uas audience 2.0
TRANSCRIPT
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 1/15
1
Tugas UJIAN AKHIR SEMESTER
Mata Kuliah Kajian Teoritik
Program Pascasarjana Ilmu Komunikasi dan Media
FISIPOL UGM 2011
Oleh : Lisa Lindawati (4044)
AUDIENCES STILL ALIVE
(Pergeseran Konsep Audiens di Era New Media)
ABSTRAKSI
Kehadiran new media membawa tantangan tersendiri bagi kajian media. William Merrin
(2009) menawarkan sebuah wacana mengenai perlunya mengembangkan media studies
2.0 sebagai pengganti media studies 1.0. Salah satu yang menjadi perhatian dari media
studies 2.0 adalah perubahan konsep audiens. Merrin menganggap bahwa konsep
audiens yang dipahami pada media studies 1.0 sudah tidak mampu lagi
menggambarkan ataupun menjelaskan fenomena new media. Tulisan ini mencoba
untuk mendeskripsikan ‘nasib audiens’ di era new media, terkait dengan dua pilihan,
bahwa audiens menurut pemahaman lama sudah tidak hidup lagi. Atau, sebenarnya
audiens masih hidup tetapi mengalami ‘nasib’ yang berbeda.
PENDAHULUAN
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi membawa tantangan bagi kajian media. Hal
ini dikarenakan perkembangan tersebut mampu melahirkan bentuk media baru, yang sering
disebut dengan new media. Kehadiran media baru ini membawa perubahan pada proses
produksi, distribusi, dan konsumsi pesan media. Proses yang selama ini dipahami berjalan linear
berubah menjadi lebih kompleks.
Salah satu poin yang kentara dalam perubahan pola tersebut adalah dikotomi antara sender dan receiver , yang selama ini dipahami sebagai organisasi media (sender) dan audiens
(receiver). Saat ini, hubungan satu arah antara media dengan audiens menjadi pengertian yang
terlalu sederhana. Hal ini disebabkan perkembangan teknologi yang memungkinkan
interaktivitas komunikasi antara sender-receiver . Bahkan, pada media interaktif, perbedaan
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 2/15
2
antara sender-receiver , media-audiens, menjadi sulit untuk dipetakan. Saat ini, setiap orang
mempunyai kesempatan untuk memproduksi pesan atau informasi melalui media. Partisipasi
aktif individu dalam media menjadikan kontrol informasi tidak lagi menjadi hak pemilik media.
Fenomena ini membawa tantangan berat bagi audiens yang selama ini dipahami sebagai
receiver pesan media. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah, apakah konsep audiens masih
‘berlaku’ dalam era new media? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, tulisan ini mencoba
menyusun argumennya dengan memperhatikan pada dua hal. Pertama, karakter yang melekat
pada audiens. Kedua, relasi antara audiens dengan media yang pada awalnya dipahami sebagai
sender dan receiver .
Langkah pertama adalah dengan memaparkan perkembangan konsep audiens dalam kajian
media. Penelusuran historis menjadi salah satu strategi untuk menjelaskan. Berikutnya, penulis
akan memaparkan mengenai perubahan yang terjadi terhadap audiens terkait dengan
perkembangan teknologi. Dalam pemaparan ini, penulis mencoba untuk mengidentifikasi
penyebab dan bentuk dari perubahan tersebut. Penulis mencoba menggali lebih dalam pada
aspek ekonomi media yang menempatkan audiens sebagai ‘ wageless labour ’ . Sebagai penutup,
penulis memberikan rekomendasi untuk memikirkan ulang mengenai pentingnya perubahan
konsep audiens dalam kajian media. Menurut pemahaman penulis, audiens media masih hiduptetapi mempunyai peran yang berbeda. Bukan hanya sebagai receiver pasif tetapi justru
menjadi ‘pekerja’ aktif bagi pemilik media.
PERKEMBANGAN KONSEP AUDIENS
Pada awalnya, konsep audiens didefinisikan secara sederhana. “Audience simply refers to the
readers of, viewers of, listenerts to one or other media channel or of this or that of type of
content or performance” . (Mc Quail, 1997). Untuk memberikan gambaran lebih jelas mengenai
term ‘audience’ , berikut dijelaskan oleh McQuail mengenai perkembangan konsep audiens yang
berjalan beriring dengan perkembangan media.
