tutorial kurang darah klp 4
DESCRIPTION
nurseTRANSCRIPT
Skenario 2
Ny.T berusia 24 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan kurang darah, Ny T tampak pucat dan mengatakan kondisi badannya lemah tidak bertenaga dan mual-muntah. Ny T mengatakan sudah 3 minggu tidak haid.
Klarifikasi kata kunci
1. Usia 24 tahunDewasa awal/usia produktif
2. Kurang darahKarena adanya defisinnesi fe pada wanita hamil
3. PucatBerkurangnya sel darah merah
4. Kondisi badan terasa lemah dan tidak berdayaKurangnya sel darah merah. Jumlah homoglobin berkurang sehingga hemoglobin yang beredar tidak memenuhi fungsinya untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh.
5. Mual – muntah Faktor fisiologi meningkat
6. 3 minggu tidak haidHormon estrogen pada kehamilan
Problem Tree
KURANG DARAH
PKDMPenyakit yang b/d kurang darah
1. Anemia : Aplastik Defisiensi besi Megabloblastik Hemolitik Sel sabit Anemi ginjal Hemolotik imun Asam folat Devisiensi vit.B12
2. Trombositopemi ITP Hemifilia
3. Leukemia4. Thalasemia
Askep kasus
Anatomi fisiologi sistem hematologi
Mekanisme kurang darah
Pertanyaan Penting
1. Jelaskan anatomi fisiologi sistem hematologi?2. Jelaskan mekanisme terjadinya kurang darah?3. Jelaskan patomekanisme dan konsep dasar dari penyakit :
Anemia : Aplastik Defisiensi besi Anemi penyakit kronik Devisiensi Vit.B12 Anemi Hemolitik Megabloblastik Hemolitik Anemi defisiensi asam folat Sel sabit Anemi ginjal
Trombositopeni ITP Hemofilia
LeukemiaThalasemia
4. Membuat askep teori dan kasus
Jawaban penting (terlampir)
Sasaran/ Tujuan pembelajaran
Setelah melakukan tutorial mahasiswa mampu memahami tentang :
Mahasiswa mampu memahami anatomi fisiologi sistem hematologi Mahasiswa mampu memahami penyakit yang berhubungan dengan kurang darah Mahasiswa mampu memahami mekanisme kurang darah Mahasiswa mampu membuat dan menerapkan asuhan keperawatan sesuai kasus.
Tinjauan Teoritis
1. Anatomi fisiologi sistem Hematologi
Anatomi sistem hematologi
Darah merupakan medium transport tubuh, volume darah manusia sekitar 7%-10%
berat badan normal dan berjumlah sekitar 5 liter. Keadaan jumlah darah pada setiap orang
tidak sam, tergantung pada usia, pekerjaan, serta keadaan jantung atau pembuluh darah.
Darah terdiri atas 2 komponen utama, yaitu sebagai berikut :
1. Pasma darah, bagian cair darah yang sebagian besar terdiri atas air, elektrolit, dan
protein darah.
2. Butir-butir darah (blood corpuscles), yang terdiri atas komponen-komponen berikut
ini.
Eritrosit : seldarah merah (SDM – red blood cell)
Leukosit : sel darah putih (SDP – white blood cell)
Trombosit : butir pembeku darah – platelet.
A. Sel Darah Merah (eritrosit)
1. Struktur Eritrosit
Eritrosit merupakan cairan bikonkaf dengan diameter sekitar 7
mikron.Bikonkavitas memungkinkan gerakan oksigen masuk dan keluar sel dengan
cepat dengan jarak yang pendek antara membrane dan inti sel. Warnanya kuning
kemerahan, karena didalamnya mengandung suatu zat yang disebut hemoglobin.
Sel darah merah tidak memiliki inti sel, mitikondria, dan ribosom, sertatidak dapat
bergerak.Sel ini tidak dapat melakukan mitosis, fosforilasi, oksidatif sel, atau
pembentukan protein.
Komponen eritrosit adalah sebagai berikut :
a. Membran eritrosit.
b. Sistem enzim: enzim G6PD (Glucose 6-Phosphatasedehydrogenase)
c. Hemoglobin, komponennya terdiri atas:
Heme yang merupakan gabungan protoporfirin dengan besi,
Globin: bagian yang terdiri atas 2 rantai alfa dan 2 rantai beta.
Terdapat sekitar 300 molekul hemoglobin dalam setiapsel darah merah.
Hemoglobin berfungsi untuk mengikat oksigen, satu gram hemoglobin akan
bergagung dengan 1,34 ml oksigen. Tugas akhir hemoglobin adalah
menyerap karbondioksida dan ion hydrogen serta membawanya ke paru
tempat zat-Zat terbut dilepaskan dari hemoglobin.
2. Produksi Sel darah Merah (Eritroporesis)
Dalam keadaan normal, eritroporesis pada orang dewasa terutam terjaadi di dalam
sum-sum tulang, dimana sestem eritrosit menempati 20%-30% bagian jaringan sum-
sum tulang yang aktif membentuk darah.Sel eritrosit berinti bertasal dari sel induk
multi potensial dalam sum-sum tulang.Sel induk multipotensial ini mampu
berdiferansiasi menjadi sel darah system eritrosit, myeloid, dan megakariosibila yang
dirangsang oleh eritropoetin. Sel induk multipotensial akan berdiferensiasi menjadi
sel induk unipotensial.Sel unipotensial tidak mampu berdiferensiasi lebih lanjut,
sehingga sel induk unipotensial seri eritrosit hanya akan berdiferensiasi menjadi sel
pronormoblas. Sel pronormoblas akan membentuk DNA yang diperlukan untuk 3-4
kali fase mitosis. Melalui 4 kali mitosis dari setiap sel pronomoblas akan terbentuk 16
eritrosit. Eritrosit matang kemudian dilepaskan dalam sirkulasi.Pada produksi eritrosit
normal sum-sumtulang memerlukan besi, vitamin B12, asam folat, piridoksin,
(vitamin B6), kobal, asam amino, dan tembaga.
3. Lama Hidup
Eritrosit hidup selama 74-154 hari. Pada usia ini system enzim mereka gagal,
membrane sel berhenti berfungsi dengan edekuat, dan sel ini dihancurkan oleh
system retikulo endetelial.
4. Jumlah Eritrosit
Jumlah normal pada orang dewasa kira-kira 11,5-15 gram dalam 100 cc darah.
Normal Hb wanita 11,5 mg% dan Hb laki-laki 13,0 mg%.
5. Sifat-sifat Sel Darah Merah
Sel darah merah biasanya digambarkan berdasarkan ukuran dan jumlah hemoglobin
yang terdapat dalam sel seperti berikut:
a. Normositik : sel yang ukurannya normal.
b. Normokromik : sel dengan jumlah hemoglobin yang normal.
c. Mikrositik : sel yang ukurannya terlalyu kecil
d. Makrositik : sel yang ukurannya terlalu besar.
e. Hipikromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu sedikit.
f. Hiperkromik : sel yang jumlah hemoglobinnya terlalu banyak.
Dalam keadaan normal, bentuk sel darah merah dapat berubah-ubah, sifat ini
memungkinkan sel terdebut masuk ke mikrosirkulasi kapiler tanpa kerusakan.Apabila
sel darah merah sulit berubah bentuknya (kaku), maka sel tersebut tidak dapat
bertahan selama peredarannya dalam sirkulasi.
6. Penghancuran Sel Darah Merah
Proses penghancuran eritrosit terjadi karena proses penuaan (senescence) dan proses
patologis (hemolisis)
Hemolisis yang terjadi pada eritrosdit akan mengakibatkan terurainya komponen-
komponen hemoglobinmenjadi dua komponen sbb :
a. Komponen protein, yaitu globin yang akan dikembalikan ke pool protein dan dapt
digunakan kembali.
b. Komponen heme akan pecah menjadi 2, yaitu:
Besi akan dikembalikan ke pool besi dan digunakan ulang.
Bilirubin yang akan diekskresikan melalui hati dan empedu.
B. Sel Darah putih
1. Struktur Sel Darah Putih (leukosit)
Bentuknya dapat berubah-ubah dan dapat bergerak dengan perantaraan kaki palsu
(pseudopodia), mempunyai bermacam-macam inti sel sehingga ia dapt dibedakan
menurut inti selnya serta warnanya bening (tidak berwarna).
Sel darah putih dibentuk di sumsum tulang dari sel-sel bakal. Jenis-jenis dari
golongan sel ini adalah golongan yang tidak bergrandula,yaitu limposit T dan B;
monosit dan makrofag; serta golongan yang bergranula yaitu: eosinofil, basofil, dan
neutrofil.
2. Fungsi Sel Darah Putih
a. Sebagai serdadu tubuh, yaitu membunuh dan memakan bibit penyakit/bakteri
yang masuk kedalam tubuh jaringan RES (system retikulo endothelial)
b. Sebagai pengangkut, yaitu mengangkut/membawa zat lemak dari dinding usus
melalui limpa terus ke pembuluh darah.
3. Jenis-Jenis Sel Darah Putih
a. Agranulosit
Memiliki granula kecil di dalam protoplasmanya, memiliki diameter sekitar 10-
12 mikron, berdasarkan pewarnaan granual, granulosit terbagi menjadi 3
kelompok berikut ini:
Neutrofil:granula yang tidak berwarna mempunyai inti sel yang terangkai,
kadang seperti terpisah-pisah, protoplasmanya banyak berbintik-bintik
halus/grasnula, serta banyaknya sekitar 60-70%
Eosinofil:granual berwarna merah dengan pewarnaan asam, ukuran dan
bentuknya hamper sama dengan neutrofil, tetapi granual dalam sitoplasmanya
lebih besar, banyaknya kira-kira 24%.
Basofil:granual berwarna biru dengan pewarnaan basa, sel ini lebih kecil
daripada eosinifil, tetapi mempunyai inti yang bentuknya teratur, di dalam
sitoplasmanya terdapt granual yang besar, banyaknya kira-kira 0,5% di
sumsum tulang.
Neutrofil, eosinofil, dan basofil bedfungsi sebagai fagosit untuk mencerna dan
menghancurkan mikroorganisme dan sisa-sisa sel. Selain itu, basofil bekerja
sebagai sel mast dan mengeluarkan peptide vasoaktif.
b. Granulosit
Granulosit terdiri atas limfosit dan monosit.
1) Limfosit
Limfosit memiliki nucleus besar bulat dengan menempati sebagian besar sel
limfosit berkembangvdalam jaringan limfe.Ukuran bervariasi dari 7-15
mikropn.Banyaknya 20-25% dan fungsinya membunuh dan memakan
bakteri yang masuk ke dalam jaringan tubuh. Ada 2 macam limfosit, yaitu :
Limfosit T
Limfosit B
2) Monosit
Ukurannya lebih besar dari limfosit, protoplasmanya besar, warna biru
sedikit berabu-abu, serta mempunyai binti-bintik kemerahan.Inti selnya
bulat dan panjang. Monosit dibentuk di dalam sumsum tulang, masuk
kedalam sirkulasi dalam bentuk imatur dan mengalami proses pematangan
menjadi makrofag setelah masuk jaringan. Fungsinya sebagai fagosit.
Jumlahnya 34% dari total komponene yang ada di sel darah putih.
4. Jumlah Sel Darah Putih
Pada orang dewasa, jumlah sel darah putih total 4,0-11,0 x 10 9/l yang terbagi
sebagai berikut:
Granulosit:
Neutrofil 2,5 – 7,5 x 109
Eosinofil 0,04 – 0,44 x 109
Basofil 0 – 0,10 x 109
Limfosit 1,5 – 3,5 x 109
Monosit 0,2 – 0,8 x 10 9
C. Trombosit (keping Darah)
1. Struktur Trombosit
Trombosit adalah bagian dari beberapa sel-sel besar dalam sumsum tulang yang
terbentuk cakram bulat, oval, bikonveks, tidak berinti, dan hidup sekitar 10 hari
2. Jumlah Trombosit
Jumlah trombosit antara 150 dan 400 x 109/liter (150.000 – 400.000/milliliter),
sekitar 30 – 40% terkonasentrasi di dalam limpa dan sisanya bersirkulasi dalam
darah.
3. Fungsi Trombosit
Trombosit berperan penting dalam pembentukan bekuan darah.Trombosit dalam
keadaan normal bersirkulasi ke seluruh tubuh melalui aliran darah.Namun, dalam
beberapa detik setelah kerusakan suatu pembuluh, trombosit tertarik kedaerah
tersebut sebagai respon kolagen yang terpajan dilapisan subendotel
pembuluh.Trombosit melekat ke permukaan yang rusak dan mengeluarkan
beberapa zat (serotonin dan histamine) yang menyebabkan terjadinya
vasokonstriksi pembuluh. Fungsi lain dari trombosit yaitu untuk mengubah bentuk
dan kualitas setelah berikatan dengan pembuluh yang cedera. Trombosit akan
menjadi lengket dan menggumpal bersama membentuk sumbat trombosit yang
secara efektif menambal daerah yang luka.
4. Pembatasan Fungsi Trombosit
Penimbunan trombost yang berlebihan dapat menimbulkan penurunan aliran darah
ke jaringan atau sumbart menjadi sangat besar, sehingga lepas dari tempat semula
dan mengalir kehilir sebagai suatu embolus dan menyumbat aliran darah hilir.
Guna mencegah pembentukan suatu emboli, maka trombosit-trombosit tersebut
mengeluarkan bahan-bahan yang membatasi penggumpalan mereka sendiri.Bahan
utama yang dikeluarkan oleh trombosit untuk membatasi pembekuan darah adalah
prostaglandin tromboksan A2 dan prostasiklin I2.Trombiksan A2 merangsang
penguraian trombosit dan menyebabakan vasokontriksi lebih lanjut pada pembuluh
darah.Sedangkan prostasiklin I2 merangsang agregasi trombosit dan pelebaran
pembuluh, segingga semakin meningkatkan respons trombosit.
5. Plasma Darah
Plasama adalah bagian darah yang encer tanpa sel-sel darah, warnanya bening
kekung-kuningan. Hamper 90% darah plasma terdiri atas air. Zat-zat yang terdapt
dalam plasma darah adalah sbb:
Fibrinogen yang berguna dalam peristiwa pembekuan darah.
Garam-garam mineral (kalsium, kalium, natrium, dll) yang berguna dalam
metabolism dan juga mengadakan osmotic.
Protein darah (albumin, globulin) meningkatkan viskositas darah juga
menimbulkan tekanan osmotic untuk memelihara keseimbangan cairan dalam
tubuh.
Zat makanan (asam amino, glukosa, lemak, mineral, dan vitamin).
Hormon, yaitu suatu zat yang dihasilkan oleh kelenjar tubuh.
D. Limpa
1. Sruktur Limpa
Merupakan organ ungu lunak kurang lebih berukuran satu kepalan tangan.Limpa
terletak pada pojok atas kiri abdomen di bawah kostae. Limpamemiliki permukaan
luar konveks yang berhadapan dengan diafragmadan permukaan medial yang
ko0nkaf serta berhadapan dengan lambun,fleksura linealiskolon, dan ginjal kiri.
Limpa terdiri atas kapsula jaringan fibroelastin, folikel limpa (massa jaringan
limpa), dan pulpa merah (jaringan ikat, sel eritrosit, sel leukosit). Suplai darah oleh
arteri linealis yang keluar dari arteri coeliaca.
2. Fungsi Limpa
Pembentukan sel eritrosit (hanya pada janin)
Destruksi sel eritrosit yang tua
Penyimpanan zat besi dari sel-sel yang dihancurkan
Produksi bilirubin dari eritrosit
Pembentukan limfosit dalam folikel limpa
Pembentukan immunoglobulin
Pembuangan partikel asing dari darah.
Sistem Retikulo Endotelial
Sistem retikuloendotelial (RES) terdiri atas sejumlah sel-sel berstruktur sama dan
fungsi yang serupa terdapat pada berbagai organ dan jaringan.
Sel retikuloendotelial terdapat pada limpa, hepar, timus, kelenjar limfe, sumsum tulang,
dan dinding pembuluh darah. Fungsi utama sel retikuloendothelial adalah pembuangan
partikel benda asing, destruksi sel eritrosit tua, dan destruksi sel-sel lain.
Fisiologi Sistem Hematologi
Dalam keadaan fisiologis, darah selalu berada dalam pembuluh darah, sehingga
dapat menjalankan fungsinya sbb:
1. Sebagai alat pengangkut :
Mengangkut CO2 dari jaringan perifer kemudian dikeluarkan melalui paru-
paru.
Mengangkut sisa-sisa makanan/ampas dari hasil metabolism jarimngan
berupa urea, kreatinin, dan asam urat.
Mengangkut sari makanan yang diserap melalui usus untuk disebarkan ke
seluruh jaringan tubuh.
Mengangkut hasil-hasil metabolisme jaringan.
