tuter phpt kelompok ganjil

18
I. PENDAHULUAN Padi merupakan sumber utama makanan pokok bagi masyarakat indonesia. Oleh karena itu setiap faktor yang mempengaruhi tingkat produksinya sangat penting diperhatikan. Salah satu faktor itu adalah hama dan penyakit (Harahap, 1998). Penyakit blas disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae adalah salah satu penyakit penting pada tanaman padi. Penyakit ini telah menurunkan hasil panen padi di Asia Tenggara dan Amerika selatan sekitar 30-50%, dan mengakibatkan kerugian jutaan dolar Amerika (Shimamoto, et al, 2001). Di indonesia serangan penyakit blas dapat mencapai luas 1.285 juta Ha atau sekitar 12% dari total luas areal pertanaman padi di Indonesia. Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan salah satu kendala dalam usaha meningkatkan produksi pada pertanaman padi gogo dan sekarang sudah menjadi kendala serius pada tanaman padi sawah. Hal ini menjadi penting artinya, terutama dengan adanya perluasan padi gogo ataupun penggunaan padi unggul yang rentan terhadap blas. Wilayah dominan penyebaran blas yang telah dilaporkan di Indonesia meliputi provinsi Jabar (1.781 ha), Sumsel (1.084 ha), Sumut (624 ha), Kalteng (395 ha), Bali dan NTB sekitar (200 ha). (Hasanuddin, 2003). Penyakit blas akhir-akhir ini juga dilaporkan menginfeksi varietas-varietas unggul baru menjelang

Upload: lukman-abdurrachman

Post on 28-Sep-2015

259 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

farmer

TRANSCRIPT

I. PENDAHULUANPadi merupakan sumber utama makanan pokok bagi masyarakat indonesia. Oleh karena itu setiap faktor yang mempengaruhi tingkat produksinya sangat penting diperhatikan. Salah satu faktor itu adalah hama dan penyakit (Harahap, 1998). Penyakit blas disebabkan oleh cendawan Pyricularia oryzae adalah salah satu penyakit penting pada tanaman padi. Penyakit ini telah menurunkan hasil panen padi di Asia Tenggara dan Amerika selatan sekitar 30-50%, dan mengakibatkan kerugian jutaan dolar Amerika (Shimamoto, et al, 2001). Di indonesia serangan penyakit blas dapat mencapai luas 1.285 juta Ha atau sekitar 12% dari total luas areal pertanaman padi di Indonesia. Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan salah satu kendala dalam usaha meningkatkan produksi pada pertanaman padi gogo dan sekarang sudah menjadi kendala serius pada tanaman padi sawah. Hal ini menjadi penting artinya, terutama dengan adanya perluasan padi gogo ataupun penggunaan padi unggul yang rentan terhadap blas. Wilayah dominan penyebaran blas yang telah dilaporkan di Indonesia meliputi provinsi Jabar (1.781 ha), Sumsel (1.084 ha), Sumut (624 ha), Kalteng (395 ha), Bali dan NTB sekitar (200 ha). (Hasanuddin, 2003). Penyakit blas akhir-akhir ini juga dilaporkan menginfeksi varietas-varietas unggul baru menjelang panen dan berpotensi secara nyata akan menurunkan hasil padi dalam skala nasional. Penyakit blas, dapat menurunkan hasil sampai mencapai 70% (Chin, 1975) menginfeksi pada semua stadia pertumbuhan tanaman yaitu daun, buku, leher malai, namun jarang menyerang pada bagian pelepah daun. Keadaan suhu yang kondusif pada kisaran 28C. Suhu demikian umumnya ditemukan di wilayah-wilayah pengusahaan padi gogo, maupun padi sawah sehingga blas dapat berkembang biak dan menyebabkan kerusakan yang serius atau sering mengakibatkan puso. Karakteristik sebaran dengan siklus hidup yang pendek sekitar 6 hari, dan potensi munculnya ras-ras baru yang lebih virulen menyebabkan upaya pengendalian tetap diperlukan. Pengendalian yang paling umum dilakukan adalah penggunaan varietas tahan dan fungisida. Varietas-varietas tahan telah banyak terbukti hasilnya, namun demikian beberapa varietas tahan terhadap penyakit blas hanya mampu bertahan beberapa musim tanam. Keadaan ini terjadi karena adanya proses adaptasi, mutasi genetik dan penyakit blas membentuk ras-ras baru yang lebih virulen, sehingga menyebabkan varietas yang semula tahan menjadi rentan.Makalah ini disusun dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman mengenai pengelolaan penyakit blas, terutama pada wilayah-wilayah yang umum diusahakan padi gogo dan di lahan-lahan padi irigasi sawah.