Audiens muncul pertama kali pada masa Yunani, dimana ada pertunjukkan teater atau
pertunjukan musikal. Beberapa karakter audiens pada masa itu antara lain, (1) penonton atau
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 3/15
3
pendengar yang terorganisir dan terencana, seperti juga pertunjukkan itu sendiri; (2)
pertunjukkan yang menghadirkan audiens bersifat publik dan popular; (3) sekuler, untuk
membedakan dengan event keagamaan yang juga menghadirkan orang dalam jumlah besar; (4)
voluntary , dimana individu melakukan sesuatu berdasarkan pilihan dan keinginan; (5) spesifik
pada penulis, penampil, atau spektator tertentu; (6) Physical locatedness, dimana kehadiran
audiens maupun performer bersifat fisik dalam ruang dan waktu yang sama.
Pengertian audiens berkembang pada era perkembangan media cetak. Dalam masa ini, audiens
dipahami sebagai pembaca ‘setia’ media cetak tertentu. Dalam konteks ini, audiens terpisah
secara ruang dan waktu dengan produsen media maupun dengan audiens lainnya. Hal yang
menyatukan audiens media cetak adalah preferensi media yang sama. Konsep ini kembali
berkembang seiring dengan kehadiran media elekronik, terutama Film. Kehadiran Film
mengembalikan konsep audiens seperti pada awal kemunculannya, yaitu keterikatan ruang dan
waktu antara audiens dengan performer (dalam hal ini penayangan film). Perkembangan ini
melahirkan konsep ‘mass audience’ yang merujuk pada pengertian penerimaan pesan yang
sama oleh individu dalam jumlah besar. Perbedaan dengan audiens teater adalah, tidak ada
interaksi langsung antara audiens dengan performer, “the main difference from the theater was
that there was no live performance (aside from the musical accompaniment) and the show was
always and everywhere the same”(McQuail, 1997). Selanjutnya, pengertian audiens kembali
bergeser seiring dengan kemunculan media elektronik seperti televisi dan radio. Audiens
dipahami beradasarkan teknologi yang digunakan, dimana audiens didefinisikan sebagai
individu-individu yang mengakses alat resepsi pesan tertentu.
Kemunculan konsep audiens sangat terkait erat dengan perkembangan komunikasi massa,
dimana media (komunikasi massa) tersebut melahirkan apa yang disebut dengan ‘mass
audiences’ . Mosco and Kaye (2000: 33 dikutip oleh Napoli, 2008) ‘the term audience has over
time become embedded within the literature of mass communication studies’. Wright (1960
dikutip oleh Napoli, 2008) menekankan tiga elemen penting dari komunikasi massa. (1) konten
berskala luas, heterogen, dan mempunyai audiens yang anonim; (2) konten ditransmisikan
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 4/15
4
secara luas dan mencapai audiens secara serentak; (3) komunikator tergabung dalam
organisasi yang kompleks dan melibatkan biaya besar dalam produksi kontennya.
Terkait dengan karakter media massa tersebut, McQuail membedakan konsep mass dengan
group, crowd , dan public. Dalam pengertian McQuail, group adalah sekumpulan orang-orang
dimana diantara mereka mengetahui satu sama lain dan berinteraksi dalam konteks sosial
tertentu. Anggota group juga mempunyai kesadaran akan keanggotaan mereka dan
mempunyai sebuah nilai bersama. Struktur dari group relatif jelas dan bertahan dalam jangka
waktu lama. Berbeda dengan group, keanggotaan crowd bersifat temporer dan tidak mengikat.
Komposisinya tidak stabil dan terus berubah. Crowd disatukan oleh suatu perhatian yang
sifatnya spontan. Sedangkan public didefinisikan oleh McQuail sebagai kelompok individu yang
identik dengan kepentingan politik tertentu. Mereka berkumpul untuk membahas sebuah isu
publik tertentu, dengan mengutarakan opini, kepentingan, kebijakan, atau tujuan tertentu
untuk membuat suatu perubahan.
