turning point -...

10
1 Turning Point ‚Pelajaran apa yang paling bikin gue bete?‛ adalah sebuah pertanyaan yang terdengar di tengah pembicaraan antara Shika dan beberapa orang teman sekolahnya saat istirahat makan siang. ‚Yup. Pelajaran apa yang paling bikin lu bete?‛ ulang si penanya yang tak lain adalah Aeldo, teman sekelasnya. ‚Wah, banyaklah kalo itu mah. Gue nggak tau mana yang paling bikin bete.‛ Jawab Shika seadanya. ‚Pilih satu aja bro. Misalnya yang paling susah buat lu, atau yang gurunya paling nyebelin deh.‛ ‚Apa ya?‛ Shika termenung sejenak sambil terus memainkan gelas kopinya. ‚Kimia bikin pusing sih, tapi lu tau kan kalo gurunya cukup lucu sebagai seorang bujangan terakhir di kalangan guru. Fisika gurunya galak, tapi overall gue ngerti sih. Kalo bahasa, gurunya gabut, malah seneng gue...‛ Aeldo yang tak sabaran makin mendesak, ‚Ayolah, pilih satu aja masa nggak bisa? Kan gue mau nyari pelajaran yang lu nggak suka. Lumayanlah buat jadi ladang basah biar gue bisa jadi saingan yang baik buat lu.‛

Upload: tranphuc

Post on 07-Mar-2019

216 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Turning Point - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/dd6bb5b81cd3852542dc1265a822...Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru ... SMA, wajar

1

Turning Point

‚Pelajaran apa yang paling bikin gue bete?‛ adalah sebuah

pertanyaan yang terdengar di tengah pembicaraan antara Shika dan

beberapa orang teman sekolahnya saat istirahat makan siang.

‚Yup. Pelajaran apa yang paling bikin lu bete?‛ ulang si

penanya yang tak lain adalah Aeldo, teman sekelasnya.

‚Wah, banyaklah kalo itu mah. Gue nggak tau mana yang

paling bikin bete.‛ Jawab Shika seadanya.

‚Pilih satu aja bro. Misalnya yang paling susah buat lu, atau

yang gurunya paling nyebelin deh.‛

‚Apa ya?‛ Shika termenung sejenak sambil terus memainkan

gelas kopinya. ‚Kimia bikin pusing sih, tapi lu tau kan kalo gurunya

cukup lucu sebagai seorang bujangan terakhir di kalangan guru. Fisika

gurunya galak, tapi overall gue ngerti sih. Kalo bahasa, gurunya gabut,

malah seneng gue...‛

Aeldo yang tak sabaran makin mendesak, ‚Ayolah, pilih satu

aja masa nggak bisa? Kan gue mau nyari pelajaran yang lu nggak suka.

Lumayanlah buat jadi ladang basah biar gue bisa jadi saingan yang

baik buat lu.‛

Page 2: Turning Point - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/dd6bb5b81cd3852542dc1265a822...Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru ... SMA, wajar

Shika hanya tertawa kecil saja mendengar alasannya. Ia

kemudian menggaruk-garuk kepalanya, berusaha mengingat mapel

apalagi yang masih ada. Lalu tiba-tiba ia teringat sesuatu, ‚AH!

Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru

baper dan segudang hafalan bertemu!‛

‚Oh.. jadi biologi nih? He he he sip deh kalo gitu. Ngepas

banget sama gue yang pengen jadi dokter. Nah kan kalo gini rivalitas

kita bisa berlanjut tanpa didominasi salah satu pihak. Okelah gue cabut

dulu ke atas.‛ Bersamaan dengan itu, Aeldo sudah bangkit dan bersiap

untuk pergi dengan wajah sumringah penuh kemenangan.

‚Eh tunggu dulu bro. Belum bayar lu.‛ Shika mencegat, yang

hanya dibalas lawan bicaranya dengan melambaikan tangan dan segera

berlari. Huh, untung cuma kopi.