2. Mengatur keseimbangan cairan tubuh.
3. Mengatur panas tubuh.
4. Berperasn serta dalam mengatur pH cairan tubuh.
5. Mempertajhankan tubuh dari serangan penyakit infeksi.
6. Mencegah perdarahan.
Hematopoiesis
Hematopoiesis merupakan proses pembentukan darah.Tempat hematopoesis pada
manusia berpidah-pindah, sesuai dengan usianya.
1) Yolk sac : usia 0 – 3 bulan intrauteri
2) Hati dan lien : usia 3 – 6 bulan intrauteri
3) Sumsum tulang : usia 4 bulan intrauteri sampai dewasa
Pada orang dewasa, dalam keadaan fisiologis, semua hematopoesis terjadi pada
sumsum tulang.Dalam keadaan patologis, hematopoesis terjadi diluar sumsum tulang,
terutama di lien yang disebut sebagai hematopoiesis ekstramoduler. Untuk kelangsungan
hematopoiesis diperlukan beberapa hal berikut :
1) Sel induk hematopoietic (hematopoietic stem cell)
Sel induk ialah sel-sel yang akan berkembang menjadi sel-sel darah, termasuk
sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), butir pembeku(trombosit),
dan juga beberapa sel dalam sumsum tulang seperti fibroblast. Sel induk yang
paling primitive disebut sebagai pluripotent stem cell yang mempunyai sifat
mampu memperbaharui diri sendiri, sehingga tidak pernah habis meskipun terus
membelah (self renewal), mampu memperbanyak diri (proliferative), dan
mampu mematangkan diri menjadi sel-sel dengan fungsi tertentu (deferensiatif)
2) Lingkungan mikro (microenvironment) sumsum tulang
Lingkungan mikro sumsum tulang adalah subtansi yang memungkinkan sel
induk tumbuh secara kondusif.Komponen lingkungan mikro ini meliputi hal-hal
berikut ini.
a. Mikrosirkulasi dalam sumsum tulang
b. Sel-sel stroma (sel endotel, sel lemak, fibroblast, makrofag, san sel
reticulum)
c. Matriks ekstraseluler (fibronektin, hemonektin, laminin, kolagen, dan
proteoglikan)
d. Lingkungan mikro sangat penting dalam hematopoiesis, karena berfungsi
untuk hal-hal berikut ini.
e. Menyediakan nutrisi dan bahan hematopoiesis yang dibawa oleh peradaran
darah mikro dalam sumsum tulang.
f. Komunikasi antar sel.
g. Menghasilkan sat yang mengatur heematopoesis (hematopoetik growth
faktor, cytocine)
3) Bahan-bahan pembentuk darah
a. Asam folat dan vitamin B12: bahan pokok pembentuk inti sel
b. Besi : diperlukan untuk pembentukan hemoglobin
c. Cobalt, magnesium,Cu, dan Zn
d. Vitamin : vitamin C,dan B kompleks
4) Mekanisme regulasi
Hemostasis
Apabila tubuh kita mengalami perdarahan akibat dari rudapaksa, maka secara
otomatis tubuh akan mengatasi perdarahan tersebut. Adapun prinsip dari hemostasis adalah
sbb:
a. Mengurangi aliran darah yang menuju daerah trauma.
Cara untuk mengurangi darah yang menuju daerah trauma adalah :
1) Vasokonstriksi
2) Penekanan oleh edema.
b. Mengadakan sumbatan/menutup lubang perdarahan.
Hal yang berperan di dalam penyumbatan atau penutupan luka adalah trombus,
yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah pada orang yang masih hidup.
Trombus ini akan menymbat/luka pada pembuluh darah. Dengan demikian,
darah yang mengalir pada pembuluh darah tersebut ajkan berkurang.
Pembekuan Darah
Pembekuan darah adalah proses di mana komponen cairan darah ditransformasi
menjadi material semisolid yang dinamakan bekuan darah. Bekuam darah tersususn
terutama oleh sel-sel darah merah yang terperangkap dalam jaringan fibrin.Fibrin adalah
suatu protein yang tidak larut dan berupa benang berbentuk semacam jarring Fibrin yang
terbentuk berasal dari fibrinogen yang terdapat dalam plasma dalam keadaan larut.
Berubahnya fibrin dari fibrinogen ini karena adanya thrombin, yaitu suatu proteolitik
enzim yang baru bias bekerja apabila dalam keadaan aktif. Menurut Howell, proses
pembekuan darah dibagi menjadi 3 stadium, sbb:
Stadium I : pembentukan tromboplastin
Stadium II : perubahan dari protrombin menjadi thrombin
Stadium III : perubahan dari fibrinogen menjadi fibrin.
Faktor-faktor pembekuan darah.
Table 1.1
Faktor NamaI FibrinogenII ProtrombinIII KalsiumV Labile factor, prosccelerin, dan accelerator
(Ac-)globulinVII Proconvertin,serum protthrombin convertin
accelerator (SPCA), cothromboplastine, dan autoprothrombin I
VIII Antihemolitic factor, antihemofilic globulin (AHG)
IX Plasma thromboplastine component (PTC)/Christmas factor
X Stuart-power factorXI Plasma thromboplastine antecendent (PTA)XII Factor HagemanXIII Factor stabilisasi fibrin
2. Mekanisme kurang darah
Nnti k’rasma yg print mekanismex kk’
kosongkanki juga krtas untuk pkdmx kk
3. Jelaskan patomekanisme dan konsep dasar dari penyakit
Anemia aplastik
Pengertian
Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta hemoglobin dalam 1 mm3 darah
atau berkurangnya volume sel yang dipadatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml
darah.
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel
hematopoetik dalam darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemopoetik dalam sumsum tulang.
Anemia aplastik adalah anemia yang normokromik normositer yang disebabkan
oleh disfungsi sumsum tulang, sedemikian sehingga sel darah yang mati tidak diganti.
Anemia aplastik adalah anemia yang disebabkan terhentinya pembuatan sel darah oleh
sumsum tulang (kerusakan susum tulang). (Ngastiyah.1997.Hal:359)
Anemia aplastik merupaka keadaan yang disebabkan bekurangnya sel hematopoetik dalam
darah tepi seperti eritrosit, leukosit dan trombosit sebagai akibat terhentinya pembentukan
sel hemopoetik dalam sumsum tulang. (Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak
FKUI.2005.Hal:451)
Anemia aplastik adalah kegagalan anatomi dan fisiologi dari sumsum tulang yang
mengarah pada suatu penurunan nyata atau tidak adanya unsur pembentukan darah dalam
sumsum.(Sacharin.1996.Hal:412)
Etiologi
a. Faktor congenital : sindrom fanconi yang biasanya disertai kelainan bawaan lain
seperti mikrosefali, strabismus, anomali jari, kelainan ginjal dan lain sebagainya.
b. Faktor didapat
Bahan kimia : benzena, insektisida, senyawa As, Au, Pb.
Obat : kloramfenikol, mesantoin (antikonvulsan), piribenzamin (antihistamin),
santonin-kalomel, obat sitostatika (myleran, methrotrexate, TEM, vincristine,
rubidomycine dan sebagainya), obat anti tumor (nitrogen mustard), anti
microbial.
Radiasi : sinar roentgen, radioaktif.
Faktor individu : alergi terhadap obat, bahan kimia dan lain – lain.
Infeksi : tuberculosis milier, hepatitis dan lain – lain.
Keganasan , penyakit ginjal, gangguan endokrin, dan idiopatik.
Patofisiologi
Walaupun banyak penelitian yang telah dilakukan hingga saat ini, patofisiologi
anemia aplastik belum diketahui secara tuntas. Ada 3 teori yang dapat menerangkan
patofisiologi penyakit ini yaitu :
1. kerusakan sel hematopoitik
2. kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang
3. proses imunologik yang menekan hematopoisis
Keberadaan sel induk hematopoitik dapat diketahui lewat petanda sel yaitu CD
34, atau dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan induk hematopoitik dikenal sebagai,
longterm culture-initiating cell (LTC-IC), long-term marrow culture (LTMC), jumlah sel
induk/ CD 34 sangat menurun hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada
cobble-stone area forming cells jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang yang
menyokong teori gangguan sel induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang
pada 60-80% kasus. Hal ini membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar
akan terjadi rekonstruksi sumsum tulang pada pasien anemia aplastik. Beberapa sarjana
menganggap gangguan ini dapat disebabkan oleh proses imunologik.
Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoitik
tergantung pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari sel stroma yang
menghasilkan berbagai sitokin perangsang seperti GM-CSF,G-CSF dan IL-6 dalam jumlah
normal sedangkan sitokin penghambat seperti –? (IFN-?), tumor necrosis factor-? (TNF-?),
protein macrophage inflamatory 1? (MIP-1?), dan transforming growth factor –?2 (TGF-?
2) akan meningkat. Sel stroma pasien anemia aplastik dapat menunjang pertumbuhan sel
induk, tapi sel stroma normal tidak dapat menumbuhkan sel induk yang berasal dari pasien.
Berdasar temuan tersebut, teori kerusakan lingkungan mikro sumsum tulang sebagai
penyebab mendasar anemia apalstik makin banyak ditinggalkan. Anemia aplasia sepertinya
tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau produksi faktor pertumbuhan.
Kerusakan akibat Obat.
Kerusakan ekstrinsik pada sumsum terjadi setelah trauma radiasi dan kimiawi
seperti dosis tinggi pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk reaksi idiosinkronasi yang
paling sering pada dosis rendah obat, perubahan metabolisme obat kemungkinan telah
memicu mekanisme kerusakan. Jalur metabolisme dari kebanyakan obat dan zat kimia,
terutama jika bersifat polar dan memiliki keterbatasan dalam daya larut dengan air,
melibatkan degradasi enzimatik hingga menjadi komponen elektrofilik yang sangat reaktif
(yang disebut intermediate); komponen ini bersifat toxic karena kecenderungannya untuk
berikatan dengan makromolekul seluler.
Sebagai contoh, turunan hydroquinones dan quinolon berperan terhadap cedera
jaringan. Pembentukan intermediat metabolit yang berlebihan atau kegagalan dalam
detoksifikasi komponen ini kemungkinan akan secara genetic menentukan namun
perubahan genetis ini hanya terlihat pada beberapa obat; kompleksitas dan spesifitas dari
jalur ini berperan terhadap kerentanan suatu loci dan dapat memberikan penjelasan
terhadap jarangnya kejadian reaksi idiosinkronasi obat.
Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala yang sering dialami pada anemia aplastik adalah :
Ø Lemah dan mudah lelah
Ø Granulositopenia dan leukositopenia menyebabkan lebih mudah terkena infeksi
bakteri
Ø Trombositopenia menimbulkan perdarahan mukosa dan kulit
Ø Pucat
Ø Pusing
Ø Anoreksia
Ø Peningkatan tekanan sistolik
Ø Takikardia
Ø Penurunan pengisian kapler
Ø Sesak
Ø Demam
Ø Purpura
Ø Petekie
Ø Hepatosplenomegali
Ø Limfadenopati
(Tierney,dkk.2003.Hal:95)
Penatalaksanaan
Secara garis besar terapi untuk anemia aplastik terdiri atas beberapa terapi sebagai
berikut :
1. Terapi Kausal
Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan
pemaparan lebih lanjut terhadap agen penyebab yang tidak diketahui. Akan
tetapi,hal ini sulit dilakukan karena etiologinya tidak jelas atau penyebabnya tidak
dapat dikoreksi.
2. Terapi suportif
Terapi suportif bermanfaat untuk mengatasi kelainan yang timbul akibat
pansitopenia. Adapun bentuk terapinya adalah sebagai berikut :
Untuk mengatasi infeksi
Hygiene mulut
Identifikasi sumber infeksi serta pemberian antibiotik yang tepat dan
adekuat/.
Transfusi granulosit konsertat diberikan pada sepsis berat.
Usaha untuk mengatasi anemia, Berikan transfusi packed red cell (PRC) jika
hemoglobin < 7 gr/ atau tanda payah jantung atau anemia yang sangat
simptomatik. Koreksi Hb sebesar 9-10 g% tidak perlu sampai normal karena
akan menekan eritropoesis internal
Usaha untuk mengatasi perdarahan. Berikan transfusi konsertat trombosit jika
terdapat pedarahan mayor atau trombosit < 20.000/mm3.
3. Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang
Obat untuk merangsang fungsi sumsum tulang adalah sebagai berikut :
Anabolik steroid à dapat diberikan oksimetolon atau stanal dengan dosis 2-3
mg/kgBB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-8 minggu. Efek samping yang
dialami berupa virilisasi dan gangguan fungsi hati.
Kortikosteroid dosis rendah sampai menengah.
GM-CSF atau G-CSF dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah neutrofil.
4. Terapi Definitif
Terapi definitif merupakan terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka
panjang. Terapi definitif untuk anemia aplastik terdiri atas dua jenis pilihan
sebagai berikut :
Terapi imunosuprersif
Pemberian anti-lymphocyte globuline (ALG) atau anti-thymocyte
globuline (ATG) dapat menekan proses imunologis
Terapi imunosupresif lain, yaitu pemberian metilprednison dosis tinggi
Transplantasi sumsum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definitif yang memberikan
harapan kesembuhan, tetapi biayanya mahal.
Komplikasi
Perdarahan
Infeksi organ
Gagal jantung
Anemia megaloblastik
Pengertian
Anemia megaloblastik adalah anemia yang khas ditandai oleh adanya sel
megaloblast dalam sumusum tulang. Sel megaloblast adalah sel precursor eritrosit dengan
bentuk sel yang besar disertai adanya kes, dimana maturasi sitoplasma normal tetapi inti
besar dengan susunan kromosom yang longgar
Etiologi
Penyebab anemia megaloblastik adalah sebagai berikut :
1. Defisiensi vitamin B12
a. Asupan kurang : pada vegetarian
b. Malabsorbsi
c. Gangguan metabolism seluler
2. Defisiensi asam folat
a. Asupan kurang : gangguan nutrisi dan malabsorbsi
b. Peningkatan kebutuhan: keahmilan, anemia hemolitik, keganasan,
hipertiroidisme, serta eritropoesis yang tidak efektif
c. Gangguan metabolism folat : alkoholisme, defisiensi enzim
d. Penurunan cadangan folat dihati : alkoholisme, sirosis non alkoholik dan
hepatoma
Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya anemia megaloblastik dibagi menjadi beberapa jenis :
1. Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12
2. Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat
3. Anemia megaloblastik karena kombinasi defisiensi vitamin B12 dan Asam folat
Patofisiologi
Timbulnya megaloblast adalah akibat gangguan maturasi inti sel karena terjadi
gangguan sintesis DNA sel – sel eritoblast akibat defisiensi asam folat dan vitamin B12,
dimana vitamin B12 dan asam folat berfungsi dalam pembentukan DNA inti sel dan secara
khusus untuk vitamin B12 penting dalam pembentukan myelin. Akibat gangguan sintesis
DNA pada inti eritoblast ini, maka maturasi inti lebih lambat, sehingga kromatin lebih
longgar dan sel menjadi lebih besar karena pembentukan sel yang lambat. Sel eritoblast
dengan ukuran yang lebih besar serta susunan kromatin yang lebih longgar disebut sebagai
sel megaloblast. Sel megaloblast ini fungsinya tidak normal, dihancurkan saat masih dalam
sumsum tulang sehingga terjadi eritropoesis inefektif dan masa hidup eritrosit lebih pendek
yang berujung pada terjadinya anemia.
Gejala klinis
Gejala klinis yang biasanya muncul pada anemia megaloblastik adalah sebagai
berikut :
1. Anemia karena eritropoesis yang inefektif
2. Ikterus ringan akibat pemecahan globin
3. Glosistis dengan lidah berwarna merah
4. Purpura trombositopenia karena maturasi megakariosit terganggu.
5. Pada defisiensi vitamin B12 dijumpai gejala neuropati sebagai berikut :
a. Neuropati perifer : mati rasa, terbakar pada jari
b. Kerusakan kolumna posterior : gangguan posisi, vibrasi
c. Kerusakan kolumna lateralis : spastisitas dengan deep reflex hiperaktif
Laboratorium
Pada pemeriksaan darah tepi akan dijumpai hasil sebagai berikut :
1. Hemoglobin menurun, dari ringan sampai berat (3-4 g/dl)
2. Dijumpai makrosit berbentuk oval dengan poikilositosis berat, MCV meningkat
110-125 fl, sedangkan retikulosit normal
3. Leucopenia ringan dengan hipersegmentasi neutrofil
4. Kadang – kadang dijumpai trombositopenia ringan
5. Pada pemeriksaan sumsum tulang dapat dijumpai adanya gejala sebagai berikut :
a. Hyperplasia eritroid dengan sel megaloblast
b. Giant metamyelocyte
c. Sel megakariosit besar
d. Cadangan besi sumsum tulang meningkat
6. Kadar bilirubin indirek serum dan LDH meningkat
Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan-pemeriksaan yang lazim dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Untuk kekurangan vitamin B12 yang dilakukan adalah :
a. Anamnesis makanan
b. Tes absorbs vitamin B12 dengan atau tanpa faktor
c. Penentuan faktor intrinsik dan antibody terhadap sel parietal lambung
d. Endoskopi foto saluran makanan bagian atas
e. Analisis cairan lambung
2. Untuk kekurangan asam folat yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Anamnesis makanan
b. Tes-tes malabsorbsi
c. Biopsy jejunum
d. Tanda-tanda penyakit dasar penyebab
Penatalaksanaan medis / terapi
1. Terapi suportif
Transfuse bila ada hipoksia dan suspense trombosit bila trombositopenia
mengancam jiwa
2. Terapi untuk defisiensi vitamin B12
Diberikan vitamin B12 100-1.000 Ug intramuskuler sehari selama dua minggu,
selanjutnya 100-1.000 Ug IM setiap bulan. Bila ada kelainan neurologis, terlebih
dahulu diberikan setiap dua minggu selama enam bulan, baru kemudian diberikan
sebulan sekali. Bila penderita sensitive terhadap pemberian suntikan dapat
diberikan secara oral 1.000 Ug sekali sehari, asal tidak terdapat gangguan absorbs.
