tutorial sinusitis

42
STATUS PASIEN THT I. IDENTITAS PASIEN Nama : Nn.S Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Umur : 47 tahun Alamat : Jakarta, cakung Jenis Kelamin : Perempuan No.RM : 32.50.55 Agama : Islam II. ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Pasien mengeluh bengkak pipi kanan sejak 3 hari SMRS. 2. Keluhan Tambahan - Mata kanan memerah kurang lebih bersamaan dengan pipi kanan - Keluar cairan dari hidung terasa berbau busuk - Demam - Sakit kepala 3. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSI Pondok Kopi dengan keluhan bengkak pada pipi kanan sejak 3 hari, serta mata memerah namun tidak ada gangguan penglihatan, keluar cairan dari hidung berbau busuk. Merasa sakit kepala. 4. Riwayat Penyakit Dahulu

Upload: diana-marini

Post on 20-Nov-2015

63 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

m

TRANSCRIPT

STATUS PASIEN THT

I. IDENTITAS PASIENNama: Nn.SPekerjaan: Ibu Rumah TanggaUmur: 47 tahunAlamat: Jakarta, cakungJenis Kelamin: PerempuanNo.RM: 32.50.55Agama: Islam

II. ANAMNESIS

1. Keluhan UtamaPasien mengeluh bengkak pipi kanan sejak 3 hari SMRS.2. Keluhan Tambahan Mata kanan memerah kurang lebih bersamaan dengan pipi kanan Keluar cairan dari hidung terasa berbau busuk Demam Sakit kepala3. Riwayat Penyakit SekarangPasien datang ke RSI Pondok Kopi dengan keluhan bengkak pada pipi kanan sejak 3 hari, serta mata memerah namun tidak ada gangguan penglihatan, keluar cairan dari hidung berbau busuk. Merasa sakit kepala.4. Riwayat Penyakit Dahulu Sering bersin-bersin Sering sakit gigi Pernah di lakukan skin graft pada daerah pipi kanan dan atas bibir karena kelainan sejak kecil.

5. Riwayat Penyakit Keluarga Hipertensi (-), DM (-) Alergi (+) Tidak ada yang pernah menderita sinusitis, atau sakit seperti ini6. Riwayat Alergi Debu (+), cuaca (+), makanan (-), obat (-)7. Riwayat Pengobatan Pasien belum mengkonsumsi obat-obatan untuk keluhan yang sekarang

III. PEMERIKSAAN FISIKA. Keadaan Umum: Tampak sakit ringanB. Kesadaran: Compos mentisC. Tanda-tanda VitalTekanan Darah: 120/800 mmHgNadi: 88 x/menit, kuat, regulerSuhu: 36,9 oC Frekuensi Napas: 20 x/menitD. Status GeneralisKepala: normochepalMata: Sklera ikterik -/-, Konjungtiva anemis -/- hiperemis +/-Mulut : bibir kering (-), sianosis (-), pucat (-)Gigi :cariess dentis + abses gigi molar 6 mandibula dextraThorax: simetris, retraksi -/-, massa -/-, scar -/-Abdomen : supel, massa -, scar Ekstremitas : deformitas -, edema Kulit: scar

E. Status LokalisTHT

Telinga kananTelinga kiri

- normotia- helix sign (-)- tragus sign (-)- nyeri tekan retroaurikuler (-)Aurikula- normotia- helix sign (-)- tragus sign (-)- nyeri tekan retroaurikuler (-)

- hiperemis (-)- serumen (-)- massa (-)- sekret (+)CAE- hiperemis (-)- serumen (-) - massa (-)- sekret (-)

- Refleks cahaya (-)- Perforasi (+)Membran Tympani- Refleks cahaya (+)- Perforasi (-)

+Rinne+

Tidak ada lateralisasiWeberTidak ada lateralisasi

Sama dengan pemeriksaSchwabachSama dengan pemeriksa

Interpretasi : Normal

Pemeriksaan hidung luarInspeksi :Terdapat pembengkakan hidung, Bentuk hidung tidak simetris kanan dan kiri.Palpasi:Krepitasi tulang hidung (-), Nyeri tekan hidung (+)Sinus paranasal : nyeri tekan pada: pangkal hidung (+), pipi (+/-), dahi (-)

HidungSinus paranasal : - Inspeksi : Pembengkakan (+) maksilaris kanan - Palpasi : nyeri tekan pada: pangkal hidung (+), pipi (+/-), dahi (-) Kavum nasi: sempit +/-, massa -/-, benda asing -/-, sekret mukopurulen (+ pus/-)Mukosa : hiperemis +/- Concha: hipertrofi +/-Septum: Deviasi (-) PharynxNasofaring : Tidak dilakukan pemeriksaanMukosa faring : Hiperemis (-), sekret (-)Arkus faring : Simetris kanan dan kiriUvula : DitengahTonsil : T1/T1, tenang, detritus (-), kripte melebar (-)

LarynxEpiglotis: tidak diperiksaGlotis: tidak diperiksa Arytenoid: tidak diperiksaPita suara : tidak diperiksa

LeherTrakhea: deviasi (-)Tiroid: pada perabaan tidak teraba adanya pembesaranKGB: pada perabaan tidak ada pembesaran dan nyeri tekan pada KGB leher

Resume : Ny. S, 47 tahun bengkak pipi kanan sejak 3 hari SMRS. Mata kanan memerah. Keluar cairan berbau dari hidung, demam +, caries dentis dan abses dentis +, Terdapat pembengkakan hidung. Bentuk hidung tidak simetris kanan dan kiri. Pembengkakan (+) maksilaris kanan,Palpasi : nyeri tekan pada pangkal hidung (+).Kavum nasi: sempit +/-, massa -/-, benda asing -/-, sekret mukopurulen (+ pus/-)Mukosa hiperemis +/- ,Concha: hipertrofi +/-, Septum : Deviasi kekanan.

IV. Pemeriksaan PenunjangFoto sinus paranasal 3 posisiLaboratorium darah lengkapCT Scan Sinus Paranasalis

Ct Scan sinus paranasalis tanpa kontras potongan aksial koronal:KESAN : Rinosinusistis maksilaris kanan, ethmoiditis kanan hingga dinding orbita medial kanan.

