tugas sedimentasi laut fahmi suhanda

16
SEDIMEN BIOGENIK SEBAGAI INDIKATOR PERUBAHAN EKOSISTEM Ketika wisatawan menginjak hampara pasir kecoklatan di kawasanwisata pantai, sesungguhnya merekasedang menginjak sedimen dari sisasisa organisme yang disebut partikelbiogenik. Partikelini berasal dari organism\hewan atau tumbuhan lautyang t seperti tulang, gigi,an cangkang mikroorganisme. SedimenForaminifera, misalnya, dapatdijadikan bioindikator perubahan ekosistem,karena mempunyai sensitivitam yang terhadapperubahanlingkungan, siklus hidupnya pendek,keanekaragamannya tinggi, dan memerlukanpersyaratan hidup yang spesifik.Salah satu sumber sedimen adalah sisasis organismeyang disebut partik biogenik.Partikel ini berasaldari organisme hewan atau laut yangtelah mati, seperti tulang, gigi, dan cangkang mikroorganisme.Komponen bio dapat ditemukandi antara partikel nonbiogenik dengan jumlah yangbervariasi. Partik dapat mendominasi,jumlahnya antara !"#$% dari dasar perairan, sehinggadikenal seba lumpur globigerina & globigerinaooze' yang terdiri dari anggota foraminifera darige (lobigerina dan (loborotalia. Pada lumpur (ooze' ini terdapat lebih dari )""" cangkangforaminiferayangberukuran *"" + dalam ! gram sedimen,dan ditemukan pada kedalaman )"" m. & orens,!-$-, dalam oltovkoy dan /right, !-0)'. Selain ituada jug pteropod ooze yang didominasi oleh anggota1oluska atau Radiolarian ooze yang didom olehradiolaria, yang ditemukan di perairan yang banyakmengandung silika.2stilah sed biogenik dapat digunakan apabila terdiridari minimal $"% sisasisa cangkang organi umumnya menutupi )*% lantai laut dalam.1ineral lempung merupakan partikel non biogeniklain yang menutupi dasar lautdalam ini. anyak tumbuhan dan hewan yang berkontribusidalam pembentukan sedimen laut, namun hanyakelompok yang berdinding