3. Terapi untuk defisiensi asam folat
Diberikan asam folat 1-5 mg/hari per oral selama empat bulan, asal tidak terdapat
gangguan absorbsi
4. Terapi penyakit dasar
Menghentikan obat-obatan penyebab anemia megaloblastik.
Anemia pernisiosa (defisiensi vit. B12)
Pengertian
Anemia pernisiosa merupakan tipe anemia megaloblastik yang paling sering
diremkan, terjadi karena malabsorpsi vitamin B12 . awitan anemia biasa terjadi pada usia
antara 30 dan 60 tahun, dan insidensinya meningkat seiring dengan petambahan usia.
Jika tidak ditangani, anemia pernisiosa merupakan keadaan yang fatal.
Manifestasi klinik akan mereda setelah pasien mendapat pengobatan, meskipun beberapa
deficit neurologi dapat bersifat permanen.
Etiologi
a. Predisposisi genetic (yang ditunjukkan melalui insidensi familial)
b. Penyakit yang secara imunologis berkaitan, seperti tiroiditis, miksidema dan
penyakit graves (yang insidennya lebih tinggi pada pasien-pasien ini)
c. Gasterektomi parsial (induksi iatrogenik)
d. Usia lanjut
Patofisiologi
Anemia pernisiosa ditandai oleh penurunan asam hidroklorida dalam lambung dan
defisiensi factor intrisik yang pada keadaan normal disekresi oleh sel-sel parietal pada
mukosa lambung, factor intrisik ini merupakan unsure esensial untuk absorpsi vitamin B12
di dalam ileum. Defisiensi vit B 12 yang ditimbulkan akan menghambat pertumbuhan sel,
khususnya sel darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan berjumlah sedikit
dan mengalami deformitas dan kapasitasnya untuk mengangkut oksigen buruk. Defisiensi
tersebut juga menyebabkan kerusakan neurologi dengan cara merusak pembentukan
myelin .
Manifestasi klinis
a. Kelemahan akibat hipoksia jaringan
b. Lidah yang terasa perih akibat atropi papilla
c. Patirasa dan kesemutan pada ekstremitas akibat gangguan transmisi impuls yang
disebabkan oleh demielinisasi
d. Penampilan bibir dan gusi yang pucat
e. Sclera yang terlihat agak ikterik dan pucat hingga kulit yang berwarna kuning
cerah akibat hiperbilirubinemia yang diakibatkan hemolisis
f. Kerentanan yang tinggi terhadap infeksi, khususnya pada traktus urogenital.
Anemia pernisiosa dapat juga menimbulkan efek GI, neurologi dan kardiovaskuler. Gejala
GI meliputi:
a. Mual muntah, anoreksia, penurunan berat badan, flatulesi, diare dan konstipasi
akibat gangguan cerna yang disebabkan oleh atropi mukosa lambung serta
penurunan produksi asam hidrokklorida.
b. Perdarahan ginggiva dan inflamasi lidah.
Gejala neurologis meliputi:
Neuritis, kelemahan pada ekstremitas
Patirasa perifer dan parastesia
Gangguan sensibilitas terhadap posisi
Gangguan koordinasi, ataksia, kerusakan pada gerakan jari-jari tangan
Tanda babinski atau Romberg yang positif
Kepala terasa ringan
Perubahan pada penglihatan (diplopia, penglihatan yang kabur) kemampuan
kecap dan pendengaran (tinitus), atropi muskulus optikus.
Kehilangan control defeksi dan urinasi dan pada laki-laki impotensi yang
disebabkan oleh demielinisasi (yang awlnya menyerang saraf perifer, namun
secara berangsur meluas hingga mengenai medulla spinalis) akibat defisiensi
vitamin B12
Iritabilitas, daya ingat yang menurun, sakit kepala, depresi dan deliriuim.
Gejala kardivaskuler meliputi:
a. Kadar hemoglobin yang rendah akibat destruksi sel darah merah yang meluas
karena membrane sel menjadi semakin rapuh.
b. Palpitasi, tekanan nadi yang lebar, dispneu, ortopneu, takikardi, denyut jantung
premature, dan akhirnya gagal jantung yang disebabkan oleh penigkatan curah
jantung sebagai kompensasai terhadap semua keadaan ini.
Komplikasi
a. Hipokalemia (terapi minggu pertama)
b. Gejala SSP yang permanen
c. Polip lambung
d. Kanker lambung
Diagnosis
a. Riwayat yang positif dari keluarga
b. Kadar hemoglobin 4 hingga 5g/dl
c. Jumlah sel darah merah yang rendah
d. Mean corpuscular volume (MCV) yang melebihi 120µl akibat peningkatan jumlah
hemoglobin dalam sel darah merah yang berukuran lebih besar daripada ukuran
normal.
e. Hasil aspirasi sum-sum tulang yang memperlihatkan hyperplasia eritroid (sum-
sum tulang merah yang penuh sesak) disertai peningkatan jumlah sel-sel
megaloblast, tetapi hanya sedikit sl darah merah yang berkembang normal.
f. Analisis getah lambung yang menunjukkan tidak ada asam hidroklorida setelah
penyuntikan histamnin dan pentagastrin
g. Tes schilling untuk ekskresi vitamin B12 yang berlabel zat radioaktif (tes pasti
untuk anemia pernisiosa).
h. Hasil pemeriksaan serologi yang meliputi antibody terhadap factor intrisik dan
antibody antisel parietal.
Penanganan
a. Penyuntikan vit B12 sejak dini
b. Pemberian besi dan asam folat bersamaan dengan vitamin B12 untuk mencegah
anemia defisiensi besi.
c. Sesudah respon awal timbul, dosis pemberian vit B12 diturunkan hingga mencapai
dosis rumatan yang diberikan sebulan sekali (harus diberikan seumur hidup)
d. Tirah baring untuk keluhan mudah lelah yang ekstrem hingga kadar hemoglobin
rendah yang membahayakan.
e. Pemberian digoksin, diuretic, penerapan diet rendah natrium
f. Pemberian antibiotic untuk mencegah infeksi
Anemia Defisiensi Asam Folat
Definisi
Anemia defisiensi Asam Folat adalah anemia yang terjadi karena tubuh
kekurangan asam folat. Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan
unsur makanan yang sangat diperlukan bagi tubuh. Peran utama dari asam folat dan
vitamin B12 ialah dalam metabolisme intraselular. Bila kedua zat tersebut mengalami
defisiensi, akan menghasilkan tidak sempurnanya sintesa DNA. Hematopoiesis sangat
sensitif pada defisiensi vitamin tersebut, dan gejala awal ialah anemia megaloblastik.6
Epidemiologi
Anemia defisiensi besi sampai saat ini masih merupakan masalah nutrisi di
seluruh dunia terutama di negara berkembang dan diperkirakan 30% penduduk dunia
menderita anemia dan lebih dari setengah menderita ADB.1,2,3 WHO (1968) menyatakan
ADB pada bayi dan anak di negara sedang berkembang dihubungkan dengan kemiskinan,
malnutrisi, infeksi malaria, infestasi cacing tambang, HIV, defisiensi vitamin A dan asam
folat.
Etiologi
Etiologi anemia defisiensi asam folat
1. Kekurangan makanan
Misalnya pada kehamilan dapat terjadi anemia megalobalstik yang disebabkan
karena diet yang kurang, sedangkan kebutuhan asam folat dari janin bertambah
2. Gangguan asam folat
Misalnya pada steatore idiopatik, tropical sprue, dan beberapa penyalit
gastrointestinal lainnya
3. Obat yang bersifat antagonistic terhadap asam folat
Misalnya metrotreksat, 6-merkaptopurin, pirimetamin, derivate barbiturate.
Patofisiologi
Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam folat
merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang penting sekali untuk
metabolisms inti sel. DNA diperlukan untuk mitosis sedangkan RNA digunakan untuk
pematangan sel. JadI bila ter dapat kekurangan asam folat, banyak sel yang antri untuk
memperoleh DNA agar dapat membelah. Tampak eritropoesis meningkat sampai 3 kali
normal.
Jumlah asam folat di dalam tubuh 6-10 mg (4-6 mg terdapat dalam hati),
sedangkan kebutuhan setiap hari hanya kira-kira 50µg. Sumber asam folat dalam makanan
ialah hati, ginjal, sayur-mayur hijau dan ragi. Hampir semua susu mempunyai kadar asam
folat yang rendah. Susu kambing mempunyai kadar asam folat dan vitamin B12 yang
rendah.6
Absorbsi dari asam folat terutama terjadi di usus halus bagian proksimal dan tidak
tergantung pada factor instrinsik seperti pada vitamin B12. Defisiensi asam folat lebih
umum terjadi dibandingkan dengan defisiensi B12 (kobalamin). Asam folat lebih cepat
disimpan dan dihancurkan jika dibandingkan dengan kobalamin, tanpa diet yang tepat akan
terjadi anemia megaloblastik.
Sebelum asam folat menjadi aktif, mula-mula harus direduksi dulu menjadi
dihidrofolic acid (DHFA) dan kemudian menjadi tetrahydrofo lic acid (THFA).
Selanjutnya dari THFA direduksi menjadi N5 formyl THFA (faktor sitrovorum). Reaksi
yang terakhir memerlukan suatu reaksi disosiasi antara form iminoglutamic acid (FIGLU)
dan asam glutamat. Kelebihan FIGLU didalam darah akan dikeluarkan bersama urin.
Di dalam percobaan seorang laki-laki dewasa sehat yang diberi diet defisiensi
asam folat, akan terjadi :
1. Penurunan kadar asam folat dalam serum pada minggu ke-3 .
2. Hipersegmentasi neutrofil pada minggu ke-7
3. Ekskresi FIGLU dalam urin meningkat pada minggu ke-13.
4. Aktifitas folat dalam eritrosit menurun pada hari ke-123
5. Makroovalositosis pada hari ke-127
6. Sumsum tulang megaloblastik pada hari ke-134
7. Anemia pada hari ke-137
Aktifitas asam folat menurun dapat disebabkan oleh
1. Kekurangan masukan
Misalnya anemia megaloblastik pada bayi yang umumnya disebabkan karena
pemberian susu tanpa pemberian makanan tambahan secu kupnya. Anemia
megaloblastik pada kehamilan umumnya disebab kan karena diet yang kurang,
sedangkan kebutuhan asam folat dari janin bertambah
2. Gangguan absorbsi
Misalnya pada steatore idiopatik, tropical spree, penyakit seliak dan beberapa
penyakit gastrointestinal lainnya.
3. Obat yang bersifat antagonistik terhadap asam folat. Misalnya metotreksat,
merkaptopurin, pirimetamin, derivat barbiturat dan sebagainya.
Gambaran klinis
Pada pemeriksaan jasmani hanya terdapat anemia tanpa ikterus. Hepar dan limpa
tidak membesar, pada jantung mungkin dapat didengar murmur sistolik. Dengan demikian
dari segi klinis tidak ber beda dengan anemia defisiensi besi.
Dibawah ini adalah gejala klinis anemia defisiensi asam folat, walaupun pada
setiap anak dapat timbul gejala klinis yang berbeda-beda. Gejalanya antara lain:
Penderita tampak pucat
Nafsu makan menurun
Iritabilitas
Mudah lelah
Diare
Susah berjalan
Rasa baal di atangan dan kaki
Lidah lembek
Lemah otot
Pemeriksaan laboratorium .
Kadar hemoglobin rendah dan gambaran darah tepi makrositik (MCV lebih dari
96 cµ), serta terdapat hipersegmentasi neutrofil. Aktifitas asam folat dalam serum rendah
(normal 2,1-2,8 ng/ml) dan bila aktifitas asam folat lebih rendah dari 3 ng/ml, maka
pemeriksaan FIGLU dalam urin akan positif. Gambaran sumsum tulang memperlihatkan
eritripoetik yang megaloblastik, granulopoetik dan trombopoetik menunjukkan hi
persegmentasi dan sel raksasa.
Pengobatan
Pada anemia defisiensi asam folat terapi yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan intake asam folat. Biasanya dengan mengkonsumsi suplemen asam folat
sebanyak 1 mg setiap hari akan mengurangi anemia dalam 5 sampai 7 hari. Terapi bisa
dilanjutkan sampai asam folat terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang tepat biasanya hal
ini terjadi dalam 1 minggu sampai 2 bulan. Pengobatan anemia defisiensi asam folat akan
sangat berbahaya jika pada penderita tersebut juga terdapat anemia defisiensi B12 karena
defisiensi vitamin B12 dapat mengakibatkan kerusakan pada system saraf. Pasien yang
diberikan terapi anemia defisiensi asam folat padahal bukan penderita penyakit tersebut
pada awalnya akan terlihat membaik karena gejala klinis yang berkurang. Di lain pihak
terjadi kerusakan system saraf akibat diagnose sebenarnya yaitu anemia defisiensi B12
terlewat.
Jika asam folat sudah terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup pasien
harus tetap menjaga jumlah asam folat dalam tubuh dengan mengkonsumsi asam folat
dalam jumlah yang cukup banyak, seperti yang terdapat pada buah jeruk dan sayur-sayuran
hijau. Pada penderita penyakit kronis seperti anemia hemolitik, hipertiroid dan gagal ginjal
kronik harus mengkonsumsi suplemen asam folat sepanjang hidupnya.
Anemia Hemolitik
Definisi
Anemia hemolitik adalah anemia yang di sebabkan oleh proses hemolisis, yaitu
pemecahahan eritrosit dalam pembuluh darah sebelum waktunya (normal umur eritrosit
100-120 hari).
Anemia hemolitik adalah anemia karena hemolisis, kerusakan abnormal sel-sel
darah merah (sel darah merah), baik di dalam pembuluh darah (hemolisis intravaskular)
atau di tempat lain dalam tubuh (extravascular).
Anemia hemolitik adalah anemia yang disebabkan karena terjadinya
penghancuran darah sehingga umur dari eritrosit pendek ( umur eritrosit normalnya 100
sampai 120 hari).
Anemia hemolitik merupakan kondisi dimana jumlah sel darah merah (HB)
berada di bawah nilai normal akibat kerusakan (dekstruksi) pada eritrosit yang lebih cepat
dari pada kemampuan sumsum tulang mengantinya kembali. Jika terjadi hemolisis
(pecahnya sel darah merah) ringan/sedang dan sumsum tulang masih bisa
mengompensasinya, anemia tidak akan terjadi, keadaan ini disebut anemia terkompensasi.
Namun jika terjadi kerusakan berat dan sumsum tulang tidak mampu menganti keadaan
inilah yang disebut anemia hemolitik.
Anemia hemolitik sangat berkaitan erat dengan umur eritrosit. Pada kondisi
normal eritrosit akan tetap hidup dan berfungsi baik selama 120 hari, sedang pada
penderita anemia hemolitik umur eritrosit hanya beberapa hari saja.
Etiologi
1. Faktor Intrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi pada metabolisme dalam eritrosit
Kelainan karena faktor ini dibagi menjadi tiga macam yaitu:
a). Gangguan struktur dinding eritrosit Sferositosis.
Penyebab hemolisis pada penyakit ini diduga disebabkan oleh kelainan membran
eritrosit. Kadang-kadang penyakit ini berlangsung ringan sehingga sukar
dikenal. Pada anak gejala anemianya lebih menyolok daripada dengan
ikterusnya, sedangkan pada orang dewasa sebaliknya. Suatu infeksi yang ringan
saja sudah dapat menimbulkan krisi aplastik. Kelainan radiologis tulang dapat
ditemukan pada anak yang telah lama menderita kelainan ini. Pada 40-80%
penderita sferositosis ditemukan kolelitiasis. Ovalositosis (eliptositosis). Pada
penyakit ini 50-90% dari eritrositnya berbentuk oval (lonjong). Dalam keadaan
normal bentuk eritrosit ini ditemukan kira-kira 15-20% saja. Penyakit ini
diturunkan secara dominan menurut hukum mendel. Hemolisis biasanya tidak
seberat sferositosis. Kadang-kadang ditemukan kelainan radiologis tulang.
