tugas sindrom guidance

Upload: anggun-makkyana

Post on 01-Mar-2016

9 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

sindrom

TRANSCRIPT

Bab IPendahuluan1.1 Latar BelakangGuillain Barre syndrome (GBS) adalah suatu sindroma klinis dari kelemahan akut ekstremitas tubuh, yang disebabkan oleh kelainan saraf tepi dan bukan oleh penyakit sistemis.John Lettsom, 1787 , merupakan orang pertama yang mengangkat masalah neuropati perifer. Ia mendeskripsikan penyakit ini sebagai akibat dari konsumsi alkohol yang berlebihan. Deskripsi ini tidak dapat memberikan bukti tentang adanya kelainan patologis maupun anatomis dari penderita.James Jackson, 1822, kembali mendeskripsikan penyakit ini sebagai alcoholic neuropathy , namun tanpa kelainan patologis dan anatomis.Pada tahun 1859, Landry, mempublikasikan artkelnya yang berjudul A note on acute ascending paralysis . Artikel ini bercerita tentang seorang pasien yang telah mengalami paralisis akut selama lebih dari 8 hari, sebelum akhirnya meninggal dunia. Paralisis ini meliputi kelemahan otot otot proksimal, otot pernapasan, kelemahan dan kehilangan refleks, dan takikardi. Paralisis ini dikenal dengan sebutan Landrys paralysis.Osler, 1982, lebih terperinci dengan apa yang disebutnya sebagai Acute Febrile Polyneuritis.Pada tahun 1916, Guillain, Barre, dan Strohl mempublikasikan penelitian mereka yang berjudul On a syndrome of radiculoneuritis with hyperalbuminosis of cerebrospinal fluid without a cellular reaction : Remarks on the clinical characteristics and tracings of the tendons reflexes . Ketiga orang ini menemukan kelainan patologis yaitu adanya disosiasi albuminositologi di dalam cairan serebrospinal dan disertai dengan radikuloneuritis. Guillain tetap berpendapat bahwa apa yang mereka bertiga kemukakan sebenarnya adalah Landrys paralysis . Tahun 1927, Draganescu dan Claudian memberi nama penyakit ini sebagai Guillain Barre Syndrome. Sebab mengapa Strohl tidak diikutsertakan sampai saat ini belum diketahui.

1.2 Tujuan Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang Sindrome Guillain Barre meliputi definisi, epidemiologi, etiologi, mafifestasi klinis, patofisiologi, asuhan keperawatan, dan lain-lain.

Bab IIPembahasan2.1 DefinisiGuillain Barre adalah gangguan kelemahan neuromuskular akut yang memburuk secara progresif yang dapat mengarah pada kelumpuhan total, tetap biasanya paralisis sementara. Fase awal mulai dengan munculnya tanda-tanda kelemahan dan biasanya tampak secara lengkap dalam 2-3 minggu. Ketika tidak terlihat penurunan lanjut, kondisi ini tenang. Fase kedua berakhir beberapa hari sampai 2 minggu. Fase penyembuhan mungkin berakhir 4-6 bulan dan mungkin bisa sampai 2 tahun. Penyembuhan adalah spontan dan komplet pada kebanyakan pasien meskipun ada beberapa gejala neurologis sisa dapat menetap. (dongoes 359)Menurut Sylvia A. Prince dan Lorraine M. Wilson (1995), Sindrom Guillain-Bare (Guillain-Bare Syndrom-- GBS) merupakan sindrom klinis yang ditunjukkan oleh onset (awitan) akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf tepi dan kranial. Proses penyakit mencakup demielinisasi dan degenerasi selaput mielin dari saraf tepi dan kranial (Muttaqin:197, 2011). GBS merupakan sindrom klinik yang penyebabnya tidak diketahui yang menyangkut saraf tepi dan kranial (Suzzane C. Smeltzer dan Brenda G., 2002 dalam Muttaqin, 2011).

