23
13-15 14 14
16-18 17 2
19-21 20 1
>21 21 2
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.5 Hasil Kurva Kalibrasi Gentamisin Sulfat
4.5.1 Penentuan Panjang Gelombang Gentamisin Sulfat
Penentuan panjang gelombang maksimum gentamisin sulfat dibuat
dalam larutan dengan konsentrasi 40 ppm pada medium akuades dan dapar
fosfat pH 7,4 dengan metode spektrofotometri Uv-Vis. Berdasarkan
literatur, gentamisin sulfat memiliki panjang gelombang 320-350 nm
(Prior, Gander, Lecaroz, Irache, dan Gamazo, 2004). Dalam penelitian
lain, panjang gelombang gentamisin sulfat yaitu 332 nm (Phromsopha dan
Baimark, 2010; Aquino et al., 2013) Gentamisin sulfat tidak dapat
menyerap ultraviolet ataupun sinar tampak, oleh karena itu digunakan
metode tidak langsung untuk analisa spektrofotometri terhadap obat ini. O-
phthaldialdehyde digunakan sebagai agen derivatisasi. Reagen ini bereaksi
dengan gugus amina gentamisin untuk mengikat gugus kromofor.
Isopropanol ditambahkan untuk menghindari presipitasi dari produk yang
terbentuk (Phromsopha dan Baimark, 2010).
Berdasarkan hasil analisa spektrofotometri, panjang gelombang
maksimum gentamisin sulfat dalam medium akuades dan dapar posfat pH
7,4 menunjukan hasil yang sama yaitu terletak pada 332 nm.
4.5.2 Kurva Kalibrasi Gentamisin Sulfat Standar
Kurva kalibrasi gentamisin sulfat dibuat dalam medium akuades.
Kurva kalibrasi dalam medium akuades akan digunakan untuk pengukuran
kadar dan pelepasan obat in vitro (disolusi). Panjang gelombang
maksimum dalam medium akuades dan dapar pH 7,4 sama, dan serapan
pada 10 ppm dalam dua medium tersebut menunjukan hasil yang sama,
maka dapat diwakilkan oleh satu kurva kalibrasi. Data persamaan regresi
linier yang diperoleh yaitu y= 0,0089x + 0,0049 dengan nilai r sebesar
0,999. Hasil kurva kalibrasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2,
3, dan 4.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.6 Hasil Kadar Obat dalam Mikropartikel
Tabel 4.8 Kadar Obat dalam Mikropartikel Gentamisin Sulfat
Formula Kadar Obat Teori (%) Kadar Obat (%)
FI 10,000 8,629
FII 6,667 5,511
FIII 5,000 2,899
Tujuan dilakukannya pengukuran kadar obat yaitu untuk mengetahui
jumlah obat yang terkandung dalam mikropartikel gentamisin sulfat yang
dihasilkan. Gentamisin sulfat dan polimer dapat dipisahkan dengan
metanol. Sifat polimer PVP yang larut dalam metanol dan gentamisin
sulfat yang tidak larut oleh metanol sehingga gentamisin akan mengendap
ketika di sentrifugasi. Pemilihan akuades didasarkan karena gentamisin
sulfat mudah larut dalam akuades, sehingga akuades dapat melarutkan
seluruh gentamisin yang terdapat dalam mikropartikel.
Hasil evaluasi ini menunjukkan bahwa semakin tinggi perbandingan
polimer yang digunakan maka semakin kecil kadar zat aktif didalamnya,
hasil tersebut dapat terlihat pada tabel 4.8. Hal ini disebabkan karena
perbandingan zat aktif dan polimer yang cukup jauh yaitu 1:10-1:20, dan
kadar obat tidak terperoleh semua karena kemungkinan tertinggal dalam
alat.
4.7 Hasil Disolusi
Uji disolusi merupakan proses di mana suatu zat padat akan masuk
ke dalam pelarut menghasilkan suatu larutan. Laju pelarutan obat dalam
carian saluran cerna merupakan satu tahapan penentu (rate limiting step)
absorpsi sistemik obat (Sutriyo,2005 dalam Kasih, 2014). Hasil disolusi
dan profil disolusi dapat terlihat pada tabel 4.9 dan gambar 4.2. Untuk
dapat membandingkan persen terdisolusi dari tiap formula dibutuhkan
jumlah kandungan zat aktif yang sama dalam formula yang akan dilakukan
disolusi. Faktor pembagi yang berbeda menyebabkan hitungan yang
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
berbeda dalam menghitung persen terdisolusi, oleh karena itu hanya akan
dibandingkan terhadap bobot terdisolusi.