V. Diagnosa Rinosinusistis maksilaris kanan, ethmoiditis kanan hingga dinding orbita medial kananVI. PlanningTerapi Medikamentosa Elfisef 1 dd 2gr Metronidazol 3 x 500mg Panzo 1 dd 40 mg Solmerol 1 dd 125mg Avamyst nasal spray Frin nasal sprayOperasi : FESSTINJAUAN PUSTAKA

I. ANATOMIUntuk mengetahui penyakit dan kelainan hidung, perlu diingat kembali tentang anatomi hidung. Anatomi dan fisiologis normal harus diketahui dan diingat kembali sebelum terjadi perubahan anatomi dan fisiologi yang dapat berlanjut menjadi suatu penyakit atau kelainan. (Soetjipto D & Wardani RS,2007).4a. Anatomi hidung luarHidung terdiri atas hidung luar dan hidung bagian dalam. Hidung bagian luar menonjol pada garis tengah di antara pipi dan bibir atas. Struktur hidung luar dibedakan atas tiga bagian, yang paling atas adalah kubah tulang yang tak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit dapat digerakkan dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan.Bentuk hidung luar seperti piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:1) pangkal hidung (bridge)2) batang hidung (dorsum nasi)3) puncak hidung (hip)4) ala nasi5)kolumela6) lubang hidung (nares anterior).Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari :1) tulang hidung (os nasal)2) prosesus frontalis os maksila 3) prosesus nasalis os frontalsedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu :1) sepasang kartilago nasalis lateralis superior2) sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago ala mayor3) tepi anterior kartilago septum.(Soetjipto D & Wardani RS,2007)4 b. Anatomi hidung dalam4Bahagian hidung dalam terdiri atas struktur yang membentang dari os.internum di sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan rongga hidung dari nasofaring. Kavum nasi dibagi oleh septum, dinding lateral terdapat konka superior, konka media, dan konka inferior. Celah antara konka inferior dengan dasar hidung dinamakan meatus inferior, berikutnya celah antara konka media dan inferior disebut meatus media dan sebelah atas konka media disebut meatus superior. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007; Hilger PA,1997).1. Septum nasi Septum membagi kavum nasi menjadi dua ruang kanan dan kiri. Bagian posterior dibentuk oleh lamina perpendikularis os etmoid, bagian anterior oleh kartilago septum (kuadrilateral) , premaksila dan kolumela membranosa; bagian posterior dan inferior oleh os vomer, krista maksila , Krista palatine serta krista sfenoid. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007) 2. Kavum nasi Kavum nasi terdiri dari: Dasar hidung Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatine os maksila dan prosesus horizontal os palatum. . (Ballenger JJ,1994) Atap hidungAtap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid, dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui oleh filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior.2

Dinding Lateral Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila, os lakrimalis, konka superior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularis os platinum dan lamina pterigoideus medial. . (Ballenger JJ,1994)

KonkaFosa nasalis dibagi menjadi tiga meatus oleh tiga buah konka ; celah antara konka inferior dengan dasar hidung disebut meatus inferior ; celah antara konka media dan inferior disebut meatus media, dan di sebelah atas konka media disebut meatus superior. Kadang-kadang didapatkan konka keempat (konka suprema) yang teratas. Konka suprema, konka superior, dan konka media berasal dari massa lateralis os etmoid, sedangkan konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada maksila bagian superior dan palatum. (Ballenger JJ,1994).3. Meatus superiorMeatus superior atau fisura etmoid merupakan suatu celah yang sempit antara septum dan massa lateral os etmoid di atas konka media. Kelompok sel-sel etmoid posterior bermuara di sentral meatus superior melalui satu atau beberapa ostium yang besarnya bervariasi. Di atas belakang konka superior dan di depan korpus os sfenoid terdapat resesus sfeno-etmoidal, tempat bermuaranya sinus sfenoid.4. Meatus mediaMerupakan salah satu celah yang penting yang merupakan celah yang lebih luas dibandingkan dengan meatus superior. Di sini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan bahagian anterior sinus etmoid. Di balik bagian anterior konka media yang letaknya menggantung, pada dinding lateral terdapat celah yang berbentuk bulan sabit yang dikenal sebagai infundibulum. Ada suatu muara atau fisura yang berbentuk bulan sabit yang menghubungkan meatus medius dengan infundibulum yang dinamakan hiatus semilunaris. Dinding inferior dan medial infundibulum membentuk tonjolan yang berbentuk seperti laci dan dikenal sebagai prosesus unsinatus. Di atas infundibulum ada penonjolan hemisfer yaitu bula etmoid yang dibentuk oleh salah satu sel etmoid. Ostium sinus frontal, antrum maksila, dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di infundibulum. Sinus frontal dan sel-sel etmoid anterior biasanya bermuara di bagian anterior atas, dan sinus maksila bermuara di posterior muara sinus frontal. Adakalanya sel-sel etmoid dan kadang-kadang duktus nasofrontal mempunyai ostium tersendiri di depan infundibulum. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007)

5. Meatus Inferior Meatus inferior adalah yang terbesar di antara ketiga meatus, mempunyai muara duktus nasolakrimalis yang terdapat kira-kira antara 3 sampai 3,5 cm di belakang batas posterior nostril. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007) 6. NaresNares posterior atau koana adalah pertemuan antara kavum nasi dengan nasofaring, berbentuk oval dan terdapat di sebelah kanan dan kiri septum. Tiap nares posterior bagian bawahnya dibentuk oleh lamina horisontalis palatum, bagian dalam oleh os vomer, bagian atas oleh prosesus vaginalis os sfenoid dan bagian luar oleh lamina pterigoideus. (Ballenger JJ,1994) Di bahagian atap dan lateral dari rongga hidung terdapat sinus yang terdiri atas sinus maksila, etmoid, frontalis dan sphenoid. Sinus maksilaris merupakan sinus paranasal terbesar di antara lainnya, yang berbentuk piramid yang irregular dengan dasarnya menghadap ke fossa nasalis dan puncaknya menghadap ke arah apeks prosesus zygomatikus os maksilla. (Ballenger JJ,1994 ; Dhingra PL, 2007 ; Hilger PA,1997) Sinus paranasal adalah rongga-rongga di dalam tulang kepala yang berisi udara yang berkembang dari dasar tengkorak hingga bagian prosesus alveolaris dan bagian lateralnya berasal dari rongga hidung hingga bagian inferomedial dari orbita dan zygomatikus. Sinus-sinus tersebut terbentuk oleh pseudostratified columnar epithelium yang berhubungan melalui ostium dengan lapisan epitel dari rongga hidung. Sel-sel epitelnya berisi sejumlah mukus yang menghasilkan sel-sel goblet (Sobol SE, 2007).2