2.2 EpidemiologiPenyakit ini terjadi di seluruh dunia, kejadiannya pada semua musim. Dowling dkk mendapatkan frekwensi tersering pada akhir musism panas dan musim gugur dimana terjadi peningkatan kasus influenza. Pada penelitian Zhao Baoxun didapatkan bahwa penyakit ini hampir terjadi pada setiap saat dari setiap bulan dalam setahun, sekalipun demikian tampak bahwa 60% kasus terjadi antara bulan Juli s/d Oktober yaitu pada akhir musim panas dan musim gugur.Insidensi sindroma Guillain-Barre bervariasi antara 0.6 sampai 1.9 kasus per 100.000 orang pertahun. Selama periode 42 tahun Central Medical Mayo Clinic melakukan penelitian mendapatkan insidensi rate 1.7 per 100.000 orang. Terjadi puncak insidensi antara usia 15-35 tahun dan antara 50-74 tahun. Jarang mengenai usia dibawah 2 tahun. Usia termuda yang pernah dilaporkan adalah 3 bulan dan paling tua usia 95 tahun. Laki-laki dan wanita sama jumlahnya. Dari pengelompokan ras didapatkan bahwa 83% penderita adalah kulit putih, 7% kulit hitam, 5% Hispanic, 1% Asia dan 4% pada kelompok ras yang tidak spesifik. Data di Indonesia mengenai gambaran epidemiologi belum banyak. Penelitian Chandra menyebutkan bahwa insidensi terbanyak di Indonesia adalah dekade I, II, III (dibawah usia 35 tahun) dengan jumlah penderita laki-laki dan wanita hampir sama. Sedangkan penelitian di Bandung menyebutkan bahwa perbandingan laki-laki dan wanita 3 : 1 dengan usia rata-rata 23,5 tahun. Insiden tertinggi pada bulan April s/d Mei dimana terjadi pergantian musim hujan dan kemarau. (Japardi, 1-2).

2.3 EtiologiEtiologi SGB sampai saat ini masih belum dapat diketahui dengan pasti penyebabnya dan masih menjadi bahan perdebatan. Beberapa keadaan/penyakit yang mendahului dan mungkin ada hubungannya dengan terjadinya SGB, antara lain: Infeksi Vaksinasi Pembedahan Penyakit sistematik: Keganasan systemic lupus erythematosus tiroiditis penyakit Addison Kehamilan atau dalam masa nifasSGB sering sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik. Insidensi kasus SGB yang berkaitan dengan infeksi ini sekitar antara 56% - 80%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. (Japardi, 2)

2.4 PatofisiologiAkson bermielin mengonduksi infus saraf lebih cepat dibanding kason tidak bermielin. Sepanjang perjalanan serabut bermielin terjadi gangguan dalam selaput (nodus ranvier) tempat kontak langsung antara membran sel akson dengan cairan ekstraselular. Membran sangan permeabel pada nodus tersebut sehingga konduksi menjadi baik.Gerakan ion-ion masuk dan keluar akson dapat terjadi dengan cepat banyak pada nodus ranvier sehingga impuls saraf sepanjang serabut bermielin dapat melompat dari satu nodus ke nodus lain (konduksi saltatori) dengan cukup kuat. Kehilangan selaput mielin pada GBS membuat konduksi saltatori tidak mungkin terjadi dan transmisi impuls saraf dibatalkan. (Muttaqin 198 : 2011)

1. Fase Prodromal Fase sebelum gejala klinis muncul

2. Fase Laten Waktu antara timbul infeksi/ prodromal yang Mendahuluinya sampai timbulnya gejala klinis. Lama : 1 28 hari, rata-rata 9 hari

3. Fase Progresif Fase defisit neurologis (+) Beberapa hari - 4 mgg, jarang > 8 mgg. Dimulai dari onset (mulai tjd kelumpuhan yg Bertambah berat sampai maksimal Perburukan > 8 minggu disebut chronic inflammatory-demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP)

