uin syarif hidayatullah jakarta identifikasi drug...

142
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK DI INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT “X” TANGERANG SELATAN SKRIPSI ROULI MEPARIA UTAMI NIM: 1112102000104 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYTULLAH JAKARTA JUNI 2016

Upload: trandien

Post on 28-Apr-2019

244 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)

PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK DI

INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT “X”

TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

ROULI MEPARIA UTAMI

NIM: 1112102000104

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYTULLAH

JAKARTA

JUNI 2016

Page 2: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs)

PADA PASIEN DEMAM TIFOID ANAK DI

INSTALASI RAWAT INAP RUMAH SAKIT “X”

TANGERANG SELATAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi

ROULI MEPARIA UTAMI

NIM: 1112102000104

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYTULLAH

JAKARTA

JUNI 2016

Page 3: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

HALAMAN PERNYAT AAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah basil karya saya sendiri,

dan semua somber baik yang dikutip maupun dirujuk

telah saya nyatakan dengan benar

Nama

NIM

: Rouli Meparia Utami

: 1112102000104

Tanda tangan :

Tanggal

iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 4: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Rouli Meparia Utami

NIM : 1112102000104

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Demam

Tifoid Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Kota

Tangerang Selatan Tahun 2015

Disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

;1)~ Nurmeilis, M.Si., Apt Dr. Delina Hasan.M.Kes., Apt

NIP: 195602101987032003 NIP: 197404302005012003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

UIN SyarifHidayatullah Jakarta

Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt

NIP. 197404302005012003

iv

Page 5: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh:

Nama

NIM

: Rouli Meparia Utami

: 1112102000104

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada Pasien Demam Tifoid Anak di lnstalasi Rawat Inap Rumah Sakit "X" Tangerang Selatan

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu, Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing 1 :Dr. Dra. Delina Hasan,M.Kes., Apt

Pembimbing 2: Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt

Penguji 1 :Dr. Azrifitria, M.Si., Apt

Penguji 2 : Yardi, Ph.D., Apt

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal

v

(

c N1) (~') (~

Page 6: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Rouli Meparia Utami

NIM : 1111102000104

Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Identifikasi Drug Related Problems pada Pasien Demam Tifoid

Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan

Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di negara berkembang

termasuk Indonesia. Di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan demam tifoid

menduduki peringkat kedua setelah diare akut. Drug Related Problems (DRPs)

adalah kejadian atau masalah yang tidak diinginkan terkait terapi obat pasien yang

berpengaruh pada outcome yang diharapkan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui angka kejadian DRPs pada pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit

“X” Tangerang Selatan. Adapun kategori DRPs yang diidentifikasi meliputi

ketidaktepatan pemilihan obat, dosis obat kurang, dosis obat lebih, indikasi tanpa

obat, obat tanpa indikasi dan interaksi obat. Penelitian ini juga untuk mengetahui

pengaruh antara jumlah penyakit penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh

jumlah penggunaan obat terhadap jumlah DRPs. Penelitian ini merupakan

penelitian non eksperimental dengan pengumpulan data secara retrospektif. Data

yang digunakan adalah data rekam medis. Data yang diperoleh dikaji secara

deskriptif berdasarkan literatur. Penelitian ini menunjukkan bahwa jenis DRPs yang

paling banyak terjadi adalah dosis obat lebih (35,18%), diikuti dosis obat kurang

(33,33%), interaksi obat (16,67%), indikasi tanpa obat (9,26%) dan obat tanpa

indikasi (5,56%). Jumlah penyakit penyerta berpengaruh secara bermakna terhadap

jumlah DRPs (P = 0,008). Jumlah penggunaan obat tidak berpengaruh secara

bermakna terhadap jumlah DRPs (P = 0,526).

Kata kunci: demam tifoid, drug related problems, anak

Page 7: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRACT

Name : Rouli Meparia Utami

NIM : 1112102000104

Major Study : Pharmacy

Title : Identification of Drug Related Problems (DRPs) Inpatien

Paediatric Typhoid Fever in “X” Hospital Tangerang Selatan

Typhoid fever is still a health problem in developing countries such as Indonesia.

At “X” Hospital Tangerang Selatan, typhoid fever was ranked second after acute

diarrhea. Drug Related Problems (DRPs) are events or unwanted problems related

to the patient's drug therapy which affects the desired outcome. This study aimed

to identify the incidence of DRPs in children with typhoid fever at “X” Hospital

Tangerang Selatan. The categories of DRPs were identified include improper drug

selection, dosage too low, dosage too high, indication without medication,

medication without indication and drug interactions. This study was also to

determine the influence of the number of comorbidities on the number of DRPs and

influence the amount of drug use on the number of DRPs. This study is a non-

experimental study with retrospective data collection. The data used are the medical

records. The data obtained were examined descriptively based on the literature. This

study shows that the most commonly type of DRPs was dosage too high (35.18%),

followed by a dosage too low (33.33%), drug interaction (16.67%), indication

without medication (9.26%) and medication without indication (5.56%). The

number of comorbidities significantly affect on the number of DRPs (P = 0.008).

The amount of drug use did not influence significantly on the number of DRPs (P

= 0.526).

Keyword: typhoid fever, drug related problems, children

Page 8: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur tak terhingga penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada saya. Shalawat

serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad

SAW beserta keluarga dan para sahabat. Syukur atas limpahan cinta dan kasih-Nya

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Identifikasi Drug

Related Problems (DRPs) pada Pasien Demam Tifoid Anak di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan”. Skripsi ini penulis susun sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis menyadari dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan

terwujud dan berjalan lancar tanpa bantuan, dukungan, bimbingan dan doa dari

berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis tidak lupa

mengucapkan terima kasih kepada:

(1) Ibu Dr. Delina Hasan, M.Si., Apt. dan Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt. selaku

dosen pembimbing yang telah banyak memberikan ilmu, waktu, tenaga, dalam

penelitian ini juga untuk kesabaran dalam membimbing, memberikan saran,

dukungan serta kepercayaannya selama penelitian berlangsung hingga

terselesaikannya skripsi ini.

(2) Bapak Dr. Arief Sumantri, S.KM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kedokteran

dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(3) Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si, Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas

Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

(4) Seluruh pihak dosen pengajar Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas ilmu dan pengetahuan

selama penulis menempuh pendidikan.

(5) Ibu Ria beserta seluruh pihak karyawan ruang administrasi medik yang telah

banyak membantu kelancaran dalam pengambilan data.

(6) Kedua orang tua tercinta, ayahanda Tobroni dan ibunda Lilis Suryani yang

tidak pernah lelah untuk memberikan doa, dukungan moril maupun materil,

Page 9: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

cinta, kasih sayang, semangat dan motivasi kepada penulis dari kecil hingga

saat ini.

(7) Adik tersayang Rolli Prabu Dwilaksana, serta seluruh keluarga besar atas

semangat, dukungan dan doa kepada penulis.

(8) Achmad Angri Ramadhan atas semangat, bantuan, dan doa yang bisa

menguatkan penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan tugas akhir ini.

(9) Nursetyowati Rahayu, Pipit Fitriyah, Putri Wulandari, Zaenab Salsabila,

Mauliana atas kebersamaan, persaudaraan, persahabatan, doa, semangat,

dukungan, serta selalu menemani dan mendengarkan penulis.

(10) Teman seperjuangan penelitian Nabilah Urwatul, Verona Shaqila dan Anissa

Florensia atas masukan, bantuan, kesabaran, dan semangat selama masa

penelitian hingga penyusunan skripsi.

(11) Teman-teman Farmasi 2012 khususnya Farmasi 2012 kelas BD atas

kebersamaan, serta berbagi suka dan duka selama perkuliahan.

(12) Seluruh pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian dan

penyelesaian skripsi baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak

dapat penulis sebutkan satu per satu.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan semua pihak yang telah membantu.

Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis berharao kritik dan saran atas

kekurangan dan keterbatasan penelitian ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat

untuk banyak pihak dan perkembangan ilmu pengetahuan khususnya dunia

kefarmasian.

Ciputat,

Penulis

Page 10: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

HALAMAN PERNY AT AAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama

NIM

: Rouli Meparia Utami

: 1112102000104

Program Studi: Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Jenis karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsilk:arya ilmiah saya,

dengan judul:

IDENTIFIKASI DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN

DEMAM TIFOID ANAK DI INSTLASI RA WAT INAP RUMAH SAKIT

"X"TANGERANGSELATAN

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital

Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pemyataan persutujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan

sebenamya.

Dibuat di: Jakarta

Pada Tanggal: 12 Juni 2016

Yang menyatakan,

(Roul~tami) X

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 11: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................. ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ..................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ................................................................... v

ABSTRAK ................................................................................................. vi

ASBTRACT ............................................................................................... vii

KATA PENGANTAR ............................................................................... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH .......... x

DAFTAR ISI .............................................................................................. xi

DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xiv

DAFTAR TABEL ..................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xvi

DAFTAR ISTILAH .................................................................................. xvii

BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ....................................................................... 4

1.3. Tujuan Penelitin ............................................................................. 4

1.4. Manfaat Penelitian ......................................................................... 4

1.5. Ruang Lingkup............................................................................... 5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 6

2.1 Drug Related Problems ................................................................... 6

2.1.1 Ketidaktepatan pemilihan obat .............................................. 7

2.1.2 Dosis Kurang dari Dosis Terapi ............................................. 7

2.1.3 Dosis Melebihi Dosis Terapi ................................................. 7

2.1.4 Indikasi Tanpa Obat ............................................................... 8

2.1.5 Obat Tanpa Indikasi ............................................................... 8

2.1.6 Interaksi Obat ......................................................................... 9

2.2 Demam Tifoid ................................................................................ 11

2.2.1 Definisi Demam Tifoid .......................................................... 11

2.2.2 Epidemiologi .......................................................................... 12

Page 12: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.3 Patogenesis ............................................................................. 12

2.2.4 Etiologi ................................................................................... 13

2.2.5 Gejala Klinis .......................................................................... 14

2.2.6 Penegakan Diagnosis. ............................................................ 16

2.2.7 Penatalaksanaan ..................................................................... 17

2.3 Pediatri ............................................................................................ 23

2.4 Rumah Sakit .................................................................................... 24

2.4.1 Peran Apoteker di Rumah Sakit ............................................. 25

2.5 Rekam Medis ................................................................................... 27

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ..... 29

3.1 Kerangka Konsep ............................................................................ 29

3.2 Definisi Operasional........................................................................ 30

BAB 4 METODE PENELITIAN ............................................................. 32

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 32

4.2 Desain Penelitian .......................................................................... 32

4.3 Populasi dan Sampel ..................................................................... 32

4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ........................................................ 32

4.5 Prosedur Penelitian ....................................................................... 33

4.5.1 Persiapan.............................................................................. 33

4.5.2 Pengumpulan Data............................................................... 33

4.5.3 Pengolahan Data .................................................................. 34

4.6 Analisis Data ................................................................................. 34

4.6.1 Analisis Univariat ................................................................ 35

4.6.2 Analisis Bivariat .................................................................. 35

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................... 36

5.1 Hasil ................................................................................................ 36

5.1.1 Karakteristik Pasien ............................................................... 36

5.1.2 Profil Penggunaan Obat ......................................................... 37

5.1.2.1 Jumlah Penggunaan Obat ........................................... 39

5.1.3 Drug Related Problems .......................................................... 39

5.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat. ...................... 40

5.1.3.2 DRPs Dosis Obat Kurang. ........................................ 40

Page 13: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.1.3.3 DRPs Dosis Obat Berlebih. ........................................ 41

5.1.3.4 DRPs Indikasi Tanpa Obat. ........................................ 41

5.1.3.5 DRPs Obat Tanpa Indikasi. ........................................ 42

5.1.3.6 DRPs Interaksi Obat................................................... 43

5.1.4 Analisis Bivariat .................................................................... 44

5.1.4.1 Analisis Hubungan Penyakit Penyerta dan DRPs ...... 44

5.1.4.2 Analisis Hubungan Jumlah Obat dan DRPs .............. 45

5.2 Pembahasan .................................................................................... 46

5.2.1 Karakteristik Pasien ............................................................... 46

5.2.2 Profil Penggunaan Obat ......................................................... 47

5.2.2.1 Jumlah Penggunaan Obat ........................................... 49

5.2.3 Drug Related Problems .......................................................... 49

5.2.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat. ...................... 49

5.2.3.2 DRPs Dosis Obat Kurang. ........................................ 50

5.2.3.3 DRPs Dosis Obat Berlebih. ........................................ 51

5.2.3.4 DRPs Indikasi Tanpa Obat. ........................................ 51

5.2.3.5 DRPs Obat Tanpa Indikasi. ........................................ 52

5.2.3.6 DRPs Interaksi Obat................................................... 52

5.2.4 Analisis Bivariat .................................................................... 54

5.2.4.1 Analisis Hubungan Penyakit Penyerta dan DRPs ...... 54

5.2.4.2 Analisis Hubungan Jumlah Obat dan DRPs .............. 55

BAB 6 PENUTUP ...................................................................................... 56

6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 56

6.2 Saran ................................................................................................ 56

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 57

Page 14: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Patofisiologi Demam Tifoid ...................................................... 13

Page 15: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1 Gejala Demam Tifoid.................................................................. 15

Tabel 1.2 Antibiotika dan Dosis Penggunaan untuk Demam Tifoid .......... 19

Tabel 3.1 Definisi Operasional ................................................................... 30

Tabel 5.1 Karekteristik Pasien Demam Tifoid ............................................ 36

Tabel 5.2 Distribusi Obat Antibiotik ........................................................... 37

Tabel 5.3 Distribusi Obat Lain .................................................................... 38

Tabel 5.4 Distribusi Jenis Penggunaan Obat............................................... 39

Tabel 5.5 Distribusi Kategori DRPs ........................................................... 40

Tabel 5.6 Distribusi DRPs Kategori Dosis Obat Kurang ............................ 40

Tabel 5.7 Distribusi DRPs Kategori Dosis Obat lebih ............................... 41

Tabel 5.8 Distribusi DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat .......................... 42

Tabel 5.9 Distribusi DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi .......................... 42

Tabel 5.10 Distribusi DRPs Kategori Interaksi Obat .................................. 43

Tabel 5.11 Distribusi DRPs Kategori Interaksi Obat Berdasarkan Tingkat

Keparahan dan Mekanisme ...................................................... 44

Tabel 5.12 Hasil Analisis Hubungan Penyakit Penyerta dengan DRPs ..... 44

tabel 5.13 Hasil Analsis Hubungan Jumlah Obat dengan DRPs ................. 45

Page 16: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Data Pasien .............................................................................. 63

Lampiran 2 Data Obat ................................................................................. 113

Lampiran 3 Penilaian DRPs yang Dialami Pasien Demam Tifoid Anak.... 116

Lampiran 4 Data Distribusi DRPs Kategori Dosis Obat Kurang ................ 117

Lampiran 5 Data Distribusi DRPs Kategori Dosis Obat Lebih .................. 118

Lampiran 6 Data Distribusi DRPs Kategori Interaksi Obat ........................ 119

Page 17: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISTILAH

5-HT3 : Serotonin

AR-H2 : Antagonis Reseptor Histamin 2

BAB : Buang Air Besar

CFU : Colony Form Unit

DBD : Demam Berdarah Dengue

ISPA : Infeksi Saluran Pernapasan Akut

ISK : Infeksi Saluran Kemih

NP : Nomor Pasien

PPM IDAI : Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia

SMRS : Surat Masuk Rumah Sakit

UGD : Unit Gawat Darurat

Page 18: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demam tifoid yang biasa kita kenal juga dengan demam enterik atau tifus

merupakan sindrom klinis yang dihasilkan oleh infeksi organisme Salmonella typhi.

Hingga saat ini penyakit demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan di

negara-negara berkembang terutama negara-negara dengan tingkat sanitasi yang

rendah termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri kasus ini tersebar merata diseluruh

provinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 385 per 100.000 penduduk per tahun

dan di daerah perkotaan 760 per 100.000 penduduk per tahun atau sekitar 600.000

dari 1,5 juta kasus per tahun dengan angka kematian sebesar 3,1% sampai 10,4%

(Pawitro dkk, 2002). Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) pada tahun

2007 prevalensi demam tifoid mencapai 1,6%. Di tahun 2010 demam tifoid masih

menduduki peringkat tiga dari 10 penyakit terbanyak di Indonesia (Kemenkes,

2010).

Insiden tertinggi demam tifoid terdapat pada anak-anak. Demam tifoid pada

anak banyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai manifestasi klinis

yang ringan. Masa inkubasi demam tifoid berlangsung 10 sampai 14 hari dengan

gejala yang timbul sangat bervariasi (Musnelina, 2004). Data dari Departemen Ilmu

Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto

Mangukusumo, Jakarta ada sekitar 50 kasus demam tifoid pertahun dan penyakit

ini termasuk 10 kasus terbanyak penyebab morbiditas pada penyakit rawat inap.

Dalam penggunaannya, antibiotika berbeda dengan penggunaan jenis obat-

obatan yang lainnya, selain harus memperhatikan pasien dan obat kita juga harus

memperhatikan karakteristik dari infeksi yang akan ditangani (Gyssen, 2005).

Penggunaan antibiotika yang tidak tepat tidak akan memperbaiki keadaan karena

tujuan terapi yang optimal tidak akan tercapai, dapat menimbulkan resistensi,

interaksi obat, efek samping serta melonjaknya biaya pengobatan (Van der Meer,

2001).

Penggunaan obat pada anak-anak tidak seperti pada orang dewasa pada

umumnya, mengingat anak berbeda dengan orang dewasa. Kejadian kesalahan

Page 19: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dalam pengobatan serta resiko kesalahan yang serius lebih sering terjadi pada anak

dibandingkan pada orang dewasa terkait dengan masalah perhitungan dosis, tidak

adanya standar dosis bagi anak serta tidak terdapat bentuk sediaan dan formulasi

yang sesuai (Prest, 2003). Menurut Cohen (1999), anak menempati peringkat kedua

yang sering dilibatkan dalam kejadian Drug Related Problems (DRPs) setelah

geriatri. DRPs merupakan kejadian yang tidak diinginkan dari pengalaman pasien

terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome

yang diharapkan (Strand, 1990).

Penelitian di Saudi Arabia menyatakan sebesar 45,2% pasien anak usia 0-18

tahun mengalami DRPs. Faktor resiko terjadinya DRPs pada anak-anak disebabkan

adanya polifarmasi obat dalam peresepan di unit pelayanan kesehatan di Saudi

Arabia (Rashed et al., 2012). Pada penelitian yang dilakukan di Eropa, dari 451

kasus DRPs pada anak, angka kejadian DRPs kategori dosis obat kurang terjadi

sebesar 18,4%, kemudian diikuti kategori interaksi obat (4,0%), obat tanpa indikasi

(2,2%) dan dosis obat lebih (1,8%) (Bouvy, 2004). Di Swedia, dari 249 kasus DRPs

pada anak, angka kejadian DRPs kategori masalah pemilihan obat dan dosis pada

anak terjadi sebesar 34%, kemudian diikuti kategori interaksi obat sebesar 12%

(Kimland, 2006). Untuk itu anak harus diprioritaskan dalam penanganan DRPs

karena kondisi fisiologisnya belum sempurna sehingga faktor-faktor absorbsi,

distribusi, metabolisme serta ekskresi obat tidak bisa disamakan begitu saja dengan

orang dewasa.

Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan merupakan rumah sakit negeri yang

memiliki peralatan lengkap. Dari studi penulusuran yang telah dilakukan diketahui

jumlah pasien yang mengalami demam tifoid dengan atau tanpa penyakit penyerta

yang dirawat inap pada tahun 2014 adalah 317 pasien, sedangkan pada tahun 2015

sebanyak 367 pasien. Nilai ini menunjukkan jumlah yang cukup tinggi. Apabila

jumlah pasien demam tifoid yang dirawat inap tinggi sedangkan jumlah tenaga

medis kurang maka monitoring pasien dan pemberian obat pada pasien kurang

maksimal. Hal tersebut dapat mendorong terjadinya Drug Related Problems

terutama pada pasien anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan periode tahun

2015.

Page 20: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

3

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Disinilah diperlukan adanya peran farmasis yang memiliki komitmen kuat

dan berkemampuan dalam menangani kejadian DRPs guna meminimalkan angka

kejadian DRPs. Pada praktik pelayanan farmasi klinik apoteker atau farmasis

memegang peranan penting dalam pencapaian terapi obat dan menghindari

terjadinya Drug Related Problems (DRPs). Dalam hal ini farmasis harus memiliki

pengetahuan tentang penggunaan obat pada anak-anak agar dapat memberikan

saran yang tepat bagi dokter, perawat, tenaga medis lainnya maupun orang tua anak

(Prest, 2003). Selain itu, untuk menghasilkan mutu pelayanan yang baik dan aman,

maka dalam penentuan kebutuhan tenaga harus mempertimbangkan kompetensi

yang disesuaikan dengan jenis pelayanan, tugas, fungsi, wewenang dan tanggung

jawabnya (Permenkes RI, 2014).

Berdasarkan paparan di atas, bahwa pemilihan obat untuk pasien anak dengan

demam tifoid adalah penting untuk menghindari dan menurunkan angka kejadian

DRPs, sehingga diharapkan dapat membantu meningkatkan kualitas pelayanan di

Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan.

Page 21: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

4

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, penyakit demam tifoid

merupakan penyakit yang berbahaya baik terhadap orang dewasa maupun

anak-anak dan sering ditemui di negara-negara berkembang seperti

Indonesia.

1.2.2 Prevalensi penyakit ini menurut data Riskesdas tahun 2007 adalah 1,60%.

1.2.3 Terapi demam tifoid dibagi menjadi pengobatan simptomatik dan spesifik

dengan antibiotik sehingga membutuhkan terapi kombinasi.

1.2.4 Penggunaan kombinasi obat yang tidak tepat dapat meningkatkan resiko

terjadinya Drug Related Problems.

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan pada penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui jenis DRPs yang terjadi pada pasien demam tifoid anak di

Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan tahun 2015.

2. Mengetahui pengaruh antara penyakit penyerta dengan DRPs yang

dialami pada pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit “X” Tangerang

Selatan tahun 2015.

3. Mengetahui pengaruh antara jumlah penggunaan obat dengan DRPs

yang dialami pada pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit “X”

Tangerang Selatan tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan serta wawasan tentang drug related problem yang terjadi pada

pengobatan pasien demam tifoid anak.

1.4.2 Manfaat Metodologi

Penelitian ini dilakukan secara retrospesktif dan diharapkan dapat dijadikan

referensi untuk diaplikasikan pada penelitian farmasi klinis sejenis di rumah sakit

Page 22: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

5

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

yang memiliki karakteristik yang sama dengan Rumah Sakit “X” Tangerang

Selatan.

1.4.3 Manfaat Aplikatif

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan suatu bahan pertimbangan

dalam menetapkan penangan atau pengobatan demam tifoid pada pasien anak di

Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan.

1.5 Ruang Lingkup

Penelitian dengan judul “Identifikasi Drug Related Problems (DRPs) pada

Pasien Demam Tifoid Anak di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit “X” Tangerang

Selatan” hanya dibatasi pada identifikasi DRPs yang ditinjau dari ketidaktepatan

pemilihan obat, dosis obat kurang, dosis obat lebih, indikasi tanpa obat, obat tanpa

indikasi, dan interaksi obat pada pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit “X”

Tangerang Selatan.

Pada penelitian ini desain yang digunakan adalah cross sectional dengan

pendekatan retrospektif. Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2016 sampai

dengan April 2016 di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan dengan jumlah sampel

sebanyak 50.

Page 23: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Drug Related Problems (DRPs)

Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) mendefinisikan DRPs

adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau

potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2010). DRPs

dapat juga dikatakan sebagai suatu pengalaman atau kejadian yang tidak

menyenangkan yang dialami oleh pasien yang melibatkan atau diduga berkaitan

dengan terapi obat dan secara aktual maupun potensial mempengaruhi outcome

terapi pasien (Cipolle, R. J., et al., 1998).

Terdapat dua jenis DRPs, yaitu DRPs aktual dan potensial. Keduanya

memiliki perbedaan tetapi pada kenyataannya problem yang muncul tidak selalu

terjadi dengan segera dalam prakteknya. DRPs aktual adalah suatu masalah yang

telah terjadi dan farmasis wajib mengambil tindakan untuk memperbaikinya.

Sedangkan DRPs potensial dikarenakan resiko yang sedang berkembang jika

farmasis tidak turun tangan (Rovers, J. P., et al., 2003).

Ada 8 kategori dari Drug Related Problems (Strand et al, 1990):

a. Pasien mempunyai kondisi medis yang membutuhkan terapi obat tetapi pasien

tidak mendapatkan obat untuk kondisi tersebut.

b. Pasien mempunyai kondisi medis dan menerima obat yang tidak mempunyai

indikasi medis yang valid.

c. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang tidak

aman, tidak paling efektif, dan kontraindikasi dengan pasien tesebut.

d. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi

dosis obat tersebut kurang.

e. Pasien mempunyai kondisi medis dan mendapatkan obat yang benar tetapi

dosis obat tesebut lebih.

f. Pasien mempunyai kondisi medis akibat dari reaksi obat yang merugikan.

g. Pasien mempunyai kondisi medis akibat interaksi obat - obat, obat - makanan,

obat - hasil laboratorium.

Page 24: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

7

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

h. Pasien mempunyai kondisi medis tetapi tidak mendapatkan obat yang

diresepkan.

2.1.1 Ketidaktepatan Pemilihan Obat

Ketidaktepatan pemilihan obat merupakan keadaan dimana pasien telah

diresepkan obat yang salah. Pertama, terapi obat yang digunakan untuk mengobati

kondisi medis pasien tidak efektif. Kedua, obat yang diterima pasien bukan

merupakan obat yang paling efektif. Ketiga, pasien mempunyai kontraindikasi atau

menimbulkan alergi terhadap obat yang diterima. Keempat, pasien menerima

kombinasi obat yang sama efektifnya dengan terapi obat tunggal. Kelima, pasien

menerima obat yang lebih mahal bukan obat yang lebih murah dan memiliki

efektivitas yang sama (Mahmoud, 2008).