Pada profil bobot terdisolusi dari ketiga formula menunjukan
pelepasan obat di awal yang tertinggi hingga terrendah yaitu pada FI
diikuti FII dan FIII. Hal ini disebabkan karena jumlah obat yang berbeda
tiap formula sehingga pola pelepasan juga berbeda. Pada FI mengandung
jumlah obat 12,944 mg, FII 8,267 mg, sementara FIII 4,348 mg. Pada FI
dan FII bobot terdisolusi naik hingga menit ke 45, namun pada FI
kenaikan lebih konstan. Sementara untuk FIII mengalami peningkatan
hingga menit ke 45 yang melebihi jumlah obat yang diperkirakan. Hal ini
dapat disebabkan karena reaksi derivatisasi yang tidak stabil.
Berdasarkan optimasi, kadar terdisolusi semakin menurun setelah
menit ke 45. Hasil tersebut dapat disebabkan karena jumlah obat yang
terlepas telah mencapai kadar maksimal. Dalam penelitian Manna et al
(2006), ketoprofen yang memiliki kelarutan buruk diimpregnasi kedalam
PVP K-30 dapat melepas sempurna dalam waktu 40-120 menit. Dispersi
padat loratadin dalam PVP K-30 juga melepas sempurna dalam waktu 3
jam (Frizon, Eloy, Donaduzzi, Mitsui dan Marchetti, 2013). Hal ini dapat
menjadi acuan bahwa PVP dapat melepaskan obat dalam waktu yang
singkat dan pelepasan yang lebih cepat didukung oleh sifat gentamisin
sulfat yang sangat hidrofil. Dalam penelitian lain, formula yang
ditambahkan dengan PVP memberikan pelepasan yang lebih lama
dibandingkan formula lain yang tidak mengadung PVP. Oleh karena itu,
PVP dapat meningkatkan pelepasan obat jika digunakan sebagai tambahan
kedalam formula yang telah mengandung polimer lainnya (Rasyid, et al.,
2009 dan Saeio, Pongpaibul, Viernstein, dan Okonogi, 2007).
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.9 Bobot Terdisolusi Mikroparitikel Gentamisin Sulfat
Menit Bobot terdisolusi (mg)
FI FII FIII
0 0 0 0
5 1,459 1,184 0,889
15 2,927 2,138 1,958
30 4,433 2,539 2,223
45 8,129 5,235 5,309
Gambar 4.2 Profil Disolusi Mikropartikel
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
5 15 30 45
Bo
bo
t Te
rdis
olu
si
Menit ke-
FI
FII
FIII
36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Pada FI nilai PK 47,913%, kadar air 13,12%, diameter rata-rata 5,917 µm,
kadar obat 8,629%, dan hasil bobot terdisolusi selama 45 menit yaitu
8,129 mg, sementara pada FII nilai PK 41,815%, kadar air 13,17%,
diameter rata-rata 6,257 µm, kadar obat 5,511%, dan hasil bobot
terdisolusi selama 45 menit yaitu 5,843 mg dan pada FIII nilai PK
40,390%, kadar air 11,03%, diameter rata-rata 7,847 µm, kadar obat
2,899%, dan hasil presentase terdisolusi selama 45 menit yaitu 5,309 mg.
2. Seiring dengan kenaikan konsentrasi polimer dari 10 hingga 20 persen
maka viskositas larutan akan semakin meningkat, sementara PK, kadar
obat dan bobot terdisolusi akan semakin menurun.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pengecekan efisiensi penjerapan untuk memastikan kadar
obat yang terjerap dalam mikropartikel.
2. Dilakukan kombinasi terhadap polimer poli vinil pirolidon dengan polimer
lain untuk memberikan pelepasan yang diperpanjang.
3. Mengganti polimer poli vinil pirolidon dengan polimer lain yang dapat
melepaskan obat lebih lambat.
4. Perlu dikembangkan metode analisa untuk gentamisin sulfat agar lebih
stabil.
5. Perlu dilakukan penyetaraan kandungan zat aktif terhadap formula yang
akan dilakukan disolusi.