II. ISIA. CIRI-CIRIBiologi penyakit blas (Pyricularia oryzae)Menurut Dwidjoseputro (1975) Jamur P. oryzae dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : PlantaeDivisio : Mycota Subdivisio : EumycotinaKelas : deuteromycetesOrdo : monilialesFamily : MoniiaceaeGenus : PyriculariaSpesies : Pyricularia oryzaeP. oryzae mempunyai konidiofor panjang bersekat sekat, jarang bercabang, tunggal, berwarna kelabu, membentuk konidium pada ujungnya. Konidium bulat telur dengan ujung runcing, jika masak bersekat 2, dengan ukuran 0-22 x 10-12 m (Barnett, 1960).P. oryzae menghasilkan Toxin Pyricularian yang mana mendukung pertumbuhan tanaman yang sangat lemah tetapi Phytotoxic pada konsentrasi yang tinggi. Seperti Drechslers oryzae, jamur ini juga menghasilkan enzim-enzim proteolytic yang membantu menembus dinding sel (Singh, 2010).Konidianya berbentuk seperti buah alpokat dan bersel tiga, konidia ini dibentuk pada ujung suatu tangkai dan umumnya dilepas pada malam hari saat ada embun atau angin. Jamur ini berkembang biak bila jarak tanam rapat sehingga kelembapan tinggi dan tanaman dipupuk nitrogen secara berlebihan. Penyebaran konidia jamur ini dapat terjadi melalui benih dan angin. Sisa tanaman di lapangan dan inang lain terutama jenis padi-padian yang terinfeksi dapat menjadi sumber penularan bagi pertanaman padi berikutnya (Harahap, 1998).Gambar Pyricularia oryzae

Gambar 1. Pyricularia oryzae

Penyakit blas pada tanaman padi bersifat kosmopolit, artinya menyerang tanaman padi diseluruh dunia. Penyakit disebabkan oleh jamur P. Oryzae. Faktor pemicu serangan penyakit P. oryzae adalah pemupukan N yang terlalu tinggi serta curah hujan dan kelembapan yang tinggi. Gejala serangan bercak berbentuk seperti, mata pada daun padi (Andoko, 2002).

B. Daur PenyakitSatu daur penyakit blas dimulai ketika spora cendawan P. oryzae Cav. menginfeksi dan menghasilkan suatu bercak pada tanaman padi dan daur tersebut akan berakhir ketika cendawan bersporulasi dan menyebarkan spora baru melalui udara. Apabila kondisi lingkungan menguntungkan untuk perkembangan penyakit blas, maka satu daur penyakit dapat terjadi dalam kurun waktu waktu sekitar 7 hari. Selanjutnya dari satu bercak dapat rnenghasilkan ratusan sampai ribuan spora dalam satu malam dan dapat terus rnenghasilkan spora selama lebih dari 20 hari (Scardaci, 1997 dalam Semangun, 2004). Inang utama cendawan P. oryzae Cav. adalah tanaman padi sedangkan inang alternatifnya adalah rumput-rumputan seperti Digitaria cilaris dan Echinochloa colona. Cendawan P. oryzae Cav. juga dapat menginfeksi tanaman jagung untuk mempertahankan hidupnya. Miselia cendawan P. oryzae Cav. tersebut dapat bertahan selama satu tahun pada jerami sisa panen tanaman padi (Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008).