‚Tuh orang kenapa dah?‛ tanya Affan yang juga ikutan heran

melihat reaksi Aeldo barusan.

‚Kayak anak baru aja sih lu.. Kan dari dulu nih orang udah

hobi main rival-rivalan. Sama Feno kek, Izzu, sampe Rizki juga dilawan.

Maklumlah, sebagai calon dokter yang hobi maen mulu selama 2 tahun

SMA, wajar kalo sekarang dia semangat belajar.‛ Jawab Luthfi sambil

diam-diam mencomot sepotong otak-otak terakhir di meja.

‚Yee maling. Pinter juga lu ya. Sambil ngalihin perhatian

orang, diem-diem ngembat makanan gue.‛ Celetuk Shika melirik ke

arah Luthfi yang cekikikan karena ketahuan.

Page 3: Turning Point - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/dd6bb5b81cd3852542dc1265a822...Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru ... SMA, wajar

‚Tapi lu beneran nggak doyan biologi?‛ Tanya Affan kepada

Shika.

‚Kagak. Paling gue hindarin tuh pelajaran.‛ Jawab Shika.

‚Bukannya dulu lu anak olim biologi ya? Kok malah nggak

doyan?‛ tanya Luthfi heran.

‚He he he habisnya gue ngerasa paling tolol sih kalo udah

masuk materi yang harus dihafal. Dulu aja pas pelatihan di Tangerang,

nilai gue satu digit sendiri pas tes.‛

‚Alah tetep aja nilai lu di rapot bagus mulu. Kampret banget

kan..‛ potong Affan dengan nada dongkol.

Ketiganya serentak tertawa dan bergegas pergi bersamaan

dengan terdengarnya bunyi bel masuk. Meninggalkan meja mereka,

piring kosong, dan penjaga kantin yang masih kewalahan melayani

pesanan tanpa menyadari kalau mereka belum bayar. Dasar generasi

korup!

*****

Menjadi anak kelas 3 memang selalu melelahkan. Tak peduli

generasi mana yang menjalaninya, akan selalu terdengar keluh kesah

berkepanjangan di dalam kelas tiap saat. Di samping harus mengejar

materi tahun terakhir, mereka juga masih harus dipusingkan dengan

ujian praktek, ujian nasional, ujian masuk kuliah, dan tentunya materi-

materi yang sudah terlupakan di kelas 1 dan 2. Terasa kurang

manusiawi memang kebijakan pemerintah tentang materi pelajaran di

SMA. Terlalu banyak tuntutan yang mengatasnamakan kemajuan demi

Page 4: Turning Point - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/dd6bb5b81cd3852542dc1265a822...Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru ... SMA, wajar

menjaga daya saing lulusannya. Padahal di negara yang pendidikannya

maju seperti Finlandia, justru mencoba untuk mengurangi jam sekolah

dan konsentrasi materi, dengan harapan anak didiknya mempunyai

lebih banyak waktu untuk terjun di lapangan langsung.

Tapi sesial-sialnya generasi pendahulunya, belum pernah

mereka merasakan kesialan yang dialami angkatan Shika sekarang ini.

Angkatan ini mengalami 3 tahun terburuk yang dapat dibayangkan

generasi sebelumnya. Menjalani tiap tahun ajaran baru dengan

kurikulum baru. Dulu ketika kelas 1 misalnya, mereka mengikuti KTSP

2006. Tapi tahun berikutnya langsung diganti dengan K13. Merasa

belum cukup, kurikulum kembali dikembalikan ke KTSP 2006 di tahun

terakhir. Hasilnya? Banyak materi yang belum mereka pelajari, berada

di kisi-kisi ujian nasional tahun ini. Tak heran, sampai sekarang pun

hasil tryout mereka kebanyakan masih berkutat di angka 30-50.

