tugas ptk eksperimen ekspo facto

39
PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKTUAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA DAN SIKAP ILMIAH SISWA KELAS IV SD NO.2 AMBENGAN KECAMATAN SUKASADA Dosen Pengajar : I Wayan Widiana, S.Pd., M.Pd OLEH: MERTA DWI YANI 0911035737

Upload: dwi-risadianta

Post on 04-Jul-2015

296 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KONTEKTUAL

TERHADAP PRESTASI BELAJAR IPA DAN SIKAP ILMIAH

SISWA KELAS IV SD NO.2 AMBENGAN KECAMATAN SUKASADA

Dosen Pengajar : I Wayan Widiana, S.Pd., M.Pd

OLEH:

MERTA DWI YANI

0911035737

JURUSAN PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASARFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHASINGARAJA

2011

Page 2: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam situasi masyarakat yang selalu berubah, idealnya pendidikan tidak hanya

berorientasi pada masa lalu dan kini, tetapi sudah seharusnya merupakan proses yang

mengantisipasi dan membicarakan masa depan. Pendidikan hendaknya melihat jauh ke depan

dan memikirkan apa yang akan dihadapi peserta didik di masa yang akan dating. Menurut

Buchori (dalam Khabibah, 2006;1), bahwa pendidikan yang baik adalah pendidikan yang

tidak hanya mempersiapkan para siswanya untuk sesuatu profesi atau jabatan, tetapi untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) merupakan cara mencari tahu tentang alam secara

sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta,konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses

penemuan, memiliki sikap ilmiah. Pendidikan IPA di sekolah dasar diharapkan dapat menjadi

wahana bagi siswa untuk mempelajari dirinya sendiri dan alam sekitar. Sebagai salah satu

mata pelajaran di sekolah dasar, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dengan tujuannya berupanya

mendidik siswa yang berilmu dan berketerampilan yang unggul serta memiliki etos kerja

yang tinggi,melatih melakukan penelitian sesuai proses /metode ilmiah, dan belajar dengan

mengaplikasikan pengetahuan terbaiknya, mempunyai sikap disiplin, jujur, dan bertanggung

jawab.

Melalui penguasaan mata pelajaran IPA baik proses, produk, maupun sikap yang baik,

siswa diharapkan mampu mengembangkan ilmunya, bertenggang rasa, mampu membina

kerja sama yang sinergis demi tercapainya efisiensi dan efektivitas, kualitas serta kesuksesan

nyata bagi siswa.

Salah satu masalah pokok dalam pembelajaran pada pendidikan formal (sekolah)

dewasa ini adalah masih rendahnya daya serap peserta didik. Seperti kita ketahui bahwa

pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) mulai diperkenankan pada kelas IV sekolah dasar.

Peserta didik dihadapkan pada sesuatu yang baru, serta banyaknya materi yang digabung

dalam satu mata pelajaran IPA, mengakibatkan peserta didik kesulitan memahami dan

menguasai mata pelajaran tersebut. Meskipun telah banyak dilakukan inovasi dalam

pendidikan dan pembelajaran, namun hasilnya belum memuaskan. Akibat nyata yang ditemui

adalah rata-rata pra ujian nasional dalam mata pelajaran IPA belum berkatagori baik. Nilai

Page 3: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

ujian ini bukan satu-satunya ukuran menilai keberhasilan siswa, namun dapat memberikan

gambaran mengenai tingkat pemahaman dan penguasaan siswa terhadap mata pelajaran

Berdasarkan alasan tersebut, maka sangatlah urgen bagi para pendidik khususnya

guru memahami karakteristik materi pembelajaran, peserta didik, dan metodologi

pembelajaran dalam proses pembelajaran terutama berkaitan pemilihan terhadap materi

pembelajaran modern. Dengan demikian proses pembelajaran akan lebih variatif, inovatif dan

konstruktif dalam merekontruksi wawasan pengetahuan dan implementasinya sehingga dapat

meningkatkan aktivitas dan kreativitas peserta didik.

Persoalan sekarang adalah bagaimana menemukan cara yang terbaik untuk

menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan

mengingat lebih lama konsep yang telah dipelajari. Bagaiman guru dapat berkomunikasi baik

dengan siswanya. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari

seluruh siswa, sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam

kehidupan nyata. Bagaimana guru yang baik dan bijaksana mampu menggunakan model

pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah (problem solving).

Untuk membantu siswa memahami konsep-konsep dan memudahkan guru dalam

mengajarkan konsep-konsep tersebut diperlukan suatu model pembelajaran yang langsung

mengaitkan materi konteks pelajaran dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari.

Model pembelajaran tersebut adalah pembelajaran kontektual (Trianto, 2008;9).

Dalam pembelajaran kontektual, setiap guru perlu mamahami tipe belajar dan dunia

siswa, artinya guru perlu menyesuaikan gaya mengajar terhadap gaya belajar siswa. Dalam

proses pembelajaran konvensional hal ini sering terlupakan, sehingga proses pembelajaran

pemaksaan kehendak.

Dalam pembelajaran, guru juga biasanya menggunakan model pembelajran langsung

yaitu suatu model pembelajaran yang siffatnya berpusat pada guru. Model pembelajaran ini

didasarkan atas teori belajar bahaviorisme. Menurut teori ini, belajar merupakan perubahan

tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigm stimulus respons (S-R).

Sikap ilmiah adalah salah satu komponen penting dalam pembelajaran IPA yang

antara lain berupaya mendidik siswa yang berilmu dan berketerampilan yang unggul serta

memiliki etos kerja yang tinggi, melatih melakukan penelitian sesuai metode ilmiah, dan

belajar dengan mengaplikasikan pengetahuan terbaiknya, mempunyai sikap displin, jujur, dan

bertanggung jawab. Karena dengan memiliki sikap ilmiah yang tinggi seorang siswa akan

dapat mengasai dan menerapkan ilmu pengetahuan alam dengan baik dan benar. Hal ini dapat

diperoleh dengan cara melibatkan langsung siswa pada pembelajaran.

Page 4: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

Hasil observasi di SD No 2 Ambengan menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPA

di kelas, proses belajar mengajar masih didominasi oleh guru, di mana guru sebagai sumber

utama pengetahuan. Hal ini dilakukan guru karena guru mengejar ketuntasan kurikulum

untuk menghabiskan materi pembelajaran atau bahan ajar dalam jangka waktu yang telah

ditentukan sesuai dengan jumlah hari efektif. Guru juga lebih menekankan pada siswa untuk

menghafal konsep-konsep, terutama rumus-rumus praktis, yang nantinya bisa digunakan oleh

siswa dalam menjawab soa ulangan harian, ulangan umum, ataupun UN tanpa melihat secara

nyata manfaat materi yang diajarkan dalam kehidupan sehari-hari.

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang

sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar

tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam

merencanakan dan melaksanakan aktivitas belajar mengajar sehingga benar-benar merupakan

kegiatan bertujuan yang ditata secara sistematis (Titiek Rostiah dan Setyabudi Hastuti,

2002;5).

1.2 Identifikasi Masalah

Proses pembelajaran bukan merupakan kegiatan yang tunggal, tetapi banyak factor

yang berkontruksi dan berinteraksi di dalamnya. Komponen-komponen yang berinteraksi

dalam proses pembelajaran terdiri dari raw input seperti kecerdasan, bakat, minat, motivasi

siswa dan lain-lain, instrumental input seperti kurtikulum, perpustakaan, laboratorium, guru

dan lain-lain.

Di antara factor-faktor tersebut, factor siswa sebagai raw input, dengan berbagai

karakteristiknya adalah merupakan titik sentral dalam proses pembelajaran, karena siswa

yang harus mengalami proses pembelajaran dan para siswa pula yang seharusnya paling

bertanggung jawab atas pembelajaran dirinya. Guru yang merupakan bagian instrumental

input mempunyai peran yang sangat strategis dalam proses pembelajaran. Guru harus mampu

mengorganisir dan mengelola potensi-potensi pembelajaran, baik potensi raw input,

instrumental input, maupun potensi environmental input, agar terjadi interaksi yang optimal,

yang pada akhirnya dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar. Oleh karena itu

guru harus mampu memilih dan menerapkan sterategi pembelajaran yang tepat sesuai

karakteristik siswa, karakteristik materi ajar serta memperhatikan factor-faktor instrumental

dan factor lingkungan belajar.

Page 5: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

1.3 Pembatasan Masalah

Banyak faktor yang berpengaruh pada hasil belajar siswa, seperti factor “raw input,

instrumental input, dan environmental input”. Namun dalam penelitian ini hanya difokuskan

pada penelitian eksperimen tentang model pembelajaran yaitu model pembelajaran

kontekstual pada mata pelajaran IPA di kelas IV. Dengan alasan bahwa model pembelajaran

kontektual melalui bukti-bukti empiric terbukti mampu meningkatkan hasil belajar siswa

namun belum banyak diterapkan dalam upaya peningkatan hasil belajar siswa.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penerapan model pembelajaran

konstektual terhadap hasil belajar IPA dan sikap ilmiah siswa kelas IV SD No. 2 Ambengan

dan dibandingkan dengan pengaruh penerapan model pembelajaran langsung terhadap hal

yang sama.

1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas masalah yang ingin dicari jawabanya dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti pembelajaran

kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung?

2. Apakah ada perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti pembelajaran

kontektual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran langsung?

3. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPa dan Sikap ilmiah antara siswa yang

mengikuti pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti pembelajaran

langsung?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai

berikut:

1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis perbedaan hasil belajar antara model

pembelajaran kontekstual dan model pembelajaran langsung.

Page 6: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang

mengikuti pembelajaran kontekstual dengan siswa yang mengikuti model

pembelajaran langsung.

3. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis perbedaan hasil belajar dan sikap ilmiah

antara siswa yang mengikuti model pembelajaran kontekstual dan model

pembelajaran langsung.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan model

pembelajaran pada mata pelajaran IPA. Pengkondisian tersebut diarahkan kepada

pembelajarn efaktif, interaktif, dan menarik bagi pebelajar, sehingga pebelajar lebih banyak

berinteraksi secara aktif dengan lingkungan belajar. Oleh sebab itu, manfaat teoritik yang

dapat dipetik dari penelitian ini adalah:

1. Memberikan pedoman dan landasan teoritik terhadap pemecahan masalah

belajar dan pembelajaran di Sekolah Dasar, khususnya persoalan belajar dan

pembelajaran IPA di sekolah dasar.

2. Diharapkan kepada pemegang kebijakan dan perancang kurikulum untuk bisa

merancang kurikulum dan tujuan-tujuan pembelajaran yang fleksibel dan

adaptif, sehigga dalam jangka panjang dapat menjembatani dunia

pengetahuan, dunia belajar, fan dunia kerja.

1.6.2. Manfaat Praktis

1. Bagi guru Sekolah Dasar, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam mencari alternatif dan inovasi pembelajaran untuk

menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan bagi

siswa, sehingga mutu pendidikan dapat ditingkatkan.

2. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat tentang

pembelajaran IPA secara lebih terintegrasi, menarik, dan penuh dengan

Page 7: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

aktivitas mentalnya sehingga dapat meningkatkan pemahaman konsep dan

sikap ilmiah siswa.

3. Bagi sekolah yaitu Sekolah Dasar No. 2 Ambengan, dapat memberikan

kontribusi dalam upaya menentukan kebijakan sekolah dalam hal peningkatan

mutu pendidikan dengan berlandaskan model pembelajaran kontektual sebagai

salah satu model pembelajaran untuk meningkatkan sikap ilmiah siswa.

Page 8: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

BAB II

LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

Memudahkan pembelajaran bagi murid adalah tugas utama guru. Untuk itu, guru

tidak saja dituntut untuk membuat suasana pembelajaran menjadi nyaman dan menarik, tetapi

juga harus mampu menciptakan metode pembelajaran yang sesuai dengan keadaan diri

masing-masing murid. Disini, gur dituntut untuk benar-benar menetahui karakteristik tiap

anak didik. Sehigga metode dan pendekatan yang diterpakan pun benar-benar sesuai dengan

perkembangan diri murid yang menjadi subjek sekaligus objek pendidikan itu sendiri.

Pada bab ini akan dibahas tentang teori-teori yang melandasi penelitian ini yang

mencagkup ; 1) pembelajaran kontektual (CTL), 2) pembelajaran langsung, 3) hasil belajar

IPA dan, 3) sikap ilmiah.

2.2. Pembelajaran Kontektual

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu guru

mengaitkan materi pelajaran dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari mereka baik sebagai anggota keluarga maupun masyarakat. Dengan

demikian, hasil pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa.

Ada beberapa alasan yang dikemukakan oleh Sadia (2009), mengapa pembelajaran

kontektual (CTL) menjadi pilihan antara lain;

1. Selama in proses pembelajaran di sekolah lebih didominasi oleh metode ekspositori

atau ceramah dan Tanya jawab. Siswa kurang diberdayakan dalam proses

pembelajaran, guru bersifat dominan dan siswa pasif. Guru seolah-olah merupakan

satu-satunya sumber otoritas pengetahuan.

2. Berdasarkan pandangan kontruktivisme ynag merupakan landasan filosofi

pembelajaran kontektual (CTL), bahwa “ pengetahuan dibangun di dalam pikiran

orang yang belajar” dan bahwa “ pengetahuan tidak dapat dipindahkan secara utuh

dari pikiran guru ke pikiran siswa”.

Page 9: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

3. CTL dipilih sebagai salah satu alternatif strategi pembelajaran dengan harapan siswa

akan belajar melalui proses “mengalami” bukan “menghafal” sehingga pembelajaran

menjadi lebih bermakna.

2.3. Pembelajaran langsung

Pembelajaran langsung merupakan suatu model pembelajaran yang bersifat terpusat

pada guru ( teacher centered ). Dalam penerapan model pembelajaran langsung, guru harus

mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa

selangkah demi selangkah. Karena dalam menjelaskan materi ajar dengan baik dan memberi

petunjuk mengenai hal-hal yang harus dilakukan oleh siswanya ( Roy Killen yang dikutip

oleh Wirata:2008)

Model pembelajaran langsung didasarkan atas teori belajar behaviorisme. Menurut

teori ini manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungan yang akan

memberikan pengalaman-pangalaman tertentu kepadanya. Menurut teori ini, belajar

merupakan perubahan tingkah laku yang terjadi berdasarkan paradigma stimulus-respons

(S-R). oleh karena itu teori ini juga disebut teori stimulus-respons (Burn, 1995;102).

Proses stimulus-respons ini terdiri dari beberapa unsure yaitu: (1) unsur dorongan,

siswa merasakan adanya kebutuhan sesuatu dan terdorong untuk memenuhi kebutuhan ini,

(2) siswa diberikan stimulus yang selanjutnya akan dapat menyebabkan siswa member

respon, (3) siswa memberikan suatu reaksi terhadap stimulus yang diterimanya dengan jalan

melakukan suatu tindakan yang dapat dilihat, (4) unsur penguatan (reinforcement), unsur ini

diberikan kepada siswa agar dia merasakan adanya kebutuhan untuk memberikan respon.

Pada model pembelajaran langsung terdapat lima fase yang sangat penting. Guru

mengawali pelajaran dengan pekerjaan tentang tujuan dan latar belakang pembelajaran, serta

mempersiapkan siswa untuk menerima penjelasan guru. Fase persiapan dan motivasi ini

diikuti oleh presentasi materi ajar yang diajarkan atau demonstrasi tentang keterampilan

tertentu. Pembelajaran itu termasuk juga pemberian kesempatan kepada siswa untuk

melakukan penelatihan dan pemberian umpan balik terhadap keberhasilan siswa. Pada fase

pelatihan dan pemberian umpan balik tersebut, guru perlu selalu mencoba memberikan

kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan atau keterampilan yang telah

dipelajarinya (Arend, 1997;67). Rangkuman kelima fase tersebut dapat dilihat pada table

berikut.

Page 10: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

Tabel 2.3 Sintak Model Pembelajaran langsung

Fase Peran Guru

1. Menyampaikan tujuan pembelajaran dan

mempersiapkan siswa

Guru mempersiapkan TPK, menyampaikan

informasi latar belakang pelajaran,

pentingnya pembelajaran, dan

mempersiapkan siswa untuk belajar

2. Mendemontrasikan pengetahuan atau

keterampilan

Guru mendemontrasikan keterampilan yang

benar atau menyajikan informasi tahap demi

tahap, kemudian guru menyuruh siswa untuk

mengikutinya

3. Membimbing pelatihanGuru merancanakan dan memberikan

bimbingan pelatihan awal

4. Mengecek pemahaman dan memberikan

umpan balik

Guru mengecek apakah siswa berhasil

melakukan tugas dengan baik, dan kemudian

guru memberikan umpan balik kepada siswa

5. memberikan kesempatan untuk

pelatihan lanjutan dan penerapanya

Guru mempersiapkan kesempatan

melakakukan pelatihan lanjutan, dengan

perhatian khusus pada penerapan pada situasi

yang lebih kompleks.

Sumber : Kardi (2004;8)

2.4. Hasil Belajar IPA

Belajar merupakan salah satu kebutuahan hisup manusia yang vital dalam usahanya

untuk mempertahankan hidup dan pengembangan dirinya dalam kehidupan bermasyarakat

dan bernegara. Dirasakan belajar merupakan kebutuhan hidup yang vital karena semakin

pesatnya ilmu pengetahuan dan teknologi yang menimbulkan berbagai perubahan yang

melanda segenap aspek kehidupan dan penghidupan manusia.

Menurut Gagne (dalam Dahar, 1996;11), belajar dapat didefinisikan sebagai suatu

proses dimana suatu organism berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman. Disebutkan

ada lima macam perilaku perubahan yang dianggap sebagai factor-faktor penyebab dasar

dalam belajar. Pertama, pada tingkat emosianal paling primitif, terjadi perubahan perilaku

Page 11: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

yang diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi. Sebagai suatu fungsi

pengalaman, stimulus terkondisi ini sewaktu-waktu memperolah kemampuan untuk

mengeluarkan respon kondisi. Bentuk belajar seperti ini disebut belajar responden dan

mendorong kita untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi pelajaran. Kedua,

belajar komunitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lainya pada

suatu waktu, dan hal ini sering kita alami. Kita lihat bagimana asosiasi ini dapat

menyebabkan belajar dari “driil” dan belajar stereotif-stereotif. Ketiga, kita belajar

konsekuensi-konsekuensi perilaku mempengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau

tidak, dan berapa besar pengulangan itu. Belajar seperti itu disebut operant. Keempat,

pengalaman belajr sebagai suatu hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian. Kita belajar

dari model-model, dan masing-masing kita mungkin menjadi model bagi orang lain dalam

belajar observasional. Kelima, belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan

memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dan dengan insait, belajar menyelami

pengertian

Kingsley (dalam Sujana, 2002) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a)

keterampilan dan kebiasaan. (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikat dan sita-cita. Masing-

masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.

Sedangkan Gagne (dalam Dahar, 1996) membagi lima kategori hasil belajar, yaitu

keterampilan intelelk (intellectual skill), strategi kognitif (cognitive strategies), Informasi

verbal (verbal information), keterampilan gerak (motor skiil), dan sikap (attitudes).

Prestasi belajar adalah hasil dari pengukuran serta penilaian usaha belajar,

Tirtonegoro (dalam Suwastrini, 2006). Dalam setiap perbuatan manusia untuk mencapai

tujuan, selalu diikuti oleh pengukuran dan penilaian, demikian pula dengan proses

pembelajaran

Farid Nasution (2001;439) mengatakan bahwa prestasi belajar adalah penguasaan

seseorang terhadap pengetahuan atau keterampilan tertentu dalam suatu mata pelajarn, yang

lazim diperoleh dari nilai tes atau angka yang diberikan guru. Bila angka yang diberikan oleh

guru rendah, maka prestasi siswa rendah bgitu juga sebaliknya jika angka yang diberikan

guru tinggi prestasi prestasi siswa tinggi.

Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, prestasi belajar IPA dalam penelitian ini

secara konseptual diartikan sebagai penilaian usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam

Page 12: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

bentuk angka yang mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak dalam pelajaran

IPA baik berupa kemampuan kognitif, afektif, maupun psikomotor yang dapat diukur secara

langsung dengan menggunakan tes.

2.5. Sikap Ilmiah

Sikap meupakan salah satu pokok bahasan yang penting dalam psikologi, khususnya

psikologi sosial, pengertian atau definisi sikap para ahli adalah sebagai berikut.

1) Mental and neural state of rediness, organized through experience, exerting a directive

or dynamic influence upon the individua’s response to all objects and situations to which

it is related (Allport,dalam Sobur,2003)

2) Attitude of psychological tendency that is expressed by evaluating a particular entity with

some degree of favor or disfavor ( Eagly & Chiken,dalam Sobur,2003)

3) An attitude an disposition to respend favourably or unfavourably to an object, person,

institution or event (IAzjen,dalam Sobur,2003)

4) Attitude is a favourorable or unfavourable evaluative reaction to ward something,

exhibited in one’s belief, feeling or intended be behavior (Myers,dalam Sobur,2003)

Berdasarkan definisi-definisi di atas, tampak bahwa meskipun terdapat perbedaan,

semuanya berpendapat bahwa cirri khas dari sikap ilmiah (1) mempunyai objek tertentu,

(orang, perilaku, konsep, situasi, benda, dan sebagainya), (2) mengandung penilaian ( suka

tidak suka, stuju tidak setuju).

Sikap ilmiah merupakan suatu pendirian pola tindakan terhadap suatu stimulus yang

selalu berorientasi pada ilmu pengetahuan dan metode ilmiah. Jadi dalam tindakanya, metode

ilmiah merupakan hal yang menjadi sifat khas dalam sikap ilmiah. Siswa yang memiliki sikap

ilmiah yang baik akan selalu terdorong untuk terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Sikap

ilmiah siswa dapat ditumbuhkan dan dikembangkan melalui kegiatan laboratorium. Sikap

terbentuk dari pengalaman, melalui proses belajar.

2.6. Perbedaan hasil balajar IPA antara siswa yang belajar dengan model

pembelajaran konstektual dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran

langsung

Page 13: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

Prinsip kontruktivisme yang mendasari model pembelajaran konstektual sangat

memperhatikan struktur kognitif (prior knowledge) yang dimiliki siswa sebelum

pembelajaran dimulai. Dalam proses pembelajaran akan terjadi asimilasi, akomodasi dan

equilibrium. Asimilasi digunakan siswa sebagai satu kerangka logis dalam rangka

menginterpretasikan informasi baru. Akomodasi digunakan dalam rangka memecahkan

kontradiksi-kontradiksi sebagai bagian dari proses regulasi diri yang lebih luas dan kompleks.

Dalam pendekatan pembelajaran langsung meski memiliki keunggulan tertentu, tetapi

cenderung didominasi oleh guru. Peran guru yang sentralistik dalam proses belajar mengajar,

berimplikasi pada adanya kecendrungan siswa untuk selalu membenarkan setiap informasi

dari gurunya. Pada kondisi seperti ini sangat memungkinkan terjadi proses transfer

ilmupengetahuan secara utuh dari guru ke siswa. Hal ini justru bertentangan dengan teori

kontrovisme dalam pendidikan yang pada intinya menganggap bahwasetiap siswa sudah

dibekali dengan struktur kognitif. Informasi berjalan satu arah dari guru ke siswa lebih pasih

dan miskin kreativitas, sebaliknya dominasi dan otoritas guru dalam proses pembelajaran

berakibat pada menontonya irama pelajaran. Dengan demikian akan berefek pula pada iklim

pembelajarn yang tidak kondusif yang selanjutnya berpengaruh pada minat dan hasil belajar

siswa.

2.7. Perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang belajar dengan model pembelajaran

konstektual dengan siswa yang belajar dengan model pembelajaran langsung

Pembelajarn IPA baik dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi seharusnya tidak

bermuara pada orientasi nilai akhir yang diperoleh siswa setelah evaluasi dilakukan.

Penanaman sikap ilmiah siswa sebagai efek penyerta menjadi penekanan tersendiri dari

kegiatan pembelajaran. Pembelajaran IPA yang banyak melibatkan fenomena alam harus

dirancang kembali metode pembelajaranya di sekolah dengan rancangan yang relative tepat

mengacu pada paradikgma kontruktivisme. Rendahnya sikap ilmiah dari yang seharusnya

terjadi akibat pengembangan potensi diri yang tidak sempurna, yang disebabkan oleh

pembelajaran yang terlalu verbalistik. Sedikit sekali siswa diberikan secara terbimbing

mengembangkan kemampuan dalam mengemukakakn ide dan masalah. Dalam mengajarkan

IPA, pendekatan pembelajaran langsung tentu masih diperlukan. Tetapi pembelajaran IPA

Page 14: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

yang juga menekankan pada kontruksi makna atau konsep, pendekatan yang berbasis

kontovisme kiranya lebih normal.

Piaget menyimpulkan seperti yang ddikutip Dahar (1989;155) siswa pada umur 11

tahun keatas tingkat intelektualnya sudah pada tingkat operasi formal. Pada periode ini anak

dapat menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi-operasi yang lebih

kompleks. Kemampuan inilah yang berpotensi untuk mengembangkan kemampuan bersikap

pada siswa. Model pembelajarna konstektual memungkinkan kemampuan-kemampuan tadi

dapat secara optimal. Dengan demikian sikap ilmiah siswa yang belajar dengan model

pembelajaran konstektual dan yang belajar dengan model pembelajaran langsung berbeda

secara signifikan.

2.8. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori yang sudah diuraikan diatas, maka dapat dirumnuskan

hipotesis penelitian sebagai beikut :

1) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA antara siswa yang mengikuti model pembelajaran

konstektual dengan yang mengikuti model pembelajaran .

2) Terdapat perbedaan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti model pembelajaran

konstektual dengan yang mengikuti model pembelajaran langsung.

3) Terdapat perbedaan hasil belajar IPA dan sikap ilmiah antara siswa yang mengikuti

model pembelajaran konstektual dengan yang mengikuti model pembelajaran langsung.

Page 15: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah post tesr only

control group design. Dalam rancangan ini pembagian individu atau subyek penelitian tidak

dilakukan secara random. populasi yang tersebar di dua kalas tersebut, semuanya diambil

untuk dijadikan sampel melalui proses undian karena kedua kelas tersebut mempunyai

kemampuan setara sehingga probabilitas sama untuk dijadikan sebagai sampel. Rancangan

ini dipilih karena selama eksperimen tidak memungkinkan untuk mengubah kelas yang telah

ada. Kelas-kelas tersebut dengan jumlah rombongan belajar tidak akan dimanipulasi untuk

membentuk kelas baru, melainkan diposisikan seperti apa adanya (Campbell dan Standey

(1963) dalam Tuekman,(1972;106) ).

rancangan penelitiannya dapat digambarkan sebagai berikut:

KE X1 O

KK X2 O

(Campbell dan Standey (1963) dalam Tuekman, (1972;106) ).

Keterangan:

KE = Kelas eksperimen

KK = Kelas control

X1 = perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran kontekstual

X2 = perlakuan pembelajaran dengan model pembelajaran langsung

O = Hasil post test kelompok eksperimen dan kelompok control

3.1.1 Prosedur Pelaksanaan Eksperimen

Pada tahap awal penelitian ini dilakukan persiapan eksperimen, diantaranya

mempersiapkan alat-alat eksperimen seperti sintak pembelajaran serta scenario pembelajaran,

kuisioner sikap ilmiah, tes hasil belajar IPA, dan pelatihan guru yang akan melaksanakan

pendekatan pembelajaran.

Page 16: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

Eksperimen dilaksanakan selama 14 kali pertemuan, yang terdiri dari 12 kali

pembelajaran, 1 kali untuk menjawab tes hasil belajar IPA, dan 1 kali mengisi kuesioner

sikap ilmiah. Pelaksanaan dalam pembelajaranya dilaksanakan dengan pendekatan

pembelajaran yang sudah dirancang untuk masing-masing kelas eksperimen dan kelas control

dengan menggunakan scenario pembelajaran actual dengan pendekatan pembelajaran

kontekstual dan pembelajaran langsung dilaksanakan dalam 12 kali pertemuan. Kemudian 1

kali pertemuan untuk menjawab test hasil belajar, yang mana soal-soal berupa pilihan ganda

dengan jumalh 40 butir soal, baik kelas eksperimen maupun kelas control, serta 1 kali

pertemuan untuk menjawab kuisioner.

Pada tahap akhir penelitian dilakukan evaluasi untuk mengetahui pengaruh penerapan

model pembelajaran terhadap hasil belajar IPA dan sikap ilmiah siswa, dengan cara

memberikan tes hasil belajar IPA dan sikap ilmiah siswa, dengan cara memberikan tes hasil

belajar IPA dan kuesioner sikap ilmiah. Selanjutnya data-data yang diperoleh dianalisis

secara statistik.

Rancangan analisis penelitian ini adalah one-way multiple analysis of variant

(MANOVA). Model pembelajaran kontekstual selanjutnya disebut A1, dan model

pembelajaran langsung disebut A2. Sedangkan hasil belajar IPA siswa selanjutnya diswbut

Y1, dan sikap ilmiah siswa disebut Y2.

Tabel 3.1 Rancangan Analisis One Way Multiple Analysis of Variant (MANOVA)

A1 A2

Y11 Y12 Y21 Y22

Keterangan;

A1 = model pembelajaran kontektual

A2 = model pembelajaran langsung

Y11= hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran kontektual

Y12= sikap ilmiah siswa yang mengikuti pembelajaran kontektual

Y21= hasil belajar IPA siswa yang mengikuti pembelajaran langsung

Y22= sikap ilmiah siswa yang mengikuti pembelajaran langsung

Penelitian ini sebagaimana ditunjukkan pada table 3.1 di atas memberikan perlakuan

dalam pembelajaran melalui dua model pembelajaran yakni model pembelajaran kontektual

Page 17: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

dikenakan kepada kelompok eksperimen dan model pembelajaran langsung dikenakan

kepada kelompok control.

pengontrolan validitas penelitian harus dilakukan agar hasil eksperimen benar-bemar

sebagai akibat pengaruh perlakuan. Perlu dibrdakan antara validitas penelitian dengan

validitas alat ukur. Validitas penelitian adalah kemampuan penelitian itu untuk

mengungkapkan apa yang ingin diteliti, sedangkan validitas alat ukur mengacu pada sejauh

mana alat tersebut mampu mengukur konten ataupun kontruk yang ingin diukur.

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian

Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh siswa kelas IV SD NO 2 Ambengan,

kecamatan Sukasada yang berjumlah 22 orang. Pemilihan kelas IV sebagai populasi didasari

oleh suatu pemikiran bahwa untuk menumbuhkan sikap ilmiah siswa sebaiknya dilakukan

sejak dini atau awal sehingga nantinya merupakan suatu kebiasaan dan untuk itu dibutuhkan

strategi pengajaran yang tepat, salah satunya pemilihan pendekatan pembelajaran yang

inovatif dan kreatif.

Sampel merupakan sebagian atau wakil populasi yang diteliti yang memiliki

karakteristik yang sama dengan populasi ( Suharsini Arikunto, 1998;117). kelas dipilih

sebagaiman telah terbentuk tanpa campur tangan peneliti dan tidak dilakukannya pengacakan

individu. kemungkinan pengaruh-pengaruh dari keadaan subyek mengetahui dirinya

dilibatkan eksperimen dapat dikurangi sehingga penelitian ini benar-beanr menggambarkan

pengaruh perlakuan yang diberikan.

JIka dilihat dari rumusan masalah diatas, penelitian ini merupakan penelitian

eksperimen. Akan tetapi mengingat tidak semua variable atau gejala yang muncul dalam

kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat, maka penelitian ini termasuk

kategori quasi eksperimen (Campbell dan Stanley,1996). Desain ini dipilih karena

eksperimen dilakukan dua kelas tertentu dengan siswa yang telah ada.

Untuk memastikan kedua kelompok terseubut, peneliti melakukan uji-t untuk

mengetahui ada tidaknya perbedaan skor rata-rata hasil belajar siswa. Adapun uji-t yang

digunakan adalah

t=

x1−¿ x2

5gab√( 1N1

− 1N2

)¿

Sutrisno,Hadi,2000;364

Page 18: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

3.3 Variabel Penelitian dan Definisis Operasional

3.3.1 Variabel Penelitian

Variabel yang diteliti dalam penelitian ini terdiri atas variable bebas dan variable

terikat, variable bebas yang diuji dalam penelitian ini adalah model pembelajaran yang

dilaksanakan oleh guru dalam pembelajaran IPA. Model pembelajaran tersebut terdiri atas

model pembelajaran kontektual (x1) dan model pembelajaran langsung (x2).

variable terikat dalam penelitian ini adalah hasil belajar IPA siswa (y1) yang

ditunjukkan oleh nilai tes mata pelajaran IPA, dan sikap ilmiah (y2) yang ditunjukkan oleh

skor yang diperoleh dalam menjawab kuisioner sikap ilmiah. Berdasarkan paparan di atas

maka kontelasi antar variabelnya dapat digambarkan sebagai berikut:

3.3.2 Definisi Operasional

Untuk menggambarkan secara operasional variable penelitian yang akan

dilakukan, akan diberikan definisi operasional masing-masing variable tersebut. Variabel

tersebut adalah pembelajaran kontektual, pembelajaran langsung, hasil belajar IPA, dan sikap

ilmiah.

3.3.2.1 Pembelajaran Kontektual

Pembelajaran Kontektual (CTL) adalah suatu pembelajaran yang membantu guru

mengaitkan antara materi pembelajaran dengan situasi dunia nyata siswa, dan mendorong

siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan sehari-hari. Pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari usaha siswa

mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan bary ketika ia belajar. kegiatan

Pembelajaran CTL Hasil Belajar

Sikap IlmiahPembelajaran

langsung

Page 19: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

pembelajaran lebih difokuskan pada pencarian informasi melalui proses penemuan (inquiry)

dengan melibatkan talenta siswa. Model pembelajaran ini memiliki enam fase; 1) guru

menjelaskan kompetensi yang harus dicapai siswa dari proses pembelajaran, 2) siswa dibagi

menjadi kelompok-kelompok kecil (4-5) siswa, dan tiap kelompok melakukan observasi, 3)

guru melakukan Tanya jawab sekitar tugas untuk mencapai proses pembelajaran, 4) siswa

melakukan observasi dan menganalisis hasil temuanya, 5) siswa mendiskusikan hasil

temuanya dalam pleno kelas, 6) dengan bantuan guru siswa membuat kesimpulan dari hasil

yang diperoleh.

3.3.2.2 Pembelajaran Langsung

Pembelajaran langsung merupakan suatu pembelajaran yang bersifat terpusat

pada guru. Dalam menerapkan pembelajaran dilaksanakan dengan lima fase, yang meliputi:

1) Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, 2) mendemonstrasikan pengetahuan, 3)

membimbing pelatihan, 4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, 5)

memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.

3.3.2.3 Hasil Belajar IPA

Hasil belajar IPA siswa adalah kemampuan actual yang dimiliki siswa setelah

mengikuti proses pembelajaran, berdasarkan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dan

dapat diukur melalui standar kompetensi pada palajaran IPA. Secara operasional, hasil belajar

IPA merupakan skor yang dicapai siswa dalam menjawab tes hasil belajar IPA.

3.3.2.4 Sikap Ilmiah

Sikap ilmiah pada dasarnya adalah sikap yang diperhatikan oleh para ilmuan saat

mereka melakukan kegiatan sebagai seorang ilmuan, atau dengan kata lain kecendrungan

individu untuk bertindak atau berprilaku dalam memecahkan masalah secara sistematis

melalui langkah-langkah ilmiah. Artinya sikap yang dilakukan oleh para ahli memecahkan

masalah ilmiah atau dengan metode ilmiah seperti : sikap ingin tahu, sikap kritis, sikap

obyektif, sikap terbuka, jujur, tekun, menyukai penjelasan ilmiah, dan dapat menerima

pengertian generalisasi. Sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA adalah suatu pendirian

(kecendrungan) pola tindakan terhadap suatu stimulus tertentu yang selalu berorientasi pada

ilmu pengetahuan dan metode ilmiah yang nantinya akan menumbuhkan sikap disiplin, jujur,

Page 20: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

dan bertanggung jawab. Secara operasional, yang dimaksud dengan sikap ilmiah adalah skor

yang dicapai siswa dalam menjawab kuesioner sikap ilmiah.

3.4 Metode dan Instrumen Pengumpulan Data

3.4.1 Metode Pengumpulan Data

Data yang di kumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari test hasil belajar siswa dan

sikap ilmiah siswa. Untuk mendapatkan data mengenai test hasil belajar dan sikap ilmiah

menggunakan metode test. Instrumen test hasil belajar disusun dan dikembanglan sendiri oleh

peneliti dengan persetujuan dari beberapa pakar (judgest). Instrumen sikap ilmiah disusun

dan dikembangkan oleh peneliti dengan memperhatikan aspek kognitif, afektif, psikomotor.

Metode pengumpulan data dan instrument yang digunakan dalam penelitian ini, disajikan

pada table berikut:

Tabel 3.2 Metode Pengumpulan Data

Data Metode Pengumpulan Data InstrumentHasil Belajar Test Test obyektif pilihan ganda

Sikap Ilmiah Kuesioner Kuesioner

3.4.2 Instrumen Pengumpulan Data

Kisi –kisi instrument dalam penelitian ini terdiri dari alat ukur tes dan alat ukur non

tes. Untuk mengukur hasil belajar IPA siswa digunakan alat ukur tes. Sedangkan untuk

mengukur sikap ilmiah digunakan alat ukur non tes, yaitu kuesioner. Penyusunan kisi-kisi

instrument adalah untuk merumuskan secara cermat dan tepat ruang lingkup tes dan bagian-

bagiannya, sehingga perumusan tersebut dapat menjadi petunjuk yang efektif bagi penyusun

tes (Suryabrata, 2000,60-61).

Page 21: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

Tabel 3.3 Kisi-Kisi Tes Hasil Belajar IPA

STANDAR KOMPETENSI

MATERI POKOK

INDIKATORJENJANG

NO.SOALC2 C3 C4

Energi dan perubahannya

Memahami bebagai bentuk enrgi dan cara penggunaannya dalam kehidupan sehari-hari

1. Gaya

2. Panas dan Bunyi

1. Menyebabkan bentuk gaya.2. Mendemostrasikan bahwa

gaya dapat menyebabkan terjadinya perubahan gerak suatu benda.

3. Menyimpulkan hasil percobaan

4. Mengkomunikasikan hasil percobaan

1. Mendiskusikan macam-macam sumber enrgi panas yang ada di lingkungan sekitar.

2. Menggunakan thermometer untuk mengukur panas suatu benda.

3. Membaca hasil atau skala thermometer.

4. Mendemonstrasikan perambatan panas (konduksi,konveksi,dan radiasi)

5. Menggolongkan benda yang termasuk penghantar panas dan yang bukan.

6. membuat table hasil percobaan.

7. Membuat kesimpulan.8. Presentasi hasil percobaan.9. Menyebutkan pengertian

bunyi frekuensi dan amplitudo.

10. Menjelaskan beda bunyi ultra, audio dan infra.

11. Memberi contoh mahluk hidup yang dapat mendengarkan bunyi ultra atau infra

12. membuat kesimpulan dan presentasi

√√

1,2,5,63,4,7

11,23,30

9,10,15,20,25,29

22

12,13,14, 27

15,26

16,28

1724,9

8

Page 22: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

Instrumen sikap ilmiah mengacu pada teori yang dikemukakan Vogel (dalam

Maksum, 2006), bahwa untuk mengetahui sikap seseorang terhadap objek dapat ditinjau dari

3 unsur yang menjadi indicator sikap ilmiah, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, 3) konasi.

Selanjutnya kisi-kisi instrument sikap ilmiah disajikan pada table berikut:

No Komponen Indikator No butir Jml soal1 Kognitif 1. Berpikir Kritis

2. Memiliki kemampuan menyelidiki

28,295,6,7,8

24

2. Afektif 1. Rasa ingin tau2. terbuka

1,217,18.19,20,21,22,23

27

3. Konasi 1. ketekunan2. teliti3. respek4. obyektif

24,25,26,27,303,49,10,11,1213,14,15,16

5244

3.4.3 Uji Coba Intrument

Sebelum instrument digunakan, terlebih dahulu dilakukan uji coba untuk

mendapatkan kesahihan dan keterandalan kontruksi tes yag digunakan. Dalam uji kesahihan

ini alat ukur yang telah dibuat kemudian diminta penilaian dua pakar untuk mengetahui

kesahihan isi alat ukur.

Butir tes yang kurang relevan akan dibuang atau tidak dipakai jika keterwakilan butir

tes sudah memadai secara propesional materi atau sub materi yang diajarkan. sebaliknya butir

tes yang kurang relevan proporsional pada materi atau sub materi yang diajarkan, jumlah

responden sebesar lima kali jumlah item soal atau minimal melebihi sampel besar. Data yang

didapatkan selanjutnya dilakukan perhitungan kesahihan butir.

3.5 Metode Analisis Data

3.5.1 Uji Normalitas

Uji normalitas data dimasudkan untuk memperlihatkan bahwa sebuah frekuensi skor

pada setiap variable berdistribusi normal. Uji normalitas dilakukan pada empat kelompok

data dengan teknik Kolmogorof-Smirnov dan Teknik Chi Kuadrat.

Rumus Chi-Kuadrat adalah:

Page 23: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

X2=∑i−1

k

( fo−fefe )

2

Kriteria yang digunakan adalah:

Jika X2 hitung ≥ X2 tabel artinya distribusi data tidak normal

Jika X2 hitung ≤ X2 tabel artinya distribusi data normal

Dengan memasukkan harga rerata dan simpangan baku untuk masing-masing variable

ke dalam table kurva normal serta menetukan sebaran frekuensi untuk kemudian

mendapatkan harga Chi-kuadrat masing-masing variable.

TABEL 3.7

Tabel Distribusi Normal

No Kelas Interval Frekuensi Harapan1. -3SD sampai -2SD 2%2. -2SD sampai -1SD 14%3. -1SD sampai mean 34%4. Mean sampai +1SD 34%5. +1SD sampai +2SD 14%6. +2SD sampai +3SD 2%

Harga Chi-kuadrat eksperimen kemudian dikomfirmasikan dengan harga Chi-Kuadrat table

dengan taraf signifikansi 0,05%. Jika harga Chi-kuadrat yang diperoleh lebih kecil daripada

harga Chi-Kuadrat table (X2 hitung ≤ X2), sebaran frekuensi skor berdistribusi normal

(Riduan;124).

3.5.2 Uji Homogenitas Varian

Uji homogenitas pada uji perbedaan dimasudkan untuk menguji bahwa setiap

kelompok yang akan dibandingkan memiliki variasi yang sama. Dengan demikian perbedaan

yang terjadi dalam uji hipotesis benar-bemnar berasal dari perbedaan antar kelompok, bukan

akibat perbedaan yang terjadi dalam kelompok.

3.5.3 Uji Multikoliniaritas

Riduan,2004

Page 24: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat yang cukup tinggi atau tidak

antara variable sikap ilmiah dan prestasi belajar IPA. Jika tidak terdapat hubungan yang

cukup tinggi, berarti tidak ada aspek yang sama diukur pada variable tersebut, dengan

demikian analisis dapat dilanjutkan. Teknik yang akan dipakai untuk menentukan

multikoliniaritas adalah korelasi product moment. Kreteria yang digunakan untuk menguji

adalah: 1) jika koefesien korelasi antar variable < r table(0,05) berarti tidak ada masalah

multikoliniaritas, dan 2) jika sebaliknya koefesien korelasi antar variable > r table(0,05) berarti

ada masalah multikolianiritas.

3.6 Uji Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang diajukan.

Hipotesis pertama dan kedua analisisnya masing-masing menggunakan one way analysis of

variance (ANOVA).

Hipotesis statistic pertama:

Ho : µ1ỵ1 = µ2ỵ1

H1 : µ1ỵ1 ≠ µ2ỵ1

hipotesis statistic kedua:

Ho : µ1ỵ2 = µ2ỵ2

H1 : µ1ỵ2 ≠ µ2ỵ2

Hipotesis ketiga menggunakan teknik One Way Multiple Analysis of Variance

(MANOVA) karena melibatkan lebih dari satu variable terikat dengan membandingkan dua

kelompok yang berlaku (Candiasa, 2007;78). Dalam penelitian, akan diuji hipotesis yang

secara statistic dirumuskan :

H0 : =

H1 : ≠

Keterangan :

µ1ỵ1 = hasil belajar melalui pembelajaran kontektual

µ1y1

µ1y2

µ2y1

µ2y2

µ1y1

µ1y2

µ2y1

µ2y2

Page 25: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

µ1ỵ2 = sikap ilmiah melalui pembelajaran kontektual

µ2ỵ1 = hasil belajar melalui pembelajaran langsung

µ2ỵ2 = sikap ilmiah melalui pembelajaran langsung

DAFTAR PUSTAKA

Page 26: Tugas Ptk Eksperimen Ekspo Facto

Ahmadi, Abu dan Prasetyo 1997. Strategi Belajar Mengaja. Bandung : Pustaka Setia

Analisis Butir desertai Aplikasi denan Iteman,Bigsteps dan SPSS; Singaraja: Undhiksha

Singaraja

Asri Budiningsih. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta; Rineka Cipta.

Bloom, Benjamin S.1956. Taxonomy Of Education Objektives The Classification Of

Education Goods Handbook I Cognitive Domain New York Logman Ine.

Burn,Robert. 1995; The Adult Learner at Work Australia; Ligare Pty Ltd.

Candiasa, I Made. 2007. Statistik Multivariant. Program Pascasarjana Universitas Pendidikan

Ganesha Singaraja 2004.

Departemen Pendidikan Nasional.2002 Pendekatan Kontekstual (Contektual Teachin

Teaching and Learning CTL). Jakarta. Depdikbud.

Departemen Pendidikan Nasional. 2007. KTSP SD Mata Pelajaran IPA

Dahar, Ratna Willis.1989. Teori-teori belajar. Jakarta;Erlangga.

Depdiknas.2002. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Jakarta: Puskur, Balibang Depdiknas

Kardi, S dan nur, M. 2004. Pengajaran Langsung. Surabaya; University Press.

Rosa Kemala. 2006. Jelajah IPA. Jakarta; Yudhistira.

Suryabrata, S. 2000. Pengembangan Alat Ukur Psikologis. Yogyakarta: Andi.

Suryabrata, B. 2000. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta; Depdiknas.

Suprayekti.2004. Interaksi Belajar Mengajar. Jakarta; Depdiknas

Winatapura, U. S. 1993, Strategi Belajar Mengajar IPA. Jakarta: Universitas Terbuka

Depdikbud.