4. Fase Plateau Kelumpuhan telah maksimal dan menetap. Fase pendek :2 hr, >> 3 mg, jrg > 7 mg

5. Fase Penyembuhan Fase perbaikan kelumpuhan motorik Beberapa bulan (Beladonna, 4 : 2010)

2.5 Manifestasi klinikManifestasi polineuropatia mulai timbul 1-3 minggu setelah penderita sembuh dari penyakit primernya. Pemeriksaan liquor serebrospinalis mengungkapkan adanya disosiasi antara jumlah sel dan protein, yakni jumlah protein tinggi sedangkan jumlah sel normal. Ini merupakan ciri khas bagi polineuropatia subakut yang disebabkan oleh proses imunologis karena infeksi yang tidk dikenal (idiopatik). (Muttaqin, 2011)Terdapat variasi dalam benuk awitannya. gejala-gejala neurologic diawali dengan parestesia(kesemutan dan kebas) dan kelemahan otot kaki, yang dapat berkembang ke ektremitas atas, batang tumbuh dan otot wajah. kelemahan otot dapat diikuti dengan cepat adanya paralisis yang lengkap. saraf kranil yang paling sering terserang, yang menunjukan adanya paralisis pada okilar,wajah dan otot. orofaring dan juga menyebabkan kesukaran berbicara,mungunyah dan menelan. disfungsi autonom yang sering terjadi dapat memperlihatkan bentuk reaksi yang berlebihan atau kurang bereaksinya sistem saraf simpatis dan parasimpatis, seperti dimanifestasikan oleh gangguan frekuensi jantung dan ritme, perubaha tekanan darah (hipertensi transien,hipotensi ortostatik) dan gangguan vasomotor lain yang bervariasi. keadaan ini juga dapat menyebabkan nyeri berat dan menetap pada punggung dan daerah kaki. seringkali pasien menunjukan adanya kehilangan sensasi terhadap posisi tubuh sama seperti ketebatasan atau tidak adanya reflex tendon. perubahan sensori dimanifestasikan dengan bentuk parestesia. Kebanyakan pasien mengalami pemulihan penuh beberapa bulan sampai satu tahun. tetapi, sekitar 10% menetap dengan residu ketidak mampuan. (Suzzane, 2001)

2.6 Pemeriksaan DiagnostikDiagnosis GBS sangat bergantung pada: Riwayat penyakit dan perkembangan gejala-gejala klinik Tidak ada satu pemeriksaan pun yang dapat memastikan GBS; pemeriksaan tersebut hanya menyingkirkan gangguan Lumbal pungsi dapat menunjukan kadar protein normal pada awalnya dengan kenaikan pada minggu ke-4 sampai ke-6. Cairan spinal memperlihatkan adanya peningkatan konsentrasi protein dengan mengihtung jumlah sel normal. Pemeriksaan konduksi saraf mencatat transmisi impuls sepanjang serabut saraf. Pengujian elektrofisiologis diperlihatkan dalam bentuk lambatnya laju konduksi saraf. Sekitar 25% orang dengan penyakit ini mempunyai antibodi baik terhadap citomegalovirus atau virus Epstein-Barr. Telah ditunjukkan bahwa suatu perubahan respon imun pada antigen saraf tepi dapat menunjang perekembangan gangguan Uji fungsi pulmonal dapat dilakukan jika GBS terduga, sehingga dapat ditetapkan nilai dasar untuk perbandingan sebagai kemajuan penyakit. Penurunan kapasitas fungsi pulmonal dapat menunjukkan kebutuhan akan ventilasi mekanik (Muttaqin, 2011)