Shika, pada satu sisi sebenarnya kurang begitu peduli dengan

apapun kebijakan yang akan diambil pemerintah. Toh kata mereka nilai

ujian nasional sudah tidak berpengaruh. Tapi di sisi yang lain, dia

belum bisa menerima juga kalau ijazahnya harus diisi berbagai macam

angka selain 80 dan 90. Belum lagi untuk mendapat undangan

universitas, nilai ujian nasional pun ikut berpengaruh. Ya walaupun

jurusan pilihannya, Ilmu Filsafat, tak memiliki persaingan yang terlalu

berat karena kurang populer, tetap saja tak ada jaminan baginya untuk

dapat diterima. Makanya belakangan ini Shika agak khawatir juga,

terutama dengan mapel-mapel yang masih belum bisa membuatnya

bersemangat dalam mempelajarinya.

Page 5: Turning Point - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/dd6bb5b81cd3852542dc1265a822...Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru ... SMA, wajar

Di kelas biologi siang ini misalnya, Shika masih sangat

kesulitan untuk melawan godaan angin AC yang berhembus kencang,

membujuknya untuk terlelap dan melupakan pelajaran hari ini. Harus

diakui, ini adalah cobaan yang berat baginya setiap kali berada dalam

situasi serupa. Di depannya, buku yang terbuka menunjukkan sederet

penuh nama-nama latin dari berbagai jenis bakteri, virus, dan jamur

beserta fungsinya yang harus dihafalnya sampai tuntas sebelum hari

ujian. Di papan tulis pun sudah terpampang berbagai jenis uraian

berisikan karakteristik masing-masing kelompok makhluk hidup sampai

sedetil-detilnya. Jumlah anggota, struktur selnya, ukurannya, hubungan

kekerabatannya, dan masih banyak lagi. Shika masih berusaha mati-

matian melawan. Kedua tangannya tertumpu di atas meja agar dapat

terus menopang dagunya dan membuatnya terjaga sepanjang pelajaran.

Sesekali di tengah pelajaran ia mencoba mengalihkan

perhatian dengan melirik keluar jendela dan memperhatikan apa saja

yang mampu menarik perhatiannya. Entah itu sepasang burung yang

berteduh di balkon, penjual makanan gerobakan yang kebetulan

melintas di depan sekolah, atau bisa juga sekumpulan siswi SMA yang

sedang menunggu angkot di tengah guyuran hujan. Apapun itu untuk

membunuh kejenuhan sejenak, pikirnya.

Suatu ketika saat dirinya masih terlalu sibuk menikmati

pemandangan di luar, gurunya mendadak mengumumkan sesuatu,

‚Baik, sekarang saya ingin mengumumkan tugas akhir untuk

ujian praktek kalian yang akan dilaksanakan dua bulan lagi..‛ ujar

beliau memulai topik sambil tangannya sibuk merapikan bahan

Page 6: Turning Point - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/dd6bb5b81cd3852542dc1265a822...Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru ... SMA, wajar

pengajaran. Kebetulan jam juga sudah menunjukkan pukul 14.52, 3

menit sebelum bel pulang berbunyi.

Semua anak memperhatikan dengan seksama. Yang sedang

enak-enaknya tertidur, macam Firman dan Riyadh, bangun seketika.

Pun dengan yang tengah asyik bercanda, macam Faiz, Praba, dan

Kahfi. Tak ketinggalan pula Shika yang kini sudah mengalihkan

pandangannya ke depan.

‚Untuk ujian praktek tahun ini...‛ lanjut beliau, ‚Saya ingin

masing-masing dari kalian membuat semacam lab tumbuhan di rumah

masing-masing yang nantinya akan kalian dokumentasikan dalam

bentuk video sebagai bukti pengerjaan, makalah ilmiah, dan tidak

ketinggalan juga power point yang akan kalian presentasikan di hari

ujian.‛

Sontak saja sekelas menjadi heboh. Bagaimana tidak? Baru

saja sebelum makan siang tadi guru fisika memberikan tugas untuk

membuat proyek ilmiah dengan format serupa dan dengan tenggat

waktu yang sama. Dua bulan tentu bukanlah waktu yang cukup untuk

membuat sebuah tugas praktek dengan format serumit itu. Apalagi kalau

sekarang ditambahkan satu lagi tugas serupa. Entah kapan selesainya.