Splenektomi biasanya dapat mengurangi proses hemolisis dari penyakit ini.
A-beta lipropoteinemia
Pada penyakit ini terdapat kelainan bentuk eritrosit yang menyebabkan umur
eritrosit tersebut menjadi pendek. Diduga kelainan bentuk eritrosit tersebut
disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada dinding sel.
b) Gangguan pembentukan nukleotida
Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah, misalnya pada
panmielopatia tipe fanconi. Anemia hemolitik oleh karena kekurangan enzim
sbb:
Definisi glucose-6- phosphate-Dehydrogenase (G-6PD)
Defisiensi Glutation reduktase
Defisiensi Glutation
Defisiensi Piruvatkina
Defisiensi Triose Phosphate-Isomerase (TPI)
Defisiensi difosfogliserat mutase
Defisiensi Heksokinase
Defisiensi gliseraldehid-3-fosfat dehydrogenase
c). Hemoglobinopatia
Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar dari hemoglobinnya (95%),
kemudian pada perkembangan selanjutnya konsentrasi HbF akan menurun,
sehingga pada umur satu tahun telah mencapai keadaan normal Sebenarnya
terdapat 2 golongan besar gangguan pembentukan hemoglobin ini, yaitu:
Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal).
Misal HbS, HbE dan lain-lain .
Gangguan jumblah (salah satu atau beberapa) rantai globin. Misal talasemia
2. Faktor Ekstrinsik :
Yaitu kelainan yang terjadi karena hal-hal diluar eritrosit.
Akibat reaksi non imunitas : karena bahan kimia / obat
Akibat reaksi imunitas : karena eritrosit yang dibunuh oleh antibodi yang
dibentuk oleh tubuh sendiri.
Infeksi, plasmodium, boriella
Manifestasi klinis
Kadang – kadang Hemolosis terjadi secara tiba- tiba dan berat, menyebabkan
krisis hemolotik, yang menyebakan krisis hemolitik yang di tandai dengan:
Demam
Mengigil
Nyeri punggung dan lambung
Perasaan melayang
Penurunan tekana darah yang berarti
Secara mikro dapat menunjukan tanda-tanda yang khas yaitu:
1. Perubahan metabolisme bilirubin dan urobilin yang merupakan hasil pemecahan
eritrosit. Peningkatan zat tersebut akan dapat terlihat pada hasil ekskresi yaitu
urin dan feses.
2. Hemoglobinemi: adanya hemoglobin dalam plasma yang seharusnya tidak ada
karena hemoglobin terikat pada eritrosit. Pemecahan eritrosit yang berlebihan
akan membuat hemoglobin dilepaskan kedalam plasma. Jumlah hemoglobin yang
tidak dapat diakomodasi seluruhnya oleh sistem keseimbangan darah akan
menyebabkan hemoglobinemia.
3. Masa hidup eritrosit memendek karena penghancuran yang berlebih.
4. Retikulositosis : produksi eritrosit yang meningkat sebagai kompensasi
banyaknya eritrosit yang hancur sehingga sel muda seperti retikulosit banyak
ditemukan.
Gejala umum pada anemia adalah nilai kadar HB <7g/dl, sedang gejala
hemolisisnya berupa ikterus (kuning) akibat peningkatan kadar bilirubin indirect dalam
darah, pembengkakan limfa (splenomegali), pembengkakan organ hati (hepatomegali) dan
kandung batu empedu (kholelitiasis). Tanda dan gejala lebih lanjut sangat tergantung pada
penyakit yang menyertai.
Pemeriksaan diagnostik
1. Gambaran penghancuran eritrosit yang meningkat:
2. Bilirubin serum meningkat
3. Urobilinogen urin meningkat, urin kuning pekat
4. Strekobilinogen feses meningkat, pigmen feses menghitam
5. Gambaran peningkatan produksi eritrosit
6. Retikulositosis, mikroskopis pewarnaan supravital
7. Hyperplasia eritropoesis sum-sum tulang
8. Gambaran rusaknya eritrosit:
9. Morfologi : mikrosferosit, anisopoikilositosis, burr cell, hipokrom mikrositer, target
cell, sickle cell, sferosit.
10. Fragilitas osmosis, otohemolisis
11. Umur eritrosit memendek. pemeriksaan terbaik dengan labeling crom. persentasi
aktifikas crom dapat dilihat dan sebanding dengan umur eritrosit. semakin cepat
penurunan aktifikas Cr maka semakin pendek umur eritrosit
Penatalaksanaan
Lebih dari 200 jenis anemia hemolitik ada, dan tiap jenis memerlukan perawatan
khusus.
1. Terapi transfuse
2. Hindari transfusi kecuali jika benar-benar diperlukan, tetapi mereka mungkin
penting bagi pasien dengan angina atau cardiopulmonary terancam status.
3. Administer dikemas sel darah merah perlahan-lahan untuk menghindari stres
jantung.
4. Pada anemia hemolitik autoimun (AIHA), jenis pencocokan dan pencocokan silang
mungkin sulit. Gunakan paling tidak kompatibel transfusi darah jika ditandai..
Risiko hemolisis akut dari transfusi darah tinggi, tetapi derajat hemolisis tergantung
pada laju infus.. Perlahan-lahan memindahkan darah oleh pemberian unit setengah
dikemas sel darah merah untuk mencegah kehancuran cepat transfusi darah.
5. Iron overload dari transfusi berulang-ulang untuk anemia kronis (misalnya,
talasemia atau kelainan sel sabit) dapat diobati dengan terapi khelasi. Tinjauan
sistematis baru-baru ini dibandingkan besi lisan chelator deferasirox dengan lisan
dan chelator deferiprone parenteral tradisional agen, deferoxamine.
Anemia defisiensi besi
Pengertian
Anemia defisiensi besi merupakan gangguan transportasi oksigen yang
dikarenakan defisiensi sintetis hemoglobin. Anemia ini paling sering dialami wanita
pascamenopause, bayi khususnya bayi premature atau BBLR, anak-anak, serta remaja
(khusunya remaja puteri).
Etiologi
a. Riwayat asupan besi yang tidak adekuat (< 1-2 mg/hari)
b. Malabsorpsi besi seperti pada diare kronik dll
c. Kehilangan darah akibat perdarahan GI yang ditimbulkan oleh obat atau akibat haid
yang banyak, perdarahan akibat trauma,ulkus peptikum, kanker, peningkatan
pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan laboratorium pada pasien yang
sakitnya kronis
d. Kehamilan yang mengalihkan zat besi maternal kepada janin untuk eritropoiesis
e. Hemeglobinuria yang ditimbulkan oleh hemolisis intravaskuler atau hemoglobin
paroksimal nocturnal
f. Trauma mekanis pada sel darah merah yang disebabkan oleh prosthesis katup
jantung atau filter vena kava.
Patofisiologi
Anemia defisiensi zat besi terjadi ketika pasokan zat besi tidak mencukupi bagi
pembentukan sel darah merah yang optimal sehingga terbentuk sel-sel yang berukuran
lebih kecil dengan warna lebih muda ketika dilakukan pewarnaan. Simpanan besi dalam
tubuh yang juga mencakup besi plasma akan habis terpakai dan konsentarsi transferin
serum yang menikat besi untuk transportasinya akan menurun. Simpanan besi yang kurang
akan menimbulkan deplesi massa sel darah merah disertai konsentrasi hemoglobin di
bawah normal, dan selanjutnya kapasitas darah untuk mengangkut oksigen juga berada
dibaah kondisi normal.
Tanda dan gejala
Pada kondisi yang parah akan menunjukkan tanda dan gejala sbb:
a. Dispneu d’effort, keluhan mudah lelah, tidak bersemangat, pucat, tidak mampu
berkonsentrasi, mudah tersinggung, sakit kepala dan rentan terhadap infeksi
yang terjadi karena penurunan kapasitas darah dalam membawa oksigen
sebagai akibat penuruna kadar hemoglobin
b. Peningkatan curah jantung dan takikardia akibat penurunan perfusi jaringan
c. Kuku yang berbentuk seperti sendok makan, rapuh dan tipis dengan garis-garis
menonjol pada permukaannya yang membuat teraba kasar, yang terjadi karena
penurunan sirkulasi kapiler.
d. Lidah yang terasa perih, berwarna merah dan seperti terbakar akibat atrofi
papilla lidah
e. Kulit sudut mulut yang teraba perih dan kering akibat perubahan epitel
Komplikasi
a. Infeksi dan pneumonia
b. Pika (mengidam), dorongan kompulsif untyuk memakan bahan-bahan yang
bukan makanan seperti tanah atau pati
c. Perdarahan
d. Overdosis suplemen besi oral atau IM
Diagnosis
a. Kadar hemoglobin yang rendah (laki-laki kurang dari12g/dl, wanita kurang
dari 10 g/dl)
b. Nilai hematokrit yang rendah (laki-laki< 47, wanita < 42)
c. Kadar zat besi serum yang rendah dengan kapasitas pengikatan TIBC yang
tinggi
d. Kadar feritin serum yang rendah
e. Jumlah sel darah merah yang rendah dan disertai sel mikrositik hipokromik
(dalam stadium awal, mungkin jumlah sel darah merah masih normal, kecuali
pada bayi dan anak-anak)
f. Deplesi atau tidak ada simpanan zat besi (dengan pewarnaan khusus) dan
hyperplasia sel-sel prekusor yang normal (dengan pemeriksaan sum-sum
tulang).
Anemia pada penyakit Ginjal kronis
Definisi
Derajat anemia yang terjadi pada klien dengan penyakit ginjal tahap akhir sangat
bervariasi, tetapi secara umum terjadi pada klien dengan radar nitrogen urea darah (BUN)
yang lebih dari 10 mg/dl. Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel
darah merah maupun defisiensi eritropoetin. Beberapa eritpoetin terbukti diproduksi diluar
ginjal, karena terdapat eritropoesis yang masih terus berlangsung, bahkan pada klien yang
ginjalnya telah diangkat. Klien yang menjalani hemodialisis jangka panjang akan
kehilangan darah kedalam dialiser(ginjal artifisial) sehingga dapat mengalami defesiensi
besi. Defesiensi asam folat terjadi karena vitamin dapat terbuang ke dalam diasilat. Klien
dialisis harus ditangani dengan pemberian besi dan asam folat.
Etiologi
Etiologi anemia pada PGK bersifat multifaktorial. Patogenesis utama anemia pada
PGK adalah defisiensi eritropoetin. Ginjal yang sehat memproduksi hormon eritropoetin
(EPO) yang merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah merah. Faktor lain
yang dapat mempermudah terjadinya anemia antara lain menurunnya daya survival sel
darah merah, inhibisi sumsum tulang terutama oleh PTH (Parathyroid Hormon) ,
kehilangan darah intestinal, adanya inhibitor yang mengurangi maturasi progenitor eritroid,
kehilangan darah dari hemodialisis dan defisiensi besi.2
Manifestasi klinis
Banyak klien melaporkan adanya penurunan kelemahan, peningkatan tingkat
energi, peningkatan perasaan sehat, perbaikan toleransi terhadap latihan, dan toleransi yang
lebih baik terhadap penanganan dialisis. Hipertensi merupakan efek samping paling serius
dan memerlukan terapi antihipertensi. Terapi ini telah menurunkan perlunya transfusi dan
segala risikonya.
Patofisiologi
Tiga mekanisme terjadinya anemia defisiensi besi pada pasien PGK adalah :
1. Absorpsi besi yang tak normal.Absorpsi besi pada saluran cerna diatur oleh jumlah
besi tubuh, kadar EPO dan kecepatan eritropoiesis. Absorpsi besi terjadi di
duodenum dan jejunum proksimal yang dipengaruhi oleh asupan makanan, faktor-
faktor intraluminal, aktifitas eritropoiesis, kapasitas fungsional dari sel mukosa usus
dan jumlah besi dalam jaringan penyimpanan. Telah dibuktikan pula dengan teknik
ferokinetik, ambilan besi oleh sel mukosa usus akan berkurang secara bermakna
pada pasien PGK terutama yang menjalani dialisis.
2. Kehilangan darah. Beberapa faktor berperan dalam kehilangan darah antara lain saat
pengambilan darah, perdarahan saluran cerna, bedah vaskuler, darah yang tertinggal
saat dialisis dan pemasangan tube pada akhir dialisis, dimana perkiraan kehilangan
darah sekitar 1-3 g dari mekanisme tersebut.7, 9
3. Peningkatan kebutuhan besi dengan terapi ESA Eritropoetin stimulating Agent
(ESA) merangsang sumsum tulang untuk meningkatkan kecepatan pembentukan sel
darah merah diatas kecepatan fisiologis melebihi kemampuan transferin yang
mengikat besi untuk sintesis hemoglobin. 12
4. Inflamasi. Pada PGK terjadi inflamasi kronik, sehingga nilai feritin serum dan
saturasi transferin yang normal tidak menyingkirkan adanya defisiensi besi.
Inflamasi akan menginduksi pelepasan sitokin dalam sirkulasi seperti Interleukin-1,
Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Interleukin-6. Sitokin-sitokin ini
menyebabkan blokade retikuloendothelial memobilisasi besi dengan cepat.12-14
Penatalaksanaan
Berdasarkan pemeriksaan nilai feritin serum dan saturasi transferin, kita dapat
membedakan anemia defisiensi besi menjadi:
1. Anemia defisiensi besi absolute. Defisiensi besi absolut terjadi jika tidak ada atau
tidak cukup persediaan besi untuk produksi sel darah merah. Berdasarkan NKF/K-
DOQI (2006) guidelines definisi defisiensi besi absolut pada pasien PGK adalah nilai
feritin100ng/mL (>200 ng/mL untuk pasien hemodialisis) dengan ST 20 % dan kadar
feritin serum >100 ng/L.8
2. Defisiensi besi fungsional < 20 ≥100 Defisiensi besi absolut 100 ng/ml dan saturasi
transferin > 20 %. Pasien nondialisis dan pasien dengan dialisis peritoneal yang
menerima terapi ESA diberikan terapi besi sampai target nilai feritin feritin > 100
ng/ml dan saturasi transferin > 20 %, sedangkan pasien PGK dengan hemodiaisis
yang menerima ESA, target nilai feritin > 200 ng/ml dan saturasi transferin > 20
%.15, 18 Pemberian terapi besi pada pasien PGK dapat dengan :
Terapi Besi Oral. Besi oral biasanya cukup untuk pasien PGK non-dialisis atau
pasien PGK peritoneal dialisis dengan anemia defisiensi besi. Pada pasien dengan
PGK tanpa hemodialisis, terapi besi oral umumnya digunakan tetapi mempunyai
beberapa kerugian antara lain efek gastrointestinal dan replesi besi yang lama.
Penelitian sebelumnya pada pasien hemodialisis menunjukkan besi oral tidak
adekuat untuk mengganti dan mempertahankan simpanan besi. Hal ini disebabkan
oleh sejumlah besi yang diabsorbsi dari mukosa usus tidak akan cukup
dibandingkan dengan peningkatan permintaan besi yang ditingkatkan oleh
eritropoesis pada pasien PGK yang juga menerima EPO. Gejala gastrointestinal
yang umum terjadi pada pemberian oral adalah gejala dispepsia, konstipasi dan
perut kembung.11,32. Dosis oral yang dibutuhkan untuk mengisi kembali simpanan
besi adalah 200 mg per hari Sediaan besi oral antara lain ferrous gluconate, ferrous
sulphate, dan ferrous fumarat. Pemberian obat oral sangat sederhana, namun tidak
efektif untuk kebanyakan pasien hemodialisis. Pemberian besi oral juga tidak
cukup untuk mempertahankan simpanan besi yang adekuat pada pasien yang
menerima ESA. Ada bentuk besi oral yang baru yaitu Heme-Iron Polypeptide (HIP)
yang berasal dari hidrolisis hemoglobin bovine. Penelitian saat ini, Heme Iron
Polypeptide (HIP) dengan terapi epoitin pada pasien hemodialisa memperbaiki
toleransi dibandingkan besi garam dan dapat mempertahankan parameter besi
sesuai nilai yang direkomendasikan tanpa membutuhkan pemberian besi intravena.
Terapi Besi Parenteral. Besi parenteral pertama diperkenalkan pada abad ke-20.
Pada tahun 1947, Nissim memperkenalkan besi sakarida secara injeksi intravena
dan menyimpulkan bentuk sediaan besi yang aman. Pada tahun 1954, Baird dan
Podmores memperkenalkan HMWD ID (high molecular weight iron dextran) yang
dapat diberikan secara intravena dan intramuskuler. High Molecular Weight Iron
Dextran (HMWD ID) merupakan satu-satunya besi intravena sampai tahun 1990.