6. Pembuatan mikropartikel dengan metode lain, misalnya gelasi ionik,
semprot kering, koaservasi, atau ekstraksi cairan superkritis.
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Ansel, H.C., Allen, L.V., Dan Popovich, N.E. 1999. Modified Release Dosage
Forms And Drug Delivery System. Dalam : Pharmaceutical Dossage Forms
And Drug Delivery System 7th Edition. USA : Lippincott William And
Wilkins
Anya H, Andrew W.L., James S. 2001. Drug Delivery And Targeting For
Pharmacist And Pharmaceutical Scientist. New York : Taylor And Francis
Aquino, Rita P., Giulia Auriemma, Teresa Mencherini, Paola Russo, Amalia
Porta. 2013. Design And Production Of Gentamicin/Dextrans
Microparticles By Supercritical Assisted Atomisation For The Treatment Of
Wound Bacterial Infections. International Journal Of Pharmaceutics 440
(2013) 188– 194
Blanco, M.J., C. Lecaroz , M.J. Renedo, J. Kunkova, C. Gamazo. 2002. In Vitro
Evaluation Of Gentamicin Released From Microparticles. International
Journal Of Pharmaceutics 242 (2002) 203–206
Boateng, S. Joshua, Kerr H. Matthews, Howard N.E Stevens, Gillian M.
Eccleston. 2007. Wound Healing Dressings And Drug Delivery Systems: A
Review. Published Online In Wiley Interscience. DOI 10.1002/Jps.21210
Cecilia, Christy. 2011. Preparasi Dan Karakterisasi Kitosan Suksinat Sebagai
Polimer Dalam Sediaan Mikrosfer Mukoadhesif. Depok : FMIPA,
Universitas Indonesia
Charles, F.L, Lora L., Morton, P. 2011. Drug Information Handbook 20th Edition.
USA : Lexi Comp
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta : 976
Dhakar, C., R., et al. 2012. Review Article. From Formulation Variables to Drug
Entrapment Efficiency of Microspheres. India : Journal of Drug Delivey &
Theraupetitc, (6), 128-133.
El-Gendy, N.A., G.A. Abdelbary, M.H. EL-Komya, A.E. Saafan. 2009. Design
and Evaluation of a Bioadhesive Patch for Topical Delivery of Gentamicin
Sulphate. Current Drug Delivery, 2009, 6, 50-57
Frizon, Fernando., Josimar De Oliveira Eloy, Carmen Maria Donaduzzi, Márcia
Lina Mirsui, Juliana Maldonado Marchetti. 2013. Dissolution Rate
Enhancement Of Loratadine In Polyvinylpyrrolidone K-30 Solid
38
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dispersions By Solvent Methods. Journal of Powder Technology 235
(2013) 532–539
Hadinugroho, Wuryanto., Achmad Fudholiz. 2011. Optimasi Formula Tablet
Lepas Lambat Ibuprofen Secara Simplex Lattice Design Dengan Campuran
Carrageenan, Kalsium Sulfat, Dan PVP-K30. Surabaya : Majalah Farmasi
Indonesia (22)4, 300 – 305, 2011
Hascicek, Canan., et el. 2002. Mucoadhesive Microspheres Containing
Gentamicin Sulfate For Nasal Administration: Preparation And In Vitro
Characterization
Hoga, O.Z., et al. 1999. Biocompatibility Study For PVP Wound Dressing
Obtained In Diferent Conditions. Journal Radiation Physics And Chemistry
55 (1999) 705±707
Kasih, Nirmala. 2014. Formulasi Dan Karakterisasi Mikropartikel Ekstrak Etanol
50% Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dengan Metode
Semprot Kering (Spray Drying ). Jakarta : UIN Syarif Hidayatullah
Kshirsagar, N.A., 2000. Drug Delivery Systems. Indian Journal Of Pharmacology
2000; 32: S54-S61
Kumar, B.Pavan., Chandiran, L. Sarath., Bhavya, L., Dan Sindhuri, M., 2011.
Microparticulate Drug Delivery System A Riview. India : Departement Of
Pharmaucetical.
Labouta, Hagar I., Labiba K. El-Khordagui. 2010. Polymethacrylate
Microparticles Gel For Topical Drug Delivery. Pharm Res (2010)
27:21062118
Lachman,L., Herbert, L., dan Joseph, L.K. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri Edisi 1 dan 2. Terj. dari The Theory and Practice of Industrial
Pharmacy, oleh Siti Suyatmi. Jakarta : Penerbit UI Press. : 429 dan 860-
892.
