tugas perencanaan wilayah - contoh kasus rencana kerja ditjen pengolaha dan pemasaran

24
TUGAS 2 PERENCANAAN WILAYAH “Rencana Kerja Ditjen Pengolaha dan Pemasaran Hasil Pertanian Tahun 2007” Disusun Oleh Kelompok 5: Wendi Irawan D 150310080137 Deria Hadianisa 150310080147 Rijal Aziz 150310080159 Sri Nur Cholidah 150310080170 PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

Upload: wendi-irawan-dediarta

Post on 15-Dec-2015

68 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

%&$ !# #03.,3,07,903!034,,/,3!02,8,7,3 ,8!079,3,3%,:3 8:8:3 004254 03/7,,3 07,,/,38, #, $7:74/, !# #$%&#$$ &%$!#% &'#$%$!# !&& ,9,70,,3 #03.,3, 07, 70947,903/07, !034,,3 /,3 !02,8,7,3 ,8

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

TUGAS 2

PERENCANAAN WILAYAH

“Rencana Kerja Ditjen Pengolaha dan Pemasaran

Hasil Pertanian Tahun 2007”

Disusun Oleh Kelompok 5:

Wendi Irawan D 150310080137

Deria Hadianisa 150310080147

Rijal Aziz 150310080159

Sri Nur Cholidah 150310080170

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2010

Page 2: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rencana Kerja Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Tahun

2007 merupakan kelanjutan Rencana Kerja Tahun 2006. Rencana Kerja ini disusun sebagai

penjabaran dari:

a) Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2004 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009.

b) Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2006 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun

2007.

c) Rencana Kerja Departemen Pertanian Tahun 2007.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran

Hasil Pertanian yakni “merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di

bidang pengolahan dan pemasaran hasil pertanian“, serta mengacu pada kebijakan

perencanaan pembangunan yang telah ditetapkan di atas maka kegiatan utama yang akan

dilakukan pada tahun 2007 adalah:

a) Pengembangan pasca panen dan peningkatan mutu hasil pertanian.

b) Pengembangan agroindustri pedesaan.

c) Pengembangan pemasaran hasil pertanian.

Kegiatan prioritas yang akan dilakukan pada tahun 2007 tersebut di atas disusun

dengan pertimbangan sebagai berikut:

a) Memiliki dampak yang besar terhadap sasaran-sasaran pembangunan sehingga dapat

dirasakan manfaatnya oleh masyarakat;

b) Mendesak dan penting untuk segera dilaksanakan;

c) Merupakan tugas pemerintah sebagai pelaku utama;

d) Realistis untuk dilaksanakan.

Dokumen Rencana Kerja ini akan menjadi acuan bagi penyusunan usulan Anggaran

Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran

Hasil Pertanian Tahun 2007.

Page 3: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

1.2 Tujuan Penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk mempelajari, membahas, kemudian menganalisis

mengenai perencanaan dan perancangan yang dibuat oleh Ditjen Pengolahan dan Pemasaran

Hasil Pertanian pada tahun 2006.

Page 4: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONDISI UMUM PENGOLAHAN & PEMASARAN

Revitalisasi Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (RPPK) yang dicanangkan oleh

Presiden Republik Indonesia pada tanggal 11 Juni 2005 di Jatiluhur, Jawa Barat

dimaksudkan untuk memberdayakan kemampuan dan meningkatkan kinerja pertanian

dalam pembangunan nasional. Revitalisasi juga dimaksudkan untuk menggalang

komitmen dan kerjasama seluruh stakeholders dan mengubah paradigma pola pikir

masyarakat melihat pertanian tidak hanya urusan bercocok tanam, namun mempunyai

multi fungsi yaitu way of life; sumber kehidupan; pemasok sandang, pangan, papan;

konservasi alam; penghasil biofarmaka; dan penghasil bio energi. Oleh karena itu usaha

pertanian harus terintegrasi dengan pengembangan industrinya baik industri hulu

maupun industri hilir.