Reaksi hipersensitivitas berat dapat terjadi pada HMDW ID. Pada tahun 1992, low
molecular weight iron dextran (LMWID) dikeluarkan untuk terapi intravena. Pada
tahun 1999 ferric gluconat(FG) telah ada di Eropa dan diperkenalkan di Amerika
Serikat. Selama penggunaan FG di Eropa dan Amerika serikat tidak dilaporkan
kematian akibat pemakaian FG, dibandingkan dengan pemakaian besi dextran
didapatkan 31 kematian, sehingga penggunaan FG dikatakan lebih aman. Pada
bulan November 2000, iron sucrose (IS) ditemukan di Amerika Serikat dan juga
digunakan di Eropa, dilaporkan keamanan penggunaannya hampir sama dengan
FG. Dalam 18 bulan terakhir, ditemukan 3 senyawa besi intravena yang baru untuk
pasien PGK. Dua sediaan yang diakui di Eropa yaitu FC ( ferric carboxymaltose)
dan iron isomaltoside (II), dan satu diakui di Amerika serikat yaitu ferumoxytol.
Pemberian zat besi parenteral bermanfaat untuk terapi dan pencegahan defisiensi
zat besi pada pasien hemodialisis yang secara efektif mengisi cadangan zat besi
sumsum tulang. Pemberian preparat besi parenteral diindikasikan pada keadaan :
(1) untuk koreksi defisiensi zat besi yaitu bila kadar feritin serum awal < 100
ng/ml, terutama bila penderita akan mendapat terapi eritropoietin, (2) untuk
keadaan defisiensi zat besi fungsional, dimana pemberian eritropoietin memberikan
respon suboptimal atau tidak berespon sama sekali, (3) untuk keadaan defisiensi zat
besi tetapi preparat besi per oral tidak dapat ditoleransi oleh penderita.8, 9 Terapi
zat besi parenteral untuk mengatasi anemia defisiensi besi dibagi atas terapi besi
fase koreksi dan terapi pemeliharaan besi. 1. Terapi besi fase koreksi Tujuan terapi
besi fase koreksi adalah untuk koreksi anemia defisiensi besi absolut dan
fungsional, sampai status besi cukup yaitu feritin serum mencapai > 100 ng/L dan
saturasi transferin> 20%.9 Dosis terapi besi fase koreksi adalah 100 mg diberikan
2x per minggu saat HD, dengan perkiraan keperluan dosis total 1000 mg (10x
pemberian). Sebelum mulai terapi besi, dilakukan pemberian dosis uji coba (test
dose) untuk mengetahui adanya hipersensitifitas terhadap besi. Cara pemberian
dosis uji coba: Iron sucrose atau Iron dextran : 25 mg dilarutkan dalam 25 NaCl
0,9% drip IV selama 15 menit.
Asuhan Keperawatan Anemia
A. Pengkajian
a) Data demografi
b) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu :
1. Kemungkinan klien pernah terpajan zat-zat kimia atau mendapatkan pengobatan
seperti anti kanker, analgetik dll
2. Kemungkinan klien pernah kontak atau terpajan radiasi dengan kadar ionisasi yang
besar
3. Kemungkinan klien kurang mengkonsumsi makanan yang mengandung as. Folat,Fe
dan Vit12.
4. Kemungkinan klien pernah menderita penyakit-penyakit infeksi
5. Kemungkinan klien pernah mengalami perdarahan hebat
Riwayat kesehatan keluarga :
Penyakit anemia dapat disebabkan olen kelainan/kegagalan genetik yang berasal dari orang
tua yang sama-sama trait sel sabit
Riwayat kesehatan sekarang :
1. Klien terlihat keletihan dan lemah
2. Muka klien pucat dan klien mengalami palpitasi
3. Mengeluh nyeri mulut dan lidah
c. Kebutuhan dasar
1) Pola aktivitas sehari-hari
Keletihan, malaise, kelemahan
Kehilangan produktibitas : penurunan semangat untuk bekerja
2) Sirkulasi
Palpitasi, takikardia, mur mur sistolik, kulit dan membran mukosa (konjungtiva,
mulut, farink dan bibir) pucat
Sklera : biru atau putih seperti mutiara
Pengisian kapiler melambat atau penurunan aliran darah keperifer dan
vasokonstriksi (kompensasi)
Kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok
Rambut kering,mudah putus,menipis dan tumbuh uban secara prematur
3) Eliminasi
Diare dan penurunan haluaran urin
4) Integritas ego
Depresi, ansietas, takut dan mudah tersinggung
5) Makanan dan cair
Penurunan nafsu makan
Mual dan muntah
Penurunan BB
Distensi abdomen dan penurunan bising usus
Nyeri mulut atau lidah dan kesulitan menelan
6) Higiene
Kurang bertenaga dan penampilan tidak rapi
7) Neurosensori
Sakit kepala, pusing, vertigo dan ketidak mampuan berkonsentrasi
Penurunan penglihatan
Gelisah dan kelemahan
8) Nyeri atau kenyamanan
Nyeri abdomen samar dan sakit kepala.
9) Keamanan
Gangguan penglihatan, jatuh, demam dan infeksi
10) Seksualitas
Perubahan aliaran menstruasi ( menoragia/amenore)
Hilang libido
Impoten
B. Diagnosa
1. Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk
pengiriman oksigen.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen dari kebutuhan
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d nafsu makan menurun, mual
4. Integritas kulit b/d perubahan sirkulasi dan neurologis (anemia)
5. Konstipasi atau diare b/d penurunan masukan diet
6. Resiko infeksi b/d pertahanan sekunder tidak adekuat.
7. Kurang pengetahuan b/d kurangnya terpajang informasi
C. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.
Peningkatan perfusi jaringanKH :Klien menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Berikan oksigen tambahan sesuai
Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
Gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen
Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
indikasi.
2 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.
Dapat mempertahankan /meningkatkan ambulasi/aktivitas.KH : melaporkan
peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal
Kaji kemampuan ADL pasien.
Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan
Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera
Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru
Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan
Kebutuhan nutrisi terpenuhiKH : Menunujukkan
peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai laboratorium normal.
Tidak mengalami
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai
Observasi dan catat masukkan makanan pasien
Timbang berat badan setiap hari.
Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
untuk pembentukan sel darah merah
tanda mal nutrisi. Menununjukkan
perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan
Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan
Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium
Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi
Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster
Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
4 Risiko tinggi terhadap infeksi b.d tidak
Infeksi tidak terjadi.KH : Mengidentifikasi
Tingkatkan cuci tangan yang baik ; oleh pemberi
Mencegah kontaminasi silang/kolonisasi bacterial. Catatan : pasien dengan anemia
adekuatnya pertahanan sekunder (penurunan hemoglobin leucopenia, atau penurunan granulosit (respons inflamasi tertekan).
perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi.
meningkatkan penyembuhan luka, bebas drainase purulen atau eritema, dan demam.
perawatan dan pasien
Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/perawatan luka
Berikan perawatan kulit, perianal dan oral dengan cermat
Motivasi perubahan posisi/ambulasi yang sering, latihan batuk dan napas dalam
Tingkatkan masukkan cairan adekuat
Pantau/batasi pengunjung. Berikan isolasi bila memungkinkan
Pantau suhu tubuh. Catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
Amati eritema/cairan luka
Ambil specimen untuk kultur/sensitivitas sesuai indikasi
berat/aplastik dapat berisiko akibat flora normal kulit.
Menurunkan risiko kolonisasi/infeksi bakteri
Meningkatkan ventilasi semua segmen paru dan membantu memobilisasi sekresi untuk mencegah pneumonia
Membantu dalam pengenceran secret pernapasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah stasis cairan tubuh misalnya pernapasan dan ginjal.
Membatasi pemajanan pada bakteri/infeksi. Perlindungan isolasi dibutuhkan pada anemia aplastik, bila respons imun sangat terganggu.
Adanya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
Indicator infeksi lokal. Catatan : pembentukan pus mungkin tidak ada bila granulosit tertekan.
Membedakan adanya infeksi, mengidentifikasi pathogen khusus dan mempengaruhi pilihan pengobatan
Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local
Berikan antiseptic topical ; antibiotic sistemik
5 Konstipasi atau Diare berhubungan dengan penurunan masukan diet; perubahan proses pencernaan; efek samping terapi obat.
Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.KH: Menunjukkan perubahan perilaku/pola hidup, yang diperlukan sebagai penyebab, factor pemberat.
Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi dan jumlah
Auskultasi bunyi usus
Awasi intake dan output (makanan dan cairan).
Dorong masukkan cairan 2500-3000 ml/hari dalam toleransi jantung
Hindari makanan yang membentuk gas
Kaji kondisi kulit perianal dengan sering, catat perubahan kondisi kulit atau mulai kerusakan. Lakukan perawatan perianal setiap defekasi bila terjadi diare.
Kolaborasi ahli gizi untuk diet siembang dengan tinggi serat dan bulk.
Berikan pelembek feses, stimulant ringan, laksatif pembentuk bulk atau
Membantu mengidentifikasi penyebab /factor pemberat dan intervensi yang tepat.
Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi
Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet
Membantu dalam memperbaiki konsistensi feses bila konstipasi. Akan membantu memperthankan status hidrasi pada diare
Menurunkan distress gastric dan distensi abdomen
Mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan
Serat menahan enzim pencernaan dan mengabsorpsi air dalam alirannya sepanjang traktus intestinal dan dengan demikian menghasilkan bulk, yang bekerja sebagai perangsang untuk defekasi.
Mempermudah defekasi bila konstipasi terjadi.
enema sesuai indikasi. Pantau keefektifan. (kolaborasi)
Berikan obat antidiare, misalnya Defenoxilat Hidroklorida dengan atropine (Lomotil) dan obat mengabsorpsi air, misalnya Metamucil. (kolaborasi).
Menurunkan motilitas usus bila diare terjadi.
6 Kurang pengetahuan sehubungan dengan kurang terpajan/mengingat ; salah interpretasi informasi ; tidak mengenal sumber informasi.
Pasien mengerti dan memahami tentang penyakit, prosedur diagnostic dan rencana pengobatan.KH : Pasien
menyatakan pemahamannya proses penyakit dan penatalaksanaan penyakit.
Mengidentifikasi factor penyebab.
Melakukan tiindakan yang perlu/perubahan pola hidup.
Berikan informasi tentang anemia spesifik. Diskusikan kenyataan bahwa terapi tergantung pada tipe dan beratnya anemia.
Tinjau tujuan dan persiapan untuk pemeriksaan diagnostic
Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan kondisinya sekarang.
Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet makanan nya
Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi yang telah
Memberikan dasar pengetahuan sehingga pasien dapat membuat pilihan yang tepat. Menurunkan ansietas dan dapat meningkatkan kerjasama dalam program terapi
Ansietas/ketakutan tentang ketidaktahuan meningkatkan stress, selanjutnya meningkatkan beban jantung. Pengetahuan menurunkan ansietas.
Megetahui seberapa jauh pengalaman dan pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya
Dengan mengetahui penyakit dan kondisinya sekarang, klien akan tenang dan mengurangi rasa cemas
Diet dan pola makan yang tepat membantu proses penyembuhan.
Mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang dilakukan
diberikan
Asuhan Keperawatan Leukimia
Pengertian
Leukimia adalah proliferasi tak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam
sumsum tulang menggantikan elemen sum-sum tulang normal (Smeltzer, 2002).
Leukimia adalah suatu keganasan pada alat pembuat sel darah berupa proliferasio
patologis sel hemopoetik muda yang ditandai oleh adanya kegagalan sum-sum tulang
dalam membentuk sel darah normal dan adanya infiltrasi ke jaringan tubuh yang lain
(Mansjoer, 2002).
Leukemia adalah neoplasma akut atau kronis dari sel-sel pembentuk darah dalam
sumsum tulang dan limfa nadi (Reeves, 2001).
Sel darah normal, sel darah terbentuk di sumsum tulang. Tulang sumsum adalah
bahan yang lembut di tengah sebagian besar tulang. Belum menghasilkan sel darah yang
disebut sel batang dan ledakan. Sebagian besar sel darah matang di sumsum tulang dan
kemudian pindah ke pembuluh darah. Darah mengalir melalui pembuluh darah dan jantung
disebut darah perifer. Sumsum tulang membuat berbagai jenis darah sel. Setiap jenis
memiliki fungsi khusus:
a) Sel darah putih membantu melawan infeksi
b) Sel darah merah membawa oksigen ke jaringan seluruh tubuh
c) Trombosit membantu gumpalan darah terbentuk bahwa kontrol perdarahan
Sifat khas leukemia adalah proliferasi tidak teratur atau akumulasi sel darah putih dalam
sumusm tulang, menggantikan elemen sumsum tulang normal. Juga terjadi proliferasi di
lhati, limpa dan nodus limfatikus, dan invasi organ non hematologis, seperti meninges,
traktus gastrointesinal, ginjal dan kulit.
Etiologi
Penyebab leukemia tidak diketahui. Ini dapat diakibatkan interaksi sejumlah faktor.
1) Neoplasia.
Ada persamaan jelas antara leukemia dan penyakit neoplastik lain, misalnya
proliferasi sel yang tidak terkendali, abnormalitas morfologis sel dan infiltrasi
organ. Lebih dari itu kelainan sum-sum kronis lain dapat berubah bentuk akhirnya
menjadi leukemia akut, misalnya polisefemia vera, mielosklerosis atau anemia
aplastik.
2) Infeksi
Leukemia pada tikus dan unggas dapat ditransnamsi oleh filtrate bebas sel. Partikel
virus dapat ditunjukkan dengan mikroskop elektron. Pada manusia terdapat bukti
kuat untuk etiologi baik pada satu jenis leukemia / limfoma sel T dan pada limfoma
burkit.
3) Radiasi
Radiasi khususnya sum-sum tulang bersifat leukomogenik. Terdapat insiden
leukemia tinggi pada orang yang tetap hidup. Setelah bom atom di Jepang, pada
pasien ankylosing pandylitis yang telah menerima penyinaran sporal dan pada
anak-anak yang ibunya menerima sinar x abdomen selama hamil.
4) Keturunan.
Ada laporan beberapa kasus yang terjadi pada satu keluarga dan pada kembar
identik ada insiden yang meningkat pada beberapa penyakit kerediter, khususnya
sindroma down (dimana leukemia terjadi dengan peningkatan frekuensi 20 – 30
kali lipat) anemia panca sindroma down dan ataksia – talangiektasia.
5) Zat kimia
Terkena bensin kronis yang dapat menyebabkan displasma sum-sum tulang dan
perubahan kromosom, merupakan penyebab leukemia yang tidak biasa
Tanda dan Gejala
1) Yang disebabkan kegagalan sum-sum tulang
Pucat, alergi, dispnea karena anemia
Demam, malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorokan, kulit, pernafasan dan
infeksi lain termasuk septikaemia biasa ditemukan. Organisme tersangkut
dibicarakan terinci di bawah.
Memar, pendarahan gusi spontan dan pendarahan dari tempat fungsi vena yang
disebabkan oleh trombositopeia biasa ditemukan kadang-kadang ada
pendarahan internal yang banyak.
2) Yang disebabkan infiltrasi organ
Nyeri tulang, teristimewa pada anak-anak
Limfadenopati superficial pada ALL
Siplenomegali dan hepatomegali sedang khusus pada ALL
Hipertropi dan infiltrasi gusi, ulserasi rectum, kelainan kulit (khusus pada tipe
mielomonosetik, M4 dan Monositik M5)
Sindroma meningeal (khusus pada ALL) sakit kepala, erek (neusia) dan
muntah-muntah, penglihatan kabur dan diplopra. Pemeriksaan fundus
menyingkap adanya uderma pupil dan kadang-kadang pendarahan.
Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan laboratorium
Darah tepi
Gejala yang terlihat pada darah tepi berdasarkan pada kelainan sum-sum tulang
berupa adanya pansitupenia, limfositosis yang kadang-kadang menyebabkan
gambaran darah tepi menonton dan terdapat sel blas. Terdapatnya sel blas
dalam darah tepi merupakan gejala patonomenik untuk leukemia.
Kimia darah.
Kolesterol mungkin rendah, asam urat dapat meningkat, hipogamaglobinemia.
Sum-sum tulang
Dari pemeriksaan sum-sum tulang akan diketemukan gambaran yang
menonton, yaitu hanya terdiri dari sel limfopuetik patologis sedangkan system
lain terdesak (obplasia sekunder). Pada LMA selain gambaran yang menonton
terlihat pula adanya liatus leukemia ialah keadaan yang diperlihatkan sel blas
(mie blas), beberapa sel tua (segmen) dan sangat kurang bentuk pemotongan sel
yang berada diantaranya (promielost, mielosil, metamielosit dan sel batang).
2) Biopsi limpa
Pemeriksaan ini memperlihatkan proliperasi sel leukemia dan sel yang berasal dari
jaringan limpa yang terdesak seperti: limposit mormal, RES, granulosit, pulp cell.