2.7 Penatalaksanaan MedisTujuan utama merawat klien dengan GBS adalah memberikan pemeliharaan fungsi tubuh, dengan cepat menangani krisis-krisis yang mengancam jiwa. Mencegah infeksi dan komplikasi imobilitas serta memberikan dukungan psikologis untuk klien dan keluarga. GBS dipertimbangkan sebagai kedaruratan medis dan klien diatasi di unit perawatan intensif. Klien yang mengalami masalah pernafasan yang memerlukan ventilator, kadang-kadang untuk periode yang lama. Plasmaferesis (perubahan plasma) yang menyebabkan reduksi antibiotik ke dalam sirkulasi sementara, yang dapat digunakan pada serangan berat dan dapat membatasi keadaan yang memburuk pada klien dan dimielisasi. Diperlukan pemantauan EKG kontinu, untuk kemungkinan adanya perubahan kecepatan atau ritme jantung. Disritmia jantung disebabkan keadaan abnormal otonom yang diobati dengan propanolol untuk mencegah takikardi atau hipertensi. Atropin dapat diberikan untuk menghindari episode bradikardia selama pengisapan endotrakeal dan terapi fisik. (Muttaqin, 2011)

2.8 Asuhan Keperawatan1. Pengkajian AnamnesisKeluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan adalah berhubungan dengan kelemahan otot baik kelemahan fisik secara umum maupun lokalis seperti melemahnya otot-otot pernafasan. Riwayat Penyakit Saat IniKeluhan yang paling sering ditemukan pada klien GBS dan merupakan komplikasi yang paling berat adalah gagal nafas. Melemahnya otot pernafasan membuat klien dengan gangguan ini beresiko tinggi terhadap hipoventilasi dan infeksi pernafasan berulang. Difagia juga dapat timbul, mengarah pada aspirasi. Keluhan kelemahan ekstrimitas atas dan bawah hampir sama seperti keluhan klien yang terdapat pada klien stroke. Keluhan lainny adalah kelinan dari fungsi kardiovaskular, yang mungkin menyebabkan gangguan sistem saraf otonom pada klien GBS yang dapat mengakibatkan disritmia jantung atau perubhan drastis yang mengancam kehidupan dalam tanda-tanda vital

Riwayat Penyakit Terdahulu Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan sekarang meliputi pernahkah klien mengalami ISPA, infeksi gastrointestinal dan tindakan bedah saraf. Pengkajian Psiko-sosio-spiritual Pengkajian mekanisme koping yang secara sadar biasa digunakan klien selama masa stress, meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan masalah kesehatan saat ini yang telah diketahui dan perubahan prilaku akibat stress. Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per-sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dandihubungkan dengan keluhan dari klien.Pada klien GBS biasanya didapatkan suhu tubuh normal. Penurunan denyut nadi terjadi berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme umum dan adanya akumulasi sekret akibat insufiensi pernafasan. TD didapatkan ortostatik hipotensi atau TD meningkat (hipertensi transien) berhubungan dengan penurunan reaksi saraf simfatis dan parasimfatis. B1 (Breathing)Inpeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas,penggunaan otot bantu nafas, dan penigkatan frekuensi pernafasan karena infeksi saluran nafas karena melemahnya fungsi otot-otot pernafasan. Palpasi biasanya taktil fermitus seimbnag kanan-kiri. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronkhibehubungan dengan akumulasi sekret dari infeksi saluran nafas. B2 (Blood)Didapatkan bradikardi yang berhubungan dengan penurunan perfusi perpifer. TD ortostatik hipotensi atau TD meningkat (Hipertensi Transien) berhubungan dengan penurunan reaksi saraf simpatis dan parasimpatis.