Sebagian besar dari rencana dan program revitalisasi pertanian terkait erat dengan

pengembangan subsistem pengolahan pemasaran hasil pertanian. Hal ini antara lain

disebabkan setelah sekian lama pembangunan pertanian berjalan, pengembangan

subsistem ini relatif tertinggal dibandingkan subsistem lainnya. Implikasi secara nyata

adalah rendahnya mutu produk yang dihasilkan, hilangnya perolehan nilai tambah yang

seharusnya dapat diraih dan melemahnya daya saing produk di pasar internasional. Pada

akhirnya, lemahnya dukungan subsistem hilir ini akan berdampak pada sulitnya

peningkatan pendapatan petani. Departemen Pertanian melalui Direktorat Jenderal

Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian mendapat mandat untuk mengembangkan

program penanganan pasca panen, peningkatan mutu, penumbuhan agroindustri di

perdesaan, serta pemasaran hasil pertanian. Salah satu kegiatan yang diperlukan untuk

mendukung program tersebut adalah upaya membangun budaya industri di perdesaan

serta melakukan introduksi teknologi tepat guna untuk meningkatkan nilai tambah dan

daya saing produk pertanian di perdesaan. Untuk itu, ada sejumlah permasalahan yang

perlu ditangani , mulai dari penanganan pasca panen dan mutu, pengembangan

agroindustri pedesaan dan pemasaran hasil pertanian.

Penanganan Pasca Panen dan Mutu Hasil Pertanian

Pasca panen hasil pertanian adalah semua kegiatan yang dilakukan sejak

proses pemanenan hasil pertanian sampai dengan proses yang menghasilkan produk

Page 5: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

setengah jadi (produk antara/ intermediate). Kegiatan pasca panen meliputi panen,

pengumpulan, perontokan/ pemipilan/ pengupasan, pencucian, pensortiran,

pengkelasan (grading), pengangkutan, pengeringan (drying), penggilingan dan atau

penepungan, pengemasan dan penyimpanan.

Belum berkembangnya penanganan pasca panen, disebabkan antara lain

karena : (a). kemampuan dan pengetahuan petani, pekerbun dan peternak dalam

kegiatan penanganan pascapanen masih terbatas, (b). Kelembagaan pasca panen

yang belum berkembang, (c). waktu panen yang kurang tepat dan terbatasnya alat

mesin pasca panen, (d). alat mesin yang tersedia di tingkat petani belum

dimanfaatkan secara optimal, (e). penempatan dan penggunaan alat mesin yang tidak

tepat guna, (f). belum mantapnya kemitraan usaha antara produsen dan industri.

Pengolahan Hasil Pertanian

Selama ini kontribusi sektor pertanian terhadap penerimaan devisa lebih

banyak diperoleh dari produk segar (primer) yang relatif memberi nilai tambah kecil

dan belum mengandalkan produk olahan (hilir) yang dapat memberikan nilai tambah

lebih besar, walaupun pada akhir-akhir ini ekspor produk olahan telah semakin

besar. Dengan mengespor produk primer, maka nilai tambah yang besar akan berada

di luar negeri, padahal sebaliknya bila Indonesia mampu mengekspor produk

olahannya, maka dilai tambah terbesarnya akan berada di dalam negeri.

Menyadari nilai tambah yang diperoleh dari pengembangan produk olahan

(hilir) jauh lebih tinggi dari produk primer, maka pendekatan pembangunan

pertanian ke depan diarahkan pada pengembangan produk, dan bukan lagi

pengembangan komoditas dan lebih difokuskan pada pengembangan nilai tambah

produk melalui pengembangan industri yang mengolah hasil pertanian primer

menjadi produk plahan, baik produk antara (intermediate product), produk semi

akhir (semi finished product) dan yang utama produk akhir (final product) yang

berdayasaing.

Belum berkembangnya industri pengolahan hasil pertanian disebabkan antara

lain oleh: (a) Belum intensifnya pengembangan kelembagaan layanan pengolahan;

(b) Terbatasnya akses petani/pelaku usaha terhadap teknologi, informasi, sarana, dan

modal; serta (c) Terbatasnya kemampuan sumberdaya manusia.