‚Nah untuk tumbuhannya...‛ tambah beliau tanpa memberi

jeda, ‚Silahkan pilih apapun jenisnya. Tapi tumbuhan yang kalian pilih

ini tidak boleh tumbuhan lokal yang bisa kalian temukan di sekitar kota

ini. Saya sudah punya list tanaman yang terlarangnya dan nanti akan

saya pajang di mading sekolah. Dalam video kalian, saya

mengharapkan minimal kalian menampilkan metode perawatan,

Page 7: Turning Point - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/dd6bb5b81cd3852542dc1265a822...Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru ... SMA, wajar

progress pertumbuhan, dan hasil akhir. Poin-poin penilaian akan saya

sampaikan bersamaan dengan list tanamannya. Apa cukup jelas?‛

‚Jelas, Paakkkkk...‛ jawab anak-anak dengan nada bicara

yang kurang bersemangat.

Shika hanya bisa menatap kosong ke depan sambil membuka

lebar-lebar mulutnya, membayangkan bakal sesibuk apa hari-harinya

selama dua bulan ke depan. Entah kebetulan atau tidak, di luar suara

hujan dan gemuruh mulai terdengar jelas membahana. Dunia pun

seakan sedang kompak-kompaknya dengan suara hati kecil milik Shika

saat itu.

Segera setelah bel pulang terdengar, anak-anak langsung

berbondong-bondong keluar kelas dengan ekspresi lesu yang tak bisa

mereka sembunyikan. Langkah mereka menjadi gontai, seolah-olah baru

saja mendapat beban tambahan di punggung masing-masing. Beberapa

anak bahkan sampai mengurungkan niat mereka untuk jalan-jalan

sepulang dari sekolah dan lebih memilih untuk segera pulang demi

menyegarkan badan dan pikiran. Harapannya bisa segera mendapat

wangsit ketika sudah selesai istirahat nanti. Beberapa lagi yang

tergolong agak rajin sudah mulai sibuk merencanakan tugas mereka

dari sekarang. Mereka bahkan sudah terlihat berada di Sevel seberang

sekolah untuk menumpang wi-fi dan mulai mencari tema masing-

masing.

Sementara Shika di sisi yang berbeda dari mereka, masih juga

belum tahu hendak memulai dari mana. Pikirannya benar-benar kacau

saat itu. Untuk mendapat tugas praktikum sebagai bahan ujian akhir,

Page 8: Turning Point - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/dd6bb5b81cd3852542dc1265a822...Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru ... SMA, wajar

mungkin berat tapi masih sanggup ia jalani. Tapi untuk mendapat tugas

praktikum di pelajaran yang paling ingin dia hindari? Ini baru sulit.

‚Oh great!‛ makinya, ‚Apa hari gue bisa lebih buruk lagi?‛

matanya memandang dengan sebal kondisi cuaca saat ia hendak pulang,

tepat di depan pintu lobby. Dengusan dan helaan nafas berkali-kali ia

keluarkan. Kenapa cuaca buruk selalu datang di saat yang tidak tepat

sih? Pikirannya bimbang. Antara harus berjalan kaki pulang, atau

sabar menunggu hujan reda supaya bisa memesan ojek. Maklum, ojek

sekarang beberapa agak ogah untuk menarik penumpang ketika sedang

hujan begini. Pikir mereka, lebih baik kehilangan seorang atau dua

orang pelanggan daripada harus meninggalkan kenyamanan pangkalan

dan permainan catur mereka.

Ia pun memilih berjalan kaki sore ini demi bisa mencari

suasana baru sekaligus ide untuk kedua tugas akhirnya. Lagipula

setelah dipikir-pikir, rasanya akan lama sebelum hujan benar-benar

reda. Belum lagi dengan prinsip utamanya yang mengatakan bahwa

‘Dia tak suka menunggu, dan tak suka pula membuat orang lain

menunggu.’. Seolah-olah hendak menirukan quote dari salah satu

karakter di acara TV kesukaannya. Dirinya sudah terlanjur cuek, tak

peduli dengan rintik-rintik hujan yang masih mengguyur ataupun

kencangnya angin dingin yang berhembus kencang menusuk setiap senti

kulitnya, yang hanya terbalut pakaian basah dan jas hujan tipis untuk

sekedar menutupi tasnya, tanpa terlewatkan.

