tugas pengkajian stok ikan

17
TUGAS PENGKAJIAN STOK IKAN PEMANFAATAN SUMBERDAYA HAYATI PESISIR DAN LAUT OLEH: AKRAM PRAMAGISTER MANAJEMEN PESISIR & TEKNOLOGI KELAUTAN PASCA SARJANA UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

Upload: akram-abu-bakar

Post on 26-Jan-2017

32 views

Category:

Education


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: Tugas pengkajian stok ikan

TUGAS

PENGKAJIAN STOK IKAN

PEMANFAATAN SUMBERDAYA HAYATI

PESISIR DAN LAUT

OLEH:

AKRAM

PRAMAGISTER

MANAJEMEN PESISIR & TEKNOLOGI KELAUTAN

PASCA SARJANA

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2016

Page 2: Tugas pengkajian stok ikan

1. PENDAHULUAN

I.2. Latar Belakang

Sumberdaya ikan laut Indonesia dapat dikelompokkan menjadi sumberdaya ikan pelagis kecil, sumberdaya ikan pelagis besar, dan sumberdaya ikan demersal. Sumberdaya ikan demersal adalah jenis-jenis ikan yang sebagian besar dari siklus hidupnya berada/menghuni dasar atau dekat dasar perairan, dengan ciri-ciri pergerakan yang rendah/lamban dan migrasi yang tidak jauh (Aoyama, 1973 dalam Badruddin. et.al,. 2010).

Ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) adalah salah satu ikan demersal berukuran besar yang mempunyai nilai ekonomis penting karena permintaan pasar yang tinggi. Jenis ikan ini, dan juga Lutjanidae yang lain tersebar sangat luas dan telah dieksploitasi secara intensif di berbagai perairan di Indonesia. Berdasarkan data laporan Statistik Perikanan Tangkap Sulawesi Selatan 2012, diketahui bahwa produksi ikan kakap merah dari tahun 2007 sampai 2012 cenderung meningkat yakni pada tahun 2007 sebesar 4.199,6 ton, tahun 2008 sebesar 4.494,7 ton, tahun 2009 sebesar 5.613,2 ton, tahun 2010 sebesar 5.818,3 ton, tahun 2011 sebesar 8.236,8 ton dan pada tahun 2012 sebesar 8.430,4 ton.

Semakin tingginya tingkat eksploitasi dari tahun ke tahun, diperlukan sistem manajemen yang lebih baik untuk tercapainya kelestarian populasi. Dalam jangka pendek sistem manajemen penangkapan ditujukan untuk menghindari terjadinya penangkapan yang lebih terhadap stok ikan, sedangkan dalam jangka panjang sistem manajemen ditekankan terhadap perlindungan kelangsungan hidup dari populasi ikan ini.

Perairan Munte terletak di Kecamatan Tana Lili Kabupaten Luwu Utara dan merupakan suatu daerah penghasil sumberdaya perikanan terbesar di kabupaten ini. Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Luwu Utara khususnya ikan kakap merah pada tahun 2007 berkisar 100,5 ton dan mengalami peningkatan pada tahun 2008 yaitu sekitar 227,1 ton. Pada tahun tahun 2009 sampai tahun 2011 mengalami penurunan yakni pada tahun 2009 sebesar 77.9 ton, tahun 2010 sebesar 213.7 ton, tahun 2011 sebesar 37,8 ton dan mengalami peningkatan lagi pada tahun 2012 sebesar 384,6 (Laporan Statistik Perikanan Tangkap Sulawesi Selatan, 2012).

Terjadinya fluktuasi penangkapan ini diakibatkan oleh sistem penangkapan yang tidak terkontrol dengan baik dan sistem manajemen penangkapan yang kurang baik, untuk itu diperlukan pengelolaan penangkapan yang berkesinambungan untuk meningkatkan jumlah produksinya tanpa mengganggu kelestarian sumberdaya yang ada. Dengan adanya informasi tersebut perlu diadakan penelitian mengenai parameter dinamika populasi ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara.

1.2. Rumusan Masalah

Bagaimana kelompok umur, pertumbuhan, mortalitas, tingkat ekploitasi, dan nilai yield per recruitment ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara?

1.3. Tujuan Penelitian

Page 3: Tugas pengkajian stok ikan

Untuk mengetahui kelompok umur, pertumbuhan, mortalitas, tingkat eksploitasi dan nilai yield per rekruitmen ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) yang ada di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi pengelolaan populasi ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) yang ada di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara sehingga pemanfaatannya dapat dilakukan secara optimum dan tetap menjamin kelestarian sumberdaya tersebut.

