tutorial peb

39
Bagian Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman G 2 P 1 A 0 gravid 39 minggu dengan Preeklampsia Berat Disusun Oleh: Suryanti Suwardi Desire Bibiana Palada Ayu Herwan Mardatillah Pembimbing: dr. Yasmin Sabina Sa’diah, Sp.OG Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Upload: ryanti-soewardi

Post on 11-Dec-2015

41 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tutorial PEB

Bagian Obstetri dan Ginekologi Tutorial Klinik

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

G2P1A0 gravid 39 minggu dengan Preeklampsia Berat

Disusun Oleh:

Suryanti Suwardi

Desire Bibiana Palada

Ayu Herwan Mardatillah

Pembimbing:

dr. Yasmin Sabina Sa’diah, Sp.OG

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

Pada Bagian Obstetri dan Ginekologi

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2015

Page 2: Tutorial PEB

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Preeklampsia merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi

yang tertinggi di Indonesia. Penyakit yang disebut sebagai “ disease of theories “ ini, masih

sulit untuk ditanggulangi.(1)

Preeklampsia merupakan suatu sindroma yang berhubungan dengan vasospasme,

peningkatan resistensi pembuluh darah perifer, dan penurunan perfusi organ yang ditandai

adanya hipertensi, edema dan proteinuria yang timbul karena kehamilan. Umumnya terjadi

pada trimester ke-3 kehamilan, tetapi dapat pula terjadi sebelumnya, misalnya pada mola

hidatidosa. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya eklampsia, HELLP Syndrome, edema

paru, gagal ginjal, DIC, krisis hipertensi, encephalopathy hypertension, dan buta kortikal.(1,2)

Hipertensi biasanya muncul lebih awal dari tanda-tanda lainnya. Untuk menegakkan

diagnosa preeklampsia, kenaikan tekanan sistolik harus 30 mmHg atau lebih diatas nilai

normal atau mencapai 140 mmHg atau lebih. Kenaikan tekanan diastolik sebenarnya lebih

dipercaya. Apabila tekanan diastolik naik 15 mmHg atau lebih, atau 90 mmHg atau lebih,

maka diagnosis hipertensi dapat dibuat. Penentuan tekanan darah ini dilakukan minimal 2

kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. (1,2,3,4)

Edema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam jaringan

tubuh, yang diketahui dari kenaikan berat badan serta pembengkakan kaki, jari tangan, dan

wajah. Kenaikan berat badan ½ kg per minggu dalam kehamilan masih dianggap normal,

tetapi bila kenaikan 1 kg per minggu beberapa kali, hal ini perlu menimbulkan kewaspadaan

terhadap timbulnya preeklampsia. (1,2,5,6,7)

Proteinuria berarti konsentrasi protein dalam urin yang melebihi 0,3 g/ liter dalam

urin 24 jam, atau pemeriksaan kualitatif menunjukan +1 atau +2 atau 1 g/ liter atau lebih

dalam urin yang dikeluarkan kateter atau midstream yang diambil minimal dua kali dengan

jarak waktu 6 jam. Biasanya proteinuria timbul lebih lambat daripada hipertensi dan edema,

karena itu harus dianggap sebagai tanda yang serius. (1,2,4,5)

Dari tiga kausa klasik angka kematian ibu (AKI) maka saat ini hipertensi dalam

kehamilan serta kausa non obstetric telah melampaui penyebab infeksi dan perdarahan.

Page 3: Tutorial PEB

Khusus hipertensi dalam kehamilan termasuk preeclampsia ditemukan dalam jumlah yang

menetap dan cenderung meningkat meliputi 5 – 7% dari kehamilan dan merupakan

komplikasi medis tersering dalam kehamilan. Kurang lebih 70% wanita yang didiagnosis

hipertensi dalam kehamilan merupakan preeclampsia. Sesuai dengan target dari WHO yang

dituangkan dalam MDG’s 2015 diharapkan angka kematian ibu sekarang dapat diturunkan

menjadi 50%, sehingga diperlukan penanganan yang adekuat terhadap kasus-kasus

hipertensi dalam kehamilan.

1.2. Tujuan

1.2.1 Menambah pengetahuan tentang preeklampsia berat.

1.2.2 Mengkaji ketepatan dan kesesuaian kasus yang dilaporkan dengan literatur

mengenai preeklampsia berat.