Namun meskipun sudah jauh perjalanan yang dilaluinya, ide

yang dinantikan tak kunjung datang. Bahkan ketika dia sudah mulai

Page 9: Turning Point - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/dd6bb5b81cd3852542dc1265a822...Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru ... SMA, wajar

memasuki jalanan rumahnya yang berlubang dan tergenang air hujan

dimana-mana, tak ada secercah gagasan pun yang terbesit. Yang ia

dapat sepanjang perjalanan tak lebih dari guyuran hujan, tajamnya

jalanan aspal berlubang, dan perut yang makin keroncongan karena

sudah menghabiskan begitu banyak tenaga untuk berjalan kaki pulang.

Shika menghela nafas sejenak di depan pintu rumahnya.

Kunci berputar dengan lancar diiringi dengan 2 kali bunyi yang khas.

Begitu pintu kembali tertutup dan dia sudah berada di dalam,

dilemparnya jas hujan beserta seluruh atribut yang melekat di badannya

ke sebuah sudut kecil di ruang tamu. Nanti bisa dibereskan setelah

istirahat sejenak, pikirnya. Pakaiannya yang basah masih melekat,

sementara udara menjadi terasa berkali-kali lipat lebih dingin dari

sebelumnya semenjak dia tiba di rumah. Tanpa membuang waktu,

segera setelah tas ia letakkan, Shika tanpa ragu melepas seluruh

pakaian yang masih menempel, meninggalkan hanya celana boxer

lembab sesaat sebelum memasuki kamar mandi.

Malamnya, ditemani secangkir kopi panas dan game Harvest

Moon yang kini sedang ia mainkan, Shika kembali berusaha memikirkan

tema apa yang hendak ia angkat untuk tugas akhir tahunnya. Di dalam

benaknya kini, Shika sedang mencari cara untuk menggabungkan kedua

tugas tadi supaya ia bisa menghemat waktu, tenaga, dan tentunya uang.

Rasanya sedikit menyebalkan sih ketika ia menyadari bahwa keduanya

agak sulit untuk digabungkan dalam satu proyek tunggal. Terlebih untuk

ukuran anak SMA sepertinya, yang sialnya terlanjur menjadikan biologi

sebagai pelajaran nomor 1 yang paling ia tak sukai.

Page 10: Turning Point - nulisbuku.comnulisbuku.com/books/download/samples/dd6bb5b81cd3852542dc1265a822...Biologi! Iya iya biologi yang paling bikin bete. Pelajaran dimana guru ... SMA, wajar

‚Damn! I need a brilliant idea! Gue nggak sudi juga kalo

harus kerja dua kali. I mean, apa nggak bisa dipaketin aja dalam satu

proyek bersama? Lagian, dua bulan? Mana cukup sih buat dua tugas

kayak gini?‛ Shika terus menggerutu sambil menumpahkan

kekesalannya lewat sang karakter utama di dalam game yang tak henti-

hentinya mencangkuli seluruh kebunnya.

Selama 15 menit berikutnya, inilah yang terus dilakukannya.

Tak peduli apa yang terhampar di depan sang karakter utama, Shika

ngotot memerintahkannya untuk mencangkul. Entah itu tanah kosong,

tanaman yang sudah susah payah ia tanam terakhir kali, bahkan sampai

‘hewan-hewan ternak virtual’ tak bersalah tak luput dari ayunan

cangkul. Hingga pada akhirnya sebuah cangkulan terakhir yang

mengenai batu besar dalam game tersebut membuat sang karakter

pingsan dan layar pun langsung berubah menjadi gelap berangsur-

angsur.

(Lanjutannya silahkan cek di buku aslinya ya...)