3) Cairan serebropinalis
Bila terdapat peninggian jumlah sel patologis dan protein, berarti suatu leukemia
meningeal. Kelainan ini dapat terjadi setiap saat pada perjalanan penyakit baik
dalam keadaan remisi maupun keadaan kambuh. Untuk mencegahnya diberikan
metroteksat (NAX) secara antratekal secara rutin pada setiap pasien yang
meragukan gejala TIK meninggil
4) Sistogenik
70 – 90% dari kasus menunjukkan kelainan kromosom, yaitu kromosom 21.
Penatalaksanaan Medis
1. Pelaksanaan kemoterapi
2. Irradiasi cranial
3. Terdapat tiga fase pelaksanaan keoterapi :
a. Fase induksi
Dimulasi 4-6 minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan
terapi kortikostreroid (prednison), vincristin dan L-asparaginase. Fase induksi
dinyatakan behasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan
dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis Sistem saraf pusat
Pada fase ini diberikan terapi methotrexate, cytarabine dan hydrocotison melaui
intrathecal untuk mencegah invsi sel leukemia ke otak. Terapi irradiasi kranial
dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami gangguan sistem saraf
pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan unutk mempertahankan remisis
dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara
berkala, mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk
menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi supresi
sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara atau dosis obat
dikurangi.
Program Terapi
Pengobatan terutama ditunjukkan untuk 2 hal (Netty Tejawinata, 1996) yaitu:
a) Memperbaiki keadaan umum dengan tindakan:
Tranfusi sel darah merah padat (Pocket Red Cell-PRC) untuk mengatasi anemi.
Apabila terjadi perdarahan hebat dan jumlah trombosit kurang dari 10.000/mm³,
maka diperlukan transfusi trombosit.
Pemberian antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi.
b) Pengobatan spesifik
Terutama ditunjukkan untuk mengatasi sel-sel yang abnormal. Pelaksanaannya
tergantung pada kebijaksanaan masing-masing rumah sakit, tetapi prinsip dasar
pelaksanaannya adalah sebagai berikut:
Induksi untuk mencapai remisi: obat yang diberikan untuk mengatasi kanker
sering disebut sitostatika (kemoterapi). Obat diberikan secara kombinasi dengan
maksud untuk mengurangi sel-sel blastosit sampai 5% baik secara sistemik
maupun intratekal sehingga dapat mengurangi gejala-gajala yang tampak.
Intensifikasi, yaitu pengobatan secara intensif agar sel-sel yang tersisa tidak
memperbanyak diri lagi.
Mencegah penyebaran sel-sel abnormal ke sistem saraf pusat
Terapi rumatan (pemeliharaan) dimaksudkan untuk mempertahankan masa
remisi
c) Pengobatan imunologik
Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia yang ada di dalam tubuh agar pasien
dapat sembuh sempurna. Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi
terus menerus.
Konsep Dasar Askep Leukemia
Pengkajian
a. Data biografi pasien
Leukemia banyak menyerang laki-laki dari pada wanita dan menyerang pada usia
lebih dari 20 tahun khususnya pada orang dewasa.
b. Riwayat Kesehatan
Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada penyakit leukemia ini klien biasanya lemah, lelah, wajah terlihat pucat,
sakit kepala, anoreksia, muntah, sesak, nafas cepat.
Riwayat penyakit
Pada riwayat penyakit klien dengan leukemia, kaji adanya tanda-tanda anemia
yaitu pucat, kelemahan, sesak, nafas cepat. Kaji adanya tanda-tanda leucopenia
yaitu demam dan adanya infeksi. Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia
yaitu ptechiae, purpura, perdarahan membran mukosa. Kaji adanya tanda-tanda
invasi ekstra medulola yaitu limfadenopati, hepatomegali, splenomegali. Kaji
adanya pembesaran testis. Kaji adanya hematuria, hipertensi, gagal ginjal,
inflamasi disekitar rectal, nyeri ( Lawrence, 2003).
Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya gangguan hematologis, adanya faktor herediter misal kembar
monozigot.
Riwayat kebiasaan sehari-hari
Perbedaan pola aktivitas dirumah dan dirumah sakit.
c. Riwayat psikososial
Psikologi
Pada kasus ini biasanya klien dan keluarga takut dan cemas terhadap penyakit
yang diderita. Klien sangat membutukan dukungan dari keluarga dan perawat.
Sosial Ekonomi
Klien mempunyai hubungan yang baik dengan keluarga maupun dengan
tetangga disekitar rumahnya dengan adanya keluarga dan tetangga yang
membesuk serta klien hidup dalam keadaan ekonomi yang sederhana.
d. Data penunjang
Data laboratorium pada klien dengan leukemia :
Anemi normokrom normositer
Leukosit >15.000/mm3 (5000-10000/ mm3)
Sitogenik : kelainan pada kromosom 12, 13, 14, kadang-kadang pada
kromosom 6, 11
Hb : 7,3 mg / dl ( N : 12.0 – 16.0 g/dL).
Trombosit : 100.000 (150.000-400.000/mm3)
SDP : 60.000/cm (50.000)
PT/PTT : memanjang
Copper serum : meningkat
Zink serum : menurun
e. Penatalaksanaan
Terapi dan obat yang diberikan pada klien dengan leukemia :
Transfusi bila perlu
Klorambusil
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
2. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
3. Nyeri yang berhubungan dengan agen kimia, misal pengobatan antileukemik.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
5. Kurang pengetahuan behubungan dengan kurangnya terpajan informasi
Intervensi dan Rasional
1. Dx. 1
Tujuan : untuk menurunkan resiko infeksi
Intervensi :
1. Tempatkan klien dalam ruangan khusus
R/: untuk meminimalkan terpaparnya klien dari sumber infeksi
2. Anjurkan semua pengunjung dan staf rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci
tangan dengan baik
R/: untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
3. Pantau suhu dengan teliti (TTV)
R/: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
4. Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
R/: rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organisme
5. Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasif
R/: untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
6. Evaluasi keadaan klien terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
R/:untuk intervensi dini penanganan infeksi
7. Berikan periode istirahat tanpa gangguan
R/: menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
8. Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
R/: untuk mendukung pertahanan alami tubuh
9. Berikan antibiotik sesuai ketentuan
R/: diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
2. Dx. 2
Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan, pasien tidak mengalami mual dan
muntah
Intervensi :
1. Awasi masukan/haluaran. Hitung kehilangan tak kasat mata dan keseimbangan cairan.
Perhatikan penurunan urine pada adanya pemasukkan adekuat. Ukur berat jenis dan Ph
urine.
R/: penurunan sirkulasi sekunder terhadap destruksi SDM dan penvetusnya pada
tubulus ginjal/dan atau terjadinya batu ginjal
2. Timbang berat badan tiap hari
R/: mengukur keadekuatan penggantian cairan sesuai fungsi ginjal
3. Awasi tekanan darah dan frekuensi jantung
R/: perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemia (perdarahan/dehidrasi)
4. Inspeksi kulit/membrane mukosa untuk petekie.
R/: supresi sum-sum tulang dan produksi trombosit menempatkan pasien pada resiko
perdarahan spontan tak terkontrol.
5. Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
R/: karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6. Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
R/: untuk mempertahankan hidrasi
Dx. 3
Tujuan : Melaporkan nyeri hilang/terkontrol
Intervensi :
1. Selidiki keluhan nyeri. Perhatiakan perubahan pada derajat dan sisi (gunakan skala 0-
10)
R/: membantu menkaji kebutuhan untuk intervensi
2. Berikan lingkungan tenang dan kurangi rangsangan penuh stres
R/: meningkatkan istirahat dan meningkatkan kemampuan koping
3. Tempatkan pada posisi yang nyaman dan dukung sendi, ekstremitas dengan bantal/
R/: dapat menurunkan ketidaknyamanan tulang/sendi
4. Berikan tindakan kenyamanan (mis. Pijatan, kompres dingin)
R/: Meminimalkan kebutuhan atau meningkatkan efek obat
5. Berikan obat sesuai indikasi
R/: Diberikan untuk nyeri ringan yang tidak hilang dengan tindakan kenyamanan
Dx. 4
Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas sehari-hari sesuai tingkat kemampuan
Intervensi :
1. Evaluasi laporan keadaan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi atau
aktivitas sehari-hari
R/: Efek leukemia, anemia dan kemoterapi mungkin kumulatif (khususnya pada fase
pengobatan akut dan aktif)
2. Berikan lingkungan yang tenang dan periode istirahat tanpa gangguan.
R/: Menghemat energy untuk aktivitas dan regenerasi seluler/penyembuhan jaringan
3. Jadwalkan makan sekitar kemoterapi. Berikan kebersihan mulut sebelm makan dan
berikan antimetik sesuai indikasi.
R/: Dapat meningkatkan pemasukan dengan menurunkan mual
4. Berikan Oksigen tambahan
R/: memaksimalkan sediaan oksigen untuk kebutuhan seluler.
Dx. 5
Tujuan : Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan
Intervensi :
1. Kaji ulang patologi bentuk khusus leukemia dan berbagai bentuk pengobatan
R/: Pengobatan dapat termasuk berbagai obat antineoplastik, radiasi seluruh tubuh atau
hati/limpa, trasnfusi dan atau transplamtasi sumsum tulang.
2. Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pada klien
R/:untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
3. Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
R/:untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
4. Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu klien
menjalani kehidupan yang normal
R/: untuk meningkatkan perkembangan klien yang optimal
5. Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan klien
sebelum diagnosa dan prospek klien untuk bertahan hidup
R/: memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara
realistis
6. Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu klien tentang hasil
tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan
R/: untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
7. Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
R/: untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
Idiopatik Trombositopeni Purpura (Itp)
Konsep Dasar
Pengertian
ITP adalah trombositopenia (jumlah trombosit dibawah normal) dengan
penyebabnya proses imun (adanya antibodi terhadap trombosit) (Handayani dan
Hariwibowo, 2008)
Etiologi
Penyebab dari ITP tidak diketahui secara pasti, mekanisme yang terjadi melalui
pembentukan antibodi yang menyerang sel trombosit, sehingga sel trombosit mati.
Penyakit ini diduga melibatkan reaksi autoimun, dimana tubuh menghasilkan antibodi
yang menyerang trombositnya sendiri. Dalam kondisi normal, antibodi adalah respons
tubuh yang sehat terhadap bakteri atau virus yang masuk kedalam tubuh. Tetapi untuk
penderita ITP, antibodinya bahkan menyerang sel-sel keping darah tubuhnya sendiri.
Meskipun pembentukan trombosit sumsum tulang meningkat, persediaan trombosit yang
ada tetap tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh. Pada sebagian besar kasus, diduga
bahwa ITP disebabkan oleh sistem imun tubuh.
Secara normal sistem imun membuat antibodi untuk melawan benda asing yang
masuk ke dalam tubuh. Pada ITP, sistem imun melawan platelet dalam tubuh sendiri.
Alasan sistem imun menyerang platelet dalam tubuh masih belum diketahui. ITP
kemungkinan juga disebabkan oleh hipersplenisme, infeksi virus, intoksikasi makanan atau
obat atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan factor pematangan
(misalnya malnutrisi), koagulasi intravascular diseminata (KID), autoimun. Berdasarkan
etiologi, ITP dibagi menjadi 2 yaitu primer (idiopatik) dan sekunder. Berdasarkan penyakit
dibedakan tipe akut bila kejadiannya kurang atau sama dengan 6 bulan (umumnya terjadi
pada anak-anak) dan kronik bila lebih dari 6 bulan (umunnya terjadi pada orang dewasa).
Selain itu, ITP juga terjadi pada pengidap HIV. Sedangkan obat-obatan seperti heparin,
minuman keras, quinidine, sulfonamides juga boleh menyebabkan Rombositopenia.
Biasanya tanda-tanda penyakit dan faktor-faktor yang berkatan dengan penyakit ini adalah
seperti yang berikut : purpura, pendarahan haid darah yang banyak dan tempo lama,
pendarahan dalam lubang hidung, pendarahan rahang gigi, immunisasi virus yang terkini,
penyakit virus yang terkini dan calar atau lebam.
Patofisiologi
Diatas telah di singgung bahwa trombosit dapat dihancurkan oleh pembentukan
antibodi yang diakibatkan oleh obat (seperti yang ditemukan pada kinidin dan senyawa
emas) atau oleh autoantibodi (antibodi yang bekerja melawan jaringnnya sendiri). Antibodi
tersebut menyerang trombosit sehingga lama hidup trombosit diperpendek. Seperti kita
ketahui bahwa gangguan –gangguan autoimun yang bergantung pada antibodi manusia,
palling sering menyerang unsur-unsur darah, terutama trombosit dan sel darah merah. Hal
ini terkait dengan penyakit ITP, yang memiliki molekul-molekul IgG reaktif dalam
sirkulasi dengan trombosit hospes.
Meskipun terikat pada permuakaan trombosit, antibodi ini tidak menyebabkan
lokalisasi protein komplemen atau lisis trombosit dalam sirkulasi bebas. Namun, trombosit
yang mengandung molekul-molekul IgG lebih mudah dihilangkan dan dihancurkan oleh
makrofag yang membawa reseptor membran untuk IgG dalam limpa dan hati. Manifestasi
utama dari ITP dengan trombosit kurang dari 30.000/mm3 adalah tumbuhnya petechiae.
Petechiae ini dapat muncul karena adanya antibodi IgG yang ditemukan pada membran
trombosit yang akan mengakibatkan gangguan agregasi trombosit dan meningkatkan
pembuangan serta penghancuran trombosit oleh sistem makrofag. Agregaasi trombosit
yang terganggu ini akan menyebabkan penyumbatan kapiler-kapiler darah yang kecil. Pada
proses ini dinding kapiler dirusak sehingga timbul perdarahan dalam jaringan.
Bukti yang mendukung mekanisme trombositopenia ini disimpulkan berdasarkan
pemeriksaan pada penderita ITP dan orang-orang percobaan yang menunjukkan
kekurangan trombosit berat tetapi singkat, setelah menerima serum ITP. Trombositopenia
sementara, yang ditemukan pada bayi yang dilahirkan oleh ibu dengan ITP, juga sesuai
dengan kerusakan yang disebabkan oleh IgG, karena masuknya antibodi melalui plasenta.
ITP dapat juga timbul setelah infeksi, khususnya pada masa kanak-kanak, tetapi sering
timbul tanpa peristiwa pendahuluan dan biasanya mereda setelah beberapa hari atau
beberapa minggu.
Klasifikasi
a. Primer
1) Menurut perjalanan klinisnya, dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(a) ITP akut
Terjadi pada anak-anak dan dewasa muda
Tidak ada prediksi jenis kelamin
Riwayat infeksi virus 1-3 minggu sebelumnya
Gejala perdarahan bersifat mendadak
Lama penyakit 2-6 minggu, jarang lebih, remisi spontan pada 80
% kasus
(b) ITP kronis
Terjadi pada wanita muda sampai pertengahan
Jarang ada riwayat infeksi sebelumnya
Gejala perdarahan bersifat menyusup
Lama penyakit beberapa bulan atau beberapa tahun
Jarang terjadi remisi spontan
2) Menurut permulaan tampilnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(a) ITP perinetal
(b) ITP anak-anak
(c) ITP dewasa
(d) ITP pada kehamilan
b. Sekunder
Terjadi akibat adanya penyakit lain, seperti :
1) Induksi obat/bahan kimia
2) Kelainan limfoproliperatif
3) Kanker
4) Infeksi
Penyakit autoimun lain (Handayani dan Hariwibowo, 2008)
Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang dapat ditemui pada klien ITP adalah sebagai berikut :
a. Ptekie, ekimosis, vesikel atau bulae yang hemoragik
b. Epistaksis, perdarahan gusi, menometroraghi, hematuri dan melena
c. Perdarahan intrakranial merupakan penyulit berat, terjadi pada 1% kasus
d. Perdarahan traumatik (cabut gigi, operasi)
e. Tidak ada limfadenopati
f. Splenomegali ringan, pembesaran limfa dua kali ukuran normal
Pemeriksaan Diagnostik
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hal-hal sebagai berikut :
a. Trombositopenia
b. Retikulositosis ringan
c. Anemia bila terjadi perdarahan kronis
d. Waktu perdarahan memanjang
e. Retraksi bekuan terganggu
f. Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak
mengandung trombosit
g. Antibodi monoklonal untuk mendeteksi glikoprotein spesifik pada membrane
trombosit mempunyai spesifisitas 85 %, belum digunakan secara luas.