c. Kompleks Osteomeatal (KOM)4Adalah bagian dari sinus etmoid anterior yang berupa celah pada dinding lateral hidung. Pada potongan koronal sinus paranasalis KOM terlihat jelas yaitu suatu rongga diantara konka media dan lamina. Struktur anatomi yang membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris, bula etmoid, agger nasi dan ressus frontal.2Serambi depan dari sinus maksila dibentuk oleh infundibulum karena sekret yang keluar dari ostium sinus maksila akan dialirkan dulu ke celah sempit infundibulum sebelum masuk ke rongga hidung. Sedangkan pada sinus frontal sekret akan keluar melalui celah sempit resesus frontal yang disebut sebagai serambi depan sinus frontal. Dari resesus frontal drainase sekret dapat langsung menuju ke infundibulum etmoid atau ke dalam celah di antara prosesus unsinatus dan konka media (Nizar NW, 2000). ANATOMI SINUS PARANASAL1,2Ada delapan sinus paranasal, empat buah pada masing-masing sisi hidung. Anatominya dapat dijelaskan sebagai berikut :Sinus frontal kanan dan kiri, sinus ethmoid kanan dan kiri (anterior dan posterior), sinus maksila kanan dan kiri (antrium highmore) dan sinus sfenoid kanan dan kiri. Semua sinus ini dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan mukosa hidung, berisi udara dan semua bermuara di rongga hidung melalui ostium masing-masing. Pada meatus medius yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka inferior rongga hidung terdapat suatu celah sempit yaitu hiatus semilunaris yakni muara dari sinus maksila, sinus frontalis dan ethmoid anterior.Sinus paranasal terbentuk pada fetus usia bulan III atau menjelang bulan IV dan tetap berkembang selama masa kanak-kanak, jadi tidak heran jika pada foto rontgen anak-anak belum ada sinus frontalis karena belum terbentuk. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus ethmoid posterior dan sinus sfenoid.A. Sinus Maksilaris1,2Sinus maxillaris merupaka sinus paranasalis yang terbesar. Sinus ini sudah ada sejak lahir dan mencapa ukuran maksimum (+ 15 ml) pada saat dewasa. Dari segi klinis yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maxilla adalah :1. Dasar sinus maxillaris berhubungan dengan gigi P1, P2, M1, dan M22. Ostium sinus maxillaris lebih tinggi dari dasarnyaSinus maksilaris (Antrum of Highmore) adalah sinus yang pertamaberkembang. Struktur ini pada umumnya berisi cairan pada kelahiran. Pertumbuhan dari sinus ini adalah bifasik dengan pertumbuhan selama 0-3 tahun dan 7-12 tahun.Sepanjang pneumatisasi kemudian menyebar ke tempat yang rendah dimana gigi yang permanen mengambil tempat mereka. Pneumatisasinya dapat sangat luas sampaiakar gigi hanya satu lapisan yang tipis dari jaringan halus yang mencakup mereka.Sinus maksilaris orang dewasa berbentuk piramida dan mempunyai volume kira-kira 15 ml (34 x 33 x 23 mm). dasar dari piramida adalah dinding nasal denganpuncak yang menunjuk ke arah processus zigomatikum. Dinding anterior mempunyai foramen intraorbital yang berada pada bagian midsuperior dimana nervus intraorbitalberjalan di atas atap sinus dan keluar melalui foramen ini. Bagian tertipis dari dinding anterior adalah sedikit diatas fossa canina. Atap dibentuk oleh dasar orbita dan ditranseksi oleh n.infraorbita. dinding posterior tidak bisa ditandai. Di belakang dari dinding ini adalah fossa pterygomaxillaris dengan a.maksilaris interna, ganglion sfenopalatina dan saluran vidian, n.palatina mayor dan foramen rotundum. Dasar dari sinus bervariasi tingkatannya. Sejak lahir sampai umur 9 tahun dasar dari sinus adalah di atas rongga hidung. Pada umur 9 tahun dasar dari sinus secara umum samadengan dasar nasal. Dasar sinus berlanjut menjadi pneumatisasi sinus maksilaris. Oleh karena itu berhubungan dengan penyakit gigi di sekitar gigi rahang atas, yaitupremolar dan molar.Cabang dari a.maksilaris interna mendarahi sinus ini. Termasuk infraorbita, cabang a.sfenopalatina, a.palatina mayor, v.aksilaris dan v.jugularis system duralsinus. Sedangkan persarafan sinus maksila oleh cabang dari n.V.2 yaitu n.palatina mayor dan cabang dari n.infraorbita.Ostium sinus maksilaris terletak di bagian superior dari dinding medial sinus. Intranasal biasanya terletak pada pertengahan posterior infundibulum etmoid, atau disamping 1/3 bawah processus uncinatus. Ukuran ostium ini rata-rata 2,4 mm tapidapat bervariasi. 88% dari ostium sinus maksilaris bersembunyi di belakangprocessus uncinatus sehingga tidak bisa dilihat secara endoskopi.B. Sinus Ethmoidalis1,2Sinus etmoid adalah struktur yang berisi cairan pada bayi yang baru dilahirkan. Selama masih janin perkembangan pertama sel anterior diikuti oleh selposterior. Sel tumbuh secara berangsur-angsur sampai usia 12 tahun. Sel ini tidakdapat dilihat dengan sinar x sampai usia 1 tahun. Septa yang ada secara berangsur-angsur menipis dan pneumatisasi berkembang sesuai usia. Sel etmoid bervariasi dan sering ditemukan di atas orbita, sfenoid lateral, ke atap maksila dan sebelah anteriordiatas sinus frontal. Peyebaran sel etmoid ke konka disebut konka bullosa.Gabungan sel anterior dan posterior mempunyai volume 15 ml (33 x 27 x 14mm). Bentuk ethmoid seperti piramid dan dibagi menjadi sel multipel oleh sekat yang tipis. Atap dari ethmoid dibentuk oleh berbagai struktur yang penting. Sebelah anterior posterior agak miring (15). 2/3 anterior tebal dan kuat dibentuk oleh os frontal dan foveola etmoidalis. 1/3 posterior lebih tinggi sebelah lateral dan sebelahmedial agak miring ke bawah ke arah lamina kribiformis. Perbedaan berat antara atapmedial dan lateral bervariasi antara 15-17 mm. sel etmoid posterior berbatasandengan sinus sfenoid.Sinus etmoid mendapat aliran darah dari a.karotis eksterna dan interna dimana a.sfenopalatina dan a.oftalmika mendarahi sinus dan pembuluh venanya mengikuti arterinya. Sinus etmoid dipersarafi oleh n V.1 dan V.2, n V.1 mensarafi bagiansuperior sedangkan sebelah inferior oleh n V.2. Persarafan parasimpatis melaluin.vidianus, sedangkan persarafan simpatis melalui ganglion servikal. Sel di bagian anterior menuju lamela basal. Pengalirannya ke meatus mediamelalui infundibulum etmoid. Sel yang posterior bermuara ke meatus superior dan berbatasan dengan sinus sfenoid. Sel bagian posterior umumnya lebih sedikit dalamjumlah namun lebih besar dalam ukuran dibandingkan dengan sel bagian anterior. Bula etmoid terletak diatas infundibulum dan permukaan lateral inferiornya, dan tepi superior prosesus uncinatus membentuk hiatus semilunaris. Ini merupakan sel etmoid anterior yang terbesar. Infundibulum etmoid perkembanganya mendahului sinus. Dinding anterior dibentuk oleh prosesus uncinatus, dinding medial dibentukoleh prosesus frontalis os maksila dan lamina papyracea.C. Sinus Frontalis 1,2Sinus frontalis sepertinya dibentuk oleh pergerakan ke atas dari sebagianbesar sel-sel etmoid anterior. Os frontal masih merupakan membran pada saatkelahiran dan mulai mengeras sekitar usia 2 tahun. Perkembangan sinus mulai usia 5tahun dan berlanjut sampai usia belasan tahun.Volume sinus ini sekitar 6-7 ml (28 x 24 x 20 mm). Anatomi sinus frontalis sangat bervariasi tetapi secara umum ada dua sinus yang terbentuk seperti corong. Dinding posterior sinus yang memisahkan sinus frontalis dari fosa kranium anteriorlebih tipis dan dasar sinus ini juga berfungsi sebagai bagian dari atap rongga mata.Sinus frontalis mendapatkan perdarahan dari a.oftalmika melalui a.supraorbitadan supratrochlear. Aliran pembuluh vena melalui v.oftalmica superior menuju sinuskavernosus dan melalui vena-vena kecil di dalam dinding posterior yang mengalir kesinus dural. Sinus frontalis dipersarafi oleh cabang n V.1. secara khusus, nervus-nervus ini meliputi cabang supraorbita dan supratrochlear.D. Sinus Sfenoidalis 2Sinus sfenoidalis sangat unik karena tidak terbentuk dari kantong ronggahidung. Sinus ini dibentuk dalam kapsul rongga hidung dari hidung janin. Tidakberkembang sampai usia 3 tahun. Usia 7 tahun pneumatisasi telah mencapai sela turcica. Sinus mencapai ukuran penuh pada usia 18 tahun.Usia belasan tahun, sinus ini sudah mencapai ukuran penuh dengan volume 7,5 ml (23 x 20 x 17 mm). Pneumatisasi sinus ini, seperti sinus frontalis, sangatbervariasi. Secara umum merupakan struktur bilateral yang terletak posterosuperiordari rongga hidung. Dinding sinus sphenoid bervariasi ketebalannya, dinding anterosuperior dan dasar sinus paling tipis (1-1,5 mm). Dinding yang lain lebih tebal. Letak dari sinus oleh karena hubungan anatominya tergantung dengan tingkatpneumatisasi. Ostium sinus sfenoidalis bermuara ke recessus sfenoetmoidalis. Ukurannya sangat kecil (0,5 -4 mm) dan letaknya 10 mm di atas dasar sinus.Atap sinus sfenoid diperdarahi oleh a.ethmoid posterior, sedangkan bagian lainnya mendapat aliran darah dari a.sfenopalatina. Aliran vena melalui v.maksilaris ke v.jugularis dan pleksus pterigoid. sinus sfenoid dipersarafi oleh cabang n V.1 danV.2. n.nasociliaris berjalan menuju n.etmoid posterior dan mempersarafi atap sinus. Cabang-cabang n.sfenopalatina mempersarafi dasar sinus.2. FISIOLOGI HIDUNGFungsi hidung ialah untuk jalan napas, alat pengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, sebagai indra penghidu, untuk resonansi suara, turut membantu proses bicara dan refleks nasal. 5a. SEBAGAI JALAN NAPAS5Pada inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian mengikuti jalan yang sam seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian depan aliran udara memecah, sebagian akan melaui nares anterior dan sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.b. PENGATUR KONDISI UDARA5Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang akan masuk ke dalam alveolus paru. Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur kelembaban udara dan mengatur suhu. Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir (mucous blanket). Pada musim panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit, sedangkan pada musim dingin akan terjadi keadaan sebelumnya.Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah melalui hidung kurang lebih 37 oC.c. SEBAGAI PENYARING DAN PELINDUNG5Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dandilakukan oleh : rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi, silia, serta palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia. Faktor lain ialah enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, yang disebut lysozyme.d. INDRA PENGHIDU11Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik napas dengan kuat.e. RESONANSI SUARA5Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau (rinolalia).f. PROSES BICARA5Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata dibentuk oleh lidah, bibir dan palatum mole. Pada pembentukan konsonan nasal rongga mulut tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran darah.g. REFLEKS NASAL5 Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan pernafasan. Contoh : iritasi mukosa hidung menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.