B3 (Brain) Tingkat Kesadaran Kesadaran klien biasanya compos mentis (CM). Fungsi Serebri Status mental; observasi penampilan dan tingkah laku klien, nilai gaya bicara dan ekspresi saat berbicara, dan aktivitas motorik. Pemeriksaan Saraf Kranial : Saraf I biasanya tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan. Saraf II tes ketajaman penglihatan pada kondisi normal. Saraf III, IV, dan VI penurunan kemampuan membuka dan menutup kelopak mata, paralisis okular. Saraf V paralisis pada otot wajah sehingga mengganggu prposes mengunyah Saraf VII persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris karena adanya paralisis uilateral. Saraf VIII tidak ditmukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi. Saraf IX dan X paralisis otot orofaring, kesukaran berbicara, mengunyah, dan menelan. Saraf XI tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan travezius. Kemampuan mobilisasi leher baik. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi, dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal. Sistem MotorikKekuatan otot menurun,kontrol keseimbangan dan koordinasi pada klien tahap lanjut menglami perubahan. Mengalami kelemahan motorik sehingga mengganggu mobilitas fisik. Pemeriksaan Refleks Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan tendon, ligamentum, atau periosteum derajat refleks pada respons normal. Gerakan InvolunterTidak ditemukan adanya tremor, kejang, Tic, dan distonia. Sistem Sensorik Parestesia (kesemutan/kebas) dan kelemahn otot kaki, yang dapat berkembang ke ekstremitas atas, batang tubuh dan otot wajah. Klien mengalami penurunan kemampuan penilaian sensorik raba, nyeri, dan suhu. B4 (Bladder)Berkurangnya volume haluaran urine berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah jantung ke ginjal. B5 (Bowel)Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung. Pemenuhan nutrisi pada klien GBS menurun karena anoreksia dan kelemahan otot-otot pengunyah serta gangguan proses menelan menyebabkan pemenuhan via oral menjadi berkurang. B6 (Bone)Penurunan kekuatan otot dan penurunan tingkat kesadaran menurunkan mobilitas klien secara umum. Dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari klien lebih banyak dibantu oleh orang lain.

2. DiagnosaDiagnosis Keperawatan1. Pola nafas tidak efektif berhubungan denagn kelemahan progresif cepat otot-otot pernafasan dan ancman gagal pernafasan.2. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran.3. Resiko tinggi penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan frekuansi, irama, dan konduksi listrik jantung.4. Risiko tinggi defisit ciran dan syok hipovolemik5. Risiko gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mengunyah dan menelan makanan.6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot, dan penurunan kesadaran.7. Gangguan persepsi sensorik berhubungan dengan kerusakan penerima rangsang sensorik, transmisi sensorik, dan integrasi sensoroik.8. Koping indivisu dan kelurga tidak efektif berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan.9. Cemas yang berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang buruk.

3. IntervensiTujuan utama asuhan keperawatan klien mencakup mempertahankan fungsi pernapasan, mencapai mortalitas,terpenuhinya kebutuhan nutrisi normal.mampu berkomunikasi,menurunnya ketakutan dan ansietas dan tidak ada komplikasi.1. Pola nafas tidak efektif yang berhubungan dengan kelemahan progresif cepat otot-otot pernapasan dan ancaman gagal nafas.

Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan pola nafas kembali efektif.Criteria Hasil : secara subjektif sesak nafas(-), RR 16-20x/menit. tidak menggunakan otot bantu nafas gerakan dada normal

IntervensiRasionalisasi

Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman penggunaan otot-otot sensori.Menjadi bahan parameter monitoring serangan gagal nafas dan menjadi data dasar intervensi selanjutnya.

Evaluasi keluhan sesak nafas secara verbal dan non verbalTanda dan gejala meliputi kesukarannya bernapas saat bicara, pernapasan dangal dan irregular, menggunakan otot-otot aksesoris,takikardi dan perubahan pola napas.

Beri ventilasi mekanikVentilasi mekanik digunakan jika pengkajian sesuai kapasitas vital, klien memperlihatkan perkembangan kea rah kemunduran, yang mengidentifikasi kea rah memburuknya kekuatan otot-otot pernafasan.

Lakukan pemeriksaan kapasitas vital pernapasanKapasitas vital klien dipantau lebih sering dan dengan interval yang teratur dalam penambahan kecepatan pernafasan dan kualititas pernafasan, sehingga pernafasan yang tidak efektif dapat diantisipasi. penurunan kapasitas vital yang dihubungkan dengan kelemahan otot-otot yang digunakan dengn kelemahan otot-otot yang digunakan saat menelan, sehingga hal ini menyebabkan kesukaran saat batuk dan menelan, dan adanya indikasi menburuknya fungsi pernafasan.