Penatalaksanaan
a. Terapi umum
(1) Hindari aktivitas fisik berlebihan untuk mencegah trauma, terutama trauma
kepala
(2) Hindari pemakaian obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit
b. Terapi khusus
(1) Steroid
Prednison 1-1,5 mg/kgBB selama 2 minggu. Bila respons baik, teriskan
sampai 1 bulan, lalu tappering. Bila trombosit turun lagi sesuaikan dengan
dosis awal, jika tidak ada respons terapi dibatasi 4-6 minggu, pemakaian
steroid yang lama perlu dosis alternatif untuk mencegah komplikasi
(2) Splenektomi
Bila tidak ada respons dengan steroid atau trombosit < 30.000/mm3 selama
3 bulan
(3) Imunoglobulin
Diberikan pada perdarahan yang mengancam jiwa, kombinasi dengan
steroid dosis tinggi dan suspensi trombosit atau diberikan pada ITP
refrakter. Dosis 400 mg/kgBB selama 5 hari
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat atau adanya faktor-faktor penyebab
ITP mungkin manifestasi sekunder dari kelainan lain seperti
leukimia, SLE, AIDS dan anemia aplastik
Trombositopenia didapat disebabkan oleh obatan-obatan khusus,
terapi radiasi atau kemoterapi
b. Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda sebagai berikut
Petekia menyebar di ekstremitas tubuh dan rongga mulut
Ekimosis
Mudah memar
Perdarahan gusi
Menoragia
Perdarahan hidung spontan
hematuria
c. Pemeriksaan diagnostik
Jumlah trombosit rendah
Masa koagulasi untuk protrombin dan prototombrin memanjang
Tes kerapuhan kaliper meningkat
Skrinning antibody untuk mengesampingkan ITP
Aspirasi sumsum tulang menunjukkan peningkatan jumalh
megakariosit
d. Kaji pemahaman tentang kondisi dan tindakannya
2. Diagnosa dan intervensi
1. Resiko Injury b/d kecenderungan perdarahan sekunder
2. Resiko infeksi b/d imunosupresi
3. Resiko ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan
nafsu makan.
4. PK : Anemia
No
Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Resiko Injury b/d kecenderungan perdarahan sekunder
NOC : Risk Kontrol
Kriteria Hasil :
Klien terbebas dari cedera
Klien mampu menjelaskan cara/metode untukmencegah injury/cedera
Klien mampu menjelaskan factor resiko dari lingkungan/perilaku personal
Mampumemodifikasi gaya hidup untukmencegah injury
Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Mampu mengenali perubahan status kesehatan
NIC : Environment Management (Manajemen lingkungan)
Sediakan lingkungan yang aman untuk pasien
Identifikasi kebutuhan keamanan pasien, sesuai dengan kondisi fisik dan fungsi kognitif pasien dan riwayat penyakit terdahulu pasien
Menghindarkan lingkungan yang berbahaya (misalnya memindahkan perabotan)
Memasang side rail tempat tidur
Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih
Menempatkan saklar lampu ditempat yang mudah dijangkau pasien.
Membatasi pengunjung Memberikan penerangan
yang cukup Menganjurkan keluarga
untuk menemani pasien. Mengontrol lingkungan
dari kebisingan Memindahkan barang-
barang yang dapat membahayakan
Berikan penjelasan pada pasien dan keluarga atau pengunjung adanya perubahan status kesehatan dan penyebab penyakit.
2 Resiko infeksi b/d imunosupresi
NOC :
Immune Status
NIC :
Infection Control (Kontrol
Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen
Faktor-faktor resiko :
- Prosedur Infasif- Ketidakcukupan
pengetahuan untuk menghindari paparan patogen
- Trauma - Kerusakan jaringan
dan peningkatan paparan lingkungan
- Ruptur membran amnion
- Agen farmasi (imunosupresan)
- Malnutrisi - Peningkatan paparan
lingkungan patogen - Imonusupresi - Ketidakadekuatan
imum buatan - Tidak adekuat
pertahanan sekunder (penurunan Hb, Leukopenia, penekanan respon inflamasi)
- Tidak adekuat pertahanan tubuh primer (kulit tidak utuh, trauma jaringan, penurunan kerja silia, cairan tubuh statis, perubahan sekresi pH, perubahan peristaltik)
- Penyakit kronik
Knowledge : Infection control
Risk controlKriteria Hasil :
Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
Mendeskripsikan proses penularan penyakit, factor yang mempengaruhi penularan serta penatalaksanaannya,
Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
Jumlah leukosit dalam batas normal
Menunjukkan perilaku hidup sehat
infeksi)
Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
Pertahankan teknik isolasi
Batasi pengunjung bila perlu
Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung meninggalkan pasien
Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan kperawtan
Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung
Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
Ganti letak IV perifer dan line central dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
Tingktkan intake nutrisi Berikan terapi antibiotik
bila perluInfection Protection (proteksi terhadap infeksi)
Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
Monitor hitung granulosit, WBC
Monitor kerentanan terhadap infeksi
Batasi pengunjung Saring pengunjung
terhadap penyakit menular
Partahankan teknik aspesis pada pasien yang beresiko
Pertahankan teknik isolasi k/p
Berikan perawatan kuliat pada area epidema
Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase
Ispeksi kondisi luka / insisi bedah
Dorong masukkan nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan Dorong istirahat Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik sesuai resep
Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
Ajarkan cara menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan infeksi
Laporkan kultur positif3 Resiko
ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan nafsu makan
NOC :
Nutritional Status : food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
Nutrition Management
Kaji adanya alergi makanan
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien.
Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
Berikan substansi gula Yakinkan diet yang
dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan yang terpilih ( sudah
dikonsultasikan dengan ahli gizi)
Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit Monitor kekeringan,
rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan
konjungtiva Monitor kalori dan
intake nuntrisi Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
4 PK : Anemia Perawat dapat melakukan pencegahan untuk meminimalkan terjadinya anemia berkelanjutan
1. Pantau tanda dan gejala anemia
Adanya letargi Adanya kelemahan Keletihan Peningkatan pucat Dyspneu saat
melakukan aktivitas
2. Monitor kadar Hb3. Kolaborasi perlunya
pemberian transfusi
HEMOFILIA
Konsep Dasar
Pengertian
Hemofilia merupakan kelainan perdarahan herediter yang dikarakteristikkan oleh
defisiensi faktor pembekuan essensial yang diakibatkan oleh mutasi pada kromosom X
1. Bentuk Hemofilia
Terdapat tiga bentuk hemofilia, yaitu :
a. Hemofilia A : dikarakteristikkan oleh defisiensi faktor VIII, bentuk paling
umum yang ditemukan, terutama pada pria
b. Hemofilia B : dikarakteristikkan oleh defesiensi faktor IX yang terutama
ditemukan oleh pria
c. Penyakit Von Willebrand dikarakteristikkan oleh defek pada perlekatan
trombosit dan defisiensi faktor VIII dapat terjadi pada pria dan wanita
2. Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang sering terlihat pada klien dengan hemofilia adalah adanya
perdarahan berlebihan secara spontan setelah luka ringan, pembengkakakn, nyeri
dan kelainan degeneratif pada sendi, serta keterbatasan gerak. Penyakit ini
ditandai dengan memar besar dan meluas dan perdarahan ke dalam otot, sendi dan
jaringan lunak meskipun hanya akibat trauma kecil. Perdarahan sendi berulang
dapat mengakibatkan kerusakan berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis.
Kebanyakan pasien mengakami kecatatan akibat kerusakan sendi sebelum mereka
dewasa. Hematuri spontyan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi.
3. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan waktu perdarahan yang normal, tetapi
masa prototrombin memanjang. Terjadi penurunan faktor VIII
4. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang lazim dilakukan pada klien ini adalah sebagai berikut :
Transfusi periodik dari plasma beku segar (PBS)
Pemberian konsentrat faktor VIII dan IX pada klien yang mengalami
perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi
dan pembedahan
Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
Bidai dan alat orthopedi bagi klien yang mengalami perdarahan otot dan
sendi
5. Komplikasi
Dapat terjadi perdarahan dengan menurunnya perfusi, kekakuan sendi akibat
perdarahan, hematuria. Pasien hemofilia mempunyai risiko tinggi menderita AIDS
akibat transfusi darah dan komponen darah yang pernah diterima.
A. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a) Tanyakan menegnai riwayat keluarga dengan kelainan perdarahan
b) Tanyakan tentang perdarahan yang tidak seperti biasanya, perdarahan spontan
dan hemofilia meliputi perdarahan lambat dan menetap setelah terpotong atau
trauma kecil, perdarahan spontan dan ptekie tidak terjadi pada pasien
hemofilia. Penyakit didiagnosis awal pada bayi baru lahir, bila perdarahan
lama menetap terjadi setelah sirkumsisi
2. Diagnosa dan Intervensi
Nyeri b/d perdarahan sendi dan kekakuan yang ditimbulkannya
Batasan karakteristik : adanya nyeri dan bengkak pada daerah persendian,
keterbatasan gerak
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nyeri akan berkurang
Kriteria evaluasi : klien melaporkan nyeri berkurang, klien memperlihatkan
peningkatan kemampuan bertoleransi dengan gerakan sendi, mempergunakan
alat bantu bila perlu untuk mengurangi nyeri
Intervensi
Motivasi klien untuk bergerak perlahan
Rasional : dengan bergerak perlahan diharapkan dapat mencegah stress
pada sendi yng terkena
Lakukan relaksasi dengan menyuruh klien berendam di air hangat
Rasional : rendam air hangat dapat mengurangi nyeri
Bantu klien menggunakan alat bantu
Rasional : alat bantu berguna untuk memindahkan beban tubuh pada
sendi yang nyeri
Kolaborasi : berikan analgetik oral non opoid
Rasional : untuk mengurangi rasa nyeri
Risiko tinggi terhadap cedera b/d perdarahan terkontrol sekunder tehadap
hemofilia
Batasan karakteristik : melaporkan riwayat pembentukan
hematoma,hemartrosis, sering memar, perdarahan lama, hematuria, atau
perdarahan gastrointestinal
Kriteria evaluasi : mendemonstrasikan tidak ada lagi cedera jaringan,
mobilitas sendi normal, tidak ada defisit neurologis permanen
Intervensi :
Untuk cedera kepala, pantau status neurologis setiap 1-2 jam, beritahu
dokter pada saat terjadi defisit neurologis terdeteksi, misal : sakit
kepala, mual, muntah. Pertahankan tirah baring pada posisi semifowler
atau fowler
Rasional : cedera kepala mempredisposisikan hemoragi intrakranial.
Posisi tegak membantu menurunkan tekanan intrakranial berkenaan
dengan perdarahan pada intrakranial
Untuk hemartrosis :
- Pantau status neurovaskular dari ekstremitas yang sakit. Beritahu
dokter bila pembengkakan sendi berlanjut atau nyeri menetap atau
kebas dan kesematan terjadi pada saat tindakan telah ditemukan
selama 24 jam
- Pertahankan tirah baring pada sendi yang sakit ditinggikan, berikan
kompres es
- Mulai latihan rentang gerak pasif. Bila pembengkakan telah
berkurang, berikan alat bantu untuk ambulasi
- Berikan analgesik sesuai dengan yang telah diresepkan
Rasional : degenerasi sendi dapat menyebabkan perdarahan menetap
pada sendi. Kompres dingin membantu menghentikan perdarahan.
mobilitas selama episode perdarahan menurunkan sirkulasi dan
meningkatkan bantuan pada kontrol perdarahan
Hindari mengukur suhu rektal, berikan dengan obat-obatan oral bila
mungkin. Rotasi sisi injeksi dan tekan sisi selama 5-10 menit
Rasional : untuk menurunkan risiko perdarahan
Untuk pembengkakan jaringan atau di sekitar leher, hidung, faring dan
esofagus
- Pantau frekuensi pernapasan dan bunyi napas
- Pertahankan jalan napas dan alat penghisap pada sisi tempat tidur
Rasional : risiko obstruksi jalan nafas besar pada cedera leher berat
Risiko gangguan konsep diri b/d kesulitan beradaptasi pada kondisi kronis
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi gangguan
konsep diri
Batasan karakteristik : mengungkapkan perasaan negatif tentang keterbatasan
sepanjang hidup yang ditimbulkan oleh kondisi penyakit, dapat melaporkan
riwayat ketidakpatuhan, dapat mendemonstrasikan perilaku konsisten dengan
berduka
Kriteria evaluasi :
Klien mampu mendemonstrasikan penerimaan diri pada situasi baru, klien
mampu mengungkapkan rencana untuk memasukkan keterbatasan ke dalam
gaya hidup baru, klien mengungkapkan penerimaan terhadap kondisi, klien
mampu mengungkapkan bebas dari rasa takut dan masalah
Intervensi Keperawatan :
Biarkan klien dan keluarga mengungkapkan perasaan. Anjurkan keluarga
untuk menghindari mengobati individu dengan invalid. Tekankan perlunya
untuk mendorong partisipasi pada perkembangan aktivitas normal yang
tidak akan menyebabkan cidera fisik
Rasional : mengekspresikan perasaan membantu memudahkan koping.
Perkembangan aktivitas normal membantu meningkatkan harga diri
Jelaskan tentang semua tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan
yang akan dilakukan
Rasional : pengetahuan tentang apa yang diharapkan membantu
mengurangi ansietas
Lakukan pendekatan secara tenang dan beri dorongan untuk bertanya serta
berikan informasi yang dibutuhkan dengan bahasa yang jelas
Rasional : pemecahan masalah sulit untuk orang yang cemas karena
ansietas merusak belajar dan persepsi. Penjelasan yang sederhana paling
baik untuk dipahami
Limfoma Maligna
Pengertian
Limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan penyakit keganasan
primer dari jaringan limfoid yang bersifat padat (solid).Ada dua jenis limfoma maligna yaitu
Limfoma Hodgkin (HD) dan Limfoma non-Hodgkin (LNH).
Etiologi
Penyebab dari penyakit limfoma maligna masih belum diketahui dengan pasti..Empat
kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi virus
atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus
(EBV), Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).
Patofisiologi
Proliferasi abmormal tumor dapat memberi kerusakan penekanan atau penyumbatan
organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah bening (nodal) atau diluar
kelenjar getah bening (ekstra nodal).
Gejala pada Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah
digerakkan (pada leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai
dengan gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera dicurigai
sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem limfatik merupakan
Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan kelenjar limfa dengan sejenis virus
atau mungkin tuberkulosis limfa.
Beberapa penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi
selama beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi pertumbuhan
sel-sel limfoma.
Gejala Klinis
1. Gejala utama adalah pembesaran kelenjar yang tersering dan mudah terdeteksi adalah
pembesaran kelenjar didaerah leher.
2. Gejala selanjutnya bergantung pada lokasi penyakit dan organ-organ yang diserang.
Pada jenis ganas disertai gejala sistemik yaitu demam yang tidak jelas penyebabnya,
berkeringat malam, dan penurunan erat badan 10% selama 6 bulan.
3. Hampir semua system dapat diserang penyakit ini,seperti saluran pencernaan,
pernafasan, persyarafan dan vaskularisasi.
Pemeriksaan Penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang
terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg. Untuk mendeteksi Limfoma
memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan
pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan
untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk
mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1. Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang
membesar.
2. Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum
suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan.
3. Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk
melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang
Tera pi
Cara pengobatan bervariasi dengan jenis penyakit. Beberapa pasien dengan tumor
keganasan tingkat rendah, khususnya golongan limfositik, tidak membutuhkan
pengobatan awal jika mereka tidak mempunyai gejala dan ukuran lokasi
limfadenopati yang bukan merupakan ancaman.
Radioterapi
Walaupun beberapa pasien dengan stadium I yang benar-benar terlokalisasi dapat
disembuhkan dengan radioterapi, terdapat angka yang relapse dini yang tinggi pada
pasien yang dklasifikasikan sebagai stadium II dan III. Radiasi local untuk tempat
utama yang besar harus dipertimbangkan pada pasien yang menerima khemoterapi
dan ini dapat bermanfaat khusus jika penyakit mengakibatkan sumbatan/ obstruksi
anatomis.
Pada pasien dengan limfoma keganasan tingkat rendah stadium III dan IV, penyinaran
seluruh tubuh dosis rendah dapat membuat hasil yang sebanding dengan khemoterapi.
Khemoterapi
Terapi obat tunggal Khlorambusil atau siklofosfamid kontinu atau intermiten yang
dapat memberikan hasil baik pada pasien dengan limfoma maligna keganasan
tingkat rendah yang membutuhkan terapi karena penyakit tingkat lanjut.
Terapi kombinasi. (misalnya COP (cyclophosphamide, oncovin, dan prednisolon))
juga dapat digunakan pada pasien dengan tingkat rendah atau sedang berdasakan
stadiumnya.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pengkajian
Pengkajian pada klien limfoma maligna menurut Doenges, (1999) diperoleh data sebagai
berikut :
1. Aktifitas/istirahat
Gejala : kelelahan, kelemahan, atau malaise umum, kehilangan prodiktifitas dan penurunan
toleransi latihan.
Tanda : penurunan kekuatan, bahu merosot, jalan lamban, dan tanda lain yang menunjukkan
kelelahan.
2. Sirkulasi
Gejala : palpitasi, angina/nyeri dada.
Tanda : takikardia, disritmia, sianosis wajah dan leher (obstruksi drainase vena karena
pembesaran nodus limfa adalah kejadian yang jarang), ikterusskelera dan ikterik umum
sehubungan dengan kerusakan hati dan obtruksi duktus empedu oleh pembesaran nodus
limfa, pucat (anemia), diaforesis, keringat malam hari.