2. METODE PENELITIAN

2.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2013 di Perairan Munte, Kabupaten Luwu Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Lokasi Pengambilan Sampel

2.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mistar dengan ketelitian 0,1 cm untuk mengukur panjang ikan, alat tulis-menulis untuk mencatat hasil pengukuran di lapangan, kamera digital untuk dokumentasi, GPS (Global Positioning System) untuk menentukan koordinat lokasi pengambilan sampel, laptop (Microsoft excel 2007) untuk mengolah data, thermometer untuk mengukur suhu perairan. Adapun bahan yang akan diukur sebagai sampel berupa ikan kakap merah yang diperoleh dari nelayan bubu.

Page 4: Tugas pengkajian stok ikan

2.3. Metode Pengambilan Sampel

Penelitian ini menggunakan data primer. Pengambilan data primer dilakukan sebanyak 24 kali dengan interval waktu tiga kali dalam seminggu selama dua bulan. Sampel berupa ikan kakap merah yang diperoleh dari nelayan bubu yang beroperasi di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara. Teknik pengambilan sampel menggunakan metode acak bertingkat dimana ikan dikelompokkan dalam ukuran besar, sedang, dan kecil.

Panjang ikan yang diukur adalah panjang total yaitu ikan mulai diukur dari ujung moncong hingga ujung sirip ekor. Panjang ikan diukur dengan menggunakan mistar dan dinyatakan dalam ukuran cm. Panjang total ikan kakap merah dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Panjang Total Ikan Kakap Merah

2.4. Analisa Data

2.4.1. Kelompok Umur

Untuk menduga kelompok umur dalam populasi ikan kakap merah digunakan metode Bhattacharya (1967) dalam Sparre at. al.,(1989) yaitu ikan dibagi ke dalam beberapa kelas panjang dan mencari frekuensi terhitung (Fc) dari frekuensi masing-masing kelompok tersebut. Frekuensi setiap kelas panjang diubah ke dalam perhitungan logaritma kemudian dicari selisih logaritma suatu kelas dengan kelas sebelumnya. Nilai tengah kelas masing-masing kelas panjang (sumbu x) diplotkan terhadap selisih logaritma frekuensi kelas panjang (sumbu y). Titik-titik yang diplotkan akan membentuk garis lurus. Perpotongan garis lurus dengan sumbu x memberikan nilai x (rata-rata panjang individu setiap kelompok umur) nilai x juga dapat dihitung dengan rumus: 𝑥 = − (𝑎/𝑏)

Keterangan: a = Intercept b = Slope persamaan garis linear

Distribusi frekuensi panjang dari kelompok umur mengikuti distribusi normal. Untuk mendapatkan distribusi frekuensi yang normal, maka frekuensi yang diamati diubah ke dalam frekuensi yang dihitung (Fc) dengan menggunakan persamaan distribusi normal (Hassel Blad dalam Sparre et. al., 1999) yaitu :

Keterangan:

Page 5: Tugas pengkajian stok ikan

Fc = Frekuensi Calculated N = Jumlah ikan dl = Interval kelas S = Standar deviasi 𝑥 = Panjang rata-rata X = Tengah kelas panjang total 𝜋 = 3,1415

2.4.2. Pertumbuhan

Untuk menduga pola/model pertumbuhan ikan kakap merah, digunkan metode von Bertalanffy dalam Sparre at. al.(1989), yaitu :

Keterangan : Lt = Panjang ikan pada umur t (cm) L∞ = Panjang asimptot ikan (cm) K = Koefisien laju pertumbuhan (per tahun) to = Umur teoritis ikan pada saat panjangnya sama dengan nol (tahun) t = Umur ikan (tahun)

Untuk memperoleh nilai dugaan parameter L∞ dan K, digunakan metode Ford-Walford dalam Sparre et. al. (1989) yaitu dengan persamaan sebagai berikut :

L ( t + Δt ) = a + b. L (t)

Selanjutnya persamaan tersebut dimasukkan ke persamaan regresi linier, yaitu :

Y = a + b. XKeterangan : X = L (t) Y = L (t + Δt) a = L∞ (1 - b) b = exp (-K. Δt)

Sehingga dapat diperoleh : L∞ = 𝑎/1−𝑏 K = −(1/Δ𝑡)𝐿𝑛 𝑏

Selanjutnya untuk menentukan to digunakan rumus Pauly (1983), Yaitu :

Log (-to) = -0,3922 – 0,2752 (log L∞) – 1,038 (log K)Keterangan : L∞ = Panjang asimptot ikan (cm) K = Koefeisien laju pertumbuhan (tahun) To = Umur teoritis ikan pada saat panjang sama dengan nol (tahun)

2.4.3. Mortalitas

a. Mortalitas Alami

Page 6: Tugas pengkajian stok ikan

Mortalitas alami diduga dengan menggunakan rumus Empiris (Pauly, 1980) sebagai berikut:

Ln M = -0,152 – 0,279 Ln L∞ + 0,6543 Ln K + 0,4634 Ln T

Keterangan: M = Laju mortalitas alami (tahun) L∞ = Panjang asimptot pada ikan (cm) K = Koefisien pertumbuhan T = Suhu rata-rata perairan (0C)

b. Mortalitas Total

Mortalitas total akan diduga dengan persamaan yang dikemukakan oleh Beverton dan Holt (1956) dalam Sparre et al. (1999) yaitu :

Keterangan : Z = Laju mortalitas total (tahun) K = Koefisien laju pertumbuhan L∞ = panjang asimtot ikan (cm) 𝐿 = panjang rata-rata ikan yang tertangkap (cm) L’ = ukuran terkecil ikan yang tertangkap (cm)

c. Mortalitas Penangkapan

Mortalitas penangkapan (F) diduga dengan persamaan :

Z = F + M

Sehingga dapat diperoleh :

F = Z – M

2.4.4. Laju Eksploitasi

Dari hasil yang didapat pada mortalitas maka untuk menduga tingkat eksploitasinya (E) dapat diperoleh dengan menggunakan rumus Beverton dan Holt (Sparre dan Venema, 1999) yaitu : 𝐸 = 𝐹/𝑍

Keterangan : F = Nilai mortalitas penangkapan Z = Mortalitas total

2.4.5. Yield Per Recruitment

Yield per recruitment (Y/R) diketahui dengan persamaan Beverton dan Holt (Sparre et al. 1989) yaitu :

Page 7: Tugas pengkajian stok ikan

Keterangan : E = Laju eksploitasi L’ = batas terkecil ukuran kelas panjang ikan yang tertangkap (cm) M = laju mortalitas alami (per tahun) K = koefisien laju pertumbuhan (per tahun) L∞ = panjang asimtot ikan (cm)

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Deskripsi Alat Tangkap Bubu

Bubu adalah alat tangkap yang cara pengoperasiannya bersifat pasif yaitu dengan cara menarik perhatian ikan agar masuk kedalamnya. Prinsip penangkapan ikan menggunakan bubu adalah membuat ikan dapat masuk dan tidak dapat keluar dari bubu (Sainsbury, 1996). Alat tangkap ini sangat banyak digunakan di Desa Munte karena pengoperasiannya sangat mudah dan efisien serta hasil tangkapannya berbagai jenis ikan demersal yang bernilai ekonomis tinggi, salah satunya adalah ikan kakap merah.

Menurut Martasuganda (2003), bentuk bubu yang bervariasi tersebut disesuaikan dengan ikan yang akan dijadikan target penangkapan. Meskipun yang dijadikan target penangkapan sama, terkadang bentuk bubu yang dipakai bisa juga berbeda, tergantung dari pengetahuan ataupun kebiasaan nelayan yang mengoperasikannya.

3.1.1. Konstruksi Alat Tangkap Bubu

Konstruksi bubu sangat sederhana karena hampir semuanya terbuat dari bahan jaring, kecuali untuk rangka terbuat terbuat dari kayu yang fungsinya selain sebagai kerangka juga sebagai pemberat pada saat bubu dioperasikan. Untuk alat tangkap bubu yang digunakan pada penelitian ini yaitu bubu segi empat yang terbuat dari tali nilon yang telah rajut menjadi jaring dengan ukuran mata jaring sebesar 3 cm dan rangkanya terbuat dari kayu bakau. Adapun bentuk alat tangkap bubu dapat dilihat pada gambar 3.

Gambar 4. Alat tangkap bubu (tampak samping)

Page 8: Tugas pengkajian stok ikan

3.1.2. Pengoperasian Alat Tangkap Bubu

Pengoperasian alat tangkap bubu ini tambahkan daun kelapa dan daun bakau yang diletakkan pada bagian atas bubu yang berfungsi sebagai penarik ikan-ikan kecil datang bersarang pada daun tersebut, ketika ikan-ikan kecil berkumpul didaerah daun tersebut maka hal tersebut akan menarik perhatian ikan-ikan besar seperti ikan kakap merah, karapu, jenaha dan lainnya untuk datang mencari makan dan masuk didalam bubu sehingga terperangkap tak bisa keluar lagi. Daerah pengoperasian bubu ini di perairan dasar dengan kedalam sekitar 50 m dari permukaan. Untuk pengangkatan bubu ini biasanya para nelayan membutuhkan waktu selama seminggu.

Hasil tangkapan alat tangkap bubu ini berupa ikan kakap merah, karapu, jenaha, sunu dan ikan-ikan dasar lainnya yang bernilai ekonomis tinggi. Dibandingkan dengan alat tangkap ikan lainya bubu memang lebih praktis penggunaannya selain mudah dalam pengoperasiannya juga tidak membutuhkan umpan.

Gambar 4. Pengangkatan alat tangkap bubu

3.2. Kelompok Umur

Jumlah sampel ikan kakap merah yang diperoleh selama penelitian adalah 1.100 ekor dengan kisaran panjang total 12 cm sampai 84 cm. Ikan kakap merah dikelompokkan berdasarkan kelas ukuran kemudian dihitung frekuensi menurut kelompok umur. Dari kelas ukuran yang ada diperoleh frekuensi panjang terbesar pada kelas ukuran panjang 39 - 42 cm sebanyak 153 dari total hasil tangkapan, sedangkan frekuensi panjang terkecil terdapat pada kelas ukuran panjang 81 - 84 cm sebanyak 3 dari total hasil tangkapan yang diperoleh.

Berdasarkan hasil analisis Bhattacharya (Sparre et. al.,1999) dengan menggunakan hasil pemetaan selisih logaritma natural frekuensi teoritis terhadap nilai tengah kelas diperoleh tiga kelompok umur pada ikan kakap merah dapat dilihat pada gambar 5.

Page 9: Tugas pengkajian stok ikan

Gambar 5. Histogram frekuensi hasil tangkapan ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di sekitar perairan Munte, Kabupaten Luwu Utara

Dalam sampel hasil tangkapan maka didapatkan 3 kelompok umur, yaitu kelompok umur yang pertama berada pada kisaran 12 - 24 cm, kelompok umur kedua berada pada kisaran 24 - 51 cm, kelompok umur yang ketiga berada pada kisaran 51 - 84 cm. Dengan panjang rata-rata kelompok umur masing-masing adalah 18,196 cm, 41,801 cm, 57,456 cm (Gambar 5).

Dari Gambar 8 dapat kita ketahui bahwa pada umumnya kakap merah yang tertangkap di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara pada umumnya berukuran besar, sedangkan ikan kakap merah yang berukuran kecil kurang tertangkap karena penangkapan dilakukan didaerah perairan dalam sehingga ikan yang tertangkap rata-rata berukuran besar.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sucitra (2012) menemukan bahwa panjang ikan kakap merah sebanyak 844 ekor yang di peroleh dari perairan Kabupaten Bulukumba didapat ukuran antara 14 – 36 cm. Frekuensi ikan sampel terbesar ditemukan pada kisaran 17 – 18 cm dengan jumlah sampel sebanyak 201 ekor. Perbedaan akan hasil berbagai penelitian yang diperolah diduga karena perbedaan jumlah data ikan yang diukur beserta ukuran yang diperoleh.

Dari hasil penelitian, maka dilakukan pemetaan logaritma panjang total terhadap nilai tengah kelas diperoleh 3 panjang rata – rata dengan ukuran panjang masing–masing 18,196 cm, 41,801 cm, dan 57,456 cm.

Gambar 6. Pemetaan nilai tengah kelas dengan selisih logaritma natural frekuensi kumulatif ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) pada setiap kelompok umur

Page 10: Tugas pengkajian stok ikan

Tabel 1. Hubungan kisaran panjang, panjang rata – rata dan umur relatif pada ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di sekitar perairan MunteKabupaten Luwu Utara.

Umur Relative (tahun) Kisaran Panjang (cm) Panjang Rata-rata (cm)IIIIII

12 – 2424 – 5151 – 84

18,19641,80157,456

3.3. Pertumbuhan

Hasil analisis menggunakan metode Ford – Walford (Sparre et. al., 1989) diperoleh nilai panjang asimptot (L∞) Ikan kakap merah di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara sebesar 88,282 cm, sedangkan koefisien laju pertumbuhan (K) adalah 0,411 per tahun. Sedangkan nilai to diperoleh dengan menggunakan rumus Pauly (1983) yaitu -0,297. Berdasarkan nilai L∞, K, dan to yang diperoleh dengan menggunakan persamaan Von Bertalanffy didapatkan persamaan pertumbuhan kakap merah di Perairan Munte Kabupaten Luwu Utara sebagai berikut :

Dari persamaan pertumbuhan diatas maka dapat diketahui panjang ikan kakap merah dari berbagai umur relatif, sehingga dapat dihitung pertambahan panjang ikan kakap merah untuk setiap tahunnya hingga mencapai panjang asimptotnya (Gambar 7).

Gambar 7. Kurva pertumbuhan ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di sekitar perairan Munte Kabupaten Luwu Utara.

Berdasarkan kurva pertumbuhan seperti tampak pada Gambar 10 terlihat bahwa pertumbuhan panjang ikan kakap merah yang cepat terjadi pada umur muda dan semakin lambat seiring dengan bertambahnya umur sampai mencapai panjang asimptot dimana ikan bertambah panjang lagi (Azis, 1989). Hal ini sesuai dengan pernyataan Niklosky, (1963) bahwa ikan-ikan muda akan memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, sedangkan ikan-ikan dewasa akan semakin lambat untuk panjang maksimumnya selanjutnya akan terhenti pada saat mencapai panjang asimptotnya.

Page 11: Tugas pengkajian stok ikan

Hal ini disebabkan karena energi yang diperoleh dari makanan tidak lagi dipergunakan untuk pertumbuhannya melainkan dipergunakan untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak.

Pada penelitian lain yang dilakukan Méndez. et al. (2010) di perairan Bufadero, Michoacán, Meksiko pada Lutjanus guttatus menemukan bahwa ikan ini memiliki panjang asimptot (L∞) = 96.60 cm, pertumbuhan (K) = 0,22 per tahun dan umur teoritis (to) = -0,10 tahun. Dan untuk penelitian pada jenis ikan Lutjanus peru yang diteliti oleh Cabello et. al. (2010) di perairan yang sama menemukan bahwa jenis ikan ini memiliki panjang asimptot (L∞) = 81,12 cm, pertumbuhan (K) = 0,24 per tahun dan umur teoritis (to) = -0,39 tahun. Adanya perbedaan akan berbagai hasil penelitian yang diperoleh, diduga karena kondisi suatu perairan yang berbeda, selain itu juga diduga karena perbedaan jumlah data ikan yang di ukur beserta ukuran yang diperoleh dan kondisi makanan di perairan.

Stugent (1989) dalam Sucitra (2012), berpendapat bahwa pertumbuhan panjang ikan mudah lebih cepat daripada ikan yang berumur tua pada kondisi perairan yang sama. Apabila perairan berubah kondisi maka pertumbuhan ikan dapat dipengaruhi oleh adanya perubahan dari ekologinya termasuk makanan, penyakit dan perubahan musim yang tidak menentu.

3.4. Mortalitas

Pendugaan laju mortalitas total (Z) dianalisis dengan menggunakan metode Beverton dan Holt (Sparre, et. al., 1999). Untuk ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di Perairan Munte Kabupaten Luwu Utara diperoleh nilai dugaan mortalitas total (Z) sebesar 1,845 per tahun, sedangkan nilai mortalitas alami (M) dianalisa dengan menggunakan rumus Empiris Pauly (1980) dengan memasukkan nilai K = 0,411 per tahun, L∞ = 88,282 cm dan suhu perairan 280C. Dengan demikian diperoleh nilai dugaan mortalitas alami (M) = 0,644 sedangkan nilai laju mortalitas penangkapan (F) diperoleh dengan mengurangkan nilai Z terhadap M sehingga diperoleh nilai dugaan F = 1,201 per tahun. Hasil berbeda juga didapatkan pada penelitian yang dilakukan Sucitra (2012) pada ikan kakap merah (Lutjanus . sp) di perairan Bulukumba dimana mortalitas alami (M) = 0,61, mortalitas penangkapan (F) = 0,73 dan mortalitas total (Z) = 1,34.

3.5. Laju Eksploitasi

Nilai laju eksploitasi (E) di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara tergolong tinggi karena berada di angka 0,651 per tahun. Dimana berdasarkan nilai laju mortalitas total (Z) dan laju mortalitas penangkapan (F), maka laju eksploitasi dapat diduga dengan F / M dimana Eopt adalah dari pihak yang berwenang dalam hal ini Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Luwu Utara seperti pengaturan tentang ukuran mata jaring atau pembatasan alat tangkap bubu, maka sumberdaya hayati ikan pada waktu mendatang dapat mengalami kelebihan tangkap dan berakibat mengganggu kelestarian sumberdaya hayati.

3.6. Yield Per Rekruitmen

Pendugaan stok yield per recruitment merupakan salah satu model yang bisa digunakan sebagai dasar strategi pengelolaan perikanan. Analisa ini diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, karena model ini memberikan gambaran mengenai pengaruh–pengaruh jangka pendek dan jangka panjang dari tindakan–

Page 12: Tugas pengkajian stok ikan

tindakan yang berbeda (Gulland, 1983). Nilai dugaan Y/R dianalisis dengan metode Beverton dan holt dalam Sparre et. al., (1999) dengan memasukan nilai–nilai yang terdapat pada tabel 2.

Tabel 2. Nilai dugaan parameter yang digunakan sebagai masukan pada analisis Yield per Recruitment ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di Perairan Munte Kabupaten Luwu Utara.

Parameter Populasi Nilai Dugaan (per tahun)Koefisien Laju Pertumbuhan (K)

Panjang Asimptot ( L∞)Mortalitas Total (Z)

Mortalitas Alami (M)Mortalitas Penangkapan (F)

Laju Eksploitasi (E)

0,41188,2821,8450,6441,2010,651

Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 3, maka dapat diketahui bahwa nilai dugaan Y/R sebesar 0,046 gram/recruit yang diambil sebagai hasil tangkapan. ini berarti bahwa dalam setiap recruitmen yang terjadi terdapat 0,046 gram yang diambil sebagai hasil tangkapan.

Gambar 8. Kurva hubungan Yield per Rekruitment (Y/R) terhadap nilai Laju Eksploitasi (E) Ikan kakap merah (Lutjanus malabaricus) di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara

Nilai E yang diperoleh saat ini adalah 0,651 dengan Y/R = 0,046 gram/recruitmen, nilai Eopt = 0,7 dengan Y/R = 0,047 (Gambar 8). Dari nilai ini menunjukkan bahwa populasi ikan kakap merah di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara belum mengalami laju eksploitasi tinggi karena belum melewati nilai optimum penangkapan. Apabila dilakukan penangkapan secara terus-menerus tanpa pengawasan seperti pengaturan tentang ukuran mata jaring atau pembatasan alat tangkap bubu, maka stok ikan kakap merah akan semakin berkurang bahkan suatu saat akan mengalami kepunahan.

Page 13: Tugas pengkajian stok ikan

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data terhadap Parameter Dinamika Populasi Ikan Kakap Merah di Perairan Munte Kabupaten Luwu Utara maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Populasi ikan kakap merah di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara terdiri tiga kelompok umur.

b. Pertumbuhan ikan kakap merah di perairan Munte mengalami pertumbuhan yang lambat (K = 0,411 < 0,5 per tahun) .

c. Mortalitas ikan kakap merah di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara lebih banyak diakibatkan oleh aktifitas penangkapan.

d. Populasi ikan kakap merah di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara belum berada pada laju eksploitasi tinggi karena laju eksploitasi saat ini lebih rendah dari pada laju eksploitasi optimal.

e. Yeild per recruitment ikan kakap merah di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara sebesar 0,046 gram/recruit.

4.2. Saran

Untuk mendapatkan informasi yang lebih lanjut dan lengkap perlu adanya penelitian lanjutan tentang aspek biologi reproduksi ikan kakap merah di perairan Munte Kabupaten Luwu Utara seperti berapa kali ikan kakap merah memijah per tahun sehingga dapat diduga musim penangkapan ikan kakap merah. Ikan contoh yang diambil sebaiknya mewakili setiap musim penangkapan sehingga informasi yang diperoleh dapat lebih menyeluruh.

Sumber :

Akram. 2013. Parameter Dinamika Populasi Ikan Kakap Merah (Lutjanus malabaricus) di Perairan Munte Kabupaten Luwu Utara. Skripsi. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan. Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik Diwa. Makassar.