PEMERIKSAAN HIDUNG5Bentuk luar hidung diperhatikan apakah ada deviasi atau depresi tulang hidung. Adakah pembengkakan di daerah hidung dan sinus paranasal. Dengan jari dapat dipakai adanya krepitasi tulang hidung pada fraktur os nasal atau rasa nyeri tekan pada peradangan hidung dan sinus paranasal.Memeriksa rongga hidung bagian dalam dari depan disebut rinoskopi anterior. Diperlukan spekulum hidung. Pada anak dan bayi kadang-kadang tidak diperlukan. Otoskop dapat dipergunakan untuk melihat bagian dalam hidung terutama mencari benda asing. Spekulum dimasukkan ke dalam lubang hidung dengan hati-hati dan dibuka setelah spekulum berada di dalam dan waktu mengeluarkannya jangan ditutup dulu didalam, supaya bulu hidung tidak terjepit. Vestibulum hidung septum terutma bagian anterior, konka inferior, konka media, konka superor serta meatus sinus paranasal dan keadaan mukosa rongga hidung harus diperhatikan. Begitu juga rongga hidung sisi yang lain. Kadang-kadang rongga hidung ini sempit karena adanya edema mukosa. Pada keadaan seperti ini untuk melihat organ-organ yang disebut diatas lebih jelas perlu dimasukan tampon kapas adrenalin pantokain beberapa menit untuk mengurangi edema mukosa dan menciutkan konka, sehingga rongga hidung lebih lapang.Untuk melihat bagian belakang hidung dilakukan pemeriksaan rinoskopi posterior sekaligus untuk melihat keadaan nasofaring. Untuk melakukan pemeriksaan rinoskopi posterior diperlukan spatula lidah dan kaca nasofaring yang telah dihangatkan dengan api lampu spiritus untuk mencegah udara pernapasan mengembun pada kaca. Sebelum kaca ini dimasukkan, suhu kaca dites dulu dengan menempelkannya pada kulit belakang tangan kiri pemeriksa.Pasien diminta membuka mulut, lidah dua pertiga anterior ditekan dengan spatula lidah. Pasien bernapas dengan mulut supaya uvula terangkat ke atas dan kaca nasofaring yang menghadap ke atas dan kaca nasofaring yang menghadap ke atas dimasukkan melalui mulut, ke bawah uvula dan sampai nasofaring. Setelah kaca berada di nasofaring pasien diminta bernapas biasa melalui hidung, uvula akan turun kembali dan rongga nasofaring terbuka. Mula- mula diperhatikan bagian belakang septum dan koana. Kemudian kaca diputar ke lateral sedikit untuk melihat konka superior, konka media dan konka inferior serta meatus superior dan meatus inferior. Kaca diputar lebih ke lateral lagi sehingga dapat diidentifiksasi torus tubrius, muara tuba eustachius dan fosa Rossenmuler, kemudian kaca diputar ke sisi lainnya. Daerah nasofaring lebih jelas terlihat bila pemeriksaan dilakukan dengan memakai nasofaringoskop.Udara melalui kedua hidung lebih kurang sama dan untuk mengujinya dapat dengan cara meletakkan spatula lidah dari metal di depan kedua lubang hidung dan membandingkan kiri dan kanan.