Upload: rezki-adidarma

Post on 06-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

sedimen

TRANSCRIPT

SEDIMEN BIOGENIK SEBAGAI INDIKATOR PERUBAHAN EKOSISTEM

Ketika wisatawan menginjak hampara pasir kecoklatan di kawasanwisata pantai, sesungguhnya merekasedang menginjak sedimen dari sisasisa organisme yang disebut partikelbiogenik. Partikelini berasal dari organism\hewan atau tumbuhan lautyang telah mati, seperti tulang, gigi,an cangkang mikroorganisme. SedimenForaminifera, misalnya, dapatdijadikan bioindikator perubahan ekosistem,karena mempunyai sensitivitam yang tinggi terhadapperubahanlingkungan, siklus hidupnya pendek,keanekaragamannya tinggi, dan memerlukanpersyaratan hidup yang spesifik.Salah satu sumber sedimen adalah sisa-sisa organismeyang disebut partik biogenik.Partikel ini berasaldari organisme hewan atau tumbuhan laut yangtelah mati, seperti tulang, gigi, dan cangkang mikroorganisme.Komponen biogenik dapat ditemukandi antara partikel non-biogenik dengan jumlah yangbervariasi. Partikel biogenik dapat mendominasi,jumlahnya antara 10-53% dari dasar perairan, sehinggadikenal sebagai lumpur globigerina (globigerinaooze) yang terdiri dari anggota foraminifera darigenera Globigerina dan Globorotalia. Pada lumpur(ooze) ini terdapat lebih dari 6000 cangkangforaminiferayangberukuran 200 dalam 1 gram sedimen,dan ditemukan pada kedalaman 600 m. (Corens,1939, dalam Boltovkoy dan Wright, 1976). Selain ituada juga pteropod ooze yang didominasi oleh anggotaMoluska atau Radiolarian ooze yang didominasi olehradiolaria, yang ditemukan di perairan yang banyakmengandung silika.Istilah sedimen biogenik dapat digunakan apabila terdiridari minimal 30% sisa-sisa cangkang organism laut, dan umumnya menutupi 62% lantai laut dalam.Mineral lempung merupakan partikel non-biogeniklain yang menutupi dasar laut-dalam ini.Banyak tumbuhan dan hewan yang berkontribusidalam pembentukan sedimen laut, namun hanyakelompok yang berdinding gampingan dan silikaanyang secara meyakinkan menghasilkan sedimen biogenikdi laut dalam. Sedimen ini berasal dari sisa-sisacangkang hewan dan bagian mikroskopis, seperti Coccolithophoridsdari tanaman dan foraminifera, ostracodadari dunia hewan mikroskopis. Saat organismeersebut mati, zat organiknya bercampur dengan karbondioksidadan air yang dapat menambah kandungankomposisi air laut, sementara sisa cangkangnyatenggelam dan terendapkan di dasar laut.Tidak semua organisme dapat terawetkan dan terendapkandi dasar laut sebagai bagian atau komponendari sedimen. Hanya sisa-sisa organisme yang mempunyaidinding cangkang tertentu dapat ditemukandi antara partikel sedimen baik yang berukuran makroskopisseperti tulang, gigi, maupun berukuran mikroskopis.lmu yang mempelajari sisa-sisa mikroorganisme disebut mikropaleontologi.Berggren (1978) membagi sisa-sisa bagian mikroorganismeyang terawetkan dalam sedimen dasar lautitu menjadi: Kelompok berdinding gampingan (calcareous microfossils): foraminifera, ostracoda, nannoplangton gampingan, pteropoda, calpionelida, alga gampingan dan briozoa. Kelompok berdinding silikaan (siliceous microfossils): radiolarian diatom laut silikoflagelata. Kelompok berdinding fosfatis (phosphatic mikrofo - ssils) seperti conodonta. Kelompok berdinding organik (organic walled microfossils): dinoflagelata, spora dan pollen dalam lingkungan laut, kitinosoa.Uraian dalam buku ini penekanannya lebih pada organism tertentu, sedangkan kelompok lain diuraikan secara sepintas dari hasil penelusuran pustaka. Foraminifera Cangkang Foraminifera merupakan partikel biogenikpaling banyak ditemukan di antara partikel nonbiogenik,seperti mineral, fragmen batuan dan lainlain.Kumpulan partikel dari spesies tertentu dapat membentuk hamparan pantai berpasir putih yangindah. Sebagai contoh, Amphistegina spp. merupakananggota dari foraminifera yang menghiasi pantaipantaidi Hawaii sejak 1500 tahun yang lalu (Resig,2004). Sedangkan di Indonesia, Barbin (1987 dalamRenema, 2003), menemukan anggota foraminiferaShlumbergerella floresiana menghiasi pantai tarKesumaSari. Kemudian Adisaputra (1998) meneliti sebarannyadi sekitar Pulau Bali sampai Pulau Lombok.Di pesisir selatan Pulau Jawa didominasi oleh kum-36\37 pulan phaerogypsina globulus yang memberikanwarna putih kecoklatan di pantai rekreasi sekitarPrigi, Trenggalek, Jawa Timur (Gambar 4.1).Untuk mengetahui lebih jelas tempat hidup foraminiferayang terakumulasi di pesisir tersebut, selanjutnya Renema (2003) meneliti kehidupan foraminiferadi lingkungan terumbu karang di sekitar Sanur, Padang Bai, Tulamben dan Nusa Penida dengan caramenyelam. Ditemukan 19 spesies foraminifera bentikyang hidup berasosiasi dengan alga, koral dan rumput laut dari Enhallus sp.dan Halophilus sp. Yang dikaitkan dengan parameter oseanografis dan iklim.Habitat Shlumbergerella yang banyak ditemukan di Pantai Kuta adalah pada terumbu bagian atas di kedalamankurang dari 12 m.Di laut dalam seperti Laut Banda, foraminifera plangtonik mendominasi sedimen dasar laut dankelimpahannya dapat mencapai 90% dibandingkan foraminifera bentik di kedalaman lebih dari 1000 m. (Van Marle dkk., 1987). Sebelum tenggelam dan terendapkan di dasar laut, foraminifera plangtonik\ hidup dalam kolom air dari permukaan sampai kedalaman 1000 m (Boersma 1978).

Kumpulan foraminifera plangtonik yang membentuk sedimen biogenic di Laut Timor. Menurut Be dan Tolderlund (1971, dalam Boltovkoy dan Wright, 1976), ada tiga kelompok oraminifera plangtonik dalam kolom air, yaitu: Penghuni air permukaan, umumnya dicirikan dengan spesies dari Globigerinoides yang dihiasi duri seperti G. rubber, G. Sacculifer). Penghuni perairan menengah pada kedalaman antara 50-100 m. dicirikan dengan kehadiran spesies tanpa hiasan duri, misalnya Pulleniatina obliquelocu lata. Penghuni laut dalam yang hidup di zona eufotik, namun pada saat dewasa akan hidup di edalaman sekitar 100 m. Ada 12 spesies dari Globorotalia, seperti Globorotalia pachyderma.Secara horizontal, foraminifera plangtonik di perairan hangat ditemukan sepuluh kali lebih besar dibandingkan dengan di perairan dingin. Foraminifera plangtonik umumnya hanya ditemukan di laut normal, dan tidak dijumpai di perairan sekitar pantai yang mendapat pasokan air tawar melalui sungai (Boltovkoy dan Wright,1976). Sebagai contoh, pada sampel sedimen di LautTimor saat Ekspedisi VITAL 2005, ditemukan kumpulan foraminifera plangtonik yang sangat melimpah dalamjumlah lebih dari 80% (Gambar 4.2.).Tentang foraminifera, Pringgoprawiro dan Kapid(2001) menjelaskan secara lengkap, baik biologinya,taksonomi, ekologi dan sebarannya dalam kurun waktu geologi, serta manfaatnya untuk rekonstruksi lingkunganpengendapan dan penentuan umur batuan.Foraminifera merupakan anggota Protista yang sangat melimpah di lingkungan perairan, mulai dari air payau sampai laut dalam. Bentuk cangkangnya sangat bervariasi, mulai dari bentuk yang sederhana, bulat, lonjong panjang sampai berduri-duri. Foraminifera dapat hidup mulai dari perairan payau sampai laut dalam yang masing- masing lingkungan dihuni kumpulan spesies tertentu. 38 39 Aktivitas kehidupan dan sebaran foraminifera bentik dipengaruhi oleh faktor abiotik dan biotik dari lingkungan tempat hidupnya, seperti salinitas, suhu, substrat, kedalaman, nutrisi, kandungan organik dalam sedimen, kekeruhan, gelombang dan arus, serta faktor-faktorekologi lainnya. Kemampuan beradaptasi sangatmempengaruhi kehidupan foraminifera bentik untukdapat berproduksi dan bertahan di habitatnya, mulaidari perairan dangkal sampai laut dangkal.Di perairan laut dangkal, terutama pada ekosistemterumbu karang, foraminifera bentik merupakan salahsatu kontributor penting dalam pembentukan hamparanterumbu karang setelah alga gampingan (Boersma,1978). Antara foraminifera bentik dan terumbukarang terjadi simbiose mutualistis. Foraminifera merupakan organisme yang sangat melimpah di lingkungan terumbu karang, untuk memproduksi material biogeniksebagai bahan pembentuk kerangka karang (Molengraaff, 1928 dan Wells, 1957, dalam Tomascik dkk.,1997). Foraminifera merekat pada rumput laut, alga dan fragmen koral di Pulau Pari, Teluk Jakarta, penciri utama lingkungan terumbu didominasi oleh Calcarina (Rositasari, 1990). Di paparan Spermonde, Sulawesi Selatan,foraminifera membentuk 40-80% sedimen dasar laut (Renema, 2002). Selain terumbu karang, foraminifera juga mendiami lingkungan payau, yang umumnya berhutan mangrove, sedimennya berbutir halus, banyak mengandung sisasisa tanaman salinitas rendah dan jumlah spesiesnya tidak bervariasi. Trochamina inflata, Miliammina fusca dan Jadammina polystoma merupakan spesies yang umum ditemukan di sekitar hutan mangrove. Lingkungan laguna juga cukup menarik bagi kehidupan foraminifera tertentu karena adanya pengaruh daratan dan lautan dalam perairan itu. Karakterisitik organismenya dengan keanekaragaman yang rendah, dicirikan dengan spesies dari genera Rotalia, Ammonia, Elphidium,Ammobaculites, Reophax Textularia Haplo

Beberapa spesies foraminifera yang ditemukan di berbagai lokasi perairan di Indonesia, seperti penghuni lingkungan terumbu karang, estuari,pantai pariwisata, laut dangkal, laut dalam, dan lain-lain phragmoides, dan lain-lain. Jumlah individunya jugarendah, dan tidak ditemukan foraminifera plangtonik.Di paparan bagian dalam yang merupakan perairanlaut dangkal, dicirikan dengan fauna berukuran kecil,dan jumlah spesiesnya sedikit. Ada yang berdinding pasiran, butiran sedimennya agak kasar, bersih, danpasirnya terpilah bagus, berisi fragmen cangkang berbentuk bulat.Sedimen di paparan bagian tengah terdiri lempunglanau, pasirnya terpilah buruk, ditemukan glukonit dengan jumlah yang melimpah. Spesies foraminiferaumumnya mempunyai ornamentasi kuat, berukuran besar, berbentuk robus, sedikit ditemukan spesies dominan, namun jumlah individunya tinggi. Bentuknya berdinding pasiran dengan morfologi cangkang yang lebih rumit.Paparan bagian luar dicirikan dengan sedimen berbutir halus, jumlah spesiesnya tinggi, dan ornamentasinyakuat. Foraminifera plangtonik di kawasan ini mencapai50%.Hasil studi van Marle (1988) di Paparan Sahul sampai Laut Banda, diperoleh kumpulan spesies foraminiferabentik yang mencirikan suatu kisaran kedalaman sebagai berikut: Biofasies paparan luar pada kedalaman 60-150m. berkaitan dengan zona fotik dan air permukaan,didominasi oleh Amphistegina lessonii,Operculina ammonoides, Heterolepa dutempleidan berbagai anggota Miliolina.Biofasies batial bagian atas pada kedalaman150- 400 m. menggambarkan kondisi afotik. Airpermukaan bagian dalam didominasi oleh Bolivinarobusta, Heterolepa mediocris, Hanzawaianipponica dan Lenticulina spp.Biofasies batial bagian tengah pada kedalaman400-1500 m. mewakili perairan menengah, dengankandungan oksigen imum,didominasiForaminifera telah terbukti sebagai bioindikator perubahan suatu ekosistem, karena mempunyai sensitivitas yang tinggi terhadap perubahan lingkungan, siklus hidupnya pendek, keanekaragamannya tinggi, dan memerlukanpersyaratan hidup yang spesifik. Dari uraian diatas diperoleh gambaran bahwa setiap lingkungan perairandicirikan oleh kumpulan spesies foraminifera tertentu.Gambar 4.3. memperlihatkan beberapa spesies foraminifera dari berbagai perairan Indonesia.Ostracoda Seperti halnya foraminifera, ostracoda merupakan anggota Crustacea, udang-udangan, yang sebagian besar cangkangnya terbuat dari kalsium karbonat dan beberapa unsur kimia lain, seperti magnesium, strontium,dan lain-lain. Dalam sedimen laut hasil cucian (washed residue), di antara partikel sedimen akan ditemukancangkang ostracoda yang umumnya berbentuk bulat, onjong seperti kulit kacang tanah dengan ukuran ratarata 1 mm.,terdiri dari setangkup cangkang (carapace) atau terpisah (valve). Permukaan cangkangnya dari polos tanpa hiasan, berornamentasi lemah sampai sangat kuat. Cangkang tersebut merupakan bagian pelindung tubuh ostracoda yang lunak. Dari cangkang ini dapatdiperoleh berbagai informasi kondisi lingkungan pada saat hidupnya, seperti salinitas, suhu, habitat, dan lainlain. Menurut Colin dan Lethiers (1988), ostracoda mempunyaiarti penting dalam analisis dan interpretasi Geologi setelah foraminifera, terutama pada saat tidak ditemu- oleh Bolivina robusta Cassidulina carinata, Gavelinopsis lobatulus dan Sphaeroidina bulloides.Biofasies batial bagian bawah pada kedalaman 1500-2120 m. berkaitan dengan perairan dalam Indonesia, didominasi oleh Pullenia bulloides dan spesies kosmopolitan lain sebagai indikator laut dalam, seperti Episominela exigoa Laticarinina pauperata, Oridorsalis umbonatius dan Planulina wuellerstorfi kan foraminifera plangtonik. Ostracoda mempunyai persyarataorganisme yang dapat menjadi fosil, yaitu cangkangnya yang terbuat dari unsur gampingan, berukuranmikro, dan dapat dijumpai di berbagai lingkungan perairan,dan banyak terawetkan dalam batuan sepanjangwaktu geologi, mulai dari Kambrium hingga saat ini Pada saat hidup, ostracoda dapat baraktivitas secaramerayap di permukaan dasar suatu perairan (Gambar4.4.), sedikit tenggelam dalam sedimen atau melayanglayang dalam kolom air sebagai bagian dari hewan plangton.Setelah mati, cangkang ostracoda umumnya terpisah antara cangkang sebelah kiri dan kanan, kemudianterendapkan dalam sedimen, bersatu dengan partikel lainseperti foraminifera, butir-butir pasir, sisa-sisa tanaman,fragmen moluska, fragmen batuan, dan lain-lain (Gambar4.4.).Kehidupan ostracoda dipengaruhi oleh banyak factor\ekologi, namun yang terpenting adalah salinitas, suhu,jenis sedimen, dan kedalaman (Pokorny, 1984).Ada tiga komunitas ostracoda yang dapat dibedakan berdasarkansalinitas, yaitu: Ostracoda saat hidup danberaktivitas diatas partikel pasir .(http://w3.gre.ac.uk/schools/nri/earth/ostracod/introduction.htm)Komunitas air tawar (< 0,5%0) menempati danau,goa, sungai, kolam. Selain itu dapat juga ditemukan di estuarium, laguna, dan laut tetapi. Jumlahnya akan Cangkang ostracoda (O) di antara partikel lain sepertiforaminifera (F), fragmen batuan (FB) dan moluska (M) dan lainlai.langsung berkurang pada salinitas di atas 3%0.

Padahabitat air tawar, keanekaragaman ostracoda rendahmenjadi hanya satu atau dua spesies, tetapi jumlah individunya tinggi. Selain itu, ostracoda betina jumlahnyasekitar dua kali dari jumlah ostracoda jantan.Komunitas air payau (0,5-30%0.) keanekaragamannyalebih sedikit dibandingkan dengan ostracoda air tawar maupun laut, terutamapada salinitas antara 3-10%0). Contoh penghuni air payau antar lain: Cytheromorpha, Leptocythere,Cytherideinae, Macrodentin dan Cypridea.Komunitas air laut (30-40%0), ostracoda ditemukandi periaran dangkal dengan jumlah sangatmelimpah dan beranekaragam, seperti: Carinocythereis,Hemicytherura, Mutilus, Callistocythere. Tentang biologi, ekologi, taksonomi dan aplikasi ostracoda dalam dunia ilmu pengetahuan telah diuraikan secara rinci oleh Dewi dan Kapid (2004). Juga diuraikan bagaimana cara mendapatkan spesimen ostracoda,baik dalam bentuk fosil maupun dalam keadaan hidup.Secara umum, ostracoda dapat dikenali sebagai setangkupcangkang atau valve yang disebut carapace untukmelindungi bagian tubuhnya yang lunak. Ukuran cangkangrata-rata 1 mm., umumnya berbentuk lonjong danmempunyai permukaan dari rata sampai kasar dengan segala variasinya. Namun, beberapa ostracoda laut yang hidup saat ini dapat mencapai ukuran 25 mm., sedangkan fosil Paleozoikum terbesar yang pernah ditemukanberukuran 80 mm (Pokorny, 1984).Ostracoda mendiami berbagai perairan, mulai air tawar sampai air asin dengan diversitas dan kelimpahan yang bervariasi. Ostracoda juga ditemukan di berbagai lingkungan,antara lain di: Komunitas air laut bersalinitas tinggi (> 40%0.), terdiridari campuran antara ostracoda air payau dan laut. Mata air, seperti Cypridopsis okeechobe. Endapan gambut, misalnya Scottia danau air tawar dan air asin. Kolam penampung air hujan dan air pompa darigoa. Kolam ikan, seperti: Candona arcuta, Candona fabeformis, Eucypris weberi, Eucypris deorata, ditemukan dalam sebuah kolam di Kebun Raya Bogor (Klie,1932 dalam Hanai dkk., 1980). Persawahan, seperti: Hungorocypris asymetricus sebagai spesies endemik berukuran besar (3 mm.) ditemukan di sawah dekat Danau Tempe, Sulawesi (Victor dan Fernando, 1981; dalam Dewidan Kapid, 2004). Sampah organik yang lembab. Beberapa spesies ostracoda yang di temukan di berbagai lokasi diperairan Indonesia. Dari uraian di atas diperoleh gambaran bahwa ostracodadapat ditemukan di berbagai media perairan dan media lain yang mengandung air atau lembab.Lingkungan terumbu karang umumnya dihuni oleh sekelompok spesies ostracoda yang termasuk dalam subfamili Bairdiinae, seperti genera Bairddopilata, Triebelina, Neonesidea, Paranesidea, danMydionobairdia. Kenampakan morfologi cangkang genera tersebut mudah dikenali, karena berbentukmendekati trapesium, dengan sudut membulat. Keterdapatan kumpulan spesies dari subfamili tersebut dalam jumlah melimpah, dapat memberi indikasibahwa terumbu karang itu dalam kondisi sangat bagus.Gambar 4.6. memperlihatkan beberapa spesimenostracoda yang ditemukan di perairan Indonesia.

PteropodaPteropoda yang dikenal sebagai kupu-kupu laut ini merupakan anggota moluska laut atau kerangkerangan dari Kelas Gastropoda yang hidup secara plangtonis. Organisme ini umumnya hidup di lautan dengan salinitas normal, dan melayang-layang dalam kolom air dari permukaan sampai kedalaman 500 m.Cangkangnya mengandung mineral aragonit yangmenyebabkan mudah terlarut. Inilah yang membuat pteropoda berbeda dari foraminifera dan ostracodayang terbuat dari mineral kalsit. Dengan keadaanseperti itu, maka sebaran pteropoda terbatas padakedalaman 700 sampai 3000 m., namun, masih juga tergantung pada berbagai jenis cekungan, sirkulasi dan suhu air laut, serta kecepatan sedimenasi darisedimen biogenik atau sedimen klastik (Herman,1978).Keterdapatan pteropoda di antara partikel biogeniklain mudah dikenali karena berbentuk seperti keongyang dikenal di darat atau corong, namun berukurankurang dari 5 mm. Walaupun dapat dilihat tanpamikroskop, namun untuk memastikan nama spesiesatau genusnya tetap diperlukan mikroskop 4.7. memperlihatkan salah satu contoh pteropoda yang ditemukan di antara spesimen foraminifera plangtonik di Laut Timor.Radiolaria Radiolaria berasal dari bahasa latin radiolus, artinya sinar kecil (little ray), dan merupakan anggota dari Filum Protozoa yang hanya ditemukan di perairan laut. Radiolaria berdinding silikaan, rapuh dan tidak mempunyai kamar, 100 (0,01 mm), hidup dalam kolom air sebagai plangton. Kenampakan radiolaria sangat kecil dibandingkan dengan foraminifera, ostracoda dan pteropoda. Namun mudah dikenali karena bentuknya yang khas, seperti rangkaian atau jaring-jaring tipis yang teratur, berwarna transparan seperti bersinar. Ukuran sangat kecil dan harus, menggunakan mikroskop Gambar 4.7. Spesimen pteropoda di Laut Timor

dengan perbesaran cukup tinggi. Radiolaria yang berbentuk simetri radial dikelompokkan kedalam Spumellarians (Gambar 4.8.), dan diwakili bentuk spongidiscids (S). Selain itu ada kelompok Nasselarians mempunyai bentuk seperti helm dan diwakili oleh bentuk Pterocorythids (P). Menurut Kling (1978), radiolaria memegang peranan penting dalam siklus silika dalam samudera. Hal ini berkaitan dengan suatu perairan dimana produksi kalsium karbonat hilang dan pelarutan material ini mencapai puncaknya. Setelah mati, radiolaria akan mengendap dan erkubur dalam sedimen dasar laut. Jumlah radiolaria maksimum yang menutupi lantai samudera dapat mencapai 60-70% (siliceous ooze) dari sedimen dengan kecepatan sedimentasi 1 m per1 juta tahun. Radiolarian ooze umumnya ditemukan di daerah ekuator sekitar Samudera Pasifik.Lain-lain Selain partikel biogenik, masih banyak partikel lain seperti spikula (Gambar 4.9), cangkang moluska, briozoa, alga gampingan, nannoplangton gampingan (Gambar 4.10), spora, polen dan lain-lain. Namun tidak dapat diuraikan secara rinci karena beberapam di antara sisa organisme tersebut harus dipersiapkan dengan metode berbeda seperti sayatan tipis dan harus menggunakan mikroskop petrografi, bahkan Scanning Electron Microscope.

Gambar 4.8. Kumpulan Radiolaria yang ditemukan di Laut Timor

Gambar 4.9. Spikula dari hewan sponge di Kangean Utara.

Gambar 4.10. Nannoplangton gampingan (Emiliania huxleyi). Foto dari Scanning Electron Microscope oleh Saskia Kars (Auliaherliaty, 2007).

KAITAN AKTIVITAS VULKANIK DENGAN DISTRIBUSI SEDIMEN DAN KANDUNGAN SUSPENSI DI PERAIRAN SELAT SUNDAStudi batuan sedimen bertujuan untuk mengetahui proses deposit sedimen yang meliputi ransport sedimen dan proses deposisi sedimen baik secara horisontal maupun vertikal. Untuk melakukan diskripsi sedimen ada empat hal yang perlu di amati yaitu warna, struktur, tekstur dan komposisi dari sedimen tersebut. Menurut definisi Raymond (1995), Batuan Sedimen didefinisikan sebagai batuan yang merupakan hasil dari akumulasi dan solidifikasi sedimen, yakni material yang terangkut baik oleh media air maupun oleh angin. Sedangkan menurut BENT et al (2001), Sedimen adalah partikel hasil dari pelapukan batuan, material biologi, endapan kimia, debu, material sisa tumbuhan dan daun. Selain faktor diatas hal yang sangat berperan dalam pengendapan sedimen adalah arus dan bentuk dasar dari perairan tersebut. Arus yang deras akan mengendapkan butiran edimen yang kasar dan arus yang lemah akan mengendapakan sedimen berbutir halus. Sedangkan bentuk dasar perairan akan berpengaruh terhadap letak sedimen. Pada dasar perairan yang berbentuk lereng umumnya bagian atas akan terisi oleh sedimen berbutir halus dan bagian bawah akan terisi oleh sedimen berbutir kasar karena pengaruh gaya gravitasi. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui distribusi sedimen di perairan Selat Sunda dan menentukan kandungan suspensinya. Selanjutnya dari kedua besaran tersebut ditinjau keterkaitannya dengan aktivitas vulkanik di perairan Selat Sunda.