2.1.2 Dosis Obat Kurang dari Dosis Terapi

Pada dasarnya, dosis semua obat dipertimbangkan berdasarkan penyakit,

dan informasi riwayat pasien. Dosis dapat dikatakan kurang optimal jika

konsentrasi obat di serum tidak tercapai bersamaan dengan adanya tanda-tanda dan

gejala, maka hal ini dapat dikatakan DRP (Strand dkk, 1990). Parameter lain dosis

rendah adalah frekuensi pemberian dosis yang tidak sesuai, jarak dan waktu

pemberian terapi obat terlalu singkat, penyimpanan obat yang tidak sesuai

(misalnya, menyimpan obat di tempat yang terlalu panas atau lembab,

menyebabkan degradasi bentuk sediaan dan dosis subterapi), pemberian obat yang

tidak sesuai dan interaksi obat (Mahmoud, 2008).

2.1.3 Dosis Obat Melebihi Dosis Terapi

Hal ini terjadi ketika dosis yang diberikan terlalu tinggi untuk memberikan

efek, dosis obat ditingkatkan secara cepat, frekuensi pemberian, durasi terapi, cara

pemberian obat pada pasien yang tidak tepat, dan konsentrasi obat diatas kisaran

terapi (Strand, et al, 1998). Seorang pasien yang menerima dosis obat yang terlalu

tinggi dan mengalami efek toksik yang tergantung dosis atau konsentrasi

menunjukkan pasien mengalami DRPs (Cippole et.al 1998).

Page 25: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pemberian obat dengan dosis berlebih mengakibatkan toksisitas. Hal ini

dapat disebabkan oleh:

a. Dosis obat terlalu tinggi untuk pasien

b. Konsentrasi obat dalam plasma pasien di atas rentang terapi yang dikehendaki

c. Dosis obat pasien dinaikkan terlalu cepat

d. Pasien mengakumulasi obat karena pemberian yang kronis

e. Obat, dosis, rute, formulasi tidak sesuai

f. Fleksibilitas dosis dan interval tidak sesuai (Strand dkk, 1990).

2.1.4 Indikasi Tanpa Obat

Indikasi tanpa obat adalah terjadi ketika pasien mengalami gangguan medis

baru yang memerlukan terapi obat, pasien menderita penyakit kronis lain sehingga

membutuhkan terapi obat lanjutan, pasien membutuhkan kombinasi obat untuk

memperoleh efek sinergis, pasien berpotensi untuk mengalami resiko gangguan

penyakit baru yang dapat dicegah dengan penggunaan terapi obat profilaksis atau

premedikasi (Mahmoud, 2008).

2.1.5 Obat Tanpa Indikasi

Obat tanpa indikasi adalah terjadi ketika seorang pasien mendapatkan terapi

obat yang tidak perlu, yang indikasi klinisnya tidak ada pada saat itu (Mahmoud,

2008). Pemberian obat tanpa indikasi disamping merugikan penderita secara

finansial juga dapat merugikan penderita yang berpotensi memberikan efek yang

tidak dikehendaki. Pemberian obat tanpa indikasi ini dapat disebabkan oleh

(Cippole, dkk., dikutip dalam Depkes RI, 2005):

a. Penderita menggunakan obat yang tidak sesuai dengan indikasi penyakit pada

saat ini

b. Penyakit penderita terkait dengan penyalahgunaan obat, alkohol atau merokok

c. Kondisi medis penderita lebih baik ditangani dengan terapi non obat seperti

diet, olahraga atau operasi

d. Penderita memperoleh polifarmasi untuk kondisi yang indikasinya cukup

mendapat terapi obat tunggal

Page 26: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

9

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

e. Penderita memperoleh terapi obat untuk mengatasi efek obat yang tidak

dikehendaki yang disebabkan oleh obat lain yang seharusnya dapat diganti

dengan obat yang lebih sedikit efek sampingnya.

2.1.6 Interaksi Obat

Dapat dikatakan interaksi jika terjadi efek dari satu obat yang dipengaruhi

dengan adanya obat lain, jamu, makanan, minuman atau oleh beberapa bahan kimia.

Hasil interaksi dapat berbahaya jika terjadi peningkatan toksisitas obat. Namun

terdapat juga interaksi obat yang tidak benar-benar mempengaruhi sama sekali

seperti efek aditif dari kedua obat yang memiliki efek yang sama (Stockley, 2008).

2.1.6.1 Mekanisme Interaksi Obat

Mekanisme interaksi obat dapat dibagi menjadi 2 secara umum yaitu:

1. Interaksi Farmakokinetik

Interaksi farmakokinetik dapat terjadi pada berbagai tahap meliputi

absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (Aslam et al., 2003).

a. Absorpsi

Terjadi perubahan absorpsi pada gastrointestinal dengan berbagai

mekanisme. Suatu obat mengakibatkan absoprsi obat lain menjadi lebih

cepat, lambat, sedikit atau menjadi berlebih. Perubahannya bisa terjadi pada

pH saluran cerna, flora usus, terjadi kompleksasi, atau perubahan motilitas

saluran cerna (Tatro, 2001).

b. Distribusi

Pada interaksi ini dapat terjadi melalui beberapa hal, yaitu: interaksi

ikatan protein dan induksi atau inhibisi transpor protein obat (Stockley, 2008).

c. Metabolisme

Sebagian besar obat dimetabolisme di hati, terutama oleh enzim

sitokrom P450 monooksigenase. Induksi enzim oleh suatu obat dapat

meningkatkan kecepatan metabolisme obat lain dan mengurangi efeknya.

Sebaliknya penghambatan enzim dapat mengakibatkan akumulasi dan

peningkatan toksisitas obat lain (Aslam et al., 2003).

Page 27: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

d. Ekskresi

Sebagian besar obat dieksresikan melalui empedu atau urin,

pengecualian untuk obat anestesi inhalasi. Interaksi dapat dilihat dari

perubahan pH, perubahan aliran dara diginjal, ekskresi empedu dan ekskresi

tubulus ginjal (Stockley, 2008).

2. Interaksi Farmakodinamik

Interaksi farmakodinamik adalah interaksi dimana efek dari satu obat

terjadi perubahan karena adanya obat lain. Terkadang obat bersaing untuk

reseptor tertentu misalnya agonis beta2, seperti salbutamol, dan beta bloker

seperti propranolol) namun seringkali reaksi terjadi secara langsung dan

mempengaruhi mekanime fisiologi. Interaksi ini diklasifikasikan menjadi

beberapa tipe:

a. Interaksi aditif atau sinergis

Jika dua obat memiliki efek farmakologis yang sama dan diberikan

secara bersama-sama maka dapat memberikan efek yang aditif. Misalnya,

alkohol menekan SSP, dan jika dikonsumsi dalam jumlah yang besar

(misalnya ansiolitik, hipnotik, dll) dapat meningkatkan efek ngantuk.

b. Interaksi antagonis atau berlawanan

Interaksi ini berbeda dengan interaksi aditif, dimana ada beberapa pasang

obat dengan kerja yang bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin

dapat memperpanjang waktu pembekuan darah dengan menghambat

kompetitif efek vitamin K (Stockley, 2008). Merupakan interaksi dimana

efek suatu obat diubah oleh obat lain. Hal ini dapat terjadi akibat kompetisi

pada reseptor yang sama atau interaksi obat pada sistem fisiologi yang sama.

Interaksi yang paling aman terjadi sinergisme antara dua obat yang bekerja

pada sistem, organ, sel atau enzim yang sama dengan efek farmakologi yang

sama, sebaliknya antagonisme terjadi bila obat yang berinteraksi memiliki

efek farmakologi yang berlawanan. Hal ini mengakibatkan pengurangan

hasil yang diinginkan dari satu atau lebih obat (Aslam et al., 2003).

Page 28: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

11

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.6.2 Tingkat Keparahan Interaksi Obat

Keparahan interaksi dapat diklasifikasikan ke berdasarkan tingkatan

keparahanan: minor, moderate, atau major.

1. Keparahan minor

Interaksi obat minor biasanya memberikan potensi yang rendah secara

klinis dan tidak membutuhkan terapi tambahan. Contoh interaksi minor adalah

interaksi hidralazin dan furosemid. Dimana efek farmakologis furosemid dapat

meningkat jika diberikan bersamaan dengan hidralazin, tetapi secara klinis

tidak signifikan. Interaksi obat minor dapat diatasi dengan menilai rejimen

pengobatan.

2. Keparahan moderate

Interaksi moderate sering membutuhkan pengaturan dosis atau dilakukan

pemantauan. Contohnya, obat rifampisin dan isoniazid yang dapat

menyebabkan peningkatan terjadinya hepatotoksisitas. Namun, kombinasi ini

masih sering digunakan dan diiringi dengan melakukan pemantauan enzim

hati.

3. Keparahan major

Interaksi major pada umumnya harus dihindari bila memungkinkan,

karena dapat menyebabkan potensi toksisitas yang serius. Contohnya,

ketokonazol yang dapat menyebabkan peningkatan cisaprid sehingga dapat

memperpanjang interval QT dan mengancam jiwa. Sehingga kombinasi ini

tidak disarankan untuk digunakan

(Atkinson, dkk., 2007).

2.2 Demam Tifoid

2.2.1 Definisi Demam Tifoid

Demam tifoid disebut juga dengan Typus abdominalis atau typhoid fever.

Demam tifoid ialah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran

pencernaan (usus halus) dengan gejala demam (38o C atau lebih) selama satu

minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau

tanpa gangguan kesadaran (Rampengan, 2008).

Page 29: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.2 Epidemiologi Demam Tifoid

Dari laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2003, terdapat

17 juta kasus demam tifoid per tahun di dunia dengan jumlah kematian mencapai

600.000 kematian dengan Case Fatality Rate (CFR) sebesar 3,5%. Angka kejadian

penyakit demam tifoid di daerah endemis berkisar antara 45 per 100.000 penduduk

per tahun sampai dengan 1.000 per 100.000 penduduk per tahun.

Di Indonesia, tifoid jarang dijumpai secara epidemis tapi bersifat endemis

dan banyak dijumpai di kota-kota besar. Simanjutak (2009) mengemukakan bahwa

insiden tifoid di Indonesia masih sangat tinggi berkisar 350-180 per 100.000

penduduk. Demikian juga dari telaah kasus demam tifoid di rumah sakit besar di

Indonesia, menunjukkan angka kesakitan cenderung meningkat setiap tahun dengan

rata-rata 500 per 100.000 penduduk. Angka kematian diperkirakan sekitar 0,6-5%

sebagai akibat dari keterlambatan mendapat pengobatan serta tingginya biaya

pengobatan (Kemenkes, 2006).

2.2.3 Patogenesis Demam Tifoid

Salmonella typhi dan Salmonella paratyphi masuk kedalam tubuh manusia

melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan oleh

asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan berkembang biak

(Sudoyo, 2006).

Bila respon imunitas humoral mukosa IgA usus kurang baik maka kuman akan

menembus sel-sel epitel terutama sel M dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina

propia kuman berkembangbiak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh

makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembangbiak di dalam makrofag dan selanjutnya

dibawa ke plaque Peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening

mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam

makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang

asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan

limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian

berkembangbiak di luar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk ke dalam

sirkulasi darah lagi yang mengakibatkan bakterimia yang kedua kalinya dengan disertai

tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sistemik. Di dalam hati, kuman masuk ke

dalam kandung empedu, berkembangbiak, dan bersama cairan empedu

Page 30: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

13

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

diekskresikan secara intermiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan

melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus.

Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan

hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa

mediator inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit

perut, instabilitas vaskular, gangguan mental, dan koagulasi (Widodo, 2006).

Kelainan utama terjadi di ileum terminal dan plaque Peyeri yang hiperplasia

(minggu pertama), nekrosis (minggu kedua), dan ulserasi (minggu ketiga) serta bila

sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat ulkus berbentuk bulat

lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dan ulkus ini dapat menyebabkan

perdarahan bahkan perforasi (Rampengan, 2008).

Gambar 1.1 Patofisiologi Demam tifoid

Sumber: Nasronuddin, et al. 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya:

Airlangga UniveRumah Sakitity Press, p. 121-24.

2.2.4 Etiologi Demam Tifoid

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman Salmonella typhi yang berhasil

diisolasi pertama kali oleh Gaffkey di Jerman pada tahun 1884 (Pawitro dkk, 2002).

Kuman ini merupakan kuman Gram negatif, motil dan menghasilkan spora. Dapat

hidup baik sekali pada suhu tubuh manusia maupun suhu yang lebih rendah sedikit

dan mati pada pemanasan 70o C selama 15 menit maupun oleh antiseptik

(Rampengan, 2008).

Salmonella typhi mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu:

1. Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik

grup.

Makanan dan minuman yang

tercemar S. typhi

Mulut Lambung

Plak Peyer Hati dan

Limfa

Menyebar ke bagian tubuh lain

Usus Halus

Page 31: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein berada dalam flagella.

3. Antigen virulen (Vi) merupakan polisakarida dan berada di kapsul yang

melindungi seluruh permukaan sel. Antigen Vi dapat menghambat proses

aglutinasi antigen O oleh anti O serum dan melindungi antigen O dari proses

fagositosis. Antigen Vi berhubungan erat dengan daya invasif bakteri dan

efektivitas vaksin.

4. Antigen Outer Membrane Protein (OMP) Salmonella typhi merupakan bagian

dari dinding sel terluar yang terletak di luar membran sitoplasma dan lapisan

peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitarnya (Pasaribu,

2001).

Kuman ini mudah dimusnahkan jika berada di luar tubuh karena akan mati

terkena sinar matahari tetapi tahan terhadap pembekuan. Organisme ini dapat

dibunuh dengan desinfektan dan perebusan selama 15 menit. Pada keadaan kering

umumnya mati dalam beberapa menit. Jika melekat pada tinja akan terlindungi dan

dapat bertahan hidup sekalipun tinja sudah hancur. Kemampuanya hidup pada tinja

tergantung pada peningkatan temperatur, komposisi tinja dan kehadiran organisme

lain. Pada keadaan normal tidak bisa bertahan lama dalam tanah. Dalam sampah

kasar hanya dapat bertahan selama 12 hari dan di septic tank selama 14 hari

(Soeharyo, 1996).

2.2.5 Gejala Klinis Demam Tifoid

Masa inkubasi dari Salmonella typhi pada anak adalah sekitar 10-14 hari.

Gejala klinis dari demam tifoid sangat bervariasi mulai dari gejala klinis yang

ringan sehingga tidak memerlukan perawatan yang khusus sampai dengan gejala

klinis yang berat sehingga membutuhkan perawatan khusus. Pada umumnya semua

pasien demam tifoid selalu menderita demam pada permulaan penyakit. Biasanya

pola demam pada demam tifoid dikenal dengan istilah step-ladder temperature

chart selama 2-7 hari yang ditandai dengan demam terus-menerus dan setiap

harinya ada kenaikan suhu secara bertahap dan mencapai titik tertinggi pada akhir

minggu pertama yang bisa mencapai 40º C. Demam akan bertahan tinggi dan akan

berangsur turun di minggu keempat. Pada demam tifoid pasien akan mengeluhkan

demam yang meningkat di sore dan malam hari dan berangsur turun pada pagi hari.

Page 32: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

15

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Demam yang sangat tinggi mengakibatkan munculnya keluhan pada saraf pusat

seperti kesadaran menurun bahkan sampai koma (Soedarmo, 2012).

Gejala sistemik yang muncul menyertai gajala demam antara lain sakit

kepala, malaise, anoreksia, nausea, myalgia, nyeri perut, dan radang tenggorokan.

Ketika demam sangat tinggi disertai dengan asupan cairan yang kurang maka bisa

timbul syok hipovolemik. Penurunan pulsasi juga timbul pada saat demam. Demam

tifoid juga menimbulkan gejala pada gastrointestinal yang keluhannya dapat berupa

diare lalu obstipasi, ataupun obstipasi lalu diare. Pada sebagian pasien lidah akan

terlihat kotor dengan bagian tengah lidah terlihat putih sedangkan bagian pinggir

lidah terlihat kemerahan. Pada anak banyak dijumpai gejala meteorismus.

Hepatomegaly lebih banyak dijumpai pada anak Indonesia dibandingkan dengan

splenomegaly. Pada daerah abdomen, toraks, ekstremitas dan punggung pada orang

dengan kulit putih dapat terlihat rose spot yaitu berupa ruam makulopapular

berwarna merah dengan ukuran 1-5 mm yang muncul pada hari ke 7-10 dan akan

bertahan selama 2-3 hari. Rose spot tersebut tidak pernah dilaporkan terjadi pada

pasien anak di Indonesia (Soedarmo, 2012).

Tabel 2.1 Gejala Demam Tifoid

Periode Penyakit Keluhan Gejala Patologi

Minggu Pertama Panas berlangsung

terus-menerus, tipe

panas step ladder

yang mencapai 40º

C, menggigil dan

nyeri kepala

Gangguan saluran

cerna

Bakterimia

Minggu Kedua Rash, nyeri

abdomen,

konstipasi, delirium

Rose spot,

splenomegaly dan

hepatomegaly

Vasculitis

disertai adanya

hyperplasia pada

payer’s patches

Minggu Ketiga Komplikasi:

perdarahan saluran

cerna, perforasi dan

syok

Melena, ileus,

ketegangan

abdomen dan

koma

Ulserasi pada

plaque Peyeri disertai

ploriferasi dan

peritonitis

Minggu Keempat,

dst

Keluhan menurun,

relaps dan

penurunan berat

badan

Tampak sakit

berat

Kolesistitis dan

karier kronik

Sumber: Nasronudin dkk, 2007

Page 33: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.2.6 Penegakan Diagnosis Demam Tifoid

Penegakan diagnosis untuk demam tifoid didasarkan dengan gejala klinis

berupa demam, keluhan gastrointestinal dan dapat disertai dengan keluhan

penurunan kesadaran yang ditunjang dengan pemerikasaan laboratorium. Diagnosis

pasti atau diagnosis definitif demam tifoid ditegakkan ketika ditemukannya

Salmonella typhi pada hasil kultur darah, sumsum tulang, atau lesi anatomi lain.

Berikut adalah kriteria yang bisa membantu penegakan diagnosis untuk

demam tifoid:

a) Kasus demam tifoid yang sudah dikonfirmasi

Apabila pasien demam dengan suhu 38º C atau lebih yang sudah diderita

minimal 3 hari dengan hasil kultur (darah, sumsum tulang, cairan usus) positif

ditemukan Salmonella typhi.

b) Kemungkinan kasus demam tifoid

Apabila ada pasien demam dengan suhu 38º C atau lebih yang sudah diderita

minimal 3 hari dengan hasil uji sero diagnosis atau deteksi antigen yang positif

tapi tanpa pemeriksaan kultur Salmonella typhi.

c) Kronik karier

Ekskresi dari Salmonella typhi di urin atau feses setelah 1 tahun atau lebih

setelah terserang demam tifoid akut.

2.2.6.1 Uji Serologis Widal

Uji serologis widal merupakan suatu metode serologis yang memeriksa

derajat aglutinasi antibody terhadap antigen somatik (O) dengan antigen flagelar

(H). Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin > 1/40 dengan menggunakan

uji widal menunjukkan nilai 1 positif 96% yang artinya apabila hasil positif 96%

kasus benar demam tifoid. Biasanya antibodi O akan terdeteksi pada hari ke 6-8

sedangkan antigen H terdeteksi pada hari ke 10-12 setelah timbulnya penyakit.

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli, diagnosis dapat ditegakkan apabila terjadi

kenaikan sebesar 4 kali titer O aglutinin sekali periksa >1/200 atau pada titer

sepasang. Aglutinin H sering dikaitkan dengan infeksi masa lalu atau pasca

imunisasi. Sedangkan aglutinin Vi dipakai untuk mendeteksi karier infeksi

Page 34: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

17

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Salmonella typhi. Meskipun banyak para ahli mengemukakan bahwa uji serologis

widal kurang dapat dipercaya karena dapat memberikan hasil positif palsu maupun

negatif palsu namun uji widal yang paling sering digunakan oleh para dokter untuk

menegakkan diagnosis demam tifoid.

2.2.6.2 IDL Tubex Test

Tes tubex sering dijadikan pilihan untuk meneggakan diagnosis demam

tifoid arena mudah dilakukan serta hasilnya bisa langsung dilihat hanya dalam

waktu 2 menit. Tes tubex menunjukkan hasil yang lebih spesifik karena tes ini

mendeteksi antibody terhadap antigen tunggal yang terdapat di Salmonella typhi

yaitu antigen O9 yang merupakan antigen yang sangat spesifik yang tidak

ditemukan di mikroorganisme lain. Hasil tubex yang positif dapat dijadikan

penunjang ditegakkannya diagnosis demam tifoid.

2.2.6.3 IgM Dipstick Test

IgM dipstick test didesain untuk serodiagnosis dari demam tifoid dengan

mendeteksi antibody IgM spesifik Salmonella typhi yang terdapat dalam serum.

Pemeriksaan dengan menggunakan IgM dipstick ini mudah dan efisien sehingga

sering digunakan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid ketika kultur darah

tidak tersedia.

2.2.7 Penatalaksanaan Demam Tifoid

Terapi pada demam tifoid adalah untuk mencapai keadaan bebas demam dan

gejala, mencegah komplikasi, dan menghindari kematian. Eradikasi total bakteri untuk

mencegah kekambuhan dan keadaan karier merupakan hal yang penting untuk dilakukan

(Nelwan, 2012). Prinsip penatalaksanaan demam tifoid masih menganut trilogi

penatalaksanaan yang meliputi: istirahat dan perawatan, diet dan terapi penunjang

(baik simptomatik maupun suportif), serta pemberian antimikroba. Selain itu

diperlukan pula tatalaksana komplikasi demam tifoid yang meliputi komplikasi

intestinal maupun ekstraintestinal (Kemenkes, 2006). Langkah-langkah dukungan

penting dalam penanganan demam tifoid, seperti hidrasi oral atau intravena,

penggunaan antipiretik, gizi yang tepat dan transfusi darah jika dibutuhkan. Pasien

Page 35: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan muntah terus-menerus, diare berat dan distensi abdomen memerlukan rawat

inap dan terapi antibiotik parenteral (WHO, 2003).

2.2.7.1 Perawatan Umum dan Nutrisi

Pasien demam tifoid, dengan gambaran klinik jelas sebaiknya dirawat di

rumah sakit atau sarana kesehatan lain yang memiliki fasilitas perawatan

(Kemenkes, 2006).

a. Tirah Baring

Pasien yang dirawat harus tirah baring dengan sempurna untuk mencegah

komplikasi, terutama perdarahan dan perforasi. Bila gejala klinis berat, pasien

harus istirahat total. Bila terjadi penurunan kesadaran maka posisi tidur pasien

harus diubah-ubah pada waktu tertentu untuk mencegah komplikasi pneumonia

hipostatik dan dekubitus. Jika penyakit membaik, makan dilakukan mobilisasi

secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Buang air besar dan

kecil sebaiknya dibantu oleh perawat. Hindari pemasangan kateter urin tetap,

bila tidak ada indikasi (Kemenkes, 2006).

b. Nutrisi

• Cairan

Pasien harus mendapat cairan yang cukup, baik secara oral maupun

parenteral. Cairan parenteral diindikasikan pada pasien sakit berat, ada

komplikasi, penurunan kesadaran serta yang sulit makan. Dosis cairan

parenteral adalah sesuai dengan kebutuhan harian (tetesan rumatan). Bila ada

komplikasi dosis, cairan disesuaikan dengan kebutuhan. Cairan harus

mengandung elektrolit dan kalori yang optimal (Kemenkes, 2006).

• Diet

Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya

rendah selulose (rendah serat) untuk mencegah perdarahan dan perforasi. Diet

untuk pasien tifoid, biasanya diklasifikasikan atas: diet cair, bubur lunak, tim

dan nasi biasa. Bila keadaan pasien baik, diet dapat dimulai dengan diet padat

atau tim (diet padat dini). Tapi bila pasien dengan klinis berat sebaiknya

dimulai dengan bubur atau diet cair yang selanjutnya dirubah secara bertahap

sampai padat sesuai dengan tingkat kesembuhan pasien.

Page 36: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

19

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pasien dengan kesadaran menurun diberi diet secara parenteral melalui

pipa lambung. Diet parenteral dipertimbangkan bila ada tanda-tanda

komplikasi perdarahan dan atau perforasi (Kemenkes, 2006).

• Terapi Simptomatik

Terapi simptomatik dapat diberikan dengan pertimbangan untuk

perbaikan keadaan umum pasien:

- Vitamin

- Antipiretik

- Antiemetik (Kemenkes, 2006)

2.2.8 Antibiotika untuk Demam Tifoid

Obat pilihan yang digunakan pada demam tiofid dibagi menjadi lini pertama

dan lini kedua. Antibiotika lini pertama untuk demam tifoid adalah kloramfenikol,

penisilin dan trimetoprim-sulfametoxazole (kotrimoksazol). Bila pemberian salah

satu antibiotika lini pertama dinilai tidak efektif, dapat diganti dengan antibiotika

lain atau dipilih antibiotika lini kedua yaitu seftriakson, sefiksim dan kuinolon.

Berikut adalah tabel rekomendasi pemberian antibiotika pada demam tifoid

menurut Kementrian Kesehatan:

Tabel 3. Antibiotika dan Dosis Penggunaan untuk Demam Tifoid

Antibiotika Dosis Kelebihan dan Keuntungan

Kloramfenikol Dewasa: 4 x 500 mg

selama 10 hari

Anak 100 mg/kgBB/hari,

per oral atau intravena,

dibagi 4 dosis, selama 10-

14 hari

• Merupakan obat yang sering

digunakan dan telah lama

dikenal efektif untuk tifoid

• Murah dan dapat diberikan

peroral serta sensitivitas

masih tinggi

• Pemberian PO/IV

• Tidak diberikan bila lekosit

<2000/mm3

Seftriakson Dewasa: 2-4gr/hari

selama 3-5 hari

Anak: 20-80 mg/kgBB/

hari, IM atau IV, dosis

tunggal selama 5 hari

• Cepat menurunkan suhu,

lama pemberian pendek dan

dapat dosis tunggal serta

cukup aman untuk anak.

• Pemberian IV

Page 37: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ampisilin dan

Amoksisilin

Dewasa: 1.5-2 gr/hr

selama 7-10 hari

Anak: 100 mg/kgBB/hari

per oral atau intravena,

dibagi 3 dosis, selama 10

hari.

• Aman untuk pasien hamil

• Sering dikombinasi dengan

kloramfenikol pada pasien

kritis

• Tidak mahal

• Pemberian PO/IV

Kotrimoksazol Dewasa: 2 x (160-800)

selama 7-10 hari

Anak: 4-6 mg/kgBB/ hari,

per oral, dibagi 2 dosis,

selama 10 hari.