Pemeriksaan sinus paranasal5Dengan inspeksi, palpasi dan perkusi daerah sinus paranasalis serta pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior saja, diagnosis kelainan sinus sulit ditegakkan. Pemeriksaaan transiluminasi mempunyain manfaat yang sangat terbatas dan tidak dapat menggantikan peranan pemeriksaan radiologik. Pemeriksaan transiluminasi sinus maksila dilakukan dengan memasukkan sumber cahaya ke rongga mulut dan bibir dikatupkan sehingga sumber cahaya tidak tampak lagi. Setelah beberapa menit tampak daerah infraorbita terang seperti bulan sabit. Untuk pemeriksaan sinus frontal, lampu diletakkan di daerah bawah sinus frontal dekat kantus medius dan di daerah sinus frontal tampak cahaya terang.Pemeriksaan radiologik untuk menilai sinus maksila dengan posisi water, sinus frontalis dan sinus etmoid dengan posisi postero anterior dan sinus sphenoid dengan posisi lateral.Untuk menilai kompleks osteomeatal dilakukan pemeriksaan dengan CT scan.

3. SINUSITIS5 Definisi5Sinusitis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai atau dipicu rhinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utama ialah selsma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnmya dapat diikuti oleh infeksi bakteri.Rhinitis dan sinusitis biasanya hidup berdampingan dan bersamaan di sebagianindividu, dengan demikian, terminologi yang benar sekarang adalah rinosinusitis. 3Klinis definisi rinosinusitis pada orang dewasa3Rinosinusitis pada orang dewasa didefinisikan sebagai: Peradangan hidung dan sinus paranasal ditandai oleh dua atau lebih gejala, salah satunya harus berupa hidung tersumbat / obstruksi / kongesti atau discharge hidung (anterior / posterior drip hidung):- nyeri wajah / tekanan- pengurangan atau hilangnya kemampuan membau dan juga Tanda-tanda endoskopi:- Polip hidung, dan / atau- Mukopurulen discharge terutama dari tengah meatusdan / atau- Edema / obstruksi mukosa terutama di tengah meatusdan / atau kelainan pada CT Scan:- Perubahan Mukosa dalam kompleks ostiomeatal dan /atau sinusKeparahan penyakit pada orang dewasa dan anak-anak 3Penyakit ini dapat dibagi menjadi RINGAN, SEDANG dan BERAT berdasarkan skala analog keparahan Total visual (VAS) skor (0 10cm):- MILD = VAS 0-3- Sedang = VAS> 3-7- BERAT = VAS> 7-10Untuk mengevaluasi keparahan total, pasien diminta untuk menjawab jawaban untuk pertanyaan berikut :Sebuah VAS> 5 mempengaruhi kualitas hidup pasien Hanya divalidasi dalam CRS dewasa sampai saat ini

Durasi penyakit pada dewasa dan anak-anak 3Kronik: Akut :12 minggu gejala< 12 mingguTanpa gejala lengkapDengan gejala lengkap

Etiologi dan Faktor predisposisi5Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus, brmacam rhinitis, kelainan anatomi, infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik. Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusistid sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto polos leher posisi lateral.Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama2 menyebabkan perubahan mukosa dan merusak silia. Patofisiologi 5Kesehatan sinus dipengaruhi oleh prestasi ostium-ostiuim sinus dan lancarnya klirens mukosiliar (mucociliary clearance) di dalam KOM. Mukus juga mengandung substansoi antimicrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernafasan.Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema, mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negative di dalam rongga sinus yang menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi antibotik.Jika terapi tidak berhasil(misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi berlanjut, terjadihipoksia dan bakteri anerob berkembang. Mukosa makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi,polipoid atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin dip[erlukan tindakan operasi. Klasifikasi dan Mikrobiologi5Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu.Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan, dan kronik jika lebih dari 3 bulan.Menurut penelitia bakteri utama yang ditemukan pada sinusitis akut adalah Streptococcus Pneumonia (30-50%), Haemophylus Influenzae (20-40%), dan Moraxella Catarrhalis (4%). Pada anak M.Catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%). Pada sinusitis kronik, faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang ada lebih condong kea rah bakteri gram dan anaerob.

Sinusitis Dentogen5Merupakan salah satu penyebab penting sinusitis kronik. Dasar sinus maksila adalah prosesus alveolaris tempat akar gigi rahang atas, sehingga rongga sinus maksila hanya terpisahkan oleh tulang tipis dengan akar gigi, bahkan kadang-kadang tanpa tulang pembatas. Infeksi gigi rahang atas seperti infeksi apical akar gigi atau inflamasi jaringan periodontal mudah menyebar secara langsung ke sinus, atau melalui pembuluh darah dan limfe.Harus curiga adanya sinusitis dentogen pada sinusitis maksila kronik yang mengenai satu sisi dengan ingus purulen dan napas berbau busuk. Untuk mengobati sinusitisnya gigi yang terinfeksi harus dicabut atau dirawat, dan pemberian antibiotic yang mencakup bakteri anaerob. Seringkaliu dilakukan irigasi sinus maksila. Gejala Sinusitis 5Keluhan utama rinosinusitis akut adalah hidung tersumbat disertai nyeri/rasa tekanan pada mukosa dan ingus purulen, yang seringkali turun ke tenggorok (post nasal drip). Dapat disertai gejala sistemik demam dan lesu.Keluhan nyeri atau rasa tekanan di daerah sinus yang terkena merupakan cirri khas sinusitis akut. Nyeri pipi menandakan sinusitis maksila, nyeri diantara atau dibelakang kedua bola mata menandakan sinusitis etmoid, nyeri didahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis etmoid, nyeri di dahi atau seluruh kepala menandakan sinusitis frontal. Pada sinusitis sfenoid, nyeri dirasakan diverteks, oksipital, belakang bola mata dan daerah mastoid. Pada sinusitis maksila kadang-kadang ada nyeri alih ke gigi dan telinga.Gejala lain adalah sakit kepala, hipoosmia/anosmia, halitosis, post nasal drip yang menyebabkan batuk dan sesak pada anak.Keluhan sinusitis kronik tidak khas sehingga sulit didiagnosa. Kadang-kadang hanya satu atau dua dari gejala dibawah ini :1. Sakit kepala kronik2. Post nasal drip3. Batuk kronik 4. Gangguan tenggorok5. Gangguan telinga akibat sumbatan muara tuba Eustachius6. Gangguan ke paru seperti bronchitis, bronkiektais, asma yang meningkat dan sulit diobati.

Diagnosis5Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik dengan rinoskopi anterior dan posterior, pemeriksaan naso-endoskopi sangat dianjurkan untuk diagnosis yang lebih tepat dan dini. Tanda khas adalah adanya pus di meatus medius (pada sinusitis maksila dan etmoid anterior dan frontal) atau meatus superior (pada sinusitis etmoid posterior dan sphenoid). Pada rinosinusitis akut, mukosa edema dan hiperemis. Pemeriksaan penunjang yang penting adalah foto polos dan CT Scan. Foto polos posisi waters, PA dan lateral umumnya hanya mampu menilai kondisi sinus-sinus besar seperti sinus maksila dan frontal. CT Scan sinus merupakan gold standard diagnosis sinusitis karena mampu melihat anatomi hidung dan sinus. Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Skema Managemen Rinosinusitis Kronik bagi Pelayanan Kesehatan Primer Non Sp.THTEPOS 2012

TerapiPerawatan awal tergantung pada ketersediaan endoskop dan tingkat keparahan penyakit. Seperti penjelasan pada bagan magemen diagnostik.Tujuan terapi sinusitis adalah:1. Mempercepat penyembuhan2. Mencegah komplikasi3. Mencegah perubahan menjadi kronikPrinsip pengobatan adalah membuka sumbatan di kompleks ostio-meatal sehingga drenase dan ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.Antibiotic dan dekongstan merupakan terapi pilihan pada sinusitis akut bacterial, untuk menghilangkan infeksi dan pembengkakan mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus. Antibiotic yang dipilih adalah golongan penisilin seperti amoksilin diberikan selama 10-14hari meskipun gejala klinik sudah hilang.Pada sinusitis kronik diberikan antibiotic yang sesuai untuk kuman negative gram dan anaerob. Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, steroid oral/topical, pencucian hidung dengan NaCl. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan tarapi tambahan yang dapat bermanfaat. Imunoterapi dapet dipertimbangkan jika pasien menderita alergi yang berat.Bukti pengobatan dan rekomendasi bagi pasien dewasa dengan Rinosinusitis Kronik tanpa polip nasal .*%

TERAPILEVELGRADE REKOMENDASIRELEVANSI

Steroid topikalIaAYa

Iriigasi nasal salineIaAYa

Bacterial lysates (OM-85 BV)IbATidak jelas

Terapi antibiotik oral jangka pendek < 4 mingguIIBSelama eksaserbasi

Terapi antibiotik oral jangka panjang 12 minggu**IbCYa, khususnya jika IgE tidak meningkat.

Steroid oral IVCTidak jelas

MukolitikIIICTidak

Proton pump inhibitorsIIIDTidak

Dekongestan oral / topikalTidak ada data untuk penggunaan tunggal.DTidak

Penghindar alergi bagi pasien alergi.IVDYa

Antihistamin oral ditambahkan pada pasien alergiTidak ada dataDTidak

Herbal en probiotikTidak ada dataDTidak

ImmunoterapiTidak ada dataDTidak

ProbiotikIb (-)A (-)Tidak

Antimikotik topikalIb (-) A (-)Tidak

Antimikotik sistemikTidak ada dataA (-)Tidak

Antibiotik topikalIb (-)A (-) $Tidak

*Beberapa dari studi ini juga termasuk pasien dengan polip nasal% Eksaserbasi akut dari rinosinusitis krinik harus diterapi seperti rinosinusitis akut# Ib (-) : studi Ib dengan hasil negatif$ A (-) : rekomendasi grade A tidak untuk digunakan** level evidens unutk macrolides pada semua pasien dengan RSK tanpa polip nasal adalah Ib, dan kekuatan rekomendasi C, karena kedua studi doubleblind kontrol plasebo hasilnya kontradiksi; indikasi ada untuk keberhasilan yang lebih baik pada pasien RSK tanpa polip nasal dengan IgE normal, rekomendasinya A. Tidak ada studi Randomised Control Trial untuk antibiotik lain.

(EPOS 2012)

Tindakan OperasiBedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi. Indikasinya berupa : sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat, sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel, polip ekstensif, adanya koplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.Bukti pengobatan dan rekomendasi pengobatan post operatif bagi pasien dewasa dengan Rinosinusitis kronik tanpa polip nasal*

TERAPILEVELGRADE REKOMENDASIRELEVANSI

Steroid topikalIaAYa

Iriigasi nasal salineIaAYa

Irigasi nasal saline dengan XylitolIbAYa

Terapi antibiotik oral jangka pendek < 4 mingguIIBSelama eksaserbasi

Irigasi nasal saline tanpa sodium hipokloritIibBYa

Terapi antibiotik oral jangka panjang 12 minggu**IbCYa, khususnya jika IgE tidak meningkat.

Irigasi nasal salin dengan sampo bayi. IIICTidak

Steroid oralIVCTidak Jelas

Antibiotik topikalIb (-)#A (-) $Tidak

*Beberapa dari studi ini juga termasuk pasien dengan polip nasal# Ib (-) : studi Ib dengan hasil negatif$ A (-) : rekomendasi grade A tidak untuk digunakan** level evidens unutk macrolides pada semua pasien dengan RSK tanpa polip nasal adalah Ib, dan kekuatan rekomendasi C, karena kedua studi doubleblind kontrol plasebo hasilnya kontradiksi; indikasi ada untuk keberhasilan yang lebih baik pada pasien RSK tanpa polip nasal dengan IgE normal, rekomendasinya A. Tidak ada studi Randomised Control Trial untuk antibiotik lain.

(EPOS 2012)Sinusitis Jamur5Sinusitis jamura adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu keadaan yang tidak jarang ditemukan. Kondisi yang merupakan predisposisi adalah dibetes mellitus, neutropenia, penyakit AIDS dan perawatan yang lama di RS. Jamur yang paling sering menyebabkan infeksi adalah Aspergilus dan Candida. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur pada kasus : a. Sinusitis unilateral yang sukar disembuhkan dengan terapi antibioticb. Adanya gambaran kerusakan tulang dinding sinusc. Bila ada membrane berwarna putih keabu-abuan pada irigasi antrumTerapi untuk sinusitis jamur invasive ialah pembedahan, debridement, anti jamur sistemik dan pengobatan terhadap penyakit dasarnya. Komplikasi Rinosinusitis Kronik3 :Komplikasi yang terkait dengan rinosinusitis kronik baik dengan/tanpa polip nasi lebih jarang dibandingkan dengan yang terjadi pada kasus akut, namun mungkin sulit untuk dikelola jika terjadi. Komplikasi pada kasus kronik sangat jarang dan sebagian besar merupakan efek atau komplikasi ke tulang disekitarnya. Yakni erosi tulang, perluasan menjadi mukokel atau polip, osteitis dan formasi tulang metaplastik dan neuropati optik.Tidak ada bukti yang mengatakan bahwa rinosinusitis kronik berhubungan dengan perubahan ke arah neoplasma, baik yang jinak maupun ganas. Beberapa kasus melaporkan, komplikasi pada orbita, intrakranial dan tulang yang tipikal pada kasus akut dapat juga terjadi pada rinosinusitis kronik tapi hampir selalu merupakan gejala sekunder dari episode akut yang sedang terjadi.Komplikasi pada rinosinusitis kronik umumnya merupakan hasil dari ketidak seimbangan pada proses normal reabsorbsi, regenerasi dan remodeling tulang.Kontraindikasi dan Komplikasi BSEF6 :

Kontraindikasi :1. Osteitis atau osteomielitis tulang frontal yang disertai pembentukan sekuester. 2. Pasca operasi radikal dengan rongga sinus yang mengecil (hipoplasi).34 3. Penderita yang disertai hipertensi maligna, diabetes mellitus, kelainan hemostasis yang tidak terkontrol oleh dokter spesialis yang sesuai.