Kolaborasi pemberian humidifikasi oksigen 3l/menit.Membantu pemenuhan oksigen yang sangat diperlukan oleh tuhuh dengan kondisi laju metabolism sedang meningkat.

2. Ketidak efektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan akumulasi secret, kemampuan batuk menurun akibat penurunan kesadaran

Tujuan : dalam waktu 3x 24 jam setelah diberikan tindakanjalan napas kembali efektif.Criteria Hasil : secara subjektif sesak nafas(-), RR 16-20x/menit, tidak menggunakan otot bantu napas, retraksi ICS (-), Rochi(-),mengi(-). daoat mendemonstrasikan cara batuk efektif

IntervesiRasionalisasi

Kaji fungsi paru, adanya bunyi napas tambahan, perubahan irama dan kedalaman, penggunaan otot-otot aksesori,warna dan kekentalan sputum.Membantu dan mengatasi komplikasi potensian. pengajuan fungsi pernapasan dengan interval yang teratur adalah penting karena pernapasan yang tidak efektif dan adanya kegagalan, karena adanya kelemahan atau analisis pada otot-otot inkotinensia diafragma yang berkembang dengan cepat.

Atur posisi fowler dan semifowlerPeninggian kepala tempat tidur memudahkan pernapasan,meningkatkan ekpansi dada dan eningkatkan batuk lebih efektif.

Ajarkan cara batuk efektifKlien berada pada risiko tinggi bila tidak dapat batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan nafas dan mengalami kesulitan dalam menelan, yang dapat menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan gagal napas akut

lakukan fisioterapi dada Terapi disik dada membantu meningkatkanbatuk lebih efektif.

Penuhi hidrasi cairan via oral seperti minum air putih dan pertahankan intek cairan 2500 ml/hariPemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus yang kental dan dapat membantu pemenuhan cairan yang banyak keluar dari tubuh

Lakukan pengisapan lender dijalan napasPengisapan mungkin diperlukan untuk mempertahankan kepatenan jalan naps menjadi bersih.

3. Risiko tinggi penurunan curah jantung yang berhubungan dengan perubahan frekuensi,irama dan konduksi listrik jantung

Tujuan : penurunan curah jantung tidak terjadiCriteria hasil : stabilitas hemodinamik baik(tekana darah dalam batas normal, curah jantung kembali meningkat, intake dan output sesuai, tidak menunjukan tanda-tanda disritmia)

IntervensiRasionalisasi

Auskultasi TD, bandingkan kedua lengan, ukur dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri bila memungkinkan.Hipotensi dapat terjadi sampai disfungsi ventrikel, hipotensi juga fenomena umum karrena nyeri, cemas mengeluarkan ketakolamin

Evaluasi kualitas dan kesamaan nadiPenurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kekuatan nadi

Catat murmurMenunjukakkan gangguan aliran darah dalam jantung,(kelainan katup,kerusakan septum, atau vibrasi otot papilar)

Pantau frekuensi jantung dan iramaPerubahan frekuensi dan irama jantung menunjukan komplikasi disritmia

Kolabirasi berikan O2, tambahan sesuai indikasiOksigen yang dihirup akan langsung meningkatkan saturasi oksigen darah.

4. Risiko gangguan nutrisi: kurang dari kebutuhan dengan ketidak mampuan mengunyah dan menelan makanan.

Tujuan : pemenuhan nutisi klien terpenuhi.Criteria hasil : setelah dirawat selama 3hari klien tidak terjadi komplikasi akibat penurunan asupan nutrisi.