• Tidak mahal

• Pemberian per oral

Kuinolon Siprofloksasin 2 x 500 mg

selama 1 minggu

Ofloksasin 2 x (200 - 400)

selama 1 minggu

• Pefloksasin dan Fleroksasin

lebih cepat menurunkan suhu

• Efektif mencegah relaps dan

kanker

• Pemberian peroral

• Pemberian pada anak tidak

dianjurkan karena efek

samping pada pertumbuhan

tulang

Sefiksim Anak: 20 mg/kgBB/hari,

per oral, dibagi menjadi 2

dosis, selama 10 hari

• Aman untuk anak

• Efektif

• Pemberian per oral

Tiamfenikol Dewasa: 4 x 500 mg/hari

Anak: 50 mg/kgbb/hari

selama 5-7 hari bebas

panas

• Dapat dipakai untuk anak dan

dewasa

• Dilaporkan cukup sensitif

pada beberapa daerah

Sumber: Kemenkes, 2006

2.2.8.1 Kloramfenikol

Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan pasien

demam tifoid anak. Kloramfenikol berikatan secara reversibel pada tempat reseptor

subunit ribosom 50s bakteri, obat ini mencegah perubahan asam amino menjadi

rantai peptida sehingga menghambat sintesis protein baru (Puspita, 2012).

Kloramfenikol yang diberikan secara oral memiliki waktu paruh 4-6 jam

dan akan mengalami absorbsi secara cepat dan lengkap dengan bioavailabilitas

sebesar 80%. Setelah diabsorbsi selanjutnya obat tersebut akan didistribusi ke

seluruh jaringan tidak terkecuali susunan saraf pusat dan cairan serebrospinal.

Sebanyak 30% sampai 40% dari kloramfenikol yang beredar dalam sirkulasi terikat

dengan protein dan obat ini mudah menembus membran sehingga dapat

Page 38: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

terdistribusi melalui plasenta dan terkandung pada ASI. Anak-anak biasanya

diberikan kloramfenikol palmitat per oral dengan dosis 50-75 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 4 kali pemberiaan dengan dosis maksimum 4 g/hari selama 10-14 hari. Selain

sediaan per oral tersedia pula kloramfenikol sediaan parenteral yaitu kloramfenikol

suksinat dengan dosis 25-50 mg/kg/hari yang dapat diberikan secara intravena

maupun intramuskular. Efek samping yang umum terjadi pada penggunaan

kloramfenikol adalah sakit kepala, diare, mual dan ruam (Puspita, 2012).

Kloramfenikol akan berinteraksi dengan hidantoin, barbiturate, warfarin

dan sulfonilurea. Interaksi yang timbul berupa perpanjangan waktu paruh dan

peningkatan kosentrasi darah dari obat-obat tersebut. Selain itu, kloramfenikol juga

dapat menurunkan efek dari obat sianokobalamin dan vaksin tifoid (Puspita, 2012).

2.2.8.2 Seftriakson

Setelah maraknya kerjadian resistensi terhadap kloramfenikol, ampisilin

dan TMP-SMZ, sefalosporin generasi ketiga kini menjadi pilihan untuk terapi

demam tifoid, terutama seftriakson. Aktivitas antimikrobanya sama dengan

penisilin yaitu menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan cara berikatan

dengan satu atau lebih protein pengikat penisilin, menghambat tahap akhir

transpeptidase dari sintesis peptidoglikan dan mengaktivasi enzim autolitik pada

dinding sel bakteri sehingga menyebabkan kerusakan dinding sel dan kematian

bakteri. Obat ini didistribusi secara luas ke seluruh jaringan dan cairan tubuh tidak

terkecuali cairan serebrospinal. Seftriakson terikat pada protein plasma sebesar

85% sampai 95% dan memiliki waktu paruh 9 jam (Puspita, 2012).

Dosis seftriakson yang dianjurkan untuk anak adalah 20-80 mg/kgBB/hari

dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4 g/hari) selama 5-7 hari. Dari hasil

penelitian oleh tim dokter Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran

Universtitas Indonesia (FKUI) pemberian seftriakson lebih dianjurkan

dibandingkan pemberian kloramfenikol karena terapi kloramfenikol membutuhkan

waktu selama 14 hari. Pada pemberian seftriakson demam akan turun dan hasil

kultur akan negatif pada hari keempat sehingga pengobatan dengan seftriakson

hanya membutuhkan waktu 5-7 hari saja sehingga akan menekan biaya pengobatan.

Page 39: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Selain itu sudah banyak kasus multidrug resistance Salmonella typhi (MDRST)

terhadap kloramfenikol (Puspita, 2012).

2.2.8.3 Penisilin

Penisilin merupakan obat beta-laktam yang bekerja sebagai obat

antimikroba dengan merusak dinding bakteri. Golongan penisilin yang bisa

digunakan untuk pengobatan demam tifoid adalah ampisilin dan amoksisilin.

Penisilin bekerja dengan cara mengganggu sintesis dinding sel bakteri selama

proses multiplikasi berlangsung dengan cara berikatan dengan dua atau lebih

protein pengikat penisilin, menyebabkan kematian dinsing sel dan menghasilkan

aktivitas bakterisid untuk bakteri yang sensitif (Puspita, 2012).

Penisilin dapat diberikan secara oral maupun parenteral. Absorpsi obat akan

berlangsung secara cepat dan lengkap setelah pemberian parenteral, sedangkan

dengan pemberian secara oral akan diabsorpsi hampir utuh sebesar 74% - 92% dari

dosis tunggal yang diberikan dan dipengaruhi oleh kestabilan asam dan ikatan

protein. Setelah diabsorpsi penisilin akan didistribusi ke dalam jaringan dan cairan

tubuh, namun penisilin tidak menembus dinding sel dan tidak larut dalam sel.

Amoksisilin dan ampisilin mempunyai spektrum dan aktivitas yang sama, hanya

saja amoksisilin lebih mudah diserap usus sehingga dalam pemberiannya dosis

amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan dosis ampisilin. Dosis untuk anak

yang dianjurkan adalah 100-200 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis pemberian

oral. Namum ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang bila

dibandingkan dengan kloramfenikol sehingga jarang dijadikan pilihan untuk terapi

demam tifoid (Puspita, 2012).

2.2.8.4 Trimetoprim dan Sulfametoksazol (TMP-SMZ)

Efek antimikroba dari trimetoprim adalah menghambat reduksi asam

dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat menyebabkan enzim pada pembentukan asam

folat terhambat, sedangkan sulfametoksazol bekerja dengan cara menghambat

pembentukan asam dihidrofolat dari asam para-aminobenzoat (PABA). TMP-SMZ

diabsorpsi hampir utuh (90% - 100%) dan didistribusian ke seluruh jaringan dan

cairan tubuh tidak terkecuali cairan serebrospinal serta dapat melewati plasenta.

Page 40: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Trimetoprim berikatan dengan protein plasma sebesar 45% dan dimetabolisme

menjadi oksida dan metabolit terhidroksilasi. Sedangkan sulfametoksazol berikatan

dengan protein plasma sebesar 68% dan dimetabolisme menjadi N-asetilasi dan

glukoronida. Dosis yang dianjurkan untuk anak adalah 6-12 mg/kgBB/hari dibagi

dalam 2 dosis atau setiap 12 jam. Dapat diberikan secara oral dengan air dalam

keadaan perut kosong atau secara intravena, tidak boleh diberikan secara

intramuscular (Puspita, 2012).

2.2.8.5 Kuinolon

Kuinolon bekerja sebagai antimikroba dengan menghambat topoisomerase

II (DNA-gyrase) dan topoisomerase IV pada bakteri sehingga menghambat sintesis

protein dan meningkatkan kerusakan DNA untai ganda bakteri. Obat ini diabsobsi

secara baik setelah diberikan secara oral dengan bioavailabilitas mencapai 85%-

98% dan didistribusi secara luas ke seluruh jaringan dan cairan tubuh. Waktu paruh

Kuinolon pada anak adalah 4-5 jam. Untuk pengobatan demam tifoid dosis

Kuinolon yang dianjurkan untuk anak adalah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2

dosis diberikan secara oral. Menurut WHO sampai saat ini Kuinolon masih

memberikan hasil yang sangat baik untuk pengobatan demam tifoid pada dewasa,

namun pada anak penggunaannya tidak dianjurkan karena efeknya dapat

menyebabkan kerusakan pada sendi dan menghambat pertumbuhan tulang (Puspita,

2012).

2.3 Pediatri

Masa kanak-kanak menggambarkan suatu periode pertumbuhan dan

perkembangan yang cepat. Penggunaan obat pada anak merupakan hal yang bersifat

khusus karena berkaitan dengan perbedaan laju perkembangan organ, sistem dalam

tubuh maupun enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme dan ekresi

obat, sehingga hanya terdapat sejumlah kecil obat yang telah diberi ijin untuk

digunakan pada anak-anak, yang memiliki bentuk sediaan yang sesuai (Prest,

2003).

Menurut American Academy of Pediatric (AAP), pediatri adalah spesialisasi

ilmu kedokteran yang berkaitan dengan fisik, mental dan sosial kesehatan anak

Page 41: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sejak lahir sampai dewasa muda. Pediatri juga merupakan disiplin ilmu yang

berhubungan dengan pengaruh biologis, sosial, lingkungan dan dampak penyakit

pada perkembangan anak. Anak-anak berbeda dari orang dewasa secara anatomis,

fisiologis, imunologis, psikologis, perkembangan dan metabolisme.

Secara internasional populasi pediatri dikelompokkan menjadi:

a. Preterm newborn infants (bayi prematur yang baru lahir).

b. Term newborn infants (bayi yang baru lahir umur 0-28 hari).

c. Infants and toddlers (bayi dan anak kecil yang baru belajar berjalan umur > 28

hari sampai 23 bulan).

d. Children (anak-anak umur 2-11 tahun).

e. Adolescents (anak remaja umur 12 sampai 18 tahun tergantung daerah).

Usia didefinisikan dalam hari, bulan dan tahun lengkap (WHO, 2007).

The British Paediatric Association (BPA) menggolongkan populasi

pediatrik dengan mengusulkan rentang waktu berikut yang didasarkan pada saat

terjadinya perubahan-perubahan biologis:

a. Neonatus: awal kelahiran sampai usia 1 bulan

b. Bayi: usia 1 bulan sampai 2 tahun

c. Anak: usia 2 tahun sampai 12 tahun

d. Remaja: usia 12 tahun sampai 18 tahun (Prest, 2003).

2.4 Rumah Sakit

Rumah sakit adalah salah satu dari sarana kesehatan tempat

menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat

kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan

pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit

(preventif), penyebab penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan

dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar, 2003).

Pada umumnya tugas rumah sakit adalah menyediakan keperluan untuk

pemeliharaan dan pemulihaan kesehatan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia Nomor: 983/Menkes/SK/XI/1992, tugas rumah sakit umum

adalah melaksanakan upaya kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna

Page 42: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan

secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan dan pecegahan serta

melaksanakan rujukan.

Rumah sakit pemerintah pusat dan daerah diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah sakit umum kelas A adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik spesialitik luas dan subspesialistik luas.

b. Rumah sakit umum kelas B adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik sekurang-kurangnya 11 spesialistik dan

subspesialistik terbatas.

c. Rumah sakit umum kelas C adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik spesialistik dasar.

d. Rumah sakit umum kelas D adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas

dan kemampuan pelayanan medik dasar (Siregar, 2003).

Guna melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi,

yaitu:

a) menyelenggarakan pelayanan medik

b) pelayanan penunjang medik dan nonmedik

c) pelayanan dan asuhan keperawatan

d) pelayanan rujukan

e) pendidikan dan pelatihan

f) penelitian dan pengembangan

g) administrasi umum dan keuangan ( Siregar, 2003).

2.4.1 Peran Apoteker di Rumah Sakit

Seorang farmasis memegang peranan yang sangat penting dalam

peningkatan mutu pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada pasien (Patient

Oriented). Sebagai seorang farmasis, peningkatan mutu pelayanan ini dapat

dilakukan melalui suatu proses pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical care).

Praktek Pharmaceutical care merupakan suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan

maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien

Page 43: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(Permenkes, 2014). Salah satu wujud kegiatan ini adalah dengan melakukan suatu

analisa terhadap drug related problems (DRPs) dari setiap terapi yang

dipertimbangkan serta diberikan kepada pasien (Fitria, Dana., 2015).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 58 Tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit menyebutkan bahwa peran Apoteker di

rumah sakit salah satunya adalah melakukan pelayanan farmasi klinik. Pelayanan

farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada

pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko

terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient

safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin (PMK Nomor 58,

2014). Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan meliputi:

a. Pengkajian dan pelayanan Resep

b. Penelusuran riwayat penggunaan Obat

c. Rekonsiliasi Obat

d. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

e. Konseling

f. Visite

g. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

h. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

i. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

j. Dispensing sediaan steril

k. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)

Salah satu pelayanan farmasi klinik yang dapat dilakukan adalah Evaluasi

Pengunaan Obat (EPO). EPO merupakan program yang terstruktur dan

berkesinambungan secara kualitatif dan kuantitatif. Tujuan dari EPO adalah

mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat,

membandingkan pola penggunaan obat pada periode waktu tertentu, memberikan

masukan untuk perbaikan penggunaan obat, dan menilai pengaruh intervensi atas

pola penggunaan obat (PMK Nomor 58, 2014).

Evaluasi penggunaan obat dapat dilakukan secara kualitatif. Evaluasi secara

kualitatif penggunaan obat dapat dilakukan dengan cara menilai aspek-aspek dalam

penggunaan obat seperti indikasi, kontraindikasi, efek samping, dosis, terapi

Page 44: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

duplikasi, interaksi obat, hasil terapi dan biaya seluruh terapi. Evaluasi penggunaan

obat sangat penting dilakukan oleh Apoteker karena dapat menjamin ketepatan

peresepan dan penggunaan obat, cost effective serta dapat meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan sehingga dapat menentukan dasar pengobatan yang rasional

(WHO Collaborating Centre for Drug Utilization Research and Clinical

Pharmacological Services, 2003).

2.5 Rekam Medis

Rekam medis merupakan sejarah ringkas, jelas dan akurat dari kehidupan

dan kesakitan pasien, ditulis dari sudut pandang medis. Berdasarkan surat

keputusan Dirjen pelayanan medik, rekam medis adalah berkas yang berisikan

catatan dan dokumen tentang identitas, anamnesis, pemeriksaan, diagnosis,

pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang diberikan kepada seorang pasien

selama dirawat di rumah sakit baik rawat jalan maupun rawat inap (Siregar, 2003).

Kegunaan rekam medik:

a. Sebagai dasar perencanaan dan keberlanjutan perawatan pasien.

b. Sarana komunikasi antara dokter dan setiap profesional yang berkontribusi pada

perawatan pasien.

c. Bukti dokumen penyebab kesakitan pasien dan pengobatan selama dirawat di

rumah sakit.

d. Sebagai dasar evaluasi perawatan yang diberikan kepada pasien.

e. Membantu dalam keputusan hukum pasien, rumah sakit dan praktisi yang

bertanggung jawab.

f. Data untuk bahan penelitian dan pendidikan.

g. Dasar perhitungan biaya (Siregar, 2003).

Ada dua jenis rekam medik rumah sakit:

a) Rekam medis untuk pasien rawat jalan termasuk pasien gawat darurat yang berisi

tentang identitas pasien, hasil anamnesis (keluhan utama), riwayat sekarang,

riwayat penyakit yang pernah diderita, riwayat keluarga tentang penyakit yang

mungkin diturunkan atau yang dapat ditularkan, hasil pemeriksaan (fisik,

Page 45: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

laboratorium, pemeriksaan khusus lainnya), diagnostik kerja dan pengobatan

atau tindakan.

b) Rekam medis untuk pasien rawat inap hampir sama dengan isi rekam medis

untuk pasien rawat jalan kecuali beberapa hal seperti: persetujuan pengobatan

atau tindakan, catatan konsultasi, catatan perawatan oleh perawat dan tenaga

kesehatan lainnya, catatan observasi klinik, hasil pengobatan, resume akhir dan

evalusi pengobatan (Muninjaya, 2004).

Page 46: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Rekam Medik Pasien

Demam Tifoid

Karakteristik pasien:

- Jenis kelamin

- Usia

- Berat badan

- Penyakit penyerta

Dosis

obat

berlebih

Penggunaan Obat:

- Obat Antibiotika

- Obat Lain

Drug Related Problems

Ketidaktepatan

pemilihan obat

Memenuhi

kriteria inklusi

dan eksklusi

Dosis

obat

kurang

Indikasi

tanpa

obat

Obat

tanpa

indikasi

Interaksi

obat

Page 47: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2 Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Cara Ukur Skala

Ukur

Kategori

1. Karakteristik

Pasien

1) Jenis

Kelamin

2) Usia

3) Penyakit

Penyerta

Kondisi fisik yang

menentukan status

seseorang laki-laki

atau perempuan.

Lamanya hidup

seseorang dilihat

dari tanggal lahir

atau ulang tahun

terakhir.

Penyakit lain

selain demam

tifoid yang dialami

oleh pasien

Melihat data

rekam medis

pasien.

Melihat data

rekam medis

pasien.

Melihat data

rekam medis

pasien.

Nominal

Rasio

Nominal

0. Laki – laki

1. Perempuan

0. 2 – 5 tahun

1. 6 – 12 tahun

0. Tidak ada

penyakit

penyerta

1. Ada penyakit

penyerta

2. Antibiotika Obat antimikroba

yang digunakan

pasien demam

tifoid

Melihat data

rekam medis

pasien.

Nominal 1. Seftriakson

2. Sefotaksim

3. Sefuroksim

4. Tiamfebikol

3. Obat Lain Obat-obat selain

antibiotika yang

digunakan pasien

demam tifoid

Melihat data

rekam medis

pasien

Nominal 1. Antiinfeksi

2. Obat

Gastrointestinal

3. Kortikosteroid

4. Antihistamin

5. Analgetik &

antipiretik

6. Hipnoyik-

sedatif

7. Antiepilepsi

8. Mukolitik

9. Bronkodilator

10. Vitamin

Page 48: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

31

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4. Drug Related

Problems

(DRPs)

Masalah yang

timbul akibat

penggunaan obat-

obat oleh pasien

demam tifoid

Melihat data

rekam medis

pasien.

Nominal 0. Tidak terjadi

DRPs

1. Terjadi DRPs

5 Ketidaktepat

an pemilihan

obat

Pasien

mendapatkan obat

yang salah, tidak

aman, tidak efektif

dan kontra indikasi

dengan kondisi

pasien

Melihat data

rekam medis

pasien

Nominal 0. Tidak tepat

1. Tepat

6. Dosis obat

kurang

Takaran atau

jumlah tertentu

obat yang

diberikan kepada

pasien demam

tifoid kurang dari

dosis standar pada

literatur.

Melihat data

rekam medis

pasien.

Nominal 0. Tidak Tepat

Dosis

1. Tepat Dosis

7 Dosis obat

berlebih

Takaran atau

jumlah tertentu

obat yang

diberikan kepada

pasien demam

tifoid melebihi

dari dosis standar

pada literatur.

Melihat data

rekam medis

pasien.

Nominal 0. Tidak Ada

1. Ada

8 Indikasi

tanpa obat

Pasien mengalami

indikasi tetapi

tidak diberikan

obat

Melihat data

rekam medis

pasien.

Nominal 0. Tidak Ada

1. Ada

9 Obat tanpa

indikasi

Pasien menerima

obat namun tidak

ada indikasi

Melihat data

rekam medis

pasien.

Nominal 0. Tidak Ada

1. Ada

10. Interaksi

Obat

Keadaan yang

terjadi jika

menggunakan dua

obat atau lebih

sehingga

memberikan efek

yang tidak

diinginkan.

Melihat

referensi

Drugs.com,

Medscape,

dan Drug

Information

Handbook.

Nominal 0. Tidak Ada

1. Ada

Page 49: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Page 50: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan, Banten

15419. Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2016 sampai Juni 2016.

4.2 Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional (potong

lintang), diharapkan dengan desain ini tujuan penelitian dapat dicapai. Data

variabel yang dikumpulkan dalam penelitian ini dilakukan secara retropsektif dari

data rekam medis pasien.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian

4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien demam tifoid anak

yang dirawat inap di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan pada periode Januari

2015 sampai Desember 2015.

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah bagian dari populasi yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah

total sampling, yaitu semua pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

diambil sebagai sampel penelitian. Jumlah sampel adalah sebesar 50.

4.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

4.4.1 Kriteria Inklusi

• Pasien demam tifoid anak yang dirawat inap di Rumah Sakit “X”

Tangerang Selatan

• Pasien anak dengan umur 2-12 tahun

• Pasien dengan atau tanpa penyakit penyerta

• Pasien dengan rekam medis yang lengkap

Page 51: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

33

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.4.2 Kriteria Eksklusi

• Pasien pulang paksa sebelum terapi selesai dilaksanakan

4.5 Prosedur Penelitian

4.5.1 Persiapan

a. Pembuatan dan penyerahan surat permohonan izin pelaksanaan

penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program

Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

kepada Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan.

b. Penyerahan surat persetujuan penelitian dari Rumah Sakit “X”

Tangerang Selatan kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Program Studi Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta.

4.5.2 Pengumpulan Data

a. Penelusuran data pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit “X”

Tangerang Selatan periode Januari 2015 sampai Desember 2015.

b. Pengambilan data dan pencatatan data hasil rekam medis di ruang

rekam medis, yaitu:

• Nama pasien

• Usia pasien

• Berat badan pasien

• Jenis kelamin pasien

• Tanggal perawatan

• Data penggunaan obat, yaitu:

- Nama obat

- Dosis obat

- Lama penggunaan obat

Page 52: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.5.3 Pengolahan data

a. Editing data

Proses pemeriksaan ulang kelengkapan data dan mengeluarkan

data-data yang tidak memenuhi kriteria agar dapat diolah dengan baik

serta memudahkan proses analisa. Kesalahan data dapat diperbaiki

dan kekurangan data dilengkapi dengan mengulang pengumpulan

data.

b. Coding data

Proses pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data yang

diperoleh. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka

atau huruf untuk membedakan antara data atau identitas data yang

akan dianalisa.

c. Entry data

Proses penempatan data ke dalam bentuk tabel yang telah diberi

kode sesuai dengan kebutuhan analisa.

d. Cleaning data

Data yang sudah diinput diperiksa kembali untuk memastikan

data bersih dari kesalahan dan siap untuk dianalisa lebih lanjut.

4.6 Analisis Data

Analisis dilakukan secara deskriptif yaitu dengan menggambarkan

kejadian drug related problem (DRPs) kategori ketidaktepatan pemilihan obat,

dosis obat kurang, dosis obat berlebih, indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi dan

interaksi obat yang terjadi pada pasien demam tifoid anak.

Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010 dan

program SPSS (Statistical Package for the Social Sciences). Analisis data yang

dilakukan meliputi:

Page 53: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

35

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.6.1 Analisis Univariat

Analisis univariat adalah analisis yang digunakan untuk menganalisis

setiap variabel yang ada secara deskriptif (Notoatmodjo, 2003). Data yang telah

dikategorikan ditampilkan sebagai frekuensi kejadian. Adapun analisis data

dengan menggunakan analisis univariat adalah karakteristik pasien (usia, jenis

kelamin dan penyakit penyerta), penggunaan obat pada pasien dan kejadian DRPs.

4.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel

yang diduga berhubungan/berkorelasi dan untuk melihat kemaknaan antara

variabel independen dan variabel dependen. Adapun analisis data dengan

menggunakan analisis Bivariat adalah pengaruh penyakit penyerta terhadap

kejadian DRPs dan pengaruh jumlah obat terhadap kejadian DRPs.

Page 54: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Karakteristik Pasien

Karakteristik pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit “X” Tangerang

Selatan tahun 2015 meliputi jenis kelamin, usia, dan penyakit penyerta.

Berdasarkan pengambilan data, jumlah pasien anak yang terdiagnosis demam

tifoid adalah sebanyak 96 pasien dan didapat 50 pasien yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini.

Tabel 5.1 Karakteristik Pasien Demam Tifoid Anak di Rumah Sakit “X”

Tangerang Selatan, Tahun 2015

Karakteristik Pasien N Persentase (%)

Berdasarkan jenis kelamin

Laki-laki 30 60,0

Perempuan 20 40,0

Total 50 100

Berdasarkan usia pasien

2-5 tahun 19 38,0

6-12 tahun 31 62,0

Total 50 100

Berdasarkan Penyakit Penyerta

Status Penyakit Penyerta

Tanpa penyakit penyerta 13 26,0

Dengan penyakit penyerta 37 74,0

Total 50 100

Jenis Penyakit Penyerta

Demam berdarah dengue 11 24,4

Febris 10 22,2

Anemia 3 6,7

Tuberkulosis paru 3 6,7

Demam reumathoid 2 4,4

Lainnya 13 31,1

Total 42 100

Ket: Lainnya: Kejang Demam Kompleks (KDK), Sepsis, Urtikaria, ISPA,

Dispepsia, ISK, Bronkopneumonia, Asma, Diare, Pansitopenia, Diare dan

Gastroenteritis

Page 55: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

37

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa pasien demam tifoid anak

dengan jenis kelamin laki-laki lebih mendominasi (60,0%), dengan usia yang

paling dominan adalah 6-12 tahun (62,0%). Sebagian besar pasien demam tifoid

anak mengalami penyakit penyerta (74%). Adapun penyakit penyerta yang paling

banyak dialami oleh pasien demam tifoid anak adalah demam berdarah dengue

(24,4%) dan diikuti dengan febris (22,2%).

5.1.2 Profil Penggunaan Obat

Profil penggunaan obat pada pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit

“X” Tangerang Selatan digolongkan berdasarkan Paediatric Dosage Handbook.

Antibiotik yang digunakan dalam penanganan demam tifoid dapat dilihat pada

tabel berikut:

Tabel 5.2 Distribusi Penggunaan Obat Antibiotik pada Pengobatan Pasien Demam

Tifoid Anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan, tahun 2015

No Penggunaan Obat N Persentase (%)

1 Sefalosporin

- Seftriakson 47 94,0

- Sefotaksim 1 2,0

- Sefuroksim 1 2,0

2 Kloramfenikol

- Tiamfenikol 1 2,0

Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar antibiotik

yang digunakan dalam penanganan kasus demam tifoid adalah seftriakson

(94,0%), kemudian diikuti sefotaksim (2,0%), sefuroksim (2,0%) dan tiamfenikol

(2,0%). Selain untuk pengobatan demam tifoid, pasien juga diberikan obat lain

untuk mengobati gejala dan penyakit penyerta yang dialami pasien. Adapun obat

lain yang digunakan dalam penangan gejala dan penyakit penyerta dapat dilihat

pada tabel berikut:

Page 56: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 5.3 Distribusi Penggunaan Obat Lain pada Pasien Demam Tifoid Anak di

Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan, Tahun 2015

No Penggunaan Obat N Persentase (%)

1 Antiinfeksi

A. Antibiotik Aminoglikosida

- Gentamisin 2 1,07

B. Antibiotik Beta Laktam Golongan Lain

- Meropenem 2 1,07

C. Antivirus

- Methisoprinol 7 3,74

D. Antijamur

- Fluconazol 1 0,53

2 Obat Gastrointestinal

A. PPI (Proton Pump Inhibitor)

- Omeprazol 2 1,07

- Pantoprazol 1 0,53

B. Antihistamin AR-H2

- Ranitidin 16 8,56

C. Antagonis Reseptor 5HT-3

- Ondansetron 18 9,63

D. Antasida 1 0,53

E. Probiotik

- Lacto B 6 3,21

3 Kortikosteroid

- Deksametason 7 3,74

- Metilprednisolon 1 0,53

4 Antihistamin

- Setirizin 3 1,60

- CTM (Chlorpheniramin Maleat) 1 0,53

5 Analgesik, Anti-inflamasi dan Antipiretik

- Parasetamol 47 25,13

6 Ansiolitik, Sedatif-Hipnotik dan Antipsikotik

- Diazepam 2 1,07

7 Antiepilepsi

- Asam Valproat 1 0,53

8 Mukolitik

- Ambroksol 10 5,35

9 Bronkodilator dan Antiasma

- Seretide 1 0,53

Page 57: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

39

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10 Vitamin dan Mineral

- Ferriz 1 0,53

- Zinc Sulfat 6 3,21

- Apyalis 1 0,53

11 Terapi Suportif

- IVFD Ringer Laktat 38 20,32

- IVFD NaCl 0,9% 12 6,42

Total 187 100,0

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa terdapat persentase yang

tinggi pada penggunaan parasetamol (25,13%), kemudian diikuti ondansetron

(9,63%) dan ranitidin (8,56%).

5.1.2.1 Jenis Penggunaan Obat

Jenis obat yang digunakan oleh pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit

“X” Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.4 Distribusi Jenis Penggunaan Obat pada Pasien Demam Tifoid Anak di

Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan, Tahun 2015

Jenis Penggunaan Obat N Persentase (%)

2 jenis obat 11 22,0

3 jenis obat 18 36,0

4jenis obat 11 22,0

≥5 jenis obat 10 20,0

Total 50 100

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa jumlah penggunaan 3 jenis

obat merupakan jumlah yang paling banyak diterima pasien (36,0%). Kemudian

diikuti 2 jenis obat (22,0%), 4 jenis obat (22,0%) dan >5 jenis obat (20,0%).

5.1.3 Drug Related Problems (DRPs)

Evaluasi Drug Related Problems (DRPs) pada pasien digambarkan secara

deskriptif dalam bentuk persentase. Kejadian DRPs pada pasien demam tifoid

anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 58: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

40

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 5.5 Distribusi Kategori DRPs pada Pasien demam Tifoid Anak di Rumah

Sakit “X” Tangerang Selatan, Tahun 2015

Kategori DRP Pasien Persentase

(%) Frekuensi

Persentase

(%)

Ketidaktepatan pemilihan obat 1 4,0 1 3,03

Dosis obat kurang 12 48,0 13 39,40

Dosis obat lebih 5 20,0 5 15,15

Indikasi tanpa obat 3 12,0 3 9,09

Obat tanpa indikasi 1 4,0 1 3,03

Interaksi obat 3 12,0 10 30,30

Total 25 100,0 33 100,0

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa kasus DRPs paling banyak

terjadi pada kategori dosis obat kurang (39,40%), diikuti kategori interaksi obat

(30,30%), dosis obat lebih (15,15%), indikasi tanpa obat (9,09%), ketidaktepatan

pemilihan obat (3,03%) dan obat tanpa indikasi (3,03%).

5.1.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat

Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan 1 pasien (4,0%) dengan 1 kasus

(3,03%) yang mengalami kejadian DRPs kategori ketidaktepatan pemilihan obat

pada pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan tahun

2015.

5.1.3.2 DRPs Dosis Obat Kurang

Kejadian DRPs kategori dosis obat kurang pada pasien demam tifoid anak

di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.6 Distribusi DRPs Kategori Dosis Obat Kurang pada Pasien Demam

Tifoid Anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan, Tahun 2015

No. Golongan Terapi Obat Terapi Obat Frekuensi Persentase (%)

1 Antivirus Methisoprinol 6 46,16

2 Antihistamin AR-H2 Ranitidin 1 7,69

3 Mukolitik Ambroksol 1 7,69

4 Probiotik Lacto B® 5 38,46

Total 13 100,0

Page 59: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

41

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan Tabel 5.5, menunjukkan bahwa terdapat 12 pasien (48,0%)

dengan 13 kejadian (39,40%) DRPs kategori dosis obat kurang pada pasien

demam tifoid anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan. Adapun jenis obat

yang paling sering berpotensi dosis obat kurang (Tabel 5.6) adalah methisoprinol

dan Lacto B®. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6.

5.1.3.3 DRPs Dosis Obat Berlebih

Kejadian DRPs kategori dosis obat berlebih pada pasien demam tifoid

anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.7 Distribusi DRPs Kategori Dosis Obat Berlebih pada Pasien Demam

Tifoid Anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan, Tahun 2015

No. Golongan Terapi Obat Terapi Obat Frekuensi Persentase (%)

1 Antagonis Reseptor 5-

HT3

Ondansetron 3 60,0

2 Antibiotik sefalosporin Seftriakson 1 20,0

3 Antibiotik beta laktam

golongan lain

Meropenem 1 20,0

Total 5 100,0

Berdasarkan Tabel 5.5, menunjukkan bahwa terdapat 5 pasien (20,0%)

dengan 5 kasus (15,15%) yang mengalami kejadian DRPs kategori dosis obat

berlebih pada pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan.

Adapun jenis obat yang paling sering berpotensi dosis obat lebih (Tabel 5.7)

adalah ondansetron. Selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.

5.1.3.4 DRPs Indikasi Tanpa Obat

Kejadian DRPs kategori indikasi tanpa obat pada pasien demam tifoid

anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Page 60: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

42

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 5.8 Distribusi DRPs Kategori Indikasi Tanpa Obat pada Pasien Demam

Tifoid Anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan, Tahun 2015

NP Gejala / Diagnosa Obat yang Diterima Indikasi Tanpa Obat

15 Demam kurang lebih 3 hari,

mual, muntah, nafsu makan

menurun / Demam tifoid

dan Anemia Defisiensi Besi

Parasetamol,

Seftriakson

Anemia Defisiensi

Besi

26 Demam kurang lebih 4 hari

SMRS, 1 hari SMRS

demam tinggi, mual, BAB

cair warna coklat kurang

lebih 4 hari SMRS (diare

akut), batuk 1 hari SMRS /

Demam tifoid, Tonsillitis,

Anemia Defisiensi Besi dan

Diare

Parasetamol, Metil-

prednisolon,

Seftriakson

Anemia Defisiensi

Besi

47 Demam kurang lebih 4 hari

SMRS, mual, BAB cair

warna coklat, batuk /

Demam tifoid dan Anemia

Defisiensi Besi

Lacto B®, Zinc,

Parasetamol

Anemia Defisiensi

Besi

Berdasarkan tabel 5.5, menunjukkan bahwa terdapat 3 pasien (12,0%)

dengan 3 kasus (9,09%) yang mengalami kejadian DRPs kategori indikasi tanpa

obat pada pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan.

5.1.3.5 DRPs Obat Tanpa Indikasi

Kejadian DRPs kategori obat tanpa indikasi pada pasien demam tifoid

anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.9 Distribusi DRPs Kategori Obat Tanpa Indikasi pada Pasien Demam

Tifoid Anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan, Tahun 2015

NP Gejala / Diagnosa Obat yang Diterima Obat Tanpa Indikasi

4

Kejang beberapa saat

sebelum masuk UGD,

demam / Demam tifoid,

DBD, Epilepsi

Parasetamol,

Metisoprinol,

Diazepam,

Depakene,

Seftriakson,

Parasetamol drip,

Dexametason

Parasetamol diberikan

dalam dua bentuk

sediaan yang berbeda

namun waktu

pemberian sama

(duplikasi obat)

Page 61: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

43

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan Tabel 5.5, menunjukkan bahwa terdapat 1 pasien (4,0%)

dengan 1 kasus (3,03%) yang mengalami kejadian DRPs kategori obat tanpa

indikasi pada pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan.

5.1.3.6 DRPs Interaksi Obat

Kejadian DRPs kategori interaksi obat pada pasien demam tifoid anak di

Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 5.10 Distribusi DRPs Kategori Interaksi Obat pada Pasien Demam Tifoid

Anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan, Tahun 2015

No Interaksi Obat Mekanisme Tingkat

Keparahan Frekuensi

1 Parasetamol – Diazepam Farmakokinetik Minor 2

2 Parasetamol – Asam Valproat Farmakokinetik Minor 1

3 Diazepam – Deksametason Farmakokinetik Minor 1

4 Diazepam – Asam Valproat Farmakokinetik Moderat 1

5 Parasetamol – Isoniazid Farmakokinetik Moderat 1

6 Diazepam – Isoniazid Farmakokinetik Moderat 1

7 Parasetamol – Rifampin Farmakokinetik Minor 1

8 Diazepam – Rifampin Farmakokinetik Minor 1

9 Gentamisin - Sefotaksim Unknown Moderat 1

Sumber: http://www.drugs.com, Medscape, Stockley

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa terdapat 10 kejadian

(30,30%) DRPs kategori interaksi obat. Adapun kejadian DRPs interaksi obat

berdasarkan mekanisme interaksi dan tingkat keparahan interaksi obat dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Page 62: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

44

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 5.11 Distribusi Interaksi Obat Berdasarkan Mekanisme dan Tingkat

Keparahan Interaksi Obat

Interaksi Obat Kategori Jumlah Persentase (%)

Mekanisme Farmakokinetik 9 90,0

Farmakodinamik 0 0

Unknown 1 10,0

Total 10 100

Tingkat Keparahan Ringan (minor) 6 60,0

Sedang (moderat) 4 40,0

Berat (mayor) 0 0

Total 10 100

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa hasil analisa terhadap

kasus interaksi obat berdasarkan mekanisme interaksi, sebanyak 9 (90,0%)

kejadian merupakan interaksi farmakokinetik dan 1 kejadian (10,0%) merupakan

interaksi unknown dan tidak terdapat interaksi obat pada jenis interaksi

farmakodinamik. Sedangkan berdasarkan tingkat keparahan interaksi obat,

sebanyak 6 kejadian (60,0%) terjadi pada tingkat keparahan minor, sebanyak 4

kejadian (40,0%) terjadi pada tingkat keparahan moderat dan tidak terdapat

interaksi obat pada tingkat keparahan mayor.

5.1.4 Hasil Analisis Bivariat

5.1.4.1 Analisis Hubungan Antara Jumlah Penyakit Penyerta dengan DRPs

Berdasarkan analisis hubungan penyakit penyerta dengan DRPs

menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.12 Hasil Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs

Penyakit

Penyerta

Kejadian DRPs Nilai P

Tidak Terjadi DRPs Terjadi DRPS

Jumlah

% terhadap

total tidak

terjadinya

DRPs

Jumlah

% terhadap

total

terjadinya

DRPs 0,008

Tidak ada

penyakit

penyerta

7 53,8 6 16,2

Page 63: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

45

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ada

penyakit

penyerta

6 46,2 31 83,8

Total 13 100,0 37 100,0

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa pengaruh penyakit

penyerta terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P =

0,008 (P< 0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara penyakit penyerta dengan DRPs.

5.1.4.2 Analisis Hubungan Antara Jumlah Obat dengan DRPs

Berdasarkan analisis hubungan jumlah jenis obat dengan DRPs

menggunakan metode Chi-Square dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 5.13 Hasil Analisis Hubungan Antara Jumlah Obat dengan DRPs

Jumlah

Obat

Kejadian DRPs Nilai P

Tidak Terjadi DRPs Terjadi DRPS

Jumlah

% terhadap

total tidak

terjadinya

DRPs

Jumlah

% terhadap

total

terjadinya

DRPs

0,006

2 jenis

obat 2 15,3 5 13,5

3 jenis

obat 3 23,1 7 19,0

4 jenis

obat 4 30,8 10 27,0

≥5 jenis

obat 4 30,8 15 40,5

Total 13 100,0 37 100,0

Berdasarkan tabel di atas, menunjukkan bahwa pengaruh jumlah jenis obat

terhadap DRPs dengan menggunakan metode Chi-Square didapatkan P = 0,006 (P

< 0,05), maka diperoleh kesimpulan bahwa ada hubungan yang signifikan antara

jumlah jenis obat dengan kejadian DRPs.

Page 64: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

46

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.2 Pembahasan

5.2.1 Karakteristik Pasien

Berdasarkan hasil penelitian, pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit

“X” Tangerang Selatan didominasi oleh pasien berjenis kelamin laki-laki. Hal ini

sejalan dengan Ganesh, R yang menyatakan bahwa insiden demam tifoid pada

laki-laki 1,29 kali lebih banyak daripada perempuan (Ganesh, R., dkk. 2009).

Penyataan tersebut juga didukung dengan beberapa penelitian lainnya, seperti

penelitian yang dilakukan di Medan (Sinurat, Seprida., 2009), di Jakarta

(Musnelina, Lili., dkk., 2004), dan penelitian yang dilakukan di Bandung

(Nuraini, Fuzna., ddk. 2015). Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil Riset

Kesehatan Dasar (2007), dimana pasien demam tifoid lebih banyak yang berjenis

kelamin laki-laki daripada perempuan. Namun, penelitian yang dilakukan oleh

Malisa, Allen., dkk (2010), menunjukkan bahwa pasien demam tifoid berjenis

kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki. Begitu juga dengan

penelitian yang dilakukan di Jakarta oleh Hadinegoro, Sri Rezeki., dkk., (2008).

Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disebabkan karena

perbedaan lokasi dan wilayah penelitian serta terbatasnya jumlah sampel yang

diteliti. Dari evaluasi karateristik jenis kelamin pada pasien demam tifoid anak

terlihat bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak menderita demam tifoid

dibandingkan dengan perempuan. Hal ini dikarenakan anak laki-laki lebih sering

melakukan aktivitas diluar rumah dan tidak memperhatikan kebersihan makanan

sehingga memungkinkan anak laki – laki mendapatkan resiko lebih besar terkena

penyakit demam tifoid dibandingkan dengan anak perempuan

(Musnelina,Lili.,dkk. 2004).

Berdasarkan perbedaan usia, kasus penyakit demam tifoid yang

menyerang pasien anak banyak terjadi pada kelompok usia 6 - 12 tahun, kemudian

diikuti kelompok usia 2 - 5 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Musnelina, Lili., dkk (2004) yang menyatakan bahwa kejadian demam tifoid pada

anak usia lima tahun ke atas lebih banyak daripada anak usia di bawah lima tahun.

Hasil ini juga didukung dengan beberapa hasil penelitian lainnya, seperti

penelitian yang dilakukan di Jakarta (Ochiai, R Leon., dkk., 2008), di Pulau Jawa

(Raflizar., dkk., 2010), di Asia Tenggara (Buckle, Geoffry. C., et al., 2012), di

Page 65: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

47

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

India (Ganesh, R., et al., 2009) dan di Afrika (Breiman, Robert F., et al., 2011)

yang menyatakan bahwa usia yang paling umum menderita demam tifoid adalah

kelompok usia di atas lima tahun. Kelompok usia ini lebih rentan mengalami

kejadian demam tifoid dikarenakan pada usia tersebut ruang lingkup gerak anak

lebih luas sehingga memungkinkan anak mengenal jajanan di luar rumah,

sedangkan tempat jajan tersebut belum tentu terjamin kebersihannya (Nuraini

F.A., dkk., 2015)

Berdasarkan penyakit penyerta, sebagian besar pasien demam tifoid anak

mengalami penyakit penyerta. Penyakit penyerta merupakan penyakit lain selain

demam tifoid yang diderita oleh pasien demam tifoid. Hasil penelitian ini tidak

sejalan dengan penelitian di Sibolga (Simanjuntak, Alista., 2015) dan di RSUD

Deli Serdang Lubuk Pakamyang (Harahap, N., 2009) menyatakan bahwa sebagian

besar pasien yang menderita demam tifoid tidak mengalami penyakit penyerta.

Perbedaan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, dapat disebabkan karena

perbedaan lokasi dan daerah penelitian serta terbatasnya jumlah sampel yang

diteliti.

Sebagian besar pasien demam tifoid anak menderita penyakit penyerta.

Adapun jenis penyakit penyerta (Tabel 5.1) yang paling banyak terjadi pada

pasien demam tifoid di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan adalah demam

berdarah dengue. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Sinurat di Medan

yang menyatakan bahwa penyakit penyerta yang paling banyak dialami pasien

demam tifoid adalah demam berdarah dengue (Sinurat, Seprida., 2009).

5.2.2 Profil Penggunaan Obat

Berdasarkan hasil penelitian, sebagian besar terapi antibiotik yang

digunakan dalam penanganan kasus demam tifoid adalah seftriakson yang

merupakan obat antibiotik golongan sefalosporin generasi ketiga. Berdasarkan

Tata Laksana Demam Tifoid di Indonesia, seftriakson merupakan obat lini kedua

sebagai terapi untuk mengatasi demam tifoid. Antibiotika lini pertama untuk

demam tifoid adalah kloramfenikol, penisilin dan trimethoprim-sulfametoksazol

(Kemenkes, 2006). Berdasarkan hasil penelitian Marcks (2010) di Ghana, isolat

Salmonella typhi resisten terhadap kloramfenikol (73%), trimethoprim-

Page 66: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

48

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

sulfametoksazol (71%) dan penisilin (70%) (Marcks, 2010). Seftriakson dan

siprofloksasin terbukti efektif melawan MDRS (Multi Drug-Resistant Salmonella)

dan menjadi obat pilihan dalam penangan demam tifoid (Butler, 2011). Namun,

salah satu strain Salmonella typhi telah resisten terhadap siprofloksasin. Namun,

seluruh isolat rentan terhadap sefalosporin generasi ketiga. Pada saat ini

sefalosporin generasi ketiga (seftriakson) dianggap sebagai antibiotik pilihan

untuk pengobatan empirik demam tifoid (Dimitros, 2012). Selain itu seftriakson

dianggap sebagai obat yang poten dan efektif untuk pengobatan demam tifoid

jangka pendek. Mekanisme kerja dari obat ini adalah secara selektif dapat

merusak struktur kuman dan tidak mengganggu sel tubuh manusia, mempunyai

spektrum luas, penetrasi jaringan cukup baik, dan resistensi kuman masih terbatas

(Musnelina, Lili., dkk., 2004).

Penggunaan obat selain antibiotik pada pengobatan demam tifoid

dipengaruhi oleh gejala dan penyakit penyerta yang diderita pasien. Demam

adalah gejala utama demam tifoid yang disertai gejala lain seperti pusing, mual

dan muntah, lidah kotor dan ditutupi selaput putih. Pada umumnya penderita

mengalami nyeri perut dan ulu hati (Kepmenkes RI., 2006). Parasetamol sering

digunakan sebagai analgesik dan antipiretik. Antipiretik seperti parasetamol

digunakan untuk menurunkan demam, yang merupakan gejala yang sering timbul

pada kasus demam tifoid. Lalu ondansetron yang digunakan pada pasien demam

tifoid adalah untuk menangani gejala mual dan muntah. Selanjutnya terdapat obat

ranitidin yang digunakan untuk mengatasi gejala nyeri perut dan ulu hati.

Pada pasien demam tifoid anak di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan

terapi suportif yang digunakan yaitu cairan kristaloid seperti ringer laktat dan

NaCl 0,9 %. Terapi suportif yang paling banyak digunakan yaitu ringer laktat.

Cairan ringer laktat digunakan sebagai cairan rumatan atau

pemeliharaan/maintenance dan juga untuk menggantikan cairan ekstraseleluler

yang hilang dari tubuh. Sesuai dengan Tata Laksana Demam Tifoid di Indonesia,

larutan yang direkomendasikan untuk pasien demam tifoid antara lain ringer laktat

dan NaCl 0,9% sebagai cairan kristaloid. Pada dasarnya penggunaan cairan infus

ringer laktat dan NaCl 0,9% adalah untuk memenuhi kebutuhan cairan atau

elektrolit pada tubuh pasien demam tifoid (Kepmenkes RI, 2006).

Page 67: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

49

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5.2.2.1 Jumlah Penggunaan Obat

Pasien demam tifoid anak selama dirawat tidak hanya menerima obat

untuk mengobati demam tifoid tetapi juga obat lain untuk mengatasi masalah

gejala dan penyakit penyerta yang dialami pasien, sehingga pasien membutuhkan

terapi kombinasi dengan jumlah obat yang digunakan bervariasi. Berdasarkan

hasil penelitian, jumlah obat yang paling banyak digunakan pasien adalah 3 jenis

obat, kemudian diikuti 2 jenis obat, 4 jenis obat dan >5 jenis obat.

5.2.3 Drug Related Problems (DRPs)

Drug Related Problems (DRPs) merupakan suatu kejadian yang tidak

diinginkan dari pengalaman pasien akibat terapi obat sehingga secara aktual

maupun potensial dapat mengganggu keberhasilan penyembuhan yang diharapkan

(Strand, et al., 1990). Pada masalah ini, peran farmasi sangat dibutuhkan untuk

menimalisir terjadinya DRPs pada penggunaan obat. Evaluasi DRPs bertujuan

untuk menjamin pengobatan yang diberikan kepada pasien berhasil mencapai efek

terapi dan pasien mendapatkan pengobatan yang aman, berkhasiat, dan bermutu.

Evaluasi DRPs terdiri dari beberapa kategori yaitu: ketidaktepatan pemilihan obat,

dosis obat kurang, dosis obat berlebih, indikasi tanpa obat, obat tanpa indikasi,

interaksi obat, dan ketidakpatuhan pasien. Namun, pada penelitian ini tidak

dilakukan evaluasi kategori ketidakpatuhan pasien dikarenakan penelitian ini

bersifat retrospektif. Pada evaluasi DRPs, pasien dikatakan mengalami DRPs pada

pengobatannya jika pasien mengalami satu atau lebih dari kategori DRPs tersebut.

Pasien dikatakan tidak mengalami DRPs jika seluruh obat yang digunakan oleh

pasien tidak satupun mengalami kategori DRPs tersebut. Gambaran penilaian

evaluasi DRPs berdasarkan pemberian obat pada pasien demam tifoid anak di

Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan dapat dilihat pada Tabel5.5.

5.2.3.1 DRPs Ketidaktepatan Pemilihan Obat

Ketidaktepatan pemilihan obat adalah pasien mendapatkan obat yang

salah, tidak aman, bukan yang paling efektif dan kontra indikasi terhadap kondisi

patologi pasien (gangguan ginjal dan hati).

Page 68: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

50

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa terdapat satu pasien

yang mengalami ketidaktepatan pemilihan obat, yaitu pada pasien nomor 29.

Berdasarkan hasil diagnosa, pasien mengalami Infeksi Saluran kemih (ISK) dan

diberi obat meropenem. Berdasarkan Pediatric Urinary Tract Infections (Chang.,

et al., 2006) dan PPM IDAI, tatalaksana ISK pada anak adalah menggunakan

sefotaksim atau gentamisin. Dosis untuk sefotaksim adalah 150 mg/kg BB/hari

dibagi setiap 6-8 jam dan dosis untuk gentamisin adalah 5 mg/kg BB/hari setiap 8

jam (PPM IDAI).

5.2.3.2 DRPs Dosis Obat Kurang

Dosis obat kurang adalah pasien mempunyai kondisi medis dan

mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut dibawah dosis standar

terapi. Kriteria dosis kurang adalah pemakaian dosis obat kurang dari 80% dosis

standar terapi (Yasin, 2009). Pemberian obat dengan dosis yang terlalu rendah

mengakibatkan efek terapi yang diinginkan tidak tercapai. Dosis yang diberikan

harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang sudah ditetapkan pada

literatur.

Berdasarkan hasil penelitian, dosis obat kurang terjadi pada pasien yang

menerima methisoprinol, ambroksol, ranitidin, setirizin, dan Lacto B®. Pemberian

methisoprinol kurang dari dosis terapi karena dosis yang diberikan per harinya

tidak sesuai dengan dosis anak per kilogram berat badan. Menurut literatur, dosis

pemberian methisoprinol untuk pasien anak adalah 50 mg/kgBB/hari diberikan

dalam 3-4 dosis terbagi (Deborah, 1986; Martindale, 2009). Dosis obat kurang

juga terjadi pada pemberian ambroksol, ranitidin, setirizin dan parasetamol

(selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6).

Pada penelitian ini juga ditemukan frekuensi pemberian obat yang tidak

tepat pada Lacto B®. Pasien mendapat Lacto B® dengan frekuensi dua kali satu

sachet sehari. Frekuensi pemakaian Lacto B® untuk anak >1 tahun adalah tiga kali

satu sachet (tiap sachet mengandung 1 x 107 CFU) sehari. Maka, seharusnya

pasien mendapatkan Lacto B® dengan frekuensi tiga kali sehari.

Pemberian obat dengan dosis kurang dapat menyebabkan obat dalam

keadaan subterapetik sehingga obat tidak dapat memberikan efek terapi (Yasin,

Page 69: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

51

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2009). Suatu obat akan menghasilkan efek terapetik jika kadar obat di dalam

darah atau bioavailabilitas obat mencapai kadar terapi yang dibutuhkan untuk

menghasilkan efek yang diharapkan. Oleh karena itu, penggunaan obat dengan

dosis terapi yang sesuai sangat penting untuk menghasilkan efek terapetik yang

menandakan bahwa terapi yang diberikan berhasil.

5.2.3.3 DRPs Dosis Obat Berlebih

Dosis obat berlebih adalah pasien mempunyai kondisi medis dan

mendapatkan obat yang benar tetapi dosis obat tersebut di atas nilai batas dosis

standar terapi. Kriteria dosis berlebih adalah pemakaian dosis obat lebih dari

125% dosis standar terapi (Yasin, 2009). Pemberian obat dengan dosis melebihi

dosis standar terapi dapat menyebabkan terjadinya peningkatan risiko efek toksik.

Dosis yang diberikan harus sesuai dengan keadaan pasien dan dosis yang sudah

ditetapkan pada literatur.

Berdasarkan hasil penelitian, dosis obat lebih terjadi pada pasien yang

menerima obat ondansetron, seftriakson, dan meropenem. Jenis obat yang paling

sering diberikan dengan dosis berlebih (Tabel 5.7) adalah ondansetron. Pemberian

ondansetron melebihi dosis terapi karena dosis yang diberikan per harinya tidak

sesuai dengan dosis anak per kilogram berat badan dan melebihi dari dosis

maksimum. Menurut Pieścik-Lech., dkk (2012), dosis pemberian ondansetron

untuk pasien anak adalah 0,15 - 0,3 mg/kgBB/hari dengan maksimum dosis 8

mg/hari. Dosis obat berlebih juga terjadi pada pemberian seftriakson dan

meropenem. Menurut literatur (Paediatric Dosage Handbook) dosis seftriakson

untuk pasien anak adalah 20- 80 mg/kg BB/hari dengan dosis maksimum 80

mg/kg BB/hari dan dosis meropenem untuk pasien anak adalah 20 mg/kg BB

setiap 8 jam dengan dosis maksimum 1000 mg/hari (selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 7).

5.2.3.4 DRPs Indikasi Tanpa Obat

Indikasi tanpa obat adalah pasien mempunyai kondisi medis yang

membutuhkan terapi obat tetapi pasien tidak mendapatkan obat untuk indikasi

tersebut. Penilaian analisa DRPs indikasi tanpa obat pada pasien demam tifoid

Page 70: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

52

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

didasarkan dari kondisi pasien dan hasil laboratorium elektrolit & darah pasien.

Pasien dikatakan butuh tambahan obat jika terdapat kondisi klinis pasien yang

belum diberi terapi obat, dana tau pasien mengalami gangguan medis baru yang

memerlukan terapi obat tambahan yang dapat dilihat dari keluhan, diagnosa, dan

hasil laboratorium pasien.

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan sebanyak tiga pasien

mengalami DRPs indikasi tanpa obat. Seluruh pasien mengalami anemia

defisiensi besi (ADB), tetapi tidak memperoleh suplemen besi. Berdasarkan

rekomendasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), pemberian suplementasi besi

pada anak ADB penting karena kekurangan besi dapat menganggu tumbuh

kembang anak. Pemberian suplementasi besi untuk anak usia 2-12 tahun adalah 1

mg/kgBB/hari (IDAI, 2011). Penyakit penyerta yang diderita pasien harus

dipertimbangkan karena dapat memperburuk keadaan pasien jika tidak ditangani

dengan baik.

5.2.3.5 DRPs Obat Tanpa Indikasi

Obat tanpa indikasi adalah pemberian obat yang tidak sesuai dengan

indikasi atau diagnosa pada pasien. Ada dua kriteria yang merupakan kategori

obat tanpa indikasi, yaitu pemberian obat tanpa adanya indikasi dan adanya

duplikasi penggunaan obat (polifarmasi). Duplikasi obat adalah pemberian atau

penggunaan dua obat atau lebih untuk indikasi yang sama (Yasin, N.M., 2009).

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat satu kasus kategori DRPs obat tanpa

indikasi, yaitu duplikasi penggunaan obat (polifarmasi). Pada pasien nomor 4,

pasien mendapatkan dua parasetamol dalam bentuk sediaan oral dan parenteral

dengan waktu pemberian yang sama. Pemberian duplikasi parasetamol dapat

menyebabkan meningkatnya resiko toksisitas pada pasien demam tifoid anak,

terutama efek hepatotoksik.

5.2.3.6 DRPs Interaksi Obat

Interaksi obat yang terjadi merupakan semua interaksi obat yang mungkin

atau potensial terjadi pada terapi obat yang diberikan kepada 50 pasien demam

Page 71: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

53

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tifoid anak, baik interaksi obat yang dapat dihindari ataupun interaksi obat yang

tidak dapat dihindari.

Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa terdapat total kejadian

interaksi obat sebanyak sepuluh kejadian dimana sembilan kejadian merupakan

interaksi farmakokinetik dan satu kejadian merupakan interakasi unknown.

Mekanisme interaksi obat secara farmakokinetik menunjukkan bahwa salah satu

obat mempengaruhi absorpsi, distribusi, metabolisme atau ekskresi obat kedua

sehingga kadar plasma kedua obat meningkat atau menurun. Akibatnya terjadi

peningkatan toksisitas atau penurunan efektifitas obat tersebut (Fradgley, 2003).

Interaksi obat dengan mekanisme unknown merupakan mekanisme interaksi obat

yang belum diketahui secara jelas mekanismenya yakni tidak termasuk kedalam

mekanisme farmakodinamik maupun farmakokinetik. Tidak ada kejadian interaksi

obat secara farmakodinamik. Mekanisme interaksi obat farmakodinamik

menunjukkan bahwa obat-obat yang diberikan saling berinteraksi pada sistem

reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologi yang sama sehingga terjadi efek yang

aditif, sinergis (saling memperkuat) dan antagonis (saling meniadakan). Beberapa

alternatif penatalaksanaan interaksi obat adalah menghindari kombinasi obat

dengan memilih obat pengganti yang tidak berinteraksi, penyesuaian dosis obat,

pemantauan pasien atau meneruskan pengobatan seperti sebelumnya jika

kombinasi obat yang berinteraksi tersebut merupakan pengobatan yang optimal

atau bila interaksi tersebut tidak bermakna secara klinis (Fradgley, 2003).

Berdasarkan hasil penelitian, interaksi obat yang paling banyak terjadi

adalah pada interaksi obat secara minor, interaksi obat ini mungkin mengganggu

atau tidak disadari (interaksi obat diduga terjadi) tetapi tidak mempengaruhi

secara signifikan terhadap efek obat yang diinginkan. Selanjutnya interaksi obat

terbanyak kedua adalah dengan tingkat keparahan moderat. Interaksi obat secara

moderat ini termasuk jenis interaksi obat yang diutamakan untuk dicegah dan

diatasi jika interaksi obat yang dihasilkan lebih berbahaya dibandingkan

manfaatnya, sebaiknya menggunakan alternatif lain jika ada. Seperti pada

interaksi diazepam dengan asam valproat, dimana asam valproat meningkatkan

kadar serum dari diazepam sebesar dua kali lipat dengan cara menurunkan

glukoronidasi diazepam sehingga efek diazepam meningkat. Jika diazepam dan

Page 72: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

54

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

asam valproat digunakan secara bersamaan, monitoring toksisitas diazepam

(sedasi berlebih) (Stockley’s Drug Interactions). Kemudian pada interaksi

parasetamol dengan isoniazid, dimana isoniazid dapat meningkatkan efek

hepatotoksistas dari parasetamol. Isoniazid meningkatkan efek hepatotoksisitas

parasetamol dengan cara menginduksi enzim CYP2E1 sehingga metabolisme

parasetamol menjadi metabolit toksik meningkat. Untuk itu monitoring secara

ketat hasil lab yang menunjukkan efek hepatotoksik dan hentikan penggunaan jika

terlihat efek hepatotoksik (Stockley’s Drug Interactions). Pada interaksi diazepam

dengan isoniazid, isoniazid menurunkan bersihan diazepam dengan cara berperan

sebagai inhibitor enzim dan menyebabkan metabolisme diazepam menurun,

sehingga efek diazepam meningkat. Dalam penggunaan diazepam dan isoniazid

secara bersamaan, kurangi dosis diazepam (Stockley’s Drug Interactions). Pada

interaksi gentamisin dengan sefotaksim, sefotaksim meningkatkan efek

nefrotoksik dari gentamisin dengan mekanisme yang belum diketahui (unknown).

Managemen dengan menggunakan dosis efektif terendah dari gentamisin dan

sefotaksim jika kedua obat digunakan bersamaan dan monitor secara ketat fungsi

ginjal pasien (Stockley’s Drug Interactions). Pada penelitian ini tidak ditemukan

interaksi obat dengan tingkat keparahan mayor. Interaksi obat dengan tingkat

keparahan mayor diutamakan untuk dicegah dan diatasi karena efek potensial

membahayakan jiwa atau menyebabkan kerusakan permanen.

5.2.4 Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui pengaruh jumlah penyakit

penyerta terhadap jumlah DRPs dan pengaruh jumlah penggunaan obat terhadap

jumlah DRPs pada pasien demam tifoid.

5.2.4.1 Analisis Hubungan Antara Penyakit Penyerta dengan DRPs

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui nilai signifikani yang diperoleh =

0,008. Hal ini menunjukkan bahwa P <0,05, maka berarti ada pengaruh bermakna

antara penyakit penyerta dengan DRPs yang terjadi. Hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil studi yang dilakukan oleh Belaiche, S., et al. (2012) di Perancis,

yang menyatakan jumlah DRPs meningkat pada masing-masing pasien sama

Page 73: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

55

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan meningkatnya jumlah kondisi penyakit penyerta (Belaiche, S., et al.,

2012).

5.2.4.2 Analisis Hubungan Antara Jumlah Obat dengan DRPs

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui nilai signifikansi yang diperoleh =

0,006. Hal ini menunjukkan bahwa P <0,05, maka berarti ada pengaruh bermakna

antara jumlah penggunaan obat dengan jumlah DRPs. Hasil penelitian ini sejalan

dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Manley, H. J., et al (2003), yang

menunjukkan bahwa DRPs meningkat signifikan terhadap jumlah obat yang

diberikan (P = 0.049) (Manley, H. J., et al., 2003).

Page 74: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

56 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 6

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

1. Karakteristik pasien berdasarkan usia yang paling banyak adalah usia

di atas 5 tahun sebanyak 31 pasien (62,0%). Berdasarkan jenis

kelamin yang paling banyak adalah laki-laki yaitu 30 pasien (60,0%).

Berdasarkan penyakit penyerta yang paling banyak adalah DBD yaitu

11 pasien (22,0%).

2. Jenis DRPs yang paling banyak terjadi pada pasien demam tifoid anak

di Rumah Sakit “X” Tangerang Selatan adalah dosis obat kurang,

kemudian diikuti dengan interaksi obat, dosis obat berlebih, indikasi

tanpa obat, obat tanpa indikasi dan ketidaktepatan pemilihan obat.

3. Ada pengaruh antara penyakit penyerta dengan DRPs (P < 0,05).

4. Ada pengaruh antara jumlah obat dengan DRPs (P < 0,05).

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut secara mendalam dengan

metode prospektif agar dapat mengetahui keadaan sebenarnya

mengenai penyakit dan pasien demam tifoid sehingga dapat

mencegahan dan mengatasi kejadian Drug Related Problems (DRPs).

2. Perlu adanya kerjasama dan kolaborasi yang tepat antara dokter,

apoteker, dan tenaga kesehatan lainnya untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kefarmasian dan pengobatan pada pasien, sehingga

didapatkan terapi yang tepat, efektif, dan aman.

Page 75: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

57 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR PUSTAKA

Ahmed Zulfikar Bhutta. Enteric Fever (Typhoid fever). In: Nelson Text Book of

Pediatric. 19th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2011. p.954-958.

Aslam, M., Tan, C. K., Prayitno, A. (2003). Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy),

Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta:

Elex Media Komputindo. Hal. 18.

Belaiche, Stephanie, et al. 2012. Pharmaceutical Care in Chronic Kidney Disease:

experience at Grenoble University Hospital from 2006 to 2010. Journal

Nephrol. 25, (4), p.558-565.

Bouvy, M.L., Paulino, E.I., eGastelurutia, M.A., Guerreiro, M., dan Buurma, H.

2004. Drug Related Problems Identified by European Community

Pharmacists in Patients Discharged From Hospital. Pharmacy World and

Science, 26: p.353–360.

Breiman, RF., et.al. 2012. Population-Based Incidence of Typhoid Fever in an

Urban Informal Settlement and a Rural Area in Kenya: Implications for

Typhoid Vaccine Use in Africa. http://www.plosone.com, Diakses pada 17

Mei 2016

Buckle, GC., Walker, Christia LF., Black, RE. 2012. Typhoid fever and

Paratyphoid Fever: Systematic Reviews to Estimate Global Morbidity and

Mortality for 2010. Journal of Global Health: 10.7189/jogh.02.010401

Butler, T. Treatment of Typhoid Fever in the 21st Century: Promises and

Shortcoming. European Society of Clinical Microbiology and Infectious

Diseases 2011; 17: 959-963

Campoli-Richard, D.M., Sorkin, E.M., Heel, R.C. Inosine Pranobex: A

Preliminary Review of Its Pharmacodynamic and Pharmacokinetic

Properties, and Therapeutic Efficacy. ADIS Drug Information Service.

Drugs 32: 3383-424 (1986)

Chamber, Henry F. Obat kemoterapetik. Dalam: Farmakologi Dasar dan Klinik

Katzung. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2011. p.775-776, 759-760,788-794

Page 76: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

58

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Cohen, Michael R., et.al. Serious Adverse Drug Events Reported to the Food and

Drug Administration, 1998-2005. Arch Intern Med. 2007;167(16):1752-

1759

Dimitros, Farmakiotis., et.al. Typhoid Fever in an Inner City Hospital: A 5-Year

Retrospective Review. Journal of Travel Medicine 2013; Volume 20 (issue

1): 17-21

Drugs.com. Drug Interactions Checker. Diakses Mei, 2016.

http://www.drugs.com/drug_interactions.php.

Fradgley, S. (2003). Interaksi Obat, Dalam Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy)

Menuju Pengobatan Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta:

PT. Elex Media Komputindo Gramedia.

Ganesh, Ramaswamy., et.al. Profile of Typhoid Fever in Children from a Tertiary

Care Hospital in Chennai South India. Indian J Pediatric (2010) 77: 1089-

1092

Gyssen, Inge C. Audits For Monitoring The Quality Of Antimicrobial

Prescriptions. In: Antibiotic Policies Fighting Resistance. New York:

Springer. 2005. p.197-208

Hadinegoro, SR. Masalah multi drug resistance pada demam tifoid anak. Cermin

Dunia Kedokteran 1999; 124: 5-10.

Harahap, Nurhayati. 2011. (Skripsi) Karakteristik Penderita Demam Tifoid Rawat

Inap di RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam Tahun 2009. Medan: Universitas

Sumatera Utara

Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2011. Suplementasi Besi untuk Anak. Badan

Penerbit IDAI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2010.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. h.14

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

364/MENKES/SK/V/2006 tentang Pedoman pengendalian Demam Tifoid

Kimland, Elin., Bergman, Ulf., Lindemalm, Synnöve., Böttiger, Ylva., 2006.

Drug Related Problems and Off-Label Drug Treatment in Children as Seen

at a Drug Information Centre. Eur J Pediatr (2007) 166:527–532

Page 77: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

59

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mahmoud, M. A. (2008). Drug Therapy Problems and Quality of Life in Patients

with Chronic Kidney Disease. University Sains Malaysia.

Malisa, Allen., Nyaki, Honest. 2010. Prevalence and constraints of typhoid fever

and its control in an endemic area of Singida region in Tanzania: Lessons

for effective control of the disease. Journal of Public Health and

Epidemiology Vol. 2(5), pp. 93-99

Manley, Harold J., McClaran, Marcy L., Overbay, Debra K., Wright, Marcia A.,

Reid, Gerald M., Bender, Walter L., Neufeld, Timothy K., Hebbar, S., dan

Muther, Richard S. (2003a). Factors Associated with Medication-Related

Problems in Ambulatory Hemodialysis Patients. American Journal of

Kidney Disease. 41, 386-393.

Stockley, I. H. (2008). Stockley’s Drug Interaction, 8th edition. London:

Pharmaceutical Press.

Martindale. (2009). The Complete Drug Reference, 36th edition. London:

Pharmaceutical Press.

Medscape.com. Drug Interactions Checker. Diakses Mei, 2016.

http://www.medscape.com/druginfo/druginterchecker.

MIMS Indonesia. (2015/2016). MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 15.

Jakarta: PT Medidata Indonesia.

Muninjaya, A.A. Gede. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC: 220-234

Musnelina L., Afdhal, A., Gani., dan Andayani. 2004, Pola Pemberian

Antibiotika Pengobatan Demam Tifoid Anak Di Rumah Sakit fatmawati

Jakarta Tahun 2001-2002, Makara Kesehatan, Vol. 8, No 1: 27-31

Nasronudin. Demam Tifoid. Dalam: Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya:

Airlangga University Press; 2007. h.121-136

Nelwan, RH. 2012, Tata Laksana Terkini Demam Tifoid. Jakarta: CDK-192/Vol.

39, th.2012.

Nuraini, FA., dkk. Perbandingan Kloramfenikol dengan Seftriakson terhadap

Lama Hari Turun Demam pada Anak Demam Tifoid. Prosiding Pendidikan

Dokter ISSN: 2460-657x

Page 78: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

60

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Ochiai, RL., et.al., A study of typhoid fever in five Asian countries: disease burden

and implications for controls. Bulletin of the World Health Organization

2008;86:260–268

Paleari, Davide., Rossi G.A., Nicolini, G., Olivieri, D. Ambroxol: A Multifaceted

Molecule with Additional Therapeutic Potentials in Respiratory Disorders

of Childhood. Drug Discovery Case History (2011) 6(11):1203-1214

Pasaribu, Syahril. Immunologi Demam Tifoid. Majalah Kedokteran Nusantara,

Maret, Vol. 34, No. 1. 2002

Pawitro, E., Noorvitry, M., Darmawandono, W. 2002. Demam Tifoid. Dalam:

Ilmu Penyakit Anak Diagmosa dan Penatalaksanaan, Edisis 1, Salemba

Medika, Jakarta

Permenkes. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan RI, Nomor 58 Tahun 2014

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit. Menteri

Kesehatan RI.

PCNE. (2010). PCNE Classification for Drug Related Problems. Pharmaceutical

Care Network Europe Foundation, V6.2 revised 14-01-2010vm, 1-9.

Pickering, Larry K., Clearly, Thomas G. Infections of the gastrointestinal tract.

In: Krugman’s Infectious Diseases of Children. 11th edition. Philadelphia:

Mosby; 2004. p.212-218

Prest, M., 2003, Penggunaan Obat pada Anak-anak, dalam Aslam., Tan K., C.,

dan Prayitno A., (Editor), Farmasi Klinik (Clinical Pharmacy) Menuju

Pengobatan yang rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien, hal 191-192,

Jakarta, Elex Media Komputindo.

Puspita, Angelina. 2012. (Skripsi) Profil Pemberian Antibiotika Rasional pada

Pasien Demam Tiofid Anak di Bangsal Rawat Inap RSUD Tangerang

Tahun 2010-2011, hal 4-11. Jakarta: Fakultas Farmasi UIN Syarif

Hidayatullah.

Rafilzar., Herawati, M. H. 2010. Hubungan Faktor Determinan dengan Kejadian

Tifoid di Pulau Jawa. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 9 No. 4: 1357-1365

Rampengan, N.H., Laurent, I. 2008. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Page 79: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

61

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Rashed, N.A., Neubert, A., Tomlin S., 2012, Epidemiology and potential

associated risk factors of drug-related problems in hospitalised children in

the United Kingdom and Saudi Arabia, Volume 68, Issue 12, pp 1657-1666,

Euoropean Journal, Diakses 12 Maret 2016

Riskesdas. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI.

Simanjuntak, A.B., Hiswani., Jemadi. 2015. Karakteristik Penderita Tifus

Abdominalis dengan Pemeriksaan Test Widal Rawat Inap di RSU Dr. F. L.

Tobing Sibolga Januari 2010 – Juli 2012. Medan: Fakultas Kesehatan

Masyarakat Departemen Epidemiologi Universitas Sumatera Utara.

Sinurat, Seprida. 2009. (Skripsi) Evaluasi Interaksi Obat pada Pasien Pediatrik

demam Tifoid di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan periode Januari

2014 – Desember 2014. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Siregar, Charles J.P., Lia A. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan.

Cetakan Pertama. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 7-18.

Soedarmo, Sumarno S.P., Gama, Herry., Rezki, Sri SH., Irawan, HS. Demam

Tifoid. Dalam: Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Edisi ke 2. Jakarta:

Ikatan Dokter Indonesia. 2012. h.338-345

Soeharyo, H. Pengendalian Demam Tifoid. Jurnal Jaringan Epidemiologi

Nasional No.1. 1996

Strand, L.M., Helper, D.D. (1990). Opportunities and Responsibilities in

Pharmaceutical Care. American Journal of Hospital Pharmacy. 1(47): 533-

543.

Stockley, I. H. (2008). Stockley’s Drug Interaction, 8th edition. London:

Pharmaceutical Press.

Sudoyo, Aru W., Setiyohadi, Bambang. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III

edisi IV. Penerbit FK-UI. Jakarta. 2006.

Taketomo, C.K., Hodding, J.H., dan Kraus, D.M. 2012. Pediatric & Neonatal

Dosage Handbook with International Trade Names Index. Edisi ke-18.

Ohio: Lexicomp. Halaman 284, 289, 334, 703, 962, 999.

Tatro, D.S. (2001). Drug Interaction Facts, Edisi kelima, St Louis Missouri: A

Wolters Kluwer Company. Halaman 56-123.

Page 80: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

62

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Van der Meer, J.W.M., Gyssen, I.C. Quality of Antimicrobial Drug Prescription

in Hospital. Europian Sociaty of Clinical Microbiology and Infectious

Diseases. 2001; 7 (supplement 6): 12-15

World Health Organization. Background Document: The Diagnosis, Treatment

and Prevention. Communicable Disease Surveillance and Response

Vaccines and Biological World Health Organization; 2003. Halaman 11-16

Yasin, Nanang Munif., Suwono, Joko., Supriyanti, Eri. 2009. Drug Related

Problem (DRP) Dalam Pengobatan Dengue Hemoraggic Fever (DHF)

pada Pasien Pediatri. Majalah Farmasi Indonesia, 20(1), 27-34

Page 81: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

63 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 1 Data Pasien

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Hari ke-5

Hemoglobin 11,5 g/dL Hemoglobin 11,1 g/dL Hemoglobin 9,2 g/dL

Leukosit 3,8 .103/uL Leukosit 5,6 .103/uL Leukosit 5,4 .103/uL

Hematokrit 34 % Hematokrit 33 % Hematokrit 30 %

Trombosit 68 .103/uL Trombosit 15 .103/uL Trombosit 37 .103/uL

Hari ke-2: Hari ke-4: Hari ke-6

Hemoglobin 10,4 g/dL Hemoglobin 10,5 g/dL Hemoglobin 9,8 g/dL

Leukosit 3,2 .103/uL Leukosit 2,4 .103/uL Leukosit 5,4 .103/uL

Hematokrit 31 % Hematokrit 31 % Hematokrit 28 %

Trombosit 27 .103/uL Trombosit 22 .103/uL Trombosit 94 .103/uL

Widal Test

Typhi O: 1/160

Paratyphi BH: 1/80

Pasien : 1

Jenis kelamin : L

Usia : 5 th

BB : 17 kg

Lama dirawat : 5 /1/15 – 11/1/15 (7 hari)

Riw. Penyakit : -

Diagnosa masuk : demam tifoid dan DHF grade II

Keluhan masuk : demam, mual dan muntah, BAB hitam, bibir

kering, sakit perut seperti melilit

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Metisoprinol 250 mg/5 mL 3 x ½ cth Oral

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x ½ cth Oral

Seftriakson 1 x 750 mg IV

Ranitidin 2 x 25 mg IV

Ondansentron 1 x 2 mg IV

Page 82: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

64 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Hari ke-5

Hemoglobin 11,5 g/dL Hemoglobin 11,1 g/dL Hemoglobin 9,2 g/dL

Leukosit 3,8 .103/uL Leukosit 5,6 .103/uL Leukosit 5,4 .103/uL

Hematokrit 34 % Hematokrit 33 % Hematokrit 30 %

Trombosit 68 .103/uL Trombosit 15 .103/uL Trombosit 37 .103/uL

Hari ke-2: Hari ke-4: Hari ke-6

Hemoglobin 10,4 g/dL Hemoglobin 10,5 g/dL Hemoglobin 9,8 g/dL

Leukosit 3,2 .103/uL Leukosit 2,4 .103/uL Leukosit 5,4 .103/uL

Hematokrit 31 % Hematokrit 31 % Hematokrit 28 %

Trombosit 27 .103/uL Trombosit 22 .103/uL Trombosit 94 .103/uL

Widal Test

Typhi O: 1/320

Paratyphi CO: 1/160

Typhi H: 1/80

Pasien : 2

Jenis kelamin : P

Usia : 8 th

BB : 21 kg

Lama dirawat : 5 /1/15 – 11/1/15 (7 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid, Kejang Demam

Keluhan masuk : demam naik turun selama 10 hari, pusing, kejang

2 kali, kesadaran menurun

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Parasetamol 3 x 200 mg IV (drip)

Deksametason 3 x 2 mg IV

Page 83: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

65 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2:

Hemoglobin 11,5 g/dL Hemoglobin 10,8 g/dL

Leukosit 6,7 .103/uL Leukosit 3,7 .103/uL

Hematokrit 34 % Hematokrit 33 %

Trombosit 262 .103/uL Trombosit 213 .103/uL

Widal Test Dengue Test

Typhi O: 1/320 NS-1: (+)

Paratyphi BO: 1/160

Paratyphi AH: 1/80

Paratyphi CH: 1/80

Pasien : 3

Jenis kelamin : L

Usia : 7 th

BB : 22 kg

Lama dirawat : 18/1/15 – 19/1/15 (2 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid, Obs. Febris, DBD

Keluhan masuk : demam selama 3 hari, mual, muntah, batuk tidak

berdahak

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x 2 cth Oral

Seftriakson 1 x 1000 mg IV

Ondansentron 2 x 4 mg IV

Page 84: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

66 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-6

Leukosit 8,1 .103/uL Leukosit 5,6 .103/uL Leukosit 7,4 .103/uL

Hematokrit 36 % Hematokrit 33 % Hematokrit 33 %

Eritrosit 4,4 .103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 1 % Hari ke-3: Hari ke-7

Batang 1 % Leukosit 5,0 .103/uL Leukosit 6,7 .103/uL

Segmen 60 % Hematokrit 33 % Hematokrit 33 %

Limfosit 25 %

Monosit 13 %

GDS 61 mg/dL Hari ke-4: Widal Test

Kalium 4,7 mmol/L Leukosit 8,6.103/uL Typhi O: (+)

Ureum 20 mg/dL Hematokrit 39 % Paratyphi BO: (+)

Kreatinin 0,4 mg/dL Typhi H: (+)

Paratyphi BH: (+)

Hari ke-5

Leukosit 9,6 .103/uL

Hematokrit 36 %

Pasien : 4

Jenis kelamin : P

Usia : 5 th

BB : 14 kg

Lama dirawat : 21 /1/15 – 27/1/15 (7 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid, DBD, Gangguan Elektrolit

Diagnosa akhir : demam Tifoid, DBD, Gangguan Elektrolit, Susp.

Epilepsi

Keluhan masuk : kejang beberapa saat sebelum masuk UGD,

demam

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Metisoprinol 250 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Diazepam 3 x 0.5 mg Oral

Asam valproate 250 mg/5 mL 2 x ½ cth Oral

Seftriakson 1 x 750 mg IV

Parasetamol drip 2 x 150 mg IV

Dexametason 1 x 1,5 mg IV

Page 85: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

67 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-3:

Hemoglobin 14,4 g/dL Hemoglobin 15,1 g/dL Hemoglobin 15,6 g/dL

Leukosit 2,7 .103/uL Leukosit 3,7 .103/uL Leukosit 10 .103/uL

Hematokrit 44 % Hematokrit 47 % Hematokrit 48 %

Trombosit 51 .103/uL Trombosit 26 .103/uL Trombosit 31 .103/uL

Widal Test Dengue Test

Typhi O: 1/80 Anti dengue igG: (+)

Paratyphi BO: 1/160 Anti dengue igM: (+)

Paratyphi CO: 1/80

Pasien : 5

Jenis kelamin : P

Usia : 11 th

BB : 32.5 kg

Lama dirawat : 11 /2/15 – 13/2/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, DBD

Keluhan masuk : demam, mual, lemas

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 4 x 400 mg IV (drip)

Seftriakson 1 x 2000 mg IV

Ondansentron 2 x 8 mg IV

Ranitidine 2 x 40 mg IV

Page 86: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

68 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-5:

Hemoglobin 19,8 g/dL Hemoglobin 13,0 g/dL Hemoglobin 12,2 g/dL

Leukosit 5,9 .103/uL Leukosit 6 .103/uL Leukosit 5,7 .103/uL

Hematokrit 58 % Hematokrit 38 % Hematokrit 36 %

Trombosit 45 .103/uL Trombosit 24 .103/uL Trombosit 274 .103/uL

Eritrosit 7,9 .103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 1 % Hari ke-3: Widal Test

Batang 1 % Hemoglobin 12,8 g/dL Typhi O: (+)

Segmen 50 % Leukosit 4,5 .103/uL Paratyphi BO: (+)

Limfosit 33 % Hematokrit 38 % Typhi H: (+)

Monosit 15 % Trombosit 39 .103/uL

GDS 107 mg/dL

Natrium 126 mmol/L Dengue Test

Kalium 6,1 mmol/L Hari ke-4: Anti dengue igG: (+)

Klorida 97 mmol/L Hemoglobin 12,1 g/dL

Ureum 20 mg/dL Leukosit 5,1 .103/uL

Kreatinin 0,4 mg/dL Hematokrit 36 %

Trombosit 87 .103/uL

Pasien : 6

Jenis kelamin : L

Usia : 7 th

BB : 55 kg

Lama dirawat : 20 /2/15 – 24/2/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : susp. febris, Susp. App

Keluhan masuk : demam naik turun kurang lebih 5 hari, mual,

muntah, perut terasa sakit, BAB mencret

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Metisoprinol 250 mg/5 mL 3 x ½ cth Oral

Seftriakson 2 x 1000 mg IV

Ranitidine 2 x 50 mg IV

Page 87: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

69 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Widal Test

Hemoglobin 11,7 g/dL Hemoglobin 11,3 g/dL Typhi O: (+)

Leukosit 21,4 .103/uL Leukosit 23,4 .103/uL Paratyphi BO: (+)

Hematokrit 34 % Hematokrit 32 % Typhi H: (+)

Trombosit 433 .103/uL Trombosit 491 .103/uL

Eritrosit 4,2 .103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 2 %

Batang 2 %

Segmen 86 %

Limfosit 6 %

Monosit 4 %

Pasien : 7

Jenis kelamin : L

Usia : 5 th

BB : 15 kg

Lama dirawat : 21/2/15 – 27/2/15 (7 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, febris, susp. App

Keluhan masuk : demam naik turun kurang lebih 6 hari, mual,

muntah, makanan tidak bisa masuk, BAB mencret,

bibir pecah2 dan berdarah

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Antasid syr 3 x 1 cth Oral

Seftriakson 3 x 750 mg IV

Ranitidine 2 x 25 mg IV

Page 88: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

70 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-4: Widal Test

Hemoglobin 8,7 g/dL Hemoglobin 8,9 g/dL Typhi O: 1/320

Leukosit 18,1 .103/uL Leukosit 6,6 .103/uL

Hematokrit 28 % Hematokrit 30 %

Trombosit 720 .103/uL Trombosit 432 .103/uL

Eritrosit 4,1 .103/uL MCV 69 f

LED 120 mm MC 21 Pg

Basofil 0 % MCHC 31 g/dL

GDS 138 mg/dL

Ureum 16 mg/dL

Kreatinin 0,29 mg/dL

SGOT 26 U/L

SGPT 10 U/L

Pasien : 8

Jenis kelamin : P

Usia : 2 th

BB : 12.5 kg

Lama dirawat : 25/2/15 – 28/2/15 (4 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid, malnutisi sedang, TB paru

Keluhan masuk : demam, sesak, tampak pucat

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x 1 cth Oral

Seftriakson 1 x 500 mg IV

Page 89: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

71 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Widal Test

Hemoglobin 13,5 g/dL Hemoglobin 13,5 g/dL Typhi O: 1/320

Leukosit 10,6 .103/uL Leukosit 17,6 .103/uL

Hematokrit 39 % Hematokrit 40 %

Trombosit 451 .103/uL Trombosit 491 .103/uL

Eritrosit 5,3 .103/uL Eritrosit 5,2 .103/uL

Basofil 0 % Basofil 0 %

Eosinophil 2 % Eosinophil 1 %

Batang 2 % Batang 1 %

Segmen 73 % Segmen 84 %

Limfosit 13 % Limfosit 12 %

Monosit 10 % Monosit 2 %

MCV 74 f GDS 74 mg/dL

MC 16 Pg Ureum 45 mg/dL

MCHC 34 g/dL Kreatinin 0,8 mg/dL

GDS 82 mg/dL SGOT 27 U/L

Ureum 55 mg/dL SGPT 15 U/L

Kreatinin 0,5 mg/dL Natrium 137 mmol/L

SGOT 35 U/L Kalium 4,4 mmol/L

SGPT 15 U/L Kalsium 1,27 mmol/L

Natrium 135 mmol/L

Kalium 4,4 mmol/L

Kalsium mmol/L

Klorida 98 mmol/L

Pasien : 9

Jenis kelamin : L

Usia : 6 th

BB : 20 kg

Lama dirawat : 25/2/15 – 27/2/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid, Obs. Febris, Vomitus

Keluhan masuk : demam dan muntah dari 2 hari yang lalu

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 3 x 250 mg Oral

Seftriakson 1 x 2000 mg IV

Ranitidine 2 x 25 mg IV

Page 90: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

72 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-8: Widal Test

Hemoglobin 12,6 g/dL Hemoglobin 12,7 g/dL Typhi O: 1/160

Leukosit 24,6 .103/uL Leukosit 14,7 .103/uL Paratyphi AO: 1/160

Hematokrit 40 % Hematokrit 41 % Paratyphi BO: 1/160

Trombosit 515 .103/uL Trombosit 553 .103/uL Paratyphi CO: 1/320

Eritrosit 4,9 .103/uL Typhi H: 1/80

Basofil 16 %

Hari ke-4: Hari ke-10:

Hemoglobin 12,7 g/dL Hemoglobin 13,1 g/dL

Leukosit 21,7 .103/uL Leukosit 6,5 .103/uL

Hematokrit 40 % Hematokrit 41 %

Trombosit 515 .103/uL Trombosit 420 .103/uL

Pasien : 10

Jenis kelamin : P

Usia : 9 th

BB : 36 kg

Lama dirawat : 6/3/15 – 14/3/15 (9 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid

Keluhan masuk : demam kura lebih 6 hari, menggigil, sakit kepala,

sakit perut, muntah satu hari sebelum masuk RS,

BAK agak kuning, BAB keras bulat2 kecil dan

berwna agak hitam

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Seftriakson 1 x 2000 mg IV

Parasetamol 4 x 400 mg IV

Ranitidine 2 x 25 mg IV

Page 91: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

73 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Hari ke-5:

Hemoglobin 16,1 g/dL Hemoglobin 13,0 g/dL Hemoglobin 13,2 g/dL

Leukosit 8,7 .103/uL Leukosit 8,5 .103/uL Leukosit 9,4 .103/uL

Hematokrit 48 % Hematokrit 39 % Hematokrit 38 %

Trombosit 26 .103/uL Trombosit 87 .103/uL Trombosit 142 .103/uL

Hari ke-2: Hari ke-4:

Hemoglobin 13,0 g/dL Hemoglobin 13,1 g/dL

Leukosit 8,4 .103/uL Leukosit 8,9 .103/uL

Hematokrit 39 % Hematokrit 39 %

Trombosit 46 .103/uL Trombosit 175 .103/uL

Widal Test Anti Dengue Test

Typhi O: 1/320 IgG: (+)

Paratyphi AO: 1/80 IgM: (+)

Paratyphi CO: 1/160

Paratyphi BH: 1/80

Pasien : 11

Jenis kelamin : L

Usia : 7 th

BB : 22 kg

Lama dirawat : 14/3/15 – 18/3/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : Demam Tifoid, Febris, DBD

Keluhan masuk : Demam selama 3 hari SMRS, mual, muntah,

pusing, batuk, perut terasa sakit, BAB mencret

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Ambroksol 30 mg/5 mL 3 x ½ cth Oral

Seftriakson 2 x 550 mg IV

Pantoprazole vial 40 mg 2 x ½ vial IV

Page 92: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

74 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

/

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Hari ke-6:

Hemoglobin 13,4 g/dL Hemoglobin 13,0 g/dL Hemoglobin 12,8 g/dL

Leukosit 5,3 .103/uL Leukosit 5,1 .103/uL Leukosit 5,5 .103/uL

Hematokrit 40 % Hematokrit 39 % Hematokrit 39 %

Trombosit 175 .103/uL Trombosit 193 .103/uL Trombosit 261 .103/uL

Eritrosit 4,8 .103/uL Eritrosit 4,8 .103/uL Eritrosit 4,7 .103/uL

Basofil 0 % LED 56 mm Basofil 0 %

Eosinophil 2 % Basofil 0 % Eosinophil 2 %

Batang 2 % Eosinophil 2 % Batang 1 %

Segmen 51 % Batang 2 % Segmen 41 %

Limfosit 40 % Segmen 51 % Limfosit 50 %

Monosit 5 % Limfosit 56 % Monosit 6 %

MCV 83 f Monosit 4 % MCV 83 f

MC 28 Pg MCV 82 f MC 27 Pg

MCHC 34 g/dL MC 27 Pg MCHC 33 g/dL

GDS 105 mg/dL MCHC 193 g/dL

Ureum 23 mg/dL

Kreatinin 0,63 mg/dL

Natrium 134 mmol/L Widal Test

Kalium 4,5 mmol/L Typhi O: 1/80

Klorida 102 mmol/L Paratyphi CO: 1/80

Pasien : 12

Jenis kelamin : P

Usia : 10 th

BB : 33 kg

Lama dirawat : 14/3/15 – 21/3/15 (8 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid

Keluhan masuk : demam kurang lebih 1 minggu, mual, nyeri ulu

hati, mencret, pusing

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol tab 3 x 1 Oral

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Ranitidine vial 25 mg/mL 2 x 1 vial IV

Page 93: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

75 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Widal Test

Hemoglobin 7,9 g/dL Hemoglobin 8,2 g/dL Typhi O: 1/320

Leukosit 22,0 .103/uL Leukosit 8,6 .103/uL Paratyphi AO: 1/160

Hematokrit 28 % Hematokrit 29 % Paratyphi BO: 1/320

Trombosit 604 .103/uL Trombosit 743 .103/uL Paratyphi CO: 1/320

Eritrosit 4,6 .103/uL Typhi H: 1/320

Basofil 1 % Paratyphi AH: 1/160

Eosinophil 1 % Hari ke-3: Paratyphi BH: 1/320

Batang 2 % Hemoglobin 8,6 g/dL Paratyphi CH: 1/80

Segmen 60 % Leukosit 7,2 .103/uL

Limfosit 26 % Hematokrit 31 %

Monosit 10 % Trombosit 706 .103/uL

MCV 61 f

MC 17 Pg

MCHC 28 g/dL

GDS 98 mg/dL

SGOT 21 U/L

SGPT 11 U/L

Pasien : 13

Jenis kelamin : P

Usia : 4 th

BB : 11 kg

Lama dirawat : 17/3/15 – 21/3/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid

Keluhan masuk : demam naik turun selama 3 hari, patuk dan pilek

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x 1 cth Oral

Seftriakson 1 x 750 mg IV

Page 94: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

76 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Widal Test

Hemoglobin 11,1 g/dL Typhi O: 1/160

Leukosit 19,7 .103/uL Paratyphi AO: 1/160

Hematokrit 35 % Paratyphi BO: 1/80

Trombosit 564 .103/uL Typhi H: 1/80

Paratyphi AH: 1/80

Paratyphi BH: 1/80

Pasien : 14

Jenis kelamin : L

Usia : 5 th

BB : 17 kg

Lama dirawat : 19/3/15 – 24/3/15 (6 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid, Sepsis

Keluhan masuk : demam kurang lebih 5 hari, batuk kurang lebih 2

hari, mual, nafsu makan menurun

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Ambroksol 30 mg/5 mL 3 x ½ cth Oral

Seftriakson 1 x 1000 mg IV

Ondansentron 2 x 4 mg IV

Parasetamol 4 x 200 mg IV

Page 95: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

77 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-3:

Hemoglobin 9,7 g/dL Hemoglobin 8,9 g/dL Hemoglobin 11,2 g/dL

Leukosit 11,8 .103/uL Leukosit 9,8 .103/uL Leukosit 7,0 .103/uL

Hematokrit 30,1 % Hematokrit 28,3 % Hematokrit 32 %

Trombosit 332 .103/uL Trombosit 301 .103/uL Trombosit 279 .103/uL

Eritrosit .103/uL Eritrosit 4,60 .103/uL Eritrosit 5,15 .103/uL

Basofil 0 % Basofil 0 % Basofil 0 %

Eosinophil 1 %

Batang 3 %

Widal Test Segmen 54 %

Typhi O: 1/80 Limfosit 18 %

Paratyphi BO: 1/80 Monosit 14 %

Paratyphi CO: 1/320 MCV 62 f

Paratyphi CH: 1/80 MC 21 Pg

MCHC 35 g/dL

Pasien : 15

Jenis kelamin : L

Usia : 5 th

BB : 15 kg

Lama dirawat : 24/3/15 – 25/3/15 (7 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid, Anemia, Susp. Defisiensi zat besi Keluhan masuk : demam kurang lebih 3 hari, mual, muntah, nafsu

makan menurun

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x ½ cth Oral

Seftriakson 1 x 750 mg IV

Page 96: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

78 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Widal Test

Hemoglobin 10,8 g/dL Hemoglobin 12,3 g/dL Typhi O: 1/320

Leukosit 28,1 .103/uL Leukosit 12,5 .103/uL Paratyphi AO: 1/160

Hematokrit 33 % Hematokrit 36 % Paratyphi BO: 1/80

Trombosit 448 .103/uL Trombosit 480 .103/uL Typhi H: 1/80

Eritrosit .103/uL Eritrosit 4,8 .103/uL

LED 35 mm

Basofil 1 %

Eosinophil 6 %

Batang 1 %

Segmen 34 %

Limfosit 52 %

Monosit 6 %

Pasien : 16

Jenis kelamin : P

Usia : 3 th

BB : 11.5 kg

Lama dirawat : 27/3/15 – 29/3/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid dan urtikaria

Keluhan masuk : demam kurang lebih 5 hari, timbul bitnik2 merah

dan gatal yang semakin melebar setelah makan abon

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x 1.5 mL Oral

Setirizin 5 mg/5 mL 2 x ½ cth Oral

Chlorpheniramin Maleat 3 x 1 mg Oral

Seftriakson 1 x 600 mg IV

Page 97: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

79 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-3:

Hemoglobin 13,4 g/dL Hemoglobin 12,3 g/dL Hemoglobin 11,2 g/dL

Leukosit 5,3 .103/uL Leukosit 12,5 .103/uL Leukosit 7,0 .103/uL

Hematokrit 40 % Hematokrit 36 % Hematokrit 32 %

Trombosit 175 .103/uL Trombosit 480 .103/uL Trombosit 279 .103/uL

Eritrosit 4,8 .103/uL Eritrosit 4,8 .103/uL Eritrosit 5,15 .103/uL

Basofil 0 % Basofil 1 % Basofil 0 %

Eosinophil 2 % Eosinophil 6 % Eosinophil 1 %

Batang 2 % Batang 1 % Batang 3 %

Segmen 51 % Segmen 34 % Segmen 54 %

Limfosit 40 % Limfosit 52 % Limfosit 18 %

Monosit 5 % Monosit 6 % Monosit 14 %

MCV 83 f

MC 28 Pg

MCHC 34 g/dL Widal Test

GDS 105 mg/dL Typhi O: 1/160

Ureum 23 mg/dL Paratyphi BO: 1/80

Kreatinin 0,63 mg/dL Paratyphi BH: 1/80

Natrium 134 mmol/L

Kalium 4,5 mmol/L

Klorida 102 mmol/L

Pasien : 17

Jenis kelamin : L

Usia : 2 th

BB : 9 kg

Lama dirawat : 27/3/15 – 29/3/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid dan DBD

Keluhan masuk : demam, mual, muntah, lemas, pusing

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Metisoprinol 250 mg/5 mL 3 x ½ cth Oral

Parasetamol 120 mh/5 mL 3 x 1 cth Oral

Page 98: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

80 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Limfosit 43 % Widal Test

Hemoglobin 7,1 g/dL Monosit 5 % Typhi O: 1/320

Leukosit 5,5 .103/uL MCV 76 f Paratyphi AO: 1/160

Hematokrit 20 % MC 26 Pg Paratyphi BO: 1/80

Trombosit 315 .103/uL MCHC 33 g/dL Typhi H: 1/80

Eritrosit 2,7.103/uL Ureum 20 mg/dL

LED 102 mm Kreatinin 0,40 mg/dL

Basofil 0 %

Eosinophil 1 %

Batang 1 %

Segmen 48 %

Pasien : 18

Jenis kelamin : L

Usia : 9 th

BB : 26 kg

Lama dirawat : 10/4/15 – 13/4/15 (4 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, dan anemia

Keluhan masuk : demam naik turun kurang lebih 2 minggu, lemas,

mual, muntah, perut sakit, pusing

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 4 x 300 mg IV

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Ondansentron 2 x 4 mg IV

Page 99: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

81 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-4:

Hemoglobin 16,2 g/dL Hemoglobin 11,4 g/dL Hemoglobin 11,5 g/dL

Leukosit 8,6 .103/uL Leukosit 6,1 .103/uL Leukosit 4,0 .103/uL

Hematokrit 46 % Hematokrit 32 % Hematokrit 33 %

Trombosit 33 .103/uL Trombosit 38 .103/uL Trombosit 99 .103/uL

Eritrosit 6,4 .103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 1 % Hari ke-3: Hari ke-5:

Batang 3 % Hemoglobin 11,4 g/dL Hemoglobin11,5 g/dL

Segmen 52 % Leukosit 4,2 .103/uL Leukosit 5,1.103/uL

Limfosit 34 % Hematokrit 33 % Hematokrit 34 %

Monosit 10 % Trombosit 39 .103/uL Trombosit 168 .103/uL

GDS 109 mg/dL

Tubex Test

Score: 2

Pasien : 19

Jenis kelamin : L

Usia : 11 th

BB : 35 kg

Lama dirawat : 13/4/15 – 15/4/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, DBD dan febris

Keluhan masuk

: demam naik turun kurang lebih 1 minggu, tangan

dan kaki dingin, mual, muntah, makanan tidak bisa

masuk, perut terasa sakit, BAB mencret, bibir

pecah2 dan berdarah

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Seftriakson 1 x 1750 mg IV

Ranitidin 2 x 1 mg IV

Ondansentron 3 x 8 mg IV

Page 100: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

82 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Widal Test

Hemoglobin 9,7 g/dL Hemoglobin 10,6 g/dL Typhi O: 1/320

Leukosit 4,6 .103/uL Leukosit 4,9 .103/uL Paratyphi BO: 1/160

Hematokrit 33 % Hematokrit 36 % Paratyphi CO: 1/320

Trombosit 196 .103/uL Trombosit 185 .103/uL Paratyphi CH: 1/80

GDS 91 mg/dL Eritrosit 5,6 .103/uL

SGOT 37 U/L LED 17 mm

SGPT 14 U/L Basofil 0 %

Eosinophil 1 %

Batang 2 %

Segmen 57 %

Limfosit 34 %

Monosit 6 %

MCV 65 f

MC 19 Pg

MCHC 30 g/dL

Pasien : 20

Jenis kelamin : P

Usia : 5 th

BB : 15 kg

Lama dirawat : 16/4/15 – 20/4/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, anemia dan febris

Keluhan masuk

: demam naik-turun dan menggigil selama 3 hari

hanya timbul sore-malam SMRS, tidak nafsu makan,

perut terasa sakit, batuk pilek, mual

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 3 x 2 cth Oral

Ambroksol 15 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Ferris 1 x 1 ml Oral

Seftriakson 1 x 900 mg IV

Ranitidin 25 mg/mL 2 x 1 mL IV

Page 101: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

83 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-4:

Hemoglobin 15,2 g/dL Hemoglobin 16,0 g/dL

Leukosit 11,8 .103/uL Leukosit 13,5 .103/uL

Hematokrit 44 % Hematokrit 46 %

Trombosit 397.103/uL Trombosit 209 .103/uL

Eritrosit 5,7 .103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 1 % Tubex Test

Batang 3 % Score: 2

Segmen 73 %

Limfosit 16 %

Monosit 7 %

MCV 77 f

MC 27 Pg

MCHC 35 g/dL

Pasien : 21

Jenis kelamin : L

Usia : 5 th

BB : kg

Lama dirawat : 24/4/15 – 26/4/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, pneumonia dan diare akut

Keluhan masuk

: demam hilang timbul kurang lebih 4 hari SMRS,

batuk, kadang2 sesak, mencret 2 kali ada ampas dan

lender, nafsu makan menurun

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x 2 cth Oral

Zircum 20 mg/5 mL 1 x 1 cth Oral

Lacto B 1 x 1 sach Oral

Setirizin 5 mg/5 mL 1 x 1 cth Oral

Gentamisin 1 x 80 mg IV

Sefotaksim 3 x 1250 mg IV

Page 102: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

84 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Limfosit 27 % Widal Test

Hemoglobin 11,9 g/dL Monosit 8 % Typhi O: 1/160

Leukosit 13,1 .103/uL MCV 87 f Paratyphi BO: 1/160

Hematokrit 35 % MC 29 Pg Typhi H: 1/80

Trombosit 374 .103/uL MCHC 34 g/dL

Eritrosit 4,0 .103/uL GDS 127 mg/dL

Basofil 0 % Natrium 139 mmol/L

Eosinophil 1 % Kalium 4,7 mmol/L

Batang 1 % Klorida 102 mmol/L

Segmen 63 %

Pasien : 22

Jenis kelamin : P

Usia : 10 th

BB : 21 kg

Lama dirawat : 28/4/15 – 2/5/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid dan anemia

Keluhan masuk : demam selama 5 hari, nyeri sendi pada bahu kanan

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x 2 cth Oral

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Dexametason 3 x 2 mg IV

Page 103: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

85 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-4:

Hemoglobin 12,7 g/dL Hemoglobin 11,8 g/dL Hemoglobin 11,3 g/dL

Leukosit 8,7 .103/uL Leukosit 9,9 .103/uL Leukosit 5,9 .103/uL

Hematokrit 41 % Hematokrit 38 % Hematokrit 36 %

Trombosit 227 .103/uL Trombosit 216 .103/uL Trombosit 253 .103/uL

GDS 106 mg/dL

SGOT 27 U/L Hari ke-3:

SGPT 9 U/L Hemoglobin 12,0 g/dL Tubex Test

Leukosit 5,7 .103/uL Score: 4

Hematokrit 39 %

Trombosit 249 .103/uL

Pasien : 23

Jenis kelamin : P

Usia : 8 th

BB : 29 kg

Lama dirawat : 4/5/15 – 7/5/15 (4 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, febris dan DBD

Keluhan masuk

: demam kurang lebih 4 hari SMRS, mual, pusing,

batuk, kalau menelan terasa sakit, keluar bintik

merah di seliuruh tubuh

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 4 x 300 mg IV

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Ondansentron 2 x 4 mg IV

Page 104: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

86 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-4: Widal Test

Hemoglobin 12,9 g/dL Hemoglobin 12,6 g/dL Typhi O: 1/80

Leukosit 7,5 .103/uL Leukosit 3,5 .103/uL Paratyphi AO: 1/160

Hematokrit 39 % Hematokrit 38 %

Trombosit 291 .103/uL Trombosit 164 .103/uL

Eritrosit 4,8 .103/uL

LED 47 mm

Basofil 1 % Hari ke-6:

Eosinophil 1 % Hemoglobin 12,9 g/dL

Batang 3 % Leukosit 8,2 .103/uL

Segmen 57 % Hematokrit 40 %

Limfosit 7 % Trombosit 153 .103/uL

Monosit 11 %

MCV 82 f

MC 27 Pg

MCHC 33 g/dL

Pasien : 24

Jenis kelamin : P

Usia : 8 th

BB : 19.5 kg

Lama dirawat : 4/5/15 – 9/5/15 (6 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid dan febris

Keluhan masuk : demam naik turun, mual, muntah, pusing, batuk

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Metisoprinol 250 mg/5mL 3 x 1 cth Oral