Ramos, Joe M. Fernandez, Ana M. Garcıa-Campana, Fermın Ales-Barrero, Juan
M. Bosque-Sendra. 2006. Determination of Gentamicin in Pharmaceutical
Formulations Using Peroxyoxalate Chemiluminescent Detection in Flow-
Injection Analysis. Talanta 69 (2006) 763–768
Liparoti, S., Adami, R., Reverchon, E. 2014. Supercritical Assisted Atomization:
Effect Of Operative Conditions Onpvp Microparticle Size And
Morphology. Journal Of Supercritical Fluids 97 (2015) 31–35
Malani, Priyanka, et al. 2000. Gentamicin Sulphate: A Current Review of
Analytical Methods
39
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Manna, Luigi., Mauro Banchero, Davide Sola, Ada Ferri, Silvia Ronchetti, Silvio
Sicardi. 2007. Impregnation Of Pvp Microparticles With Ketoprofen In
The Presence Of Supercritical Co2. Journal Of Supercritical Fluids 42
(2007) 378–384
Martins, et al. 2011. Preparation Of Microparticles Of Hydrochlorothiazide By
Spray Drying. European Drying Conference - Eurodrying'2011
Masters,K. 1979. Spray Drying handbook. New York : John Willey and Sons :
63-79.
Mogos, George Dan, Alexandru Mihai Grumezescub. 2013. Natural And
Synthetic Polymers For Wounds And Burns Dressing. International
Journal Of Pharmaceutics
Muhaimin. 2013. Study Of Microparticle Preparation By The Solvent Evaporation
Method Using Focused Beam Reflectance Measurement (FBRM).
Narharisettia, Pavan Kumar, Magdeleine Duan Ning Lewa, Yin-Chih Fub, Duu-
Jong Leec, Chi-Hwa Wanga. 2005. Gentamicin-Loaded Discs And
Microspheres And Their Modifications: Characterization And In Vitro
Release. Journal Of Controlled Release 102 (2005) 345–359
Onwulata, C., Smith,P.W., Craig, Jr., Holsinger, V. H. 1986. Physical Properties
of Encapsulated Spray Dried Milkfat. Journal of Food Science 59 : 316-
320.
Parida, Kirti R., Sanjay Kumar., Palaniyandi Ravanan., Harekrishna Roy.,
Madhumathi Manickam., Priti Talwar. 2013. Microparticles Based Drug
Delivery Systems: Preparation and Application in Cancer Therapeutics.
International Archive of Applied Sciences and Technology IAAST; Vol 4
[3] September 2013: 68-75
Phromsopha, T., Y. Baimark. 2010. Chitosan Microparticle Prepared By Water In
Oil Emulsion Solvent Diffusion Method For Drug Delivery. ISSN 1682-
296X. Biotechnology 2010
Prieto, Blanco., Lecaroz, C.. Renedo, M.J., Kunkova, J., Dan Gamazo, C. 2002. In
Vitro Evaluation Of Gentamicin Released From Microparticle. International
Journal Of Pharmaceutics 242 (2002) 203–206
Prior S., et al. 2000. Gentamicin Encapsulation In PLA:PLGA Microspheres In
View Of Treating Brucella Infections. International Journal Of
Pharmaceutics 196 (2000) 115–125
Prior, Sandra., Bruno Gander, Concepción Lecároz, Juan M. Irache, Carlos
Gamazo. 2004. Gentamicin-Loaded Microspheres For Reducing The
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Intracellular Brucella Abortus Load In Infected Monocytes. Journal Of
Antimicrobial Chemotherapy (2004) 53, 981–988
Roohullah et al. 2012. Preparation and In-vitro Evaluation of Sustained Release
Phenytoin Sodium Matrix Tablets Prepared by Co-Evaporation Method
Using Different Polymers. Middle-East Journal of Scientific Research 11
(2): 246-252, 2012. ISSN 1990-9233
Rosida, Idah. 2010. Mikroenkapsulasi Fraksi Aktif Dari Herba Sambiloto
(Andrographis paniculata Ness) Yang Berkhasiat Sitotoksik Dengan
Metode Semprot Kering. Depok : FMIPA, Universitas Indonesia.