Gambar 2. Daur Hidup P. Oryzae

C. Gejala PenyakitPenyakit blas menginfeksi tanaman padi pada setiap fase pertumbuhan. Gejala khas pada daun yaitu bercak berbentuk belah ketupat - lebar ditengah dan meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 x 0,3-0,5 cm berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian tengahnya. Daun-daun varietas rentan bisa mati. Bercak penyakit blas sering sukar dibedakan dengan gejala bercak coklat Helminthosporium. Blas dapat menginfeksi tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan. Infeksi bisa terjadi juga pada ruas batang dan leher malai yang disebut blas leher (neck blast). Leher malai yang terinfeksi berubah menjadi kehitam-hitaman dan patah, mirip gejala beluk oleh penggerek batang. Apabila blas leher terjadi, hanya sedikit malai yang berisi atau bahkan hampa. Pemupukan nitrogen dalam takaran tinggi dan cuaca yang lembab, terutama musim hujan, menguntungkan bagi terjadinya infeksi (Syam dan Diah, 2003).Serangan cendawan P. oryzae Cav. pada fase vegetative menyebabkan blas daun (leaf blast). Ciri-ciri gejala penyakit blas pada daun adalah timbulnya bercak berbentuk belah ketupat dengan ujung yang meruncing. Bercak yang sudah berkembang, bagian tepinya akan berwarna coklat dan bagian tengahnya berwarna putih keabu-abuan. Bercak tersebut akan terus meluas pada varietas tanaman padi yang rentan. Bercak tersebut dikelilingi oleh warna kuning pucat. (halo area), terutama pada lingkungan yang kondusif seperti keadaan yang lembab (Prayudi, 2001 dalam Prayudi, 2008). Serangan cendawan P. oryzae Cav. pada fase generatif menyebabkan gejala berupa busuk leher malai (neck blast).

Gambar 3. Gejala penyakit blas daun (leaf blast).Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, (2009)

Ciri-ciri gejala serangan penyakit blas pada leher malai adalah adanya bercak coklat pada cabang malai dan bercak coklat pada kulit gabah. Infeksi cendawan P. oryzae Cav. pada malai akan menyebabkan leher malai membusuk dan bulir padi menjadi hampa. Blas leher lebih merugikan dari pada blas daun karena mengakibatkan gabah menjadi hampa sehingga hasil produksi gabah akan menurun (Semangun, 2004).

Gambar 4. Gejala penyakit blas leher (neck blast)Sumber: Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (2009 )