Dari hasil analisa TSS (Total Suspended Solid) yang digambarkan dalam bentuk peta tematik, terlihat bahwa Perairan Selat Sunda mempunyai pola sebaran suspensi yang cukup seragam di permukaan. Suspensi sebesar 25 gr/l merupakan nilai terbesar yang ditemui disekitar titik engamatan (stasiun) 6. Hal ini mengindikasikan pengaruh vulkanik yang cukup besar dari Gunung Krakatau, karena posisi stasiun 6 cukup dekat dengan Gunung Krakatau. Sedangkan suspensi di dasar perairan mengindikasikan adanya pengaruh daratan yang cukup besar. Suspensi sebesar 19 gr/l merupakan nilai terbesar yang dapat ditemui di stasiun 7.

Harga suspensi stasiun 2 juga memperlihatkan harga yang cukup tinggi yaitu sekitar 14 gr/l , yang mengindikasikan pengaruh daratan yang cukup besar. Hal ini didukung dengan data istribusi salinitas yang memperlihatkan nilai yang cukup kecil.

Pada stasiun 7 (Teluk Miskam) pergerakan arus tidak terlalu kuat dengan kondisi arus yang melemah sehingga terjadi proses pengendapan sedimen lempung dengan sedikit lanau. Secara umum terlihat bahwa TSS pada stasiun ini menunjukkan nilai yang tinggi dibandingkan dengan stasiun lain, kecuali pada stasiun no 6 yang TSS juga tinggi. Ada pola yang menunjukkan bahwa pada wilayah ini lebih banyak dipengaruhi oleh daratan dan adanya aliran Ciliman dan Cibungur yang cukup besar yang mengalir ke arah utara. Pengamatan tak langsung selama kapal berlayar menunjukkan arus yang agak tenang. Hal ini juga mengakibatkan material sedimen terakumulasi pada wilayah ini. Asumsinya bila dipengaruhi oleh daratan, maka sedimen yang ada dan diendapkan jauh ke utara, maka makin utara dari teluk ini, butiran endapan akan semakin halus. Pada teluk Miskam yang terlindung dan kecepatan arus yang lemah akan mengakibatkan muatan sedimen yang melayang ini akan mengumpul dan mengendap di dasar perairan. Dari tabel prosentase kandungan sedimen diperoleh bahwa Perairan Selat Sunda terdiri dari : lanau lumpuran, pasir, kerikil pasiran, lumpur lanauan, lanau pasiran, lumpur, lumpur pasiran dan pasir lumpuran. Sebaran lumpur dapat terlihat jelas pada stasiun 6 yang mengindikasikan pengaruh aktivitas vulkanik Krakatau.

Karakteristik Perairan Selat Sunda memperlihatkan bahwa adanya pengaruh yang kuat dari aktivitas vulkanik Krakatau. Hal ini diperlihatkan dari data kandungan suspensi yang mempunyai nilai yang cukup besar disekitar stasiun 6 dibandingkan dengan stasiun pengamatan yang lain, yaitu sebesar 25 gr/l. Pada stasiun 7 (Teluk Miskam) pengaruh kuat dari daratan terlihat dengan nilai kandungan suspensi yang cukup besar dibanding stasiun lain. Analisa kandungan suspensi memperlihatkan kandungan suspensi sebesar 19 gr/l. Hal ini dipengaruhi oleh masukkan dari sungai Ciliman dan Cibungur serta pola arus yang mengalir sepanjang Teluk. Data distribusi salinitas mengindikasikan Perairan Selat Sunda mendapat pengaruh kuat dari daratan, yang ditunjukkan dengan harga salinitas yang rendah di stasiun 2.