Rowe, R.C., Shesky, P.L., dan Owen, S.C., (ed). 2006. Handbook Pharmaucetical
Excipients. (5th
.Ed.). London : The pharmaucetical Press and The
American Pharmacist Association. 611-616.
Saha, Nabanita., Aamarjargal S., Niladri R., Takeshi K., Petr S. 2011. Polymeric
Biomaterial Based Hydrogels For Biomedical Applications. Journal Of
Biomaterials And Nanobiotechnology, 2011, 2, 85-90
Sahu, Deepak., A.C. Rana. 2010. Development And In Vitro Evaluation Of
Quetiapine Fumarate Sustain Release Tablets. International Journal Of
Pharmtech Research. ISSN : 0974-4304
Sankula, kameswararao., Dasari Nageswara Rao, Srinath Nissankurrao. 2014.
Formulation and Evaluation of Phenytion Sustain Release Tablets.
International Journal of Pharma Research and Health Sciences
Senatore, D. 2008. Microencapsulation For Controlle Release of Liquid
Crosslinker: Towards Low Temperature Curing Powder Coatings. Thesis.
Geboren te cava de’ Tirreni, italie.
Sharma, Vinit., Sharma, Shalini., Khokra, Sukhbir Lal., Sahu, Ram Kumar.,
Jangde, Rajendra., Singh, Jangdish. 2011. Formulation, Development And
Evaluation Of Pregabalin Sustained Release Matrix Tablets.
Sugindro, Etik, M., dan Joshita, D. 2008. Pembuatan dan Mikroenkapsulasi
Ekstrak Etanol Bii Jinten HItam Pahit (Nigella sativa Linn.). Depok :
Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol V No.2, Agustus 2008, 58-66.
Sutriyo, Joshita,D., Ardilla, N. 2004. Mikroenkapsulasi Propanolol Hidroklorida
Dengan Penyalut Etil Selulosa Menggunakan Metode Penguapan Pelarut.
Majalah kefarmasian, 1 (2).
Wang, Z., Shmeis, R.A. 2006. Dissolution Controlled Druf Delivery Systems.
Dalam : Li x dan Jasti B.R. Design of Controlled Release Drug Delivery
System. McGraw-Hill :162.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Alur Penelitian
Pembahasan
Kesimpulan
Optimasi alat semprot kering Suhu inlet 150-155⁰C dan
suhu outlet 95-97 ⁰C,
blower 0,35 – 0,45, dan
atomizing 3x10 kPa.
Formulasi mikropartikel
gentamisin sulfat dan
PVP
Pembuatan mikropartikel
Analisis Data
Uji Perolehan
kembali
Uji Kadar Air Uji Kadar
Obat
Uji Distribusi
Ukuran Partikel
Uji Disolusii In
Vitro
Pengecekan viskositas larutan
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Scanning Panjang Gelombang Maksimum Gentamisin Sulfat
Medium Akuades (λ maks = 332 nm)
Lampiran 3. Data Absorbansi Kurva Standar Gentamisin Sulfat Medium
Akuades
C (ppm) Absorbansi
0 0,000
10 0,093
20 0,184
30 0,282
40 0,367
50 0,446
60 0,537
332
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Kurva Kalibrasi Gentamisin Sulfat Standar Medium Akuades
Lampiran 5. Hasil Operating Time dan Serapan Gentamisin Sulfat selama
3600 detik
y = 0,0089x + 0,0049 R² = 0,9992
0
0,1
0,2
0,3
0,4
0,5
0,6
0 20 40 60 80
Ab
sorb
ansi
Konsentrasi (ppm)
Kurva Kalibrasi GS dalam akuadest
Kurva Kalibrasi GSdalam akuadest
Linear (Kurva KalibrasiGS dalam akuadest)
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Hasil Mikropartikel Gentamisin Sulfat-PVP
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Uji Perolehan Kembali (PK)
Keterangan : %PK = faktor perolehan kembali (g), Wm = bobot mikropartikel yang diperoleh
(g), Wt = bobot bahan pembentuk mikropartikel (%)
Lampiran 8. Distribusi Ukuran Partikel
Formula Wm (g) Wt (g) %PK
FI 5,2704 11 47,913
FII 6,6904 16 41,815
FIII 8,4819 21 40,390
Ukuran Partikel
(µm)
Rata-
Rata
(Median)
FI FII FIII Rata-
rata
FI
Rata-
rata
FII
Rata-
rata
FIII
1 – 3 2 71 51 40 142 102 80
4 – 6 5 118 142 87 590 710 435
7 – 9 8 80 65 90 640 520 720
10 – 12 11 20 23 44 220 253 484
13 – 15 14 6 14 20 84 196 280
16 – 18 17 1 2 10 17 34 170
19 - 21 20 2 1 4 40 20 80
>21 21 2 2 5 42 42 105
Total 300 300 300 1755 1877 2354
Rata-rata ukuran partikel 5,917 6,257 7,847
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Contoh Perhitungan Persentase Disolusi
Formulasi 1 (FI)
Diketahui : Y = 0,0089x + 0,0049
Y0 = 0,000
Y5 = 0,031
Y15 = 0,071
Kadar zat aktif = 12,944 mg
Ditanya : a. C0 = ?