IntervensiRosionalisasi

Kaji kemampuan klien dalam pemenuhan nutrisi oralPerhatian yang diberikan untuk nutria yang adekuat dan pencegahan kelemahan otot karena kurang makanan

Monitoring komplikasi akibat insufisiensi aktivitas parasimpatisUlkus paralis dapat disebabkan oleh insufisiensi aktivitas parasimpatis. dalam keadaan ini, makan melalui intravena dipertimbangkan diberikan oleh dokter dan perawat memantau bising usus sampai terdengar.

Berikan via NGTJika klien tidak mampu menelan, makanan diberikan melalui selang lambung

Berikan nutrisi bila pralisis menelan berkurangBila klien dapat menelan, makanan melalui oral diberikan perlahan-lahan dengan sangat hati-hati.

5. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular, penurunan kekuatan otot, penurunan kesadaran.

Tujuan: dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan tindakan mobilitas klien meningkat atau berdaptasi.Kriteria Hasil: Peningkatan kemampuan dan tidak terjadi, trombosis vena profunda dan emboli paru merupakan ancaman klien paralisis yang tidak mampu menggerakkn ekstremitas, dekubitus tidak terjadi.

IntervensiRasionalisasi

Kaji tingkat kemampuan klien dalam melakukan mobilitas fisikMerupakan data dasar untuk melakukan intervensi selanjutnya

Dekatkan alat dan sarana yang dibutuhkan klien dalam pemenuhan aktivitas sehari-hari.Bila pemulihan mulai untuk dilakukan, klien dapat mengalamu hipotensi ortostatik ( dari disfungsi otonom) dan kemungkinan membutuhkan meja tempat tidur untuk menolong mereka mengambil posisi duduk tegak.

Hindari faktor yang memungkinkan terjadinya trauma pada saat klien melakukan mobilisasi.Indivisu paralisis memiliki kemungkinan mengalami kompresi neuropati, paling sering saraf ulnar dan peritoneal. Bantalan dapat ditempatkan disiku dan kepala fibula untuk mencegah terjadinya masalah ini.

Sokong ekstremitas yang mengalami paralsis.Ekstremitas paralisis disokong dengan posisi fungsional dan diberikan latihan rentang gerak paling sedikit dua kali sekali.

Monitor komplikasi gangguan mobilitas fisikDeteksi awal trombosis vena profunda dan dekubitus dengan penemuan yang cepat penanganan lenih mudah dilaksanakan.

Kolaborasi dengan tim fisioterapi.Kolaborasi dengan ahli terapi fisik untuk mencegah deformitas kontraktur dengan menggunakan pengubahan posisi yang hati-hati dan latihan rentang gerak.

6. Cemas berhubungan dengan kondisi sakit dan prognosis penyakit yang buruk.

Tujuan: dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi kecemasan hilang atau berkurang.Kriteria hasil:Mengenal perasannya, dapat mengidentifikasi penyebab atau faktor yang mempengaruhinya dan menyatakan cemas berkurang.

IntervensiRasionalisasi

Bantu klien mengekspresikan perasaan kehilangan, marah dan takut.Cemas berkelanjutan memberikan dampak serangan jantung selanjutnya.

Kaji tanda verbal dan nonverbal kecemasan, temani klien, dan lakukan tindakan bila menunjukkan perilaku merusak.Reaksi verbal atau nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi, marah dan gelisah.

Hindari konfrontasi.Konfrntasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan kerjasama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.

Mulai melakukan tindakan untuk mengurangi kecemasan. Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.Mengurangi rangsangan eksternak yang tidak perlu.

Tingkatkan kontrol sensasi klien.Kontrol sensasi klien (dan dalam menurunkan ketakutan) denga cara memberikan informasi tentang keadaan klien, menekankan pada penghargaan terhadap sumber-sumber koping (pertahanan diri) yang positif, membantu latihan relaksasi, dan teknik-teknik pengalihan dan memberikan respon balik yang positif.

Orientasikan klien terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan Orientasi dapat menurunkan kecemasan

Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasannyaDapat menghilankan ketegangan terhadap kekhawatiran yang tidak diekspresikan

Berikan privasi untuk klien dan orang terdekatMemberi waktu untuk mengekspresikan perasaan menghilangkan cemas, dan membentuk perilaku adaptasi. Adanya keluarga dan teman-teman yang dipilih klien melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca) akan menurunkan perasaan terisolasi.