Page 4: Tutorial PEB

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1. Anamnesis

2.1.1. Identitas Pasien

Nama : Ny. ES

Usia : 31 tahun

Alamat : Samarinda

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama

Suku : Jawa

Agama : Islam

Masuk ke IGD Rumah Sakit Umum Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda

pada 11 Agustus 2015 pukul 20.00 WITA dengan diagnosis G2P1A0 gravid 39 minggu +

belum inpartu + PEB

2.1.2. Identitas Suami

Nama : Tn. J

Usia : 33 tahun

Alamat : Samarinda

Pekerjaan : Swasta

Pendidikan : Sekolah Menengah Pertama

Suku : Jawa

Agama : Islam

Page 5: Tutorial PEB

2.1.3. Keluhan Utama

Sakit kepala

2.1.4. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merasakan sakit kepala sejak 3 hari sebelum masuk RS. Sakit kepala

dirasakan hilang timbul dan tidak berhubungan dengan aktivitas. Bersamaan dengan itu,

pasien juga merasakan nyeri ulu hati dan mual, tidak ada muntah. Tidak ada keluhan

pandangan kabur. Pasien mengatakan sejak sebulan terakhir tekanan darahnya meningkat

saat ia kontrol kehamilannya di bidan, selain itu terdapat keluhan bengkak pada kedua

tungkai, lengan, dan wajah. Tidak ada keluhan buang air kecil dan buang air besar.

2.1.5. Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi sebelum kehamilan. Riwayat diabetes

mellitus, penyakit jantung, dan alergi disangkal

2.1.6. Riwayat Penyakit Keluarga

Keluarga pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, diabetes mellitus, dan alergi.

2.1.7. Riwayat Menstruasi

Menarche : 12 tahun

Siklus haid : 30 hari / teratur

Lama haid : 5-6 hari

Jumlah darah haid : 2-3 kali ganti pembalut

Hari pertama haid terakhir : 28-10-2014

Taksiran persalinan : 05-08-2015

Page 6: Tutorial PEB

2.1.8. Riwayat Pernikahan

Untuk pertama kali, pasien menikah pada usia 24 tahun dengan lama pernikahan

selama 9 tahun.

2.1.9. Riwayat Obstetrik

No Tahun

partus

Tempat

Partus

Umur

kehamilan

Jenis

Persalinan

Penolong

Persalinan

Penyulit JK/ BB Keadaan

anak

Sekarang

1. 2008 Rumah Aterm Spontan Bidan - Perempuan

/3400 gram

Hidup

2. 2015 Hamil ini

2.1.10. Kontrasepsi

KB pil selama 5 bulan

2.2. Pemeriksaan Fisik

Antropometri : Berat badan (BB) : 71 kg, Tinggi badan (TB) : 150 cm.

Keadaan umum : sakit sedang

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital :

Tekanan darah : 160/110 mmHg

Frekuensi nadi : 84 kali/menit

Frekuensi nafas : 20 kali/menit

Suhu : 36,9 ºC

2.2.1. Status Generalisata

Kepala : normocephal

Mata : anemis (+/+), ikterik (-/-), edema palpebra (+/+)

Page 7: Tutorial PEB

Telinga : tidak ditemukan kelainan

Hidung : tidak ditemukan kelainan

Tenggorokkan : tidak ditemukan kelainan

Leher : pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thoraks :

Jantung : S1S2 reguler tunggal, murmur (-), gallop (-)

Paru-paru : suara napas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)

Abdomen :

Inspeksi : cembung, linea (+), striae (+)

Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas :

Superior : edema (+/+), akral hangat

Inferior : edema (+/+), akral hangat, varises (-/-)

2.2.2. Status Obstetrik dan Ginekologi

Inspeksi : membesar arah memanjang, linea (+).

Palpasi : Tinggi fundus uteri : 28 cm.

Leopold I : teraba bokong.

Leopold II : punggung janin terletak di kiri ibu.

Leopold III : teraba kepala.

Leopold IV : belum masuk pintu atas panggul.

TBJ (Johnson) : (28-12) x 155 gram : 2480 gram.

His : -

Auskultasi : Denyut jantung janin : 146 kali / menit

Vaginal toucher : tidak dilakukan

2.3. Pemeriksaan Penunjang

Darah lengkap (11 Agustus 2015) Leukosit : 8.900 / mm3

Hemoglobin : 6,9 gr %

Hematokrit : 23,1 %

Trombosit : 168.000 / mm3

Page 8: Tutorial PEB

Bleeding Time : 4 menit

Clotting Time : 10 menit

Kimia Darah GDS : 75 mg/dl

HbsAg : -

112 : Non reaktif

Ureum : 20,1 mg/dl

Creatinin : 0,6 mg/dl

SGOT : 24

SGPT : 17

Albumin : 2,7

Urin Lengkap Berat Jenis : 1,010

Warna : Kuning

Kejernihan : Jernih

pH : 6,0

Protein : +1

Leukosit : 2 - 3

Eritrosit : 0 - 1

2.4. Diagnosis

G2P1A0 gravid 39 minggu + belum inpartu + PEB

2.5. Follow Up

Tanggal/Jam Follow Up

11 Agustus 2013

20.00

Menerima pasien dari IGD dan melakukan anamnesa dan pemeriksaan

fisik.