b. C5 = ?
c. C15= ?
Penye. : a. Mencari nilai x pada menit ke-0 :
y = 0,0089x + 0,0049
0,000 = 0,0089x + 0,0049
C0 = 0,000 ppm
b. Mencari nilai x pada menit ke- 5 :
y = 0,0089x + 0,0049
0,031 = 0,0089x + 0,0049
C5 = 2,933ppm
d. % disolusi zat aktif pada t0 = ?
e. % disolusi zat aktif pada t5 = ?
f. % disolusi zat aktif pada t15 = ?
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
c. Mencari nilai x pada menit ke-15 :
y = 0,0089x + 0,0049
0,071= 0,0089x + 0,0049
C15 = 7,427 ppm
d. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-0 :
Bobot terdisolusi = C0 x Volume (L) x Faktor Pengenceran
= 0,000 x 0,35 L x 1
= 0 mg
% disolusi =
= 0 %
e. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-5 :
Faktor koreksi t0 = C0 x
= 0,000 x
= 0,000
Bobot terdisolusi = (C5 + FK0) x Volume (L) x Faktor Pengenceran
= (2,933 ppm + 0,000) x 0,35 L x 1
= 1,027 mg
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
% disolusi =
= 7,934 %
f. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-15 :
Faktor koreksi t5 = C5 x
= 2,933 x
= 0,025
Bobot terdisolusi = (C15 + FK0 + FK5) x Volume (L) x Faktor
Pengenceran
= (7,427ppm + 0,000 + 0,025) x 0,35 L x 1
= 2,6082 mg
% disolusi =
= 20,15%
Formulasi 2 (FII)
Diketahui : Y = 0,0089x + 0,0049
Y0 = 0,000
Y5 = 0,076
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Y15 = 0,139
Kadar zat aktif = 8,267 mg
Ditanya : a. C0 = ?
b. C5 = ?
c. C15= ?
Penye. : a. Mencari nilai x pada menit ke-0 :
y = 0,0089x + 0,0049
0,000 = 0,0089x + 0,0049
C0 = 0,000 ppm
b. Mencari nilai x pada menit ke- 5 :
y = 0,0089x + 0,0049
0,076 = 0,0089x + 0,0049
C5 = 7,989 ppm
c. Mencari nilai x pada menit ke-15 :
y = 0,0089x + 0,0049
0,139= 0,0089x + 0,0049
C15 = 15,067 ppm
d. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-0 :
Bobot terdisolusi = C0 x Volume (L) x Faktor Pengenceran
d. % disolusi zat aktif pada t0 = ?
e. % disolusi zat aktif pada t5 = ?
f. % disolusi zat aktif pada t15 = ?
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
= 0,000 x 0,35 L x 1
= 0 mg
% disolusi =
= 0 %
e. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-5 :
Faktor koreksi t0 = C0 x
= 0,000 x
= 0,000
Bobot terdisolusi = (C5 + FK0) x Volume (L) x Faktor Pengenceran
= (7,989 ppm + 0,000) x 0,35 L x 1
= 2,796 mg
% disolusi =
= 33,823 %
f. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-15 :
Faktor koreksi t5 = C5 x
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
= 7,989 x
= 0,068
Bobot terdisolusi = (C15 + FK0 + FK5) x Volume (L) x Faktor
Pengenceran
= (15,067 ppm + 0,000 + 0,068) x 0,35 L x 1
= 5,2973 mg
% disolusi =
= 64,07%
Formulasi 3 (FIII)
Diketahui : Y = 0,0089x + 0,0049
Y0 = 0,000
Y5 = 0,028
Y15 = 0,059
Kadar zat aktif = 4,348 mg
Ditanya : a. C0 = ?
b. C5 = ?
c. C15= ?
d. % disolusi zat aktif pada t0 = ?
e. % disolusi zat aktif pada t5 = ?
f. % disolusi zat aktif pada t15 = ?