Berbeda dengan ketiga definisi tersebut, mass merupakan kumpulan orang yang besar, dimana
keanggotaannya tidak bisa diidentifikasi dengan jelas, dan tidak mempunyai akar atau awal
yang bisa diprediksi. Anggota dalam mass tidak mengenai satu dengan yang lainnya. Namun,
mereka disatukan oleh suatu objek atau kepentingan tertentu yang berada diluar lingkunganatau kontrol dari masing-masing individu. Karakter tersebut mempunyai kesamaan dengan
konsep audiens yang sudah dijelaskan sebelumnya, yaitu (1) mencakup jumlah orang yang
besar; (2) tidak saling mengenal satu sama lain; (3) komposisinya mudah berubah dan kurang
dapat diidentifikasi, terdistribusi, dan heterogen; (4) digerakkan oleh suatu norma atau
peraturan tertentu; (5) tidak ada aksi yang sifatnya individual, tetapi terpengaruh oleh kondisi
diluar dari individu itu sendiri.
Hal senada diungkapkan sebelumnya oleh Eliot Freidson (1953 dikutip oleh Napoli, 2008) yang
memetakan 4 poin utama definisi mass audience. (1) heterogen; (2) terdiri dari individu yang
tidak mengenal satu sama lain; (3) anggotanya terpisah secara ruang; (4) tidak mempunyai
pemimpin yang jelas dan pengorganisasian yang relatif longgar.
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 5/15
5
Selain memahami audiens sebagai mass, McQuail juga memberikan alternatif pemahaman.
Pertama, audiens sebagai mass seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Kedua, audiens
sebagai group dimana anonimitas yang dipahami pada pengertian mass dianggap tidak berlaku.
Pemahaman audiens sebagai mass berhadapan dengan beberapa keberatan. Menyebut
audiens sebagai mass mencerminkan depersonalisasi, irrasional, manipulasi, dan penurunan
budaya atau standar moral. Namun, permasalahan ini sebenarnya bukan pada penyebutannya
tetapi pada asumsi yang mendasari dalam melihat audiens. “The real pr oblem was not the
existence of the “masses”, but the tendency to treat people as if they were masses” (Williams,
1961 dikutip oleh McQuail, 1997 : 7). Keberatan terhadap pengertian audiens sebagai mass
memunculkan asumsi baru yang meilhat audiens sebagai group. Dalam konteksnya sebagai
group, audiens dianggap tidak sepenuhnya dapat dimanipulasi oleh media. Audiens mempunyaikekuatan untuk memilih dan menyaring pesan yang mereka peroleh dari media. Selain itu,
audiens juga tidak dianggap sepenuhnya anonim, tetapi sebagai sebuah kesatuan yang terikat
dalam konteks sosial psikologis tertentu. Peran opinion leader dan pengaruh dari lingkungan
menjadi salah satu penghambat pengaruh media secara langsung.
Ketiga, audiens sebagai market, yang lebih mengarah pada kepentingan ekonomi pemilik
media. Hal ini berkembang seiring dengan perkembangan industri media yang mengarah pada
profit. Dengan mekanisme berlangganan maupun dengan sistem penghitungan rating, concern
kajian audiens mengarah pada media consumption daripada media reception. Pengertian Ketiga
ini akan menjadi salah satu basis pengembangan argumen untuk menjelaskan fenomena
audiens pada era new media.
Selain memahami dari karakter dalam tubuh audiens itu sendiri, audiens dapat dipahami pula
dari hubungan antara sender-receiver . Hal ini terkait kemunculan audiens yang identik dengan
media massa, seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Jika audiens muncul karena adanya
media massa, otomatis pengertian audiens dapat dihubungkan dengan relasi antara audiens
dengan media itu sendiri.
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 6/15
6
McQuail memaparkan paling tidak ada tiga bentuk relasi antara audiens dengan media.
Pertama, audience as target , yang merujuk pada pengertian bahwa audiens adalah tujuan akhir
dari proses penyampaian pesan. Komunikasi antara media dan audiens berjalan searah.