Parasetamol 4 x 200 mg IV

Seftriakson 1 x 750 mg IV

Ranitidin 25 mg/mL 2 x 1 mL IV

Ondansentron 2 x 4 mg IV

Dexametason 3 x 2.7 mg IV

Page 105: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

87 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Widal Test

Natrium 135 mmol/L Hemoglobin 11,7 g/dL Typhi O: 1/320

Kalium 3,3 mmol/L Leukosit 9,7 .103/uL Paratyphi BO: 1/160

Kalsium 105 mmol/L Hematokrit 36 % Paratyphi CO: 1/320

Trombosit 476 .103/uL Paratyphi CH: 1/80

GDS 134 mg/dL

Ureum 19 mg/dL

Kreatinin 0,3 mg/dL

SGOT 34 U/L

SGPT 20 U/L

Pasien : 25

Jenis kelamin : P

Usia : 2 th

BB : 12 kg

Lama dirawat : 10/5/15 – 12/5/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, febris dan ISPA

Keluhan masuk : demam sejak 5 hari SMRS, batuk pilek, muntah,

perut kembung, nafsu makan menurun

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Ambroksol 15 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x 1 cth Oral

Oralit 2 x 1 Oral

Seftriakson 1 x 600 mg IV

Ondansentron 2 x 2 mg IV

Page 106: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

88 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Widal Test

Hemoglobin 5,7 g/dL Hemoglobin 10,7 g/dL Typhi O: 1/80

Leukosit 2,9 .103/uL Leukosit 32,5 .103/uL Paratyphi AO: 80

Hematokrit 22 % Hematokrit 30 % Paratyphi BO: 1/160

Trombosit 291 .103/uL Trombosit 577 .103/uL

Eritrosit 4,0 .103/uL Eritrosit 3,7 .103/uL

Basofil 0 % Basofil 0 %

Eosinophil 2 % Eosinophil 2 %

Batang 4 % Batang 2 %

Segmen 30 % Segmen 85 %

Limfosit 56 % Limfosit 8 %

Monosit 8 % Monosit 3 %

MCV 55 f GDS 178 mg/dL

MC 14 Pg

MCHC 26 g/dL

Ureum 12 mg/dL Hari ke-3:

Kreatinin 0,32 mg/dL Hemoglobin 12,2 g/dL

SGOT 35 U/L Leukosit 13,1 .103/uL

SGPT 16 U/L Hematokrit 35 %

Trombosit 613 .103/uL

Pasien : 26

Jenis kelamin : L

Usia : 8 th

BB : 20 kg

Lama dirawat : 21/5/15 – 23/5/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam Tifoid, tonsillitis akut, obs. Febris, anemia

gravis, diare akut tanpa dehidrasi

Keluhan masuk

: demam kurang lebih 4 hari SMRS, 1 hari SMRS

demam tinggi, mual, BAB cair warna coklat kurang

lebih 4 hari SMRS, batuk 1 hari SMRS

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Metilprednisolon 3 x 4 mg Oral

Parasetamol 120 mg/5 mL 3 x 2 cth Oral

Seftriakson 1 x 1000 mg IV

Page 107: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

89 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-4:

Hemoglobin 15,8 g/dL Hemoglobin 12,3 g/dL Hemoglobin 11,3 g/dL

Leukosit 5,1 .103/uL Leukosit 4,2 .103/uL Leukosit 3,0 .103/uL

Hematokrit 46 % Hematokrit 36 % Hematokrit 32 %

Trombosit 44 .103/uL Trombosit 53 .103/uL Trombosit 90 .103/uL

Eritrosit 6,3 .103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 2 % Hari ke-3: Hari ke-5:

Batang 2 % Hemoglobin 11,6 g/dL Hemoglobin 12,2 g/dL

Segmen 62 % Leukosit 3,8 .103/uL Leukosit 4,5 .103/uL

Limfosit 25 % Hematokrit 34 % Hematokrit 37 %

Monosit 9 % Trombosit 84 .103/uL Trombosit 120 .103/uL

GDS 98 mg/dL

Natrium 125 mmol/L

Kalium 3,6 mmol/L Widal Test

Klorida 92 mmol/L Typhi O: 1/160

Paratyphi BO: 1/160

Typhi H: 1/80

Pasien : 27

Jenis kelamin : P

Usia : 7 th

BB : 33 kg

Lama dirawat : 22/5/15 – 26/5/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, DBD dan febris

Keluhan masuk : demam 6 hari SMRS meningkat pada malam hari,

mencret, mual, lemas

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Seftriakson 1 x 2000 mg IV

Ondansentron 2 x 4 mg IV

Page 108: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

90 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Hari ke-5:

Hemoglobin 15,9 g/dL Hemoglobin 12,6 g/dL Hemoglobin 13,0 g/dL

Leukosit 5,7 .103/uL Leukosit 6,8 .103/uL Leukosit 7,4 .103/uL

Hematokrit 47 % Hematokrit 38 % Hematokrit 39 %

Trombosit 47 .103/uL Trombosit 43 .103/uL Trombosit 102 .103/uL

LED 30 mm

Hari ke-4: Widal Test

Hari ke-2: Hemoglobin 12,7 g/dL Typhi O: 1/80

Hemoglobin 15,1 g/dL Leukosit 6,7 .103/uL Paratyphi BO: 1/80

Leukosit 8,1 .103/uL Hematokrit 38 % Paratyphi CO: 1/320

Hematokrit 45 % Trombosit 86 .103/uL Paratyphi CH: 1/80

Trombosit 42 .103/uL

Pasien : 28

Jenis kelamin : L

Usia : 7 th

BB : 43 kg

Lama dirawat : 26/5/15 – 30/5/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid dan DBD

Keluhan masuk

: demam kurang lebih 1 minggu SMRS, mual, 1 hari

SMRS muncul kemerahan di tubuh, muntah, lemas,

pusing

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Seftriakson 2 x 1000 mg IV

Ondansentron ampul 4 mg/2mL 2 x 1 ampul IV

Page 109: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

91 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Hari ke-6:

Hemoglobin 11,9 g/dL Hemoglobin 11,2 g/dL Hemoglobin 11,0 g/dL

Leukosit 4,1 .103/uL Leukosit 5,8 .103/uL Leukosit 2,7 .103/uL

Hematokrit 35 % Hematokrit 35 % Hematokrit 31 %

Trombosit 110 .103/uL Trombosit 138 .103/uL Trombosit 176 .103/uL

Eritrosit 4,4 .103/uL MCV 76 f Eritrosit 3,9 .103/uL

Basofil 1 % MC 25 Pg LED 45 mm

Eosinophil 1 % MCHC 33 g/dL Basofil 1 %

Batang 2 % Eosinophil 1 %

Segmen 30 % Hari ke-4: Batang 2 %

Limfosit 54 % Hemoglobin 11,0 g/dL Segmen 74 %

Monosit 14 % Leukosit 7,5 .103/uL Limfosit 15 %

MCV 78 f Hematokrit 35 % Monosit 7 %

MC 27 Pg Trombosit 202 .103/uL MCV 77 f

MCHC 35 g/dL MC 28 Pg

MCHC 36 g/dL

Hari ke-2: Hari ke-5:

Hemoglobin 10,5 g/dL Hemoglobin 10,8 g/dL Hari ke-7:

Leukosit 5,7 .103/uL Leukosit 8,6 .103/uL Hemoglobin 11,5 g/dL

Hematokrit 32 % Hematokrit 34 % Leukosit 11,9 .103/uL

Trombosit 107 .103/uL Trombosit 255 .103/uL Hematokrit 36 %

Trombosit 461 .103/uL

Tubex Test

Score: 6

Pasien : 29

Jenis kelamin : L

Usia : 3 th

BB : 10.6 kg

Lama dirawat : 1/6/15 – 5/6/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, ISK, TBC on OAT, Kejang Demam

dan DBD

Keluhan masuk : demam kurang lebih 10 hari SMRS, batuk pilek,

mencret 3 hari pertama, nafsu makan menurun

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Diazepam 3 x 1.5 mg Oral

OAT (rifampin/isoniazid/pyrazinamide) 3 tab Oral

Ambroksol 15 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Methisoprinol 250 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Seftriakson 3 x 550 mg IV

Parasetamol 3 x 150 mg IV

Dexametason tablet 0,5 mg 3 x ½ tab Oral

Meropenem vial 0,5 g 1 x 1 vial IV

Page 110: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

92 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Hari ke-6:

Hemoglobin 9,4 g/dL Hemoglobin 8,7 g/dL Hemoglobin 8,9 g/dL

Leukosit 16,5 .103/uL Leukosit 6,9 .103/uL Leukosit 17,9 .103/uL

Hematokrit 28 % Hematokrit 29 % Hematokrit 28 %

Trombosit 422 .103/uL Trombosit 265 .103/uL Trombosit 489 .103/uL

Eritrosit 3,5 .103/uL

Basofil 1 %

Eosinophil 2 % Hari ke-4:

Batang 3 % Hemoglobin 8,5 g/dL

Segmen 80 % Leukosit 4,1 .103/uL

Limfosit 8 % Hematokrit 28 %

Monosit 6 % Trombosit 221 .103/uL

MCV 79 f

MC 27 Pg

MCHC 34 g/dL Hari ke-5:

Hemoglobin 8,9 g/dL

Hari ke-2: Leukosit 9,8 .103/uL

Hemoglobin 9,6 g/dL Hematokrit 29 %

Leukosit 8,5 .103/uL Trombosit 366 .103/uL

Hematokrit 51 %

Trombosit 397 .103/uL

Pasien : 30

Jenis kelamin : P

Usia : 12 th

BB : 47 kg

Lama dirawat : 10/6/15 – 23/6/15 (14 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid dan anemia

Keluhan masuk : demam kurang lebih 3 hari, mual, muntah, nafsu

makan menurun, nyeri sendi pada bahu kanan

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Omeprazol 20 mg 2 x 1 cap Oral

Parasetamol 4 x 500 mg Oral

Seftriakson 1 x 2000 mg IV

Ranitidin 3 x 50 mg IV

Ondansentron 2 x 4 mg IV

Parasetamol drip 500 mg IV

Meropenem 3 x 1000 mg IV

Ambroksol15 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Page 111: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

93 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-4: Widal Test

Hemoglobin 12,6 g/dL Hemoglobin 12,0 g/dL Paratyphi BO: 1/160

Leukosit 8,6 .103/uL Leukosit 8,1 .103/uL Paratyphi CO: 1/80

Hematokrit 37 % Hematokrit 38 % Typhi H: 1/80

Trombosit 357 .103/uL Trombosit 626 .103/uL

Eritrosit 5,3.103/uL SGOT 27 U/L

LED 42 mm SGPT 10 U/L Tubex Test

Basofil 1 % Score: 2

Eosinophil 1 %

Batang 2 %

Segmen 59 %

Limfosit 2 %

Monosit 10 %

MCV 70 f

MC 24 Pg

MCHC 34 g/dL

Pasien : 31

Jenis kelamin : P

Usia : 4 th

BB : 14.5 kg

Lama dirawat : 23/6/15 – 27/6/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid

Keluhan masuk

: demam naik-turun kurang lebih 6 hari lebih sering

sore-malam hari, lemas, nafsu makan menurun,

batuk, sering berkeringat pada malam hari

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Ambroksol 15 mg/5 mL 3 x ½ cth Oral

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x 1 cth Oral

Seftriakson 1 x 600 mg IV

Page 112: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

94 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Hari ke-4:

Natrium 127 mmol/L Hemoglobin 10,4 g/dL Natrium 128 mmol/L

Kalium 3,7 mmol/L Leukosit 9,3 .103/uL Kalium 5,1 mmol/L

Klorida 101 mmol/L Hematokrit 31 % Klorida 98 mmol/L

Trombosit 265 .103/uL

Natrium 119 mmol/L

Kalium 5,1 mmol/L

Klorida 95 mmol/L

Widal Test

Typhi O: 1/160

Paratyphi BO: 1/160

Typhi H: 1/80

Pasien : 32

Jenis kelamin : L

Usia : 8 th

BB : 20 kg

Lama dirawat : 25/6/15 – 1/7/15 (7 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, diare dan vomitus

Keluhan masuk : demam naik rurun, mual, muntah, mencret

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 3 x 2 cth Oral

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Ondansentron 3 x 4 mg IV

Page 113: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

95 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-3:

Hemoglobin 9,5 g/dL Hemoglobin 8,7 g/dL Hemoglobin 9,2 g/dL

Leukosit 2,4 .103/uL Leukosit 3,5 .103/uL Leukosit 4,4 .103/uL

Hematokrit 29 % Hematokrit 26 % Hematokrit 28 %

Trombosit 90 .103/uL Trombosit 110 .103/uL Trombosit 111 .103/uL

Ureum 9 mg/dL

Kreatinin 0,26 mg/dL

SGOT 143 U/L

SGPT 31 U/L

Tubex Test

Score: 6

Pasien : 33

Jenis kelamin : P

Usia : 2 th

BB : 10 kg

Lama dirawat : 26/6/15 – 28/6/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, DBD

Keluhan masuk : demam selama 11 hari, mual, BAB encer

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Lacto B 2 x 1 sach Oral

Parasetamol 120 mg/5 mL 3 x ½ cth Oral

Zinc 20 mg 1 x 1 tab Oral

Seftriakson 2 x 500 mg IV

Ranitidin 1 x 1 mg IV

Page 114: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

96 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-3: Widal Test

Hemoglobin 14,9 g/dL Hemoglobin 13,1 g/dL Typhi O: 1/320

Leukosit 6,2 .103/uL Leukosit 6,6 .103/uL Typhi H: 1/160

Hematokrit 43 % Hematokrit 38 % Paratyphi BH: 1/160

Trombosit 71 .103/uL Trombosit 76 .103/uL

Hari ke-2: Hari ke-4: Tubex Test

Hemoglobin 12,1 g/dL Hemoglobin 14,1 g/dL Score: 6

Leukosit 7,0 .103/uL Leukosit 7,1 .103/uL

Hematokrit 35 % Hematokrit 40 %

Trombosit 50 .103/uL Trombosit 99 .103/uL

Pasien : 34

Jenis kelamin : P

Usia : 10 th

BB : 24 kg

Lama dirawat : 28/6/15 – 1/7/15 (4 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, febris, DBD grade II

Keluhan masuk : demam kurang lebih 4 hari, SMRS, mual, muntah 2

kali, makan sedikit

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Metisoprinol 250 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Seftriakson 1 x 1250 mg IV

Page 115: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

97 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Widal Test

Hemoglobin 13,4 g/dL Hemoglobin 13,2 g/dL Typhi H: 1/160

Leukosit 5,3 .103/uL Leukosit 3,0 .103/uL

Hematokrit 39 % Hematokrit 38 %

Trombosit 220 .103/uL Trombosit 224 .103/uL

Eritrosit 4,7 .103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 0 % Hari ke-4:

Batang 2 % Hemoglobin 14,0 g/dL

Segmen 71 % Leukosit 3,2 .103/uL

Limfosit 16 % Hematokrit 40 %

Monosit 11 % Trombosit 204 .103/uL

GDS 83 mg/dL

Ureum 21 mg/dL

Kreatinin 0,37 mg/dL

SGOT 30 U/L

SGPT 12 U/L

Pasien : 35

Jenis kelamin : L

Usia : 7 th

BB : 24 kg

Lama dirawat : 10/8/15 – 13/8/15 (4 hari)

Riw. Penyakit : -

Diagnosa masuk : dema tifoid, febris dan DBD

Keluhan masuk

: dibawa dari UGD dengan keluhan demam sejak 1

hari yang lalu. Demam naik turun, hasil pemeriksaan

NS1 positif. Belum BAB selama 2 hari

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Metisoprinol 250 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Parasetamol 120 mg/5 mL 3 x 2 cth Oral

Seftriakson 1 x 1000 mg IV

Parasetamol drip 250 mg IV

Page 116: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

98 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-5:

Hemoglobin 14,0 g/dL Hemoglobin 11,2 g/dL Hemoglobin 11,6 g/dL

Leukosit 3,4 .103/uL Leukosit 4,9 .103/uL Leukosit 4,2 .103/uL

Hematokrit 42 % Hematokrit 33 % Hematokrit 34 %

Trombosit 47 .103/uL Trombosit 53 .103/uL Trombosit 124 .103/uL

Eritrosit 5,9 .103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 2 % Hari ke-3: Tubex Test

Batang 3 % Hemoglobin 10,8 g/dL Score: 3

Segmen 33 % Leukosit 4,4 .103/uL

Limfosit 44 % Hematokrit 32 %

Monosit 18 % Trombosit 89 .103/uL IgG Dengue

MCV 70 f IgG: (+)

MC 24 Pg IgM: (-)

MCHC 34 g/dL Hari ke-4:

GDS 89 mg/dL Hemoglobin 11,4 g/dL

Leukosit 3,7 .103/uL

Hematokrit 34 %

Trombosit 102 .103/uL

Pasien : 36

Jenis kelamin : L

Usia : 8 th

BB : 24 kg

Lama dirawat : 26/8/15 – 30/8/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, DBD grade II

Keluhan masuk : demam hilang timbul selama 6 hari, mual, lemas,

pusing, nafsu makan menurun.

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 500 mg 3 x ½ tab Oral

Seftriakson 1 x 1000 mg IV

Ranitidin 25 mg/mL 2 x 1 mL IV

Ondansentron 4 mg/2 mL 2 x 1 mL IV

Page 117: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

99 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Widal Test

Hemoglobin 9,7 g/dL Hemoglobin 11,6 g/dL Typhi O: 1/320

Leukosit 14,1 .103/uL Leukosit 13,1 .103/uL Paratyphi AO: 1/160

Hematokrit 29 % Hematokrit 34 % Paratyphi BO: 1/80

Trombosit 434 .103/uL Trombosit 274 .103/uL Typhi H: 1/80

Eritrosit 4,6 .103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 0 % Hari ke-3:

Batang 1 % Hemoglobin 9,7 g/dL

Segmen 44 % Leukosit 11,4 .103/uL

Limfosit 45 % Hematokrit 29 %

Monosit 10 % Trombosit 265 .103/uL

MCV 73 f

MC 25 Pg

MCHC 34 g/dL Hari ke-4:

SGOT 32 U/L Hemoglobin 10,6 g/dL

SGPT 25 U/L Leukosit 11,6 .103/uL

Albumin 5,1 Hematokrit 32 %

Natrium 134 mmol/L Trombosit 766 .103/uL

Kalium 4,6 mmol/L

Kalsium 105 mmol/L

Pasien : 37

Jenis kelamin : P

Usia : 2 th

BB : 8 kg

Lama dirawat : 10/9/15 – 18/9/15 (9 hari)

Riw. Penyakit : -

Diagnosa masuk : demam tifoid, bronkopneumonia dan malnutrisi

Keluhan masuk

: demam timbul terutama pada malam hari, sudah 7

kali berobat tidak ada perubahan, muntah, BAB cair,

batuk kurang lebih 4 hari

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Sefuroksim 3 x 400 mg IV

Gentamisin 1 x 60 mg IV

Seftriakson 1 x 500 mg IV

Parasetamol 4 x 100 mg IV

Page 118: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

100 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-4: Widal Test

Hemoglobin 11,4 g/dL Hemoglobin 10,3 g/dL Typhi O: 1/160

Leukosit 6,2 .103/uL Leukosit 6,6 .103/uL Paratyphi AO: 1/160

Hematokrit 33 % Hematokrit 31 % Paratyphi BO: 1/80

Trombosit 238 .103/uL Trombosit 251 .103/uL Typhi H: 1/80

Eritrosit 1,3.103/uL Paratyphi AH: 1/80

LED 43 mm Paratyphi BH: 1/80

Basofil 0 %

Eosinophil 1 %

Batang 1 %

Segmen 59 %

Limfosit 33 %

Monosit 6 %

MCV 75 f

MC 26 Pg

MCHC 35 g/dL

Pasien : 38

Jenis kelamin : L

Usia : 6 th

BB : 19 kg

Lama dirawat : 22/9/15 – 25/9/15 (4 hari)

Riw. Penyakit : asma

Diagnosa masuk : demam tifoid, asma, pneumonia

Keluhan masuk

: demam selama 1 minggu terutama malam hari,

batuk selama 2 minggu, sesak, muntah, kadan2 nyeri

ulu hati, riwayat asma kambuh 1 minggu ini

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Seretide 250 2 x 1 Oral

Ambroksol 15 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Setirizin 5 mg/5 mL 1 x 1 cth Oral

Parasetamol drip 4 x 250 mg IV

Seftriakson 1 x 1000 mg IV

Ranitidin 25 mg/1mL 2 x 1 mL IV

Dexametason 1 x 4 mg IV

Page 119: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

101 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Tubex Test

Hemoglobin 9,0 g/dL Score: 2

Leukosit 10,3 .103/uL

Hematokrit 28 %

Trombosit 497 .103/uL Widal Test

Eritrosit 5,1 .103/uL Paratyphi BO: 1/80

LED 64 mm

Basofil 0 %

Eosinophil 1 % Anti Dengue Test

Batang 3 % IgG: (-)

Segmen 64 % IgM: (+)

Limfosit 24 %

Monosit 8 %

MCV 55 f

MC 18 Pg

MCHC 32 g/dL

Pasien : 39

Jenis kelamin : L

Usia : 6 th

BB : 16.5 kg

Lama dirawat : 29/9/15 – 11/1/15 (7 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, ISK

Keluhan masuk

: demam naik-turun kurang lebih 4 minggu SMRS

tidak menggunakan penurun panas, mual, muntah 3

kali, sehari selama 8 hari, batuk tidak berdahak, peut

terkadang nyeri

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Ambroksol 15 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Parasetamol drip 3 x 200 mg IV

Seftriakson 1 x 1000 mg IV

Ondansentron 3 x 2 mg IV

Page 120: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

102 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-3:

Hemoglobin 9,7 g/dL Hemoglobin 9,0 g/dL Hemoglobin 9,7 g/dL

Leukosit 14,1 .103/uL Leukosit 10,3 .103/uL Leukosit 14,1 .103/uL

Hematokrit 29 % Hematokrit 28 % Hematokrit 29 %

Trombosit 434 .103/uL Trombosit 497 .103/uL Trombosit 434 .103/uL

Eritrosit 4,6 .103/uL Eritrosit 5,1 .103/uL Eritrosit 4,6 .103/uL

Basofil 0 % Basofil 0 % Basofil 0 %

Eosinophil 0 % Eosinophil 1 % Eosinophil 0 %

Batang 1 % Batang 3 % Batang 1 %

Segmen 44 % Segmen 64 % Segmen 44 %

Limfosit 45 % Limfosit 24 % Limfosit 45 %

Monosit 10 % Monosit 8 % Monosit 10 %

MCV 73 f

MC 25 Pg

MCHC 34 g/dL Widal Test Tubex Test

SGOT 32 U/L Typhi O: 1/160 Score: 2

SGPT 25 U/L Paratyphi BO: 1/320

Albumin 5,1 Paratyphi CO: 1/160

Natrium 134 mmol/L Typhi H: 1/80 Anti Dengue Test

Kalium 4,6 mmol/L Paratyphi BH: 1/160 IgG: (-)

Kalsium 105 mmol/L IgM: (+)

Pasien : 40

Jenis kelamin : L

Usia : 12 th

BB : 23 kg

Lama dirawat : 5/10/15 – 7/10/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, DBD

Keluhan masuk : demam 5 hari SMRS meningkat pada malam hari,

mencret, mual, lemas

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Lacto B 2 x 1 sach Oral

Zircum 20 mg/5 mL 1 x 1 cth Oral

Parasetamol drip 4 x 300 mg IV

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Page 121: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

103 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-4: Widal Test

Hemoglobin 12,3 g/dL Hemoglobin 11,5 g/dL Typhi O: 1/320

Leukosit 19,8 .103/uL Leukosit 10,3 .103/uL Paratyphi AO: 1/160

Hematokrit 37 % Hematokrit 35 % Paratyphi BO: 1/80

Trombosit 647 .103/uL Trombosit 523 .103/uL Typhi H: 1/80

Pasien : 41

Jenis kelamin : L

Usia : 6 th

BB : 16 kg

Lama dirawat : 5/10/15 – 8/10/15 (4 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, febris, virus infection

Keluhan masuk : demam 4 hari SMRS, mual, muntah, batuk lama,

pilek, BAB mencret 5 kali SMRS

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Ambroksol 15 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Parasetamol 4 x 200 mg IV

Seftriakson 1 x 750 mg IV

Ondansentron 3 x 2 mg IV

Page 122: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

104 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-5: Widal Test

Hemoglobin 11,0 g/dL Hemoglobin 11,6 g/dL Typhi O: 1/80

Leukosit 3,6 .103/uL Leukosit 3,8 .103/uL Paratyphi BO: 1/80

Hematokrit 33 % Hematokrit 35 % Typhi H: 1/320

Trombosit 191 .103/uL Trombosit 181 .103/uL

Eritrosit 4,2 .103/uL GDS 85 mg/dL

LED 67 mm Ureum 14 mg/dL Tubex Test

Basofil 0 % Kreatinin 0,61 mg/dL Score: 10

Eosinophil 1 % Natrium 133 mmol/L

Batang 2 % Kalium 3,4 mmol/L

Segmen 51 % Kalsium 100 mmol/L

Limfosit 41 %

Monosit 5 %

MCV 80 f

MC 26 Pg

MCHC 33 g/dL

Pasien : 42

Jenis kelamin : L

Usia : 12 th

BB : 35 kg

Lama dirawat : 11/10/15 – 17/10/15 (7 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, bronkopneumonia

Keluhan masuk : demam naik-turun kurang lebih 1 bulan SMRS,

mual, batuk, belum BAB 1 hari, sakit perut

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Dexipenem 3 x 1 g Oral

Parasetamol 4 mg Oral

Page 123: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

105 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Widal Test

Hemoglobin 12,4 g/dL Typhi O: 1/160

Leukosit 11,0 .103/uL Paratyphi BO: 1/160

Hematokrit 36 % Paratyphi CH: 1/160

Trombosit 246 .103/uL

Eritrosit 4,4.103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 1 %

Batang 0 %

Segmen 81 %

Limfosit 11 %

Monosit 7 %

MCV 83 f

MC 28 Pg

MCHC 34 g/dL

Pasien : 43

Jenis kelamin : L

Usia : 7 th

BB : 21 kg

Lama dirawat : 25/10/15 – 26/10/15 (2 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, diare akut

Keluhan masuk : demam naik-turun sejak 1 hari SMRS, mual,

muntah 4 kali, BAB cair ada ampas sedikit

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Lacto B 2 x 1 sach Oral

Zinc 20 mg 1 x 1 tab Oral

Dexametason 3 x 2.3 mg IV

Parasetamol 3 x 300 mg IV

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Ranitidin 1 x 12.5 mg IV

Ondansentron 3 x 25 mg IV

Page 124: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

106 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-3:

Hemoglobin 13,4 g/dL Hemoglobin 9,0 g/dL Hemoglobin 9,7 g/dL

Leukosit 5,3 .103/uL Leukosit 10,3 .103/uL Leukosit 14,1 .103/uL

Hematokrit 40 % Hematokrit 28 % Hematokrit 29 %

Trombosit 175 .103/uL Trombosit 497 .103/uL Trombosit 434 .103/uL

Eritrosit 4,8 .103/uL Eritrosit 5,1 .103/uL Eritrosit 4,6 .103/uL

Basofil 0 % Basofil 0 % Basofil 0 %

Eosinophil 2 % Eosinophil 1 % Eosinophil 0 %

Batang 2 % Batang 3 % Batang 1 %

Segmen 51 % Segmen 64 % Segmen 44 %

Limfosit 40 % Limfosit 24 % Limfosit 45 %

Monosit 5 % Monosit 8 % Monosit 10 %

MCV 83 f

MC 28 Pg

MCHC 34 g/dL Widal Test Tubex Test

GDS 105 mg/dL Typhi O: 1/80 Score: 4

Ureum 23 mg/dL Paratyphi AO: 1/160

Kreatinin 0,63 mg/dL

Natrium 134 mmol/L

Kalium 4,5 mmol/L

Klorida 102 mmol/L

Hemoglobin 13,4 g/dL

Pasien : 44

Jenis kelamin : P

Usia : 8 th

BB : 22.5 kg

Lama dirawat : 28/10/15 – 30/10/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid

Keluhan masuk : demam kurang lebih 2 minggu, mual, pusing

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 3 x 2 cth Oral

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Page 125: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

107 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-2: Hari ke-5: Tubex Test

Hemoglobin 12,2 g/dL Hemoglobin 12,1 g/dL Score: 4

Leukosit 6,7 .103/uL Leukosit 8,5 .103/uL

Hematokrit 355 % Hematokrit 35 %

Trombosit 381 .103/uL Trombosit 456 .103/uL

Eritrosit 4,3 .103/uL Limfosit 38 %

LED 57 mm Monosit 8 %

Basofil 0 % MCV 81 f

Eosinophil 4 % MC 28 Pg

Batang 3 % MCHC 35 g/dL

Segmen 57 %

Pasien : 45

Jenis kelamin : L

Usia : 5 th

BB : 16 kg

Lama dirawat : 16/10/15 – 20/10/15 (5 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid

Keluhan masuk : demam naik-turun 1 minggu, mual, pusing, nafsu

makan menurun

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 120 mg/5 mL 4 x 2 cth Oral

Seftriakson 1 x 750 mg IV

Page 126: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

108 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Widal Test

Hemoglobin 13,8 g/dL Typhi O: 1/160

Leukosit 11,6 .103/uL Paratyphi BO: 1/320

Hematokrit 40 % Paratyphi CO: 1/160

Trombosit 329 .103/uL Typhi H: 1/80

Pasien : 46

Jenis kelamin : L

Usia : 7 th

BB : 21 kg

Lama dirawat : 18/11/15 – 21/11/15 (4 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid

Keluhan masuk

: demam pada malam hari kurang lebih 1 minggu

SMRS, tidak mau makan karena setiap makan

muntah

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol120 mg/5 mL 4 x 1 ½ cth Oral

Omeprazol 20 mg 1 x 1 cap Oral

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Ondansentron 2 x 4 mg IV

Page 127: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

109 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-3:

Hemoglobin 9,7 g/dL Hemoglobin 9,0 g/dL Hemoglobin 9,7 g/dL

Leukosit 14,1 .103/uL Leukosit 10,3 .103/uL Leukosit 14,1 .103/uL

Hematokrit 29 % Hematokrit 28 % Hematokrit 29 %

Trombosit 434 .103/uL Trombosit 497 .103/uL Trombosit 434 .103/uL

Eritrosit 4,6 .103/uL Eritrosit 5,1 .103/uL Eritrosit 4,6 .103/uL

Basofil 0 % Basofil 0 % Basofil 0 %

Eosinophil 0 % Eosinophil 1 % Eosinophil 0 %

Batang 1 % Batang 3 % Batang 1 %

Segmen 44 % Segmen 64 % Segmen 44 %

Limfosit 45 % Limfosit 24 % Limfosit 45 %

Monosit 10 % Monosit 8 % Monosit 10 %

MCV 73 f

MC 25 Pg

MCHC 34 g/dL Widal Test Anti Dengue

SGOT 32 U/L Typhi O: 1/320 IgG: (+)

SGPT 25 U/L Paratyphi AO: 1/80 IgM: (+)

Albumin 5,1 Paratyphi CO: 1/160

Natrium 134 mmol/L Paratyphi BH: 1/80

Kalium 4,6 mmol/L

Kalsium 105 mmol/L Tubex Test

Score: 4

Pasien : 47

Jenis kelamin : L

Usia : 5 th

BB : 15 kg

Lama dirawat : 19/11/15 – 21/11/15 (3 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, febris dan anemia

Keluhan masuk : demam kurang lebih 4 hari SMRS, mual, BAB cair

warna coklat, batuk

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Lacto B 2 x 1 sach Oral

Zinc 1 x 20 mg Oral

Seftriakson 1 x 750 mg IV

Page 128: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

110 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-3:

Hemoglobin 13,4 g/dL Hemoglobin 12,9 g/dL Hemoglobin 13,5 g/dL

Leukosit 5,5 .103/uL Leukosit 6,8 .103/uL Leukosit 6,1 .103/uL

Hematokrit 38 % Hematokrit 37 % Hematokrit 38 %

Trombosit 35 .103/uL Trombosit 145 .103/uL Trombosit 189 .103/uL

Tubex Test

Score: 6

Pasien : 48

Jenis kelamin : P

Usia : 12 th

BB : 31 kg

Lama dirawat : 30/11/15 – 2/12/15 (4 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, DBD

Keluhan masuk

: demam kurang lebih 6 hari SMRS, mual, 1 hari

SMRS muncul kemerahan di seluruh tubuh, muntah,

lemas, pusing

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Parasetamol 3 x 250 mg Oral

Seftriakson 1 x 1500 mg IV

Page 129: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

111 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-3:

Hemoglobin 13,7 g/dL Hemoglobin 11,9 g/dL Hemoglobin 11,8 g/dL

Leukosit 4,8 .103/uL Leukosit 9,6 .103/uL Leukosit 6,8 .103/uL

Hematokrit 38 % Hematokrit 34 % Hematokrit 33 %

Trombosit 112.103/uL Trombosit 123 .103/uL Trombosit 111 .103/uL

Eritrosit 5,0 .103/uL Eritrosit 4,4 .103/uL

Basofil 0 % Basofil 0 %

Eosinophil 1 % Eosinophil 1 % Hari ke-4:

Batang 3 % Batang 1 % Hemoglobin 11,1 g/dL

Segmen 57 % Segmen 52 % Leukosit 10,0 .103/uL

Limfosit 17 % Limfosit 39 % Hematokrit 32 %

Monosit 4 % Monosit 7 % Trombosit 198 .103/uL

MCV 75 f MCV 77 f

MC 27 Pg MC 27 Pg

MCHC 36 g/dL MCHC 35 g/dL Widal Test

SGOT 183 U/L Typhi O: 1/80

SGPT 53 U/L Paratyphi BO: 1/80

Natrium 135 mmol/L Paratyphi CO: 1/320

Kalium 3,7 mmol/L Paratyphi CH: 1/80

Klorida 106 mmol/L

Pasien : 49

Jenis kelamin : L

Usia : 5 th

BB : 15 kg

Lama dirawat : 15/12/15 – 24/12/15 (10 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid, DBD, dan diare akut

Keluhan masuk

: demam kurang lebih 10 hari, mual, mencret, sakit

perut, lemas, BAB cair 3-4 kali sehari selama 3 hari

ada ampas

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

L-Bio 3 x 1 sach Oral

Zinc 1 x 20 mg Oral

Seftriakson 1 x 720 mg IV

Ranitidin 25 mg/mL 2 x 1 mL IV

Page 130: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

112 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(lanjutan)

Hasil Laboratorium

Hari ke-1: Hari ke-2: Hari ke-4:

Hemoglobin 9,8 g/dL Hemoglobin 11,5 g/dL Hemoglobin 11,4 g/dL

Leukosit 4,4 .103/uL Leukosit 4,8 .103/uL Leukosit 4,5 .103/uL

Hematokrit 29 % Hematokrit 34 % Hematokrit 33 %

Trombosit 146 .103/uL Trombosit 158 .103/uL Trombosit 368 .103/uL

Eritrosit 3,6 .103/uL

Basofil 0 %

Eosinophil 1 % Hari ke-3: Widal Test

Batang 2 % Hemoglobin 10,5 g/dL Typhi O: 1/80

Segmen 27 % Leukosit 4,3 .103/uL Paratyphi BO: 1/160

Limfosit 61 % Hematokrit 31 % Paratyphi CO: 1/80

Monosit 9 % Trombosit 165 .103/uL

MCV 82 f

MC 28 Pg

MCHC 33 g/dL

Pasien : 50

Jenis kelamin : L

Usia : 10 th

BB : 26.5 kg

Lama dirawat : 21/12/15 – 26/12/15 (6 hari)

Riw. Penyakit :

Diagnosa masuk : demam tifoid

Keluhan masuk

: demam naik-turun kurnag lebih 2 minggu SMRS,

batuk, mual, 1 hari SMRS menggigil, nafsu makan

menurun

Kondisi keluar : sembuh

Terapi Obat

Apyalis 1 x 1 cth Oral

Ambroksol 15 mg/5 mL 3 x 1 cth Oral

Parasetamol drip 250 mg IV

Seftriakson 1 x 1000 mg IV

Dexametason 3 x 4 mg IV

Page 131: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

113 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 2 Data Obat

No Golongan Obat Jenis Obat Frekuensi Persentase (%) Dosis Standar per Hari

1 Antiinfeksi

1.1 Antibiotik Sefalosporin Seftriakson Anak dengan BB <50 kg: 20 - 80 mg/kg BB satu kali

sehari. Maksimum: 80 mg/kg BB/hari.

Anak dengan BB ≥50 kg: 1 - 2 g satu kali sehari.

Maksimum: 4 g/hari dalam 2 dosis terbagi.

Sefotaksim Anak dengan BB <50kg: 100 - 200 mg/kg BB/hari

diberikan dalam 3-4 dosis terbagi

Anak dengan BB ≥50kg: 1 - 2 g setiap 6 - 8 jam

Maksimum: 12 g/hari

Sefuroksim 75 - 150 mg/kg BB/hari dalam 3 dosis terbagi.

Maksimum: 6 g/hari

1.2 Antibiotik

Aminoglikosida

Gentamisin 2 - 2.5 mg/kg BB/hari setiap 8 jam

Maksimum: 120 mg/hari

1.3 Antibiotik Beta Laktam

Golongan Lain

Meropenem 20 mg/kg BB/dosis setiap 8 jam

Maksimum: 1 g/hari

1.4 Antivirus Methisoprinol 50 mg/kg BB/hari dalam 3 - 4 dosis terbagi.

Maksimal: 100 mg/kg BB/hari dalam 4 - 5 dosis terbagi

2 Obat Gastrointestinal

2.1 PPI (Proton Pump

Inhibitor

Omeprazol 20 - 40 mg satu kali sehari

Pantoprazol 20 mg satu kali sehari

2.2 Antihistamin AR-H2 Ranitidin 2 - 4 mg/kg BB/hari dua kali sehari.

Maksimal: 200 mg/hari

2.3 Antagonis Reseptor 5-

HT3

Ondansetron 0,15 – 0,3 mg/kg BB/hari

Maksimum: 8 mg/hari

Page 132: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

114 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4 Antidiare Lacto B 3 x 1 sachet/hari diberikan bersama makanan

3 Kortikosteroid Deksametason Anak 1 - 5 thn: 0.25 - 1 mg/hari

Anak 6 - 12 thn: 0.25 - 2 mg/hari

Maksimum: 16 mg/hari

Metilprednisolon 1 - 2 mg/kg BB/hari dalam 2 dosis terbagi

Maksimum: 60 mg/hari

4 Antihistamin Setirizin Anak 2 - 5 thn: 5 mg satu kali sehari

Anak 6 - 12 thn: 5 - 10 mg satu kali sehari

CTM (Chlorpheniramin

Maleat)

Anak 2 - 5 thn: 1 mg setiap 4 - 6 jam.

Maksimum: 6 mg/hari

Anak 6 - 12 thn: 2 mg setiap 4 - 6 jam.

Maksimum: 12 mg/hari

5 Analgesik, Anti-inflamasi

dan Antipiretik

Parasetamol 10 - 15 mg/kg BB/dosis setiap 4 - 6 jam bila perlu.

Tidak lebih dari 5 dosis dalam 24 jam

6 Ansiolitik, Sedatif

Hipnotik dan Antipsikotik

Diazepam 1 mg/kg BB/hari dalam 3 dosis terbagi

Maksimum: 10 mg/hari

7 Antiepilepsi Asam Valproat 10 - 15 mg/kg BB/hari dalam 2 - 4 dosis terbagi

Maksimum: 60 mg/kg BB/hari

8 Mukolitik Ambroksol Anak 2 - 5 thn: 2 - 3 kali 7,5 mg/hari

Anak 6 - 12 thn: 2 - 3 kali 15 mg/hari

9 Bronkodilator dan

Antiasma

Seretide 2 kali inhalasi seretide inhaler 50 atau 125

Page 133: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

115 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

10 Vitamin dan Mineral Ferris Anak 2-6 thn: 2,5 mL/hari

Anak 7-12 thn: 5 mL/hari

Zinc Sulfat 20 mg satu kali sehari

Apyalis Anak 2-5 thn: 1 x 1 cth/hari

Anak >5 thn: 2 x 1 cth/hari

Page 134: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

116 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 3 Penilai1an DRPs yang Dialami Pasien Demam Tifoid Anak di Rumah

Sakit Umum Kota Tangerang Selatan

NP Penilaian DRPs

KTPO DK DL ITO OTI IO

1 0 1 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 1 1

5 0 0 1 0 0 0

6 0 1 0 0 0 0

7 0 0 0 0 0 0

8 0 0 0 0 0 0

9 0 0 1 0 0 0

10 0 0 0 0 0 0

11 0 1 0 0 0 0

12 0 0 0 0 0 0

13 0 0 0 0 0 0

14 0 0 0 0 0 0

15 0 0 0 1 0 0

16 0 0 0 0 0 0

17 0 1 0 0 0 0

18 0 0 0 0 0 0

19 0 0 1 0 0 0

20 0 0 0 0 0 0

21 0 1 0 0 0 1

22 0 0 0 0 0 0

23 0 0 0 0 0 0

24 0 1 0 0 0 0

25 0 0 0 0 0 0

26 0 0 0 1 0 0

27 0 0 0 0 0 0

28 0 0 0 0 0 0

29 1 0 0 0 0 1

30 0 0 0 0 0 0

31 0 0 0 0 0 0

32 0 0 1 0 0 0

33 0 1 0 0 0 0

34 0 1 0 0 0 0

35 0 1 0 0 0 0

36 0 0 0 0 0 0

37 0 0 0 0 0 0

38 0 0 0 0 0 0

39 0 0 0 0 0 0

40 0 1 0 0 0 0

41 0 0 0 0 0 0

42 0 0 1 0 0 0

43 0 1 0 0 0 0

44 0 0 0 0 0 0

45 0 0 0 0 0 0

46 0 0 0 0 0 0

47 0 1 0 1 0 0

48 0 0 0 0 0 0

49 0 0 0 0 0 0

50 0 0 0 0 0 0

Keterangan:

NP: nomor pasien

KTPO: ketidaktepatan

pemilihan obat

DK: dosis obat kurang

DL: dosis obat lebih

ITO: indikasi tanpa obat

OTI: obat tanpa indikasi

IO: interaksi obat

Page 135: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

117 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 4 Kejadian Dosis Obat Kurang

NP Umur/

BB Nama Obat Dosis Standar Dosis Pakai Ket Sumber

1 5/17 Methisoprinol

(oral)

50 mg/kgBB/

hari (T = 850

mg/hari)

3 x 125 mg

(T = 375

mg/hari)

Dosis

rendah

ADIS Drug

Information

Services

6 7/55 Methisoprinol

(oral)

50 mg/kgBB/

hari (T = 2750

mg/hari)

3 x 125 mg

(T = 375

mg/hari)

Dosis

rendah

ADIS Drug

Information

Services

Ranitidin

(i.v)

2 x 2 - 4

mg/kgBB

(T = 220 - 240

mg/ hari)

2 x 50 mg

(T = 100

mg/hari)

Dosis

rendah

Paediatric Dosage

Handbook,

11 7/22 Ambroksol

(oral)

2 - 3 x 15 mg/

hari (T = 30-

45 mg/hari)

3 x 7,5 mg

(T = 22,5 mg)

Dosis

rendah

MIMS

2015/2016, Drug

Discovery Case

History

17 2/9 Methisoprinol

(oral)

50 mg/kgBB/

hari (T = 450

mg/hari)

3 x 125 mg

(T = 375

mg/hari)

Dosis

rendah

ADIS Drug

Information

Services

21 6/24 Lacto B

(oral)

3 x 1 sachet 1 x 1 sachet Dosis

rendah

MIMS 2015/2016

24 8/19,5 Methisoprinol

(oral)

50 mg/kgBB

/hari (T = 975

mg/hari)

3 x 250 mg

(T = 750

mg/hari)

Dosis

rendah

ADIS Drug

Information

Services

33 2/10 Lacto B

(oral)

3 x 1 sachet 2 x 1 sachet Dosis

rendah

MIMS 2015/2016

34 10/24 Methisoprinol

(oral)

50 mg/kgBB/

hari (T = 1200

mg/hari)

3 x 250 mg

(T = 750

mg/hari)

Dosis

rendah

ADIS Drug

Information

Services

35 7/24 Methisoprinol

(oral)

50 mg/kgBB/

hari (T = 1200

mg/hari)

3 x 250 mg

(T = 750

mg/hari)

Dosis

rendah

ADIS Drug

Information

Services

40 12/23 Lacto B

(oral)

3 x 1 sachet 2 x 1 sachet Dosis

rendah

MIMS 2015/2016

43 7/21 Lacto B

(oral)

3 x 1 sachet 2 x 1 sachet Dosis

rendah

MIMS 2015/2016

47 5/15 Lacto B

(oral)

3 x 1 sachet 2 x 1 sachet Dosis

rendah

MIMS 2015/2016

Ket: T: total

Page 136: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

118 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 5 Kejadian Dosis Obat Lebih

NP Umur/

BB Nama Obat Dosis Standar Dosis Pakai Ket Sumber

5 11/32,

5

Ondansetron

(i.v)

0,15 - 0,3

mg/kgBB/hari

Max: 8 mg/hari

2 x 8 mg

(T = 16

mg/hari)

Dosis

berlebih

Paediatric Dosage

Handbook, NICE,

AP&T

Alimentary

Pharmacology

and Therapeutics

9 6/20 Seftriakson

(i.v)

1 x 20 - 80

mg/kgBB/hari

(T = 400-1600

mg/hari)

Max: 80

mg/kgBB/hari

1 x 2000 mg

(T = 2000

mg/hari)

Dosis

berlebih

Paediatric Dosage

Handbook

19 11/35 Ondansetron

(i.v)

0,15 - 0,3

mg/kgBB/hari

Max: 8 mg/hari

3 x 8 mg

(T = 24

mg/hari)

Dosis

berlebih

Paediatric Dosage

Handbook, NICE,

AP&T

Alimentary

Pharmacology

and Therapeutics

32 8/20 Ondansetron

(i.v)

0,15 - 0,3

mg/kgBB/hari

Max: 8 mg/hari

3 x 4 mg

(T = 12

mg/hari)

Dosis

berlebih

Paediatric Dosage

Handbook, NICE,

AP&T

Alimentary

Pharmacology

and Therapeutics

42 12/35 Meropenem

(i.v)

3 x 10 - 20

mg/kgBB/hari

Max: 1000

mg/hari

3 x 1000 mg Dosis

berlebih

Paediatric Dosage

Handbook

Ket: T: total

Page 137: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

119 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Lampiran 6 Kejadian DRPs Interaksi Obat

NP Terapi Obat Interaksi

Obat (IO) Mekanisme IO Jenis IO

DRPs

IO

1 Metisoprinol 0

Parasetamol

Seftriakson

Ranitidine

Ondansentron

2 Seftriakson 0

Deksametason

Parasetamol

3 Parasetamol 0

Seftriakson

Ondansentron

4 Parasetamol

Metisoprinol

Diazepam

Asam valproat

Seftriakson

Deksametason

Parasetamol -

Diazepam

Diazepam

menurunkan kadar

parasetamol dengan

cara meningkatkan

metabolisme.

Peningkatan

metabolisme

parasetamol dapat

meningkatkan level

hepatotoksik

metabolit

parasetamol

Farmakokinetik -

Minor

1

Parasetamol

– Asam

Valproat

Diazepam

menurunkan kadar

parasetamol dengan

cara meningkatkan

metabolisme.

Peningkatan

metabolisme

parasetamol dapat

meningkatkan level

hepatotoksik

metabolit

parasetamol

Farmakokinetik -

Minor

Diazepam -

Deksametaso

n

Deksametason

meningkatkan

kadar atau efek dari

diazepam dengan

cara mempengaruhi

enzim CYP3A4

Farmakokinetik -

Minor

Diazepam –

Asam

Valproat

Asam valproate

meningkatkan

kadar diazepam

dalam darah

dengan cara

menghambat

metabolisme

diazepam

Farmakokinetik -

Moderat

Page 138: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

120 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

5 Seftriakson 0

Parasetamol

Ondansentron

Ranitidine

6 Metisoprinol 0

Seftriakson

Ranitidine

7 Antasid

Seftriakson

Ranitidine

0

8 Parasetamol 0

Seftriakson

9 Parasetamol 0

Seftriakson

Ranitidine

10 Parasetamol 0

Seftriakson

Ranitidine

11 Ambroksol 0

Seftriakson

Pantoprazol

12 Parasetamol 0

Seftriakson

Ranitidine

13 Parasetamol 0

Puyer batuk

Seftriakson

14 Ambroksol 0

Seftriakson

Ondansentron

Parasetamol

15 Parasetamol 0

Seftriakson

16 Parasetamol 0

Setirizim

CTM

Seftriakson

17 Parasetamol 0

Metisoprinol

18 Seftriakson 0

Ondansentron

Parasetamol

19 Seftriakson 0

Ranitidine

Ondansentron

20 Parasetamol 0

Ambroksol

Puyer batuk

Ferris

Ranitidine

Seftriakson

Page 139: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

121 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

21 Puyer batuk

Parasetamol

Zircum

Lacto B

Setirizin

Gentamisin

Sefotaksim

Sefotaksim -

Gentamisin

Gentamisin

meningkatkan efek

nefrotoksik dari

sefotaksim

Unknown -

Moderat

0

22 Parasetamol 0

Seftriakson

Deksametason

23 Seftriakson 0

Ondansentron

Parasetamol

24 Metisoprinol 0

Seftriakson

Ranitidine

Parasetamol

Ondansentron

Deksametason

25 Ambroksol 0

Parasetamol

Oralit

Puyer batuk

Seftriakson

Ondansentron

26 Parasetamol 0

Metilprednisol

on

Seftriakson

27 Parasetamol 0

Seftriakson

Ondansentron

28 Seftriakson 0

Ondansentron

29 Diazepam

OAT

(isoniazid,

pyrazinamide,

rifampin)

Ambroksol

Methisoprinol

Tiamfenikol

Seftriakson

Parasetamol

Dexametason

Fluconazole

Meropenem

Diazepam -

Parasetamol

Diazepam

menurunkan kadar

parasetamol dengan

cara meningkatkan

metabolisme.

Peningkatan

metabolisme

parasetamol dapat

meningkatkan level

hepatotoksik

metabolit

parasetamol

Farmakokinetik -

Minor

1

Parasetamol -

Isoniazid

Isoniazid mungkit

meningkatkan efek

hepatotoksisitas

dari parasetamol

dengan cara

menginduksi enzim

Farmakokinetik -

Moderat

Page 140: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

122 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

CYP2E1 sehingga

metabolisme

parasetamol

meningkat

Diazepam -

Isoniazid

Isoniazid

menurunkan

bersihan diazepam.

Mekanisme:

isoniazid sebagai

penghambat enzim

sehingga

metabolisme

diazepam menurun

Farmakokinetik -

Moderat

Parasetamol -

Rifampin

Rifampin

meningkatkan

metabolisme

parasetamol

sehingga dapat

meningkatkan efek

hepatotoksitas

Farmakokinetik -

Minor

Diazepam -

Rifampin

Rifampin

meningkat

metabolism dan

bersihan diazepam.

Mekanisme:

rifampin bekerja

sebagai

penginduksi enzim

hati

Farmakokinetik -

Minor

30 Parasetamol 0

Omeprazol

Seftriakson

Ranitidine

Ondansentron

Meropenem

Ambroksol

31 Parasetamol 0

Ambroksol

Seftriakson

32 Parasetamol 0

Seftriakson

Ondansentron

33 Parasetamol 0

Lacto B

Zinc

Seftriakson

Ranitidine

34 Metisoprinol 0

Seftriakson

35 Metisoprinol 0

Parasetamol

Seftriakson

Page 141: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

123 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

36 Parasetamol 0

Seftriakson

Ondansentron

Ranitidine

37 Sefuroksim 0

Gentamisin

Seftriakson

Parasetamol

38 Ambroksol 0

Setirizin

Seretide

(Salmeterol–

Fluticason)

Seftriakson

Parasetamol

Ranitidine

Deksametason

39 Ambroksol 0

Seftriakson

Ondansentron

Parasetamol

40 Lacto B 0

Zircum

Seftriakson

Parasetamol

41 Ambroksol 0

Seftriakson

Parasetamol

Ondansentron

42 Dexipenem 0

Parsetamol

43 Lacto B 0

Zinc

Seftriakson

Deksametason

Parasetamol

Ondansentron

Ranitidine

44 Parasetamol 0

Seftriakson

45 Parasetamol 0

Seftriakson

46 Parasetamol 0

Puyer batuk

Omeprazol

Seftriakson

Ondansentron

47 Lacto B 0

Zinc

Seftriakson

48 Parasetamol 0

Seftriakson

Page 142: UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA IDENTIFIKASI DRUG …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32403/1/ROULI... · uin syarif hidayatullah jakarta . identifikasi drug related

124 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

49 L - Bio 0

Zinc

Parasetamol

Ranitidine

Seftriakson

50 Apyalis 0

Ambroksol

Seftriakson

Parasetamol

Deksametason