Diagnosis: G2P1A0 gravid 39 minggu + belum inpartu + PEB

21.00 Lapor dr. SpOG, advice:

Page 9: Tutorial PEB

Drip MgSO4 sesuai protap

Nifedipin tab 3x10mg

Injeksi Cefotaxim 3x1 gram

Rencana transfusi WB 2 kolf

Cek KDL, rencana konsul Sp.PD

00.00 Obs. TTV :

TD= 130/80 mmHg; N = 82x/mnt; RR = 22x/mnt; T=36,5oC

DJJ : 149 x/menit, His (-)

06.00 Obs. TTV :

TD= 130/70 mmHg; N = 80x/mnt; RR = 20x/mnt; T=36,5oC

DJJ : 130 x/menit, His (-)

12.00 Obs. TTV :

TD= 170/120 mmHg; N = 86x/mnt; RR = 18x/mnt; T=36,8oC

DJJ : 138 x/menit, His (-)

Lapor dokter ruangan, rencana konsul dr.Sp.JP, advice:

Nifedipine tab 3x10 mg

Bisoprolol tab 1x5 mg

15.00 Obs. TTV :

TD= 140/90 mmHg; N = 90x/mnt; RR = 20x/mnt; T=36,7oC

DJJ : 128 x/menit, His (-)

16.00 Dilakukan USG obstetri, dengan hasil : janin tunggal hidup, cairan

amnion cukup, usia kehamilan 39-40 minggu

Advice dr.Sp.OG:

IVFD RL 20 tpm

Injeksi Cefotaxime 3x1 gram

Nifedipine tab 3x10 mg

Cytotec ¼ tab per vaginam

Injeksi Epidosin 1 ampul/4jam (2 kali)

Page 10: Tutorial PEB

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Preeklamsia

Preeklamsia dan eklampsia merupakan kesatuan penyakit yang digolongkan

sebagai penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan merupakan sindrom

spesifik-kehamilan berupa berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi

endotel, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria yang terjadi

diatas usia kehamilan 20 minggu. (5)

3.2. Epidemiologi Preeklampsia

Angka kematian maternal di Indonesia adalah 0,45%. Salah satu penyebab

kematian tersebut adalah preeklampsia – eklampsia, yang bersama infeksi dan

perdarahan, diperkirakan mencakup 75-80% dari keseluruhan kematian maternal.

Survey pada dua rumah sakit pendidikan di Makassar, insiden preeklampsia –

eklampsia berkisar 10-13% dari keseluruhan ibu hamil dengan rincian insiden

preeklampsia berat sebesar 2,61%, eklampsia 0,84%, dan angka kematian akibat

keduanya adalah 22,2%. (6)

3.3. Faktor Resiko Preeklampsia

a. Risiko yang berhubungan dengan partner laki

1) Primigravida

2) Primipaternity

3) Umur yang ekstrim : terlalu muda atau terlalu tua untuk kehamilan

4) Partner laki yang pernah menikahi wanita yang kemudian hamil dan

mengalami preeklamsi.

5) Pemaparan terbatas terhadap sperma.

6) Inseminasi donor dan donor oocyte

b. Risiko yang berhubungan dengan riwayat penyakit terdahulu dan riwayat

penyakit keluarga

1) Riwayat pernah preeklamsi

2) Hipertensi kronik

Page 11: Tutorial PEB

3) Penyakit ginjal

4) Obesitas

5) Diabetes gestational, diabetes mellitus tipe 1

6) Antiphospholipid antibodies dan hiperhomocysteinemia

c. Risiko yang berhubungan dengan kehamilan

1) Mola hidatidosa

2) Kehamilan ganda

3) Infeksi saluran kencing pada kehamilan

4) Hydrops fetalis

3.4. Patologi Preeklampsia

Mekanisme terjadinya preeklampsia sekarang mulai dapat diketahui. Kerusakan

utama terjadi berhubungan dengan kegagalan invasi trofoblas fase kedua ke dalam

desidua. Biasanya trofoblas inginvasi seluruh kedalaman dari arteri spiralis pada

minggu ke 22 gestasi. Hal ini menyebabkan perurunan resistensi perifer dan

menurunkan tekanan darah. Sebagai tambahan, trofoblas juga menghilangkan semua

otot penutup dari arteri spiralis sehingga aliran darah semakin banyak ke dalam ruang

intervilli. Hal ini menjamin tersedianya waktu yang cukup untuk terjadinya pertukaran

nutrisi, oksigen, dan sisa metabolisme bagi janin. (8)

Gambar 1. Invasi trofoblas ke dalam arteri spiralis mengubahnya menjadi delta

sehingga meningkatkan aliran darah. (8)

Kegagalan invasi trofoblas fase kedua menyebabkan resistensi vaskuler tidak

menurun. Efek lainnya adalah penutup otot arteri spiralis tetap ada dimana otot ini

Page 12: Tutorial PEB

sensitif terhadap zat vasokonstriktor sirkulasi seperti angiotensin II. Sebagian besar

perubahan hipertensif berhubungan dengan hormonal dibandingkan sistem saraf

simpatis. Pada arteri spiralis, penurunan volume trofoblas menyebabkan

ketidakseimbangan sistem prostasiklin tromboksan. Produksi berlebih dari tromboksan

menyebabkan vasospasme arteri spiralis dan sgregasi platelet. Rendahnya kadar

prostasiklin menurunkan efek proteksi terhadap angiotensin II. (8)

Gambar 2. Jalur terjadinya preeklampsia dan manifestasi klinisnya. (8)Gambar 3. Penampang arteri spiralis pada kehamilan normal

(kiri) dan preeklampsia (kanan)Error: Reference source not

found

Page 13: Tutorial PEB

3.5. Perubahan-perubahan pada sistem organ

1) Kardiovaskuler

Terjadinya hipertensi pada preeklampsia berhubungan dengan vasospasme akibat

peningkatan reaktivitas vaskuler. Terjadinya hal ini diduga akibat gangguan dari

interaksi normal vasodilator (prostasiklin, oksida nitrit) dan vasokonstriktor

(tromboksan A2, endotelin). (9)

2) Hematologi

Abnormalitas hematologi paling umum adalah trombositopeni (trombosit <

100.000/mm3). Penyebab terjadinya trombositopeni masih belum jelas. Kelainan

hematologi lain yaitu sindrom HELLP. (9)

3) Renal

Vasospasme pada preeklampsia menyebabkan penurunan dari GFR (Glomerular

Filtration Rate). Pada kehamilan normal, GFR meningkat 50% dari nilai sebelum

hamil. Oleh karena itu, kadar kreatinin serum pada preeklampsia meningkat di atas

kadar normal ibu hamil (0,8 mg/dL). Pengawasan ketat produksi urin diperlukan

pada preeklampsia karena dapat timbul oliguria (produksi urin <500 cc/24 jam)

akibat insufisiensi renal. Efek dari insufisiensi renal dapat terjadi nekrosis tubular

akut. Efek lain preeklampsia pada ginjal adalah endoteliosis kapiler glomerolus

dimana terjadi pembangkakan sel endotel kapiler glomerolus dan sel mesangial. (9)

4) Hepatik

Kerusakan hepar pada eklampsia bervariasi dari peningkatan ringan dari kadar

enzim hepar sampai hematom subkapsular dan ruptur hepar. Lesi patologis hepar

yang terjadi berupa perdarahan periportal, lesi iskemik, dan deposisi fibrin. (9)

5) Sistem saraf pusat

Kejang eklampsia adalah masalah utama dan menjadi penyebab utama kematian ibu.

Penyebab eklampsia diduga akibat koagulopati, deposisi fibrin, dan vasospasme.

Gambaran radiologik menunjukkan edema cerebri dan lesi hemoragik terutama pada

hemisfer posterior, yang dikaitkan dengan gangguan penglihatan pada preeklampsia

(skotomata, pandangan kabur, kebutaan). (9)

6) Janin dan plasenta

Page 14: Tutorial PEB

Lesi utama pada plasenta berupa aterosis pada arteri desidua. Hal ini berhubungan

dengan adaptasi abnormal dari hubungan arteri spiralis dan sitotropoblast dan

mengakibatkan buruknya perfusi. Efek terhadap janin akibat buruknya perfusi

berupa oligohidramnion, intrauterine growth restriction, abrupsi plasenta, gawat

janin, dan kematian janin. (9)

Tabel 2.1 Perubahan dan adaptasi ibu hamil pada preeklamsia

No. Perubahan Normal(Dibanding tidak

hamil)

Preeklamsi(Dibanding

hamil normal)

Keterangan

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Cardiac output

Volume darah

Resistensi perifer

Aliran darah ke :a. utero plasentab. ginjalc. otakd. hepar

Berat badan

Edema

Sel darah

Hemokonsentrasi

Viskositas darah

Hematokrit

Meningkat

Hipervolemia

Menurun

MeningkatMeningkatMeningkatMeningkat

Meningkat

40% ada edema

Meningkat

Hemodilusi

Menurun

Menurun

Meningkat

Hipovolemia

Meningkat

MenurunMenurunSamaSama

Meningkat 60% hamil dengan hipertensi, 80% hamil dengan hipertensi dan proteinuria

Sama

Deformabilitas meningkat

Hemokonsentrasi tinggiMeningkat

Meningkat

Pada hamil normal, ketika resistensi perifer belum meningkat

Hipovolemia pada preeklamsi akibat vasokonstriksi menyeluruh dan peningkatan permeabilitas vaskuler.

Tidak terjadi disproporsi antara volume darah dan volume intravaskular

Peningkatan berat badan > 0,57 kg/ minggu harus waspada kemungkinan preeklamsi

Edema tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklamsi kecuali anasarka

-

Akibat : hipovolemia, ekstravasasi albumin.CVP dan PCWP meningkat

Pada preeklamsi akibat :

Page 15: Tutorial PEB

11

12

13

14

15

16

17

Elektrolit

Keseimbangan asam basa

Natrium dan kalium

Protein serum dan plasma

Lipid plasma

Asam urat dan kreatinin

Koagulasi dan fibrinolisis

Menurun

-

Disesuaikan dengan peningkatan cairan tubuh

Menurun

Hiperlipidemia

Menurun

-

Sama

-

Sama

Bertambah menurunnya

Bertambah hiperlipidemia

Meningkat

Trombositopenia Peningkatan FDPPenurunan anti trombin III

hipovolemia dan peningkatan resistensi perifer

-Kecuali pada preeklamsi diberi diuretikum dosis tinggi, restriksi garam dan infuse oxytocine

Pada preeklamsi dengan hipoksi dapat terjadi gangguan keseimbangan asam basaPada kejang eklamsi kadar bikarbonat menurun karena asidosis laktat, dan hilangnya karbondioksida

-

-

-

Akibat hipovelimia dan peningkatan permeabilitas vaskuler

3.5. Diagnosis Preeklampsia

Preeklamsi berat ialah preeklamsi dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda

dibawah ini :

a. Desakan darah : pasien dalam keadaan istirahat desakan

sistolik ≥ 160 mmHg dan atau desakan diastolik ≥ 110 mmHg

b. Proteinuria : ≥ 5 gr/ jumlah urin selama 24 jam. Atau dipstick :

4 +

c. Oliguria : produksi urin < 400-500 cc/ 24 jam

d. Kenaikan kreatinin serum

e. Edema paru dan sianosis

Page 16: Tutorial PEB

f. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen :

disebabkan teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur

hepar.

g. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala,

skotomata, dan pandangan kabur.

h. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin atau aspartat

amino transferase

i. Hemolisis mikroangiopatik

j. Trombositopenia : < 100.000 cell/ mm3

k. Sindroma HELLP

3.6. Penatalaksanaan Preeklampsia

Penanganan pada preeklampsia berat dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu:

1. Sikap terhadap penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis.

2. Sikap terhadap kehamilannya. (7)

1) Sikap Terhadap Penyakit

a) Penderita preeklampsia berat harus menjalani rawat inap di rumah sakit dan tirah

baring miring ke satu sisi secara intermiten

b) Monitoring input dan output cairan:

Dipasang infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5% dan Foley catheter untuk

mengukur pengeluaran urin, oliguria terjadi jika produksi urin <30cc/jam dalam

2-3 jam atau <500cc<24 jam.

c) Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak

kejang, dapat menghindari aspirasi asam lambung.

d) Diet cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.

e) Pemberian obat anti kejang, yang paling banyak dipakai di Indonesia adalah

magnesium sulfat (MgSO4)

Cara pemberian MgSO4 adalah sebagai berikut:

a) Loading dose: 4 gram MgSO4 intravena,(40% dalam 10cc) selama 15 menit.

b) Maintenance dose: diberikan infus dalam larutan Ringer/6 jam; atau

diberikan 4 atau 5 gram i.m. selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram

i.m. tiap 4-6 jam.

c) Syarat-syarat pemberian MgSO4:

Page 17: Tutorial PEB

- Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjdai intoksikasi yaitu kalsium

glukonas 10%=1 g (10% dalam 10cc) diberikan i.v. 3 menit

- Refleks patella (+) kuat

- Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit.

- Produksi urine dalam 4 jam sebelumnya > 100 cc ; 0,5 cc/kg BB/jam

d) Magnesium sulfat dihentikan bila:

- Ada tanda-tanda intoksikasi

- Setelah 24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir

e) Dosis terapeutik dan toksis MgSO4:

- Dosis terapeutik: 4-7 mEq/liter 4,8-8,4 mg/dl

- Hilangnya refleks tendon: 10 mEq/liter 12 mg/dl

- Terhentinya pernapasan: 15 mEq/liter 18mg/dl

- Terhentinya jantung: > 30 mEq/liter > 36 mg/dl

f) Diuretikum (furosemid)

Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin, karena :

1. Memperberat penurunan perfusi plasenta

2. Memperberat hipovolemia

3. Meningkatkan hemokonsentrasi

Diuretikum yang diberikan hanya atas indikasi :

1. Edema paru

2. Payah jantung kongestif

3. Edema anasarka

g) Anti hipertensi

Diberikan : bila tensi ≥ 180/110 atau MAP ≥ 126

Jenis obat : Nifedipine : 10-20 mg oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum

120 mg dalam 24 jam.

Nifedipine tidak dibenarkan diberikan dibawah mukosa lidah (sub

lingual) karena absorbsi yang terbaik adalah melalui saluran pencernaan

makanan.

Tekanan darah diturunkan secara bertahap :

1. Penurunan awal 25% dari desakan sistolik

Page 18: Tutorial PEB

2. Tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 mmHg atau

MAP < 125.

Nicardipine-HCl : 10 mg dalam 100 atau 250 cc NaCl/RL diberikan

secara IV selama 5 menit, bila gagal dalam 1 jam dapat diulang dengan

dosis 12,5 mg selama 5 menit. Bila masih gagal dalam 1 jam, bisa

diulangi sekali lagi dengan dosis 15 mg selama 5 menit

h) Glukokortikoid

Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu.

Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu. Pemberian betamethasone

(1x12mg selama 2 hari intramuskuler) atau dexamethasone (2x6mg selama 2

hari intramuskuler) dapat dilakukan. (7; 11)

2) Sikap Terhadap Kehamilannya

Penanganan terhadap kehamilan pada PEB ditinjau dari umur kehamilan dan

perkembangan gejala-gejala preeklampsia berat selama perawatan dibagi menjadi:

a) Aktif atau agresif : bila umur kehamilan ≥ 37 minggu, artinya kehamilan diakhiri

setelah mendapat terapi medikamentosa untuk stabilisasi ibu.

b) Ekspektatif atau konservatif : bila umur kehamilan < 37 minggu, artinya : kehamilan

dipertahankan selama mungkin sambil memberikan terapi medikamentosa. (7)

Aktif atau agresif

Indikasi bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah ini:

a) Indikasi Ibu

1) Kegagalan terapi medikamentosa, yaitu: keadaan klinik dan laboratorik

memburuk.

2) Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia.

3) Gangguan fungsi ginjal

4) Gangguan fungsi hepar

5) Diduga terjadi solusio plasenta

6) Timbul onset persalinan, ketuban pecah dini, atau perdarahan.

b) Indikasi Janin

1) Umur kehamilan ≥ 37 minggu

2) IUGR berat berdasarkan pemeriksaan USG

3) NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal

Page 19: Tutorial PEB

4) Terjadinya oligohidramnion.

c) Indikasi Laboratorium

d) Adanya tanda-tanda ”Sindroma HELLP” khususnya menurunnya trombosit dengan

cepat ( trombositopenia progresif).

Tindakan :

a) Lakukan sikap terhadap penyakit

b) Cara persalinan

Sedapat mungkin persalinan diarahkan pervaginam

Penderita belum inpartu

a. Dilakukan induksi persalinan bila skor Bishop ≥ 8

Bila perlu dilakukan pematngan serviks dengan misoprostol. Induksi persalinan

harus sudah mencapai kala II dalam waktu 24 jam. Bila tidak, induksi persalinan

dianggap gagal, dan harus disusul dengan seksio sesarea.

b. Indikasi seksio sesarea:

1. Tidak ada indikasi untuk persalinan pervaginam

2. Induksi persalinan gagal

3. Terjadi gawat janin

4. Bila umur kehamilan < 33 minggu

Penderita sudah inpartu

1. Perjalanan persalinan diikuti dengan grafik Friedman

2. Memperpendek kala II

3. Seksio sesarea dilakukan apabila terdapat kegawatan ibu dan gawat janin

4. Primigravida direkomendasikan pembedahan cesar

5. Anestesia : regional anestesia, epidural anestesia. Tidak diajurkan anesthesia

umum .

Ekspektatif atau konservatif

Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilann preterm < 37 minggu tanpa

disertai tanda-tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.

Tindakan :

a) Lakukan sikap terhadap penyakit

b) Pemeriksaan dan monitoring tiap hari terhadap gejala klinik seperti nyeri kepala,

penglihatan kabur, nyeri perut kuadran kanan atas, nyeri epigastrium, kenaikan berat

badan dengan cepat.

Page 20: Tutorial PEB

c) Menimbang berat badan pada waktu masuk Rumah Sakit dan diikuti tiap hari.

d) Mengukur proteinuria ketika masuk Rumah Sakit dan diulangi tiap 2 hari.

e) Cara persalinan

Bila penderita tidak inpartu, kehamilan dipertahankan sampai kehamilan aterm.

Sedangkan bila penderita inpartu, perjalanan persalinan diikuti seperti lazimnya

(misalnya dengan grafik Friedman) dan persalinan diutamakan pervaginam, kecuali

bila ada indikasi untuk seksio sesaria.

f) Penderita boleh dipulangkan bila penderita telah bebas dari gejala-gejala preeklamsi

berat, masih tetap dirawat 3 hari lagi baru diizinkan pulang.

3.7. Komplikasi Preeklampsia

Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin. Komplikasi yang

tersebut di bawah ini biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan eklampsia.

1. Solusio Plasenta

Komplikasi ini biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih

sering terjadi pada preeklampsia. Di rumah sait Dr. Cipto Mangunkusumo 15,5%

solusio plasenta disertai preeklampsia.

2. Hipofibrinogenemia

Pada preeklampsia berat Zuspan (1978) menemukan 23 % hipofibrinogenemia.

3. Hemolisis

Penderita dengan preeklampsia berat kadang menunjukkan gejala klinik hemolisis

yang dikenal karena ikterus.

4. Perdarahan Otak

komplikasi ini merupakann penyebab utama kematian maternal penderita eklampsia.

5. Kelainan Mata

kehilangan penglihatan untuk sementara, yang berlangsung sampai seminggu, dapat

terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina; hal ini merupakan tanda

gawat akan terjadinya apopleksia serebri.

6. Edema Paru-paru

Zuspan(1978) menemukan hanya satu penderitadari 69 kasus eklampsia, hal ini

disebabkan karena payah jantung.

7. Nekrosis Hati

8. Kelainan ginjal (anuria sampai gagal ginjal)

Page 21: Tutorial PEB

9. Prematuritas, dismaturitas, dan kematian janin intrauterin

10. Komplikasi lain (lidah tergigit dan trauma akibat kejang, DIC (disseminated

intravascular coagulation). (7)

Gambar 4. Komplikasi jangka pendek dari preeklampsia. (12)

Preeklampsia dan komplikasinya biasanya akan menghilang setelah

melahirkan dengan pengecualian komplikasi cerebrovaskuler. Diuresis (>4L/hari)

adalah indikator klinis paling akurat dari perbaikan. (2)

3.8 PROGNOSIS

Page 22: Tutorial PEB

Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis preeklamsia berat berdasarkan

kriteria Eden:

1. Koma yang lama.

2. Nadi > 120x/menit.

3. Suhu > 40 ° C

4. TD sistolik > 200 mmHg.

5. Kejang > 10 kali.

6. Proteinuria > 10 gr/dl.

7. Edema (+).

Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas. (1,2,6)

Page 23: Tutorial PEB

BAB IVPEMBAHASAN4.1 DiagnosisTeori Kasus

PREEKLAMPSIA BERAT adalah preeklamsi dengan salah satu atau lebih gejala dan tanda dibawah ini :

a. Tekanan sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg

b. Proteinuria : ≥ 5 gr/ jumlah urin selama 24 jam. Atau dipstick : 2 +

c. Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen : disebabkan teregangnya kapsula Glisoni. Nyeri dapat sebagai gejala awal ruptur hepar. Gangguan otak dan visus : perubahan kesadaran, nyeri kepala, skotomata, dan pandangan kabur.

d. Gangguan fungsi hepar : peningkatan alanin atau aspartat amino transferase

e. Hemolisis mikroangiopatikf. Trombositopenia : < 100.000 cell/ mm3

g. Preeklampsia terjadi pada umur kehamilan diatas 20 minggu.

a. Tekanan darah sistolik 220 mmHg. Tekanan

darah diastolik 160 mmHg

b. Protein urin (+3)

c. Nyeri kepala (+), nyeri ulu hati (+), sesak

napas (-), pandangan kabur (-). Kesadaran

komposmentis

d. Tidak dilakukan pemeriksaan enzim

transaminase

e. Tidak dilakukan pemeriksaan HDT

f. Trombosit : 212.000 / mm3

g. Gejala muncul pada saat intrapartum

dengan usia kehamilan 39 minggu.

Page 24: Tutorial PEB

4.2 Faktor Resiko

Teori Fakta

Faktor yang meningkatkan risiko terjadinya

preeklamsia adalah :

a. Primigravida

b. Umur yang ekstrim :

terlalu muda atau terlalu tua untuk

kehamilan

c. Riwayat pernah

preeklamsi

d. Hipertensi kronik

e. Penyakit ginjal

f. Obesitas

g. Diabetes

gestational, diabetes mellitus tipe 1

h. Mola hidatidosa

i. Kehamilan ganda

j. Infeksi saluran

kencing pada kehamilan

k. Hydrops fetalis

a. G3P2A0

b. Usia 30 tahun

c. 2 kali SC karena tekanan darah tinggi

d. Jika tidak hamil tekanan darah normal

e. Penyakit ginjal (-)

f. BMI : 34,72 kg/m2, BMI > 30 kg/m2

termasuk obesitas

g. Riwayat DM (-)

h. Kehamilan tunggal

4.3 Penatalaksanaan

Teori Fakta

a) Segera masuk rumah sakit

b) Tirah baring miring ke satu sisi secara

intermiten

c) Infus Ringer Laktat atau Ringer

Dekstrose 5% dan pasang Foley chateter

d) Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai

pencegahan dan terapi kejang.

a) Pasien masuk rumah sakit

b) Tirah baring miring ke satu sisi secara

intermiten

c) Infus Ringer Laktat dan terpasang kateter

urin

d) Drip MgSO4 sesuai protap

e) Nifedipin tab 3x10mg

Page 25: Tutorial PEB

e) Pemberian antihipertensi

f) Terminasi kehamilan

4.4 Prognosis

Teori Fakta

Kriteria prognosis preeklamsia berat

berdasarkan kriteria Eden:

a) Koma yang lama.

b) Nadi > 120x/menit.

c) Suhu > 40 ° C

d) TD sistolik > 200

mmHg.

e) Kejang > 10 kali.

f) Proteinuria > 10 gr/dl.

g) Edema (+).

Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas

Tidak ada satupun yang memenuhi kriteria.

Page 26: Tutorial PEB

BAB VPENUTUP5.1 KesimpulanPasien Ny. S, usia 30 tahun, datang dengan

keluhan sakit kepala. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang ditegakkan diagnosis pasien ini yaitu G3P2A0 gravid 39-40 minggu, janin tunggal

hidup intrauteri, presentasi kepala, belum inpartu dengan Preeklampsia Berat. Diputuskan

untuk dilakukan seksio sesarea.Secara umum, alur penegakkan diagnosis sudah tepat.

Penatalaksanaan medikamentosa dan pemilihan cara terminasi kehamilan dengan seksio

sesarea juga sesuai dengan literature.5.2. SaranSebaiknya pasien yang ingin hamil, harus

benar-benar melakukan konseling pra konsepsi yang baik menyangkut kehamilannya.

Konsultasi yang baik kepada dokter berguna untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit

pada ibu sebelumnya yang belum terdeteksi yang dapat membahayakan baik ibu maupun

janinnya kelak bila wanita tersebut hamil.

Page 27: Tutorial PEB

DAFTAR PUSTAKABaker, P. N., & Kingdom J. (2004). Preecclampsia: Current

Perpectives on Management., New York, USA : The Parthenon Publishing Group. (page

133-143).Barton, J. R., & Sibai, B. M., (1992). Acute Life-Threatening Emergencies in

Preeclampsia-Eclampsia in Pitkin, R. M., & Scott, J. R., Clinical Obstetrics and

Gynaecologyy. New York, USA : JB Lippincott Company. (page 402-412).Birkenharger,

W. H , Reid, J. L. & Rubin, P. C. (1988). Handbook of Hypertension : Hypertension in

Pregnancy” vol 10. Amsterdam-New York : Elsevier.Bolte A. (2000). Monitoring and

Medical Treatment of Severe Preecclampsia. Organon Nederland: Pharmacia and

Upjohn.Brown, M. A. (2003). Diagnosis and Classification of Preeklamsi and Other

Hypertensive Disoders of Pregnancy. In Belfort MA, Thornton S, Saade GR : Hypertension

in Pregnancy.New York : Marcel Dekker, Inc. (page 1-14).Churcill, D. & Beevers, D. G.

(1999). Definitions and Classification Systems of the Hypertensive Disoders in Pregnancy

In Churchill, D., & Beevers, D. G. Hyperetension in Pregnancy. London : BMJ

Books.Cunningham, F. G., & Leveno, K. J. (1999). Management of Preeclampsia in

Marshall, D., Lindheimer., Robert. M. J, Cunningham, G. Hypertensive Disoders in

Pregnancy” 2nd edition. Stamford, Connecticut, USA : Appleton & Lange. page : 543-

580.Cunningham, F. G., Gant, N, et al. (2001). William Obstetrics 21st ed. McGraw-Hill,

Medical Publishing Division. (page 567-618).Clark, S. L., Cotton, D., et al. (1997). Critical

Care Obstetrics third edition,.USA : Blackwell Science. (page 251-289).Deeker, G. A.

(1999). Risk Factor for Preeclampsia” in Clinical Obstetrics and Gynecology, (vol

42;422).Dieckmann, W. J. (1952). The Toxemias of Pregnancy 2nd edition. St. Louis : The

C.V. Mosby Co.Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) . 1985. Panduan

pengelolaan hipertensi dalam kehamilan di Indonesia. Jakarta : Persatuan Obstetri dan

Ginekologi Indonesia.