3. Integritas ego
Gejala : faktor stress, takut/ansietas sehubungan dengan diagnosis dan kemungkinan takut
mati, tes diagnostik dan modalitas pengobatan (kemoterapi dan terapi radiasi).
Tanda : berbagai perilaku, misal marah menarik diri, pasif
4. Eliminasi
Gejala : perubahan karakteristik urine dan feses, riwayat obstruksi intususepsi, atau sindroma
malabsorpsi (infiltrasi dari nodus limfa retro peritoneal)
Tanda : nyeri tekan pada kuadran kanan atas dan pembesaran pada palpasi (hepatomegali),
nyeri tekan pada kuadran kiri atas dan pembesaran pada palpasi (splenomegali), penurunan
haluaran urine, urine gelap/pekat, anuria (obstruksi uretral/gagal ginja), disfungsi usus dan
kandung kemih.
5. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia/kehilangan nafsu makan, disfagia (tekanan pada esofagus) Adanya
penurunan berat badan.
Tanda : pembengkakan pada wajah, leher, rahang, atau tangan kanan (sekunder terhadap
kompensasi vena kava superior oleh pembesaran nodus limfa), edema ekstermitas bawah
sehubungan dengan obtruksi vena kava inferior dari pembesaran nodus limfa intraabdominal
(non-hodgkin), Asites (obtruksi vena kava inferior sehubungan dengan pembesaran nodus
limfa intra abdominal)
6. Neurosensori
Gejala : nyeri saraf (neuralgia) menunjukkan kompresi akar saraf oleh pembesaran nodus
limfa pada brakial, lumbar, dan pleksus sakral, kelemahan otot, parestesia.
Tanda : status mental ; letargi, menarik diri, kurang minat umum terhadap sekitar, paraplegia
(kompresi btang spinal dari tubauh vertebral, keterlibatan diskus pada kompresi/degenerasi
atau kompresi suplai darah terhadap batang spinal)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri tekan/nyeri pada nodus limfa yang terkena, mis pada sekitar mediastinum,
nyeri dada, nyeri punggung (kompresi vertebral) nyeri tulang umum (keterlibatan tulang
limfomatus), nyeri segera pada area yang terkena setelah minum alkohol.
Tanda : fokus pada diri sendiri, prilaku berhati-hati.
8. Pernapasan
Gejala : dispnea pada kerja atau istirahat ; nyeri dada
Tanda : dispnea ; takikardia, batuk kering non-produktif, tanda distres pernapasan ;
peningkatan frekuensi pernafasan dan kedalaman, penggunaan otot bantu, stridor, sianosis,
parau/paralisis laringeal (tekanan dari pembesaran nodus pada saraf laringeal).
9. Keamanan
Gejala : riwayat sering/adanya infeksi, riwayat mononukleus, riwayat ulkus/perforasi
perdarahan gaster, demam, keringat malam tanpa menggigil, kemerahan/pruritus umum
Tanda : demam menetap tanpa gejala infeksi, nodus limfe simetris, tak nyeri,
membengkak/membesar, pembesaran tonsil, pruritus umum, sebagian area kehilangan
pigmentasi melanin (vitilago).
10. Seksualitas
Gejala : masalah tentang fertilitas/kehamilan (sementara penyakit tidak mempengaruhi,
tetapi pengobatan mempengaruhi), penurunan libido.
Diagnosa Keperawatan
Setelah data dikumpulkan dilanjutkan dengan analisa data untuk menentukan diagnosa
keperawatan. Menurut Doenges (2000), diagnosa keperawatan pada klien post operasi
laparatomy + biopsy dengan indikasi limfoma maligna sebagai berikut :
1. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, insisi bedah
2. Risiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan
berlebihan, misal : muntah, perdarahan, diare.
3. Nyeri (akut) berhubungan dengan adanya insisi bedah.
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum, penurunan cadangan
energi, peningkatan laju metabolik dari produksi leukosit masif.
5. Konstipasi atau diare berhubungan dengan penurunan masukan diet, perubahan proses
pencernaan.
6. Risiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan darah
dan nutrisi kejaringan sekunder pembedahan.
7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi yang akurat mengenai
perawatan di rumah.
Laporan Asuhan Keperawatan Pada Thalasemia
Pengertian
Thalasemia merupakan penyakit anemua hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif, secara molekuler dibedakan menjadi thalasemia alfa dan beta, sedangkan secara klinis
dibedakan menjadi thalasemia mayor dan minor ( Mansjoer, Kapita Selekta Kedokteran,
2000 : 497 ).
Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang diturunkan secara
resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globin pada hemoglobin. dimana terjadi kerusakan
sel darah merah di dalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang
dari 100 hari). Kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)
Patofisiologi Thalasemia
Penyebab anemia pada thalasemia bersifat primer dan sekunder. Penyebab primer
adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang tidak efektif disertai penghancuran
sel-sel eritrosit intrameduler. Penyebab sekunder adalah karena defisiensi asam
folat,bertambahnya volume plasma intravaskuler yang mengakibatkan hemodilusi, dan
destruksi eritrosit oleh system retikuloendotelial dalam limfa dan hati.
Penelitian biomolekular menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen sehingga
produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. Tejadinya hemosiderosis
merupakan hasil kombinasi antara transfusi berulang, peningkatan absorpsi besi dalam usus
karena eritropoesis yang tidak efektif, anemia kronis serta proses hemolisis.
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai alpa dan
dua rantai beta.
Pada Beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya rantai Beta dalam molekul
hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan eritrosit membawa oksigen.
Ada suatu kompensator yang meningkatkan dalam rantai alpa, tetapi rantai Beta
memproduksi secara terus menerus sehingga menghasilkan hemoglobin defektive.
Ketidakseimbangan polipeptida ini memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal
ini menyebabkan sel darah merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan
atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa pada thalasemia Beta dan Gama ditemukan pada
thalasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida ini mengalami presipitasi dalam sel
eritrosit. Globin intra-eritrositk yang mengalami presipitasi, yang terjadi sebagai
rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari hemoglobin tak stabil-badan Heinz,
merusak sampul eritrosit dan menyebabkan hemolisis.
Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow memproduksi RBC yang
lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow, produksi RBC diluar menjadi
eritropoitik aktif. Kompensator produksi RBC terus menerus pada suatu dasar kronik, dan
dengan cepatnya destruksi RBC, menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin.
Kelebihan produksi dan distruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah
pecah atau rapuh.
Gejala Klinis Thalasemia
Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur kurang dari 1
tahun, yaitu:
Lemah
Pucat
Perkembangan fisik tidak sesuai dengan umur
Berat badan kurang
Tidak dapat hidup tanpa transfuse
Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk heterozigot.
Thalasemia minor/thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia berat, bentuk
homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya:
Gizi buruk
Perut buncit karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba
Aktivitas tidak aktif karena pembesaran limpa dan hati (Hepatomegali ), Limpa
yang besar ini mudah ruptur karena trauma ringan saja
Gejala khas adalah:
Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa pangkal hidung, jarak antara
kedua mata lebar dan tulang dahi juga lebar.
Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi kelabu
karena penimbunan besi
Pemeriksaan Penunjang
Hasil apusan darah tepi didapatkan gambaran perubahan-perubahan sel dara merah,
yaitu mikrositosis, anisositosis, hipokromi, poikilositosis, kadar besi dalam serum
meninggi, eritrosit yang imatur, kadar Hb dan Ht menurun.
Elektroforesis hemoglobin: hemoglobin klien mengandung HbF dan A2 yang tinggi,
biasanya lebih dari 30 % kadang ditemukan hemoglobin patologis.
Penatalaksanaan Thalasemia
Hingga kini belum ada obat yang tepat untuk menyembuhkan pasien thalasemia.
Transfusi darah diberikan jika kadar Hb telah rendah sekali (kurang dari 6 gr%) atau
bila anak terlihat lemah dan tidak ada nafsu makan.
Pemberian transfusi hingga Hb mencapai 10 g/dl. Komplikasi dari pemberian
transfusi darah yang berlebihan akan menyebabkan terjadinya penumpukan zat besi
yang disebut hemosiderosis. Hemosiderosis dapat dicegah dengan pemberian
Deferoxamine(desferal).
Splenektomi dilakukan pada anak yang lebih tua dari 2 tahun sebelum terjadi
pembesaran limpa/hemosiderosis, disamping itu diberikan berbagai vitamin tanpa
preparat besi.
Komplikasi yang dapat terjadi pada Klien Dengan Thalasemia
1. Fraktur patologis
2. Hepatosplenomegali
3. Gangguan Tumbuh Kembang
4. Disfungsi organ
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a. Pengkajian fisik
b. Riwayat kepearawatan
Kaji adanya tanda-tanda anemia (pucat,lemah, sesak, nafas cepat, hipoksia kronik,
nyeri tulang dan dada, menurunnya aktivitas, anoreksia) epistaksis berulang.
c. Pengkajian psikososial
Anak : usia, tugas perkembangan psikososial, kemampuan beradaptasi dengan penyakit,
mekanisme koping yang digunakan.
Keluarga : respon emosional keluarga, koping yang digunakan keluarga, penyesuaian
keluarga terhadap stress.
Diagnosa Yang mungkin Muncul Pada Klien Dengan Thalasemia
1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen seluler yang
diperlukan untuk pengiriman oksigen ke sel.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen dan
kebutuhan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kegagalan untuk mencerna atau absorbsi nutrien yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah normal.
4. Resiko terjadi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan sirkulasi dan
neurologis.
5. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tak adekuat: penurunan Hb,
leukopeni atau penurunan granulosit.
6. Kurangnya pengetahuan tentang prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan
dengan salah interpretasi informasi dan tidak mengenal sumber informasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Aktivitas/istirahat
Ny. T mengatakan kondisi badanya lemah, kurang bertenaga.
Data yang harus ada : kebutuhan untuk tidur lebih banyak, takhikardi
2. Sirkulasi
Ny.T tampak pucat, sudah 3 minggu tidak haid
Data yang harusnya ada : adanya mur-mur jantung,CRT lambat, kuku mudah patah,
rambut tipis, takhikardi,peningkatan TD dan tekanan nadi melebar
3. Integritas ego
Data yang harus ada: Budaya yang mempengaruhi pengobatan & depresi
4. Eliminasi
Data yang harus ada : flatulen,hematemisis,melena,penurunan haluaran urine, distensi
abdomen
5. Makanan/cairan
Ny. T mengatakan kondisi badanya lemah, kurang bertenaga, mual muntah
Data yang harus ada: penurunan masukan diit, penurunan berat badan, turgor kulit
buruk
6. Hiegine
Ny. T mengatakan kondisi badanya lemah, kurang bertenaga,
Data yang harus ada: penampilan kurang rapi
7. Neurosensori
Ny. T mengatakan kondisi badanya lemah, kurang bertenaga,
Data yang harus ada: sakit kepala, vertigo,tinnitus,insomnia,gelisah,
depresi.epistaksis.
8. Nyeri
Data yang harus ada: nyeri abdomen
9. Pernapasan
Data yang harus ada: napas pendek, takipnea
10. Keamanan
Data yang harus ada : riwayat kanker, riwayat terpajan kimia, transfuse darah
sebelumnya gangguan penglihatan,demam, ptekie.
11. Seksualitas
Ny.T sudah 3 minggu tidak haid
Data yang harus ada: hilang libido,serviks dinding menebal.
Klasifikasi Data
DS :
1. Ny. T mengatakan kondisi badanya lemah, kurang bertenaga.
2. Ny. T mengatakan mual-muntah
3. Ny. T mengatakan 3 minggu tidak haid
DO :
1. NY. T tampak pucat
Diagnosa keperawatan
1. Perfusi jaringan kurang efektif b/d penurunan komponen seluler yang diperlukan
untuk pengiriman o2 /nutrient ke sel
DS: Ny. T mengatakan kondisi badanya lemah, kurang bertenaga,
DO : NY T tampak pucat,kurang darah
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai o2 /pengiriman dan
kebutuhan
DS: NY. T mengatakan badannya lemah
DO: Pucat, kurang darah
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kegagalan untuk
mencerna/ketidakmampuan mencerna makanan yang diperlukan untuk pembentukan
sel darah merah
DS: NY. T mengatakan badannya lemah,tidak bertenaga,mual,muntah
DO: Pucat, kurang darah
4. Keletihan b/d anemia
DS : NY. T mengatakan badannya lemah dan tidak bertenaga
DO : - Menurunkan kinerja
- Lemah
- Kehamilan
5. Resiko infeksi b\d pertahanan sekunder tidak adekuat misalnya penurunan Hb.
Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa
Keperawatan
Tujuan Intervensi Rasional
1. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan komponen seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen/nutrient ke sel.DS: Ny. T mengatakan kondisi badanya lemah, kurang bertenaga,DO :NY. T tampak pucat,kurang darah
Peningkatan perfusi jaringanKH :Klien menunjukkan perfusi adekuat, misalnya tanda vital stabil.
Awasi tanda vital kaji pengisian kapiler, warna kulit/membrane mukosa, dasar kuku.
Tinggikan kepala tempat tidur sesuai toleransi.
Awasi upaya pernapasan ; auskultasi bunyi napas perhatikan bunyi adventisius.
Selidiki keluhan nyeri dada/palpitasi.
Hindari penggunaan botol penghangat atau botol air panas. Ukur suhu air mandi dengan thermometer.
Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.
Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi jaringan dan membantu menetukan kebutuhan intervensi.
Meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk kebutuhan seluler. Catatan : kontraindikasi bila ada hipotensi.
Gemericik menununjukkan gangguan jajntung karena regangan jantung lama/peningkatan kompensasi curah jantung.
Iskemia seluler mempengaruhi jaringan miokardial/ potensial risiko infark.
Termoreseptor jaringan dermal dangkal karena gangguan oksigen
Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons terhadap terapi.
Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan.
2 Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai oksigen (pengiriman) dan kebutuhan.DS: Ny. T mengatakan badannya lemahDO: Pucat, kurang darah
Dapat mempertahankan /meningkatkan ambulasi/aktivitas.KH : melaporkan
peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari)
menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan, dan tekanan darah masih dalam rentang normal
Kaji kemampuan ADL pasien.
Kaji kehilangan atau gangguan keseimbangan, gaya jalan dan kelemahan otot
Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
Berikan lingkungan tenang, batasi pengunjung, dan kurangi suara bising, pertahankan tirah baring bila di indikasikan
Gunakan teknik menghemat energi, anjurkan pasien istirahat bila terjadi kelelahan dan kelemahan, anjurkan pasien melakukan aktivitas semampunya (tanpa memaksakan diri).
Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
Menunjukkan perubahan neurology karena defisiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/risiko cedera
Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan
Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru
Meningkatkan aktivitas secara bertahap sampai normal dan memperbaiki tonus otot/stamina tanpa kelemahan. Meingkatkan harga diri dan rasa terkontrol.
3 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kegagalan untuk mencerna atau ketidak mampuan mencerna
Kebutuhan nutrisi terpenuhiKH : Menunujukkan
peningkatan /mempertahankan berat badan dengan nilai
Kaji riwayat nutrisi, termasuk makan yang disukai
Observasi dan catat masukkan makanan pasien
Mengidentifikasi defisiensi, memudahkan intervensi
Mengawasi masukkan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan
makanan /absorpsi nutrient yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merahDS: Ny. T mengatakan badannya lemah,tidak bertenaga,mual,muntahDO: Pucat, kurang darah
laboratorium normal.
Tidak mengalami tanda mal nutrisi.
Menununjukkan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
Timbang berat badan setiap hari.
Berikan makan sedikit dengan frekuensi sering dan atau makan diantara waktu makan
Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan dan gejala lain yang berhubungan
Berikan dan Bantu hygiene mulut yang baik ; sebelum dan sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut. Berikan pencuci mulut yang di encerkan bila mukosa oral luka.
Kolaborasi pada ahli gizi untuk rencana diet.
Kolaborasi ; pantau hasil pemeriksaan laboraturium
Kolaborasi; berikan obat sesuai indikasi
Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi
Menurunkan kelemahan, meningkatkan pemasukkan dan mencegah distensi gaster
Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
Meningkatkan nafsu makan dan pemasukkan oral. Menurunkan pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan nyeri berat.
Membantu dalam rencana diet untuk memenuhi kebutuhan individual
Meningkatakan efektivitas program pengobatan, termasuk sumber diet nutrisi yang dibutuhkan.
Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan atau adanyan masukkan oral yang buruk dan defisiensi yang diidentifikasi.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth. (2002). Text Book of Medical – Surgical Nursing (Agung,
Penerjemah). Philadelphia : Lippincott (Sumber asli diterbitkan 1997).
Doenges, M. (2000). Nursing Care Planns (I Made Kariasa, Penerjemah). Philadelphia. F.A
Davis Company. (Sumber asli diterbitkan 1993).
Smeltzer, Suzzane C dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Edisi 8 volume 2. Jakarta. EGC