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Penye. : a. Mencari nilai x pada menit ke-0 :
y = 0,0089x + 0,0049
0,000 = 0,0089x + 0,0049
C0 = 0,000 ppm
b. Mencari nilai x pada menit ke- 5 :
y = 0,0089x + 0,0049
0,028 = 0,0089x + 0,0049
C5 = 2,596 ppm
c. Mencari nilai x pada menit ke-15 :
y = 0,0089x + 0,0049
0,059= 0,0089x + 0,0049
C15 = 6,079 ppm
d. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-0 :
Bobot terdisolusi = C0 x Volume (L) x Faktor Pengenceran
= 0,000 x 0,35 L x 1
= 0 mg
% disolusi =
= 0 %
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
e. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-5 :
Faktor koreksi t0 = C0 x
= 0,000 x
= 0,000
Bobot terdisolusi = (C5 + FK0) x Volume (L) x Faktor Pengenceran
= (2,596 ppm + 0,000) x 0,35 L x 1
= 0,909 mg
% disolusi =
= 20,906 %
f. Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-15 :
Faktor koreksi t5 = C5 x
= 2,569 x
= 0,022
Bobot terdisolusi = (C15 + FK0 + FK5) x Volume (L) x Faktor
Pengenceran
= (6,079 ppm + 0,000 + 0,022) x 0,35 L x 1
= 2,135 mg
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
% disolusi =
= 49,103%
Lampiran 10. Hasil Uji Disolusi Formulasi I (FI)
Menit Bobot
Terdisolusi (mg)
Rata-
rata
SD Persen
Terdisolusi (%)
Rata-
rata
SD
1 2 1 2
0 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5 1,027 1,891 1,459 0,612 7,931 14,612 11,271 4,725
15 2,608 3,245 2,927 0,450 20,150 25,069 22,610 3,478
30 3,684 5,183 4,433 1,060 28,458 40,043 34,251 8,192
45 6,350 9,907 8,129 2,515 49,056 76,539 62,798 19,433
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Uji Disolusi Formulasi II (FII)
Menit Bobot
Terdisolusi
(mg)
Rata-
rata
SD Persen
Terdisolusi (%)
Rata-
rata
SD
1 2 1 2
0 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5 2,796 1,184 1,990 1,140 33,823 14,318 24,071 13,792
15 5,297 2,138 3,718 2,234 64,079 25,859 44,969 27,025
30 3,628 2,539 3,083 0,770 43,883 30,712 37,297 9,313
45 6,450 5,235 5,843 0,860 78,027 63,323 70,675 10,397
Lampiran 12. Hasil Uji Disolusi Formulasi III (FIII)
Menit Bobot
Terdisolusi
(mg)
Rata-
rata
SD Persen
Terdisolusi (%)
Rata-
rata
SD
1 2 1 2
0 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
5 0,908 0,869 0,889 0,028 20,888 19,984 20,436 0,639
15 2,135 1,781 1,958 0,251 49,099 40,953 45,026 5,760
30 2,539 1,907 2,223 0,447 58,382 43,844 51,113 10,280
45 5,235 5,384 5,309 0,105 120,368 123,791 122,079 2,421
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Hasil Perhitungan Kadar Obat
Formula Konsentrasi Kadar dalam
10mg
Mikropartikel
(mg)
Kadar dalam
Mikropartikel
(gr)
Persen Kadar
dalam
Mikropartikel
Rata-rata
Persen
Kadar
FI 16,528 0,826 0,436 8,264
8,629 17,989 0,899 0,474 8,994
FII 11,472 0,574 0,384 5,736
5,511 10,573 0,529 0,354 5,287
FIII 6,191 0,310 0,263 3,096
2,899 5,404 0,270 0,229 2,702
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Sertifikat Analisis Gentamisin Sulfat
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 15. Sertifikat Analisis PVP
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 16. Sertifikat Analisis O-phthaldialdehyde
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta