tumour
DESCRIPTION
tumorTRANSCRIPT
Tumour-induced osteomalacia, atau yang lebih dikenal sebagai onkogenik
osteomalasia (OOM) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh adanya
gangguan pada mineralisasi dan metabolisme tulang. Karakteristik dari penyakit
tersebut yakni, hipofosfatemia, osteomalasia, nyeri tulang, kelemahan otot
proksimal, patah tulang dan kelumpuhan. Onkogenik osteomalasia berukuran
kecil, sehingga akan sulit menemukan letak tumor tersebut. Umumnya merupakan
phosphaturic mesenchymal tumours yang bercampur dengan varian jaringan ikat
(PMTMCTs), dan dapat terjadi di seluruh tubuh. Tumor tersebut biasanya jinak,
namun lebih dari 10% PMTMCTs terjadi secara berulang dan bermetastase.
Perolehan bentuk dari osteomalasia tersebut berkaitan dengan hipofosfatemia,
hiperfosfaturia, sirkulasi rendah akan konsentrasi 1,25-dihydroxyvitamin D3
(1,25(OH)2D3) serta peningkatan konsentrasi serum fibroblast growth factor 23
(FGF23). Hal ini serupa dengan bentuk herediter dari penyakit metabolik tulang
seperti X-linked hypophosphataemic rickets
(XLHR) dan autosomal dominant hypophosphataemic rickets (ADHR).Persamaan
diantara OOM, ADHR dan XLHR menandakan keterlibatan jalur regulasi fosfat
yang sama. Pada beberapa kasus, tumor OOM mengekspresikan FGF 23 dan
fosfat yang mengatur endopeptidase pada kromosom X (PHEX), ( mutasi pada
kromosom X juga terjadi pada ADHR dan XLHR). Onkogenik osteomalasia telah
terbukti mengandung konsentrasi tinggi FGF23 mRNA dan protein. Infus
interavena dari FGF23 dapat menghambat penyerapan fosfat di ginjal dan
sintesis 1,25(OH)2D3 pada tikus. Peningkatan serum FGF 23 juga terjadi pada
inherited OOM, XLHR, ADHR dan gagal ginjal. Namun, pada pasien gagal
ginjal, peningkatan serum FGF23 berhubungan dengan peningkatan serum fosfat
secara normal. Pengukuran serum FGF23 juga bermanfaat memonitoring respon
terhadap kesuksesan operasi, dimana terjadi penurunan konsentrasi sirkulasi ke
nilai normal setelah dilakukannya reseksi tumor. Pada penelitian ini, kami akan
membahas tenang penggunaan serum 1,25(OH)2D3, FGF23 dan ekspresi dari
lymphatic vessel endothelial hyaluronan Receptor-1 (LYVE-1) sebagai biomarker
untuk PMTMCT, serta beberapa metode lain seperti Assay, Ekspresi
Somastostatin-Receptor Subtypes dan Ekspresi mRNA untuk Matrix Ekstraseluler
Fosfoglikoprotein dan Fibroblas Growth Factor 23.
FGF23, asam amino 251, mensekresi peptida yang terutama diekspresikan di
tulang, penting sebagai regulator homeostasis fosfat dan vitamin D. Sebgai
contoh, tikus yang kekurangan FGF23 akan meningkatkan konsentrasi serum
fosfat dan sirkulasi 1,25(OH)2D3 serta fenotip tulang yang abnormal. Sebaliknya
pada administrasi eksogen FGF23, terjadi penurunan reabsorbsi fosfat oleh
tubulus proksimal renalis , melalui hambatan sodium-fosfat co-transporters
(NPT2a dan NPT2c). Administrasi FGF23 juga menghambat sintesis
1,25(OH)2D3 melalui penurunan ekspresi renal 25-hydroxyvitamin D-1a-
hydroxylase. Proses penghambatan renal 25-hydroxyvitamin D-1a-hydroxylase
oleh FGF23 ini menjelaskan mengapa diperoleh konsentrasi serum 1,25(OH)2D3
yang rendah pada penderita Hipofosfatemik Onkogenik Osteomalasia (OOM),
sedangkan pada kondisi normal, Hipofosfatemia menunjukkan peningkatan
konsentrasi serum tersebut. Oleh karena itu, ketidaksesuaian konsentrasi serum
1,25(OH)2D3 berkaitan dengan hipofosfatemia dijadikan suatu biomarker untuk
OOM, walaupun hal tersebut kurang spesifik karena konsentrasi serum
1,25(OH)2D3 yang rendah juga ditemukan pada pasien dengan XLHR dan
ADHR.
Sebagian besar tumor penyebab OOM berasal dari jaringan mesenkimal. Lebih
dari 80% OOM tumor mesenkimal memiliki perbedaan penampakan histologis,
namun tetap dengan keberadaan PMTMCT yang konsisten. Tumor tersebut
tersusun atas sel neoplastik berbentuk
spindel, pembuluh darah yan prominen, mikrokista, osteoclast like giant cell dan
cartilage-like matrix and bone. Sebagian besar PMTMCTs adalah jinak dengan
13% kasus berulang atau metastasis. Pembuluh limfatik amat jarang muncul pada
tumor vaskuler, khususnya lymphangiomas. Histologi pada kasus ini menjelaskan
bahwa PMTMCT merupakan hemangioma-like, mengandung pembuluh
limfa,diidentifikasikan melalui ekspresi lymphatic endothelial cell marker
(LYVE-1).
A B
Sejauh ini, terdapat beberapa metode untuk mediteksi keberadaan OOM,
diantaranya ialah :
a. Assays
Serum, plasma dan urin secara konstituen diukur menggunakan teknik
standar. Pengukuran kadar, seperti serum hormon paratiroid, 25-
hydroxyvitamin D3, 1,25-dihydroxyvitamin D3, dan kalsitonin dilakukan
menggunakan komersial immunoassay. Untuk melakukan penghitungan
pada pemeriksaan fosfat ginjal, konsentrasi fosfat pada serum dan urin
secara bersamaan ditentukan, melalui volume sekresi urin selama dua jam
periode penggumpulan.
b. Ekspresi Somastostatin-Receptor Subtypes
Ekspresi dari RNA messenger (mRNA) untuk somatostatin-receptor
subtypes pada sample tumor telah dianalisis menggunakan reverse-
transcriptase–polymerase chain reaction (RT-PCR). Total RNA telah
dihasilkan oleh jaringan tumor melalui modifikasi single-step. RNA
ditranskripsikan terbalik oleh primers oligo-dT12-18 dengan enzim reverse
transcriptase. Untuk reaksi PCR, diperlukan oligonukleotida spesifik
untuk reseptor somastostatin manusia subtipe 1,2,3,4 dan 5.
Figure 3 : Histology PMTMCT. (A) Pewarnaan Haematoxylin–eosin menunjukkan adanya vaskularisasi tumor mengandung sel mesenkim berbentuk spindel dan tulang trabekula (B) Immunostaining dengan peroksidase dan anti-LYVE-1 antibody menunjukkan penampakan LYVE-1 di pembuluh endotel.
c. Ekspresi mRNA untuk Matrix Ekstraseluler Fosfoglikoprotein dan
Fibroblas Growth Factor 23
Ekspresi mRNA untuk matriks fosfoglikoprotein ekstraseluler dan
fibroblast growth factor 23 pada sample tumor telah dianalisis
menggunakan RT-PCR. Berikut adalah oligonucleotides yang digunakan
untuk fibroblast growth factor 23: sense primer,
5'GGCGCACCCCATCAGACCATC3', and antisense primer,
5'GCCCGTTCCCCCAGCGTGCGTGTT3'
OOM adalah suatu penyakit yang umumnya merupakan tumor mesenkimal jinak,
mensekresi faktor humoral seperti FGF23, yang menghambat reabsorpsi fosfat di
tubulus renalis dan menganggu sintesis 1,25(OH)2D3. Ekskresi fosfat pada ginjal
diregulasi terutama melalui aktifitas tubulus renalis tipe IIa sodium–inorganic
phosphate cotransporter. Studi mengenai hereditas serta tumor yang berkaitan
dengan phosphate-wasting disorders mejelaskan beberapa faktor yang terlibat
dalam regulasi metabolisme fosfat. Saat ini, diyakini bahwa produk dari gen
PHEX (phosphate-regulating gene with homologies to endopeptidases on the X
chromosome) merupakan endopeptidase yang memecah sekresi fosfatonins.
Dengan demikian, Onkogenik Osteomalasia mungkin disebabkan oleh gangguan
pada inorganik sodium fosfat cotansporter itu sendiri, akibat dari fosfatonins
sebagai modifikasi dari transport fosfat renal atau endopeptidase PHEX, yang
memecah fosfatonins. Untuk mendukung konsep ini,inaktivasi mutasi dari PHEX
dikaitkan dengan klinikal fenotip dari X-linked Onkogenik Osteomalasia.
Terapi medis menggunakan fosfat oral dan calcitriol secara general efektif
mengatasi nyeri, myopati, osteomalasia dan fraktur. Pada beberapa pasien OOM,
fosfat oral dirasa kurang efektif, sehingga kadang diperlukan terapi parenteral
fosfat. Namun, beberapa pasien memiliki kemungkinan untuk kambuh kembali
meskipun dalam proses terapi. Lebih lanjut, terkadang terapi medis justru
memungkinkan terjadinya komlikasi jangka panjang seperti hiperkalsemia,
hiperkalsiuria, batu ginjal, gagal ginjal serta hiperparatiroidisme sekunder/tersier.
Terapi optimal untuk OOM adalah operasi pengangkatan tumor, yang berefek
nyata pada perbaikan gejala, resolusi biokimia abnormal, serta remineralisasi
tulang. Namun, tumor jenis ini sulit untuk ditemukan karena pada umumnya
berukuran kecil dan dapat terjadi di seluruh tubuh. Oleh karena itu, lokalisasi pre-
operasi serta beberapa penilaian gambaran seperti CT Scan, MRI, atau
somatostatin receptor scintigraphy (PET-CT) perlu dilakukan untuk menunjang
keberhasilan operasi. CT Scanning dan MRI digunakan untuk menditeksi tumor
OOM, sedangkan MRI lebih spesifik unuk deteksi lesi pada tulang dan jaringan
lunak. Namun, metode tersebut masih terbilang konvensional, sehingga besar
kemungkinan untuk mengalami kegagalan dalam menditeksi tumor OOM yang
berukuran kecil. Studi in vitro menjelaskan bahwa beberapa tumor OOM
mengekspresikan reseptor somatostatin tipe-2 (sst2) dan octreotide scintigraphy
(PET-CT) telah berhasil digunakan untuk menditeksi tumor dalam 18 kasus. PET
pada umumnya menggunakan F-18 fluorodeoxyglucose (F-18 FDG) sebagai
pelacak radio aktif dan F-18 FDG PET-C telah berhasil digunakan untuk
lokalisasi tumor (baik yang berukuran kecil maupun tersembunyi). Namun,
pemakaian F-18 FDG berkolerasi dengan aktifitas proliferatif dari tumor, dan
sebagai tumor OOM yang umumnya jinak dan lambat pertumbuhannya, F-18
FDG dianggap bukan merupakan alat yang baik untuk mendeteksi tumor OOM.
Penggunaan Ga-68 DOTA-NOC, suatu modifikasi molekul octreotide dengan
daya afinitas yang lebih tinggi dibandingkan radiolabelled somatostatin untuk
reseptor sst2 analogues, terbukti lebih efektif untuk melokalisasi tumor pada
pasien. Ditemukannya reseptor ssst2 pada tumor OOM tidak hanya membantu
untuk menditeksi, tetapi juga berfungsi sebagai treatment. Penggunaan s.c.
octreotide telah terbukti efektif untuk menghambat renal phosphate wasting serta
memperbaiki homeostasis fosfat secara parsial pada pasien OOM. Onkogenik
Osteomalasia juga dikaitkan dengan over-ekspresi dari fibroblas growth factor
tipe 23 (FGF 23) pada sel tumor, yang mengindikasikan bahwa FGF 23
merupakan satu dari fosfatoni kausatif pada penyakit ini. Telah ditemukan adanya
FGF 23 pada tumor pasien penderita Onkogenik Osteomalasia, dimana melihat
dari respon klinis terhadap terapi octreotide pada pasien tersebut, sekresi FGF 23
oleh sel tumor dapat di modulasi melalui somatostatin-receptor signaling pathway.
Protein tersebut lebih lanjut menunjukkan peranan, baik sebagai endopeptidase
PHEX substrat serta inhibitor dari transport fosfat di sel ginjal. Lebih lanjut, pada
autosomal dominan Onkogenik Osteomalasia, mutasi dari FGF 23 telah
diidentifikasi resisten terhadap mutasi molekul oleh PHEX.
Gambaran octreotide adalah alat diagnostik yang bernilai pada pasien dengan
phosphate wasting , namun metode ini hanya berlaku pada mereka yang tidak
memiliki riwayat keluarga dan penampakan klinis dari tumor. Lebih lanjut, untuk
pasien yang tidak dapat menjalani operasi karena alasan teknis atau keadaan
tertentu, phosphate wasting dapat ditangani melalui treatmen menggunakan
somatostatin analogues. Dengan adanya tumor mengekspresikan somastostatin
analouges, akan mudah untuk dievaluasi menggunakan skening octreotide.