7. Koping individu dan keluarga tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan actual dalam struktur dan fungsi, ketidakberdayaan, dan merasa tidak ada harapan

Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam setelah intervensi harga diri klien meningkat. Kriteria hasil : Mampu menyatakan atau mengomunikasikan dengan orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi, mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi, mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa harga diri yang negatif.

IntervensiRasional

Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuanMenentukan bantuan untuk individu dalam menyusun rencana perawatan atu pemilihan intervensi

Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri, sementara klien yang lain mempunyai kesulitan mengenal dan mengatur kekurangan.

Anjurkan klien untuk mengekspresikan perasaan termasuk permusuhan dan kemarahan Menunjukkan penerimaan, membantu klien untuk mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan tersebut

Catat ketika klien menyatakan pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh seperti sekarat atau mengikari dan menyatakan ingin matiMendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau perasaan negatif terhadap gambaran tubuh dan kemampuan yang menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta dukungan emosional.

Ingatkan kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehatMembantu klien untuk melihat bahwa perawat menerima kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh. Membiarkan klien untuk merasakan adanya harapan dan mulai menerima situasi baru.

Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengendalikan lebih dari satu area kehidupan.

Anjurkan orang yang terdekat untuk mrngijinkan klien melakukan sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan membantu perkembangan harga diri serta mamangaruhi proses rehabilitasi

Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau partisipasi dalam aktivitas rehabilitasiKlien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan pengertian tentang peran individu masa mendatang.

Dukung penggunaan alat-alat yang dapat membantu adaptasi klien seperti tongkat, alat bantu jalan, tas panjang untuk kateter.Meningkatkan kemandirian untuk membantu pemenuhan kebutuhan fisik dan menunjukkan posisi untuk lebih aktif dalam kegiatan sosial.

Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan menarik diriDapat mengindikasikan terjadinya depresi umumnya terjadi sebagai pengaruh dari stroke, ketika intervensi dan evaluasi lebih lanjut diperlukan.

Kolaborasi : rujuk pada ahli neuropsikologi dan konseling bila ada indikasiDapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan

Pendidikan Klien dan Pertimbangan Perawatan di Rumah Banyak klien GBS yang mengalami pemulihan yang sempurna dalam beberapa minggu atau bulan. Klien yang pernah mengalami paralisis total atau lama mungkin membutuhkan beberapa tipe rehabilisasi yang dilakukan terus setelah keluar dari rumah sakit. Program yang luas bergantung pada pengkajian yang dibutuhkan yang dibuat oleh anggota tim kesehatan. Alternatif program yang komperhensif bagi klien jika dikurangi adalah penting dan dukungan sosial dibatasi untuk program di rumah terhadap terapi fisik dan okupasi. Fase pemulihan mungkin lama dan membutuhkan kesabaran serta keterlibatan pihak klien dan keluarga untuk mengembalikan kemampuan sebelumnya. Awitan akut dan perkembangan yang dramatik dari gejala-gejala yang ada tidak dapat dilakukan penyelesaiannya dengan tiba-tiba dalam mengubah fungsi-fungsi. Kelompok pendukung GBS menawarkan kedua informasi dan berinteraksi dengan kelompok, yang dapat membantu selama fase pemulihan. (Muttaqin 2011)

Bab IIIPenutup3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

Daftar Pustaka

Smeltzer C. Suzzane dan Bare G. Brenda.2001. buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & suddarth edisi 8 vol 3. jakarta:EGCDongoes. Muttaqin, Arif. 2011.Japardi, Iskandar. 2002. Sindroma Guillain-Barre. Digitized by USU digital library.Belladonna, Maria. 2010. Sindroma Guillain Barre. www. Undip.ac.id diakses tanggal 25 november 2013.