Pemasaran Hasil Pertanian

Struktur usaha yang bersifat dispersal atau tersekat-sekat merupakan kondisi

umum yang terjadi pada usaha agribisnis yang melibatkan produsen sarana produksi,

Page 6: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

produsen hasil pertanian atau petani, pedagang hasil pertanian dan pengolah hasil

pertanian. Masing-masing pelaku usaha menjalankan usahanya sendiri-sendiri dan

tidak ada kaitan institusional diantara mereka walaupun kegiatan yang mereka

lakukan sebenarnya saling terkait secara fungsional. Keterkaitan diantara pelaku

hanya terbentuk melalui harga dan pada kondisi yang bersifat dispersal maka pihak

yang kuat akan dominan dalam pembentukan harga. Struktur usaha demikian tidak

kondusif bagi pengembangan usaha agribisnis yang berkelanjutan akibat tidak

adanya kaitan fungsional yang serasi dan harmonis diantara pelaku usaha agribisnis

sehingga dinamika pasar tidak selalu dapat direspon secara efisien. Konsekuensi

lainnya adalah transmisi harga dan informasi pasar yang bersifat asimetris dan

terbentuknya marjin ganda tidak bisa dihindari disamping pemasaran hasil pertanian

yang tidak efisien.

Untuk meningkatkan pemasaran produk pertanian baik di pasar domestik

maupun internasional, ada sejumlah masalah yang perlu segera ditangani, yakni

antara lain: (a) Masih terbatasnya sarana sistem pemasaran yang ada; (b) Belum

berkembangnya sistem kelembagaan pemasaran oleh petani; (c) Lemahnya sistem

promosi dan proteksi hasil pertanian; (d) Kurang kuatnya kerjasama pemasaran

dengan negara lain; (e) Belum berkembangnya sistem informasi pemasaran yang

bisa diakses oleh petani; dan (f) Belum efektifnya market intelligence.

2.2 SASARAN TAHUN 2007 YANG INGIN DICAPAI (PERENCANAAN)

Berdasarkan Peraturan Presiden No. 19 Tahun 2007 tentang Rencana Kerja

Pemerintah Tahun 2007, Rencana Kerja Departemen Pertanian Tahun 2007, serta

kemajuan yang telah dicapai dalam tahun 2005 dan perkiraan capaian tahun 2006, maka

sasaran pembangunan pengolahan dan pemasaran hasil pertanian tahun 2007 adalah

sebagai berikut :

Page 7: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

Tabel 1.1. Sasaran Pembangunan Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian Tahun 2007

No Kegiatan Utama Sasaran

1 Pengembangan Pasca Panen dan Peningkatan Mutu Hasil Pertanian

1. Berkembangnya kelembagaan pasca panen di sentra tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

2. Diterapkannya GMP pada 30 pelaku usaha tanaman pangan.3. Terbinanya 90 aparat pembina mutu daerah berkualifikasi auditor HACCP.4. Meningkatnya mutu produk pertanian sesuai standar internasional:

a. Diterapkannya GHP, GMP, pada 24 pelaku usahab. Diterapkannya SNI pada 60 pelaku usahac. Tersertifikasinya produk dan sistem jaminan mutu HACCP di 24 pelaku usaha

5. Berkembangnya kelembagaan pengujian alat dan mesin pertanian.6. Berkembangnya regulasi, standardisasi dan sertifikasi mutu produk pertanian:

a. Tersusunnya dan tersempurnakannya 40 SNIb. Berkembangnya diplomasi dan perumusan standar internasional

2 Pengembangan agroindustri pedesaan

1. Berkembangnya kelembagaan layanan pengolahan hasil pertanian di 33 provinsi.2. Berkembangnya kluster desa agroindustri komoditi strategis di 99 desa.:3. Berkembangnya industri ramah lingkungan di 5 kabupaten dan berkembangnya pangan organik di 10

kabupaten.4. Berkembangnya LM3 berbasis agroindustri.5. Berdirinya kelembagaan pengolahan minyak jarak di desa langka BBM di 4 provinsi