KomplikasiSemenjak diperkenalkan teknik BSEF sangat populer dan diadopsi dengan cepat oleh para ahli bedah THT di seluruh dunia. Seiring dengan kemajuannya, muncul berbagai komplikasi akibat operasi bahkan komplikasi yang berbahaya. Karenanya para ahli segera melakukan penelitian tentang komplikasi yang mungkin terjadi akibat BSEF dan mencari cara untuk mencegah dan menghindarinya dan mengobatinya. Pemahaman yang mendalam tentang anatomi bedah sinus, persiapan operasi yang baik dan tentunya pengalaman ahli dalam melakukan bedah sinus akan mengurangi dan mencegah terjadinya komplikasi. Komplikasi BESF dapat dikategorikan menjadi komplikasi intranasal, periorbital/orbital, intrakranial, vaskular dan sistemik. Komplikasi Intransal Sinekia. Masalah yang sering timbul berkaitan dengan bedah sinus endoskopik adalah terjadinya sinekia yang disebabkan melekatnya dua permukaan luka yang saling berdekatan, umumnya permukaan konka media dan dinding lateral hidung. Stammberger dkk melaporkan insidens sinekia yaitu sekitar 8%, namun hanya 20% yang menyebabkan gangguan sumbatan. Disfungsi penciuman dapat terjadi bila celah olfaktori obstruksi akibat sinekia konka media dengan septum. Untuk mencegah ketidak stabilan konka media, maka perlekatan superior dan inferior dari konka media harus dipertahankan. Stenosis ostium sinus maksila. Stenosis ostium sinus maksila pasca pembedahan terjadi sekitar 2 %. Pembukaan ostium sebesar diameter 3mm diperkirakan sudah dapat menghasilkan drenase fisiologik. Stankiewicsz mengatakan bahwa pelebaran ostium secara melingkar dapat menyebabkan timbulnya parut dan stenosis ostium sinus maksila. Metode terbaik memperlebar ostium adalah dengan membuka ke salah satu atau beberapa dari arah ini yaitu ke anterior, posterior, dan inferior. Bila stenosis terjadi bersamaan dengan timbulnya gejala maka revisi bedah mungkin diperlukan. Kerusakan duktus nasolakriamalis. Komplikasi ini sangat jarang karena duksus nasolakrimalis berada di sepanjang kanal keras sakus lakrimalis dan bermuara di meatus inferior. Duktus ini dapat terluka saat pelebaran ostium maksila ke arah anterior. Bolger dan Parson dkk melakukan studi terhadap pasien yang mengalami perlukaan duktus nasolakrimalis, tidak ada yang mengalami gejala dakriosisititis atau epifora. Rekomendasi untuk mencegah hal ini adalah melakukan pelebaran ostium sinus maksila terutama dari arah posterior dan / inferior. 2. Komplikasi Periorbital/Orbital Edema kelopak mata/ekimosis/emfisema. Edema kelopak mata, ekimosis, dan atau emfisema kelopak mata secara tidak langsung terjadi akibat trauma pada lamina papirasea. Proyeksi medial lamina papirasea pada rongga hidung dan struktur tulangnya yang lembut menyebabkan lamina papirasea mudah trauma selama prosedur bedah dilakukan. Kejadian rusaknya lamina papirasea sekitar 0,5-1,5% di tangan seorang ahli yang sudah berpengalaman. Pada umumnya akan sembuh sendiri dalam 5 hari tanpa diperlukan pengobatam khusus. Perdarahan retrobulbar. Perdarahan retrobulbar merupakan komplikasi yang berbahaya. Tandanya adalah proptosis mendadak, bola mata keras disertai edema kelopak mata, perdarahan subkonjungtiva, nyeri, oftalmoplegi, dan proptosis. Seiring dengan meningkatnya tekanan intraokuler, iskemi retina terjadi dan menyebabkan kehilangan penglihatan, midriasis dan defek pupil. Karenanya saat prosedur pembedahan, mata pasien agar selalu tampak dalam pandangan operator. Kerusakan nervus optikus. Meskipun sangat jarang, komplikasi ini pernah dilaporkan. Visualisasi yang kurang adekuat selama pembedahan, yang dapat pula disebabkan oleh adanya perdarahan, serta buruknya pemahaman mengenai anatomi bedah merupakan penyebab terjadinya trauma pada n.optikus yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Gangguan pergerakan otot mata. Pembedahan pada dinding medial dapat menyebabkan trauma atau putusnya otot rektus medialis atau otot oblikus superior mata serta kerusakan pada saraf yang menginervasinya.

Komplikasi Intrakranial Komplikasi intrakranial merupakan komplikasi yang sering terjadi pada pemula. Cara diseksi etmoidektomi retrograde dan membaca daerah rawan tembus di CT scan preoperasi (tipe Keros) akan menghindarkan komplikasi ini. Kebocoran cairan serebrospinal selama prosedur bedah merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Insidensi komplikasi ini dilaporkan sebanyak 0,05-0,9%. Jika terjadi saat operasi harus segera dilakukan penambalan menggunakan jaringan sekitarnya misalnya konka media dan septum. Jika terjadi pasca operasi dapat diobservasi karena 90% diharapkan dapat menutup sendiri. 4. Komplikasi Sistemik Walaupun jarang, infeksi dan sepsis mungkin terjadi pada setiap prosedur bedah. Masalah yang dapat terjadi berkaitan dengan komplikasi sistemik pada bedah sinus adalah pemakaian tampon hidung yang dapat menyebabkan toxic shock syndrome (TSS). Kondisi ini ditandai dengan adanya demam dengan suhu lebih tinggi dari 39,50 C, deskuamasi dan hipotensi ortostatik. Toxic shock syndrome toxin-1 (TSST-1) dihasilkan oleh strain Stafilokokus aureus. Jacobson dkk melaporkan insidensi TSS adalah 16/100.000 kasus yang dilakukan bedah sinus endoskopik. Bila digunakan tampon setelah operasi, direkomendasikan untuk memberikan bacitrasin yang merupakan agen yang efektif melawan Stafilokokus aureus.

DAFTAR PUSTAKA1. Arif et all. Sinusitis dalam Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3. Hal. 102 106. Penerbit Media Ausculapius FK UI : Jakarta. 2001.2. Mangunkusumo E, Soetjipto D. Sinustis Dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher Edisi Keenam Hal 150-3. FKUI : Jakarta. 2010.3. EPOS 20124. http://repository.usu.ac.id5. Soejipto, Damayanti , Endang M, Retno S. Hidung dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Edisi 6. FK UI : Jakarta. 2010.6. HTA Indonesia_2006_Functional Endoscopic Sinus Surgery di Indonesia (buk.depkes.go.id)