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Penyakit BlasInang utama penyakit blas yaitu padi dengan inang alternatif adalah rerumputan (Digitaria cilaris, Echinochloa colona) (Teng et al, 1991) serta dapat juga memanfaatkan jagung untuk mempertahankan hidupnya. Miselia patogen tersebut dapat bertahan selama setahun pada jerami sisa-sisa panen. Spora yang berasal dari tanaman terinfeksi atau yang disebarkan angin ditemukan sekitar 2 km dari sumber inokolum awal, masih dapat menginfeksi pada tanaman sehat (Ou, 1985). Temperatur 24C - 28C adalah kondisi optimum untuk perkembangan blas.Fase penetrasi spora cendawan ini hanya membutuhkan waktu yang singkat yaitu 6 8 jam, menginfeksi melalui stomata, dan periode laten untuk memproduksi kembali spora juga tergolong singkat sekitar 4 hari (Hashioka, 1985). Faktor lain yang mendukung perkembangan blas adalah keadaan kelembaban sekitar 90%, spora dapat diproduksi optimal dari setiap bercak, satu bercak mampu menghasilkan 2000 6000 spora per hari, keadaan tersebut dapat berlangsung selama 10 14 hari (ElRafaer, 1997). Data perkembangan karakter biologi tersebut sangat dipengaruhi oleh keadaan temperatur pada kisaran 28C, dan kelembaban sekitar 90%, ataupun inang alternatif yang banyak ditemukan di areal pertanaman sawah yaitu rerumputan (Digitaria sp. Dan Echinocloa sp) sebagai sumber inokolum awal. Keadaan yang banyak ditemukan pada wilayah usaha tani padi tersebut, menyebabkan penyakit blas sebagai faktor pembatas produksi padi adalah selalu ada dan perlu diwaspadai.Patogen P. grisea memanfaatkan nutrisi tanaman untuk memperbanyak diri dan mempertahankan hidup. Infeksi awal pada daun muda, menyebabkan proses pertumbuhan tidak normal, beberapa daun menjadi kering dan mati (Chin, 1975). Blas pada daun banyak menyebabkan kerusakan antara fase awal pertumbuhan sampai pada fase anakan maksimum (Gill and Borman, 1988). Infeksi pada daun setelah fase anakan maksimum biasanya tidak menyebabkan kehilangan hasil yang terlalu besar, namun infeksi pada awal pertumbuhan sering menyebabkan puso terutama varietas yang rentan. Selanjutnya Gill and Boman (1988) menyarankan tindakan perlakuan fungisida lebih awal. Perlakuan tersebut dapat berfungsi menekan tingkat intensitas serangan blas daun dan juga dapat mengurangi infeksi pada tangkai malai (blas leher).Faktor pemicu lainnya adalah pemupukan nitrogen yang tinggi menyebabkan ketersediaan nutrisi yang ideal dan lemahnya jaringan daun, sehingga spora blas pada awal pertumbuhan dapat menginfeksi optimal dan menyebabkan kerusakan serius pada tanaman padi. Hashioka (1965) menganjurkan pemupukan berimbang dengan penggunaan nitrogen yang optimal akan dapat menekan perkembangan blas pada awal pertumbuhan.Kehilangan hasil yang besar juga sering ditemukan pada infeksi leher malai. Penanaman dengan jarak tanam yang rapat serta pemupukan nitrogen yang tinggi tanpa menggunakan kalium menciptakan iklim meso dan media tumbuh yang kondusif untuk berkembangnya penyakit blas pada leher malai (Ismunadji et al, 1976). Gejala khas pada malai yang sering ditemukan yaitu adanya bercak kehitaman dengan malai yang patah, atau bulir yang mengering dan hampa, menyebabkan persentase gabah berisi sangat rendah (Amir, 1981 dalam Peakin 1976).Blas leher, berpotensi merusak yang tinggi apabila terdapat banyak embun pada saat awal berbunga, baik malam, pagi, dan siang hari. Pada keadaan iklim demikian, suhu bukan merupakan faktor pembatas. Amir (2003) melaporkan bahwa pada suhu 300C -320C, blas leher masih mampu berkembang baik. Di Sulawesi Tenggara IR42, seluas 300 ha pernah dilaporkan, tertular berat pada umur sekitar 2 bulan, hal tersebut diakibatkan karena padi gogo ditanam dengan populasi yang tergolong tinggi, serta kondisi embun yang banyak pada saat awal berbunga.

III. PENUTUPPenyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan salah satu kendala dalam usaha meningkatkan produksi pada pertanaman padi gogo dan sekarang sudah menjadi kendala serius pada padi sawah. Hal ini menjadi penting artinya, terutama dengan adanya perluasan padi gogo ataupun penggunaan padi unggul yang rentan terhadap blas.Gejala khas pada daun yaitu bercak berbentuk belah ketupat - lebar ditengah dan meruncing di kedua ujungnya. Ukuran bercak kira-kira 1-1,5 x 0,3-0,5 cm berkembang menjadi berwarna abu-abu pada bagian tengahnya. Daun-daun varietas rentan bias mati. Bercak penyakit blas sering sukar dibedakan dengan gejala bercak coklat Helminthosporium. Blas dapat menginfeksi tanaman padi pada semua stadia pertumbuhan. Infeksi bisa terjadi juga pada ruas batang dan leher malai yang disebut blas leher (neck blast). Leher malai yang terinfeksi berubah menjadi kehitam-hitaman dan patah, mirip gejala beluk oleh penggerek batang. Apabila blas leher terjadi, hanya sedikit malai yang berisi atau bahkan hampa.Pengendalian yang paling umum dilakukan adalah penggunaan varietas tahan dan fungisida. Varietas-varietas tahan telah banyak terbukti hasilnya, namun demikian beberapa varietas tahan terhadap penyakit blas hanya mampu bertahan beberapa musim tanam. Keadaan ini terjadi karena adanya proses adaptasi, mutasi genetik dan penyakit blas membentuk ras-ras baru yang lebih virulen, sehingga menyebabkan varietas yang semula tahan menjadi rentan.

DAFTAR PUSTAKAAmir, M. Dkk. 2003. Pemetaan Ras Pyricularia griea di Daerah Endemik Blas di Sentra Produksi Padi Sawah dan Padi Gogo. Laporan Penelitian Tanaman Padi.Andoko, A .,2002. Budidaya Padi Secara Organik. Cetakan-I. Penebar Swadaya. Jakarta.Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. (2009). Deskripsi Varietas Padi. Badan Penelitian dan Pengembangan PertanianBarnett, I. 1990. Ilustrated Genera of Imperfect and Fungi. Department of Plant Phatology, Bacteriology, Entomology West Virginia University. 2nd Edition. Morgantown West Virginia: Burgess Publishing Company.Chin, K.M. 1975 Fungisidal control of the rice blast disease. Mardi Reseacrh Bulletin. 2(2): 82-84.Dwidjoseputro, D., 1975. Genetika. Bahrata , Jakarta.ElRefaei, 1977. Epidemiologi of rice blast disease in the tropic with special reference to leaf wetnes in relation to the disease development. Tesis Phd. Indian Agricuitual Research. New Delhi.Gill M and Borman JM. 1988. Effect of water deficit on rice blast. Influence of water deficit on component of resistance. Plant Protection in The Tropict. 5:61-66.Harahap, I.S. dan Cahyono, B. 1998. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Penebar Swadaya. Bogor.Hasanuddin A. 2003. Pengendalian Hama dan Penyakit Padi Upaya Tiada Henti. Inovasi Pertanian Tanaman pangan. Puslitbangtan Bogor.Hashioka Y. 1965. Effect of enviromental factor on development of cause fungus infection disease development and epidemiology in rice blast. In. the blast Disease. USA. J.H. Press 153- 161.Ismunaji M., Parthoharjo, dan Sastiaji. 1976. Peranan Kalium dalam produksi tanaman pangan dalam Kalium dan Tanaman Pangan. LP3 Bogor 1-16.Peakin. S.1976. Pest Control in Rice. Centre for overseas pest research. London.Scardaci, S.C. et al. 1997. Rice Blast: a New Disease in California. Agronomy Fact Sheet Series 1997-2. Davis: Department of Agronomy and Range Science, University of CaliforniaSemangun, H. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan Penting di Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.Singh L & Singh VP. 2010. Microbial degradation and decolourization of dyes in semi-solid medium by the fungus-Trichoderma harzianum. International Journal of Science & Technology. 5, (3). 147-153Syam, M., dan W. Diah. 2003. Masalah lapang hama, penyakit, hara pada padi. (online). Available at http.//www.knowledgebank.irri.org/regionalsites/ indonesia/docs/buklethama3rir.pdf diakses pada tanggal 25 November 2014.Teng PS., K. Gebbink and Punchmit H. 1991. An anlysis of the blast Pathosystem to guide modelling and porecasting in blast a nd porecasting. Manila Philipina. IRRI 1-30.