3 Pengembangan pemasaran hasil pertanian

1. Berkembangnya Sub Terminal Agribisnis termasuk pasar lelang dan outlet pemasaran di 37 Kab.2. Berkembangnya kelembagaan kemitraan komoditi strategis di 15 provinsi.3. Berkembangnya sistem informasi pemasaran di 33 provinsi.4. Berkembangnya kerjasama perdagangan internasional:

a. Kerjasama bilateralb. Kerjasama regional (ASEAN)c. Kerjasama sub-regional, IMT-GT, BIMP-EAGA, dll.)d. Kerjasama multilateral (WTO)

5. Berkembangnya promosi dan proteksi.6. Pengembangan infrastruktur pemasaran komoditas ekspor.

Page 8: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

2.3 URAIAN KEGIATAN UTAMA (PERANCANGAN)

Mekanisasi Pascapanen dan Peningkatan Mutu Hasil Pertanian

Mutu produk hasil pertanian sangat terkait dengan aspek penerapan sarana dan

teknologi pasca panen. Penanganan pasca panen sebagian besar masih menggunakan

sarana dan teknologi yang sederhana (tradisional). Rendahnya pengguna sarana dan

teknologi ini diakibatkan oleh tingkat kualitas sumber daya manusia yang masih

rendah dan kurang tersedianya sarana dan teknologi pasca panen di pedesaan.

Lemahnya pembinaan penanganan pasca panen mempunyai andil terhadap

rendahnya mutu produk yang dihasilkan. Rendahnya kesadaran akan hasil pertanian

yang bermutu dan aman bagi kalangan konsumen, sangat berpengaruh terhadap

upaya-upaya peningkatan mutu hasil pertanian.

Tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan mekanisasi pasca panen dan

peningkatan mutu hasil pertanian adalah berkembangnya kegiatan mekanisasi pasca

panen untuk menurunkan kehilangan hasil (losses), meningkatnya mutu produk

pertanian, serta berkembangnya standardisasi dan akreditasi untuk meningkatkan

daya saing dan nlai jual produk pertanian.

Kegiatan mekanisasi pasca panen dan peningkatan mutu hasil pertanian

dilakukan di Pusat, Privinsi (dengan Dana Dekonsentrasi), dan Kabupaten / Kota

(dengan dana Tugas Pembantuan) dengan rincian sebagai berikut:

Kegiatan di Pusat:

1. Penyusunan kebijakan pasca panen dan mutu.

2. Pengembangan kelembagaan jaminan mutu produk pertanian.

3. Pengembangan pengujian alat dan mesin pertanian.

4. Pembinaan dan sosialisasi

5. Pengawasan dan pengendalian

Kegiatan di Provinsi:

1. Pendampingan usaha kepada kelompok.

2. Sosialisasi & Pelatihan teknis

3. Koordinasi

4. Monitoring dan Evaluasi kegiatan di Kab./Kota.

Kegiatan di Kabupaten / Kota:

1. Pengembangan kelembagaan pasca panen (GAPOKTAN) di tingkat

kecamatan ( dikoordinasikan dan difasilitasi oleh Badan SDM).

2. Fasilitasi sarana pasca panen di GAPOKTAN.

Page 9: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

3. Operasionalisasi kegiatan GAPOKTAN (operasionalisasi kegiatan

kelompok difasilitasi dengan bantuan modal usaha melalui skim Subsidi

bungan Modal Investasi yang dikoordinasikan oleh Sekjen)

Pengembangan Agroindustri Pedesaan

Penumbuhan usaha industri pengolahan berbasis pedesaan umumnya berupa

unit usaha bersama yang menyerap, melibatkan dan dimiliki oleh warga pedesaan.

Usaha berlangsung melalui suatu pola kemitraan antara inti dan plasma (kelompok

tani). Industri pengolahan berbasis pedesaan (skala rumah tangga, kecil-menengah)

yang terdiri dari industri pengolahan makanan minuman, industri bio farmaka,

industri bio-energy dan industri pengolahan hasil ikutan/samping dikembangkan

dengan tujuan : (a) Meningkatkan nilai tambah hasil panen di pedesaan, baik untuk

konsumsi langsung, maupun untuk bahan baku agroindustri lanjutan; (b)

Memberikan jaminan mutu dan harga sehingga tercapai efisiensi agribisnis; (c)

Mengembangkan diversifikasi produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan

produksi atau kelangkaan permintaan pada periode tertentu; dan (d) Sebagai wahana

pengenalan, penguasaan, pemanfaatan teknologi tepat guna dan sekaligus sebagai

wahana peran serta masyarakat pedesaan dalam sistem agribisnis.

Kegiatan pengembangan agroindustri pedesaan akan dilakukan di Pusat,

Provinsi (dengan Dana Dekonsentrasi), dan Kabupaten / Kota (dengan dana Tugas

Pembantuan) dengan rincian sebagai berikut:

Kegiatan di Pusat:

1. Penyusunan kebijakan agroindustri pedesaan.

2. Pengembangan kelembagaan agroindustri pedesaan.

3. Pembinaan dan sosialisasi

4. Pengawasan dan pengendalian

Kegiatan di Provinsi:

1. Pendampingan usaha kepada kelompok.

2. Sosialisasi & Pelatihan teknis

3. Koordinasi

4. Monitoring dan Evaluasi kegiatan di Kab./Kota.

Kegiatan di Kabupaten / Kota:

Page 10: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

1. Pengembangan kelembagaan pengolahan hasil pertanian (semacam

GAPOKTAN) di tingkat kecamatan ( dikoordinasikan dan difasilitasi oleh

Badan SDM).

2. Fasilitasi sarana pengolahan hasil pertanian di kelompok usaha.

3. Operasionalisasi kegiatan GAPOKTAN (operasionalisasi kegiatan

kelompok difasilitasi dengan bantuan modal usaha melalui skim Subsidi

bungan Modal Investasi yang dikoordinasikan oleh Sekjen).

Pengembangan Kegiatan Pemasaran dan Eksebisi Hasil Pertanian

Pengembangan pemasaran dalam negeri diarahkan bagi terciptanya

mekanisme pasar yang berkeadilan, sistem pemasaran yang efisien dan efektif,

meningkatnya posisi tawar petani, serta meningkatnya pangsa pasar produk lokal di

pasar domestik, dan meningkatnya konsumsi terhadap produk pertanian Indonesia,

serta terpantaunya harga komoditas hasil pertanian di seluruh provinsi. Untuk

mencapai hal ini, maka fokus kegiatan yang akan dilakukan adalah: (a)

Pengembangan kelembagaan pasar dalam bentuk Sub Terminal Agribisnis (STA)

komoditas tanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan; (b) Pengembangan

kelembagaan kemitraan yang saling menguntungkan dan mampu mendistribusikan

nilai tambah secara adil terutama kemitraan antara kelompok petani dengan pelaku

usaha; (c) Pengembangan sistem informasi pemasaran, terutama untuk pemantauan

dan analisis harga pangan strategis (d) Peningkatan promosi dalam negeri; dan (e)

Pengembangan kebijakan pemasaran domestik hasil pertanian. Tujuan utama yang

ingin dicapai adalah berkembangnya kelembagaan pemasaran hasil pertanian adalah

meningkatnya daya saing dan pangsa pasar produk pertanian di pasar domestik dan

ekspor.

Kegiatan pengembangan pemasaran akan dilakukan di Pusat, Privinsi (dengan

Dana Dekonsentrasi) dan Kabupaten / Kota (dengan dana Tugas Pembantuan)

dengan rincian sebagai berikut:

Kegiatan di Pusat:

1. Penyusunan kebijakan promosi dan proteksi hasil pertanian.

2. Pengembangan kelembagaan pemasaran hasil pertanian.

3. Penyelenggaraan eksebisi/ promosi produk pertanian di dalam negerii dan

luar negeri.