“The audience cannot easily talk back to the producers and senders of mass media
message. The communicative relationship involve is typically calculative and nonmoral,
with no real commitment or attachment on either side. There is also often a large social
distance between a more powerful, expert, or prestigeful media source and the audience
member.” (McQuail, 1997)
Kedua, audience as participants. Merujuk pada pengertian Carey (1975 dikutip oleh McQuail),
komunikasi adalah proses sharing dan partisipasi untuk meningkatkan communality antara
sender-receiver , bukan hanya sekedar berdasarkan pada kepentingan sender . Ketiga, Audience
as spectators, dimana sender tidak mempunyai tendensi spesifik kepada audiens. Sender hanya
bermaksud mendapatkan atensi dari audiens. ”S pectatorship is temporary but not deeply
involving. It implies no ‘transfer meaning’ or sharing or deepening of ties between sender and
receiver” (Elliott, 1972 dikutip oleh McQuail, 1997 : 42). Model ketiga ini tidak terlalu populer
dalam kajian media.
Ketiga bentuk hubungan antara media dan audiens menunjukkan bahwa audiens tidak dapat
diartikan secara sederhana sebagai receiver pesan media. Sehingga, konsep audiens masih
mempunyai peluang untuk berkembang dalam era new media. Konsep audiens sebagai
partisipan menjadi salah satu konsep awal yang dapat membantu menjelaskan fenomena
tersebut. Pada pemaparan berikutnya, akan dijelaskan mengenai perubahan audiens dan
kemampuan konsep audiens bermetamorfosis dalam menangkap fenomena terkini.
PERUBAHAN AUDIENS
Berikut ini adalah beberapa dimensi pokok dari Audiens (McQuail, 1997 : 150) yang dapat
menjadi landasan untuk melihat perubahan bentuk audiens di era new media. (1) Degree of
activity or passivity ; (2) Degree of interactivity and interchangeability ; (3) Size and Duration; (4)
Locadness in space; (5) Group Character (Social/cultural identity); (6) Simultaneity of contact
with source; (7) Heterogeneity of composition; (8) Social relations between sender and receiver ;
(9) Message vs social/behavioural definition of situation ; (10) Degree of social presence; (11)
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 7/15
7
Sociability of context of use. Tulisan ini tidak akan membahas dengan detail perubahan yang
terjadi pada kesebelas dimensi tersebut. Penulis akan fokus pada beberapa elemen saja,
terutama pada relasi antara sender dan receiver .
Pada pemaparan ini akan dijelaskan tiga poin penting terkait dengan perubahan audiens.
Pertama, penyebab dan bentuk perubahan yang terjadi. Pemaparan ini untuk memetakan
penyebab primer dan sekuder perubahan yang terjadi pada audiens. Selain itu, akan dijelaskan
pula mengenai bentuk-bentuk perubahan yang terjadi, dimana bentuk perubahan tersebut
berimplikasi pada karakter dan relasi dengan media, yang akan dijelaskan pada poin berikutnya.
Kedua, implikasi pada karakter audiens di era new media terkait dengan relasi antara pemilik
media (yang dipahami sebagai sender ) dan audiens (yang dipahami sebagai receiver ).
Faktor Pendorong
Faktor yang dianggap dominan mendorong perkembangan media adalah teknologi. Teknologi
dianggap menjadi salah satu sumber perubahan. Namun, perubahan tersebut juga didorong
oleh faktor sosial ekonomi. Paling tidak ada dua perubahan seiring dengan perkembangan
teknologi dan kapitalisme global. Pertama, kapasitas dan volume informasi yang semakin
meningkat memberikan lebih banyak pilihan kemungkinan bagi audiens. Kedua, perubahan
yang sifatnya kualitatif, yaitu munculnya fleksibilitas penggunaan media dan kontrol ada di
tangan audiens
Kehadiran new media membawa perubahan pada pemahaman terhadap audiens. McQuail
menyampaikan empat perubahan penting yang mempengaruhi audiens. Pertama,
perkembangan teknologi satelit memungkinkan transmisi pesan yang lebih luas dan lebih
beragam. Hal ini meningkatkan pilihan masyarakat terhadap media. Kedua, perkembangan
teknologi rekaman menggeser time control dari media kepada audiens. Ketiga,
transnasionalization of television melahirkan worldwide audiences. Keempat, interaktivitas
yang ditawarkan oleh computer based system memungkinkan pengguna media melakukan
kontrol terhadap lingkungan informasi. Teknologi ini dianggap mampu menyeimbangkan peran
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 8/15
8
receiver dan sender dalam kontrol pesan. Selain itu, kehadiran teknologi baru ini melahirkan
audiens yang terfragmentasi.
Sonia Livingstone (1999) memaparkan beberapa hal baru yang ditawarkan oleh new media
terkait dengan audiens. Pertama, multiplication of personally owned media. Kecenderungan ini
lebih mengarah pada perubahan sosial dibandingkan dengan perubahan teknologi. Kedua,
diversifikasi bentuk dan konten media. Ketiga, convergence forms of information service.
Keempat, interactive communication
Berikut ini beberapa bentuk relasi antara media dengan audiens dalam era new media
(McQuail, 1997).
Tabel 1.Bentuk relasi antara media dengan audiens
Control Of Information Store
Control of time and
subject
Central Individual
Central ALLOCUTION REGISTRATION
Individual CONSULTATION CONVERSATION
Pertama, Allocution adalah bentuk relasi seperti pada traditional media, dimana kontrol ada di
tangan sender . Model ini mempunyai karakter terbatasnya kemungkinan ‘feedback’ dan
komunikasi antara sender-receiver . Komunikasi berjalan satu arah (one-way communication)
Kedua, Consultation,individu mempunyai kesempatan untuk memilih pesan yang sesuai dengan
kepentingan dan kenyamanan. Hanya saja, pilihan tersebut terbatas pada pilihan yang
disediakan oleh sender . Secara umum model consultation membebaskan individu untuk
membuat ‘menu informasi’nya sendiri, sehingga dengan demikian sulit untuk membentuk
sebuah shared experiences dari audiens.
Ketiga, Conversation, dapat terjadi pada computer based interactive system, dimana peran
sender-receiver sulit untuk dibedakan. Model ini memungkinkan keterlibatan dan ‘feedback’
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 9/15
9
dalam skala yang luas. Dalam pengertian ini, McQuail mengatakan “these are not really
audiences, but they are sets of media users” (1997 : 39). Model ini merupakan model yang
paling tepat untuk menggambarkan kecenderungan terkini.
Keempat , Registration, individu mempunyai kontrol dalam information storage, namun tetap
ada di bawah pengawasan dan kontrol dari sender . Penggunaan ‘ people meter’ menjadi salah
satu contoh model ini. Model ini memungkinan membentuk private audiences dan private
exchange dalam akses informasi.
Kehadiran new media juga secara signifikan membawa perubahan pola produksi, distribusi,
maupun konsumsi pesan. Lebih jauh lagi, kehadiran teknologi baru ini dianggap ‘mengancam’
eksistensi dari media massa, yang berpengaruh pada eksistensi audiens. “The concept of mass
medium is equally threatened, because no one will be obliged to accept the same package of
information at the same time as anyone else” (McQuail, 1997). Seperti telah disinggung
sebelumnya bahwa kemunculan audiens sangat erat kaitannya dengan perkembangan media
massa. Sehingga, ketika media massa menghadapi krisis, otomatis pengertian audiens juga ada
di ‘persimpangan jalan’. “without a mass medium there is no single, collective, audience – only
chance similiarities of patterns of media use” ( McQuail, 1997)
Akibat lain yang dimunculkan oleh new media terhadap media massa adalah berkurangnya
peran institutional communicator dalam kontrol informasi. Napoli (2008) menyebutnya dengan
‘de-institutionalization of mass communication’ (Napoli, 2008). Fenomena ini disebabkan
semakin terbuka lebar kesempatan bagi setiap individu untuk membentuk medianya sendiri
dan memproduksi pesannya sendiri. Sehingga, peran organisasi media semakin terpinggirkan,
meskipun belum berarti hilang. Eksistensinya tetap bertahan di tengah masyarakat. Hanya saja,
tidak lagi dapat mendominasi informasi yang mengalir dalam masyarakat. “the traditional
institutional communicator is now of marginal relevance to the concept of mass
communication, only that it has no status of exclusivity within the concept”. (Napoli, 2008)
Ada tiga komponen penting yang mendorong evolusi audiens terjadi (Philip M. Napoli, 2008).
Pertama, transformasi dinamika konsumsi media. Meningkatnya fragmentasi dalam lingkungan
media meningkatkan otonomi audiens dalam berinteraksi dengan media. Kedua, perubahan
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 10/15
10
sistem informasi audiens (audience information systems) yang merujuk pada mekanisme
perolehan informasi yang mempengaruhi perilaku audiens. “The changing nature of audience
information systems provides important new inputs into how media organizations can
conceptualize (and monetize) their audience “(Anand & Peterson, 2000 dikutip oleh Napoli,
2008). Ketiga, Resistensi dan Negosiasi Stakeholder dalam merespon perubahan audiens.
Dalam hal ini, ada upaya dari para pihak berkepentingan untuk memanfaatkan kecenderungan
audiens new media sebagai ‘alat’ meningkatkan keuntungan. Hal ini memperkuat pandangan
audiences as a market . Untuk poin ketiga ini akan dijelaskan lebih lanjut pada sub judul
berikutnya.
Karakter New Media Audiences
Perubahan-perubahan yang terjadi terkait dengan media baru, membawa perubahan pada
karakter audiens, terkait dengan relasi antara media dengan audiens. Pada awalnya, relasi
antara media dengan audiens adalah relasi antara sender dan receiver . Media berperan sebagai
produsen yang mentrasmisikan pesan kepada audiens. Dalam konteks ini, audiens bersifat pasif
menerima pesan yang dikirimkan oleh media. Terkait dengan kategori yang diberikan oleh
McQuail (1997), audiens berperan sebagai target. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
teknologi yang tidak memungkinkan adanya komunikasi langsung antara sender dan receiver .
Komunikasi hanya berjalan satu arah saja. Namun, perkembangan teknologi mampu
mengalahkan keterbatasan tersebut. Pada era digital, beriring perkembangan computer based
system, bentuk media interaktif mulai berkembang. Hal ini memungkinkan audiens mempunyai
kesempatan memberikan feedback kepada sender (media). Audiens berperan bukan sekedar
menjadi target tetapi juga partisipan. Bahkan, saat ini, peran audiens sebagai partisipan
semakin menguat. Kehadiran new media memungkinkan setiap orang menjadi produsen pesan
yang dapat disebarkan dalam skala luas. McQuail (1997) memberi gambaran perubahan
tersebut,
“the typical audience role can cease to be that of passive listeners, consumer, receiver,
or target. Instead, it will encompass any of following : seeker, consultant, browser,
respondent, interlucor, conversationalist”.
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 11/15
11
Perkembangan tersebut membuat relasi antara media dan audiens tidak hanya sekedar sender -
receiver . “Mass communication is now a much more egalitarian process, in which the masses
can now communicate to the masses” (Fonio, et al., 2007 dikutip oleh Napoli, 2008). Bentuk
komunikasi conversation (lihat tabel 1) mendominasi dalam new media.
Berikut ini adalah tahapan perkembangan fragmentasi audiens untuk menunjukkan tingkat
kontrol audiens terhadap informasi (lihat figur 1). Pada model pertama (Unitary Model),
audiens terikat dan tergantung pada sumber informasi tertentu. Dalam tahapan ini, media
mempunyai kontrol informasi yang lebih besar terhadap audiens. Karakter audiens bersifat
homogen, sehingga pesan yang disampaikan juga bersifat homogen. Tahapan kedua, Pluralism
Model menunjukkan mulai ada keragaman audiens, tetapi masih dalam kontrol sumber yang
sama. Tahapan ketiga, core peryferi model menunjukkan mulai berkurangnya kontrol sumber
terhadap audiens. Dalam tahapan ini, audiens mulai mempunyai power untuk mencari
alternatif sumber yang lain. Dan karakter ini semakin lama semakin menguat dengan kehadiran
media baru, yang melahirkan fragmentasi audiens. Dalam tahapan keempat ini, audiens sudah
tidak dapat dikontrol oleh sumber karena mempunyai banyak alternatif sumber, bahkan
mampu menjadi sumber itu sendiri.
Figure 1.Empat Tahapan Fragmentasi Audiens
Unitary Model
Pluralism Model
(Diversity in unity)
Core-Perifery model
(Unity in diversity) Fragmentation
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 12/15
12
AUDIENCES AS MARKET
Perkembangan konsep audiens akibat dari perkembangan media membawa beberapa
konsekuensi menarik. Telah banyak disinggung sebelumnya, audiens tidak bisa lagi dipahami
sebagai receiver , tetapi lebih pada perannya sebagai partisipan. Namun, kecenderungan ini
dilihat oleh penulis tidak sepenuhnya berdampak positif pada audiens. Derajat interaktivitas
yang lebih tinggi dalam media baru dianggap mempunyai peluang untuk menyeimbangkan
kekuasaan audiens dengan media, yang selama ini berperan sebagai pengontrol. Partisipasi
aktif dari audiens dianggap sebagai ‘kejayaan’ baru bagi individu-individu yang selama ini hanya
bertindak sebagai audiens pasif saja. Hanya saja, ada beberapa hal lain yang membuat
optimisme itu menjadi kabur.
Napoli (2008) dalam artikel berjudul Revisiting Mass Communivation and The “Work” of the
Audience in the New Media Environment mengkaitkan perkembangan audiens pada era new
media yang sebenarnya tidak terlepas dari kepentingan bisnis para pemilik media. Napoli
(2008) memberikan istilah ‘prosumers’ and ‘produsage’ untuk menunjukkan keaktifan audiens
dalam memproduksi pesan. Dalam jurnalnya, Napoli berpendapat bahwa pesan tersebut adalah
bagian dari komoditas. Lebih lanjut, Napoli menjelaskan,
“the mass audience not only as receivers of messages, but also as senders, and when wealso look at how the place of the audience as mass communicators is now being
integrated into our media system, we are confronted with the issue of the ‘work’ that the
audience engages in in the new media environment” (Napoli, 2008).
Model ‘user generated content’ misalnya, dimana audiens diberi kebebasan untuk
memproduksi informasi di dalamnya, tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menarik para
pengiklan yang mengincar para konsumen online. “The audience engaging in ‘watching as
wor king’ merits extension in an environment of interactive media and user -generated content ”
(Philip M. Napoli, 2008). Selain itu, para marketer mempunyai kepentingan memanfaatkan
network yang terbentuk di dalamnya untuk mempromosikan produk secara gratis, salah
satunya dengan mengandalkan teknik ‘word of mouth’ . Dalam artikelnya, Napoli menyatakan
bahwa saat ini audiens tidak hanya sekedar menonton tetapi juga ‘bekerja’. Dallas Smythe
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 13/15
13
(1977 dikembangkan oleh Napoli 2008) dalam tulisannya memaparkan, “they work to create
the demand for advertised goods which is the purpose of the monopoly capitalist advertisers”.
Pandangan tersebut didasari paling tidak oleh dua alasan berikut. Pertama, lingkungan new
media memberdayakan audiens untuk berperan sebagai receiver sekaligus sender dalam
komunikasi massa, dimana kerja kreatif dari audiens tersebut mempunyai nilai ekonomi yang
dapat dijadikan sumber penghasilan bagi organisasi media. Kedua, bukan hanya peran audiens
sebagai kontributor pesan media yang dapat menghasilkan keuntungan, tetapi juga ‘kerelaan’
dari audiens untuk berkeja sebagai freelance marketer yang mendukung kinerja penyedia
konten. Teknik ‘word of mouth’ alias ‘ getok tular ’ menjadi salah satu strategi yang jitu dalam
pemasaran masa kini. Dalam hal ini, audiens berperan sebagai ’ wageless labour ’.
Menurut Napoli (2008) kecenderungan baru ini disebabkan oleh dua hal yang saling terkait,
yaitu perkembangan teknologi dan kapitalisme global. Revolusi komunikasi bukan hanya
sekedar perubahan pada bagaimana pesan didistribusikan atau perubahan distribusi perhatian
audiens karena adanya fragmentasi, diferensiasi, dan spesialiasi. McQuail (1997) memberikan
penekanan bahwa poin utamanya adalah perubahan argumen yang menjatuhkan konsep mass
audience, yang benar-benar terjadi di abad ini. Bandini (1995 dikutip oleh McQuail,1997 : 129-
30) mengungkapkan bahwa kehadiran audiens itu sendiri adalah bentukan dari penemu-
penemu teknologi.
Perkembangan terknologi tersebut bertemu dengan faktor penyebab kedua, social and
economic forces. Kapitalisme global menguatkan asumsi audiences as market . Audiens
dimengerti sebagai pengguna dan pembeli teknologi. Dalam konteks ini, ada dua hal
paradoksial yang terjadi bersamaan, tetapi tetap mengarah pada perolehan keuntungan media.
“On the one hand, they encourage the growth of even larger audiences as a result of
media concentration and because large audiences are good for cash flow and certain
kinds of advertising. On the other hand, they create many new specialized audiences
willing to pay high prices for new media products and channels.”
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 14/15
14
PENUTUP
Jika pertanyaannya adalah apakah audiens masih hidup? Jawabannya adalah iya, audiens masih
hidup. Hanya saja mengalami nasib yang berbeda dengan ‘kawan’ lamanya. Dalam
perkembangan new media, pengertian audiens tidak bisa lagi berlandaskan dikotomi antara
sender-receiver , karena pengertian tersebut sangat terbatas. Jika pengertian tersebut
dipertahankan, maka audiens dapat benar-benar mati suatu saat nanti. Namun, kenyataannya
adalah audiens bermetamorfosis menjadi bentuk yang baru, bahkan mungkin tetap bertahan
dengan konsep yang lama, dengan tampilan yang baru.
Dengan pemaparan diatas, penulis lebih memilih untuk mendefinisikan audiens berlandaskan
dikotomi antara pemilik media dan media user . Dikotomi ini akan mempermudah pemetaan
pada era user-generated content yang sebenarnya berinduk pada media tertentu, dimana
media tersebut dimiliki oleh pihak tertentu. Dengan dikotomi semacam ini, kita tidak perlu lagi
menghiraukan siapa produsen pesan, dan siapa penerima pesan. Audiens dan pemilik media
sama-sama bisa menjalankan peran tersebut. Dengan dikotomi antara media dan media user ,
akan lebih kentara siapa yang berdiri sebagai media dan siapa yang berdiri sebagai audiens,
yaitu individu-individu yang memanfaatkan media tertentu untuk medium berkomunikasi dan
sharing informasi.
Poin kedua dari tulisan ini adalah, bahwa ada konsep audiens yang masih bertahan hingga era
new media. Konsep yang tak lekang oleh waktu, seperti juga praktik kapitalisme yang semakin
lama semakin menguat. Pandangan McQuail yang melihat audiens sebagai market tetap
relevan digunakan hingga saat ini. Pada awalnya, audiens ‘dipekerjakan’ dengan membayar
langganan atau dijual kepada pengiklan. Saat ini, trennya bergeser. Audiens tidak hanya
sekedar dijual ataupun membayar tetapi ‘dipekerjakan’ tanpa mendapat bayaran. Audiens
berperan sebagai produsen maupun konsumen, dimana hasil produksi dan praktik konsumsi
tersebut dijadikan komoditas bagi para pemilik media.
5/14/2018 UAS Audience 2.0 - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/uas-audience-20 15/15
15
DAFTAR REFERENSI
BUKU
McQuail, Denis. 1997. Audience Analysis . London : Sage Publication.
JURNAL/ARTIKEL/WEBSITE
Livingstone, Sonia. 1999. New Media New Audiences?.
http://www.sagepub.co.uk/journal.aspx?pid=105720. Diunduh tanggal 1 Juli 2011.
Merrin, William. 2009. Media Studies 2.0 : Upgrading and Open-sourcing the discipline.
http://www.atypon-link.com/INT/doi/abs/10.1386/iscc.1.1.17_1. Diunduh tanggal 1 Juli
2011.
Napoli, Philip M.. 2008. Revisiting Mass Communication and The Work of The Audience in The
New Media Environment .
http://www.fordham.edu/images/undergraduate/communications/revisiting%20mass%
20communication.pdf. Diunduh tanggal 1 Juli 2011.
Napoli, Philip M.. 2008. Toward A Model of Audience Evolution : New Technologies and The
Transformation of Media Audiences.
http://www.fordham.edu/images/undergraduate/communications/audience%20evoluti
on.pdf. Diunduh tanggal 1 Juli 2011.