4. Pembinaan dan sosialisasi

5. Pengawasan dan pengendalian

Page 11: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

Kegiatan di Provinsi:

1. Pendampingan usaha kepada kelompok pemasaran (STA, pasar ternak,

kemitraan usaha)

2. Fasilitasi eksebisi/promosi bagi produk unggulan Kabupaten/Kota.

3. Sosialisasi & Pelatihan teknis pemasaran

4. Koordinasi

5. Monitoring dan Evaluasi kegiatan di Kab./Kota.

Kegiatan di Kabupaten / Kota:

1. Pengembangan kelembagaan pemasaran hasil pertanian di tingkat Farm-

gate (STA, pasar ternak) di tingkat kecamatan ( dikoordinasikan dan

difasilitasi oleh Badan SDM).

2. Fasilitasi sarana pemasaran di kelompok usaha. di tingkat farm-gate.

3. Operasionalisasi kegiatan di lembaga pemasaran petani (operasionalisasi

kegiatan kelompok difasilitasi dengan bantuan modal usaha melalui skim

Subsidi bungan Modal Investasi yang dikoordinasikan oleh Sekjen).

Penguatan Kelembagaan Ekonomi Petani melalui LM3

Dewasa ini peran pemerintah dalam pembangunan pertanian berubah dari

pelaku/aktor menjadi fasilitator, akselerator dan regulator program pembangunan.

Perubahan manajemen pembangunan ini diikuti dengan perubahan sikap dan

perilaku aparat Pemerintah dalam menggerakkan partisipasi aktif masyarakat, dan

meningkatkan investasi swasta, serta memberdayakan pelaku usaha agribisnis.

Wujud perubahan peran pemerintah tersebut diimplementasikan melalui: (1)

fasilitasi penyediaan sarana dan prasarana fisik yang difokuskan pada pemenuhan

kebutuhan publik untuk mendukung sektor pertanian serta lingkungan usaha secara

luas; (2) fasilitasi dalam rangka percepatan pembangunan wilayah; (3) fasilitasi bagi

terciptanya iklim yang kondusif bagi perkembangan kreativitas dan kegiatan

ekonomi masyarakat serta merangsang tumbuhnya investasi masyarakat dan dunia

usaha; dan (4) penerapan berbagai pola pemberdayaan masyarakat pelaku

pembangunan agribisnis.

Khususnya dalam rangka pemberdayaan pelaku agribisnis, Departemen

Pertanian sejak tahun 1979 telah merintis berbagai model pemberdayaan masyarakat

antara lain Program Pengembangan Agribisnis Lembaga Mandiri Yang Mengakar di

Masyarakat (LM3). Pola pemberdayaan ini dilakukan guna mengatasi berbagai

masalah utama di tingkat usahatani antara lain belum berkembangnya usaha di hulu,

Page 12: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

hilir dan jasa penunjang dalam sistem agribisnis, rendahnya penguasaan teknologi

serta lemahnya SDM dan kelembagaan petani.

Selain melaksanakan pola-pola pemberdayaan di atas, Departemen Pertanian

juga melakukan usaha usaha peningkatan kemandirian masyarakat melalui Lembaga

Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3). Sejak tahun 1995 Departemen

Pertanian telah membina dan mengembangkan sekitar 2.000 LM3. Sebagian besar

LM3 tersebut berbasis keagamaan: pondok pesantren, seminari, paroki, pasraman,

vihara, subak dan lainnya. Sebagian LM3 bergerak di bidang agribisnis.

Kegiatan penguatan kelembagaan petani melalui pemberdayaan LM3 akan

dilakukan di Pusat dan Privinsi dengan rincian sebagai berikut:

Kegiatan di Pusat:

1. Penyusunan kebijakan pengembangan kelembagaan petani

2. Sosialisasi dan seleksi LM3 yang akan menerima bantuan.

3. Menyediakan blok grant (melalui Bantuan Langsung Masyarakat) kepada

LM3 terpilih

4. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

Kegiatan di Provinsi:

1. Pendampingan kepada LM3 penerima bantuan

2. Sosialisasi & Koordinasi

3. Monitoring dan Evaluasi kegiatan LM3 di Kabupaten / Kota

Revitalisasi Balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin Pertanian

Kebijakan pengujian alsintan mempunyai dasar hukum yang lebih mantap

setelah terbitnya Peraturan Pemerintan Nomor 81 tahun 2001 tentang Alat dan

Mesin Budidaya Tanaman. Dalam PP tersebut dinyatakan bahwa Pemerintah

menetapkan jenis dan standar alsintan yang diproduksi, mengawasi peredarannya,

dan melakukan pengujian alsintan sebelum diedarkan. Selanjutnya dengan

dilakukannya lagi reorganisasi Departemen Pertanian melalui SK Mentan Nomor

384/Kpts/Kp.330/10/2005 maka Direktorat Alat dan Mesin, Direktorat Jenderal Bina

Sarana Pertanian dilikuidasi, demikian juga tugas pokok dan fungsinya

dikembalikan ke dalam eselon I teknis masing-masing komoditi. Oleh karena itu

maka balai Pengujian Mutu Alat dan Mesin Pertanian (BPM Alsintan) yang

merupakan unit pelaksana teknis Departemen Pertanian yang berada di bawah dan

bertanggungjawab kepada Direktur Alat dan Mesin, Direktorat Jenderal Bina Sarana

Pertanian juga ikut dilikuidasi.

Page 13: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

Mengingat pentingnya fungsi pengujian mutu alsintan sebagai sarana

pengawasan peredaran seperti tujuan yang ingin dicapai dari PP nomor 81 tahun

2001, maka BPM Alsintan berdasarkan surat persetujuan Sekretaris Jenderal

Departemen Pertanian Nomor 924/SR.160/A/12/05 tanggal 27 Desember 2005,

berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Mutu dan Standarisasi,

Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.

BPM Alsintan mempunyai tugas pokok dan fungsi untuk melaksanakan

pengujian mutu dalam rangka standarisasi dan sertifikasi alsintan berdasarkan SK

Mentan Nomor 402/Kpts/OT.210/6/2002 tentang Organisasi dan tata Kerja Balai

Pengujian Mutu Alsintan dan dilengkapi dengan SK Mentan Nomor

205/Kpts/OT.210/3/2003 tentang Syarat dan Tata Cara Pengujian dan Pemberian

Sertifikat Alsintan. Inilah yang menjadi tantangan bagi Direktorat Mutu dan

Standarisasi Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian untuk

menciptakan iklim yang kondusif guna mendorong penggunaan dan pemanfaatan

alsintan yang kualitasnya sesuai dengan prsyarat standar agar lebih berdaya guna

dan berhasil guna dengan menyediakan saran dan prasarana pendukung

pengembangan pengujian alsintan yang handal dan serba cukup.

Kegiatan revitalisasi balai pengujian mutu dan alat mesin pertanian akan

dilakukan di Pusat dengan rincian sebagai berikut:

1. Pengelolaan institusi.

2. Penyusunan rencana Teknis

3. Pengembangan kelembagaan

a. Pengembangan pengujian dan sertifikasi

b. Analisa dan evaluasi metoda pengujian mutu alsin

c. Operasional Pengujian mutu alsin.

Page 14: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

BAB III

KESIMPULAN

Page 15: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

DAFTAR PUSTAKA

http://deptan.go.id (diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 pukul 20.00)

http://ritno.wordpress.com (diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 pukul 20.00)

http://andriakbar.blogspot.com (diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 pukul 20.00)

Page 16: Tugas Perencanaan Wilayah - Contoh Kasus Rencana Kerja Ditjen Pengolaha Dan Pemasaran

http://bapeda-jabar.go.id (diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 pukul 20.00)

http://wikipedia.co.id (diakses pada tanggal 9 Oktober 2010 pukul 20.00)